RAHAYU PRASETIANINGSIH & INNA JUNAENAH

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "RAHAYU PRASETIANINGSIH & INNA JUNAENAH"

Transkripsi

1 IMPLIKASI KONSEP TENTANG LEMBAGA NEGARA TERHADAP KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI UNTUK MENGADILI SENGKETA ANTAR LEMBAGA NEGARA YANG DIBENTUK BERDASARKAN UNDANG-UNDANG DASAR ABSTRAK Perubahan struktur ketatanegaraan yang seiring dengan perubahan UUD 1945 memperluas pengertian tentang Lembaga Negara yang sebelumnya hanya dikenal Lembaga Tertinggi Negara dan Lembaga Tinggi Negara. Di sisi lain, salah satu kewenangan Mahkamah Konstitusi (MK) adalah untuk mengadili sengketa antar lembaga Negara yang dibentuk berdasarkan UUD. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan yuridisnormatif. Pendekatan yuridis-normatif diperlukan untuk mendapatkan gambaran mengenai konsep tentang Lembaga Negara. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa UUD 1945 tidak memberikan batasan tentang Lembaga Negara, maka konsekuensinya adalah semua lembaga Negara yang kewenangannya disebutkan dalam UUD 1945 menjadi kompetensi MK. Sebagai Lembaga Negara yang memiliki kewenangan untuk menafsirkan undang-undang dasar, Mahkamah Konstitusi perlu mengelaborasi tentang lembaga negara mana saja yang menjadi kompetensinya untuk diadili dalam sengketa antarlembaga negara, sekaligus dengan kriterianya. ii

2 IMPLICATION OF STATE ORGAN CONCEPT TO THE CONSTITUTIONAL COURT S AUTHORITY IN DETERMINING DISPUTES OVER THE AUTHORITIES OF STATE INSTITUTIONS WHOSE POWERS ARE GIVEN BY THE 1945 CONSTITUTION ABSTRACT The changes of state organization which is signing the 1945 Constitutions Amendment makes the definition of State Organ wider. At the other side, one of the constitutional court s authorities is determining disputes over the authorities of state institutions whose powers are given by the 1945 constitution. The normative-juridical method is used in the research. It used primary and secondary data analyzed by analytic descriptive, to figure out the concept of State Organ. The research result summarizes that 1945 Constitution does not define the concept of State Organ. For that main reason, all of the state institutions whose powers are given by the 1945 constitution are bellowed the constitutional court s competency. As the state institutions having authority in Constitutional interpretation, the constitutional court shall determine which state organ are bellowed the constitutional court s competency and its criteria, in disputes over the authorities of state institutions whose powers are given by the 1945 constitution. iii

3 RAHAYU PRASETIANINGSIH & INNA JUNAENAH IMPLIKASI KONSEP TENTANG LEMBAGA NEGARA TERHADAP KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI UNTUK MENGADILI SENGKETA ANTAR LEMBAGA NEGARA YANG DIBENTUK BERDASARKAN UNDANG-UNDANG DASAR ABSTRAK Perubahan struktur ketatanegaraan seiring dengan perubahan UUD 1945 memperluas pengertian tentang Lembaga Negara yang sebelumnya hanya dikenal Lembaga Tertinggi Negara dan Lembaga Tinggi Negara. Di sisi lain, salah satu kewenangan Mahkamah Konstitusi (MK) adalah untuk mengadili sengketa antar lembaga Negara yang dibentuk berdasarkan UUD. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan yuridisnormatif. Pendekatan yuridis-normatif diperlukan untuk mendapatkan gambaran mengenai konsep tentang Lembaga Negara. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa UUD 1945 tidak memberikan batasan tentang Lembaga Negara, maka konsekuensinya adalah semua lembaga Negara yang kewenangannya disebutkan dalam UUD 1945 adalah menjadi kompetensi MK. Sebagai Lembaga Negara yang memiliki kewenangan untuk menafsirkan undang-undang dasar, Mahkamah Konstitusi perlu mengelaborasi tentang lembaga negara mana saja yang menjadi kompetensinya untuk diadili dalam sengketa antarlembaga negara, sekaligus dengan kriterianya. IMPLICATION OF STATE ORGAN CONCEPT TO THE CONSTITUTIONAL COURT S AUTHORITY IN DETERMINING DISPUTES OVER THE AUTHORITIES OF STATE INSTITUTIONS WHOSE POWERS ARE GIVEN BY THE 1945 CONSTITUTION ABSTRACT The changes of state organization which is signing the 1945 Constitutions Amendment makes the definition of State Organ wider. At the other side, one of the constitutional court s authorities is determining disputes over the authorities of state institutions whose powers are given by the 1945 constitution. The normative-juridical method is used in the research. It used primary and secondary data analyzed by analytic descriptive, to figure out the concept of State Organ. The research result summarizes that 1945 Constitution does not define the concept of State Organ. For that main reason, all of the state institutions 1

4 RAHAYU PRASETIANINGSIH & INNA JUNAENAH whose powers are given by the 1945 constitution are bellowed the constitutional court s competency. As the state institutions having authority in Constitutional interpretation, the constitutional court shall determine which state organ are bellowed the constitutional court s competency and its criteria, in disputes over the authorities of state institutions whose powers are given by the 1945 constitution. Pendahuluan Proses perubahan UUD 1945 telah menyusun struktur ketatanegaraan baru, bahkan merubah paradigma pelaksanaan kekuasaan. Penegasan prinsip check and balances dalam pelaksanaan kekuasaan semakin membuka ruang timbulnya sengketa. Pada sisi lain, untuk lebih memperkuat prinsip konstitusionalisme, demokrasi dan penghormatan atas hak asasi manusia, dibentuk kelembagaan Negara baru baik melalui UUD maupun peraturan perundang-undangan lain. Pembentukan lembaga-lembaga baru tersebut berpengaruh terhadap konsepsi lembaga Negara dan hubungan antar lembaga Negara. Selain itu, dibentuknya Mahkamah Konstitusi sebagai badan kekuasaan kehakiman selain MA, yang salah satu kewenangannya menyelesaikan sengketa kewenangan antar lembaga Negara yang kewenangangannya diberikan oleh UUD. Dengan dibentuknya MK, maka ada satu mekanisme penyelesaian sengketa antar lembaga Negara melalui instrument pengadilan, yang diharapkan setiap sengketa dapat diselesaikan dengan sandaran hukum yang memadai. Persoalannya, ketentuan yudridis 2

5 RAHAYU PRASETIANINGSIH & INNA JUNAENAH yang menjadi pedoman MK menyelenggaakan kewenangannya tidak memberikan kejelasan status lembaga Negara dan lembaga-lembaga yang dapat bersengketa di MK. Meskipun struktur ketatanegaraan pasca amandemen telah berubah, masih ada orang menggunakan paradigma lama dalam memahami lembaga Negara di aman lembaga Negara dibagi dalam dua kategori yaitu lembaga tertinggi dan tinggi Negara. Padahal konsepsi penyelenggaraan kekuasaan telah berubah seiring dengan perubahan UUD Oleh para penulisnya, kehadiran buku ini diharapkan dapat memberi petunjuk dan pengetahuan tentang lembaga Negara. Seiring perubahan sistem dan struktur ketatanegaraan, banyak penafsiran muncul sebagai ikhtiar memahami konsepsi lembaga Negara. Melalui buku ini berbagai penafsiran diuraikan secara terbuka dengan mengungkapkan berbagai argumen dan latar belakang munculnya penafsiran tersebut. Para peneliti menggunakan lebih dari satu penafsiran, sehingga tampaknya dapat membuka kemungkinan adanya perkembangan dan akhirnya diharapkan sampai pada satu titik yang dapat dipertemukan tentang konsepsi lembaga Negara ideal dan relevan dengan konteks sistem politik ketatanegaraan Indonesia. Berkaitan dengan uraian tersebut, Penulis memandang perlu untuk melakukan kajian tentang IMPLIKASI KONSEP TENTANG LEMBAGA NEGARA TERHADAP KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI 3

6 RAHAYU PRASETIANINGSIH & INNA JUNAENAH UNTUK MENGADILI SENGKETA ANTAR LEMBAGA NEGARA YANG DIBENTUK BERDASARKAN UNDANG-UNDANG DASAR. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang pemikiran yang telah diuraikan, terdapat 3 (tiga) permasalahan pokok yang perlu mendapatkan kajian yang lebih luas dan mendalam berkaitan dengan IMPLIKASI KONSEP TENTANG LEMBAGA NEGARA TERHADAP KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI UNTUK MENGADILI SENGKETA ANTAR LEMBAGA NEGARA YANG DIBENTUK BERDASARKAN UNDANG-UNDANG DASAR. Rumusan ketiga pokok permasalahan tersebut adalah : 1. Bagaimana konsep tentang Lembaga Negara yang dimaksud oleh Undang-Undang Dasar 1945? 2. Bagaimana implikasi konsep tentang Lembaga Negara terhadap kewenangan Mahkamah Konstitusi untuk mengadili sengketa antar lembaga negara yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang Dasar? Tujuan Penelitian Tujuan penelitian IMPLIKASI KONSEP TENTANG LEMBAGA NEGARA TERHADAP KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI UNTUK MENGADILI SENGKETA ANTAR LEMBAGA NEGARA YANG DIBENTUK BERDASARKAN UNDANG-UNDANG DASAR adalah : 4

7 RAHAYU PRASETIANINGSIH & INNA JUNAENAH 1. Untuk mengetahui bagaimana konsep tentang Lembaga Negara yang dimaksud oleh Undang-Undang Dasar Untuk mengungkapkan implikasi konsep tentang Lembaga Negara terhadap kewenangan Mahkamah Konstitusi untuk mengadili sengketa antar lembaga negara yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang Dasar. Tinjauan Pustaka Secara definitif, alat-alat kelengkapan suatu Negara atau lazim disebut sebagai lembaga Negara adalah institusi-institusi yang dibentuk guna melaksanakan fungsi-fungsi Negara. 1 Berdasarkan teori-teori klasik mengenai Negara setidaknya terdapat beberapa fungsi Negara yang penting seperti fungsi membuat kebijakan peraturan perundang-undangan fungs legislatif), fungsi melaksanakan peraturan atau fungsi penyelenggaraan pemerintahan (fungsi eksekutif) dan fungsi mengadili (fungsi yudikatif). 2 Secara konseptual, tujuan diadakannya lembaga-lembaga Negara atau alat-alat kelengkapan Negara adalah selain untuk menjalankan fungsi Negara, juga untuk menjalankan fungsi pemerintahan secara aktual. Dengan kata lain, lembaga-lembaga itu harus membentuk suatu kesatuan proses yang satu sama lain saling berhubungan dalam rangka penyelenggaraan 1 Moh. Kusnardi dan Bintan Saragih, Ilmu Negara, Edisi Revisi, Gaya Media Pratama, Jakarta, hlm 241, dalam Arifin, Fimansyah dkk, hlm Ibid. 5

8 RAHAYU PRASETIANINGSIH & INNA JUNAENAH fungsi Negara atau istilah yang digunakan Prof. Sri Soemantri adalah actual governmental process. 3 Dalam UUD 1945 tidak ditemukan penjelasan pengertian mengenai lembaga Negara. Melalui Ketetapan MPR No. III/MPR/1978, istilah lembaga Negara mulai menemukan konsepnya karena ketetapan MPR tersebut membagi lembaga Negara menjadi dua kategori, yaitu lembaga tertinggi Negara dan lembaga tinggi Negara. Lembaga tertinggi Negara adalah MPR, dan lembaga tinggi Negara adalah Presiden, DPR, DPA, BPK, dan MA. Dalam ketentuan UUD 1945 hasil amandemen sama sekali tidak terdapat ketentuan hukum yang mengatur tentang definisi lembaga Negara sehingga banyak pemikir hukum Indonesia yang melakukan ijtihad sendirisendiri dalam mendefinisikan dan mengklasifikasikan konsep lembaga Negara. Satu-satunya petunjuk yang diberikan UUD 1945 pascaamandemen adalah berdasarkan Pasal 24C ayat (1) yang menyebutkan salah satu kewenangan dari Mahkamah Konstitusi adalah untuk mengadili dan memutus sengketa kewenangan antarlembaga Negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD Sri Soemantri, Tentang Lembaga-Lembaga Negara Menurut UUD 1945, Alumni, Bandung, 1986, dalam Arifin, Fimansyah dkk, ibid, hlm Arifin, Fimansyah dkk, Lembaga Negara dan Sengketa Kewenangan Antarlembaga Negara, Konsorsium Reformasi Hukum Nasional (KRHN), Jakarta, hlm

