STUDI KONSEP EKOLOGIS AREA PERMUKIMAN KAWASAN PARIWISATA PANTAI 1 Objek Studi : Dusun Ngentak, Poncosari, Srandakan, Bantul

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "STUDI KONSEP EKOLOGIS AREA PERMUKIMAN KAWASAN PARIWISATA PANTAI 1 Objek Studi : Dusun Ngentak, Poncosari, Srandakan, Bantul"

Transkripsi

1 STUDI KONSEP EKOLOGIS AREA PERMUKIMAN KAWASAN PARIWISATA PANTAI 1 Objek Studi : Dusun Ngentak, Poncosari, Srandakan, Bantul Tommy Novendra 2 ABSTRAKSI Kerusakan lingkungan dan perubahan iklim saat ini menjadi isu penting di berbagai sektor termasuk sektor pariwisata. Penanggulangan kondisi ini telah dimulai pemerintah dengan menitikberatkan kegiatan pariwisata yang berbasis konsep ekologis. Konsep ekologis dibidang wisata mengedepankan pengolahan rencana ruang dan pengelolahan sumberdaya manusia yang didasarkan kearifan lokal. Realisasi konsep ekologis dapat terwujud melalui peran pelaku utama kegiatan pariwisata yaitu penduduk lokal. Konsep ekologis dapat diterapkan pada penduduk lokal melalui lingkungan terdasar yaitu area permukiman, dengan demikian konsep ekologis dapat terwujud disektor lainnya termasuk pariwisata. Dusun Ngentak Pocosari merupakan dusun yang terletak di pesisir selatan Yogyakarta dan berbatasan langsung dengan pantai Baru sebagai area pariwisata. Letak geografis dusun Ngentak yang berada didalam area pariwisata menyebabkan aktifitas utama yang dilkukan masyarakat setempat selalu berkaitan dengan kegiatan wisata.penelitian ini bertujuan mengetahui konsep ekologis yang perlu diterapkan dipermukiman dusun Ngentak dengan menaganalisa kondisi fisik dan masyarakat lokal sebelumnya. Analisa penerapan konsep ekologis di permukiman dusun Ngentak menggunakan metodeobservasi yang melibatkan elemen-elemen masyarakat yang berasal dari setiap kelompok kegiatan. Setiap rencana kegiatan masyarakat permukiman dusun Ngentak tidak terlepas dari aparatur dusun sebagai penggerak gagasan termasuk konsep ekologis. Kata Kunci : Pariwisata, konsep ekologis, pendudu lokal, pantai baru, permukiman dusun Ngentak PENDAHULUAN Yogyakarta disamping dikenal sebagai sebutan kota perjuangan, pusat kebudayaan dan pusat pendidikan juga dikenal dengan kekayaan potensi pesona alam dan budayanya sampai sekarang dan masih tetap merupakan daerah tujuan wisata yang terkenaldi Indonesia dan Mancanegara 3. Jumlah wisatawan yang mengunjungi Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta selama 2012 meningkat 46,80 persen dibanding Pada 2011 jumlah wisman sebanyak orang, dan pada 2012 mencapai orang. Sedangkan jumlah wisatawan nusantara selama 2011 sebanyak 1.607,694 orang dan pada 2012 sebanyak orang, atau meningkat 46,80 persen. Pada saat terjadi kegiatan wisata secara masal maka dapat menyebabkan kerusakan lingkungan jika tidak menggunakan perencanaan yang berkesinambungan. Kerusakan lingkungan dan kearifan lokal menjadi isu utama pada banyak area termasuk sektor wisata sehingga memunculkan tema perencanaan eco-tourism 4 atau area wisata yang berkelanjutan. Berdasarkan IES (International Ecotourism Society), ecotourism memiliki beberapa prinsip yang seharusnya 1 Tulisan ini merupakan hasil penelitian dalam sebuah Tesis tahun Mahasiswa Pascasarjana Magister Teknik Arsitektur, Universitas Atma Jaya Yogyakarta Ecotourism is responsible travel to natural areas that conserves the environment and sustains the well being of local people berdasarkan Megan E W, 2002, hal 9

2 dilaksanakan yaitu meminimalkan dampak lingkungan dan budaya, membangun kesadaran wisatawan terhadap lingkungan dan budaya, menyediakan pengalaman positif bagi pengunjung dan penduduk lokal, menyediakan keuntungan finansial langsung untuk konservasi sumber daya alam dan penduduk lokal, Meningkatkan kepedulian pemerintah setempat terhadap lingkungan dan iklim 5. Kemenparekraf telah menyusun sejumlah kebijakan di tingkat nasional yangmendukung pelaksanaan pembangunan pariwisata berkelanjutan, yaitu UU Pariwisata No 10 tahun 2009 danrencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Nasional (RIPARNAS ). Kemenparekraf jugamenjalin kerjasama dengan organisasi internasional yaitu UNWTO dan ILO dalam menata kelola destinasiagar selalu mengedepankan prinsip-prinsip pembangunan pariwisata berkelanjutan, misalkan saja efisiensienergi, pelestarian keanekaragaman hayati, dan pekerjaan yang layak yang memperhatikan aspek lingkungan 6. RUMUSAN MASALAH Gambar.1 Zona Kawasan Pantai Pandansimo Pantai Pandansimo adalah pantai yang terletak dibagian selatan propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Area ini terletak 35 km dari pusat kota Yogyakarta, dan termasuk dalam wilayah administrasi Kabupaten Bantul. Pada dasarnya suasana kawasan wisata pantai secara dominan dibentuk oleh masyarakat lokal sebagai pengguna dalam jangka waktu 24 jam. Masyarakat permukiman melakukan kegiatan bekerja dengan mengembangkan potensi peternakan, tambak udang, usaha kuliner tepi pantai, pertanian dan perkebunan. Pada perkembangan kawasan ini di akhir tahun 2010 diresmikan penggunaan kincir angin dan panel surya sebagai energi alternatif untuk mengakomodasi kebutuhan energi di usaha kuliner tepi pantai. Pertumbuhan konsep ekologis saat ini berhenti pada aktifitas wisata pantai tetapi area pemukiman sebagai pengguna dasar belum dikembangkan secara maksimal. Research question dari permasalahan di atas yang dapat dikemukakan dalam penelitian ini adalah Bagaimana terapan dan upaya peningkatan kualitas ekologis untuk area pemukiman dusun Ngentak sebagai bagian dari kawasan pariwisata pantai. TINJAUAN TEORI Tinjauan Pariwisata Pantai Kawasan pariwisata merupakan kawasan yang disediakan untuk memenuhi kebutuhankegiatan pariwisata dengan kriteria pemanfaatan ruang yaitu Tersedia sarana dan prasarana, Tersedia aksesibilitas yang tinggi ke pusat pelayanan niaga dan kesehatan, Memiliki 5 ( hal. 17) 6 (

3 obyek dan daya tarik wisata, Pemberlakuan lebar garis sempadan pantai (Perda atau hukum pengusahaan atau sistem pemilikan pantai), Pengaturan pemakaian air tanah yang disesuaikan dengan kapasitas ketersediaan airtanah dan waktu yang dibutuhkan untuk pengisian kembali, Lebar garis sempadan pantai meter dari titik pasang tertinggi 7. Pada kawasan pariwisata pantai, kegiatan yang menjadi aktifitas masyarakat lokal adalah budidaya, perdagangan dan jasa. Kegiatan budidaya bertujuan untuk memanfaatkan potensi alam atau komoditas lokal yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal. Berkaitan dengan menjaga kelestarian alam kawasan pariwisata pantai sehingga kegiatan budidaya yang berada di sempadan pantai tidak boleh menimbulkan dampak negatif dan memiliki koordinator pengawasan pemanfaatan ruang. Kegiatan budidaya yang berdampak negatif termasuk pembuangan limbah padat ke pantai, pembuangan limbah cair tanpa pengolahan ke pantai, budidaya pertanian tanpa pengolahan tanah secara intensif, pembangunan tempat hunian atau tempat usaha tanpa Ijin MendirikanBangunan (IMB). Berdasarka PERDA Kabupaten Bantul no 4 tahun 2011, lahan Pariwisata Pantai di Kabupaten Bantul secara umum adalah Sultan Ground.Batas Sultan Ground adalah berdasarkan garis sempadan pantai yaitu 100 meter dari titik pasang tertinggi. Pada zona bibir pantai di Kabupaten Bantul juga termasuk zona rawan bencana sehingga pada keadaan ideal, pada batas sempadan pantai tidak di larang untuk mendirikan bangunan permanen dan kegiatan budidaya. Berdasarkan Pedoman Pemanfaatan Ruang Tepi Pantai oleh Departemen Pekerjaan Umum, kawasan perumahan perlu mempertimbangkan beberapa kriteria termasuk lahan permukiman, prasarana air bersih, drainase, pengolahan sampah, jaringan jalan, mengurangi kebisingan dan polusi, persyaratan bangunan, persyaratan untuk menghindari abrasi pantai, prasarana air kotor. Tinjauan Konsep Ekologis pada Permukiman Berdasarkan GEN (Global Ecovillage Network) sebuah permukiman yang menggunakan konsep ekologis memiliki acuan yang menjadi standar penilaian. Penilaian ini mencakup pada dimensi keberlanjutan (ecological) termasuk didalamnya pola konsumsi ekonomi dan dimensi sosial. Permukiman yang berkonsep ekologis ini terbentuk karena komunitas lokal berpartisipasi dalam proses mengolah dan memberdayakan lingkungan sekitarnya. Dimensi Keberlanjutan Pada permukiman dengan konsep ekologis, sebuah komunitas didukung untuk merasakan pengalaman secara personal untuk hidup dengan alam. Secara umum pada dimensi keberlanjutan hal yang perlu dipertimbangkan adalah : peningkatan penghasilan pangan secara maksimal dalam komunitas lokal, dukungan pada produksi pangan organik, menggunakan sistem energi terbaharui pada desa, melindungi keberagaman hayati, membina bisnis dengan prinsi berkelanjutan (sustainable business), mempertahankan kebersihan tanah, air dan udara melalui manajemen energi dan limbah yang sesuai. Analisa ecovillage dapat mengacu pada visi desain ekologis yang tertera dibawah ini : Tabel.1 Visi Desain Ekologis No Visi Desain Ekologis Keterangan 1 Keanekaragaman Ecovillage Pada area ini juga diharapkan aktifitas sosial budaya, rekreasi komunitas dan individual dapat berlangsung satu sama 7 Pedoman Pemanfaatan Ruang Tepi Pantai oleh Departemen Pekerjaan Umum; hal 6.

