LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA TAHUN 2011

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA TAHUN 2011"

Transkripsi

1 LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA TAHUN 2011 PEMERINTAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA

2

3 BADAN PENGELOLA LINGKUNGAN HIDUP DAERAH (BPLHD) PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA Alamat : Jl. Casablanca Kav. 1 Kuningan Jakarta Telp : (021) , , , Fax : (021) , bplhd@jakarta.go.id webmin_bplhd@yahoo.com Website :

4

5 KATA PENGANTAR Assalamu'alaikum Wr.Wb. Dengan Rahmat Allah SWT "Laporan Status Lingkungan Hidup Provinsi DKI Jakarta Tahun 2011" ini dapat disusun sesuai dengan Pedoman Penyusunan Status Lingkungan Hidup Provinsi yang diterbitkan oleh Kementerian Negara Lingkungan Hidup RI. Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi DKI Jakarta memuat informasi tentang, Tekanan terhadap Lingkungan dan Upaya Pengelolaan Lingkungan serta Analisis Hasil Kebijaksanaan, yang dilaporkan dalam 2 (dua) bagian. Buku pertama memuat laporan dalam bentuk narasi dan buku kedua memuat data numerik secara rinci. Harapan Saya, semoga Laporan Status Lingkungan Hidup Provinsi DKI Jakarta ini dapat dijadikan acuan dalam penyusunan rencana pembangunan dan pengambilan keputusan, dalam rangka mewujudkan kota Jakarta yang nyaman untuk semua. Akhirnya, kepada Tim Penyusun dan semua pihak yang telah berpartisipasi dan membantu penyusunan laporan ini, saya ucapkan terima kasih. Wassalamu'alaikum Wr.Wb. Jakarta, Maret 2011 GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA, TTD FAUZI BOWO

6

7 KATA PENGANTAR Pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan pada pokoknya tertuju pada peningkatan kesejahteraan, peningkatan SDM dan sekaligus memberikan jaminan kepentingan terhadap aspirasi generasi masa kini dan masa yang akan datang. Tujuan pembangunan berwawasan lingkungan dapat berhasil, apabila dalam memenuhi tuntutan rencana pembangunan memperhatikan perubahan kependudukan, peningkatan kebutuhan penduduk, peningkatan kegiatan sosial ekonomi yang dapat memberikan tekanan pada sumber daya alam. Untuk itu agar dapat tersusun rencana pembangunan berkelanjutan diperlukan informasi yang lengkap, akurat dan aktual dari berbagai aspek. Buku Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi DKI Jakarta yang penyusunannya didasarkan pada pedoman umum penyusunan Laporan Status Lingkungan Hidup Provinsi yang diterbitkan oleh Kementerian Negara Lingkungan Hidup, dapat dimanfaatkan sebagai sumber informasi yang akurat dan aktual dalam menyusun rencana pembangunan dalam rangka implementasi konsep pembangunan yang berwawasan lingkungan. Mengingat luas cakupan data dan informasi yang berkaitan dengan kualitas lingkungan hidup, maka disadari bahwa penyusunan buku Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi DKI Jakarta masih belum cukup sempurna. Untuk itu saran dan masukan dari semua pihak guna peningkatan kualitas buku Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi DKI Jakarta senantiasa kami harapkan. Kepada seluruh anggota Tim Penyusun serta pihak lain yang telah turut berpartisipasi menyusun dan mengembangkan kualitas buku Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah ini, saya ucapkan terima kasih. Semoga niat mulia kita semua dalam meningkatkan kualitas lingkungan hidup ini senantiasa mendapat petunjuk dan ridho Tuhan Yang Maha Esa. Jakarta, 21 Maret 2012 KEPALA BADAN PENGELOLA LINGKUNGAN HIDUP DAERAH PROVINSI DKI JAKARTA TTD MOCH. TAUCHID TJAKRA AMIDJAJA NIP

8

9 DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR GUBERNUR KDKI JAKARTA KATA PENGANTAR KEPALA BPLHD PROVINSI DKI JAKARTA DAFTAR ISI... i DAFTAR TABEL... iv DAFTAR GRAFIK... ix DAFTAR GAMBAR...xvi DAFTAR LAMPIRAN...xvii ABSTRAK... I BAB I PENDAHULUAN...I Latar Belakang... I Tujuan Penyusunan Status Lingkungan Hidup Daerah... I Metodologi Penyusunan... I Sumber Data... I Pendekatan Penyusunan... I Prosedur Penyusunan Status Lingkungan Hidup Daerah... I Proses Kegiatan... I Pelaksanaan Kegiatan... I Sistematika Penyajian... I Isu-isu Utama Lingkungan Hidup di Provinsi DKI Jakarta pada Tahun I Sumber Daya dan Lingkungan Hidup... I Bidang Sarana dan Prasarana Kota... I Bidang Ekonomi... I Bidang Sosial Budaya... I Kependudukan dan Ketenagakerjaan... I Kebijakan Pembangunan Daerah Berkelanjutan Provinsi DKI Jakarta... I Visi dan Misi Pemerintah Provinsi DKI Jakarta... I Prioritas Pembangunan Daerah Provinsi DKI Jakarta... I Prioritas Pengalokasian APBD I - 13 BAB II KONDISI LINGKUNGAN HIDUP DAN KECENDERUNGANNYA... II Lahan dan Hutan... II Lahan... II - 15 i

10 Hutan... II Keanekaragaman Hayati... II Keanekaragaman Ekosistem... II Keanekaragaman Spesies... II Air... II Air Tanah... II Situ-situ (Waduk)... II Sungai... II Udara... II Laut, Pesisir dan Pantai... II Kondisi Umum Hidro-Oseanografi di Wilayah Pantura... II Mangrove... II Padang Lamun... II Terumbu Karang... II Perairan Teluk... II Iklim... II Bencana... II Bencana Banjir... II Bencana Kebakaran... II BAB III TEKANAN TERHADAP LINGKUNGAN... III Kependudukan... III Jumlah dan Pertumbuhan Penduduk... III Sebaran dan Kepadatan Penduduk... III Permukiman... III Sanitasi Lingkungan... III Akses Terhadap Infrastruktur Permukiman (Air Bersih, Listrik, dsb)... III Kemiskinan... III Kesehatan... III Status Kesehatan dan Gizi... III Upaya Perbaikan Kesehatan dan Gizi... III Pertanian... III Industri... III Pertambangan... III Energi... III Transportasi... III Pariwisata... III ii

11 Pengembangan Atraksi Pariwisata... III Pengembangan Tata Ruang Pariwisata... III Limbah B3... III BAB IV UPAYA PENGELOLAAN LINGKUNGAN... IV Rehabilitas Lingkungan... IV Pengawasan Amdal, UKL/UPL... IV Pengaduan Masalah Lingkungan... IV Produk Hukum dan Penegakan Hukum... IV Produk Hukum... IV Penegakan Hukum... IV Pemberian Penghargaan, Penyuluhan dan Perbaikan Kualitas Lingkungan... IV Kelembagaan, Jumlah Personil dan Anggaran Pengelolaan Lingkungan... IV LAMPIRAN DAFTAR PUSTAKA iii

12 DAFTAR TABEL Tabel : II.1 Tabel : II.2 Halaman Inventarisasi Sumber Daya Lahan Menurut Klasifikasi Penggunaan Lahan, Jumlah Sumber daya hutan menurut fungsi dan tipe hutan di DKI Jakarta Tahun Tabel : II.3 Lokasi Hutan Kota Provinsi DKI Jakarta, Tabel : II.4 Jenis vegetasi di kawasan lindung muara angke, angke kapuk dan kamal, Tahun Tabel : II.5 Fauna yang dilindungi di suaka margasatwa muara angke, Tahun Tabel : II.6 Tabel : II.7 Konsumsi Air Menurut Kelompok Pengguna di Provinsi DKI Jakarta Tahun Kondisi Pemukiman Pemantauan Kualitas Air Tanah di Provinsi DKI Jakarta Tahun Tabel : II.8 Jarak Sumur dengan Septik Tank di Provinsi DKI Jakarta Tahun Tabel : II.9 Rata-rata Kualitas Fisik Air Tanah di Provinsi DKI Jakarta Tahun Tabel : II.10 Tabel : II.11 Tabel : II.12 Tabel : II.13 Tabel : II.14 Tabel : II.15 Tabel : II.16 Tabel : II.17 Tabel : II.18 Tabel : II.19 Tabel : II.20 Prosentase Jumlah Lokasi Pemantauan Air Tanah yang Melebihi Baku Mutu TDS dan Kekeruhan Provinsi DKI Jakarta Tahun Rata-rata Kualitas Kimia Besi (Fe) dan Fluorida (F) Pada Air Tanah Provinsi DKI Jakarta Tahun Prosentase Jumlah Lokasi Pemantauan Air Tanah yang Melebihi Baku Mutu Parameter Besi dan Fluorida Provinsi DKI Jakarta Tahun Rata-rata Kualitas Kimia Total Hardness dan Chlorida (Cl) Pada Air Tanah Provinsi DKI Jakarta Tahun Prosentase Jumlah Lokasi Pemantauan Air Tanah yang Melebihi Baku Mutu Parameter Total Hardness dan Chlorida (Cl) Provinsi DKI Jakarta Tahun Rata-rata Kualitas Kimia Mangan (Mn) dan Nitrat (NO 3 ) Pada Air Tanah Provinsi DKI Jakarta Tahun Prosentase Jumlah Lokasi Pemantauan Air Tanah yang Melebihi Baku Mutu Parameter Mangan (Mn) dan Nitrat (NO 3 ) Provinsi DKI Jakarta Tahun Rata-rata Kualitas Kimia Nitrit (NO 2 ) dan ph Pada Air Tanah provinsi dki jakarta Tahun Rata-rata Kualitas Senyawa Aktif Biru Metilen (MBAS) dan Sulfat (SO 4 ) Pada Air Tanah Provinsi DKI Jakarta Tahun Prosentase Jumlah Lokasi Pemantauan Air Tanah yang Melebihi Baku Mutu Parameter Senyawa Aktif Biru Metilen (MBAS) dan Sulfat (SO 4 ) Provinsi DKI Jakarta Tahun Rata-rata Kualitas Organik (KMnO 4 ) Pada Air Tanah Provinsi DKI Jakarta Tahun iv

13 Tabel : II.21 Prosentase Jumlah Lokasi Pemantauan Air Tanah yang Melebihi Baku Mutu Parameter Organik (KMnO 4 ) Provinsi DKI Jakarta Tahun Tabel : II.22 Rata-rata Kualitas Biologis Pada Air Tanah Provinsi DKI Jakarta Tahun Tabel : II.23 Prosentase Jumlah Lokasi Pemantauan Air Tanah yang Melebihi Baku Mutu Parameter Bakteri Koli Provinsi DKI Jakarta Tahun Tabel : II.24 Status Mutu (Indeks Pencemaran) Air Tanah Provinsi DKI Jakarta Tahun Tabel : II.25 Tabel : II.26 Tabel : II.27 Tabel : II.28 Tabel : II.29 Status Mutu (Indeks Pencemaran) Air Tanah Wilayah Jakarta Pusat Tahun Status Mutu (Indeks Pencemaran) Air Tanah Wilayah Jakarta Selatan Tahun Status Mutu (Indeks Pencemaran) Air Tanah Wilayah Jakarta Barat Tahun Status Mutu (Indeks Pencemaran) Air Tanah Musim Kemarau di Wilayah Jakarta Timur Tahun Status Mutu (Indeks Pencemaran) Air Tanah Musim Kemarau di Wilayah Jakarta Utara Tahun Tabel : II.30 Lokasi Pengambilan Sampel Situ/Waduk di Provinsi DKI Jakarta Tahun Tabel : II.31 Nilai Indeks Pencemar (IP) Air dan Kategorinya Tabel : II.32 Kondisi Umum Lokasi Pemantauan Situ Tabel : II.33 Kualitas Fisik Situ di Wilayah Jakarta Timur Tahun Tabel : II.34 Kualitas Fisik Situ di Wilayah Jakarta Barat Tahun Tabel : II.35 Kualitas Fisik Situ di Wilayah Jakarta Utara Tahun Tabel : II.36 Kualitas Fisik Situ di Wilayah Jakarta Selatan Tahun Tabel : II.37 Kualitas Fisik Situ di Wilayah Jakarta Pusat Tahun Tabel : II.38 Kisaran Konsentrasi Mikrobiologi Situ/Waduk di DKI Jakarta Tahun Tabel : II.39 Lokasi Pengambilan Sampel Air Sungai Tahun Tabel : II.40 Peralatan Sampling Air Sungai Tabel : II.41 Nilai Indeks Pencemar (IP) Air Sungai dan Kategorinya Tabel : II.42 Nilai Storet Air Sungai dan Kategorinya Tabel : II.43 Penentuan Sistem Nilai Dalam Menentukan Status Mutu Perairan Tabel : II.44 Klasifikasi Derajat Pencemaran Berdasarkan Shannon-Wiener Tabel : II.45 Tabel : II.46 Jumlah Titik Pemantauan dan Status IP Sungai Di Provinsi DKI Jakarta Tahun Lokasi Pemantauan Kualitas Udara Ambien DKI Jakarta dan Peruntukannya Tahun Tabel : II.47 Kualitas Udara Ambien DKI Jakarta untuk Parameter Debu (TSP) Tahun Tabel : II.48 Kualitas Udara Ambien DKI Jakarta untuk Parameter NO 2 Tahun Tabel : II.49 Kualitas Udara Ambien DKI Jakarta untuk Parameter SO 2 Tahun Tabel : II.50 Kualitas Udara Ambien DKI Jakarta untuk Parameter Pb Tahun v

14 Tabel : II.51 Kategori Indeks Standar Pencemaran Udara (ISPU) Tabel : II.52 Jumlah Hari Berdasarkan Kategori ISPU Provinsi DKI Jakarta Tahun Tabel : II.53 Vegetasi Mangrove di Kawasan Pesisir Teluk Jakarta Bagian Barat Tahun Tabel : II.54 Luas dan Kerapatan Tutupan Mangrove tahun Tabel : II.55 Luas Dan Kerusakan Padang Lamun Provinsi DKI Jakarta Tahun Tabel : II.56 Luas Tutupan Dan Kondisi Terumbu Karang Provinsi DKI Jakarta Tahun Tabel : II.57 Tabel : II.58 Keberadaan Jenis Karang Batu Pada Beberapa Pulau Kawasan Kepulauan Seribu Tahun Keberadaan Jenis Ikan Karang Di Kawasan Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu Tahun Tabel : II.59 Posisi Koordinat Titik Pengambilan Sample Perairan Teluk Jakarta Tabel : II.60 Peralatan Sampling Perairan dan Muara Teluk Jakarta Tabel : II.61 Klasifikasi Derajat Pencemaran Berdasarkan Shannon-Wiener Tabel : II.62 Suhu Udara Rata-rata Tahunan Provinsi DKI Jakarta Tahun Tabel : II.63 Curah Hujan Rata-rata Bulanan Provinsi DKI Jakarta Tahun Tabel : II.64 Bencana Banjir, Korban dan Kerugian Provinsi DKI Jakarta Tahun Tabel : II.65 Bencana Kebakaran, Korban dan Kerugian di Provinsi DKI Jakarta Tahun Tabel : II.66 Jumlah Penduduk DKI Jakarta, Tabel : II.67 Persentase Penduduk Menurut Kabupaten/kota administrasi Tahun Tabel : II.68 Rata-rata Anak Lahir Hidup per Perempuan menurut Kelompok Umur, Tabel : II.69 CDR, IMR dan Angka Harapan Hidup (e0) tahun Tabel : II.70 Tabel : II.71 Tabel : II.72 Tabel : II.73 Tabel : II.74 Angka Kematian Bayi dan Angka Harapan Hidup Menurut Jenis Kelamin Di DKI Jakarta, Migran Masuk Selama Hidup Menurut Golongan Umur dan Jenis Kelamin Tahun Kegiatan Utama Penduduk Usia Tahun Menurut Jenis Kelamin Tahun 2000 dan 2011 (Ribu Orang) Partisipasi Angkatan Kerja Usia Tahun Menurut Tingkat Pendidikan, 2011 (%) Komposisi Penduduk Usia Tahun yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan dan Jenis Kelamin, 2011 (%) Tabel : II.75 Persentase Rumah Tangga Menurut Luas Lantai di DKI Jakarta, Tabel : II.76 Persentase Rumah Tangga Menurut Jenis Lantai di DKI Jakarta, Tabel : II.77 Persentase Rumah Tangga Menurut Jenis Dinding Terbanyak di DKI Jakarta, Tabel : II.78 Jumlah Rumah Tangga Miskin di DKI Jakarta Tahun Tabel : II.79 Jumlah Rumah Tangga Menurut Lokasi Tempat Tinggal tahun vi

15 Tabel : II.80 Persentase Rumah Tangga Menurut Fasilitas Air Minum tahun, Tabel : II.81 Persentase Rumah Tangga Menurut Cara Memperoleh Air Minum di DKI Jakarta, Tabel : II.82 Angka Kematian Bayi dan Angka Harapan Hidup Di DKI Jakarta, Tahun Tabel : II.83 Tabel : II.84 Angka Kesakitan, Rata-rata lama sakit dan rata-rata lama pemberian asi di DKI Jakarta, Jumlah Penduduk, Luas Daerah, Tenaga Medis dan Jarak Rata-rata Fasilitas Kesehatan Menurut Kabupaten/Kota Administrasi Tahun Tabel : II.85 Penolong persalinan balita di DKI Jakarta, Tabel : II.86 Tabel : II.87 Tabel : II.88 Jenis Penyakit Utama yang Diderita Penduduk di Provinsi DKI Jakarta tahun Luasan Lahan Sawah Menurut Frekuensi Penanaman Provinsi DKI Jakarta Tahun Perkiraan Emisi Gas Metan (CH 4 ) Dari Lahan Sawah Provinsi DKI Jakarta Tahun Tabel : II.89 Konsumsi Bahan Bakar Untuk Sektor Industri Provinsi DKI Jakarta Tahun Tabel : II.90 Tabel : II.91 Perkiraan Beban Emisi Dari Industri Skala Menengah Dan Besar Provinsi DKI Jakarta Tahun Perkiraan Beban Pencemar Limbah Cair Inudtri Skala Menengah Dan Besar Provinsi DKI Jakarta Tahun Tabel : II.92 Perbandingan Produksi Pertambangan Provinsi DKI Jakarta Tahun Tabel : II.93 Tabel : III.94 Tabel : III.95 Tabel : III.96 Pelaksanaan kegiatan Hemat Energi Gedung Pemerintah Daerah Provinsi DKI Jakarta Tahun Rata-Rata Efisiensi Yang Telah Dilaksanakan Gedung Pemerintah Daerah Provinsi DKI Jakarta Tahun Distribusi Bahan Bakar Berdasarkan Sektor Pengguna (kilo liter) Provinsi DKI Jakarta Tahun Perkiraan Emisi CO 2 Dari Konsumsi Energi Sektor Pengguna Provinsi DKI Jakarta Tahun Tabel : III.97 Jumlah Kendaraan di Provinsi DKI Jakarta, Tahun Tabel : III.98 Panjang Jalan Menurut Kewenangan Tahun Tabel : III.99 Sarana Terminal Kendaraan Umum Provinsi DKI Jakarta Tahun Tabel : III.100 Sarana Pelabuhan Laut, Sungai dan Danau DI Provinsi DKI Jakarta Tahun Tabel : III.101 Sarana Pelabuhan Udara Di Provinsi DKI Jakarta Tahun Tabel : III.102 Lokasi Obyek Wisata, Jumlah Pengunjung dan Luas Kawasan Tahun Tabel : III.103 Kunjungan Wisatawan Mancanegara ke DKI Jakarta Tahun Tabel : III.104 Perusahaan Penghasil Limbah B3, Jenis Limbah dan Volumenya tahun Tabel : III.105 Perusahaan yang Mendapat Izin Untuk Penyimpanan, Pengumpulan, Pengolahan, Pemanfaatan, dan Pemusnahan (Land fill) Limbah B3 tahun vii

16 Tabel : III.106 Perusahaan yang Mendapat Rekomendasi dan Izin dari Perhubungan untuk Pengangkutan Limbah B3 tahun Tabel : IV.107 Rekomendasi Amdal yang Ditetapkan Oleh Komisi Penilai Amdal tahun Tabel : IV.108 Pengaduan Masalah Lingkungan Di Provinsi Dki Jakarta Tahun Tabel : IV.109 Status Pengaduan Masyarakat Di Provinsi Dki Jakarta Tahun Tabel : IV.110 Produk Hukum Bidang Tata Ruang Dan Pengelolaan Lingkungan Di Provinsi DKI Jakarta Tahun Tabel : IV.111 Hasil Penegakan Hukum Lingkungan Di Provinsi DKI Jakarta Tahun Tabel : IV Tabel : IV.113 Hasil Uji Emisi Kendaraan roda 2 dan Roda 4 di provinsi dki jakarta Tahun Tabel : IV.114 Hasil Pengawasan dan Penertiban Pemanfaatan Air Bawah Tanah di Wilayah DKI Jakarta Tahun Tabel : IV.115 Penerima Penghargaan Lingkungan Di Provinsi DKI Jakarta Tahun Tabel : IV.116 Jumlah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Di Provinsi DKI Jakarta Tahun Tabel : IV.117 Jumlah Personil Lembaga Pengelola Lingkungan Hidup Menurut Tingkat Pendidikan Provinsi DKI Jakarta Tahun Tabel : IV.118 Jumlah Staf Fungsional Bidang Lingkungan Di Provinsi DKI Jakarta Tahun Tabel : IV.119 Program Kegiatan Pengelolaan Lingkungan Hidup Di Provinsi DKI Jakarta Tahun Tabel : IV.120 Anggaran Pengelolaan Lingkungan Hidup Di Provinsi DKI Jakarta Tahun viii

17 DAFTAR GRAFIK Grafik : II.1 Grafik : II.2 Grafik : II.3 Grafik : II.4 Grafik : II.5 Grafik : II.6 Grafik : II.7 Grafik : II.8 Grafik : II.9 Grafik : II.10 Grafik : II.11 Grafik : II.12 Grafik : II.13 Grafik : II.14 Halaman Parameter Zat Padat Terlarut - Pemantauan Kualitas Air Tanah Provinsi DKI Jakarta Tahun Parameter Kekeruhan - Pemantauan Kualitas Air Tanah Provinsi DKI Jakarta Tahun Parameter Besi (Fe) - Pemantauan Kualitas Air Tanah Provinsi DKI Jakarta Tahun Parameter Fluorida (F) - Pemantauan Kualitas Air Tanah Provinsi DKI Jakarta Tahun Parameter Total Hardness - Pemantauan Kualitas Air Tanah Provinsi DKI Jakarta Tahun Parameter Chlorida (Cl) - Pemantauan Kualitas Air Tanah Provinsi DKI Jakarta Tahun Parameter Mangan (Mn) - Pemantauan Kualitas Air Tanah Provinsi DKI Jakarta Tahun Parameter Nitrat (NO 3 ) - Pemantauan Kualitas Air Tanah Provinsi DKI Jakarta Tahun Parameter Nitrit (NO 2 ) - Pemantauan Kualitas Air Tanah Provinsi DKI Jakarta Tahun Parameter ph - Pemantauan Kualitas Air Tanah Provinsi DKI Jakarta Tahun Parameter Senyawa Aktif Biru Metilen - Pemantauan Kualitas Air Tanah Provinsi DKI Jakarta Tahun Parameter Sulfat - Pemantauan Kualitas Air Tanah Provinsi DKI Jakarta Tahun Parameter Organik (KMnO 4 ) - Pemantauan Kualitas Air Tanah Provinsi DKI Jakarta Tahun Parameter Bakteri Koli - Pemantauan Kualitas Air Tanah Provinsi DKI Jakarta Tahun Grafik : II.15 Konsentrasi BOD Situ/Waduk di Wilayah Jakarta Timur Tahun Grafik : II.16 Konsentrasi COD Situ/Waduk di Wilayah Jakarta Timur Tahun Grafik : II.17 Konsentrasi DO Situ/Waduk di Wilayah Jakarta Timur Tahun Grafik : II.18 Konsentrasi Phospat Situ/Waduk di Wilayah Jakarta Timur Tahun Grafik : II.19 Konsentrasi Organik Situ/Waduk di Wilayah Jakarta Timur Tahun Grafik : II.20 Konsentrasi Detergent Situ/Waduk di Wilayah Jakarta Timur Tahun Grafik : II.21 Konsentrasi BOD Situ/Waduk di Wilayah Jakarta Selatan Tahun Grafik : II.22 Konsentrasi COD Situ/Waduk di Wilayah Jakarta Selatan Tahun ix

18 Grafik : II.23 Konsentrasi DO Situ/Waduk di Wilayah Jakarta Selatan Tahun Grafik : II.24 Konsentrasi Phospat Situ/Waduk di Wilayah Jakarta Selatan Tahun Grafik : II.25 Konsentrasi Organik Situ/Waduk di Wilayah Jakarta Selatan Tahun Grafik : II.26 Konsentrasi Detergent Situ/Waduk di Wilayah Jakarta Selatan Tahun Grafik : II.27 Konsentrasi BOD Situ/Waduk di Wilayah Jakarta Pusat Tahun Grafik : II.28 Konsentrasi COD Situ/Waduk di Wilayah Jakarta Pusat Tahun Grafik : II.29 Konsentrasi DO Situ/Waduk di Wilayah Jakarta Pusat Tahun Grafik : II.30 Konsentrasi Phospat Situ/Waduk di Wilayah Jakarta Pusat Tahun Grafik : II.31 Konsentrasi Organik Situ/Waduk di Wilayah Jakarta Pusat Tahun Grafik : II.32 Konsentrasi Detergent Situ/ di Wilayah Jakarta Pusat Tahun Grafik : II.33 Konsentrasi BOD Situ/Waduk di Wilayah Jakarta Barat Tahun Grafik : II.34 Konsentrasi COD Situ/Waduk di Wilayah Jakarta Barat Tahun Grafik : II.35 Konsentrasi DO Situ/Waduk di Wilayah Jakarta Barat Tahun Grafik : II.36 Konsentrasi Phospat Situ/Waduk di Wilayah Jakarta Barat Tahun Grafik : II.37 Konsentrasi Organik Situ/Waduk di Wilayah Jakarta Barat Tahun Grafik : II.38 Konsentrasi Detergent Situ/Waduk di Wilayah Jakarta Barat Tahun Grafik : II.39 Konsentrasi BOD Situ/Waduk di Wilayah Jakarta Utara Tahun Grafik : II.40 Konsentrasi COD Situ/Waduk di Wilayah Jakarta Utara Tahun Grafik : II.41 Konsentrasi DO Situ/Waduk di Wilayah Jakarta Utara Tahun Grafik : II.42 Konsentrasi Phospat Situ/Waduk di Wilayah Jakarta Utara Tahun Grafik : II.43 Konsentrasi Organik Situ/Waduk di Wilayah Jakarta Utara Tahun Grafik : II.44 Konsentrasi Detergent Situ/Waduk di Wilayah Jakarta Utara Tahun Grafik : II.45 Indeks Pencemaran Situ/Waduk di Wilayah DKI Jakarta Tahun Grafik : II.46 Persentase Indeks Pencemaran Situ/Waduk di Wilayah DKI Jakarta Tahun Grafik : II.47 Indeks Pencemaran Situ/Waduk di Wilayah Jakarta Timur Tahun Grafik : II.48 Indeks Pencemaran Situ/Waduk di Wilayah Jakarta Selatan Tahun Grafik : II.49 Indeks Pencemaran Situ di Wilayah Jakarta Pusat Tahun Grafik : II.50 Indeks Pencemaran Situ/Waduk di Wilayah Jakarta Barat Tahun Grafik : II.51 Indeks Pencemaran Situ/Waduk di Wilayah Jakarta Utara Tahun Grafik : II.52 Konsentrasi Phospat Sungai Ciliwung Provinsi DKI Jakarta Tahun Grafik : II.53 Konsentrasi BOD Sungai Ciliwung Provinsi DKI Jakarta Tahun Grafik : II.54 Konsentrasi COD Sungai Ciliwung Provinsi DKI Jakarta Tahun Grafik : II.55 Konsentrasi Phospat Sungai Cipinang Provinsi DKI Jakarta Tahun Grafik : II.56 Konsentrasi BOD Sungai Cipinang Provinsi DKI Jakarta Tahun Grafik : II.57 Konsentrasi COD Sungai Cipinang Provinsi DKI Jakarta Tahun x

19 Grafik : II.58 Konsentrasi Phospat Sungai Angke Provinsi DKI Jakarta Tahun Grafik : II.59 Konsentrasi BOD dan COD Sungai Angke Provinsi DKI Jakarta Tahun Grafik : II.60 Konsentrasi Phospat Sungai Mookervart Provinsi DKI Jakarta Tahun Grafik : II.61 Konsentrasi BOD Sungai Mookervart Provinsi DKI Jakarta Tahun Grafik : II.62 Konsentrasi COD Sungai Mookervart Provinsi DKI Jakarta Tahun Grafik : II.63 Konsentrasi Phospat Sungai Grogol Provinsi DKI Jakarta Tahun Grafik : II.64 Konsentrasi BOD Sungai Grogol Provinsi DKI Jakarta Tahun Grafik : II.65 Konsentrasi COD Sungai Grogol Provinsi DKI Jakarta Tahun Grafik : II.66 Konsentrasi Phospat Sungai Sunter Provinsi DKI Jakarta Tahun Grafik : II.67 Konsentrasi BOD Sungai Sunter Provinsi DKI Jakarta Tahun Grafik : II.68 Konsentrasi COD Sungai Sunter Provinsi DKI Jakarta Tahun Grafik : II.69 Konsentrasi Phospat Sungai Pesanggrahan Provinsi DKI Jakarta Tahun Grafik : II.70 Konsentrasi BOD Sungai Pesanggrahan Provinsi DKI Jakarta Tahun Grafik : II.71 Konsentrasi COD Sungai Pesanggrahan Provinsi DKI Jakarta Tahun Grafik : II.72 Grafik : II.73 Grafik : II.74 Grafik : II.75 Grafik : II.76 Grafik : II.77 Grafik : II.78 Grafik : II.79 Grafik : II.80 Grafik : II.81 Grafik : II.82 Grafik : II.83 Konsentrasi Phospat Sungai Krukut & Tarum Barat Provinsi DKI Jakarta Tahun Konsentrasi BOD Sungai Krukut & Tarum Barat Provinsi DKI Jakarta Tahun Konsentrasi COD Sungai Krukut & Tarum Barat Provinsi DKI Jakarta Tahun Konsentrasi Phospat Sungai Cengkareng Drain dan Kali Baru Timur Provinsi DKI Jakarta Tahun Konsentrasi BOD Sungai Cengkareng Drain dan Kali Baru Timur Provinsi DKI Jakarta Tahun Konsentrasi COD Sungai Cengkareng Drain dan Kali Baru Timur Provinsi DKI Jakarta Tahun Konsentrasi Phospat Sungai Buaran, Cakung Drain dan Blencong Provinsi DKI Jakarta Tahun Konsentrasi BOD Sungai Buaran, Cakung Drain dan Blencong Provinsi DKI Jakarta Tahun Konsentrasi COD Sungai Buaran, Cakung Drain dan Blencong Provinsi DKI Jakarta Tahun Konsentrasi Phospat Sungai Petukangan Dan Sungai Kamal Provinsi DKI Jakarta Tahun Konsentrasi BOD Sungai Petukangan Dan Sungai Kamal Provinsi DKI Jakarta Tahun Konsentrasi COD Sungai Petukangan Dan Sungai Kamal Provinsi DKI Jakarta Tahun Grafik : II.84 Indeks Pencemaran Sungai Ciliwung Provinsi DKI Jakarta xi

20 Grafik : II.85 Indeks Pencemaran Sungai Cipinang Provinsi DKI Jakarta Grafik : II.86 Indeks Pencemaran Sungai Angke Provinsi DKI Jakarta Grafik : II.87 Indeks Pencemaran Sungai Mookervart Provinsi DKI Jakarta Grafik : II.88 Indeks Pencemaran Sungai Grogol Provinsi DKI Jakarta Grafik : II.89 Indeks Pencemaran Sungai Sunter Provinsi DKI Jakarta Grafik : II.90 Indeks Pencemaran Sungai Pesanggrahan Provinsi DKI Jakarta Grafik : II.91 Indeks Pencemaran Sungai Krukut dan Tarum Barat Provinsi DKI Jakarta Grafik : II.92 Grafik : II.93 Indeks Pencemaran Sungai Cengkareng Drain dan Kali Baru Timur Provinsi DKI Jakarta Indeks Pencemaran Sungai Buaran, Cakung Drain dan Blencong Provinsi DKI Jakarta Grafik : II.94 Indeks Pencemaran Sungai Petukangan dan Kamal Provinsi DKI Jakarta Grafik : II.95 Kualitas Udara Ambien DKI Jakarta untuk Parameter Debu (TSP) Tahun Grafik : II.96 Kualitas Udara Ambien DKI Jakarta untuk Parameter NO 2 Tahun Grafik : II.97 Kualitas Udara Ambien DKI Jakarta untuk Parameter SO 2 Tahun Grafik : II.98 Kualitas Udara Ambien DKI Jakarta untuk Parameter Pb Tahun Grafik : II.99 Rata-rata Konsentrasi PM-10 Wilayah DKI Jakarta Tahun Grafik : II.100 Rata-rata Konsentrasi SO 2 Wilayah DKI Jakarta Tahun Grafik : II.101 Rata-rata Konsentrasi CO Wilayah DKI Jakarta Tahun Grafik : II.102 Rata-rata Konsentrasi Ozon Wilayah DKI Jakarta Tahun Grafik : II.103 Konsentrasi Amonia di Perairan Teluk Jakarta Grafik : II.104 Konsentrasi Fenol di Perairan Teluk Jakarta Grafik : II.105 Konsentrasi Detergent di Perairan Teluk Jakarta Grafik : II.106 Konsentrasi BOD di Perairan Teluk Jakarta Grafik : II.107 Konsentrasi Amonia di Muara Teluk Jakarta pada saat pasang dan surut Grafik : II.108 Konsentrasi Fenol di Muara Teluk Jakarta pada saat pasang dan surut Grafik : II.109 Konsentrasi Phospat di Muara Teluk Jakarta pada saat pasang dan surut Grafik : II.110 Konsentrasi Detergen di Muara Teluk Jakarta pada saat pasang dan surut Grafik : II.111 Konsentrasi BOD di Muara Teluk Jakarta pada saat pasang dan surut Grafik : II.112 Grafik : II.113 Grafik : II.114 Grafik : II.115 Komposisi jenis Fitoplankton di perairan laut Teluk Jakarta pada bulan Mei Sebaran kelimpahan fitoplankton (sel/m3) di perairan laut Teluk Jakarta bulan Mei Sebaran nilai indeks keanekaragaman, indeks dominansi, dan indeks keseragaman fitoplankton di perairan laut Teluk Jakarta bulan Mei Komposisi jenis fitoplankton yang ditemukan di muara Teluk Jakarta pada saat pasang Mei xii

21 Grafik : II.116 Grafik : II.117 Grafik : II.118 Grafik : II.119 Sebaran kelimpahan fitoplankton (sel/m 3 ) di Muara Teluk Jakarta pada saat pasang, Mei Sebaran kelimpahan fitoplankton (sel/m 3 ) di Muara Teluk Jakarta pada saat surut, Mei Sebaran nilai indeks keanekaragaman, indeks dominansi, dan indeks keseragaman fitoplankton di perairan muara Teluk Jakarta pada saat pasang bulan Mei Sebaran nilai indeks keanekaragaman, indeks dominansi, dan indeks keseragaman fitoplankton di perairan muara Teluk Jakarta pada saat surut bulan Mei Grafik : II.120 Komposisi jenis fitoplankton di perairan laut Teluk Jakarta, Juli Grafik : II.121 Kelimpahan fitoplankton (sel/m3) di perairan Laut Teluk Jakarta, Juli Grafik : II.122 Grafik : II.123 Grafik : II.124 Grafik : II.125 Grafik : II.126 Grafik : II.127 Grafik : II.128 Grafik : II.129 Grafik : II.130 Grafik : II.131 Grafik : II.132 Grafik : II.133 Grafik : II.134 Grafik : II.135 Grafik : II.136 Sebaran Nilai Indeks Keanekaragaman (H ), Indeks Dominansi (D) dan Indeks Keseragaman (E) fitoplankton di perairan laut Teluk Jakarta, Juli Komposisi Jenis Fitoplankton Di Perairan Muara Teluk Jakarta Pada Saat Pasang dan Pada Saat Surut, Juli Kelimpahan fitoplankton (sel/m 3 ) di perairan muara Teluk Jakarta Pada Saat Pasang dan Pada Saat Surut, Juli Sebaran Nilai Indeks Keanekaragaman (H ), Indeks Dominansi (D) dan Indeks Keseragaman (E) fitoplankton di perairan muara Teluk Jakarta Pada Saat Pasang dan Pada Saat Surut, Juli Komposisi jenis fitoplankton yang ditemukan di perairan Muara Teluk Jakarta Pada Saat Pasang dan Pada Saat Surut, Nopember Kelimpahan fitoplankton (sel/m 3 ) di perairan Muara Teluk Jakarta Pada Saat Pasang dan Pada Saat Surut, Nopember Sebaran nilai indeks keanekaragaman (H ), indeks dominansi (D) dan indeks keseragaman (E) Pada Saat Pasang dan Pada Saat Surut Komposisi jenis fitoplankton yang ditemukan di perairan Laut Teluk Jakarta, Nopember Kelimpahan fitoplankton (sel/m 3 ) di perairan Laut Teluk Jakarta, Nopember Sebaran nilai indeks keanekaragaman (H ), indeks dominansi (D) dan indeks keseragaman (E) Komposisi jenis zooplankton (ind/m 3 ) yang ditemukan di perairan laut Teluk Jakarta Mei Sebaran kelimpahan zooplankton (ind/m 3 ) di perairan laut Teluk Jakarta Mei Sebaran nilai indeks keanekaragaman, indeks dominansi, dan indeks keseragaman zooplankton di perairan laut Teluk Jakarta Mei Komposisi jenis zooplankton yang ditemukan di perairan muara Teluk Jakarta pada saat pasang Mei Komposisi jenis zooplankton yang ditemukan di perairan muara Teluk Jakarta pada saat surut Mei xiii

22 Grafik : II.137 Grafik : II.138 Grafik : II.139 Grafik : II.140 Sebaran kelimpahan zooplankton (ind/m 3 ) di perairan muara Teluk Jakarta pada saat pasang Mei Sebaran nilai indeks keanekaragaman, indeks dominansi, dan indeks keseragaman zooplankton di perairan muara Teluk Jakarta pada saat surut Mei Sebaran nilai indeks keanekaragaman, indeks dominansi, dan indeks keseragaman zooplankton di perairan muara Teluk Jakarta pada saat pasang Mei Sebaran nilai indeks keanekaragaman, indeks dominansi, dan indeks keseragaman zooplankton di perairan muara Teluk Jakarta pada saat surut Mei Grafik : II.141 Komposisi jenis zooplankton di perairan laut Teluk Jakarta, Juli Grafik : II.142 Kelimpahan zooplankton (ind/m3) di perairan laut Teluk Jakarta, Juli Grafik : II.143 Grafik : II.144 Grafik : II.145 Grafik : II.146 Grafik : II.147 Grafik : II.148 Grafik : II.149 Grafik : II.150 Grafik : II.151 Grafik : II.152 Grafik : II.153 Grafik : II.154 Grafik : II.155 Grafik : II.156 Sebaran Nilai Indeks Keanekaragaman (H ), Indeks Dominansi (D) dan Indeks Keseragaman (E) zooplankton di perairan laut Teluk Jakarta, Juli Komposisi jenis zooplankton di perairan muara Teluk Jakarta Pada Saat Pasang dan Pada Saat Surut, Juli Kelimpahan zooplankton (ind/m3) di perairan muara Teluk Jakarta Pada Saat Pasang dan Pada Saat Surut, Juli Sebaran Nilai Indeks Keanekaragaman (H ), Indeks Dominansi (D) dan Indeks Keseragaman (E) zooplankton di perairan muara Teluk Jakarta Pada Saat Pasang dan Pada Saat Surut, Juli Komposisi jenis zooplankton yang ditemukan di perairan Laut Teluk Jakarta, Nopember Kelimpahan zooplankton (ind/m3) di perairan Laut Teluk Jakarta, Nopember Sebaran nilai indeks keanekaragaman (H ), indeks dominansi (D) dan indeks keseragaman (E) Komposisi jenis zooplankton yang ditemukan di perairan Muara Teluk Jakarta Pada Saat Pasang dan Pada Saat Surut Kelimpahan zooplankton (ind/m 3 ) di perairan Muara Teluk Jakarta Pada Saat Pasang dan Pada Saat Surut, Nopember Sebaran nilai indeks keanekaragaman (H ), indeks dominansi (D) dan indeks keseragaman (E) Komposisi jenis makrozoobentos di perairan Laut Teluk Jakarta pada bulan Mei Kepadatan makrozoobentos di perairan Laut Teluk Jakarta pada bulan Mei Komposisi jenis makrozoobentos di perairan Muara Teluk Jakarta pada bulan Mei Kepadatan makrozoobentos di perairan Muara Teluk Jakarta pada bulan Mei xiv

23 Grafik : II.157 Grafik : II.158 Grafik : II.159 Grafik : II.160 Grafik : II.161 Grafik : II.162 Grafik : II.163 Grafik : II.164 Komposisi jenis makrozoobentos di perairan Laut Teluk Jakarta pada bulan Juli Kepadatan makrozoobentos di perairan Laut Teluk Jakarta pada bulan Juli Komposisi jenis makrozoobentos di perairan Muara Teluk Jakarta pada bulan Juli Kepadatan makrozoobentos di perairan Muara Teluk Jakarta pada bulan Juli Komposisi jenis makrozoobentos di perairan Laut Teluk Jakarta pada bulan November Kepadatan makrozoobentos di perairan Laut Teluk Jakarta pada bulan November Komposisi jenis makrozoobentos di perairan Muara Teluk Jakarta pada bulan November Kepadatan makrozoobentos di perairan Muara Teluk Jakarta pada bulan November Grafik : III.165 Perkembangan Penduduk Miskin DKI Jakarta, xv

24 DAFTAR GAMBAR Gambar : II.1 Halaman Lokasi Pemantauan Kualitas Air Tanah Dangkal di Provinsi DKI Jakarta Tahun Gambar : II.2 Lokasi Pengambilan Sampel Air Situ/Waduk di Provinsi DKI Jakarta Gambar : II.3 Lokasi Pengambilan Sampel Air Sungai Tahun Gambar : II.4 Lokasi Pemantauan Kualitas Udara Ambien DKI Jakarta Tahun Gambar : II.5 Lokasi Pengambilan Sampel Kualitas Udara (Metode Sesaat) Gambar : II.6 Interaksi Antara Tiga Ekosistem Utama di Pesisir (dimodifikasi dari Ogden dan Gladfelter, 1983) Gambar : II.7 Peta Lokasi Penelitian Kualitas Air Muara Sungai Gambar : II.8 Peta dan Lokasi Genangan Air Hujan di Provinsi DKI Jakarta, Tahun Gambar : II.9 Rekomendasi Strategi Konservasi Air Tanah Melalui Pembatasan Pengambilan Air Tanah Dalam di Wilayah Provinsi DKI Jakarta xvi

25 DAFTAR LAMPIRAN 1. SK Gubernur KDKI Nomor 1822/2002 tentang Penyusunan Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi DKI Jakarta. 2. SK Kepala BPLHD Nomor 95/2011 tentang Pembentukan Tim Pelaksana Kegiatan Penyusunan Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi DKI Jakarta Tahun Anggaran Peta Pemantauan Kualitas Air Tanah. 4. Peta Pemantauan Kualitas Air Situ/Waduk Provinsi DKI Jakarta. 5. Peta Pemantauan Kualitas Air Sungai Tahun Lokasi Pemantauan Kualitas Air Sungai di Wilayah DKI Jakarta Tahun Lokasi Pemantauan Kimiawi Air Sungai di Wilayah DKI Jakarta Tahun Peta Pemantauan Kualitas Air Muara dan Teluk Provinsi DKI Jakarta Tahun Peta Pemantauan Kualitas Air Muara dan Teluk Kotamadya Jakarta Utara Tahun Lokasi Pemantauan Perairan dan Muara Teluk Jakarta Tahun Pulau-pulau di Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu. 12. Peta Pemantauan Kualitas Udara Provinsi DKI Jakarta Metode Kontinue. 13. Peta Pemantauan Kualitas Udara Provinsi DKI Jakarta Metode Sesaat. xvii

26

27 ABSTRAK S tatus Lingkungan Hidup Daerah Provinsi DKI Jakarta Tahun 2011 adalah suatu gambaran secara umum mengenai kondisi lingkungan dan sebuah jabaran dari segala aktifitas manusia/masyarakat dalam mengelola lingkungan dan pengaruhnya pada permasalahan sosial, ekonomi dan kesehatan. Jakarta sebagai Ibukota Negara Republik Indonesia dengan penduduk sebesar jiwa dan berada di dataran rendah pantai utara bagian barat Pulau Jawa, terletak pada 106 O 48 bujur timur dan 6 O 12 lintang selatan yang mempunyai luas wilayah 662,33 km 2, dan mengalir sebanyak 13 (tiga belas) sungai baik alami maupun buatan. Sungai besar yang ada di kota Jakarta adalah sungai Ciliwung, Moorkervart dan Cipinang. Provinsi DKI Jakarta terletak pada dataran rendah dengan ketinggian antara 0 10 meter diatas permukaan laut, berbatasan secara administratif di bagian barat dengan Tangerang (Banten), bagian selatan dengan Bogor (Jawa Barat), bagian timur dengan Bekasi (Jawa Barat) di bagian utara dengan Laut Jawa. Suhu rata-rata tahunan mencapai 27 O C dan iklim dipengaruhi oleh angin muson. Tinggi curah hujan setiap tahun rata-rata mm dengan maksimum curah hujan tertinggi pada bulan Januari, sedang temperatur bervariasi antara 23,42 O C (minimum) sampai 31,7 O C (maksimum), dan kelembaban (nisbi) 77,97 persen. Pada penulisan Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi DKI Jakarta tahun 2011 memuat tentang latar belakang penulisan, isu utama lingkungan hidup dan tingkat kesadaran masyarakat dalam menjaga kelestariannya. Adapun isu utama lingkungan hidup yang terjadi di tahun 2011 tidak berbeda dengan tahun 2010 walaupun sudah dilakukan pembenahan secara signifikan dalam hal pengelolaan lingkungan tetapi masalah banjir, pencemaran (Situ, Sungai, Air Tanah, Laut, Udara), transportasi, dan permukiman masih menjadi permasalahan yang wajib dicermati, selain itu dalam penulisannya juga memuat kebijakan pembangunan daerah berkelanjutan, meliputi kebijakan pembangunan lingkungan hidup, kebijakan tata ruang, kebijakan sosial, ekonomi dan budaya. Pada penulisan Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi DKI Jakarta, akan dijabarkan antara lain : Bab I memuat isu-isu prioritas di wilayah DKI Jakarta pada tahun 2011 yang disertai dengan alasan dan analisisnya dalam bentuk status, tekanan dan respon. Bab II memuat tentang serta menyajikan kondisi Lahan dan Hutan, Keanekaragaman Hayati, Air, Udara, Laut, Pesisir dan Pantai, Iklim, Bencana Alam disertai dengan perbandingan baku mutu, perbandingan nilai antar lokasi dan antar waktu, serta analisis statistik sederhana (frekuensi, maksimum, minimum dan rata-rata). Bab III memuat tentang Tekanan Terhadap Lingkungan serta menyajikan informasi Kependudukan, Permukiman, Kesehatan, Pertanian, Industri, Pertambangan, Energi, Transportasi, Pariwisata, dan Limbah B3 disertai dengan perbandingan nilai antar lokasi dan antar waktu, serta analisis statistik sederhana (frekuensi, maksimum, minimum dan rata-rata). Bab IV Memuat tentang Upaya Pengelolaan Lingkungan serta menyajikan informasi Rehabilitasi Lingkungan, Amdal, Penegakan Hukum, Peran Serta Masyarakat dan Kelembagaan. Rekomendasi pengelolaan lingkungan disajikan secara umum, dan isinya menekankan pada peningkatan program pengelolaan yang telah ada, diantaranya peningkatan kesadaran masyarakat, koordinasi antar lembaga, antar wilayah administrasi dalam pengelolaan lingkungan hidup. Data penulisan Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi DKI Jakarta berasal dari berbagai sumber instansi terkait di Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, hasil penelitian dan pemberitaan media massa.

28

29 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sumberdaya alam dan lingkungan hidup merupakan sumber penting bagi kehidupan umat manusia dan makhluk hidup lainnya. Sumberdaya alam menyediakan sesuatu yang diperoleh dari lingkungan fisik untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan manusia, sedangkan lingkungan merupakan tempat dalam arti luas bagi manusia dalam melakukan aktivitasnya sehingga pengelolaan sumberdaya alam harus mengacu pada aspek konservasi dan pelestarian lingkungan. Provinsi DKI Jakarta sebagai Ibukota Negara dan pusat kegiatan serta pesatnya pembangunan di berbagai sektor selain meningkatkan kesejahteraan masyarakat juga dapat menambah beban pada lingkungan terutama akibat meningkatnya limbat padat, cair, gas hasil dari kegiatan aktivitas kegiatan usaha telah memberikan dampak pada semakin berkurangnya daya dukung lahan dan lingkungan. Hasil pemantauan kualitas lingkungan, memperlihatkan telah terjadi penurunan kualitas air sungai, air tanah dan udara sehingga pencemaran Jakarta sudah mencapai ambang yang cukup serius. Perjalanan pembangunan kota yang pada tahap awalnya hanya ditekankan pada peningkatan produktivitas/pertumbuhan ekonomi telah mulai bergeser pada upaya-upaya yang lebih proporsionil antara kepentingan ekonomi dan keseimbangan lingkungan melalui proses perencanaan pembangunan yang lebih partisipatif yang melibatkan peran serta para pelaku pembangunan (stake holder) dan masyarakat dalam setiap tahapan pembangunan guna terwujudnya tata pemerintahan yang baik (good governance) dan tata kelola lingkungan yang baik (good environmental governance) Tujuan Penyusunan Status Lingkungan Hidup Daerah Tujuan utama penyusunan Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi DKI Jakarta adalah : Tersajinya gambaran yang se-obyektif mungkin terhadap dampak kegiatan manusia (sosial ekonomi) maupun pengaruh gejala alam terhadap komponen kependudukan dan lingkungan hidup pada tahun Tersusun dan tersajinya informasi secara lengkap dalam bentuk ringkasan bagi masyarakat secara umum dan bagi para pengambil keputusan secara khusus, agar dapat memahami dan menilai serta mengajukan usulan baik peningkatan dampak positif maupun pencegahan atau penanggulangannya terhadap dampak lingkungan negatif yang disebabkan oleh kegiatan manusia. Pendahuluan Halaman I - 3

30 Sebagai alat bantu untuk mengevaluasi pengelolaan kependudukan dan lingkungan hidup di Daerah Khusus Ibukota Jakarta Metodologi Penyusunan Sumber Data Data dan informasi yang digunakan untuk menyusun buku laporan Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi DKI Jakarta adalah data dan informasi yang dikumpulkan oleh instansi yang ada di lingkungan Pemerintah Daerah Khusus Ibukota Jakarta dan data yang bersumber dari laporan penelitian tahun Pendekatan Penyusunan Untuk mencapai maksud dan tujuan penyusunan Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi DKI Jakarta sebagaimana dikemukakan di atas, diupayakan dalam melakukan koordinasi penyusunan dengan memperhatikan beberapa aspek, terutama : Aspek fungsional, yakni penelusuran adanya kaitan kegiatan dan keterpaduan fungsi antara satu instansi dengan instansi lainnya yang menangani urusan yang telah menjadi kewenangan Pemda DKI Jakarta. Selain itu diidentifikasi juga tugas pemerintahan dan tugas pembangunan yang masih menjadi kewenangan pemerintah pusat. Aspek formal, yakni upaya penerapan petunjuk tingkat nasional, yang disesuaikan dengan kondisi dan permasalahan DKI Jakarta. Aspek struktural, yakni penelusuran kaitan dan koordinasi kerja setiap tingkatan instansi. Aspek material, yakni penelusuran adanya kaitan dan koordinasi antar instansi dalam penyajian dan pemanfaatan data. Aspek operasional, yakni penelusuran adanya kaitan dan keterpaduan dalam penentuan langkahlangkah penyusunan, baik dari segi waktu dan lingkup data. Untuk mencapai tujuan dan sasaran buku laporan Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi DKI Jakarta ini, pendekatan yang ditempuh dalam rangka pengumpulan data dijelaskan sebagai berikut : Penelusuran kembali berbagai dokumen yang memuat rumusan kebijaksanaan baik produk Pemerintah Pusat maupun Pemerinta Daerah Khusus Ibukota Jakarta, baik tentang pembangunan sektoral di daerah maupun tentang pengelolaan lingkungan hidup. Pengumpulan data Tekanan terhadap lingkungan tahun 2011 dari Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi DKI Jakarta, dan BPLHD Provinsi DKI Jakarta. Halaman I - 4 Pendahuluan

31 Data kegiatan diperoleh dari BAPEDA DKI Jakarta, BPS Provinsi DKI Jakarta, Dinas Kelautan dan Pertanian, Dinas Kesehatan, Dinas Pertamanan dan Pemakaman, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, BPLHD Provinsi DKI Jakarta dan instansi terkait lainnya. Data tentang Upaya Pengelolaan Lingkungan diperoleh dari Badan Pengelola Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) Provinsi DKI Jakarta Prosedur Penyusunan Status Lingkungan Hidup Daerah Proses Kegiatan A. Tahap Pemantauan Pemantauan dilakukan terhadap semua aspek kependudukan dan lingkungan hidup, melalui pengumpulan data yang dilakukan oleh Badan Pengelola Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD), Badan Pusat Statistik, serta Dinas Teknis lainnya secara berkala yang selanjutnya disusun menjadi Buku Data oleh Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta DKI Jakarta. B. Tahap Evaluasi Evaluasi diarahkan pada tiga aspek utama, yaitu : Kegiatan Sosial Ekonomi yang potensial menimbulkan dampak pada komponen Kependudukan dan Lingkungan Hidup. Upaya pengendalian dampak baik yang telah dilaksanakan oleh masing-masing instansi sesuai dengan tugas pokoknya maupun melalui koordinasi instansi terkait. Gambaran tentang kualitas lingkungan hidup Provinsi DKI Jakarta tahun C. Tahapan Penyusunan Laporan dan Buku Data Penyusunan Laporan dan Buku Data dilaksanakan secara simultan. Data Lingkungan yang terkumpul baik berasal dari sektor maupun hasil monitoring dan evaluasi (monev) BPLHD Provinsi DKI Jakarta disusun dan dianalisis secara komprehensif. Permasalahan maupun isu mengenai lingkungan hidup dianalisis dan dijabarkan dengan mengaplikasikan pendekatan model P-S-R (Pressure-State-Response). Dengan demikian ada tiga indikator utama dalam kerangka PSR yang akan dianalisis yaitu : 1. Indikator tekanan terhadap lingkungan (pressure). Indikator ini menggambarkan tekanan dari kegiatan manusia terhadap lingkungan dari sumberdaya alam. Pendahuluan Halaman I - 5

32 2. Indikator kondisi lingkungan (state). Indikator ini menggambarkan kualitas dan kuantitas sumberdaya alam dan lingkungan yang menggambarkan situasi, kondisi, dan pengembangannya di masa depan. 3. Indikator respon (response). Indikator ini menunjukkan tingkat kepedulian stakeholder terhadap perubahan lingkungan yang terjadi, baik dari kalangan pemerintah, industri, LSM, lembaga penelitian, maupun masyarakat umum. sehingga dihasilkan suatu output yang dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan maupun rekomendasi dalam proses pengambilan kebijakan oleh para pemangku kepentingan (Stakeholder) dalam pengelolaan lingkungan hidup di wilayah Pemerintahan Provinsi DKI Jakarta pada tahun mendatang Pelaksanaan Kegiatan Pelaksanaan kegiatan penyusunan Status Lingkungan Hidup Daerah (SLHD) Provinsi DKI Jakarta Tahun 2011 paralel dengan kegiatan rutin BPLHD, Badan Pusat Statistik dan didukung berbagai sektor terkait termasuk pengumpulan data monev yang dilakukan sepanjang tahunnya, diantaranya berpedoman kepada : 1. Keputusan Gubernur KDKI Jakarta Nomor 1822 tahun 2002 tentang Pembentukan Tim Penyusun Status Lingkungan Hidup Daerah DKI Jakarta merupakan landasan legal yang menunjang kelancaran pelaksanaan kegiatan penyusunan Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi DKI Jakarta tahun Keputusan Kepala Badan Pengelola Lingkungan Hidup Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 95 tahun 2011 tentang Pembentukan Tim Pelaksana Kegiatan Penyusunan Status Lingkungan Hidup Provinsi DKI Jakarta Tahun Anggaran Sistematika Penyajian (1) Buku II (Buku Data) Penyusunan Buku Data dikelompokkan dalam masing-masing judul tabel diantaranya adalah Sumberdaya Alam, Demografi, Demografi Sosial, Sosial Ekonomi, Sumber Pencemaran, Bencana Alam dan Pengelolaan Lingkungan hidup secara benar dan akurat pada tahun 2011, dimana tentang Sumberdaya Alam berisi data tentang Kondisi Sumberdaya alam, Demografi berisi data tentang Perubahan dan Struktur penduduk, Demografi Sosial tentang Korelasi antara pertumbuhan dan struktur penduduk dengan kebutuhan fasilitas, Sosial Ekonomi berisi data tentang Hubungan timbal balik antara pertumbuhan dan struktur penduduk dengan aktivitas dan pengembangannya, Sumber Pencemaran berisi data tentang Identitas terhadap sumber dan beban pencemaran yang menekan lingkungan, Bencana Alam berisi data tentang Intensitas kejadian bencana yang telah terjadi menurut jenis dan jumlah kerugian, serta Pengelolaan Lingkungan berisi data tentang Realitas dari kegiatan pengelolaan Lingkungan Hidup di Provinsi DKI Jakarta. Halaman I - 6 Pendahuluan

33 Buku II (Buku Data) merupakan kumpulan Data Dasar tahun 2011 tentang Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya, Tekanan Terhadap Lingkungan, dan Upaya Pengelolaan Lingkungan. Data tersebut dikumpulkan menurut prosedur pendataan sesuai dengan kaidah data yang benar sesuai dengan Pedoman yang diterbitkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup. Walaupun kondisi dan permasalahan DKI Jakarta relatif berbeda dengan Daerah Tingkat I lainnya, namun tetap diupayakan untuk memenuhi jumlah dan jenis data (tabel data) semaksimal mungkin. (2) Buku I (Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah) Buku I merupakan penjelasan hasil identifikasi dan analisis data sebagaimana disajikan pada buku II. Pada buku Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi DKI Jakarta disistematisir menjadi empat bab, antara lain : Bab 1 menjelaskan mengenai Isu-isu Prioritas yang disertai dengan alasan dan analisisnya dalam bentuk status, tekanan dan respon tahun Bab 2 menjelaskan mengenai meliputi Lahan dan Hutan, Keanekaragaman Hayati, Air, Udara, Laut Pesisir dan Pantai, Iklim, Bencana Alam. Bab 3 menjelaskan mengenai Tekanan Terhadap Lingkungan meliputi Kependudukan, Permukiman, Kesehatan, Pertanian, Industri, Pertambangan, Energi, Transportasi, Pariwisata, dan Limbah B3. Bab 4 menjelaskan tentang Upaya Pengelolaan Lingkungan meliputi Rehabilitasi Lingkungan, Amdal, Penegakan Hukum, Peran Serta Masyarakat, dan Kelembagaan Isu-isu Utama Lingkungan Hidup di Provinsi DKI Jakarta pada Tahun 2011 Secara umum gambaran isu-isu yang mempengaruhi kualitas lingkungan hidup di Provinsi DKI Jakarta pada tahun 2011 adalah sebagai berikut : Sumber Daya dan Lingkungan Hidup Jakarta dengan jumlah penduduk yang besar dan pendapatan masyarakat yang relatif tinggi dibanding daerah lainnya di Indonesia, menghadapi dua persoalan besar berkaitan dengan isu SDA dan lingkungan hidup, yaitu [1] terus berlangsungnya dalam mengkonsumsi produk yang berasal dari SDA seperti, BBM dan air tanah; [2] pola dan perilaku masyarakat dan dunia bisnis cenderung kurang bersahabat pada lingkungan hidup, sehingga pencemaran Jakarta masih terus berlangsung. Beberapa catatan berikut ini menunjukkan keriusan sebagian besar masyarakat pada masalah SDA dan lingkungan hidup di Jakarta : [1] terus berlangsungnya peningkatan konsumsi BBM tanpa upaya penghematan serta kesadaran yang rendah pada pemanfaatan energi alternatif; [2] meningkatnya produksi sampah kota dan belum tersedianya pola penanganan yang efektif dan efisien; [3] bahaya banjir tetap mengancam setiap tahun, karena pesatnya pembangunan dan sistem drainase yang kurang baik; [4] Pendahuluan Halaman I - 7

34 Jakarta sangat polutif dan merupakan kota yang memiliki tingkat pencemaran tinggi, [5] belum optimalnya penataan ruang dan peruntukan penggunaan lahan Bidang Sarana dan Prasarana Kota Persoalan menonjol yang memerlukan perhatian serius berkaitan dengan prasarana dan sarana publik adalah : [1] belum berhasilnya penanganan permukiman kumuh melalui ressetlement; [2] banjir yang terus terjadi setiap tahun di sejumlah lokasi walaupun saat ini sifatnya hanya genangan sementara; [3] belum tertanganinya masalah sampah dengan teknologi modern; [4] belum memadainya fasilitas jalan, trotoar; [5] belum optimalnya penataan ruang dan peruntukan penggunaan lahan; [6] masih buruknya prasarana dan sarana pelayanan publik Bidang Ekonomi Meskipun Pemerintah DKI Jakarta telah berupaya melakukan terobosan namun hasilnya belum terlihat maksimal, dimana roda perekonomian belum berjalan secara optimal. Kesenjangan ekonomi baik antar pelaku ekonomi maupun antar golongan pendapatan masih cukup tajam dan terjadi pada segala aspek kehidupan, sehingga struktur dan fundamental ekonomi sangat rentan terhadap gejolak yang terjadi Bidang Sosial Budaya Bidang sosial budaya mencakup aspek yang sangat luas meliputi aspek kehidupan beragama, kesejahteraan sosial, pemberdayaan masyarakat, seni budaya, permuseuman, olah raga dan kepemudaan. Namun demikian dalam banyak hal dalam berbagai aspek ini saling kait-mengait yang memerlukan penanganan secara terpadu. Beragamnya masyarakat yang tinggal di DKI Jakarta dapat menimbulkan terjadinya peristiwa-peristiwa yang bersifat primordial dan partisan. Sebagian dari mereka terutama akar rumput (grass-root) sangat fanatik terhadap kelompoknya sendiri dan menganggap kelompok lain sebagai saingan dan musuhnya. Kondisi ini dapat menimbulkan ketegangan dalam masyarakat sehingga mudah emosi dan ter-provokasi menjadi perkelahian antar warga masyarakat. Konflik sosial semacam ini sering terjadi di sejumlah wilayah dengan latar belakang dan penyebab yang sangat kecil. Masalah sosial lainnya yang timbul akibat krisis dan sulitnya lapangan kerja adalah semakin banyaknya Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS). Sebagian dari mereka adalah pengamen, pedagang di lampu lalu lintas, pengemis dan anak jalanan yang memerlukan perhatian dan pertolongan di satu sisi tetapi juga dibutuhkan ketegasan dalam penanganannya di lain pihak, karena berpotensi mengganggu ketentraman dan ketertiban umum. Sementara itu, jumlah pengguna narkoba juga semakin bertambah. Banyaknya masyarakat yang terpuruk akibat krisis multi dimensi yang lalu, bukan hanya menyebabkan pendapatan mereka turun drastis, tetapi juga banyak diantara golongan masyarakat kecil itu kehilangan pekerjaan ataupun usahanya menjadi bangkrut. Tentunya kondisi ini tidak boleh berlangsung secara terus Halaman I - 8 Pendahuluan

35 menerus dan harus ditanggulangi segera, sehingga program-program tentang penanggulangan kemiskinan dan pemberdayaan masyarakat perlu terus dilanjutkan Kependudukan dan Ketenagakerjaan Persoalan kependudukan di DKI Jakarta pada dasarnya adalah jumlah penduduk yang terlalu besar jika dibanding dengan daya tampung wilayah dan pelayanan yang bisa diberikan oleh kota. Besarnya jumlah penduduk ini antara lain disebabkan oleh tingginya angka kelahiran serta banyaknya pendatang dari luar daerah ke Provinsi DKI Jakarta. Hal ini menjadi masalah ketika kota tidak mampu untuk menyediakan fasilitas kehidupan yang layak bagi pendatang dan keluarga kurang mampu dengan angka kelahiran yang tinggi. Sehingga akhirnya mereka harus tinggal di permukiman yang padat dengan kualitas lingkungan hidup yang tidak sehat. Berkait dengan masalah kependudukan di Provinsi DKI Jakarta, masalah ketenagakerjaan yang muncul adalah pengangguran dan kualitas tenaga kerja yang masih belum memadai atau tidak sesuai dengan kebutuhan lapangan pekerjaan yang tersedia. Persoalan semacam ini tentu saja menjadi kendala pembangunan Provinsi DKI Jakarta yang dituntut memiliki sumber daya manusia yang produktif dan efektif dalam bekerja, terutama dalam era perdagangan bebas AFTA Beberapa masalah yang menonjol yaitu : 1. Tingginya tingkat pengangguran. 2. Pencari kerja melebihi ketersediaan lapangan kerja. 3. Ketidaksesuaian antara kualitas angkatan kerja dengan persyaratan lapangan kerja. 4. Penduduk Provinsi DKI Jakarta kurang berminat jadi TKI. 5. Ketaatan terhadap peraturan ketenagakerjaan masih rendah. Provinsi DKI Jakarta yang berperan ganda baik sebagai pemerintahan daerah juga sebagai Ibu Kota Negara memiliki kompleksitas permasalahan terutama dibidang pelaksanaan pembangunan berkelanjutan. Walaupun demikian sangat dipahami dalam proses realisasi pembangunan tersebut (pra-konstruksi, konstruksi, dan operasional) dipastikan akan menimbulkan dampak negatif dan dampak positif yang besar ataupun yang penting bagi lingkungan hidup disekitarnya, namun demikian bukan berarti pembangunan terhambat maka yang perlu dilakukan adalah pengelolaan pembangunan yang ramah lingkungan. Dalam upaya mengantisipasi dan mengelola perubahan-perubahan yang timbul akibat dari kegiatankegiatan yang dilakukan yang berpotensi menimbulkan dampak-dampak penting, maka diwajibkan kepada pemrakarsa dan pelaku usaha untuk membuat/memiliki dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL), Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UKL-UPL) serta Surat Pernyataan Pengelolaan Lingkungan (SPPL), dalam konteks menciptakan pembangunan yang berwawasan lingkungan dan berkesinambungan serta bertanggung jawab. Pendahuluan Halaman I - 9

36 Beberapa faktor yang menjadi isu utama dalam kaitannya sebagai kontributor terhadap perubahan lingkungan hidup sesuai dengan prioritas pembangunan daerah Provinsi DKI Jakarta pada tahun 2011 yang dapat mengurangi kualitas lingkungan di DKI Jakarta, antara lain : 1. Banjir 2. Pencemaran (Situ, Sungai, Air tanah, Laut, Udara) 3. Limbah Padat dan Cair 4 Transportasi 5. Permukiman dan Kemiskinan 1.7. Kebijakan Pembangunan Daerah Berkelanjutan Provinsi DKI Jakarta Pembangunan di DKI Jakarta adalah bagian yang tidak terpisahkan dari pembangunan nasional secara keseluruhan dan pembangunan pada hakekatnya adalah suatu proses perubahan menuju peningkatan kualitas kehidupan yang lebih baik dengan menempatkan manusia sebagai pelaku sekaligus bagian dari proses perubahan melalui pemanfaatan teknologi dan sumberdaya secara berkelanjutan dan berwawasan lingkungan Visi dan Misi Pemerintah Provinsi DKI Jakarta Visi dan Misi Pemerintah Provinsi DKI Jakarta Visi : Jakarta Yang Nyaman dan Sejahtera Untuk Semua Pemahaman terhadap Visi tersebut adalah : 1. Jakarta yang nyaman bermakna terciptanya rasa aman, tertib, tentram dan damai. 2. Jakarta yang sejahtera bermakna terwujudnya derajat kehidupan penduduk Jakarta yang sehat, layak dan manusiawi. Sedangkan untuk mewujudkan Misi tersebut adalah : 1. Membangun tata kelola pemerintahan yang baik dengan menerapkan kaidah-kaidah Good Governance. 2. Melayani masyarakat dengan prinsip pelayanan prima. 3. Memberdayakan masyarakat dengan prinsip pemberian otoritas pada masyarakat untuk mengenali permasalahan yang dihadapi dan mengupayakan pemecahan yang terbaik pada tahapan perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan pengendalian pembangunan. 4. Membangun sarana dan prasarana kota yang menjamin kenyamanan, dengan memperhatikan prinsip pembangunan berkelanjutan. Halaman I - 10 Pendahuluan

37 5. Menciptakan lingkungan kehidupan kota yang dinamis dalam mendorong pertumbuhan dan kesejahteraan. Permasalahan Provinsi DKI Jakarta pada prinsipnya berakar dari tuntutan peran dan fungsinya yang sedemikian besar, baik dalam lingkup nasional maupun daerah. Peran Provinsi DKI Jakarta sebagai Ibukota Negara dan fungsi Provinsi DKI Jakarta sebagai Kota Jasa (service city) menghendaki adanya visi, misi, tujuan dan strategi pembangunan yang mampu mengakomodasi semua kepentingan tersebut di atas secara terpadu. Konflik kepentingan yang muncul, khususnya dalam menentukan prioritas pembangunan, hendaknya dapat dieliminir karena telah menyebabkan timbulnya permasalahan-permasalahan hampir di semua sektor Prioritas Pembangunan Daerah Provinsi DKI Jakarta Kebijakan pembangunan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta pada tahun 2011 secara umum diarahkan kepada peningkatan kinerja dan kualitas pelayanan kepada masyarakat, peningkatan kualitas keamanan dan ketertiban kota sebagai kebutuhan dasar (basic need) masyarakat, serta peningkatan pertumbuhan ekonomi yang berkualitas. Berdasarkan kebijakan tersebut, maka disusunlah Prioritas Pembangunan Daerah Provinsi DKI Jakarta. Prioritas pembangunan tahun 2011 ditetapkan dengan memperhatikan isu strategis dan ditindaklanjuti oleh program-program yang bertujuan mewujudkan amanat Visi-Misi sebagaimana tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Tahun Adapun rincian Isu Startegis dan Masalah Mendesak di Provinsi DKI Jakarta yang harus disinkronkan dengan Tingkat Nasional dan dilaksanakan pada tahun 2011 adalah : 1. Reformasi Birokrasi dan Tata Kelola a. Perampingan Organisasi, penguatan fungsi regulator di tingkat Provinsi. b. Pendelegasian kewenangan Provinsi dan fungsi Operator sampai ke tingkat wilayah atau satuan kerja operasional serta peningkatan kapasitas dan kualitas pelayanan tingkat kelurahan untuk mewujudkan peran lurah sebagai urban manager. c. Penerapan sistem remunerasi. d. Penandatanganan kontrak kinerja dan pemantauan secara periodik kemajuan pencapaian kinerja. e. Pemanfaatan teknologi informasi pada semua tingkat pemerintahan, pelayanan masyarakat dan pembangunan. 2. Pendidikan a. Mewujudkan wajib belajar 12 tahun. b. Meningkatkan mutu lulusan pendidikan dasar dan menengah. c. Meningkatkan kualitas tenaga pendidikan. Pendahuluan Halaman I - 11

38 d. Peningkatan akses dan mutu layanan pendidikan. e. Peningkatan akses dan kualitas pendidikan anak usia dini. f. Peningkatan efisiensi dan aktivitas manajemen pelayanan pendidikan. 3. Kesehatan a. Peningkatan derajat kesehatan masyarakat melalui peningkatan kualitas kesehatan ibu dan anak dan peningkatan kinerja sistem surveilance penyakit menular. b. Memperbaiki distribusi fasilitas kesehatan, serta meningkatkan mutu dan safety layanan kesehatan, dan meningkatkan kinerja pengelolaan Puskesmas dan Rumah Sakit Daerah. c. Mewujudkan Sistem Jaminan Pelayanan Kesehatan Masyarakat (JPKM) termasuk pelayanan kesehatan untuk keluarga miskin. 4. Penanggulangan Kemiskinan a. Menjamin akses layanan publik untuk keluarga miskin, antara lain distribusi beras, Pelayanan pendidikan melalui BOP dan Bea Siswa Miskin, kesehatan melalui Sistem Jaminan Pelayanan Kesehatan dan Pelayanan Pemakaman. b. Peningkatan kualitas kebijakan penanggulangan kemiskinan dan pengelolaan data Gakin. 5. Ketahanan Pangan a. Regulasi dan fasilitasi akses terhadap modal, pasar dan teknologi dan manajemen produk perikanan. b. Peningkatan kinerja jaringan distribusi produk serta mewujudkan pusat distribusi produk agro secara regional. c. Pengembangan budidaya produksi pangan dengan teknologi ramah lingkungan. d. Pemetaan dan pengamanan jalur suplay penyediaan stok setiap jenis bahan pokok, memperkuat lumbung bahan pokok tingkat kampung (RW) untuk persediaan keadaan darurat. 6. Insfrastruktur a. Memelihara dan meningkatkan kapasitas sarana dan prasarana transportasi. b. Meningkatkan mutu dan kinerja jaringan pelayanan angkutan dan mengintegrasikan antar moda angkutan umum, serta meningkatkan keselamatan pengguna angkutan umum. c. Peningkatan ketersediaan rumah susun untuk memenuhi kebutuhan penduduk berpenghasilan rendah dan menfasilitasi akses pembiayaan untuk pembangunan dan perbaikan rumah bagi penduduk berpenghasilan rendah. d. Percepatan penyelesaian BKT, Penataan BKB dan normalisasi kali, sungai dan situ. Halaman I - 12 Pendahuluan

39 7. Iklim, Investasi dan Iklim Usaha a. Membangun iklim yang kondusif dan menfasilitasi diversifikasi pasar ekspor produk yang memenuhi syarat dalam rangka mendorong peningkatan produksi dan promosi. b. Mempermudah proses untuk memulai usaha, kerjasama investasi promosi terpadu, investasi perdagangan dan pariwisata. 8. Energi a. Meningkatkan penghematan energi dan diversifikasi energi. 9. Lingkungan Hidup dan Pengelola Bencana a. Meningkatkan perbaikan dan konservasi lingkungan hidup dan sumberdaya alam (energi, air, sumberdaya laut, flora dan fauna). b. Meningkatkan peran serta masyarakat dan komonitas profesional dalam menyelenggarakan urusan lingkungan hidup. c. Membangun kapasitas penanggulangan bencana dan peringatan sistem peringatan dini. 10. Daerah Tertinggal, Terdepan, Terluar dan Pasca Konflik a. Pengembangan Kepulauan Seribu sebagai destinasi wisata bahari yang lestari yang ditopang oleh perekonomian berbasis SDA Kelautan. 11. Kebudayaan, Kreativitas dan Inovasi Teknologi a. Memugar dan mengembangkan kawasan bernilai sejarah antara lain Kota Tua. b. Mengembangkan Budaya Betawi sebagai bagian dari Budaya Jakarta sebagai ibukota negara yang heterogen dan multi kultur Prioritas Pengalokasian APBD 2011 Berdasarkan Prioritas Pembangunan Daerah sebagaimana dijelaskan diatas, maka kebijakan prioritas pengalokasian APBD 2011 diarahkan untuk menjamin terlaksananya ketiga prioritas pembangunan diatas. Dengan kata lain prioritas pengalokasian APBD ditujukan pada program yang secara nyata berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi dan perluasan kesempatan kerja, serta langsung menyentuh kepentingan publik. Untuk menjamin ketepatan pelaksanaan kegiatan, prioritas pengalokasian anggaran diarahkan sesuai peran SKPD sebagai regulator, supervisor dan operator sesuai tugas pokok dan fungsinya. Lebih rinci Prioritas APBD dapat diuraikan sebagai berikut : 1). Prioritas pengalokasian pada kegiatan yang berskala besar, nyata dan untuk kepentingan masyarakat luas (program dedicated). Pendahuluan Halaman I - 13

40 2). Prioritas pengalokasian pada SKPD yang berfungsi sebagai pelaksana pelayanan langsung publik, misalnya panti sosial, puskesmas, sekolah. 3). Prioritas pengalokasian untuk menjamin keseimbangan kapasitas aparat dan kemudahan akses masyarakat (penguatan kapasitas Kecamatan dan Kelurahan, serta PPMK). 4). Prioritas pengalokasian untuk meningkatkan proporsi belanja di tingkat wilayah (Kota/ Kabupaten, Kecamatan dan Kelurahan) melalui pendelegasian kewenangan untuk urusan yang langsung menyentuh kepentingan masyarakat. 5). Prioritas pengalokasian untuk penambahan kesejahteraan pegawai yang diperoleh dari efisiensi belanja non-fisik. Halaman I - 14 Pendahuluan

41 BAB II KONDISI LINGKUNGAN HIDUP DAN KECENDERUNGANNYA 2.1. Lahan dan Hutan Lahan Lahan merupakan bagian dari bentang lahan (Landscape) yang meliputi lingkungan fisik, termasuk di dalamnya iklim, topografi/relief, hidrologi tanah dan keadaan vegetasi alami yang semuanya secara potensial akan berpengaruh terhadap penggunaan lahan. Secara garis besar penggunaan lahan dapat dikelompokkan menjadi : ladang, tegalan, sawah, perkebunan, sarana perhubungan, hutan, industri, pemukiman dan penggunaan lainnya. Pada umumnya, penetapan penggunaan lahan didasarkan pada karakteristik lahan dan daya dukung lingkungannya. Bentuk penggunaan lahan yang ada dapat dikaji melalui proses evaluasi sumber daya lahan, sehingga dapat diketahui potensi sumber daya lahan untuk berbagai penggunaannya. Pengelolaan lahan yang ramah lingkungan dan penyusunan tata ruang yang tepat, dapat mengurangi dampak negatif yang mungkin ditimbulkan antara lain banjir, kekeringan dan longsor. Sumberdaya lahan menurut penggunaannya diklasifikasikan menjadi 12 jenis, yaitu sarana permukiman/ sosekbud, pertanian lahan kering, pertanian lahan sawah, perkebunan, perikanan, perhubungan, areal berhutan, tanah kritis/rusak, padang, industri, pertambangan terbuka dan perairan. Lahan permukiman/ sosekbud adalah tempat tinggal/halaman sekitarnya dan tempat kegiatan penduduk serta fasilitas pelayanan jasa seperti perdagangan, perkantoran, perpasaran, peribadatan, pendidikan, olahraga, pemakaman dan taman. Dari 12 jenis klasifikasi penggunaan lahan tersebut, 4 jenis (perkebunan, tanah kritis/rusak, padang dan pertambangan terbuka) tidak ada di DKI Jakarta. Lahan perairan adalah lahan yang ditutupi berbagai jenis air permukaan seperti sungai, danau, waduk dan rawa. Sedangkan menurut status pemilikannya, penggunaan lahan digolongkan menjadi 6 jenis, yaitu Tanah Negara, Hak Pakai, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pengelolaan dan Tanah Milik. Berdasarkan inventarisasi sumberdaya lahan menurut klasifikasi penggunaan lahan di DKI Jakarta untuk tahun 2011 belum terinventarisir secara lengkap, tetapi pergeseran penggunaan lahan tidak akan terlalu jauh atau dengan kata lain hampir sama dengan keadaan tahun Adapun perkiraan penggunaan lahan tahun 2010 apabila dibandingkan dengan tahun 2011 adalah sebagai berikut : Halaman II - 15

42 NO TABEL : II.1. INVENTARISASI SUMBER DAYA LAHAN MENURUT KLASIFIKASI PENGGUNAAN LAHAN, KLASIFIKASI PENGGUNAAN LAHAN JUMLAH (Ha) Pemukiman/sosekbud dll 51, , Pertanian lahan kering 1, , Ladang Tegalan Kebun campuran Pertanian lahan sawah 1, , Sawah irigasi 1, , Sawah tadah hujan Perkebunan Perkebunan besar Perkebunan rakyat Perikanan Tambak air payau Kolam/air tawar Perhubungan 5, , Lapangan udara Pelabuhan laut Jalan 4, , Jalan/jalur KA Terminal bis Perparkiran Areal berhutan 1, , Hutan alami Hutan sejenis/kota Tanah kritis/rusak Tanah rusak Tanah tandus Padang Rumput/alang-alang Semak belukar Industri 4, , Kawasan Non-kawasan 3, , Pertambangan terbuka Perairan Waduk/rawa Sungai Floodway JUMLAH , ,00 Sumber : BPS Provinsi DKI Jakarta, 2011 Keterangan : Estimasi Tim SLHD, 2011 Halaman II - 16

43 Peranan lahan sebagai ruang untuk tempat tinggal, media atau tempat tumbuh tanaman atau wadah bahan galian/mineral menunjukkan bahwa lahan mempunyai kedudukan yang sentral dalam menunjang keberhasilan pembangunan. Khusus di DKI Jakarta, tingginya nilai lahan sebagai akibat pertumbuhan sektor bisnis yang cukup pesat mengakibatkan terjadinya mutasi penggunaan lahan yang cukup berarti dari sektor yang kurang produktif ke sektor-sektor lainnya yang lebih menguntungkan, seperti sarana permukiman, perdagangan, perkantoran, pariwisata dan lain-lain. Hal ini membawa permasalahan yang cukup kompleks sehingga peletakan perencanaan di bidang sumberdaya lahan sering mengalami pergeseran. a. Pertanian Lahan pertanian selain mempunyai fungsi sebagai sarana penghasil komoditi bahan makanan dan produk pertanian lainnya, juga bermanfaat sebagai ruang terbuka hijau yang sangat diperlukan untuk menjaga keseimbangan dan kelestarian lingkungan. Pada tahun 2011 Luas lahan pertanian sebesar Ha atau mengalami peningkatan dibandingkan tahun sebelumnya sebesar 6,61 persen. Kenaikan luas lahan pertanian ini disebabkan oleh naiknya lahan sawah yang cukup besar yaitu sebesar 7,98 persen, besaran peningkatan lahan sawah yang cukup luas terjadi di wilayah Jakarta Timur yaitu Kecamatan Cakung. Pada tahun 2011 penggunaan lahan kering yang mencakup ladang, tegalan dan kebun campuran juga meningkat dari sebesar Ha pada tahun 2010 menjadi Ha pada tahun 2011 atau naik sebesar 7,98 persen. Pola yang serupa juga terjadi pada lahan untuk perikanan yang meningkat menjadi 257 Ha dibandingkan tahun sebelumnya 237 Ha. Meskipun sektor pertanian hanyalah sedikit memberikan kontribusi terhadap perekonomian Jakarta namun ternyata sektor ini bisa menjadi alternatif pilihan bagi penduduk Jakarta sebelum mereka mendapatkan pekerjaan yang lebih tetap. b. Perhubungan Pada akhir tahun 2011, luas lahan sarana perhubungan mencapai 5.549,93 Ha mengalami peningkatan dibandingkan dengan keadaan tahun 2010 (5.542,30 Ha) karena adanya penambahan luas jalan raya dari sebesar 4.164,92 Ha menjadi 4.172,55 Ha atau meningkat sebesar 0,18 persen. Untuk sarana perhubungan yang lain masih mempunyai luas yang sama dengan tahun 2010 yaitu lapangan udara 177,27 Ha; pelabuhan laut 541,45 Ha, jalur Kereta api 595,09 Ha dan terminal bis 57,12 Ha. c. Perindustrian Pada tahun 2011 tidak ada perluasan kawasan industri sehingga luas penggunaan lahan untuk sarana industri pada tahun 2011 sama dengan tahun sebelumnya yaitu mencapai Ha, diantaranya 825,34 Ha (19.59 %) terletak di tiga kawasan industri, yaitu Perkampungan Industri Kecil (PIK), PT. (Persero) JIEP dan PT. (Persero) Kawasan Berikat Nusantara (KBN), dan luas lahan di luar kawasan industri masih sama dengan tahun sebelumnya yaitu sebesar 825,34 Ha. Halaman II - 17

44 d. Hutan Luas areal hutan di DKI Jakarta pada tahun 2011 meningkat dibandingkan tahun sebelumnya dari sebesar 1.066,54 Ha pada tahun 2010 menjadi 1.072,99 Ha. Peningkatan luas areal berhutan ini dikarenakan meningkatnya luas lahan hutan kota di Jakarta Timur dan Jakarta Utara yaitu sebesar 6,45 Ha. Peningkatan luas hutan kota ini merupakan usaha dari pemerintah Jakarta untuk menambah daerah resapan air yang juga berfungsi sebagai paru-paru kota untuk menambah keindahan Kota Jakarta. e. Permukiman Pembangunan dan penyediaan sarana permukiman yang layak dan memadai bagi penduduk merupakan tanggung jawab moril bagi pemerintah DKI Jakarta. Namun demikian, karena keterbatasan luas lahan, pemanfaatan lahan untuk pembangunan sarana permukiman perlu diatur secara efisien dan se-efektif mungkin seperti pembangunan rumah susun. Berdasarkan hasil Proyeksi Penduduk tahun 2011 jumlah penduduk DKI Jakarta mencapai ribu jiwa. Seiring dengan peningkatan jumlah penduduk dimaksud dan meningkatnya taraf hidup manusia, kebutuhan akan sarana permukiman/sosekbud dari tahun ke tahun semakin meningkat. Pada tahun 2011, luas lahan yang digunakan untuk sarana permukiman/ sosekbud diperkirakan mencapai ,75 Ha atau sekitar 78,06 persen dari luas wilayah DKI Jakarta Hutan Hutan merupakan salah satu alternatif untuk mengatasi masalah pengendalian daur air, erosi dan longsor lahan. Harapan ini perlu didukung bersama untuk mewujudkan, karena banyak kelebihan ekosistem hutan untuk mewujudkan harapan tersebut. Nilai peran hutan ditentukan oleh luas, jenis, watak pertumbuhan, keadaan pertumbuhan dan struktur hutannya. Ekosistem hutan juga dipengaruhi oleh keadaan iklim, geologi, watak tanah dan geomorfologi, sehingga di dalam membangun hutan harus memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi dan masalah kependudukannya. Prioritas pembangunan yang dilakukan Pemda DKI Jakarta pada bidang kehutanan meliputi pemeliharaan hutan alam yang sudah ada dan pengembalian fungsi lahan ke rencana tata ruang yang sudah ada. Sesuai dengan karakteristik/ciri khasnya dan untuk kepentingan nasional, berdasarkan peruntukan/ fungsi utamanya, hutan diklasifikasikan menjadi 4 jenis : Hutan Produksi, adalah hutan yang memiliki nilai ekonomi tinggi dan sebagai penghasil komoditi kayu serta hasil hutan lainnya. Hutan Lindung, adalah hutan yang karena sifat alamnya diperuntukan secara khusus untuk melindungi tata air, pencegahan erosi, banjir, abrasi pantai serta pelindung terhadap tiupan angin. Halaman II - 18

45 Hutan Konservasi, adalah hutan yang karena sifat-sifatnya diperuntukkan sebagai pelindung dan pelestarian bagi flora dan fauna, atau untuk pelindung suatu ekosistem. Hutan Konversi, adalah hutan produksi yang dicadangkan untuk dilepas guna memenuhi kepentingan diluar kehutanan seperti untuk pertanian, perkebunan, pertambangan, kawasan industri atau permukiman penduduk. Dari keempat jenis peruntukan/fungsi hutan diatas, yang ada di DKI Jakarta hanyalah hutan lindung dan hutan konservasi. Hutan kota yang tersebar di beberapa lokasi tidak dimasukkan dalam salah satu kategori diatas, tapi dimasukkan dalam klasifikasi tersendiri. 1. Hutan Lindung Hutan lindung mempunyai fungsi khusus sebagai pelindung tata air, pencegah erosi, banjir, abrasi pantai dan pelindung terhadap tiupan angin. Kawasan hutan lindung yang ada di DKI Jakarta seluruhnya merupakan hutan payau/bakau, pada tahun 2010 luasnya mencapai 44,76 Ha dan tidak mengalami perubahan selama kurun waktu Hutan Konservasi Hutan konservasi di DKI Jakarta pada tahun 2011 mencapai Ha terdiri dari hutan cagar alam seluas 88,02 Ha dan hutan taman wisata alam seluas Ha,dan tidak mengalami perubahan apabila dibandingkan dengan tahun Hutan Kota Hutan kota di Jakarta tersebar di 59 lokasi dan luasnya sekitar Ha. Luas hutan kota ini jauh lebih besar dibandingkan dengan luas hutan alami (hutan lindung dan hutan konservasi) yang ada di DKI Jakarta atau sekitar persen dari total luas hutan di DKI Jakarta (1.072,99 Ha). Hasil inventarisasi sumber daya hutan menurut fungsi dan tipe hutan pada tahun 2011 adalah sebagai berikut : Halaman II - 19

46 NO FUNGSI 1. Hutan Produksi (HP) 1). HP Tetap TABEL : II.2. JUMLAH SUMBER DAYA HUTAN MENURUT FUNGSI DAN TIPE HUTAN DI DKI JAKARTA TAHUN 2011 HUTAN BASAH TIPE HUTAN PAYAU RAWA GAMBUT PANTAI HUTAN KERING TROPIK DATARAN RENDAH TROPIK DATARAN TINGGI a. Berhutan 158, b. Tidak berhutan ). HP Terbatas a. Berhutan b. Tidak berhutan Hutan Lindung a. Berhutan 44, b. Tidak berhutan Hutan Konversi a. Berhutan b. Tidak berhutan Hutan Konservasi 1). Cagar Alam a. Berhutan 18, b. Tidak berhutan ). Satwa Margasatwa a. Berhutan 70, b. Tidak berhutan ). Taman Wisata Alam a. Berhutan 137, b. Tidak berhutan JUMLAH 428, Sumber : Dinas Kelautan dan Pertanian DKI Jakarta, 2011 Keterangan : Angka Sementara Pada tahun 2011 ada penambahan hutan kota seluas 3,45 Ha di Jakarta Timur dan Jakarta Utara yaitu hutan kota di Munjul Cipayung sebesar 0,72 Ha dan di Semper Timur sebesar 5,73 Ha. Sedangkan hasil inventarisasi diperoleh hasil bahwa selama tahun 2011 tidak terjadi perubahan luas. Secara lengkap lokasi dan luas hutan kota adalah sebagai berikut : Halaman II - 20

47 TABEL : II.3. LOKASI HUTAN KOTA PROVINSI DKI JAKARTA, 2011 (0,00 Ha) KOTAMADYA NAMA/LOKASI HUTAN KOTA L U A S JAKARTA SELATAN 357,45 1. Kampus UI Depok 55,40 2. Kelurahan Srengseng Sawah Kec Jagakarsa 0,60 3. Kebun Binatang Ragunan 140,00 4. Situ Mangga Balong 2,02 5. Blok P 1,64 6. Pondok Indah 3,90 7. Kampus ISTN 11,10 8. Kali Pesanggrahan 10,00 9. Yonzikon 13 2, Kelurahan Ciganjur 22, Arhanud SE-10 9, Sespolwan Kebayoran Lama 30, Seskoal 8, Marinir Cilandak 28, TMP Kalibata 5, Kelurahan Cipedak Kec. Jagakarsa 0, GOR Ragunan 4, Kelurahan Cipedak 19, Hutan Kota Jagakarsa 1,18 JAKARTA TIMUR 146,05 1. Mabes TNI Cilangkap 14,43 2. Komplek Linud Halim PK 3,50 3. Arboretum Cibubur 25,00 4. PT. JIEP Pulogadung 8,90 5. Situ Rawa Dongkal 3,28 6. Komplek Kopasus Cijantung 1,75 7. Gedung Pemuda Cibubur 10,00 8. Bumi Perkemahan Cibubur 27,32 9. Fly over Kampung Rambutan 3, Museum Purnabakti, TMII 3, Viaduct Klender 4, Kelurahan Pondok Kelapa 6, BPLIP Pulogadung 3, Kawasan Pulomas 3, Kelurahan Kelapa Dua Wetan 8, Kelurahan Cawang 5, Kawasan Mabad. Kalisari 1, Waduk Bea Cukai 2, IPAK Cakung 12, Munjul 0,72 JAKARTA PUSAT 14,38 1. Manggala Wana Bhakti 4,30 2. Gelora Bung Karno 4,80 bersambung... Halaman II - 21

48 sambungan (0,00 Ha) KOTAMADYA NAMA/LOKASI HUTAN KOTA L U A S 3. Masjid Istiqlal 1,08 4. Yayasan Said Naum 1,20 5. Cempaka Mas 1,80 JAKARTA BARAT 17,89 1. LPA. Srengseng 15,00 2. Rawa Buaya 1,09 3. Kembangan Utara 1,80 JAKARTA UTARA 108,62 1. Waduk Pluit 6,00 2. Danau Sunter 8,20 3. PT. Jakarta Propertindo 2,49 4. Kawasan Berikat Nusantara (KBN) 1,59 5. Kuburan Belanda, Ancol 3,00 6. Kali Karang (Seratus Kota) 2,00 7. PT. Astra Honda Motor 4,00 8. Eks Babeks Sungai Bambu 3,00 9. Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran, marunda 3, Gudang Peluru Marinir 65, Kemayoran 4, Semper Timur 5,75 Sumber : Dinas Kelautan dan Pertanian Provinsi DKI Jakarta, 2011 Keterangan : Laporan Sementara JUMLAH LUAS HUTAN KOTA 644,38 Uraian deskripsi hutan kota kawasan Provinsi DKI Jakarta, pada hakekatnya mencakup dasar penetapan lokasi (status kawasan), letak dan luas lokasi, pencapaian lokasi (status aksesibilitas), konfigurasi lapang, iklim dan hidrologi, habitat dan keanekaragaman hayati, fungsi dan manfaatnya, yang secara rinci diuraikan sebagai berikut. 1). Hutan Kota Srengseng Jakarta Barat Kawasan hutan Srengseng ditetapkan berdasarkan SK Gubernur DKI Jakarta Nomor 202 Tahun 1995, yang difungsikan sebagai wilayah resapan air dan plasma nutfah, lokasi wisata dan pusat aktivitas masyarakat. Hutan Kota Srengseng pada hakekatnya merupakan tipe hutan konservasi resapan air, seluas 15 Ha dan secara geografis terletak pada 6 O LS dan 106 O 49 BT. Berdasarkan wilayah adminstrasi pemerintahan kawasan ini termasuk wilayah kota Jakarta Barat, Kecamatan Kembangan, Kelurahan Srengseng. Hutan Kota Srengseng terletak di Jalan Haji Kelik, Srengseng wilayah Jakarta Barat. Kawasan ini terletak pada akses Jalan Srengseng Raya, yang dapat dicapai melalui jalan Tol Merak- Jakarta, jalan Kebayoran Lama dan Cileduk Raya. Sisi utara dan selatan hutan tersebut berbatasan Halaman II - 22

49 langsung dengan jalan raya dan Sungai Pesanggrahan, dan bagian lainnya dibatasi dengan kawasan permukiman terutama dari kelompok sosial menengah dan penduduk asli kawasan tersebut. Konfigurasi lapangan kawasan ini merupakan hamparan dataran dengan kemiringan lereng 0-3 persen (7,4 Ha), landai dengan kemiringan lereng 8-25 persen (2,10 Ha) dan sisanya merupakan hamparan gelombang agak dengan kemiringan lereng >25 persen (1,20 Ha). Tapak memiliki topografi yang bervariasi yaitu dengan area datar, landai, agak curam dan curam. Pohon-pohon yang tumbuh di area yang cekung diantaranya jenis Akasia, Ketapang, Flamboyan dan Jati. Jenis yang lebih banyak tumbuh di areal datar dan landai. Areal yang cekung jika dialiri air yang drainasenya kurang baik karena berbentuk memutar di dalam kawasan hutan kota dari kali Pesanggrahan akan menuju blok rawa. Pada areal yang datar terdapat areal bekas pembuangan sampah. Jenis yang tumbuh di areal ini adalah jenis Mahoni, Lamtoro dan Bintaro. Habitat kawasan hutan kota ini, terdiri dari tiga bentuk ekosistem perairan, pembangunan tata hijau dan bentuk konfigurasi lapangan yang relatif beragam komponen pembangunan tata hijau yang merupakan wujud hutan kota. Jenis-jenis pohon yang tumbuh di hutan kota Srengseng sebanyak 65 jenis pohon, Jenis yang mendominasi lokasi ini adalah Akasia (Acasia auricoformis) yang terdapat plot. Kondisi hutannya mencerminkan bentuk hutan yang telah kembali hijau dari kondisi yang sebelumnya dengan terlihat beberapa lapisan tajuk yang terbentuk, baik pada lapisan tajuk teratas, dibawahnya dan tumbuhan bawah. Jenis yang dikembangkan merupakan koleksi dari berbagai tetumbuhan yang dinilai dapat berfungsi sebagai penyangga kehidupan dan kenyamanan serta merupakan kawasan resapan air untuk kepentingan tata air tanah (hidrologis). Pada lokasi hutan kota Srengseng ini terdapat 4 layer dengan kerapatan rata-rata Ind/Ha. Stratafikasi yaitu strata I, strata II, strata III dan strata IV. Jenis-jenis vegetasi pada setiap plot terdapat pada strata IV tersebut dari jenis vegetasi lebih banyak dibandingkan pada strata lainnya. Vegetasi pada strata IV tersebut jenis vegetasi yang berupa pohon menghasilkan bunga, buah maupun yang dapat mendatangkan serangga sebagai pakan burung. Kawasan hutan ini berfungsi sebagai kawasan lindung baik flora dan fauna, juga dimanfaatkan sebagai kawasan rekreasi, wahana penelitian plasma nutfah dan pelatihan bagi petugas pengelola hutan kota di seluruh DKI Jakarta dan sekitarnya. Fasilitas yang terdapat di hutan kota Srengseng sudah sangat lengkap bila di bandingkan dengan hutan kota lainnya diantaranya adalah : Taman rekreasi beserta beberapa jenis mainan anak-anak. Gapura hutan kota yang cukup megah yang dibangun tahun Tempat parkir yang cukup luas dan memadai. Menara pengamatan yang digabung dengan fasilitas papan panjat. Tempat atraksi yang dibangun tahun 2007 yang biasa digunakan untuk berbagai kegiatan. Halaman II - 23

50 2). Hutan Kota Kampus UI Jakarta Selatan Hutan kota Kampus Universitas Indonesia ditetapkan berdasarkan SK Rektor UI Nomor 84/SK/12/1988, tanggal 31 Oktober 1988 lalu diperbaharui dengan SK Gubernur Nomor 3487/1999 dengan nama Mahkota Hijau, yang difungsikan sebagai wilayah resapan air, wahana koleksi pelestarian plasma nutfah, wahana penelitian dan sarana rekreasi alam. Hutan kampus Universitas Indonesia seluas 55,40 Ha secara geografis terletak pada 6 O LS dan 106 O BT. Hutan kota kampus Universitas Indonesia berdasarkan wilayah administrasi pemerintahan 55,40 Ha kawasan ini termasuk wilayah Kota Jakarta Selatan, Kecamatan Jagakarsa, Kelurahan Srengseng Sawah dan selebihnya wilayah Depok (34,6 Ha) Provinsi Jawa Barat. Sejak 5 September 1987, UI secara resmi menempati kampus baru seluas 318 Ha yang berlokasi di Depok (wilayah perbatasan Jakarta Selatan dan Jakarta Barat), disamping kampus lama jalan Salemba 4 seluas M 2 dan jalan Pegangsaan Timur seluas M 2 keduanya di Jakarta. Pada tanggal 26 Desember 2000, UI ditetapkan sebagai Perguruan Tinggi Negeri Mandiri berstatus Badan Hukum Milik Negara (BUMN) atau Autonomus Public University. Dalam status hukum tersebut UI wajib mengedepankan kinerja pengelolaan sebuah universitas publlik dengan prinsip-prinsip efisien, efektivitas, akuntabilitas dan transparansi. Hutan kota kampus UI berbatasan langsung dengan pusat kegiatan/aktivitas yang terletak di kota Depok. Wilayah kampus UI beserta hutan kotanya sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Jagakarsa, Kelurahan Srengseng Sawah Jakarta Selatan, sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Beiji Timur Kota Depok, sebelah timur berbatasan dengan Kelurahan Pondok Cina Kota Depok. Hutan Kota UI dapat ditempuh dengan jalan kaki maupun dengan kendaraan roda dua. Konfigurasi lapangan kawasan ini merupakan hamparan landai dengan kisaran 3-8 persen seluas (76,4 Ha) dan bergelombang ringan, dengan kemiringan lereng 8-25 persen (13,6 Ha), pada ketinggian tempat 74 meter dari permukaan laut. Dalam alokasi pembangunan hutan kota di kawasan ini terdiri dari dua kelompok, yaitu [a] pembangunan ekosistem perairan seluas 10,4 Ha dan [b] pembangunan hutan kota seluas 79,6 Ha. Keadaan topografi di kampus UI-Depok berdasarkan peta topografi tanah Kota Depok berupa hamparan landai dengan kisaran 3-8 persen (76,4 Ha) yang pada awalnya didominasi oleh penggunaan tanah sawah, hutan karet dan perkampungan. Pada saat sekarang sebagian lahan dimanfaatkan untuk pembangunan fasilitas akademik, memiliki lahan bergelombang ringan kemiringan lereng 8-25 persen (13,6 Ha) terdapat di sepanjang bibir lembah kampus UI pada ketinggian tempat 74 meter dari permukaan laut. Habitat kawasan hutan kota ini terdiri dari dua bentuk ekosistem [a] ekosistem perairan yang merupakan wahana tandon perairan (situ), dan [b] kawasan hutan kota yang direncanakan sebagai wahana koleksi pelestarian plasma nutfah, yang diupayakan dalam bentuk tiga ekosistem yaitu [a] Halaman II - 24

51 pepohonan yang berasal dari Wales Barat, [b] pepohonan yang berasal dari Wales Timur dan [c] vegetasi asli Jakarta dan sekitarnya. Komponen pembangunan Mahkota Hijau hutan kota Kampus UI yang merupakan wujud hutan kota, dari rencana 184 jenis yang akan dibudidaya, dan baru terealisasi sebanyak 41 jenis. Adapun satwa yang ada di kawasan kampus UI-Depok beserta hutan kotanya terdiri dari Burung, Tikus, Ikan, Katak dan beberapa satwa liar seperti Ular, Kadal, Bunglon serta jenis Serangga. Untuk jenis burung terdiri 56 jenis. Burung-burung itu dalam tujuh habitat berbeda, yaitu danau, empang, sawah, alang-alang, tegalan, kebun, karet dan hutan penghijauan. Diantaranya banyak dijumpai yaitu Bondol jawa (lonmchura linchi), Bondol dada sisik (lonchura ponctulata), burung Cabe (dicaeum trochileum), serta Walet sapi (collocalia linchi). Untuk jenis Tikus besar di kampus UI ada 5 (lima) yaitu rattus tiomanicus, rattus diardi, rattus norvegius, rattus exulans, bandicota indica. Jenis rayap subteran yang banyak adalah macrotelmes gilvus. Sedangkan untuk jenis Molusca air tawar ditemukan Gondang (pila scutata), Bellamya javanica, Remis (corbicula javanica), Kijing (pilsbryconcha exilis), Keong mas (pomacea sp). Kawasan hutan ini selain berfungsi sebagai kawasan resapan air, kawasan lindung pelestarian plasma nutfah, juga dimanfaatkan sebagai wahana biodiversitas (keanekaragaman hayati), bagi mahasiswa biologi, farmasi, geografi, kimia dan fakultas sastra, serta sebagai kawasan rekreasi baik bagi masyarakat kampus maupun masyarakat sekitarnya. Disisi lain kawasan ini juga dipergunakan sebagai penyuluhan mahasiswa tentang arti penting lingkungan tata hijau diwilayah perkotaan, pramuka maupun pecinta alam. Fasilitas yang ada di sekitar kawasan hutan kota kampus UI di Depok terdiri dari fasilitas pendidikan dengan terdapatnya Fakultas Ekonomi, Fakultas Hukum, Fisip, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Fakultas Ilmu Komputer, Fakultas MIPA, Fakultas Politeknik, Fakultas Psikologi, Fakultas Sastra, Fakultas Teknik, Pusat Antar Universitas, Pusat Studi Jepang, Perpustakaan Pusat maupun fakultas masing-masing, serta laboratorium tanaman obat dan rumah kaca. Fasilitas peribadatan berupa mesjid UI. Fasilitas olah raga berupa lapangan bola kaki, lapangan hocky, lapangan basket, lapangan bulu tangkis, lapangan tenis, lapangan parkir, lapangan volly, serta adanya fasilitas pendukung berupa guest house, Pusgiwa, rumah makan, halte. Sedangkan dalam hutan kota UI terdapat shelter-shelter peristirahatan, plang peringatan, plang hutan kota, menara pengamatan dan beberapa tempat sampah. Fasilitas-fasilitas ini merupakan satu kesatuan dari rancangan yang tidak bisa dipisahkan karena di dalam pengembangannya seluruh potensi ini akan saling mendukung. 3). Hutan Kota Waduk Sunter Kawasan hutan kota waduk Sunter Utara, dilingkungan komplek perumahan Sunter dikelola oleh Badan Pengelola Sunter, ditetapkan oleh Wali Kota Jakarta tahun 1988 dan diperbarui dengan SK Gubernur Nomor 317/1999, yang merupakan bagian ruang terbuka hijau penyangga permukiman. Halaman II - 25

52 Luas kawasan hutan kota berdasarkan penetapannya 8,20 Ha, yang secara geografis terletak pada 6 O LS dan 106 O BT. Berdasarkan wilayah administrasi pemerintahannya, kawasan ini termasuk dalam wilayah kota Jakarta Utara, Kecamatan Tanjung Priok dan Kelurahan Papanggo. Untuk mencapai kawasan ini, dapat melalui jalan Tol Ir. Wiyoto Wiyono (Cililitan-Tanjung Priok), menuju kearah perumahan Sunter melalui jalan raya menuju ke PRJ. Selain itu bisa juga ditempuh melalui kawasan Ancol menuju Kemayoran lalu langsung ke arah Waduk Sunter. Konfigurasi kawasan ini merupakan hamparan dataran rendah, situasi tapak yang telah direkayasa (galian/timbunan), dengan ketinggian tempat ± 2,4 meter dari permukaan laut. Kawasan hutan ini dibangun pada bagian menyusur kawasan danau, yang merupakan satu kesatuan ekosistem. Kawasan hutan kota ini, terbentuk dalam satu kesatuan areal yang kompak di sekitar situ-situ yang luasnya 40,0 Ha. Jenis pepohonan yang dibudidayakan, pada hakekatnya merupakan jenis terpilih yang fungsi jasa biologisnya dapat diandalkan untuk melerai berbagai jenis pencemaran udara. Dalam rencana pengembangannya kawasan ini akan diupayakan dengan berbagai macam jenis, namun hingga kini baru terbudidaya tanaman Mahoni (sweitania mahagoni), Ketapang (terminalia catapa), Trembesi (samanea saman), Angsana (pterocarpus indicus), Flamboyan (delonix regia), Bungur (lager stromea speciosa), Kiara payung (filicium deficien), Glondongan (plyanthia sp), Tanjung (mimomosops elengi), Bambu apus (bambusa sp), Kelapa (coco nucifera), Kaya (kaya anthoteca), Melina (gmelina arborea), dan beberapa jenis lainnya. Nilai kerapatan pohon pada lokasi ini pada berbagai plot sangat berbeda-beda dan didapatkan rata-rata Ind/Ha. Satwa liar yang sering dijumpai adalah jenis burung, seperti Emprit (lonchura sp), Prenjak (prinia sp), Bondol (lanchura sp), dan Kutilang (pycnonotus surigaster). Sedangkan jenis-jenis satwa liar yang ada antara lain, Kadal (mabuia sp), Tikus (raffus sp), dan beberapa jenis serangga meliputi Kupu Kuning, Belalang, Kalajengking dan beberapa jenis lainnya. Kawasan hutan ini berfungsi sebagai kawasan penyangga lingkungan permukiman, pengendali intrusi laut, sangtuari satwa, koleksi pelestarian plasma nutfah, dan wahana rekreasi/wisata. Fasilitas-fasilitas yang terdapat di hutan kota waduk Sunter belum banyak karena masih dalam tahap proses perlindungan habitat dan penanganan sampah. 4). Hutan Kota Kemayoran Hutan kota eks Bandara Kemayoran, penetapan lokasinya didasarkan atas Surat Mensekneg Nomor R/34M/Sekneg/16/1987, yang merupakan bagian ruang terbuka hijau lingkungan komplek Pekan Raya Jakarta (PRJ). Status hukumnya diperbarui oleh SK Gubernur DKI Jakarta Nomor 339/2002. Lokasi ini merupakan suatu areal konservasi yang sengaja dibuat dan direncanakan dalam kota baru Bandar Kemayoran yang didalamnya terdapat waduk buatan yang mengatur keluar masuknya air. Halaman II - 26