9 RAHAYU PRASETIANINGSIH & INNA JUNAENAH Pasal 24C menyebutkan, Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum. Di lain pihak keberadaan lembaga-lembaga Negara pascaamandemen tidak saja dibentuk berdasarkan perintah konstitusi. Ada juga lembaga Negara lain yang dibentuk dengan dasar perintah Undang-Undang, bahkan Keppres. 5 Kewenangan yang diberikan oleh UUD 1945 kepada MK untuk memutus sengketa kewenangan lembaga Negara ini membawa konsekuensi logis bahwa MK berwenang memutus sengketa kewenangan MPR, DPR, DPD, Presiden dan Wakil Presiden, Kementrian Negara, MA, MK, BPK, Komisi Yudisial, Pemerintahan Daerah, KPU, Bank Sentral, TNI, POLRI, dan Dewan Pertimbangan Presiden. Namun apakah kewenangan tersebut dapat dikatakan terlalu luas atau terlalu sempit? Hal itu dapat diketahui jika ada tafsir tunggal konsep tentang Lembaga Negara yang kemudian digunakan sebagai acuan bagi MK atau siapapun yang berkepentingan. Metode Penelitian a. Pendekatan Masalah 5 Ibid. 7

10 RAHAYU PRASETIANINGSIH & INNA JUNAENAH Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan yuridisnormatif. Pendekatan yuridis-normatif diperlukan untuk mendapatkan gambaran kaidah hukum yang memberikan penafsiran terhadap konsep tentang Lembaga Negara. b. Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data sekunder merupakan data yang diperoleh dari bahan-bahan kepustakaan. Data sekunder dalam kajian ini diperoleh dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. Hasil dan Pembahasan Untuk mencari pengertian tentang Lembaga Negara para sarjana selalu cenderung mengelompokkan lembaga-lembaga itu dalam tiga ranah yang sama, yaitu ranah legislatif, eksekutif, dan yudikatif. Akibatnya, timbul pula pemahaman seakan-akan hanya lembaga yang secara tradisional disebut sebagai alat-alat perlengkapan negara sajalah yang dapat disebut sebagai lembaga negara. 6 Pendekatan yang dilakukan oleh Jimly adalah dari segi kewenangan yang diberikan oleh UUD. Jika dikaitkan dengan hal tersebut, maka dapat dikemukakan pendapat Jimly bahwa dalam UUD 1945, terdapat tidak kurang dan 28 subyek hukum kelembagaan atau subyek hukum tata negara dan tata usaha negara yang disebut keberadaannya 6 Ibid., hlm

11 RAHAYU PRASETIANINGSIH & INNA JUNAENAH dalam UUD Lembaga yang keberadaannya dan kewenangannya ditentukan dengan tegas dalam UUD 1945 hanya 23 organ atau 24 subyek jabatan. Berkaitan dengan pengertian tentang Lembaga Negara pula, Bagir Manan memberikan penjelasan dalam suatu kesempatan diskusi. 8 Menurutnya, pada umumnya keberadaan negara dikenal dari luar dan secara internal. Dari luar, keberadaan negara dikenal melalui bentuk negara, apakah kesatuan atau federasi. Termasuk hal ini adalah bentuk pemerintahan, apakah republik atau monarki, serta identitas kenegaraan lainnya. Sementara itu secara internal, keberadaaan negara dikenal melalui alat-alat kelengkapan negara. Kelengkapan negara inilah yang kemudian dinamakan Lembaga Negara. Bagir Manan mengklasifikasi lembaga negara menjadi 3 kategori, yaitu lembaga negara yang bersifat ketatanegaraan, lembaga negara yang bersifat administratif, dan yang bersifat membantu (Auxilary Agents). Adapun lembaga negara yang bersifat ketatanegaraan sendiri digolongkan menjadi lembaga negara sebagai syarat keberadaan negara, dan lembaga yang tidak absolut terhadap keberadaan negara. Arti dari syarat keberadaan negara 7 Jimly Asshiddiqie, Implikasi Perubahan UUD 1945 terhadap Pembangunan Hukum Nasional, Pidato Sambutan, disampaikan pada pembukaan Seminar Pengkajian Hukum Nasional (SPHN) 2005 yang diselenggarakan oleh Komisi Hukum Nasional (KHN) Republik Indonesia, di Jakarta, 21 November 2005, hlm Diskusi non formal ini berlangsung sesaat sebelum dimulainya rapat Bagian Hukum Tata Negara, di Perpustakaan Fakultas Hukum Unpad, Sabtu, 23 Desember

12 RAHAYU PRASETIANINGSIH & INNA JUNAENAH adalah bahwa keberadaan negara ini harus ada agar fungsi negara bisa berjalan. Pendekatan yang digunakan adalah fungsi eksekutif, legislatif dan yudikatif. Bagir Manan menegaskan bahwa terlepas dari bahwa trias politika dari Montesquieu ini dianut atau tidak, kenyataannya pada umumnya negara menjalankan fungsi-fungsi tersebut dalam menyelenggarakan negaranya. Sementara itu lembaga negara yang tidak absolut berarti tanpa keberadaan lembaga ini fungsi-fungsi negara sudah dapat dijalankan. Contoh dari lembaga yang tidak absolut ini adalah BPK. Kategori lembaga negara lainnya adalah lembaga yang bersifat administratif. Artinya, bahwa keberadaan lembaga ini adalah sebagai pelaksana pemerintahan secara administrasi. Lembaga negara kategori ketiga adalah lembaga yang keberadaannya sebagai pendukung fungsi-fungsi kenegaraan yang dilakukan oleh lembaga ketatanegaraan yang absolut. Artinya sebagai organ pembantu fungsi eksekutif, legislatif, dan yudikatif (Auxilary Agents). Termasuk contoh lembaga negara yang bersifat Auxilary ini adalah Komisi Yudisial yang bertugas mendukung fungsi yudikatif. Ketika ditanya pendapatnya tentang lembaga negara yang menjadi kewenangan MK dalam sengketa antarlembaga negara, secara tegas Bagir Manan mengatakan bahwa semua lembaga negara yang disebut sebanyak 28 oleh Jimly adalah kompetensi MK, kecuali MA. Jawaban ini berdasarkan hal-hal sebagai berikut: 10

13 RAHAYU PRASETIANINGSIH & INNA JUNAENAH 1. UUD 1945 tidak memberi batasan tentang pengertian Lembaga Negara. Sementara itu pula pada perkembangannya tidak dikenal lagi penggolongan Lembaga tertinggi dan Lembaga Tinggi Negara, yang kemudian pengertiannya mengalami perluasan. Maka dari itu, sudah menjadi konsekuensi, karena UUD 1945 hanya mengatakan Lembaga Negara tanpa adanya batasan. 2. Jika Lembaga Negara yang menjadi kompetensi MK terbatas hanya pada alat kelengkapan negara, yang menjadi organ ketatanegaraaan, dan bersifat sebagai syarat berfungsinya suatu organisasi negara, maka jika terjadi sengketa antarlembaga negara, akan mengalami kesulitan terhadap lembaga mana yang akan mengadilinya. Berkaitan dengan pendapat para ahli yang telah dikemukakan, menarik juga untuk diperhatikan bagaimana pendekatan menentukan lembaga negara melalui materi muatan konstitusi dari Sri Soemantri. Walaupun setiap negara berbeda-beda dalam menuangkan hal-hal yang akan diatur dalam konstitusinya, namun pada umumnya, setiap konstitusi memuat hal-hal sebagai berikut: 1. Adanya jaminan terhadap hak-hak asasi manusia; 9 2. Ditetapkannya susunan ketatanegaraan yang bersifat fundamental; Adanya pembagian dan pembatasan tugas yang bersifat fundamental Sri Soemantri, Prosedur dan Sistem Perubahan Konstitusi, Alumni, Bandung, 1979, hlm Ibid., hlm

14 RAHAYU PRASETIANINGSIH & INNA JUNAENAH Merujuk kepada materi muatan konstitusi dan batasan lembaga negara yang dikemukakan oleh Sri Soemantri ini, maka penulis lebih cenderung untuk menyetujui bahwa Lembaga Negara yang sebagaimana dimaksud oleh Pasal 24C UUD 1945 adalah DPR, DPD, MPR, Presiden dan Wakil Presiden, MA, dan MK. Pendapat ini didasarkan pada hal-hal berikut: 1. Pemikiran Sri Soemantri bahwa sistem kelembagaan negara berdasarkan hasil amandemen UUD 1945 dibagi menjadi tiga bidang/fungsi. Pertama, dalam bidang perundang-undangan. Kedua, berkaitan dengan pengawasan. Ketiga, berkaitan dengan pengangkatan hakim agung. 2. Penggolongan lembaga Negara yang dikemukakan oleh Bagir Manan yaitu lembaga Negara yang merupakan organ ketatanegaraan, dan bersifat absolut. Artinya, jika salah satu lembaga Negara tersebut tidak ada, maka akan menyebabkan tidak berfungsinya penyelenggaraan Negara. Penulis memperhatikan juga persoalan yang dipikirkan oleh Bagir Manan tentang siapa yang akan mengadili sengketa antarlembaga Negara jika pengertian Lembaga Negara dibatasi. Untuk menjawab persoalan ini, penulis melihat kemungkinan bagi MA untuk mengadilinya. 12 Pemikiran ini didasari oleh wacana yang dikemukakan oleh Bagir Manan Pula tentang kewenangan MK di Amerika Serikat. Berkaitan dengan kewenangan 11 Ibid., hlm

15 RAHAYU PRASETIANINGSIH & INNA JUNAENAH Mahkamah Konstitusi, Bagir Manan mengambil contoh di AS, yang dalam hal ini memiliki dua prinsip. Pertama adalah bahwa MK pada dasarnya tidak akan membatalkan undang-undang. Apalagi jika pembatalan tersebut bersangkutan dengan kewenangan dirinya sendiri. Hal-hal yang berkaitan dengan keberadaan suatu undang-undang dipandang penuh dengan nuansa politik. Maka dari itu, jika MK ditempatkan sebagai badan peradilan, MK tidak ingin masuk wilayah politik. Prinsip yang kedua adalah bahwa MK tidak mengadili sengketa antar lembaga. Sengketa akan diadili terhadap individu yang benar-benar dirugikan dengan keberadaan suatu undang-undang atau suatu pasal dalam undang-undang. Kepentingan individu ini pun menurut Bagir Manan pada gilirannya merupakan representasi kepentingan masyarakat lain jika dalam posisi yang sama. Kesimpulan Dari penelitian ini sedikitnya dapat kita ambil beberapa kesimpulan yang pada intinya adalah bahwa UUD 1945 tidak memberikan batasan tentang Lembaga Negara, maka konsekuensinya adalah ada 23 lembaga Negara yang kewenangannya disebutkan dalam UUD 1945 yang menjadi kompetensi MK. Pengertian tentang Lembaga Negara ini perlu dibatasi kepada lembaga-lembaga yang termasuk ke dalam susunan ketatanegaraan secara fundamental. Rekomendasi 13

16 RAHAYU PRASETIANINGSIH & INNA JUNAENAH Sebagai Lembaga Negara yang memiliki kewenangan untuk menafsirkan undang-undang dasar, Mahkamah Konstitusi perlu mengelaborasi tentang lembaga negara mana saja yang menjadi kompetensinya untuk diadili dalam sengketa antarlembaga negara, sekaligus dengan kriterianya. DAFTAR PUSTAKA Buku Abu Daud Busroh dan Abu Bakar Busro, Asas-Asas Hukum Tata Negara, Ghalia Indonesia, Jakarta, cetakan kedua 1985 Arifin, Fimansyah dkk, Lembaga Negara dan Sengketa Kewenangan Antarlembaga Negara, Konsorsium Reformasi Hukum Nasional (KRHN), Jakarta, Fatkhurahman, Dian Aminudin, Sirajuddin, Memahami Keberadaan Mahkamah Konstitusi di Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, Hasan Zaini, Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia (Bandung, 1985). Has Natabaya, S.H. L.LM., Lembaga (Tinggi) Negara Menurut UUD 1945 dalam Refly Harun, dkk, Menjaga Denyut Konstitusi: Refleksi Satu Tahun Mahkamah Konstitusi, Jakarta; Konstitusi Press, Jimly Asshiddiqie, Konstitusi dan Konstitusionalisme di Indonesia, Mahkamah Konstitusi dan Pusat Studi Hukum Tata Negara Universitas Indonesia, Jakarta, 2004, Model-Model Pengujian Konstitusional di Berbagai Negara, Cetakan Kedua, Konstitusi Press, Jakarta, 2005., Sengketa Kewenangan Antarlembaga Negara, Konpress, Jakarta, Moh. Kusnardi dan Bintan Saragih, Ilmu Negara, Edisi Revisi, Gaya Media Pratama, Jakarta. Sri Soemantri, Tentang Lembaga-Lembaga Negara Menurut UUD 1945, Alumni, Bandung, 1986, Prosedur dan Sistem Perubahan Konstitusi, Alumni, Bandung, 1979 Jurnal/Majalah/Paper/Kamus Bintan R. Saragih, Komisi-Komisi Negara dalam Sistem dan Struktur Pemerintahan Terkini, makalah pada diskusi terbatas Posisi dan 14

