OVERVIEW. Pengelolaan Hutan Lestari. PT. Riau Andalan Pulp and paper

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "OVERVIEW. Pengelolaan Hutan Lestari. PT. Riau Andalan Pulp and paper"

Transkripsi

1 Pengelolaan Hutan Lestari PT. Riau Andalan Pulp and paper OVERVIEW PT. Riau Andalan Pulp and Paper (PT. RAPP) adalah salah satu perusahaan produsen pulp dan kertas terbesar di dunia dengan pusat industri di Provinsi Riau. Dibangun pada tahun 1993 PT. RAPP mengelola ± 338,536 ha izin hutan berdasarkan SK IUPHHK HTI PT RAPP Nomor SK.180/Menhut- II/2013. Pada tahun 2012, kapasitas produksi terpasang pabrik adalah 2.8 juta ton pulp dan ton kertas per tahun. Tujuan operasional PT. RAPP adalah keseimbangan antara pertumbuhan bisnis dengan pertimbangan pertumbuhan sosial dan lingkungan yang relevan dengan kemajuan Indonsesia sebagai negara berkembang. PT. RAPP bersama dengan perusahaan afiliasi dan mitra secara kolektif menciptakan peluang kerja bagi hampir orang di Provinsi Riau, baik melalui peluang langsung maupun tidak langsung. Secara langsung PT. RAPP mempekerjakan sekitar karyawan tetap di perusahaan yang beroperasi di Riau. Sebagai pioneer dalam pengelolaan hutan lestari di Indonesia, PT. RAPP sudah mengaplikasikan kebijakan pembukaan lahan tanpa bakar (No Burn Policy) sejak mulai beroperasi pada tahun Pada tahun 2005 PT. RAPP memberlakukan kebijakan sukarela Nilai Konservasi Tinggi (High Conservation Value Policy) yang mewajibkan adanya penilaian Nilai Konservasi Tinggi pada setiap areal konsesi PT. RAPP dan mitra sebelum beroperasi. Kebijakan ini memberikan solusi praktis dan bertanggung jawab terhadap tantangan deforestasi dan degradasi. Pengelolaan hutan tanaman PT. RAPP didesain sebagai sumber yang terbarukan bagi pertumbuhan ekonomi dan pembangunan sosial, sementara operasional pabrik kelas dunia kami menciptakan skala ekonomi dan peluang yang menguntungkan. Sebagai private company, kami tidak mengungkapkan informasi rahasia secara komersial, tetapi kami telah berupaya dalam laporan ini untuk melanjutkan kebijakan kami dan meningkatkan keterbukaan perusahaan yang relevan dengan operasional dan praktek pengelolaan hutan yang keberlanjutan. Praktek pengelolaan hutan berkelanjutan PT. RAPP didasarkan pada prinsip-prinsip United Nations Global Compact dan ISO Panduan Tanggung Jawab Sosial (Social Responsibility Guidance). Sejak tahun 2001 PT. RAPP telah menerapkan Sistem Manajemen Lingkungan ISO dan pada tahun 2005 menerapkan Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja (OHSAS 18001) untuk areal operasinya dengan jaminan dari PT. SGS Indonesia. Sejak tahun 2006, hutan tanaman kami telah disertifikasi di bawah standar Pengelolaan Hutan Tanaman Lestari (PHTL) oleh Lembaga Ekolabel Indonesia. Pada akhir 2011, PT. RAPP berhasil disertifikasi ulang di bawah standar PHTL-LEI untuk periode Sejalan dengan komitmen perbaikan berkelanjutan, pada tahun 2012 kami mendapatkan serifikasi Origins and Legality of Timber (OLB) Standar untuk Perusahaan Kehutanan dengan jaminan dari Bureau Veritas. Standar OLB menjamin kepatuhan operasional PT. RAPP terhadap semua peraturan yang berlaku di Indonesia. Sejak tahun 2010, kami juga telah mendapatkan sertifikat Pengelolaan Hutan Produksi Lestari (PHPL) dan Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) dari Kementerian Kehutanan dan merupakan perusahaan hutan tanaman yang pertama kali mendapatkan sertifikat tersebut di Indonesia. Selanjutnya pada bulan Oktober tahun 2014, PT. RAPP menjadi salah perusahaan kehutanan pertama di Indonesia yang memperoleh sertifikat Indonesian Forestry Certification Coopertaion (IFCC) dengan skema Program for the Endorsment of Forest Certification (PEFC). Seiring dengan bertumbuhnya permintaan pasar dunia untuk produk pulp dan kertas, kami akan mengambil langkah lebih lanjut untuk memastikan komitmen kami terhadap pembangunan berkelanjutan. Di negara berkembang seperti Indonesia, dengan kebutuhan besar untuk manfaat pertumbuhan ekonomi, kami percaya parktek kehutanan yang bertanggung jawab telah banyak memberikan kontribusi untuk masa depan Indonesia. Dengan pengelolaan hutan yang bertanggung jawab akan memastikan kawasan hutan dapat dilestarikan, 1

2 penggunaan lahan dioptimalkan dan masyarakat setempat dapat berbagi manfaat pembangunan. PRAKTEK MANAJEMEN HUTAN TANAMAN TERBAIK Penanaman Memastikan areal tanaman ditanam kembali dengan cepat sangat penting bagi pasokan kayu yang berkelanjutan dan untuk mempertahankan tutupan vegetasi. PT. RAPP mengoperasikan jaringan dari tiga central nursery pusat dan enam satelite nursery yang memiliki kapasitas untuk memproduksi lebih dari 150 juta bibit per tahun. Dari nursery ini, kami menyediakan bibit kualitas tinggi untuk areal kita sendiri, mitra dan mitra masyarakat. Penggunaan Pupuk Tanaman Dalam prosedur penanaman dan pemanenan, sisa-sisa tanaman, termasuk cabang dan kulit, yang tersisa ditinggal di lapangan untuk memaksimalkan retensi nutrisi, mengurangi erosi, dan mengurangi kebutuhan untuk pupuk buatan. Budidaya hutan tanaman membutuhkan penambahan pupuk untuk mempertahankan dan meningkatkan hasil. Aplikasi pupuk dilakukan dengan cara meminimalkan dampaknya pada lokasi penanaman melalui pencegahan eutrofikasi air tanah dan air permukaan. Prosedur seperti dosis dan jenis pupuk yang akan diterapkan dirumuskan oleh departemen Penelitian dan Pengembangan (RnD). Pemetaan tanah dan klasifikasi tanah telah selesai untuk semua areal tanaman. Hal ini membantu dalam menggambarkan lokasi areal tanam dan menerapkan rezim pemupukan yang spesifik. Pengelolaan Hama dan Penyakit Tanaman Pengelolaan hama dan penyakit adalah bagian penting dari menjaga produktivitas hutan tanaman. Ancaman utama untuk pohon akasia yaitu busuk akar, Ganoderma, Ceratosystis dan hama serangga (khususnya Helopeltis). Kami menggunakan pendekatan Pengendalian Hama Terpadu (PHT), termasuk mengembangkan kontrol biologis dan spesies yang tahan terhadap serangan hama dan penyakit. Kami juga mengelola hama dan penyakit melalui pemantauan dan pelaporan rutin kesehatan pohon. Bahan kimia untuk pengendalian hama dan penyakit dikelola oleh central store. Pelatihan agrokimia disediakan bagi karyawan, dan lembar MSDS tersedia di semua tempat yang ditentukan. Pemeriksaan kesehatan secara rutin juga dilakukan untuk orangorang yang berurusan dengan bahan kimia. Pengelolaan Kebakaran Hutan dan Lahan Sejak mulai beroperasi, PT. RAPP telah menerapkan kebijakan tanpa bakar (No Burn Policy). Serat kayu merupakan bahan baku utama dalam industri pulp dan kertas sehingga tidak ada alasan komersial untuk melakukan pembakaran lahan hutan. Kami juga berkomitmen untuk menerapkan FAO (United Nations Food and Agriculture Organization) Fire Management Guideline yang mencakup pengelolaan kebakaran hutan melalui kebijakan, peraturan, prosedur, rencana dan implementasinya. Kami mempunyai Sistem Peringkat Bahaya Kebakaran (FDR) untuk upaya pencegahan dan melakukan patroli darat, udara dan air menggunakan citra satelit dan verifikasi lapangan langsung untuk mendeteksi dan memetakan risiko kebakaran. Selain itu, PT. RAPP juga membuat program Fire Free Village Program. Konservasi Hutan Praktek pengelolaan hutan yang berkelanjutan sangat penting untuk menjaga hutan yang sehat dan produktif. Praktek pengelolaan hutan PT.RAPP bertujuan untuk menjaga kuantitas dan kualitas sumber daya hutan perusahaan dengan mencapai keseimbangan produktivitas jangka panjang. Kami mematuhi semua hukum, peraturan dan persyaratan perizinan dalam pengelolaan konsesi dan memenuhi lebih dari persyaratan pemerintah untuk perlindungan hutan dan konservasi. Sebelum areal beroperasi, terlebih dahulu dilakukan delineasi makro berdasarkan data vegetasi dan lingkungan untuk mengidentifikasi 2

