ANALISIS RISIKO USAHA PERIKANAN TANGKAP SKALA KECIL DI PALABUHANRATU DEWI EKASARI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS RISIKO USAHA PERIKANAN TANGKAP SKALA KECIL DI PALABUHANRATU DEWI EKASARI"

Transkripsi

1 ANALISIS RISIKO USAHA PERIKANAN TANGKAP SKALA KECIL DI PALABUHANRATU DEWI EKASARI SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008

2 ANALISIS RISIKO USAHA PERIKANAN TANGKAP SKALA KECIL DI PALABUHANRATU DEWI EKASARI SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008

3 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis dengan judul Analisis Risiko Usaha Perikanan Tangkap Skala Kecil di Palabuhanratu adalah karya saya sendiri dengan arahan komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi dikutip dari karya yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka dibagian akhir tesis ini. Bogor, Maret 2008 Dewi Ekasari NRP C

4 ABSTRAK DEWI EKASARI. Analisis Risiko Usaha Perikanan Tangkap Skala Kecil di Palabuhanratu (Dibimbing oleh MULYONO S. BASKORO sebagai ketua komisi pembimbing dan VICTOR P.H NIKIJULUW sebagai anggota) usaha perikanan tangkap skala kecil di Indonesia sangat besar namun tingkat kesejahteraan nelayan umumnya dibawah garis kemiskinan. Hambatan aksesibilitas permodalan merupakan salah satu penyebab kondisi tersebut. Pihak perbankan mengkategorikan, kegiatan perikanan tangkap sebagai kegiatan yang penuh risiko dan ketidakpastian. Berdasarkan hal tersebut dilakukan penelitian dengan tujuan menggambarkan profil risiko usaha perikanan tangkap skala kecil secara komprehensif di Palabuhanratu, termasuk solusi pemecahan yang ditawarkan. Tujuan tersebut dicapai melalui beberapa tahap kegiatan yaitu (1) mengidentifikasi dan memetakan risiko usaha perikanan tangkap, (2) menghitung besaran risiko serta dampaknya bagi produksi, harga dan pendapatan nelayan, (3) mengukur sikap nelayan terhadap risiko dan (4) merancang solusi kemudahan bagi nelayan untuk mendapatkan modal usaha Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober 2006 sampai Maret 2007 di Kecamatan Palabuhanratu, Kabupaten Sukabumi. Data yang dikumpulkan dianalisis menggunakan metode deskriptif, simpangan baku, koefisien variasi, PRT dan SWOT. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa risiko pada usaha perikanan tangkap skala kecil umumnya terdiri atas (1) kerusakan atau hilangnya sarana penangkapan, (2) operasi penangkapan yang tidak optimal dan (3) ancaman keselamatan nelayan. Besaran dan dampak risiko umumnya lebih dirasakan nelayan pada musim barat dibandingkan musim timur. Nelayan di Palabuhanratu cenderung bersikap tidak mengambil risiko (risk averter). Untuk mengatasi permasalahan aksesibilitas permodalan 3 solusi yang diprioritaskan yaitu: (1) penerapan aturan peminjaman yang fleksibel namun tetap bersifat hati-hati, (2) pembuatan payung hukum mengenai penguatan permodalan, (3) penetapan skema pembiayaan yang sesuai dengan karateristik perikanan tangkap. kata kunci : Analisis risiko, usaha perikanan tangkap skala kecil, permodalan, Palabuhanratu

5 ABSTRACT DEWI EKASARI. Risk Analysis of Small Scale Capture Fisheries in Palabuhanratu (Under the direction of MULYONO S. BASKORO and VICTOR P.H NIKIJULUW) The number of Indonesia s small scale fishing is huge and growing up, however commonly fisherman s welfare still below the poverty line. Capital resistance access is one of restrictively factor to the condition. Besides banking system put fisheries capturer activity as a high risk and indeterminancy. Based on the situation we intend to do research for describing the risk of comprehensive small scale fisheries capturer in Palabuhanratu, include in offering a solution. The aim can be approach by several activity, (1) identify and address the risk of fisheries capturer activity, (2) calculate the risk and impact of production, price and income, (3) calculate the fisherman s attitude about the risk, (4) design an easy solution for the fisherman to get the business capital. The research was held in October 2006 until March 2007 in Palabuhanratu District, Regency of Sukabumi, the data collected and analyzed using descriptive method, deviation standard, variation coefficient, PRT and SWOT. Based on the result we know that risk in small scale fisheries capturer activity generally consist of (1) loose or damage in piscatorial facilities, (2) ineffective of capturing operation and, (3) threat of fisherman safety. Palabuhanratu fisherman tend the act by not to take the risk (risk averter). There are 3 priority solutions for the problem regarding capital accessibility. There are (1) implementing flexible loan regulation which is still in prudential, (2) create a law of capital strengthening, (3) enacting financing scheme suitable with fisheries capturer characteristics Keywords : Risk analysis, small scale fishing, financing, Palabuhanratu

6 @ Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2008 Hak cipta dilindungi undang-undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB

7 ANALISIS RISIKO USAHA PERIKANAN TANGKAP SKALA KECIL DI PALABUHANRATU DEWI EKASARI Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008

8 Judul Tesis : Analisis Risiko Usaha Perikanan Tangkap Skala Kecil di Palabuhanratu Nama Mahasiswa : Dewi Ekasari Nomor Pokok Program Studi : C : Teknologi Kelautan Disetujui, Komisi Pembimbing Prof. Dr. Ir. Mulyono S Baskoro, M.Sc Ketua Dr. Ir. Victor P.H Nikijuluw, M.Sc Anggota Diketahui, Program Studi Teknologi Kelautan Ketua Dekan Sekolah Pascasarjana IPB Prof. Dr. Ir. John Haluan, M.Sc Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS Tanggal ujian : 1 Maret 2008 Tanggal lulus:

9 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 1 Januari 1968 sebagai putri keempat dari enam bersaudara pasangan Bapak Agustino dan Ibu Tuti Srikanti. Pendidikan penulis dari Sekolah Dasar hingga Sekolah Menengah atas ditempuh di Jakarta. Selepas dari SMAN 3 Jakarta, penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Perbanas Jakarta dan selesai pada tahun Pada tahun 1996 penulis diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil dan ditempatkan di Departemen Koperasi. Seiring dengan berdirinya Departemen Kelautan dan Perikanan maka sejak tahun 2001, penulis memilih untuk pindah ke Departemen Kelautan dan Perikanan. Untuk memperkaya dan memperdalam pengetahuan tentang bidang perikanan dan kelautan maka pada tahun 2003 penulis melanjutkan pendidikan pada Program Studi Teknologi Kelautan, Sub Program Perencanaan Pembangunan Kelautan dan Perikanan, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Penulis dinyatakan lulus dalam sidang ujian tesis yang diselenggarakan oleh Sekolah Pascasarjana IPB pada tanggal 1 Maret 2008 dengan judul tesis Analisis Risiko Usaha Perikanan Tangkap Skala Kecil di Palabuhanratu.

10 PRAKATA Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena berkat petunjuk dan berkah dari-nya tesis ini penulis selesaikan. Judul tesis ini adalah Analisis Risiko Usaha Perikanan Tangkap Skala Kecil di Palabuhanratu. Tesis ini disusun berdasarkan hasil penelitian yang dilaksanakan di Palabuhanratu dari bulan Oktober 2006 sampai Maret Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Mulyono S. Baskoro, M.Sc. dan Bapak Dr. Ir. Victor. P.H Nikijuluw, M.Sc sebagai pembimbing yang telah meluangkan waktu untuk berdiskusi dan memberikan arahan kepada penulis dalam rangka penulisan tesis. Ungkapan terima kasih tak lupa pula kami penulis haturkan kepada Bapak Prof. Dr. Ir. John Haluan, M.Sc sebagai dosen penguji yang telah memberikan masukan konstruktif untuk penyempurnaan tesis ini. serta pihak PPN Palabuhanratu atas bantuan selama pelaksanaan penelitian. Akhir kata penulis mengharapkan semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi yang membutuhkan. Bogor, Maret 2008 Dewi Ekasari

11 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... x DAFTAR GAMBAR... xi DAFTAR LAMPIRAN... xii DAFTAR ISTILAH... xiv 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Hipotesis Manfaat Penelitian Kerangka Pemikiran TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi dan Pembagian Risiko Risiko Usaha Perikanan Tangkap Pengukuran Risiko Definisi dan Klasifikasi Usaha Perikanan Tangkap Kebijakan Kredit Sektor Perikanan dan Kelautan Manajemen Risiko dalam Perencanaan Pemberian Kredit... Perbankan Kondisi Umum Palabuhanratu Letak geografis, kondisi topografis serta oceanografis Keadaan umum perikanan laut ) Volume dan nilai produksi perikanan laut ) Unit penangkapan ikan ) Daerah penangkapan ikan, musim dan iklim ) Sarana dan prasarana Penelitian-Penelitian yang Relevan METODOLOGI 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Peralatan Pendukung Mekanisme Pengumpulan Data Analisis Data Identifikasi risiko Pengukuran besaran dan dampak risiko Pengukuran sikap nelayan Solusi kemudahan permodalan... 44

12 4 HASIL PENELITIAN 4.1 Identifikasi Risiko Usaha Perikanan Tangkap Skala Kecil Besaran dan Dampak Risiko Usaha Perikanan Tangkap Skala Kecil Besaran risiko Dampak risiko Sikap Nelayan Terhadap Risiko Arah Kebijakan Aksesibilitas Permodalan Bagi Nelayan Skala Kecil PEMBAHASAN 5.1 Jenis Risiko, Faktor Penyebab dan Solusi Penanganan Risiko Usaha Perikanan Tangkap Skala Kecil Kondisi tidak terkontrol Kondisi terkontrol Besaran Risiko Usaha Perikanan Tangkap Skala Kecil Dampak Risiko Sikap Nelayan Alternatif Solusi Kebijakan untuk Kemudahan Aksesibilitas Permodalan Bagi Usaha Perikanan Tangkap Skala Kecil KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 91

13 DAFTAR TABEL Halaman 1 Perbandingan nelayan industri dan tradisional dari sisi technicio-socioeconomic Data pinjaman sektor perikanan (Rp.juta) Perkembangan volume dan nilai produksi perikanan laut di... Palabuhanratu tahun Perkembangan jumlah alat tangkap di PPN Palabuhanratu tahun Perkembangan jumlah perahu atau kapal di Pelabuhan Perikanan... Nusantara Palabuhanratu Periode Perkembangan jumlah nelayan (jiwa) di Pelabuhan Perikanan... Nusantara Palabuhanratu periode Daerah penangkapan ikan (DPI) beberapa alat tangkap ikan di... Palabuhanratu Penelitian yang pernah dilakukan di wilayah Palabuhanratu Data primer yang telah dikumpulkan Data sekunder yang telah dikumpulkan Kombinasi strategi dalam matriks SWOT Identifikasi risiko usaha penangkapan dengan pancing Identifikasi risiko usaha penangkapan dengan payang Identifikasi risiko usaha penangkapan dengan bagan Identifikasi risiko usaha penangkapan dengan rampus Besaran risiko usaha penangkapan dengan pancing, payang, bagan... dan rampus Hasil pemetaan risiko usaha perikanan tangkap skala kecil di Palabuhanratu Status risiko usaha penangkapan dengan pancing, payang, bagan dan... rampus Matriks analisis faktor strategi internal (IFAS) kebijakan aksesibilitas... permodalan bagi nelayan skala kecil di Palabuhanratu Matriks analisis faktor strategi eksternal (EFAS) kebijakan aksesibilitas. permodalan bagi nelayan skala kecil di Palabuhanratu Matriks SWOT kebijakan aksesibilitas permodalan bagi nelayan skala... kecil di Palabuhanratu Jenis subsidi pemerintah terhadap perikanan tangkap... 69

