BAB II LEMBAGA BIMBINGAN BELAJAR MELENGKAPI PENDIDIKAN FORMAL

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II LEMBAGA BIMBINGAN BELAJAR MELENGKAPI PENDIDIKAN FORMAL"

Transkripsi

1 12 BAB II LEMBAGA BIMBINGAN BELAJAR MELENGKAPI PENDIDIKAN FORMAL Bab II merupakan tinjauan pustaka. Bab ini terbagi-bagi dalam beberapa sub-bab. Dalam bab ini penulis menguraikan secara lebih terperinci buku-buku rujukan dan artikel-artikel mengenai materi-materi yang berhubungan dengan permasalahan-permasalahan dalam penelitian ini. Beberapa sub-bab tersebut diantaranya konsep dasar pendidikan nonformal, sejarah perkembangan pendidikan nonformal, dan upaya pencerdasan bangsa dan pengembangan kewirausahaan. A. Konsep Dasar Pendidikan Nonformal Untuk buku-buku rujukan yang membahas konsep-konsep dasar pendidikan luar sekolah atau nonformal yang meliputi pengertian pendidikan nonformal, tujuan dan fungsi pendidikan nonformal, ciri-ciri pendidikan nonformal, satuan/wadah kegiatan pendidikan nonformal, sifat-sifat pendidikan nonformal, syarat-syarat pendidikan nonformal, penilaian pendidikan nonformal, dan kaitan bimbingan belajar dengan pendidkan nonformal, diantaranya: Buku yang pertama berjudul Konsep Dasar Pendidikan Luar Sekolah karya S. Joesoef. Dalam buku tersebut, S. Joesoef mencoba mengajak pembaca untuk memahami konsep-konsep dasar mengenai pendidikan luar sekolah atau nonformal. Pengarang membagi bukunya menjadi beberapa bab. Salah satunya

2 13 adalah bab mengenai pendidikan luar sekolah. Dalam bab tersebut, dibahas secara definitif dan terperinci mengenai pengertian pendidikan luar sekolah atau nonformal, ciri-ciri pendidikan nonformal, dan satuan/wadah kegiatan pendidikan nonformal. Upaya ini memudahkan pembaca dan penulis untuk mengidentifikasi secara jelas mengenai apa itu pendidikan nonformal dan apa saja konsep yang berhubungan dengan pendidikan nonformal. Buku tersebut memberikan kontribusi terhadap penelitian ini yaitu dalam menjelaskan konsep dasar pendidikan nonformal. Bimbingan belajar merupakan bentuk satuan pendidikan nonformal. Pengertian dari pendidikan nonformal seperti yang dijelaskan pada Komunikasi Pembaruan Nasional Pendidikan dalam Joesoef (2004: 50), yaitu: Setiap kesempatan di mana terdapat komunikasi yang teratur dan terarah di luar sekolah dan seseorang memperoleh informasi, pengetahuan, latihan maupun bimbingan sesuai dengan usia dan kebutuhan kehidupan, dengan tujuan mengembangkan tingkat keterampilan, sikap dan nilai-nilai yang memungkinkan baginya menjadi peserta-peserta yang efisien dan efektif dalam lingkungan keluarga, pekerjaan bahkan lingkungan masyarakat dan negaranya. Bimbingan belajar juga merupakan bentuk satuan pendidikan nonformal yang memiliki beberapa ciri khusus. Ciri-ciri pendidikan nonformal seperti dijelaskan dalam Joesoef (2004: 72-73), yaitu: 1. Diselenggarakan oleh pemerintah dan atau pihak swasta. 2. Pada umumnya tidak dibagi atas jenjang. 3. Waktu penyampaian diprogram lebih pendek. 4. Usia siswa di sesuatu kursus tidak perlu sama.

3 14 5. Para siswa umumnya berorientasi studi jangka pendek, praktis, agar segera dapat menerapkan hasil pendidikannya. 6. Materi mata pelajaran pada umumnya lebih banyak bersifat praktis dan khusus. 7. Merupakan respon daripada kebutuhan khusus yang mendesak. 8. Credentials (ijazah, dan sebagainya) umumnya kurang memegang peranan penting terutama bagi penerimaan siswa. Menurut Joesoef (2004: 63), terdapat banyak satuan/wadah kegiatan pendidikan nonformal ada tiga salah satunya yaitu bimbingan belajar. Bimbingan belajar adalah suatu lembaga kegiatan belajar mengajar yang dilaksanakan dalam jangka waktu tertentu. Bimbingan belajar tetap memenuhi unsur belajar mengajar seperti warga belajar, sumber belajar, program belajar, tempat belajar, dan fasilitas belajar. Sistem pengajaran dapat berupa ceramah, diskusi, latihan, praktek, dan penugasan. Dan pada akhir kegiatan bimbingan belajar ada evaluasi untuk menentukan keberhasilan. Menurut penulis, buku yang pertama cukup informatif untuk menjelaskan mengenai konsep dasar pendidikan nonformal. Namun, pengarangnya tidak memberikan penjelasan yang definitif dan terperinci mengenai persamaan antara pendidikan luar sekolah dan pendidikan nonformal. Pengarangnya menjelaskan bahwa pendikan nonformal dan informal sama dengan pendidikan luar sekolah. Ketidakjelasan ini membuat penulis sedikit kesulitan dalam hal menentukan apakah pendidikan luar sekolah itu sama dengan pendidikan nonformal atau tidak.

4 15 Sama halnya dengan buku kedua yang berjudul Filsafat Pendidikan Nonformal karya Oong Komar. Dalam buku tersebut, Oong Komar menjelaskan secara definitif dan terperinci mengenai konsep dasar pendidikan nonformal. Pengarangnya membagi buku tersebut ke dalam tiga bagian. Salah satunya adalah bagian ketiga yang terdiri dari enam bab. Beberapa bab dari bab-bab tersebut berisi pembahasan mengenai konsep dasar pendidikan nonformal yaitu pengertian pendidikan nonformal, tujuan pokok dan fungsi pendidikan nonformal, program pendidikan nonformal, dan satuan pendidikan nonformal. Menurut Komar (2006: 216), definisi operasional Pendidikan Nonformal dalam bentuk satuan bimbingan belajar adalah usaha sadar untuk mengembangkan diri melalui kegiatan pengajaran dan pelatihan yang berlangsung di luar satuan/ jalur kegiatan pendidikan sekolah (TK, SD, SMP, SLTA dan PT), baik yang dilembagakan maupun tidak, baik peningkatan kemampuan kerja dan mengikuti kemajuan zaman. Hoxeng (1973) dan Srinivasan (1977) dalam Komar (2006: 236) mengklasifikasikan program pendidikan nonformal atas dasar pendekatan pembelajaran yang digunakan, yakni: (a) pembelajaran yang memusatkan pada bahan belajar, (b) pembelajaran yang memusatkan pada pemecahan masalah, (c) pembelajaran yang memusatkan pada perubahan keadaan masyarakat, dan (d) pembelajaran yang memusatkan pada kreativitas perencanaan dan pengembangan sumber daya manusia. Jadi, dapat penulis simpulkan bahwa bimbingan belajar merupakan satuan pendidikan nonformal yang programnya didasari atas pendekatan pembelajaran yang memusatkan pada bahan belajar.

5 16 Menurut Pasal 7, SK Mendikbud Nomor: 015a/U/1981 dalam Komar (2006: ), bimbingan belajar termasuk ke dalam rumpun kursus khusus. Berbeda dengan buku yang pertama, buku yang kedua berisi pembahasan yang lebih definitif dan terperinci karena banyak mengutip dari banyak ahli baik dari dalam maupun luar negeri serta lebih jelas dibandingkan dengan buku yang pertama karena pengarangnya menjelaskan persamaan antara konsep pendidikan luar sekolah dengan pendidikan nonformal sehingga tidak terjadi ketidakjelasan. Namun, pengarangnya tidak menjelaskan perbedaan antara pendidikan nonformal dengan pendidikan-pendidikan yang lainnya (pendidikan formal dan pendidikan informal) sehingga penulis tidak bisa memahami perbedaan pendidikan formal, pendidikan nonformal dengan pendidikan informal secara jelas. Buku yang ketiga berjudul Pedoman Pendidikan Luar Sekolah karya W. P. Napitupulu. Dalam buku tersebut, W. P. Napitupulu membahas mengenai konsep dasar pendidikan nonformal. Pengarangnya membagi bukunya ke dalam dua bab. Dalam bab yang kedua berisi pembahasan mengenai peraturan pemerintah Republik Indonesia tentang pendidikan luar sekolah atau pendidikan nonformal. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 73 Tahun 1991 tentang Pendidikan Luar sekolah (Nonformal) BAB I Pasal 1 ayat (1) dan (4) dalam Napitupulu (1992: 37): 1. Pendidikan luar sekolah adalah pendidikan luar sekolah adalah pendidikan yang diselenggarakan di luar sekolah baik dilembagakan maupun tidak.

6 17 4. Bimbingan belajar adalah satuan pendidikan luar sekolah yang terdiri atas sekumpulan warga masyarakat yang memberikan pengetahuan, keterampilan, dan sikap mental tertentu bagi warga belajar. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 73 Tahun 1991 tentang Pendidikan Luar sekolah (Nonformal) BAB II Pasal 2 dalam Napitupulu (1992: 38), penyelenggaraan bimbingan belajar sebagai satuan pendidikan nonformal bertujuan: 1. Melayani warga belajar supaya dapat tumbuh dan berkembang sedini mungkin dan sepanjang hayatnya guna meningkatkan martabat dan mutu kehidupannya; 2. Membina warga belajar agar memiliki pengetahuan, keterampilan, dan sikap mental yang diperlukan untuk mengembangkan diri, bekerja mencari nafkah atau melanjutkan ke tingkat dan / atau jenjang pendidikan yang lebih tinggi; dan 3. Memenuhi kebutuhan belajar masyarakat yang tidak dapat dipenuhi dalam jalur pendidikan sekolah Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 73 Tahun 1991 tentang Pendidikan Luar sekolah (Nonformal) BAB IX Pasal 14 ayat (1) dalam Napitupulu (1992: 41), bentuk satuan pendidikan nonformal, yaitu: 1. Bimbingan belajar diselenggarakan bagi warga belajar yang memerlukan bekal untuk mengembangkan diri, bekerja mencari nafkah dan/atau melanjutkan ke tingkat atau jenjang pendidikan yang lebih tinggi.