53 Fungsi dari waduk ini salah satunya untuk mengontrol banjir dengan pengendalian yang dibantu oleh rumah pompa. Luas kawasan hutan kota ini berdasarkan penetapannya 4,60 Ha walaupun luas secara keseluruhan 52,5 Ha yang secara geografis terletak pada 6 O LS dan 106 O BT. Berdasarkan wilayah administrasi pemerintahannya, kawasan ini termasuk dalam wilayah kota Jakarta Pusat, Kecamatan dan Kelurahan Kemayoran. Untuk mencapai kawasan ini, dapat ditempuh melalui jalan Tol Cawang-Tanjung Priok, jalan Raya Cempaka Putih, dan atau melalui jalan Raya Gunung Sahari. Kawasan ini mempunyai topografi yang relatif datar dengan kemiringan lahan sekitar 1 persen dan berada pada ketinggian 2,0-3,0 meter dpl, terletak berdekatan dengan laut walaupun tidak berbatasan langsung dengan laut. Kawasan hutan kota Kemayoran pada hakekatnya sangat dipengaruhi oleh intrusi air laut, terutama musim kemarau. Dalam hutan itu tumbuhan yang mampu beradaptasi dengan jenis-jenis spesifik, yang merupakan koleksi dari berbagai jenis tumbuhan yang dinilai dapat berfungsi sebagai penyangga kehidupan, khususnya dalam upaya mengendalikan lingkungan fisik kritis di wilayah perkotaan dan penyangga fungsi tata air tanah (hidroologis), yang antara lain meliputi Flamboyan (delonix regia), Trembesi (samanea saman) dan beberapa jenis lainnya. Kerapatan pohon secara plot sangat berbeda sekali, pada beberapa lokasi kerapatan bisa mencapai nilai Ind/Ha sedangkan di plot lainnya ada yang 500 Ind/Ha, ini tidak berarti negatif tetapi karena adanya penghijauan dan rehabilitasi tanaman yang menggunakan jarak tanam 1x1 meter. Satwa liar yang sering dijumpai adalah jenis burung, seperti Emprit (lonchura sp), Prenjak (prinia sp), Bondol (lanchura sp), dan Kutilang (Pycnonotus surigaster). Sedangkan jenis-jenis satwa yang ada antara lain, Kadal (mabuia sp), Tikus (raffus sp), dan beberapa jenis serangga meliputi Kupu kuning, Belalang, Kalajengking dan beberapa jenis lainnya. Kawasan hutan ini selain berfungsi untuk tujuan konservasi lingkungan sehingga yang dikembangkan tidak hanya keindahan tetapi juga berfungsi untuk mengontrol lingkungan, menciptakan iklim mikro yang nyaman bagi manusia dengan mempengaruhi radiasi matahari, temperatur udara, pergerakan angin dll. Selain itu juga sebagai kawasan penyangga lingkungan fisik kritis perkotaan dan kawasan pencegah intrusi air laut, wahana koleksi keanekaragaman jenis dan plasma nutfah, dan santuari satwa, serta sebagai kawasan rekreasi. Fasilitas yang terdapat di hutan kota kemayoran adalah sebagai berikut : Pintu air yang melancarkan perputaran air. Gerbang hutan kota dan pagar yang berfungsi sebagai pengaman. Halaman II - 27

54 Beberapa jembatan yang menghubungkan lokasi-lokasi di dalam hutan kota. Menara pengamat yang berada di tengah berfungsi sebagai pengamanan. 5). Hutan Kota Komplek Lanud Halim Perdanakusumah Jakarta Timur Hutan kota Komplek Lanud Halim Perdanakusumah merupakan bagian dari ruang terbuka hijau Angkatan Udara RI, yang ditetapkan berdasarkan SK Komando Lanud Nomor Shep/14/X/1988 tanggal 21 Oktober 1988 dan diperbarui dengan SK Gubernur Nomor 338/2002. Kawasan ini pada hakekatnya telah ditetapkan sebagai wahana penyangga lingkungan kedirgantaraan dan sebagai wahana koleksi pelestarian plasma nutfah dari berbagai macam jenis pepohonan, yang sekaligus bergabung dengan lapangan golf Halim. Hutan kota Lanud Halim, yang pada awalnya direkomendasikan seluas 300 Ha kemudian tinggal 70 Ha, karena keperluan lahan untuk keperluan komplek. Ketetapan berikutnya hanya 3,5 Ha karena ada konservasi untuk kepentingan lain. Secara geografis kawasan terletak pada 6 O LS dan 106 O BT dan berdasarkan wilayah administrasi pemerintahannya, termasuk dalam wilayah Kota Jakarta Timur, Kecamatan Makasar, Kelurahan Halim Perdanakusumah. Wujud hutan kota ini tertata berbeda dengan kawasan hijauan di sekitarnya, yang merupakan hamparan padang Golf. Hal ini dimaksudkan sebagai salah satu upaya memanfaatkan fungsi jasa biologis tetumbuhan dalam meredam kebisingan suara kapal terbang, sebagai peredam bagi bangunan yang berjarak kurang dari 700 meter dari pusat perkantoran Lanud Halim. Untuk mencapai kawasan ini, dapat memanfaatkan akses jalan Raya Pondok Gede-Bekasi dan atau dari jalan Raya Bogor (Cililitan) menuju kearah komplek Lanud Halim. Konfigurasi lapangan kawasan ini merupakan dataran hingga bergelombang ringan, dengan kisaran kemiringan lereng 3-9 persen, kawasan ini dilintasi oleh anak cabang sungai Cipinang, dengan ketinggian tempat berkisar 35 meter dari permukaan laut. Pada lokasi yang merupakan dataran rendah, sering terjadi penggenangan air limpasan sesaat. Kawasan hutan kota Lanud Halim, mewujudkan habitat tetumbuhan yang berbeda dengan hamparan tetumbuhan lainnya. Hal ini terlihat jelas apabila dibandingkan dengan hamparan tata hijau pada kawasan lapangan golf. Jenis tetumbuhan di kawasan hutan kota ini, merupakan koleksi dari berbagai jenis tumbuhan yang dinilai fungsi jasa biologis dapat meredam kebisingan. Dalam kawasan hutan kota ini semak belukar merupakan ciri khas, ditambah dengan hasil budidaya pembangunan hutan kota yang meliputi jenis Kirai payung (Fillcium defisien), Angsana (pterocarpus indicus), Saga (andenanthera sp), Kayu manis (vitis vinisera), dan beberapa jenis Jambu-jambuan (Eugenis sp), sedangkan pada lokasi yang terbuka dibudidayakan dengan jenis Mangium (Acacia mangium), Sengon (paraserianthes falcataria) dan Melina (gmelina arborea). Kerapatan pohon Ind/Ha pada lokasi hutan kota Halim Perdana Kusumah secara rata-rata hanya didapatkan 1430 Ind/Ha. Hal ini Halaman II - 28

55 disebabkan banyaknya lokasi-lokasi yang sama sekali belum ditanami dan hanya berupa semak belukar dan alang-alang. Jadi hanya sebagian kecil saja dari seluruh kawasan hutan kota yang mempunyai vegetasi terutama pada lokasi sekitar waduk. Satwa liar yang jarang adalah jenis burung, hal ini nampaknya akibat pengaruh kebisingan pesawat terbang. Sedangkan jenis satwa liar yang ada antara lain Kadal (mabuia sp), Tikus (raffus sp), dan beberapa jenis serangga yang meliputi Kupu kuning, Belalang. Kawasan hutan ini selain berfungsi sebagai kawasan penyangga lingkungan fisik kritis perkotaan dari gangguan kebisingan, juga merupakan wahan koleksi keanekaragaman jenis dan plasma nuftah, serta segaia kawasan rekreasi dan olah raga. Karena letaknya di tengah kota dan komplek perumahan maka tanaman yang di tanam adalah vegetasi yang mampu menyerap polusi dan penghasil O 2 yang banyak. Fasilitas-fasilitas yang ada di hutan kota ini sangat minim sekali hanya ada plang dan fasilitas sederhana. 6). Hutan Kota Komplek Kopassus Cijantung Hutan kota komplek Kopasus Cijantung, dikenal dengan nama Hutan Kalimantan. Dasar penetapan kawasannya atas surat persetujuan dari pengelola Komplek Kopasus Cijantung tahun 1989, yang merupakan bagian tata ruang terbuka hijau penyangga lingkungan kehidupan dan wilayah resapan air tanah (hidrologis). Secara hukum diperbarui dengan melalui SK Gubernur Nomor 868/2004. Luas kawasan hutan kota berdasarkan penetapannya 1,75 Ha, yang secara geografis terletak pada 6 O LS dan 106 O BT. Berdasarkan wilayah administrasi pemerintahannya, kawasan ini termasuk dalam Wilayah Kota Jakarta Timur, Kecamatan Pasar Rebo dan Kelurahan Cijantung. Untuk mencapai kawasan ini, dapat ditempuh melalui jalan Tol TB. Simatupang (Kampung Rambutan- Pondok Pinang), jalan Raya Bogor. Konfigurasi lapang kawasan ini merupakan hamparan dataran hingga gelombang ringan, dengan ketinggian tempat ± 67 meter dari permukaan laut. Kawasan hutan ini dibangun menyusuri kawasan komplek Kopasus, dan merupakan satu kesatuan hutan dengan ketebalan rata-rata meter. Kawasan hutan kota ini, terbentuk dalam satu kesatuan areal yang kompak di sekitar situ-situ yang luasnya 0,5 Ha. Jenis pepohonan yang dibudidayakan, pada hakekatnya merupakan jenis terpilih yang fungsi jasa biologisnya dapat diandalkan untuk melerai berbagai jenis pencemaran udara. Dalam rencana pengembangannya kawasan ini akan diupayakan dengan berbagai macam jenis, namun hingga kini baru tanaman Mahoni (sweitania mahagoni), Ketapang (terminalia catapa), Trembesi (samanea saman), Angsana (pterocarpus indicus), Flamboyan (delonix regia), Bungur (lager stromea speciosa), Kirai payung (Filicium defisien), Glondongan (plyanthia sp), Tanjung (mimomosops elengi) dan jenis Asam landi (pitelobrium sp) dan beberapa jenis lainnya. Halaman II - 29

56 Satwa liar yang sering dijumpai adalah jenis burung, seperti Emprie (lonchura sp), Prenjak (prinia sp), Bondol (lanchura sp), dan Kutilang (pycnonotus surigaster). Sedangkan jenis-jenis satwa liar lain yang ada antara lain, Kadal (mabuia sp), Tikus (raffus sp), dan beberapa jenis serangga meliputi Kupu kuning, Belalang, Kalajengking dan berbagai jenis lainnya. Kawasan hutan ini selain berfungsi sebagai kawasan penyangga lingkungan fisik kritis perkotaan, sangtuari satwa, koleksi pelestarian plasma nutfah, juga sebagai kawasan rekreasi dan wisata. Fasilitas yang ada di hutan kota ini belum ada diprioritas secara umum karena letaknya sepanjang komplek perumahan sehingga hanya diperlukan untuk pemeliharaan dan jalur hijau. 7). Hutan Kota PT. JIEP Pulo Gadung Jakarta Timur Hutan kota di lingkungan kawasan industri Pulo Gadung, yang dikelola oleh PT. JIEP pada hakekatnya ditetapkan berdasarkan surat persetujuan pengelolanya tahun 1988, yang merupakan bagian ruang terbuka hijau penyangga kawasan industri, dan wilayah resapan air (hidrologi). Secara hukum diperbarui melalui SK Gubernur Nomor 870/2004. Luas kawasan hutan kota berdasarkan penetapannya 8,9 Ha, secara geografis terletak pada 6 O LS dan 106 O BT. Berdasarkan wilayah administrasi pemerintahannya, kawasan ini termasuk wilayah kota Jakarta Timur, Kecamatan Cakung dan Kelurahan Rawa Terate. Untuk mencapai kawasan ini, dapat ditempuh melalui Tol Ir. Wiyoto (Cililitan-Tanjung Priok), menuju kawasan industri melalui jalan Pemuda, atau ditempuh melalui jalan raya Bekasi lama. Konfigurasi lapang kawasan ini merupakan hamparan dataran rendah hingga situasi tapak yang telah di rekayasa (galian/timbunan), dengan ketinggian tempat ± 7,4 meter dari permukaan laut. Kawasan hutan ini dibangun pada bagian tengah kawasan industri, yang merupakan satu kesatuan ekosistem daratan dengan situ-situ. Kawasan hutan kota ini, terbentuk dalam satu kesatuan areal yang kompak, dengan berbagai macam jenis pepohonan yang merupakan koleksi dari beberapa jenis pohon sebagai wahana sangtuari satwa. Kondisi hutannya mencerminkan bentuk hutan yang beranekaragam, dengan terlihat beberapa tajuk yang terbentuk, baik pada lapisan tajuk dominan, tertekan dan tumbuhan bawah. Jenis yang dikembangkan merupakan jenis tetumbuhan yang dinilai dapat berfungsi sebagai penyangga kehidupan dan kenyamanan serta merupakan kawasan resapan air untuk kepentingan tata air tanah (hidroorologis), yang antara lain meliputi Flamboyan (delonix regia), Trembesi (samanea saman), Saga (adenatera sp), Lamtoro Gung (leucaenaglauca), Damar (agathis sp), Keciat (spatodae sp), Ketapang (terminalia catapa) dan beberapa jenis lainnya. Kerapatan pohon ini merupakan salah satu yang tinggi yaitu mencapai Ind/Ha dan cukup rapat dan potensi yang bagus karena letaknya di depan sehingga sangat mudah di monitoring ketika ada Halaman II - 30

57 kerusakan. Pada hutan ini juga strata yang terjadi ada 4 strata dari mulai tumbuhan bawah sampai strata 4 yang merupakan jenis-jenis tanaman hutan. Satwa liar yang dijumpai adalah jenis burung, seperti Emprit (lonchura sp), Prenjak (prinia sp), Bondol (lanchura sp), dan Kutilang (pycnonotus surigaster) dan beberapa jenis burung lainnya. Sedangkan jenis satwa liar yang ada antara lain, Kadal (mabuia sp), Tikus (raffus sp), dan beberapa jenis serangga meliputi Kupu kuning, Belalang, Kalajengking dan jenis lainnya. Pada kawasan ini terdapat situ yang mampu menampung air kurang lebih 235 juta M 3 dengan kedalaman rata-rata 4,5 M. Karena lokasinya di daerah industri warna airnya keruh dan kehitamhitaman dan dasar situ berlumpur organik 0,65 M. kawasan hutan ini selain berfungsi sebagai kawasan penyangga lingkungan fisik kritis kawasan industri, sangtuari satwa, koleksi pelestarian plasma nutfah, wahana rekreasi dan wisata. Fungsi utama hutan kota ini sebagai penampung air limpasan dari wilayah sekitarnya dan penetralisir limbah. Fasilitas yang ada sampai saat ini berupa : Plang tanda merupakan kawasan hutan kota. Pagar pengaman untuk hutan kota. Pintu air untuk mengalirkan air dari situ ke sungai. 8). Hutan Kota Komplek Mabes ABRI Cilangkap Hutan kota komplek Mabes ABRI Cilangkap, penunjukan lokasi didasarkan atas persetujuan Asisten Logistik Mabes ABRI Surat Nomor B/2.2/4-07/154/S log, tanggal 19 Oktober 1988, yang merupakan bagian ruang terbuka hijau lingkungan komplek yang telah diupayakan sebelumnya. Keputusan ini diperbarui kembali sesuai dengan SK Gubernur Nomor 871/2004. Luas kawasan hutan kota ini semula direkomendasikan 60 Ha, dan kini tinggal 14,43 Ha. Secara geografis kawasan ini terletak pada 6 O LS dan 106 O BT, berdasarkan wilayah administrasi pemerintahannya, kawasan ini termasuk dalam wilayah Jakarta Timur, Kecamatan Pasar Rebo, Kelurahan Cilangkap dan terletak 3-4 Km, disebelah tenggara komplek Taman Mini Indonesia Indah. Wujud hutan kota ini tertata berbeda dengan kawasan hijauan disekitarnya dicirikan dengan kumpulan beberapa jenis pepohonan yang beranekaragam, dengan jarak tanam yang relatif rapat 3x3 M. Untuk mencapai kawasan ini, dapat memanfaatkan tembusan ke akses jalan raya Cilangkap, baik dari arah Taman Mini Indonesia Indah maupun dari jalan raya Bogor. Konfigurasi lapang kawasan ini merupakan hamparan dataran, dengan kisaran kemiringan lereng 0-2 persen. Kawasan hutan ini dibangun mengapit ekosistem tandon air (situ buatan) didalam komplek Mabes ABRI Cilangkap. Kawasan hutan kota Mabes ABRI Cilangkap merupakan penggabungan dua ekosistem yaitu perairan (situ) dan pepohonan, yang menunjukkan spesifik penataannya. Vegetasi yang dibudidaya merupakan Halaman II - 31

58 koleksi dari berbagai jenis tumbuhan yang dapat berfungsi sebagai penyangga kehidupan, khususnya dalam upaya mengendalikan lingkungan fisik kritis di wilayah perkotaan dan penyangga fungsi tata air tanah (hidroorologis), yang antara lain meliputi jenis Mahoni (swietinia mahagoni), Jambu mete (ancardium ocidentale), Sengon (paraserianthes falcataria), Kaliandara (cailiandra callothyrus), Pinus (pinus mercusii), Flamboyan (delonix regia), Mangium (acacia mangium), Eboni (diospyros celebica), Leda (eucalyptus sp), Galinggem (bixa orellana) dan beberapa jenis lainnya. Kerapatan pohon dan stratifikasi hutan kota ini termasuk yang paling tinggi yaitu rata-rata kerapatan dari berbagai stratifikasi bisa mencapai Ind/Ha dengan stratifikasi 5 layer. Yang sering dijumpai adalah jenis burung, seperti Emprit (lonchura sp), Prenjak (prinia sp), Bondol (lanchura sp), dan Kutilang (pycnonotus surigaster). Sedangkan jenis-jenis satwa liar yang ada antara lain Kadal (mabuia sp). Kawasan hutan ini selain berfungsi sebagai kawasan penyangga lingkungan fisik perkotaan dan kawasan resapan air, juga merupakan wahana koleksi keanekaragaman jenis dan plasma nutfah, dan sangtuari satwa, serta sebagai kawasan rekreasi dan olah raga bagi masyarakat khusus komplek Mabes ABRI Cilangkap. Fasilitas yang ada di lokasi hutan kota komplek Mabes ABRI Cilangkap yaitu berupa : pagar pengaman sebagai pengamanan lokasi dan saluran air sebagai konservasi air hutan kota. 9). Hutan Kota Bumi Perkemahan Cibubur Hutan kota Cibubur dikenal dengan nama Arboretum Cibubur, penetapan lokasinya didasarkan atas Surat Departemen Kehutanan Nomor 2570/89, tanggal 25 September 1989 dengan pembaruan dari SK Gubernur DKI Jakarta Nomor 872/2004, yang merupakan bagian ruang terbuka hijau lingkungan komplek Bumi Perkemahan Cibubur. Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan banyaknya jenis vegetasi yang terdapat di Bumi Perkemahan dan Graha Wisata Cibubur untuk seluruh plot contoh dijumpai sebanyak 57 jenis vegetasi dengan komposisi 47 jenis tumbuhan, 2 jenis bambu dan 8 jenis tumbuhan bawah yang terdiri dari jenis tanaman hias, semak dan alang-alang. Jenis yang mendominasi lokasi ini adalah Akasia (Acasia Auricoformis) yang terdapat diseluruh plot penelitian. Luas kawasan hutan kota ini berdasarkan penetapannya 27,32 Ha, secara geografis terletak pada 6 O LS dan 106 O BT. Berdasarkan wilayah administrasi pemerintahannya, kawasan ini termasuk dalam wilayah kota Jakarta Timur, Kecamatan Cipayung dan Kelurahan Cibubur. Untuk mencapai kawasan ini, dapat ditempuh melalui jalan tol Jakarta-Bogor, jalan Raya Bogor dan atau melalui jalan Raya Cileungsi-Cibubur. Konfigurasi lapang kawasan ini merupakan hamparan dataran hingga bergelombang ringan, dengan ketinggian ± 43 meter dari permukaan laut. Kawasan hutan kota ini dibangun menyusuri Bumi Perkemahan Cibubur dalam satu kesatuan ekosistem dengan ketebalan rata-rata M. Halaman II - 32

59 Kawasan hutan kota Cibubur dalam satu kesatuan areal yang kompak, dengan berbagai macam jenis pepohonan yang merupakan koleksi dari beberapa jenis sebagai pusat pelestarian plasma nutfah (arboretum). Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan banyaknya jenis vegetasi yang terdapat di Bumi Perkemahan dan Graha Wisata Cibubur untuk seluruh plot contoh dijumpai sebanyak 57 jenis vegetasi dengan komposisi 47 jenis tumbuhan, 2 jenis bambu dan 8 jenis tumbuhan bawah yang terdiri dari jenis tanaman hias, semak dan alang-alang. Jenis yang mendominasi lokasi ini adalah Akasia (Acasia Auricoformis) yang terdapat diseluruh plot penelitian. Kondisi hutannya mencerminkan bentuk hutan yang asli, dengan terlihat beberapa lapisan tajuk yang berbentuk, baik pada lapisan tajuk teratas, dibawahnya dan tumbuhan bawah. Jenis yang dikembangkan merupakan koleksi dari berbagai jenis tumbuhan yang dinilai dapat berfungsi sebagai penyangga kehidupan dan kenyamanan serta merupakan kawasan resapan air untuk kepentingan tata air tanah (hidrorologis), yang antara lain meliputi Flamboyan (delonix regia), Trembesi (samanea saman), Saga (adenatera sp), Asam landi (pitolebrium sp), Lamtoro gung (leucaena gluaca), dan beberapa jenis lainnya, Kaliandra (calliandra calothyrus), Eboni (diospyros celebica), Gelinggem (bixa orellana), Jati (tectona grandis), Sungkai (peronema canescens), Damar (agathis sp), Jamuju (pondocarpus imbricarpus), Klepu (sterculia foetida) dan beberapa jenis lainnya. Satwa liar yang sering dijumpai adalah jenis burung, seperti Emprit (lonchura sp), Prenjak (prinia sp), Bondol (lanchura sp) dan Kutilang (pycnonotus surigaster). Sedangkan jenis-jenis satwa liar yang ada antara lain Kadal (mabuia sp), Tikus (raffus sp) dan beberapa jenis serangga yang meliputi Kupu kuning, Belalang, Kalajengking dan beberapa jenis lainnya. Pada lokasi bumi perkemahan dan graha wisata Cibubur ini terdapat semua lapisan strata yaitu strata I, strata II, strata III, strata IV dan strata V. Jenis-jenis vegetasi pada setiap strata yang ada di tiap plot Bumi Perkemahan dan Graha Wisata Cibubur. Pada strata IV tersebut dari jenis vegetasi yang lebih banyak dibandingkan pada strata lainnya. Vegetasi pada strata IV tersebut terdiri dari jenis vegetasi yang menghasilkan bunga, buah maupun yang dapat mendatangkan serangga sebagai pakan burung. Satwa liar yang sering dijumpai adalah jenis burung, seperti Emprit (lonchura sp), Prenjak (prinia sp), Bondol (lanchura sp) dan Kutilang (pycnonotus surigaster). Sedangkan jenis-jenis satwa liar yang ada antara lain Kadal (mabuia sp). Kawasan ini selain berfungsi sebagai kawasan penyangga lingkungan fisik kritis perkotaan dan kawasan koleksi pelestarian plasma nutfah, juga berfungsi sebagai kawasan rekreasi dan wisata, serta sangtuari satwa. Fasilitas yang ada di kawasan hutan kota Bumi Perkemahan Cibubur merupakan hutan kota yang diperuntukkan sebagai lokasi perkemahan jadi fasilitas yang ada diperuntukkan untuk kepentingan bumi perkemahan yaitu : Halaman II - 33

60 Lokasi-lokasi perkemahan. Kamar mandi dan wc yang tersebar di setiap lokasi. Plang hutan kota. Penyiapan tempat-tempat air. Lokasi-lokasi halte untuk beristirahat. 10). Hutan Kota Situ Rawa Dongkal Hutan kota Situ Rawa Dongkal, ditetapkan atas persetujuan Departemen Pekerjaan Umum (Dirjen Pengairan). SK-nya diperbarui melalui SK Gubernur DKI Jakarta Nomor 207/2005 tanggal 3 Pebruari Pembangunan hutan kota ini dinilai strategis karena berada di wilayah resapan air. Luas kawasan hutan kota berdasarkan penetapannya 10,0 Ha, yang secara geografis terletak pada 6 O 23 6 LS dan 106 O BT. Berdasarkan wilayah administrasi pemerintahannya, kawasan ini termasuk dalam wilayah kota Jakarta Selatan, Kecamatan Jagakarsa. Untuk mencapai kawasan ini, dapat ditempuh melalui jalan Raya Ciganjur Jakarta Selatan. Konfigurasi kawasan ini merupakan dataran hamparan landai dan merupakan cekungan alami, sebagai tadon limpasan air sekitarnya. Ketinggian tempat ± 72,0 meter dari permukaan laut, hutan kota ini dibangun menyusuri kawasan danau, yang merupakan satu kesatuan ekosistem. Kawasan hutan kota ini, terbentuk dalam satu kesatuan areal yang kompak diantara pepohonan dengan situ-situ. Jenis ini untuk melerai berbagai jenis pencemaran udara dan berfungsi sebagai resapan air. Dalam rencana pengembangannya kawasan ini akan diupayakan dengan berbagai macam jenis, namun hingga kini baru Mahoni (sweitania mahagoni), Ketapang (terminalia catapa), Trembesi (samanea saman), Angsana (pterocarpus indicus), Flamboyan (delonix regia), Bungur (lager stromea speciosa), Kirai payung (filicium deficien), Glondogan (plyanthia sp), Tanjung (mimomosops elengi), Bambu apus (bambusa sp), Kaya (kaya anthoteca), dan beberapa jenis lainnya. Nilai kerapatan yang ada cukup tinggi dengan nilai pada plot yang dilakukan Ind/Ha. Satwa liar yang sering dijumpai adalah jenis burung, seperti Emprit (lonchura sp), Prenjak (prinia sp), Bondol (lanchura sp), dan Kutilang (pycnonotus surigaster). Lainnya adalah Kadal (mabuia sp), Tikus (raffus sp) dan beberapa jenis serangga meliputi Kupu-kuning, Belalang, Kalajengking dan beberapa jenis lainnya. Kawasan hutan kota ini selain berfungsi sebagai kawasan resapan air, penyangga lingkungan permukiman, sangtuari satwa, koleksi pelestarian plasma nutfah, dan wahana rekreasi/wisata. Fasilitas yang ada di hutan kota ini berupa pagar pengaman dan plang peringatan dan belum ada fasilitas tambahan ke arah pengembangan. Halaman II - 34

61 11). Hutan Kota PT. Jakarta Propertindo/Banjir Kanal Barat Jakarta Utara Kawasan hutan ini terletak di tepian Bajir Kanal Barat diatas tanah milik PT. Jakarta Propertindo ditetapkan berdasarkan SK Gubernur DKI Jakarta Nomor 197/2005, yang difungsikan sebagai wilayah konservasi terutama terhadap intrusi air laut dan pengamanan bantaran sungai. Hutan kota ini dibangun sejak tahun 2003 yang sebelumnya telah ditanami sayur-sayuran oleh masyarakat sekitar sehingga tetap menggunakan tumpangsari. Hutan kota PT. Jakarta Propertindo atau Banjir Kanal Barat pada hakekatnya merupakan tipe hutan hijau sekitar bantaran sungai yang sangat dipengaruhi oleh kondisi sungai. Berdasarkan wilayah administrasi kawasan ini termasuk wilayah kota Jakarta Utara, Kecamatan Penjaringan. Kawasan ini terletak pada akses jalan Pluit, yang dapat dicapai melalui jalan Bandara Soekarno Hatta. Sisi utara dan selatan hutan tersebut berbatasan langsung dengan jalan raya dan sungai muara, dan bagian lainnya dibatasi dengan kawasan permukiman terutama dari kelompok sosial menengah dan penduduk asli kawasan tersebut. Konfigurasi lapangan kawasan ini merupakan hamparan dataran dengan kemiringan dengan sungai. Tapak memiliki topografi yang tidak bervariasi karena terletak pada bantaran sungai. Jenis yang lebih banyak tumbuh diareal datar dan landai. Areal yang cekung jika dialiri air drainasenya kurang baik karena berbentuk memutar dan membentuk rawa. Habitat kawasan hutan kota ini, terdiri dari tiga bentuk ekosistem perairan, pembangunan tata hijau dan bentuk konfigurasi lapangan yang relatif beragam. Jenis pohon yang tumbuh di hutan kota Srengseng sebanyak 65 jenis pohon. Kondisi hutannya mencerminkan bentuk hutan yang telah kembali hijau dari kondisi yang sebelumnya merupakan tanaman sayur-sayuran yang ditanam masyarakat karena sistem yang digunakan adalah sistem tumpang sari dengan terlihat beberapa lapisan tajuk yang terbentuk, baik pada lapisan tajuk teratas, dibawahnya dan tumbuhan bawah. Pada lokasi hutan kota PT. Jakarta Propertindo ini terdapat tiga layer stratifikasi yaitu strata I, strata II dan strata III. Vegetasi pada strata III tersebut terdiri jenis vegetasi yang berupa pohon dengan kerapatan Ind/Ha. Satwa liar yang dijumpai pada lokasi hutan kota, meliputi jenis burung air Raja udang (halyon chloris), Emprit (longchura sp) dan beberapa jenis Kadal (mabuia sp), Biawak (varanus salvatore), ular tanah, ular air, Tikus (raffus sp) dan Katak. Kawasan hutan ini selain berfungsi sebagai kawasan pelindung bantaran sungai dari abrasi oleh sungai, juga dimanfaatkan sebagai kawasan rekreasi dan penyerapan konservasi air. Halaman II - 35

62 Fasilitas yang terdapat di hutan kota PT. Jakarta Propertindo/Banjir Kanal Barat adalah : Pengaman sungai sebagai bantaran dan Pagar pengaman untuk lokasi hutan kota. 12). Hutan Kota Kawasan Berikat Nusantara Marunda, Jakarta Utara Kawasan hutan kota KBN Marunda ditetapkan berdasarkan SK Gubernur DKI Jakarta Nomor 196/2005 tanggal 1 Pebruari 2005, yang difungsikan sebagai wilayah Ruang Terbuka Hijau di daerah industri. Hutan kota KBN Marunda pada hakekatnya merupakan tipe hutan hijau untuk konservasi seluas 1,59 Ha. Berdasarkan wilayah administrasinya kawasan ini termasuk wilayah kota Jakarta Utara, Kecamatan Rorotan yang merupakan perbatasan dengan Wilayah Bekasi. Kawasan ini terletak pada akses jalan Marunda Raya, yang dapat dicapai melalui jalan Tol Tanjung Priok, sisi utara dan selatan hutan tersebut berbatasan langsung dengan jalan raya dan kawasan industri Marunda. Konfigurasi lapangan kawasan ini merupakan hamparan dataran dan tapak memiliki topografi yang tidak bervariasi yaitu dengan area datar karena merupakan pengurukan/reklamasi pembangunan kawasan. Pohon yang tumbuh di area merupakan hasil penghijauan yang dilakukan oleh Dinas Pertanian dan Kehutanan Provinsi DKI Jakarta dan pengelolan KBN Marunda. Jenis-jenisnya adalah MPTS seperti Mangga, Akasia, Ketapang, Flamboyan dan Jati. Habitat kawasan hutan kota ini merupakan kawasan pembangunan tata hijau dan bentuk konfigurasi lapangan relatif beragam. Komponen pembangunan tata hijau yang merupakan wujud hutan kota. Jenis-jenis pohon yang tumbuh relatif masih sedikit karena mulai dihijaukan. Tidak ada jenis yang mendominasi lokasi ini karena memang diperuntukkan untuk beragam tanaman yang terdapat di hutan kota ini. Kondisi hutannya mencerminkan bentuk tanaman yang telah kembali hijau dari kondisi yang sebelumnya kosong dengan terlihat hanya satu strata dengan kerapatan Ind/Ha. Jenis yang dikembangkan merupakan koleksi dari berbagai jenis tumbuhan yang dinilai dapat berfungsi sebagai penyangga kehidupan dan kenyamanan serta merupakan kawasan resapan air untuk tata air tanah (hidrorologis). Satwa liar yang dijumpai pada lokasi hutan KBN Marunda, meliputi jenis-jenis burung Gereja, burung Kutilang, burung Cinenen dan kadang-kadang karena dekat dengan laut dan hutan mangrove pada kawasan pantai terdapat burung air Raja udang (halyon chloris), Emprit (longchura sp) dan beberapa jenis Kadal (mabuai sp), Biawak (varanus salvatore), Tikus (raffus sp) dan Katak. Beberapa jenis serangga yang ditemukan Kupu kuning, Belalang dan Gangsir. Kawasan hutan kota ini berfungsi sebagai ruang terbuka hijau berfungsi sebagai kawasan lindung untuk flora dan fauna, juga dimanfaatkan sebagai kawasan rekreasi. Halaman II - 36

63 Fasilitas yang terdapat di hutan kota KBN Marunda belum ada karena masih standar luasan tanaman yang dikelola oleh pengelola kawasan KBN. 13). Hutan Kota Masjid Istiqlal Jakarta Pusat Kawasan hutan Srengseng ditetapkan berdasarkan SK Gubernur DKI Jakarta Nomor 202 Tahun 1995 dan diperbarui DK Gubernur Nomor 198/2005 tanggal 1 Pebruari 2005 yang difungsikan sebagai ruang terbuka hijau dan daerah resapan air serta plasma nutfah. Hutan kota Masjid Istiqlal lebih cocok sebagai taman kota dimana pohon yang mendominasi adalah jenis-jenis tanaman untuk taman. Pada hakekatnya merupakan tipe hutan konservasi resapan air, seluas 1,08 Ha. Berdasarkan wilayah administrasi pemerintahan kawasan ini termasuk wilayah kota Jakarta Pusat terletak di pusat kota yang di kelilingi gedung perkantoran, stasiun kereta api dan sungai Ciliwung. Kawasan ini terletak pada akses jalan raya yang dapat dicapai melalui jalan-jalan utama di Jakarta yaitu di sekitar Gambir dan stasiun Juanda. Sisi utara dan selatan hutan tersebut berbatasan langsung dengan jalan raya dan sungai Ciliwung, dan bagian lainnya dibatasi dengan kawasan lapangan Banteng dan komplek Gambir. Konfigurasi lapangan kawasan ini merupakan hamparan dataran dengan plot-plot kecil karena merupakan taman dari masjid terbesar di Indonesia. Tapak memiliki topografi yang bervariasi yaitu dengan area datar dan landai. Pohon-pohon yang tumbuh di area diantaranya jenis Akasia, Ketapang, Flamboyan dan Jati. Jenis yang lebih banyak tumbuh di areal datar dan landai. Drainase berbentuk memutar di dalam kawasan hutan kota ke kali Ciliwung dan ada kolam di samping masjid yang berguna sebagai resapan air. Habitat kawasan hutan kota ini, bentuk konfigurasi lapangan yang relatif beragam. Komponen pembangunan tata hijau yang merupakan wujud hutan kota. Jenis pohon yang tumbuh di hutan kota Masjid Istiqlal lengkap. Kawasan hutan ini selain berfungsi sebagai kawasan hijau dari masjid, juga dimanfaatkan sebagai kawasan rekreasi spiritual, kawasan ruang terbuka hijau yang diwajibkan untuk ruang-ruang penting di Jakarta dan sekitarnya. Fasilitas yang terdapat di hutan kota masjid sudah sangat lengkap dibandingkan dengan hutan kota lainnya diantaranya adalah : Plang dan lampu-lampu taman rekreasi. Tempat parkir yang cukup luas, memadai dan pagar pengaman. Fasilitas penyiraman yang sudah lengkap dan otomatis. Tempat sampah yang sudah lengkap dan teratur. Halaman II - 37

64 14). Hutan Kota Blok P Jakarta Selatan Kawasan hutan Srengseng ditetapkan berdasarkan SK Gubernur DKI Jakarta Nomor 864/2004, yang difungsikan sebagai wilayah resapan air dan plasma nutfah. Hutan kota Srengseng pada hakekatnya merupakan tipe hutan konservasi resapan air, seluas 1,64 Ha. Berdasarkan wilayah administrasi pemerintahan kawasan ini masuk wilayah Jakarta Selatan, terletak di jalan Prapanca Blok P dan bersebelahan dengan Balaikota Jakarta Selatan. Kawasan ini terletak pada akses jalan Prapanca, dapat dicapai melalui jalan Kemang sebelah pertokoan Blok M. Sisi utara dan selatan hutan tersebut berbatasan langsung dengan jalan raya akses, dan bagian timur berbatasan dengan balaikota Jakarta selatan sedang batas lainnya dengan kawasan permukiman terutama dari kelompok sosial menengah keatas. Konfigurasi lapangan kawasan ini merupakan hamparan bergelombang dengan kemiringan lereng (0,8 Ha), landai dengan kemiringan lereng (0,4 Ha) dan sisanya merupakan hamparan waduk (0,5 Ha). Tapak memiliki topografi yang bervariasi yaitu dengan area datar, landai, agak curam dan curam. Pohon yang tumbuh diarea yang cekung diantaranya jenis Akasia, Ketapang, Flamboyan, Jati dan banyak sekali jenis buah-buahan. Habitat kawasan hutan kota ini, sangat beragam dan membentuk pembangunan tata hijau dan bentuk konfigurasi lapangan yang relatif beragam komponen pembangunan tata hijau yang merupakan wujud hutan kota. Jenis pohon yang tumbuh di hutan kota blok P merupakan pengkayaan berbagai jenis tanaman buah-buahan yang rata-rata penanaman tahun 2003 sehingga mempunyai tinggi sekitar 4-8 meter. Jenis yang mendominasi lokasi ini jenis buah-buahan yang merupakan hasil penanaman serempak oleh pejabat-pejabat yang kota yang telah di plot. Kondisi hutannya mencerminkan bentuk hutan yang telah kembali hijau dari kondisi yang sebelumnya dengan terlihat beberapa lapisan tajuk yang terbentuk, baik pada lapisan tajuk teratas, dibawahnya dan tumbuhan bawah. Jenis yang dikembangkan merupakan koleksi dari berbagai jenis tumbuhan yang dinilai dapat berfungsi sebagai penyangga kehidupan dan kenyamanan serta merupakan kawasan resapan air untuk kepentingan tata air tanah (hidrorologis). Pada lokasi hutan kota Blok P ini terdapat tiga layer stratifikasi yaitu strata II, strata III dan strata IV. Pada strata III tersebut dari jenis vegetasi yang lebih banyak dibandingkan dengan strata lainnya. Vegetasi pada strata IV tersebut terdiri jenis vegetasi yang berupa pohon yang menghasilkan bunga. Tingkat kerapatan pohon mencapai Ind/Ha. Satwa liar yang dijumpai pada lokasi hutan kota Blok P, meliputi jenis burung Kutilang, Gereja, burung Merpati. Sedangkan beberapa jenis serangga yang ditemukan meliputi Kupu kuning, Belalang, Gangsir dan Orong-orong. Halaman II - 38

65 Kawasan hutan ini selain berfungsi sebagai kawasan lindung baik flora dan fauna, juga dimanfaatkan sebagai kawasan rekreasi, wahana penelitian plasma nutfah dan pelatihan bagi petugas pengelola hutan kota diseluruh DKI Jakarta dan sekitarnya. Fasilitas yang terdapat di hutan kota Blok P sudah sangat lengkap dibandingkan dengan hutan kota lainnya diantaranya adalah : Penangkaran rusa. Penangkaran burung. Monumen dan Taman Ade Irma Suryani. Lampu taman. Halte taman. Pintu air. Dari kaitan tersebut untuk mempertahankan penggunaan lahan dan menambah luas hutan kota, program yang telah dilaksanakan oleh pemerintah Provinsi DKI Jakarta pada tahun 2010 serta tahun 2011 adalah : 1. Penggunaan lahan harus efisien mengingat lahan sangat terbatas bila dibandingkan dengan kebutuhan untuk menampung pertumbuhan dan perkembangan aktivitas sosial. Persentase penggunaan lahan yang tertinggi adalah perumahan sebesar 37,30 persen, industri 5,40 persen, jalan dan saluran sebesar 14,57 persen. Lahan yang diperuntukan bagi Ruang Terbuka Hijau (RTH) baru mencapai ,42 Ha (24,44 %), dan dilihat dari penyebarannya di wilayah Kotamadya Jakarta Utara persentase RTH paling tinggi dibandingkan dengan wilayah lainnya dan Jakarta Selatan merupakan daerah resapan RTH relatif rendah. 2. Rencana Pengembangan dan Program Pembangunan Hutan Kota Lokasi yang telah ditetapkan dan telah dibuat detail perencanaannya yaitu hutan Kota UI Depok, Hutan Kota Kemayoran, Hutan Kota Arboretum Cibubur, Hutan Kota Mabes ABRI Cilangkap, Hutan Kota Situ Rawa Dongkal, Hutan Kota Pluit, Hutan Kota PT. JIEP Pulogadung, Hutan Kota Halim Perdanakusumah, serta Hutan Kota Srengseng. 3. Melakukan program pembangunan hutan kota antara lain : 1). Program Jangka Pendek Program jangka pendek meliputi kegiatan-kegiatan antara lain : Inventarisasi lokasi yang memungkinkan untuk pembangunan hutan kota. Pembebasan lahan secara bertahap. Penyuluhan. Pembangunan unit percontohan bekerjasama dengan instansi/para pengelola lahan. Menyusun pedoman dan petunjuk teknis. Halaman II - 39

66 2). Program Jangka Menengah Setelah program jangka pendek dilaksanakan perlu segera dilanjuti dengan program jangka menengah, hal-hal yang perlu dilaksanakan pada program ini adalah : Pembinaan Masyarakat Pembinaan masyarakat khususnya masyarakat sekitar lokasi yang akan dibangun hutan kota, juga termasuk para pengusaha real estate dan masyarakat yang perlu diberikan pengertian tentang manfaat hutan kota baik secara langsung maupun tidak langsung agar dapat dinikmati oleh masyarakat. Pengertian tersebut disampaikan melalui kegiatan penyuluhan oleh instansi terkait. Dari pembinaan tersebut dapat diharapkan tumbuh kesadaran dan partisipasi masyarakat dalam pembangunan hutan kota. Untuk menggalakkan peran serta masyarakat dalam kegiatan tersebut perlu disertai dengan penyuluhan, kampanye dan gerakan penghijauan di wilayah kota dalam rangka membangun hutan kota. Selain instansi terkait yang dapat melakukan pembinaan terhadap masyarakat juga diajak lembaga swadaya masyarakat dalam penyelenggaraan hutan kota yang dapat memberikan motivasi positif mendorong ke arah meningkatnya kesadaran akan pentingnya hutan kota. Pembangunan Hutan Kota Penyiapan rencana pembangunan hutan kota untuk mencapai sasaran program pembangunan hutan kota sebagai upaya pokok program jangka menengah dalam pembangunan hutan kota diambil langkah-langkah sebagai berikut : Pembinaan Hutan Kota Dalam rangka menjaga kelestarian hutan kota yang sudah ada perlu adanya pembinaan terhadap pemeliharaan dan pengamanannya. Pembinaan yang dilakukan dalam suatu ekosistem yang utuh antara alam dan makhluk hidup yang menjadi penghuninya, baik ditinjau dari aspek lingkungan, ekonomi, dan sosial politik. a). Pemeliharaan hutan kota dalam rangka penanggulangan dan pengendalian terhadap hama dan penyakit, peremajaan, pemangkasan, penyulaman dan lain-lain. Pemeliharaan dilakukan pada saat awal pelaksanaan, setelah penanaman dan setelah bibit tumbuh di lapang. b). Pembinaan ditujukan khususnya terhadap hasil-hasil yang dicapai dalam pembangunan hutan kota. Kegiatan yang perlu dilakukan dalam pembinaan antara lain: Penataan kembali pembangunan areal ruang terbuka hijau dan menetapkan lokasi yang memungkinkan untuk pembangunan hutan kota. Halaman II - 40

67 Penentuan areal konservasi wilayah perkotaan dalam bentuk hutan kota sesuai dengan luas yang telah diperlukan. Melaksanakan inventarisasi terhadap : o o o Areal hutan kota yang telah ada. Areal yang mengalami pencemaran diatas ambang batas ditentukan dalam wilayah hutan kota. Wilayah kota yang potensial untuk mengembangkan hutan kota. Menetapkan areal hutan kota pada setiap kawasan real estate. Melaksanakan intensifikasi hutan kota yang telah ada agar dapat berfungsi secara optimal dalam memulihkan kondisi lingkungan. Melaksanakan pembinaan dan pembangunan pada areal hutan kota yang sudah ada sebagai habitat flora dan fauna. Melakukan pengkayaan tanaman terhadap hutan kota yang kurang vegetasi berupa pohon sehingga dapat berfungsi sebagai pengendali lingkungan. c). Melaksanakan Studi Penelitian studi dan penelitian terhadap berbagai aspek dalam pembangunan hutan kota perlu dilaksanakan sebagai upaya pengembangan hutan serta meningkatkan kualitas yang akan dicapai. d). Penyelenggaraan Pendidikan dan Pelatihan Untuk menunjang pelaksanaan pembangunan hutan kota perlu diselenggarakan pendidikan dan latihan bagi para petugas maupun penyuluh untuk meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan dalam pengelolaan hutan kota. 3). Program Jangka Panjang Sasaran yang ingin dicapai dalam pembangunan hutan kota adalah : Tumbuh dan berkembangnya kesadaran dan partisipasi masyarakat melestarikan hasil pembangunan hutan kota. Terciptanya atau terbentuknya hutan kota pada setiap wilayah permukiman atau kawasan di wilayah kota yang merupakan kantong-kantong pengendali pencemaran udara dan kantong resapan air. Terkendalinya pencemaran dan polusi udara hingga emisi gas kendaraan bermotor dan industri agar dapat ditangkal oleh hutan kota. Terciptanya Jakarta yang bersih, nyaman, dan sejuk, hingga warga Jakarta tetap sehat dan terhindar dari penyakit stres akibat kesibukan sehari-hari. Halaman II - 41

68 Dalam menambah perluasan hutan kota dan mengurangi polusi udara di DKI Jakarta pada tahun 2009, sesuai dengan diterbitkannya Keputusan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta nomor 728/2009 tentang Penertiban 27 (dua puluh tujuh) Titik Lokasi Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) yang Beroperasi di Jalur Hijau/Taman/Ruang Terbuka Hijau (RTH) dan daerah Milik Jalan maka pemerintah daerah telah melakukan pembebasan tanah yang saat ini banyak yang terlantar dan akan dijadikan lahan terbuka hijau, dan melakukan pembebasan SPBU yang menempati areal jalur hijau, dimana untuk wilayah Jakarta Selatan mencapai 9 (sembilan) lokasi, yang menggunakan lahan seluas M 2, wilayah Jakarta Jakarta Timur sebanyak 3 (tiga) Selatan sebanyak 10 (sepuluh) lokasi dengan menggunakan lahan seluas M 2, Jakarta Pusat mencapai 9 (sembilan) lokasi, yang menggunakan lahan seluas M 2, wilayah Jakarta Barat sebanyak 3 (tiga) lokasi dengan menggunakan lahan seluas M 2, wilayah Jakarta Timur sebanyak 3 (tiga) lokasi dengan menggunakan lahan seluas M 2, dan wilayah Jakarta Utara sebanyak 3 (tiga) lokasi dengan menggunakan lahan seluas M 2, hal ini dilakukan untuk mengejar target perluasan RTH yang dimana pada tahun 2009 baru 9-10 persen dari luas Ibukota Jakarta yaitu sebesar 650 Km 2, dimana target pada tahun 2011 adalah sekitar 14 persen Keanekaragaman Hayati Keanekaragaman hayati menurut UU Nomor 5 Tahun 1994 adalah keanekaragaman di antara makhluk hidup dari semua sumber termasuk di dalamnya daratan, lautan dan ekosistem akuatik. Keanakeragaman hayati merupakan anugerah terbesar bagi umat manusia karena dapat memberikan sumber kehidupan, penghidupan dan kelangsungan hidup manusia. Keanekaragaman yang tinggi akan dapat menghasilkan kestabilan lingkungan yang mantap Keanekaragaman Ekosistem Di lingkungan manapun di muka bumi ini, maka akan ditemukan makhluk hidup. Semua makhluk hidup berinteraksi atau berhubungan erat dengan lingkungan tempat hidupnya. Lingkungan hidup meliputi komponen biotik dan komponen abiotik. Komponen biotik meliputi berbagai jenis makhluk hidup mulai yang mempunyai sel satu (uni seluler) sampai makhluk hidup bersel banyak (multi seluler) yang dapat dilihat langsung oleh kita. Komponen abiotik meliputi iklim, cahaya, batuan, air, tanah, dan kelembaban, ini semua disebut faktor fisik. Selain faktor fisik, ada faktor kimia, seperti salinitas (kadar garam), tingkat keasaman, dan kandungan mineral. Di dalam ekosistem, seluruh makhluk hidup yang terdapat di dalamnya selalu melakukan hubungan timbal balik, baik antar makhluk hidup maupun makhluk hidup dengan lingkungannya atau komponen abiotiknya. Hubungan timbal balik ini menimbulkan keserasian hidup di dalam suatu ekosistem. Perbedaan letak geografis antara lain merupakan faktor yang menimbulkan berbagai bentuk ekosistem. Keanekaragaman jenis flora dan fauna yang menempati suatu daerah akan membentuk ekosistem yang berbeda. Totalitas Halaman II - 42

69 variasi gen, jenis dan ekosistem menunjukkan terdapat perbagai variasi bentuk, penampakan, frekuensi, ukuran dan sifat lainnya pada tingkat yang berbeda merupakan keanekaragaman hayati. Salah satu komunitas ekosistem yang ada di DKI Jakarta dan bermanfaat dalam menjaga kelangsungan hidup manusia adalah adanya komunitas mangrove yang merupakan ekosistem hutan yang khas dan unik yang berpotensi sebagai perlindungan terhadap wilayah pesisir dan pantai dari ancaman sedimentasi, abrasi dan intrusi air laut. Erosi di pantai Marunda yang tidak bermangrove selama 2 bulan mencapai 2 meter, sedangkan yang bermangrove hanya 1 meter. Selain itu hutan mangrove dapat dimanfaatkan pula sebagai wahana rekreasi alam hutan wisata payau. Menurut Rusminarto et al (1984) dalam pengamatannya pada areal hutan mangrove di Tanjung Karawang mengatakan bahwa dengan dibukanya kawasan mangrove menjadi pertambakan, maka perkembangan nyamuk Anopheles sp yang merupakan vektor penyakit malaria jumlahnya akan semakin tinggi. Hal ini mengindikasikan bahwa pembukaan pertambakan pada areal hutan mangrove akan meningkatkan bahaya penyebaran penyakit malaria. Tekanan berat terhadap kawasan mangrove di DKI Jakarta akibat perambahan dan alih fungsi kawasan menjadi permukiman, pembangungan fasilitas rekreasi dan pemanfaatan lahan pasang surut untuk budidaya tambak mengakibatkan penurunan luas hutan mangrove apabila dibandingkan dengan tahun Pada tahun 2010 Luas lokasi hutan mangrove di DKI Jakarta adalah sebesar 376,02 Ha dengan persentase tutupan antara persen dan kerapatan pohon/ha dengan rincian wilayah Jakarta Utara Kawasan Ekosistem Mangrove Tol Sedyatmo 95,50 Ha, Hutan Lindung Angke Kapuk 44,76 Ha, Kawasan Taman Suaka Margasatwa Muara Angke 25,02 Ha, Kawasan Wisata Alam Angke Kapuk 99,82 Ha, Kebun Bibit Angke Kapuk 10,51 Ha dan wilayah Kepulauan Seribu yang meliputi Cagar Alam Pulau Bokor 18,00 Ha, Suaka Margasatwa Pulau Rambut 45,00 Ha, Pulau Penjaliran Timur 18,41 Ha, dan Pulau Penjaliran Barat 19,50 Ha, sedang pada tahun 2011 Luas lokasi hutan mangrove di DKI Jakarta relatif sama yaitu sebesar 376,02 Ha dengan persentase tutupan adanya kenaikan antara persen dan adanya kenaikan kerapatan pohon/ha dengan rincian wilayah Jakarta Utara Kawasan Ekosistem Mangrove Tol Sedyatmo 95,50 Ha, Hutan Lindung Angke Kapuk 44,76 Ha, Kawasan Taman Suaka Margasatwa Muara Angke 25,02 Ha, Kawasan Wisata Alam Angke Kapuk 99,82 Ha, Kebun Bibit Angke Kapuk 10,51 Ha dan wilayah Kepulauan Seribu yang meliputi Cagar Alam Pulau Bokor 18,00 Ha, Suaka Margasatwa Pulau Rambut 45,00 Ha, Pulau Penjaliran Timur 18,41 Ha, dan Pulau Penjaliran Barat 19,50 Ha, tetapi sejak tahun 2009 pemerintah DKI Jakarta, warga masyarakat, Lembaga Peduli Mangrove melakukan penanaman pohon mangrove di kawasan Restorasi Ekologis Hutan Lindung Angke, Kapuk, Jakarta Utara, dan tahun 2010 warga masyarakat, Lembaga Peduli Mangrove melakukan penanaman sebanyak batang pohon mangrove, dan pada tahun 2011 AEON yaitu lembaga nirlaba dari Jepang yang berjumlah 500 orang berkunjung ke Jakarta untuk melakukan penanaman mangrove sebanyak batang pohon, selain para pihak/instansi yang ikur berpartisipasi dalam penanaman Halaman II - 43

70 pohon penghijauan/reboisasi seperti terlihat pada Tabel UP-3A (T) pada Buku Data di kawasan Restorasi Ekologis Hutan Lindung Angke, Kapuk, Jakarta Utara, dan terus bertambah dari tahun ke tahun. Semakin menurunnya kawasan mangrove di wilayah DKI Jakarta harus dicermati sebagai langkah awal untuk menyelamatkan dan melestarikan kawasan mangrove atas dasar pulih kembalinya ekosistem semirip mungkin dengan kondisi sebelum mengalami kerusakan. Hal ini diharapkan dapat berfungsi sebagai pengendalian terhadap ancaman degradasi kawasan mangrove sebagai jalur penyangga wilayah pantai guna meningkatkan taraf hidup masyarakat sekitarnya Keanekaragaman Spesies Mangrove juga memiliki fungsi ekologis sebagai habitat berbagai jenis satwa liar. Keanekaragaman fauna di hutan mangrove cukup tinggi, secara garis besar dapat dibagi dua kelompok, yaitu fauna akuatik seperti ikan, udang, kerang, dan lainnya serta kelompok terestrial seperti insekta, reptilia, amphibia, mamalia, dan burung (Nirarita et al., 1996). Di Pulau Jawa tercatat 167 jenis burung dijumpai di hutan mangrove, baik yang menetap maupun migran (Nirarita et al., 1996). Kalong (Pteropus vampyrus), Monyet (Macaca fascicularis), Lutung (Presbytis cristatus), Bekantan (Nasalis larvatus), kucing Bakau (Felis viverrina), Luwak (Paradoxurus hermaphroditus), dan Garangan (Herpetes javanicus) juga menyukai hutan mangrove sebagai habitatnya (Nontji, 1987). Beberapa jenis reptilia yang hidup di hutan bakau antara lain Biawak (Varanus salvator), ular Belang (Boiga dendrophila), ular Sanca (Phyton reticulatus), dan jenis-jenis ular air seperti Cerbera rhynchops, Archrochordus granulatus, Homalopsis buccata, dan Fordonia leucobalia. Dua jenis katak yang dapat ditemukan di hutan mangrove adalah Rana cancrivora dan R. limnocharis (Nirarita et al., 1996). Hutan mangrove juga sebagai habitat beberapa jenis burung yang dilindungi seperti Pecuk ular (Anhinga anhinga melanogaster), Bintayung (Freagata andrew-si), Kuntul perak kecil (Egretta garzetta), Kowak merah (Nycticorax caledonicus), Bangau tongtong (Leptoptilos javanicus), Ibis hitam (Plegadis falcinellus), Bangau hitam (Ciconia episcopus), burung Duit (Vanellus indicus), Trinil tutul (Tringa guitifer), Blekek Asia (Limnodromus semipalmatus), Gegajahan Besar (Numenius arquata), dan Trulek lidi (Himantopus himantopus) (Sutedja dan Indrabrata, 1992). Jenis-jenis burung Egretta eulophotes, Kuntul perak (E. intermedia), Kuntul putih besar (E. alba), Bluwok (Ibis cinereus), dan Cangak laut (Ardea sumatrana) juga mencari makan di dekat hutan mangrove (Whitten et al., 1988). Keanekaragaman hayati baik flora dan fauna di DKI Jakarta secara umum tidak berbeda jauh dengan keadaan flora dan fauna lainnya di pulau Jawa. Hal ini karena adanya kesatuan geografis meskipun saat ini sudah banyak mengalami pengurangan akibat tingginya pembangunan di DKI Jakarta. Jenis tumbuhan yang terdapat di DKI Jakarta cukup bervariasi mulai dari jenis tumbuhan pantai sampai dengan jenis tumbuhan dataran/pegunungan dan palawija. Akan tetapi sampai dengan tahun 2011 ini belum dapat diketahui jumlah seluruh jenis tumbuhan yang ada di DKI Jakarta, hanya jenis tumbuhan pantai khususnya yang ada di kepulauan Seribu yang sudah terdeteksi yaitu ada sekitar 86 jenis. Untuk jenis tumbuhan pantai umumnya didominasi oleh jenis pohon Kelapa, Cemara laut, Ketapang, Rutun, Halaman II - 44

71 Mengkudu dan Pandan laut. Disamping itu di beberapa pulau di Kepulauan Seribu banyak ditemukan Sukun. Dari gambaran tersebut diatas bahwa keanekaragaman hayati baik flora dan fauna banyak terdapat di wilayah tersebut. Untuk lebih jelasnya dapat diuraikan sbb : a. Kawasan Suaka Margasatwa Pulau Rambut Pulau Rambut saat ini statusnya menjadi suaka margasatwa berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan Nomor 275/Kpts/-II/1999. Luas suaka margasatwa P. Rambut terdiri dari 45 Ha kawasan perairan dan 45 Ha kawasan daratan. Satwa liar yang dilindungi di P. Rambut adalah dari jenis burung dengan populasi sekitar ekor. Delapan belas jenis burung dari 49 yang dijumpai di dalam kawasan suaka margasatwa P. Rambut termasuk dalam kategori dilindungi, diantaranya Elang bondol (Halieeaetus indus), burung Pecuk ular (Anhnga anhinga), Roko-roko (Plegadis falcneleus), Bluwok (ibis cinereus), Pelatuk besi (Thereskiornis aethiopica), Kuntul (Egretta sp), dan Raja udang biru kecil (Halcyon chloris). Jenis-jenis burung lain yang banyak dijumpai antara lain burung Camar (Larus sp), Cangak (Ardea sp), Trigil (Tringa sp) dan Gajahan (Numenius schopus). Beberapa jenis burung bernyanyi yang masih sering terlihat antara lain Kepodang (Oriolus sp), Jalak suren (Sturnus contrajala), Kutilang (Pycnonotus aurigaster) dan Prejak. Satwa liar lain adalah jenis primata. Selain itu, P. Rambut memiliki vegetasi tipe khas relatif utuh, yaitu hutan pantai, hutan mangrove dan hutan sekunder campuran. b. Kawasan Cagar Alam Pulau Bokor Cagar alam P. Bokor ditetapkan dengan Surat Keputusan Gouvernor General Hindia Belanda Nomor 6 tahun 1931 (Stbl. Nomor 683). P. Bokor secara spesifik ditetapkan sebagai cagar alam untuk perlindungan botanis dengan luas 18 Ha. Beberapa jenis burung yang dijumpai dalam kawasan ini adalah Dara laut (Ducula bicolor), Burung angin (Fregata ariel) dan Kepodang (Oriolus chinensis). Selain itu juga dijumpai Kera ekor panjang (Macaca fascicularis) yang merupakan jenis introduksi. Di pulau ini didominasi burung air dan dara laut. Sedang vegetasi yang dilindungi adalah vegetasi mangrove dari jenis Rhizopora mucronata dan S. alba. c. Kawasan Cagar Alam Pulau Peteloran Barat Cagar alam P. Peteloran Barat memiliki luas 11,3 Ha dan merupakan wilayah dalam Zona Inti II. Cagar alam P. Peteloran Barat merupakan kawasan untuk perlindungan ekosistem mangrove dan Penyu sisik (Eretmochelys imbricata). P. Peteloran Barat merupakan salah satu lokasi tempat bertelur penyu sisik di Kepulauan Seribu, yakni di lokasi pasir bercampur karang yang merupakan daerah perairan yang tenang. Di kawasan ini ditemukan 3 (tiga) jenis vegetasi mangrove, yakni jenis Rhizopora mucronata, C. tagal dan Avicennia marina. d. Kawasan Cagar Alam Pulau Penjaliran Barat Cagar alam P. Penjaliran Barat termasuk dalam wilayah Zona Inti II yang berfungsi sebagai kawasan perlindungan ekosistem mangrove. Surat Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan Nomor Halaman II - 45

72 220/Kpts-II/2000 menetapkan kembali wilayah kawasan hutan dan perairan di Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta, termasuk penetapan kawasan pelestarian alam yang meliputi P. Penjaliran Barat dan P. Penjaliran Timur. Luas P. Penjaliran Barat adalah 8,3 Ha. Di kawasan ini ditemukan 4 (empat) jenis vegetasi mangrove, yaitu jenis Rhizopora stylosa, C. tagal, S. alba dan Avicennia marina, dimana kondisinya mengalami penurunan akibat abrasi. e. Kawasan Cagar Alam Pulau Penjaliran Timur Cagar alam P. Penjaliran Timur juga menjadi bagian Zona Inti II. Luas P. Penjaliran Timur adalah 18,41 Ha. Di kawasan ini ditemukan 4 (empat) jenis vegetasi mangrove, yaitu jenis Rhizopora stylosa, C. tagal, S. alba dan Avicennia marina, kondisinya juga mengalami penurunan akibat abrasi. Selain hal tersebut diatas sejak tahun 1939 pesisir Teluk Jakarta bagian Barat telah ditetapkan sebagai kawasan lindung berupa cagar alam dan hutan lindung seluas 15,05 Ha. Dalam perkembangannya, status tersebut berubah menjadi kawasan lindung Tegal Alur Angke Kapuk sesuai dengan ketetapan SK Menteri Pertanian Nomor 161/UM/1977 seluas 335,5 Ha dan dengan SK Kehutanan Nomor 667/Kpts-II/1995 berubah kembali menjadi 327,7 Ha. Area yang ditetapkan terakhir ini terdiri dari cagar alam Muara Angke 25,02 Ha; hutan lindung Angke 44,76 Ha; hutan wisata alam 99,82 Ha; hutan dengan tujuan khusus yaitu kebun pembibitan 10,51 Ha, transmisi PLN 23,07 Ha, Cengkareng Drain 28,93 Ha, serta jalan tol dan jalur hijau 95,50 Ha. Sedangkan berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan Nomor 755/Kpts- II/UM/1998, tahun 1998, cagar alam Muara Angke ditetapkan sebagai suaka margasatwa Muara Angke dengan luas 25,02 Ha. Kawasan lindung tersebut merupakan kawasan hutan sesuai dengan sifat alamnya yang merupakan sistem penyangga kehidupan, seperti pengaturan tata air, pencegahan bencana banjir, pengendalian erosi, pencegahan intrusi air laut serta pemeliharaan kesuburan tanah. Surat Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan Nomor 220/Kpts-II/2000 mengatur kawasan lindung di wilayah Provinsi DKI Jakarta seluas ,45 Ha, yang terdiri dari Taman Nasional Kepulauan Seribu seluas ,50 Ha; taman wisata alam Angke Kapuk seluas 99,82 Ha; cagar alam P. Bokor seluas 18 Ha; suaka margasatwa P. Rambut seluas 90 Ha; suaka margasatwa Muara Angke seluas 25 Ha; hutan lindung Angke Kapuk seluas 44,76 Ha, hutan produksi Angke Kapuk seluas 158,35 Ha. f. Suaka Margasawa Muara Angke Berbatasan dengan tanggul kawasan Pantai Indah Kapuk ke arah suaka margasatwa sebagian besar digenangi air, sehingga tumbuhan di kawasan ini merupakan vegetasi rawa yang langsung terkena pengaruh pasang surut air laut. pohon Pidada atau Bidara (Sonneratia alba) merupakan jenis yang sering dijumpai selain Api-api (Avicenia marina), Jangkar (Bruguiera sp), Api-api (Rhizopora sp), Waru laut (Thespesia populnea), Buta-buta (Ezcoecaria agallocha), Nipah (Nypa fruticans) dan Ketapang (Terminalia catapa), luas Suaka Margasatwa Muara Angke pada tahun 2011 adalah 25,02 Ha. Halaman II - 46

73 Suaka margasatwa Muara Angke ditetapkan sebagai kawasan hutan mangrove yang seharusnya didominasi oleh pohon, namun kondisinya saat ini merupakan lahan rawa terbuka yang didominasi oleh herba seperti Warakas (Acrostichum aureum) dan Seruni (Wedelia biflora). Salah satu keunikan ekosistem khas mangrove di kawasan Muara Angke adalah adanya tumbuhan rotan (Calamus sp) yang spesifik. Keberadaan pohon relatif sporadis. Pada lahan rawa terbuka tumbuh vegetasi bukan spesifik penghuni hutan mangrove seperti Gelagah (Saccharum spontaneum), Putri malu (Mimosa pudica), Talas lompong (Colocasia sp), dan Kangkung (Ipomoea sp). Tumbuhan di atas merupakan tumbuhan yang hidup pada kondisi bukan payau. Pada tabel dibawah dapat dilihat jenis vegetasi di Kawasan Hutan Lindung dan Fauna yang Dilindungi di Muara Angke : TABEL : II.4. JENIS VEGETASI DI KAWASAN LINDUNG MUARA ANGKE, ANGKE KAPUK DAN KAMAL, TAHUN 2011 POHON Avicennia sppp Acasia auriculiformis Cocos nucifera Delonix regia Leucaena luecocephala Mimusops elengi Morinda citrifolia Pithecolobium dulchis Raisthonia regia Rhizopora mucronata Sonneratia caseolaris Thepesia populnea Excoecaria agallocha NAMA DAERAH Api-api Akasia Kelapa Flamboyan Lamtoro Tanjung Mengkudu Asem londo Bakau-bakau Pidada/bidara Waru laut Buta-buta PERDU, SEMAK DAN RERUMPUTAN NAMA DAERAH Acrostichum aureum Warakas Achiranthes aspea Jarong lalaki A. bidenata Sui in sui talum Altemanthera repens Daun tolod, kremh Andropogon aciculate Jukut domdoman A. intermedius Rumput pipit Boreria latifolia Gelotrak, ketumpang lemah Bracharia nutica Jukut Inggris Calopogonium mucroides Centrosema pubescens Ki bensin Clome aspera Maman, enceng-enceng Chloris barbata Rumput jejarongan Cyoerus hasapar Papa air C. rotondus Rumput teki C. platyterus Rumput Desmodium heterophyla Kimules D. trifolium Katumpang Eclypta alba Urang-aring Elephantopus scaber Tapak liman Eleochine indica Jukut carulang bersambung Halaman II - 47

74 PERDU, SEMAK DAN RERUMPUTAN NAMA DAERAH Eichornia crassipes Eceng gondok Emilia sanchifolia Jonge Ergastis sp Jukut karukuan Eupathorium odorantum Kirinyuh Fimbristilis aeroginosa Babawangan beureum Heliochares dulchis Babawangan H. indica Himenographis interukta Ipomoea acuatica Kangkung I. histula Kangkung Bandung I. pescaprae Katang-katang Leucas lavondulafolia Paci-paci Melastoma malabathricum Harendong Micania cordata Cipatuheun Mimossa invisa Borang M. nigra Cucuk Garut M. pudica Si kejut/putri malu Oxalis barbata Calincing Merenia genela Panicum repens Jejahean/lalampyangan Passiflora foetida Kaceprata Pasphallum scobeculata Jukut pingping kasir Physalis minima Cecedet P. neruli Meniran Pestia stratoides Ki apu Pluche indica Bluntas Politicha qinaura Poligonium sp Bingbin Portulaca oleaceae Gelang krokot Dricardosonia brassiliensis Gelagah Saccharum spontaneum Salvinia natans Mata lele Screpus grassus Walingi Sesivium porthulacastrum Gelang laut, kembang gelang Sphaerates sp Ki heuleut S. yamaysensis Jarong Sueda maritima Melur Tacca pinnata Gading tikus Typha augustifolia Lembang, walingi Urenia lobata Pungpurutan Vitis tripfolia Daun kapialun, galing Wedelia biflora Seruni Yussiae parvivolia Cacabean sambungan Sumber : PT. Mandara Permai, 2011 Keterangan : Suaka margasatwa Muara Angke dihuni oleh burung dengan jenis yang sama dengan penghuni suaka margasatwa P. Rambut, oleh karena sebagian besar burung tersebut mencari makan di pesisir Teluk Jakarta. Macaca fascicularis yang dikenal sebagai Monyet Ancol juga menghuni kawasan ini, yang diperkirakan jumlahnya tinggal 40 ekor. Fauna liar lainnya yang dijumpai adalah kelompok reptilia, seperti Halaman II - 48

75 Biawak (Varanus salvator), Kadal (Mabula multifasciata), ular Hijau (Dryophis prasinus) dan ular Cincin (Boiga dendrophila). Untuk mempertahankan kondisi suaka margasatwa Muara Angke sebagai ekosistem mangrove, telah diusahakan penanaman Bakau (Rhizopora mucronata) dan Api-api (Avicenia sp) yang telah berlangsung sejak bulan Agustus 1999 melalui kerjasama antara Lembaga Pengkajian Mangrove, Yayasan Kehati, Kanwil Kehutanan DKI Jakarta dan Dinas Kehutanan DKI Jakarta. g. Hutan Lindung Angke Kapuk Kawasan hutan lindung Angke Kapuk yang mempunyai luas pada tahun 2010 sebesar 44,76 Ha, letaknya memanjang sejajar pantai sepanjang ± 5 Km dengan lebar 100 meter dari garis pasang surut yang terbentang mulai dari batasan hutan wisata Kamal ke arah timur hingga suaka margasatwa Muara Angke. Dibandingkan tahun sebelumnya, tidak terdapat perubahan yang berarti sampai tahun Di dalamnya terdapat areal permukiman Pantai Indah Kapuk dengan batas sebelah Selatan adalah jalan tol Prof. Sedyatmo dan jalan Kapuk Muara. Keberadaan flora ditampilkan oleh flora khas pesisir, bakau atau mangrove, hingga keberadaannya menjadi spesifik jika dibandingkan dengan kawasan permukiman. TABEL : II.5. FAUNA YANG DILINDUNGI DI SUAKA MARGASATWA MUARA ANGKE, TAHUN 2011 NO KELOMPOK NAMA DAERAH SPESIES 1. Mamalia Monyet Macaca fascicularis 2. Reptilia Biawak Varanus salvator 3. Reptilia Ular cincin mas Boiga dendrophila 4. Reptilia Ular piton Phyton sp 5. Burung Pecuk padi Phalacocorax pygmaeus 6. Burung Pecuk ular Anhinga anhinga 7. Burung Kowak maling Nyticorax nyticorax 8. Burung Pelatuk besi Thereskiomia 9. Burung Raja udang Halcyon chloris 10. Burung Blekok Ardeola speciosa 11. Burung Kuntul Egretta intermedia 12. Burung Kuntul kecil Egretta gazeta 13. Burung Cangak abu Arde cinerea 14. Burung Cangak merah Ardea Sumber : Suaka Margasatwa Muara Angke, 2011 Keterangan : Jenis vegetasi yang tumbuh di hutan lindung relatif terbatas, sedang tumbuhan bawah jarang terlihat oleh karena di pengaruhi pasang-surut. Tumbuhan bawah hanya terdapat pada area yang cenderung lebih ke darat. Ketebalan hutan lindung sekitar 40 meter. Vegetasi yang tumbuh di kawasan lindung relatif homogen, didominasi Api-api (Avicennia sp), sedangkan Bakau (Rhizoposa sp) hanya tumbuh di beberapa Halaman II - 49

76 area yang sempit sehingga tumbuhan tersebut tampak sporadis. Jenis vegetasi yang ada pada tingkat pohon adalah Avicennia marina, A. officinalis, A. alba, Delonix regia, Sonneratia caseolaris, Thespesia popoulne; sedangkan Rhizopora mucronata dan Excoecaria agallocha pada tingkat tiang. Pada tingkat sapihan yang menonjol adalah Avicennia marina, A. officinalis, A. alba, Rhizopora mucronata, Acasia auliculiformis dan Delonix regia. Beberapa bagian hutan lindung Angke Kapuk mengalami abrasi yang cukup kuat oleh gempuran ombak. Dalam upaya mempertahankan keberadaan hutan lindung, di beberapa bagian pantai di lakukan penanaman vegetasi bakau. Keberhasilan tumbuh vegetasi tersebut mengalami hambatan oleh gelombang laut yang cukup besar. Fauna yang terdapat di hutan lindung Angke Kapuk antara lain didominasi oleh burung pantai yang berjenis sama dengan yang terdapat di suaka margasatwa P. Rambut, yaitu Pecuk ular (Anhinga melanogaster), Kowak maling (Nycticorax nycticorax), Kuntul putih (Egretta sp), Kuntul kerbau (Bubulcus ibis), Cangak abu (Ardea cinerea), Blekok (Ardeola speciosa), Belibis (Anas gibberrfrons), Cekakak (Halycon chloris), Pecuk (Phalacrocorax sp) dan Bluwak (Mycteria cineria). Satwa lain selain jenis burung adalah Biawak (Varanus salvator), Monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) dan beberapa jenis ular. h. Hutan Wisata Kamal Sampai dengan tahun 2011 ini, hutan wisata Kamal merupakan kawasan dengan vegetasi mangrove paling luas dan tidak berubah apabila dibandingkan dengan tahun 2010, yaitu sekitar 110,00 Ha. Di dalam kawasan ini terdapat areal kebun bibit mangrove seluas 10,47 Ha. Jenis vegetasi yang dominan adalah Api-api (Avicennia spp) yang tumbuh mulai tingkat semai hingga tingkat pohon. Keadaan ini mengindikasikan bahwa kelanjutan pertumbuhan jenis tumbuhan tersebut relatif baik. Sedangkan jenis Bakau (Rhizopora sp) hanya tumbuh secara sporadis. Rhizopora sp yang termasuk dalam klasifikasi pohon banyak dijumpai di kawasan perbatasan dengan hutan lindung Angke Kapuk di sekitar pantai. Perannya terhadap keseluruhan area adalah sangat penting. Adanya vegetasi tersebut diharapkan dapat meningkatkan fungsi lindung terhadap serangan abrasi, apalagi kawasan ini memiliki pasang laut cukup tinggi dan pengaruh angin musim cukup besar. Dengan akar tunjang yang dimiliki, maka jenis bakau merupakan tanaman yang diharapkan dapat bertahan terhadap pengaruh laut. Tumbuhan lain yang dijumpai adalah jenis Akasia (Acasia auriculiformis), Kihujan (Samanea saman), Mahoni (Swietenia macrophyla), Flamboyan (Delonix regia), dan Kedondong (Spondias pinnata). Jenis tersebut tumbuh di tepi areal tambak. Jenis tumbuhan bawah yang tumbuh antara lain Kitower (Derris heterophylla), Bluntas (Plucea sp), Nenasia (Breynia sp) dan beberapa jenis rumput yang biasa tumbuh pada ekosistem darat. Hutan wisata Kamal masih berfungsi sebagai habitat burung air sebagaimana diindikasikan oleh keberadaan vegetasi mangrove seperti Api-api (Avicennia sp) yang menyebar di seluruh hutan wisata. Peranan kawasan ini adalah sebagai tempat mencari makan bagi burung air, serta sebagai Halaman II - 50

77 tempat beristirahat pada malam hari, tempat berlindung dari tiupan angin. Keberadaan empang bekas tambak maupun tambak yang masih diusahakan di sekitar kawasan wisata ini telah menjadi daya tarik bagi burung untuk tetap memanfaatkan hutan wisata sebagai habitatnya. Hal tersebut diindikasikan kehadiran burung Pecuk (Phalacrocorax sp), Kuntul (Egretta sp), Cangak (Ardea sp) yang terbang di hutan wisata Kamal. Dari semua uraian diatas bahwa perambahan dan alih fungsi kawasan terutama untuk kepentingan tambak ikan berakibat terganggunya peranan fungsi komunitas dan kawasan mangrove karena terputusnya rantai makanan bagi biotik kehidupan, seperti burung, reptil dan lain sebagainya. Terdegradasinya kawasan mangrove akibat tumbuh kembangnya pusat kegiatan aktivitas manusia. Kegiatan-kegiatan yang dapat merusak ekositem mangrove antara lain: pengembangan permukiman, seperti kawasan Pantai Indah Kapuk, pembangunan fasilitas rekreasi Ancol dan pemanfaatan lahan pasang surut untuk kepentingan budidaya pertambakan. Untuk mengurangi akibat perambahan dan alih fungsi, maka pemerintah DKI Jakarta melakukan upaya diantaranya tahun 2009 melakukan rehabilitasi Mangrove Suaka Margasatwa Muara Angke seluas 8 Ha dan menyiapkan jalur hijau jalan sepanjang bantaran seluas Ha, selain yang dilakukan pihak swasta yang peduli terhadap keberadaan hutan mangrove di DKI Jakarta Air Berdasarkan jenis sumber/cadangan, air dibedakan menjadi 3 kategori, yaitu : 1. Air Curah Hujan, terdiri dari air hujan tampungan dan air limpasan. 2. Air Permukaan, terdiri dari mata air, air sungai, air danau/situ alamiah, air danau/situ buatan, bendungan/bendungan irigasi dan air rawa. 3. Air Tanah, terdiri dari air tanah bebas/air tanah dangkal, air tanah semi tertekan/semi artesis/air tanah dalam, dan air tanah tertekan/artesis/air tanah sangat dalam. Sedangkan penggunanya dapat dikelompokkan menurut sektor pertanian, industri, rumah tangga dan lainnya. Konsumsi air menurut kelompok tersebut selama tahun 2010 dan tahun 2011 adalah sebagai berikut : Halaman II - 51

78 NO KELOMPOK TABEL : II.6. KONSUMSI AIR MENURUT KELOMPOK PENGGUNA PROVINSI DKI JAKARTA TAHUN KONSUMSI AIR (Juta M 3 ) Pertanian 20,28 20,54 2 Industri 20,19 18,96 3 Rumah Tangga/Industri 725,36 815,36 4 Konsumen Lainnya 45,38 50,32 Sumber : BPS Provinsi DKI Jakarta, 2011 Keterangan : JUMLAH 811,21 905,18 1. Pertanian Konsumsi air untuk lahan pertanian pada tahun 2011 lebih besar dibandingkan tahun sebelumnya yaitu sebesar 20,54 juta M 3 atau naik 1,28 persen. Kenaikan ini seiring dengan semakin luasnya lahan sawah di Jakarta pada tahun yang sama (naik 7,98 %). 2. Rumah Tangga dan Industri Kecil Pada tahun 2011 konsumsi air untuk kelompok rumah tangga sebesar 815,36 juta M 3 atau meningkat sebesar 12,40 persen dibandingkan tahun sebelumnya (725,36 juta M 3 ). Peningkatan jumlah konsumsi air di kelompok ini disebabkan karena semakin banyaknya jumlah penduduk pada tahun 2011 yaitu tumbuh sebesar 1,81 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Rumah tangga di DKI Jakarta menggunakan air minum dari berbagai sumber antara lain ledeng (16,64 %), kemasan (62,70 %), sumur (20,02 %) dan lainnya (0,64 %). 3. Industri (Industri Besar Sedang) Konsumsi air untuk kelompok industri sedikit menurun dibandingkan tahun sebelumnya yaitu dari sebesar 20,19 juta M 3 menjadi 18,93 juta M 3 atau menurun 6,09 persen yang disebabkan oleh menurunnya jumlah industri besar dan sedang di DKI Jakarta, serta adanya pembatasan pemakaian air tanah di Provinsi DKI Jakarta. 4. Konsumen Lainnya Yang tercakup dalam kategori konsumen lainnya ini antara lain : sekolah, niaga, instansi pemerintah dan fasilitas umum. Pada tahun 2011 konsumsi air untuk kategori kelompok lainnya juga meningkat menjadi 50,32 juta M 3. Peningkatan ini seiring dengan meningkatnya jumlah sarana dan prasarana di Kota Jakarta. Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Jaya sebagai salah satu perusahaan yang secara langsung bertanggung jawab terhadap penyediaan air bagi warga DKI Jakarta melalui dua mitra kerjanya PT. Palyja Halaman II - 52

79 dan PT. Aetra harus bisa memenuhi kebutuhan air bersih bagi warganya. Sampai saat ini PDAM Jaya belum bisa memenuhi seluruh kebutuhan air bersih, hal ini dikarenakan masih tingginya tingkat kebocoran air dan sumber air baku yang makin sulit diperoleh. Namun demikian mengingat bahwa penyediaan air bersih merupakan hal yang sangat penting maka diperlukan upaya khusus untuk meningkatkan kapasitas produksi, mengurangi tingkat kebocoran air dan meningkatkan pelayanan air bersih, dengan demikian diharapkan penggunaan air tanah secara bertahap dapat dikurangi Air Tanah Sebagian besar penduduk di Provinsi DKI Jakarta sampai saat ini masih menggunakan air tanah sebagai sumber air bersih maupun air minum, hal ini disebabkan karena masih terbatasnya penyediaan air bersih yang disediakan oleh PD. PAM Jaya, sehingga air tanah merupakan salah satu alternatif untuk memenuhi kebutuhan manusia disamping air sungai dan situ. Kualitas air tanah di Provinsi DKI Jakarta umumnya tergantung pada kedalaman aquifer -nya, pada kedalaman 40 m, umumnya masih baik/memenuhi persyaratan air bersih yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Tingkat kepadatan penduduk yang tinggi di Provinsi DKI Jakarta menyebabkan letak sumur - sumurnya berdekatan dengan septic tank, sehingga umumnya sumur - sumur di Provinsi DKI Jakarta tercemar oleh rembesan dari septic tank penduduk yang kondisinya tidak memenuhi syarat. Banyaknya penduduk yang memanfaatkan air sumur dangkal yang tercemar, hal ini berdampak buruk terhadap kesehatan masyarakat akibat kontaminasi dan buruknya sanitasi. Kondisi semacam ini tentunya tidak sejalan lagi dengan Undang undang Kesehatan No. 23 tahun 1992 ayat 3 yang menyebutkan bahwa air minum yang dikonsumsi oleh masyarakat, harus memenuhi persyaratan kualitas maupun kuantitas, dimana persyaratan ini tertuang di dalam Peraturan Menteri Kesehatan (PERMENKES) Nomor 416 Tahun 1990 tentang Persyaratan Kualitas Air Minum yang ditetapkan dalam peraturan diantaranya meliputi parameter fisik, kimiawi, mikrobiologi, dan radioaktif. Dalam rangka upaya memenuhi kondisi persyaratan air minum/ air bersih sebagaimana yang ditetapkan dalam peraturan maka diperlukan berbagai kebijakan yang menyangkut pelestarian air bersih. Untuk mencapai tujuan tersebut maka pihak BPLHD Provinsi DKI Jakarta melaksanakan pemantauan kualitas air tanah setiap tahunnya sebagai bahan dalam upaya pengendalian lingkungan di provinsi DKI Jakarta. Dari pertimbangan tersebut diatas, untuk pemantauan kualitas air tanah di Provinsi DKI Jakarta pada tahun 2011 di lakukan di 75 kelurahan dengan perincian sebagai berikut : 1. Jakarta Selatan terdiri dari 17 kelurahan 2. Jakarta Utara terdiri dari 15 kelurahan 3. Jakarta Timur terdiri dari 17 kelurahan 4. Jakarta Barat terdiri dari 15 kelurahan 5. Jakarta Pusat terdiri 11 kelurahan Halaman II - 53

80 Untuk masing-masing kelurahan diambil 1 (satu) sampel sumur sehingga diperoleh contoh sumur sebanyak 75 sumur. Parameter yang dipantau yaitu parameter fisik, kimia, dan biologi yang disesuaikan dengan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 416/MenKes/Per/IX/1990 tentang Persyaratan Kualitas Air Minum, sebagai bahan informasi lokasi pengambilan air sumur/air tanah dangkal di provinsi DKI Jakarta di tentukan berdasarkan hal - hal sebagai berikut : a. Terletak di daerah permukiman penduduk b. Kondisi lingkungan c. Dekat dengan sumber pencemaran d. Keadaan topografi e. Mewakili region air tanah Dari pertimbangan lokasi diatas, ditentukan jumlah sumur sebanyak 75 lokasi yang terdapat di 5 wilayah DKI Jakarta, dengan 75 kelurahan dimana masing - masing kelurahan diwakili oleh 1 sumur dangkal, yaitu : a. Jakarta Pusat terdiri dari 11 Kelurahan yaitu: 101 Karet Tengah (Kecamatan Tanah Abang) 102 Cikini (Kecamatan Menteng) 103 Kwitang (Kecamatan Senen) 104 Krukut (Kecamatan Taman Sari) 105 Tanah Tinggi (Kecamatan Johar Baru) 106 Kebon Kelapa (Kecamatan Gambir) 107 Gunung Sahari (Kecamatan Kemayoran) 108 Cempaka Putih Barat (Kecamatan Cempaka Putih) 109 Kebon Kosong (Kecamatan Kemayoran) 110 Gelora Senayan (Kecamatan Senayan) 111 Kemayoran (Kecamatan Kemayoran) b. Jakarta Selatan terdiri dari 17 Kelurahan yaitu: 201 Ciganjur (Kecamatan Jagakarsa) 202 Tanjung Barat (Kecamatan Jagakarsa) 203 Pela Mampang (Kecamatan Mampang Prapatan) 204 Pondok Labu (Kecamatan Cilandak) 205 Pondok Pinang (Kecamatan Kebayoran Lama) 206 Kramat Pela (Kecamatan Kebayoran Baru) 207 Pancoran Barat (Kecamatan Pancoran) 208 Pejaten Barat (Kecamatan Pasar Minggu) Halaman II - 54

81 209 Bintaro (Kecamatan Pesanggrahan) 210 Kebon Baru (Kecamatan Tebet Timur) 211 Grogol Utara (Kecamatan Kebayoran Baru) 212 Karet Setia Budi (Kecamatan Setia Budi) 213 Srengseng Sawah (Kecamatan Jagakarsa) 214 Srengseng Sawah (Kacamatan Jagakarsa) 215 Gandaria Selatan (Kecamatan Kebayoran Baru) 216 Manggarai (Kecamatan Tebet) 217 Ragunan (Kecamatan Pasar Minggu) c. Jakarta Barat terdiri dari 15 Kelurahan yaitu: 301 Rawa Buaya (Kacamatan Cengkareng) 302 Kalideres (Kecamatan Kalideres) 303 Sukabumi Utara (Kecamatan Kebon Jeruk) 304 Jelambar (Kecamatan Grogol Cengkareng Barat) 305 Pinangsia (Kecamatan Taman Sari) 304 Sukabumi Utara (Kecamatan Kebon Jeruk) 305 Duri Kepa (Kecamatan Kebon Jeruk) 306 Sukabumi Selatan (Kecamatan Kebon Jeruk) 309 Meruya Utara (Kecamatan Kembangan) 310 Tegal Alur (Kecamatan Kalideres) 311 Duri Kosambi (Kecamatan Cengkareng) 312 Kembangan Selatan (Kecamatan Kembangan) 313 Tambora (Kecamatan Tambora) 314 Duri Kepa (Kecamatan Kebon Jeruk) 315 Sukabumi Selatan (Kecamatan Kebon Jeruk) d. Jakarta Timur terdiri dari 17 Kelurahan yaitu: 401 Makasar (Kecamatan Makasar) 402 Cakung Barat (Kecamatan Cakung) 403 Pondok Kelapa (Kecamatan Duren Sawit) 404 Rawa Terate (Kecamatan Cakung) 405 Cijantung (Kecamatan Pasar Rebo) 406 Rawamangun (Kecamatan Pulo Gadung) 407 Penggilingan (Kecamatan Cakung) Halaman II - 55

82 408 Kramat Jati (Kecamatan Kramat Jati) 409 Kampung Melayu (Kecamatan Jatinegara) 410 Munjul (Kecamatan Cipayung) 411 Ciracas (Kecamatan Ciracas) 412 Klender (Kecamatan Duren Sawit) 413 Ujung Menteng (Kecamatan Cakung) 414 Utan Kayu Utara (Kecamatan Matraman) 415 Bidara Cina (Kecamatan Jatinegara) 416 Cililitan (Kecamatan Kramat Jati) 417 Cipayung (Kecamatan Cipayung) e. Jakarta Utara terdiri dari 15 Kelurahan yaitu : 501 Rorotan (Kacamatan Cilincing) 502 Pademangan (Kecamatan Pademangan) 503 Sunter (Kecamatan Sunter) 504 Sunter Jaya (Kecamatan Tanjung Priok) 505 Kamal Muara (Kecamatan Penjaringan) 506 Kelapa Gading Timur (Kecamatan Kelapa Gading) 507 Tugu Selatan (Kecamatan Koja) 508 Penjagalan (Kecamatan Penjaringan) 509 Semper Barat (Kecamatan Penjaringan) 510 Pegangsaan Dua (Kecamatan Kelapa Gading) 511 Pluit (Kecamatan Penjaringan) 512 Ancol (Kecamatan Pademangan) 513 Ancol (Kecamatan Pademangan) 514 Tanjung Priok (Kecamatan Tanjung Priok) 515 Kalibaru (Kecamatan Cilincing) Untuk lebih jelasnya lokasi pemantauan air tanah dangkal di Provinsi DKI Jakarta pada tahun 2011 ini disajikan pula dalam bentuk peta seperti yang tersaji pada Gambar dibawah ini : Halaman II - 56

83 GAMBAR : II.1. LOKASI PEMANTAUAN KUALITAS AIR TANAH DANGKAL PROVINSI DKI JAKARTA TAHUN 2011 Dalam kegiatan pemantauan kualitas air tanah di Provinsi DKI Jakarta pada tahun 2011 dilakukan 2 kali pengambilan sampel air tanah yaitu pada bulan September dan Nopember, dan parameter yang dipantau adalah parameter fisik, kimia, dan mikrobiologi sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 416 tahun 1990 tentang Persyaratan Kualitas Air Minum. Metode pengumpulan data pemantauan air tanah dangkal terdiri dari, data kondisi lingkungan di sekitar sumur penduduk, dengan menggunakan kuesioner serta data kualitas air sumur penduduk, dengan pengambilan sampel air sumur dan untuk lebih jelasnya dapat dijelaskan sebagai berikut : 1. Pengumpulan data kondisi lingkungan di sekitar sumur penduduk dilakukan dengan pengamatan langsung di lokasi dan pengisian kuesioner. Data tersebut meliputi data fisik sumur yaitu kedalaman sumur (tinggi muka air), penggunaan sumur, jenis sumur, jumlah pemakaian, dan data lain yang berkaitan dengan kualitas air tanah dangkal seperti sabun cuci yang digunakan, dengan menggunakan kuesioner. 2. Sedangkan pengumpulan data kualitas air sumur dilakukan dengan cara pengambilan sampel air langsung dari sumur penduduk di setiap kelurahan dengan volume pengambilan sampel ± 2 liter. Selain itu dilakukan pengukuran langsung di lapangan, yang meliputi kadar ph, suhu, DO, salinitas, conductivity dan kekeruhan dengan menggunakan Water Quality Checker. Sampel air tanah tersebut akan dianalisa di laboratorium sesuai dengan metode SNI dan standar metode lainnya. Analisa ini dilakukan oleh Laboratorium Lingkungan BPLHD Provinsi DKI Jakarta yang meliputi parameter fisik, kimia, dan mikrobiologi. Analisa data dan evaluasi data air tanah dilakukan dengan membandingkan dengan baku mutu sesuai dengan persyaratan air bersih SK Menteri Kesehatan No. Halaman II - 57

84 416/MenKes/PER/IX/1990, selain itu evaluasi dilakukan dengan metode Indeks Pencemaran untuk mendapatkan status mutu air tanah, berdasarkan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 115 Tahun 2003 tentang Pedoman Penentuan Status Mutu Air. a. Kondisi Lingkungan Air Tanah Dangkal/Sumur Evaluasi data dan informasi kualitas air tanah dangkal tahun 2011 meliputi 75 Kelurahan yang ada di wilayah Provinsi DKI Jakarta dengan masing masing kelurahan 1 titik. Dengan demikian ada 75 titik lokasi pemantauan dengan perincian sebagai berikut 11 (sebelas) titik lokasi di Jakarta Pusat, 17 (tujuh belas) titik lokasi di wilayah Jakarta Selatan, 15 (lima belas) titik lokasi di wilayah Jakarta Barat, 17 (tujuh belas) titik lokasi di wilayah Jakarta Timur, 15 (lima belas) titik lokasi di wilayah Jakarta Utara. Kondisi lingkungan air tanah dangkal di wilayah Provinsi DKI Jakarta didasarkan pada kondisi permukiman (kepadatan dan keteraturan), jenis sumur yang digunakan, dan jarak sumur dengan sumber pencemar terutama septic tank. Berdasarkan kondisi permukiman (kepadatan dan keteraturan) terbagi menjadi permukiman padat tidak teratur (A), padat teratur (B), tidak padat tidak teratur (C), dan tidak padat teratur (D). Sedangkan jenis sumur terbagi menjadi 4 (empat) yaitu sumur timba, sumur pompa tangan, sumur pompa hisap, dan sumur pompa jet pump. Kondisi Permukiman Dari hasil pemantauan pada Tabel : II.7 di bawah terlihat bahwa kondisi permukiman pada sumur di wilayah Provinsi DKI Jakarta meliputi 36 lokasi (48 %) termasuk dalam wilayah permukiman padat tidak teratur, 39 lokasi (52 %) termasuk dalam wilayah permukiman padat teratur. Pada kedua jenis permukiman tersebut di seluruh wilayah lokasi pengamatan air tanah lebih banyak di wilayah permukiman padat teratur, kecuali di wilayah Jakarta Utara lebih banyak di wilayah permukiman padat tidak teratur, tentang kondisi permukiman yang akan dilakukan pemantauan kualitas air tanah di wilayah Provinsi DKI Jakarta dapat dilihat pada Tabel dibawah ini : TABEL : II.7. KONDISI PERMUKIMAN PEMANTAUAN KUALITAS AIR TANAH PROVINSI DKI JAKARTA TAHUN 2011 WILAYAH A B C D JML SUMUR % JML SUMUR % JML SUMUR % JML SUMUR % JAKARTA SELATAN 7 19% 10 26% 0 0% 0 0% JAKARTA TIMUR 8 22% 10 28% 0 0% 0 0% JAKARTA PUSAT 5 14% 5 13% 0 0% 0 0% JAKARTA BARAT 7 19% 8 21% 0 0% 0 0% JAKARTA UTARA 9 25% 6 15% 0 0% 0 0% JUMLAH 36 48% 39 52% 0 0% 0 0% Sumber : BPLHD Provinsi DKI Jakarta, 2011 Keterangan : A = Permukiman Padat Tidak Teratur C = Permukiman Tidak Padat Tidak teratur B = Permukiman Padat Teratur D = Permukiman Tidak Padat Teratur Halaman II - 58

85 Jenis Sumur Jenis sumur yang dipantau terbagi menjadi 4 jenis yaitu sumur timba, pompa tangan, pompa hisap dan jet pump. Dari 75 titik pantau, jenis sumur timba sebanyak 11 sumur (15%), pompa tangan 15 sumur (20%), pompa hisap 23 sumur (31%), jet pump sebanyak 3 sumur (4%) dan sebanyak 23 responden (31%) tidak menjawab. Jarak Sumur Dengan Sumber Pencemar Sumber pencemaran lain yang dapat mencemari sumur antara lain septik tank, tempat sampah, industri, salon kecantikan, bengkel, saluran got dan sungai. Dari hasil pemantauan diketahui bahwa jarak sumur dengan septik tank di bawah 10 meter sebanyak 31 sumur (41%), diatas 10 meter ada 26 sumur (35%) dan sebanyak 39 sumur (52%) tidak diperoleh keterangan. Dari hasil yang diperoleh bahwa kondisi sumur di beberapa titik pantau sudah memenuhi syarat sanitasi. Gambaran jarak sumur dengan septik tank di lima wilayah di Provinsi DKI Jakarta dapat dilihat pada Tabel berikut ini : TABEL : II.8. JARAK SUMUR DENGAN SEPTIK TANK PROVINSI DKI JAKARTA PROVINSI DKI JAKARTA TAHUN 2011 WILAYAH JARAK < 10 METER JARAK > 10 METER TIDAK ADA KETERANGAN JML SUMUR PERSENTASE JML SUMUR PERSENTASE JML SUMUR PERSENTASE JAKARTA SELATAN 5 29% 9 53% 3 18% JAKARTA TIMUR 8 47% 6 35% 3 18% JAKARTA PUSAT 3 27% 3 27% 5 45% JAKARTA BARAT 7 47% 5 33% 3 20% JAKARTA UTARA 7 47% 3 20% 3 20% JUMLAH 30 40% 26 35% 17 23% Sumber : BPLHD Provinsi DKI Jakarta, 2011 Keterangan : b. Kualitas Air Tanah di Provinsi DKI Jakarta Kualitas air tanah meliputi parameter fisik, kimia, dan biologi (mikrobiologi). Hasil tersebut kemudian dibandingkan dengan baku mutu berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 416 tahun 1990 tentang syarat-syarat dan pengawasan kualitas air. 1. Kualitas Fisik Air Tanah Gambaran kualitas fisik air tanah di Provinsi DKI Jakarta yang meliputi TDS dan kekeruhan dapat dilihat pada Tabel dibawah : Halaman II - 59

86 WILAYAH TABEL : II.9. RATA-RATA KUALITAS FISIK AIR TANAH PROVINSI DKI JAKARTA TAHUN 2011 TDS (mg/l) KEKERUHAN (skala NTU) SEPTEMBER NOPEMBER SEPTEMBER NOPEMBER JAKARTA SELATAN JAKARTA TIMUR JAKARTA PUSAT JAKARTA BARAT 1, JAKARTA UTARA 1, Sumber : BPLHD Provinsi DKI Jakarta, 2011 Keterangan : BM TDS =1500 mg/l; BM Kekeruhan = 25 NTU Dari Tabel : II.9 menunjukkan bahwa nilai rata-rata untuk parameter zat padat terlarut (TDS) di lima wilayah di Provinsi DKI Jakarta masih memenuhi baku mutu. Rentang tertinggi yang dicapai pada saat pemantauan bulan September terdapat di wilayah Jakarta Barat, Timur, dan Utara yaitu di titik 304 (Jelambar, Grogol Cengkareng Barat) nilai mg/l; titik 310 (Tegal Alur, Kalideres) nilai mg/l; titik 313 (Tambora, Tambora) nilai mg/l; titik 402 (Cakung Barat, Cakung) nilai mg/l; titik 501 (Rorotan, Cilincing) nilai mg/l; titik 502 (Pademangan, Pademangan) nilai mg/l; titik 511 (Pluit, Penjaringan) nilai mg/l; titik 513 (Ancol, Pademangan) nilai mg/l. Sedangkan rentang tertinggi yang dicapai pada saat pemantauan bulan Nopember terdapat di wilayah Jakarta Barat, dan Utara yaitu di titik 310 (Tegal Alur, Kalideres) nilai mg/l; titik 501 (Rorotan, Cilincing) nilai mg/l; titik 502 (Pademangan, Pademangan) nilai mg/l; titik 511 (Pluit, Penjaringan) nilai mg/l; titik 513 (Ancol, Pademangan) nilai mg/l. Gambaran nilai zat padat terlarut (TDS) di lima wilayah di Provinsi DKI Jakarta dapat dilihat pada Grafik berikut ini : GRAFIK : II.1. PARAMETER ZAT PADAT TERLARUT - PEMANTAUAN KUALITAS AIR TANAH PROVINSI DKI JAKARTA TAHUN 2011 Wilayah Jakarta Selatan Zat Padat Terlarut 1, , ,200.0 mg/l 1, Titik Sumur Sampel Tahap 1 Sampel Tahap 2 Baku Mutu Halaman II - 60

87 Wilayah Jakarta Timur Zat Padat Terlarut mg/l 4, , , , , , , Sampel Tahap 1 Sampel Tahap 2 Baku Mutu Titik Sumur Wilayah Jakarta Pusat Zat Padat Terlarut 1, ,400.0 mg/l 1, , Sampel Tahap 1 Sampel Tahap 2 Baku Mutu Titik Sumur Wilayah Jakarta Barat Zat Padat Terlarut mg/l 7, , , , , , ,000.0 Sampel tahap 1 Sampel Tahap 2 Baku Mutu Titik Sumur Wilayah Jakarta Utara Zat Padat Terlarut 4, , , ,500.0 Sampel Tahap 1 mg/l 2, ,500.0 Sampel Tahap 2 Baku Mutu 1, Titik Sumur Sumber : BPLHD Provinsi DKI Jakarta, 2011 Keterangan : Hasil pemantauan Bulan September dan Nopember Halaman II - 61

88 Untuk nilai rata-rata parameter kekeruhan air sumur di Provinsi DKI Jakarta umumnya masih dalam kondisi baik, akan tetapi ada beberapa titik di wilayah Jakarta Utara yang pada saat dilakukan pengambilan sampel pada bulan September melebihi baku mutu yaitu di titik 502 (Pademangan, Pademangan) nilai 90,5 NTU; titik 507 (Tugu Selatan, Koja) nilai 67,5 NTU. Sedangkan untuk pengambilan sampel bulan Nopember, konsentrasi yang melebihi baku mutu berada di wilayah Jakarta Pusat dan Utara yaitu di titik 103 (Kwitang, Senen) nilai 97,5 NTU; titik 106 (Kebon Kelapa, Gambir) nilai 33,5 NTU; titik 502 (Pademangan, Pademangan) nilai 35 NTU; titik 508 (Pejagalan, Penjaringan) nilai 68 NTU. Gambaran nilai kekeruhan di lima wilayah di Provinsi DKI Jakarta dapat dilihat pada Grafik dibawah ini : GRAFIK : II.2. PARAMETER KEKERUHAN - PEMANTAUAN KUALITAS AIR TANAH PROVINSI DKI JAKARTA TAHUN 2011 Wilayah Jakarta Selatan Kekeruhan NTU Sampel Tahap 1 Sampel Tahap 2 Baku Mutu Titik Sumur Wilayah Jakarta Timur Kekeruhan NTU Sampel Tahap 1 Sampel Tahap 2 Baku Mutu Titik Sumur Halaman II - 62

89 Wilayah Jakarta Pusat Kekeruhan NTU Sampel Tahap 1 Sampel Tahap 2 Baku Mutu Titik Sumur Wilayah Jakarta Barat Kekeruhan NTU Sampel Tahap 1 Sampel Tahap 2 Baku Mutu Titik Sumur Wilayah Jakarta Utara Kekeruhan NTU Titik Sumur Sampel Tahap 1 Sampel Tahap 2 Baku Mutu Sumber : BPLHD Provinsi DKI Jakarta, 2011 Keterangan : Hasil Pemantauan Bulan September dan Nopember Prosentase besarnya parameter fisik yang melebihi baku mutu pada masing-masing wilayah Provinsi DKI Jakarta dapat dilihat pada Tabel di bawah ini. Halaman II - 63

90 TABEL : II.10. PROSENTASE JUMLAH LOKASI PEMANTAUAN AIR TANAH YANG MELEBIHI BAKU MUTU TDS DAN KEKERUHAN PROVINSI DKI JAKARTA TAHUN 2011 WILAYAH TDS (mg/l) KEKERUHAN (skala NTU) SEPTEMBER NOPEMBER SEPTEMBER NOPEMBER JAKARTA SELATAN JAKARTA TIMUR 1 (6%) JAKARTA PUSAT (18%) JAKARTA BARAT 2 (13%) 1 (7%) - - JAKARTA UTARA 4 (27%) 3 (20%) 2 (13%) 2 (13%) Sumber : BPLHD Provinsi DKI Jakarta, 2011 Keterangan : Tabel : II.10 tersebut di atas memberikan informasi bahwa kualitas fisik khususnya parameter TDS dan kekeruhan di wilayah Jakarta Utara lebih buruk dibandingkan dengan wilayah lain yang cenderung masih relatif bagus kualitasnya. 2. Kualitas Kimia Air Tanah Kualitas kimia air tanah terdiri dari kualitas kimia an-organik dan kualitas kimia organik. Kadar kimia anorganik dapat dilihat dari parameter Fe (besi), F (Fluorida), Total Hardness, Cl (Chlorida), Mn (Mangan), Nitrat (NO 3 ), Nitrit (NO 2 ), ph, Senyawa Aktif Biru Metilen (MBAS), dan Sulfat (SO 4 ). Kadar kimia organik air tanah dilihat dari parameter Zat Organik (KMnO 4 ). Untuk lebih jelasnya tentang hasil pemeriksaan kualitas air tanah yang meliputi para meter Fe (besi), F (Fluorida) di masing-masing wilayah DKI Jakarta dapat dilihat pada Tabel dibawah : TABEL : II.11. RATA-RATA KUALITAS KIMIA BESI (FE) DAN FLUORIDA (F) PADA AIR TANAH PROVINSI DKI JAKARTA TAHUN 2011 WILAYAH BESI (Fe) (mg/l) FLUORIDA (F) (mg/l) SEPTEMBER NOPEMBER SEPTEMBER NOPEMBER JAKARTA SELATAN JAKARTA TIMUR JAKARTA PUSAT JAKARTA BARAT JAKARTA UTARA Sumber : BPLHD Provinsi DKI Jakarta, 2011 Keterangan : BM Fe = 1.00 mg/l; BM F = 1.50 mg/l Dari Tabel : II.11 di atas menunjukkan bahwa rata-rata kadar kimia anorganik besi untuk wilayah Jakarta Pusat pada bulan September dan Jakarta Timur pada bulan Nopember melebihi nilai baku mutu yang telah ditetapkan. Untuk lokasi yang melebihi baku mutu hasil pengambilan sampel bulan September yaitu di titik Halaman II - 64

91 101 (Karet Tengah, Tanah Abang) nilai 7,03 mg/l; titik 103 (Kwitang, Senen) nilai 4,06 mg/l; titik 106 (Kebon Kelapa, Gambir) nilai 2,11 mg/l; di titik 508 (Pejagalan, Penjaringan) nilai 8,42 mg/l; titik 511 (Pluit, Penjaringan) nilai 2,52 mg/l. Sedangkan untuk hasil pengambilan sampel bulan Nopember, yang melebihi baku mutu ada di titik 101 (Karet Tengah, Tanah Abang) nilai 3,21 mg/l; titik 103 (Kwitang, Senen) nilai 1,20 mg/l; titik 410 (Munjul, Cipayung) nilai 16,56 mg/l; titik 511 (Pluit, Penjaringan) nilai 1,41 mg/l. Gambaran nilai kekeruhan di lima wilayah di Provinsi DKI Jakarta dapat dilihat pada Grafik berikut ini. Wilayah Jakarta Selatan GRAFIK : II.3. PARAMETER BESI (FE) - PEMANTAUAN KUALITAS AIR TANAH PROVINSI DKI JAKARTA TAHUN 2011 Besi (Fe) mg/l Sampel Tahap 1 Sampel Tahap 2 Baku Mutu Titik Sumur Wilayah Jakarta Timur Besi (Fe) mg/l Titik Sumur Sampel Tahap 1 Sampel Tahap 2 Baku Mutu Halaman II - 65

92 Wilayah Jakarta Pusat Besi (Fe) mg/l Titik Sumur Sampel Tahap 1 Sampel Tahap 2 Baku Mutu Wilayah Jakarta Barat Besi (Fe) mg/l Sampel Tahap 1 Sampel Tahap 2 Baku Mutu Titik Sumur Wilayah Jakarta Utara Besi (Fe) mg/l Titik Sumur Sampel Tahap 1 Sampel Tahap 2 Baku Mutu Sumber : BPLHD Provinsi DKI Jakarta, 2011 Keterangan : Hasil Pemantauan Bulan September dan Nopember Sedangkan nilai rata-rata parameter Fluorida (F) air sumur di Provinsi DKI Jakarta umumnya masih dalam kondisi baik, gambaran lengkapnya dapat dilihat pada Grafik berikut. Halaman II - 66

93 GRAFIK : II.4. PARAMETER FLUORIDA (F) - PEMANTAUAN KUALITAS AIR TANAH PROVINSI DKI JAKARTA TAHUN 2011 Wilayah Jakarta Selatan Fluorida Sampel Tahap 1 mg/l Sampel Tahap 2 Baku Mutu Titik Sumur Wilayah Jakarta Timur Fluorida mg/l Sampel Tahap 1 Sampel Tahap 2 Baku Mutu Titik Sumur Wilayah Jakarta Pusat Fluorida mg/l Sampel Tahap 1 Sampel Tahap 2 Baku Mutu Titik Sumur Halaman II - 67

94 Wilayah Jakarta Barat Fluorida mg/l Titik Sumur Sampel Tahap 1 Sampel Tahap 2 Baku Mutu Wilayah Jakarta Utara Fluorida mg/l Titik Sumur Sampel Tahap 1 Sampel Tahap 2 Baku Mutu Sumber : BPLHD Provinsi DKI Jakarta, 2011 Keterangan : Hasil Pemantauan Bulan September dan Nopember Apabila dilihat dari prosentase jumlah lokasi hasil dari pemantauan air tanah yang melebihi baku mutu untuk parameter Besi (Fe) dan Fluorida (F) air sumur di Provinsi DKI Jakarta dapat dilihat pada Tabel dibawah : TABEL : II.12. PROSENTASE JUMLAH LOKASI PEMANTAUAN AIR TANAH YANG MELEBIHI BAKU MUTU PARAMETER BESI DAN FLUORIDA PROVINSI DKI JAKARTA TAHUN 2011 WILAYAH BESI (Fe) (mg/l) FLUORIDA (F) (mg/l) SEPTEMBER NOPEMBER SEPTEMBER NOPEMBER JAKARTA SELATAN JAKARTA TIMUR - 1 (6%) - - JAKARTA PUSAT 4 (36%) 2 (18%) - - JAKARTA BARAT JAKARTA UTARA 2 (13%) 1 (7%) - - Sumber : BPLHD Provinsi DKI Jakarta, 2011 Keterangan : Sedangkan untuk nilai rata-rata kadar kimia air tanah untuk parameter Total Hardness dan Chlorida (Cl) Halaman II - 68

95 dapat dilihat pada Tabel berikut ini : WILAYAH TABEL : II.13. RATA-RATA KUALITAS KIMIA TOTAL HARDNESS DAN CHLORIDA (Cl) PADA AIR TANAH PROVINSI DKI JAKARTA TAHUN 2011 TOTAL HARDNESS (mg/l) CHLORIDA (Cl) (mg/l) SEPTEMBER NOPEMBER SEPTEMBER NOPEMBER JAKARTA SELATAN JAKARTA TIMUR JAKARTA PUSAT JAKARTA BARAT JAKARTA UTARA Sumber : BPLHD Provinsi DKI Jakarta, 2011 Keterangan : BM Total Hardness = 500 mg/l; BM Cl = 600 mg/l Dari tabel tersebut, dapat dilihat bahwa untuk nilai rata-rata parameter Total Hardness dan Chlorida (Cl) masih memenuhi baku mutu. Akan tetapi ada beberapa lokasi yang hasil pengambilan sampelnya melebihi baku mutu yang dipersyaratkan. Lokasi yang nilai Total Hardness hasil pemeriksaan sampelnya pada bulan September masih melebihi baku mutu adalah titik 310 (Tegal Alur, Kalideres) nilai 1.214,82 mg/l; titik 502 (Pademangan, Pademangan) nilai 1.043,46 mg/l; titik 505 (Kamal Muara, Penjaringan) nilai 649,74 mg/l. Sementara untuk pengambilan sampel bulan Nopember yang hasil pemeriksaan laboratoriumnya masih melebihi baku mutu ada di titik 302 (Kalideres, Kalideres) nilai 622,08 mg/l; titik 310 (Tegal Alur, Kalideres) nilai 1.382,40 mg/l; titik 502 (Pademangan, Pademangan) nilai 535,68 mg/l. Secara lengkapnya dapat terlihat pada Grafik di bawah ini. GRAFIK : II.5. PARAMETER TOTAL HARDNESS - PEMANTAUAN KUALITAS AIR TANAH PROVINSI DKI JAKARTA TAHUN 2011 Wilayah Jakarta Selatan Total Hardness mg/l Sampel Tahap 1 Sampel Tahap 2 Baku Mutu Titik Sumur Halaman II - 69