14 DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Kerangka perumusan masalah Kerangka pemikiran penelitian Metode yang digunakan dalam pengukuran risiko Jenis ikan yang ditangkap nelayan di Palabuhanratu pada tahun Darmaga untuk tambat labuh di PPN Palabuhanratu Fasilitas fungsional yang terdapat di PPN Palabuhanratu Peta lokasi penelitian... 38

15 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 tangkapan pancing nelayan di Palabuhanratu Harga ikan tangkapan pancing nelayan di Palabuhanratu Pendapatan nelayan pancing per trip di Palabuhanratu Komponen biaya operasional pancing di Palabuhanratu Komponen pendapatan nelayan pancing di Palabuhanratu Status risiko hasil tangkapan pancing di Palabuhanratu Status risiko harga ikan tangkapan pancing di Palabuhanratu Status risiko pendapatan pancing di Palabuhanratu Peluang risiko total nelayan pancing di Palabuhanratu tangkapan payang nelayan di Palabuhanratu Harga ikan tangkapan payang nelayan di Palabuhanratu Pendapatan nelayan payang per trip di Palabuhanratu Komponen biaya operasional payang di Palabuhanratu Komponen pendapatan nelayan payang di Palabuhanratu Status risiko hasil tangkapan payang di Palabuhanratu Status risiko harga ikan tangkapan payang di Palabuhanratu Status risiko pendapatan payang di Palabuhanratu Peluang risiko total nelayan payang di Palabuhanratu tangkapan bagan nelayan di Palabuhanratu Harga ikan tangkapan bagan nelayan di Palabuhanratu Pendapatan nelayan bagan per trip di Palabuhanratu Komponen biaya operasional bagan di Palabuhanratu Komponen pendapatan nelayan bagan di Palabuhanratu Status risiko hasil tangkapan bagan di Palabuhanratu Status risiko harga ikan tangkapan bagan di Palabuhanratu Status risiko pendapatan bagan di Palabuhanratu Peluang risiko total nelayan bagan di Palabuhanratu tangkapan rampus nelayan di Palabuhanratu Harga ikan tangkapan rampus nelayan di Palabuhanratu

16 30 Pendapatan nelayan rampus per trip di Palabuhanratu Komponen biaya operasional rampus di Palabuhanratu Komponen pendapatan nelayan rampus di Palabuhanratu Status risiko hasil tangkapan rampus di Palabuhanratu Status risiko harga ikan tangkapan rampus di Palabuhanratu Status risiko pendapatan rampus di Palabuhanratu Peluang risiko total nelayan rampus di Palabuhanratu Foto kegiatan penelitian

17 DAFTAR ISTILAH UKM : Usaha Kecil dan Menengah PDB : Pendapatan Domestik Bruto Fishing Ground : Daerah penangkapan ikan Liwung : Musim peralihan In Board Engine : Mesin dalam Stakeholder : Pemangku kepentingan KKM : Kredit Mina Mandiri KKP : Kredit Ketahanan Pangan BOUP : Barang, Uang, Orang, Prosedur Eksposur : Sesuatu yang berhubungan dengan peluang Counterparty : Pihak lawan Treasury : Perbendaharaan Banking Book : Buku perbankan Trading Book : Buku perdagangan Recovery Rate : Tingkat pengembalian Obligasi : Surat utang berjangka dengan suku bunga tetentu Volatilitas : Kecenderungan mudah berubah Repayment Capacity : Kemampuan membayar KIK : Kredit Investasi Kecil KMKP : Kredit Modal Kerja Permanen Fund : Dana Loan : Pinjaman lunak Grant : Hibah ADB : Asian Development Bank Default : Kegagalan mengembalikan pinjaman Risk averter : Sikap yang tidak berani mengambil risiko Indifferent to Risk : Sikap yang tidak terpengaruh risiko Risk Taker : Sikap berani mengambil risiko PRT : Peluang Risiko Total ISDB : Islamic Development Bank Multiplier Effect : Efek pengganda Monson : Muson Upwelling : Fenomena kenaikan massa air Accident : Kecelakaan BMG : Badan Metreologi dan Geofisika Postulat : Hukum Disparitas : Perbedaan Prudent : Kehati-hatian Pilot Project : Proyek percontohan Bankable : Sesuai dengan kriteria perbankan

18 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Krisis ekonomi secara nyata telah menyebabkan jatuhnya ekonomi nasional khususnya usaha-usaha skala besar. Dampak nyata dari kondisi tersebut adalah terjadinya peningkatan jumlah pengangguran secara signifikan. Pada akhir tahun 2003, tercatat sebanyak 11,4 juta pengganggur (11,63% dari jumlah angkatan kerja), dengan pertumbuhan sektor industri hanya mencapai 3,41% (BPS, 2003). Sektor usaha kecil dan menengah (UKM) pada kenyataannya mampu menunjukkan kinerja yang lebih tangguh dalam menghadapi masa krisis. Kontribusi sektor ini pada ekonomi nasional pun cukup siginifikan, mencakup 53,3% dari pendapatan domestik bruto nasional (PDB) pada tahun UKM yang tercatat pada tahun 2006 mencapai 48,9 juta unit usaha. tersebut meningkat 3,9% dibandingkan tahun Keseluruhan UKM tersebut mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 85,4 juta atau 96,18% dari seluruh tenaga kerja Indonesia. Dibandingkan tahun sebelumnya terjadi peningkatan penyerapan tenaga kerja sebesar 2,6% (BPS, 2007). Berdasarkan Undang-Undang No. 9 Tahun 1995 Tentang Usaha Kecil dikemukakan bahwa definisi usaha kecil adalah kegiatan ekonomi rakyat yang berskala kecil dan memenuhi kriteria kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan serta kepemilikan. Kriteria usaha kecil adalah (1) memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp , tidak termasuk tanah dan bangunan; (2) memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp ; (3) milik warga negara Indonesia; (4) berdiri sendiri, bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai atau berafiliasi baik langsung ataupun tidak langsung dengan usaha menengah atau usaha besar dan (5) berbentuk usaha orang perseorangan, badan usaha yang tidak berbadan hukum, atau badan usaha yang berbadan hukum termasuk koperasi. Mengacu pada kriteria yang telah disebutkan, dapat dikatakan bahwa sebahagian besar usaha yang dilakukan di Indonesia masih tergolong usaha kecil.

19 2 Data yang diperoleh dari indikator makro UKM tahun 2007 menyebutkan bahwa jumlah usaha kecil di Indonesia mencapai 99,98% dari keseluruhan unit usaha ekonomi yang ada (BPS, 2007). Salah satu sektor usaha yang didominasi skala usaha kecil adalah usaha perikanan tangkap. Ada berbagai cara membedakan skala usaha perikanan tangkap. Menurut Smith (1983), dasar perbedaan tersebut mencakup perikanan skala kecil atau skala besar, perikanan pantai atau lepas pantai dan perikanan artisanal atau komersil. Penggolongan tersebut masih menjadi perdebatan hingga saat ini mengingat luasnya dimensi yang dilingkupi. Pengelompokan skala usaha sering pula didasarkan pada ukuran kapal atau besarnya tenaga, tipe alat tangkap dan jarak daerah penangkapan (fishing ground) dari pantai. Penggolongan skala usaha perikanan tangkap di Indonesia umumnya dilakukan berdasarkan ukuran kapal dan jenis atau tipe mesin. Berdasarkan data statistik perikanan dan kelautan, jumlah usaha perikanan tangkap skala kecil yang dicirikan dengan penggunaan sarana penangkapan perahu tanpa motor, perahu motor tempel serta kapal motor berukuran < 10 GT tahun 2004 berjumlah unit atau 97,65% dari keseluruhan unit kapal yang ada. (DKP, 2005). Persentase tersebut meningkat dibandingkan jumlah usaha perikanan tangkap skala kecil pada tahun 2003 yang mencapai 96,92%. Usaha perikanan tangkap skala kecil memiliki karakteristik unik yang berbeda dengan usaha di sektor lain. Kegiatan perikanan tangkap penuh dengan tantangan serta dihadapkan pada risiko dan ketidakpastian. Alasan inilah yang menjadi hambatan terbesar nelayan untuk mengakses sumber-sumber permodalan dalam rangka peningkatan skala usaha. Terkait dengan hambatan tersebut, dipandang perlu dilakukan suatu kajian tentang risiko-risiko usaha perikanan tangkap skala kecil. Luasnya ruang lingkup kajian risiko usaha perikanan tangkap menyebabkan perlunya pembatasan kajian risiko pada beberapa jenis alat tangkap di suatu daerah. Proses ini diharapkan dapat menjadi langkah awal bagi pengkajian risiko usaha perikanan tangkap secara menyeluruh. Palabuhanratu merupakan salah satu basis perikanan tangkap di selatan Jawa yang berbentuk teluk. Berjarak 180 km dari Jakarta, secara geografis wilayah

20 3 Palabuhanratu berada pada posisi 6 o o 5 57,48 LS dan 106 o 20 57, O 36 0,36 BT. Luas wilayah Palabuhanratu sekitar ,130 Ha. Banyaknya sungai yang bermuara di Teluk Palabuhanratu menyebabkan topografi perairan sampai jarak 300 m dari garis pantai menjadi dangkal. Meskipun merupakan sentra perikanan tangkap, pengaruh musim tetap mempengaruhi kegiatan penangkapan ikan di wilayah Palabuhanratu. Ada dua musim utama yang umumnya dikenal di Palabuhanratu, yaitu musim barat yang terjadi selama bulan Desember sampai Maret dan musim timur yang terjadi selama bulan Juni hingga Agustus. Diantara kedua musim tersebut dikenal adanya musim peralihan yang oleh masyarakat setempat disebut dengan istilah musim liwung (Yundari, 2005). Kegiatan penangkapan ikan di Palabuhanratu dilakukan dengan menggunakan berbagai jenis alat tangkap. Selama periode 1996 sampai 2006, empat jenis alat tangkap yang dominan digunakan nelayan di wilayah ini adalah (1) pancing ulur, (2) bagan, (3) payang, dan (4) rampus. Persentase penggunaan pancing ulur dan rampus pada tahun 2006 masing-masing 25% dan 5%. alat tangkap yang dioperasikan selama periode tersebut berfluktuasi setiap tahunnya dengan kenaikan rata-rata 0,10% per tahun. alat tangkap yang memiliki tingkat operasional paling tinggi terjadi pada tahun 2006 yaitu sebanyak 923 unit, sedangkan yang terendah terjadi pada tahun 1998 dengan jumlah penggunaan 497 unit (PPN Palabuhanratu, 2007). Armada penangkapan yang dioperasikan di Palabuhanratu ada dua jenis yaitu kapal motor dan perahu motor tempel. Kapal motor umumnya berukuran <10 GT->30 GT dan digerakkan oleh mesin dalam (in board engine) sedangkan perahu motor tempel digerakkan oleh mesin tempel dan umumnya berukuran <10 GT. Kapal motor banyak digunakan untuk mengoperasikan alat tangkap gillnet dan rawai. Adapun perahu motor tempel banyak digunakan untuk operasi alat tangkap pancing, payang dan jaring (PPN Palabuhanratu, 2007). Konfigurasi skala usaha perikanan tangkap di Palabuhanratu yang diindikasikan dengan penggunaan armada penangkapan masih didominasi usaha kecil, meskipun secara kuantitas jumlah alat tangkap yang dioperasikan relatif

