INTERAKSI SUAMI ISTRI DALAM MEWUJUDKAN HARMONISASI KELUARGA RESPONSIF GENDER

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "INTERAKSI SUAMI ISTRI DALAM MEWUJUDKAN HARMONISASI KELUARGA RESPONSIF GENDER"

Transkripsi

1 INTERAKSI SUAMI ISTRI DALAM MEWUJUDKAN HARMONISASI KELUARGA RESPONSIF GENDER Oleh: Herien Puspitawati Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen Fakultas Ekologi Manusia- Institut Pertanian Bogor 2013 Sumber: Puspitawati, H Gender dan Keluarga: Konsep dan Realita di Indonesia. PT IPB Press. Bogor. Tipe, Latar Belakang dan Proses Perkawinan Undang-Undang Nomor 52 Tahun 2009 tentang perkembangan kependudukan dan pembangunan keluarga menyatakan bahwa keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami istri, atau suami, istri dan anaknya, atau ayah dan anaknya, atau ibu dan anaknya (Pasal 1). Dengan demikian, pembentukan keluarga harus melalui ikatan perkawinan yang merupakan kontrak sosial dan spiritual/ibadah yang merubah status masing-masing individu yang independen (mandiri) menjadi hubungan yang inter-dependent atau saling ketergantungan dengan dasar kemandirian tertentu. Adapun tipe perkawinan yang diijinkan secara resmi di Indonesia adalah tipe perkawinan monogami. 1. Tipe-tipe perkawinan meliputi (Williamson 1972 dan Schwartz & Scott 1994): a. Monogami: Menikah dengan jenis kelamin berbeda, diakui secara hukum, dapat memilih pasangan lagi, asal sudah cerai hidup atau mati (satu suami, satu istri): Secara praktis terdapat dalam semua masyarakat (primitif, setengah modern, atau modern). b. Poligami: Seseorang dengan jenis kelamin tertentu menikah dengan beberapa orang dengan jenis kelamin bebeda (satu suami, lebih dari satu istri): Mayoritas pada masyarakat kuno dan masyarakat timur. c. Poliandri pasangan yang menikah dengan kondisi satu istri dengan lebih dari satu suami: (1) Perkawinan poliandri relatif lebih jarang daripada poligini. (2) Dijumpai di strata sosial yang lebih rendah di Tibet dan Marquesane. d. Perkawinan kelompok (group Marriage): (1) Perkawinan antara sekelompok laki-laki (suami) dengan sekelompok wanita (Istri). (2) Dijumpai di sebagaian masyarakat di New Guinea. 2. Cara untuk menentukan garis keturunan a. Patrilineal: Berdasarkan garis keturunan dari laki-laki. b. Matrilineal: Berdasarkan garis keturunan dari perempuan. 3. Menurut tempat tinggal pasangan setelah kawin. Siapakah berdampingan dengan orangtua suami atau orangtua istri: a. Patrilokal/ Paternal: Anggota-anggota keluarga luar tinggal bersama menurut garis patrilineal. b. Matrilokal/ Maternal: Anggota-anggota keluarga luar tinggal bersama-sama menurut garis Matrilineal.

2 4. Sistem perkawinan yang berlaku di sebagian masyarakat Aceh adalah eksogami merge, yaitu mencari jodoh dari luar merge sendiri. Sedangkan setelah menikah, berlaku aturan virilokal, yaitu pasangan menetap di kediaman keluarga laki-laki Sebagian masyarakat Aceh juga menggunakan sistem kekerabatan kombinasi antara budaya Minangkabau dan Aceh. Garis keturunan diperhitungkan berdasarkan prinsip bilateral, sedangkan adat menetap sesudah nikah adalah uxorilokal (tinggal dalam lingkungan keluarga pihak perempuan). Kerabat pihak ayah mempunyai kedudukan yang kuat dalam hal pewarisan dan perwalian, sedangkan ninik mamak berasal dari kerabat dari pihak ibu Pada masyarakat Aceh Gayo, garis keturunan ditarik berdasarkan prinsip patrilineal. Sistem perkawinan yang berlaku berdasarkan tradisi adalah eksogami belah, dengan adat menetap sesudah nikah adalah patrilokal (juelen) atau matrilokal (angkap). Alasan seseorang memutuskan untuk menikah dan melangsungkan perkawinan adalah: (a) Komitmen untuk dapat memiliki seseorang secara sepenuhnya, (b) Memberikan dukungan secara emosional yang diekspresikan dengan kasih sayang, kepercayaan, dan hubungan keintiman, (c) Komitmen untuk bersama, (d) Adanya rasa cinta, (e) Ingin meraih kebahagiaan, dan (f) Adanya dasar legitimasi seksual dan memperoleh keturunan (Turner dan Helms, 1991). Adapun tanggung jawab perkawinan yang seharusnya dilakukan oleh pasangan suami dan istri adalah kejujuran dan saling tergantung, berbagi pekerjaan dan tanggung jawab, saling terbuka dan transparan akan rencana dan perolehan penghasilan, saling mendukung ide dan simpati, berbicara dan mendengarkan, kesukarelaan dan keikhlasan, dan saling memuaskan baik secara fisik, seksual maupun batin. AGAMA STATUS SOSIAL KEPRIBADIAN CINTA PENDIDIKAN JARINGAN KERJA FISIK MATERI KETURUNAN CHOOSE ME PLEASE!!! I LL BE A GOOD HUSBAND, I SWEAR!!! Gambar Ilustrasi pemilihan berbagai variasi kriteria pasangan suami dan istri. Perkawinan yang sah diawali oleh proses perkawinan yang sesuai dengan ritual atau prosedur yang berlaku di masyarakat. Misalnya, pada saat proses pernikahan calon pasangan suami istri yang menikah di Kantor Urusan Agama (KUA), selalu dibacakan pernyataan yang tercantum dalam buku nikah 10.2 tentang hak dan kewajiban pasangan suami dan istri. 1. bahwa untuk membina rumahtangga bahagia, kedua pihak harus menjunjung tinggi hak dan kewajiban masing-masing, saling hormat menghormati, sopan santun, saling bantu membantu, lapang dada, nasihat-menasihati, dapat memberi dan

3 menerima dan tidak mau menang sendiri, akan tetapi penuh pengertian dan cinta kasih dipayungi Ridha Tuhan yang pengasih Selanjutnya saya mengucapkan sighat ta'lik atas istri saya seperti berikut: Sewaktu-waktu saya: (1) Meninggalkan istri saya tersebut dua tahun berturut-turut, (2) atau saya tidak memberi nafkah wajib kepadanya tiga bulan lamanya, (3) atau saya menyakiti badan/jasmani istri saya itu, atau (4) atau saya membiarkan (tidak memperdulikan) istri saya itu enam bulan lamanya, kemudian istri saya tidak ridla dan mengadukan halnya kepada pengadilan Agama atau petugas yang diberi hak mengurus pengaduan itu, dan pengaduannya dibenarkan serta diterima oleh pengadilan atau petugas tersebut, dan istri saya itu membayar uang sebesar Rp.. sebagai 'iwadl (pengganti) kepada saya maka jatuhlah talak satu kepadanya Kualitas Perkawinan Kualitas perkawinan merupakan suatu derajat perkawinan yang dapat memberi kebahagiaan dan kesejahteraan bagi pasangan suami dan istri sehingga dapat menjaga kelestarian perkawinan. Kualitas perkawinan yang mencerminkan harmonisasi pasangan suami dan istri merupakan salah satu faktor yang mencegah adanya perceraian. Definisi kualitas perkawinan dapat dijelaskan secara garis besar sebagai berikut: 1. Kebahagiaan adalah keadaan subjektif pikiran, perasaan, kondisi dan pengalaman personal. 2. Konsep dimensi kualitas perkawinan berkaitan dengan penyesuaian dan keharmonisan sebagai proses untuk mencapai satu tujuan perkawinan, yaitu kebahagaian dalam kehidupan perkawinan (marital happiness in marriage). a. Jadi perkawinan yang bahagia adalah perkawinan yang dilandasi dengan cinta (sebagai objek) dapat membuat orang merasakan kenikmatan (joy) terhadap apa yang diraihnya, tapi dengan tidak mengabaikan apa yang telah menjadi kebutuhan dasar manusia dalam rangka memenuhi kepuasannya. b. Kemampuan untuk menghasilkan perasaan bahagia pada masing-masing individu suami istri berbeda tergantung pada kapasitas individu dalam menyesuaikan dan perasan empati serta kematangan sosial. c. Penyesuaian suami dan istri tergantung pada kemampuan dan keefektifak komunikasi antara keduanya dalam melakukan peran instrumental atau ekspresif, dalam menyesuaiakan perilaku seksual dan dalam menyesuaikan prinsip-prinsip hidup. Elemen terpenting yang dapat menentukan kualitas perkawinan adalah komunikasi. Komunikasi tersebut terbagi ke dalam tiga jenis, yaitu: (1) Open and Honest Communication. Komunikasi tipe ini memperlihatkan ekspresi pasangan secara tepat dan tidak mencampuradukan pesan. Selain itu, komunikasi tipe ini memberikan kontribusi terhadap hubungan kualitas perkawinan, (2) Supportiveness. Komunikasi tipe ini memperlihatkan perlakuan seseorang terhadap orang lain yang sedang berbicara dengan penuh perhatian dan respect, dan (3) Self-Disclosure. Komunikasi tipe ini sama dengan tipe pertama (open and honesty), akan tetapi ada beberapa elemen perasaan dan emosi yang lebih kuat. Selain itu inti dari komunikasi ini adalah berbicara dengan orang lain mengenai ketakutan, harapan, dan keinginan (Kammeyer 1987). Mackey and O Brien (Haseley 2006) menjelaskan lima komponen penting dalam kepuasan perkawinan, yaitu: (1) Tingkat konflik pasangan yang semakin tinggi akan