17 RAHAYU PRASETIANINGSIH & INNA JUNAENAH Peran Komisi-Komisi Negara dalam Sistem Pemerintahan yang Berubah, Konsorsium Reformasi Hukum Nasionai (KRHN), Jakarta. Diskusi non formal bersama Bagir Manan, berlangsung sesaat sebelum dimulainya rapat Bagian Hukum Tata Negara, di Perpustakaan Fakultas Hukum Unpad, Sabtu, 23 Desember Jimly Asshiddiqie, Implikasi Perubahan UUD 1945 terhadap Pembangunan Hukum Nasional, Pidato Sambutan, disampaikan pada pembukaan Seminar Pengkajian Hukum Nasional (SPHN) 2005 yang diselenggarakan oleh Komisi Hukum Nasional (KHN) Republik Indonesia, di Jakarta, 21 November Kamus Besar Bahasa Indonesia. Machmud Aziz, Beberapa Catatan Kewenangan Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi, makalah belum diterbitkan, 2004, Zein Badjeber dalam acara Workshop Lembaga Negara dan Sengketa Kewenangan Antar Lembaga Negara, Jakarta, Desember Instrumen Hukum UUD RI 1945 UUD RIS UUDS Ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966 tentang Memorandum Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong mengenai Sumber Tertib Hukum Republik Indonesia dan Tata Urutan Peraturan Perundang-undangan Republik Indonesia. Putusan Mahkamah Konstitusi Perkara No. 005/PTJU- 1/2003 tentang perkara permohonan pengujian UU No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran terhadap UUD Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 002/SKLN-IV/2006. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 004/SKLN-IV/2006 Konstitusi Austria Website Jimly Asshiddiqie, Tidak Bisa Lagi Berlebihan Berterima Kasih, daiam TgI. 16 Agustus Dasar Sementara Republik Indonesia Serikat, Confidential, Page 15, 4/17/ Dasar Sementara Republik Indonesia, Confidential, Page 1, 4/17/

18 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Proses perubahan UUD 1945 telah menyusun struktur ketatanegaraan baru, bahkan merubah paradigma pelaksanaan kekuasaan. Penegasan prinsip check and balances dalam pelaksanaan kekuasaan semakin membuka ruang timbulnya sengketa. Pada sisi lain, untuk lebih memperkuat prinsip konstitusionalisme, demokrasi dan penghormatan atas hak asasi manusia, dibentuk kelembagaan Negara baru baik melalui UUD maupun peraturan perundang-undangan lain. Pembentukan lembaga-lembaga baru tersebut berpengaruh terhadap konsepsi lembaga Negara dan hubungan antar lembaga Negara. Selain itu, dibentuknya Mahkamah Konstitusi sebagai badan kekuasaan kehakiman selain MA, yang salah satu kewenangannya menyelesaikan sengketa kewenangan antar lembaga Negara yang kewenangangannya diberikan oleh UUD. Dengan dibentuknya MK, maka ada satu mekanisme penyelesaian sengketa antar lembaga Negara melalui instrument pengadilan, yang diharapkan setiap sengketa dapat diselesaikan dengan sandaran hukum yang memadai. Persoalannya, 1

19 ketentuan yudridis yang menjadi pedoman MK menyelenggaakan kewenangannya tidak memberikan kejelasan status lembaga Negara dan lembaga-lembaga yang dapat bersengketa di MK. Meskipun struktur ketatanegaraan pasca amandemen telah berubah, masih ada orang menggunakan paradigma lama dalam memahami lembaga Negara di aman lembaga Negara dibagi dalam dua kategori yaitu lembaga tertinggi dan tinggi Negara. Padahal konsepsi penyelenggaraan kekuasaan telah berubah seiring dengan perubahan UUD Oleh para penulisnya, kehadiran buku ini diharapkan dapat memberi petunjuk dan pengetahuan tentang lembaga Negara. Seiring perubahan system dan struktur ketatanegaraan, banyak penafsiran muncul sebagai ikhtiar memahami konsepsi lembaga Negara. Melalui buku ini berbagai penafsiran diuraikan secara terbuka dengan mengungkapkan berbagai argumen dan latar belakang munculnya penafsiran tersebut. Para peneliti menggunakan lebih dari satu penafsiran, sehingga tampaknya dapat membuka kemungkinan adanya perkembangan dan akhirnya diharapkan sampai pada satu titik yang dapat dipertemukan tentang konsepsi lembaga Negara ideal dan relevan dengan konteks sistem politik ketatanegaraan Indonesia. Berkaitan dengan uraian tersebut, Penulis memandang perlu untuk melakukan kajian tentang IMPLIKASI KONSEP TENTANG LEMBAGA NEGARA TERHADAP KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI UNTUK MENGADILI SENGKETA ANTAR LEMBAGA NEGARA YANG 2

20 DIBENTUK BERDASARKAN UNDANG-UNDANG DASAR. B. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang pemikiran yang telah diuraikan, terdapat 3 (tiga) permasalahan pokok yang perlu mendapatkan kajian yang lebih luas dan mendalam berkaitan dengan IMPLIKASI KONSEP TENTANG LEMBAGA NEGARA TERHADAP KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI UNTUK MENGADILI SENGKETA ANTAR LEMBAGA NEGARA YANG DIBENTUK BERDASARKAN UNDANG- UNDANG DASAR. Rumusan ketiga pokok permasalahan tersebut adalah : 1. Bagaimana konsep tentang Lembaga Negara yang dimaksud oleh Undang-Undang Dasar 1945? 2. Bagaimana implikasi konsep tentang Lembaga Negara terhadap kewenangan Mahkamah Konstitusi untuk mengadili sengketa antar lembaga negara yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang Dasar? C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian IMPLIKASI KONSEP TENTANG LEMBAGA NEGARA TERHADAP KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI UNTUK MENGADILI SENGKETA ANTAR LEMBAGA NEGARA YANG DIBENTUK BERDASARKAN UNDANG-UNDANG DASAR adalah : 1. Untuk mengetahui bagaimana konsep tentang Lembaga Negara yang 3

21 dimaksud oleh Undang-Undang Dasar Untuk mengungkapkan implikasi konsep tentang Lembaga Negara terhadap kewenangan Mahkamah Konstitusi untuk mengadili sengketa antar lembaga negara yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang Dasar. D. Kegunaan Penelitian Penelitian tentang implikasi konsep tentang Lembaga Negara terhadap kewenangan Mahkamah Konstitusi untuk mengadili sengketa antar lembaga negara yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang Dasar ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pada pemahaman kalangan akademisi ataupun praktisi akan konsep tentang Lembaga Negara. Pemahaman tersebut diharapkan dapat ditekankan melalui pengembangan bahan ajar Mata Kuliah Hukum tentang Lembaga- Lembaga Negara. Penelitian ini akan mencoba memberikan sumbangan pemikiran sebagai bahan pertimbangan yang kemudian dapat dituangkan ke dalam diktat atau modul. E. Kerangka Pemikiran Dalam menjalankan Negaranya Indonesia mengakui konsep Negara hukum. Pengakuan ini pernah tercantum dalam penjelasan UUD 1945, namun sekarang sudah tidak berlaku lagi, yang berbunyi Indonesia berdasar atas hukum (rechtsstaat), tidak berdasarkan kekuasaan belaka (machtsstaat). Sebagai penggantinya tercantum dalam Pasal 1 ayat (3) 4

22 perubahan ketiga yang berbunyi Negara Indonesia adalah negara hukum. Dalam konsep Negara hukum itu sendiri mengandung syarat-syarat yang sejatinya tercermin dalam implementasinya. Syarat-syarat tersebut dikemukakan oleh para jurist Asia Tenggara dan Pasifik dalam buku The Dynamics Aspects of the rule of law in the Modern Age tentang syarat rule of law, sebagai berikut: 1 1. Perlindungan konstitusional dalam arti bahwa konstitusi selain daripada menjamin hak-hak individu harus menentukan pula cara prosedural untuk memperoleh perlindungan hak-hak atas yang dijamin; 2. Badan kehakiman yang bebas dan tidak memihak; 3. Kebebasan untuk menyatakan pendapat; 4. Pemilihan umum yang bebas; 5. Kebebasan untuk berserikat/berorganisasi dan beroposisi; 6. Pendidikan civic. Syarat-syarat tersebut nampaknya menekankan tentang pentingnya keberadaan konstitusi. Di Indonesia sendiri konstitusi yang diwujudkan dalan UUD 1945 termasuk konstitusi yang terdokumentasi. Sejalan dengan itu Prof. Sri Soemantri menyebutkan tiga hal mendasar yang perlu menjadi materi muatan konstitusi. Ketiga hal tersebut adalah: 1. Terdapat susunan ketatanegaraan yang bersifat fundamental; 1 Lihat dalam Abu Daud Busroh dan Abu Bakar Busro, Asas-Asas Hukum Tata Negara, Ghalia Indonesia, Jakarta, cetakan kedua 1985, hlm

23 2. Terdapat hubungan kewenangan antara organ-organ kenegaraan yang bersifat fundamental; 3. Adanya jaminan hak asasi manusia. Sebelum perubahan, dalam UUD 1945 dikenal lembaga tertinggi negara dan lembaga tinggi negara. Lembaga Tertinggi Negara yaitu MPR, dan Lembaga Tinggi Negara yaitu Presiden, DPR, DPA, MA, dan BPK. Sedangkan dalam UUD 1945 Perubahan kesatu sampai keempat, lembaga DPA dihilangkan, sementara itu pula ditambah dengan keberadaan lembaga baru di antaranya adalah MK dan DPD, yang anggota-anggotanya menjadi anggota MPR. Secara definitif, alat-alat kelengkapan suatu Negara atau lazim disebut sebagai lembaga Negara adalah institusi-institusi yang dibentuk guna melaksanakan fungsi-fungsi Negara. 2 Berdasarkan teori-teori klasik mengenai Negara setidaknya terdapat beberapa fungsi Negara yang penting seperti fungsi membuat kebijakan peraturan perundang-undangan fungsi legislatif), fungsi melaksanakan peraturan atau fungsi penyelenggaraan pemerintahan (fungsi eksekutif) dan fungsi mengadili (fungsi yudikatif). 3 Secara konseptual, tujuan diadakannya lembaga-lembaga Negara atau alat-alat kelengkapan Negara adalah selain untuk menjalankan fungsi Negara, juga untuk menjalankan fungsi pemerintahan secara aktual. 2 Moh. Kusnardi dan Bintan Saragih, Ilmu Negara, Edisi Revisi, Gaya Media Pratama, Jakarta, hlm 241, dalam Arifin, Fimansyah dkk, hlm Ibid. 6

24 Dengan kata lain, lembaga-lembaga itu harus membentuk suatu kesatuan proses yang satu sama lain saling berhubungan dalam rangka penyelenggaraan fungsi Negara atau isltilah yang digunakan Prof. Sri Soemantri adalah actual governmental process. 4 Dalam UUD 1945 tidak ditemukan penjelasan pengertian mengenai lembaga Negara. Melalui Ketetapan MPR No. III/MPR/1978, istilah lembaga Negara mulai menemukan konsepnya karena ketetapan MPR tersebut membagi lembaga Negara menjadi dua kategori, yaitu lembaga tertinggi Negara dan lembaga tinggi Negara. Lembaga tertinggi Negara adalah MPR, dan lembaga tinggi Negara adalah Presiden, DPR, DPA, BPK, dan MA. Dalam ketentuan UUD 1945 hasil amandemen sama sekali tidak terdapat ketentuan hukum yang mengatur tentang definisi lembaga Negara sehingga banyak pemikir hukum Indonesia yang melakukan ijtihad sendiri-sendiri dalam mendefinisikan dan mengklasifikasikan konsep lembaga Negara. Satu-satunya petunjuk yang diberikan UUD 1945 pascaamandemen adalah berdasarkan Pasal 24C ayat (1) yang menyebutkan salah satu kewenangan dari Mahkamah Konstitusi adalah untuk mengadili dan memutus sengketa kewenangan antarlembaga Negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD Sri Soemantri, Tentang Lembaga-Lembaga Negara Menurut UUD 1945, Alumni, Bandung, 1986, dalam Arifin, Fimansyah dkk, ibid, hlm Arifin, Fimansyah dkk, Lembaga Negara dan Sengketa Kewenangan Antarlembaga Negara, Konsorsium Reformasi Hukum Nasional (KRHN), Jakarta, hlm

25 Pasal 24C menyebutkan, Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum. Di lain pihak keberadaan lembaga-lembaga Negara pascaamandemen tidak saja dibentuk berdasarkan perintah konstitusi. Ada juga lembaga Negara lain yang dibentuk dengan dasar perintah Undang-Undang, bahkan Keppres. 6 Kewenangan yang diberikan oleh UUD 1945 kepada MK untuk memutus sengketa kewenangan lembaga Negara ini membawa konsekuensi logis bahwa MK berwenang memutus sengketa kewenangan MPR, DPR, DPD, Presiden dan Wakil Presiden, Kementrian Negara, MA, MK, BPK, Komisi Yudisial, Pemerintahan Daerah, KPU, Bank Sentral, TNI, POLRI, dan Dewan Pertimbangan Presiden. Namun apakah kewenangan tersebut dapat dikatakan terlalu luas atau terlalu sempit? Hal itu dapat diketahui jika ada tafsir tunggal konsep tentang Lembaga Negara yang kemudian digunakan sebagai acuan bagi MK atau siapapun yang berkepentingan. F. Metode Penelitian 6 Ibid. 8

