KEWENANGAN PEMERINTAH PUSAT TERHADAP PEMBATALAN PERATURAN DAERAH. Skripsi. Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KEWENANGAN PEMERINTAH PUSAT TERHADAP PEMBATALAN PERATURAN DAERAH. Skripsi. Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum"

Transkripsi

1

2 KEWENANGAN PEMERINTAH PUSAT TERHADAP PEMBATALAN PERATURAN DAERAH Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (SH) Oleh : Farhan Bestyardi NIM: Pembimbing NIP KONSENTRASI KELEMBAGAAN NEGARA PROGRAM STUDI ILMU HUKUM FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1435H/2014M i

3 PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI Skripsi yang berjudul KEWENANGAN PEMERINTAH PUSAT TERHADAP PEMBATALAN PERATURAN DAERAH telah diujikan dalam Sidang Munaqosah Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 23 Januari Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Hukum (SH) pada Program Studi Ilmu Hukum. Jakarta, 23 Januari 2014 ii

4 LEMBAR PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa: 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Strata 1 (S1) di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika di kemudian hari terbukti hasil karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Jakarta, Januari 2014 iii

5 ABSTRAK FARHAN BESTYARDI. NIM KEWENANGAN PEMERINTAH PUSAT TERHADAP PEMBATALAN PERATURAN DAERAH. Program Studi Ilmu Hukum, Konsentrasi Hukum Kelembagaan Negara, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, 1434H/2013M. penelitian ini menganalisis kewenangan pemerintah pusat dalam pembatalan peraturan daerah dan menganalisis produk hukum atau lembaga yang memiliki wewenang terhadap pembatalan peraturan daerah. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara ilmiah yakni dalam studi ilmu hukum dan secara praktis maupun akademis yakni sebagai masukan bagi penulis maupun pihak-pihak yang memiliki keinginan untuk menganalisis kasus kewenangan yang dimiliki pemerintah pusat dalam pembatalan peraturan daerah. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kepustakaan (library research) yang bersifat yuridis normatif, yaitu penelitian yang mengacu pada normanorma hukum yang ada dalam peraturan perundang-undangan, literatur, pendapat ahli, makalah-makalah dan lainnya. Dalam studi kepustakaan, penulis menganalisis permasalahan dalam pengujian perda oleh pemerintah. Dalam Pasal 145 ayat (3) Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menyatakan pembatalan peraturan daerah hanya dengan peraturan presiden. Namun dalam pasal 185 ayat (5), pasal 188 dan pasal 189 menyatakan bahwa perda dapat dibatalkan oleh Menteri Dalam Negeri. Kata Kunci : Peraturan Daerah, Pembatalan, Pengawasan, Mendagri, Peraturan Presiden Pembimbing : Drs. H. Asep Syarifuddin, S.H., M.H. Daftar Pustaka : Tahun 1983 s.d Tahun 2013 iv

6 KATA PENGANTAR Assalamu alaikum Wr. Wb Segala puji dan syukur hanya untuk Allah SWT, dengan berkah rahmat, nikmat serta anugerah-nya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul KEWENANGAN PEMERINTAH PUSAT TERHADAP PEMBATALAN PERATURAN DAERAH.. Shalawat serta salam penulis sampaikan kepada suri tauladan umat, Nabi besar kita Muhammad SAW, yang telah memberikan pengaruh besar terhadap umat manusia, beliaulah yang telah merubah umat manusia dari zaman kelam menuju zaman yang berakhlak dan beradab. Penulisan skripsi ini dilakukan untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum Jurusan Ilmu Hukum Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Skripsi ini mungkin tidak dapat diselesaikan oleh penulis tanpa bantuan dan dukungan dari berbagai pihak selama penyusunan skripsi ini. Oleh karena itu penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada: 1. Bapak Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, S.H., M.A., M.M. selaku Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Bapak Dr. Djawahir Hejazziey, S.H., M.A., selaku Ketua Program Studi Ilmu Hukum dan Bapak Drs. Abu Tamrin, S.H., M.Hum., selaku Sekretaris Program Studi Ilmu Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. v

7 3. Drs. H. Asep Syarifuddin, S.H., M.H. selaku Dosen Pembimbing yang telah bersedia memberikan saran, kritik, bantuan, dan arahan selama saya menyusun dan menyelesaikan skripsi ini. Terimakasih atas waktu dan pikiran yang telah diberikan untuk membimbing saya. 4. Kedua orang tua tercinta Ayahanda Fajri Hidayat dan Ibunda Titin Nuraeni, yang selalu mengirimkan doa dan mencurahkan kasih sayangnya, serta memberikan bantuan baik moril juga materiil dalam penyusunan skripsi ini. 5. Kakak-kakak dan adik saya yang memberikan semangat dan kebersamaan ketika di rumah untuk penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 6. Segenap dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta khususnya dosen program studi Ilmu Hukum yang telah memberikan ilmu pengetahuan selama penulis menjadi mahasiswa Ilmu Hukum. Semoga ilmu yang diajarkan dapat bermanfaat dan mendapatkan balasan dari Allah SWT. 7. Sahabat-sahabat penulis seperjuangan semasa kuliah di Ilmu Hukum Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah yaitu Abiyudin, Arif, Roma, Maulana, Muchtar, Saddam, Zaki, Gagat, Ihsan, Imam Machdi, Zakim, Agung, Syamsul, Daus, Aldo dan seluruh mahasiswa UIN Jakarta Khususnya prodi Ilmu Hukum 2009, PSM dan HMI terima kasih atas bantuan, motivasi, dan saransarannya selama penulis menimba ilmu. vi

8 8. Kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, yang tidak dapat penulis sebutkan namanya satu persatu. Semoga Allah SWT memberikan berkah dan karunia-nya serta membalas kebaikan mereka (Amin). Akhirnya penulis mengucapkan terima kasih dan maaf yang sebesar-besarnya apabila terdapat kata-kata di dalam penulisan skripsi ini yang kurang berkenan bagi pihak-pihak tertentu. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak, khususnya bagi penulis dan umumnya bagi pembaca. Sekian dan terimakasih. Wassalamu alaikum. Wr. Wb. Jakarta, Januari 2014 Farhan Bestyardi vii

9 DAFTAR ISI LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING... i LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI... ii LEMBAR PERNYATAAN... iii ABSTRAK... iv KATA PENGANTAR... v DAFTAR ISI... viii LAMPIRAN... x BAB I PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang Masalah... 1 B. Pembatasan dan Rumusan Masalah... 7 C. Tujuan dan Manfaat Penelitian... 7 D. Tinjauan Kajian Terdahulu... 9 E. Kerangka Konseptual F. Metode Penelitian G. Sistematika Penelitian BAB II PEMBENTUKAN, FUNGSI DAN MUATAN PERATURAN DAERAH A. Pengertian Peraturan Daerah B. Fungsi dan Materi Muatan Peraturan Daerah viii

10 C. Pembentukan Peraturan Daerah dan Kedudukannya BAB III KEWENANGAN PENGAWASAN PERATURAN DAERAH A. Tinjauan Umum Keputusan Menteri B. Tinjauan Umum Peraturan Presiden C. Bentuk Pengawasan Terhadap Peraturan Daerah D. Pengawasan Peraturan Daerah di Indonesia E. Pengujian Peraturan Daerah Oleh Mahkamah Agung BAB IV KEWENANGAN PEMERINTAH PUSAT DALAM PENGAWASAN DAN PEMBATALAN PERATURAN DAERAH A. Kewenangan Menteri Dalam Negeri Dalam Pengawasan dan Pembatalan Peraturan Daerah B. Analisis Hubungan Kewenangan Menteri Dalam Negeri Dengan Peraturan Presiden Dalam Pembatalan Peraturan Daerah C. Analisis Peraturan Presiden dalam Pembatalan Peraturan Daerah.. 67 D. Produk Hukum/Lembaga Yang Berwenang Dalam Pembatalan Peraturan Daerah BAB V PENUTUP A. Kesimpulan B. Saran DAFTAR PUSTAKA ix

11 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam Pasal 18 ayat 1 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya disebut UUD NRI 1945) disebutkan Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur dengan undang-undang. Dan pada ayat 6 disebutkan bahwa Pemerintahan daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan peraturan-peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan. Penjelasan Pasal 18 UUD NRI 1945 menerangkan bahwa karena Negara Indonesia itu adalah suatu negara kesatuan, Indonesia tidak akan mempunyai daerah didalam lingkungannya yang juga berbentuk negara. Wilayah Indonesia dibagi menjadi daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi dibagi pula menjadi kabupaten/kota. Daerah-daerah itu bersifat otonom, semuanya menurut aturan yang akan ditetapkan dengan undang-undang. 1 Keberhasilan otonomi daerah bergantung pada pemerintahan daerah yang didalamnya terdapat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (selanjutnya disebut DPRD) dan Kepala Daerah dan perangkat daerah serta masyarakatnya, juga ketentuanketentuan peraturan perundangan yang berlaku dengan memperhatikan sarana dan prasarana serta dana/pembiayaan yang terbatas secara efisien, efektif dan professional. Efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan daerah perlu 1 C.S.T Kansil, Pemerintahan Daerah Di Indonesia, Hukum Administratif Daerah, Cet-12, (Jakarta: Sinar Grafika, 2004) h. 3 1