4 lain 2 Ecovillage pada skala Sebuah ecovillage sebagai wadah hunian manusia dapat mengakomodasi kehidupan bertetangga dimana warga dapat menjlin hubungan secara langsung tetapi tetap dapat mempertahankan keunikan masingmasing 3 Koridor alami pada ecovillage Koridor alami berupa area individual yang dipisahkan oleh pepohonan, perairan tetapi menghubungkan masyarakat dengan lingkungannya 4 Ecovillage menyesuaikan Kondisi lokal yang perlu disesuaikan kondisi lokal termasuk kawasan alam lokal, lanskap, iklim, budaya, ruang terbuka dan jalur air membantu penyuburan. 5 Jarak pendek pada Jarak area hunian tidak melibihi diameter ecovillage 1.5 km sehingga masyarakat dapat berjalan dari satu tempat ke tempat lain kurang dari 1/2 jam, tersedia transportasi publik untuk variasi jarak tempuh. 6 Penggunaan Lahan Penggunaan ukuran ruang dan kepadatan Minimum ecovillage yang minimum berdasarkan luasan area yang tersedia sehingga suplai material dan barang tidak membutuhkan jarak yang panjang 7 Tanggung jawab penghuni ecovillage Seluruh penghuni desa bertanggung jawab dan terlibat dalam administrasi, rencana dan implementasi desain desa ekologis. 8 Efisiensi energi pada Sebagai alternatif penghematan, daya ecovillage listrik dapat dihasilkan dari matahari, angin dan sumber daya masa. Desain bangunan hunian juga harus mendukung optimalisasi penerimaan cahaya, pada kondisi ideal setiap meter persegi jumlah daya listrik yang dibutuhkan adalah 20kwh 9 Ecovillage bebas emisi Sebuah hunian desa dapat menjadi bebas emisi dapat dilakukan dengan pengurangan konsumsi energi, memperlakukan limbah dengan cara alami, pembatasan tingkat kendaraan dan penanaman pohon di koridor jalan 10 Ecovillage yang tenang dan indah Ecovillage yang tenang dapat tercapai dengan pembatasan tingkat pergerakan kendaraan dan polusi suara. Selain hal tersebut, sebuah keindahan desa dapat terbentuk ketika ekspresi arsitektur yang

5 11 Ecovillage memiliki sumber air 12 Bangunan sehat sebagai bagian dari ecovillage 13 Nilai manusia sebagai bagian dari ecovillage Sumber : Designing Ecological Habitat, 2011: Kerangka Konsep Kajian (Conceptual Framework) ditekankan adalah kebudayaan lokal. Penampungan air hujan dapat memungkinkan desa memiliki suplai air yang digunakan untuk minum dan kebutuhan lainnya. Sumber air yang dimiliki desa perlu perawatan dengan membuat penyaringan, pengairan dan konstruksi lahan basah. Bangunan sehat adalah bangunan yang menggunakan material dan sistem konstruksi yang dapat menghemat energi pada pembuatan, penggunaan dan daur ulang. Saat ini untuk meningkatkan kemajuan masyarakat diperlukan proses yang kompleks untuk menyimpulkan antara permintaan dan kebutuhan penghuni, pemerintah dan lingkungan. Masalah tersebut dapat terselesaikan jika rancangan peraturan dibuat berdasarkan kebutuhan seluruh pihak yang terlibat. Berdasarkan tinjauan teori yang ditentukan, maka kerangkan konsep kajian yang berkaitan dengan konsep ekologis zona pariwisata pantai dan permukiman memiliki kriteria sebagai berikut : Tabel.2 Kerangka Konsep Kajian NO KRITERIA KAJIAN 1 Fisik Lahan Permukiman. KETERANGAN a. Lahan Permukiman berada diluar zona rawan bencana termasuk abrasi, tsunami dan banjir. b. Jarak Lahan Permukiman minimal 100 meter dari titik pasang tertinggi atau 300 meter dari bibir pantai, ketentuan jarak berdasarkan garis sempadan pantai kabupaten Bantul yang setara dengan batas Sultan Ground. c. Pemusatan zona permukiman dengan perbandingan 1 ha mengakomodasi 50 bangunan hunian. Pemusatan lahan permukiman bertujuan meningkatkan efisiensi penggunaan lahan dan penambahan ruang terbuka hijau. d. Luas unit kavling hunian berada di Sultan Ground, maksimal 200 m2 / unit (Luas berdasarkan Pedoman Rumah Sederhana Sehat dari PU). e. Zona Kegiatan dapat dicapai dari zona permukiman dengan radius <1.5 km.

6 2 Sumber Air a. Sumber air didapatkan dari PDAM dan sumur. b. Pengaliran air hujan, pertanian dan permukiman berupa saluran irigasi/pur/sungai buatan. c. Garis sempadan saluran irigasi/ sungai kecil tidak bertanggul adalah 50 meter dan 100 meter untuk sungai besar dari tepi irigasi/sungai. Area sempadan sungai difungsikan untuk jalur inspeksi dan penghijauan. d. Air sisa cuci di daur ulang dan dikembalikan menjadi air tanah. 3 Sistem Pembuangan a. Pembuangan sisa air hujan melalui selokan yang mengalir menuju saluran irigasi desa. b. Pendirian fasilitas IPAL komunal pada zona permukiman untuk mengolah air sisa cuci sebelum dialirkan pada saluran irigasi atau digunakan ulang. c. Koordinator pengolahan sampah ditempatkan di setiap zona permukiman dan pariwisata. d. Pendirian tempatan pembuangan sampah sementara (TPS) di setiap zona permukiman dengan jarak minimal 500 meter dari zona permukiman dan pariwisata. e. Lokasi pembuangan sampah sementara dapat diakses kendaraan pengangkut. f. Pemisahan jenis sampah oragnaik dan non-organik pada zona permukiman/pariwisata sebelum dibawa ke TPS. g. Sampah di TPS yang tidak dapat diolah di ditribusikan ke TPS terpadu di tingkat kecamatan sebelum dibawa ke TPA. 4 Sirkulasi a. Memiliki jalur internal dan eksternal yang disesuaikan jenis kendaraan yang melintasi. b. Jalur eksternal digunakan untuk menghubungkan antar-zona dan dapat mengakomodasi bus pariwisata dan truk pengangkut. Lebar 1 jalur jalan yang diusulkan adalah 10 meter atau 20 meter lebar jalan. (Berdasarkan minimal radius putar bus : 8.5 meter). c. Jalur Eksternal Terbuat dari bahan aspal karena menahan beban kendaraan besar. d. Jalur Internal untuk mengakses kedalam zona permukiman dan pariwisata. Lebar jalan 5 meter dengan lapisan jalan berupa kon blok yang berpori sehingga dapat menyerap air. 5 Fisik Bangunan a. KDB bangunan 50 % dengan ketinggian maksimal 12 meter. Permukiman & b. GSB minimal 5 meter dari jalan atau disesuaikan GSB unit Penggunaan Energi terdekat dengan jalan pada zona eksisting. c. Area GSB digunankan untuk penghijauan. Penghijauan mengutamakan vegetasi khas lokal untuk meberikan identitas permukiman. d. Memaksimalkan penggunaan material lokal untuk bangunan, sebagai contoh adalah kelebihan pasir dari sungai Progo, produksi bata lokal. e. Fasade bangunan baru menyesuaikan desain bangunan

