BAB II TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Lempuyang Wangi ( Zingiber aromaticum Val.)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Lempuyang Wangi ( Zingiber aromaticum Val.)"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Lempuyang wangi Klasifikasi Lempuyang Wangi ( Zingiber aromaticum Val.) Kingdom : Plantae Divisi : Magnoliophyta Kelas : Liliopsida Bangsa : Zingiberales Suku : Zingiberaceae Genus : Zingiber Spesies : Zingiber aromaticum Val. (Siswadi, 2006) Uraian Tanaman Lempuyang Wangi (Zingiber aromaticum Val.) Perawakan: herba rendah sampai tinggi, perennial, batang asli berupa rimpang di bawah tanah, tinggi lebih dari 1 m. Batang: batang semu berupa kumpulan pelepah daun yang berseling, di atas tanah, beberapa batang berkoloni, hijau, rimpang; merayap, berdaging, gemuk, aromatik. Daun: tunggal, berpelepah, duduk berseling, pelepah; membentuk batang semu, helaian; bentuk lanset sempit, telebar di tengah atau di atas tengah, panjang 3-7 kali lebar, pangkal runcing atau tumpul, ujung sangat runcing atau meruncing, berambut di permukaan atas, tulang daun atau di pangkal, x 3-8,5 cm, tangkai berambut, 45 mm. Lidah daun; tegak, tumpul, seperti membran, berambut 1,5-3 cm. Bunga: susunan majemuk

2 bulir, bentuk bulat telur, muncul di atas tanah, tegak, berambut halus, ramping tebal, 9-31 cm, 2-2,5 kali lebar, ujung runcing agak lebar, daun pelindung dengan ujung datar, ukuran 1,54 x 1,54 cm., sisik tangkai bulir 4-6, lanset, tumpul, berambut, merah 3-6,5 cm. Daun pelindung sangat lebih besar dari kelopak, sama panjang dengan tabung mahkota. Ukuran bulir 3,5-10,5 x 1,75-5,5 cm. Kelopak: mm. Mahkota: kuning terang, hijau gelap, atau. putih, tabung 2-3 cm, cuping bulat telur bulat memanjang, ujung meruncing atau runcing, daun mahkota posterior paling besar 1,5-2,5 x 1-2 cm, bibir bibiran bulat telur atau membulat, jingga.atau kuning lemon, x mm. Benang sari: kepala sari elip bulat memanjang, kuning terang, 8-10 mm, penghubung 7 mm. Putik: bakal buah 3 ruang, bakal biji banyak, posisi aksiler, tangkai putik bercabang dua bebas. Buah: bulat telur terbalik, merah, 12 x 8 mm. Biji: bulat memanjang bola, rata rata 4 mm. Waktu berbunga : Januari - April. Daerah distribusi, Habitat dan Budidaya Tumbuhan ini terdapat di daerah Asia tropika. Di Jawa dapat tumbuh di daerah dengan ketinggian m dpl, banyak tumbuh sebagai tumbuhan liar di tempat-tempat yang basah di dataran rendah dan tinggi. Tumbuh baik di bawah hutan jati. Perbanyakan: pada umumnya dengan potongan rimpang yang bermata tunas atau anakan yang masih muda setidaknya dengan 1 tunas. Secara alami potongan potongan rimpang yang telah bertunas akan memperbanyak diri dengan biji. Tumbuhan ini akan dapat berkembang secara baik di hutan, kebun, pekarangan dengan intensitas matahari di bawah naungan kurang lebih lux. Hama: ulat pemakan daun Kerana diocles dan Udapes; sering menimbulkan kerusakan (Anonim, 2005)

3 Gambar 1: lempuyang wangi (Anonim, 2005) Manfaat Lempuyang Wangi (Zingiber aromaticum Val.) Menurut Anonim (1978) dalam Alamsari (2000), Khasiat dari lempuyang wangi antara lain sebagai obat berak berlendir, anti masuk angin (karminatif), anti diare, radang usus dan juga berguna untuk menambah nafsu makan (stomakik), serta obat malaria dan obat penambah darah. Minyak atsri yang terkandung dalam lempuyang wangi mempunyai daya anti bakteri terhadap Staphylococcus aureus. Potensi daya antibakteri berturutturut adalah minyak atsiri, perasan, dan infusa. Lempuyang wangi juga dapat digunakan untuk mengurangi rasa nyeri, pembersih darah, menurunkan kesuburan pada wanita, pencegah kehamilan, pereda kejang; di samping itu sering digunakan juga untuk mengobati penyakit empedu, penyakit kuning, radang sendi, batuk rejan, kolera, anemia (Anonim 2009) Kandungan Lempuyang Wangi (Zingiber aromaticum Val.) Rimpang lempuyang wangi memiliki komposisi : minyak atsiri yang tersusun dari a- kurkumen, bisabolen, zingiberen, kariofilen, seskuefelandren, kamfer, disamping itu zat pedas gingerol, sogaol, zingeron, paradol,

4 heksahidrokurkumin, dihidrogingerol dan informasi lain menyebutkan mengandung tanin, damar, resin, pati, gula (Anonim, 2005) Mekanisme Kerja Minyak Atsiri Mekanisme kerja minyak atsiri dalam menghambat pertumbuhan bakteri adalah dengan mengganggu pembentukan dinding sel. Dimana senyawa bioaktif akan menghambat sintesis dinding sel dan merusak dinding sel dan meyebabkan terjadinya perbedaan konsentrasi, dimana konsentrasi di dalam sel akan menjadi lebih tinggi dibandingkan dengan konsentrasi di luar sel, sehingga hal tersebut akan mengakibatkan lisisnya sel (Harbone, 1987) Uraian Tentang Medium Nutrient Agar (NA), Nutrient Broth (NB) Dan Alkohol Menurut Waluyo (2008) menyatakan bahwa media setengah padat (semi solid medium) dibuat dengan bahan sama dengan media padat, akan tetapi yang berbeda adalah komposisi agarnya. Media ini digunakan untuk melihat gerak kuman secara mikroskopik dan kemampuan fermentasi. Medium setengah padat dalam keadaan panas (dipanasi) berbentuk cair, tetapi dalam keadaan dingin berbentuk padat. Berdasar keperluannya medium ini dapat dibuat tegak, atau miring. Beberapa contoh medium setengah padat yakni medium agar. Demikian juga dengan penggunaan NB dimana NB merupakan media cair yang dapat digunakan untuk berbagai tujuan seperti pembiakan mikroba dalam jumlah besar, penelaahan fermentasi, dan berbagai macam uji. Atas dasar tersebut maka peneliti

