Direito. Dwi Mingguan Hak Azasi Manusia. Badan Pelayanan Bantuan Hukum 6

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Direito. Dwi Mingguan Hak Azasi Manusia. Badan Pelayanan Bantuan Hukum 6"

Transkripsi

1 Yayasan HAK Jl. Gov. Serpa Rosa T-091, Farol Dili - Timor Lorosae Tel.: Fax.: direito@yayasanhak.minihub.org Daftar Isi Direito Dwi Mingguan Hak Azasi Manusia Edisi 17 4 Juni 2001 Teruskan! Sekarang Saatnya Kalian Membalas Dendam! Pembantaian di Polres Maliana adalah salah satu kasus besar pelanggaran hak asasi manusia di Timor Lorosae. Tengkorak korban milisi di Maliana Direito Utama Teruskan! Sekarang Saatnya Kalian Membalas Dendam! Dadurus Merah Putih: Angin Puyuh dari Maliana 4-5 Info Hukum... Kelemahan Rancangan Regulasi Pembentukan Badan Pelayanan Bantuan Hukum 6 Info Hak Asasi... Pengungsi Terancam Kehilangan Hak Ikut Pemilu 7 Wawancara... Aniceto Guterres Lopes: Pendekatan Politik Juga Harus Digunakan 8-9 Kesaksian... Australia Tahu Rencana Pembantaian Maliana Sudah Berpolitik Malah Sembunyi 11 Opini... Impunitas dan Dampaknya Bagi Penegakan Hak Asasi Serba Serbi... UNTAET adalah Fotocopy Misi di Kosovo 14 Ami Lian... Dan Fernandes Melarikan Diri Mereka cukupdatang dan mengakui perbuatannya 16 Foto: F.X. Sumaryono KPP-HAM yang menyelidiki pelanggaran berat hak asasi manusia yang terjadi antara Januari dan Oktober 1999 memasukkannya dalam daftar Kasus-Kasus Utama. James Dunn, yang ditunjuk oleh Jaksa Agung UNTAET Mohamed Othman untuk menyusun laporan tentang latar belakang kejahatan terhadap kemanusiaan yang terjadi di Timor Lorosae, memasukannya sebagai kasus pembunuhan besar di antara banyak pembunuhan kecil. Ratusan orang yang berlindung di kantor Polres Maliana sejak tanggal 3 mengalami kekerasan yang luar biasa pada Rabu, 8 September 1999 malam. Berbagai kelompok milisi yang berpangkalan di Distrik Maliana sebelumnya membakari rumah-rumah pendukung kemerdekaan, bahkan membunuh orang-orang yang mereka curigai menjadi pengurus CNRT atau membantu Falintil. Pada hari terakhir kampanye, 27 Agustus 1999 milisi menyerang Desa Memo, membunuh tiga orang, dan merusak 20 rumah. Tanggal 30 Agustus kota Maliana karena dijaga ketat oleh milisi, unsurunsur TNI dan Polri. Menurut temuan KPP-HAM, beberapa orang aktivis prokemerdekaan dibunuh di tempat dan hilang diculik oleh milisi Dadurus Merah Putih (DMP) dan Halilintar dibantu aparat Kodim. Tanggal 2 September dua orang staf lokal UNAMET ditembak mati oleh seorang sersan TNI di Desa Raifun. Di Desa Lahomea, dua orang pemuda dibunuh. Dua hari kemudian ratusan rumah dibakar, penghuninya diserang dengan senjata tajam oleh personil milisi dan TNI. Sejak hari itu di wilayah Distrik Bobonaro, khususnya di Memo dan Batugade milisi mendirikan pos-pos untuk memeriksa mereka yang akan menuju wilayah NTT. Di

2 Editorial D iplomasi adalah lawan dari keadilan: ia menjadi comblang yang memungkinkan para penindas menghidar dari hukuman. Kata-kata ini ditulis oleh Geoffrey Robertson, seorang pengacara hak asasi terkemuka asal Inggris. Robertson tidak berlebihan. Selama lebih dari empat puluh tahun sejak dunia memiliki Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia banyak pemerintah negara besar yang hanya menjadikan hak asasi manusia sebagai alat diplomasinya. Sebagai sarana propaganda untuk mendapatkan dukungan di satu pihak dan alat untuk menghantam lawan di lain pihak. Perhatikan Amerika Serikat yang gembar-gembor menentang pelanggaran hak asasi manusia di negaranegara yang tidak mau tunduk pada kepentingan politik dan ekonominya, tetapi terus mendukung penguasa yang menindas rakyat yang mau menjadi penjaga kepentingan ekonomi dan politiknya. Pada 1975 AS mendukung (atau meminta) Indonesia menginvasi Timor Lorosae. Sepanjang masa pendudukan, AS terus memberikan bantuan ekonomi dan militer kepada rezim Orde Baru penindas rakyat. AS juga yang menentang Statuta Roma yang menetapkan pembentukan Mahkamah Kejahatan Internasional, suatu pengadilan tetap untuk mengadili siapa saja yang melakukan agresi, genosida, dan kejahatan terhadap kemanusiaan. Proses rekonsiliasi yang sekarang terjadi di Timor Lorosae terancam menjadi diplomasi untuk memenangkan kepentingan politik semata. Seperti diupayakan di Afrika Selatan, rekonsiliasi adalah sarana untuk mengatasi pelanggaran berat masa lalu. Dengan rekonsiliasi hendak dicapai pengungkapan kebenaran tentang yang terjadi masa lalu demi menghindarkan balas dendam karena korban dan keluarganya merasa diperlakukan tidak adil. Amnesti diberikan kepada para pelaku yang mau mengungkapkan kejahatan yang dilakukannya maupun yang dilakukan orang lain. Tetapi sampai sekarang pertemuan rekonsiliasi belum beranjak ke arah ini, masih menjadi sarana diplomasi untuk tawar-menawar kepentingan politik. pos-pos ini milisi mengambil pendukung kemerdekaan. Tanggal 3 September milisi menyebar ke seluruh kota. Mereka mengepung rumah orang-orang yang dicurigai, kemudian juga menjarah isinya. Mereka pun mengancam orang untuk segera mengungsi ke Polres kalau ingin selamat. Orang banyak yang mau mengungsi ke Polres juga karena saran petugas UNAMET. Wayne Sievers, seorang perwira intelijen polisi Australia yang saat itu bertugas sebagai CivPol di Maliana dalam wawancara yang disiarkan televisi SBS baru-baru ini mengatakan bahwa staf internasional UNAMET memberi saran maut tersebut. Mereka tidak punya informasi tentang hubungan milisi dan TNI sehingga percaya bahwa polisi akan memberikan perlindungan. (Dateline, 9 Mei 2001) Tetapi, hari itu juga penduduk menyaksikan staf internasional UNA- MET dengan mobil meninggalkan Maliana. Padahal sebelum pemungutan suara 30 Agustus setiap hari petugas UNAMET mengatakan bahwa UNAMET akan tetap di Timor Lorosae apa pun yang terjadi. Di hadapan pengungsi di Polres, Kapolres Maliana mengatakan bahwa Komandan Distrik CivPol telah menyerahkan tanggungjawab keselamatan pengungsi kepada Polres. Memang setelah itu polisi dengan senjata lengkap melakukan penjagaan dan pemantauan di sekeliling kompleks Polres. Tetapi milisi tetap bebas keluar masuk Polres. Pagi 4 September. Wajah-wajah pengungsi jadi ceria. Mereka mendengar dari radio bahwa opsi kemerdekaan menang. Manuel Magelhaes (koordinator CNRT Sub-Região Bobonaro) yang kemudian mati dibunuh milisi, mengeraskan suara radio. Seorang perempuan memintanya mengecilkan kembali dan mengingatkan bahwa me-reka sedang di Polres. Kita tidak perlu takut, kata Manuel, satu atau dua hari lagi pasukan PBB akan datang. Direito 17 4 Juni 2001 Seorang anggota polisi memerintahkan semua pengungsi untuk mencatatkan nama setiap anggota keluarga pada 6 September. Setelah pencatatan selesai, sekitar pukul 9 datang Panglima PPI João Tavares, Komandan Kodim Bobonaro Letnan Kolonel Burhanudin Siagian, pemimpin DMP Ir. Natalino Monteiro, Daniel Lopes (wakil ketua DPRD II), dan Jorge Tavares, ketua DPRD II, adik João Tavares. Mereka mengadakan pertemuan selama kurang-lebih tiga jam dengan Kapolres. Setelah itu, João Tavares bersama Siagian meninjau para pengungsi. Mereka terlihat tersenyum-senyum. Sejumlah pengungsi mengira senyuman mereka sebagai pertanda baik. Tetapi hari itu pengungsi yang berada di dalam asrama yang sebelumnya tidak digunakan, diharuskan keluar. Menurut Kapolres, asrama akan digunakan oleh polisi yang ditarik dari Cailaco dan Lolotoe. Para pengungsi pun ke luar. Mereka mendirikan tenda di halaman Polres. Sore hari 8 September situasi kota Maliana diliputi ketegangan. Asap membumbung dari beberapa bagian kota karena rumah-rumah dibakar. Suara senjata api terdengar di mana-mana. Anggota-anggota Brimob dari Kontingen Hanoin Lorosae mondarmandir berjaga-jaga di depan kantor Polres. Muka dan mata milisi-milisi yang sejak tanggal tiga keluar-masuk Polres tampak merah. Sekitar pukul empat sore banyak milisi berdatangan dan bergerombol di sekeliling kompleks Polres. Mereka adalah anggota Hametin Merah Putih, DMP, dan Halilintar yang berasal dari Cailaco, Lolotoe, Atabae, Balibo, Bobonaro, dan Maliana Kota. Mereka datang dengan sejumlah mobil antara lain Toyota Kijang milik Pemda Maliana, sebuah Toyota Kijang warna merah berplat nomor merah. Dua orang anggota DMP, Mateus Moniz dan Henrique menghampiri Lorenço, Manuel Magelhaes, dan Ma- 2

