ANALISIS POTENSI, EFEKTIVITAS DAN EFISIENSI RETRIBUSI PARKIR SKRIPSI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS POTENSI, EFEKTIVITAS DAN EFISIENSI RETRIBUSI PARKIR SKRIPSI"

Transkripsi

1 ANALISIS POTENSI, EFEKTIVITAS DAN EFISIENSI RETRIBUSI PARKIR (Studi Kasus di Pemerintah Kota Yogyakarta) SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu syarat Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Program Studi Akuntansi Oleh: Santi Risdiana Nim: PROGRAM STUDI AKUNTANSI JURUSAN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2015

2 ANALISIS POTENSI, EFEKTIVITAS DAN EFISIENSI RETRIBUSI PARKIR (Studi Kasus di Pemerintah Kota Yogyakarta) SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu syarat Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Program Studi Akuntansi Oleh: Santi Risdiana Nim: PROGRAM STUDI AKUNTANSI JURUSAN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2015 i

3 Skripsi ANALISIS POTENSI, EFEKTIVITAS DAN EFISIENSI RETRIBUSI PARKIR Studi Kasus di Pemerintah Kota Yogyakarta Telah Disetujui oleh: Pembimbing I Dra. YFM. Gien Agustinawansari MM.,Ak.,CA Tanggal: 30 Oktober 2015 ii

4 Skripsi ANALISIS POTENSI, EFEKTIVITAS DAN EFISIENSI RETRIBUSI PARKIR Studi Kasus di Pemerintah Kota Yogyakarta Dipersiapkan dan di tulis oleh: Santi Risdiana Nim: Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji Pada Tangga123 November 2015 Dan dinyatakan memenuhi syarat Susunan Dewan Penguji Ketua Sekretaris Anggota Anggota Anggota Nama Lengkap Tanda Tangan Dr. Fr. Reni Retno A, M.Si.,Ak.,CA ~/ Lisia Apriani S.E., M.Si.,Ak.,QIA.,CA.~: Dra. YFM. Gien Agustinawansari MM., Ak.,CA A. Diksa Kuntara S.E.,M.F.A.,Ak.,QIA (?11.' Josephine Wuri S.E.,M.Si._._._.~._._

5 MOTO DAN PERSEMBAHAN Tak ada seorangpun yang mencapai kesuksesannya tanpa berusaha dan berdoa. Usaha tanpa berdoa tidak ada artinya. Berdoa tanpa usaha pun tidak ada artinya. Doa dan usaha hendaknya seimbang. (ORA ET LABORA) Kupersembahkan untuk: Tuhan Yesus Kristus Kedua orang tuaku, kakakku, Dan adik-adikku iv

6 UNIVERSITAS SANATA DHARMA FAKULTAS EKONOMI JURUSAN AKUNTANSI PROGRAM STUDI AKUNTANSI PERNYATAAN KEASLIAN KARYA TULIS Yang bertanda tangan dibawah ini, saya menyatakan bahwa Skripsi dengan judul: ANALISIS POTENSI, EFEKTIVITAS, DAN EFISIENSI RETRIBUSI PARKIR Studi Kasus di pemerintah Kota Yogyakarta, akan dimajukan untuk diuji pada tanggal 23 November 2015 adalah hasil karya saya. Dengan ini saya menyatakan sesungguhnya bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat keseluruhan atau sebagian tulisan orang lain yang saya ambil dengan cara menyalin, atau meniru dalam bentuk rangkaian kalimat atau simbol yang menunjukkan gagasan atau pendapat atau pemikiran dari penulis lain yang saya aku seolah-olah sebagai tulisan saya sendiri dan atau tidak terdapat bagian atau keseluruhan tulisan yang saya salin, tiru, atau yang saya ambil dari tulisan orang lain tanpa memberikan pengakuan pada penulis aslinya. Apabila saya melakukan hal tersebut di atas, baik sengaja maupun tidak, dengan ini saya menyatakan menarik skripsi yang saya ajukan sebagai hasil tulisan saya sendiri ini. Bila kemudian terbukti bahwa saya ternyata melakukan tindakan menyalin, atau meniru tulisan orang lainseolah-olah hasil pemikiran saya sendiri, berarti gelar dan ijasah yang telah diberikan oleh Universitas batal saya terima. Yogyakarta, 30 November 2015 Yang membuat pernyataan, (Santi Risdiana) v

7 LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS Yang bertanda tangan dibawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma: Nama : Santi Risdiana NIM : Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul: ANALISIS POTENSI, EFEKTIVITAS DAN EFISIENSI RETRIBUSI PARKIR ( Studi Kasus di Pemerintah Kota Yogyakarta) beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan hak kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain untuk keperluan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya, selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya. Yogyakarta, 30 November 2015 Yang menyatakan ( Santi Risdiana) vi

8 KATA PENGANTAR Puji syukur dan terima kasih kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah melimpahkan rahmat dan karunia kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulisan skripsi ini bertujuan untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Program Studi Akuntansi, Fakultas Ekonomi Universitas Sanata Dharma. Dalam menyelesaikan skripsi ini penulis mendapat bantuan, bimbingan dan arahan dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada: 1. Drs. Johanes Eka Priyatma, M.Sc., Ph.D., selaku Rektor Universitas Sanata Dharma yang telah memberikan kesempatan untuk belajar dan mengembangkan kepribadian kepada penulis. 2. Dra. YFM. Gien Agustinawansari, MM., Ak.,CA selaku Dosen Pembimbing yang telah membantu serta membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 3. Seluruh Dosen dan Karyawan Fakultas Ekonomi yang telah membimbing dan membantu penulis selama belajar di Universitas Sanata Dharma. 4. Bapak dan Ibu selaku staf di UPT Malioboro. 5. Bapak Lukman dan bapak Azis selaku staf di Dinas perhubungan kota Yogyakarta. vii

9 6. Bapak Eko selaku staf di Dinas Pajak Daerah dan Pengelolaan Keuangan Kota Yogyakarta. 7. Mama, Papa dan adik-adikku tersayang yang telah memberikan dukungan doa, semangat serta setia mendengarkan keluhanku selama menyelesaikan skripsi ini. 8. Mas Dedy tersayang yang telah memberikan dukungan doa, semangat, dan bantuan selama penulis menyelesaikan skripsi ini. 9. Pacarku, Krisna yang telah menemani dan membantu serta memberikan dukungan dan semangat selama penulis menyelesaikan skripsi ini. 10. Buat teman-teman Program Studi Akuntansi khususnya Kelas A angkatan 2011, Universitas Sanata Dharma. 11. Buat teman-temanku, Mimi, Mellinda, Meiliana, Echa, Yuni, Ria dan Albertus yang telah membantu dalam menyelesaikan skripsi ini. 12. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangannya, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Yogyakarta, 30 November 2015 (Santi Risdiana) viii

10 DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL HALAMAN PERSETUJUAN HALAMAN SUSUNAN DEWAN PENGUJI HALAMAN PERSEMBAHAN HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA TULIS HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN HALAMAN KATA PENGANTAR HALAMAN DAFTAR ISI HALAMAN DAFTAR TABEL HALAMAN LAMPIRAN ABSTRAK ABSTRACT i ii iii iv v vi vii viii xii xiii xv xvi BAB I PENDAHULUAN 1 A. Latar Belakang 1 B. Rumusan Masalah 2 C. Tujuan Penelitian 3 D. Manfaat Penelitian 4 E. Sistematika Penulisan 4 BAB II LANDASAN TEORI 6 A. Otonomi Daerah 6 ix

11 B. Penerimaan Daerah 6 C. Belanja Daerah 9 D. Pendapatan Asli Daerah 13 E. Retribusi Daerah 16 F. Retribusi Parkir 24 G. Efektivitas 29 H. Efisiensi 30 I. Kontribusi 33 J. Laju Pertumbuhan 34 K. Matriks Potensi 35 BAB III METODE PENELITIAN 38 A. Jenis penelitian 38 B. Tempat dan Waktu Penelitian 38 C. Subjek dan Objek Penelitian 39 D. Variabel Penelitian dan definisi Operasional Variabel 39 E. Jenis dan Sumber Data 40 F. Teknik Pengumpulan Data 41 G. Teknik Analisis Data 42 BAB IV GAMBARAN UMUM 50 A. Sejarah Kota Yogyakarta 50 B. Kondisi Geografis 52 x

12 C. Gambaran Penerimaan Retribusi parkir 55 BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN 58 A. Deskripsi data 58 B. Analisis Data 60 C. Pembahasan 87 BAB VI PENUTUP 93 A. Kesimpulan 93 B. Keterbatasan Penelitian 95 C. Saran 95 DAFTAR PUSTAKA 97 LAMPIRAN 100 xi

13 DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1. Kriteria Efektivitas Retribusi Parkir 30 Tabel 2. Kriteria Efisiensi Retribusi Parkir 33 Tabel 3. Kriteria Matriks Potensi retribusi Parkir 37 Tabel 4. Kriteria Efektivitas Retribusi Parkir 43 Tabel 5. Kriteria Efisiensi Retribusi Parkir 44 Tabel 6. Kriteria Matriks Potensi retribusi Parkir 49 Tabel 7. Tarif Retribusi Parkir 55 Tabel 8. Realisasi Penerimaan Retribusi Parkir dari Tahun Tabel 9. Target penerimaan Retribusi Parkir dari Tahun Tabel 10.Biaya Pemungutan retribusi parkir dari Tahun Tabel 11.Insentif Biaya pemungutan Retribusi Parkir dari Tahun Tabel 12.Realisasi penerimaan Retribusi daerah dari Tahun Tabel 13. Perhitungan Efektivitas Penerimaan Retribusi Parkir dari Tahun Tabel 14. Perhitungan Efisiensi penerimaan retribusi Parkir dari Tahun Tabel 15. Perhitungan Kontribusi Penerimaan Retribusi parkir dari Tahun Tabel 16. Perhitungan Kontribusi Retribusi Daerah Tahun Tabel 17. Perhitungan Kontribusi Retribusi Daerah Tahun xii

14 Tabel 18. Perhitungan Kontribusi Retribusi Daerah Tahun Tabel 19. Perhitungan Kontribusi Retribusi Daerah Tahun Tabel 20. Perhitungan Kontribusi Retribusi Daerah Tahun Tabel 21. Perhitungan Rata-rata Kontribusi Retribusi Daerah dari Tahun Tabel 22. Perhitungan Laju Pertumbuhan Retribusi Parkir dari Tahun Tabel 23. Matriks Potensi Retribusi Parkir dari Tahun xiii