5 memilih menggunakan media agar dan medium NB dalam pengujian daya hambat ini. Dalam dunia kesehatan, memang tidak ada pustaka yang menyatakan bahwa alkohol tidak menghambat pertumbuhan bakteri, namun menurut Anonim (1979) menyatakan bahwa alkohol merupakan cairan tidak berwarna, jernih, dan menguap jika dibiarkan dalam keadaan terbuka. Atas dasar tersebut maka peneliti memilih menggunakan alkohol sebagai pensuspensi sari lempuyang wangi. 1.2 Tinjauan Umum tentang Bakteri Bakteri Bakteri merupakan organisme bersel tunggal yang hidup bebas tanpa klorofil dan memiliki baik DNA maupun RNA. Bakteri mampu menunjukkan semua proses-proses dasar kehidupan misalnya tumbuh, metabolisme dan perkembang biakan. Dinding sel bakteri kaku dan mengandung asam muramat (Gupte, 1990). Nama bakteri berasal dari kata bakterion yang berasal dari bahasa Yunani yang berarti tongkat atau batang. Saat ini, nama tersebut digunakan untuk menyebut sekelompok mikroorganisme yang bersel satu, tidak berklorofil (meskipun ada kecualinya) berkembang biak dengan pembelahan diri, serta memiliki ukuran yang demikian kecil sehingga hanya tampak dengan mikroskop (Dwidjoseputro, 2005). Bakteri adalah salah satu kelompok mikroorganisme yang hidup selalu berdampingan dengan mahluk lain, bahkan ada beberapa diantaranya yang

6 mendiami atau menempati tubuh mikroorganisme. Bakteri umumnya bersel satu sehingga membutuhkan bantuan mikroskop untuk mengamatinya ( Anonim, 2008). Bakteri memiliki bentuk-bentuk khusus yang dapat membedakannya dengan organisme-organisme lainnya. Berdasarkan bentuk sel bakteri meliputi bentuk bulat (coccus), batang (silindris), dan lengkung (spiral). Bentuk bakteri bulat dibedakan menjadi mikrococcus, diplococcus, steptococcus, Tetracoccus, dan Stafilococcus. Sedangkan untuk bentuk bakteri batang terdiri atas diplobasilus, dan streptobasilus. Bentuk bakteri lengkung dibagi menjadi bentuk koma (vibrio) bila lengkungnya lebih dari setengah lingkaran, jika spiralnya halus dan teratur disebut Spirochatea dan bila spiralnya tebal dan kaku disebut spirilum. Menurut Pelczar dan Chan (1988) bahwa bakteri dapat dikelompokkan menjadi bakteri fototropik diantaranya bakteri luncur, bakteri kuncup, bakteri rihetsia dan bakteri mikoplasma Pelczar dan Chan (1988). Bakteri tersusun atas dinding sel dan isi sel. Disebelah luar dinding sel terdapat selubung atau kapsul. Di dalam sel bakteri tidak terdapat membran dalam (endomembran) dan organel bermembran seperti kloroplas dan mitkondria. Struktur tubuh bakteri dari lapisan luar hingga bagian dalam sel yaitu flagela, dinding sel, membran sel, mesosom, lembaran fotosintetik, sitoplasma, DNA, plasmid, ribosom, dan endospora (Gupte, 1990). Bila didasarkan pada komponen penyusun dinding sel, bakteri dapat dikelompokkan menjadi bakteri gram positif yang memiliki suatu lapisan tunggal peptido glikan dan bakteri gram negatif yang memiliki tiga lapisan pembungkus

7 sel yaitu membran luar, lapisan tengah yang merupakan dinding sel atau lapisan muren dan membran plasma (Jawetz dkk,1996). Kelompok bakteri yang termasuk pada gram positif misalnya Steptococcus sp dan Bacillus sp, sedangkan untuk bakteri negatif misalnya bakteri-bakteri Enterobakteriaceae atau bakteri enterik seperti Salmonella sp, Shigella, dan Escherchia sp Uji Daya Hambat Bakteri dengan Metode Difusi Cakram Daya hambat suatu bakteri bisa dilihat dengan uji kepekaan bakteri tersebut terhadap antibakteri. Uji kepekaan bakteri dipergunakan untuk menentukan kepekaan suatu bakteri patogen terhadap antibakteri yang akan dipergunakan untuk pengobatan sehingga uji kepekaan bakteri terhadap antibakteri ini sangat berguna untuk pengobatan. Ada beberapa cara penentuan kepekaan bakteri terhadap obat-obatan yang lazim digunakan yaitu : 1). Cara difusi cakram ( Disk diffususion), 2). Cara pengenceran tabung (Tube dilution), 3). Cara penipisan agar (Agar dilution), 4). E. Test, 5). Automated test. Salah-satu cara penentuan kepekaan bakteri seperti telah disebutkan diatas diantaranya cara difusi cakram. Saraswati (2002) menjelaskan difusi cakram banyak digunakan untuk menentukan kepekaan bakteri terhadap berbagai obat, hal ini disebabkan karena kesederhanaan tekniknya yang sangat mudah dipergunakan. Adapun cara difusi cakram menurut Messley & Norell (1996) adalah sebagai berikut :

8 1. Dipergunakan 5 lembar kertas saring dicelupkan pada suspensi lalu diletakkan pada lempeng agar yang mengandung biakan bakteri 2. Setelah itu dilakukan inkubasi selama jam pada suhu 38 0 C, maka akan terlihat zona hambat disekeliling cakram dimana cakram ini adalah kertas saring yang telah dicelupkan pada suspensi. 3. Uji daya hambat biasanya dilakukan dengan petri berukuran 100 mm, dan tidak lebih dari 5-6 disk antibakteri pada setiap cawan petri. Memberi jarak yang benar pada disk adalah sangat penting untuk mencegah zona hambat yang tumpang tindih. 4. Hambatan akan terlihat sebagai daerah yang tidak memperlihatkan adanya pertumbuhan bakteri disekitar cakram. Apabila jarak antara cakram dengan bakteri 14 mm atau lebih, maka dapat dinyatakan bahwa bakteri peka terhadap suspensi sehingga bisa dikatakan bahwa suspensi dapat menghambat pertumbuhan bakteri, tetapi apabila jaran antara cakram dengan koloni bakteri 11 mm, atau kurang maka dapat dikatakan bahwa bakteri resisten terhadap suspensi atau dengan kata lain suspensi tidak dapat menghambat pertumbuhan bakteri. Menurut Saraswati (2002) pada metode difusi cakram ini, ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi ukuran zona yaitu : a. Kepadatan inokulum Zona hambat akan menjadi besar meskipun kepekaan bakteri tidak berubah apabila inokulum terlalu sedikit. Maka secara relatif bakteri yang resisten mungkin dapat dilaporkan sebagain peka. Sebaliknya, jika inokulum terlalu padat,

