BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN METODE PENGAMATAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN METODE PENGAMATAN"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN METODE PENGAMATAN A. Tinjauan Pustaka 1. Prosedur Dalam suatu organisasi atau lembaga banyak kegiatan-kegiatan yang dilakukan untuk mendukung kelanjutan organisasinya, untuk melakukan hal tersebut, sebuah organisasi tidak bisa melakukan kegiatan tanpa adanya pedoman kerja. Tanpa adanya pedoman dalam melakukan kegiatan, sebuah organisasi akan mengalami hambatan dalam mengembangkan kinerja organisasinya. Oleh karena itu sebuah organisasi membutuhkan suatu sistem kerja yang lebih sering disebut dengan prosedur. a. Pengertian Prosedur Prosedur didefinisikan oleh beberapa ahli, antara lain ; Prosedur adalah serangkaian dari tahapan-tahapan atau urut-urutan dari langkah-langkah yang saling terkait dalam menyelesaikan suatu pekerjaan. (MC. Maryati, 2008) Prosedur adalah serangkaian tugas yang saling berhubungan, yang merupakan urutan menurut waktu dan cara tertentu untuk melaksanakan pekerjaan yang harus diselesaikan. (Moekijat, 1989) Prosedur merupakan turutan dari sistem untuk melaksanakan operasi kerja yang sebenarnya. (Rao, M.E.T (2000) dalam buku Rasto (2015):48) Dari pengertian prosedur diatas penulis mengambil kesimpulan bahwa prosedur adalah serangkaian urutan yang saling terkait dalam menyelesaikan suatu pekerjaan. b. Jenis Prosedur Dalam (Rasto, 2015) atas dasar tujuan yang dilayani, prosedur dapat diklasifikasikan menjadi dua jenis, yaitu prosedur primer dan prosedur sekunder. 1

2 1) Prosedur primer, dimaksudkan untuk memperlancar penyelesaian pekerjaan sehari-hari. Beberapa contoh dari jenis ini adalah prosedur pesanan, penagihan dan prosedur pembelian. 2) Prosedur sekunder, dimaksudkan untuk memfasilitasi pekerjaan yang dilakukan oleh prosedur primer. Beberapa contoh dari jenis ini adalah prosedur surat menyurat, layanan telepon, dan layanan arsip. c. Tujuan Prosedur Prosedur dalam pelaksanaannya memiliki tujuan. Menurut (Rasto, 2015) tujuan dari penetapan prosedur kantor antara lain : 1) Menjamin kelancaran arus informasi dalam urutan yang benar 2) Menghindari kemungkinan kecurangan 3) Menyediakan batas pengendalian yang tepat 4) Memungkinkan penyisipan informasi yang hilang sesuai dengan persyaratan sistem 5) Mengintegrasikan prosedur dan sistem lainnya 6) Menyesuaikan informasi yang akurat 7) Memasukkan informasi tambahan yang dianggap perlu 8) Menjadi ekonomis 9) Menjawab dengan cepat pertanyaan dari staf, pelanggan, pemasok, dan lain-lain 10) Menunjukkan keakuratan informasi d. Manfaat Prosedur Prosedur memberikan kontribusi terhadap efektivitas manajemen perkantoran, pelaksanaan prosedur menurut (Rasto, 2015) memiliki manfaat. Manfaat prosedur tersebut antara lain sebagai berikut : 1) Prosedur Memberikan Urutan Tindakan Untuk melakukan aktivitas apapun, setiap karyawan diinstruksikan untuk mengikuti alur tertentu. Ini meminimalkan keterlambatan dan kesalahan dalam kerja. 2

3 2) Ekonomis dalam Penggunaan Sumber Daya Hal ini dimungkinkan karena prosedur dapat meningkatkan efisiensi melalui penghapusan gerakan yang tidak perlu dan tidak adanya penundaan pekerjaan. 3) Memfasilitasi Koordinasi Prosedur berfungsi sebagai dasar untuk melakukan koordinasi antar bagian yang berbeda dalam organisasi 4) Berfungsi sebagai Dasar Pengendalian Prosedur menyediakan mekanisme untuk membandingkan kinerja aktual dengan standar. Dengan demikian prosedur dapat memfasilitasi koreksi penyimpangan 5) Dapat Digunakan Untuk Melatih Karyawan Baru Karyawan dapat memahami rincian pekerjaan mereka dengan mudah, jika mereka mengetahui prosedur kerja 6) Memastikan kelancaran operasional Tujuan utama dari prosedur kantor adalah untuk melakukan aktivitas kantor secara efektif dan ekonomis. Hal ini dapat dicapai dengan menyederhanakan prosedur, menghilangkan formula dokumen yang perlu, dan menghindari duplikasi kegiatan e. Keterbatasan Prosedur Seiring memiliki manfaat, prosedur juga memilki beberapa keterbatasan juga. Beberapa keterbatasan menurut (Rasto, 2015) sebagai berikut : 1) Keterbatasan Perencanaan, prosedur harus direncanakan dengan matang dan memadai sebelum diaplikasikan. Sebuah prosedur harus selalu up to date agar tidak usang karena perubahan dalam organisasi 2) Keterbatasan Kelakuan, prosedur mungkin cenderung kaku karena merupakan salah satu cara terbaik untuk melakukan pekerjaan. Setiap prosedur harus fleksibel dan tidak membatasi inisiatif karyawan 3

4 3) Keterbatasan Situasi, suatu prosedur mungkin tidak berfungsi pada semua situasi. Prosedur mungkin gagal untuk menangani situasi yang tidak biasa 4) Keterbatasan Integrasi, prosedur yang berbeda membutuhkan integrasi untuk mencapai tujuan, tetapi integrasi sistem adalah tugas yang sangat sulit f. Karateristik Prosedur Prosedur merupakan bagian dari sistem, yang dirancang harus memiliki karakteristik berbeda dengan metode dan tehnik. Karakteristik prosedur menurut (Rasto, 2015) sebagai berikut: 1) Efisien, prosedur dikatakan efisien jika mencapai hasil yang diinginkan dengan menggunakan waktu, upaya, dan peralatan yang minimum. Niali output lebih besar dari nilai input. 2) Efektif, prosedur dikatakan efektif jika dapat mencapai tujuan pekerjaan yang telah ditetapkan 3) Sederhana, prosedur harus sederhana sehingga mudah dipahami dan diikuti. Prosedur perlu didesain sedemikian rupa sehingga cocok dengan persyaratan organisasi 4) Konsisten, prosedur harus memiliki hasil yang konsisten untuk setiap waktu. Jika tidak, kehandalan prosedur dipertanyakan. Prosedur yang konsisten memiliki jumlah kesalahan yang minimum 5) Fleksibel, prosedur harus didefinisikan dengan baik dan terstruktur. Prosedur seharusnya tidak begitu kaku sehingga tidak menerima ide-ide inovatif. Prosedur harus cukup fleksibel dengan perubahan organisasi. Prosedur juga harus fleksibel jika dihadapkan pada masalah yang luar biasa 6) Diterima, prosedur harus dapat diterima oleh pengguna. Oleh karena itu, prosedur harus dirancang dengan memperhatikan unsur sumber daya manusia 4

5 g. Pedoman Penyusunan Prosedur Pelaksanaan prosedur harus berdasarkan pedoman, agar pelaksanaan dapat efektif dan efisien. Penyusunan prosedur menurut (Rasto, 2015) adalah sebagai berikut : 1) Tujuan dari pekerjaan harus ditentukan, karena pemahaman tentang tujuan diperlukan dalam menyusun prosedur; 2) Setiap langkah dalam prosedur dianalisis dan dirumuskan dengan hati-hati untuk memastikan pencapaian tujuan; 3) Setiap langkah dalam prosedur harus dapat mempercepat pekerjaan; 4) Prosedur harus menghindari duplikasi pekerjaan; 5) Prosedur harus meminimalkan kertas kerja; 6) Prosedur harus dapat mengurangi waktu kerja; 7) Prosedur harus mengurangi pemeriksaan yang tidak penting; 8) Prosedur harus memfasilitasi kelancaran arus kerja tanpa tersendat; 9) Prosedur harus memanfaatkan penggunaan spesialisasi yang terbaik. h. Hakekat Prosedur Menurut Moekijat (1989:194) hakekat prosedur itu sendiri adalah sebagai berikut : 1) Prosedur terdapat dalam tiap bagian perusahaan; prosedur merupakan salah satu macam rencana yang penting 2) Prosedur biasanya dipandang sebagai penerapan pekerjaan yang sifatnya berulang 3) Diberikan batas-batas waktu pada setiap langkah prosedur guna menjamin agar hasil akhir dicapai seperti yang diinginkan i. Ciri Prosedur Selain itu prosedur juga memiliki ciri-ciri tersendiri, seperti yang disampaikan oleh Moekijat (1989:194) : 5

6 1) Prosedur harus didasarkan atas fakta-fakta yang cukup mengenai situasi tertentu, tidak didasarkan atas dugaan-dugaan atau keinginan-keinginan 2) Suatu prosedur harus memiliki stabilitas, akan tetapi masih memiliki fleksilibitas a) Stabilitas adalah ketetapan arah tertentu dengan perubahan yang dilakukan hanya apabila terjadi perubahan penting dalam faktor-faktor yang mempengruhi pelaksanaan prosedur b) Fleksibilitas prosedur diinginkan guna mengatasi suatu krisis atau suatu keadaan darurat, tuntutan khusus atau penyesuaian kepada suatu kondisi sementara 3) Prosedur harus mengikuti zaman (up-to-date) 2. Pajak a. Pengertian Pajak Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undangundang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. (UU No 28 Tahun 2007, Siti Resmi, 2007) Pajak menurut Prof. Dr. H. Rochmat Soemitro, S.H adalah iuran rakyat kepada kas negara (peralihan kekayaan dari sektor swasta ke sektor pemerintahan) dengan tidak mendapat jasa timbal (tegen prestation) yang langsung dapat ditunjuk dan digunakan untuk membiayai pengeluaran umum. (Tunggul Anshari SN, 2007) Pajak menurut Dr.J.J.A.Adriani adalah pungutan oleh pemerintah dengan paksaan yuridis untuk mendapatkan alat-alat penutup bagi pengeluaran-pengeluaran umum (anggaran belanja) tanpa adanya jasa timbal khusus terhadapnya. (Tunggul Anshari SN, 2007) 6