3 nuel Barros yang ada di dalam kantor Polres. Manuel Barros berkata, Orsida keta ami mate karik. (Janganjangan nanti kami mati.). Mateus Moniz menyahut, Labele tauk, se la a- kontese buat ida. (Jangan takut, tidak ada apa-apa). Sekitar pukul lima sore, Mateus Moniz bersama seorang temannya berjalan ke arah pintu gerbang dan melambaikan tangan ke arah ratusan milisi dan TNI di luar kompleks. Para anggota milisi dan TNI itu pun menyerang pengungsi di kantor Polres. Orang-orang yang ada di Polres jangan bergerak! Semua laki-laki ke luar! teriak António Metan, seorang anggota milisi. Mateus Brewok, anggota militerisasi Kodim Maliana yang bekas katekis memaki, Kalian sudah makan dan minum dari uang Indonesia, sekarang mau merdeka dan menolak integrasi! Korban pertama adalah seorang anak laki-laki berusia sekitar 12 tahun berasal dari Cailaco. Saat itu ia berada di halaman kantor Polres. Bagaikan kemasukan setan para milisi mencincang tubuh anak ini. Sebelum mati, anak ini sempat mengerang, Nai Maromak, hau mate tebes ona. Hau sala la iha. (Tuhan Allah, aku mati sudah. Aku tidak salah apa-apa.). Filomena da Silva (50 tahun), seorang guru yang berada dua meter dari tempat pembunuhan mengenali Mateus Moniz, Antonio Metan (milisi DMP), Alfredo Asumau (pegawai PU Maliana), Frederico (anggota TNI, Kodim Maliana) Romeo (anggota TNI, Kodim Maliana), Domingos Metan (milisi DMP), dan Assis Fontes (TNI, Kodim Maliana) sebagai pembunuh itu. Polisi-polisi yang siap-siaga berjaga di pintu gerbang Polres awalnya membentak para penyerang. Tetapi para penyerang tak menghiraukan. Mereka terus maju menyerang masuk. Foto: F.X Sumaryono Polres Maliana setelah pembantaian Direito Utama Brimob Kontingen Lorosae diam saja. Bahkan ada yang berteriak-teriak, Teruskan! Teruskan! Sekarang saatnya kalian membalas dendam! Bandit-bandit anti-kemerdekaan itu pun leluasa membunuh orang-orang tak bersenjata. Seorang anggota milisi bernama Ernesto Metan membentakbentak pengungsi, Agora imi ba lapor imi nia Xanana! Ba bolu imi nia Belo! Lapor ba PBB! Agora imi nia Xanana mai ukun rai ho fatuk! Ohin kalan ne e ami sei oho hotu mane sira ne ebe iha ne e. Halo ahi kose deit mos seidauk hatene hakarak ukun a an! (Lapor pada Xanana! Panggil Belo kalian! [maksudnya Uskup Dili Dom Carlos Belo, Red.]. Lapor pada PBB! Xanana akan datang memerintah negara dengan batu! Malam ini kami bunuh semua laki-laki yang ada di sini. Bikin korek api saja belum bisa, mau merdeka!). Isabel de Araújo, seorang pengungsi asal Suco Lahomea, Maliana Kota, melihat beberapa milisi membunuh seorang guru bernama Martinho Marces, penduduk Suco Raifun. Para milisi menghantamkan pedang ke tubuh korban. Martinho Marces jatuh dan sempat berteriak: Hau mate ona! (Aku mati sudah!) sebelum mati. Dua orang milisi segera menarik mayat korban dan membawanya ke bagian belakang Polres. Milisi yang membunuh Martinho tak bisa dikenali oleh Isabel karena mereka membungkus muka dengan bendera nasional Indonesia. Tidak lama kemudian Mateus Brewok dan seorang milisi bernama Frederico mengambil sepeda motor milik Martinho Marces yang diparkir di halaman. Ketika terjadi serangan, banyak pengungsi yang meminta polisi bertindak memberikan perlindungan. Tetapi sebagian polisi malah mengusir mereka. Kalau mau merdeka harus mau menerima konsekuensinya! kata seorang anggota polisi. Sekitar pukul delapan malam, Francisco Barreto seorang pegawai Dinas Pertanian Maliana, ditanyai oleh milisi, Kamu mahasiswa, ya?! Dia jawab, Bukan, saya pegawai negeri! Para milisi segera menusukkan pedang samurainya ke tubuhnya. Barreto berteriak, Jesus! Hau mate ona! Jesus! Hau mate ona! (Yesus! Aku mati sudah! Yesus! Aku mati sudah!). Seorang milisi malah berteriak, Sekarang juga kamu harus mati seperti Yesus. Frederico, anggota TNI, yang sebelumnya sudah membunuh Lorenço, menikamkan pisau di ujung senapannya ke perut Barreto. Menurut penyelidikan INTERFET, lebih dari 70 orang dibunuh dalam pembantaian ini. KPP-HAM yang ke Maliana pada Oktober 1999 menemukan sejumlah besar selongsong peluru di kompleks Polres. Kota Maliana 80 persen hancur. KPP-HAM merekomendasikan sejumlah orang untuk diadili, termasuk Dandim Siagian dan Panglima PPI João Tavares. Perlu dilakukan desakan kuat dari korban supaya rekomendasi itu jadi kenyataan.*** 3 Direito 17 4 Juni 2001

4 Direito Utama Dadurus Merah Putih: Angin Puyuh dari Maliana Kota Maliana porak-poranda setelah 4 September 1999 diumumkan bahwa tawaran otonomi ditolak mayoritas rakyat. Delapan puluh persen kota hancur. Tidak lama setelah Presiden Indonesia B.J. Habibie mengumumkan dua opsi untuk Timor Lorosae, para pendukung kemerdekaan di wilayah Maliana menjadi cemas. Di wilayah ini berdiri satu organisasi bersenjata yang dibina oleh TNI. Nama yang digunakan cukup menggentarkan, Dadurus Merah Putih (DMP). Dadurus dalam bahasa setempat berarti angin puyuh. Kelompok milisi yang beroperasi di Maliana Kota dan sekitarnya ini dibentuk atas inisiatif Komandan Kodim 1636/Bobonaro Letnan Kolonel (Infantri) Burhanuddin Siagian dan pimpinan milisi Halilintar João Tavares. João Tavares ini sudah dikenal sepak-terjangnya dalam memimpin kelompok bersenjata. Ia sudah beroperasi bersaman pasukan Kopassus dalam penyerangan ke wilayah Timor Lorosae pada bulan Oktober Saat itu, bersama Tomás Gonçalves, ia sudah memimpin suatu pasukan yang kemudian diberi nama Halilintar. Pada masa pendudukan Indonesia, ia memasuki kehidupan sipil dengan menjadi Bupati Bobonaro selama tiga kali masa jabatan. Sedang Burhanuddin Siagian dikenal sangat giat membentuk dan mendukung kegiatan milisi. Pada bulan April, bersama João Tavares, ia memimpin eksekusi terhadap sejumlah orang pendukung kemerdekaan, dan mengancam bahwa siapa saja yang menentang pemerintah Indonesia akan dibunuh. Kendati didirikan oleh tentara Indonesia, di depan umum dikesankan bahwa kelompok milisi ini adalah kelompok masyarakat yang secara spontan terbentuk sebagai reaksi atas keputusan pemerintah Indonesia mengenai pemberian pilihan otonomi atau merdeka. Upacara pembentukan kelompok ini diselenggarakan di sebuah lapangan sepakbola dekat GOR (stadion) Maliana, dengan dihadiri oleh warga masyarakat dan sejumlah wartawan. Dalam upacara ini para anggota milisi menyatakan kebulatan tekadnya untuk tetap mempertahankan Timor Timur sebagai bagian dari negara kesatuan Indonesia. Awalnya yang menjadi pemimpin milisi DMP adalah Paulo Soares, seorang pegawai negeri sipil yang sehari-harinya bertugas di Rutan (Rumah Tahanan) Maliana. Paulo Soares adalah orang yang dekat dengan João Tavares dan Burhanuddin Siagian. Sebagian anggota milisi adalah orang Timor Lorosae anggota TNI dari Koramil dan Kodim Bobonaro, yang masih aktif maupun sudah pensiun, sebagian lagi pegawai negeri. Misalnya João Coli adalah pensiunan TNI, sedang João dos Santos adalah pegawai Dinas Penerangan. Paulo Soares tidak lama menjadi pemimpin tertinggi DMP. Ia digantikan oleh Natalino Monteiro, yang saat itu adalah pegawai negeri dengan jabatan Kepala Sub Bidang Tanaman Pangan Departemen Penerangan Maliana dan Pembantu Rektor III Universitas Timor Timur (UNTIM). Ia dikenal dekat dengan TNI, bahkan dianggap sebagai agen SGI. Selain memimpin DMP, ia juga menjadi ketua FPDK Maliana. Dalam struktur DMP, Natalino Monteiro yang sarjana pertanian lulusan Universitas Negeri Brawijaya (Malang) dan lulusan S-2 Universitas Gajah Mada (Yogyakarta) ini membawahi beberapa komandan yang memimpin milisi di tingkat desa. Komandan tingkat desa memimpin beberapa regu milisi. Orang-orang yang dikenal sebagai komandan DMP antara lain adalah Domingos Metan, Filipe, Batista, Jose Barreto, Acoli Forme, Antonio Metan, João Manu Moru, Miguel Goncalves, Ruben Goncalves, Ruben Tavares, Luis Metan, Martinho Mau Buti, dan Mateus Mau Leto. Masuknya Natalino Monteiro memimpin DMP membuat pemaksaan terhadap penduduk Maliana untuk memilih otonomi semakin meningkat. Juga banyak penduduk yang dipaksa untuk menjadi anggota milisi, dengan ancaman jika menolak akan dibunuh. Semua aksi kekerasan milisi ini ditujukan kepada orang sipil yang diketahui atau dianggap menjadi aktivis klandestin, membantu FALINTIL atau menjadi pengurus CNRT. Tidak satupun serangan ditujukan kepada gerilyawan FALINTIL. Dengan bersenjata tajam dan senjata api (rakitan maupun otomatis) anggota-anggota milisi melakukan pemerasan terhadap penduduk, perusakan rumah-rumah, penculikan, penyiksaan, dan pembunuhan. Aksi-aksi ini mendapat dukungan penuh Kodim Bobonaro dan kelompok-kelompok milisi lain yang berpangkalan di wilayah kabupaten Bobonaro. Di kabupaten ini kelompok milisi ada banyak. Yang paling menonjol adalah Halilintar, kelompok bersenjata yang didirikan tahun 1975, kemudian dibubarkan ketika anggotaanggotanya digabungkan dalam ABRI sebagai inti dari Batalyon 744, dan Direito 17 4 Juni