4 mengakibatkan tingkat kepuasan perkawinan yang semakin rendah, (2) Pengambilan keputusan secara bersama-sama terutama mengenai masalah anak dan pengasuhan akan meningkatkan tingkat kepuasan dalam perkawinan, (3) Komunikasi yang baik antar pasangan akan meningkatkan tingkat kepuasan perkawinan. Bahkan Halonen dan Santrock (1999) menyatakan bahwa pasangan yang mengalami kepuasan yang tinggi dalam perkawinannya memiliki rating tinggi dalam self-disclosure serta mengekspresikan cinta, dukungan dan perasaan, (4) Nilai-nilai hubungan seperti rasa saling percaya, menghargai, memahami, dan memiliki hak yang sama akan meningkatkan tingkat kepuasan perkawinan dan (5) Intimasi (baik fisik maupun psikologis) merupakan salah satu elemen penting dalam kepuasan perkawinan dapat mempengaruhi kualitas kepuasan dalam perkawinan. Keberhasilan suatu perkawinan dicerminkan dari bertahannya suatu keluarga memelihara komitmen bersama, kebahagiaan yang dirasakan oleh pasangan suami istri, kepuasan suami istri dalam perkawinan, kesesuaian hubungan seksual antara suami istri, kesesuaian perkawinan dengan berbagai kondisi dan keadaan keluarga, dan integrasi diantara pasangan suami istri. Hal ini menandakan bahwa kualitas perkawinan merupakan kesamaan keseluruhan perasaan yang dirasakan oleh pasangan, bukan kepuasan yang hanya dirasakan oleh sebagian dari pasangan tersebut atau perseorangan (Burgess dan Locke, 1960). Faktor lingkungan seperti dukungan teman dan tetangga di sekitar tempat tinggal dapat membantu dalam memelihara tingginya kualitas perkawinan (Kammeyer 1987). Faktor yang mempengaruhi kepuasan perkawinan adalah: (1) Status pekerjaan, tingkat pendidikan dan pendapatan, (2) Kepuasan terhadap pekerjaan, (3) Kesehatan mental dan fisik, (4) Besarnya kebersamaan untuk menghabiskan waktu luang dalam aktifitas, (5) Komunikasi verbal dan non verbal yang baik, (6) Mengekspresikan afeksi, (7) Adanya saling percaya antar pasangan, (8) Adanya perasaan nyaman terhadap harapan akan peran pasangan dalam pernikahan dan adanya peran yang fleksibel (Rice 1983). Penyesuaian Interaksi Suami dan Istri dalam Perkawinan Perubahan status dan peran dari bujangan menjadi berkeluarga menuntut suami dan istri untuk menyesuaikan diri (Gaambar 10.2). Perubahan ini mengakibatkan perubahan perkembangan tugas yang semakin kompleks. Setelah menikah, maka masing-masing individu mempunyai perkembangan tugas (development of tasks) baik untuk dirinya maupun untuk keluarganya (sebagai suami atau istri). Selanjutnya, setelah pasangan suami istri mempunyai anak, status, peran dan tugas semakin berkembang untuk keperluan masingmasing individu suami istri, keluarga beserta anak-anaknya.

5 INTERAKSI SUAMI DAN ISTRI KUALITAS PERKAWINAN Gambar Perubahan status dan peran dari bujangan menjadi berkeluarga. Interaksi adalah suatu jenis tindakan atau aksi yang terjadi pada dua atau lebih objek dengan saling mempengaruhi atau memiliki efek satu sama lain. Ide efek dua arah ini penting dalam konsep interaksi, sebagai lawan dari hubungan satu arah pada sebab akibat. Interaksi berasal dari kata action yang berarti tindakan, dan inter artinya berbalas-balasan Interaksi suami istri merupakan sebuah hubungan timbal balik antara suami dan isteri yang memperlihatkan suatu proses pengaruh dan mempengaruhi. Keluarga mempunyai interaksi dan hubungan yang memberikan ikatan yang jauh lebih lama dibandingkan dengan kelompok asosiasi lainnya. Interaksi pasangan suami istri dikonsepkan ke dalam tiga komponen dasar yaitu (1) Kesesuaian dalam persepsi peran, (2) Timbal balik peran, (3) Kesetaraan fungsi peran (Saxton 1990). Interaksi manusia dalam ilmu sosiologi, harus didahului oleh kontak dan komunikasi. Hubungan manusia ini kemudian saling mempengaruhi antar satu dengan yang lainnya melalui pengertian yang diungkapkan, informasi yang dibagi, semangat yang disumbangkan, yang semua pesannya membentuk pengetahuan. Model interaksi dari proses komunikasi menunjukkan pengembangan peran (role development), pengambilan peran (role taking), dan pengembangan diri sendiri (development of self) karena manusia berkembang melalui interaksi sosialnya. Komunikasi manusia tersebut pun terjadi dalam konteks budaya tertentu dan mempunyai batas-batas tertentu (Ruben 1988 dan Liliweri 1997 dalam Puspitawati 2006). Adapun wujud interaksi antara suami dan istri adalah sebagai berikut: 1. Bonding dan kedekatan serta saling ketergantungan antara suami dan istri. 2. Kemitraan suami istri dalam mengelola sumberdaya keluarga baik keuangan keluarga, pengambilan keputusan tentang pembelian properti atau pendidikan anak, dan kerjasama dalam perencanaan kehidupan keluarga secara umum. 3. Komunikasi suami istri dalam melakukan pengasuhan anak-anaknya, komunikasi antar keluarga inti dengan keluarga keluarga besar, dan komunikasi antara keluarga inti dengan lingkungan masyarakat di sekitarnya. 4. Hubungan diadik yang seimbang antara suami dan istri dalam menciptakan rasa saling mencintai, menghormati, ketergantungan, menghargai dan berkomitmen dalam menjalankan fungsi-fungsi keluarga untuk mewujudkan kesejahteraan keluarga lahir dan batin.

6 5. Dalam mempercepat proses penyesuaian status dan peran antara suami dan istri, maka masing-masing pihak harus melakukan proses imitasi, identifikasi, sugesti, motivasi, simpati dan empati antara satu dengan lainnya. Berkaitan dengan tingkat kebahagiaan perkawinan terdapat 7 (tujuh) tipologi pasangan perkawinan, yaitu (Olson 1981): 1. Perkawinan pasangan tanpa vitalitas yang dicirikan dengan kondisi perkawinan yang labil dengan pasangan yang tidak merasa puas dengan perkawinannya. Pasangan tipe ini biasa menikah pada usia telalu muda, masih memiliki penghasilan rendah, dan biasanya berasal dari keluarga yang berantakan. 2. Perkawinan pasangan finansial yang dicirikan dengan kondisi banyak konflik tidak terselesaikan, dan pasangan tidak merasa puas dengan komunikasi dalam perkawinan dan tidak puas dengan kepribadian masing-masing individu. Pasangan tipe ini lebih memprioritaskan karir daripada keluarga dan uang (finansial) menjadi sangat penting dalam kehidupan keluarga di atas esensi makna berkeluarga. 3. Perkawinan pasangan konflik yang dicirikan dengan kondisi tidak puas dalam berbagai aspek misalnya seksual, kepribadian pasangan, komunikasi, dan pemecahan masalah yang sedang dihadapi. Pasangan tipe ini selalu diwarnai dengan konflik, sehingga mencari kepuasan dari dimensi eksternal, seperti memfokuskan pada hobi atau ritual keagamaan. 4. Perkawinan pasangan tradisional yang dicirikan dengan kondisi perkawinan yang stabil dengan pencapaian kepuasan dalam banyak aspek kehidupan keluarga, namun masih memiliki masalah serius dalam aspek komunikasi dan seksual. Kebahagian pasangan tipe ini lebih didasari atas aspek tradisional religius dan hubungan yang baik antara kedekatan kerabat atau keluarga besar dan teman-teman. 5. Perkawinan pasangan seimbang yang dicirikan dengan kepuasan yang cukup baik dalam komunikasi dan resolusi konflik karena pasangan ini lebih memprioritaskan keluarga dibandingkan dengan aspek lain, memiliki kepuasan yang setara antara suami istri dalam aspek aktifitas waktu luang, pengasuhan anak, dan seksualitas. 6. Perkawinan pasangan harmonis yang dicirikan dengan kepuasan perkawinan yang diwujudkan dengan ekspresi kasih sayang, dan kepuasan seksual. 7. Perkawinan pasangan penuh vitalitas yang dicirikan dengan tingkat kepuasan yang tinggi didasari atas pasangan suami istri harmonis dalam menjalin hubungan dengan baik, kepribadian yang saling melengkapi, komunikasi yang baik, mencari solusi dari konflik, kepuasan secara seksual maupun secara finansial. Berkaitan dengan perubahan jaman, Elkind (1994) membahas adanya pergeseran makna perkawinan antara masyarakat tradisional, modern dan post modern berkaitan dengan relasi gender. Perubahan jaman membawa perubahan sosial, ekonomi dan teknologi yang berakibat pada perubahan pandangan terhadap institusi keluarga. Perkawinan tidak lagi dipandang sebagai sesuatu yang sakral dan harus diperjuangkan/dipertahankan sampai maut memisahkan pasangan suami istri. Perubahan jaman memandang perkawinan sebagai suatu pilihan saja yang mempertimbangkan sisi rasional seperti keuntungan dan kerugian, bukan sebagai makna spiritual yang dijadikan pegangan dunia akhirat. Oleh karena itu perubahan jaman mengharuskan adanya perubahan pembagian peran dan strategi interaksi antara suami istri.

7 Perkembangan Peran Gender dalam Perkawinan Keadaan perkawinan dan interaksi suami dan istri mempunyai banyak perkembangan peran gender sepanjang jaman mulai dari era tradisional, sampai ke era pasca modern. Berikut ini diuraikan perkembangan keluarga sepanjang jaman dengan peran gender sebagai berikut: Tabel Ilustrasi perkembangan keadaan keluarga tradisional, modern dan pasca modern. No Traditional Modern Pasca Modern 1 Tipe keluarga umumnya adalah keluarga besar (extended family) 2 Peran suami sebagai main breadwinner, peran istri sebagai ibu rumahtangga saja, biasanya usia suami lebih tua dari istri, 3 Pembagian tugas sangat jelas dan kaku: suami bekerja di sektor publik, istri di sektor domestik, tidak ada istri yang bekerja di luar rumah 4 Tempat kerja dan tempat tinggal relatif berdekatan 5 Suami sehabis bekerja langsung pulang 6 Bentuk keluarga umumnya keluarga berjumlah besar (tidak ada perencanaan keluarga, anak umumnya berjumlah 5-11 orang) 7 Pengasuhan anak Tipe keluarga umumnya adalah keluarga inti (Nuclear Family) Peran suami sebagai main breadwinner & biasanya lebih tua dari istri; Peran istri mulai sebagai secondary breadwinner sehingga membentuk dual earner families Pembagian kerja tidak terlalu kaku; suami masih tetap dominan di sektor publik namun mulai membantu di sektor domestik; istri dominan di sektor domestik namun mulai membantu di sektor publik Tempat tinggal dan tempat kerja cukup jauh (dapat lintas regional) dan sebagian pekerja 'melajo' Suami/istri sehabis bekerja sekali-kali belanja dulu baru pulang Bentuk keluarga umumnya keluarga berjumlah sedang (ada perencanaan keluarga, umumnya jumlah anak 3-4 orang) Banyak tipe keluarga yang keluarga komtemporer (Contemporer Family: single parent, gay & lesbian families, Cohabitation) Suami dan atau istri dapat sebagai main breadwinners; usia istri & suami dpt lebih tua/muda; Sebagian kecil peran istri sebagai housewive; umumnya dual earner families Pembagian kerja sangat flekibel; suami/istri dapat saling dominan di sektor publik, suami juga sangat membantu di sektor domestik Tempat tinggal dan tempat kerja dapat sangat jauh (lintas propinsi) atau (lintas negara) yang pulang secara reguler dalam waktu tertentu Suami/istri sehabis bekerja langsung pergi ke bar atau ke gymnasium, baru malamnya pulang Bentuk keluarga umumnya keluarga berjumlah kecil (ada perencanaan keluarga, umumnya jumlah anak1-2 orang) umumnya tipe otoriter Pengasuhan anak umumnya tipe demokratis Pengasuhan anak umumnya tipe demokratis & permissive 8 Anak harus menurut dan patuh pada orangtua Anak mulai berani berdiskusi dengan orangtua Anak sangat berani bertengkar dengan orangtua, bahkan tidak mau tinggal bersama orangtua 9 Istri sangat menurut pada Istri mulai berani berdiskusi Istri sangat berani untuk