7 Pajak menurut S.I Djajadiningrat adalah suatu kewajiban menyerahkan sebagian kekayaan ke kas negara yang disebabkan suatu keadaan, kejadian, dan perbuatan yang memberikan tertentu, tetapi bukan sebagai hukuman, menurut peraturan yang ditetapkan pemerintah serta dapat dipaksakan, tetapi tidak ada jasa timbal balik dari negara secara langsung, untuk memelihara kesejahteraan umum. (Siti Resmi, 2007) Dari pengertian pajak-pajak diatas penulis dapat menyimpulkan bahwa pajak adalah iuran wajib kepada orang pribadi/badan yang bersifat memaksa, dan penerimaannya digunakan untuk penyelenggaraan negara. b. Fungsi Pajak Fungsi pajak (Dalam buku Siti Resmi, Perpajakan Kasus & Teori, 2007) dibagi menjadi 2, yaitu : 1. Fungsi Budgetair (Sumber Keuangan Negara) Artinya pajak merupakan salah satu sumber penerimaan pemerintah untuk membiayai pengeluaran baik rutin maupun pembangunan, dan apabila masih ada sisa (surplus), maka surplus ini dapat digunakan untuk membiayai investasi pemerintah (public saving untuk public investment). Sebagai sumber keuangan negara, pemerintah berupaya memasukkan uang sebanyakbanyaknya untuk kas negara. Upaya tersebut ditempuh dengan cara ekstensifikasi maupun intensifikasi pemungutan pajak melalui penyempurnaan peraturan berbagai jenis pajak seperti Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPn), dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), dan lainlain. Contoh : pajak sebagai penerimaan dalam negeri yang digunakan dalam Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBN) 2. Fungsi Regularend (Pengatur) Artinya pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan pemerintah dalam bidang sosial dan 7

8 ekonomi, serta mencapai tujuan-tujuan tertentu di luar bidang keuangan. Contoh : a. Pemberlakuan tax holiday dimaksudkan untuk menarik investor asing agar menanamkan modalnya di Indonesia sehingga mendorong peningkatan investasi dalam negeri. b. Pengenaan pajak yang tinggi terhadap barang-barang mewah. Pajak penjualan atas barang mewah. Semakin mewah suatu barang maka tarif pajaknya semakin tinggi sehingga barang tersebut semakin mahal harganya. Pengenaan pajak ini dimaksudkan agar rakyat tidak berlomba-lomba untuk mengonsumsi barang mewah (mengurangi gaya hidup mewah ). c. Pengenaan tarif pajak nol persen atas ekspor untuk mendorong peningkatan ekspor produksi dalam negeri. c. Jenis Pajak Dalam (Siti Resmi, 2014) pembagian jenis pajak dikelompokan berdasarkan menurut golongan, menurut sifat, dan menurut lembaga pemungutnya: 1) Menurut Golongan a) Pajak Langsung Pajak langsung adalah pajak yang harus dipikul atau ditanggung sendiri oleh Wajib Pajak dan tidak dapat dilimpahkan atau dibebankan kepada orang lain atau pihak lain. Contoh : Pajak Penghasilan (PPh) b) Pajak Tidak Langsung Pajak tidak langsung adalah pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain atau pihak ketiga. Contoh : Pajak Pertambahan 8

9 2) Menurut Sifat a) Pajak Subjektif Pajak subjektif adalah pajak yang pengenaanya memerhatikan keadaan pribadi Wajib Pajak atau pengenaan pajak yang memperhatikan keadaan subjeknya. b) Pajak Objektif Pajak yang pengenaannya memerhatikan objeknya baik berupa benda, keadaan, perbuatan, atau peristiwa yang mengakibatkan timbulnya kewajiban membayar pajak, tanpa memperhatikan keadaan pribadi Subjek Pajak. 3) Menurut Lembaga Pemungutnya a) Pajak Negara (Pajak Pusat) Pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga negara pada umumnya. b) Pajak Daerah Pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah baik daerah tingkat I (pajak provinsi) maupun daerah tingkat II (pajak kabupaten/kota) dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah masingmasing. d. Asas Pemungutan Pajak Dalam (Siti Resmi, 2014) terdapat tiga asas pemungutan pajak, yaitu: 1) Asas Domisili (Asas Tempat Tinggal) Negara berhak mengenakan pajak atas seluruh penghasilan Wajib Pajak yang bertempat tinggal di wilayahnya baik penghasilan yang berasal dari dalam maupun luar negeri. 2) Asas Sumber Negara berhak mengenakan pajak atas penghasilan yang bersumber di wilayahnya tanpa memerhatikan tempat tinggal Wajib Pajak. 9

10 3) Asas Kebangsaan Pengenaan pajak dihubungkan dengan kebangsaan suatu Negara. e. Sistem Pemungutan Pajak Dalam (Siti Resmi, 2014) memungut pajak dikenal beberapa sistem pemungutan, yaitu: 1) Official Assessment System Sistem pemungutan pajak yang member kewenangan aparatur perpajakan untuk menentukan sendiri jumlah pajak yang terutang setiap tahunnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dengan demikian berhasil atau tidaknya pelaksanaan pemungutan pajak banyak tergantung pada aparatur perpajakan. 2) Self Assessment System Sistem pemungutan pajak yang member kewenangan Wajib Pajak dalam menentukan sendiri jumlah pajak terutang setiap tahunnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku 3) With Holding System Sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga yang ditunjuk untuk menentukan besar pajak terutang oleh Wajib Pajak sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. f. Wajib Pajak Wajib pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Wajib pajak dalam melakukan kewajiban perpajakannya memiliki kewajiban dan hak, berikut kewajiban dan hak wajib pajak : 1) Kewajiban Wajib Pajak Kewajiban wajib pajak menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 adalah sebagai berikut : 10

11 a) Mendaftarkan diri pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak dan kepadanya diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak, apabila telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif. b) Melaporkan usahanya pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempay kedudukan Pengusaha dan tempat kegiatan usaha yang dilakukan untuk dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak. c) Mengisi Surat Pemberitahuan dengan benar, lengkap, dan jelas, dalam bahasa Indonesia dengan menggunakan huruf Latin, angka Arab, satuan mata uang Rupiah, serta menandatangani dan menyampaikannya ke kantor Direktorat Jenderal Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar atau dikukuhkan atau tempat lain yang ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Pajak. d) Menyampaikan Surat Pemberitahuan dalam bahasa Indonesia dengan menggunakan satuan mata uang selain rupiah yang diinginkan, yang pelaksanaanya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan. e) Membayar atau menyetor pajak yang terutang dengan menggunakan Surat Setoran Pajak ke kas negara melalui tempat pembayaran yang diatur dengan atau berdasaran Peraturan Menteri Keuangan. f) Membayar pajak yang terutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, dengan tidak menggantungkan pada adanya surat ketetapan pajak. g) Menyelenggarakan pembukuan bagi Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dan Wajib Pajak badan, dan melakukan pencatatan 11

12 bagi Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas. h) Memperlihatkan dan/atau meminjamkan buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasarnya, dan dokumen lain yang berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas Wajib Pajak, atau objek yang terutang pajak. i) Memberikan kesempatan untuk memasuki tempat atau ruang yang dipandang perlu dan memberi bantuan guna kelancaran pemeriksaan, dan/atau j) Memberikan keterangan lain yang diperlukan apabila diperiksa. 2) Hak-hak Wajib Pajak Hak-hak Wajib Pajak menurut Undang-undang Nomor 28 Tahun 2007 adalah sebagai berikut : a) Melaporkan beberapa Masa Pajak dalam 1 (satu) Surat Pemberitahuan Masa. b) Mengajukan surat keberatan dan banding bagi Wajib Pajak dengan kriteria tertentu. c) Memperpanjang jangka waktu penyampaian Surta Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan untuk paling lama 2 (dua) bulan dengan cara menyampaikan pemberitahuan secara tertulis atau dengan cara lain kepada Direktur Jenderal Pajak. d) Membetulkan Surat Pemberitahuan yang telah disampaikan dengan menyampaikan pernyataan tertulis, dengan syarat Direktur Jenderal Pajak belum melakukan tindakan pemeriksaan. e) Mengajukan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak. 12

13 f) Mengajukan keberatan kepada Direktur Jenderal Pajak atas Suatu Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, Surat Ketetapan Pajak Nihil, Surat Ketetapan Pajak Nihil, Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar, serta pemotongan atau pemungutan pajak oleh pihak ketiga berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. g) Mengajukan permohonan banding kepada badan peradilan pajak atas Surat Keputusan Keberatan. h) Menunjuk seorang kuasa dengan surat kuasa khusus untuk menjalankan hak dan memenuhi kewajiban sesuai dengan peraturan perundang-undangan. i) Memperoleh pengurangan atau peghapusan sanksi administrasi berupa bunga atas keterlambatan pelunasan kekurangan pembayaran pajak dalam hal Wajib Pajak menyampaikan pembetulan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan sebelum Tahun Pajak 2007, yang mengakibatkan pajak yang masih harus dibayar menjadi lebih besar dan dilakukan paling lama dalam jangka waktu 1 (satu) tahun setelah berlakunya UU No.28 Tahun Pembayaran Pajak Wajib pajak memiliki kewajiban untuk membayar pajak terutang. Proses pembayaran pajak telah mengalami beberapa perubahan. Proses pembayaran pajak dapat digambarkan sebagai berikut : a. Bayar Langsung di Kantor Kas Negara (Administratie Kantoor Voor de Landkassen) b. TUPRP (1994) c. Pembayaran masih bersifat offline Revolusi Perbankan, Kebangkitan Sistem Informasi, DotCom d. Online Banking System 13