15 DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Pedoman Wawancara 100 Lampiran 2. Hasil Wawancara 101 xiv

16 ABSTRAK ANALISIS POTENSI, EFEKTIVITAS DAN EFISIENSI RETRIBUSI PARKIR (Studi Kasus di Pemerintah Kota Yogyakarta) Santi Risdiana Nim: Universitas Sanata Dharma Yogyakarta 2015 Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis: efektivitas dan efisiensi retribusi parkir di Pemerintah Kota Yogyakarta dari tahun , kontribusi retribusi parkir di Pemerintah Kota Yogyakarta dari tahun , Laju pertumbuhan retribusi parkir di Pemerintah Kota Yogyakarta dari tahun , dan Potensi retribusi parkir di Pemerintah Kota Yogyakarta dari tahun yang dihitung dengan matriks potensi retribusi parkir. Jenis penelitian ini adalah studi kasus. Data diperoleh dengan melakukan dokumentasi dan wawancara. Teknik analisis data yang digunakan adalah menghitung rasio efektivitas, rasio efisiensi, rasio kontribusi, rasio laju pertumbuhan dan matriks potensi. Hasil analisis data menunjukkan efektivitas retribusi parkir di Pemerintah Kota Yogyakarta dari tahun dikatakan efektif, dan efisiensi retribusi parkir di Pemerintah Kota Yogyakarta dari tahun dikatakan sangat efisien. Kontribusi retribusi parkir terhadap retribusi daerah di Pemerintah Kota yogyakarta dari tahun dikatakan potensial. Laju pertumbuhan retribusi parkir di Pemerintah Kota Yogyakarta dari tahun menunjukkan pertumbuhan yang positif. Potensi retribusi parkir di Pemerintah Kota Yogyakarta dari tahun , yang dihitung dengan matriks potensi masuk dalam kategori prima. xv

17 ABSTRACT AN ANALYSIS OF THE POTENTIAL, EFFECTIVENESS, AND EFFICIENCY OF PARKING RETRIBUTION ( A Case Study at Yogyakarta City Government from ) Santi Risdiana Nim: Universitas Sanata Dharma Yogyakarta 2015 The aim of the research was to analyze: The effectiveness and efficiency of parking retribution at Yogyakarta City Government from 2010 up to 2014, the contribution of the parking retribution at Yogyakarta City Government from 2010 up to 2014, the development of parking retribution at Yogyakarta City Government from 2010 up to 2014, and the potential of parking retribution at Yogyakarta City Government from 2010 up to 2014 calculated with potential matrix of parking retribution. The type of this research was case study. The data were taken by documentation and interview. The techniques of the data analysis were calculating effectiveness ratio, efficiency ratio, contribution ratio, development ratio, and potential matrix. The data analysis result showed that the effectiveness of parking retribution at Yogyakarta City Government from 2010 up to 2014 is effective, and the efficiency of parking retribution at Yogyakarta City Government from 2010 up to 2014 is very efficient. The contribution of parking retribution toward the retribution at Yogyakarta City Government from 2010 up to 2014 is potential. The development of parking retribution at Yogyakarta City Government from 2010 up to 2014 is positive. The potential of parking retribution at Yogyakarta City Government from 2010 up to 2014 calculated with potential matrix is in prime category. xvi

18 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peranan pendapatan asli daerah didalam penerimaan pemerintah daerah tingkat I relatif sangat kecil untuk dapat membiayai pembangun daerah. Menurut prinsip otonomi daerah penyelenggaraan pemerintah dan pembangunan daerah secara bertahap akan semakin dilimpahkan pada daerah. Seperti yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah, daerah diberi wewenang untuk mengatur daerahnya sendiri, baik dalam hal mencari pemasukan maupun alokasi pengeluarannya. Prinsip otonomi daerah ini diharapkan dapat membuat pemerintah kota maupun kabupaten untuk lebih mandiri dalam mengelola pembangunan di daerahnya masing-masing dengan mengidentifikasi dan mengembangkan sumber-sumber dana yang dimiliki melalui Pendapatan Asli Daerah (PAD). Berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, PAD adalah penerimaan yang diperoleh daerah dari sumber-sumber dalam wilayah sendiri yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Salah satu sumber PAD yang dikelola oleh pemerintah daerah berasal dari sektor retribusi daerah. 1

19 2 Kota Yogyakarta sebagai kota yang kaya akan kebudayaan, wisata, dan pendidikan memiliki potensi yang besar untuk di kunjungi oleh para wisatawan, baik wisatawan luar pulau maupun wisatawan asing. Tempat-tempat tersebut memberikan peluang yang besar bagi Pemerintah Kota Yogyakarta sebagai sumber pendapatan asli daerah, khususnya dari sektor retribusi. Penelitian ini memilih retribusi parkir yang ada di Pemerintah Kota Yogyakarta, dengan alasan adanya tempat-tempat tersebut membuat wisatawan asing maupun luar pulau terus berdatangan ke Kota Yogyakarta. Banyak dari wisatawan tersebut mengunjungi tempat-tempat tersebut dengan menggunakan kendaraan pribadi mereka, selain itu banyak juga yang menggunakan bus pariwisata. Kendaraan yang mereka gunakan tersebut, berdampak pada lokasi parkir di Pemerintah Kota Yogyakarta yang terus dipenuhi oleh kendaraan-kendaraan tersebut. Berdasarkan uraian di atas, penulis memutuskan untuk melakukan penelitian tentang Analisis Potensi, Efektivitas dan Efisiensi Retribusi Parkir. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka rumusan masalah dari penelitian ini yaitu:

20 3 1. Bagaimana efektivitas dan efisiensi retribusi parkir di Pemerintah Kota Yogyakarta dari tahun ? 2. Bagaimana kontribusi retribusi parkir terhadap retribusi daerah di Pemerintah Kota Yogyakarta dari tahun ? 3. Bagaimana laju pertumbuhan retribusi parkir di Pemerintah Kota Yogyakarta dari tahun ? 4. Bagaimana potensi retribusi parkir di Pemerintah Kota Yogyakarta dari tahun , yang dihitung dengan matriks potensi retribusi parkir? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan di atas, maka tujuan dari penelitian ini yaitu: 1. Untuk mengetahui efektivitas dan efisiensi retribusi parkir di Pemerintah Kota Yogyakarta dari tahun Untuk mengetahui kontribusi retribusi parkir terhadap retribusi daerah di Pemerintah Kota Yogyakarta dari tahun Untuk mengetahui laju pertumbuhan retribusi parkir di Pemerintah Kota Yogyakarta dari tahun Untuk mengetahui potensi retribusi parkir di Pemerintah Kota Yogyakarta dari tahun , yang dihitung dengan matriks potensi retribusi parkir?

21 4 D. Manfaat Penelitian Hasil yang nanti akan dicapai pada penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat sebagai berikut: 1. Bagi Pemerintah Kota Yogyakarta Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi Pemerintah Kota Yogyakarta untuk meningkatkan potensi dan pengelolaan retribusi parkir di Pemerintah Kota Yogyakarta. 2. Bagi Universitas Sanata Dharma Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah referensi dan dapat bermanfaat bagi penelitian selanjutnya maupun sebagai bahan perbandingan. 3. Bagi Penulis Hasil penelitian ini akan menambah pengetahuan dan wawasan penulis tentang retribusi daerah khususnya retribusi parkir. E. Sistematika Penulisan BAB I Pendahuluan Bab ini berisi tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan. BAB II Landasan Teori Bab ini menjelaskan tentang teori-teori yang berkaitan dengan penelitian ini yaitu mengenai otonomi daerah, penerimaan

22 5 daerah, belanja daerah, pendapatan asli daerah, retribusi daerah, retribusi parkir, efektivitas, efisiensi, kontribusi, laju pertumbuhan dan matriks potensi. BAB III Metode Penelitian Bab ini berisi tentang jenis penelitian, tempat dan waktu penelitian, subjek dan objek penelitian, variabel penelitian dan definisi operasional variabel, jenis dan sumber data, teknik pengumpulan data dan teknik analisis data. BAB IV Gambaran Umum Pemerintah Bab ini berisi mengenai gambaran umum Pemerintah Kota Yogyakarta. BAB V Analisis Data dan Pembahasan Bab ini berisi tentang hasil penelitian yang telah dilakukan penulis, yang terdiri dari analisis data dan pembahasan mengenai efektivitas retribusi parkir, efisiensi retribusi parkir, kontribusi retribusi parkir, laju pertumbuhan retribusi parkir dan potensi retribusi parkir. BAB VI Penutup Bab ini berisi tentang kesimpulan dari hasil analisis data, keterbatasan penelitian dan saran yang diberikan peneliti.

23 BAB II LANDASAN TEORI A. Otonomi Daerah Menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, yang dimaksut otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintah dan kepentingan masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan, dengan kata lain setiap daerah harus mampu mengatur daerahnya sendiri, baik dalam hal pemasukan maupun alokasi pengeluarannya. Adanya prinsip otonomi daerah ini diharapkan pemerintah kota maupun kabupaten akan lebih mandiri dalam mengelola pembangunan di daerahnya masing-masing dengan mengidentifikasi dan mengembangkan sumber-sumber daya yang dimiliki melalui PAD. B. Penerimaan Daerah 1. Definisi Penerimaan Daerah Menurut Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, penerimaan daerah adalah uang yang masuk ke kas daerah. 6

24 7 2. Sumber Penerimaan Daerah Menurut Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, Penerimaan daerah dalam pelaksanaan desentralisasi terdiri dari dua sumber yaitu: a. Pendapatan daerah, yaitu hak pemerintah daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih dalam periode tahun bersangkutan. Pendapatan daerah terdiri dari tiga sumber yaitu: 1) Pendapatan asli daerah, yaitu pendapatan yang diperoleh daerah yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. 2) Dana perimbangan, yaitu dana yang bersumber dari pendapatan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang dialokasikan kepada daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi bertujuan untuk menciptakan keseimbangan keungan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. 3) Lain-lain pendapatan, yaitu pendapatan yang terdiri atas hibah dan pendapatan darurat. Hibah adalah penerimaan daerah yang berasal dari pemerintah negara asing, badan atau lembaga asing, bada atau lembaga internasional, pemerintah, badan atau lembaga dalam negeri atau perorangan baik dalam bentuk devisa, rupiah, maupun

25 8 4) barang atau jasa, termasuk tenaga ahli dan pelatihan yang tidak perlu dibayar kembali. Dana Darurat adalah dana yang berasal dari APBN yang dialokasikan kepada daerah yang mengalami bencana nasional, peristiwa luar biasa, atau krisis solvabilitas yang tidak bisa ditanggulangi oleh daerah dengan menggunakan sumber Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). b. Pembiayaan, yaitu setiap penerimaan yang perlu dibayar kembali atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggran yang bersangkutan maupun tahun-tahun anggaran berikutnya. Pembiayaan daerah bersumber dari sisa lebih perhitungan anggaran daerah, penerimaan pinjaman daerah, dana cadangan daerah dan hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan. Menurut Darise (2009:42), penerimaan daerah dalam pelaksanaan desentralisasi terdiri dari dua sumber yaitu: a. Pendapatan daerah, yaitu hak pemerintah daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih dalam periode tahun bersangkutan. b. Pembiayaan daerah, yaitu semua penerimaan yang perlu dibayar kembali atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun pada tahun-tahun anggaran berikutnya.