96 Wilayah Jakarta Timur Total Hardness mg/l Sampel Tahap 1 Sampel Tahap 2 Baku Mutu Titik Sumur Wilayah Jakarta Pusat Total Hardness mg/l Sampel Tahap 1 Sampel Tahap 2 Baku Mutu Titik Sumur Wilayah Jakarta Barat Total Hardness mg/l 1, , , , Titik Sumur Sampel Tahap 1 Sampel Tahap 2 Baku Mutu Wilayah Jakarta Utara Total Hardness 1, , mg/l Sampel Tahap 1 Sampel Tahap 2 Baku Mutu Titik Sumur Halaman II - 70

97 Sumber : BPLHD Provinsi DKI Jakarta, 2011 Keterangan : Hasil Pemantauan Bulan September dan Nopember Untuk parameter Chlorida (Cl) yang hasil pemeriksaan sampelnya masih melebihi baku mutu pada bulan September ada di titik 304 (Jelambar, Grogol Cengkareng Barat) nilai 755,09 mg/l; titik 310 (Tegal Alur, Kalideres) nilai 2.818,98 mg/l; titik 402 (Cakung Barat, Cakung) nilai 717,33 mg/l; titik 502 (Pademangan, Pademangan) nilai 1.585,68 mg/l. Sementara hasil pengambilan sampel bulan Nopember untuk lokasi yang nilai parameter Chlorida (Cl) yang melebihi baku mutu ada di titik 310 (Tegal Alur, Kalideres) nilai 805,42 mg/l; titik 402 (Cakung Barat, Cakung) nilai 734,95 mg/l; titik 502 (Pademangan, Pademangan) nilai 1.233,31 mg/l; titik 513 (Ancol, Pademangan) nilai 626,72 mg/l. Gambaran secara lengkap dapat dilihat pada Grafik berikut ini. GRAFIK : II.6. PARAMETER CHLORIDA (Cl) - PEMANTAUAN KUALITAS AIR TANAH PROVINSI DKI JAKARTA TAHUN 2011 Wilayah Jakarta Selatan Chlorida mg/l Sampel Tahap 1 Sampel Tahap 2 Baku Mutu Titik Sumur Wilayah Jakarta Timur Chlorida mg/l Sampel Tahap 1 Sampel Tahap 2 Baku Mutu Titik Sumur Halaman II - 71

98 Wilayah Jakarta Pusat Chlorida mg/l Titik Sumur Sampel Tahap 1 Sampel Tahap 2 Baku Mutu Wilayah Jakarta Barat Chlorida 3, , mg/l 2, , , Sampel Tahap 1 Sampel Tahap 2 Baku Mutu Titik Sumur Wilayah Jakarta Utara Chlorida mg/l 1, , , , , Titik Sumur Sampel Tahap 1 Sampel Tahap 2 Baku Mutu Sumber : BPLHD Provinsi DKI Jakarta, 2011 Keterangan : Hasil Pemantauan Bulan September dan Nopember Berikut ini prosentase jumlah lokasi pemantauan air tanah tahun 2011 yang melebihi baku mutu untuk parameter Total Hardness dan Chlorida (Cl), dan untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel dibawah : Halaman II - 72

99 WILAYAH TABEL : II.14. PROSENTASE JUMLAH LOKASI PEMANTAUAN AIR TANAH YANG MELEBIHI BAKU MUTU TOTAL HARDNESS DAN CHLORIDA (Cl) PROVINSI DKI JAKARTA TAHUN 2011 TOTAL HARDNESS (mg/l) CHLORIDA (Cl) (mg/l) SEPTEMBER NOPEMBER SEPTEMBER NOPEMBER JAKARTA SELATAN JAKARTA TIMUR (6%) 1 (6%) JAKARTA PUSAT JAKARTA BARAT 1 (7%) 2 (13%) 2 (13%) 1 (7%) JAKARTA UTARA 2 (13%) 1 (7%) 1 (7%) 2 (13%) Sumber : BPLHD Provinsi DKI Jakarta, 2011 Keterangan : Sedangkan untuk nilai rata-rata kadar kimia air tanah untuk parameter Mangan (Mn) dan Nitrat (NO 3 ) dapat dilihat pada Tabel berikut ini. WILAYAH TABEL : II.15. RATA-RATA KUALITAS KIMIA MANGAN (Mn) DAN NITRAT (NO 3 ) PADA AIR TANAH PROVINSI DKI JAKARTA TAHUN 2011 MANGAN (Mn) (mg/l) NITRAT (NO 3 ) (mg/l) SEPTEMBER NOPEMBER SEPTEMBER NOPEMBER JAKARTA SELATAN JAKARTA TIMUR JAKARTA PUSAT JAKARTA BARAT JAKARTA UTARA Sumber : BPLHD Provinsi DKI Jakarta, 2011 Keterangan : BM Mn = 0.50 mg/l; BM NO 3 = mg/l Dari Tabel : II.15 di atas, dapat dilihat bahwa rata-rata nilai kualitas Mangan (Mn) banyak yang melebihi baku mutu yang telah ditetapkan. Untuk hasil pengambilan sampel bulan September, lokasi yang hasil sampelnya melebihi baku mutu ada di titik 101 (Karet Tengah, Tanah Abang) nilai 3,24 mg/l; titik 102 (Cikini, Menteng) nilai 4,04 mg/l; titik 216 (Manggarai, Tebet) nilai 0,72 mg/l; titik 301 (Rawa Buaya, Cengkareng) nilai 2,59 mg/l; titik 302 (Kalideres, Kalideres) nilai 1,00 mg/l; titik 304 (Jelambar, Grogol Cengkareng Barat) nilai 1,25 mg/l; titik 305 (Pinangsia, Taman Sari) nilai 1,97 mg/l; titik 309 (Meruya Utara, Kembangan) nilai 1,11 mg/l; titik 310 (Tegal Alur, Kalideres) nilai 4,01 mg/l; titik 313 (Tambora, Tambora) nilai 0,63 mg/l; titik 403 (Pondok Kelapa, Duren Sawit) nilai 0,54 mg/l; titik 404 (Rawa Teratai, Cakung) nilai 4.52 mg/l; titik 406 (Rawamangun, Pulogadung) nilai 0,63 mg/l; titik 411 (Ciracas, Ciracas) nilai 1,12 mg/l; titik 412 (Klender, Duren Sawit) nilai 0,61 mg/l; titik 414 (Utan Kayu Utara, Matraman) nilai 1,13 mg/l; titik 502 (Pademangan, Pademangan) nilai 1,98 mg/l; titik 505 (Kamal Muara, Penjaringan) nilai 1,60 mg/l; titik 507 (Tugu Selatan, Koja) nilai 0,81 mg/l; titik 508 (Pejagalan, Penjaringan) nilai 2,02 mg/l; titik 511 (Pluit, Halaman II - 73

100 Penjaringan) nilai 2,43 mg/l; titik 512 (Ancol, Pademangan) nilai 1,74 mg/l; titik 513 (Ancol, Pademangan) nilai 1,58 mg/l. Sementara untuk hasil sampel bulan Nopember, lokasi yang hasil sampel untuk parameter Mangan (Mn) melebihi baku mutu ada di titik 101 (Karet Tengah, Tanah Abang) nilai 1,45 mg/l; titik 102 (Cikini, Menteng) nilai 1,25 mg/l; titik 103 (Kwitang, Senen) nilai 0,95 mg/l; titik 216 (Manggarai, Tebet) nilai 0,81 mg/l; titik 301 (Rawa Buaya, Cengkareng) nilai 2,21 mg/l; titik 304 (Jelambar, Grogol Cengkareng Barat) nilai 1,15 mg/l; titik 305 (Pinangsia, Taman Sari) nilai 1,93 mg/l; titik 307 (Duri Kepa, Kebon Jeruk) nilai 0,57 mg/l; titik 309 (Meruya Utara, Kembangan) nilai 1,11 mg/l; titik 310 (Tegal Alur, Kalideres) nilai 3,30 mg/l; titik 311 (Duri Kosambi, Cengkareng) nilai 0,94 mg/l; titik 312 (Kembangan Selatan, Kembangan) nilai 1,05 mg/l; titik 313 (Tambora, Tambora) nilai 0,69 mg/l; titik 404 (Rawa Teratai, Cakung) nilai 2,71 mg/l; titik 406 (Rawamangun, Pulogadung) nilai 0,83 mg/l; titik 407 (Penggilingan, Cakung) nilai 0,53 mg/l; titik 410 (Munjul, Cipayung) nilai 0,69 mg/l; titik 412 (Klender, Duren Sawit) nilai 0,60 mg/l; titik 414 (Utan Kayu Utara, Matraman) nilai 1,11 mg/l; titik 502 (Pademangan, Pademangan) nilai 1,31 mg/l; titik 505 (Kamal Muara, Penjaringan) nilai 1,38 mg/l; titik 507 (Tugu Selatan, Koja) nilai 0,70 mg/l; titik 509 (Semper Barat, Penjaringan) nilai 1,03 mg/l; titik 511 (Pluit, Penjaringan) nilai 1,58 mg/l; titik 512 (Ancol, Pademangan) nilai 1,59 mg/l; titik 513 (Ancol, Pademangan) nilai 1,54 mg/l; titik 514 (Tanjung Priok, Priok) nilai 1,31 mg/l. Gambaran lengkap dari titik lokasi pengambilan sampel yang melebihi baku mutu dapat dilihat pada Grafik di bawah ini. GRAFIK : II.7. PARAMETER MANGAN (Mn) - PEMANTAUAN KUALITAS AIR TANAH PROVINSI DKI JAKARTA TAHUN 2011 Wilayah Jakarta Selatan Mangan (Mn) mg/l Titik Sumur Sampel Tahap 1 Sampel Tahap 2 Baku Mutu Halaman II - 74

101 Wilayah Jakarta Timur Mangan (Mn) mg/l Titik Sumur Sampel Tahap 1 Sampel Tahap 2 Baku Mutu Wilayah Jakarta Pusat Mangan (Mn) mg/l Titik Sumur Sampel Tahap 1 Sampel Tahap 2 Baku Mutu Wilayah Jakarta Barat Mangan (Mn) mg/l Titik Sumur Sampel Tahap 1 Sampel Tahap 2 Baku Mutu Wilayah Jakarta Utara Mangan (Mn) mg/l Sampel Tahap 1 Sampel Tahap 2 Baku Mutu Titik Sumur Sumber : BPLHD Provinsi DKI Jakarta, 2011 Keterangan : Hasil Pemantauan Bulan September dan Nopember Halaman II - 75

102 Untuk nilai rata-rata parameter Nitrat (NO 3 ) air sumur di Provinsi DKI Jakarta umumnya masih dalam kondisi baik, gambaran lengkap nilai parameter Nitrat (NO 3 ) pada lokasi pengambilan sampel dapat dilihat pada Grafik berikut. GRAFIK : II.8. PARAMETER NITRAT (NO 3 ) - PEMANTAUAN KUALITAS AIR TANAH PROVINSI DKI JAKARTA TAHUN 2011 Wilayah Jakarta Selatan Nitrat mg/l Sampel Tahap 1 Sampel Tahap 2 Baku Mutu Titik Sumur Wilayah Jakarta Timur Nitrat mg/l Sampel Tahap 1 Sampel Tahap 2 Baku Mutu Titik Sumur Wilayah Jakarta Pusat Nitrat mg/l Sampel Tahap 1 Sampel Tahap 2 Baku Mutu Titik Sumur Halaman II - 76

103 Wilayah Jakarta Barat Nitrat mg/l Sampel Tahap 1 Sampel Tahap 2 Baku Mutu Titik Sumur Wilayah Jakarta Utara Nitrat mg/l Sampel Tahap 1 Sampel Tahap 2 Baku Mutu Titik Sumur Sumber : BPLHD Provinsi DKI Jakarta, 2011 Keterangan : Hasil Pemantauan Bulan September dan Nopember Berikut ini prosentase jumlah lokasi pemantauan air tanah tahun 2011 yang melebihi baku mutu untuk parameter Mangan (Mn) dan Nitrat (NO 3 ), dan untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel dibawah : TABEL : II.16. PROSENTASE JUMLAH LOKASI PEMANTAUAN AIR TANAH YANG MELEBIHI BAKU MUTU PARAMETER MANGAN (Mn) DAN NITRAT (NO 3 ) PROVINSI DKI JAKARTA TAHUN 2011 WILAYAH MANGAN (Mn) (mg/l) NITRAT (NO 3 ) (mg/l) SEPTEMBER NOPEMBER SEPTEMBER NOPEMBER JAKARTA SELATAN 1 (6%) 1 (6%) - - JAKARTA TIMUR 6 (35%) 7 (41%) - - JAKARTA PUSAT 3 (27%) 3 (27%) - - JAKARTA BARAT 6 (40%) 8 (53%) - - JAKARTA UTARA 7 (47%) 8 (53%) - - Sumber : BPLHD Provinsi DKI Jakarta, 2011 Keterangan : Sedangkan nilai rata-rata kadar kimia air tanah untuk parameter Nitrit (NO 2 ) dan ph dapat dilihat pada Tabel dibawah : Halaman II - 77

104 WILAYAH TABEL : II.17. RATA-RATA KUALITAS KIMIA NITRIT (NO 2 ) DAN ph PADA AIR TANAH PROVINSI DKI JAKARTA TAHUN 2011 NITRIT (NO 2 ) (mg/l) SEPTEMBER NOPEMBER SEPTEMBER NOPEMBER JAKARTA SELATAN JAKARTA TIMUR JAKARTA PUSAT JAKARTA BARAT JAKARTA UTARA Sumber : BPLHD Provinsi DKI Jakarta, 2011 Keterangan : BM NO 2 = 1.00 mg/l; BM ph = ph Untuk nilai rata-rata parameter Nitrit (NO 2 ) air sumur di Provinsi DKI Jakarta umumnya masih dalam kondisi baik, gambaran lengkap nilai parameter Nitrit (NO 2 ) pada lokasi pengambilan sampel dapat dilihat pada Grafik berikut. GRAFIK : II.9. PARAMETER NITRIT (NO 2 ) - PEMANTAUAN KUALITAS AIR TANAH PROVINSI DKI JAKARTA TAHUN 2011 Wilayah Jakarta Selatan Nitrit mg/l Sampel Tahap 1 Sampel Tahap 2 Baku Mutu Titik Sumur Wilayah Jakarta Timur Nitrit mg/l Sampel Tahap 1 Sampel Tahap 2 Baku Mutu Titik Sumur Halaman II - 78

105 Wilayah Jakarta Pusat Nitrit mg/l Sampel Tahap 1 Sampel Tahap 2 Baku Mutu Titik Sumur Wilayah Jakarta Barat Nitrit mg/l Sampel Tahap 1 Sampel Tahap 2 Baku Mutu Titik Sumur Wilayah Jakarta Utara Nitrit mg/l Sampel Tahap 1 Sampel Tahap 2 Baku Mutu Titik Sumur Sumber : BPLHD Provinsi DKI Jakarta, 2011 Keterangan : Hasil Pemantauan Bulan September dan Nopember Nilai rata-rata parameter ph hasil pengambilan sampel bulan September dan Nopember secara umum telah memenuhi baku mutu yang telah ditetapkan, akan tetapi ada beberapa lokasi yang masih tidak memenuhi baku mutu. Gambaran lengkapnya dapat dilihat pada Grafik berikut. Halaman II - 79

106 Wilayah Jakarta Selatan GRAFIK : II.10. PARAMETER ph - PEMANTAUAN KUALITAS AIR TANAH PROVINSI DKI JAKARTA TAHUN 2011 ph Titik Sumur Sampel Tahap 1 Sampel Tahap 2 Batas Baw ah Batas Atas Wilayah Jakarta Timur ph Titik Sumur Sampel Tahap 1 Sampel Tahap 2 Batas Baw ah Batas Atas Wilayah Jakarta Pusat ph Titik Sumur Sampel Tahap 1 Sampel Tahap 2 Batas Bawah Batas Atas Halaman II - 80

107 Wilayah Jakarta Barat ph Titik Sumur Sampel Tahap 1 SAmpel Tahap 2 Batas Baw ah Batas Atas Wilayah Jakarta Utara ph Titik Sumur Sampel Tahap 1 Sampel Tahap 2 Batas Baw ah Batas Atas Sumber : BPLHD Provinsi DKI Jakarta, 2011 Keterangan : Hasil Pemantauan Bulan September dan Nopember Untuk nilai rata-rata kualitas senyawa aktif Biru Metilen (MBAS) dan Sulfat (SO 4 ) pada air tanah hasil pemantauan di Provinsi DKI Jakarta secara lengkapnya dapat dilihat pada Tabel berikut ini : TABEL : II.18. RATA-RATA KUALITAS SENYAWA AKTIF BIRU METILEN (MBAS) DAN SULFAT (SO 4 ) PADA AIR TANAH PROVINSI DKI JAKARTA TAHUN 2011 WILAYAH SENYAWA AKTIF BIRU METILEN (MBAS) (mg/l) Sulfat (SO 4 ) (mg/l) SEPTEMBER NOPEMBER SEPTEMBER NOPEMBER JAKARTA SELATAN JAKARTA TIMUR JAKARTA PUSAT JAKARTA BARAT JAKARTA UTARA Sumber : BPLHD Provinsi DKI Jakarta, 2011 Keterangan : BM MBAS = 0.50 mg/l; BM SO 4 = 400 mg/l Dari gambaran tersebut diatas bahwa nilai rata-rata parameter Senyawa Aktif Biru Metilen (MBAS) masih memenuhi baku mutu yang ditetapkan. Akan tetapi, ada beberapa lokasi yang hasil sampelnya pada bulan Halaman II - 81

108 September melebihi baku mutu, yaitu di titik 508 (Pejagalan, Penjaringan) nilai 0,62 mg/l; titik 513 (Ancol, Pademangan) nilai 0,54 mg/l. Sedangkan pada bulan Nopember, yang hasil sampelnya melebihi baku mutu ada di titik 106 (Kebon Kelapa, Gambir) nilai 0,83 mg/l; titik 502 (Pademangan, Pademangan) nilai 0,97 mg/l. Gambaran lengkapnya seperti Grafik di bawah ini. GRAFIK : II.11. PARAMETER SENYAWA AKTIF BIRU METILEN - PEMANTAUAN KUALITAS AIR TANAH PROVINSI DKI JAKARTA TAHUN 2011 Wilayah Jakarta Selatan Senyawa Aktif Biru Metilen mg/l Sampel Tahap 1 Sampel Tahap 2 Baku Mutu Titik Sumur Wilayah Jakarta Timur Senyawa Aktif Biru Metilen mg/l Sampel Tahap 1 Sampel Tahap 2 Baku Mutu Titik Sumur Wilayah Jakarta Pusat Senyawa Aktif Biru Metilen mg/l Titik Sumur Sampel Tahap 1 Sampel Tahap 2 Baku Mutu Halaman II - 82

109 Wilayah Jakarta Barat Senyawa Aktif Biru Metilen mg/l Sampel Tahap 1 Sampel Tahap 2 Baku Mutu Titik Sumur Wilayah Jakarta Utara Senyawa Aktif Biru Metilen mg/l Sampel Tahap 1 Sampel Tahap 2 Baku Mutu Titik Sumur Sumber : BPLHD Provinsi DKI Jakarta, 2011 Keterangan : Hasil Pemantauan Bulan September dan Nopember Nilai rata-rata parameter Sulfat (SO 4 ) secara general masih di bawah ambang batas yang diperkenankan, akan tetapi pada pengambilan sampel bulan September terdapat lokasi yang hasil sampelnya melebihi baku mutu yaitu di titik 310 (Tegal Alur, Kalideres) nilai 1.948,72 mg/l; titik 402 (Cakung Barat, Cakung) nilai 1.121,90 mg/l; titik 501 (Rorotan, Cilincing) nilai 508,01 mg/l. Sementara untuk pengambilan sampel bulan Nopember terdapat beberapa lokasi yang hasil sampelnya melebihi baku mutu yaitu di titik 310 (Tegal Alur, Kalideres) nilai 1.065,32 mg/l; titik 402 (Cakung Barat, Cakung) nilai 766,58 mg/l. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Grafik dibawah ini : Halaman II - 83

110 Wilayah Jakarta Selatan GRAFIK : II.12. PARAMETER SULFAT - PEMANTAUAN KUALITAS AIR TANAH PROVINSI DKI JAKARTA TAHUN 2011 Sulfat mg/l Sampel Tahap 1 Sampel Tahap 2 Baku Mutu Titik Sumur Wilayah Jakarta Timur Sulfat 1, , mg/l Sampel Tahap 1 Sampel Tahap 2 Baku Mutu Titik Sumur Wilayah Jakarta Pusat Sulfat mg/l Titik Sumur Sampel Tahap 1 Sampel Tahap 2 Baku Mutu Halaman II - 84

111 Wilayah Jakarta Barat Sulfat mg/l 2, , , , Sampel Tahap 1 Sampel Tahap 2 Baku Mutu Titik Sumur Wilayah Jakarta Utara Sulfat mg/l Sampel Tahap 1 Sampel Tahap 2 Baku Mutu Titik Sumur Sumber : BPLHD Provinsi DKI Jakarta, 2011 Keterangan : Hasil Pemantauan Bulan September dan Nopember Berikut ini prosentase jumlah lokasi pemantauan air tanah tahun 2011 yang melebihi baku mutu untuk parameter Senyawa Aktif Biru Metilen (MBAS) dan Sulfat (SO 4 ), untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel dibawah : TABEL : II.19. PROSENTASE JUMLAH LOKASI PEMANTAUAN AIR TANAH YANG MELEBIHI BAKU MUTU PARAMETER SENYAWA AKTIF BIRU METILEN (MBAS) DAN SULFAT (SO 4 ) PROVINSI DKI JAKARTA TAHUN 2011 SENYAWA AKTIF BIRU METILEN (MBAS) (mg/l) SULFAT (SO 4 ) (mg/l) WILAYAH SEPTEMBER NOPEMBER SEPTEMBER NOPEMBER JAKARTA SELATAN JAKARTA TIMUR (6%) 1 (6%) JAKARTA PUSAT - 1 (9%) - - JAKARTA BARAT (7%) 1 (7%) JAKARTA UTARA 2 (13%) 1 (7%) 1 (7%) - Sumber : BPLHD Provinsi DKI Jakarta, 2011 Keterangan : Halaman II - 85

112 Untuk hasil pemeriksaan laboratorium kadar kimia organik dengan menggunakan metode nilai permanganat (KMnO 4 ) pada sampel air tanah dangkal dapat dilihat pada Tabel di bawah ini. TABEL : II.20. RATA-RATA KUALITAS ORGANIK (KMNO 4 ) PADA AIR TANAH PROVINSI DKI JAKARTA TAHUN 2011 WILAYAH ORGANIK (KMnO 4 ) (mg/l) SEPTEMBER NOPEMBER JAKARTA SELATAN JAKARTA TIMUR JAKARTA PUSAT JAKARTA BARAT JAKARTA UTARA Sumber : BPLHD Provinsi DKI Jakarta, 2011 Keterangan : BM KMnO 4 = mg/l Dari Tabel : II.20 dapat dilihat bahwa nilai rata-rata kualitas organik (KMnO 4 ) masih dalam kondisi relatif baik, akan tetapi ada beberapa lokasi yang hasil sampelnya pada bulan September melebihi baku mutu yaitu di titik 310 (Tegal Alur, Kalideres) nilai 16,94 mg/l; titik 502 (Pademangan, Pademangan) nilai 34,06 mg/l; titik 507 (Tugu Selatan, Koja) nilai 15,73 mg/l; titik 508 (Pejagalan, Penjaringan) nilai 19,97 mg/l; titik 512 (Ancol, Pademangan) nilai 23,87 mg/l; titik 513 (Ancol, Pademangan) nilai 16,85 mg/l. Sedangkan untuk pengambilan sampel bulan Nopember, yang hasil sampelnya masih melebihi baku mutu ada di titik 310 (Tegal Alur, Kalideres) nilai 17,59 mg/l; titik 508 (Pejagalan, Penjaringan) nilai 21,41 mg/l; titik 509 (Semper Barat, Penjaringan) nilai 12,43 mg/l; titik 511 (Pluit, Penjaringan) nilai 12,42 mg/l; titik 512 (Ancol, Pademangan) nilai 20,87 mg/l; titik 513 (Ancol, Pademangan) nilai 19,68 mg/l. Gambaran lengkapnya dapat dilihat pada Grafik berikut ini. GRAFIK : II.13. PARAMETER ORGANIK (KMNO 4 ) - PEMANTAUAN KUALITAS AIR TANAH PROVINSI DKI JAKARTA TAHUN 2011 Wilayah Jakarta Selatan Organik (KMnO4) mg/l Sampel Tahap 1 Sampel Tahap 2 Baku Mutu Titik Sumur Halaman II - 86

113 Wilayah Jakarta Timur Organik (KMnO4) mg/l Sampel Tahap 1 Sampel Tahap 2 Baku Mutu Titik Sumur Wilayah Jakarta Pusat Organik (KMnO4) mg/l Sampel Tahap 1 Sampel Tahap 2 Baku Mutu Titik Sumur Wilayah Jakarta Barat Organik (KMnO4) mg/l Titik Sumur Sampel Tahap 1 Sampel Tahap 2 Baku Mutu Wilayah Jakarta Utara Organik (KMnO4) mg/l Titik Sumur Sampel Tahap 1 Sampel Tahap 2 Baku Mutu Sumber : BPLHD Provinsi DKI Jakarta, 2011 Keterangan : Hasil Pemantauan Bulan September dan Nopember Halaman II - 87

114 Berikut ini prosentase jumlah lokasi pemantauan air tanah tahun 2011 yang melebihi baku mutu untuk parameter organik (KMnO 4 ), dan untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel dibawah ini : TABEL : II.21. PROSENTASE JUMLAH LOKASI PEMANTAUAN AIR TANAH YANG MELEBIHI BAKU MUTU PARAMETER ORGANIK (KMNO 4 ) PROVINSI DKI JAKARTA TAHUN 2011 WILAYAH ORGANIK (KMnO 4 ) (mg/l) SEPTEMBER NOPEMBER JAKARTA SELATAN - - JAKARTA TIMUR - - JAKARTA PUSAT - - JAKARTA BARAT 1 (7%) 1 (7%) JAKARTA UTARA 5 (33%) 5 (33%) Sumber : BPLHD Provinsi DKI Jakarta, 2011 Keterangan : 3. Kualitas Biologis Air Tanah Kualitas biologis air tanah menunjukkan banyaknya mikroba yang terdapat di air tanah. Mikroba yang menjadi indikator apabila ingin mengetahui kualitas air tersebut tercemar atau tidak adalah bakteri koli. Nilai rata-rata kualitas biologis air tanah hasil pemantauan dapat dilihat di Tabel berikut ini. TABEL : II.22. RATA-RATA KUALITAS BIOLOGIS PADA AIR TANAH PROVINSI DKI JAKARTA TAHUN 2011 WILAYAH BAKTERI KOLI (Jml/100ml) SEPTEMBER NOPEMBER JAKARTA SELATAN JAKARTA TIMUR 166 2,893 JAKARTA PUSAT 4, ,359 JAKARTA BARAT 4,897 15,388 JAKARTA UTARA 178, ,662 Sumber : BPLHD Provinsi DKI Jakarta, 2011 Keterangan : BM Bakteri Koli = 50 Jml/100ml Dari data tersebut dapat dilihat bahwa rata-rata kualitas biologis air tanah di Provinsi DKI Jakarta sudah sangat buruk. Lokasi pemantauan yang kualitasnya buruk pada bulan September ada di titik 102 (Cikini, Menteng) nilai Jml/100 ml; titik 104 (Krukut, Taman Sari) nilai Jml/100 ml; titik 106 (Kebon Kelapa, Gambir) nilai Jml/100 ml; titik 107 (Gunung Sahari Selatan, Kemayoran) nilai 500 Jml/100 ml; titik 108 (Cempaka Putih Barat, Cempaka Putih) nilai 80 Jml/100 ml; titik 109 (Kebon Kosong, Kemayoran) nilai Jml/100 ml; titik 111 (Cikini, Menteng) nilai 500 Jml/100 ml; titik 203 (Pela Mampang, Mampang) nilai Jml/100 ml; titik 206 (Kramat Pela, Kebayoran Baru) nilai 800 Jml/100 ml; titik 209 (Bintaro, Pesanggrahan) nilai 130 Jml/100 ml; titik 303 (Sukabumi Utara, Kebon Jeruk) nilai Jml/100 ml; titik Halaman II - 88

115 304 (Jelambar, Grogol Cengkareng Barat) nilai Jml/100 ml; titik 305 (Pinangsia, Taman Sari) nilai 800 Jml/100 ml; titik 307 (Duri Kepa, Kebon Jeruk) nilai 130 Jml/100 ml; titik 309 (Meruya Utara, Kembangan) nilai Jml/100 ml; titik 313 (Tambora, Tambora) nilai Jml/100 ml; titik 314 (Duri Kepa, Kebon Jeruk) nilai 500 Jml/100 ml; titik 401 (Makasar, Makasar) nilai 130 Jml/100 ml; titik 403 (Pondok Kelapa, Duren Sawit) nilai 800 Jml/100 ml; titik 405 (Cijantung, Pasar Rebo) nilai 80 Jml/100 ml; titik 406 (Rawamangun, Pulogadung) nilai 500 Jml/100 ml; titik 408 (Kramat Jati, Kramat Jati) nilai 110 Jml/100 ml; titik 410 (Munjul, Cipayung) nilai 230 Jml/100 ml; titik 411 (Ciracas, Ciracas) nilai 170 Jml/100 ml; titik 501 (Rorotan, Cilincing) nilai Jml/100 ml; titik 502 (Pademangan, Pademangan) nilai Jml/100 ml; titik 503 (Sunter, Sunter) nilai Jml/100 ml; titik 504 (Sunter Jaya, Tanjung Priok) nilai Jml/100 ml; titik 505 (Kamal Muara, Penjaringan) nilai Jml/100 ml; titik 507 (Tugu Selatan, Koja) nilai Jml/100 ml; titik 508 (Pejagalan, Penjaringan) nilai Jml/100 ml; titik 509 (Semper Barat, Penjaringan) nilai 230 Jml/100 ml; titik 510 (Pegangsaan II, Kelapa Gading) nilai 80 Jml/100 ml; titik 511 (Pluit, Penjaringan) nilai Jml/100 ml; titik 512 (Ancol, Pademangan) nilai Jml/100 ml; titik 513 (Ancol, Pademangan) nilai Jml/100 ml; titik 514 (Tanjung Priok, Priok) nilai Jml/100 ml; titik 515 (Kalibaru, Cilincing) nilai Jml/100 ml. Sementara untuk hasil pemantauan bulan Nopember, lokasi yang hasil sampelnya melebihi baku mutu ada di titik 102 (Cikini, Menteng) nilai Jml/100 ml; titik 103 (Kwitang, Senen) nilai Jml/100 ml; titik 104 (Krukut, Taman Sari) nilai Jml/100 ml; titik 105 (Tanah Tinggi, Johar Baru) nilai Jml/100 ml; titik 106 (Kebon Kelapa, Gambir) nilai Jml/100 ml; titik 107 (Gunung Sahari Selatan, Kemayoran) nilai 90 Jml/100 ml; titik 109 (Kebon Kosong, Kemayoran) nilai 220 Jml/100 ml; titik 111 (Cikini, Menteng) nilai Jml/100 ml; titik 202 (Tanjung Barat, Jagakarsa) nilai 230 Jml/100 ml; titik 203 (Pela Mampang, Mampang) nilai Jml/100 ml; titik 205 (Pondok Pinang, Kebayoran Lama) nilai Jml/100 ml; titik 208 (Pejaten Barat, Pasar Minggu) nilai 80 Jml/100 ml; titik 301 (Rawa Buaya, Cengkareng) nilai Jml/100 ml; titik 302 (Kalideres, Kalideres) nilai 80 Jml/100 ml; titik 303 (Sukabumi Utara, Kebon Jeruk) nilai Jml/100 ml; titik 304 (Jelambar, Grogol Cengkareng Barat) nilai Jml/100 ml; titik 305 (Pinangsia, Taman Sari) nilai Jml/100 ml; titik 307 (Duri Kepa, Kebon Jeruk) nilai Jml/100 ml; titik 311 (Duri Kosambi, Cengkareng) nilai 800 Jml/100 ml; titik 313 (Tambora, Tambora) nilai 350 Jml/100 ml; titik 403 (Pondok Kelapa, Duren Sawit) nilai 500 Jml/100 ml; titik 404 (Rawa Teratai, Cakung) nilai Jml/100 ml; titik 406 (Rawamangun, Pulogadung) nilai 500 Jml/100 ml; titik 410 (Munjul, Cipayung) nilai 500 Jml/100 ml; titik 411 (Ciracas, Ciracas) nilai 130 Jml/100 ml; titik 414 (Utan Kayu Utara, Matraman) nilai 140 Jml/100 ml; titik 501 (Rorotan, Cilincing) nilai Jml/100 ml; titik 502 (Pademangan, Pademangan) nilai Jml/100 ml; titik 503 (Sunter, Sunter) nilai Jml/100 ml; titik 504 (Sunter Jaya, Tanjung Priok) nilai Jml/100 ml; titik 505 (Kamal Muara, Penjaringan) nilai Jml/100 ml; titik 506 (Kelapa Gading Timur, Kelapa Gading) nilai 230 Jml/100 ml; titik 507 (Tugu Selatan, Koja) nilai Jml/100 ml; titik 508 (Pejagalan, Penjaringan) nilai Jml/100 ml; titik 509 (Semper Barat, Penjaringan) nilai Jml/100 ml; titik 510 (Pegangsaan II, Kelapa Gading) nilai Jml/100 ml; titik Halaman II - 89

116 511 (Pluit, Penjaringan) nilai Jml/100 ml; titik 512 (Ancol, Pademangan) nilai Jml/100 ml; titik 513 (Ancol, Pademangan) nilai Jml/100 ml; titik 514 (Tanjung Priok, Priok) nilai Jml/100 ml; titik 515 (Kalibaru, Cilincing) nilai Jml/100 ml. Gambaran lengkapnya dapat dilihat pada Grafik di bawah ini : GRAFIK : II.14. PARAMETER BAKTERI KOLI - PEMANTAUAN KUALITAS AIR TANAH PROVINSI DKI JAKARTA TAHUN 2011 Wilayah Jakarta Selatan Bakteri Koli 10,000 1,000 Jml/100ml Sampel Tahap 1 Sampel Tahap 2 Baku Mutu Titik Sumur Wilayah Jakarta Timur Bakteri Koli 100,000 10,000 Jml/100ml 1, Sampel Tahap 1 Sampel Tahap 2 Baku Mutu Titik Sumur Wilayah Jakarta Pusat Bakteri Koli Jml/100ml 10,000,000 1,000, ,000 10,000 1, Titik Sumur Sampel Tahap 1 Sampel Tahap 2 Baku Mutu Halaman II - 90

117 Wilayah Jakarta Barat Bakteri Koli 1,000, ,000 Jml/100ml 10,000 1, Sampel Tahap 1 Sampel Tahap 2 Baku Mutu Titik Sumur Wilayah Jakarta Utara Bakteri Koli Jml/100ml Sampel Tahap 1 Sampel Tahap 2 Baku Mutu Titik Sumur Sumber : BPLHD Provinsi DKI Jakarta, 2011 Keterangan : Hasil Pemantauan Bulan September dan Nopember Apabila dilihat dari prosentase jumlah lokasi pemantauan air tanah yang melebihi baku mutu pada parameter bakteri koli di wilayah Provinsi DKI Jakarta, rinciannya dapat dilihat pada Tabel berikut : TABEL : II.23. PROSENTASE JUMLAH LOKASI PEMANTAUAN AIR TANAH YANG MELEBIHI BAKU MUTU PARAMETER BAKTERI KOLI PROVINSI DKI JAKARTA TAHUN 2011 WILAYAH SEPTEMBER BAKTERI KOLI (Jml/100ml) NOPEMBER JAKARTA SELATAN 3 (18%) 4 (24%) JAKARTA TIMUR 7 (41%) 6 (35%) JAKARTA PUSAT 8 (73%) 8 (73%) JAKARTA BARAT 7 (47%) 8 (53%) JAKARTA UTARA 14 (93%) 15 (100%) Sumber : BPLHD Provinsi DKI Jakarta, 2011 Keterangan : Halaman II - 91

118 c. Status Mutu Air Tanah (Indeks Pencemaran) di Prov. DKI Jakarta Status mutu air tanah digambarkan dengan Indeks pencemaran (Pollution Index) yang merupakan indeks yang digunakan untuk menentukan tingkat pencemaran relatif terhadap parameter kualitas air yang diijinkan. Pengelolaan dengan Indeks Pencemar dapat memberi masukan pada pengambil keputusan agar dapat menilai kualitas air serta melakukan tindakan tertentu untuk memperbaiki kualitas air jika terjadi penurunan kualitas akibat kehadiran senyawa pencemar. Indeks Pencemaran air tanah di Provinsi DKI Jakarta pada bulan September, yang menunjukkan kualitas air tanah pada musim kemarau tersaji pada Tabel : II.24 dibawah ini : TABEL : II.24. STATUS MUTU (INDEKS PENCEMARAN) AIR TANAH PROVINSI DKI JAKARTA TAHUN 2011 STATUS MUTU JUMLAH PERSENTASE Musim Kemarau Baik 15 20% Tercemar Ringan 38 51% Tercemar Sedang 12 16% Tercemar Berat 10 13% Musim Penghujan Baik 15 20% Tercemar Ringan 30 40% Tercemar Sedang 16 21% Tercemar Berat 14 19% Sumber : BPLHD Provinsi DKI Jakarta, 2011 Keterangan : Kondisi Indeks Pencemaran secara keseluruhan di wilayah DKI Jakarta sebagaimana yang terdapat pada tabel di atas menggambarkan kondisi air tanah di DKI Jakarta rata-rata sudah dalam kondisi tercemar (80%) baik itu tercemar ringan, sedang, ataupun berat. Kondisi pada saat musim penghujan menunjukkan adanya peningkatan pencemaran dari kondisi tercemar ringan menjadi tercemar sedang, ataupun berat. Kondisi Indeks Pencemaran air tanah di DKI Jakarta untuk setiap wilayah di Provinsi DKI Jakarta memiliki hasil yang berbeda-beda. Untuk lebih jelasnya mengenai kondisi status mutu air tanah di masing-masing wilayah di Provinsi DKI Jakarta dapat dilihat pada pembahasan sebagai berikut : 1. Status Mutu Air Tanah Jakarta Pusat Status mutu air tanah Jakarta Pusat berdasarkan hasil pemantauan dengan 2 (dua) kali pengambilan sampel menunjukkan bahwa pada saat musim kemarau kualitas air tanah di daerah yang dipantau sebagian besar sudah dalam keadaan tercemar ringan, sedang, ataupun berat (91%). Pada saat musim penghujan, kualitas air tanah di wilayah Jakarta Pusat menunjukkan adanya perubahan dengan tingkat Halaman II - 92

119 pencemaran berada di level 82 persen. Akan tetapi terjadi peningkatan status dari tercemar sedang 27 persen pada musim kemarau menjadi 36 persen pada musim penghujan dan tercemar berat 9 persen pada musim kemarau menjadi 18 persen pada musim penghujan. Indeks Pencemaran air tanah di wilayah Jakarta Pusat pada bulan September dan Nopember, yang menunjukkan kualitas air tanah tersaji pada Tabel berikut ini. TABEL : II.25. STATUS MUTU (INDEKS PENCEMARAN) AIR TANAH WILAYAH JAKARTA PUSAT TAHUN 2011 STATUS MUTU JUMLAH PERSENTASE Musim Kemarau Baik 1 9% Tercemar Ringan 6 55% Tercemar Sedang 3 27% Tercemar Berat 1 9% Musim Penghujan Baik 2 18% Tercemar Ringan 3 27% Tercemar Sedang 4 36% Tercemar Berat 2 18% Sumber : BPLHD Provinsi DKI Jakarta, 2011 Keterangan : 2. Status Mutu Air Tanah Jakarta Selatan Status mutu air tanah Jakarta Selatan berdasarkan hasil pemantauan dengan 2 (dua) kali pengambilan sampel menunjukkan bahwa pada saat musim kemarau kualitas air tanah di daerah yang dipantau sebagian besar sudah dalam keadaan tercemar ringan dan sedang (59%). Pada saat musim penghujan, kualitas air tanah di wilayah Jakarta Selatan menunjukkan adanya perubahan dengan tingkat pencemaran berada di level 88 persen. Akan tetapi secara umum kondisi air tanah di wilayah Jakarta Selatan masih belum dalam keadaan tercemar berat, untuk lebih jelasnya dapat dijelaskan pada Tabel dibawah : Halaman II - 93

120 TABEL : II.26. STATUS MUTU (INDEKS PENCEMARAN) AIR TANAH WILAYAH JAKARTA SELATAN TAHUN 2011 STATUS MUTU JUMLAH PERSENTASE Musim Kemarau Baik 7 41% Tercemar Ringan 9 53% Tercemar Sedang 1 6% Tercemar Berat 0 0% Musim Penghujan Baik 2 12% Tercemar Ringan 13 76% Tercemar Sedang 2 12% Tercemar Berat 0 0% Sumber : BPLHD Provinsi DKI Jakarta, 2011 Keterangan : 3. Status Mutu Air Tanah Jakarta Barat Status mutu air tanah Jakarta Barat berdasarkan hasil pemantauan dengan 2 (dua) kali pengambilan sampel menunjukkan bahwa pada saat musim kemarau kualitas air tanah di daerah yang dipantau sebagian besar sudah dalam keadaan tercemar ringan, sedang, ataupun berat (80%). Pada saat pemantauan pada musim penghujan terjadi peningkatan status tercemar sedang dari 20 persen menjadi 27 persen. Indeks Pencemaran air tanah di wilayah Jakarta Barat pada bulan September dan Nopember, yang menunjukkan kualitas air tanah tersaji pada Tabel berikut ini. TABEL : II.27. STATUS MUTU (INDEKS PENCEMARAN) AIR TANAH WILAYAH JAKARTA BARAT TAHUN 2011 STATUS MUTU JUMLAH PERSENTASE Musim Kemarau Baik 3 20% Tercemar Ringan 7 47% Tercemar Sedang 3 20% Tercemar Berat 2 13% Musim Penghujan Baik 3 20% Tercemar Ringan 6 40% Tercemar Sedang 4 27% Tercemar Berat 2 13% Sumber : BPLHD Provinsi DKI Jakarta, 2011 Keterangan : Halaman II - 94

121 4. Status Mutu Air Tanah Jakarta Timur Status mutu air tanah Jakarta Timur berdasarkan hasil pemantauan dengan 2 (dua) kali pengambilan sampel menunjukkan bahwa pada saat musim kemarau kualitas air tanah di daerah yang dipantau sebagian besar sudah dalam keadaan tercemar ringan (82%). Pada saat pemantauan pada musim penghujan terjadi peningkatan kualitas status mutu air tanah dari 18 persen kondisi baik menjadi 47 persen kondisi baik dan juga terjadi perubahan status tercemar sedang dan berat dari masing-masing 0 persen menjadi masing-masing 6 persen. Indeks Pencemaran air tanah di wilayah Jakarta Timur pada bulan September dan Nopember, yang menunjukkan kualitas air tanah tersaji pada Tabel berikut ini. TABEL : II.28. STATUS MUTU (INDEKS PENCEMARAN) AIR TANAH MUSIM KEMARAU DI WILAYAH JAKARTA TIMUR TAHUN 2011 STATUS MUTU JUMLAH PERSENTASE Musim Kemarau Baik 3 18% Tercemar Ringan 14 82% Tercemar Sedang 0 0% Tercemar Berat 0 0% Musim Penghujan Baik 8 47% Tercemar Ringan 7 41% Tercemar Sedang 1 6% Tercemar Berat 1 6% Sumber : BPLHD Provinsi DKI Jakarta, 2011 Keterangan : 5. Status Mutu Air Tanah Jakarta Utara Status mutu air tanah Jakarta Utara berdasarkan hasil pemantauan dengan 2 (dua) kali pengambilan sampel menunjukkan bahwa pada saat musim kemarau kualitas air tanah di daerah yang dipantau sebagian besar sudah dalam keadaan tercemar ringan, sedang, ataupun berat (93%). Pada saat pemantauan pada musim penghujan terjadi perubahan status tercemar berat dari 47 persen menjadi 60 persen. Indeks Pencemaran air tanah di wilayah Jakarta Utara pada bulan September dan Nopember, yang menunjukkan kualitas air tanah tersaji pada Tabel berikut ini : Halaman II - 95

122 TABEL : II.29. STATUS MUTU (INDEKS PENCEMARAN) AIR TANAH MUSIM KEMARAU DI WILAYAH JAKARTA UTARA TAHUN 2011 STATUS MUTU JUMLAH PERSENTASE Musim Kemarau Baik 1 7% Tercemar Ringan 2 13% Tercemar Sedang 5 33% Tercemar Berat 7 47% Musim Penghujan Baik 0 0% Tercemar Ringan 1 7% Tercemar Sedang 5 33% Tercemar Berat 9 60% Sumber : BPLHD Provinsi DKI Jakarta, 2011 Keterangan : Dari hasil pemantauan kualitas air tanah di Provinsi DKI Jakarta pada tahun 2011 dapat disimpulkan adalah sebagai berikut : 1. Parameter Fisik Hasil pemantauan menunjukkan bahwa rerata nilai parameter fisik air tanah yang berupa TDS (Total Dissolved Solids) dan kekeruhan di seluruh wilayah DKI Jakarta masih dalam kondisi baik, dari lima wilayah Kotamadya di Provinsi DKI Jakarta, Jakarta Utara memiliki nilai rerata TDS dan kekeruhan yang paling tinggi dan memiliki nilai prosentase wilayah yang hasil sampelnya melebihi baku mutunya paling besar. 2. Parameter Kimia Kondisi parameter kimia air tanah mengalami trend yang bervariasi antara lain sebagai berikut : Parameter besi (Fe) : Nilai rata-rata parameter besi masih berada dalam kondisi yang relatif baik yaitu sebagian besar masih berada dibawah baku mutu. Akan tetapi ada dua wilayah Kotamadya di Provinsi DKI Jakarta yang nilai rata-ratanya melebihi baku mutu yaitu Jakarta Pusat (September) dan Jakarta Timur (Nopember), dengan wilayah Jakarta Pusat merupakan wilayah yang nilai prosentase wilayah yang melebihi baku mutunya paling besar. Parameter Fluorida (F) : Nilai rata-rata parameter Fluorida air tanah di seluruh wilayah Provinsi DKI Jakarta masih memenuhi baku mutu, dan dari semua titik pantau tidak ada yang melebihi baku mutu. Halaman II - 96

123 Parameter total hardness : Nilai rata-rata parameter total hardness air tanah di seluruh wilayah Provinsi DKI Jakarta masih memenuhi baku mutu, akan tetapi ada beberapa titik pantau di wilayah Jakarta Barat dan Jakarta Utara yang hasil sampelnya melebihi baku mutu. Parameter Chlorida (Cl) : Nilai rata-rata parameter Chlorida air tanah di seluruh wilayah Provinsi DKI Jakarta masih memenuhi baku mutu, akan tetapi ada beberapa titik pantau di wilayah Jakarta Barat, Jakarta Timur, dan Jakarta Utara yang hasil sampelnya melebihi baku mutu. Parameter Mangan (Mn) : Untuk parameter ini seluruh wilayah Kotamadya DKI Jakarta yang nilai rata-ratanya melebihi baku mutu sangat banyak dan tersebar disemua wilayah. Hanya di wilayah Jakarta Selatan yang nilai rata-rata untuk parameter Mangan masih memenuhi baku mutu. Parameter Nitrat (NO 3 ) : Nilai rata-rata parameter Nitrat air tanah di seluruh wilayah Provinsi DKI Jakarta masih memenuhi baku mutu, dan dari semua titik pantau tidak ada yang melebihi baku mutu. Parameter Nitrit (NO 2 ) : Nilai rata-rata parameter Nitrit air tanah di seluruh wilayah Provinsi DKI Jakarta masih memenuhi baku mutu, dan dari semua titik pantau tidak ada yang melebihi baku mutu. Parameter ph : Nilai rata-rata parameter ph untuk seluruh wilayah Kotamadya Provinsi DKI Jakarta berada di rentang baku mutu yang dipersyaratkan. Hanya wilayah Jakarta Selatan yang nilainya berada di bawah rentang baku mutu. Parameter detergen (MBAS) : Nilai rerata parameter MBAS air tanah di seluruh wilayah Provinsi DKI Jakarta masih memenuhi baku mutu, akan tetapi ada beberapa titik pantau di wilayah Jakarta Pusat dan Jakarta Utara yang hasil sampelnya melebihi baku mutu. Parameter Sulfat (SO 4 ) : Nilai rerata parameter Sulfat air tanah di seluruh wilayah Provinsi DKI Jakarta masih memenuhi baku mutu, akan tetapi ada beberapa titik pantau di wilayah Jakarta Barat, Jakarta Timur, dan Jakarta Utara yang hasil sampelnya melebihi baku mutu. Parameter Organik (KMnO 4 ) : Nilai rerata parameter Organik air tanah di seluruh wilayah Provinsi DKI Jakarta masih memenuhi baku mutu. Wilayah Jakarta Utara memiliki jumlah titik terbanyak yang hasil sampelnya melebihi baku mutu. 3. Parameter mikrobiologi Bakteri koli rata-rata di semua wilayah Kotamadya DKI Jakarta telah melebihi baku mutu. Nilai rata-rata yang didapat berdasarkan hasil pengukuran sangat jauh dari nilai baku mutu. Dengan wilayah yang paling banyak tercemar bakteri koli berada di wilayah Jakarta Utara. Halaman II - 97

124 4. Indeks Pencemaran Status mutu air tanah di DKI Jakarta pada tahun 2011 termasuk dalam kategori baik sampai tercemar berat, dengan rincian kategori baik sebesar 20 persen, tercemar ringan 51 persen, tercemar sedang 16 persen, dan tercemar berat 13 persen. Kondisi ini menjadi lebih buruk pada saat masuk musim penghujan dimana kategori baik menjadi sebesar 20 persen, tercemar ringan 40 persen, tercemar sedang 21 persen dan tercemar berat 19 persen. Sumber pencemaran air tanah dilihat dari hasil analisa laboratorium terhadap sampel di beberapa titik, dapat diperkirakan berasal air limbah domestik (rumah tangga). Hal ini terlihat dari nilai bakteri koli yang sangat jauh di atas baku mutu. Dengan kondisi permukiman yang berada di lokasi yang sangat padat, baik teratur maupun tidak teratur, tidak dapat diperkirakan saluran sanitasi masyarakat dan kondisinya. Hal ini juga dikarenakan belum adanya pelayanan pembuangan dan pengolahan air limbah secara komunal Situ-situ (Waduk) Keberadaan situ-situ di Provinsi DKI Jakarta sangat penting artinya bagi kelangsungan kehidupan di perkotaan, karena mempunyai fungsi sebagai tempat cadangan air tanah disaat musim kemarau dan berfungsi sebagai pengendali banjir dimusim penghujan maupun pemanfaatan lainnya bagi kesejahteraan warga di sekitar situ. Situ-situ di wilayah DKI Jakarta yang tersebar di beberapa wilayah dengan luasan yang berbeda mempunyai karakteristik yang berbeda, baik dalam hal struktur dan tekstur tanah, sifat kimia air, plankton/periphyton, tumbuhan air dan berbagai jenis ikan dan mahkluk hidup lainnya. Kondisi situ-situ tersebut mempunyai fungsi ekologis yang sangat penting. Sekarang ini keberadaan situ-situ di Provinsi DKI Jakarta cenderung berkurang jumlahnya dan keadaannya sudah banyak yang tercemar maupun beralih fungsi. Hal ini disebabkan akibat pembangunan yang sangat pesat di berbagai sektor pembangunan, permukiman, gedung - gedung perkantoran/perhotelan, industri ditambah lagi pertumbuhan penduduk dan arus urbanisasi yang sedikit banyak memerlukan lahan. Secara umum beberapa situ di Provinsi DKI Jakarta saat ini telah terjadi proses perubahan kualitas situ dari ekosistem alami ke ekosistem buatan yang pada dasarnya mewujudkan ekosistem yang tidak lengkap siklus jaring-jaring makanannya sehingga hal ini memberikan indikasi bahwa hubungan timbal balik antar komponen lingkungan yang ada tidak berjalan dengan baik, sehingga berdasarkan kepada hal-hal tersebut di atas maka situ-situ yang ada di wilayah DKI Jakarta tersebut perlu dilakukan upaya pelestariannya serta peningkatan fungsinya, disamping banyaknya situ yang mengalami pendangkalan dan telah berubah fungsi akibat adanya aktivitas manusia. Meningkatnya jumlah penduduk dan aktivitas pembangunan di Provinsi DKI Jakarta menyebabkan peningkatan jumlah buangan limbah domestik, limbah industri dan limbah-limbah lainnya yang pada gilirannya menimbulkan pencemaran dan kerusakan situ-situ yang ada Halaman II - 98

125 Inventarisasi dan identifikasi situ dan waduk terakhir dilaksanakan pada tahun 1995, akan tetapi dengan meningkatnya pembangunan dan aktivitas penduduk ada beberapa situ yang hilang dan berubah fungsi, oleh karena itu perlu dilakukan inventarisasi dan pemantauan yang berkesinambungan untuk mengetahui keberadaan dan kondisi fisik situ-situ yang terdapat di wilayah DKI Jakarta, maksud dari pemantauan kualitas air situ/waduk adalah untuk mendapatkan gambaran kondisi fisik dan kualitas air situ/waduk di Jakarta baik secara fisik, kimia dan biologi, sedang tujuannya adalah : 1. Terolahnya data kualitas air situ/waduk dengan parameter fisik, kimia dan biologi 2. Tersedianya data status mutu air situ/waduk 3. Diketahuinya beban pencemar dan daya dukung situ/waduk Dalam kaitan tersebut maka Pemerintah Provinsi DKI Jakarta pada tahun 2011 dalam hal ini BPLHD Provinsi DKI Jakarta telah melakukan upaya pengambilan sampel air situ/waduk pada 29 situ/waduk, sampling dilakukan di inlet, outlet, dan tengah situ/waduk. Total sampel air dari 29 situ/waduk adalah 84 sampel, untuk lebih jelasnya tersaji pada Tabel dibawah ini : TABEL : II.30. LOKASI PENGAMBILAN SAMPEL SITU/WADUK DI PROVINSI DKI JAKARTA TAHUN 2011 WILAYAH JAKARTA SELATAN JAKARTA TIMUR JAKARTA PUSAT JAKARTA BARAT LOKASI PENGAMBILAN SAMPEL AIR SITU Situ Babakan Jl.M.Kahfi, Kel.Srengseng Sawah Mangga bolong Kel.Srengseng Sawah Kali Bata Jl.Taman Makam Pahlawan Kalibata, Kel.Kalibata Ragunan Kebon Binatang Ragunan, Kel.Ragunan Ragunan Pemancingan Kebon Binatang Ragunan, Kel.Ragunan Walikota jaksel Jl. Prapanca Raya Kel Petogogan Kelapa Dua Wetan Kel.Kelapa Dua Wetan, Kec.Ciracas Situ Kramat /Sunter Hulu Kel. Setu, Jakarta Timur Rawa Dongkal Jl. Tidar, Cibubur Situ Rawa Gelam (Kwsn Industri Pulogadung) Jl. Rawa Gelam Kec.Pulogadung Rio-Rio Jl. Pulomas Utara, Kel. Kayu Putih Situ Tipar Jl. Tipar Jakarta Timur Pedongkelan Jl. Gndaria kel. Tugu Situ Elok Jl. Raya Penggilingan, Cakung Rawa Badung Jl. Dr. Rajiman. Lembang Jl. Lembang, Kel. Menteng, Kec. Menteng Situ Melati Jl. Teluk Betung/Jl.Kota Bumi, Kel.Kbn Melati, Kec.Tanah Abang Senayan Jl. Gatot Subroto, Kel.Gelora, Kec. Tanah Abang Grogol Jl. Tj.Duren Utara II, Kel. Tj.Duren, Kec. Grogol Petamburan Taman Kota Srengseng Jl Srengseng Kebon Jeruk Teluk gong Jl. Keting Kel. Pejagalan bersambung... Halaman II - 99

126 WILAYAH JAKARTA UTARA Bahagia Papanggo Sunter I Sunter II PIK I PIK II Kodamar Rawa Badak Pluit LOKASI PENGAMBILAN SAMPEL AIR SITU Jl. Semeru I/II, Kel.Grogol Jl. Bisma Utara Kel. Papanggo Jl.Danau Sunter Selatan I, Kel.Sunter Jaya, Jl. Danau Sunter Selatan Jl. Pantai Indah Selatan Kel. PIK Jl. Pantai Indah Utara Kel. PIK Jl. Inspeksi Kali Sunter. Jl. Alur Laut Kel. Rawa Badak Jl. Raya Pluit Selatan, Kel.Penjaringan sambungan Sumber : BPLHD Provinsi DKI Jakarta, 2011 Keterangan : Selain disajikan dalam bentuk tabel diatas, juga disajikan pula dalam bentuk peta yang terdapat pada Gambar : II.2, hal ini dilakukan untuk lebih memudahkan dalam melihat sebaran lokasi pemantauan situ/waduk di wilayah Provinsi DKI Jakarta Tahun GAMBAR : II.2. LOKASI PENGAMBILAN SAMPEL AIR SITU/WADUK DI PROVINSI DKI JAKARTA Evaluasi dilakukan dari hasil analisa air situ dibandingkan dengan Baku Mutu dan disesuaikan dengan SK Gub. DKI Jakarta Nomor 582/1995 untuk peruntukan perikanan dan peternakan (Golongan C). Halaman II - 100

127 Selain itu dilakukan pula perhitungan dengan menggunakan Pollutan Indeks/Indeks Pencemar dengan mempergunakan berbagai parameter yang ada baik fisik, kimia, ataupun biologi. Evaluasi terhadap nilai IP adalah berdasarkan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 115/2003, dimana nilai indeks pencemar dapat dilihat pada Tabel dibawah : TABEL : II.31. NILAI INDEKS PENCEMAR (IP) AIR DAN KATEGORINYA NILAI IP 0 IP <IP <IP 10.0 IP> 10.0 STATUS Memenuhi Baku Mutu (Kondisi Baik) Cemar Ringan Cemar Sedang Cemar Berat Secara umum kondisi dan lokasi pemantauan situ/waduk di Provinsi DKI Jakarta yang dilakukan BPLHD Provinsi DKI Jakarta pada tahun 2011, dapat diuraikan sebagai berikut : WILAYAH & NO NAMA SITU 1 Situ Kawasan Industri Pulogadung / rawa gelam TABEL : II.32. KONDISI UMUM LOKASI PEMANTAUAN SITU ALAMAT KONDISI FISIK SITU KEGUNAAN Kawasan Industri pulogadung Jakarta Timur 2 Situ Badung di Kelurahan Jatinegara kecamatan Cakung Jakarta Timur. 3 Situ Sunter Hulu Situ Kramat/ Sunter Hulu terletak di Jl. Ujung Aspal (Jati Melati) Kecamatan Cipayung. Jakarta Timur Terbentuk secara Buatan Sumber air berasal dari buangan sekitar dan air hujan Kondisi situ tidak terawat, dipenuhi tumbuhan air, Air bau, hitam dan tercemar Terdapat proses pendangkalan karena sampah Meluap pada musim hujan. Terbentuk secara Alami luas lebih kurang 3 ha Sumber air berasal dari buangan sekitar dan air hujan Kondisi situ tidak terawat Air bau, hitam dan tercemar Terdapat proses pendangkalan karena sampah Kondisi disekitar situ berupa pemukiman penduduk yang tidak teratur, pepohonan dan tanah lapang. Pohon yang ada disekitar situ adalah pohon asam, kelapa dan putri malu. Terbentuk secara buatan Sumber air berasal dari sumber alami sekitar dan air hujan Kondisi situ masih alam Air keruh, dan tidak tercemar Air naik pada musim hujan. Badan Penampung air Tidak termanfaatkan. Badan Penampung air, tetapi tidak termanfaatkan. Daerah resapan air Dijadikan tempat pembuangan sampah. Badan Penampung air, pemancingan. bersambung... Halaman II - 101

128 NO WILAYAH & NAMA SITU 4 Situ Kelapa Dua Wetan 5 Situ Rawa Dongkal 6 Situ Pedongkelan 7 Waduk Teluk Gong sambungan ALAMAT KONDISI FISIK SITU KEGUNAAN Terletak di Kelurahan Kelapa Dua Wetan Kecamatan Ciracas Kotamadya Jakarta Timur Jalan Tidar Perumahan Bukit Permai Kelurahan Cibubur Kecamatan Ciracas Jakarta Timur Kondisi sekitar situ merupakan kebun, sekolah dan pemukiman penduduk. Sedangkan jenis pepohonan disekitar situ antara lain kelapa, angsamna,sawo, cemara, kepel, sengon dan lain-lain. Terbentuk secara alami Kondisi situ sebagian sudah terawat Air keruh, dan tidak tercemar Air naik pada musim hujan. Situ terbentuk secara alami mempunyai luas 8 ha. dikelola oleh Yayasan PKP Sumber air berasal dari sumber alami, sungai, air hujan dan buangan sekitar. Di sekitarnya merupakan pemukiman penduduk, tanah lapang, pepohonan dan sekolah Tanaman yang ada seperti Leersia dan Mimosa, sedangkan tanaman darat yang ada seperti mangga (Mangifera indica) dan kelapa (Cocos nucifera) Terbentuk secara alami dengan luas ± 9 ha Sumber air berasal dari alami dan sungai gede,air hujan Kondisi situ sebagian alami, air keruh, dan tidak tercemar, Air naik pada musim hujan. Pengelolanya adalah DPU DKI Jakarta. Situ ini telah dilindungi telah dilindungi oleh SK Gubernur KDKI Jakarta Nomor 1872 Tahun Situ ini dikelilingi perumahan penduduk, pepohononan dan persawahan. Perumahan yang ada disekitar situ teratur. Tidak terdapat industri disekitar situ. Jakarta Timur Terbentuk secara Alami Sumber air berasal dari buangan sekitar dan air hujan Kondisi situ tidak terawat, air bau, hitam dan tercemar Terdapat proses pendangkalan karena sampah dan tumbuhan air Jalan Pancet I Kelurahan Pejagalan Kecamatan Penjaringan Jakarta Utara. Waduk Teluk Gong berada pada pengelolaan Dinas Pekerjaan Umum DKI Jakarta. Terbentuk secara buatan dengan luas lebih kurang 0,75 ha. Badan penampung air Perikanan Rekreasi Badan penampung air hutan kota Badan penampung air Pemancingan Fungsi waduk adalah sebagai penampungan air dari sekitar Pengendali banjir. bersambung... Halaman II - 102

129 NO WILAYAH & NAMA SITU 8 Taman Ria Senayan 9 Waduk Tomang Barat 10 Situ Lembang sambungan ALAMAT KONDISI FISIK SITU KEGUNAAN Situ ini beralamat di Jl. Gatot Subroto, Kel.Gelora, Kec. Tanah Abang Berada di RT.01/003, Tanjung Duren II Grogol Jakarta Barat, Situ Lembang berada di jalan Lembang Kelurahan Gondangdia Kecamatan Menteng Kotamadya Jakarta Pusat. Airnya berasal dari masukan rumah tangga yang ada disekitar waduk dan berasal dari air hujan. Terdapat dua saluran masuk dan satu saluran keluar (dengan menggunakan pompa) dari waduk. Kondisi air kontinu akan tetapi terjadi penurunan permukaan air pada musim kemarau dan kenaikan permukaan pada musim penghujan. Kondisi sekitar waduk adalah pemukiman penduduk yang tidak teratur. dengan luas ± 4 ha. Sumber air alami berasal dari air hujan. Dan buangan domestik Kondisi situ tidak terawat dan terjadi proses pendangkalan akibat dari lumpur dan booming algae Kondisi perairan sebagian ditumbuhi tanaman air dan sebagian dikotori sampah. Bantaran situ juga tidak terawat dengan baik karena adanya kegiatan pembangunan taman ria Kondisi disekitar situ adalah perkantoran dan pepohonan. terletak dekat halte busway Indosiar. Luas waduk ini 20 ha dan terdapat pipa perencanaan IPAL pada waduk tersebut. Kondisi air keruh, kehitaman2 Tercemar limbah domestik Terdapat aerator untuk meningkatkan kualitas situ dengan cara dikontakan dengan udara tetapi hasilnya kurang maksimal Situ ini dikelola oleh Dinas Pertamanan DKI Jakarta Terbentuk secara alami dengan luas sekitar 0,4 ha Airnya bersal dari mata air di sekitar situ Airnya tersedia secara kontinyu baik pada musim hujan maupun musim kemarau Kondisi situ terawat dan tidak nampak adanya proses pendangkalan Sedangkan kondisi perairan cukup bersih, airnya jernih dengan kecerahan 45 cm dan hanya sebagian kecil (5%) tertutup oleh sampah dan tanaman air (teratai). Fungsi situ adalah sebagai badan penampung air dan perikanan. Fungsi waduk adalah sebagai penampungan air dari sekitar Pengendali banjir Pengolah limbah domestik sebagai daerah resapan air Rekereasi bersambung... Halaman II - 103

130 NO WILAYAH & NAMA SITU 11 Waduk Melati 12 Waduk Empang Bahagia sambungan ALAMAT KONDISI FISIK SITU KEGUNAAN Waduk Melati terletak di Jalan Teluk Betung Kelurahan Kebon Melati Kecamatan Tanah Abang Jakarta Pusat Terletak di Jalan Semeru I dan Jalan Semeru II, Kelurahan Grogol Kecamatan Grogol Petamburan, Kotamadya Jakarta Barat 13 Situ Rio-Rio Rio-Rio terletak di Jalan Pulo Mas Raya Kelurahan Kayu Putih, Jakarta Timur. Lingkungan sekitar situ dikelilingi oleh perumahan yang tertata rapih dan pepohonan yang terdiri dari pohon beringin, saga dan ketapang. Waduk ini dikelola oleh PWSCC Waduk Melati ini terbentuk secara buatan dengan luas ± 3,5 ha Airnya berasal dari buangan penduduk disekitar waduk, air sungai dan air hujan Terdapat pintu air pada inlet (masukan dari sungai Cideng) dan outletnya (menuju Banjir Kanal). Kondisi airnya kontinyu Pada musim hujan air meluap dan pada musim kemarau air turun. Kondisi situ terawat namun terjadi pendangkalan yang disebabkan oleh limbah organik dan limbah padat yang berasal dari buangan rumah tangga disekitar dikelola oleh Pemda DKI Jakarta. Waduk tersebut terbentuk secara alami dengan luas kurang lebih 4 ha Waduk tersebut terbentuk secara alami dengan luas kurang lebih 4 ha Airnya berasal dari sumber air air hujan, dan buangan rumah tangga yang ada di sekitar waduk. Adapun outletnya menuju Kali Jembatan Besi. Kondisi air kontinyu dimana air naik pada musim hujan dan turun pada musim kemarau Fisik perairan hijau pekat dengan tepian waduk sudah diberi tanggul pembatas dan di tengahnya diberi air mancur. Lingkungan sekitar situ berupa pemukiman penduduk dan pepohonan yang berada di sekitar situ Situ Rio-Rio terbentuk secara alami dengan luas yang ada saat ini hanya tinggal ± 3,85 ha. Terjadi penyempitan lahan situ. Sumber air berasal dari sumber alami dan buangan penduduk. Masukan air pada situ berasal dari drainase Pulo Nangka, Pada inlet dan outlet situ terdapat pintu air. Kondisi air kontinyu dan kondisi situ sangat tidak terawat. Waduk ini berfungsi sebagai badan penampung air dan Pengendali banjir berfungsi sebagai badan penampungan air Penampung limbah domestik Situ ini berfungsi sebagai pengendali banjir dan resapan air. bersambung... Halaman II - 104

131 NO WILAYAH & NAMA SITU 14 Situ Elok Situ Elok berada di perumahan Puri Elok, Kelurahan Penggilingan Kecamatan Cakung Jakarta Timur. 15 Waduk Walikota Jaksel 16 Waduk Kalibata sambungan ALAMAT KONDISI FISIK SITU KEGUNAAN Di Wilayah Kantor Walikota Jaksel Jalan Taman Makam Pahlawan Kalibata Kelurahan Kalibata Kecamatan Pancoran Kotamadya Jakarta Selatan Situ ini berfungsi sebagai pengendali banjir dan resapan air. Kondisi lingkungan sekitar situ Ria-Rio merupakan pemukiman penduduk yang letaknya tidak beraturan. Pada bagian utara situ terdapat pompa pengatur banjir. Pada sisi barat situ terdapat jalan raya dan jalan tol. Bagian utara situ merupakan pemukiman liar dan bagian timur serta selatan situ terdapat pemukiman penduduk. Warga dari pemukiman tersebut membuang limbahnya langsung ke perairan situ atau ke aliran sungai yang masuk ke situ. Situ ini dikelola oleh Dinas Perikanan DKI Jakarta. Situ ini terbentuk secara buatan dengan luas ± 1 ha. Airnya berasal dari air hujan dan dari buangan sekitar. Masukan dari Kali Pulo Gebang dan Kali Cakung. Kondisi air kontinyu dan terdapat pendangkalan akibat sampah, lumpur, pasir dan pengurukan Kondisi disekitar situ adalah pemukiman penduduk, industri dan pepohonan yaitu akasia dan tanjung. Pemukiman penduduk teratur. pada pengelolaan Dinas Pekerjaan Umum DKI Jakarta. Terbentuk secara buatan. Di sekitar waduk ditumbuhi pepohonan Terbentuk secara alami Luas kurang lebih 6 ha Airnya berasal dari sumber alami dan limbah domestik dari pemukiman Pasokan air kontinyu Terawat dengan baik dengan warna air hijau jernih Luas kurang lebih 6 ha Airnya berasal dari sumber alami dan limbah domestik dari pemukiman penduduk di belakang lokasi Taman Makam Pahlawan Kalibata melalui satu saluran inlet pada tepian situ banyak ditumbuhi pepohonan. situ sudah ditembok Berfungsi sebagai penampung air Resapan air Fungsi waduk adalah sebagai penampungan air dari sekitar dan Pengendali banjir. Tempat resapan air dan Tempat penanggulangan banjir bersambung... Halaman II - 105

132 NO WILAYAH & NAMA SITU 17 Situ Babakan Situ Babakan terletak di Jalan Muhammad Kahfi Kelurahan Srengseng Sawah Kecamatan Jagakarsa Kotamadya Jakarta Selatan 18 Situ Ragunan II 19 Sunter Barat/ Papanggo 20 Waduk Sunter I sambungan ALAMAT KONDISI FISIK SITU KEGUNAAN Situ Cisarua Bon Bin Ragunan berada di dalam Kebon Binatang Ragunan Kelurahan Ragunan Kecamatan Pasar Minggu Kota Administrasi Jakarta Selatan di Jalan Bisma Utara, Kelurahan Papanggo, Kecamatan Tanjung Priok, Jakarta Utara. Berada di Jalan Danau Sunter Jaya, Kecamatan Tanjung Priok, Kotamadya Jakarta Utara. Situ ini terbentuk secara alami dengan luas sekitar 27 ha Air berasal dari Kali Tengak, Kali Setu, dan saluran air dari situ Mangga Bolong outletnya menuju sungai Ciliwung Lingkungan di sekitar situ merupakan perkampungan penduduk dan masih banyak pepohonan yang berada di sekitar situ Setengah luas dari situ ini sudah diberi tanggul terbuat dari tembok sehingga memperkecil adanya pendangkalan akibat adanya erosi tanah Partisipasi masyarakat terhadap pelestarian situ cukup baik Pada tahun ini situ babkan tidak dipantau karena sedang dilakukan pengerukan dan pembangunan badan situ Situ dikelola oleh Kebun Binatang ragunan Terbentuk secara alami dengan luas kurang lebih 10 ha Kondisi situ terawat kondisi perairan tanpa ada tanaman pengganggu Fisik perairan keruh dengan warna air kuning coklat Kondisi sekitarnya adalah pepohonan yang terdiri dari pohon Albasia, Akasia dan bambu. Waduk ini dikelola oleh BP3L Sunter. Waduk ini terbentuk secara alami dengan luas ± 27 ha. Air berasal dari sumber air alami, dari sungai (kali Sunter), air hujan dan buangan dari sekitar. Terdapat pintu air pada inlet dan outletnya. Kondisi air kontinyu dan tetapi ada proses pendangkalan karena sampah yang berada di pinggiran situ Kondisi sekitar waduk adalah pemukiman penduduk (teratur), perkantoran dan pepohonan (angsana). Waduk ini dikelola oleh DPU DKI Jakarta. Waduk Sunter I terbentuk secara buatan dengan luas ± 27,4 ha dan airnya bersumber dari sumber alami, air hujan dan buangan dari sekitar waduk. Badan penampung air Resapan air Irigasi Rekreasi Penanggulanga n banjir dan Tempat budidaya perikanan Dipergunakan untuk rekreasi Pemancingan sebagai badan penampung air. Badan penampung air Resapan air Irigasi Penanggulanga n banjir Badan penampung air Resapan air Irigasi Penanggulanga n banjir bersambung... Halaman II - 106

133 NO WILAYAH & NAMA SITU 21 Waduk Sunter II sambungan ALAMAT KONDISI FISIK SITU KEGUNAAN di Jalan Danau Sunter Selatan, Kelurahan Sunter Jaya, Kecamatan Tanjung Priok, Jakarta Utara. 22 Pluit Jalan Pluit Raya Selatan, Kelurahan Penjaringan, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara. 23 Hutan Kota Srengseng Terletak di Jl. Srengseng Kelurahan Srengseng Kecamatan Kebon Jeruk Jakarta Barat Terdapat pintu air pada inlet dan outletnya. Kondisi air kontinyu. Tejadi pendangkalan pada waduk Sunter akibat sampah. Kondisi disekitar waduk adalah pemukiman penduduk, pekantoran, industri antara lain Astra, Hotel Danau Sunter dan pepohonan yaitu pohon Akasia. Industri tidak membuang air limbah kedalam waduk. Waduk Sunter II terbentuk secara alami dengan luas ± 29 ha. Airnya berasal dari sumber alami dan dari sungai (Kali Jiung). Terdapat pintu air pada inlet (dari Kali Jiung) dan outletnya. Terdapat proses pendangkalan yang disebabkan oleh proses pengurukan. Kondisi sekitar waduk adalah pemukiman penduduk (kumuh), perkantoran dan pepohonan (akasia, tanjung dan pinus). Pengelolanya adalah Kopro Banjir PWSCC. Waduk Pluit terbentuk secara alami, airnya berasal dari sungai (Kali Opak), dari air hujan dan buangan dari sekitar waduk. Terdapat pintu air pada inlet (dari Kali Opak) dan pada outletnya (menuju laut). Terdapat proses pendangkalan yang disebabkan proses pengurukan, dan sampah Kondisi sekitar waduk adalah pemikiman penduduk, perkantoran, industri dan pepohonan (pohon pisang, akasia, jagung dan kelapa). Pemukiman penduduk tidak teratur. Terbentuk secara Buatan Dikelola oleh Dinas Pertamanan dan dinas Kehutanan Terdapat Pintu Air pada inlet maupun outletnya Terdapat aerator untuk meningkatkan kualitas air situ Di sekelilingnya banyak terdapat vegetasi yang juga merupakan bagian dari hutan kota srengseng Fungsi waduk sebagai badan penampung air, Tempat pembuangan sampah dan untuk keperluan rumah tangga. Fungsi sebagai badan penampung air namun penduduk sekitar membuang sampah kedalam waduk. Sebagai daerah resapan air Berfungsi sebagai kantung banjir Berfungsi sebagai resapan air Dan pengairan bersambung... Halaman II - 107

134 NO WILAYAH & NAMA SITU 24 Waduk Kodamar 25 Situ Ragunan Pemancinga n sambungan ALAMAT KONDISI FISIK SITU KEGUNAAN Jl. Inspeksi kali sunter / Jl Yos sudarso Kel. Kelapa gading Kec. Kelapa gading Jakarta Utara Situ Cisarua Bon Bin Ragunan berada di dalam Kebon Binatang Ragunan Kelurahan Ragunan Kecamatan Pasar Minggu Kota Administrasi Jakarta Selatan 26 Waduk PIK I Terletak di Jl. Pantai Indah Utara Kel. Kapuk Muara Kec Kapuk Jakarta Utara 27 Waduk PIK II Terletak di Jl. Pantai Indah Selatan Kel. Kapuk Muara Kec Kapuk Jakarta Utara Pengelolanya adalah Dinas Pekerjaan Umum Waduk Kodamar terbentuk secara buatan, airnya berasal dari air hujan dan buangan domestik dari sekitar waduk. Terdapat pintu air pada outletnya (menuju sungai sunter). Terdapat proses pendangkalan yang disebabkan proses pengurukan, dan sampah Kondisi sekitar waduk adalah pemukiman penduduk, perkantoran, industri dan pepohonan (pohon pisang, akasia, jagung dan kelapa). Pemukiman penduduk teratur. Situ dikelola oleh Kebun Binatang ragunan Terbentuk secara alami dengan luas kurang lebih 10 ha Kondisi situ terawat kondisi perairan tanpa ada tanaman pengganggu Fisik perairan keruh dengan warna air kuning coklat Kondisi sekitarnya adalah pepohonan yang terdiri dari pohon Albasia, Akasia dan bambu. Situ ini terbentuk secara buatan Air berasal dari buangan domestik penduduk sekitar dan air hujan outletnya menuju Cengkareng drain dan berakhir ke laut Lingkungan di sekitar situ merupakan permukiman penduduk teratur dan masih banyak pepohonan yang berada di sekitar situ Setengah luas dari situ ini sudah diberi tanggul terbuat dari tembok sehingga memperkecil adanya pendangkalan akibat adanya erosi tanah Kondisi situ terawat pada bagians sisi nya. Kondisi fisik air kehijau-hijauan akibat banyak nya alga Terdapat pintu air dan pompa pada outletnya Aliran air tidak kontinyu Situ ini terbentuk secara buatan Air berasal dari buangan domestik penduduk sekitar dan air hujan outletnya menuju Cengkareng drain dan berakhir ke laut Fungsi sebagai badan penampung air namun penduduk sekitar membuang sampah kedalam waduk. Sebagai daerah resapan air Dipergunakan untuk rekreasi sebagai badan penampung air. Dipergunakan untuk rekreasi sebagai badan penampung air. Resapan Dipergunakan untuk rekreasi sebagai badan penampung air. Resapan bersambung... Halaman II - 108

135 NO WILAYAH & NAMA SITU 28 Mangga Bolong 29 Situ Rawa Badak sambungan ALAMAT KONDISI FISIK SITU KEGUNAAN Situ Mangga bolong terletak dikelurahan Srengseng Sawah Kecamatan Jagakarsa Kotamadya Jakarta Selatan Terletak di Jl. Pasar Ular Jakarta Utara 30 Situ Tipar Terletak di Jl Tipar Jakarta Timur Lingkungan di sekitar situ merupakan permukiman penduduk teratur dan perkantoran masih banyak pepohonan yang berada di sekitar situ Setengah luas dari situ ini sudah diberi tanggul terbuat dari tembok sehingga memperkecil adanya pendangkalan akibat adanya erosi tanah Kondisi situ terawat pada bagians sisi nya. Kondisi fisik air kehijau-hijauan akibat banyak nya alga Terdapat pintu air dan pompa pada outletnya Aliran air tidak kontinyu Situ ini terbentuk secara buatan Air berasal dari buangan domestik penduduk sekitar dan air hujan outletnya menuju situ babakan Lingkungan di sekitar situ merupakan perkampungan penduduk dan masih banyak pepohonan yang berada di sekitar situ Setengah luas dari situ ini sudah diberi tanggul terbuat dari tembok sehingga memperkecil adanya pendangkalan akibat adanya erosi tanah Partisipasi masyarakat terhadap pelestarian situ cukup rendah karena banyaknya sampah menumpuk di pinggir situ Pada tahun ini situ mangga bolong tidak dipantau karena muka airnya sangat rendah sebagai akibat dilakukan pengerukan dan pembangunan badan situ babakan Pada pengelolaan Dinas Pekerjaan Umum DKI Jakarta. Terbentuk secara buatan. Di sekitar waduk ditumbuhi pepohonan Kondisi situ terawat pada bagians sisi nya. Terdapat pintu air da pompa pada outletnya Terbentuk secara alami. Terletak diantara Provinsi DKI Jakarta dan Kota Adm. Depok Dikelola Oleh Dep PU. Kondisinya kotor dan banyak sampah Bila sore hari menimbulkan bau yang tidak sedap. Pemancingan Badan penampung air Resapan air Irigasi Penanggulanga n banjir dan Tempat budidaya perikanan Fungsi waduk adalah sebagai penampungan air dari sekitar dan Pengendali banjir Fungsi waduk adalah sebagai penampungan air dari sekitar Halaman II - 109

136 a. Kualitas Fisik Situ/Waduk di Wilayah Jakarta Parameter fisik situ meliputi kekeruhan, Daya Hantar Listrik (DHL), Zat padat terlarut (TDS) dan Zat padat tersuspensi (TSS). Kualitas fisik dari situ-situ di DKI Jakarta dapat kita lihat pada Tabel di bawah ini. TABEL : II.33. KUALITAS FISIK SITU DI WILAYAH JAKARTA TIMUR TAHUN 2011 DHL TDS KEKERUHAN NO SITU/WADUK INLET1 INLET2 TENGAH OUTLET INLET1 INLET2 TENGAH OUTLET INLET1 INLET2 TENGAH OUTLET 1 Kelapa Dua Wetan 309,5 * 209,5 185,5 123,7 * 72,8 68,2 31,5 * 147,0 170,5 2 Kramat/Sunter Hulu * * 214,0 208,5 * * 39,8 73,8 * * 273,5 334,0 3 Rawa Dongkal 267,5 * 253,0 256,5 44,8 * 36,2 38,7 25,5 * 26,5 25,0 4 Rio-Rio 1.395, , , ,0 603,0 627,0 614,0 631,0 45,0 48,5 125,5 244,0 5 Elok 246,0 * 205,0 459,0 120,5 * 98,5 256,0 12,5 * 18,5 31,5 6 Rawa Badung 475,0 * 458,0 448,0 221,0 * 220,0 218,0 69,0 * 68,0 83,0 7 Jiep(pulo gadung) 1.005, ,0 * 1.100,0 566,0 950,0 * 599,0 200,0 125,0 * 446,0 8 Pedongkelan 285,5 * 262,5 258,5 121,8 * 114,3 110,8 53,0 * 23,5 27,5 Sumber : BPLHD Provinsi DKI Jakarta, 2011 Keterangan : BM Kekeruhan = NTU BM DHL = μmhos/cm BM TDS = mg/lt Dari tabel di atas diperoleh informasi bahwa kualitas fisik air situ/waduk di wilayah Jakarta Timur untuk parameter DHL rata-rata masih berada dibawah ambang baku mutu, kecuali Situ Rio-rio dan Jiep, untuk parameter TDS rata-rata masih berada dibawah ambang baku mutu, kecuali Situ Rio-rio dan Jiep, untuk parameter Kekeruhan Situ Kelapa Dua Wetan, Situ Sunter Hulu, Situ Rio-Rio dan Situ Jiep Pulo gadung parameter Kekeruhan sudah tinggi. Tingginya rendahnya konsentrasi DHL, dan TDS pada situ/waduk di atas banyak disebabkan oleh banyak faktor misalkan tinggi rendahnya DHL dapat disebabkan oleh tinggi rendahnya konsentrasi ion-ion garam terlarut sehingga garam-garam tersebut terionisasi. Sedangkan tinggi rendahnya TSS dan TDS dapat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan perairan seperti ada tidaknya arus danau tersebut. Walaupun tidak bersifat toksik namun jika dalam jumlahnya berlebihan akan meningkatkan nilai kekeruhan dan akan menghambat penetrasi radiasi matahari. Untuk lebih jelasnya dari masing-masing kualitas fisik situ diwilayah Jakarta Barat dapat dilihat pada Tabel dibawah : TABEL : II.34. KUALITAS FISIK SITU DI WILAYAH JAKARTA BARAT TAHUN 2011 DHL TDS KEKERUHAN NO SITU/WADUK INLET TENGAH OUTLET INLET TENGAH OUTLET INLET TENGAH OUTLET 1 Grogol 838,0 717,5 721,0 527,0 462,0 470,0 87,5 169,0 205,0 2 Empang Bahagia 1.080,0 * 1.030,0 595,0 * 565,0 320,5 * 289,5 3 Taman Kota Srengseng 131,5 154,0 157,5 100,0 117,0 120,0 147,0 29,0 29,5 4 Teluk Gong 674,0 680,0 679,5 473,0 475,0 480,0 50,0 116,5 94,5 Sumber : BPLHD Provinsi DKI Jakarta, 2011 Keterangan : BM Kekeruhan = NTU BM DHL = μmhos/cm BM TDS = mg/lt Halaman II - 110

137 Di wilayah Jakarta Barat terlihat keadaan kualitas parameter fisik cukup bagus untuk parameter TDS Kecuali Situ Grogol titik inlet dan Situ Empang Bahagia di titik inlet dan outlet. Untuk parameter kekeruhan konsentrasinya telah melampaui ambang baku mutu di Situ Grogol titik tengah dan outlet, Situ Bahagia titik inlet dan outlet, Situ Srengseng titik inlet, dan Situ Teluk gong titik tengah. Sedangkan untuk parameter DHL di Situ Grogol titik inlet dan Situ Bahagia baik titik inlet maupun outlet konsentrasinya telah melebihi baku mutu. Parameter Kekeruhan dipengaruhi oleh kegiatan disekitar situ, untuk Situ Grogol dan Empang bahagia dipengaruhi oleh limbah domestik dan masukan dari sungai di Situ Grogol. Berfariasinya kondisi parameter fisik di tiap situ banyak dipengaruhi oleh banyak hal seperti terutama lingkungan sekitar situ/waduk terutama apabila sumber airnya berasal dari lingkungan sekitar. Banyaknya garam-garam yang terlarut dari air buangan sekitar akan dapat meningkatkan tingkat konduktivitas air situ, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel dibawah ini : TABEL : II.35. KUALITAS FISIK SITU DI WILAYAH JAKARTA UTARA TAHUN 2011 DHL TDS KEKERUHAN NO SITU/WADUK INLET TENGAH OUTLET INLET TENGAH OUTLET INLET TENGAH OUTLET 1 Sunter I / Timur 112,0 130,0 130,5 632,0 716,0 720,0 4,0 36,5 28,5 2 Sunter 2 / Barat * 660,0 * * 392,0 * * 12,5 * 3 Papanggo 819, ,0 758,5 453, , ,0 10,0 23,5 21,5 4 Kodamar 930,0 930, ,0 546,0 542,0 548,0 19,5 14,0 9,5 5 Pluit 1.510, , ,0 839, , ,0 10,0 4,0 5,0 6 PIK 1 220,0 274,5 265, , , ,0 36,5 36,5 58,0 7 PIK 2 * 747,5 452,5 * 4.730, ,0 8,0 37,0 139,0 8 Situ Rawa Badak 1.110, , ,0 632, , ,0 11,5 36,5 30,0 Sumber : BPLHD Provinsi DKI Jakarta, 2011 Keterangan : BM Kekeruhan = NTU BM DHL = μmhos/cm BM TDS = mg/lt Di wilayah Jakarta Utara terlihat keadaan kualitas parameter fisik sebagian telah melebihi baku mutu untuk parameter. Untuk parameter DHL konsentrasinya telah melampaui ambang baku mutu di situ waduk Pluit, Situ Kodamar, Situ Rawa Badak dan Papanggo, baik titik inlet,tengah maupun outletnya. Untuk parameter TDS konsentrasinya telah melampaui ambang baku mutu di situ sunter 1, Situ PIK 1, Situ PIK 2, Situ Pluit, Situ Kodamar, Situ Rawa Badak dan Papanggo, baik titik inlet,tengah maupun outletnya. Untuk parameter Kekeruhan konsentrasinya telah melampaui ambang baku mutu di situ PIK 2 titik outlet. Bervariasinya kondisi parameter fisik di tiap situ banyak dipengaruhi oleh banyak hal seperti terutama lingkungan sekitar situ/waduk terutama apabila sumber airnya berasal dari lingkungan sekitar. Banyaknya garam-garam yang terlarut dari air buangan sekitar akan dapat meningkatkan tingkat konduktivitas air situ. Untuk lebih jelasnya dari masing-masing kualitas fisik situ diwilayah Jakarta Selatan dapat dilihat pada Tabel dibawah : Halaman II - 111

138 TABEL : II.36. KUALITAS FISIK SITU DI WILAYAH JAKARTA SELATAN TAHUN 2011 DHL TDS KEKERUHAN NO SITU/WADUK INLET TENGAH OUTLET INLET TENGAH OUTLET INLET TENGAH OUTLET 1 Situ Ragunan I 179,0 184,0 184,0 82,9 86,7 83,6 33,0 15,0 12,0 2 Situ Ragunan II 294,0 * 181,0 138,4 * 98,4 13,0 * 46,5 3 Situ Kalibata 282,5 202,5 204,0 98,6 98,7 117,7 24,0 48,5 46,0 4 Situ Walikota Jaksel 570,5 487,0 481,0 272,0 237,0 239,0 47,5 48,0 43,5 5 Situ Babakan 267,5 270,0 279,0 176,0 175,0 175,0 9,0 4,5 3,0 Sumber : BPLHD Provinsi DKI Jakarta, 2011 Keterangan : BM Kekeruhan = NTU BM DHL = μmhos/cm BM TDS = mg/lt Dari tabel tersebut diatas dapat dilihat bahwa Situ/waduk di wilayah Jakarta Selatan terlihat kondisi kualitas fisik nya bagus baik pada bagian inlet, tengah maupun outletnya. Berfariasinya kondisi parameter fisik di tiap situ banyak dipengaruhi oleh banyak hal seperti terutama lingkungan sekitar situ/waduk terutama apabila sumber airnya berasal dari lingkungan sekitar. Bagus nya kondisi kualitas fisik di Jakarta Selatan ini disebabkan juga fungsi Situ yang sebagian peruntukannya untuk pariwisata dan telah di turapnya dinding di bagian pinggir situ sehingga mengurangi potensi erosi. Sedang kualitas fisik situ di wilayah Jakarta Pusat dapat dilihat pada Tabel dibawah ini : TABEL : II.37. KUALITAS FISIK SITU DI WILAYAH JAKARTA PUSAT TAHUN 2011 DHL TDS KEKERUHAN NO SITU/WADUK INLET TENGAH OUTLET INLET TENGAH OUTLET INLET TENGAH OUTLET 1 Situ Lembang 499,5 339,0 336,5 242,0 232,0 239,0 49,5 45,5 41,5 2 Situ Melati 817,5 747,5 744,0 503,0 457,0 450,0 20,5 58,5 39,5 3 Situ Taman Ria Senayan 718,0 261,5 259,0 495,0 188,0 192,0 137,5 160, ,0 Sumber : BPLHD Provinsi DKI Jakarta, 2011 Keterangan : BM Kekeruhan = NTU BM DHL = μmhos/cm BM TDS = mg/lt Dari gambaran tersebut diatas bahwa kondisi kualitas situ/waduk di wilayah Jakarta Pusat umumnya masih bagus. Namun Untuk parameter DHL konsentrasinya telah melampaui ambang baku mutu di situ melati titik inlet, Untuk parameter TDS konsentrasinya telah melampaui ambang baku mutu di situ melati titik inlet. Untuk parameter Kekeruhan konsentrasinya telah melampaui ambang baku mutu di situ Taman ria Senayan baik titik inlet,tengah maupun outletnya. Kualitas fisik situ di wilayah Jakarta Pusat dapat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan sekitar. Situ Lembang, meskipun berada dilingkungan pemukiman, namun kondisinya masih bagus karena pemukiman disekitar situ Lembang adalah pemukiman teratur dan tidak membuang limbah rumah tangga ke situ tersebut. Situ Taman ria Senayan kondisinya masih bagus walaupun berada di tengah kota karena kegiatan pariwisata di sekitar situ ini tidak berjalan akibat pembangunan di sekitar situ. Halaman II - 112

139 b. Kualitas Kimia Situ Situ di Wilayah Jakarta Kualitas kimia situ/waduk yang dipantau sesuai dengan SK.Gub. No.582 Tahun 1995 untuk peruntukan perikanan dan peternakan (golongan C) sebanyak 21 parameter (hasil rinci terlampir). Parameter yang akan dibahas disini adalah parameter kunci yang dapat mempengaruhi kualitas air situ/waduk yang meliputi parameter BOD, COD, DO, Organik, dan Phosphat. 1. Jakarta Timur Wilayah Jakarta Timur terdapat delapan Situ diantaranya Situ Kelapa dua wetan, Situ Kramat-Sunter Hulu, Situ Rawa Dongkal, Situ Rio-rio, Situ Elok, Situ Rawa Badung, Situ JIEP (P. Gadung) dan Situ Pedongkelan, untuk lebih jelasnya dari hasil pemantauannya tentang situ diwilayah Jakarta Timur dapat dilihat uraian berikut. BOD Dari hasil pemantauan situ di wilayah Jakarta Timur yang meliputi situ Kelapa dua wetan, Situ Kramat- Sunter Hulu, Situ Rawa Dongkal, Situ Rio-rio, Situ Elok, Situ Rawa Badung, Situ JIEP (P. Gadung) dan Situ Pedongkelan, hasil pemantauan konsentrasi BOD dari masing-masing situ tersebut dapat dilihat pada Tabel dibawah : GRAFIK : II.15. KONSENTRASI BOD SITU/WADUK DI WILAYAH JAKARTA TIMUR TAHUN 2011 Sumber : BPLHD Provinsi DKI Jakarta, 2011 Keterangan : Dari gambar diatas diperoleh bahwa konsentrasi parameter BOD di situ/waduk di Jakarta Timur rata-rata telah melebihi baku mutu. Dari delapan situ/waduk yang dipantau hanya tiga situ yang kualitas DO-nya masih berada dibawah baku mutu yaitu Situ Sunter hulu, Situ Kelapa dua wetan dan dan Situ Pedongkelan. Tingginya konsentrasi BOD dapat menunjukkan bahwa pada lokasi tersebut kebutuhan akan oksigen untuk menguraikan bahan organik semakin tinggi. Dengan demikian pada lokasi ini dapat menunjukkan semakin banyaknya jumlah bahan organik yang mudah diurai (Biodegradable Organic Matter) tersebut. Halaman II - 113

140 COD Sedangkan kondisi kualitas COD untuk situ/waduk terlihat bahwa hampir di setiap titik (inlet, tengah dan outlet) pada setiap situ/waduk termasuk dalam kategori cukup tinggi dan telah melampui baku mutu COD. Seperti yang dapat kita lihat pada Grafik : II.16 kondisi COD yang paling ekstrim berada pada inlet Situ Jiep di kawasan industri pulogadung. Tinggi nya COD ini ada kemungkinan disebabkan oleh buangan limbah industri maupun limbah domestik dari kegiatan yang berasal di sekitar situ. Untuk lebih jelasnya mengenai kondisi Kualitas COD dapat dilihat pada Grafik dibawah ini. GRAFIK : II.16. KONSENTRASI COD SITU/WADUK DI WILAYAH JAKARTA TIMUR TAHUN 2011 Sumber : BPLHD Provinsi DKI Jakarta, 2011 Keterangan : DO Dari Grafik : II.17 dibawah ini jelas terlihat bahwa kondisi kualitas DO baik di titik inlet, tengah dan outlet sebagian besar dalam kondisi baik yaitu telah melebihi kadar minimum DO sebesar 3 mg/l (BM) kecuali untuk Situ Pedongkelan yang dibawah baku mutu. Pada Situ Kelapa dua wetan ada bagian inlet dan Situ Rio rio bagian inlet DO-nya sangat rendah. Rendahnya DO pada situ/waduk tersebut disebabkan oleh tingginya dekomposisi bahan organik dan oksidasi bahan anorganik yang dapat mengurangi kadar oksigen terlarut pada bagian situ. Untuk Situ Rawa gelam di kawasan industri pulogadung ini rendahnya kadar DO di sebabkan oleh terjadinya eutrofikasi atau ditutupinya spermukaan situ dengan tanaman air pada hampir seluruh bagian situ. Untuk lebih jelasnya tentang gambaran konsentrasi DO pada Situ di Wilayah Jakarta Timur dapat dilihat pada Grafik dibawah ini : Halaman II - 114

141 GRAFIK : II.17. KONSENTRASI DO SITU/WADUK DI WILAYAH JAKARTA TIMUR TAHUN 2011 Sumber : BPLHD Provinsi DKI Jakarta, 2011 Keterangan : Phospat Kualitas phospat pada situ/waduk seperti yang terlihat pada grafik dibawah, dari 8 situ yang dipantau 3 situ konsentrasinya sangat tinggi yaitu situ rio-rio, situ rawa badung dan situ Jiep. Eutrofikasi merupakan problem lingkungan hidup yang diakibatkan oleh limbah fosfat (PO3-), khususnya dalam ekosistem air tawar. Tingginya phospat ini dapat berasal dari aktifitas manusia seperti penggunaan sabun yang salah satu komponennya berupa phospat yang dipakai sebagai pembentuk buih. Selain itu dapat berasal dari limbah rumah tangga lainnya yang sebagian besar berbentuk anorganik dengan ortophospat. Untuk gambaran lengkapnya tentang konsentrasi phospat pada situ di wilayah Jakarta Timur dapat dilihat pada Grafik dibawah ini : GRAFIK : II.18. KONSENTRASI PHOSPAT SITU/WADUK DI WILAYAH JAKARTA TIMUR TAHUN 2011 Sumber : BPLHD Provinsi DKI Jakarta, 2011 Keterangan : Halaman II - 115

142 Organik Konsentrasi organik konsentrasi organiknya melebihi baku mutu antara lain situ Rawa Dongkal, situ Rawa Badung, Situ Jiep Pulogadung, situ Elok dan situ Ria rio. Tinggi rendahnya organik ini dapat berasal aktifitas organisme baik hewan, tumbuhan, ataupun manusia. Pada umumnya organik ini berisikan kombinasi karbon, hidrogen, dan oksigen bersama-sama dengan nitrogen. Dengan semakin tingginya organik maka ada beberapa zat yang sulit untuk diuraikan oleh mikroorganisme, untuk lebih jelasnya tentang konsentrasi organik pada situ di wilayah Jakarta Timur dapat dilihat pada Grafik dibawah ini : GRAFIK : II.19. KONSENTRASI ORGANIK SITU/WADUK DI WILAYAH JAKARTA TIMUR TAHUN 2011 Sumber : BPLHD Provinsi DKI Jakarta, 2011 Keterangan : Detergent Kondisi kualitas detergent didalam air situ/waduk di Jakarta Timur rata-rata masih berada dibawah baku mutu, Kecuali Situ Jiep Pulogadung, situ kelapa dua wetan dan Rio-rio menunjukkan kondisi yang sangat ekstrim dimana konsentrasinya telah jauh melampaui baku mutu. Hal ini terjadi karena pencemaran limbah industri dan limbah rumah tangga dari kegiatan industri maupun kegiatan penduduk sekitar situ. Penduduk disekitar situ biasa membuang limbahnya ke Situ Rio-rio hingga pada fisik inlet situ tersebut terlihat berbusa, dari gambaran tersebut diatas, untuk masing-masing situ tentang konsentrasi detergent di wilayah Jakarta Timur dapat dilihat pada Grafik dibawah ini : Halaman II - 116

143 GRAFIK : II.20. KONSENTRASI DETERGENT SITU/WADUK DI WILAYAH JAKARTA TIMUR TAHUN 2011 Sumber : BPLHD Provinsi DKI Jakarta, 2011 Keterangan : 2. Jakarta Selatan Pada tahun 2011 ini dari rencana 6 situ yang akan dipantau terdapat 2 situ yaitu Situ Babakan dan Situ Mangga bolong yang tidak bisa di pantau baik secara fisik kimia maupun mikrobiologi karena terdapat kegiatan pembangunan (pengerukan) yang sedang berlangsung di lokasi Situ yang akan dipantau sehingga dianggap tidak mewakili kondisi sebenarnya. Sedangkan untuk kualitas kimia situ di Jakarta Selatan lainnya adalah sebagai berikut: BOD Kondisi kualitas BOD pada situ/waduk yang berada diwilayah Jakarta Selatan sebagian masih dibawah kecuali situ Walikota jakarta selatan pada inlet, tengah dan outletnya serta situ kalibata di titik tengah dan outlet konsentrasinya sudah melebihi baku mutu. Tingginya konsentrasi BOD dapat menunjukkan bahwa pada lokasi tersebut kebutuhan akan oksigen untuk menguraikan bahan organik semakin tinggi. Dengan demikian pada lokasi ini dapat menunjukkan semakin banyaknya jumlah bahan organik yang mudah diurai (Biodegradable Organic Matter) tersebut, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Grafik dibawah ini : Halaman II - 117

144 GRAFIK : II.21. KONSENTRASI BOD SITU/WADUK DI WILAYAH JAKARTA SELATAN TAHUN 2011 Sumber : BPLHD Provinsi DKI Jakarta, 2011 Keterangan : COD Seperti halnya konsentrasi COD di wilayah Jakarta Timur, untuk wilayah Jakarta Selatan juga sudah sangat tinggi. Dari 5 situ yang dipantau semuanya kadar COD-nya sudah di atas baku mutu. Parameter COD menunjukkan jumlah senyawa organik dalam air yang dapat dioksidasi secara kimia ataupun melalui proses mikrobiologis, dan mengakibatkan berkurangnya oksigen terlarut di dalam air. Dalam hal ini Situ di Jakarta selatan dipengaruhi oleh aktifitas mikrobiologi atau bakteri fecal coli yang banyak terdapat di situ wilayah Jakarta Selatan, dan tentang konsentrasi COD pada situ di wilayah Jakarta Selatan dapat dilihat pada Grafik dibawah ini : GRAFIK : II.22. KONSENTRASI COD SITU/WADUK DI WILAYAH JAKARTA SELATAN TAHUN 2011 Sumber : BPLHD Provinsi DKI Jakarta, 2011 Keterangan : DO Kandungan oksigen terlarut dalam air situ/waduk diwilayah Jakarta Selatan rata-rata masih bagus, yaitu diatas 3.0 mg/l kecuali pada situ babakan. Kandungan oksigen ini diperoleh akibat difusi gas oksigen dari udara ke dalam air pada saat air bergerak (mengalir) ke arah hilir atau oleh angin yang berhembus di permukaan. Untuk lebih jelasnya bisa dilihat pada Grafik dibawah : Halaman II - 118

145 GRAFIK : II.23. KONSENTRASI DO SITU/WADUK DI WILAYAH JAKARTA SELATAN TAHUN 2011 Sumber : BPLHD Provinsi DKI Jakarta, 2011 Keterangan : Phospat Grafik : II.24 menunjukkan bahwa kandungan phospat di air situ/waduk di Jakarta Selatan masih berada dibawah baku mutu kecuali pada situ walikota Jaksel, untuk lebih jelasnya gambaran masing-masing situ tentang konsentrasi phospat dapat dilihat pada Grafik dibawah : GRAFIK : II.24. KONSENTRASI PHOSPAT SITU/WADUK DI WILAYAH JAKARTA SELATAN TAHUN 2011 Sumber : BPLHD Provinsi DKI Jakarta, 2011 Keterangan : Organik Kualitas organik air situ/waduk diwilayah Jakarta Selatan sangat bervariatif. Untuk situ Walikota Jakarta Selatan kandungan organik meningkat hingga melampaui baku mutu kecuali situ ragunan 1 titik tengah dan outlet, situ ragunan 2 titik outlet dan situ babakan titik outlet. Zat organik tersebut berasal dari buangan domestic dan industri (senyawa-senyawa chlor). Di alam zat organik terbawa aliran permukaan dan ada pula yang merembes ke danau. Untuk lebih jelasnya dapat kita lihat pada Grafik dibawah ini: Halaman II - 119

146 GRAFIK : II.25. KONSENTRASI ORGANIK SITU/WADUK DI WILAYAH JAKARTA SELATAN TAHUN 2011 Sumber : BPLHD Provinsi DKI Jakarta, 2011 Keterangan : Detergent Seperti halnya parameter Phospat, untuk parameter detergen di dalam air situ di wilayah Jakarta Selatan masih berada dibawah baku mutu kecuali situ ragunan 2 dan situ Walikota Jaksel titik inlet. Hal ini menunjukkan bahwa pencemaran dari limbah rumah tangga di situ/waduk tersebut masih rendah, dari gambaran tersebut diatas untuk lebih jelasnya tentang konsentrasi detergent pada masing-masing situ dapat dilihat pada Grafik dibawah : GRAFIK : II.26. KONSENTRASI DETERGENT SITU/WADUK DI WILAYAH JAKARTA SELATAN TAHUN 2011 Sumber : BPLHD Provinsi DKI Jakarta, 2011 Keterangan : 3. Jakarta Pusat Jumlah situ/waduk diwilayah Jakarta Pusat yang dipantau ada 3 situ yaitu Situ Lembang, Situ Melati dan Situ Senayan. BOD Kandungan BOD disitu/waduk diwilayah Jakarta Pusat sebagian telah melebihi baku mutu Kecuali situ lembang masih dibawah baku mutu. Untuk Situ Taman Ria senayan dan Situ Melati konsentrasi dibagian Halaman II - 120

147 inlet tengah maupun outletnya tinggi hingga melebihi baku mutu, untuk lebih jelasnya tentang kandungan BOD pada masing-masing situ di wilayah Jakarta Pusat dapat dilihat pada Grafik dibawah : GRAFIK : II.27. KONSENTRASI BOD SITU/WADUK DI WILAYAH JAKARTA PUSAT TAHUN 2011 Sumber : BPLHD Provinsi DKI Jakarta, 2011 Keterangan : COD Seperti halnya parameter BOD untuk parameter COD rata-rata konsentrasinya sangat tinggi. Parameter COD menunjukkan jumlah senyawa organik dalam air yang dapat dioksidasi secara kimia ataupun melalui proses mikrobiologis, dan mengakibatkan berkurangnya oksigen terlarut di dalam air. Dari ketiga situ yang dipantau semua bagian dari situ tidak memenuhi baku mutu. Tinggi nya COD ini ada kemungkinan disebabkan oleh buangan limbah industri maupun limbah domestik dari kegiatan yang berasal di sekitar situ. Situ yang kadar COD nya paling tinggi berada di Situ Lembang bagian Tengah. Untuk lebih jelasnya mengenai kondisi Kualitas COD dapat dilihat pada Grafik dibawah ini. GRAFIK : II.28. KONSENTRASI COD SITU/WADUK DI WILAYAH JAKARTA PUSAT TAHUN 2011 Sumber : BPLHD Provinsi DKI Jakarta, 2011 Keterangan : Halaman II - 121

148 DO Rata-rata konsentrasi DO disitu/waduk di wilayah Jakarta Pusat masih bagus. Kecuali Situ Taman ria di titik inlet. Oksigen terlarut merupakan salah satu parameter kualitas air yang penting, karena oksigen yang digunakan untuk mendukung kelangsungan hidup makhluk air, untuk gambaran masing-masing situ tentang konsentrasi DO di wilayah Jakarta Pusat dapat dilihat pada Grafik dibawah ini : GRAFIK : II.29. KONSENTRASI DO SITU/WADUK DI WILAYAH JAKARTA PUSAT TAHUN 2011 Sumber : BPLHD Provinsi DKI Jakarta, 2011 Keterangan : Phospat Berbeda dengan parameter yang lain untuk parameter phospat pada Situ Lembang dan Situ Senayan sangat rendah namun untuk Situ Melati konsentrasi Phospat sangat tinggi hingga melampaui baku mutu. Tingginya phospat ini bisa disebabkan limbah industri, limbah domestik, pupuk maupun hancuran dari bahan organik dan mineral-mineral phospat. Namun secara alami bisa juga berasal dari erosi tanah, buangan dari hewan dan lapukan tumbuhan. Untuk lebih jelasnya gambaran tentang phospat pada situ di wilayah Jakarta Pusat dapat dilihat pada Grafik dibawah : GRAFIK : II.30. KONSENTRASI PHOSPAT SITU/WADUK DI WILAYAH JAKARTA PUSAT TAHUN 2011 Sumber : BPLHD Provinsi DKI Jakarta, 2011 Keterangan : Halaman II - 122

149 Organik Konsentrasi organik terlihat masih berada diatas baku mutu di hampir seluruh situ yang dipantau baik inlet, tengah maupun outletnya kecuali Situ Lembang. Tinggi rendahnya organik ini dapat berasal aktifitas organisme baik hewan, tumbuhan, ataupun manusia, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Grafik dibawah ini : GRAFIK : II.31. KONSENTRASI ORGANIK SITU/WADUK DI WILAYAH JAKARTA PUSAT TAHUN 2011 Sumber : BPLHD Provinsi DKI Jakarta, 2011 Keterangan : Detergent Seperti halnya organik parameter detergent di wilayah Jakarta Pusat masih berada dibawah baku mutu. Dari 3 situ/waduk yang dipantau konsentrasi detergen yang paling tinggi berada disitu melati dan Situ taman ria senayan bagian inlet. Hal ini menunjukkan situ di Jakarta Pusat terhindar dari limbah domestik, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Grafik dibawah ini : GRAFIK : II.32. KONSENTRASI DETERGENT SITU/ DI WILAYAH JAKARTA PUSAT TAHUN 2011 Sumber : BPLHD Provinsi DKI Jakarta, 2011 Keterangan : Halaman II - 123