14 e. MP3 (Monitoring Pelaporan dan Pembayaran Pajak) Undang-Undang Keuangan Negara & Undang-Undang Perbendaharaan f. Modul Penerimaan Negara (MPN) Pembayaran Elektronik g. MPN-G2 h. E-Billing (sse.pajak.go.id) i. E-Billing DJP Online (sse2.pajak.go.id) Pelaksanaan pembayaran dapat dilakukan di Kantor Penerima Pembayaran dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP) yang dapat diambil di KPP atau KP4 terdekat, atau dengan cara lain melalui pembayaran pajak secara elektronik (e-payment). Surat Setoran Pajak (SSP) adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melakukan pembayaran atau peyetoran pajak yang terutang ke kas negara melalui Kantor Penerima Pembayaran. ( Siti Resmi, 2007:30-31) Kantor Penerima Pembayaran adalah kantor pos dan/ atau bank BUMN atau BUMD atau tempat pembayaran lain yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan sebagai penerima pembayaran atau setoran pajak. SSP dapat berupa: SSP Standar, SSP Khusus, SSPCP (Surat Setoran Pabean, Cukai dan Pajak Dalam Rangka Impor), dan SSCP ( Surat Setoran Cukai Atas Barang Kena Cukai dan PPN Hasil Tembakau Buatan Dalam Negeri). Pembayaran jenis-jenis pajak dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut : 1) Cara membayar sendiri pajak terutang, yaitu : a. Pembayaran angsuran tiap bulan (PPh Ps 25), yaitu pembayaran PPh secara angsuran. Hal ini dimaksud untuk meringankan beban Wajib Pajak dalam melunasi pajak yang terutang dalam satu tahun pajak. Wajib Pajak diwajibkan untuk mengangsur pajak yang terutang pada akhir tahun dengan membayar sendiri angsuran pajak tiap bulan. 14

15 b. Pembayaran PPh ps 29 setelah akhir tahun, yaitu pelunasan PPh yang dilakukan sendiri oleh Wajib Pajak pada akhir tahun pajak, apabila pajak terutang untuk suatu tahun pajak lebih besar dari total pajak yang dibayarkan sendiri dan pajak yang dipotong atau dipungut pihak lain sebagai kredit pajak. 2) Melalui pemotongan dan pemungutan pajak oleh pihak lain (PPh Pasal 4 ayat (2), PPh Pasal 15, PPh Pasal 21, 22 dan 23, serta PPh Pasal 26). Pihak lain yang dimaksud adalah pemberi penghasilan, pemberi kerja, dan pihak lain yang ditunjuk atau ditetapkan oleh pemerintah. 3) Pemungutan PPN oleh pihak penjual atau pihak yang ditunjuk pemerintah 4) Pembayaran pajak-pajak lainnya, terdiri atas : a. Pembayaran Pajak Bumi Dan Bangunan (PBB), yaitu pelunasan berdasarkan Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT). Untuk daerah Jakarta, pembayaran PBB sudah dapat dilakukan dengan menggunakan ATM di bank-bank tertentu. b. Pembayaran Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), yaitu pelunasan pajak atas perolehan hak atas tanah dan bangunan c. Pembayaran bea materai, yaitu pelunasan pajak atas dokumen yang dapat dilakukan dengan cara menggunakan benda materai berupa materai tempel atau kertas bermaterai atau dengan cara lain seperti menggunakan mesin teraan. Dalam hal pajak yang terutang untuk suatu tahun pajak ternyata lebih kecil dari jumlah kredit pajak atau dengan kata lain pembayaran pajak yang dibayar atau dipotong atau dipungut lebih besar dari yang seharusnya terutang. Wajib Pajak mempunyai hak untuk mendapatkan kembali kelebihan tersebut. Pengembalian kelebihan pembayaran pajak dapat diberikan dalam waktu 12 (dua belas) bulan sejak surat permohonan diterima secara lengkap. 15

16 Untuk Wajib Pajak yang masuk kriteria Wajib Pajak Patuh, pengembalian kelebihan pembayaran pajak dapat dilakukan paling lambat 3 bulan untuk PPh dan 1 bulan untuk PPN sejak permohonan diterima. Pengembalian ini dilakukan tanpa pemeriksaan. Wajib Pajak dapat melakukan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak melalui dua cara, yaitu melalui Surat Pemberitahuan (SPT) atau dengan mengirimkan surat permohonan yang ditujukan kepada Kepala KPP. Apabila Dirjen Pajak terlambat mengembalikan kelebihan pembayaran yang semestinya dilakukan, Wajib Pajak berhak menerima bunga 2% (dua persen) per bulan, maksimum 24 bulan. Pembayaran pajak umumnya menggunakan sarana Surat Setoran Pajak (SSP), tetapi Wajib Pajak dapat melakukan pembayaran setoran pajak melalui sistem pembayaran online terhitung mulai tanggal 1 Juli 2002.Wajib Pajak wajib melakukan pembayaran setoran pajak melalui sistem pembayaran online terhitung 1 Januari 2003, sedangkan tatacaranya disampaikan pada lampiran pada lampiran Keputusan Direktur Jenderal Pajak yang dimaksud ini (contoh pembayaran pajak melalui teller, pembayaran pajak menggunakan fasilitas alat transaksi bank seperti ATM, pembayaran pajak menggunakan fasilitas cash management service (CMS). Sistem pembayaran online ini adalah pembayaran setoran pajak melalui PT Pos Indonesia atau Bank Persepsi/Devisa persepsi online. Batas waktu pembayaran pajak diatur dengan mengacu pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 80/PMK.03/2010 tanggal 5 April 2010 yang berlaku per 1 April 2010 sebagai penyempurnaan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 184/PMK.03/2007 sebagaimana tercantum sebagai berikut : 16

17 Tabel 2.1 Batas Waktu Pembayaran SPT Masa No Jenis SPT Batas Waktu Pembayaran Masa 1 PPh Pasal 21/26 Tanggal 10 bulan berikutnya 2 PPh Pasal 23/26 Tanggal 10 bulan berikutnya 3 PPh Pasal 25 Tanggal 15 bulan berikutnya 4 PPh Pasal 22, PPN & PPnBM oleh Bea Cukai 1 hari setelah dipungut 5 PPh Pasal 22-Bendaharawan Pemerintah Pada hari yang sama saat penyerahan barang 6 PPh Pasal 22-Pertamina sebelum delivery order 7 PPh Pasal 22-Pemungut Tertentu Tanggal 10 bulan berikutnya 8 PPh Pasal 4 ayat (2) Tanggal 10 bulan berikutnya 9 PPN dan PPnBM-PKP Tanggal 15 bulan berikutnya 10 PPN dan PPnBM-Bendaharawan Tanggal 17 bulan berikutnya 11 PPN & PPnBM-Pemungut Bendaharawan Tanggal 15 bulan berikutnya Sumber : Siti Resmi (2014:41) Tabel 2.2 Batas Waktu Pembayaran SPT Tahunan No Jenis SPT Batas Waktu Pembayaran 1 PPh-Badan, Orang Pribadi, PPh Pasal 21 Tanggal 25 bulan ketiga setelah berakhirnya tahun atau bagian tahun pajak 2 PBB Enam bulan sejak tanggal diterimanya SPPT 3 BPHTB Dilunasi pada saat terjadinya perolehan hak atas tanah dan bangunan Sumber : Siti Resmi (2014:42) 4. Pelaporan Pajak Menurut Siti Resmi (2007:40) Wajib Pajak akan melaporkan pajak-pajak yang akan dibayar dan/atau dipotong/dipungut dengan mengisi Surat Pemberitahuan (SPT) ke KPP atau KP4 tempat Wajib Pajak terdaftar. 17

18 Surat Pemberitahuan (SPT) memiliki beberapa fungsi, antara lain : a. Sebagai sarana bagi Wajib Pajak di dalam melaporkan dan mempertanggungjawabkan penghitungan jumlah pajak yang sebenarnya terutang. b. Sebagai pelaporan pembayaran tau pelunasan pajak, baik yang dilakukan Wajib Pajak sendiri maupun melalui mekanisme pemotongan dan pemungutan yang dilakukan oleh pihak ketiga. c. Sebagai pelaporan harta dan kewajiban serta pembayaran dari pemotong atau pemungutan pajak yang telah dilakukan. Penyampaian SPT dapat dilakukan dalam bentuk digital terhitung tanggal 1 Juli Penyampaian SPT dalam bentuk digital adalah pelaporan SPT Masa Pajak Penghasilan, SPT Masa Tahunan Pajak Penghasilan dan SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) secara elektronik atau dengan menggunakan media komputer. Tata cara penyampaiannya dengan memperhatikan lampiran Keputusan Direktur Jenderal Pajak dimaksud (tata cara pelaporan SPT dengan menggunakan media komputer). Batas waktu penyetoran pajak/pelaporan pajak diatur dengan mengacu pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 80/PMK.03/2010 tanggal 5 April 2010 yang berlaku per 1 April 2010 sebagai penyempurnaan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 184/PMK.03/2007 sebagaimana tercantum sebagai berikut : Tabel 2.3 Batas Waktu Pelaporan SPT Masa No Jenis SPT Batas Waktu Pelaporan 1 PPh Pasal 21/26 Tanggal 20 bulan berikutnya 2 PPh Pasal 23/26 Tanggal 20 bulan berikutnya 3 PPh Pasal 25 Tanggal 20 bulan berikutnya 4 PPh Pasal 22, PPN & PPnBM oleh Bea Cukai 7 hari setelah pembayaran 5 PPh Pasal 22-Bendaharawan Pemerintah tanggal 14 bulan berikutnya 18

