MENGGAGAS KEMBALINYA TEORI PERS PANCASILA 1.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "MENGGAGAS KEMBALINYA TEORI PERS PANCASILA 1."

Transkripsi

1 MENGGAGAS KEMBALINYA TEORI PERS PANCASILA 1 hastanti_widy@ugm.ac.id Pendahuluan Era reformasi telah membuka kran kebebasan di semua bidang kehidupan, tak terkecuali di bidang pers. Seiring dengan laju perkembangan teknologi informasi dan komunikasi, pers di Indonesia mengalami perkembangan yang demikian pesat. Di awal reformasi, berbagai stasiun televisi baru bermunculan, demikian juga halnya dengan media cetak, berbagai majalah, koran serta tabloid hampir setiap hari bermunculan. Kebebasan pers yang demikian besar menjadikan pers di Indonesia seakan-akan bergerak maju, tanpa arah. Liberalisasi dan globalisasipun ikut memberi andil bagi pergerakan pers di Indonesia, karena berbagai media cetak serta berbagai stasiun televisi luar negeri bebas masuk dengan leluasa ke Indonesia. Belum lagi masalah distribusi yang dilakukan dengan bebas menjadikan tontonan dan majalah dewasapun bebas dikonsumsi oleh anak-anak. Apakah Indonesia telah menganut Pers Liberal? Pertanyaan tersebut, tidak mudah untuk dijawab. Berbagai fenomena kehidupan masyarakat, kiranya mengindikasikan bahwa negara kita (meskipun perlahan-lahan) memang sedang mengarah menjadi negara liberal. Jika fakta tersebut yang sedang terjadi, tentu sangat disayangkan. Mengingat, cita-cita sebagai negara Liberal, tidak pernah ada di benak founding fathers. Apakah Pers Liberal cocok diterapkan di Indonesia dan sesuai dengan jiwa dan kepribadian bangsa Indonesia? Pada masa Orde Baru, telah diperkenalkan apa yang disebut dengan Pers Pancasila. Seperti yang tercantum dalam buku yang dirujuk oleh Departemen Penerangan masa itu, Pers Pancasila dijadikan sebagai pedoman bagi perkembangan pers di Indonesia. Pengertian Pers Pancasila tersebut adalah adalah pers yang dalam melaksanakan peranan dan fungsi kemasyarakatannya dalam mendukung sistem 1 Hastanti Widy Nugroho, Dosen Fakultas Filsafat, UGM. 1

2 nasional memiliki rasa Ketuhanan Yang Maha Esa, berperikemanusiaan yang adil dan beradab, menjunjung tinggi rasa persatuan, berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan/perwakilan, serta keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia 2. Seiring dengan bergulirnya waktu, keberadaan pers di Indonesia masa Orde Reformasi saat ini, mulai kehilangan arahan dan pedoman. Mengingat keberadaan Pancasila yang hingga saat ini masih berfungsi sebagai dasar filsafat kehidupan berbangsa dan bernegara, maka tidak ada salahnya jika kita menengok kembali kepada Pancasila untuk mendapatkan pedoman serta arahan bagi perkembangan Pers di Indonesia. Tulisan ini tidak membahas pers dari sudut pandang komunikasi yang akan memberikan gambaran mengenai peran dan tugas pers dalam sebuah negara. Tulisan secara khusus akan membahas pers Pancasila dengan sudut tinjauan kefilsafatan yang lebih menekankan pada hakikat hubungan pers dengan negara yang tentu saja tetap[ berdasar pada nilai-nilai Pancasila. Mengenal Teori Pers Sebelum membahas lebih jauh mengenai Pers Pancasila, terlebih dahulu perlu diuraikan beberapa teori pers yang ada di dunia dewasa ini. Hampir setengah abad yang lalu, Siebert Peterson, memperkenalkan sistem pers yang ada di dunia dan terkenal hingga sekarang yang ditulis dalam buku Four Theories of The Press. Kesemua teori tersebut merupakan teori normatif yang berasal dari pengamatan terhadap sistem pers yang berkembang di beberapa negara. Tesis yang dikembangkan oleh Siebert dan Peterson adalah bahwa setiap negara di dunia pasti memiliki kecenderungan untuk menganut salah satu atau perpaduan antara beberapa teori pers tersebut. Orientasi teori pers suatu negara tentu saja akan didasar oleh filsafat hidup yang dianut oleh negara tersebut. Teori-teori pers yang disebutkan antara lain: 2 Janner Sinaga, 1989, Sistem Pers Pancasila : Latar Belakang, Konsepsi Dasar, Tantangan Masa Kini, dan Masa Depan serta Peranannya dalam Pembangunan Nasional, Ultimo, Jakarta. 2

3 a. Teori Pers Otoriter Teori ini merupakan teori yang muncul paling awal dalam perkembangan pers di dunia. Teori ini terutama berkembang pada masyarakat prademokrasi, masyarakat yang ada dalam pemerintahan kediktatoran, serta pendudukan militer. Dasar filosofis teori ini adalah hakikat hubungan antara manusia dan negara. Manusia tidak dapat hidup sendiri sebagai individu, oleh karena itu agar dapat bereksistensi maka manusia harus hidup sebagai anggota masyarakat, dan dalam kerangka negara. Dalam hal ini kepentingan kelompok lebih penting daripada kepentingan individu. Hakikat negara dalam teori ini adalah sebagai manifestasi tertinggi kelompok manusia dalam masyarakat tersebut. Tanpa negara, individu tidak dapat bereksistensi. Teori ini berkaitan dengan sistem otoriter yang diberlakukan terhadap media, berupa peraturan-peraturan untuk menekan pers. Teori ini membenarkan adanya sensor dan hukuman atas berbagai penyimpangan dari aturan yang ditetapkan negara. Tujuan Pers adalah mendukung dan memajukan kebijakan pemerintah yang berkuasa untuk mengabdi pada negara. Keberadaan media massa tidak lain adalah sebagai alat untuk melaksanakan kebijakan pemerintah. b. Teori Pers Liberal Teori ini berangkat dari pemahaman terhadap hakikat manusia sebagai makhluk rasional. Tujuan akhir hidup manusia adalah mencapai kebahagiaan individu. Masyarakat bertugas memajukan kepentingan individu anggotanya. Hakikat hubungan manusia dan negara adalah bahwa negara sebagai sarana bagi individu untuk mengekspresikan diri, mengaktualisasikan eksistensi diri. Dalam bentuk yang paling dasar teori ini menyatakan bahwa masyarakat seyogyanya bebas mengungkapkan hal-hal yang disukainya, karena merupakan perluasan hak untuk berpendapat, berserikat. Prinsip nilai yang mendasari teori ini sesuai dengan prinsip dan nilai-nilai negara demokrasi liberal, yaitu keyakinan keunggulan individu, akal sehat, kebenaran, kemajuan dan kedaulatan rakyat. Pers bebas dipandang sebagai komponen yang penting dari masyarakat bebas dan rasional. 3

4 Tujuan pers dalam hal ini adalah menyampaikan informasi, menghibur, membantu menemukan kebenaran dan mengawasi pemerintah. c. Teori Tanggung Jawab Sosial Teori tanggung jawab sosial merupakan teori yang muncul sebagai respon terhadap pelaksanaan teori liberal. Sesuai dengan teori liberal, pada prakteknya pers menjadi kekuatan raksasa untuk kepentingan individu tertentu, yaitu kepentingan pemilik modal. Pers menjadi alat bisnis raksasa karena membiarkan pemasang iklan mengontrol isi dan praktek pemasangan iklan. Kritik yang ditujukan untuk teori liberal adalah bahwa asumsi kebebasan pada teori liberal seharusnya mengimplikasikan adanya tanggung jawab di dalamnya. Arti kebebasan pada teori liberal lebih bermakna kebebasan dari berbagai hal yang selama ini dianggap memasung dan membelenggu manusia (kebebasan bermakna negatif). Berbeda dengan teori liberal, pada teori tanggung jawab sosial kebebasan dimaknai sebagai kebebasan untuk melakukan berbagai tindakan (kebebasan bermakna positif) 3. Dasar utama teori ini ada pada pengertian bahwa kebebasan dan kewajiban hendaknya berlangsung secara beriringan. Pers selain memberikan tanggapan terhadap keberlangsungan pemerintah juga harus bertanggung jawab kepada masyarakat dalam melaksanakan fungsi-fungsinya terhadap pemerintah. Teori tanggung jawab sosial ini berusaha mengawinkan tiga prinsip yang agak berbeda yaitu kebebasan sebagai individu, kebebasan media dan kewajiban media untuk bertanggung jawab pada masyarakat. d. Teori Pers Komunis Teori ini berangkat dari pemahaman bahwa hakikat manusia sebagai individu tidak mempunyai kebebasan dan hak individual. Manusia bereksistensi hanya dalam hubungannya dengan manusia yang lain. Dengan demikian manusia adalah sekumpulan relasi, sehingga yang mutlak adalah komunitas. Gagasan mendasar berkaitan dengan teori pers antara lain, pertama bahwa kelas pekerja memegang kekuasaan dalam 3 Werner J.Severin, James Tankard, 2005, Teori Komunikasi Massa, Prenada Media, Jakarta, hal