26 a. Pendekatan Masalah Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan yuridisnormatif. Pendekatan yuridis-normatif diperlukan untuk mendapatkan gambaran kaidah hukum yang memberikan penafsiran terhadap konsep tentang Lembaga Negara. b. Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data sekunder merupakan data yang diperoleh dari bahanbahan kepustakaan. Data sekunder dalam kajian ini diperoleh dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang telah mempunyai kekuatan mengikat, terdiri dari: ii. iii. iv. Undang-Undang Dasar 1945 dan perubahannya Putusan Mahkamah Konstitusi yang terkait dengan kajian. Peraturan perundang-undangan yang terkait dengan bidang yang ditelaah. Bahan hukum sekunder merupakan bahan-bahan yang erat kaitannya dengan bahan hukum primer dan dapat membantu menganalisis dan memahami bahan hukum primer, antara lain meliputi risalah peraturan perundang-undangan, dan pendapat ahli hukum. Bahan hukum tersier merupakan bahan-bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, antara lain meliputi kamus dan ensiklopedia. 9

27 10

28 BAB II LEMBAGA NEGARA DALAM KONSTITUSI DI INDONESIA A. Beberapa Pemikiran tentang Pengertian Lembaga Negara Menurut Kamus Hukum Fockema Arfdreae yang diterjemahkan Saleh Adiwinata dkk, kata organ diartikan sebagai berikut. 1 Organ adalah perlengkapan. Alat perlengkapan adalah orang atau majelis yang terdiri dan orang-orang yang berdasarkan undang-undang atau anggaran dasar wewenang mengemukakan dan merealisasikan kehendak badan hukum....selanjutnya negara dan badan pemerintahan rendah mempunyai alat perlengkapan. Mulai dan raja (presiden) sampai pada pegawai yang rendah, para pejabat itu dapat dianggap sebagai alat-alat perlengkapan. Akan tetapi, perkataan ini lebih banyak dipakai untuk badan pemerintahan tinggi dan dewan pemerintahan yang mempunyai wewenang yang diwakilkan secara teratur dan pasti. Secara definitif ditafsirkan dalam buku ini bahwa alat-alat kelengkapan suatu negara atau yang lazim disebut sebagai lembaga negara adalah institusi-institusi yang dibentuk guna melaksanakan fungsifungsi negara 2. Berdasarkan teori-teori klasik mengenai negara setidaknya terdapat beberapa fungsi negara yang penting seperti fungsi membuat kebijakan peraturan perundang-undangan (fungsi legislatif), fungsi melaksanakan peraturan atau fungsi penyelenggaraan pemerintahan (fungsi eksekutif), dan fungsi mengadili (fungsi yudikatif). 3 Kecenderungan praktik ketatanegaraan terkini di Indonesia oleh banyak ahli hukum tata negara dan ahli politik dikatakan menuju sistem pemisahan kekuasaan 1 Kamus Besar Bahasa Indonesia. Lihat Prof. Has Natabaya, S.H. L.LM., Lembaga (Tinggi) Negara Menurut UUD 1945 dalam Refly Harun, dkk, Menjaga Denyut Konstitusi: Refleksi Satu Tahun Mahkamah Konstitusi, Jakarta; Konstitusi Press, hlm Arifin, Fimansyah dkk, Lembaga Negara dan Sengketa Kewenangan Antarlembaga Negara, Konsorsium Reformasi Hukum Nasional (KRHN), Jakarta, 2005, hlm Moh. Kusnardi dan Bintan Saragih, Ilmu Negara, Edisi Revisi, Gaya Media Pratama, Jakarta, hlm 241, dalam Arifin, Fimansyah dkk, Ibid. 3 Ibid. 10

29 antara ketiga pelaksana fungsi negara tersebut. Materi kelengkapan negara berdasarkan teori-teori klasik hukum negara meliputi kekuasaan eksekutif, dalam hal ini bisa presiden atau perdana menteri atau raja, kekuasaan legislatif, dalam hal ini bisa disebut parlemen atau dengan nama lain seperti dewan perwakilan rakyat, dan kekuasaan yudikatif seperti mahkamah agung atau supreme court. Setiap alat kelengkapan negara tersebut bisa memiliki organ-organ lain untuk membantu pelaksanaan fungsinya. Kekuasaan eksekutif, misalnya, dibantu wakil dan menteri-menteri yang biasanya memimpin satu departemen tertentu 4. Meskipun demikian, dalam kenyataannya, tipe-tipe lembaga negara yang diadopsi setiap negara berbeda-beda sesuai dengan perkembangan sejarah politik kenegaraan dan juga sesuai dengan kebutuhan masyarakat dalam negara yang bersangkutan. Secara konseptual, tujuan diadakannya lembaga-lembaga negara atau alat-alat kelengkapan negara adalah selain untuk menjalankan fungsi negara, juga untuk menjalankan fungsi pemerintahan secara aktual. Dengan kata lain, lembaga-lembaga itu harus membentuk suatu kesatuan proses yang satu sama lain saling berhubungan dalam rangka penyelenggaraan fungsi negara atau istilah yang digunakan Prof. Sri Soemantri adalah actual governmental process 5 Jadi, meskipun dalam praktiknya tipe lembaga-lembaga negara yang diadopsi setiap negara bisa 4 Ibid. 5 Sri Soemantri, Tentang Lembaga-Lembaga Negara Menurut UUD 1945, Alumni, Bandung, 1986, dalam Arifin, Fimansyah dkk, ibid, hlm

30 berbeda, secara konsep lembaga-lembaga tersebut harus bekerja dan memiliki relasi sedemikian rupa sehingga membentuk suatu kesatuan untuk merealisasikan secara praktis fungsi negara dan secara ideologis mewujudkan tujuan negara jangka panjang. Prof. Sri Soemantri menafsirkan lembaga negara berdasarkan hasil amandemen adalah BPK, DPR, DPD, MPR, Presiden dan Wakil Presiden, MA, MK, dan KY (8 lembaga negara). Pendapat ini didasarkan pemikiran sistem kelembagaan negara berdasarkan hasil amandemen UUD 1945 dibagi menjadi tiga bidang/fungsi. Pertama, dalam bidang perundangundangan. Kedua, berkaitan dengan pengawasan. Ketiga, berkaitan dengan pengangkatan hakim agung. 6 Prof. Dr. Bintan R. Saragih melakukan penggolongan lembaga negara secara fungsional dalam kaitannya dengan penyelenggaraan negara, meliputi lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif 7. Tidak jauh berbeda dengannya, Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie melakukan penjelajahan lebih mendalam berupa pemikiran dan gagasan hakikat kekuasaan yang dilembagakan dan diorganisasikan ke bangunan kenegaraan. Dari lima ajaran teori kedaulatan 8, Indonesia memilih jenis kedaulatan rakyat yang 6 Ibid. 7 Lihat: Bintan R. Saragih, Komisi-Komisi Negara dalam Sistem dan Struktur Pemerintahan Terkini, makalah pada diskusi terbatas Posisi dan Peran Komisi-Komisi Negara dalam Sistem Pemerintahan yang Berubah, Konsorsium Reformasi Hukum Nasionai (KRHN), Jakarta, 1 Oktober Dan pembagian tersebut, menurutnya, semua lembaga negara lain yang diatur dalam UUD 1945 adalah lembaga yang memberikan dukungan kepada ketiga pembagian tersebut dalam pelaksanaan fungsi dan kewenangan mereka. 8 Lima teori ini adalah teori kedaulatan Tuhan (sovereignty of God), teori kedaulatan raja (sovereignty of the king), teori kedaulatan hukum (sovereignty of law), teori kedaulatan rakyat (people s sovereignty), dan ajaran kedaulatan 12

31 mana, selain mewujudkan kebentuk peraturan perundang-undangan yang dihasilkan, juga mewujudkan ke struktur dan mekanisme kelembagaan negara dan pemerintahan yang menjamin tegaknya sistem hukum dan berfungsinya sistem demokrasi. Ada dua jenis pilihan pengorganisasiannya, yakni pemisahan kekuasaan (separation of power) dan pembagian kekuasaan (distribution/division of power). Artinya, pascaamendemen yang terjadi adalah pemisahan kekuasaan yang bersifat horizontal dalam artian kekuasaan dipisah-pisahkan ke dalam fungsi-fungsi yang tecermin dalam lembaga-lembaga negara yang sederajat dan saling mengimbangi (checks and balances). Dengan demikian, lembaga negara dalam pengertian ini adalah lembaga-lembaga yang melaksanakan porsiporsi kekuasaan yang telah dipisah-pisahkan tersebut 9. B. Lembaga Negara Menurut UUD 1945 (Sebelum Perubahan) Sebelum perubahan UUD 1945 dikenal beberapa istilah yang dipergunakan untuk mengidentifikasi lembaga atau organ-organ penyelenggara negara. Konstitusi RIS 1949, misalnya, menyebutnya dengan istilah alat-alat perlengkapan federal. Bab III dalam ketentuan tersebut menyatakan alat-alat perlengkapan Federal Republik Indonesia negara (state s sovereignty). Lihat: Jimly Asshiddiqie, Konstitusi dan Konstitusionalisme di Indonesia, Mahkamah Konstitusi dan Pusat Studi Hukum Tata Negara Universitas Indonesia, Jakarta, 2004, him. 131, dalam Arifin dkk, Lembaga Negara hlm Ibid, him

32 Serikat terdiri dan Presiden, menteri-menteri, Senat, Dewan Perwakilan Rakyat, Mahkamah Agung Indonesia, dan Dewan Pengawas Keuangan. Adapun UUDS 1950 menyebutnya dengan alat perlengkapan negara. Pasal 44 UUD 1950 menyatakan alat-alat perlengkapan negara terdiri dan Presiden dan Wakil Presiden, menteri-menteri, Dewan Perwakilan Rakyat, Mahkamah Agung, dan Dewan Pengawas Keuangan. Satu penegasan ditemukan dalam Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor IIl/MPR/ 1978 tentang Kedudukan dan Hubungan Tata Kerja Lembaga Tertinggi Negara dengan/atau Antar-Lembaga-Lembaga Tinggi Negara. Yang dimaksud dengan lembaga-lembaga tinggi negara dalam ketetapan ini, sesuai dengan urutan-urutan yang terdapat dalam Undang-Undang Dasar 1945, ialah Presiden, Dewan Pertimbangan Agung (DPA), Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Badan Pemeriksa Keuangan (BPK); dan Mahkamah Agung (MA). C. Lembaga Negara Dalam UUD RIS 1949 Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia Serikat, atau lebih dikenal dengan UUD RIS atau Konstitusi RIS adalah konstitusi yang berlaku di negara Republik Indonesia Serikat sejak tanggal 27 Desember 1949 (yakni tanggal diakuinya kedaulatan Indonesia dalam bentuk RIS) hingga diubahnya kembali bentuk negara federal (RIS) menjadi negara kesatuan pada tanggal 17 Agustus Sejak tanggal 17 Agustus 1950, konstitusi yang berlaku di Indonesia adalah Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia, atau dikenal dengan sebutan UUDS 14

33 Menyerupai lembaga Negara, UUD RIS 1949 atau banyak dikenal sebagai Konstitusi RIS menamakan alat-alat perlengkapan Negara. Dalam Bab III tentang Perlengkapan Republik Indonesia Serikat dikatakan bahwa alat-alat perlengkapan federal Republik Indonesia Serikat ialah; 11 a. Presiden; b. Menteri-menteri; c. Senat; d. Dewan Perwakilan Rakyat; e. Mahkamah Agung Indonesia; f. Dewan Pengawas Keuangan. Selain yang disebut di atas, disinggung pula keberadaan suatu sidang pembuat konstitusi, yaitu Konstituante. Sidang ini bersama-sama dengan Pemerintah bertugas untuk selekas-lekasnya menetapkan Konstitusi Republik Indonesa Serikat yang akan menggantikan Konstitusi Sementara ini. 12 Di luar yang disebut sebagai alat-alat perlengkapan federal, Pasal 180 ayat (1) menyebutkan keberadaaan Tentara Republik Indonesia Serikat yang bertugas melindungi kepentingan-kepentingan Republik Indonesia Serikat. D. Lembaga Negara Dalam UUDS 1950 UUDS 1950 Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia, atau dikenal dengan UUDS 1950, adalah konstitusi yang berlaku di negara Republik Indonesia sejak 17 Agustus 1950 hingga dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli UUDS 1950 ditetapkan berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 10http://id.wikipedia.org/wiki/Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia Serikat, Confidential, Page 15, 4/17/ Ketentuan Umum, Bab III tentang Perlengkapan Republik Indonesia Serikat UUD RIS Pasal 186 UUD RIS