150 4. Jakarta Barat Di wilayah Jakarta Barat dilakukan pemantauan terhadap situ/waduk sebanyak 3 situ/waduk yaitu Situ Grogol, Situ Taman Kota srengseng, dan Situ Bahagia. BOD Kondisi kulitas air situ di Jakarta Barat untuk parameter BOD hampir seluruhnya telah melampaui baku mutu baik dibagian inlet, tengah dan outlet, kecuali Situ Taman Kota Srengseng, untuk lebih jelasnya tentang gambaran konsentrasi BOD pada situ di wilayah Jakarta Barat dapat dilihat pada Grafik berikut ini : GRAFIK : II.33. KONSENTRASI BOD SITU/WADUK DI WILAYAH JAKARTA BARAT TAHUN 2011 Sumber : BPLHD Provinsi DKI Jakarta, 2011 Keterangan : COD Konsentrasi COD pada situ di Jakarta Barat sudah tinggi hingga melampaui baku mutu. Konsentrasi COD berkisar antara 33,60 mg/l sampai dengan 151,90 mg/l. Tinggi nya COD ini ada kemungkinan disebabkan oleh buangan limbah industri maupun limbah domestik dari kegiatan yang berasal di sekitar situ. Konsentrasi tertinggi berada pada Situ Bahagia bagian inlet, dan untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Grafik dibawah ini : GRAFIK : II.34. KONSENTRASI COD SITU/WADUK DI WILAYAH JAKARTA BARAT TAHUN 2011 Sumber : BPLHD Provinsi DKI Jakarta, 2011 Keterangan : Halaman II - 124

151 DO Kandungan oksigen terlarut dalam air situ di wilayah Jakarta Barat rata-rata masih tinggi kecuali Situ grogol di titik inlet. Untuk lebih jelasnya tentang gambaran konsentrasi DO pada masing-masing situ di wilayah Jakarta Barat dapat dilihat pada Grafik dibawah ini : GRAFIK : II.35. KONSENTRASI DO SITU/WADUK DI WILAYAH JAKARTA BARAT TAHUN 2011 Sumber : BPLHD Provinsi DKI Jakarta, 2011 Keterangan : Phospat Seperti halnya parameter BOD dan COD untuk parameter Phospat konsentrasinya juga sudah tinggi, kecuali Situ Taman Kota Srengseng dan Situ Grogol yang konsentrasi phospatnya masih berada dibawah baku mutu. Untuk lebih jelasnya gambaran dari konsentrasi phospat pada masing-masing situ di wilayah Jakarta Barat dapat dilihat pada Grafik dibawah ini : GRAFIK : II.36. KONSENTRASI PHOSPAT SITU/WADUK DI WILAYAH JAKARTA BARAT TAHUN 2011 Sumber : BPLHD Provinsi DKI Jakarta, 2011 Keterangan : Organik Pada grafik dibawah menunjukkan bahwa konsentrasi organik pada situ di Jakarta Barat rata-rata telah berada diatas baku mutu kecuali pada Situ Taman Kota Srengseng bagian Tengah. Untuk lebih jelasnya Halaman II - 125

152 gambaran dari konsentrasi organik pada masing-masing situ di wilayah Jakarta Barat dapat dilihat pada Grafik dibawah ini : GRAFIK : II.37. KONSENTRASI ORGANIK SITU/WADUK DI WILAYAH JAKARTA BARAT TAHUN 2011 Sumber : BPLHD Provinsi DKI Jakarta, 2011 Keterangan : Detergent Pada Grafik : II.38 menunjukkan bahwa konsentrasi detergent pada situ di Jakarta Barat rata-rata sudah berada di atas baku mutu. Kecuali Situ Taman kota srengseng di semua titik dan Situ Grogol di titik tengah dan outlet. Untuk lebih jelasnya gambaran dari konsentrasi detengent pada masing-masing situ di wilayah Jakarta Barat dapat dilihat pada Grafik dibawah ini : GRAFIK : II.38. KONSENTRASI DETERGENT SITU/WADUK DI WILAYAH JAKARTA BARAT TAHUN 2011 Sumber : BPLHD Provinsi DKI Jakarta, 2011 Keterangan : 5. Jakarta Utara Di wilayah Jakarta Utara dipantau sebanyak 8 situ yaitu situ Kodamar, situ Sunter I, situ Sunter II, Situ Papanggo, situ PIK I, PIK II,Stu Teluk gong dan situ Pluit. BOD Konsentrasi BOD diwilayah Jakarta Utara sebagian telah melebihi baku mutu. Kecuali situ kodamar di semua titik, situ PIK 1 di titik inlet dan tengah serta situ sunter 2 titik tengah. Untuk lebih jelasnya gambaran Halaman II - 126

153 dari konsentrasi BOD pada masing-masing situ di wilayah Jakarta Utara dapat dilihat pada Grafik dibawah ini : GRAFIK : II.39. KONSENTRASI BOD SITU/WADUK DI WILAYAH JAKARTA UTARA TAHUN 2011 Sumber : BPLHD Provinsi DKI Jakarta, 2011 Keterangan : COD Seperti halnya parameter BOD, parameter COD juga sudah sangat tinggi. Untuk lebih jelasnya gambaran dari konsentrasi COD pada masing-masing situ di wilayah Jakarta Utara dapat dilihat pada Grafik dibawah ini : GRAFIK : II.40. KONSENTRASI COD SITU/WADUK DI WILAYAH JAKARTA UTARA TAHUN 2011 Sumber : BPLHD Provinsi DKI Jakarta, 2011 Keterangan : DO Kandungan oksigen terlarut dalam air situ di DKI Jakarta sebagian besar masih memenuhi baku mutu, namun dua situ yang lain kandungan oksigen dalam airnya sudah sangat rendah hingga kurang dari baku mutu diantaranya adalah Situ Pluit dan Situ Rawa badak. Rendahnya DO pada situ/waduk tersebut dapat Halaman II - 127

154 disebabkan oleh tingginya dekomposisi bahan organik dan oksidasi bahan anorganik yang dapat mengurangi kadar oksigen terlarut pada bagian situ. Untuk lebih jelasnya gambaran dari konsentrasi DO pada masing-masing situ di wilayah Jakarta Utara dapat dilihat pada Grafik dibawah ini : GRAFIK : II.41. KONSENTRASI DO SITU/WADUK DI WILAYAH JAKARTA UTARA TAHUN 2011 Sumber : BPLHD Provinsi DKI Jakarta, 2011 Keterangan : Phospat Konsentrasi Phosfat diwilayah Jakarta Utara sebagian telah melebihi baku mutu. Kecuali situ sunter 2 titik tengah, Situ Pluit titik inlet, Situ PIK 1 inlet, dan Situ PIK 2 titik tengah. Tingginya phospat ini dapat berasal dari aktifitas manusia seperti penggunaan sabun yang salah satu komponennya berupa phospat yang dipakai sebagai pembentuk buih. Selain itu dapat berasal dari limbah rumah tangga lainnya yang sebagian besar berbentuk anorganik dengan ortophospat. Untuk lebih jelasnya gambaran dari konsentrasi phospat pada masing-masing situ di wilayah Jakarta Utara dapat dilihat pada Grafik dibawah ini : GRAFIK : II.42. KONSENTRASI PHOSPAT SITU/WADUK DI WILAYAH JAKARTA UTARA TAHUN 2011 Sumber : BPLHD Provinsi DKI Jakarta, 2011 Keterangan : Halaman II - 128

155 Organik Kualitas organik disitu/waduk di wilayah Jakarta Utara rata-rata sudah tinggi. Kisaran konsentrasi organik di Situ Sunter I antara 20,71 mg/l sampai dengan 20,83 mg/l. Sedangkan kisaran tertinggi berada di Situ PIK II 64,60 mg/l sampai dengan 84,60 mg/l. Untuk lebih jelasnya gambaran dari konsentrasi organik pada masing-masing situ di wilayah Jakarta Utara dapat dilihat pada Grafik dibawah ini : GRAFIK : II.43. KONSENTRASI ORGANIK SITU/WADUK DI WILAYAH JAKARTA UTARA TAHUN 2011 Sumber : BPLHD Provinsi DKI Jakarta, 2011 Keterangan : Detergent Grafik : II.44 menunjukkan bahwa sebagian besar kandungan detergent masih berada dibawah baku mutu. Kecuali Situ Pluit dan Situ Rawa badak di semua titik, situ sunter 1 titik inlet dan Situ Papanggo titik inlet. Untuk lebih jelasnya gambaran dari konsentrasi detergent pada masing-masing situ di wilayah Jakarta Utara dapat dilihat pada Grafik dibawah ini : GRAFIK : II.44. KONSENTRASI DETERGENT SITU/WADUK DI WILAYAH JAKARTA UTARA TAHUN 2011 Sumber : BPLHD Provinsi DKI Jakarta, 2011 Keterangan : Halaman II - 129

156 c. Kualitas Biologi Situ Situ di Wilayah Jakarta Parameter biologi yang dipantau meliputi bakteri Coliform, bakteri Fecal Coli, dan Plankton dan Benthos. Untuk lebih jelasnya gambaran dari masing-masing parameter biologi yang dipantau meliputi bakteri Coliform, bakteri Fecal Coli, dan Plankton dan Benthos pada masing-masing situ di wilayah DKI Jakarta dapat dilihat pada Tabel dibawah ini : NO TABEL : II.38. KISARAN KONSENTRASI MIKROBIOLOGI SITU/WADUK DI DKI JAKARTA TAHUN 2011 SITU/WADUK COLIFORM FECAL COLI INLET TENGAH OUTLET INLET TENGAH OUTLET 1 Situ Rawa Badung Situ Kawasan Pulogadung Situ Sunter Hulu Kelapa dua Wetan Pedongkelan Rawa dongkal Situ Elok Rio rio Grogol Empang Bahagia Taman Kota Srengseng Teluk Gong Melati Lembang > Taman Ria > > Sunter I / Timur Sunter 2 / Barat Papanggo Kodamar Pluit PIK PIK Ragunan I Ragunan Pemancingan Kalibata Walikota Jaksel Situ Babakan Situ Rawa Badak Sumber : BPLHD Provinsi DKI Jakarta, 2011 Keterangan : Baku Mutu Coliform : ind/100ml Baku Mutu Fecal Coli : 4000 ind/100 ml Dari Tabel : II.38, terlihat bahwa kualitas situ/waduk di DKI Jakarta sebagian besar kualitas biologi baik coliform maupun fecal colinya telah melebihi baku mutu. Dari 28 situ/waduk yang dipantau hanya ada situ Halaman II - 130

157 yang konsentrasi coliform maupun fecal colinya masih berada dibawah baku mutu yaitu Situ Taman Ria senayan, Situ Babakan, Situ Kodamar, dan Sunter hulu. Tercemarnya kualitas biologi situ-situ di DKI Jakarta oleh bakteri coliform maupun fecal colinya sebagian besar di sebabkan oleh limbah buangan domestik yang berasal dari rumah tangga. Hal ini bisa menyebabkan tercemarnya air tanah dan akhirnya mengganggu kesehatan manusia. Oleh sebab itu perlu diperhatikan tata lingkungan di sekitar situ agar situsitu di DKI Jakarta tetap lestari dan terhindar dari pencemaran biologi dari buangan domestik. Indeks Pencemar (IP) Penerapan sistem indeks pencemaran merupakan salah satu metode untuk mempermudah kontrol terhadap pencemaran air yang ada. Penerapan sistem indeks pencemaran air memerlukan analisa yang tepat terhadap parameter yang ada sehingga tindakan perbaikan dapat dilakukan dengan efektif dan efisien. Berikut adalah hasil analisa kualitas air situ situ yang ada di wilayah Provinsi DKI Jakarta. GRAFIK : II.45. INDEKS PENCEMARAN SITU/WADUK DI WILAYAH DKI JAKARTA TAHUN 2011 Sumber : BPLHD Provinsi DKI Jakarta, 2011 Keterangan : Dari Grafik diatas dapat kita ketahui bahwa kondisi kualitas lingkungan air situ di DKI Jakarta secara umum telah tercemar, mulai dari tercemar ringan, tercemar sedang sampai tercemar berat, hampir diseluruh wilayah Provinsi DKI Jakarta. Tingkat kualitas air di situ - situ tersebut bervariasi bergantung pada kondisi kegiatan di sekitarnya yang akan berpengaruh terhadap kualitas air. Hal ini disebabkan karena belum dikelolanya dengan baik situ-situ di DKI Jakarta baik perairan, kondisi lingkungan sekitar situ maupun vegetasi sekitar. Oleh karena itu diperlukan suatu sistem pengontrolan yang efektif terhadap kualitas air situ - situ tersebut. Persentase status mutu berdasarkan hasil perhitungan menggunakan metode Indeks pencemaran menunjukan situ yang tercemar ringan sebesar 48 persen, tercemar sedang sebesar 28 persen, tercemar berat sebesar 24 persen. Faktor yang paling dominan yang mempengaruhi perhitungan indeks pencemaran pada kualitas lingkungan air situ ini adalah bersumber dari pencemaran oleh limbah domestik, hal ini dapat diketahui dari tingginya parameter biologis seperti fecal coli dan Coliform. Parameter Organik, Halaman II - 131

158 BOD, COD dan ammonia juga berpengaruh terhadap hasil perhitungan. Untuk lebih jelasnya melihat status situ/ waduk dapat dilihat pada Grafik dibawah ini. GRAFIK : II.46. PERSENTASE INDEKS PENCEMARAN SITU/WADUK DI WILAYAH DKI JAKARTA TAHUN 2011 Sumber : BPLHD Provinsi DKI Jakarta, 2011 Keterangan : 1. Jakarta Timur Kondisi status mutu situ/waduk di Jakarta Timur berkisar antara status cemar ringan sampai dengan status cemar berat. Dibeberapa situ statusnya berada di kisaran baik sampai cemar ringan seperti situ sunter hulu, situ rawa dongkal dan situ kelaoa dua wetan. Dan situ Kawasan Industri, situ rio-rio telah berada pada status cemar berat baik dibagian inlet, tengah maupun outlet. Status Cemar berat ini dipengaruhi oleh kondisi kegiatan di sekitar lingkungan situ. Tentang indeks pencemaran pada situ di wilayah Jakarta Timur dapat dilihat pada Grafik dibawah ini : GRAFIK : II.47. INDEKS PENCEMARAN SITU/WADUK DI WILAYAH JAKARTA TIMUR TAHUN 2011 Sumber : BPLHD Provinsi DKI Jakarta, 2011 Keterangan : Halaman II - 132

159 2. Jakarta Selatan Status mutu situ/waduk Jakarta Selatan berkisar antara status cemar ringan sampai tercemar berat baik dibagian inlet, tengah maupun outletnya. Kondisi terburuk berada di waduk Walikota Jaksel dan kondisi paling bagus berada Situ Babakan. Untuk lebih jelasnya mengenai status mutu situ di Jakarta Selatan dapat dilihat pada Grafik dibawah ini. GRAFIK : II.48. INDEKS PENCEMARAN SITU/WADUK DI WILAYAH JAKARTA SELATAN TAHUN 2011 Sumber : BPLHD Provinsi DKI Jakarta, 2011 Keterangan : 3. Jakarta Pusat Berbeda dengan kondisi indek pencemaran di Jakarta Selatan, untuk di Jakarta Pusat indeks pencemaranya berkisar antara baik sampai dengan cemar sedang. Kecuali situ melati, situ lembang dan situ senayan di titik inlet. Tentang indeks pencemaran pada situ di wilayah Jakarta Pusat dapat dilihat pada Grafik dibawah ini : Halaman II - 133

160 GRAFIK : II.49. INDEKS PENCEMARAN SITU DI WILAYAH JAKARTA PUSAT TAHUN 2011 Sumber : BPLHD Provinsi DKI Jakarta, 2011 Keterangan : 4. Jakarta Barat Status mutu air situ/waduk diwilayah Jakarta Barat terlihat lebih buruk dibandingkan dengan kondisi status mutu situ-situ sebelumnya. Pada Grafik dibawah terlihat statusnya berkisar antara status cemar ringan sampai dengan cemar berat. GRAFIK : II.50. INDEKS PENCEMARAN SITU/WADUK DI WILAYAH JAKARTA BARAT TAHUN 2011 Sumber : BPLHD Provinsi DKI Jakarta, 2011 Keterangan : 5. Jakarta Utara Pada Grafik : II.51 menunjukkan bahwa kisaran status air situ di wilayah Jakarta Utara berkisar antara status baik sampai cemar berat. Kondisi kualitas yang paling bagus berada pada Situ Sunter I dan sunter II yaitu berkisar antara status cemar ringan sampai cemar sedang. Sedangkan kondisi paling buruk berada pada inlet Situ Papanggo, Situ Pluit, Situ Rawa badak. Tentang indeks pencemaran pada situ di wilayah Jakarta Utara dapat dilihat pada Grafik dibawah ini : Halaman II - 134

161 GRAFIK : II.51. INDEKS PENCEMARAN SITU/WADUK DI WILAYAH JAKARTA UTARA TAHUN 2011 Sumber : BPLHD Provinsi DKI Jakarta, 2011 Keterangan : Dari hasil pemantauan kualitas situ di Provinsi DKI Jakarta pada tahun 2011 dapat disimpulkan adalah sebagai berikut : 1. Kondisi kualitas air situ di DKI Jakarta secara umum telah tercemar, mulai dari tercemar ringan, tercemar sedang sampai tercemar berat, hampir diseluruh wilayah di Provinsi DKI Jakarta. 2. Kondisi situ secara umum tidak terawat dengan baik. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya sampah yang menumpuk hampir di sepanjang pinggiran situ, mendapat masukan limbah cair rumah tangga dan industri dan kurang terlihatnya situ sebagai salah satu komponen dalam fungsi ekologis. 3. Persentase status mutu berdasarkan hasil perhitungan menggunakan metode Indeks pencemaran menunjukan situ yang tercemar ringan sebesar 35 persen, tercemar sedang sebesar 27 persen, tercemar berat sebesar 38 persen. 4. Beberapa parameter di perairan Situ telah melebihi baku mutu yang telah ditetapkan oleh SK Gub KDKI Jakarta No. 582 Tahun 1995 C untuk pertanian dan perikanan. Parameter-parameter yang melebihi baku mutu tersebut adalah, DO, COD, BOD, fosfat, fenol, minyak dan lemak, dan detergen. 5. Luas situ cenderung berkurang akibat adanya sedimentasi dan berpengaruh pada daya tampung situ. Akibatnya waktu tinggal hidrolik situ cenderung rendah. Rendahnya waktu tinggal hidrolik mengakibatkan situ kurang optimal dalam menampung aliran yang besar pada waktu hujan dan kurang efektif sebagai penampung banjir. Halaman II - 135

162 Sungai Sungai sebagai salah satu komponen lingkungan yang memiliki fungsi penting bagi kehidupan manusia termasuk untuk menunjang pembangunan perekonomian. Sebagai akibat adanya peningkatan kegiatan pembangunan di berbagai bidang maka baik secara langsung ataupun tidak langsung akan mempunyai dampak terhadap kerusakan lingkungan termasuk didalamnya pencemaran sungai yang berasal dari limbah domestik maupun non domestik seperti pabrik dan industri. Oleh karena itu pencemaran air sungai dan lingkungan sekitarnya perlu dikendalikan seiring dengan laju pembangunan agar fungsi sungai dapat dipertahankan kelestariannya. Provinsi DKI Jakarta dimana mengalir 13 (tiga belas) sistem aliran sungai yang sebagian besar berhulu di daerah Jawa Barat dan bermuara di Teluk Jakarta. Dengan demikian sungai di DKI Jakarta merupakan tempat limpahan akhir dari pada buangan-buangan tersebut. Padahal sungai itu sendiri mempunyai banyak fungsi yang sangat penting, antara lain sebagai sumber air baku air minum, perikanan, peternakan, pertanian, dan usaha perkotaan. Untuk menanggulangi hal tersebut di atas, Gubernur Kepala Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta telah mengeluarkan Surat Keputusan Nomor 582 Tahun 1995 tentang Penetapan Peruntukan Baku Mutu Air Sungai/Badan Air serta Baku Mutu Limbah Cair di wilayah Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta. BPLHD Provinsi DKI Jakarta secara berkesinambungan telah melakukan pemantauan kualitas air di 13 sungai yang mengalir di Provinsi DKI Jakarta dimana data yang diperoleh dapat dipakai sebagai dasar dari kebijakan Pemerintah dalam pengendalian pencemaran sungai dan pengelolaan lingkungan. Maksud dan tujuan dari kegiatan ini adalah untuk mengetahui kualitas air sungai di wilayah Provinsi DKI Jakarta dan tingkat pencemaran air sungai baik secara kimia maupun biologis. Evaluasi data dan informasi kualitas air sungai dilaksanakan di 13 sungai yang mengalir di Provinsi DKI Jakarta yang meliputi 47 titik pengambilan sampel. Parameter yang diteliti adalah parameter biologi, kimia, dan fisik yang disesuaikan dengan baku mutu air sungai yang ditetapkan oleh Keputusan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 582 Tahun Frekuensi pemantauan dilaksanakan 5 (lima) kali pemantauan yaitu pada bulan April, Juli, September, Oktober dan Desember Lokasi pengambilan sampel air dilakukan di 47 titik dari 13 sungai yang mengalir di DKI Jakarta, meliputi perbatasan DKI Jakarta Jawa Barat, hilir dan muara yang ada di Provinsi DKI Jakarta, dengan peruntukan sebagai berikut : 1. Peruntukan air baku air minum (Golongan B) 2. Peruntukan perikanan dan peternakan (Golongan C) 3. Peruntukan pertanian dan usaha perkotaan (Golongan D) Untuk lebih jelasnya lokasi pengambilan sampel air sungai di wilayah Provinsi DKI Jakarta, dapat dilihat pada Gambar dibawah ini : Halaman II - 136

163 GAMBAR : II.3. LOKASI PENGAMBILAN SAMPEL AIR SUNGAI TAHUN 2011 Dari gambaran tersebut diatas, maka lokasi pengambilan sampel air sungai di wilayah Provinsi DKI Jakarta, dapat dilihat pada Tabel dibawah : TABEL : II.39. LOKASI PENGAMBILAN SAMPEL AIR SUNGAI TAHUN 2011 NO TITIK SUNGAI LOKASI PEMANTAUAN GOLONGAN 1 1 S. Ciliwung Kelapa Dua (Serengseng Sawah) B 2 2 S. Ciliwung Intake PAM Condet (Kp. Gedong) B 3 3 S. Ciliwung Sebelum Pinta Air Manggarai B 4 3A S. Ciliwung Jl. Halimun (Guntur) B 5 4 S. Ciliwung Jl. KH. Mas Mansyur (Karet Tengsin) B 6 5 S. Ciliwung Jl. Gudang PLN B 7 6 S. Ciliwung Jemb. PIK (Muara Angke) D 8 29 S. Ciliwung Jl. Kwitang D 9 30 S. Ciliwung Jl. Ancol Marina D S. Ciliwung Pompa Pluit D 11 7 S. Kali Baru Jl. Komplek Zeni Srengseng Sawah B 12 8 S. Cipinang Jl. AURI (Taman Bunga Cibubur) D 13 8A S. Cipinang Jl. Pondok Gede (Tol Taman Mini) D 14 9 S. Cipinang Jl. Perdana Kusuma D K. Sunter Pondok Rangon D K. Sunter Jl. Jati Negara Kaum D K. Sunter Bogasari, Koja Selatan D K. Sunter Sudarso (Kelapa Gading) D bersambung... Halaman II - 137

164 sambungan NO TITIK SUNGAI LOKASI PEMANTAUAN GOLONGAN S. Krukut Jl. Pondok Labu B S. Krukut Jl. Pejompongan (Karet Tengsin) B S. Tarum Barat Bekasi B S. Angke Ciledug C 23 20A S. Angke Pesing Kali Angke D S. Cengkareng Drain Rel Kereta api (Kembangan) C S. Cengkareng Drain Jl. Kapuk Muara D S. Pesanggrahan Ciputat, Pasar Jumat C S. Mookervart Jl. Daan Mogot, Bir Bintang (Kali Deres) C 28 24A S. Mookervart Jl. Daan Mogot, Pemancar AL (Rawa Buaya) C S. Grogol Jl. Lebak Bulus C 30 25A S. Grogol Jl. Radio Dalam C S. Grogol PLTU Pluit D S. Kali Baru Timur Jl. Raya Bogor (YKK) D S. Kali Baru Timur Jl. Ancol/Jembatan Si Manis D S. Cakung Jl. Pulo Gebang D 35 36A Jati Kramat Jl. Kali Malang D S. Cakung Drain Jl. Raya Bekasi (Cakung Barat) D S. Cakung Drain Cilincing (Pos Polisi) D K. Blencong Muara Baru Rorotan D S. Petukangan Kawasan PT JIEP D S. Petukangan Jl. Swadaya, Pupar D S. Kamal Jl. Raya Benda (Pegadungan) D S. Kamal Muara Kamal D S. Sepak Jl. Pasar Bintaro (Ulujami) C S. Buaran Belakang PIK Pulo Gadung D S. Pesangrahan Jl.aH.Kelik, Srengseng D S. BKT (hulu) Jl. Basuki Rahmat D S. BKT (Hilir) Muara Marunda D Sumber : BPLHD Provinsi DKI Jakarta, 2011 Keterangan : Dari hasil evaluasi data informasi kualitas air sungai untuk tahun 2011 dilaksanakan sebanyak lima kali pemantauan yaitu bulan April, Juli, September, Oktober dan Desember untuk pengambilan sampel di lapangan baik itu untuk parameter fisik, kimia, maupun biologi dilakukan dengan peralatan seperti yang tersaji pada Tabel dibawah : Halaman II - 138

165 TABEL : II.40. PERALATAN SAMPLING AIR SUNGAI NO PARAMETER PERALATAN SAMPLING 1. Debit Current meter 2. Lebar Sungai Meteran 3. Conductivity, ph, DO, Suhu, Turbiditas Water Quality Checker 4. Sampel Air Ember plastik/jerigen 5. Plankton Plankton net 6. Benthos/Lumpur Grab Sampler/Sekop Sumber : BPLHD Provinsi DKI Jakarta, 2011 Keterangan : Dari hasil survey lapangan, sampel yang diambil dianalisa lebih lanjut di UPT Laboratorium Lingkungan BPLHD Provinsi DKI Jakarta, dengan metode analisa sesuai dengan SNI dan standar metode lainnya untuk masing-masing parameter. Evaluasi dilakukan dengan membandingkan nilai hasil pengukuran dengan Baku Mutu sesuai dengan SK Gubernur DKI Jakarta Nomor 582 tahun 1995 untuk peruntukan air baku air minum (Golongan B), perikanan dan peternakan (Golongan C) dan pertanian dan usaha perkotaan (Golongan D). Hal ini untuk mengetahui kondisi sungai apakah masih sesuai dengan peruntukannya. Selain itu untuk melihat status mutu air sungai dilakukan pula evaluasi dengan metode Indeks Pencemaran dan sistem nilai dari US-EPA (Environmental Protection Agency) yang disebut dengan sistem Storet (Carter, 1977). Metode Indeks Pencemaran digunakan untuk menentukan tingkat pencemaran relatif terhadap parameter kualitas air yang diizinkan. Indeks Pencemaran (IP) ditentukan untuk suatu peruntukkan, kemudian dapat dikembangkan untuk beberapa peruntukkan bagi seluruh bagian badan air atau sebagian dari seluruh sungai. Metode ini dapat langsung menghubungkan tingkat ketercemaran dengan dapat atau tidaknya sungai dipakai untuk penggunaan tertentu dan dengan nilai parameter-parameter tertentu. Evaluasi terhadap nilai IP adalah berdasarkan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 115/2003, sesuai dengan Tabel berikut : TABEL : II.41. NILAI INDEKS PENCEMAR (IP) AIR SUNGAI DAN KATEGORINYA NILAI IP 0 IP <IP <IP 10.0 IP> 10.0 STATUS Memenuhi Baku Mutu (Kondisi Baik) Cemar Ringan Cemar Sedang Cemar Berat Halaman II - 139

166 Sedangkan menurut sistem storet mutu kualitas air disuatu titik sampling (stasiun penelitian) sesuai dengan hasil perbandingan dengan suatu peruntukannya terbagi atas 4 (empat kategori), untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel berikut : TABEL : II.42. NILAI STORET AIR SUNGAI DAN KATEGORINYA NILAI STORET KATEGORI 0 Baik sekali -1 s.d. -10 Baik -11 s.d. -30 Sedang -31 Buruk Selain hal tersebut diatas untuk menentukan sistem nilai penentuan status untuk perairan didasarkan pada Canter (1977), dapat dilihat pada Tabel dibawah : TABEL : II.43. PENENTUAN SISTEM NILAI DALAM MENENTUKAN STATUS MUTU PERAIRAN JUMLAH PARAMETER NILAI SAMPEL FISIKA KIMIA BIOLOGI Maksimum < 10 Minimum Rata-rata Sumber : Canter (1977) Keterangan : Dari hasil analisis data dan evaluasi kualitas biota air (plankton) dilakukan dengan perhitungan derajat pencemaran dengan metode Indeks Keanekaragaman (Indeks Diversitas) berdasarkan Shannon-Wiener (1975). Evaluasi ini dilakukan untuk mengetahui perubahan struktur komunitas biota air (plankton) yang disebabkan adanya perubahan kualitas air. Sedang untuk menentukan klasifikasi derajat pencemaran dapat dilihat pada Tabel dibawah : TABEL : II.44. KLASIFIKASI DERAJAT PENCEMARAN BERDASARKAN SHANNON-WIENER KLASIFIKASI RENTANG INDEKS Tercemar Berat 0.0 < H < 1.0 Tercemar Sedang 1.0 < H < 2.0 Tercemar Ringan 2.0 < H < 3.0 Tercemar Sangat Ringan 3.0 < H < 4,5 Sumber : Shannon-Wiener dalam Staub et al, Wilhm (1975) Keterangan : Dari hasil evaluasi data dan informasi kualitas air sungai dilakukan pada 13 sungai dengan 47 titik pengambilan sampel yang meliputi 3 peruntukan yaitu peruntukan air baku air minum (golongan B), Halaman II - 140

167 peruntukan perikanan dan peternakan (Golongan C), serta peruntukan pertanian dan usaha perkotaan (Golongan D), dapat dilihat pada uraian berikut : 1. Sungai Ciliwung Sungai Ciliwung terdiri dari 10 (sepuluh) titik pantau yang berada pada 2 (dua) peruntukan air sungai yaitu peruntukan air baku air minum (golongan B) dan peruntukan pertanian dan usaha perkotaan (golongan D). Sungai Ciliwung merupakan sungai utama dari 13 sungai yang melalui DKI Jakarta. Pada bagian tengah Ciliwung terdapat kota Depok, dibagian hulunya terdapat Kabupaten Bogor dan Kota Bogor. Sungai Ciliwung termasuk sungai tergolong sedang, dimana lebar sungai Ciliwung rata-rata meter. Gambaran titik lokasi dan hasil pemantauan dapat dilihat pada uraian berikut. Kelapa Dua (titik 1) Pada titik sampling Kelapa Dua, penggunaan lahan / bantaran sungai didominasi oleh kebun dan lahan kosong. Kondisi kualitas air sungai secara fisik relatif masih baik dan aliran mengalir dengan lancar. Kondisi bantaran sungai masih alami tanpa perkerasan, tidak tercium bau dan hanya sedikit sampah perairan yang berasal dari kegiatan domestik yang ada dibadan air. Intake PAM Condet (titik 2) Lahan/bantaran sungai dititik Intake PAM Condet didominasi leh kebun, lahan kosong dan PAM. Kondisi kulitas air secara fisik relatif masih bagus dan aliran mengalir dengan lancar. Tidak tercium bau dan hanya sedikit sampah perairan yang berasal dari kegiatan domestik yang ada dibadan air. Sebelum pintu Air Manggarai (titik 3) Pada lokasi titik sampling Manggarai, penggunaan lahan/bantaran sungai didominasi oleh pemukiman dan perkantoran. Kondisi kualitas air sungai secara fisik sudah menurun walaupun aliran sungai masih dapat mengalir. Kondisi bantaran sungai sudah diperkeras/turap, tercium bau dan terdapat banyak sampah diperairan yang berasal dari kegiatan domestik dan non domestik yang ada dibadan air Jl. Halimun, Guntur (titik 3A) Kondisi sekitar titik sampling 3A (Jl. Halimun, Guntur) adalah pemukiman penduduk dan perkantoran. Kondisi air keruh, namun masih mengalir dengan lancar. Hanya sedikit sampah yang berada dibadan air. Bantaran sungai telah diperkeras atau diturap Jl. KH. Mas Mansyur, Karet Tengsin (4) Kondisi sekitar titik sampling 4 (Jl. KH.Mas Mansyur, Karet Tengsin) adalah pemukiman penduduk dan perkantoran. Kondisi air keruh, namun masih mengalir dengan lancar. Banyak sampah yang berada dibadan air. Bagian pinggir sungai diberi pagar pembatas. Halaman II - 141

168 Jl. Gudang PLN (titik 5) Pada titik sampling Jl. Gudang PLN, penggunaan lahan/bantaran sungai didominasi oleh pemukiman dan perkantoran. Kondisi kualitas fisik air sungai sudah menurun meskipun air masih bisa mengalir. Bantaran sungai telah diperkeras, tercium bau dan banyak sampah dibadan sungai yang berasal dari kegiatan domestik dan non domestik. Jembatan PIK, Muara Angke (6) Pada titik sampling Jembatan PIK, Muara Angke, penggunaan lahan/bantaran sungai didominasi oleh pemukiman. Kondisi kualitas fisik air sungai sudah menurun dan berhubungan langsung dengan muara Teluk Jakarta. Bantaran sungai masih alami, air berwarna hitam dan banyak sampah dibadan sungai yang berasal dari kegiatan domestik dan non domestik, serta banyak tumbuh enceng gondok di badan sungai. Jl. Kwitang (titik 29) Pada lokasi ini penggunaan lahan/bantaran sungai didominasi oleh pemukiman dan perkantoran. Kondisi kualitas fisik air sungai telah menurun ditandai dengan warna air yang telah menghitam dan bau yang menyengat. Aliran airnya sangat lambat, kondisi bantaran sungai telah diperkeras dan banyak sampah perairan yang berasal dari kegiatan domestik maupun non domestik yang ada di badan air. Jl. Ancol, Marina (30) Titik Ancol, Marina lahannya digunakan oleh Pengelola Ancol Marina. Kondisi kualitas air sungai secara fisik sudah menurun ditandai dengan warna air yang hitam dan bau serta aliran sungai yang lambat. Kondisi bantaran sungai sudah diperkeras. Pompa Pluit (titik 32) Titik pemantauan yang berada di Pompa Pluit telah berdekatan dengan muara laut. Kondisi sekitar sungai didominasi oleh perumahan penduduk, kualitas air sungai secara fisik sudah menurun ditandai dengan warna air yang hitam dan bau serta aliran sungai yang lambat. Kondisi bantaran sungai sudah diperkeras. Kualitas Kimia Konsentrasi parameter phospat di Sungai Ciliwung yang masuk pada golongan B rata-rata masih memenuhi baku mutu baik pada pemantauan bulan April, Juli, Oktober, dan Desember Namun untuk titik pemantauan dibagian hilir yang termasuk pada golongan D kualitasnya semakin buruk hingga melebihi baku mutu. Konsentrasi tertinggi berada dititik 32 (Pintu Air Pluit) pada pemantauan bulan Oktober yaitu mencapai 1,6 mg/l. Untuk lebih jelasnya dari hasil pemantauan untuk parameter phospat dapat dilihat pada Grafik berikut : Halaman II - 142

169 GRAFIK : II.52. KONSENTRASI PHOSPAT SUNGAI CILIWUNG PROVINSI DKI JAKARTA TAHUN 2011 Kons. Phospat (mg/l) A April Juli Sept Okt Des BM Sumber : BPLHD Provinsi DKI Jakarta Keterangan : Konsentrasi BOD rata-rata sudah tinggi dan semakin kehilir konsentrasinya semakin tinggi. Hal ini disebabkan oleh faktor cuaca dan musim kemarau sehingga kemampuan sungai untuk memulihkan sendiri menjadi berkurang. Konsentrasi terendah terdapat pada titik 1 (Jl. Raya Bogor) bulan desember sebesar 2 mg/l dan konsentrasi tertinggi terjadi peningkatan konsentrasi yang sangat drastis hingga mencapai 42 mg/l untuk parameter BOD. Untuk lebih jelasnya dari hasil pemantauan untuk parameter BOD dapat dilihat pada Grafik berikut : Kons.BOD (mg/l) GRAFIK : II.53. KONSENTRASI BOD SUNGAI CILIWUNG PROVINSI DKI JAKARTA TAHUN A Maret Juli Sept Okt Des BM Sumber : BPLHD Provinsi DKI Jakarta Keterangan : Sedangkan untuk konsentrasi COD rata-rata pada sungai Ciliwung juga tinggi dan semakin kehilir konsentrasinya semakin tinggi. Hal ini disebabkan oleh faktor cuaca dan musim kemarau sehingga kemampuan sungai untuk memulihkan sendiri menjadi berkurang. Konsentrasi terendah terdapat pada titik 1 (Jl. Raya Bogor) bulan desember sebesar 2 mg/l dan konsentrasi tertinggi terjadi peningkatan Halaman II - 143

170 konsentrasi yang sangat drastis yaitu sebesar 199 mg/l untuk parameter COD. Untuk lebih jelasnya dari hasil pemantauan untuk parameter COD dapat dilihat pada Grafik berikut : Kons.COD (mg/l) GRAFIK : II.54. KONSENTRASI COD SUNGAI CILIWUNG PROVINSI DKI JAKARTA TAHUN A April Juli Sept Okt Des BM Sumber : BPLHD Provinsi DKI Jakarta Keterangan : 2. Sungai Cipinang Sungai Cipinang terdiri dari 6 (enam) titik pantau yang berada pada peruntukan pertanian dan usaha perkotaan (golongan D). Gambaran titik lokasi dan hasil pemantauan dapat dilihat pada uraian berikut. Jl. Auri, Taman Bunga Cibubur (titik 8) Kondisi sekitar titik sampling 8 (Jl. Taman Bunga Cibubur) adalah pemukiman semi teratur, pertokoan dan perkebunan warga. Kondisi air keruh, namun masih mengalir dengan lancar. Salah satu bagian pinggir sungai diturap dan sisi yang lain tidak diturap. Jl. Pondok Gede, Tol Taman Mini (titik 8A) Kondisi sekitar titik sampling 8A adalah pemukiman tidak teratur dan pertokoan. Kondisi air berbau dan berwarna hitam, aliran air lambat dan banyak sampah dibadan air yang berasal dari limbah domestik maupun non domestik. Bagian pinggir sungai masih alami dan belum ada pengerasan. Jl. Perdana Kusuma (titik 9) Kondisi sekitar titik sampling 9 adalah pemukiman tidak teratur. Kondisi air berbau dan berwarna hitam, aliran air lambat dan banyak sampah dibadan air yang berasal dari limbah domestik maupun non domestik. Bagian pinggir sungai masih alami dan belum ada pengerasan. Kualitas Kimia Kualitas kimia air sungai Cipinang khususnya parameter phospat konsentrasinya dibagian hulu masih berada dibawah baku mutu. Pada titik 8 dan 8A kecuali pada pemantauan bulan September telah tinggi Halaman II - 144

171 hingga mencapai 0,8 mg/l dan 1,5 mg/l. Sedangkan pada bagian hilir yaitu titik 9 konsentrasi phospat pada bulan April mencapai 0,3 mg/l, pada pemantauan bulan pada pemantauan bulan Agustus mencapai 2.2 mg/l. Untuk lebih jelasnya dari hasil pemantauan untuk parameter phospat dapat dilihat pada Grafik berikut : GRAFIK : II.55. KONSENTRASI PHOSPAT SUNGAI CIPINANG PROVINSI DKI JAKARTA TAHUN Kons.Phospat (mg/l) A 9 April Juli Sept Okt Desember BM Sumber : BPLHD Provinsi DKI Jakarta Keterangan : Kandungan organik yang tinggi berpengaruh pada konsentrasi BOD yang tinggi pula pada titik 8A hingga mencapai konsentrasi tertinggi sebesar 70 mg/l untuk BOD pada bulan Oktober. Untuk lebih jelasnya dari hasil pemantauan untuk parameter BOD dapat dilihat pada Grafik berikut : GRAFIK : II.56. KONSENTRASI BOD SUNGAI CIPINANG PROVINSI DKI JAKARTA TAHUN 2011 Kons.BOD.(mg/l) A 9 April Juli Sept Okt Desember BM Sumber : BPLHD Provinsi DKI Jakarta Keterangan : Selain hal tersebut diatas untuk kandungan organik yang tinggi berpengaruh juga pada konsentrasi COD yang tinggi pula pada titik 8A hingga mencapai konsentrasi tertinggi sebesar 290 mg/l untuk COD bulan Oktober. Untuk lebih jelasnya dari hasil pemantauan untuk parameter COD dapat dilihat Grafik berikut : Halaman II - 145

172 GRAFIK : II.57. KONSENTRASI COD SUNGAI CIPINANG PROVINSI DKI JAKARTA TAHUN 2011 Kons.COD.(mg/l) A 9 April Juli Sept Okt Desember BM Sumber : BPLHD Provinsi DKI Jakarta Keterangan : 3. Sungai Angke Daerah aliran sungai Angke terdiri dari 3 titik pantau yaitu titik (19) yang berada di Ciledug masuk pada golongan C dan dua titik lainnya titik 20 dan 20A yang berada di Jl. Daan Mogot (Pool PPD) dan Pesing masuk pada golongan D. Gambaran titik lokasi dan hasil pemantauan dapat dilihat pada uraian berikut. Ciledug (titik 19) Kondisi sekitar titik sampling 19 adalah perkantoran dan perindustrian. Kondisi air berwarna coklat, aliran air deras namun banyak sampah dibadan air yang berasal dari limbah domestik maupun non domestik yang sengaja dibuang penduduk kesungai tersebut. Bagian pinggir sungai masih alami dan belum ada pengerasan. Pesing, Kali Angke (20A) Kondisi sekitar titik sampling 20A adalah prumahan tidak teratur, pertokoan dan perkantoran. Kondisi air berwarna hitam dan berbau, tidak ada aliran air dan banyak sampah dibadan air yang berasal dari limbah domestik maupun non domestik yang sengaja dibuang penduduk kesungai tersebut. Bagian pinggir sungai sudah ada pengerasan. Kualitas Kimia Kualitas kimia air kali Angke pada umumnya memburuk di bagian hilir, pada Grafik : II.57 terlihat konsentrasi phospat dibagian hulu masih berada di bawah baku mutu untuk periode pemantauan bulan April, Juli, September, namun konsentrasi pada bagian hilir telah jauh melebihi baku mutu baik pada pemantauan bulan Juli, September, Oktober, maupun Desember. Sedangkan pada Grafik : II.58 terlihat konsentrasi Phospat meningkat dibagian hilir pada pemantauan bulan September, Oktober dan Desember Untuk lebih jelasnya dari hasil pemantauan untuk parameter phospat dapat dilihat Grafik berikut : Halaman II - 146

173 Kons.Phospat (mg/l) GRAFIK : II.58. KONSENTRASI PHOSPAT SUNGAI ANGKE PROVINSI DKI JAKARTA TAHUN A April Juli Sept Okt Desember BM Sumber : BPLHD Provinsi DKI Jakarta Keterangan : Seperti halnya parameter, phospat, untuk parameter BOD dan COD konsentrasinya sangat tinggi hingga melebihi baku mutu baik pada pemantauan bulan l, Juli, September, Oktober, maupun Desember. Untuk lebih jelasnya dari hasil pemantauan untuk parameter BOD dan COD dapat dilihat pada Grafik berikut : GRAFIK : II.59. KONSENTRASI BOD DAN COD SUNGAI ANGKE PROVINSI DKI JAKARTA TAHUN A April Juli Sept Okt Desember BM Sumber : BPLHD Provinsi DKI Jakarta Keterangan : 4. Sungai Mookervart Sungai Mookervart terdiri dari 2 (dua) titik yang berada pada golongan C. Titik-titik tersebut diantaranya adalah titik 24 (Pabrik Bir Bintang, Kali Deres), dan titik 24A (Pemancar AL, Rawa Buaya). Gambaran titik lokasi dan hasil pemantauan dapat dilihat pada uraian berikut. Halaman II - 147

174 Pabrik Bir Bintang, Kali Deres (titik 24) Kondisi sekitar titik sampling 24 adalah perindustrian. Kondisi air berwarna hitam dan berbau, ada aliran air namun lambat dan airnya dangkal. Bagian pinggir sungai sudah ada pengerasan. Jl. Daan Mogot, Pemancar AL Rawa Buaya (titik 24A) Kondisi sekitar titik sampling 24A adalah perindustrian. Kondisi air berwarna keruh, tidak ada aliran air dan banyak sampah dibandan sungai. Bagian pinggir sungai sudah ada pengerasan. Kualitas Kimia Kandungan phospat dalam air sungai Mookervart baik pada pemantauan bulan April, September, Oktober dan Desember rata-rata telah melebihi baku mutu. Namun untuk bagian hilir konsentrasi phospat menurun, bahkan pada pemantauan bulan Juli konsentrasinya berada dibawah baku mutu dimana masing-masing 0.19 mg/l. Untuk lebih jelasnya dari hasil pemantauan untuk parameter phospat dapat dilihat pada Grafik berikut : Kons.Phospat (mg/l) GRAFIK : II.60. KONSENTRASI PHOSPAT SUNGAI MOOKERVART PROVINSI DKI JAKARTA TAHUN A April Juli Sept Okt Desember BM Sumber : BPLHD Provinsi DKI Jakarta Keterangan : Untuk parameter organik, BOD konsentrasinya dibagian hulu dan hilir konsentrasinya telah tinggi hingga melebihi baku mutu. Namun di titik 24A pada pemantauan bulan Oktober dan Desember mengalami Kenaikan konsentrasi hingga pada bulan Desember konsentrasinya melebihi baku mutu sebesar 42 mg/l. Untuk lebih jelasnya dari hasil pemantauan untuk parameter BOD dapat dilihat pada Grafik berikut : Halaman II - 148

175 GRAFIK : II.61. KONSENTRASI BOD SUNGAI MOOKERVART PROVINSI DKI JAKARTA TAHUN 2011 Kons.BOD (mg/l) A April Juli Sept Okt Desember BM Sumber : BPLHD Provinsi DKI Jakarta Keterangan : Demikian juga untuk parameter organik COD konsentrasinya dibagian hulu dan hilir konsentrasinya juga telah tinggi hingga melebihi baku mutu. Namun di titik 24A pada pemantauan bulan Oktober dan Desember mengalami Kenaikan konsentrasi hingga pada bulan Desember konsentrasinya melebihi baku mutu sebesar 42 mg/l. Untuk lebih jelasnya dari hasil pemantauan untuk parameter COD dapat dilihat pada Grafik berikut : Kons. COD (mg/l) GRAFIK : II.62. KONSENTRASI COD SUNGAI MOOKERVART PROVINSI DKI JAKARTA TAHUN A April Juli Sept Okt Desember BM Sumber : BPLHD Provinsi DKI Jakarta Keterangan : Buruknya kualitas air sungai Mookervart selain dapat dilihat dengan tingginya konsentrasi phospat, BOD juga ditunjukkan oleh tingginya COD dalam air sungai tersebut yang menunjukkan bagian hilir-hulu telah melewati baku mutu. Halaman II - 149

176 5. Sungai Grogol Sungai Grogol terdiri dari 3 titik pantau di bagian hulu yaitu titik 25 (Jl.Lebak Bulus), dibagian tengah titik 25A (Jl. Radio Dalam) serta titik 27 (PLTU Pluit) di bagian hilir yang berada pada golongan D. Gambaran titik lokasi dan hasil pemantauan dapat dilihat pada uraian berikut. Sungai Grogol Jl. Lebak Bulus (titik 25) Kondisi lingkungan sekitar titik sampling 25 (Jl. Lebak Bulus) adalah perumahan pendduk. Kondisi air berwarna keruh, dan banyak sampah domestik dibandan sungai. Bagian pinggir sungai belum ada pengerasan atau masih alami. Sungai Grogol Jl. Radio Dalam (25A) Kondisi lingkungan sekitar titik sampling 25A (Jl.Radio Dalam) adalah pertokoan dan perumahan. Kondisi air berwarna keruh, dan banyak sampah domestik dibandan sungai. Bagian hulu yang berada di belakang Mol Pondok Indah belum diturap dan lebih sempit, dan bagian hilir setelah jembatan badan sungai melebar dan bagan pinggir sungai telah diperkeras/diturap. Kualitas Kimia Grafik : II.63 di bawah ini menerangkan bahwa kualitas kimia air sungai Grogol terutama untuk parameter Phospat pada bulan April, Juli, September, Oktober dan Desember di bagian hulu konsentrasinya masih memenuhi baku mutu, namun dibagian hilir konsentrasinya sangat tinggi. untuk bagian hilir pada pemantauan bulan April, Mei, September, Oktober dan Desember konsentrasinya telah tinggi dimana konsentrasitertinggi 1,2 mg/l pada bulan Oktober. Untuk lebih jelasnya dari hasil pemantauan untuk parameter phospat dapat dilihat pada Grafik berikut : GRAFIK : II.63. KONSENTRASI PHOSPAT SUNGAI GROGOL PROVINSI DKI JAKARTA TAHUN 2011 Kons.Phospat (mg/l) A 27 April Juli Sept Okt Desember BM Sumber : BPLHD Provinsi DKI Jakarta Keterangan : Halaman II - 150

177 Sedangkan untuk parameter BOD dibagian hulu dan tengah rata-rata konsentrasinya masih memenuhi baku mutu, dan dibagian hilir konsentrasinya telah melebihi baku mutu baik pada pemantauan bulan April, Juli, September, Oktober, maupun Desember dengan konsentrasi tertinggi di bagian hilir terdapat di titik 27 pada bulan pemantauan April. Untuk lebih jelasnya dari hasil pemantauan untuk parameter BOD dapat dilihat pada Grafik berikut : GRAFIK : II.64. KONSENTRASI BOD SUNGAI GROGOL PROVINSI DKI JAKARTA TAHUN 2011 Kons.BOD. (mg/l) A 27 April Juli Sept Okt Desember BM Sumber : BPLHD Provinsi DKI Jakarta Keterangan : Konsentrasi COD rata-rata telah melebihi baku mutu dan konsentrasinya meningkat dibagian hilir. Dibagian hulu pada pemantauan bulan April konsentrasi COD masih berada dibawah baku mutu dengan konsentrasi 22,4 mg/l pada bulan April konsentrasi tertinggi pada bagian hilir sebesar 200 mg/l Untuk lebih jelasnya dari hasil pemantauan untuk parameter COD dapat dilihat pada Grafik berikut : GRAFIK : II.65. KONSENTRASI COD SUNGAI GROGOL PROVINSI DKI JAKARTA TAHUN 2011 Kons.COD. (mg/l) A 27 April Juli Sept Okt Desember BM Sumber : BPLHD Provinsi DKI Jakarta Keterangan : Halaman II - 151

178 6. Sungai Sunter Daerah Aliran Sungai Sunter berada pada golongan D dan terdiri dari 4 (empat) titik pantau. Pemantauan hulu sungai Sunter terletak dititik 10 (Pondok Rangon) dan bagian hilir terletak di titik 14 (Bogasari, Koja Selatan). Gambaran titik lokasi dan hasil pemantauan dapat dilihat pada uraian berikut. Sungai Sunter Pondok Rangon (titik 10) Kondisi lingkungan sekitar titik sampling 10 (Pondok Rangon) adalah perumahan tidak teratur. Kondisi air berwarna keruh, dan salah satu bantaran sungai ditumbuhi pohon bambu, namun bagian bantaran sungai yang lain berbatasan langsung dengan rumah penduduk. Terdapat saluran pembuangan rumah tangga dari rumah-rumah penduduk di pinggir sungai. Sungai Sunter Jl.Jati Negara Kaum (titik 12) Kondisi lingkungan sekitar titik sampling 12 (Jl. Jati Negara Kaum) adalah perumahan tidak teratur. Kondisi air berwarna hitam, namun masih mengalir dengan lancar. Terdapat saluran pembuangan rumah tangga dari rumah-rumah penduduk di pinggir sungai. Sekitar lokasi terdapat instalasi pengolahan air bersih PT. Aetra yang membuang limbah hasil produksinya kesungai tersebut. Terdapat banyak sampah domestik dan terjadi pendangkalan dibadan sungai. Sungai Sunter Bogasari, Koja Selatan (titik 13) Kondisi lingkungan sekitar titik sampling 13 (Bogasari, Koja Selatan) adalah perumahan tidak teratur dan industri. Titik ini berbatasan dengan muara Teluk Jakarta. Kondisi air berwarna hitam dan berbau, banyak sampah dibadan sungai. Tidak ada aliran disungai tersebut dan bagian pinggir sungai telah diturap. Sungai Sunter Sudarso, Kelapa Gading (titik 47) Kondisi lingkungan sekitar titik sampling 47 (Sudarso,Kelapa Gading) adalah perumahan. Kondisi air berwarna hitam dan berbau, banyak sampah dibadan sungai. Tidak ada aliran disungai tersebut dan bagian pinggir sungai telah diturap. Kualitas Kimia Kualitas phospat disungai Sunter, pada bagian hulu (titik 10) konsentrasinya masih memenuhi baku mutu baik pada pemantauan bulan April, Juli, September, Oktober dan Desember. Sedangkan pada bagian tengah dan hilir konsentrasi phospat meningkat hingga melebihi baku mutu dengan konsentrasi yang sangat tinggi terdapat pada titik 12 di bulan September dengan konsentrasi sebesar 2,8 mg /l. Untuk lebih jelasnya dari hasil pemantauan untuk parameter phospat dapat dilihat pada Grafik berikut : Halaman II - 152

179 Kons.Phospat (mg/l) GRAFIK : II.66. KONSENTRASI PHOSPAT SUNGAI SUNTER PROVINSI DKI JAKARTA TAHUN April Juli Sept Okt Desember BM Sumber : BPLHD Provinsi DKI Jakarta Keterangan : Pada grafik dibawah dapat kita lihat bahwa konsentrasi BOD dari hulu menuju ke hilir rata-rata semakin meningkat. Untuk lebih jelasnya dari hasil pemantauan untuk parameter BOD dapat dilihat pada Grafik berikut : Kons.BOD. (mg/l) GRAFIK : II.67. KONSENTRASI BOD SUNGAI SUNTER PROVINSI DKI JAKARTA TAHUN April Juli Sept Okt Desember BM Sumber : BPLHD Provinsi DKI Jakarta Keterangan : Selain hal tersebut untuk konsentrasi COD dari hulu menuju ke hilir rata-rata juga semakin meningkat. Untuk lebih jelasnya dari hasil pemantauan untuk parameter COD dapat dilihat pada Grafik berikut : Halaman II - 153

180 Kons.COD. (mg/l) GRAFIK : II.68. KONSENTRASI COD SUNGAI SUNTER PROVINSI DKI JAKARTA TAHUN April Juli Sept Okt Desember BM Sumber : BPLHD Provinsi DKI Jakarta Keterangan : 7. Sungai Pesanggrahan Sungai Pesanggrahan pada tahun 2011 terdapat dua titik pantau yakni titik 23 (Jl.Ciputat Pasar Jum at, Lebak Bulus) dan titik 49 (Jl. H.Kelik, Srengseng). Gambaran titik lokasi dan hasil pemantauan dapat dilihat pada uraian berikut. S. Pesanggrahan Jl.Ciputat Pasar Jum at, Lebak Bulus (titik 23) Kondisi lingkungan sekitar titik sampling 23 (Jl. Pasar Jum at, Lebak Bulus) adalah perumahan. Kondisi air berwarna keruh dan airnya mengalir dengan lancar, banyak sampah dibadan sungai. Bagian pinggir sungai masih alami, belum ada pengerasan. Sungai Pesanggrahan Jl.H.Kelik, Srengseng (49) Kondisi lingkungan sekitar titik sampling 49 (Jl. H.Kelik,Srengseng) adalah perumahan tidak teratur dan real estate. Terdapat loundry jens yang membuang limbahnya ke sungai. Kondisi air berwarna keruh dan airnya mengalir dengan lancar, banyak sampah dibadan sungai. Bagian pinggir sungai masih alami, belum ada pengerasan. Kualitas Kimia Kualitas kimia air sungai Pesanggrahan khususnya untuk parameter phospat masih berada dibawah baku mutu,baik pada bagian hulu dan hilirnya. Untuk lebih jelasnya dari hasil pemantauan untuk parameter phospat dapat dilihat pada Grafik berikut : Halaman II - 154

181 GRAFIK : II.69. KONSENTRASI PHOSPAT SUNGAI PESANGGRAHAN PROVINSI DKI JAKARTA TAHUN Kons. phospat (mg/l) April Juli Sept Okt Desember BM Sumber : BPLHD Provinsi DKI Jakarta Keterangan : Rata-rata konsentrasi BOD disungai Pesanggrahan masih berada dibawah baku mutu baik pada titik 23 (Jl. Ciputat Pasar Jum at, Lebak Bulus) maupun titik 49 (Jl.H.Kelik, Srengseng), baik pada pemantauan bulan April, Juli, September, Oktober dan November konsentrasinya telah mencapai 26,90 mg/l. Untuk lebih jelasnya dari hasil pemantauan untuk parameter BOD dapat dilihat pada Grafik berikut : GRAFIK : II.70. KONSENTRASI BOD SUNGAI PESANGGRAHAN PROVINSI DKI JAKARTA TAHUN 2011 Kons. BOD (mg/l) April Juli Sept Okt Desember BM Sumber : BPLHD Provinsi DKI Jakarta Keterangan : Sedangkan untuk parameter COD rata-rata telah melebihi baku mutu dibagian hulu maupun hilir. Untuk lebih jelasnya dari hasil pemantauan untuk parameter COD dapat dilihat pada Grafik berikut : Halaman II - 155

182 GRAFIK : II.71. KONSENTRASI COD SUNGAI PESANGGRAHAN PROVINSI DKI JAKARTA TAHUN Kons. COD (mg/l) April Juli Sept Okt Desember BM Sumber : BPLHD Provinsi DKI Jakarta Keterangan : 8. Sungai Krukut dan Tarum Barat Kali Krukut dan Tarum Barat masuk pada golongan B. Sungai Krukut terdiri dari 2 (dua) titik yaitu titik 14 dan 15 yang terletak di Jl. Pondok Labu dan Jl. Pejompongan (Karet Tengsin), sedangkan sungai Tarum Barat terdiri dari 1 (satu) titik yaitu titik 17 yang berada di Bekasi. Kali Krukut berada diwilayah kota Jakarta Selatan yang merupakan wilayah Kelurahan Petogokan, terletak dijalan Prapanca sampai dengan Jalan Wolter Monginsidi. Panjang ruas kali tersebut adalah ± 1.896,6 m. Secara umum Kali Krukut didominasi oleh pemukiman. Gambaran titik lokasi dan hasil pemantauan dapat dilihat pada uraian berikut. Kali Krukut, titik 14 (Jl.Pondok Labu) Kondisi lingkungan sekitar titik sampling 14 (Jl.Pondok Labu) adalah perumahan tidak teratur. Kondisi air berwarna keruh dan airnya mengalir dengan lancar, tidak banyak sampah dibadan sungai. Bagian pinggir sungai sebagian telah ada pengerasan. Kali Krukut, (titik 15) Jl.Pejompongan, Karet Tengsin Kondisi lingkungan sekitar titik sampling 15 (Jl.Pejompongan, Karet Tengsin) adalah perkantoran dan pemakaman. Kondisi air berwarna keruh dan airnya mengalir dengan lancar, banyak sampah dibadan sungai. Bagian pinggir sungai telah ada pengerasan. Sungai Tarum Barat, Bekasi (titik 17) Kondisi lingkungan sekitar titik sampling 17 (Bekasi) adalah pertokoan. Kondisi air berwarna keruh dan airnya mengalir dengan lancar, tidak banyak sampah dibadan sungai. Bagian pinggir sungai masih alami, belum ada pengerasan. Halaman II - 156

183 Kualitas Kimia Kualitas phospat di sungai Krukut bagian hulu dan sungai Tarum Barat umumnya masih berada dibawah baku mutu tetapi pada bulan September terjadi kenaikan konsetrasi phospat di sungai krukut bagian hilir hingga melebihi baku mutu (0,6 mg/l). Untuk lebih jelasnya dari hasil pemantauan untuk parameter phospat dapat dilihat pada Grafik berikut : GRAFIK : II.72. KONSENTRASI PHOSPAT SUNGAI KRUKUT & TARUM BARAT PROVINSI DKI JAKARTA TAHUN 2011 Kons.Phospat (mg/l) S.Krukut S.Trm Barat April Juli Sept Okt Desember BM Sumber : BPLHD Provinsi DKI Jakarta Keterangan : Rata-rata konsentrasi BOD disungai Krukut bagian Hulu dan Sungai Tarum barat berada dibawah baku mutu baik pada pemantauan bulan April, Juli, September, Oktober dan Desember. Akan tetapi di titik 15 sungai krukut bagian hilir terjadi kenaikan konsentrasi BOD konsentrasinya telah mencapai 36 mg/l. Untuk lebih jelasnya dari hasil pemantauan untuk parameter BOD dapat dilihat pada Grafik berikut : GRAFIK : II.73. KONSENTRASI BOD SUNGAI KRUKUT & TARUM BARAT PROVINSI DKI JAKARTA TAHUN 2011 Kons.BOD (mg/l) S.Krukut S.Trm Barat April Juli Sept Okt Desember BM Sumber : BPLHD Provinsi DKI Jakarta Keterangan : Halaman II - 157

184 Sedangkan untuk parameter COD rata-rata telah melebihi baku mutu dibagian hulu maupun hilir kecuali pada sungai tarum barat periode pemantauan bulan April masih memenuhi baku mutu sebesar 5 mg/l. Untuk lebih jelasnya dari hasil pemantauan untuk parameter COD dapat dilihat pada Grafik berikut : GRAFIK : II.74. KONSENTRASI COD SUNGAI KRUKUT & TARUM BARAT PROVINSI DKI JAKARTA TAHUN 2011 Kons.COD (mg/l) S.Krukut S.Trm Barat April Juli Sept Okt Desember BM Sumber : BPLHD Provinsi DKI Jakarta Keterangan : 9. DAS Cengkareng Drain dan Kali Baru Timur Daerah Aliran Sungai Cengkareng Drain terdiri dari 2 (dua) titik pantau yang titik bagian hulu masuk pada golongan sungai C yaitu titik 21 yang berada di daerah Kembangan dan 1 (satu) titik di bagian hilir masuk pada golongan sungai D yaitu titik 22 yang berada di Jl. Kapuk Muara. Daerah Aliran Sungai Kali Baru Timur terdiri dari 2 (dua) titik yang berada pada golongan sungai D. Titik-titik tersebut antara lain titik 33 yang berada di Jl.Raya Bogor (YKK), dan titik 34 yang berada di Jl.Ancol / Jemb. Si Manis. Gambaran titik lokasi dan hasil pemantauan dapat dilihat pada uraian berikut. Sungai Cengkareng Rel Kereta Api, Kembangan (titik 21) Kondisi lingkungan sekitar titik sampling 21 (Rel Kereta Api, Kembangan) adalah perumahan tidak teratur. Kondisi air berwarna keruh dan airnya mengalir dengan lancar, tidak banyak sampah dibadan sungai. Bagian pinggir sungai masih alami, belum ada pengerasan. Sungai Cengkareng Jl. Kapuk Muara (titik 22) Kondisi lingkungan sekitar titik sampling 22 (Jl. Kapuk Muara) adalah perumahan teratur, berdekatan dengan PT.Mandara Permai. Kondisi air berwarna hitam dan berbau, bagian hilir berhubungan langsung dengan laut, tidak banyak sampah dibadan sungai. Bagian pinggir sungai masih alami, belum ada pengerasan. Halaman II - 158

185 Kali Baru Timur Jl.Raya Bogor, YKK (titik 33) Kondisi lingkungan sekitar titik sampling 33 (Jl. Raya Bogor, YKK) adalah perumahan dan industri. Kondisi air berwarna keruh, terjadi penumpukan sampah dibadan sungai. Bagian pinggir sungai masih alami, belum ada pengerasan. Kali Baru Timur Jl.Ancol/Jemb.Si Manis (titik 34) Kondisi lingkungan sekitar titik sampling 34 (Jl. Ancol/Jemb.Si Manis) adalah pemukiman dan sarana rekreasi DUFAN. Kondisi air berwarna keruh, dan bagian pinggir sungai sudah ada pengerasan. Kualitas Kimia Konsentrasi Phospatt disungai Cengkareng Drain rata-rata masih memenuhi baku mutu, kecuali untuk titik 22 pada pemantauan bulan September konsentrasinya telah melebihi baku mutu hingga mencapai konsentrasi 0,8 mg/l. Sedangkan untuk sungai Kali Baru Timur bagian hulu kondisinya masih bagus namun dibagian hilir konsentrasi phospat meningkat drastis disemua periode, konsentrasi tertinggi pada pemantauan bulan Oktober yakni mencapai 1,8 mg/l. Untuk lebih jelasnya dari hasil pemantauan untuk parameter phospat dapat dilihat pada Grafik berikut : GRAFIK : II.75. KONSENTRASI PHOSPAT SUNGAI CENGKARENG DRAIN DAN KALI BARU TIMUR PROVINSI DKI JAKARTA TAHUN 2011 Kons.Phospat (mg/l) Cengk.Drain Kali Baru Tmr April Juli Sept Okt Desember BM Sumber : BPLHD Provinsi DKI Jakarta Keterangan : Kondisi kualitas air sungai Cengkareng Drain dan Kali Baru Timur pada bulan pemantauan bulan April, Juli, September, Oktober dan Desember telah buruk, hal ini dapat kita lihat dengan konsentrasi BOD di sungai tersebut yang rata-rata telah melebihi baku mutu kecuali untuk pemantauan bulan April masih memnuhi baku mutu pada titik 21 Cengkareng drain hulu, 22 Cengkareng drain hilir dan titik 23 kalibaru timur bagian hulu. Untuk lebih jelasnya dari hasil pemantauan untuk parameter BOD dapat dilihat pada Grafik berikut : Halaman II - 159

186 GRAFIK : II.76. KONSENTRASI BOD SUNGAI CENGKARENG DRAIN DAN KALI BARU TIMUR PROVINSI DKI JAKARTA TAHUN Kons.BOD (mg/l) Cengk.Drain Kali Baru Tmr April Juli Sept Okt Desember BM Sumber : BPLHD Provinsi DKI Jakarta Keterangan : Selain hal tersebut diatas untuk kualitas air sungai Cengkareng Drain dan Kali Baru Timur pada bulan pemantauan bulan April, Juli, September, Oktober dan Desember untuk konsentrasi COD juga telah buruk yang rata-rata telah melebihi baku mutu kecuali untuk pemantauan bulan April masih memnuhi baku mutu pada titik 21 Cengkareng drain hulu, 22 Cengkareng drain hilir dan titik 23 kalibaru timur bagian hulu. Untuk lebih jelasnya dari hasil pemantauan untuk parameter COD dapat dilihat pada Grafik berikut : GRAFIK : II.77. KONSENTRASI COD SUNGAI CENGKARENG DRAIN DAN KALI BARU TIMUR PROVINSI DKI JAKARTA TAHUN Kons.COD (mg/l) Cengk.Drain Kali Baru Tmr April Juli Sept Okt Desember BM Sumber : BPLHD Provinsi DKI Jakarta Keterangan : 10. Sungai Buaran, Cakung Drain dan Blencong Sungai Buaran pada pemantauan tahun 2011 mempunyai 1 titik pantau yaitu titik 48 (Belakang PIK Pulo Gadung), Sungai Cakung Drain memiliki 2 titik pantau yaitu titik 37 (Jl. Raya Bekasi, Cakung Barat),dan sungai Blencong mempunyai 1 titik pantau yaitu titik 46 (Muara Baru Rorotan). Gambaran titik lokasi dan hasil pemantauan dapat dilihat pada uraian berikut. Halaman II - 160

187 Sungai Buaran, titik 48 (Belakang PIK Pulogadung) Kondisi lingkungan sekitar titik sampling 48 (Belakang PIK Pulogadung) adalah pemukiman liar disepanjang bantaran kali. Kondisi air berwarna keruh, dan bagian pinggir sungai masih alami belum ada pengerasan. Terdapat banyak sampah disepanjang badan sungai. Sungai Cakung Drain, titik 37 (Jl.Raya Bekasi,Cakung Barat) Kondisi lingkungan sekitar titik sampling 37 (Jl. Raya Bekasi, Cakung Barat) adalah kawasan industri. Kondisi air berwarna keruh, dan bagian pinggir sungai masih alami belum ada pengerasan. Terdapat penumpukan sampah pintu air. Sungai Cakung Drain, Cilincing, Pos Polisi (titik 38) Kondisi lingkungan sekitar titik sampling 38 (Cilincing) adalah pemukiman kumuh disepanjang bantaran sungai. Kondisi air berwarna hitam dan berbau, dan bagian pinggir sungai masih alami belum ada pengerasan. Air sungai terpengaruh oleh pasang surut air laut. Terdapat banyak sampah dibadan air. Sungai Blencong, titik 46 (Muara Baru, Rorotan) Kondisi lingkungan sekitar titik sampling 46 (Muara Baru, Rorotan) adalah pemukiman kumuh disepanjang bantaran sungai dan berdekatan dengan komplek TNI AL. Kondisi air berwarna hitam dan berbau, dan bagian pinggir sungai masih alami belum ada pengerasan. Air sungai terpengaruh oleh pasang surut air laut. Terdapat banyak sampah dibadan air. Kualitas Kimia Grafik : II.78 menunjukkan bahwa kualitas Phosphat di sungai Buaran dan Cakung Drain rata-rata kualitasnya telah melebihi baku mutu, dan konsentrasi tertinggi terjadi pada pemantauan bulan September. Sedangkan sungai Blencong konsentrasinya masih memenuhi baku mutu baik pada pemantauan bulan April, Juli, September, Oktober, maupun Desember. Untuk lebih jelasnya dari hasil pemantauan untuk parameter phospat dapat dilihat pada Grafik berikut : Halaman II - 161

188 GRAFIK : II.78. KONSENTRASI PHOSPAT SUNGAI BUARAN, CAKUNG DRAIN DAN BLENCONG PROVINSI DKI JAKARTA TAHUN Kons.Pospat (mg/l) S Buaran Cakung Drain Blencong April Juli Sept Okt Desember BM Sumber : BPLHD Provinsi DKI Jakarta Keterangan : Kondisi kualitas air sungai Cakung Drain dan Sungai buaran pada bulan pemantauan bulan April, Juli, September, Oktober dan Desember telah buruk, hal ini dapat kita lihat dengan konsentrasi BOD di sungai tersebut yang rata-rata telah melebihi baku mutu kecuali untuk pemantauan bulan April masih memenuhi baku mutu pada titik 48 Sungai Buarani, 37 cakung drain bagian hulu. Untuk lebih jelasnya dari hasil pemantauan untuk parameter BOD dapat dilihat pada Grafik berikut : GRAFIK : II.79. KONSENTRASI BOD SUNGAI BUARAN, CAKUNG DRAIN DAN BLENCONG PROVINSI DKI JAKARTA TAHUN 2011 Kons. BOD (mg/l) S Buaran Cakung Drain Blencong April Juli Sept Okt Desember BM Sumber : BPLHD Provinsi DKI Jakarta Keterangan : Selain hal tersebut diatas untuk kondisi kualitas air sungai Cakung Drain dan Sungai buaran pada bulan pemantauan bulan April, Juli, September, Oktober dan Desember telah buruk, hal ini bisa dilihat dari konsentrasi COD di sungai tersebut yang rata-rata telah melebihi baku mutu kecuali untuk pemantauan bulan April masih memenuhi baku mutu pada titik 48 Sungai Buarani, 37 cakung drain bagian hulu. Untuk lebih jelasnya dari hasil pemantauan untuk parameter COD dapat dilihat pada Grafik berikut : Halaman II - 162

189 GRAFIK : II.80. KONSENTRASI COD SUNGAI BUARAN, CAKUNG DRAIN DAN BLENCONG PROVINSI DKI JAKARTA TAHUN 2011 Kons. COD (mg/l) S Buaran Cakung Drain Blencong April Juli Sept Okt Desember BM Sumber : BPLHD Provinsi DKI Jakarta Keterangan : 11. Daerah Aliran Sungai Petukangan dan Kamal Daerah Aliran Sungai Petukangan dan Kamal yang masing-masing terdiri dari 2 (dua) titik pantau dan termasuk kedalam air sungai golongan D. Lokasi titik pantau sungai Petukangan terletak di Kawasan PT. JIEP (hulu) dan Jl.Swadaya, Pupar (hilir). Sedangkan sungai Kamal terletak di Jl. Raya Benda, Pegadungan (hulu) dan Muara Kamal (hilir). Gambaran titik lokasi dan hasil pemantauan dapat dilihat pada uraian berikut. Sungai Petukangan, titik 39 (Kawasan PT.JIEP) Kondisi lingkungan sekitar titik sampling 39 (Kawasan PT.JIEP) adalah industri. Kondisi air berwarna hitam dan berbau, dan bagian pinggir sungai sudah mengalami pengerasan. Sungai Petukangan, titik 40 (jl. Swadaya, Pupar) Kondisi lingkungan sekitar titik sampling 40(Jl. Swadaya, Pupar) adalah pemukiman tidak teratur. Kondisi air berwarna hitam dan berbau, dan bagian pinggir sungai sudah mengalami pengerasan atau diturap.. Sungai ini merupakan codetan menju ke sungai Cakung Drain. Sungai Kamal, titik 41 (Jl. Raya Benda, Pegadungan) Kondisi lingkungan sekitar titik sampling 41(Jl. Raya Benda, Pegadungan) adalah pemukiman tidak teratur dan pasar. Kondisi air berwarna hitam dan berbau, dan banyak sampah domestik di badan sungai. Sedang ada rehabilitasi dipinggir sungai pada saat melakukan survey lapangan. Sungai Kamal, titik 42 (Muara Kamal) Kondisi lingkungan sekitar titik sampling 42 adalah pemukiman tidak teratur dan industri. Kondisi air berwarna hitam dan berbau, dan banyak sampah domestik di badan sungai. Kondisi air sudah terpengaruh oleh pasang surut air laut. Halaman II - 163

190 Kualitas Kimia Kualitas kimia air sungai petukangan khususnya untuk parameter phospat konsentrasinya menurun dibagian hilir, namun masih berada diatas baku mutu, kecuali untuk pemantauan bulan September konsentrasinya menurun drastis hingga 0,12 mg/l. Sedangkan untuk sungai Kamal konsentrasi dibahian hulu masih memenuhi baku mutu dan meningkat dibagian hilir hingga melebihi baku mutu. Untuk lebih jelasnya dari hasil pemantauan untuk parameter phospat dapat dilihat pada Grafik berikut : GRAFIK : II.81. KONSENTRASI PHOSPAT SUNGAI PETUKANGAN DAN SUNGAI KAMAL PROVINSI DKI JAKARTA TAHUN Kons.Phospat (mg/l) Petukangan Kamal April Juli Sept Okt Desember BM Sumber : BPLHD Provinsi DKI Jakarta Keterangan : Konsentrasi organik, BOD di sungai Petukangan rata-rata telah melebihi baku mutu baik dibagian hulu maupun hilir. Sedangkan untuk sungai Kamal mempunyai kecenderungan meningkat konsentrasinya dibagian hilir baik pada pemantauan bulan April, Juli, September, Oktober, maupun Desember Untuk lebih jelasnya dari hasil pemantauan untuk parameter BOD dapat dilihat pada Grafik berikut : GRAFIK : II.82. KONSENTRASI BOD SUNGAI PETUKANGAN DAN SUNGAI KAMAL PROVINSI DKI JAKARTA TAHUN Kons.BOD (mg/l) Petukangan Kamal April Juli Sept Okt Desember BM Sumber : BPLHD Provinsi DKI Jakarta Keterangan : Halaman II - 164

191 Untuk konsentrasi organik, COD di sungai Petukangan rata-rata tidak jauh berbeda dengan BOD dan telah melebihi baku mutu baik dibagian hulu maupun hilir. Sedangkan untuk sungai Kamal mempunyai kecenderungan meningkat konsentrasinya dibagian hilir baik pada pemantauan bulan April, Juli, September, Oktober, maupun Desember Untuk lebih jelasnya dari hasil pemantauan untuk parameter COD dapat dilihat pada Grafik berikut : GRAFIK : II.83. KONSENTRASI COD SUNGAI PETUKANGAN DAN SUNGAI KAMAL PROVINSI DKI JAKARTA TAHUN Kons.COD (mg/l) Petukangan Kamal April Juli Sept Okt Desember BM Sumber : BPLHD Provinsi DKI Jakarta Keterangan : 12. Indeks Pencemar Air Sungai (IP) Tahun 2011 Status mutu air sungai di Provinsi DKI Jakarta secara keseluruhan dari 47 titik pantau dapat dilihat pada Tabel dibawah ini. PERIODE TABEL : II.45. JUMLAH TITIK PEMANTAUAN DAN STATUS IP SUNGAI DI PROVINSI DKI JAKARTA TAHUN 2011 PROSENTASE STATUS MUTU BAIK CEMAR RINGAN CEMAR SEDANG CEMAR BERAT Maret 2% 2% 13% 83% Mei 0% 0% 6% 94% Agustus 0% 0% 11% 89% Oktober 2% 0% 9% 89% Desember 0% 2% 9% 89% Sumber : BPLHD Provinsi DKI Jakarta, 2011 Keterangan : Tabel di atas menunjukkan bahwa kualitas air sungai di DKI Jakarta seluruhnya dalam kondisi telah tercemar dengan kategori tercemar ringan sampai tercemar berat. Secara umum Indeks Pencemaran Sungai di wilayah DKI Jakarta, dapat disimpulkan sebagai berikut : Halaman II - 165

192 1. Sungai Ciliwung Status mutu Sungai Ciliwung pada Grafik : II.84 di bawah ini terlihat bahwa kategorinya berkisar antara cemar ringan hingga cemar berat. Pada bagian hulu kualitas air sungai Ciliwung adalah cemar ringan sampai cemar sedang dan memburuk kualitasnya menuju hilir, namun bila dicermati di titik 6 (PIK) menunjukkan trend yang menurun hal ini disebabkan adanya pelebaran sungai sehingga debit air dititik tersebut meningkat akibatnya konsentrasi pencemar mengalami pengenceran. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Grafik dibawah ini : GRAFIK : II.84. INDEKS PENCEMARAN SUNGAI CILIWUNG PROVINSI DKI JAKARTA TAHUN A Baik Cemar ringan Cemar sedang Cemar Berat April Juli September Oktober Desember Sumber : BPLHD Provinsi DKI Jakarta, 2011 Keterangan : 2. Sungai Cipinang Sungai Cipinang berada pada golongan D yang terdiri dari enam titik pantau. Kualitas air sungai Cipinang dari hulu menuju hilir kualitasnya memburuk. Pada bagian hulu di titik 8 (Jl. Auri, Cibubur) kualitasnya cemar ringan sampai cemar sedang dan memburuk dibagian tengah dan hilir. Pada bagian hilir konsentrasinya memburuk dengan kategori cemar berat yang disebabkan oleh tingginya konsentrasi bakteri coli dari sumber domestik disekitar titik pantau. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Grafik dibawah ini : Halaman II - 166

193 GRAFIK : II.85. INDEKS PENCEMARAN SUNGAI CIPINANG PROVINSI DKI JAKARTA A 9 Baik Cemar ringan Cemar sedang Cemar Berat April Juli Sept Okt Desember Sumber : BPLHD Provinsi DKI Jakarta, 2011 Keterangan : 3. Sungai Angke Kali Angke hanya terdiri dari dua titik pantau, pada bagian hulu berada pada golongan C sedangkan bagian hilir berada pada golongan D. Kualitas kali Angke dapat dilihat pada grafik di bawah ini, dari hulu ke bagian hilir kualitasnya memburuk. Kecenderungan ini terjadi pada pemantauan bulan April, Juli, September, Oktober, maupun Desember Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Grafik dibawah ini : GRAFIK : II.86. INDEKS PENCEMARAN SUNGAI ANGKE PROVINSI DKI JAKARTA A Baik Cemar ringan Cemar sedang Cemar Berat April Juli Sept Okt Desember Sumber : BPLHD Provinsi DKI Jakarta, 2011 Keterangan : 4. Sungai Mookervart Sungai Mookervart berada pada sungai golongan C dan dari kedua titik pantau yang ada di sungai Mookervart telah berada pada status cemar berat baik mulai dari bagian hulu hingga bagian hilir. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Grafik dibawah ini : Halaman II - 167

194 GRAFIK : II.87. INDEKS PENCEMARAN SUNGAI MOOKERVART PROVINSI DKI JAKARTA A Baik Cemar ringan Cemar sedang Cemar Berat April Juli Sept Okt Desember Sumber : BPLHD Provinsi DKI Jakarta, 2011 Keterangan : 5. Sungai Grogol Seperti halnya kali Angke, sungai Grogol juga hanya mempunyai tiga titik pantau. Dari tiga titik tersebut telah berada pada status cemar berat baik pada pemantauan bulan April, Juli, September, Oktober, maupun Desember. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Grafik dibawah ini : GRAFIK : II.88. INDEKS PENCEMARAN SUNGAI GROGOL PROVINSI DKI JAKARTA A 27 Baik Cemar ringan Cemar sedang Cemar Berat April Juli Sept Okt Desember Sumber : BPLHD Provinsi DKI Jakarta, 2011 Keterangan : 6. Sungai Sunter Sungai sunter termasuk pada golongan D. Kualitas sungai Sunter dari hulu menuju hilir mengalami penurunan kualitas, secara keseluruhan kualitas air sungai Sunter di bagian hulu maupun hilir pada lima periode pemantauan rata-rata termasuk dalam kategori cemar berat. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Grafik dibawah ini : Halaman II - 168

195 GRAFIK : II.89. INDEKS PENCEMARAN SUNGAI SUNTER PROVINSI DKI JAKARTA Baik Cemar ringan Cemar sedang Cemar Berat April Juli Sept Okt Desember Sumber : BPLHD Provinsi DKI Jakarta, 2011 Keterangan : 7. Sungai Pesanggrahan Indeks pencemar sungai Pesanggrahan berkisar antara tercemar sedang sampai dengan tercemar berat. Indeks pencemar tertinggi berada dititik 49 pada pemantauan bulan Mei Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Grafik dibawah ini : GRAFIK : II.90. INDEKS PENCEMARAN SUNGAI PESANGGRAHAN PROVINSI DKI JAKARTA Baik Cemar ringan Cemar sedang Cemar Berat April Juli Sept Okt Desember Sumber : BPLHD Provinsi DKI Jakarta, 2011 Keterangan : 8. Sungai Krukut dan Tarum Barat Sungai Krukut mempunyai dua titik pantau dan sungai Tarum Barat mempunyai satu titik pantau. Kondisi kualitas sungai Krukut baik dibagian hulu maupun hilir telah berada pada status cemar berat dan memiliki trend yang memburuk dari hulu hingga hilir, sedangkan untuk sungai Tarum Barat kualitasnya memburuk pada bulan Oktober dan Desember. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Grafik dibawah ini : Halaman II - 169

196 GRAFIK : II.91. INDEKS PENCEMARAN SUNGAI KRUKUT DAN TARUM BARAT PROVINSI DKI JAKARTA S.Krukut S.Trm Barat Baik Cemar ringan Cemar Sedang Cemar Berat April Juli Sept Okt Desember Sumber : BPLHD Provinsi DKI Jakarta, 2011 Keterangan : 9. Sungai Cengkareng Drain dan Kali Baru Timur Sungai Cengkareng Drain mempunyai dua titik pantau, dimana titik di bagian hulu berada pada golongan C dan bagian hilir berada pada golongan D. Kualitas sungai Cengkareng Drain dari hulu menuju hilir semakin menurun kualitasnya. Sungai Kali Baru Timur mempunyai dua titik pantau yang berada pada golongan D, dimana kondisi kualitas pada bagian hulu termasuk dalam kategori cemar sedang dan cemar berat, sedangkan pada bagian hilir telah berada pada status cemar berat. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Grafik dibawah ini : GRAFIK : II.92. INDEKS PENCEMARAN SUNGAI CENGKARENG DRAIN DAN KALI BARU TIMUR. PROVINSI DKI JAKARTA Cengk.Drain Kali Baru Tmr Baik Cemar Ringan Cemar Sedang Cemar Berat April Juli Sept Okt Desember Sumber : BPLHD Provinsi DKI Jakarta, 2011 Keterangan : 10. Sungai Buaran, Cakung Drain dan Blencong Daerah Aliran Sungai Buaran, Cakung Drain dan Blencong berada pada golongan D. Kualitas air sungai Buaran, Cakung Drain dan sungai Blencong telah berada pada status cemar berat karena beban pencemar pada sungai-sungai tersebut tinggi. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Grafik dibawah ini : Halaman II - 170

197 GRAFIK : II.93. INDEKS PENCEMARAN SUNGAI BUARAN, CAKUNG DRAIN DAN BLENCONG PROVINSI DKI JAKARTA S Buaran Cakung Drain Blencong Baik Cemar ringan Cemar sedang Cemar Berat April Juli Sept Okt Desember Sumber : BPLHD Provinsi DKI Jakarta, 2011 Keterangan : 11. DAS Petukangan dan Kamal Sungai Petukangan dan Kamal termasuk pada sungai golongan D, masing-masing mempunyai dua titik pantau. Untuk sungai Petukangan dan Kamal baik bagian hulu maupun hilir telah berada pada status cemar berat. Pada sungai Petukangan memiliki trend yang membaik pada bagian hulu menuju hilir, sedangkan untuk sungai Kamal sebaliknya dari hulu hingga hilir kualitasnya memburuk. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Grafik dibawah ini : GRAFIK : II.94. INDEKS PENCEMARAN SUNGAI PETUKANGAN DAN KAMAL PROVINSI DKI JAKARTA Petukangan Kamal Baik Cemar ringan Cemar sedang Cemar Berat April Juli Sept Okt Desember Sumber : BPLHD Provinsi DKI Jakarta, 2011 Keterangan : Dari gambaran tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa : 1. Pada umumnya kondisi air sungai di DKI Jakarta dari hulu menuju ke hilir telah buruk kualitasnya, baik kualitas fisik, kualitas kimia maupun kualitas biologi. Halaman II - 171

198 2. Berdasarkan Indeks Pencemar sungai, maka sungai-sungai di DKI Jakarta termasuk dalam kategori cemar sedang 9 persen dan cemar berat 89 persen. 3. Buruknya kualitas air sungai di DKI Jakarta disebabkan karena masuknya bahan-bahan pencemar yang berasal dari industri, limbah rumah tangga dan kebiasaan masyarakat dalam membuang sampah kedalam sungai ditambah kondisi cuaca dan musim kemarau yang mengakibatkan debit yang mengalir pada sungai-sungai di Jakarta. Menjadi menurun dan meyebabkan beban pencemar semakin meningkat karena pengenceran berkurang. Hal ini membahayakan bagi masyarakat yang menggunakan air sungai untuk minum dan kegiatan MCK, karena air yang tercemar dapat menimbulan penyakit pada saluran pencernaan serta penyakit kulit Udara Pencemaran udara adalah menjadi momok yang menakutkan khususnya di kota-kota besar seperti Jakarta, tetapi dengan adanya Pedoman Penilaian Kualitas Udara Bersih (Clean Air Scorecard) yang dikeluarkan oleh Clean Air Initiative (CAI) Asia yang digunakan untuk mengevaluasi kondisi kualitas udara suatu kota tentang upaya mengendalikan pencemaran udara dan Emisi Green House Gasses (GHG) adalah sangatlah penting. Dari hasil penilaian yang telah dilakukan terhadap 7 negara : Jakarta (Indonesia), Bangkok (Thailand), Manila (Philipina), Colombo (Sri Langka), Jinan dan Hangzhou (China), Kathmandu (Nepal) dan Hanoi (Vietnam), kota Jakarta dari hasil penilaiannya termasuk dalam kategori Good (Baik) hal ini menunjukkan bahwa upaya pengendalian kualitas udara di DKI Jakarta telah berjalan dalam rel yang benar, apabila kita lihat kota Jakarta dengan jumlah penduduk sebesar jiwa pada tahun 2011 menempati areal hanya seluas Km 2, dengan berbagai aktivitas didalamnya termasuk pembangunan yang semakin meningkat maka permasalahan lingkungan pun semakin meningkat, terlebih lagi bila pembangunan tersebut tidak memperhatikan dampaknya terhadap lingkungan. Salah satunya termasuk pencemaran udara, karena udara merupakan unsur utama bagi mahkluk hidup di muka bumi dan terutama bagi manusia, tanpa udara bersih manusia akan terganggu kesehatannya. Kualitas udara khususnya di perkotaan merupakan komponen lingkungan yang sangat penting, karena akan berpengaruh langsung terhadap kesehatan masyarakat maupun kenyamanan kota. Limbah gas di DKI Jakarta yang merupakan penyebab penurunan kualitas udara digolongkan ke dalam sumber tidak bergerak (kegiatan industri, rumah tangga dan pembakaran sampah) dan sumber bergerak (kegiatan transportasi). Potensi limbah berupa debu (total partikel) terbesar pada tahun 2010 berasal dari sumber tidak bergerak yaitu industri sebesar ,09 ton/tahun; SO 2 tertinggi berasal dari sumber tidak bergerak yaitu ,25 ton/tahun; dari fakta tersebut dapat disimpulkan bahwa sumber bergerak yaitu kendaraan bermotor merupakan penyebab pencemaran untuk parameter NO x dan CO, sedangkan potensi limbah berupa debu (total partikel) terbesar pada tahun 2011 berasal dari sumber tidak bergerak yaitu industri Halaman II - 172

199 sebesar ,21 ton/tahun; SO 2 tertinggi berasal dari sumber tidak bergerak yaitu 8.104,14 ton/tahun; dan CO terbesar dari sumber bergerak sebesar 301 ton/tahun Dari fakta tersebut dapat disimpulkan bahwa sumber bergerak yaitu kendaraan bermotor merupakan penyebab pencemaran untuk parameter NO x dan CO. Berdasarkan Ditlantas Polda Metro Jaya di dalam buku, Jakarta Dalam Angka (2008), jumlah kendaraan bermotor di Provinsi DKI Jakarta saat ini mencapai unit, dan pada tahun 2011 jumlah kendaraan bertambah menjadi unit. Laju pertambahan kendaraan setiap tahunnya mencapai 10 persen sedangkan pertambahan jalan hanya sebesar 0,14 persen, hal ini akan berdampak pada kemacetan jalan yang selanjutnya akan menimbulkan emisi gas buang yang besar. Emisi gas buang yang dihasilkan oleh kendaraan tersebut akan memberikan kontribusi terhadap penurunan kualitas udara kota Jakarta. Kegiatan industri dengan cerobongnya menghasilkan emisi yang sangat tinggi. Dengan semakin banyaknya jenis kegiatan industri maka emisi cerobong yang dihasilkan akan semakin besar, terutama untuk kegiatan industri yang menghasilkan bahan berbahaya dan beracun. Parameter HC dan NO x di udara akan membentuk parameter pencemar baru dengan bantuan sinar matahari (ultraviolet) yaitu para akrilonitrit (PAN) yaitu berupa gas asap (SMOG) dan ozon yang lebih berbahaya bagi kesehatan manusia. Selain pencemaran yang sifatnya mikro (lokal atmosfir Jakarta), juga terdapat dampak udara yang sifatnya global yaitu menipisnya lapisan ozon pelindung bumi. Apabila ozon yang berada di atmosfir mikro Jakarta berbahaya bagi kesehatan sehingga harus ditekan sekecil mungkin, maka fungsi ozon di lapisan luar atmosfir (stratosfir) merupakan ozon yang baik yang berfungsi melindungi bumi yaitu sebagai penyaring sinar ultraviolet yang menjadi penyebab penyakit kanker kulit. Berikut, sifat pencemaran udara dan efeknya terhadap kesehatan : Partikulate matter (PM-10) Partikulat adalah padatan atau likuid di udara dalam bentuk asap, debu, dan uap yang terdapat dalam atmosfir, disamping mengganggu estetika, partikel berukuran kecil dapat terhisap ke dalam sistem pernapasan dan menyebabkan penyakit gangguan pernapasan dan kerusakan paru-paru. Karbon Monooksida (CO) Mengganggu konsentrasi dan refleksi tubuh, menyebabkan kantuk, dan dapat memperparah penyakit kardiovascular akibat defisiensi oksigen, CO mengikat hemoglobin sehingga jumlah oksigen dalam darah berkurang. Sulfur dioksida (SO 2 ) Meningkatkan resiko penyakit paru-paru dan menimbulkan batuk pada pemajanan singkat dengan konsentrasi tinggi. Halaman II - 173

200 Nitrogen Oksida (NO) Meningkatkan total mortalitas, penyakit cardiovascular, mortalitas pada bayi, serangan asma, dan penyakit paru-paru kronis. Timbal (Pb) Adalah logam berat yang beracun yang dapat mengakibatkan kerusakan otak, ginjal, sumsum tulang, dan sistem tubuh yang lain pada anak-anak. Pada tingkat pajanan yang tinggi Pb dapat menimbulkan koma, kejang-kejang, dan kematian. Timbal juga dapat menyebabkan gangguan sistem syaraf, pencernaan dan hipertensi, dan penurunan IQ pada anak-anak. Peningkatan kadar timbel darah sebesar ug/dl dapat menurunkan IQ. Berdasarkan hal tersebut maka perlu dilakukan pemantauan kualitas udara ambien untuk menggambarkan kondisi kualitas udara di wilayah DKI Jakarta, dimana hasil pemantauan tersebut dapat dijadikan dasar dalam penentuan kebijakan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang berkaitan dengan pengelolaan lingkungan. Dalam kaitan tersebut untuk meminimalisasi permasalahan ini, maka pemerintah provinsi DKI Jakarta dalam hal ini BPLHD Provinsi DKI Jakarta telah melakukan pemantauan kualitas udara ambien pada tahun 2011 yang dilakukan di lima wilayah kota dengan metode sesaat yang menggunakan peralatan manual dengan lokasi pemantauan adalah PT. JIEP, Tebet Barat, Kuningan, Gambir, Cilincing, Ancol, dan Pegadungan. Sedangkan untuk pemantauan dengan metode kontinyu yang menggunakan peralatan otomatis untuk tahun 2011 dilakukan pada 5 lokasi pantau yaitu DKI 1 (Bundaran Hotel Indonesia) yang mewakili peruntukkan road side, DKI 2 (Kelapa Gading) yang mewakili peruntukkan komersil, DKI 3 (Jagakarsa) mewakili peruntukkan permukiman, DKI 4 (Lubang Buaya) mewakili peruntukkan campuran dan JAF 4 (Jakarta Barat). Untuk jenis lokasi dapat dilihat pada gambar peta dibawah : Halaman II - 174

201 GAMBAR : II.4. LOKASI PEMANTAUAN KUALITAS UDARA AMBIEN DKI JAKARTA TAHUN 2011 Sedang jenis dan nama lokasi pemantauan kualitas udara ambien serta wilayah dan peruntukkannya dapat dilihat pada Tabel berikut : TABEL : II.46. LOKASI PEMANTAUAN KUALITAS UDARA AMBIEN DKI JAKARTA DAN PERUNTUKANNYA TAHUN 2011 NO NAMA LOKASI WILAYAH PERUNTUKAN KETINGGIAN (M) 1. Masjid Al- Firdaus Pegadungan Permukiman Masjid Istiqlal Gambir Perkantoran Dufan-TIJA Ancol Rekreasi Kantor Kecamatan Cilincing Cilincing Campuran PT JIEP Rawa Terate Industri Kantor Kelurahan Tebet Tebet Barat Pemukiman Kantor BPLHD DKI Kuningan Perkantoran 12.0 Sumber : BPLHD Provinsi DKI Jakarta 2011 Keterangan : Sedangkan untuk lokasi pengambilan sampel kualitas udara (metode sesaat) yang dilakukan oleh Pemerintah DKI Jakarta pada tahun 2011 dapat dilihat pada Gambar berikut : Halaman II - 175

202 GAMBAR : II.5. LOKASI PENGAMBILAN SAMPEL KUALITAS UDARA (METODE SESAAT) Pemantauan kualitas udara dengan metode sesaat yang dilakukan oleh pemerintah DKI Jakarta dilakukan sejak bulan Januari-Desember 2011 dengan frekuensi pemantauan sebanyak 18 kali selama 1 tahun. Untuk lebih jelasnya tentang metode yang dilakukan dan hasil yang didapat dapat dilihat pada penjelasan berikut : a. Metode Manual Parameter Debu (TSP) Hasil pemantauan untuk parameter debu (TSP) tersaji pada Tabel : II.47 dan Grafik : II.93 di bawah ini. Pada Tabel : II.47 disajikan kualitas udara ambien untuk parameter debu (TSP) yang merupakan nilai rata-rata bulanan. Dari tabel tersebut, terlihat bahwa kualitas udara ambien untuk parameter debu (TSP) hampir pada semua stasiun ada pengukuran yang nilainya masih di bawah baku mutu, kecuali di Pulogadung yang diperuntukkan bagi industri hampir seluruh hasil pengukurannya telah melebihi baku mutu. Rata-rata konsentrasi TSP di Jakarta berkisar µg/m 3. Tingginya konsentrasi TSP di Pulogadung disebabkan oleh tingginya aktivitas industri di lokasi tersebut karena sumber utama pencemar TSP adalah hasil pembakaran oleh kegiatan industri. Untuk lebih jelasnya tentang hasil pemantauan kualitas udara ambien di Provinsi DKI Jakarta dengan parameter Debu (TSP) dapat dilihat pada Tabel dibawah ini : Halaman II - 176

203 BULAN TABEL : II.47. KUALITAS UDARA AMBIEN DKI JAKARTA UNTUK PARAMETER DEBU (TSP) TAHUN 2011 LOKASI KUNINGAN TEBET JIEP ISTIQLAL ANCOL KALIDERES Januari 88,00 85,00 496,00 121,00 91,00 89,00 Februari 117,00 336,00 450,00 52,00 108,00 183,00 Maret 75,00 94,00 223,00 88,00 83,00 55,00 April 91,00 297,67 265,67 92,33 109,33 136,00 Mei 96,00 121,00 338,00 134,00 131,00 197,00 Juni 96,00 135,00 336,00 125,00 134,00 8,00 Juli 164,00 87,00 103,00 194, September 125,90 56,93 234,39 118,26 129,76 159,28 Oktober 118,27 55,82 167,37 118,29 100,55 148,83 Nopember 85,00 73,50 102,50 116,00 99,50 101,00 RATA-RATA 93,83 178,11 349,78 102,06 109,39 111,33 Sumber : BPLHD Provinsi DKI Jakarta, 2011 Keterangan : BM TSP = 230 µg/m 3 / 24 Jam Sedang gambaran hasil pemantauan kualitas udara ambien di Provinsi DKI Jakarta dengan parameter Debu (TSP) apabila dilihat dalam bentuk Grafik adalah sebagai berikut : GRAFIK : II.95. KUALITAS UDARA AMBIEN DKI JAKARTA UNTUK PARAMETER DEBU (TSP) TAHUN KUNINGAN TEBET JIEP ISTIQLAL ANCOL KALIDERES TSP BM Sumber : BPLHD Provinsi DKI Jakarta, 2011 Keterangan : BM TSP = 230 µg/m 3 / 24 Jam Parameter Nitrogen Dioksida (NO 2 ) Tingginya konsentrasi Gas NO x termasuk salah satunya gas NO 2, dapat di sebabkan oleh kegiatan transportasi oleh kendaraan bermotor di darat serta kegiatan industri. Pada Tabel : II.48, ditunjukkan tingkat konsentrasi gas NO 2 di stasiun pemantauan dengan menggunakan metode manual, dari data tersebut dapat di lihat bahwa lokasi Pulogadung. Jika dibandingkan dengan baku mutu udara ambien berdasarkan SK Gub. 551/2001 yaitu untuk parameter NO 2 yaitu µg/m 3 maka pada semua lokasi pemantauan konsentrasi NO 2 masih di bawah baku mutu. Pada lokasi pemantauan Tebet dan Halaman II - 177

204 Kuningan memiliki konsentrasi yang lebih tinggi daripada lokasi lain cuali lokasi pemantauan Pulogadung yang konsentrasinya telah melebihi baku mutu, hal ini di duga karena pada lokasi tersebut, aktivitas transportasi relatif lebih tinggi di banding lokasi lainnya. Rata-rata konsentrasi NO 2 di Jakarta untuk Tahun 2011 berkisar antara µg/m 3. Untuk lebih jelasnya tentang hasil pemantauan kualitas udara ambien di Provinsi DKI Jakarta dengan parameter NO 2 dapat dilihat pada Tabel dibawah ini : TABEL : II.48. KUALITAS UDARA AMBIEN DKI JAKARTA UNTUK PARAMETER NO 2 TAHUN 2011 BULAN LOKASI KUNINGAN TEBET JIEP ISTIQLAL ANCOL KALIDERES Januari 18,30 23,60 8,70 28,40 34,40 21,50 Februari 75,10 129,70 39,40 57,50 42,20 133,30 Maret 15,90 35,40 2,20 19,00 33,20 12,50 April 42,73 53,87 20,23 29,30 18,40 67,10 Mei 144,30 107,70 41,00 28,20 67,50 60,20 Juni 7,10 32,30 15,20 14,20 26,70 34,00 Juli 113,50 3,40 77,70 3,20-68,00 September 38,50 15,10 36,40 47,30 37,50 22,90 Oktober 25,10 108,50 124,30 41,60 81,60 22,70 Nopember 49,15 121,40 24,95 19,00 42,60 32,55 RATA-RATA 50,57 63,76 21,12 29,43 53,90 54,77 Sumber : BPLHD Provinsi DKI Jakarta, 2011 Keterangan : BM NO 2 = µg/m 3 / 24 Jam Dari tabel tersebut diatas tentang gambaran kualitas udara ambien di wilayah DKI Jakarta pada tahun 2011, dapat juga dilihat pada gambar Grafik tersebut dibawah ini : GRAFIK : II.96. KUALITAS UDARA AMBIEN DKI JAKARTA UNTUK PARAMETER NO 2 TAHUN NO2 BM KUNINGAN TEBET JIEP ISTIQLAL ANCOL KALIDERES Sumber : BPLHD Provinsi DKI Jakarta, 2011 Keterangan : BM NO 2 = µg/m 3 / 24 Jam Halaman II - 178

205 Dari Grafik : II.96 terlihat bahwa konsentrasi NO 2 di semua lokasi nilainya masih memenuhi baku mutu. Parameter Sulfur Dioksida (SO 2 ) Tingginya konsentrasi SO 2 di udara memiliki dampak terhadap kesehatan, hal ini disebabkan karena sampai tingkat konsentrasi tertentu, SO 2 dapat menyebabkan terjadinya hujan asam yang dapat membahayakan manusia, tumbuhan dan hewan. Dari data yang diperoleh dapat dilihat bahwa konsentrasi SO 2 masih berada dibawah baku Kualitas udara ambien untuk parameter SO 2 tersaji pada Tabel : II.49, dimana nilai rata-rata bulanan di semua lokasi pemantauan masih memenuhi baku mutu. Nilai rata-rata konsentrasi SO 2 dalam satu tahun berkisar antara 0.7 µg/m 3 sampai dengan µg/m 3, dimana nilai tertinggi terdapat di kawasan Kalideres, sedangkan nilai terendah terdapat di lokasi Kuningan. Dari semua pengukuran nilai SO 2 masih jauhdi bawah baku mutu, dimana berdasarkan SK Gubernur Nomor 551 tahun 2001 baku mutu untuk Sulfur dioksida adalah 260 µg/m 3. Untuk lebih jelasnya gambaran kualitas udara ambien di wilayah DKI Jakarta untuk parameter SO 2 dapat dilihat pada Tabel dibawah ini : BULAN TABEL : II.49. KUALITAS UDARA AMBIEN DKI JAKARTA UNTUK PARAMETER SO 2 TAHUN 2011 LOKASI KUNINGAN TEBET JIEP ISTIQLAL ANCOL KALIDERES Januari 9,20 8,50 13,40 16,00 20,00 14,80 Februari 8,50 14,70 7,40 57,20 10,70 137,40 Maret 2,30 10,70 4,20 14,00 2,90 11,30 April 26,60 29,80 30,33 44,57 32,07 70,63 Mei 62,60 79,20 75,20 63,70 66,60 62,30 Juni 39,20 56,60 42,80 45,20 49,60 48,40 Juli 13,40 12,70 5,80 3,60-5,60 September 0,70 1,20 3,10 2,20 4,30 5,20 Oktober 2,90 0,90 6,30 4,30 5,00 7,70 Nopember 25,50 24,10 23,35 23,10 25,85 24,50 RATA-RATA 24,73 33,25 28,89 40,11 30,31 57,47 Sumber : BPLHD Provinsi DKI Jakarta, 2011 Keterangan : BM SO 2 = 260 µg/m 3 / 24 Jam Konsentrasi SO 2 dapat dipicu oleh aktivitas transportasi dan industri. SO 2 merupakan pencemar sekunder yang terbentuk akibat reaksi antara zat pencemar primer dan di bantu oleh unsur-unsur meteorologis. Unsur meteorologis yang memacu terbentuknya SO 2 di udara adalah radiasi matahari dan curah hujan. Grafik : II.97 di bawah ini menunjukkan rata-rata bulanan konsentrasi SO 2 pada semua titik pantau. Dari grafik dibawah dapat dilihat bahwa pada semua titik pantau, konsentrasinya masih dibawah baku mutu. Halaman II - 179

206 GRAFIK : II.97. KUALITAS UDARA AMBIEN DKI JAKARTA UNTUK PARAMETER SO 2 TAHUN SO2 BM KUNINGAN TEBET JIEP ISTIQLAL ANCOL KALIDERES Sumber : BPLHD Provinsi DKI Jakarta, 2011 Keterangan : BM SO 2 = 260 µg/m 3 / 24 Jam Parameter Timbal (Pb) Tingginya konsentrasi Pb di udara dapat membahayakan manusia karena Pb merupakan logam berat yang beracun yang dapat mengakibatkan kerusakan otak, ginjal, sumsum tulang, dan sistem tubuh yang lain pada anak-anak. Pada pemantauan tahun 2011, rata-rata konsentrasi Pb pada 9 lokasi titik pantau ditampilkan pada Tabel : II.50 dan Grafik : II.98 di bawah ini. Dari data tersebut dapat dilihat bahwa disemua lokasi pemantauan, konsentrasi Pb masih memenuhi baku mutu, konsentrasinya berkisar dari µg/m 3. Untuk lebih jelasnya tentang hasil pemantauan kualitas udara ambien di Provinsi DKI Jakarta dengan parameter Pb dapat dilihat pada Tabel dibawah ini : TABEL : II.50. KUALITAS UDARA AMBIEN DKI JAKARTA UNTUK PARAMETER Pb TAHUN 2011 BULAN LOKASI KUNINGAN TEBET JIEP ISTIQLAL ANCOL KALIDERES Januari 0,013 0,011 0,029 0,028 0,013 0,023 Februari 0,016 0,029 0,025 0,140 0,018 0,014 Maret 0,005 0,020 0,021 0,009 0,004 - April 0,011 0,018 0,021 0,049 0,012 0,051 Mei 0,003 0,006 0,023 0,008 0,018 0,007 Juni 0,002 0,003 0,012 0,004 0,004 - Juli 0,005 0,001 0,005 0, September 0,004 0,003 0,009 0,005 0,012 0,015 Oktober 0,008 0,004 0,007 0,011 0,006 0,008 Nopember 0,005 0,006 0,013 0,006 0,007 0,010 RATA-RATA 0,008 0,012 0,022 0,040 0,012 0,019 Sumber : BPLHD Provinsi DKI Jakarta, 2011 Keterangan : BM TSP = 2 µg/m 3 / 24 Jam Sedang gambaran hasil pemantauan kualitas udara ambien di Provinsi DKI Jakarta dengan parameter Pb apabila dilihat dalam bentuk Grafik adalah sebagai berikut : Halaman II - 180

207 GRAFIK : II.98. KUALITAS UDARA AMBIEN DKI JAKARTA UNTUK PARAMETER Pb TAHUN Pb BM KUNINGAN TEBET JIEP ISTIQLAL ANCOL KALIDERES Sumber : BPLHD Provinsi DKI Jakarta, 2011 Keterangan : BM TSP = 2 µg/m 3 / 24 Jam b. Metode Kontinyu Rata-rata konsentrasi PM-10 Tahun 2011 Sumber utama pencemar PM-10 berasal dari kendaraan bermotor jenis sepeda motor. Dari hasil pemantauan dapat dilihat bahwa rata-rata konsentrasi PM-10 Tahun 2011, hampir pada semua pengukuran konsentrasinya masih dibawah baku mutu, konsentrasi tertinggi terjadi di stasiun pemantauan DKI 4 (Lubang Buaya) pada bulan Agustus sampai melebihi baku mutu. Berdasarkan pengamatan tingginya konsnetrasi PM-10 di lokasi tersebut disebabkan karena adanya lokasi kegiatan pemulung yang sering melakukan pembakaran barang-barang bekas yang berpotensi menghasilkan debu. Untuk lebih jelasnya tentang rata-rata konsentrasi PM-10 di wilayah DKI Jakarta dapatd dilihat pada Grafik dibawah ini : GRAFIK : II.99. RATA-RATA KONSENTRASI PM-10 WILAYAH DKI JAKARTA TAHUN DKI 1 DKI2 DKI3 DKI4 JAF4 BM Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober Nopember Desember Sumber : BPLHD Provinsi DKI Jakarta, 2011 Keterangan : Halaman II - 181

208 Rata-rata konsentrasi SO 2 Tahun 2011 Dari hasil pemantauan dapat dilihat bahwa rata-rata konsentrasi SO 2 pada semua titik pantau masih memenuhi baku mutu. Konsentrasi SO 2 tertinggi terjadi pada bulan Mei di lokasi JAF 4 (Jakarta Barat). Untuk lebih jelasnya tentang rata-rata konsentrasi SO 2 di wilayah DKI Jakarta dapat dilihat pada Grafik dibawah ini : GRAFIK : II.100. RATA-RATA KONSENTRASI SO 2 WILAYAH DKI JAKARTA TAHUN DKI 1 DKI2 DKI3 DKI4 JAF4 BM April Mei Juni Sumber : BPLHD Provinsi DKI Jakarta, 2011 Keterangan : Rata-rata konsentrasi CO Tahun 2011 Seperti halnya konsentrasi SO 2, konsentrasi CO pada semua lokasi pemantauan juga masih memenuhi baku mutu dan konsentrasi tertinggi terjadi di lokasi pemantauan DKI 1 atau Bundaran HI dengan peruntukkan Roadside. Hal ini menunjukkan bahwa sumber utama pencemar CO adalah kendaraan bermotor. Untuk lebih jelasnya tentang rata-rata konsentrasi CO di wilayah DKI Jakarta dapat dilihat pada Grafik dibawah ini : Halaman II - 182