7 terdahulu untuk menyeleraskan lingkungan. f. Kebutuhan Listrik per meter bangunan adalah 20 kwh g. Memaksimalkan penggunaan energi tenaga hybrid dan biogas pada zona permukiman dan pariwisata. h. Penentuan tarif secara kolektif untuk penggunaan energi hybrid sebagai retribusi untuk perawatan dan operasional peralatan. 6 Sektor Penunjang Permukiman a. Jarak bangunan penunjang pariwisata pantai minimal 200 meter dari bibir pantai. b. Kegiatan budidaya diluar zona rawan bencana dan garis sempadan pantai. Kegiatan budidaya yang telah berdiri di area sempadan pantai harus memiliki pengawasan terhadap penggunaan fungsi lahan dan pengolahan limbah. c. Bangunan yang dizinkan didirikan pada zona pertanian hanya fasilitas pendukung pertanian. d. Zona budidaya termasuk pertambakan, peternakan berada minimal 500 meter dari zona permukiman dan pariwisata atau terdapat zona penyaring berupa penghijauan dengan jarak minimal 50 meter dari zona permukiman dan pariwisata. e. Zona budidaya tidak terlihat dari jalur eksternal untuk menjaga keindahan dan polusi di kawasan pariwisata pantai. f. Sistem pembuangan limbah yang dihasilkan setiap sektor harus mengikuti sistem pembuangan permukiman dan pariwisata pantai yaitu melalui TPS dan IPAL. METODOLOGI Tabel.3 Metodologi Sumber : Analisi, 2014 Penelitan ini dilakukan dengan metode deskriptif kualitatif sehingga bahannya didapat dari lapangan, untuk itu perlu dilakukan pengumpulan data sebagai bahan pendukung dalam pengolahan data.. Observasi difokuskan pada gambaran fisik permukiman dan aktifitas masyarakat secara umum. Fisik permukiman yang dikaji meliputi penyusunan massa bangunan, zona penempatan ruang secara eksterior, jarak permukiman dan tempat aktifitas, cara penghuni permukiman mencapai tempat aktifitas.data juga dikumpulkan melalui kuisioner dan wawancara. Koresponden kuisoner dikategorikan berdasarkan kelompok kegiatan yang diikuti, hal ini bertujuan untuk mewakili pendapat dari setiap golongan yang tinggal di dusun Ngentak. Selain itu, wawancara dilakukan dengan cara terarah dan terbuka untuk dapat mengungkap hal-hal diluar pertanyaan tetapi berkaitan dengan topik bahasan.

8 HASIL AMATAN DAN ANALISIS Struktur Masyarakat Dusun Ngentak Secara tingkatan organisasi dusun maka desa Ngentak dikepalai oleh seorang Dukuh yang memiliki hubungan secara vertikal kepada aparatur desa lainnya untuk berkerjasama dalam mengolah dusun.berdasarkan data dari Kecamatan Srandakan, demografi penduduk dusun Ngentak sebagai berikut : Tabel.4 Data Demografi DATA DEMOGRAFI JUMLAH PENDUDUK 1 Jumlah Penduduk 851 jiwa 2 Jumlah Kepala Keluarga 280 KK 3 Jumlah Warga Miskin 29 KK 4 Mata Pencaharian Penduduk : Petani dan Nelayan Tukang Sopir Pedagang/UKM Karyawan Swasta PNS/TNI/POLRI/PAMONG Sumber : Sensus Penduduk 2010 Dusun Ngentak 774 orang 5 orang 3 orang 25 orang 15 orang 28 orang Tabel.5 Struktur Organisasi Masyarakat Dusun Ngentak Kepala Desa Dukuh Dusun Ngentak Ketua Kelompok Kegiatan (Pokgiat) (Ketua Kelompok Pariwisata, Peternakan, Pertanian, Pertambakan, Perdagangan Perikanan, PLTH dan Kepemudaan) Masyarakat Dusun Sumber :Keterangan dari Kepala Desa Struktur Permukiman Dusun Ngentak Zona Permukiman Utara Zona Permukiman Selatan Gambar.2 Zona Permukiman Dusun Ngentak Utara dan Selatan Sumber : RDTK Kecamatan Srandakan Secara administratif permukiman dusun ngentak terbagi dalam 2 area yaitu utara dan selatan yang dibatasi oleh lahan pertanian, lahan basah dan sungai.pada penelitian ini area permukiman yang diteliti difokuskan pada permukiman bagian selatan yang berbatasan langsung dengan kawasan pariwisata pantai baru.kepemilikan tanah yang digunakan untuk masyarakat dusun Ngentak untuk bermukim dan beraktifitas adalah kombinasi hak miliki pribadi dan Sultan Ground. Berdasarkan RDTRK Kecamatan Srandakan, dusun Ngentak memiliki variasi pembagian pola ruang dengan dominansi lahan direncanakan sebagai lahan basah pertanian.

9 Rumah di jalan permukiman I Rumah di jalan permukiman II Rumah di jalan permukiman III Pariwisata Pantai di dusun Ngentak Gambar.4 struktur permukiman dusun Ngentak Berdasarkan data yang didapatkan dari Pokdarwis (Kelompok Sadar Pariwisata) dusun Ngentak memiliki potensi wisata berupa Wisata alam pantai, wisata kuliner laut, wisata pendidikan pembuatan listrik tenaga hybrid dan biogas dari limbah ternak. Kawasan wisata Pantai Baru memiliki luas area +/- 24 Ha.Berdasarkan data pengunjung yang ada, terjadi peningkatan wisatawan dari tahun 2011 dengan jumlah orang menjadi orang di tahun Vegetasi yang berada di pantai baru adalah cemara udang yang berjajar secara horizontal di sepanjang tepi pantai Baru. Vegetasi ini merupakan hasil kerjasama budidaya dengan pemerintah, institusi pendidikan dan masyarakat lokal. Pengembangan vegetasi ini bertujuan sebagai pemecah angin dan pencegah abrasi yang terjadi pantai. Wisata Pantai Wisata Kuliner Wisata Edukasi PLTH Gambar.5 Foto Objek Wisata dusun Ngentak Sumber : Survei Lapangan, April 2014

10 Pembagian Zona Ruang dan Kaitan Antar-Zona di Dusun Ngentak 1. Zona Permukiman NO Diagram Antar-Zona Keterangan 1 Batas- batas alam yang 660 m berdekatan dengan I permukiman dusun Ngentak ditinjau melalui jarak, 850 menunjukan zona GSP permukiman utara dan II tengah memenuhi syarat untuk izin dan keamanan III 780 m yang berdasarkan GSP,GSS dan area rawan bencana. Zona permukiman selatan berada didalam gari I Zona Permukiman Utara sempadan pantai, Sultan I I Zona Permukiman Tengah Ground dan area rawan I I I Zona Permukiman Selatan bencana. 2 Gambar.6 Diagram Zona Permukiman dan Batas Alam Sumber :Analisis, 2014 >500 m III I II <500 m I Zona Permukiman Utara I I Zona Permukiman I I I Zona Permukiman Selatan Berdasarkan jarak zona permukiman menuju zona kegiatan yang rawan polusi udara termasuk pertambakan dan peternakan, maka zona permukiman tengah bersebelahan dengan zona peternakan (jarak 0 meter) tanpa ada jarak pembatas untuk meminimalisasi polusi udara yang dihasilkan peternakan 3 Gambar.7 Diagram Zona Permukiman dan Zona Tambak, Peternakan <1km <1km <1km <1km <1km <1km <1.5k m km <1.5 km Gambar.8 Diagram Zona Permukiman dan Zona Pertanian Sumber :Analisis, 2014 Berdasarkan Sensus 2010, penduduk dusun Ngentak 90% bermata pencaharian sebagai petani. Hal ini juga terlihat dari luas zona kegiatan yang sebagian besar peruntukannya sebagai lahan basah pertanian. Jarak tempuh dari seluruh zona permukiman menuju zona kegiatan pertanian termasuk kategori ideal karena kurang dari 1.5km berdasarkan standar community sustainable assesment.

11 4 Berdasarkan jarak tempuh, <1.5 km zona permukiman dusun Ngentak masih berada <1km didalam radius ideal untuk menjangkau zona kegiatan wisata pantai, kuliner dan PLTH yaitu <1.5 km. Gambar.9 Diagram Zona Permukiman dan Zona Usaha Kuliner, Pantai, PLTH Sumber :Analisis, 2014 Tabel.6 Analisis Permukiman Dusun Ngentak berdasarkan Kajian Ekologis NO Kajian Ekologis Analisis 1 Fisik Lahan Permukiman - Kualitas Lahan : kemiringan <2 derajat, sehingga memadai untuk permukiman - Kapasitas Lahan : Masih dapat dimaksimalkan - Luas lahan eksisting 3.5 Ha terbangun 30 rumah. Perhitungan : 1 Ha dapat menampung 50 rumah 2 Fisik Bangunan Permukiman & Penggunaan Energi - Massa bangunan : Secara eksterior bangunan permukiman tidak mengarah pada suatu tipologi desain tertentu. Ketinggian bangunan rata-rata 5-6 m. - Material bangunan : Secara Fisik Exterior dan Interior material yang digunakan pada bangunan hunian tidak dipilih secara khusus untuk beradaptasi dengan iklim pantai. Gambar.10 Foto material yang digunakan pada bangunan permukiman Sumber: Survey Lapangan, April Bangunan Hijau : Penggunaan listrik 450 watt/unit Perhitungan rata-rata luas bangunan rumah : 200m2 Jumlah ideal penggunaan listrik adalah 20kWh/m. Sehingga penggunaan listrik sudah minimal. - Energi Terbaruhkan: energi berasal dari PLTH Perhitungan energi eksisting yang dihasilkan PLTH + 29 Kw Kebutuhan Usaha Kuliner (15 Ax 220v =3,3 Kw) = 25,7 Kw (Sisa Energi) Kebutuhan energi di Zona Permukiman Tengah (2A x220v x 30 unit ) = 13,2 Kw

