BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. Penelitian tentang ungkapan larangan ini menggunakan beberapa pustaka

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. Penelitian tentang ungkapan larangan ini menggunakan beberapa pustaka"

Transkripsi

1 11 BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka Penelitian tentang ungkapan larangan ini menggunakan beberapa pustaka atau hasil penelitian terdahulu yang terkait sebagai acuan. Beberapa pustaka atau hasil penelitian yang dimaksud adalah sebagai berikut. Frazer (1955) yang penelitiannya telah banyak diacu menggunakan berbagai bahasa yang umumnya tergolong ke dalam rumpun bahasa Austronesia sebagai sumber data untuk membahas masalah tabu. Secara garis besar, Frazer membagi tabu menjadi (1) tabu tindakan, (2) tabu orang, (3) tabu benda/hal, dan (4) tabu kata-kata. Di samping itu, juga digolongkan tabu kata-kata menjadi (1) tabu nama orang tua, (2) tabu nama kerabat, (3) tabu nama orang yang meninggal, (4) tabu nama orang dan binatang, (5) tabu nama Tuhan, dan (6) tabu kata-kata tertentu. Pendapat Frazer tentang tabu memberikan inspirasi kepada peneliti tentang larangan dalam penelitian ini. Hal ini disebabkan larangan secara prinsip berkaitan dengan tabu. Demikian selanjutnya, pembagian tabu oleh Frazer ini diacu dalam penelitian ini. Mbete (1996) menggunakan bahasa Sumba Dialek Kambera sebagai objek penelitiannya. Menurutnya, bahasa Sumba Dialek Kambera sebagai budaya, mencerminkan pula nilai-nilai dan norma-norma masyarakat penuturnya. Hal ini dapat ditunjukkan pada seperangkat kata yang ditabukan oleh masyarakat penuturnya. Lebih lanjut dijelaskan, sejumlah kata yang ditabukan dalam bahasa

2 12 Sumba Dialek Kambera dikelompokkan berdasarkan faktor-faktor yang memengaruhi atau yang melatarinya, menjadi (1) tabu dalam kepercayaan (religi), (2) tabu dalam dunia ketakhayulan, (3) tabu dalam hubungan kekerabatan, dan (4) tabu atas bagian tubuh manusia. Menurut Mbete, penghindaran itu selain tidak disebutkan sama sekali (dipantangkan), memberikan peluang kepada masyarakatnya untuk menggantikannya dengan bentuk lain atau juga mengembangkan/menciptakan ungkapan baru dengan makna baru yang mendukung satuan makna yang ditabukan. Dengan demikian, penelitian terdahulu relevan dengan penelitian ini. Hal ini disebabkan dalam masyarakat petani Tabanan juga ditemukan larangan yang merupakan pencerminan dari nilai-nilai budaya dan norma-norma dalam kehidupannya. Laksana (2009) menggunakan penggolongan tabu yang dikemukakan oleh Frazer sebagai pegangan. Menurutnya, tabu bahasa adalah larangan menggunakan kata atau ungkapan tertentu karena dianggap dapat membahayakan jiwa atau mencemarkan nama baik seseorang. Untuk menghindarinya, dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu (1) penutur diam, (2) penutur berbisik, dan (3) penutur menggantikan/menyulih kata atau ungkapan tabu dengan kata atau ungkapan lain yang dilazimkan dalam masyarakat itu. Cara ketiga inilah yang berkaitan dengan tabu bahasa, yang selanjutnya disebut tabu nama dan tabu kata-kata. Di samping tabu nama dan tabu kata-kata, juga dibahas tentang tabu sumpah serapah. Bahasa sebagai bagian dari kebudayaan juga menentukan kebudayaan mengisyaratkan bahwa pemahaman tabu bahasa harus dilihat dari sudut pandang

3 13 kebudayaan. Lebih lanjut dijelaskan bahwa tabu dalam bahasa Bali dapat dihindari dengan bentuk-bentuk linguistik berupa majas (metafora dan metonimi), eufemisme, parafrase, diglosia/alih kode, dan teknonim. Dengan cara itu penutur dapat menghindarkan dirinya dari bahaya/kecemaran. Berdasarkan paparan di atas, dapat diketahui penelitian terdahulu dan penelitian ini ada kesamaan. Penelitian terdahulu mengkaji masalah tabu bahasa bahasa Bali, sedangkan penelitian ini mengkaji masalah larangan yang pada prinsipsipnya juga tabu. Akan tetapi, penelitian terdahulu lebih menekankan pada tabu nama dan tabu kata-kata, sedangkan penelitian ini penekanannya adalah larangan yang ada pada masyarakat petani di Tabanan. Di samping itu, kajian kualitatif pada penelitian terdahulu juga diacu dalam penelitian ini. Oleh karena itu, penelitian terdahulu relevan dengan penelitian ini. Indra (2007) menjelaskan bentuk wacana larangan yang ada pada masyarakat Singaraja secara umum disampaikan dengan ungkapan verbal, yaitu menggunakan bahasa Bali lumrah atau kepara. Fungsi wacana larangan pada masyarakat Singaraja melibatkan pembicara orang pertama (O1) yang tingkat usianya lebih tua daripada pendengar/orang kedua (O2), sedangkan dari makna, disebutkan ada yang mengandung makna etika dan sopan santun. Penelitian ini merupakan penelitian awal, dengan jumlah data yang sangat terbatas, yaitu (1) larangan bagi seorang suami memotong rambutnya pada saat istrinya sedang hamil, (2) larangan menanam pohon sawo di halaman rumah, (3) larangan bersiul di malam hari, dan (4) larangan anak-anak menduduki bantal.

4 14 Apabila dikaitkan dengan penelitian ini, memang ada persamaan, yaitu sama-sama mengenai larangan. Akan tetapi, dengan daerah penelitian dan sumber data yang berbeda tentu akan mendapatkan data yang berbeda pula sehingga akhirnya penelitian terdahulu dan penelitian ini jelas perbedaannya. Hal ini didasari bahwa setiap daerah umumnya memiliki kekhasan budaya termasuk larangan yang berbeda antara satu daerah dan daerah yang lain. Di samping daerah penelitiannya yang berbeda, penelitian ini juga menggunakan teori yang berbeda. Penelitian terdahulu menggunakan teori Linguistik Kebudayaan dan Etnografi Komunikasi sebagai landasannya untuk mengkaji bentuk, fungsi, dan makna, sedangkan penelitian ini menggunakan Teori Linguistik Struktural untuk mengkaji bentuk ungkapan larangan, Teori Fungsi Bahasa untuk mengkaji fungsi ungkapan larangan, dan Teori Semiotik Sosial untuk mengkaji makna wacana larangan. Almos (2008) mengkaji struktur lingual, fungsi, dan makna pantang dalam bahasa Minangkabau. Menurut Almos, struktur lingual pantang dalam bahasa Minangkabau terdapat pada tataran kata, frasa, dan kalimat. Selanjutnya, struktur lingual pantang dalam tataran kata dapat dikelompokkan menjadi leksem tunggal, reduplikasi, dan komposisi. Fungsi pantang dalam bahasa Minangkabau merupakan fungsi tindak ilokusional, seperti asertif, direktif, komisif, ekspresi, dan deklaratif, sedangkan maknanya diklasifikasikan berdasarkan jenis-jenis pantang, yaitu nama orang, nama binatang, nama anggota tubuh, nama penyakit, kata-kata tertentu, sumpah serapah, dan pantang yang berisikan nasihat.

5 15 Penelitian terdahulu memiliki relevansi dengan penelitian ini, yaitu samasama menyangkut tabu karena baik pantang maupun larangan pada hakikatnya adalah tabu. Walaupun sama-sama menyangkut masalah tabu, penelitian terdahulu dan penelitian ini sangat jelas perbedaannya. Di samping objeknya berbeda, teori yang digunakan juga berbeda. Penelitian terdahulu mendasarkan penelitiannya pada Teori Komposit Bentuk Makna, Teori Tindak Tutur, dan Teori Semiotik Sosial, sedangkan penelitian ini menggunakan Teori Linguistik Struktural, Teori Fungsi Bahasa, dan Teori Semiotik Sosial. Mandra (2003) meneliti Aksara Bali dalam Upacara Caru Rsi Gana dan Mayuni (2005) meneliti Makna Sekar Rare. Kedua penelitian terdahulu menggunakan teori yang berbeda dengan penelitian ini. Akan tetapi, kedua penelitian terdahulu dan penelitian ini sama-sama mengkaji bentuk, fungsi, dan makna pemakaian bahasa sebagai objek materi kajiannya yang merupakan fokus kajian Linguistik Kebudayaan. Dengan demikian, kedua penelitian terdahulu dijadikan rujukan dalam penelitian ini. 2.2 Konsep Dalam penelitian ini dibicarakan beberapa konsep yang relevan. Konsepkonsep tersebut adalah (1) ungkapan, (2) larangan, (3) ungkapan larangan, (4) petani dan masyarakat petani, (5) bentuk, (6) fungsi, (7) makna, dan (8) modus dan modalitas. Berikut diuraikan konsep-konsep tersebut secara terperinci.