8 No Traditional Modern Pasca Modern suami; suami sangat dominan dan terkesan seperti raja 10 Suami sangat mendominasi keluarga 11 Perkawinan umumnya dijodohkan; perkawinan mutlak harus dilakukan 12 Perkawinan adalah untuk selamanya 13 Aborsi tidak diperkenankan 14 Keperawanan adalah mutlak bagi seorang perempuan sebelum menikah 15 Seks di luar nikah adalah tabu dan terlarang; Pendidikan seks adalah tabu dengan suami; suami tidak dominan; pasangan cukup setara Suami cukup mengakomodasi keinginan istri dan anak-anak Perkawinan adalah pilihan anaknya; perkawinan mulai menjadi pilihan Perkawinan diusahakan untuk selamanya Aborsi mulai merupakan pilihan Keperawanan mulai tidak penting Kemitraan Gender dalam Perkawinan Seks adalah pilihan asal dapat menanggung resiko; Pendidikan seks mulai diajarkan sejak usia dini bertengkar dengan suami; tidak ada dominasi dari salah satu pihak Suami dan isteri berkedudukan dan berfungsi setara Perkawinan adalah pilihan anaknya, bahkan tidak harus menikah Perkawinan tdk usah dipertahankan apabila tidak layak lagi Aborsi menjadi pilihan hak asasi manusia Keperawanan bukan hal yang sakral lagi Seks adalah hak asasi dan kebutuhan pendidikan seks diajarkan sejak usia dini Berdasarkan adanya trend perceraian, maka perkawinan yang dilandasi atas kesetaraan dan keadilan gender menjadi solusi yang tepat untuk saat ini. Interaksi suami dan istri yang didasari oleh kemitraan gender dalam mewujudkan harmonisasi keluarga adalah: 1. Berkaitan dengan proses pemenuhan kebutuhan biologis dan non-biologis. 2. Berkaitan dengan akses, partisipasi, kontrol dan manfaat terhadap sumberdaya keluarga. 3. Berkaitan dengan kemitraan gender (gender partnerships) untuk menjalankan fungsi keluarga menuju terwujudnya tujuan keluarga. 4. Menghindari perkawinan yang dilandasi oleh bias gender dengan segala bentuk diskriminasi, stereotype, marginalisasi (beri contoh-contoh). Perkawinan yang responsif gender memberikan kesempatan yang adil kepada suami dan istri untuk menjalankan perannya dalam keluarga dan dalam melaksanakan hak dan kewajiban sesuai dengan perannya tersebut secara setara, adil dan bijaksana. Kondisi perkawinan responsif gender ditunjukkan sebagai berikut: 1. Kedudukan suami dan istri adalah setara, yang artinya sejajar dalam arti sama-sama penting dan sama-sama berperan sesuai dengan pembagian peran yang disepakati. Konsep kesetaraan dalam perkawinan disini bukan sebagai suatu pemberontakan terhadap aturan budaya patriarki, namun sebagai suatu koreksi terhadap penyimpangan budaya patriarki yang digunakan oleh kaum lelaki untuk melanggengkan kekuasaan atas nama perkawinan. 2. Meskipun dalam budaya patriarki laki-laki atau suami adalah pemimpin, namun makna pemimpin keluarga sebagaimana yang dilabelkan oleh sistim budaya patriarkhi adalah bermakna pemimpin bersama secara kemitraan (partnership) antara suami dan istri dengan saling melengkapi kemampuan dan kelemahan masing-

9 masing. Jadi bukan kepemimpinan otoriter yang seakan-akan istri/ suami harus tunduk kepada kemauan salah satu pihak. Dengan demikian bentuk adil gender dalam keluarga diawali dari Mitra kesejajaran/kesetaraan antara suami dan istri (meskipun suami tetap menjadi pemimpin keluarga), yaitu masing-masing menjadi pendengar yang baik bagi pihak lain termasuk juga dari pihak anak-anak Hubungan suami istri, bukanlah hubungan atasan dengan bawahan atau majikan dan buruh ataupun orang nomor satu (pemimpin) dan orang belakang (konco wingking atau orang dapur), namun merupakan hubungan pribadi-pribadi yang merdeka (free independent), pribadi-pribadi yang menyatu kedalam satu wadah kesatuan yang utuh yang dilandasi oleh saling membutuhkan, saling melindungi, saling melengkapi dan saling menyayangi satu dengan yang lain untuk sama-sama bertanggungjawab di lingkungan masyarakat dan dihadapan Tuhan Yang Maha Esa Untuk suami, meskipun menurut sebagian besar adat dan norma serta agama adalah kepala rumahtangga atau pemimpin bagi istrinya, namun tidak secara otomatis suami boleh semaunya dengan sekehendak hatinya menjadi pribadi yang otoriter, menang sendiri, dan berkeras hati mempimpin keluarga tanpa mempertimbangkan kemauan dan kemampuan intelektual istrinya Hak seorang istri adalah menghargai hak suaminya, begitupula sebaliknya hak seorang suami adalah menghargai hak istrinya. Pasangan suami istri yang harus menyadari bahwa haknya adalah sama dan setara. Adapun kewajiban seorang istri yang harus patuh pada perintah suami dimaknai sebagai ungkapan penghargaan terhadap pemimpin keluarga. Namun demikian, suami juga harus membalas kepatuhan sebagai kewajiban istri dengan menjaga dan menghargai martabat istri sebagai orang merdeka yang dengan sadar patuh kepada suaminya. 6. Status sebagai suami atau istri tidak berarti menghambat atau menghalangi masingmasing pihak dalam mengaktualisasikan diri secara positif (suami dan istri memang sudah mempunyai pekerjaan sebelum menikah, dan masing-masing mempunyai kemampuan intelektual dan ketrampilan masing-masing). Masing-masing mempunyai hak dan kewajiban untuk berperan serta dalam segala bidang di masyarakat. Justru, kalau memungkinkan, status baru suami istri dapat mendukung satu sama lain dalam melaksanakan peranserta individu dalam masyarakat Suami dan istri harus mampu mengatur waktu dan berinteraksi dengan baik serta dapat berbagi tugas dalam menjalankan perannya masing-masing secara adil dan seimbang, karena pada hakekatnya semua urusan rumahtangga, baik aspek produktif, domestik, dan sosial kemasyarakatan, serta kekerabatan adalah urusan bersama dan tanggung jawab bersama suami istri. Oleh karena itu, kemampuan mengendalikan diri dan kemampuan bekerjasama didasari saling pengertian adalah kunci utama dalam membina kebersamaan Masing-masing pihak mampu untuk mengenali anatomi dan fisiologi istri/suami atau genotip dan fenotip istri/suami. Tipe perempuan yang mana yang cocok diperistri oleh seorang suami tergantung dari kecocokan kepribadian kedua belah pihak. Terdapat 3 (tiga) tipe perempuan, yaitu: a. Perempuan Tipe 1 adalah perempuan yang mempunyai talenta tinggi dan sifat profesional yang tidak kalah dengan laki-laki, dengan demikian, tipe perempuan seperti ini adalah perempuan yang berkeinginan dan berkemampuan untuk bekerja mencari nafkah (Tipe 1= harus bekerja). b. Perempuan Tipe 2 adalah perempuan yang mempunyai cukup talenta namun tidak terlalu ingin bekerja untuk mencari nafkah namun tidak terlalu bersedia menjadi ibu rumahtangga saja, dengan demikian, tipe perempuan seperti ini

10 adalah perempuan yang tidak terlalu berkeinginan dan berkemampuan untuk bekerja mencari nafkah (Tipe 2= tidak harus bekerja; bekerja tidak apa-apa; tidak bekerja juga tidak apa-apa). c. Perempuan Tipe 3 adalah perempuan yang cukup mempunyai talenta, namun tidak berkeinginan dan kurang berkemampuan untuk bekerja mencari nafkah (Tipe 3= ibu rumahtangga saja). Dengan demikian, baik suami atau istri mampu untuk mengidentifikasi diri masingmasing dan mampu untuk menguraikan konsekuensi dari identitas diri tersebut (Gambar 10.4), misalnya: 1. Konsekuensi dari Perempuan Tipe 1 bagi Suami adalah perempuan tersebut akan mengembangkan karirnya; Perempuan cenderung mandiri secara finansial; Perempuan akan mensubstitusi peran domestik dan pengasuhan anak pada orang lain; Perempuan akan sering meninggalkan rumah untuk bekerja. 2. Konsekuensi dari Perempuan Tipe 2 bagi Suami adalah perempuan tersebut tidak akan mengembangkan karirnya; Perempuan kurang mandiri secara finansial; Perempuan masih cenderung melakukan peran domestik dan pengasuhan anak; Perempuan tidak akan sering meninggalkan rumah untuk bekerja. 3. Konsekuensi dari Perempuan Tipe 3 bagi Suami adalah perempuan tersebut tidak akan bekerja; Perempuan sangat tergantung pada suami secara finansial; Perempuan akan tinggal di rumah untuk melakukan peran domestik dan pengasuhan anak; Perempuan akan selalu tinggal di rumah. Hal lain yang sangat sensitif berkaitan dengan hubungan personal suami istri adalah hubungan seksual. Hubungan jasmani antara suami istri tidak boleh ada unsur pemaksaan, misalnya suami memaksa istri untuk melakukan hubungan intim, dan sebaliknya istri memaksa suami untuk melakukan hubungan intim Hubungan intim dalam perkawinan adalah hubungan secara fisik, psikologis, dan spiritual dalam rangka prokreasi untuk meneruskan keturunan. Oleh karena itu, hubungan intim dalam perkawinan dipandang sebagai suatu simbul saling memberi, saling menyenangkan dan saling menjaga hubungan antara suami istri. Dalam rangka proses penyesuaian semua perbedaan dan persamaan personalitas ini, maka suami dan istri harus secara cermat dan sistimatis melakukan langkah-langkah progresif dalam mempertahankan perkawinan. Persamaan yang harus disadari oleh suami dan istri adalah berkaitan dengan kebutuhan umum (general needs) yang terdiri atas kebutuhan fisik, sosial-ekonomi, psikologi/emosi, dan spiritual. Adapun perbedaan antara suami dan istri didasari atas perbedaan kebutuhan khusus (specific needs) yang berkaitan dengan perbedaan hormonal, alat reproduksi dan fungsi biologis. Perbedaan lainnya adalah yang berkaitan dengan personalitas individu dan nilai-nilai individu. Hubungan dalam perkawinan harus dibina oleh pasangan suami istri melalui aktivitas sebagai berikut (Boehi et al. 1997: 41, 42): 1. Mendiskusikan harapan dan merencanakan masa depan keluarga serta menyelesaikan permasalahan yang dihadapi secara bersama. 2. Membuat keputusan akan perencanaan kehidupan keluarga secara bersama baik berkaitan dengan keuangan, pembelian rumah, pemeliharaan rumah, hubungan social kemasyarakatan dan kehidupan spiritual. 3. Melakukan pengasuhan terhadap anak secara bersama yang berkaitan dengan perilaku sebagai berikut: a. Sikap orangtua terhadap anak-anak harus dikoordinasikan dan diteladani dengan baik.