5 masyarakat sosialis, oleh karena itu agar tetap berkuasa semua media harus tunduk pada pengendalian kelas pekerja. Kedua, masyarakat sosialis diharapkan menjadi masyarakat tanpa kelas, sehingga tidak terdapat konflik antar kelas, oleh karena itu pers hendaknya tidak distruktur sejalan dengan konflik politik. Pers memainkan peran positif dalam pembentukan masyarakat komunis (informasi, motivasi, dan mobilisasi). Keempat media harus menyerahkan pengendalian pada alat negara dipadukan dengan instrumen lain dari kehidupan politik. Teori Pers Pancasila Teori Pers Pancasila telah diperkenalkan pada tahun 80-an, ketika berlangsung Sidang Pleno Dewan Pers di Surakarta tagl 7-8 Desember Seperti apakah Pers Pancasila yang dimaksud? Pers Pancasila yang dimaksud adalah pers yang orientasi, sikap dan tingkah lakunya berdasarkan pada nilai-nilai Pancasila dan Undang-Undang Dasar Di dalam rumusan Pers Pancasila tersebut juga menyebut adanya pers pembangunan, yang tidak lain adalah Pers Pancasila dalam arti mengamalkan Pancasila dan UUD 1945 dalam pembangunan aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, termasuk pembangunan pers itu sendiri. Berdasarkan uraian tersebut hakikat pers Pancasila adalah pers yang sehat yakni pers yang bebas dan bertanggung jawab dalam menjalankan fungsinya sebagai penyebar informasi yang benar dan objektif, penyalur aspirasi rakyat dan kontrol sosial yang konstruktif. Melalui hakikat dan fungsi pers Pancasila mengembangkan suasana saling percaya menuju masyarakat terbuka yang demokratis dan bertanggung jawab. Dalam mengamalkan pers Pancasila mekanisme yang dipakai adalah interaksi positif antara Masyarakat, Pers dan Pemerintah. Dalam hal ini Dewan Pers berperan sebagai pengembang mekanisme interaksi positif tersebut 4. 4 Janner Sinaga, 1989, Sistem Pers Pancasila : Latar Belakang, Konsepsi Dasar, Tantangan Masa Kini dan Masa Depan serta Peranannya Dalam Pembvanguna Nasional, Ultimo, Jakarta, hal 27. 5

6 Konsep yang demikian mulia tersebut ternyata diimplemetasikan secara beda pada masa Orde Baru. Dengan mengatasnamakan Pancasila, pemerintah Orde Baru justru menjalankan sistem pers yang otoriter. Pers Pancasila hingga saat runtuhnya Orde Baru tidak pernah diimplemetasikan sesuai dengan jiwa dan semangat Pancasila. Berdasar hal tersebut, perlu kiranya dikaji kembali apakah hakikat Pers Pancasila yang sesuai dengan nilai-nilai dalam Pancasila? Semua pertanyaan tersebut akan dijawab dengan berangkat dari hakikat manusia. Mengapa manusia, karena pelaku pers adalah manusia dan keberadaan pers tidak lain ditujukan untuk manusia. Sistem pers apapun yang berkembang di sebuah negara, sesungguhnya yang berkuasa dan mengambil banyak peran adalah manusianya. Notonagoro memaparkan hakikat manusia sebagai berikut : Susunan Kodrat : - Raga (an organik, vegetatif, animal) - Jiwa (akal, rasa, kehendak) Sifat Kodrat - Individual - Sosial Kedudukan Kodrat - Pribadi Mandiri - Makhluk Tuhan 5 Hubungan antara seluruh aspek-aspek manusia tersebut merupakan satu kesatuan yang bulat dan utuh, tidak dapat dipisah-pisahkan, dan dikenal dengan nama monopluralis. Sementara itu, untuk susunan, sifat dan kedudukan kodrat yang terdiri atas dua unsur disebut monodualis. Tarik menarik antara dua unsur seperti raga-jiwa, individual-sosial, pribadi mandiri-makhluk Tuhan, harus selalu diletakkan dalam kerangka keseimbangan, keadilan dan harmoni. Kecenderungan untuk mementingkan salah satu 5 Notonagoro, 1995, Pancasila Secara Ilmiah Populer,Bumi Aksara, Jakarta, hal 96. 6

7 unsur seperti keragawian atau individualitas saja akan membawa manusia pada ketimpangan. Liberalisme yang terlalu mengagungkan sifat invidual manusia membawa dampak pada hilangnya semangat kekeluargaan, dan kebersamaan. Hal inilah yang terjadi di Barat, ketika manusia mempunyai kewenangan mutlak terhadap kebebasannya, maka yang terjadi adalah sikap acuh, tidak peduli kepada orang lain, tidak membutuhkan manusia yang lain. Kodrat manusia adalah ada bersama yang manusia yang lain. Kerinduan dan keinginan manusia untuk bersama dengan manusia sementara budaya dan masyarakat tidak memfasilitasi hal tersebut, akan membawa manusia pada keterasingan (alienasi). Pers Liberal yang dikembangkan di Barat, terlalu menekankan pada kepentingan individu, sehingga kepentingan masyarakat banyak diabaikan. Sebagai contoh adalah kasus majalah Playboy. Bangsa Indonesia, yang menjunjung tinggi nilainilai ketimuran, nilai-nilai kebersamaan tentu menolak penerbitan majalah pria dewasa yang menjadi simbol kebebasan ini. Isi majalah Playboy dapat dikatakan sarat dengan gambar-gambar yang terlalu mengumbar kebebasan individu tersebut. Hal inilah yang menjadi kekhawatiran, ketika budaya tersebut dianggap baik dan ditiru oleh sebagian besar remaja di Indonesia, tentu akan berakibat buruk. Sebagai kebalikan dari Pers Liberal, Pers Komunis berangkat dari kecenderungan manusia yang justru larut dalam sosialitas, sehingga kehilangan sifat kodratnya sebagai individu. Hak-hak individu untuk mengemukakan pikiran dikesampingkan demi kepentingan kelompok. Dengan demikian pers bukanlah sarana bagi individu untuk mengaktualisasikan diri, tetapi justru sebagai alat regulasi bagi individu agar tidak keluar dari rambu-rambu yang sudah ditentukan oleh kelompok. Suara kelompok (komune) lebih penting dan harus diutamakan daripada suara individu. Pers Pancasila yang mendasarkan diri pada nilai-nilai Pancasila, tentu saja harus meletakkan hakikat manusia monopluralis sebagai dasar bagi kehidupan pers. Pers Pancasila harus meletakkkan kepentingan individu maupun masyarakat sebagai sosialitas 7

8 yang lebih luas, secara seimbang dan adil. Dengan demikian pemberitaan mengenai sesuatu hal, hendaknya dilakukan secara seimbang. Misalnya terdapat sebuah kasus mengenai seorang pejabat yang mempunyai penerbitan surat kabar tertentu, dan menjadi anggota sebuah parpol tertentu. Ketika parpol tersebut terlibat kasus money politics, maka hendaknya kasus tersebut diberitakan secara terbuka dalam surat kabar yang dimiliki pejabat tersebut. Nilai keadilan umum, tetap harus diutamakan dalam sebuah pemberitaan media massa. Sementara itu untuk melihat secara lebih komprehensif mengenai hubungan manusia dengan dunianya, Djoko Pitoyo memaparkan dengan menggunakan skema sebagai berikut 6 : POLA / TATA HUBUNGAN MANUSIA DENGAN SEGANAP REALITAS TUHAN/DUNIA ILAHIAH MANUSIA/ DUNIA HUMAN MANUSIA MANUSIA/ DUNIA HUMAN DUNIA INFRAHUMAN Hewan/Binatang Tumbuh-tumbuhan Benda-benda tak-hidup 6 Joko Pitoyo, 1997, Pancila Sebagai Orientasi Kegiatan Keilmuan, dalam Jurnal Filsafat, edisi khusus, Fakultas Filsafat UGM, hal 167 8

9 Berdasarkan tinjauan ontologis mengenai tata hubungan tersebut, tampak bahwa terdapat hierarki hubungan antara Tuhan dengan manusia serta antara manusia dengan dunia infrahuman. Hal ini jelas mengingat keberadaan Tuhan sebagai penyebab adanya segala hal di alam semesta ini. KepadaNya segala sesuatu berasal dan bergantung atau dalam budaya Jawa terdapat istilah sangkan paraning dumadi atau asal mula serta arah atau tujuan segala sesuatu hal yang terjadi 7. Manusia dan dunia infrahuman menempati posisi di bawah dunia Ilahiah ini. Sementara itu hubungan antara manusia dengan manusia lain menempati posisi sejajar, tidak ada hierarki. Berdasarkan paparan ontologis tersebut, selanjutnya dapat diterjemahkan dalam pola hubungan yang lebih praktis yaitu menyangkut sikap dan tindakan yang harus dilakukan manusia terhadap realitas. 7 Notonagoro, 1995, Pancasila Secara Ilmiah Populer,Bumi Aksara, Jakarta, hal 79 9

