IOT adalah industri yang memproduksi obat traditional dengan total asset diatas Rp ,- (enam ratus juta rupiah), tidak termasuk harga tanah
|
|
- Sudomo Johan Hardja
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 CPOTB
2 CPOB vs CPOTB Ruang Lingkup CPOB : Industri farmasi yang memproduksi Obat dan Bahan Baku Obat; lembaga lain yg memproduksi sediaan radiofarmaka; Instalasi farmasi RS yang melakukan proses pembuatan obat untuk keperluan pelaksanaan pelayanan kesehatan di rumah sakit yang bersangkutan CPOTB : IOT atau IKOT yang memproduksi Obat tradisional
3 IOT adalah industri yang memproduksi obat traditional dengan total asset diatas Rp ,- (enam ratus juta rupiah), tidak termasuk harga tanah dan bangunan IKOT adalah industri obat tradisional dengan total aset tidak lebih dari Rp ,- (enam ratus juta rupiah), tidak termasuk harga tanah dan bangunan
4 Aspek-Aspek Manajemen Mutu Personalia Bangunan dan Fasilitas Peralatan Sanitasi dan Higiene Produksi Pengawasan mutu CPOB Inspeksi diri dan audit mutu Penanganan keluhan terhadap produk, penarikan kembali produk dan produk kembalian Dokumentasi Pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak Kualifikasi dan validasi PERSONALIA BANGUNAN PERALATAN CPOTB SANITASI DAN HYGIENE PENGOLAHAN DAN PENGEMASAN PENGAWASAN MUTU INSPEKSI DIRI DOKUMENTASI PENANGANAN TERHADAP HASIL PENGAMATAN PRODUK DIPEREDARAN
5 PERSONALIA Penanggung jawab teknis harus seorang apoteker warga negara Indonesia Penanggung jawab teknis ikut bertanggung jawab terhadap : a. Penyiapan prosedur pembuatan dan pengawasan pelaksanaan proses pembuatan. b. Kebenaran bahan, alat dan prosedur pembuatan. c. Kebersihan pabrik. d. Keamanan dan mutu obat tradisional. CPOB : Personil Kunci mencakup kepala bagian Produksi, kepala bagian Pengawasan Mutu dan kepala bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu).
6 Bangunan a. Ruangan atau tempat administrasi; b. Ruangan atau tempat penyimpanan simplisia yang baru diterima dari pemasok; c. Tempat sortasi; d. Tempat pencucian; e. Ruangan, tempat atau alat pengeringan; f. Ruangan atau tempat penyimpanan simplisia termasuk bahan baku lainnya yang telah diluluskan; g. Tempat penimbangan; h. Ruangan pengolahan; i. Ruangan atau tempat penyimpanan produk antara dan produk ruahan; j. Ruangan atau tempat penyimpanan bahan pengemas; k. Ruangan atau tempat pengemasan; l. Ruangan atau tempat penyimpanan produk jadi termasuk karantina produk jadi; m. Laboratorium atau tempat pengujian mutu; n. Jamban / toilet; o. Ruangan atau tempat lain yang dianggap perlu.
7 Peralatan Alat/mesin pengisian serbuk harus mampu mengisikan serbuk kedalam wadah, sehingga perbedaan bobot serbuk tiap wadah terdapat bobot rata-rata 10 isi wadah tidak lebih dari 8%. Alat/mesin pengisi cairan harus mampu mengisikan cairan kedalam wadah sehingga perbedaan volume cairan setiap wadah terhadap volume rata-rata 10 isi wadah tidak lebih dari 5%. Alat/mesin pengisi salep harus mampu mengisikan masa salep kedalam wadah sehingga perbedaan bobot salep tiap wadah terhadap bobot rata-rata 10 isi wadah tidak lebih dari 5%.
8 PENYIAPAN BAHAN BAKU Pada saat penerimaan terhadap setiap kiriman bahan baku hendaklah dilakukan pemeriksaan secara organoleptik dan laboratoris Setiap bahan baku yang diterima hendaklah diberi label yang dapat memberi informasi mengenai nama daerah dan nama latin, tanggal penerimaan, dan pemasok Setiap simplisia sebelum digunakan hendaklah dilakukan sortasi dan pencucian yg tepat untuk membebaskan dari bahan asing, mikroba patogen, kapang, khamir dan pencemar lain Simplisia yang telah dicuci hendaklah dikeringkan lebih dahulu dengan cara yang tepat sehingga tidak terjadi perubahan mutu dan mencapai kadar air yang dipersyaratkan Pengeluaran simplisia yang akan diolah dilakukan oleh petugas yang ditunjuk dengan cara mendahulukan simplisia yang disimpan lebih awal (First In, First Out), atau yang mempunyai batas kadaluwarsa lebih awal (First Expired, First Out).
9 Pengolahan dan Pengemasan Pencemaran Pencemaran oleh khamir, kapang dan atau kuman nonpatogen terhadap obat tradisional meskipun sifat dan tingkatannya tidak berpengaruh langsung pada kesehatan harus dicegah sekecil mungkin sampai dengan persyaratan batas yang berlaku. Besar kecilnya pencemaran menunjukkan derajat keberhasilan CPOTB di lndustri.
10 Pengolahan dan Pengemasan NOMOR KODE PRODUKSI Sistem penandaan pada Nomor kode Produksi harus dapat memastikan diketahuinya bulan, batch yang keberapa dalam bulan tersebut serta tahun dan jumlah pembuatan pada masing-masing batch. Dengan diketahuinya asal usul produk jadi tersebut akan mempermudah tindak lanjut pengawasannya.