11 b. Siapa yang berperan menjadi pengasuh dan pendidik utama anak, apakah ibu atau ayah atau keduanya? c. Bagaimana strategi orangtua dalam mendisiplinkan anak? Bagaimana kedua orangtua melakukan pembagian tugas dan tanggung jawab dalam mengasuh dan mendidik anaknya? 4. Bagaimana pasangan berdoa untuk memadukan kedua hati dalam perkawinan. a. Kekuatan kehidupan apa yang dipandang oleh suami istri dalam mempertahankan perkawinan? b. Kelemahan apa yang dipandang oleh suami istri dalam melihat tantangan untuk menyelesaikan masalah-masalah dalam perkawinan? 5. Pasangan suami istri wajib untuk memelihara komitmen bersama untuk mempertahankan dan memelihara perkawinan melalui pengukuhan ikatan perkawinan. 6. Pasangan suami istri wajib juga untuk melakukan perencanaan keluarga dalam hal keuangan, pendidikan anak, dan investasi/tabungan. 7. Pasangan suami istri harus membina hubungan dengan keluarga besar baik dari pihak suami atau istri. Keluarga besar harus ditempatkan secara sejajar dan adil, artinya tidak boleh ada diskriminasi sosial antara keluarga besar dari pihak suami atau istri. 8. Dalam rangka memenyikapi pelaksanaan sistem patriarki, maka suami istri tetap menjunjung tinggi sistem patriakhi namun dalam pelaksanaannya suami istri mempunyai kedudukan yang setara dalam menjalankan fungsi-fungsi keluarga untuk mewujudkan kesejahteraan keluarga lahir dan batin. Tabel Perbedaan mekanisme kerja otak antara laki-laki dan perempuan (Brizendin 2006). Perempuan Menggunakan sekitar kata per hari Mengingat rincian pertengkaran Pikiran tentang seks di otak perempuan setiap dua hari sekali Tahu apa yang dirasakan orang lain Cenderung membentuk ikatan yang lebih dalam dengan teman perempuan Laki-laki Menggunakan sekitar kata per hari Tidak dapat diingat sama sekali Setiap menit Tidak dapat melihat emosi kecuali seseorang menangis Cenderung kurang membentuk ikatan yang lebih dalam dengan teman lelaki Mengingat perbedaan antara laki-laki dan perempuan di atas, maka dapat dimaknai adanya kelebihan dan kelemahan psikologi antara laki-laki dan perempuan sebagai berikut (Kimmel & Aronso: 22): 1. Perempuan mempunyai penghargaan diri (self-esteem) yang lebih rendah dibandingkan dengan laki-laki. 2. Perempuan tidak menghargai semua usahanya sebanyak laki-laki. 3. Perempuan mempunyai rasa percaya diri (self-confident) yang lebih rendah dari lakilaki 4. Perempuan lebih cenderung untuk mengatakan bahwa dirinya terluka (hurt) dari pada mengakui bahwa dirinya marah (angry). 5. Perempuan mempunyai kesulitan mengembangkan perasaan memisahkan perasaan diri (separate sense of self) 6. Laki-laki cenderung lebih angkuh dan sombong dibandingkan dengan perempuan. 7. Laki-laki cenderung menilai terlalu tinggi terhadap pekerjaan yang dilakukan. 8. Laki-laki tidak serealistis seperti perempuan di dalam mengukur kemampuannya.

12 9. Laki-laki cenderung untuk menuntut (accuse) dan menyerang oranglain pada saat tidak senang daripada berkata bahwa dirinya merasa terluka dan mengundang simpati. 10. Laki-laki cenderung mempunyai kesulitan dalam membentuk dan memelihara kontak hubungan (attachments) Apabila dilihat berdasarkan komponen kualitas perkawinan yang terdiri atas kebahagiaan dan kepuasan, maka terdapat 4 tipologi kepuasan dalam perkawinan dan contohcontoh kondisinya: 1. Tipe Kualitas Perkawinan A: Istri bahagia dan puas; Suami bahagia dan puas dicontohkan dengan keadaan: a. Ada kesetaraan dalam menikmati kebahagiaan dan kepuasan manfaat dari esensi berkeluarga baik suami atau istri. b. Anak-anak merasa nyaman dan aman serta stabil dalam melihat kesetaraan kebagaiaan dan kepuasan antara ayah dan ibunya dalam hal kondisi fisik, dan psikologinya. c. Anak-anak sangat puas dan bahagia dengan kondisi fisik, dan psikologinya serta puas terhadap interaksi dengan orangtuanya. d. Masing-masing suami dan istri puas dan bahagia dengan semua keadaan keluarga baik materi, sumberdaya keluarga, kondisi kesehatan keluarga, kondisi psikologi dan spiritual keluarga. e. Istri puas dengan komunikasi dan interaksi hubungan fisik, dan sosial psikologi dengan suaminya, begitu pula suaminya puas dengan hubungan fisik, dan sosial psikologi dengan istrinya. f. Istri dan suami puas dengan gaya manajemen sumberdaya keluarga dan proses pengambilan keputusan dalam menggunakan sumberdaya tersebut. 2. Tipe Kualitas Perkawinan B: Istri bahagia dan puas; Suami tidak bahagia dan tidak puas dicontohkan dengan keadaan: a. Ada ketidaksetaraan dalam menikmati kebahagiaan dan kepuasan manfaat dari esensi berkeluarga, terutama dari pihak suami. b. Anak-anak merasa bingung melihat ketidaksetaraan kebahagiaan dan kepuasan antara ayah dan ibunya dalam hal kondisi fisik, dan psikologinya. c. Konflik suami istri dan konflik keluarga inti dalam waktu jangka pendek sampai menengah. d. Istri merasa puas dan bahagia dengan semua keadaan keluarga baik materi, sumberdaya keluarga, kondisi kesehatan keluarga, kondisi psikologi dan spiritual keluarga, namun suami merasa tidak puas dan bahagia. e. Istri merasa puas dengan komunikasi dan interaksi hubungan fisik, dan sosial psikologi dengan suaminya, namun suami tidak merasa puas dengan hubungan fisik, dan sosial psikologi dengan istrinya. f. Istri merasa puas dengan gaya manajemen sumberdaya keluarga dan proses pengambilan keputusan dalam menggunakan sumberdaya tersebut, namun suami tidak merasa puas dengan semua gaya manajemen keluarga. 3. Tipe Kualitas Perkawinan C: Istri tidak bahagia dan tidak puas;suami bahagia dan puas dicontohkan dengan keadaan: a. Ada ketidaksetaraan dalam menikmati kebahagiaan dan kepuasan manfaat dari esensi berkeluarga, terutama dari pihak istri. b. Anak-anak merasa bingung melihat ketidaksetaraan kebahagiaan dan kepuasan antara ayah dan ibunya dalam hal kondisi fisik, dan psikologinya.

13 c. Konflik suami istri dan konflik keluarga inti dalam waktu jangka pendek sampai menengah. d. Suami merasa puas dan bahagia dengan semua keadaan keluarga baik materi, sumberdaya keluarga, kondisi kesehatan keluarga, kondisi psikologi dan spiritual keluarga, namun istri merasa tidak puas dan bahagia dengan semua keadaan keluarga. e. Suami merasa puas dengan komunikasi dan interaksi hubungan fisik, dan sosial psikologi dengan istrinya, namun istri tidak merasa puas dengan hubungan fisik, dan sosial psikologi dengan suaminya. f. Suami merasa puas dengan gaya manajemen sumberdaya keluarga dan proses pengambilan keputusan dalam menggunakan sumberdaya tersebut, namunistri tidak merasa puas dengan semua gaya manajemen keluarga. 4. Tipe Kualitas Perkawinan D: Istri tidak bahagia dan tidak Puas; Suami tidak bahagia dan tidak puas dicontohkan dengan keadaan: a. Ada kesetaraan dalam menikmati ketidakbahagiaan dan ketidakpuasan manfaat dari esensi berkeluarga, baik dari pihak suami maupun istri. b. Anak-anak merasa bingung melihat ketidakbahagiaan dan ketidakpuasan antara ayah dan ibunya dalam hal kondisi fisik, dan psikologinya. c. Kondisi tipe kualitas perkawinan D cenderung untuk memicu konflik suami istri dan konflik keluarga inti dalam waktu jangka pendek. d. Baik istri maupun suami tidak merasa puas dan bahagia dengan semua keadaan keluarga baik materi, sumberdaya keluarga, kondisi kesehatan keluarga, kondisi psikologi dan spiritual keluarga. e. Baik istri maupun suami merasa tidak puas dengan komunikasi dan interaksi hubungan fisik, dan sosial psikologi dengan suaminya. f. Baik istri maupun suami merasa tidak puas dengan gaya manajemen sumberdaya keluarga dan proses pengambilan keputusan dalam menggunakan sumberdaya tersebut. Berikut ini disajikan Tabel 10.3 tentang ilustrasi alternatif strategi penyesuaian antara harapan dan kenyataan dengan alternatif hasil kualitas perkawinan. Tabel 10.3 Ilustrasi strategi penyesuaian dan tipe kualitas perkawinan. Strategi Coping Penyesuaian yang Telah Dilaksanakan Sebelumnya Coping Tipe A: Suami dan Istri berusaha keras untuk saling melengkapi dan menurunkan standar harapan dan menikmati maksimal hasil kenyataan yang ada setelah berusaha maksimal. Coping Tipe B: Istri berusaha keras untuk melengkapi dan menurunkan standar harapan dan menikmati maksimal hasil kenyataan yang ada setelah berusaha maksimal, tetapi suami kurang berusaha keras untuk melakukan penyesuaian seperti istrinya. Coping Tipe C: Suami berusaha keras untuk melengkapi dan menurunkan standar harapan dan menikmati maksimal hasil kenyataan yang ada setelah berusaha maksimal, tetapi istri kurang berusaha keras untuk melakukan penyesuaian seperti suaminya. Coping Tipe D: Suami dan Istri masing-masing kurang berusaha keras untuk saling melengkapi dan menurunkan Tipe Kualitas Perkawinan Tipe Kualitas Perkawinan A: Istri Bahagia & Puas; Suami Bahagia & Puas Tipe Kualitas Perkawinan B: Istri Bahagia & Puas; Suami tidak bahagia & tidak puas Tipe Kualitas Perkawinan C: Istri tidak bahagia & tidak puas Suami Bahagia & Puas Tipe Kualitas Perkawinan D: Istri tidak Bahagia & tidak Puas