21 4 banyak. Selama periode armada penangkapan didominasi kapal/perahu bertenaga penggerak motor tempel dengan ukuran kapal <10 GT serta kapal motor berukuran <10 GT. Persentase armada penangkapan skala kecil bahkan mencapai 83,21% dari jumlah armada penangkapan sebanyak 798 unit (PPN Palabuhanratu, 2007). Mengacu pada gambaran awal kondisi perikanan tangkap yang dimiliki, maka Palabuhanratu dinilai memenuhi syarat sebagai daerah penelitian. Fokus analisis dititik beratkan pada alat tangkap pancing ulur, bagan, payang dan rampus yang merupakan alat tangkap dominan yang digunakan nelayan serta status usaha perikanan tangkapnya didominasi usaha perikanan tangkap skala kecil. 1.2 Perumusan Masalah Aktor penting dalam pengembangan usaha perikanan tangkap adalah nelayan. Saat ini kondisi nelayan Indonesia dapat dikatakan memprihatinkan dan masih tergolong masyarakat miskin serta secara ekonomi dianggap sebagai kelompok dengan opportunity cost yang rendah. Nikijuluw (2001) mengatakan bahwa kategori kemiskinan nelayan dapat dikelompokkan menjadi tiga bagian yaitu: 1) kemiskinan struktural, 2) kemiskinan super-struktural, dan 3) kemiskinan kultural. Kemiskinan struktural adalah kemiskinan yang disebabkan oleh faktor di luar individu nelayan yaitu sosial ekonomi masyarakat, ketersediaan insentif dan disinsentif pembangunan, ketersediaan fasilitas pembangunan, ketersediaan teknologi dan ketersediaan sumberdaya pembangunan khususnya sumberdaya alam. Kemiskinan super struktural adalah kemiskinan yang disebabkan karena variabel-variabel kebijakan makro yang tidak begitu kuat berpihak kepada pembangunan nelayan. Adapun kemiskinan kultural adalah kemiskinan yang disebabkan variabel-variabel yang melekat, inhern dan menjadi gaya hidup tertentu. Menyadari penyebab kemiskinan nelayan, pemerintah telah menetapkan berbagai kebijakan untuk mengatasi permasalahan tersebut. Pembangunan sarana dan prasarana penangkapan dilakukan untuk mengatasi kemiskinan struktural, sedangkan untuk mengatasi kemiskinan kultural pemerintah telah menetapkan

22 5 kebijakan pembinaan dan pelatihan kepada nelayan. Khusus untuk solusi mengatasi kemiskinan super struktural pemerintah telah meluncurkan berbagai program pemberian kredit bagi nelayan dengan berbagai skema seperti kredit mina mandiri (KMM) dari Bank Mandiri dan kredit ketahanan pangan (KKP) yang disalurkan oleh BNI, Bank Bukopin, Bank Danamon dan seluruh Bank Pembangunan Daerah di Indonesia. Total pembiayaan kedua program tersebut tidak sedikit jumlahnya karena dapat mencapai sekitar Rp (DKP, 2005). Ditetapkannya program pemberian kredit bagi nelayan dilaksanakan karena pemerintah menyadari bahwa salah satu problem kemiskinan nelayan disebabkan rendahnya aksesibilitas terhadap sumber permodalan. Program pembiayaan usaha perikanan dan kelautan sudah ada namun realisasi penggunaan dana belum optimal yaitu sekitar 66% plafon kredit yang dialokasikan (DKP, 2005). Bahkan jika ditelusuri secara mendalam maka dari 66% realisasi kredit, yang digunakan untuk kegiatan perikanan (perikanan dan budidaya) hanya 40,50 % sedangkan sisanya disalurkan untuk kegiatan industri perikanan, pergudangan, perdagangan dan konstruksi pelabuhan. Secara makro, kondisi yang dihadapi sektor perikanan lebih tragis lagi. Berdasarkan data Bank Indonesia, sampai triwulan II tahun 2007 ekspansi kredit perbankan untuk UKM baru mencapai 34,2 trilyun atau setara dengan 39% dari rencana penyaluran kredit tahun 2007 yang besarnya 87,6 trilyun. Ironisnya sektor pertanian termasuk perikanan hanya mampu menyerap 1,1 trilyun kredit perbankan atau 3,20% jumlah ekspansi kredit triwulan II tahun 2007 (Bank Indonesia, 2007). Rendahnya realisasi kredit bukan disebabkan oleh keenganan nelayan untuk meminjam kredit namun lebih disebabkan minimnya dukungan perbankan. Kondisi ini tentu saja merupakan suatu paradoks yang perlu dicarikan solusinya. Menurut Direktur UMKM BRI, Sulaiman Arief Arinto, minimnya dukungan perbankan terhadap usaha perikanan dipicu oleh empat faktor yaitu (1) pembudidaya dan nelayan belum bisa memenuhi persyaratan formal perbankan seperti agunan, (2) usaha perikanan termasuk jenis kegiatan yang berisiko tinggi karena sangat bergantung pada kondisi alam, (3) mekanisme dan struktur pasar yang belum tertata dengan baik dan (4) belum adanya perusahaan penjamin (Kompas, 2007).

23 6 Sebagai katalisator dan dinamisator pembangunan, pemerintah telah menetapkan berbagai kebijakan untuk meminimalisir keempat faktor yang telah disebutkan diatas. Permasalahan persyaratan formal coba diatasi dengan ditetapkannya program pendampingan teknis bagi usaha perikanan tangkap skala kecil baik dalam bentuk KUB maupun individu. Kebijakan lain yang terkait dengan permasalahan persyaratan formal adalah adanya program sertifikasi kapal nelayan. Permasalahan belum tertatanya struktur pasar diminimalisir oleh pemerintah melalui program bantuan pemasaran produk perikanan, pendirian lembaga-lembaga pemasaran. Adapun permasalahan belum adanya perusahaan penjamin diatasi pemerintah melalui pengalokasian dana jaminan pada perbankan. Upaya mengatasi Permasalahan faktor alam relatif sulit untuk diatasi dengan kebijakan pemerintah. Selama ini kebijakan yang diambil pemerintah terkait dengan faktor alam adalah pemberian bantuan biaya hidup pada saat paceklik dan pendistribusian tabungan nelayan di koperasi. Langkah-langkah tersebut diatas sudah cukup baik namun tentu saja belum menjawab keinginan dari pihak perbankan. Menurut hemat penulis, akar permasalahan rendahnya aksesibilitas permodalan nelayan adalah anggapan perbankan tentang risiko usaha perikanan tangkap yang sangat tinggi. Oleh karena itu pihak perbankan harus diberikan gambaran yang riil tentang risiko usaha perikanan tangkap terutama yang terkait dengan cash flow usaha dan kecenderungan sikap nelayan untuk menghadapi risiko tersebut. Kedua aspek tersebut merupakan kriteria penilaian perbankan terhadap kelayakan permodalan. Menurut Ritonga (2004), beberapa risiko yang melekat pada usaha perikanan tangkap antara lain: 1) production risk, yaitu meliputi risiko atas hasil tangkapan nelayan yang diharapkan, seperti gangguan alam (cuaca, arus), stok ikan yang makin tipis; 2) natural risk, yaitu risiko akibat kondisi alam, biasanya merupakan salah satu faktor yang menyebabkan timbulnya risiko produksi, seperti terjadinya angin badai atau topan; 3) price risk, yaitu harga hasil tangkapan ikan tidak sesuai dengan yang diharapkan, misalnya karena ada permainan tengkulak; 4) technology risk, yaitu perubahan-perubahan yang terjadi oleh pesatnya kemajuan teknologi, yang dapat menimbulkan ketidakpastian; 5) other risk, yaitu macam risiko lainnya.

24 7 Subsektor Perikanan Tangkap Kebijakan Pengembangan Subsektor Perikanan Tangkap Kredit untuk Nelayan Alokasi Realisasi Kesenjangan Kurangnya Pemahaman Risiko Usaha Perikanan Tangkap Gambar 1 Kerangka perumusan masalah. 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan umum dari penelitian ini adalah menggambarkan profil risiko usaha perikanan tangkap skala kecil secara komprehensif di Palabuhanratu, termasuk solusi pemecahan yang ditawarkan. Tujuan tersebut dapat dicapai melaui beberapa tahapan kegiatan yaitu: (1) Mengidentifikasi dan memetakan risiko usaha perikanan tangkap (2) Menghitung besaran risiko serta dampaknya bagi produksi, harga dan pendapatan nelayan (3) Mengukur sikap nelayan terhadap risiko (4) Merancang solusi kemudahan bagi nelayan untuk mendapatkan modal usaha

25 8 1.4 Hipotesis Hipotesis umum yang menyusun penelitian ini adalah anggapan perbankan yang mengkategorikan usaha perikanan tangkap sebagai usaha yang penuh risiko tidak sepenuhnya benar karena kegiatan perikanan tangkap bersifat unik dan spesifik tergantung kondisi sumberdaya ikan yang dieksploitasi. Adapun hipotesis khusus dalam penelitian ini adalah: 1) Ada perbedaan jenis risiko usaha perikanan yang melekat pada alat tangkap pancing, payang, bagan dan rampus; 2) Ada perbedaan besaran dan dampak risiko diantara alat tangkap pancing, payang, bagan dan rampus; serta 3) Ada perbedaan sikap nelayan terhadap risiko diantara alat tangkap pancing, payang, bagan dan rampus. 1.5 Manfaat Penelitian Keluaran yang dihasilkan dari penelitian ini berupa gambaran rinci tentang risiko usaha perikanan tangkap skala kecil serta solusi kemudahan aksesibilitas terhadap sumber permodalan bagi nelayan. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan acuan oleh Pemerintah Kabupaten Sukabumi, pihak perbankan, pihak investor serta Departemen Kelautan dan Perikanan dalam rangka mengembangkan usaha perikanan tangkap skala kecil. Dipandang dari perspektif ilmu pengetahuan, penelitian ini diharapkan dapat menjadi katalisator bagi penelitianpenelitian sejenis sehingga niat untuk menggambarkan risiko usaha perikanan tangkap skala kecil diseluruh Indonesia dapat terpenuhi. 1.6 Kerangka Pemikiran Anggapan tentang besarnya risiko usaha perikanan tangkap memang tidak sepenuhnya salah namun juga tingkat ketepatannya masih perlu ditelaah lebih lanjut. Alasan logis yang mendukung hal tersebut adalah relatif bervariasinya kegiatan usaha penangkapan ikan sehingga tidak biasa digeneralisasikan. Satu satunya cara untuk mengetahui kondisi riil risiko usaha perikanan tangkap adalah melakukan pengkajian secara komprehensif.

26 9 Poin penting yang perlu diketahui dalam proses pengkajian adalah jenisjenis risiko yang melekat pada masing-masing usaha perikanan tangkap, besaran risiko serta sikap nelayan dalam menghadapi risiko yang ada. Ketiga poin tersebut dapat dijadikan pertimbangan dalam pencarian solusi untuk mengatasi kesulitan nelayan mendapatkan modal usaha. Menurut Kountur (2006), untuk mengetahui jenis-jenis risiko yang melekat pada suatu usaha dapat dilakukan tahapan sebagai berikut (1) penentuan pendekatan yang akan digunakan, (2) penentuan sasaran yang ingin dicapai, (3) penentuan produk yang dihasilkan, (4) penentuan kegiatan yang fatal, (5) penentuan BOUP (barang, orang, uang dan prosedur) yang fatal, (6) penentuan kejadian beresiko dan (7) penentuan penyebab risiko. Risiko pada umumnya disebabkan oleh faktor operasional (manusia, teknologi, alam dan aturan) serta faktor keuangan seperti perubahan harga, perubahan mata uang dan perubahan tingkat bunga. Terkait dengan penanganan risiko maka infomasi tentang besaran risiko serta sikap nelayan dalam menghadapi risiko mutlak diperlukan. Masing-masing risiko yang terjadi memiliki besaran yang berbeda, demikian pula dengan variasi sikap nelayan dalam menghadapi risiko.