6 Ungkapan Ungkapan (expression) adalah aspek fonologis atau grafemis dari unsur bahasa yang mendukung makna (Kridalaksana, 2008: 250). Sementara itu, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa (Departemen Pendidikan Nasional, 2008: 1529) disebutkan ungkapan dapat berarti (1) apa-apa yang diungkapkan, (2) kelompok kata atau gabungan kata yang menyatakan makna khusus (makna unsur-unsurnya sering kali menjadi kabur). Berdasarkan dua pengertian di atas, yang diacu dalam penelitian ini adalah konsep ungkapan (expression) yang dikemukakan oleh Kridalaksana. Hal ini disebabkan oleh konsep ungkapan yang ada dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa lebih mengarah pada idiom sehingga tidak pas kalau dihubungkan dengan larangan sebagai objek penelitian ini Larangan Larangan menurut Kridalaksana (2008: 140) adalah makna ujaran yang bersifat melarang; diungkapkan dengan pelbagai bentuk, antara lain dengan bentuk imperatif negatif jangan atau dengan frase ingkar tidak dibenarkan. Larangan ini sangat erat kaitannya dengan aspek kehidupan manusia yang berlaku dalam masyarakat, seperti kebudayaan, keyakinan dan kepercayaan, adat istiadat, norma/hukum, yang didapatkan secara tradisi turun-temurun dari nenek moyangnya. Di samping itu, larangan juga diartikan sebagai (1) perintah (aturan) yang melarang suatu perbuatan; (2) sesuatu yang terlarang karena dipandang

7 17 keramat atau suci; dan (3) sesuatu yang terlarang karena kekecualian (Departemen Pendidikan Nasional, 2008: 791). Di samping kata larangan, dikenal juga kata tabu. Tabu pada hakikatnya adalah larangan atau yang dilarang. Tabu adalah larangan yang jika dilanggar mendatangkan hukuman otomatis yang diakibatkan oleh pengaruh magi dan religi (Winick, 1958: 502 dalam Laksana, 2009: 17). Di samping istilah tabu ada juga istilah pantang (pantangan) yang juga berarti larangan sebagaimana halnya tabu. Lebih lanjut dijelaskan walaupun tabu pada hakikatnya adalah larangan, keduanya menunjukkan perbedaan. Tabu, pelanggarannya menyebabkan pelanggar terkena tulah, sedangkan pada larangan atau pantangan pelanggar hanya terkena sanksi fisik atau sanksi sosial. Berdasarkan beberapa pengertian di atas, larangan yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah suatu ujaran yang mengandung perintah (aturan) yang melarang suatu perbuatan. Larangan itu diungkapkan dengan pelbagai bentuk, antara lain dengan bentuk imperatif negatif jangan atau dengan frasa ingkar tidak dibenarkan Ungkapan Larangan Berdasarkan konsep ungkapan dan larangan di atas, yang dimaksud ungkapan larangan dalam penelitian ini adalah aspek fonologis atau grafemis dari unsur bahasa yang mendukung makna larangan. Dengan kata lain, ungkapan larangan maksudnya ungkapan yang mengandung larangan.

8 Petani dan Masyarakat Petani Ditinjau dari mata pencaharian, penduduk Bali kebanyakan sebagai petani dan hidup di pedesaan (Bali dalam Angka, 2010). Petani adalah orang yang pekerjaannya bercocok tanam, mengusahakan tanah (Departemen Pendidikan Nasional, 2008: 1400; Budiono, 2005: 505). Seseorang dikatakan petani apabila mata pencahariannya berhubungan dengan pertanian. Pertanian di sini adalah pertanian dalam arti luas, yang meliputi sawah, ladang (abian), ternak, dan nelayan. Dengan demikian, yang dimaksud petani dalam penelitian ini adalah orang yang mempunyai mata pencaharian terkait dengan pertanian, sedangkan masyarakat petani adalah masyarakat yang mata pencahariannya berhubungan dengan pertanian Bentuk Bahasa pada hakikatnya mempunyai bentuk, fungsi, dan makna. Bentuk bahasa adalah berupa simbol bunyi ujaran, yang dalam hal ini dibatasi pada bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia, sedangkan fungsi bahasa secara praktis adalah sebagai alat komunikasi yang digunakan untuk bekerja sama, berinteraksi, dan mengidentifikasikan diri. Sejalan dengan itu, Kridalaksana (2008: 32) menyatakan bahwa bentuk (form) adalah penampakan atau rupa satuan bahasa; penampakan atau rupa satuan gramatikal atau leksikal dipandang secara fonis atau grafemis. Sementara itu, Ngafenan (1985: 11) menyatakan bentuk sama dengan bentuk linguistik adalah kesatuan yang mengandung arti, baik arti leksikal maupun arti gramatikal. Satuan

9 19 gramatikal itu bisa berupa morfem, kata, frase, klausa, dan kalimat (Ramlan, 1983: 22). Jadi, konsep bentuk yang dimaksud dalam penelitian ini adalah mencakup aspek struktur linguistik atau struktur bahasa dari tataran paling rendah sampai dengan tataran paling luas, yakni fonologi, morfologi, sintaksis, dan wacana, yang membentuk suatu tuturan yang utuh dalam satu tindak bicara (speech act) (Pastika, 2005: 108) Fungsi Fungsi bahasa secara praktis adalah sebagai alat komunikasi yang digunakan untuk bekerja sama, berinteraksi, dan mengidentifikasikan diri. Fungsi ini sejalan dengan pendapat Halliday dan Ruqaiya Hasan (1994: ) yang menyatakan bahwa kata fungsi dapat dipandang sebagai padanan kata penggunaan. Dengan demikian, fungsi bahasa dalam hal ini tidak dapat dipisahkan dari konteks situasi dan konteks budaya yang melatarbelakangi bahasa itu. Lebih lanjut dijelaskan bahwa bahasa digunakan untuk mengungkapkan banyak hal menyangkut penutur dan petutur, seperti informatif-naratifrefresentasional, diri sendiri, memengaruhi orang lain, dan imajinatif atau estetis. Fungsi bahasa dalam arti pemakaian atau penggunaan bahasa oleh penuturnya merupakan suatu peristiwa sosial. Hal ini disebabkan berhubungan dengan pihak-pihak bertutur dalam sistuasi dan tempat tertentu, yang merupakan rangkian sejumlah tindak tutur yang terorganisasikan untuk mencapai suatu tujuan (Chaer dan Leoni Agustina, 2004: ).

10 20 Berdasarkan paparan di atas, konsep fungsi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah hubungan antara struktur linguistik atau struktur bahasa yang menjadi konsep bentuk dan latar belakang sosial budaya penggunaannya. Dengan demikian, dapat ditemukan pola-pola hubungan bentuk-fungsi yang unik dalam bahasa dari sudut pandang budaya (Pastika, 2005: 108) Makna Saussure (1988: ) menyatakan tanda bahasa (sign) adalah sebuah sistem tanda yang terdiri atas unsur signifie dan signifiant. Signifie berarti yang ditandai atau petanda merupakan makna yang ada pada benak kita, sedangkan signifiant berarti yang menandai atau penanda adalah bentuk yang dapat ditangkap oleh pancaindra. Dengan kata lain, signifie itu adalah konsep atau makna suatu tanda bunyi, sedangkan signifiant adalah bunyi-bunyi yang terbentuk dari fonem-fonem bahasa tersebut. Jadi, tanda bahasa itu terdiri atas unsur bentuk dan unsur makna dan makna adalah pengertian atau konsep. Ogden dan Richard (1923) dalam Chaer (1995: 31) menyatakan bahwa pembentukan makna dalam suatu bahasa dapat dijelaskan dengan menghubungkan tiga hal, yaitu symbol, reference, dan referent. Hubungan ketiga unsur ini kemudian lebih dikenal dengan sebutan segi tiga makna Ogden dan Richard, yang dapat digambarkan sebagai berikut.