7 18 Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 73 Tahun 1991 tentang Pendidikan Luar sekolah (Nonformal) BAB IX Pasal 20 ayat (1) dan (2) dalam Napitupulu (1992: 43), penilaian/evaluasi dari bimbingan belajar sebagai satuan pendidikan nonformal, diantaranya: 1. Terhadap hasil belajar warga belajar dapat diadakan penilaian yang dapat dinyatakan dengan surat keterangan lulus, ijasah, atau sertifikat. 2. Terhadap satuan pendidikan yang memerlukan pengesahan dari Pemerintah diadakan penilaian. Ada hal yang menurut penulis merupakan nilai tambah dalam buku tersebut yaitu berisi tentang status hukum dari keberadaan pendidikan nonformal itu sendiri di Indonesia. Dalam buku tersebut, dinyatakan bahwa perencanaan, pendirian, dan pelaksanaan dari bimbingan belajar sebagai satuan pendidikan nonformal di Indonesia telah disahkan secara legal menurut undang-undang yakni Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun Jadi, dalam buku tersebut penulis dapat mengetahui status hukum dari bimbingan belajar. Hal ini sejalan dengan pendapat S. Joesoef dalam buku yang pertama. S. Joesoef juga mencantumkan peraturan-peraturan yang merupakan pedoman dari pendidikan nonformal yaitu berdasarkan Pembukaan dan UUD 1945, Garis-garis Besar Haluan Negara, dan Pelita, sehingga penulis dapat lebih memahami tentang status hukum dari pendidikan nonformal. Namun, menurut penulis buku yang ketiga merupakan buku yang paling tidak lengkap dan paling sedikit memberikan kontribusi untuk penelitian dibandingkan buku-buku yang lainnya karena sedikit membahas mengenai konsep dasar pendidikan nonformal.

8 19 Dalam buku yang keempat yang berjudul Pendidikan Nonformal: Wawasan, Sejarah Perkembangan, Filsafat dan Teori Pendukung, serta Asas karya Djudju Sudjana, menurut penulis merupakan buku yang paling lengkap dan paling banyak memberikan kontribusi untuk penelitian jika dibandingkan dengan buku-buku yang lainnya. Djudju Sudjana membagi bukunya ke dalam tujuh bab. Salah satu dari bab tersebut yaitu bab 1 membahas secara lebih definitif dan terperinci mengenai konsep dasar pendidikan nonformal, seperti: pengertian pendidikan nonformal, tujuan dan fungsi pendidikan nonformal, ciri-ciri pendidikan nonformal, satuan/wadah kegiatan pendidikan nonformal, sifat-sifat pendidikan nonformal, syarat-syarat pendidikan nonformal, dan lain-lain. Menurut Sudjana (2004: 22) bimbingan belajar sebagai satuan pendidikan nonformal adalah setiap kegiatan terorganisasi dan sistematis, di luar sistem persekolahan yang mapan, dilakukan secara mandiri atau merupakan bagian penting penting dari kegiatan yang lebih luas yang sengaja dilakukan untuk melayani peserta didik tertentu di dalam mencapai tujuan belajarnya. Definisi yang diusulkan oleh Coombs dan teman sekerjanya telah diterima secara umum. Mereka mendefinisikan bimbingan belajar sebagai salah satu bentuk satuan pendidikan nonformal sebagai berikut: Suatu aktivitas pendidikan yang diatur di luar sistem pendidikan formal baik yang berjalan tersendiri ataupun sebagai suatu bagian yang penting dalam aktivitas yang lebih luas yang ditujukan untuk melayani sasaran didik yang dikenal dengan tujuan-tujuan pendidikan.

9 20 Bimbingan belajar sebagai satuan pendidikan nonformal (luar sekolah) memiliki ciri-ciri tertentu yang hal ini dikemukakan oleh Sudjana (2004: 29-32) yaitu antara lain: 1. Dilihat dari tujuan, bimbingan belajar bertujuan untuk memenuhi kebutuhan belajar tertentu yang fungsional bagi kehidupan masa kini dan masa depan 2. Dilihat dari waktu, pelaksanaan bimbingan belajar relatif singkat dan tergantung dari kebutuhan warga belajar 3. Dilihat dari proses belajar mengajar, yang mana proses belajar dalam bimbingan belajar dipusatkan di lingkungan masyarakat dan lembaga serta struktur program yang sifatnya fleksibel 4. Dilihat dari isi program. Dalam hal ini kurikulum yang beragam dan berpusat pada kepentingan peserta didik dengan mengutamakan aplikasi 5. Dilihat dari pengendalian program, yang mana dilakukan oleh pelaksana program dan peserta didik Sehubungan dengan pembahasan di atas, lembaga bimbingan belajar baik Primagama, Ganesha Operation (GO), Nurul Fikri, maupun Sony Sugema College (SSC) merupakan sebuah lembaga/satuan pendidikan nonformal yang memiliki ciri-ciri sebagai berikut: (a) bertujuan untuk memenuhi kebutuhan belajar tertentu yakni meningkatkatkan prestasi dan membatu memasuki sekolah atau perguruan tinggi negeri favorit, (b) waktunya disesuaikan dengan kebutuhan (relatif singkat), (c) proses belajar mengajar dipusatkan di suatu lembaga bimbel, dan (d) kurikulum disesuaikan dengan kebutuhan peserta didik dan lebih praktis.

10 21 Menurut penulis, dalam buku yang keempat pengarangnya tidak membahas mengenai konsep-konsep dasar pendidikan nonformal tersebut secara klasifikatif sehingga penulis kesulitan dalam mengklasifikasi dan mengidentifikasi konsep-konsep tersebut. B. Sejarah Perkembangan Pendidikan Nonformal Untuk buku-buku rujukan yang membahas mengenai sejarah perkembangan pendidikan nonformal di Indonesia yang meliputi asal-usul/latar belakang pendidikan nonformal, faktor pendukung perkembangan pendidikan nonformal, dan perencanaan pendidikan nonformal diantaranya: Buku yang pertama berjudul Konsep Dasar Pendidikan Luar Sekolah karya S. Joesoef. Dalam buku tersebut, S. Joesoef mencoba mengajak pembaca untuk memahami asal-usul atau latar belakang dari pendidikan luar sekolah atau nonformal di Indonesia. Pengarang membagi bukunya menjadi beberapa bab. Salah satunya adalah bab mengenai pendidikan luar sekolah. Dalam bab tersebut, dibahas secara terperinci mengenai alasan-alasan timbulnya sistem pendidikan luar sekolah. Pengarangnya mengklasifikasi dan mengidentifikasi alasan-alasan tersebut ke dalam tiga segi yaitu: (1) Alasan dari segi faktual historis, yang meliputi kesejarahan, kebutuhan pendidikan, keterbatasan sistem persekolahan, potensi sumber belajar, dan keterlantaran pendidikan luar sekolah, (2) Alasan dari segi analitis perspektif, yang meliputi pelestarian identitas bangsa dan kecenderungan belajar individual, dan (3) Alasan dari segi formal kebijakan

11 22 yang meliputi Pembukaan dan UUD 1945, Garis-garis Besar Haluan Negara, dan Pelita. Selain itu, dalam bab berikutnya yaitu bab mengenai pendidikan informal, formal, dan nonformal, pengarangnya juga mengklasifikasi dan mengidentifikasi pendapatnya mengenai latar belakang dari pendidikan nonformal. Dalam bagian tersebut, pengarangnya membagi latar belakang pendidikan nonformal ke dalam dua sudut tinjauan yaitu peningkatan pendidikan informal dan kelengkapan pendidikan formal. Upaya ini memudahkan pembaca untuk mengklasifikasi dan mengidentifikasi secara jelas mengenai apa itu pendidikan nonformal, apa saja konsep yang berhubungan dengan pendidikan nonformal, dan bagaimana sejarah perkembangan/latar belakang pendidikan luar sekolah dan pendidikan nonformal. Dan buku tersebut memberikan kontribusi terhadap penelitian yaitu membantu penulis dalam mencari sumber mengenai sejarah perkembangan pendidikan nonformal. Menurut Joesoef (2004: 67-69), latar belakang diselenggarakannya pendidikan nonformal dapat ditinjau dari dua sudut tinjauan yaitu: 1. Peningkatan pendidikan informal Dalam masyarakat yang sudah kompleks dengan sistem pembagian kerja yang tajam, pendidikan informal kurang memberikan kepuasan pada manusia akan kebutuhan pendidikan yang harus dimiliki/diperlukan. Dan pendidikan informal yang selama ini berlangsung sudah dirasa kurang efektif dan efisien baik bagi anak didik maupun pendidikan sehingga perlu peningkatan.

12 23 2. Kelengkapan pendidikan formal Pendidikan formal mengakibatkan manusia terus menerus berada dalam setting buatan, yang bersifat modern, yang kadang-kadang membahayakan anak didik sendiri yakni menjadi golongan manusia tersendiri dalam masyarakatnya. Selain itu, pendidikan formal yang semakin terperinci menjadikan seseorang hanya menguasai bidang tertentu. Menurut penulis, buku yang pertama cukup informatif untuk menjelaskan mengenai sejarah perkembangan pendidikan luar sekolah dan nonformal. Namun, pengarangnya tidak memberikan penjelasan yang definitif dan terperinci mengenai persamaan antara pendidikan luar sekolah dan pendidikan nonformal. Pengarangnya menjelaskan bahwa pendikan nonformal dan informal sama dengan pendidikan luar sekolah. Ketidakjelasan ini membuat penulis sedikit kesulitan dalam hal menentukan apakah pendidikan luar sekolah itu sama dengan pendidikan nonformal atau tidak. Selain itu, kekurangan dari buku yang pertama yaitu tidak dicantumkannya periode dalam pembahasan mengenai sejarah pendidikan luar sekolah dan latar belakang pendidikan nonformal, sehingga penulis tidak mengetahui secara pasti kapan pertama kali pendidikan nonformal itu muncul di Indonesia. Dalam buku yang pertama juga tidak dibahas secara spesifik mengenai sejarah dan latar belakang berdirinya lembaga bimbingan belajar di Indonesia sehingga penulis kesulitan dalam meneliti dan membahas mengenai latar belakang dan peranan lembaga bimbingan belajar di Indonesia.