9 maka ukuran zona akan turun dan bakteri yang peka mungkin dilaporkan sebagai resisten. b. Waktu dari penggunaan cakram Cawan petri yang telah disemai bakteri yang akan diuji, apabila dibiarkan pada suhu kamar maka perkembangbiakan inokulum akan terjadi sebelum cakram digunakan. Hal ini menyebabkan turunnya diameter zona dan dapat mengakibatkan bakteri yang peka dilaporkan sebagai resisten. c. Suhu inkubasi Uji kepekaan biasanya diinokulasi pada suhu C untuk pertumbuhan yang optimal. Jika suhu diturunkan, maka waktu yang diperlukan untuk pertumbuhan yang efektif menjadi lebih panjang dan akan berbentuk zona-zona yang lebih besar. Pada suhu 35 0 C koloni-koloni yang resisten dapat dilihat dengan mudah bila cawan petri dibiarkan beberapa jam dalam suhu kamar. d. Waktu inkubasi Teknik inkubasi biasanya membutuhkan waktu antara jam. Namun dalam keadaan tertentu atau dalam keadaan darurat maka dapat dibuat setelah 6 jam. e. Ukuran petri, kedalaman medium agar, dan pemberian jarak pada cakram antibakteri Uji kepekaan biasanya dilakukan dalam petri berukuran 100 mm dan tidak lebih 5-6 cakram antibakteri pada setiap cawan petri. Memberi jarak yang benar

10 pada cakram adalah sangat penting untuk mencegah zona hambat yang tumpang tindih. f. Potensi cakram antibakteri Diameter-diameter dari zona hambatan berhubungan dengan banyaknya obat di dalam cakram. Jika potensi obat turun akibat memburuknya obat selama penyimpanan maka zona hambat menunjukkan penurunan dalam ukuran sesuai dengan keadaan tersebut. g. Komposisi medium Komposisi medium sangat mempengaruhi ukuran zona karena berpengaruh pada tingkat pertumbuhan organisme, tingkat difusi antibakteri dan keaktifan zat-zatnya adalah sangat penting untuk menggunakan medium yang sesuai dengan metode tertentu. 1.3 Bakteri staphylococcus aureus Klasifikasi Bakteri staphylococcus aureus Kingdom : Bacteria Class : Schzomycetes Ordo Family Genus : Eubacteriales : Euabacteriaceae : Staphylococcus Spesies : Staphylococcus aureus (Anonim, 2008) Morfologi Bakteri staphylococcus aureus

11 Staphylococcus aureus merupakan bakteri yang memiliki bentuk bulat atau lonjong (0,8 sampai 0,9 µ), jenis yang tidak bergerak, tidak bersimpai, tidak berspora dan gram positif. Tersusun dalam kelompok (seperti buah anggur). Pembentukan kelompok ini terjadi karena pembelahan sel terjadi dalam tiga bidang dan sel-sel anaknya cenderung utnuk tetap berada di dekat sel induknya (Gupte, 1990). Menurut Jawetz dkk (1996) Staphylococcus aureus adalah sel-sel berbentuk bola dengan garis tengah sekitar 1 µm dan tersusun dalam kelompokkelompok tak beraturan. Pada biakan cair tampak juga kokus tunggal, berpasangan, berbentuk tetrad, dan berbentuk rantai. Kokus muda bersifat grampositif kuat, sedangkan pada biakan yang lebih tua, banyak sel menjadi gramnegatif. Staphylococcus aureus tidak bergerak dan tidak membentuk spora. Oleh pengaruh obat-obat seperti penisilin, Staphylococcus dilisiskan. Staphylococcus aureus merupakan bakteri gram positif berbentuk kokus, bakteri ini tumbuh secara anaerobik fakultatif (Fardiaz, 1993) Staphylococcus aureus bersifat aerob dan tumbuh baik pada perbenihan sederhana pada temperatur optimum 37 0 C dan pada ph 7,4. (Satish gupte, 1990). Suhu optimum untuk pertumbuhan Staphylococcus aureus adalah C dengan suhu minimum 6,7 0 C dan suhu maksimum 45,4 0 C. Staphylococcus aureus hidup sebagai saprofit di dalam saluran-saluran pengeluaran lendir dari tubuh manusia dan hewan-hewan seperti hidung, mulut dan tenggorokan dan dapat dikeluarkan pada waktu batuk atau bersin. Bakteri ini juga sering terdapat pada pori-pori dan permukaan kulit, kelenjar keringat dan

12 saluran usus. Selain dapat menyebabkan intoksikasi, S. aureus juga dapat menyebabkan bermacam-macam infeksi seperti jerawat, bisul, meningitis, osteomielitis, pneumonia dan mastitis pada manusia dan hewan (Anonim, 2008). 1.4 Penelitian Sebelumnya Uji Aktivitas Antibakteri Minyak Atsiri Rimpang Lempuyang Wangi Terhadap Bakteri Staphylococcus aureus ATTC Dan Escherichia coli ATTC 35218, dan Mengetahui Kandungan Kimia Minyak Atsiri Dengan Kromatografi Gas-spektrometri Massa (KG-SM). Pengujian Aktivitas Antibakteri Minyak Atsiri Rimpang Lempuyang Wangi terhadap Bakteri Staphylococcus aureus ATTC dan Escherichia coli ATTC 35218, dan Mengetahui Kandungan Kimia Minyak Atsiri dengan Kromatografi Gas-spektrometri Massa (KG -SM) merupakan penelitian yang dilakukan oleh Yunita Nurmayanti, pada tahun Penelitian ini dilakukan dengan tahapan yaitu identifikasi rimpang lempuyang wangi, pengumpulan dan pengeringan rimpang, isolasi minyak atsiri, penetapan bobot jenis dan indeks bias minyak atsiri, analisis komponen dengan kromatografi gas-spektrometri massa (KG-SM) dan kromatografi lapis tipis (KLT), serta uji aktifitas antibakteri dengan metode difusi agar dan dilusi cair. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Zingiber aromaticum Val. Yang tumbuh di desa Genuk, Kecamatan Ungaran, Kabupaten Semarang mengandung minyak atsiri dengan kadar 0,88 ± 0,01% v/b. Bobot jenis dan indeks bias minyak atsiri pada suhu 20º C sebesar 0,9315 ± 2,08.10ˉ⁴ dan 1,49817 ± 5,7.10ˉ5.

13 berdasarkan analisis komponen minyak dengan KG-SM, minyak atsiri rimpang lempuyang wangi diperkirakan terdiri dari kamfen, linalool, kamfer, a-humulen, dan germakron. Hasil KLT menggunakan fase diam silica gel 60 F 254 dan fase gerak n-heksan-etil asetat (9 : 1) v/v menunjukkan bahwa minyak atsiri lempuyang wangi memiliki 9 bercak dengan pereaksi vanillin-asam sulfat, dengan 3 bercak merupakan senyawa terpenoid dengan gugus karbonil. Minyak atsiri rimpang lempuyang wangi memiliki aktivitas antibakteri terhadap Staphylococcus aureus ATTC ditunjukkan oleh KHM dan KBM pada kadar akhir minyak atsiri (dalam media BHI) 0,25% v/v, tetapi tidak memiliki aktivitas antibakteri terhadap Escherichia coli ATTC in vitro.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sirsak 2.1.1. Klasifikasi Tanaman Gambar I. pohon sirsak Kingdom Divisi Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Plantae (Tumbuhan) : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga) : Magnoliopsida

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Infeksi merupakan masalah yang paling banyak dijumpai pada kehidupan sehari-hari. Kasus infeksi disebabkan oleh bakteri atau mikroorganisme patogen yang masuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit infeksi merupakan salah satu permasalahan kesehatan di masyarakat yang tidak pernah dapat diatasi secara tuntas yang menjadi penyebab utama penyakit