19 6 PPh Pasal 22-Pertamina 7 PPh Pasal 22-Pemungut Tertentu Tanggal 20 bulan berikutnya 8 PPh Pasal 4 ayat (2) Tanggal 20 bulan berikutnya 9 PPN dan PPnBM-PKP Tanggal 20 bulan berikutnya 10 PPN dan PPnBM-Bendaharawan tanggal 14 bulan berikutnya 11 PPN & PPnBM-Pemungut Bendaharawan Tanggal 20 bulan berikutnya Sumber : Siti Resmi (2014:41) Tabel 2.4 Batas Waktu Pelaporan SPT Tahunan No Jenis SPT Batas Waktu Pelaporan 1 PPh-Badan, Orang Pribadi, PPh Pasal 21 Tanggal 31 bulan ketiga setelah berakhirnya tahun atau bagian tahun pajak 2 PBB BPHTB Sumber : Siti Resmi (2014:42) 5. E-Billing Wajib pajak berkewajiban untuk membayar dan melaporkan pajak terutangnya. Melalui Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor Kep 383/PJ/2002 tanggal 14 Agustus 2002 pembayaran pajak umumnya menggunakan sarana SSP, tetapi Wajib Pajak dapat melakukan pembayaran pajak melalui sistem pembayaran online terhitung mulai tanggal 1 Juli Namun, dengan sistem pembayaran online tersebut ditemukan kendala-kendala dalam proses pembayaran di Bank/Kantor Pos Persepsi, seperti lamanya mengantri diloket teller, membawa lembaran SSP yang banyak dan terkadang masih ditemui kesalahan dalam pengisian lembar SSP, seperti Kode Akun Pajak dan Kode Jenis Pajak ataupun kesalahan entry data oleh teller. Sistem pembayaran pajak secara elektronik (Pajak Kita edisi 4 Tahun 2015:7) adalah bagian dari sistem Penerimaan Negara 19

20 secara elektronik yang diadministrasikan oleh Biller Direktorat Jendral Pajak dan menerapkan Billing System. Billing system adalah metode pembayaran elektronik dengan menggunakan Kode Billing. Sistem Pembayaran Pajak secara elektronik melalui e-billing telah diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-47/PJ/2011 melalui MPN G-1 (MPN Generasi 1) yaitu membayar pajak dengan mengisi Surat Setoran Pajak hingga tanggal 30 Juni Mulai 1 Januari 2016, secara bertahap mekanisme pembayaran pajak melalui MPN G-1 akan dihentikan. Per 1 Juli 2016 Wajib Pajak hanya dapat menggunakan mekanisme e-billing Direktorat Jenderal Pajak untuk membayar pajak terutang. Pelaksanaan penggunaan e-billing didasarkan pada beberapa peraturan Direktorat Jenderal Pajak. Dasar hukum pelaksanaan penggunaan e-billing yaitu : 1. PMK-242/PMK.03/2014 Tentang Tata Cara Pembayaran Dan Penyetoran Pajak 2. PMK-32/PMK.05/2014 Tentang Sistem Penerimaan Negara Secara Elektronik 3. PER-26/PJ/2014 Tentang Sistem Pembayaran Pajak Secara Elektronik Wajib Pajak sekarang dapat melakukan pembayaran / penyetoran pajak dengan sistem pembayaran pajak secara elektronik. Pembayaran/penyetoran pajak meliputi seluruh jenis pajak, kecuali : a. Pajak dalam rangka impor yang didministrasikan pembayarannya oleh Biller Direktorat Jendral Bea dan Cukai; dan b. Pajak yang tata cara pembayarannya diatur secara khusus. Pembayaran/penyetoran pajak tersebut, meliputi pembayaran dalam mata uang Rupiah dan Dollar Amerika Serikat. Pembayaran dalam mata uang Dollar Amerika Serikat hanya dapat dilakukan untuk Pajak Penghasilan Pasal 25, Pajak Penghasilan Pasal 29 dan Pajak Penghasilan yang bersifat Final yang dibayar sendiri oleh Wajib Pajak yang 20

21 memperoleh izin untuk menyelenggarakan pembukuan dengan menggunakan bahasa Inggris dan mata uang Dollar Amerika Serikat. E-billing merupakan sistem pembayaran elektronik terbaru yang terhitung mulai tahun Adapun langkah penggunaan e-billing menurut Direktorat Jenderal Pajak sebagai berikut : 1. Registrasi menjadi peserta E-Billing Wajib pajak kurang bayar sebelum melakukan proses e- billing, sebelumnya sudah harus terdaftar menjadi peserta billing. Dengan menjadi peserta billing, wajib pajak dapat melaksanakan proses e-billing. 2. Buat Kode Billing Pembuatan Kode Billing untuk pembayaran e-billing direktorat jenderal pajak dapat dilakukan dengan : Teller, Mesin ATM, maupun Internet Banking. 3. Bayar Kode Billing Pembayaran e-billing Direktorat Jenderal Pajak dapat dilakukan dengan melalui : teller, ATM, maupun Internet Banking. Transaksi pembayaran/penyetoran pajak secara e-billing, dilakukan melalui Bank/Pos Persepsi, counter/teller, mesin ATM, dan internet banking dengan menggunakan Kode Billing. Kode Billing adalah kode identifikasi yang diterbitkan melalui Sistem Billing atau suatu jenis pembayaran atau setoran yang akan dilakukan oleh Wajib Pajak. 21

22 Proses e-billing dapat digambarkan melalui bagan sebagai berikut : Bagan 2.1 Prosedur E-Billing Wajib Pajak Registrasi menjadi peserta e-billing Pembayaran pajak melalui e-billing Bukti Pembayaran Pelaporan pajak melalui e-billing Bukti Pelaporan Selesai Sumber : Hasil Pengamatan yang diolah Dengan diberlakukannya sistem pembayaran pajak secara elektronik, Wajib Pajak akan mendapatkan keuntungan. Berikut manfaat menggunakan E-Billing: Lebih mudah dalam melakukan pembayaran, yang dahulu harus mengantri diloket teller sekarang dapat melakukannya dari meja kerja anda melalui internet banking atau melalui mesin ATM bank persepsi yang anda temui sepanjang perjalanan. Wajib Pajak tidak perlu membawa SSP ke Bank atau Kantor Pos Persepsi, sekarang Wajib Pajak cukup dengan membawa catatan kecil berisi kode billing yang ditunjukkan kepada teller dan dimasukkan sebagai kode pembayaran pajak. Pembayaran pajak melalui e-billing lebih cepat dan selesai dalam hitungan menit dimanapun anda berada. 22

23 Antrian di Bank atau Kantor Pos akan sangat cepat berkurang karena teller tidak perlu lagi memasukkan data pembayaran pajak. Sistem akan membimbing Wajib Pajak dalam pengisian SSP elektronik dengan tepat dan benar sesuai dengan transaksi perpajakan Wajib Pajak, sehingga kesalahan data pembayaran, seperti Kode Akun Pajak dan Kode Jenis Setoran, dapat dihindari. Kesalahan entry data yang biasa terjadi di teller dapat terminimalisasi karena data yang akan muncul pada layar adalah data yang telah Wajib Pajak input sendiri sesuai dengan transaksi perpajakan Wajib Pajak yang benar. B. Metode Pengamatan 1. Lokasi Pengamatan Pengamatan ini dilakukan di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Sukoharjo Jl. Jaksa Agung R. Suprapto No. 7, Sukoharjo. Pemilihan lokasi ini didasarkan atas pertimbangan-pertimbangan : a. Kantor Pelayanan Pajak Pratama Sukoharjo ini adalah salah satu lembaga yang mempunyai tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan umum dalam meningkatkan penerimaan-penerimaan pajak negara. b. Merupakan tempat pelaksanaan Kuliah Kerja Manajemen Administrasi penulis. Pada lokasi ini juga memungkinkan tersedia data-data yang dibutuhkan dalam pengamatan dan penulis mendapatkan izin untuk melaksanakan pengamatan. c. Penulis melakukan pengamatan untuk mengetahui Prosedur Pembayaran dan Pelaporan Pajak melalui e-billing di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Sukoharjo. 2. Jenis Pengamatan Berdasarkan pada pokok permasalahan yaitu mengetahui bagaimana prosedur pembayaran dan pelaporan pajak di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Sukoharjo, maka jenis pengamatan yang 23

24 digunakan adalah pengamatan deskriptif kualitatif yaitu mendeskripsikan, memaparkan dan menganalisa sejumlah data yang ada. 3. Penentuan Sampel dan Sumber Data a. Teknik Penentuan Sampel Purposive sampling adalah teknik cuplikan dengan kecenderungan pengamat untuk memilih informan yang dianggap mengetahui informasi dan masalahnya secara mendalam dan dapat dipercaya untuk menjadi sumber data yang mantap (Sutopo, 2002:56). Pengambilan sampel dalam pengamatan ini menggunakan purposive sampling yaitu teknik pengambilan sampel secara sengaja. Penulis memilih orang atau informan yang dianggap tepat yaitu informan yang mengetahui permasalahan dan dapat dipercaya untuk menjadi sumber data. b. Sumber Data Menurut H. B Sutopo (2002:49) dalam buku yang berjudul Metodologi Penelitian Kualitatif, mengemukakan bahwa pemahaman mengenai berbagai macam sumber data merupakan bagian yang sangat penting bagi peneliti karena ketepatan memilih dan menentukan jenis sumber data akan menentukan ketepatan dan kekayaan data atau informasi yang diperoleh. Dalam pengamatan berlangsung data yang diperoleh dari beberapa sumber, yaitu : 1) Narasumber (informan) Jenis sumber data yang berupa manusia dalam penelitian pada umumnya dikenal sebagai responden. Dalam penelitian kualitatif posisi sumber data manusia (narasumber) sangat penting perannya sebagai individu yang memiliki informasinya. Peneliti dan narasumber disini memiliki posisi yang sama, dan narasumber bukan sekedar memberikan tanggapan pada yang diminta peneliti, tetapi ia bisa lebih memilih arah dan selera dalam menyajikan informasi yang ia miliki. Karena posisi ini, sumber data yang berupa manusia di 24