13 24 Sama halnya dengan buku kedua yang berjudul Filsafat Pendidikan Nonformal karya Oong Komar. Dalam buku tersebut, Oong Komar menjelaskan secara definitif dan terperinci mengenai sejarah perkembangan pendidikan nonformal di Indonesia. Pengarangnya membagi buku tersebut ke dalam tiga bagian. Salah satunya adalah bagian ketiga yang terdiri dari enam bab. Bab 14 dalam buku tersebut berisi pembahasan mengenai sejarah perkembangan pendidikan nonformal di Indonesia dari mulai masa sebelum penjajahan, masa penjajahan, masa revolusi fisik, awal kemerdekaan dan masa agresi, orde pembangunan, sampai era reformasi. Sama halnya seperti buku yang pertama, dalam buku yang kedua juga tidak dibahas secara spesifik mengenai sejarah dan latar belakang berdirinya lembaga bimbingan belajar di Indonesia sehingga penulis kesulitan dalam meneliti dan membahas mengenai latar belakang dan peranan lembaga bimbingan belajar di Indonesia. Berbeda dengan buku yang pertama, buku yang kedua berisi pembahasan yang lebih terperinci jika dibandingkan dengan buku yang pertama karena buku yang kedua membahas sejarah perkembangan pendidikan nonformal di Indonesia dari periode yang paling awal sampai periode yang paling akhir. Dalam hal ini, pengarangnya mengklasifikasi dan mengidentifikasi perkembangan pendidikan nonformal secara periodik (berdasarkan waktu/zaman). Upaya ini memudahkan pembaca dan penulis untuk mengklasifikasi dan mengidentifikasi secara jelas mengenai kapan pendidikan nonformal muncul di Indonesia dan kapan pendidikan nonformal berkembang dan berperan di Indonesia. Namun, menurut penulis buku

14 25 yang kedua memiliki kekurangan yang sama dengan buku yang pertama yaitu pengarangnya tidak membahas mengenai praktisi-praktisi pendidikan nonformal dan pengkritik-pengkritik persekolahan (pendidikan formal). Buku yang ketiga berjudul Perencanaan Pendidikan Nonformal karya M. Sardjan Kadir. Dalam buku tersebut, M. Sardjan Kadir membahas mengenai perkembangan pendidikan nonformal yang lebih difokuskan kepada pembahasan mengenai perencanaan pendidikan nonformal. Pengarangnya membagi bukunya ke dalam tiga bab. Dalam bab yang kedua berisi pembahasan secara terperinci mengenai perkembangan pendidikan nonformal yang meliputi praktisi-praktisi pendidikan nonformal, pengkritik-pengkritik persekolahan (pendidikan formal), dan pengkritik pendidikan nonformal. Menurut Kadir (1982: 97-99), selain terdapat kritik-kritik terhadap pendidikan formal (persekolahan), terdapat juga kritik-kritik terhadap pendidikan nonformal, diantaranya: 1. Aktivitas-aktivitas pendidikan nonformal biasanya bukan suatu proses untuk memberikan suatu penghargaan dan karena itu lulusannya tidak dapat bersaing secara efektif dengan lulusan pendidikan formal untuk mendapatkan suatu pekerjaan. 2. Orang-orang yang masuk program-program pendidikan nonformal secara relatif memiliki harapan yang lebih rendah daripada orang-orang yang masuk sekolah. Ada hal yang menurut penulis merupakan nilai tambah dalam buku tersebut dan tidak dibahas dalam buku-buku yang lainnya yaitu berisi tentang

15 26 kritik mengenai pendidikan nonformal itu sendiri. Hal ini membuktikan bahwa pengarang dalam buku tersebut bersifat netral. Namun, menurut penulis buku yang ketiga merupakan buku yang paling tidak lengkap dan paling sedikit memberikan kontribusi untuk penelitian jika dibandingkan dengan buku-buku yang lainnya karena dalam buku tersebut sedikit membahas mengenai sejarah perkembangan pendidikan nonformal, khususnya tidak membahas secara kronologis/periodik mengenai awal mula lahirnya pendidikan nonformal sampai pada perkembangan terakhirnya. Sama halnya seperti buku yang pertama dan buku yang kedua, dalam buku yang ketiga juga tidak dibahas secara spesifik mengenai sejarah dan latar belakang berdirinya lembaga bimbingan belajar di Indonesia sehingga penulis kesulitan dalam meneliti dan membahas mengenai latar belakang dan peranan lembaga bimbingan belajar di Indonesia. Dalam buku yang keempat yang berjudul Pendidikan Nonformal: Wawasan, Sejarah Perkembangan, Filsafat dan Teori Pendukung, serta Asas karya Djudju Sudjana, menurut penulis merupakan buku yang paling lengkap dan paling banyak memberikan kontribusi untuk penelitian jika dibandingkan dengan buku-buku yang lainnya. Djudju Sudjana membagi bukunya ke dalam tujuh bab. Salah satu dari bab tersebut yaitu bab 2 membahas secara lebih terperinci mengenai sejarah perkembangan pendidikan nonformal yang meliputi: (1) Asalusul Pendidikan Nonformal yang terdiri dari pengaruh pendidikan informal, pengaruh tradisi masyarakat, dan pengaruh agama dan (2) Faktor Pendukung Pendidikan Nonformal yang terdiri dari para praktisi di masyarakat,

16 27 berkembangnya kritik terhadap pendidikan formal, dan para perencana pendidikan untuk pembangunan. Menurut Sudjana (2004: 71-80), faktor-faktor pendukung Pendidikan Nonformal, di antaranya: 1. Sebagai pelengkap atau komplemen pendidikan sekolah. Bimbingan belajar/kursus berfungsi untuk melengkapi kemampuan peserta didik dengan memberikan pengalaman belajar yang tidak diperoleh dalam kurikulum pendidikan formal 2. Sebagai penambah atau suplemen pendidikan sekolah. Bimbingan belajar/kursus juga bertujuan untuk menyediakan kesempatan belajar dalam rangka memperdalam pemahaman dan penguasaan materi tertentu yang sudah diperoleh dalam program pendidikan 3. Sebagai pengganti atau substitusi pendidikan sekolah. Bimbingan belajar/kursus menyediakan kesempatan belajar bagi masyarakat yang dengan berbagai alasan tidak memperoleh kesempatan untuk sekolah sekalipun memasuki sekolah dasar. Dalam hal ini, lembaga-lembaga bimbingan belajar baik Primagama, Ganesha Operation (GO), Nurul Fikri, maupun Sony Sugema College (SSC) memiliki fungsi sebagai pelengkap dan penambah pendidikan formal (sekolah). Sudjana (2004: 81-97) juga menjelaskan bahwa sejumlah praktisi dan pakar pendidikan melontarkan kritik terhadap pendidikan formal, diantaranya: a. Phillip H. Coombs

17 28 Menurut Coombs, pendidikan formal memiliki empat kelemahan. Pertama, sebagai akibat pertambahan penduduk yang makin pesat maka keinginan masyarakat untuk memperoleh kesempatan pendidikan makin meningkat sehingga menyebabkan beban yang dipikul oleh pendidikan formal semakin berat. Kedua, sumber-sumber yang digunakan untuk pendidikan kurang memadai sehingga pendidikan formal mengalami hambatan untuk merespons secara tepat terhadap kebutuhan dan perkembangan masyarakat. Ketiga, kelambatan sistem pendidikan formal itu sendiri untuk menyesuaikan dengan perkembangan yang terjadi di luar pendidikan. Keempat, kelambanan masyarakat itu sendiri dalam memanfaatkan lembaga dan lulusan pendidikan formal sehingga jurang perbedaan antara jumlah dan kemampuan para lulusan dengan lapangan kerja semakin melebar. b. Ivan Illich Menurut Illich, sekolah memonopoli pendidikan dan lebih menitikberatkan produknya berupa lulusan yang hanya didasarkan atas hasil penilaian dengan menggunakan angka-angka dan ijazah. c. Paulo Freire Menurut Freire, guru cenderung bertindak sebagai penekan (guru sebagai pusat belajar) dan sekolah tidak berhasil dalam untuk mengembangkan situasi pembelajaran yang memberikan kemampuan kepada para peserta didik untuk berpikir kritis sehingga mereka dapat mengenali, menganalisis, dan memecahkan masalah yang timbul dalam dunia kehidupannya. d. Carl Rogers

18 29 Menurut Rogers, proses pembelajaran dalam pendidikan formal lebih berpusat pada guru sehingga tidak ada kebebasan peserta didik dalam mengeluarkan pendapat dan bertukar pengalaman. e. Abraham H. Maslow Menurut Maslow, kegiatan pembelajaran di sekolah cenderung tidak didasarkan atas kebutuhan peserta didik. Menurutnya, taraf kehidupan peserta didik yang terus meningkat dan disertai dengan telah berkembang kemampuan untuk mengenali kenyataan diri melalui interaksi dengan lingkungannya melalui penggunaan cara-cara baru tidak didukung sepenuhnya oleh sekolah dalam hal pemenuhan kebutuhan aktualisasi diri peserta didik. f. Jerome S. Bruner Menurut Brunner, proses pembelajaran pengetahuan akan berjalan dengan baik apabila didasarkan atas dorongan yang tumbuh dari dalam diri peserta didik, adanya kebebasan peserta didik untuk memilih dan berbuat dalam kegiatan belajar, dan tidak adanya keterikatan peserta didik oleh pengaruh ganjaran dan hukuman yang datangnya dari luar dirinya yaitu guru. g. B. F. Skinner Menurut Skinner, pada umumnya kegiatan pembelajaran yang dilakukan dalam pendidikan tidak didasarkan atas perkembangan lingkungan dan lebih didominasi oleh pendidik (guru) dan bukan oleh bahan dan cara belajar. h. Malcolm S. Knowles Menurut Knowles, pendidik tidak perlu memaksakan pendapat dan keinginannya sendiri kepada para peserta didik, melainkan ia harus lebih banyak