3 penggunaan lahan yang sesuai alokasi dalam konsesi. Selanjutnya, mikro-delineasi dilakukan oleh pihak ketiga yang ahli untuk membedakan area yang akan dipertahankan sebagai hutan alam dan daerah-daerah yang cocok untuk pengembangan hutan tanaman. Hal ini dilakukan berdasarkan kriteria hukum tertentu yang berfokus pada melindungi areal sensitif, fitur hidrologi, satwa liar dan budaya. Proses ini memenuhi persyaratan hukum Indonesia untuk pengembangan rencana tata guna lahan. Sebelum pengembangan konsesi dan sebagai komitmen sukarela sejak tahun 2005, PT RAPP telah melakukan penilaian Nilai Konservasi Tinggi (HCV) untuk masingmasing wilayah konsesi baru berdasarkan Toolkit untuk Identifikasi Nilai Konservasi Tinggi di Indonesia (2008). Penilaian ini mengidentifikasi dan menggambarkan nilai keanekaragaman hayati yang penting, unsur ekosistem dan nilai-nilai sosial atau budaya yang penting dan merekomendasikan pengelolaan dan pemantauan kegiatan untuk mempertahankan dan meningkatkan nilainilai tersebut. Pengelolaan Lahan Gambut yang Bertanggung Jawab Fakta bahwa operasional PT. RAPP sebagian berada di lahan gambut membawa tanggung jawab lebih dalam pengelolaan lahan gambut yang berkelanjutan. Pendekatan kami untuk mengelola konsesi lahan gambut didasarkan pada "total landscape" perspektif dan penerapan ilmu pengetahuan terbaik dan terkini yang tersedia. Ini termasuk upaya untuk meminimalkan gas rumah kaca (GRK) dari gambut melalui perencanaan penggunaan lahan dengan prinsip kehati-hatian dan implementasi yang detail dan rinci terkait pengelolaan hidrologi. Melibatkan perlindungan dan penyangga sentral kubah gambut untuk menjaga terhadap dampak dari drainase. Pendekatan kami berdasarkan karakteristik hidrologi, bertujuan untuk melindungi kubah gambut, dan memastikan koneksi areal konservasi dengan koridor sempadan sungai. KEMITRAAN DAN KETERLIBATAN MASYARAKAT Konsesi PT. RAPP sebagian besar berada di daerah terpencil dan juga berdampingan dengan beberapa desa dan masyarakat setempat. Hubungan yang positif dengan masyarakat lokal sangat penting untuk keberhasilan jangka panjang kami. Kami bekerja untuk menjaga hubungan baik dengan masyarakat lokal yang tinggal di dekat konsesi kami. Sistem manajemen PT. RAPP memastikan bahwa proses pembangunan hutan tanaman memastikan penghormatan penuh terhadap martabat, budaya, hak asasi manusia, aspirasi dan mata pencaharian berbasis sumber daya alam masyarakat adat dan masyarakat lokal lainnya. Kami juga menyediakan kesempatan bagi masyarakat setempat untuk mendapatkan manfaat dari pembangunan hutan tanaman yang sesuai dengan kultur budaya dan sesuai dengan aspirasi masyarakat Pembangunan Tanaman Kehidupan Operasi PT. RAPP menyediakan sarana yang sah untuk mendapatkan penghasilan bagi masyarakat setempat. Ini memberikan alternatif lain dibanding penebangan liar dan konversi lahan yang merusak. Dengan dukungan dari PT. RAPP, Hutan Tanaman Rakyat (HTR) telah dibentuk oleh masyarakat untuk menyediakan pasokan kayu bagi PT. RAPP. Kami menginvestasikan US$ untuk setiap hektar lahan yang ditanam dan menciptakan ± 35 lapangan pekerjaan untuk setiap 100 hektar areal yang ditanam. Sebagai tambahan dari HTR, PT. RAPP juga mengalokasikan 5% dari areal konsesinya untuk alokasi tanaman kehidupan yang diperuntukkan untuk masyarakat untuk menanam tanaman kehidupan seperti sagu dan karet. Dialog, Kesepakatan dan Penyelesaian Konflik Penilaian Nilai Konservasi Tinggi yang dilakukan sebelum pembangunan hutan 3

4 tanaman termasuk memperhitungkan faktor budaya, ekonomi atau agama serta warisan arkeologi setempat. PT. RAPP beroperasi hanya pada konsesi yang telah diberi lisensi oleh Pemerintah. Namun, sengketa lahan yang sedang berlangsung memang ada. Oleh karena itu PT. RAPP mempunyai departemen khusus yang bertanggung jawab atas pengelolaan dan penyelesaian sengketa tanah dengan mengedepankan prinsipprinsip Free, Prior, Inform and Consent (FPIC). Selama laporan ini dibuat sudah banyak Memorandum of Understanding (MoU) yang sudah dibuat dan disepakati dengan masyarakat. Corporate Social Responsibility PT. RAPP berkomitmen untuk prinsip pemberdayaan masyarakat dan secara aktif mendukung dan berpartisipasi dalam program-program pembangunan ekonomi dan berkelanjutan yang menciptakan kemandirian masyarakat. Strategi kemitraan masyarakat kami adalah untuk menciptakan nilai bersama, yang berarti melampaui kepatuhan hukum untuk membentuk kemitraan. Masyarakat yang bekerja sama dengan kami tersebar di 150 desa di seluruh wilayah operasional di Provinsi Riau, yang meliputi kabupaten Pelalawan, Kuantan Singingi, Siak, Kampar dan Kepulauan Meranti. Program Pengembangan Masyarakat kami memiliki tujuan-tujuan tertentu: - Pengentasan Kemisiknan - Pembangunan ekonomi masyarakat untuk meningkatkan pendapatan - Membangun kapasitas untuk kemitraan lokal dan koperasi - Peningkatan kualitas pendidikan - Peningkatan kualitas kesehatan masyarakat - Peningkatan infrastruktur sosial Beberapa penghargaan terkait Corporate Social Responsibility yang telah dimiliki oleh perusahaan diantaranya adalah: Corporate Partner, UNEP Champions of the Earth Awards tahun 2006, 2007 dan 2008; Penghargaan dari ASIAN CSR Award Runner-Up untuk kategori Keunggulan Lingkungan Pengembangan HTI aspek konservasi dan masyarakat tahun 2005 Penghargaan dari ASIAN CSR Award Runner-Up untuk kategori Pengentasan Kemiskinan Sistem Pertanian Terpadu tahun 2007 Penghargaan CSR Award Pertama Praktek Terbaik untuk Keseluruhan Program Sosial Penghargaan Industri Hijau tahun 2013 dari Kementerian Perindustrian Mendapatkan sertifiikat Objek Vital Nasional pada tahun

5 KEGIATAN PENGELOLAAN DAN PEMANTAUAN LINGKUNGAN Kegiatan pengelolaan dan pemantauan lingkungan merupakan program berkelanjutan yang dilakukan berdasarkan pada dokumen AMDAL, RKL-RPL, pedoman dari Lembaga Sertifikasi Independen seperti: PHPL, LEI (Lembaga Ekolabel Indonesia), OLB (BV), ISO dan OHSAS 18001, IFCC, serta dokumen penelitian lingkungan lainnya seperti: Laporan Hasil Penilaian HCVF (HCVF Assesment oleh Proforest, Fakultas Kehutanan IPB, INRR dan Tropenbos Indonesia), Studi Khusus Lahan Gambut oleh CREATA-IPB, serta rekomendasi dari Tim Pakar Independen MRV Kementerian Kehutanan RI. Program pengelolaan dan pemantauan lingkungan sehubungan dengan pelaksanaan kegiatan pembangunan hutan tanaman tersebut dikelompokkan menjadi 1). Komponen Fisik Kimia; 2). Komponen Biologi; 3) Komponen Sosial-Budaya Gambar 2. Pengukuran curah hujan di areal lahan gambut tahun 2014 Gambar 3. Pemantauan suhu dan kelembaban di areal lahan gambut tahun 2014 Komponen Fisik Kimia Perubahan Iklim Mikro Pengukuran kondisi iklim mikro dilakukan Untuk mendukung informasi mengenai sistem peringatan dini potensi bahaya kebakaran hutan salah satunya dapat ditinjau dari nilai FDR (Fire Danger Rating) dengan memperhitungkan Suhu (SH), Curah Hujan (CH), Hari Hujan (HH) dan Kelembaban Udara (RH) Gambar 1. Grafik pengukuran curah hujan di areal lahan mineral tahun 2014 Gambar 4. Pemantauan suhu dan kelembaban di areal lahan mineral tahun