27 Gambar 2 Kerangka pemikiran penelitian. 10

28 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi dan Pembagian Risiko Terminologi risiko dalam kamus besar Bahasa Indonesia didefinisikan sebagai suatu kondisi yang mengandung ketidak pastian (Diknas, 2003). Pada definisi tersebut tersirat dua kata yang serupa namun memiliki makna yang berbeda yaitu risiko dan ketidakpastian. Roumasset (1979) membedakan kondisi risiko dengan ketidakpastian berdasarkan ada tidaknya probabilitas yang dapat dijadikan pegangan atas kemungkinan terjadinya suatu kejadian. Menurut Roumasset (1979), risiko didefinisikan sebagai situasi dimana kemungkinan hasil dari suatu peristiwa yang sifatnya acak (random) dapat ditentukan dan besarnya probabilitas dari setiap peristiwa tersebut telah diketahui, sedangkan ketidakpastian adalah situasi dimana hasil dari suatu kegiatan dapat diketahui namun tingkat probabilitasnya tidak dapat diestimasi. Menurut Kountur (2006), risiko adalah kemungkinan kejadian yang merugikan. Berdasarkan pemahaman tersebut, ada tiga unsur yang terkait dalam sebuah risiko, yaitu: (1) kejadian, (2) kemungkinan dan (3) akibat. Jika diuraikan lebih jauh maka masih ada tiga unsur lagi yang dapat menjadi penentu besaran suatu risiko, pertama: eksposur, yaitu sesuatu yang berhubungan dengan peluang keterlibatan pada suatu atau beberapa kejadian. Pada konteks ini maka semakin terekspos sesuatu maka risikonya akan semakin besar. Kedua: waktu, semakin lama sesuatu terekspos maka risikonya akan semakin besar dan ketiga: rentan, semakin mudah rusak/usang sesuatu maka semakin risikonya akan semakin besar. Secara umum, risiko dapat dikelompokkan berdasarkan akibat yang ditimbulkan dan penyebab timbulnya risiko (Kountur, 2006). Berdasarkan akibat yang ditimbulkan risiko dapat diklasifikasikan kedalam dua kelompok yaitu 1) risiko spekulatif dan 2) risiko murni. Risiko spekulatif adalah jenis risiko yang akibatnya selain merugikan dapat pula mendatangkan keuntungan, sedangkan risiko yang hanya mengakibatkan kerugian digolongkan kedalam risiko murni.

29 12 Ditinjau dari penyebabnya maka risiko juga dibedakan menjadi risiko keuangan dan risiko operasional. Risiko keuangan adalah jenis risiko yang disebabkan oleh faktor-faktor keuangan seperti perubahan harga, perubahan mata uang dan perubahan tingkat bunga. Adapun risiko operasional adalah jenis risiko yang disebabkan oleh faktor-faktor operasional seperti manusia, teknologi, alam dan aturan. Risiko yang telah disebutkan oleh Kountur (2006) merupakan jenis-jenis risiko yang sifatnya umum. Secara spesifik Tjoekam (1993) mengemukakan beberapa risiko yang melekat pada suatu usaha, yaitu: (1) risiko alamiah: yaitu risiko yang timbul oleh keadaan alam seperti gempa bumi, perubahan iklim atau musim, gelombang besar dan lain-lain yang akan mempengaruhi jalannya usaha. (2) risiko manusia, yaitu risiko yang timbul karena perbuatan manusia, seperti persaingan usaha, temuan teknologi baru, politik, inflasi, dampak lingkungan, spekulasi, ekonomi dan moneter, keamanan, sosial budaya dan sebagainya yang dapat mempengaruhi jalannya usaha yang dibiayai; dan (3) risiko ketidakpastian, yaitu risiko yang ditimbulkan oleh ketidakpastian yang pada gilirannya menimbulkan spekulasi. Istilah risiko juga telah jamak disebutkan dalam kegiatan perbankan. Teori portofolio mendefinisikan risiko sebagai deviasi standar tingkat keuntungan. Hal ini disebabkan karena deviasi menunjukkan seberapa jauh kemungkinan nilai yang diperoleh menyimpang dari yang diharapkan (expected value). Semakin besar penyimpangan maka kemungkinan risiko yang dihadapi semakin tinggi. Sesuai dengan Peraturan Bank Indonesia No.5/8/PBI tahun 2003, terdapat delapan jenis risiko yang harus dikelola secara baik oleh bank, yaitu risiko kredit, pasar, likuiditas, operasional, hukum, strategis, reputasi dan risiko kepatuhan. Risiko kredit adalah resiko yang terjadi karena kegagalan pihak lawan (counterparty) untuk memenuhi kewajibannya. Risiko kredit dapat bersumber dari berbagai aktivitas fungsional bank seperti perkreditan, aktivitas treasury, dan investasi, pembiayaan perdagangan yang tercatat dalam banking book maupun trading book. Kerugian risiko kredit ini meliputi eksposur atau sejumlah tertentu

30 13 yang terkena risiko, tingkat pengembalian atau recovery rate, investasi dalam obligasi dan pinjaman yang terkena risiko kredit (Bank Indonesia, 2003). Risiko pasar adalah risiko yang timbul karena adanya pergerakan variabel pasar dari portofolio yang dimiliki bank, yang sifatnya merugikan (adverse movement). Faktor-faktor yang termasuk variabel pasar diantaranya suku bunga, harga dan nilai tukar. Secara dimensional risiko pasar dapat diuraikan dalam bentuk risiko tingkat suku bunga (interest rate risk) dan risiko nilai tukar valuta asing (foreign excange rate). Risiko suku bunga adalah potensi kerugian yang ditimbulkan akibat pergerakan suku bunga di pasar yang berlawanan dengan posisi atau transaksi bank yang mengandung risiko suku bunga (Bank Indonesia, 2003). Menurut Bank Indonesia (2003), risiko nilai tukar adalah risiko kerugian akibat pergerakan yang berlawanan dari nilai tukar pada saat bank memiliki posisi terbuka. Risiko harga adalah risiko dimana bank harus membayar lebih untuk membeli suatu instrumen keuangan dan harga instrumen tersebut telah menurun. Definisi lain dari risiko harga adalah nilai aset keuangan yang dibeli dan dipegang pada harga yang lebih tinggi namun dijual dengan harga yang lebih rendah sehingga menimbulkan kerugian. Dari perspektif nasabah bank yang produksi dari komoditinya mendapat pembiayaan kredit dari bank, maka fluktuasi dan volatilitas harga komoditi di pasar dapat menimbulkan terjadinya risiko gagal bayar atau default akibar menurunnya repayment capacity nasabah. 2.2 Risiko Usaha Perikanan Tangkap Terdapat keterkaitan yang erat antara risiko dengan karakterisitik usaha. Karakterisitik khusus yang terdapat pada kegiatan perikanan tangkap diantaranya: 1) sumberdaya ikan yang selalu bermigrasi pada ruang yang tidak terbatas; 2) common property resource, yaitu merupakan milik bersama atau tidak mengenal hak kepemilikan yang dapat dimanfaatkan oleh semua orang (open access); 3) adanya pengaruh dalam kondisi alami dalam melakukan eksploitasinya, seperti: musim, arus, gelombang; 4) jenis sumberdaya ikan yang dieksploitasi sangat beragam dengan jumlah yang tidak terlalu besar; 5) lahan tangkap ikan (fishing ground) semakin menurun bagi kegiatan penangkapan, karena kegiatan

31 14 pemukiman dan industri limbahnya secara langsung maupun tidak langsung, mencemari perairan pantai; 6) sering terjadi konflik kepentingan antara nelayan skala kecil dengan industri perikanan skala besar; 7) dynamic resource, yaitu stok ikan bisa berubah; 8) vulnarable resource, yaitu rentan terhadap perubahan ekosistem pesisir dan lautan; 9) usaha perikanan masih didominasi perikanan rakyat kecil yang masih tradisional; 10) kemampuan usaha permodalan lemah (Ritonga, 2004). Selanjutnya Ritonga (2004) mengemukakan bahwa berdasarkan karakteristik khusus perikanan tangkap tersebut, maka beberapa risiko yang melekat pada usaha perikanan tangkap antara lain: (1) production risk, yaitu meliputi risiko atas hasil tangkapan nelayan yang diharapkan, seperti gangguan alam (cuaca, arus), stok ikan yang makin tipis; (2) natural risk, yaitu risiko akibat kondisi alam, biasanya merupakan salah satu faktor yang menyebabkan timbulnya risiko produksi, seperti terjadinya angin badai atau topan; (3) price risk, yaitu harga hasil tangkapan ikan tidak sesuai dengan yang diharapkan, misalnya karena ada permainan tengkulak; (4) technology risk, yaitu perubahan-perubahan yang terjadi oleh pesatnya kemajuan teknologi, yang dapat menimbulkan ketidakpastian; (5) other risk, yaitu macam risiko lainnya. 2.3 Pengukuran Risiko Seperti telah dikemukakan pada bagian definisi, risiko mengandung tiga unsur penting yaitu 1) kejadian, 2) kemungkinan dan 3) akibat. Bersandar dari ketiga unsur inilah dapat dilakukan pengukuran risiko. Menurut Kountur (2006), ada beberapa metode yang dapat digunakan untuk mengukur kemungkinan dan akibat dari suatu kejadian diantaranya metode Poisson, binomial, z-score, weightaverage approximation, value at risk (VAR) dan individual/group approximation. Metode Poisson, binomial, z-score dan VAR hanya dapat dilakukan apabila tersedia data histories berupa catatan kejadian di masa lalu. Untuk kondisi keterbatasan data historis maka dapat dilakukan analisis secara perkiraan atau metode approximation. Pengelompokan dari masing-masing metode disajikan pada gambar berikut:

32 15 Kejadian Kemungkinan Akibat Peristiwa - Poisson - Binomial - Weight average approximation Penyimpangan z-score - VAR - Individual/group approximation Sumber: Kountur (2006) Gambar 3 Metode yang digunakan dalam pengukuran risiko. 2.4 Definisi dan Klasifikasi Usaha Perikanan Tangkap Usaha perikanan tangkap didefinisikan sebagai suatu kegiatan yang bertujuan memperoleh ikan di perairan dalam keadaan tidak di budidayakan dengan maupun tanpa alat tangkap, termasuk kegiatan yang menggunakan kapal untuk menampung, mengangkut, menyimpan, mendinginkan, mengolah, dan mengawetkan (Alhidayat, 2002). Menurut Charles (2001) skala usaha perikanan tangkap dapat ditinjau dari berbagai aspek diantaranya ukuran kapal yang dioperasikan, lokasi fishing ground dan tujuan produksinya. Pengelompokan tersebut dilakukan melalui perbandingan perikanan skala kecil (small scale fisheries) dengan perikanan skala besar (large scale fisheries). Selanjutnya Smith (1983) mengemukakan bahwa skala usaha perikanan dapat dilihat dengan cara membandingkan perikanan berdasarkan situasi technico-socio-economic nelayan. Berdasarkan situasi tersebut kegiatan perikanan dapat digolongkan kedalam skala industri dan skala tradisional. Kesteven (1973) mengelompokkan nelayan kedalam tiga kelompok yaitu industri, artisanal dan subsisten. Nelayan industri dan artisanal berorientasi komersil sedangkan nelayan subsisten umumnya memanfaatkan hasil tangkapan untuk konsumsi harian (Tabel 1).