26 9 C. Belanja Daerah 1. Definisi Belanja Daerah Menurut Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, belanja daerah adalah semua kewajiban daerah yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan. Belanja daerah merupakan semua pengeluaran dari rekening kas umum daerah yang mengurangi ekuitas dana lancar, yang merupakan kewajiban daerah dalam satu tahun anggaran yang tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh daerah (Darise 2009: 131). 2. Kelompok Belanja dan Jenis Belanja Daerah Menurut Darise (2009: 133), belanja daerah dikelompokkan menjadi dua yaitu: a. Belanja langsung, yaitu belanja yang penganggarannya dipengaruhi secara langsung oleh adanya program atau kegiatan. Program adalah instrumen kebijakan yang berisi satu atau lebih kegiatan yang dilaksanakan oleh Instansi Pemerintah atau Lembaga atau Masyarakat yang dikoordinasikan oleh Instansi Pemerintah untuk mencapai sasaran dan tujuan serta memperoleh alokasi anggaran. Kegiatan adalah bagian dari program yang dilaksanakan oleh satu atau beberapa satuan kerja, sebagai bagian dari pencapaian sasaran terukur pada suatu program dan

27 10 terdiri dari sekumpulan tindakan pengerahan sumber daya, baik yang berupa personil (Sumber Daya Manuasia), barang modal termasuk peralatan dan teknologi, dana, atau kombinasi dari beberapa atau kesemua jenis sumber daya tersebut sebagai masukan (input) untuk menghasilkan keluaran (output) dalam bentuk barang atau jasa. Belanja langsung dibagi menurut jenis belanja yang terdiri dari: 1) Belanja pegawai, digunakan untuk pengeluaran honorarium atau upah dalam melaksanakan program dan kegiatan pemerintah daerah. 2) Belanja barang atau jasa, digunakan untuk menganggarkan pengadaan barang dan jasa yang nilai manfaatnya kurang dari dua belas bulan dalam melaksanakan program dan kegiatan pemerintah daerah. 3) Belanja modal, digunakan untuk pengeluaran yang dilakukan dalam rangka pengadaan aset tetap berwujud yang mempunyai nilai manfaat lebih dari dua belas bulan untuk digunakan dalam kegiatan pemerintah. Nilai aset tetap berwujud dianggarkan dalam belanja modal sebesar harga beli atau bangunan aset ditambah seluruh belanja yang terkait dengan pengadaan atau pembangunan aset sampai aset tersebut siap digunakan.

28 11 b. Belanja Tidak Langsung Belanja tidak langsung, merupakan belanja yang penganggarannya tidak dipengaruhi secara langsung oleh adanya usulan program atau kegiatan. Belanja tidak langsung merupakan belanja yang dianggarkan setiap bulan dalam satu tahun anggaran sebagai konsekuensi dari kewajiban pemerintah daerah secara periodik kepada pegawai yang bersifat tetap (pembayaran gaji dan tunjangan) atau kewajiban untuk pengeluaran belanja lainnya yang umumnya diperlukan secara periodik. Belanja tidak langsung dibagi menurut jenis belanja yang terdiri dari: 1) Belanja pegawai, merupakan belanja kompensasi, dalam bentuk gaji dan tunjangan, serta penghasilan lainnya yang diberikan kepada pegawai negeri sipil yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. 2) Belanja bunga, digunakan untuk menganggarkan pembayaran bunga utang yang dihitung atas kewajiban pokok utang (principal outstanding) berdasarkan perjanjian pinjaman jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang. 3) Belanja subsidi, digunakan untuk menganggarkan bantuan biaya produksi kepada perusahaan atau lembaga tertentu yang menghasilkan produk atau jasa pelayanan umum masyarakat agar

29 12 harga jual produksi atau jasa yang dihasilkan dapat terjangkau oleh masyarakat banyak. 4) Belanja hibah, digunakan untuk menganggarkan pemberian hibah dalam bentuk uang, barang atau jasa kepada pemerintah atau pemerintah daerah lainnya, perusahaan daerah, masyarakat, dan organisasi kemasyarakatan yang secara spesifik telah ditetapkan peruntukannya. 5) Bantuan sosial, digunakan untuk menganggarkan pemberian bantuan yang bersifat sosial kemasyarakatan dalam bentuk atau barang kepada kelompok anggota masyarakat, dan partai politik, dan pemberian secara selektif, dan tidak terus menerus atau tidak mengikat serta memiliki kejelasan peruntukan penggunaannya dengan mempertimbangkan kemampuan keuangan daerah dan ditetapkan dengan keputusan kepala daerah. 6) Belanja bagi hasil, digunakan untuk menganggarkan dana bagi hasil yang bersumber dari pendapatan provinsi kepada kabupaten atau kota atau pendapatan kabupaten atau kota kepada pemerintah desa atau pendapatan pemerintah daerah tertentu kepada pemerintah daerah lainnya sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. 7) Bantuan keuangan, digunakan untuk menganggarkan bantuan keuangan yang bersifat umum atau khusus dari provinsi kepada

30 13 kabupaten atau kota, pemerintah desa dan kepada pemerintah daerah lainnya atau dari pemerintah kabupaten atau kota kepada pemerintah desa dan pemerintah daerah lainnya dalam rangka pemerataan atau peningkatan kemampuan keuangan. 8) Belanja tidak terduga, merupakan belanja untuk kegiatan yang sifatnya tidak biasa atau tidak diharapkan berulang seperti penanggulangan bencana alam dan bencana sosial yang tidak diperkirakan sebelumnya, termasuk pengembalian atas kelebihan penerimaan daerah tahun-tahun sebelumnya yang telah ditutup. D. Pendapatan Asli Daerah (PAD) 1. Definisi Pendapatan Asli Daerah Menurut Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, pendapatan asli daerah adalah pendapatan yang diperoleh daerah yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Tentang PAD, Darise (2009: 48) menyatakan sebagai berikut: PAD yang merupakan sumber penerimaan daerah sendiri perlu terus ditingkatkan agar dapat menanggung sebagian beban belanja yang diperlukan untuk penyelenggaraan pemerintahan dan kegiatan pembangunan yang setiap tahun meningkat sehingga kemandirian otonomi daerah yang luas, nyata dan bertanggung jawab dapat dilaksanakan.

31 14 2. Sumber Pendapatan Asli Daerah Menurut Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, PAD berasal dari empat sumber, yaitu: a. Pajak daerah, yaitu kontribusi wajib kepada daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. b. Retribusi daerah, yaitu pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan. c. Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, penerimaan daerah yang berasal dari hasil perusahaan milik daerah dan pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan. d. Lain-lain pendapatan asli daerah yang sah, yaitu penerimaan daerah yang berasal dari lain-lain milik pemerintah daerah. Menurut Darise (2009: 43), PAD berasal dari empat sumber yaitu: a. Pajak daerah, yaitu iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku

32 15 digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah di daerah dan pembangunan daerah. b. Retribusi daerah, yaitu pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan. c. Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, yaitu hasil penyertaan pemerintah daerah kepada Badan Usaha Milik Negara / Daerah / Swasta dan Kelompok Usaha Masyarakat. d. Lain-lain PAD yang sah, yaitu PAD yang tidak termasuk pada kelompok di atas pajak daerah, retribusi daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan. Jenis lain-lain PAD yang sah terdiri dari hasil penjualan aset daerah yang tidak dipisahkan secara tunai atau angsuran, hasil pemanfaatan atau pendayagunaan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan, jasa giro, pendapatan bunga, penerimaan atas tuntutan ganti rugi, penerimaan komisi, potongan ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan atau pengadaan barang atau jasa oleh daerah, penerimaan keuntungan dari selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing, pendapatan pemda atas keterlambatan pelaksanaan pekerjaan, pendapatan denda pajak dan retribusi, pendapatan hasil eksekusi atas jaminan, pendapatan dari pengembalian, fasilitas sosial dan fasilitas

33 16 umum, pendapatan dari penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan, dan pendapatan dari Badan Layanan Umum Daerah (BLUD). E. Retribusi Daerah 1. Definisi Retribusi Daerah Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Yogyakarta tentang Retribusi Jasa Umum, retribusi daerah yang selanjutnya disebut retribusi adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan. Retribusi daerah merupakan pungutan yang dilakukan pemerintah daerah kepada wajib retribusi atas pemanfaatan suatu jasa tertentu yang disediakan pemerintah, jadi dalam hal ini terdapat imbalan (kontraprestasi) langsung yang dapat dinikmati pembayar retribusi (Mahmudi 2009: 25). 2. Objek Retribusi Daerah Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, objek retribusi dibagi menjadi 3, yaitu sebagai berikut: a. Jasa umum, yaitu berupa pelayanan yang disediakan atau diberikan pemerintah daerah untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan.

34 17 b. Jasa usaha, yaitu pelayanan yang disediakan oleh Pemerintah Daerah dengan menganut prinsip komersial yang meliputi: 1) Pelayanan dengan menggunakan atau memanfaatkan kekayaan daerah yang belum dimanfaatkan secara optimal. 2) Pelayanan oleh pemerintah daerah sepanjang belum disediakan secara memadai oleh pihak swasta. c. Perizinan tertentu, yaitu kegiatan tertentu pemerintah daerah dalam rangka pemberian izin kepada orang pribadi atau badan yang dimaksudkan untuk pembinaan, pengaturan, pengendalian dan pengawasan atas kegiatan pemanfaatan ruang, penggunaan sumber daya alam, barang, prasarana, saran, atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan. 3. Subjek Retribusi Daerah Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, subjek retribusi dibagi menjadi 3, yaitu sebagai berikut: a. Retribusi jasa umum, yaitu orang pribadi atau badan yang menggunakan atau menikmati pelayanan jasa umum yang bersangkutan. Jenis retribusi jasa umum adalah: 1) Retribusi pelayanan kesehatan, yaitu pelayanan kesehatan di puskesmas, puskesmas keliling, puskesmas pembantu, balai

35 18 pengobatan, rumah sakit umum daerah, dan tempat pelayanan kesehatan lainnya yang sejenis yang dimiliki atau dikelola oleh pemerintah daerah, kecuali pelayanan pendaftaran. 2) Retribusi pelayanan persampahan atau kebersihan, yaitu pelayanan persampahan atau kebersihan yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah, meliputi: a) Pengambilan atau pengumpulan sampah dari sumbernya ke lokasi pembuangan sementara. b) pengangkutan sampah dari sumbernya atau lokasi pembuangan sementara ke lokasi pembuangan atau pembuangan akhir sampah. c) penyediaan lokasi pembuangan atau pemusnahan akhir sampah 3) Retribusi penggantian biaya cetak kartu tanda penduduk dan akta catatan sipil, yaitu pelayanan kartu tanda penduduk, kartu keterangan bertempat tinggal, kartu identitas kerja, kartu penduduk sementara, kartu identitas penduduk musiman, kartu keluarga, dan akta catatan sipil yang meliputi akta perkawinan, akta perceraian, akta pengesahan dan pengakuan anak, akta ganti nama bagi warga negara asing, dan akta kematian. 4) Retribusi pelayanan pemakaman dan pengabuan mayat, yaitu pelayanan pemakaman dan pengabuan mayat yang meliputi:

36 19 a) Pelayanan penguburan atau pemakaman termasuk penggalian dan pengurukan, pembakaran atau pengabuan mayat. b) Sewa tempat pemakaman atau pembakaran atau pengabuan mayat yang dimiliki atau dikelola pemerintah daerah. 5) Retribusi pelayanan parkir ditepi jalan umum, yaitu penyediaan pelayanan parkir di tepi jalan umum yang ditentukan oleh pemerintah daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 6) Retribusi pelayanan pasar, yaitu Penyediaan fasilitas pasar tradisional atau sederhana, berupa pelataran, los, kios yang dikelola pemerintah daerah, dan khusus disediakan untuk pedagang. 7) Retribusi pengujian kendaraan bermotor, yaitu Pelayanan pengujian kendaraan bermotor, termasuk kendaraan bermotor di air, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan, yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah. 8) Retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran, yaitu pelayanan pemeriksaan atau pengujian alat pemadam kebakaran, alat penanggulangan kebakaran, dan alat penyelamatan jiwa oleh pemerintah daerah terhadap alat-alat pemadam kebakaran, alat penanggulangan kebakaran, dan alat penyelamatan jiwa yang dimiliki atau dipergunakan oleh masyarakat.

37 20 9) Retribusi penggantian biaya cetak peta, yaitu penyediaan peta yang dibuat oleh pemerintah daerah. 10) Retribusi penyediaan atau penyedotan kakus, yaitu pelayanan penyediaan atau penyedotan kakus yang dilakukan oleh pemerintah daerah. 11) Retribusi pengolahan limbah cair, yaitu pelayanan pengolahan limbah cair rumah tangga, perkantoran, dan industri yang disediakan, dimiliki, atau dikelola secara khusus oleh pemerintah daerah dalam bentuk instalasi pengolahan limbah cair. 12) Retribusi pelayanan tera/tera ulang, yaitu: a) Pelayanan pengujian alat-alat ukur, takar, timbang, dan perlengkapannya. b) Pengujian barang dalam keadaan terbungkus yang diwajibkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan. 13) Retribusi pelayanan pendidikan, yaitu pelayanan penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan teknis oleh pemerintah daerah. 14) Retribusi pengendalian menara telekomunikasi, yaitu pemanfaatan ruang untuk menara telekomunikasi dengan memperhatikan aspek tata ruang, keamanan, dan kepentingan umum. b. Retribusi jasa usaha, yaitu orang pribadi atau badan yang menggunakan atau menikmati pelayanan jasa usaha yang bersangkutan.

38 21 Jenis retribusi jasa usaha adalah: 1) Retribusi pemakaian kekayaan daerah, yaitu pemakaian kekayaan daerah. 2) Retribusi pasar grosir atau pertokoan, yaitu penyediaan fasilitas pasar grosir berbagai jenis barang, dan fasilitas pasar atau pertokoan yang dikontrakkan, yang disediakan atau diselenggarakan oleh pemerintah daerah. 3) Retribusi tempat pelelangan, yaitu: a) Penyediaan tempat pelelangan yang secara khusus disediakan oleh pemerintah daerah untuk melakukan pelelangan ikan, ternak, hasil bumi, dan hasil hutan termasuk jasa pelelangan serta fasilitas lainnya yang disediakan di tempat pelelangan. b) Tempat yang dikontrak oleh pemerintah daerah dari pihak lain untuk dijadikan sebagai tempat pelelangan. 4) Retribusi terminal, yaitu pelayanan penyediaan tempat parkir untuk kendaraan penumpang dan bis umum, tempat kegiatan usaha, dan fasilitas lainnya di lingkungan terminal, yang disediakan, dimiliki, atau dikelola oleh pemerintah daerah. 5) Retribusi tempat khusus parkir, yaitu Pelayanan tempat khusus parkir yang disediakan, dimiliki, atau dikelola oleh pemerintah daerah.

39 22 6) Retribusi tempat penginapan atau pesanggrahan atau villa, yaitu pelayanan tempat penginapan atau pesanggrahan atau villa yang disediakan, dimiliki, atau dikelola oleh pemerintah daerah. 7) Retribusi rumah potong hewan, yaitu pelayanan penyediaan fasilitas rumah pemotongan hewan ternak termasuk pelayanan pemeriksaan kesehatan hewan sebelum dan sesudah dipotong, yang disediakan, dimiliki, atau dikelola oleh pemerintah daerah. 8) Retribusi pelayanan ke pelabuhan, yaitu pelayanan jasa ke pelabuhan, termasuk fasilitas lainnya di lingkungan pelabuhan yang disediakan, dimiliki, atau dikelola oleh pemerintah daerah. 9) Retribusi tempat rekreasi dan olahraga, yaitu pelayanan tempat rekreasi, pariwisata, dan olahraga yang disediakan, dimiliki, atau dikelola oleh pemerintah daerah. 10) Retribusi penyeberangan di air, yaitu Pelayanan penyeberangan orang atau barang dengan menggunakan kendaraan di air yang dimiliki atau dikelola oleh pemerintah daerah. 11) Retribusi penjualan produksi usaha daerah, yaitu penjualan hasil produksi usaha pemerintah daerah. c. Retribusi perizinan tertentu, yaitu orang pribadi atau badan yang memperoleh izin tertentu dari pemerintah daerah. Jenis retribusi perizinan tertentu adalah:

40 23 1) Retribusi izin mendirikan bangunan, yaitu pemberian izin untuk mendirikan suatu bangunan. 2) Retribusi izin tempat penjualan minuman beralkohol, yaitu pemberian izin untuk melakukan penjualan minuman beralkohol di suatu tempat tertentu. 3) Retribusi izin gangguan, yaitu pemberian izin tempat usaha atau kegiatan kepada orang pribadi atau Badan yang dapat menimbulkan ancaman bahaya, kerugian atau gangguan, termasuk pengawasan dan pengendalian kegiatan usaha secara terus-menerus untuk mencegah terjadinya gangguan ketertiban, keselamatan, atau kesehatan umum, memelihara ketertiban lingkungan, dan memenuhi norma keselamatan dan kesehatan kerja. 4) Retribusi izin trayek, yaitu pemberian izin kepada orang pribadi atau Badan untuk menyediakan pelayanan angkutan penumpang umum pada suatu atau beberapa trayek tertentu. 5) Retribusi izin usaha perikanan, yaitu pemberian izin kepada orang pribadi atau badan untuk melakukan kegiatan usaha penangkapan dan pembudidayaan ikan.

41 24 F. Retribusi Parkir 1. Definisi Retribusi Parkir Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Yogyakarta Nomor 18 Tahun 2009 tentang Penyelenggaraan Perparkiran, retribusi parkir yang selanjutnya di sebut retribusi adalah pembayaran atas penggunaan tempat parkir yang diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah. Berdasarkan Peraturan Walikota yogyakarta Nomor 16 Tahun 2011 tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Daerah Kota Yogyakarta Nomor 18 Tahun 2009 tentang Penyelenggaraan Perparkiran, tempat parkir adalah: Tempat pemberhentian kendaraan dilokasi yang telah ditentukan, yaitu di tepi jalan umum atau di badan jalan termasuk tempat parkir tidak tetap atau parkir kendaraan di badan jalan secara tetap atau rutin dilokasi yang sama atau tempat diluar badan jalan yang merupakan fasilitas parkir untuk umum meliputi tempat khusus parkir, dan tempat penitipan kendaraan yang memungut biaya tertentu. 2. Penetapan Lokasi dan Tempat Parkir Menurut Peraturan Daerah Nomor 16 Tahun 2011 tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Daerah Kota Yogyakarta Nomor 18 Tahun 2009 tentang Penyelenggaraan perparkiran, lokasi parkir di Pemerintah Kota Yogyakarta di bagi menjadi dua lokasi yaitu: a. Kawasan I Kawasan I meliputi ruas-ruas jalan sebagai berikut: 1) Jl. Laksda Adisucipto; 3) Jl. Dr Wahidin Sudiro Husodo; 2) Jl. Urip Sumoharjo; 4) Jl. Gadjah Mada;

42 25 5) Jl. C. Simanjuntak; 22) Jl. Hayam Wuruk; 6) Jl. Jendral Sudirman; 23) Jl. AM Sangaji; 7) Jl. P. Mangkubumi dan 24) Jl. Dr. Sardjito; sirip-siripnya; 8) Jl. Malioboro dan 25) Jl. Gejayan; sirip-siripnya; 9) Jl. Ahmad Yani dan 26) Jl. RE Martadinata; sirip-siripnya; 10) Jl. P. Senopati; 27) Jl. HOS Cokroaminoto; 11) Jl. Mayor Suryotomo 28) Jl. Kapten Piere Tendean; dan sirip-siripnya; 12) Jl. Mataram; 29) Jl. Letjend MT Haryono; 13) Jl. Gandekan Lor; 30) Jl. Mayjend Sutoyo; 14) Jl. Jogonegaran; 31) Jl. D.I. Panjaitan; 15) Jl. Bhayangkara; 32) Jl. Gedongkuning; 16) Jl. KHA. Dahlan; 33) Jl. Veteran; 17) Jl. Trikora; aw. 34) Jl. Tentara Pelajar; 18) Jl. Ketandan; 35) Jl. Bumijo; 19) Jl. Sriwedani; 36) Jl. Ahmad Jazuli; 20) Jl. Prof. Dr. Yohannes; 37) Jl. Yos Sudarso; 21) Jl. Wachid Hasyim; 38) Jl. Juwadi;

43 26 39) Jl. Kusumanegara; 54) Jl. Johar S; 40) Jl. Sultan Agung; 55) Jl. Munggur; 41) Jl. P. Diponegoro dan 56) Jl. Faridan M. Noto; sirip-siripnya ; 42) Jl. Brigjend Katamso; 57) Jl. Bantul; 43) Jl. Emplasement 58) Jl.Bugisan; Lempuyangan; 44) Jl. Secodiningratan; 59) Jl. Jlagran Lor; 45) Jl. Kol. Sugiyono; 60) Jl. Kemetiran; 46) Jl. Menteri Supeno; 61) Jl. Ngasem; 47) Jl. Tamansiswa; 62) Jl. Mas Suharto; 48) Jl. Parangtritis; 63) Jl. Kenari; 49) Jl. Magelang; 64) Jl. Gayam; 50) Jl. Kyai Mojo; 65) Jl. Cendana; 51) Jl. Cik Di Tiro; 66) Jl. Melati Wetan; 52) Jl. Kahar Muzakkir; 67) Jl. Ibu Ruswo; 53) Jl. Dr Sutomo; b. Kawasan II Menurut Keputusan Walikota Yogyakarta No. 214/KEP/2013 tentang Penetapan Ruas-Ruas Jalan Menurut Kelasnya di Kota Yogyakarta, kawasan II terdiri dari empat ratus sembilan puluh satu ruas

