PELAKSANAAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK DALAM PROSES PENUNTUTAN PERKARA PIDANA DI KEJAKSAAN NEGERI PADANG JURNAL. Oleh:

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PELAKSANAAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK DALAM PROSES PENUNTUTAN PERKARA PIDANA DI KEJAKSAAN NEGERI PADANG JURNAL. Oleh:"

Transkripsi

1 0 PELAKSANAAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK DALAM PROSES PENUNTUTAN PERKARA PIDANA DI KEJAKSAAN NEGERI PADANG JURNAL Oleh: FEBBY ZAHARA NPM : PROGRAM STUDI ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS TAMANSISWA PADANG 2015

2 i PELAKSANAAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK DALAM PROSES PENUNTUTAN PERKARA PIDANA DI KEJAKSAAN NEGERI PADANG ( Febby Zahara, NPM: , Fakultas Hukum Universitas Tamansiswa Padang, 2015, 19 Halaman ) ABSTRAK Anak juga merupakan salah satu kelompok masyarakat yang sangat rentan dan mudah terpengaruh oleh hal-hal baru yang menarik baginya. Anak belum bisa memilah mana yang baik dan mana yang buruk, apalagi anak yang masih dalam masa pertumbuhan dan masih mencari jati dirinya. Apabila hal demikian disalahgunakan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab maka, rusak pula lah moral anak tersebut. Oleh sebab itu, diperlukan suatu peraturan hukum yang tegas dan mampu mengatasi setiap permasalahan hukum yang terjadi di Indonesia, khususnya masalah tindak pidana yang pelakunya adalah seorang anak. Permasalahan: Pertama, Bagaimanakah pelaksanaan perlindungan hukum terhadap anak dalam proses penuntutan perkara pidana di Kejaksaan Negeri Padang? Kedua, Apakah kendala yang dihadapi oleh Jaksa Penuntut Umum? Ketiga, Bagaimana cara yang dilakukan untuk mengatasi kendala yang dihadapi oleh Jaksa Penuntut Umum tersebut. Sifat Penelitian ini adalah deskriptif yaitu usaha untuk menggambarkan secara keseluruhan tentang Pelaksanaan Perlindungan Hukum Terhadap Anak Dalam Proses Penuntutan Perkara Pidana di Kejaksaan Negeri Padang. Sementara itu, metode pendekatan yang digunakan pendekatan yuridis sosiologis. yang mengkaji hukum pelaksanaannya (law in action) dengan lokasi penelitian di Kejaksaan Negeri Padang. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, dapat disimpulkan: Pertama, Pelaksanaan perlindungan hukum terhadap anak dalam proses penuntutan perkara pidana sudah berjalan dengan baik sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, yang mana lebih memperhatikan hak-hak anak dan mengutamakan diversi. Kedua, Kendala-kendala yang dihadapi Jaksa Penuntut Umum salah satunya yaitu dalam hal pembuatan surat dakwaan agar dapat dipahami oleh anak. Ketiga, Cara mengatasinya adalah Jaksa Penuntut Umum berusaha dalam menyusun surat dakwaan dengan kalimat dari kata-kata atau menggunakan bahasa yang mudah dimengerti dan dipahami oleh anak tersebut, tanpa mengabaikan pasal-pasal yang direncanakan akan didakwakan padanya, serta menguraikan unsur-unsur tindak pidana yang cocok dengan perbuatan yang dilakukannya.

3 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak merupakan amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, bahkan anak dianggap sebagai harta kekayaan yang paling berharga dibandingkan kekayaan harta benda lainnya. Karenanya, anak sebagai amanah Tuhan harus senantiasa dijaga dan dilindungi karena dalam diri anak melekat harkat, martabat, dan hak-hak sebagai manusia yang dijunjung tinggi. 1 Selama ini penanganan kasus anak mulai dari tingkat Penyidikan, Penuntutan, Pengadilan sampai di Lembaga Pemasyarakatan anak merasa masih kurang dihargai hak-haknya sebagai anak. Kenyataan ini menggambarkan belum sepenuhnya penanganan terhadap anak-anak yang bermasalah dengan hukum memperhatikan kepentingan dan kesejahteraan anak. Dapat kita lihat ketika dilakukan penahanan terhadap anak sering ditempatkan bercampur dengan penahanan untuk orang dewasa. Ditambah lagi dengan vonis di Pengadilan yang lebih cenderung menjatuhkan pidana penjara terhadap anak nakal. Padahal keputusan yang seperti itu sering membekaskan stigma pada diri anak yang sangat merugikan kejiwaan anak di masa yang akan datang. Permasalahannya adalah, apakah pelaksanaan perlindungan anak dalam proses penuntutan sudah sesuai dengan ketentuan Undang-undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Anak, dan dalam proses pidana terhadap anak adalah melibatkan anak dalam proses hukum sebagai Subjek Delik dengan tidak mengabaikan akan manfaat bagi masa depan anak tersebut serta menegakkan hukum sebagai pengayom, pelindung dan menciptakan yang tertib guna memperoleh keadilan. Berdasarkan pada uraian di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai Pelaksanaan Perlindungan Hukum Terhadap Anak Dalam Proses Penuntutan Perkara Pidana. B. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian dari latar belakang yang telah dikemukakan diatas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: 1. Bagaimanakah pelaksanaan perlindungan hukum terhadap anak dalam proses penuntutan perkara pidana di Kejaksaan Negeri Padang? 2. Apakah kendala yang dihadapi Jaksa Penuntut Umum dan pelaksanaan perlindungan hukum terhadap anak dalam proses penuntutan perkara pidana di Kejaksaan Negeri Padang? 3. Bagaimanakah cara yang dilakukan untuk mengatasi kendala yang dihadapi Jaksa Penuntut Umum dan pelaksana perlindungan hukum terhadap anak dalam proses penuntutan perkara pidana di Kejaksaan Negeri Padang? 1 Ahmad Kamil, dkk, 2008, Hukum Perlindungan dan Pengangkatan Anak di Indonesia, PT.Rajagrafindo Persada, Jakarta, hlm. 7.

4 2 C. Tujuan Penelitian Tujuan Penelitian yang dilakukan ini adalah untuk mencari jawaban dari permasalahan yang timbul di atas, yaitu: 1. Untuk mengetahui pelaksanaan perlindungan hukum terhadap anak dalam proses penuntutan perkara pidana di Kejaksaan Negeri Padang. 2. Untuk mengetahui kendala yang dihadapi Jaksa Penuntut Umum dan pelaksana perlindungan hukum terhadap anak dalam proses penuntutan perkara pidana di Kejaksaan Negeri Padang. 3. Untuk mengetahui cara mengatasi kendala yang dihadapi Jaksa Penuntut Umum dan pelaksanaan perlindungan hukum terhadap anak dalam proses penuntutan perkara pidana di Kejaksaan Negeri Padang. D. Manfaat Penelitian Apa yang telah ditegaskan dalam tujuan penulisan hukum di atas, penulisan hukum ini diharapkan manfaat bagi diri sendiri maupun bagi masyarakat pada umumnya. Manfaat penelitian ini dibedakan kedalam dua bentuk yaitu: 1. Manfaat Teoritis a. Hasil penelitian dapat digunakan untuk pengembangan ilmu pengetahuan di bidang hukum dan khususnya terkait dengan anak. b. Hasil penelitian ini akan bermanfaat daalm memberikan pengetahuan tentang perlindungan hukum terhadap anak sebagai pelaku tindak pidana dalam proses penuntutan. c. Hasil penelitian ini bermanfaat untuk dapat memberikan masukan bagi ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang Hukum Pidana Anak dan umumnya hukum pidana. 2. Manfaat Praktis a. Hasil penelitian ini akan berguna dalam memberikan jawaban terhadap masalah yang akan diteliti. b. Hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan untuk memberi informasi dan gambaran kepada masyarakat pada umumnya dan semua pihak yang berkepentingan pada khususnya, bahwa perlindungan anak terhadap pelaku tindak pidana sangat diperlukan untuk anak itu sendiri yang dapat berupa pembentukan kejiwaan dari anak. E. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Metode Pendekatan Metode pendekatan masalah yang dipergunakan adalah yuridis sosiologis, artinya penulis memperoleh data dari lapangan. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini berupa pendekatan undang-undang, pendekatan kasus dan pendekatan konseptual. Dalam hal ini berkaitan dengan tujuan penelitian yang berusaha mendeskripsikan dan menganalisis tentang pelaksanaan perlindungan hukum terhadap anak dalam proses penuntutan perkara pidana di wilayah hukum Kejaksaan Negeri Padang.