5 Milisi merajalela di Maliana dihidupkan kembali tahun Kelompok lainnya adalah Hametin Merah Putih, Harimau Lapar, Kaer Metin Merah Putih, Firmi (Fiar Metin Merah Putih), Srigala Merah Putih, Guntur, Armui, dan Dadurus Merah Putih. Pembentukan semua kelompok milisi ini tidak terlepas dari Letkol Burhanuddin Siagian dan João Tavares. Tetapi mereka tidak bertindak karena inisiatif pribadi. Mereka adalah pelaksana dari kebijakan yang dibuat oleh perwira-perwira tinggi TNI. Setelah Presiden H.M. Soeharto jatuh pada Mei 1998, B.J. Habibie yang menggantikannya menyatakan gagasan untuk memberi pilihan status otonomi khusus atau lepas dari Indonesia kepada rakyat Timor Lorosae. Saat itu di Timor Lorosae telah terjadi demonstrasidemonstrasi menuntut referendum. Karena khawatir Timor Lorosae lepas, pada Juli-September 1998 sejumlah perwira tinggi TNI merancang rencana pembentukan milisi. Rencana ini mendapat dukungan dari pejabat sipil seperti Gubernur Abilio Soares, Francisco Lopes da Cruz (Duta Besar Keliling khusus mengenai masalah Timor Timur), dan tokoh-tokoh pendukung integrasi lainnya. Dalam kesaksiannya, João Fernandes, anggota DMP yang diadili di Pengadilan Distrik Dili, mengatakan bahwa pembentukan milisi dilakukan tanggal 10 atau 12 Agustus 1998 pada pertemuan yang dihadiri oleh Pangdam Udayana Adam Damiri, Danrem Kolonel Tono Suratman, João Tavares, pimpinan Gada Paksi Eurico Guterres, dan Cancio de Carvalho. Berikut ini adalah sebagian dari aksi kekerasan yang dilancarkan Dadurus Merah Putih. Pada 13 April 1999 di Kecamatan Maliana, 10 rumah milik orangorang yang dianggap pro-kemerdekaan dibakar. Di desa Saburai, desa Oeleu, dan kampung Holsa Atas pada awal Mei memaksa penduduk menerima otonomi luas dan memaksa mereka untuk menjadi milisi. Di Hauba, Marobo, milisi memaksa penduduk memberikan sumbangan satu ekor sapi dan setiap KK diharuskan menyerahkan uang Rp Di desa Lahomea, pada 29 Juni DMP menyerang kantor UNAMET, setelah di halaman kantor ini sekitar 20 orang pemuda meneriakkan yel-yel, Viva Timor Leste! Serangan menyebabkan satu orang staf internasional dan tujuh orang staf lokal luka-luka. Tanggal 17 Agustus, di desa Ritabou milisi DMP memaksa penduduk ikut upacara kemerdekaan Indonesia. Mereka menyiksa tiga orang di dusun Moleana dan 10 orang di desa Halecou, termasuk dua orang perempuan hamil. Di kampung Tagululi sembilan rumah dibakar. Operasi ini dipimpin oleh João Gomblo dan Marcus. Akibat kekerasan ini sekitar 700 orang penduduk mengungsi ke perbatasan. 19 Agustus DMP menyerang desa Raifuik, Leolima, dan Diruana. Direito Utama Akibat serangan yang dipimpin oleh Amandio Soares, Humberto dos Santos dan kawan-kawan ini tiga perempuan dan delapan lakilaki mengalami luka-luka. Ratusan rumah di desa Memo dibakar pada 27 Agustus Aksi ini terjadi setelah mobil dinas Sekretaris Wilayah Daerah bidang Pemerintahan Martino dos Santos dibakar di desa ini. Dengan dukungan tentara dan polisi anggota DMP menyerang gedung yang digunakan sebagai kantor DSMPTT dan IMPETTU. Akibatnya dua staf lokal UNAMET dan dua pemuda meninggal. Keesokan harinya seluruh perwira penghubung militer dan Civpol dievakuasi dari Maliana. Foto: Dokumentasi Yayasan HAK Setelah pengumuman hasil Kosultasi Rakyat, DMP dan kelompokkelompok milisi lainnya meningkatkan intimidasi dan teror terhadap penduduk sipil yang dianggap mendukung kemerdekaan. Ratusan orang mencari perlindungan ke kantor Polres. Tetapi pada 8 September gabungan milisi dan TNI melakukan penyerangan terhadap Polres. Lebih dari 70 orang mati. Tanggal 9 Agustus, 13 orang yang berhasil melarikan diri dari Polres Maliana, ditemukan tempat persembunyiaannya. Natalino Monteiro segera mengirimkan sepasukan milisi untuk membantai mereka. Korbannya 13 orang, termasuk Manuel Magelhaes. Ketika pasukan INTERFET datang, sebagian anggota milisi masih beroperasi di Maliana. Tetapi kemudian mereka melarikan diri ke Atambua bersama TNI. Sampai sekarang kebanyakan belum kembali. Entah apa yang mereka lakukan di sana.*** 5 Direito 17 4 Juni 2001

6 Info Hukum Yayasan HAK: Kelemahan Rancangan Regulasi Pembentukan Badan Pelayanan Bantuan Hukum UNTAET mengeluarkan rancangan regulasi tentang pembentukan badan pelayanan bantuan hukum. Yayasan HAK mengajukan keberatan mengenai proses dan isinya. Departemen Kehakiman (Jus tice Department) UNTAET telah menyelesaikan suatu rancangan mengenai pembentukan badan pelayanan bantuan hukum tanpa suatu proses konsultasi yang memadai. Oleh sebab itu pada 7 Mei 2001, Yayasan HAK mengirim surat kepada Administrator Transisi Sergio de Mello untuk menyatakan keprihatinan mengenai hal ini. Dalam surat yang ditandatangani o- leh Joaquim Fonseca, dari Divisi Policy Advocacy itu, disebutkan Depar-temen Kehakiman telah mengadakan pertemuan mengundang berbagai pihak di dalam struktur UNTAET (seperti Unit Hak Asasi, Legal Affairs, dan Gender Affairs) dan di luar struktur UNTAET. Tetapi dalam pertemuan tersebut, pihak-pihak yang diundang itu tidak diberi kesempatan untuk menyatakan pendapat. Mereka meminta agar para peserta mengajukan komentar tertulis. Tetapi komentar-komentar yang masuk tidak pernah dibahas secara bersama, karena Departemen Kehakiman tidak pernah menyelenggarakan pertemuan yang telah dijanjikannya dan tidak pernah memberi tahu kapan pertemuan akan diadakan. Seperti departemen-departemen UNTAET lainnya, Yayasan HAK telah memenuhi permintaan Departemen Kehakiman dengan menyampaikan komentar tertulis terhadap Rancangan Regulasi mengenai Pembentukan Badan Pelayanan Bantuan Hukum dan berusaha mencari keterangan kapan pertemuan diselenggarakan. Tetapi Direito 17 4 Juni 2001 keterangan tetap tidak diperoleh dan tiba-tiba Kabinet menyetujui Rancangan Regulasi itu. Rancangan Regulasi tersebut punya kelemahan mendasar karena rendahnya independensi kelembagaan Badan Pelayanan Bantuan Hukum terhadap pemerintah. Departemen Kehakiman justru telah membuat amandemen yang memperbesar kelemahan ini. Kontrol efektif pemerintah terhadap Badan Pelayanan Bantuan Hukum punya implikasi serius terhadap pembentukan sistem peradilan yang independen yang bisa melindungi hak-hak rakyat. Timor Lorosae keluar dari kolonialisme dimana sistem peradilan tidak memberi keadilan kepada rakyat, lanjut surat tersebut. Akibatnya, rakyat tidak mempercayai sistem peradilan sebagai alat yang melindungi hak-hak mereka. Suatu Badan Pelayanan Bantuan Hukum yang independen bisa memberikan sumbangan yang berarti bagi pengubahan budaya ketidakpercayaan tersebut. Sebagian rekomendasi yang disampaikan oleh Yayasan HAK memang dimasukkan. Tetapi rekomendasi yang diajukan oleh Yayasan HAK bersama-sama dengan departemen-departemen lain UNTAET itu seharusnya dibahas dalam pertemuan yang telah dijanjikan. Tahap ada pembahasan Departeman Kehakiman secara sepihak memasukkan rekomendasirekomendasi mereka dengan cara yang justru berbeda dengan yang dimaksudkan. Kami merasa bahwa komentar-komentar kami digunakan dengan cara yang tidak seperti yang kami maksudkan. Menurut Yayasan HAK, proses pembuatan rancangan regulasi ini mencerminkan seluruh proses pembuatan rancangan regulasi pada umumnya. Antar departemen UN- TAET sendiri tidak ada koordinasi. Akibatnya orangorang yang bekerja dalam struktur UNTAET sendiri sulit mengikuti perkembangan dan memberikan komentar. Sedang bagi yang di luar Foto: Dokumentasi Yayasan HAK struktur UNTAET, tidak ada akses informasi tentang perkembangan suatu regulasi, apalagi untuk memberikan tanggapan. Yayasan HAK berkomitmen untuk memberikan sumbangan pada regulasi-regulasi yang mendasar bagi pembangunan kembali masyarakat Timor Lorosae dan telah terlibat dalam berbagai upaya untuk memberikan tanggapan pada regulasi-regulasi dan implikasi kebijakannya. Tetapi, kami yakin bahwa suatu tanggapan yang baik untuk mengatasi keprihatinan mengenai proses ini sekarang merupakan prasyarat yang mendasar bagi sumbagan kami untuk memberikan nilai dan makna yang berarti bagi pengembangan regulasi. *** 6

7 Kesempatan untuk mendaftarkan diri untuk mengikuti pemilihan umum tinggal kurang dari satu bulan. Pendaftaran ini hanya dilakukan di wilayah Timor Lorosae. Artinya orang Timor Lorosae yang berada di luar negeri jika ingin mengikuti pemilu harus pulang ke Timor Lorosae untuk mendaftar. Pemungutan suara nantinya juga dilakukan di Timor Lorosae saja. Jadi berbeda dengan Konsultasi Rakyat 30 Agustus 1999, yang juga dilakukan di beberapa kota di Indonesia, di Australia dan Portugal. Karena itu para pengungsi di Timor Barat yang jumlahnya hampir 100 ribu orang, terancam kehilangan hak pilihnya. Sebagai orang Timor Lorosae mereka juga punya hak untuk memilih dan dipilih. Menurut Regulasi UNTAET No.2/ 2001 mengenai Pemilihan Umum Anggota Majelis Konstituante, syarat untuk mengikuti pemilihan umum adalah setiap orang yang berusia 17 tahun (1) yang lahir di Timor Lorosae, atau (2) salah satu dari orang tuanya lahir di Timor Lorosae, atau (3) yang istri atau suaminya tergolong dalam (1) dan (2) tersebut. Pendaftaran dan pemungutan suara untuk pemilu hanya diadakan di Timor Lorosae agar pengungsi di Timor Barat segera pulang. Pemikiran ini perlu dipertanyakan. Salah satu sebab masih banyaknya orang Timor Lorosae di pengungsian, mereka takut diper- Info Hak Asasi Pengungsi Terancam Kehilangan Hak Ikut Pemilu Pengungsi di Timor Barat terancam kehilangan hak asasinya untuk mengikuti pemilihan umum. Pendaftaran pemilih dan pemungutan suara yang akan datang hanya diadakan di dalam wilayah Timor Lorosae. lakukan tidak manusiawi di Timor Lorosae. Ketakutan ini muncul karena informasi bohong yang beredar bahwa pengungsi yang pulang akan disiksa atau bahkan dibunuh. Selain itu, seperti yang berkali-kali dikeluhkan oleh IOM (International Organisation for Migration), sebuah organisasi internasional yang aktif di bidang transportasi pengungsi, milisi melakukan intimidasi dan menghalangi pengungsi pulang. Karena itu mendorong pengungsi pulang dengan cara itu tidak akan e- Para pengungsi di Mota Ain fektif. Yang. diperlukan adalah suasana yang aman dan bebas serta informasi yang benar mengenai keadaan di Timor Lorosae sehingga pengungsi bisa membuat pilihan sesuai keinginannya. Sementara itu, pihak Indonesia pada 6 Juni nanti akan mengadakan pendaftaran ulang pengungsi. Mereka a- kan membuka 607 tempat pendaftaran di seluruh Timor Barat. Pengungsi diberi pilihan: pulang ke Timor Lorosae atau tinggal di Indonesia. Pendaftaran ini semacam penentuan akhir nasib pengungsi. Yang memilih tinggal di Indonesia akan dipindahkan dari tempat peng-ungsian sekarang untuk ditempatkan di Timor Tengah Selatan, Timor Tengah Utara, Belu, Kupang, dan Pulau Alor. Mereka tidak lagi berstatus pengungsi tetapi menjadi warga negara Indonesia biasa. Sedang yang memilih pulang ke tanah air akan dipulangkan. Diharapkan bahwa dengan proses pendaftaran ini, pengungsi yang memilih kembali ke Timor Timur bisa berpartisipasi dalam pemilihan umum yang direncanakan pemerintah Timor Lorosae diselenggarakan 30 Agustus, kata Amin Rianom, seorang pejabat pada Kantor Menteri Koordinator Politik, Sosial dan Keamanan. Pemerintah Indonesia juga mengundang UNTAET dan organisasi PBB lainnya serta wakil negara-negara Afrika, Eropa, dan Amerika Latin untuk menjadi pengamat. Tetapi, seperti diberitakan oleh kantor berita AP (Associated Press), UNTAET telah menyatakan tidak akan berpartisipasi karena alasan keamanan. Sebagai pemegang mandat pemerintahan Timor Lorosae, PBB seharusnya mengambil langkah konkret agar para pengungsi segera bisa pulang. Hak politik puluhan ribu orang Timor Lorosae tidak bisa dibiarkan berada di tangan milisi.*** Foto: Dokumentasi Yayasan HAK 7 Direito 17 4 Juni 2001