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pengukuran zona hambat yang berikut ini disajikan dalam Tabel 2 : Ulangan (mm) Jumlah Rata-rata

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pengukuran zona hambat yang berikut ini disajikan dalam Tabel 2 : Ulangan (mm) Jumlah Rata-rata BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1.1 Hasil Dari penelitian yang dilakukan sebanyak 3 kali pengulangan, diperoleh hasil pengukuran zona hambat yang berikut ini disajikan dalam Tabel 2 : Tabel 2 : Hasil pengukuran

Lebih terperinci

MIKROBIOLOGI BAKTERI

MIKROBIOLOGI BAKTERI 1 MIKROBIOLOGI BAKTERI (Nurwahyuni Isnaini) Tugas I Disusun untuk memenuhi tugas brosing artikel webpage Oleh RIZKA RAMADHANTY NIM:G0C015080 PRORAM DIPLOMA DIII ANALIS KESEHATAN FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Bunga Rosella 1. Klasifikasi Dalam sistematika tumbuhan, kelopak bunga rosella diklasifikasikan sebagai berikut : Gambar 1. Kelopak bunga rosella Kingdom : Plantae Divisio :

Lebih terperinci

mampu menghambat pertumbuhan bakteri.

mampu menghambat pertumbuhan bakteri. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jeruk nipis (Citrus aurantifolia, Swingle) merupakan salah satu tanaman yang memiliki efek terapeutik untuk mengatasi penyakit yang disebabkan oleh bakteri. Bagian tanaman

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian yang dilakukan menggunakan daun sirsak (Annona muricata) yang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian yang dilakukan menggunakan daun sirsak (Annona muricata) yang BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1.1. Hasil Penelitian yang dilakukan menggunakan daun sirsak (Annona muricata) yang berasal dari daerah Sumalata, Kabupaten Gorontalo utara. 4.1.1 Hasil Ektraksi Daun Sirsak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tumbuhan yang memiliki bunga banyak, serta daun dari bunga bakung ini memilki

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tumbuhan yang memiliki bunga banyak, serta daun dari bunga bakung ini memilki BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Morfologi Tumbuhan Bunga Bakung Tumbuhan bunga bakung mempunyai ketinggian antara 0,5-1,25 m, merupakan tumbuhan yang memiliki daun dan bunga. Bunga bakung termasuk tumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Infeksi merupakan penyakit umum yang banyak diderita oleh masyarakat (Nelwan, 2006). Infeksi pada tubuh manusia banyak disebabkan oleh mikroorganisme hidup seperti

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Mikrobiologi adalah suatu kajian tentang mikroorganisme.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Mikrobiologi adalah suatu kajian tentang mikroorganisme. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mikrobiologi Mikrobiologi adalah suatu kajian tentang mikroorganisme. Mikroorganisme itu sangat kecil, biasanya bersel tunggal, secara individual tidak dapat dilihat dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. TUMBUHAN BERENUK 1. Klasifikasi tumbuhan berenuk: Kingdom : Plantae Subkingdom : Tracheobionta Super Divisi : Spermatophyta Divisi : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Sub

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Species: Allium ascalonicum L. (Rahayu dan Berlian, 1999). Bawang merah memiliki batang sejati atau disebut discus yang bentuknya

TINJAUAN PUSTAKA. Species: Allium ascalonicum L. (Rahayu dan Berlian, 1999). Bawang merah memiliki batang sejati atau disebut discus yang bentuknya Botani Tanaman TINJAUAN PUSTAKA Bawang merah diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom: Plantae, Divisio: Spermatophyta, Subdivisio: Angiospermae, Kelas: Monocotyledonae, Ordo: Liliales/ Liliflorae, Famili:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Infeksi merupakan suatu penyakit yang dapat ditularkan dari satu orang ke orang lain atau dari hewan ke manusia yang disebabkan oleh berbagai mikroorganisme

Lebih terperinci

PENGAMATAN MORFOLOGI KOLONI BAKTERI

PENGAMATAN MORFOLOGI KOLONI BAKTERI PENGAMATAN MORFOLOGI KOLONI BAKTERI A. Dasar Teori Bakteri merupakan golongan prokariot. Salah satu karakteristik utama bakteri adalah ukuran, bentuk, struktur, dan penataan selnya. Berbagai ciri ini mencakup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang kaya dengan tumbuhan berkhasiat, sehingga banyak dimanfaatkan dalam bidang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang kaya dengan tumbuhan berkhasiat, sehingga banyak dimanfaatkan dalam bidang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang kaya dengan tumbuhan berkhasiat, sehingga banyak dimanfaatkan dalam bidang pertanian, kesehatan, dan industri. Umumnya pengetahuan masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. serta pemulihan kesehatan. Hal ini disebabkan karena tanaman banyak

BAB I PENDAHULUAN. serta pemulihan kesehatan. Hal ini disebabkan karena tanaman banyak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanaman obat telah lama digunakan oleh masyarakat Indonesia sebagai salah satu alternatif pengobatan, baik untuk pencegahan penyakit, penyembuhan, serta pemulihan kesehatan.

Lebih terperinci

o Archaebacteria o Eubacteria

o Archaebacteria o Eubacteria o Archaebacteria o Eubacteria Tujuan Pembelajaran: Menjelaskan tentang monera... Ciri umum Golongan Peranan CIRI UMUM MONERA Nukleus :Prokariotik Sel : Monoseluler Reproduksi:Pembelahan sel Bakteri: pembelahan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit infeksi terjadi akibat bakteri, virus, parasit, dan jamur (Jawetz et al., 2001) yang masuk ke dalam tubuh inang mengadakan pertumbuhan atau replikasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Bawang Putih (Allium sativum L) Bawang putih (Allium sativum L) adalah tanaman yang berasal dari Asia Tengah, diantaranya Cina dan Jepang yang beriklim subtropik. Dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Infeksi merupakan penyakit yang paling banyak ditemukan dalam kehidupan sehari-hari. Kasus infeksi biasanya disebabkan oleh beberapa mikroorganisme seperti bakteri,

Lebih terperinci

2.1.Bakteri Gram Positif dan Bakteri Gram Negatif Perbedaan dasar antara bakteri gram positif dan negatif adalah pada komponen dinding selnya.