5 3 2. Jenis dan Sumber Data a. Data Primer, yaitu data yang diperoleh langsung dari tempat penelitian di Kejaksaan Negeri Padang melalui penelitian lapangan. Data primer ini berupa hasil wawancara dengan Jaksa Penuntut Umum Irna, SH. dan Jaksa Penuntut Umum Anak, Sylvia Andriati di Kejaksaan Negeri Padang; b. Data Sekunder merupakan data-data atau masukan-masukan sekitar masalah objek yang dikaji melalui penelitian yang bersumber pada literatur, peraturan perundang-undangan, dan lain-lain yang ada hubungannya dengan masalah yang hendak dibahas. 2 Terutama surat dakwaan dan surat tuntutan, serta didukung oleh buku-buku dan karya tulis dari kalangan ahli hukum yang berkaitan dengan masalah yang diangkat pada penelitian ini yang terdiri dari: 1) Bahan hukum primer yaitu bahan hukum yang mengikat 3 dalam bentuk Peraturan Perundang-undangan yakni KUHP (Kitab Undang-undang Hukum Pidana), terdiri dari: a. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana; b. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana; c. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 Tentang Kesejahteraan Anak; d. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak; e. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 Tentang Kejaksaan Republik Indonesia; f. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak; 2) Bahan hukum sekunder, yaitu bahan-bahan hukum yang erat hubungannya dengan bahan huk\um primer yang dapat membantu menganalisa dan memahami bahan-bahan primer, bahan hukum sekunder ini terdiri dari semua tulisan yang tidak berbentuk peraturan perundang-undangan, seperti; buku-buku atau literature, hasil penelitian, jurnal-jurnal hukum atau jurnal-jurnal umum lainnya, hasil seminar, symposium, lokakarya, diklat, dan catatan kuliah. Majalah-majalah yang dapat dipertanggung-jawabkan muatannya dan media masa lainnya baik elektronik maupun cetak; 3. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang dipakai dalam penelitian ini, yaitu: a. Studi Dokumen yaitu Peneliti dengan cara mempelajari bahan-bahan hukum kepustakaan yang ada terutama yang berkaitan dengan masalah 2 Soejono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Rajawali Press, Jakarta, 1982, hlm.25 3 Bambang Sugiono, Metodologi Penelitian Hukum, PT. Raja Grafika Persada, Jakarta 2002, hlm.113.

6 4 yang diteliti serta perundang-undangan yang ada kaitannya dengan materi atau objek penelitian; b. Untuk mengumpulkan data primer dilakukan dengan cara wawancara dalam bentuk semi structure interview yang dilakukan dengan cara menggunakan catatan pemandu dan tidak menutup kemungkinan adanya pertanyaan lain di luar dari pada yang telah disiapkan di dalam daftar pertanyaan kepada pihak-pihak terkait; 4. Pengolahan dan analisis Data a. Pengolahan data Pengolahan data dilakukan melalui proses editing yaitu kegiatan memperbaiki data yang tidak betul menjadi betul atau memisahkan data yang masih kasar menjadi lebih halus dan bermakna; b. Analisis data Analisis data yang digunakan termasuk jenis penelitian deskriptif kualitatif. Penelitian ini berupaya untuk mendeskripsikan atau menggambarkan suatu tentang keadaan atau peristiwa sebagaimana adanya. Menurut Lexy J. Maleong, penelitian kualitatif adalah penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang atau perilaku yang diamati 4. Sedangkan menurut Arikunto, penelitian dengan metode deskriptif adalah penelitian yang dimaksudkan untuk mengumpulkan informasi atau gejala yang ada yaitu keadaan menurut apa adanya pada saat penelitian 5. Dengan demikian jelaslah bahwa penelitian deskriptif kualitatif adalah penelitian yang bertujuan untuk membuat deskripsi atau gambaran secara sistematis dan akurat mengenai fakta-fakta serta hubungan antara fenomena yang diselidiki. Berdasarkan penjelasan di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk membuat deskripsi atau gambaran mengenai pelaksanaan perlindungan hukum terhadap anak dalam proses penuntutan perkara pidana di Kejaksaan Negeri Padang. II. KAJIAN PUSTAKA A. Perlindungan Hukum Terhadap Anak Pengertian anak juga tertuang dalam hukum nasional di Indonesia. Pasal 1 ayat (1) Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, diatur bahwa: Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. Jadi, berdasarkan pengertian tersebut anak yang masih berada dalam kandungan juga telah berhak atas perlindungan hukum. 1. Perlindungan Hukum dan Perlindungan Anak Perlindungan Anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, Lexy J. Maleong, Metode Penelitian Kualitatif, Bandung, Remaja Rosdakarya, 2002, hal. 5 Arikunto, Prosedur Penelitian, Bina Aksara, 1989, hal. 921.

7 5 dan berpartisipasi, secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi Prinsip Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Pelaku Tindak Pidana Dalam usaha perlindungan terhadap anak dapat dilakukan: 7 a. Perlindungan secara langsung. Perlindungan secara langsung merupakan usaha yang langsung berkaitan dengan kepentingan anak antara lain pencegahan dari segala sesuatu yang dapat merugikan atau mengorbankan kepentingan anak disertai pengawasan supaya anak berkembang dengan baik dan penjagaan terhadap gangguan dari dalam dirinya dan luar dirinya. b. Perlindungan tidak langsung. Dalam hal ini yang ditangani bukanlah anak secara langsung, tetapi para partisipan lainnya dalam perlindungan anak. Seperti para orang tua, petugas Pembina, dan lain sebagainya. B. Pengertian Anak dan Hak-hak Anak 1. Pengertian Anak Menurut Berbagai Bidang Hukum Pengertian anak juga tertuang dalam hukum nasional di Indonesia. Defenisi anak secara nasional pada hakikatnya dapat dinilai berdasarkan batasan usia anak menurut hukum pidana, hukum perdata, hukum adat, dan hukum islam. Berdasarkan pengertian di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa menurut undang-undang ini, batas minimal dan maksimal seorang anak dapat diperiksa sebagai terdakwa adalah anak yang berusia minimal 8 (delapan) tahun dan maksimal 18 (delapan belas) tahun. Dirumuskan pula bahwa seorang anak hanya boleh dijatuhkan pidana bila telah mencapai umur 8 (delapan) tahun saja. 2. Hak-Hak Anak Pada Proses Penuntutan Perkara Pidana Yang Diatur Dalam Perundang-undangan Dalam hal orang tua, wali atau pengasuh anak melakukan segala bentuk tersebut, maka pelaku dikenakan pemberatan hukuman. Pasal 15 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menyebutkkan bahwa setiap anak berhak untuk memperoleh perlindungan dari: 1) Penyalahgunaan dalam kegiatan politik; 2) Pelibatan dalam sengketa bersenjata; 3) Pelibatan dalam kerusuhan sosial; 4) Pelibatan dalam peristiwa yang mengandung unsur kekerasan; 5) Pelibatan dalam peperangan. 6 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak. 7 Moch. Faisal Salam, 2005, Hukum Acara Peradilan Anak Di Indonesia, PT. Mandar Maju, Bandung, hlm.2.

8 C. Pemeriksaan Perkara Pidana Anak 1. Penuntutan Perkara Pidana Anak Setelah penyidik selesai mengadakan penyidikan, perkara yang telah selesai disidik diserahkan kepada penuntut umum. Berdasarkan Pasal 41 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Anak, penuntutan terhadap anak dilakukan oleh Penuntut Umum Khusus Anak, yang ditetapkan berdasarkan Surat Perintah Pimpinan atau pejabat lain yang ditunjuk oleh Jaksa Agung. Oleh karena itu tidak semua penuntut umum dapat betindak sebagai penuntut umum dalam perkara anak, tetapi hanya penuntut umum tertentu saja, sebagaimana bunyi Pasal 41 Undang- Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Anak: a. Penuntutan terhadap perkara Anak dilakukan oleh Penuntut Umum yang ditetapkan berdasarkan Keputusan Jaksa Agung atau pejabat lain yang ditunjuk oleh Jaksa Agung. b. Syarat-syarat untuk dapat ditetapkan sebagai Penuntut Umum sebagaimana dimaksud ayat (1) meliputi: 1) telah berpengalaman sebagai penuntut umum; 2) mempunyai minat, perhatian, dedikasi, dan memahami masalah anak; dan 3) telah mengikuti pelatihan teknis tentang peradilan anak; c. Dalam hal belum terdapat Penuntut Umum yang memenuhi persyaratan sebagaiman dimaksud pada ayat (2), tugas penuntutan dilaksanakan oleh penuntut umum yang melakukan tugas penuntutan bagi tindak pidana yang dilakukan oleh orang dewasa. 2. Tugas Dan Wewenang Jaksa Penuntut Umum Dalam Penuntutan Anak Dengan diterbitkannya Undang-undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia memuat tentang tugas dan wewenang kejaksaan dalam Pasal 30, antara lain sebagai berikut: (1) Melakukan penuntutan; (2) Melaksanakan penetapasn hakim dan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap; (3) Melakukan pengawasan terhadap pelaksanan putusan pidana bersyarat, putusan pidana pengawasan, dan keputusan lepas bersyarat; (4) Melakukan penyidikan terhadap tindak pidana tertentu berdasarkan undang-undang; (5) Melengkapi berkas perkara tertentu dan untuk itu dapat melakukan pemeriksaan tambahan sebelum dilimpahkan ke pengadilan yang dalam pelaksanaannya dikoordinasikan dengan penyidik. 3. Proses Penuntutan Perkara Pidana Anak Penyidik menerima perkara anak berasal dari laporan, aduan dan kemungkinan penyidik mengetahui sendiri. Bersama-sama dengan Bapas, pihak korban dan pihak orang tua pelaku serta LSM, penyidik mengadakan musyawarah untuk menentukan tindakan selanjutnya dalam perkara anak nakal yang bersangkutan. Tindak lanjut dari penyidikan ini untuk menentukan apakah anak nakal tersebut perlu diteruskan kepada 6