10 O r i e n t a s i s i k a p m a k i n l a h i r i a h T i n d a k a n m a k i n p r a k t i s - p r a g m a t i s O r i e n t a s i s i k a p m a k i n b a t i n i a h T i n d a k a n m a k i n s i m p a t i k - e m p a t i k SIKAP DAN TINDAKAN MANUSIA TERHADAP REALITAS Penghambaan Worship TUHAN (DUNIA ILAHIAH) Kepercayaan-keagamaan Sikap Attitude Kebersamaan Compassion/ Togetherness SESAMA MANUSIA (DUNIA HUMAN) BIDANG-BIDANG KEHIDUPAN Kefilsafatan Kebudayaan Politik Sosial Ekonomi KISI-KISI NILAI-NILAI PANCASILA Nilai-nilai Ketuhanan Nilai-nilai Kamanusiaan Nilai-nilai Kebangsaan Nilai-nilai Kerakyatan Nilai-nilai Keadilan MANUSIA Pemanfaatan Utilization ALAM-DUNIA (DUNIA INFRAHUMAN) Raga Manusia Binatang Tumbuh-tumbuhan Benda tak-hidup Ketaatan Obidience TUHAN (DUNIA ILAHIAH) Kepercayaan-keagamaan Tindakan Acting Kerjasama Cooperation SESAMA MANUSIA (DUNIA HUMAN) BIDANG-BIDANG KEHIDUPAN Kefilsafatan Kebudayaan Politik Sosial Ekonomi Pengelolaan Obidience ALAM-DUNIA (DUNIA INFRAHUMAN) Raga Manusia Binatang Tumbuh-tumbuhan Benda tak-hidup 10

11 Berdasar skema tersebut tampak bagaimanakah sesungguhnya hubungan antar manusia harus dilakukan. Semakin tinggi, mengarah pada tataran dunia Ilahiah, maka sikap yang harus diambil manusia adalah penghambaan sedangkan tindakan yang diambil berdasar pada prinsip ketaatan. Dengan demikian semakin tinggi, mengarah pada dunia Ilahiah maka orientasi sikap yang dilakukan lebih batiniah, sedangkan tindakan yang dilakukan lebih simpatik, empatik. Sementara itu semakin rendah mendekati tataran dunia infrahuman seperti hewan dan tumbuhan, orientasi sikap yang dikembangkan lebih lahiriah, sedangkan tindakan yang diambil semakin praktis pragmatis. Berkaitan dengan pemaparan tersebut, dapat dijelaskan bahwa sikap manusia dengan realitas yang ada di bawahnya yaitu dunia infrahuman berupa pemanfaatan dan tindakan yang diambil berupa pemanfaatan. Dalam hal inilah terlihat jelas bahwa orientasi tindakan yang dikembangkan adalah hubungan praktis, pragmatis, seperti pemanfaatan hewan untuk memenuhi kebutuhan manusia atau pengelolaan hutan secara bijaksana. Dengan demikian ketika bersama dengan sesama manusia, sikap yang harus diambil adalah selalu dalam kebersamaan, sedangkan tindakan yang harus diambil adalah kerjasama. Berdasar pada skema sikap dan tindakan manusia tersebut, dapat dikemukakan hubungannya dengan pers Pancasila. Bahwa manusia sebagai pelaku subjek pers, seringkali melakukan kesalahan orientasi sikap dan tindakan, ketika berhubungan dengan manusia lain. Fenomena yang berkembang adalah sikap menuhankan manusia lain, dengan ketaatan yang demikian besar. Misalnya ketaatan yang demikian besar yang dimiliki seorang wartawan kepada pemilik saham ia tempat bekerja, sehingga menghilangkan nillai-nilai kebenaran yang seharusnya disampaikan kepada khalayak. Kemungkinan lain yaitu terdapatnya manusia yang justru memanfaatkan manusia lain demi hal-hal yang sifatnya material. Hal tersebut juga jelas bertentangan dengan hakikat kodrat manusia serta hakikat hubungan manusia dengan realitas. 11

12 Bagaimanakah dengan prinsip-prinsip dalam Pers Pancasila? Berikut ini adalah petikan beberapa prinsip interaksi positif antara pemerintah, pers dan masyarakat yang termuat dalam Pers Pancasila yang sesungguhnya telah ada sejak masa Orde Baru, namun tidak pernah dilaksanakan secara nyata dalam kehidupan pers di Indonesia. Prinsio-prinsip tersebut antara lain : Diterapkan mekanisme kerja yang menjalin hubungan timbal balik antara pers, pemerintah dan masyarakat. Dinamika dikembangkan bukan dari pertentangan menurut paham, melainkan atas paham hidup menghidupi, saling membantu dan bukan saling mematikan. Perlu dikembangkan kultur politik dan mekanisme yang memungkinkan berfungsinya sistem kontrol sosial dan kritik yang konstruktif secara efektif. Namun demikian kontrol sosial itupun substansinya serta caranya tetap tidak terlepas dari asas keselarasan dan keseimbangan serta ketertiban untuk saling hidup menghidupi bukan saling mematikan dalam kontrol yang dilakukan tetap berpijak pada nilai-nilai dalam sistem Pers Pancasila, termasuk bebas dan bertanggung jawab 8. Mengamati dengan cermat prinsip-prinsip interaksi positif antara pemerintah, pers dan masyarakat seperti tertuang dalam rumusan Pers Pancasila tersebut, dapat dikatakan bahwa Pers Pancasila tersebut masih sangat relevan untuk dikembangkan dan dijadikan tolok ukur bagi keberadaan pers di Indonesia. Hal ini terutama jika ditilik dari landasan filosofis yang melatarbelakangi keberadaan prinsip-prinsip tersebut. Kedudukan manusia sebagai unsur terpenting dalam sebuah negara, manusia sebagai anggota masyarakat serta manusia sebagai pelaku pers memiliki hubungan yang sejajar. Sikap dan tindakan yang harus dikembangkan senantiasa 8 Janner Sinaga, 1989, Sistem Pers Pancasila : Latar Belakang, Konsepsi Dasar, Tantangan Masa Kini, dan Masa Depan serta Peranannya dalam Pembangunan Nasional, Ultimo, Jakarta. Hal

13 harus berdasar pada prinsip kebersamaan dengan orientasi tindakan yang simpatik dan empatik. Tidak akan pernah ada pembenaran, manusia diberlakukan sebagai sebuah alat atau sarana yang dapat dimanfaatkan demi kepentingan praktis dan pragmatis. Manusia harus diberlakukan sebagai manusia, yang mempunyai tujuan dalam dan bagi dirinya sendiri. 13

14 DAFTAR PUSTAKA Notonagoro, 1995, Pancasila Secara Ilmiah Populer, Bumi Aksara, Jakarta. Djoko Pitoyo, 1997, Pancila Sebagai Orientasi Kegiatan Keilmuan, dalam Jurnal Filsafat, edisi khusus, Fakultas Filsafat UGM, Yogyakarta. Janner Sinaga, 1989, Sistem Pers Pancasila : Latar Belakang, Konsepsi Dasar, Tantangan Masa Kini, dan Masa Depan serta Peranannya dalam Pembangunan Nasional, Ultimo, Jakarta. Hal Werner J.Severin, 2005, Teori Komunikasi Massa, Prenada Media, Jakarta, Hal

15 15

16 16

17 17

18 18

BAHAN AJAR PEMBELAJARAN VII

BAHAN AJAR PEMBELAJARAN VII BAHAN AJAR PEMBELAJARAN VII 1. Nama Mata KuIiah : Filsafat Komunikasi 2. Kode/SKS : F1F 349 / 2 SKS 3. Waktu Pertemuan : 1 x pertemuan (2 x 50 menit) 4. Pertemuan : VII 5. Tujuan Pembelajaran a. Umum Setelah

Lebih terperinci

Pancasila sebagai Sistem Filsafat

Pancasila sebagai Sistem Filsafat PENDIDIKAN PANCASILA Modul ke: 07 Pancasila sebagai Sistem Filsafat Fakultas Teknik Program Studi Teknik Sipil www.mercubuana.ac.id Ramdhan Muhaimin, M.Soc.Sc Pendahuluan Pancasila merupakan filsafat bangsa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang dicita-citakan. Sejalan dengan Mukadimah Undang Undang Dasar 1945,

I. PENDAHULUAN. yang dicita-citakan. Sejalan dengan Mukadimah Undang Undang Dasar 1945, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Suatu bangsa mutlak perlu memiliki suatu dasar negara, sebab dasar negara merupakan rambu bagi arah suatu pemerintahan agar sesuai dengan tujuan yang dicita-citakan.