2.1.Bakteri Gram Positif dan Bakteri Gram Negatif Perbedaan dasar antara bakteri gram positif dan negatif adalah pada komponen dinding selnya. 2.1.Bakteri Gram Positif dan Bakteri Gram Negatif Perbedaan dasar antara bakteri gram positif dan negatif adalah pada komponen dinding selnya. Kompleks zat iodin terperangkap antara dinding sel dan membran

Lebih terperinci

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL BUDIDAYA KUNYIT. Mono Rahardjo dan Otih Rostiana

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL BUDIDAYA KUNYIT. Mono Rahardjo dan Otih Rostiana STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL BUDIDAYA KUNYIT Mono Rahardjo dan Otih Rostiana PENDAHULUAN Kunyit (Curcuma domestica Val.) merupakan salah satu tanaman obat potensial, selain sebagai bahan baku obat juga

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI DASAR ISOLASI MIKROORGANISME. Disusun Oleh: Rifki Muhammad Iqbal ( ) Biologi 3 B Kelompok 6

LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI DASAR ISOLASI MIKROORGANISME. Disusun Oleh: Rifki Muhammad Iqbal ( ) Biologi 3 B Kelompok 6 LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI DASAR ISOLASI MIKROORGANISME Disusun Oleh: Rifki Muhammad Iqbal (1211702067) Biologi 3 B Kelompok 6 JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 1. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian eksperimen. 2. Tempat dan Waktu Penelitian Tempat penelitian dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Universitas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Staphylococcus aureus merupakan bakteri Gram positif. Beberapa penyakit infeksi yang disebabkan oleh S. aureus adalah bisul, jerawat dan infeksi luka ditandai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit infeksi merupakan salah satu masalah kesehatan terbesar yang terjadi tidak hanya di Indonesia, tetapi juga di seluruh dunia. Penyakit infeksi ini

Lebih terperinci

Amomum cardamomum Willd

Amomum cardamomum Willd Amomum cardamomum Willd Kapulaga Sinonim Amomum kapulaga Sprague Amomum compactum Solad ex Maton Alpinia striata Horst. Cardamomum minum Rumph Elettaria cardamomum Maton Elettaria major Smith Familia Zingiberaceae

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. A. Pengaruh Ekstrak Daun Meniran (Phyllanthus niruri, L.) Terhadap. Pertumbuhan Staphylococcus aureus.

BAB V PEMBAHASAN. A. Pengaruh Ekstrak Daun Meniran (Phyllanthus niruri, L.) Terhadap. Pertumbuhan Staphylococcus aureus. 87 BAB V PEMBAHASAN A. Pengaruh Ekstrak Daun Meniran (Phyllanthus niruri, L.) Terhadap Pertumbuhan Staphylococcus aureus. Taraf perlakuan ekstrak Daun Meniran dengan berbagai konsentrasi menunjukan hasil

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. maksud dan tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka pemikiran, hipotesis

I PENDAHULUAN. maksud dan tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka pemikiran, hipotesis I PENDAHULUAN Bab ini akan membahas mengenai: latar belakang, identifikasi masalah, maksud dan tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka pemikiran, hipotesis penelitian, tempat dan waktu penelitian.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Glukosa adalah monosakarida yang berperan sebagai sumber karbon pada media pertumbuhan mikrobia, yang juga merupakan salah satu produk pertanian yang murah dan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorium.

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorium. BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorium. B. Tempat Dan Waktu Penelitian ini di lakukan pada tanggal 20 Februari 2016 sampai 30 November

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tumbuhan Tuba Saba Sistemika tumbuhan Divisi Subdivisi Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Spermatophyta : Angiospermae : Dicotyledoneae : Polygonales : Polygonaceae : Polygonum

Lebih terperinci

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL BUDIDAYA TEMULAWAK. Mono Rahardjo dan Otih Rostiana

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL BUDIDAYA TEMULAWAK. Mono Rahardjo dan Otih Rostiana STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL BUDIDAYA TEMULAWAK Mono Rahardjo dan Otih Rostiana PENDAHULUAN Kegunaan utama rimpang temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) adalah sebagai bahan baku obat, karena dapat merangsang

Lebih terperinci

HASIL DA PEMBAHASA. Kadar Air

HASIL DA PEMBAHASA. Kadar Air Pemilihan Eluen Terbaik Pelat Kromatografi Lapis Tipis (KLT) yang digunakan adalah pelat aluminium jenis silika gel G 60 F 4. Ekstrak pekat ditotolkan pada pelat KLT. Setelah kering, langsung dielusi dalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1. Tinjauan Pustaka Bawang merah telah dikenal dan digunakan orang sejak beberapa ribu tahun yang lalu. Dalam peninggalan

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB 5 HASIL PENELITIAN BAB 5 HASIL PENELITIAN 5.1 Uji Identifikasi Fitokimia Uji identifikasi fitokimia hasil ekstraksi lidah buaya dengan berbagai metode yang berbeda dilakukan untuk mengetahui secara kualitatif kandungan senyawa

Lebih terperinci

UJI EKSTRAK DAUN BELUNTAS

UJI EKSTRAK DAUN BELUNTAS UJI EKSTRAK DAUN BELUNTAS (Pluchea indica L. Less) TERHADAP ZONA HAMBAT BAKTERI Escherichia coli patogen SECARA IN VITRO Oleh: Ilma Bayu Septiana 1), Euis Erlin 2), Taupik Sopyan 3) 1) Alumni Prodi.Pend.Biologi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bentuk jeruk purut bulat dengan tonjolan-tonjolan, permukaan kulitnya kasar

I. PENDAHULUAN. Bentuk jeruk purut bulat dengan tonjolan-tonjolan, permukaan kulitnya kasar I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jeruk purut (Citrus hystrix D. C.) merupakan tanaman buah yang banyak ditanam oleh masyarakat Indonesia di pekarangan atau di kebun. Bentuk jeruk purut bulat dengan tonjolan-tonjolan,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. oleh berbagai spesies mikroorganisme, yang dalam konsentrasi rendah. mampu menghambat pertumbuhan mikroorganisme lainnya.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. oleh berbagai spesies mikroorganisme, yang dalam konsentrasi rendah. mampu menghambat pertumbuhan mikroorganisme lainnya. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Antibiotik Antibiotik adalah suatu substansi kimia yang diperoleh atau dibentuk oleh berbagai spesies mikroorganisme, yang dalam konsentrasi rendah mampu menghambat pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Nama Zingiber kemungkinan berasal dari bahasa Arab Zanjabil yang dalam bahasa sansekerta Singabera dalam bahasa Yunani menjadi Zingaberi dan dilatinkan menjadi Zingiber. Secara botani,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kayu Manis Gambar 1. Kulit Batang Kayu Manis (Dwijayanti, 2011) 1. Sistematika Tumbuhan Sistematika tumbuhan kayu manis menurut Soepomo, 1994 adalah: Kingdom Divisi Kelas Ordo

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahan-bahan alam banyak dimanfaatkan sebagai obat-obatan, termasuk dalam

BAB I PENDAHULUAN. Bahan-bahan alam banyak dimanfaatkan sebagai obat-obatan, termasuk dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahan-bahan alam banyak dimanfaatkan sebagai obat-obatan, termasuk dalam upaya mendukung program pelayanan kesehatan gigi. Back to nature atau kembali ke bahan alam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tumbuhan mangrove Rhizophora stylosa 2.1.1 Klasifikasi Rhizophora stylosa Menurut Cronquist (1981), taksonomi tumbuhan mangrove Rhizophora stylosa sebagai berikut : Kingdom

Lebih terperinci

A. LATAR BELAKANG MASALAH

A. LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Infeksi merupakan masalah yang paling banyak dijumpai pada kehidupan sehari-hari. Kasus infeksi disebabkan oleh bakteri atau mikroorganisme yang patogen, mikroba