12 2 ditingkatkan dengan lebih memperhatikan aspek-aspek hubungan antar susunan pemerintahan dan atau pemerintahan daerah, potensi dan keanekaragaman daerah, peluang dan tantangan persaingan global, 2 dengan memberikan kewenangan yang seluas-luasnya kepada daerah disertai dengan pemberian hak dan kewajiban menyelenggarakan otonomi daerah dalam kesatuan sistem penyelenggaraan pemerintahan negara. Sebagai daerah otonom, pemerintah daerah berwenang untuk membuat peraturan daerah dan peraturan kepala daerah, guna menyelenggarakan urusan otonomi daerah dan tugas pembantuan. Peraturan daerah (selanjutnya disebut perda) ditetapkan oleh kepala daerah setelah mendapat persetujuan bersama DPRD. Subtansi atau materi muatan perda adalah penjabaran dari peraturan perundang-undangan yang tingkatannya lebih tinggi, dengan memperhatikan ciri khas masing-masing daerah dan subtansi materi tidak boleh bertentangan dengan kepentingan umum dan/atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. 3 Perda ini jika dilihat dari muatannya memiliki fleksibilitas yang sangat sempit karena dilarang bertentangan dengan peraturan diatasnya yang bersifat nasional yang sangat banyak jumlahnya. Dalam hal pembentukan perda, DPRD dan Gubernur atau 2 HAW. Widjaja, Penyelenggaraan Otonomi di Indonesia, Dalam Rangka Sosialisasi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Cet-2, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2008) h Siswanto Sunarno, Hukum Pemerintahan Daerah Di Indonesia, Cet-1, (Jakarta: Sinar Grafika, 2006) h. 37

13 3 Bupati/Walikota berhak memberikan rancangan peraturan daerah. Rancangan peraturan daerah dapat berasal dari DPRD, Gubernur atau Bupati/Walikota. Program penyusunan perda dilakukan dalam satu Program Legislasi Daerah (selanjutnya disebut Prolegda), sehingga diharapkan tidak terjadi tumpang tindih dalam penyiapan satu materi perda. Ada berbagai jenis perda yang ditetapkan oleh pemerintah daerah provinsi atau kabupaten/kota antara lain: a. Pajak Daerah; b. Retribusi Daerah; c. Tata Ruang Wilayah Daerah; d. APBD; e. Rencana Program Jangka Menengah Daerah; f. Perangkat Daerah; g. Pemerintahan Desa; h. Pengaturan umum lainnya 4 Dalam rangka pemberdayaan otonomi daerah pemerintah pusat berwenang melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan pemerintahan daerah sesuai amanat Pasal 217 dan 218 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Pembinaan dan pengawasan dimaksudkan agar kewenangan daerah otonom dalam menyelenggarakan desentralisasi tidak mengarah kepada kedaulatan. Disamping pemerintahan daerah merupakan subsistem dalam penyelenggaraan pemerintahan negara, secara implisit pembinaan dan pengawasan terhadap pemerintah daerah merupakan bagian integral dari sistem penyelenggaraan negara, maka harus berjalan sesuai dengan rencana dan ketentuan peraturan 4 S. Bambang Setyadi, Pembentukan Peraturan Daerah, (Yogyakarta: Buletin Hukum Perbankan dan Kebanksentralan Vol, 5 Nomor 2, 2007) h. 2

14 4 perundang-undangan yang berlaku dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sejak otonomi daerah digulirkan, sudah ribuan perda dibuat oleh pemerintah daerah baik pada level provinsi maupun kabupaten/kota, dan sudah banyak pula perda yang telah dibatalkan, karena perda-perda tersebut dianggap bermasalah dan berpotensi menimbulkan ekonomi biaya tinggi di daerah-daerah serta juga membebani masyarakat dan lingkungan. 5 Terkait dengan banyaknya perda yang dianggap bermasalah baik karena menimbulkan ekonomi biaya tinggi, memberatkan masyarakat di daerah dan berdampak pada kerusakan lingkungan akibat izin yang ditimbulkannya, sebagai instrumen hukum negara, dalam logika deduktif tertutup perangkat hukum sudah dibuat mekanisme untuk menyelesaikan konflik peraturan atau konflik yang ditimbulkan dari suatu peraturan. Mekanisme penyelesaian konflik peraturan ini dilakukan lewat pengujian peraturan perundang-undangan tersebut. Perda yang dianggap bertentangan dengan kepentingan umum dan/atau bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dikenal dua model kewenangan pengawasan, yaitu judicial review oleh Mahkamah Agung dan executive review oleh Pemerintah. 6 5 Rikardo Simarmata dan Stephanus Masiun, Otonomi Daerah, Kecenderungan Karakter Perda dan Tekanan Baru Bagi Lingkungan dan Masyarakat Adat, Cet-1, (Jakarta: HuMa, Seri Pengembangan Wacana, Nomor 1, 2002) h Suko Wiyono dan Kusnu Goesniadhie, Kekuasaan Kehakiman Pasca Perubahan UUD 1945, Cet-1 (Malang: Universitas Negeri Malang, UM Press, 2007) h.76-77

15 5 Disini penulis akan membahas lebih banyak tentang model pengujian yang kedua yang dilakukan oleh pemerintah pusat atau yang lebih dikenal dengan istilah executive review. Dalam hal pengawasan terhadap daerah, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah memberi perintah bahwa perda yang dibuat oleh DPRD bersama kepala daerah agar disampaikan kepada pemerintah paling lama 7 (tujuh) hari setelah ditetapkan. Terkait dengan pembatalan perda, Pasal 136 ayat (4) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menyebutkan bahwa : Perda dilarang bertentangan dengan kepentingan umum dan/atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Kemudian Pasal 145 ayat (2) menyebutkan Perda yang bertentangan dengan kepentingan umum dan/atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dapat dibatalkan oleh pemerintah. Ayat (3) menyebutkan Keputusan pembatalan Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Presiden paling lama 60 (enam puluh) hari sejak diterimanya Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (1). Dalam hal ini, terdapat permasalahan dalam pengujian perda oleh pemerintah adalah masalah bentuk hukum pembatalan perda. Bentuk hukum pembatalan perda sebagaimana disebutkan dalam Pasal 145 ayat (3) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah adalah dengan Peraturan Presiden. Namun banyak dalam pembatalan perda sepanjang ini dilakukan dengan menggunakan Keputusan/Peraturan Menteri Dalam Negeri (selanjutnya disebut Kepmendagri/Permendagri). Dengan demikian, pembatalan perda melalui Kepmendagri/Permendagri merupakan sebuah kekeliruan hukum. Kekeliruan itu

16 6 terjadi karena instrumen hukum untuk membatalkan perda harus dalam bentuk Peraturan Presiden bukan Kepmendagri sesuai dengan yang disebutkan dalam Pasal 145 ayat (3) Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Selanjutnya terdapat masalah lain dalam hal pembatalan perda ini yakni, dalam pasal 185 ayat (5), pasal 188 dan pasal 189 yang menyatakan bahwa perda tentang APBD, Pajak Daerah, Retribusi Daerah dan Tata Ruang daerah dibatalkan oleh Menteri Dalam Negeri (selanjutnya disebut Mendagri) yang sekarang banyak menggunakan Kepmendagri/Permendagri. Tentu saja hal ini bertentangan dengan pasal sebelumnya, yakni pasal 145 ayat (3) yang memberikan wewenang pembatalan perda hanyalah dengan menggunakan Peraturan Presiden. Karena permasalahan yang terdapat pada saat ini, penulis serius untuk mengkaji dan menganalisis terkait permasalahan yang telah dipaparkan sebelumnya. Dalam permasalahan ini penulis lebih fokus meneliti pada kewenangan pemerintah pusat melalui Peraturan Presiden dan Kepmendagri/Permendagri dalam pengawasan dan pembatalan peraturan-peraturan daerah tingkat provinsi dan kabupaten/kota di Indonesia. Berdasarkan uraian latar belakang permasalahan yang telah dipaparkan diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dalam skripsi ini dengan judul KEWENANGAN PEMERINTAH PUSAT TERHADAP PEMBATALAN PERATURAN DAERAH

17 7 B. Pembatasan dan Rumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah Dalam penelitian skripsi ini, penulis membatasi penelitian hanya membahas mengenai kewenangan pemerintah pusat melalui Peraturan Presiden dan Kepmendagri/Permendagri dalam memutuskan pembatalan peraturanperaturan daerah provinsi dan kabupaten/kota di Indonesia. 2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan didalam kewenangan pemerintah pusat terhadap pembatalan peraturan daerah, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Bagaimana kewenangan Menteri Dalam Negeri dalam memutuskan keputusan terhadap pembatalan peraturan-peraturan daerah di Indonesia? b. Bagaimanakah penerapan pasal 145 ayat 3 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah bahwa pembatalan Perda Ditetapkan dengan Peraturan Presiden? C. Tujuan dan Manfaat Penelitian Berdasarkan perumusan masalah seperti yang diuraikan diatas penelitian ini bertujuan sebagai berikut : 1. Tujuan Penelitian Penelitian ini secara umum bertujuan menganalisis kewenangan pemerintah pusat dalam pembatalan perda. Sedangkan secara khusus penelitian ini bertujuan:

18 8 a. Untuk menganalisa bagaimana kewenangan yang dimiliki Menteri Dalam Negeri untuk memutuskan keputusan terhadap pembatalan perda. b. Untuk mengetahui bagaimana penerapan pasal 145 ayat 3 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerntahan Daerah bahwa pembatalan Perda Ditetapkan dengan Peraturan Presiden. 2. Manfaat Penelitian Secara garis besar manfaat penelitian ini dapat dibedakan menjadi dua, yaitu: a. Manfaat Teoritis 1) Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan mengenai analisis yang dilakukan terhadap pemerintah pusat dalam pembatalan peraturan daerah yang ditinjau dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 2) Memperkaya khazanah penelitian ilmiah dan ilmu hukum Kelembagaan Negara. b. Manfaat Praktis Adapun manfaat praktis dalam penelitian ini, yaitu : 1) Bagi Akademis Dapat menambah pengalaman dan pengetahuan yang kelak dapat diterapkan dalam dunia nyata sebagai bentuk partisipasi dalam pembangunan negara dan masyarakat Indonesia berdasarkan Pancasila

19 9 dan UUD 1945 serta dalam kehidupan bangsa sebagai bagian dari masyarakat internasional. 2) Bagi Masyarakat Umum Diharapkan dapat memberikan pengetahuan kepada masyarakat untuk mengetahui tata cara pembatalan peraturan daerah sesuai dengan Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. 3) Bagi Pemerintah Dapat memberikan masukan kepada pemerintah pusat agar memahami sejauh mana kewenangan-kewenangannya dalam pembatalan perda. D. Tinjauan Kajian Terdahulu Dalam penelitian atau pembuatan skripsi terkadang ada tema yang berkaitan dengan penelitian yang kita jalankan sekalipun arah dan tujuan yang diteliti berbeda. Dari penelitian ini, penulis menemukan penelitian lain, Yaitu: Skripsi yang dibuat oleh Yance Arizona yang berjudul Disparitas Pengujian Peraturan Daerah oleh Pemerintah Pusat dan Mahkamah Agung, Fakultas Hukum Andalas Skripsi ini menganalisis perbandingan pengujian dan pembatalan peraturan daerah oleh pemerintah pusat dan Mahkamah Agung, perbedaan penelitian Yance Arizona dengan penulis terletak pada materi yang dikaji, dimana penulis lebih fokus menganalisis tentang kewenangan pemerintah pusat dalam membatalkan peraturan daerah.

20 10 E. Kerangka Konseptual Kerangka konsepsional adalah kerangka yang menggambarkan hubungan antara konsep-konsep khusus yang ingin diteliti. Suatu konsep bukan merupakan gejala yang akan diteliti tetapi merupakan abstraksi dari gejala tersebut. Gejala biasanya dinamakan fakta sedangkan konsep merupakan uraian mengenai hubunganhubungan dalam fakta tersebut. 7 Penulisan skripsi ini mengunakan definisi operasional dan teori sebagai berikut : 1. Peraturan Daerah Peraturan daerah adalah peraturan daerah provinsi dan/atau peraturan daerah kabupaten/kota yang dibentuk oleh DPRD dengan Kepala Daerah Provinsi dan/atau Kabupaten/Kota. 2. Keputusan Menteri Dalam Negeri Keputusan Menteri Dalam Negeri merupakan putusan yang dikeluarkan oleh Menteri Dalam Negeri sesuai peraturan perundangan yang berlaku. 3. Peraturan Presiden Peraturan presiden merupakan sebuah pengaturan yang dilakukan presiden tanpa memerlukan persetujuan DPR, yang merupakan bagian dari tugas dan fungsi pemerintahan 7 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Cet-3, (Jakarta : UI Press, 1986) h. 132

21 11 4. Teori Hans Kelsen Norma-norma hukum berjenjang-jenjang dan berlapis-lapis dalam suatu hierarki (tata susunan), dalam arti, suatu norma yang lebih rendah berlaku, bersumber dan berdasar pada norma yang lebih tinggi, norma yang lebih tinggi berlaku, bersumber dan berdasar norma yang lebih tinggi lagi, demikian seterusnya sampai pada suatu norma yang tidak dapat ditelusuri lebih lanjut dan bersifat hipotesis dan fiktif yaitu norma dasar (Grundnorm) Teori Hans Nawiasky Norma hukum suatu Negara berkelompok-kelompok dan pengelompokan hukum dalam suatu Negara itu terdiri atas empat kelompok besar yaitu: a) Staatsfundamentalnorm (Norma Fundamental Negara) b) Staatsgrundgesetz (Aturan Dasar/Aturan Pokok Negara) c) Formell Gesetz (Undang-undang formal ) d) Verordnung & Autonome Satzung (Aturan pelaksana dan aturan otonom) 9 F. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian Jenis metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kepustakaan (library research), yang bersifat yuridis normatif, yaitu penelitian yang mengacu pada norma-norma hukum yang ada dalam 8 Hans Kelsen, lihat Maria Farida Indirati Soeprapto, Buku 1, Ilmu Perundang-undangan (Jenis, Fungsi dan Materi Muatan), Cet-5, (Yogyakarta: Kanisius, 2011) h Hans Nawiasky, lihat Maria Farida Indirati Soeprapto, Buku 1, Ilmu Perundang-undangan (Jenis, Fungsi dan Materi Muatan), Cet-5, (Yogyakarta: Kanisius, 2011) h

22 12 peraturan perundang-udangan, literatur, pendapat ahli, makalah-makalah dan hasil penelitian yang berkaitan dengan kewenangan pemerintah pusat dalam memberikan putusan pembatalan peraturan daerah. Sumber data yang dikumpulkan berupa data sekunder yaitu data yang telah dalam keadaan siap pakai bentuknya dan isinya telah disusun oleh penulis terlebih dahulu dan dapat diperoleh tanpa terikat waktu dan tempat. 10 Contohnya seperti artikel ilmiah dan bahan-bahan dari internet. 2. Pendekatan Masalah Pendekatan masalah dalam skripsi ini dengan tipe penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif, maka pendekatan yang digunakan adalah Pendekatan Perundang-Undangan (Statute approach) dan Pendekatan Kasus (Case approach). Pendekatan perundang-undangan (statute approach), diterapkan guna memahami bagaimana pembatalan peraturan daerah sesuai dengan Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah. Pendekatan Kasus (Case approach) diterapkan dalam mengamati telaah beberapa kasus pembatalan perda yang dibatalkan dengan peraturan perundangan yang sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. Serta beberapa kasus yang relevan dengan isu hukum yang telah di pecahkan. 10 Soerjono Soekanto dan Sri mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, (Jakarta: PT. Raja Grafindo, 1994) h. 37

23 13 3. Bahan Hukum Bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini ada tiga jenis, yaitu: a. Bahan Hukum Primer Bahan hukum primer adalah bahan hukum yang mencakup ketentuanketentuan perundang-undangan yang berlaku dan mempunyai kekuasaan hukum yang mengikat. 11 Bahan hukum yang digunakan penulis merupakan bahan hukum primer yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah 2) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah 3) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan 4) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 b. Bahan Hukum Sekunder Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang diperoleh dari penelusuran buku-buku dan artikel-artikel 12 yang berkaitan dengan penelitian ini, yang memberikan penjelasan mendalam mengenai bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder yang digunakan dalam penulisan penelitian ini adalah bukubuku, skripsi, tesis, dan disertasi serta artikel ilmiah dan tulisan di internet mengenai pembatalan peraturan daerah. 11 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Cet-3, (Jakarta : UI Press, 1986) h Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Cet-3, (Jakarta : UI Press, 1986) h. 52

24 14 c. Bahan non-hukum Merupakan bahan yang memberikan petunjuk atau penjelasan bermakna terhadap bahan hukum primer dan sekunder, 13 seperti Kamus Hukum, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Ensiklopedia dan lain-lain. 4. Pengolahan dan Analisis Bahan Hukum Adapun bahan hukum, baik bahan hukum primer, bahan hukum sekunder maupun bahan non-hukum diuraikan dan dihubungkan sedemikian rupa, sehingga ditampilkan dalam penulisan yang lebih sistematis untuk menjawab permasalahan yang telah dirumuskan. Selanjutnya setelah bahan hukum diolah, dilakukan analisis terhadap bahan hukum tersebut yang akhirnya akan diketahui bagaimana kewenangan pemerintah pusat terhadap pembatalan peraturan daerah. G. Sistematika Penelitian Skripsi disusun dengan sistematika yang terbagi dalam lima bab. Masingmasing bab terdiri dari atas beberapa sub bab guna lebih memperjelaskan ruang lingkup dan cakupan permasalahan yang diteliti. Penulisan skripsi ini mengacu pada buku Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Jakarta: Pusat Peningkatan dan Jaminan Mutu (PPJM) Fakultas Syariah dan Hukum UIN Jakarta, Adapun urutan dan tata letak masing masing bab serta pokok pembahasannya adalah sebagai berikut. 13 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Cet-3, (Jakarta : UI Press, 1986) h. 52

25 15 BAB I : Pendahuluan, memuat: Latar Belakang, dilanjutkan dengan Batasan dan Rumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Tinjauan Kajian Terdahulu, Kerangka Konseptual, Metode Penelitian, dan Sistematika Penulisan. BAB II : Tinjauan Umum Peraturan Daerah. Bab ini membahas Pengertian, Fungsi, Materi Muatan, Pembentukan dan Kedudukan Perda Dalam Hierarki Peraturan Perundang-undangan. BAB III : Tinjauan Umum tentang Fungsi, Muatan, dan Kedudukan Keputusan Menteri dan Peraturan Presiden, dan Membahas Bentuk Pengawasan Peraturan Daerah. BAB IV : Analisa Yuridis Terhadap Kepmendagri dan Peraturan Presiden terhadap Pembatalan Perda. Juga Membahas Produk Hukum yang Berwenang Pembatalan Peraturan Daerah di Indonesia. BAB V : Penutup. Dalam bab penulis menarik beberapa kesimpulan dari hasil penelitian, disamping itu penulis menengahkan beberapa saran yang dianggap perlu.