Lebih terperinci

PANCASILA SEBAGAI PARADIGMA

PANCASILA SEBAGAI PARADIGMA PANCASILA SEBAGAI PARADIGMA Oleh : DENY KURNIAWAN NIM 11.11.5172 DOSEN : ABIDARIN ROSIDI, DR, M.MA. KELOMPOK E PROGRAM STUDI TEKNIK INFORMATIKA STMIK AMIKOM YOGYAKARTA 2011 PANCASILA SEBAGAI PARADIGMA

Lebih terperinci

A. Pengertian Pancasila

A. Pengertian Pancasila PANCASILA SEBAGAI SISTEM NILAI A. Pengertian Pancasila Istilah nilai dipakai untuk menunjuk kata benda abstrak yang artinya keberhargaan atau kebaikan. Di samping itu juga untuk menunjuk kata kerja yang

Lebih terperinci

SAMSURI UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

SAMSURI UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA Handout 4 Pendidikan PANCASILA SAMSURI UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA PANCASILA sebagai Sistem Filsafat Kita simak Pengakuan Bung Karno tentang Pancasila Pancasila memuat nilai-nilai universal Nilai-nilai

Lebih terperinci

HUBUNGAN Antara SISTEM KOMUNIKASI INDONESIA Terhadap SISTEM PERS yang BERLANDASKAN pada SISTEM PEMERINTAHAN

HUBUNGAN Antara SISTEM KOMUNIKASI INDONESIA Terhadap SISTEM PERS yang BERLANDASKAN pada SISTEM PEMERINTAHAN HUBUNGAN Antara SISTEM KOMUNIKASI INDONESIA Terhadap SISTEM PERS yang BERLANDASKAN pada SISTEM PEMERINTAHAN Menurut Tatang M Anirim, sistem adalah sekumpulan unsur yang melakukan kegiatan atau menyusun

Lebih terperinci

26. Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP)/Madrasah Tsanawiyah (MTs)

26. Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP)/Madrasah Tsanawiyah (MTs) 26. Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP)/Madrasah Tsanawiyah (MTs) A. Latar Belakang Pendidikan di Indonesia diharapkan dapat mempersiapkan peserta didik menjadi

Lebih terperinci

PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI BANGSA

PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI BANGSA PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI BANGSA ABSTRAK Prinsip-prinsip pembangunan politik yang kurang sesuai dengan nilai-nilai Pancasila telah membawa dampak yang luas dan mendasar bagi kehidupan manusia Indonesia.

Lebih terperinci

26. Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP)/Madrasah Tsanawiyah (MTs)

26. Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP)/Madrasah Tsanawiyah (MTs) 26. Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP)/Madrasah Tsanawiyah (MTs) A. Latar Belakang Pendidikan di Indonesia diharapkan dapat mempersiapkan peserta didik menjadi

Lebih terperinci

PANCASILA Sebagai Paradigma Kehidupan

PANCASILA Sebagai Paradigma Kehidupan Modul ke: 14Fakultas Ekonomi dan Bisnis PANCASILA Sebagai Paradigma Kehidupan Panti Rahayu, SH, MH Program Studi Manajemen Pancasila sebagai Paradigma Pancasila sebagai paradigma dimaksudkan bahwa Pancasila

Lebih terperinci

2.4 Uraian Materi Pengertian dan Hakikat dari Pancasila sebagai Pandangan Hidup Bangsa Indonesia Sebagai pendangan hidup bangsa Indonesia,

2.4 Uraian Materi Pengertian dan Hakikat dari Pancasila sebagai Pandangan Hidup Bangsa Indonesia Sebagai pendangan hidup bangsa Indonesia, 2.4 Uraian Materi 2.4.1 Pengertian dan Hakikat dari Pancasila sebagai Pandangan Hidup Bangsa Indonesia Sebagai pendangan hidup bangsa Indonesia, Pancasila berarti konsepsi dasar tentang kehidupan yang

Lebih terperinci

STANDAR KOMPETENSI DAN KOMPETENSI DASAR TINGKAT SMP, MTs, DAN SMPLB

STANDAR KOMPETENSI DAN KOMPETENSI DASAR TINGKAT SMP, MTs, DAN SMPLB STANDAR KOMPETENSI DAN KOMPETENSI DASAR TINGKAT SMP, MTs, DAN SMPLB Mata Pelajaran Pendidikan Kewargaan untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP)/Madrasah Tsanawiyah (MTs) A. Latar Belakang Pendidikan di Indonesia

Lebih terperinci

BAB VI REALISASI PANCASILA

BAB VI REALISASI PANCASILA BAB VI REALISASI PANCASILA Disusun Oleh: Nadya Athira C. 143020318 Heni Nurhaeni 143020336 Mirasitkha Virana P. 143020342 Asri Nur Fitriani 143020343 Azka Lithia Amanda 143020354 Raj ba Rohmatullah 143020371

Lebih terperinci

PANCASILA. Pancasila dalam Kajian Sejarah Perjuangan Bangsa Indonesia (Lanjutan) Poernomo A. Soelistyo, SH., MBA. Modul ke: Fakultas MKCU

PANCASILA. Pancasila dalam Kajian Sejarah Perjuangan Bangsa Indonesia (Lanjutan) Poernomo A. Soelistyo, SH., MBA. Modul ke: Fakultas MKCU PANCASILA Modul ke: Pancasila dalam Kajian Sejarah Perjuangan Bangsa Indonesia (Lanjutan) Fakultas MKCU Poernomo A. Soelistyo, SH., MBA. Program Studi Manajemen www.mercubuana.ac.id Pancasila dalam Kajian

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA K E T E T A P A N MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR : II/MPR/1978 TENTANG PEDOMAN PENGHAYATAN DAN PENGAMALAN PANCASILA (EKAPRASETIA PANCAKARSA) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MAJELIS

Lebih terperinci

PENDIDIKAN PANCASILA

PENDIDIKAN PANCASILA PENDIDIKAN PANCASILA Modul ke: Materi Ini Memuat : Fakultas Fikom Wahyudi Pramono, S.Ag. M.Si Program Studi Humas 2 Latar belakang Teori dan Konsep Globalisasi telah mengancam bahkan menguasai eksistensi

Lebih terperinci

Pancasila; sistem filsafat dan ideologi Negara

Pancasila; sistem filsafat dan ideologi Negara Pancasila; sistem filsafat dan ideologi Negara FILSAFAT PANCASILA Filsafat Harafiah; mencintai kebijaksanaan, mencintai hikmat atau mencintai pengetahuan. Filsafat Pancasila; refleksi kritis dan rasional

Lebih terperinci

PENGUATAN SISTEM DEMOKRASI PANCASILA MELALUI INSTITUSIONALISASI PARTAI POLITIK Oleh: Muchamad Ali Safa at (Dosen Fakultas Hukum Universitas Brawijaya)

PENGUATAN SISTEM DEMOKRASI PANCASILA MELALUI INSTITUSIONALISASI PARTAI POLITIK Oleh: Muchamad Ali Safa at (Dosen Fakultas Hukum Universitas Brawijaya) PENGUATAN SISTEM DEMOKRASI PANCASILA MELALUI INSTITUSIONALISASI PARTAI POLITIK Oleh: Muchamad Ali Safa at (Dosen Fakultas Hukum Universitas Brawijaya) Apakah Sistem Demokrasi Pancasila Itu? Tatkala konsep

Lebih terperinci

PENDIDIKAN PANCASILA. Pancasila Sebagai Sistem Filsafat. Modul ke: 06Fakultas Ekonomi. Program Studi Manajemen

PENDIDIKAN PANCASILA. Pancasila Sebagai Sistem Filsafat. Modul ke: 06Fakultas Ekonomi. Program Studi Manajemen Modul ke: 06Fakultas Gunawan Ekonomi PENDIDIKAN PANCASILA Pancasila Sebagai Sistem Filsafat Wibisono SH MSi Program Studi Manajemen Latar belakang Teori dan Konsep Globalisasi telah mengancam bahkan menguasai

Lebih terperinci

B. Tujuan C. Ruang Lingkup

B. Tujuan C. Ruang Lingkup 27. Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/ Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)/ Madrasah Aliyah (MA)/ Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK) A. Latar Belakang Pendidikan di diharapkan

Lebih terperinci

Oleh : Andika Sartono KELOMPOK A 11-D3MI-02. Dosen : Khalis Purwanto MM

Oleh : Andika Sartono KELOMPOK A 11-D3MI-02. Dosen : Khalis Purwanto MM Oleh : Andika Sartono 11.02.7986 KELOMPOK A 11-D3MI-02 Dosen : Khalis Purwanto MM ABSTRAK Pancasila terbentuk melalui proses yang panjang. Secara kausalitas Pancasila belum disahkan menjai dasar filsafat