6 Penurunan Tingkat Kesuburan Tanah Pemantauan kesuburan tanah dilakukan secara komprehensif dimulai sejak awal pembukaan lahan hingga pemanenan kembali. Kegiatan diawali dengan survei tanah untuk menentukan Soil Management Unit (SMU), setelah itu dihasilkan rekomendasi jenis tanaman serta rezim pemupukan. Kegiatan pemantauan dilakukan setiap tiga bulan dengan pemantauan mencakup sifat fisik tanah dan sifat kimia tanah. Gambar 8. Hasil analisa parameter K + tanah tahun 2014 Gambar 5. Hasil analisa parameter PH tanah tahun 2014 Gambar 9. Hasil analisa parameter Na ++ tanah tahun 2014 Gambar 6. Hasil analisa parameter C/N tanah tahun 2014 Gambar 10. Hasil analisa parameter Ca tanah tahun Gambar 7. Hasil analisa parameter CEC tanah tahun 2014 Pemadatan Tanah Kegiatan pemantauan kepadatan tanah dilakukan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh kegiatan hutan tanaman terhadap tingkat kompaksi yang terjadi. Upaya yang dapat dilakukan untuk meminimalkan pemadatan tanah adalah dengan melakukan soil ripping, dan atau membatasi jalur yang dilewati oleh buldoser jika areal tersebut 6

7 berdekatan dengan areal operasional, pelaksanaan aktual mikro planning dengan baik khsusnya untuk skid track alat berat di areal. Gambar 11. Tingkat Kepadatan Tanah di Hutan Alam dan hutan tanaman tahun 2014 bertujuan untuk mempertahankan tinggi muka air pada kisaran cm untuk mengurangi laju subsidensi & pertumbuhan optimal tanaman. Pengelolaan ekohidro berdasarkan scientific base dan keilmuan serta teknologi terkini. Dari beberapa lokasi areal gambut perusahaan secara keseluruhan tinggi muka air masih berada pada kisaran yang telah ditentukan dalam SOP perusahaan. Gambar 13. Grafik pemantauan tinggi muka air di areal gambut tahun 2014 Erosi Tanah Pemantauan erosi dilakukan dengan menggunakan patok erosi berskala. Penempatan patok-patok ini berdasarkan kelas kelerengan dan kelas umur tanaman. Periode pengukuran setiap tiga bulan yang dilakukan pada hutan alam dan hutan tanaman. Hasil pengukuran selama tahun 2014 memperlihatkan bahwa penurunan tanah atau erosi sangat kecil seperti terlihat pada grafik dibawah ini. Gambar 12. Grafik erosi di areal konsesi tahun 2014 Subsidensi merupakan dampak yang sangat penting dalam rangka pengelolaan kawasan gambut. Pemantauan terhadap laju subsidensi dilakukan setiap 3 bulan sekali pada lokasi-lokasi yang telah ditetapkan. Hasil pemantuan peat subsidence menggunakan data akumulasi sejak dari awal pemasangan sampai dengan semester dua tahun 2014 dengan nilai peat subsidence di tanaman pokok dapat di lihat pada grafik dibawah ini : Gambar 14. Grafik pemantauan peat subsidence di areal hutan tanaman tahun 2014 Perubahan Tinggi Muka Air dan Subsidensi PT. RAPP menerapkan konsep Ekohidro dalam pengelolaan lahan gambut dengan mempertimbangkan landscape dan fungsi hidrologisnya. Salah satu kunci utama dari Ekohidro adalah water management. Water management 7

8 Debit dan Kualitas Air Pemantauan debit maupun kualitas air dilakukan pada semua sungai-sungai yang mempunyai cathment area terhadap kegiatan operasional perusahaan serta beberapa kanal yang alirannya (outletnya) menuju sungai. Kegiatan pemantuan dilakukan setiap dua bulan. Untuk baku mutu kualitas air sungai mengacu kepada Peraturan Pemerintah No 82 tahun 2001 tentang pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air. Untuk pengujian kualitas air dilakukan pada laboratorium eksternal yang telah terakreditasi seperti Laboratorium Dinas Kesehatan dan Dinas Pekerjaan Umum. Upaya pengelolaan dampak operasional HTI terhadap debit dan kualitas air sungai dilakukan dengan: a) Mempertahankan Sempadan Sungai dan Pemasangan Signboard. b) Training dan sosialisasi c) Prosedur emergency dan penanganan tumpahan bahan bakar, pelumas dan bahan kimia d) Penyiapan spil kit dan alat perlengkapan untuk penanggulangan ceceran/tumpahan seperti saw dust, sapu serok, dll. Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (Limbah B3) Pengelolaan limbah B3 yang diterapkan selama ini dengan menggunakan prinsip 3R (Reduce, Reuse, Recycle). Limbah B3 yang dihasilkan berupa sisa kemasan pestisida, oli bekas, limbah perumahan (neon, baterai, aki bekas) dan limbah klinik dan limbah B3 lainnya. Kemudian limbah B3 tersebut disimpan Tempat Penyimpanan Sementara (TPS) Limbah B3. Limbah B3 tersebut kemudian dikirim melalui transporter yang kemudian ke pemusnah yang telah terdaftar dan memiliki izin. Gambar 15. Fasilitas Pemilahan Sampah Organik Anorganik dan B3 Pengelolaan Kebakaran Hutan dan Lahan Pemantauan kebakaran dilakukan melalui pelaksanaan patroli rutin dan monitoring melalui satelit terhadap titik-titik rawan kebakaran (hotspot). Upaya pengelolaan kebakaran hutan dan lahan dilakukan dengan: Prosedur Pengelolaan Kebakaran Hutan dan Lahan Sitem Peringatan Dini bahaya kebakaran Pencegahan dan pemadaman kebakaran lahan yang dilakukan oleh Departemen Fire & Aviation serta Forest Protection Patroli gabungan dengan menggunakan helikopter, mobil, sepeda motor dan speed boat; Pembentukan Masyarakat Peduli Api (MPA) MoU kerjasama dengan BNPB dan Pemprov Riau untuk komitmen penanggulangan kebakaran hutan dan lahan Membentuk fire control center yang bertujuan 1) Memastikan sistem satu komando dalam penanganan kebakaran untuk lebih mengefektifkan komunikasi dan koordinasi; 2) Meminimalkan dampak dari kebakaran hutan terhadap tanaman pokok yang merupakan aset perusahaan; 3) Memantau dan membuat laporan kondisi terkini kejadian dan bahaya kebakaran dari masing-masing lokasi/sektor. Pemantauan dilakukan pada pagi dan sore hari Program Fire Free Village, program ini meliputi pemberian penghargaan bagi desa yang tidak terjadi kebakaran, pemberdayaan ketua team desa, bantuan pembukaan lahan pertanian, peningkatan kesadaran masyarakat dan pemantauan kualitas udara. Gambar 16. Patroli Pencegahan Kebakaran Hutan 8

9 Gambar 18. Hasil pemantauan Indeks Keragaman pohon (H ) di sempadan sungai Gambar 17. Pemberian penghargaan/reward terhadap desa bebas kebakaran Komponen Biolgi Gambar 19. Hasil pemantauan Indeks Keragaman pohon (H ) di KPPN Gangguan Kawasan lindung Untuk menangulangi ganguan kerusakan kawasan lindung dapat disebabkan oleh factor eksternal. seperti kegiatan illegal logging, Illegal minning, perambahan, kebakaran, angin, dan lainnya. Secara rutin dilakukan patroli konservasi yang dilakukan oleh Departement Forest Protection dan security. Patroli konservasi dapat dilakukan melalui darat, air dan udara. Frekuensi patroli dapat dilakukan setiap hari, minggu dan bulan tergantung kondisi areal. Setiap ada kejadian ganguan kawasan konservasi sesuai dengan komitmen dan prosedur akan dilaporkan kepada pihak berwajib dalam hal ini polisi dan kehutanan atau instansi terkait lainnya. Vegetasi Alam / Jenis Dilindungi Pemantauan vegetasi pada kawasan lindung dilakukan pada plot vegetasi Parameter yang diukur adalah Indeks Keragaman (H ) dari berbagai tingkat pertumbuhan. Hasil pngukuran menunjukkan indeks H' ada yang mengalami kenaikan dan ada juga penurunan sebagai bagian dari dinamika ekosistem hutan. Kegiatan pengelolaan vegetasi dititik beratkan pada pengelolaan habitat kawasan lindung seperti Kawasan Sempadan Sungai, KPPN, ASDG, PUP, dan Bufferzone serta kawasan lindung lainnya. a) Pelaksanaan Prosedur Environmental Impact Assesment (EIA) untuk memastikan bahwa kegiatan pemanenan telah memenuhi standar-standar lingkungan yang telah ditetapkan oleh perusahaan. b) Pemeliharaan batas kawasan lindung untuk menghindari kesalahan batas yang boleh ditebang sehingga dapat dihindari kerusakan saat penebangan. c) Pemasangan signboard berfungsi sebagai papan identitas suatu areal dan sebagai himbauan untuk menjaga kawasan. 9