8 Wawancara Aniceto Guterres Lopes: Pendekatan Politik Juga Harus Digunakan Sekarang sedang berlangsung dua proses hukum kasus-kasus kejahatan 1999 di Timor Lorosae. Di Jakarta sedang dibuat persiapan pengadilan hak asasi manusia dan di Timor Lorosae sudah berjalan pengadilan serious crime. Berikut ini wawancara Redaksi Direito dengan Aniceto Guterres Lopes, Direktur Yayasan HAK yang juga anggota NC mewakili NGO mengenai proses ini. Bagaiaman kemajuan proses hukum bagi pelaku pelanggaran hak asasi manusia tahun 1999? Secara umum proses yang sedang berlangsung di Timor Lorosa e sudah tidak bisa diandalkan karena ada berbagai masalah. Jalan yang paling tepat sekarang adalah pengadilan internasional. Saya ingin mulai dari rasio perlunya pengadilan internasional. Pertama, apa yang terjadi di Timor Lorosa e 1999 itu bukan perkara kriminal biasa tapi adalah sebuah pelanggaran serius hukum hak asasi manusia dan hukum humaniter internasional. Kedua, apa yang terjadi di Timor Lorosa e adalah pelanggaran terhadap sebuah perjanjian (5 Mei 1999, Red.) yang disepakati di bawah pengawasan PBB. Kedua jenis pelanggaran ini masuk yurisdiksi internasional. Karena itu demi penegakan hukum hak asasi manusia dan hukum humaniter internasional masyarakat internasional sudah seharusnya meminta pertanggungjawaban melalui sebuah pengadilan internasional, bukan melalui pengadilan di Timor Lorosa e atau pengadilan di Indonesia. Ketiga, alasan pengadilan internasional adalah kepentingan akan keadilan dari para korban. Semua hal ini mengarah pada perlunya pengadilan internasional. Komisi Penyelidik Internasional PBB merekomendasikan penyelidikan lebih lanjut dan pertanggungjawaban dari orang-orang yang diduga menjadi pelaku melalui pengadilan nasional. Ini yang menarik. Sejak saat itu, yang mengadili adalah pengadilan nasional. Boleh di Timor Lorosa e dan boleh di Indonesia. Dari situlah muncul pengadilan ad hoc (tidak tetap) di Indonesia. Di Timor Lorosae kemudian dibentuk bagian serius crime di Pengadilan Distrik Dili. Tetapi itu tidak berarti membatasi adanya sebuah pengadilan internasional karena ada satu rekomendasi lain, yakni perlunya sebuah pengadilan internasional. Direito 17 4 Juni 2001 Bagaimana proses di Timor Lorosae? Pengadilan serious crime (kejahatan berat) di Dili ini masih banyak hambatan. Pertama, karakter dari kasus ini memang begitu kompleks. Kompleksitas ini tidak diimbangi dengan kesiapan dan kemampuan pengadilan serious crime untuk menangani semua kasus. Selain itu kompleksitas terjadi karena banyak kepentingan politik yang bermain. Untuk serious crime di Dili, kami mencatat ada usaha-usaha untuk menghilangkan barang bukti, dan juga kentara adanya usahausaha manipulasi dari segi teknis hukum dalam proses penuntutan. UNTA- ET sendiri tidak mampu menghadirkan barang-barang bukti dan mentransfer saksi, apalagi menghadapkan terdakwa [dari Indonesia ke Timor Lorosae]. Karena kelemahan-kelemahan itu kita bisa menduga, kalau pun proses ini berjalan pasti tidak akan mendengar aspirasi rakyat Timor Lorosa e. Pengadilan ini justru akan menjadi alat untuk melegitimasi bahwa kita sedang memberikan keadilan. Kelemahan pengadilan di Jakarta juga banyak. Pertama, hukum acara yang akan digunakan dalam proses peradilan itu belum dibuat. Kasus yang akan diadili adalah kejahatan terhadap kemanusiaan bukan pidana biasa yang prosesnya menggunakan Kitab Undang-Undang Huku Acara Pidana (KUHAP). Karena hukum acaranya belum ada, pasti KU- Aniceto Guterres Lopes HAP yang digunakan. Saya kira KUHAP tidak akan efektif untuk itu. Selain itu, ada beberapa hal yang sangat mencurigakan. Misalnya, Tim Kejaksaan Agung sudah datang ke sini. Mereka kemudian menyiapkan dakwaan. Kalau suatu perkara sudah ditentukan berarti berkas perkara sudah siap dan sudah jelas tersangka atau terdakwanya. Tetapi tidak ada usaha untuk memberikan status kepada tersangka atau terdakwa, sebagai tahanan rumah atau tahanan kota. Bagaimana orang yang disangka melakukan kejahatan serius dibiarkan bebas. Orang mencuri ayam saja ditahan. Para terdakwa bisa kabur. Mereka bisa mempersulit proses dengan tidak menghadiri sidang, misalnya. Kepentingan politik di dalam proses ini terlalu kental. Para pemimpin militer adalah pelaku kejahatan di Timor Lorosae. Dalam konstelasi politik Indonesia, mereka masih di atas angin. Masa depan Pengadilan Hak Asasi Manusia di Indonesia tidak bisa diprediksi. Lihat kejadian terakhir [vonis terhadap pelaku pembunuhan staf UNHCR di Atambua, Red.]. Jangankan korbannya orang Timor Lorosa e, korbannya staf UNHCR saja hukumannya begitu ringan. Kalau seperti itu terus, tidak 8 Foto: Dokumentasi Yayasan HAK

9 akan efektif. Karena itu kita tidak bisa berharap pada pengadilan di Dili maupun Jakarta. Tetapi masyarakat internasional masih memberi kepercayaan kepada Indonesia. Kepercayaan itu berlebihan, tidak realistis karena tanpa melihat kondisi hukum dan pengadilan Indonesia, yang sangat disubordinasi penguasa politik yang korup. Indonesia diberi kesempatan mengadili tanpa ada batas waktunya. Karena itu sulit mengatakan bahwa pemerintah Indonesia sudah tidak mampu menjalankan mandat mengadili para pelaku. Sekjen PBB yang dulu percaya janji Indonesia, menjadi gusar ketika para pelaku pembunuhan staf UNHCR dihukum sangat ringan. Sebagai usaha untuk memotivasi pemerintah Indonesia saya kira sah saja. Tapi apakah hukuman itu karena pemerintah Indonesia sudah mencoba tapi tidak mampu atau memang masalah seperti itu dianggap bukan masalah yang penting, sehingga semaunya saja? Kofi Annan mungkin sudah melihat bahwa tantangan Indonesia untuk melaksanakan pengadilan itu lebih besar. Kedua, sebenarnya Kofi Annan bersikap seimbang, dengan menyetujui pengadilan serious crime di Timor Lorosae. Kita jangan sampai terjebak pengadilan serious crime di Dili. Pertama, Regulasi UNTAET No. 15 yang membentuk pengadilan ini isinya mengadopsi Statuta Roma. Jadi dari segi hukum material, hukum yang menjadi dasar itu sudah seperti pengadilan internasional. Kedua, komposisi hakimnya juga ada hakim internasional dan hakim Timor Lorosae, hakim Indonesia saja yang belum masuk. Ketika Regulasi No. 15 sedang dirancang, Peter Galbraight [Anggota Kabinet Bidang Politik, Red.] datang ke sini (kantor Yayasan HAK). Dia bilang ini satu pengadilan internasional melalui pintu belakang. Tetapi bagi saya, pembentukan pengadilan serious crime adalah upaya membarikade tuntutan pembentukan pengadilan internasional. Kita punya dua pilihan, kalau kita mau pengadilan internasional maka pengadilan serious crime harus didelegitimasi. Atau pengadilan internasional kita lupakan dan kita dorong yang di sini. Tapi transfer barang bukti, saksi dan lain sebagainya efektif atau tidak? Untuk itu harus ada intervensi internasional. Tidak hanya antara UNTAET dan Indonesia mainmain seperti ini. Pengadilan seriuos crime punya kelemahan teknis. Dalam kasus João Fernandes, Jaksa tidak menuntut dengan pasal kejahatan terhadap kemanusiaan yang diadopsi dari Statuta Roma. Masalahnya ada pada Regulasi no. 15 itu sendiri. Statuta Roma diadopsi, tetapi pasal pembunuhan biasa KUHP juga diadopsi. Jadinya rancu.dengan mengenakan pasal pembunuhan biasa pada kasus João Fernandes, maka banyak pelaku menjadi terlindungi. Komandan yang memberi perintah hanya bisa dikenai pasal tentang kejahatan biasa, dan itu kompetensinya ada pada pengadilan nasional bukan pengadilan internasional. Wawancara Selain jalur hukum, apa yang bisa dilakukan untuk mendapatkan keadilan? Kejadian 1999 itu sangat kompleks. Karena itu pendekatan politik juga harus digunakan. Paling tidak ini akan mempercepat proses. Kenapa kita harus mempercepat proses? Sekarang ini banyak korban yang sudah tidak tahan, karena sudah lama keadilan belum juga datang. Mereka sudah frustrasi dan hampir mengambil cara sendiri. Seperti di Suai mereka sudah memberikan ultimatum, kalau tahun sekian tidak selesai kami akan babat saja milisi-milisi ini. Proses pengadilan akan lama. Mengumpulkan barang bukti juga butuh waktu. Kalau tidak ada pendekatan politis, yang akan mendukung semakin lengkapnya barang bukti, kita akan seperti ini terus. Pasti masih banyak bukti yang dipegang oleh orang-orang yang masih dalam pengungsian. Semua kasus ini hanya bisa mendapatkan bukti yang lengkap kalau semua pengungsi ini datang dalam keadaan bebas untuk memberikan kesaksian. Tanpa itu sulit. Banyak korban juga ada di sana. Jangan sampai kita menuntut pengadilan internasional hanya karena terjadinya pelanggaran hukum dan perjanjian internasional. Kepentingan keadilan orang Timor Lorosae harus diperhatikan. Karena itu kita harus melakukan terobosan-terobosan. Kejahatan 1999 itu terorganisir. Kita harus punya kiat-kiat tersendiri untuk mengatasinya. Apakah mau mulai dengan pelaku di tengah, baru kita ajak dia untuk membuka yang di atas, sekaligus memperjelas posisi yang kecil-kecil, apakah mereka diperintah atau melakukan atas inisiatif sendiri. Alternatif-alternatif ini harus kita pikirkan. Milisi yang kecil-kecil ini harus diadili dengan hukuman yang ringan sesuai perbuatannya. Yang di tengah seperti komandan-komandan milisi harus dimintai pertanggungjawabannya atas perbuatan anak buahnya dan perbuatan mereka sendiri. Kalau ada yang di atasnya ya harus dibongkar. Untuk itu tentu saja ada kompromi tertentu. Kalau sesudah itu hukumannya mau diperberat itu persoalan lain. Kalau tidak begitu paling kita hanya mengadili milisi kecil-kecil saja. Kita harus memberikan kompensasi kepada korban dan harus ada program pemulihan bagi mereka. Sebagian NGO sudah menjalankan program pemulihan. Tapi diperlukan program kompensasi dan pemulihan korban nasional. Proses pengadilan itu lama, korban dan keluarganya perlu dikuatkan.*** 9 Direito 17 4 Juni 2001

10 Kesaksian Pengakuan Perwira Intelijen: Australia Tahu Rencana Pembantaian Maliana Sikap Australia terhadap petualangan Indonesia di Timor Lorosae ternyata tetap tak berubah dari tahun Hal yang sama terulang pada tahun Pemerintah Australia kembali tidak berbuat apa-apa setelah badan intelijennya yang dikenal sangat baik dalam pemantauan terhadap kawasan ini melaporkan bahwa Indonesia akan melakukan perusakan besar-besaran dan pembantaian terhadap tokoh-tokoh perjuangan kemerdekaan Timor Lorosae jika pilihan otonomi ditolak dalam Konsultasi Popular. Hal itu dikemukakan Kapten Andrew Plunkett, seorang perwira intelijen Australia yang bertugas memantau keadaan di Timor Lorosa sejak sebelum pelaksanaan Konsultasi Popular dan kemudian bertugas sebagai perwira INTERFET Australia di Maliana. Menurutnya, berdasar pemantauan intelijennya, Australia mengetahui rencana pembantaian tokohtokoh CNRT Maliana dan melaporkannya kepada pemerintah. Tetapi laporan ini didiamkan dan dipetieskan oleh Departemen Luar Negeri Australia. Pengakuan Kapten Plunkett ini diungkapkan kepada The Sydney Morning Herald dan kemudian wawancaranya juga disiarkan dalam acara Dateline televisi SBS, Australia (9 Mei pukul 20.30). Kapten Plunkett menghadapi risiko diadili karena pengakuannya kepada publik ini. Tetapi, ia telah bertekad akan mengungkapkan kebenaran yang diketahuinya ini. Perwira kesatuan siap tempur batalyon ke-3 Royal Australian Regiment ini ditugaskan ke Maliana bulan September, tidak lama setelah pembantaian di Polres. Sebagai perwira intelijen, ia bertugas melakukan investigasi mengenai pembantaian. Setelah melakukan investigasi, ia me- ngalami gangguan mental yang berat dan harus menjalani perawatan. Pasalnya, pemerintah Australia memerintahkan kepada perwira-perwira tentara Australia agar memperkecil angka jumlah korban pembantaian. Dalam siaran Dateline, Plunkett mengatakan bahwa intelijen Australia punya informasi yang bisa mencegah pembantaian di Polres Maliana. Kalau staf PBB punya informasi yang akurat, mereka sama sekali tidak akan percaya pada TNI dan Polri. A- palagi merekomendasikan kepada para pendukung kemerdekaan untuk berlindung di Polres! Mereka memang berlindung di Polres atas rekomendasi staf UNAMET. Staf UNAMET bahkan mengantarkan sendiri orang-orang yang nyawanya terancam itu ke calon pembunuhnya. Kalau saja mereka tahu, tentu mereka akan merekomendasikan pendukung kemerdekaan itu untuk lari ke hutan. Menurutnya, sebelum Konsultasi Popular, intelijen Australia tahu betul bahwa TNI dan Polri sangat terlibat dalam aksi-aksi milisi. Lebih dari itu mereka tahu bahwa Indonesia berencana melakukan penghancuran besarbesaran dan eksekusi terhadap pendukung kemerdekaan. Yang mencegah memberikan informasi sangat penting kepada staf di lapangan, termasuk polisi dan pengamat militer Australia adalah pejabat-pejabat tingkat tinggi di Departemen Luar Negeri. Keputusan ini diambil di tingkat pemerintahan yang sangat tinggi. Pihak militer menyerahkan informasi yang berhasil dikumpulkan ke Departemen Luar Negeri, merekalah yang mengarahkan kebijakan tentang seberapa banyak informasi yang diberikan dan kepada siapa. Seperti untuk invasi tahun 1975, Departemen Luar Negeri sekarang menolak tuduhan Plunkett. Kami menolak tuduhan itu. Tuduhan itu sama sekali tidak ada dasarnya, kata juru bicara Menteri Luar Negeri Alexander Downer. Pengakuan Plunkett ini bukan isapan jempol. Prof. Desmond Ball dari Pusat Penelitian Pertahanan dan Strategis, Universitas Nasional Australia membenarkan tuduhan Plunkett. Australia punya perlengkapan intelijen yang canggih yang menyadap komunikasi militer Indonesia di Timor Lorosae dari Shoal Bay, bagian paling utara Australia. Menurut Ball yang disadap termasuk percakapan antara perwira-perwira intelijen Indonesia dan komandan milisi. Informasi ini nilainya tidak terkira, kata Prof. Ball. Misalnya salah satu pita merekam komandan-komandan Kopassus membahas dan memberi perintah kepada pemimpin-pemimpin milisi untuk membunuh orang-orang tertentu, tindakan untuk membakar rumah-rumah tertentu, dan memindahkan keluarga-keluarga. Buktinya sampai tingkat individual semua ada dalam pita rekaman, katanya. Salah seorang pakar intelijen terkemuka Australia ini sedang menulis buku berjudul Silent Witness (Saksi Yang Diam Saja) yang mengungkapkan seberapa banyak yang diketahui intelijen Australia mengenai keterlibatan Indonesia dalam banjir darah di Timor Lorosae Informasi-informasi intelijen yang terungkap tersebut semakin membuktikan bahwa Australia terlibat dalam persekongkolan internasional menentang perjuangan rakyat Timor Lorosae. Bahwa Australia adalah pendukung setia rezim maut yang mudah main bunuh, baik terhadap rakyat Timor Lorosae yang didudukinya selama hampir seperempat abad maupun rakyat Indonesia sendiri yang dikuasai lebih dari 30 tahun! *** Direito 17 4 Juni

11 Isabel Pereira, Anak Domingos Gonçalves Kesaksian Sudah Berpolitik Malah Sembunyi... Sejak dikeluarkannya dua opsi oleh Habibie, ayah saya, Domingos Gonçalves, Kepala Desa Ritabou, sering kedatangan intelijen Kodim Maliana. Kadang-kadang secara resmi tetapi seringkali secara diam-diam. Selama pendudukan Indonesia ayah saya bekerjasama dengan gerakan pro-kemerdekaan. Tetapi ia selalu berusaha menyembunyikan informasi setiap aktivitas gerakan klandestin itu. Barangkali aktivitasnya itu telah diketahui pihak TNI sehingga mereka sering memantau kegiatan ayah saya. Pada 4 September, sekitar pukul 16.00, Dandim Maliana bersama sejumlah anggotanya yang berseragam militer bersenjata lengkap keliling Desa Ritabou mengumumkan, agar masyarakat mengungsi ke Polres dan Kodim Maliana. Siapa yang takut, datang saja ke Polres atau Kodim. Di sana Anda akan aman! demikian bunyi pengumuman itu. Tanggal 5 September sekitar pukul 12.00, ayah kami memutuskan untuk membawa kami mengungsi ke Polres Maliana karena rumah kami sangat dekat dengan rumah Natalino Monteiro yang selalu penuh Milisi DMP. Kami pergi secara diam-diam. Sebelumnya tiga anggota TNI, Francisco Maumeta, Miguel, dan Silverio, semuanya dari Kodim, mendatangi rumah kami. Kamu ini TNI dan juga kepala desa, tetapi masih melawan Indonesia dan memberi makan Falintil! Di Polres Maliana ternyata banyak orang yang mengungsi di sana. Kami memilih tinggal bersama di dalam satu tenda dengan maun Julio dan Manuel Barros bersama keluarganya. Lorong kekejaman milisi Foto: F.X. Sumaryono Manuel dan Julio adalah kakak beradik yang juga tewas dibunuh bersamaan dengan ayah saya. Polisi bersenjata lengkap juga terlihat berada di antara pengungsi. Pada 6 September situasi di kantor polisi itu masih tenang, belum terjadi tindak kekerasan apa-apa. Milisi terlihat berjalan kesana-kemari. Beberapa yang saya kenal adalah João Fernandes, João Gombloh, Marito warga Ritabou. Sekitar pukul Natalino, Mateus Mauleto (pegawai Pemda Maliana asal Builalo NTT), Marcus Tato (tinggal di Ritabou), Dandim Maliana Siagian, João Tavares, Jorge Tavares (ketua DPRD II Maliana), Francisco Mau Laleok, dan Kapolres Maliana mengadakan rapat di sebuah ruangan di Polres Maliana. Saya tidak tahu apa yang mereka bahas. Rapat baru berakhir sekitar pukul Pada 8 September 1999, antara pukul , seorang milisi bernama Salvador (35 tahun), mengatakan pada ibu saya bahwa rumah kami sebentar lagi akan dibakar. Ibu saya menjawab, Bakar saja sesuai keinginan kalian! Sekitar pukul 18.00, pengungsi di Polres Maliana diserang milisi. Pada saat itu kami sedang memasak, seketika itu pula kami lari berhamburan dan mencoba ke asrama polisi yang terletak di dalam kompleks Polres Maliana. Ibu saya ada di barisan terdepan, sementara saya dan ayah menyusul dari belakang. Kami berhasil masuk dan bersembunyi di salah satu ruangan asrama itu. Sementara ibu bersama keluarga lainnya masuk ke ruangan lain. Dalam ruangan itu saya dan ayah bersembunyi di bawah kolong meja. Karena khawatir ruangan itu akan didatangi milisi, ayah menyuruh saya keluar untuk memantau situasi. Di luar, saya melihat satu keluarga sedang duduk ketakutan di depan ruangan tempat kami bersembunyi. Untuk menghindari kecurigaan milisi, saya langsung bergabung dengan mereka. Ayah saya ternyata kemudian keluar ruangan sambil membawa pedang karena takut. Saya kemudian menyuruh ayah untuk masuk ke ruangan lain yang bersebelahan dengan ruangan tempat kami sembunyi sebelumnya. Di situ saya menyuruh ayah bersembunyi di balik lemari. Setelah ayah bersembunyi, saya kembali duduk di antara keluarga tadi. Sesaat kemudian beberapa milisi lewat di depan tempat persembunyian Ayah sambil berteriak-teriak, Di mana Manuel Magelhaes? Dimana Kepala Desa Ritabou (maksudnya a- yah saya, Domingos Gonçalves)? Cari sampai dapat! Sudah berpolitik malah sembunyi lagi! Sekitar pukul 20.00, seorang milisi bernama João Koemeta memasuki ruang persembunyiaan Ayah dan berteriak dari ruangan, Ida mak ne e! Koemeta kemudian memanggil João Fernandes. João segera masuk ruangan dan menyeret ayah. Sampai di luar saya melihat ayah saya ditikam dengan pedang beberapa kali tepat di bagian punggung yang tembus ke perut dan dada. Milisi lain, João Gombloh dan Koemeta ikut menikam ayah saya. Mereka terus memukul ayah dengan hingga tewas. Saya menyaksikan pembunuhan ayah dengan jelas dan mengenal dengan pasti pelakunya karena saat itu lampu menyala terang. *** 11 Direito 17 4 Juni 2001

12 O p i n i Kejahatan terhadap Kemanusiaan oleh Redaksi Direito Masyarakat internasional telah mengetahui bahwa telah terjadi kekerasan yang luar biasa kejam di Timor Lorosae sepanjang Januari hingga September Setelah melakukan penyelidikan, Komisi Penyelidik Internasional yang dibentuk oleh PBB menyimpulkan telah terjadinya pelanggaran berat hukum hak asasi manusia yang mendasar dan pelanggaran hukum humaniter internasional. Komisi juga menemukan bukti-bukti bahwa tentara Indonesia (TNI) dan kelompok-kelompok milisi terlibat dalam pelanggaran tersebut. Sementara Komisi Penyelidik Pelanggaran Hak Asasi Manusia Timor Timur (KPP HAM) Indonesia salah satu kesimpulannya menyatakan bahwa telah terjadi pelanggaran berat hak asasi manusia yang dilakukan secara terencana, sistematis serta dalam skala besar dan luas berupa pembunuhan massal, penyiksaan dan penganiayaan, penghilangan paksa, kekerasan terhadap perempuan dan anak (termasuk di dalamnya perkosaan dan perbudakan seksual), pengungsian paksa, pembumihangusan dan perusakan harta benda yang kesemuanya merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan. Pada kedua hasil penyelidikan tersebut terdapat tiga istilah penting yang pengertiannya masih belum banyak dikenal. Tiga konsep itulah yang diuraikan dalam tulisan ini. Hukum Internasional Hak Asasi Manusia Hukum internasional hak asasi manusia adalah semua norma hukum internasional yang ditujukan untuk menjamin dan menjamin perlindungan pada pribadi (individu). Hukum ini memusatkan perhatian pada kepentingan individu dan kelompok individu, dan terutama hubungan individu dengan pemerintah (negara). Tujuannya adalah memberikan perlindungan internasional untuk hak-hak asasi manusia dan kebebasan individu dan kelompok individu dari pelanggaran oleh pemerintah (dan juga pelanggaran individu, kelompok individu, dan organisasi bukan pemerintah) dan menjamin adanya keadaan yang sesuai dengan martabat manusia. Karena tujuaannya itu, hukum ini berlaku di masa damai maupun dalam konflik bersenjata internasional maupun bukan internasional. Meskipun ide-ide tentang hak asasi itu sudah muncul pada abad ke-18, gagasan tentang hukum internasional untuk menjamin hak asasi baru muncul setelah Perang Dunia II. Pada masa perang, banyak sekali orang sipil yang tak terlindungi dari kekajaman perang. Selain itu, pemerintah Nazi Jerman yang mengawali perang, ketika berkuasa banyak melakukan kekejaman terhadap warganegaranya sendiri. Mereka menangkap, memenjarakan, bahkan mengeksekusi tanpa proses hukum yang adil orang-orang yang berpandangan politik lain. Mereka bahkan mengirim ke kamp-kamp kerja paksa dan kemudian bahkan melakukan pembunuhan massal terhadap orang Jerman yang berdarah Yahudi. Kekejaman-kekejaman tersebut menyadarkan perlunya hukum internasional untuk melindungdi individu. Salah satu langkahnya adalah pembentukan pengadilan internasional (di kota Nuremberg) untuk mengadili orang-orang Nazi. Langkah selanjutnya adalah diterimanya Pernyataan Semesta Hak Asasi Manusia oleh Majelis Umum PBB pada tahun Dengan adanya hukum internasional hak asasi manusia, setiap individu punya hak untuk mendapat perlindungan minimum dari pemerintah negaranya, dan hak ini mengharuskan pemerintah negara lain melakukan tindakan penegakan jika pemerintah negara bersangkutan tidak menjalankan kewajibannya. Dengan kata lain, jika pemerintah suatu negara membiarkan terjadinya pelanggaran hak asasi manusia terhadap warganegaranya sendiri, atau malah pemerintah itu sendiri atau aparatnya melakukan pelanggaran, maka pemerintah negara-negara lain punya kewajiban menegakkan hak tersebut dengan menangkap dan membentuk pengadilan internasional untuk mengadili para pelaku pelanggaran tersebut. Hukum Humaniter Internasional Hukum humaniter internasional adalah semua norma hukum internasional yang bertujuan memberi perlindungan sewaktu timbul konflik bersenjata internasional dan juga konflik bersenjata bukan internasional, kepada anggota pasukan tempur yang tidak bisa menjalankan tugas tempurnya lagi (karena sakit, luka atau tertangkap pasukan lawan), dan orangorang yang tidak terlibat langsung dalam pertempuran. Hukum ini juga mengatur hak dan kewajiban negara (dan organisasi bersenjata lainnya) yang berperang serta membatasi metode-metode peperangan yang boleh digunakan. Empat Konvensi Jenewa, yang dicapai pada tahun 1949, adalah Direito 17 4 Juni

PENYULUHAN INFORMASI DARI BAGIAN KEJAHTAN BERAT

PENYULUHAN INFORMASI DARI BAGIAN KEJAHTAN BERAT PENYULUHAN INFORMASI DARI BAGIAN KEJAHTAN BERAT TUNTUTAN KEJAHATAN TERHADAP KEMANUSIAAN UNTUK MANTAN MENTERI PERTAHANAN INDONESIA, KOMANDAN MILITER TERTINGGI INDONESIA DAN GUBERNUR TIMOR LESTE Resolusi

Lebih terperinci

AMNESTY INTERNATIONAL SIARAN PERS

AMNESTY INTERNATIONAL SIARAN PERS AMNESTY INTERNATIONAL SIARAN PERS Tanggal Embargo: 13 April 2004 20:01 GMT Indonesia/Timor-Leste: Keadilan untuk Timor-Leste: PBB Berlambat-lambat sementara para pelaku kejahatan bebas berkeliaran Pernyataan

Lebih terperinci

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN RANCANGAN LAPORAN SINGKAT RAPAT PANJA KOMISI III DPR-RI DENGAN KEPALA BADAN PEMBINAAN HUKUM NASIONAL (BPHN) DALAM RANGKA PEMBAHASAN DIM RUU TENTANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA ---------------------------------------------------

Lebih terperinci

Kantor Wakil Jaksa Penuntut Umum untuk Kejahatan Berat Timor Leste. INFORMASI TERKINI BAGIAN KEJAHATAN BERAT X/03 22 December 2003

Kantor Wakil Jaksa Penuntut Umum untuk Kejahatan Berat Timor Leste. INFORMASI TERKINI BAGIAN KEJAHATAN BERAT X/03 22 December 2003 Kantor Wakil Jaksa Penuntut Umum untuk Kejahatan Berat Timor Leste INFORMASI TERKINI BAGIAN KEJAHATAN BERAT X/03 22 December 2003 SCU: PENYELIDIKAN DAN PENUNTUTAN Bagian Kejahatan Berat (SCU) didirikan

Lebih terperinci

Bagian 2: Mandat Komisi

Bagian 2: Mandat Komisi Bagian 2: Mandat Komisi Bagian 2: Mandat Komisi...1 Bagian 2: Mandat Komisi...2 Pendahuluan...2 Batasan waktu...3 Persoalan-persoalan dengan relevansi khusus...3 Makna berkaitan dengan konflik politik...3

Lebih terperinci

Tanggung Jawab Komando Dalam Pelanggaran Berat Hak Asasi Manusia Oleh : Abdul Hakim G Nusantara

Tanggung Jawab Komando Dalam Pelanggaran Berat Hak Asasi Manusia Oleh : Abdul Hakim G Nusantara Tanggung Jawab Komando Dalam Pelanggaran Berat Hak Asasi Manusia Oleh : Abdul Hakim G Nusantara Impunitas yaitu membiarkan para pemimpin politik dan militer yang diduga terlibat dalam kasus pelanggaran

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA I. UMUM Bahwa hak asasi manusia yang tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945, Deklarasi Universal

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN by DANIEL ARNOP HUTAPEA, S.Pd PERTEMUAN KE-3

PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN by DANIEL ARNOP HUTAPEA, S.Pd PERTEMUAN KE-3 PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN by DANIEL ARNOP HUTAPEA, S.Pd PERTEMUAN KE-3 Pelanggaran HAM Menurut Undang-Undang No.39 tahun 1999 pelanggaran hak asasi manusia adalah setiap perbuatan seseorang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : a. bahwa salah satu alat

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

REGULASI NO. 2000/14

REGULASI NO. 2000/14 PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA Administrasi Transisi Perserikatan Bangsa- Bangsa di Timor Lorosae NATIONS UNIES Administrasion Transitoire des Nations Unies in au Timor Oriental UNTAET UNTAET/REG/2000/14 10

Lebih terperinci

REGULASI NO. 2001/11

REGULASI NO. 2001/11 PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA Administrasi Transisi Perserikatan Bangsabangsa di Timor Lorosae NATIONS UNIES Administrasion Transitoire des Nations Unies in au Timor Oriental UNTAET UNTAET/REG/2001/11 13

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2002 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA TERORISME

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2002 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA TERORISME PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2002 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA TERORISME PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam mewujudkan tujuan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa salah satu alat bukti yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa hak asasi manusia merupakan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa hak asasi manusia merupakan

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN (yang telah disahkan dalam Rapat Paripurna DPR tanggal 18 Juli 2006) RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa hak asasi manusia merupakan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa hak asasi manusia merupakan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DISTRIBUSI II UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa salah satu alat

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI KEBENARAN DAN REKONSILIASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI KEBENARAN DAN REKONSILIASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI KEBENARAN DAN REKONSILIASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pelanggaran hak asasi

Lebih terperinci

UU Pengadilan Hak Asasi Manusia: Sebuah Tinjauan

UU Pengadilan Hak Asasi Manusia: Sebuah Tinjauan UU Pengadilan Hak Asasi Manusia: Sebuah Tinjauan Ifdhal Kasim Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) A. Pengantar 1. Pengadilan Hak Asasi Manusia Ad Hoc untuk Timor Timur tingkat pertama telah berakhir.

Lebih terperinci

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia 3 Perbedaan dengan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia Bagaimana Ketentuan Mengenai dalam tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia? Menurut hukum internasional, kejahatan

Lebih terperinci

Undang-Undang Republik Indonesia. Nomor 26 Tahun Tentang. Pengadilan Hak Asasi Manusia BAB I KETENTUAN UMUM

Undang-Undang Republik Indonesia. Nomor 26 Tahun Tentang. Pengadilan Hak Asasi Manusia BAB I KETENTUAN UMUM Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2000 Tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan : 1. Hak Asasi Manusia adalah seperangkat

Lebih terperinci

UNTAET REGULASI NO. 2002/2 TENTANG PELANGGARAN KETENTUAN BERHUBUNGAN DENGAN PEMILIHAN PRESIDEN PERTAMA

UNTAET REGULASI NO. 2002/2 TENTANG PELANGGARAN KETENTUAN BERHUBUNGAN DENGAN PEMILIHAN PRESIDEN PERTAMA UNITED NATIONS United Nations Transitional Administration in East Timor NATIONS UNIES Administrasion Transitoire des Nations Unies in au Timor Oriental UNTAET UNTAET/REG/2002/2 5 March 2002 REGULASI NO.

Lebih terperinci

Tentang Pendirian Kantor Catatan Sipil demi Timor Lorosae

Tentang Pendirian Kantor Catatan Sipil demi Timor Lorosae PERSERIKATAN BANGSA-BANGS Administrasi Transisi Perserikatan Bang bangsa di Timor Lorosae UNTAET NATIONS UNIES Administration Transitoire des Natio Unies in au Timor Oriental UNTAET/REG/2001/3 16 March

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa salah satu alat bukti yang

Lebih terperinci

Keterlibatan Pemerintah Amerika Serikat dan Inggris. dalam Genosida 65

Keterlibatan Pemerintah Amerika Serikat dan Inggris. dalam Genosida 65 Keterlibatan Pemerintah Amerika Serikat dan Inggris dalam Genosida 65 Majalah Bhinneka April 2, 2016 http://bhinnekanusantara.org/keterlibatan-pemerintah-amerika-serikat-dan-inggris-dalam-genosida-65/

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI KEBENARAN DAN REKONSILIASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI KEBENARAN DAN REKONSILIASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI KEBENARAN DAN REKONSILIASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pelanggaran hak asasi manusia

Lebih terperinci

Konstitusi penting sekali buat kehidupan kita sehari-hari sebagai orang Timor Loro Sa e. Konstitusi memutuskan kita rakyat Timor mau ke mana.

Konstitusi penting sekali buat kehidupan kita sehari-hari sebagai orang Timor Loro Sa e. Konstitusi memutuskan kita rakyat Timor mau ke mana. Konstitusi penting sekali buat kehidupan kita sehari-hari sebagai orang Timor Loro Sa e. Konstitusi memutuskan kita rakyat Timor mau ke mana. Konstitusi adalah... hukum dasar suatu negara. Konstitusi adalah

Lebih terperinci

RUU Perlindungan Korban dan Saksi Draft Sentra HAM UI dan ICW, Juni 2001 RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG

RUU Perlindungan Korban dan Saksi Draft Sentra HAM UI dan ICW, Juni 2001 RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG !"#$%&'#'(&)*!"# $%&#'''(&)((* RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERLINDUNGAN KORBAN DAN SAKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sistem

Lebih terperinci

LAMPIRAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1994 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN EKSTRADISI ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN AUSTRALIA

LAMPIRAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1994 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN EKSTRADISI ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN AUSTRALIA LAMPIRAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1994 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN EKSTRADISI ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN AUSTRALIA PERJANJIAN EKSTRADISI ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN AUSTRALIA

Lebih terperinci

MAKALAH. Pengadilan HAM dan Hak Korban Pelanggaran Berat HAM. Oleh: Eko Riyadi, S.H., M.H.

MAKALAH. Pengadilan HAM dan Hak Korban Pelanggaran Berat HAM. Oleh: Eko Riyadi, S.H., M.H. TRAINING RULE OF LAW SEBAGAI BASIS PENEGAKAN HUKUM DAN KEADILAN Hotel Santika Premiere Hayam Wuruk - Jakarta, 2 5 November 2015 MAKALAH Pengadilan HAM dan Hak Korban Pelanggaran Berat HAM Oleh: Eko Riyadi,

Lebih terperinci

PROGRESS REPORT IX. Pemantauan Pengadilan HAM Ad Hoc Perkara Pelanggaran HAM berat di Timor-timur. Jakarta, 20 Desember 2002.

PROGRESS REPORT IX. Pemantauan Pengadilan HAM Ad Hoc Perkara Pelanggaran HAM berat di Timor-timur. Jakarta, 20 Desember 2002. PROGRESS REPORT IX Pemantauan Pengadilan HAM Ad Hoc Perkara Pelanggaran HAM berat di Timor-timur Jakarta, 20 Desember 2002. KEJAHATAN TERHADAP KEMANUSIAAN TANPA PENANGGUNG JAWAB Lembaga Studi dan Advokasi

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap warga negara

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2003 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2002 TENTANG

Lebih terperinci

PEDOMAN TENTANG PERANAN PARA JAKSA. Disahkan oleh Kongres Perserikatan Bangsa-Bangsa. Kedelapan. Tentang Pencegahan Kejahatan dan Perlakukan terhadap

PEDOMAN TENTANG PERANAN PARA JAKSA. Disahkan oleh Kongres Perserikatan Bangsa-Bangsa. Kedelapan. Tentang Pencegahan Kejahatan dan Perlakukan terhadap PEDOMAN TENTANG PERANAN PARA JAKSA Disahkan oleh Kongres Perserikatan Bangsa-Bangsa Kedelapan Tentang Pencegahan Kejahatan dan Perlakukan terhadap Pelaku Kejahatan Havana, Kuba, 27 Agustus sampai 7 September

Lebih terperinci

Telah menyetujui sebagai berikut: Pasal 1. Untuk tujuan Konvensi ini:

Telah menyetujui sebagai berikut: Pasal 1. Untuk tujuan Konvensi ini: LAMPIRAN II UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF TERRORIST BOMBINGS, 1997 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENGEBOMAN

Lebih terperinci

Dengan Persetujuan Bersama. DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN:

Dengan Persetujuan Bersama. DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN: RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa salah satu alat bukti

Lebih terperinci

Pelanggaran Hak Asasi Manusia yang berat adalah pelanggaran sebagaimana dimaksud

Pelanggaran Hak Asasi Manusia yang berat adalah pelanggaran sebagaimana dimaksud 15 Pelanggaran Hak Asasi Manusia yang berat adalah pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini. Adapun jenis-jenis pelanggaran Hak Asasi Manusia yang berat, sebagai berikut: 1. Kejahatan Genosida

Lebih terperinci

Pembantaian di Gereja Suai

Pembantaian di Gereja Suai Pembantaian di Gereja Suai 836. Salah satu pembantaian yang paling buruk terjadi di Gereja Nossa Senhora do Rosario pada tanggal 6 September di Suai. Pembantaian ini adalah aksi pembunuhan massal yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI BAB I

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI BAB I UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI BAB I Pasal 1 Dalam undang-undang ini yang dimaksud dengan: 1. Korporasi adalah kumpulan orang dan atau kekayaan

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN Hasil PANJA 12 Juli 2006 Dokumentasi KOALISI PERLINDUNGAN SAKSI Hasil Tim perumus PANJA, santika 12 Juli

Lebih terperinci

REGULASI NO. 2000/11

REGULASI NO. 2000/11 PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA Administrasi Transisi Perserikatan Bangsabangsa di Timor Lorosae NATIONS UNIES Administrasion Transitoire des Nations Unies in au Timor Oriental UNTAET UNTAET/REG/2000/11 6 Maret

Lebih terperinci

2008, No.59 2 c. bahwa dalam penyelenggaraan pemilihan kepala pemerintah daerah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pem

2008, No.59 2 c. bahwa dalam penyelenggaraan pemilihan kepala pemerintah daerah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pem LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.59, 2008 OTONOMI. Pemerintah. Pemilihan. Kepala Daerah. Perubahan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844) UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

MENEGAKKAN TANGGUNG JAWAB MELINDUNGI: PERAN ANGGOTA PARLEMEN DALAM PENGAMANAN HIDUP WARGA SIPIL

MENEGAKKAN TANGGUNG JAWAB MELINDUNGI: PERAN ANGGOTA PARLEMEN DALAM PENGAMANAN HIDUP WARGA SIPIL MENEGAKKAN TANGGUNG JAWAB MELINDUNGI: PERAN ANGGOTA PARLEMEN DALAM PENGAMANAN HIDUP WARGA SIPIL Resolusi disahkan oleh konsensus* dalam Sidang IPU ke-128 (Quito, 27 Maret 2013) Sidang ke-128 Inter-Parliamentary

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2003 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2002 TENTANG

Lebih terperinci

NOMOR : M.HH-11.HM.03.02.th.2011 NOMOR : PER-045/A/JA/12/2011 NOMOR : 1 Tahun 2011 NOMOR : KEPB-02/01-55/12/2011 NOMOR : 4 Tahun 2011 TENTANG

NOMOR : M.HH-11.HM.03.02.th.2011 NOMOR : PER-045/A/JA/12/2011 NOMOR : 1 Tahun 2011 NOMOR : KEPB-02/01-55/12/2011 NOMOR : 4 Tahun 2011 TENTANG PERATURAN BERSAMA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI REPUBLIK INDONESIA KETUA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan

Lebih terperinci

ATURAN PERILAKU BAGI APARAT PENEGAK HUKUM

ATURAN PERILAKU BAGI APARAT PENEGAK HUKUM ATURAN PERILAKU BAGI APARAT PENEGAK HUKUM Diadopsi oleh Resolusi Sidang Umum PBB No. 34/169 Tanggal 17 Desember 1979 Pasal 1 Aparat penegak hukum di setiap saat memenuhi kewajiban yang ditetapkan oleh

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.293, 2014 POLHUKAM. Saksi. Korban. Perlindungan. Perubahan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5602) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL Menimbang: DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

UNTAET Administrasi Transisi Perserikatan Bangsa-Bangsa di Timor Lorosae REGULASI NOMOR 16 TAHUN 2000 TENTANG SUSUNAN KEJAKSAAN DI TIMOR TIMUR

UNTAET Administrasi Transisi Perserikatan Bangsa-Bangsa di Timor Lorosae REGULASI NOMOR 16 TAHUN 2000 TENTANG SUSUNAN KEJAKSAAN DI TIMOR TIMUR UNITED NATIONS NATIONS UNIES United Nations Transitional Administration Administration Transitoire des Nations Unies in East Timor au Timor Oriental UNTAET Administrasi Transisi Perserikatan Bangsa-Bangsa

Lebih terperinci

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA SALINAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 41 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN VERIFIKASI KELENGKAPAN DOKUMEN PEMBERHENTIAN ANTARWAKTU, PENGGANTIAN ANTARWAKTU,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan rasa aman dan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 1 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

Pengadilan Rakyat Internasional Kasus 1965

Pengadilan Rakyat Internasional Kasus 1965 Sepuluh Hal yang Perlu Anda Ketahui Tentang Pengadilan Rakyat Internasional Kasus 1965 Banyak kesalahpahaman terjadi terhadap Pengadilan Rakyat Internasional. Berikut sepuluh hal yang belum banyak diketahui

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

GUBERNUR BANTEN PERATURAN GUBERNUR BANTEN

GUBERNUR BANTEN PERATURAN GUBERNUR BANTEN GUBERNUR BANTEN PERATURAN GUBERNUR BANTEN NOMOR 21 TAHUN 2010 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENYIDIKAN BAGI PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DAERAH PROVINSI BANTEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANTEN,

Lebih terperinci

UNTAET REGULASI NOMOR 2001/8 TENTANG PENDIRIAN REZIM UNTUK MENGATUR LALU LINTAS DI TIMOR LOROSAE

UNTAET REGULASI NOMOR 2001/8 TENTANG PENDIRIAN REZIM UNTUK MENGATUR LALU LINTAS DI TIMOR LOROSAE UNITED NATIONS United Nations Transitional Administration Unies in East Timor UNTAET NATIONS UNIES Administration Transitoire des Nations au Timor Oriental UNTAET/REG/2001/8 Juni 26 2001 REGULASI NOMOR

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PELANGGARAN ADMINISTRASI TERKAIT LARANGAN MEMBERIKAN

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS FIQH SIYASAH TERHADAP PENANGANAN PELANGGARAN BERAT HAM

BAB IV ANALISIS FIQH SIYASAH TERHADAP PENANGANAN PELANGGARAN BERAT HAM 73 BAB IV ANALISIS FIQH SIYASAH TERHADAP PENANGANAN PELANGGARAN BERAT HAM A. Analisis Penanganan Pelanggaran Berat HAM menurut Undang- Undang Nomor 26 Tahun 2000 Sebagaimana telah disinggung pada pembahasan

Lebih terperinci

PEMERKOSAAN,PERBUDAKAN SEKSUALITAS

PEMERKOSAAN,PERBUDAKAN SEKSUALITAS PEMERKOSAAN,PERBUDAKAN SEKSUALITAS Di dunia ini Laki-laki dan perempuan memiliki peran dan status sosial yang berbeda dalam masyarakat mereka, dan Komisi diharuskan untuk memahami bagaimana hal ini berpengaruh

Lebih terperinci

2016, No Gubernur, Bupati, dan Wali Kota menjadi Undang- Undang; b. bahwa Pasal 22B huruf a dan huruf b Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tent

2016, No Gubernur, Bupati, dan Wali Kota menjadi Undang- Undang; b. bahwa Pasal 22B huruf a dan huruf b Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tent No.1711,2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BAWASLU.Pemilihan.Gubernur.Bupati.Walikota.Pelanggaran Administrasi. PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2016 TENTANG

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Peradilan Pidana di Indonesia di selenggarakan oleh lembaga - lembaga peradilan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Peradilan Pidana di Indonesia di selenggarakan oleh lembaga - lembaga peradilan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Sistem Peradilan Pidana Peradilan Pidana di Indonesia di selenggarakan oleh lembaga - lembaga peradilan pidana, yaitu Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan serta Lembaga Pemasyarakatan

Lebih terperinci

REGULASI NO. 2000/09

REGULASI NO. 2000/09 UNITED NATIONS United Nations Transitional Administration in East Timor NATIONS UNIES Administrasion Transitoire des Nations Unies in au Timor Oriental UNTAET UNTAET/REG/2000/9 25 February 2000 REGULASI

Lebih terperinci

KONVENSI MENENTANG PENYIKSAAN DAN PERLAKUAN ATAU PENGHUKUMAN LAIN YANG KEJAM, TIDAK MANUSIAWI DAN MERENDAHKAN MARTABAT MANUSIA

KONVENSI MENENTANG PENYIKSAAN DAN PERLAKUAN ATAU PENGHUKUMAN LAIN YANG KEJAM, TIDAK MANUSIAWI DAN MERENDAHKAN MARTABAT MANUSIA KONVENSI MENENTANG PENYIKSAAN DAN PERLAKUAN ATAU PENGHUKUMAN LAIN YANG KEJAM, TIDAK MANUSIAWI DAN MERENDAHKAN MARTABAT MANUSIA Diterima dan terbuka untuk penandatanganan, ratifikasi dan aksesi olah Resolusi

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP SAKSI DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA

BAB II PENGATURAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP SAKSI DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA BAB II PENGATURAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP SAKSI DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA A. Undang Undang Nomor 31 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban Undang - undang ini memberikan pengaturan

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA HAK ASASI MANUSIA YANG PALING SERIUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA HAK ASASI MANUSIA YANG PALING SERIUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA 20 Des 2010 RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA HAK ASASI MANUSIA YANG PALING SERIUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. Bab ini berisi kesimpulan dari hasil penelitian yang telah dilakukan. Dalam

BAB V KESIMPULAN. Bab ini berisi kesimpulan dari hasil penelitian yang telah dilakukan. Dalam BAB V KESIMPULAN Bab ini berisi kesimpulan dari hasil penelitian yang telah dilakukan. Dalam peneltian ini peneliti dapat melihat bahwa, Menteri Luar Negeri Ali Alatas melihat Timor Timur sebagai bagian

Lebih terperinci

UNTAET REGULASI NOMOR 2001/1 TENTANG PENDIRIAN TENTARA NASIONAL TIMOR LOROSAE

UNTAET REGULASI NOMOR 2001/1 TENTANG PENDIRIAN TENTARA NASIONAL TIMOR LOROSAE UNITED NATIONS United Nations Transitional Administration Unies in East Timor UNTAET NATIONS UNIES Administration Transitoire des Nations au Timor Oriental UNTAET/REG/2001/1 Januari 31 2001 REGULASI NOMOR

Lebih terperinci

KONVENSI MENENTANG PENYIKSAAN DAN PERLAKUAN ATAU PENGHUKUMAN LAIN YANG KEJAM, TIDAK MANUSIAWI DAN MERENDAHKAN MARTABAT MANUSIA

KONVENSI MENENTANG PENYIKSAAN DAN PERLAKUAN ATAU PENGHUKUMAN LAIN YANG KEJAM, TIDAK MANUSIAWI DAN MERENDAHKAN MARTABAT MANUSIA KONVENSI MENENTANG PENYIKSAAN DAN PERLAKUAN ATAU PENGHUKUMAN LAIN YANG KEJAM, TIDAK MANUSIAWI DAN MERENDAHKAN MARTABAT MANUSIA Diterima dan terbuka untuk penandatanganan, ratifikasi dan aksesi olah Resolusi

Lebih terperinci

BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN BUPATI TANAH BUMBU NOMOR 33 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN BUPATI TANAH BUMBU NOMOR 33 TAHUN 2015 TENTANG BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN BUPATI TANAH BUMBU NOMOR 33 TAHUN 2015 TENTANG STANDAR OPERASIONAL PRUSEDUR PENCEGAHAN KONFLIK, PENGHENTIAN KONFLIK DAN PENYELESAIAN KONFLIK SOSIAL

Lebih terperinci

PROTOKOL OPSIONAL KONVENSI HAK-HAK ANAK MENGENAI KETERLIBATAN ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA

PROTOKOL OPSIONAL KONVENSI HAK-HAK ANAK MENGENAI KETERLIBATAN ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA PROTOKOL OPSIONAL KONVENSI HAK-HAK ANAK MENGENAI KETERLIBATAN ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA Negara-Negara Pihak pada Protokol ini, Didorong oleh dukungan penuh terhadap Konvensi tentang Hak-Hak Anak, yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

Baru dua tahun yang lalu militer Indonesia (TNI) dan

Baru dua tahun yang lalu militer Indonesia (TNI) dan ibuletin La o Hamutuk Vol. 2, No. 6 & 7 Oktober 2001 Keadilan untuk Timor Lorosa e? Baru dua tahun yang lalu militer Indonesia (TNI) dan pasukan-pasukan milisinya melancarkan teror dan penghancuran akhir

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

b. bahwa Komisi Yudisial mempunyai peranan penting dalam usaha mewujudkan

b. bahwa Komisi Yudisial mempunyai peranan penting dalam usaha mewujudkan UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PENDAPAT HUKUM ( DISSENTING OPINION )

PENDAPAT HUKUM ( DISSENTING OPINION ) PENDAPAT HUKUM ( DISSENTING OPINION ) I. Pendahuluan 1. Mengingat sidang permusyawaratan Majelis Hakim tidak dapat dicapai mufakat bulat sebagaimana diatur di dalam pasal 19 ayat ( 5 ) Undang-Undang Nomor

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN UMUM

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN UMUM UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN DIVERSI DAN PENANGANAN ANAK YANG BELUM BERUMUR 12 (DUA BELAS) TAHUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB III TINDAK PIDANA KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA PUTUSAN PENGADILAN NEGERI SUKOHARJO NOMOR: 203/Pid.Sus/2011/PN.Skh

BAB III TINDAK PIDANA KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA PUTUSAN PENGADILAN NEGERI SUKOHARJO NOMOR: 203/Pid.Sus/2011/PN.Skh BAB III TINDAK PIDANA KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA PUTUSAN PENGADILAN NEGERI SUKOHARJO NOMOR: 203/Pid.Sus/2011/PN.Skh A. Deskripsi Kasus tentang Tindak Pidana Kekerasan Dalam Rumah Tangga Berdasarkan Putusan

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 1991 TENTANG TATA CARA PEMBERHENTIAN DENGAN HORMAT, PEMBERHENTIAN TIDAK DENGAN HORMAT, DAN PEMBERHENTIAN SEMENTARA SERTA HAK-HAK HAKIM AGUNG DAN HAKIM

Lebih terperinci

Hukum Acara Pidana Untuk Kasus Kekerasan Seksual

Hukum Acara Pidana Untuk Kasus Kekerasan Seksual Hukum Acara Pidana Untuk Kasus Kekerasan Seksual Hukum Acara Pidana dibuat adalah untuk melaksanakan peradilan bagi pengadilan dalam lingkungan peradilan umum dan Mahkamah Agung dengan mengatur hak serta

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2015 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN DIVERSI DAN PENANGANAN ANAK YANG BELUM BERUMUR 12 (DUA BELAS) TAHUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB III PENGANIAYAAN YANG BERAKIBAT LUKA BERAT DALAM KUHP

BAB III PENGANIAYAAN YANG BERAKIBAT LUKA BERAT DALAM KUHP 40 BAB III PENGANIAYAAN YANG BERAKIBAT LUKA BERAT DALAM KUHP 1. Pengertian Penganiayaan yang berakibat luka berat Dalam Undang-Undang tidak memberikan perumusan apa yang dinamakan penganiayaan. Namun menurut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. internasional, negara harus memiliki syarat-syarat yang harus dipenuhi yaitu,

BAB I PENDAHULUAN. internasional, negara harus memiliki syarat-syarat yang harus dipenuhi yaitu, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara merupakan salah satu subjek hukum internasional. Sebagai subjek hukum internasional, negara harus memiliki syarat-syarat yang harus dipenuhi yaitu, salah satunya

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2002 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA TERORISME [LN 2002/106, TLN 4232]

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2002 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA TERORISME [LN 2002/106, TLN 4232] PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2002 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA TERORISME [LN 2002/106, TLN 4232] BAB III TINDAK PIDANA TERORISME Pasal 6 Setiap orang yang dengan sengaja

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

Kata Pengantar. Pidato * oleh Aniceto Guterres Lopes, Ketua CAVR. Guna sejarah

Kata Pengantar. Pidato * oleh Aniceto Guterres Lopes, Ketua CAVR. Guna sejarah Kata Pengantar Pidato * oleh Aniceto Guterres Lopes, Ketua CAVR Yang Mulia, Presiden Kay Rala Xanana Gusmão; Presiden Parlemen Nasional Francisco Guterres Lú-Olo; Perdana Menteri Dr Mari Alkatiri; Ketua

Lebih terperinci

Konvensi Internasional mengenai Penindasan dan Penghukuman Kejahatan Apartheid

Konvensi Internasional mengenai Penindasan dan Penghukuman Kejahatan Apartheid Konvensi Internasional mengenai Penindasan dan Penghukuman Kejahatan Apartheid disetujui dan terbuka untuk penandatanganan dan ratifikasi oleh Resolusi Majelis Umum 3068 (XXVIII) 30 November 1973 Negara-negara

Lebih terperinci