209 GRAFIK : II.101. RATA-RATA KONSENTRASI CO DI WILAYAH DKI JAKARTA TAHUN DKI 1 DKI2 DKI3 DKI4 JAF4 BM Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober Nopember Desember Sumber : BPLHD Provinsi DKI Jakarta, 2011 Keterangan : Rata-rata konsentrasi O 3 Tahun 2011 Ozon (O 3 ) merupakan pencemar sekunder yang berarti keberadaannya di udara merupakan hasil reaksi antara pencemar primer serta komponen lain di udara. Berdasarkan sebab tersebut maka konsentrasi O 3 pada semua stasiun pemantau telah melebihi baku mutu. Untuk lebih jelasnya tentang rata-rata konsentrasi Ozon di wilayah DKI Jakarta dapat dilihat pada Grafik dibawah ini : GRAFIK : II.102. RATA-RATA KONSENTRASI OZON DI WILAYAH DKI JAKARTA TAHUN DKI 1 DKI2 DKI3 DKI4 JAF4 BM 0.00 Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober Nopember Desember Sumber : BPLHD Provinsi DKI Jakarta, 2011 Keterangan : Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU) Indeks Standar Pencemar Udara adalah angka yang tidak mempunyai satuan yang menggambarkan kondisi kualitas udara ambien di lokasi dan waktu tertentu, yang didasarkan kepada dampak terhadap Halaman II - 183

210 kesehatan manusia, nilai estetika dan makhluk hidup lainnya (Kep-45/MENLH/10/1997). Untuk lebih jelsanya tentang kategori ISPU sesuai dengan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup RI dapat dilihat pada Tabel dibawah : TABEL : II.51. KATEGORI INDEKS STANDAR PENCEMARAN UDARA (ISPU) KATEGORI RENTANG PENJELASAN Baik 0-50 Sedang Tidak Sehat Sangat Tidak sehat Berbahaya >300 Tingkat kualitas udara yang tidak memberikan efek bagi kesehatan manusia atau hewan dan tidak berpengaruh pada tumbuhan, bangunan ataupun nilai estetika Tingkat kualitas udara yang tidak berpengaruh pada kesehatan manusia ataupun hewan tetapi berpengaruh pada tumbuhan yang sensitif dan nilai estetika Tingkat kualitas udara yang bersifat merugikan pada manusia ataupun kelompok hewan yang sensitif atau bisa menimbulkan kerusakan pada tumbuhan ataupun nilai estetika Tingkat kualitas udara yang dapat merugikan kesehatan pada sejumlah segmen populasi yang terpapar Tingkat kualitas udara berbahaya yang secara umum dapat merugikan kesehatan yang serius pada populasi Sedangkan jumlah hari yang dilaksanakan berdasarkan kategori Indeks Standar Pencemaran Udara yang dilaksanakan di wilayah Provinsi DKI Jakarta dapat dilihat pada Tabel dibawah ini : TABEL : II.52. JUMLAH HARI BERDASARKAN KATEGORI ISPU PROVINSI DKI JAKARTA TAHUN 2011 KATEGORI BULAN SANGAT JUMLAH BAIK SEDANG TIDAK SEHAT BERBAHAYA TIDAK SEHAT HARI JANUARI FEBRUARI MARET APRIL MEI JUNI JULI AGUSTUS SEPTEMBER OKTOBER NOVEMBER DESEMBER JUMLAH Sumber : BPLHD Provinsi DKI Jakarta, 2011 Keterangan : Halaman II - 184

211 Dari hasil pemantauan kualitas udara ambien tahun 2011 dapat disimpulkan sebagai berikut : Pemantauan kualitas udara ambien dengan metode sesaat di wilayah DKI Jakarta untuk parameter Sulfur Dioksida (SO 2 ), Nitrogen Dioksida (NO 2 ) dan Timbal (Pb) masih memenuhi baku mutu. Pemantauan kualitas udara ambien dengan metode sesaat untuk parameter Debu (TSP) di beberapa lokasi seperti di Pulogadung dan Cilincing konsentrasinya telah melebihi baku mutu. Untuk pemantauan dengan metode kontinyu untuk parameter PM-10, SO 2 dan CO masih dibawah baku mutu sedangkan untuk parameter O 3 pada semua pengukuran telah melebihi baku mutu. Dalam kaitan tersebut diatas maka dalam mengurangi dampak pencemaran udara di DKI Jakarta, langkah yang saat ini telah dilakukan pemerintah DKI Jakarta diantaranya : 1). Pelaksanaan Hari Bebas Kendaraan Bermotor (HBKB) Sejak tahun 2002, Jakarta menyelenggarakan Car Free Day yang digagas oleh koalisi LSM Lingkungan (AEB, MEB, GPUB, Instran, Bike to Work, Walhi, KPBB, Swisscontact Indonesia, Green Club Internasional, KIH Jakarta, STMT Trisakti, dan Yayasan Pelangi Indonesia) dan berlanjut di Tahun 2003 sampai CFD pertama dilaksanakan di koridor Sudirman MH. Thamrin dengan penutupan jalan selama 6 jam dari jam WIB. Pelaksanaan CFD dilakukan 1 kali dalam setahun yaitu bersamaan dengan Hari CFD Internasional setiap tanggal 22 September. Kegiatannya meliputi penutupan jalan dan kampanye polusi udara. Pusat kegiatan di Bundaran Hotel Indonesia. Berdasarkan amanat Perda 2/2005 pasal 27, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melaksanakan Hari Bebas Kendaraan Bermotor sejak tahun Pada 22 September 2007 HBKB dilaksanakan di Jl. Sudirman-MH. Thamrin dengan penutupan jalan selama 12 jam dari jam WIB. Kegiatan HBKB meliputi penutupan jalan, pengukuran kualitas udara ruas jalan, dan kampanye pengendalian pencemaran udara. Maksud dari penyelenggaraan Hari Bebas Kendaraan Bermotor (HBKB) adalah untuk mendukung program pengendalian pencemaran udara dari sumber bergerak (kendaraan bermotor) yang merupakan bagian dari pengelolaan terhadap kualitas udara di Provinsi DKI Jakarta guna menciptakan udara kota yang lebih bersih dan segar demi peningkatan kualitas lingkungan di Provinsi DKI Jakarta. Pada tahun 2007, HBKB telah dilaksanakan sebanyak 3 kali, yang meliputi 2 kali di Jl. MH. Thamrin (Patung Arjuna) sampai dengan Jl. Sudirman (Patung Pemuda), dan 1 kali di Kawasan Kota Tua. Pada tahun 2008, HBKB telah dilaksanakan sebanyak 18 kali, yang meliputi 12 kali di Jl. MH. Thamrin (Patung Arjuna)-Jl. Sudirman (Patung Pemuda), 1 kali di Jl. Letjen Suprapto Jakarta Pusat, Jl. Pramuka Jakarta Timur, Jl. Rasuna Said Jakarta Selatan, Kawasan Kota Tua Jakarta Barat, dan 2 kali di Jl. Danau Sunter Selatan Jakarta Utara. Halaman II - 185

212 Pada tahun 2009, HBKB telah dilaksanakan sebanyak 22 kali, yang meliputi 12 kali di Jl. MH. Thamrin (Patung Arjuna)-Jl. Sudirman (Patung Pemuda), dan 2 kali di masing-masing wilayah, yaitu di Jl. Letjen Suprapto Jakarta Pusat, Jl. Pramuka Jakarta Timur, Jl. Rasuna Said Jakarta Selatan, Kawasan Kota Tua Jakarta Barat, dan Jl. Artha Gading Jakarta Utara. Mulai tahun 2010 pelaksanaan HBKB di Provinsi DKI Jakarta, khusus untuk ruas Jl, Sudirman (Patung Pemuda)-Jl. Thamrin (Patung Arjuna) dilaksanakan 2 kali dalam sebulan yaitu sebanyak 24 kali, sedang untuk masing-masing wilayah dilaksanakan sebanyak 2 kali yaitu Jl. Letjen Suprapto Jakarta Pusat, Jl. Pemuda Jakarta Timur, Jl. Rasuna Said Jakarta Selatan, Kawasan Kota Tua Jakarta Barat dan Jl. Artha Gading Jakarta Utara, dan untuk tahun 2011 selain pelaksanaan HBKB di Provinsi DKI Jakarta, khusus untuk ruas Jl, Sudirman (Patung Pemuda)-Jl. Thamrin (Patung Arjuna) dilaksanakan 2 kali dalam sebulan, untuk masing-masing wilayah dilaksanakan sebanyak 1 kali dalam sebulan yaitu Jl. Letjen Suprapto Jakarta Pusat, Jl. Pemuda Jakarta Timur, Jl. Rasuna Said Jakarta Selatan, Kawasan Kota Tua Jakarta Barat dan Jl. Artha Gading Jakarta Utara. Perlu diiformasikan karena program HBKB dirasa berhasil dalam mengurangi pencemaran udara di wilayah DKI Jakarta, maka program tersebut telah menjadi contoh untuk kegiatan serupa di semua wilayah Indonesia, selain hal tersebut program HBKB di Jakarta juga telah diakui dunia yang pelaksanaannya dilaksanakan secara rutin setiap 2 minggu sekali dalam satu bulan, dan pada bulan Desember 2011 perwakilan dari salah satu penggagas program HBKB di Provinsi DKI Jakarta diundang sebagai tamu kehormatan dalam pelaksanaan perdana di Kota Katmandu India. Adapun kegiatan rutin HBKB yaitu : Senam pagi Liga Futsal Panggung Hiburan Sepeda Santai Siaran Langsung Program TV 2). Uji Emisi dan Perawatan Kendaraan Bermotor Dengan dikeluarkannya Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2005 tentang Pengendalian Pencemaran Udara dan Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 92 Tahun 2007 tentang Uji Emisi dan Perawatan Kedaraan Bermotor. Sampai dengan Tahun 2009, terdapat 568 teknisi yang telah bersertifikat, 238 bengkel pelaksana uji emisi yang memiliki sertifikasi dan sudah melakukan uji emisi sebanyak kali, sedang pada tahun 2010 terdapat 610 teknisi yang telah bersertifikat, 238 bengkel pelaksanan uji emisi yang telah memiliki sertifikasi dan sudah melaksanakan uji emisi sebanyak kali, dimana sebanyak kendaraan (97 %) lulus uji emisi dan 642 kendaraan (3 %) tidak lulus uji emisi. Pelaksanaan uji emisi kendaraan bermotor tahun 2011 dilaksanakan terhadap sebanyak kendaraan roda empat baik berbahan bakar bensin dan Halaman II - 186

213 solar serta kendaraan roda dua yang dilaksanakan di kantor BPLHD Provinsi DKI Jakarta dan lima wilayah. Dari jumlah tersebut sebanyak (90 %) kendaraan yang terdiri dari kendaraan pengguna bahan bakar bensin dinyatakan lulus dan sebanyak 447 kendaraan pengguna bahan bakar solar dan sebanyak kendaraan roda dua dinyatakan lulus, sedang sisanya sebanyak (10 %) baik kendaraan berbahan bakar bensin dan solar dinyatakan tidak lulus. yang lulus, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel SE-16A (T) pada Buku Data. Adapun Daftar Bengkel Pelaksana Uji Emisi di 5 (lima) wilayah sebagai berikut : JAKARTA SELATAN 1 LESTARI BAN Jl. Panglima Polim Raya No BUANASAKTI ANEKA MOTOR, PT Jl. Raya Warung Buncit No HYUNDAI MOBIL INDONESIA, PT Jl. Sultan Iskandar Muda No ANDALA BAN Jl. Radio Dalam Raya F-I 5 ASTRA ISUZU Jl. Buncit Raya No.9 6 ASTRIDO TOYOTA PONDOK INDAH Jl. Sultan Iskandar Muda No. 1A 7 AUTO CIPTA KARYA, PT Jl. Sultan Iskandar Muda No. 1B 8 BPPI ISUZU Jl. Kebayoran Lama No BUANA INDOMOBIL TRADA,PT Jl. Kartika Utama Kav. VTA, Pdk lndah 10 GALLERIA FERRARI - MASERATI Jl. TB. Simatupang No MTB SAHARJO Jl. Dr. Sahardjo No. 321, Tebet 12 NAWILIS Jl. Radio Dalam 3A SUN STAR MOTOR Jl. RS. Fatmawati No, ADIRA MOBIL (PT. ADIRA DINAMIKA MOBILlNDO) Jl. Raya Pasar Minggu No.8 15 AUTO 2000 SAHARJO Jl. Dr. Sahardjo No. 246A 16 AUT TEBET SUPOMO Jl. Supomo No TIRTA AGUNG BAN, CV Jl. Raya Pasar Minggu No HONDA MUGEN (PT. MITRAUSAHA GENTANIAGA) Jl. Raya Pasar Minggu No LESTARI MOTOR Jl. RC. Veteran No. 9/Bintaro 20 HANGTUAH JAYA SS, PT Jl. RS. Fatmawati No INDOMOBIL TRADA NASIONAL, PT (NISSAN) Jl. Kartika Utama Kav. 1, Pondok Indah 22 ISTANA KEBAYORAN RAYA MOTOR I, PT Jl. RS. Fatmawati No. 21, Keb. Baru 23 ISTANA KEBAYORAN RAYA MOTOR II, PT Jl. Sultan Iskandar Muda Kav KARYA AGUNG ALEXANDER MOTOR, PT(BINTARO) Jl. RC. Veteran No. 32, Bintaro 25 KARYA AGUNG ALEXANDER MOTOR, PT (TEBET) Jl. Dr. Sahardjo No ANUGRAH MOBIL UTAMA, PT Jl. Warung Jati Barat No ASTRA INTERNATIONAL Tbk, PT (ISUZU FATMAWATl) Jl. RS. Fatmawati No, 159, Cilandak 28 ASTRA INTERNATIONAL, PT (AUTO 2000) Jl. Radio Dalam 124 A-B 29 ASTRlDO JAYA MOBILlNDO, PT Jl. RS. Fatmawati No.1 30 AUTO 2000 CILEDUG VSP Jl. Ciledug Raya No AUTO DAYA KEISINDO, PT (HONDA TENDEAN) Jl. Kapten Tendean No.8 32 CAHYA PRIMA PERSADA, PT Jl. Mampang Prapatan No. 20 Halaman II - 187

214 33 CAKRAWALA AUTOMOTIF RABHASA, PT Jl. Denpasar Raya Blok D2 Kav.12, 34 PT. HYUNDAI INTERAUTO Jl. Radio Dalam Raya No HERIROMADIALI, PT (PERFORMANCE) Jl. H. Nawi Raya No HYUNDAI MOBIL INDONESIA, PT (TB SIMATUPANG) Jl. TB, Simatupang No HYUNDAI MOBIL INDONESIA, PT (TEBET) Jl. Dr. Supomo No. 30, Tebet 38 PANCA JULANG MOTOR. PT (PASAR MINGGU) Jl. Pasar Minggu Km. 18 No. 72A 39 PERKASA MOTOR Jl. RC. Veteran Bintaro 40 PUSAKA MOTOR Jl. Raya Pasar Minggu No RAMAl PESONA MOTOR, PT (R'SONA MOTOR) Jl. Kapten Tendean No BENGKEL MOTOR (AVANTECH PRESTIGE MOTOR) Jl. Radio Dalam Raya No BUMI PERKASA Jl. Cipete Raya No. 36 RT009/006, 44 EAGLE TOBS Jl. Ciputat Raya No. 100A 45 OSCAR MOTOR Jl. Bek. Murad 73A (Dr. Satrio) 46 PD. PILIHAN SARI Jl. Dr. Saharjo No. 28, Menteng Dalam 47 PD. RAJAWALI (RADIO DALAM) Jl. Radio Dalam Raya No PT. ASTRA INTERNATIONAL Tbk (AUTO 2000) Jl. TB. Simotupang 49 PT. ASTRA INTERNATIONAL Tbk (BMW CILANDAK) Jl. RA. Kartini Kav. 203, Cilandak 50 PT. ASTRA INTERNATIONAL Tbk (PEUGEOT) Jl. RA. Kartini Kav. 203, Cilandak 51 PT. BIG BIRD Jl. Ciputat Raya No PT. CITRA ASRl BUANA Jl. Raya Kebayoran Lama No.2 53 PT. EUROKARS CHRISDECO UTAMA (PORSCHE) Jl. Sultan Iskandar Muda No PT. GOLDEN BIRD METRO Jl. Mampang Prapatan Raya No PT. HIDUP BARU RAYA [STAR SERVICE) Jl. Hidup Baru Raya No. 68A 56 PT. KIA MOBIL INDONESIA (KIA TEBET] Jl. Dr. Sahardjo No. 315, Tebet 57 PT. PANCARAN ANEKA MOTOR Jl. Ciputat Raya No. 28/30-A, Ciputat 58 PT. PERMATA HIJAU AUTOMEGAH (HONDA) Jl. Raya Kebayoran Lama No PT. RADITA AUTO PRIMA Jl. Raya Pasar Minggu No.7, Pancoran 60 PT. SAHINDO [BTC TIRE CENTER) Jl. Sultan Iskandar Muda No PT. SARTIKA SUKSES BERSAMA Jl. RC. Veteran Raya No. 42E, Bintaro 62 PT. SIGMA PRIMA MOBILINDO Jl. Gatot Subroto No PT. SIMPRUG MOBIL Jl. Arteri Pondok Indah Kav PT. SRIKANDI DIAMOND MOTORS Jl. Mampang Prapatan Raya No PT. SUMBER BARU ANEKA MOBIL Jl. RS. Fatmawati No. 123, Cilandak 66 PT. TUNAS MOBILINDO PARAMA (TEBET) Jl. Prof. Dr. Soepomo SH, No. 174, 67 PT. TUNAS MOBILINDO PERKASA (TUNAS DAlHATSU) Jl. Prof. Dr. Soepomo No PT. TUNAS MOBILINDO PERKASA (TUNAS PEUGEOT) Jl. Dr. Saharjo No PT. TUNAS RIDEAN Tbk, (TUNAS TOYOTA BINTARO) Jl. RC. Vetaran 24, Bintaro 70 PT. TUNAS RIDEAN Tbk, (TUNAS TOYOTA MAMPANG) Jl. Mampang Prapatan XI PT. TUNAS RIDEAN Tbk, (TUNAS TOYOTA PS.MNGGU) Jl. Raya Paser Minggu No.7 72 PT. ZONA PUTRA MANDIRI (ZONA AUTO CLINIC) Jl. Kapten Tendean No. 20C 73 RAJAWALI (LEBAK BULUS) Jl. Karang Tngh Raya No.9, Cinere 74 BPPA DAlHATSU (CIPUTAT) Jl. Ciputat Raya No. 22, Pondok Pinang 75 BPPA ARTERI PONDOK INDAH Jl. Sultan Iskandar Muda No KIA AUTO RAYA Jl. Ciputat Raya No. 77, Ke. Lama 77 PT. METROPOLITAN AUTO INDO (MAl) Jl. Warung Buncit Raya No. 31, Psr. Minggu 78 PT. INTI KARYA MANDIRI Jl. Sultan Iskandar Muda No. 97 JAKARTA TIMUR 1 BEN AGUNG MOTOR Jl. Dewi Sartika No. 298 A, Cawang II 2 BERINGIN MOTOR SERVICE STATION Jl. Pramuka BUANA INDOMOBIL TRADA, PT Jl. Raya Bekasi Km. 19 Pulogadung Halaman II - 188

215 4 AUTO 2000 KRAMAT JATI Jl. Raya Bogor Km. 21 Kramat Jati 5 AUTONUSA BININDO CITRA Jl. Pahlawan Revolusi No. 09, Klender 6 BATAVIA BINTANG BERLIAN, PT Jl. Raya Bekasi Km. 19 No BERLIAN PRIMA MOBILINDO, PT Jl. Tarum Barat Raya No BUANA INDOMOBlL TRADA, PT Jl. Dewi Sartika No. 173, Cawang 9 LBUM MATRAMAN Jl. Matraman Raya No RAPERIND MOTOR 1 Jl. Raya Kalimalang, Billy&Mood Q/2D 11 RAPERIND MOTOR 4 Jl. Raden Inten II No.9, Buaran 12 SRIKANDI SUNTER Jl. Raya Bekasi Km. 25, Ujung Menteng 13 SUMBER BARU SENTRAL MOBIL, PT Jl. Kalimalang Blok M1 No.3Aa 14 AFJ MOTORSPORT Jl. Basuki Rahmat No. 148, Duren Sawit 15 HIERO (PT HARMEIR INTI ELOK REPARASI OTO) Jl. Pahlawan Revolusi No 6, Pdk Bambu 16 INDOMOBIL TRADA NASIONAL, PT (NISSAN) Jl. Halim P.Kusuma Kav 1, Kebon Pala 17 INDOMOBIL TRADA NASIONAL, PT (NISSAN) Jl. Raden Inten II Kav. 8 No SANDJUNGAN TRADING COY Jl. Dewi Sartika No TRI JAYA BAN Jl. Otto Iskandardinata No ARIGA MIRA Jl. Otista Raya No. 60A 21 ASTRA ISUZU, PT (PRAMUKA) Jl. Raya Pramuka 22 AUT PRAMUKA Jl. Pramuka Raya No BLUE BIRD, PT Jl. Pondok Gede No. 17 A, Kramatjati 24 HYUNDAI MOBIL INDONESIA, PT Jl. Kalimalang, Billy&Moon Blok M1/1A 25 JAFA PENDAWA SELARAS, PT (AUTO MAINTENANCE) Jl. Raya Bekasi Timur Kav. 50, Klender 26 WANGSA INDRA PERMANA, PT Jl. MT Haryono Kav AUTO PIT Jl. Kalimalang Blok E-3A Billy Moon 28 DIPO SERVICE Jl. Jend. A. Yani Kav HIBAINDO ARMADA MOTOR Jl. Raya Bekasi Timur Km. 17, Klender 30 MELISSA Jl. Pemuda Kav. 15, Rawamangun 31 MULTI MAJU MOTOR Jl. Raya Pondok Kelapa No PINAGAR MOTOR Jl. H. Miran No.57 RT01/11, Malaka 33 PT. ARMADA PERKASA MOBILINDO Jl. Jatinegara Barat No PT. ASTRA INTERNATIONAL Tbk (AUTO 2000) Jl. Raya Tarum Barat No PT. FORTUNA MUDA LAGA (FORMULABAN) Jl. Pramuka No PT. MEGATAMA MANDIRI (HONDA MEGATAMA) Jl. Kalimalang No.18, Duren Sawit 37 PT. MITRAGUNA SEJARI LESTARI (MULTIVARIASl) Jl. Jatinegara Barat Raya No PT. TUNAS MOBILINDO PERKASA (TUNAS DAIHATSU) Jl. Matraman Raya No PT. TUNAS RIDEAN Tbk. (TUNAS TOYOTA CAWANG) Jl. Dewi Sartika No. 145, Cawang 40 PT. TUNAS RIDEAN Tbk. (TUNAS TOYOTA) Jl. Jatinegara Timur No. 51, Jatinegara 41 SUZUKl HASTAUTO Jl. Radar Auri No.3, Cibubur 42 TRISAPTA MOTOR SERVICE Jl. A. Yani No YANTO MOTOR Jl. Kejaksaan No.1, Pondok Bambu 44 PT. KARYA INDAH Jl. A.Yani No.116, By Pass 45 PT. ADHIPRIMA UTAMA MOBILINDO Jl. Otista III No.1 A, Bidara Cina 46 CV. PURNAMA MOTOR Jl. Jend. A. Yani No PT. ALTA JAYA NAULI (ALTA MOTOR) Jl. Jend. Soekamto No. 73, Malaka Jaya 48 PT. LIANARlA MAKMUR Jl. Bapal Sepeda No. 30, Pulogadung JAKARTA PUSAT 1 AUTO 2000 Jl. Letjend. Suprapto No AUTO SERVICE Jl. Letjend. Suprapto Kav METROTIGA BERLIAN MOTORS, PT Jl. Jend. Ahmad Yani No ATRIUM SERVICE POINT Jl. Senen Raya No. 135 Halaman II - 189

216 5 FONTANA INDAH MOTOR Jl. Gunung Sahari XI No NAWlLlS Jl. Tanah Abang I/12A 7 NAWILIS Jl. Tanah Abang I No PRABU MOTOR Jl. Jend. Gatot Subroto Kav AUTO 2000 SALEMBA Jl. Salemba Raya No DHARMA DISTRINDO SARANA SEJATI, PT Jl. Tanah Abang II No KARYA AGUNG ALEXANDER MOTOR, PT Jl. Bungur Besar Raya No AUT GARUDA Jl. Garuda No MASS SARANA MOTORAMA, PT (NV MASS) Jl. Jend. Sudirman No.8 14 PEGASUS Jl. Bungur Besar No RUANG KENCANA KNALPOT, PT (GARUDA) Jl. Garuda No. 74, Kemayoron 16 TOYOTA ASTRA MOTOR, PT Jl. Jend. Sudirman No.5 17 GRAMEDIA Jl. Palmerah Selatan PT. CSM CORPOTOTAMA Jl. Hoyom Wuruk No PT. INTI KARYA MEGAH Jl. Pangeran Jayakarta No PT. JAVA MOTORS Jl. Kramat Raya PT. SUN MOTOR BUANA TRADA (SUZUKI) Jl. Letjend Suprapto M78 22 PT. WONO JAYA MAKMUR (GARUDA JAYA MOTOR) Jl. Garuda No. 28, Kemayoran 23 TRAC JAKARTA (PT. SERASI AUTO RAYA) Jl. Jend. Sudirman Kav PT. ASTRA INTERNATIONAL, TBK.DSO Jl. Pangeran Jayakarta No HONDA CAKRA PENGUKIR Jl. Salemba Raya No. 23 JAKARTA BARAT 1 DELTA AUTO Jl. Mangga Besar VlII No. 12AC 2 ADITYA SRIJAYA MOBIL,PT Jl. Meruya Ilir Raya No.19 3 AKASTRA TOYOTA Jl. Raya Keb. Lama No. 26 Pool VII 4 AUTO 2000 (TOYOTA) Jl. Daan Mogot Kav BUMEN REDJA ABADI Jl. Prof. Dr. Latumenten No. 5 6 INDOMOBIL PRIMA TRADA Jl. Daan Mogot No LBUM JEMBATAN LIMA Jl. KH, Moh. Mansyur No LBUM KEBON JERUK Jl. Panjang No. 8, Kebon Jeruk 9 RAHARDJA EKALANCAR, PT Jl. Sukarjo Wiryopranoto No, CALTEX XPRESS LUBE (PT.BIFERGINDO SARI MURNl) Jl. Arjuna Utara No. 87, Kebon Jeruk 11 CITRA NUSA WAHANA, PT Jl. Arjuna Kav, FAMILY SERVISINDO Jl. Arteri Kedoyo No BUANAMOBIL SENTRAL TRADA, PT Jl. Arjuna 131 (Arteri Utara) 14 RESTU MAHKOTA KARYA, PT Jl. Panjang No.12, Kebon Jeruk 15 ADHIPRIMA UTAMA MOBILINDO SERVICE, PT Jl. Perjuangan Raya No ARWANA, CV Jl. Gedong Panjang No ASTRA ISUZU,PT (DAAN MOGOT) Jl. Daan Mogot Km.13,9 18 ASTRIDO DAIHATSU DAAN MOGOT Jl. Daan Mogot No ASTRIDO TOYOTA KEBON JERUK Jl. Perjuangan No. 33A. 20 AUTO 2000 JAYAKARTA Jl. Pangeran Jayakarta No BINTANG BIJAKSANA, PT Jl. Raya Kebayoran Lama Pal VII No EUROKARS CHRISDECO UTAMA, PT Jl. Panjang No.6, Kebon Jeruk 23 GBT LARAS IMBANG Jl. Meruya Ilir 43, Srengseng 24 HARTONO RAYA MOTOR, PT Jl. Daan Mogot Km. 1 No PUSAKA NURI UTAMA, PT Jl. Raya Bojong Indah No RAHARDJA EKALANCAR, PT Jl. Daan Mogot Km. 1, No SETIAKAWAN PAHALA MOTOR, PT Jl. Pluit Raya Selatan No.6 28 SUN HYUNDAI MOTOR, PT Jl. Panjang No.1, Kebon Jeruk Halaman II - 190

217 29 SHUNG SERVICE Jl. Duri TSS No. 54, Jembatan Lima 30 CV. PUTRA WIJAYA MOTOR Jl. Daan Mogot Km. 14 No PT. ASTRA INTERNATIONAL Tbk (AUTO 2000) Jl. Lingkar Luar Barat 32 PT. ISTANA KEBUN JERUK (HONDA KEBUN JERUK) Jl. Panjang 200, Kebon Jeruk 33 PT. ISTANA KEMAKMURAN MOTOR Jl. Daan Mogot No.6 34 PT. KARYA AGUNG ALEXANDER MOTOR Jl. Meruya Ilir No PT. MITRA MATRA MOBILINDO (ASTRIDO TOYOTA) Jl. Bandengan Utara No. 41A. 36 PT. REZA JAYA MOTOR Jl. Pahlawan No PT. TUNAS MOBILINDO PARAMA (TOMANG) Jl. Tomang Raya No PT. TUNAS RIDEAN Tbk, (TUNAS TOYOTA) Jl. Raya Kebayoran Lama No PT. TUNAS RIDEAN Tbk, (TUNAS TOYOTA) Jl. Latumenten No PT. PROTON MOTOR INDONESIA Jl. Letjen S. Parman Kav. N-3 Slipi 41 PT. MITRA USAHA GENTANIAGA (HNDA MUGEN PURI) Jl. Lingk Luar Barat, Puri Kembangan 42 PT. PLAZA AUTO PRIMA CABANG KYAI TAPA Jl. Kyai Tapa No. 263 Grogol 43 CV. KIUN MOTOR Jl. Srengseng Raya No PT. TUNAS ARFANAL MOTOR Jl. Raya Meruya Ilir No WILKY G MOTOR Jl. Komp. Taman Surya III Blok K.5 No.5 JAKARTA UTARA 1 DWI ARGA MOTOR Jl. Plumpang Semper No NELINDO SURYA ABADI Jl. Danau Agung 2 No NATIONAL MOTORS Co, PT Jl. Danau Sunter Sel Blok O/3 no ADHIJAYATAMA MOBILINDO (ASTRIDO TOYOTA), PT Jl. Yos Sudarso No AUDI CENTER Jl. Pantai lndah Selatan I ST. A 6 SRIKANDI SUNTER Jl. Danau Sunter Utara Blok B No BUANA INDOMOBIL TRADA,PT Jl. Danau Sunter Sel Blok O/ INDOMOBIL TRADA NASIONAL, PT (NISSAN) Jl. Danau Sunter Barat Blok III/No INDOMOBIL TRADA NASIONAL, PT (NISSAN) Jl. Boulevared Barat Blok XC-8 No INDOMOBIL TRADA NASIONAL, PT (NISSAN) Jl. Pantai Indah Kpk Selatan I ST/A 11 JUDA TERUNA, PT Jl. Bandengan Selatan No ASTRA INTERNATIONAL TBK, PT (BPPA DAIHATSU) Jl. Yos Sudarso Kav Sunter II 13 ASTRA ISUZU, PT (SUNTER) Jl. Yos Sudarso No. 30, Sunter 14 AUT YOS SUDARSO Jl. Laks, Yos Sudarso Kav. A BUANA INDOMOBIL TRADA, PT Jl. Pantai lndah Selatan I ST/A 16 CIPTA PRIMA AUTORAYA, PT Jl. Boulevard Barat Blok LC 7 No DIPO MOTOR, PT Jl. Pluit Selatan No. 1C 18 GADING PRIMA AUTOLAND, PT (HONDA AUTOLAND) Jl. Raya Boulevard Barat Blok XB HONDA SUNTER Jl. Danau Sunter Barat Blok A1 No HYUNDAI MOBIL INDONESIA, PT (PLUIT) Jl. Raya Pluit Selatan Blok 1 No.8 21 KIAN MANDIRI MOTOR Jl. Hibrida Raya Ra3 No. 28 Pintu III 22 PANCA JULANG JAYA PT (KELAPA GADING) Jl. Pegangsaan 2 No.16, Kel. Gading 23 WOLFSBURG AUTO INDONESIA, PT Jl. Raya Pluit Selatan No. 8A 24 BPPA PLUIT Jl. Raya Pluit Selatan No.4 25 IVAN MOTOR Jl. Danau Sunter Utara Blok C II No PT. ARMADA AUTOGRAHA Jl. Pegangsaan 2 Km. 3,5, Kel. Gading 27 PT. ASTRA INTERNASIONAL Tbk - NISSAN DIESEL Jl. Danau Sunter Selatan Blok O/5 28 PT. ASTRA INTERNATIONAL - BMW Jl. Gaya Motor Selatan No. 1 Sunter ll 29 PT. ASTRA INTERNATIONAL Tbk (AUTO 2000 PLUIT) Jl. Raya Pluit Selatan No.6 30 PT. ASTRA INTERNATIONAL Tbk (PEUGEOT SUNTER) Jl. Yos Sudarso Kav. 24, Sunter ll 31 PT. CENDRAWASIH PERTIWIJAYA Jl. Pegangsaan Dua Km. 4,4 No PT. KIA MOBIL INDONESIA (KIA SUNTER GARDEN) Jl. Sunter Garden Blok DB No.1 Sunter Halaman II - 191

218 33 PT. PERROS MOBILINDO Jl. Kampung Bandan No. 3-6, Ancol 34 PT. TUNAS MOBILINDO PERKASA (TUNAS DAlHATSU) Jl. Bandengan Utara No A 35 PT. WIRA ADRAWINA MEGAH Jl. Danau Sunter Barat Blok A3/8 36 BENGKEL MOBIL I BABE Jl. Sunter Indah Raya Kav, 1 No PT. DINARTI PUTRO Jl. Walang Baru No.7, Plumpang 38 TOYOTA ASTRA MOTOR (SUNTER) Jl. Gaya Motor Selatan No.5, Sunter II 39 PT. TRIMANITA DWIPERSADA Jl. Pluit Selatan Raya Blok J/2, Penjaringan 40 PATRICE LUMUMBA SEJAHTERA Jl. Agung Barat l Blok A3 No.16, Sunter 41 PT. PLUIT AUTO PLAZA (HONDA PLUIT) Jl. Pluit Raya Selatan No. 20 Melalui kegiatan tersebut diharapkan kesadaran dan kepedulian masyarakat semakin meningkat untuk merawat kendaraan bermotornya dan mentaati Ambang Batas Uji Emisi sebagaimana diamanatkan Perda 2/2005 tentang Pengendalian Pencemaran Udara, Pergub 92/2007 tentang Uji Emisi Kendaraan Bermotor (Kewajiban Uji Emisi Kendaraan Bermotor setiap 6 bulan sekali), serta Pergub 31/2008 tentang Ambang Batas Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor. 3). Kawasan Dilarang Merokok (KDM) Pelaksanaan penegakan hukum Kawasan Dilarang Merokok mulai digelar sejak tahun 2009 ini sebagai implementasi Perda 2/2005 tentang Pengendalian Pencemaran Udara dan Pergub 75/2005 tentang Kawasan Dilarang Merokok (KDM), setelah selama tahun 2008 dilaksanakan uji petik KDM terhadap 7 kawasan di 5 Wilayah Kotamadya. Pelaksanaan Kegiatan penegakan hukum KDM untuk Tahun 2010 Penegakan Hukum Kawasan Dilarang Merokok yang dimulai pada bulan April 2010 dengan sasaran para perokok dan pimpinan/ penanggung jawab kegiatan/usaha yang melanggar 7 KDM akan dikenakan sanksi pidana. Khusus untuk pelanggar perokok akan diproses dengan sidang di tempat, sedangkan bagi pimpinan/ penanggungjawab kegiatan/usaha di 7 KDM yang tidak memenuhi syarat penandaan/petunjuk penetapan area KDM dan membiarkan orang merokok tidak pada tempatnya yang telah disediakan akan dikenakan sanksi administrasi berupa (peringatan, penghentian sementara dan pencabutan izin), sedangkan khusus untuk pimpinan/penanggung jawab kegiatan/usaha dari tempat umum dan tempat kerja yang tidak menyediakan Tempat Khusus Merokok akan dikenakan sanksi pidana. Halaman II - 192

219 Sejak Diundangkan Pergub Nomor 88 Tahun 2010 tentang Perubahan Atas Peraturan Gubernur Nomor 75 Tahun 2005 tentang Kawasan Dilarang Merokok pada tanggal 6 Mei 2010, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta kemudian memberikan tenggang waktu selama 6 (enam) bulan bagi para pengelola gedung untuk melakukan persiapan penerapan kebijakan tersebut, terhitung sejak dicanangkannya gedung-gedung di Jakarta Bebas Asap Rokok oleh Bapak Gubernur pada tanggal 13 Oktober 2010, selama tenggang waktu tersebut sebagai bentuk komitmen dan keseriusan Pemerintah DKI Jakarta, serangkaian aktivitas, sosialisasi, koordinasi, pemantauan dan penindaklanjutan terhadap laporan pengaduan masyarakat telah dilakukan oleh BPLHD Provinsi DKI Jakarta bersama SKPD teknis lainnya untuk mewujudkan Ibukota Jakarta yang bebas asap rokok. Selain sosialisasi Pergub Nomor 88 Tahun 2010 secara internal di lingkungan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta juga dilakukan sosialisasi eksternal kepada berbagai asosiasi, pengelola gedung, LSM, organisasi masyarakat, institusi pendidikan, media dan masyarakat. Pesan utama yang disosialisasikan adalah tidak diperkenankannya lagi adanya Tempat Khusus Merokok (TKM) di dalam gedung dan aktivitas merokok hanya boleh dilakukan di luar gedung. Salah satu proses sosialisasi terpenting yang dilaksanakan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta adalah ditutupnya secara resmi TKM di Balaikota oleh Gubernur KDKI Jakarta, Bapak Fauzi Bowo pada tanggal 13 Oktober 2010 yang juga diikuti secara serentak oleh gedunggedung pemerintah DKI lainnya. Pada acara tersebut sejumlah perwakilan SKPD pembina teknis dari 7 KDM (tempat umum, tempat kerja, tempat proses belajar mengajar, tempat pelayanan kesehatan, arena kegiatan anak-anak, tempat ibadah dan angkutan umum) menandatangani komitmen pelaksanaan Peraturan Gubernur Nomor 88 tahun Untuk mendukung implementasi Kebijaksanaan KDM di Jakarta, pemerintah DKI Jakarta telah melaksanakan pengawasan terhadap 422 gedung di Jakarta yang terdiri dari gedung perkantoran swasta dan pemerintah, mal, rumah sakit dan sekolah. Hasil pengawasan menunjukkan bahwa 92 gedung masuk kategori Buruk dalam pelaksanaan KDM nya, selain itu pemerintah DKI Jakarta juga melaksanakan pengawasan KDM yang melibatkan masyarakat melalui call center, sms center atau website. Untuk kegiatan tahun 2011 pemerintah DKI Jakarta telah melaksanakan pengawasan terhadap 750 gedung yang terdiri dari gedung perkantoran swasta dan pemerintah, mal, rumah sakit dan sekolah. Hasil pengawasan menunjukkan bahwa 246 gedung tempat tersebut masuk kategori Buruk dalam pelaksanaan KDM nya. 4). Penerapan Kawasan Parkir Berstiker Lulus Uji Emisi Menjelang adanya rencana penegakan hukum uji emisi yang akan diberlakukan di Wilayah DKI Jakarta, yang saat ini masih terus di proses guna dibahas di tingkat Musyawarah Pimpinan Daerah, Pemprov DKI Halaman II - 193

220 Jakarta kini giat melaksanakan Uji Emisi guna memberikan edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat pengguna kendaraan bermotor, termasuk kepada 238 Bengkel Pelaksana Uji Emisi (BPUE) Tersertifikasi dan 568 Teknisi Uji Emisinya, sebagai upaya untuk meng-implementasikan Perda 2/2005 tentang Pengendalian Pencemaran Udara, yang salah satunya mengatur kewajiban bagi pengguna kendaraan bermotor untuk melakukan uji emisi setiap 6 bulan sekali, baik bagi kendaraan umum, dan kendaraan pribadi, termasuk kendaraan bermotor roda 2. Beberapa langkah yang telah dilakukan dalam rangka mengedukasi dan mensosialisasikan kepada masyarakat adalah pelaksanaan uji petik di 5 (lima) Kantor Walikota, Uji Emisi Teguran Simpatik di Jalan Raya di 5 (lima) wilayah kota, dan uji emisi di kawasan-kawasan komersial, seperti mal, kawasan industri, dan penerapan kawasan parkir wajib berstiker di 25 Kawasan, termasuk di kawasan Monas. Pada Hari ini Senin, 30 Nopember 2009 mulai pukul Wib., Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang di dukung oleh BPLHD, Walikota Jakarta Pusat, Biro Umum, Biro KDH & KLN, Dishub, Satpol PP, dan UPT Parkir Dishub IRTI Monas, serta Agen Pemegang Merk (APM) Mobil dan Motor (Nissan, Chevrolet, Astra World (Toyota, Daihatsu, Isuzu, Peugeot dan BMW), dan Suzuki, serta Astra Honda Motor, Yamaha dan Coca Cola), menggelar Uji Emisi Gratis di Balaikota Provinsi DKI Jakarta, yang ditujukan tidak saja bagi Karyawan/wati Pemprov DKI Jakarta, tetapi juga bagi Karyawan/wati dari Instansi atau Departemen lainnya, undangan, tamu dan masyarakat umum. Selain itu pada kesempatan ini, Pemprov DKI Jakarta juga Menetapkan sebagian Halaman Parkir IRTI Monas dan Balaikota menjadi Kawasan Parkir Kendaraan Wajib Berstiker Tanda Lulus Uji Emisi. Kegiatan uji emisi, sebenarnya merupakan kebutuhan dari kendaraan yang seharusnya dirawat secara berkala, sehingga awet, tahan lama, irit bahan bakar dan ramah lingkungan. Untuk itu, guna lebih meningkatkan pemahaman masyarakat akan pentingnya uji emisi, maka beberapa bengkel servis/perawatan juga diikut sertakan guna melakukan pemeriksaan terhadap kendaraan yang tidak lulus uji emisi, untuk kemudian di test kembali, sehingga dapat memenuhi ambang batas emisi gas buang yang sudah ditetapkan. Oleh karena itu, kegiatan uji emisi ini perlu didukung seluruh elemen masyarakat guna mempertahankan kualitas udara Jakarta yang semakin baik, dengan terus berupaya untuk menjadi lebih baik lagi. Trend ini dapat dilihat dari hasil pemantauan kualitas udara yang di dapat dari tahun ke tahun, dimana terjadi konsentrasi tingkat pencemaran udara yang terus menurun, melalui upaya Pencegahan, Penanggulangan (Diversifikasi Bahan Bakar dan Uji Emisi) dan Pemulihan Kualitas Udara (melalui pelaksanaan HBKB) di DKI Jakarta, hal ini terlihat dari evaluasi Penilaian Kualitas Udara Bersih (Clean Air Scorecard) yang dikeluarkan oleh Clean Air Initiative (CAI) Asia yang digunakan untuk mengevaluasi kondisi kualitas udara suatu kota. Dari hasil penilaian yang telah dilakukan terhadap 7 negara Jakarta (Indonesia), Bangkok (Thailand), Manila (Philipina), Colombo (Sri Langka), Jinan dan Hangzhou (China), Kathmandu (Nepal) dan Hanoi (Vietnam) Kota Jakarta memperoleh hasil penilaian termasuk dalam kategori Good (Baik) hal ini Halaman II - 194

221 menunjukkan bahwa upaya pengendalian kualitas udara di DKI Jakarta telah berjalan dalam rel yang benar. Penerapan Kawasan Parkir Berstiker adalah suatu program yang dilaksanakan di dalam suatu kawasan untuk menetapkan sebagian tempat parkirnya menjadi Kawasan Parkir Kendaraan Bermotor Wajib Berstiker Tanda Lulus Uji Emisi. Upaya ini, selain untuk memberikan pengharagaan kepada pemilik/pengguna kendaraan yang perduli lingkungan, juga dapat mengedukasi masyarakat, agar menguji dan merawat kendaraan bermotornya secara berkala, mulai tahun 2009 pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah memberlakukan Zona Parkir Lulus Uji Emisi di 25 lokasi wilayah Ibukota Jakarta diantaranya adalah : Jakarta Pusat (Hotel Sahid, Mal Senayan City, Balaikota DKI Jakarta, Walikota Jakarta Pusat, IRTI Monas), Jakarta Selatan (BPLHD Provinsi DKI Jakarta Jalan Casablanca, BPLHD Gedung Nyi Ageng Serang, Walikota Jakarta Selatan, Pondok Indah Mal 1 dan Mal 2), Jakarta Timur (PT. Dankos, PT. Martina Berto, Walikota Jakarta Timur, Universitas Kristen Indonesia, Tri Dharma Wasesa, PT.JIEP), Jakarta Barat (RS. Dharmais, Mal Ciprutra, Walikota Jakarta Barat, Kantor RS. Dharmais, Universitas Trisakti), Jakarta Utara (Mal Kelapa Gading, Walikota Jakarta Utara, PT. Citra Marga Nusa Pala, PT. Inti Garda Perdana). Sedangkan Uji Emisi Teguran Simpatik adalah program kegiatan uji emisi kendaraan bermotor yang dipersiapkan secara khusus untuk mengedukasi dan mensosialisasikan kepada masyarakat bahwa penegakan hukum uji emisi kendaraan bermotor, tidak lama lagi akan diberlakukan di DKI Jakarta. Melalui kegiatan-kegiatan tersebut, diharapkan kesadaran dan kepedulian masyarakat semakin meningkat untuk merawat kendaraan bermotornya dan mentaati Ambang Batas Uji Emisi sebagaimana diamanatkan Perda 2/2005 tentang Pengendalian Pencemaran Udara, Pergub 92/2007 tentang Uji Emisi Kendaraan Bermotor (Kewajiban Uji Emisi Kendaraan Bermotor setiap 6 bulan sekali), serta Pergub 31/2008 tentang Ambang Batas Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor. 5). Pemberlakuan Pajak Progresif Pemerintah DKI Jakarta akan segera memberlakukan pajak progresif kendaraan bermotor, pajak yang besarannya bervariasi dari 1,5 persen hingga 4 persen berlaku pagi kendaraan milik perorangan atau badan hukum dan kebijaksanaan ini berlaku efektif pada 1 Januari Dimana tujuan dari adalah salah satu instrumen guna mengendalikan jumlah kendaraan bermotor dan mengatasi kemacetan di wilayah DKI Halaman II - 195

222 Jakarta, selain hal tersebut pemerintah DKI Jakarta juga membentuk Satuan Tugas Anti Kemacetan yang bekerjasama dengan Polda Metro Jaya Laut, Pesisir dan Pantai Sebagai gambaran awal tentang kondisi wilayah DKI Jakarta yang termasuk kawasan lindung di wilayah perairan DKI Jakarta antara lain meliputi hutan lindung, cagar alam, suaka margasatwa dan Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu. Penyebarannya meliputi pesisir Teluk Jakarta, seperti di Muara Angke, Angke Kapuk dan Kamal Muara dan yang berada di Kepulauan Seribu, seperti P. Rambut, P. Penjaliran Barat dan P. Penjaliran Timur. Dalam kaitan tersebut maka Menteri Kehutanan melalui Keputusan Nomor 162/Kpts-II/1995 telah menetapkan wilayah Kepulauan Seribu menjadi Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu dengan luas Ha yang dikelola oleh Balai Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu, Departemen Kehutanan dan Perkebunan, tentang Zonasi Taman Nasional Kepulauan Seribu terdiri dari : a b Zona Inti, diperuntukan bagi upaya pelestarian sumber genetik dan perlindungan proses ekologis. Zona ini merupakan daerah tertutup bagi segala bentuk eksploitasi, kegiatan pariwisata dan kegiatan lain, kecuali penelitian. Zona ini terdiri dari : Zona Inti I terletak pada koordinat 5 O 24 5 O 45 LS dan 106 O O 40 BT, luas ± 1.356,8 Ha yang meliputi P. Gosong Rengat dan perairannya yang diperuntukan bagi perlindungan penyu sisik (Eretmochelys imbricata). Zona Inti II terletak pada koordinat 5 O 27 5 O 29 LS dan 106 O O 28 BT, luas ± 2.440,94 Ha yang meliputi : P. Penjaliran Barat P. Peteloran Timur P. Penjaliran Timur Perairan Gosong Penjaliran P. Peteloran Barat Zona Inti III terletak pada koordinat 5 O O 29 LS dan 106 O O 33 BT, dengan luas ± 613,06 Ha yang meliputi perairan P. Kayu Angin Bira dan P. Belanda yang merupakan perlindungan ekosistem terumbu karang. Zona Perlindungan, merupakan kesatuan dengan Zona Inti I dan II yang merupakan tempat mencari makan dan berkembang biak bagi penyu sisik. Di zona ini tidak diperkenankan segala bentuk eksploitasi dan kegiatan yang dapat mengganggu keseimbangan ekosistem, kecuali kegiatan observasi, penelitian dan pendidikan. Zona ini terletak pada koordinat 5 O 26 5 O LS dan 106 O O 37 BT dan 5 O O LS dan 106 O O 33 BT, dengan luas ± ,11 Ha yang meliputi pulau dan perairan di sekitar : P. Jagung P. Karang Buton P. Bundar P. Hantu Barat Halaman II - 196

223 P. Karang Mayang P. Nyamplung P. Renggit P. Sebaru Besar P. Sebaru Kecil P. Lipan P. Kapas P. Hantu Timur P. Yu Barat P. Yu Timur P. Satu P. Kelor Barat P. Kelor Timur c Zona Pemanfaatan Intensif, merupakan wilayah yang diperkenankan untuk kegiatan rekreasi alam. Sebagian besar pulau-pulau di kawasan ini telah dibangun sebagai kawasan permukiman dan pariwisata bahari. Zona ini terletak pada koordinat 5 O O LS dan 106 O O 37 BT dan 5 O O LS dan 106 O O 37 BT, dengan luas ± ,84 Ha yang meliputi : P. Gosong Laga P. Semut Besar P. Semut Kecil P. Gosong Sepa P. Sepa Barat P. Sepa Timur P. Cina P. Jukung P. Melinjo P. Melintang Barat P. Melintang Timur P. K. Angin Melintang P. Perak P. Petondan Barat P. Petondan Timur P. Panjang Besar P. Panjang Kecil P. K. Angin Barat P. Putri Barat P. Putri Timur P. Putri Gundul P. Tongkeng P. Macan Besar P. Macan Kecil P. Bira Besar P. Bira kecil P. Genteng Besar P. Genteng Kecil P. K. Angin Genteng d Zona Penyangga, diperuntukan mendukung aktifitas sosial ekonomi dan budaya masyarakat setempat serta perikanan tangkap tradisional. Zona ini berfungsi menyaring dampak negatif kegiatan budidaya di dalam maupun luar kawasan. Sebagian besar penduduk Kepulauan Seribu bermukim di zona ini. Aktifitas penangkapan ikan diperkenankan dengan alat tradisional, seperti pancing bubu. Zona ini terletak pada koordinat 5 O 24 5 O 42 LS dan 106 O O 40 BT dengan luas ± ,26 Ha meliputi : P. Dua Barat P. Dua Timur P. Karang Baka P. Karang Bongkok P. Kotok Besar P. Kotok Kecil Halaman II - 197

224 P. Bulat P. Pemagaran P. Rakit Tiang P. Kelapa P. Harapan P. Kaliange Besar P. Kaliange Kecil P. Karang Congkak P. Karang Pandan P. Semak Daun P. Karya P. Panggang P. Pramuka Dalam kaitan tersebut maka dengan meningkatnya pembangunan di Provinsi DKI Jakarta di wilayah Jakarta Utara, khususnya daerah pesisir utara Jakarta, maka sangat membutuhkan perencanaan dan program-program dalam mendukung pengembangan wilayah pesisir utara Jakarta yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan. Dengan Luas dan panjang pesisir utara Jakarta (± 32 km) menjadi suatu permasalahan bagi lingkungan antara lain : penggunaan lahan yang kurang bijaksana sehingga berkurangnya hutan mangrove, kepadatan penduduk yang tinggi, kondisi biota laut yang cukup memprihatinkan, kematian ikan yang sering terjadi, kondisi perairan laut yang telah mengalami pencemaran dari ringan, sedang sampai berat, disamping semakin gencarnya reklamasi yang dilakukan oleh masyarakat pesisir sehingga garis pantainya juga semakin tidak terlihat. Hal ini juga tidak terlepas dari pengaruh yang diakibatkan pelaksanaan kegiatan yang berada di hulu dan wilayah-wilayah/kota-kota yang berada di sekitar DKI Jakarta. Secara umum wilayah Pantura Jakarta dapat dibagi menjadi 3 (tiga) wilayah pengembangan yaitu Wilayah Pengembangan Barat untuk pemukiman dan campuran, Wilayah Pengembangan Tengah untuk kepariwisataan dan Wilayah Pengembangan Timur untuk industri dan pergudangan. Dengan memperhatikan kondisi-kondisi di atas, maka perlu dilakukan upaya pengendalian dan pemulihan lingkungan Pantura Jakarta yang dituangkan melalui Program Reklamasi dan Revitalisasi Pantura Jakarta dengan berpedoman kepada kebijakan Keppres No. 52 tahun 1995 tentang Reklamasi Pantai Utara Jakarta, Ruang Kawasan Pantura Jakarta dan ditindaklanjuti di dalam Perda No. 8 tahun 1995 pasal 9 tentang Kebijakan Pokok Tata Ruang Pantura. Tetapi program ini belum dapat berjalan secara maksimal karena masih adanya perbedaan pendapat dan dukungn, baik di tingkat pemerintah, masyarakat dan dunia usaha. Saat ini di kawasan Pantura dikelola oleh beberapa developer/pengembang. Untuk itu perlu adanya suatu kebijakan, rencana dan program pada kawasan tersebut agar dapat digunakan sebagai acuan bagi pengembang di dalam pelaksanaan pembangunan di kawasan tersebut. Salah satu upaya untuk menjalankan kebijakan tersebut perlu dilakukan pengembangan suatu pendekatan perencanaan pengelolaan lingkungan yang terpadu yang menyeimbangkan kepentingan ekonomi, sosial budaya, kelestarian sumberdaya dan lingkungan hidup. Halaman II - 198

225 Untuk mewujudkan hal-hal di atas, maka perlu dilakukan koordinasi dengan seluruh stakeholder terkait untuk dapat merumuskan konsep/langkah-langkah reklamasi dan revitalisasi yang berwawasan lingkungan. Dari kaitan tersebut, maka demi terwujudnya keseimbangan antara pembangunan dan kondisi lingkungan yang sempurna, perlu dilakukan koordinasi dengan seluruh stakeholder terkait (Nasional, Daerah dan para Pakar) hal ini bertujuan untuk merumuskan konsep pelaksanaan reklamasi dan revitalisasi pesisir dan laut Jakarta Kondisi Umum Hidro-Oseanografi di Wilayah Pantura Teluk Jakarta merupakan perairan semi tertutup yang masih mendapat pengaruh sifat laut dari Laut Jawa dan menerima limpasan air sungai yang bermuara ke dalam teluk. Diperairan ini bermuara 13 sungai besar mulai dari muara sungai Cisadane di bagian barat sampai muara sungai Citarum di bagian timur. Proses pendangkalan terjadi cukup dominan di daerah-daerah muara sungai karena air sungai yang masuk ke dalam teluk membawa sedimen dalam bentuk padatan tersuspensi dengan konsentrasi yang tinggi. Kedalaman laut di Teluk Jakarta sangat landai, pada kedalaman 5 M berada pada jarak 1-2 Km dari garis pantai, kedalaman 10 M terdapat pada jarak 4-5 Km dari garis pantai. Pasang surut (pasut) merupakan gerakan naik turunnya pasang laut secara periodik sebagai akibat gaya tarik benda-benda angkasa seperti matahari dan bulan. Pasut yang teramati di perairan Indonesia berasal dari Samudra Pasifik dan Samudera Hindia yang merambat masuk melalui perairan-perairan terbuka di sekeliling Indonesia. Karena pengaruh geografis dan batimetri, pasut yang merambat masuk ke perairan Indonesia mengalami perubahan yang berarti, terutama di perairan dangkal. Di kedua samudera yang mengapit perairan Indonesia, tipe pasutnya adalah pasut campuran dengan dominasi pasut ganda (semi diurnal tide). Tetapi ketika memasuki perairan Indonesia yang dangkal, tipe pasutnya bisa berubah menjadi tipe campuran dengan dominasi pasut tunggal (diurnal tide) atau pasut ganda. Perairan Teluk Jakarta dan perairan di sekitar Pulau Pari, Kep. Seribu memiliki tipe pasut tunggal, dimana dalam satu hari terjadi satu kali air pasang dan satu kali air surut. Berdasarkan hasil penelitian, pasang surut di wilayah Tanjung Priok memiliki tipe tunggal, yaitu dalam satu hari terjadi satu kali pasang dan satu kali surut. Daerah teluk seperti perairan Teluk Jakarta, pola umum pergerakan arus mengikuti pola umum arus di perairan Laut Jawa yang dibangkitkan terutama oleh perbedaan angin monsoon. Arus di perairan terbuka Laut Jawa dan sepanjang pantai Jawa Barat domain merupakan hasil dari pembangkitan angin. Arus bergerak ke barat mulai bulan Mei-Oktober. Sebaliknya arus bergerak ke timur pada bulan Januari dan Februari. Pada periode transisi arus relatif tidak berkembang. Secara umum kondisi suhu lapisan permukaan laut diperairan Laut Jawa termasuk perairan Kepulauan Seribu dipengaruhi oleh musim, seperti pada musim timur (Juni-Agustus) suhu muka laut relatif lebih tinggi Halaman II - 199

226 di bandingkan dengan musim barat (Desember-Februari). Variasi suhu laut dari pulau Penjaliran Timur di ujung utara Kepulauan Seribu sampai pulau Pari di bagian Selatan berkisar antara 28,5-28,8 O C, kecuali stasiun pulau Penjaliran Timur di permukaan mencapai 29 O C perlahan-lahan menurun menjadi 28,8 O C pada kedalaman 10 m. Secara keseluruhan tidak nampak adanya stratifikasi suhu baik yang berada di bagian utara, tengah dan selatan Kepulauan Seribu. Secara umum semakin ke utara atau menjauhi perairan Teluk Jakarta, salinitas air laut semakin bertambah tinggi, artinya pengaruh masuk air tawar yang mengalir ke teluk semakin berkurang. Di lapisan permukaan laut kedalaman 0-10 m nilai salinitas berkisar antara 30,75 31,8 permil, sedang pada lapisan kedalaman air laut lebih dalam > 20 m variasi salinitas berkisar 31,8 33 permil. A. Arti Penting Wilayah Pesisir Teluk Jakarta Wilayah pesisir yang merupakan suatu himpunan integral dari komponen hayati dan nir-hayati, mutlak dibutuhkan oleh manusia untuk hidup dan meningkatkan mutu kehidupan. Komponen hayati dan nir-hayati secara fungsional berhubungan satu sama lain dan saling berinteraksi membentuk suatu sistem. Apabila terjadi suatu perubahan pada salah satu dari kedua komponen tersebut, maka akan dapat mempengaruhi keseluruhan system yang ada, baik dalam kesatuan struktur fungsional maupun dalam keseimbangannya. Kelangsungan fungsi wilayah pesisir sangat menentukan kelestarian dari sumberdaya hayati sebagai komponen utama dalam system di wilayah pesisir. Oleh karena itu pengelolaan pesisir baik secara langsung maupun tidak langsung harus memperhatikan keterkaitan ekologis antar ekosistem pesisir dan ekosistem daratan. Salah satu bentuk keterkaitan antara ekosistem daratan dan laut di wilayah pesisir dapat dilihat dari pergerakan air sungai, aliran air limpasan (run-off), aliran air tanah (ground water) dengan berbagai materi yang terkandung di dalamnya pada akhirnya bermuara di perairan pesisir. Pola sedimentasi dan abrasi juga ditentukan dari pergerakan massa air baik dari daratan maupun laut, disamping juga berperan dalam perpindahan biota perairan dan bahan pencemar dari satu lokasi ke lokasi lainnya. Keterkaitan berbagai ekosistem wilayah pesisir Teluk Jakarta antara ekosistem mangrove, padang lamun dan terumbu karang, sebagai ekosistem pesisir utama yang tersebar hingga ke kawasan Kepulauan Seribu di Provinsi DKI Jakarta, menjadikan wilayah pesisir Teluk Jakarta memiliki produktivitas hayati tinggi yang berperan penting sebagai penunjang sumberdaya ikan dan menjadi pusat keanekaragaman hayati, khususnya terumbu karang yang dapat dimanfaatkan untuk wisata. Ekosistem mangrove, padang lamun dan terumbu karang sebagai ekosistem utama di pesisir memiliki keterkaitan interaksi yang erat satu sama lain, dimana bila terjadi gangguan pada salah satu ekosistem akan mempengaruhi ekosistem lain yang pada akhirnya akan mengganggu keseluruhan ekosistem di wilayah pesisir, seperti yang terlihat pada Gambar : II.6. Selain itu interaksi ketiga ekosistem pesisir Halaman II - 200

227 berperan penting sebagai pereduksi bahan pencemar, penahan laju abrasi yang disebabkan oleh arus dan gelombang laut dan peredam badai dan tsunami. GAMBAR : II.6. INTERAKSI ANTARA TIGA EKOSISTEM UTAMA DI PESISIR (DIMODIFIKASI DARI OGDEN DAN GLADFELTER, 1983) Keterangan : 1. Finis 2. Bahan Organik Terlarut 3. Bahan Organik Partikel 4. Migrasi Fauna 5. Dampak Manusia Disamping itu, keterkaitan wilayah pesisir Teluk Jakarta dengan wilayah daratan melalui daerah aliran sungai (DAS) dengan 13 DAS yang bermuara di Teluk Jakarta, menjadikan wilayah pesisir Teluk Jakarta sebagai perangkap sedimen, nutrient dan bahan pencemar yang berasal dari hulu, yang sangat berpengaruh pada produktivitas hayati dan kualitas lingkungan perairan Teluk Jakarta. B. Gambaran Ancaman terhadap Wilayah Pesisir Teluk Jakarta Akibat maraknya aktivitas pemanfaatan di wilayah pesisir Teluk Jakarta maupun di hulu dan laut lepas, wilayah ini tengah mengalami situasi yang tak menguntungkan dan memprihatinkan. Kawasan tersebut berada dalam tekanan yang besar, dimana ekosistemnya menghadapi ancaman kerusakan dan penurunan kualitas yang pada akhirnya akan berpengaruh terhadap kelangsungan fungsional ekosistem pesisir Teluk Jakarta. Ancaman-ancaman ini dapat berdiri sendiri atau saling berkaitan dalam setiap pemanfatan sumberdaya atau kegiatan pembangunan yang memberikan dampak terhadap ekosistem pesisir Teluk Jakarta. Beberapa ancaman potensial terhadap ekosistem pesisir Teluk Jakarta adalah : a. Sedimentasi dan Pencemaran Kegiatan pembukaan lahan atas (hulu) dan pesisir untuk pertanian, pertambakan, permukiman, industri dan pengembangan kota merupakan sumber beban sedimen dan pencemaran perairan Halaman II - 201

228 pesisir. Adanya penebangan hutan dan pembukaan lahan di Daerah Aliran Sungai (DAS) telah menimbulkan sedimen serius di beberapa daerah muara dan perairan pesisir Teluk Jakarta. Disamping itu sampah padat yang berasal dari rumah tangga dan kota merupakan sumber pencemar perairan pesisir yang sulit dikontrol, akibat perkembangan pemukiman dan pusat-pusat perdagangan yang pesat. Demikian pula pembukaan lahan pesisir untuk pertambakan dan industri berkontribusi penating dalam peningkatan pencemaran baik organik maupun anorganik di perairan Teluk Jakarta. Sumber pencemar lain di pesisir Teluk Jakarta berasal dari kegiatan reklamasi pantai. Kegiatan reklamasi pantai dapat mengakibatkan perubahan pada lingkungan pesisir, berupa peningkatan kekeruhan air dan pengendapan sedimen. b. Degradasi Habitat Erosi pantai merupakan salah satu masalah serius degradasi garis pantai. Selain dari proses-proses alami seperti angin, arus dan gelombang, aktivitas manusia juga menjadi penyebab penting erosi pantai. Kebanyakan erosi pantai yang diakibatkan oleh aktivitas manusia adalah pembukaan hutan pesisir dan reklamasi pantai untuk kepentingan pemukiman, industri dan pembangunan infrastruktur, sehingga sangat mengurangi fungsi perlindungan terhadap pantai. Ancaman lain terhadap habitat adalah degradasi terumbu karang di pesisir Teluk Jakarta yang disebabkan oleh berbagai aktivitas manusia, diantaranya pemanfaatan ekosistem terumbu karang sebagai sumber pangan, komoditas perdagangan (ikan hias) dan obyek wisata (keindahan dan keanekaragaman hayati). c. Degradasi Sumberdaya Alam dan Keanekaragaman Hayati Sejalan dengan meningkatnya kegiatan pembangunan dan perkembangan permukiman serta perkotaan kearah pesisir, maka terlihat jelas adanya degradasi sumberdaya alam pesisir. Salah satu degradasi sumberdaya alam pesisir Teluk Jakarta yang cukup menonjol adalah degradasi hutan mangrove sebagai akibat pembukaan lahan/konversi hutan atau reklamasi pantai menjadi kawasan pemukiman, pertambakan dan industri. Ancaman lain terhadap keanekaragaman hayati di peraiaran pesisir Teluk Jakarta diduga antara lain berasal dari pembangunan infrastruktur (pelabuhan, industri, dll) di pinggir pantai dan juga reklamasi pantai. Kegiatan reklamasi pantai sebagaimana terjadi di pesisir Jakarta, diperkirakan dapat merubah struktur ekologi pesisir bahkan dapat menurunkan keanekaragaman hayati perairan. C. Pentingnya Pengelolaan Pesisir Teluk Jakarta Berbasis Zonasi Pengelolaan ekosistem pesisir pada dasarnya adalah bagaimana mengelola segenap kegiatan pembangunan yang memanfaatkan ekosistem pesisir agar total dampaknya tidak melebihi kapasitas fungsionalnya. Setiap ekosistem alamiah termasuk di wilayah pesisir memiliki 4 fungsi pokok bagi kehidupan manusia, yaitu : [1] sebagai penyedia jasa-jasa pendukung kehidupan, [2] sebagai penyedia Halaman II - 202

229 jasa-jasa kenyamanan, [3] sebagai penyedia sumberdaya alam, [4] sebagai penerima limbah (Ortolano, 1984). Berdasarkan keempat fungsi tersebut di atas, maka secara ekologis terdapat 3 persyaratan yang menjamin tercapainya ekosistem yang optimal dan lestari, yaitu : [1] keharmonisan spasial, [2] kapasitas asimilasi, [3] pemanfaatan berkelanjutan. Keharmonisan spasial mensyaratkan, bahwa suatu wilayah pesisir hendaknya memiliki tiga zona, yaitu zona preservasi, zona konservasi dan zona pemanfaatan, atau dengan kata lain wilayah pesisir seyogyanya tidak seluruhnya diperuntukkan bagi zona pemanfaatan, tetapi dialokasikan untuk zona preservasi dan konservasi. Contoh zona preservasi adalah daerah pemijahan ikan (spawning ground) dan jalur hijau pantai. Dalam zona ini tidak diperkenankan adanya pembangunan yang bersifat atraktif, kecuali untuk pendidikan dan penelitian. Untuk kegiatan pembangunan seperti pariwisata alam, pemanfaatan hutan mangrove dan perikanan secara berkelanjutan dapat berlangsung dalam zona konservasi. Keberadaan zona preservasi dan konservasi dalam suatu wilayah pembangunan sangat penting dalam memelihara berbagai proses penunjang kehidupan, seperti siklus hidrologi dan unsur hara, membersihkan limbah secara alamiah dan sumber kenakeragaman hayati (biodiversity). Setiap kegiatan pembangunan (industri, pertanian, budidaya ikan, pemukiman, dll) yang berada di zona pemanfaatan hendaknya ditempatkan pada lokasi yang secara biofisik sesuai, sehingga membentuk suatu mozaik yang harmonis. Keunikan dan kompleksitas wilayah pesisir Teluk Jakarta dengan beragam ekosistem yang ada, mengisyaratkan pentingnya pengelolaan ekosistem di wilayah tersebut secara terpadu dengan berbasis pada zonasi, dengan alasan sebagai berikut : a. Secara empiris terdapat keterkaitan ekologis (hubungan fungsional) baik antar ekosistem di dalam wilayah pesisir maupun antara wilayah pesisir dengan lahan atas/daratan (hulu) dan laut. Dengan demikian perubahan yang terjadi pada suatu ekosistem pesisir cepat atau lambat akan mempengaruhi ekosistem lainnya. Begitu pula jika pengelolaan kegiatan pembangunan (industri, pertanian, permukiman, dll) di lahan atas suatu DAS tidak dilakukan secara arif (berwawasan lingkungan), maka dampak negatifnya akan merusak tatanan dan fungsi ekologis wilayah pesisir. Fenomena inilah yang kemungkinan besar merupakan faktor penyebab utama tingginya tingkat pencemaran dan juga sedimentasi di pesisir Teluk Jakarta. b. Dalam beragam ekosistem di wilayah pesisir Teluk Jakarta, biasanya terdapat lebih dari satu macam sumberdaya alam dan jasa-jasa lingkungan yang dapat dikembangkan untuk kepentingan pembangunan. c. Baik secara ekologis maupun ekonomis, pemanfaatan tunggal ekosistem di wilayah pesisir (single use) adalah sangat rentan terhadap perubahan internal maupun eksternal yang menjurus pada kegagalan usaha. Halaman II - 203

230 Dari hal-hal yang telah dikemukakan di atas maka mutlak diperlukan suatu pendekatan pengelolaan pesisir terpadu yang berbasis pada zonasi. D. Kesesuaian Lingkungan sebagai Basis Zonasi Pengelolaan Pesisir Teluk Jakarta Kesesuaian unit lahan/perairan untuk zonasi pengelolaan pesisir pada dasarnya mensyaratkan agar setiap kegiatan pemanfaatan pesisir ditempatkan pada zona yang secara ekologis sesuai dengan kegiatan pemanfaatan. Untuk wilayah pesisir yang menerima dampak yang negatif berupa bahan pencemar, sedimen atau perubahan regim hidrologi, baik melalui aliran sungai, limpasan air permukaan (run off) atau aliran tanah (ground water), dampak kegiatan tersebut hendaknya ditekan seminimal mungkin, sehingga kegiatan yang berada di wilayah pesisir masih dapat menenggang segenap dampak negatif tersebut. Seperti misalnya suatu wilayah pesisir sudah diperuntukan untuk kegiatan pariwisata, budidaya tambak, marikultur atau kawasan konservasi maka dampak negatif (pencemaran, sedimentasi atau perubahan hidrologi) yang diakibatkan oleh kegiatan pemanfaatan di lahan atas/daratan hendaknya di minimalkan atau kalau mungkin ditiadakan. Jika melakukan kegiatan rekayasa pesisir (coastal engineering, construction and development) maka perubahan proses-proses ekologis dan oseanografis serta bentang alam (landscape) yang ditimbulkan hendaknya masih dapat ditenggang oleh ekosistem pesisir tersebut. Dengan perkataan lain, kegiatan pembangunan seperti reklamasi, pembuatan jety, pemecah gelombang, dll, hendaknya menyesuaikan dengan karakteristik dan dinamika alamiah (design with nature principles). Dapat dikatakan pula bahwa penzonasian pemanfaatan sumberdaya di suatu wilayah pesisir harus di dasarkan pada analisis kesesuaian lingkungan yang mencakup aspek ekologis, sosial dan ekonomi. Kriteria produktivitas dapat diartikan bahwa pemanfaatan ruang yang direkomendasikan di dalam perencanaan harus memiliki efisiensi yang lebih tinggi bila dibandingakn dengan kondisi penggunaan saat ini. Disamping pilihan perubahan kondisi tersebut efisien, maka harus dapat dilaksanakan secara ekonomi untuk jangka panjang, baik oleh investasi swasta maupun Pemerintah Daerah. Agar pembangunan serta hasil-hasilnya dapat dinikmati oleh generasi yang akan datang, maka perhatian terhadap kerusakan lingkungan fisik perlu dipersyaratkan di dalam penilaian rekomendasi rencana penataan ruang. Dengan demikian pemanfaatan sumberdaya alam wilayah pesisir yang diarahkan di dalam penataan ruang akan mampu menjamin kegiatan ekonomi secara berkelanjutan yang merupakan kunci pokok dalam upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat baik saat sekarang maupun di masa akan datang. E. Implikasi Pengelolaan Terpadu dalam Pembangunan Pesisir yang Berkelanjutan Pembangunan yang berkelanjutan (sustainable development) yang merupakan visi dunia international sudah saatnya juga merupakan visi nasional. Visi pembangunan berkelanjutan tidak melarang aktifitas pembangunan ekonomi, tetapi menganjurkannya dengan persyaratan bahwa laju kegiatan pembangunan tidak melampaui daya dukung (carrying capacity) lingkungan alam. Dengan demikian generasi mendatang Halaman II - 204

231 tetap memiliki asset sumberdaya alam dan jasa-jasa lingkungan (environmental services) yang sama atau kalau dapat lebih baik dari pada generasi sekarang. Dalam banyak hal, persoalan pembangunan berkelanjutan bukan hanya urusan teknis semata, yang seringkali menempatkan masyarakat sebagai instrumen, padahal masyarakat adalah pelaku. Masyarakat yang saling bersinggungan atau terkait dengan persoalan pembangunan tidak dapat ditinggalkan begitu saja dalam pengambilan keputusan. Kegagalan penanganan hambatan pembangunan berkelanjutan selama ini telah membuka ruang untuk koreksi dari pendekatan yang mengandalkan pengaturan dan pengawasan ke arah pendekatan yang lebih mengandalkan inisiatif otonom perorangan atau lembaga. Sudah saatnya, penanganan pembangunan di dekati dengan paradigma good governance sebagai sebuah paradigma sosial baru, yang oleh Frijdorf Capra (1986) didefinisikan sebagai himpunan konsep, nilai, persepsi dan tindakan yang diterima oleh masyarakat, yang membentuk cara pandang yang realitas dan kesadaran kolektif sebagai dasar masyarakat menata dirinya. Salah satu unsur yang dibutuhkan dalam merealisasikan pembangunan berkelanjutan, khususnya pembangunan pesisir saat ini adalah unsur demokratisasi. Pemerintahan yang demokratis tidak hanya mencakup lembaga politik dan administratif dalam pemerintahan tetapi juga mencakup hubungan antara pemerintah dan masyarakat, dimana pemerintah dituntut bekerjasama dengan semua stakeholders yang merasakan manfaat dan menanggung dampak kerusakan pembangunan. Berdasarkan hal itu kegiatan pembangunan pesisir dinyatakan berkelanjutan, jika kegiatan tersebut dapat mencapai 3 (tiga) tujuan pembangunan berkelanjutan, yaitu berkelanjutan secara ekologi, ekonomi dan sosial. Berkelanjutan ekologi mengandung arti, bahwa kegiatan dimaksud harus dapat mempertahankan integritas ekosistem, memelihara daya dukung lingkungan dan konservasi sumberdaya alam, sehingga diharapkan pemanfaatan sumberdaya dapat berkesinambungan. Berkelanjutan secara sosial mensyaratkan bahwa suatu kegiatan pembangunan hendaknya dapat menciptakan pemerataan hasil-hasil pembangunan, mobilitas sosial, kohesi sosial, partisipasi masyarakat, pemberdayaan masyarakat, identitas sosial dan pengembangan kelembagaan. Sementara itu berkelanjutan secara ekonomi berarti bahwa suatu kegiatan pembangunan harus dapat membuahkan pertumbuhan ekonomi, pemeliharaan kapital dan penggunaan sumberdaya serta investasi secara efisien. Dalam konteks pengelolaan wilayah pesisir terpadu yang berkelanjutan, ketiga tujuan pembangunan berkelanjutan sebagaimana diuraikan di atas merupakan pilar yang integral dan saling terkait secara fungsional dalam upaya mempertahankan keseimbangan antara system alam dan system sosial (ekososio system) bagi pemenuhan kebutuhan dan kesejahteraan masyarakat, khususnya masyarakat pesisir dan bangsa secara berkelanjutan. Adanya momentum otonomi daerah dalam konteks pembangunan pesisir, yang dapat diambil bagi kepentingan daerah tetapi juga menimbulkan problematika baru, yaitu bagaimana mengembangkan system pengelolaan terpadu berbasis eko-sosio sistem yang dapat Halaman II - 205

232 mendongkrak dan memberi stimulan terhadap pengelolaan wilayah pesisir di tingkat provinsi/kota/ kabupaten secara berkelanjutan Mangrove Komponen biota dari ekosistem mangrove adalah komunitas mangrove yang terdiri dari populasi tumbuhan (hutan) dan fauna mangrove yang berinteraksi dengan komponen abiotik mangrove seperti tanah, oksigen, nutrisi, angin, arus, air, cahaya, suhu, kelembaban, gelombang dan salinitas. Secara fisik, vegetasi mangrove menjaga pantai dari gempuran ombak dan tebing sungai dari abrasi, menahan angin, mengendapkan lumpur, mencegah intrusi air laut dan sebagai perangkap zat pencemar dan limbah. Secara biologis, vegetasi mangrove berfungsi sebagai daerah asuhan post larva (yuwana), tempat bertelur, tempat memijah dan tempat mencari makan bagi ikan dan udang. Selain itu, berfungsi juga sebagai habitat burung air, kelelawar, primata, reptil dan jenis-jenis insekta; serta sebagai penghasil bahan organik yang merupakan sumber makanan biota; oleh karenanya manjadi penting dalam rantai makanan pada ekosistem perairan. Ekosistem mangrove di pesisir Teluk Jakarta terdapa di daerah hutan wisata Kamal, suaka margasatwa Muara Angke, hutan lindung Angke Kapuk, kemayoran dan sekitar Cilincing Marunda (Dinas Kehutanan DKI Jakarta, 1996). Sedang di Kepulauan Seribu, ekosistem ini terbentuk di P. Rambut, P. Bokor, P. Untung Jawa, P. Lancang, P. Lancang Besar, P. Peteloran Barat, P. Penjaliran Barat dan P. Penjaliran Timur. Pengamatan yang dilakukan pada tahun 1999 menunjukan ekosistem mangrove di pesisir Jakarta dijumpai melalui penampilan tumbuhan mangrove yang cukup berarti di kawasan bagian Barat, kecuali sekitar Cilincing dan Marunda intensitas kehadiran tumbuhan mangrove relatif rendah. Vegetasi yang tumbuh di kawasan hutan lindung Angke Kapuk, suaka margasatwa Muara Angke dan hutan wisata Kamal relatif homogen, di dominasi oleh api-api (Avicennia sp), sedangkan bakau (Rhizopora sp) hanya tumbuh di beberapa area yang sempit sehingga tumbuhan tersebut tampak sporadis. Jenis vegetasi yang ada adalah Avicennia marina, A. officinalis, A.alba, Delonix regia, Sonneratia caseolaris dan Thespesia polpulne pada tingkat pohon; sedangkan Rhizopora mucronata dan Excoecaria agallocha pada tingkat tiang. Pada tingkat sapihan yang menonjol adalah Avicennia marina, A. officinals, A. alba, Rhizopora mucronata, Acasia auriculiformis dan Delonix regia. TABEL : II.53. VEGETASI MANGROVE DI KAWASAN PESISIR TELUK JAKARTA BAGIAN BARAT TAHUN 2011 NO JENIS KONDISI Tingkat Pohon 1. Avicennia marina XXX 2. A. officinalis XX bersambung... Halaman II - 206

233 NO JENIS KONDISI 3. A. alba XXX 4. Delonix regia XXX 5. Sonneratia caseolaris XX 6. Thespesia populnea XX Tingkat Tiang 1. Avicennia alba XXX 2. A. marina XXX 3. A. officinalis XX 4. Rhizopora mucronata XXX 5. Excoecaria agallocha XXX Tingkat Sapihan 1. Avicennia marina XXX 2. A. officinalis XXX 3. A. alba XXX 4. Rhizopora mucronata XXX 5. Acasia auriculiformis XXX 6. Delonix regia XXX sambungan Sumber : PT. Mandara Permai Keterangan : X = kerapatan rendah (< 5 individu) XX = kerapatan sedang (5 10 individu) XXX = kerapatan tinggi (> 10 individu) Fauna yang terdapat pada ekosistem mangrove di pesisir Teluk Jakarta didominasi oleh burung pantai yang jenisnya hampir sama dengan yang terdapat di cagar alam P. Rambut dimana kawasan tersebut merupakan habitat berbagai jenis burung, khususnya sebagai tempat berlindung, berbiak dan mencari makan. Jenis burung yang terdapat pada ekosistem mangrove mangrove adalah Pecuk ular (Anhinga melanogaster), Kowak maling (Nycticorax nycticorak), Kuntul putih (Egretta sp), Kuntul kerbau (Bubulcus ibis), Cangak abu (Ardea cinerca), Blekok (Ardeola speciosa), Belibis (Anas gibberrifrons), Cekakak (Halycon chloris), Pecuk (Phalacrocorax sp) dan Luwak (Mycteria cineria). Satwa lain selain burung adalah Biawak (Varanus salvator), Monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) dan beberapa jenis ular. Luas dan kerapatan tutupan mangrove di DKI Jakarta pada tahun 2010 sebanyak Ha dan kerapatannya adalah Kawasan Ekowisata Mangrove Tol Sedyatmo persentase tutupannya adalah 60 persen, Hutan Lindung Angke Kapuk persentase tutupannya adalah 70 persen, Kawasan Taman Suaka Margasatwa Muara Angke persentase tutupannya adalah 65 persen, Kebun Bibit Angke Kapuk persentase tutupannya adalah 40 persen, Cagar Alam Pulau Bokor persentase tutupannya adalah 80 persen, Suaka Margasatwa Pulau Rambut persentase tutupannya adalah 75 persen, Pulau Penjaliran Timur persentase tutupannya adalah 73 persen dan Pulau Penjaliran Barat persentase tutupannya adalah 70 persen sedang Halaman II - 207

234 pada tahun 2011 sebanyak 376,02 Ha yang tersebar di wilayah Jakarta Utara dan Kepulauan Seribu antara lain Kawasan Ekowisata Mangrove Tol Sedyatmo, Hutan Lindung Angke Kapuk, Kawasan Taman Suaka Margasatwa Muara Angke, Kebun Bibit Angke Kapuk, Cagar Alam Pulau Bokor, Suaka Margasatwa Pulau Rambut, Pulau Penjaliran Timur dan Pulau Penjaliran Barat, untuk lebih jelasnya tentang masing-masing luasan dan persentase tutupan serta kerapatannya hutan mangrove di DKI Jakarta dapat dilihat pada tabel dibawah : TABEL : II.54. LUAS DAN KERAPATAN TUTUPAN MANGROVE TAHUN 2011 NO LOKASI LUAS LOKASI (Ha) PERSENTASE TUTUPAN (%) KERAPATAN (Pohon/Ha) 1 JAKARTA SELATAN JAKARTA TIMUR JAKARTA PUSAT JAKARTA BARAT JAKARTA UTARA Kawasan Ekosistem Mangrove Tol Sedyatmo 95,50 70, ,00 Hutan Lindung Angke Kapuk 44,76 75, ,00 Kawasan Taman Suaka Marga Satwa Muara Angke 25,02 68, ,00 Kawasan Taman Wisata Alam Angke Kapuk 99,82 50, ,00 Kebun Bibit Angke Kapuk 10,51 50, ,00 6 KEPULAUAN SERIBU Cagar Alam Pulau Bokor 18,00 83, ,00 Suaka Marga Satwa P.Rambut 45,00 78, ,00 Pulau Penjaliran Timur 18,41 75, ,00 Pulau Penjaliran Barat 19,00 70, ,00 TOTAL 376,02 Sumber : Dinas Kelautan dan Pertanian Provinsi DKI Jakarta, 2011 Keterangan : Dari hasil data tersebut diatas terlihat bahwa telah terjadi peningkatan terhadap persentase tutupan di masing-masing kawasan ekosistem tersebut, hal ini menunjukkan bahwa upaya yang dilakukan pemerintah DKI Jakarta serta masyarakat dalam melindungi dan terus melestarikan hutan Mangrove terus meningkat, hal ini dapat dilihat pada Tabel UP-3A (T) pada Buku Data tentang Para Pihak/Instansi yang Ikut Serta dalam Penanaman Pohon Penghijauan/Reboisasi di DKI Jakarta Padang Lamun Padang lamun adalah ekosistem khas laut dangkal diperairan dangkal dengan dasar pasir dan didominasi tumbuhan lamun, sekelompok tumbuhan anggota bangsa Alis Matales yang beradaptasi di air asin. Di seluruh wilayah Indonesia, faktor yang mempengaruhi pertumbuhan padang lamun diantaranya : Halaman II - 208

235 a. Perairan laut dangkal berlumpur dan mengandung pasir b. Kedalaman tidak lebih dari 10 meter agar cahaya dapat tembus c. Suhu antara O C d. Kadar garam antara 25-35/Mil e. Kecepatan arus sekitar 0,5 M/detik Sedang fungsi padang lamun diantaranya : a. Sebagai tempat berkembang biaknya ikan-ikan kecil dan udang b. Sebagai perangkap sedimen sehingga terhindar dari erosi c. Sebagai penyedia bahan makanan bagi biota laut d. Bahan baku pupuk e. Bahan baku kertas Sebagai penyangga ekosistem terumbu karang, padang lamun berfungsi meredam gelombang dan arus, perangkap sedimen, tempat asuhan, tempat mencari makan dan tempat pemijahan beberapa jenis ikan, udang dan biota laut lainnya. Ekosistem padang lamun berada di rataan terumbu karang, didominasi oleh tumbuhan rumput laut (sea grass) dengan struktur perakaran di dasar perairan. Di Kepulauan Seribu terdapat 4 (empat) famili rumput laut yang hidup pada ekosistem padang lamun, didominasi oleh Hydrocharitaceae dan Potamogetonaceae. Selain flora tingkat tinggi, padang lamun juga dihuni oleh berbagai macam algae tingkat rendah seperti Halimeda, Sargassum dan Turbinaria (TNKS, 1999). Kawasan Kepulauan Seribu umumnya ditumbuhi oleh Thallasia, Syrongodium, Thalosodendrum dan Chimodecea, sedang P. Panggang, P. Karya dan P. Pramuka didominasi oleh Thallasia, selain berbagai algae seperti Halimeda, Sargassum, Caulerpa, Padina, Turbinaria dan Euchema.Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Lembaga Penelitian dan Pengembangan Kepada Masyarakat ITB, 2008 bahwa kumpulan padang lamun terbanyak di Kepulauan Seribu terdapat di Utara Pulau Pari yang mempunyai tekstur Pasir 94,63 persen, Debu 1,84 persen dan Liat sebesar 3,54 persen serta selatan pulau Pari yang mempunyai tekstur Pasir 96,65 persen, Debu 3,04 persen dan Liat sebesar 0,31 persen, dari hasil penelitian juga disebutkan bahwa luasan padang lamun di pulau tersebut pada tahun 1999 adalah sebesar 2.812,50 Ha, pada tahun 2004 luasan menjadi 2.134,20 Ha, dan pada tahun 2011 luasan padang lamun menjadi ,78 Ha dimana terjadi peningkatan sebesar ,58 Ha dalam kurun waktu 7 tahun, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada rincian Tabel dibawah : Halaman II - 209

236 NO KECAMATAN/KABUPATEN (DI PESISIR) TABEL : II.55. LUAS DAN KERUSAKAN PADANG LAMUN PROVINSI DKI JAKARTA TAHUN 2011 LUAS (Ha) PERSENTASE AREA KERUSAKAN (%) (01) (02) (03) (04) 1 JAKARTA SELATAN JAKARTA TIMUR JAKARTA PUSAT JAKARTA BARAT JAKARTA UTARA KEP. SERIBU - Pulau Gosong Laga 14,33 30,00 - Pulau Gugus P. Pari 3.215,59 30,00 - Karang Congkak 1.423,25 48,00 - Karang Labar dan P 1.959,81 60,00 - P. Air 584,88 * - P. Air Besar 0,10 * - P. Belanda 4,60 * - P. Bidadari 0,30 67,00 - P. Bira Besar 104,25 30,00 - P. Bira Kecil 0,07 * - P. Bokor 0,24 * - P. Bulat 0,50 * - P. Bunder 0,77 * - P. Damar Besar 8,23 * - P. Damar Kecil 3,02 * - P. Dua Barat 5,81 * - P. Dua Timur 14,33 * - P. Genteng Besar 239,26 * - P. Genteng Kecil 14,28 * - P. Gosong Pramuka 95,41 13,00 - P. Gosong Rengat 1,04 * - P. Hantu Barat 3,09 17,50 - P. Hantu Timur 1,56 17,50 - P. Harapan 543,14 33,00 - P. Jagung 0,10 5,00 - P. Jukung 3,92 31,00 - P. KA. Genteng 16,86 * - P. KA. Melintang 59,88 * - P. KA. Putri 21,36 * - P. Kaliage Besar 128,51 5,00 - P. Kaliage Kecil 7,31 * bersambung Halaman II - 210

237 NO KECAMATAN/KABUPATEN (DI PESISIR) LUAS (Ha) sambungan PERSENTASE AREA KERUSAKAN (%) (01) (02) (03) (04) - P. Kapas 19,50 * - P. Karang Beras 642,55 * - P. Karang Bongkok 1.208,93 35,80 - P. Kayu Angin Bira 9,73 * - P. Kelapa 514,63 25,00 - P. Kelapa Dua 373,77 * - P. Kelor 0,30 * - P. Kelor Barat 0,30 * - P. Kelor Timur 1,48 * - P. Kotok Besar 72,83 33,75 - P. Kotok Kecil 76,99 * - P. Kuburan Cina 12,59 * - P. Laki 1,38 * - P. Lancang Besar 72,10 * - P. Layar 23,92 * - P. Lipan 0,86 * - P. Macan Besar 0,36 * - P. Macan Kecil dan Putri 69,80 * - P. Melinio 20,04 * - P. Melintang Besar 77,13 * - P. Melintang Kecil 16,46 * - P. Nyamplung 0,06 5,00 - P. Opak Besar 74,76 21,00 - P. Opak Kecil 14,53 * - P. Opak Semut 7,57 * - P. Pabelokan 0,21 * - P. Panggang 570,52 61,80 - P. Paniki 58,04 * - P. Panjang 1,34 50,00 - P. Panjang Besar 203,04 * - P. Panjang Kecil 1,11 * - P. Peteloran Barat 1,70 * - P. Peteloran Timur 0,40 * - P. Payung Besar 316,51 5,00 - P. Payung Kecil 5,64 * - P. Pemagaran 639,36 * - P. Penjaliran Barat 28,25 * - P. Penjaliran Timur 3,36 11,70 - P. Perak 36,38 * - P. Petedon Barat 37,99 * bersambung Halaman II - 211

238 NO KECAMATAN/KABUPATEN (DI PESISIR) LUAS (Ha) sambungan PERSENTASE AREA KERUSAKAN (%) (01) (02) (03) (04) - P. Petedon Timur 133,02 * - P. Pramuka 335,75 41,00 - P. Putri Barat 240,56 * - P. Putri Timur 29,86 * - P. Rambut 0,60 * - P. Rengat 2,11 * - P. Sabira 26,17 * - P. Satu 2,68 * - P. Sebaru Besar 61,08 * - P. Sebaru Kecil 1,99 * - P. Sekati 5,25 48,00 - P. Semak Daun 130,04 32,50 - P. Semut Besar 6,11 * - P. Semut Kecil 23,70 * - P. Tidung Besar 711,42 * - P. Tidung Kecil 464,24 5,00 - P. Tongkang 0,56 * - P. Untung Jawa 2,74 * - P. Yu Barat 2,16 * - P. Yu Timur 5,45 * - P. Karya 152,83 * - P. Sepa Besar 2,25 * - P. Sepa kecil 3,98 * TOTAL ,78 Sumber Keterangan : Sudin Kelautan dan Pertanian Dinas Kelautan dan Pertanian Provinsi DKI Jakarta : * = Area Persentase baik dan sedang Selain berbagai jenis flora laut, padang lamun di Kepulauan Seribu juga dihuni oleh berbagai organisme benthik (makrozoobenthos) dan Fitoplankton Terumbu Karang Terumbu karang terdiri dari endapan kalsium karbonat (CaCO 3 ) hewan karang, alga berkapur dan beberapa Organisme lain. Sebagai suatu ekosistem, terumbu karang memiliki produktivitas yang tinggi dan merupakan habitat dengan biota yang beraneka ragam. Terumbu karang berfungsi sebagai tempat tinggal, penyedia makanan, tempat berlindung dan sebagai tempat asuhan biota laut. Di samping itu secara fisik berfungsi melindungi pantai dari abrasi, gelombang dan sebagai stabilisator perubahan morfologi garis pantai. Halaman II - 212

239 Suatu jenis karang dari genus yang sama dapat mengalami bentuk pertumbuhan yang berbeda dalam suatu lokasi tertentu. Demikian pula kondisi fisik yang sama dapat memberikan bentuk pertumbuhan yang serupa walaupun secara taksonomi berbeda. Perbedaan bentuk dapat disebabkan oleh faktor kedalaman, arus dan topografi dasar perairan (Wood, 1997 dalam Wibowo 1999). Pada tahun 2010 luas tutupan terumbu karang di wilayah DKI Jakarta mencapai 1.067,88 Ha dan kondisi terumbu karang di Kepulauan Seribu pada umumnya dapat dikategorikan dalam kondisi baik hingga sedang, pada tahun ,19 Ha kondisi terumbu karang di Kepulauan Seribu pada umumnya dapat dikategorikan dalam kondisi sedang untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel dibawah ini : TABEL : II.56. LUAS TUTUPAN DAN KONDISI TERUMBU KARANG PROVINSI DKI JAKARTA TAHUN 2011 LUAS PERSENTASE LUAS TERUMBU KARANG (%) NO PULAU (DI PESISIR) TUTUPAN SANGAT (Ha) BAIK BAIK SEDANG RUSAK (01) (02) (03) (04) (05) (06) (07) 1 JAKARTA SELATAN JAKARTA TIMUR JAKARTA PUSAT JAKARTA BARAT JAKARTA UTARA KEP. SERIBU - Pulau Gosong Laga 173,56 28,14 - Pulau Gugus P. Pari 3.497,30 28,14 - Karang Congkak 585,26 28,14 - Karang Labar dan P 1.768,65 28,14 - P. Air 849,25 28,14 - P. Air Besar 108,10 28,14 - P. Belanda 85,88 28,14 - P. Bidadari 45,02 28,14 - P. Bira Besar 481,13 28,14 - P. Bira Kecil 124,69 28,14 - P. Bokor 124,04 28,14 - P. Bulat 36,17 28,14 - P. Bunder 58,00 28,14 - P. Cina 44,78 28,14 - P. Damar Besar 7,76 28,14 - P. Damar Kecil 2,14 28,14 - P. Dua Barat 66,33 28,14 - P. Dua Timur 101,20 28,14 - P. Genteng Besar 242,16 28,14 - P. Genteng Kecil 87,37 28,14 bersambung... Halaman II - 213

240 NO PULAU (DI PESISIR) LUAS TUTUPAN (Ha) sambungan PERSENTASE LUAS TERUMBU KARANG (%) SANGAT BAIK BAIK SEDANG RUSAK (01) (02) (03) (04) (05) (06) (07) - P. Gosong Pramuka 57,14 28,14 - P. Gosong Rengat 42,09 28,14 - P. Hantu Barat 142,99 28,14 - P. Hantu Timur 122,89 28,14 - P. Harapan 215,43 28,14 - P. Jagung 82,75 28,14 - P. Jukung 106,23 28,14 - P. KA. Genteng 26,50 28,14 - P. KA. Melintang 72,60 28,14 - P. KA. Putri 26,98 28,14 - P. Kaliage Besar 102,74 28,14 - P. Kaliage Kecil 27,52 28,14 - P. Kapas 34,62 28,14 - P. Karang Beras 528,47 28,14 - P. Karang Bongkok 537,56 28,14 - P. Kayu Angin Bira 31,74 28,14 - P. Kelapa 230,76 28,14 - P. Kelapa Dua 332,26 28,14 - P. Kelor 36,09 28,14 - P. Kelor Barat 29,10 28,14 - P. Kelor Timur 40,15 28,14 - P. Kotok Besar 104,43 28,14 - P. Kotok Kecil 93,12 28,14 - P. Kuburan Cina 39,83 28,14 - P. Laki 99,17 28,14 - P. Lancang Besar 839,42 28,14 - P. Layar 18,31 28,14 - P. Lipan 39,25 28,14 - P. Macan Besar 1.393,11 28,14 - P. Macan Kecil dan Putri 106,52 28,14 - P. Melinio 90,38 28,14 - P. Melintang Besar 109,84 28,14 - P. Melintang Kecil 57,79 28,14 - P. Nyamplung 48,24 28,14 - P. Onhrus 1,52 28,14 - P. Opak Besar 103,18 28,14 - P. Opak Kecil 39,69 28,14 - P. Opak Semut 35,31 28,14 - P. Pabelokan 105,14 28,14 bersambung Halaman II - 214

241 NO PULAU (DI PESISIR) LUAS TUTUPAN (Ha) sambungan PERSENTASE LUAS TERUMBU KARANG (%) SANGAT BAIK BAIK SEDANG RUSAK (01) (02) (03) (04) (05) (06) (07) - P. Panggang 508,13 28,14 - P. Paniki 99,98 28,14 - P. Panjang 41,55 28,14 - P. Panjang Besar 162,88 28,14 - P. Panjang Kecil 39,43 28,14 - P. Peteloran Barat 1,22 28,14 - P. Peteloran Timur 51,24 28,14 - P. Payung Besar 288,96 28,14 - P. Payung Kecil 21,64 28,14 - P. Pemagaran 504,30 28,14 - P. Penjaliran Barat 14,17 28,14 - P. Penjaliran Timur 13,84 28,14 - P. Perak 84,70 28,14 - P. Petedon Barat 104,31 28,14 - P. Petedon Timur 142,60 28,14 - P. Rambut 108,03 28,14 - P. Rengat 5,94 28,14 - P. Sabira 5,25 28,14 - P. Satu 141,34 28,14 - P. Sebaru Besar 454,57 28,14 - P. Sebaru Kecil 217,91 28,14 - P. Sekati 28,99 28,14 - P. Semak Daun 85,43 28,14 - P. Semut Besar 77,00 28,14 - P. Semut Kecil 178,98 28,14 - P. Tidung Besar 470,87 28,14 - P. Tidung Kecil 289,79 28,14 - P. Tongkang 62,50 28,14 - P. Untung Jawa 128,39 28,14 - P. Yu Barat 49,22 28,14 - P. Yu Timur 47,60 28,14 - P. Karya 149,64 28,14 - P. Sepa Besar 66,70 28,14 - P. Sepa kecil 127,56 28,14 - P. Kahyangan 3,84 28,14 TOTAL , Sumber Keterangan : Sudin Kelautan dan Pertanian Dinas Kelautan dan Pertanian Provinsi DKI Jakarta : Data berdasar Laporan Akhir Identifikasi Inventarisasi Terumbu Karang dan Biota Laut, Sudin Kelautan dan Pertanian Administrasi Kepulauan Seribu. Daerah amatan : P. Air, Gosong Pramuka (APL), P. Semak Daun, Karang Lebar dan P. Panggang. Kondisi sangat baik, baik dan rusak tidak terdeteksi pada persentase luas terumbu karang. Halaman II - 215

242 Persentase penutupan karang hidup hanya berkisar antara 0 28,14 persen. Hal ini menunjukkan dominasi tutupan unsur-unsur abiotik seperti pasir, pecahan karang, serta karang mati telah melampaui 50 persen. Kerusakan terumbu karang sebagian diakibatkan oleh penambangan karang batu untuk bahan bangunan serta penangkapan ikan dengan menggunakan bahan peledak dan bahan kimia. Pengamatan yang dilakukan selama kurun waktu 22 tahun mencatat jenis terumbu karang yang terdapat di Kepulauan Seribu dan Teluk Jakarta mencakup 68 genera dan subgenera dengan 134 spesies. Tabel : II.57 menunjukkan genera dan spesies terumbu karang di beberapa pulau di Kepulauan Seribu. Pengamatan yang dilakukan terakhir dapat memperjelas kondisi terumbu karang di kawasan Kepulauan Seribu. Terumbu karang yang teramati berada dalam kondisi baik sebesar 50 persen dan sedang sebesar 50 persen. Kondisi kehidupan karang yang berada dalam kategori baik hanya terdapat di beberapa lokasi seperti P. Kayu Angin Bira dan P. Melintang. TABEL : II.57. KEBERADAAN JENIS KARANG BATU PADA BEBERAPA PULAU KAWASAN KEPULAUAN SERIBU TAHUN 2011 NO I II III IV V VI VII VIII IX NAMA KARANG P. KOTOK BESAR P. PETELORAN TIMUR P. KAYU ANGIN BIRA P. MELINTANG ACROPORIDAE Acropora spp Montipora spp POCILLOPORIDAE Seriatopora spp Pocillopora spp FUNGIIDAE Fungia spp Heliofungia actiniformis Sandalolitha spp OCULINIDAE Galaxea spp PORITIDAE Goniopora spp Porites spp AGARICIIDAE Laptoseris spp Pavona spp Pachyseris spp PECTINIIDAE Pectinia spp MUSSIDAE Lobophyllia spp Symphyllia spp MERULINIDAE Hydnopora spp Merulina spp bersambung... Halaman II - 216

243 NO X XI XII XIII XIV Sumber Keterangan NAMA KARANG P. KOTOK BESAR P. PETELORAN TIMUR P. KAYU ANGIN BIRA sambungan P. MELINTANG FAVIIDAE Echinopora spp Echinopora pacificus Echinopora lamellosa Favites spp Favia spp Goniastrea spp Montastrea spp Platygyra spp CARYOPHYLLIIDAE Euphyllia ancora Plorogyra sinuosa DENDROPHYLLIIDAE Tubastrea spp Turbinaria reniformis MILLEPORIDAE Millepora spp HELIOPORIDAE Heliopora coerulea : LAPI-ITB, : = Dijumpai = Tidak dijumpai Hasil studi distribusi dan kelimpahan ikan karang di 22 pulau di Kepulauan Seribu dan Teluk Jakarta yang dilakukan pada tahun 1995 (Suharsono dkk, 1995) menyebutkan bahwa terdapat 166 spesies ikan dalam 36 famili, dari 22 pulau wilayah studi penelitian ini. Famili ikan karang yang mendominasi dari mayor spesies didominasi oleh Pomacentridae dan Labridae yang ditemukan di seluruh lokasi penelitian. Spesies indikator (Chaetodontidae) yang mendominasi dan tersebar luas adalah Chaetodon octafasciatus, diikuti oleh Chaetodon trifasciatus dan Heniochus accuminatus. Spesies target yang ditemukan sebanyak 36 jenis dalam 8 famili, dimana 13 jenis tergolong sebagai komoditi penting, yaitu satu spesies dari Kyposidae, 4 spesies dari Caesionidae, 2 spesies dari Lutjanidae, satu spesies dari Siganidae dan 5 spesies dari Serranidae. Penelitian ini menyimpulkan bahwa terdapat korelasi positif antara kelimpahan ikan karang dengan penutupan karang hidup. Kesimpulan lain adalah adanya hubungan positif antara kelimpahan ikan karang dengan jarak dari daratan utama, dimana semakin jauh jarak dari daratan utama, semakin tinggi kelimpahan jenis ikan karang. Tabel : II.58. memperlihatkan keberadaan berbagai jenis ikan karang di perairan P. Kotok Besar, P. Peteloran Timur, P. Kayu Angin Bira dan P. Melintang. Halaman II - 217

244 NO I TABEL : II.58. KEBERADAAN JENIS IKAN KARANG DI KAWASAN TAMAN NASIONAL LAUT KEPULAUAN SERIBU TAHUN 2011 NAMA KARANG POMACENTRIDAE P. KOTOK BESAR P. PETELORAN TIMUR P. KAYU ANGIN BIRA P. MELINTANG 1. Abudefduf coelistinus 2. Abudefduf saxatilis 3. Abudefduf abdominalis 4. Amblyglyphidodon aureus 5. Amblyglyphidodon coracao 6. Amblyglyphidodon leucogaster 7. Amblyglyphidodon ternatentis 8. Amphiprion clarckii 9. Amphiprion frenatus 10. Amphiprion ocellaris 11. Amphiprion periderarion 12. Amphiprion sandoracinos 13. Chormis ternatensis 14. Chormis viridis 15. Dascyllus trimaculatus 16. Dischitodus melanotus 17. Dischitodus prosopotaeniatus 18. Hemiglyphidodon plagiometopon 19. Lepidozygus tapeinosoma 20. Paraglyphidodon melas 21. Pomacentrus alexanderae 22. Pomacentrus omboinensis 23. Pomacentrus bangkanensis 24. Pomacentrus moloccensis 25. Pomacentrus nigricans 26. Pomacentrus nigroris 27. Pomacentrus philippinus 28. Pomacentrus tripunctatus II LABRIDAE 1. Bodianus mesothorax 2. Cheilinus faciatus 3. Cheilinus undulatus 4. Cheorodon anchorago 5. Epibulus insidiator 6. Halichoeres celebicus 7. Halichoeres gymnocephalus 8. Halichoeres marginatus 9. Halichoeres melanurus 10. Labroides dimidiatus bersambung... Halaman II - 218

245 NO NAMA KARANG P. KOTOK BESAR P. PETELORAN TIMUR P. KAYU ANGIN BIRA sambungan P. MELINTANG 11. Thalassoma hardwicki 12. Thalassoma lunare 13. Thaliurus chlorurus III SCARIDAE 1. Scarus dimidiatus 2. Scarus ghobban 3. Scarus niger 4. Scarus spp IV APOGONIDAE 1. Apogon compressus 2. Apogon marcodon 3. Apogon quenquelineate 4. Sphaeramia orbicularis V POMACANTHIDAE 1. Chaetodontoplus mesoleucus 2. Centropyge eibli VI HOLOCENTRIDAE 1. Holocentrus rubbrum 2. Neonippon sammara VII PEMPHERIDAE 1. Pempheris vanicolensis VIII ALUTERIDAE 1. Alutera scopas IX NEMIPTERIDEA 1. Pentapodus caninus X PLATACIDAE 1. Platax orbicularis 2. Platax teira XI MULLIDAE 1. Upeneus tragula XII DASYATIDAE 1. Taeniura lymma XIII KYPHOSIDAE 1. Kyphosus vaigiensis XIV CAESIONIDAE 1. Caesio cuning 2. Caesio lunaris 3. Caesio teres XV LUTJANIDAE 1. Lutjanus carponotatus 2. Lutjanus biguttatus 3. Lutjanus decusatus bersambung... Halaman II - 219

246 NO NAMA KARANG P. KOTOK BESAR P. PETELORAN TIMUR P. KAYU ANGIN BIRA sambungan P. MELINTANG 4. Lutjanus fulviflamma XVI SCOLOPSIDAE 1. Scolopsis bilineatus 2. Scolopsis cancellatus 3. Scolopsis ciliatus 4. Scolopsis margaritifer XVII SIGANIDAE 1. Siganus coralinus 2. Siganus guttatus 3. Siganus virgatus XVIII SERRANIDAE 1. Anyperodon leucogrammicus 2. Cephalopholis argus 3. Cephalopholis pachycentron 4. Cephalopholis urodeta 5. Epinephelus fasciatus 6. Epinephelus merra 7. Plectropoma maculatum XIX HAEMULIDAE 1. Plectorhynchus chaetodontoides XX LETHRINIDAE 1. Lethrinus harak 2. Lethrinus kallopterus XXI CHAETODONTIDAE 1. Chaetodon ocfasciatus 2. Chaetodon triangulum 3. Chaetodon rafflesi 4. Chelmon rostratus 5. Heniochus varius 6. Heniochus accuminatus Sumber Keterangan : LAPI-ITB : = ikan Hias Akuarium = dijumpai = tidak dijumpai Perairan Teluk Perairan Teluk Jakarta yang dikategorikan sebagai perairan pantai (Coastal Water) tentunya mempunyai peranan yang sangat besar dimana berbagai sektor telah memanfaatkan wilayah ini, baik wilayah laut maupun pantai, antara lain sektor industri, pertambangan, perhubungan, perdagangan, pertanian, dan pariwisata. Kegiatan berbagai sektor yang sedemikian banyak dan tidak terkendali tentunya akan menurunkan tingkat kualitas perairannya. Halaman II - 220

247 Disamping itu Teluk Jakarta juga merupakan tempat bermuaranya beberapa sungai yang melewati kota Jakarta, diperkirakan ada 9 muara sungai yang membawa limbahnya baik dari pembuangan sampah, industri maupun rumah tangga serta kegiatan lainnya, hal ini menyebabkan perairan Teluk Jakarta mempunyai karakteristik yang khusus dimana perairan ini menerima beban pencemaran yang cukup berat. Di lain pihak Teluk Jakarta juga merupakan tempat bagi nelayan melakukan kegiatan penangkapan ikan yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat di Provinsi DKI Jakarta. Berdasarkan hal tersebut diatas maka perlu diambil suatu kebijakan oleh Pemda Provinsi DKI Jakarta yang menyangkut peningkatan kualitas perairan teluk. Berbagai upaya telah dilaksanakan untuk memperbaiki mutu perairan Teluk Jakarta antara lain dengan program Kali Bersih yang bertujuan untuk mengendalikan beban pencemaran dari kegiatan di sepanjang DPS Ciliwung, Cipinang, Mookervart, Cakung dan Grogol. Pemerintah pusat melalui Badan Pengelola Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) Provinsi DKI Jakarta, juga telah merencanakan Program Pantai Lestari yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas lingkungan pantai dan laut agar pemanfaatannya dapat ditingkatkan serta memperbaiki kondisi Mangrove dan Terumbu Karang di Kepulauan Seribu. Untuk mencapai tujuan tersebut maka pihak BPLHD Provinsi DKI Jakarta setiap tahunnya melaksanakan kegiatan pengambilan sample kualitas perairan Teluk Jakarta dan sekitarnya dengan harapan dapat diperoleh informasi yang dapat dipakai sebagai bahan pengendalian lingkungan. Batas wilayah pengambilan sample perairan laut adalah : Batas sebelah Barat : Tanjung Kait Pada posisi koordinat 05 O LS dan 106 O BT Batas sebelah Timur : Ujung Karawang Pada posisi koordinat 05 O LS dan 106 O BT Batas sebelah Selatan : Garis pantai Ancol Pada posisi koordinat 06 O LS dan 106 O BT Batas sebelah Utara : P. Damar Besar Pada posisi koordinat 05 O LS dan 106 O BT Dalam melakukan pengamatan perairan dibagi menjadi 4 zona, yaitu : Zone 1 yaitu perairan 5 Km dari pantai (D3 D6) Zone 2 yaitu perairan 5 10 Km dari pantai (C2 C6) Zone 3 yaitu perairan Km dari pantai (B1 B7) Zone 4 yaitu perairan Km dari pantai (A1 A7) Posisi koordinat titik pemantauan di perairan Teluk Jakarta tersaji pada Tabel : II.59. Halaman II - 221