11 21 Referent Symbol Referen Hubungan ketiga unsur itu adalah sebagai berikut. Symbol melambangkan referen, sedangkan referen merujuk kepada referent. Symbol meliputi kata, frasa, klausa, dan kalimat. Referent adalah konsep yang terpikirkan di benak penutur suatu bahasa, sedangkan referen adalah sesuatu yang dirujuk. Antara symbol dan referen tidak menunjukkan hubungan langsung. Sementara itu, Frawley (1992: ) memberikan lima rumusan pendekatan tentang makna. Kelima pendekatan itu adalah (1) meanning as reference (makna sebagai referensi), (2) meaning as logical form (makna sebagai bentuk logika), (3) meaning as context and use (makna sebagai konteks dan penggunaan), (4) meaning as culture (makna sebagai budaya), dan (5) meaning as conceptual structure (makna sebagai struktur konseptual). Dari kelima pendekatan makna yang dikemukaan di atas, yang terkait dengan penelitian ini adalah pendekatan ketiga meaning as context and use (makna sebagai konteks dan penggunaan) dan keempat meaning as culture (makna sebagai budaya). Berdasarkan paparan di atas dapat dinyatakan bahwa konsep makna merupakan hasil interaksi antara konsep bentuk dan konsep fungsi yang disebutkan di atas. Artinya, hubungan antara bentuk (struktur linguistik) dan fungsi (penggunaannya) menimbulkan makna, baik makna lingual maupun makna kultural (Pastika, 2005: 108). Dalam pandangan semiotik sosial, makna lingual

12 22 identik dengan makna tersurat, sedangkan makna kultural identik dengan makna tersirat. Makna tersurat adalah makna bahasa yang dapat dilihat dalam kamus, sedangkan makna tersirat maksudnya adalah makna bahasa yang tidak terdapat dalam kamus, tetapi dapat ditelusuri dengan melihat konteksnya (Riana, 2003: 10) Modus dan Modalitas Modus adalah bentuk verba yang mengungkapkan suasana kejiwaan sehubungan dengan perbuatan menurut tafsiran pembicara tentang apa yang diucapkannya (Departemen Pendidikan Nasional, 2008: 925 ; Kridalaksana, 2008: 154). Modalitas adalah makna kemungkinan, keharusan, kenyataan, dsb. yang dinyatakan dalam kalimat (dalam bahasa Indonesia modalitas dinyatakan dengan kata-kata, seperti barangkali, harus, akan, dsb. atau dengan adverbia kalimat, seperti pada hakikatnya dan menurut hemat saya) (Departemen Pendidikan Nasional, 2008: 923 ; Kridalaksana, 2008: 156). Lebih lanjut disebutkan, ada beberapa jenis modus, yaitu (a) modus desideratif adalah modus yang menyatakan keinginan, (b) modus imperatif adalah modus yang menyatakan perintah atau larangan, (c) modus indikatif adalah modus yang menyatakan sikap objektif atau netral, (d) modus interogatif adalah modus yang menyatakan pertanyaan, (e) modus operandi adalah modus yang menyatakan cara atau teknik yang berciri khusus, dan (f) modus optatif adalah modus yang menyatakan harapan.

13 23 Berdasarkan batasan di atas dapat dikatakan bahwa modus menekankan pada masalah sikap pembicara sesuai dengan amanat ujarannya, sedangkan modalitas menyangkut masalah besar kecilnya kemungkinan kebenaran yang dikandung oleh suatu ujaran. Unsur modus direalisasikan oleh bentuk verba itu sendiri, sedangkan unsur modalitas memiliki lingkungan kelompok verbal dan direalisasikan oleh pemarkah modalitas (Suwarno, 1985: 101). 2.3 Landasan Teori Ada beberapa teori yang digunakan dalam penelitian ini. Teori-teori itu adalah Teori Linguistik Kebudayaan, Teori Linguistik Struktural, Teori Fungsi Bahasa, dan Semiotik Sosial. Teori Linguistik Kebudayaan yang merupakan teori antardisiplin ilmu digunakan karena penelitian ini merupakan kajian bidang Linguistik Kebudayaan; Teori Linguistik Struktural digunakan untuk menentukan bentuk ungkapan larangan; Teori Fungsi Bahasa digunakan untuk menentukan fungsi ungkapan larangan; dan Teori Semiotik Sosial digunakan untuk menelaah makna ungkapan larangan. Berikut diuraikan tiap-tiap teori yang dimaksud Teori Linguistik Kebudayaan Bahasa dan kebudayaan memiliki hubungan yang sangat erat. Keduanya saling memengaruhi, saling mengisi, dan berjalan berdampingan. Bahasa adalah bagian dari kebudayaan sehingga mempelajari suatu bahasa secara tidak langsung juga mempelajari kebudayaan. Artinya, bahasa harus dipelajari dalam konteks

14 24 kebudayaan dan demikian sebaliknya kebudayaan baru bisa dipelajari melalui bahasa. Eratnya hubungan antara bahasa dan kebudayaan memunculkan kajian untuk mengetahui hubungan tersebut. Kajian tentang hubungan antara bahasa dan kebudayaan pada umumnya dilihat dari ilmu yang mepelajarinya. Antropologi sebagai ilmu yang mengkaji kebudayaan dan linguistik sebagai ilmu yang mengkaji bahasa. Selanjutnya, Linguistik dan Antropologi bekerja sama dalam mempelajari hubungan bahasa dan aspek-aspek budaya dengan sebutan antropolinguistik. Antropolinguistik maksudnya cabang linguistik yang mepelajari variasi dan penggunaan bahasa dalam hubungannya dengan perkembangan waktu, perbedaan tempat komunikasi, sistem kekerabatan, pengaruh kebiasaan etnik, kepercayaan, etika berbahasa, adat istiadat dan polapola kebudayaan lain dari suatu suku bangsa (Sibarani, 2004: ). Ada beberapa istilah yang digunakan untuk menyebut kajian tentang hubungan antara bahasa dan budaya. Istilah-istilah itu adalah Linguistic Anthropology (Duranti, 1997) dan Anthropological Linguistics (Foley, 1997). Selanjutnya, dalam rangka pengembangan kajian interdisipliner antara linguistik dan kebudayaan yang terpadu dengan Antropologi Budaya (Cultural Anthropology), Bagus (1995) menamakan Linguistik Kebudayaan (Mbete, 2004: 18) yang merupakan telaah bahasa dalam kaitannya dengan budaya (Yadnya, 2004: 57). Sebagai bidang kajian yang bersifat interdisipliner, Linguistik Kebudayaan berdekatan dengan Linguistic Anthropology (Duranti, 1997) yang lebih

15 25 menekankan pada aspek Antropologi dan Anthropological Linguistics (Foley, 1997) yang lebih menekankan pada bahasa. Walaupun berdekatan antara Linguistik Kebudayaan dan Antropologi Linguistik tidak sepenuhnya sama. Linguistik Kebudayaan lebih menekankan pada kajian atas bahasa sebagai sumber daya kebudayaan dan tuturan sebagai praktik budaya (Duranti, 1997: 1--2). Antropologi Linguistik lebih menekankan pada kajian deskripsi tentang bahasa suku-suku bangsa, sedangkan Linguistik Kebudayaan mendalami makna yang ada di balik realitas melalui tuturan (speech) dan bahasa (language). Sementara itu, Pastika (2004: ) menyatakan perbedaan antara Antropologi Linguistik (Linguistic Anthropology) dan Linguistik Antropologi (Anthropological Linguistics) berkaitan dengan lingkup kajian, metode, dan teori kedua ranah linguistik makro tersebut. Akan tetapi, keduanya tetap menjadikan aspek-aspek linguistik sebagai inti kajian. Lebih lanjut dijelaskan, apabila arah kajiannya menjadikan linguistik sebagai titik tolak kajian yang diikuti dengan persepsi Antropologi, disebut sebagai Linguistik Antropologi. Sebaliknya, apabila persepsi linguistik dimunculkan dari data Antropologi, dipilihlah nama Antropologi Linguistik. Inti Antropologi Linguistik adalah bahasa dalam konteks Antropologi, sedangkan Linguistik Antropolologi merupakan bagian dari linguistik yang menaruh perhatian pada bahasa dalam konteks sosial dan budaya yang lebih luas dan juga peran bahasa dalam menempa dan memelihara praktik budaya dan struktur Sosial (Foley, 1997: 3 dalam Pastika, 2004: 37). Sementara itu Palmer (1996: 4--5) menyatakan Linguistik Kebudayaan sebagai istilah untuk penggabungan antara tiga pendekatan tradisional, yaitu