44 27 jalan. Peneliti mengambil tiga puluh ruas jalan sebagai contoh dari kawasan II yaitu: 1) Jl. Sugeng Jeroni 16) Jl. Lokananta 2) Jl. Perintis Kemerdekaan 17) Jl. Pareanom 3) Jl. Gambiran 18) Jl. Tegal Gendu 4) Jl. Ngeksigondo 19) Jl. Kemasan 5) Jl. Sorogenen 20) Jl. Mondorakan 6) Jl. Tegal Turi 21) Jl. Karanglo 7) Jl. Atmo Sukarto 22) Jl. Watu Gilang 8) Jl. Kebon Raya 23) Jl. Purbayan 9) Jl. Ki Penjawi 24) Jl. Widuri 10) Jl. Bung Tarjo 25) Jl. Nuri 11) Jl. Bausasran 26) Jl. Umum Kalipan 12) Jl. Juminahan 27) Jl. Pengok Kidul 13) Jl. Pasar Kembang 28) Jl. Jl. Mawar 14) Jl. Ki Mangun Karsoro 29) Jl. Patimura 15) Jl. Lowano 30) Jl. Mayang 3. Retribusi Parkir di Tepi Jalan Umum Berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 19 Tahun 2009 tentang Retribusi Pelayanan Parkir di Tepi Jalan Umum, Retribusi parkir di tepi jalan umum

45 28 yang selanjutnya disebut retribusi yaitu pembayaran atas penggunaan tempat parkir ditepi jalan umum yang ditetapkan oleh Walikota. Objek retribusi parkir di tepi jalan umum adalah pelayanan penyediaan tempat parkir di tepi jalan umum. Menurut TmBooks (2013:35), objek retribusi parkir ditepi jalan umum adalah penyediaan pelayanan parkir ditepi jalan umum yang ditentukan oleh pemerintah daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Subyek retribusi parkir di tepi jalan umum adalah orang pribadi atau badan yang menggunakan tempat parkir tepi jalan umum. Retribusi pelayanan parkir ditepi jalan umum digolongkan sebagai retribusi jasa umum. 4. Retribusi Tempat Khusus Parkir Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Yogyakarta Nomor 20 Tahun 2009 tentang Retribusi Tempat Khusus Parkir, retribusi tempat khusus parkir yang selanjutnya disebut retribusi adalah pembayaran atas pelayanan penyediaan tempat parkir yang khusus dimiliki atau dikelola oleh pemerintah. Objek retribusi tempat khusus parkir adalah pelayanan penyediaan tempat parkir di tempat khusus parkir. Menurut TmBooks (2013:30), objek retribusi tempat khusus parkir adalah pelayanan tempat khusus parkir yang disediakan, dimiliki dan dikelola oleh pemerintah daerah. Subjek retribusi tempat khusus parkir adalah orang pribadi atau badan yang menggunakan

46 29 tempat parkir di tempat khusus parkir. Retribusi tempat khusus parkir di golongkan sebagai retribusi jasa usaha. G. Efektivitas Menurut Halim (2008: 234), efektivitas adalah kemampuan pemerintah daerah dalam merealisasikan pendapatan asli daerah yang direncanakan dibandingkan dengan target yang ditetapkan berdasarkan potensi riil daerah. Efektivitas terkait dengan hubungan antara hasil yang diharapkan dengan hasil yang sesungguhnya dicapai (Mahmudi 2015: 86). Efektivitas retribusi parkir yaitu menggambarkan pencapaian realisasi penerimaan retribusi parkir sesuai dengan hasil yang ditargetkan. Efektivitas retribusi parkir dapat diketahui dengan mengambil data realisasi penerimaan retribusi parkir pada tahun tertentu dan data anggaran atau target retribusi parkir pada tahun tertentu. Rasio efektivitas retribusi parkir dapat dihitung dengan rumus (Halim 2008: 234): Rasio efektivitas = Realisasi penerimaan retribusi parkir x 100% target penerimaan retribusi parkir Kemampuan daerah dalam menjalankan tugas dikategorikan efektif apabila rasio yang dicapai mencapai minimal sebesar satu atau 100%. Namun demikian semakin tinggi rasio efektivitas, maka kemampuan daerah pun semakin baik (Halim 2008: 234). Rasio efektivitas ditunjukkan pada tabel berikut ini:

47 30 Tabel 1: Kriteria Efektivitas Retribusi Parkir Rasio efektivitas Kriteria 100% Efektif 85 s.d. 99% Cukup Efektif 65 s.d. 84% Kurang Efektif < 65% Tidak efektif Sumber: Mahmudi (2015: 111) H. Efisiensi Menurut Halim (2008: 234), Efisiensi adalah rasio yang menggambarkan perbandingan antara besarnya biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh pendapatan dengan realisasi pendapatan yang diterima. Efisiensi terkait dengan hubungan antara output berupa barang atau pelayanan yang dihasilkan dengan sumber daya yang digunakan untuk menghasilkan output tersebut (Mahmudi 2015: 85). Efisiensi retribusi parkir yaitu menggambarkan pencapaian realisasi penerimaan retribusi parkir dengan menggunakan sumber daya dan biaya pemungutan retribusi parkir yang terendah. Efisiensi retribusi parkir dapat diketahui dengan mengambil data biaya pemungutan retribusi parkir dengan data realisasi penerimaan retribusi parkir. Menurut Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 35 Tahun 2002 Tentang Pedoman Alokasi Biaya Pemungutan Pajak Daerah, biaya pemungutan yaitu biaya yang diberikan kepada aparat pelaksana pemungutan dan aparat penunjang dalam rangka kegiatan pemungutan. Biaya pemungutan retribusi parkir adalah biaya yang dikeluarkan untuk membiayai segala kegiatan yang berkaitan dengan

48 31 pemungutan retribusi parkir yang diberikan kepada aparat pelaksana pemungutan dan aparat penunjang dalam rangka kegiatan pemungutan. Biaya pemungutan retribusi parkir dapat diketahui dengan menjumlahkan biaya pengadaan karcis dengan biaya rutin. Biaya pengadaan karcis yaitu sejumlah uang yang dikeluarkan untuk mencetak karcis retribusi parkir. Biaya rutin yaitu biaya yang terdiri dari tunjangan Unit Pelaksana Teknis Dinas Parkir dan pengadaan seragam parkir (Noverita 2010: 48). Besarnya biaya insentif pemungutan retribusi parkir ditetapkan paling tinggi sebesar 5% (lima persen) dari realisasi penerimaan retribusi parkir. Berdasarkan Peraturan Walikota Yogyakarta Nomor 16 Tahun 2011 tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Daerah Kota Yogyakarta Nomor 18 Tahun 2009 tentang Penyelenggaraan Perparkiran, prosedur pengadaan karcis retribusi parkir di tepi jalan umum yaitu: 1. Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) melaporkan dan menyerahkan karcis hasil pengadaan kepada penyimpan atau pengurus barang Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD). 2. Penyimpan atau pengurus barang SKPD menerima karcis hasil pengadaan dari PPTK dan mencatat penerimaan karcis ke dalam kartu karcis barang cetakan. 3. Juru pungut menghitung kebutuhan atau persediaan karcis masing-masing juru parkir dengan dasar estimasi sebagai berikut:

49 32 a. Untuk kawasan malioboro dan kawasan pasar berdasarkan jumlah juru parkir dikalikan potensi parkir per hari dikalikan tiga hari. b. Untuk kawasan diluar malioboro dan pasar berdasarkan jumlah juru parkir dikalikan potensi parkir perhari dikalikan tujuh hari. 4. Pembantu bendahara penerimaan mengajukan permintaan proporsi karcis kepada penyimpan atau pengurus barang (dengan menggunakan form permintaa porporasi karcis) sebanyak dua kali estimasi kebutuhan karcis sebagai persediaan awal karcis retribusi parkir di tepi jalan umum. 5. Berdasarkan permintaan dari pembantu bendahara penerimaan, penyimpan atau pengurus barang barang SKPD mengirim karcis ke DPDPK untuk diporporasi dan dicatat di kartu barang karcis cetakan. Berdasarkan Peraturan Walikota Yogyakarta Nomor 16 Tahun 2011 tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Daerah Kota Yogyakarta Nomor 18 Tahun 2009 tentang Penyelenggaraan Perparkiran, seragam yang wajib digunakan juru parkir ditentukan dengan keputusan kepala SKPD yang berwenang, adapun ketentuan dari seragam tersebut yaitu warna terang atau jelas, mencerminkan corak budaya kota yogyakarta, dan memiliki daya tarik wisata. Rasio efisiensi retribusi parkir dapat dihitung dengan rumus (Halim 2008: 234): Rasio efisiensi = Biaya Pemungutan retribusi parkir X 100% Realisasi penerimaan retribusi parkir

50 33 Kinerja pemerintah daerah dalam melakukan pemungutan pendapatan dikategorikan efisien apabila rasio yang dicapai kurang dari satu atau dibawah seratus persen. Semakin kecil rasio efisiensi berarti kinerja pemerintah daerah semakin baik (Halim 2008: 234). Rasio efisiensi ditunjukkan pada tabel berikut ini: Tabel 2: Kriteria Efisiensi Retribusi Parkir Rasio efisiensi < 90% Sangat Efisien 90 s.d. 99% Efisien 100% Cukup Efisien > 100% Tidak efisien Sumber: Mahmudi (2015: 111) Kriteria I. Kontribusi Menurut Tim Reality (2008: 384), Kontribusi adalah sumbangan; uang iuran kepada organisasi atau perkumpulan. Kontribusi retribusi adalah seberapa besar pengaruh atau peran serta penerimaan retribusi daerah terhadap PAD ( Halim 2004:163). Kontribusi retribusi parkir yaitu sumbangan atau peran serta penerimaan retribusi parkir terhadap retribusi daerah. Kontribusi retribusi parkir dapat diketahui dengan mengambil data realisasi penerimaan retribusi parkir dan realisasi penerimaan retribusi daerah. Rasio kontribusi retribusi parkir dapat dihitung dengan rumus (Halim 2004: 163): Kontribusi = X X 100% Y