248 TABEL : II.59. POSISI KOORDINAT TITIK PENGAMBILAN SAMPLE PERAIRAN TELUK JAKARTA STASIUN POSISI BUJUR TIMUR LINTANG SELATAN A1 106 o o A2 106 o o A3 106 o o A4 106 o o A5 106 o o A6 106 o o A7 106 o o B1 106 o o B2 106 o o B3 106 o o B4 106 o o B5 106 o o B6 106 o o B7 106 o o C2 106 o o C3 106 o o C4 106 o o C5 106 o o C6 106 o o D3 106 o o D4 106 o o D5 106 o o D6 106 o o Sumber : BPLHD Prov. DKI Jakarta (2011) Sedangkan untuk pemantauan di muara terdiri dari 9 muara sungai yang meliputi Muara Kamal (M1), Muara Cengkareng Drain (M2), Muara Angke (M3), Muara Karang (M4), Muara Ancol (M5), Muara Sunter (M6), Muara Cakung (M7), Muara Marunda (M8), dan Muara Gembong (M9). Halaman II - 222

249 GAMBAR : II.7. LOKASI PEMANTAUAN KUALITAS AIR PERAIRAN DAN MUARA TELUK JAKARTA M. Kamal M. Bekasi M. Cengkareng Drain M. Ancol M. Sunter M. Blencong M. Angke M. Karang M. Cakung Pengambilan Sampel perairan dan muara Teluk Jakarta pada tahun 2011 dilakukan tiga kali yaitu pada bulan Mei, Juli dan Desember, dan jenis contoh yang diteliti terdiri dari : Sampel air laut Sedimen/Lumpur Plankton dan Benthos Serta parameter yang dianalisis meliputi parameter : a. Fisik, yaitu Suhu, Salinitas, Kedalaman, arah arus, kecepatan arus, ph, dan Kecerahan. b. Kimia, yaitu Parameter Zat Padat Tersuspensi, Kekeruhan, Ammonia, Nitrit, Nitrat, Phospat, COD, BOD, Oksigen terlarut, Organik, Phenol, Detergen dan Logam antara lain Chromium, Cadmium, Tembaga, Timah Hitam, Nikel dan Seng. c. Biologi, yaitu Plankton (Zooplankton dan Phytoplankton), Benthos, Coliform, dan Fecal Coli. Metode Pengambilan Sampel di lapangan baik itu untuk parameter fisik, kimia, maupun biologi dilakukan dengan peralatan seperti yang tersaji pada Tabel dibawah : Halaman II - 223

250 TABEL : II.60. PERALATAN SAMPLING PERAIRAN DAN MUARA TELUK JAKARTA NO PARAMETER PERALATAN SAMPLING 1. Kedalaman Tali sounding 2. Suhu Thermometer/CTD 3. Salinitas Salinometer Bechmann /CTD 4. Kecerahan Secchi disk 5. Kecepatan Arus Floating drogue 6. Arah Arus Kompas 7. Conductivity, ph, DO Water Quality Checker 7. Sampel Air Nansen Bottle 8. Plankton Plankton net 9. Benthos/Lumpur Grab Sampler Sumber : BPLHD Prov. DKI Jakarta (2011) Dari hasil survey lapangan, sampel yang diambil dianalisa lebih lanjut di laboratorium, dengan metode analisa sesuai dengan SNI dan standar metode lainnya untuk masing-masing parameter dan analisa kimia dilakukan dengan metode sesuai SNI dan standar metode lainnya, yang dilakukan oleh Laboratorium Lingkungan BPLHD Provinsi DKI Jakarta diantaranya adalah : a. Analisa Plankton Analisa plankton terdiri dari Fitoplankton dan Zooplankton, dimana Fitoplankton dikumpulkan dengan menggunakan Fitoplankton net berbentuk kerucut yang mempunyai diamater mulut 31 cm, panjang 100 cm dan ukuran mata jaring 0.08 mm (80 µm). Sedangkan Zooplankton dikumpulkan dengan Zooplankton Net yang berukuran diameter mulut 45 cm, panjang 180 cm dan mata jaring 0.30 mm (300 µm). Contoh plankton yang diperoleh kemudian disimpan dalam botol dan diawetkan dengan formalin. Sampel kemudian diidentifikasi jenisnya berdasarkan Yamaji (1996). Kelimpahan Fitoplankton dinyatakan dalam sel/m 3, sedangkan Zooplankton dalam individu/m 3. b. Analisa Benthos Contoh Bentos dianalisa dari sedimen atau lumpur yang diambil dari dasar perairan dengan menggunakan alat grab sampler yang berukuran 20 x 20 cm. Contoh Bentos berupa lumpur dimasukkan ke dalam kantong plastik dan diberi pengawet formalin 4 persen. Setelah sampai di laboratorium, contoh Bentos disaring menggunakan saringan dengan ukuran lubang 1 mm. Contoh Bentos yang telah disaring kemudian diawetkan dengan menggunakan alkohol 70 persen dan siap diidentifikasi. Bentos diidentifikasi menggunakan Arnold Brittles (1989), Bunyamin Dharma (1988) dan Tucher Abbot, and Peter Dance (1966). Halaman II - 224

251 c. Analisa Mikrobiologi Pengamatan mikrobiologi terutama ditujukan untuk mendeteksi 2 jenis bakteri yaitu Coliform dan E. coli dalam air dan sedimen. Pengambilan sampel air dilakukan dengan menggunakan botol sampel steril berukuran 500 cc. Sampel air diambil dari kedalaman 30 cm di bawah permukaan laut dan sampel sedimen diambil dengan menggunakan grab dan dimasukkan ke dalam botol yang telah disterilkan. Botol sampel kemudian disimpan ke dalam cool box yang didinginkan dengan es batu. Sampel kemudian diperiksa di laboratorium untuk mengetahui jenis dan menghitung jumlah bakteri yang ada pada sampel tersebut. Untuk mengetahui banyaknya bakteri yang terkandung digunakan metode MPN. Untuk pengolahan dan evaluasi data dilakukan dengan membandingkan hasil pengambilan sample dengan baku mutu air laut berdasarkan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 51 Tahun 2004 tentang Baku Mutu Air Laut, dimana peruntukan yang digunakan adalah Biota Laut. Untuk kegiatan analisis dilapangan menggunakan dua cara diantaranya : a. Analisis Data dan Evaluasi Kualitas Air Evaluasi dilakukan dengan membandingkan nilai hasil pengukuran dengan baku mutu laut berdasarkan Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta No. 93 Tahun 2006, dimana peruntukan yang digunakan adalah Biota Laut. Hal ini untuk mengetahui kondisi perairan dan muara Teluk Jakarta apakah masih sesuai untuk peruntukan biota laut. b. Analisis Data dan Evaluasi Kualitas Biota Air (Plankton dan Benthos) Analisis data dan evaluasi kualitas biota air (plankton dan benthos) dilakukan dengan perhitungan derajat pencemaran dengan metode Indeks Keanekaragaman (Indeks Diversitas) berdasarkan Shannon-Wiener (1975). Evaluasi ini dilakukan untuk mengetahui perubahan struktur komunitas biota air (plankton dan benthos) yang disebabkan adanya perubahan kualitas air. Dari analisis tersebut diatas maka cara penentuan klasifikasi derajat pencemaran dapat dilihat pada Tabel dibawah : TABEL : II.61. KLASIFIKASI DERAJAT PENCEMARAN BERDASARKAN SHANNON-WIENER KLASIFIKASI RENTANG INDEKS Tercemar Berat 0.0 < H < 1.0 Tercemar Sedang 1.0 < H < 2.0 Tercemar Ringan 2.0 < H < 3.0 Tercemar Sangat Ringan 3.0 < H < 4,5 Sumber : Shannon-Wiener dalam Staub et al, Wilhm (1975) Untuk lebih jelasnya hasil pemantauan kualitas air perairan dan muara Teluk Jakarta dapat dijelaskan sebagai berikut : Halaman II - 225

252 A. Kualitas Fisik Hasil pengamatan kondisi fisik Perairan dan Muara Teluk Jakarta antara lain memberikan gambaran mengenai kondisi suhu, salinitas, kecerahan, dan ph di perairan Laut dan Muara Teluk Jakarta. Pengambilan sample kondisi fisik Perairan Teluk Jakarta untuk parameter suhu, salinitas, kecerahan, DO dan ph masing-masing diukur sebanyak 2 (dua) kali yaitu pada bagian permukaan dan bagian dasar (± 10 meter dari permukaan air), sedangkan untuk Muara Teluk Jakarta untuk parameter Suhu, Salinitas, Kecerahan, dan ph juga diukur sebanyak 2 (dua) kali yaitu pada saat pasang dan surut. a. Suhu Pengamatan kondisi oseanografi perairan Teluk Jakarta bulan Mei dimana masih berlangsungnya musim peralihan barat-timur. Pada musim peralihan ini suhu air umumnya tinggi. Suhu perairan laut berkisar antara 30,20 31,62 O C di lapisan permukaan dan antara 30,06 30,55 O C di lapisan dasar. Sementara itu di perairan muara berkisar antara 31,35 33,10 O C pada saat air laut pasang dan antara 28,98 31,70 O C pada saat air laut surut. Tingginya suhu pada musiman barat-timur, selain disebabkan pengaruh daratan juga lemahnya hembusan angin yang ikut berperan menaikkan suhu. Sedangkan pada pengamatan yang dilakukan bulan Juli adalah saat berlangsungnya musim timur. Pada musin ini suhu diperairan Teluk Jakarta mengalami minimum kedua (Muhide, 1995). Suhu hasil pengamatan bulan Juli 2011 tercatat diperairan laut berkisar antara 28,86 30,26 O C dilapisan permukaan dan antara 28,70 29,70 O C dilapisan dasar, sedangkan diperairan muara berkisar antara 29,65 32,30 O C pada saat air laut pasang dan antara 29,35 31,65 O C pada air laut surut. Sementara itu hasil pengamatan bulan Mei 2011 (musim peralihan barat-timur) diperairan laut berkisar antara 30,20 31,62 O C pada lapisan permukaan dan 30,06 30,55 O C dilapisan dasar, sedangkan di perairan muara berkisar antara 31,31 33,10 O C pada saat pasang dan antara 28,98 31,70 O C pada saat air laut surut. Pengukuran suhu pada area laut di Bulan Nopember di permukaan mendapatkan suhu minimum 29,05 O C, maksimum 30,40 O C dan rata-rata 29,74 O C. Pengukuran di dasar mendapatkan suhu minimum 29,10 O C, maksimum 29,75 O C dan rata-rata 29,40 O C. Pengukuran di Muara Sungai saat surut mendapatkan suhu minimum 30,40 O C, maksimum 32,23 O C dan rata-rata 30,81 O C. Pengukuran di Muara Sungai saat pasang mendapatkan suhu minimum 29,94 O C, maksimum 31,78 O C dan rata-rata 30,51 O C. Suhu minimum di dasar lebih tinggi dibandingkan di permukaan ini karena waktu pengukuran yang tidak bersamaan. Suhu minimum dipermukaaan terjadi pada pagi hari. Suhu didasar perairan lebih stabil dibandingkan pada permukaan, sehingga perbedaan waktu pengukuran memberikan variasi yang kecil. Suhu di Muara lebih tinggi di bandingkan di area laut dan saat surut lebih tinggi dari saat pasang, menunjukan adanya pengaruh daratan. Halaman II - 226

253 b. Salinitas Salinitas merupakan nilai konsentrasi total ion yang terdapat diperairan. Salinitas ini menggambarkan padatan total di dalam air, setelah semua karbonat dikonversi menjadi oksida, semua bromida dan iodida digantikan oleh khlorida dan semua bahan organik telah dioksidasi. Hasil pengamatan pada bulan Mei 2011 menunjukan nilai yang tidak jauh berbeda dengan hasil pengamatan pada musim yang sama bulan Mei Hasil pengamatan salinitas bulan Mei 2011 untuk perairan laut tercatat berkisar antara 27,0 32,0 dilapisan permukaan dan antara 30,0 33,0 pada lapisan dasar. Sedangkan hasil pengamatan bulan Mei 2010 pada musim yang sama tercatat salinitasnya berkisar antara 10,0 31,0 dilapisan permukaan dan antara 31,0 33,0 di lapisan dasar. Sementara itu perairan muara salinitas bulan Mei 2011 berkisar antara 6,0 30,0 pada air laut pasang dan antar 12,0 28,0 pada saat air laut surut. Sedangkan pada bulan Mei 2010, salinitasnya berkisar antara 9,0 30,0 pada saat pasang dan 5,0 30,0 pada saat air lau surut. Hasil pengamatan salinitas pada bulan Juli 2011 tercatat diperairan laut berkisar antara 30,0 32, o / oo dilapisan permukaan dan antara 30,5 33,0 o / oo dilapisan dasar, sedangkan diperairan muara berkisar antara 15,0 30,0 o / oo pada saat air laut pasang dan antara 14,0 31,0 o / oo pada saat air laut surut. Pada bulan Juli ini salinitas masih terlihat tinggi karena massa air dengan salinitas rendah yang berasal dari pantai selatan kalimantan dengansalinitas rendah (pengenceran air tawar dari sungai-sungai besar di pantai selatan kalimantan)belum masuk ke Kepulauan Seribu. Masa air dengan salinitas rendah kemungkinan sampai di Kepulauan Seribu puncaknya pada bulan September, sehingga minimum salinitas kedua terjadi pada bulan september. Pengukuran salinitas pada area laut pada bulan Nopember di permukaan mendapatkan salinitas minimum 30,50, maksimum 33,00 dan rata-rata 31,85. Pengukuran di dasar mendapatkan salinitas minimum 31,00, maksimum 33,00 dan rata-rata 32,41. Pengukuran di Muara Sungai saat surut mendapatkan salinitas minimum 15,00, maksimum 32,50 dan rata-rata 26,55. Pengukuran di Muara Sungai saat pasang mendapatkan salinitas minimum 27,00, maksimum 33,00 dan rata-rata 31,05. Range perbedaan antara salinitas minimum dan maksimum di permukaan lebih besar dibandingkan di dasar menunjukan salinitas didasar perairan lebih stabil dibandingkan di permukaan. Salinitas rata-rata di Muara lebih tinggi di bandingkan di area laut dan salinitas saat pasang lebih tinggi dari saat surut, menunjukan adanya pengaruh masa air daratan. c. Oksigen Terlarut Ada fenomena kandungan oksigen di perairan Teluk Jakarta, yaitu di perairan bagian tengah (sekitar antara stasiun B 4 B 7 dan stasiun C 4 C 6 ). Kandungan di sekitar stasiun-stasiun pengamatan tersebut menunjukan perbedaan nilai yang tinggi antara lapisan permukaan dan lapisan dasar. Di lapisan permukaan nilai oksigen tercatat antara 4,21 6,21 ml/l, sedangkan dilapisan dasar antara 0,77 2,92 Halaman II - 227

254 ml/l. Kondisi okssigen yang rendah di lapisan dasar menunjukkan adanya indikasi proses pembusukan yang tentunya berpengaruh terhadap kandungan oksigen. Keadaan ini diduga karena masuknya bahan cemaran yang berasal dari kegiatan di pelabuhan juga limbah yang berasal dari daratan yang terbawa oleh aliran sungai yang bermuara di perairan Teluk Jakarta bagian timur. Keadaan yang sama terlihat dari hasil pengamatan bulan Mei Kandungan oksigen hasil pengamatan bulan Juli 2011 di perairan laut berkisar antara 3,32 6,92 ml/ L dilapisan permukaan dan antara 2,13 4,11 ml/l dilapisan dasar, sedangkan di perairan muara berkisar antara 0,30 8,50 ml/l pada saar pasang dan antara 0,0 2,35 ml/l pada saat air laut surut. Kandungan oksigen diperairan laut pada bulan Juli 2011 tidak jauh beda dengan pengamatan sebelumnya, kandungan oksigen terendah terutama ditemukan dilapisan dasar pada daerah sekitar lokasi budidaya kerang hijau serta kegiatan transportasi laut (keluar/masuknya kapal di pelabuhan Tanjung Priuk). Pengukuran oksigen terlarut (DO) pada bulan Nopember mendapatkan oksigen terlarut minimum 1,98 ml/l, maksimum 6,59 ml/l dengan rata-rata 4,31 ml/l. Pengukuran di dasar mendapatkan oksigen terlarut minimum 2,27 ml/l, maksimum 7,17 ml/l dan rata-rata 3,59 ml/l. Pengukuran di Muara Sungai saat surut mendapatkan oksigen terlarut minimum 0,00 ml/l, maksimum 6,08 ml/l dan rata-rata 3,22 ml/l. Pengukuran di Muara Sungai saat pasang mendapatkan oksigen terlarut minimum 0,00 ml/l, maksimum 6,89 ml/l dan rata-rata 3,29 ml/l. Range kandungan oksigen terlarut di dasar lebih tinggi dibandingkan di permukaan ini menunjukan kandungan oksigen terlarut bervariasi antar waktu. Oksigen terlarut di muara pada saat pasang lebih tinggi di bandingkan saat surut, menunjukan saat pasang proses pengadukan (penyerapan oksigen) lebih tinggi. Berdasarkan kandungan oksigen terlarut beberapa lokasi tidak mendukung kehidupan biota laut. d. Derajat Keasaman (ph) ph hasil pengamatan bulan Mei di perairan Teluk Jakarta masih bisa dikatakan layak untuk kehidupan biota laut untuk perairan laut, tapi sebaliknya untuk perairan muara. Nilai ph hasil pengamatan bulan Mei 2011 tercatat di perairan laut beksisar antara 7,30 8,28 dan diperairan muara berkisar antara 6,35 7,07. Baku mutu air laut untuk kehidupan biota laut antara 7,00 8, 50 (KLH,2004). Sedangkan pada bulan Juli ph hasil pengamatan tercatat berkisar antara 7,20 7,89 pada lapisan permukaan dan antara 7,21 7,76 pada lapisan dasar, sedangkan diperairan muara umumnya sudah tidak layak lagi untuk kehidupan biota laut yaitu < 7,00. Tercatat ph hasil pengamatan berkisar antara 6,47 6,93 pada saat pasang dan antara 6,37 7,14 pada saat surut.sedangkan pada bulan Oktober nilai ph diperairan laut berkisar antara 7,27 7,87 di lapisan permukaan dan antara 7,36 7,83 di dekat dasar, sementara itu di perairan muara berkisar antara 7,19 7,77 pada saat laut pasang dan antara 7,13 7,74 pada saat surut. Halaman II - 228

255 Sementara itu pada pengukuran bulan Nopember diperoleh hasil bahwa ph minimum 6,47, maksimum 8,84 dan rata-rata 7,42. Pengukuran di dasar mendapatkan ph minimum 6,22, maksimum 8,51 dan ratarata 7,30. Pengukuran di Muara Sungai saat surut mendapatkan ph minimum 6,25, maksimum 7,22 dan rata-rata 6,67. Pengukuran di Muara Sungai saat pasang mendapatkan ph minimum 6,28, maksimum 7,81 dan rata-rata 6,69. Range perbedaan antara ph minimum dan maksimum di dasar lebih besar dibandingkan di permukaan menunjukan ph didasar perairan berfluktuasi sesuai dengan waktu pengukuran. ph rata-rata di dasar perairan lebih rendah di bandingkan permukaan menunjukan bahwa didasar perairan berlangsung degradasi bahan organik dengan insitas lebih tinggi. ph di muara pada saat surut lebih rendah di bandingkan pada saat pasang menunjukan, masa air daratan yang terbawa run of sungai mempunyai ph lebih rendah dan mepunyai aktifitas degradasi bahan organik lebih tinggi. Sesuai Baku mutu air laut untuk kehidupan biota laut antara 7,00 8, 50 (KLH,2004), maka banyak lokasi yang tidak memenuhi syarat. e. Kecerahan Tingkat kecerahan air di laut di tentukan oleh tingginya intensitas cahaya dan kondisi dasar perairan. Perairan Teluk Jakarta dasar perairannya adalah lumpur. Lumpur tersebut adalah berasal dari sungaisungai yang bermuara di pantai dan masuk ke Teluk Jakarta karma itu kecerahan airnya umunya rendah terutama diperairan muara. Pada pengamatan bulan Mei, di perairan laut, pengamatan kualitas perairan dilakukan pada kedalaman antara 2,75 26,20 meter, sedangkan di perairan muara kedalamannya antara 0,20 2,20 meter. Kecerahan air laut di perairan laut berkisar antara 0,75 5,00 meter, dan di perairan muara berkisar antara 0,20 2,20 meter. Berdasarkan baku mutu air laut KLH (2004), di beberapa wilayah perairan laut terutama di titik-titik stasiun pengamatan dekat pantai kecerahan airnya tidak layak untukkehidupan biota laut. Sedangkan di seluruh perairan muara tidah layak untuk kehidupan biota laut. Nilai kecerahan air laut untuk kehidupan biota laut berdasarkan baku mutu air laut (KLH, 2004) adalah > 3,0 meter. Sedangkan pada pengamatan bulan Juli, Kedalaman perairan tercatat antara 3,0 24,4 meter di perairan laut dan antara 0,6 8,0 meter untuk diperairan muara. Pengukuran kedalaman pada pada bulan Nopember di area laut didapatkan; terdangkal 3,40 m, terdalam 24,80 m dengan rata-rata 16,26 m. Pengukuran kecerahan didapatkan, minimum 2,00 m, maksimum 6,50 m dengan rata-rata 3,49 m. Pengukuran kedalaman di muara pada saat surut, didapatkan; minmum 0,90 m, maksimum 10,00 m dengan rata-rata 2,80 m. Pengukuran kedalaman pada saat pasang minimum 1,00 m, maksimum 6,20 dengan rata-rata 2,80 m. Pengukuran kecerahan di muara pada saat surut, didapatkan; minmum 0,30 m, maksimum 0,98 m dengan rata-rata 0,62 m. Pengukuran kecerahan di muara pada saat pasang minimum 0,40 m, maksimum 1,55 m dengan rata-rata 0,82 m. Kecerahan perairan di Teluk Jakarta rendah, tetapi berdasarkan baku mutu air laut KLH (2004), ada beberapa titik yang layak untuk kehidupan biota laut (> 3,0 m). Halaman II - 229

256 f. Arus Laut Pengamatan arus dilakukanumumnya pada saatair bergerak pasang. Dibelahan bumi selatan, pada saat air laut bergerak sekitar ke arah timur. Hasil pengamatan tercatat arus berkecepatan antara 3,9 25,0 m/s atau antara 0,07 0,48 knots dengan arah timur laut dan tenggara. B. Kualitas Kimia a. Perairan Teluk Jakarta Perairan Teluk Jakarta telah mengalami pencemaran yang cukup tinggi yang menjadikan tingginya tingkat kesuburan di perairan Teluk Jakarta, sehingga Teluk Jakarta termasuk pada perairan eurotrofik. Amonia Konsentrasi Amonia di wilayah perairan Teluk Jakarta tahun 2011, disajikan pada Grafik : II.103 di bawah. Pada grafik tersebut terlihat bahwa konsentrasi Amonia untuk wilayah perairan umumnya masih berada dibawah baku mutu, namun pada pengambilan sample bulan Mei dan Juli titik yang berada dizona C yaitu C2 konsentrasinya telah melebihi baku mutu. Tingginya konsentrasi Amonia di zona C tersebut disebabkan karena titik ini dekat dengan Muara Teluk Jakarta. GRAFIK : II.103. KONSENTRASI AMONIA DI PERAIRAN TELUK JAKARTA A1 A2 A3 A4 A5 A6 A7 B1 B2 B3 B4 B5 B6 B7 C2 C3 C5 C6 D3 I II III Baku Mutu Sumber : BPLHD Provinsi DKI Jakarta, 2011 Keterangan : Fenol Grafik : II.104 di bawah ini menggambarkan konsentrasi fenol di perairan Teluk Jakarta pada tahun 2011, pada pengamatan bulan Mei umumnya pada semua titik pengambilan sample konsentrasinya telah melebihi baku mutu. Namun untuk pengambilan sample bulan Juli dan Desember rata-rata konsentrasi fenol tidak terdeteksi. Halaman II - 230

257 GRAFIK : II.104. KONSENTRASI FENOL DI PERAIRAN TELUK JAKARTA A1 A2 A3 A4 A5 A6 A7 B1 B2 B3 B4 B5 B6 B7 C2 C3 C5 C6 D3 I II III Baku Mutu Sumber : BPLHD Provinsi DKI Jakarta, 2011 Keterangan : Tingginya parameter fenol di perairan dapat terjadi karena adanya pengaruh aktifitas manusia dan kondisi lingkungan di sekitar, seperti adanya aktifitas industri kimia, minyak, tekstil, dan plastik. Selain itu sumber pencemar Fenol berasal dari limbah domestik berupa pemutih pakaian dan limbah pewarna. Phospat Konsentrasi phospat yang terkandung di perairan Teluk Jakarta Tahun 2011 pada tiga kali pengamatan konsentrasinya tidak terdeteksi. Hal ini dapat disebabkan oleh ketelitai alat analisa yang terbatas sehingga tidak dapat membaca sampai konsentrasi tertentu. Detergent Konsentrasi Detergent di perairan Teluk Jakarta dapat dilihat pada Grafik : II.105. Dari grafik tersebut dapat dilihat bahwa konsentrasi detergent masih berada di bawah baku mutu baik pada pengambilan sample bulan Mei, Juli maupun Nopember Halaman II - 231

258 1.20 GRAFIK : II.105. KONSENTRASI DETERGENT DI PERAIRAN TELUK JAKARTA A1 A2 A3 A4 A5 A6 A7 B1 B2 B3 B4 B5 B6 B7 C2 C3 C5 C6 D3 I II III Baku Mutu Sumber : BPLHD Provinsi DKI Jakarta, 2011 Keterangan : Konsentrasi detergen di perairan Teluk Jakarta masih relatif baik. Rendahnya detergen akan menguntungkan biota laut karena tidak menghambat transfer massa (oksigen). BOD Dari Grafik : II.106 terlihat bahwa konsentrasi BOD pada tiga kali pengamatan pada tahun 2011 masih melebihi baku mutu, Konsentrasi BOD mengindikasikan bahwa pada zona perairan tersebut kebutuhan akan oksigen untuk menguraikan bahan organik semakin tinggi, sehingga kebutuhan oksigen juga tinggi. GRAFIK : II.106. KONSENTRASI BOD DI PERAIRAN TELUK JAKARTA A1 A2 A3 A4 A5 A6 A7 B1 B2 B3 B4 B5 B6 B7 C2 C3 C5 C6 D3 I II III Baku Mutu Sumber : BPLHD Provinsi DKI Jakarta, 2011 Keterangan : Halaman II - 232

259 b. Muara Teluk Jakarta Muara Teluk Jakarta merupakan tempat bermuaranya 13 sungai yang melalui wilayah DKI Jakarta. Terdapat 9 muara yang masuk ke Teluk Jakarta, yang menjadikan kualitas air di muara Teluk Jakarta menjadi sangat tercemar. Kualitas air di muara Teluk Jakarta baik pada saat kondisi pasang maupun surut, lebih tercemar bila dibandingkan dengan di perairan. Amonia Pada grafik dibawah menunjukkan bahwa konsentrasi amonia sebagian besar telah melebihi baku mutu ketiga kali pemantauan Hal ini menunjukkan bahwa sumber pencemar Amonia berasal dari limbah domestik yang mengalir ke sungai dan bermuara ke laut. Sedangkan pada saat surut konsentrasi amonia rata-rata juga telah melebihi baku mutu Tingginya Amonia hampir terjadi di semua lokasi ini setidaknya menunjukkan indikasi adanya pencemaran bahan organik yang berasal dari limbah domestik maupun industri. Sumber lain yang dapat berperan dalam meningkatkan kandungan Amonia adalah tinja yang berasal dari biota akuatik yang merupakan limbah dari aktifitas metabolisme. GRAFIK : II.107. KONSENTRASI AMONIA DI MUARA TELUK JAKARTA PADA SAAT PASANG DAN SURUT M Kamal Cengkareng M Angke M Karang M Ancol M Sunter M Cakung M Marunda M Gembong PASANG SURUT BM Sumber : BPLHD Provinsi DKI Jakarta, 2011 Keterangan : Fenol Konsentrasi fenol di perairan dan muara Teluk Jakarta tersaji pada grafik di bawah ini. Konsentrasi fenol pada saat pasang maupun surut telah melebihi bakumutu. Sumber pencemar Fenol berasal dari limbah domestik berupa pemutih pakaian dan limbah pewarna. Tingginya keberadaan fenol ini dapat menyebabkan berubahnya sifat organoleptik air dan pada kadar tertentu yaitu lebih besar dari 0.01 mg/l akan merugikan biota karena akan bersifat racun bagi ikan. Halaman II - 233

260 GRAFIK : II.108. KONSENTRASI FENOL DI MUARA TELUK JAKARTA PADA SAAT PASANG DAN SURUT M Kamal Cengkareng M Angke M Karang M Ancol M Sunter M Cakung M Marunda M Gembong PASANG SURUT BM Sumber : BPLHD Provinsi DKI Jakarta, 2011 Keterangan : Phospat Konsentrasi phospat di muara Teluk Jakarta dapat dilihat pada grafik di bawah ini. Konsentrasi phospat di muara pada semua titik baik kondisi pasang maupun surut telah melebihi baku mutu. Hal ini disebabkan karena tingginya konsentrasi phospat yang terkandung dalam air sungai yang bermuara ke Teluk Jakarta, sehingga dapat disimpulkan bahwa tingginya konsentrasi phospat di muara Teluk Jakarta berasal dari limbah domestik yang dialirkan oleh sungai yang bermuara ke Teluk Jakarta. Hal ini akan berpengaruh pada kondisi perairan Teluk Jakarta dimana akan mudah mengalami eutrofikasi dan mudah terjadi blooming. GRAFIK : II.109. KONSENTRASI PHOSPAT DI MUARA TELUK JAKARTA PADA SAAT PASANG DAN SURUT M Kamal Cengkareng M Angke M Karang M Ancol M Sunter M Cakung M Marunda M Gembong PASANG SURUT BM Sumber : BPLHD Provinsi DKI Jakarta, 2011 Keterangan : Halaman II - 234

261 Detergent Pada grafik dibawah ini menggambarkan konsentrasi detergent di muara Teluk Jakarta GRAFIK : II.110. KONSENTRASI DETERGEN DI MUARA TELUK JAKARTA PADA SAAT PASANG DAN SURUT - M Kamal Cengkareng M Angke M Karang M Ancol M Sunter M Cakung M Marunda M Gembong PASANG SURUT BM Sumber : BPLHD Provinsi DKI Jakarta, 2011 Keterangan : Dari grafik tersebut dapat dilihat bahwa konsentrasi detergent di muara baik dalam kondisi pasang dan surut telah melebihi baku mutu. Pada saat surut konsentrasi detergen meningkat terutama pada saat surut. BOD Kondisi BOD di muara Teluk Jakarta pada kondisi pasang maupun surut tersaji pada grafik di bawah ini. GRAFIK : II.111. KONSENTRASI BOD DI MUARA TELUK JAKARTA PADA SAAT PASANG DAN SURUT M Kamal Cengkareng M Angke M Karang M Ancol M Sunter M Cakung M Marunda M Gembong PASANG SURUT BM Sumber : BPLHD Provinsi DKI Jakarta, 2011 Keterangan : Terlihat jelas bahwa pada saat surut dan pasang konsentrasi BOD sudah cukup tinggi dan telah melebihi baku mutu di semua muara. Dengan konsentrasi yang tinggi ini maka akan akan mengurangi kandungan Halaman II - 235

262 oksigen terlarut. Hal ini menunjukkan pada muara tersebut kaya akan bahan organik yang mudah di urai (biodegradable organic matter). Tingginya bahan organik pada daerah muara dapat berasal dari aktifitas di sekitar muara atau sepanjang aliran sungai. C. Kualitas Biologi Parameter biologi perairan yang diamati meliputi kelimpahan plankton dan benthos (makroobenthos). Berdasarkan hasil analisis terhadap kelimpahan Fitoplankton dan makroozoobenthos, diperoleh nilai indeks diversitas/keanekaragaman untuk masing-masing wilayah pengambilan sample. Nilai indeks diversitas plankton (fitooplankton dan Zooplankton) dan makrobenthos adalah sebagian dari parameter biologi perairan yang dapat digunakan untuk menentukan tingkat pencemaran di Teluk Jakarta. a. Phytoplankton 1. Hasil Pengamatan Bulan Mei 2011 Hasil identifikasi fitoplankton di perairan laut Teluk Jakarta, tersaji pada lampiran 3a. Hasil yang diperoleh dari sampel perairan laut Teluk Jakarta diperoleh 24 jenis fitoplankton yang terdiri dari 4 classis, yaitu Bacillariophyceae (Diatoma) terdiri dari 15 jenis (63%); Chlorophyceae 2 jenis (8%); Cyanophyceae 1 jenis (4%) dan Dinophyceae 6 jenis (25%), tersaji pada Grafik : II.112. GRAFIK : II.112. KOMPOSISI JENIS FITOPLANKTON DI PERAIRAN LAUT TELUK JAKARTA 25% 4% 8% 63% BACILLARIOPHYCEAE CHLOROPHYCEAE CYANOPHYCEAE DINOPHYCEAE Sumber : BPLHD Provinsi DKI Jakarta, 2011 Keterangan : Hasil Pemantauan Bulan Mei 2011 Kelimpahan fitoplankton yang ditemukan pada masing-masing stasiun, berkisar antara sel/m 3. Kelimpahan tertinggi terdapat pada stasiun C 1 dan kelimpahan terendah pada stasiun B 7. Jenis Stephanopyxis sp. ditemukan paling melimpah dan mendominasi di setiap stasiun pengamatan, dengan kelimpahan total sebesar sel/m 3 (89,04%), grafik tersaji pada Grafik : II.113. Halaman II - 236

263 GRAFIK : II.113. SEBARAN KELIMPAHAN FITOPLANKTON (SEL/M 3 ) DI PERAIRAN LAUT TELUK JAKARTA Kelimpahan (sel/m3) A1 A2 A3 A4 A5 A6 A7 B1 B2 B3 B4 B5 B6 B7 C1 C2 C3 C4 C5 D3 D4 D5 D6 Stasiun Sumber : BPLHD Provinsi DKI Jakarta, 2011 Keterangan : Hasil Pemantauan Bulan Mei 2011 Indeks keanekaragaman (H ) berkisar antara 0,061 (stasiun B 2 ) sampai 1,897 (stasiun A 7 ). Indeks Dominasi (D) tertinggi terdapat pada stasiun B 2 dengan nilai 0,984 sedangkan nilai terendahnya terdapat pada stasiun A 7 dengan nilai 0,166. Indeks Keseragaman (E) berkisar antara 0,028 pada stasiun B 2 sampai 0,912 pada stasiun A 7 (Grafik : II.114). GRAFIK : II.114. SEBARAN NILAI INDEKS KEANEKARAGAMAN, INDEKS DOMINANSI, DAN INDEKS KESERAGAMAN FITOPLANKTON DI PERAIRAN LAUT TELUK JAKARTA Nilai Indeks A1 A2 A3 A4 A5 A6 A7 B1 B2 B3 B4 B5 B6 B7 C1 C2 C3 C4 C5 D3 D4 D5 D6 Stasiun Indeks Keanekaragaman Indeks Dominansi Indeks Keseragaman Sumber : BPLHD Provinsi DKI Jakarta, 2011 Keterangan : Hasil Pemantauan Bulan Mei 2011 Hasil identifikasi fitoplankton di perairan muara Teluk Jakarta pada saat pasang tersaji pada lampiran 3b. Hasil identifikasi fitoplankton untuk perairan Muara Teluk Jakarta baik pada saat pasang ditemukan 28 jenis yang terdiri dari Bacillariophyceae (Diatoma) sebanyak 19 jenis (65%); Chlorophyceae 4 jenis (13%); Cyanophyceae 1 jenis (3%); dan Dinophyceae 4 jenis (19%), tersaji pada Grafik : II.115. Halaman II - 237

264 GRAFIK : II.115. KOMPOSISI JENIS FITOPLANKTON YANG DITEMUKAN DI MUARA TELUK JAKARTA PADA SAAT PASANG 19% 3% 13% 65% BACILLARIOPHYCEAE CHLOROPHYCEAE CYANOPHYCEAE DINOPHYCEAE Sumber : BPLHD Provinsi DKI Jakarta, 2011 Keterangan : Hasil Pemantauan Bulan Mei 2011 Kelimpahan fitoplankton yang ditemukan pada saat pasang berkisar antara sel/m 3. Kelimpahan tertinggi terdapat pada stasiun Muara Sunter dan kelimpahan terendah pada stasiun Muara Angke. Jenis Stephanophyxis sp. mendominasi dan ditemukan paling melimpah di setiap stasiun pengamatan dengan total kelimpahan sebesar sel/m 3 atau sekitar 97,13 persen (Grafik II.116). GRAFIK : II.116. SEBARAN KELIMPAHAN FITOPLANKTON (SEL/M 3 ) DI MUARA TELUK JAKARTA PADA SAAT PASANG Pasang Kelimpahan (sel/m3) M1 M2 M3 M4 M5 M6 M7 M8 M9 Stasiun Sumber : BPLHD Provinsi DKI Jakarta, 2011 Keterangan : Hasil Pemantauan Bulan Mei 2011 Kelimpahan fitoplankton pada saat surut berkisar antara sel/m 3. Kelimpahan tertinggi terdapat pada stasiun Muara Kamal dan kelimpahan terendah terdapat pada stasiun Muara Cilincing. Stephanophyxis sp masih mendominasi tiap stasiun pengamatan pada waktu surut dengan total kelimpahan sel/m 3 atau sekitar 96,63 persen, gambar tersaji pada Grafik : II.117. Halaman II - 238

265 GRAFIK : II.117. SEBARAN KELIMPAHAN FITOPLANKTON (SEL/M 3 ) DI MUARA TELUK JAKARTA PADA SAAT SURUT Surut Kelimpahan (sel/m3) M1 M2 M3 M4 M5 M6 M7 M8 M9 Stasiun Sumber : BPLHD Provinsi DKI Jakarta, 2011 Keterangan : Hasil Pemantauan Bulan Mei 2011 Nilai Indeks Keanekaragaman (H ) pada saat pasang berkisar antara 0,014 (stasiun Muara Sunter) sampai 1,769 (stasiun Muara Kamal). Nilai indeks dominansi tertinggi terdapat pada stasiun M. Sunter (0,997) dan nilai terendah pada stasiun Muara Kamal (0,228). Indeks Keseragaman (E) berkisar antara 0,007 terdapat pada stasiun M. Sunter sampai 0,670 yang terdapat pada stasiun M. Kamal (Grafik : II.118). GRAFIK : II.118. SEBARAN NILAI INDEKS KEANEKARAGAMAN, INDEKS DOMINANSI, DAN INDEKS KESERAGAMAN FITOPLANKTON DI PERAIRAN MUARA TELUK JAKARTA PADA SAAT PASANG Pasang Nilai Indeks M1 M2 M3 M4 M5 M6 M7 M8 M9 Stasiun Indeks Keanekaragaman Indeks Dominansi Indeks Keseragaman Sumber : BPLHD Provinsi DKI Jakarta, 2011 Keterangan : Hasil Pemantauan Bulan Mei 2011 Nilai Indeks Keanekaragaman (H ) pada saat surut berkisar antara 0,102 (stasiun M. Kamal) sampai 2,098 (stasiun M. Cilincing). Nilai Indeks Dominasi (D) tertinggi pada saat surut terdapat pada stasiun M. Kamal dengan nilai 0,968 dan nilai terendahnya terdapat pada stasiun M. Cilincing dengan nilai 0,148. Indeks Keseragaman (E) berkisar antara 0,044 pada stasiun M. Kamal sampai 0,875 pada stasiun M. Cilincing, tersaji pada Grafik : II.119. Halaman II - 239

266 GRAFIK : II.119. SEBARAN NILAI INDEKS KEANEKARAGAMAN, INDEKS DOMINANSI, DAN INDEKS KESERAGAMAN FITOPLANKTON DI PERAIRAN MUARA TELUK JAKARTA PADA SAAT SURUT Surut Nilai Indeks M1 M2 M3 M4 M5 M6 M7 M8 M9 Stasiun Sumber : BPLHD Provinsi DKI Jakarta, 2011 Keterangan : Hasil Pemantauan Bulan Mei Hasil Pengamatan Bulan Juli 2011 Indeks Keanekaragaman Indeks Dominansi Indeks Keseragaman Hasil pengamatan fitoplankton di perairan laut dan muara Teluk Jakarta, tersaji pada lampiran 3a-3c. Hasil yang diperoleh dari sampel perairan laut Teluk Jakarta diperoleh 31 jenis fitoplankton yang terdiri dari 3 classis, yaitu Bacillariophyceae terdiri dari 20 jenis (64%); Cyanophyceae 3 jenis (10%); dan Dinophyceae 8 jenis (26%), tersaji pada Grafik : II.120. GRAFIK : II.120. KOMPOSISI JENIS FITOPLANKTON DI PERAIRAN LAUT TELUK JAKARTA 26% 10% 64% BACILLARIOPHYCEAE CYANOPHYCEAE DINOPHYCEAE Sumber : BPLHD Provinsi DKI Jakarta, 2011 Keterangan : Hasil Pemantauan Bulan Juli 2011 Kelimpahan fitoplankton yang ditemukan pada masing-masing stasiun, berkisar antara sampai sel/m 3, kelimpahan tertinggi terdapat pada stasiun C 2 dan kelimpahan terendah pada stasiun A 5. Jenis Chaetoceros sp. ditemukan paling melimpah dan mendominasi di setiap stasiun pengamatan, dengan total kelimpahan sel/m 3 atau sekitar 72,58 persen (Grafik : II.121). Halaman II - 240

267 GRAFIK : II.121. KELIMPAHAN FITOPLANKTON (SEL/M 3 ) DI PERAIRAN LAUT TELUK JAKARTA Kelimpahan (sel/m 3 ) A1 A2 A3 A4 A5 A6 A7 B1 B2 B3 B4 B5 B6 B7 C2 C3 C4 C5 C6 D3 D4 D5 D6 Stasiun Sumber : BPLHD Provinsi DKI Jakarta, 2011 Keterangan : Hasil Pemantauan Bulan Juli 2011 Indeks keanekaragaman (H ) berkisar antara 0,125 (stasiun C 3 ) sampai 2,265 (stasiun A 7 ). Berkebalikan dengan indeks keanekaragaman, Indeks Dominasi (D) tertinggi terdapat pada stasiun C 3 dengan nilai 0,956 sedangkan nilai terendahnya terdapat pada stasiun A 7 dengan nilai 0,136. Indeks Keseragaman (E) berkisar antara 0,049 pada stasiun C 3 sampai 0,799 pada stasiun A 7, tersaji pada Grafik : II.122. GRAFIK : II.122. SEBARAN NILAI INDEKS KEANEKARAGAMAN (H ), INDEKS DOMINANSI (D) DAN INDEKS KESERAGAMAN (E) FITOPLANKTON DI PERAIRAN LAUT TELUK JAKARTA 2,500 2,000 1,500 1,000 0,500 0,000 A1 A2 A3 A4 A5 A6 A7 B1 B2 B3 B4 B5 B6 B7 C2 C3 C4 C5 C6 D3 D4 D5 D6 Indeks Keanekaragaman (H') Indeks Dominansi (D) Indeks Keseragaman (E) Sumber : BPLHD Provinsi DKI Jakarta, 2011 Keterangan : Hasil Pemantauan Bulan Juli 2011 Halaman II - 241

268 Hasil identifikasi fitoplankton untuk perairan Muara Teluk Jakarta pada saat pasang ditemukan 27 jenis yang terdiri dari 4 kelas, yaitu Bacillariophyceae terdiri dari 17 jenis (63%); Cyanophyceae 3 jenis (11%), Chlorophyceae 1 jenis (4%) dan Dinophyceae 6 jenis (22%), tersaji pada Grafik : II.123; sedangkan hasil pengamatan pada saat surut ditemukan 24 jenis yang terdiri dari 4 kelas, yaitu Bacillariophyceae terdiri dari 14 jenis (59%); Cyanophyceae 2 jenis (8%), Chlorophyceae 1 jenis (4%) dan Dinophyceae 7 jenis (29%), tersaji pada Grafik : II.123. GRAFIK : II.123. KOMPOSISI JENIS FITOPLANKTON DI PERAIRAN MUARA TELUK JAKARTA. PADA SAAT PASANG PADA SAAT SURUT 22% 29% 11% 63% 8% 59% 4% 4% BACILLARIOPHYCEAE CHLOROPHYCEAE CYANOPHYTA DINOPHYCEAE BACILLARIOPHYCEAE CHLOROPHYCEAE CYANOPHYCEAE DINOPHYCEAE Sumber : BPLHD Provinsi DKI Jakarta, 2011 Keterangan : Pemantauan Bulan Juli 2011 Kelimpahan fitoplankton yang ditemukan pada saat pasang berkisar antara sampai sel/m 3. Kelimpahan tertinggi terdapat pada stasiun Gedong Pompa dan kelimpahan terendah pada stasiun M. Marina Ancol. Jenis Chaetoceros sp. mendominasi dan ditemukan paling melimpah di setiap stasiun pengamatan. Nilai kelimpahan totalnya sel/m 3 atau sekitar 60,13 persen (Grafik : II.124). Kelimpahan fitoplankton pada saat surut berkisar antara sampai sel/m 3, dengan kelimpahan tertinggi terdapat pada stasiun M. Cengkareng Drain dan kelimpahan terendah terdapat pada stasiun M. Gembong. Chaetoceros sp. masih mendominasi kelimpahan pada setiap stasiun pengamatan dengan total kelimpahan sel/m 3 atau sekitar 55,92 persen (Grafik : II.124). Halaman II - 242

269 GRAFIK : II.124. KELIMPAHAN FITOPLANKTON (SEL/M 3 ) DI PERAIRAN MUARA TELUK JAKARTA. PADA SAAT PASANG PADA SAAT SURUT Kelimpahan (sel/m3) Pasang Kelimpahan (sel/m 3 ) Surut M. Marina M. Sunter M. Cilincing M. Marunda M. Gembong M. Karang M. Angke M. Cengkareng M. Kamal Gd. Pompa 0 M. Marina M. Sunter M. Cilincing M. Marunda M. Gembong M. Karang M. Angke M. Cengkareng M. Kamal Gd. Pompa Stasiun Stasiun Sumber : BPLHD Provinsi DKI Jakarta, 2011 Keterangan : Pemantauan Bulan Juli 2011 Nilai Indeks Keanekaragaman (H ) pada saat pasang berkisar antara 0,686 (stasiun M. Karang) sampai 1,454 (stasiun M. Sunter). Indeks Keseragaman (E) berkisar antara 0,249 terdapat pada stasiun M. Cengkareng Drain sampai 0,832 yang terdapat pada stasiun M.Gembong, tersaji pada Grafik : II.125. Nilai Indeks Keanekaragaman (H ) pada saat surut berkisar antara 0,192 (stasiun M. Kamal) sampai 1,736 (stasiun M. Gembong). Nilai Indeks Dominasi (D) tertinggi pada saat surut terdapat pada stasiun M. Kamal dengan nilai 0,933 dan nilai terendahnya terdapat pada stasiun M. Gembong dengan nilai 0,212. Indeks Keseragaman (E) berkisar antara 0,099 pada stasiun M. Kamal sampai 0,790 pada stasiun M.Gembong, tersaji pada Grafik : II.125. GRAFIK : II.125. SEBARAN NILAI INDEKS KEANEKARAGAMAN (H ), INDEKS DOMINANSI (D) DAN INDEKS KESERAGAMAN (E) FITOPLANKTON DI PERAIRAN MUARA TELUK JAKARTA PADA SAAT PASANG PADA SAAT SURUT Surut Pasang 2,000 1,600 1,800 1,400 1,600 1,400 1,200 1,200 1,000 1,000 0,800 0,800 0,600 0,600 0,400 0,400 0,200 0,200 0,000 M. Marina M. Sunter M. Cilincing M. Mar unda M. Gembong M. Karang M. Angke M. Cengkareng M. Kamal Gd. Pompa 0,000 M. Marina M. Sunter M. Cilincing M. Marunda M. Gembong M. Karang M. Angke M. Cengkareng M. Kamal Gd. Pompa Indeks Keanekaragaman (H') Indeks Dominansi (D) Indeks Keseragaman (E) Indeks Keanekaragaman (H') Indeks Dominansi (D) Indeks Keseragaman (E) Sumber : BPLHD Provinsi DKI Jakarta, 2011 Keterangan : Pemantauan Bulan Juli 2011 Halaman II - 243

270 3. Hasil Pengamatan Bulan Nopember 2011 Muara Hasil identifikasi plankton tersaji pada lampiran 3a-3c dan 4a-4c. Hasil identifikasi fitoplankton untuk perairan Muara Teluk Jakarta pada saat pasang, ditemukan 27 jenis yang terdiri dari 4 classis, yaitu Bacillariophyceae (Diatomae) terdiri dari 18 jenis (67%); Cyanophyceae 2 jenis (7%); Chlorophyceae 1 jenis (4%) dan Dinophyceae 6 jenis (22%); sama halnya dengan hasil pengamatan pada saat pasang, jenis fitoplankton yang ditemukan pada saat surut sebanyak 17 jenis yang terdiri dari 4 classis, yaitu Bacillariophyceae terdiri dari 9 jenis (53%); Cyanophyceae 1 jenis (6%); Chlorophyceae 1 jenis (6%) dan Dinophyceae 6 jenis (35%), gambar tersaji pada Grafik : II.126. GRAFIK : II.126. KOMPOSISI JENIS FITOPLANKTON YANG DITEMUKAN DI PERAIRAN MUARA TELUK JAKARTA PADA SAAT PASANG PADA SAAT SURUT Sumber : BPLHD Provinsi DKI Jakarta, 2011 Keterangan : Pemantauan Bulan Nopember 2011 Kelimpahan fitoplankton yang ditemukan pada saat pasang berkisar antara sampai sel/m 3. Kelimpahan tertinggi terdapat pada stasiun Muara Cakung dan kelimpahan terendah pada stasiun Muara Gedong Pompa. Jenis Chaetoceros sp. mendominasi dan ditemukan paling melimpah di setiap stasiun pengamatan. Nilai kelimpahan totalnya sebesar atau sekitar 54,56 persen. Kelimpahan fitoplankton pada saat surut berkisar antara sampai sel/m 3, dengan kelimpahan tertinggi terdapat pada stasiun Muara Gedong Pompa dan kelimpahan terendah terdapat pada stasiun Muara Gembong. Chaetoceros sp. mendominasi kelimpahan pada setiap stasiun pengamatan dengan total kelimpahan sebesar atau sekitar 55,99 persen, tersaji pada Grafik : II.127. Halaman II - 244

271 GRAFIK : II.127. KELIMPAHAN FITOPLANKTON (SEL/M 3 ) DI PERAIRAN MUARA TELUK JAKARTA PADA SAAT PASANG PADA SAAT SURUT Sumber : BPLHD Provinsi DKI Jakarta, 2011 Keterangan : Pemantauan Bulan Nopember 2011 Nilai Indeks Keanekaragaman (H ) pada saat pasang berkisar antara 0,046 (stasiun M. Marina Ancol) sampai 0,985 (stasiun M. Marunda). Indeks Keseragaman (E) berkisar antara 0,017 terdapat pada stasiun M. Marina Ancol sampai 0,373 yang terdapat pada stasiun M. Marunda. Nilai Indeks Keanekaragaman (H ) pada saat surut berkisar antara 0,272 (stasiun M. Cengkareng) sampai 0,839 (stasiun M. Marunda). Nilai Indeks Dominasi (D) tertinggi pada saat surut terdapat pada stasiun M. Cengkareng dengan nilai 0,871 dan nilai terendahnya terdapat pada stasiun M. Marunda dengan nilai 0,476. Indeks Keseragaman (E) berkisar antara 0,109 pada stasiun M. Cengkareng sampai 0,338 pada stasiun M. Marunda (Grafik : II.128). GRAFIK : II.128. SEBARAN NILAI INDEKS KEANEKARAGAMAN (H ), INDEKS DOMINANSI (D) DAN INDEKS KESERAGAMAN (E). PADA SAAT PASANG PADA SAAT SURUT Sumber : BPLHD Provinsi DKI Jakarta, 2011 Keterangan : Laut Hasil yang diperoleh dari sampel perairan laut Teluk Jakarta diperoleh 32 jenis fitoplankton yang terdiri dari 4 classis, yaitu Bacillariophyceae (Diatom) terdiri dari 22 jenis; Cyanophyceae 3 jenis; dan Dinophyceae 7 jenis, tersaji pada Grafik : II.129. Halaman II - 245

272 GRAFIK : II.129. KOMPOSISI JENIS FITOPLANKTON YANG DITEMUKAN DI PERAIRAN LAUT TELUK JAKARTA Sumber : BPLHD Provinsi DKI Jakarta, 2011 Keterangan : Pemantauan Bulan Nopember 2011 Kelimpahan fitoplankton yang ditemukan pada masing-masing stasiun, berkisar antara sampai sel/m 3, kelimpahan tertinggi terdapat pada stasiun B3 dan kelimpahan terendah pada stasiun A4. Jenis Chaetoceros sp. ditemukan paling melimpah dan mendominasi di setiap stasiun pengamatan, dengan total kelimpahan sebesar sel/m 3 atau sekitar 55,35 persen (Grafik : II.130). GRAFIK : II.130. KELIMPAHAN FITOPLANKTON (SEL/M 3 ) DI PERAIRAN LAUT TELUK JAKARTA Sumber : BPLHD Provinsi DKI Jakarta, 2011 Keterangan : Pemantauan Bulan Nopember 2011 Indeks keanekaragaman (H ) berkisar antara 0,042 (stasiun A4) sampai 2,073 (stasiun A1). Indeks Dominasi (D) tertinggi terdapat pada stasiun A4 dengan nilai 0,988 sedangkan nilai terendahnya terdapat pada stasiun A1 dengan nilai 0,158. Indeks Keseragaman (E) berkisar antara 0,015 pada stasiun A4 sampai 0,834 pada stasiun A1, tersaji pada Grafik : II.131. Halaman II - 246

273 GRAFIK : II.131. SEBARAN NILAI INDEKS KEANEKARAGAMAN (H ), INDEKS DOMINANSI (D) DAN INDEKS KESERAGAMAN (E). Sumber : BPLHD Provinsi DKI Jakarta, 2011 Keterangan : b. Zooplankton 1. Hasil Pengamatan Bulan Mei 2011 Pengamatan terhadap sampel zooplankton di perairan Laut Teluk Jakarta, ditemukan 28 jenis, yang terdiri dari Ciliata 2 jenis; Crustaceae 7 jenis; Hydrozoa, Sarcodina, Gastropoda masing-masing 1 jenis; Sagittoidea 3 jenis; Urochordata 3 jenis; Larva Crustaceae 7 jenis; Larva Polychaeta 2 jenis dan Larva Molusca 2 jenis (Grafik : II.132). GRAFIK : II.132. KOMPOSISI JENIS ZOOPLANKTON (IND/M 3 ) YANG DITEMUKAN DI PERAIRAN LAUT TELUK JAKARTA CILIATA CRUSTACEA 7% 7% 7% HYDROZOA SARCODINA 24% GASTROPODA SAGITTOIDEA 25% UROCHORDATA LARVA 4% LARVA POLYCHAETA LARVA MOLUSCA 7% 11% 4% 4% Sumber : BPLHD Provinsi DKI Jakarta, 2011 Keterangan : Pemantauan Bulan Mei 2011 Kelimpahan zooplankton berkisar antara ind/m 3. Kelimpahan tertinggi terdapat pada stasiun D 5, sedangkan kelimpahan terendah terdapat pada stasiun A 2. Jenis Acartia sp. ditemukan paling melimpah di setiap stasiun pengamatan, dengan jumlah total kelimpahan sebesar ind/m 3 atau sekitar 27,23 persen (Grafik : II.133). Halaman II - 247

274 GRAFIK : II.133. SEBARAN KELIMPAHAN ZOOPLANKTON (IND/M 3 ) DI PERAIRAN LAUT TELUK JAKARTA Kelimpahan (ind/m3) A1 A2 A3 A4 A5 A6 A7 B1 B2 B3 B4 B5 B6 B7 C2 C3 C4 C5 C6 D3 D4 D5 Stasiun Sumber : BPLHD Provinsi DKI Jakarta, 2011 Keterangan : Pemantauan Bulan Mei 2011 Nilai Indeks Keanekaragaman (H ) berkisar antara 1,044 (stasiun B 2 ) sampai 2,254 (stasiun B 4 ). Nilai Indeks Dominasi (D) tertinggi terdapat pada stasiun B 2 dengan nilai 0,509; sedangkan nilai terendah terdapat pada stasiun C 6 dengan nilai 0,127. Indeks Keseragaman (E) berkisar antara 0,580 pada stasiun C 3 sampai 0,969 pada stasiun A 2, tersaji pada Grafik : II.134. GRAFIK : II.134. SEBARAN NILAI INDEKS KEANEKARAGAMAN, INDEKS DOMINANSI, DAN INDEKS KESERAGAMAN ZOOPLANKTON DI PERAIRAN LAUT TELUK JAKARTA Nilai Indeks A1 A2 A3 A4 A5 A6 A7 B1 B2 B3 B4 B5 B6 B7 C2 C3 C4 C5 C6 D3 D4 D5 Stasiun Indeks Keanekaragaman Indeks Dominansi Indeks Keseragaman Sumber : BPLHD Provinsi DKI Jakarta, 2011 Keterangan : Pemantauan Bulan Mei 2011 Pengamatan terhadap sampel zooplankton di Muara Teluk Jakarta pada saat pasang, ditemukan 22 jenis yang terdiri dari Ciliata 3 jenis; Crustaceae 7 jenis; Hydrozoa, Gastropoda masing-masing 1 jenis; Sagittoidea 2 jenis; Urochordata 2 jenis; Larva Crustaceae 2 jenis; Larva Polychaeta 1 jenis dan Larva Molusca 3 jenis, tersaji pada Grafik : II.135. Halaman II - 248

275 GRAFIK : II.135. KOMPOSISI JENIS ZOOPLANKTON YANG DITEMUKAN DI PERAIRAN MUARA TELUK JAKARTA PADA SAAT PASANG CILIATA CRUSTACEA HYDROZOA GASTROPODA SAGITTOIDEA UROCHORDATA LARVA LARVA POLYCHAETA LARVA MOLUSCA 14% 13% 31% Sumber : BPLHD Provinsi DKI Jakarta, 2011 Keterangan : Pemantauan Bulan Mei 2011 Sedangkan hasil pengamatan zooplankton pada saat surut ditemukan 17 jenis yang terdiri dari Ciliata 2 jenis; Crustaceae 6 jenis; Hydrozoa, Gastropoda, Sagittoidea, Urochordata, Larva Crustaceae, Larva Polychaeta masing-masing 1 jenis dan Larva Molusca 3 jenis (Grafik : II.136). GRAFIK : II.136. KOMPOSISI JENIS ZOOPLANKTON YANG DITEMUKAN DI PERAIRAN MUARA TELUK JAKARTA PADA SAAT SURUT 18% 12% CILIATA CRUSTACEA HYDROZOA GASTROPODA SAGITTOIDEA UROCHORDATA LARVA LARVA POLYCHAETA LARVA MOLUSCA 34% Sumber : BPLHD Provinsi DKI Jakarta, 2011 Keterangan : Pemantauan Bulan Mei 2011 Kelimpahan zooplankton pada saat pasang berkisar antara 462 sampai ind/m 3. Kelimpahan tertinggi terdapat pada stasiun M. Cilincing dan kelimpahan terendah terdapat pada stasiun M. Angke. Pada saat pasang, jenis Oithona sp. ditemukan paling melimpah dan mendominasi di setiap stasiun pengamatan, dengan kelimpahan totalnya ind/m 3 atau sekitar 30,22 persen (Grafik : II.137). Halaman II - 249

276 GRAFIK : II.137. SEBARAN KELIMPAHAN ZOOPLANKTON (IND/M 3 ) DI PERAIRAN MUARA TELUK JAKARTA PADA SAAT PASANG Pasang Kelimpahan (ind M1 M2 M3 M4 M5 M6 M7 M8 M9 Stasiun Sumber : BPLHD Provinsi DKI Jakarta, 2011 Keterangan : Pemantauan Bulan Mei 2011 Kelimpahan zooplankton pada saat surut berkisar antara sampai ind/m 3, dengan kelimpahan tertinggi terdapat pada stasiun M. Kamal dan terendah pada stasiun M. Angke. Jenis Oithona sp. mendominasi pada setiap stasiun pengamatan dengan besar kelimpahan totalnya ind/m 3 atau sekitar 27,53 persen, tersaji pada Grafik : II.138. GRAFIK : II.138. SEBARAN NILAI INDEKS KEANEKARAGAMAN, INDEKS DOMINANSI, DAN INDEKS KESERAGAMAN ZOOPLANKTON DI PERAIRAN MUARA TELUK JAKARTA PADA SAAT SURUT Surut Kelimpahan (ind M1 M2 M3 M4 M5 M6 M7 M8 M9 Stasiun Sumber : BPLHD Provinsi DKI Jakarta, 2011 Keterangan : Pemantauan Bulan Mei 2011 Nilai Indeks Keanekaragaman (H ) pada saat pasang berkisar antara 0,637 (stasiun M. Kamal) sampai 2,243 (stasiun M. Gembong). Nilai Indeks Keseragaman (E) tertinggi terdapat pada stasiun M. Angke dengan nilai 1,000 dan nilai terendah terdapat pada stasiun M. Marunda dengan nilai 0,684. Indeks Dominansi (D) tertinggi pada stasiun M. Kamal yaitu sebesar 0,556 dan nilai terendah pada stasiun M. Gembong dengan nilai 0,130 (Grafik : II.139). Halaman II - 250

277 GRAFIK : II.139. SEBARAN NILAI INDEKS KEANEKARAGAMAN, INDEKS DOMINANSI, DAN INDEKS KESERAGAMAN ZOOPLANKTON DI PERAIRAN MUARA TELUK JAKARTA PADA SAAT PASANG Pasang 2,500 2,000 Nilai Inde 1,500 1,000 0,500 0,000 M1 M2 M3 M4 M5 M6 M7 M8 M9 Stasiun Indeks Keanekaragaman Indeks Dominansi Indeks Keseragaman Sumber : BPLHD Provinsi DKI Jakarta, 2011 Keterangan : Pemantauan Bulan Mei 2011 Nilai Indeks Keanekaragaman (H ) pada saat surut berkisar antara 0,868 (stasiun M. Cilincing) sampai 2,013 (stasiun M. Gembong). Nilai Indeks Dominasi (D) tertinggi terdapat pada stasiun M. Cilincing dengan nilai 0,500 dan nilai terendah terdapat pada stasiun M. Gembong dengan nilai 0,162. Indeks Keseragaman (E) tertinggi pada saat surut adalah sebesar 0,930 terdapat pada stasiun M. Kamal dan nilai terandah pada stasiun M. Karang dengan nilai 0,654, tersaji pada Grafik : II.140. GRAFIK : II.140. SEBARAN NILAI INDEKS KEANEKARAGAMAN, INDEKS DOMINANSI, DAN INDEKS KESERAGAMAN ZOOPLANKTON DI PERAIRAN MUARA TELUK JAKARTA PADA SAAT SURUT Surut 2,500 2,000 Nilai Inde 1,500 1,000 0,500 0,000 M1 M2 M3 M4 M5 M6 M7 M8 M9 Stasiun Indeks Keanekaragaman Indeks Dominansi Indeks Keseragaman Sumber : BPLHD Provinsi DKI Jakarta, 2011 Keterangan : Pemantauan Bulan Mei Hasil Pengamatan Bulan Juli 2011 Pengamatan terhadap sampel zooplankton di perairan Laut Teluk Jakarta, ditemukan 28 jenis, yang terdiri dari 8 kelas, yaitu Crustaceae 10 jenis (35%), Ciliata 3 jenis (11%), Gastropoda dan Larva Annelida masingmasing 1 jenis (4%), Bivalvia dan Sagittoidea masing-masing 2 jenis (7%), Urochordata 5 jenis (18%) dan Larva crustaceae 4 jenis (14%), Grafik : II.141. Halaman II - 251

278 GRAFIK : II.141. KOMPOSISI JENIS ZOOPLANKTON DI PERAIRAN LAUT TELUK JAKARTA 14% 18% 35% 4% 7% 7% 4% 11% CRUSTACEAE CILIATA GASTROPODA BIVALVIA SAGITTOIDEA LARVA ANNELIDA UROCHORDATA Larva Crustaceae Sumber : BPLHD Provinsi DKI Jakarta, 2011 Keterangan : Pemantauan Bulan Juli 2011 Kelimpahan zooplankton berkisar antara sampai ind/m 3. Kelimpahan tertinggi terdapat pada stasiun B 1, sedangkan kelimpahan terendah terdapat pada stasiun D 4. Jenis Acartia sp. ditemukan paling melimpah di setiap stasiun pengamatan, dengan total kelimpahan ind/m 3 (34,20%), tersaji pada Grafik : II.142. GRAFIK : II.142. KELIMPAHAN ZOOPLANKTON (IND/M 3 ) DI PERAIRAN LAUT TELUK JAKARTA Kelimpahan (ind/m 3 ) A1 A2 A3 A4 A5 A6 A7 B1 B2 B3 B4 B5 B6 B7 C2 C3 C4 C5 C6 D3 D4 D5 D6 Stasiun Sumber : BPLHD Provinsi DKI Jakarta, 2011 Keterangan : Pemantauan Bulan Juli 2011 Nilai Indeks Keanekaragaman (H ) tertinggi terdapat pada stasiun C 3 dengan nilai 2,272. Nilai Indeks Dominasi (D) terendah terdapat pada stasiun C 3 dengan nilai 0,116; sedangkan nilai tertinggi terdapat pada stasiun D 4,D 5 dan D 6 dengan nilai 1,00. Indeks Keseragaman (E) tertinggi terdapat pada stasiun C 3 dengan nilai 0,948 (Grafik : II.143). Halaman II - 252

279 GRAFIK : II.143. SEBARAN NILAI INDEKS KEANEKARAGAMAN (H ), INDEKS DOMINANSI (D) DAN INDEKS KESERAGAMAN (E) ZOOPLANKTON DI PERAIRAN LAUT TELUK JAKARTA 2,5 2 1,5 1 0,5 0 A1 A2 A3 A4 A5 A6 A7 B1 B2 B3 B4 B5 B6 B7 C2 C3 C4 C5 C6 D3 D4 D5 D6 Indeks Keanekaragaman (H') Indeks Dominansi (D) Indeks Keseragaman (E) Sumber : BPLHD Provinsi DKI Jakarta, 2011 Keterangan : Pemantauan Bulan Juli 2011 Pengamatan terhadap sampel zooplankton di Muara Teluk Jakarta pada saat pasang, ditemukan 17 jenis, yang terdiri 6 kelas yaitu Crustaceae 10 jenis (58%), Gastropoda, Sagittoidea dan Larva Crustaceae masing-masing ditemukan 1 jenis (6%); Urochordata dan Larva Annelida masing-masing 2 jenis (12%), tersaji pada Grafik : II.144. Sedangkan pada saat surut ditemukan 21 jenis yang terdiri dari 7 kelas yaitu Crustaceae 10 jenis (47%), Bivalvia, Larva Annelida dan Urochordata masing-masing ditemukan 2 jenis (10%); Gastropoda dan Sagittoidea masing-masing 1 jenis (5%); dan Larva Crustaceae 3 jenis (13%), Grafik : II.144. GRAFIK : II.144. KOMPOSISI JENIS ZOOPLANKTON DI PERAIRAN MUARA TELUK JAKARTA PADA SAAT PASANG PADA SAAT SURUT Surut Pasang 13% 12% 6% 10% 47% 12% 10% 5% 5% 10% 6% 6% 58% CRUSTACEAE BIVALVIA GASTROPODA SAGITTOIDEA LARVA ANNELIDA UROCHORDATA Larva Crustaceae CRUSTACEAE GASTROPODA SAGITTOIDEA LARVA ANNELIDA UROCHORDATA Larv a Crustaceae Sumber : BPLHD Provinsi DKI Jakarta, 2011 Keterangan : Pemantauan Bulan Juli 2011 Kelimpahan zooplankton pada saat pasang berkisar antara sampai ind/m 3. Kelimpahan tertinggi terdapat pada stasiun M. Marunda dan kelimpahan terendah terdapat pada stasiun M. Halaman II - 253

280 Cengkareng. Pada saat pasang, jenis Oithona sp. ditemukan paling melimpah dan mendominasi di setiap stasiun pengamatan, dengan total kelimpahan ind/m 3 (40,20 %), Grafik : II.145. Kelimpahan zooplankton pada saat surut berkisar antara sampai ind/m 3, dengan kelimpahan tertinggi terdapat pada stasiun M. Karang dan terendah pada stasiun M. Cilincing. Jenis Acartia sp. mendominasi pada setiap stasiun pengamatan dengan besarnya total kelimpahan ind/m 3 atau sekitar 25,97 persen, Grafik : II.145. GRAFIK : II.145. KELIMPAHAN ZOOPLANKTON (IND/M 3 ) DI PERAIRAN MUARA TELUK JAKARTA PADA SAAT PASANG PADA SAAT SURUT Kelimpahan (ind/m 3 ) Pasang Kelimpahan (ind/m 3 ) Surut M. Karang M. Angke M. M. Kamal M. Marina M. Sunter M. Cilincing M. Marunda M. Gembong Gedong Cengkareng Pompa 0 M. Karang M. Angke M. M. Kamal M. Marina M. Sunter M. Cilincing M. Marunda M. Gembong Gedong Cengkareng Pompa Stasiun Stasiun Sumber : BPLHD Provinsi DKI Jakarta, 2011 Keterangan : Pemantauan Bulan Juli 2011 Nilai Indeks Keanekaragaman (H ) pada saat pasang berkisar antara 1,280 (stasiun Gedong Pompa) sampai 1,818 (stasiun M. Karang). Nilai Indeks Keseragaman (E) tertinggi terdapat pada stasiun M. Kamal dengan nilai 0,920 dan nilai terendah terdapat pada stasiun M. Marunda dengan nilai 0,621. Indeks Dominansi (D) tertinggi pada stasiun M. Marunda yaitu sebesar 0,402 dan nilai terendah pada stasiun M. Karang dengan nilai 0,187 (Grafik : II.146). Nilai Indeks Keanekaragaman (H ) pada saat surut berkisar antara 0,636 (stasiun M. Cilincing) sampai 1,851 (stasiun M. Karang). Nilai Indeks Dominasi (D) tertinggi terdapat pada stasiun M. Cilincing dengan nilai 0,556 dan nilai terendah terdapat pada stasiun M. Karang dengan nilai 0,191. Indeks Keseragaman (E) tertinggi pada saat surut adalah sebesar 1,029 terdapat pada stasiun M.Gembong (Grafik : II.146). Halaman II - 254

281 GRAFIK : II.146. SEBARAN NILAI INDEKS KEANEKARAGAMAN (H ), INDEKS DOMINANSI (D) DAN INDEKS KESERAGAMAN (E) ZOOPLANKTON DI PERAIRAN MUARA TELUK JAKARTA PADA SAAT PASANG PADA SAAT SURUT Pasang Surut 2,000 2,000 1,800 1,800 1,600 1,600 1,400 1,400 1,200 1,200 1,000 1,000 0,800 0,600 0,400 0,200 0,000 M. Karang M. Angke M. Cengkareng M. Kamal M. Marina M. Sunter M. Cilincing M. Marunda M. Gembong Gedong Pompa 0,800 0,600 0,400 0,200 0,000 M. Karang M. Angke M. Cengkareng M. Kamal M. Marina M. Sunter M. Cilincing M. Marunda M. Gembong Gedong Pompa 0,261 0,299 0,357 Indeks Keanekaragaman (H') Indeks Dominansi (D) Indeks Keseragaman (E) Sumber : BPLHD Provinsi DKI Jakarta, 2011 Keterangan : Pemantauan Bulan Juli Hasil Pengamatan Bulan Nopember 2011 Laut Pengamatan terhadap sampel zooplankton di perairan Laut Teluk Jakarta pada bulan Nopember 2011, ditemukan 30 jenis, yang terdiri dari kelas Crustaceae, Gastropoda, Sagittoidea, Urochordata, Bivalvia, Hydrozoa, Ciliata, Larva Annelida dan Larva Crustaceae (Grafik : II.147). GRAFIK : II.147. KOMPOSISI JENIS ZOOPLANKTON YANG DITEMUKAN DI PERAIRAN LAUT TELUK JAKARTA Sumber : BPLHD Provinsi DKI Jakarta, 2011 Keterangan : Pemantauan Bulan Nopember 2011 Kelimpahan zooplankton berkisar antara 997 sampai ind/m 3. Kelimpahan tertinggi terdapat pada stasiun B7, sedangkan kelimpahan terendah terdapat pada stasiun A2. Jenis Anadara sp. ditemukan paling melimpah di setiap stasiun pengamatan, dengan total kelimpahan sebesar ind/m 3 (24,68%), tersaji pada Grafik : II.148. Halaman II - 255

282 GRAFIK : II.148. KELIMPAHAN ZOOPLANKTON (IND/M 3 ) DI PERAIRAN LAUT TELUK JAKARTA Sumber : BPLHD Provinsi DKI Jakarta, 2011 Keterangan : Pemantauan Bulan Nopember 2011 Nilai Indeks Keanekaragaman (H ) berkisar antara 1,011 (stasiun A2) sampai 2,505 (stasiun B5). Nilai Indeks Dominasi (D) tertinggi terdapat pada stasiun B7 dengan nilai 0,452; sedangkan nilai terendah terdapat pada stasiun B5 dengan nilai 0,103. Indeks Keseragaman (E) berkisar antara 0,494 pada stasiun B7 sampai 0,920 pada stasiun A2 (Grafik : II.149). GRAFIK : II.149. SEBARAN NILAI INDEKS KEANEKARAGAMAN (H ), INDEKS DOMINANSI (D) DAN INDEKS KESERAGAMAN (E). Sumber : BPLHD Provinsi DKI Jakarta, 2011 Keterangan : Muara Pengamatan terhadap sampel zooplankton di Muara Teluk Jakarta pada saat pasang dan surut, ditemukan kelas Crustaceae, Gastropoda, Sagittoidea, Urochordata, Bivalvia, Hydrozoa, Larva Annelida dan Larva Crustacea (Grafik : II.150). Halaman II - 256

283 GRAFIK : II.150. KOMPOSISI JENIS ZOOPLANKTON YANG DITEMUKAN DI PERAIRAN MUARA TELUK JAKARTA PADA SAAT PASANG PADA SAAT SURUT Sumber : BPLHD Provinsi DKI Jakarta, 2011 Keterangan : Pemantauan Bulan Nopember 2011 Kelimpahan zooplankton pada saat pasang berkisar antara 168 sampai ind/m 3. Kelimpahan tertinggi terdapat pada stasiun M. Karang dan kelimpahan terendah terdapat pada stasiun M. Sunter. Pada saat pasang dan surut, jenis Acartia sp. ditemukan paling melimpah dan mendominasi di setiap stasiun pengamatan, dengan kelimpahan ind/m 3 atau sekitar 45,29 persen (pada saat pasang) dan ind/m 3 atau sekitar 24,03 persen (pada saat surut). Kelimpahan zooplankton pada saat surut berkisar antara 831 sampai ind/m 3, dengan kelimpahan tertinggi terdapat pada stasiun M. Karang dan terendah pada stasiun M. Cakung (Grafik : II.151). GRAFIK : II.151. KELIMPAHAN ZOOPLANKTON (IND/M 3 ) DI PERAIRAN MUARA TELUK JAKARTA PADA SAAT PASANG PADA SAAT SURUT Sumber : BPLHD Provinsi DKI Jakarta, 2011 Keterangan : Pemantauan Bulan Nopember 2011 Nilai Indeks Keanekaragaman (H ) pada saat pasang berkisar antara 0,000 (stasiun M. Sunter) sampai 1,490 (stasiun M. Cakung). Nilai Indeks Dominasi (D) tertinggi terdapat pada stasiun M. Sunter dengan nilai 1,000 dan nilai terendah terdapat pada stasiun M. Cakung dengan nilai 0,244. Indeks Keseragaman (E) tertinggi pada stasiun M. Cengkareng yaitu sebesar 0,946 dan nilai terendahnya 0,000 terdapat pada Halaman II - 257

284 stasiun M. Sunter; sedangkan nilai Indeks Keanekaragaman (H ) pada saat surut berkisar antara 0,673 (stasiun M. Gembong) sampai 1,922 (stasiun M. Marina Ancol). Nilai Indeks Dominasi (D) tertinggi terdapat pada stasiun M. Gembong dengan nilai 0,520 dan nilai terendah terdapat pada stasiun M. Marina Ancol dengan nilai 0,167. Indeks Keseragaman (E) tertinggi pada saat surut adalah sebesar 0,971 terdapat pada stasiun M. Gembong dan terendahnya terdapat pada stasiun M. Karang dengan nilai 0,706 (Grafik : II.152). GRAFIK : II.152. SEBARAN NILAI INDEKS KEANEKARAGAMAN (H ), INDEKS DOMINANSI (D) DAN INDEKS KESERAGAMAN (E). Sumber : BPLHD Provinsi DKI Jakarta, 2011 Keterangan : c. Makrozoobenthos 1. Hasil Pengamatan Bulan Mei 2011 Laut Hasil identifikasi jenis makrozoobenthos disajikan pada lampiran 2a & 2b. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa makrozoobentos dari perairan Laut Teluk Jakarta didapatkan terdiri dari 3 Phylum (Moluska, Annelida, dan Arthropoda), 5 kelas (Bivalvia, Gastropoda, Scaphopoda, Polychaeta, dan Crustacea) dan 76 jenis (Genus). Jenis yang sering ditemukan dalam jumlah yang banyak adalah Donax sp (88 %) dari kelas Bivalvia, Codakia sp (3 %) dari kelas Bivalvia, Cellana sp (3 %) dari kelas Gastropoda, Dentalium sp (2 %) dari kelas Scaphopoda, dan Aliculastrum sp & Turritella sp (2 %) dari kelas Gastropoda (Grafik : II.153). Halaman II - 258

285 GRAFIK : II.153. KOMPOSISI JENIS MAKROZOOBENTOS DI PERAIRAN LAUT TELUK JAKARTA 2% 3% 2% 2% 3% 88% Codakia sp Donax sp Aliculastrum sp Cellana sp Turritella sp Dentalium sp Sumber : BPLHD Provinsi DKI Jakarta, 2011 Keterangan : Pemantauan Bulan Mei 2011 Kepadatan makrozoobentos yang ditemukan di perairan Laut Teluk Jakarta berkisar antara 450 sampai ind/m 2. Secara umum kepadatan makrozoobentos terendah pada stasiun pengamatan A7 & B7 dan kepadatan tertinggi pada stasiun D3 (Grafik : II.154). GRAFIK : II.154. KEPADATAN MAKROZOOBENTOS DI PERAIRAN LAUT TELUK JAKARTA Kepadatan Total (ind/m2) A1 A2 A3 A4 A5 A6 A7 B1 B2 B3 B4 B5 B6 B7 C2 C3 C4 C5 C6 D3 D4 D5 D6 Stasiun Sumber : BPLHD Provinsi DKI Jakarta, 2011 Keterangan : Pemantauan Bulan Mei 2011 Berdasarkan indeks keanekaragaman (H ) dari Shannon-Wiener (Krebs, 1989) dengan kisaran: 0 H 3,32 (keanekaragaman rendah), 3,32 H 9,97 (keanekaragaman sedang), dan H 9,97 (keanekaragaman tinggi), maka dapat dikatakan bahwa pada perairan laut Teluk Jakarta mempunyai kisaran keanekaragaman rendah sampai dengan sedang, yang ditunjukkan pada stasiun B2, B6, B7, C3 & C4 dengan nilai indeks keanekaragaman sebesar 3,52; 3,37; 3,35; 3,51; & 3,68 (mempunyai keanekaragaman sedang), sedangkan pada stasiun-stasiun lainnya mempunyai nilai indeks keanekaragaman rendah yakni < 3,32 (Lampiran 2a). Jika dilihat dari indeks dominansinya, pada perairan Halaman II - 259

286 laut indeks dominansinya berkisar antara 0,11 (Stasiun C3) sampai dengan 0,95 (Stasiun D6). Pada stasiun D6 nilai indeks dominansinya tinggi karena didominasi oleh jenis Donax sp. Muara Hasil identifikasi jenis makrozoobentos pada stasiun Muara Teluk Jakarta didapatkan terdiri dari 3 Phylum (Moluska, Arthropoda, dan Annelida), 5 kelas (Bivalvia, Gastropoda, Scaphopoda, Crustacea, dan Polychaeta), dan 32 jenis (Genus). Berdasarkan komposisi makrozoobentos di muara Teluk Jakarta, Jenis yang sering ditemukan dalam jumlah lebih banyak adalah Balanus sp sebesar 72 persen dari kelas Crustacea dan Donax sp sebesar 17 persen dari kelas Bivalvia (Grafik : II.155). GRAFIK : II.155. KOMPOSISI JENIS MAKROZOOBENTOS DI PERAIRAN MUARA TELUK JAKARTA 17% 7% 4% 72% Donax sp Notirus sp Siliquaria sp Balanus sp Sumber : BPLHD Provinsi DKI Jakarta, 2011 Keterangan : Pemantauan Bulan Mei 2011 Kepadatan makrozoobentos di perairan Muara Teluk Jakarta berkisar antara 0 sampai 3475 ind/m 2 (Grafik : II.156). Kepadatan terendah di stasiun pengamatan Muara Sunter, karena pada muara tersebut tidak ditemukan adanya organisme dan kepadatan tertinggi di stasiun Muara Marina. GRAFIK : II.156. KEPADATAN MAKROZOOBENTOS DI PERAIRAN MUARA TELUK JAKARTA Kepadatan Total (ind/m2) M Marina M Cilincing M Angke M Marunda M Gembong M Sunter M Karang M Cengkareng M Kamal Stasiun Sumber : BPLHD Provinsi DKI Jakarta, 2011 Keterangan : Pemantauan Bulan Mei 2011 Halaman II - 260

287 Pada perairan muara Teluk Jakarta indeks keanekaragaman (H ) termasuk kedalam kisaran keanekaragaman rendah, karena nilainya antara 0 3,14 atau < 3,32 (Lampiran 2b). Hal ini disebabkan karena sangat jarangnya organisme/individu yang ditemukan pada perairan muara Teluk Jakarta. Sedangkan indeks dominansi untuk perairan muara berkisar antara 0 (Muara Angke dan Muara Sunter) sampai dengan 0,72 (Muara Kamal). Tingginya nilai indeks dominansi pada stasiun Kamal disebabkan karena ditemukan satu genus makrozoobenthos yang paling mendominasi yaitu Donax sp. Sedangkan pada Muara Angke dan Sunter nilai indeks dominansinya 0 karena hanya ditemukan satu organisme pada stasiun Muara Angke, sedangkan pada stasiun Muara Sunter tidak ditemukan adanya organisme 2. Hasil Pengamatan Bulan Juli 2011 Laut Hasil identifikasi jenis makrozoobenthos disajikan pada lampiran 2a & 2b. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa makrozoobentos dari perairan Laut Teluk Jakarta didapatkan terdiri dari 3 Phylum (Moluska, Annelida, dan Arthropoda), 5 kelas (Bivalvia, Gastropoda, Scaphopoda, Polychaeta, dan Crustacea) dan 87 jenis (Genus). Jenis yang sering ditemukan dalam jumlah yang banyak adalah Donax sp (87 %) dari kelas Bivalvia, Codakia sp (7 %) dari kelas Bivalvia, Cellana sp (1 %) dari kelas Gastropoda, Dentalium sp (2 %) dari kelas Scaphopoda, dan Turritella sp (3 %) dari kelas Gastropoda (Grafik : II.157). GRAFIK : II.157. KOMPOSISI JENIS MAKROZOOBENTOS DI PERAIRAN LAUT TELUK JAKARTA Sumber : BPLHD Provinsi DKI Jakarta, 2011 Keterangan : Pemantauan Bulan Juli 2011 Kepadatan makrozoobentos yang ditemukan di perairan Laut Teluk Jakarta berkisar antara 425 sampai ind/m 2. Secara umum kepadatan makrozoobentos terendah pada stasiun pengamatan A7 dan kepadatan tertinggi pada stasiun D4 (Grafik : II.158). Halaman II - 261

288 GRAFIK : II.158. KEPADATAN MAKROZOOBENTOS DI PERAIRAN LAUT TELUK JAKARTA Sumber : BPLHD Provinsi DKI Jakarta, 2011 Keterangan : Pemantauan Bulan Juli 2011 Berdasarkan indeks keanekaragaman (H ) dari Shannon-Wiener (Krebs, 1989) dengan kisaran: 0 H 3,32 (keanekaragaman rendah), 3,32 H 9,97 (keanekaragaman sedang), dan H 9,97 (keanekaragaman tinggi), maka dapat dikatakan bahwa pada perairan laut Teluk Jakarta mempunyai kisaran keanekaragaman rendah sampai dengan sedang, yang ditunjukkan pada stasiun A1, A3, B5, C3, C4, & C5 dengan nilai indeks keanekaragaman sebesar 3,85; 3,71; 3,32; 3,45; 4,05; & 3,62 (mempunyai keanekaragaman sedang), sedangkan pada stasiun-stasiun lainnya mempunyai nilai indeks keanekaragaman rendah yakni < 3,32 (Lampiran 4a). Jika dilihat dari indeks dominansinya, pada perairan laut indeks dominansinya berkisar antara 0,08 (Stasiun C4) sampai dengan 0,97 (Stasiun D6). Pada stasiun D6 nilai indeks dominansinya tinggi karena didominai oleh jenis Donax sp. Muara Hasil identifikasi jenis makrozoobentos pada stasiun Muara Teluk Jakarta didapatkan terdiri dari 3 Phylum (Moluska, Arthropoda, dan Annelida), 5 kelas (Bivalvia, Gastropoda, Scaphopoda, Crustacea, dan Polychaeta), dan 36 jenis (Genus). Berdasarkan komposisi makrozoobentos di muara Teluk Jakarta, Jenis yang sering ditemukan dalam jumlah lebih banyak adalah Donax sp sebesar 51 persen dari kelas Bivalvia dan Balanus sp sebesar 25 persen dari kelas Crustacea (Grafik : II.159). Halaman II - 262

289 GRAFIK : II.159. KOMPOSISI JENIS MAKROZOOBENTOS DI PERAIRAN MUARA TELUK JAKARTA Sumber : BPLHD Provinsi DKI Jakarta, 2011 Keterangan : Pemantauan Bulan Juli 2011 Kepadatan makrozoobentos di perairan Muara Teluk Jakarta berkisar antara 125 sampai 4100 ind/m 2 (Grafik : II.160). Kepadatan terendah di stasiun pengamatan Muara Gembong dan kepadatan tertinggi di stasiun Muara Karang. GRAFIK : II.160. KEPADATAN MAKROZOOBENTOS DI PERAIRAN MUARA TELUK JAKARTA Sumber : BPLHD Provinsi DKI Jakarta, 2011 Keterangan : Pemantauan Bulan Juli 2011 Pada perairan muara Teluk Jakarta indeks keanekaragaman (H ) termasuk kedalam kisaran keanekaragaman rendah sampai sedang, karena nilainya antara 0,56 3,33 (Lampiran 2b).Nilai keanekaragaman tertinggi pada stasiun Muara karang dan terendah pada stasiun Muara Cengkareng. Sedangkan indeks dominansi untuk perairan muara berkisar antara 0,12 (Muara Karang) sampai dengan 0,77 (Muara Cengkareng). Tingginya nilai indeks dominansi pada stasiun Cengkareng disebabkan karena ditemukan satu genus makrozoobenthos yang paling mendominasi yaitu Balanus sp. Halaman II - 263

290 3. Hasil Pengamatan Bulan Nopember 2011 Laut Hasil identifikasi jenis makrozoobenthos disajikan pada lampiran 2a & 2b. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa makrozoobentos dari perairan Laut Teluk Jakarta didapatkan terdiri dari 3 Phylum (Moluska, Annelida, dan Arthropoda), 5 kelas (Bivalvia, Gastropoda, Scaphopoda, Polychaeta, dan Crustacea) dan 84 jenis (Genus). Jenis yang sering ditemukan dalam jumlah yang banyak adalah Donax sp (73 %) dari kelas Bivalvia, Codakia sp (14 %) dari kelas Bivalvia, Cellana sp (4 %) dari kelas Gastropoda, Turritella sp (7 %) dari kelas Gastropoda, dan Aliculastrum sp (2%) dari kelas Gastropoda (Grafik : II.161). GRAFIK : II.161. KOMPOSISI JENIS MAKROZOOBENTOS DI PERAIRAN LAUT TELUK JAKARTA Sumber : BPLHD Provinsi DKI Jakarta, 2011 Keterangan : Pemantauan Bulan Nopember 2011 Kepadatan makrozoobentos yang ditemukan di perairan Laut Teluk Jakarta berkisar antara 200 sampai ind/m 2. Secara umum kepadatan makrozoobentos terendah pada stasiun pengamatan A7 dan kepadatan tertinggi pada stasiun D3 (Grafik : II.162). GRAFIK : II.162. KEPADATAN MAKROZOOBENTOS DI PERAIRAN LAUT TELUK JAKARTA Sumber : BPLHD Provinsi DKI Jakarta, 2011 Keterangan : Pemantauan Bulan Nopember 2011 Halaman II - 264

291 Berdasarkan indeks keanekaragaman (H ) dari Shannon-Wiener (Krebs, 1989) dengan kisaran: 0 H 3,32 (keanekaragaman rendah), 3,32 H 9,97 (keanekaragaman sedang), dan H 9,97 (keanekaragaman tinggi), maka dapat dikatakan bahwa pada perairan laut Teluk Jakarta mempunyai kisaran keanekaragaman rendah sampai dengan sedang. Keanekaragaman tertinggi terdapat pada stasiun B2 dengan nilai 3,82 (keanekaragaman sedang), keanekaragaman terendah pada stasiun C2 dengan nilai 0,20 (keanekaragaman rendah) (Lampiran 2a). Jika dilihat dari indeks dominansinya, pada perairan laut indeks dominansinya berkisar antara 0,10 (Stasiun B2) sampai dengan 0,94 (Stasiun D6). Pada stasiun D6 nilai indeks dominansinya tinggi karena didominai oleh jenis Donax sp. Muara Hasil identifikasi jenis makrozoobentos pada stasiun Muara Teluk Jakarta didapatkan terdiri dari 3 Phylum (Moluska, Arthropoda, dan Annelida), 5 kelas (Bivalvia, Gastropoda, Scaphopoda, Crustacea, dan Polychaeta), dan 48 jenis (Genus). Berdasarkan komposisi makrozoobentos di muara Teluk Jakarta, Jenis yang sering ditemukan dalam jumlah lebih banyak adalah Donax sp sebesar 59 persen dari kelas Bivalvia dan Balanus sp sebesar 19 persen dari kelas Crustacea (Grafik : II.163). GRAFIK : II.163. KOMPOSISI JENIS MAKROZOOBENTOS DI PERAIRAN MUARA TELUK JAKARTA Sumber : BPLHD Provinsi DKI Jakarta, 2011 Keterangan : Pemantauan Bulan Nopember 2011 Kepadatan makrozoobentos di perairan Muara Teluk Jakarta berkisar antara 0 sampai 6175 ind/m 2 (Grafik : II.164). Kepadatan terendah di stasiun pengamatan Muara Angke (tidak ditemukan adanya organisme) dan kepadatan tertinggi di stasiun Gedung Pompa. Halaman II - 265

292 GRAFIK : II.164. KEPADATAN MAKROZOOBENTOS DI PERAIRAN MUARA TELUK JAKARTA Sumber : BPLHD Provinsi DKI Jakarta, 2011 Keterangan : Pemantauan Bulan Nopember 2011 Pada perairan muara Teluk Jakarta indeks keanekaragaman (H ) termasuk kedalam kisaran keanekaragaman rendah, karena nilainya berkisar antara 0 2,68 (Lampiran 2b).Nilai keanekaragaman tertinggi pada stasiun Muara Gembong dan terendah pada stasiun Muara Cengkareng (hanya ditemukan 1 organisme), pada stasiun Muara Angke tidak ditemukan adanya organisme. Sedangkan indeks dominansi (D) untuk perairan muara berkisar antara 0 (Muara Cengkareng) sampai dengan 0,68 (Muara Sunter). Dari hasil pengambilan sample kualitas perairan Teluk Jakarta tahun 2011 dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Kualitas Fisik a). Perairan Teluk Jakarta Kondisi fisik perairan untuk parameter suhu, salinitas, ph, dan arus masih dalam kondisi normal, sedangkan parameter Oksigen Terlarut (DO), kecerahan, dan warna telah melebihi baku mutu. b). Muara Teluk Jakarta Pada zona muara tidak berbeda dengan zona perairan, dimana parameter Oksigen Terlarut (DO), dan kecerahan telah melebihi baku mutu, sedangkan parameter fisik lainnya baik pasang maupun surut masih dalam kisaran yang normal. c). Kepulauan Seribu Ada perbedaan kondisi oseanografi di perairan Kep. Seribu dengan perairan Teluk Jakarta terutama suhu, salinitas dan oksigen. Suhu di kepulauan seribu lebih dingin dibandingkan dengan suhu di Teluk Jakarta, begitu juga Oksigen terlaru (DO) rata-rata lebih bagus kualitasnya dibandingkan dengan di Teluk Jakarta. Halaman II - 266

293 2. Kualitas Kimia a). Perairan Teluk Jakarta Kondisi kimia perairan untuk parameter BOD pada bulan April dan Oktober terlihat di semua zona cukup tinggi dan telah melebihi baku mutu. Untuk parameter Fenol kondisinya masih pada bulan Agustus jauh melebihi baku mutu, sedangkan untuk bulan April dan Oktober rata-rata konsentrasi fenol tidak terdeteksi. Untuk parameter phospat dan amoniak hanya dititik-titik tertentu saja yang telah melebihi baku mutu, namun untuk detergent konsentrasinya masih memenuhi baku mutu disemua zona. b). Muara Teluk Jakarta Pada zona muara untuk parameter kimia baik BOD, fenol, Amonia,detergent dan phospat untuk saat pasang dan surut konsentrasinya sudah cukup tinggi dan telah melebihi baku mutu. 3. Kualitas Biologi a). Perairan Teluk Jakarta Indeks keragaman Phytoplankton dan makrobentos pada tahun 2011 berada pada kisaran tercemar sangat ringan sampai tercemar berat. Sedangkan untuk zooplankton berada pada kisaran tercemar ringan sampai tercemar berat. b). Muara Teluk Jakarta Nilai Indeks keragaman Phytoplankton pada saat pasang berada pada kisaran tercemar sedang sampai berat, sedang pada sat surut berada pada kisaran tercemar ringan sampai berat. Zooplankton berada pada kisaran tercemar sedang sampai berat pada saat pasang maupun surut, dan makrozoobenthos di muara Teluk Jakarta menunjukkan kondisi interval tercemar ringan sampai berat Iklim Prediksi Jakarta tenggelam pada tahun 2030 bisa terjadi apabila pembangunan tidak memperhatikan keseimbangan lingkungan, hal ini diperkuat dari penelitian Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) dan Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia. Dengan adanya perubahan iklim menyebabkan hujan ekstrem di Ibu Kota berdampak pada kondisi tanah yang tidak lagi bisa menampung volume air, dimana tanah di DKI Jakarta dalam kondisi jenuh, cuaca ekstrem yang kerap terjadi Jakarta menduduki posisi kedua bersama Ibukota Filipina, Manila dalam daftar kota di Asia yang paling terancam akibat naiknya permukaan air laut, badai dan perubahan iklim lainnya, dimana Ibukota Bangladesh, Dhaka berada di peringkat pertama. Peringkat ini didasarkan studi World Wildlife Fund (WWF) soal ancaman yang dihadapi 11 kota besar di Asia yang terletak di pinggir pantai atau delta sungai. Perubahan iklim global menjadi isu penting yang terus bergulir dalam beberapa tahun terakhir ini. Perubahan iklim mengakibatkan Halaman II - 267

294 di lapisan atmosfer paling bawah terjadi kenaikan muka air laut. Perubahan iklim global telah dan akan terus terjadi sejalan dengan peningkatan aktivitas manusia yang mengkonsumsi energi, khususnya energi dari bahan bakar fosil. Ditambahkan, aktivitas deforentasi akan terus meningkatnya emisi karbon yang ada di atmosfir, dimana emisi karbon Indonesia khususnya di Jakarta didominasi oleh emisi dari bahan bakar fosil dan aktivitas deforestasi. Pada saat ini di DKI Jakarta telah mengalami dampak dari perubahan iklim diantaranya dengan meningkatnya permukaan air laut. Menurut IPCC (Intergovernmental Panel on Climate Change), panel ahli untuk isu perubahan iklim, dalam 100 tahun terakhir telah terjadi peningkatan permukaan air laut setinggi Cm, sementara diperkirakan bahwa pada tahun 2100 mendatang akan terjadi peningkatan air laut setinggi Cm (Greenpeace, 1988). Perubahan iklim juga menyebabkan negara-negara kepulauan seperti Karibia, Fiji, Samoa, Vanuatu, Jepang, Filipina serta Indonesia terancam tenggelam akibat naiknya permukaan air laut. Ini berarti Jakarta yang masuk dalam dataran rendah akan ikut menuai akibatnya. Menurut Study ALGAS (1997), jika Indonesia dan juga negara lain tidak melakukan upaya apapun untuk mengurangi Gas Rumah Kaca, maka di perkirakan pada tahun 2070 akan terjadi kenaikan permukaan air laut setinggi 60 Cm. Jika permukaan pantai landai, maka garis pantai akan mundur lebih dari 60 Cm. Naiknya muka air laut tak hanya mengancam kehidupan penduduk pantai, tetapi juga akan memperburuk kualitas air tanah di perkotaan, karena intrusi atau rembesan air laut yang semakin meningkat. Dari hasil pemantauan suhu yang dilakukan oleh Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika pada titik pemantauan Stasiun Meteorologi Kemayoran menunjukkan bahwa rata-rata suhu udara di Jakarta setiap bulannya berubah-ubah. Selama tahun 2011 suhu rata-rata terendah terjadi pada bulan Januari yaitu sebesar 27,4 o C dan tertinggi pada bulan September yaitu sebesar 29,3 o C, dan apabila dibandingkan dengan tahun 2010, rata-rata suhu terendah terjadi pada bulan September dan Desember yaitu 27,4 o C dan tertinggi terjadi pada bulan April yaitu 29,5 o C, menunjukan bahwa telah adanya perubahan iklim di Indonesia untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel dibawah : TABEL : II.62. SUHU UDARA RATA-RATA TAHUNAN PROVINSI DKI JAKARTA TAHUN 2011 SUHU UDARA RATA-RATA BULANAN ( 0 C) NO KABUPATEN/KOTA JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGS SEP OKT NOP DES (01) (02) (03) (04) (05) (06) (07) (08) (09) (10) (11) (12) (13) (14) 1 JAKARTA SELATAN JAKARTA TIMUR JAKARTA PUSAT JAKARTA BARAT JAKARTA UTARA 27,4 27,9 28,0 28,8 28,9 28,9 28,6 29,1 29,3 29,3 29,1 28,2 6 KEP. SERIBU TOTAL 27,4 27,9 28,0 28,8 28,9 28,9 28,6 29,1 29,3 29,3 29,1 28,2 Sumber : Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika Keterangan : Kantor Pusat Badan Meteorologi dan Geofisika terdapat di wilayah Jakarta Utara, hasil pemantauan dapat digunakan sebagai penghitungan suhu rata-rata bulanan di Provinsi DKI Jakarta Halaman II - 268

295 Selain suhu, yang mempengaruhi iklim adalah curah hujan. Untuk wilayah provinsi DKI Jakarta pada tahun 2011 curah hujan terjadi pada bulan Mei yaitu sebesar 16,50 mm dan pada bulan September sebesar 26,30 mm dan pada bulan Desember sebesar 17,90 mm, apabila dibandingkan dengan tahun 2010 dimana musim penghujan terjadi pada bulan Januari dan bulan Oktober maka telah terjadi perubahan musim apabila dibandingkan dengan tahun Untuk lebih jelasnya tentang kondisi curah hujan di DKI Jakarta dapat dilihat pada Tabel dibawah : TABEL : II.63. CURAH HUJAN RATA-RATA BULANAN PROVINSI DKI JAKARTA TAHUN 2011 CURAH HUJAN RATA-RATA BULANAN (mm) NO KABUPATEN/KOTA JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGS SEP OKT NOP DES (01) (02) (03) (04) (05) (06) (07) (08) (09) (10) (11) (12) (13) (14) 1 JAKARTA SELATAN JAKARTA TIMUR JAKARTA PUSAT JAKARTA BARAT JAKARTA UTARA 6,90 13,00 8,20 8,20 16,50 8,80 3,60 0,70 26,30 8,90 3,40 17,90 6 KEP. SERIBU TOTAL 6,90 13,00 8,20 8,20 16,50 8,80 3,60 0,70 26,30 8,90 3,40 17,90 Sumber Keterangan : Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika : Kantor Pusat Badan Meteorologi dan Geofisika terdapat di wilayah Jakarta Utara, hasil pemantauan dapat digunakan sebagai penghitungan curah hujan rata-rata bulanan di Provinsi DKI Jakarta Dari uraian tersebut diatas, maka dapat dipastikan adanya kejadian banjir rob yang akhir-akhir ini sering terjadi di DKI Jakarta, bisa diakibatkan dari adanya perubahan iklim, selain juga diakibatkan penurunan permukaan tanah, dimana dari hasil penelitian Dinas Pertambangan Provinsi DKI Jakarta dengan ITB yang menunjukkan bahwa rata-rata penurunan tanah di DKI Jakarta adalah 1,4261 Cm, hal tersebut terjadi akibat dari adanya eksploitasi air tanah dan berat beban bangunan. Khusus di DKI Jakarta dengan banyaknya usaha industri dan bertambahnya permukiman serta semakin berkurangnya lahan terbuka hijau juga telah menambah beban tentang perubahan iklim, maka langkah yang dilakukan pemerintah DKI Jakarta diantaranya dengan merelokasi industri pencemar, penataan permukiman yang tidak sesuai dengan peruntukkannya, juga telah melakukan pengembalian taman sesuai dengan fungsinya. Dalam mengurangi dampak yang ditimbulkan akibat terjadinya perubahan iklim, maka pemerintah provinsi DKI Jakarta telah menciptakan program-program cinta lingkungan untuk mengantisipasi permasalahan tersebut diantaranya : 1). Adiwiyata (Green School) Program Adiwiyata adalah salah satu program Kementerian Negara Lingkungan Hidup dalam rangka mendorong terciptanya ilmu pengetahuan dan kesadaran warga sekolah dalam upaya pelestarian lingkungan. Dengan program ini diharapkan setiap warga sekolah ikut terlibat dalam kegiatan sekolah menuju lingkungan yang sehat dan menghindarkan dampak lingkungan yang negatif. Halaman II - 269

296 Adapun dasar kebijakan program ini adalah Kesepakatan Bersama Kementerian Negara Lingkungan Hidup dengan Departemen Pendidikan Nasional Kep.No.07/MENLH/06/2005 dan No.05/VI/KB/2005 tentang Pembinaan dan Pengembangan Pendidikan Lingkungan Hidup. Maksud dari kegiatan ini untuk menseleksi dan menilai sekolah dalam rangka mewujudkan sekolah peduli dan berbudaya lingkungan (Adiwiyata), membentuk kesadaran guru-guru, siswa dan warga sekolah dalam mengambil sikap dan nilai, keterampilan serta aksi/partisipasi dalam pembinaan dan pengembangan pendidikan lingkungan hidup. Tujuannya adalah untuk meloloskan sekolah (SD, SMP dan SMA) agar menjadi sekolah-sekolah yang peduli dan berbudaya lingkungan, menciptakan kondisi yang baik bagi sekolah untuk menjadi tempat pembelajaran dan penyadaran warga sekolah (guru, murid dan orang tua murid serta karyawan sekolah), sehingga dikemudian hari warga sekolah tersebut dapat turut bertanggung jawab dalam upaya-upaya penyelamatan lingkungan dan bagi pembangunan berkelanjutan. Adapun Peserta Jakarta Green School Tahun 2010 yang mendapatkan penghargaan oleh pemerintah pusat yaitu SD Citra Alam Ciganjur (Adiwiyata Mandiri), SD Negeri 12 Benhil Jakarta Pusat (Adiwiyata) dan SMPN 103 Cijantung Jakarta Timur (Adiwiyata). Adapun manfaatnya adalah untuk memotivasi sekolah lain yang belum masuk sekolah peduli dan berbudaya lingkungan, sehingga kebersihan, penghijauan dan kesehatan di lingkungan sekolah dan sekitarnya meningkat, untuk tahun 2011 SD Negeri 12 Benhil Jakarta Pusat mendapatkan penghargaan Sekolah Berwawasan Lingkungan dan Penghargaan diserahkan oleh Presiden RI pada peringatan Hari Lingkungan Hidup yang dilaksanakan di Istana Negara. 2). Jakarta Green and Clean Program Green and Clean diawali di kota Surabaya pada tahun 2005 di Kelurahan Jambangan, Surabaya, dan kini telah berkembang ke enam kota besar lainnya di empat pulau yang ada di Indonesia yaitu pulau Jawa (Jakarta, Yogyakarta, Bandung), Sulawesi (Makassar), Sumatera (Medan) dan Kalimantan (Banjarmasin). Sejak Maret 2006 PT. Unilever Indonesia, Tbk. dan Jaringan Delta FeMale Indonesia (JDFI) membentuk kemitraan strategis yang membuahkan program Jakarta Green and Clean (JGC), suatu program pelestarian lingkungan melalui penghijauan dan pengelolaan sampah mandiri. Salah satu bentuk kegiatannya adalah lomba kebersihan dan penghijauan lingkungan tingkat RT se-dki Jakarta yang dilaksanakan selama bulan Maret-Juli 2006 dan didukung oleh Kantor Lingkungan Hidup (KLH), Halaman II - 270

297 Badan Pengawas Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) Provinsi dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Dana Mitra Lingkungan. Melalui program tersebut sebanyak 148 RT di Jakarta berlomba untuk menjadikan lingkungannya hijau dan bersih. Menandai kembali dimulainya JGC 2007, Selasa, 10 April 2007 lalu dilakukan penandatanganan MoU dari pendukung program Jakarta Green and Clean ini. Penandatangan MoU dari PT. Unilever Indonesia, Tbk, Harian Republika, Aksi Cepat Tanggap (ACT), 99.1 Delta FM Jakarta dan dihadiri oleh Sekretaris Bidang Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) Provinsi DKI Jakarta. Program Jakarta Green and Clean (JGC) akan kembali digelar tahun 2008 ini. Tim yang terlibat di dalamnya, PT Unilever Indonesia, Harian Republika, Delta FM, Aksi Cepat Tanggap (ACT), Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup (BPLHD) Jakarta, serta Jak TV. Mereka telah melakukan berbagai persiapan. Sejumlah workshop dan pertemuan rutin pun digelar guna mematangkan rencana pelaksanaan JGC Pada 2008, kembali digulirkan JGC ketiga dengan penekanan pengelolaan sampah, penghijauan dan resapan dengan metoda biopori. Yang terakhir ini merupakan program terbaru dari JGC dengan melibatkan pula pihak Pemda DKI Jakarta. Diharapkan dengan Pemda mendukung program JGC maka sukses membersihkan Jakarta dari sampah akan lebih cepat terealisasi. Masa kerja JGC 2008 mulai Maret hingga Oktober Seperti JGC yang lalu dengan program membuat lingkungan lebih bersih dan hijau, sejumlah RW akan dinilai dan dikompetisikan hingga tingkat provinsi. Sekurangnya 300 dari ratusan RW di Jakarta akan tersaring hingga tingkat Kotamadya untuk dipilih 25 RW terbaik. Dari 25 RW terbaik inilah yang akan dilombakan pada tingkat Provinsi. Program Jakarta Green and Clean (JGC) yang keempat tahun 2009 ini akan segera dimulai tanggal 5 Mei Ini seiring dengan ditutupnya pendaftaran bagi para peserta, pekan lalu. Sama dengan tahun lalu, pada penyelenggaraan tahun ini sasaran program JGC adalah masyarakat di tingkat RW. Tahun ini tim JGC yang terdiri dari PT. Unilever Indonesia, radio Delta, harian Republika, Aksi Cepat Tanggap (ACT), dan Badan Pengelola Lingkungan Hidup daerah (BPLHD) DKI Jakarta, menargetkan sebanyak 500 RW bisa berpartisipasi. Target tersebut naik signfikan dibandingkan tahun lalu yang diikuti 300 RW. Kenaikan target peserta ini bertujuan untuk makin menyebarkan dan meratakan program JGC kepada masyarakat di lima wilayah DKI Jakarta. Untuk mencapai target tersebut, tim JGC yang juga bergabung dengan tim paguyuban kader lingkungan se-dki Jakarta mengambil langkah proaktif untuk menjemput bola kepada calon Halaman II - 271

298 peserta JGC Tujuannya untuk makin memacu semangat warga guna mengikuti program yang bertujuan menciptakan lingkungan yang hijau dan bersih ini. Target untuk tahun 2010 JGC diikuti 700 RW dari 250 Kelurahan, dimana tiap kelurahan mengikuti program JGC 2010 masing-masing diwakili 3 RW yaitu 1 RW Maju, dan 2 RW Berkembang, penilaian terhadap progres wilayah dan upaya warga dilakukan secara bertahap yaitu dari 250 kelurahan diseleksi menjadi 50 kelurahan hingga didapatkan 25 nominatror JGC Pada JGC 2010 ini Program Bank Sampah juga disambut positif oleh warga. Kondisi wilayah yang sempit dan terbatas, tidak menghalangi kreatifitas warga untuk mewujudkan Bank Sampah di wilayahnya. Para penerima Apresiasi JGC 2010 adalah : 1. Juara Umum oleh Kelurahan Malaka Sari 2. Runner Up oleh Kelurahan Cikoko 3. Runner Up oleh Kelurahan Cipinang Melayu 4. Runner Up oleh Kelurahan Rawa Buaya 5. Runner Up oleh Kelurahan Cempaka Putih Barat Pada tahun 2011 sekarang dalam proses penilaian tingkat Provinsi DKI Jakarta. 3). Green Building Green Building adalah perencanaan dan pembangunan gedung atau rumah tinggal dengan menggunakan material yang tidak banyak menimbulkan efek Global Warming, sedikit penggunaan/pemakaian energi (baik itu energi listrik ataupun energi pemanasan atau yang lainnya), memperhatikan pelestarian lingkungan baik itu dari segi ekosistem flora & fauna, segi sociality dan lain sebagainya. Secara mudahnya gedung/bangunan dibuat lebih green/hijau, hal ini dapat dipenuhi dengan berbagai cara antara lain : a. Membuat hijau di sekitar gedung/bangunan dengan memberi banyak lahan tanaman, hal ini dapat dilakukan dengan memberikan pepohonan di halaman depan, belakang atau tengah gedung/bangunan (bila sudah terlanjur tidak ada halaman tanahnya, dapat diberikan tanaman dalam pot) agar terjadi penyaringan udara yang masuk ke gedung tersebut, sehingga terdapat udara yang lebih segar. Dapat juga dengan memberikan unsur tanaman/pepohonan pada atap gedung/bangunan, hal ini sudah mulai banyak dilakukan. Sehingga berguna agar sinar matahari tidak dipantulkan tapi dapat diserap oleh tumbuhan tersebut dan udara di bawah atap juga tidak terlalu panas. Bila hal ini dilakukan maka dari segi pandangan mata memandang lebih soft/lembut tidak hard/keras seperti yang ada saat ini kita berjalan di daerah Thamrin-Sudirman dan Kuningan saat ini. Halaman II - 272