10 Pemantauan Satwa Liar Pemantauan satwa liar melalui perjumpaan digunakan untuk memetakan dan mengetahui jenisjenis satwa yang terdapat di areal konsesi. Hasil pemantauan menunjukkan masih ditemuinya keberadaan jenis-jenis satwa dilindungi. Kegiatan pengelolaan satwa liar meliputi: Pemasangan papan larangan berburu, sosialisasi tentang satwa dilindungi a) Patroli pencegahan perburuan liar b) Kolaborasi pembuatan parit Gajah c) Pengelolaan Elephant Flying Squad (EFS) d) Patroli Gajah gabungan kerjasama dengan Balai Taman Nasional Tesso Nilo (BTNTN) e) Penelitian penggunaan ruang Beruang Madu (sektor Teluk Meranti) f) Training mitigasi konflik satwa liar dan manusia kerjasama dengan BBKSDA, PALS dan WWF Gambar 20. Hasil pemantauan Indeks Keragaman satwa liar di sempadan sungai Gambar 21. Hasil pemantauan Indeks Keragaman satwa liar di KPPN Hama dan Penyakit Tanaman Ancaman hama dan penyakit yang sering dijumpai di Tanaman Pokok akasia yaitu busuk akar, Ganoderma, Ceratosystis dan hama serangga (khususnya Helopeltis). Kegiatan pengelolaan untuk mengatasi hama dan penyakit tanaman meliputi: a) Pengalokasian tata ruang sebagai sekat alami penyebaran hama dan penyakit tanaman b) Penyediaan bibit berkualitas c) Penelitian dan pengembangan teknologi pencegahan hama dan penyakit tanaman dengan cara biologi menggunakan predator alam Komponen Sosial Budaya Kesempatan Kerja dan Peluang Usaha Tenaga kerja meliputi karyawan dan kontraktor. Pemantauan dilakukan untuk mengetahui pergerakan karyawan (keluar/masuk). Pemantauan pergerakan tenaga kerja meliputi tingkat turn over dan banyaknya kontraktor (terutama kontraktor lokal) yang menjadi mitra bisnis perusahaan. Tabel 1. Jumlah Kontraktor dan Karyawan yang Bekerja di PT. RAPP tahun 2014 Estate Kontraktor Karyawan % Lokal Total Lokal Total % Baserah Cerenti Langgam Logas Mandau Pelalawan Tasik Belat Teso Ukui Teluk Meranti Pulau Padang Total Pemberian informasi peluang kerja dan penetapan sistem rekruitmen tenaga kerja lokal baik melalui website, pengumuman di kantor-kantor estate ataupun melalui surat perusahaan kepada kepala desa di sekitar operasional perusahaan 10

11 Pendidikan Kegiatan yang dilakukan adalah meliputi pemberian beasiswa, pencarian bakat, pelatihan bagi guru-guru, bantuan bangunan fisik sekolah. Gambar 22. Bantuan Gedung Sekolah Paud Sosial Infrastruktur Kegiatan yang dilakukan adalah meliputi Terkait dengan fasilitas olahraga; seperti lapangan bola, posyandu, jalan desa, komputer dll. Gambar 24. Gotong Royong pembangunan masjid bantuan PT RAPP Kesehatan Kegiatan yang dilakukan adalah meliputi distribusi obat-obatan serta dukungan terhadap kegitan pada fasilitas kesehatan masyarakat (POSYANDU) berupa pemberian makanan tambahan, pelatihan kader posyandu, khitanan missal dll. Gambar 23. Program Kesehatan Sunatan Massal 11

IV. KONDISI UMUM. Gambar 3. Peta Lokasi PT. RAPP (Sumber: metroterkini.com dan google map)

IV. KONDISI UMUM. Gambar 3. Peta Lokasi PT. RAPP (Sumber: metroterkini.com dan google map) 19 IV. KONDISI UMUM 4.1 Profil Umum PT. Riau Andalan Pulp and Paper PT. Riau Andalan Pulp & Paper (RAPP) adalah bagian dari Asia Pasific Resources International Holdings Limitied (APRIL) Group, perusahaan

Lebih terperinci

Royal Golden Eagle (RGE) Kerangka Kerja Keberlanjutan Industri Kehutanan, Serat Kayu, Pulp & Kertas

Royal Golden Eagle (RGE) Kerangka Kerja Keberlanjutan Industri Kehutanan, Serat Kayu, Pulp & Kertas Royal Golden Eagle (RGE) Kerangka Kerja Keberlanjutan Industri Kehutanan, Serat Kayu, Pulp & Kertas I. Ruang Lingkup: Seluruh ketentuan Sustainability Framework ini berlaku tanpa pengecualian bagi: Seluruh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Provinsi Riau dengan luas 94.560 km persegi merupakan Provinsi terluas di pulau Sumatra. Dari proporsi potensi lahan kering di provinsi ini dengan luas sebesar 9.260.421

Lebih terperinci

Menerapkan Filosofi 4C APRIL di Lahan Gambut

Menerapkan Filosofi 4C APRIL di Lahan Gambut Menerapkan Filosofi 4C APRIL di Lahan Gambut Peta Jalan Lahan Gambut APRIL-IPEWG Versi 3.2, Juni 2017 Kelompok Ahli Gambut Independen (Independent Peatland Expert Working Group/IPEWG) dibentuk untuk membantu

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5. Sebaran Hotspot Tahunan BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Potensi kebakaran hutan dan lahan yang tinggi di Provinsi Riau dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu: penggunaan api, iklim, dan perubahan tata guna

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 71 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN EKOSISTEM GAMBUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

Laporan Investigasi Jikalahari KEPALA BRG DIHADANG, PT RAPP LANJUT MERUSAK HUTAN ALAM DAN GAMBUT

Laporan Investigasi Jikalahari KEPALA BRG DIHADANG, PT RAPP LANJUT MERUSAK HUTAN ALAM DAN GAMBUT I. PENDAHULUAN Laporan Investigasi Jikalahari KEPALA BRG DIHADANG, PT RAPP LANJUT MERUSAK HUTAN ALAM DAN GAMBUT Empat bulan lebih pasca Nazir Foead, Kepala Badan Restorasi Gambut (BRG) dihadang dan diusir

Lebih terperinci

2 menetapkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia tentang Rawa; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1974 t

2 menetapkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia tentang Rawa; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1974 t BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.797, 2015 KEMEN PU-PR. Rawa. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

21 Maret Para Pemangku Kepentingan yang Terhormat,

21 Maret Para Pemangku Kepentingan yang Terhormat, 21 Maret 2013 Para Pemangku Kepentingan yang Terhormat, 5 Februari 2013 mungkin merupakan hari paling penting dalam sejarah APP. Pada tanggal tersebut kami mengumumkan Kebijakan Konservasi Hutan, dengan

Lebih terperinci

PRINSIP DAN KRITERIA PERKEBUNAN KELAPA SAWIT BERKELANJUTAN INDONESIA (INDONESIAN SUSTAINABLE PALM OIL/ISPO) UNTUK USAHA KEBUN SWADAYA

PRINSIP DAN KRITERIA PERKEBUNAN KELAPA SAWIT BERKELANJUTAN INDONESIA (INDONESIAN SUSTAINABLE PALM OIL/ISPO) UNTUK USAHA KEBUN SWADAYA LAMPIRAN VI PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : TANGGAL : PRINSIP DAN KRITERIA PERKEBUNAN KELAPA SAWIT BERKELANJUTAN INDONESIA (INDONESIAN SUSTAINABLE PALM OIL/ISPO) UNTUK USAHA KEBUN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. dan hutan tropis yang menghilang dengan kecepatan yang dramatis. Pada tahun

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. dan hutan tropis yang menghilang dengan kecepatan yang dramatis. Pada tahun I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring dengan perkembangan teknologi dan peningkatan kebutuhan hidup manusia, tidak dapat dipungkiri bahwa tekanan terhadap perubahan lingkungan juga akan meningkat

Lebih terperinci

Oleh: PT. GLOBAL ALAM LESTARI

Oleh: PT. GLOBAL ALAM LESTARI Izin Usaha Pemanfaatan Penyerapan Karbon dan/atau Penyimpanan Karbon (PAN-RAP Karbon) Nomor: SK. 494/Menhut-II/2013 Hutan Rawa Gambut Tropis Merang-Kepayang Sumatera Selatan, Indonesia Oleh: PT. GLOBAL

Lebih terperinci

Kebijakan APRIL Group dalam Pengelolaan Hutan Berkelanjutan Juni 2015

Kebijakan APRIL Group dalam Pengelolaan Hutan Berkelanjutan Juni 2015 Kebijakan APRIL Group dalam Pengelolaan Hutan Berkelanjutan 2.0 3 Juni 2015 APRIL Group (APRIL) berkomitmen terhadap pembangunan berkelanjutan di seluruh areal kerja perusahaan dengan menerapkan praktik-praktik