12 Sisa energi yang dihasilkan PLTH dapat mendukung kebutuhan listrik di Zona Permukiman Tengah tetapi belum dimanfaatkan. 3 Sumber Air - Setiap unit permukiman menggunakan air yang berasal dari sumur dan PDAM. Gambar.11 PUR dusun Ngentak Sumber : Survey, April Sistem Pembuangan - Permukiman Dusun Ngentak tidak memiliki saluran khusus untuk mengalirkan dan mengolah buangan air kotor, air hujan dan sisa cuci. - Air sisa dibuang langsung ke tanah. - Setiap unit permukiman sudah memiliki septik tank untuk pembuangan tinja. - Pada tahun 2012, dusun Ngentak mengalami banjir karena intensitas hujan tinggi, tidak memiliki saluran pembuangan dan saluran irigasi tidak berjalan maksimal. 5 Sistem Sampah - Sampah belum dikelola secara kolektif, saat ini sampah dikelola secara individual yaitu dengan cara dibakar. Sampah Organik yang dihasilkan vegetasi di pekarangan Dusun Ngentak memiliki PUR sebagai saluran irigasi. PUR digunakan untuk menampung kelebihan air di pertanian, tetapi pemanfaatan kurang maksimal karena ketinggian PUR di sisi timur lebih rendah dari sisi barat (muara). PUR dapat digunakan sebagai tempat penampung air hujan. Sampah Dibakar Gambar.12 Skema Pembuangan Sampah Sampah dari pola konsumsi penghuni permukiman Akses - Dusun Ngentak memiliki 2 pembagian jalan yaitu : Jalan Eksternal : Menghubungkan antar-zona kegiatan, terlapisi aspal, 2 jalur kendaraan, lebar jalan + 10 m. Jalan Internal : Jalan penghubung di dalam unit permukiman, lebar jalan m, terbuat dari konblok.

13 7 Sektor Penunjang Permukiman - Pertanian : Secara ekologis dapat menjadi sumber pangan lokal, tetapi 5 tahun terakhir minat pertanian menurun dan beralih ke pertambakan udang. - Peternakan : hasil limbah peternakan sudah diolah menjadi biogas dan dimanfaatkan di Usaha Kuliner Pantai. - Pertambakan : Secara ekonomi menambah penghasilan masyarakat lokal tetapi limbah langsung dialirkan ke Kali Progo tanpa pengolahan terlebih dahulu. - Usah Kuliner : unit usaha sudah memanfaatkan biogas dari peternakan dan listrik dari PLTH - PLTH : memiliki potensi pendukung kebutuhan listrik di permukiman, saat ini fasilitas yang kurang adalah tambahan baterai penyimpanan energi. - Kepemudaan : sebagai generasi muda, berperan memperkenalkan inovasi ekologis dan membantu membuat perencanaan kegiatan. - Perikanan : hasil tangkapan ikan laut tidak menimbulkan limbah di tepi pantai - Pariwisata : Secara ekologis pantai Baru sudah memulai konsep ekologis dengan penanaman cemara udang disepanjang tepi pantai. Vegetasi cemara udang berfungsi sebagai pemecah angin dan mencegah terjadinya abrasi. Dampak Permukiman Dusun Ngentak Terhadapa Pariwisata Pantai Baru Gambar.13 Diagram Dampak Permukiman Dusun Ngentak Terhadapa Pariwisata Pantai Baru Pada dasarnya permukiman dusun Ngentak dan Kawasan Pariwisata memiliki hubungan saling membutuhkan dan terkait. Pada awal mulanya permukiman masyarakat dusun Ngentak yang terlebih dahulu terbentuk di kawasan ini, setelah itu peresmian tempat wisata Pantai Baru. Hal ini dapat menjadi fenomena yang terjadi bahwa pertumbuhan permukiman di dekat zona kekayaan alam memiliki dampak berkembangnya pariwi sata alam yang berada didekatnya. Pariwisata membu- tuhkan sumber daya manusia untuk mengolah dan merawat lokasi wisata, sehingga permukiman berdampak pada operasional tempat wisata yang efisien. Kegiatan penghuni

14 permukiman sehari-hari juga mendukung suasa tempat wisata karena tempat wisata menjadi lebih ramai dan pada malam hari penghuni permukiman menjadi pelaku yang tinggal disekitar area wisata. Dampak Pariwisata Pantai Baru Terhadap Permukiman Dusun Ngentak Gambar.14 Dampak Pariwisata Pantai Baru Terhadap Permukiman Dusun Ngentak Secara ekologis, pengembangan area pariwisata pada kawasan permukiman tepi pantai dapat menjadi solusi untuk meningkatkan kenyamana zona permukiman. Pada kasus dusun Ngentak, pengembangan pantai Baru menjadi solusi sebagai lapisan kawasan penyaring angin kencang yang berhembus dari pantai menuju permukiman. Pengembangan zona vegetasi cemara udang di Pantai Baru berdampak minimalisasi resiko abrasi yang terjadi di zona permukiman. Secara ekonomi, penduduk permukiman dapat menjadikan Pantai menjadi zona untuk berdagang dan menyediakan layanan jasa. KESIMPULAN Berdasarkan hasil analisis, dapat disimpulkan konsep ekologis yang telah ada dan hal yang perlu ditingkatkan untuk memperbaiki sistem ekologis di dusun Ngentak tertera sebagai berikut : a. Fisik Lahan Permukiman 1. Zona Permukiman Selatan perlu dialokasikan karena berada <100 meter dari tepi pantai sehingga masih termasuk dalam garis sempadan pantai, Sultan Ground dan area rawan bencana. 2. Kepadatan rumah di zona permukiman tengah dengan luas +/- 3.5 Ha masih dapat dimaksimalkan sampai dengan 175 unit rumah. 3. Lahan Permukiman memerlukan batas dengan zona peternakan. b. Sumber Air 1. Penyesuaian Tinggi PUR.Kemiringan dari ujung sampai muara PUR berkisar antara 2-4%. 2. PUR dusun Ngentak belum memiliki jarak bebas digunakan untuk penghijauan dan jalur inspeksi. 3. PUR dapat dijadikan tempat penampungan air untuk memenuhi kebutuhn air bersih selain berasal dari PDAM dan sumur bor. c. Sistem Pembuangan 1. Dusun Ngentak belum memiliki fasilitas untuk mengalirkan dan megolah air kotor dan sisa cuci.

15 2. Fasilitas pengolahan limbaha dapat berupa IPAL sehingga tidak mengganggu kualitas air irigasi. d. Sistem Pembuangan Sampah 1. Dusun Ngentak belum memiliki fasilitas pengolahan sampah, pengolahan sampah dilakukan secara individu dengan cara dibakar. e. Sirkulasi 1. Jalan internal permukiman yang menggunakan konblok sudah memadai tetapi jalan permukiman tidak memiliki saluran penyerapan sisa air hujan. f. Fisik dan Penggunaan Energi pada Bangunan Permukiman 1. Secara luasan bangunan permukiman tidak melanggar ketentuan GSB tetapi pengaturan kavling diperlukan untuk membentuk permukiman yang lebih tertata.. 2. Penggunaan listrik di unit permukiman sudah minimal yaitu 450 watt yang berasal dari PLN, tetapi pemanfaatan sumber daya listrik yang berasal dari PLTH belum dimanfaatkan zona permukiman. g. Sektor Penunjang Permukiman 1. Kawasan budidaya pertanian yang bebatasan dengan Kali Progo memerlukan jarak bebas sebagai GSS, yaitu 100 meter dari tepi sungai. Jarak bebas digunakan untuk penghijauan dan jalur inspeksi 2. Zona budidaya pertambakan di pindahkan keluar zona rawan bencana. 3. PLTH memerlukan fasilitas baterai tambahan untuk memaksimalkan penyimpanan energi yang dapat dihasilkan oleh panel surya dan kincir angin. 4. Diperlukan IPAL komunal untuk mengolah limbah buangan. DAFTAR PUSTAKA Litfin T, Karen. (2014) Ecovillages: Lessons For Sustainable Community. Polity Press, USA hal Mare, Christopher E dan Lindegger Max. Designing Ecological Habitats. Permanent Publications, 2011, UK hal Jurnal Ema Yunita Titisari, Joko Triwinarto S., dan Noviani Suryasari. Konsep Ekologis pada Arsitektur di Desa Bendosari Jurusan Arsitektur Universitas Brawijaya, 2012 Pedoman Pemanfaatan Ruang Tepi Pantai oleh Departemen Pekerjaan Umum; hal 5-12 Pedoman Standar Minimal Pelayanan oleh Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah (2001: 7-9) Perencanaan Spasial tentang Dasar-dasar Perencanaan Perumahan oleh Pusbindiklatren Bappenas (Tahun 2003: 2-4), PERDA Kabupaten Bantul no 4 tahun 2011 tentang RDTRK Kabupaten Bantul.

Ground belum diatur secara luas dan lokasi.