11 Pengawasan Mutu Meluluskan atau menolak tiap bets bahan baku, produk antara, produk ruahan dan produk jadi serta hal yang telah ditentukan, sekurang-kurangnya berdasarkan pengujian secara kualitatif. Menyediakan baku pembanding, sesuai persyaratan yang terdapat pada prosedur pengujian yang berlaku dan menyimpan baku pembanding ini pada kondisi yang tepat. Khusus untuk bahan baku segar sekurang-kurangnya menyimpan diskripsi dari bahan yang bersangkutan
12 Pengawasan Mutu Produk jadi yang berada dalam industri maupun di peredaran secara berkala harus dipantau. Pengamatan produk diperedaran = program pengujian stabilitas on going pada CPOB Periode pemeriksaan: 0, 3, 6, 9, 12, 18, 24, 36 bulan atau sampai dengan masa daluwarsa tercapai Kondisi penyimpanan : suhu 30±2 /RH 75±5%
13 INSPEKSI DIRI Tujuan inspeksi diri adalah untuk melakukan penilaian apakah seluruh aspek pengolahan, pengemasan dan pengendalian mutu selalu memenuhi CPOTB. Program inspeksi diri hendaklah dirancang untuk mengevaluasi pelaksanaan CPOTB dan untuk menetapkan tindak lanjut. Inspeksi diri dapat dilakukan bagian demi bagian sesuai dengan kebutuhan industri yang bersangkutan. Inspeksi diri yang menyeluruh dilakukan sekurangkurangnya sekali dalam setahun.
14 DOKUMENTASI Dokumentasi pembuatan produk merupakan bagian dari sistem informasi manajemen yang meliputi spesifikasi, label/etiket, prosedur, metoda dan instruksi, catatan dan laporan serta jenis dokumentasi lain yang diperlukan dalam perencanaan, pelaksanaan, pengendalian serta evaluasi seluruh rangkaian kegiatan pembuatan produk. Dokumentasi sangat penting untuk memastikan bahwa setiap petugas mendapat instruksi secara rinci dan jelas mengenai bidang tugas yang harus dilaksanakannya, sehingga memperkecil risiko terjadinya salah tafsir dan kekeliruan yang biasanya timbul karena hanya mengandalkan komunikasi lisan.
15 PEMBUATAN DAN ANALISIS BERDASARKAN KONTRAK Bab ini meliputi tanggung jawab industri obat tradisional terhadap Badan POM dalam hal pemberian izin edar dan pembuatan obat. Hal ini tidak dimaksudkan untuk memengaruhi tanggung jawab legal dari Penerima Kontrak dan Pemberi Kontrak terhadap konsumen.
16 PENANGANAN TERHADAP HASIL PENGAMATAN PRODUK DIPEREDARAN 1. Keluhan dan laporan masyarakat yang menyangkut keamanan mutu dan hal-hal lain yang merugikan masalah harus diperiksa dan evaluasi serta ditindaklanjuti. 2. Obat tradisional yang terbukti menimbulkan efek samping yang merugikan atau mutu dan keamanannya tidak memadai lagi harus ditarik dari peredaran dan dimusnahkan
17 CARA PENYIMPANAN DAN PENGIRIMAN OBAT TRADISIONAL YANG BAIK Tujuan : untuk membantu dalam menjamin mutu dan integritas produk selama proses penyimpanan dan pengiriman produk Kode praktik dan prosedur disiplin hendaklah diterapkan untuk mencegah dan menangani situasi di mana personil yang terlibat dalam penyimpanan dan pengiriman produk diduga atau terbukti terlibat di dalam penyalahgunaan dan/atau pencurian Jika dilakukan transaksi secara elektronis, hendaklah tersedia sistem yang memadai dan prosedur yang jelas untuk menjamin ketertelusuran dan kepastian mutu produk Obat tradisional hendaklah ditangani dan disimpan dengan cara yang sesuai untuk mencegah kontaminasi, kecampurbauran dan kontaminasi silang. Hendaklah dilakukan rekonsiliasi stok secara periodik dengan membandingkan jumlah persediaan (stok) sebenarnya dengan yang tercatat
18 Kendaraan dan wadah Kendaraan dan peralatan yang digunakan untuk mengangkut, menyimpan atau menangani produk hendaklah sesuai dengan penggunaannya dan diperlengkapi dengan tepat untuk mencegah pemaparan produk terhadap kondisi yang dapat memengaruhi stabilitas produk dan keutuhan kemasan, serta mencegah semua jenis kontaminasi. Label wadah pengiriman tidak perlu mencantumkan deskripsi lengkap mengenai identitas isinya (untuk menghalangi pencurian), namun hendaklah tetap mencantumkan informasi yang memadai mengenai kondisi penanganan dan penyimpanan serta tindakan yang diperlukan untuk menjamin penanganan yang tepat.
19 Pengiriman Pengiriman dan pengangkutan produk hendaklah dimulai hanya setelah menerima pesanan resmi atau rencana penggantian produk yang resmi dan didokumentasikan Hendaklah dibuat catatan pengiriman produk dan minimal meliputi informasi berikut: a) tanggal pengiriman; b) nama dan alamat perusahaan pengangkutan; c) nama, alamat dan status penerima; d) deskripsi produk, meliputi nama dan bentuk sediaan; e) jumlah produk, misal jumlah wadah dan jumlah produk per wadah; f) nomor bets dan tanggal daluwarsa; g) kondisi pengangkutan dan penyimpanan yang ditetapkan; dan h) nomor yang unik untuk order pengiriman.
20 Keluhan Semua keluhan dan informasi lain tentang kemungkinan kerusakan dan kemungkinan pemalsuan obat tradisional hendaklah dikaji dengan seksama sesuai dengan prosedur tertulis mengenai tindakan yang perlu dilakukan, termasuk tindakan penarikan kembali produk jika diperlukan.
21 PENANGANAN KELUHAN TERHADAP PRODUK, PENARIKAN KEMBALI PRODUK DAN PRODUK KEMBALIAN Laporan dan keluhan mengenai produk dapat disebabkan oleh: a) keluhan mengenai mutu yang berupa kerusakan fisis, kimiawi atau biologis dari produk atau kemasannya; b) keluhan atau laporan karena reaksi yang merugikan seperti alergi, toksisitas, reaksi fatal atau reaksi hampir fatal dan reaksi medis lain.