25 dalam penelitian kualitatif lebih tepat disebut sebagai informan daripada sebagai responden. Dalam pengamatan ini, yang dapat dijadikan responden/informan adalah : a. Bagian Pelayanan yang mengurusi pelayanan dalam kegiatan perpajakan b. Bagian Umum dan Kepatuhan Internal yang mengurusi segala kegiatan kantor c. Bagian Help Desk yang membantu memberikan informasi dan penerima laporan dari wajib pajak d. Wajib Pajak yang melakukan proses pembayaran dan pelaporan pajak melalui e-billing 2) Tempat atau lokasi dimana terjadi suatu kegiatan Tempat atau lokasi yang berkaitan dengan sasaran atau permasalahan peneliti juga merupakan salah satu jenis sumber data yang bisa dimanfaatkan oleh peneliti. Dari pemahaman lokasi dan lingkungannya peneliti bisa secara cermat mencoba mengkaji dan secara kritis menarik kemungkinan simpulan yang berkaitan dengan permasalahan penelitian. Lokasi terjadi proses pembayaran dan pelaporan pajak melalui e-billing yaitu di Bank Persepsi/Kantor Pos dan di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Sukoharjo. 3) Benda, beragam gambar atau rekaman Beragam benda yang terlibat dalam suatu peristiwa atau kegiatan yang berupa benda sederhana sampai peralatan yang paling rumit yang bisa menjadi sumber data yang penting untuk dimanfaatkan dalam penelitian. Gambar yang berkaitan dengan masalah di pengamatan ini yaitu rekaman dengan responden di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Sukoharjo. 25

26 4) Dokumen atau arsip Dokumen dan arsip merupakan bahan tertulis yang bergayutan dengan suatu peristiwa atau aktivitas tertentu. Dalam mengkaji dokumen maupun arsip peneliti perlu menguji keaslian dokumen tersebut, bisa lewat kesaksian seseorang yang tahu, atau dengan mengkaji beragam aspek formalnya. Metode dokumentasi atau arsip ini digunakan untuk mengumpulkan data-data mengenai Pembayaran dan Pelaporan Pajak melalui e-billing di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Sukoharjo. 4. Teknik Pengumpulan Data a. Wawancara Wawancara dalam istilah lain dikenal dengan interview. Wawancara merupakan suatu metode pengumpulan berita, data atau fakta di lapangan. Prosesnya dapat dilakukan secara langsung dengan bertatap muka langsung (face to face) dengan narasumber. Namun, juga bisa dilakukan dengan tidak langsung seperti melalui telepon, internet atau surat (wawancara tertulis). Tujuan utama melakukan wawancara menurut H.B Sutopo (2002:58) dalam bukunya yang berjudul Metodologi Penelitian Kualitatif adalah untuk menyajikan konstruksi saat sekarang dalam suatu konteks mengenai para pribadi, peristiwa, aktivitas, organisasi, perasaan, motivasi, tanggapan atau persepsi, tingkat dan bentuk keterlibatan, dan sebagainya, untuk merekontruksi beragam hal seperti itu seperti sebagai bagian dari pengalaman masa lampau, dan memproyeksikan hal-hal itu dikaitkan dengan harapan yang bisa terjadi dimasa-masa yang akan datang. Penulis melakukan wawancara dengan bapak Sarjudi Anwar, S.E, Ak, M.M yang dapat dipertanggungjawabkan guna menjamin kelengkapan data yang diperlukan. b. Observasi Tehnik observasi digunakan untuk menggali data dari sumber data yang berupa peritiwa, tempat atau lokasi, dan benda, serta rekaman 26

27 gambar. Observasi dapat dilakukan baik secara langsung maupun tidak langsung. Spradley (1980) menjelaskan bahwa pelaksanaan tehnik dalam observasi dapat dibagi menjadi (1) tak berperan sama sekali, (2) observasi berperan, yang terdiri dari (1) berperan pasif, (2) berperan aktif, dan (3) berperan penuh, dalam arti peneliti benar-benar menjadi warga (bagian) atau anggota kelompok yang sedang diamati. Dalam pengamatan ini, penulis menggunakan observasi jenis berperan aktif yaitu merupakan cara khusus dan peneliti tidak bersifat pasif sebagai pengamat, tetapi memainkan berbagai peran yang dimungkinkan dalam suatu situasi yang berkaitan dengan penelitinya, dengan mempertimbangkan akses yang bisa diperolehnya yang bisa dimanfaatkan bagi pengumpulan data. c. Mengkaji dokumen dan arsip Dokumen tertulis dan arsip merupakan sumber data yang sering memiliki posisi penting dalam penelitian kualitatif. Dokumen bisa memiliki beragam bentuk, dari yang tertulis sederhana sampai yang lebih lengkap, dan bahkan bisa berupa benda-benda lainnya sebagai peninggalan masa lampau. Mencatat dokumen ini oleh Yin (1987) disebut sebagai content analysis, dan yang dimaksud bahwa peneliti bukan sekedar mencatat isi penting yang tersurat dalam dokumen atau arsip, tetapi juga tentang maknanya yang tersirat. Oleh karena itu dalam menghadapi beragam arsip dan dokumen tertulis sebagai sumber data, peneliti harus bersikap kritis dan teliti. Dalam pengamatan ini dokumen dan arsip sangat penting, penulis mengkaji dokumen dan arsip di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Sukoharjo yang berkaitan dengan prosedur e-billing. Dokumen yang dikaji meliputi SPT (Surat Pemberitahuan), bukti pembayaran (fotocopy), dan bukti pelaporan (Lembar Pengawasan Arus Dokumen dan Bukti Penerimaan Surat). 27

28 d. Perekaman Perekaman merupakan tehnik pendukung pengumpulan data sebagai penguat catatan, berbeda dengan cara pengumpulan data yang secara khusus dengan tehnik perekaman, yang dalam hal ini pada pelaksanaanya peneliti bisa memberikan tugas pada orang lain, atau dilakukan sendiri tetapi bukan sebagai bagian pelengkap atau penguat tehnik pengumpulan data yang lain, misalnya sebagai pendukung wawancara atau observasi. Penulis melakukan perekaman yang berkaitan dengan prosedur e-billing di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Sukoharjo. 5. Teknik Analisis Data Analisis data adalah mengelompokkan, membuat semacam urutan manipulasi serta menyingkatkan data sehingga mudah untuk dibaca. Dalam penulisan tugas akhir ini penulis menggunakan analisis data kualitatif. Analisis dalam pengamatan kualitatif menurut H. B Sutopo (2002:91-93), terdiri dari tiga komponen utama yaitu reduksi data, sajian data, dan penarikan kesimpulan serta verifikasinya (Miles & Huberman, 1984). Tiga komponen tersebut terlibat dalam proses analisis dan saling berkaitan serta menentukan hasil akhir analisis. 1) Reduksi Data Merupakan komponen pertama dalam analisis yang merupakan proses selektif, pemfokusan, penyederhanaan dan abstraksi data dari fieldnote. Proses ini tidak bersifat aktivitas kuantifikasi data seperti yang dilakukan dalam penelitian kualitatif. 2) Sajian data Merupakan suatu rakitan organisasi informasi, deskripsi dalam bentuk narasi yang memungkinkan simpulan penelitian dapat dilakukan. Sajian ini disusun secara logis dan jelas sistematisnya sehingga mudah dibaca, mudah dipahami. Sajian data ini mengacu pada rumusan masalah yang telah dirumuskan sebagai pertanyaan pengamatan. Dengan melihat penyajian data, penulis akan mengerti 28

29 apa yang terjadi dan memungkinkan untuk mengerjakan sesuatu pada analisis data. 3) Penarikan kesimpulan dan verifikasi Pada penarikan simpulan pada awalnya simpulan tersebut kurang jelas kemudian semakin jelas karena landasan yang kuat. Simpulan perlu diverifikasi agar mantap, sehingga dapat dipercaya dan dapat dipertanggungjawabkan. Simpulan bisa dilakukan dengan berdiskusi, penelusuran data kembali dengan cepat, replikasi dalam satuan data yang lain. Bagan 2.2 Model Analisis Interaktif Pengumpulan data Reduksi data Sajian data Penarikan simpulan dan verifikasi Sumber : H.B Sutopo (2002:96) 29

BAB II ` KAJIAN PUSTAKA. orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang,

BAB II ` KAJIAN PUSTAKA. orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, BAB II ` KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Pajak merupakan salah satu wujud nyata secara partisipasi dalam rangka ikut membiayai pembangunan nasional. Adapun definisi pajak menurut

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang,

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang, BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang, yang dapat dipaksakan dengan tidak mendapat jasa timbal balik atau

Lebih terperinci

Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan. Oleh Ruly Wiliandri

Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan. Oleh Ruly Wiliandri Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan Oleh Ruly Wiliandri Pelaksanaan UU No. 6 Tahun 1983 yang diubah dengan UU No. 9 Tahun 1994, dan UU No. 16 Tahun 2000 dan yang terakhir diatur dalam UU No. 28 Tahun