16 26 linguistik aliran Boas, etnosemantik (etnosains), dan etnografi berbicara. Lebih lanjut dijelaskan bahwa mempelajari bahasa merupakan kegiatan mendengar kegegeran budaya yang bergulat dengan pengalaman. Oleh karena itu, pengetahuan budaya sangat dipentingkan untuk menafsirkan tuturan konvensional khususnnya metafora dan metonimi yang semakin banyak ditemukan dalam berbagai bentuk dan struktur tuturan yang kompleks. Pengetahuan budaya sering mengambil bentuk model kognitif. Linguistik Kebudayaan juga menaruh perhatian pada ontologi rakyat yang menentukan sifat dasar segala benda bagi setiap kebudayaan. Menurut Mbete (2004: 19) apabila dipadankan dengan Linguistik Antropologi yang diajukan oleh Hymes (1963) dan Duranti (1977), Linguistik Kebudayaan mengembangkan kajian atas bahasa sebagai sumber daya budaya dan tuturan sebagai praktik budaya (study of language as a cultural resource and speaking as a cultural practices). Dengan kata lain, Linguistik Kebudayaan memperlakukan bahasa sebagai fenomena yang kebermaknaannya hanya bisa dipahami secara menyeluruh apabila dikaitkan dengan budaya penuturnya. Linguistik Kebudayaan berusaha mengungkap the meaning behind the use, misuse or non-use of language (Yadnya, 2004: 58). Secara ontologis Linguistik Kebudayaan menjadikan bentuk, fungsi, dan makna pemakaian bahasa sebagai objek materi kajiannya. Bahasa yang dihasilkan oleh alat ucap manusia untuk mengungkapkan pikiran dan perasaannya mempunyai bentuk atau struktur bahasa. Bentuk atau struktur bahasa dalam Linguistik Kebudayaan lebih menekankan pada variasi-variasi bentuk, kode, dan

17 27 subkode yang bisa meliputi semua pemakaian bahasa bermakna kultural dalam pelbagai bidang kehidupan. Itu berarti bahwa bahasa yang menjadi kajian Linguistik Kebudayaan adalah bahasa yang sudah digunakan secara kontekstual yang dibatasi oleh ruang dan waktu tertentu atau bahasa itu telah berfungsi. Selanjutnya, struktur bahasa yang telah digunakan secara fungsional dan kontekstual memiliki makna dan tujuan tertentu (Mbete, 2004: ). Berdasarkan uraian di atas jelaslah penelitian Ungkapan Larangan pada Masyarakat Petani Tabanan: Kajian Linguistik Kebudayaan adalah penelitian bidang Linguistik Kebudayaan. Hal ini disebabkan oleh ungkapan larangan merupakan pemakaian bahasa Bali yang muncul akibat perilaku budaya masyarakat penuturnya, yaitu masyarakat petani Tabanan. Sebagai bahasa yang digunakan, ungkapan larangan memiliki bentuk, fungsi, dan makna sesuai dengan budaya penuturnya. Bentuk, fungsi, dan makna bahasa seperti itulah menjadi objek kajian Linguistik Kebudayaan Teori Linguistik Struktural Teori Linguistik Struktural yang digunakan dalam penelitian ini adalah Teori Linguistik Struktural yang dikembangkan oleh Ferdinand de Saussure. Pandangan-pandangannya diketahui dari buku Course Linguistique Generale (1916) yang pada tahun 1966 diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Wade Baskin dengan judul Course in General Linguistics dan diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia tahun 1988 oleh Rahayu S. Hidayat dengan judul Pengantar Linguistik Umum.

18 28 Ferdinand de Saussure (1988) menyatakan bahwa bahasa sebagai sistem komunikasi mempunyai struktur yang dibangun oleh komponen atau perangkat. Perangkat yang dimaksud dimulai dari tata urutan yang paling kecil, yaitu bunyi bahasa sampai pada tata tingkat yang paling besar, yaitu wacana. Tiap-tiap komponen atau perangkat dibidangi oleh ilmu masing-masing, yaitu fonologi (ilmu bunyi), morfologi (tata bentuk kata), sintaksis (tata kalimat), semantik (makna), dan wacana (teks). Tiap-tiap perangkat ini walaupun dibidangi oleh ilmu yang berbeda, tetap mempunyai hubungan antara satu bidang dan bidang yang lain. Hubungan inilah yang sering disebut dengan struktur. Jadi, fonologi, morfologi, sintaksis, semantik, dan wacana merupakan bidang struktur bahasa. Selanjutnya, kajian bahasa yang dilakukan dengan pandangan Ferdinand de Saussure disebut dengan kajian secara struktural. Sehubungan dengan penelitian ini, Teori Linguistik Struktural digunakan sebagai acuan dalam menentukan bentuk ungkapan larangan pada masyarakat petani Tabanan. Bentuk yang dimaksud dalam penelitian ini adalah satuan gramatikal bahasa yang bisa berupa morfem, kata, frasa, klausa, dan kalimat Teori Fungsi Bahasa Teori fungsi bahasa ini digunakan untuk menganalisis fungsi ungkapan larangan. Hal ini disebabkan oleh ungkapan larangan merupakan satuan lingual yang digunakan dalam masyarakat petani Tabanan. Hal ini sesuai dengan pandangan Halliday dan Ruqaiya Hasan (1994: 20) yang menyatakan fungsi bahasa itu adalah penggunaan bahasa dengan cara bertutur dan menulis serta

19 29 membaca dan mendengar untuk mencapai sasaran dan tujuan. Ada berbagai macam pembagian fungsi bahasa yang dikemukakan oleh para linguis terkemuka. Salah satunya adalah pembagian fungsi bahasa menurut Leech (1997) yang selanjutnya diacu dalam penelitian ini. Leech (1997: 52) membagi fungsi komunikatif bahasa menjadi lima, yaitu fungsi informasional, ekspresif, direktif, estetis, dan phatik. Fungsi informasional maksudnya fungsi bahasa untuk menyampaikan informasi. Fungsi ekspresif, yaitu digunakan untuk mengungkapkan perasaan dan sikap penuturnya. Dalam fungsi ini kata-kata sumpah serapah dan kata-kata seru merupakan contoh yang paling jelas. Fungsi direktif bahasa digunakan untuk memengaruhi perilaku dan sikap seseorang. Contohnya adalah perintah dan permohonan. Fungsi bahasa lainnya adalah estetik, yaitu fungsi bahasa demi hasil karya itu sendiri tanpa maksud yang tersembunyi. Dengan demikian, dikatakan bahwa fungsi ini berhubungan, baik dengan makna konseptual maupun makna afektif. Fungsi bahasa yang terakhir adalah fungsi phatik. Fungsi phatik maksudnya adalah fungsi bahasa untuk menjaga hubungan baik dalam kelompok sosial. Lebih lanjut dijelaskan bahwa pembagian fungsi bahasa menjadi lima seperti di atas bukanlah klasifikasi yang ideal. Artinya, dalam praktik berbahasa sangat dimungkinkan adanya penggabungan sejumlah fungsi bahasa yang berbeda-beda. Sepotong bahasa jarang yang murni informatif, murni ekspresif, dan sebagainya. Contohnya, sebuah kalimat I feel like a cup of coffee Rasanya saya suka secangkir kopi dalam konteks situasi tertentu bisa berfungsi sebagai informasional, ekspresif, dan direktif. Selanjutnya, teori fungsi bahasa yang

20 30 dikemukakan oleh Leech inilah digunakan untuk mengetahui fungsi ungkapan larangan pada masyarakat petani Tabanan Teori Semiotik Sosial Ungkapan larangan pada masyarakat petani Tabanan pada perinsipnya merupakan pemakaian bahasa yang dalam hal ini adalah bahasa Bali. Ungkapan larangan digunakan oleh para petani untuk berinteraksi dan berkomunikasi. Dalam berinteraksi dan berkomunikasi dengan ungkapan larangan, para petani menggunakan tanda atau simbol-simbol tertentu yang mengandung makna tersendiri. Oleh karena itu, teori semiotik sosial digunakan untuk menentukan makna ungkapan larangan pada masyarakat petani Tabanan. Konsep semiotik mulanya berasal dari konsep tanda yang berhubungan dengan istilah semainon (penanda) dan semainomenon (petanda) dalam bahasa Yunani. Dengan demikian, secara umum dapat dikatakan bahwa semiotik adalah ilmu yang mempelajari sistem tanda, seperti bahasa, kode, sinyal, dan sebagainya. ( Halliday dan Ruqaiya Hasan, 1994: 3 ; Santoso, 2003: 1). Sementara, kata sosial berkaitan dengan konsep sistem sosial dan konsep struktur sosial. Dengan demikian, ungkapan larangan yang disampaikan dengan bahasa Bali merupakan sebuah tanda dan masyarakat petani Tabanan yang menggunakan wacana larangan itu merupakan struktur sosial kemasyarakatan berdasarkan kelompok profesi, yakni petani (Halliday dan Ruqaiya Hasan, 1994: 5; Riana, 2003: 9--10). Semiotik sosial adalah semiotik yang secara khusus menelaah sistem tanda yang dihasilkan oleh manusia yang berwujud lambang, baik berupa kata maupun