34 Tahun 1950 tentang Perubahan Konstitusi Sementara Republik Indonesia Serikat menjadi Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia, dalam Sidang Pertama Babak ke-3 Rapat ke-71 DPR RIS tanggal 14 Agustus 1950 di Jakarta. Konstitusi ini dinamakan "sementara", karena hanya bersifat sementara, menunggu terpilihnya Dewan Konstituante hasil pemilihan umum yang akan menyusun konstitusi baru. Pemilihan Umum 1955 berhasil memilih Dewan Konstituante secara demokratis, namun Dewan Konstituante tersebut gagal membentuk konstitusi baru hingga berlarut-larut. Pada tanggal 5 Juli 1959, Presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden, yang antara lain berisi kembali berlakunya UUD Menyerupai lembaga Negara pula, dalam UUDS 1950 dinamakan sebagai alat-alat perlengkapan negara. Pasal 44 Ketentuan Umum dari Bab II tentang Alat-alat Perlengkapan Negara menyebutkan bahwa alatalat perlengkapan Negara ialah: a. Presiden dan Wakil Presiden; b. Menteri-menteri; c. Dewan Perwakilan Rakyat; d. Mahkamah Agung Indonesia; e. Dewan Pengawas Keuangan. Di luar yang disebut sebagai alat-alat perlengkapan Negara pula, dalam UUDS 1950 terdapat penyebutan keberadaan Angkatan Perang Republik Indonesia yang bertugas melindungi kepentingan-kepentingan Republik Indonesia Serikat. 14 Seperti halnya UUD RIS 1949, karena Undang-Undang Dasar ini bersifat sementara, maka Pasal 134 mengamanatkan sidang pembuat konstitusi, yaitu Konstituante. Sidang ini bersama-sama dengan Pemerintah bertugas untuk selekas-lekasnya menetapkan Konstitusi Republik Indonesa Serikat yang akan menggantikan Konstitusi Sementara 13http://id.wikipedia.org/wiki/Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia, Confidential, Page 1, 4/17/ Pasal 125 UUDS

35 ini. E. Setelah Perubahan UUD 1945 Baik UUD 1945 yang berlaku sebelum UUD RIS 1949 dan UUDS 1950, dan berlaku kembali setelah Dekrit Presiden 1959, sama sekali tidak memberi panduan untuk mengidentifikasi atau memaknai organ-organ penyelenggara negara. Dalam UUD 1945 tidak ditemui satu kata lembaga negara pun sehingga menyulitkan dalam mengidentifikasi dan memaknai lembaga negara. Yang ada badan, misalnya dalam Pasal 23 ayat (5) UUD 1945 badan dipergunakan untuk menyebut Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Demikian pula dengan Pasal 24 UUD 1945, badan untuk menyebut badan kehakiman Dalam Pasal II Aturan Peralihan dipergunakan istilah badan. Begitu pula untuk menyebut MPR, penjelasan UUD 1945 menggunakan istilah badan. Untuk DPRD, Pasal 18 UUD 1945 juga menggunakan istilah badan 15. Badan yang secara konsisten dipergunakan dalam batang tubuh dan penjelasan UUD 1945 sebagai organ negara oleh MPRS kemudian diubah atau ditafsirkan menjadi lembaga. Peristilahan lembaga negara muncul dan banyak dijumpai dalam ketetapan-ketetapan MPR. Istilah lembaga negara pertama kali muncul dan diatur dalam Ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966 tentang Memorandum Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong mengenai Sumber Tertib Hukum Republik Indonesia dan Tata Urutan Peraturan Perundang-undangan Republik Indonesia. Dalam 15 Moh. Kusnardi dan Bintan Saragih, Ilmu Negara, hlm. 59., dalam Ibid., hlm

36 ketetapan tersebut terlampir skema susunan kekuasaan negara RI yang menempatkan MPR sebagai lembaga negara tertinggi di bawah UUD, sedangkan Presiden, DPR, BPK, DPA, dan MA sebagai lembaga negara di bawah MPR. 16 Meskipun ketetapan tersebut telah menentukan skema kekuasaan negara, sama sekali belum menyinggung istilah lembaga tertinggi dan lembaga tinggi negara. Istilah lembaga negara dijumpai dalam Ketetapan MPRS No. XIV/MPPRS/1966 tentang pembentukan panitia ad hoc MPRS yang bertugas meneliti Iembaga-lembaga negara, penyusunan bagan pembagian kekuaan di antara lembaga-lembaga negara menurut sistem UUD 1945, penyusunan rencana penjelasan pelengkap UUD 1945, dan penyusunan perincian hak-hak asasi manusia. Dalam UUD 1945 ini keberadaan tentang lembaga negara Negara hanya digolongkan ke dalam lembaga tertinggi negara dan lembaga tinggi negara. Karena sidang Konstituante untuk membentuk Undang-Undang Dasar baru yang diharapkan bukan untuk sementara ternyata gagal, maka Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1955 untuk kembali kepada UUD Kejatuhan Soeharto menandai berbagai perubahan besar dalam kehidupan ketatanegaraan. Mulai tahun 1999 terjadi beberapa perubahan terhadap UUD 1945 hingga sebanyak empat kali amandemen. Perubahan terjadi pada struktur kenegaraan, ada yang dihapus, berkurang dan bergeser tugas dan wewenangnya, ada pula yang baru. 16 Lihat Ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966 tentang Memorandum Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong mengenai Sumber Tertib Hukum Republik Indonesia dan Tata Urutan Peraturan Perundang-undangan Republik Indonesia. 18

BAB I PENDAHULUAN. Di zaman modern sekarang ini, hampir semua negara mengklaim menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Di zaman modern sekarang ini, hampir semua negara mengklaim menjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di zaman modern sekarang ini, hampir semua negara mengklaim menjadi penganut paham demokrasi. Seperti dapat diketahui dari penelitian Amos J. Peaslee pada tahun 1950,

Lebih terperinci

Tugas dan Fungsi MPR Serta Hubungan Antar Lembaga Negara Dalam Sistem Ketatanegaraan

Tugas dan Fungsi MPR Serta Hubungan Antar Lembaga Negara Dalam Sistem Ketatanegaraan Tugas dan Fungsi MPR Serta Hubungan Antar Lembaga Negara Dalam Sistem Ketatanegaraan Oleh: Dr. (HC) AM. Fatwa Wakil Ketua MPR RI Kekuasaan Penyelenggaraan Negara Dalam rangka pembahasan tentang organisisasi

Lebih terperinci

Tinjauan Konstitusional Penataan Lembaga Non-Struktural di Indonesia 1

Tinjauan Konstitusional Penataan Lembaga Non-Struktural di Indonesia 1 Tinjauan Konstitusional Penataan Lembaga Non-Struktural di Indonesia 1 Hamdan Zoelva 2 Pendahuluan Negara adalah organisasi, yaitu suatu perikatan fungsifungsi, yang secara singkat oleh Logeman, disebutkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adanya pemerintah yang berdaulat dan terakhir yang juga merupakan unsur untuk

BAB I PENDAHULUAN. adanya pemerintah yang berdaulat dan terakhir yang juga merupakan unsur untuk BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Negara adalah suatu organisasi yang terdiri dari masyarakat yang mempunyai sifat-sifat khusus antara lain sifat memaksa, dan sifat monopoli untuk mencapai tujuannya.

Lebih terperinci

Hubungan Antar Lembaga Negara IRFAN SETIAWAN, S.IP, M.SI

Hubungan Antar Lembaga Negara IRFAN SETIAWAN, S.IP, M.SI Hubungan Antar Lembaga Negara IRFAN SETIAWAN, S.IP, M.SI Lembaga negara merupakan lembaga pemerintahan negara yang berkedudukan di pusat yang fungsi, tugas, dan kewenangannya diatur secara tegas dalam

Lebih terperinci

BAB II MAHKAMAH KONSTITUSI SEBAGAI BAGIAN DARI KEKUASAAN KEHAKIMAN DI INDONESIA. A. Penyelenggaraan Kekuasaan Kehakiman Sebelum Perubahan UUD 1945

BAB II MAHKAMAH KONSTITUSI SEBAGAI BAGIAN DARI KEKUASAAN KEHAKIMAN DI INDONESIA. A. Penyelenggaraan Kekuasaan Kehakiman Sebelum Perubahan UUD 1945 33 BAB II MAHKAMAH KONSTITUSI SEBAGAI BAGIAN DARI KEKUASAAN KEHAKIMAN DI INDONESIA A. Penyelenggaraan Kekuasaan Kehakiman Sebelum Perubahan UUD 1945 Dalam Undang-Undang Dasar 1945 sebelum perubahan, kekuasaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. praktik ketatanegaraan Indonesia. Setiap gagasan akan perubahan tersebut

I. PENDAHULUAN. praktik ketatanegaraan Indonesia. Setiap gagasan akan perubahan tersebut I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Bergulirnya reformasi yang terjadi di Indonesia pada tahun 1998 membawa dampak banyak perubahan di negeri ini, tidak terkecuali terhadap sistem dan praktik ketatanegaraan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. kendatipun disebut sebagai karya agung yang tidak dapat terhindar dari

PENDAHULUAN. kendatipun disebut sebagai karya agung yang tidak dapat terhindar dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanggal 18 Agustus 1945 para pemimpin bangsa, negarawan pendiri NKRI dengan segala kekurangan dan kelebihannya telah berhasil merumuskan konstitusi Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah Negara hukum. 1 Konsekuensi

BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah Negara hukum. 1 Konsekuensi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah Negara hukum. 1 Konsekuensi dari ketentuan ini adalah bahwa setiap sikap, pikiran, perilaku, dan kebijakan pemerintahan negara

Lebih terperinci

DAFTAR REFERENSI. . Pokok-Pokok Hukum Tata Negara Indonesia; Pasca Reformasi. Jakarta: PT. Bhuana Ilmu Populer, 2007.

DAFTAR REFERENSI. . Pokok-Pokok Hukum Tata Negara Indonesia; Pasca Reformasi. Jakarta: PT. Bhuana Ilmu Populer, 2007. 112 DAFTAR REFERENSI BUKU Arifin, Firmansyah dkk. Lembaga Negara dan Sengketa Kewenangan Antarlembaga Negara. Cet. 1. Jakarta: Konsorsium Reformasi Hukum Nasional (KRHAN), 2005. Asshiddiqie, Jimly. Perkembangan

Lebih terperinci

KEWEWENANGAN PRESIDEN DALAM BIDANG KEHAKIMAN SETELAH AMANDEMEN UUD 1945

KEWEWENANGAN PRESIDEN DALAM BIDANG KEHAKIMAN SETELAH AMANDEMEN UUD 1945 KEWEWENANGAN PRESIDEN DALAM BIDANG KEHAKIMAN SETELAH AMANDEMEN UUD 1945 Oleh : Masriyani ABSTRAK Sebelum amandemen UUD 1945 kewenangan Presiden selaku kepala Negara dan kepala pemerintahan Republik Indonesia

Lebih terperinci

LEMBAGA LEMBAGA NEGARA. Republik Indonesia

LEMBAGA LEMBAGA NEGARA. Republik Indonesia LEMBAGA LEMBAGA NEGARA Republik Indonesia 1. Sumbernya a. Berdasarkan UUD (Constitutionally entrusted powers) b. Berdasarkan UU (Legislatively entrusted powers) 2. fungsinya a. lembaga yang utama atau

Lebih terperinci

keberadaan MK pd awalnya adalah untuk menjalankan judicial review itu sendiri dapat dipahami sebagai and balances antar cabang kekuasaan negara

keberadaan MK pd awalnya adalah untuk menjalankan judicial review itu sendiri dapat dipahami sebagai and balances antar cabang kekuasaan negara Gagasan Judicial Review Pembentukan MK tidak dapat dilepaskan dari perkembangan hukum & keratanegaraan tentang pengujian produk hukum oleh lembaga peradilan atau judicial review. keberadaan MK pd awalnya

Lebih terperinci

SMP. 1. Jaminan terhadap hak-hak asasi manusia dan warga negara 2. Susunan ketatanegaraan suatu negara 3. Pembagian & pembatasan tugas ketatanegaraan

SMP. 1. Jaminan terhadap hak-hak asasi manusia dan warga negara 2. Susunan ketatanegaraan suatu negara 3. Pembagian & pembatasan tugas ketatanegaraan JENJANG KELAS MATA PELAJARAN TOPIK BAHASAN SMP VIII (DELAPAN) PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN (PKN) KONSTITUSI YANG PERNAH BERLAKU A. Konstitusi yang pernah berlaku di Indonesia Konstitusi (Constitution) diartikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di dunia berkembang pesat melalui tahap-tahap pengalaman yang beragam disetiap

BAB I PENDAHULUAN. di dunia berkembang pesat melalui tahap-tahap pengalaman yang beragam disetiap 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejarah institusi yang berperan melakukan kegiatan pengujian konstitusional di dunia berkembang pesat melalui tahap-tahap pengalaman yang beragam disetiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehakiman diatur sangat terbatas dalam UUD Buku dalam pasal-pasal yang

BAB I PENDAHULUAN. kehakiman diatur sangat terbatas dalam UUD Buku dalam pasal-pasal yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Reformasi Nasional tahun 1998 telah membuka peluang perubahan mendasar atas Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang disakralkan oleh pemerintah

Lebih terperinci

Dua unsur utama, yaitu: 1. Pembukaan (Preamble) ; pada dasarnya memuat latar belakang pembentukan negara merdeka, tujuan negara, dan dasar negara..