Lebih terperinci

PRINSIP DAN KRITERIA ISPO

PRINSIP DAN KRITERIA ISPO Hal. 1 NO. PRINSIP DAN KRITERIA INDIKATOR 1. SISTEM PERIZINAN DAN MANAJEMEN PERKEBUNAN 1.1 Perizinan dan sertifikat. 1. Telah memiliki izin lokasi dari pejabat yang Pengelola perkebunan harus memperoleh

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.17/MENLHK/SETJEN/KUM.1/2/2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN NOMOR P.12/MENLHK-II/2015

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN EKOSISTEM GAMBUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN EKOSISTEM GAMBUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN EKOSISTEM GAMBUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

KEBERLANGSUNGAN FUNGSI EKONOMI, SOSIAL, DAN LINGKUNGAN MELALUI PENANAMAN KELAPA SAWIT/ HTI BERKELANJUTAN DI LAHAN GAMBUT

KEBERLANGSUNGAN FUNGSI EKONOMI, SOSIAL, DAN LINGKUNGAN MELALUI PENANAMAN KELAPA SAWIT/ HTI BERKELANJUTAN DI LAHAN GAMBUT KEBERLANGSUNGAN FUNGSI EKONOMI, SOSIAL, DAN LINGKUNGAN MELALUI PENANAMAN KELAPA SAWIT/ HTI BERKELANJUTAN DI LAHAN GAMBUT Dr. David Pokja Pangan, Agroindustri, dan Kehutanan Komite Ekonomi dan Industri

Lebih terperinci

APP melaporkan perkembangan implementasi pengelolaan lahan gambut

APP melaporkan perkembangan implementasi pengelolaan lahan gambut APP melaporkan perkembangan implementasi pengelolaan lahan gambut Jakarta, 12 November 2015 Asia Pulp & Paper Group (APP) menyambut baik instruksi Presiden Indonesia untuk perbaikan pengelolaan lahan gambut,

Lebih terperinci

Stakeholder Advisory Committee (SAC) untuk Kebijakan Pengelolaan Hutan Berkelanjutan (SFMP 2.0) APRIL

Stakeholder Advisory Committee (SAC) untuk Kebijakan Pengelolaan Hutan Berkelanjutan (SFMP 2.0) APRIL Stakeholder Advisory Committee (SAC) untuk Kebijakan Pengelolaan Hutan Berkelanjutan (SFMP 2.0) APRIL Pertemuan SAC ke-9 di Jakarta - Indonesia, 1-3 Maret 2017 ANGGOTA SAC HADIR 1. Joe Lawson (Ketua) 2.

Lebih terperinci

SUPLEMEN, RENCANA KERJA 2015 (REVISI) : PENYIAPAN LANDASAN PENCAPAIAN SASARAN PEMBANGUNAN KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN

SUPLEMEN, RENCANA KERJA 2015 (REVISI) : PENYIAPAN LANDASAN PENCAPAIAN SASARAN PEMBANGUNAN KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN SUPLEMEN, RENCANA KERJA 2015 (REVISI) : PENYIAPAN LANDASAN PENCAPAIAN SASARAN PEMBANGUNAN KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN PENGANTAR Sebagai konsekuensi dari perubahan nomeklatur Kementerian

Lebih terperinci

dampak perubahan kemampuan lahan gambut di provinsi riau

dampak perubahan kemampuan lahan gambut di provinsi riau dampak perubahan kemampuan lahan gambut di provinsi riau ABSTRAK Sejalan dengan peningkatan kebutuhan penduduk, maka kebutuhan akan perluasan lahan pertanian dan perkebunan juga meningkat. Lahan yang dulunya

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa

Lebih terperinci

IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1. Kondisi Biofisik Areal Perusahaan HTI PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) merupakan pemegang IUPHHK-HTI dalam hutan tanaman No. 137/Kpts-II/1997 tanggal 10 Maret

Lebih terperinci

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR Oleh: HERIASMAN L2D300363 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

Prof. Dr. Almasdi Syahza, SE., MP LPPM Universitas Riau

Prof. Dr. Almasdi Syahza, SE., MP LPPM Universitas Riau Provinsi Riau memiliki berbagai potensi sumber daya alam dan sosial budaya yang beragam http://almasdi.staff.unri.ac.id PERMASALAHAN Kebakaran lahan merupakan masalah yang krusial dan perlu penanganan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN EKOSISTEM GAMBUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN EKOSISTEM GAMBUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN EKOSISTEM GAMBUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

DISAMPAIKAN PADA ACARA PELATIHAN BUDIDAYA KANTONG SEMAR DAN ANGGREK ALAM OLEH KEPALA DINAS KEHUTANAN PROVINSI JAMBI

DISAMPAIKAN PADA ACARA PELATIHAN BUDIDAYA KANTONG SEMAR DAN ANGGREK ALAM OLEH KEPALA DINAS KEHUTANAN PROVINSI JAMBI PERAN EKOSISTEM HUTAN BAGI IKLIM, LOKAL, GLOBAL DAN KEHIDUPAN MANUSIA DINAS KEHUTANAN PROVINSI JAMBI DISAMPAIKAN PADA ACARA PELATIHAN BUDIDAYA KANTONG SEMAR DAN ANGGREK ALAM OLEH KEPALA DINAS KEHUTANAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, SERTA PEMANFAATAN HUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, SERTA PEMANFAATAN HUTAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, SERTA PEMANFAATAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. Gambar 2. Peta Lokasi Magang (Sumber: metroterkini.com dan PT. RAPP)

III. METODOLOGI. Gambar 2. Peta Lokasi Magang (Sumber: metroterkini.com dan PT. RAPP) 14 III. METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Magang Kegiatan magang dilakukan di PT. Riau Andalan Pulp and Paper (PT. RAPP) yaitu pada Departemen Research and Development (RDD). Perusahaan ini berlokasi di

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Sebaran luas lahan gambut di Indonesia cukup besar, yaitu sekitar 20,6 juta hektar, yang berarti sekitar 50% luas gambut tropika atau sekitar 10,8% dari luas daratan Indonesia.

Lebih terperinci

Lampiran 3. Interpretasi dari Korelasi Peraturan Perundangan dengan Nilai Konservasi Tinggi

Lampiran 3. Interpretasi dari Korelasi Peraturan Perundangan dengan Nilai Konservasi Tinggi I. Keanekaragaman hayati UU No. 5, 1990 Pasal 21 PP No. 68, 1998 UU No. 41, 1999 Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Pengawetan keanekaragaman hayati serta ekosistemnya melalui Cagar Alam

Lebih terperinci

2013, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Rawa adalah wadah air beserta air dan daya air yan

2013, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Rawa adalah wadah air beserta air dan daya air yan LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.180, 2013 SDA. Rawa. Pengelolaan. Pengawasan. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5460) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

RENCANA PENGELOLAAN PERIODE TAHUN PT. TELAGABAKTI PERSADA

RENCANA PENGELOLAAN PERIODE TAHUN PT. TELAGABAKTI PERSADA RENCANA PENGELOLAAN PERIODE TAHUN 2010 2019 PT. TELAGABAKTI PERSADA I. MAKSUD & TUJUAN Maksud penyusunan rencana pengelolaan PT. Telagabakti Persada adalah untuk memanfaatkan hutan alam secara lestari

Lebih terperinci

1.1 LATAR BELAKANG MASALAH

1.1 LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Konflik di Provinsi Riau meningkat seiring dengan keluarnya beberapa izin perkebunan, dan diduga disebabkan oleh lima faktor yang saling terkait, yakni pertumbuhan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem mangrove bagi kelestarian sumberdaya perikanan dan lingkungan hidup memiliki fungsi yang sangat besar, yang meliputi fungsi fisik dan biologi. Secara fisik ekosistem

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR RIAU NOMOR 74 TAHUN 2016 TENTANG

PERATURAN GUBERNUR RIAU NOMOR 74 TAHUN 2016 TENTANG PERATURAN GUBERNUR RIAU NOMOR 74 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI, SERTA TATA KERJA DINAS LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN PROVINSI RIAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

Workshop Ahli Perubahan Iklim Regional Maluku dan Maluku Utara. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Maluku

Workshop Ahli Perubahan Iklim Regional Maluku dan Maluku Utara. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Maluku Workshop Ahli Perubahan Iklim Regional Maluku dan Maluku Utara Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Maluku Ambon, 3 Juni 2016 I. KARAKTERISTIK WILAYAH PROVINSI MALUKU PROVINSI MALUKU 92,4 % LUAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penegakan hukum yang lemah, dan in-efisiensi pelaksanaan peraturan pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. penegakan hukum yang lemah, dan in-efisiensi pelaksanaan peraturan pemerintah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumber daya hutan di Indonesia saat ini dalam kondisi rusak. Penyebabnya adalah karena over eksploitasi untuk memenuhi kebutuhan industri kehutanan, konversi lahan