33 16 Tabel 1 Perbandingan nelayan industri dan tradisional dari sisi technicio-socioeconomic Pembanding 1 Unit Penangkapan Industri Tepat, dengan divisi pekerjaan dan prospek jelas 2 Kepemilikan Dikonsentrasikan pada beberapa pengusaha, kadang bukan nelayan 3 Komitmen waktu Biasanya penuh waktu 4 Kapal Bertenaga dengan peralatan yang memadai 5 Perlengkapan Buatan mesin atau pemasangan lainnya 6 Sifat pekerjaan Dengan bantuan mesin 7 Investasi Tingi dengan proporsi yang besar diluar nelayan 8 Penangkapan (per unit penangkapan) 9 Produktivitas (per orang nelayan) 10 Pengaturan hasil tangkapan 11 Pengelolaan hasil tangkapan 12 Keberadaan ekonomi nelayan Tradisional Artisanal Subsisten Tepat, kecil, Tenaga sendiri atau spesialisasi yang tidak keluarga, atau terbagi kelompok masyarakat Biasanya dimiliki oleh Tersebar diantara nelayan yang partisipan-partisipan berpengalaman atau nelayan gabungan Seringkali merupakan Kebanyakan paruh pekerjaan sampingan Kecil; dengan motor dalam atau motor tempel kecil di luar Sebahagian/seluruhnya memakai materialmaterial buatan mesin Bantuan mesin minim Rendah; penghasilan nelayan (seringkali diambil dari pembeli hasil tangkapan) waktu Tidak ada taua berbentuk kano Material-material buatan tangan, dipasang pemiliknya Dioperasikan dengan tangan Sangat rendah sekali Besar Menengah atau rendah Rendah hingga sangat rendah Tinggi Menengah atau rendah Rendah hingga sangat rendah Dijual ke pasar yang terorganisir Diolah menjadi tepung ikan atau untuk bahan konsumsi bukan untuk manusia Penjualan untuk lokal yang tak terorganisir; sebahagian dikonsumsi sendiri Beberapa dikeringkan, diasap, diasinkan untuk kebutuhan manusia Seringkali kaya Menengah kebawah Minimal Umumnya dikonsumsi nelayan itu sendiri, keluarganya atau dibarter Kecil atau tidak ada sama sekali; semuanya untuk dikonsumsi 13 Kondisi sosial Terpadu Kadang terpisah Masyarakat yang terisolasi Pengklasifikasian usaha perikanan tangkap juga terdapat dalam statistik perikanan tangkap. Berdasarkan statistik perikanan, usaha penangkapan ikan dapat diklasifikasikan berdasarkan ukuran perahu/kapal yang digunakan. Usaha penangkapan ikan yang menggunakan kapal ukuran <30 GT dikategorikan sebagai usaha kecil, sedangkan usaha yang menggunakan perahu berukuran >30 GT digolongkan sebagai usaha besar.

34 Kebijakan Kredit Sektor Perikanan dan Kelautan Kredit merupakan salah satu kebijakan publik berupa subsidi yang dalam definisi WTO merupakan kontribusi finansial pemerintah dalam bentuk fund transfer (loan, grant dan sebagainya) maupun pelayanan umum (pembangunan infrastruktur). Pada sektor perikanan khususnya subsektor perikanan tangkap, kredit dibutuhkan untuk investasi sarana penangkapan ikan, biaya operasional penangkapan ikan, kegiatan pasca panen, fasilitas pemasaran dan jasa serta pembangunan infrastrktur (Fauzi, 2005). Perkreditan kegiatan perikanan dimulai sejak dilakukannya konversi perahu layar ke perahu motor tempel atau kapal motor pada awal dekade 80-an. Ketidakberdayaan nelayan untuk memodernisasi armada penangkapannya menjadi dasar dilakukannya program perkreditan tersebut (Bailey, 1988). Salah satu bentuk program bantuan kredit yang terkait dengan bidang perikanan adalah KIK/KMKP (kredit investasi kecil/kredit modal kerja permanen) yang merupakan kredit jangka menengah dan panjang. Kredit ini diperuntukkan untuk rehabilitasi, modernisasi dan perluasan proyek (Facthuddin, 2006). Selanjutnya Fatchuddin (2006) menambahkan bahwa perbankan sebagai industri yang high risk dan high regulated senantiasa dihadapkan pada risiko yang berkaitan erat dengan fungsi dan tanggungjawab dalam mengelola dana masyarakat maupun sebagai lembaga intermediasi yang juga harus mampu memberikan kredit kepada sektor usaha yang membutuhkan. Sesuai penjelasan pasal 8 UU No.7 Tahun 1992 tentang perbankan jo pasal 8 UU No.10 tahun 1998 tentang perubahan atas UU No.7 Tahun 1992 tentang perbankan ditegaskan bahwa kredit yang diberikan oleh bank mengandung risiko sehingga dalam pelaksanaanya harus memperhatikan prinsip kehati-hatian (Prudencial Banking Practices) dan asas pemberian kredit yang sehat (Sound Banking Credit). Bank Indonesia melalui Peraturan Bank Indonesia (PBI) No.7/2/PBI/2005 menekankan bahwa dalam melakukan penilaian prospek usaha debitur harus selalu dikaitkan dengan upaya memelihara lingkungan. Oleh karena itu, model inovasi pembiayaan perbankan memperhitungkan keberlanjutan sumberdaya

35 18 menjadi sangat penting disadari karena ongkos pemeliharaan lingkungan jauh lebih murah dibandingkan biaya yang harus dikeluarkan untuk risiko hukum, risiko reputasi dan risiko lainnya. Fauzi (2005) menguraikan bahwa selain skim kredit KIK/KMKP, pemerintah melalui Departemen Koperasi dan lembaga keuanga terkait kemudian mengeluarkan berbagai skim kredit. Departemen Koperasi telah meluncurkan sekitar 17 skim kredit, walaupun banyak diantaranya tidak menyentuh langsung kegiatan perikanan tangkap. kredit yang diberikan dalam skim ini dibawah Rp.50 juta. Pemerintah menetapkan program pengentasan kemiskinan sebagai fokus kebijakan untuk mencapai pembangunan ekonomi. Bentuk implementasi dari kebijakan tersebut adalah pemberian kredit taskin kepada kelompok miskin termasuk nelayan yang dianggap sebagai kelompok yang termiskin. Sampai akhir tahun 2000 sudah tersalurkan sebanyak Rp 22 milyar yang tersebar di 22 propinsi, namun belum diketahui secara pasti proporsi kredit yang disalurkan pada nelayan (Fatchuddin, 2006). Selain bersumber dari dana dalam negeri, pemerintah Indonesia melalui bantuan dari lembaga donor seperti ADB meluncurkan program RIGP (Rural Income Generating Project) yang diperuntukkan untuk memberdayakan masyarakat pedesaan khususnya yang menyangkut aspek finansial. Besarnya kredit yang telah disebarkan untuk perikanan hingga saat ini belum terinci dengan jelas, misalnya Departemen Keuangan melalui BRI telah menyalurkan kredit peningkatan pendapatan petani dan nelayan kecil (P4K). Pada tahun 1991 dan 1992 penyaluran kredit P4K yang terealisasi untuk masyarakat sosial ekonominya berada dibawah garis kemiskinan adalah Rp , dengan plafon sebesar Rp (BRI, 1991). Berdasarkan laporan Bank Indonesia diketahui bahwa selama periode penyaluran kredit untuk sektor perikanan mengalami perkembangan yang cukup signifikan. Pada tahun 1991 tersalurkan kredit sebesar Rp.1.149,7 milyar dan meningkat menjadi hampir Rp. 2 trilyun pada tahun Namun jika

36 19 dibandingkan dengan sektor lainnya, penyaluran kredit pada sektor perikanan masih relatif kecil (Praptosuhardjo, 1996). Selanjutnya Praptosuhardjo (1996) menjelaskan bahwa selama periode tersebut kredit yang disalurkan pada sektor perikanan diarahkan untuk pembiayaan usaha perikanan laut termasuk udang (50% dari total kredit perikanan). Berdasarkan data pinjaman keuangan sektor perikanan dari BRI terlihat bahwa proporsi pinjaman yang macet relatif kecil namun secara nominal jumlah kredit yang macet masih diatas Rp.500 juta. Hal ini menunjukkan bahwa sifat kegiatan penangkapan yang cenderung berburu dapat menjadi salah satu faktor penyebab tingginya kemacetan kredit di sektor perikanan. Tabel 2 Data pinjaman sektor perikanan (Rp.juta) Bidang usaha Kolektibilitas Perikanan laut Lancar DPK Kurang lancar Diragukan Macet Total Perikanan laut lainnya Lancar DPK Kurang lancar Diragukan 0 11 Macet Total Sumber: Bank Rakyat Indonesia (2005), dikutip dalam Fatchuddin (2006) Sejak berdirinya Departemen Kelautan dan Perikanan pada tahun 1999 pola pengembangan kredit perikanan secara institusional telah berubah. Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP) merupakan program yang ditujukan langsung untuk menjembatani kendala modal sektor perikanan pesisir. Salah satu mitra DKP dalam kegiatan PEMP adalah Bank BUKOPIN. Pada tahun 2005, program PEMP menawarkan pola syariah melalui kerjasama dengan Bank Mandiri. Program ini diberi nama Kegiatan Usaha Lembaga Keuangan Mikro Syariah/Koperasi Jasa Keuangan Syariah. Berbeda dengan pola konvensional

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Krisis ekonomi secara nyata telah menyebabkan jatuhnya ekonomi nasional khususnya usaha-usaha skala besar. Dampak nyata dari kondisi tersebut adalah terjadinya peningkatan

Lebih terperinci

ANALISIS RISIKO USAHA PERIKANAN TANGKAP SKALA KECIL DI PALABUHANRATU DEWI EKASARI

ANALISIS RISIKO USAHA PERIKANAN TANGKAP SKALA KECIL DI PALABUHANRATU DEWI EKASARI ANALISIS RISIKO USAHA PERIKANAN TANGKAP SKALA KECIL DI PALABUHANRATU DEWI EKASARI SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 ANALISIS RISIKO USAHA PERIKANAN TANGKAP SKALA KECIL DI PALABUHANRATU

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Perikanan tangkap merupakan salah satu kegiatan ekonomi yang sangat penting di Kabupaten Nias dan kontribusinya cukup besar bagi produksi perikanan dan kelautan secara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Wilayah laut dewasa ini mendapat perhatian cukup besar dari pemerintah dan

I. PENDAHULUAN. Wilayah laut dewasa ini mendapat perhatian cukup besar dari pemerintah dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang. Wilayah laut dewasa ini mendapat perhatian cukup besar dari pemerintah dan masyarakat, hal ini karena wilayah laut diyakini memiliki potensi sumberdaya yang dapat memberikan

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Definisi dan Pembagian Risiko

2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Definisi dan Pembagian Risiko 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi dan Pembagian Risiko Terminologi risiko dalam kamus besar Bahasa Indonesia didefinisikan sebagai suatu kondisi yang mengandung ketidak pastian (Diknas, 2003). Pada definisi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan. dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia.