Lebih terperinci

Hand Outs 2 Pendidikan PANCASILA

Hand Outs 2 Pendidikan PANCASILA Hand Outs 2 Pendidikan PANCASILA SAMSURI SEMESTER GASAL 2011/2012 UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA YOGYAKARTA MENGAPA KAJIAN ILMIAH? TUNTUTAN KEILMUAN (DUNIA AKADEMIK) MENGIKUTI KAIDAH KEILMUAN. PANCASILA

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1999 TENTANG PERS

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1999 TENTANG PERS RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1999 TENTANG PERS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1982 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1966 TENTANG KETENTUAN-KETENTUAN POKOK PERS SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR

Lebih terperinci

Aji Wicaksono S.H., M.Hum. Modul ke: Fakultas DESAIN SENI KREATIF. Program Studi DESAIN PRODUK

Aji Wicaksono S.H., M.Hum. Modul ke: Fakultas DESAIN SENI KREATIF. Program Studi DESAIN PRODUK Modul ke: 13 Fakultas DESAIN SENI KREATIF Pancasila Dan Implementasinya Bagian III Pada Modul ini kita membahas tentang keterkaitan antara sila keempat pancasila dengan proses pengambilan keputusan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menguntungkan, salah satunya adalah pertukaran informasi guna meningkatkan. ilmu pengetahuan diantara kedua belah pihak.

BAB I PENDAHULUAN. menguntungkan, salah satunya adalah pertukaran informasi guna meningkatkan. ilmu pengetahuan diantara kedua belah pihak. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sebuah bangsa besar adalah bangsa yang memiliki masyarakat yang berilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan bisa diperoleh dari berbagai sumber, misalnya lembaga

Lebih terperinci

Modul ke: Fakultas TEKNIK. Program Studi SIPIL.

Modul ke: Fakultas TEKNIK. Program Studi SIPIL. Modul ke: 12 Fakultas TEKNIK AKTUALISASI SILA KERAKYATAN YANG DIPIMPIN OLEH HIKMAH KEBIJAKSANAAN DALAM PERMUSYAWARATAN PERWAKILAN ( DALAM BIDANG POLITIK, EKONOMI, SOSIAL BUDAYA, HANKAM HUKUM DAN HAM )

Lebih terperinci

HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA

HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA KELOMPOK 2: 1. Hendri Salim (13) 2. Novilia Anggie (25) 3. Tjandra Setiawan (28) SMA XAVERIUS BANDAR LAMPUNG 2015/2016 Hakikat Warga Negara Dalam Sistem Demokrasi Warga Negara

Lebih terperinci

DINAS PENDIDIKAN SMP NEGERI 3 LAWANG ULANGAN AKHIR SEMESTER GENAP TAHUN PELAJARAN 2007 / 2008

DINAS PENDIDIKAN SMP NEGERI 3 LAWANG ULANGAN AKHIR SEMESTER GENAP TAHUN PELAJARAN 2007 / 2008 DINAS PENDIDIKAN SMP NEGERI 3 LAWANG ULANGAN AKHIR SEMESTER GENAP TAHUN PELAJARAN 2007 / 2008 Mata Pelajaran : PPKn Kelas : VII ( TUJUH ) Hari, tanggal : Senin, 9 Juni 2008 Waktu : 60 Menit PETUNJUK UMUM:

Lebih terperinci

Bab IV Penutup. A. Kebebasan Berekspresi sebagai Isi Media

Bab IV Penutup. A. Kebebasan Berekspresi sebagai Isi Media Bab IV Penutup A. Kebebasan Berekspresi sebagai Isi Media Keberadaan Pasal 28 dan Pasal 28F UUD 1945 tidak dapat dilepaskan dari peristiwa diratifikasinya Universal Declaration of Human Rights (UDHR) 108

Lebih terperinci

LATIHAN PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI TERBUKA

LATIHAN PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI TERBUKA LATIHAN PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI TERBUKA 1. BPUPKI dalam sidangnya pada 29 Mei sampai dengan 1 Juni 1945 membicarakan. a. rancangan UUD b. persiapan kemerdekaan c. konstitusi Republik Indonesia Serikat

Lebih terperinci

CITA-CITA NEGARA PANCASILA

CITA-CITA NEGARA PANCASILA CITA-CITA NEGARA PANCASILA Disampaikan Pada Diskusi Harian Pelita di Gedung Mahkamah Konstitusi Jakarta, 10 Maret 2011 1. Cita-cita Negara Pancasila, sebagaimana dirintis dasar-dasar filosofisnya oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang menjadi cita-cita bangsa Indonesia yang tertuang dalam pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. yang menjadi cita-cita bangsa Indonesia yang tertuang dalam pendidikan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah suatu hal yang mutlak dan menjadi pondasi bagi kemajuan suatu bangsa pada umumnya, dan juga pada tiap individu-individu manusia pada khususnya

Lebih terperinci

PENDIDIKAN PANCASILA PANCASILA SEBAGAI DASAR HUKUM

PENDIDIKAN PANCASILA PANCASILA SEBAGAI DASAR HUKUM PENDIDIKAN PANCASILA PANCASILA SEBAGAI DASAR HUKUM Oleh : MIRZA SIDHATA MZ 11.11.5500 KELOMPOK F Dosen: DR. Abidarin Rosyidi, MMa JURUSAN TEKNIK INFORMATIKA STMIK AMIKOM YOGYAKARTA 2011 Pancasila Sebagai

Lebih terperinci

RUBRIK RESENSI KEBEBASAN ATAU KEBABLASAN PERS KITA

RUBRIK RESENSI KEBEBASAN ATAU KEBABLASAN PERS KITA Jurnal Komunikasi Universitas tarumanagara, Tahun I/01/2009 RUBRIK RESENSI KEBEBASAN ATAU KEBABLASAN PERS KITA Eko Harry Susanto e-mail : ekohs@centrin.net.id Judul Buku : Keutamaan di Balik Kontroversi

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI PANCASILA DALAM KEHIDUPAN BERMASYARAKAT

IMPLEMENTASI PANCASILA DALAM KEHIDUPAN BERMASYARAKAT IMPLEMENTASI PANCASILA DALAM KEHIDUPAN BERMASYARAKAT Disusun Oleh: Nama : DEFRI MUSTIKA LUBIS NIM : 11.11.5534 Kelompok : F Prog. Studi : Pendidikan Pancasila Jurusan : S1-Teknik Informatika Dosen :Dr.

Lebih terperinci

BAB II PERKEMBANGAN DEMOKRASI DI INDONESIA YANG DITUANGKAN DALAM UNJUK RASA (DEMONSTRASI) SEBAGAI HAK DALAM MENGEMUKAKAN PENDAPAT

BAB II PERKEMBANGAN DEMOKRASI DI INDONESIA YANG DITUANGKAN DALAM UNJUK RASA (DEMONSTRASI) SEBAGAI HAK DALAM MENGEMUKAKAN PENDAPAT 37 BAB II PERKEMBANGAN DEMOKRASI DI INDONESIA YANG DITUANGKAN DALAM UNJUK RASA (DEMONSTRASI) SEBAGAI HAK DALAM MENGEMUKAKAN PENDAPAT A. Sejarah Perkembangan Demokrasi di Indonesia Demokrasi adalah bentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. media yang didesain secara khusus mampu menyebarkan informasi kepada

BAB I PENDAHULUAN. media yang didesain secara khusus mampu menyebarkan informasi kepada 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Media massa adalah istilah yang digunakan sampai sekarang untuk jenis media yang didesain secara khusus mampu menyebarkan informasi kepada masyarakat secara luas.