14 standar harapan dan menikmati maksimal hasil kenyataan yang ada. Suami tidak Bahagia & tidak Puas Berkaitan dengan ketahanan perkawinan dalam mewujudkan harmonisasi keluarga. Semakin setara dan berkeadilan antara suami istri dalam menjalankan kemitraan peran gendernya, maka semakin mencerminkan transparansi, akuntabilitas dan good governance di tingkat keluarga. Semakin tinggi kemitraan gender berarti semakin erat hubungan fungsional dan interaksi antara suami dan istri dan semakin tinggi bonding dan saling ketergantungan yang akhirnya mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender dalam harmonisasi keluarga. Kemitraan gender dalam keluarga mencerminkan transparansi, akuntabilitas dan good governance di tingkat keluarga; Semakin tinggi kemitraan gender berarti semakin erat hubungan fungsional dan interaksi antara suami dan istri dan semakin tinggi bonding dan saling ketergantungan yang akhirnya mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender dalam harmonisasi keluarga. Gambar Hubungan kemitraan gender dan harmonisasi keluarga. Asumsi: 1. Kemitraan gender adalah baik untuk mewujudkan tujuan bersama laki-laki dan perempuan. 2. Kemitraan gender dalam menjalankan peran dan fungsi memungkinkan adanya keterbukaan/ transparansi dalam manajemen sumberdaya keluarga. 3. Kesetaraan dan keadilan gender memperlancar kerjasama antar individu dan menurunkan tingkat kesalahpaahaman dan konflik dalam keluarga. Harmonisasi keluarga tidak terlepas dari tahapan perkembangan keluarga yang mempunyai standar kebutuhan dan permasalahan serta keterbatasan masing-masing tahapan. Tahapan Perkembangan Keluarga menurut Duvall (1957) ada 8 tahapan yaitu tahapan perkawinan (married couple), tahapan mempunyai anak (childbearing), tahapan anak berumur preschool (Preschool age), tahapan anak berumur Sekolah Dasar (school age), tahapan anak berumur remaja (teenage), tahapan anak lepas dari orangtua (launching center), tahapan orangtua umur menengah (middle-aged parents), dan tahapan orangtua umur manula (aging parents).

15 Tabel Penjabaran tahapan perkembangan keluarga berdasarkan perspektif gender. Tahapan No Perkembangan 1 Perkawinan (married couple) 2 Mempunyai anak (childbearing) 3 Anak berumur preschool (Preschool age) 4 Anak berumur Sekolah Dasar (school age), 5 Anak berumur remaja (teenage), 6 Anak lepas dari orangtua (launching center), Perspektif Gender dalam Perkembangan Tugas di Setiap Tahapan Suami istri berperan dan bertugas untuk mengukuhkan perkawinan dan mulai melaksanakan komitmen sesuai dengan kontrak sosial perkawinan untuk menjalankan fungsi-fungsi keluarga dan membentuk sebuah keluarga baru. Suami dan istri berbagi peran dan tugas untuk menjalankan fungsi pengasuhan, pemeliharaan dan pendidikan anak-anaknya. Pembagian peran dan tugas di sektor publik juga harus dilakukan untuk meningkatkan fungsi ekonomi dan perlindungan anak dan keluarga. Suami dan istri berbagi peran dan tugas untuk menjalankan fungsi pengasuhan, pemeliharaan dan pendidikan anak-anaknya usia preschool. Mulai dipikirkan perencanaan keuangan untuk investasi anak dalam hal kesehatan dan pendidikan serta jaminan sosial anak. Pendidikan karakter sejak usia dini sudah menjadi keharusan bagi peran ayah dan ibu. Pembagian peran dan tugas di sektor domestik harus disepakati oleh suami dan istri, terutama dalam hal pemeliharaan kesehatan dan perkembangan anak. Pembagian peran dan tugas di sektor publik dapat dinegosiasi antara suami istri sesuai dengan kesepakatan, mengingat anak-anaknya masih kecil yang memerlukan kehadiran fisik dari ibu. Suami dan istri berbagi peran dan tugas untuk menjalankan fungsi pengasuhan, pemeliharaan dan pendidikan anak-anaknya usia sekolah dasar. Pendidikan anak menjadi lebih prioritas, termasuk pendidikan dari sisi kognitif akademik maupun pendidikan karakter. Pembagian tugas suami dan istri di sektor domestik sudah mulai dapat didelegasikan sebagian kepada anaknya yang sekolah di sekolah dasar. Pengasuhan anak usia SD dengan gaya demokratis harus melibatkan ayah dan ibu. Pembagian peran dan tugas suami dan istri di sektor publik lebih dapat dinegosiasi dengan baik mengingat anak sudah semakin besar yang tidak terlalu banyak memerlukan kehadiran fisik ibunya. Suami dan istri berbagi peran dan tugas untuk menjalankan fungsi pengasuhan, pemeliharaan dan pendidikan anak-anaknya usia sekolah menengah. Pendidikan anak menjadi lebih prioritas karena anak akan memasuki masa dewasa dalam waktu dekat. Pendidikan karakter dan pendidikan seks sudah harus dibekali pada anak berumur remaja agar terhindar dari perbuatan asusila dan terkena penyakit kelamin yang menular. Pembagian tugas suami dan istri di sektor domestik sudah banyak didelegasikan pada anak remajanya. Pengasuhan anak usia remaja dengan gaya demokratis yang melibatkan ayah dan ibu harus semakin diterapkan dengan fokus pada peningkatan kesadaran anak remaja dalam mengemban tanggung jawab sesuai dengan peran dan tugasnya. Pembagian peran dan tugas suami dan istri di sektor publik lebih dapat dinegosiasi dengan baik mengingat anak sudah remaja. Pada masa remaja ini kebutuhan financial akan semakin tinggi dibandingkan pada saat anak usia SD. Dengan demikian optimalisasi fungsi ekonomi antara suami dan istri sangat dibutuhkan. Suami dan istri berbagi peran dan tugas baik di sector domestik maupun di sektor publik. Mengingat anak sudah memasuki masa dewasa dan sudah tidak tinggal lagi bersama ayah dan ibu, maka kebutuhan untuk pekerjaan sektor domestik tidak setinggi pada saat anak masih tinggal serumah

16 No Tahapan Perkembangan 7 Orangtua umur menengah (middle-aged parents), 8 Orangtua umur manula (aging parents). Perspektif Gender dalam Perkembangan Tugas di Setiap Tahapan dengan orangtua. Kebutuhan finansial semakin meningkat pada masa anak dewasa dibandingkan dengan anak masa remaja karena anak sudah memasuki masa kuliah di universitas. Gaya pengasuhan yang diterapkan sebaiknya tetap gaya demokratis yang melibatkan ayah dan ibu dengan komunikasi dan interaksi jarak jauh dengan penekanan peningkatan kesadaran anak yang sudah masuk usia dewasa untuk mengemban tanggung jawab sesuai dengan peran dan tugasnya. Suami dan istri sudah memasuki masa usia dewasa akhir dengan kondisi anak-anaknya yang sudah mulai menikah dan membentuk keluarga baru. Suami dan istri tetap berbagi peran dan tugas khususnya untuk membina hubungan dengan keluarga anak-anaknya dan keluarga besarnya. Suami istri melakukan pekerjaan domestik yang semakin fokus untuk dirinya sendiri. Suami dan istri pada usia ini memasuki usia sangat produktif dan sebentar lagi siap-siap untuk memasuki masa pensiun. Kebutuhan untuk memelihara kesehatan menjadi prioritas. Menjaga interaksi dan komunikasi dengan anak-anak serta cucu-cucu juga menjadi kebutuhan rutin suami istri di masa umur dewasa akhir ini. Suami dan istrisudah memasuki masa lanjut usia. Suami dan istri tetap berbagi peran dan tugas khususnya untuk membina hubungan dengan keluarga anak-anaknya dan keluarga besarnya. Suami istri melakukan pekerjaan domestik yang semakin fokus untuk dirinya sendiri. Suami dan istri pada usia ini memasuki masa pension dengan jumlah pendapatan yang semakin menurun. Kebutuhan untuk memelihara kesehatan menjadi prioritas. Menjaga interaksi dan komunikasi dengan anak-anak serta cucucucu juga menjadi kebutuhan rutin suami istri di masa umur lanjut usia ini.

BAB I PENDAHULUAN. penting. Keputusan yang dibuat individu untuk menikah dan berada dalam

BAB I PENDAHULUAN. penting. Keputusan yang dibuat individu untuk menikah dan berada dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pernikahan bagi beberapa individu dapat menjadi hal yang istimewa dan penting. Keputusan yang dibuat individu untuk menikah dan berada dalam kehidupan yang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Karakteristik Suami dan Istri sebagai Laki-laki dan Perempuan. laki-laki dan istri sebagai perempuan (Brizendin 2006).

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Karakteristik Suami dan Istri sebagai Laki-laki dan Perempuan. laki-laki dan istri sebagai perempuan (Brizendin 2006). 11 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Peran Suami dalam Keluarga 1. Karakteristik Suami dan Istri sebagai Laki-laki dan Perempuan Perbedaan karakteristik mekanisme kerja otak antara suami sebagai laki-laki dan istri

Lebih terperinci

KETAHANAN PERKAWINAN BERKEADILAN GENDER OLEH

KETAHANAN PERKAWINAN BERKEADILAN GENDER OLEH KETAHANAN PERKAWINAN BERKEADILAN GENDER OLEH HERIEN PUSPITAWATI 1 BAB 1. PENDAHULUAN Ketahanan perkawinan berprinsipkan keadilan gender merupakan landasan keluarga di dalam memulai sebuah kehidupan bersama.

Lebih terperinci

PENDIDIKAN ADIL GENDER DALAM KELUARGA 1. Siti Rohmah Nurhayati, M.Si. 2

PENDIDIKAN ADIL GENDER DALAM KELUARGA 1. Siti Rohmah Nurhayati, M.Si. 2 PENDIDIKAN ADIL GENDER DALAM KELUARGA 1 Siti Rohmah Nurhayati, M.Si. 2 Pendahuluan Keluarga merupakan tempat pendidikan pertama bagi anak. Di dalam keluarga, anak mendapatkan seperangkat nilai-nilai, aturan-aturan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Abad 21 yang sedang berlangsung menjadikan kehidupan berubah dengan

BAB I PENDAHULUAN. Abad 21 yang sedang berlangsung menjadikan kehidupan berubah dengan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Abad 21 yang sedang berlangsung menjadikan kehidupan berubah dengan sangat cepat. Perubahan yang terjadi dalam bidang teknologi, informasi dan juga ledakan populasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 104).Secara historis keluarga terbentuk paling tidak dari satuan yang merupakan

BAB I PENDAHULUAN. 104).Secara historis keluarga terbentuk paling tidak dari satuan yang merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keluarga merupakan suatu kelompok primer yang sangat erat. Yang dibentuk karena kebutuhan akan kasih sayang antara suami dan istri. (Khairuddin, 1985: 104).Secara historis

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Definisi Keluarga dan Pendekatan Teori. Definisi Keluarga

TINJAUAN PUSTAKA. Definisi Keluarga dan Pendekatan Teori. Definisi Keluarga 7 Definisi Keluarga TINJAUAN PUSTAKA Definisi Keluarga dan Pendekatan Teori Menurut Undang-Undang nomor 10 Tahun 1992 Pasal 1 Ayat 10, keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kualitas Perkawinan. Definisi lain menurut Wahyuningsih (2013) berdasarkan teori Fowers dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kualitas Perkawinan. Definisi lain menurut Wahyuningsih (2013) berdasarkan teori Fowers dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kualitas Perkawinan 1. Pengertian Kualitas Perkawinan Menurut Gullota (Aqmalia, 2009) kepuasan pernikahan merupakan perasaan pasangan terhadap pasangannya mengenai hubungan pernikahannya.