299 b. Perencanaan sirkulasi udara yang baik dan diusahakan terjadi Cross Ventilation, sehingga suasana di dalam gedung/bangunan lebih fresh secara natural, dapat dibayangkan udara yang sudah tersaring oleh tumbuh-tumbuhan di halaman masuk ke dalam dengan membawa udara yang relatif segar dan dikeluarkan lagi melalui belakang rumah secara terus menerus, bila hal ini dapat dimaksimalkan maka pemakaian mechanical ventilation ataupun Air Conditioning dapat diminimalkan. c. Melimitasi pemakaian efek kaca yang menimbulkan efek pemanasan karena penggunaan kaca ini selain menimbulkan efek global warming juga menambah energi pemakaian listrik karena dari sisi pendinginan udara bila menggunakan Air Conditioning (AC) menjadi lebih besar. Pemakaian kaca ini cukup seperlunya saja, agar di dapatkan penerangan natural, tidak perlu besar untuk mencegah beban AC yang lebih besar lagi. Karena pemakaian AC di gedung/ bangunan 50 persen bahkan lebih dipakai untuk peralatan AC ini. d. Setiap bangunan di DKI Jakarta pada mulai tahun 2010 yang ingin mengajukan Ijin Mendirikan Bangunan (IMB) dan Serifikat Laik Fungsi (SLF) diwajibkan (mandatory) untuk memenuhi persyaratan bangunan ramah lingkungan (Green Building) yang diatur dalam pedoman teknis Peraturan Gubernur KDKI Jakarta tentang Bangunan Ramah Lingkungan. 4). Dalam rangka mengurangi penurunan permukaan tanah di DKI Jakarta, maka pemda DKI Jakarta dalam hal ini BPLHD Provinsi DKI Jakarta telah memberikan sanksi bagi para pengguna air tanah yang melanggar aturan Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 10 Tahun 1998 tentang Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Bawah Tanah akan ada ancaman sanksi administratif denda dan pidana, hal ini dilakukan sebagai upaya untuk mengurangi pemakaian air tanah yang berlebihan selain dengan menaikan biaya retribusi air tanah bagi pelanggan air tanah di DKI Jakarta, BPLHD Provinsi DKI Jakarta pada tahun 2010 telah melakukan rasia dengan menutup 56 sumur-sumur ilegal dan memproses pelanggarannya ke pengadilan. Selain hal tersebut pemerintah DKI Jakarta pada saat ini sudah mulai memperketat perijinan pembangunan gedung-gedung tinggi selain dapat menambah kemacetan juga untuk mengurangi beban tanah yang saat ini sudah mulai tidak dapat menopang lagi keberadaannya, dan pada tahun 2011 jumlah sumur yang diawasi sebanyak 315 lokasi, yang terdiri dari sumur dalam sebanyak 265 buah, sumur dangkal sebanyak 251 buah melakukan penyegelan sebanyak 132 buah, dan mendapati sumur ilegal sebanyak 133 buah dan mengenakan denda sebesar 3,9 Milyar. 5). Sedang dalam mengatasi banjir rob yang saat ini sering terjadi, akibat dari adanya perubahan iklim maka pemerintah pusat maupun pemerintah daerah Provinsi DKI Jakarta sejak tahun 2009 yang telah ditempuh antara lain dengan membangun tanggul, membuat waduk, menyediakan pompa dan mengimplementasikan drainase dengan sistem polder. Tanggul dibangun untuk melindungi area di belakangnya dari air pasang, tanggul yang sudah dan sedang dikerjakan di wilayah Jakarta Utara adalah sebagai berikut : Halaman II - 273

300 a. Cilincing tanggul akan dibangun sepanjang 3 Km, merentang mulai dari wilayah Kali Baru Timur sampai Muara Cakung Drain dari Cakung Drain tanggul akan disambung lagi sampai muara Blencong dimana tanggul direncanakan lebih tinggi 3 meter dari permukaan Kanal Banjir Timur. b. Wilayah Sunda Kelapa akan dibangung tanggul sepanjang 1 Km, mulai dari tempat penampungan batu bara dan Pelabuhan Nizam Zaman. Mesti sudah dibangun tanggul, bukan berarti area tersebut bebas banjir, tanggul hanya didisain untuk mengurangi gelombang pasang dengan intensitas tertentu atau periode tertentu, selain banyak melakukan penanaman pohon bakau baik yang dilakukan oleh pelajar, masyarakat maupun pihak swasta, yang saat ini sering dilakukan bekerja sama dengan BPLHD Provinsi DKI Jakarta, dan pada tahun 2011 dilakukan pembangunan dinding penyangga air laut di wilayah Jakarta Utara dan untuk yang akan datang maka pemerintah DKI Jakarta akan berencana membangun Sea wall (dinding penyangga air laut) dimana sea wall ini tidak akan mengganggu lalulintas komunikasi laut di pelabuhan seperti pada sejumlah kota di dunia misalnya Saint Pittersburg, dan New Orland Bencana Permasalahan di Provinsi DKI Jakarta pada tahun 2011, tentang Bencana masih belum berubah bila dibandingkan dengan tahun 2010, walaupun pembenahan dan penanganan telah diupayakan khusus untuk permasalahan tersebut dimasa yang akan datang masih menjadi prioritas penanganan. Bencana di Provinnsi DKI Jakarta pada tahun 2011 saat ini tidak berbeda dengan bencana pada tahun 2010 dimana bencana tersebut didominasi dengan bencana banjir, dan bencana kebakaran, khusus untuk bencana banjir karena adanya keterlambatan musim penghujan pada tahun 2011 yang mundur sekitar akhir bulan November 2011 dan mencapai puncaknya pada bulan Februari 2012, maka bencana banjir di provinsi DKI Jakarta tidak separah apabila dibandingkan dengan tahun 2010, tetapi dalam upaya persiapan penanggulangan banjir serta segala sarana dan persiapan penanganan tanggap darurat telah dilakukan, diantaranya mempersipakan Posko Tanggap Lapangan dan penyiapan kebutuhannya. Sedangkan penanganan bencana kebakaran khususnya di Provinsi DKI Jakarta pada tahun 2011, upaya yang telah dilakukan selain meningkatkan ketrampilan bagi aparat pemerintah khususnya Dinas Pemadam Kebakaran DKI Jakarta, juga menyiapkan para tenaga terlatih di masing-masing kelurahan sebagai antisipasi awal untuk penanganan kebakaran di Provinsi DKI Jakarta, untuk lebih jelasnya tentang adanya bencana banjir dan bencana kebakaran di Provinsi DKI Jakarta pada tahun 2011 dapat dijabarkan dalam rincian berikut Bencana Banjir Kondisi geografis yang tidak menguntungkan, dimana luas DKI Jakarta sebesar Ha atau 40 persennya merupakan dataran rendah, yang ketinggiannya berada di bawah muka air laut pasang 1 sampai dengan 1,5 meter, dan dari 40 persen lahan tersebut baru Hektar yang dilayani dengan Halaman II - 274

301 Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi DKI Jakarta 2011 Polder, dimana di Provinsi DKI Jakarta juga mengalir 13 aliran sungai menuju laut diantaranya Kali Mookervart, Kali Ciliwung, Kali Angke, Kali Pesanggrahan, Kali Krukut, Kali Baru Barat, Kali Baru Timur, Kali Buaran, Kali Grogol, Kali Cipinang, Kali Jatikramat, Kali Cakung dan Kali Sunte) yang kondisinya terus mengalami pendangkalan dan penyempitan akibat adanya sampah dan bangunan liar disepanjang sungai, menyebabkan bencana banjir dari tahun ke tahun menjadi suatu beban yang harus diwaspadai dan ditanggulangi di Provinsi DKI Jakarta. Kondisi ini diperparah dengan adanya keterlambatan musim penghujan pada tahun 2011 yang diperkirakan mundur sekitar akhir bulan November 2011 dan mencapai puncaknya pada bulan Februari Selain hal tersebut diatas juga diperparah dengan pembangunan yang sangat pesat di Jabotabek serta terjadinya perubahan tataguna lahan di hulu sungai, yang menjadi penyebab penambahan debit air pada musim penghujan yang melebihi batas maksimum, pada saat ini daerah tangkapan hujan yang mempengaruhi Jakarta meliputi BOPUNJUR hanya seluas Ha, Berdasarkan kenyataan tersebut di atas, maka pemerintah DKI Jakarta, terus mulai berbenah dalam menanggulangi bahaya kebanjiran, dimana yang dahulu genangan selalu bertahan lama maka sejak tahun 2008 dengan dimulainya normalisasi sungai-sungai di Jakarta jumlah genangan dari tahun ke tahun terus mulai terjadi pengurangan, dimana pada tahun 2010 jumlah titik genangan sebanyak 75 lokasi yang tersebar di lima wilayah kota Jakarta, maka pada tahun 2011 dengan banyaknya pengerukan dan pelebaran sungai maka jumlah titik genangan sudah mulai berkurang menjadi 62 titik rawan banjir dan sifat genangan adalah sementara yang airnya terus mengalir walaupun disana-sini masih dapat menyebabkan kemacetan. Untuk melihat banyaknya lokasi titik genangan adalah sebagai berikut : Jakarta Timur sebanyak 5 titik lokasi genangan, Jakarta Selatan sebanyak 12 lokasi titik genangan, Jakarta Pusat Halaman II - 275

302 Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi DKI Jakarta 2011 sebanyak 9 lokasi titik genangan, Jakarta Barat sebanyak 17 lokasi titik genangan dan Jakarta Utara sebanyak 19 lokasi titik genangan. Diharapkan dengan berfungsinya BKT pada tahun 2011 jumlah genangan air akibat banjit akan menurun khususnya di Jakarta Timur dan Jakarta Utara. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada peta di bawah : GAMBAR : II.8. PETA DAN LOKASI GENANGAN AIR HUJAN DI PROVINSI DKI JAKARTA, TAHUN 2011 Apabila dilihat dari data bulan Januari-Desember 2010 korban banjir di wilayah DKI Jakarta untuk wilayah Jakarta Selatan jumlah pengungsi jiwa dan korban meninggal sebanyak 1 orang, Jakarta Timur jumlah pengungsi jiwa, Jakarta Pusat jumlah pengungsi sebanyak jiwa, dan Jakarta Utara Halaman II - 276

303 jumlah pengungsi sebanyak 170 jiwa. Apabila dibandingkan dengan tahun 2010 maka pada tahun 2011 di Provinsi DKI Jakarta hanya terjadi banjir pada bulan Mei dan November 2011 itupun bukan berasal dari hujan lokal tetapi hujan yang berada di hulu, tetapi ada penyempitan di daerah Pondok Labu yang akhirnya menyebabkan terjadinya genangan air, yang mengakibatkan wilayah Pondok Labu Jakarta Selatan tergenang dan menyebabkan terjadinya pengungsian sebanyak sebanyak jiwa, setelah adanya normalisasi sungai di wilayah tersebut akibat penyempitan dan pembangunan yang tidak sesuai dengan peruntukannya, tetapi setelah dilakukan normalisasi genanganan sudah tidak terjadi lagi, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel dibawah : NO TABEL : II.64. BENCANA BANJIR, KORBAN DAN KERUGIAN PROVINSI DKI JAKARTA TAHUN 2011 KOTAMADYA TOTAL AREA TERENDAM (Ha) MENGUNGSI KORBAN MENINGGAL PERKIRAAN KERUGIAN (Rp.) (01) (02) (03) (04) (05) (06) 1 JAKARTA SELATAN JAKARTA TIMUR JAKARTA PUSAT JAKARTA BARAT JAKARTA UTARA KEP. SERIBU TOTAL Sumber : Dinas Pemadam Kebakaran Provinsi DKI Jakarta, 2011 Keterangan : Durasi hujan ekstrim apabila terjadi genangan maksimal selama 3 jam Luas genangan dan prediksi kerugian sifatnya hanya sementara dan kecil Dalam kaitannya untuk antisipasi banjir di wilayah DKI Jakarta pada tahun 2011 selain disiapkan pompapompa pengendali banjir, juga telah dipersiapkan sarana dan prasarana untuk mengantisipasi terjadinya bencana banjir, diantaranya dapat dilihat Tabel : BA-1A (T) dan Tabel : BA-1B (T) pada Buku Data. Selain hal tersebut diatas dalam kaitan penanganannya, selain telah disiapkan sarana dan prasaranya dalam penanggulangan bencana banjir di Provinsi DKI Jakarta, juga telah dan akan melakukan upaya diantaranya : 1). Pemasangan Early Warning System Dalam mengurangi jumlah korban banjir di wilayah DKI Jakarta, Dinas Pekerjaan Umum Provinsi DKI Jakarta telah melakukan pemasangan early warning system khususnya di sungai-sungai yang sering menjadi tampungan air hujan yaitu : a. Sungai Sunter sebanyak 7 unit. b. Sungai Cipinang sebanyak 8 unit. c. Sungai Ciliwung sebanyak 8 unit. Halaman II - 277

304 d. Sungai Krukut sebanyak 4 unit. e. Sungai Pesanggrahan sebanyak 5 unit. f. Sungai Angke sebanyak 2 unit. Selain menyiapkan alat tersebut, langkah yang dilakukan Pemerintah DKI Jakarta dalam mengurangi beban warga kota Jakarta, adalah melakukan langkah tindak antara lain : Evakuasi penduduk di daerah bahaya untuk menghindarkan korban jiwa. Optimalisasi sarana evakuasi : Perahu karet, Truk Reo. Optimalisasi jumlah dan kemampuan dapur umum. Optimalisasi dukungan personil TNI dan Polri untuk pengamanan dan evakuasi. Optimalisasi dukungan fasilitas dan tenaga kesehatan di Pos pengungsi. Optimalisasi distribusi air bersih dari PAM, TPJ dan Palija. Optimalisasi Sanitasi tempat penampungan. Optimalisasi pengendalian pintu air. Pengendalian secara optimal aliran listrik, jaringan telepon, dan ketersediaan solar (genset). Dukungan tenda besar (TNI) untuk optimalisasi fasilitas pengungsi. Optimalisasi kemampuan dapur umum dan ketersediaan logistik. Optimalisasi petugas, tokoh masyarakat dan Pemuka Agama untuk menjaga kesejukan, ketenangan dan dukungan dalam penanganan banjir. 2). Pembuatan Sumur Resapan Sumur Resapan adalah sistem resapan buatan yang berfungsi sebagai penampung air hujan, dapat berupa sumur, parit atau alur taman resapan. Manfaat Sumur Resapan antara lain dapat menampung dan menahan air hujan baik yang melalui atap rumah maupun yang langsung ke tanah sehingga tidak langsung keluar dari pekarangan rumah, tetapi mengisi kembali air tanah dangkal sebagai sumber air bersih. Seperti diketahui bahwa pembuatan sumur resapan yang berfungsi untuk menahan air hujan saat ini sudah sangat diperlukan, karena kelangkaan air pada saat musim kemarau akibat dari tidak tertahannya air hujan pada saat musim penghujan. Selain itu kondisi air tanah yang tercemar menjadikan kita perlu membuat resapan-resapan air agar kita memiliki cadangan air bersih. 3). Pembuatan Lubang Resapan Biopori (LRB) Manfaat LRB adalah untuk meningkatkan laju peresapan air hujan ke dalam tanah, sehingga tidak terbuang percuma mengalir dipermukaan yang dapat menyebabkan banjir di musim hujan dan kekeringan di musim kemarau, serta menghindari terjadinya genangan yang menyebabkan merebaknya penyakit yang dibawa oleh nyamuk, seperti demam berdarah dengue (DBD), malaria. Halaman II - 278

305 Pemanfaatan sampah organik yang dihasilkan juga dapat membantu mengatasi masalah pembuangan sampah yang seringkali mengakibatkan pencemaran dan tersumbatnya saluran-saluran drainase, serta bersarangnya lalat dan tikus yang menjadi pembawa bibit penyakit, seperti typus. Kompos yang dihasilkan dalam lubang biopori, selain dapat memantapkan dinding LRB dan meningkatkan laju peresapan air, juga dapat dimanfaatkan untuk menyuburkan tanah yang ditanami. Berikut fungsi dari Lubang Resapan Biopori : a. Pemanfaatan sampah organik; b. Memelihara biodiversitas tanah; c. Mengurangi emisi gas rumah kaca; d. Menyuburkan tanah; e. Memelihara kebersihan; f. Peresapan air; g. Menambah cadangan air; h. Mencegah genangan air; i. Mencegah pencemaran air; j. Mencegah bahaya banjir. 4). Pada tahun 2011 pemerintah DKI Jakarta dalam upaya melakukan pengendalian banjir dan perbaikan fasilitas penunjang khusus proyek Pembangunan BKT (Banjir Kanal Timur), melakukan normalisasi sungai dan saluran, dan Penataan dan Pembangunan situ, waduk dan polder diantaranya : Pembebasan tanah BKT (Banjir Kanal Timur) Koridor Kering. Penyusunan UDGL, Koridor BKT. Penyelesaian Pembangunan Jalan dan Saluran Sejajar BKT (segmen Marunda-Rorotan). Penyelesaian Pembangunan Jalan dan Saluran Sejajar BKT (segmen Rorotan-Cakung Timur). Penyelesaian Pembangunan Jalan dan saluran Sejajar BKT (segmen Cakung Timur-Bekasi Raya). Penyelesaian Pembangunan Jalan dan Saluran Sejajar BKT (segmen Bekasi Raya-Cipinang). Pembangunan Pencahayaan BKT. Persiapan dan Operasional Lembaga Pengelola BKT. Normalisasi Kali Cakung Lama. Normalisasi Kali Sekretaris. Normalisasi Kali Banglio. Pemasangan Sheet Pile Kali Paking Lanjutan. Penyelesaian genangan Jalan di DKI Jakarta. Pemasangan Sheet Pile Kali Mookervart Hilir (pertemuan sodetan Grogol Sekretaris s.d Cengkareng Drain). Halaman II - 279

306 Operasional dan Penertiban Waduk Pluit. Pembangunan Waduk Sunter Hulu Pondok Rangon. PT. Waduk Sunter Hulu Pondok Rangon ( Ha). Pembebasan tanah Waduk Cilangkap Lanjutan dan Jalan Operasional menuju Waduk (jalan Sepakat 2 dan jalan Sepakat 3). Pembangunan Waduk Cilangkap. Pembangunan Waduk Halim (Tahap II). Pembangunan Polder Kampung Bandan. 5). Dalam mengantisipasi banjir di DKI Jakarta pada tahun 2011 dan Siklus Banjir 5 tahunan yang akan terjadi mulai bulan Maret 2012, telah disiapkan sebanyak 78 pompa mobil dan sejumlah peralatan untuk mengantisipasi jika terjadi banjir di DKI Jakarta, selain itu juga telah disiagakan 646 personel satuan tugas penanggulangan bencana banjir yang siap membantu warga mengatasi banjir, evakuasi dan pengungsian. Selain itu pada tahun 2012 Pemerintah DKI Jakarta akan melakukan pengerukan sebanyak 10 sungai, 1 Kanal dan 4 waduk. Untuk 10 sungai yang akan dikeruk adalah Sungai Grogol, Sungai Sekretaris, Sungai Krukut, Sungai Cideng, Sungai Pakin, Kali Besar, Sungai Ciliwung, Sungai Gunung Sahari, Sungai Sentiong dan Sungai Sunter. Adapun 4 waduk yang akan dikeruk adalah Waduk Melati, Waduk Sunter Utara, Waduk Sunter Selatan, Waduk Sunter Timur II, sedangkan Kanal yang akan dikeruk adalah Kanal banjir Barat. Untuk mengantisipasi banjir di Kampung Pulo Pondok Labu Jakarta Selatan dimasa yang akan datang, selain melakukan pembongkaran turap dan beronjong yang dituding sebagai penyebab banjir, pemerintah DKI Jakarta telah mewacanakan pembangunan waduk di daerah tersebut, dengan menggunakan lahan seluas 1,6 Ha. 6). Pemerintah Pusat dan Pemerintah DKI Jakarta pada tahun 2012 akan segera menata Sungai Ciliwung dan daerah aliran sungainya Pemerintah DKI Jakarta akan menerapkan resettlement solution framework, yaitu program relokasi warga bantaran dengan dasar studi sosiologi, lingkungan dan berbagai faktor lain, saat ini yang akan menjadi titik perhatian adalah yang tinggal di Bantaran Sungai Ciliwung, Sekitar Manggarai, Bukit Duri dan Kampung Melayu. Untuk memindahkan 350 ribu penduduk yang tinggal di sepanjang daerah aliran sungai (DAS) Ciliwung dimana pemerintah DKI Jakarta akan melakukan relokasi ke Perumahan Susun, dalam pelaksanaannya pemerintah DKI Jakarta akan melakukan penataan lingkungan tersebut menjadi empat paket area, yaitu Paket I (MT. Haryono-Casablanca), Paket 2 (Cawang-Pangadekan), Paket 3 (Casablanca-Slamet Riyadi) dan Paket 4 (Slamet Riyadi-Pintu Air Manggarai). Saat ini pemerintah DKI Jakarta telah menyiapkan Rusunawa di jalan Kamarudin Jakarta Timur (16 Menara), Cibinong Besar (4 Menara), Marunda (6 Menara), dan Pinus Elok (4 Menara). 7). Rencana Pembangunan Deep Tunnel Rencana pembangunan terowongan bawah tanah (Deep Tunnel) adalah pembangunan insfrastruktur sebagai upaya untuk mengatasi banjir, kemacetan lalulintas, kebutuhan air baku PAM, dan lahan Halaman II - 280

307 utilitas umum. Hal ini perlu segera dilakukan sebagai solusi mengatasi keterbatasan lahan. Sebagai langkah awal untuk tahun 2008 akan dimulai pelaksanaan studi kelayakan proyek Deep Tunnel di Jakarta sepanjang 22 KM melintang dari Cawang-Manggarai-Setiabudi-Tanah Abang-Muara Angke. Fungsi terowongan yang juga sudah dibangun di Malaysia, Singapura, Hongkong dan Chicago antara lain untuk mengatasi kemacetan, banjir, pengadaan air baku PAM, limbah dan utilitas umum berupa telepon umum maupun listrik (Media Indonesia, 26/3). Rencana pembangunan Deep Tunnel multifungsi dibuat sedalam 18 meter dengan lebar 40 meter. Terowongan yang diperkirakan menelan dana senilai Rp. 17 Trilyun tersebut bagian bawahnya untuk saluran air dan atasnya untuk jalan tol. Rencana studi kelayakan yang diperkirakan menghabiskan dana Rp. 18 Milyar akan dibiayai pemerintah Jerman dan Belanda. Hasil studi kelayakan akan dipaparkan dihadapan wakil presiden untuk selanjutnya ditawarkan ke investor yang berminat mendanai megaproyek itu. Sebagai gambaran proyek Deep Tunnel adalah suatu proyek terpadu untuk mengatasi problem Jakarta. Seperti pengendalian banjir, pengadaan air baku PDAM, penanganan air limbah, jalan tol dan utilitas umum. Proyek itu bisa menghasilkan uang dari retribusi jalan tol, utilitas umum, listrik dan kompos. Apalagi pembangunan Deep Tunnel tidak perlu membebaskan lahan karena proyeknya di bawah tanah. Selain sebagai pengendali banjir, perut terowongan multifungsi itu akan menghasilkan uang sewa dan retribusi yang besar sehingga pasti banyak investor berminat. Contohnya, Malaysia. 8). Mempercepat Pembentukan Konsep Megapolitan Kondisi banjir yang saat ini terus terjadi di Jakarta selain karena Ibukota Jakarta berada di dataran rendah, juga karena kehancuran ekosistem DAS yang terjadi di daerah hulu. Hampir seluruh Daerah Aliran Sungai yang berada di daerah Jawa Barat dan Banten saat ini dalam kondisi kritis terutama DAS Citarum, DAS Ciliwung dan DAS Cisadane. Egoisme sektor kedaerahan dan buruknya koordinasi wilayah menambah parah situasi di atas. Untuk itu konsep Megapolitan yang bermaksud memperluas koordinasi teknis dan integrasi kebijakan pembangunan penyangga ibukota sebaiknya segera diwujudkan dengan titik berat kepada aspek lingkungan hidup. Ketidakberdayaan Provinsi Jawa Barat dan Banten untuk menghentikan laju deforestasi di wilayahnya akan berdampak lebih buruk lagi di waktu mendatang. Penanganan sempadan sungai dibutuhkan tindakan tegas tanpa pandang bulu, untuk melindungi dan membenahi zona sempadan sungai. Halaman II - 281

308 Sempadan sungai adalah merupakan merupakan kawasan sepanjang kiri kanan sungai, termasuk sungai buatan, kanal, saluran irigasi primer yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi sungai. Saat ini masalah sempadan sungai tidak dapat ditangani secara tuntas karena hal tersebut memerlukan biaya yang sangat besar dalam rangka menormalisasi sungai seperti sediakala. Kriteria sempadan sungai terdiri dari : a. Sekurang kurangnya 100 meter di kiri kanan sungai besar dan 50 meter di kiri kanan anak sungai yang berada diluar pemukiman sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 35 Tahun 1991 tentang Sungai. b. Untuk sungai di kawasan pemukiman lebar sempadan sungai seharusnya cukup untuk membangun jalan inspeksi yaitu antara meter. Selain penegakan hukum yang lemah, kerusakan sempadan sungai saat ini juga disebabkan oleh penguasaan lahan. 9). Rencana pembangunan tanggul raksasa (giant sea wall) di Teluk Jakarta yang bekerjasama dengan Pemerintah Belanda, dimana pada tahun 2011 telah dilakukan pembuatan master plan yang membutuhkan waktu selama satu setengah tahun, dan pembangunan fisiknya membutuhkan waktu sekitar tahun. Pembangunan tanggul raksasa ini akan melibatkan pihak swasta dan digunakan mekanisme publik private partnership. Target tanggul raksasa ini sudah berdiri pada tahun Bencana Kebakaran Jumlah penduduk di Provinsi DKI Jakarta pada tahun 2011 yang mencapai jiwa apabila dibandingkan dengan tahun 2010 dimana jumlah penduduk DKI Jakarta sebanyak jiwa, telah terjadi peningkatan sebesar jiwa atau naik sebesar 0,98 persen, dengan luas wilayah sebesar Km 2 menyebabkan rata-rata kepadatan penduduk di wilayah DKI Jakarta pada tahun 2011 mencapai /Km 2 apabila dibandingkan dengan tahun 1998 sebanyak 9.808/Km 2, terdapat kenaikan rata-rata sebesar 4.932/Km 2 maka kebutuhan akan tempat tinggal akan semakin sesak dan semakin berhimpitan. Dalam kaitan tersebut bahaya kebakaran di DKI Jakarta akan semakin meningkat dengan bertambahnya permukiman yang saling berhimpitan, di Provinsi DKI Jakarta selain adanya bencana banjir yang melanda setiap tahun, dalam kenyataannya juga banyak terjadi adanya bahaya kebakaran, pada tahun 2011 jumlah kebakaran tercatat sebanyak 879 kali kebakaran dengan luas areal mencapai Ha, dengan jumlah korban mencapai 17 orang meninggal dunia, korban luka-luka sebanyak 81 orang serta dan jumlah pengungsi mencapai yang kehilangan tempat tinggal, serta jumlah kerugian mencapai Rp ,-, apabila dibandingkan dengan data tahun 2010 kerugian mencapai Rp ,- dimana wilayah Jakarta Selatan total area terbakar 62,20 Ha jumlah pengungsi sebanyak orang, korban meninggal sebanyak 5 orang dan total kerugian sebesar Rp. Halaman II - 282

309 ,- Jakarta Timur total area terbakar 57,80 Ha, jumlah pengungsi sebanyak orang, korban meninggal 5 orang perkiraan kerugian mencapai Rp ,- Jakarta Pusat total area terbakar 37,73 Ha, jumlah pengungsi sebanyak 861 orang, koban meninggal 3 orang perkiraan kerugian mencapai Rp ,- Jakarta Barat total area terbakar 63,01 Ha, jumlah pengungsi sebanyak jiwa, korban meninggal 5 orang dan perkiraan kerugian Rp ,- dan Jakarta Utara total area terbakar 35,32 Ha, jumlah pengungsi sebanyak 806 jiwa dan korban meninggal sebanyak 3 orang dengan perkiraan kerugian mencapai Rp ,- Apabila dibandingkan dengan tahun 2011 dapat dilihat pada Tabel dibawah ini : NO TABEL : II.65. BENCANA KEBAKARAN, KORBAN DAN KERUGIAN DI PROVINSI DKI JAKARTA TAHUN 2011 KOTAMADYA TOTAL AREA TERBAKAR (Ha) MENGUNGSI KORBAN MENINGGAL PERKIRAAN KERUGIAN (Rp.) (01) (02) (03) (04) (05) (06) 1 JAKARTA SELATAN JAKARTA TIMUR JAKARTA PUSAT JAKARTA BARAT JAKARTA UTARA KEP. SERIBU TOTAL Sumber : Dinas Pemadam Kebakaran Provinsi DKI Jakarta Keterangan : Dari rincian data tersebut diatas dapat dilihat bahwa wilayah Jakarta Selatan total area terbakar 99,60 Ha jumlah pengungsi sebanyak orang, korban meninggal sebanyak 3 orang dan total kerugian sebesar Rp ,- Jakarta Timur total area terbakar Ha, jumlah pengungsi sebanyak orang, korban meninggal 4 orang perkiraan kerugian mencapai Rp ,- Jakarta Pusat total area terbakar 49,33 Ha, jumlah pengungsi sebanyak orang, koban meninggal 3 orang perkiraan kerugian mencapai Rp ,- Jakarta Barat total area terbakar 104,34 Ha, jumlah pengungsi sebanyak jiwa, korban meninggal 3 orang dan perkiraan kerugian Rp ,- dan Jakarta Utara total area terbakar 84,42 Ha, jumlah pengungsi sebanyak jiwa dan korban meninggal sebanyak 4 orang dengan perkiraan kerugian mencapai Rp ,-. Apabila dilihat dari masing-masing wilayah terlihat jelas adanya kenaikan baik area terbakar, jumlah pengungsi dan jumlah kerugian tetapi yang menarik telah berkurangnya jumlah korban meninggal dunia hal ini membuktikan bahwa kepadatan penduduk di wilayah DKI Jakarta sudah perlu menjadi bahan renungan dan tindak lanjut, tetapi apabila kita lihat dari jumlah korban yang mulai menurun membuktikan bahwa program pemerintah DKI Jakarta dalam meningkatkan kesadaran warga dan petugas dalam rangka mengamankan kebakaran sudah mulai terlihat, sedang untuk bencana kekeringan dan tanah longsor di wilayah DKI Jakarta pada tahun 2011 dan Halaman II - 283

310 mungkin juga untuk yang akan datang tidak akan terjadi karena berada di dataran rendah dan tidak ada daerah perbukitan, untuk lebih jelasnya dapat dilihat Tabel : BA-1C (T) pada Buku Data. Dalam kaitan tersebut diatas untuk mengurangi bahaya kebakaran di provinsi DKI Jakarta, maka pemerintah daerah telah melakukan berbagai upaya diantaranya : a. Melakukan kerjasama dengan PLN, Telkom dan Pam Jaya agar bersinergi dengan pemerintah Provinsi DKI Jakarta, dalam memberikan pelayanannya dimana untuk selanjutnya bagi pemasangan listrik baru harus mendapat rekomendasi dari Kelurahan dan Kecamatan tujuannya agar selektif terhadap pemasangan listrik untuk permukiman liar, padat atau kumuh yang saat ini banyak menyebabkan terjadinya kebakaran di DKI Jakarta. b. Pada tahun 2011 Satpol PP DKI Jakarta melakukan penertiban bangunan liar secara berkala, baik disepanjang bantaran kali, sepanjang rel kereta api, dan permukiman yang menempati areal bukan peruntukannya. c. Menambah pos jaga di semua wilayah kota dan menambah armada juga personil dimana pada tahun 2011 Dinas Damkar DKI Jakarta akan menambah personil baru sebanyak orang karyawan dan diupayakan untuk menambah kendaraan operasional yang saat ini baru mencapai 165 buah, serta melakukan pelatihan kepada tenaga sukarela ditingkat kelurahan dan kecamatan yang daerahnya sangat potensial terjadi kebakaran. d. Dinas Pemadam Kebakaran DKI Jakarta terus meningkatkan kemampuan dan ketrampilan dalam memadamkan api dari jarak jauh dan dekat serta cara pemadaman dengan menggunakan tali dan tangga serta teknik profesionalisme, untuk itu pada acara 17th Civil Devence Skills Competition 2011 di The National Service Training Institute, Singapura dimana Dinas Pemadam Kebakaran DKI Jakarta yang mewakili Pemerintah Republik Indonesia telah meraih empat emas dari tujuh kategori yang dipertandingkan dimana pada pelaksanaan tersebut diikuti oleh Singapura, Brunei Darussalam, Hongkong, Makau, Malaysia, Philipina dan Thailand. Halaman II - 284

311 BAB III TEKANAN TERHADAP LINGKUNGAN Kondisi lingkungan sangat dipengaruhi oleh aktifitas manusia baik dari segi kuantitas maupun kulaitas. Jumlah penduduk yang semakin tinggi memberikan tekanan yang cukup besar terhadap lingkungan. Begitu pula segala aktifitas yang dilakukan oleh manusia seperti di bidang pertanian, industri, pertambangan, energi, transportasi dan pariwisata dapat memberikan tekanan pada lingkungan. Sektor pertanian memberikan kontribusi terhadap peningkatan emisi gas rumah kaca melalui sawah-sawah yang tergenang, pemanfaatan pupuk urea serta praktek pertanian, pembakaran sisa-sisa tanaman dan pembusukan sisa-sisa pertanian serta pembusukan kotoran ternak. Dari sektor ini gas rumah kaca yang dihasilkan yaitu gas metana (CH 4 ) dan gas dinitro oksida (N 2 O). Gas metan merupakan salah satu pemicu berlubangnya ozon yang berdampak terhadap pemanasan global (global warming) (Andhi Fish Jogja). Sementara itu kegiaan di sektor industri tak kalah memberikan tekanan besar terhadap lingkungan. Limbah-limbah industri yang tidak terkelola dengan baik dapat mencemarkan lingkungan sekitarnya, dan masih banyak lagi hal-hal yang memberikan tekanan pada lingkungan yang akan dijelaskan pada bab ini Kependudukan Secara umum, program kependudukan di DKI Jakarta bertujuan untuk mengendalikan kuantitas penduduk, meningkatkan kualitas penduduk dan kualitas keluarga serta mengarahkan persebaran penduduk dalam rangka mewujudkan tingkat kehidupan yang lebih baik. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan yaitu : a. Peningkatan dan monitoring mobilitas penduduk; b. Pendataan penduduk dan penyusunan peta demografi di DKI Jakarta; c. Peningkatan kualitas administrasi kependudukan dan catatan sipil; d. Pelaksanaan program ketenagakerjaan yang diarahkan pada perluasan kesempatan kerja di segala sektor Jumlah dan Pertumbuhan Penduduk Pada tahun 2011 berdasarkan proyeksi sementara jumlah penduduk DKI Jakarta adalah sebanyak jiwa, apabila dibandingkan dengan jumlah penduduk pada tahun 2010 yang berjumlah sebanyak jiwa, telah terjadi peningkatan sebesar jiwa atau naik sebesar 0,98 persen. Apabila dilihat dari perkembangan jumlah penduduk DKI Jakarta selama empat dasawarsa sesuai dengan Tabel : III.66. pada kurun waktu tahun jumlah penduduk tumbuh dengan pesat dari 2,9 juta jiwa pada Tekanan Terhadap Lingkungan Halaman III - 285

312 tahun 1961 menjadi 4,6 juta jiwa pada tahun 1971, atau laju pertumbuhan penduduk per tahun nya sebesar 4,62 persen. Kemudian sepuluh tahun berikutnya, jumlah penduduk bertambah lagi menjadi 6,5 juta jiwa, dengan laju pertumbuhan 4,01 persen per tahun. Tahun 1990, penduduk DKI Jakarta naik sekitar 1,7 juta jiwa, sehingga jumlah penduduk menjadi 8,3 juta jiwa. Selama periode laju pertumbuhan penduduk sebesar 2,42 persen per tahun. Laju pertumbuhan pada periode ini mengalami penurunan signifikan dibandingkan periode sepuluh tahun sebelumnya. Pada kurun waktu , pertambahan penduduk DKI Jakarta dapat dikendalikan sehingga kenaikannya hanya sekitar 0,16 persen. Pada periode , laju pertumbuhan penduduk mengalami kenaikan menjadi 1,40 persen per tahun. Jika dilihat pertumbuhannya, laju pertumbuhan penduduk di DKI Jakarta selama empat dekade terakhir terus mengecil. Laju pertumbuhan penduduk di Jakarta yang relatif kecil ini, terutama disebabkan karena semakin rendahnya tingkat kelahiran umum, dan meningkatnya jumlah penduduk yang melakukan migrasi keluar wilayah DKI Jakarta. Dengan semakin mahalnya harga lahan/rumah tinggal di DKI Jakarta serta semakin pesatnya pembangunan perumahan di sekitar Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (BODETABEK) menjadi salah satu faktor yang mendorong banyaknya penduduk DKI Jakarta yang bermigrasi keluar. TABEL : III.66. JUMLAH PENDUDUK DKI JAKARTA, TAHUN JUMLAH PENDUDUK , , , , , , ,0 (ribu orang) Sumber : BPS Provinsi DKI DKI Jakarta, 2011 Keterangan : Sensus Penduduk , dan Proyeksi 2009, Hasil Agregat SP 2010 Pertambahan penduduk DKI Jakarta pada dasawarsa terakhir ini relatif kecil, namun demikian tetap perlu mendapat perhatian, khususnya dalam penanganan masalah lingkungan. Peralihan fungsi lahan pemukiman menjadi pusat aktivitas ekonomi di DKI Jakarta, menjadikan pertumbuhan gedung-gedung perkantoran, pembangunan industri, sarana dan prasarana transportasi, baik dalam kota maupun antar kota, semakin meningkat. Hal ini tentunya akan berdampak besar dalam pemeliharaan lingkungan hidup, karena semakin banyak sumber pencemaran udara, terutama yang berasal dari sumber bergerak, seperti sarana transportasi, dan sumber tidak bergerak, seperti industri/pabrik, dan lain-lain. Pembangunan gedung-gedung pencakar langit yang dilengkapi dengan pengatur udara (air conditioner/ac) berdampak Halaman III Tekanan Terhadap Lingkungan

313 pada pemanasan global, khususnya efek rumah kaca. Oleh karena itu penataan ruang wilayah DKI Jakarta yang menyangkut pembangunan pusat-pusat industri dan aktivitas ekonomi lainnya, harus ditangani secara hati-hati, agar pembangunan yang dilaksanakan dapat berkelanjutan (sustainable development). Pembangunan ekonomi harus mampu bersinergi dengan kondisi lingkungan alam yang ada di DKI Jakarta. Oleh karena itu pembangunan Ruang Hijau Terbuka (RHT), penataan Daerah Aliran Sungai (DAS), dan pengaturan drainase menjadi hal penting yang patut menjadi perhatian dalam menyeimbangkan kondisi lingkungan, pertambahan penduduk, dan pembangunan ekonomi Sebaran dan Kepadatan Penduduk A. Sebaran Penduduk Salah satu dimensi permasalahan kependudukan yang ada di DKI Jakarta adalah tidak meratanya distribusi penduduk antar kabupaten/kota administrasi. Dengan kondisi ini, di satu pihak ada kabupaten/kota administrasi yang sangat padat penduduknya, sementara ada kabupaten/kota administrasi lain yang kepadatan penduduknya relatif rendah. Namun patut diingat bahwa kepadatan penduduk yang paling rendah sekalipun di kabupaten/kota administrasi yang ada di DKI Jakarta, masih merupakan yang tertinggi dibandingkan kepadatan penduduk di kota lain di Indonesia. Apabila dilihat dari persebaran penduduk di lima kabupaten/kota administrasi Provinsi DKI Jakarta sepanjang tahun , dapat dilihat bahwa distribusi jumlah penduduk antar kabupaten/kota administrasi di DKI Jakarta pada tahun 1980 sebagian besar penduduk DKI Jakarta tinggal di Jakarta Selatan (24,38 %) dan Jakarta Timur (22,48 %), sementara empat wilayah lainnya relatif seimbang. Sepuluh tahun berikutnya yaitu pada tahun 1990, persentase terbesar penduduk DKI Jakarta berada di Jakarta Timur, sementara Jakarta Selatan mulai menunjukkan penurunan, dan terjadi peningkatan persentase penduduk di Jakarta Barat dan Jakarta Utara. TABEL : III.67. PERSENTASE PENDUDUK MENURUT KABUPATEN/KOTA ADMINISTRASI TAHUN KABUPATEN/KOTA % TERHADAP PENDUDUK DKI JAKARTA ADMINISTRASI JAKARTA SELATAN 24,38 23,14 21,37 21,45 21,48 JAKARTA TIMUR 22,48 25,07 28,01 28,02 28,03 JAKARTA PUSAT 19,08 13,07 10,65 9,37 9,28 JAKARTA BARAT 19,00 22,12 22,78 23,77 23,85 JAKARTA UTARA 15,06 16,39 17,01 17,16 0,22 KEPULAUAN SERIBU ,21 0,22 0,22 DKI JAKARTA 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 Sumber : BPS Provinsi DKI Jakarta, 2011 Keterangan : Hal ini bisa terjadi karena pada periode tahun 1990 hingga sekarang ini, kebijakan pengembangan industrialisasi mulai diarahkan ke kawasan barat dan timur ibukota (pengembangan poros barat dan poros Tekanan Terhadap Lingkungan Halaman III - 287

314 timur), sehingga persebaran penduduk secara bertahap mulai memadati kawasan tersebut. Akibatnya pada saat ini, sebagian besar penduduk Jakarta tercatat berdomisili di Jakarta Timur dan Jakarta Barat, sebaliknya yang bertempat tinggal di Jakarta Pusat hanya mendapatkan proporsi terkecil. Penurunan ini disebabkan karena sebagian lahan permukiman di wilayah ini sudah beralih fungsi menjadi lahan perkantoran, pusat-pusat perdagangan dan fasilitas umum lainnya. Begitu pula rendahnya penurunan proporsi penduduk di Jakarta Selatan tampaknya karena daerah ini memang dipersiapkan sebagai daerah resapan air untuk wilayah Jakarta, sehingga masih banyak lahan luas yang berfungsi sebagai Ruang Hijau Terbuka (RHT) di wilayah ini. Pembangunan pemukiman dan pusat-pusat perdagangan yang sangat pesat di DKI Jakarta, berdampak pada menurunnya kualitas lingkungan, karena dengan terbatasnya lahan, proporsi lahan yang dapat dijadikan RTH cenderung semakin berkurang dibandingkan kondisi sepuluh tahun yang lalu. Oleh karena itu, penghijauan swakarsa yang dilakukan oleh masyarakat secara mandiri perlu digiatkan. Hal ini secara tak langsung menciptakan paru-paru kota yang akan menyerap zat-zat yang ditimbulkan akibat pencemaran lingkungan. Pola persebaran penduduk pada tahun 2011 relatif sama bila dibandingkan dengan keadaan pada tahun 2000 dan tahun 2010 dimana sebagian besar penduduk DKI Jakarta berdomisili di Jakarta Timur, yakni sebesar 28,03 persen. Urutan kedua adalah Jakarta Barat dengan persentase penduduk sebesar 23,85 persen. Penduduk Jakarta Selatan menempati urutan ketiga terbanyak dengan persentase sebesar 23,48 persen. Penduduk Jakarta Utara berada di urutan keempat yaitu 17,14 persen, dan penduduk Jakarta Pusat di urutan kelima dengan persentase sebesar 9,28 persen, dan Kepulauan Seribu memiliki jumlah penduduk terendah sebesar 0,22 persen dari jumlah penduduk yang ada di DKI Jakarta. Kondisi ini dapat dipahami, karena Kabupaten Kepulauan Seribu merupakan wilayah administrasi yang baru terbentuk, dan merupakan daerah kepulauan yang relatif sulit kondisi geografisnya. B. Kepadatan Penduduk Selain persebaran penduduk yang tidak merata, kepadatan penduduk juga menjadi permasalahan pokok dalam pembangunan di DKI Jakarta. Jumlah penduduk DKI Jakarta tidak terlalu besar jika dibandingkan dengan provinsi lain di Indonesia, namun dengan luas wilayah yang relatif kecil (662,30 Km 2 ) atau sekitar 0,03 persen dari luas seluruh Indonesia, kepadatan penduduk DKI Jakarta menjadi yang tertinggi dibandingkan dengan provinsi lain di Indonesia, untuk tahun 2011 kepadatan penduduk di provinsi DKI Jakarta adalah sebesar jiwa per Km 2 apabila dibandingkan tahun 2010 yaitu jiwa per Km 2 maka terjadi peningkatan rata-rata sebesar 263 jiwa per Km 2. Secara umum kepadatan penduduk di DKI Jakarta sepanjang tahun meningkat terus. Namun demikian selama sepuluh tahun terakhir peningkatannya relatif kecil dibandingkan yang terjadi pada tiga dasawarsa sebelumnya. Diakui akselerasi penurunan laju pertumbuhan penduduk di DKI Jakarta selama Halaman III Tekanan Terhadap Lingkungan

315 dua dekade terakhir relatif cepat, namun karena kepadatan penduduk yang sangat tinggi mengakibatkan munculnya permasalahan sosial dan ekonomi yang cukup kompleks. Masalah pemenuhan kebutuhan pangan, permukiman, kesehatan lingkungan, penyediaan sarana dan prasarana umum, penyediaan lapangan pekerjaan dan lainnya memerlukan penanganan tersendiri yang lebih bersifat spesifik lokatif antar Kabupaten/kota administrasi. Salah satu dampak negatif dari tingginya kepadatan penduduk di DKI Jakarta, dapat dilihat dari banyaknya areal kumuh (slum area) di beberapa wilayah DKI Jakarta. Dari data yang ada (BPS DKI Jakarta, 2008) diketahui bahwa dari 415 Rukun Warga (RW) kumuh yang ada di ibukota sekitar 62 persen dalam kondisi kumuh berat dan kumuh sedang, dan umumnya berlokasi di permukiman padat. C. Distribusi Penduduk Menurut Umur dan Jenis Kelamin Komposisi Penduduk DKI Jakarta menurut kelompok umur menunjukkan bahwa selama kurun waktu , telah terjadi pergeseran struktur umur penduduk. Penduduk umur muda (young population), yaitu kelompok umur 0-14 tahun mengalami penurunan dari 31,9 persen menjadi 23,93 persen. Penduduk usia produktif (usia tahun) meningkat dari 66,5 persen menjadi 73,02 persen. Begitu pula dengan penduduk lansia (65 tahun ke atas) naik dari 1,6 persen menjadi 3,05 persen, apabila dibandingkan dengan komposisi Penduduk DKI Jakarta menurut kelompok umur menunjukkan bahwa selama kurun waktu , telah terjadi pergeseran struktur umur penduduk. Penduduk umur muda (young population), yaitu kelompok umur 0-14 tahun mengalami penurunan dari 31,9 persen menjadi 23,43 persen, penduduk usia produktif (usia tahun) meningkat dari 66,5 persen menjadi 75,05 persen, begitu pula dengan penduduk lansia (65 tahun ke atas) naik dari 1,6 persen menjadi 3,52 persen. Konsekuensi logis dari meningkatnya proporsi penduduk usia produktif adalah menurunnya angka dependency ratio, yaitu angka ketergantungan penduduk usia tidak produktif (0-14 tahun dan 65 tahun lebih) terhadap penduduk usia produktif (15-64 tahun). Dari data terlihat bahwa dependency ratio mengalami penurunan dari 50,4 persen pada tahun 1990 menjadi 34,98 persen pada tahun 2000 dan naik lagi menjadi 36,95 pada tahun Ini berarti, pada tahun 1990 sekitar 50 penduduk usia tidak produktif ditanggung oleh 100 penduduk produktif, tahun 2000 sebesar 35,14, dan pada tahun 2011 hanya sekitar 37 penduduk yang tidak produktif ditanggung oleh 100 penduduk produktif. Penurunan ini memberikan tendensi umum bahwa selama sembilan tahun terakhir beban tanggungan penduduk produktif di DKI Jakarta mengalami sedikit kenaikan. Sementara itu, ditinjau menurut jenis kelamin, struktur penduduk menurut kelompok usia produktif/tidak produktif memiliki pola yang hampir sama. Pada tahun 1990 proporsi penduduk produktif laki-laki mencapai 65,9 persen, pada tahun 2010 meningkat menjadi 72,36 persen, dan pada tahun 2011 meningkat lagi menjadi 72,93 persen. Demikian pula pada penduduk produktif perempuan juga mengalami kenaikan dari 66,9 persen pada tahun 1990 menjadi 73,76 persen pada tahun 2010, dan mengalami penurunan pada tahun 2011 menjadi 73,12 persen. Tekanan Terhadap Lingkungan Halaman III - 289

316 D. Pertumbuhan Penduduk Secara umum bahwa pertumbuhan penduduk di suatu wilayah dipengaruhi oleh 3 (tiga) komponen utama yaitu kelahiran (fertilitas), kematian (mortalitas) dan perpindahan (migration). 1. Fertilitas Fertilitas adalah istilah yang digunakan untuk mengindikasikan banyaknya anak yang lahir hidup. Jadi fertilitas mengukur kemampuan reproduksi perempuan yang diperkirakan dengan menggunakan angka kelahiran hidup. Banyaknya kelahiran yang muncul pada tahun tertentu dalam suatu populasi ditentukan oleh faktor-faktor demografi seperti umur, jenis kelamin, banyaknya perkawinan, lamanya perkawinan, dan banyaknya anak yang lahir. Selain itu, banyaknya kelahiran juga dipengaruhi oleh faktor-faktor eksternal yang berhubungan dengan lingkungan sosial dan ekonomi pada waktu tertentu, misalnya kondisi rumah, pendidikan, pendapatan, agama, dan pandangan mengenai ukuran keluarga. Ukuran fertilitas dapat dihitung baik dengan menggunakan cara langsung maupun tidak langsung. Secara langsung dapat dilakukan jika data kelahiran yang terjadi selama satu periode tertentu tersedia. Namun tampaknya sulit dilakukan karena data tersebut hanya di dapat melalui registrasi, dimana hingga saat ini registrasi penduduk belum berjalan dengan baik. Oleh karena itu tingkat fertilitas di DKI Jakarta, maupun provinsi lain di Indonesia dihitung dengan menggunakan cara tidak langsung. Beberapa ukuran tingkat fertilitas adalah Angka Kelahiran Kasar (Crude Birth Rate = CBR), Angka Fertilitas Umum (General Fertility Rate = GFR), atau Angka Fertilitas Total (Total Fertility Rate = TFR), Rasio Anak- Ibu (Child Woman Ratio = CWR) dan Paritas/Jumlah Anak Yang dilahirkan Hidup/ALH (Children Ever Born = CEB). CBR mengukur banyaknya kelahiran untuk setiap penduduk. Angka ini sangat kasar karena membagi banyaknya kelahiran dengan penduduk secara keseluruhan yang mencakup penduduk anakanak, dewasa dan lanjut usia dengan tidak membedakan jenis kelamin. Sedang GFR mengukur banyaknya kelahiran per perempuan usia subur (15-49 tahun) pada pertengahan tahun. Ukuran ini lebih baik daripada CBR karena hanya mempertimbangkan penduduk perempuan usia subur (15-49 tahun). Tetapi angka ini juga kurang spesifik karena tidak membedakan resiko melahirkan dari berbagai kelompok umur. Artinya kelahiran yang berasal dari ibu yang berusia tahun diperlakukan sama dengan jumlah kelahiran dari ibu yang berusia lebih tua. Ukuran yang paling baik adalah TFR. TFR adalah rata-rata jumlah anak yang akan dilahirkan oleh seorang perempuan selama masa reproduksinya, pada tahun yang bersangkutan. Angka ini lebih spesifik karena memperhatikan jumlah kelahiran menurut kelompok umur perempuan dengan interval 5 tahunan, yaitu dari usia (15-19) tahun hingga kelompok usia (45-49) tahun. Halaman III Tekanan Terhadap Lingkungan

317 a. Perkembangan Angka Fertilitas Total (TFR) Angka Fertilitas Total (TFR) di DKI Jakarta, seperti terlihat, selama tiga dasawarsa ( ) mengalami penurunan yang sangat berarti. Dalam periode , periode awal dicanangkannya program KB, TFR di DKI Jakarta masih mencapai angka per perempuan usia subur. Kemudian, dalam periode turun menjadi Sepuluh tahun berikutnya, tingkat penurunan lebih tajam lagi sehingga dalam periode menjadi per perempuan usia subur. Dalam periode berdasarkan hasil SDKI 1997, TFR DKI Jakarta diperkirakan sebesar per perempuan usia subur. Pada Tahun 2006 TFR DKI Jakarta kembali turun menjadi per perempuan usia subur, dengan kata lain, selama kurun waktu , rata-rata anak yang dilahirkan oleh perempuan usia subur selama masa reproduksinya mengalami penurunan dari 5 anak per perempuan menjadi 2 anak saja pada tahun Kemudian rata-rata anak yang dilahirkan oleh perempuan usia subur selama masa reproduksinya mengalami penurunan dari 2 anak per perempuan menjadi 1 hingga 2 anak saja selang waktu Hasil ini menunjukkan bahwa program KB di DKI Jakarta telah memberikan hasil yang cukup menggembirakan. Di samping program KB, faktor perkembangan sosial dan ekonomi masyarakat juga turut berperan di dalam penurunan angka fertilitas, terutama pada dasawarsa terakhir. Misalnya, pertimbangan rasional akan meningkatnya biaya hidup apabila jumlah anak meningkat. Sehingga banyak keluarga yang cenderung untuk memiliki sedikit anak agar lebih leluasa untuk membiayai kebutuhan ekonomi rumah tangga. Apalagi dengan meningkatnya biaya pendidikan anak-anak dari tingkat taman kanak-kanak, sekolah dasar hingga jenjang Perguruan Tinggi, sehingga banyak keluarga yang harus berfikir panjang untuk mempunyai anak yang banyak. Faktor lain adalah meningkatnya tingkat pendidikan ibu dan perempuan secara umum sehingga semakin besar keinginan perempuan yang belum kawin untuk menunda umur perkawinan, karena mereka masih ingin terus melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi atau ingin terlibat dalam lapangan pekerjaan. Dengan demikian masa reproduksi perempuan menjadi semakin pendek sehingga jumlah anak yang dapat dilahirkan menjadi lebih sedikit. Sebagian dari wanita yang berstatus kawin, cenderung menggunakan alat-alat kontrasepsi, baik untuk menunda kehamilan maupun mengatur jarak kelahiran. Semakin tinggi kesadaran ibu akan pentingnya pemberian air susu ibu (ASI) bagi anaknya, tanpa disadari juga turut memberikan kontribusi dalam menjarangkan kehamilan. Sebagian dari faktor-faktor ini akan dijelaskan lebih rinci pada pembahasan selanjutnya. b. Anak Lahir Hidup (ALH) / Paritas Salah satu indikator yang digunakan untuk menggambarkan tingkat fertilitas adalah ALH/paritas dan rasio ibu-anak. Paritas perempuan (woman parity) adalah ukuran fertilitas dari satu kohor yang mengukur fertilitas yang telah dicapai oleh perempuan dari kelompok umur yang berbeda-beda sampai dengan referensi waktu pendataan. Ukuran paritas adalah rata-rata anak yang dilahirkan hidup atau rata-rata ALH per wanita usia subur. Dengan ukuran ini dapat diketahui rata-rata anak yang telah dilahirkan hidup oleh seorang Tekanan Terhadap Lingkungan Halaman III - 291

318 perempuan usia subur, berusia tahun. Ukuran ini mengacu pada fertilitas kumulatif sehingga berbeda dengan angka kelahiran total (TFR) yang mengacu pada fertilitas current. Tabel : III.68 memperlihatkan bahwa di DKI Jakarta ratarata anak yang lahir hidup semakin tinggi dengan meningkatnya umur perempuan; misalnya pada tahun 2006 perempuan berumur tahun hanya memiliki rata-rata 0,02 anak lahir hidup, sementara perempuan berumur tahun memiliki rata-rata 2 anak lahir hidup, dan puncaknya adalah pada perempuan yang berumur tahun dengan rata-rata 3,21 anak lahir hidup. Pada kelompok umur 15-19, proporsi perempuan yang belum memiliki anak biasanya cukup besar karena mungkin mereka baru melangsungkan pernikahan, dengan kata lain masa reproduksi yang dijalani masih relatif lebih pendek dibandingkan dengan kelompok perempuan yang lebih tua. Masa reproduksi penuh atau paritas lengkap (completed family size) dicapai pada kelompok umur tahun, karena setelah mencapai kelompok umur ini perempuan umumnya tidak melahirkan lagi. TABEL : III.68. RATA-RATA ANAK LAHIR HIDUP PER PEREMPUAN MENURUT KELOMPOK UMUR, KELOMPOK RATA-RATA ALH UMUR PEREMPUAN ,05 0,03 0,03 0, ,50 0,30 0,22 0, ,48 0,86 0,79 1, ,65 1,65 1,65 1, ,44 2,46 2,35 2, ,11 3,09 2,88 2, ,68 3,42 3,35 2,81 Sumber : BPS Provinsi DKI Jakarta, 2011 Keterangan : Peningkatan rata-rata anak lahir hidup sejalan dengan umur perempuan juga menunjukkan trend fertilitas yang semakin menurun. Hal ini karena pada umur muda, paritas rata-rata mewakili keadaan fertilitas pada saat ini. Misalnya anak yang dilahirkan oleh perempuan kelompok umur tahun yang dicatat dalam sensus merupakan kelahiran yang terjadi hanya beberapa tahun yang lalu sebelum sensus. Sebaliknya, paritas rata-rata dari perempuan yang berumur 40-an mewakili masa kemampuan melahirkan selama tahun sebelum sensus, ditambah kelahiran baru yang terjadi beberapa tahun sebelum sensus. Halaman III Tekanan Terhadap Lingkungan

319 c. Rasio Jumlah Anak Terhadap Jumlah Perempuan (Child Woman Ratio/CWR) Rasio Anak Ibu (CWR) merupakan indikator fertilitas yang cukup sederhana. Semakin rendah CWR mengindikasikan semakin rendah tingkat fertilitas di suatu wilayah. Pada tahun 1980, di DKI Jakarta terdapat 526 anak balita (0-4 tahun) pada setiap perempuan usia reproduktif. Sepuluh tahun kemudian, rasio ini turun secara drastis menjadi 331 anak per perempuan usia reproduktif. Kemudian pada tahun 2000, rasio ini menjadi 257 anak per perempuan usia reproduktif, dan pada tahun 2011 turun menjadi 278 apabila dibandingkan dengan tahun 2010 sebanyak 235 anak per perempuan usia reproduktif. 2. Mortalitas Indikator kematian yang populer adalah Angka Kematian Kasar (Crude Death Rate/CDR), Angka Kematian Menurut Umur (Age Specific Death Rate/ASDR), Angka Kematian Bayi (Infant Mortality Rate/IMR), Angka Harapan Hidup (AHH), dan Proporsi Anak Masih Hidup. a. Angka Kematian Kasar (CDR) Angka Kematian Kasar (Crude Death Rate/CDR) merupakan salah satu indikator kematian yang menghitung secara kasar rata-rata kematian yang terjadi pada tahun tertentu terhadap penduduk pada tahun yang sama. Dari Tabel : III.69, terlihat bahwa sepanjang kurun waktu , terjadi penurunan angka kematian kasar (CDR), yaitu dari 4,48 per penduduk menjadi 3,60 kematian per penduduk. TABEL : III.69. CDR, IMR DAN ANGKA HARAPAN HIDUP (e0) TAHUN 2011 NO INDIKATOR TAHUN 2000 TAHUN 2011 LAKI-LAKI PEREMPUAN JUMLAH LAKI-LAKI PEREMPUAN JUMLAH 1 CDR - - 4,48 3,60 2 IMR 26,00 19,00 22,00 7,0 8,8 7,7 3 e0 69,90 73,78 71,90 74,4 78,0 76,3 Sumber : BPS Provinsi DKI Jakarta, 2011 Keterangan : Penurunan CDR ini tidak terlepas dari berbagai program dan kebijakan pemerintah dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Kebijakan ini antara lain dilakukan dengan membangun fasilitas kesehatan yang memadai, termasuk yang dikelola oleh masyarakat dan pihak swasta. Selain itu perbaikan lingkungan perumahan dan permukiman, termasuk sanitasi lingkungan, pengelolaan sampah dan limbah rumah tangga, pengelolaan drainase, dan peremajaan permukiman kumuh, turut memberikan kontribusi yang cukup besar dalam menekan angka kematian secara umum. Tekanan Terhadap Lingkungan Halaman III - 293

320 b. Angka Kematian Bayi dan angka Harapan Hidup Angka Harapan Hidup dan Angka Kematian Bayi (IMR) merupakan indikator penting untuk mengukur derajat kesehatan penduduk suatu daerah. Semakin tinggi AHH dan semakin rendah AKB di suatu daerah menunjukkan semakin tinggi derajat kesehatan penduduk di daerah tersebut. Hal penting yang patut dicatat berkaitan dengan angka harapan hidup di DKI Jakarta adalah bahwa dari tahun ke tahun angka harapan hidup, baik laki-laki maupun perempuan, cenderung meningkat sejalan dengan peningkatan taraf kesejahteraan masyarakat. Selain itu angka harapan hidup perempuan cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan angka harapan hidup laki-laki. Pada tahun 1980, angka harapan hidup masih relatif sangat pendek dimana angka harapan hidup laki-laki hanya 50,8 tahun dan perempuan 59,5 tahun. Namun sejalan dengan peningkatan status kesehatan masyarakat, angka harapan hidup terus menerus mengalami peningkatan hingga pada tahun 2011, dimana angka harapan hidup perempuan tetap lebih tinggi dibandingkan angka harapan hidup laki-laki, yaitu 76,5 tahun dan 71,7 tahun. TABEL : III.70. ANGKA KEMATIAN BAYI DAN ANGKA HARAPAN HIDUP MENURUT JENIS KELAMIN DI DKI JAKARTA, INDIKATOR ANGKA HARAPAN HIDUP (AHH) Laki-laki 50,80 67,62 69,90 70,39 71,58 74,6 Perempuan 59,50 71,58 73,78 74,24 75,36 78,1 L + P 55,40 69,66 71,90 72,37 73,53 76,3 ANGKA KEMATIAN BAYI (AKB) Laki-laki 88,70 34,00 25,00 24,00 20,00 8,6 Perempuan 73,00 26,00 19,00 17,00 14,00 6,9 L + P 82,00 30,00 22,00 21,00 17,00 7,7 Sumber : BPS Provinsi DKI Jakarta, 2011 Keterangan : Estimasi Parameter Demografi Angka Kematian Bayi (AKB) merupakan banyaknya bayi lahir hidup yang meninggal sebelum mencapai usia satu tahun per kelahiran hidup. Usia satu tahun pertama merupakan masa kritis bagi seorang bayi, karena pada masa itu bayi sangat rentan terhadap berbagai penyakit sehingga perlu mendapatkan perhatian yang serius dari orang tuanya. Bayi perlu mendapatkan imunisasi yang lengkap dan selalu dijaga kebersihannya agar tidak terinfeksi oleh suatu penyakit. Oleh karena itu kelangsungan hidup bayi sangat tergantung pada pengetahuan orang tuanya, terutama ibu, mengenai kesehatan. Berdasarkan Tabel : III.70, juga terlihat bahwa AKB di DKI Jakarta mengalami penurunan dari 82 kematian per kelahiran hidup pada tahun 1980 menjadi 7,7 kematian per kelahiran hidup pada tahun Halaman III Tekanan Terhadap Lingkungan

321 2011. Menurunnya AKB terutama dipengaruhi oleh semakin tingginya pemahaman ibu terhadap kesehatan yang membawa akibat pada semakin tinggi pula peluang bayi untuk melewati masa kritis dan rentan tersebut. Selain itu, penurunan AKB juga dipengaruhi oleh ketersediaan fasilitas kesehatan. Fasilitas kesehatan yang tersedia diutamakan dapat dijangkau oleh masyarakat, baik dari lokasi maupun biayanya. c. Proporsi anak Masih Hidup (AMH) terhadap Anak Lahir hidup (ALH) Apabila diamati lebih jauh, terlihat bahwa pada semua kelompok umur ibu, rata-rata anak masih hidup (AMH) pada tahun 2011 lebih rendah dibanding AMH pada tahun-tahun sebelumnya. Hal ini sejalan dengan penurunan fertilitas (rata-rata ALH). Untuk melihat kelangsungan hidup penduduk DKI Jakarta dapat diamati perkembangan proporsi AMH antara Kecuali pada kelompok umur tahun, tampak bahwa proporsi AMH pada tahun 2011 selalu lebih besar dibanding keadaan tahun sebelumnya. Hal ini mengindikasikan bahwa tingkat kematian penduduk DKI Jakarta pada tahun 2011 lebih rendah bila dibandingkan dengan tahun 2010 dan juga lebih rendah bila dibanding keadaan tahun 1990 dan Proporsi AMH pada kelompok umur tahun pada tahun 2011 adalah sebesar 0,44 persen bila dibandingkan dengan tahun 2010 sebesar 0,93 persen; angka ini menunjukkan bahwa jumlah kematian anak dari ibu yang berusia tahun sangat sedikit. 3. Migrasi Migrasi merupakan salah satu komponen perubahan penduduk yang dapat menambah atau mengurangi jumlah penduduk. Migrasi adalah perpindahan penduduk dengan tujuan untuk menetap dari suatu tempat/wilayah ke tempat lain yang melampaui batas administratif suatu wilayah. Ada dua faktor yang menyebabkan terjadinya perpindahan penduduk dari suatu daerah ke daerah lainnya yaitu faktor pendorong (push factor) dari daerah asal dan faktor penarik (pull factor) dari daerah tujuan. Faktor-faktor yang dapat dijadikan sebagai pendorong perpindahan penduduk adalah kurangnya sumberdaya alam yang tersedia di daerah asal, sempitnya lapangan pekerjaan, terjadi bencana alam dan sebagainya. Sedangkan yang menjadi faktor penarik di daerah tujuan adalah pembangunan yang pesat di segala bidang, tersedianya lapangan pekerjaan yang cukup luas, keadaan sosial ekonomi masyarakat yang mapan, dan lainnya. Kehidupan yang serba gemerlap di suatu daerah dapat menjadi daya tarik bagi penduduk daerah lainnya, sehingga mereka tertarik untuk turut serta menikmati gemerlapnya kehidupan tersebut. Provinsi DKI Jakarta tentang persoalan migrasi menjadi sangat penting apabila dikaitkan dengan pertambahan jumlah penduduk, jika pada provinsi lain pengaruh migrasi dapat diabaikan, karena diasumsikan bahwa penduduk yang masuk ke daerah tersebut dan yang keluar dari daerah tersebut relatif sama, maka untuk DKI Jakarta faktor migrasi sangat besar pengaruhnya terdapat pertambahan jumlah penduduk. Sampai dengan tahun 1990, tercatat bahwa migrasi masuk di DKI Jakarta lebih besar Tekanan Terhadap Lingkungan Halaman III - 295

322 dibandingkan migrasi keluar. Namun setelah diimplementasikan kebijakan pengembangan daerah pemukiman baru di wilayah perbatasan ibukota, yaitu BOTABEK (Bogor, Tangerang dan Bekasi), maka pada tahun 1995 terlihat indikasi terjadinya penurunan migrasi masuk, sebaliknya terjadi peningkatan pada migrasi keluar. Kecenderungan ini tampaknya terus berlanjut hingga saat ini, karena selain lahan pemukiman di Jakarta sudah jenuh, tanah di DKI Jakarta sudah menjadi komoditi komersial yang memiliki nilai jual yang tinggi, sehingga penduduk yang tidak mampu membeli tanah maupun rumah di Jakarta beralih ke BOTABEK atau daerah sekitarnya yang relatif lebih terjangkau. Terdapat beberapa jenis migrasi, namun yang akan dibahas hanya 2 (dua) jenis yaitu migrasi seumur hidup (life time migration) dan migrasi risen (recent migration). Migrasi seumur hidup adalah penduduk yang tempat kelahirannya berbeda dengan tempat tinggal sekarang. Sedangkan migrasi risen adalah penduduk yang tempat tinggalnya 5 tahun yang lalu berbeda dengan tempat tinggalnya sekarang. Sementara transmigrasi merupakan perpindahan penduduk dari satu wilayah ke wilayah lain, umumnya dari kota ke pedesaan dalam rangka melakukan redistribusí penduduk, agar penyebarannya tidak terlalu timpang. a. Migrasi Seumur Hidup Tabel : III.71 memperlihatkan migran masuk selama hidup menurut golongan umur dan jenis kelamin pada tahun 2000 dan Pada tahun 2000 tercatat 2.749,3 ribu jiwa atau sekitar 32,8 persen dari total penduduk DKI Jakarta tidak dilahirkan di ibukota tetapi di daerah lainnya. Dari jumlah tersebut sekitar 48,9 persen merupakan migran laki-laki dan 51,1 persen migran perempuan. Pada tahun 2011 jumlah migran masuk naik menjadi ribu jiwa atau sekitar 44,60 persen dari total penduduk DKI Jakarta dimana sekitar 49,42 persen adalah migran perempuan dan 50,58 persen migran laki-laki apabila dibandingkan dengan tahun 2010, jumlah migran masuk seumur hidup adalah 4.342,01 ribu jiwa atau sekitar 45,28 persen dari total penduduk DKI Jakarta, dan total dari 4.342,01 ribu migran masuk tersebut, sekitar 49,29 persen adalah migran perempuan dan 50,71 persen migran laki-laki. TABEL : III.71. MIGRAN MASUK SELAMA HIDUP MENURUT GOLONGAN UMUR DAN JENIS KELAMIN TAHUN 2011 PROYEKSI TAHUN 2011 LAKI-LAKI PEREMPUAN JUMLAH X UMUR PENDUDUK MIGRAN PENDUDUK MIGRAN PENDUDUK MIGRAN ribuan ribuan ribuan ribuan ribuan ribuan ,32 165,76 409,45 177,18 843,77 342, ,07 158,58 381,36 160,41 789,44 318, ,39 134,67 345,37 142,72 702,76 277, ,56 219,67 435,40 327,79 828,95 547, ,55 505,53 515,92 536, , , ,89 404,85 567,53 289, ,42 694, ,80 174,74 485,57 122, ,37 297,16 bersambung... Halaman III Tekanan Terhadap Lingkungan

323 X UMUR PROYEKSI TAHUN 2011 LAKI-LAKI PEREMPUAN JUMLAH sambungan PENDUDUK MIGRAN PENDUDUK MIGRAN PENDUDUK MIGRAN ribuan ribuan ribuan ribuan ribuan ribuan ,49 116,53 407,67 105,50 850,16 222, ,58 105,64 342,30 96,94 708,88 202, ,51 81,97 283,79 68,19 572,30 150, ,33 52,73 223,24 45,19 447,57 97, ,63 34,95 154,01 28,22 317,64 63, ,65 23,67 102,79 24,75 204,43 48, ,69 12,31 69,20 12,96 138,90 25, ,77 7,12 44,29 7,86 84,06 14, ,00 3,39 43,89 5,98 74,89 9,36 JUMLAH 4.950, , , , , ,06 Sumber : BPS Provinsi DKI Jakarta, 2011 Keterangan : Dengan mengamati kelompok umur, tampak bahwa pola migran mengikuti huruf U terbalik, yaitu rendah pada kelompok umur anak-anak, dan mulai meningkatkan pada usia remaja dan dewasa, kemudian berangsur-angsur turun kembali pada usia tua. Hubungan antara migran dengan karakteristik umur, pada kurva terlihat adanya dua tonjolan (bimodus), yaitu pada kelompok umur tahun. Rendahnya migran anak-anak karena anak-anak yang bermigrasi umumnya mengikuti orang tuanya. Jadi jarang sekali yang pindah karena keinginan sendiri. Sedangkan tingginya migran masuk pada kelompok umur 25 tahun hingga 50 tahun, karena pada usia ini merupakan kelompok usia dinamis, yang memiliki berbagai alasan dalam bermigrasi, baik untuk tujuan melanjutkan sekolah (pendidikan), mencari pekerjaan, atau berpindah tempat tinggal karena alasan berumah tangga. Rendahnya migran pada usia lanjut, dikarenakan mereka pada umumnya sudah mapan dalam kehidupannya, baik dalam segi ekonomi maupun lingkungan sosialnya. Provinsi DKI Jakarta sebagai ibukota negara merupakan pusat pemerintahan dan segala kegiatan perekonomian, memiliki sarana dan prasarana yang lengkap dalam menunjang kegiatan bisnis dan perekonomian, baik dalam skala kecil maupun skala besar. Hal ini merupakan salah satu daya bagi kaum migran untuk memasuki wilayah ibukota dengan tujuan untuk mengadu nasib di kota ini. Dorongan untuk memperoleh pekerjaan merupakan salah satu alasan utama datang ke DKI Jakarta. Sebelum terjadi krisis moneter yang dilanjutkan dengan krisis ekonomi, pertumbuhan ekonomi di DKI Jakarta cukup tinggi yaitu sekitar 8 persen per tahun. Berbagai usaha ekonomi tumbuh dengan subur di Jakarta, salah satu sektor ekonomi yang cukup pesat pertumbuhannya adalah sektor jasa dan perdagangan. Kedua sektor ini membutuhkan tenaga kerja yang cukup banyak terutama tenaga kerja wanita. Seiring dengan meningkatnya wanita yang bekerja, mengakibatkan kebutuhan akan tenaga pramuwisma juga meningkat. Tekanan Terhadap Lingkungan Halaman III - 297

324 Jasa perorangan seperti pramuwisma tersebut umumnya diisi oleh mereka yang berasal dari luar Jakarta. Sedangkan, kebutuhan akan tenaga kerja wanita lebih banyak ditujukan sebagai pramuniaga. Faktor lain yang dapat menarik migran masuk ke DKI Jakarta, khususnya migran perempuan, adalah mengikuti kepindahan suami ke Jakarta. Keberadaan migran anak-anak di ibukota pada tahun 2011 serta tahun-tahun sebelumnya umumnya karena mereka mengikuti kepindahan orang tuanya ke Jakarta. Sedangkan migran remaja yang datang ke DKI Jakarta, selain karena mengikuti kepindahan orang tuanya juga disebabkan karena melanjutkan pendidikan di Jakarta. b. Migrasi Risen Yang dimaksud dengan migrasi risen (baru) adalah penduduk yang mempunyai tempat tinggal berbeda dengan tempatnya pada waktu lima tahun yang lalu. Jadi bisa saja tempat lahirnya sama dengan tempat tinggal sekarang, atau dengan kata lain migran risen tidak berarti migran seumur hidup. Migran risen yang masuk ke DKI Jakarta pada tahun 2011 mencapai 654,24 ribu jiwa terdiri dari 52,19 persen migran wanita dan 47,81 persen migran laki-laki. Migran baru paling tinggi ditemui di kelompok usia tahun, apabila dibandingkan dengan tahun 2010 sebesar 654,80 ribu jiwa yang terdiri dari 57,57 persen migran wanita dan 42,43 persen migran laki-laki, dengan kecenderungan sama yaitu kelompok usia tahun menjadi kelompok migran yang mempunyai tingkat mobilitas paling tinggi hal ini terkait dengan upaya mencari pekerjaan atau mengikuti suami karena alasan perkawinan. Seperti tahun-tahun sebelumnya pada tahun 2011 Kabupaten/kota administrasi yang cukup banyak diminati oleh kaum migran adalah kabupaten/kota administrasi Jakarta Timur, Jakarta Selatan dan Jakarta Barat. Dari 654,24 ribu migran, sekitar 31,44 persen (205,89 ribu jiwa) tinggal di Jakarta Timur. Diperkirakan wilayah tersebut cukup menarik minat kaum migran karena di wilayah tersebut terdapat kawasan industri yang dapat menyerap tenaga kerja cukup banyak. Tempat tinggal migran lainnya yaitu 22,92 persen (150,09 ribu jiwa) di Jakarta Barat. Migran yang tinggal di Jakarta Selatan sekitar 117,29 ribu jiwa (17,92 %) presentase migran risen di wilayah Jakarta Pusat merupakan yang terendah yaitu sekitar 58,00 ribu (8,86 %). Ini tidak berarti menandakan bahwa daerah ini kurang diminati oleh para migran, akan tetapi lebih cenderung karena di wilayah ini relatif sulit memperoleh tempat tinggal, karena berdasarkan RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah) kota administrasi Jakarta Pusat bukanlah daerah pemukiman tetapi lebih ditujukan sebagai daerah bisnis dan pemerintahan, disamping harga tanah yang juga sudah cukup mahal. c. Transmigrasi Diadakannya program transmigrasi oleh pemerintah antara lain ditujukan agar terjadi penyebaran penduduk yang lebih merata. Penduduk tidak hanya terakumulasi di Pulau Jawa, tetapi menyebar pula ke pulau-pulau lainnya. Tujuan lain yang ingin dicapai adalah meningkatnya keadaan ekonomi transmigrasi. Jika di daerah sebelumnya kehidupan mereka dilingkupi kemiskinan, maka di daerah yang baru diharapkan Halaman III Tekanan Terhadap Lingkungan

325 keadaan sosial ekonomi mereka menjadi lebih baik. Selain itu sumberdaya alam yang ada di daerah tujuan transmigrasi dapat dikelola secara lebih optimal dibandingkan sebelumnya. Masalah yang umumnya timbul adalah masih sulitnya untuk mendapatkan calon transmigran karena sudah terbiasa hidup di ibukota dan tidak jarang penduduk yang sudah dikirim ke daerah transmigrasi kembali lagi ke Jakarta karena merasa tidak kerasan atau pekerjaannya tidak sesuai dengan profesinya. Selain itu ada juga sebagian para transmigran yang menganggap bahwa transmigrasi dapat digunakan sebagai upaya untuk mata pencaharian, yaitu dengan mengikuti program transmigrasi dan apabila telah sampai di tempat tujuan mereka akan menjual lahan dan rumah serta kembali lagi ke Jakarta untuk mengikuti lagi program transmigrasi selanjutnya. Dua jenis transmigrasi yang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta adalah Transmigrasi Umum (TU) dan Transmigrasi Swakarsa Mandiri (TSM). Pada tahun 2011 wilayah yang paling banyak mengirim TU dan TSM adalah Jakarat Timur dan Jakarta Utara, untuk TU masing-masing sebanyak 21 dan 22 KK, sedangkan untuk TSM masing-masing sebanyak 24 KK sedang pada tahun 2010 wilayah yang paling banyak mengirim TU adalah Jakarta Selatan yaitu sebanyak 15 KK dan yang mengirim TSM paling banyak adalah Jakarta Utara yaitu sebanyak 23 KK, ini membuktikan bahwa kesadaran tentang Transmigrasi sudah mulai ada atau hal ini mungkin dikarenakan sulitnya mencari pekerjaan di kota Jakarta, tidak seperti apa yang dibayangkan. E. Ketenagakerjaan Tenaga kerja adalah modal bagi geraknya roda pembangunan. Tenaga kerja merupakan salah satu faktor produksi dan merupakan sumberdaya manusia yang memegang peranan penting dalam setiap aktivitas ekonomi. Disamping itu juga tenaga kerja merupakan salah satu faktor yang menentukan tingkat pertumbuhan ekonomi, laju inflasi, Produk Nasional Bruto (PNB), devisa negara dan lain-lain. Bahkan Yonky Karman (2006), mengatakan bahwa tingkat kemakmuran suatu negara ditentukan oleh kualitas dan produktivitas sumberdaya manusia (SDM). Ilustrasi tentang pentingnya SDM dapat diwakili oleh negara Singapura. Negara ini memiliki SDM yang berkualitas, sehingga kapital dan aturan-aturan yang mereka ciptakan dapat menempatkan negara tersebut pada jajaran negara-negara maju. Perubahan struktur umur penduduk berimplikasi terhadap perubahan profil ketenagakerjaan. Ada dua faktor yang mempengaruhi keadaan ketenagakerjaan yaitu permintaan dan penawaran. Faktor permintaan sangat dipengaruhi oleh dinamika pembangunan ekonomi, sedangkan faktor penawaran sangat ditentukan oleh perubahan struktur umur penduduk. Sehubungan dengan hal tersebut, maka pada bab ini akan mengulas yang terkait dengan komposisi penduduk usia kerja dan Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK). Tekanan Terhadap Lingkungan Halaman III - 299

326 1. Komposisi Penduduk Usia Kerja Tenaga kerja dalam tulisan ini mengacu pada konsep yang didefinisikan menurut International Labour Organization (ILO). Tenaga kerja adalah penduduk usia kerja (penduduk berumur 15 tahun ke atas) yang melakukan kegiatan ekonomi dengan maksud untuk memperoleh uang/pendapatan atau membantu melakukan kegiatan ekonomi paling sedikit satu jam tidak terputus selama seminggu sebelum pencacahan (wawancara dalam pengumpulan data). Sedangkan lapangan pekerjaan dari tenaga kerja didefinisikan sebagai bidang kegiatan dari pekerjaan/tempat bekerja/perusahaan/kantor dimana seseorang bekerja. Konsepsi penduduk usia kerja yang digunakan dalam pembahasan ini adalah penduduk berumur tahun. Batasan ini sejalan dengan ketentuan perundang-undangan, khususnya bidang ketenagakerjaan yang membatasi usia minimum seorang pekerja adalah 15 tahun. Penduduk usia kerja terdiri dari angkatan kerja, yaitu penduduk yang bekerja dan mencari pekerjaan atau disebut penduduk yang aktif secara ekonomi (Economically Active Population), sedangkan sisanya yaitu mereka yang masih sekolah, mengurus rumah tangga dan lainnya (cacat, penerima pendapatan dan lain sebagainya) digolongkan sebagai bukan angkatan kerja (Non Economically Active Population). Seiring dengan pertambahan jumlah penduduk, selama kurun waktu , jumlah penduduk usia kerja di DKI Jakarta mengalami kenaikan. Pada tahun 2000, penduduk usia kerja di DKI Jakarta sebanyak 6,355 juta jiwa, dengan tahun 2010 naik menjadi juta jiwa dan pada tahun 2011 naik lagi menjadi 7.373,4 juta jiwa, hal ini dikarenakan selain banyaknya usia kerja juga masih adanya persepsi bahwa kerja di Ibukota Jakarta adalah menjadi kebutuhan utama. Tabel : III.72 memperlihatkan jumlah penduduk usia kerja (15-64 tahun) selama kurun waktu Jika dilihat menurut jenis kelamin, jumlah penduduk usia kerja perempuan hampir sama dengan jumlah penduduk usia kerja laki-laki. Namun bila diamati menurut jenis kegiatan, ternyata angkatan kerja laki-laki jauh lebih banyak dibanding angkatan kerja perempuan. Pada tahun 2011, angkatan kerja laki-laki mencapai 3.095,5 juta orang atau 83,15 persen dari penduduk usia kerja laki-laki, sedangkan jumlah angkatan kerja perempuan hanya mencapai 1,914,4 juta orang atau 52,44 persen dari penduduk usia kerja perempuan, coba dibandingkan dengan jumlah penduduk usia kerja (15-64 tahun) selama kurun waktu , prosentase penduduk usia kerja tidak berbeda jauh dengan tahun 2011 yaitu angkatan kerja laki-laki mencapai 2,935 juta orang atau 82,90 persen dari penduduk usia kerja laki-laki, sedangkan jumlah angkatan kerja perempuan hanya mencapai 1,770 juta orang atau 51,21 persen dari penduduk usia kerja perempuan. Halaman III Tekanan Terhadap Lingkungan

327 JENIS KEGIATAN TABEL : III.72. KEGIATAN UTAMA PENDUDUK USIA TAHUN MENURUT JENIS KELAMIN TAHUN 2000 DAN 2011 (RIBU ORANG) LAKI-LAKI PEREMPUAN L + P Angkatan Kerja , , ,83 - Bekerja , , ,12 - Pengangguran , , ,71 2. Bukan Angkatan Kerja , , ,58 - Sekolah , , ,73 - Lainnya , , ,85 T O T A L , , ,41 Sumber : BPS Provinsi DKI Jakarta, 2011 Keterangan : Survay Angkatan Kerja Nasional 2. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja Menurut Sitanggang dan Nachrowi (2004), keadaan pasar tenaga kerja tidak lepas dari kondisi ekonomi makro. Begitu juga halnya dengan karakteristik pasar tenaga kerja di Indonesia, pasar tenaga kerja sangat fleksibel (dalam menyesuaikan dengan fluktuasi pertumbuhan ekonomi dan struktur ekonomi), meskipun institusi pasar tenaga kerja tergolong restriktif (terbatas). Sementara menurut Badan Pusat Statistik (2001), penawaran tenaga kerja lebih dipengaruhi oleh perubahan jumlah penduduk dalam angkatan kerja. Perubahan jumlah penduduk dalam angkatan kerja di suatu negara lebih banyak dipengaruhi oleh populasi suatu negara, maka besar kemungkinan penawaran kerja akan semakin tinggi yang disebabkan oleh bertambahnya penduduk dalam angkatan kerja. Keterlibatan penduduk dalam kegiatan ekonomi diukur dengan proporsi penduduk yang masuk pasar kerja, dikenal dengan indikator tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK). TPAK adalah perbandingan antara angkatan kerja terhadap penduduk usia kerja. Semakin tinggi TPAK semakin besar keterlibatan penduduk usia kerja dalam pasar kerja. Berdasarkan data pada Tabel : III.73, dapat dijelaskan bahwa selama kurun waktu , TPAK di DKI Jakarta pada tahun 2010 sebesar 56,81 persen menjadi 67,94 persen pada tahun 2011 yang mengakibatkan adanya kenaikan lebih dari 10 point apabila dibandingkan dengan tahun Kenaikan TPAK ini banyak disebabkan oleh perubahan TPAK laki-laki, yaitu dari 76,23 persen pada tahun 2000 menjadi 82,90 persen pada tahun 2010, dan bertambah lagi menjadi 83,15 pada tahun Sementara itu, TPAK perempuan juga mengalami kenaikan dari 37,33 persen menjadi 52,44 persen. Tekanan Terhadap Lingkungan Halaman III - 301

328 TABEL : III.73. PARTISIPASI ANGKATAN KERJA USIA TAHUN MENURUT TINGKAT PENDIDIKAN, 2011 (%) TINGKAT PENDIDIKAN LAKI-LAKI PEREMPUAN TOTAL 1. Tidak Sekolah 37,68 38,21 38,07 2. Tidak Tamat SD 85,07 39,03 59,75 3. Sekolah Dasar 79,23 52,17 63,30 4. SMTP Umum 66,29 42,97 53,17 5. SMTA Umum 83,03 43,66 66,66 6. SMTA Kejuruan 92,87 59,53 78,69 7. Diploma I/II 94,91 84,98 90,40 8. Akademi/Diploma III 92,61 77,61 83,12 9. Universitas 93,52 77,53 86,43 TOTAL 83,15 52,44 67,94 Sumber : BPS Provinsi DKI Jakarta Keterangan : Susenas 2011 Disamping faktor jenis kelamin, hal lain yang sangat berpengaruh terhadap keikutsertaan seseorang dalam kegiatan ekonomi adalah tingkat pendidikan. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, semakin tinggi motivasinya untuk terjun ke pasar kerja. Berdasarkan Tabel : III.73 tampak bahwa TPAK semakin meningkat bila tingkat pendidikan juga meningkat. Pola yang sama juga terjadi jika dirinci menurut jenis kelamin. Hal yang menarik dari pola TPAK secara total adalah tingginya TPAK pada mereka yang berpendidikan sekolah menengah kejuruan dibandingkan dengan mereka yang tamat dari sekolah menengah umum. Ini membuktikan bahwa orientasi dari mereka yang memilih melanjutkan pendidikan di sekolah menengah kejuruan sebagian besar berniat langsung terjun ke pasar kerja. Sedangkan bagi mereka yang melanjutkan ke sekolah menengah umum, lebih memilih melanjutkan pendidikan ke tingkat yang lebih tinggi. 3. Penduduk Bekerja Data mengenai kegiatan ekonomi penduduk yang diuraikan disini menitikberatkan pada alokasi penduduk yang bekerja menurut sektor ekonomi (lapangan pekerjaan). Dalam ekonomi perkotaan seperti DKI Jakarta, penduduk yang bekerja di sektor sekunder dan tersier biasanya menempati porsi yang cukup besar. Besarnya porsi penduduk yang bekerja di kedua sektor ini disajikan dalam Tabel : III.74. Pada tabel tersebut terlihat bahwa sektor perdagangan, jasa-jasa dan industri pengolahan merupakan sektor-sektor yang paling banyak menyerap tenaga kerja. Halaman III Tekanan Terhadap Lingkungan

329 TABEL : III.74. KOMPOSISI PENDUDUK USIA TAHUN YANG BEKERJA MENURUT LAPANGAN PEKERJAAN DAN JENIS KELAMIN, 2011 (%) LAPANGAN PEKERJAAN LAKI-LAKI PEREMPUAN JUMLAH 1. Pertanian 2,90 0,40 1,97 2. Industri Pengolahan 15,53 11,66 14,08 3. Perdagangan, Restoran & Hotel 33,24 35,06 33,92 4. Jasa-jasa 18,49 38,38 25,93 5. Lainnya 29,84 14,50 24,10 JUMLAH 100,00 100,00 100,00 Sumber : BPS Provinsi DKI Jakarta Keterangan : Susenas, 2011 Apabila pada tahun 2010, sektor perdagangan, restoran dan hotel mampu menyerap 36,69 persen dari total penduduk yang bekerja. Sementara itu sektor jasa-jasa dan sektor industri pengolahan masing-masing menyerap 31,11 persen dan 16,19 persen, maka pada tahun 2011, sektor perdagangan, restoran dan hotel mampu menyerap 33,92 persen dari total penduduk yang bekerja hal ini terjadi penurunan sebesar 2,67 persen. Sementara itu sektor jasa-jasa dan sektor industri pengolahan masing-masing pada tahun 2010 menyerap 31,11 persen dan 16,19 persen dan pada tahun 2011 sebesar 24,0 persen dan 16,19 persen. Pola penyerapan tenaga kerja yang hampir sama juga terlihat jika dirinci menurut jenis kelamin. Perbedaannya adalah, pada laki-laki penyerapan tenaga kerja terlihat lebih menyebar di hampir semua sektor. Hal ini tidak terjadi pada penduduk perempuan. Walaupun begitu, penyerapan tenaga kerja terbesar baik pada laki-laki maupun perempuan tetap berada pada sektor perdagangan, jasa-jasa dan industri pengolahan. Penduduk merupakan bagian atau komponen yang berinteraksi dengan komponen-komponen lain yang berada di dalam lingkungan untuk memenuhi kelangsungan hidupnya. Dengan demikian lingkungan bisa dipandang sebagai aset utama yang menyediakan kebutuhan umat manusia. Lingkungan menyediakan sistem pendukung kehidupan untuk mempertahankan kehidupan manusia. Jika sistem pendukung itu mengalami degradasi atau kerusakan maka secara tidak langsung akan mempengaruhi kelangsungan hidup manusia. Oleh karena itu pembangunan ekonomi harus memasukan lingkungan ke dalam sistem ekonomi. Sayangnya kajian-kajian ilmu ekonomi sebagian besar hanya memperhatikan dan mengkaji tentang analisa aktivitas ekonomi dan konsumsi serta keterkaitan antara keduanya. Sedangkan keterkaitan aktivitas ekonomi dengan alam lingkungan yang mempunyai fungsi sangat penting belum dimasukan ke dalam analisa ekonomi. Dengan kata lain aktivitas ekonomi tidak hanya mampu menunjukan produksi optimal dan konsumsi maksimum sesuai dengan sumberdaya yang tersedia, tetapi harus pula memperhatikan bagaimana dampak dari aktivitas ekonomi tersebut terhadap pelestarian dan kualitas sumberdaya alam. Tekanan Terhadap Lingkungan Halaman III - 303

330 Permasalahan tentang lingkungan berawal dari adanya permintaan penduduk terhadap barang dan jasa. Untuk memenuhi permintaan tersebut maka dilakukan kegiatan ekonomi atau proses produksi. Melalui proses produksi itulah sumberdaya alam dieksploitasi untuk digunakan sebagai salah satu faktor produksi untuk menghasilkan barang dan jasa. Aktivitas ekonomi selain mampu menyediakan barang dan jasa juga mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Meningkatnya kesejahteraan masyarakat akan diikuti dengan meningkatnya daya beli masyarakat yang menuntut tersedianya barang dan jasa yang banyak pula, yang pada gilirannya akan meningkatkan permintaan terhadap sumberdaya alam. Permintaan terhadap sumberdaya alam yang semakin meningkat tersebut akan mengakibatkan eksploitasi sumberdaya alam secara terus menerus dari waktu ke waktu sehingga akan mengganggu keseimbangan lingkungan dan menimbulkan masalah lingkungan. Dengan pendekatan aktivitas ekonomi (lapangan pekerjaan) dapat diasumsikan bahwa semua sektor ekonomi tersebut mempunyai kontribusi terhadap dampak pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup. Misalnya industri pengolahan mempunyai dampak berupa pencemaran air baik sungai maupun laut akibat pembuangan limbah industri. sehingga dapat membunuh biota air seperti ikan, udang, kepiting, kerang, tumbuhan air, rumput laut dan lain lain. Seringkali diumumkan oleh Departemen Kelautan dan Perikanan melalui media elektronik atau surat kabar bahwa untuk dalam jangka waktu tertentu tidak boleh mengkonsumsi ikan laut dan kerang karena keracunan limbah pabrik terutama ikan-ikan yang berasal dari pantai utara DKI Jakarta. Selain air industri juga mencemari udara melalui cerobong-cerobong asap pabrik dan pembakaran minyak oleh kendaraan bermotor. Udara yang tercemar tersebut akan mengalami peningkatan kadar karbon dioksida yang mengganggu pernafasan manusia. Selain itu juga hasil industri berupa bahan organik yang sulit dipecahkan dan bahan kimia seperti pestisida mempengaruhi kesehatan manusia. Sektor industri pengolahan yang dalam proses produksinya menggunakan bahan kimia seringkali melalaikan aturan dalam undang-undang lingkungan hidup yang mengharuskan proses pengolahan dan penanganan limbah sebelum dibuang. Dalam sektor industri pengolahan di DKI Jakarta mempunyai kontribusi cukup besar dalam penyerapan tenaga kerja yaitu sekitar 19,99 persen. Hal ini mempunyai korelasi dalam hal jumlah perusahaan industri yang cukup besar pula. Jumlah perusahaan industri pengolahan di DKI Jakarta yang cukup banyak tersebut mempunyai dampak terhadap kerusakan lingkungan hidup. Sektor perdagangan, restoran & hotel mempunyai potensi dalam penimbunan sampah baik sampah sisa makanan yang tidak terkonsumsi atau kemasan yang digunakan dalam proses produksi. Sektor perdagangan adalah yang terbesar dalam penyerapan tenaga kerja di DKI Jakarta yaitu sekitar 34,89 persen. Ada dua potensi yang menyebabkan penimbunan limbah (sampah) yaitu perusahaan perdagangan dan tenaga kerja yang mencari nafkah di DKI Jakarta. Jika dihitung berapa ribu ton sampah yang diproduksi setiap hari dari aktivitas perusahaan dan tenaga kerja. Penimbunan sampah yang tidak Halaman III Tekanan Terhadap Lingkungan

331 segera diangkut ke penampungan sampah berpotensi menyebabkan berkembang biaknya penyakit dan secara tidak langsung dapat menyebabkan kerusakan infrastruktur perkotaan seperti yang diakibatkan oleh banjir. Konsep megapolitan yang dicanangkan oleh Gubernur Provinsi DKI Jakarta sangat efektif bila dilaksanakan terutama dalam penanganan infrastruktur perkotaan. Konsep ini melibatkan provinsi yang berdampingan dengan DKI Jakarta untuk menangani infrastruktur perkotaan secara terpadu seperti tempat pembuangan limbah padat (sampah) dan cair. Dasar pemikiran ini diilustrasikan bahwa banyak pekerja yang berasal dari Bodetabek yang mencari nafkah di DKI Jakarta dan menggunakan fasilitas perjalanan sebagai akses tujuan bekerja. Ekspor dan impor yang melibatkan Jabodetabek frekuensinya cukup tinggi untuk setiap harinya. Akibat dampak aglomerasi ini perlu dilakukan pemahaman secara terintegasi terutama yang berkaitan dengan penanganan infrastruktur perkotaan karena sangat penting untuk aktivitas ekonomi di DKI Jakarta dan dalam penanganan limbah serta kelestarian sumberdaya alam dan air. Sektor angkutan dan komunikasi yang dalam hal ini dikelompokan dalam lapangan pekerjaan lainnya sangat berpotensi menyebabkan polusi udara. Asap yang dihasilkan dari knalpot kendaraan yang mengandung gas CO 2 (karbon dioksida) dapat mengganggu kesehatan. Uji emisi gas kendaraan sebagai prasyarat layak beroperasi bila dilakukan secara tepat dan konsisten maka hal ini dapat mengurangi tingkat polusi udara. Bila diamati untuk jenis kendaraan seperti metro mini dan sejenisnya mengeluarkan asap dari lubang knalpot mengepul berwarna hitam yang menandakan kadar racun yang sangat tinggi. Untuk itu pihak yang terkait dalam urusan transportasi darat agar lebih seksama dan bertindak konsisten dalam memberikan perijinan layak operasi. Karena masalah lingkungan hidup sangat penting untuk kita pelihara dan budayakan Permukiman Salah satu informasi penting yang diperlukan dalam penyusunan rencana maupun strategi kebijakan dalam berbagai bidang adalah data kependudukan dengan segala aspeknya. Jumlah penduduk DKI Jakarta pada tahun 2011 berdasarkan proyeksi sementara jumlah penduduk DKI Jakarta adalah sebanyak jiwa, apabila dibandingkan dengan jumlah penduduk pada tahun 2010 yang berjumlah sebanyak jiwa, telah terjadi peningkatan sebesar jiwa atau naik sebesar 0,98 persen. Apabila dilihat dari perkembangan jumlah penduduk DKI Jakarta selama empat dasawarsa pada kurun waktu tahun jumlah penduduk tumbuh dengan pesat dari 2,9 juta jiwa pada tahun 1961 menjadi 4,6 juta jiwa pada tahun 1971, atau laju pertumbuhan penduduk per tahun nya sebesar 4,62 persen. Kemudian sepuluh tahun berikutnya, jumlah penduduk bertambah lagi menjadi 6,5 juta jiwa, dengan laju pertumbuhan 4,01 persen per tahun. Tahun 1990, penduduk DKI Jakarta naik sekitar 1,7 juta jiwa, sehingga jumlah penduduk menjadi 8,3 juta jiwa. Selama periode laju pertumbuhan Tekanan Terhadap Lingkungan Halaman III - 305

332 penduduk sebesar 2,42 persen per tahun. Laju pertumbuhan pada periode ini mengalami penurunan signifikan dibandingkan periode sepuluh tahun sebelumnya. Pada kurun waktu , pertambahan penduduk DKI Jakarta dapat dikendalikan sehingga kenaikannya hanya sekitar 0,16 persen. Pada periode , laju pertumbuhan penduduk mengalami kenaikan menjadi 1,40 persen per tahun. Perlu di perhatikan bahwa jumlah penduduk DKI Jakarta yang berjumlah juta pada tahun 2011 tersebut adalah jumlah penduduk malam hari. Keunikan jumlah penduduk DKI Jakarta adalah adanya perbedaan jumlah penduduk pada malam hari dibandingkan dengan siang hari. Pada siang hari di perkirakan mencapai sekitar 10,7 juta jiwa. Kondisi ini di pengaruhi oleh penglaju (commuter) yaitu penduduk yang tinggal di luar Wilayah DKI Jakarta tetapi melakukan aktivitas pada siang hari seperti bekerja dan bersekolah di Wilayah DKI Jakarta. Jumlah penduduk DKI Jakarta yang terus meningkat ini perlu dicermati karena dapat menimbulkan permasalahan di berbagai bidang. Masalah yang berkaitan erat dengan jumlah penduduk yang tinggi antara lain masalah pemukiman, kesehatan, pendidikan, transportasi, dan ketenagakerjaan serta sanitasi lingkungan, dan salah satu masalah yang muncul dan perlu di waspadai oleh Pemda DKI Jakarta adalah munculnya pemukiman-pemukiman kumuh (slum area) di beberapa wilayah DKI Jakarta. Untuk lebih jelasnya tentang gambaran dan kondisi permukiman yang ada di Provinsi DKI Jakarta dapat kami jabarkan pada uraian dibawah Sanitasi Lingkungan Rumahku adalah surgaku. Demikian pepatah mengatakan yang menggambarkan sedemikian pentingnya rumah dalam kehidupan manusia. Dalam sepanjang kehidupannya manusia memang membutuhkan rumah yang digunakan sebagai tempat untuk berteduh atau berlindung, baik dari hujan maupun panas dan rumah juga diperlukan untuk memberi rasa aman penghuninya dari gangguan yang tidak diinginkan. Rumah juga menjadi tempat berkumpul bagi para penghuni rumah yang biasanya merupakan ikatan keluarga. Rumah merupakan kebutuhan primer yang harus dipenuhi untuk dapat terus bertahan hidup. Dengan kata lain, rumah merupakan salah satu kebutuhan pokok selain sandang dan pangan. Apabila rumah sebagai salah satu kebutuhan pokok tersebut tidak dapat tersedia maka akan sulit manusia dapat hidup secara layak. Diantara fungsi rumah adalah dapat dijadikan sebagai salah satu indikator bagi kesejahteraan pemiliknya. Semakin baik fasilitas yang dimiliki, dapat diasumsikan semakin sejahtera rumah tangga yang menempati rumah tersebut. Berbagai fasilitas yang dapat mencerminkan tingkat kesejahteraan tersebut antara lain dapat dilihat dari luas lantai rumah, sumber air minum, fasilitas tempat buang air besar rumah tangga dan juga tempat penampungan kotoran akhir. Dari gambaran tersebut diatas jelas bahwa rumah adalah tempat semua kegiatan, dalam menjalin suatu keharmonisan keluarga. Halaman III Tekanan Terhadap Lingkungan

333 Pada Tabel : III.75 menunjukkan jumlah dan persentase rumah tangga dan luas lantai di DKI Jakarta tahun Luas lantai dirinci menjadi < 20 m 2, m 2, m 2 dan 100+ m 2. Tampak dari sekitar 2,6 juta rumah tangga ditemui sebanyak 28,31 persen yang memakai lantai dengan luas < 20 m 2, dan 30,55 persen yang memakai lantai dengan luas m 2, kemudian 19,79 persen rumah tangga menggunakan luas lantai m 2 dan sisanya sekitar 21,35 persen rumah tangga tinggal di rumah besar dengan luas lantai 100 m 2 lebih, coba dibandingan dengan tahun 2010, dimana ditemui 23,93 persen yang memakai lantai dengan luas < 20 m 2, dan 34,32 persen yang memakai lantai dengan luas m 2, kemudian 21,40 persen rumah tangga menggunakan luas lantai m 2 dan sisanya sekitar 20,35 persen rumah tangga tinggal di rumah besar dengan luas lantai 100 m 2 lebih, hal ini menandakan bahwa telah terjadinya peningkatan kesejahteraan ekonomi serta pentingnya hidup layak dan sehat. Untuk lebih jelasnya tentang persentase luasan lantai pada tahun 2011 dapat dilihat pada Tabel dibawah: TABEL : III.75. PERSENTASE RUMAH TANGGA MENURUT LUAS LANTAI DI DKI JAKARTA, 2011 KOTA ADMINISTRASI < >100 JUMLAH JAKARTA SELATAN 3,47 32,82 49,52 14,19 100,00 JAKARTA TIMUR 17,07 35,62 22,70 24,61 100,00 JAKARTA PUSAT 20,51 33,58 21,92 23,99 100,00 JAKARTA BARAT 37,03 28,30 19,23 15,45 100,00 JAKARTA UTARA 34,58 28,00 19,25 18,17 100,00 KEPULAUAN SERIBU 41,28 24,26 13,56 20,89 100,00 DKI JAKARTA 28,31 30,55 19,79 21,35 100,00 Sumber : BPS Provinsi DKI Jakarta, 2011 Keterangan : Susenas, 2011 Kenyataan diatas menunjukkan bahwa lebih dari separuh rumah tangga (58,86 %) di DKI Jakarta tinggal di bangunan dengan luas lantai kuang dari 49 M 2, dan hanya sekitar 20,35 persen rumah tangga tinggal di bangunan dengan luas lantai diatas 100 M 2. Besarnya jumlah penduduk dan tingginya tingkat kepadatan hunian, memberi andil pada kurangnya luas lantai rumah yang dapat dimiliki oleh rumah tangga. Di beberapa tempat, bahkan susunan rumah tampak berdesak-desakan dan tanpa halaman. Selain itu, harga tanah dan rumah di DKI Jakarta sangat mahal menyebabkan banyak masyarakat yang tidak mampu untuk membeli tanah dan rumah dengan ukuran yang relatif besar. Tekanan Terhadap Lingkungan Halaman III - 307

334 Selain dari luas lantai, jenis lantai juga dapat digunakan sebagai indikator untuk melihat kualitas perumahan. Data Susenas membagi jenis lantai menjadi 2 kategori yaitu tanah dan bukan tanah. Semakin tinggi kualitas lantai perumahan dapat diasumsikan semakin membaik tingkat kesejahteraan penduduknya. Rumah tangga dengan jenis lantai bukan tanah dianggap mempunyai tingkat kesejahteraan yang lebih baik dari rumah tangga yang mempergunakan jenis lantai tanah. Selain itu, jenis lantai juga dapat mempengaruhi kondisi kesehatan masyarakat. Semakin banyak rumah tangga yang mendiami rumah dengan lantai tanah akan berpengaruh pada rendahnya derajat kesehatan masyarakat. Karena lantai tanah diakui dapat menjadi media yang subur bagi timbulnya kuman penyakit dan media penularan bagi jenis penyakit tertentu, seperti penyakit diare, kecacingan dan penyakit kulit. Selain itu, kualitas lantai perumahan dapat mencerminkan tingkat kesejahteraan masyarakat di wilayah tertentu. Tabel : III.76, menunjukkan rumah tangga yang ada di DKI Jakarta menurut jenis lantainya. Tampak bahwa sebagian besar rumah tangga mendiami rumah dengan jenis lantai bukan tanah pada tahun 2011, yang jumlahnya mencapai sekitar 96,40 persen telah terjadi penurunan apabila dibandingkan dengan tahun 2010 yaitu sebesar 96,98 persen dari total rumah tangga yang ada. Sedangkan rumah tangga yang menggunakan jenis lantai tanah sekitar 2,15 persen pada tahun 2011 dan juga terjadi penurunan apabila dibandingkan dengan tahun 2010 yaitu sebesar 3,20 persen. Kenyataan masih adanya rumah tangga di DKI Jakarta yang mempunyai lantai dengan jenis tanah ini cukup memprihatinkan. Meskipun jumlahnya hanya sekitar 3,61 persen rumah tangga tetapi ini mencapai sekitar 93 ribu rumah tangga. Ini patut mendapat perhatian serius dari pemerintah, mengingat lantai tanah dapat berpengaruh pada derajat kesehatan penduduk. Untuk melihat perbandingan antar wilayah di DKI Jakarta tentang persentase jens lantai dapat dilihat pada Tabel dibawah : TABEL : II.76. PERSENTASE RUMAH TANGGA MENURUT JENIS LANTAI DI DKI JAKARTA, 2011 KOTA ADMINISTRASI BUKAN TANAH/BAMBU TANAH BAMBU JUMLAH JAKARTA SELATAN 96,53 3,47 0,00 100,00 JAKARTA TIMUR 97,75 1,65 0,61 100,00 JAKARTA PUSAT 98,10 1,65 0,25 100,00 JAKARTA BARAT 95,05 3,86 1,09 100,00 JAKARTA UTARA 95,50 1,83 2,67 100,00 KEPULAUAN SERIBU 94,02 3,03 2,95 100,00 DKI JAKARTA 96,40 2,15 1,46 100,00 Sumber : BPS Provinsi DKI Jakarta,2011 Keterangan : Apabila diamati antar kota administrasi, terlihat bahwa persentase tertinggi rumah tangga yang menggunakan jenis lantai tanah dan bambu terdapat di Jakarta Utara di susul oleh Jakarta Pusat yaitu Halaman III Tekanan Terhadap Lingkungan