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan. dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia. Pada satu sisi Indonesia terlalu cepat melakukan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertambangan. Industri Pengolah-an (Rp Milyar) (Rp Milyar) na

I. PENDAHULUAN. Pertambangan. Industri Pengolah-an (Rp Milyar) (Rp Milyar) na I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kredit adalah salah satu faktor yang berperan penting di dalam pengembangan usaha. Pada umumnya ada dua jenis kredit, yaitu kredit modal kerja dan kredit investasi. Kredit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem keuangan negara-negara berkembang termasuk Indonesia berbasiskan perbankan (bank based). Hal ini tercermin pada besarnya pembiayaan sektor riil yang bersumber

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jumlah (Unit) Perkembangan Skala Usaha. Tahun 2009*) 5 Usaha Besar (UB) ,43

I. PENDAHULUAN. Jumlah (Unit) Perkembangan Skala Usaha. Tahun 2009*) 5 Usaha Besar (UB) ,43 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah merupakan salah satu sektor usaha yang paling banyak diminati oleh para pelaku usaha dan cukup prospektif untuk dikembangkan. UMKM dalam

Lebih terperinci

Tabel 1. Perkembangan Nilai Produk Domestik Bruto (PDB) Menurut Skala Usaha Tahun Atas Dasar Harga Konstan 2000

Tabel 1. Perkembangan Nilai Produk Domestik Bruto (PDB) Menurut Skala Usaha Tahun Atas Dasar Harga Konstan 2000 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) merupakan salah satu pilar perekonomian yang sangat berpotensi untuk mendorong laju pertumbuhan ekonomi dan pembangunan nasional.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perekonomian Indonesia berdasarkan data statistik tahun 2004, dapat dilihat dari

I. PENDAHULUAN. perekonomian Indonesia berdasarkan data statistik tahun 2004, dapat dilihat dari I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Usaha mikro kecil dan menengah memiliki peran strategis dalam kegiatan perekonomian masyarakat di Indonesia. Peran strategis usaha kecil bagi perekonomian Indonesia

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Sektor Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) memiliki peran strategis dalam pembangunan nasional. Sebagai sektor yang menyerap 80 90% tenaga kerja, usaha Mikro Kecil dan Menengah

Lebih terperinci

EVALUASI POLA PENGELOLAAN TAMBAK INTI RAKYAT (TIR) YANG BERKELANJUTAN (KASUS TIR TRANSMIGRASI JAWAI KABUPATEN SAMBAS, KALIMANTAN BARAT)

EVALUASI POLA PENGELOLAAN TAMBAK INTI RAKYAT (TIR) YANG BERKELANJUTAN (KASUS TIR TRANSMIGRASI JAWAI KABUPATEN SAMBAS, KALIMANTAN BARAT) EVALUASI POLA PENGELOLAAN TAMBAK INTI RAKYAT (TIR) YANG BERKELANJUTAN (KASUS TIR TRANSMIGRASI JAWAI KABUPATEN SAMBAS, KALIMANTAN BARAT) BUDI SANTOSO C 25102021.1 SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Usaha mikro kecil dan menengah memiliki peran strategis dalam kegiatan perekonomian masyarakat di Indonesia. Peran strategis usaha kecil bagi perekonomian Indonesia

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. usaha. Kredit tersebut mempunyai suatu kedudukan yang strategis dimana sebagai salah satu

BAB 1 PENDAHULUAN. usaha. Kredit tersebut mempunyai suatu kedudukan yang strategis dimana sebagai salah satu BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peran perbankan dalam pembangunan ekonomi adalah mengalirkan dana bagi kegiatan ekonomi yaitu salah satunya dalam bentuk perkreditan bagi masyarakat perseorangan atau

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tabel 1

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tabel 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemberdayaan Usaha Mikro (UM) menjadi sangat strategis, karena potensinya yang besar dalam menggerakkan kegiatan ekonomi masyarakat, dan sekaligus menjadi tumpuan sumber

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Langkah awal dalam menganalisis suatu risiko adalah dengan melakukan identifikasi pada risiko dan sumber risiko yang dihadapi oleh suatu perusahaan,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Telah menjadi kesepakatan nasional dalam pembangunan ekonomi di daerah baik tingkat

I. PENDAHULUAN. Telah menjadi kesepakatan nasional dalam pembangunan ekonomi di daerah baik tingkat I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Telah menjadi kesepakatan nasional dalam pembangunan ekonomi di daerah baik tingkat Provinsi/Kabupaten/Kota pada seluruh pemerintahan daerah bahwa pelaksanaan pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara dengan garis pantai terpanjang ke-4 di

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara dengan garis pantai terpanjang ke-4 di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan garis pantai terpanjang ke-4 di dunia (http://www.kkp.go.id). Panjang garis pantai Indonesia mencapai 104.000 km dengan luas laut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sejak pertengahan tahun 1997, Indonesia dan sebagian negara Asia Tenggara dan Timur mengalami krisis ekonomi yang disebabkan oleh beberapa faktor baik yang

Lebih terperinci

4. GAMBARAN UMUM WILAYAH

4. GAMBARAN UMUM WILAYAH 4. GAMBARAN UMUM WILAYAH 4.1. Letak Geografis Kabupaten Sukabumi yang beribukota Palabuhanratu termasuk kedalam wilayah administrasi propinsi Jawa Barat. Wilayah yang seluas 4.128 Km 2, berbatasan dengan

Lebih terperinci

2015 KEHIDUPAN MASYARAKAT NELAYAN KECAMATAN GEBANG KABUPATEN CIREBON

2015 KEHIDUPAN MASYARAKAT NELAYAN KECAMATAN GEBANG KABUPATEN CIREBON BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara maritim yang memiliki potensi alam di sektor perikanan yang melimpah yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakatnya. Salah satu sumber

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan pengurangan kemiskinan. Untuk mencapai tujuan tersebut perlu

I. PENDAHULUAN. dan pengurangan kemiskinan. Untuk mencapai tujuan tersebut perlu 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tujuan pembangunan ekonomi adalah peningkatan pendapatan nasional dan pengurangan kemiskinan. Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dikembangkan dan dikelola sumberdaya

Lebih terperinci

ANALISIS PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERIKANAN DENGAN PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT PESISIR DI KECAMATAN PEMANGKAT KABUPATEN SAMBAS

ANALISIS PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERIKANAN DENGAN PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT PESISIR DI KECAMATAN PEMANGKAT KABUPATEN SAMBAS ANALISIS PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERIKANAN DENGAN PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT PESISIR DI KECAMATAN PEMANGKAT KABUPATEN SAMBAS SYARIF IWAN TARUNA ALKADRIE SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

PERAN KELEMBAGAAN PERBANKAN DALAM PENGEMBANGAN USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH NASIONAL BANK MANDIRI

PERAN KELEMBAGAAN PERBANKAN DALAM PENGEMBANGAN USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH NASIONAL BANK MANDIRI PERAN KELEMBAGAAN PERBANKAN DALAM PENGEMBANGAN USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH NASIONAL POKOK BAHASAN I II KONDISI UMKM PERBANKAN KOMITMEN III POLA PEMBIAYAAN UMKM IV KESIMPULAN I KONDISI UMKM PERBANKAN

Lebih terperinci

KAJIAN REHABILITASI SUMBERDAYA DAN PENGEMBANGAN KAWASAN PESISIR PASCA TSUNAMI DI KECAMATAN PULO ACEH KABUPATEN ACEH BESAR M.

KAJIAN REHABILITASI SUMBERDAYA DAN PENGEMBANGAN KAWASAN PESISIR PASCA TSUNAMI DI KECAMATAN PULO ACEH KABUPATEN ACEH BESAR M. KAJIAN REHABILITASI SUMBERDAYA DAN PENGEMBANGAN KAWASAN PESISIR PASCA TSUNAMI DI KECAMATAN PULO ACEH KABUPATEN ACEH BESAR M. MUNTADHAR SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 SURAT PERNYATAAN

Lebih terperinci

4. KEADAAN UMUM 4.1 Kedaan Umum Kabupaten Banyuwangi Kedaan geografis, topografi daerah dan penduduk 1) Letak dan luas

4. KEADAAN UMUM 4.1 Kedaan Umum Kabupaten Banyuwangi Kedaan geografis, topografi daerah dan penduduk 1) Letak dan luas 26 4. KEADAAN UMUM 4.1 Kedaan Umum Kabupaten Banyuwangi 4.1.1 Kedaan geografis, topografi daerah dan penduduk 1) Letak dan luas Menurut DKP Kabupaten Banyuwangi (2010) luas wilayah Kabupaten Banyuwangi

Lebih terperinci

KINERJA PENGAWAS KAPAL PERIKANAN (STUDI KASUS DI PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA NIZAM ZACHMAN JAKARTA) AHMAD MANSUR

KINERJA PENGAWAS KAPAL PERIKANAN (STUDI KASUS DI PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA NIZAM ZACHMAN JAKARTA) AHMAD MANSUR KINERJA PENGAWAS KAPAL PERIKANAN (STUDI KASUS DI PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA NIZAM ZACHMAN JAKARTA) AHMAD MANSUR SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN MENGENAI TESIS Dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan ekonomi suatu negara tidak lepas dari peran penting perbankan. Peranan penting perbankan dalam era pembangunan nasional adalah sebagai sumber permodalan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Informasi tentang kerusakan alam diabadikan dalam Al-Qur an Surah

BAB I PENDAHULUAN. Informasi tentang kerusakan alam diabadikan dalam Al-Qur an Surah BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Informasi tentang kerusakan alam diabadikan dalam Al-Qur an Surah Ar-Ruum ayat 41, bahwa Telah nampak kerusakan didarat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk dibiayai, perbankan lebih memilih mengucurkan dana untuk kredit ritel dan

BAB I PENDAHULUAN. untuk dibiayai, perbankan lebih memilih mengucurkan dana untuk kredit ritel dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada saat sebelum krisis tahun 1998 sektor Usaha Kecil dan Menengah (UKM) tidak dilirik oleh perbankan karena mereka menilai sektor ini tidak layak untuk dibiayai,

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I No.5861 KEUANGAN OJK. Bank. Manajemen Risiko. Penerapan. Pencabutan. (Penjelasan atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 53) PENJELASAN ATAS PERATURAN OTORITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebenarnya masalah dan kendala yang dihadapi masih bersifat klasik yang selama

BAB I PENDAHULUAN. Sebenarnya masalah dan kendala yang dihadapi masih bersifat klasik yang selama BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peran UMKM (Usaha Mikro Kecil dan Menengah) selama ini diakui berbagai pihak cukup besar dalam perekonomian nasional. Beberapa peran strategis UMKM menurut Bank Indonesia

Lebih terperinci

ririkyunita@yahoo.co.id Konsumsi Kebutuhan Inflasi Apa sih alasan berinvestasi Peningkatan Nilai Kekayaan Keinginan Ketidakpastian masa depan Penanaman uang dengan harapan : 1. Mendapat hasil, dan 2.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tantangan yang cukup berat. Kondisi perekonomian global yang kurang

BAB I PENDAHULUAN. tantangan yang cukup berat. Kondisi perekonomian global yang kurang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Secara umum perekonomian Indonesia 2005 menghadapi tantangan yang cukup berat. Kondisi perekonomian global yang kurang menguntungkan, terutama meningkatnya

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Potensi lestari perikanan laut Indonesia diperkirakan sebesar 6,4 juta ton per tahun yang tersebar di perairan wilayah Indonesia dan ZEE (Zona Ekonomi Eksklusif) dengan

Lebih terperinci

V. DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Morowali merupakan salah satu daerah otonom yang baru

V. DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Morowali merupakan salah satu daerah otonom yang baru V. DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN Geografis dan Administratif Kabupaten Morowali merupakan salah satu daerah otonom yang baru terbentuk di Provinsi Sulawesi Tengah berdasarkan Undang-Undang Nomor 51 tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang tidak

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang tidak sedikit jumlahnya di dalam pembangunan nasional. Dalam konteks pembangunan nasional maupun

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Mengkaji perilaku nelayan artisanal di Indonesia, khususnya di pantai Utara Jawa Barat penting dilakukan. Hal ini berguna untuk mengumpulkan data dasar tentang perilaku nelayan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan Data Usaha Mikro, Kecil, Menengah, dan Usaha Besar Tahun

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan Data Usaha Mikro, Kecil, Menengah, dan Usaha Besar Tahun I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) merupakan salah satu tumpuan perekonomian Indonesia. Hingga tahun 2011, tercatat sekitar 99,99 persen usaha di Indonesia adalah

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 21 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Daerah Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Palabuhanratu Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Palabuhanratu terletak di Kecamatan Palabuhanratu yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang memiliki peran penting dalam menopang perekonomian nasional. Hal ini

I. PENDAHULUAN. yang memiliki peran penting dalam menopang perekonomian nasional. Hal ini I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor perbankan sampai saat ini masih merupakan lembaga keuangan yang memiliki peran penting dalam menopang perekonomian nasional. Hal ini karena sektor perbankan merupakan

Lebih terperinci

ARAH KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KONSEP MINAPOLITAN DI INDONESIA. Oleh: Dr. Sunoto, MES

ARAH KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KONSEP MINAPOLITAN DI INDONESIA. Oleh: Dr. Sunoto, MES ARAH KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KONSEP MINAPOLITAN Potensi dan Tantangan DI INDONESIA Oleh: Dr. Sunoto, MES Potensi kelautan dan perikanan Indonesia begitu besar, apalagi saat ini potensi tersebut telah ditopang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di Indonesia. Hai ini mengingat wilayah Indonesia merupakan negara kepulauan

BAB I PENDAHULUAN. di Indonesia. Hai ini mengingat wilayah Indonesia merupakan negara kepulauan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sub sektor perikanan air laut di Indonesia memiliki potensi yang sangat besar di Indonesia. Hai ini mengingat wilayah Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jakarta sebagai ibukota negara dan pusat pemerintahan sejak abad ke- 17 telah menjadi kota Bandar, karena memiliki posisi sangat strategis secara geopolitik dan geostrategis.