19 30 melimpahkan tanggung jawab pengelolaan kegiatan belajar kepada para peserta didik. Sama seperti buku yang ketiga, pengarang dalam buku yang keempat membahas pendapat-pendapat para ahli mengenai kritik mereka terhadap pendidikan formal. Namun, sama halnya seperti buku yang pertama, buku yang keempat pun pengarangnya tidak mencantumkan periode dalam pembahasan mengenai asal-usul pendidikan nonformal sehingga penulis tidak mengetahui secara pasti kapan pertama kali pendidikan nonformal itu muncul di Indonesia. Dalam buku yang pertama juga tidak dibahas secara spesifik mengenai sejarah dan latar belakang berdirinya lembaga bimbingan belajar di Indonesia sehingga penulis kesulitan dalam meneliti dan membahas mengenai latar belakang dan peranan lembaga bimbingan belajar di Indonesia. C. Upaya Pencerdasan Bangsa dan Pengembangan Kewirausahaan Untuk buku-buku yang mengkaji/membahas mengenai Upaya Pencerdasan Bangsa dan Pengembangan Kewirausahaan, diantaranya: Buku pertama yang mengemukakan tentang kewirausahaan adalah buku berjudul Kewirausahaan (1999), yang ditulis oleh Buchari Alma, dalam buku tersebut memaparkan hal sebagai berikut: Sehubungan dengan pengertian wiraswasta menurut Hisrich-Petters (1995:10) yang dikutif Buchari Alma (1999:36) adalah: entrepreneurship is the process of creating something different with value by devoting the necessary time and effort, assuming the accompanying financial, psychic, and social risks, and receiving the

20 31 resulting rewards of monetary and personal satisfaction and indefendence. Artinya kewirausahaan adalah proses menciptakan sesuatu yang lain dengan menggunakan waktu dan kegiatan disertai modal dan resiko serta menerima balas jasa dan kepuasan serta kebebasan pribadi. Sehubungan dengan konsep kewirausahaan yang berasal dari bahasa Inggris yaitu entrepreneurship, Raymond Kao (1993) mengemukakan pengertian kewirausahaan sebagai suatu proses melakukan sesuatu yang baru dan berbeda dengan tujuan menciptakan kemakmuran bagi individu dan memberikan tambahan nilai pada masyarakat. Entrepreneur sendiri yang dalam bahasa Indonesia diterjemahkan menjadi wirausaha didefinisikan sebagai orang yang menciptakan kemakmuran dan juga proses peningkatan nilai tambah melalui gagasan yang dimilikinya, serta memadukan berbagai sumber daya yang ada dan membuat gagasan menjadi kenyataan. Berdasarkan pemikiran-pemikiran yang diungkapkan diatas, penulis dapat menarik kesimpulan bahwa pada dasarnya kewirausahaan merupakan sikap mental yang senantiasa berusaha untuk memanfaatkan sesuatu, baik barang maupun situasi tertentu agar memiliki nilai manfaat yang lebih tinggi untuk meningkatkan penghasilan melalui keterampilan yang dimilikinya. Selain itu, seorang wirausaha juga harus mampu melihat suatu peluang dan memanfaatkan untuk mencapai kelangsungan hidupnya dengan cara mengkoordinasikan dan memanfaatkan keterampilan yang dimilikinya, modal dan teknologi untuk mencapai tujuan.

21 32 Seseorang yang memiliki jiwa wirausaha akan selalu berusaha untuk mengoptimalkan sumber daya yang ada dan memanfaatkan peluang dan datang untuk mengembangkan diri dalam lingkungannya. Dengan keberanian dalam mengambil resiko dan kreativitas serta kemampuan mengorganisasikan sumber daya yang dimilikinya secara tepat guna dan efisien. Berikut penulis uraikan karakteristik kewirausahaan menurut pendapat ahli sebagai gambaran karakter yang mencerminkan jiwa wirausaha yang berpotensi dalam mengembangkan diri menuju keberhasilan dalam mencapai tujuan. Karakteristik kewirausahaan menurut M. Scarborough dan Thomas W Zimmer (Suryana, 2000: 8-9) adalah: 1. Disire for responsibility: memiliki rasa taggung jawab baik dalam mengontrol sumber daya yang digunakan maupun tanggung jawab terhadap keberhasilan berwirausaha juga atas usaha-usaha yang dilakukannya. Orang yang memiliki tanggung jawab akan selalu mawas diri secara internal. 2. Preference for moderate risk: lebih memilih resiko mederat, artinya menghindari resiko yang rendah dan tinggi. Wirausaha harus balajar untuk mengelola resiko. 3. Desire for immediate feed back: menghendaki umpan balik yang segera. Ia selalu ingin mengetahui hasil dari apa yang dikerjakannya. Oleh karena itu, dalam memperbaiki kinerjanya, ia selalu memiliki kemampuan untuk menggunakan ilmu pengetahuan yang dimilikinya dan selalu belajar dari kegagalan. 4. Confidence in their ability to success: ia cenderung optimis dan memiliki keyakinan yang kuat terhadap kemampuan yang dimilikinya untuk berhasil. 5. High level energy: memiliki tingkat energi yang tinggi di atas rata-rata orang lainnya. Ia lebih suka kerja keras walaupun dalam waktu yang relatif lama. Memiliki semangat dan suka kerja keras untuk mewujudkan keinginannya demi masa depan yang lebih baik. 6. Future orientation: berorientasi pada masa depan, persfektif dan berwawasan jauh kedepan untuk tumbuh dan berkembang. 7. Skill at organizing: memilki keterampilan dalam mengorganisasikan sumber daya untuk menciptakan nilai tambah. Memiliki kemampuan untuk menggunakan pengaruh tanpa kekuatan (power), memiliki taktik mediator dan negotiator daripada dictator. 8. Value of achievement over money: selalu menilai prestasi dengan uang. Uang baginya berarti penghargaan bagi keberhasilan yang diraihnya.

22 33 Wirausahawan selalu berusaha untuk menjaga komitmennya dalam melakukan tugasnya sampai berhasil. Ia tidak setengah-setengah dalam melakukan pekerjaannya. Karena itu, ia selalu tekun, ulet, dan pantang menyerah, sebelum tujuannya tercapai. Dalam melakukan pekerjaanya tersebut, wirausaha tidak bertindak spekulatif, tetapi selalu penuh perhitungan. Ia berani mengambil resiko terhadap pekerjaanya karena sudah diperhitungkan. Oleh sebab itu wirausaha selalu berani mengambil resiko yang moderat atau resiko yang tidak tinggi maupun tidak rendah, artinya resiko yang didukung oleh komitmen yang kuat, hal ini akan menjadi pendorong untuk terus berjuang mencari peluang sampai ada hasil. Bagi penulis, buah karya Buchari Alma tersebut memberikan kontribusi yang cukup besar. Kelebihan buku tersebut yaitu selain lugas membahas pengertian wirausaha secara lengkap dan terperinci, tiap sub-bab yang terkandung di dalamnya juga dinilai memiliki korelasi yang baik antara satu sama lain, sehingga secara keseluruhan mampu memberikan gambaran dan pemahaman yang jelas bagi penulis. Buku kedua yang membahas mengenai kewirausahaan adalah buku karya Suhono Harso dengan judul Entrepreneurial Economic Development (2004). Pada dasarnya pembahasan dalam buku tersebut, hampir sama dengan apa yang dikemukakan oleh Buchari Alma, terutama mengenai pengertian kewirausahaan. Kontribusi buku Entrepreneurial Economic Development dapat membantu penulis dalam memahami kewirausahaan. Kekurangan dari Entrepreneurial Economic Development yaitu kurang terperincinya penjelasan mengenai

23 34 kewirausahaan. Hal tersebut dikarenakan buku tersebut memuat beberapa bab yang terdiri dari jurnal-jurnal penelitian, yang mana jurnal-jurnal tersebut kurang sinergis karena tidak hanya terfokus kepada aspek kewirausahaan. Dan buku ketiga yang memuat kewirausahaan yaitu karyanya Thoby Multis dengan judul Kewirausahaan yang Berproses (1995). Buku tersebut memaparkan pendapat para ahli sebagai berikut: Ahli ekonomi Adam Smith dan Jean Baptiste Say mengatakan, bahwa seorang wirausaha adalah seorang yang menyatukan faktor-faktor produksi. Pendapat tersebut kemudian dilengkapi oleh Joseph Schumpeter Ahli ekonomi Austria yang menambahkan inovasi dan pemanfaatan peluang usaha sebagai bagian dari aktivitas wirausaha. Adapun Jose Carlos Jarillo Mossi mendefinisikan, kewirausahaan sebagai seorang yang merasakan adanya peluang, mengejar peluang-peluang yang ada sesuai dengan situasi dirinya, dan percaya bahwa kesuksesan merupakan suatu hal yang bisa dicapai. Sementara itu Heru Sutojo menegaskan pendapat dari J.A. Schumpeter yang mengatakan, bahwa entrepreneur adalah orang yang bisa mengadakan kombinasi baru, di mana kombinasi itu merupakan fenomena yang fundamental bagi pembangunan ekonomi, dengan sifat-sifat entrepreneur sebagai berikut: selalu memiliki prakarsa otoritas, melihat ke masa depan, mempunyai intuisi yang kuat, mempunyai kebebasan mental, mempunyai jiwa kepemimpinan dan pemberontak sosial (social deviance). Entrepreneurship adalah sikap untuk melakukan suatu usaha karena ada suasana yang mendukung untuk merealisasikannya. Seorang entrepreneur akan

24 35 selalu berpikir untuk bertindak mencari pemecahan (looking at solution), sesuai dengan inisiatif yang muncul untuk meraih target dengan kedinamisan tertentu. Sementara itu, Mc. Clelland berpendapat bahwa entrepreneur adalah orang yang mengorganisasikan badan usaha dan berusaha untuk meningkatkan kapasitas produktifnya. Berdasarkan pemikiran-pemikiran yang diungkapkan di atas, penulis dapat menarik kesimpulan bahwa pada dasarnya para ahli telah berusaha mengidentifikasi ciri-ciri pribadi para wirausaha. Di antaranya yang paling sering diungkapakan adalah adanya kebutuhan untuk mencapai sesuatu (achievement), adanya kebutuhan akan kontrol, orientasi intuitif dan kecenderungan untuk mengambil resiko. Kelebihan sumber buku kewirausahaan yang berproses yakni mampu melengkapi pemaparan dalam buku kewirausahaan karya Buchari Alma. Dalam buku tersebut dikemukakan banyak pendapat dari para ahli, sehingga membantu penulis untuk mengetahui lebih jelas mengenai pengertian kewirausahaan. Akan tetapi meskipun buku tersebut memberikan banyak pencerahan terhadap penulis, pembahasan dalamya terlalu luas. Masih dalam buku yang sama, dikemukakan bahwa munculnya jiwa kewirausahaan sesungguhnya adalah keinginan yang kuat untuk mencapai prestasi gemilang yang dikerjakan melalui penampilan kerja yang baik. Bagi Mc. Clelland, nilai kerja yang baik khususnya dalam era pembangunan terletak pada spirit atau semangat seseorang dalam menghadapi pekerjaanya. Inilah yang oleh Mc. Clelland disebut sebagai motivasi berprestasi.