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Purwoceng (Pimpinella alpinamolk.) Nama latin purwoceng yaitu Pimpinella alpina Molk. ataupimpinella pruatjan Molk. (Taufiqqracman, 1999). Menurut Backer & van der Brick (1965),

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistematika dan Botani Tanaman Jagung Manis Tanaman jagung manis termasuk dalam keluarga rumput-rumputan dengan spesies Zea mays saccharata Sturt. Dalam Rukmana (2010), secara

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. ekstrak kulit nanas (Ananas comosus) terhadap bakteri Porphyromonas. Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. ekstrak kulit nanas (Ananas comosus) terhadap bakteri Porphyromonas. Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh daya antibakteri ekstrak kulit nanas (Ananas comosus) terhadap bakteri Porphyromonas gingivalis secara in vitro dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bakteri merupakan salah satu mikroorganisme utama penyebab penyakit infeksi (Jawetz et al., 2001). Bakteri yang dapat menyebabkan penyakit infeksi antara lain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai uji klinis dan di pergunakan untuk pengobatan yang berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai uji klinis dan di pergunakan untuk pengobatan yang berdasarkan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Indonesia adalah negara yang kaya akan sumber daya alam yang dapat di manfaatkan sebagai obat tradisional. Obat tradisional merupakan obat yang berasal dari tumbuhan,

Lebih terperinci

ISOLASI RARE ACTINOMYCETES DARI PASIR PANTAI DEPOK DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA YANG BERPOTENSI ANTIBIOTIK TERHADAP Staphylococcus SKRIPSI

ISOLASI RARE ACTINOMYCETES DARI PASIR PANTAI DEPOK DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA YANG BERPOTENSI ANTIBIOTIK TERHADAP Staphylococcus SKRIPSI ISOLASI RARE ACTINOMYCETES DARI PASIR PANTAI DEPOK DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA YANG BERPOTENSI ANTIBIOTIK TERHADAP Staphylococcus aureus MULTIRESISTEN SKRIPSI Oleh: HAJAR NUR SANTI MULYONO K 100 060 207

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Garcinia mangostana L. 1. Klasifikasi Tanaman Klasifikasi tanaman manggis (Garcinia mangostana L.) adalah sebagai berikut : Divisi : Spermatophyta Sub-divisio : Angiospermae

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.L Hasil 4.1.1. Isolasi kulit batang tumbuhan Polyalthia sp (Annonaceae) Sebanyak 2 Kg kulit batang tuinbulian Polyalthia sp (Annonaceae) kering yang telah dihaluskan dimaserasi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Rancangan Penelitian. Pada metode difusi, digunakan 5 perlakuan dengan masing-masing 3

BAB III METODE PENELITIAN. A. Rancangan Penelitian. Pada metode difusi, digunakan 5 perlakuan dengan masing-masing 3 digilib.uns.ac.id BAB III METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian Pada metode difusi, digunakan 5 perlakuan dengan masing-masing 3 ulangan meliputi pemberian minyak atsiri jahe gajah dengan konsentrasi

Lebih terperinci

III. METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT C. METODE PENELITIAN

III. METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT C. METODE PENELITIAN III. METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT Bahan baku utama yang digunakan pada penelitian ini adalah rimpang jahe segar yang diperoleh dari Balai Penelitian Tanaman Aromatik dan Obat (Balitro) Bogor berumur 8

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Staphylococcus aureus merupakan salah satu bakteri patogen yang sering menyebabkan infeksi pada kulit (Jawetz et al., 2005). Bakteri dapat masuk ke dalam tubuh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Morfologi Tumbuhan Tumbuhan Sida rhombifolia.l. merupakan tumbuhan dikotil berakar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Morfologi Tumbuhan Tumbuhan Sida rhombifolia.l. merupakan tumbuhan dikotil berakar BAB II TINJAUAN PUSTAKA Morfologi Tumbuhan Tumbuhan Sida rhombifolia.l. merupakan tumbuhan dikotil berakar tunggang. Tumbuhan ini termasuk tumbuhan perdu, tegak, bercabang, tinggi dapat mencapai 2 meter.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Data yang diperoleh dari Dinas Kelautan, Perikanan Pertanian dan Ketahanan Pangan Kota Gorontalo memiliki 10 Tempat Pemotongan Hewan yang lokasinya

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Pemeriksaan Kemurnian Isolat Bakteri Asam Laktat dan Bakteri Patogen Indikator Morfologi Sel

HASIL DAN PEMBAHASAN Pemeriksaan Kemurnian Isolat Bakteri Asam Laktat dan Bakteri Patogen Indikator Morfologi Sel HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil yang diperoleh pada penelitian ini diawali dengan pemeriksaan karakteristik morfologi dan kemurnian isolat bakteri yang digunakan. Isolat bakteri yang digunakan adalah BAL indigenous

Lebih terperinci

BAB I. A. Latar Belakang Masalah. baik bagi masyarakat yang tinggal di perkotaan maupun pedesaan. Tanaman obat

BAB I. A. Latar Belakang Masalah. baik bagi masyarakat yang tinggal di perkotaan maupun pedesaan. Tanaman obat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanaman obat adalah tanaman yang dapat digunakan sebagai obat untuk mengobati berbagai penyakit. Sejak dahulu, tanaman obat telah digunakan masyarakat Indonesia

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dalam buku Steenis (2003), taksonomi dari tanaman tebu adalah Kingdom :

TINJAUAN PUSTAKA. dalam buku Steenis (2003), taksonomi dari tanaman tebu adalah Kingdom : TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Berdasarkan klasifikasi taksonomi dan morfologi Linneus yang terdapat dalam buku Steenis (2003), taksonomi dari tanaman tebu adalah Kingdom : Plantae, Divisio : Spermatophyta,

Lebih terperinci

MORFOLOGI DAN STRUKTUR MIKROORGANISME. Dyah Ayu Widyastuti

MORFOLOGI DAN STRUKTUR MIKROORGANISME. Dyah Ayu Widyastuti MORFOLOGI DAN STRUKTUR MIKROORGANISME Dyah Ayu Widyastuti Mikrobiologi Micros: kecil/renik Bios: hidup Mikrobiologi kajian tentang mikroorganisme meliputi aspek: morfologi, fisiologi, reproduksi, ekologi,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Nama Tanaman 1. Klasifikasi Kingdom Divisi Class Ordo Famili Genus Spesies : Plantae : Spermatophyta : Dicotyledoneae : Malvales : Elaeocarpaceae : Muntingia : Muntingia calabura

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Deskripsi tanaman jeruk nipis 1. Klasifikasi Klasifikasi jeruk nipis menurut (Sarwono,2001) adalah sebagai berikut : Regnum Devisi Sub Divisi Class Subclass Ordo Family Genus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi disebabkan oleh bakteri, Virus, jamur, protozoa dan beberapa kelompok minor lain seperti mikoplasma, riketsia dan klamidia. Salah satu penyebab masalah dalam