26 16 BAB II PEMBENTUKAN, FUNGSI DAN MUATAN PERATURAN DAERAH A. Pengertian Peraturan Daerah 1. Pengertian Peraturan Daerah Perda merupakan peraturan yang ditetapkan oleh kepala daerah setelah mendapat persetujuan bersama DPRD. Dibentuknya perda merupakan salah satu rangka penyelenggaraan otonomi daerah provinsi/kabupaten/kota dan tugas pembantuan dan merupakan penjabaran lebih lanjut dari peraturan perundangundangan yang lebih tinggi. 14 Perda yang dibuat oleh satu daerah, tidak boleh bertentangan dengan kepentingan umum dan/atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, dan baru mempunyai kekuatan mengikat setelah diundangkan dengan dimuat dalam lembaran daerah. 15 Menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, perda adalah peraturan perundang-undangan yang dibentuk bersama antara DPRD dengan Kepala Daerah baik di Provinsi maupun Kabupaten/Kota. Sedangkan di dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan terdapat dua pengertian tentang perda, yakni peraturan daerah provinsi dan peraturan daerah kabupaten/kota. 14 B.N. Marbun, Otonomi Daerah Proses dan Realita, Cet-2 (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2010) h Abdullah Rozali, Pelaksanaan Otonomi Luas Dengan Pemilihan Kepala Daerah Secara Langsung, Cet-1 (Jakarta: Raja Grafindo Persada 2005) h

27 17 Peraturan daerah provinsi adalah peraturan perundang-undangan yang dibentuk oleh DPRD provinsi dengan persetujuan bersama Gubernur. Sedang peraturan daerah kabupaten/kota adalah peraturan perundang-undangan yang dibentuk oleh DPRD kabupaten/kota dengan persetujuan bersama Bupati/Walikota. Dari segi pembentukan, perda ini menyerupai pembentukan undangundang, yaitu suatu produk hukum yang dibuat oleh presiden bersama-sama Dewan Perwakilan Rakyat (Selanjutnya disebut DPR). Dari segi materi dan wilayah berlakunya, undang-undang itu mengatur semua urusan publik baik bersifat kenegaraan maupun pemerintahan dan berlaku secara nasional, sedangkan materi perda hanya berkenaan dengan administrasi atau pemerintahan dan hanya berlaku pada wilayah tertentu atau bersifat lokal. Materi muatan perda mencakup semua urusan rumah tangga daerah baik dalam rangka otonomi maupun atas dasar pembantuan, baik yang bersifat wajib maupun pilihan sebagaimana ditentukan dalam pasal 13 dan 14 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Materi muatan perda itu sangat banyak dan setiap saat dapat berkembang seiring dengan perkembangan zaman Nomensen Sinamo, Hukum Pemerintahan Daerah di Indonesia, Cet-1 (Jakarta: PT Pustaka Mandiri, 2010) h. 103

28 18 2. Landasan Filosofis, Sosilogis, Yuridis dan Politis Peraturan Daerah Sebagai salah satu jenis peraturan perundang-undangan di Indosesia, perda dalam pembentukannya tunduk pada asas maupun teknik dalam penyusunan perundang-undangan yang telah ditentukan. Hal yang sangat penting dalam pembentukan peraturan perundang-undangan diantaranya adalah menyangkut tentang landasannya. Landasan yang dimaksud disini adalah pijakan, alasan atau latar belakang mengapa perundangan-undangan itu harus dibuat. Menurut Bagir Manan ada 4 Landasan yang digunakan dalam menyusun perundang-undangan agar menghasilkan perundang-undangan yang tangguh dan berkualitas. 17 a. Landasan Filosofis Yaitu dasar filsafat atau pandangan atau ide yang menjadi dasar suatu rencana atau draft peraturan negara. Suatu rumusan perundang-undangan harus mendapat pembenaran (recthvaardiging) yang dapat diterima dan dikaji secara filosofis. Pembenaran itu harus sesuai dengan cita-cita dan pandangan hidup maysarakat yaitu cita-cita kebenaran (idée der waarheid), cita-cita keadilan (idée der grerecthsigheid) dan cita-cita kesusilaan (idée der eedelijkheid) W. Riawan Tjandra dan Kresno Budi Harsono, Legal Drafting Teori dan Teknik Pembuatan Peraturan Daerah, (Yogyakarta: Universitas Atmajaya Press, 2009) h ) h Budiman N.P.D, Ilmu Pengetahuan Perundang-undangan, Cet-1, (Yogyakarta: UII Press,

29 19 Setiap negara selalu ditentukan adanya nilai-nilai dasar atau nilai-nilai filosofis tertinggi yang diyakini sebagai sumber dari segala sumber nilai dalam kehidupan kenegaraan. Menurut Sooly Lubis, landasan filosofis dalam pembentukan peraturan perundang-undangan, yaitu dasar filsafat atau pandangan, atau ide yang menjadi dasar cita-cita sewaktu menuangkan hasrat dan kebijaksanaan (pemerintah) ke dalam suatu rancangan atau draft peraturan negara. 19 Peraturan hukum (peraturan perundang-undangan) merupakan pembadanan dari norma hukum/kaidah hukum dan merupakan sarana yang paling lengkap untuk mengutarakan apa yang dikehendaki oleh norma hukum. Peraturan hukum menggunakan sarana untuk menampilkan norrma hukum sehingga dapat ditangkap oleh masyarakat, dengan menggunakan konsepkonsep/pengertian-pengertian untuk menyampaikan kehendaknya. 20 Dengan demikian perundang-undangan dikatakan mempunyai landasan filosofis (filosofis grondflag) apabila rumusannya mendapat pembenaran yang dikaji secara filosofis. Dalam konteks negara Indonesia yang menjadi induk dari landasan filosofis ini adalah Pancasila sebagai suatu sistem nilai nasional bagi sistem kehidupan bernegara. Maju, 1989) h M. Sooly Lubis, Landasan dan Teknik Perundang-undangan, Cet-1, (Bandung: Mandar 20 Hamzah Halim dan Kemal Redindo Syahrul Putera, Cara Praktis Menyusun dan Merancang Peraturan Daerah, Cet-1, (Jakarta: Kencana, 2010) h. 17

30 20 b. Landasan Sosiologis Yakni satu peraturan perundang-undangan yang dibuat harus dapat dipahami oleh masyarakat sesuai dengan kenyataan hidup. Ini berarti bahwa hukum yang dibentuk harus sesuai dengan hukum yang hidup (the living law) dalam masyarakat. 21 Landasan sosiologis merupakan landasan yang terdiri atas fakta-fakta yang merupakan tuntutan kebutuhan masyarakat yang mendorong perlunya pembuatan perundang-undangan (peraturan daerah), yaitu bahwa ada sesuatu yang pada dasarnya dibutuhkan oleh masyarakat sehingga perlu pengaturan. 22 Sebagai contoh dibidang perikanan, salah satu instrument pengaturan adalah perizinan perikanan. Dalam hubungan ini dibuatlah perda untuk menghindari terjadinya penangkapan ikan yang melebihi penangkapan semestinya, demikian pula penggunaan alat tangkap ikan yang tidak sesuai dapat merusak sumber daya perikanan, sedangkan hal ini tidak dikehendaki oleh masyarakat. Karenanya perlu dihindari dengan membuat peraturan daerah tentang izin usaha perikanan. Peraturan daerah tersebut mengatur berbagai hal agar sumber daya perikanan tetap dapat berfungsi sebagaimana yang diharapkan, dan bahkan melalui pengaturan tersebut diharapkan dapat lebih menguntungkan 21 Rosyidi Ranggawidjaja, Pembentukan Peraturan Negara Di Indonesia, (Jakarta: Raja Grafindo, 2010) h Hamzah Halim dan Kemal Redindo Syahrul Putera, Cara Praktis Menyusun dan Merancang Peraturan Daerah, Cet-1,(Jakarta: Kencana, 2010) h.25

31 21 masyarakat dan negara melalui usaha perikanan yang dalam ketentuannya juga mengatur mengenai pungutan retribusi izin usaha perikanan. Dalam kondisi demikian inilah maka perundang-undangan tidak mungkin lepas dari gejala-gejala sosial yang ada di masyarakat. Dengan melihat kondisi sosial yang terjadi dalam masyarakat dalam rangka penyusunan suatu perundang-undangan maka tidak begitu banyak lagi pengarahan institusi kekuasaan dalam melaksanakannya. c. Landasan yuridis Landasan yuridis atau landasan hukum yang menjadi landasan dalam pembuatan peraturan perundang-undangan, adalah peraturan perundangundangan yang lebih tinggi dan menjadi dasar kewenangan. Dari sini akan diketahui, apakah seorang pejabat atau badan mempunyai kewenangan membentuk peraturan itu atau apakah urusan yang diatur itu berada dibawah kewenangan mengatur badan itu, serta apakah materi muatan yang akan diatur menjadi kompetensi mengatur dari jenis peraturan yang akan dirancang. 23 Landasan yuridis merupakan ketentuan hukum yang menjadi sumber hukum/dasar hukum untuk pembentukan suatu perundang-undangan. Landasan yuridis pada pembentukan perda yakni mengacu pada pasal 18 UUD NRI 1945 yang memberikan wewenang kepada pemerintah daerah 23 Supardan Modoeng, Teknik Perundang-undangan di Indonesia, (Jakarta: Perca, 2005) h. 64