Lebih terperinci

PERAN SERTA BANK INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH (UMKM) *) Oleh : Andang Setyobudi, SE **)

PERAN SERTA BANK INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH (UMKM) *) Oleh : Andang Setyobudi, SE **) PERAN SERTA BANK INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH (UMKM) *) Oleh : Andang Setyobudi, SE **) I. PENDAHULUAN Membangun ekonomi Indonesia tidak bisa dilepaskan dari peranan Pemerintah,

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 20 1.1 Latar Belakang Pembangunan kelautan dan perikanan saat ini menjadi salah satu prioritas pembangunan nasional yang diharapkan menjadi sumber pertumbuhan ekonomi Indonesia. Dengan mempertimbangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan sekaligus menjadi tumpuan sumber pendapatan sebagian besar masyarakat dalam

BAB I PENDAHULUAN. dan sekaligus menjadi tumpuan sumber pendapatan sebagian besar masyarakat dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pemerintah menyadari pemberdayaan usaha kecil menjadi sangat strategis, karena potensinya yang besar dalam menggerakkan kegiatan ekonomi masyarakat dan sekaligus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari bahasa latin credere atau credo yang berarti kepercayaan

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari bahasa latin credere atau credo yang berarti kepercayaan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan ekonomi di suatu negara sangat bergantung pada perkembangan dinamis dan kontribusi nyata dari sektor perbankan. Pasca krisis ekonomi dan moneter di Indonesia

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 13/23/PBI/2011 TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO BAGI BANK UMUM SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH

PENJELASAN ATAS PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 13/23/PBI/2011 TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO BAGI BANK UMUM SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH PENJELASAN ATAS PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 13/23/PBI/2011 TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO BAGI BANK UMUM SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH UMUM Kegiatan usaha Bank senantiasa dihadapkan pada risiko-risiko

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) memiliki peran strategi dalam pembangunan nasional. Hal ini dikarenakan sebagian besar penduduk terlibat dalam kegiatan UMKM

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki wilayah perairan yang luas, yaitu sekitar 3,1 juta km 2 wilayah perairan territorial dan 2,7 juta km 2 wilayah perairan zona ekonomi eksklusif (ZEE)

Lebih terperinci

Analisis Kebijakan Pembiayaan Sektor Pertanian

Analisis Kebijakan Pembiayaan Sektor Pertanian LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2007 Analisis Kebijakan Pembiayaan Sektor Pertanian Oleh : Sahat M. Pasaribu Bambang Sayaza Jefferson Situmorang Wahyuning K. Sejati Adi Setyanto Juni Hestina PUSAT ANALISIS

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI SUMBERDAYA PERIKANAN DI PERAIRAN PEMANGKAT KABUPATEN SAMBAS EKA SUPRIANI

KAJIAN EKONOMI SUMBERDAYA PERIKANAN DI PERAIRAN PEMANGKAT KABUPATEN SAMBAS EKA SUPRIANI KAJIAN EKONOMI SUMBERDAYA PERIKANAN DI PERAIRAN PEMANGKAT KABUPATEN SAMBAS EKA SUPRIANI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 ii PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan

Lebih terperinci

Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia

Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia Perlambatan pertumbuhan Indonesia terus berlanjut, sementara ketidakpastian lingkungan eksternal semakin membatasi ruang bagi stimulus fiskal dan moneter

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perbankan syariah telah berkembang begitu pesat di Indonesia dengan

BAB I PENDAHULUAN. Perbankan syariah telah berkembang begitu pesat di Indonesia dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perbankan syariah telah berkembang begitu pesat di Indonesia dengan bermunculan bank-bank umum syariah maupun unit usaha syariah yang dimiliki oleh bank-bank konvensional.

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Perikanan Tangkap 4.1.1 Armada Kapal Perikanan Kapal penangkapan ikan merupakan salah satu faktor pendukung utama dalam melakukan kegiatan penangkapan

Lebih terperinci

Pengembangan BADAN USAHA MILIK DESA (BUM DESA) Dalam Mendukung Poros Maritim

Pengembangan BADAN USAHA MILIK DESA (BUM DESA) Dalam Mendukung Poros Maritim Pengembangan BADAN USAHA MILIK DESA (BUM DESA) Dalam Mendukung Poros Maritim Arif Satria Disajikan pada Focus Group Discussion Mendorong BUM Desa Menjadi Kekuatan Baru Ekonomi di Desa Staf Ahli Menteri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Industri perbankan memasuki dekade 10 tahun terakhir, memperlihatkan

BAB I PENDAHULUAN. Industri perbankan memasuki dekade 10 tahun terakhir, memperlihatkan BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Industri perbankan memasuki dekade 10 tahun terakhir, memperlihatkan perkembangan yang sangat signifikan. Hal ini pada awalnya dipicu dengan terjadinya krisis moneter nasional

Lebih terperinci

KEBIJAKAN OTORITAS JASA KEUANGAN STIMULUS PERTUMBUHAN EKONOMI NASIONAL DAN PENINGKATAN SUPPLY VALUTA ASING DI SEKTOR JASA KEUANGAN 7 OKTOBER 2015

KEBIJAKAN OTORITAS JASA KEUANGAN STIMULUS PERTUMBUHAN EKONOMI NASIONAL DAN PENINGKATAN SUPPLY VALUTA ASING DI SEKTOR JASA KEUANGAN 7 OKTOBER 2015 KEBIJAKAN OTORITAS JASA KEUANGAN STIMULUS PERTUMBUHAN EKONOMI NASIONAL DAN PENINGKATAN SUPPLY VALUTA ASING DI SEKTOR JASA KEUANGAN 7 OKTOBER 2015 1. RELAKSASI KETENTUAN PERSYARATAN KEGIATAN USAHA PENITIPAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. Pada dasarnya Bank adalah lembaga keuangan yang melayani

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. Pada dasarnya Bank adalah lembaga keuangan yang melayani BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN HIPOTESIS A. Tinjauan Pustaka 1. Bank Pada dasarnya Bank adalah lembaga keuangan yang melayani kebutuhan masyarakat, baik untuk menyimapan uang, meminjam uang dan

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN PENYALURAN KREDIT MELALUI KOPERASI DENGAN POLA SWAMITRA UNTUK PENINGKATAN EKONOMI DAERAH DAN MASYARAKAT DI KOTA PEKANBARU R. MOCHTAR.

PENGEMBANGAN PENYALURAN KREDIT MELALUI KOPERASI DENGAN POLA SWAMITRA UNTUK PENINGKATAN EKONOMI DAERAH DAN MASYARAKAT DI KOTA PEKANBARU R. MOCHTAR. PENGEMBANGAN PENYALURAN KREDIT MELALUI KOPERASI DENGAN POLA SWAMITRA UNTUK PENINGKATAN EKONOMI DAERAH DAN MASYARAKAT DI KOTA PEKANBARU R. MOCHTAR. M SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalam PDB (Produk Domestik Bruto) nasional Indonesia. Kontribusi sektor

I. PENDAHULUAN. dalam PDB (Produk Domestik Bruto) nasional Indonesia. Kontribusi sektor I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor perikanan merupakan salah satu sektor andalan bagi Indonesia untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, baik dalam skala lokal, regional maupun negara, dimana sektor

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor agribisnis merupakan sektor ekonomi terbesar dan terpenting dalam perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah kemampuannya dalam menyerap

Lebih terperinci

Upaya Pemberantasan Kemiskinann Masyarakat Pesisir MEMBERI NELAYAN KAIL, BUKAN UMPANNYA

Upaya Pemberantasan Kemiskinann Masyarakat Pesisir MEMBERI NELAYAN KAIL, BUKAN UMPANNYA KABUPATEN DELI SERDANG Upaya Pemberantasan Kemiskinann Masyarakat Pesisir MEMBERI NELAYAN KAIL, BUKAN UMPANNYA Sumber: Inovasi Kabupaten di Indonesia, Seri Pendokumentasian Best Practices, BKKSI, 2008

Lebih terperinci

PELUANG EKSPOR TUNA SEGAR DARI PPI PUGER (TINJAUAN ASPEK KUALITAS DAN AKSESIBILITAS PASAR) AGUSTIN ROSS SKRIPSI

PELUANG EKSPOR TUNA SEGAR DARI PPI PUGER (TINJAUAN ASPEK KUALITAS DAN AKSESIBILITAS PASAR) AGUSTIN ROSS SKRIPSI PELUANG EKSPOR TUNA SEGAR DARI PPI PUGER (TINJAUAN ASPEK KUALITAS DAN AKSESIBILITAS PASAR) AGUSTIN ROSS SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis merupakan suatu penalaran dari peneliti yang didasarkan atas pengetahuan, teori dan dalil dalam upaya menjawab tujuan

Lebih terperinci

Strategi Pengembangan UMKM dengan Mengatasi Permasalahan UMKM Dalam Mendapatkan Kredit Usaha

Strategi Pengembangan UMKM dengan Mengatasi Permasalahan UMKM Dalam Mendapatkan Kredit Usaha Strategi Pengembangan UMKM dengan Mengatasi Permasalahan UMKM Dalam Mendapatkan Kredit Usaha Oleh : Nama : Debby Fuji Lestari NIM : 2107130015 Kelas : 2D Dosen : Ade Suherman, M.Pd PROGRAM STUDI AKUNTANSI

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Krisis moneter pada tahun 1997 yang mengguncang perekonomian Indonesia telah membawa dampak terhadap sendi-sendi kehidupan ekonomi masyarakat Indonesia (Yuli 2009). Pasca

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pesat sejak dikeluarkannya Paket Kebijakan Oktober 1988 atau yang lebih

I. PENDAHULUAN. pesat sejak dikeluarkannya Paket Kebijakan Oktober 1988 atau yang lebih I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Industri perbankan Indonesia mengalami pertumbuhan yang cukup pesat sejak dikeluarkannya Paket Kebijakan Oktober 1988 atau yang lebih dikenal dengan sebutan Pakto 1988.

Lebih terperinci

Indonesia merupakan negara kepulauan dan maritim yang. menyimpan kekayaan sumber daya alam laut yang besar dan. belum di manfaatkan secara optimal.