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Tomat

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Tomat 3 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Tomat Tomat (Lycopersicum esculantum MILL.) berasal dari daerah tropis Meksiko hingga Peru. Semua varietas tomat di Eropa dan Asia pertama kali berasal dari Amerika Latin

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Asam Salisilat 1. Struktur Kimia Asam Salisilat Struktur kimia asam salisilat dan turunannya dapat dilihat pada Gambar 2 : Gambar 2. Struktur kimia asam salisilat dan turunannya

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. muda. Tanaman ini merupakan herba semusim dengan tinggi cm. Batang

TINJAUAN PUSTAKA. muda. Tanaman ini merupakan herba semusim dengan tinggi cm. Batang Tanaman bawang sabrang TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi bawang sabrang menurut Gerald (2006) adalah sebagai berikut: Kingdom Divisio Subdivisio Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Plantae : Magnoliophyta : Spermatophyta

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. (a) (b) (c) (d) Gambar 1. Lactobacillus plantarum 1A5 (a), 1B1 (b), 2B2 (c), dan 2C12 (d) Sumber : Firmansyah (2009)

TINJAUAN PUSTAKA. (a) (b) (c) (d) Gambar 1. Lactobacillus plantarum 1A5 (a), 1B1 (b), 2B2 (c), dan 2C12 (d) Sumber : Firmansyah (2009) TINJAUAN PUSTAKA Lactobacillus plantarum Bakteri L. plantarum termasuk bakteri dalam filum Firmicutes, Ordo Lactobacillales, famili Lactobacillaceae, dan genus Lactobacillus. Lactobacillus dicirikan dengan

Lebih terperinci

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN. (1965). Hasil determinasi tanaman. Determinasi dari suatu tanaman bertujuan untuk mengetahui kebenaran

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN. (1965). Hasil determinasi tanaman. Determinasi dari suatu tanaman bertujuan untuk mengetahui kebenaran BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Determinasi Tanaman Determinasi dari suatu tanaman bertujuan untuk mengetahui kebenaran identitas tanaman tersebut, apakah tanaman tersebut benar-benar tanaman yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Candida albicans 1. Klasifikasi Berdasarkan toksonomi menurut Dumilah (1992) adalah sebagai berikut : Divisio Classis Ordo Familia Sub Familia Genus Spesies : Eumycotina : Deuteromycetes

Lebih terperinci

3. HASIL PENELITIAN Acar Kubis Putih (Brassica oleracea)

3. HASIL PENELITIAN Acar Kubis Putih (Brassica oleracea) 3. HASIL PENELITIAN 3.1. Acar Kubis Putih (Brassica oleracea) Bahan utama yang digunakan sebagai substrat untuk proses fermentasi acar ini adalah kubis putih yang berasal dari daerah Getasan, Kopeng (Gambar

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pelaksanaan penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kesehatan Masyarakat,

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pelaksanaan penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kesehatan Masyarakat, BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi Dan Waktu Penelitian Pelaksanaan penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kesehatan Masyarakat, Jurusan Kesehatan Masyarakat, Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan dan Keolahragaan,

Lebih terperinci

PENGENALAN VARIETAS LADA, PALA, dan CENGKEH. Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat November 2015

PENGENALAN VARIETAS LADA, PALA, dan CENGKEH. Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat November 2015 PENGENALAN VARIETAS LADA, PALA, dan CENGKEH Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat November 2015 DESKRIPSI VARIETAS LADA LADA VAR. NATAR 1 SK Menteri Pertanian nomor : 274/Kpts/KB.230/4/1988 Bentuk Tangkai

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. Sistem perakaran tanaman bawang merah adalah akar serabut dengan

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. Sistem perakaran tanaman bawang merah adalah akar serabut dengan TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Menurut Rukmana (2005), klasifikasi tanaman bawang merah adalah sebagai berikut: Divisio Subdivisio Kelas Ordo Famili Genus : Spermatophyta : Angiospermae : Monocotyledonae

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ditempati oleh berbagai penyakit infeksi (Nelwan, 2006).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ditempati oleh berbagai penyakit infeksi (Nelwan, 2006). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit infeksi merupakan salah satu masalah dalam bidang kesehatan yang dari waktu ke waktu terus berkembang. Infeksi merupakan penyakit yang dapat ditularkan

Lebih terperinci

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian ini telah dilaksanakan pada percobaan uji mikrobiologi dengan menggunakan ekstrak etanol daun sirih merah. Sebanyak 2,75 Kg daun sirih merah dipetik di

Lebih terperinci

Lampiran 1. Gambar 1. Talus Segar Rumput Laut Gracilaria verrucosa (Hudson) Papenfus. Universitas Sumatera Utara

Lampiran 1. Gambar 1. Talus Segar Rumput Laut Gracilaria verrucosa (Hudson) Papenfus. Universitas Sumatera Utara Lampiran 1. Gambar 1. Talus Segar Rumput Laut Gracilaria verrucosa (Hudson) Papenfus Lampiran 2. Hasil Identifikasi Tumbuhan Lampiran 3. Serbuk Simplisia Rumput Laut Gracilaria verrucosa (Hudson) Papenfus

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Cabai merupakan tanaman semusim berbentuk perdu tegak, batang berkayu

II. TINJAUAN PUSTAKA. Cabai merupakan tanaman semusim berbentuk perdu tegak, batang berkayu II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Cabai Merah Besar Cabai merupakan tanaman semusim berbentuk perdu tegak, batang berkayu namun pada batang muda berambut halus berwarna hijau. Tinggi tanaman mencapai 1 2,5 cm dan

Lebih terperinci

UJI ANTIBAKTERI EKSTRAK TANAMAN PUTRI MALU (Mimosa pudica) TERHADAP PERTUMBUHAN Shigella dysentriae

UJI ANTIBAKTERI EKSTRAK TANAMAN PUTRI MALU (Mimosa pudica) TERHADAP PERTUMBUHAN Shigella dysentriae UJI ANTIBAKTERI EKSTRAK TANAMAN PUTRI MALU (Mimosa pudica) TERHADAP PERTUMBUHAN Shigella dysentriae SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Prodi Pendidikan Biologi

Lebih terperinci

AKTIVITAS ANTIMIKROBA EKSTRAK DAUN BUNGUR (LANGERSTROEMIA SPECIOSA (L.) PERS)

AKTIVITAS ANTIMIKROBA EKSTRAK DAUN BUNGUR (LANGERSTROEMIA SPECIOSA (L.) PERS) AKTIVITAS ANTIMIKROBA EKSTRAK DAUN BUNGUR (LANGERSTROEMIA SPECIOSA (L.) PERS) Nurhidayati Febriana, Fajar Prasetya, Arsyik Ibrahim Laboratorium Penelitian dan Pengembangan FARMAKA TROPIS Fakultas Farmasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tanaman berkhasiat obat sebagai salah satu upaya dalam penanggulangan masalah

BAB I PENDAHULUAN. tanaman berkhasiat obat sebagai salah satu upaya dalam penanggulangan masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Sudah sejak jaman dahulu masyarakat Indonesia mengenal dan menggunakan tanaman berkhasiat obat sebagai salah satu upaya dalam penanggulangan masalah kesehatan