32 22 untuk menetapkan peraturan daerah dan peraturan-peraturan lainnya demi menjalankan otonomi dan tugas pembatuan. d. Landasan Politis Landasan politis adalah garis kebijakan politik yang menjadi dasar selanjutnya bagi sebuah kebijakan dan pengarahan ketatalaksanaan pemerintahan negara. 24 Landasan merupakan ruh yang mengarahkan kebijakan untuk memberi proteksi struktural dan kemasyarakatan guna mencegah kemungkinan kekacauan sistem pada kebijakan publik dan kegelisahan dalam masyarakat, baik dalam lingkup daerah maupun dalm lingkup nasional. 25 Hukum sebagai produk politik merupakan anggapan yang benar. Norma peraturan perundang-undangan harus berlandaskan pada haluan politik pemerintahan yang termuat dalam Garis-garis Besar Haluan Negara. Hal ini dapat diungkapkan pada garis politik seperti pada saat ini tertuang pada Program Legislasi Nasional (Prolegnas) maupun Program Legislasi Daerah (Prolegda), dan juga kebijakan Program Pembangunan Nasioal (Propenas) sebagai arah kebijakan pemerintah yang akan di laksanakan selama pemerintahannya ke depan. Ini berarti memberi pengarahan dalam pembuatan 24 Jimly Asshiddiqie & M Ali Safaat, Teori Hans Kelsen Tentang Hukum, (Jakarta: Sekretariat Jederal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI, 2012) h ) h Supardan Modoeng, Teknik Perundang-undangan di Indonesia, edisi revisi, (Jakarta: Perca,

33 23 peraturan perundang-undangan yang akan dibuat oleh badan atau pejabat yang berwenang. B. Fungsi dan Materi Muatan Peraturan Daerah 1. Fungsi Peraturan Daerah Fungsi perda merupakan fungsi yang bersifat atribusi yang diatur berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, terutama pasal 136, dan juga merupakan fungsi delegasian dari peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Fungsi perda adalah untuk menyelenggarakan pelaksanaan otonomi daerah dan tugas pembantuan dalam rangka penjabaran lebih lanjut peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Adapun fungsi peraturan daerah ini, sebagai berikut: a. Menyelenggarakan pengaturan dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan. b. Menyelenggarakan pengaturan sebagai penjabaran lebih lanjut peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dan memperhatikan ciri khas masing-masing daerah. c. Menyelenggarakan pengaturan hal-hal yang tidak bertentangan dengan kepentingan umum. d. Menyelenggarakan pengaturan hal-hal yang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Menurut Maria Farida Indrati S yang dimaksud tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi disini adalah tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan di tingkat pusat Maria Farida Indrati Soeprapto Buku I. Ilmu Perundang-undangan (Jenis, Fungsi, dan Materi Muatan), Cet-1, (Yogyakarta: Kanisius, 2007) h. 232

34 24 2. Materi Muatan Peraturan Daerah Materi muatan perda merupakan materi muatan yang bersifat atribusian maupun delegasian dari materi muatan undang-undang, atau keputusan presiden, karena perda merupakan peraturan pelaksana undang-undang dan keputusan presiden. 27 Dalam pasal 14 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan dijelaskan bahwa materi muatan peraturan daerah adalah seluruh materi muatan dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan, juga menampung kondisi khusus daerah serta penjabaran lebih lanjut peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Kemudian dalam pasal 138 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, disebutkan bahwa materi muatan perda itu mengandung beberapa asas sebagai berikut: a. Pengayoman b. Kemanusiaan c. Kebangsaan d. Kekeluargaan e. Kenusantaraan f. Bineka tunggal ika g. Keadilan h. Kebersamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan i. Ketertiban dan kepastian hukum dan atau j. Keseimbangan, keselarasan dan keserasian 27 HAS Natabaya, Sistem Peraturan Perundang-undangan Indonesia, Cet-1, (Jakarta: Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI, 2006) h. 132

35 25 Selanjutnya dalam ayat (2) menjelaskan bahwa selain asas yang disebutkan di atas, perda dapat memuat asas yang lain asalkan sesuai dengan substansi perda yang bersangkutan. C. Pembentukan Peraturan Daerah dan Kedudukannya 1. Pembentukan Peraturan Daerah Pembentukan perda sesuai Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan menjelaskan bahwa perencanaan penyusunan perda dilakukan dalam Prolegda dengan judul Rancangan Peraturan Daerah (Selanjutnya disebut raperda), dan tahapan sebagai berikut: 1) Penyusunan Prolegda a. Penyusunan prolegda dilaksanakan oleh DPRD dan pemerintah daerah untuk jangka waktu 1 (satu) tahun (prolegda dilakukan setiap tahun sebelum penetapan raperda tentang APBD) b. Penyusunan prolegda antara DPRD dan pemerintah daerah dikoordinasikan oleh DPRD melalui alat kelengkapan DPRD yang khusus menangani bidang legislasi. c. Penyusunan prolegda di lingkungan DPRD dikoordinasikan oleh alat kelengkapan DPRD yang khusus menangani bidang legislasi yang lebih lanjut diatur dengan peraturan DPRD, begitu pula penyusunan di lingkungan pemerintah daerah dikoordinasikan oleh biro hukum yang lebih lanjut diatur dengan peraturan kepala daerah.

36 26 d. Hasil penyusunan disepakati menjadi Prolegda dan ditetapkan dalam rapat paripurna DPRD dan ditetapkan dengan keputusan DPRD. 2) Penyusunan raperda a. Raperda berasal dari DPRD atau kepala daerah dimana raperda tersebut disertai dengan penjelasan atau keterangan dan/atau Naskah Akademik. b. Pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi raperda yang berasal dari DPRD dikoordinasikan oleh alat kelengkapan DPRD yang khusus menangani bidang legislasi, dan yang berasal dari kepala daerah dikoordinasikan oleh biro hukum dan dapat mengikutsertakan instansi vertikal dari kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum. c. Penyusunan raperda yang berasal dari kepala daerah lebih lanjut diatur dengan peraturan presiden dan raperda dapat juga diajukan oleh anggota komisi, gabungan komisi, atau alat kelengkapan DPRD yang khusus menangani bidang legislasi 28 yang ketentuan lebih lanjutnya diatur dalam Peraturan DPRD. d. Raperda yang disiapkan oleh DPRD disampaikan dengan surat pimpinan DPRD kepada kepala daerah, dan yang disiapkan oleh kepala daerah disampaikan dengan surat pengantar kepala daerah kepada pimpinan DPRD. 28 Abdul Latief, Hukum dan Peraturan Kebijakan (Beleidsregel) Pada Pemerintahan Daerah, Cet-1, (Yogyakarta: Pusat Studi FH UII, 2005) h. 71

37 27 e. Apabila dalam satu masa sidang DPRD dan kepala daerah menyampaikan raperda dengan materi yang sama, maka yang dibahas adalah raperda dari DPRD sedangkan raperda dari kepala daerah dijadikan untuk dipersandingkan. 3) Pembahasan dan penetapan raperda a. Pembahasan raperda dilakukan oleh DPRD bersama kepala daerah dilakukan melalui tingkat-tingkat pembicaraan yang dilaksanakan dalam rapat komisi/panitia/badan/alat kelengkapan DPRD. b. Raperda dapat ditarik kembali sebelum dibahas oleh DPRD dan kepala daerah sedangkan raperda yang sedang dibahas dapat ditarik hanya dengan persetujuan bersama DPRD dan kepala daerah. c. Raperda yang telah disetujui bersama, disampaikan oleh pimpinan DPRD kepada kepala daerah dilakukan dalam jangka waktu paling lama 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal persetujuan bersama untuk ditetapkan menjadi peraturan daerah. d. Raperda ditetapkan oleh kepala daerah dengan membubuhkan tanda tangan dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak raperda tersebut disetujui oleh DPRD dan kepala daerah, jika tidak ditandatangani dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak disetujui bersama, maka raperda tersebut sah menjadi peraturan daerah.