Lebih terperinci

2016 FENOMENA CERAI GUGAT PADA PASANGAN KELUARGA SUNDA

2016 FENOMENA CERAI GUGAT PADA PASANGAN KELUARGA SUNDA BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Pernikahan merupakan hal yang dicita-citakan dan didambakan oleh setiap orang, karena dengan pernikahan adalah awal dibangunnya sebuah rumah tangga dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap manusia dalam perkembangan hidupnya akan mengalami banyak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap manusia dalam perkembangan hidupnya akan mengalami banyak 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap manusia dalam perkembangan hidupnya akan mengalami banyak perubahan dimana ia harus menyelesaikan tugas-tugas perkembangan, dari lahir, masa kanak-kanak,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. A. Kepuasan Pernikahan. 1. Pengertian Kepuasan Pernikahan

BAB II LANDASAN TEORI. A. Kepuasan Pernikahan. 1. Pengertian Kepuasan Pernikahan 13 BAB II LANDASAN TEORI A. Kepuasan Pernikahan 1. Pengertian Kepuasan Pernikahan Pernikahan merupakan suatu istilah yang hampir tiap hari didengar atau dibaca dalam media massa. Namun kalau ditanyakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada masa remaja, salah satunya adalah problematika seksual. Sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. pada masa remaja, salah satunya adalah problematika seksual. Sebagian besar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini, masalah-masalah yang muncul dalam kehidupan remaja sering menimbulkan berbagai tantangan bagi para orang dewasa. Banyak hal yang timbul pada masa remaja,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menikah merupakan saat yang penting dalam siklus kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menikah merupakan saat yang penting dalam siklus kehidupan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menikah merupakan saat yang penting dalam siklus kehidupan manusia. Pernikahan pada dasarnya menyatukan dua pribadi yang berbeda untuk mencapai tujuan bersama.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. penting yang akan dihadapi oleh manusia dalam perjalanan kehidupannya

BAB II KAJIAN PUSTAKA. penting yang akan dihadapi oleh manusia dalam perjalanan kehidupannya BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pernikahan Pernikahan atau perkawinan merupakan salah satu kejadian paling penting yang akan dihadapi oleh manusia dalam perjalanan kehidupannya yang sifatnya paling intim dan

Lebih terperinci

KONFLIK INTERPERSONAL ANTAR ANGGOTA KELUARGA BESAR

KONFLIK INTERPERSONAL ANTAR ANGGOTA KELUARGA BESAR KONFLIK INTERPERSONAL ANTAR ANGGOTA KELUARGA BESAR Skripsi Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Mencapai Derajat Sarjana S-1 Psikologi Diajukan oleh: SITI SOLIKAH F100040107 Kepada FAKULTAS PSIKOLOGI

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. proses penyesuaian diri seseorang dalam konteks interaksi dengan lingkungan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. proses penyesuaian diri seseorang dalam konteks interaksi dengan lingkungan 7 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. PENYESUAN SOSIAL 1. Pengertian Penyesuaian sosial merupakan suatu istilah yang banyak merujuk pada proses penyesuaian diri seseorang dalam konteks interaksi dengan lingkungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan menjadi prioritas dalam hidup jika seseorang sudah berada di usia yang cukup matang dan mempunyai

Lebih terperinci

Dr. Ir. Herien Puspitawati, M.Sc., M.Sc

Dr. Ir. Herien Puspitawati, M.Sc., M.Sc Dr. Ir. Herien Puspitawati, M.Sc., M.Sc Disampaikan di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan 22 November 2013 COPY RIGHT: Herien Puspitawati Dept. Ilmu Keluarga dan Konsumen, Fakultas Ekologi Manusia Institut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. istri adalah salah satu tugas perkembangan pada tahap dewasa madya, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. istri adalah salah satu tugas perkembangan pada tahap dewasa madya, yaitu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Membangun sebuah hubungan senantiasa menjadi kebutuhan bagi individu untuk mencapai kebahagiaan. Meskipun terkadang hubungan menjadi semakin kompleks saat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan Indonesia kearah modernisasi maka semakin banyak peluang bagi perempuan untuk berperan dalam pembangunan. Tetapi berhubung masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (laki-laki dan perempuan), secara alamiah mempunyai daya tarik menarik. perkawinan antara manusia yang berlaian jenis itu.

BAB I PENDAHULUAN. (laki-laki dan perempuan), secara alamiah mempunyai daya tarik menarik. perkawinan antara manusia yang berlaian jenis itu. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan manusia di dunia yang berlainan jenis kelaminnya (laki-laki dan perempuan), secara alamiah mempunyai daya tarik menarik antara satu dengan yang lainnya

Lebih terperinci

Kesiapan menikah hasil identifikasi dari jawaban contoh mampu mengidentifikasi tujuh dari delapan faktor kesiapan menikah, yaitu kesiapan emosi,

Kesiapan menikah hasil identifikasi dari jawaban contoh mampu mengidentifikasi tujuh dari delapan faktor kesiapan menikah, yaitu kesiapan emosi, 61 PEMBAHASAN Hampir seluruh dewasa muda dalam penelitian ini belum siap untuk menikah, alasannya adalah karena usia yang dirasa masih terlalu muda. Padahal ketentuan dalam UU No.1 tahun 1974, seharusnya

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Kesiapan menikah

TINJAUAN PUSTAKA Kesiapan menikah 7 TINJAUAN PUSTAKA Kesiapan menikah Duvall (1971) menyatakan bahwa kesiapan menikah adalah laki-laki maupun perempuan yang telah menyelesaikan masa remajanya dan siap secara fisik, emosi, finansial, tujuan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Papalia, 2009). Menurut Undang-Undang Republik Indonesia nomor 1 pasal 1

BAB I PENDAHULUAN. (Papalia, 2009). Menurut Undang-Undang Republik Indonesia nomor 1 pasal 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pernikahan adalah salah satu tahap penting dalam siklus kehidupan individu di samping siklus kehidupan lainnya seperti kelahiran, perceraian, atau kematian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pernikahan merupakan salah satu tahapan dalam kehidupan manusia. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pernikahan merupakan salah satu tahapan dalam kehidupan manusia. Hal ini 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pernikahan merupakan salah satu tahapan dalam kehidupan manusia. Hal ini sering terjadi di belahan bumi manapun dan terjadi kapanpun. Pernikahan itu sendiri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS

BAB II TINJAUAN TEORITIS BAB II TINJAUAN TEORITIS Pada BAB ini akan dibahas secara teoritis tentang komitmen pernikahan. Untuk menjelaskan permasalahan diperlukan landasan dalam penyusunan kerangka berpikir. Adapun teori-teori

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Ensiklopedia indonesia, perkataan perkawinan adalah nikah;

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Ensiklopedia indonesia, perkataan perkawinan adalah nikah; BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Perkawinan Menurut Ensiklopedia indonesia, perkataan perkawinan adalah nikah; sedangkan menurut Purwadarminta (1979), kawin adalah perjodohan laki-laki dan perempuan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. keluarga yang harmonis. Dalam berumah tangga setiap pasang terkadang

PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. keluarga yang harmonis. Dalam berumah tangga setiap pasang terkadang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan merupakan suatu tradisi dipersatukannya dua insan manusia dalam ikatan suci, dan keduanya ingin mencapai tujuan yang sama yaitu menjadi keluarga yang harmonis.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia merupakan makhluk hidup yang lebih sempurna dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia merupakan makhluk hidup yang lebih sempurna dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk hidup yang lebih sempurna dari makhluk hidup lainnya. Mereka memiliki akal budi untuk berpikir dengan baik dan memiliki kata hati.

Lebih terperinci

KEPUASAN PERNIKAHAN DITINJAU DARI KEMATANGAN PRIBADI DAN KUALITAS KOMUNIKASI

KEPUASAN PERNIKAHAN DITINJAU DARI KEMATANGAN PRIBADI DAN KUALITAS KOMUNIKASI KEPUASAN PERNIKAHAN DITINJAU DARI KEMATANGAN PRIBADI DAN KUALITAS KOMUNIKASI SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Mencapai Derajat Sarjana S-1 Diajukan Oleh : Dewi Sumpani F 100 010

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN SOSIO-EMOSIONAL PADA MASA DEWASA AWAL

PERKEMBANGAN SOSIO-EMOSIONAL PADA MASA DEWASA AWAL PSIKOLOGI PERKEMBANGAN DEWASA DAN LANSIA PERKEMBANGAN SOSIO-EMOSIONAL PADA MASA DEWASA AWAL Oleh: Dr. Rita Eka Izzaty, M.Si Yulia Ayriza, Ph.D STABILITAS DAN PERUBAHAN ANAK-DEWASA TEMPERAMEN Stabilitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berpasang-pasangan. Allah SWT telah menentukan dan memilih jodoh untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berpasang-pasangan. Allah SWT telah menentukan dan memilih jodoh untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Allah SWT menciptakan manusia yaitu laki-laki dan perempuan secara berpasang-pasangan. Allah SWT telah menentukan dan memilih jodoh untuk setiap masing-masing

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari,

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari, BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari, dan lain-lain. Setiap tugas dipelajari secara optimal pada waktu-waktu tertentu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan sehari-hari manusia dihadapkan dengan berbagai konteks komunikasi yang berbeda-beda. Salah satu konteks komunikasi yang paling sering dihadapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini,

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri tanpa kehadiran manusia lainnya. Kehidupan menjadi lebih bermakna dan berarti dengan kehadiran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bagi setiap kalangan masyarakat di indonesia, tidak terkecuali remaja.