Lebih terperinci

LAMPIRAN. 1. Deskripsi jenis Anggrek yang ditemukan di Hutan Pendidikan USU

LAMPIRAN. 1. Deskripsi jenis Anggrek yang ditemukan di Hutan Pendidikan USU LAMPIRAN 1. Deskripsi jenis Anggrek yang ditemukan di Hutan Pendidikan USU 1. Agrostophyllum longifolium Habitat : herba, panjang keseluruhan ± 60 cm, pola pertumbuhan monopdodial Batang : bentuk pipih,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. (Myrmecodia pendens Merr. & Perry) terhadap bakteri Lactobacillus

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. (Myrmecodia pendens Merr. & Perry) terhadap bakteri Lactobacillus BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Penelitian obat kumur ekstrak etanol tanaman sarang semut (Myrmecodia pendens Merr. & Perry) terhadap bakteri Lactobacillus acidophilus secara in vitro merupakan

Lebih terperinci

II. PEWARNAAN SEL BAKTERI

II. PEWARNAAN SEL BAKTERI II. PEWARNAAN SEL BAKTERI TUJUAN 1. Mempelajari dasar kimiawi dan teoritis pewarnaan bakteri 2. Mempelajari teknik pembuatan apusan kering dalam pewarnaan bakteri 3. Mempelajari tata cara pewarnaan sederhana

Lebih terperinci

TUJUAN PUSTAKA Klasifikasi dan Kegunaan Bawang Batak (A. cinense) Jadi mirip bawang daun berbentuk mungil dengan daun kecil panjang, dan juga

TUJUAN PUSTAKA Klasifikasi dan Kegunaan Bawang Batak (A. cinense) Jadi mirip bawang daun berbentuk mungil dengan daun kecil panjang, dan juga TUJUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Kegunaan Bawang Batak (A. cinense) Bawang batak (A. cinense) memiliki morfologi seperti bawang kucai namun dengan ujung tangkai yang lebih panjang dan warnanya cenderung

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Salah satu bagian tanaman pepaya yang dapat dimanfaatkan sebagai obat

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Salah satu bagian tanaman pepaya yang dapat dimanfaatkan sebagai obat I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu bagian tanaman pepaya yang dapat dimanfaatkan sebagai obat tradisional adalah biji buah pepaya (Carica papaya L.). Secara tradisional biji pepaya dapat dimanfaatkan

Lebih terperinci

Lampiran 2. Morfologi Tanaman Jengkol (Pithecellobium lobatum Benth)

Lampiran 2. Morfologi Tanaman Jengkol (Pithecellobium lobatum Benth) Lampiran 2 Morfologi Tanaman Jengkol (Pithecellobium lobatum Benth) Gambar 1. Tanaman Jengkol (Pithecellobium lobatum Benth) suku Fabaceae Lampiran 2 A B C Gambar 2. Buah dari Tanaman Jengkol (Pithecellobium

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di Indonesia penyakit infeksi masih merupakan penyebab kematian tertinggi. Selain itu, penggunaan antibakteri atau antiinfeksi masih dominan dalam pelayanan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Buah Naga

TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Buah Naga II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tanaman Buah Naga Buah naga ( Dragon Fruit) merupakan salah satu tanaman hortikultura yang baru dibudidayakan di Indonesia dengan warna buah merah yang menyala dan bersisik hijau

Lebih terperinci

Bacillius cereus siap meracuni nasi anda

Bacillius cereus siap meracuni nasi anda AWAS!! Bacillius cereus siap meracuni nasi anda 14 Mei 2008 Iryana Butar Butar Farmasi/B/078114094 Universitas Sanata Dharma Kingdom: Bacteria Phyllum : Firmicutes Classis : Bacilli Ordo : Bacillales Familia

Lebih terperinci

PENGERTIAN ISOLASI MIKROORGANISME

PENGERTIAN ISOLASI MIKROORGANISME PENGERTIAN ISOLASI MIKROORGANISME Isolasi adalah mengambil mikroorganisme yang terdapat di alam dan menumbuhkannya dalam suatu medium buatan. Proses pemisahan atau pemurnian dari mikroorganisme lain perlu

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman mahkota dewa memiliki nama ilmiah Phaleria macrocarpa Boerl.,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman mahkota dewa memiliki nama ilmiah Phaleria macrocarpa Boerl., II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Mahkota Dewa 1. Klasifikasi dan Ciri Morfologi Tanaman mahkota dewa memiliki nama ilmiah Phaleria macrocarpa Boerl., dengan nama sinonim Phaleria papuana. Nama umum dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit infeksi merupakan salah satu masalah kesehatan yang paling utama di negara-negara berkembang termasuk Indonesia karena temperatur yang tropis, dan kelembaban

Lebih terperinci

3. Protoplas dan Sferoplas 4.Spora A. Eksospora B. Endospora

3. Protoplas dan Sferoplas 4.Spora A. Eksospora B. Endospora 1. Morfologi kasar Sel Bakteri A. Ukuran B. Bentuk C. Penataan 2. Struktur Halus Sel Bakteri A. Struktur Diluar dinding Sel B. Dinding Sel C. Struktur disebelah Dalam Dinding Sel 3. Protoplas dan Sferoplas

Lebih terperinci

Penelitian ini dilakukan di laboratorium Mikrobiologi Pangan Universitas Katolik Soegijapranata pada Agustus 2013 hingga Januari 2014.

Penelitian ini dilakukan di laboratorium Mikrobiologi Pangan Universitas Katolik Soegijapranata pada Agustus 2013 hingga Januari 2014. 2. MATERI DAN METODE 2.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di laboratorium Mikrobiologi Pangan Universitas Katolik Soegijapranata pada Agustus 2013 hingga Januari 2014. 2.2. Materi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Klasifikasi Tanaman Pisang. Menurut Cronquist (1981) Klasifikasi tanaman pisang kepok adalah sebagai. berikut: : Plantae

TINJAUAN PUSTAKA. A. Klasifikasi Tanaman Pisang. Menurut Cronquist (1981) Klasifikasi tanaman pisang kepok adalah sebagai. berikut: : Plantae 10 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi Tanaman Pisang Menurut Cronquist (1981) Klasifikasi tanaman pisang kepok adalah sebagai berikut: Regnum Divisio Classis Ordo Familya Genus : Plantae : Magnoliophyta

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian observasional laboratorik.

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian observasional laboratorik. BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian observasional laboratorik. B. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan pada bulan Oktober Desember 2014 bertempat

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Determinasi tanaman dilakukan di Herbarium Bandungense, Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati Institut Teknologi Bandung, menyatakan bahwa tanaman ini adalah Pogostemon

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat, karena air merupakan salah satu media dari berbagai macam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat, karena air merupakan salah satu media dari berbagai macam BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Persyaratan Biologis Untuk Air Air merupakan suatu sarana utama untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, karena air merupakan salah satu media dari berbagai macam penularan,

Lebih terperinci