9 7 penuntutan atau dilakukan diversi. Di dalam penentuan ini perlu ada pemberitahuan dan kesepakatan dengan orang tua wali atau pihak lain yang berperan untuk menentukan bagaimana perlakuan terhadap anak nakal tersebut. Kesepakatan orang tua/wali sangat berperan dalam penentuan ide diversi. Sebagaimana di negara-negara lain implementasi ide diversi, disertai dengan kesepakatan orang tuannya. Apabila anak nakal tersebut menerima program-program diversi, maka perkara anak yang bersangkutan tidak dilimpahkan kepada proses penuntutan, namun jika pengajuan implementasi ide diversi tidak diterima atau ditolak maka seterusnya perkara dilimpahkan ke pengadilan untuk dilakukan penuntutan dan pemeriksaan di kejaksaan. 8 Penuntut umum setelah menerima berkas perkara anak, maka dengan pertimbangan Bapas akan menentukan apakah anak nakal tersebut dilimpahkan untuk diperiksa pengadilan ataupun dihentikan pada tingkat penuntutan yang semata-mata untuk kepentingan anak nakal tersebut. Penghentian penuntutan ini dengan pertimbangan yang terbaik bagi pertumbuhan dan pembinaan anak. Terhadap anak nakal yang tidak dihentikan perkaranya maka dilimpahkan ke pengadilan untuk diperiksa dan mendapatkan keputusan hakim. 9 Sesuai dengan uraian tersebut maka diharapkan penuntutan terhadap perkara anak dalam sistem peradilan pidana anak di Indonesia dapat dilaksanakan sesuai ketentuan-ketentuan yagn telah diatur dalam Konvensi Hak-Hak Anak 1989 dan peraturan perundang-undangan yang berlaku dengan memperhatikan kepentingan yang terbaik bagi anak, khususnya anak yang berkonflik dengan hukum yang diduga melakukan tindak pidana yang perlu dilakukan penanganan secara khusus. III. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pelaksanaan Perlindungan Hukum Terhadap Anak Dalam Penuntutan Perkara Pidana Terkait dengan proses penuntutan terhadap anak, ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh Jaksa Penuntut Umum adalah: 1. Pemeriksaan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) Penuntut umum setelah menerima BAP yang dibuat oleh penyidik anak, dalam tempo 7 (tujuh) hari wajib memberitahukan kepada penyidik apakah hasil penyidikan itu sudah lengkap atau belum. Penuntut umum juga mencocokkan keterangan tersangka yang diperiksa lebih lanjut penuntut umum dengan BAP yang dibuat oleh penyidik apabila penuntut umum berpendapat bahwa hasil penyidikan atau BAP yang dibuat oleh penyidik telah lengkap maka ia dapat segera melakukan penuntutan dan membuat surat dakwaan sesuai dengan ketentuan KUHAP. Penuntut umum juga berhak untuk memerintahkan dalam melakukan penahanan lanjutan terhadap tersangka anak untuk paling lama 10 (sepuluh) hari. 8 Setya Wahyudi, Op.Cit, hlm Ibid, hlm. 292.

10 8 Jaksa Penuntut Umum setelah menerima BAP harus mempelajari dan menelitinya, dimana dalam waktu 7 (tujuh) hari ia wajib memberitahukan kepada penyidik anak apakah hasil penyidikan itu sudah lengkap atau belum. Apabila BAP sudah lengkap, maka penuntut umum akan menentukan apakah berkas perkara itu sudah memenuhi persyaratan untuk dilimpahkan ke pengadilan (Pasal 139 KUHAP). 2. Berita Acara Diversi Berkas perkara tindak pidana anak ini lebih diupayakan diversi. Diversi adalah pengalihan penyelesaian perkara anak dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana (Pasal 1 Ayat 7 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Anak). Diversi dilakukan baik di tingkat penyidikan, penuntutan, maupun di dalam proses persidangan. 10 Untuk upaya diversi tersebut, baik jika berhasil maupun gagal tetap harus dibuatkan berita acara diversinya, hal ini diatur dalam Pasal 42 Ayat 3 dan 4 Undang-Undang Nomor 11 Tahun Pembuatan Surat Dakwaan Dalam perkara anak, setelah menerima berkas perkara yang dilimpahkan oleh penyidik dan penuntut umum beranggapan bahwa hasil penyidikan telah cukup (P-21) dan dapat dilakukan penuntutan, maka berdasarkan Pasal 140 Ayat 1 KUHAP, maka wajib dalam waktu secepatnya membuat surat dakwaan apabila penyidikan yang dilakukan oleh penyidik telah lengkap. 11 Dalam membuat surat dakwaan, penuntut umum anak harus mempedomani ketentuan Pasal 143 KUHAP, terutama ayat (2) dan ayat (3) yang secara lengkap berbunyi: (2) Penuntut umum membuat surat dakwaan yang diberi tanggal dan ditandatangani serta berisi: a. nama lengkap, tempat lahir, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin, kebangsaan, tempat tinggal, agama, dan pekerjaan tersangka; b. uraian secara cerna, jelas, dan lengkap mengenai tindak pidana yang didakwakan dengan menyebutkan waktu dan tempat tindak pidana itu dilakukan. (3) Surat dakwaan yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf b batal demi hukum. Tentang bagaimana cara menguraikan tindak pidana yang didakwakan dengan cermat, jelas, dan lengkap, tidaklah begitu mudah untuk dilaksanakan, akan tetapi untuk kepentingan dalam praktik, seorang penuntut umum perlu melihat beberapa contoh surat dakwaan dari yurisprudensi Mahkamah Agung yang khusus menyangkut surat dakwaan batal demi hukum, karena surat dakwaan yang tidak memenuhi syarat 10 Hasil Wawancara dengan Jaksa Sylvia Andriati, Jaksa Penuntut Umum Anak, di Kejaksaan Negeri Padang, Tanggal 16 Maret 2015, Jam Wib. 11 Nashriana, Op.cit., hlm.135.

11 9 Materil berdasarkan Pasal 143 ayat (3) KUHAP berakibat batal demi hukum Pelimpahan Berkas Perkara Setelah selesai membuat surat dakwaan, selanjutnya jaksa penuntut umum tersebut melimpahkan berkas perkara itu ke pengadilan disertai dengan surat dakwaan. Pelimpahan berkas perkara dilakukan oleh penuntut umum dengan surat pelimpahan perkara disertai dengan permintaan agar Pengadilan Negeri segera mengadili perkara tersebut. Dalam pelimpahan tersebut penuntut umum hanya menunggu penetapan hari sidang yang akan dikirim oleh Pengadilan. Perlindungan hukum terhadap anak penuntutan perkara pidana dari mempersiapkan tindakan penuntutan sampai dengan melaksanakan penuntutan di sidang pengadilan tersebut sudah dilaksanakan dengan baik dan dilindungi segala hak yang melekat pada diri si anak serta setiap tindakan yang akan dilaksanakan dan menyangkut si anak sudah benar-benar memperhatikan kepentingan anak. Meskipun dalam hal proses perkara pidana anak di sini mempunyai kedudukan sebagai pelaku tindak pidana, tapi mereka tetap harus dilindungi dan mempunyai perbedaan dengan pelaku tindak pidana orang dewasa. B. Kendala Yang Dihadapi Jaksa Penuntut Umum Dalam Pelaksanaan Perlindungan Hukum Terhadap Anak Adapun kendala-kendala yang dihadapi jaksa penuntut umum dalam penuntutan perkara anak pada Kejaksaan Negeri Padang, yaitu sebagai berikut: 1. Dalam penetapan sebagai jaksa penuntut umum anak karena tidak semua kantor kejaksaan negeri mempunyai jaksa penuntut umum anak. 2. Jaksa penuntut umum kesulitan dalam melakukan pemeriksaan dalam berkomunikasi karena anak tidak mengerti dengan apa yang disangkakan kepadanya dan anak sering terdiam untuk dimintai keterangan. 3. Kendala jaksa penuntut umum dalam pembuatan surat dakwaan yaitu bagaimana supaya surat dakwaan itu harus dapat dipahami oleh anak dengan terang, jelas, dan tepat dengan tanpa membubuhi hal-hal yang berlebihan. 4. Seringnya terjadi kesulitan dalam tuntutan pidana yang dilakukan oleh jaksa penuntut umum sebagai adhyaksa yang dapat bertindak adil dalam penyampaian tinggi rendahnya tuntutan pidana. 5. Terbatasnya tempat pemeriksaan terdakwa anak. Begitu juga dengan masalah tempat pemeriksaan anak sama dengan tempat pemeriksaan tersangka orang dewasa. Hal ini disebabkan oleh keterbatasan tempat, namun pada waktu pemeriksaan terhadap tersangka anak dilakukan, tersangka dewasa tidak diperkenankan ada di ruangan tersebut atau dikeluarkan dari tempat pemeriksaan. Adapun pemisahan 12 Ibid., hlm.136.