Lebih terperinci

1 BAB I. PENDAHULUAN. tingginya tingkat deforestasi dan sistem pengelolan hutan masih perlu untuk

1 BAB I. PENDAHULUAN. tingginya tingkat deforestasi dan sistem pengelolan hutan masih perlu untuk 1 BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan tropis merupakan sumber utama kayu dan gudang dari sejumlah besar keanekaragaman hayati dan karbon yang diakui secara global, meskupun demikian tingginya

Lebih terperinci

PERHUTANAN SOSIAL DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT YANG EFEKTIF

PERHUTANAN SOSIAL DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT YANG EFEKTIF Peran Penting Masyarakat dalam Tata Kelola Hutan dan REDD+ 3 Contoh lain di Bantaeng, dimana untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemandirian, pemerintah kabupaten memberikan modal dan aset kepada desa

Lebih terperinci

Permasalahan hutan dan upaya penanganan oleh pemerintah

Permasalahan hutan dan upaya penanganan oleh pemerintah Permasalahan hutan dan upaya penanganan oleh pemerintah Negara Indonesia yang terdiri dari 17.058 pulau itu memiliki keanekaragaman tumbuhan, hewan jasad renik yang lebih besar daripada negara-negara tetangganya.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Habitat merupakan lingkungan tempat tumbuhan atau satwa dapat hidup dan berkembang biak secara alami. Kondisi kualitas dan kuantitas habitat akan menentukan komposisi,

Lebih terperinci

disinyalir disebabkan oleh aktivitas manusia dalam kegiatan penyiapan lahan untuk pertanian, perkebunan, maupun hutan tanaman dan hutan tanaman

disinyalir disebabkan oleh aktivitas manusia dalam kegiatan penyiapan lahan untuk pertanian, perkebunan, maupun hutan tanaman dan hutan tanaman 1 BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia mempunyai kekayaan alam yang beranekaragam termasuk lahan gambut berkisar antara 16-27 juta hektar, mempresentasikan 70% areal gambut di Asia Tenggara

Lebih terperinci

PROGRAM HUTAN DAN IKLIM WWF

PROGRAM HUTAN DAN IKLIM WWF PROGRAM HUTAN DAN IKLIM WWF LEMBAR FAKTA 2014 GAMBARAN SEKILAS Praktek-Praktek REDD+ yang Menginspirasi MEMBANGUN DASAR KERANGKA PENGAMAN KEANEKARAGAMAN HAYATI DI INDONESIA Apa» Kemitraan dengan Ratah

Lebih terperinci

BAB IV. LANDASAN SPESIFIK SRAP REDD+ PROVINSI PAPUA

BAB IV. LANDASAN SPESIFIK SRAP REDD+ PROVINSI PAPUA BAB IV. LANDASAN SPESIFIK SRAP REDD+ PROVINSI PAPUA 4.1. Landasan Berfikir Pengembangan SRAP REDD+ Provinsi Papua Landasan berpikir untuk pengembangan Strategi dan Rencana Aksi (SRAP) REDD+ di Provinsi

Lebih terperinci

Latar Belakang. Gambar 1. Lahan gambut yang terbakar. pada lanskap lahan gambut. Di lahan gambut, ini berarti bahwa semua drainase

Latar Belakang. Gambar 1. Lahan gambut yang terbakar. pada lanskap lahan gambut. Di lahan gambut, ini berarti bahwa semua drainase 1 2 Latar Belakang Gambar 1. Lahan gambut yang terbakar. Banyak lahan gambut di Sumatra dan Kalimantan telah terbakar dalam beberapa tahun terakhir ini. Kebakaran gambut sangat mudah menyebar di areaarea

Lebih terperinci

Kebijakan Asosiasi. Tanggal Berlaku PfA berlaku secara efektif sejak menerima dukungan dari Stakeholder Advisory Committee (SAC)

Kebijakan Asosiasi. Tanggal Berlaku PfA berlaku secara efektif sejak menerima dukungan dari Stakeholder Advisory Committee (SAC) Kebijakan Asosiasi Tujuan Pada bulan Juni 2015, APRIL telah menerapkan Kebijakan Pengelolaan Hutan Berkelanjutan ("SFMP") 2.0 1 yang menyatakan komitmen Grup APRIL untuk: mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan

Lebih terperinci

Rehabilitasi dan Pengelolaan Lahan Gambut Bekelanjutan

Rehabilitasi dan Pengelolaan Lahan Gambut Bekelanjutan Rehabilitasi dan Pengelolaan Lahan Gambut Bekelanjutan Dr. Muhammad Syakir, MS Kepala Kongres Nasional VII Perkumpulan Masyarakat Gambut Indonesia (HGI) dan Seminar Pengelolaan Lahan Sub-optimal Secara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam konteks global emisi gas rumah kaca (GRK) cenderung meningkat setiap tahunnya. Sumber emisi GRK dunia berasal dari emisi energi (65%) dan non energi (35%). Emisi

Lebih terperinci

PENILAIAN NILAI KONSERVASI TINGGI RINGKASAN EKSEKUTIF

PENILAIAN NILAI KONSERVASI TINGGI RINGKASAN EKSEKUTIF PENILAIAN NILAI KONSERVASI TINGGI RINGKASAN EKSEKUTIF PT Inhutani II adalah BUMN Holding Kehutahan di luar Jawa, dengan aktivitas bisnis utama meliputi pengusahaan hutan alam, pengusahaan hutan tanaman,

Lebih terperinci

PENGENDALIAN KERUSAKAN DAN ATAU PENCEMARAN LINGKUNGAN HIDUP YANG BERKAITAN DENGAN KEBAKARAN HUTAN DAN ATAU LAHAN

PENGENDALIAN KERUSAKAN DAN ATAU PENCEMARAN LINGKUNGAN HIDUP YANG BERKAITAN DENGAN KEBAKARAN HUTAN DAN ATAU LAHAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2001 TENTANG PENGENDALIAN KERUSAKAN DAN ATAU PENCEMARAN LINGKUNGAN HIDUP YANG BERKAITAN DENGAN KEBAKARAN HUTAN DAN ATAU LAHAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, SERTA PEMANFAATAN HUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, SERTA PEMANFAATAN HUTAN - 1 - PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, SERTA PEMANFAATAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN EKOSISTEM GAMBUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN EKOSISTEM GAMBUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN EKOSISTEM GAMBUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

BAB V RENCANA PROGRAM, KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA DAN KELOMPOK SASARAN

BAB V RENCANA PROGRAM, KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA DAN KELOMPOK SASARAN BAB V RENCANA PROGRAM, KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA DAN KELOMPOK SASARAN 5.. Rencana Program dan Kegiatan Program adalah Instrumen kebijakan yang berisi satu atau lebih kegiatan yang dilaksanakan oleh instansi

Lebih terperinci

Forest Stewardship Council

Forest Stewardship Council Forest Stewardship Council Roadmap menuju diakhirinya dis-asosiasi dari APP DRAF 6 Disetujui dengan syarat pada tanggal 9 Februari 2017 Di bulan Oktober 2007, Forest Stewardship Council (FSC) melakukan

Lebih terperinci

PENGARUH HUTAN TANAMAN INDUSTRI (HTI) TERHADAP KONDISI SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT DI KECAMATAN KAMPAR KIRI TUGAS AKHIR

PENGARUH HUTAN TANAMAN INDUSTRI (HTI) TERHADAP KONDISI SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT DI KECAMATAN KAMPAR KIRI TUGAS AKHIR PENGARUH HUTAN TANAMAN INDUSTRI (HTI) TERHADAP KONDISI SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT DI KECAMATAN KAMPAR KIRI TUGAS AKHIR Oleh : RISA ANJASARI L2D 005 396 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN TULUNGAGUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN PUPUK ORGANIK DAN PUPUK HAYATI

PEMERINTAH KABUPATEN TULUNGAGUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN PUPUK ORGANIK DAN PUPUK HAYATI PEMERINTAH KABUPATEN TULUNGAGUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN PUPUK ORGANIK DAN PUPUK HAYATI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TULUNGAGUNG, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tinggi sehingga rentan terhadap terjadinya erosi tanah, terlebih pada areal-areal

BAB I PENDAHULUAN. tinggi sehingga rentan terhadap terjadinya erosi tanah, terlebih pada areal-areal BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara beriklim tropis dengan curah hujan yang tinggi sehingga rentan terhadap terjadinya erosi tanah, terlebih pada areal-areal tidak berhutan.