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI PANCASILA DALAM KEHIDUPAN SEHARI-HARI

IMPLEMENTASI PANCASILA DALAM KEHIDUPAN SEHARI-HARI IMPLEMENTASI PANCASILA DALAM KEHIDUPAN SEHARI-HARI KELOMPOK F NAMA : AZIS AGUS PRADHIKA NIM : 11.11.5556 KELAS : 11-S1 TI-13 DOSEN : ABIDARIN ROSIDI Dr,M,Ma STMIK AMIKOM YOGYAKARTA 2011/2012 Pancasila

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG TUGAS KULIAH PANCASILA

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG TUGAS KULIAH PANCASILA BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Sebagai bangsa Indonesia, kita tentu mengetahui dasar negara kita. Dan di dalam Pancasila ini terkandung banyak nilai di mana dari keseluruhan nilai tersebut terkandung

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1999 TENTANG PERS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1999 TENTANG PERS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1999 TENTANG PERS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa kemerdekaan pers merupakan salah satu wujud kedaulatan

Lebih terperinci

SANTIAJI PANCASILA: Lima Nilai Dasar PANCASILA

SANTIAJI PANCASILA: Lima Nilai Dasar PANCASILA SANTIAJI PANCASILA: Lima Nilai Dasar PANCASILA Buku Pegangan: PANCASILA dan UUD 1945 dalam Paradigma Reformasi Oleh: H. Subandi Al Marsudi, SH., MH. Oleh: MAHIFAL, SH., MH. SILA KETUHANAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kebebasan Pers. Seperti yang sering dikemukakan, bahwa kebebasan bukanlah semata-mata

BAB I PENDAHULUAN. Kebebasan Pers. Seperti yang sering dikemukakan, bahwa kebebasan bukanlah semata-mata BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Banyak orang terutama kaum awam (karena tidak tahu) bahwa pers memiliki sesuatu kekhususan dalam menjalankan Profesi nya yaitu memiliki suatu Kemerdekaan dan

Lebih terperinci

PARADIGMA PANCASILA DILINGKUNGAN MASYARAKAT

PARADIGMA PANCASILA DILINGKUNGAN MASYARAKAT PARADIGMA PANCASILA DILINGKUNGAN MASYARAKAT UNTUK MEMENUHI TUGAS AKHIR MATA KULIAH PENDIDIKAN PANCASILA Di susun oleh NAMA : Aji Guruh Prasetyo NIM : 11.11.4619 PROGRAM JURUSAN : TI : Teknik Informatika

Lebih terperinci

: Pendidikan Kewarganegaraan (PKN)

: Pendidikan Kewarganegaraan (PKN) KTSP Perangkat Pembelajaran Sekolah Menengah Pertama (SMP)/Madrasah Tsanawiyah (MTs) PERANGKAT PEMBELAJARAN STANDAR KOMPETENSI DAN KOMPETENSI DASAR Mata Pelajaran Satuan Pendidikan Kelas/Semester : Pendidikan

Lebih terperinci

TUGAS PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN MAKALAH DEMOKRASI PANCASILA INDONESIA

TUGAS PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN MAKALAH DEMOKRASI PANCASILA INDONESIA TUGAS PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN MAKALAH DEMOKRASI PANCASILA INDONESIA Disusun Oleh: Nama : Maria Alfonsa Chintia Dea P. NIM : A12.2013.04844 Kelompok : A12.6701 FAKULTAS ILMU KOMPUTER PROGRAM STUDI SISTEM

Lebih terperinci

MEDIA WATCH DAN PELAKSANAAN KEBEBASAN PERS. Djoko Walujo 1

MEDIA WATCH DAN PELAKSANAAN KEBEBASAN PERS. Djoko Walujo 1 Tinjauan Buku MEDIA WATCH DAN PELAKSANAAN KEBEBASAN PERS Djoko Walujo 1 Penulis : Muis, A. Judul Buku : Indonesia di Era Dunia Maya Teknologi Informasi dalam Dunia Tanpa Batas Penerbit : Remaja Rosdakarya,

Lebih terperinci

26. Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan untuk Sekolah Dasar (SD)/Madrasah Ibtidaiyah (MI)

26. Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan untuk Sekolah Dasar (SD)/Madrasah Ibtidaiyah (MI) 26. Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan untuk Sekolah Dasar (SD)/Madrasah Ibtidaiyah (MI) A. Latar Belakang Pendidikan di Indonesia diharapkan dapat mempersiapkan peserta didik menjadi warga negara

Lebih terperinci

BAB I. Pendahuluan. yang terbaik adalah untuk pers begitulah kira-kira persepsi, anggapan, dan harapan

BAB I. Pendahuluan. yang terbaik adalah untuk pers begitulah kira-kira persepsi, anggapan, dan harapan BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang Masalah Pada umumnya, pers sudah dianggap sebagai fenomena kehidupan masyarakat modern, itulah sebabnya, ia terus ditelaah dan dikaji dari pelbagai dimensi pendekatan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. secara ideal. Namun dalam dunia globalisasi, masyarakat internasional telah

BAB I PENDAHULUAN. secara ideal. Namun dalam dunia globalisasi, masyarakat internasional telah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara demokrasi, yang mana kebebasan berpendapat dijunjung tinggi. Masyarakat bebas untuk mengeluarkan pendapat baik secara lisan maupun tulisan, sebagaimana

Lebih terperinci

MATA KULIAH PENDIDIKAN PANCASILA

MATA KULIAH PENDIDIKAN PANCASILA MATA KULIAH PENDIDIKAN PANCASILA PERTEMUAN KE 8 OLEH : TRIYONO, SS. MM. STTNAS YOGYAKARTA Pancasila Material ; Filsafat hidup bangsa, Jiwa bangsa, Kepribadian bangsa, Sarana tujuan hidup bangsa, Pandangan

Lebih terperinci

KEADILAN SOSIAL BAGI SEBAGIAN RAKYAT INDONESIA

KEADILAN SOSIAL BAGI SEBAGIAN RAKYAT INDONESIA KEADILAN SOSIAL BAGI SEBAGIAN RAKYAT INDONESIA Dosen : Tahajudin S, Drs Disusun Oleh : Nama : Ilham Prasetyo Mulyadi NIM : 4780 Kelompok : C Program Studi : S1 Jurusan : Teknik Informatika SEKOLAH TINGGI

Lebih terperinci

PANCASILA SEBAGAI ETIKA POLITIK

PANCASILA SEBAGAI ETIKA POLITIK PANCASILA SEBAGAI ETIKA POLITIK Pancasila sebagai suatu sistem filsafat pada hakekatnya merupakan suatu nilai sehingga merupakan sumber dari segala penjabaran norma, baik norma hukum, moral maupun norma

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia sebagai negara hukum berdasarkan Pancasila dan UUD

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia sebagai negara hukum berdasarkan Pancasila dan UUD BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai negara hukum berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 mengakui bahwa kemerdekaan pers merupakan salah satu wujud kedaulatan rakyat dan menjadi unsur

Lebih terperinci

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN Modul ke: PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN Pancasila dan Implementasinya Fakultas EKONOMI DAN BISNIS Ikhwan Aulia Fatahillah, SH., MH. Program Studi Manajemen Bagian Isi Gerakan Pembasisan Pancasila Pancasila

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 52, 1982 (PENERANGAN. Mass Media. Pers. Perubahan. Undang-undang Nomor 11 Tahun 1966 juncto Undang-undang Nomor 4 Tahun 1967. Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan A. Pengertian Pendidikan Kewarganegaraan

Bab I Pendahuluan A. Pengertian Pendidikan Kewarganegaraan Bab I Pendahuluan A. Pengertian Pendidikan Kewarganegaraan Menurut Pasal 37 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, disebutkan bahwa mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan

Lebih terperinci

Peraturan Daerah Syariat Islam dalam Politik Hukum Indonesia

Peraturan Daerah Syariat Islam dalam Politik Hukum Indonesia Peraturan Daerah Syariat Islam dalam Politik Hukum Indonesia Penyelenggaraan otonomi daerah yang kurang dapat dipahami dalam hal pembagian kewenangan antara urusan Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah

Lebih terperinci

PANCASILA. Makna dan Aktualisasi Sila Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/ Perwakilan

PANCASILA. Makna dan Aktualisasi Sila Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/ Perwakilan PANCASILA Modul ke: Makna dan Aktualisasi Sila Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/ Perwakilan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Poernomo A. Soelistyo, SH., MBA. Program

Lebih terperinci

PENDIDIKAN PANCASILA. Pancasila Sebagai Ideologi Negara. Modul ke: 05Fakultas EKONOMI. Program Studi Manajemen S1

PENDIDIKAN PANCASILA. Pancasila Sebagai Ideologi Negara. Modul ke: 05Fakultas EKONOMI. Program Studi Manajemen S1 Modul ke: 05Fakultas Gunawan EKONOMI PENDIDIKAN PANCASILA Pancasila Sebagai Ideologi Negara Wibisono SH MSi Program Studi Manajemen S1 Tujuan Perkuliahan Menjelaskan: Pengertian Ideologi Pancasila dan

Lebih terperinci

Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam permusywaratan/perwakilan

Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam permusywaratan/perwakilan Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam permusywaratan/perwakilan kerakyatan adalah bersifat cita-cita kefilsafatan, yaitu bahwa negara adalah untuk keperluan rakyat. Oleh karena itu maka

Lebih terperinci

PAPARAN MENTERI NEGARA PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/KEPALA BAPPENAS

PAPARAN MENTERI NEGARA PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/KEPALA BAPPENAS REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL PAPARAN MENTERI NEGARA PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/KEPALA BAPPENAS Pada Rapat Koordinasi Nasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pesan secara massal, dengan menggunakan alat media massa. Media. massa, menurut De Vito (Nurudin, 2006) merupakan komunikasi yang

BAB I PENDAHULUAN. pesan secara massal, dengan menggunakan alat media massa. Media. massa, menurut De Vito (Nurudin, 2006) merupakan komunikasi yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Komunikasi massa menjadi sebuah kekuatan sosial yang mampu membentuk opini publik dan mendorong gerakan sosial. Secara sederhana, komunikasi diartikan sebagai

Lebih terperinci

PANCASILA SEBAGAI SISTEM FILSAFAT

PANCASILA SEBAGAI SISTEM FILSAFAT PANCASILA SEBAGAI SISTEM FILSAFAT MAKALAH TUGAS MATA KULIAH PENDIDIKAN PANCASILA Oleh : FEBI GELAR RAMADHAN UNIVERSITAS WIDYATAMA FAKULTAS TEKNIK INFORMATIKA 2015 DAFTAR ISI DAFTAR ISI... 2 BAB 1. PENDAHULUAN...