12 10 waktu pemeriksaan tersangka anak dengan tersangka dewasa hanyalah kebijaksaan dari masing-masing lembaga peradilan. C. Cara Mengatasi Kendala Yang Dihadapi Jaksa Penuntut Umum Dalam Pelaksanaan Perlindungan Hukum Terhadap Anak Dari kendala-kendala yang ditemui dalam penanganan perkara pidana anak dan dalam pelaksanaan penuntutannya oleh Penuntut Umum, maka Kejaksaan Negeri Padang sendiri berusaha pula untuk mengatasi kendalakendala tersebut, yaitu: Upaya yang telah dilakukan oleh Kejaksaan adalah mengupayakan adanya penyuluhan, pembekalan, dan tes untuk menguji kepatutan seorang Jaksa untuk menjadi Jaksa Penuntut Umum Anak dan mengadakan pelatihan khusus bagi Jaksa agar dapat dibedakan antara Jaksa Penuntut Umum dengan Jaksa Penuntut Umum Anak. Sehingga dalam melakukan tugasnya Jaksa Penuntut Umum Anak dapat berlaku sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan lebih berhati-hati dalam bertindak, dan berbicara dalam menangani perkara anak nakal, karena pada dasarnya kondisi mental seorang anak lebih rentan dan labil daripada kondidi mental orang dewasa. Hal ini dilakukan agar proses penyidikan tidak mengganggu mental anak tersebut. 2. Selain meminta Jaksa tersebut agar di dalam melakukan pemeriksaan untuk menciptakan suasana yang nyaman dan dengan rasa kekeluargaan, juga memeinta pendampingan baik dari pihak keluarga, petugas kemasyarakatan dan ataupun pekerja sosial dalam membantu untuk berkomunikasi dengan si anak tersebut. 3. Menerima saran dan pendapat dari petugas kemasyarakatan yang mendampingi anak tersebut selama proses peradilan pidana, agar dapat pula dijadikan pertimbangan dalam hal membuat surat dakwaan dan tuntutan; 4. Berusaha untuk tetap adil tanpa terpengaruh oleh keadaan dan lebih berpihak kepada kepentingan si anak tersebut. 5. Untuk tempat pemeriksaan semuanya tergantung kepada kebijaksaan pimpinan dari pihak Kejaksaan masing-masing; IV. PENUTUP A. Kesimpulan Dari uraian diatas dan sejalan dengan masalah maka dapat dikemukakan kesimpulan sebagai berikut: 1. Dalam pelaksanaan perlindungan hukum terhadap anak dalam penuntutan perkara pidana yaitu memperhatikan hak anak dalam proses perkara pidana di pengadilan. Dalam perlindungan hak-hak anak dalam proses penuntutan perkara pidana di Kejaksaan Negeri Padang sudah sesuai dengan Undang-undang Nomor 11 Tahun 2012 dan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dimana hak-hak anak sebagai terdakwa telah dilindungi berdasarkan Undang- 13 Hasil Wawancara dengan Jaksa Ernawati, Jaksa Penuntut UmumAnak, di Kejaksaan Negeri Padang, Tanggal 16 Maret 2015, Jam Wib.

13 11 undang Nomor 11 Tahun 2012 dan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana terutama dalam penuntutan perkara pidana yaitu menetapkan masa tahanan anak, penuntut umum membuat dakwaan yang dimengerti oleh anak, penuntut umum harus segera melimpahkan perkara anak ke pengadilan, terdakwa berhak segera diadili oleh pengadilan, penuntutan dilakukan oleh jaksa penuntut umum khusus anak, pemeriksaan dipersidangkan dilakukan secara tertutup dan anak berhak mendapat penjelasan mengenai persidangan dan kasusnya. 2. Dalam pelaksanaan penuntutan perkara pidana mengalami beberapa kendala. Kendala-kendala yang ditemui hanyalah secara teknis saja yang mana kendala tersebut yaitu kendala jaksa penuntut umum dalam pembuatan surat dakwaan agar dapat dipahami oleh anak dan seringnya terjadi kesulitan dalam tuntutan pidana yang dilakukan oleh jaksa penuntut umum dalam penyampaian tinggi rendahnya tuntutan pidana, Kendala lainnya yang ditemui adalah pada saat ditanya sehingga memperlambat proses pemeriksaan. Namun dari kendala tersebut diatas tidak terlalu menghambat proses penuntutan di pengadilan. 3. Cara mengatasi kendala dalam proses penyelesaian perkara pidana, salah satunya dengan tugas jaksa sebagai penuntut umum adalah membuat surat dakwaan. Surat dakwaan sangat penting dalam pemeriksaan perkara pidana. Hal-hal yang perlu diperhatikan oleh jaksa penuntut umum dalam pembuatan surat dakwaan yaitu dalam penyusunan surat dakwaan bagaimana cara menguraikan unsur-unsur tindak pidana yang dimaksud, penguasaan materi perkara dan penguasaan materi ketentuan perundangundangan agar pasal yang direncanakan akan didakwakan pada unsurunsurnya yang cocok dengan perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa. B. Saran Sehubungan dengan hasil penelitian yang dilakukan di lapangan, penulis mendapatkan beberapa hal yang perlu diperhatikan lebih lanjut yang dalam hal ini dikemukakan sebagai saran dalam hal menangani perkara anak yaitu: 1. Dengan adanya Undang-Undang Sistem Peradilan Anak, hendaknya dapat terlaksana hak-hak anak sepenuhnya baik sebagai tersangka dan terdakwa tindak pidana dengan memperhatikan kepentingan anak dan lebih meningkatkan kerja sama antara penegak hukum dalam menangani masalah anak maka setiap anak yang terlibat perkara pidana harus mendapat perlakuan yang berbeda dengan orang dewasa. 2. Penegak hukum hendaknya lebih meningkatkan pelaksanaan perlindungan hak anak dalam proses perkara pidana pada tingkat penuntutan. Dengan adanya kendala-kendala yang dihadapi oleh jaksa penuntut umum dalam pembuatan surat dakwaan agar dapat dipelajari dan dipahami lagi, karena bagaimanapun anak sebagai pelaku tindak pidana merupakan generasi penerus yang harus dibina dan dilindungi untuk mewujudkan tujuan dari perlindungan anak dan pengadilan anak yang dilakukan.

14 3. Dalam proses penyelesaian perkara pidana, seharusnya jaksa penuntut umum lebih mengusai materi perkara dan penguasaan materi ketentuan perundang-undangan agar pasal yang direncanakan cocok dengan perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa dalam pembuatan surat dakwaan. 12

15 13 DAFTAR PUSTAKA 1. Buku Abdussalam. 2007, Hukum Perlindungan Anak, Jakarta, Restu Agung. Ahmad Kamil dan H.M. Fauzan, 2008, Hukum Perlindungan dan Pengangkatan Anak di Indonesia, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta Arif Gosita, 1989, Masalah Perlindungan Anak, Jakarta, Akademi Persindo Bambang Sunggono, 1997, Metodologi Penelitian Hukum, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta Bambang Waluyo, 2010, Pidana dan Pemidanaan, PT. Sinar Grafika, Jakarta Darwan Prinst, 1997, Hukum Anak Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung Gatot Supramono, 2000, Hukum Acara Pengadilan Anak, Djambatan, Jakarta Irma Setyowati dan Soemitro, 1990, Aspek Hukum Perlindungan Anak, Bumi Aksara, Jakarta Koesparmono Irsan, 2009, Hukum dan Hak Asasi Manusia, Yayasan Brata Bhakti, Jakarta Moch. Faisal Salam, 2005, Hukum Acara Peradilan Anak di Indonesia, PT. Mandar Maju, Bandung Sholeh Soeaidy dan Zulkhair, 2001, Dasar Hukum Perlindungan Anak, CV. Novindo Pustaka Mandiri, Jakarta Suharto RM, 1997, Penuntutan Dalam Praktek Peradilan, PT. Sinar Grafika, Jakarta Wagiati Soetodjo, 2006, Hukum Pidana Anak, Refika Aditama, Bandung 2. Undang-Undang Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 Tentang Kejaksaan Republik Indonesia. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Undang-undang Nomor 4 Tahun 1981 tentang Kesejahteraan Anak Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Kitab Undang-Undang Hukum Perdata 3. Sumber Lainnya Disampaikan oleh Nandang Sambas, dalam disertasinya yang berjudul Kebijakan Formulasi Sistem Pemidanaan terhadap Anak sebagai Upaya Pembaharuan Hukum Pidana Anak di Indonesia, diakses pada tanggal 9 Desember 2014.