38 28 Lalu dalam hal penetapan perda H.A.W. Wijaya menambahkan bahwa peraturan daerah ditetapkan oleh kepala daerah setelah mendapat persetujuan bersama Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. 29 Selanjutnya menurut Nomensen Sinamo menjelaskan peraturan daerah dibentuk berdasarkan asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang meliputi: a. Kejelasan tujuan b. Kelembagaan atau organ pembentuk yang tepat c. Kesesuaian antara jenis d. Dapat dilaksanakan e. Kedayagunaan dan kehasilgunaan f. Kejelasan rumusan dan g. Keterbukaan Kedudukan Peraturan Daerah dalam Peraturan Perundang-undangan Secara materiil, kedudukan perda dalam peraturan perundang-undangan nasional selalu menempati kedudukan yang strategis dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah, tetapi secara formal kedudukan perda belum diakui dalam hierarki peraturan perundang-undangan baik pada masa awal kemerdekaan maupun pada era demokrasi terpimpin. Hierarki peraturan perundang-undangan mulai dikenal sejak dibentuknya Undang-Undang Nomor 1 tahun 1950 tentang Peraturan Tentang Jenis dan Bentuk Peraturan. 29 HAW Wijaya, Penyelenggaraan Otonomi di Indonesia Dalam Rangka Sosialisasi UU , Cet-2, (Jakarta: PT Raja Grrafindo Persada, 2005) h Nomensen Sinamo, Hukum Pemerintahan daerah di Indonesia, Cet-1, (Jakarta: Pustaka Mandiri, 2010) h. 102

39 29 Dalam undang-undang ini belum dikenal perda dalam hierarki, justru peraturan menteri merupakan salah satu jenis peraturan perundang-undangan yang berada dibawah peraturan pemerintah. Hal ini dapat dimengerti, mengingat Undang-Undang Dasar Sementara Tahun 1950 menganut sistem parlementer, sehingga presiden hanya bertindak sebagai kepala negara dan tidak mempunyai wewenang untuk membentuk keputusan yang bersifat mengatur. 31 Dalam sistem hukum nasional, tata urutan perundang-undangan secara positiefrechttelijk lebih lanjut diatur dalam Tap MPRS Nomor X/MPRS/1996 tentang Memorandum DPRGR Mengenai Sumber Tertib Hukum Republik Indonesia. 32 Tetapi didalamnya perda tidak termasuk dalam jenis peraturan perundang-undangan. Kedudukan perda dalam jenis dan hierarki perundang-undangan mulai dikenal/diakui setelah ditetapkan Tap MPR Nomor III/MPR/2000 tentang Sumber Hukum dan Tata Urutan Peraturan Perundang-undangan. 33 Dalam pasal 2 dirumuskan bahwa peraturan perundang-undangan merupakan pedoman dalam pembuatan hukum dibawahnya, yang meliputi: (1) UUD 1945, (2) Tap MPR, (3) Undang-undang, (4) Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang, (5) Peraturan Pemerintah, (6) Keputusan Presiden, (7) Peraturan Daerah. Dalam pasal 31 Maria Farida Indrati Soeprapto, Buku I. Ilmu Perundang-undangan (Proses dan Teknik Pembentukannya),Cet-1, (Yogyakarta: Kansius, 2007) h Engelbrecht. Himpunan Peraturan Perundang-undangan Indonesia, (Jakarta: Ichtiar Baruvan Hoeve, 2006) h Engelbrecht, Himpunan Peraturan Perundang-undangan Indonesia, (Jakarta: Ichtiar Baruvan Hoeve, 2006) h. 24

40 30 3 butir 7 dirumuskan bahwa perda merupakan peraturan untuk melaksanakan aturan hukum di atasnya dan menampung kondisi khusus dari daerah yang bersangkutan yang dibentuk oleh DPRD bersama kepala daerah. Pasca perubahan UUD NRI 1945 dan setelah Tap MPR No I/MPR/2003 tentang Peninjauan Terhadap Materi dan Status Hukum Ketetapan MPR Sementara dan Ketetapan MPR Republik Indonesia Tahun 1960 sampai dengan tahun 2002, kedudukan perda secara formal dalam peraturan perundang-undangan nasional menempati posisi kuat dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Selanjutnya setelah dirubahnya Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, disini perda menjadi dua bentuk pertama, perda provinsi dan kedua perda kabupaten/kota. Dalam pasal 7 ayat (1), perda merupakan jenis peraturan perundang-undangan yang kedudukannya dibawah Peraturan Presiden. Perda merupakan jenis peraturan perundang-undangan yang pembentukannya melibatkan lembaga perwakilan. Itu sebabnya jenis perda tersebut mempunyai keistimewaan dalam hal materi muatannya. Perda mempunyai keistimewaan karena dapat memuat ketentuan pidana dalam materi muatannya. Perda juga merupakan jenis peraturan perundang-undangan yang jenis dan kedudukannya diatur dalam UUD NRI ) h Ahmad Yani, Pembentukan Undang-undang Dan Perda, Cet-1, ( Jakarta: Rajawali Pers,

41 31 BAB III KEWENANGAN PENGAWASAN PERATURAN DAERAH A. Tinjauan Umum Keputusan Menteri 1. Dasar Hukum dan Fungsi Keputusan Menteri Jabatan Menteri Negara menurut ketentuan Pasal 17 UUD NRI 1945 itu haruslah diisi berdasarkan merit sistem. Itulah konsekuensi dari pilihan sistem pemerintahan presidensil yang dianut dalam UUD NRI Dengan demikian kekuasaan para Menteri Negara bersifat meritokratis (meritocracy), sehingga dalam memimpin kementerian yang menjadi tugasnya, para menteri itu pula diharapkan bekerja menurut standar yang bersifat meritokratis. 35 Berkenaan dengan tugas menteri dibidangnya, salah satunya dapat menerbitkan keputusan/peraturan menteri guna memberikan payung hukum dalam melaksanakan pemerintahan. Oleh karena itu, menurut Maria Farida S, ada empat fungsi dan dasar diterbitkannya keputusan menteri adalah sebagai berikut: a. Menyelenggarakan peraturan secara umum dalam rangka penyelenggaraan kekuasaan pemerintah dibidangnya. b. Menyelenggarakan pengaturan lebih lanjut ketentuan dalam peraturan presiden. Fungsi ini merupakan delegasian berdasarkan ketentuan pasal 17 UUD NRI 1945 perubahan yang menentukan bahwa: 1) Presiden dibantu oleh menteri-menteri negara. 2) Menteri-menteri itu diangkat dan diberhentikan oleh presiden 3) Setiap menteri membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan. 35 Jimly Asshiddiqie, Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Reformasi, Cet-2, (Jakarta: Konstitusi Press, 2006) h

42 32 c. Menyelenggarakan peraturan lebih lanjut ketentuan dalam undang-undang yang secara tegas menyebutkannya. d. Menyelengarakan pengaturan lebih lanjut ketentuan dalam peraturan pemerintah yang tegas-tegas menyebutkannya. 36 Keputusan menteri ini merupakan salah satu instrument hukum, sehingga keberadaan Keputusan Menteri masih sangat diperlukan dalam rangka melaksanakan peraturan perundang-undangan diatasnya yang secara tegas mendelegasikan Materi Muatan Keputusan Menteri Materi muatan berkaitan erat dengan jenis peraturan perundang-undangan dan terkait dengan pendelegasian pengaturan. Selain terkait dengan jenis dan pendelegasian, materi muatan terkait dengan cara merumuskan norma. Perumusan norma peraturan menteri harus ditujukan langsung kepada pengaturan lingkup bidang tugasnya menteri atau kementeriannya yang berasal dari pendelegasian dari peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi tingkatannya. 38 Dalam membentuk peraturan perundang-undangan harus memperhatikan materi muatan yang akan dituangkan dalam peraturan tersebut. A.Hamid S. Attamimi membagi sepuluh materi muatan peraturan perundang-undangan, yakni: 36 Maria Farida Indirati Soeprapto, Buku 1, Ilmu Perundang-undangan (Jenis, Fungsi dan Materi Muatan), Cet-1, (Yogyakarta: Kanisius, 2007) h Suhariyono Ar, Peraturan Menteri dan Keputusan Menteri. Jurnal legislasi Indonesia, Cet- 1, (Dirjen Peraturan Perundang-undangan Departemen Kehakiman dan HAM RI, Volume 1, Nomor 2, 2004) h Suhariyono Ar, Peraturan Menteri dan Keputusan Menteri. Jurnal legislasi Indonesia, Cet- 1, (Dirjen Peraturan Perundang-undangan Departemen Kehakiman dan HAM RI, Volume 1, Nomor 2, 2004) h.124

MATRIKS PERUBAHAN UNDANG-UNDANG TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

MATRIKS PERUBAHAN UNDANG-UNDANG TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN MATRIKS PERUBAHAN UNDANG-UNDANG NO. UU NOMOR 10 TAHUN 2004 1. Menimbang: Menimbang: a. bahwa pembentukan peraturan perundang undangan merupakan salah satu syarat dalam rangka pembangunan hukum nasional

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk mewujudkan

Lebih terperinci

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH - 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN TIMUR, Menimbang : a. bahwa Peraturan Daerah merupakan

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk mewujudkan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO

PEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO PEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PROBOLINGGO NOMOR : 01 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PROBOLINGGO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PROBOLINGGO,

Lebih terperinci

- 1 - PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH

- 1 - PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH - 1 - PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH I. UMUM Berdasarkan Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENYUSUNAN PERATURAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KENDAL,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENYUSUNAN PERATURAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KENDAL, PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENYUSUNAN PERATURAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KENDAL, Menimbang : a. bahwa untuk mendukung penyelenggaraan otonomi daerah

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2010 SERI D.1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2010 SERI D.1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2010 SERI D.1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG PROSEDUR PENYUSUNAN PRODUK HUKUM DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG PROSEDUR PENYUSUNAN PRODUK HUKUM DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG PROSEDUR PENYUSUNAN PRODUK HUKUM DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT, Menimbang : a. bahwa dalam rangka untuk

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2004 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2004 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2004 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembentukan peraturan

Lebih terperinci

BUPATI KEPULAUAN SELAYAR

BUPATI KEPULAUAN SELAYAR BUPATI KEPULAUAN SELAYAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG LEGISLASI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEPULAUAN SELAYAR, Menimbang a. bahwa Peraturan

Lebih terperinci

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2004 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2004 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2004 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang a. bahwa pembentukan peraturan

Lebih terperinci

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH - 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 7 2006 SERI E R PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 4 TAHUN 2006 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH DENGAN MENGHARAP BERKAT DAN RAHMAT ALLAH SUBHANAHU

Lebih terperinci

- 1 - PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR

- 1 - PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR - 1 - PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR,

Lebih terperinci

TENTANG BUPATI MUSI RAWAS,

TENTANG BUPATI MUSI RAWAS, PEMERINTAH KABUPATEN MUSI RAWAS Menimbang : a. PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUSI RAWAS NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MUSI

Lebih terperinci

- 1 - GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH

- 1 - GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH - 1 - GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang : a. bahwa untuk

Lebih terperinci

DAFTAR INVENTARISASI MASALAH (DIM) PEMERINTAH ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

DAFTAR INVENTARISASI MASALAH (DIM) PEMERINTAH ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DAFTAR INVENTARISASI MASALAH (DIM) PEMERINTAH ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN Formatted: Left: 3,25 cm, Top: 1,59 cm, Bottom: 1,43 cm, Width: 35,56 cm, Height:

Lebih terperinci

GUBERNUR SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH

GUBERNUR SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH 1 GUBERNUR SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SULAWESI SELATAN, Menimbang : a.