22 SK Menkes No:1147/D/SK/IV/81 berdasarkan Surat Kepala Kantor Wilayah Departemen Kesehatan Daerah lstimewa Yogyakarta No / Kanwil/ BPOM/1040/1979 tanggal 1 Nopember 1979 perihal kecurigaan side effect Kapsul Super Heporin. Melarang produksi dan distribusi obat tradisional yang digunakan sebagai pelancar haid dan sejenisnya yang berisi simplisia Angelicae sinensis Radix dan/atau Ligustici Rhizoma
23 Setelah melakukan penyelidikan dan evaluasi terhadap laporan dan keluhan mengenai suatu produk hendaklah dilakukan tindak lanjut. Tindak lanjut ini mencakup: a) tindakan korektif yang diperlukan; b) penarikan kembali satu bets atau seluruh produk jadi yang bersangkutan; dan c) tindakan lain yang tepat. Perhatian khusus hendaklah diberikan dalam menetapkan keluhan yang disebabkan oleh pemalsuan
24
25
26 Pelaksanaan Penarikan Kembali a) Tindakan penarikan kembali produk hendaklah dilakukan segera setelah diketahui ada produk yang cacat mutu atau diterima laporan mengenai reaksi yang merugikan ; b) Hendaklah dicegah pemakaian produk berisiko tinggi terhadap kesehatan dengan cara embargo, dilanjutkan dengan penarikan kembali segera. Penarikan kembali hendaklah menjangkau sampai tingkat konsumen; c) Sistem dokumentasi penarikan kembali produk di industri obat tradisional hendaklah menjamin bahwa embargo dan penarikan kembali dilaksanakan secara cepat, efektif dan tuntas; dan d) Pedoman dan prosedur penarikan kembali produk hendaklah dibuat untuk memungkinkan embargo dan penarikan kembali dilakukan dengan cepat dan efektif dari seluruh mata rantai distribusi. e) Hasil pelaksanaan penarikan kembali serta tindak lanjutnya hendaklah dilaporkan kepada Badan POM.
27 Produk kembalian Berdasarkan hasil evaluasi, produk kembalian dapat dikategorikan sebagai berikut: a) produk kembalian yang masih memenuhi spesifikasi dan karena itu dapat dikembalikan ke dalam persediaan; b) produk kembalian yang dapat diproses ulang; dan c) produk kembalian yang tidak memenuhi spesifikasi dan tidak dapat diproses ulang.
28 Izin Usaha IOT
29 Usaha lndustri Obat Tradisional wajib memenuhi persyaratan sebagai berikut: a. Dilakukan oleh Badan Hukum berbentuk Perseroan Terbatas (IOT)atau Koperasi (IOT/IKOT) atau perorangan WNI (IKOT) b. Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak; c. lndustri Obat Tradisional harus didirikan di tempat yang bebas pencemaran dan tidak mencemari lingkungan. d. Usaha lndustri Obat Tradisional harus mempekerjakan secara tetap sekurang-kurangnya seorang Apoteker warganegara Indonesia sebagai penanggung jawab teknis e. lndustri Obat Tradisional dan lndustri Kecil Obat Tradisional wajib mengikuti Pedoman Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB) dinyatakan dengan sertifikat CPOTB yang dikeluarkan oleh pejabat setempat yang berwenang
30 Pengecualian terhadap Industri Kecil Obat Tradisional yang hanya memproduksi obat Tradisional berupa rajangan, pilis, tapel dan parem; usaha jamu racikan; usaha jamu gendong tidak harus memiliki apoteker
31 lzin usaha lndustri Obat Tradisional atau lndustri Kecil Obat Tradisional berlaku untuk seterusnya selama lndustri Obat Tradisional atau lndustri Kecil Obat Tradisional yang bersangkutan berproduksi.
32 ALUR PERMOHONAN PERSETUJUAN PRINSIP INDUSTRI OBAT TRADISIONAL Form TRAD-5(setuju); TRAD-6(Tolak) 12 Hari kerja FormTRAD-2 (IKOT), tembusan ke dirjen POM 12 Hari kerja Form TRAD-3(setuju); TRAD-4(Tolak) Form TRAD-1(IOT)
33
34 Pengajuan permohonan Persetujuan Prinsip untuk pendirian Industri Obat Tradisional disampaikan kepada Direktur Jenderal dengan mempergunakan contoh formulir TRAD-1 atau formulir TRAD-2 untuk IKOT Dalam waktu 12 (dua belas) hari kerja setelah permohonan diterima secara lengkap, Direktur Jenderal mengeluarkan Persetujuan Prinsip dengan menggunakan contoh formulir TRAD-3 atau menolaknya dengan mempergunakan contoh formulir TRAD-4 Dalam waktu 12 (dua belas) hari kerja setelah permohonan diterima secara lengkap, Kepala Kantor Wilayah mengeluarkan Persetujuan Prinsip dengan mempergunakan contoh formulir TRAD-5 atau menolaknya dengan mempergunakan contoh formulir TRAD-6 dengan tembusan kepada Direktur Jenderal. Persetujuan Prinsip berlaku selama-lamanya dalam waktu 3 (tiga) tahun
35 Dalam hal tertentu yang berkaitan dengan pembangunan proyek, pemohon dapat mengajukan permohonan perpanjangan Persetujuan Prinsip lndustri Obat Tradisional atau lndustri Kecil Obat Tradisional dengan menyebutkan alasannya dengan mempergunakan contoh formulir TRAD-7 atau contoh formulir TRAD-8. Atas permohonan yang dimaksud dalam ayat (2) Direktur Jenderal atau Kepala Kantor Wilayah dapat memperpanjang Persetujuan Prinsip lndustri Obat Tradisional atau lndustri Kecil Obat Tradisional untuk selama-lamanya 1 (satu) tahun dengan menggunakan contoh formulir TRAD-9 atau TRAD-10. Setelah memperoleh Persetujuan Prinsip, pemohon wajib menyampaikan informasi kemajuan pembangunan proyeknya setiap 1 (satu) tahun sekali kepada Direktur Jenderal bagi lndustri Obat Tradisional dengan mempergunakan contoh formulir TRAD-11.