25 36 Adapun ciri pikiran dan tingkah laku yang menggambarkan adanya motif berprestasi tinggi pada seseorang adalah: 1. Menyatakan kebutuhan akan prestasi 2. Mengharapkan atau memperkirakan keberhasilan 3. Membayangkan atau memperkirakan kegagalan 4. Antisipasi hambatan luar dalam diri 5. Mengharapkan bantuan dan dorongan dari orang lain 6. Memiliki pikiran atau perasaan positif dan negatif 7. Mengaitkan atau memikirkan masa depan. (McClelland dalam Soewarsono, 1994:31). Sehubungan dengan teori tersebut, Lembaga bimbingan belajar baik Primagama, Ganesha Operation (GO), Nurul Fikri (NF), maupun Sony Sugema College (SSC) merupakan sebuah lembaga yang terbentuk dari semangat dan keinginan kuat dari setiap pendirinya/pemiliknya untuk mencapai keberhasilan melalui perencanaan yang matang. Buku yang terakhir adalah Pedoman Pendidikan Luar Sekolah karya W. P. Napitupulu (1992). Dalam bukunya dijelaskan bahwa keberadaan lembaga bimbingan belajar semakin kuat dengan hadirnya Undang-undang Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Salah satu hal yang ditekankan dalam UU Nomor 2 tahun 1989 adalah terkait dengan tanggung jawab penyelenggaraan pendidikan, yakni bahwa pada dasarnya beban penyelenggaraan pendidikan tidak saja dipikul oleh pemerintah saja, tetapi juga pada keluarga dan masyarakat (Napitupulu, 1992: 37).

26 37 Berdasarkan pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa Lembaga bimbingan belajar baik Primagama, Ganesha Operation (GO), Nurul Fikri (NF), maupun Sony Sugema College (SSC) merupakan lembaga yang ikut serta program pemerintah dalam menyelenggarakan pendidikan dengan tujuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa disamping mengembangkan kewirausahaan (entrepreneurship) mereka.

KARAKTERISTIK KEWIRAUSAHAAN. PERTEMUAN KETIGA UNIVERSITAS IGM BY. MUHAMMAD WADUD, SE., M.Si.

KARAKTERISTIK KEWIRAUSAHAAN. PERTEMUAN KETIGA UNIVERSITAS IGM BY. MUHAMMAD WADUD, SE., M.Si. KARAKTERISTIK PERTEMUAN KETIGA UNIVERSITAS IGM BY. MUHAMMAD WADUD, SE., M.Si. SUB POKOK BAHASAN MEMAHAMI KARAKTERISTIK CIRI-CIRI UMUM NILAI-NILAI HAKIKI CARA BERPIKIR KREATIF DALAM SIKAP DAN KEPRIBADIAN

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Kata kewirausahaan diambil dari kata wirausaha. Sebagian orang ada

BAB II LANDASAN TEORI. Kata kewirausahaan diambil dari kata wirausaha. Sebagian orang ada 2.1.Kewirausahaan (Entrepreneurship) BAB II LANDASAN TEORI Kata kewirausahaan diambil dari kata wirausaha. Sebagian orang ada yang menyebut wirausaha sebagai wiraswasta. Wirausaha diterjemahkan dari sebuah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Di era globalisasi sekarang ini, kebutuhan hidup setiap orang semakin

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Di era globalisasi sekarang ini, kebutuhan hidup setiap orang semakin BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di era globalisasi sekarang ini, kebutuhan hidup setiap orang semakin hari semakin meningkat, hal ini salah satu permasalahan yang membuktikan bahwa setiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. secara sepihak, dan berdampak pada meningkatknya pengangguran terdidik,

BAB I PENDAHULUAN. secara sepihak, dan berdampak pada meningkatknya pengangguran terdidik, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Krisis global telah menciptakan banyak perusahaan di Indonesia dengan sangat terpaksa telah membuat kebijakan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) secara sepihak,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Istilah entrepreneur sudah dikenal orang dalam sejarah ilmu ekonomi sebagai

TINJAUAN PUSTAKA. Istilah entrepreneur sudah dikenal orang dalam sejarah ilmu ekonomi sebagai TINJAUAN PUSTAKA Wirausaha dan Kewirausahaan Istilah entrepreneur sudah dikenal orang dalam sejarah ilmu ekonomi sebagai ilmu pengetahuan sejak tahun 1755. Cantillon memberikan peranan utama kepada konsep

Lebih terperinci

School of Communication & Business Telkom University

School of Communication & Business Telkom University MEMULAI BISNIS DENGAN ADMINISTEASI BISNIS Week-12 By: Ida Nurnida Contents Pemahaman Wirausaha & Kewirausahaan Wirausaha Sebagai Profesi Memulai Bisnis Baru Memulai Bisnis dengan Administrasi ENTREPRENEURSHIP

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. tersebut akan menimbulkan kesenangan. karena obyek tersebut menyenangkan.

BAB II KAJIAN TEORI. tersebut akan menimbulkan kesenangan. karena obyek tersebut menyenangkan. BAB II KAJIAN TEORI A. Deskripsi Teori 1. Minat a. Pengertian Minat Definisi minat menurut Suryosubroto (1988:109) adalah kecenderungan yang agak menetap dalam subyek yang merasa tertarik pada bidang tertentu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sebelum memahami perilaku kewirausahaan, terlebih dahulu harus

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sebelum memahami perilaku kewirausahaan, terlebih dahulu harus BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Perilaku Kewirausahaan Sebelum memahami perilaku kewirausahaan, terlebih dahulu harus dipahami konsep perilaku dan konsep kewirausahaan, untuk itu pada sub pokok bahasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat dan bangsa Indonesia sedang memasuki abad ke-21, era

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat dan bangsa Indonesia sedang memasuki abad ke-21, era BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masyarakat dan bangsa Indonesia sedang memasuki abad ke-21, era globalisisasi yang penuh dengan tantangan, dan persaingan yang dimana dalam mengatasi berbagai tantangannya

Lebih terperinci

Karakteristik dan Nilai-nilai Kewirausahaan MAKALAH

Karakteristik dan Nilai-nilai Kewirausahaan MAKALAH Karakteristik dan Nilai-nilai Kewirausahaan MAKALAH Untuk memenuhi tugas matakuliah Kewirausahaan dan Manajemen Inovasi Yang diampu oleh Bapak Yuniadi Mayowan, S.Sos., MAB. Nama Kelompok: 1. Giga bawa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. perlu untuk ditingkatkan dan digali sebesar-besarnya karena hal tersebut

BAB 1 PENDAHULUAN. perlu untuk ditingkatkan dan digali sebesar-besarnya karena hal tersebut 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada masa sekarang ini, kita memasuki dunia yang berkembang serba cepat sehingga memaksa setiap individu untuk dapat mengikuti perkembangan tersebut. Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sekolah atau perguruan tinggi tertentu saja. Sejalan dengan perkembangan dan

BAB I PENDAHULUAN. sekolah atau perguruan tinggi tertentu saja. Sejalan dengan perkembangan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di Indonesia, kewirausahaan dipelajari baru terbatas pada beberapa sekolah atau perguruan tinggi tertentu saja. Sejalan dengan perkembangan dan tantangan seperti

Lebih terperinci

banyak Rp 1 miliar per tahun.

banyak Rp 1 miliar per tahun. 10 II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN A. Tinjauan Pustaka 1. Pengertian Industri Kecil Menurut BPS (2013) b,klasifikasi usaha dapat didasarkan pada jumlah tenaga kerja, jika tenaga kerjanya 5

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan tonggak pembangunan sebuah bangsa. Kemajuan. dan kemunduran suatu bangsa dapat diukur melalui pendidikan yang

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan tonggak pembangunan sebuah bangsa. Kemajuan. dan kemunduran suatu bangsa dapat diukur melalui pendidikan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan tonggak pembangunan sebuah bangsa. Kemajuan dan kemunduran suatu bangsa dapat diukur melalui pendidikan yang diselenggarakan di dalamnya.

Lebih terperinci

A. JUDUL PENGABDIAN: PELATIHAN PERENCANAAN USAHA BAGI REMAJA USIA PRODUKTIF DI DUSUN SLANGGEN, TIMBULHARJO, SEWON, BANTUL, YOGYAKARTA

A. JUDUL PENGABDIAN: PELATIHAN PERENCANAAN USAHA BAGI REMAJA USIA PRODUKTIF DI DUSUN SLANGGEN, TIMBULHARJO, SEWON, BANTUL, YOGYAKARTA A. JUDUL PENGABDIAN: PELATIHAN PERENCANAAN USAHA BAGI REMAJA USIA PRODUKTIF DI DUSUN SLANGGEN, TIMBULHARJO, SEWON, BANTUL, YOGYAKARTA B. ANALISIS SITUASI Menjadi wirausaha yang handal tidaklah mudah. Tetapi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. nilai, kemampuan, dan perilaku seseorang dalam berkreasi dan berinovasi. Objek

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. nilai, kemampuan, dan perilaku seseorang dalam berkreasi dan berinovasi. Objek BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Teoritis 2.1.1 Pengetahuan Kewirausahaan Seperti telah dikemukakan, bahwa kewirausahaan mempelajari tentang nilai, kemampuan, dan perilaku seseorang dalam berkreasi dan

Lebih terperinci

Instrumen Bimbingan dan Konseling Bidang Pribadi-Sosial WAWANCARA Variabel: Kepercayaan Diri

Instrumen Bimbingan dan Konseling Bidang Pribadi-Sosial WAWANCARA Variabel: Kepercayaan Diri Instrumen Bimbingan dan Konseling Bidang Pribadi-Sosial WAWANCARA Variabel: Kepercayaan Diri A. Wawancara Wawancara menurut Purwoko (2007: 36) adalah suatu teknik pengumpulan data dengan mengajukan pertanyaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.edu

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.edu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Terbatasnya akses dan rendahnya mutu layanan pendidikan dalam hal ini pembangunan pendidikan merupakan salah satu upaya penting dalam penanggulangan kemiskinan.