Dua unsur utama, yaitu: 1. Pembukaan (Preamble) ; pada dasarnya memuat latar belakang pembentukan negara merdeka, tujuan negara, dan dasar negara.. & Apakah KONSTITUSI? 1. Akte Kelahiran suatu Negara-Bangsa (the birth certificate of a nation state); 2. Hukum Dasar atau hukum yang bersifat fundamental sehingga menjadi sumber segala peraturan perundang-undangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membuat UU. Sehubungan dengan judicial review, Maruarar Siahaan (2011:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membuat UU. Sehubungan dengan judicial review, Maruarar Siahaan (2011: 34 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Judicial Review Kewenangan Judicial review diberikan kepada lembaga yudikatif sebagai kontrol bagi kekuasaan legislatif dan eksekutif yang berfungsi membuat UU. Sehubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disingkat UUD RI Tahun 1945, adalah hukum dasar tertulis (basic law)

BAB I PENDAHULUAN. disingkat UUD RI Tahun 1945, adalah hukum dasar tertulis (basic law) BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, atau disingkat UUD RI Tahun 1945, adalah hukum dasar tertulis (basic law) dan merupakan konstitusi bagi pemerintahan

Lebih terperinci

SKRIPSI. Diajukan Guna Memenuhi Sebagai Salah Satu Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum. Oleh : Nama : Adri Suwirman.

SKRIPSI. Diajukan Guna Memenuhi Sebagai Salah Satu Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum. Oleh : Nama : Adri Suwirman. ANALISIS PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 006/PUU-IV TAHUN 2006 TERHADAP UNDANG-UNDANG NOMOR 27 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI KEBENARAN DAN REKONSILIASI SKRIPSI Diajukan Guna Memenuhi Sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. susunan organisasi negara yang terdiri dari organ-organ atau jabatan-jabatan

BAB I PENDAHULUAN. susunan organisasi negara yang terdiri dari organ-organ atau jabatan-jabatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap negara senantiasa memiliki seperangkat kaidah yang mengatur susunan organisasi negara yang terdiri dari organ-organ atau jabatan-jabatan kenegaraan untuk menjalankan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mahkamah Konstitusi yang selanjutnya disebut MK adalah lembaga tinggi negara dalam

BAB I PENDAHULUAN. Mahkamah Konstitusi yang selanjutnya disebut MK adalah lembaga tinggi negara dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada mulanya terdapat tiga alternatif lembaga yang digagas untuk diberi kewenangan melakukan pengujian Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang

II. TINJAUAN PUSTAKA. kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang 12 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sistem Ketatanegaraan Indonesia Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya disingkat UUDNRI 1945) pada Pasal 1 Ayat (2) mengamanatkan bahwa kedaulatan

Lebih terperinci

BAB II KEDUDUKAN MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM SISTEM KETATANEGARAAN INDONESIA

BAB II KEDUDUKAN MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM SISTEM KETATANEGARAAN INDONESIA BAB II KEDUDUKAN MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM SISTEM KETATANEGARAAN INDONESIA A. Sistem Ketatanegaraan Indonesia 1. Pengertian Menurut W.J.S. Poerwadarminta dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, yang dimaksud

Lebih terperinci

KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM MENYELESAIKAN PERSELISIHAN HASIL PEMILIHAN UMUM MENURUT UU NO. 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM MENYELESAIKAN PERSELISIHAN HASIL PEMILIHAN UMUM MENURUT UU NO. 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM MENYELESAIKAN PERSELISIHAN HASIL PEMILIHAN UMUM MENURUT UU NO. 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI Oleh : Puspaningrum *) Abstract : The Constitutional Court

Lebih terperinci

MPR Pasca Perubahan UUD NRI Tahun 1945 (Kedudukan MPR dalam Sistem Ketatanegaraan)

MPR Pasca Perubahan UUD NRI Tahun 1945 (Kedudukan MPR dalam Sistem Ketatanegaraan) JURNAL MAJELIS MPR Pasca Perubahan UUD NRI Tahun 1945 (Kedudukan MPR dalam Sistem Ketatanegaraan) Oleh: Dr. BRA. Mooryati Sudibyo Wakil Ketua MPR RI n Vol. 1 No.1. Agustus 2009 Pengantar Tepat pada ulang

Lebih terperinci

KEWENANGAN LEMBAGA-LEMBAGA NEGARA DALAM MEMUTUS DAN MENAFSIRKAN UUD SETELAH AMANDEMEN KEEMPAT UNDANG-UNDANG DASAR 1945

KEWENANGAN LEMBAGA-LEMBAGA NEGARA DALAM MEMUTUS DAN MENAFSIRKAN UUD SETELAH AMANDEMEN KEEMPAT UNDANG-UNDANG DASAR 1945 KEWENANGAN LEMBAGA-LEMBAGA NEGARA DALAM MEMUTUS DAN MENAFSIRKAN UUD SETELAH AMANDEMEN KEEMPAT UNDANG-UNDANG DASAR 1945 Oleh: Mukhlis Penulis adalah Dosen Fakultas Hukum Universitas Malikussaleh Lhokseumawe

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. The Constitution is made for men, and not men for the Constitution. (Soekarno, dalam pidato tanggal 17 Agustus 1959)

BAB I PENDAHULUAN. The Constitution is made for men, and not men for the Constitution. (Soekarno, dalam pidato tanggal 17 Agustus 1959) BAB I PENDAHULUAN The Constitution is made for men, and not men for the Constitution. (Soekarno, dalam pidato tanggal 17 Agustus 1959) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 selanjutnya

Lebih terperinci

BAB II KEDUDUKAN PRESIDEN DALAM SISTEM KETATANEGARAAN INDONESIA. Dalam perjalanan sejarah ketatanegaraan Indonesia, bentuk republik telah

BAB II KEDUDUKAN PRESIDEN DALAM SISTEM KETATANEGARAAN INDONESIA. Dalam perjalanan sejarah ketatanegaraan Indonesia, bentuk republik telah BAB II KEDUDUKAN PRESIDEN DALAM SISTEM KETATANEGARAAN INDONESIA A. Sistem Pemerintahan Indonesia Dalam perjalanan sejarah ketatanegaraan Indonesia, bentuk republik telah dipilih sebagai bentuk pemerintahan,

Lebih terperinci

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA MATERI AUDIENSI DAN DIALOG DENGAN FINALIS CERDAS CERMAT PANCASILA, UUD NEGARA RI TAHUN 1945, NKRI, BHINNEKA TUNGGAL IKA, DAN KETETAPAN MPR Dr. H. Marzuki Alie

Lebih terperinci

BAB II KOMISI YUDISIAL, MAHKAMAH KONSTITUSI, PENGAWASAN

BAB II KOMISI YUDISIAL, MAHKAMAH KONSTITUSI, PENGAWASAN BAB II KOMISI YUDISIAL, MAHKAMAH KONSTITUSI, PENGAWASAN A. Komisi Yudisial Komisi Yudisial merupakan lembaga tinggi negara yang bersifat independen. Lembaga ini banyak berkaitan dengan struktur yudikatif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah Negara yang berdasarkan atas hukum (rechstaat). 1 Di dalam sebuah Negara Hukum yang demokratis, kekuasaan tertinggi berada di tangan rakyat,

Lebih terperinci

Mengenal Mahkamah Agung Lebih Dalam

Mengenal Mahkamah Agung Lebih Dalam TUGAS AKHIR SEMESTER Mata Kuliah: Hukum tentang Lembaga Negara Dosen: Dr. Hernadi Affandi, S.H., LL.M Mengenal Mahkamah Agung Lebih Dalam Oleh: Nurul Hapsari Lubis 110110130307 Fakultas Hukum Universitas

Lebih terperinci

FUNGSI LEGISLASI DPD-RI BERDASARKAN PASAL 22D UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945

FUNGSI LEGISLASI DPD-RI BERDASARKAN PASAL 22D UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945 FUNGSI LEGISLASI DPD-RI BERDASARKAN PASAL 22D UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945 Oleh: I Putu Hendra Wijaya I Made Subawa Ni Made Ari Yuliartini Griadhi Program Kekhususan Hukum Ketatanegaraan

Lebih terperinci

Faridah T, S.Pd., M.Pd. NIP Widyaiswara LPMP Sulawesi Selatan

Faridah T, S.Pd., M.Pd. NIP Widyaiswara LPMP Sulawesi Selatan TRIAS POLITICA DI INDONESIA, ANTARA SEPARATION OF POWER DENGAN DISTRIBUTION OF POWER, MENURUT UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945. Faridah T, S.Pd., M.Pd. NIP.19651216 198903

Lebih terperinci

e. Senat diharuskan ada, sedangkan DPR akan terdiri dari gabungan DPR RIS dan Badan Pekerja KNIP;

e. Senat diharuskan ada, sedangkan DPR akan terdiri dari gabungan DPR RIS dan Badan Pekerja KNIP; UUDS 1950 A. Sejarah Lahirnya Undang-Undang Sementara 1950 (UUDS) Negara Republik Indonesia Serikat yang berdiri pada 27 Desember 1949 dengan adanya Konferensi Meja Bundar, tidak dapat bertahan lama di

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA (Kuliah ke 13) suranto@uny.ac.id 1 A. UUD adalah Hukum Dasar Tertulis Hukum dasar dapat dibedakan menjadi dua, yaitu (a) Hukum dasar tertulis yaitu UUD, dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 50 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Peran Legislasi Dewan Perwakilan Daerah Definisi tentang peran bisa diperoleh dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008:1051) yang mengartikannya sebagai perangkat tingkah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 selanjutnya

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 selanjutnya BAB I PENDAHULUAN Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 selanjutnya disingkat UUD 1945 1 telah mengalami perubahan sebanyak empat kali, yakni Perubahan Pertama pada tahun 1999, Perubahan

Lebih terperinci

AMANDEMEN (amendment) artinya perubahan atau mengubah. to change the constitution Contitutional amendment To revise the constitution Constitutional

AMANDEMEN (amendment) artinya perubahan atau mengubah. to change the constitution Contitutional amendment To revise the constitution Constitutional Dewi Triwahyuni AMANDEMEN (amendment) artinya perubahan atau mengubah. to change the constitution Contitutional amendment To revise the constitution Constitutional revision To alter the constitution Constitutional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan perppu (peraturan pemerintah pengganti undang-undang). 1 Karena

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan perppu (peraturan pemerintah pengganti undang-undang). 1 Karena BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) diberitakan kemungkinan bakal menjadi calon tunggal dalam pemilihan presiden tahun 2009. Kemungkinan calon tunggal dalam pilpres

Lebih terperinci

TUGAS KEWARGANEGARAAN LATIHAN 4

TUGAS KEWARGANEGARAAN LATIHAN 4 1 TUGAS KEWARGANEGARAAN LATIHAN 4 DISUSUN OLEH: NAMA NIM PRODI : IIN SATYA NASTITI : E1M013017 : PENDIDIKAN KIMIA (III-A) S-1 PENDIDIKAN KIMIA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MATARAM

Lebih terperinci

KEDUDUKAN LEMBAGA NEGARA DI INDONESIA PASCA AMANDEMEN UUD NEGARA TAHUN 1945

KEDUDUKAN LEMBAGA NEGARA DI INDONESIA PASCA AMANDEMEN UUD NEGARA TAHUN 1945 KEDUDUKAN LEMBAGA NEGARA DI INDONESIA PASCA AMANDEMEN UUD NEGARA TAHUN 1945 Faridah T, S.Pd., M.Pd. NIP.19651216 198903 2 012 Widyaiswara LPMP Sulawesi Selatan LEMBAGA PENJAMINAN MUTU PENDIDIKAN PROVINSI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menjamurnya lembaga negara, termasuk keberadaan komisi negara

BAB I PENDAHULUAN. Menjamurnya lembaga negara, termasuk keberadaan komisi negara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menjamurnya lembaga negara, termasuk keberadaan komisi negara independen, sebetulnya adalah konsekuensi logis dari redistribusi kekuasaan negara yang terjadi

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Abdulkadir Muhammad Hukum dan Penelitian Hukum. Bandung: Citra Aditya Bhakti.