Lebih terperinci

KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN

KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN SUSUNAN DALAM SATU NASKAH DARI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH TERAKHIR DENGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, SH definisi pajak yaitu iuran rakyat

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, SH definisi pajak yaitu iuran rakyat BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, SH definisi pajak yaitu iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan Undang-Undang (yang dapat dipaksakan)

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. pajak, diantaranya pengertian pajak yang dikemukakan oleh Prof. Dr. P. J. A. Adriani

BAB II LANDASAN TEORI. pajak, diantaranya pengertian pajak yang dikemukakan oleh Prof. Dr. P. J. A. Adriani II.1. Dasar-dasar Perpajakan Indonesia BAB II LANDASAN TEORI II.1.1. Definisi Pajak Apabila membahas pengertian pajak, banyak para ahli memberikan batasan tentang pajak, diantaranya pengertian pajak yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA digilib.uns.ac.id BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Pajak Pengertian pajak menurut Undang-Undang Nomor 16 tahun 2009 tentang perubahan keempat atas Undang-Undang Nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan

Lebih terperinci

Perpajakan, Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh. untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Perpajakan, Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh. untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian pajak Menurut UU No. 28 Tahun 2007 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau

Lebih terperinci

KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN

KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN SUSUNAN DALAM SATU NASKAH DARI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH TERAKHIR DENGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 242/PMK.03/2014 TENTANG TATA CARA PEMBAYARAN DAN PENYETORAN PAJAK

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 242/PMK.03/2014 TENTANG TATA CARA PEMBAYARAN DAN PENYETORAN PAJAK PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 242/PMK.03/2014 TENTANG TATA CARA PEMBAYARAN DAN PENYETORAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN METODE PENGAMATAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN METODE PENGAMATAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN METODE PENGAMATAN A. Tinjauan Pustaka 1. Pengelolaan Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007:657) pengelolaan didefinisikan sebagai berikut ini : a. Proses, cara, perbuatan

Lebih terperinci

KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN (UU KUP)

KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN (UU KUP) SUSUNAN DALAM SATU NASKAH DARI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH TERAKHIR DENGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 242/PMK.03/2014 TENTANG TATA CARA PEMBAYARAN DAN PENYETORAN PAJAK

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 242/PMK.03/2014 TENTANG TATA CARA PEMBAYARAN DAN PENYETORAN PAJAK MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 242/PMK.03/2014 TENTANG TATA CARA PEMBAYARAN DAN PENYETORAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1973, 2014 KEMENKEU. Pajak. Penyetoran. Pembayaran. Tata Cara. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 242 /PMK.03/2014 TENTANG TATA CARA PEMBAYARAN DAN

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. yang satu sama lain pada dasarnya memiliki tujuan yang sama yaitu

BAB II KAJIAN PUSTAKA. yang satu sama lain pada dasarnya memiliki tujuan yang sama yaitu 8 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Deskripsi Teori 1. Pajak a. Pengertian Pajak Banyak definisi atau batasan yang telah dikemukakan oleh pakar yang satu sama lain pada dasarnya memiliki tujuan yang sama yaitu

Lebih terperinci

SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PERPAJAKAN

SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PERPAJAKAN SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PERPAJAKAN KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK DIREKTORAT PENYULUHAN PELAYANAN DAN HUBUNGAN MASYARAKAT KATA PENGANTAR DAFTAR ISI Assalamualaikum

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS BAB 2 TINJAUAN TEORITIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Pajak 1. Pengertian Pajak Pengertian pajak berdasarkan undang-undang no.6 tahun 1983 tentang ketentuan umum dan tata cara perpajakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Pengertian Pajak Pengertian Pajak menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 Pasal 1 Ayat (1) adalah : Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PRAKTEK KERJA LAPANGAN MANDIRI. Praktik Kerja Lapangan Mandiri adalah kegiatan yang dilakukan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PRAKTEK KERJA LAPANGAN MANDIRI. Praktik Kerja Lapangan Mandiri adalah kegiatan yang dilakukan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PRAKTEK KERJA LAPANGAN MANDIRI Praktik Kerja Lapangan Mandiri adalah kegiatan yang dilakukan mahasiswa secara mandiri yang bertujuan memberikan pengalaman praktik di

Lebih terperinci

PENGERTIAN DAN DEFINISI CIRI CIRI YANG MELEKAT PADA DEFINISI PAJAK ISTILAH-ISTILAH PERPAJAKAN

PENGERTIAN DAN DEFINISI CIRI CIRI YANG MELEKAT PADA DEFINISI PAJAK ISTILAH-ISTILAH PERPAJAKAN MATERI PERPAJAKAN MATERI PERPAJAKAN... i PENGERTIAN DAN DEFINISI... 1 CIRI CIRI YANG MELEKAT PADA DEFINISI PAJAK... 1 ISTILAH-ISTILAH PERPAJAKAN... 1 SISTEM PEMUNGUTAN PAJAK... 4 i PENGERTIAN DAN DEFINISI

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pembangunan nasional yang berlangsung terus menerus dan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pembangunan nasional yang berlangsung terus menerus dan BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Pembangunan nasional yang berlangsung terus menerus dan berkesinambungan memiliki tujuan meningkatkan kesejahteraan rakyat baik secara material

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Pajak merupakan komponen yang sangat penting dalam keberlangsungan

BAB II KERANGKA TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Pajak merupakan komponen yang sangat penting dalam keberlangsungan BAB II KERANGKA TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Pajak merupakan komponen yang sangat penting dalam keberlangsungan kehidupan suatu negara. Dalam Undang-undang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang diperjualbelikan, telah dikenai biaya pajak selain dari pada harga pokoknya

BAB I PENDAHULUAN. yang diperjualbelikan, telah dikenai biaya pajak selain dari pada harga pokoknya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Faktur Pajak merupakan bukti pungutan pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) atau penyerahan Jasa

Lebih terperinci

BAB III PEMBAHASAN TENTANG PENERAPAN PENGHITUNGAN, PEYETORAN, DAN PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 25 ATAS WAJIB PAJAK BADAN.

BAB III PEMBAHASAN TENTANG PENERAPAN PENGHITUNGAN, PEYETORAN, DAN PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 25 ATAS WAJIB PAJAK BADAN. BAB III PEMBAHASAN TENTANG PENERAPAN PENGHITUNGAN, PEYETORAN, DAN PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 25 ATAS WAJIB PAJAK BADAN. 3.1 Teori Tentang Pajak 3.1.1 Definisi Pajak Secara umum pajak dapat diartikan

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 243/PMK.03/2014 TENTANG SURAT PEMBERITAHUAN (SPT) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 243/PMK.03/2014 TENTANG SURAT PEMBERITAHUAN (SPT) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 243/PMK.03/2014 TENTANG SURAT PEMBERITAHUAN (SPT) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PAJAK INDONESIA TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN BAB I KETENTUAN UMUM.

SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PAJAK INDONESIA TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN BAB I KETENTUAN UMUM. SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PAJAK INDONESIA TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN BAB I KETENTUAN UMUM Dalam Undang-undang ini, yang dimaksud dengan : Pasal 1 1. Wajib Pajak adalah

Lebih terperinci

SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PERPAJAKAN

SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PERPAJAKAN SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PERPAJAKAN KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK DIREKTORAT PENYULUHAN PELAYANAN DAN HUBUNGAN MASYARAKAT KATA PENGANTAR DAFTAR ISI Assalamualaikum

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Theory of Reasoned Action atau Teori Aksi Rencana (TRA)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Theory of Reasoned Action atau Teori Aksi Rencana (TRA) BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Theory of Reasoned Action atau Teori Aksi Rencana (TRA) Theory of Reasoned Action (TRA) adalah suatu teori yang berhubungan dengan sikap dan perilaku individu

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Definisi pajak menurut undang-undang dan pakar pajak sebagai berikut :

BAB II LANDASAN TEORI. Definisi pajak menurut undang-undang dan pakar pajak sebagai berikut : BAB II LANDASAN TEORI II.1. Perpajakan II.1.1. Definisi Pajak Definisi pajak menurut undang-undang dan pakar pajak sebagai berikut : Menurut Undang-Undang No. 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. PAJAK 1. Pengertian Pajak Menurut S.I.Djajadiningrat (Resmi,2009:1) Pajak sebagai suatu kewajiban menyerahkan sebagian dari kekayaan ke kas negara yang disebabkan suatu keadaan,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. pajak berdasarkan Undang-Undang No.28 Tahun 2007 tentang. Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, yaitu sebagai berikut:

BAB II LANDASAN TEORI. pajak berdasarkan Undang-Undang No.28 Tahun 2007 tentang. Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, yaitu sebagai berikut: BAB II LANDASAN TEORI II.1 Pemahaman Pajak II.1.1 Definisi Pajak Definisi pajak berdasarkan Undang-Undang No.28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, yaitu sebagai berikut: Pajak

Lebih terperinci

SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PERPAJAKAN

SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PERPAJAKAN SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PERPAJAKAN KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK DIREKTORAT PENYULUHAN PELAYANAN DAN HUBUNGAN MASYARAKAT KATA PENGANTAR DAFTAR ISI Assalamualaikum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. langsung berhubungan dengan teori keahlian yang diterima diperkuliahan. Praktik

BAB I PENDAHULUAN. langsung berhubungan dengan teori keahlian yang diterima diperkuliahan. Praktik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Laporan Tugas Akhir Praktik Kerja Lapangan Mandiri adalah kegiatan yang dilakukan mahasiswa secara mandiri yang bertujuan memberikan pengalaman praktis di lapangan secara