36 ALUR PERMOHONAN IZIN INDUSTRI OBAT TRADISIONAL 14 hari kerja 7 hari kerja 14 hari kerja
37 Permohonan lzin Usaha lot diajukan oleh pemohon kepada Direktur Jenderal dengan tembusan kepada Kepala Kantor Wilayah dengan mempergunakan contoh formulir TRAD- 12; TRAD-13 (IKOT) Selambat-lambatnya 7 hari kerja seiak menerima tembusan permohonan untuk lot atau permohonan untuk lkot Kepala Kantor Wilayah atau Pejabat yang ditunjuknya harus telah menugaskan Kepala Balai untuk melakukan pemeriksaan setempat terhadap kesiapan lot atau lkot untuk berproduksi, dg mempergunakan contoh formulir TRAD- 14 Selambat-lambatnya 14 hari kerja setelah diterimanya penugasan dari Kepala Kantor Wiiayah, Kepala Balai wajib melaporkan hasil pemeriksaan yang dimaksud kepada Kepala Kantor Wilayah dengan mempergunakan contoh formulir TRAD-15 Selambat-lambatnya 7 hari kerja setelah menerima hasil pemeriksaan kesiapan IOT dari Kepala Balai, Kepala Kantor Wilayah wajib melaporkannya kepada Direktur Jenderal dengan mempergunakan contoh formulirtrad-16 Apabila tidak dilaksanakan pemeriksaan,pemohon untuk lot yang bersangkutan dapat membuat surat pernyataan siap berproduksi kepada Direktur Jenderal dengan tembusan kepada Kepala Kantor Wilayah setempat dan untuk lkot yang bersangkutan dapat membuat surat pernyataan siap berproduksi kepada Kepala Kantor Wilayah setempat dengan mempergunakan contoh formulir TRAD-17 atau TRAD-18. Dalam jangka waktu 14 hari kerja setelah menerima laporan Kepala Kantor Wilayah,Direktur Jenderal mengeluarkan, menunda atau menolak permohonan lzin Usaha lot dengan mempergunakan contoh formulir TRAD-19, TRAD-20 atau TRAD-21. Dalam jangka waktu 14 hari kerja setelah menerima hasil pemeriksaan, Kepala Kantor Wilayah mengeluarkan, menunda atau menolak permohonan lzin Usaha lkot dengan mempergunakan contoh formulir TRAD-22, TRAD-23 atau TRAD-24
38 Penolakan izin : apabila ternyata lokasi industri tidak sesuai dengan yang tercantum dalam Persetujuan Prinsip Penundaan izin : apabila ada persyaratan yang belum dipenuhi diberi kesempatan untuk melengkapi selambat-lambatnya 6 bulan sejak diterimanya surat penundaan
39 Laporan berkala lot atau lkot wajib menyampaikan informasi industri secara berkala mengenai kegiatan usahanya : a. Sekali dalam 6 (enam) bulan meliputi jumlah dan nilai produksi masing-masing produk yang dihasilkan dengan mempergunakan contoh formulir TRAD-25. b. Sekali dalam 1 (satu) tahun meliputi jenis, bentuk, jumlah dan nilai produksi masing-masing produk yang dihasilkan, pemasaran produk yang dihasilkan baik untuk dalam negeri maupun ekspor, penyerapan tenaga kerja, energi dan air, penggunaan bahan baku atau bahan tambahan, kegiatan pengendalian pencemaran dan masalah yang dihadapi dengan mempergunakan contoh formulir TRAD-26
40 Pencabutan Izin Izin Usaha Industri Obat Tradisional akan dicabut jika : a. Industri atau usaha pindah lokasi tanpa persetujuan pemberi izin b. Industri atau usaha dipindahtangankan tanpa persetujuan pemberi izin c. Tidak menyampaikan informasi usaha industri atau dengan sengaja menyampaikan informasi usaha industri yang tidak benar 3 (tiga) kali berturut-turut d. Tidak melakukan kegiatan produksi selama 2 (dua) tahun berturut-turut
41 Pendaftaran OT
42 Persyaratan Untuk pendaftaran Obat Tradisional harus memenuhi persyaratan: a. Secara empirik terbukti aman dan bermanfaat untuk digunakan manusia; b. Bahan obat tradisional dan proses produksi yang digunakan memenuhi persyaratan yang ditetapkan; c. Tidak mengandung bahan kimia sintetik atau hasil isolasi yang berkhasiat sebagai obat; d. Tidak mengandung bahan yang tergolong obat keras atau narkotika. Pendaftaran Obat Tradisional yang dimaksud diberikan kepada lndustri Obat Tradisional atau lndustri Kecil Obat Tradisional yang telah mendapatkan lzin Usaha Pendaftaran Obat Tradisional tidak dipungut biaya pendaftaran
43 Selambat-lambatnya 6 (enam) bulan terhitung sejak permohonan diterima, Direktur Jenderal menetapkan: a. Persetujuan Pendaftaran, dengan mempergunakan contoh formulir TRAD-38 atau; b. Penolakan Pendaftaran, dengan mempergunakan contoh formulir TRAD-39 atau; c. Penundaan Pendaftaran dengan permintaan untuk melengkapi data, dengan mempergunakan contoh formulir TRAD-40. Pemohon wajib menyerahkan kelengkapan data dalam waktu selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan, terhitung sejak tanggal surat permintaan untuk melengkapi data, dengan mempergunakan contoh formulir TRAD-41. Obat Tradisional yang telah disetujui permohonan pendaftarannya diberi nomor pendaftaran. Nomor pendaftaran yang dimaksud harus dicantumkan dengan cara dicetak pada wadah etiket, pembungkus dan brosur Industri Obat Tradisional dan lndustri Kecil Obat Tradisional setiap tahun wajib menyampaikan informasi tentang obat tradisional yang telah disetujui permohonan pendaftarannya dan masih diproduksi kepada Direktur Jenderal, dengan mempergunakan contoh formulir TRAD-43
44 Wadah, etiket, dan brosur Penandaan yang tercantum pada pembungkus, wadah, etiket dan atau brosur harus berisi informasi tentang : a. Nama obat tradisional atau nama dagang; b. Komposisi; c. Bobot, isi atau jumlah obat tiap wadah; d. Dosis pemakaian; e. Khasiat atau kegunaan; g Kontra indikasi (bila ada); h. Kedaluwarsa; i. Nomor pendaftaran; j. Nomor kode produksi; k. Nama industri atau alamat sekurang-kurangaya nama kota dan kata INDONESIA"; l. Untuk Obat Tradisional Lisensi harus dicantumkan juga nama dan alamat industri pemberi lisensi; sesuai dengan yang disetujui pada pendaftaran
45 Pembatalan Pendaftaran Obat Tradisional yang dimaksud dalam pasal 3 dibatalkan apabila terjadi salah satu dari hal-hal berikut: a. Obat Tradisional yang bersangkutan tidak lagi memenuhi persyaratan edar; b. Penandaan Obat Tradisional yang bersangkutan menyimpang dari yang disetujui; c. Melanggar ketentuan Pasal 40 : mengandung bahan lain yang tidak tercantum dalam komposisi sebagaimana yang dilaporkan dalam permohonan pendaftaran; d. Selama 2 (dua) tahun berturut -turut lot atau lkot tidak menyampaikan informasi ttg OT yg diproduksi; e. Atas permintaan perusahaan yang bersangkutan. Pembatalan persetujuan pendaftaran mempergunakan contoh formulir TRAD-44
MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
PERATURAN MENTERI KESEHATAN Nomor: 246/Menkes/Per/V/1990 TENTANG IZIN USAHA INDUSTRI OBAT TRADISIONAL DAN PENDAFTARAN OBAT TRADISIONAL MENTERI KESEHATAN Menimbang : a. bahwa untuk melindungi masyarakat
Lebih terperinciMENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN NOMOR: 659/MENKES/SK/X/1991 TENTANG CARA PEMBUATAN OBAT TRADISIONAL YANG BAIK MENTERI KESEHATAN Menimbang : a. bahwa untuk membuat obat tradisional yang memenuhi persyaratan
Lebih terperinciMENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 246/MENKES/PER/V/1990 TENTANG IZIN USAHA INDUSTRI OBAT TRADISIONAL DAN PENDAFTARAN OBAT TRADISIONAL MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA Menimbang :
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 tentang Ketentuan dan Tata cara Pelaksanaan Pemberian Izin Usaha
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. (CPOB). Hal ini didasarkan oleh Keputusan Menteri Kesehatan RI.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA Industri farmasi diwajibkan menerapkan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). Hal ini didasarkan oleh Keputusan Menteri Kesehatan RI. No.43/MENKES/SK/II/1988 tentang CPOB dan Keputusan
Lebih terperinciPERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : HK TENTANG
PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR : HK.00.05.41.1384 TENTANG KRITERIA DAN TATA LAKSANA PENDAFTARAN OBAT TRADISIONAL, OBAT HERBAL TERSTANDAR DAN FITOFARMAKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Obat Jadi dan Industri Bahan Baku Obat. Definisi dari obat jadi yaitu
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Industri Farmasi 1. Pengertian Industri Farmasi Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan No. 245/MenKes/SK/V/1990 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Pemberian Izin
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi menurut SK Menkes No. 245/Menkes/SK/V/1990 adalah
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi Industri farmasi menurut SK Menkes No. 245/Menkes/SK/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. Industri obat jadi adalah industri yang
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Industri Farmasi. Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor. 245/Menkes/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. Industri
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi menurut SK Menkes No. 245/Menkes/SK/V/1990
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri farmasi menurut SK Menkes No. 245/Menkes/SK/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. Industri
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Industri Farmasi Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.245 /Menkes/VI/1990, industri farmasi adalah industri obat jadi dan industri
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi adalah badan usaha yang
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi adalah badan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi adalah badan
Lebih terperinci2. KETENTUAN UMUM Obat tradisional Bahan awal Bahan baku Simplisia
1. PNGERTIAN CPOTB Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB) meliputi seluruh aspek yang menyangkut pembuatan obat tradisional, Tujuan untuk menjamin agar produk yang dihasilkan senantiasa memenuhi
Lebih terperinciBERITA NEGARA. KEMENTERIAN KESEHATAN. Industri. Usaha Obat. Tradisional. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA REPUBLIK INDONESIA
No.225, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Industri. Usaha Obat. Tradisional. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 006 TAHUN 2012 TENTANG INDUSTRI
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri obat jadi dan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pilihan alternatif solusi kesehatan masyarakat. Oleh karena harga obat tradisional
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini, penggunaan obat tradisional dan obat yang berasal dari bahan alami semakin marak di masyarakat. Obat tradisional dan obat bahan alam menjadi pilihan alternatif
Lebih terperinciKEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN DAN KEHUTANAN NOMOR: 453/Kpts/TN.260/9/2000 TENTANG OBAT ALAMI UNTUK HEWAN MENTERI PERTANIAN DAN KEHUTANAN,
KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN DAN KEHUTANAN NOMOR: 453/Kpts/TN.260/9/2000 TENTANG OBAT ALAMI UNTUK HEWAN MENTERI PERTANIAN DAN KEHUTANAN, Menimbang : a. bahwa untuk melindungi hewan dan masyarakat yang mengkonsumsi
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 006 TAHUN 2012 TENTANG INDUSTRI DAN USAHA OBAT TRADISIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 006 TAHUN 2012 TENTANG INDUSTRI DAN USAHA OBAT TRADISIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat (Lafi Ditkesad)
BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI 2.1 Perkembangan Lafi Ditkesad Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat (Lafi Ditkesad) merupakan lembaga yang telah ada sejak zaman penjajahan Belanda.
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM. Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik
BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Industri Farmasi Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat.
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM. Universitas Sumatera Utara
BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Industri Farmasi Industri farmasi adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. Industri farmasi sebagai industri penghasil obat, dituntut untuk dapat menghasilkan obat
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri obat jadi dan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri
Lebih terperinciIndustri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor. 245/Menkes/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Industri Farmasi. Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor. 245/Menkes/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. Industri
Lebih terperinciNo Kode DAR2/Profesional/582/010/2018 PENDALAMAN MATERI FARMASI MODUL 010: CARA DISTRIBUSI OBAT YANG BAIK. Dr. NURKHASANAH, M.Si., Apt.