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI PANDEGLANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG,

PERATURAN BUPATI PANDEGLANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG, PERATURAN BUPATI PANDEGLANG NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN PRODUK HUKUM DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG, Menimbang Mengingat : : a. bahwa untuk memberikan arah

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GARUT,

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 159 TAHUN : 2013 PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 159 TAHUN : 2013 PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 159 TAHUN : 2013 PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA CIMAHI, Menimbang

Lebih terperinci

W A L I K O T A B A N J A R M A S I N

W A L I K O T A B A N J A R M A S I N W A L I K O T A B A N J A R M A S I N PERATURAN DAERAH KOTA BANJARMASIN NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJARMASIN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

Muchamad Ali Safa at

Muchamad Ali Safa at Muchamad Ali Safa at DASAR HUKUM Pasal 18 ayat (6) UUD 1945, Pemerintahan daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan peraturanperaturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan. Pemerintahan

Lebih terperinci

Page 1 of 10 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2004 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembentukan

Lebih terperinci

- 1 - PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR

- 1 - PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR - 1 - PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR,

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG TAHUN 2010 NOMOR 16

LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG TAHUN 2010 NOMOR 16 LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG TAHUN 2010 NOMOR 16 PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SITUBONDO

PEMERINTAH KABUPATEN SITUBONDO PEMERINTAH KABUPATEN SITUBONDO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SITUBONDO NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SITUBONDO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, BUPATI SITUBONDO Menimbang

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI JAMBI

PEMERINTAH PROVINSI JAMBI PEMERINTAH PROVINSI JAMBI PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 9 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA MEMPERSIAPKAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAMBI Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG, LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 8 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG,

Lebih terperinci

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANGERANG, Menimbang : a. bahwa pembentukan

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH SALINAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM

Lebih terperinci

WALIKOTA KEDIRI PERATURAN DAERAH KOTA KEDIRI NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA KEDIRI PERATURAN DAERAH KOTA KEDIRI NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN WALIKOTA KEDIRI PERATURAN DAERAH KOTA KEDIRI NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KEDIRI, Menimbang : a. bahwa produk hukum

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR.6 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR.6 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR.6 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH, Menimbang : a. bahwa untuk memenuhi kebutuhan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN TIMUR, Menimbang : a. bahwa Peraturan Daerah merupakan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2004 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2004 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2004 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa Presiden Republik Indonesia, Menimbang: a. bahwa pembentukan peraturan

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH SALINAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMPUNG TIMUR NOMOR 01 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMPUNG TIMUR NOMOR 01 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMPUNG TIMUR NOMOR 01 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LAMPUNG TIMUR, Menimbang : a. bahwa dengan terbitnya Undang-Undang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 9 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA MEMPERSIAPKAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 9 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA MEMPERSIAPKAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 9 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA MEMPERSIAPKAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAMBI, Menimbang : a. bahwa dalam rangka tertib

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN, PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN, Menimbang : a. bahwa Peraturan Daerah merupakan peraturan

Lebih terperinci

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN, Menimbang : a. bahwa Peraturan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 5 TAHUN 2016 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 5 TAHUN 2016 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 5 TAHUN 2016 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH Bagian Hukum Setda Kabupaten Bandung Tahun 2016 2 BUPATI

Lebih terperinci

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 55 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH DI LINGKUNGAN PEMERINTAH DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 5 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU

PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 5 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 5 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI INDRAMAYU, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No. 5234 ADMINISTRASI. Peraturan Perundang-undangan. Pembentukan. Teknik Penyusunan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82) PENJELASAN ATAS

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH SALINAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM

Lebih terperinci

- 1 - PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TENGAH NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TENGAH

- 1 - PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TENGAH NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TENGAH SALINAN - 1 - PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TENGAH NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH,

Lebih terperinci

Pengujian Peraturan Daerah

Pengujian Peraturan Daerah Pengujian Peraturan Daerah I. Latar Belakang Peraturan Daerah (Perda) adalah peraturan perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dengan persetujuan bersama Kepala Daerah.

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN I. UMUM Undang-Undang tentang Pembentukan Peraturan Perundangundangan merupakan pelaksanaan

Lebih terperinci

NOTULA KEGIATAN IMPLEMENTASI PERANGKATPEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

NOTULA KEGIATAN IMPLEMENTASI PERANGKATPEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN NOTULA KEGIATAN IMPLEMENTASI PERANGKATPEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN Hari/Tanggal : Rabu- Kamis, 27 28 Mei 2009 Tempat : Hotel Lilianto, Kota Polewali Mandar Provinsi Sulawesi Barat Peserta :

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR TAHUN 2011 TENTANG PENYUSUNAN DAN PENGELOLAAN PROGRAM LEGISLASI DAERAH

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR TAHUN 2011 TENTANG PENYUSUNAN DAN PENGELOLAAN PROGRAM LEGISLASI DAERAH PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR TAHUN 2011 TENTANG PENYUSUNAN DAN PENGELOLAAN PROGRAM LEGISLASI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN BARAT, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Republik Indonesia sebagai negara hukum artinya meniscayakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Republik Indonesia sebagai negara hukum artinya meniscayakan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Republik Indonesia sebagai negara hukum artinya meniscayakan hukum menjadi pedoman/landasan oleh pemerintah dalam menjalankan pemerintahan negara. Makna

Lebih terperinci

PROVINSI RIAU BUPATI KEPULAUAN MERANTI PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI NOMOR 07 TAHUN 2014 TENTANG

PROVINSI RIAU BUPATI KEPULAUAN MERANTI PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI NOMOR 07 TAHUN 2014 TENTANG PROVINSI RIAU BUPATI KEPULAUAN MERANTI PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI NOMOR 07 TAHUN 2014 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN TULUNGAGUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH

PEMERINTAH KABUPATEN TULUNGAGUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH PEMERINTAH KABUPATEN TULUNGAGUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TULUNGAGUNG, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara dan Konstitusi merupakan dua lembaga yang tidak dapat dipisahkan.

BAB I PENDAHULUAN. Negara dan Konstitusi merupakan dua lembaga yang tidak dapat dipisahkan. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Negara dan Konstitusi merupakan dua lembaga yang tidak dapat dipisahkan. Menurut Sri Soemantri tidak ada satu negara pun yang tidak mempunyai konstitusi atau Undang-Undang

Lebih terperinci

WALIKOTA AMBON PROVINSI MALUKU PERATURAN DAERAH KOTA AMBON NOMOR - 15 TAHUN 2015 TENTANG PROSEDUR PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH

WALIKOTA AMBON PROVINSI MALUKU PERATURAN DAERAH KOTA AMBON NOMOR - 15 TAHUN 2015 TENTANG PROSEDUR PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH WALIKOTA AMBON PROVINSI MALUKU PERATURAN DAERAH KOTA AMBON NOMOR - 15 TAHUN 2015 TENTANG PROSEDUR PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA AMBON, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PROSES PEMBENTUKAN PUU BERDASARKAN UU NO 10 TAHUN 2004 TENTANG P3 WICIPTO SETIADI

PROSES PEMBENTUKAN PUU BERDASARKAN UU NO 10 TAHUN 2004 TENTANG P3 WICIPTO SETIADI PROSES PEMBENTUKAN PUU BERDASARKAN UU NO 10 TAHUN 2004 TENTANG P3 WICIPTO SETIADI PENDAHULUAN Pembentukan Peraturan Perundangundangan adalah proses pembuatan peraturan perundang-undangan yang pada dasarnya

Lebih terperinci

Membanguan Keterpaduan Program Legislasi Nasional dan Daerah. Oleh : Ketua Asosiasi DPRD Provinsi Seluruh Indonesia

Membanguan Keterpaduan Program Legislasi Nasional dan Daerah. Oleh : Ketua Asosiasi DPRD Provinsi Seluruh Indonesia Membanguan Keterpaduan Program Legislasi Nasional dan Daerah Oleh : Ketua Asosiasi DPRD Provinsi Seluruh Indonesia Pendahuluan Program Legislasi Nasional sebagai landasan operasional pembangunan hukum

Lebih terperinci

BUPATI TULUNGAGUNG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI TULUNGAGUNG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG SALINAN BUPATI TULUNGAGUNG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

Pokok Bahasan. Sistem Norma Hukum Hierarki Peraturan dalam Sistem Norma Hukum di Indonesia

Pokok Bahasan. Sistem Norma Hukum Hierarki Peraturan dalam Sistem Norma Hukum di Indonesia Hierarki Peraturan R. Herlambang Perdana Wiratraman, SH., MA. Mata Kuliah: Hukum Perundang-Undangan Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Airlangga 18 September 2007 Pokok Bahasan Sistem

Lebih terperinci

MEMBANGUN KUALITAS PRODUK LEGISLASI NASIONAL DAN DAERAH * ) Oleh : Prof. Dr. H. Dahlan Thaib, S.H, M.Si**)

MEMBANGUN KUALITAS PRODUK LEGISLASI NASIONAL DAN DAERAH * ) Oleh : Prof. Dr. H. Dahlan Thaib, S.H, M.Si**) MEMBANGUN KUALITAS PRODUK LEGISLASI NASIONAL DAN DAERAH * ) Oleh : Prof. Dr. H. Dahlan Thaib, S.H, M.Si**) I Pembahasan tentang dan sekitar membangun kualitas produk legislasi perlu terlebih dahulu dipahami

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG

PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH DAN PRODUK HUKUM DEWAN PERWAKILAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DALAM PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DALAM PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DALAM PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL, Menimbang : a.