21 31 rangkaian kata atau kalimat. Semiotik sosial lebih cenderung melihat bahasa sebagai sistem tanda atau simbol yang sedang mengekspresikan nilai dan norma kultural dan sosial suatu masyarakat tertentu di dalam suatu proses sosial kebahasaan (Santoso, 2003: 6). Lebih lanjut dijelaskan bahwa semiotik sosial tidak lagi melihat bahasa sebagai suatu entitas yang secara otomistis dirujuk sebagai hubungan antara yang ditandai dan yang menandai. Semiotik sosial lebih melihat bahasa sebagai suatu realitas, realitas sosial, dan sekaligus sebagai realitas semiotik. Sebagai suatu realitas, bahasa adalah sebuah fenomena berupa pengalaman fisik, logis, psikis penuturnya dalam konteks situasi dan konteks budaya tertentu. Bahasa sebagai realitas sosial, artinya bahasa merupakan fenomena sosial yang digunakan oleh penuturnya untuk berinteraksi dan berkomunikasi dalam konteks situasi dan budaya tertentu. Bahasa adalah realitas semiotika yang berarti bahasa merupakan simbol yang mewujudkan realitas dan realitas sosial dalam konteks situasi dan budaya tertentu. Dengan demikian, ketiga unsur tadi merupakan satu kesatuan dalam mengekspresikan makna atau fungsi sosial tertentu. Ungkapan larangan pada masyarakat petani Tabanan dipakai untuk menyampaikan maksud-maksud yang ingin dicapai dalam berkomunikasi. Maksud-maksud tersebut ada yang tersurat dan ada yang tersirat. Oleh karena itu, ungkapan larangan sebagai pemakaian bahasa dapat dikatakan memiliki makna tersurat dan makna tersirat. Hal ini sejalan dengan pandangan semiotik sosial yang menyatakan bahasa diandaikan sebagai kata yang memiliki makna tersurat dan tersirat. Makna tersurat adalah makna bahasa yang dapat dilihat dalam kamus,

22 32 sedangkan makna tersirat maksudnya adalah makna bahasa yang tidak terdapat dalam kamus, tetapi dapat ditelusuri dengan melihat konteksnya (Riana, 2003: 10). 2.4 Model Penelitian MPT ULPMPT Analisis Bentuk ULPMPT Analisis Fungsi ULPMPT Analisis Makna ULPMPT Teori Linguistik Struktural Teori Fungsi Bahasa Teori Semiotik Sosial Temuan Penelitian Keterangan: MPT : Masyarakat Petani Tabanan ULPMPT : Ungkapan Larangan pada Masyarakat Petani Tabanan

ANTROPOLINGUISTIK DR. FAJRI USMAN, M.HUM FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS ANDALAS 2014

ANTROPOLINGUISTIK DR. FAJRI USMAN, M.HUM FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS ANDALAS 2014 ANTROPOLINGUISTIK DR. FAJRI USMAN, M.HUM FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS ANDALAS 2014 ANTROPOLINGUISTIK KAJIAN KEBUDAYAAN MELALUI BENTUK-BENTUK LINGUAL ---- MENGKAJI BAHASA MELALUI BUDAYA يم ب س م من

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN TEORI BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka Kajian pustaka memuat uraian sistematis tentang teori-teori dasar dan konsep atau hasil-hasil penelitian yang ditemukan oleh peneliti terdahulu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. raga, mempunyai ruang hidup kementalan, memiliki dimensi hidup kerohanian

BAB I PENDAHULUAN. raga, mempunyai ruang hidup kementalan, memiliki dimensi hidup kerohanian 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kehidupan dalam arti seluas-luasnya selalu memerlukan saling berhubungan atau saling berinteraksi antara anggota masyarakat yang satu dan anggota masyarakat yang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORETIK

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORETIK BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORETIK 2.1 Teori-Teori Yang Relevan Dengan Variabel Yang Diteliti 2.1.1 Pengertian Semantik Semantik ialah bidang linguistik yang mengkaji hubungan antara tanda-tanda

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sekunder yang akan mendukung penelitian, juga diperlukan untuk mengetahui sampai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sekunder yang akan mendukung penelitian, juga diperlukan untuk mengetahui sampai BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kepustakaan Yang Relevan Pengkajian teori tidak akan terlepas dari kajian pustaka atau studi pustaka karena teori secara nyata dapat dipeoleh melalui studi atau kajian kepustakaan.

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Konsep adalah gambaran mental dari obyek, proses atau apa pun yang ada di luar

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Konsep adalah gambaran mental dari obyek, proses atau apa pun yang ada di luar BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep adalah gambaran mental dari obyek, proses atau apa pun yang ada di luar bahasa, dan yang dipergunakan akal budi untuk memahami hal-hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah suatu alat komunikasi pada manusia untuk menyatakan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah suatu alat komunikasi pada manusia untuk menyatakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah suatu alat komunikasi pada manusia untuk menyatakan tanggapannya terhadap alam sekitar atau peristiwa-peristiwa yang dialami secara individual atau secara

Lebih terperinci

Alwi, Hasan dkk Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Pustaka.

Alwi, Hasan dkk Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Pustaka. 170 DAFTAR PUSTAKA Almos, Rona. 2008. Pantang dalam Bahasa Minangkabau. Tesis Program Magister Program Studi Linguistik Program Pascasarjana Universitas Uayana. Denpasar. Alwi, Hasan dkk. 2003. Tata Bahasa

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. A. Kajian Pustaka

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. A. Kajian Pustaka BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Kajian Pustaka 1. Tinjauan Studi Terdahulu Penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan aspek pandangan yaitu pada tahun 2000 oleh Chatarina dari Fakultas Ilmu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa Orientasi Siswa (selanjutnya disebut MOS) merupakan suatu

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa Orientasi Siswa (selanjutnya disebut MOS) merupakan suatu 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa Orientasi Siswa (selanjutnya disebut MOS) merupakan suatu kegiatan yang rutin dilakukan oleh pihak sekolah untuk menyambut kedatangan siswa baru. Kegiatan ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dipilih umat manusia dalam berkomunikasi dibanding berbahasa non lisan. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. dipilih umat manusia dalam berkomunikasi dibanding berbahasa non lisan. Hal ini BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berbahasa adalah suatu hal yang amat lazim diperankan di dalam setiap aspek kehidupan manusia. Tak dapat dipungkiri, kegiatan berbahasa lisan hingga kini masih dipilih

Lebih terperinci

BAB II KONSEP LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat Melayu Sakai di Desa Kesumbo Ampai : Kajian Antropolinguistik.

BAB II KONSEP LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat Melayu Sakai di Desa Kesumbo Ampai : Kajian Antropolinguistik. BAB II KONSEP LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini akan diuraikan konsep, landasan teori, dan tinjauan pustaka yang akan digunakan dalam penelitian Leksikon dalam pengobatan tradisional masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. alam pikiran sehingga terwujud suatu aktivitas. dalam pikiran pendengar atau pembaca.

BAB I PENDAHULUAN. alam pikiran sehingga terwujud suatu aktivitas. dalam pikiran pendengar atau pembaca. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa merupakan alat untuk berkomunikasi sehari-hari oleh para penuturnya. Bahasa merupakan sesuatu yang sangat penting dalam proses berpikir maupun dalam kegiatan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Bahasa adalah sistem lambang bunyi bersifat arbitrer yang dipergunakan

BAB 1 PENDAHULUAN. Bahasa adalah sistem lambang bunyi bersifat arbitrer yang dipergunakan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa merupakan alat utama dalam komunikasi dan memiliki daya ekspresi dan informatif yang besar. Bahasa sangat dibutuhkan oleh manusia karena dengan bahasa manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyampaikan pesan, konsep, ide, atau pemikiran. Oleh karena itu, bahasa

BAB I PENDAHULUAN. menyampaikan pesan, konsep, ide, atau pemikiran. Oleh karena itu, bahasa BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Bahasa memiliki fungsi yang penting bagi manusia. Menurut Chaer (1994: 45), fungsi bahasa adalah sebagai alat komunikasi bagi manusia, menyampaikan pesan, konsep, ide,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam lagi bahasa tercakup dalam kebudayaan. Bahasa menggambarkan cara berfikir

BAB I PENDAHULUAN. dalam lagi bahasa tercakup dalam kebudayaan. Bahasa menggambarkan cara berfikir BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa dan kebudayaan merupakan dua hal yang saling mempengaruhi. Bahasa selalu menggambarkan kebudayaan masyarakat yang bersangkutan; lebih dalam lagi bahasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan adanya sarana agar komunikasi tersebut dapat berjalan dengan

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan adanya sarana agar komunikasi tersebut dapat berjalan dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap individu di dalam kehidupan pasti tidak akan terlepas untuk melakukan komunikasi dengan individu lainnya. Dalam berkomunikasi diperlukan adanya sarana

Lebih terperinci

BAB VI TATARAN LINGUISTIK SINTAKSIS

BAB VI TATARAN LINGUISTIK SINTAKSIS Nama : Khoirudin A. Fauzi NIM : 1402408313 BAB VI TATARAN LINGUISTIK SINTAKSIS Pada bab terdahulu disebutkan bahwa morfologi dan sintaksis adalah bidang tataran linguistik yang secara tradisional disebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peristiwa berkomunikasi. Di dalam berkomunikasi dan berinteraksi, manusia