Ground belum diatur secara luas dan lokasi. 101 BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI VI.1 Kesimpulan Secara umum area permukiman yang menerapkan konsep ekologis perlu mengaplikasikan pada beberapa aspek yaitu fisik lahan permukiman, fisik bangunan

Lebih terperinci

BAB IV KAJIAN DATA LAPANGAN IV.1 KAJIAN STRUKTUR MASYARAKAT DAN PERMUKIMAN

BAB IV KAJIAN DATA LAPANGAN IV.1 KAJIAN STRUKTUR MASYARAKAT DAN PERMUKIMAN 48 BAB IV KAJIAN DATA LAPANGAN IV.1 KAJIAN STRUKTUR MASYARAKAT DAN PERMUKIMAN Secara administratif dusun ngentak adalah bagian dari kecamatan Srandakan yang memiliki tatanan aparatur desa dan pola permukiman

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS. V.1.1 Kualitas Lahan Permukiman. yang telah ditentukan masyarakat bersama. V.1.2 Kapasitas Lahan Permukiman

BAB V ANALISIS. V.1.1 Kualitas Lahan Permukiman. yang telah ditentukan masyarakat bersama. V.1.2 Kapasitas Lahan Permukiman 84 BAB V ANALISIS V.1 Fisik Lahan Permukiman V.1.1 Kualitas Lahan Permukiman Lahan Permukiman Dusun Ngentak berada diatas lahan yang memiliki kemiringan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1.1 Peningkatan kegiatan wisata di Yogyakarta

BAB I PENDAHULUAN. I.1.1 Peningkatan kegiatan wisata di Yogyakarta 1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang I.1.1 Peningkatan kegiatan wisata di Yogyakarta Yogyakarta disamping dikenal sebagai sebutan kota perjuangan, pusat kebudayaan dan pusat pendidikan juga dikenal dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 20 BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Tinjauan Pariwisata Pantai II.1.1 Definisi Kawasan Pariwisata Kawasan pariwisata merupakan kawasan yang disediakan untuk memenuhi kebutuhankegiatan pariwisata dengan kriteria

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. yang ditemukan. Tesis studi konsep ekologis untuk area permukiman

BAB III METODE PENELITIAN. yang ditemukan. Tesis studi konsep ekologis untuk area permukiman 42 BAB III METODE PENELITIAN Pada penelitian tesis ini, materi-materi konsep ekologis, permukiman dan pariwisata menjadi dasar untuk menjadi bahan acuan dalam menganalisa data-data yang ditemukan. Tesis

Lebih terperinci

STUDI KONSEP EKOLOGIS AREA PERMUKIMAN KAWASAN PARIWISATA PANTAI. Kasus Studi Dusun Ngentak, Poncosari Srandakan, Bantul

STUDI KONSEP EKOLOGIS AREA PERMUKIMAN KAWASAN PARIWISATA PANTAI. Kasus Studi Dusun Ngentak, Poncosari Srandakan, Bantul i TESIS STUDI KONSEP EKOLOGIS AREA PERMUKIMAN KAWASAN PARIWISATA PANTAI Kasus Studi Dusun Ngentak, Poncosari Srandakan, Bantul TOMMY NOVENDRA No. Mhs: 125401930/PS/MTA PROGRAM STUDI MAGISTER TEKNIK ARSITEKTUR

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1 Kesimpulan Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini merupakan hasil temuan dan hasil analisa terhadap kawasan Kampung Sindurejan yang berada di bantaran sungai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pariwisata pada saat ini, menjadi harapan bagi banyak negara termasuk

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pariwisata pada saat ini, menjadi harapan bagi banyak negara termasuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata pada saat ini, menjadi harapan bagi banyak negara termasuk Indonesia sebagai sektor yang dapat diandalkan dalam pembangunan ekonomi. Bahkan tidak berlebihan,

Lebih terperinci

DOKUMEN ATURAN BERSAMA DESA KARANGASEM, KECAMATAN PETARUKAN, KABUPATEN PEMALANG

DOKUMEN ATURAN BERSAMA DESA KARANGASEM, KECAMATAN PETARUKAN, KABUPATEN PEMALANG DOKUMEN ATURAN BERSAMA DESA KARANGASEM, KECAMATAN PETARUKAN, KABUPATEN PEMALANG KONDISI FAKTUAL KONDISI IDEAL ATURAN BERSAMA YANG DISEPAKATI A. LINGKUNGAN 1. Jaringan Jalan dan Drainase Banyak rumah yang

Lebih terperinci

3.2 Alat. 3.3 Batasan Studi

3.2 Alat. 3.3 Batasan Studi 3.2 Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain alat tulis dan kamera digital. Dalam pengolahan data menggunakan software AutoCAD, Adobe Photoshop, dan ArcView 3.2 serta menggunakan hardware

Lebih terperinci

BAB III METODE PERANCANGAN. dengan objek perancangan. Kerangka rancangan yang digunakan dalam proses

BAB III METODE PERANCANGAN. dengan objek perancangan. Kerangka rancangan yang digunakan dalam proses BAB III METODE PERANCANGAN Secara umum kajian perancangan dalam tugas ini, merupakan paparan dari langkah-langkah dalam proses merancang. Sedangkan analisis data dilakukan dengan metode berdasarkan logika,

Lebih terperinci

BAB V KONSEP DAN PROGRAM DASAR PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

BAB V KONSEP DAN PROGRAM DASAR PERENCANAAN DAN PERANCANGAN BAB V KONSEP DAN PROGRAM DASAR PERENCANAAN DAN PERANCANGAN 5.1 Tujuan Perencanaan dan Perancangan Perencanaan dan perancangan Penataan PKL Sebagai Pasar Loak di Sempadan Sungai Kali Gelis Kabupaten Kudus

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN PACITAN

KATA PENGANTAR RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN PACITAN KATA PENGANTAR Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, mengamanatkan bahwa RTRW Kabupaten harus menyesuaikan dengan Undang-undang tersebut paling lambat 3 tahun setelah diberlakukan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan yang mempunyai 13.466 pulau dan mempunyai panjang garis pantai sebesar 99.093 km. Luasan daratan di Indonesia sebesar 1,91 juta

Lebih terperinci

2 menetapkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia tentang Rawa; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1974 t

2 menetapkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia tentang Rawa; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1974 t BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.797, 2015 KEMEN PU-PR. Rawa. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN 5.1 Konsep Makro 5.1.1 Site terpilih Gambar 5.1 Site terpilih Sumber : analisis penulis Site terpilih sangat strategis dengan lingkungan kampus/ perguruan tinggi

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN HABITAT SOSIAL

KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN HABITAT SOSIAL KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN HABITAT SOSIAL Diajukan sebagai Syarat untuk Mencapai Gelar Sarjana Teknik Arsitektur Universitas Sebelas Maret Disusun oleh: AKBAR HANTAR ROCHAMADHON NIM. I 0208092

Lebih terperinci

BAB IV PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN RUMAH SUSUN SEDERHANA SEWA DI KELURAHAN KALIGAWE

BAB IV PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN RUMAH SUSUN SEDERHANA SEWA DI KELURAHAN KALIGAWE BAB IV PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN RUMAH SUSUN SEDERHANA SEWA DI KELURAHAN KALIGAWE 4.1. Konsep Dasar Rumah susun sederhana sewa di Kalurahan Pandean Lamper ini direncanakan untuk masyarakat berpenghasilan

Lebih terperinci

Syarat Bangunan Gedung

Syarat Bangunan Gedung Syarat Bangunan Gedung http://www.imland.co.id I. PENDAHULUAN Pemerintah Indonesia sedang giatnya melaksanakan kegiatan pembangunan, karena hal tersebut merupakan rangkaian gerak perubahan menuju kepada

Lebih terperinci

Bab II. Tujuan, Kebijakan, dan Strategi 2.1 TUJUAN PENATAAN RUANG Tinjauan Penataan Ruang Nasional

Bab II. Tujuan, Kebijakan, dan Strategi 2.1 TUJUAN PENATAAN RUANG Tinjauan Penataan Ruang Nasional Bab II Tujuan, Kebijakan, dan Strategi 2.1 TUJUAN PENATAAN RUANG 2.1.1 Tinjauan Penataan Ruang Nasional Tujuan Umum Penataan Ruang; sesuai dengan amanah UU Penataan Ruang No. 26 Tahun 2007 tujuan penataan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS. 4.1 ANALISIS FUNGSIONAL a) Organisasi Ruang

BAB IV ANALISIS. 4.1 ANALISIS FUNGSIONAL a) Organisasi Ruang BAB IV ANALISIS 4.1 ANALISIS FUNGSIONAL a) Organisasi Ruang Skema 1 : Organisasi ruang museum Keterkaitan atau hubungan ruang-ruang yang berada dalam perancangan museum kereta api Soreang dapat dilihat

Lebih terperinci

BAB III METODE PERANCANGAN. Dalam proses perancangan Kepanjen Education Park ini dibutuhkan

BAB III METODE PERANCANGAN. Dalam proses perancangan Kepanjen Education Park ini dibutuhkan BAB III METODE PERANCANGAN Dalam proses perancangan Kepanjen Education Park ini dibutuhkan sebuah metode perancangan yang memudahkan perancang untuk mengembangkan sebuah ide perancangannya secara deskriptif.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di era modern ini tingkat pengembangan teknologi sangat penting terutama pada pemanfaatan energi listrik untuk kebutuhan listrk. Penggunaan tenaga listrik sangat

Lebih terperinci

BAB 2 EKSISTING LOKASI PROYEK PERANCANGAN. Proyek perancangan yang ke-enam ini berjudul Model Penataan Fungsi

BAB 2 EKSISTING LOKASI PROYEK PERANCANGAN. Proyek perancangan yang ke-enam ini berjudul Model Penataan Fungsi BAB 2 EKSISTING LOKASI PROYEK PERANCANGAN 2.1 Lokasi Proyek Proyek perancangan yang ke-enam ini berjudul Model Penataan Fungsi Campuran Perumahan Flat Sederhana. Tema besar yang mengikuti judul proyek

Lebih terperinci

KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI. dengan fasilitas dan infrastruktur perkotaan yang sesuai dengan kegiatan ekonomi yang dilayaninya;

KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI. dengan fasilitas dan infrastruktur perkotaan yang sesuai dengan kegiatan ekonomi yang dilayaninya; Lampiran III : Peraturan Daerah Kabupaten Bulukumba Nomor : 21 Tahun 2012 Tanggal : 20 Desember 2012 Tentang : RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BULUKUMBA TAHUN 2012 2032 KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI

Lebih terperinci

BAB III PUSAT STUDI PENGEMBANGAN BELUT DI SLEMAN

BAB III PUSAT STUDI PENGEMBANGAN BELUT DI SLEMAN BAB III PUSAT STUDI PENGEMBANGAN BELUT DI SLEMAN 3.1 Tinjauan Umum Kabupaten Sleman 3.1.1 Kondisi Geografis Secara Geografis Kabupaten Sleman terletak diantara 110 33 00 dan 110 13 00 Bujur Timur, 7 34

Lebih terperinci

PENJELASAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SRAGEN TAHUN

PENJELASAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SRAGEN TAHUN PENJELASAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SRAGEN TAHUN 2011-2031 I. UMUM 1. Faktor yang melatarbelakangi disusunnya Rencana Tata Ruang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Berbicara tentang tempat tinggal, kota Jakarta menyediakan lahan yang

PENDAHULUAN. Berbicara tentang tempat tinggal, kota Jakarta menyediakan lahan yang PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang Berbicara tentang tempat tinggal, kota Jakarta menyediakan lahan yang diperuntukan sebagai lahan untuk tempat tinggal yaitu seluas 45964,88 Ha, dengan keterbatasan lahan

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN WILAYAH BANTUL

BAB III TINJAUAN WILAYAH BANTUL BAB III TINJAUAN WILAYAH BANTUL 3.1. Tinjauan Kabupaten Bantul 3.1.1. Tinjauan Geografis Kabupaten Bantul Kabupaten Bantul merupakan salah satu Kabupaten dari 5 Kabupaten/Kota di Daerah Istimewa Yogyakarta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove yang cukup besar. Dari sekitar 15.900 juta ha hutan mangrove yang terdapat di dunia, sekitar

Lebih terperinci

BAB IV PANDUAN KONSEP

BAB IV PANDUAN KONSEP BAB IV PANDUAN KONSEP 4.1. Visi Pembangunan Sesuai dengan visi desa Mekarsari yaitu Mewujudkan Masyarakat Desa Mekarsari yang sejahtera baik dalam bidang lingkungan, ekonomi dan sosial. Maka dari itu visi

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PERANCANGAN

BAB IV ANALISIS PERANCANGAN 4.1 ANALISIS LOKASI TAPAK BAB IV ANALISIS PERANCANGAN Dalam perancangan arsitektur, analisis tapak merupakan tahap penilaian atau evaluasi mulai dari kondisi fisik, kondisi non fisik hingga standart peraturan

Lebih terperinci

2013, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Rawa adalah wadah air beserta air dan daya air yan

2013, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Rawa adalah wadah air beserta air dan daya air yan LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.180, 2013 SDA. Rawa. Pengelolaan. Pengawasan. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5460) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

Penataan Ruang. Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian

Penataan Ruang. Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian Penataan Ruang Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian Kawasan peruntukan hutan produksi kawasan yang diperuntukan untuk kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil

Lebih terperinci

Tahap II. Penilaian/ pembobotan Kriteria Penilaian Daya Dukung Lingkungan dalam Rangka Pengembangan Kawasan Wisata Alam

Tahap II. Penilaian/ pembobotan Kriteria Penilaian Daya Dukung Lingkungan dalam Rangka Pengembangan Kawasan Wisata Alam Tahap II. Penilaian/ pembobotan Kriteria Penilaian Daya Dukung Lingkungan dalam Rangka Pengembangan Kawasan Wisata Alam Untuk penentuan prioritas kriteria dilakukan dengan memberikan penilaian atau bobot

Lebih terperinci

BAB I MELIHAT SUNGAI DELI SECARA KESELURUHAN

BAB I MELIHAT SUNGAI DELI SECARA KESELURUHAN 4 BAB I MELIHAT SUNGAI DELI SECARA KESELURUHAN 1.1 Faktor Tapak dan Lingkungan Proyek Kasus proyek yang dibahas disini adalah kasus proyek C, yaitu pengembangan rancangan arsitektural model permukiman

Lebih terperinci

Ketentuan Umum Istilah dan Definisi

Ketentuan Umum Istilah dan Definisi Ketentuan Umum 2.1. Istilah dan Definisi Penyusunan RDTR menggunakan istilah dan definisi yang spesifik digunakan di dalam rencana tata ruang. Berikut adalah daftar istilah dan definisinya: 1) Ruang adalah

Lebih terperinci

No pemeliharaan dan pemanfaatan keanekaragaman hayati sebagai modal dasar pembangunan. Penerapan prinsip Keuangan Berkelanjutan sebagai per

No pemeliharaan dan pemanfaatan keanekaragaman hayati sebagai modal dasar pembangunan. Penerapan prinsip Keuangan Berkelanjutan sebagai per TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I No.6149 KEUANGAN OJK. Efek. Utang. Berwawasan Lingkungan. Penerbitan dan Persyaratan. (Penjelasan atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 281) PENJELASAN ATAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kekayaan sumberdaya alam wilayah kepesisiran dan pulau-pulau kecil di Indonesia sangat beragam. Kekayaan sumberdaya alam tersebut meliputi ekosistem hutan mangrove,

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Kawasan perumahan pada hakekatnya tidak akan pernah dapat dipisahkan dari lingkungan sekitarnya. Terlebih pada kenyataannya lingkungan yang baik akan dapat memberikan

Lebih terperinci

Kata Pengantar. Yogyakarta, Desember Tim Penyusun. Buku Materi Teknis Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi BWP Sedayui

Kata Pengantar. Yogyakarta, Desember Tim Penyusun. Buku Materi Teknis Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi BWP Sedayui Kata Pengantar Kabupaten Bantul telah mempunyai produk Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bantul yang mengacu pada Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007. Produk Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bantul

Lebih terperinci

V BAB V PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN

V BAB V PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN V BAB V PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN Visi dan misi merupakan gambaran apa yang ingin dicapai Kota Surabaya pada akhir periode kepemimpinan walikota dan wakil walikota terpilih, yaitu: V.1

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SINJAI KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI KABUPATEN SINJAI

PEMERINTAH KABUPATEN SINJAI KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI KABUPATEN SINJAI -157- LAMPIRAN XXII PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINJAI NOMOR 28 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SINJAI TAHUN 2012-2032 KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI KABUPATEN SINJAI A. KAWASAN

Lebih terperinci

KETENTUAN TEKNIS MUATAN RENCANA DETAIL PEMBANGUNAN DPP, KSPP DAN KPPP

KETENTUAN TEKNIS MUATAN RENCANA DETAIL PEMBANGUNAN DPP, KSPP DAN KPPP LAMPIRAN II PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN PROVINSI

Lebih terperinci

BAB 3 METODA PERANCANGAN. Lingkup metoda penyusunan rencana Pembangunan Pusat Sains dan Teknologi di

BAB 3 METODA PERANCANGAN. Lingkup metoda penyusunan rencana Pembangunan Pusat Sains dan Teknologi di BAB 3 METODA PERANCANGAN Lingkup metoda penyusunan rencana Pembangunan Pusat Sains dan Teknologi di kawasan Pantai Panjang Kota Bengkulu ini secara umum mencakup hal-hal sebagai berikut: 3.1 Ide Perancangan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Dari hasil penelitian dan pembahasan sebelumnya, maka didapatkan hasil kesimpulan dan rekomendasi sebagai berikut: A. KESIMPULAN Perkembangan kegiatan pariwisata menimbulkan

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN WILAYAH YOGYAKARTA

BAB III TINJAUAN WILAYAH YOGYAKARTA BAB III TINJAUAN WILAYAH YOGYAKARTA 3.1 TINJAUAN UMUM WILAYAH YOGYAKARTA 3.1.1 Kondisi Geografis dan Aministrasi Kota Yogyakarta terletak di bagian tengah-selatan Pulau Jawa dengan luas 32,50 km2. Kota

Lebih terperinci

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 92 IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 4.1. Kota Bekasi dalam Kebijakan Tata Makro Analisis situasional daerah penelitian diperlukan untuk mengkaji perkembangan kebijakan tata ruang kota yang terjadi

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman Judul Halaman Pengesahan Halaman Pernyataan Halaman Persembahan Kata Pengantar. Daftar Isi Daftar Tabel Daftar Gambar

DAFTAR ISI. Halaman Judul Halaman Pengesahan Halaman Pernyataan Halaman Persembahan Kata Pengantar. Daftar Isi Daftar Tabel Daftar Gambar DAFTAR ISI Halaman Judul Halaman Pengesahan Halaman Pernyataan Halaman Persembahan Kata Pengantar Intisari Abstract Daftar Isi Daftar Tabel Daftar Gambar i ii iii iv v vii viii ix xii xiii BAB I. PENDAHULUAN

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN JOMBANG

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN JOMBANG I. UMUM PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN JOMBANG Sesuai dengan amanat Pasal 20 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang

Lebih terperinci

BAB III METODE PERANCANGAN. pengumpulan data, analisis, dan proses sintesis atau konsep perancangan.