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata CaraPerpajakan

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata CaraPerpajakan BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Pengertian Pajak Menurut Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata CaraPerpajakan Nomor 28 tahun 2007 pasal 1 ayat 1: Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri. ini pemungutnya dilaksakan oleh Pemerintah Pusat khususnya Depertemen

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri. ini pemungutnya dilaksakan oleh Pemerintah Pusat khususnya Depertemen BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri Pajak merupakan sumber utama penerimaan Negara. Tanpa pajak, sebagian besar kegiatan Negara tidak dapat dilaksanakan. Diantara sekian

Lebih terperinci

Undang-Undang KUP dan Peraturan Pelaksanaannya

Undang-Undang KUP dan Peraturan Pelaksanaannya Untuk keterangan lebih lanjut, hubungi : Account Representative Undang-Undang KUP dan Peraturan Pelaksanaannya Undang-Undang KUP dan Peraturan Pelaksanaannya KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI II.1 Konsep Pajak II.1.1 Pengertian, Unsur dan Fungsi Pajak Pada dewasa ini perusahaan membutuhkan laporan operasional dan laporan keuangan yang dapat dipercaya. Dalam hal ini, sumber

Lebih terperinci

Pelaksanaan Penelitian Dan Pemeriksaan Spt Tahunan Pph Badan Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Cibeunying

Pelaksanaan Penelitian Dan Pemeriksaan Spt Tahunan Pph Badan Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Cibeunying Repositori STIE Ekuitas STIE Ekuitas Repository Final Assignment - Diploma 3 (D3) http://repository.ekuitas.ac.id Final Assignment of Accounting 2017-01-07 Pelaksanaan Penelitian Dan Pemeriksaan Spt Tahunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara besar yang memiliki tujuan nasional untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur seperti yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945. Dalam

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. mempunyai pendapat yang berbeda, antara lain:

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. mempunyai pendapat yang berbeda, antara lain: BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Pengertian Pajak Secara umum pajak dapat diartikan sebagai pungutan yang dilakukan oleh pemerintah. Beradasarkan peraturan perundang-undangan yang hasilnya

Lebih terperinci

membiayai segala pengeluaran-pengeluarannya. Pembangunan Nasional adalah kegiatan yang berlangsung secara terus-menerus dan berkesinambungan yang

membiayai segala pengeluaran-pengeluarannya. Pembangunan Nasional adalah kegiatan yang berlangsung secara terus-menerus dan berkesinambungan yang Keberhasilan pembangunan Indonesia sangat dipengaruhi oleh adanya pengadaan dana dalam jumlah uang yang cukup besar dan berkesinambungan untuk membiayai segala pengeluaran-pengeluarannya. Pembangunan Nasional

Lebih terperinci

BAB II ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN. telah di tunjuk oleh mentri keuangan. (pasal 1 angka 14 UU, KUP) SSP

BAB II ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN. telah di tunjuk oleh mentri keuangan. (pasal 1 angka 14 UU, KUP) SSP digilib.uns.ac.id BAB II ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN A. Tinjauan Pustaka 1. Surat Setoran Pajak (SSP) Surat Setoran Pajak (SSP) adalah bukti pembayaran atau penyetoran pajak yang telah dilakukan dengan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. a. Menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, S.H. ( Resmi, 2013) (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapatkan jasa timbal balik

BAB II LANDASAN TEORI. a. Menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, S.H. ( Resmi, 2013) (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapatkan jasa timbal balik BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Pajak 2.1.1 Menurut Para Ahli a. Menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, S.H. ( Resmi, 2013) Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan Undang-undang (yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri. memenuhi pembangunan nasional secara merata, yang dapat meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri. memenuhi pembangunan nasional secara merata, yang dapat meningkatkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri Sumber penerimaan Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagian besar berasal dari pajak. Pajak merupakan salah satu sumber dana yang digunakan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 243/PMK.03/2014 TENTANG SURAT PEMBERITAHUAN (SPT ) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 243/PMK.03/2014 TENTANG SURAT PEMBERITAHUAN (SPT ) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Ads by Style%20Ball X i Peraturan Peraturan Menteri Keuangan - 243/PMK.03/2014, 24 Des 2014 PencarianPeraturan PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 243/PMK.03/2014 TENTANG SURAT PEMBERITAHUAN

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Pajak Apabila membahas pengertian pajak banyak para ahli dalam bidang perpajakan yang memberikan pengertian mengenai pajak, diantaranya : Menurut Djajadiningrat dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) tujuan pembangunan tersebut. Untuk mencapai pembangunan itu maka pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) tujuan pembangunan tersebut. Untuk mencapai pembangunan itu maka pemerintah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) Berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, Indonesia memiliki tujuan pembangunan Nasional yaitu terciptanya suatu masyarakat

Lebih terperinci

Mekanisme Pemotongan Pajak PPH 22 Pada Dinas Pertanian dan Perikanan Kota Depok

Mekanisme Pemotongan Pajak PPH 22 Pada Dinas Pertanian dan Perikanan Kota Depok Mekanisme Pemotongan Pajak PPH 22 Pada Dinas Pertanian dan Perikanan Kota Depok Oleh Nama : Steven Wu NPM : 48213647 Kelas : 3DA01 Pembimbing : Dr. Untara, SE. MM. Latar Belakang Cara meningkatkan perekonomian

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 5 BAB II LANDASAN TEORI A. Dasar Dasar Perpajakan 1. Definisi Pajak Dalam memahami mengapa seseorang harus membayar pajak untuk membiayai pembangunan yang terus dilaksanakan, maka perlu dipahami terlebih

Lebih terperinci

Undang-Undang KUP dan Peraturan Pelaksanaannya

Undang-Undang KUP dan Peraturan Pelaksanaannya Untuk keterangan lebih lanjut, hubungi : Account Representative Undang-Undang KUP dan Peraturan Pelaksanaannya Undang-Undang KUP dan Peraturan Pelaksanaannya KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT

Lebih terperinci

PERSANDINGAN SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN BESERTA PERATURAN-PERATURAN PELAKSANAANNYA

PERSANDINGAN SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN BESERTA PERATURAN-PERATURAN PELAKSANAANNYA PERSANDINGAN SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN BESERTA PERATURAN-PERATURAN PELAKSANAANNYA KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 7/PJ/2011 TENTANG TATA CARA PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 7/PJ/2011 TENTANG TATA CARA PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK DIREKTUR JENDERAL PAJAK, Menimbang : PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 7/PJ/2011 TENTANG TATA CARA PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK DIREKTUR JENDERAL PAJAK, bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 15 Peraturan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. tentang pajak yang dikemukakan oleh para ahli di bidang perpajakan menurut Prof. Dr.

BAB II LANDASAN TEORI. tentang pajak yang dikemukakan oleh para ahli di bidang perpajakan menurut Prof. Dr. BAB II LANDASAN TEORI II.1 Dasar - dasar Perpajakan Indonesia II.1.1 Definisi dan Unsur Pajak Dibawah ini terdapat beberapa definisi-definisi dan unsur pajak yang terangkum tentang pajak yang dikemukakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri. mungkin hidup tanpa adanya masyarakat. Negara adalah masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri. mungkin hidup tanpa adanya masyarakat. Negara adalah masyarakat yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri Pajak yang didefenisikan oleh Rochmat Soemitro adalah gejala masyarakat, artinya pajak hanya ada di dalam masyarakat. Masyarakat adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) (APBN) terbesar. Hal ini sesuai dengan kebijaksanaan pemerintahan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) (APBN) terbesar. Hal ini sesuai dengan kebijaksanaan pemerintahan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) Berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, Indonesia memiliki tujuan Pembangunan Nasional yaitu terciptanya suatu masyarakat

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN Ditetapkan tanggal 17 Juli 2007 KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN Ditetapkan tanggal 17 Juli 2007 KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN LAMPIRAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2007 Ditetapkan tanggal 17 Juli 2007 KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. Bahwa dalam rangka untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri. Keberhasilan suatu bangsa dalam pembangunan nasional sangat ditentukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri. Keberhasilan suatu bangsa dalam pembangunan nasional sangat ditentukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri Keberhasilan suatu bangsa dalam pembangunan nasional sangat ditentukan oleh kemampuan bangsa untuk dapat memajukan kesejahteraan masyarakat,

Lebih terperinci

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II BAHAN RUJUKAN 5 BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1 Pajak Pajak merupakan sarana yang digunakan pemerintah untuk memperoleh dana dari rakyat. Hasil penerimaan pajak tersebut untuk mengisi anggaran Negara sekaligus membiayai keperluan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

BAB II TINJUAN PUSTAKA

BAB II TINJUAN PUSTAKA 28 28 BAB II TINJUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Pajak 1. Pengertian Pajak Pajak menurut Undang-Undang Nomor 16 tahun 2009 tentang perubahan keempat atas Undang-Undang Nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. karangan Prof. Dr. Mardiasmo (2011:1) pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara

BAB II KAJIAN PUSTAKA. karangan Prof. Dr. Mardiasmo (2011:1) pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Perpajakan. Menurut Prof. Dr. H. Rachmat Soemitro, S.H yang dikutip dalam buku karangan Prof. Dr. Mardiasmo (2011:1) pajak adalah iuran rakyat

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Manajemen Keuangan 2.1.1 Pengertian Manajemen Keuangan Manajemen Keuangan ( Financial Management ), atau dalam literature lain di sebut pembelanjaan, adalah segala aktivitas perusahaan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Istilah dan pengertian kepabeanan menurut Undang-Undang Nomor 17 Tahun

BAB II LANDASAN TEORI. Istilah dan pengertian kepabeanan menurut Undang-Undang Nomor 17 Tahun 7 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Kepabeanan Istilah dan pengertian kepabeanan menurut Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang- Undang,