Indonesia merupakan negara kepulauan dan maritim yang. menyimpan kekayaan sumber daya alam laut yang besar dan. belum di manfaatkan secara optimal. A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan dan maritim yang memiliki lebih dari 17.508 pulau dan garis pantai sepanjang 81.000 km. Hal ' ini menjadikan Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Grafik 1.1 Perkembangan NFA periode 1997 s.d 2009 (sumber : International Financial Statistics, IMF, diolah)

BAB 1 PENDAHULUAN. Grafik 1.1 Perkembangan NFA periode 1997 s.d 2009 (sumber : International Financial Statistics, IMF, diolah) BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam beberapa dekade terakhir, perekonomian Indonesia telah menunjukkan integrasi yang semakin kuat dengan perekonomian global. Keterkaitan integrasi ekonomi

Lebih terperinci

KINERJA PERBANKAN 2008 (per Agustus 2008) R e f. Tabel 1 Sumber Dana Bank Umum (Rp Triliun) Keterangan Agustus 2007

KINERJA PERBANKAN 2008 (per Agustus 2008) R e f. Tabel 1 Sumber Dana Bank Umum (Rp Triliun) Keterangan Agustus 2007 KINERJA PERBANKAN (per ) R e f A. Sumber Dana Bank A.1. Dana Pihak Ketiga (DPK) merupakan sumber utama dana perbankan. Hingga total sumber dana bank umum mencapai Rp1.746,80 triliun atau naik 10,89% dibandingkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan penawaran (supply) dan permintaan (demand) dana jangka

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan penawaran (supply) dan permintaan (demand) dana jangka BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pasar modal merupakan bagian dari suatu pasar finansial karena berhubungan dengan penawaran (supply) dan permintaan (demand) dana jangka panjang. Hal ini berarti pasar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor keuangan memegang peranan yang sangat signifikan dalam memacu pertumbuhan ekonomi suatu negara. Sektor keuangan menjadi lokomotif pertumbuhan sektor riil melalui

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 11/ 25 /PBI/2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 5/8/PBI/2003 TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO BAGI BANK UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian baik untuk negara ataupun daerah. Peran penting UKM tersebut telah

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian baik untuk negara ataupun daerah. Peran penting UKM tersebut telah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Usaha Kecil dan Menengah (UKM) merupakan salah satu bagian penting dari perekonomian baik untuk negara ataupun daerah. Peran penting UKM tersebut telah mendorong banyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki fungsi intermediasi yaitu menghimpun dana dari masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN. memiliki fungsi intermediasi yaitu menghimpun dana dari masyarakat yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Menurut UU No.10 tahun 1998 : Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Perkembangan bisnis perbankan di Indonesia terus mengalami kemajuan yang sangat pesat. Bank-bank dituntut untuk menjadi lebih dinamis terhadap perubahan agar siap bersaing

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. signifikan, hal ini ditandai dengan diterbitkannya paket-paket deregulasi

BAB I PENDAHULUAN. signifikan, hal ini ditandai dengan diterbitkannya paket-paket deregulasi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Industri perbankan di Indonesia telah mengalami perkembangan yang signifikan, hal ini ditandai dengan diterbitkannya paket-paket deregulasi keuangan, moneter dan

Lebih terperinci

KINERJA PENGAWAS KAPAL PERIKANAN (STUDI KASUS DI PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA NIZAM ZACHMAN JAKARTA) AHMAD MANSUR

KINERJA PENGAWAS KAPAL PERIKANAN (STUDI KASUS DI PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA NIZAM ZACHMAN JAKARTA) AHMAD MANSUR KINERJA PENGAWAS KAPAL PERIKANAN (STUDI KASUS DI PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA NIZAM ZACHMAN JAKARTA) AHMAD MANSUR SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN MENGENAI TESIS Dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi pada saat ini. Bank berfungsi sebagai lembaga

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi pada saat ini. Bank berfungsi sebagai lembaga 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor perbankan di Indonesia memegang peranan penting dalam pembangunan ekonomi pada saat ini. Bank berfungsi sebagai lembaga intermediasi keuangan yakni sebagai

Lebih terperinci

EVALUASI POLA PENGELOLAAN TAMBAK INTI RAKYAT (TIR) YANG BERKELANJUTAN (KASUS TIR TRANSMIGRASI JAWAI KABUPATEN SAMBAS, KALIMANTAN BARAT)

EVALUASI POLA PENGELOLAAN TAMBAK INTI RAKYAT (TIR) YANG BERKELANJUTAN (KASUS TIR TRANSMIGRASI JAWAI KABUPATEN SAMBAS, KALIMANTAN BARAT) EVALUASI POLA PENGELOLAAN TAMBAK INTI RAKYAT (TIR) YANG BERKELANJUTAN (KASUS TIR TRANSMIGRASI JAWAI KABUPATEN SAMBAS, KALIMANTAN BARAT) BUDI SANTOSO C 25102021.1 SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Propinsi Sumatera Utara yang terdiri dari daerah perairan yang mengandung

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Propinsi Sumatera Utara yang terdiri dari daerah perairan yang mengandung BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Propinsi Sumatera Utara yang terdiri dari daerah perairan yang mengandung sumber daya ikan yang sangat banyak dari segi keanekaragaman jenisnya dan sangat tinggi dari

Lebih terperinci

KEMAMPUAN RASIO CAMEL DALAM MEMPREDIKSI PENGHIMPUNAN DANA MASYARAKAT : INFLASI SEBAGAI VARIABEL PEMODERASI

KEMAMPUAN RASIO CAMEL DALAM MEMPREDIKSI PENGHIMPUNAN DANA MASYARAKAT : INFLASI SEBAGAI VARIABEL PEMODERASI KEMAMPUAN RASIO CAMEL DALAM MEMPREDIKSI PENGHIMPUNAN DANA MASYARAKAT : INFLASI SEBAGAI VARIABEL PEMODERASI Tesis Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Derajad S-2 Gelar Magister Manajemen Diajukan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pada tahun Pulihnya kondisi perbankan nasional dicirikan dengan

I. PENDAHULUAN. pada tahun Pulihnya kondisi perbankan nasional dicirikan dengan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dunia perbankan saat ini mulai pulih setelah terjadinya krisis moneter pada tahun 1998. Pulihnya kondisi perbankan nasional dicirikan dengan peningkatan tingkat kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dibandingkan usaha yang tergolong besar (Wahyu Tri Nugroho,2009:4).

BAB I PENDAHULUAN. dibandingkan usaha yang tergolong besar (Wahyu Tri Nugroho,2009:4). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertengahan tahun 1997 terjadi krisis ekonomi yang menyebabkan perekonomian Indonesia terpuruk. Fenomena yang menggambarkan hal ini yaitu tingginya tingkat inflasi,

Lebih terperinci

SISTEM PEMASARAN HASIL PERIKANAN DAN KEMISKINAN NELAYAN (Studi Kasus: di PPI Muara Angke, Kota Jakarta Utara)

SISTEM PEMASARAN HASIL PERIKANAN DAN KEMISKINAN NELAYAN (Studi Kasus: di PPI Muara Angke, Kota Jakarta Utara) SISTEM PEMASARAN HASIL PERIKANAN DAN KEMISKINAN NELAYAN (Studi Kasus: di PPI Muara Angke, Kota Jakarta Utara) SKRIPSI WINDI LISTIANINGSIH PROGRAM STUDI MANAJEMEN BISNIS DAN EKONOMI PERIKANAN-KELAUTAN FAKULTAS

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 5/8/PBI/2003 TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO BAGI BANK UMUM

PENJELASAN ATAS PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 5/8/PBI/2003 TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO BAGI BANK UMUM PENJELASAN ATAS PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 5/8/PBI/2003 TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO BAGI BANK UMUM UMUM Kegiatan usaha Bank senantiasa dihadapkan pada risiko-risiko yang berkaitan erat dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sub sektor perikanan menjadi salah satu sub sektor andalan dalam

I. PENDAHULUAN. Sub sektor perikanan menjadi salah satu sub sektor andalan dalam I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sub sektor perikanan menjadi salah satu sub sektor andalan dalam perekonomian Indonesia karena beberapa alasan antara lain: (1) sumberdaya perikanan, sumberdaya perairan

Lebih terperinci

PERANAN BANK PERKREDITAN RAKYAT BINAAN TERHADAP KINERJA USAHA KECIL DI SUMATERA BARAT ZEDNITA AZRIANI

PERANAN BANK PERKREDITAN RAKYAT BINAAN TERHADAP KINERJA USAHA KECIL DI SUMATERA BARAT ZEDNITA AZRIANI PERANAN BANK PERKREDITAN RAKYAT BINAAN TERHADAP KINERJA USAHA KECIL DI SUMATERA BARAT BANK NAGARI ZEDNITA AZRIANI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 SURAT PERNYATAAN Saya menyatakan

Lebih terperinci

ANALISIS KETERKAITAN DAYA DUKUNG EKOSISTEM TERUMBU KARANG DENGAN TINGKAT KESEJAHTERAAN NELAYAN TRADISIONAL

ANALISIS KETERKAITAN DAYA DUKUNG EKOSISTEM TERUMBU KARANG DENGAN TINGKAT KESEJAHTERAAN NELAYAN TRADISIONAL ANALISIS KETERKAITAN DAYA DUKUNG EKOSISTEM TERUMBU KARANG DENGAN TINGKAT KESEJAHTERAAN NELAYAN TRADISIONAL (Studi Kasus Kelurahan Pulau Panggang, Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu, Propinsi DKI Jakarta)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembiayaan-pembiayaan yang dapat membantu masyarakat dalam

BAB I PENDAHULUAN. pembiayaan-pembiayaan yang dapat membantu masyarakat dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Salah satu kegiatan operasional perbankan syariah adalah memberikan pembiayaan-pembiayaan yang dapat membantu masyarakat dalam menjalankan kegiatan usahanya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu kunci penting dalam mencapai pertumbuhan ekonomi yang sehat adalah sinergi antara sektor moneter, fiskal dan riil. Bila ketiganya dapat disinergikan

Lebih terperinci

ANALISIS KETERKAITAN KREDIT DAN KONSUMSI RUMAH TANGGA DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT DHONA YULIANTI

ANALISIS KETERKAITAN KREDIT DAN KONSUMSI RUMAH TANGGA DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT DHONA YULIANTI ANALISIS KETERKAITAN KREDIT DAN KONSUMSI RUMAH TANGGA DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT DHONA YULIANTI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

7 SOLUSI KEBIJAKAN YANG DITERAPKAN PEMERINTAH TERKAIT SISTEM BAGI HASIL NELAYAN DAN PELELANGAN

7 SOLUSI KEBIJAKAN YANG DITERAPKAN PEMERINTAH TERKAIT SISTEM BAGI HASIL NELAYAN DAN PELELANGAN 78 7 SOLUSI KEBIJAKAN YANG DITERAPKAN PEMERINTAH TERKAIT SISTEM BAGI HASIL NELAYAN DAN PELELANGAN 7.1 Kebijakan yang diterapkan oleh pemerintah terkait sistem bagi hasil nelayan dan pelelangan Menurut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dibutuhkan terutama untuk meningkatkan profitabilitas perusahaan.

BAB I PENDAHULUAN. dibutuhkan terutama untuk meningkatkan profitabilitas perusahaan. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bank merupakan lembaga perantara yang menjembatani sektor yang kelebihan dana (surplus) dengan sektor yang kekurangan dana (minus). Dalam hal ini bank menerima simpanan

Lebih terperinci

ANALISIS KENDALA INVESTASI BAGI PENANAM MODAL UNTUK INDUSTRI PENGOLAHAN HASIL PERIKANAN ORIENTASI EKSPOR FEBRINA AULIA PRASASTI

ANALISIS KENDALA INVESTASI BAGI PENANAM MODAL UNTUK INDUSTRI PENGOLAHAN HASIL PERIKANAN ORIENTASI EKSPOR FEBRINA AULIA PRASASTI ANALISIS KENDALA INVESTASI BAGI PENANAM MODAL UNTUK INDUSTRI PENGOLAHAN HASIL PERIKANAN ORIENTASI EKSPOR FEBRINA AULIA PRASASTI PROGRAM STUDI MANAJEMEN BISNIS DAN EKONOMI PERIKANAN-KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. pangan, dimana kebutuhan protein dunia dapat dipenuhi oleh sumber daya

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. pangan, dimana kebutuhan protein dunia dapat dipenuhi oleh sumber daya I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor perikanan memiliki arti penting dalam mendukung rantai ketahanan pangan, dimana kebutuhan protein dunia dapat dipenuhi oleh sumber daya perikanan, baik dari perikanan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan sub-sektor perikanan tangkap merupakan bagian integral dari pembangunan kelautan dan perikanan yang bertujuan untuk : (1) meningkatkan kesejahteraan masyarakat

Lebih terperinci