BAB I PENDAHULUAN. sosial, sebagai makhluk individual manusia memiliki kepentingan masing-masing

BAB I PENDAHULUAN. sosial, sebagai makhluk individual manusia memiliki kepentingan masing-masing BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia dilahirkan sebagai makhluk yang bersifat individual dan juga bersifat sosial, sebagai makhluk individual manusia memiliki kepentingan masing-masing yang tentu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mampu memimpin serta memelihara kesatuan dan persatuan bangsa dalam. dan tantangan dalam masyarakat dan kadang-kadang dijumpai

BAB I PENDAHULUAN. mampu memimpin serta memelihara kesatuan dan persatuan bangsa dalam. dan tantangan dalam masyarakat dan kadang-kadang dijumpai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak adalah bagian dari generasi muda merupakan penerus cita-cita perjuangan bangsa dan sumber daya manusia bagi pembangunan nasional. Dalam rangka mewujudkan sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup, tumbuh dan berkembang, berpartisipasi serta berhak atas perlindungan dari

BAB I PENDAHULUAN. hidup, tumbuh dan berkembang, berpartisipasi serta berhak atas perlindungan dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa harus dijaga dan diperhatikan harkat, martabat dan hak-hak anak sebagai manusia seutuhnya. Hak yang

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN HUKUM TERKAIT DIVERSI DALAM PERMA NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN DIVERSI DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK

BAB II PENGATURAN HUKUM TERKAIT DIVERSI DALAM PERMA NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN DIVERSI DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK 24 BAB II PENGATURAN HUKUM TERKAIT DIVERSI DALAM PERMA NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN DIVERSI DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK A. Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 4 Tahun

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa anak merupakan amanah dan karunia

Lebih terperinci

Kekuatan Keterangan Saksi Anak Dibawah Umur dalam Pembuktian Perkara Pidana

Kekuatan Keterangan Saksi Anak Dibawah Umur dalam Pembuktian Perkara Pidana 1 Kekuatan Keterangan Saksi Anak Dibawah Umur dalam Pembuktian Perkara Pidana Novelina MS Hutapea Staf Pengajar Kopertis Wilayah I Dpk Fakultas Hukum USI Pematangsiantar Abstrak Adakalanya dalam pembuktian

Lebih terperinci

PENUNTUTAN TERHADAP PERKARA ANAK DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DI INDONESIA 1 Oleh: Robert Andriano Piodo 2

PENUNTUTAN TERHADAP PERKARA ANAK DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DI INDONESIA 1 Oleh: Robert Andriano Piodo 2 PENUNTUTAN TERHADAP PERKARA ANAK DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DI INDONESIA 1 Oleh: Robert Andriano Piodo 2 Abstrak Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana penuntutan

Lebih terperinci

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS ATMAJAYA YOGYAKARTA

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS ATMAJAYA YOGYAKARTA NASKAH PUBLIKASI PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENJATUHKAN PUTUSAN PIDANA PENJARA TERHADAP ANAK YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA PENCURIAN Diajukan Oleh : Nama : Yohanes Pandu Asa Nugraha NPM : 8813 Prodi : Ilmu

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.621, 2015 JAKSA AGUNG. Diversi. Penuntutan. Pelaksanaan. Pedoman. PERATURAN JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER- 006/A/J.A/04/2015 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN DIVERSI

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.153, 2012 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: Mengingat: a. bahwa anak merupakan amanah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: Mengingat: a. bahwa anak merupakan amanah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemberantasan atau penindakan terjadinya pelanggaran hukum. pada hakekatnya telah diletakkan dalam Undang-Undang Nomor 48 tahun

BAB I PENDAHULUAN. pemberantasan atau penindakan terjadinya pelanggaran hukum. pada hakekatnya telah diletakkan dalam Undang-Undang Nomor 48 tahun 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara hukum dimana penyelenggaraan kekuasaan pemerintahannya didasarkan atas hukum. Negara hukum dalam kekuasaan pemerintahan berdasarkan kedaulatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sekali terjadi, bahkan berjumlah terbesar diantara jenis-jenis kejahatan terhadap

BAB I PENDAHULUAN. sekali terjadi, bahkan berjumlah terbesar diantara jenis-jenis kejahatan terhadap 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan masyarakat kejahatan terhadap harta benda orang banyak sekali terjadi, bahkan berjumlah terbesar diantara jenis-jenis kejahatan terhadap kepentingan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. cara yang diatur dalam Undang-undang Hukum Acara Pidana untuk mencari serta

BAB I PENDAHULUAN. cara yang diatur dalam Undang-undang Hukum Acara Pidana untuk mencari serta BAB I PENDAHULUAN A. Alasan Pemilihan Judul Dalam hukum acara pidana ada beberapa runtutan proses hukum yang harus dilalui, salah satunya yaitu proses penyidikan. Proses Penyidikan adalah tahapan-tahapan

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PERLINDUNGAN KHUSUS TERHADAP ANAK SEBAGAI KORBAN PENCABULAN MENURUT UU NO. 23 TAHUN 2002

PELAKSANAAN PERLINDUNGAN KHUSUS TERHADAP ANAK SEBAGAI KORBAN PENCABULAN MENURUT UU NO. 23 TAHUN 2002 SKRIPSI PELAKSANAAN PERLINDUNGAN KHUSUS TERHADAP ANAK SEBAGAI KORBAN PENCABULAN MENURUT UU NO. 23 TAHUN 2002 Oleh ALDINO PUTRA 04 140 021 Program Kekhususan: SISTEM PERADILAN PIDANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS

Lebih terperinci

dikualifikasikan sebagai tindak pidana formil.

dikualifikasikan sebagai tindak pidana formil. 12 A. Latar Belakang Masalah Tindak pidana adalah suatu perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana oleh undang-undang 1. Hukum pidana sebagai peraturan-peraturan yang bersifat abstrak merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan amanat dari Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan amanat dari Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak merupakan amanat dari Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Di tangan mereka peranperan strategis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengenai kenakalan anak atau (juvenile deliuencya) adalah setiap

BAB I PENDAHULUAN. mengenai kenakalan anak atau (juvenile deliuencya) adalah setiap 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan perkembangan zaman kenakalan anak telah memasuki ambang batas yang sangat memperihatinkan. Menurut Romli Atmasasmita sebagaimana dikutip Wagiati Soetodjo,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ada juga kejahatan yang dilakukan oleh anak-anak. Anak yaitu seorang yang belum berumur 18 tahun dan sejak masih dalam

BAB I PENDAHULUAN. ada juga kejahatan yang dilakukan oleh anak-anak. Anak yaitu seorang yang belum berumur 18 tahun dan sejak masih dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah Negara hukum yang pada masa sekarang ini sedang melakukan pembangunan disegala aspek tidak terkecuali bidang hukum, maka segala usaha

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN DIVERSI DAN PENANGANAN ANAK YANG BELUM BERUMUR 12 (DUA BELAS) TAHUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. Bahwa anak adalah bagian dari generasi muda sebagai

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2015 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN DIVERSI DAN PENANGANAN ANAK YANG BELUM BERUMUR 12 (DUA BELAS) TAHUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kurang atau tidak memperoleh kasih sayang, asuhan bimbingan dan

BAB I PENDAHULUAN. kurang atau tidak memperoleh kasih sayang, asuhan bimbingan dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak adalah bagian yang tidak terpisahkan dari keberlangsungan hidup manusia dan keberlangsungan bangsa dan negara. Dalam konstitusi Indonesia, anak memiliki peran strategis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tercipta pula aturan-aturan baru dalam bidang hukum pidana tersebut. Aturanaturan

BAB I PENDAHULUAN. tercipta pula aturan-aturan baru dalam bidang hukum pidana tersebut. Aturanaturan BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Globalisasi menyebabkan ilmu pengetahuan kian berkembang pesat termasuk bidang ilmu hukum, khususnya dikalangan hukum pidana. Banyak perbuatan-perbuatan baru yang

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

PENGADILAN ANAK Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 Tanggal 3 Januari 1997 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENGADILAN ANAK Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 Tanggal 3 Januari 1997 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PENGADILAN ANAK Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 Tanggal 3 Januari 1997 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa anak adalah bagian dari generasi muda sebagai salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. eksistensi negara modern, dan oleh karena itu masing-masing negara berusaha

BAB I PENDAHULUAN. eksistensi negara modern, dan oleh karena itu masing-masing negara berusaha BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum sebagai subsistem sosial menempati posisi penting dalam eksistensi negara modern, dan oleh karena itu masing-masing negara berusaha membangun sistem hukum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki peranan strategis dan mempunyai ciri-ciri dan sifat khusus, memerlukan pembinaan dan pengarahan dalam rangka menjamin

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki peranan strategis dan mempunyai ciri-ciri dan sifat khusus, memerlukan pembinaan dan pengarahan dalam rangka menjamin BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak adalah bagian generasi muda sebagai salah satu sumber daya manusia yang merupakan potensi dan penerus cita-cita perjuangan bangsa, yang memiliki peranan

Lebih terperinci

2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Sistem Peradilan Pidana Anak adalah keseluruhan proses penyeles

2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Sistem Peradilan Pidana Anak adalah keseluruhan proses penyeles LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.194, 2015 PIDANA. Diversi. Anak. Belum Berumur 12 Tahun. Pedoman. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5732). PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 3, 1997 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia 3668) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berbicara mengenai anak, adalah merupakan hal yang sangat penting