DAFTAR PUSTAKA. Abdulkadir Muhammad Hukum dan Penelitian Hukum. Bandung: Citra Aditya Bhakti. DAFTAR PUSTAKA Buku: Abdulkadir Muhammad. 2004. Hukum dan Penelitian Hukum. Bandung: Citra Aditya Bhakti. Armen Yasir, 2007. Hukum Perundang-Undangan. Bandar Lampung: Pusat Studi Universitas Lampung. Bagir

Lebih terperinci

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN Konstitusi dan Rule of Law

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN Konstitusi dan Rule of Law Modul ke: 07 PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN Konstitusi dan Rule of Law Fakultas PSIKOLOGI Program Studi PSIKOLOGI Rizky Dwi Pradana, M.Si Sub Bahasan 1. Pengertian dan Definisi Konstitusi 2. Hakikat dan Fungsi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum yuridis normatif ( normative legal reserch) yaitu

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum yuridis normatif ( normative legal reserch) yaitu BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum yuridis normatif ( normative legal reserch) yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara melakukan pengkajian

Lebih terperinci

Riki Yuniagara: Jenis dan Hirarki Peraturan...

Riki Yuniagara: Jenis dan Hirarki Peraturan... Buku Saku: Studi Perundang-Undangan, Edisi Ke-3 1 Buku Saku: Studi Perundang-undangan Edisi Ke-3 JENIS DAN HIRARKI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN INDONESIA DALAM LINTAS SEJARAH (TAP MPR dari Masa ke Masa)

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN

BAB III GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN BAB III GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN A. Pembentukan Mahkamah Konstitusi Ketatanegaraan dan penyelenggaraan pemerintahan Indonesia mengalami perubahan cepat di era reformasi. Proses demokratisasi dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang (UU) tehadap Undang-Undang Dasar (UUD). Kewenangan tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang (UU) tehadap Undang-Undang Dasar (UUD). Kewenangan tersebut 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ada satu peristiwa penting dalam sejarah ketatanegaraan Indonesia, yakni Keputusan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) hasil Pemilihan Umum (Pemilu) tahun 1999 yang

Lebih terperinci

KOMISI YUDISIAL BARU DAN PENATAAN SISTEM INFRA-STRUKTUR ETIKA BERBANGSA DAN BERNEGARA. Oleh Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH 1.

KOMISI YUDISIAL BARU DAN PENATAAN SISTEM INFRA-STRUKTUR ETIKA BERBANGSA DAN BERNEGARA. Oleh Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH 1. KOMISI YUDISIAL BARU DAN PENATAAN SISTEM INFRA-STRUKTUR ETIKA BERBANGSA DAN BERNEGARA Oleh Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH 1. A. PERKEMBANGAN KONTEMPORER SISTEM ETIKA PUBLIK Dewasa ini, sistem etika memperoleh

Lebih terperinci

PROSPEK KEWENANGAN MPR DALAM MENETAPKAN KEMBALI KETETAPAN MPR YANG BERSIFAT MENGATUR*

PROSPEK KEWENANGAN MPR DALAM MENETAPKAN KEMBALI KETETAPAN MPR YANG BERSIFAT MENGATUR* Jurnal Hukum POSITUM Vol. 1, No. 1, Desember 2016, Hal 39-50 P-ISSN : 2541-7185 E-ISSN : 2541-7193 PROSPEK KEWENANGAN MPR DALAM MENETAPKAN KEMBALI KETETAPAN MPR YANG BERSIFAT MENGATUR* Hernadi Affandi**

Lebih terperinci

1. Menjelaskaan kekuasaan dalam pelaksanaan konsitusi.

1. Menjelaskaan kekuasaan dalam pelaksanaan konsitusi. 1. Menjelaskaan kekuasaan dalam pelaksanaan konsitusi. Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia adalah lembaga (tinggi) negara yang baru yang sederajat dan sama tinggi kedudukannya dengan Mahkamah Agung

Lebih terperinci

Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Perkembangan Pasca UU MD3/2014. Herlambang P. Wiratraman Unair

Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Perkembangan Pasca UU MD3/2014. Herlambang P. Wiratraman Unair Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Perkembangan Pasca UU MD3/2014 Herlambang P. Wiratraman Unair - 2016 DPD update..! Apa isu hukum atas perdebatan ricuhnya? Mengapa? dan bagaimana ditinjau dari sudut hukum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hukum dikenal adanya kewenangan uji materiil (judicial review atau

BAB I PENDAHULUAN. hukum dikenal adanya kewenangan uji materiil (judicial review atau 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diskursus mengenai Mahkamah Konstitusi muncul saat dirasakan perlunya sebuah mekanisme demokratik, melalui sebuah lembaga baru yang berwenang untuk menafsirkan

Lebih terperinci

KEDUDUKAN DAN FUNGSI DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DI DALAM PROSES LEGISLASI PASCA AMANDEMEN UUD 1945 Oleh : Montisa Mariana, SH.,MH

KEDUDUKAN DAN FUNGSI DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DI DALAM PROSES LEGISLASI PASCA AMANDEMEN UUD 1945 Oleh : Montisa Mariana, SH.,MH KEDUDUKAN DAN FUNGSI DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DI DALAM PROSES LEGISLASI PASCA AMANDEMEN UUD 1945 Oleh : Montisa Mariana, SH.,MH ABSTRACT People s Representative Council (DPR) has shifted its function and

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tinggi negara yang lain secara distributif (distribution of power atau

BAB I PENDAHULUAN. tinggi negara yang lain secara distributif (distribution of power atau 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Amandemen UUD 1945 membawa pengaruh yang sangat berarti bagi sistem ketatanegaraan Indonesia. Salah satunya adalah perubahan pelaksanaan kekuasaan negara.

Lebih terperinci

Pengaruh Pembatasan Kekuasaan Presiden Terhadap Praktik Ketatanegaraan Indonesia

Pengaruh Pembatasan Kekuasaan Presiden Terhadap Praktik Ketatanegaraan Indonesia Pengaruh Pembatasan Kekuasaan Presiden Terhadap Praktik Ketatanegaraan Indonesia Chrisdianto Eko Purnomo 278 Abstract This research effort to search the contents president power restriction in achieving

Lebih terperinci

BAB XIII AMANDEMEN UNDANG UNDANG DASAR 1945

BAB XIII AMANDEMEN UNDANG UNDANG DASAR 1945 BAB XIII AMANDEMEN UNDANG UNDANG DASAR 1945 A. SEJARAH PELAKSANAAN DAN AMANDEMEN UUD 1945 MPR hasil Pemilu 1999, mengakhiri masa tugasnya dengan mempersembahkan UUD 1945 Amandemen IV. Terhadap produk terakhir

Lebih terperinci

MENGANALISIS SISTEM PEMERINTAHAN DI BERBAGAI NEGARA

MENGANALISIS SISTEM PEMERINTAHAN DI BERBAGAI NEGARA MENGANALISIS SISTEM PEMERINTAHAN DI BERBAGAI NEGARA A. SISTEM PEMERINTAHAN PARLEMENTER Sistem pemerintahan di mana kepala pemerintahan dipegang oleh presiden dan pemerintah tidak bertanggung jawab kepada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ketentuan hukum secara konstitusional yang mengatur pertama kalinya

BAB I PENDAHULUAN. Ketentuan hukum secara konstitusional yang mengatur pertama kalinya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Ketentuan hukum secara konstitusional yang mengatur pertama kalinya mengenai hak angket terdapat pada perubahan Konstitusi Sementara Republik Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atas hukum, yang kekuasaan tertinggi dalam negara berada di tangan rakyat.

BAB I PENDAHULUAN. atas hukum, yang kekuasaan tertinggi dalam negara berada di tangan rakyat. 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk Republik, berdasarkan atas hukum, yang kekuasaan tertinggi dalam negara berada di tangan rakyat. Kedaulatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diwujudkan dengan adanya pemilihan umum yang telah diselenggarakan pada

BAB I PENDAHULUAN. diwujudkan dengan adanya pemilihan umum yang telah diselenggarakan pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 pada Bab 1 pasal 1 dijelaskan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara hukum dan negara

Lebih terperinci

Jemmy Jefry Pietersz Staf Pengajar Fakultas Hukum Universitas Pattimura. Keyword: Dispute authority of state institutions, objective analytic

Jemmy Jefry Pietersz Staf Pengajar Fakultas Hukum Universitas Pattimura. Keyword: Dispute authority of state institutions, objective analytic SENGKETA KEWENANGAN ANTARA PEMERINTAH DAERAH MALUKU TENGAH DENGAN MENTERI DALAM NEGERI (TELAAH PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI PERKARA NOMOR : 1/SKLN-VIII/2010) Jemmy Jefry Pietersz Staf Pengajar Fakultas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perubahan Undang-Undang Dasar tahun 1945 (UUD tahun 1945) tidak hanya

I. PENDAHULUAN. Perubahan Undang-Undang Dasar tahun 1945 (UUD tahun 1945) tidak hanya I. PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Perubahan Undang-Undang Dasar tahun 1945 (UUD tahun 1945) tidak hanya didasari oleh keinginan untuk hidup berbangsa dan bernegara secara demokratis. Terdapat alasan lain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kita memiliki tiga macam dokumen Undang-undang Dasar (konstitusi) yaitu: 1

BAB I PENDAHULUAN. kita memiliki tiga macam dokumen Undang-undang Dasar (konstitusi) yaitu: 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Sebagai hukum dasar yang digunakan untuk penmbentukan dan penyelenggaraan Negara Indonesia adalah Undang-undang Dasar, yang pertama kali disahkan berlaku sebagai konstitusi

Lebih terperinci

LEMBAGA NEGARA BERDASARKAN FILOSOFI NEGARA HUKUM PANCASILA. Oleh :

LEMBAGA NEGARA BERDASARKAN FILOSOFI NEGARA HUKUM PANCASILA. Oleh : 209 LEMBAGA NEGARA BERDASARKAN FILOSOFI NEGARA HUKUM PANCASILA Oleh : I Wayan Wahyu Wira Udytama, S.H.,M.H. Fakultas Hukum Universitas Mahasaraswati Denpasar Abstract Indonesia is a unitary state based

Lebih terperinci

ASAS HUKUM TATA NEGARA. Riana Susmayanti, SH.MH

ASAS HUKUM TATA NEGARA. Riana Susmayanti, SH.MH ASAS HUKUM TATA NEGARA Riana Susmayanti, SH.MH SUMBER HTN Sumber hukum materiil, yaitu Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia dan falsafah negara. Sumber hukum formil, (menurut Pasal7 UU No.

Lebih terperinci

LEMBAGA NEGARA DALAM PERSPEKTIF AMANDEMEN UUD 1945 H. BUDI MULYANA, S.IP., M.SI

LEMBAGA NEGARA DALAM PERSPEKTIF AMANDEMEN UUD 1945 H. BUDI MULYANA, S.IP., M.SI LEMBAGA NEGARA DALAM PERSPEKTIF AMANDEMEN UUD 1945 H. BUDI MULYANA, S.IP., M.SI LATAR BELAKANG MASALAH SEBELUM AMANDEMEN Substansial (regulasi) Struktural Cultural (KKN) Krisis Pemerintahan FAKTOR YANG

Lebih terperinci

KEDUDUKAN DAN KEWENANGAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT DALAM ERA REFORMASI

KEDUDUKAN DAN KEWENANGAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT DALAM ERA REFORMASI KEDUDUKAN DAN KEWENANGAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT DALAM ERA REFORMASI Ah. Mujib Rohmat Anggota DPR-RI Komisi IX Email: rofiq.simpati@gmail.com Abstract Amendment 1945 to the beginning of the Reformation

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara dan Konstitusi merupakan dua lembaga yang tidak dapat dipisahkan.

BAB I PENDAHULUAN. Negara dan Konstitusi merupakan dua lembaga yang tidak dapat dipisahkan. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Negara dan Konstitusi merupakan dua lembaga yang tidak dapat dipisahkan. Menurut Sri Soemantri tidak ada satu negara pun yang tidak mempunyai konstitusi atau Undang-Undang

Lebih terperinci

KONSTITUSI DAN RULE OF LAW

KONSTITUSI DAN RULE OF LAW KONSTITUSI DAN RULE OF LAW Modul ke: 07 Fakultas EKONOMI DAN BISNIS Program Studi Akuntansi Manajemen A. Pengertian dan Definisi Konstitusi B. Hakikat dan fungsi Konstitusi (UUD) C. Dinamika Pelaksanaan

Lebih terperinci

Pemilihan Umum (Pemilu) merupakan prasyarat penting dalam negara. demokrasi. Dalam kajian ilmu politik, sistem Pemilihan Umum diartikan sebagai

Pemilihan Umum (Pemilu) merupakan prasyarat penting dalam negara. demokrasi. Dalam kajian ilmu politik, sistem Pemilihan Umum diartikan sebagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemilihan Umum (Pemilu) merupakan prasyarat penting dalam negara demokrasi. Dalam kajian ilmu politik, sistem Pemilihan Umum diartikan sebagai suatu kumpulan metode

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Konstitusi merupakan segala ketentuan dan aturan dasar mengenai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Konstitusi merupakan segala ketentuan dan aturan dasar mengenai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Konstitusi merupakan segala ketentuan dan aturan dasar mengenai ketatanegaraan. 1 Berdirinya sebuah negara tidak lepas dari adanya konstitusi yang mendasarinya. Konstitusi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Daerah Provinsi dan Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten/Kota 1 periode 2014-

BAB I PENDAHULUAN. Daerah Provinsi dan Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten/Kota 1 periode 2014- BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemilihan umum (pemilu) untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi dan Dewan Perwakilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Pemerintah Daerah berwenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan Pemerintah

Lebih terperinci

Cita hukum Pancasila harus mencerminkan tujuan menegara dan seperangkat nilai dasar yang tercantum baik dalam Pembukaan maupun batang tubuh UUD 1945.