Lebih terperinci

P. S., 2016 PEMANFAATAN HASIL BELAJAR PADA PELATIHAN KETERAMPILAN MEKANIK OTOMOTIF

P. S., 2016 PEMANFAATAN HASIL BELAJAR PADA PELATIHAN KETERAMPILAN MEKANIK OTOMOTIF BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan manusia setiap waktunya akan bertambah dan manusia selalu berusaha untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Kebutuhan yang berkaitan dengan upaya manusia

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. permodalan operasinya (Suryana, 2013). Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. permodalan operasinya (Suryana, 2013). Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Wirausahawan Wirausahawan adalah orang yang melakukan aktivitas wirausaha dicirikan dengan pandai atau berbakat mengenali produk baru, menentukan cara produksi baru, menyusun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kelangsungan hidup perusahaan. Orang (manusia) merupakan elemen yang selalu

BAB I PENDAHULUAN. kelangsungan hidup perusahaan. Orang (manusia) merupakan elemen yang selalu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam era globalisasi ini, perusahaan menyadari akan pentingnya sumber daya manusia. Keberhasilan suatu perusahaan ditentukan oleh sumber daya yang ada di dalamnya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gerakan Pramuka Indonesia adalah nama organisasi pendidikan nonformal yang menyelenggarakan pendidikan kepanduan yang dilaksanakan di Indonesia. Gerakan Pramuka merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Nonformal merupakan jalur pendidikan di luar pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Nonformal merupakan jalur pendidikan di luar pendidikan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan Nonformal merupakan jalur pendidikan di luar pendidikan formal untuk melayani kebutuhan pendidikan masyarakat dalam rangka meningkatkan pengetahuan,

Lebih terperinci

Sikap Mental Wirausaha (Inovatif, Kreatifitas, Motivasi, Efektif dan Efisien) Kuliah 3

Sikap Mental Wirausaha (Inovatif, Kreatifitas, Motivasi, Efektif dan Efisien) Kuliah 3 Sikap Mental Wirausaha (Inovatif, Kreatifitas, Motivasi, Efektif dan Efisien) Kuliah 3 Pengenalan Diri Instropeksi SALAH Dilazimkan Menyalahkan: Orang lain Lingkungan akibatnya Tidak percaya diri Tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perubahan yang sangat cepat di masyarakat sebagai akibat dari revolusi Public Speaking lebih menjadikan semua bidang kehidupan serba kompetitif. Percepatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Bagi masyarakat modern saat ini memperoleh pendidikan merupakan suatu

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Bagi masyarakat modern saat ini memperoleh pendidikan merupakan suatu 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bagi masyarakat modern saat ini memperoleh pendidikan merupakan suatu tuntutan yang mendasar, baik untuk mendapatkan pengetahuan ataupun dalam rangka mengembangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tuntutan masa depan pembangunan bangsa mengharapkan penduduk yang

BAB I PENDAHULUAN. Tuntutan masa depan pembangunan bangsa mengharapkan penduduk yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di Era Globalisasi dan pertumbuhan ekonomi yang cukup pesat ini, pemerintah sedang melaksanakan pembangunan di segala bidang yang pada hakekatnya bertujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial; mereka tidak dapat hidup sendiri dan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial; mereka tidak dapat hidup sendiri dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial; mereka tidak dapat hidup sendiri dan membutuhkan orang lain. Sejak manusia dilahirkan, manusia sudah membutuhkan kasih sayang,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Perancis entrepreneur, yang sudah dikenal sejak abad ke 17. Menurut Holt

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Perancis entrepreneur, yang sudah dikenal sejak abad ke 17. Menurut Holt BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Wirausaha Kata wirausaha dalam bahasa Indonesia adalah padanan kata bahasa Perancis entrepreneur, yang sudah dikenal sejak abad ke 17. Menurut Holt dalam Riyanti (2003:21),

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seperti petani, karyawan, mahasiswa, pegawai pemerintah, guru, dan lain sebagainya. Hal

BAB I PENDAHULUAN. seperti petani, karyawan, mahasiswa, pegawai pemerintah, guru, dan lain sebagainya. Hal BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jiwa Kewirausahaan (Entrepreneurship) ialah ciri-ciri atau sifat kemandirian yang dimiliki seseorang atau individu, baik itu kalangan usahawan maupun masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perwujudan diri individu terutama bagi pembangunan bangsa dan negara. Fungsi pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. perwujudan diri individu terutama bagi pembangunan bangsa dan negara. Fungsi pendidikan BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pendidikan mempunyai peran yang amat menentukan bagi perkembangan dan perwujudan diri individu terutama bagi pembangunan bangsa dan negara. Fungsi pendidikan pada umumnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkreasi serta melakukan inovasi secara optimal yaitu mewujudkan gagasangagasan

BAB I PENDAHULUAN. berkreasi serta melakukan inovasi secara optimal yaitu mewujudkan gagasangagasan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pada suatu Negara yang sedang berkembang, peran para wirausahawan tidak dapat diabaikan terutama dalam melaksanakan pembangunan. Suatu bangsa akan berkembang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada bab ini penulis memaparkan berbagai literatur-literatur yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada bab ini penulis memaparkan berbagai literatur-literatur yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini penulis memaparkan berbagai literatur-literatur yang dijadikan sebagai landasan kerangka berpikir dalam skripsi yang berjudul Industri Moci di Cikole dan Dampaknya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Individu mulai mengenal orang lain di lingkungannya selain keluarga,

BAB I PENDAHULUAN. Individu mulai mengenal orang lain di lingkungannya selain keluarga, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Individu mulai mengenal orang lain di lingkungannya selain keluarga, seiring bertambahnya usia. Saat masa kanak-kanak, individu menghabiskan sebagian besar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengangguran masih menjadi masalah serius di Indonesia karena sampai

BAB I PENDAHULUAN. Pengangguran masih menjadi masalah serius di Indonesia karena sampai BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Penelitian Pengangguran masih menjadi masalah serius di Indonesia karena sampai dengan saat ini jumlah angkatan kerja berbanding terbalik dengan kesempatan kerja yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia. Pendidikan berfungsi untuk mengembangkan dan membentuk

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia. Pendidikan berfungsi untuk mengembangkan dan membentuk 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hal yang penting dan tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Pendidikan berfungsi untuk mengembangkan dan membentuk watak serta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pihak, dan ditingkatkan melalui berbagai macam kegiatan, mulai dari

BAB I PENDAHULUAN. pihak, dan ditingkatkan melalui berbagai macam kegiatan, mulai dari 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan sektor pendidikan terus mendapat perhatian dari semua pihak, dan ditingkatkan melalui berbagai macam kegiatan, mulai dari dikeluarkannya Undang-undang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORITIS. Menurut Gibbons (2002), self directed learning adalah peningkatan

BAB II LANDASAN TEORITIS. Menurut Gibbons (2002), self directed learning adalah peningkatan BAB II LANDASAN TEORITIS A. Self Directed Learning 1. Pengertian Self Directed Learning Menurut Gibbons (2002), self directed learning adalah peningkatan pengetahuan, keahlian, prestasi, dan mengembangkan

Lebih terperinci

BAB II URAIAN TEORITIS. penelitian dengan judul Pengaruh Pengetahuan Kewirausahaan dan

BAB II URAIAN TEORITIS. penelitian dengan judul Pengaruh Pengetahuan Kewirausahaan dan BAB II URAIAN TEORITIS A. Penelitian Terdahulu Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Amelia (2009), melakukan penelitian dengan judul Pengaruh Pengetahuan Kewirausahaan dan Kemandirian Pribadi Terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mencapai suatu tujuan cita-cita luhur mencerdaskan kehidupan bangsa.

BAB I PENDAHULUAN. mencapai suatu tujuan cita-cita luhur mencerdaskan kehidupan bangsa. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan sebuah upaya yang dilakukan negara untuk mencapai suatu tujuan cita-cita luhur mencerdaskan kehidupan bangsa. Tujuan pendidikan adalah untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebuah kota besar terdiri dari beberapa multi etnis baik yang pribumi maupun

BAB I PENDAHULUAN. Sebuah kota besar terdiri dari beberapa multi etnis baik yang pribumi maupun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan terbesar di dunia dimana terletak di garis katulistiwa ujung dari Sumatera hingga Papua. Salah satu keunikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan yang kreatif, inovatif, dinamis, dan proaktif terhadap tantangan yang

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan yang kreatif, inovatif, dinamis, dan proaktif terhadap tantangan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Wirausaha (entrepreneur) yaitu sumber daya manusia yang memiliki kemampuan yang kreatif, inovatif, dinamis, dan proaktif terhadap tantangan yang ada. Sosok

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daya yang terpenting adalah manusia. Sejalan dengan tuntutan dan harapan jaman

BAB I PENDAHULUAN. daya yang terpenting adalah manusia. Sejalan dengan tuntutan dan harapan jaman 1 BAB I PENDAHULUAN 1.2 Latar Belakang Masalah Negara Indonesia bukan hanya merupakan negara yang sedang berkembang melainkan juga negara yang sedang membangun. Dalam usaha untuk membangun itu dibutuhkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kewirausahaan 2.1.1 Pengertian Kewirausahaan Menurut Zimmerer Wirausaha adalah orang yang mampu menciptakan bisnis baru, dan orang yang biasanya langsung berhadapan dengan resiko

Lebih terperinci

Modul ke: KEWIRAUSAHAAN PENDAHULUAN DAN GAMBARAN UMUM. 01Fakultas FASILKOM. Matsani, S.E, M.M. Program Studi SISTEM INFORMASI

Modul ke: KEWIRAUSAHAAN PENDAHULUAN DAN GAMBARAN UMUM. 01Fakultas FASILKOM. Matsani, S.E, M.M. Program Studi SISTEM INFORMASI Modul ke: 01Fakultas FASILKOM KEWIRAUSAHAAN PENDAHULUAN DAN GAMBARAN UMUM Matsani, S.E, M.M Program Studi SISTEM INFORMASI DISIPLIN ILMU KEWIRAUSAHAAN Menurut Thomas W. Zimmerer, Kewirausahaan adalah hasil

Lebih terperinci

MENUMBUHKAN JIWA DAN KOMPETENSI KEWIRAUSAHAAN

MENUMBUHKAN JIWA DAN KOMPETENSI KEWIRAUSAHAAN MENUMBUHKAN JIWA DAN KOMPETENSI KEWIRAUSAHAAN MAKALAH Oleh Herwan Abdul Muhyi NIP. 132310585 JURUSAN ILMU ADMINISTRASI NIAGA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS PADJADJARAN BANDUNG 2007 1.