BAB I PENDAHULUAN. Berbicara mengenai anak, adalah merupakan hal yang sangat penting BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berbicara mengenai anak, adalah merupakan hal yang sangat penting karena anak merupakan potensi nasib manusia di hari mendatang, dan dialah yang ikut berperan menentukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Anak Di Indonesia. hlm Setya Wahyudi, 2011, Implementasi Ide Diversi Dalam Pembaruan Sistem Peradilan Pidana

BAB I PENDAHULUAN. Anak Di Indonesia. hlm Setya Wahyudi, 2011, Implementasi Ide Diversi Dalam Pembaruan Sistem Peradilan Pidana BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari keberlangsungan hidup manusia dan keberlangsungan sebuah bangsa dan Negara. Dengan peran anak yang penting

Lebih terperinci

: UPAYA PERLINDUNGAN ANAK BERHADAPAN HUKUM DALAM SISTEM PERADILAN ANAK FAKULTAS : HUKUM UNIVERSITAS SLAMET RIYADI SURAKARTA ABSTRAK

: UPAYA PERLINDUNGAN ANAK BERHADAPAN HUKUM DALAM SISTEM PERADILAN ANAK FAKULTAS : HUKUM UNIVERSITAS SLAMET RIYADI SURAKARTA ABSTRAK Judul : UPAYA PERLINDUNGAN ANAK BERHADAPAN HUKUM DALAM SISTEM PERADILAN ANAK MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2012 Disusun oleh : Ade Didik Tri Guntoro NPM : 11100011 FAKULTAS : HUKUM UNIVERSITAS SLAMET

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. positif Indonesia lazim diartikan sebagai orang yang belum dewasa/

BAB I PENDAHULUAN. positif Indonesia lazim diartikan sebagai orang yang belum dewasa/ BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ditinjau dari aspek yuridis maka pengertian anak dalam hukum positif Indonesia lazim diartikan sebagai orang yang belum dewasa/ minderjaring, 1 orang yang di

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa anak adalah bagian dari generasi muda

Lebih terperinci

PENGANGKATAN ANAK BERDASARKAN PENETAPAN PENGADILAN SERTA PERLINDUNGANNYA MENURUT UU NO. 23 TAHUN 2002 (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Pacitan)

PENGANGKATAN ANAK BERDASARKAN PENETAPAN PENGADILAN SERTA PERLINDUNGANNYA MENURUT UU NO. 23 TAHUN 2002 (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Pacitan) PENGANGKATAN ANAK BERDASARKAN PENETAPAN PENGADILAN SERTA PERLINDUNGANNYA MENURUT UU NO. 23 TAHUN 2002 (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Pacitan) Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-syarat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang berbeda. Itu sebabnya dalam keseharian kita dapat menangkap berbagai komentar

BAB I PENDAHULUAN. yang berbeda. Itu sebabnya dalam keseharian kita dapat menangkap berbagai komentar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kejahatan merupakan suatu fenomena kompleks yang dapat dipahami dari segi yang berbeda. Itu sebabnya dalam keseharian kita dapat menangkap berbagai komentar tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan dan teknologi, mengakibatkan kejahatan pada saat ini cenderung

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan dan teknologi, mengakibatkan kejahatan pada saat ini cenderung BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dengan adanya perkembangan dan kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, mengakibatkan kejahatan pada saat ini cenderung meningkat. Semakin pintarnya

Lebih terperinci

Tinjauan Yuridis terhadap Pelaksanaan Prapenuntutan Dihubungkan dengan Asas Kepastian Hukum dan Asas Peradilan Cepat, Sederhana, dan Biaya Ringan

Tinjauan Yuridis terhadap Pelaksanaan Prapenuntutan Dihubungkan dengan Asas Kepastian Hukum dan Asas Peradilan Cepat, Sederhana, dan Biaya Ringan Prosiding Ilmu Hukum ISSN: 2460-643X Tinjauan Yuridis terhadap Pelaksanaan Prapenuntutan Dihubungkan dengan Asas Kepastian Hukum dan Asas Peradilan Cepat, Sederhana, dan Biaya Ringan 1 Ahmad Bustomi, 2

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada hakekatnya anak merupakan amanah dan karunia Tuhan Yang Maha

BAB I PENDAHULUAN. Pada hakekatnya anak merupakan amanah dan karunia Tuhan Yang Maha 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada hakekatnya anak merupakan amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa yang memiliki harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Untuk menjaga harkat dan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian dan Ruang Lingkup Hukum Pidana. hukum yang berlaku disuatu negara yang mengadakan dasar-dasar dan aturanaturan

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian dan Ruang Lingkup Hukum Pidana. hukum yang berlaku disuatu negara yang mengadakan dasar-dasar dan aturanaturan 16 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian dan Ruang Lingkup Hukum Pidana Menurut Moeljatno (2000: 1), hukum pidana adalah bagian daripada keseluruhan hukum yang berlaku disuatu negara yang mengadakan dasar-dasar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kejahatan adalah suatu permasalahan yang terjadi tidak hanya di dalam suatu

BAB I PENDAHULUAN. Kejahatan adalah suatu permasalahan yang terjadi tidak hanya di dalam suatu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kejahatan adalah suatu permasalahan yang terjadi tidak hanya di dalam suatu masyarakat tertentu atau dalam Negara tertentu saja, tetapi merupakan permasalahan

Lebih terperinci

13 ayat (1) yang menentukan bahwa :

13 ayat (1) yang menentukan bahwa : A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Anak adalah amanah dan karunia dari Tuhan Yang Maha Esa yang dalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Anak merupakan tunas-tunas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa harus dijaga baik oleh masyarakat maupun Negara karena dalam dirinya melekat harkat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berhak mendapatkan perlindungan fisik, mental dan spiritual maupun sosial

BAB I PENDAHULUAN. berhak mendapatkan perlindungan fisik, mental dan spiritual maupun sosial BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap anak mempunyai permasalahan atau berhadapan dengan hukum berhak mendapatkan perlindungan fisik, mental dan spiritual maupun sosial sesuai dengan apa yang termuat

Lebih terperinci

BAB III PENUTUP. mewujudkan rasa keadilan dalam masyarakat. dari Balai Pemasyarakatan. Hal-hal yang meringankan terdakwa yaitu :

BAB III PENUTUP. mewujudkan rasa keadilan dalam masyarakat. dari Balai Pemasyarakatan. Hal-hal yang meringankan terdakwa yaitu : 66 BAB III PENUTUP A. Simpulan Putusan hakim harus memberikan efek jera terhadap pelaku tindak pidana dan dapat membuat terdakwa menjadi orang yang lebih bertanggung jawab dan dapat kembali menjadi warga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan

BAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penegakan hukum merupakan salah satu usaha untuk menciptakan tata tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan usaha pencegahan maupun

Lebih terperinci

SKRIPSI. PELAKSANAAN PENYIDIKAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PENCABULAN TERHADAP ANAK (Studi Kasus di Polres Pasaman Barat)

SKRIPSI. PELAKSANAAN PENYIDIKAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PENCABULAN TERHADAP ANAK (Studi Kasus di Polres Pasaman Barat) SKRIPSI PELAKSANAAN PENYIDIKAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PENCABULAN TERHADAP ANAK (Studi Kasus di Polres Pasaman Barat) Skripsi Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Meraih Geiar Sarjana Hukum Pada

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI BAB I

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI BAB I UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI BAB I Pasal 1 Dalam undang-undang ini yang dimaksud dengan: 1. Korporasi adalah kumpulan orang dan atau kekayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. modern. Ini ditandai dengan kemajuan di bidang Ilmu Pengetahuan dan

BAB I PENDAHULUAN. modern. Ini ditandai dengan kemajuan di bidang Ilmu Pengetahuan dan A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Pembangunan nasional Indonesia bertujuan mewujudkan manusia Indonesia seutuhnya dan masyarakat Indonesia seluruhnya yang adil, makmur, sejahtera, tertib, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembicaraan tentang anak dan perlindungan tidak akan pernah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembicaraan tentang anak dan perlindungan tidak akan pernah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembicaraan tentang anak dan perlindungan tidak akan pernah berhenti sepanjang sejarah kehidupan, karena anak adalah generasi penerus pembangunan, yaitu generasi

Lebih terperinci

BAB IV PERSAMAAN DAN PERBEDAAN DELIK PEMBUNUHAN TIDAK DISENGAJA OLEH ANAK DI BAWAH UMUR MENURUT HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM

BAB IV PERSAMAAN DAN PERBEDAAN DELIK PEMBUNUHAN TIDAK DISENGAJA OLEH ANAK DI BAWAH UMUR MENURUT HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM BAB IV PERSAMAAN DAN PERBEDAAN DELIK PEMBUNUHAN TIDAK DISENGAJA OLEH ANAK DI BAWAH UMUR MENURUT HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM A. Persamaan Delik Pembunuhan Tidak Disengaja Oleh Anak di Bawah Umur Menurut

Lebih terperinci

Peranan Pembimbing Kemasyarakatan dalam Pengadilan Anak di Pematangsiantar. Abstrak