Lebih terperinci

Modul ke: Fakultas DESAIN SENI KREATIF. Program Studi DESAIN PRODUK

Modul ke: Fakultas DESAIN SENI KREATIF. Program Studi DESAIN PRODUK Modul ke: 07 Fakultas DESAIN SENI KREATIF Pancasila Sebagai Sistem Filsafat Modul ini membahas mengenai Pancasila Sebagai Sistem Filsafat, Pengertan Filsafat, filsafat pancasila, karakteristik sistem filsafat

Lebih terperinci

BAB 6 PANCASILA SEBAGAI FILSAFAT

BAB 6 PANCASILA SEBAGAI FILSAFAT BAB 6 PANCASILA SEBAGAI FILSAFAT Modul ke: Mengapa mempelajari? Agar memahami Pancasila sebagai filsafat yang diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari. Fakultas Rina Kurniawati, SHI, MH Program Studi www.mercubuana.ac.id

Lebih terperinci

LAPORAN TUGAS AKHIR KULIAH PENDIDIKAN PANCASILA PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI BANGSA DAN DASAR NEGARA

LAPORAN TUGAS AKHIR KULIAH PENDIDIKAN PANCASILA PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI BANGSA DAN DASAR NEGARA LAPORAN TUGAS AKHIR KULIAH PENDIDIKAN PANCASILA PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI BANGSA DAN DASAR NEGARA Disusun Oleh: Nama : Heruadhi Cahyono Nim : 11.02.7917 Dosen : Drs. Khalis Purwanto, MM STIMIK AMIKOM

Lebih terperinci

KEMERDEKAAN MENGEMUKAKAN PENDAPAT

KEMERDEKAAN MENGEMUKAKAN PENDAPAT Bab - 4 Kemerdekaan Mengemukakan Pendapat KEMERDEKAAN MENGEMUKAKAN PENDAPAT Bab 4 Tahukah kalian, bahwa kemerdekaan mengemukakan pendapat dijamin oleh negara? Dengan adanya kemerdekaan berpendapat akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. era orde baru, dimana pada era orde lama dibawah pemerintahan Presiden

BAB I PENDAHULUAN. era orde baru, dimana pada era orde lama dibawah pemerintahan Presiden BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Berkaca pada sejarah kepemimpinan bangsa ini pada era orde lama dan era orde baru, dimana pada era orde lama dibawah pemerintahan Presiden Sukarno dan pada orde

Lebih terperinci

PANCASILA SEBAGAI SISTEM NILAI DISUSUN OLEH: GUSPI AKHBAR PUTRA RIZKI SAHPUTRA M. FAJAR MAULANA RYAN ANDRYAN PUTRA RANGGA FERNANDO

PANCASILA SEBAGAI SISTEM NILAI DISUSUN OLEH: GUSPI AKHBAR PUTRA RIZKI SAHPUTRA M. FAJAR MAULANA RYAN ANDRYAN PUTRA RANGGA FERNANDO PANCASILA SEBAGAI SISTEM NILAI DISUSUN OLEH: GUSPI AKHBAR PUTRA RIZKI SAHPUTRA M. FAJAR MAULANA RYAN ANDRYAN PUTRA RANGGA FERNANDO PENGERTIAN NILAI Nilai pada hakikatnya adalah sifat atau kualitas yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. demi stabilitas keamanan dan ketertiban, sehingga tidak ada lagi larangan. tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 yang mencakup:

BAB I PENDAHULUAN. demi stabilitas keamanan dan ketertiban, sehingga tidak ada lagi larangan. tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 yang mencakup: 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pasal 1 Ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (untuk selanjutnya disebut dengan UUD 1945) secara tegas menyebutkan negara Indonesia adalah

Lebih terperinci

MAKALAH PANCASILA DEMOKRASI PANCASILA

MAKALAH PANCASILA DEMOKRASI PANCASILA MAKALAH PANCASILA DEMOKRASI PANCASILA Dosen : Dr. Abidarin Rosidi M.M. Disusun Oleh : Reenato Gilang 11.11.5583 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Apakah demokrasi itu? Apakah negara ini sudah demokrasi?

Lebih terperinci

FAKTA PANCASILA DALAM KEHIDUPAN

FAKTA PANCASILA DALAM KEHIDUPAN FAKTA PANCASILA DALAM KEHIDUPAN Dosen Nama : Dr. Abidarin Rosyidi, MMA :Ratna Suryaningsih Nomor Mahasiswa : 11.11.5435 Kelompok : E Program Studi dan Jurusan : S1 Sistem Informatika STIMIK AMIKOM YOGYAKARTA

Lebih terperinci

Pancasila sebagai Sistem Filsafat

Pancasila sebagai Sistem Filsafat Pancasila sebagai Sistem Filsafat 1 PENGERTIAN FILSAFAT DAN FILSAFAT PANCASILA Pengertian Filsafat Istilah filsafat secara etimologis merupakan padanan kata falsafah (Arab) dan philosophy (Inggris) yang

Lebih terperinci

26. Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan untuk Sekolah Dasar (SD)/Madrasah Ibtidaiyah (MI)

26. Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan untuk Sekolah Dasar (SD)/Madrasah Ibtidaiyah (MI) 26. Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan untuk Sekolah Dasar (SD)/Madrasah Ibtidaiyah (MI) A. Latar Belakang Pendidikan di Indonesia diharapkan dapat mempersiapkan peserta didik menjadi warga negara

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. mengambil beberapa kesimpulan sebagai berikut: harga tanah. Lembaga pertanahan berkewajiban untuk melakukan

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. mengambil beberapa kesimpulan sebagai berikut: harga tanah. Lembaga pertanahan berkewajiban untuk melakukan BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan Berdasarkan hasil temuan dan pembahasan pada Bab IV, maka peneliti dapat mengambil beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Aktor Penyelenggara Pengadaan Tanah

Lebih terperinci

TAFSIR INDEPENDENSI HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM

TAFSIR INDEPENDENSI HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM TAFSIR INDEPENDENSI HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM A. PEDAHULUAN Menurut fitrah kejadiannya, maka manusia diciptakan bebas dan merdeka. Karenanya kemerdekaan pribadi adalah hak yang pertama. Tidak ada sesuatu

Lebih terperinci

PENINGKATAN PEMAHAMAN PANCASILA DALAM DUNIA PENDIDIKAN. Kurangnya pemahaman nilai luhur Pancasila saat ini menjadi salah satu hal

PENINGKATAN PEMAHAMAN PANCASILA DALAM DUNIA PENDIDIKAN. Kurangnya pemahaman nilai luhur Pancasila saat ini menjadi salah satu hal 1 PENINGKATAN PEMAHAMAN PANCASILA DALAM DUNIA PENDIDIKAN Julia Bea Kurniawaty julia_bea@yahoo.com Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Indraprasta PGRI Jakarta Kurangnya

Lebih terperinci

PENGUATAN NILAI-NILAI PANCASILA MELALUI KEGIATAN KEPRAMUKAAN PADA SISWA KELAS VII SMP NEGERI 2 BANYUDONO KABUPATEN BOYOLALI TAHUN AJARAN 2013/2014

PENGUATAN NILAI-NILAI PANCASILA MELALUI KEGIATAN KEPRAMUKAAN PADA SISWA KELAS VII SMP NEGERI 2 BANYUDONO KABUPATEN BOYOLALI TAHUN AJARAN 2013/2014 PENGUATAN NILAI-NILAI PANCASILA MELALUI KEGIATAN KEPRAMUKAAN PADA SISWA KELAS VII SMP NEGERI 2 BANYUDONO KABUPATEN BOYOLALI TAHUN AJARAN 2013/2014 NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi sebagian persyaratan Guna

Lebih terperinci

PANCASILA Sebagai Etika Politik

PANCASILA Sebagai Etika Politik Modul ke: 11Fakultas Ekonomi dan Bisnis PANCASILA Sebagai Etika Politik Panti Rahayu, SH, MH Program Studi Manajemen Pancasila Sebagai Etika Politik Pancasila sebagai suatu sistem filsafat pada hakekatnya