Lebih terperinci

2 dilakukan adalah redesign manajemen hutan. Redesign manajemen hutan mengarah pada pencapaian kelestarian hutan pada masing-masing fungsi hutan, teru

2 dilakukan adalah redesign manajemen hutan. Redesign manajemen hutan mengarah pada pencapaian kelestarian hutan pada masing-masing fungsi hutan, teru I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keterpurukan sektor kehutanan sudah berjalan hampir 14 tahun belum menunjukkan tanda-tanda akan berakhir. Masih besarnya angka laju kerusakan hutan serta bangkrutnya

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 2013 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 2013 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 2013 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa dalam rangka Konservasi Rawa, Pengembangan Rawa,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hutan hujan tropis yang tersebar di berbagai penjuru wilayah. Luasan hutan

BAB I PENDAHULUAN. hutan hujan tropis yang tersebar di berbagai penjuru wilayah. Luasan hutan I. 1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Indonesia adalah salah satu negara yang dikenal memiliki banyak hutan hujan tropis yang tersebar di berbagai penjuru wilayah. Luasan hutan tropis Indonesia adalah

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN EKOSISTEM GAMBUT PADA IUPHHK-HTI. Oleh : Dr. Bambang Widyantoro ASOSIASI PENGUSAHA HUTAN INDONESIA

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN EKOSISTEM GAMBUT PADA IUPHHK-HTI. Oleh : Dr. Bambang Widyantoro ASOSIASI PENGUSAHA HUTAN INDONESIA IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN EKOSISTEM GAMBUT PADA IUPHHK-HTI OPERATIONAL HTI Oleh : Dr. Bambang Widyantoro ASOSIASI PENGUSAHA HUTAN INDONESIA Disampaikan pada acara: FOCUS WORKING

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 2013 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 2013 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SALINAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 2013 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : bahwa dalam rangka Konservasi Rawa,

Lebih terperinci

LAPORAN PENELITIAN HUTAN BER-STOK KARBON TINGGI

LAPORAN PENELITIAN HUTAN BER-STOK KARBON TINGGI Laporan ini berisi Kata Pengantar dan Ringkasan Eksekutif. Terjemahan lengkap laporan dalam Bahasa Indonesia akan diterbitkan pada waktunya. LAPORAN PENELITIAN HUTAN BER-STOK KARBON TINGGI Pendefinisian

Lebih terperinci

MEMBENDUNG meluasnya preseden buruk pengelolaan HPH di Indonesia

MEMBENDUNG meluasnya preseden buruk pengelolaan HPH di Indonesia www.greenomics.org MEMBENDUNG meluasnya preseden buruk pengelolaan HPH di Indonesia 5 Desember 2011 HPH PT Mutiara Sabuk Khatulistiwa -- yang beroperasi di Provinsi Riau -- melakukan land-clearing hutan

Lebih terperinci

TFD IMPF III Ringkasan Co-chairs. Pekanbaru 5 8 Maret 2007

TFD IMPF III Ringkasan Co-chairs. Pekanbaru 5 8 Maret 2007 TFD IMPF III Ringkasan Co-chairs Pekanbaru 5 8 Maret 2007 Kesimpulan Gland / Beihai IMPFs tidaklah baik secara alamiah, tidak juga buruk Pengarah eksternal membentuk IMPF s sering di luar kendali sektor

Lebih terperinci

`BAB IV PENYELENGGARAAN URUSAN PEMERINTAH DAERAH

`BAB IV PENYELENGGARAAN URUSAN PEMERINTAH DAERAH `BAB IV PENYELENGGARAAN URUSAN PEMERINTAH DAERAH URUSAN BIDANG LINGKUNGAN HIDUP (Urusan Bidang Lingkungan Hidup dilaksanakan oleh Badan Lingkungan Hidup Daerah (BAPEDAL) Aceh. 2. Realisasi Pelaksanaan

Lebih terperinci

VI. REKOMENDASI KEBIJAKAN

VI. REKOMENDASI KEBIJAKAN 158 VI. REKOMENDASI KEBIJAKAN Pengelolaan lahan gambut berbasis sumberdaya lokal pada agroekologi perkebunan kelapa sawit rakyat di Kabupaten Bengkalis dilakukan berdasarkan atas strategi rekomendasi yang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2001 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2001 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2001 TENTANG PENGENDALIAN KERUSAKAN DAN ATAU PENCEMARAN LINGKUNGAN HIDUP YANG BERKAITAN DENGAN KEBAKARAN HUTAN DAN ATAU LAHAN Menimbang : PRESIDEN

Lebih terperinci

tertuang dalam Rencana Strategis (RENSTRA) Kementerian Kehutanan Tahun , implementasi kebijakan prioritas pembangunan yang

tertuang dalam Rencana Strategis (RENSTRA) Kementerian Kehutanan Tahun , implementasi kebijakan prioritas pembangunan yang PENDAHULUAN BAB A. Latar Belakang Pemerintah telah menetapkan bahwa pembangunan Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) menjadi salah satu prioritas nasional, hal tersebut tertuang dalam Rencana Strategis (RENSTRA)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan yang rentan terhadap dampak perubahan iklim. Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang termasuk rawan

Lebih terperinci

MASYARAKAT PEDULI API KAMPUNG RAWA MEKAR JAYA KECAMATAN SUNGAI APIT KABUPATEN SIAK PROVINSI RIAU

MASYARAKAT PEDULI API KAMPUNG RAWA MEKAR JAYA KECAMATAN SUNGAI APIT KABUPATEN SIAK PROVINSI RIAU MASYARAKAT PEDULI API (MPA) KAMPUNG RAWA MEKAR JAYA KECAMATAN SUNGAI APIT KABUPATEN SIAK PROVINSI RIAU Masyarakat Peduli Api MPA Kampung Rawa Mekar Jaya Kecamatan Sungai Apit Kabupaten Siak Provinsi Riau

Lebih terperinci

MASYARAKAT PEDULI API KAMPUNG RAWA MEKAR JAYA KECAMATAN SUNGAI APIT KABUPATEN SIAK PROVINSI RIAU

MASYARAKAT PEDULI API KAMPUNG RAWA MEKAR JAYA KECAMATAN SUNGAI APIT KABUPATEN SIAK PROVINSI RIAU MASYARAKAT PEDULI API (MPA) KAMPUNG RAWA MEKAR JAYA KECAMATAN SUNGAI APIT KABUPATEN SIAK PROVINSI RIAU Masyarakat Peduli Api MPA Kampung Rawa Mekar Jaya Kecamatan Sungai Apit Kabupaten Siak Provinsi Riau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peradaban umat manusia di berbagai belahan dunia (Maryudi, 2015). Luas hutan

BAB I PENDAHULUAN. peradaban umat manusia di berbagai belahan dunia (Maryudi, 2015). Luas hutan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumberdaya hutan merupakan salah satu sumberdaya alam yang memiliki peran penting bagi keberlangsungan hidup umat manusia di muka bumi. Peran penting sumberdaya hutan

Lebih terperinci

SAMBUTAN MENTERI KEHUTANAN PADA PEMBUKAAN RAPAT KOORDINASI TEKNIS PEMBANGUNAN KEHUTANAN BIDANG BINA PRODUKSI KEHUTANAN (Jakarta, 14 Juli 2010)

SAMBUTAN MENTERI KEHUTANAN PADA PEMBUKAAN RAPAT KOORDINASI TEKNIS PEMBANGUNAN KEHUTANAN BIDANG BINA PRODUKSI KEHUTANAN (Jakarta, 14 Juli 2010) SAMBUTAN MENTERI KEHUTANAN PADA PEMBUKAAN RAPAT KOORDINASI TEKNIS PEMBANGUNAN KEHUTANAN BIDANG BINA PRODUKSI KEHUTANAN (Jakarta, 14 Juli 2010) Para pejabat Eselon I dan II Lingkup Dephut yang saya hormati,

Lebih terperinci

memuat hal yang mendasari kegiatan penelitian. Rumusan masalah permasalahan yang diteliti dan pertanyaan penelitian. Tujuan penelitian berisikan

memuat hal yang mendasari kegiatan penelitian. Rumusan masalah permasalahan yang diteliti dan pertanyaan penelitian. Tujuan penelitian berisikan BAB I. PENDAHU LUAN BAB I. PENDAHULUAN Hal pokok yang disajikan dalam bagian ini yaitu : (1) latar belakang, (2) rumusan masalah, (3) tujuan peneltian, dan (4) manfaat penelitian. Latar belakang memuat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan lingkungan seperti banjir, erosi dan longsor terjadi dimana-mana pada musim penghujan, sedangkan pada musim kemarau terjadi kekeringan dan kebakaran hutan

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2014 T E N T A N G SISTEM PENGENDALIAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN GUBERNUR JAWA TIMUR,

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2014 T E N T A N G SISTEM PENGENDALIAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN GUBERNUR JAWA TIMUR, GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2014 T E N T A N G SISTEM PENGENDALIAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang : Bahwa untuk melaksanakan Instruksi Presiden

Lebih terperinci

Strategi dan Rencana Aksi Pengurangan Emisi GRK dan REDD di Provinsi Kalimantan Timur Menuju Pembangunan Ekonomi Hijau. Daddy Ruhiyat.