No Kode DAR2/Profesional/582/010/2018 PENDALAMAN MATERI FARMASI MODUL 010: CARA DISTRIBUSI OBAT YANG BAIK Dr. NURKHASANAH, M.Si., Apt. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Kementerian Riset, Teknologi
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Industri Farmasi Industri farmasi adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. Industri farmasi sebagai industri penghasil obat, dituntut untuk dapat menghasilkan
Lebih terperinciCPOB. (Cara Pembuatan Obat yang Baik)
CPOB { (Cara Pembuatan Obat yang Baik) CPOB (Cara Pembuatan Obat Yang Baik) 2006 atau GMP (Good Manufacturing Practices) 2006 adalah suatu pedoman pembuatan obat berdasarkan berbagai ketentuan dalam CPOB
Lebih terperinciOleh : Bambang Priyambodo
Oleh : Bambang Priyambodo SISTEMATIKA CPOB: 2012 merupakan penyempurnaan dari CPOB: 2006, mencakup revisi terhadap : Pedoman CPOB: 2006 Suplemen I Pedoman CPOB: 2006 tahun 2009 Aneks 8 : Cara Pembuatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Obat merupakan komoditi utama yang digunakan manusia untuk
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Obat merupakan komoditi utama yang digunakan manusia untuk menunjang kesehatannya. Semua orang rela mengeluarkan uangnya untuk mendapatkan kesehatan, bahkan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat.
Lebih terperinciTugas Individu Farmasi Industri. Uraian Tugas Kepala Bagian Produksi, Pengawasan Mutu dan Pemastian Mutu
Tugas Individu Farmasi Industri Uraian Tugas Kepala Bagian Produksi, Pengawasan Mutu dan Pemastian Mutu Disusun Oleh : Eka Wahyu Lestari 14340004 Dosen : Drs. Kosasih, M.Sc., Apt. Program Profesi Apoteker
Lebih terperinciKEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK
KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.00.05.23.3644 TE N TA N G KETENTUAN POKOK PENGAWASAN SUPLEMEN MAKANAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA,
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1799/MENKES/PER/XII/2010 TENTANG INDUSTRI FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR 1799/MENKES/PER/XII/2010 TENTANG INDUSTRI FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN, Menimbang : a. bahwa pengaturan tentang Industri Farmasi yang komprehensif
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri Farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri Farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1799/Menkes/Per/XII/2010 adalah badan usaha yang memiliki izin
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri obat jadi dan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 007 TAHUN 2012 TENTANG REGISTRASI OBAT TRADISIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 007 TAHUN 2012 TENTANG REGISTRASI OBAT TRADISIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI. 1799/Menkes/Per/XII/2010 adalah badan usaha yang memiliki izin dari menteri
BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri Farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1799/Menkes/Per/XII/2010 adalah badan usaha yang memiliki
Lebih terperinciKEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 965/MENKES/SK/XI/1992 TENTANG
KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN NOMOR : 965/MENKES/SK/XI/1992 TENTANG CARA PRODUKSI KOSMETIKA YANG BAIK MENTERI KESEHATAN, Menimbang : a. bahwa langkah utama untuk menjamin keamanan kosmetika adalah penerapan
Lebih terperinciPEDOMAN CARA PEMBUATAN OBAT TRADISIONAL YANG BAIK
Lampiran Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan RI Nomor :HK.00.05.4.1380 PEDOMAN CARA PEMBUATAN OBAT TRADISIONAL YANG BAIK 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Obat tradisional merupakan produk
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
No.226,2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 007 TAHUN 2012 TENTANG REGISTRASI OBAT TRADISIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. (BUMN) dibentuk sebagai Perusahaan Perseroan pada tanggal 16 Agustus
BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI 2.1 Tinjauan PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. 2.1.1 Sejarah Perusahaan. PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dibentuk sebagai Perusahaan
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1189/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG PRODUKSI ALAT KESEHATAN DAN PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA
PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1189/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG PRODUKSI ALAT KESEHATAN DAN PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN
Lebih terperinciPEDAGANG BESAR FARMASI. OLEH REZQI HANDAYANI, M.P.H., Apt
PEDAGANG BESAR FARMASI OLEH REZQI HANDAYANI, M.P.H., Apt Obat / Bahan Obat Ketersediaan Keterjangkauan Konsumen Aman Mutu Berkhasiat PBF LAIN PBF: Obat BBF INDUSTRI FARMASI 2 DASAR HUKUM Undangundang UU
Lebih terperinciUNIVERSITAS INDONESIA
UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT ASTRAZENECA INDONESIA CIKARANG SITE JALAN TEKNO RAYA BLOK B1A B1B, CIKARANG, BEKASI JAWA BARAT PERIODE 6 JANUARI 21 FEBRUARI 2014 LAPORAN
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. Belanda, pada tahun 1958 pemerintah melebur sejumlah perusahaan farmasi
BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI 2.1 Sejarah PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Sejalan dengan kebijakan nasionalisasi bekas perusahaan-perusahaan Belanda, pada tahun 1958 pemerintah melebur sejumlah
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM PT. COMBIPHAR. bawah pengelolaan Drs. Handoko Prayogo, Apt. Berawal dari industri rumah
BAB II TINJAUAN UMUM PT. COMBIPHAR 2.1 Sejarah Perkembangan PT. Combiphar PT. Combiphar didirikan pada tahun 1971 di Jl. Sukabumi 61 Bandung, di bawah pengelolaan Drs. Handoko Prayogo, Apt. Berawal dari
Lebih terperinciM E M U T U S K A N : Menetapkan : PERATURAN MENTERI KESEHATAN TENTANG PEREDARAN OBAT TRADISIONAL IMPOR BAB I KETENTUAN UMUM.
PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1297/MENKES/PER/XI/1998 TENTANG PEREDARAN OBAT TRADISIONAL IMPOR MENTERI KESEHATAN REBUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa dalam rangka melindungi masyarakat
Lebih terperinciIndonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan
Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI. 1799/Menkes/Per/XII/2010 adalah badan usaha yang memiliki izin dari menteri
BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri Farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1799/Menkes/Per/XII/2010 adalah badan usaha yang memiliki
Lebih terperinciKETENTUAN UMUM. Pasal 1
Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1998 tentang Pengamanan Sediaan Farmasi
Lebih terperinciPERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : HK TENTANG TATA LAKSANA PENDAFTARAN SUPLEMEN MAKANAN
PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR : HK.00.05.41.1381 TENTANG TATA LAKSANA PENDAFTARAN SUPLEMEN MAKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN, Menimbang
Lebih terperinciMENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR : 918/MENKES/PER/X/1993 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI MENTERI KESEHATAN
PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR : 918/MENKES/PER/X/1993 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI MENTERI KESEHATAN Menimbang : a. Mengingat b. 1. 2. 3. 4. bahwa persyaratan tentang pedagang besar farmasi seperti
Lebih terperinciBADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.03.1.34.11.12.7542 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN TEKNIS CARA DISTRIBUSI OBAT
Lebih terperinciPEDOMAN TEKNIS CARA DISTRIBUSI OBAT YANG BAIK
7 LAMPIRAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.03.1.34.11.12.7542 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN TEKNIS CARA DISTRIBUSI OBAT YANG BAIK PEDOMAN TEKNIS CARA DISTRIBUSI
Lebih terperinciPerencanaan. Pengadaan. Penggunaan. Dukungan Manajemen
Perencanaan Penggunaan Pengadaan Dukungan Manajemen Distribusi Penyimpanan Menjamin tersedianya obat dgn mutu yang baik, tersebar secara merata dan teratur, sehingga mudah diperoleh pada tempat dan waktu
Lebih terperinciBADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.03.1.34.11.12.7542 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN TEKNIS CARA DISTRIBUSI OBAT
Lebih terperinciViddy A R. II Selasa, 5 September 2017
INDUSTRI No. Tanggal Topik/Pokok Bahasan Substansi materi Dosen I Selasa, 29 Agustus 2017 Pendahuluan -Ruang lingkup industri farmasi -Pemenuhan CPOB -Jenis-jenis industri farmasi -Ciri-ciri industri farmasi
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM PT. COMBIPHAR. PT. Combiphar didirikan pada tahun 1971 di Jl. Sukabumi no. 61,
BAB II TINJAUAN UMUM PT. COMBIPHAR 2.1 Sejarah Perkembangan PT. Combiphar PT. Combiphar didirikan pada tahun 1971 di Jl. Sukabumi no. 61, Bandung di bawah pengelolaan Drs. Handoko Prayogo, Apt. Berawal
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK
Lebih terperinciKEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK TENTANG KOSMETIK
KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR HK.00.05.4.1745 TENTANG KOSMETIK Menimbang : a. bahwa penggunaan kosmetik pada saat ini sudah merupakan suatu kebutuhan bagi masyarakat; b. bahwa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan kebutuhan terpenting bagi manusia sehingga
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan kebutuhan terpenting bagi manusia sehingga berbagai usaha dilakukan untuk memperoleh tubuh yang sehat. Mulai dari melakukan olah raga, hidup secara
Lebih terperinciB. Tujuan Tujuan Qualiy Assurance adalah untuk memastikan bahwa obat dihasilkan dengan mutu yang sesuai dengan tujuan pemakaiannya.
PEMASTIAN MUTU (QUALITY ASSURANCE/QA) A. Pendahuluan Industri farmasi bertujuan untuk menghasilkan obat yang harus memenuhi persyaratan khasiat (efficacy), keamanan (safety) dan mutu (quality). Berdasarkan
Lebih terperinciBADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA
PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR HK.04.1.33.12.11.09938 TAHUN 2011 TENTANG KRITERIA DAN TATA CARA PENARIKAN OBAT YANG TIDAK MEMENUHI STANDAR DAN/ATAU PERSYARATAN DENGAN RAHMAT TUHAN
Lebih terperinci1 Pendaftaran Akun Perusahaan. 2 Pendaftaran OT Low Risk. 3 Pendaftaran Ulang OT & SK 4 E-Trecking System Pendaftaran Baru dan Variasi OT & SK
1 2 Aplikasi sistem E-Registrasi yang telah berlaku di Subdit Penilaian Obat Tradisional dan Suplemen Kesehatan yaitu: 1 Pendaftaran Akun Perusahaan 2 Pendaftaran OT Low Risk 3 Pendaftaran Ulang OT & SK
Lebih terperinciKATA PENGANTAR QUALITY CONTROL
KATA PENGANTAR Assalamu alaikum, wr, wb, Segala Puji senantiasa kami panjatkan kehadirat Allah SWT beserta junjungan kita Nabi Besar Muhammad Rasulullah S.A.W yang telah melimpahkan rahmat, berkah, dan
Lebih terperinciProduksi di Industri Farmasi
Produksi di Industri Farmasi PRODUKSI istilah terkait Pembuatan Seluruh rangkaian kegiatan dalam menghasilkan suatu obat, meliputi produksi dan pengawasan mutu, mulai dari pengadaan bahan awal dan bahan
Lebih terperinciPERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK TAHUN 2011 TENTANG PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN
PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR HK.03.1.5.12.11.09955 TAHUN 2011 TENTANG PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN, Menimbang
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Obat Jadi dan Industri Bahan Baku Obat. Definisi dari obat jadi yaitu
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Industri Farmasi 1. Pengertian Industri Farmasi Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan No. 245/MenKes/SK/V/1990 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Pemberian Izin
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciMASUKAN KAMI TERIMA PALING LAMBAT TANGGAL 18 OKTOBER 2017
MASUKAN KAMI TERIMA PALING LAMBAT TANGGAL 18 OKTOBER 2017 RANCANGAN 28 SEPTEMBER 2017 PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2017 TENTANG PENGAWASAN PRODUKSI DAN
Lebih terperinciPERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN
BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 284/MENKES/PER/III/2007 TENTANG APOTEK RAKYAT MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 284/MENKES/PER/III/2007 TENTANG APOTEK RAKYAT MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan dan memperluas akses
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43/Permentan/SR.140/8/2011 TENTANG SYARAT DAN TATA CARA PENDAFTARAN PUPUK AN-ORGANIK
PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43/Permentan/SR.140/8/2011 TENTANG SYARAT DAN TATA CARA PENDAFTARAN PUPUK AN-ORGANIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA,