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR PEMASYARAKATAN PANCASILA DALAM ERA GLOBALISASI

TUGAS AKHIR PEMASYARAKATAN PANCASILA DALAM ERA GLOBALISASI TUGAS AKHIR PEMASYARAKATAN PANCASILA DALAM ERA GLOBALISASI Nama : Devit Surtianingsih NIM : 11.01.2851 Kelompok : B Program Studi : Pancasila Jurusan : D3-TI Dosen : Irton. SE., M.Si STMIK AMIKOM YOGYAKARTA

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. A. Simpulan

BAB VI PENUTUP. A. Simpulan 167 BAB VI PENUTUP A. Simpulan Pemberitaan politik di media cetak nasional, yaitu Kompas, Jawa Pos, Republika dan Media Indonesia, memiliki peran yang cukup penting bagi proses demokratisasi. Tidak dipungkiri

Lebih terperinci

PANCASILA SEBAGAI PARADIGMA PEMBANGUN DI BERBAGAI BIDANG KEHIDUPAN

PANCASILA SEBAGAI PARADIGMA PEMBANGUN DI BERBAGAI BIDANG KEHIDUPAN PANCASILA SEBAGAI PARADIGMA PEMBANGUN DI BERBAGAI BIDANG KEHIDUPAN Oleh Merti Dina Nisa Kelompok E S1 Teknik Informatika Dosen Pengampu Abidarin Rosidi, Dr, M.Ma. STIMIK AMIKOM YOGYAKARTA 2011 DAFTAR ISI

Lebih terperinci

PAPER PANCASILA SEBAGAI ETIKA POLITIK

PAPER PANCASILA SEBAGAI ETIKA POLITIK PAPER PANCASILA SEBAGAI ETIKA POLITIK Disusun oleh: Nama : Ni Kadek Putri Ria W No. Mhs : 11.11.5089 Kelompok Jurusan Dosen : D : Teknik informatika : Drs. Tahajudin Sudibyo UNTUK MEMENUHI SALAH SATU MATAKULIAH

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR PENDIDIKAN PANCASILA GOTONG ROYONG SEBAGAI BUDAYA INDONESIA

TUGAS AKHIR PENDIDIKAN PANCASILA GOTONG ROYONG SEBAGAI BUDAYA INDONESIA TUGAS AKHIR PENDIDIKAN PANCASILA GOTONG ROYONG SEBAGAI BUDAYA INDONESIA DISUSUN OLEH : Nama : GUNTUR DUTA PENATAS NIM : 11.11.4700 Kelompok Program Studi Jurusan : C : STRATA SATU : Teknik Informatika

Lebih terperinci

BUKU AJAR (BAHAN AJAR) HAK MENYATAKAN PENDAPAT DI MUKA UMUM SECARA BEBAS DAN BERTANGGUNG JAWAB. Oleh : I Gede Pasek Eka Wisanjaya SH, MH

BUKU AJAR (BAHAN AJAR) HAK MENYATAKAN PENDAPAT DI MUKA UMUM SECARA BEBAS DAN BERTANGGUNG JAWAB. Oleh : I Gede Pasek Eka Wisanjaya SH, MH BUKU AJAR (BAHAN AJAR) HAK MENYATAKAN PENDAPAT DI MUKA UMUM SECARA BEBAS DAN BERTANGGUNG JAWAB Oleh : I Gede Pasek Eka Wisanjaya SH, MH FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS UDAYANA 2013 HAK MENYATAKAN PENDAPAT DI

Lebih terperinci

DEMOKRASI. Drs. H.M. Umar Djani Martasuta, M.Pd

DEMOKRASI. Drs. H.M. Umar Djani Martasuta, M.Pd DEMOKRASI Drs. H.M. Umar Djani Martasuta, M.Pd Demokrasi Secara etimologi demokrasi berasal dari bahasa Yunani, yaitu dari kata demos dan kratos/kratein. Demos berarti rakyat, dan kratein berarti kekuasaan/berkuasa

Lebih terperinci

SISTEM PEREKONOMIAN INDONESIA

SISTEM PEREKONOMIAN INDONESIA TUGAS AKHIR PENDIDIKAN PANCASILA SISTEM PEREKONOMIAN INDONESIA STMIK AMIKOM YOGYAKARTA ESTI HADI KUSMAWAN 11.02.7914 11.D3MI.01 DOSEN: BPK. KALIS PURWANTO [Type text] Page 1 ABSTRAK Sistem Ekomomi Pancasila

Lebih terperinci

PANCASILA SEBAGAI PARADIGMA PEMBANGUNAN

PANCASILA SEBAGAI PARADIGMA PEMBANGUNAN PANCASILA SEBAGAI PARADIGMA PEMBANGUNAN Istilah paradigma pada mulanya dipakai dalam bidang filsafat ilmu pengetahuan Paradigma adalah pandangan mendasar dari para ilmuwan tentang apa yang menjadi pokok

Lebih terperinci

1. Pancasila sbg Pandangan Hidup Bangsa

1. Pancasila sbg Pandangan Hidup Bangsa 1. Pancasila sbg Pandangan Hidup Bangsa Manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa dalam perjuangan untuk mencapai kehidupan yang lebih sempurna, senantiasa memerlukan nilai-nilai luhur yang dijunjungnya

Lebih terperinci

Gubernur Jawa Barat DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT,

Gubernur Jawa Barat DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT, Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 37 TAHUN 2011 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 1 TAHUN 2010 TENTANG PENYUSUNAN DAN PENGELOLAAN PROGRAM LEGISLASI

Lebih terperinci

BUPATI ENREKANG PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN ENREKANG NOMOR 1 TAHUN 2016

BUPATI ENREKANG PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN ENREKANG NOMOR 1 TAHUN 2016 P BUPATI ENREKANG PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN ENREKANG NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PENGAKUAN DAN PERLINDUNGAN TERHADAP MASYARAKAT HUKUM ADAT DI KABUPATEN ENREKANG DENGAN

Lebih terperinci

31. Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan untuk Sekolah Menengah Atas Luar Biasa Tunalaras (SMALB E) A. Latar Belakang

31. Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan untuk Sekolah Menengah Atas Luar Biasa Tunalaras (SMALB E) A. Latar Belakang 31. Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan untuk Sekolah Menengah Atas Luar Biasa Tunalaras (SMALB E) A. Latar Belakang Pendidikan di Indonesia diharapkan dapat mempersiapkan peserta didik menjadi warga

Lebih terperinci

KODE ETIK GURU INDONESIA PEMBUKAAN

KODE ETIK GURU INDONESIA PEMBUKAAN KODE ETIK GURU INDONESIA PEMBUKAAN Dengan rahmat Tuhan Yang Maha Esa guru Indonesia menyadari bahwa jabatan guru adalah suatu profesi yang terhormat dan mulia. Guru mengabdikan diri dan berbakti untuk

Lebih terperinci

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 54/PUU-X/2012 Tentang Parliamentary Threshold dan Electoral Threshold

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 54/PUU-X/2012 Tentang Parliamentary Threshold dan Electoral Threshold RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 54/PUU-X/2012 Tentang Parliamentary Threshold dan Electoral Threshold I. PEMOHON Partai Nasional Indonesia (PNI) KUASA HUKUM Bambang Suroso, S.H.,

Lebih terperinci

KODE ETIK TENAGA KEPENDIDIKAN STIKOM DINAMIKA BANGSA

KODE ETIK TENAGA KEPENDIDIKAN STIKOM DINAMIKA BANGSA KODE ETIK TENAGA KEPENDIDIKAN STIKOM DINAMIKA BANGSA STIKOM DINAMIKA BANGSA MUKADIMAH Sekolah Tinggi Ilmu Komputer (STIKOM) Dinamika Bangsa didirikan untuk ikut berperan aktif dalam pengembangan ilmu pengetahuan

Lebih terperinci

PENDIDIKAN PANCASILA

PENDIDIKAN PANCASILA Modul ke: PENDIDIKAN PANCASILA Makna dan Aktualisasi Sila Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan dalam kehidupan bernegara Fakultas EKONOMI DAN BISNIS Oni Tarsani,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1998 TENTANG KEMERDEKAAN MENYAMPAIKAN PENDAPAT DI MUKA UMUM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1998 TENTANG KEMERDEKAAN MENYAMPAIKAN PENDAPAT DI MUKA UMUM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1998 TENTANG KEMERDEKAAN MENYAMPAIKAN PENDAPAT DI MUKA UMUM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kemerdekaan berserikat dan berkumpul

Lebih terperinci

YODI PERMANA PENGAMALAN PANCASILA PENDIDIKAN PANCASILA JURUSAN SISTEM INFORMASI

YODI PERMANA PENGAMALAN PANCASILA PENDIDIKAN PANCASILA JURUSAN SISTEM INFORMASI TUGAS AKHIR YODI PERMANA 11.12.5667 PENGAMALAN PANCASILA PENDIDIKAN PANCASILA JURUSAN SISTEM INFORMASI DOSEN : Drs. Muhammad Idris P, M PENDAHULUAN Sebagai warga negara yang setia pada nusa dan bangsa,

Lebih terperinci