51 34 Keterangan: X : Realisasi penerimaan retribusi parkir Y : Realisasi penerimaan retribusi daerah Tujuan perhitungan kontribusi retribusi parkir ini adalah untuk mengetahui kontribusi penerimaan retribusi parkir tersebut potensial atau tidak potensial. Kontribusi retribusi parkir dikatakan potensial apabila kontribusi retribusi parkir lebih besar dari rata-rata kontribusi seluruh retribusi daerah, dan dikatakan tidak potensial apabila kontribusi retribusi parkir lebih kecil dari rata-rata kontribusi seluruh retribusi daerah (Adi 2013: 59). J. Laju Pertumbuhan Pertumbuhan adalah keadaan tumbuh; perkembangan (kemajuan) (Tim reality 2008: 653). Menurut Halim (2004: 291), Rasio pertumbuhan mengukur seberapa besar kemampuan pemerintah daerah dalam mempertahankan dan meningkatkan keberhasilannya yang telah dicapai dari periode ke periode berikutnya. Laju pertumbuhan retribusi parkir adalah laju perkembangan atau kemajuan penerimaan retribusi parkir dalam suatu periode tertentu ke periode berikutnya. Laju pertumbuhan retribusi parkir dapat diketahui dengan mengambil data realisasi penerimaan retribusi parkir pada tahun tertentu dan realisasi penerimaan

BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG BAGI HASIL PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH UNTUK DESA

BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG BAGI HASIL PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH UNTUK DESA SALINAN BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG BAGI HASIL PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH UNTUK DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWOREJO, Menimbang

Lebih terperinci

WALIKOTA YOGYAKARTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA YOGYAKARTA,

WALIKOTA YOGYAKARTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA YOGYAKARTA, WALIKOTA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 97 TAHUN 2011 TENTANG BESARAN TARIF SEWA PEMANFAATAN ASET UNTUK PENYELENGGARAAN REKLAME PERMANEN DI KOTA YOGYAKARTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 66 TAHUN 2001 TENTANG RETRIBUSI DAERAH

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 66 TAHUN 2001 TENTANG RETRIBUSI DAERAH PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 66 TAHUN 2001 TENTANG RETRIBUSI DAERAH UMUM Dengan ditetapkannya Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan atas Undangundang Nomor

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 66 TAHUN 2001 TENTANG RETRIBUSI DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 66 TAHUN 2001 TENTANG RETRIBUSI DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 66 TAHUN 2001 TENTANG RETRIBUSI DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 18 ayat (3), Pasal 22, dan Pasal 33

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 66 TAHUN 2001 TANGGAL 13 SEPTEMBER 2001 TENTANG RETRIBUSI DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 66 TAHUN 2001 TANGGAL 13 SEPTEMBER 2001 TENTANG RETRIBUSI DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 66 TAHUN 2001 TANGGAL 13 SEPTEMBER 2001 TENTANG RETRIBUSI DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 18 ayat

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. keuangan antara pemerintah pusat dan daerah, pendapatan asli daerah didefinisikan

BAB II LANDASAN TEORI. keuangan antara pemerintah pusat dan daerah, pendapatan asli daerah didefinisikan BAB II LANDASAN TEORI II.1. Pendapatan Asli Daerah II.1.1. Definisi Pendapatan Asli Daerah Berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 1997 TENTANG RETRIBUSI DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 1997 TENTANG RETRIBUSI DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 1997 TENTANG RETRIBUSI DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa sebagai pelaksanaan Pasal 18 ayat (3), Pasal 22, Pasal 25 ayat (6) dan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 1997 TENTANG RETRIBUSI DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 1997 TENTANG RETRIBUSI DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 1997 TENTANG RETRIBUSI DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa sebagai pelaksanaan Pasal 18 ayat (3), Pasal 22, Pasal 25 ayat (6) dan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pendapatan Asli Daerah Pendapatan Asli Daerah (PAD) menurut Halim (2008:96) merupakan semua penerimaan daerah yang berasal dari sumber ekonomi asli daerah. Kelompok PAD dipisahkan

Lebih terperinci

1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 sebagaimana telah diubah dengan Perubahan Kedua Undang-Undang Dasar 1945;

1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 sebagaimana telah diubah dengan Perubahan Kedua Undang-Undang Dasar 1945; PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 66 TAHUN 2001 TENTANG RETRIBUSI DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 18 ayat (3), Pasal 22, dan Pasal 33

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP), pengertian belanja modal

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP), pengertian belanja modal BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Belanja Modal Menurut Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP), pengertian belanja modal adalah pengeluaran yang dilakukan dalam rangka pembentukan modal yang sifatnya menambah

Lebih terperinci

BAB III RETRIBUSI DAERAH. Undang Nomor 28 Tahun 2009 sebagai perubahan Undang-Undang Nomor 34

BAB III RETRIBUSI DAERAH. Undang Nomor 28 Tahun 2009 sebagai perubahan Undang-Undang Nomor 34 29 BAB III RETRIBUSI DAERAH A. Konsep Pemungutan Retribusi Daerah Pemungutan retribusi daerah yang saat ini didasarkan pada Undang- Undang Nomor 28 Tahun 2009 sebagai perubahan Undang-Undang Nomor 34 Tahun

Lebih terperinci

WALIKOTA YOGYAKARTA. PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 18 TAHUN 2006 TENTANG PEMBATASAN USAHA TOKO JEJARING Dl KOTA YOGYAKARTA WALIKOTA YOGYAKARTA

WALIKOTA YOGYAKARTA. PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 18 TAHUN 2006 TENTANG PEMBATASAN USAHA TOKO JEJARING Dl KOTA YOGYAKARTA WALIKOTA YOGYAKARTA PERATURAN NOMOR 18 TAHUN 2006 TENTANG PEMBATASAN USAHA TOKO JEJARING Dl KOTA YOGYAKARTA Menimbang : a. bahwa untuk memberdayakan Usaha Mikro dan Kecil, serta mencegah terjadinya penguasaan pasar dan pemusatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. roda pemerintahan. Oleh karena itu tiap-tiap daerah harus mengupayakan agar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. roda pemerintahan. Oleh karena itu tiap-tiap daerah harus mengupayakan agar 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Pendapatan Asli Daerah (PAD) Pendapatan daerah adalah komponen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang digunakan untuk membiayai pembangunan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Proses desentralisasi pemerintahan yang dilakukan oleh Pemerintah. daerah memberikan konsekuensi terhadap Pemerintah Daerah untuk

I. PENDAHULUAN. Proses desentralisasi pemerintahan yang dilakukan oleh Pemerintah. daerah memberikan konsekuensi terhadap Pemerintah Daerah untuk I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proses desentralisasi pemerintahan yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat terhadap Pemerintah Daerah sebagai wujud nyata dari pelaksanaan otonomi daerah memberikan konsekuensi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep, Konstruk, Variabel Penelitian 2.1.1 Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Menurut Halim (2004:15-16) APBD adalah suatu anggaran daerah, dimana memiliki unsur-unsur

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Belanja Daerah Belanja daerah meliputi semua pengeluaran uang dari Rekening Kas Umum Daerah yang mengurangi ekuitas dana, yang merupakan kewajiban daerah dalam satu tahun anggaran

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN RETRIBUSI PENGGANTIAN BIAYA CETAK DOKUMEN KEPENDUDUKAN DAN CATATAN SIPIL DI KABUPATEN SERDANG BEDAGAI

BAB II PENGATURAN RETRIBUSI PENGGANTIAN BIAYA CETAK DOKUMEN KEPENDUDUKAN DAN CATATAN SIPIL DI KABUPATEN SERDANG BEDAGAI BAB II PENGATURAN RETRIBUSI PENGGANTIAN BIAYA CETAK DOKUMEN KEPENDUDUKAN DAN CATATAN SIPIL DI KABUPATEN SERDANG BEDAGAI A. Tinjauan Umum Tentang Retribusi Retribusi adalah pembayaran wajib dari penduduk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. roda pemerintahan. Oleh karena itu tiap-tiap daerah harus mengupayakan agar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. roda pemerintahan. Oleh karena itu tiap-tiap daerah harus mengupayakan agar 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Pendapatan Asli Daerah (PAD) Pendapatan daerah adalah komponen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang digunakan untuk membiayai pembangunan

Lebih terperinci

Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat

Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat - 1 - Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN DAN PEMANFAATAN INSENTIF PEMUNGUTAN PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH DI KOTA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. daerah dari sumber-sumber dalam wilayahnya sendiri yang dipungut berdasarkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. daerah dari sumber-sumber dalam wilayahnya sendiri yang dipungut berdasarkan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. PENGERTIAN PENDAPATAN ASLI DAERAH Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan semua penerimaan yang diperoleh daerah dari sumber-sumber dalam wilayahnya sendiri yang dipungut berdasarkan

Lebih terperinci

4. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 42, Tambahan

4. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 42, Tambahan SALINAN BUPATI BULUNGAN PERATURAN BUPATI BULUNGAN NOMOR 28 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN DAN PEMANFAATAN INSENTIF PEMUNGUTAN PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan

BAB 2 LANDASAN TEORI. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Pendapatan Asli Daerah 2.1.1. Definisi Pendapatan Asli Daerah Berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 66 TAHUN 2001 TENTANG RETRIBUSI DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 66 TAHUN 2001 TENTANG RETRIBUSI DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 66 TAHUN 2001 TENTANG RETRIBUSI DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : Mengingat : 1. 2. 3. 4. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 18 ayat (3),

Lebih terperinci

RETRIBUSI TERMINAL SEBAGAI SALAH SATU SUMBER PENDAPATAN ASLI DAERAH KABUPATEN/KOTA. Oleh. Zainab Ompu Zainah ABSTRAK

RETRIBUSI TERMINAL SEBAGAI SALAH SATU SUMBER PENDAPATAN ASLI DAERAH KABUPATEN/KOTA. Oleh. Zainab Ompu Zainah ABSTRAK 65 RETRIBUSI TERMINAL SEBAGAI SALAH SATU SUMBER PENDAPATAN ASLI DAERAH KABUPATEN/KOTA Oleh Zainab Ompu Zainah ABSTRAK Keywoods : Terminal, retribusi. PENDAHULUAN Membicarakan Retribusi Terminal sebagai

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG

LEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG LEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG Nomor 16 Tahun 2011 PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI JASA UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANGERANG, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA SUKABUMI

LEMBARAN DAERAH KOTA SUKABUMI LEMBARAN DAERAH KOTA SUKABUMI TAHUN 2012 NOMOR 18 PERATURAN DAERAH KOTA SUKABUMI TANGGAL : 20 DESEMBER 2012 NOMOR : 18 TAHUN 2012 TENTANG : PENYELENGGARAAN RETRIBUSI DAERAH Sekretariat Daerah Kota Sukabumi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Salah satu landasan yuridis bagi pengembangan Otonomi Daerah di Indonesia adalah lahirnya Undang-undang No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. Pengganti

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut M. Suparmoko (2001: 18) otonomi daerah adalah kewenangan daerah