BAB I PENDAHULUAN. bagi setiap kalangan masyarakat di indonesia, tidak terkecuali remaja. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kecepatan arus informasi dan semakin majunya teknologi sekarang ini yang dikenal dengan era globalisasi memberikan bermacam-macam dampak bagi setiap kalangan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pernikahan adalah salah satu proses penting dalam kehidupan sosial manusia. Pernikahan merupakan kunci bagi individu untuk memasuki dunia keluarga, yang di dalamnya terdapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. matang dari segi fisik, kognitif, sosial, dan juga psikologis. Menurut Hurlock

BAB I PENDAHULUAN. matang dari segi fisik, kognitif, sosial, dan juga psikologis. Menurut Hurlock BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masa dewasa merupakan masa dimana setiap individu sudah mulai matang dari segi fisik, kognitif, sosial, dan juga psikologis. Menurut Hurlock (dalam Jahja, 2011), rentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembagian tugas kerja di dalam rumah tangga. tua tunggal atau tinggal tanpa anak (Papalia, Olds, & Feldman, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. pembagian tugas kerja di dalam rumah tangga. tua tunggal atau tinggal tanpa anak (Papalia, Olds, & Feldman, 2008). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pernikahan merupakan peristiwa penting dalam siklus kehidupan manusia. Setiap orang berkeinginan untuk membangun sebuah rumah tangga yang bahagia bersama orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia memerlukan mitra untuk mengembangkan kehidupan yang layak bagi

BAB I PENDAHULUAN. Manusia memerlukan mitra untuk mengembangkan kehidupan yang layak bagi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Manusia sejak awal kelahirannya adalah sebagai mahluk sosial (ditengah keluarganya). Mahluk yang tidak dapat berdiri sendiri tanpa bantuan orang lain.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kehadiran individu lain tersebut bukan semata-mata untuk memenuhi kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. Kehadiran individu lain tersebut bukan semata-mata untuk memenuhi kebutuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia pada dasarnya disebut juga dengan mahluk sosial, karena membutuhkan keberadaan individu lain untuk mendukung kelangsungan hidupnya. Kehadiran individu

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Penyesuaian Perkawinan 1. Pengertian Penyesuaian Perkawinan Konsep penyesuaian perkawinan menuntut kesediaan dua individu untuk mengakomodasikan berbagai kebutuhan, keinginan,

Lebih terperinci

BUPATI KARANGANYAR PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI KARANGANYAR NOMOR 42 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PEMBANGUNAN KETAHANAN KELUARGA

BUPATI KARANGANYAR PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI KARANGANYAR NOMOR 42 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PEMBANGUNAN KETAHANAN KELUARGA BUPATI KARANGANYAR PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI KARANGANYAR NOMOR 42 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PEMBANGUNAN KETAHANAN KELUARGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARANGANYAR, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. keluarga yang bahagia dan kekal sesuai dengan Undang-undang Perkawinan. Sudah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. keluarga yang bahagia dan kekal sesuai dengan Undang-undang Perkawinan. Sudah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Perkawinan merupakan suatu lembaga suci yang bertujuan untuk membentuk keluarga yang bahagia dan kekal sesuai dengan Undang-undang Perkawinan. Sudah menjadi

Lebih terperinci

BAB II. Kajian Pustaka. hukum adat. Harta orangtua yang tidak bergerak seperti rumah, tanah dan sejenisnya

BAB II. Kajian Pustaka. hukum adat. Harta orangtua yang tidak bergerak seperti rumah, tanah dan sejenisnya BAB II Kajian Pustaka 2.1. Perempuan Karo Dalam Perspektif Gender Dalam kehidupan masyarakat Batak pada umumnya dan masyarakat Karo pada khususnya bahwa pembagian harta warisan telah diatur secara turun

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mencapai kedewasaan sesuai dengan norma-norma yang ada dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mencapai kedewasaan sesuai dengan norma-norma yang ada dalam BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pola Asuh Orangtua Pola asuh orangtua merupakan interaksi antara anak dan orangtua selama mengadakan kegiatan pengasuhan. Pengasuhan ini berarti orangtua mendidik, membimbing,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan pada hakikatnya secara sederhana merupakan bentuk

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan pada hakikatnya secara sederhana merupakan bentuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkawinan pada hakikatnya secara sederhana merupakan bentuk kerjasama kehidupan antara pria dan wanita di dalam masyarakat. Perkawinan betujuan untuk mengumumkan

Lebih terperinci

POLA HUBUNGAN DALAM KELUARGA (Suatu Kajian Manajemen Keluarga) Oleh : Dr. Ravik Karsidi, M.S.

POLA HUBUNGAN DALAM KELUARGA (Suatu Kajian Manajemen Keluarga) Oleh : Dr. Ravik Karsidi, M.S. POLA HUBUNGAN DALAM KELUARGA (Suatu Kajian Manajemen Keluarga) Oleh : Dr. Ravik Karsidi, M.S. Hubungan Suami Istri Dalam perkembangan sejarah, hubungan antar suami-istri pada kelas menengah berubah dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk hidup mempunyai kebutuhan demi

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk hidup mempunyai kebutuhan demi BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN Manusia sebagai makhluk hidup mempunyai kebutuhan demi melangsungkan eksistensinya sebagai makhluk. Kebutuhan tersebut meliputi kebutuhan psikologis dimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pernikahan merupakan ikatan lahir batin dan persatuan antara dua pribadi yang berasal

BAB I PENDAHULUAN. Pernikahan merupakan ikatan lahir batin dan persatuan antara dua pribadi yang berasal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pernikahan merupakan ikatan lahir batin dan persatuan antara dua pribadi yang berasal dari keluarga, sifat, kebiasaan dan budaya yang berbeda. Pernikahan juga memerlukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia tidak dapat hidup seorang diri karena manusia merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia tidak dapat hidup seorang diri karena manusia merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia tidak dapat hidup seorang diri karena manusia merupakan makhluk sosial yang membutuhkan kehadiran individu lain dalam kehidupannya. Tanpa kehadiran

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Pada bab ini maka penulis akan mengakhiri seluruh penulisan tesis ini dengan

BAB V PENUTUP. Pada bab ini maka penulis akan mengakhiri seluruh penulisan tesis ini dengan BAB V PENUTUP Pada bab ini maka penulis akan mengakhiri seluruh penulisan tesis ini dengan melakukan kesimpulan dan mengusulkan saran, sebagai berikut: A. KESIMPULAN Indonesia adalah sebuah kata yang dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kekuatan seseorang dalam menghadapi kehidupan di dunia ini berawal dari keluarga. Keluarga merupakan masyarakat terkecil yang sangat penting dalam membentuk

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. perhatian penuh kasih sayang kepada anaknya (Soetjiningsih, 1995). Peran

BAB II LANDASAN TEORI. perhatian penuh kasih sayang kepada anaknya (Soetjiningsih, 1995). Peran BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Konsep Peran Orang Tua 2.1.1. Definisi Peran Orang Tua Qiami (2003) menjelaskan bahwa orangtua adalah unsur pokok dalam pendidikan dan memainkan peran penting dan terbesar dalam

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sepanjang sejarah kehidupan manusia, pernikahan merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. Sepanjang sejarah kehidupan manusia, pernikahan merupakan 1 BAB 1 PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Sepanjang sejarah kehidupan manusia, pernikahan merupakan salah satu peristiwa penting yang terjadi dalam kehidupan setiap individu. Hal tersebut menjadi suatu kabar

Lebih terperinci

KONTRIBUSI EKONOMI PEREMPUAN. Dr. Ir. Herien Puspitawati, M.Sc., M.Sc

KONTRIBUSI EKONOMI PEREMPUAN. Dr. Ir. Herien Puspitawati, M.Sc., M.Sc KONTRIBUSI EKONOMI PEREMPUAN Dr. Ir. Herien Puspitawati, M.Sc., M.Sc Tuntutan Kemiskinan terhadap Peran Ekonomi Perempuan Permasalahan keluarga yang ada saat ini didominasi oleh adanya masalah sosial ekonomi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan

BAB II KAJIAN TEORI. dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan 6 BAB II KAJIAN TEORI 2.1. Pernikahan 2.1.1. Pengertian Pernikahan Pernikahan merupakan suatu istilah yang tiap hari didengar atau dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan adalah nikah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sebuah perkawinan seseorang akan memperoleh keseimbangan hidup baik secara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sebuah perkawinan seseorang akan memperoleh keseimbangan hidup baik secara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan bagi manusia merupakan hal yang penting, karena dengan sebuah perkawinan seseorang akan memperoleh keseimbangan hidup baik secara sosial, biologis maupun

Lebih terperinci

Perkembangan Sepanjang Hayat

Perkembangan Sepanjang Hayat Modul ke: Perkembangan Sepanjang Hayat Memahami Masa Perkembangan Remaja dalam Aspek Psikososial Fakultas PSIKOLOGI Hanifah, M.Psi, Psikolog Program Studi Psikologi http://mercubuana.ac.id Memahami Masa

Lebih terperinci

BAB VIII KELUARGA 8.1 Pengantar 8.2 Pengertian Keluarga

BAB VIII KELUARGA 8.1 Pengantar  8.2 Pengertian Keluarga BAB VIII KELUARGA 8.1 Pengantar keluarga merupakan unit terkecil dari masyarakat dan merupakan gejala yang universal. Dewasa ini, lembaga keluarga banyak mengalami perubahan baik dalam struktur maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sepakat untuk hidup di dalam satu keluarga. Dalam sebuah perkawinan terdapat

BAB I PENDAHULUAN. sepakat untuk hidup di dalam satu keluarga. Dalam sebuah perkawinan terdapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkawinan adalah bersatunya dua orang manusia yang bersama-sama sepakat untuk hidup di dalam satu keluarga. Dalam sebuah perkawinan terdapat keterikatan secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perempuan di Indonesia. Diperkirakan persen perempuan di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. perempuan di Indonesia. Diperkirakan persen perempuan di Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Menikah di usia muda masih menjadi fenomena yang banyak dilakukan perempuan di Indonesia. Diperkirakan 20-30 persen perempuan di Indonesia menikah di bawah usia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak tinggal bersama (Long Distance Relationship) dalam satu rumah karena

BAB I PENDAHULUAN. tidak tinggal bersama (Long Distance Relationship) dalam satu rumah karena BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pernikahan adalah sebuah komitmen legal dengan ikatan emosional antara dua orang untuk saling berbagi keintiman fisik dan emosional, berbagi tanggung jawab,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS

BAB II TINJAUAN TEORITIS BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1 Remaja 2.1.1 Definisi Remaja Masa remaja adalah periode transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dengan masa dewasa, yang melibatkan perubahan biologis, kognitif, dan

Lebih terperinci

PENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN

PENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN PENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Memperoleh

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN

BAB V HASIL PENELITIAN BAB V HASIL PENELITIAN A. Rangkuman Hasil Penelitian Ketiga subjek merupakan pasangan yang menikah remaja. Subjek 1 menikah pada usia 19 tahun dan 18 tahun. Subjek 2 dan 3 menikah di usia 21 tahun dan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Manusia diciptakan oleh Allah SWT berpasang-pasangan. Sudah menjadi fitrah manusia yang mempunyai kecenderungan untuk hidup bersama dengan manusia lainnya serta mencari pasangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. beradaptasi di tengah kehidupan masyarakat yang lebih luas.

