BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kemampuan literasi yang sering disebut sebagai kemampuan baca-tulis,

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kemampuan literasi yang sering disebut sebagai kemampuan baca-tulis,"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemampuan literasi yang sering disebut sebagai kemampuan baca-tulis, merupakan kemampuan yang sangat penting dalam proses perkembangan anak sekolah. Kemampuan ini menjadi pintu pembuka untuk proses belajar selanjutnya dan merupakan kunci keberhasilan di sekolah. Apalagi dalam era ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini, kemampuan literasi yang tinggi menjamin kecepatan mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kemudian mengaplikasikannya. Kemampuan membaca yang rendah diasosiasikan dengan rendahnya prestasi sekolah, kurangnya kemampuan literasi saat dewasa, serta meningkatnya masalah perilaku dan tingkat putus sekolah dari sekolah (Burke, 2010). Bjorklund (2003) menyatakan bahwa membaca merupakan satu keterampilan yang paling penting dalam budaya modern saat ini. Sulit dibayangkan seorang yang buta huruf dapat menjadi terdidik dalam masyarakat modern. Oleh karena itu stimulasi pencapaian kemampuan literasi mulai dari dasar sejak usia prasekolah, penting dilakukan. Hasil penelitian menunjukkan dengan jelas bahwa kemampuan literasi awal yang baik membantu anak untuk lebih mudah belajar membaca dan meningkatkan tingkat kesuksesan anak di sekolah (Senechal & LeFreve, 2002). Hasil metaanalisis yang dilakukan oleh National Early Literacy Panel (NELP) pada tahun 2008 menunjukkan bahwa kemampuan dasar literasi memprediksi kemampuan literasi selanjutnya pada tingkat sedang sampai tinggi. Hasil penelitian PIRLS 2006 di 45 negara yang diteliti menunjukkan bahwa anak yang berasal dari keluarga yang menstimulasi literasi awal memiliki kemampuan literasi yang lebih tinggi (Mullis & Martin, 2007). Dengan demikian kemampuan literasi awal anak menjadi prediktor bagi kemampuan literasi anak di kelas 1

2 2 empat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kemampuan dasar literasi anak merupakan prediktor paling penting bagi pencapaian kemampuan membaca di sekolah dasar usia 9-10 tahun (Ko & Chan, 2009). Demikian pentingnya kemampuan literasi awal bagi keberhasilan anak di sekolah sebagai landasan awal bagi penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi di era modern, maka kemampuan literasi awal harus dikuasai oleh setiap anak. Hanya saja kemampuan literasi awal ini tidak seperti kemampuan bahasa yang memungkinkan dikuasai secara alamiah tanpa pengajaran. Anak normal dapat menguasai bahasa ibu secara fasih, tetapi manusia tidak mengalami evolusi untuk dapat menguasai literasi, bahkan masih ada anak yang belum menguasai literasi meskipun sudah diajarkan. Masih ada anak mengalami kesulitan untuk belajar membaca meskipun di usia sekolah. Terdapat pula anak yang sebelum usia sekolah terdeteksi mengalami kesulitan belajar membaca. Kesulitan belajar ini biasanya lebih banyak ditangani dengan program remidial di sekolah, namun ini memakan biaya dan tenaga yang lebih besar. Gerakan yang lebih gencar saat ini adalah pencegahan kesulitan belajar dengan melakukan intervensi dini agar anak memiliki keterampilan dasar dalam membaca sedini mungkin (Burke, 2010). Gerakan ini didukung oleh parubahan cara pandang dari mengatasi kesulitan/kelemahan anak (deficit-based approach) menuju mengembangkan potensi/kekuatan anak (strength-based approach). Hal ini merupakan upaya meningkatkan aktivitas literasi di rumah agar anak memiliki minat untuk membaca dan menulis sejak sebelum sekolah, sehingga saat di sekolah dasar tidak asing dengan kegiatan belajar di kelas yang banyak berkaitan dengan baca tulis. Selain itu dengan intervensi dini di rumah, diharapkan lebih cepat dilakukan deteksi dini kesulitan anak belajar membaca,

3 3 sehingga dapat dilakukan penanganan segera pada usia emas anak. Pada usia emas penanganan memiliki peluang lebih besar untuk berhasil. Kajian literasi anak usia dini atau literasi awal semakin berkembang pesat setelah Marie Clay dari New Zealand pada tahun 1966 memperkenalkan konsep emergent literacy, yaitu perilaku meniru/pura-pura membaca dan menulis pada anak kecil meskipun mereka belum mampu membaca sebenarnya. Penelitian-penelitian selanjutnya membuktikan ternyata perkembangan membaca dan menulis dimulai sejak dini dalam konteks keluarga, sebelum masuk sekolah dasar. Selanjutnya berkembanglah pandangan emergent literacy yang menyatakan bahwa literasi berkembang secara berkelanjutan (continuum) dengan berbagai cara dan pada umur yang berbeda. Hal ini dipupuk oleh interaksi sosial antara anak dengan orang tua atau pengasuh dan dirangsang oleh materi literasi seperti buku cerita. Dengan demikian penting sekali peran dan dukungan dari orang tua dan pendidik dalam mengarahkan anak berkembang dari pura-pura membaca (emergent literacy) menuju mampu membaca sesungguhnya (Johnson, 1999). Dalam pandangan emergent literacy, sejak lahir anak dapat distimulasi, dikenalkan, dan diberikan pengalaman yang kaya akan aktivitas literasi. Hal ini dapat dilakukan dalam kegiatan sehari-hari yang natural dan tanpa beban. Dengan demikian kemampuan literasi anak dipelajari jauh sebelum masuk sekolah, karena didapatkan dari pengalaman praktis yang bermakna, kontekstual, dan menyenangkan bagi anak. Pandangan emergent literacy kemudian lebih dikenal daripada pandangan sebelumnya yaitu kesiapan membaca (reading readiness). Pandangan kesiapan membaca menyatakan bahwa untuk belajar membaca dan menulis anak harus mencapai usia di atas 6 tahun agar mencapai level kematangan tertentu secara fisik dan neurologis

4 4 sehingga anak siap untuk menerima instruksi/pengajaran membaca dan menulis. Dengan demikian pengajaran yang dilakukan sebelum anak mencapai usia 6 tahun hanya membuang-buang waktu dan berpotensi merusak anak. Dalam pandangan kesiapan membaca, anak harus memiliki kematangan untuk mulai belajar membaca dan menulis karena praktik pembelajarannya lebih bersifat pengajaran keterampilan baca-tulis yang tekstual dan membutuhkan keseriusan untuk memahaminya. Namun kemudian pandangan kesiapan membaca dianggap salah arah karena penelitian Marie Clay membuktikan bahwa anak sudah memiliki perilaku dan ketertarikan terhadap aktivitas literasi sejak sangat dini usia, sehingga stimulasi literasi lebih baik dioptimalkan dari sejak lahir tidak harus menunggu sampai anak memiliki kematangan neurologis untuk menerima instruksi. Selain itu stimulasi dan pengalaman terkait literasi yang kurang ternyata memperbesar risiko kesulitan belajar baca tulis pada saat mulai belajar di usia lebih dari 6 tahun. Dalam menjelaskan kemampuan literasi awal, masih sering terjadi kontroversi (Snow, 2008) yang memunculkan perdebatan hebat terutama dalam konsep definisi literasi, cara mengembangkannya dan perspektif yang tepat. Perdebatan dalam konsep definisi terjadi karena literasi dilpandang sebagai kegiatan kognitif individu sementara terdapat pandangan berbeda yang melihatnya sebagai kegiatan sosial yang interaktif secara kolaboratif. Dalam cara mengajarkan literasi dikenal dua cara berbeda yaitu yang berorientasi holistik atau disebut top-down approach/big book/whole language/contemporer serta cara kedua yang berorientasi pada komponen atau sering disebut sebagai bottom-up approac/code base approach/phonics/tradisional/skill. Terdapat pula perbedaan perspektif kesiapan belajar (reading readiness) dengan perspektif emergent literacy. Menghadapi kontroversi yang sudah sejak dahulu terjadi,

5 5 seringkali terjadi perdebatan yang sebenarnya hanya membuahkan pertentangan. Oleh karena itu dalam perkembangan selanjutnya, para ahli lebih banyak menganggap perbedaan cara pandang ini sebagai area yang saling melengkapi demi tercapainya efektivitas dan optimalisasi perkembangan potensi literasi anak. Lebih penting bila kedua pendekatan di atas diacu dan diterapkan secara seimbang agar memberi kontribusi yang optimal dalam pencapaian kemampuan literasi awal. Dalam tataran aplikasi teori-teori ini masih sangat dirasakan kontradiktif dan membingungkan masyarakat, terutama pendidik. Dengan demikian dibutuhkan pengkajian terhadap sumber kontroversi untuk dapat dipetakan perbedaannya dan dipahami alur berpikirnya. Selanjutnya diharapkan dapat menghasilkan landasan teoretis yang seimbang dalam mendasari aplikasi pengembangan literasi awal oleh pendidik. Menyadari bahwa para pendidik, termasuk orang tua, masih mengalami kebingungan tentang bagaimana cara yang tepat mengembangkan kemampuan literasi, maka tidak mengherankan bila anak kurang mendapatkan bimbingan dan pengembangan kemampuan literasi dengan tepat dan efektif. Kemudian berdampak pada kemampuan literasi anak Indonesia masih tergolong rendah dibandingkan dengan kemampuan literasi anak dari negara lain. Hal ini dapat dilihat dari hasil penelitian Progress in International Reading Literacy Study (PIRLS), yaitu studi internasional dalam bidang membaca pada anak-anak di seluruh dunia pada tahun 2006 yang disponsori oleh The International Association for the Evaluation Achievement. Hasil studi mengungkap lemahnya kemampuan siswa kelas IV SD/MI, yang menunjukkan bahwa rata-rata kemampuan literasi anak Indonesia berada pada urutan keempat dari bawah dibandingkan dengan 45 negara di dunia (Mullis & Martin, 2007). Selain itu survei

6 6 terhadap anak kelas 1 dan 2 sekolah dasar dari 17 sekolah di wilayah Kota Yogyakarta dan kabupaten Sleman DIY, masih terdapat 12 % yang masih belum lancar membaca kalimat sederhana (Widyana, 2006). Rendahnya kemampuan literasi anak sekolah dasar dan banyaknya kasus anak kesulitan belajar membaca-menulis merupakan masalah, yang salah satu solusi efektifnya adalah dengan meningkatkan stimulasi dini potensi bacatulis anak sebelum anak masuk di sekolah dasar. Hal ini sesuai dengan pendapat Kumara (2010) yang menyatakan bahwa lebih baik memberi stimulasi membaca dan menulis sejak dini dengan cara bermain yang menyenangkan bagi anak. Stimulasi dini sebelum anak memasuki bangku sekolah dasar menjadi perhatian pemerintah saat ini dengan menjadikan pendidikan anak usia dini (PAUD) sebagai isu strategis selama 2010 sampai dengan Dalam rencana strategis pendidikan nasional (RENSTRA) itu, PAUD diupayakan untuk dapat mencapai sasaran pada keluasan akses dan mutunya. Hal ini dapat dimengerti mengingat PAUD belumlah mudah dicapai oleh semua kalangan baik dari segi jarak maupun dari segi biaya. Begitu pula dalam hal mutu, masih belum ada keseragaman standar mutu yang harus dicapai oleh setiap PAUD baik standar mutu proses pembelajaran, kualitas pengajar, maupun fasilitas pembelajaran. Menurut penulis, standar yang ada saat ini lebih ditentukan oleh pendiri dan pengelola sekolah masing-masing. Pemerintah sudah membuat kebijakan dan peraturan tentang PAUD tetapi belum ditindaklanjuti dengan program nasional yang operasional. Oleh karena itu implementasi PAUD di Indonesia belum berkembang menjadi gerakan nasional yang melibatkan penelitian sebagai dasar pelaksanaannya (eviden based). Kondisi ini juga kurang mendukung berkembangnya penelitian terkait literasi awal anak prasekolah baik dalam konteks sekolah maupun keluarga. Mengingat PAUD masih belum dapat diakses

7 7 secara luas, maka solusi lain yang juga tidak kalah pentingnya adalah mengoptimalkan peran keluarga di rumah dalam pengembangan literasi awal. Dalam dekade terakhir penelitian dan pengembangan ilmu tentang literasi awal dalam keluarga menjadi lebih berkembang sebagai pengaruh dari pandangan emergent literacy. Dengan demikian literasi dalam keluarga (family literacy) saat ini menjadi bidang kajian yang berkembang pesat (Anderson, Anderson, Friedrich, & Kim., 2010). Keluarga dipandang sebagai aset/modal yang potensial untuk dapat merangsang kemampuan literasi awal anak. Oleh karena itu di negera-negara maju diupayakan tereselenggaranya program pengembangan literasi awal anak oleh orang tua di rumah melalui program Early Head Start dan Head Start di Amerika, Home Instruction for Parents of preschool youngsters (HYPPY) di Israel, program NURY di Malaysia. Negara lain yang juga melakukan upaya pengembangan literasi awal adalah Inggris, Australia. Program seperti ini melahirkan banyak penelitian terkait literasi awal, sehingga referensi hasil penelitian seperti ini sangat didominasi oleh hasil penelitian yang dilakukan di negara Barat. Sementara itu, di Indonesia program pengembangan literasi awal dalam keluarga belum berkembang sehingga penelitian literasi keluarga belum banyak dilakukan dan referensi terkait literasi keluarga masih sangat kurang. Penelitian-penelitian terakhir tentang literasi awal di negara Barat membuktikan pentingnya kondisi atau lingkungan rumah yang kaya untuk menstimulasi Kemampuan literasi awal anak prasekolah (Burgess, 2002; Melhuish, 2008; Park, 2008). Lingkungan yang kaya akan stimulasi dapat berupa orang tua dan anak melakukan aktivitas literasi di rumah. Aktivitas literasi di rumah telah teruji sebagai prediktor kemampuan literasi awal dalam banyak

8 8 penelitian seperti hasil metaanalisis yang penulis lakukan dari 18 penelitian terdahulu yang berbeda (Ruhaena, 2011). Faktor dalam keluarga yang juga berpengaruh besar terhadap kemampuan literasi awal anak prasekolah adalah faktor rutinitas keluarga (Churchil & Stoneman, 2004; Johnson, 2008; Serpell, Sonnenschein, Baker, Ganapathy, 2002; Weigel, Martin, & Bennett, 2010) dan penggunaan teknologi multimedia (Lankshear & Knobel, 2003; Moses, 2008), serta keyakinan yang dimiliki orang tua tentang cara tepat menolong anak belajar baca tulis (Weigel, Martin, & Bennett, 2006). Hal ini seperti yang terlihat dalam peta penelitian di lampiran. Peta penelitian Ini masih mengacu pada referensi yang berasal dari hasil penelitian dalam konteks negara Barat, mengingat keterbatasan referensi yang berasal dari penelitian di Indonesia. Hasil penelitian tentang perkembangan kemampuan literasi awal dalam keluarga tidak dapat terlepas dari konteks sosial budaya, seperti yang dinyatakan Brooker (2011) bahwa dalam penelitian tentang pendidikan anak, faktor budaya setempat harus diperhitungkan dengan serius. Dengan demikian hasil penelitian terdahulu tentang prediktor atau penentu kemampuan literasi awal yang dilakukan di luar Indonesia, belum tentu sama dengan hasil penelitian penentu kemampuan literasi awal di Indonesia. Penelitian tentang bagaimana aktivitas literasi di rumah, rutinitas keluarga, keyakinan literasi orang tua, dan penggunaan teknologi multimedia berkaitan dengan kemampuan literasi awal di Indonesia, sepengetahuan penulis belum dilakukan. Dengan demikian diperlukan penelitian ini di Indonesia agar diperoleh gambaran lebih jelas tentang bagaimana keluarga Indonesia menstimulasi pencapaian kemampuan literasi awal di rumah. Selain itu juga

9 9 untuk mengungkap apakah hasil penelitian ini relatif sama atau bebeda dengan penelitian terdahulu di negara Barat. Penelitian ini dilakukan untuk mengungkap peran aktivitas literasi di rumah, rutinitas keluarga, keyakinan literasi orang tua, dan penggunaan teknologi multimedai terhadap pencapaian kemampuan literasi awal. Hal lain yang dilakukan dalam penelitian ini adalah upaya untuk membangun kerangka teoretis yang didasarkan pada pandangan dan filosofi belajar terkini yaitu konstruktivis seperti yang banyak diacu oleh peneliti-peneliti dewasa ini. Membangun kerangka teoretis yang dilakukan dalam penelitian ini memiliki arti penting sebagai upaya yang sistimatis dan terencana untuk mendasari stimulasi pencapaian kemampuan literasi awal anak Indonesia dengan teori yang telah terbukti kehandalannya secara empirik (evidence-based). Selanjutnya hasil penelitian ini diharapkan dapat mengubah paradigma para pendidik tentang bagaimana cara yang tepat dalam merangsang dan meningkatkan potensi baca tulis anak. Diharapkan agar para pendidik khususnya dan masyarakat umumnya tidak mengalami kebingungan tentang bagaimana cara yang tepat dalam membimbing anak menguasai kemampuan baca tulis. Untuk memperoleh gambaran tentang kemampuan literasi awal anak dan keterlibatan orang tua dalam konteks keluarga Indonesia, maka dilakukan penelitian pendahuluan berupa survei terhadap keluarga yang tinggal di Kota Surakarta. Data dikumpulkan dari 84 orang tua yang memiliki anak berusia antara 3-6 tahun melalui angket, dan 6 orang tua diantara mereka diwawancara untuk memperoleh data kualitatif. Hasil analisis data survei memberikan gambaran tentang kondisi kemampuan literasi anak, keterlibatan orang tua dalam pencapaiannya, dan masalah yang dihadapi (Ruhaena, 2012).

10 10 Menurut informasi yang diberikan orang tua dalam survei yang telah dilakukan (Ruhaena, 2012), kemampuan literasi awal anak usia 3-6 tahun bervariasi seperti pada Tabel 1. Bila kemampuan ini dibandingkan dengan tahapan perkembangan literasi awal dari Jhonson dan Sulzby (1999), maka kemampuan anak usia 3-6 tahun dapat dikategorikan cukup. Mayoritas anak sudah mampu memahami bahasa lisan dengan cepat, orang tua juga banyak mengajak anak berbicara. Pengenalan huruf sudah mulai sejak usia tiga tahun sehingga pada usia 5-6 tahun hampir semua huruf sudah diketahui. Kemampuan membaca suku kata mulai dikuasai anak 4-5 tahun, dan menulis kata rata-rata dikuasai anak usia 5-6 thn. Namun anak-anak kurang memiliki minat dan kebiasaan membaca yang ditunjutkan oleh data rata-rata anak membaca kurang dari 15 menit per hari. Padahal secara teoretis, mulai usia 3 tahun anak memiliki ketertarikan untuk melakukan aktivitas menulis dan membaca buku. Dari kondisi ini muncul pertanyaan, faktor-faktor apakah yang ada dalam keluarga yang dapat merangsang minat dan kebiasaan terkait baca tulis? Data survei (Ruhaena, 2012) menunjukkan bahwa keterlibatan orang tua dalam pembelajaran baca tulis anaknya cukup besar. Mayoritas orang tua (44 %) menyatakan bahwa anak-anak mereka belajar baca tulis di rumah, 28 % belajar di rumah dan di sekolah, dan hanya 19 % yang belajar di sekolah saja, sisanya dileskan. Cara yang dilakukan 61,9 % orang tua dalam mengajarkan baca tulis adalah mengajarkan langsung keterampilan baca tulis yang sifatnya tekstual dan berorientasi keterampilan (skill).

11 11 Tabel 1. Hasil Survei Kemampuan Literasi Awal Anak Dilakukan terhadap 84 Responden (Ruhaena, 2012). Usia Jumlah anak Pemahaman bahasa (instruksi) Stimulasi bicara dari orang tua Kemampuan mengenal huruf Kemampuan membaca Kemampuan menulis 2 thn 6 bln 3 thn 4 Cepat memahami instruksi (66 %) Cukup memahami instruksi (34 %) 3 thn 1 bln 4 thn 22 Cepat memahami instruksi (67 %) Cukup memahami instruksi (33 %) 4 thn 1 bln 5 thn 33 Cepat memahami instruksi (71 %) Cukup memahami instruksi (29 %) 5 thn 1 bln 6 thn 25 Cepat memahami instruksi (63 %) Cukup memahami instruksi (38 %) Banyak diajak bicara (100 %) Banyak diajak bicara (100 %) Banyak diajak bicara (86 %) Bicara saat mengarahkan (14 %) Banyak diajak bicara (100 %) Beberapa huruf (100 %) Beberapa huruf (50 %) Sebagian besar huruf (32 %) Semua huruf (18 %) Beberapa huruf (27 %) Sebagian besar huruf (42 %) Semua huruf (30 %) Sebagian besar huruf (28 %) Semua huruf (72 %) Belum mampu sama sekali (100 %) Belum mampu sama sekali (77 %) Membaca Suku kata (18 %) Membaca kalimat (5 %) Belum mampu sama sekali (39 %) Membaca suku kata (30 %) Membaca kata (12 %) Membaca kalimat (18 %) Belum mampu sama sekali (4 %) Membaca suku kata (40 %) Membaca kata (20 %) Membaca kalimat (36 %) Belum mampu sama sekali (100 %) Belum mampu sama sekali (45 %) Menulis huruf (50 %) Menulis kata (5 %) Belum mampu sama sekali (12 %) Menulis huruf (52 %) Menulis kata (30 %) Menulis kalimat (6 %) Belum mampu sama sekali (0 %) Menulis huruf (32 %) Menulis kata (52 %) Menulis kalimat (16 %)

12 12 Cara yang bersifat aktivitas bermain hanya dilakukan oleh 38,1 % orang tua, dari aktivitas bermain ini hanya sedikit yang melakukan aktivitas membaca buku cerita bersama anak (9 %). Hal ini memunculkan masalah anak kurang berminat (37,5 %), kurang konsentrasi (32,8 %), dan masih suka bermain (10,9 %), kurang waktu (6,3 %) dan sisanya hambatan sulit di atur, fasilitas, dan efektifitas pengajaran. Data seperti ini, memunculkan pertanyaan bagaimana keterlibatan orang tua yang dapat meningkatkan kemampuan literasi awal anak di rumah? Kesimpulan dari data survei (Ruhaena, 2012) adalah bahwa kemampuan literasi awal anak tergolong cukup, namun dalam aspek minat dan kebiasaan membaca masih kurang. Orang tua terlibat dalam pembelajaran tetapi lebih berorientasi skill, dan lebih terlibat dalam aktivitas literasi yang bersifat melakukan pengajaran langsung keterampilan membaca secara tekstual. Aktivitas literasi yang kontekstual seperti membaca buku dan bermain literasi masih kurang. Gambaran ini menunjukkan keunikan pengembangan literasi awal di rumah oleh orang tua di Surakarta, berbeda dengan pengembangan literasi awal dari hasil penelitian di negara Barat. Data survei ini (Ruhaena, 2012) cukup mendukung hasil pengamatan penulis di lapangan bahwa anak lebih banyak dituntut untuk mencapai target akademis berupa keterampilan membaca menulis dibandingkan proses belajar yang menarik dan bermakna dalam konteks kegiatan sehari-hari. Pembelajaran literasi awal, lebih fokus pada mengajarkan nama alfabet, mengeja huruf, membaca kata dan kalimat. Anak lebih banyak latihan membaca suku kata dan kata, yang bahkan kata-kata itu tanpa makna dan lepas dari konteks cerita. Salah satu teknik pengajaran seperti ini terdapat dalam buku Anak Islam Suka

13 13 Membaca (AISM) yang banyak diacu oleh sekolah taman kanak-kanak di Jawa Tengah. Padahal penelitian menunjukkan bahwa anak lebih mudah membaca kata-kata sulit bila terdapat konteksnya daripada tidak ada (Archer & Bryant, 2001) Selain itu penulis juga mengamati bahwa masih banyak guru memulai mengajarkan literasi awal dengan menghafal nama alfabet yang ada di papan tulis dan menirukan guru menyebutkan huruf, suku kata atau kata. Sama sekali tidak menggunakan media atau metode bermain yang lebih multisensoris sehingga modalitas belajar yang digunakan hanya penglihatan dan pendengaran. Hal ini tentu saja mengabaikan potensi sensorik lainnya seperti indera pengecap, perabaan, penciuman. Metode belajar yang dipilih lebih berorientasi pada mengajarkan langsung pada keterampilan atau skill, kurang diimbangi dengan orientasi holistik yang menyenangkan dan bermakna. Secara kongkrit lebih bersifat visual dan auditif tetapi kurang kinestetik, padahal untuk usia anak prasekolah kemampuan untuk duduk dan berkonsentrasi masih sangat terbatas. Anak prasekolah membutuhkan kesempatan melakukan eksplorasi dan bergerak melatih koordinasi motorik halus dan motorik kasar. Mereka memiliki kebutuhan besar untuk bermain, sehingga proses belajar lebih efektif bila dilakukan sambil bermain. Di sisi lain orang tua memandang lebih baik sekolah taman kanak-kanak yang meluluskan anak-anak yang sudah mampu membaca tanpa memperdulikan bagaimana cara dan proses pembelajarannya. Kondisi ini mendorong sekolah untuk menjadikan kemampuan baca tulis sebagai target yang harus dicapai dalam proses pendidikan di sekolah taman kanak-kanak dan berakibat menekankan stimulasi kognitif tetapi mengabaikan stimulasi aspek lain dari

14 14 potensi anak seperti aspek motorik, emosi, sosial, moral. Anak lebih dipandang oleh orang tua dan guru sebagai individu yang pasif menerima informasi bukan subjek yang aktif mengoleh informasi dan menghasilkan kreasi/inovasi. Melihat data survei (Ruhaena, 2012) dan mengamati kondisi di lapangan, maka penulis menemukan permasalahan bahwa pengembangan kemampuan literasi awal berorientasi pada target akademis dan bukan pembiasaan melakukan aktivitas literasi yang menyenangkan dan memanfaatkan media. Berdasarkan uraian latar belakang penelitian di atas dapat disimpulkan bahwa terdapat permasalahan baik dari tataran teoretis maupun praktis. Permasalahan teoretis saat ini adalah: a) dukungan penelitian masih sangat kurang dalam pendidikan anak usia dini (PAUD) di Indonesia, b) paradigma mengembangkan potensi anak (strength-based approach) yang meninjau faktorfaktor dalam keluarga sebagai aset/modal masih belum diteliti dalam konteks budaya setempat di Indonesia, c) bagaimana perbedaan tinjauan literasi sebagai proses individu dan sosial dapat mencapai keseimbangan dalam pengembangan kemampuan literasi awal anak. Permasalahan praktis yang dihadapi adalah kemampuan literasi anak di Indonesia belum menggembirakan. Oleh karena itu penting untuk mengoptimalkan keterlibatan orang tua di rumah sebagai guru pertama dalam aktivitas literasi anak. Namun sejauh mana peran keluarga dalam meningkatkan kemampuan literasi awal masih belum diketahui. Hasil penelitian ini diharapkan mengembangkan khazanah pengetahuan dan menjadi landasan kuat untuk penelitian selanjutnya terutama yang mengkaji intervensi untuk meningkatkan efektivitas peran keluarga. Kajian selanjutnya dapat difokuskan pada keterlibatan orang tua, program-program pengembangan literasi awal anak sejak dini, program pelatihan bagi orang tua tentang stimulasi

15 15 anak, serta aktivitas orang tua dan anak di rumah terkait literasi. Dengan upaya di atas maka pengembangan kemampuan dasar baca tulis anak dilakukan sejak dini sebelum anak mengalami risiko kesulitan belajar, tidak hanya mengatasi anak yang sudah mengalami kesulitan belajar baca tulis. B. Rumusan Permasalahan Kajian literatur menunjukkan bahwa keluarga dapat menjadi aset atau modal potensial dalam stimulasi pencapaian kemampuan literasi awal anak prasekolah. Terdapat faktor-faktor dalam konteks keluarga yang teruji sebagai penentu kemampuan literasi awal dalam penelitian sebelumnya di negara Barat. Mengingat stimulasi pencapaian literasi awal dipengaruhi oleh konteks sosial budaya maka perlu diteliti peran faktor-faktor tersebut dalam konteks keluarga Indonesia, khususnya di Surakarta. Dalam kajian ini permasalahan yang muncul adalah: dalam konteks keluarga di Surakarta, apakah faktor-faktor aktivitas literasi di rumah, rutinitas keluarga, keyakinan literasi orang tua, dan penggunaan teknologi multimedia dapat berperan dalam pencapaian kemampuan literasi awal anak? Bagaimana perspektif dan pendekatan dalam menjelaskan pencapaian kemampuan literasi awal? C. Tujuan dan Manfaat Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menguji apakah faktor-faktor dalam konteks keluarga dapat menentukan kemampuan literasi awal anak. Adapun faktor-faktor dalam konteks keluarga tersebut adalah keyakinan literasi orang tua, rutinitas keluarga, dan penggunaan teknologi multimedia, serta aktivitas literasi di rumah.

16 16 Pencapaian kemampuan literasi awal anak ditinjau sebagai kegiatan pembelajaran yang bersifat kognitif individu (pendekatan individual) dan sebagai kegiatan keluarga yang bersifat sosial interaktif secara kolaboratif.(pendekatan sosial). Penelitian yang dilakukan ini dapat memberikan manfaat baik secara teoretis maupun secara praktis yang diuraikan sebagai berikut: 1. Secara teoretis, penelitian ini memberi kontribusi berupa: a. Pemahaman tentang pencapaian kemampuan literasi awal dalam konteks sosial budaya keluarga Indonesia, yang menjadi sumbangan bagi pengembangan khasanah ilmu pengetahuan literasi keluarga, terutama di Indonesia. b. Rumusan kerangka teoretis yang menyeimbangkan pendekatan individual dan sosial dalam stimulasi pencapaian kemampuan literasi awal anak prasekolah dengan berlandaskan penelitian terkini. c. Instrumen pengukuran kemampuan literasi awal, aktivitas literasi di rumah, rutinitas keluarga, dan keyakinan literasi orang tua serta penggunaan teknologi multimedia yang teruji valid dan reliabel. 2. Secara Praktis, hasil penelitian ini bermanfaat sebagai: a. Pengetahuan yang mendasari upaya pengembangan kemampuan literasi awal anak yang masih rendah. b. Pengetahuan yang mendasari program pelatihan bagi orang tua agar mereka dapat mengoptimalkan perannya dalam menstimulasi pencapaian kemampuan literasi awal dengan cara yang sesuai kebutuhan anak.

17 17 c. Pengetahuan bagi orang tua, pendidik dan penentu kebijakan tentang bagaimana melakukan aktivitas literasi yang menstimulasi pencapaian kemampuan literasi awal sejak dini. D. Keaslian Penelitian Penelitian tentang kemampuan literasi awal (early literacy/emergent literacy) yang sudah dilakukan pada umumnya menggunakan metode penelitian korelasional dan eksperimen. Penelitian korelasional yang membuktikan hubungan antara kemampuan literasi awal anak dengan aktivitas literasi awal di rumah (Burgess Hecht, & Lonigen., 2002; Deckner, Adamson, & Bakeman, 2006; Evans & Shaw., 2000; Levy, Gong, Hessels, Evans, & Jared, 2006; Sonnenshein & Munsterman, 2002). Sebagian lagi merupakan penelitian korelasional yang mencari prediktor bagi aktivitas literasi awal di rumah, misalnya keyakinan/nilai orang tua (Lynch, Anderson, Anderson, & Shapiro., 2006; Sonneschein & Baker, 2005), rutinitas keluarga (Churchill & Stoneman, 2004; Serpell, Sonnenschein, Baker, & Ganapathy., 2002). Penelitian eksperimen umumnya untuk membuktikan efektivitas pengaruh program intervensi literasi keluarga (family literacy) terhadap peningkatan kemampuan literasi anak (Cronan, Cruz, Arriaga, & Sarkin, 1996; Byrne, Fielding-Bamsley, & Ashley, 2000; Graham, Harris, & Fink, 2000; Martin & Silva, 2006; Saint-Laurant & Giasson, 2005; Rasinski, 2005; Yaden, Tam, Madrigal, Brassel, Massa, Altamirano, & Amendariz, 1999). Baru sedikit penelitian tentang kemampuan literasi anak yang menguji keterkaitan beberapa variabel dalam konteks keluarga secara sekaligus dengan menggunakan model persamaan struktural atau structural equation modeling

18 18 (SEM). Sepengetahuan peneliti uji seperti ini baru dilakukan oleh Burke, Zou, dan Kwok (2010) dan oleh Bennett, Martin, dan Weigel (2002); Weigel, Bennett, dan Martin (2005, 2007, 2010). Oleh karena itu penelitian ini mengambil posisi sebagai penelitian yang menguji keterkaitan faktor-faktor dalam keluarga, terutama dalam konteks keluarga Indonesia untuk menambah penelitian serupa sebelumnya yang masih kurang. Dalam penelitiannya, Weigel, Bennett, dan Martin (2010) mengkaji lima variabel dengan kemampuan literasi awal sebagai variabel tergantung (variabel endogen) serta sumberdaya keluarga, rutinitas yang teratur dan stress sebagai variabel bebas (variabel eksogen). Aktivitas literasi orang tua-anak menjadi mediator diantara variabel tergantung dan bebas. Penelitian ini mulai melihat keluarga sebagai asset/modal yang penting untuk upaya meningkatkan kemampuan literasi sejak dini pada anak-anak normal. Meskipunpun demikian, keterbatasan penelitian ini adalah bahwa masih ada faktor keluarga yang berperan penting dalam pengembangan literasi awal anak belum dikaji yaitu faktor teknologi multimedia, dan keyakinan orang tua. Selain itu dalam pengukuran kemampuan literasi awal belum komprehensif, hanya terbatas pada tiga aspek/indikator yaitu pengetahuan tulisan, minat membaca, dan kemampuan dasar menulis. Padahal hasil metaanalisis yang dilakukan oleh National Early Literacy Panel (Lonigan & Shanahan, 2008) menunjukkan bahwa terdapat 11 aspek/indikator kemampuan literasi awal yang konsisten memprediksi kemampuan literasi selanjutnya. Penelitian terkait kemampuan literasi awal sampai saat ini lebih banyak dilakukan di negara Barat yang sudah memiliki program implementasi pendidikan anak usia dini yang dibentuk pemerintah seperti Head Start, HIPPY, Nury.

19 19 Penelitian yang dilakukan tersebut merupakan usaha implementasi yang bersifat eviden-based. Di Indonesia, program nasional implementasi pendidikan anak usia dini belum terealisasi, sehingga penelitian terkait pendidikan usia dini masih sangat terbatas. Apalagi penelitin yang lebih spesifik tentang literasi awal semakin terbatas. Penelitian terkait PAUD di Indonesia yang terpublikasi, yang berhasil penulis temukan masih sedikit. Terdapat penelitian yang mengkaji peran tempat penitipan anak terhadap pendidikan anak usia dini (Romdhiatun, 2009; Utina, 2012), peran pendidikan prasekolah terhadap kreativitas anak didik (Wijayanti, 2006), studi implementasi kebijakan pendidikan luar sekolah (Setiyono, 2004), pengaruh kecerdasan majemuk terhadap pendidikan karakter anak prasekolah (Amalia, 2013; Roesdiyanto, 2014). Terdapat pula penelitian yang melakukan analisis kebijakan pendidikan anak usia dini (Formen & Nuttall, 2014). Penelitian sebelumnya terkait pengembangan literasi awal anak prasekolah baru dilakukan oleh penulis sendiri (Ruhaena, 2008). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa penelitian tentang kemampuan literasi awal di Indonesia masih sangat terbatas, sehingga penelitian ini memiliki kebaruan dan mengisi kekosongan yang ada. Bertitik tolak dari peta penelitian seperti di atas, maka masih sangat diperlukan penelitian yang bertujuan mengkaji peran faktor-faktor dalam keluarga terhadap kemampuan literasi awal. Selain itu juga penting melakukan pengukuran kemampuan literasi awal secara lebih komprehensif. Oleh karena itu penelitian ini diarahkan untuk keperluan di atas. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya terletak pada variabel-variabel yang diuji sejauhmana perannya. Penelitian ini mengkaji variabel-variabel yang dalam peta penelitian sebelumnya sudah terbukti memberikan pengaruh yang signifikan. Modifikasi

20 20 dilakukan dengan cara menggabungkan beberapa variabel yang sebelumnya diteliti oleh peneliti yang berbeda Di sisi lain pengukuran variabel kemampuan literasi awal didasarkan pada empat indikator yang lebih komprehensif, yaitu kesadaran fonologis, kemampuan dasar membaca, kemampuan dasar menulis dan minat/motivasi membaca. Empat indikator ini merupakan integrasi dari 11 indikator hasil metaanalisis NELP (2008). Penelitian penulis memiliki kesamaan topik dengan penelitian terdahulu di Indonesia yaitu penelitian Wulan (2009), dan Widyana (2006) dari Fakultas Psikologi UGM, yaitu tentang membaca. Meskipun demikian banyak sekali perbedaannya, penelitian Wulan mengkaji membaca lanjutan yang membutuhkan pemahaman pada subjek kelas 4 SD berusia 9-10 tahun. Penelitian ini juga menguji efektivitas pelatihan membaca terhadap peningkatan kemampuan membaca anak. Penelitian Widyana menelaah faktor-faktor kognitif yang berpengaruh terhadap kemampuan membaca anak kelas 1 dan 2 SD. Sementara itu penelitian penulis mengkaji membaca permulaan yang masih merupakan stimulasi dini bagi anak usia prasekolah. Selanjutnya penelitian Musfiroh (2008) dari Fakultas Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia UNY, membandingkan efektivitas dari beberapa cara/model pengajaran baca tulis yang dilakukan guru di prasekolah Taman kanak-kanak dan kelompok bermain. Peneliitian penulis sendiri tidak mengkaji cara/model pembelajaran baca tulis di sekolah formal yang melibatkan guru tetapi merupakan pencapaian kemampuan baca tulis awal di rumah yang melibatkan orang tua. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa penelitian ini berbeda dengan penelitian sebelumnya baik dalam metode, subjek, dan teori. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif yang pengukuran variabel

21 21 kemampuan literasi awal lebih komprehensif dengan mengintegrasikan 11 indikator hasil metaanalisis NELP. Kemampuan literasi awal dikaji dalam konteks yang lebih spesifik yaitu keluarga. Variabel-variabel dalam konteks keluarga dan kemampuan literasi awal dibangun menjadi model hubungan struktural agar dapat dianalisis menggunakan model persamaan struktural. Subjek penelitian ini adalah anak prasekolah dalam konteks keluarga di Kota Surakarta, yang berbeda dengan subjek pada penelitian lainnya. Adapun kerangka teori yang dipakai adalah perkembangan kognitif anak dan sosio-kultural. Hal ini bertujuan untuk memberikan penjelasan yang lebih lengkap dari sisi internal individu anak sampai interaksi sosial keluarga anak. Selain itu dilakukan integrasi perspektif dan pendekatan yang masih kontroversi dalam mengembangkan literasi awal. Integrasi ini dilakukan untuk memperoleh keseimbangan dalam praktik pengembangan literasi awal. Dengan demikian penelitian yang sama seperti penelitian ini belum pernah dilakukan sebelumnya.

BAB I PENDAHULUAN. Undang-undang no. 2 tahun 2003 menyatakan pendidikan nasional berfungsi

BAB I PENDAHULUAN. Undang-undang no. 2 tahun 2003 menyatakan pendidikan nasional berfungsi BAB I PENDAHULUAN Undang-undang no. 2 tahun 2003 menyatakan pendidikan nasional berfungsi mencerdaskan kehidupan bangsa. Untuk mencapainya diselenggarakan pendidikan mulai dari pendidikan anak usia dini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hasil survei yang dilakukan oleh beberapa lembaga menunjukan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hasil survei yang dilakukan oleh beberapa lembaga menunjukan bahwa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hasil survei yang dilakukan oleh beberapa lembaga menunjukan bahwa Indonesia memiliki permasalahan terkait dengan minat baca. Budaya baca masyarakat Indonesia menempati

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kemampuan Literasi Dasar 1. Pengertian Kata literasi berasal dari bahasa Inggris Literacy yang diartikan sebagai kemampuan baca tulis, selanjutnya menurut Kuder dan Hasit (2002)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. untuk dimiliki setiap orang. Literasi adalah proses membaca, menulis, berbicara,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. untuk dimiliki setiap orang. Literasi adalah proses membaca, menulis, berbicara, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemampuan literasi adalah salah satu kebutuhan yang sangat penting untuk dimiliki setiap orang. Literasi adalah proses membaca, menulis, berbicara, mendengarkan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pikir yang sudah mulai dapat menyerap pengalaman-pengalaman melalui

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pikir yang sudah mulai dapat menyerap pengalaman-pengalaman melalui BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejak lahir sampai usia 3 tahun anak memiliki kepekaan sensoris dan daya pikir yang sudah mulai dapat menyerap pengalaman-pengalaman melalui sensorinya; usia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting untuk anak sekolah dan harus dikuasai pada masa awal sekolah. Keterampilan

BAB I PENDAHULUAN. penting untuk anak sekolah dan harus dikuasai pada masa awal sekolah. Keterampilan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Selain matematika, membaca dan menulis adalah keterampilan dasar yang paling penting untuk anak sekolah dan harus dikuasai pada masa awal sekolah. Keterampilan membaca

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak Usia Dini masih menjadi pro dan kontra, masing-masing punya alasan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak Usia Dini masih menjadi pro dan kontra, masing-masing punya alasan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sampai saat ini aktivitas mengajarkan membaca pada Pendidikan Anak Usia Dini masih menjadi pro dan kontra, masing-masing punya alasan baik yang pro maupun

Lebih terperinci

Model Multisensori: Solusi Stimulasi Literasi Anak Prasekolah

Model Multisensori: Solusi Stimulasi Literasi Anak Prasekolah JURNAL PSIKOLOGI VOLUME 42, NO. 1, APRIL 2015: 47 60 Model Multisensori: Solusi Stimulasi Literasi Anak Prasekolah Lisnawati Ruhaena 1 Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta Abstract. This

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pada usia prasekolah (3-6 tahun) atau biasa disebut masa keemasan (golden age)

I PENDAHULUAN. Pada usia prasekolah (3-6 tahun) atau biasa disebut masa keemasan (golden age) 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada usia prasekolah (3-6 tahun) atau biasa disebut masa keemasan (golden age) dalam proses perkembangan anak akan mengalami kemajuan fisik, intelektual dan sosial

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mendefiniskan pendidikan anak usia dini sebagai. boleh terpisah karena ketiganya saling berkaitan. Aspek kognitif berkaitan dengan

BAB I PENDAHULUAN. mendefiniskan pendidikan anak usia dini sebagai. boleh terpisah karena ketiganya saling berkaitan. Aspek kognitif berkaitan dengan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan dalam rentang kehidupan manusia, memiliki peran yang strategis. Manusia melalui usaha sadarnya berupaya untuk mengembangkan segenap potensi yang

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perancangan 1. Penjelasan Judul Perancangan Pendidikan PAUD saat ini sangatlah penting, sebab merupakan pendidikan dasar yang harus diterima anak-anak. Selain itu untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengungkapkan berbagai keinginan maupun kebutuhannya, serta memungkinkan

BAB I PENDAHULUAN. mengungkapkan berbagai keinginan maupun kebutuhannya, serta memungkinkan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan alat komunikasi utama bagi seorang anak untuk mengungkapkan berbagai keinginan maupun kebutuhannya, serta memungkinkan anak untuk menerjemahkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hampir dapat dipastikan bahwa setiap orangtua menginginkan yang terbaik

BAB I PENDAHULUAN. Hampir dapat dipastikan bahwa setiap orangtua menginginkan yang terbaik BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Hampir dapat dipastikan bahwa setiap orangtua menginginkan yang terbaik untuk anak-anaknya, termasuk dalam hal pendidikan. Orangtua berharap anaknya bisa mendapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan yang tepat bagi anak sejak masa usia dini. aspek perkembangan kecerdasan intelektual, emosional, dan spiritual mengalami

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan yang tepat bagi anak sejak masa usia dini. aspek perkembangan kecerdasan intelektual, emosional, dan spiritual mengalami 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Masa usia dini merupakan masa keemasan bagi seorang anak, sering disebut masa Golden Age, biasanya ditandai oleh terjadinya perubahan yang sangat cepat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kecerdasan anak sebanyak-banyaknya. Di masa peka ini, kecepatan. pertumbuhan otak anak sangat tinggi hingga mencapai 50 persen dari

BAB I PENDAHULUAN. kecerdasan anak sebanyak-banyaknya. Di masa peka ini, kecepatan. pertumbuhan otak anak sangat tinggi hingga mencapai 50 persen dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan Taman Kanak-kanak merupakan satu bentuk pendidikan formal pada pendidikan anak usia dini. Taman Kanak-kanak yang disingkat TK adalah salah satu bentuk satuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran pada anak usia dini khususnya Taman Kanak-Kanak (TK)

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran pada anak usia dini khususnya Taman Kanak-Kanak (TK) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran pada anak usia dini khususnya Taman Kanak-Kanak (TK) merupakan wahana untuk mengembangkan potensi seoptimal mungkin sesuai dengan kemampuan, bakat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan mempunyai perencanaan yang sangat menentukan bagi perkembangan dan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan mempunyai perencanaan yang sangat menentukan bagi perkembangan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan usaha atau kegiatan yang disengaja untuk membantu, membina, dan mengarahkan manusia mengembangkan segala kemampuannya yang dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nuni Juniasih, 2013

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nuni Juniasih, 2013 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan bahasa merupakan salah satu aspek yang sangat penting pada anak untuk dikembangkan. Hal ini dikarenakan bahasa merupakan alat/media anak untuk berkomunikasi

Lebih terperinci

PENDIDIKAN ANAK USIA DINI

PENDIDIKAN ANAK USIA DINI PENDIDIKAN ANAK USIA DINI I. Pengertian Dan Karakteristik Anak Usia Dini Dalam undang-undang tentang sistem pendidikan nasional dinyatakan bahwa pendidikan anak usia dini adalah suatu upaya pembinaan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terhadap apa yang dilihat, didengar, dan dirasakan. Anak seolah-olah tidak

BAB I PENDAHULUAN. terhadap apa yang dilihat, didengar, dan dirasakan. Anak seolah-olah tidak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak adalah manusia kecil yang memiliki potensi yang masih harus dikembangkan. Anak memiliki karakteristik tertentu yang khas dan tidak sama dengan orang dewasa, anak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbangsa dan bernegara. Hal ini terdapat dalam Undang-Undang Nomor 20

BAB I PENDAHULUAN. berbangsa dan bernegara. Hal ini terdapat dalam Undang-Undang Nomor 20 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan anak usia dini mempunyai peranan penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Hal ini terdapat dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak usia dini berada dalam tahap pertumbuhan dan perkembangan yang paling pesat, baik fisik maupun mental. Tepatlah bila dikatakan bahwa usia dini adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan salah satu anugerah yang yang terbesar dan sangat berharga

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan salah satu anugerah yang yang terbesar dan sangat berharga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak merupakan salah satu anugerah yang yang terbesar dan sangat berharga yang diberikan oleh ALLAH SWT kepada setiap manusia. Setiap anak memiliki karakteristik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan yang dilalui oleh anak usia dini. formal, non-formal dan informal. Pendidikan anak usia dini jalur pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan yang dilalui oleh anak usia dini. formal, non-formal dan informal. Pendidikan anak usia dini jalur pendidikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) merupakan salah satu bentuk penyelenggaraan pendidikan yang menitiberatkan pada peletakan dasar ke arah pertumbuhan dan perkembangan

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PENELITIAN DISERTASI DOKTOR

LAPORAN AKHIR PENELITIAN DISERTASI DOKTOR LAPORAN AKHIR PENELITIAN DISERTASI DOKTOR PROSES PENCAPAIAN KEMAMPUAN LITERASI DASAR ANAK PRASEKOLAH DAN DUKUNGAN FAKTOR-FAKTOR DALAM KELUARGA Oleh: Lisnawati Ruhaena. S.Psi., M.Si., Psi. 06-1603-6901

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Program pembelajaran di TK meliputi dua bidang pengembangan, yaitu (1)

BAB I PENDAHULUAN. Program pembelajaran di TK meliputi dua bidang pengembangan, yaitu (1) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Program pembelajaran di TK meliputi dua bidang pengembangan, yaitu (1) pembiasaan dan (2) kemampuan dasar. Bidang pengembangan kemampuan dasar termasuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Generasi masa depan suatu bangsa bisa dilihat dari kualitas anak-anak saat ini.

BAB I PENDAHULUAN. Generasi masa depan suatu bangsa bisa dilihat dari kualitas anak-anak saat ini. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Generasi masa depan suatu bangsa bisa dilihat dari kualitas anak-anak saat ini. Setiap orang tua atau pendidik harus mengetahui bagaimana cara memperlakukan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditangani, dan tidak akan pernah selesai untuk dikerjakan dari waktu ke

BAB I PENDAHULUAN. ditangani, dan tidak akan pernah selesai untuk dikerjakan dari waktu ke BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah suatu proyek kemanusiaan yang tiada henti-hentinya ditangani, dan tidak akan pernah selesai untuk dikerjakan dari waktu ke waktu. Pendidikan

Lebih terperinci

PERBEDAAN KEMATANGAN SOSIAL ANAK DITINJAU DARI KEIKUTSERTAAN PENDIDIKAN PRASEKOLAH (PLAYGROUP)

PERBEDAAN KEMATANGAN SOSIAL ANAK DITINJAU DARI KEIKUTSERTAAN PENDIDIKAN PRASEKOLAH (PLAYGROUP) PERBEDAAN KEMATANGAN SOSIAL ANAK DITINJAU DARI KEIKUTSERTAAN PENDIDIKAN PRASEKOLAH (PLAYGROUP) SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh derajat Sarjana S-1 Psikologi Disusun Oleh : ANIK

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN 5.1. Simpulan Berdasarkan temuan dan hasil analisis data penelitian, dikemukakan beberapa simpulan sebagai berikut : 1. Pengembangan bahasa lisan yang dilaksanakan oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan anak usia dini yaitu anak yang berusia empat sampai dengan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan anak usia dini yaitu anak yang berusia empat sampai dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan Taman Kanak-Kanak merupakan salah satu bentuk Pendidikan anak usia dini yaitu anak yang berusia empat sampai dengan enam tahun. Pendidikan TK memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan mempunyai peranan penting dalam perkembangan dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan mempunyai peranan penting dalam perkembangan dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan mempunyai peranan penting dalam perkembangan dan perwujudan diri individu, terutama bagi pembangunan bangsa dan negara. Kemajuan suatu bangsa tergantung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. perkembangan. Mulai dari bayi, anak-anak, remaja kemudian menjadi dewasa dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. perkembangan. Mulai dari bayi, anak-anak, remaja kemudian menjadi dewasa dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia yang terlahir di dunia akan mengalami beberapa tahap perkembangan. Mulai dari bayi, anak-anak, remaja kemudian menjadi dewasa dan menua. Masa kanak-kanak

Lebih terperinci

Masa keemasan Unik Kreatif Pembelajar yang ulet Belajar dari lingkungan Belajar melalui bermain Keingingtahuannya besar

Masa keemasan Unik Kreatif Pembelajar yang ulet Belajar dari lingkungan Belajar melalui bermain Keingingtahuannya besar Masa keemasan Unik Kreatif Pembelajar yang ulet Belajar dari lingkungan Belajar melalui bermain Keingingtahuannya besar No. Akademis & Berpusat Pada Guru Non-akademis & Berpusat Pada Anak 1 guru mempunyai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. tahun atau sejak lahir hingga berusia kurang lebih delapan (0-8) tahun.

BAB 1 PENDAHULUAN. tahun atau sejak lahir hingga berusia kurang lebih delapan (0-8) tahun. BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) adalah anak yang berumur nol tahun atau sejak lahir hingga berusia kurang lebih delapan (0-8) tahun. Batasan di atas sejalan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab 1 Pasal 1 Ayat 14 menyatakan bahwa Pendidikan Anak Usia Dini atau PAUD yaitu suatu upaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Taman Kanak-Kanak (TK) merupakan bentuk pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Taman Kanak-Kanak (TK) merupakan bentuk pendidikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan Taman Kanak-Kanak (TK) merupakan bentuk pendidikan untuk anak dalam rentang usia empat sampai dengan enam tahun yang sangat penting untuk mengembangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. proses perkembangan dengan pesat dan sangat fundamental bagi kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. proses perkembangan dengan pesat dan sangat fundamental bagi kehidupan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Anak usia dini (AUD) adalah sosok individu yang sedang menjalani suatu proses perkembangan dengan pesat dan sangat fundamental bagi kehidupan selanjutnya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Anak adalah manusia kecil yang memiliki potensi yang harus. dikembangkan sejak dini agar dapat berkembang secara optimal.

BAB I PENDAHULUAN. Anak adalah manusia kecil yang memiliki potensi yang harus. dikembangkan sejak dini agar dapat berkembang secara optimal. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak adalah manusia kecil yang memiliki potensi yang harus dikembangkan sejak dini agar dapat berkembang secara optimal. Anak memiliki karakteristik yang khas dan tidak

Lebih terperinci

BAB I PERKEMBANGAN DAN PEMEROLEHAN BAHASA ANAK

BAB I PERKEMBANGAN DAN PEMEROLEHAN BAHASA ANAK BAB I PERKEMBANGAN DAN PEMEROLEHAN BAHASA ANAK Bab ini akan dibahas dua masalah pokok yang menyangkut tentang bahasa anak, yaitu masalah perkembangan bahasa dan pemerolehan bahasa. Hal-hal yang berkaitan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Anak Usia Dini mendasari jenjang pendidikan selanjutnya.

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Anak Usia Dini mendasari jenjang pendidikan selanjutnya. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan Anak Usia Dini mendasari jenjang pendidikan selanjutnya. Perkembangan secara optimal selama masa usia dini memiliki dampak terhadap pengembangan kemampuan

Lebih terperinci

PENDEKATAN PENGEMBANGAN KURIKULUM 1. Arah atau Sasaran Kurikulum PAUD Kurikulum diarahkan pada pencapaian perkembangan sesuai dengan tingkatan

PENDEKATAN PENGEMBANGAN KURIKULUM 1. Arah atau Sasaran Kurikulum PAUD Kurikulum diarahkan pada pencapaian perkembangan sesuai dengan tingkatan PENDEKATAN PENGEMBANGAN KURIKULUM 1. Arah atau Sasaran Kurikulum PAUD Kurikulum diarahkan pada pencapaian perkembangan sesuai dengan tingkatan pertumbuhan dan perkembangan anak berdasarkan standar perkembangan

Lebih terperinci

A-PDF OFFICE TO PDF DEMO: Purchase from to remove the watermark BAB I PENDAHULUAN

A-PDF OFFICE TO PDF DEMO: Purchase from  to remove the watermark BAB I PENDAHULUAN A-PDF OFFICE TO PDF DEMO: Purchase from www.a-pdf.com to remove the watermark BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Perubahan sosial budaya ternyata mempengaruhi tugas ibu dalam berkeluarga. Kini banyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Resha Aprylet, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Resha Aprylet, 2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa kanak-kanak adalah masa yang sangat peka untuk menerima berbagai stimulasi dari lingkungan. Keberhasilan anak dalam mencapai perkembangan yang optimal

Lebih terperinci

Parental Community: Sebuah Langkah untuk Memajukan PAUD. Leonie N. W.,

Parental Community: Sebuah Langkah untuk Memajukan PAUD. Leonie N. W., Parental Community: Sebuah Langkah untuk Memajukan PAUD Leonie N. W., 125120300111041 Pendahuluan "At the end of the day, the most overwhelming key to a child's success is the positive involvement of parents."

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat menemukan potensi tersebut. Seorang anak dari lahir memerlukan

BAB I PENDAHULUAN. dapat menemukan potensi tersebut. Seorang anak dari lahir memerlukan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap anak dilahirkan bersamaan dengan potensi-potensi yang dimilikinya. Merupakan tugas orang tua dan guru sebagai pendidik untuk dapat menemukan potensi tersebut.

Lebih terperinci

MENGENALKAN HURUF MELALUI LONCAT ABJAD PADA ANAK USIA 4-5 TAHUN

MENGENALKAN HURUF MELALUI LONCAT ABJAD PADA ANAK USIA 4-5 TAHUN MENGENALKAN HURUF MELALUI LONCAT ABJAD PADA ANAK USIA 4-5 TAHUN SITI LATIFATU NAILI RISLINA; ROSA IMANI KHAN Program Studi PG PAUD Universitas Nusantara PGRI Kediri Abstrak. Penelitian ini bertujuan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi menuntut terciptanya

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi menuntut terciptanya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi menuntut terciptanya masyarakat yang gemar belajar. Gemar belajar ditandai dengan timbulnya rasa ingin tahu untuk mencoba

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memberikan rangsangan bagi perkembangan jasmani, rohani (moral dan spiritual), motorik, akal

BAB I PENDAHULUAN. memberikan rangsangan bagi perkembangan jasmani, rohani (moral dan spiritual), motorik, akal BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan anak usia dini adalah suatu proses pembinaan tumbuh kembang anak usia lahir hingga enam tahun secara menyeluruh yang mencakup aspek fisik dan nonfisik dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan anak usia dini (PAUD) menurut undang undang sistem pendidikan nasional nomor 20 tahun 2003 pasal 1 butir 14 merupakan suatu upaya pembinaan yang ditujukan

Lebih terperinci

PERMAINAN ULAR TANGGA DAPAT MENGEMBANGKAN KECERDASAN LOGIKA MATEMATIKA PADA ANAK KELOMPOK B DI TK PERTIWI III KARANGANYAR KABUPATEN SRAGEN

PERMAINAN ULAR TANGGA DAPAT MENGEMBANGKAN KECERDASAN LOGIKA MATEMATIKA PADA ANAK KELOMPOK B DI TK PERTIWI III KARANGANYAR KABUPATEN SRAGEN PERMAINAN ULAR TANGGA DAPAT MENGEMBANGKAN KECERDASAN LOGIKA MATEMATIKA PADA ANAK KELOMPOK B DI TK PERTIWI III KARANGANYAR KABUPATEN SRAGEN NASKAH PUBLIKASI Diajukan Kepada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Undang-Undang Republik Indonesia no. 20 tahun 2003 tentang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Undang-Undang Republik Indonesia no. 20 tahun 2003 tentang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam Undang-Undang Republik Indonesia no. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 1, ayat (14) dijelaskan bahwa pendidikan anak usia dini merupakan

Lebih terperinci

PERAN PERMAINAN TRADISIONAL DALAM PEMBELAJARAN ANAK USIA DINI (Studi di PAUD Geger Sunten, Desa Suntenjaya) Iis Nurhayati. STKIP Siliwangi Bandung

PERAN PERMAINAN TRADISIONAL DALAM PEMBELAJARAN ANAK USIA DINI (Studi di PAUD Geger Sunten, Desa Suntenjaya) Iis Nurhayati. STKIP Siliwangi Bandung PERAN PERMAINAN TRADISIONAL DALAM PEMBELAJARAN ANAK USIA DINI (Studi di PAUD Geger Sunten, Desa Suntenjaya) Iis Nurhayati STKIP Siliwangi Bandung Abstrak Pendidikan anak usia dini merupakan pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tahun-tahun pertama kehidupan anak atau yang sering dikenal dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tahun-tahun pertama kehidupan anak atau yang sering dikenal dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tahun-tahun pertama kehidupan anak atau yang sering dikenal dengan usia dini merupakan masa yang sangat tepat untuk meletakkan dasar-dasar pengembangan kemampuan

Lebih terperinci

The 2 nd University Research Coloquium 2015 ISSN

The 2 nd University Research Coloquium 2015 ISSN PENGEMBANGAN MINAT DAN KEMAMPUAN LITERASI AWAL ANAK PRASEKOLAH DI RUMAH Lisnawati Ruhaena 1), Juni Ambarwati 2) 1 Fakultas Psikologi, Universitas Muhammadiyah Surakarta email: lisnawati.ruhaena@ums.ac.id

Lebih terperinci

PERSPEKTI Tentang PAUD DAN PENDIDIKAN DASAR

PERSPEKTI Tentang PAUD DAN PENDIDIKAN DASAR PERSPEKTI Tentang PAUD DAN PENDIDIKAN DASAR (Ditinjau dari pandangan dan harapan orangtua) Oleh: Dra. Pudji Asri.M.Pd. Seminar Sehari Pola Pembelajaran PAUD bagi Pembentukan Pribadi Integral, Kompetitif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Erni Nurfauziah, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Erni Nurfauziah, 2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dalam dimensi kehidupan berbangsa dan bernegara, anak adalah penentu kehidupan pada masa mendatang. Seperti yang diungkapkan Dr.Gutama (2004) dalam modul

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Anak usia dini berada pada rentang usia 0-8 tahun (NAEYC, 1992). Anak usia

I. PENDAHULUAN. Anak usia dini berada pada rentang usia 0-8 tahun (NAEYC, 1992). Anak usia I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak usia dini adalah sosok individu yang sedang menjalani suatu perkembangan dengan pesat dan fundamental bagi kehidupan selanjutnya. Anak usia dini berada pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Membiasakan anak untuk membaca memiliki banyak manfaat, seperti membantu

BAB I PENDAHULUAN. Membiasakan anak untuk membaca memiliki banyak manfaat, seperti membantu BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Membiasakan anak untuk membaca memiliki banyak manfaat, seperti membantu perkembangan kemampuan membaca, menulis, memperluas kosakata, memperbanyak pengetahuan umum,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tia Setiawati, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tia Setiawati, 2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan manusia tidak dapat dilepaskan dari bahasa. Bahasa sebagai alat komunikasi ini dalam rangka memenuhi sifat manusia sebagai makhluk sosial yang perlu

Lebih terperinci

OPTIMALISASI KEMAMPUAN SOSIAL EMOSIONAL ANAK MELALUI MEDIA GAMBAR DI TK KARTIKA 1-18 AMPLAS. Yenni Nurdin 1) dan Umar Darwis 2) UMN Al Washliyah

OPTIMALISASI KEMAMPUAN SOSIAL EMOSIONAL ANAK MELALUI MEDIA GAMBAR DI TK KARTIKA 1-18 AMPLAS. Yenni Nurdin 1) dan Umar Darwis 2) UMN Al Washliyah OPTIMALISASI KEMAMPUAN SOSIAL EMOSIONAL ANAK MELALUI MEDIA GAMBAR DI TK KARTIKA 1-18 AMPLAS Yenni Nurdin 1) dan Umar Darwis 2) 1) Mahasiswa FKIP UMN Al Washliyah dan 2) Dosen Kopertis Wilayah I dpk FKIP

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersebut menjadi pelajaran wajib untuk Taman Kanak-Kanak (TK). Terkadang

BAB I PENDAHULUAN. tersebut menjadi pelajaran wajib untuk Taman Kanak-Kanak (TK). Terkadang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di era global yang semakin maju ini, pendidikan sejak usia dini menjadi faktor yang bersifat sangat kompetitif. Apabila sebelumnya kurikulum seperti pelajaran membaca

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Istilah kognitif sering kali dikenal dengan istilah intelek. Intelek

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Istilah kognitif sering kali dikenal dengan istilah intelek. Intelek BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Istilah kognitif sering kali dikenal dengan istilah intelek. Intelek berasal dari bahasa inggris intellect yang menurut Chaplin (dalam Asrori, 2007:36) diartikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Proses belajar mengajar merupakan suatu proses yang mengandung serangkaian guru dan siswa atas dasar hubungan timbal balik yang berlangsung dalam situasi edukatif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keterampilan berbahasa meliputi empat aspek yaitu menyimak, berbicara,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keterampilan berbahasa meliputi empat aspek yaitu menyimak, berbicara, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keterampilan berbahasa meliputi empat aspek yaitu menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Keempat aspek tersebut saling menunjang dan saling berkaitan. Kemahiran

Lebih terperinci

BAB1 PENDAHULUAN. dalamnya pendidikan Taman Kanak-kanak. Hal ini di maksudkan selain mencerdaskan

BAB1 PENDAHULUAN. dalamnya pendidikan Taman Kanak-kanak. Hal ini di maksudkan selain mencerdaskan BAB1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan Nasional di bidang pendidikan menitikberatkan pada perluasan kesempatan belajar dan peningkatan mutu setiap jenis dan jenjang pendidikan, termasuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di tingkat dasar dalam rangka mencapai tujuan pendidikan nasional.

BAB I PENDAHULUAN. di tingkat dasar dalam rangka mencapai tujuan pendidikan nasional. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan di bidang pendidikan dewasa ini dapat dilihat dari peningkatan sistem pelaksanaan pendidikan dan pengembangan pembelajaran yang selalu diusahakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar digunakan untuk menyampaikan setiap mata pelajaran. Semakin tinggi kemampuan peserta didik dalam berbahasa Indonesia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan anak usia dini yang selanjutnya disebut Paud merupakan pendidikan yang sangat mendasar dan sangat menentukan bagi perkembangan anak di kemudian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Anak usia dini sebagai pribadi unik yang memiliki masa-masa emas dalam

BAB I PENDAHULUAN. Anak usia dini sebagai pribadi unik yang memiliki masa-masa emas dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anak usia dini sebagai pribadi unik yang memiliki masa-masa emas dalam hidupnya. Pribadi unik yang dimaksud adalah anak selalu memiliki cara tersendiri dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak usia dini merupakan anak yang berusia antara 0 sampai enam tahun (Masnipal, 2013). Usia dini merupakan usia emas bagi anak. Usia tersebut merupakan usia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang dalam proses pembelajarannya menekankan pada prinsip bermain

BAB I PENDAHULUAN. yang dalam proses pembelajarannya menekankan pada prinsip bermain BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah PAUD sebagai salah satu bentuk lembaga pendidikan anak usia dini yang dalam proses pembelajarannya menekankan pada prinsip bermain sambil belajar dan belajar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. paling pesat, baik fisik maupun mental (Suyanto, 2005:5). Maka tepatlah bila

BAB I PENDAHULUAN. paling pesat, baik fisik maupun mental (Suyanto, 2005:5). Maka tepatlah bila BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Anak usia dini berada dalam tahap pertumbuhan dan perkembangan yang paling pesat, baik fisik maupun mental (Suyanto, 2005:5). Maka tepatlah bila dikatakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dilepaskan dari proses belajar mengajar di sekolah, sebab sekolah. Dalam pembelajaran atau proses belajar mengajar di sekolah

BAB I PENDAHULUAN. dilepaskan dari proses belajar mengajar di sekolah, sebab sekolah. Dalam pembelajaran atau proses belajar mengajar di sekolah 14 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keberhasilan proses pendidikan di Indonesia tidak dapat dilepaskan dari proses belajar mengajar di sekolah, sebab sekolah merupakan salah satu pelaksana pendidikan

Lebih terperinci

PELATIHAN BERMAIN KATA UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMBACA PADA SISWA KELAS I SD DI KAB. SEMARANG

PELATIHAN BERMAIN KATA UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMBACA PADA SISWA KELAS I SD DI KAB. SEMARANG 1 PELATIHAN BERMAIN KATA UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMBACA PADA SISWA KELAS I SD DI KAB. SEMARANG Tugas Akhir Diajukan sebagai persyaratan untuk Memperoleh Gelar Magister Profesi Psikologi Kekhususan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Yunus Abidin, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Yunus Abidin, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sejalan dengan perkembangan paradigma dunia tentang makna pendidikan, pendidikan dihadapkan ada sejumlah tantangan yang semakin berat. Salah satu tantangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang berkualitas dan diharapkan akan menjadi pelaku dalam pembangunan suatu

BAB I PENDAHULUAN. yang berkualitas dan diharapkan akan menjadi pelaku dalam pembangunan suatu BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pendidikan memegang peranan yang sangat penting dalam pembangunan suatu negara, karena pendidikan dapat memberdayakan sumber daya manusia yang berkualitas dan diharapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan potensi yang dimiliki secara optimal. Menurut makna. tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa potensi anak harus

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan potensi yang dimiliki secara optimal. Menurut makna. tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa potensi anak harus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Usia dini merupakan periode masa emas bagi perkembangan anak dimana tahap perkembangan otak pada anak usia dini menempati posisi yang paling vital yakni meliputi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau usia dini dimana pada masa ini adalah masa penentuan. karakter usia dini yang salah satunya adalah masa berkelompok anakanak

BAB I PENDAHULUAN. atau usia dini dimana pada masa ini adalah masa penentuan. karakter usia dini yang salah satunya adalah masa berkelompok anakanak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia senantiasa membutuhkan kehadiran orang lain dan berinteraksi dengan orang lain dalam hidupnya. Guna memenuhi kebutuhan tersebut individu dalam berhubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam UU No.20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas)

BAB I PENDAHULUAN. Dalam UU No.20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam UU No.20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) Pasal 3 disebutkan bahwa Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Untuk menghadapi tantangan zaman yang dinamis, berkembang semakin

BAB I PENDAHULUAN. Untuk menghadapi tantangan zaman yang dinamis, berkembang semakin BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Untuk menghadapi tantangan zaman yang dinamis, berkembang semakin maju diperlukan sumber daya manusia yang memiliki keterampilan intelek tingkat tinggi yang

Lebih terperinci

K A 2012/2013. Disusun Oleh: YULIANA DEWI A FAKULTA

K A 2012/2013. Disusun Oleh: YULIANA DEWI A FAKULTA 0 PENGARUH KEGIATAN MERONCE TERHADAP PERKEMBANGAN KOGNITIF ANAK DI TK PERTIWI SINGOPADU, SIDOHARJO, SRAGEN KELOMPOK K A TAHUN PELAJARAN 2012/2013 NASKAH PUBLIKASI Disusun Oleh: YULIANA DEWI A520090084

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. baca-tulis atau yang dikenal dengan literasi. Hampir di setiap sekolah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. baca-tulis atau yang dikenal dengan literasi. Hampir di setiap sekolah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fenomena mengenai anak usia dini yang semakin berkembang menyebutkan bahwa terdapat bermacam-macam karakteristik anak usia dini yang berbeda antara satu dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sekarang ini menuntut adanya sumber daya manusia yang berkualitas tinggi.

BAB I PENDAHULUAN. sekarang ini menuntut adanya sumber daya manusia yang berkualitas tinggi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan zaman yang semakin modern di era globalisasi sekarang ini menuntut adanya sumber daya manusia yang berkualitas tinggi. Peningkatan sumber daya manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari berbagai pihak yaitu pemerintah, masyarakat, dan steakholder yang terdiri

BAB I PENDAHULUAN. dari berbagai pihak yaitu pemerintah, masyarakat, dan steakholder yang terdiri BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan adalah usaha yang dilakukan keluarga, masyarakat, pemerintah, melalui binbingan, pengajaran, dan latihan yang berlangsung di sekolah sepanjang hayat untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani, agaranak memiliki kesiapan

BAB I PENDAHULUAN. membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani, agaranak memiliki kesiapan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Perkembangan anak pada usia pra-sekolah atau sekarang lebih dikenal dengan anak usia dini yang berada pada rentang usia 0-6 tahun oleh para ahli dianggap sebagai usia

Lebih terperinci

2014 EFEKTIVITAS PROBLEM BASED LEARNING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN READING COMPREHENSION

2014 EFEKTIVITAS PROBLEM BASED LEARNING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN READING COMPREHENSION BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini disampaikan pendahuluan penelitian yang meliputi latar belakang penelitian, identifikasi masalah penelitian, rumusan masalah penelitian, tujuan penelitian, dan manfaat penelitian

Lebih terperinci

BY: METTY VERASARI MENGENAL TIPE BELAJAR ANAK (AUDITORY, VISUAL, & KINESTETIK)

BY: METTY VERASARI MENGENAL TIPE BELAJAR ANAK (AUDITORY, VISUAL, & KINESTETIK) BY: METTY VERASARI MENGENAL TIPE BELAJAR ANAK (AUDITORY, VISUAL, & KINESTETIK) MENGAPA PERLU IDENTIFIKASI BELAJAR ANAK??? Dengan mengenali gaya belajar anak maka : 1. Menciptakan cara belajar yang menyenangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Anak usia dini adalah anak yang unik, dan memiliki karakteristik khusus,

BAB I PENDAHULUAN. Anak usia dini adalah anak yang unik, dan memiliki karakteristik khusus, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak usia dini adalah anak yang unik, dan memiliki karakteristik khusus, salah satunya adalah mempunyai rasa ingin tahu yang kuat dan antusias terhadap banyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Para ahli mengatakan bahwa periode anak usia bawah tiga tahun (Batita)

BAB I PENDAHULUAN. Para ahli mengatakan bahwa periode anak usia bawah tiga tahun (Batita) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Para ahli mengatakan bahwa periode anak usia bawah tiga tahun (Batita) sebagai periode keemasan ( golden age period ). 1, 2 Periode ini merupakan periode kritis sebab

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Atiasih, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Atiasih, 2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan anak usia dini (PAUD) merupakan pendidikan yang sangat penting bagi perkembangan dasar anak. Perkembangan dasar anak usia dini memerlukan stimulus

Lebih terperinci

NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi sebagai persyaratan Guna mencapai derajat Sarjana S-1 Pendidikan Anak Usia Dini

NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi sebagai persyaratan Guna mencapai derajat Sarjana S-1 Pendidikan Anak Usia Dini UPAYA MENINGKATKAN KOSAKATA BAHASA INGGRIS ANAK MELALUI METODE MIND MAPPING PADA ANAK KELOMPOK B1 TK AISYIYAH PABELAN KARTASURA TAHUN PELAJARAN 2013/2014 NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi sebagai persyaratan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masa depan. Perkembangan masyarakat dalam pendidikan sekarang banyak

BAB I PENDAHULUAN. masa depan. Perkembangan masyarakat dalam pendidikan sekarang banyak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah faktor penting dalam pembangunan suatu bangsa. Kualitas suatu sistem pendidikan dapat memengaruhi kualitas suatu bangsa di masa depan. Perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. apabila ingin memenuhi kebutuhan anak dan memenuhi perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. apabila ingin memenuhi kebutuhan anak dan memenuhi perkembangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dunia anak-anak merupakan dunia yang khas yang diindera dan dipersiapkan oleh anak-anak sesuai dengan kemampuan pikiran, perasaan, imajinasi dan pengalaman mereka.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. afektifnya. Pada masa usia emas, orang tua mulai memberikan pendidikan kepada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. afektifnya. Pada masa usia emas, orang tua mulai memberikan pendidikan kepada BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Anak pada usia nol sampai lima tahun akan memiliki perkembangan yang pesat, baik itu perkembangan kognitif, psikomotorik maupun perkembangan afektifnya. Pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikembangkan agar pribadi anak berkembang secara optimal. Tertunda atau

BAB I PENDAHULUAN. dikembangkan agar pribadi anak berkembang secara optimal. Tertunda atau BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak prasekolah adalah pribadi yang mempunyai berbagai macam potensi. Oleh karenanya perlu sekali Potensi-potensi tersebut dirangsang dan dikembangkan agar pribadi

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang. Kemampuan matematika merupakan kemampuan dalam bidang akademik yang

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang. Kemampuan matematika merupakan kemampuan dalam bidang akademik yang BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Kemampuan matematika merupakan kemampuan dalam bidang akademik yang sangat penting, tidak hanya di sekolah melainkan juga dalam penerapannya di kehidupan sehari-hari.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) adalah anak yang berusia mulai nol tahun hingga berusia kurang lebih delapan (0-8) tahun. Pendidikan anak usia dini yang terfokus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mereka sehingga terwujud keprofesionalan yang mantap. Seorang guru dituntut

BAB I PENDAHULUAN. mereka sehingga terwujud keprofesionalan yang mantap. Seorang guru dituntut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada era globalisasi ini ketika kemajuan IPTEK semakin pesat, hal ini juga berimbas pada pentingnya seorang guru meningkatkan kinerja dan kemampuan mereka sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kedudukan Bahasa Indonesia dalam dunia Internasional memang belum

BAB I PENDAHULUAN. Kedudukan Bahasa Indonesia dalam dunia Internasional memang belum 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian Kedudukan Bahasa Indonesia dalam dunia Internasional memang belum setenar bahasa lainnya yang ada di dunia, seperti bahasa Inggris, bahasa Jerman,

Lebih terperinci