Lebih terperinci

Paradigma umum adalah paradigma yang dimiliki oleh seorang pegawai atau pekerja. Bekerja Penghasilan Rencana Masa Depan

Paradigma umum adalah paradigma yang dimiliki oleh seorang pegawai atau pekerja. Bekerja Penghasilan Rencana Masa Depan BAB II PARADIGMA WIRAUSAHA PELAJAR SMK Pengetahuan tentang wirausaha di kalangan pelajar SMK saat ini sangat minim, hal ini disebabkan karena SMK dibuat untuk mencetak lulusan-lulusan yang siap bekerja.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah salah satu kebutuhan yang sangat penting bagi manusia.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah salah satu kebutuhan yang sangat penting bagi manusia. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah salah satu kebutuhan yang sangat penting bagi manusia. Tujuan pendidikan itu adalah untuk mengembangkan individu baik jasmani maupun rohani

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan Nasional merupakan pencerminan kehendak untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan Nasional merupakan pencerminan kehendak untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan Nasional merupakan pencerminan kehendak untuk terus menerus meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat Indonesia secara adil dan merata, serta

Lebih terperinci

Kewirausahaan I. Berisi tentang Konsepsi Dasar Kewirausahaan. Dosen : Sukarno B N, S.Kom, M.Kom. Modul ke: Fakultas Fakultas Ilmu Komputer

Kewirausahaan I. Berisi tentang Konsepsi Dasar Kewirausahaan. Dosen : Sukarno B N, S.Kom, M.Kom. Modul ke: Fakultas Fakultas Ilmu Komputer Modul ke: Kewirausahaan I Berisi tentang Konsepsi Dasar Kewirausahaan. Fakultas Fakultas Ilmu Komputer Dosen : Sukarno B N, S.Kom, M.Kom Program Studi Sistem Informasi www.mercubuana.ac.id Hakikat dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sejalan dengan Pasal 39 ayat (2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003

BAB I PENDAHULUAN. sejalan dengan Pasal 39 ayat (2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidik merupakan tenaga profesional sesuai dengan bidangnya, hal ini sejalan dengan Pasal 39 ayat (2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahwa setiap manusia berhak mendapatkan pendidikan dan diharapkan untuk selalu

BAB I PENDAHULUAN. bahwa setiap manusia berhak mendapatkan pendidikan dan diharapkan untuk selalu BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pendidikan merupakan hal yang terpenting dalam kehiduan kita, ini berarti bahwa setiap manusia berhak mendapatkan pendidikan dan diharapkan untuk selalu berkembang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kerja, dunia kerja yang semula menggunakan tenaga kerja manusia pada akhirnya

BAB I PENDAHULUAN. kerja, dunia kerja yang semula menggunakan tenaga kerja manusia pada akhirnya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Saat ini negara Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang sedang mengalami perkembangan perekonomian, yaitu dari era pertanian menuju ke era industri dan jasa.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penelitian yang terdiri dari latar belakang masalah, identifikasi masalah,

I. PENDAHULUAN. penelitian yang terdiri dari latar belakang masalah, identifikasi masalah, I. PENDAHULUAN Pada bab pendahuluan ini akan dibahas beberapa hal mengenai gambaran umum penelitian yang terdiri dari latar belakang masalah, identifikasi masalah, pembatasan masalah, rumusan masalah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dengan adanya perkembangan dunia yang semakin maju dan persaingan

BAB I PENDAHULUAN. Dengan adanya perkembangan dunia yang semakin maju dan persaingan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dengan adanya perkembangan dunia yang semakin maju dan persaingan yang terjadi semakin ketat, individu dituntut untuk memiliki tingkat pendidikan yang memadai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan setiap individu serta watak dan peradaban bangsa yang bermartabat

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan setiap individu serta watak dan peradaban bangsa yang bermartabat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Semakin maju suatu negara semakin banyak orang yang terdidik dan banyak pula orang yang menganggur. Maka semakin dirasakan pentingnya dunia usaha. Salah satu

Lebih terperinci

Latar Belakang Diselenggarakannya Pendidikan Kecakapan Hidup (Lifeskills) 1/5

Latar Belakang Diselenggarakannya Pendidikan Kecakapan Hidup (Lifeskills) 1/5 Latar Belakang Diselenggarakannya Pendidikan Kecakapan Hidup (Lifeskills) 1/5 Latar Belakang Diselenggarakannya Pendidikan Kecakapan Hidup (Lifeskills) Bagian I (dari 5 bagian) Oleh, Dadang Yunus L, S.Pd.

Lebih terperinci

Entrepreneurship and Inovation Management

Entrepreneurship and Inovation Management Modul ke: Entrepreneurship and Inovation Management KEWIRAUSAHAAN DAN KARAKTER WIRAUSAHA (ENTREPRENEUR) Fakultas Ekonomi Dr Dendi Anggi Gumilang,SE,MM Program Studi Pasca Sarjana www.mercubuana.ac.id 1.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dalam mencapai tujuan, setiap organisasi dipengaruhi oleh perilaku

I. PENDAHULUAN. Dalam mencapai tujuan, setiap organisasi dipengaruhi oleh perilaku I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam mencapai tujuan, setiap organisasi dipengaruhi oleh perilaku organisasi yang merupakan pencerminan dari perilaku dan sikap orang-orang yang terdapat dalam organisasi

Lebih terperinci

IRRA MAYASARI F

IRRA MAYASARI F HUBUNGAN ANTARA KEMATANGAN VOKASIONAL DENGAN MINAT BERWIRAUSAHA PADA MAHASISWA Skripsi Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Mencapai Derajat Sarjana S-1 Disusun oleh : IRRA MAYASARI F 100 050 133

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tingkat persaingan hidup semakin hari semakin ketat dan sulit. Banyak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tingkat persaingan hidup semakin hari semakin ketat dan sulit. Banyak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tingkat persaingan hidup semakin hari semakin ketat dan sulit. Banyak hal yang harus disiapkan dan dibekali pada diri kita sehingga tidak mengalami kesulitan dalam menjalani

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bangsa Indonesia kini sedang dihadapkan pada persoalan-persoalan kebangsaan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bangsa Indonesia kini sedang dihadapkan pada persoalan-persoalan kebangsaan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan dalam konteks pembangunan bangsa dan negara, masih mengalami permasalahan yang serius. Kunandar (2011:7), menjelaskan bahwa bangsa Indonesia kini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Salah satu tujuan pembangunan nasional negara kita adalah pembangunan di bidang pendidikan. Pendidikan nasional sebagai salah satu sistem dari supra sistem

Lebih terperinci

KEWIRAUSAHAAN DALAM PENDIDIKAN (Menggagas Peluang Bisnis Bagi Sekolah Dasar Di Era Otonomi Daerah)

KEWIRAUSAHAAN DALAM PENDIDIKAN (Menggagas Peluang Bisnis Bagi Sekolah Dasar Di Era Otonomi Daerah) KEWIRAUSAHAAN DALAM PENDIDIKAN (Menggagas Peluang Bisnis Bagi Sekolah Dasar Di Era Otonomi Daerah) Oleh: Drs. H. Johar Permana, M.A. A. TANTANGAN DAN PERMASALAHAN Pengaruh globalisasi, Harapan masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berkembangnya kompetisi antarnegara di dunia sebagai akibat. tumbuhnya era perdagangan bebas menyebabkan semakin meningkatnya

BAB I PENDAHULUAN. Berkembangnya kompetisi antarnegara di dunia sebagai akibat. tumbuhnya era perdagangan bebas menyebabkan semakin meningkatnya 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Relakang Penelitian Berkembangnya kompetisi antarnegara di dunia sebagai akibat tumbuhnya era perdagangan bebas menyebabkan semakin meningkatnya kebutuhan terhadap kualitas

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI Pengertian Enterpreneurship atau Kewirausahaan. nilai yang diperlukan untuk memulai suatu usaha (startup phase) atau

BAB II LANDASAN TEORI Pengertian Enterpreneurship atau Kewirausahaan. nilai yang diperlukan untuk memulai suatu usaha (startup phase) atau 8 BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Pengertian Enterpreneurship atau Kewirausahaan Suryana (2003) menyatakan bahwa istilah kewirausahaan dari terjemahan entrepreneurship, yang dapat diartikan sebagai the backbone

Lebih terperinci

SKRIPSI. Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Jurusan Pendidikan Akuntansi. Disusun Oleh:

SKRIPSI. Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Jurusan Pendidikan Akuntansi. Disusun Oleh: HUBUNGAN ANTARA KEMAMPUAN BERFIKIR KRITIS DAN KREATIVITAS SISWA DENGAN PRESTASI BELAJAR MATA PELAJARAN AKUNTANSI KELAS XI JURUSAN IPS SMK MUHAMMADIYAH DELANGGU TAHUN AJARAN 2009/2010 SKRIPSI Disusun Untuk

Lebih terperinci

KEWIRAUSAHAAN, ETIKA. Karakteristik Wirausaha. Dr. Achmad Jamil M.Si. Modul ke: 02Fakultas Ekonomi dan Bisnis. Program Studi Magister Akuntansi

KEWIRAUSAHAAN, ETIKA. Karakteristik Wirausaha. Dr. Achmad Jamil M.Si. Modul ke: 02Fakultas Ekonomi dan Bisnis. Program Studi Magister Akuntansi KEWIRAUSAHAAN, ETIKA dan HUKUM BISNIS Modul ke: 02Fakultas Ekonomi dan Bisnis Karakteristik Wirausaha Dr. Achmad Jamil M.Si Program Studi Magister Akuntansi Memiliki Motif Berprestasi Tinggi Seorang wirausaha

Lebih terperinci

URAIAN MATERI A. PENGERTIAN KEWIRAUSAHAAN

URAIAN MATERI A. PENGERTIAN KEWIRAUSAHAAN URAIAN MATERI A. PENGERTIAN KEWIRAUSAHAAN Menurut Geoffrey G.Meredith (dalam sukardi,2009) wirausaha adalah orang yang mempunyai kemampuan melihat dan menilai kesempatan-kesempatan usaha (bisnis), mengumpulkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. baru dapat dikatakan bermanfaat apabila dapat dikelola oleh sumber daya manusia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. baru dapat dikatakan bermanfaat apabila dapat dikelola oleh sumber daya manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keberhasilan suatu bangsa sangat ditentukan oleh sumber daya manusia yang berkualitas, bukan hanya kekayaan alam yang berlimpah. Sumber daya alam baru dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah merupakan Arus kemajuan zaman dan teknologi pada era globalisasi saat ini pendidikan selalu suatu hal yang tidak dapat dihindari. Sama halnya dalam mengalami