BAB I PENDAHULUAN. beradaptasi di tengah kehidupan masyarakat yang lebih luas. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Keluarga merupakan sumber kepribadian seseorang. Di dalam keluarga dapat ditemukan berbagai elemen dasar yang dapat membentuk kepribadian seserang. Tidak dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Santrock, 2000) yang menyatakan bahwa tugas perkembangan yang menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Santrock, 2000) yang menyatakan bahwa tugas perkembangan yang menjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa dewasa muda merupakan masa dimana individu mulai mengemban tugas untuk menikah dan membina keluarga. Sesuai dengan pendapat Havighurst (dalam Santrock,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan dan menyelesaikan tugas-tugas perkembangan dari lahir, masa kanakkanak,

BAB I PENDAHULUAN. perubahan dan menyelesaikan tugas-tugas perkembangan dari lahir, masa kanakkanak, BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Setiap manusia dalam perkembangan hidupnya, akan mengalami banyak perubahan dan menyelesaikan tugas-tugas perkembangan dari lahir, masa kanakkanak, masa remaja, masa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di masa sekarang ini, banyak perubahan-perubahan yang terjadi di dunia,

BAB I PENDAHULUAN. Di masa sekarang ini, banyak perubahan-perubahan yang terjadi di dunia, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di masa sekarang ini, banyak perubahan-perubahan yang terjadi di dunia, terutama dalam gaya hidup masyarakat. Indonesia pun tidak luput dari perubahanperubahan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadinya aktivitas-aktivitas sosial. Interaksi sosial tidak akan mungkin terjadi

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadinya aktivitas-aktivitas sosial. Interaksi sosial tidak akan mungkin terjadi 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Setiap makhluk hidup didunia memiliki keinginan untuk saling berinteraksi. Interaksi social yang biasa disebut dengan proses sosial merupakan syarat utama terjadinya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Fenomena kaum perempuan korban kekerasan dalam rumah tangga di

BAB 1 PENDAHULUAN. Fenomena kaum perempuan korban kekerasan dalam rumah tangga di BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Fenomena kaum perempuan korban kekerasan dalam rumah tangga di daerah Yogyakarta cukup memprihatinkan dan tidak terlepas dari permasalahan kekerasan terhadap perempuan.

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. laku spesifik yang bekerja secara individu dan bersama sama untuk mengasuh

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. laku spesifik yang bekerja secara individu dan bersama sama untuk mengasuh BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Pola Asuh 1.1 Definisi Pengasuhan adalah kegiatan kompleks yang mencakup berbagai tingkah laku spesifik yang bekerja secara individu dan bersama sama untuk mengasuh anak (Darling,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkawinan merupakan bersatunya seorang laki-laki dengan seorang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkawinan merupakan bersatunya seorang laki-laki dengan seorang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan bersatunya seorang laki-laki dengan seorang perempuan sebagai suami istri untuk membentuk keluarga. Dahulu pembagian peran pasangan suami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 40 tahun. Pada masa ini, orang-orang mencari keintiman emosional dan fisik

BAB I PENDAHULUAN. 40 tahun. Pada masa ini, orang-orang mencari keintiman emosional dan fisik BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa dewasa awal merupakan waktu perubahan dramatis dalam hubungan personal. Hal tersebut dikarenakan banyaknya perubahan yang terjadi pada individu di masa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jawab dalam kehidupan berumah tangga bagi suami istri (Astuty, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. jawab dalam kehidupan berumah tangga bagi suami istri (Astuty, 2011). 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Dalam proses perkembangannya, manusia untuk meneruskan jenisnya membutuhkan pasangan hidup yang dapat memberikan keturunan sesuai dengan apa yang diinginkannya. Pernikahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Lesbi merupakan suatu fenomena sosial yang tidak lagi mampu disangkal

BAB I PENDAHULUAN. Lesbi merupakan suatu fenomena sosial yang tidak lagi mampu disangkal BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lesbi merupakan suatu fenomena sosial yang tidak lagi mampu disangkal dan keberadaannya disadari sebagai sebuah realita di dalam masyarakat dan menimbulkan berbagai

Lebih terperinci

(Elisabeth Riahta Santhany) ( )

(Elisabeth Riahta Santhany) ( ) 292 LAMPIRAN 1 LEMBAR PEMBERITAHUAN AWAL FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS INDONUSA ESA UNGGUL JAKARTA Saya mengucapkan terima kasih atas waktu yang telah saudara luangkan untuk berpartisipasi dalam penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tentang pernikahan menyatakan bahwa pernikahan adalah: berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. (UU RI Nomor 1 Tahun 1974 Pasal 1

BAB I PENDAHULUAN. tentang pernikahan menyatakan bahwa pernikahan adalah: berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. (UU RI Nomor 1 Tahun 1974 Pasal 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Undang-Undang Republik Indonesia (UU RI) Nomor 1 tahin 1974 pasal 1 tentang pernikahan menyatakan bahwa pernikahan adalah: Ikatan lahir dan batin antara seorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam membangun hidup berumah tangga perjalanannya pasti akan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam membangun hidup berumah tangga perjalanannya pasti akan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam membangun hidup berumah tangga perjalanannya pasti akan menjumpai berbagai permasalahan kecil ataupun besar sedikit ataupun banyak. Permasalahan yang

Lebih terperinci

8. Sebutkan permasalahan apa saja yang biasa muncul dalam kehidupan perkawinan Anda?...

8. Sebutkan permasalahan apa saja yang biasa muncul dalam kehidupan perkawinan Anda?... Identitas diri: 1. Jenis kelamin : Pria / Perempuan 2. Status pernikahan : Menikah / Tidak Menikah 3. Apakah saat ini Anda bercerai? : Ya / Tidak 4. Apakah Anda sudah menjalani pernikahan 1-5 tahun? :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. telah memiliki biaya menikah, baik mahar, nafkah maupun kesiapan

BAB I PENDAHULUAN. telah memiliki biaya menikah, baik mahar, nafkah maupun kesiapan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menikah adalah bagian dari ibadah, karena itu tidak ada sifat memperberat kepada orang yang akan melaksanakannya. Perkawinan atau pernikahan menurut Reiss (dalam

Lebih terperinci

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pernikahan adalah tahap yang penting bagi hampir semua orang yang memasuki masa dewasa awal. Individu yang memasuki masa dewasa awal memfokuskan relasi interpersonal

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dan perempuan terjadi melalui proses yang sangat panjang. Oleh karena itu

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dan perempuan terjadi melalui proses yang sangat panjang. Oleh karena itu BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Teori Relasi Kekuasaan Sejarah perbedaan gender (gender differences) antara manusia jenis laki- laki dan perempuan terjadi melalui proses yang sangat panjang. Oleh karena itu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saling mengasihi, saling mengenal, dan juga merupakan sebuah aktifitas sosial dimana dua

BAB I PENDAHULUAN. saling mengasihi, saling mengenal, dan juga merupakan sebuah aktifitas sosial dimana dua BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pacaran merupakan sebuah konsep "membina" hubungan dengan orang lain dengan saling mengasihi, saling mengenal, dan juga merupakan sebuah aktifitas sosial dimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada kehidupan masyarakat tersebut merupakan fenomena sosial yang

BAB I PENDAHULUAN. pada kehidupan masyarakat tersebut merupakan fenomena sosial yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap kehidupan manusia senantiasa mengalami perubahan, perubahanperubahan pada kehidupan masyarakat tersebut merupakan fenomena sosial yang wajar, oleh karena setiap

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Peran Pekerjaan dan Keluarga Fenomena wanita bekerja di luar rumah oleh banyak pihak dianggap sebagai sesuatu yang relatif baru bagi masyarakat Indonesia. Kendati semakin lumrah,

Lebih terperinci

Kebijakan Pemerintah dalam Mempersipkan Keluarga yang Ramah Anak

Kebijakan Pemerintah dalam Mempersipkan Keluarga yang Ramah Anak Kebijakan Pemerintah dalam Mempersipkan Keluarga yang Ramah Anak Disampaikan pada : Seminar Pra Nikah Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional 2014

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. hakekat itu, manusia selalu berusaha untuk selalu memenuhi kebutuhannya.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. hakekat itu, manusia selalu berusaha untuk selalu memenuhi kebutuhannya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Manusia merupakan makhluk sosial, yang tidak bisa hidup sendiri, saling membutuhkan dan saling tergantung terhadap manusia lainnya, dengan sifat dan hakekat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tahap perkembangan psikososial Erikson, intimacy versus isolation, merupakan isu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tahap perkembangan psikososial Erikson, intimacy versus isolation, merupakan isu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tahap perkembangan psikososial Erikson, intimacy versus isolation, merupakan isu utama bagi individu yang ada pada masa perkembangan dewasa awal. Menurut Erikson,

Lebih terperinci

PERANAN WANITA DALAM PEMBANGUNAN BERWAWASAN GENDER

PERANAN WANITA DALAM PEMBANGUNAN BERWAWASAN GENDER PERANAN WANITA DALAM PEMBANGUNAN BERWAWASAN GENDER OLEH WAYAN SUDARTA Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Udayana Abstrak Tulisan ini bertujuan untuk mengungkapkan peranan (hak

Lebih terperinci

Perpustakaan Unika LAMPIRAN

Perpustakaan Unika LAMPIRAN LAMPIRAN LAMPIRAN A Skala Penelitian A-1 SKALA SIKAP SUAMI TERHADAP ISTRI BEKERJA A-2 SKALA KESADARAN KESETARAAN GENDER LAMPIRAN A-1 Skala SIKAP SUAMI TERHADAP ISTRI BEKERJA LAMPIRAN A-2 Skala KESADARAN

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI 5.1. Simpulan Berdasarkan pembahasan hasil penelitian pada bab sebelumnya, pada bagian ini peneliti akan mengemukakan simpulan hasil penelitian mengenai cerai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. bahkan kalau bisa untuk selama-lamanya dan bertahan dalam menjalin suatu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. bahkan kalau bisa untuk selama-lamanya dan bertahan dalam menjalin suatu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Setiap orang tentu ingin hidup dengan pasangannya selama mungkin, bahkan kalau bisa untuk selama-lamanya dan bertahan dalam menjalin suatu hubungan. Ketika

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan BAB II LANDASAN TEORI A. KEMANDIRIAN REMAJA 1. Definisi Kemandirian Remaja Kemandirian remaja adalah usaha remaja untuk dapat menjelaskan dan melakukan sesuatu yang sesuai dengan keinginannya sendiri setelah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak bisa menangani masalahnya dapat mengakibatkan stres. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. tidak bisa menangani masalahnya dapat mengakibatkan stres. Menurut BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap orang memiliki permasalahan dalam hidupnya, dan mereka memiliki caranya masing-masing untuk menangani masalah tersebut. Ada orang yang bisa menangani masalahnya,

Lebih terperinci

#### Selamat Mengerjakan ####

#### Selamat Mengerjakan #### Pekerjaan Istri = Bekerja / Tidak Bekerja Apa pekerjaan Istri Anda? = Berapa jam perhari Istri bekerja = Usia Anak =...Tahun Pembantu Rumah Tangga = Punya / Tidak Punya (Lingkari Salah Satu) Dengan hormat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan antar budaya telah menjadi fenomena dalam masyarakat modern, dengan WNA dari budaya barat (Sabon, 2005).

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan antar budaya telah menjadi fenomena dalam masyarakat modern, dengan WNA dari budaya barat (Sabon, 2005). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkawinan antar budaya telah menjadi fenomena dalam masyarakat modern, terutama di kalangan masyarakat Indonesia, khususnya Jakarta. Menurut Faradila, berdasarkan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Faktor yang Mempengaruhi Wanita Bekerja. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Riyani, dkk (2001) mengenai

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Faktor yang Mempengaruhi Wanita Bekerja. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Riyani, dkk (2001) mengenai BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Faktor yang Mempengaruhi Wanita Bekerja Dalam penelitian yang dilakukan oleh Riyani, dkk (2001) mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan wanita untuk bekerja adalah

Lebih terperinci