335 masing-masing sebesar 5,98 persen dan 4,95 persen. Jakarta Barat menempati urutan ke tiga dengan 4,50 persen rumah tangga yang masih menggunakan lantai tanah/bambu. Rumah tangga yang masih menggunakan lantai tanah ini umumnya berada di daerah kumuh dengan kondisi sosial ekonomi rumah tangga yang rendah dan tingkat kepadatan penduduk yang tinggi (slum area). Pada umumnya rumah tersebut dihuni oleh migran baru dan atau kelompok pekerja kasar (buruh) yang secara konsepsi belum dikategorikan sebagai warga DKI Jakarta. Dengan demikian program lantai semen tidak akan menyentuh mereka karena mereka tidak/belum memiliki KTP DKI Jakarta sebagai syarat dinyatakan sebagai keluarga prasejahtera. Selain dilihat dari jenis lantai yang dipergunakan, kualitas perumahan dapat pula ditinjau dari jenis dinding. Rumah dapat dikatakan layak huni dan memenuhi standar kesehatan, antara lain ditandai dengan bangunan rumah yang bersifat permanen. Salah satunya dapat dilihat dari bahan bangunan yang digunakan untuk dinding rumah. Dalam pembahasan ini dinding rumah di kelompokkan menjadi empat jenis, yaitu dinding tembok, kayu, bambu dan lainnya. TABEL : II.77. PERSENTASE RUMAH TANGGA MENURUT JENIS DINDING TERBANYAK DI DKI JAKARTA, 2011 KOTA ADMINISTRASI TEMBOK KAYU BAMBU LAINNYA JUMLAH JAKARTA SELATAN 85,17 9,15 4,74 0,94 100,00 JAKARTA TIMUR 92,81 5,98 0,52 0,69 100,00 JAKARTA PUSAT 95,20 4,14 0,17 0,50 100,00 JAKARTA BARAT 91,60 7,30 0,00 1,09 100,00 JAKARTA UTARA 87,92 10,42 0,17 1,50 100,00 KEPULAUAN SERIBU 85,09 13,73 0,25 0,93 100,00 DKI JAKARTA 90,82 8,02 0,25 0,91 100,00 Sumber : BPS Provinsi DKI Jakarta, 2011 Keterangan : Apabila pada tahun 2010 jenis dinding terbanyak yang dipakai oleh penduduk DKI Jakarta sebanyak 91,92 persen rumah tangga di DKI Jakarta menggunakan dinding tembok. Jenis dinding kayu dan bambu tidak banyak digunakan, dengan persentase masing-masing hanya sebesar 7,29 dan 0,19 persen dan jenis dinding lainnya seperti seng, karton, plastik masih ada juga yang menggunakan, meskipun hanya 0,60 persen, maka pada tahun 2011 sebanyak 90,82 persen rumah tangga di DKI Jakarta telah menggunakan dinding tembok dan jenis dinding kayu dan bambu seperti tahun sebelumnya tidak banyak digunakan, dimanan persentase masing-masing hanya sebesar 8,02 dan 0,25 persen. Sedangkan jenis dinding lainnya seperti seng, karton, plastik masih ada juga yang menggunakan, meskipun hanya 0,91 persen. Pola ini relatif sama di wilayah kabupaten/kota administrasi. Jumlah rumah tangga yang mempergunakan jenis dinding lainnya seperti seng, karton, plastik dan lain sebagainya tampak mengalami peningkatan pada tahun 2011 ini dibandingkan dengan tahun Pada Tekanan Terhadap Lingkungan Halaman III - 309

336 tahun 2000 jumlah rumah tangga yang mempergunakan jenis dinding lainnya ini mencapi sekitar 0,81 persen. Sebaliknya jumlah rumah tangga yang mempergunakan jenis dinding bambu mengalami penurunan dari 0,53 pada tahun 2000 menjadi sekitar 0,19 pada tahun 2010 dan menjadi 0,25 pada tahun Apabila dilihat jumlah rumah tangga berdasarkan atap terluas yang digunakan untuk tempat tinggal 55,89 persen menggunakan atap terluas beton/genteng. Kemudian diikuti oleh jenis atap terluas asbes sebanyak 41,29 persen rumah tangga tinggal dibangunan yang beratap asbes. Dilihat berdasarkan kota administrasi tampak bahwa kondisi antar kota administrasi tidak berbeda jauh dengan tingkat kondisi di DKI Jakarta. Hal yang menarik adalah jumlah rumah tangga yang mempergunakan atap asbes/seng/sirap/lain-lain di kota administrasi Jakarta Utara pada tahun 2011 yang mencapai 58,97 persen apabila dibandingkan dengan tahun 2010 sebesar 57,95 persen telah terjadi peningkatan walaupun tidak seberapa. Jumlah ini paling menonjol jika dibandingkan dengan jumlah rumah tangga yang mempergunakan atap yang sama di kota administrasi lain. Berbeda dengan kondisi di Kota administrasi Jakarta Utara, Kota administrasi Jakarta Pusat pada tahun 2011 justru mempunyai jumlah rumah tangga paling kecil yang mempergunakan atap seng/asbes/sirap/ lain-lain (sekitar 27 % rumah tangga). Kondisi seperti ini mencerminkan masih banyaknya rumah tangga yang mempunyai tingkat sosial ekonomi yang relatif lebih rendah di Jakarta Utara. Kemungkinan sebagian dari mereka adalah para nelayan dan pencari ikan, serta rumah tangga-rumah tangga di daerah kumuh dan kurang tertata. Apabila dibandingkan dengan kondisi pada tahun 2000 tampak bahwa pada tahun 2010 dan tahun 2011 jumlah rumah tangga yang mempergunakan atap beton mengalami sedikit peningkatan sedangkan rumah tangga yang mempergunakan atap genteng mengalami penurunan. Rumah tangga yang mempergunakan atap beton meningkat dari 3,59 persen pada tahun 2000 menjadi sekitar 2,66 persen pada tahun 2010 dan meningkat lagi pada tahun 2011 menjadi sekitar 4,21 persen, sedangkan rumah tangga dengan atap genteng menurun dari 84,32 persen pada tahun 2000 menjadi sekitar 55,50 persen rumah tangga pada tahun 2010 dan meningkat kembali 51,68 persen pada tahun Jumlah rumah tangga dengan jenis atap yang selain beton dan genteng relatif tetap. Diduga rumah tangga yang sebelumnya mempergunakan atap genteng sebagian telah berganti ke atap beton, hal ini mungkin terkait dengan adanya peningkatan pendapatan atau perubahan tentang bentuk rumah yang lebih minimalis. Apabila dilihat dari data tahun 2010 jumlah rumah tangga miskin di wilayah Jakarta Selatan sebanyak Rumah Tangga, wilayah Jakarta Timur sebanyak Rumah Tangga, wilayah Jakarta Pusat sebanyak Rumah Tangga, wilayah Jakarta Barat sebanyak Rumah Tangga, wilayah Jakarta Utara sebanyak Rumah Tanggadan wilayah Kepulauan Seribu sebanyak 573 Rumah Tangga, dan apabila dibandingkan dengan tahun 2011 jumlah jumlah rumah tangga miskin di wilayah Jakarta Selatan sebanyak Rumah Tangga, wilayah Jakarta Timur sebanyak Rumah Tangga, wilayah Jakarta Pusat sebanyak Rumah Tangga, wilayah Jakarta Barat sebanyak Rumah Tangga, wilayah Jakarta Utara sebanyak Rumah Tangga dan wilayah Kepulauan Seribu sebanyak 576 Rumah Tangga (lihat Tabel : III.78). Halaman III Tekanan Terhadap Lingkungan

337 TABEL : III.78. JUMLAH RUMAH TANGGA MISKIN DI DKI JAKARTA TAHUN 2011 NO KABUPATEN/KOTA JUMLAH RUMAH TANGGA JUMLAH RUMAH TANGGA MISKIN 1 JAKARTA SELATAN JAKARTA TIMUR JAKARTA PUSAT JAKARTA BARAT JAKARTA UTARA KEPULAUAN SERIBU DKI JAKARTA Sumber : BPS Provinsi DKI Jakarta, 2011 Keterangan : Proyeksi dan Updating Data Rumah Tangga Sasaran (UDRTS) 2009 Dari gambaran tersebut diatas karena wilayah DKI Jakarta selain dialiri oleh 13 (tiga belas) sungai yang tersebar di 5 (lima) wilayah Kota, juga terdapat hamparan pantai khususnya di wilayah Jakarta Utara dan apabila dilihat pada Tabel : III.79 maka terlihat bahwa warga di wilayah DKI Jakarta pada tahun 2011 selain ada yang mendiami daerah bantara kali sebanyak rumah tangga, juga ada yang mendiami daerah pasang surut sebanyak Rumah, walaupun telah banyak berkurangnya jumlah rumah tangga miskin di wilayah DKI Jakarta pada tahun 2011, sebagian besar rumah tangga tersebut berada didaerah pasang surut. TABEL : III.79. JUMLAH RUMAH TANGGA MENURUT LOKASI TEMPAT TINGGAL TAHUN 2011 NO LOKASI PERMUKIMAN JUMLAH RUMAH TANGGA 1 Mewah NA 2 Menengah NA 3 Sederhana NA 4 Kumuh Bantaran Sungai Pasang Surut Sumber : BPS Provinsi DKI Jakarta 2011 Keterangan : Kategori 1-3, data tidak tersedia Dalam kaitan tersebut diatas bahwa berdasarkan gambaran tentang kondisi perumahan di DKI Jakarta secara umum menunjukkan bahwa kualitas bangunannya secara umum cukup baik dan terus mengalami peningkatan dan jumlah penduduk miskin terus mengalami penurunan dari tahun ke tahun hal ini menadakan bahwa tingkat perekonomian penduduk di Provinsi DKI Jakarta sudah mulai menggeliat kearah perbaikan. Khusus untuk penanganan lokasi tempat tinggal yang berada didaerah kumuh, bantaran sungai dan pasang surut terus diupayakan untuk dilakukan penataan, misalnya melalui perbaikan lingkungan, sarana dan prasarana kota serta pembangunan rumah susun. Dengan upaya ini diharapkan kualitas perumahan dan lingkungan di DKI Jakarta akan meningkat dibandingkan waktu sebelumnya, Tekanan Terhadap Lingkungan Halaman III - 311

338 walaupun dari permukiman tersebut diatas hasil perkiraan beban limbah cair dan pencemaran air dari sumber domestik yang mempunyai saluran dan tanpa sarana pembuangan limbah cair yang dihasilkan pada tahun 2011 adalah adalah BOD sebesar Ton/Tahun.,COD sebesar Ton/Tahun, SS sebesar Ton/Tahun,TDS sebesar Ton/tahun,N sebesar Ton/Tahun dan P sebesar Ton/Tahun. (Lihat Tabel SP-9A (T) pada Buku Data), apabila dibandingkan dengan tahun 2010 beban limbah cair dan pencemaran air dari sumber domestik yang mempunyai saluran dan tanpa sarana pembuangan limbah cair yang dihasilkan adalah BOD sebesar Ton/Tahun, COD sebesar Ton/Tahun, SS sebesar Ton/Tahun, TDS sebesar Ton/Tahun, N sebesar Ton/Tahun dan P sebesar Ton/Tahun terjadi peningkatan dan penurunan untuk pencemar tertentu Akses Terhadap Infrastruktur Permukiman (Air Bersih, Listrik, dsb) Dengan kepadatan penduduk DKI Jakarta tertinggi dibandingkan dengan provinsi lain di Indonesia, dimana tahun 2011 kepadatan penduduk di provinsi DKI Jakarta adalah sebesar jiwa per Km 2 apabila dibandingkan tahun 2010 yaitu jiwa per Km 2 maka terjadi peningkatan rata-rata sebesar 263 jiwa per Km 2, maka air merupakan salah satu kebutuhan yang cukup vital dalam kehidupan setiap makhluk hidup termasuk manusia/penduduk. Pertumbuhan penduduk yang pesat dan meningkatnya aktivitas serta derajat kehidupan di DKI Jakarta harus diikuti oleh pemenuhan kebutuhan terhadap air bersih. Kegunaan air bersih bagi manusia dan sebagian besar penduduk terutama untuk kepentingan rumah tangga, industri, pertanian dan lainnya. Sungai Ciliwung dan Sungai Cisadane adalah sungai yang mengalir di DKI Jakarta, bersama 11 sungai lainnya. Sebagian dari 13 sungai tersebut diolah oleh PDAM untuk dialirkan ke rumah tangga, perusahaan dan tempat-tempat umum lainnya. Sumber air dan badan-badan air di DKI Jakarta dinilai telah tercemar untuk kebutuhan air bersih dan kontinuitasnya juga kurang terjamin. Pada musim kemarau debit air yang mengalir terlalu kecil bahkan cenderung kotor. Sedangkan pada musim hujan, air melimpah sering tidak tertampung dan mengakibatkan pipa saluran air bersih pecah dan bocor, sehingga menimbulkan banjir. Mengingat besarnya jumlah penduduk yang membutuhkan air bersih, maka sumber daya air di DKI Jakarta sangat vital. Sumber air bersih tersebut dapat berupa air tanah, air sungai dan air permukaan terutama dari suplai air baku dari waduk Ir. H. Juanda, Jatiluhur dan Cisadane, Tangerang. Fasilitas air minum yang dimiliki rumah tangga dapat mencerminkan tingkat sosial ekonomi rumah tangga tersebut. Pada umumnya, rumah tangga dengan keadaan ekonomi yang sudah mapan memiliki fasilitas air minum sendiri. Ini berarti semakin banyak rumah tangga yang memiliki fasilitas air minum sendiri, semakin tinggi kesejahteraannya. Dari Tabel : III.80, terungkap bahwa lebih dari separoh rumah tangga di DKI Jakarta pada tahun 2011 Halaman III Tekanan Terhadap Lingkungan

339 memiliki fasilitas air minum milik sendiri (termasuk sumur), yaitu sekitar 72,81 persen, dengan demikian lebih dari separoh rumah tangga di DKI Jakarta memiliki kemudahan untuk mendapatkan air minumnya, dimana Sekitar 21,31 persen rumah tangga masih menggunakan fasilitas air minum secara bersama-sama dengan rumah tangga lain 5,36 persen rumah tangga mempergunakan fasilitas air minum umum dan sisanya sekitar 0,52 persen tidak memiliki fasilitas air minum. Apabla dibandingkan dengan tahun 2010 sekitar 75,64 persen dan sekitar 22,18 persen rumah tangga masih menggunakan fasilitas air minum secara bersama-sama dengan rumah tangga lain serta 1,83 persen rumah tangga mempergunakan fasilitas air minum umum dan sisanya sekitar 0,35 persen tidak memiliki fasilitas air minum, hal ini mungkin terkait dengan adanya peningkatan rata-rata kepadatan penduduk sebesar 263 jiwa per Km 2,.dimana kepadatan penduduk di provinsi DKI Jakarta pada tahun 2010 sebesar jiwa per Km 2 menjadi jiwa per Km 2 pada tahun TABEL : III.80. PERSENTASE RUMAH TANGGA MENURUT FASILITAS AIR MINUM TAHUN, 2011 KOTA ADMINISTRASI SENDIRI BERSAMA UMUM LAINNYA JUMLAH JAKARTA SELATAN 48,90 2,84 23,35 24,92 100,00 JAKARTA TIMUR 81,72 15,42 2,69 0,17 100,00 JAKARTA PUSAT 79,16 17,37 2,65 0,83 100,00 JAKARTA BARAT 62,64 27,79 9,49 0,08 100,00 JAKARTA UTARA 69,58 24,42 5,67 0,33 100,00 KEPULAUAN SERIBU 62,09 27,13 10,11 0,67 100,00 DKI JAKARTA 72,81 21,31 5,36 0,52 100,00 Sumber : BPS Provinsi DKI Jakarta, 2011 Keterangan : Apabila diamati antar wilayah pada tahun 2011 terlihat bahwa Kota administrasi Jakarta Timur mempunyai persentase terbesar rumah tangga yang memiliki fasilitas air minum sendiri, yaitu sebanyak 81,72 persen, sedangkan persentase terendah terdapat di Kabupaten Kepulauan Seribu, yakni 48,90 persen. Tampaknya kondisi ini berkaitan dengan keadaan tanah kedua wilayah tersebut. Secara umum daerah hijau terbuka di Jakarta Timur pada tahun 2011 relatif lebih baik dibandingkan dengan wilayah lain, coba kita bandingkan dengan tahun 2010 dimana kota administrasi Jakarta Barat mempunyai persentase terbesar rumah tangga yang memiliki fasilitas air minum sendiri, yaitu sebanyak 80,79 persen, sedangkan persentase terendah terdapat di Kabupaten Kepulauan Seribu, yakni 36,79 persen. Cara rumah tangga memperoleh air minum di kelompokkan menjadi dua, yakni membeli dan tidak membeli. Dikategorikan membeli apabila rumah tangga menggunakan air minum dengan berlangganan PAM, membeli air kemasan atau pedagang air keliling. Tabel : III.81 menunjukkan jumlah dan persentase rumah tangga di DKI Jakarta menurut sumber air minumnya. Sampai dengan tahun 2011 lebih dari setengah dari rumah tangga di DKI Jakarta memperoleh air minum dengan cara membeli jumlahnya mencapai sekitar 78,29 persen rumah tangga. Sebaliknya, rumah tangga yang memperoleh air minum dengan cara tidak membeli masih sebesar 21,71 persen. Tekanan Terhadap Lingkungan Halaman III - 313

340 Rumah tangga yang memperoleh air bersih dengan cara tidak membeli, umumnya berasal dari air tanah, yakni sumur dan pompa. Dari data tersebut dapat diartikan bahwa masih cukup banyak rumah tangga yang menggunakan air tanah. Mengingat tingginya tingkat pencemaran yang terjadi pada air tanah dan air permukaan di DKI Jakarta, baik akibat limbah buangan industri, limbah rumah tangga, pengaruh intrusi air laut maupun penurunan tanah (land subsidence), seyogyanya jumlah rumah tangga pengguna air tanah ini dapat dikurangi dan mulai beralih ke air PAM. Disamping kesadaran dari warga sendiri, tampaknya jangkauan jaringan PAM perlu ditingkatkan pula. Hal ini pada gilirannya akan berpengaruh pada peningkatan derajat kesehatan lingkungan maupun kesehatan masyarakat secara umum. TABEL : III.81. PERSENTASE RUMAH TANGGA MENURUT CARA MEMPEROLEH AIR MINUM DI DKI JAKARTA, 2011 KOTA ADMINISTRASI MEMBELI TIDAK MEMBELI JUMLAH JAKARTA SELATAN 62,82 37,18 100,00 JAKARTA TIMUR 65,18 34,82 100,00 JAKARTA PUSAT 83,88 16,12 100,00 JAKARTA BARAT 91,25 8,75 100,00 JAKARTA UTARA 97,39 2,61 100,00 KEPULAUAN SERIBU 37,23 62,77 100,00 DKI JAKARTA 78,29 21,71 100,00 Sumber : BPS Provinsi DKI Jakarta, 2011 Keterangan : Jika dibandingkan keadaan tahun 2000, tampak adanya peningkatan rumah tangga yang memperoleh air minum dengan cara membeli, yaitu dari 55,44 persen menjadi 78,29 persen pada tahun 2011, atau naik hampir 20 persen. Artinya selama sembilan tahun terakhir, jumlah penduduk yang mengkonsumsi air bersih semakin meningkat, karena pada umumnya air yang diperoleh dengan cara membeli identik dengan air bersih. Peningkatan ini cukup besar dibandingkan peningkatan antara tahun yang mencapai sekitar 14 persen. Ini bisa jadi diakibatkan meningkatnya kesadaran sebagian masyarakat akan pentingnya mengkonsumsi air bersih bagi rumah tangga di Provinsi DKI Jakarta. Apabila dibandingkan antar wilayah terlihat bahwa kota administrasi Jakarta Utara mempunyai jumlah terbesar rumah tangga yang memperoleh air minum dengan cara membeli, kondisi ini tidak jauh berbeda dari tahun ke tahun. Jumlah rumah tangga yang mempergunakan air dengan cara membeli di Jakarta Utara mencapai sekitar 93,75 persen pada tahun 2010 menjadi 97,39 persen pada tahun 2011 dari total rumah tangga yang ada di Kota administrasi Jakarta Utara. Hal ini dapat dimaklumi mengingat Kota administrasi Jakarta Utara merupakan wilayah yang paling dekat dengan laut lepas sehingga air tanahnya sudah kurang bersih dan kurang sehat karena sebagian besar air tanahnya sudah terintrusi oleh air laut dan menjadi terasa payau. Akibat kondisi ini sebagian besar rumah tangga di wilayah ini memilih untuk mengkonsumsi air ledeng atau air kemasan yang umumnya diperoleh dengan cara membeli, hal ini terkait Halaman III Tekanan Terhadap Lingkungan

341 dengan adanya kemudahan pemasangan jaringan air minum yang masuk ke wilayah tersebut. Kota administrasi yang mempunyai jumlah rumah tangga terkecil cara memperoleh air minumnya dengan cara membeli adalah Kota administrasi Jakarta Selatan, dimana pada tahun 2010 jumlahnya mencapai sekitar 55,65 persen dan pada tahun 2011 meningkat kembali menjadi 62,82 persen. Hal ini disebabkan kota administrasi Jakarta Selatan merupakan daerah yang relatif lebih jauh dari laut, dan merupakan daerah resapan. Dengan demikian sumber air tanahnya masih relatif lebih bersih dan lebih baik, tetapi kesadaran tentang keperluan air bersih semakin meningkat walaupun masih banyak penduduk yang mempergunakan air tanah untuk memenuhi kebutuhan air bersihnya Kemiskinan Fenomena kemiskinan di perkotaan, terutama di DKI Jakarta sangat berbeda dibanding dengan daerah lain, berbagai penelitian menyatakan bahwa migran masuk yang relatif besar dapat mempengaruhi tingkat kesempatan kerja, sehingga tingkat pengangguran menjadi tinggi. Mereka yang tidak memperoleh pekerjaan di sektor formal pada akhirnya akan memasuki sektor informal atau berusaha apa saja untuk bisa bertahan hidup. Selama tahun , kurva angka kemiskinan menunjukkan kurva U. Pada tahun 2000, persentase penduduk miskin tercatat sebesar 4,96 persen. Walaupun pertumbuhan ekonomi sudah menunjukkan angka yang positif, namun belum pemberikan dampak terhadap penurunan angka kemiskinan. Seiring dengan dilaksanakannya berbagai program penanggulangan kemiskinan dan sudah semakin pulihnya perekonomian DKI Jakarta, angka kemiskinan mengalami penurunan menjadi 3,14 persen pada tahun Angka kemiskinan ini relatif stabil selama beberapa tahun, namun pada tahun 2006, angka kemiskinan kembali mengalami peningkatan menjadi 4,57 persen atau sebanyak 407 ribu penduduk miskin. Pada tahun 2010 angka kemiskinan turun menjadi 3,48 persen pada tahun 2011, angka kemiskinan naik menjadi 3,75 persen dengan jumlah penduduk miskin sebanyak 312,12 ribu orang, walaupun kenaikannya tidak seberapa, apabila dilihat dari jumlah penduduk di provinsi DKI Jakarta yang mencapai jiwa dengan pertumbuhan penduduk mencapai 1,61 persen (Tabel DE-1 pada Buku Data), maka penurunan penduduk miskin dapatlah dimaklumi. Tetapi dalam mengantisipasi permasalahan tersebut pemerintah DKI Jakarta terus menggulirkannya berbagai program pemerintah untuk penanggulangan kemiskinan, program PNPM Mandiri, PPMK, dan sebagainya di Provinsi DKI Jakarta. Kebijakan yang telah digulirkan pemerintah secara langsung maupun tidak langsung telah meningkatkan taraf ekonomi masyarakat miskin, beberapa diantaranya mampu mengembangkan usaha rumah tangganya, meningkatkan derajat kesehatannya, meningkatkan produktivitas kerjanya, yang pada gilirannya tingkat kesejahteraan masyarakat miskin menjadi lebih baik. Implikasinya terjadi penurunan jumlah penduduk miskin. Kemiskinan di DKI Jakarta sering dikaitkan pula dengan kondisi lingkungan tempat tinggal yang tidak layak. Sebagian besar dari mereka hidup di lokasi padat kumuh. Kata kumuh biasa digunakan untuk mengidentifikasi kualitas perumahan yang miskin dan kondisi yang tidak sehat. Permukiman kumuh adalah Tekanan Terhadap Lingkungan Halaman III - 315

342 lokasi dengan tingkat kepadatan tinggi yang dicirikan oleh perumahan yang di bawah standar (struktur dan layanan publik) dan kejorokan. Kemiskinan dapat menyebabkan lingkungan menjadi semakin kumuh. GRAFIK : III.165. PERKEMBANGAN PENDUDUK MISKIN DKI JAKARTA, Sumber : BPLHD Provinsi DKI Jakarta Keterangan : Dalam upaya melakukan penanggulangan masalah kemiskinan, berbagai kebijakan telah dilakukan oleh pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Mengacu pada batasan kemiskinan hasil Konferensi Dunia untuk Pembangunan Sosial (World Summit for Social Development) tahun 1995, masalah kemiskinan merupakan masalah lintas sektor. Oleh karena itu, dalam penanggulangannya perlu dilakukan koordinasi berbagai sektor. Pada tahun 2002, dibentuk Komite Penanggulangan Kemiskinan melalui Keputusan Gubernur KDKI Jakarta nomor 1582/2002. Komite yang terdiri dari berbagai instansi terkait ini mempunyai tugas pokok yang salah satunya adalah meningkatkan keberhasilan penanggulangan kemiskinan di Provinsi DKI Jakarta antara lain melakukan langkah-langkah nyata untuk mempercepat pengurangan jumlah penduduk miskin. Upaya penanggulangan kemiskinan ini diperkuat pula dengan Keputusan Gubernur KDKI Jakarta nomor 1791/2004 tentang Strategi Penangulangan Kemiskinan di Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Dalam kaitan tersebut program penanggulangan kemiskinan yang telah dipersiapkan antara lain : a. Dibidang kesehatan untuk keluarga miskin di DKI Jakarta disiapkan layanan kesehatan dengan memberikan Jaminan Pelayanan Kesehatan bagi keluarga miskin (JPK-Gakin) dan Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM). b. Dibidang pendidikan disiapkan bantuan untuk keluarga yang tidak mampu, mendapat biaya gratis untuk tetap bersekolah. c. Memberikan kredit bergulir tanpa bunga, yang dapat digunakan untuk berusaha dengan dikoordinir oleh kelurahan dan dilaksanakan oleh warga masyarakat. Halaman III Tekanan Terhadap Lingkungan

343 d. Menyiapkan kebijakan 1000 Menara Rumah Susun, bersubsidi untuk warga kota yang berpenghasilan rendah. e. Menyiapkan keterampilan bagi masyarakat yang kurang mampu, agar dapat berusaha di DKI Jakarta. f. Menyiapkan dana perkuatan kelurahan untuk membantu keluarga memperbaiki tingkat kesejahteraannya, dimana di DKI Jakarta terdapat 267 kelurahan dan masing-masing kelurahan mendapatkan dana sebesar Rp. 1,4 miliar. g. Menyiapkan dana yang akan digulirkan kepada masyarakat di tingkat kecamatan untuk perbaikan tingkat kehidupan masyarakat di era otonomi daerah, dimana di DKI Jakarta terdapat 44 kecamatan dan masing-masing mendapatkan dana sebesar Rp. 3,7 miliar. h. Melakukan program transmigrasi bagi penduduk DKI Jakarta. i. Selain hal tersebut diatas pada tahun 2011 pemerintah DKI Jakarta dalam meningkatkan kualitas kebutuhan dasar Masyarakat telah melakukan pembangunan dan pengembangan Rumah Susun dan melakukan peningkatan kualitas permukiman dan perbaikan kampung diantaranya : MHT Plus di Provinsi DKI Jakarta dan 5 wilayah kota dan 1 Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu. Pembangunan Rumah Susun Dinas Pemadam Kebakaran Pegadungan 2 Blok (penyelesaian). Pembangunan Rumah Susun Dinas Pemadam Kebakaran Boker Jakarta Timur 2 Blok (penyelesaian). Pembangunan Rumah Susun Waduk Pluit 4 Blok Jakarta Utara (penyelesaian). Pembangunan Rumah Susun Pulo Gebang Dinas Blok 3 dan 4 Jakarta Timur. Pembangunan Rumah Susun Cakung Barat 2 Blok Jakarta Timur. Pembangunan Rumah Susun Daan Mogot Blok 1 dan 2 Jakarta Barat. Pembangunan Rumah Susun Daan Mogot Blok 3 dan 4 Jakarta Barat. Pembangunan Rumah Susun Daan Mogot Blok 5 dan 6 Jakarta Barat. Pembangunan Rumah Susun Jatinegara Kaum Blok 1 dan 2 Jakarta Timur. Pembangunan Rumah Susun jalan Raya Bekasi Km 2 Blok 1 dan 2 Jakarta Timur. Pembangunan Rumah Susun Rawa Bebek Blok 1 dan 2 Jakarta Timur. Pembangunan Rumah Susun 5 lokasi. Penyiapan target group penghuni Rumah Susun. MHT Plus di Provinsi DKI Jakarta dan 5 wilayah kota dan 1 Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu. Pembangunan Kabel Bawah Laut Kepulauan Seribu Utara. Tekanan Terhadap Lingkungan Halaman III - 317

344 3.3. Kesehatan Salah satu tujuan pembangunan di DKI Jakarta adalah terciptanya peningkatan kualitas hidup masyarakat secara adil dan merata. Indikator keberhasilan peningkatan kualitas hidup adalah tercapainya derajat kesehatan masyarakat yang memadai. Untuk mencapai derajat kesehatan yang baik tersebut tidaklah mudah, mengingat belum meratanya tingkat pendidikan dan kemampuan ekonomi masyarakat DKI Jakarta. Walaupun demikian, upaya peningkatan derajat kesehatan masyarakat terus diupayakan sehingga dapat menyentuh sasaran secara adil. Cara yang dilakukan antara lain menyediakan pelayanan kesehatan di tempat yang mudah dijangkau, dengan harga yang relatif murah dan adil bagi setiap lapisan masyarakat. Upaya kongkrit yang dilakukan Pemerintah DKI Jakarta, misalnya adalah melalui peningkatan dan penyempurnaan sarana dan prasarana kesehatan, seperti : Puskesmas keliling, penugasan dokter/bidan di seluruh kelurahan, upaya perbaikan gizi keluarga, upaya peningkatan kesehatan ibu dan anak, imunisasi dan berbagai upaya lainnya. Salah satu indikator yang menunjukkan perbaikan kualitas kesehatan tersebut adalah penurunan angka kematian bayi dan balita, peningkatan angka harapan hidup, serta peningkatan gizi balita Status Kesehatan dan Gizi A. Angka Kematian Bayi dan Balita serta Angka Harapan Hidup Derajat kesehatan dapat mencerminkan kualitas hidup penduduk suatu daerah. Dengan kualitas hidup yang baik akan berdampak pula kepada produktivitas penduduk. Derajat kesehatan penduduk dapat dilihat dari berbagai indikator, diantaranya yaitu angka kematian bayi/balita, angka harapan hidup, angka kesakitan dan rata-rata lama sakit. Angka kematian bayi yang rendah mencerminkan tingginya tingkat kesejahteraan suatu wilayah. Di samping itu pula dapat mencerminkan semakin baiknya pengetahuan seorang ibu. Salah satu penyebab kematian bayi adalah kebersihan yang tidak terjamin pada saat melahirkan. Sebagian besar wanita hamil melahirkan di bidan dimana kebersihan tempat melahirkannya cukup terjamin. Pengetahuan ibu dalam hal perawatan bayi sangat menunjang kelanjutan hidup seorang bayi. Perawatan bayi yang tidak sesuai dengan standar kesehatan menyebabkan bayi mudah terserang penyakit dan akhirnya meninggal dunia. Angka kematian bayi (IMR) adalah indikator yang dapat memprediksi rata-rata lama hidup seorang bayi. Semakin rendah IMR, semakin tinggi rata-rata lama hidup yang diharapkan dari seorang bayi. Kinerja semua indikator kesehatan tersebut, berkaitan erat dengan tingkat pendidikan keluarga, keadaan sosial ekonomi rumah tangga, kebersihan lingkungan dan pelayanan kesehatan yang tersedia. Seiring dengan meningkatnya derajat kesehatan masyarakat dan kesadaran masyarakat akan pentingnya kesehatan diri dan lingkungan, maka angka kematian bayi di DKI Jakarta dari tahun ke tahun terus Halaman III Tekanan Terhadap Lingkungan

345 mengalami penurunan. Pada tahun 2000, angka kematian bayi tercatat sekitar 19 tiap kelahiran, kemudian mengalami penurunan hingga menjadi 17 per kelahiran tahun Dan pada tahun 2011, angka ini menurun kembali menjadi 7 per kelahiran. Bila ditinjau menurut jenis kelamin, pada tahun 2000 angka kematian bayi laki-laki adalah 23 untuk setiap kelahiran bayi laki-laki sementara ada 16 kematian bayi perempuan dari kelahiran bayi perempuan. Pada tahun 2005 angka kematian bayi laki-laki sekitar 20 jiwa setiap kelahiran bayi lakilaki sementara untuk angka kematian bayi perempuan adalah sekitar 14 jiwa setiap kelahiran bayi perempuan. Pada tahun 2010 angka kematian bayi laki-laki tercatat sebesar 7 bayi per kelahiran lakilaki dan kematian bayi perempuan tercatat sebanyak 8,8 bayi per kelahiran bayi perempuan tetapi pada tahun 2011 angka kematian bayi laki-laki tercatat sebesar 8,6 bayi per kelahiran laki-laki dan kematian bayi perempuan tercatat sebanyak 6,9 bayi per kelahiran bayi perempuan. Angka kematian bayi laki-laki lebih tinggi dibandingkan dengan angka kematian bayi perempuan secara genetis bayi laki-laki lebih rentan terhadap penyakit. Hal ini menyebabkan mereka mudah terkena penyakit dan akhirnya meninggal dunia. TABEL : II.82. ANGKA KEMATIAN BAYI DAN ANGKA HARAPAN HIDUP DI DKI JAKARTA, TAHUN UKURAN/JENIS KELAMIN ANGKA KEMATIAN BAYI PER KELAHIRAN Laki-laki 23,00 20,00 8,60 Perempuan 16,00 14,00 6,90 Laki-laki+Perempuan 19,00 17,00 7,70 2. ANGKA HARAPAN HIDUP Laki-laki 70,82 71,58 74,60 Perempuan 74,65 75,36 78,10 Laki-laki+Perempuan 72,79 73,53 76,30 Sumber : BPS Provinsi DKI Jakarta, Keterangan : Estimasi Parameter Demografi Seiring dengan penurunan angka kematian bayi, maka lama hidup yang diharapkan penduduk DKI Jakarta semakin tinggi. Pada tahun 2010, angka harapan hidup penduduk DKI Jakarta mencapai 76,2 tahun dan pada tahun 2011 angka harapan hidup penduduk DKI Jakarta mencapai 76,3 tahun atau mengalami peningkatan dibanding dengan angka harapan hidup tahun-tahun sebelumnya, hal ini menandakan bahwa kesadaran tentang hidup sehat dan adanya fasilitas kesehatan di DKI Jakarta telah digunakan secara maksimal tercermin dengan jarak rata-rata fasilitas pelayanan kesehatan dan jumlah tenaga medis di wilayah DKI Jakarta (Tabel DS-7A pada Buku Data) yang tersebar di lima wilayah kota dan berbagai fasilitas kesehatan baik yang dikelola oleh Pemerintah DKI Jakarta yang tersebar di semua Kecamatan maupun Kelurahan dengan biaya yang sangat terjangkau, maupun yang dikelola oleh swasta. Tekanan Terhadap Lingkungan Halaman III - 319

346 Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya bahwa daya tahan tubuh bayi laki-laki ternyata lebih lemah dibanding bayi perempuan, sehingga lama hidup yang diharapkan dari bayi laki-laki di DKI Jakarta lebih rendah jika dibandingkan bayi perempuan. Di samping itu, pada saat dewasa, pekerjaan laki-laki lebih banyak yang menanggung resiko kematian dibandingkan dengan yang perempuan. Pada tahun 2010 angka harapan hidup laki-laki mencapai sekitar 74,40 tahun sedangkan perempuan diharapkan hidup hingga berumur 78,00 tahun dan pada tahun 2011 diharapkan angka harapan hidup laki-laki mencapai sekitar 74,60 tahun sedangkan perempuan diharapkan hidup hingga berumur 78,10 tahun. Dari sajian kedua indikator tersebut, yaitu penurunan angka kematian bayi yang cukup tinggi dan peningkatan angka harapan hidup, menunjukkan bahwa kuantitas dan kualitas pelayanan kesehatan masyarakat telah mengalami kemajuan yang cukup berarti. B. Angka Kesehatan dan Gizi Indikator lain untuk melihat derajat kesehatan penduduk antara lain adalah dengan melihat angka kesakitan dan rata-rata lamanya sakit. Semakin besar angka kesakitan mencerminkan semakin rendahnya tingkat kesehatan masyarakat atau kurang baiknya kondisi lingkungan setempat. Pada tahun 2011 penduduk yang mempunyai keluhan kesehatan (angka kesakitan) hanya sekitar 14,03 persen. Angka kesakitan tertinggi tercatat di Jakarta Utara yaitu 21,19 persen dan yang terendah tercatat di Jakarta Timur yaitu 10,39 persen. Rata-rata lama sakit atau lamanya terganggu adalah sekitar 4,32 hari (Tabel : III.83). Angka ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan kondisi tahun 2005 yang mencapai 3,7 hari, apabila dibandingkan dengan tahun 2010 penduduk yang mempunyai keluhan kesehatan (angka kesakitan) hanya sekitar 36,76 persen dan angka kesakitan tertinggi tercatat di Jakarta Utara yaitu 43,21 persen dan yang terendah tercatat di Jakarta Barat yaitu 32,23persen. Rata-rata lama sakit atau lamanya terganggu adalah sekitar 2,08 hari, hal ini mungkin disebabkan karena persentase tertinggi rumah tangga yang menggunakan jenis lantai tanah dan bambu di Jakarta Utara masih sangat tinggi yaitu sebesar 5,98 dan jumlah rumah tangga yang mempergunakan atap asbes/seng/sirap/lain-lain pada tahun 2011 yang mencapai 58,97 persen terjadi peningkatan apabila dibandingkan dengan tahun 2010 sebesar 57,95 persen walaupun tidak seberapa, yang akhirnya dapat mengganggu kesehatan bagi penghuninya. Dalam kaitan tersebut maka upaya Pemerintah Daerah Provinsi DKI Jakarta selain peningkatan pelayanan kesehatan masyarakat, juga adanya upaya perbaikan lingkungan, seperti proyek kali bersih dan relokasi industri yang berdekatan dengan lokasi pemukiman terus digalakkan, agar memberi dampak positif bagi peningkatan kesehatan masyarakat di DKI Jakarta. Halaman III Tekanan Terhadap Lingkungan

347 KAB./KOTA ADMINISTRASI/ KAB. ADMINISTRATIF TABEL : III.83. ANGKA KESAKITAN, RATA-RATA LAMA SAKIT DAN RATA-RATA LAMA PEMBERIAN ASI DI DKI JAKARTA, 2011 ANGKA KESAKITAN (%) RATA-RATA LAMA SAKIT (HARI) RATA-RATA LAMA PEMBERIAN ASI (BULAN) JAKARTA SELATAN 11,77 4,25 18,18 JAKARTA TIMUR 10,39 4,15 19,00 JAKARTA PUSAT 17,24 4,33 15,56 JAKARTA BARAT 17,57 4,53 16,92 JAKARTA UTARA 16,03 4,23 18,03 KEPULAUAN SERIBU 21,19 3,43 19,76 DKI JAKARTA 14,03 4,32 17,86 Sumber : BPS Provinsi DKI Jakarta, 2011 Keterangan : Investasi terhadap kesehatan harus dilakukan sejak usia dini, salah satunya adalah dengan pemberian ASI kepada balita. ASI sangat dianjurkan oleh karena mengandung berbagai zat yang dapat menunjang pertumbuhan anak. Pemberian ASI kepada balita dianjurkan hingga mencapai usia 2 tahun. Rata-rata lama balita yang diberi ASI di DKI Jakarta pada tahun 2010 mendekati anjuran tersebut. Tabel : III.83 memperlihatkan bahwa rata-rata lama balita disusui adalah 12,87 bulan, dan meningkat kembali pada tahun 2011 menjadi 17,86 bulan Upaya Perbaikan Kesehatan dan Gizi Upaya peningkatan derajat dan status kesehatan penduduk harus disertai dengan upaya peningkatan penyediaan pelayanan persalinan oleh tenaga medis. Pemerintah maupun masyarakat telah berupaya meningkatkan ketersediaan dan keterjangkauan fasilitas dan sarana kesehatan, selain mengurangi insiden kematian bayi dan kematian maternal melalui penyediaan pelayanan persalinan. Pemerintah DKI Jakarta telah berupaya menyediakan layanan kesehatan yang terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat, baik dari aspek pembiayaan maupun aspek lokasi. Pembangunan Pusat Pelayanan Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) hingga ke tingkat kelurahan merupakan salah satu upaya yang telah dilakukan oleh Pemprov DKI Jakarta dalam bidang kesehatan (Tabel : III.84). Di samping Puskesmas, digalakkan pula Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) khususnya bagi balita dan ibu hamil. Kondisi kesehatan balita akan terpantau apabila mereka selalu berkunjung ke Posyandu minimal 1 bulan sekali. Upaya penting lain dalam rangka peningkatan kesehatan masyarakat adalah peningkatan penolong kelahiran oleh tenaga medis. Penolong kelahiran secara langsung sangat mempengaruhi derajat kesehatan ibu dan anak pada tahun-tahun selanjutnya pasca kelahiran. Idealnya, seluruh kejadian kelahiran ditolong oleh tenaga medis (dokter, bidan, dan tenaga medis lainnya), karena jika kemungkinan terjadi komplikasi akibat kelahiran dapat diperkecil resikonya dan segera terdeteksi dan tertangani. Tekanan Terhadap Lingkungan Halaman III - 321

348 TABEL : III.84. JUMLAH PENDUDUK, LUAS DAERAH, TENAGA MEDIS DAN JARAK RATA-RATA FASILITAS KESEHATAN MENURUT KABUPATEN/KOTA ADMINISTRASI TAHUN 2011 KECAMATAN JUMLAH PENDUDUK LUAS RUMAH SAKIT UMUM PUSKEMAS KLINIK KB/ POSYANDU JUMLAH DOKTER JUMLAH BIDAN JUMLAH PERAWAT DUKUN BAYI TERLATIH Orang Km 2 Km Km Km Km Km Km Km (01) (02) (03) (04) (05) (06) (07) (08) (09) (10) JAKARTA SELATAN ,71 1,77 0, JAKARTA TIMUR ,72 2,32 0, JAKARTA PUSAT ,66 1,15 0, JAKARTA BARAT ,10 1,73 0, JAKARTA UTARA ,63 2,99 0, KEP. SERIBU ,17 1,45 0, DKI JAKARTA ,16 1,90 0, Sumber : BPS Provinsi DKI Jakarta, 2010 Keterangan : Sejak tahun 1995 lebih dari 90 persen persalinan di DKI Jakarta telah ditangani oleh tenaga medis, selebihnya ditangani oleh tenaga selain medis. Masyarakat yang tidak menggunakan tenaga medis karena alasan darurat karena kesadaran ibu hamil telah cukup baik serta ketersediaan fasilitas kesehatan di DKI Jakarta sudah dapat menjangkau seluruh lapisan masyarakat. Pada tahun 2011 balita yang ditolong kelahirannya oleh tenaga medis telah mencapai 97,20 persen, yang terdiri dari 60,66 persen oleh bidan dan 36,37 persen oleh dokter, serta 0,16 persen oleh tenaga medis lain, seperti : perawat, mantri dan sebagainya, apabila dibandingkan dengan tahun 2010 balita yang ditolong kelahirannya oleh tenaga medis mencapai 95,34 persen, yang terdiri dari 68,12 persen oleh bidan dan 27,02 persen oleh dokter, serta 0,20 persen oleh tenaga medis lain, seperti : perawat, mantri dan sebagainya telah terjadi peningkatan sebesar 1,83 persen. Persentase penurunan persalinan oleh bidan cukup besar yaitu sebesar 7,46 persen dan peningkatan persalinan oleh dokter meningkat menjadi 9,35 persen menandakan pelayanan dokter telah menjangkau di semua wilayah DKI Jakarta. Walaupun Jakarta adalah kota metropolitan, masih ada persalinan yang ditolong oleh dukun yaitu sekitar 3,25 persen pada tahun 2010 dan mulai menurun pada tahun 2011 yaitu sebesar 1,78 persen (Tabel : III.85). KAB./KOTA ADMINISTRASI/ KAB. ADMINISTRATIF TABEL : III.85. PENOLONG PERSALINAN BALITA DI DKI JAKARTA, 2011 DOKTER BIDAN TENAGA MEDIS DUKUN FAMILI JUMLAH JAKARTA SELATAN 36,72 60,94 0,78 1,56 0,00 100,00 JAKARTA TIMUR 42,40 54,38 0,00 0,46 2,76 100,00 JAKARTA PUSAT 38,44 60,06 0,00 0,60 0,90 100,00 JAKARTA BARAT 28,64 68,59 0,00 2,26 0,50 100,00 JAKARTA UTARA 35,66 60,05 0,00 4,29 0,00 100,00 KEPULAUAN SERIBU 10,08 87,38 0,00 2,55 0,00 100,00 DKI JAKARTA 36,37 60,66 0,16 1,78 1,02 100,00 Sumber : BPS Provinsi DKI Jakarta, 2011 Keterangan : Halaman III Tekanan Terhadap Lingkungan

349 Untuk penduduk di wilayah Provinsi DKI Jakarta jenis penyakit yang sering diderita tidak berbeda jauh apabila dibandingkan dengan tahun 2010, khusus untuk penyakit Infeksi Akut Lain Pernafasan Atas pada tahun 2010 sebesar 39,32 persen dan pada tahun 2011 sebesar 42,48 persen maka terjadi peningkatan sebesar 3,16 persen, hal ini dikarenakan kepadatan penduduk DKI Jakarta tertinggi dibandingkan dengan provinsi lain di Indonesia, dimana tahun 2011 kepadatan penduduk di provinsi DKI Jakarta adalah sebesar jiwa per Km 2 apabila dibandingkan tahun 2010 yaitu jiwa per Km 2 maka terjadi peningkatan rata-rata sebesar 263 jiwa per Km 2, juga karena wilayah DKI Jakarta adalah daerah urban yang membutuhkan persaingan untuk berusaha, selain banyaknya industri dan transportasi yang setiap tahunnya terus meningkat. Untuk jenis berbagai penyakit di wilayah DKI Jakarta serta jumlah penderitanya pada tahun 2011 dapat dilihat pada Tabel dibawah : NO TABEL : III.86. JENIS PENYAKIT UTAMA YANG DIDERITA PENDUDUK DI PROVINSI DKI JAKARTA TAHUN 2011 JENIS PENYAKIT JUMLAH PENDERITA % TERHADAP TOTAL PENDERITA 1 Infeksi Akut Lain Pernafasan Atas ,48 2 Penyakit Lainnya ,17 3 Penyakit pada Sistem Otot dan Jaringan Pengikat ,91 4 Penyakit Darah Tinggi ,85 5 Penyakit Lain pada Saluran Pernafasan Atas ,94 6 Penyakit Kulit Infeksi ,97 7 Diare (Termasuk Tersangka Kolera) ,97 8 Penyakit Kulit Alergi ,88 9 Penyakit Pulpa dan Jaringan Pariapical ,02 10 Gangguan Nuerotik ,07 11 Tonsilitis ,99 12 Penyakit Jiwa Lainnya ,81 13 Penyakit Mata Lainnya ,48 14 Gingivitis dan Penyakit Periodental ,43 15 ASMA 356 0,03 16 Kecelakaan dan Ruda Paksa 190 0,01 TOTAL ,00 Sumber : Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta, 2011 Keterangan : Dalam kaitan tersebut untuk mengurangi adanya penyakit yang disebabkan oleh adanya pencemaran udara, baik yang dilakukan oleh industri maupun transportasi maka pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah menyiapkan berbagai program diantaranya Hari bebas Kendaraan Bermotor (HBKB) yang dilakukan setiap 2 (dua) minggu sekali juga melakukan penanganan pengaduan lingkungan hidup lihat Tabel UP-7A (T) pada Buku Data, selain juga melakukan pembenahan dalam penataan lingkungan khususnya penanganan masalah sanitasi lingkungan. Selain hal tersebut diatas sehubungan dengan diterbitkannya Undang- Tekanan Terhadap Lingkungan Halaman III - 323

350 Undang Rumah Sakit yang telah disahkan DPR pada Sidang Paripurna 28 September 2009, maka pemerintah DKI Jakarta berjanji menjadi pelopor UU Rumah Sakit tersebut, dimana mulai saat itu semua Rumah Sakit Pemerintah Daerah DKI Jakarta tidak boleh lagi mendahulukan uang ketimbang penyakit dan memungut uang jaminan, menjual darah, mengenakan tarif ambulan kepada pasien dan apabila ada kejadian luar biasa semua ruangan harus disetarakan dengan ruangan kelas tiga. Selain hal tersebut diatas bahwa semua rumah sakit swasta yang berada di wilayah DKI Jakarta juga harus menyediakan sebanyak 25 persen untuk pasien kelas tiga, dan juga pemerintah DKI Jakarta akan selalu mendukung amanat Undang-Undang tersebut mengenai korban meninggal akibat kelalaian akan dikenai sanksi denda maksimal 1 milyar dan dipidana 10 tahun penjara kepada pihak yang terlibat membahayakan pasien. Dalam melaksanakan upaya peningkatan pelayanan bagi masyarakat di wilayah DKI Jakarta, disatu sisi sebagai upaya untuk meningkatkan derajat kesehatan bagi warganya, tetapi disisi lain hasil dari pelayanan tersebut dapat menimbulkan dampak lingkungan yaitu sampah yang dihasilkan baik limbah padat maupun cair, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel SP-5 pada Buku Data tentang Perkiraan Volume Limbah Padat dan Limbah Cair dari Rumah Sakit di Provinsi DKI Jakarta, selain hal tersebut dalam rangka menaikan derajat kesehatan bagi warganya upaya kongkrit yang dilakukan Pemerintah DKI Jakarta, misalnya adalah melalui peningkatan dan penyempurnaan sarana dan prasarana kesehatan, seperti : Puskesmas keliling, penugasan dokter/bidan di seluruh kelurahan, upaya perbaikan gizi keluarga, upaya peningkatan kesehatan ibu dan anak, imunisasi dan berbagai upaya lainnya. Salah satu indikator yang menunjukkan perbaikan kualitas kesehatan tersebut adalah penurunan angka kematian bayi dan balita, peningkatan angka harapan hidup, serta peningkatan gizi balita Pertanian Luas lahan pertanian selama tahun selama tahun 2011 relatif tidak mengalami perubahan apabila dibandingka dengan tahun 2010, dimana. total luas lahan sawah seluas Ha terdiri dari Ha lahan sawah irigasi dan 31 Ha lahan tadah hujan. Lahan sawah tersebar di tiga wilayah kota, yaitu Jakarta Timur seluas 325 Ha, Jakarta Barat 297 Ha dan Jakarta Utara seluas 593 Ha. Penanaman tanaman padi pada lahan sawah irigasi, sangat tergantung pada keberadaan air irigasi. Banyaknya air irigasi mempengaruhi jumlah musim tanam yang bisa dilakukan. Rata-rata persediaan air irigasi lahan sawah yang ada sebanyak dua kali musim tanam. Salah satu kebutuhan pokok sektor pertanian adalah air. Seringkali terdengar permasalahan antara petani dengan petani atau petani dengan pengguna air lainnya karena rebutan air. Pengguna air selain petani antara lain perusahaan air minum, petani kolam atau perikanan dan lainnya. Sehingga lama kelamaan air merupakan barang ekonomis yang memiliki nilai ekonomi cukup tinggi, baik dari sisi kualitas maupun kuantitas. Halaman III Tekanan Terhadap Lingkungan

351 Luaslahan sawah menurut frekuensi penanaman di Provinsi DKI Jakarta pada tahun 2011 diperkirakan mencapai Ha, dimana luasan lahan sawah dengan frekuensi penanaman sebanyak 1 kali adalah sebesar 146 Hektar, penanaman 2 kali sebesar 757Hektar, dan penanaman 3 kali sebesar 195 Hektar, apabila dibandingkan dengan tahun yang mencapai 1180 Hektar, dimana luasan lahan sawah dengan frekuensi penanaman sebanyak 1 kali adalah sebesar 334 Hektar, dan penanaman 2 kali sebanyak 846 Hektar, walaupun terjadi penurunan luasan penanaman padi, tetapi ada peningkatan frekuensi penanaman di wilayah DKI Jakarta. Untuk gambaran luasan penanaman padi di wilayah DKI Jakarta dapat dilihat pada Tabel dibawah : KECAMATAN/ NO KABUPATEN/KOTA 1 JAKARTA SELATAN 2 JAKARTA TIMUR TABEL : III.87. LUASAN LAHAN SAWAH MENURUT FREKUENSI PENANAMAN PROVINSI DKI JAKARTA TAHUN 2011 LUAS (Ha) DAN FREKUENSI PENANAMAN 1 kali 2 kali 3 kali PRODUKSI PER Ha - Cakung ,7 GKG - Makasar ,3 GKG - Cipayung ,6 GKG 3 JAKARTA PUSAT 4 JAKARTA BARAT - Kalideres ,5 GKG - Semanan ,5 GKG - Pegadungan ,7 GKG - Kamal ,8 GKG - Tegal Alur ,8 GKG - Cengkareng - 2-4,9 GKG 5 JAKARTA UTARA - Cilincing ,7 GKG 6 KEPULAUAN SERIBU TOTAL ,33 GKG Sumber : Dinas Kelautan dan Pertanian Provinsi DKI Jakarta, 2011 Keterangan : GKG = Gabah Kering Giling bila dilihat dari rata-rata, diperkirakan dalam 1 Ha sawah yang ditanam padi memerlukan air untuk pengairan selama 1 kali musim tanam sebanyak m 3 sehingga total air yang digunakan untuk pengairan sebanyak m 3. Selama ini, air pengairan untuk Jakarta berasal dari irigasi waduk Serbaguna Jatiluhur. Di wilayah DKI Jakarta produksi yang dihasilkan pada tahun 2011 adalah hanya jenis padi, apabila dibandingkan dengan tahun 2010 terdapat selain padi juga jagung, kedelai, ubi kayu dan kacang tanah, mungkin hal ini dilakukan karena produksi padi sangat menjanjikan apabila dibandingkan dengan Tekanan Terhadap Lingkungan Halaman III - 325

352 menanam komoditi yang lain. Untuk mendapatkan hasil yang maksimal, selain air tanaman padi dan tanaman pangan lainnya selama masa tumbuhnya juga memerlukan pupuk. Pupuk yang digunakan selama musim tanam pada tahun 2011 antara lain Urea sebesar 759 Ton, SP-36 sebanyak 30 Ton, KCl sebanyak 1,75 Ton, NPK sebanyak 16,25 Ton dan Organik sebanyak 0,30 Ton lihat Tabel dibawah : Apabila dibandingkan dengan tahun 2010 terhadap pemakaian pupuk yang digunakan selama musim tanam antara lain Urea sebesar 409,8 Ton, SP-36 sebanyak 109,1 Ton, KCl sebanyak 101,0 Ton, NPK sebanyak 80, Ton dan Organik sebanyak Ton, maka terjadi penurunan yang sangat signifikan untuk pemakaian pupuk non organik. Dari permasalahan tersebut diatas bahwa perkiraan gas metan (CH 4 ) yang dihasilkan dari kegiatan tersebut diatas pada tahun 2011 adalah sebesar 128,48 Ton/Tahun, untuk lebih jelasnya emisi CH 4 yang dihasilkan dari masing-masing wilayah dapat dilihat pada Tabel dibawah : TABEL : III.88. PERKIRAAN EMISI GAS METAN (CH4) DARI LAHAN SAWAH PROVINSI DKI JAKARTA TAHUN 2011 NO KABUPATEN/KOTA LUAS LAHAN (Ha) EMISI CH 4 (Ton/Tahun) 1 JAKARTA SELATAN 2 JAKARTA TIMUR - Cakung ,87 - Makasar 35 4,10 - Cipayung 7 0,82 3 JAKARTA PUSAT 4 JAKARTA BARAT - Kalideres 22 2,57 - Semanan 45 5,27 - Pegadungan ,55 - Kamal 35 4,10 - Tegal Alur 5 0,59 - Cengkareng 2 0,23 5 JAKARTA UTARA - Cilincing ,38 6 KEPULAUAN SERIBU TOTAL 1.098,00 128,48 Sumber Keterangan : Dinas Kelautan dan Pertanian Provinsi DKI Jakarta,2011 : Dihitung berdasarkan luas lahan sawah dikalikan dengan faktor emisi apabila dibandingkan dengan tahun 2010 adalah sebesar Ton/Tahun maka terjadi peningkatan sebesar 29,5 Ton/Tahun. Pada saat ini permasalahan yang masih ada dilingkungan para petani adalah penggunaan bahan kimia seperti pupuk dan pestisida yang berlebihan yang dapat mencemari tanah, air, tanaman, sungai atau badan air. Pupuk yang digunakan untuk tanaman pangan antara lain urea, SP36 dan KCl. Rata-rata pupuk Halaman III Tekanan Terhadap Lingkungan

353 yang digunakan untuk tanaman padi sebanyak 375 kg/ha, dan tanaman palawija sebanyak 300 kg/ha. Sehingga total kebutuhan pupuk untuk tanaman pangan dengan luas panen Ha selama setahun sekitar 747,75 Ton. Kandungan Nitrogen yang terdapat dalam pupuk akan mengalami perubahan apabila berada di dalam tanah, seperti dalam bentuk amonium (NH 2 ), nitrat (NO 3 ) dan atau nitrit (NO 2 ). Selain itu ada yang menguap ke udara (volatilisasi) dan hilang melalui pencucian atau erosi. Nitrogen yang menguap ke udara berpotensi mencemari lingkungan, sedangkan yang hilang melalui pencucian atau erosi akan menyebabkan pencemaran pada badan-badan air. Pemberian pupuk yang tidak benar, seperti hanya dengan disebarkan saja menyebabkan banyak pupuk yang terbawa angin dan jatuh ke badan-badan air. Hal ini mengakibatkan pemupukan yang tidak efektif dan terjadi pengkayaan nitrogen pada badan-badan air. Dalam kaitan tersebut, upaya yang telah dan akan terus dilakukan adalah penanggulangan pencemaran lahan pertanian dan kerusakan lingkungan yaitu melakukan penyuluhan baik dilakukan oleh lembaga swadaya masyarakat, maupun penyuluh pertanian serta melakukan penelitian tentang sumber penyebab pencemaran dan jenis pencemaran/kerusakan lahan sedini mungkin, agar penangannya lebih cepat dilakukan, terarah dan tepat sasaran. Teknik penanggulangan yang dipilih pun harus dipilih yang tepat, akurat dan tidak menimbulkan efek samping Industri Jumlah industri kecil yang mencapai buah dan jumlah industri menengah dan besar yang mencapai buah di DKI Jakarta pada tahun 2011, menjadi daya tarik tersendiri bagi para pendatang untuk datang ke Jakarta, menjadi tenaga kerja di sektor tersebut selain sektor-sektor yang lain, hal ini menunjukkan bahwa sektor industri selain jasa adalah pemasuk lapangan kerja yang potensial di DKI Jakarta. Sektor ini menduduki urutan ke tiga setelah sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan serta sektor perdagangan, hotel dan restoran, dalam kaitan tersebut maka sektor industri pengolahan diharapkan dapat terus meningkat dari tahun ketahun, karena selain sebagai salah satu penggerak pembangunan, sektor ini diharapkan dapat lebih menyerap tenaga kerja yang pada akhirnya dapat menurunkan angka kemiskinan di DKI Jakarta. Keseriusan pemerintah DKI Jakarta dalam menciptakan iklim investasi yang kondusif khususnya di DKI Jakarta didukung oleh peraturan-peraturan yang dibuat, diantaranya Inpres 6/2007 tentang Kebijakan Percepatan Pembangunan Sektor Riil dan Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) pada tanggal 12 Juni Inpres 6/2007 ini terdiri dari empat paket kebijakan, yaitu [1] perbaikan iklim investasi, [2] reformasi sektor keuangan, [3] percepatan pembangunan infrastruktur, dan [4] pemberdayaan UMKM. Dalam paket kebijakan perbaikan iklim investasi, pemerintah bertekad untuk mengatur kembali kelembagaan, kelancaran arus barang dan kepabeanan serta mengatur perpajakan, adalah upaya untuk menggairahkan sektor indstri tersebut. Idustri Tekanan Terhadap Lingkungan Halaman III - 327

354 di provinsi DKI Jakarta dalam satu sisi sangat menguntungkan apabila dilihat dari pendapatan asli daerah, karena ikut menopang bergulirnya pemerintahan dalam menunjang pembangunan dan menyerap tenaga kerja yang pada akhirnya dapat menurunkan angka kemiskinan di DKI Jakarta, tetapi disisi lain dengan banyaknya industri akan menambah beban tekanan lingkungan diantaranya adalah pencemaran terhadap udara akibat adanya emisi gas buang yang dihasilkan dari proses produksi dan peningkatan beban pencemaran limbah cair. Perlu digaris bawahi bahwa penggunaan bahan bakar yang digunakan untuk melayani kebutuhan industri baik besar dan kecil pada tahun 2011 adalah bakar sebesar Kilo Liter, Minyak Solar sebesar Kilo Liter, Minyak Tanah sebesar Kilo Liter dan Pelumas sebesar Kilo Liter,untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel dibawah : TABEL : III.89. KONSUMSI BAHAN BAKAR UNTUK SEKTOR INDUSTRI PROVINSI DKI JAKARTA TAHUN 2011 MINYAK BAKAR MINYAK DIESEL MINYAK TANAH NO NAMA INDUSTRI LPG SOLAR (kg) (liter) (liter) (liter) (liter) 1 Makanan Tekstil Pakaian Jadi Kulit dan Barang dari kulit Kayu, barang dari kayu (tidak termasuk furniture) dan barangbarang anyaman 6 Kertas dan barang dari kertas Penerbitan, percetakan dan reproduksi media rekaman Batu bara, pengilangan minyak bumi, pengolahan gas bumi, barang dr hasil pengilangan minyak bumi, dan bahan bakar nuklir 9 Kimia dan barang-barang dari bahan kimia Barang dari karet dan plastik Barang galian bukan logam Logam dasar Barang-barang dari logam kecuali mesin & peralatannya Mesin dan perlengkapannya Mesin dan peralatan kantor, akuntansi, dan pengolhan data Mesin listrik lainnya dan perlengkapannya Radio, televisi dan peralatan komunikasi, serta perlengkapannya bersambung... Halaman III Tekanan Terhadap Lingkungan

355 NO 18 NAMA INDUSTRI Peralatan kedokteran, alat-alat ukur, peralatan navigasi, peralatan optik, jam & lonceng LPG MINYAK BAKAR MINYAK DIESEL SOLAR sambungan MINYAK TANAH (kg) (liter) (liter) (liter) (liter) Kendaraan bermotor Alat angkutan, selain kendaraan bermotor roda empat atau lebih Furnitur dan industri pengolahan lainnya Daur Ulang TOTAL Sumber : BPS Provinsi DKI Jakarta, 2011 Keterangan : LPG, Gas, Batu Bara dan Biomassa tidak digunakan sebagai bahan bakar dalam proses kegiatan industri apabila dibandingkan dengan penggunaan bahan bakar yang digunakan untuk melayani kebutuhan industri baik besar dan kecil pada tahun 2010 adalah minyak bakar sebesar Kilo Liter, Minyak Solar sebesar Kilo Liter, Minyak Tanah sebesar Kilo Liter menunjukan bahwa adanya kenaikan pemakaian tetapi tidak terlalu signifikan apabila dibandingkan dengan tahun Dari jumlah bahan bakar yang dibutuhkan untuk kegiatan operasional industri di DKI Jakarta perkiraan beban emisi dari industri skala menengah dan besar pada tahun 2011 adalah Debu sebesar ,21 Ton/Tahun, SO 2 sebesar 8.104,14 Ton/Tahun, Nitrogen Oksida sebesar 117,22 Ton/Tahun, Hidrokarbon sebesar ,05 Ton/Tahun, CO sebesar ,34 Ton/Tahun, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel dibawah : NO TABEL : III.90. PERKIRAAN BEBAN EMISI DARI INDUSTRI SKALA MENENGAH DAN BESAR PROVINSI DKI JAKARTA TAHUN 2011 JENIS INDUSTRI DEBU SO 2 BEBAN EMISI (Ton/Tahun) NITROGEN OKSIDA HIDRO KARBON CO CO 2 1 Industri Makanan 77, Pengolahan ikan (pengalengan, pembekuan, dan pembuatan tepung 0, ikan) Pengolahan biji-bijian Pabrik tebu dan glukosa 76, Industri Tekstil 1.428, Tekstil 1.428, Industri Kayu, Olahan Kayu dan Gabus , Kayu lapis , Industri Kertas Pulp dan Sulfit Kraft bersambung... Tekanan Terhadap Lingkungan Halaman III - 329

356 NO JENIS INDUSTRI DEBU SO 2 BEBAN EMISI (Ton/Tahun) NITROGEN OKSIDA HIDRO KARBON sambungan CO CO 2 5 Industri Kimia Dasar 2.803,29 19, , Asam sulfit - 19, Rayon Poly Vinyl Chloride 700, , Cat 21, , Sabun, Detergen dan Produk2 Minyak Nabati 2.081, Industri Mineral Non Logam , Keramik dan tembikar Gelas/kaca , Industri Logam Dasar 5.809, , ,34 - Besi Baja 3.596, ,34 - Alumunium 7, Timah Seng 2.205, , Hasil-hasil Olahan Logam , Alat-alat rumah tangga , Industri mobil , Sumber : BPS Provinsi DKI Jakarta, 2011 Keterangan : TOTAL , ,14 117, , ,34 - Apabila dibandingkan dengan tahun 2010 perkiraan beban emisi dari industri skala menengah dan besar adalah Debu sebesar ,25 Ton/Tahun, SO 2 sebesar 3.048,60 Ton/Tahun, Nitrogen Oksida sebesar 9.581,74 Ton/Tahun, Hidrokarbon sebesar ,10 Ton/Tahun, CO sebesar 650,30 Ton/Tahun, CO 2 sebesar 3,07 Ton/Tahun, dan apabila dilihat dari perkiraan beban limbah cair dari industri skala menengah dan besar pada tahun 2011 adalah BOD sebesar ,34 Ton/Tahun, COD sebesar ,85 Ton/Tahun, SS sebesar ,11 Ton/Tahun, TDS sebesar ,50 Ton/tahun, Minyak sebesar 2.537,15 Ton/Tahun dan N sebesar 305,46 Ton/Tahun untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel dibawah : Halaman III Tekanan Terhadap Lingkungan

357 NO TABEL : III.91. PERKIRAAN BEBAN PENCEMAR LIMBAH CAIR INUDTRI SKALA MENENGAH DAN BESAR PROVINSI DKI JAKARTA TAHUN 2011 JENIS INDUSTRI BEBAN LIMBAH CAIR (Ton/Tahun) BOD COD SS TDS MINYAK N 1 Agro Industri 2.123, , ,00 Sapi 384, , ,42 Kambing/Domba 274, , ,94 Itik 45,57 476, ,64 Sapi Perah 1.419, Pengolahan Makanan 8.169, , , , ,59 15,05 Rumah Potong Hewan 16,60-14,52-5,45 1,76 Tempat pengemasan 3,52-1,68-1,29 0,89 Pengolahan susu 3.114, , , Pengalengan ikan 153,02 309,92 178,20-87,17 12,40 Pemurnian minyak sayur (bukan cpo) 3.071, , , , ,72 - Pemurnian minyak sayur Mie - 6,68 14, Cokelat dan Permen 24, Tebu dan glukosa 256,34 417,03 185,56 809,20 22,96 - Kecap 797, Tahu 88, Kopi Bubuk 644, Industri Minuman 365,75-220, Minuman Ringan 365,75-220, Industri Tekstil , , , , Katun , , , Rayon Nilon 31,86 55,22 21,24 70, Poliester 1.030, ,72 529,25 835, Industri Kulit 94,58 274,18 146,66 373,01 21,30 16,00 6 Penyamakan Kulit 94,58 274,18 146,66 373,01 21,30 16,00 Industri Kayu, Olahan Kayu dan Gabus , ,98 107,46 498,22-23,40 Kayu Lapis , ,98 107,46 498,22-23,40 7 Industri Pulp dan Kertas 53,51-102,56 164, Pabrik Kertas 53,51-102,56 164, Industri Kimia Dasar 2.022, , ,70-394,71 - Zat Warna Khrom , Serat Rayon Resin polystyrene dan copolymer Resin vinil (PVC) 412,00-61, Resin acrylic (emulsi) 334, Cat, pernis, dan lak 199,45 332,42 132,97-29,92 - Sabun dari asam lemak 675, , ,52-175,23 - bersambung... Tekanan Terhadap Lingkungan Halaman III - 331

358 NO JENIS INDUSTRI BEBAN LIMBAH CAIR (Ton/Tahun) sambungan BOD COD SS TDS MINYAK N Deterjen 18,96 568,69 331,73-189,56 - Deterjen Cair 381,34 568,41 43, Pengilangan Minyak Bumi 432, , ,28-239,84 48,01 10 Kilang Minyak Lubrikasi 432, , ,28-239,84 48,01 Industri Karet dan Barang dari Karet 384,20 0,04 0,10 1,20 0,01 - Ban luar dan dalam 0,04 0,04 0,10 1,20 0,01 - Crumb Rubber 384, Industri Mineral Non Logam ,11 303, , Gelas dan olahan gelas ,11 303, , Industri Logam Dasar ,94-105,78 - Pengecoran besi dan baja ,94-105,78-13 Industri Hasil Olahan Logam , , , ,68 110,92 - Alat-alat rumah tangga 444, ,46 191,15 520,48 78,30 - Industri Mobil , , , ,20 32,62 - TOTAL , , , , ,15 305,46 Sumber : BPS Provinsi DKI Jakarta, 2011 Keterangan : Apabila dibandingkan dengan tahun 2010 perkiraan beban limbah cair dari industri skala menengah dan besar pada adalah BOD sebesar ,32 Ton/Tahun, COD sebesar ,07 Ton/Tahun, SS sebesar ,33 Ton/Tahun,TDS sebesar ,86 Ton/Tahun, Minyak sebesar 9.908,55 Ton/Tahun dan N sebesar 604,58 Ton/Tahun, sedangkan beban limbah padat dari industri pengolahan dan jenis limbah yang dihasilkan dapat dilihat pada Tabel SP-9B (T) pada Buku Data. Dalam kaitan tersebut untuk mengurangi dampak yang ditimbulkan dari kegiatan industri yang dapat menghasilkan baik beban pencemaran udara maupun beban pencemaran limbah cair, maka langkah yang dilakukan diantaranya untuk masa yang akan datang bahwa provinsi DKI Jakarta hanya memberikan kemudahan untuk kegiatan sektor jasa dan kegiatan industri yang meminimalisasi penggunaan bahan bakar yang berlebihan serta merelokasi kegiatan usaha yang potensial mengakibatkan pencemaran khususnya udara Pertambangan Pada dasarnya DKI Jakarta bukan merupakan domain utama dari produksi pertambangan. Sampai saat ini Provinsi DKI Jakarta tidak ada bahan tambang dalam bentuk galian, tetapi dalam mendukung beroperasinya kegiatan industri, serta kegiatan dalam menunjang pembangunan, provinsi DKI Jakarta menjadi tempat penampungan batu bara antar provinsi yang berlokasi di daerah Kali Pasir, serta penampungan pasir beton yang berlokasi di Muara Angke Jakarta Utara (Tabel SE-15 pada Buku Data). Tetapi untuk bahan tambang lainnya Provinsi DKI Jakarta selain memiliki memiliki satu daerah Halaman III Tekanan Terhadap Lingkungan

359 pengeksploitasian minyak dan gas yaitu di Kepulauan Seribu tepatnya di Pulau Pabelokan, air tanah juga dikategorikan bahan konservasi yang perlu dipertahankan, hal ini terkait dengan upaya pemerintah DKI Jakarta dalam mengurangi dampak pemakaian air tanah yang berlebihan, hal tersebut dilakukan sebagai upaya pemerintah DKI Jakarta dalam mengantisipasi mengurangi intrusi air laut agar tidak terus bertambah, juga sebagai upaya mengurangi penurunan muka tanah yang setiap tahunnya terus bertambah di wilayah DKI Jakarta dengan adanya pemakaian air tanah yang berlebihan. Untuk daerah eksplorasi minyak dan gas berada di Kepulauan Seribu tepatnya di Pulau Pabelokan dan letak lokasi pertambangan ini cukup jauh dari pusat pemerintahan Provinsi DKI Jakarta. Pengeksploitasian ini dilakukan oleh perusahaan perminyakan yang berasal dari Negeri Cina, yaitu PT. CNOOC. Pengeksploitasian dimulai pada tahun 2000 dengan kapasitas produksi mencapai 4 juta barel per tahun. Kapasitas produksi ini terus meningkat dari tahun ke tahun. Jenis pertambangan yang dieksploitasi antara lain minyak dan gas bumi. Berdasarkan peraturan UU no. 25 tahun 1999, maka Provinsi DKI Jakarta berhak memperoleh bagi hasil dari minyak sebesar 3 persen dan dari gas sebesar 6 persen. Berikut ini tabel yang menggambarkan besarnya bagi hasil yang diperoleh Provinsi DKI Jakarta yang berasal dari pertambangan di Pulau Pabelokan. Apabila dilihat dari hasil eksplorasi tahun 2010 ada pengurangan produksi baik minyak bumi maupun gas bumi apabila dibandingkan dengan tahun 2011, hal ini dapat dilihat pada tabel dibawah : TABEL : III.92. PERBANDINGAN PRODUKSI PERTAMBANGAN PROVINSI DKI JAKARTA TAHUN NO NAMA JENIS PRODUKSI PERUSAHAAN TAMBANG SATUAN 1 PT. CNOOC Minyak Bumi , ,93 Ribu Barel Gas Bumi ,43 Ribu MMBTU Sumber : Dinas Perindustrian dan Energi Provinsi DKI Jakarta, 2011 Keterangan : Realisasi s.d Triwulan ke III Hal ini bisa terjadi selain dikarenakan adanya faktor cuaca, pemerintah daerah dan manajemen terus meningkatkan prosedur standar Pertambangan di Pulau Pabelokan agar tidak berpotensi untuk mencemari kondisi laut di Jakarta, oleh karena itu perlu dilakukan pengawasan dengan seksama agar tidak menambah beban pencemaran yang terjadi di DKI Jakarta. Pertambangan lainnya yang dapat dilakukan dengan teknologi yang tidak terlalu tinggi seperti pertambangan Bahan Galian Golongan C (BGGC) seperti penggalian pasir, batu kali, kerikil dan lainnya di DKI Jakarta hampir bisa dikatakan tidak ada. Pertambangan jenis ini cenderung menyebabkan terjadinya kerusakan lingkungan seperti erosi di kali/sungai atau menyebabkan hilangnya lapisan penunjang tanah yang mengakibatkan terjadinya banjir. Selain hasil tambang tersebut diatas, air tanah juga dikategorikan bahan konservasi yang perlu dipertahankan, hal ini terkait dengan upaya pemerintah DKI Jakarta dalam mengurangi dampak pemakaian air tanah yang berlebihan, hal tersebut dilakukan sebagai upaya pemerintah DKI Jakarta dalam Tekanan Terhadap Lingkungan Halaman III - 333

360 mengantisipasi mengurangi intrusi air laut agar tidak terus bertambah, juga sebagai upaya mengurangi penurunan muka tanah yang setiap tahunnya terus bertambahdi wilayah DKI Jakarta dengan adanya pemakaian air tanah yang berlebihan. Untuk wilayah DKI Jakarta jumlah sumur pantek pada tahun 2008 yang tersebar di 5 wilayah kota sebanyak buah dan sumur bor sebanyak buah, sedang untuk pemakai air untuk sumur bor dan pantek di 5 wilayah kota sebesar M 3, tetapi pada tahun 2009 jumlah pelanggan untuk sumur pantek dan bor di 5 wilayah kota telah mengalami penurunan menjadi buah, dengan pemakaian air sumur bor dan pantek menurun lagi menjadi M 3, untuk tahun 2010 jumlah pelanggan sumur pantek sebanyak buah dan pelanggan sumur bor sebanyak buah dengan pemakaian air sebanyak M 3, dengan rincian wilayah Jakarta Pusat pelanggan sumur pantek sebanyak 183 buah, pelanggan sumur bor sebanyak 408 buah, wilayah Jakarta Barat pelanggan sumur pantek sebanyak 286 buah dan pelanggan sumur bor sebanyak 381 buah, wilayah Jakarta Selatan pelanggan sumur pantek sebanyak 675 buah dan pelanggan sumur bor sebanyak 783 buah, wilayah Jakarta Timur pelanggan sumur pantek sebanyak 440 buah dan pelanggan sumur bor sebanyak 537 buah, wilayah Jakarta Utara pelanggan sumur pantek 141 buah dan pelanggan sumur bor sebanyak 108 buah,. untuk tahun 2011 jumlah pelanggan sumur pantek sebanyak buah dan pelanggan sumur bor sebanyak buah dengan pemakaian air sebanyak M 3, dengan rincian wilayah Jakarta Pusat pelanggan sumur pantek sebanyak 189 buah, pelanggan sumur bor sebanyak 419 buah, wilayah Jakarta Barat pelanggan sumur pantek sebanyak 297 buah dan pelanggan sumur bor sebanyak 383 buah, wilayah Jakarta Selatan pelanggan sumur pantek sebanyak 695 buah dan pelanggan sumur bor sebanyak 800 buah, wilayah Jakarta Timur pelanggan sumur pantek sebanyak 450 buah dan pelanggan sumur bor sebanyak 540 buah, wilayah Jakarta Utara pelanggan sumur pantek 149 buah dan pelanggan sumur bor sebanyak 309 buah. Apabila kita lihat dari tahun ke tahun pemakaian air tanah baik untuk sumur pantek maupun sumur bor kecenderungannya terus menurun, hal ini dikarenakan selain adanya pengetatan tentang perijinan bagi pengguna air tanah, juga adanya Peraturan Gubernur KDKI Jakarta nomor 37 Tahun 2009 tentang Harga Dasar Air Tanah, dimana pemakai air tanah kegiatan usaha dikenakan biaya penggunaan air tanah antara Rp ,- sampai Rp ,- per M 3 apabila dibandingkan dengan Surat Keputusan Gubernur KDKI Jakarta nomor 455 Tahun 1999 yang mengenakan pemakai air tanah kegiatan usaha bagi pengguna air tanah antara Rp. 650,- sampai Rp ,- per M 3 terdapat kenaikan rata-rata sebesar 400 persen, hal ini dimaksudkan agar pemakai air tanah bagi kegiatan usaha bisa beralih ke PD PAM Jaya (Palyja dan Aetra), sesuai dengan program Pemerintah DKI Jakarta diharapkan pada tahun 2025 semua dunia usaha yang menggunakan air tanah tidak diperbolehkan lagi, lihat pembagian zona penghentian pemakaian air tanah di wilayah DKI Jakarta pada gambar dibawah : Halaman III Tekanan Terhadap Lingkungan

361 Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi DKI Jakarta 2011 GAMBAR : III.9. Dalam kaitan tersebut, maka Pemerintah DKI Jakarta, telah melakukan pengawasan yang lebih ketat pada kegiatan pengambilan air tanah diantaranya bagi pemegang izin pemboran dan pengambilan air bawah tanah harus : a. Melaporkan pelaksanaan eksplorasi dan pemboran. b. Melaporkan hasil analisis kualitas air bawah tanah setiap sumur dari laboratorium yang diakui pemerintah setiap 6 (enam) bulan sekali. c. Membayar pajak pengambilan dan pemanfaatan sesuai tarif yang telah ditetapkan. d. Membuat sumur resapan dan sumur pantau sesuai ketentuan yang berlaku. e. Menggunakan air bawah tanah sebagai cadangan. f. Mematuhi jumlah pengambilan dan pemanfaatan maksimum sesuai dengan yang tercantum dalam izin (debit maksimum yang diizinkan). g. Melaporkan perubahan kepemilikan, peruntukan dan jaringan PAM. h. Memelihara dan bertanggung jawab atas kerusakan meter air dan segel pabrik maupun segel. i. Membuat bak meter air untuk melindungi meter air dan segel dari kerusakan. Seain hal tersebut diatas dalam mengantiipasi penggunaan air tanah yang berlebihan pemerintah DKI Jakarta telah melakukan Program Zero Deep Well, dengan melakukan kerjasama dengan PD PAM Jaya Tekanan Terhadap Lingkungan Halaman III - 335

SLHD Provinsi DKI Jakarta Tahun 2015

SLHD Provinsi DKI Jakarta Tahun 2015 B. Pemanfaatan dari Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah 1.3. Manfaat SLHD Provinsi DKI Jakarta 1.3.1. Manfaat Bagi Pemerintah Daerah Status Lingkungan Hidup Daerah (SLHD) Provinsi DKI Jakarta dimanfaatkan

Lebih terperinci

LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA TAHUN 2010

LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA TAHUN 2010 LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA TAHUN 2010 PEMERINTAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA KATA PENGANTAR Assalamu'alaikum Wr.Wb. Dengan Rahmat Allah SWT

Lebih terperinci

LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA TAHUN 2015

LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA TAHUN 2015 LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA TAHUN 2015 PEMERINTAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA BADAN PENGELOLA LINGKUNGAN HIDUP DAERAH (BPLHD) PROVINSI DAERAH

Lebih terperinci

BAB I. KONDISI LINGKUNGAN HIDUP DAN KECENDERUNGANNYA

BAB I. KONDISI LINGKUNGAN HIDUP DAN KECENDERUNGANNYA DAFTAR TABEL Daftar Tabel... i BAB I. KONDISI LINGKUNGAN HIDUP DAN KECENDERUNGANNYA A. LAHAN DAN HUTAN Tabel SD-1. Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan/Tutupan Lahan. l 1 Tabel SD-1A. Perubahan Luas Wilayah

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Tabel SD-1 Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan Utama Tabel SD-2 Luas Kawasan Hutan Menurut Fungsi/Status... 1

DAFTAR ISI. Tabel SD-1 Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan Utama Tabel SD-2 Luas Kawasan Hutan Menurut Fungsi/Status... 1 DAFTAR ISI A. SUMBER DAYA ALAM Tabel SD-1 Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan Utama... 1 Tabel SD-2 Luas Kawasan Hutan Menurut Fungsi/Status... 1 Tabel SD-3 Luas Kawasan Lindung berdasarkan RTRW dan

Lebih terperinci

Daftar Tabel. halaman. Bab I Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya A. Lahan dan Hutan

Daftar Tabel. halaman. Bab I Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya A. Lahan dan Hutan Daftar Tabel Bab I Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya A. Lahan dan Hutan halaman Tabel SD-1. Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan/Tutupan Lahan... I - 1 Tabel SD-2. Luas Kawasan Hutan Menurut

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Kata Pengantar. Daftar Isi. Daftar Tabel. Daftar Gambar

DAFTAR ISI. Kata Pengantar. Daftar Isi. Daftar Tabel. Daftar Gambar DAFTAR ISI Kata Pengantar Daftar Isi Daftar Daftar i ii iii vii Bab I Pendahuluan A. Kondisi Umum Daerah I- 1 B. Pemanfaatan Laporan Status LH Daerah I-10 C. Isu Prioritas Lingkungan Hidup Kabupaten Kulon

Lebih terperinci

Daftar Tabel. Kualitas Air Rawa... I 28 Tabel SD-15. Kualitas Air Sumur... I 29

Daftar Tabel. Kualitas Air Rawa... I 28 Tabel SD-15. Kualitas Air Sumur... I 29 Daftar Tabel Bab I Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya A. Lahan dan Hutan Tabel SD-1. Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan/Tutupan Lahan... I - 1 Tabel SD-2. Luas Kawasan Hutan Menurut Fungsi

Lebih terperinci

BUKU DATA STATUS LINGKUNGAN HIDUP KOTA SURABAYA 2012 DAFTAR TABEL

BUKU DATA STATUS LINGKUNGAN HIDUP KOTA SURABAYA 2012 DAFTAR TABEL DAFTAR TABEL Tabel SD-1. Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan Utama... 1 Tabel SD-1A. Perubahan Luas Wilayah Menurut Penggunaan lahan Utama Tahun 2009 2011... 2 Tabel SD-1B. Topografi Kota Surabaya...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Tujuan Penulisan Laporan

BAB I PENDAHULUAN Tujuan Penulisan Laporan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Tujuan Penulisan Laporan Konferensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tentang Lingkungan dan Pembangunan (the United Nations Conference on Environment and Development UNCED) di Rio

Lebih terperinci

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 92 IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 4.1. Kota Bekasi dalam Kebijakan Tata Makro Analisis situasional daerah penelitian diperlukan untuk mengkaji perkembangan kebijakan tata ruang kota yang terjadi

Lebih terperinci

BAB I KONDISI LINGKUNGAN HIDUP DAN KECENDERUNGANNYA

BAB I KONDISI LINGKUNGAN HIDUP DAN KECENDERUNGANNYA DAFTAR ISI Kata Pengantar... i Daftar Isi... iii Daftar Tabel... vi Daftar Gambar... ix Daftar Grafik... xi BAB I KONDISI LINGKUNGAN HIDUP DAN KECENDERUNGANNYA A. LAHAN DAN HUTAN... Bab I 1 A.1. SUMBER

Lebih terperinci

STATUS LINGKUNGAN HIDUP KOTA DENPASAR TAHUN 2008

STATUS LINGKUNGAN HIDUP KOTA DENPASAR TAHUN 2008 LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP KOTA DENPASAR TAHUN 2008 DITERBITKAN DESEMBER 2008 DATA OKTOBER 2007 SEPTEMBER 2008 PEMERINTAH KOTA DENPASAR PROVINSI BALI KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kehadapan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Bogor, 08 Desember 2015 Walikota Bogor, Dr. Bima Arya Sugiarto

KATA PENGANTAR. Bogor, 08 Desember 2015 Walikota Bogor, Dr. Bima Arya Sugiarto WALIKOTA BOGOR KATA PENGANTAR Dalam rangka pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup yang berkelanjutan perlu didukung data dan informasi lingkungan hidup yang akurat, lengkap dan berkesinambungan. Informasi

Lebih terperinci

Gambar 10. Peta Jakarta dan Teluk Jakarta

Gambar 10. Peta Jakarta dan Teluk Jakarta IV. KONDISI UMUM WILAYAH STUDI 4.1. Kondisi Geografis Kota Jakarta merupakan dataran rendah dengan ketinggian rata-rata ± 7 meter di atas permukaan laut, terletak pada posisi 6 12' Lintang Selatan dan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa lingkungan laut beserta sumber daya

Lebih terperinci

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH NOMOR 39 TAHUN 2008 T E N T A N G TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN LINGKUNGAN HIDUP PROVINSI KALIMANTAN TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

Kegiatan Sub. Bid. Pelestarian dan Pemulihan Lingk. 2012

Kegiatan Sub. Bid. Pelestarian dan Pemulihan Lingk. 2012 Kegiatan Sub. Bid. Pelestarian dan Pemulihan Lingk. 2012 No. KEGIATAN DASAR HUKUM 1. Pembina Adipura Permen LH no. 7/2011 2. Pembina Kalpataru 3. Pembina Adiwiyata 4 Pemantauan kualitas air sungai Pergub

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa lingkungan laut beserta sumber daya

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. b. c. d. bahwa lingkungan laut beserta sumber

Lebih terperinci

SLHD Provinsi DKI Jakarta Tahun 2015

SLHD Provinsi DKI Jakarta Tahun 2015 D. Peran Serta Masyarakat Program Ruang Publik Terpadu Ramah Anak (RPTRA) di DKI Jakarta Pergerakan dan Pemberdayaan Masyarakat adalah segala upaya yang bersifat persuasif dan tidak memerintah yang bertujuan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa lingkungan laut beserta sumber daya

Lebih terperinci

Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan BAB III Urusan Desentralisasi

Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan BAB III Urusan Desentralisasi 3. URUSAN LINGKUNGAN HIDUP a. Program dan Kegiatan. Program pokok yang dilaksanakan pada urusan Lingkungan Hidup tahun 2012 sebagai berikut : 1) Program Pengendalian Pencemaran dan Perusakan Lingkungan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa lingkungan laut beserta sumber daya

Lebih terperinci

2013, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Rawa adalah wadah air beserta air dan daya air yan

2013, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Rawa adalah wadah air beserta air dan daya air yan LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.180, 2013 SDA. Rawa. Pengelolaan. Pengawasan. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5460) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Provinsi DKI Jakarta terletak pada posisi Lintang Selatan dan Bujur

BAB I PENDAHULUAN. Provinsi DKI Jakarta terletak pada posisi Lintang Selatan dan Bujur BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Provinsi DKI Jakarta terletak pada posisi 6 0 12 Lintang Selatan dan 106 0 48 Bujur Timur. Sebelah Utara Propinsi DKI Jakarta terbentang pantai dari Barat

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG 1 PEMERINTAH KABUPATEN MALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MALANG NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MALANG, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

WALIKOTA PASURUAN SALINAN PERATURAN WALIKOTA NOMOR 69 TAHUN 2011 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN LINGKUNGAN HIDUP

WALIKOTA PASURUAN SALINAN PERATURAN WALIKOTA NOMOR 69 TAHUN 2011 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN LINGKUNGAN HIDUP WALIKOTA PASURUAN SALINAN PERATURAN WALIKOTA NOMOR 69 TAHUN 2011 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PASURUAN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

2 menetapkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia tentang Rawa; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1974 t

2 menetapkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia tentang Rawa; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1974 t BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.797, 2015 KEMEN PU-PR. Rawa. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB III KONDISI EKSISTING DKI JAKARTA

BAB III KONDISI EKSISTING DKI JAKARTA BAB III KONDISI EKSISTING DKI JAKARTA Sejalan dengan tingginya laju pertumbuhan penduduk kota Jakarta, hal ini berdampak langsung terhadap meningkatnya kebutuhan air bersih. Dengan meningkatnya permintaan

Lebih terperinci

Daftar Isi. halaman Kata Pengantar... i Pendahuluan... iii Daftar Isi... ix Daftar Tabel... x Daftar Gambar... xiv

Daftar Isi. halaman Kata Pengantar... i Pendahuluan... iii Daftar Isi... ix Daftar Tabel... x Daftar Gambar... xiv Daftar Isi halaman Kata Pengantar... i Pendahuluan... iii Daftar Isi... ix Daftar Tabel... x Daftar Gambar... xiv Bab I Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya A. Lahan dan Hutan... I-1 B. Keanekaragaman

Lebih terperinci

BUPATI KEBUMEN PERATURAN BUPATI KEBUMEN NOMOR 87 TAHUN 2008 TENTANG

BUPATI KEBUMEN PERATURAN BUPATI KEBUMEN NOMOR 87 TAHUN 2008 TENTANG BUPATI KEBUMEN PERATURAN BUPATI KEBUMEN NOMOR 87 TAHUN 2008 TENTANG RINCIAN TUGAS POKOK, FUNGSI DAN TATA KERJA KANTOR LINGKUNGAN HIDUP KABUPATEN KEBUMEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEBUMEN,

Lebih terperinci

BUPATI TASIKMALAYA PERATURAN BUPATI TASIKMALAYA NOMOR 46 TAHUN 2008 TENTANG

BUPATI TASIKMALAYA PERATURAN BUPATI TASIKMALAYA NOMOR 46 TAHUN 2008 TENTANG BUPATI TASIKMALAYA PERATURAN BUPATI TASIKMALAYA NOMOR 46 TAHUN 2008 TENTANG RINCIAN TUGAS UNIT DI LINGKUNGAN KANTOR LINGKUNGAN HIDUP KABUPATEN TASIKMALAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TASIKMALAYA,

Lebih terperinci

SLHD Provinsi DKI Jakarta Tahun 2015

SLHD Provinsi DKI Jakarta Tahun 2015 F. Iklim 2.9. Kondisi Iklim di Provinsi DKI Jakarta Dengan adanya perubahan iklim menyebabkan hujan ekstrem di Ibu Kota berdampak pada kondisi tanah yang tidak lagi bisa menampung volume air, dimana tanah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan sumber daya alam yang memenuhi hajat hidup orang banyak sehingga perlu dilindungi agar dapat bermanfaat bagi hidup dan kehidupan manusia serta mahkluk

Lebih terperinci

BAB III Data Lokasi 3.1. Tinjauan Umum DKI Jakarta Kondisi Geografis

BAB III Data Lokasi 3.1. Tinjauan Umum DKI Jakarta Kondisi Geografis BAB III Data Lokasi 3.1. Tinjauan Umum DKI Jakarta 3.1.1. Kondisi Geografis Mengacu kepada Laporan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah Akhir Masa Jabatan 2007 2012 PemProv DKI Jakarta. Provinsi DKI Jakarta

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA MALANG NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG,

PERATURAN DAERAH KOTA MALANG NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG, SALINAN NOMOR 3/2017 PERATURAN DAERAH KOTA MALANG NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG, Menimbang : bahwa sebagai pelaksanaan lebih lanjut

Lebih terperinci

BUPATI SUKAMARA PERATURAN BUPATI SUKAMARA NOMOR 31 TAHUN 2008 TENTANG RINCIAN TUGAS DAN FUNGSI KANTOR LINGKUNGAN HIDUP KABUPATEN SUKAMARA

BUPATI SUKAMARA PERATURAN BUPATI SUKAMARA NOMOR 31 TAHUN 2008 TENTANG RINCIAN TUGAS DAN FUNGSI KANTOR LINGKUNGAN HIDUP KABUPATEN SUKAMARA BUPATI SUKAMARA PERATURAN BUPATI SUKAMARA NOMOR 31 TAHUN 2008 TENTANG RINCIAN TUGAS DAN FUNGSI KANTOR LINGKUNGAN HIDUP KABUPATEN SUKAMARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKAMARA, Menimbang :

Lebih terperinci

FORMULIR ISIAN IZIN PEMBUANGAN LIMBAH CAIR KE LAUT. 1. Nama Pemohon : Jabatan : Alamat : Nomor Telepon/Fax. :...

FORMULIR ISIAN IZIN PEMBUANGAN LIMBAH CAIR KE LAUT. 1. Nama Pemohon : Jabatan : Alamat : Nomor Telepon/Fax. :... Lampiran I Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : Tanggal : FORMULIR ISIAN IZIN PEMBUANGAN LIMBAH CAIR KE LAUT I. INFORMASI UMUM A. Pemohon 1. Nama Pemohon :... 2. Jabatan :... 3. Alamat :...

Lebih terperinci

SLHD Provinsi DKI Jakarta Tahun 2015

SLHD Provinsi DKI Jakarta Tahun 2015 E. Kelembagaan 17.1. Profil BPLHD Provinsi DKI Jakarta Sesuai dengan Peraturan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta nomor 230 Tahun 2014 tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Pengelola Lingkungan

Lebih terperinci

BAB V RENCANA PROGRAM, KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA DAN KELOMPOK SASARAN

BAB V RENCANA PROGRAM, KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA DAN KELOMPOK SASARAN BAB V RENCANA PROGRAM, KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA DAN KELOMPOK SASARAN 5.. Rencana Program dan Kegiatan Program adalah Instrumen kebijakan yang berisi satu atau lebih kegiatan yang dilaksanakan oleh instansi

Lebih terperinci

BUPATI BANYUMAS PERATURAN BUPATI BANYUMAS NOMOR 29 TAHUN 2010 TENTANG PENJABARAN TUGAS DAN FUNGSI BADAN LINGKUNGAN HIDUP KABUPATEN BANYUMAS

BUPATI BANYUMAS PERATURAN BUPATI BANYUMAS NOMOR 29 TAHUN 2010 TENTANG PENJABARAN TUGAS DAN FUNGSI BADAN LINGKUNGAN HIDUP KABUPATEN BANYUMAS BUPATI BANYUMAS PERATURAN BUPATI BANYUMAS NOMOR 29 TAHUN 2010 TENTANG PENJABARAN TUGAS DAN FUNGSI BADAN LINGKUNGAN HIDUP KABUPATEN BANYUMAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, BUPATI BANYUMAS, Menimbang

Lebih terperinci

BUPATI SUKAMARA PERATURAN BUPATI SUKAMARA NOMOR 20 TAHUN 2008 T E N T A N G RINCIAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PEKERJAAN UMUM KABUPATEN SUKAMARA

BUPATI SUKAMARA PERATURAN BUPATI SUKAMARA NOMOR 20 TAHUN 2008 T E N T A N G RINCIAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PEKERJAAN UMUM KABUPATEN SUKAMARA BUPATI SUKAMARA Menimbang Mengingat : PERATURAN BUPATI SUKAMARA NOMOR 20 TAHUN 2008 T E N T A N G RINCIAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PEKERJAAN UMUM KABUPATEN SUKAMARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

H. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG LINGKUNGAN HIDUP

H. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG LINGKUNGAN HIDUP - 283 - H. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG LINGKUNGAN HIDUP 1. Pengendalian Dampak Lingkungan 1. Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) 1. Menetapkan kebijakan mengenai pengelolaan Limbah

Lebih terperinci

- 283 - H. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG LINGKUNGAN HIDUP

- 283 - H. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG LINGKUNGAN HIDUP - 283 - H. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG LINGKUNGAN HIDUP SUB BIDANG SUB SUB BIDANG PEMERINTAH 1. Pengendalian Dampak Lingkungan 1. Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) 1. Menetapkan

Lebih terperinci

PROFIL BADAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP (BPLH)

PROFIL BADAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP (BPLH) PROFIL BADAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP (BPLH) STRUKTUR ORGANISASI Unsur organisasi Ba terdiri dari 3 (tiga) bagian utama, yaitu unsur Pimpinan (Kepala Ba), Pembantu Pimpinan (Sekretaris Sub Bagian)

Lebih terperinci

WALIKOTA PAREPAREIKOTA PAREPARE

WALIKOTA PAREPAREIKOTA PAREPARE WALIKOTA PAREPAREIKOTA PAREPARE PERATURAN WALIKOTA PAREPARE NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG TUGAS POKOK, FUNGSI DAN RINCIAN TUGAS BADAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PAREPARE,

Lebih terperinci

H. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG LINGKUNGAN HIDUP

H. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG LINGKUNGAN HIDUP - 216 - H. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG LINGKUNGAN HIDUP 1. Pengendalian Dampak Lingkungan 1. Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) 1. Menetapkan kebijakan mengenai pengelolaan Limbah

Lebih terperinci

PERENCANAAN PERLINDUNGAN

PERENCANAAN PERLINDUNGAN PERENCANAAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP UU No 32 tahun 2009 TUJUAN melindungi wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dari pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup menjamin keselamatan,

Lebih terperinci

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 58 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, URAIAN TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS LINGKUNGAN HIDUP KOTA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. RTRW Kabupaten Bondowoso

KATA PENGANTAR. RTRW Kabupaten Bondowoso KATA PENGANTAR Sebagai upaya mewujudkan perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan ruang yang efektif, efisien dan sistematis guna menunjang pembangunan daerah dan mendorong perkembangan wilayah

Lebih terperinci

*14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

*14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Copyright (C) 2000 BPHN UU 7/2004, SUMBER DAYA AIR *14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan 2017

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan 2017 TATACARA PENYUSUNAN a. Tim Penyusun dan Bentuk Dokumen disusun oleh Tim yang dibentuk oleh Kepala Daerah, yang keanggotaannya melibatkan unsur-unsur Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait, Perguruan

Lebih terperinci

Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 1999 Tentang : Pengendalian Pencemaran Dan/Atau Perusakan Laut

Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 1999 Tentang : Pengendalian Pencemaran Dan/Atau Perusakan Laut Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 1999 Tentang : Pengendalian Pencemaran Dan/Atau Perusakan Laut Menimbang : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa lingkungan laut beserta sumber daya alamnya berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dinamika pembangunan yang berjalan pesat memberikan dampak tersendiri bagi kelestarian lingkungan hidup Indonesia, khususnya keanekaragaman hayati, luasan hutan dan

Lebih terperinci

Tabel 2.4. Rumusan Rencana Program dan Kegiatan SKPD Tahun 2015 dan Prakiraan Tahun 2016 Kota Bontang

Tabel 2.4. Rumusan Rencana Program dan Kegiatan SKPD Tahun 2015 dan Prakiraan Tahun 2016 Kota Bontang 2.1. Penelaahan Usulan Program dan Kegiatan Masyarakat Tabel 2.4. Rumusan Rencana Program dan Kegiatan SKPD Tahun 2015 dan Prakiraan Bontang Kode Indikator / Pagu (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10)

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan

Lebih terperinci

BAB V RENCANA PROGRAM PRIORITAS PEMBANGUNAN DAERAH TAHUN 2013

BAB V RENCANA PROGRAM PRIORITAS PEMBANGUNAN DAERAH TAHUN 2013 BAB V RENCANA PROGRAM PRIORITAS PEMBANGUNAN DAERAH TAHUN Prioritas pembangunan Kabupaten Lingga Tahun diselaraskan dengan pelaksanaan urusan wajib dan urusan pilihan sesuai dengan amanat dari Peraturan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1429, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP. Dana Alokasi Khusus. Pemanfaatan. Petunjuk Teknis. PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA NOMOR 09 TAHUN 2013

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Air adalah sebutan untuk senyawa yang memiliki rumus kimia H 2 O. Air. Conference on Water and the Environment)

BAB I PENDAHULUAN. Air adalah sebutan untuk senyawa yang memiliki rumus kimia H 2 O. Air. Conference on Water and the Environment) 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Air adalah sebutan untuk senyawa yang memiliki rumus kimia H 2 O. Air merupakan komponen utama makhluk hidup dan mutlak diperlukan untuk kelangsungan hidupnya. Dublin,

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. DAFTAR ISI... i BAB I. PENDAHULUAN Latar Belakang Landasan Hukum Maksud dan Tujuan...

DAFTAR ISI. DAFTAR ISI... i BAB I. PENDAHULUAN Latar Belakang Landasan Hukum Maksud dan Tujuan... DAFTAR ISI DAFTAR ISI... i BAB I. PENDAHULUAN... 1 1.1. Latar Belakang... 2 1.2. Landasan Hukum... 3 1.3. Maksud dan Tujuan... 4 1.4. Sistematika Penulisan... 4 BAB II. EVALUASI PELAKSANAAN KINERJA RENJA

Lebih terperinci

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4.1. Visi Misi SKPD BLHD a. Visi Dalam rangka mewujudkan perlindungan di Sulawesi Selatan sebagaimana amanah Pasal 3 Ung-Ung RI Nomor 32 Tahun

Lebih terperinci

PROFIL DINAS LINGKUNGAN HIDUP KABUPATEN WONOGIRI

PROFIL DINAS LINGKUNGAN HIDUP KABUPATEN WONOGIRI PROFIL DINAS KABUPATEN WONOGIRI Alamat : Jln. Diponegoro Km 3,5 Bulusari, Bulusulur, Wonogiri Telp : (0273) 321929 Fax : (0273) 323947 Email : dinaslhwonogiri@gmail.com Visi Visi Dinas Lingkungan Hidup

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bandar Lampung sebagai kota pesisir, terletak pada posisi 5º20-5º31 LS

I. PENDAHULUAN. Bandar Lampung sebagai kota pesisir, terletak pada posisi 5º20-5º31 LS I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bandar Lampung sebagai kota pesisir, terletak pada posisi 5º20-5º31 LS dan 105º10-105º22 BT, mempunyai berbagai permasalahan yang berkaitan dengan karakteristik wilayah

Lebih terperinci

BUPATI BLORA PERATURAN BUPATI BLORA NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI BLORA PERATURAN BUPATI BLORA NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG BUPATI BLORA PERATURAN BUPATI BLORA NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH CAIR BAGI USAHA MIKRO BATIK DENGAN INSTALASI PENGOLAH AIR LIMBAH KOMUNAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BLORA,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN PASURUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN PASURUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN PASURUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN, Menimbang Mengingat : a. bahwa pertambahan penduduk

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jakarta, Sekretaris Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Saefullah NIP

KATA PENGANTAR. Jakarta, Sekretaris Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Saefullah NIP KATA PENGANTAR Alhamdulillah, puji syukur dipanjatkan kehadirat Allah SWT atas selesainya penyusunan KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta dengan baik. Kegiatan ini adalah kelanjutan

Lebih terperinci

PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA. Bab II

PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA. Bab II Bab II PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA Dengan berlakunya Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Daerah, setiap satuan kerja perangkat Daerah, SKPD harus menyusun Rencana

Lebih terperinci

C. BIDANG LINGKUNGAN HIDUP SUB BIDANG SUB SUB BIDANG URAIAN

C. BIDANG LINGKUNGAN HIDUP SUB BIDANG SUB SUB BIDANG URAIAN C. BIDANG LINGKUNGAN HIDUP SUB BIDANG SUB SUB BIDANG URAIAN 1 2 3 1. Pengendalian Dampak 1. Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) 2. Analisis Mengenai Dampak (AMDAL) 3. Pengelolaan Kualitas

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH 1 GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH NOMOR 26 TAHUN 2008 T E N T A N G TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PEKERJAAN UMUM PROVINSI KALIMANTAN TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI 3.1 IDENTIFIKASI PERMASALAHAN BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI PELAYANAN BADAN LINGKUNGAN HIDUP PROVINSI JAWA TENGAH Dalam penyelenggaraan pemerintahan

Lebih terperinci

GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 55 TAHUN 2012 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG LINGKUNGAN HIDUP PROVINSI JAMBI TAHUN

GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 55 TAHUN 2012 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG LINGKUNGAN HIDUP PROVINSI JAMBI TAHUN Menimbang : GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 55 TAHUN 2012 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG LINGKUNGAN HIDUP PROVINSI JAMBI TAHUN 2013-2015 GUBERNUR JAMBI, a. bahwa berdasarkan ketentuan

Lebih terperinci

WALIKOTA BATU PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 49 TAHUN 2013 TENTANG PENJABARAN TUGAS DAN FUNGSI KANTOR LINGKUNGAN HIDUP KOTA BATU

WALIKOTA BATU PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 49 TAHUN 2013 TENTANG PENJABARAN TUGAS DAN FUNGSI KANTOR LINGKUNGAN HIDUP KOTA BATU SALINAN WALIKOTA BATU PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 49 TAHUN 2013 TENTANG PENJABARAN TUGAS DAN FUNGSI KANTOR LINGKUNGAN HIDUP KOTA BATU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BATU, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

GUBERNUR MALUKU PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN TELUK DI PROVINSI MALUKU

GUBERNUR MALUKU PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN TELUK DI PROVINSI MALUKU 1 GUBERNUR MALUKU PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN TELUK DI PROVINSI MALUKU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR MALUKU, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB III AKUNTABILITAS KINERJA

BAB III AKUNTABILITAS KINERJA BAB III AKUNTABILITAS KINERJA Akuntabilitas kinerja adalah kewajiban untuk menjawab dari perorangan, badan hukum atau pimpinan kolektif secara transparan mengenai keberhasilan atau kegagalan dalam melaksanakan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 03 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SUNGAI DAN DRAINASE

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 03 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SUNGAI DAN DRAINASE LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR : 03 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 03 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SUNGAI DAN DRAINASE DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANGERANG,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

BAB V. KEBIJAKAN PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH KABUPATEN ALOR

BAB V. KEBIJAKAN PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH KABUPATEN ALOR BAB V. KEBIJAKAN PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH KABUPATEN ALOR 5.1. Visi dan Misi Pengelolaan Kawasan Konservasi Mengacu pada kecenderungan perubahan global dan kebijakan pembangunan daerah

Lebih terperinci

BAB V RENCANA PROGRAM, KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA DAN KELOMPOK SASARAN

BAB V RENCANA PROGRAM, KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA DAN KELOMPOK SASARAN BAB V RENCANA PROGRAM, KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA DAN KELOMPOK SASARAN 5.1. Rencana Program dan Kegiatan Program adalah Instrumen kebijakan yang berisi satu atau lebih kegiatan yang dilaksanakan oleh

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 15 TAHUN 2009 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PEKERJAAN UMUM KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT.

PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 15 TAHUN 2009 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PEKERJAAN UMUM KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT. PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 15 TAHUN 2009 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PEKERJAAN UMUM KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT. DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KOTAWARINGIN BARAT, Menimbang

Lebih terperinci

BUPATI KEPULAUAN MERANTI PROVINSI RIAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI KEPULAUAN MERANTI PROVINSI RIAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG BUPATI KEPULAUAN MERANTI PROVINSI RIAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN PERUSAKAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

RENCANA KERJA SATUAN KERJA PERANGKAT ACEH (RENJA-SKPA) BAPEDAL ACEH TAHUN 2015

RENCANA KERJA SATUAN KERJA PERANGKAT ACEH (RENJA-SKPA) BAPEDAL ACEH TAHUN 2015 RENCANA KERJA SATUAN KERJA PERANGKAT ACEH (RENJA-SKPA) BAPEDAL ACEH TAHUN 2015 BADAN PENGENDALIAN DAMPAK LINGKUNGAN (BAPEDAL ) Nomor : / /2014 Banda Aceh, Maret 2014 M Lampiran : 1 (satu) eks Jumadil Awal

Lebih terperinci

: Pedoman Pembentukan Kelembagaan Lingkungan Hidup Daerah. KRITERIA FAKTOR TEKNIS BIDANG PENGENDALIAN DAMPAK LINGKUNGAN. 40 Skor 70 Skor 100 Skor

: Pedoman Pembentukan Kelembagaan Lingkungan Hidup Daerah. KRITERIA FAKTOR TEKNIS BIDANG PENGENDALIAN DAMPAK LINGKUNGAN. 40 Skor 70 Skor 100 Skor Lampiran II : Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : Tahun 2004. Tentang Tanggal : : Pedoman Pembentukan Kelembagaan Lingkungan Hidup Daerah. KRITERIA FAKTOR TEKNIS BIDANG PENGENDALIAN DAMPAK

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 33 ayat (2)

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 33 ayat (2) PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121 TAHUN 2012 TENTANG REHABILITASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 57 TAHUN 2016 TENTANG PELAKSANAAN PEMANTAUAN DAN PENGAWASAN LINGKUNGAN HIDUP DI ACEH DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA

PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 57 TAHUN 2016 TENTANG PELAKSANAAN PEMANTAUAN DAN PENGAWASAN LINGKUNGAN HIDUP DI ACEH DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA Menimbang : Mengingat PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 57 TAHUN 2016 TENTANG PELAKSANAAN PEMANTAUAN DAN PENGAWASAN LINGKUNGAN HIDUP DI ACEH DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR ACEH, bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 05 TAHUN 2004 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DI PROVINSI GORONTALO

PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 05 TAHUN 2004 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DI PROVINSI GORONTALO PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 05 TAHUN 2004 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DI PROVINSI GORONTALO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR GORONTALO, Menimbang : a. bahwa Lingkungan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa lingkungan laut beserta sumber daya

Lebih terperinci

BUPATI SIGI PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIGI NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DANAU LINDU

BUPATI SIGI PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIGI NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DANAU LINDU BUPATI SIGI PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIGI NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DANAU LINDU PEMERINTAH KABUPATEN SIGI TAHUN 2013 0 BUPATI SIGI PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIGI NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1/PERMEN-KP/2016 TENTANG PENGELOLAAN DATA DAN INFORMASI DALAM PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN 2.1 Tujuan Penataan Ruang Dengan mengacu kepada Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, khususnya Pasal 3,

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 97 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA STRATEGIS WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL TAHUN

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 97 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA STRATEGIS WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL TAHUN GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 97 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA STRATEGIS WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL TAHUN 2011-2030 GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang : bahwa sebagai pelaksanaan

Lebih terperinci