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut M. Suparmoko (2001: 18) otonomi daerah adalah kewenangan daerah II. TINJAUAN PUSTAKA A. Otonomi Daerah Menurut M. Suparmoko (2001: 18) otonomi daerah adalah kewenangan daerah otonomi untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri

Lebih terperinci

PEMUNGUTAN PAJAK PARKIR DAN RETRIBUSI PARKIR OLEH PEMERINTAH DAERAH

PEMUNGUTAN PAJAK PARKIR DAN RETRIBUSI PARKIR OLEH PEMERINTAH DAERAH PEMUNGUTAN PAJAK PARKIR DAN RETRIBUSI PARKIR OLEH PEMERINTAH DAERAH www.clipartbest.com I. PENDAHULUAN Dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan, Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi yang dibarengi dengan pelaksanaan otonomi daerah

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi yang dibarengi dengan pelaksanaan otonomi daerah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pembangunan Nasional merupakan upaya pembangunan yang berkesinambungan dan berkelanjutan yang meliputi seluruh kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara. Mempercepat

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam pemerintahan suatu negara, pemerintah mempunyai peran dalam perekonomiannya.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam pemerintahan suatu negara, pemerintah mempunyai peran dalam perekonomiannya. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Sumber Penerimaan Daerah Dalam pemerintahan suatu negara, pemerintah mempunyai peran dalam perekonomiannya. Menurut Adam Smith peranan pemerintah dapat diklasifikasikan dalam :

Lebih terperinci

BUPATI DHARMASRAYA PERATURAN BUPATI DHARMASRAYA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI DHARMASRAYA PERATURAN BUPATI DHARMASRAYA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG BUPATI DHARMASRAYA PERATURAN BUPATI DHARMASRAYA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG SALINAN TATA CARA PEMBERIAN DAN PEMANFAATAN INSENTIF PEMUNGUTAN PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2014 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA,

TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2014 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA, SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2014 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA, Menimbang : a. bahwa memenuhi

Lebih terperinci

Hubungan Keuangan antara Pemerintah Daerah-Pusat. Marlan Hutahaean

Hubungan Keuangan antara Pemerintah Daerah-Pusat. Marlan Hutahaean Hubungan Keuangan antara Pemerintah Daerah-Pusat 1 Desentralisasi Politik dan Administrasi Publik harus diikuti dengan desentralisasi Keuangan. Hal ini sering disebut dengan follow money function. Hubungan

Lebih terperinci

WALIKOTA TEGAL PERATURAN WALIKOTA TEGAL NOMOR 385.TAHUN 2012 TENTANG

WALIKOTA TEGAL PERATURAN WALIKOTA TEGAL NOMOR 385.TAHUN 2012 TENTANG SALINAN WALIKOTA TEGAL PERATURAN WALIKOTA TEGAL NOMOR 385.TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN DAN PEMANFAATAN INSENTIF PEMUNGUTAN PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH KOTA TEGAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

Lab. Politik dan Tata Pemerintahan, Fakultas Ilmu Administrasi, Universitas Brawijaya

Lab. Politik dan Tata Pemerintahan, Fakultas Ilmu Administrasi, Universitas Brawijaya R E T R I B U S I DR. TJAHJANULIN DOMAI, MS Lab. Politik dan Tata Pemerintahan, Fakultas Ilmu Administrasi, Universitas Brawijaya 1. Pendahuluan - Pengantar - Tujuan - Definisi 7. Pengembalian Kelebihan

Lebih terperinci

BUPATI DUS BUPATI KUDUS PROVINSI JAWA TENGAH

BUPATI DUS BUPATI KUDUS PROVINSI JAWA TENGAH BUPATI DUS BUPATI KUDUS PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH KABUPATEN KUDUS TAHUN ANGGARAN 2016 DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan masyarakat. Semakin besar jumlah penduduk maka semakin. jawab pemerintah dalam mensejahterakan rakyatnya.

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan masyarakat. Semakin besar jumlah penduduk maka semakin. jawab pemerintah dalam mensejahterakan rakyatnya. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penerimaan pajak dari tahun ke tahun selalu mengalami peningkatan. Peningkatan tersebut secara logis dinilai wajar karena jumlah peningkatan pajak berbanding lurus

Lebih terperinci

PROVINSI JAWA TENGAH

PROVINSI JAWA TENGAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH KABUPATEN KUDUS TAHUN ANGGARAN 2015 Menimbang : a. DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA PASURUAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA PASURUAN NOMOR TAHUN 2012 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2013

PEMERINTAH KOTA PASURUAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA PASURUAN NOMOR TAHUN 2012 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2013 PEMERINTAH KOTA PASURUAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA PASURUAN NOMOR TAHUN 2012 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2013 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PASURUAN,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. administrasi dan fungsi Pemerintah di daerah yang dilaksanakan oleh

II. TINJAUAN PUSTAKA. administrasi dan fungsi Pemerintah di daerah yang dilaksanakan oleh 12 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pemerintah Daerah Sistem administrasi keuangan daerah di Indonesia ditandai dengan dua pendekatan, yaitu dekonsentarsi dan desentralisasi. Dekonsentrasi adalah administrasi dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep, Konstruk, Variable Penelitian 2.1.1 Pendapatan Asli Daerah Pendapatan Asli Daerah merupakan semua penerimaan daerah yang berasal dari sumber ekonomi asli daerah, pendapatan

Lebih terperinci

BUPATI KUDUS PROVINSI JAWA TENGAH

BUPATI KUDUS PROVINSI JAWA TENGAH BUPATI KUDUS PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH KABUPATEN KUDUS TAHUN ANGGARAN 2016 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI JASA UMUM

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI JASA UMUM PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI JASA UMUM I. PENJELASAN UMUM Undang-Undang Dasar 1945 memiliki semangat pemberlakuan asas desentralisasi dan otonomi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemerintah Daerah Di masa orde baru pengaturan pemerintahan daerah ditetapkan dengan Undang-Undang No. 5 tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah, tapi belum memberikan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keuangan Daerah Faktor keuangan merupakan faktor yang paling dominan dalam mengukur tingkat kemampuan daerah dalam melaksanakan otonominya. Keadaan keuangan daerah yang menentukan

Lebih terperinci

DATA ISIAN SIPD TAHUN 2017 BPPKAD KABUPATEN BANJARNEGARA PERIODE 1 JANUARI SAMPAI DENGAN 8 JUNI 2017

DATA ISIAN SIPD TAHUN 2017 BPPKAD KABUPATEN BANJARNEGARA PERIODE 1 JANUARI SAMPAI DENGAN 8 JUNI 2017 DATA ISIAN SIPD TAHUN 2017 BPPKAD KABUPATEN BANJARNEGARA PERIODE 1 JANUARI SAMPAI DENGAN 8 JUNI 2017 JENIS DATA 2012 2013 2014 2015 2016 2017 Satuan Data XIX. RINGKASAN APBD I. Pendapatan Daerah - 584244829879

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Kinerja Keuangan 1.1 Definisi Kinerja Keuangan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah dinyatakan bahwa

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BULUNGAN,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BULUNGAN, SALINAN BUPATI BULUNGAN PERATURAN BUPATI BULUNGAN NOMOR 18 TAHUN 2013 TENTANG PELIMPAHAN SEBAGIAN KEWENANGAN BUPATI BULUNGAN DIBIDANG PEMUNGUTAN RETRIBUSI DAERAH KEPADA SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH DI

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA PASURUAN SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA PASURUAN NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2013

PEMERINTAH KOTA PASURUAN SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA PASURUAN NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2013 PEMERINTAH KOTA PASURUAN SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA PASURUAN NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2013 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PASURUAN,

Lebih terperinci

PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI PANDEGLANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG,

PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI PANDEGLANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG, PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI PANDEGLANG NOMOR 58 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN PEMUNGUTAN RETRIBUSI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG, Menimbang Mengingat : : bahwa

Lebih terperinci

TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2015 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA,

TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2015 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA, SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 21 TAHUN 2014 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2015 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA, Menimbang : a. bahwa untuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritis 1. Pendapatan Asli Daerah a. Pengertian Pendapatan Asli Daerah Menurut Mardiasmo (2002:132), Pendapatan Asli Daerah adalah penerimaan yang diperoleh dan sektor

Lebih terperinci

manajemen sebagai suatu seni (suatu art) dan sebagi suatu ilmu. 3

manajemen sebagai suatu seni (suatu art) dan sebagi suatu ilmu. 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengelolaan Retribusi 1. Pengertian Pengelolaan Nugroho mendefinisikan bahwa pengelolaan merupakan istilah yang dipakai dalam ilmu manajemen. Secara etomologi istilah pengelolaan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah pendapatan yang bersumber dan dipungut

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah pendapatan yang bersumber dan dipungut 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Tentang Pendapatan Asli Daerah 1. Pengertian Pendapatan Asli Daerah (PAD) Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah pendapatan yang bersumber dan dipungut sendiri oleh pemerintah

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PEMERINTAH KOTA BONTANG NOMOR 1 TAHUN 2001 TENTANG PENETAPAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH KOTA BONTANG TAHUN ANGGARAN 2001

PERATURAN DAERAH PEMERINTAH KOTA BONTANG NOMOR 1 TAHUN 2001 TENTANG PENETAPAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH KOTA BONTANG TAHUN ANGGARAN 2001 PERATURAN DAERAH PEMERINTAH KOTA BONTANG NOMOR 1 TAHUN 21 TENTANG PENETAPAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH KOTA BONTANG TAHUN ANGGARAN 21 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BONTANG, Menimbang

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG

LEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG LEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG Nomor 15 Tahun 2011 PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI JASA USAHA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANGERANG, Menimbang : a.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. pusat dan daerah, bahwa pembangunan daerah sebagai bagian integral dari

II. TINJAUAN PUSTAKA. pusat dan daerah, bahwa pembangunan daerah sebagai bagian integral dari 19 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Otonomi Daerah Menurut Undang-Undang No.33 tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara pusat dan daerah, bahwa pembangunan daerah sebagai bagian integral dari Pembangunan

Lebih terperinci

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2016 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

NOMOR 34 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 1997 PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH

NOMOR 34 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 1997 PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 1997 TENTANG PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH RETRIBUSI DAERAH HAPOSAN SIMANJUNTAK,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAGIRI HULU NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI JASA UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI INDRAGIRI HULU,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAGIRI HULU NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI JASA UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI INDRAGIRI HULU, PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAGIRI HULU NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI JASA UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI INDRAGIRI HULU, Menimbang : Mengingat : a. bahwa dalam rangka pelaksanaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Organisasi sebagai satu kesatuan yang dinamis merupakan alat untuk mencapai

I. PENDAHULUAN. Organisasi sebagai satu kesatuan yang dinamis merupakan alat untuk mencapai I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Organisasi sebagai satu kesatuan yang dinamis merupakan alat untuk mencapai tujuan pokok. Pencapaian tujuan dalam suatu program kerja tidak saja bergantung pada konsep-konsep