BAB III METODE PERANCANGAN. pengumpulan data, analisis, dan proses sintesis atau konsep perancangan. BAB III METODE PERANCANGAN Pada perancangan hotel resort dalam seminar ini merupakan kajian berupa penjelasan dari proses perancangan yang disertai dengan teori-teori dan data-data yang didapat dari studi

Lebih terperinci

B. SUBSTANSI ATURAN BERSAMA

B. SUBSTANSI ATURAN BERSAMA B. SUBSTANSI ATURAN BERSAMA KONDISI FAKTUAL KONDISI IDEAL ATURAN BERSAMA YANG DISEPAKATI A. LINGKUNGAN 1. Jaringan Jalan Rumah yang tidak mendapat akses menuju jalan utama lingkungan maupun jalan penghubung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk mendorong peran dan membangun komitmen yang menjadi bagian integral

BAB I PENDAHULUAN. untuk mendorong peran dan membangun komitmen yang menjadi bagian integral BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Strategi kebijakan pelaksanaan pengendalian lingkungan sehat diarahkan untuk mendorong peran dan membangun komitmen yang menjadi bagian integral dalam pembangunan kesehatan

Lebih terperinci

BAB VI HASIL RANCANGAN. tema Sustainable Architecture yang menerapkan tiga prinsip yaitu Environmental,

BAB VI HASIL RANCANGAN. tema Sustainable Architecture yang menerapkan tiga prinsip yaitu Environmental, BAB VI HASIL RANCANGAN 6.1 Dasar perancangan Hasil perancangan sentra industri batu marmer adalah penerapan dari tema Sustainable Architecture yang menerapkan tiga prinsip yaitu Environmental, Social dan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PERANCANGAN. 4.1 Analisis Obyek Rancangan Terhadap Kondisi Eksisting

BAB IV ANALISIS PERANCANGAN. 4.1 Analisis Obyek Rancangan Terhadap Kondisi Eksisting BAB IV ANALISIS PERANCANGAN 4.1 Analisis Obyek Rancangan Terhadap Kondisi Eksisting Terdapat beberapa hal yang benar-benar harus diperhatikan dalam analisis obyek perancangan terhadap kondisi eksisting

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PERMEN/M/2006 TENTANG

PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PERMEN/M/2006 TENTANG PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PERMEN/M/2006 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENYELENGGARAAN PENGEMBANGAN PERUMAHAN KAWASAN INDUSTRI MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT,

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Tabel SD-1 Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan Utama Tabel SD-2 Luas Kawasan Hutan Menurut Fungsi/Status... 1

DAFTAR ISI. Tabel SD-1 Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan Utama Tabel SD-2 Luas Kawasan Hutan Menurut Fungsi/Status... 1 DAFTAR ISI A. SUMBER DAYA ALAM Tabel SD-1 Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan Utama... 1 Tabel SD-2 Luas Kawasan Hutan Menurut Fungsi/Status... 1 Tabel SD-3 Luas Kawasan Lindung berdasarkan RTRW dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nusantara maupun wisatawan mancanegara. Hal ini dikarenakan. yang dapat dimanfaatkan sebagai kegiatan di bidang pariwisata.

BAB I PENDAHULUAN. nusantara maupun wisatawan mancanegara. Hal ini dikarenakan. yang dapat dimanfaatkan sebagai kegiatan di bidang pariwisata. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki banyak potensi alam baik di daratan maupun di lautan. Keanekaragaman alam, flora, fauna dan, karya cipta manusia yang

Lebih terperinci

INDIKATOR PROGRAM UTAMA PEMBANGUNAN PEMANFAATAN RUANG KOTA GORONTALO TAHUN

INDIKATOR PROGRAM UTAMA PEMBANGUNAN PEMANFAATAN RUANG KOTA GORONTALO TAHUN LAMPIRAN IV INDIKATOR PROGRAM UTAMA PEMBANGUNAN PEMANFAATAN RUANG KOTA GORONTALO TAHUN 2010-2030 NO. PROGRAM KEGIATAN LOKASI BESARAN (Rp) A. Perwujudan Struktur Ruang 1 Rencana Pusat - Pembangunan dan

Lebih terperinci

BAB III: DATA DAN ANALISA

BAB III: DATA DAN ANALISA BAB III: DATA DAN ANALISA 3.1. Data Fisik dan Non Fisik 2.1.1. Data Fisik Lokasi Luas Lahan Kategori Proyek Pemilik RTH Sifat Proyek KLB KDB RTH Ketinggian Maks Fasilitas : Jl. Stasiun Lama No. 1 Kelurahan

Lebih terperinci

BAB 2 Kerangka Pengembangan Sanitasi

BAB 2 Kerangka Pengembangan Sanitasi BAB 2 Kerangka Pengembangan Sanitasi 2.1. Visi Misi Sanitasi Visi Kabupaten Pohuwato Tabel 2.1: Visi dan Misi Sanitasi Kabupaten/Kota Misi Kabupaten Pohuwato Visi Sanitasi Kabupaten Pohuwato Misi Sanitasi

Lebih terperinci

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN 6.1 Konsep Dasar Perencanaan Konsep dasar perencanaan Kampung Nelayan Modern Desa Karangsong merupakan salah satu rencana Kabupaten Indramayu dalam menata daerah

Lebih terperinci

VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4.1. VISI DAN MISI DINAS KEBERSIHAN DAN PERTAMANAN Visi adalah gambaran arah pembangunan atau kondisi masa depan yang ingin dicapai melalui penyelenggaraan

Lebih terperinci

RANCANGAN: PENDEKATAN SINERGI PERENCANAAN BERBASIS PRIORITAS PEMBANGUNAN PROVINSI LAMPUNG TAHUN 2017

RANCANGAN: PENDEKATAN SINERGI PERENCANAAN BERBASIS PRIORITAS PEMBANGUNAN PROVINSI LAMPUNG TAHUN 2017 RANCANGAN: PENDEKATAN SINERGI PERENCANAAN BERBASIS PRIORITAS PEMBANGUNAN PROVINSI LAMPUNG TAHUN 2017 PRIORITAS PEMBANGUNAN 2017 Meningkatkan kualitas infrastruktur untuk mendukung pengembangan wilayah

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Wisata

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Wisata 6 II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Wisata Pariwisata merupakan perjalanan dari satu tempat ke tempat lain, bersifat sementara, dilakukan perorangan maupun kelompok, sebagai usaha mencari keseimbangan atau keserasian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kepadatan penduduk di Kabupaten Garut telah mencapai 2,4 juta jiwa

BAB I PENDAHULUAN. Kepadatan penduduk di Kabupaten Garut telah mencapai 2,4 juta jiwa 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kepadatan penduduk di Kabupaten Garut telah mencapai 2,4 juta jiwa pada tahun 2006 memberikan konsekuensi pada perlunya penyediaan perumahan yang layak huni

Lebih terperinci

RENCANA PENATAAN LANSKAP PEMUKIMAN TRADISIONAL

RENCANA PENATAAN LANSKAP PEMUKIMAN TRADISIONAL RENCANA PENATAAN LANSKAP PEMUKIMAN TRADISIONAL Rencana Lanskap Berdasarkan hasil analisis data spasial mengenai karakteristik lanskap pemukiman Kampung Kuin, yang meliputi pola permukiman, arsitektur bangunan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA PERENCANAAN

BAB IV ANALISA PERENCANAAN BAB IV ANALISA PERENCANAAN 4.1. Analisa Non Fisik Adalah kegiatan yang mewadahi pelaku pengguna dengan tujuan dan kegiatannya sehingga menghasilkan besaran ruang yang dibutuhkan untuk mewadahi kegiatannya.

Lebih terperinci

PENJELASAN A T A S PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SUKOHARJO TAHUN

PENJELASAN A T A S PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SUKOHARJO TAHUN 72 PENJELASAN A T A S PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SUKOHARJO TAHUN 2011-2031 I. UMUM. Latar belakang disusunnya Rencana Tata Ruang

Lebih terperinci

BAB VII KAWASAN LINDUNG DAN KAWASAN BUDIDAYA

BAB VII KAWASAN LINDUNG DAN KAWASAN BUDIDAYA PERENCANAAN WILAYAH 1 TPL 314-3 SKS DR. Ir. Ken Martina Kasikoen, MT. Kuliah 10 BAB VII KAWASAN LINDUNG DAN KAWASAN BUDIDAYA Dalam KEPPRES NO. 57 TAHUN 1989 dan Keppres No. 32 Tahun 1990 tentang PEDOMAN

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI. Kabupaten Balangan. 2.1 Visi Misi Sanitasi

BAB II KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI. Kabupaten Balangan. 2.1 Visi Misi Sanitasi II-1 BAB II KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI 2.1 Visi Misi Sanitasi Visi Pembangunan Tahun 2011-2015 adalah Melanjutkan Pembangunan Menuju Balangan yang Mandiri dan Sejahtera. Mandiri bermakna harus mampu

Lebih terperinci

BAB V KONSEP. mengasah keterampilan yaitu mengambil dari prinsip-prinsip Eko Arsitektur,

BAB V KONSEP. mengasah keterampilan yaitu mengambil dari prinsip-prinsip Eko Arsitektur, BAB V KONSEP 5.1 Konsep Dasar Konsep dasar yang digunakan dalam perancangan Pusat Pendidikan dan Pelatihan Bagi Anak Putus Sekolah sebagai tempat menerima pendidikan dan mengasah keterampilan yaitu mengambil

Lebih terperinci

BAB VI RENCANA UMUM DAN PANDUAN RANCANGAN

BAB VI RENCANA UMUM DAN PANDUAN RANCANGAN BAB VI RENCANA UMUM DAN PANDUAN RANCANGAN 6.1. Struktur Peruntukan Lahan e t a P Gambar 6.1: Penggunaan lahan Desa Marabau 135 6.2. Intensitas Pemanfaatan Lahan a. Rencana Penataan Kawasan Perumahan Dalam

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 1.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil observasi dilapangan serta analisis yang dilaksanakan pada bab terdahulu, penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan untuk merumuskan konsep

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis dan subtropis yang

I. PENDAHULUAN. Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis dan subtropis yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis dan subtropis yang didominasi oleh beberapa jenis mangrove yang mampu tumbuh dan berkembang pada daerah pasang

Lebih terperinci

BAB III METODE PERANCANGAN. teori-teori dan data-data yang di dapat dari studi literatur maupun studi lapangan, sehingga dari

BAB III METODE PERANCANGAN. teori-teori dan data-data yang di dapat dari studi literatur maupun studi lapangan, sehingga dari BAB III METODE PERANCANGAN Kajian perancangan ini adalah berupa penjelasan dari proses merancang, yang disertai dengan teori-teori dan data-data yang di dapat dari studi literatur maupun studi lapangan,

Lebih terperinci

PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2016 KABUPATEN MAGETAN. INDIKATOR KINERJA Meningkatkan kualitas rumah ibadah dan

PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2016 KABUPATEN MAGETAN. INDIKATOR KINERJA Meningkatkan kualitas rumah ibadah dan PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2016 KABUPATEN MAGETAN No SASARAN STRATEGIS INDIKATOR KINERJA TARGET 1 2 3 4 1 Meningkatkan kualitas rumah ibadah dan 1. Jumlah rumah ibadah yang difasilitasi 400 jumlah kegiatan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Lahan basah merupakan sumber daya alam hayati penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem global. Salah satu tipe lahan basah adalah lahan gambut. Lahan gambut merupakan ekosistem

Lebih terperinci

Konsep Hunian Vertikal sebagai Alternatif untuk Mengatasi Masalah Permukiman Kumuh, Kasus Studi Kampung Pulo

Konsep Hunian Vertikal sebagai Alternatif untuk Mengatasi Masalah Permukiman Kumuh, Kasus Studi Kampung Pulo Konsep Hunian Vertikal sebagai Alternatif untuk Mengatasi Masalah Permukiman Kumuh, Kasus Studi Kampung Pulo Felicia Putri Surya Atmadja 1, Sri Utami 2, dan Triandriani Mustikawati 2 1 Mahasiswa Jurusan

Lebih terperinci

TUJUAN DAN KEBIJAKAN. 7.1 Program Pembangunan Permukiman Infrastruktur Permukiman Perkotaan Skala Kota. No KOMPONEN STRATEGI PROGRAM

TUJUAN DAN KEBIJAKAN. 7.1 Program Pembangunan Permukiman Infrastruktur Permukiman Perkotaan Skala Kota. No KOMPONEN STRATEGI PROGRAM BAB 6 TUJUAN DAN KEBIJAKAN No KOMPONEN STRATEGI PROGRAM Mengembangkan moda angkutan Program Pengembangan Moda umum yang saling terintegrasi di Angkutan Umum Terintegrasi lingkungan kawasan permukiman Mengurangi

Lebih terperinci

Gambar 3. Peta Orientasi Lokasi Studi

Gambar 3. Peta Orientasi Lokasi Studi BAB III METODOLOGI. Lokasi dan Waktu Kegiatan studi dilakukan di Dukuh Karangkulon yang terletak di Desa Wukirsari, Kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dengan luas

Lebih terperinci

BAB I. Persiapan Matang untuk Desain yang Spektakuler

BAB I. Persiapan Matang untuk Desain yang Spektakuler BAB I Persiapan Matang untuk Desain yang Spektakuler Kampung Hamdan merupakan salah satu daerah di Kota Medan yang termasuk sebagai daerah kumuh. Hal ini dilihat dari ketidak beraturannya permukiman warga

Lebih terperinci

BAB VII RENCANA. 7.1 Mekanisme Pembangunan Rusunawa Tahapan Pembangunan Rusunawa

BAB VII RENCANA. 7.1 Mekanisme Pembangunan Rusunawa Tahapan Pembangunan Rusunawa BAB VII RENCANA 7.1 Mekanisme Pembangunan Rusunawa 7.1.1 Tahapan Pembangunan Rusunawa Agar perencanaan rumah susun berjalan dengan baik, maka harus disusun tahapan pembangunan yang baik pula, dimulai dari

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang 1 I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Sektor pariwisata merupakan salah satu sumber penghasil devisa potensial selain sektor migas. Indonesia sebagai suatu negara kepulauan memiliki potensi alam dan budaya

Lebih terperinci

BUKU DATA STATUS LINGKUNGAN HIDUP KOTA SURABAYA 2012 DAFTAR TABEL

BUKU DATA STATUS LINGKUNGAN HIDUP KOTA SURABAYA 2012 DAFTAR TABEL DAFTAR TABEL Tabel SD-1. Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan Utama... 1 Tabel SD-1A. Perubahan Luas Wilayah Menurut Penggunaan lahan Utama Tahun 2009 2011... 2 Tabel SD-1B. Topografi Kota Surabaya...

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. RTRW Kabupaten Bondowoso

KATA PENGANTAR. RTRW Kabupaten Bondowoso KATA PENGANTAR Sebagai upaya mewujudkan perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan ruang yang efektif, efisien dan sistematis guna menunjang pembangunan daerah dan mendorong perkembangan wilayah

Lebih terperinci

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN V.1 Dasar Perencanaan dan Perancangan V.1.1 Peraturan pada tapak Lokasi Tapak : Jl. Perintis Kemerdekaan, Jakarta Timur Luas Lahan : 18.751,5 m 2 KDB : 40 % Luas

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tata Ruang dan Konflik Pemanfaatan Ruang di Wilayah Pesisir dan Laut

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tata Ruang dan Konflik Pemanfaatan Ruang di Wilayah Pesisir dan Laut 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tata Ruang dan Konflik Pemanfaatan Ruang di Wilayah Pesisir dan Laut Menurut UU No. 26 tahun 2007, ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara,

Lebih terperinci

BAB VI HASIL PERANCANGAN

BAB VI HASIL PERANCANGAN BAB VI HASIL PERANCANGAN Hasil perancangan merupakan aplikasi dari konsep ekowisata pada pengembangan kawasan agrowisata sondokoro yang meliputi bebera aspek, diantaranya: 6.1. Dasar Pengembangan Dasar

Lebih terperinci

Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG

Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG Menggantikan UU No. 24 Tahun 1992 Tentang Penataan Ruang Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang ditandai dengan tingginya kepadatan penduduk dan diwarnai dengan strata sosial ekonomi yang heterogen

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEMA ARSITEKTUR HIJAU

BAB III TINJAUAN TEMA ARSITEKTUR HIJAU BAB III TINJAUAN TEMA ARSITEKTUR HIJAU 3.1. Tinjauan Tema a. Latar Belakang Tema Seiring dengan berkembangnya kampus Universitas Mercu Buana dengan berbagai macam wacana yang telah direncanakan melihat

Lebih terperinci

IVI- IV TUJUAN, SASARAN & TAHAPAN PENCAPAIAN

IVI- IV TUJUAN, SASARAN & TAHAPAN PENCAPAIAN STRATEGI UNTUK KEBERLANJUTAN LAYANAN SANITASI KOTA STRATEGII SANIITASII KOTA PROBOLIINGGO 4.1. TUJUAN, SASARAN & TAHAPAN PENCAPAIAN 4.1.1. Sub Sektor Air Limbah Mewujudkan pelaksanaan pembangunan dan prasarana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berakar pada faktor-faktor geografi dan sejarah nusantara yang selama berabad-abad

BAB I PENDAHULUAN. berakar pada faktor-faktor geografi dan sejarah nusantara yang selama berabad-abad BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kawasan tepi air ataupun kawasan tepi sungai di Indonesia sebenarnya berakar pada faktor-faktor geografi dan sejarah nusantara yang selama berabad-abad telah menjadi

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Bogor, 08 Desember 2015 Walikota Bogor, Dr. Bima Arya Sugiarto

KATA PENGANTAR. Bogor, 08 Desember 2015 Walikota Bogor, Dr. Bima Arya Sugiarto WALIKOTA BOGOR KATA PENGANTAR Dalam rangka pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup yang berkelanjutan perlu didukung data dan informasi lingkungan hidup yang akurat, lengkap dan berkesinambungan. Informasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota akan selalu berhubungan erat dengan perkembangan lahan baik dalam kota itu sendiri maupun pada daerah yang berbatasan atau daerah sekitarnya. Selain itu lahan

Lebih terperinci

Perancangan Rumah Susun Sederhana di Kota Kediri BAB I PENDAHULUAN. berpengaruh terhadap kepadatan penduduk sekaligus berpengaruh pada kebutuhan

Perancangan Rumah Susun Sederhana di Kota Kediri BAB I PENDAHULUAN. berpengaruh terhadap kepadatan penduduk sekaligus berpengaruh pada kebutuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kota Kediri adalah kota terbesar ke-3 di Jawa Timur dengan luas wilayah 63,40 km 2 dan termasuk kota yang dilewati oleh Sungai Brantas, selain itu kota ini terdiri

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang selain merupakan sumber alam yang penting artinya bagi

Lebih terperinci