Cita hukum Pancasila harus mencerminkan tujuan menegara dan seperangkat nilai dasar yang tercantum baik dalam Pembukaan maupun batang tubuh UUD 1945. Disampaikan dalam acara Sosialisasi Peningkatan Pemahaman Hak Konstitusional Warga Negara Bagi Pengurus dan Kader Penggerak Masyarakat Koalisi Perempuan Indonesia (KPI) yang diselenggarakan oleh Mahkamah

Lebih terperinci

PENUTUP. partai politik, sedangkan Dewan Perwakilan Daerah dipandang sebagai

PENUTUP. partai politik, sedangkan Dewan Perwakilan Daerah dipandang sebagai 105 BAB IV PENUTUP A. KESIMPULAN Lembaga perwakilan rakyat yang memiliki hak konstitusional untuk mengajukan Rancangan Undang-Undang adalah Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Daerah. Dewan Perwakilan

Lebih terperinci

REKONSTRUKSI KEDUDUKAN DAN HUBUNGAN ANTARA MAHKAMAH AGUNG, MAHKAMAH KONSTITUSI DAN KOMISI YUDISIAL DI INDONESIA. Oleh: Antikowati, S.H.,M.H.

REKONSTRUKSI KEDUDUKAN DAN HUBUNGAN ANTARA MAHKAMAH AGUNG, MAHKAMAH KONSTITUSI DAN KOMISI YUDISIAL DI INDONESIA. Oleh: Antikowati, S.H.,M.H. 1 REKONSTRUKSI KEDUDUKAN DAN HUBUNGAN ANTARA MAHKAMAH AGUNG, MAHKAMAH KONSTITUSI DAN KOMISI YUDISIAL DI INDONESIA Oleh: Antikowati, S.H.,M.H. 1 ABSTRAK Undang-Undang Dasar 1945 (pasca amandemen) tidak

Lebih terperinci

POLITIK DAN STRATEGI (SISTEM KONSTITUSI)

POLITIK DAN STRATEGI (SISTEM KONSTITUSI) A. Pengertian Politik POLITIK DAN STRATEGI (SISTEM KONSTITUSI) Dalam bahasa Indonesia, politik dalam arti politics mempunyai makna kepentingan umum warga negara suatu bangsa. Politik merupakan rangkaian

Lebih terperinci

IMPLIKASI AMANDEMEN UUD 1945 TERHADAP SISTEM HUKUM NASIONAL

IMPLIKASI AMANDEMEN UUD 1945 TERHADAP SISTEM HUKUM NASIONAL IMPLIKASI AMANDEMEN UUD 1945 TERHADAP SISTEM HUKUM NASIONAL Oleh : PROF.DR. ISMAIL SUNY, S.H., M.CL. IMPLIKASI AMANDEMEN UUD 1945 TERHADAP SISTEM HUKUM NASIONAL * PROF.DR. ISMAIL SUNY, S.H., M.CL. ** LATAR

Lebih terperinci

KEDUDUKAN KOMISI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA SEBAGAI LEMBAGA NEGARA INDEPENDEN DALAM SISTEM KETATANEGARAAN INDONESIA

KEDUDUKAN KOMISI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA SEBAGAI LEMBAGA NEGARA INDEPENDEN DALAM SISTEM KETATANEGARAAN INDONESIA KEDUDUKAN KOMISI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA SEBAGAI LEMBAGA NEGARA INDEPENDEN DALAM SISTEM KETATANEGARAAN INDONESIA Oleh: Luh Gede Mega Karisma I Gde Putra Ariana Bagian Hukum Tata Negara Fakultas Hukum

Lebih terperinci

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA Pointers Hakim Konstitusi Prof. Dr. Arief Hidayat, S.H.,M.S. Dalam Acara

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA Pointers Hakim Konstitusi Prof. Dr. Arief Hidayat, S.H.,M.S. Dalam Acara MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------- Pointers Hakim Konstitusi Prof. Dr. Arief Hidayat, S.H.,M.S. Dalam Acara Continuing Legal Education, Peran Mahkamah Konstitusi Sebagai Penjaga Konstitusi

Lebih terperinci

TINJAUAN ATAS PENGADILAN PAJAK SEBAGAI LEMBAGA PERADILAN DI INDONESIA

TINJAUAN ATAS PENGADILAN PAJAK SEBAGAI LEMBAGA PERADILAN DI INDONESIA TINJAUAN ATAS PENGADILAN PAJAK SEBAGAI LEMBAGA PERADILAN DI INDONESIA oleh Susi Zulvina email Susi_Sadeq @yahoo.com Widyaiswara STAN editor Ali Tafriji Biswan email al_tafz@stan.ac.id A b s t r a k Pemikiran/konsepsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan kekuasaan raja yang semakin absolut di Negara Perancis

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan kekuasaan raja yang semakin absolut di Negara Perancis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan kekuasaan raja yang semakin absolut di Negara Perancis pada abad ke-18 (delapan belas), memunculkan gagasan dari para pakar hukum dan negarawan untuk melakukan

Lebih terperinci

PERTANYAAN Bagaimanakan kasus Marbury vs Madison Apa alasan John Marshall membatalkan Judiciary Act. Bagaimana pemikiran Yamin tentang Yudisial Review

PERTANYAAN Bagaimanakan kasus Marbury vs Madison Apa alasan John Marshall membatalkan Judiciary Act. Bagaimana pemikiran Yamin tentang Yudisial Review MAHKAMAH KONSTITUSI DAN HUKUM ACARA PERADILAN KONSTITUSI PERTANYAAN Bagaimanakan kasus Marbury vs Madison Apa alasan John Marshall membatalkan Judiciary Act. Bagaimana pemikiran Yamin tentang Yudisial

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN TUGAS DAN WEWENANG DEWAN PERWAKILAN DAERAH DI INDONESIA. A. Kewenangan Memberi Pertimbangan dan Fungsi Pengawasan Dewan

BAB II PENGATURAN TUGAS DAN WEWENANG DEWAN PERWAKILAN DAERAH DI INDONESIA. A. Kewenangan Memberi Pertimbangan dan Fungsi Pengawasan Dewan BAB II PENGATURAN TUGAS DAN WEWENANG DEWAN PERWAKILAN DAERAH DI INDONESIA A. Kewenangan Memberi Pertimbangan dan Fungsi Pengawasan Dewan Perwakilan Daerah DPD sebagai Lembaga Negara mengemban fungsi dalam

Lebih terperinci

SENGKETA KEWENANGAN ANTAR LEMBAGA NEGARA. Oleh: Muchamad Ali Safa at 1

SENGKETA KEWENANGAN ANTAR LEMBAGA NEGARA. Oleh: Muchamad Ali Safa at 1 SENGKETA KEWENANGAN ANTAR LEMBAGA NEGARA Oleh: Muchamad Ali Safa at 1 Persidangan MPR yang mulai dilakukan setelah pelantikkan ternyata berjalan cukup alot. Salah satu masalah yang mengemuka adalah komposisi

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Pemilihan Presiden Secara Langsung. Jakarta: Sekertariat Jenderal MK RI. (2006). Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Jilid

DAFTAR PUSTAKA. Pemilihan Presiden Secara Langsung. Jakarta: Sekertariat Jenderal MK RI. (2006). Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Jilid DAFTAR PUSTAKA BUKU-BUKU: Asshiddiqe, Jimly, Bagir Manan (2006). Gagasan Amandemen UUD 1945 dan Pemilihan Presiden Secara Langsung. Jakarta: Sekertariat Jenderal MK RI (2006). Pengantar Ilmu Hukum Tata

Lebih terperinci

PENGENALAN MAHKAMAH KONSTITUSI DAN PENDIDIKAN KESADARAN BERKONSTITUSI 1 Oleh: Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH. 2

PENGENALAN MAHKAMAH KONSTITUSI DAN PENDIDIKAN KESADARAN BERKONSTITUSI 1 Oleh: Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH. 2 PENGENALAN MAHKAMAH KONSTITUSI DAN PENDIDIKAN KESADARAN BERKONSTITUSI 1 Oleh: Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH. 2 Selama 4 kali berturut-turut bangsa kita telah menyelesaikan agenda perubahan Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagaimana dituangkan secara eksplisit dalam Pasal 1 Ayat (3) Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. sebagaimana dituangkan secara eksplisit dalam Pasal 1 Ayat (3) Undang-Undang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara yang mendaulat diri sebagai negara hukum sebagaimana dituangkan secara eksplisit dalam Pasal 1 Ayat (3) Undang-Undang Dasar NRI 1945 1. Hal

Lebih terperinci

CHECK AND BALANCES ANTAR LEMBAGA NEGARA DI DALAM SISTEM POLITIK INDONESIA. Montisa Mariana

CHECK AND BALANCES ANTAR LEMBAGA NEGARA DI DALAM SISTEM POLITIK INDONESIA. Montisa Mariana CHECK AND BALANCES ANTAR LEMBAGA NEGARA DI DALAM SISTEM POLITIK INDONESIA Montisa Mariana Fakultas Hukum, Universitas Swadaya Gunung Jati E-mail korespondensi: montisa.mariana@gmail.com Abstrak Sistem

Lebih terperinci

Pendidikan Kewarganegaraan

Pendidikan Kewarganegaraan Modul ke: 3Fakultas Dr. EKONOMI Pendidikan Kewarganegaraan NEGARA DAN SISTEM PEMERINTAHAN Saepudin S.Ag. M.Si. Program Studi Manajemen Pengertian dan Defisi Negara Negara berasal dari kata State (Inggris),

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hukum yang sesuai dengan sistem hukum nasional. 1 Konsekuensi Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. hukum yang sesuai dengan sistem hukum nasional. 1 Konsekuensi Indonesia 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai negara hukum, segala aspek dalam bidang kemasyarakatan, kebangsaan, dan kenegaraan termasuk pemerintahan harus berdasarkan atas hukum yang sesuai dengan sistem

Lebih terperinci

SEJARAH PERKEMBANGAN UUD

SEJARAH PERKEMBANGAN UUD SEJARAH PERKEMBANGAN UUD [18 Agustus 1945 dan Setelah Dekrit Presiden 5 Juli 1959] Dr. Herlambang Perdana Wiratraman Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Airlangga 2017 Pokok Bahasan

Lebih terperinci

UU & Lembaga Pengurus Tipikor L/O/G/O

UU & Lembaga Pengurus Tipikor L/O/G/O UU & Lembaga Pengurus Tipikor L/O/G/O Politik Nasional Indonesia Indonesia merupakan negara republik presidensil yang multipartai demokratis Politik nasional merupakan kebijakan menggunakan potensi nasional

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan 1. Ada peluang yuridis perubahan non-formal konstitusi dalam hal bentuk negara

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan 1. Ada peluang yuridis perubahan non-formal konstitusi dalam hal bentuk negara 187 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan 1. Ada peluang yuridis perubahan non-formal konstitusi dalam hal bentuk negara bentuk negara kesatuan Indonesia. Ditemukan 7 peluang yuridis terjadinya perubahan non-formal

Lebih terperinci

KEWENANGAN MPR UNTUK MELAKUKAN PERUBAHAN UNDANG-UNDANG DASAR

KEWENANGAN MPR UNTUK MELAKUKAN PERUBAHAN UNDANG-UNDANG DASAR LAPORAN PENELITIAN MANDIRI KEWENANGAN MPR UNTUK MELAKUKAN PERUBAHAN UNDANG-UNDANG DASAR Oleh : COKORDA ISTRI ANOM PEMAYUN FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2015 PENDAHULUAN Menurut Montesque

Lebih terperinci

MENGGAPAI KEDAULATAN RAKYAT YANG MENYEJAHTERAKAN RAKYAT 1

MENGGAPAI KEDAULATAN RAKYAT YANG MENYEJAHTERAKAN RAKYAT 1 MENGGAPAI KEDAULATAN RAKYAT YANG MENYEJAHTERAKAN RAKYAT 1 Oleh: Siti Awaliyah, S.Pd, S.H, M.Hum Jurusan Hukum dan Kewarganegaraan, Universitas Negeri Malang A. Pengantar Kedaulatan merupakan salahsatu

Lebih terperinci

EKSEKUTIF, LEGISLATIF, DAN YUDIKATIF

EKSEKUTIF, LEGISLATIF, DAN YUDIKATIF EKSEKUTIF, LEGISLATIF, DAN YUDIKATIF HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA - B Adriana Grahani Firdausy, S.H., M.H. BADAN EKSEKUTIF PENGERTIAN Badan pelaksana UU yang dibuat oleh badan legislatif bersama dengan Pemerintah

Lebih terperinci