Strategi dan Rencana Aksi Pengurangan Emisi GRK dan REDD di Provinsi Kalimantan Timur Menuju Pembangunan Ekonomi Hijau. Daddy Ruhiyat. Strategi dan Rencana Aksi Pengurangan Emisi GRK dan REDD di Provinsi Kalimantan Timur Menuju Pembangunan Ekonomi Hijau Daddy Ruhiyat news Dokumen terkait persoalan Emisi Gas Rumah Kaca di Kalimantan Timur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 18 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan sebagai modal pembanguan nasional memiliki manfaat yang nyata bagi kehidupan dan penghidupan bangsa Indonesia, baik manfaat ekologi, sosial budaya maupun ekonomi,

Lebih terperinci

Strategi rehabilitasi hutan terdegradasi

Strategi rehabilitasi hutan terdegradasi Strategi rehabilitasi hutan terdegradasi Kajian sistem pengelolaan dan rehabilitasi IUPHHK restorasi ekosistem Kajian Sistem Pengelolaan dan Rehabilitasi IUPHHK Restorasi Ekosistem Strategi Rehabilitasi

Lebih terperinci

VISI ACEH YANG BERMARTABAT, SEJAHTERA, BERKEADILAN, DAN MANDIRI BERLANDASKAN UNDANG-UNDANG PEMERINTAHAN ACEH SEBAGAI WUJUD MoU HELSINKI MISI

VISI ACEH YANG BERMARTABAT, SEJAHTERA, BERKEADILAN, DAN MANDIRI BERLANDASKAN UNDANG-UNDANG PEMERINTAHAN ACEH SEBAGAI WUJUD MoU HELSINKI MISI TATA KELOLA SUMBERDAYA ALAM DAN HUTAN ACEH MENUJU PEMBANGUNAN YANG BERKELANJUTAN DAN RENDAH EMISI VISI DAN MISI PEMERINTAH ACEH VISI ACEH YANG BERMARTABAT, SEJAHTERA, BERKEADILAN, DAN MANDIRI BERLANDASKAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1429, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP. Dana Alokasi Khusus. Pemanfaatan. Petunjuk Teknis. PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA NOMOR 09 TAHUN 2013

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.209, 2014 LINGKUNGAN HIDUP. Ekosistem gambut. Perlindungan. Pengelolaan.(Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

LESTARI BRIEF KETERPADUAN DALAM PENANGANAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN USAID LESTARI PENGANTAR. Penulis: Suhardi Suryadi Editor: Erlinda Ekaputri

LESTARI BRIEF KETERPADUAN DALAM PENANGANAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN USAID LESTARI PENGANTAR. Penulis: Suhardi Suryadi Editor: Erlinda Ekaputri LESTARI BRIEF LESTARI Brief No. 01 I 11 April 2016 USAID LESTARI KETERPADUAN DALAM PENANGANAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN Penulis: Suhardi Suryadi Editor: Erlinda Ekaputri PENGANTAR Bagi ilmuwan, kebakaran

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah aliran sungai (DAS) merupakan sistem yang kompleks dan terdiri dari komponen utama seperti vegetasi (hutan), tanah, air, manusia dan biota lainnya. Hutan sebagai

Lebih terperinci

9/1/2014. Pelanggaran yang dirancang sebelum FCP APP diluncurkan?

9/1/2014. Pelanggaran yang dirancang sebelum FCP APP diluncurkan? 9/1/2014 Pelanggaran yang dirancang sebelum FCP APP diluncurkan? Satu Pelanggaran yang dirancang sebelum Forest Conservation Policy APP/SMG diluncurkan ke Publik SENARAI Pada 5 Februari 2013, Sinar Mas

Lebih terperinci

PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA. Bab II

PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA. Bab II Bab II PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA Dengan berlakunya Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Daerah, setiap satuan kerja perangkat Daerah, SKPD harus menyusun Rencana

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN HAYATI (BIODIVERSITY) SEBAGAI ELEMEN KUNCI EKOSISTEM KOTA HIJAU

KEANEKARAGAMAN HAYATI (BIODIVERSITY) SEBAGAI ELEMEN KUNCI EKOSISTEM KOTA HIJAU KEANEKARAGAMAN HAYATI (BIODIVERSITY) SEBAGAI ELEMEN KUNCI EKOSISTEM KOTA HIJAU Cecep Kusmana Guru Besar Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan IPB Ketua Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan

Lebih terperinci

Geografi PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUN BERKELANJUTAN I. K e l a s. xxxxxxxxxx Kurikulum 2006/2013. A. Kerusakan Lingkungan Hidup

Geografi PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUN BERKELANJUTAN I. K e l a s. xxxxxxxxxx Kurikulum 2006/2013. A. Kerusakan Lingkungan Hidup xxxxxxxxxx Kurikulum 2006/2013 Geografi K e l a s XI PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUN BERKELANJUTAN I Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan berikut.

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

Komite Penasihat Pemangku Kepentingan (SAC) terhadap Kebijakan Pengelolaan Hutan Keberlanjutan (SFMP 2.0) APRIL

Komite Penasihat Pemangku Kepentingan (SAC) terhadap Kebijakan Pengelolaan Hutan Keberlanjutan (SFMP 2.0) APRIL Komite Penasihat Pemangku Kepentingan (SAC) terhadap Kebijakan Pengelolaan Hutan Keberlanjutan (SFMP 2.0) APRIL Rapat SAC ke-10 di Pangkalan Kerinci, Riau - Indonesia, 23-25 Mei 2017 ANGGOTA SAC TURUT

Lebih terperinci

Ekspansi Industri Pulp: Cara Optimis Penghancuran Hutan Alam

Ekspansi Industri Pulp: Cara Optimis Penghancuran Hutan Alam Ekspansi Industri Pulp: Cara Optimis Penghancuran *Contoh Kasus RAPP dan IKPP Ringkasan Sampai akhir Desember 27 realisasi pembangunan Hutan Tanaman Industri (HTI) hanya 33,34 persen dari total 1.37 juta

Lebih terperinci

BAB II. PERENCANAAN KINERJA

BAB II. PERENCANAAN KINERJA BAB II. PERENCANAAN KINERJA A. Rencana Strategis Organisasi Penyelenggaraan pembangunan kehutanan di Sumatera Selatan telah mengalami perubahan paradigma, yaitu dari pengelolaan yang berorientasi pada

Lebih terperinci

ber Laporan investigatif dan analisa pengindraan jarak jauh di 29 konsesi HTI Riau Laporan Investigatif Eyes on the Forest Diterbitkan April 2018

ber Laporan investigatif dan analisa pengindraan jarak jauh di 29 konsesi HTI Riau Laporan Investigatif Eyes on the Forest Diterbitkan April 2018 ber Perusahaan HTI beroperasi dalam kawasan hutan melalui legalisasi perubahan fungsi kawasan hutan Mengkaji dampak Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 673/Menhut-II/2014 tentang Perubahan Peruntukan Kawasan

Lebih terperinci

V. INDIKATOR-INDIKATOR EKOSISTEM HUTAN MANGROVE

V. INDIKATOR-INDIKATOR EKOSISTEM HUTAN MANGROVE V. INDIKATOR-INDIKATOR EKOSISTEM HUTAN MANGROVE Berdasarkan tinjauan pustaka yang bersumber dari CIFOR dan LEI, maka yang termasuk dalam indikator-indikator ekosistem hutan mangrove berkelanjutan dilihat

Lebih terperinci

VISI HIJAU UNTUK SUMATRA

VISI HIJAU UNTUK SUMATRA REPORT FEBRUARY 2O12 Ringkasan Laporan VISI HIJAU UNTUK SUMATRA Menggunakan informasi Jasa Ekosistem untuk membuat rekomensi rencana peruntukan lahan di tingkat provinsi dan kabupaten. Sebuah Laporan oleh

Lebih terperinci

REVITALISASI KEHUTANAN

REVITALISASI KEHUTANAN REVITALISASI KEHUTANAN I. PENDAHULUAN 1. Berdasarkan Peraturan Presiden (PERPRES) Nomor 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Nasional Tahun 2004-2009 ditegaskan bahwa RPJM merupakan

Lebih terperinci

REFLEKSI PEMBANGUNAN BIDANG KEHUTANAN DIKEPEMIMPINAN GUBERNUR JAMBI BAPAK Drs. H. HASAN BASRI AGUS, MM

REFLEKSI PEMBANGUNAN BIDANG KEHUTANAN DIKEPEMIMPINAN GUBERNUR JAMBI BAPAK Drs. H. HASAN BASRI AGUS, MM REFLEKSI PEMBANGUNAN BIDANG KEHUTANAN DIKEPEMIMPINAN GUBERNUR JAMBI BAPAK Drs. H. HASAN BASRI AGUS, MM Provinsi Jambi mempunyai Luas Wilayah daratan 4.882.857 ha. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan

Lebih terperinci