Lebih terperinci

pemungutan pajak dimana wajib pajak menghitung sendiri pajak terutangnya serta secara mandiri menyetorkan ke bank atau kantor pos dan melaporkannya

pemungutan pajak dimana wajib pajak menghitung sendiri pajak terutangnya serta secara mandiri menyetorkan ke bank atau kantor pos dan melaporkannya BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK SALINAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-26/PJ/2014 TENTANG SISTEM

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK SALINAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-26/PJ/2014 TENTANG SISTEM KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK SALINAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-26/PJ/2014 TENTANG SISTEM PEMBAYARAN PAJAK SECARA ELEKTRONIK DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Pengertian pajak berdasarkan Undang-Undang Perpajakan No.28 Tahun 2007

BAB II LANDASAN TEORI. Pengertian pajak berdasarkan Undang-Undang Perpajakan No.28 Tahun 2007 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Pajak Pengertian pajak berdasarkan Undang-Undang Perpajakan No.28 Tahun 2007 Pasal 1 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan: Pajak adalah kontribusi wajib

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pajak 2.1.1 Pengertian Umum Pajak Secara umum pengertian pajak adalah pemindahan harta atau hak milik kepada pemerintah dan digunakan oleh pemerintah untuk pembiayaan pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. agar dapat bersaing dengan negara-negara lain. Dalam hal ini peran masyarakat Indonesia,

BAB I PENDAHULUAN. agar dapat bersaing dengan negara-negara lain. Dalam hal ini peran masyarakat Indonesia, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) Pada era globalisasi seperti sekarang, persaingan antar negara semakin ketat. Oleh karena itu, Negara Indonesia dengan gencar

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 26/PJ/2014 TENTANG SISTEM PEMBAYARAN PAJAK SECARA ELEKTRONIK DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 26/PJ/2014 TENTANG SISTEM PEMBAYARAN PAJAK SECARA ELEKTRONIK DIREKTUR JENDERAL PAJAK, PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 26/PJ/2014 TENTANG SISTEM PEMBAYARAN PAJAK SECARA ELEKTRONIK DIREKTUR JENDERAL PAJAK, Menimbang : a. bahwa uji coba penerapan sistem pembayaran pajak secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang tertuang dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea 4.

BAB I PENDAHULUAN. yang tertuang dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea 4. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia saat ini sedang mengalami permasalahan di berbagai sektor, salah satunya adalah sektor ekonomi. Inflasi yang cenderung mengalami peningkatan, naiknya harga

Lebih terperinci

DASAR-DASAR PERPAJAKAN

DASAR-DASAR PERPAJAKAN DASAR-DASAR PERPAJAKAN DEFINISI PAJAK Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan

Lebih terperinci

Wajib Pajak mengubah data SPT saat Pemeriksaan atau Penyidikan Pajak?

Wajib Pajak mengubah data SPT saat Pemeriksaan atau Penyidikan Pajak? Wajib Pajak mengubah data SPT saat Pemeriksaan atau Penyidikan Pajak? Pendahuluan Seorang teman bertanya kepada saya. Dapatkah Wajib Pajak mengubah data SPT saat Pemeriksaan atau Penyidikan Pajak berlangsung?

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. PAJAK 1. Pengertian Pajak Menurut Undang-Undang No. 27 Tahun 2007, pajak adalah kontribusi wajib kepada Negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2000 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2000 TENTANG Menimbang : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

KETENTUAN UMUM & TATA CARA PERPAJAKAN

KETENTUAN UMUM & TATA CARA PERPAJAKAN Materi: 2 & 3 KETENTUAN UMUM & TATA CARA PERPAJAKAN Afifudin, SE., M.SA., Ak. (Fakultas Ekonomi-Akuntansi Unisma) Jl. MT. Haryono 193 Telp. 0341-571996, Fax. 0341-552229 E-mail: afifudin26@gmail.com atau

Lebih terperinci

II. PASAL DEMI PASAL. Pasal I. Angka 1 Pasal 1. Cukup jelas. Angka 2 Pasal 2

II. PASAL DEMI PASAL. Pasal I. Angka 1 Pasal 1. Cukup jelas. Angka 2 Pasal 2 PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN I. UMUM 1. Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB II. adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang

BAB II. adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang BAB II LANDASAN TEORI II.1 Pemahaman Perpajakan II.1.1 Definisi Pajak Adriani seperti dikutip Brotodihardjo (1998) mendefinisikan, Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Pengertian pajak berdasarkan Undang-undang Nomor 16 Tahun. atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-undang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Pengertian pajak berdasarkan Undang-undang Nomor 16 Tahun. atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-undang BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pajak 1. Pengertian Pajak a. Pengertian pajak berdasarkan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan adalah kontribusi wajib kepada Negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang sedang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang sedang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang sedang melakukan pembangunan dan pembaharuan di segala bidang untuk mendorong

Lebih terperinci

PENGANTAR PERPAJAKAN BENDAHARA

PENGANTAR PERPAJAKAN BENDAHARA PENGANTAR PERPAJAKAN BENDAHARA 1 Menjelaskan Pengertian Pajak Menjelaskan Istilah Perpajakan Menjelaskan Peran dan Kewajiban Bendahara dalam Pemungutan/Pemotongan Pajak Menjelaskan Pendaftaran NPWP Bendahara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Menurut Andriani (1991) dalam Waluyo (2011), pajak adalah iuran kepada negara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Menurut Andriani (1991) dalam Waluyo (2011), pajak adalah iuran kepada negara 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 2.1.Landasan Teori 2.1.1. Definisi Pajak Menurut Andriani (1991) dalam Waluyo (2011), pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Republik

Lebih terperinci

PERPAJAKAN I PENDAFTARAN NPWP, PENGAJUAN SPPKP & PEMBAYARAN PAJAK. Deden Tarmidi, SE., M.Ak., BKP. Modul ke: Fakultas Ekonomi dan Bisnis

PERPAJAKAN I PENDAFTARAN NPWP, PENGAJUAN SPPKP & PEMBAYARAN PAJAK. Deden Tarmidi, SE., M.Ak., BKP. Modul ke: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Modul ke: PERPAJAKAN I PENDAFTARAN NPWP, PENGAJUAN SPPKP & PEMBAYARAN PAJAK Fakultas Ekonomi dan Bisnis Deden Tarmidi, SE., M.Ak., BKP. Program Studi Akuntansi www.mercubuana.ac.id PENDAHULUAN Nomor Pokok

Lebih terperinci

BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1. Pajak Pengertian Pajak Rochmat Soemitro (1990;5)

BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1. Pajak Pengertian Pajak Rochmat Soemitro (1990;5) BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1. Pajak 2.1.1 Pengertian Pajak Pajak merupakan kewajiban setiap orang yang berada di suatu negara dan yang berada di seluruh dunia, oleh karena itu pajak merupakan suatu permasalahan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Berdasarkan pasal 1 undang undang No.6 tahun 1983 tentang kententuan

BAB II LANDASAN TEORI. Berdasarkan pasal 1 undang undang No.6 tahun 1983 tentang kententuan BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Pajak 2.1.1 Pengertian Pajak Berdasarkan pasal 1 undang undang No.6 tahun 1983 tentang kententuan umum dan tata cara perpajakan sebagaimana telah di ubah terakhir dengan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang- Undang,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN METODE PENGAMATAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN METODE PENGAMATAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN METODE PENGAMATAN A. Pengertian Prosedur Prosedur berasal dari bahasa Inggris procedure yang bisa diartikan sebagai cara atau tata cara. Akan tetapi kata procedure lazim digunakan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustaka Kajian pustaka adalah kajian hasil penelitian yang relevan dengan permasalahan. Fungsi kajian pustaka adalah mengemukakan secara sistematis tentang hasil penelitian

Lebih terperinci

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II BAHAN RUJUKAN BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1. Pajak 2.1.1 Pengertian Pajak Pajak merupakan kewajiban setiap orang yang berada di suatu negara dan yang berada di seluruh dunia, oleh karena itu pajak merupakan suatu permasalahan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada umumnya pajak merupakan pungutan wajib oleh negara kepada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada umumnya pajak merupakan pungutan wajib oleh negara kepada BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pajak Secara Umum 2.1.1 Pengertian Pajak Pada umumnya pajak merupakan pungutan wajib oleh negara kepada masyarakat berdasarkan undang undang untuk mengisi kas negara guna membiayai

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Definisi pajak menurut Soemitro, S.H (1990) dalam Resmi (2013) adalah

BAB II LANDASAN TEORI. Definisi pajak menurut Soemitro, S.H (1990) dalam Resmi (2013) adalah 8 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pajak 2.1.1 Pengertian Pajak Definisi pajak menurut Soemitro, S.H (1990) dalam Resmi (2013) adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan Undang-Undang (yang dapat dipaksakan)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri ( PKLM ) untuk mewujudkannya. Untuk menanggulangi dana yang cukup besar itu,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri ( PKLM ) untuk mewujudkannya. Untuk menanggulangi dana yang cukup besar itu, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri ( PKLM ) Indonesia sebagai Negara berkembang yang sedang melaksanakan pembangunan disegala sektor, tentunya membutuhkan dana yang cukup

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 16/PMK.03/2011 TENTANG TATA CARA PENGHITUNGAN DAN PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 16/PMK.03/2011 TENTANG TATA CARA PENGHITUNGAN DAN PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 16/PMK.03/2011 TENTANG TATA CARA PENGHITUNGAN DAN PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 16/PMK.03/2011 TENTANG TATA CARA PENGHITUNGAN DAN PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 16/PMK.03/2011 TENTANG TATA CARA PENGHITUNGAN DAN PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 16/PMK.03/2011 TENTANG TATA CARA PENGHITUNGAN DAN PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN, Menimbang : a. bahwa guna

Lebih terperinci