Lebih terperinci

BAB II URAIAN TEORITIS. Teori adalah kumpulan dari konsep, definisi, dan proposisi-proposisi yang sistematis

BAB II URAIAN TEORITIS. Teori adalah kumpulan dari konsep, definisi, dan proposisi-proposisi yang sistematis BAB II URAIAN TEORITIS 2.1 Kerangka Teori Kerangka teori merupakan kemampuan seorang peneliti dalam mengaplikasikan pola berpikirnya dalam menyusun secara sistematis teori teori yang mendukung permasalahan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 1991 TENTANG PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 1991 TENTANG PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 1991 TENTANG PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa sebagai pelaksanaan ketentuan Pasal 10 ayat (5) Undang-undang Nomor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan cara untuk memenuhi dan meningkatkan mutu

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan cara untuk memenuhi dan meningkatkan mutu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan cara untuk memenuhi dan meningkatkan mutu hidup seseorang. Pendidikan seseorang dapat meningkatkan potensi yang ada pada dirinya. Namun,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Era informasi dan globalisasi yang terjadi saat ini, menimbulkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Era informasi dan globalisasi yang terjadi saat ini, menimbulkan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Era informasi dan globalisasi yang terjadi saat ini, menimbulkan tantangan bagi bangsa Indonesia. Tantangan tersebut bukan hanya dalam menghadapi dampak tranformasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan sebuah kata yang sangat erat kaitannya dalam kehidupan sehari-hari. Kata pendidikan pun sudah tidak asing lagi di dengar oleh seluruh lapisan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan wahana untuk mencerdaskan kehidupan bangsa sebagaimana tercantum dalam UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (2003:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Nasional Pasal 26 ayat (3), yang menjelaskan bahwa pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Nasional Pasal 26 ayat (3), yang menjelaskan bahwa pendidikan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Era globalisi ini masih banyak masyarakat Indonesia yang tingkat pendidikannya masih di bawah standarisasi yang di tentukan pemerintah. Banyak alasan yang

Lebih terperinci

KONSEP DASAR KEWIRAUSAHAAN DAN PROSES KEWIRAUSAHAAN Kelompok 1: Kelas D

KONSEP DASAR KEWIRAUSAHAAN DAN PROSES KEWIRAUSAHAAN Kelompok 1: Kelas D KONSEP DASAR KEWIRAUSAHAAN DAN PROSES KEWIRAUSAHAAN Kelompok 1: Kelas D 1. Dwi Putri Esthirahayu ( 105030201111006 ) 2. Shella Ekawati L ( 105030200111015 ) 3. Rizkya Haerani ( 105030201111001 ) 4. Nela

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup dan angka harapan hidup (AHH) penduduk suatu bangsa. Pada tahun 2015 ini

BAB I PENDAHULUAN. hidup dan angka harapan hidup (AHH) penduduk suatu bangsa. Pada tahun 2015 ini BAB I PENDAHULUAN 1.1 Lingkungan Eksternal Perusahaan Salah satu indikator dari pembangunan nasional adalah peningkatan taraf hidup dan angka harapan hidup (AHH) penduduk suatu bangsa. Pada tahun 2015

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka

BAB I PENDAHULUAN. membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia memegang peranan penting dalam pembangunan suatu bangsa,

BAB I PENDAHULUAN. Manusia memegang peranan penting dalam pembangunan suatu bangsa, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia memegang peranan penting dalam pembangunan suatu bangsa, karena kunci keberhasilan pembangunan terletak pada faktor manusia itu sendiri sebagai pelaksananya.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. oleh pihak yang mengelola pelaksanaan pendidikan dalam hal ini adalah sekolah.

I. PENDAHULUAN. oleh pihak yang mengelola pelaksanaan pendidikan dalam hal ini adalah sekolah. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan sumber daya manusia berhubungan dengan upaya peningkatan disemua lembaga pendidikan. Untuk itu diperlukan upaya pengkajian semua unsur pada dunia pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan suatu wadah yang sangat penting agar warga negara Indonesia dapat

BAB I PENDAHULUAN. merupakan suatu wadah yang sangat penting agar warga negara Indonesia dapat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Madrasah Tsanawiyah selaku lembaga pendidikan formal yang bertujuan menyiapkan para peserta didik (siswa), untuk dapat menjadi anggota masyarakat yang mempunyai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pendidikan adalah salah satu kebutuhan yang penting bagi setiap bangsa.

I. PENDAHULUAN. Pendidikan adalah salah satu kebutuhan yang penting bagi setiap bangsa. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah salah satu kebutuhan yang penting bagi setiap bangsa. Pendidikan bagi kehidupan umat manusia merupakan kebutuhan mutlak yang harus dipenuhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Indonesia adalah sebuah negara yang besar dengan jumlah penduduk

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Indonesia adalah sebuah negara yang besar dengan jumlah penduduk BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Indonesia adalah sebuah negara yang besar dengan jumlah penduduk diperkirakan sebesar 231 juta jiwa pada tahun 2009 menurut perkiraan Badan Pusat Statistik Indonesia,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. perkembangan peserta didik sesuai dengan tujuan yang dicita-citakan.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. perkembangan peserta didik sesuai dengan tujuan yang dicita-citakan. BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Hakekat Guru Dalam pendidikan, Guru merupakan komponen dari perangkat sistem pendidikan yang ada di sekolah, sebagai pendidik guru membimbing dalam arti menuntun peserta didik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Lembaga pendidikan terdiri dari lembaga pendidikan formal (sekolah), non formal (kursus atau bimbingan belajar), dan lembaga informal (keluarga). Biasanya

Lebih terperinci

KEWIRAUSAHAAN PENDAHULUAN:

KEWIRAUSAHAAN PENDAHULUAN: KEWIRAUSAHAAN PENDAHULUAN: Wirausaha adalah seseorang pembuat keputusan yang membantu terbentuknya system ekonomi perusahaaan yang bebas. Karir kewirausahaan dapat mendukung kesejahteraan masyarakat, menghasilkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan yang dilakukan untuk mencapai kualitas Sumber Daya Manusia perlu disiapkan peserta didik yang mau bekerja keras, memiliki kemampuan, keterampilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Wina Desi Fitriana Witarsa, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Wina Desi Fitriana Witarsa, 2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa, masa ini merupakan masa yang amat baik untuk mengembangkan segala potensi positif

Lebih terperinci

REKONTRUKSI PENDIDIKAN KEWIRAUSAHAAN DALAM MEMBANGUN WATAK WIRAUSAHA MAHASISWA

REKONTRUKSI PENDIDIKAN KEWIRAUSAHAAN DALAM MEMBANGUN WATAK WIRAUSAHA MAHASISWA REKONTRUKSI PENDIDIKAN KEWIRAUSAHAAN DALAM MEMBANGUN WATAK WIRAUSAHA MAHASISWA Enceng Yana Abstrak Masih banyaknya lulusan pendidikan tinggi/sarjana yang belum memiliki pekerjaan merupakan hal yang sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan perubahan struktur ekonomi di dalam negeri. Menurut Undang Undang

BAB I PENDAHULUAN. dan perubahan struktur ekonomi di dalam negeri. Menurut Undang Undang A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Pendidikan merupakan faktor yang penting dalam mendukung kebutuhan sumber daya manusia yang terlatih dan terdidik, dalam menunjang perkembangan dan perubahan

Lebih terperinci

BAB 11 KAJIAN PUSTAKA. Menteri Pendidikan Nasional menerbitkan Peraturan Menteri Pendidikan

BAB 11 KAJIAN PUSTAKA. Menteri Pendidikan Nasional menerbitkan Peraturan Menteri Pendidikan BAB 11 KAJIAN PUSTAKA A. Inovasi Kepala Sekolah Menteri Pendidikan Nasional menerbitkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 13 tahun 2007, tentang Standar Kepala Sekolah/Madrasah. Bahwa untuk diangkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang begitu pesat telah menuntut kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) sehingga kita harus mempersiapkan sumber daya

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 1991 TENTANG PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH. Presiden Republik Indonesia,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 1991 TENTANG PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH. Presiden Republik Indonesia, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 1991 TENTANG PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH Presiden Republik Indonesia, Menimbang: bahwa sebagai pelaksanaan ketentuan Pasal 10 ayat (5) Undang-undang Nomor

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penelitian ini mengacu pada bagaimana motivasi berprestasi menurut

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penelitian ini mengacu pada bagaimana motivasi berprestasi menurut BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustaka Penelitian ini mengacu pada bagaimana motivasi berprestasi menurut Spence dan Helmreich yang terdiri dari mastery of needs, work orientation dan competition akan

Lebih terperinci

2016 PERAN BIMBINGAN KARIR, MOTIVASI MEMASUKI DUNIA KERJA DAN PENGALAMAN PRAKERIN TERHADAP KESIAPAN KERJA SISWA SMK

2016 PERAN BIMBINGAN KARIR, MOTIVASI MEMASUKI DUNIA KERJA DAN PENGALAMAN PRAKERIN TERHADAP KESIAPAN KERJA SISWA SMK BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah usaha sadar manusia dalam mewujudkan suasana belajar dengan melakukan proses pembelajaran didalamnya menjadikan peserta didik aktif mengembangkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. usaha berarti melakukan kegiatan usaha (bisnis). hasil yang dapat dibanggakan (Sadono Sukirno, 2004:367).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. usaha berarti melakukan kegiatan usaha (bisnis). hasil yang dapat dibanggakan (Sadono Sukirno, 2004:367). BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kewirausahaan 2.1.1 Definisi Kewirausahaan Wirausaha berasal dari kata wira yang berarti pahlawan (berani) dan usaha berarti melakukan kegiatan usaha (bisnis). Dengan demikian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Semakin maju suatu negara semakin banyak orang yang terdidik, dan masyarakat merupakan salah satu modal dasar dan sekaligus faktor dominan dalam pembangunan.

Lebih terperinci