BAB I PENDAHULUAN. peristiwa berkomunikasi. Di dalam berkomunikasi dan berinteraksi, manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan sehari-hari manusia hampir tidak dapat terlepas dari peristiwa berkomunikasi. Di dalam berkomunikasi dan berinteraksi, manusia memerlukan sarana untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang belum mengecap ilmu pengetahuan di sekolah atau perguruan tinggi

BAB I PENDAHULUAN. yang belum mengecap ilmu pengetahuan di sekolah atau perguruan tinggi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesalahan berbahasa ini tidak hanya terjadi pada orang-orang awam yang belum mengecap ilmu pengetahuan di sekolah atau perguruan tinggi tertentu, tetapi sering

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap bahasa memiliki sistem fonologi dan tata bahasanya sendiri, yang membedakannya dari bahasa lain. Oleh karena itu, masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Setiap bahasa memiliki sistem fonologi dan tata bahasanya sendiri, yang membedakannya dari bahasa lain. Oleh karena itu, masyarakat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap bahasa memiliki sistem fonologi dan tata bahasanya sendiri, yang membedakannya dari bahasa lain. Oleh karena itu, masyarakat pemakai bahasa membutuhkan satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia itu pada dasarnya tidak bisa hidup sendiri. Manusia tentunya

BAB I PENDAHULUAN. manusia itu pada dasarnya tidak bisa hidup sendiri. Manusia tentunya 1 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Di dalam kehidupan, manusia dikodratkan sebagai makhluk sosial karena manusia itu pada dasarnya tidak bisa hidup sendiri. Manusia tentunya membutuhkan bantuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk hidup bersama. Untuk menjalani kehidupan sehari-hari antara orang yang

BAB I PENDAHULUAN. untuk hidup bersama. Untuk menjalani kehidupan sehari-hari antara orang yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia diciptakan sebagai makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri. Dalam kelangsungan hidupnya manusia selalu membutuhkan orang lain untuk hidup bersama. Untuk

Lebih terperinci

Bentuk Tuturan Imperatif Bahasa Indonesia dalam Interaksi Guru-Siswa di SMP Negeri 1 Sumenep

Bentuk Tuturan Imperatif Bahasa Indonesia dalam Interaksi Guru-Siswa di SMP Negeri 1 Sumenep Andriyanto, Bentuk Tuturan Imperatif Bahasa Indonesia... 9 Bentuk Tuturan Imperatif Bahasa Indonesia dalam Interaksi Guru-Siswa di SMP Negeri 1 Sumenep Andriyanto Bahasa Indonesia-Universitas Negeri Malang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dengan judul. Hasil suatu karya ilmiah bukanlah pekerjaan mudah

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dengan judul. Hasil suatu karya ilmiah bukanlah pekerjaan mudah BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kepustakaan yang Relevan Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari buku-buku pendukung yang relevan dengan judul. Hasil suatu karya ilmiah bukanlah pekerjaan mudah dipertanggungjawabkan,

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Konsep yang digunakan dalam penelitian ini ada empat, yaitu tuturan,

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Konsep yang digunakan dalam penelitian ini ada empat, yaitu tuturan, BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep yang digunakan dalam penelitian ini ada empat, yaitu tuturan, perkawinan, tindak tutur, dan konteks situasi. Keempat konsep ini perlu

Lebih terperinci

ANALISIS WACANA CELATHU BUTET PADA SURAT KABAR SUARA MERDEKA: TINJAUAN DARI SEGI KULTURAL, SITUASI, SERTA ASPEK GRAMATIKAL DAN LEKSIKAL SKRIPSI

ANALISIS WACANA CELATHU BUTET PADA SURAT KABAR SUARA MERDEKA: TINJAUAN DARI SEGI KULTURAL, SITUASI, SERTA ASPEK GRAMATIKAL DAN LEKSIKAL SKRIPSI ANALISIS WACANA CELATHU BUTET PADA SURAT KABAR SUARA MERDEKA: TINJAUAN DARI SEGI KULTURAL, SITUASI, SERTA ASPEK GRAMATIKAL DAN LEKSIKAL SKRIPSI Disusun untuk Memenuhi Sebagai Persyaratan Guna Memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terjadi pergeseran makna pada BT, oleh sebab itu seorang penerjemah harus

BAB I PENDAHULUAN. terjadi pergeseran makna pada BT, oleh sebab itu seorang penerjemah harus BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penerjemahan adalah pengalihan makna dari bahasa sumber (BS) ke bahasa target (BT) dan makna BS harus dapat dipertahankan sehingga tidak terjadi pergeseran makna pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia terdiri atas berbagai suku.setiap suku memiliki

BAB I PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia terdiri atas berbagai suku.setiap suku memiliki BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia terdiri atas berbagai suku.setiap suku memiliki acara adat yang berbeda-beda dalam upacara adat perkawinan, kematian dan memasuki rumah baru.dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dan lingkungan, baik lingkungan alam maupun lingkungan sosialbudaya,

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dan lingkungan, baik lingkungan alam maupun lingkungan sosialbudaya, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia dan lingkungan, baik lingkungan alam maupun lingkungan sosialbudaya, merupakan sebuah sistem yang saling terkait satu sama lain. Manusia dalam menjalani kehidupannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dita Marisa, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dita Marisa, 2013 BAB I PENDAHULUAN Dalam bagian ini akan diuraikan, latar belakang penelitian, masalah penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan struktur organisasi penulisan. Adapun uraiannya sebagai berikut.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Linguistik sebagai ilmu kajian bahasa memiliki berbagai cabang.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Linguistik sebagai ilmu kajian bahasa memiliki berbagai cabang. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Linguistik sebagai ilmu kajian bahasa memiliki berbagai cabang. Cabang-cabang itu diantaranya adalah fonologi, morfologi, sintaksis, semantik, pragmatik,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Komunikasi dapat dilakukan oleh manusia melalui bahasa. Chaer (2010:14)

BAB I PENDAHULUAN. Komunikasi dapat dilakukan oleh manusia melalui bahasa. Chaer (2010:14) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia dalam kehidupannya memerlukan komunikasi untuk dapat menjalin hubungan dengan manusia lain dalam lingkungan masyarakat. Komunikasi dapat dilakukan oleh

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. kualitatif. Menurut pakar Jalaludin Rahmat penelitin deskriptif adalah

METODOLOGI PENELITIAN. kualitatif. Menurut pakar Jalaludin Rahmat penelitin deskriptif adalah BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Sifat Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Menurut pakar Jalaludin Rahmat penelitin deskriptif adalah penelitian yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ungkapan adalah aspek fonologis atau grafemis dari unsur bahasa yang mendukung makna. Bahasa bersifat abstrak, bahasa itu adanya hanya dalam pemakaian (Sudaryanto,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bermasyarakat agar terjalin suatu kehidupan yang nyaman. komunitas selalu terlibat dalam pemakaian bahasa, baik dia bertindak

BAB I PENDAHULUAN. bermasyarakat agar terjalin suatu kehidupan yang nyaman. komunitas selalu terlibat dalam pemakaian bahasa, baik dia bertindak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Komunikasi merupakan proses interaksi manusia satu dengan yang lainnya. Komunikasi bertujuan memberikan informasi atau menyampaikan pesan kepada mitra tutur.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. interaksi antarpesona dan memelihara hubungan sosial. Tujuan percakapan bukan

BAB I PENDAHULUAN. interaksi antarpesona dan memelihara hubungan sosial. Tujuan percakapan bukan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kegiatan berbicara menduduki posisi penting dalam kehidupan manusia. Sebagai makhluk sosial, manusia melakukan percakapan untuk membentuk interaksi antarpesona

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lambang bahasa untuk menggambarkan objek, konsep, proses, dan sebagainya.