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 245 TAHUN 2004 TENTANG PEDOMAN PENETAPAN TARIF RETRIBUSI JASA UMUM

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 245 TAHUN 2004 TENTANG PEDOMAN PENETAPAN TARIF RETRIBUSI JASA UMUM MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 245 TAHUN 2004 TENTANG PEDOMAN PENETAPAN TARIF RETRIBUSI JASA UMUM MENTERI DALAM NEGERI, Menimbang Mengingat : a. bahwa sesuai

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI ACEH TIMUR NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG INSENTIF PEMUNGUTAN PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA KUASA

PERATURAN BUPATI ACEH TIMUR NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG INSENTIF PEMUNGUTAN PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA KUASA PERATURAN BUPATI ACEH TIMUR NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG INSENTIF PEMUNGUTAN PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA KUASA BUPATI ACEH TIMUR, Menimbang : a. bahwa Peraturan Pemerintah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keuangan Daerah dan APBD Peraturan Menteri Dalam Negeri No 21 tahun 2011 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah mendefinisikan Keuangan Daerah sebagai semua hak dan kewajiban

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BERAU

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BERAU - - 1 - Desaign V. Santoso Edit Nopember 2011 Menimbang PERATURAN DAERAH KABUPATEN BERAU NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI TERMINAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BERAU, : a. bahwa Retribusi

Lebih terperinci

BUPATI DHARMASRAYA PERATURAN DAERAH KABUPATEN DHARMASRAYA NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PASAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI DHARMASRAYA PERATURAN DAERAH KABUPATEN DHARMASRAYA NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PASAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN BUPATI DHARMASRAYA PERATURAN DAERAH KABUPATEN DHARMASRAYA NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PASAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI DHARMASRAYA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. Menurut Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. Menurut Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS 1.1 Tinjauan Teoretis 1.1.1 Otonomi Menurut Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah merupakan hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom

Lebih terperinci

WALIKOTA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG

WALIKOTA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG WALIKOTA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA NOMOR 18 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERPARKIRAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 15 TAHUN 2016 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2017 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

WALIKOTA BATU PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA BATU NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2017

WALIKOTA BATU PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA BATU NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2017 SALINAN WALIKOTA BATU PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA BATU NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2017 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BATU,

Lebih terperinci

BAB II PENENTUAN TARIF LAYANAN JASA

BAB II PENENTUAN TARIF LAYANAN JASA 9 BAB II PENENTUAN TARIF LAYANAN JASA 2.1 Otonomi Daerah Otonomi daerah dapat diartikan sebagai kewenangan yang diberikan kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pajak Pajak daerah adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan

Lebih terperinci

NOMOR : 15 TAHUN 2013 TANGGAL : 11 DESEMBER 2013

NOMOR : 15 TAHUN 2013 TANGGAL : 11 DESEMBER 2013 BUPATI CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR : 15 TAHUN 2013 TANGGAL : 11 DESEMBER 2013 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH KABUPATEN CILACAP TAHUN ANGGARAN 2014 PERATURAN DAERAH

Lebih terperinci

yang tidak perlu, mendorong kemampuan prakarsa dan kreativitas pemerintah daerah dan masyarakat daerah dalam mengejar kesejahteraan, walau dalam

yang tidak perlu, mendorong kemampuan prakarsa dan kreativitas pemerintah daerah dan masyarakat daerah dalam mengejar kesejahteraan, walau dalam Kebijakan otonomi daerah lahir dengan tujuan untuk menyelamatkan pemerintahan dan keutuhan negara, membebaskan pemerintah pusat dari beban yang tidak perlu, mendorong kemampuan prakarsa dan kreativitas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keuangan Daerah Faktor keuangan merupakan faktor yang paling dominan dalam mengukur tingkat kemampuan daerah dalam melaksanakan otonominya. Keadaan keuangan daerah yang menentukan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Keuangan Daerah 2.1.1. Pengertian Keuangan Daerah Keuangan Daerah atau anggaran daerah merupakan rencana kerja pemerintah daerah dalam bentuk uang (rupiah) dalam satu periode

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. kemampuan menggali sumber-sumber daya yang ada di setiap daerah untuk

II. TINJAUAN PUSTAKA. kemampuan menggali sumber-sumber daya yang ada di setiap daerah untuk 19 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Otonomi Daerah Pembangunan daerah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari pembangunan nasional yang dijalankan selama ini. Keberhasilan akan ditentukan dari bagaimana kemampuan

Lebih terperinci

Daerah (PAD), khususnya penerimaan pajak-pajak daerah (Saragih,

Daerah (PAD), khususnya penerimaan pajak-pajak daerah (Saragih, APBD merupakan suatu gambaran atau tolak ukur penting keberhasilan suatu daerah di dalam meningkatkan potensi perekonomian daerah. Artinya, jika perekonomian daerah mengalami pertumbuhan, maka akan berdampak

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 9 TAHUN 2015 BUPATI KUDUS PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang baik. Melalui sistem pemerintahan yang baik, setidaknya hal tersebut dapat

BAB I PENDAHULUAN. yang baik. Melalui sistem pemerintahan yang baik, setidaknya hal tersebut dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai negara kepulauan yang memiliki wilayah yang luas dan jumlah penduduk terbesar keempat di dunia, Indonesia tentu membutuhkan sistem pemerintahan yang

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Bupati tentang Insentif Pemungutan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah; BERITA DAERAH KABUPATEN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sumber Penerimaan Daerah Salah satu kemampuan yang dituntut terhadap daerah adalah kemampuan daerah tersebut untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri (self supporting)

Lebih terperinci

BUPATI KUDUS PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI KUDUS PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG BUPATI KUDUS PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH KABUPATEN KUDUS TAHUN ANGGARAN 2013 DENGAN

Lebih terperinci

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 34 TAHUN 2011 TENTANG INSENTIF PEMUNGUTAN RETRIBUSI DAERAH

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 34 TAHUN 2011 TENTANG INSENTIF PEMUNGUTAN RETRIBUSI DAERAH BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 77 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 34 TAHUN 2011 TENTANG INSENTIF PEMUNGUTAN RETRIBUSI DAERAH DENGAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Keuangan Daerah. Penjelasan selengkapnya adalah sebagai berikut:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Keuangan Daerah. Penjelasan selengkapnya adalah sebagai berikut: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori Adapun tinjauan teori dalam penelitian ini meliputi: (i) Otonomi Daerah, (ii) Keuangan Daerah, (iii) Analisis Kinerja dan Kemampuan Keuangan Daerah. Penjelasan

Lebih terperinci

BUPATI TASIKMALAYA PERATURAN BUPATI TASIKMALAYA NOMOR 37 TAHUN 2008 TENTANG

BUPATI TASIKMALAYA PERATURAN BUPATI TASIKMALAYA NOMOR 37 TAHUN 2008 TENTANG BUPATI TASIKMALAYA PERATURAN BUPATI TASIKMALAYA NOMOR 37 TAHUN 2008 TENTANG RINCIAN TUGAS UNIT DI LINGKUNGAN DINAS PENDAPATAN, PENGELOLAAN KEUANGAN DAN ASET DAERAH KABUPATEN TASIKMALAYA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 01 TAHUN 2013 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH KABUPATEN CILACAP TAHUN ANGGARAN 2013

PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 01 TAHUN 2013 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH KABUPATEN CILACAP TAHUN ANGGARAN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 01 TAHUN 2013 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH KABUPATEN CILACAP TAHUN ANGGARAN 2013 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CILACAP, Menimbang :

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. LANDASAN TEORI 1) Pengertian Retribusi Daerah Retribusi Daerah menurut Pasal 1 Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001 tentang retribusi daerah, adalah pungutan daerah sebagai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TENTANG PEMERINTAH DAERAH DAN PENDAPATAN ASLI DAERAH

BAB II TINJAUAN TENTANG PEMERINTAH DAERAH DAN PENDAPATAN ASLI DAERAH BAB II TINJAUAN TENTANG PEMERINTAH DAERAH DAN PENDAPATAN ASLI DAERAH A. Pemerintah Daerah 1. Pengertian Pemerintah Daerah Pengaturan mengenai penyelenggaraan pemerintahan daerah di Indonesia, telah diatur

Lebih terperinci

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 20 TAHUN 2016 PENJABARAN PERUBAHAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 20 TAHUN 2016 PENJABARAN PERUBAHAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH SALINAN BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 20 TAHUN 2016 TENTANG PENJABARAN PERUBAHAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH KABUPATEN KUDUS TAHUN ANGGARAN 2016 BUPATI KUDUS, Menimbang melalui :

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG LAIN-LAIN PENDAPATAN ASLI DAERAH YANG SAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG LAIN-LAIN PENDAPATAN ASLI DAERAH YANG SAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG LAIN-LAIN PENDAPATAN ASLI DAERAH YANG SAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TEMANGGUNG, Menimbang : a. bahwa berdasarkan ketentuan

Lebih terperinci

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 10 TAHUN 2017 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2018 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA SELATAN

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA SELATAN PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA SELATAN NOMOR 18 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PERPARKIRAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA SELATAN, Menimbang

Lebih terperinci

Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3851); Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara

Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3851); Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2013 2013 PERDA KOTA PASURUAN NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2013 13 HLM, LD No. 23 ABSTRAK : -

Lebih terperinci

P E N J E L A S A N A T A S UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2000 T E N T A N G

P E N J E L A S A N A T A S UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2000 T E N T A N G P E N J E L A S A N A T A S UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2000 T E N T A N G PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 1997 TENTANG PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH

Lebih terperinci

-1- PERATURAN DAERAH KABUPATEN NABIRE NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG RETRIBUSI JASA UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI NABIRE,

-1- PERATURAN DAERAH KABUPATEN NABIRE NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG RETRIBUSI JASA UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI NABIRE, -1- PERATURAN DAERAH KABUPATEN NABIRE NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG RETRIBUSI JASA UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI NABIRE, Menimbang : a. bahwa sesuai Pasal 110 ayat (1) Undang-Undang Nomor

Lebih terperinci

BUPATI SINJAI PERATURAN BUPATI SINJAI NOMOR 28 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN INSENTIF PEMUNGUTAN PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH

BUPATI SINJAI PERATURAN BUPATI SINJAI NOMOR 28 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN INSENTIF PEMUNGUTAN PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH PERATURAN BUPATI SINJAI NOMOR 28 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN INSENTIF PEMUNGUTAN PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SINJAI, Menimbang : a. bahwa untuk meningkatkan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA TEBING TINGGI

PEMERINTAH KOTA TEBING TINGGI ESA HILANG DUA TERBILANG PEMERINTAH KOTA TEBING TINGGI PERATURAN DAERAH KOTA TEBING TINGGI NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TEBING TINGGI, Menimbang

Lebih terperinci