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK N0M0R 382/MENKES/PER/VI/ 1989 TENTANG PENDAFTARAN MAKANAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA N0M0R 382/MENKES/PER/VI/ 1989 TENTANG PENDAFTARAN MAKANAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : Mengingat : a. b. c. 1. 2. 3. bahwa pendaftaran
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1010/MENKES/PER/XI/2008 TENTANG REGISTRASI OBAT
PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1010/MENKES/PER/XI/2008 TENTANG REGISTRASI OBAT Menimbang : a. bahwa dalam rangka melindungi masyarakat dari peredaran obat yang tidak memenuhi persyaratan,
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1190/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG IZIN EDAR ALAT KESEHATAN DAN PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA
PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1190/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG IZIN EDAR ALAT KESEHATAN DAN PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN
Lebih terperinci2016, No Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 93
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.2154, 2016 KEMEN-KP. Sertifikat Kelayakan Pengolahan. Penerbitan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72/PERMEN-KP/2016 TENTANG
Lebih terperinciCara Distribusi Obat yang Baik (CDOB)
Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB) BPOM dalam mengawal obat Visi : Obat dan makanan terjamin aman,bermutu dan berkhasiat. Misi: Melindungi masyarakat dari obat dan makanan yang beresiko terhadap kesehatan.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Telah dirumuskan dalam UU RI No. 36 tahun 2009 tentang kesehatan, yang menyatakan bahwa kesehatan adalah suatu keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual maupun
Lebih terperinciUNIVERSITAS INDONESIA
UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. SYDNA FARMA JL. RC. VETERAN NO. 89 BINTARO, JAKARTA SELATAN PERIODE 1 APRIL 3 JUNI 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER KARTIKA
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri Farmasi adalah badan usaha yang memiliki izin dari Menteri
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian industri farmasi Industri Farmasi adalah badan usaha yang memiliki izin dari Menteri Kesehatan untuk melakukan kegiatan pembuatan obat atau
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
No.1249, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Sel Punca. Klinis. Laboratorium. Penyelenggaraan. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN
Lebih terperinciGUBERNUR GORONTALO PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG
GUBERNUR GORONTALO PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN INDUSTRI RUMAH TANGGA PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR GORONTALO, Menimbang Mengingat
Lebih terperinciPERATURAN BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR 27 TAHUN 2017 TENTANG PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR 27 TAHUN 2017 TENTANG PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Industri Farmasi. Perizinan. Penyelenggaraan.
No.721, 2010 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Industri Farmasi. Perizinan. Penyelenggaraan. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1799/MENKES/PER/XII/2010 TENTANG
Lebih terperinciMENTERI KESEHATAN NOMOR : 918/MENKES/PER/X/1993 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI
KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN Nomor : 1191/MENKES/SK/IX/2002 T E N T A N G PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR : 918/MENKES/PER/X/1993 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI MENTERI KESEHATAN Menimbang
Lebih terperinciPEDOMAN PENYIAPAN DOKUMEN INDUK INDUSTRI FARMASI DAN INDUSTRI OBAT TRADISIONAL PENDAHULUAN
7 2012, No.294 LAMPIRAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.04.1.33.02.12.0883 TAHUN 2012 TENTANG DOKUMEN INDUK INDUSTRI FARMASI DAN INDUSTRI OBAT TRADISIONAL PEDOMAN
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1191/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG PENYALURAN ALAT KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1191/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG PENYALURAN ALAT KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciFormulir 1 PERMOHONAN PERSETUJUAN PRINSIP INDUSTRI OBAT TRADISIONAL/INDUSTRI EKSTRAK BAHAN ALAM Nomor Lampiran Permohonan Persetujuan Prinsip Industri Obat Tradisional/Industri Ekstrak Bahan Alam Yang
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI Menimbang: DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a.
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a.
Lebih terperinciUNIVERSITAS INDONESIA
UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. MOLEX AYUS JL. RAYA SERANG KM 11,5 CIKUPA TANGERANG PERIODE 6 FEBRUARI 30 MARET 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER AGATHA DWI
Lebih terperinciPERATURAN BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR... TAHUN... TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN OBAT-OBAT TERTENTU YANG SERING DISALAHGUNAKAN
Masukan dapat kami terima selambat-lambatnya tanggal 12 Februari 2018 dan diperpanjang sampai dengan 19 Februari 2018 melalui email: 1. wasnapza@yahoo.co.id 2. wasnapza@gmail.com PERATURAN BADAN PENGAWAS
Lebih terperinci2015, No.74 2 Peredaran, Penyimpanan, Pemusnahan, dan Pelaporan Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 T
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.74, 2015 KEMENKES. Narkotika. Psikotropika. Prekursor Farmasi. Pelaporan. Pemusnahan. Penyimpanan. Peredaran. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a.
Lebih terperinciPERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG KRITERIA DAN TATA CARA PENARIKAN DAN PEMUSNAHAN KOSMETIKA
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1175/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG IZIN PRODUKSI KOSMETIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1175/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG IZIN PRODUKSI KOSMETIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciMENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 760/MENKES/ PER/ lx/1992 TENTANG FITOFARMAKA
MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 760/MENKES/ PER/ lx/1992 TENTANG FITOFARMAKA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. Bahwa dalam rangka
Lebih terperinciMenimbang : Mengingat :
KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.00.5.1.2569 TENTANG KRITERIA DAN TATA LAKSANA PENILAIAN PRODUK PANGAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN, Menimbang : Mengingat
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PERTANIAN. Tata Cara. Syarat. Pendaftaran Pakan. Pencabutan.
No.93, 2009 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PERTANIAN. Tata Cara. Syarat. Pendaftaran Pakan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 19/Permentan/OT.140/4/2009 TENTANG SYARAT DAN TATA
Lebih terperinci