BAB I PENDAHULUAN. lambang bahasa untuk menggambarkan objek, konsep, proses, dan sebagainya. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penamaan, menurut Kridalaksana (2008:160), merupakan proses pencarian lambang bahasa untuk menggambarkan objek, konsep, proses, dan sebagainya. Proses ini biasanya

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep merupakan gambaran mental dari objek, proses, atau apapun yang ada di luar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal

Lebih terperinci

OBJEK LINGUISTIK = BAHASA

OBJEK LINGUISTIK = BAHASA Nama : Laela Mumtahanah NIM : 1402408305 BAB III OBJEK LINGUISTIK = BAHASA Objek kajian linguistik yaitu bahasa 3. 1. Pengertian Bahasa Objek kajian linguistik secara langsung adalah parole karena parole

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa jurnalistik merupakan ragam bahasa tersendiri yang dipakai dalam

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa jurnalistik merupakan ragam bahasa tersendiri yang dipakai dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahasa menjadi bagian penting bagi manusia secara mayoritas dan menjadi milik masyarakat pemakainya. Salah satu aplikasi bahasa sebagai alat komunikasi adalah penggunaan

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORI. ini, yang berkaitan dengan: (1) pengertian pragmatik; (2) tindak tutur; (3) klasifikasi

BAB II KERANGKA TEORI. ini, yang berkaitan dengan: (1) pengertian pragmatik; (2) tindak tutur; (3) klasifikasi BAB II KERANGKA TEORI Kerangka teori ini berisi tentang teori yang akan digunakan dalam penelitian ini, yang berkaitan dengan: (1) pengertian pragmatik; (2) tindak tutur; (3) klasifikasi tindak tutur;

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Budaya Menurut Marvin Harris (dalam Spradley, 2007:5) konsep kebudayaan ditampakkan dalam berbagai pola tingkah laku yang dikaitkan dengan kelompokkelompok masyarakat tertentu,

Lebih terperinci

PEMAKAIAN ISTILAH-ISTILAH DALAM BAHASA JAWA DIALEK SURABAYA PADA BERITA POJOK KAMPUNG JTV YANG MELANGGAR KESOPAN-SANTUNAN BERBAHASA SKRIPSI

PEMAKAIAN ISTILAH-ISTILAH DALAM BAHASA JAWA DIALEK SURABAYA PADA BERITA POJOK KAMPUNG JTV YANG MELANGGAR KESOPAN-SANTUNAN BERBAHASA SKRIPSI PEMAKAIAN ISTILAH-ISTILAH DALAM BAHASA JAWA DIALEK SURABAYA PADA BERITA POJOK KAMPUNG JTV YANG MELANGGAR KESOPAN-SANTUNAN BERBAHASA SKRIPSI diajukan guna melengkapi tugas akhir dan memenuhi syarat-syarat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Komunikasi merupakan salah satu cara manusia berinteraksi dengan orang lain yang biasa disebut interaksi sosial. Interaksi sosial ini dapat mengungkapkan perasaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahasa merupakan alat komunikasi yang ampuh untuk mengadakan hubungan komunikasi dan melakukan kerja sama. Dalam kehidupan masyarakat, bahasa menjadi kebutuhan pokok

Lebih terperinci

13ILMU. Modul Perkuliahan XIII. Metode Penelitian Kualitatif. Metode Etnografi. Ponco Budi Sulistyo., S.Sos., M.Comm KOMUNIKASI. Modul ke: Fakultas

13ILMU. Modul Perkuliahan XIII. Metode Penelitian Kualitatif. Metode Etnografi. Ponco Budi Sulistyo., S.Sos., M.Comm KOMUNIKASI. Modul ke: Fakultas Modul ke: Modul Perkuliahan XIII Metode Penelitian Kualitatif Metode Etnografi Fakultas 13ILMU KOMUNIKASI Ponco Budi Sulistyo., S.Sos., M.Comm Program Studi Public Relations Judul Sub Bahasan Pengertian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Begitu pula melalui bahasa, menurut Poerwadarmita (1985; 5), bahasa adalah alat

BAB I PENDAHULUAN. Begitu pula melalui bahasa, menurut Poerwadarmita (1985; 5), bahasa adalah alat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penggunaan bahasa oleh manusia merupakan salah satu kelebihan manusia dari pada makhluk lainnya di muka bumi ini. Semua orang menyadari betapa pentingnya peranan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun sebagai komunikan (mitra baca, penyimak, pendengar, atau pembaca).

BAB I PENDAHULUAN. maupun sebagai komunikan (mitra baca, penyimak, pendengar, atau pembaca). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa memiliki peran penting dalam kehidupan manusia. Manusia sebagai makhluk sosial tidak akan pernah lepas dari peristiwa komunikasi. Dalam berkomunikasi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu berinteraksi antara satu

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu berinteraksi antara satu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu berinteraksi antara satu dengan yang lainnya, yang kemudian disebut dengan komunikasi. Bahasa merupakan alat komunikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berbeda dengan sintaksis yang mempelajari bagaimana satuan bahasa terbentuk,

BAB I PENDAHULUAN. Berbeda dengan sintaksis yang mempelajari bagaimana satuan bahasa terbentuk, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam mempelajari bahasa Inggris terutama yang berkenaan dengan makna yang terkandung dalam setiap unsur suatu bahasa, semantik merupakan ilmu yang menjadi pengukur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sintaksis,fungsi semantis dan fungsi pragmatis.fungsi sintaksis adalah hubungan

BAB I PENDAHULUAN. sintaksis,fungsi semantis dan fungsi pragmatis.fungsi sintaksis adalah hubungan 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Analisis kalimat dapat dilakukan pada tiga tataran fungsi, yaitu fungsi sintaksis,fungsi semantis dan fungsi pragmatis.fungsi sintaksis adalah hubungan gramatikal antara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perhatian dan daya tarik wisatawan mancanegara maupun wisatawan. sekaligus peningkatan perekonomian masyarakat Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. perhatian dan daya tarik wisatawan mancanegara maupun wisatawan. sekaligus peningkatan perekonomian masyarakat Indonesia. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keindahan alam Indonesia dengan beraneka ragam etnik dan keunikan budaya yang dimiliki oleh bangsa Indonesia sejak dulu menjadi perhatian dan daya tarik wisatawan mancanegara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehingga bahasa merupakan sarana komunikasi yang utama. Bahasa adalah

BAB I PENDAHULUAN. sehingga bahasa merupakan sarana komunikasi yang utama. Bahasa adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan sehari-hari manusia selalu melakukan komunikasi antar sesamanya. Setiap anggota masyarakat selalu terlibat dalam komunikasi, baik dia berperan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. realitas, dan sebagainya. Sarana yang paling utama dan vital untuk memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. realitas, dan sebagainya. Sarana yang paling utama dan vital untuk memenuhi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia dalam sepanjang hidupnya hampir-hampir tidak pernah dapat terlepas dari peristiwa komunikasi. Di dalam berkomunikasi manusia memerlukan sarana untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahasa adalah sebuah sistem lambang bunyi yang bersifat arbitrer yang digunakan oleh masyarakat umum dengan tujuan berkomunikasi. Dalam ilmu bahasa dikenal dengan

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. di luar bahasa, dan yang dipergunakan akal budi untuk memahami hal-hal tersebut

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. di luar bahasa, dan yang dipergunakan akal budi untuk memahami hal-hal tersebut BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep adalah gambaran mental dari obyek, proses, atau apa pun yang ada di luar bahasa, dan yang dipergunakan akal budi untuk memahami hal-hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ada dua proses yang terjadi, yaitu proses kompetensi dan proses performansi.

BAB I PENDAHULUAN. ada dua proses yang terjadi, yaitu proses kompetensi dan proses performansi. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemerolehan bahasa atau akuisisi bahasa adalah proses yang berlangsung di dalam otak seorang anak ketika dia memperoleh bahasa pertamanya atau bahasa ibunya (Simanjuntak:1987:157).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia merupakan makhluk yang selalu melakukan. komunikasi, baik itu komunikasi dengan orang-orang yang ada di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia merupakan makhluk yang selalu melakukan. komunikasi, baik itu komunikasi dengan orang-orang yang ada di 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia merupakan makhluk yang selalu melakukan komunikasi, baik itu komunikasi dengan orang-orang yang ada di sekitarnya maupun dengan penciptanya. Saat berkomunikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pokok di dalam pragmatik. Tindak tutur merupakan dasar bagi analisis topik-topik

BAB I PENDAHULUAN. pokok di dalam pragmatik. Tindak tutur merupakan dasar bagi analisis topik-topik BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tindak tutur atau tindak ujar (speech act) merupakan sesuatu yang bersifat pokok di dalam pragmatik. Tindak tutur merupakan dasar bagi analisis topik-topik pragmatik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk mengungkapkan ide atau gagasan juga untuk sekedar menginformasikan apa yang

BAB I PENDAHULUAN. untuk mengungkapkan ide atau gagasan juga untuk sekedar menginformasikan apa yang BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Dalam kehidupan sehari-hari, manusia selalu berinteraksi dengan sesama. Baik untuk mengungkapkan ide atau gagasan juga untuk sekedar menginformasikan apa yang ada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lingua france bukan saja di kepulauan Nusantara, melainkan juga hampir seluruh

BAB I PENDAHULUAN. lingua france bukan saja di kepulauan Nusantara, melainkan juga hampir seluruh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahasa Indonesia merupakan salah satu dialek Bahasa Melayu. Sudah berabad-abad lamanya Bahasa Melayu digunakan sebagai alat komunikasi atau lingua france bukan saja