Peranan Pembimbing Kemasyarakatan dalam Pengadilan Anak di Pematangsiantar. Abstrak 1 Peranan Pembimbing Kemasyarakatan dalam Pengadilan Anak di Pematangsiantar Novelina M.S. Hutapea Staf Pengajar Kopertis Wilayah I Dpk Fakultas Hukum USI Pematangsiantar Abstrak Undang-undang Nomor 3

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa anak adalah bagian dari generasi muda sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, untuk

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, untuk selanjutnya disebut UUP memberikan definisi perkawinan sebagai ikatan lahir dan batin antara seorang pria dan

Lebih terperinci

NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK

NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK Menimbang: DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa anak adalah bagian dari generasi muda sebagai

Lebih terperinci

BAB II PENAHANAN DALAM PROSES PENYIDIKAN TERHADAP TERSANGKA ANAK DIBAWAH UMUR. penyelidikan yang merupakan tahapan permulaan mencari ada atau tidaknya

BAB II PENAHANAN DALAM PROSES PENYIDIKAN TERHADAP TERSANGKA ANAK DIBAWAH UMUR. penyelidikan yang merupakan tahapan permulaan mencari ada atau tidaknya BAB II PENAHANAN DALAM PROSES PENYIDIKAN TERHADAP TERSANGKA ANAK DIBAWAH UMUR 2.1. Penyidikan berdasarkan KUHAP Penyidikan merupakan tahapan penyelesaian perkara pidana setelah penyelidikan yang merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemeriksaan suatu perkara pidana di dalam suatu proses peradilan pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemeriksaan suatu perkara pidana di dalam suatu proses peradilan pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. Pemeriksaan suatu perkara pidana di dalam suatu proses peradilan pada hakekatnya adalah bertujuan untuk mencari kebenaran materiil (materiile waarheid) terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berkembangnya arus modernisasi serta cepatnya perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berkembangnya arus modernisasi serta cepatnya perkembangan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berkembangnya arus modernisasi serta cepatnya perkembangan teknologi, membawa perubahan yang signifikan dalam pergaulan dan moral manusia, sehingga banyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam hal dan menurut tata cara yang diatur dalam undang-undang untuk

BAB I PENDAHULUAN. dalam hal dan menurut tata cara yang diatur dalam undang-undang untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyidikan tindak pidana merupakan serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut tata cara yang diatur dalam undang-undang untuk mencari serta mengumpulkan bukti

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan atau perbuatan jahat dapat diartikan secara yuridis atau kriminologis.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kekerasan. Tindak kekerasan merupakan suatu tindakan kejahatan yang. yang berlaku terutama norma hukum pidana.

BAB I PENDAHULUAN. kekerasan. Tindak kekerasan merupakan suatu tindakan kejahatan yang. yang berlaku terutama norma hukum pidana. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan globalisasi dan kemajuan teknologi yang terjadi dewasa ini telah menimbulkan dampak yang luas terhadap berbagai bidang kehidupan, khususnya di bidang

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN Hasil PANJA 12 Juli 2006 Dokumentasi KOALISI PERLINDUNGAN SAKSI Hasil Tim perumus PANJA, santika 12 Juli

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA www.legalitas.org UNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa anak adalah bagian dari generasi muda sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat lagi diserahkan kepada peraturan kekuatan-kekuatan bebas dalam

BAB I PENDAHULUAN. dapat lagi diserahkan kepada peraturan kekuatan-kekuatan bebas dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Suatu realita, bahwa proses sosial, ekonomi, politik dan sebagainya, tidak dapat lagi diserahkan kepada peraturan kekuatan-kekuatan bebas dalam masyarakat. Proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang telah tercakup dalam undang-undang maupun yang belum tercantum dalam

BAB I PENDAHULUAN. yang telah tercakup dalam undang-undang maupun yang belum tercantum dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kejahatan dalam kehidupan manusia merupakan gejala sosial yang akan selalu dihadapi oleh setiap manusia, masyarakat, dan bahkan negara. Kenyataan telah membuktikan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan perhatian, sehingga setiap anak dapat tumbuh dan berkembang secara

BAB I PENDAHULUAN. dan perhatian, sehingga setiap anak dapat tumbuh dan berkembang secara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak merupakan amanat dari Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Di tangan mereka peran-peran strategis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk dipenuhi. Manusia dalam hidupnya dikelilingi berbagai macam bahaya. kepentingannya atau keinginannya tidak tercapai.

BAB I PENDAHULUAN. untuk dipenuhi. Manusia dalam hidupnya dikelilingi berbagai macam bahaya. kepentingannya atau keinginannya tidak tercapai. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap manusia adalah mendukung atau penyandang kepentingan, kepentingan adalah suatu tuntutan perorangan atau kelompok yang diharapkan untuk dipenuhi. Manusia dalam

Lebih terperinci

Hukum Acara Pidana Untuk Kasus Kekerasan Seksual

Hukum Acara Pidana Untuk Kasus Kekerasan Seksual Hukum Acara Pidana Untuk Kasus Kekerasan Seksual Hukum Acara Pidana dibuat adalah untuk melaksanakan peradilan bagi pengadilan dalam lingkungan peradilan umum dan Mahkamah Agung dengan mengatur hak serta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum Acara Pidana adalah memberi perlindungan kepada Hak-hak Asasi Manusia dalam keseimbangannya dengan kepentingan umum, maka dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hukum, tidak ada suatu tindak pidana tanpa sifat melanggar hukum. 1

BAB I PENDAHULUAN. hukum, tidak ada suatu tindak pidana tanpa sifat melanggar hukum. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindak pidana adalah suatu pelanggaran norma-norma yang oleh pembentuk undang-undang ditanggapi dengan suatu hukuman pidana. Maka, sifat-sifat yang ada di dalam

Lebih terperinci

KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM BAGI HAKIM DALAM MEMPERTIMBANGKAN PUTUSANNYA. Oleh : Sumaidi, SH.MH

KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM BAGI HAKIM DALAM MEMPERTIMBANGKAN PUTUSANNYA. Oleh : Sumaidi, SH.MH KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM BAGI HAKIM DALAM MEMPERTIMBANGKAN PUTUSANNYA Oleh : Sumaidi, SH.MH Abstrak Aparat penegak hukum mengalami kendala dalam proses pengumpulan alat-alat bukti yang sah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Alasan Pemilihan Judul. Pada era modernisasi dan globalisasi seperti sekarang ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Alasan Pemilihan Judul. Pada era modernisasi dan globalisasi seperti sekarang ini BAB I PENDAHULUAN A. Alasan Pemilihan Judul Pada era modernisasi dan globalisasi seperti sekarang ini menyebabkan pergeseran perilaku di dalam masyarakat dan bernegara yang semakin kompleks. Perilaku-perilaku

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN REGISTER PERKARA ANAK DAN ANAK KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN REGISTER PERKARA ANAK DAN ANAK KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN REGISTER PERKARA ANAK DAN ANAK KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

TATA CARA PELAKSANAAN DIVERSI PADA TINGKAT PENYIDIKAN DI KEPOLISIAN

TATA CARA PELAKSANAAN DIVERSI PADA TINGKAT PENYIDIKAN DI KEPOLISIAN 1 TATA CARA PELAKSANAAN DIVERSI PADA TINGKAT PENYIDIKAN DI KEPOLISIAN Suriani, Sh, Mh. Fakultas Hukum Universitas Asahan, Jl. Jend Ahmad Yani Kisaran Sumatera Utara surianisiagian02@gmail.com ABSTRAK Pasal

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa salah satu alat bukti yang

Lebih terperinci

BAB IV HAMBATAN-HAMBATAN BAGI PENUNTUT UMUM DALAM MELAKUKAN PENUNTUTAN DILIHAT DARI PERAN KORBAN DALAM TERJADINYA TINDAK PIDANA

BAB IV HAMBATAN-HAMBATAN BAGI PENUNTUT UMUM DALAM MELAKUKAN PENUNTUTAN DILIHAT DARI PERAN KORBAN DALAM TERJADINYA TINDAK PIDANA 70 BAB IV HAMBATAN-HAMBATAN BAGI PENUNTUT UMUM DALAM MELAKUKAN PENUNTUTAN DILIHAT DARI PERAN KORBAN DALAM TERJADINYA TINDAK PIDANA Memahami masalah terjadinya suatu kejahatan, terlebih dahulu harus memahami

Lebih terperinci

PELAKSANAAN DIVERSI TERHADAP ANAK YANG BERKONFLIK DENGAN HUKUM DI TINGKAT PENYIDIKAN MENURUT UU NO 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK

PELAKSANAAN DIVERSI TERHADAP ANAK YANG BERKONFLIK DENGAN HUKUM DI TINGKAT PENYIDIKAN MENURUT UU NO 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK 1 PELAKSANAAN DIVERSI TERHADAP ANAK YANG BERKONFLIK DENGAN HUKUM DI TINGKAT PENYIDIKAN MENURUT UU NO 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK (Studi Kasus di Polresta Surakarta) TRISNA APRILLIA

Lebih terperinci

ANALISIS TERHADAP SISTEM PEMIDANAAN DALAM UU NO. 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK 1 Oleh : Merril Constantia Lomban 2

ANALISIS TERHADAP SISTEM PEMIDANAAN DALAM UU NO. 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK 1 Oleh : Merril Constantia Lomban 2 ANALISIS TERHADAP SISTEM PEMIDANAAN DALAM UU NO. 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK 1 Oleh : Merril Constantia Lomban 2 ABSTRAK Pemidanaan terhadap orang yang belum dewasa atau yang belum cukup umur

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : a. bahwa salah satu alat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kekuasaan tertinggi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Konsep Negara

BAB I PENDAHULUAN. kekuasaan tertinggi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Konsep Negara 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia adalah negara yang meletakkan hukum sebagai supremasi kekuasaan tertinggi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Konsep Negara hukum dalam berbangsa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyelesaian perkara pidana, keterangan yang diberikan oleh seorang saksi. pidana atau tidak yang dilakukan terdakwa.