Lebih terperinci

BUPATI BADUNG PROVINSI BALI

BUPATI BADUNG PROVINSI BALI 1 BUPATI BADUNG PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESAb BUPATI BADUNG, Menimbang : a. bahwa produk

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTUL. No.04,2015 Bagian Hukum Sekretariat Daerah Kabupaten Bantul. Pedoman, pembentukan, produk hukum, daerah

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTUL. No.04,2015 Bagian Hukum Sekretariat Daerah Kabupaten Bantul. Pedoman, pembentukan, produk hukum, daerah 1 2015 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTUL No.04,2015 Bagian Hukum Sekretariat Daerah Kabupaten Bantul. Pedoman, pembentukan, produk hukum, daerah BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO Pembentukan Produk Hukum Pemerintahan Daerah; LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 1 TAHUN : 2014 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM PEMERINTAHAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA PALOPO NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PALOPO,

PERATURAN DAERAH KOTA PALOPO NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PALOPO, PERATURAN DAERAH KOTA PALOPO NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PALOPO, Menimbang : a. bahwa pembentukan peraturan daerah merupakan bagian

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MUARO JAMBI PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUARO JAMBI NOMOR 05 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUARO JAMBI

PEMERINTAH KABUPATEN MUARO JAMBI PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUARO JAMBI NOMOR 05 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUARO JAMBI PEMERINTAH KABUPATEN MUARO JAMBI PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUARO JAMBI NOMOR 05 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUARO JAMBI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MUARO JAMBI,

Lebih terperinci

BUPATI DHARMASRAYA PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN DHARMASRAYA NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH

BUPATI DHARMASRAYA PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN DHARMASRAYA NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH BUPATI DHARMASRAYA PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN DHARMASRAYA NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI DHARMASRAYA,

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKUM. Peraturan Perundang-undangan. Penyusunan. Pedoman

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKUM. Peraturan Perundang-undangan. Penyusunan. Pedoman No.1430, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKUM. Peraturan Perundang-undangan. Penyusunan. Pedoman PERATURAN MENTERI KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 08 /PER/M.KUKM/IX/2014

Lebih terperinci

KETENTUAN PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH (Berdasarkan UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan)

KETENTUAN PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH (Berdasarkan UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan) KETENTUAN PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH (Berdasarkan UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan) NURYANTI WIDYASTUTI Direktur Fasilitasi Perancangan Peraturan Daerah dan Pembinaan

Lebih terperinci

PENUNJUK UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

PENUNJUK UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN PENUNJUK UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN 01 (satu) tahun ~ jangka waktu penetapan Prolegda Provinsi Prolegda Provinsi ditetapkan untuk jangka waktu 1

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN PRODUK HUKUM DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN PRODUK HUKUM DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN PRODUK HUKUM DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI OGAN KOMERING ULU, Menimbang

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN TULUNGAGUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG

PEMERINTAH KABUPATEN TULUNGAGUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG PEMERINTAH KABUPATEN TULUNGAGUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TULUNGAGUNG

Lebih terperinci

BUPATI BANTAENG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTAENG NOMOR 8 TAHUN 2012 T E N T A N G PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH KABUPATEN BANTAENG

BUPATI BANTAENG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTAENG NOMOR 8 TAHUN 2012 T E N T A N G PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH KABUPATEN BANTAENG BUPATI BANTAENG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTAENG NOMOR 8 TAHUN 2012 T E N T A N G PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH KABUPATEN BANTAENG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTAENG Menimbang : a.

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT,

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT, 1 PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT, Menimbang : a. bahwa dengan berlakunya Undang-Undang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA PAREPARE NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG PRODUK HUKUM DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA PAREPARE NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG PRODUK HUKUM DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KOTA PAREPARE NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG PRODUK HUKUM DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PAREPARE, Menimbang : a. bahwa produk hukum merupakan landasan dalam penyelenggaraan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTUL BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 07 TAHUN 2016 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTUL BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 07 TAHUN 2016 TENTANG 1 2016 No.07,2016 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTUL Bagian Hukum Sekretariat Daerah Kabupaten Bantul. PEMERINTAH DAERAH.HUKUM.Pedoman.Pembentukan. Produk Hukum Daerah. BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

Lebih terperinci

BUPATI KOTAWARINGIN TIMUR PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI KOTAWARINGIN TIMUR PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG SALINAN BUPATI KOTAWARINGIN TIMUR PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN TIMUR DENGAN

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR BANTEN NOMOR 40 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANTEN,

PERATURAN GUBERNUR BANTEN NOMOR 40 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANTEN, PERATURAN GUBERNUR BANTEN NOMOR 40 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANTEN, Menimbang : a. bahwa pembentukan produk hukum daerah yang

Lebih terperinci

BUPATI BELITUNG PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH

BUPATI BELITUNG PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH SALINAN BUPATI BELITUNG PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BELITUNG,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULANG BAWANG BARAT NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULANG BAWANG BARAT NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULANG BAWANG BARAT NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TULANG BAWANG BARAT, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

WALIKOTA MADIUN PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH

WALIKOTA MADIUN PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH WALIKOTA MADIUN PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MADIUN, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 3 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PEMBUATAN PERATURAN DAERAH DI KABUPATEN INDRAMAYU

PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 3 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PEMBUATAN PERATURAN DAERAH DI KABUPATEN INDRAMAYU PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 3 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PEMBUATAN PERATURAN DAERAH DI KABUPATEN INDRAMAYU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI INDRAMAYU, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINJAI NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG LEGISLASI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SINJAI,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINJAI NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG LEGISLASI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SINJAI, PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINJAI NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG LEGISLASI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SINJAI, Menimbang : a. bahwa Peraturan Daerah sebagai bagian dari proses legislasi

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

BERITA DAERAH KOTA BEKASI BERITA DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 12 2015 SERI : E PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 12 TAHUN 2015 2015 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN PRODUK HUKUM DAERAH DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA BEKASI DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berwenang untuk membuat Peraturan Daerah dan Peraturan Kepala Daerah.

BAB I PENDAHULUAN. berwenang untuk membuat Peraturan Daerah dan Peraturan Kepala Daerah. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai daerah otonom, pemerintah daerah provinsi, kabupaten dan kota, berwenang untuk membuat Peraturan Daerah dan Peraturan Kepala Daerah. Peraturan Daerah

Lebih terperinci

peraturan (norma) dan kondisi pelaksanaannya, termasuk peraturan pelaksanaan dan limitasi pembentukannya. 2. Peninjauan, yaitu kegiatan pemeriksaan

peraturan (norma) dan kondisi pelaksanaannya, termasuk peraturan pelaksanaan dan limitasi pembentukannya. 2. Peninjauan, yaitu kegiatan pemeriksaan LAPORAN KUNJUNGAN KERJA BADAN LEGISLASI DPR RI DALAM RANGKA PEMANTAUAN DAN PENINJAUAN TERHADAP UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN KE PROVINSI ACEH, PROVINSI

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT,

GUBERNUR JAWA BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT, GUBERNUR JAWA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORITIS. Dalam hal tuntutan pemberian otonomi yang luas kepada daerah kabupaten dan kota,

BAB III TINJAUAN TEORITIS. Dalam hal tuntutan pemberian otonomi yang luas kepada daerah kabupaten dan kota, BAB III TINJAUAN TEORITIS 1.1. Peraturan Daerah Di Indonesia Dalam hal tuntutan pemberian otonomi yang luas kepada daerah kabupaten dan kota, Marsdiasmo, menyatakan bahwa tuntutan seperti itu adalah wajar,

Lebih terperinci

LD NO.2 PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH

LD NO.2 PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH I. UMUM Pembentukan Peraturan Daerah merupakan pelaksanaan dari amanat Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 3 TAHUN : 2017 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN PROGRAM PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG PROGRAM LEGISLASI DAERAH PEMERINTAH PROVINSI BALI TAHUN 2012

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG PROGRAM LEGISLASI DAERAH PEMERINTAH PROVINSI BALI TAHUN 2012 GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG PROGRAM LEGISLASI DAERAH PEMERINTAH PROVINSI BALI TAHUN 2012 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, Menimbang : a. bahwa penyusunan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 87 TAHUN 2014 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci