PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI"

Transkripsi

1 EVALUASI MEDICATION ERROR RESEP RACIKAN PASIEN PEDIATRIK DI FARMASI RAWAT JALAN RUMAH SAKIT BETHESDA PADA BULAN JULI TAHUN 2007 (TINJAUAN FASE DISPENSING) SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm) Program Studi Ilmu Farmasi Oleh : Erline Yusticia Hinlandou NIM : FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2008

2 EVALUASI MEDICATION ERROR RESEP RACIKAN PASIEN PEDIATRIK DI FARMASI RAWAT JALAN RUMAH SAKIT BETHESDA PADA BULAN JULI TAHUN 2007 (TINJAUAN FASE DISPENSING) SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm) Program Studi Ilmu Farmasi Oleh : Erline Yusticia Hinlandou NIM : FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2008 ii

3

4

5 Kupersembahkan karya ini untuk : Mama-Papaku, ungkapan rasa cinta dan baktiku Almamaterku v

6 LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma : Nama : Erline Yusticia Hinlandou Nomor Mahasiswa : Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul : Evaluasi Medication Error Resep Racikan Pasien Pediatrik di Farmasi Rawat Jalan Rumah Sakit Bethesda pada Bulan Juli Tahun 2007 (Tinjauan Fase Dispensing) beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di Internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis. Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di Yogyakarta Pada tanggal : 30 Januari 2008 Yang menyatakan, (Erline Yusticia Hinlandou) vi

7 PRAKATA Puji syukur dan terima kasih ke hadirat Tuhan yang selalu menyertai, membimbing, dan memberikan kasih-nya yang luar biasa besar kepada penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Penulisan skripsi ini bertujuan untuk memenuhi syarat memperoleh gelar sarjana Farmasi. Mengingat semua proses pengambilan dan penulisan skripsi ini tidak akan berhasil tanpa bimbingan, bantuan, dan kerja sama dari berbagai pihak, maka melalui halaman ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada : 1. Rita Suhadi, M.Si., Apt. selaku pemilik proyek, dekan Universitas Sanata Dharma, dan dosen pembimbing skripsi II. 2. Aris Widayati, M.Si., Apt selaku dosen pembimbing I yang telah memberikan banyak bantuan dan bimbingan selama proses penulisan. 3. RS Bethesda atas kerja sama yang telah dilakukan 4. Apoteker RS Bethesda, terutama Bu Endang dan Bu Anna atas bimbingan dan dukungannya di lapangan 5. Petugas Farmasi Rawat Jalan RS Bethesda termasuk para asisten apoteker dan reseptir 6. Yosef Wijoyo, M.Si., Apt atas kesediaannya menjadi dosen penguji 7. Papa, mama, dan keluarga yang selalu memberi dukungan spiritual, moral, maupun materiil. 8. Teman-teman seperjuangan : Henny, Tata, Amanda, dan Novi yang selalu memberi semangat, pencerahan, dan menemani dalam segala suasana. vii

8 9. Teman-teman yang selalu membantu dan mendukung: Maduma, Lina, Ndu2, Nina, Dipta, Nana, Keke, Ari, Iponk, Sari, Dea, Anita, Etolz, Desi, Wiwid, Yo2, dan Agung 10. Teman-teman proyek lain (carrot team, tea team, alga team, curcuma team) 11. FKK Angkatan 2004 atas kebersamaan dan semangat yang diberikan 12. Seluruh pihak yang membantu semua proses terlaksana dengan baik Selama proses pembuatan skripsi ini, penulis menyadari banyak kekurangan, mengingat keterbatasan kemampuan penulis. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari segenap pembaca. Yogyakarta, 30 Januari 2008 Penulis viii

9 ix

10 INTISARI Resep racikan diberikan kepada pasien pediatrik untuk mendapatkan dosis yang tepat. Resep racikan ini sangat berpotensi menimbulkan medication error (ME). Berdasarkan laporan dari United States Pharmacopeia Medication Errors Reporting Program, 377 kesalahan pada fase dispensing disebabkan oleh kesalahan dari pihak farmasi. Faktor sistem memegang peranan utama sebagai penyebab terjadinya ME. Penelitian ini merupakan penelitian observasional deskriptif. Rancangan penelitian adalah cross sectional. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui bentukbentuk dan presentase kejadian ME, serta mengetahui penyebab, usaha pencegahan, pengatasan, dan perbaikan yang sebaiknya dilakukan. Metode penelitian menggunakan observasi dan wawancara mendalam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi kesalahan pada interpretasi (3,1%); pengambilan obat (6,8%); peracikan (4,6%); pelabelan (0,4%); kalkulasi dan rekalkulasi dosis (1,5%); dan pengemasan (0,2%); serta penyebutan nama pasien (0,2%). Penyebab ME di farmasi adalah kesalahan pada desain dan implementasi sistem. Usaha pencegahan yang telah dilakukan meliputi dilakukannya pemeriksaaan ulang, pencatatan ulang resep, adanya prosedur kerja, pengaturan letak obat, dan memperbaiki jadwal kerja. Usaha pengatasan berupa memberikan penjelasan kepada pasien dan menyelesaikan masalah. Usulan usaha perbaikan dapat berupa perubahan alur kerja, penambahan kolom berat badan pada resep, perubahan jadwal kerja, peningkatan sumber daya, dan penggantian obat berdasarkan persetujuan dokter. Kata kunci : medication error, dispensing, transcribing, resep racikan, dan pasien pediatrik. x

11 ABSTRACT Many compounding prescription is prescibed to pediatric patient for getting the right dosage. The service of compounding prescription have a prone to medication error. According to the report of United States Pharmacopeia Medication Errors Reporting Program, 377 medication errors could be identified as pharmacy technician errors at dispensing phase. System factor play a major role in increasing the likelihood that an individual will make error. This research is a descriptive-observational research. Design of this research is cross sectional. From this research, hopefully we can know the type of medication errors that are happened and how many precentase of it s kind, factors cause medication error, prevention efforts, efforts to deal the problem, and recommendations to repair the system. To obtain that purposes, this research uses observation and indepth interview methods. Based on the observation, the types of medication errors that were happened are error in interpretation (3,1%); labeling ( 0,4%); incorrect medicine (6,8%); dosage calculation (1,5%) packaging (0,2%); compounding (4,6%), and calling patient name (0,2%). Factors cause medication error at pharmacy are error in design and implementation of system. The prevention efforts that have done are checking, recording the prescription, work procedure, arranged medicine places, and arranged the work schedule. The efforts to deal medication error that were happen are giving some explanation to patient and finish the problems. Recommendations to repair the system are arranged work procedure, give a column weight patient in prescription, arranged work schedule, increase technology and human resources, and switch the medicine at prescription must have legalization from the medical doctor. Key word : medication error, dispensing, transcribing, compounding prescription, dan pediatric patient. xi

12 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... ii HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING... iii HALAMAN PENGESAHAN... iv HALAMAN PERSEMBAHAN... v LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI... vi PRAKATA... vii PERNYATAAN KEASL.IAN KARYA... ix INTISARI... x ABSTRACT... xi DAFTAR ISI... xii DAFTAR TABEL... xv DAFTAR DIAGRAM... xvii DAFTAR LAMPIRAN... xviii BAB I. PENGANTAR... 1 A. Latar Belakang Permasalahan Keaslian Penelitian Manfaat Penelitian... 5 B. Tujuan penelitian Tujuan Umum Tujuan Khusus... 5 xii

13 BAB II. PENELAHAAN PUSTAKA... 6 A. Patient Safety... 6 B. Medication Error Definisi ME Tipe ME Fase ME... 8 C. Faktor Penyebab ME... 9 D. Medication Error pada Pediatrik... 9 E. Cara Pencegahan ME pada Pasien Pediatrik F. Resep G. Pelayanan Resep H. Keterangan Empirik BAB III. METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis dan Rancangan Penelitian B. Definisi Operasional C. Subyek dan Obyek Penelitian D. Teknik Sampling E. Waktu dan Tempat Penelitian Observasi Wawancara Mendalam F. Instrumen Penelitian G. Tata Cara Penelitian Orientasi xiii

14 2. Pengumpulan Data a. Observasi b. In-depth interview (wawancara mendalam) Pengolahan Data a. Data Kualitatif b. Data Kuantitatif H. Keterbatasan dalam Penelitian BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Frekuensi Penulisan dan Pelayanan Resep Racikan Pediatrik B. Bentuk- bentuk ME C. Faktor-faktor Penyebab Terjadinya ME D. Usaha Pencegahan dan Pengatasan ME Usaha Pencegahan Usaha Pengatasan E. Usulan Usaha Perbaikan BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan B. Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN BIOGRAFI PENULIS xiv

15 DAFTAR TABEL Tabel I. Tabel II. Persyaratan Pengkajian Resep...12 Bentuk-bentuk ME yang Pernah Terjadi di Rumah Sakit Bethesda...28 Tabel III. Bentuk, Macam, Jumlah, dan Presentase Kesalahan pada Tahap Interpretasi di Instalasi Farmasi Rawat Jalan RS Bethesda Bulan Juli...32 Tabel IV. Bentuk, Macam, Jumlah, dan Presentase Kesalahan pada Tahap Pelabelan di Instalasi Farmasi Rawat Jalan RS Bethesda Bulan Juli Tabel V. Bentuk, Macam, Jumlah, dan Presentase Kesalahan pada Tahap Kalkulasi dan Rekalkulasi Dosis di Instalasi Farmasi Rawat Jalan RS Bethesda Bulan Juli Tabel VI. Macam dan Presentase Pengambilan Kekuatan Obat yang Salah di Farmasi Rawat Jalan RS Bethesda pada Bulan Juli Tabel VII. Macam dan Presentase Kesalahan Pengambilan Jumlah Obat yang Tidak Sesuai Resep yang Belum Sampai ke Tangan Pasien di Farmasi Rawat Jalan RS Bethesda pada Bulan Juli Tabel VIII. Macam dan Presentase Kesalahan Pengambilan Jumlah Obat yang Tidak Sesuai Resep yang Sampai ke Tangan Pasien di Farmasi Rawat Jalan RS Bethesda pada Bulan Juli xv

16 Tabel IX. Macam dan Presentase Kesalahan Peracikan yang Mempengaruhi Dosis di Farmasi Rawat Jalan RS Bethesda pada Bulan Juli Tabel X. Macam dan Presentase Kesalahan dalam Peracikan Membuat Bentuk Sediaan di Farmasi Rawat Jalan RS Bethesda pada Bulan Juli Tabel XI. Macam dan Presentase Kesalahan Pengemasan di Farmasi Rawat Jalan RS Bethesda pada Bulan Juli Tabel XII. Macam dan Presentase Kesalahan Penyebutan Nama Pasien di Farmasi Rawat Jalan RS Bethesda pada Bulan Juli Tabel XIII. Upaya Pencegahan ME oleh Dokter di RS Bethesda Tabel XIV. Upaya Pencegahan ME yang Telah Dilakukan oleh Pihak Farmasi Rawat Jalan RS Bethesda Tabel XV. Tabel XVI. Upaya Pengatasan ME yang Telah Dilakukan di RS Bethesda...50 Usulan Upaya Perbaikan yang Sebaiknya Dilakukan oleh RS Bethesda...51 xvi

17 DAFTAR DIAGRAM Diagram 1. Jumlah Penulisan dan Pelayanan Resep Racikan dan Non Racikan Pasien Pediatrik di Farmasi Rawat Jalan RS Bethesda Periode Juli Diagram 2. Bentuk-bentuk dan Presentase Kejadian ME Bulan Juli 2007 di Instalasi Farmasi Rawat Jalan RS Bethesda...29 Diagram 3. Presentase Kelengkapan Resep di Instalasi Farmasi Rawat Jalan RS Bethesda Bulan Juli xvii

18 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Jumlah Populasi Resep Pediatrik Bulan Juli 2007 di Rumah Sakit Bethesda...62 Lampiran 2. Bentuk, Presentase, dan Frekuensi Kejadian ME yang Sampai ke Tangan Pasien dan yang Belum Sampai ke Tangan Pasien...63 Lampiran 3. Jumlah dan Presentase Kelengkapan Resep Racikan Pediatrik pada Bulan Juli 2007 di Rumah Sakit Bethesda...64 Lampiran 4. Jumlah Kelengkapan Aturan Waktu Minum Resep Racikan Pediatrik pada Bulan Juli 2007 di Rumah Sakit Bethesda...65 Lampiran 5. Jumlah Informasi Yang Diberikan Selama Penyerahan Obat Resep Racikan Pediatrik pada Bulan Juli 2007 di Rumah Sakit Bethesda...66 Lampiran 6. Lampiran 7. Hasil Wawancara Asisten Apoteker...67 Hasil Wawancara Dokter...77 Lampiran 8. Hasil Wawancara dengan Apoteker...82 Lampiran 9. Hasil Wawancara dengan Pasien...85 Lampiran 10. Kejadian ME Yang Ditemukan Pada Resep Pasien Pediatrik Bulan Juli 2007 Di Rumah Sakit Bethesda...94 Lampiran 11. Kelengkapan Resep xviii

19 BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Medication error(me) merupakan masalah serius dan penting yang sudah timbul sejak dulu. The National Coordinating Council for Medication Error Reporting and Prevention (NCC MERP) mendefinisikan ME adalah suatu kejadian dapat dicegah yang mampu menyebabkan kesalahan dalam pemakaian obat atau kejadian membahayakan pasien di mana masih dalam pengawasan profesi kesehatan, pasien, atau konsumen (Anonim, 2000b). Medication error dapat menyebabkan kerugian pada pasien dan kehilangan kepercayaan terhadap sistem pelayanan kesehatan sehingga dapat merusak hubungan pasien dengan tenaga profesional kesehatan (Cox, 2000). Sejak tahun 1992, Food and Drug Administration (FDA) telah menerima sekitar laporan terjadinya ME. Laporan ini merupakan laporan dari sukarelawan, sehingga dimungkinkan jumlah ME yang sebenarnya jauh lebih tinggi (Anonim, 2003). Faktor sistem memegang peranan utama sebagai penyebab terjadinya ME. Desain sistem yang kurang baik dapat mengakibatkan ME oleh petugas dan kesulitan mendeteksi adanya kesalahan sehingga dapat mengakibatkan ME sampai ke tangan pasien. Usaha pencegahan ME harus fokus pada akar permasalahan yaitu pada desain dan implementasi sistem. Kurangnya standarisasi, ketersediaan informasi yang kurang memadai, dan jadwal kerja yang buruk dapat menunjang individu melakukan kesalahan (Cohen, 1999). 1

20 2 Pelayanan kefarmasian pada masa kini telah berkembang ke patient oriented. Oleh sebab itu, tuntutan tanggung jawab terhadap pasien menjadi lebih besar. Tingginya rasa tanggung jawab ini seharusnya dapat untuk meminimalkan rasa malu dan saling menyalahkan yang timbul akibat adanya kesalahan yang diketahui (Cohen, 1999). The United States Pharmacopeia Center for the Advancement of Patient Safety (USP CAPS) mengindentifikasi bahwa banyak ME terjadi pada populasi spesifik yaitu umur kelahiran sampai 16 tahun. Laporan ME ini dipresentasikan kepada USP Safe Medication Use and Pediatric Expert Committees untuk dievaluasi. Dari hasil evaluasi tersebut, USP merekomendasikan untuk mencegah ME yang terjadi pada populasi pediatrik (Anonim, 2003). Kelompok pediatrik memiliki respon yang berbeda terhadap obat dibandingkan orang dewasa. Apalagi pada pasien neonatal, perhitungan dosis harus lebih cermat karena resiko toksisitasnya yang tinggi. Anak kecil memerlukan dosis per kilogram yang lebih besar daripada orang dewasa karena kecepatan metabolismenya yang lebih tinggi. Dosis anak dihitung dapat berdasarkan berat badan, umur, dan luas permukaan tubuh. Keanekaragaman dosis inilah yang menjadi penyebab banyak obat yang sudah jadi diracik atau direkonstitusi kembali (Anonim, 2000a). Selama periode 5 tahun ( ), dari 377 ME yang dilaporkan kepada United States Pharmacopeia Medication Errors Reporting Program (USP MERP) dapat diidentifikasi sebagai kesalahan petugas farmasi. Medication error oleh petugas farmasi ditemukan terus-menerus pada fase dispensing (Anonim, 2005c).

21 3 Penelitian ini lebih fokus kepada fase dispensing karena bertujuan meminimalkan kesalahan petugas farmasi pada fase tersebut. Penelitian dilakukan di Rumah Sakit (RS) Bethesda. Rumah sakit ini telah melakukan kerjasama dengan Universitas Sanata Dharma dalam bidang penelitian. Penelitian ini termasuk dalam penelitian program hibah berjudul Evaluasi Patient Safety Terapi dengan Sediaan Racikan pada Pasien di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda Juli-Agustus 2007 (Suhadi, 2007). Penelitian ini merupakan permintaan dari pihak RS tersebut. Rumah sakit ini termasuk dalam RS swasta tipe utama dengan akreditasi ISO 9000 dan merupakan salah satu RS swasta terbesar di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Rumah sakit ini mempunyai 8 apoteker dan telah menjalankan beberapa kegiatan pelayanan farmasi klinis. 1. Permasalahan a. Apa saja bentuk-bentuk ME dan berapakah presentase kejadiannya selama proses dispensing? b. Faktor-faktor apa saja yang menjadi penyebab timbulnya ME? c. Upaya pencegahan dan pengatasan ME apa saja yang selama ini telah dilakukan? d. Apa sajakah upaya perbaikan yang sebaiknya dilakukan? 2. Keaslian Penelitian Penelitian ME sudah pernah dilakukan sebelumnya oleh Lisby, Nielsen dan Mainz (2004) dengan judul Errors in The Medication Process: Frequency,

22 4 Type, and Potential Clinical Consequences at Aarhus University Hospital, Denmark. Hasil yang didapatkan melalui penelitian ini adalah terjadi ME sebanyak 1065 dari 2467 potensi ME. Frekuensi ME pada tiap fase meliputi prescribing: 167/433 (39%), transcription: 310/558 (56%), dispensing: 22/538 (4%), dan administration: 166/412 (41%). Tipe ME yang paling sering terjadi adalah pemberian obat yang tidak diresepkan dan pengobatan yang tidak diberikan (omission drug). Selain itu, Hartayu dan Widayati (2006) juga telah mengulas tentang ME melalui penelitian Kajian Kelengkapan Resep Pediatri yang Berpotensi Menimbulkan ME di Rumah Sakit dan 10 Apotek di Yogyakarta. Melalui penelitian ini diketahui bahwa frekuensi tertinggi ketidaklengkapan resep yang dapat memicu terjadinya ME adalah tidak tercantumnya berat badan (RS I: 65,71%; RS II: 100%; Apotek: 98,53%) dan umur pasien (RS I: 49,84%; RS II: 100%; Apotek: 14,05%). Penelitian kali ini berbeda dengan penelitian yang telah dilakukan di atas. Perbedaan tersebut lebih pada tempat, waktu, tujuan penelitian, dan metode pengambilan data. Penelitian ini lebih bertujuan untuk mengetahui frekuensi kejadian ME (bukan potensi kesalahan) di Farmasi Rawat Jalan RS Bethesda selama fase dispensing periode Juli Selain itu, penelitian ini juga bermaksud mengetahui penyebab terjadinya ME, upaya pencegahan dan pengatasan yang telah dilakukan, dan usaha perbaikan yang sebaiknya dilakukan. Metode penelitian yang digunakan adalah observasi dan wawancara yang dilakukan secara cross sectional.

23 5 3. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai berikut : a. manfaat teoritis Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk menambah ilmu pengetahuan dalam bidang kefarmasiaan. b. manfaat praktis Hasil yang diperoleh diharapkan dapat digunakan sebagai dasar dalam penyusunan prosedur baru pencegahan ME di Instalasi Rawat Jalan RS Bethesda. B. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Secara umum, tujuan penelitian ini adalah untuk mengevaluasi ME yang terjadi selama proses dispensing di Farmasi Rawat Jalan RS Bethesda tanpa menganalisis kerasionalan resep maupun obat yang diberikan ke pasien. 2. Tujuan Khusus Secara khusus, penelitian ini bertujuan untuk : a. mengetahui bentuk-bentuk ME dan presentase kejadiannya selama fase dispensing b. mengetahui penyebab terjadinya ME yang muncul c. mengetahui usaha pencegahan dan pengatasan ME yang selama ini telah dilakukan d. mengetahui usaha perbaikan yang sebaiknya dilaksanakan

24 BAB II PENELAHAAN PUSTAKA A. Definisi Patient Safety Patient safety adalah bebas dari kejadian merugikan yang tidak disengaja selama masa pengobatan; aktivitas untuk mencegah atau mengatasi adverse outcome yang ditimbulkan selama proses pengobatan (Anonim, 2005b). Menurut Aspden, Corrigan., Wolcott, dan Erickson (2004) dan Anonim (2004a), patient safety didefinisikan the identification, analysis and management of patient-related risks and incidents, in order to make patient care safer and minimise harm to patients. 1. Definisi ME B. Medication Error The National Coordinating Council for Medication Error Reporting and Prevention (Anonim, 2000b) mengemukakan bahwa medication error as any preventable event that may cause or lead to inappropriate medication use or patient harm while the medication is in the control of the health care professional, patient, or consumer. Kejadian yang dimaksud adalah yang berhubungan dengan praktek profesional kesehatan, produk kesehatan, prosedur, dan sistem meliputi: prescribing, komunikasi, pelabelan, pengemasan, peracikan, dispensing, distribusi, pemberian, edukasi, monitoring, dan penggunaan (Anonim, 2000b). 6

25 7 2. Tipe ME Ada beberapa tipe ME menurut Siregar dan Kumolosasi (2005), Koyle dan Butkus (2002), dan Anonim (1998) yaitu: a. produk yang rusak adalah produk yang stabilitas fisika dan kimianya telah berubah karena penyimpanan yang kurang baik, terpapar cahaya, suhu yang tidak sesuai. b. dosis berlebih adalah melipatkan dosis dengan melakukan pemberian pada waktu yang berbeda c. kesalahan peresepan adalah kesalahan seleksi obat, dosis, bentuk sediaan, mutu, rute, konsentrasi, kecepatan pemberian, atau instruksi untuk menggunakan obat yang diorder oleh dokter yang tidak benar; resep atau order obat yang tidak terbaca yang menyebabkan kesalahan yang sampai pada pasien. d. dosis atau kekuatan yang tidak tepat adalah dosis atau kekuatan obat yang diberikan berbeda dengan yang diresepkan, termasuk pemberian jumlah obat yang tidak tepat. e. rute pemberian yang salah f. waktu pemberian yang salah g. bentuk sediaan yang salah adalah bentuk sediaan obat yang diberikan berbeda dengan yang diresepkan h. preparasi yang salah adalah preparasi/ formulasi yang salah dari produk obat (salah merekonstitusi atau melarutkan obat) i. teknik pemberian yang salah; contoh penggerusan obat yang kurang tepat

26 8 j. unauthorized drug adalah obat yang tidak disahkan (diresepkan) oleh dokter, diberikan kepada pasien yang salah k. omission drug adalah pengobatan yang tidak diberikan, tidak termasuk penolakan pasien, keputusan klinik (kontraindikasi) atau alasan lain (karena alasan pasien akan melakukan tes laboratorium sehingga obat tidak diberikan) l. salah pasien m. obat yang diberikan salah n. pembacaan yang salah o. kesalahan monitoring (termasuk kontraindikasi) 3. Fase ME Fase pada proses pengobatan yaitu : a. fase prescribing adalah segala tindakan yang meliputi membuat keputusan medis, memilih obat dan regimen obat, dokumentasi pada rekam medik, dan tindakan pengesahan penulis resep untuk melakukan permintaan obat terhadap farmasi (Aspden, Wolcott, Bootman, dan Cronenwett, 2007). b. fase dispensing merupakan kegiatan pelayanan yang dimulai pada tahap interpretasi, validasi, menyiapkan/meracik obat, memberikan label/etiket, penyerahan obat dengan pemberian informasi obat yang memadai disertai sistem dokumentasi (Anonim, 2004a). c. fase pemberian adalah fase pemberian obat ke pasien yang dilakukan oleh pasien sendiri, perawat, atau caregiver (Anonim, 2005b). d. fase monitoring adalah kegiatan mengevaluasi efek samping dan efek terapi yang timbul melalui respon emosional, fisik, dan psikologis pada pasien

27 9 setelah pemberian obat serta mencatat (mendokumentasikan) semua penemuan terkait tersebut (Aspden, dkk., 2007). B. Faktor Penyebab Medication Error Faktor penyebab medication error dapat berupa : 1) komunikasi yang buruk, baik secara tertulis dalam bentuk kertas resep maupun secara lisan (antara pasien, dokter dan apoteker), 2) sistem distribusi obat yang kurang mendukung (sistem komputerisasi, sistem penyimpanan obat, dan lain sebagainya), 3) sumber daya manusia (kurang pengetahuan, pekerjaan yang berlebihan), 4) kurangnya edukasi ke pasien, 5) kurangnya peran pasien dan keluarganya (Cohen, 1999), 6) nama obat yang hampir sama, 7) kesalahan pada penulisan dan penempelan label, 8) kesalahan pengemasan yaitu kemasan dan bentuk sediaan yang kurang tepat (Thomas, 2001), 9) cara dispensing obat yang baik (CDOB) tidak diterapkan, dan 10) pelaksanaan sistem formularium yang belum memadai (Siregar dan Kumolosasi, 2004). C. Medication Error pada Pediatrik Tenaga kesehatan profesional sering tidak dapat mempersiapkan dan memberikan dosis dari formulasi yang tersedia di pasaran yang sesuai seperti yang dibutuhkan pasien pediatrik. Akibatnya bentuk sediaan obat untuk pasien pediatrik sering diubah. Tablet mungkin dihancurkan (digerus), kapsul dibuka dan diminum bersama makanan atau minuman. Situasi ini dapat meningkatkan permasalahan kelarutan dan bioavailabilitas. Walaupun dilakukan reformulasi,

28 10 masalah dapat timbul dari kekurangan informasi tentang stabilitas, sterilitas produk, dan bioavailabilitas (Cohen, 1999). Walaupun pabrik obat memproduksi obat dengan konsentrasi untuk dewasa dan anak-anak, masih timbul potensi kesalahan. Produk anak-anak dan dewasa biasanya disimpan bersebelahan pada rak. Jika farmasis atau pelanggan tidak membaca label, maka dia akan memilih obat dengan konsentrasi yang salah (Cohen, 1999). Resiko pelayanan resep pada pasien pediatrik salah satunya adalah kesalahan perhitungan dosis. Kesalahan perhitungan dosis disebabkan kurang teliti dan tulisan resep yang tidak jelas yang mengakibatkan kesalahan intepretasi. Resiko ini dapat diminimalisasi dengan memeriksa kembali, dan menstandarisasi dosis yang diminta (Cohen, 1999). Bayi dan anak-anak memiliki resiko ME yang tinggi karena beberapa faktor yaitu perubahan perkembangan fisiologis (mempengaruhi disposisi obat), perhitungan dosis yang bersifat individual berdasarkan berat badan, kurangnya bentuk sediaan obat dan konsentrasi obat di pasaran, dan kurangnya informasi dan pelabelan untuk pediatrik pada berbagai obat (Bell, 2003). D. Cara Pencegahan ME pada Pasien Pediatrik Cara yang paling efektif mengurangi kesalahan adalah pencegahan. Semua dosis dan rute pemberian harus diperiksa dua kali oleh dua petugas kesehatan profesional. Perhatian harus difokuskan pada kemungkinan kesalahan

29 11 menghitung, kesalahan desimal, dan kesalahan konsentrasi pada penggunaan sediaan oral atau sediaan parenteral pada sediaan pediatrik (Cohen, 1999). E. Resep Surat Keputusan Menteri Kesehatan No. 922/MenKes/Per/x/1993, Bab I, pasal 1h. (Lestari, 2002) menyebutkan bahwa resep adalah permintaan tertulis dari dokter, dokter gigi, dokter hewan kepada Apoteker Pengelola Apotek untuk menyediakan dan menyerahkan obat bagi penderita sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hal yang terpenting dalam menuliskan resep adalah bahwa tulisan harus jelas sehingga mudah dimengerti. Penulisan resep yang menimbulkan ketidakjelasan, keraguan, atau salah pengertian mengenai nama obat serta takaran yang harus diberikan, sedapat mungkin harus dihindari. Kebiasaan buruk di kalangan dokter dalam menulis resep dengan tulisan yang tidak jelas, kadangkadang menyebabkan pengobatan yang tidak efektif dan tidak aman, masa sakit memanjang, membahayakan, dan menimbulkan kekhawatiran pasien, serta menyebabkan pembengkakan biaya (Anonim, 1994). Pengkajian resep, menurut Surat Keputusan.Menteri Kesehatan No.1197/MENKES/SK/X/2004, Bab VI, pasal 6, merupakan kegiatan dalam pelayanan kefarmasian yang dimulai dari seleksi persyaratan administrasi, persyaratan farmasi dan persyaratan klinis baik untuk pasien rawat inap maupun rawat jalan.

30 12 No. Tabel I. Persyaratan Pengkajian Resep Persyaratan Persyaratan Farmasi Persyaratan Klinis Administrasi Bentuk dan kekuatan Ketepatan indikasi, sediaan dosis dan waktu 1 Nama, umur, jenis kelamin dan berat badan pasien 2 Nama, nomor izin, alamat dan paraf dokter Dosis dan jumlah obat penggunaan obat Duplikasi pengobatan 3 Tanggal resep Stabilitas dan ketersediaan Alergi, interaksi dan efek samping obat 4 Ruangan/unit asal Aturan, cara dan teknik Kontraindikasi resep penggunaan 5 Efek aditif F. Pelayanan Resep Proses pelayanan resep mencakup kegiatan-kegiatan berikut: 1) membaca dan mengerti isi resep Tahap ini merupakan tahap penterjemahan (interpretasi) resep dokter. Bila resep tidak jelas atau lengkap, farmasis dapat berkomunikasi langsung dengan dokter yang meresepkan (Aspden, dkk., 2007). 2) memasukkan data ke komputer Selama proses fase ini, resep obat dimasukkan ke data komputer oleh farmasis atau petugas farmasi kemudian mencetak label. Pemasukkan data ke sistem komputer database farmasi dapat digunakan untuk melakukan skrining resep secara klinis sehingga dapat diketahui apakah terjadi interaksi obat, duplikasi pengobatan, alergi, atau dosis yang melebihi kadar efek maksimum (Anonim, 2005a dan Aspden, dkk., 2007).

31 13 3) preparasi Pada fase ini paling banyak ditemukan kesalahan petugas farmasi. Preparasi terdiri dari tahap penghitungan jumlah obat yang diresepkan, pengambilan obat, peracikan, pengemasan kembali, dan pelabelan pada kemasan obat (Anonim, 2005a dan Aspden, dkk., 2007). 4) menyerahkan obat dan memberikan informasi Penyerahan obat ke pasien di bawah pengawasan apoteker berperan penting dalam upaya agar pasien mengerti dan menggunakan obat secara benar seperti yang dianjurkan. Kekeliruan dalam penyediaan obat dan penyerahan obat ke pasien sering mengakibatkan kerugian bagi pasien (Anonim, 2000a). Menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan No.1027/MenKes/SK/IX/ 2004, tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek, menyebutkan bahwa Sebelum obat diserahkan pada pasien harus dilakukan pemeriksaan akhir terhadap kesesuaian antara obat dengan resep. Penyerahan obat dilakukan oleh apoteker disertai pemberian informasi obat dan konseling kepada pasien dan tenaga kesehatan. Menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan No.1027/MenKes/SK/IX/ 2004, tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek, menyebutkan bahwa Apoteker harus memberikan informasi yang benar, jelas, dan mudah dimengerti, akurat, tidak bias, etis, bijaksana, dan terkini. Informasi obat pada pasien sekurang-kurangnya meliputi: cara pemakaian obat, cara penyimpanan obat, jangka waktu pengobatan, aktivitas serta makanan dan minuman yang harus dihindari selama terapi. J. Keterangan Empirik Hasil penelitian kali ini diharapkan dapat memberikan gambaran bentukbentuk dan presentase ME yang terjadi selama proses dispensing. Selain itu,

32 14 diharapkan dapat mengetahui penyebab ME, upaya pencegahan dan pengatasan yang telah dilaksanakan, serta usaha perbaikan yang sebaiknya dilakukan.

33 15 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis dan Rancangan Penelitian Jenis penelitian termasuk observasional deskriptif. Observasional berarti observasi terhadap berbagai variabel obyek menurut keadaan apa adanya, tanpa ada manipulasi atau intervensi peneliti. Penelitian ini bertujuan melakukan eksplorasi deskriptif terhadap suatu fenomena, fenomena dalam penelitian ini adalah kejadian ME, tanpa mencoba menganalisis bagaimana dan mengapa fenomena tersebut terjadi (Pratiknya, 2001). Penelitian ini tidak menganalisis dan mengkategorikan dampak dari setiap kejadian ME. Rancangan penelitian adalah cross sectional karena pengamatan kejadian ME, kelengkapan resep, dan pemberian informasi ke pasien pada tiap subyek dilakukan sekali saja dan evaluasi kesalahan dilakukan langsung pada saat observasi. B. Definisi Operasional Batasan makna dan penafsiran pada penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. medication error adalah kesalahan yang dilakukan oleh pembaca resep pada fase dispensing tanpa memperhatikan tahap validasi dan pemberian harga. 2. kesalahan pembaca resep adalah bila pembaca resep melakukan kesalahan dalam satu tahap pelayanan resep dan kesalahan tersebut belum dibetulkan sampai satu tahap tersebut selesai dilakukan. 15

34 16 3. fase dispensing meliputi tahap interpretasi, kalkulasi dosis, pelabelan (pengetikan dan penempelan label), rekalkulasi dosis, pengambilan obat, (peracikan), pengemasan, pemeriksaan ulang, dan penyerahan obat serta pemberian informasi. 4. kesalahan interpretasi diasumsikan sebagai kesalahan pengetikan di komputer. 5. pembaca resep adalah semua petugas Farmasi Rawat Jalan RS Bethesda yang memiliki kewenangan menangani resep, yaitu apoteker dan asisten apoteker di bawah pengawasan apoteker. 6. pasien pediatrik adalah pasien dari dokter yang praktek di Klinik Kesehatan Anak RS Bethesda. 7. responden adalah orang tua pasien pediatrik, dokter, dan pembaca resep yang diwawancarai dengan metode wawancara mendalam. 8. waktu minum adalah aturan khusus dalam mengkonsumsi obat yang meliputi sebelum makan dan sesudah makan. 9. racikan adalah obat dengan rute pemberian per oral, yang sudah siap dikonsumsi, direkonstitusi ulang menjadi bentuk sediaan baru yaitu kapsul, pulveres, dan sirup. 10. racikan standar RS Bethesda (RSB) adalah obat dari resep racikan dokter, yang berdasarkan kebijakan RS dan sudah melalui kesepakatan dengan dokter, telah diracik dan dikemas terlebih dahulu dengan variasi dosis tertentu oleh pihak RS bagian produksi sebelum resep diterima Instalasi

35 17 Farmasi Rawat Jalan RS Bethesda yang bertujuan untuk mempercepat proses pelayanan resep. 11. racikan non-standar adalah obat dari resep racikan dokter yang diracik atau direkonstitusi ulang setelah resep diterima Farmasi Rawat Jalan RS Bethesda dan telah diperintahkan untuk diracik (biaya obat telah dibayar oleh pasien). 12. kesalahan yang belum sampai ke tangan pasien adalah kesalahan yang sudah dibetulkan sebelum obat diserahkan ke pasien atau kesalahan yang belum dibetulkan oleh pembaca resep dan belum diketahui kesalahan ini berlanjut sampai obat diserahkan ke pasien atau tidak karena obat belum diambil pasien pada waktu observasi. C. Subyek dan Obyek Penelitian Subjek penelitian pada pengambilan data dengan wawancara mendalam di RS Bethesda ini adalah responden yang terdiri dari dokter yang praktek di Klinik Kesehatan Anak, asisten apoteker yang bekerja di Farmasi Rawat Jalan, apoteker penangggung jawab Farmasi Rawat Jalan, dan orang tua pasien pediatrik. Kriteria orang tua pasien pediatrik yang diwawancarai adalah orang tua dari pasien pediatrik yang membeli obat berdasarkan resep racikan di Farmasi Rawat Jalan RS Bethesda, pelayanan resepnya diobservasi oleh peneliti dan maksimal dalam 1 bulan terakhir pernah membeli obat berdasarkan resep di Farmasi Rawat Jalan RS Bethesda.

36 18 Obyek penelitian yang digunakan selama observasi adalah resep racikan pasien pediatrik yang diterima Farmasi Rawat Jalan RS Bethesda pada bulan Juli tahun D. Teknik Sampling Teknik sampling yang digunakan pada observasi resep racikan pediatrik adalah teknik sampling incidental. Segala obyek yang secara kebetulan/insidental bertemu dengan peneliti dapat digunakan sebagai sampel, bila dipandang obyek yang kebetulan ditemui itu cocok sebagai sumber data (Sugiyono, 2007). Sumber data yang dimaksud adalah resep racikan pediatrik. Menurut Sevilla, Ochave, Punsalan, Regala, dan Uriarte (1988), ukuran minimum sampel yang dapat diterima pada penelitian deskriptif adalah 10 % dari populasi. Populasi resep racikan pediatrik bulan Juli 2007 adalah 954 resep maka jumlah minimum sampel yang harus didapatkan adalah 96 resep. Jumlah sampel yang didapat selama masa observasi sebanyak 456 resep. Jumlah ini sudah melebihi batas minimum sampel. Pengambilan sampel untuk wawancara dengan cara sampling kuota. Cara ini merupakan teknik untuk menentukan sampel dari populasi yang memiliki ciriciri tertentu sampai jumlah (kuota) yang diinginkan (Sugiyono, 2007). Sampling hanya dilakukan terhadap asisten apoteker. Berdasarkan Sevilla, Ochave, Punsalan, Regala, dan Uriarte (1988), untuk populasi yang sangat kecil diperlukan sampel minimum 20 % dari populasi pada penelitian deskriptif. Populasi asisten apoteker yang bekerja di Farmasi Rawat Jalan RS Bethesda sebanyak 16 orang.

37 19 Jumlah sampel ditetapkan 6 orang. Jumlah sampel ini sudah melebihi 20 % dari populasi dan dirasa sudah cukup mewakili populasi. Wawancara terhadap orang tua pasien hanya bersifat sebagai pendukung data dan bukan merupakan tujuan utama penelitian. Oleh sebab itu, wawancara ini hanya dilakukan kepada 16 orang dan dianggap sudah dapat mewakili populasi. Wawancara mendalam juga dilakukan terhadap populasi dokter yang praktek di Klinik Kesehatan Anak yang berjumlah 4 orang dan apoteker penanggung jawab Farmasi Rawat Jalan RS Bethesda sebanyak 1 orang. E. Waktu dan Tempat Penelitian 1. Observasi Observasi dilaksanakan selama 1 bulan dari tanggal 4 Juli sampai 4 Agustus 2007 di Farmasi Rawat Jalan RS Bethesda terhadap pelayanan resep racikan untuk pasien pediatrik. Waktu observasi ini sedikit berbeda dengan judul karena terjadi kendala perijinan penelitian sehingga waktu penelitian menjadi sedikit bergeser. Penelitian tidak dilakukan pada hari Sabtu sore dan hari Minggu. Dokter yang membuka praktek di Klinik Kesehatan Anak hanya bekerja pada hari Senin sampai Sabtu pagi. Observasi dilakukan di Unit Farmasi Timur Atas pada pukul WIB dan di Farmasi Timur Bawah pada pukul WIB. Hal ini dilakukan karena berdasarkan orientasi, resep pasien pediatrik yang diterima dari Farmasi Timur Atas pada pagi hari lebih banyak daripada di Farmasi Timur Bawah. Klinik Kesehatan Anak terletak di lantai 1 dekat Farmasi Timur Atas sehingga kemungkinan pasien menebus resep di farmasi timur atas

38 20 lebih banyak daripada di Farmasi Timur Bawah. Pada sore hari, Farmasi Timur Atas tutup sehingga semua resep diterima Farmasi Rawat Jalan Timur Bawah. 2. Wawancara mendalam Wawancara mendalam terhadap orang tua pasien pediatrik dilaksanakan selama 2 minggu sebelum masa observasi berakhir. Wawancara kepada pasien dilakukan ketika pasien menunggu penyerahan obat dan atas persetujuan pasien. Wawancara mendalam terhadap dokter dan pembaca resep dilakukan setelah masa observasi berakhir dan berdasarkan persetujuan dari pihak dokter dan pembaca resep. F. Instrumen Penelitian Instumen penelitian adalah formulir yang terdiri dari kolom-kolom berisi tahap pelayanan resep, kolom kelengkapan resep, dan pedoman wawancara. Pembuatan kolom tahap-tahap pelayanan resep dibuat sesuai hasil orientasi. Kolom kelengkapan resep dibuat berdasarkan pengkajian resep pada KEPMENKES RI No. 1197/MENKES/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit. Penyusunan pedoman wawancara meliputi langkah-langkah berikut : 1. penyusunan pedoman wawancara mendalam untuk pewawancara Pedoman wawancara harus dapat merangkum item-item pertanyaan mengenai bentuk-bentuk, penyebab, usaha pencegahan, usaha pengatasan ME, dan usaha perbaikan yang sebaiknya dilakukan. Pedoman wawancara berisi

39 21 prosedur dalam wawancara dan semua pertanyaan yang berhubungan dengan tujuan yang hendak dicapai pada penelitian ini 2. penyusunan lembaran kolom hasil wawancara mendalam untuk raportur Semua pertanyaan yang telah disusun oleh pewawancara diketik sedemikian sehingga setiap pertanyaan mempunyai kolom jawaban tersendiri. Hal ini untuk mempermudah peneliti membaca hasil wawancara. 3. uji validitas isi Uji validitas perlu dilakukan untuk mengetahui kejelasan tujuan dan lingkup informasi yang hendak diungkap, yaitu sejauh mana item-item pertanyaan dapat mencakup seluruh kawasan isi obyek yang hendak diukur. Uji validitas isi dilakukan dengan menanyakan kelayakan pertanyaan kepada dosen pembimbing dan pembimbing lapangan. Jika belum terpenuhi dan sesuai, peneliti harus merevisi ulang pertanyaan yang belum tepat. G. Tata Cara Penelitian 1. Orientasi Orientasi dilakukan selama 3 hari untuk belajar membaca resep dan mengamati setiap tahap pelayanan resep. Orientasi ini berguna untuk menentukan strategi pengambilan data yang tepat. Selanjutnya dilakukan simulasi pengambilan data. Hasil orientasi penelitian ini kemudian dikonsultasikan kepada pembimbing. Apabila sudah memenuhi kriteria yang diinginkan maka penelitian pun dimulai berdasarkan surat ijin penelitian dari RS Bethesda.

40 22 2. Pengumpulan Data a. Observasi Proses observasi yang dilakukan adalah mengamati dan mencatat semua bentuk-bentuk ME pada setiap tahap pelayanan resep. Pengamatan ME ini dilaksanakan oleh 2 orang. Selanjutnya mengamati kelengkapan resep dengan menggunakan formulir yang telah dibuat. Peneliti juga mencatat semua item obat dan informasi lain yang tercantum dalam resep serta profil pasien pediatrik yang sudah diobservasi dan menghitung jumlah populasi resep racikan dan non-racikan pasien pediatrik yang masuk ke farmasi rawat jalan selama masa observasi (1 bulan). Perhitungan jumlah populasi resep digunakan untuk melihat apakah sampel sudah mencukupi dan mengetahui pola peresepan obat. b. In-depth interview (wawancara mendalam) Wawancara mendalam terhadap pembaca resep dan dokter bertujuan untuk mengkonfirmasi bentuk-bentuk ME yang pernah terjadi pada fase dispensing dan untuk mengetahui faktor-faktor yang menjadi penyebab, usaha pencegahan, usaha pengatasan ME, dan usaha perbaikan yang sebaiknya dilakukan. Wawancara mendalam terhadap orang tua pasien pediatrik lebih bertujuan untuk melihat pemahaman orang tua pasien terhadap informasi yang telah diberikan saat penyerahan obat. Data yang didapat melalui wawancara merupakan data kualitatif. Data hasil wawancara berupa tulisan dan telah dikonfirmasikan kembali kepada setiap responden.

41 23 3. Pengolahan Data a. Data kualitatif Data yang didapatkan dengan wawancara mendalam digunakan untuk mengidentifikasi faktor-faktor penyebab, usaha pencegahan, usaha pengatasan ME, dan usaha perbaikan yang sebaiknya dilakukan. b. Data kuantitatif Data kuantitatif didapatkan dari : 1) populasi resep Hasil pencatatan populasi resep racikan dan non-racikan setiap harinya dapat digunakan sebagai latar belakang frekuensi penulisan dan pelayanan resep racikan pediatrik. 2) kejadian ME Pengolahan data dilakukan dengan mengelompokkan bentukbentuk ME yang terjadi pada setiap kategori. Selanjutnya menghitung frekuensi dan besarnya presentase jumlah kesalahan pembaca resep pada setiap kategori bentuk ME dari jumlah total resep pasien pediatrik yang dapat diobservasi. Hasil perhitungan presentase disajikan dalam diagram. Frekuensi dan deskripsi kejadian ME disajikan dalam tabel. Kesalahan dalam satu bentuk ME pada satu resep dihitung satu kesalahan dengan pertimbangan satu lembar resep merupakan satu paket pengobatan. 3) kelengkapan resep Berdasarkan pengisian formulir kelengkapan resep, dihitung jumlah total kelengkapannya untuk setiap variabel. Selanjutnya dihitung

42 24 presentasenya dari jumlah total resep pediatrik yang dapat diobservasi. Presentase hasil perhitungan disajikan dalam bentuk diagram. 4) kelengkapan informasi saat penyerahan obat Data kelengkapan informasi dilihat dari hasil observasi pada tahap penyerahan obat dan dari hasil wawancara mendalam terhadap pembaca resep. Data menunjukkan informasi apa saja yang diberikan selama ini kepada pasien. Selanjutnya menghitung frekuensi kelengkapan informasi yang diberikan. H. Keterbatasan dalam Penelitian Masalah yang dihadapi adalah observasi harus dilakukan tanpa mempengaruhi kerja pembaca resep. Secara psikologis, orang yang sedang bekerja bila diamati akan timbul persepsi yang berbeda-beda untuk setiap individu. Kondisi psikologis ini kemungkinan mempengaruhi kerja pembaca resep. Walaupun sudah dilakukan orientasi, ternyata cara kerja peneliti tetap dapat mempengaruhi keefektifan kerja pembaca resep. Pada perhitungan kelengkapan resep, ada beberapa resep yang tidak tercatat karena resep diambil di luar waktu observasi. Profil pasien juga tidak semua dapat diketahui karena rekam medik terkadang dibawa ke rawat inap sehingga tidak dapat dibaca. Pemberian informasi ke pasien tidak dapat diikuti semua disebabkan resep diambil di luar waktu observasi, alur pelayanan resep yang sangat cepat, keadaan lingkungan yang membuat terkadang pemberian informasi menjadi kurang terdengar jelas.

43 25 Wawancara harus dilakukan secara cepat dan terburu. Hal ini disebabkan sebagian besar pasien hanya ingin wawancara dilakukan sebelum penyerahan obat. Padahal pelayanan resep dari dokter tertentu sangat cepat karena tanpa melalui tahap peracikan (pasien mendapatkan racikan standar). Selain itu kriteria pasien yang diwawancarai adalah pasien yang pelayanan resepnya dapat diikuti oleh peneliti. Dalam hal ini, kesulitan utama peneliti adalah waktu wawancara yang terbatas. Peneliti tidak dapat membedakan kesalahan pada tahap interpretasi atau pada validasi karena tahap ini dilakukan bersamaan dan oleh orang yang sama. Kesalahan tahap interpretasi pada penelitian ini dilihat dari praktek pengetikan di komputer (memasukkan data) karena pengetikan di komputer dianggap merupakan perwujudan dari interpretasi pembaca resep. Sebenarnya kesalahan pada pengetikan belum tentu kesalahan pada interpretasi. Kesalahan pada tahap ini dapat berupa kesalahan menekan tombol atau salah memilih tampilan di monitor komputer karena terburu-buru. Kesulitan peneliti adalah pembaca resep bekerja tanpa bicara (pembacaan dilakukan dalam hati) sehingga tidak diketahui bagaimana interpretasi pembaca resep sebenarnya.

44 26 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Frekuensi Penulisan dan Pelayanan Resep Racikan Pediatrik Frekuensi penulisan dan pelayanan resep racikan untuk pasien pediatrik sangat tinggi setiap harinya. Melalui hasil observasi, diketahui penulisan dan pelayanan resep racikan setiap harinya jauh lebih banyak dibandingkan dengan resep non racikan. Jumlah penulisan dan pelayanan resep racikan selama masa observasi mencapai 3,7 kali lebih banyak daripada resep non racikan. Jumlah Penulisan dan Pelayanan Resep Racikan dan Non Racikan Jumlah Penulisan dan Pelayanan Resep Juli 6 Juli 9 Juli 11 Juli 13 Juli 16 Juli 18 Juli 20 Juli 23 Juli 25 Juli 27 Juli 30 Juli 1 Agust 3 Agst Tanggal Penulisan dan Pembuatan Resep Racikan dan Non Racikan resep racikan resep non-racikan Diagram 1. Jumlah Penulisan dan Pelayanan Resep Racikan dan Non Racikan Pasien Pediatrik di Farmasi Rawat Jalan RS Bethesda Periode Juli 2007 Berdasarkan hasil wawancara dengan dokter, penulisan resep racikan ini memang dapat ditujukan untuk mendapatkan dosis yang tepat bagi setiap individu pasien pediatrik. Dosis ini disesuaikan dengan berat badan, kondisi penyakit, dan hasil diagnosa. Selain itu, pemberian resep racikan ini dari segi ekonomis, lebih 26

45 27 murah daripada bentuk sediaan sirup. Alasan lain adalah lebih efisien, misalnya untuk beberapa jenis obat dapat diracik menjadi satu sehingga pasien lebih nyaman untuk meminumnya. Dilihat dari segi pelayanan resep, resep racikan tidak efisien waktu dan memiliki potensi ME yang lebih besar. Hal ini disebabkan pelayanan resep racikan memiliki tahap yang lebih panjang daripada resep non racikan yaitu harus melalui perhitungan jumlah obat, peracikan, dan pengemasan kembali. Perhitungan jumlah obat dan peracikan dapat berpengaruh pada dosis obat yang diberikan, sedangkan pengemasan akan mempengaruhi kestabilan obat dan dosis obat. Ketepatan dosis sangat diperlukan bagi pasien pediatrik terutama pasien neonatal karena resiko toksisitasnya yang tinggi (Anonim, 2000a). Proses yang lebih panjang tersebut membuat pelayanan resep menjadi lama dan harus melakukan analisis resep yang lebih yaitu harus memperhatikan interaksi farmasetik dan perhitungan dosis. Farmasi harus mendahulukan keselamatan pasien daripada kecepatan pelayanan resep. B. Bentuk- bentuk ME Medication error adalah kejadian yang merugikan pasien selama dalam penanganan tenaga kesehatan, yang sebetulnya dapat dicegah. Bentuk-bentuk ME dapat dilihat pada tahap-tahap pelayanan resep. Melalui observasi, dapat diketahui tahap-tahap yang berlangsung dalam proses pelayanan resep adalah sebagai berikut : pengetikan di komputer (interpretasi, pemberian harga, validasi, dan kalkulasi dosis) pengetikan dan penempelan label rekalkulasi dosis dan

46 28 pengambilan obat (peracikan) pengemasan pemeriksaan ulang penyerahan obat dan pemberian informasi. Berikut ini adalah bentuk-bentuk ME yang pernah terjadi di RS Bethesda berdasarkan hasil wawancara. Tabel II. Bentuk-bentuk ME yang Pernah Terjadi di RS Bethesda No Bentuk-bentuk ME yang Pernah Terjadi di RS Bethesda 1 Kesalahan pengambilan nama obat 2 Kesalahan pengambilan jumlah obat 3 Penyerahan obat ke pasien yang salah 4 Kesalahan membuat bentuk sediaan obat 5 Kesalahan pengambilan kekuatan obat 6 Kesalahan pengetikan di komputer 7 Kesalahan membaca nama obat 8 Kesalahan membaca kekuatan obat 9 Kesalahan membaca jumlah obat Berdasarkan hasil wawancara, diketahui penyebab ME pada tahap pengambilan dan penyerahan obat kepada pasien yang pernah terjadi di RS Bethesda. Terdapat 2 kejadian penyerahan obat ke pasien yang salah dan pasien tersebut tidak dapat diketahui keberadaannya sehingga pihak farmasi tidak dapat mengatasi kesalahan tersebut. Kejadian ini kemungkinan disebabkan kesalahan pada saat memanggil nama pasien. Empat dari 6 asisten apoteker yang diwawancarai pernah salah memanggil nama pasien. Tetapi juga tidak menutup kemungkinan pasien salah mendengar. Kesalahan pada pengambilan obat disebabkan peletakan obat yang berdekatan dan pengembalian obat pada tempat yang salah. Menurut hasil wawancara, ME yang berakibat memperparah penyakit pasien pernah terjadi. Kesalahan banyak terjadi pada tahap dispensing yaitu kurang lengkapnya pemberian informasi pada saat penyerahan obat sehingga

47 29 terjadi kesalahpahaman. Pada label tertulis sampai habis, pasien mengira obat tersebut adalah antibiotik, kemungkinan petugas farmasi tidak menjelaskan kegunaan dari obat tersebut sehingga obat tidak diminum sampai habis akibatnya kondisi pasien semakin parah dan harus menjalani rawat inap. Kasus lain adalah penggantian obat yang salah pada pasien pediatrik. Penggantian obat seharusnya dengan dosis dan kekuatan yang sama atau disesuaikan tetapi kasus yang terjadi pasien mendapatkan obat dengan dosis lebih besar sehingga jantung pasien berdebar-debar. Dampak negatif penggunaan obat yang tidak tepat dapat menurunkan mutu pelayanan pengobatan misalnya meningkatnya efek samping, meningkatnya kegagalan pengobatan, dan meningkatkan resistensi antimikroba (Anonim, 2000a) Berdasarkan hasil observasi didapatkan hasil bentuk-bentuk ME beserta presentase kejadiannya. Presentase Kejadian ME Bentuk-Bentuk dan Presentase Kejadian ME Bentuk-bentuk. Kejadian ME 1.5 Kesalahan interpretasi Kesalahan Pengambilan Obat Kesalahan Peracikan Kesalahan Pengemasan Kesalahan Penyebutan Nama Pasien Kesalahan Pelabelan Kesalahan Kalkulasi dan Rekalkulasi Dosis Diagram 2. Bentuk-bentuk dan Presentase Kejadian ME Bulan Juli 2007 di Instalasi Farmasi Rawat Jalan RS Bethesda

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA SURAKARTA

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA SURAKARTA KAJIAN PERESEPAN BERDASARKAN KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1197/MENKES/SK/X/2004 PADA RESEP PASIEN RAWAT JALAN DI INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KAJEN KABUPATEN PEKALONGAN

Lebih terperinci

TINJAUAN ASPEK ADMINISTRASI PADA RESEP DI TIGA APOTEK DI KABUPATEN PEMALANG PERIODE JANUARI - JUNI 2008 SKRIPSI

TINJAUAN ASPEK ADMINISTRASI PADA RESEP DI TIGA APOTEK DI KABUPATEN PEMALANG PERIODE JANUARI - JUNI 2008 SKRIPSI TINJAUAN ASPEK ADMINISTRASI PADA RESEP DI TIGA APOTEK DI KABUPATEN PEMALANG PERIODE JANUARI - JUNI 2008 SKRIPSI Oleh : LINDA WIDYA RETNA NINGTYAS K 100 050 110 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH

Lebih terperinci

Stabat dalam rangka pembinaan Puskesmas. BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pusat Kesehatan Masyarakat yang disingkat puskesmas adalah unit

Stabat dalam rangka pembinaan Puskesmas. BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pusat Kesehatan Masyarakat yang disingkat puskesmas adalah unit Puskesmas dan sebagai bahan masukan kepada Dinas Kesehatan Kota Stabat dalam rangka pembinaan Puskesmas. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Puskesmas Pusat Kesehatan Masyarakat yang disingkat puskesmas

Lebih terperinci

KAJIAN PERESEPAN BERDASARKAN KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NO

KAJIAN PERESEPAN BERDASARKAN KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NO KAJIAN PERESEPAN BERDASARKAN KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NO. 1197/MENKES/ SK/X/2004 PADA RESEP PASIEN RAWAT JALAN DI INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT MUHAMMADIYAH WONOGIRI BULAN JUNI 2008

Lebih terperinci

SURVEI KESALAHAN DALAM PENULISAN RESEP DAN ALUR PELAYANANNYA DI APOTEK KECAMATAN AMPEL KABUPATEN BOYOLALI SKRIPSI

SURVEI KESALAHAN DALAM PENULISAN RESEP DAN ALUR PELAYANANNYA DI APOTEK KECAMATAN AMPEL KABUPATEN BOYOLALI SKRIPSI SURVEI KESALAHAN DALAM PENULISAN RESEP DAN ALUR PELAYANANNYA DI APOTEK KECAMATAN AMPEL KABUPATEN BOYOLALI SKRIPSI Oleh : DWI KURNIYAWATI K 100 040 126 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

Lebih terperinci

TINJAUAN ASPEK LEGALITAS DAN KELENGKAPAN RESEP DI LIMA APOTEK KOTA SURAKARTA SKRIPSI

TINJAUAN ASPEK LEGALITAS DAN KELENGKAPAN RESEP DI LIMA APOTEK KOTA SURAKARTA SKRIPSI TINJAUAN ASPEK LEGALITAS DAN KELENGKAPAN RESEP DI LIMA APOTEK KOTA SURAKARTA SKRIPSI Oleh : TANTRI RAHATNAWATI K100 040 196 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA SURAKARTA 2010 1 BAB I PENDAHULUAN

Lebih terperinci

TINJAUAN ASPEK LEGALITAS DAN KELENGKAPAN RESEP DI 5 APOTEK KABUPATEN KLATEN TAHUN 2007 SKRIPSI

TINJAUAN ASPEK LEGALITAS DAN KELENGKAPAN RESEP DI 5 APOTEK KABUPATEN KLATEN TAHUN 2007 SKRIPSI TINJAUAN ASPEK LEGALITAS DAN KELENGKAPAN RESEP DI 5 APOTEK KABUPATEN KLATEN TAHUN 2007 SKRIPSI Oleh: DIAH PRAWITOSARI K 100 040 193 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2009 1 BAB I PENDAHULUAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemberian obat secara aman merupakan perhatian utama ketika melaksanakan pemberian obat kepada pasien. Sebagai petugas yang terlibat langsung dalam pemberian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hasil Penelitian Terdahulu Pada penelitian sebelumnya dengan judul pengaruh keberadaan apoteker terhadap mutu pelayanan kefarmasian di Puskesmas wilayah Kabupaten Banyumas berdasarkan

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. sakit yang berbeda. Hasil karakteristik dapat dilihat pada tabel. Tabel 2. Nama Rumah Sakit dan Tingkatan Rumah Sakit

BAB IV PEMBAHASAN. sakit yang berbeda. Hasil karakteristik dapat dilihat pada tabel. Tabel 2. Nama Rumah Sakit dan Tingkatan Rumah Sakit BAB IV PEMBAHASAN A. Karakteristik Sampel Penelitian ini bertujuan untuk Rumah Sakit Umum Daerah Lombok untuk melihat gambaran Penerapan Farmasi Klinik rumah sakit sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan Nasional (UU No.40 Tahun 2004 tentang SJSN) yang menjamin

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan Nasional (UU No.40 Tahun 2004 tentang SJSN) yang menjamin 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Dalam persaingan global saat ini, khususnya dunia kesehatan mengalami kemajuan yang pesat dalam teknologi kesehatan, menajemen dan regulasi di bidang kesehatan.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi Pengetahuan Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu dan ini setelah orang melakukan penginderaan terhadap obyek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera

Lebih terperinci

SURVEI KESALAHAN DALAM PENULISAN RESEP DAN ALUR PELAYANANNYA DI 4 APOTEK KECAMATAN GROGOL KABUPATEN SUKOHARJO SKRIPSI

SURVEI KESALAHAN DALAM PENULISAN RESEP DAN ALUR PELAYANANNYA DI 4 APOTEK KECAMATAN GROGOL KABUPATEN SUKOHARJO SKRIPSI SURVEI KESALAHAN DALAM PENULISAN RESEP DAN ALUR PELAYANANNYA DI 4 APOTEK KECAMATAN GROGOL KABUPATEN SUKOHARJO SKRIPSI Oleh : SUSI AMBARWATI K100 040 111 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Puskesmas Pusat Kesehatan Masyarakat yang selanjutnya disingkat puskesmas adalah unit pelaksana teknis dinas kesehatan kabupaten/kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelayanan Farmasi Pelayanan farmasi rumah sakit merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari sistem pelayanan kesehatan rumah sakit yang berorientasi kepada pelayanan pasien,

Lebih terperinci

Defenition. The National Coordinating Council Medication Error Reporting Program (NCC MERP)

Defenition. The National Coordinating Council Medication Error Reporting Program (NCC MERP) The National Coordinating Council Medication Error Reporting Program (NCC MERP). Defenition ME adalah peristiwa yang sesungguhnya dapat dicegah yang bisa menyebabkan atau mendorong kearah penggunaan obat

Lebih terperinci

DAFTAR ISI PENGESAHAN SKRIPSI iii PERNYATAAN...v DAFTAR ISI... viii DAFTAR TABEL... viii DAFTAR GAMBAR... xii DAFTAR LAMPIRAN... xiii INTISARI...

DAFTAR ISI PENGESAHAN SKRIPSI iii PERNYATAAN...v DAFTAR ISI... viii DAFTAR TABEL... viii DAFTAR GAMBAR... xii DAFTAR LAMPIRAN... xiii INTISARI... DAFTAR ISI PENGESAHAN SKRIPSI iii PERNYATAAN....v DAFTAR ISI... viii DAFTAR TABEL... viii DAFTAR GAMBAR... xii DAFTAR LAMPIRAN... xiii INTISARI... xiv ABSTRACT...xv BAB I PENDAHULUAN... 1 A. LATAR BELAKANG

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini masyarakat pada umumnya semakin sadar akan pentingnya kesehatan dalam kehidupan. Kesehatan merupakan salah satu kunci utama bagi seseorang dalam melaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Strategi pemerintah dalam pembangunan kesehatan nasional 2015-2019 bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang. Peningkatan

Lebih terperinci

Kata Kunci : Medication Error, skrining resep, persentase ketidaklengkapan administrasi resep

Kata Kunci : Medication Error, skrining resep, persentase ketidaklengkapan administrasi resep INTISARI GAMBARAN KELENGKAPAN ADMINISTRASI RESEP DI PUSKESMAS LOKPAIKAT KABUPATEN TAPIN TAHUN 2014 Mochammad Arief Budiman 1 ; Erna Prihandiwati, S.F., Apt 2 ; Marliya Suta, A.Md., Far 3 Medication Error

Lebih terperinci

TINJAUAN ASPEK KLINIS PADA RESEP DI TIGA APOTEK DI KOTA SURAKARTA PERIODE JANUARI-JUNI 2008 SKRIPSI

TINJAUAN ASPEK KLINIS PADA RESEP DI TIGA APOTEK DI KOTA SURAKARTA PERIODE JANUARI-JUNI 2008 SKRIPSI TINJAUAN ASPEK KLINIS PADA RESEP DI TIGA APOTEK DI KOTA SURAKARTA PERIODE JANUARI-JUNI 2008 SKRIPSI Oleh : HAPSARI MIFTAKHUR ROHMAH K 100 050 252 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA SURAKARTA

Lebih terperinci

PERANAN APOTEKER DI RUMAH SAKIT

PERANAN APOTEKER DI RUMAH SAKIT PERANAN APOTEKER DI RUMAH SAKIT Peranan Apoteker Farmasi Rumah Sakit adalah : 1. Peranan Dalam Manajemen Farmasi Rumah Sakit Apoteker sebagai pimpinan Farmasi Rumah Sakit harus mampu mengelola Farmasi

Lebih terperinci

DRUG RELATED PROBLEMS

DRUG RELATED PROBLEMS DRUG RELATED PROBLEMS KATEGORI DOSIS LEBIH, DOSIS KURANG DAN OBAT SALAH DI INTENSIVE CARE UNIT RUMAH SAKIT UMUM ISLAM KUSTATI SURAKARTA PERIODE TAHUN 2007 SKRIPSI Oleh: AMALIA FATIMAH K 100 040 178 FAKULTAS

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA. Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 TENTANG STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA. Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 TENTANG STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 TENTANG STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA MENIMBANG : bahwa dalam rangka meningkatkan

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI KESALAHAN PENGOBATAN (MEDICATION ERROR) PADA TAHAP PERESEPAN (PRESCRIBING) DI POLI INTERNA RSUD BITUNG

IDENTIFIKASI KESALAHAN PENGOBATAN (MEDICATION ERROR) PADA TAHAP PERESEPAN (PRESCRIBING) DI POLI INTERNA RSUD BITUNG IDENTIFIKASI KESALAHAN PENGOBATAN (MEDICATION ERROR) PADA TAHAP PERESEPAN (PRESCRIBING) DI POLI INTERNA RSUD BITUNG Chintia Timbongol 1), Widya Astuty Lolo 1), Sri Sudewi 1) 1) Program Studi Farmasi FMIPA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kejadian medication error (kesalahan pengobatan) merupakan indikasi

BAB I PENDAHULUAN. Kejadian medication error (kesalahan pengobatan) merupakan indikasi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kejadian medication error (kesalahan pengobatan) merupakan indikasi tingkat pencapaian patient safety, khususnya terhadap tujuan tercapainya medikasi yang aman. Menurut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keselamatan pasien (patient safety) menjadi suatu prioritas utama dalam setiap

BAB I PENDAHULUAN. Keselamatan pasien (patient safety) menjadi suatu prioritas utama dalam setiap BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keselamatan pasien (patient safety) menjadi suatu prioritas utama dalam setiap tindakan pelayanan kesehatan di rumah sakit. Keselamatan pasien menjadi acuan bagi tenaga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Di Rumah Sakit di Australia, sekitar 1 % dari seluruh pasien mengalami adverse

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Di Rumah Sakit di Australia, sekitar 1 % dari seluruh pasien mengalami adverse BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Medication error merupakan masalah yang cukup pelik dalam pelayanan kesehatan. Di Amerika Serikat, medication error diperkirakan membahayakan 1,5 juta pasien

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Kesehatan adalah salah satu tujuan dari pembangunan suatu bangsa. Kesehatan sendiri adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial yang memungkinkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia sebagai apoteker (Presiden, RI., 2009).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia sebagai apoteker (Presiden, RI., 2009). BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Apotek Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek kefarmasian oleh apoteker. Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus dan telah

Lebih terperinci

INTISARI. Rahminati ¹; Noor Aisyah, S.Farm., Apt ²; Galih Kurnianto, S.Farm., Apt³

INTISARI. Rahminati ¹; Noor Aisyah, S.Farm., Apt ²; Galih Kurnianto, S.Farm., Apt³ INTISARI EVALUASI KELENGKAPAN ADMINISTRATIF RESEP DI APOTEK KIMIA FARMA 383 PINUS SULTAN ADAM DAN APOTEK KIMIA FARMA HASAN BASRI BANJARMASIN PERIODE NOVEMBER 2013 OKTOBER 2014 Rahminati ¹; Noor Aisyah,

Lebih terperinci

KERANGKA ACUAN PELAYANAN KEFARMASIAN DI PUSKESMAS CILEDUG

KERANGKA ACUAN PELAYANAN KEFARMASIAN DI PUSKESMAS CILEDUG KERANGKA ACUAN PELAYANAN KEFARMASIAN DI PUSKESMAS CILEDUG a. PENDAHULUAN Pelayanan kefarmasian merupakan bagian integral dari sistem pelayanan kesehatan termasuk didalamnya pelayanan kefarmasian di Puskesmas

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Pelaksanaan Farmasi Klinik di Rumah Sakit. Penelitian ini dilakukan di beberapa rumah sakit

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Pelaksanaan Farmasi Klinik di Rumah Sakit. Penelitian ini dilakukan di beberapa rumah sakit BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Pelaksanaan Farmasi Klinik di Rumah Sakit. Penelitian ini dilakukan di beberapa rumah sakit Amal Usaha Milik Muhammadiyah di Daerah Istimewa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Apotek sebagai sarana pelayanan kesehatan dapat menyediakan obat bagi pasien melalui pelayanan resep. Resep merupakan perwujudan akhir kompetensi dokter dalam medical

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Medication safety bukan masalah baru. Banyak organisasi kesehatan memfokuskan perhatian pada medication safety. The Institute of Medicine (IOM) melaporkan bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. menjadi perhatian adalah medication error. Medication error menimbulkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. menjadi perhatian adalah medication error. Medication error menimbulkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu permasalahan kesehatan yang sampai saat ini masih menjadi perhatian adalah medication error. Medication error menimbulkan berbagai dampak bagi pasien, mulai

Lebih terperinci

SURAT KEPUTUSAN PENGURUS PUSAT IKATAN APOTEKER INDONESIA Nomor : PO. 002/ PP.IAI/1418/VII/2014. Tentang

SURAT KEPUTUSAN PENGURUS PUSAT IKATAN APOTEKER INDONESIA Nomor : PO. 002/ PP.IAI/1418/VII/2014. Tentang SURAT KEPUTUSAN PENGURUS PUSAT IKATAN APOTEKER INDONESIA Nomor : PO. 002/ PP.IAI/1418/VII/2014 Tentang PERATURAN ORGANISASI TENTANG PEDOMAN PRAKTIK APOTEKER INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

PENGARUH PELAYANAN TERHADAP TINGKAT KEPUASAN DAN LOYALITAS KONSUMEN DI APOTEK BUNDA SURAKARTA SKRIPSI

PENGARUH PELAYANAN TERHADAP TINGKAT KEPUASAN DAN LOYALITAS KONSUMEN DI APOTEK BUNDA SURAKARTA SKRIPSI PENGARUH PELAYANAN TERHADAP TINGKAT KEPUASAN DAN LOYALITAS KONSUMEN DI APOTEK BUNDA SURAKARTA SKRIPSI Oleh : DIDIK SANTOSO K 100 050 243 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA SURAKARTA 2010

Lebih terperinci

karena selain komoditas perdagangan, obat juga memiliki fungsi sosial. Obat berperan sangat penting dalam pelayanan kesehatan karena penanganan dan

karena selain komoditas perdagangan, obat juga memiliki fungsi sosial. Obat berperan sangat penting dalam pelayanan kesehatan karena penanganan dan BAB 1 PENDAHULUAN Di Indonesia Bidang Farmasi relatif masih muda dan baru dapat berkembang secara berarti setelah masa kemerdekaan. Pada zaman penjajahan, baik pada masa pemerintahan Hindia Belanda maupun

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Apotek Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek kefarmasian oleh apoteker. Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus dan telah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Izin Apotek Pasal 1 ayat (a): Apotek adalah tempat tertentu, tempat dilakukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Izin Apotek Pasal 1 ayat (a): Apotek adalah tempat tertentu, tempat dilakukan 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Apotek Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1332/Menkes/SK/X/2002 Tentang Perubahan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 922/Menkes/Per/X/1993

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian berjudul Profil Penerapan Pelayanan Farmasi Klinik di Rumah

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian berjudul Profil Penerapan Pelayanan Farmasi Klinik di Rumah BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian berjudul Profil Penerapan Pelayanan Farmasi Klinik di Rumah Sakit Umum Daerah di Pulau Bangka merupakan penelitian noneksperimental. Metode dalam

Lebih terperinci

7 STANDAR KESELAMATAN PASIEN

7 STANDAR KESELAMATAN PASIEN 7 STANDAR KESELAMATAN PASIEN 1. Hak pasien 2. Mendidik pasien dan keluarga 3. Keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan 4. Metode-metode kerja 5. Peran kepemimpinan 6. Mendidik staf 7. Komunikasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Indikator WHO 1993 Indikator WHO 1993 adalah suatu metode untuk melihat pola penggunaan obat dan dapat secara langsung menggambarkan tentang penggunaan obat yang tidak sesuai.

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI DRUG RELATED PROBLEMS

IDENTIFIKASI DRUG RELATED PROBLEMS IDENTIFIKASI DRUG RELATED PROBLEMS POTENSIAL KATEGORI DOSIS PADA PASIEN DI INSTALASI RAWAT JALAN POLI ANAK RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO PERIODE JANUARI JUNI 2007 SKRIPSI Oleh : TRI HANDAYANI

Lebih terperinci

EVALUASI KELENGKAPAN FARMASETIK RESEP UMUM POLI ANAK RSUD DR. H. MOCH. ANSARI SALEH BANJARMASIN PERIODE JANUARI - MARET TAHUN

EVALUASI KELENGKAPAN FARMASETIK RESEP UMUM POLI ANAK RSUD DR. H. MOCH. ANSARI SALEH BANJARMASIN PERIODE JANUARI - MARET TAHUN INTISARI EVALUASI KELENGKAPAN FARMASETIK RESEP UMUM POLI ANAK RSUD DR. H. MOCH. ANSARI SALEH BANJARMASIN PERIODE JANUARI - MARET TAHUN 2015 Hikmah Putrinadia 1 ; Noor Aisyah 2 ; Roseyana Asmahanie Resep

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pelayanan kesehatan adalah setiap upaya yang diselenggarakan secara sendiri atau bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jaminan Kesehatan Nasional Jaminan kesehatan adalah jaminan berupa perlindungan kesehatan agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan bagi masyarakat dengan

BAB I PENDAHULUAN. rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan bagi masyarakat dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut UU No 44 tahun 2009 tentang rumah sakit, disebutkan bahwa rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan bagi masyarakat dengan karateristik tersendiri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan lebih terkait pada dimensi ketanggapan petugas memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan lebih terkait pada dimensi ketanggapan petugas memenuhi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bagi pemakai jasa pelayanan kesehatan, mutu pelayanan kesehatan lebih terkait pada dimensi ketanggapan petugas memenuhi kebutuhan pasien, kelancaran komunikasi petugas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan adalah salah satu faktor yang sangat penting bagi kehidupan setiap umat manusia karena aktivitasnya dapat terhambat apabila kondisi kesehatan tidak baik.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. atau penyaluran obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. atau penyaluran obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pekerjaan Kefarmasian Pekerjaan kefarmasian adalah pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian atau penyaluran

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. pasien yang membutuhkan tindakan medis segera guna penyelamatan nyawa dan

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. pasien yang membutuhkan tindakan medis segera guna penyelamatan nyawa dan BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT 2.1 Rumah Sakit 2.1.1 Definisi Rumah Sakit Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI A. TINJAUAN PUSTAKA. pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna dengan menyediakan pelayanan

BAB II LANDASAN TEORI A. TINJAUAN PUSTAKA. pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna dengan menyediakan pelayanan digilib.uns.ac.id BAB II LANDASAN TEORI A. TINJAUAN PUSTAKA 1. Rumah Sakit Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. hidup layak, baik dalam kesehatan pribadi maupun keluarganya termasuk di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. hidup layak, baik dalam kesehatan pribadi maupun keluarganya termasuk di 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesehatan merupakan hak asasi manusia, setiap orang mempunyai hak untuk hidup layak, baik dalam kesehatan pribadi maupun keluarganya termasuk di dalamnya mendapat

Lebih terperinci

Apoteker berperan dalam mengelola sarana dan prasarana di apotek. Selain itu, seorang apoteker juga harus menjamin bahwa:

Apoteker berperan dalam mengelola sarana dan prasarana di apotek. Selain itu, seorang apoteker juga harus menjamin bahwa: I.PENDAHULUAN Apotek adalah suatu tempat tertentu yang digunakan untuk melakukan pekerjaan kefarmasian berupa penyaluran perbekalan farmasi kepada masyarakat dan tempat dilakukannya praktik kefarmasian

Lebih terperinci

GAMBARAN PELAKSANAAN STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK WILAYAH KECAMATAN LAWEYAN KOTA SOLO TAHUN 2007 SKRIPSI

GAMBARAN PELAKSANAAN STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK WILAYAH KECAMATAN LAWEYAN KOTA SOLO TAHUN 2007 SKRIPSI GAMBARAN PELAKSANAAN STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK WILAYAH KECAMATAN LAWEYAN KOTA SOLO TAHUN 2007 SKRIPSI Oleh: ROSY MELLISSA K.100.050.150 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

Lebih terperinci

STUDI KELENGKAPAN RESEP OBAT UNTUK PASIEN ANAK DI APOTEK WILAYAH KECAMATAN KARTASURA BULAN OKTOBER - DESEMBER 2008 SKRIPSI

STUDI KELENGKAPAN RESEP OBAT UNTUK PASIEN ANAK DI APOTEK WILAYAH KECAMATAN KARTASURA BULAN OKTOBER - DESEMBER 2008 SKRIPSI STUDI KELENGKAPAN RESEP OBAT UNTUK PASIEN ANAK DI APOTEK WILAYAH KECAMATAN KARTASURA BULAN OKTOBER - DESEMBER 2008 SKRIPSI Oleh : SANDY RIA APRILANI K 100 050 159 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seperti diketahui pengelolaan obat di rumah sakit sangat penting dimana biaya obat yang dikeluarkan pada negara berkembang mengambil dana yang cukup besar yaitu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pelayanan Kefarmasian Pelayanan kefarmasian pada saat ini telah bergeser orientasinya dari obat ke pasien yang mengacu kepada Pharmaceutical Care. Kegiatan pelayanan kefarmasian

Lebih terperinci

dalam terapi obat (Indrasanto, 2006). Sasaran terapi pada pneumonia adalah bakteri, dimana bakteri merupakan penyebab infeksi.

dalam terapi obat (Indrasanto, 2006). Sasaran terapi pada pneumonia adalah bakteri, dimana bakteri merupakan penyebab infeksi. BAB 1 PENDAHULUAN Infeksi pada Saluran Nafas Akut (ISPA) merupakan penyakit yang umum terjadi pada masyarakat. Adapun penyebab terjadinya infeksi pada saluran nafas adalah mikroorganisme, faktor lingkungan,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Apotek Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktik kefarmasian oleh Apoteker (Presiden RI, 2009). Praktik kefarmasian meliputi pembuatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia. Menurut Undang-undang Republik

Lebih terperinci

Peran Kefarmasian dari Aspek Farmasi Klinik dalam Penerapan Akreditasi KARS. Dra. Rina Mutiara,Apt.,M.Pharm Yogyakarta, 28 Maret 2015

Peran Kefarmasian dari Aspek Farmasi Klinik dalam Penerapan Akreditasi KARS. Dra. Rina Mutiara,Apt.,M.Pharm Yogyakarta, 28 Maret 2015 Peran Kefarmasian dari Aspek Farmasi Klinik dalam Penerapan Akreditasi KARS Dra. Rina Mutiara,Apt.,M.Pharm Yogyakarta, 28 Maret 2015 Akreditasi RS Upaya Peningkatan Mutu RS SK MENKES NOMOR 428/2012 TENTANG

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT DAN INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT 2.1 Rumah Sakit

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT DAN INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT 2.1 Rumah Sakit BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT DAN INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT 2.1 Rumah Sakit 2.1.1 Definisi Rumah Sakit Menurut Undang-Undang RI Nomor 44 tahun 2009, rumah sakit adalah Institusi pelayanan kesehatan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Maret 2012 di Apotek RSU

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Maret 2012 di Apotek RSU BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Maret 2012 di Apotek RSU Monompia Kotamobagu. Apotek RSU Monompia merupakan satu-satunya Apotek

Lebih terperinci

EVALUASI PELAYANAN KEFARMASIAN DALAM PENDISTRIBUSIAN SEDIAAN FARMASI DI INSTALASI FARMASI RSUP PROF. Dr. R. D. KANDOU MANADO

EVALUASI PELAYANAN KEFARMASIAN DALAM PENDISTRIBUSIAN SEDIAAN FARMASI DI INSTALASI FARMASI RSUP PROF. Dr. R. D. KANDOU MANADO EVALUASI PELAYANAN KEFARMASIAN DALAM PENDISTRIBUSIAN SEDIAAN FARMASI DI INSTALASI FARMASI RSUP PROF. Dr. R. D. KANDOU MANADO Krista R. Burhanuddin 1), Heedy tjitrosantoso 1), Paulina V. Y. Yamlean 1) 1)

Lebih terperinci

EVALUASI KELENGKAPAN ADMINISTRATIF RESEP DARI DOKTER SPESIALIS ANAK PADA TIGA APOTEK DI KOTA MANADO Marina Mamarimbing, Fatimawali, Widdhi Bodhi.

EVALUASI KELENGKAPAN ADMINISTRATIF RESEP DARI DOKTER SPESIALIS ANAK PADA TIGA APOTEK DI KOTA MANADO Marina Mamarimbing, Fatimawali, Widdhi Bodhi. EVALUASI KELENGKAPAN ADMINISTRATIF RESEP DARI DOKTER SPESIALIS ANAK PADA TIGA APOTEK DI KOTA MANADO Marina Mamarimbing, Fatimawali, Widdhi Bodhi. Program Studi Farmasi FMIPA UNSRAT Manado, 95115 ABSTRACT

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. 4.1 Studi Pendahuluan dan Penentuan Jumlah Sampel Penelitian

BAB IV HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. 4.1 Studi Pendahuluan dan Penentuan Jumlah Sampel Penelitian 30 BAB IV HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Studi Pendahuluan dan Penentuan Jumlah Sampel Penelitian Terdapat 5 satelit farmasi di RS Immanuel yaitu satelit spesialis Diagnostik Center (DC) II, satelit

Lebih terperinci

KOMUNIKASI, INFORMASI DAN EDUKASI

KOMUNIKASI, INFORMASI DAN EDUKASI KOMUNIKASI, INFORMASI DAN EDUKASI Kelompok 8 Aulia Sari (1201008) Debby Novrioza (1201012) Delvian Fikrani (1201015) Etik Irwa Ningsih (1201026) Halinda Alizar (1201037) Lily Suryani (1201049) Dwiki Septian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pertumbuhan jumlah penduduk Indonesia selama dua puluh lima tahun mendatang terus meningkat yaitu dari 238,5 juta pada tahun 2010 menjadi 305,6 juta pada tahun

Lebih terperinci

DRUG RELATED PROBLEMS KATEGORI DOSIS LEBIH, DOSIS KURANG, DAN OBAT SALAH DI INTENSIVE CARE UNIT RUMAH SAKIT ISLAM SURAKARTA PERIODE TAHUN 2007 SKRIPSI

DRUG RELATED PROBLEMS KATEGORI DOSIS LEBIH, DOSIS KURANG, DAN OBAT SALAH DI INTENSIVE CARE UNIT RUMAH SAKIT ISLAM SURAKARTA PERIODE TAHUN 2007 SKRIPSI DRUG RELATED PROBLEMS KATEGORI DOSIS LEBIH, DOSIS KURANG, DAN OBAT SALAH DI INTENSIVE CARE UNIT RUMAH SAKIT ISLAM SURAKARTA PERIODE TAHUN 2007 SKRIPSI Oleh: ARI TYAS UTAMININGSIH K 100 040 176 FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada tanggal 25 Maret 2012 di Apotek RSUD Toto

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada tanggal 25 Maret 2012 di Apotek RSUD Toto BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan pada tanggal 25 Maret 2012 di Apotek RSUD Toto Kabupaten Bone Bolango. Dalam rangka memperoleh data yang diperlukan,

Lebih terperinci

ARHAYANI PERENCANAAN DAN PENYIAPAN PELAYANAN KONSELING OBAT SERTA PENGKAJIAN RESEP BAGI PENDERITA RAWAT JALAN DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG

ARHAYANI PERENCANAAN DAN PENYIAPAN PELAYANAN KONSELING OBAT SERTA PENGKAJIAN RESEP BAGI PENDERITA RAWAT JALAN DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG 1 ARHAYANI 10702040 PERENCANAAN DAN PENYIAPAN PELAYANAN KONSELING OBAT SERTA PENGKAJIAN RESEP BAGI PENDERITA RAWAT JALAN DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PROGRAM STUDI SAINS DAN TEKNOLOGI FARMASI SEKOLAH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini masyarakat mulai menyadari pentingnya menjaga kesehatan, dimana kesehatan merupakan salah satu faktor penting yang dapat mendukung dan mempengaruhi pekerjaan

Lebih terperinci

Menurut PP 51 pasal 1 ayat 4 tahun 2009 tentang Pelayanan Kefarmasian yaitu suatu pelayanan langsung dan bertanggung jawab kepada pasien yang

Menurut PP 51 pasal 1 ayat 4 tahun 2009 tentang Pelayanan Kefarmasian yaitu suatu pelayanan langsung dan bertanggung jawab kepada pasien yang BAB 1 PENDAHULUAN Penyakit diare sampai saat ini masih menjadi masalah kesehatan dunia terutama di negara yang sedang berkembang. Besarnya masalah tersebut terlihat dari tingginya angka kesakitan dan kematian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia. Pembangunan kesehatan pada dasarnya

Lebih terperinci

Volume VII Nomor 1, Februari 2017 ISSN: Latar Belakang

Volume VII Nomor 1, Februari 2017 ISSN: Latar Belakang PENDAHULUAN ANALISIS WAKTU TUNGGU PELAYANAN PASIEN RAWAT JALAN DI INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT Eva Rusdianah (Prodi Kesehatan Masyarakat, STIKes Bhakti Husada Mulia Madiun) ABSTRAK Instalasi farmasi merupakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Rumah sakit Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 983/Menkes/SK/XI/1992 Rumah Sakit merupakan salah satu tempat dari sarana kesehatan menyelenggarakan kesehatan, bertujuan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT 2.1 Definisi Rumah Sakit Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 983/MenKes/SK/XI/1992, rumah sakit merupakan suatu unit yang mempunyai organisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Standar adalah ukuran nilai tertentu yang telah ditetapkan terkait dengan sesuatu yang harus dicapai. Standar Pelayanan Minimal (SPM) adalah suatu ketentuan jenis dan

Lebih terperinci

WAKTU TUNGGU PELAYANAN RESEP RAWAT JALAN DI DEPO FARMASI RSUD GUNUNG JATI KOTA CIREBON TAHUN 2016

WAKTU TUNGGU PELAYANAN RESEP RAWAT JALAN DI DEPO FARMASI RSUD GUNUNG JATI KOTA CIREBON TAHUN 2016 39 WAKTU TUNGGU PELAYANAN RESEP RAWAT JALAN DI DEPO FARMASI RSUD GUNUNG JATI KOTA CIREBON TAHUN 2016 WAITING TIME SERVICES OUTPATIENT PRESCRIPTION IN DEPOT PHARMACY RSUD GUNUNG JATI CIREBON IN 2016 Aida

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelayanan Kefarmasian Pelayanan kefarmasian pada saat ini telah bergeser orientasinya dari obat ke pasien yang mengacu kepada Pharmaceutical Care. Kegiatan pelayanan kefarmasian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan kepmenkes RI No. 983/ MENKES/ SK XI/ 1992 tentang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan kepmenkes RI No. 983/ MENKES/ SK XI/ 1992 tentang BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. TINJAUAN PUSTAKA 1. Tingkatan Rumah Sakit. Berdasarkan kepmenkes RI No. 983/ MENKES/ SK XI/ 1992 tentang pedoman organisasi rumah sakit umum, rumah sakit umum daerah, rumah sakit

Lebih terperinci

satu sarana kesehatan yang memiliki peran penting di masyarakat adalah apotek. Menurut Peraturan Pemerintah No. 35 tahun 2014, tenaga kesehatan

satu sarana kesehatan yang memiliki peran penting di masyarakat adalah apotek. Menurut Peraturan Pemerintah No. 35 tahun 2014, tenaga kesehatan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu Hak Asasi Manusia (HAM) dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia adalah kesehatan. Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kehidupan manusia dalam melakukan segala aktivitas dengan baik dan maksimal yang harus diperhatikan salah satu hal yaitu kesehatan. Kesehatan merupakan Hak Asasi Manusia

Lebih terperinci

KIE di Rumah Riset Jamu. Dikompilasi dari materi Pelatihan Apoteker Saintifkasi Jamu di B2P2TOOT

KIE di Rumah Riset Jamu. Dikompilasi dari materi Pelatihan Apoteker Saintifkasi Jamu di B2P2TOOT KIE di Rumah Riset Jamu Dikompilasi dari materi Pelatihan Apoteker Saintifkasi Jamu di B2P2TOOT 1 PMK No. 003/Per/I/Menkes/2010 Saintifikasi Jamu dalam Penelitian Berbasis Pelayanan Kesehatan Tujuan 1.

Lebih terperinci

INTISARI KESESUAIAN DOSIS CEFADROXIL SIRUP DAN AMOKSISILIN SIRUP PADA RESEP PASIEN ANAK DI DEPO UMUM RAWAT JALAN RSUD RATU ZALECHA MARTAPURA

INTISARI KESESUAIAN DOSIS CEFADROXIL SIRUP DAN AMOKSISILIN SIRUP PADA RESEP PASIEN ANAK DI DEPO UMUM RAWAT JALAN RSUD RATU ZALECHA MARTAPURA INTISARI KESESUAIAN DOSIS CEFADROXIL SIRUP DAN AMOKSISILIN SIRUP PADA RESEP PASIEN ANAK DI DEPO UMUM RAWAT JALAN RSUD RATU ZALECHA MARTAPURA Mega Lestari 1 ; Amaliyah Wahyuni, S.Si., Apt 2 ; Noor Hafizah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penduduk serta penyelenggaraannya sesuai dengan kode etik dan standar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penduduk serta penyelenggaraannya sesuai dengan kode etik dan standar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pelayanan kesehatan yang bermutu adalah pelayanan kesehatan yang dapat memuaskan setiap pemakai jasa pelayanan sesuai dengan tingkat kepuasan ratarata penduduk

Lebih terperinci

ANALISIS KELENGKAPAN PENULISAN RESEP DI INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT MATA BALI MANDARA

ANALISIS KELENGKAPAN PENULISAN RESEP DI INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT MATA BALI MANDARA UNIVERSITAS UDAYANA ANALISIS KELENGKAPAN PENULISAN RESEP DI INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT MATA BALI MANDARA NI MADE TIKA HERAYANTI NIM. 1420015036 PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Manusia dalam melakukan kegiatan perlu memperhatikan masalah kesehatan. Kesehatan merupakan keadaan dimana tubuh dan mampu melakukan kegiatan yang produktif, oleh

Lebih terperinci

Evaluasi Penerapan Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas Kabupaten Magelang Berdasarkan Permenkes RI No.74 tahun 2016

Evaluasi Penerapan Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas Kabupaten Magelang Berdasarkan Permenkes RI No.74 tahun 2016 Evaluasi Penerapan Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas Kabupaten Magelang Berdasarkan Permenkes RI No.74 tahun 2016 Puspita Septie Dianita 1*, Tiara Mega Kusuma 2, Ni Made Ayu Nila Septianingrum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia. Pembangunan kesehatan diarahkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia. Pembangunan kesehatan diarahkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesehatan sebagai salah satu unsur kesejahteraan umum harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia. Pembangunan kesehatan diarahkan untuk mempertinggi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan 2.1 Rumah Sakit 2.1.1 Defenisi Rumah Sakit BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT Menurut Undang-Undang RI Nomor 44 tahun 2009, rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pencegahan dan pengobatan penyakit (Depkes RI, 2009). yang tidak rasional bisa disebabkan beberapa kriteria sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN. pencegahan dan pengobatan penyakit (Depkes RI, 2009). yang tidak rasional bisa disebabkan beberapa kriteria sebagai berikut : BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengobatan adalah ilmu dan seni penyembuhan dalam bidang keilmuan ini mencakup berbagai praktek perawatan kesehatan yang secara kontinu terus berubah untuk mempertahankan

Lebih terperinci

INTISARI GAMBARAN SISTEM DISTRIBUSI OBAT UNIT DOSE DISPENSING DI DEPO TULIP RSUD ULIN BANJARMASIN

INTISARI GAMBARAN SISTEM DISTRIBUSI OBAT UNIT DOSE DISPENSING DI DEPO TULIP RSUD ULIN BANJARMASIN INTISARI GAMBARAN SISTEM DISTRIBUSI OBAT UNIT DOSE DISPENSING DI DEPO TULIP RSUD ULIN BANJARMASIN Mustika Meladiah 1 ; Harianto 2 ; Rachmawati 3 Pengelolaan obat merupakan salah satu segi manajemen rumah

Lebih terperinci

1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap mahluk hidup didunia memiliki hak untuk hidup sehat. Kesehatan merupakan suatu keadaan dimana tubuh dan jiwa yang tiap orang miliki mampu melakukan kegiatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan merupakan hal yang sangat penting bagi setiap manusia karena tanpa kesehatan yang baik, maka setiap manusia akan sulit dalam melaksanakan aktivitasnya sehari-hari.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang PKPA di Apotek

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang PKPA di Apotek BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang PKPA di Apotek Setiap manusia berhak atas kesehatan, serta memiliki kewajiban dalam memelihara serta meningkatkan kesehatan tersebut. Kesehatan merupakan salah satu

Lebih terperinci

TINJAUAN ASPEK KLINIS PADA RESEP DI TIGA APOTEK DI KABUPATEN PEMALANG PERIODE JANUARI-JUNI 2008 SKRIPSI

TINJAUAN ASPEK KLINIS PADA RESEP DI TIGA APOTEK DI KABUPATEN PEMALANG PERIODE JANUARI-JUNI 2008 SKRIPSI TINJAUAN ASPEK KLINIS PADA RESEP DI TIGA APOTEK DI KABUPATEN PEMALANG PERIODE JANUARI-JUNI 2008 SKRIPSI Oleh : DWI RETNO MURDIYANTI K 100 050 127 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA SURAKARTA

Lebih terperinci