BAB I PENDAHULUAN. penyelesaian perkara pidana, keterangan yang diberikan oleh seorang saksi. pidana atau tidak yang dilakukan terdakwa. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Alat bukti berupa keterangan saksi sangatlah lazim digunakan dalam penyelesaian perkara pidana, keterangan yang diberikan oleh seorang saksi dimaksudkan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya. 1. perundang-undangan lain yang mengatur ketentuan pidana di luar KUHP

BAB I PENDAHULUAN. hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya. 1. perundang-undangan lain yang mengatur ketentuan pidana di luar KUHP 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam UUD 1945 ditegaskan bahwa negara Indonesia berdasarkan atas hukum (Recchstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (Machstaat). Ini berarti bahwa Republik

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. perbuatan melanggar hukum.penyimpangan perilaku yang dilakukan oleh

BAB 1 PENDAHULUAN. perbuatan melanggar hukum.penyimpangan perilaku yang dilakukan oleh 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak adalah bagian dari generasi muda sebagai salah satu sumber daya manusia yang merupakan potensi dan penerus cita-cita perjuangan bangsa yang memiliki peran strategis

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI PERLINDUNGAN ANAK MELALUI PENDEKATAN RESTORATIVE JUSTICE DI TINGKAT PENYIDIKAN DI TINJAU DARI UU

IMPLEMENTASI PERLINDUNGAN ANAK MELALUI PENDEKATAN RESTORATIVE JUSTICE DI TINGKAT PENYIDIKAN DI TINJAU DARI UU IMPLEMENTASI PERLINDUNGAN ANAK MELALUI PENDEKATAN RESTORATIVE JUSTICE DI TINGKAT PENYIDIKAN DI TINJAU DARI UU NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK (STUDI KASUS POLRESTA SURAKARTA) SKRIPSI

Lebih terperinci

BAB II KEWENANGAN JAKSA DALAM SISTEM PERADILAN DI INDONESIA. diatur secara eksplisit atau implisit dalam Undang-undang Dasar 1945, yang pasti

BAB II KEWENANGAN JAKSA DALAM SISTEM PERADILAN DI INDONESIA. diatur secara eksplisit atau implisit dalam Undang-undang Dasar 1945, yang pasti BAB II KEWENANGAN JAKSA DALAM SISTEM PERADILAN DI INDONESIA 1. Wewenang Jaksa menurut KUHAP Terlepas dari apakah kedudukan dan fungsi Kejaksaan Republik Indonesia diatur secara eksplisit atau implisit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang dan peraturan serta ketentuan-ketentuan lain yang berlaku di

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang dan peraturan serta ketentuan-ketentuan lain yang berlaku di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak merupakan seseorang yang dianggap belum dewasa dari segi umur. Penentuan seseorang dikatakan sebagai anak tidak memiliki keseragaman. Undang-Undang dan

Lebih terperinci

BAB II BATASAN PENGATURAN KEKERASAN FISIK TERHADAP ISTRI JIKA DIKAITKAN DENGAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN MENURUT KETENTUAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA

BAB II BATASAN PENGATURAN KEKERASAN FISIK TERHADAP ISTRI JIKA DIKAITKAN DENGAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN MENURUT KETENTUAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA BAB II BATASAN PENGATURAN KEKERASAN FISIK TERHADAP ISTRI JIKA DIKAITKAN DENGAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN MENURUT KETENTUAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA A. Batasan Pengaturan Tindak Pidana Kekekerasan Fisik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adanya jaminan kesederajatan bagi setiap orang di hadapan hukum (equality

BAB I PENDAHULUAN. adanya jaminan kesederajatan bagi setiap orang di hadapan hukum (equality 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menentukan bahwa Indonesia adalah Negara yang berdasarkan atas hukum (rechstaat) tidak berdasar atas

Lebih terperinci

DASAR PERTIMBANGAN HAKIM MEMBERIKAN PUTUSAN BERSYARAT TERHADAP ANAK PEMAKAI NARKOTIKA DI PENGADILAN NEGERI KELAS 1A PADANG

DASAR PERTIMBANGAN HAKIM MEMBERIKAN PUTUSAN BERSYARAT TERHADAP ANAK PEMAKAI NARKOTIKA DI PENGADILAN NEGERI KELAS 1A PADANG DASAR PERTIMBANGAN HAKIM MEMBERIKAN PUTUSAN BERSYARAT TERHADAP ANAK PEMAKAI NARKOTIKA DI PENGADILAN NEGERI KELAS 1A PADANG (Studi Kasus di Wilayah Hukum Pengadilan Negeri Kelas I A Padang Perkara Nomor:

Lebih terperinci

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penulisan skripsi ini dilakukan dengan menggunakan penelitian lapangan dengan

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penulisan skripsi ini dilakukan dengan menggunakan penelitian lapangan dengan IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Responden Penulisan skripsi ini dilakukan dengan menggunakan penelitian lapangan dengan wawancara terhadap sejumlah responden yang akan memberikan gambaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di masa sekarang ini pemerintah Indonesia sedang giat-giatnya

BAB I PENDAHULUAN. Di masa sekarang ini pemerintah Indonesia sedang giat-giatnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di masa sekarang ini pemerintah Indonesia sedang giat-giatnya melaksanakan pembangunan di segala bidang, baik pembangunan fisik maupun pembangunan mental spiritual

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hukum seperti telah diatur dalam Pasal 12 Undang-Undang No. 35 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. hukum seperti telah diatur dalam Pasal 12 Undang-Undang No. 35 Tahun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyalahgunaan narkotika sebagai bentuk tindakan yang melanggar hukum seperti telah diatur dalam Pasal 12 Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika yang

Lebih terperinci

BAB II. kejahatan adalah mencakup kegiatan mencegah sebelum. Perbuatannya yang anak-anak itu lakukan sering tidak disertai pertimbangan akan

BAB II. kejahatan adalah mencakup kegiatan mencegah sebelum. Perbuatannya yang anak-anak itu lakukan sering tidak disertai pertimbangan akan BAB II KEBIJAKAN HUKUM PIDANA YANG MENGATUR TENTANG SISTEM PEMIDANAAN TERHADAP ANAK PELAKU TINDAK PIDANA DI INDONESIA A. Kebijakan Hukum Pidana Dalam Penanggulangan Kejahatan yang Dilakukan Oleh Anak Dibawah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. landasan konstitusional bahwa Indonesia adalah negara yang berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. landasan konstitusional bahwa Indonesia adalah negara yang berdasarkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia adalah negara hukum, termuat dalam Pasal 1 Ayat (3) UUD 1945 perubahan ke-4. Ketentuan pasal tersebut merupakan landasan konstitusional bahwa Indonesia

Lebih terperinci

SKRIPSI PERANAN PENYIDIK POLRI DALAM MENCARI BARANG BUKTI HASIL TINDAK PIDANA PENCURIAN KENDARAAN BERMOTOR RODA DUA DI WILAYAH HUKUM POLRESTA PADANG

SKRIPSI PERANAN PENYIDIK POLRI DALAM MENCARI BARANG BUKTI HASIL TINDAK PIDANA PENCURIAN KENDARAAN BERMOTOR RODA DUA DI WILAYAH HUKUM POLRESTA PADANG SKRIPSI PERANAN PENYIDIK POLRI DALAM MENCARI BARANG BUKTI HASIL TINDAK PIDANA PENCURIAN KENDARAAN BERMOTOR RODA DUA DI WILAYAH HUKUM POLRESTA PADANG Diajukan Guna Memenuhi Sebahagian Persyaratan Untuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perhatian terhadap diri dan hakikat anak sudah dimulai pada akhir abad ke- 19, dimana anak

I. PENDAHULUAN. Perhatian terhadap diri dan hakikat anak sudah dimulai pada akhir abad ke- 19, dimana anak I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang. Pembahasan mengenai anak adalah sangat penting karena anak merupakan potensi nasib manusia hari mendatang, dialah yang ikut berperan menentukan sejarah sekaligus cermin

Lebih terperinci

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. Terkait upaya pemberian perlindungan terhadap anak yang berhadapan dengan

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. Terkait upaya pemberian perlindungan terhadap anak yang berhadapan dengan BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Terkait upaya pemberian perlindungan terhadap anak yang berhadapan dengan hukum, system peradilan pidana anak harus dimaknai secara luas, ia tidak hanya dimaknai hanya sekedar

Lebih terperinci