Lebih terperinci

MAKSIM PELANGGARAN KUANTITAS DALAM BAHASA INDONESIA. Oleh: Tatang Suparman

MAKSIM PELANGGARAN KUANTITAS DALAM BAHASA INDONESIA. Oleh: Tatang Suparman MAKSIM PELANGGARAN KUANTITAS DALAM BAHASA INDONESIA Oleh: Tatang Suparman FAKULTAS SASTRA UNIVERSITAS PADJADJARAN BANDUNG 2008 LEMBAR PENGESAHAN Judul Penelitian : MAKSIM PELANGGARAN KUANTITAS DALAM BAHASA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan. Sejalan dengan itu, dalam pelaksanaan pembelajaran bahasa

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan. Sejalan dengan itu, dalam pelaksanaan pembelajaran bahasa 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kurikulum 2013 menempatkan bahasa Indonesia sebagai penghela ilmu pengetahuan. Sejalan dengan itu, dalam pelaksanaan pembelajaran bahasa Indonesis berbasis teks, beragam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari buku-buku pendukung yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari buku-buku pendukung yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kepustakaan yang Relevan Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari buku-buku pendukung yang relevan, buku-buku yang digunakan dalam pengkajian ini adalah buku-buku tentang sosiolinguistik.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan suatu sistem komunikasi menggunakan simbol-simbol vokal

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan suatu sistem komunikasi menggunakan simbol-simbol vokal 2 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sarana komunikasi yang paling penting sesama masyarakat adalah bahasa. Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu berinteraksi dengan manusia lain. Bahasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia memiliki dialek oleh karena seperti

BAB I PENDAHULUAN. dengan bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia memiliki dialek oleh karena seperti BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah salah satu identitas sebuah bangsa demikian juga halnya dengan bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia memiliki dialek oleh karena seperti bahasa Indonesia

Lebih terperinci

Realisasi Tuturan dalam Wacana Pembuka Proses Belajar- Mengajar di Kalangan Guru Bahasa Indonesia yang Berlatar Belakang Budaya Jawa

Realisasi Tuturan dalam Wacana Pembuka Proses Belajar- Mengajar di Kalangan Guru Bahasa Indonesia yang Berlatar Belakang Budaya Jawa REALISASI TUTURAN DALAM WACANA PEMBUKA PROSES BELAJARMENGAJAR DI KALANGAN GURU BAHASA INDONESIA YANG BERLATAR BELAKANG BUDAYA JAWA NASKAH PUBLIKASI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sarana yang berfungsi untuk mengungkapkan ide, gagasan, pikiran dan

BAB I PENDAHULUAN. sarana yang berfungsi untuk mengungkapkan ide, gagasan, pikiran dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam sepanjang hidupnya, manusia tidak pernah terlepas dari peristiwa komunikasi. Di dalam komunikasi tersebut, manusia memerlukan sarana yang berfungsi untuk mengungkapkan

Lebih terperinci

PERILAKU SINTAKSIS FRASA ADJEKTIVA SEBAGAI PENGUAT JATI DIRI BAHASA INDONESIA

PERILAKU SINTAKSIS FRASA ADJEKTIVA SEBAGAI PENGUAT JATI DIRI BAHASA INDONESIA -Konferensi Nasional Bahasa dan Sastra III- PERILAKU SINTAKSIS FRASA ADJEKTIVA SEBAGAI PENGUAT JATI DIRI BAHASA INDONESIA Munirah Pascasarjana Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Unismuh Makassar munirah.

Lebih terperinci

Menurut Abdul Chaer setiap bahasa mempunyai sarana atau alat gramatikal tertentu untuk menyatakan makna-makna atau nuansa-nuansa makna gramatikal (Abd

Menurut Abdul Chaer setiap bahasa mempunyai sarana atau alat gramatikal tertentu untuk menyatakan makna-makna atau nuansa-nuansa makna gramatikal (Abd KOMPOSISI BERUNSUR ANGGOTA TUBUH DALAM NOVEL-NOVEL KARYA ANDREA HIRATA Sarah Sahidah Abstrak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui makna dan hubungan maknamakna gramatikal leksem anggota tubuh yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang majemuk, memiliki berbagai suku, ras, bahasa dan kebudayaan yang diwariskan secara turun-temurun oleh nenek moyang. Adanya

Lebih terperinci

BAB 5. KESIMPULAN dan SARAN. pemakaiannya. Bahasa juga kerap dijadikan media dalam mengungkapkan

BAB 5. KESIMPULAN dan SARAN. pemakaiannya. Bahasa juga kerap dijadikan media dalam mengungkapkan 1 BAB 5 KESIMPULAN dan SARAN 5.1 Kesimpulan Bahasa merupakan produk budaya yang paling dinamis dalam pemakaiannya. Bahasa juga kerap dijadikan media dalam mengungkapkan pemikiran, permintaan, dan perasaan

Lebih terperinci

I. PENGERTIAN BAHASA

I. PENGERTIAN BAHASA I. PENGERTIAN BAHASA 1. Mary Finocchiaro dalam Brown (1980:4) Language is a system of arbitrary vocal symbols which permit all people in a given culture or other people who have learned the system of that

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. diuraikan, diperlukan sejumlah teori yang menjadi kerangka landasan di dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. diuraikan, diperlukan sejumlah teori yang menjadi kerangka landasan di dalam BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Tinjauan Pustaka Untuk mencapai tujuan yang diinginkan dalam membahas masalah yang diuraikan, diperlukan sejumlah teori yang menjadi kerangka landasan di dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia sebagai makhluk sosial perlu untuk berinteraksi untuk bisa hidup berdampingan dan saling membantu. Bahasa merupakan alat yang digunakan manusia untuk berinteraksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya metafora adalah suatu bentuk kekreatifan makna dalam

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya metafora adalah suatu bentuk kekreatifan makna dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada dasarnya metafora adalah suatu bentuk kekreatifan makna dalam menggunakan bahasa saat berkomunikasi baik bahasa lisan maupun bahasa tulisan. Di dalam berbahasa,

Lebih terperinci

PENANDA KOHESI GRAMATIKAL KONJUNGSI ANTARKALIMAT DAN INTRAKALIMAT PADA TEKS PIDATO KENEGARAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PENANDA KOHESI GRAMATIKAL KONJUNGSI ANTARKALIMAT DAN INTRAKALIMAT PADA TEKS PIDATO KENEGARAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PENANDA KOHESI GRAMATIKAL KONJUNGSI ANTARKALIMAT DAN INTRAKALIMAT PADA TEKS PIDATO KENEGARAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NASKAH PUBLIKASI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dibandingkan komunikasi dalam bentuk tulisan. bahasa Indonesia ragam lisan atau omong.

BAB I PENDAHULUAN. dibandingkan komunikasi dalam bentuk tulisan. bahasa Indonesia ragam lisan atau omong. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia lebih banyak melakukan komunikasi lisan daripada komunikasi tulisan oleh sebab itu, komunikasi lisan dianggap lebih penting dibandingkan komunikasi dalam

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia, dan arti atau makna yang tersirat dalam rangkaian bunyi tadi. Bunyi itu

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia, dan arti atau makna yang tersirat dalam rangkaian bunyi tadi. Bunyi itu BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa terdiri atas bunyi ujaran yang dihasilkan oleh alat-alat ucap manusia, dan arti atau makna yang tersirat dalam rangkaian bunyi tadi. Bunyi itu merupakan getaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pikiran, perasaan, dan pengalaman manusia disampaikan melalui bahasa.

BAB I PENDAHULUAN. Pikiran, perasaan, dan pengalaman manusia disampaikan melalui bahasa. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pikiran, perasaan, dan pengalaman manusia disampaikan melalui bahasa. Chaer dan Leonie (2010:14 15) mengungkapkan bahwa dalam komunikasi, bahasa berfungsi sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Linguistik, semantik adalah bidang yang fokus mempelajari tentang makna baik yang berupa text

BAB I PENDAHULUAN. Linguistik, semantik adalah bidang yang fokus mempelajari tentang makna baik yang berupa text BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah alat komunikasi yang digunakan oleh manusia dalam kehidupan seharihari. Ketika berbahasa ada bentuk nyata dari pikiran yang ingin disampaikan kepada mitra

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan Bahasa Indonesia di sekolah merupakan salah satu aspek

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan Bahasa Indonesia di sekolah merupakan salah satu aspek 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan Bahasa Indonesia di sekolah merupakan salah satu aspek pengajaran yang sangat penting, mengingat bahwa setiap orang menggunakan bahasa Indonesia

Lebih terperinci

2015 FENOMENA PENGGUNAAN NAMA-NAMA UNIK PADA MAKANAN DI BANDUNG

2015 FENOMENA PENGGUNAAN NAMA-NAMA UNIK PADA MAKANAN DI BANDUNG BAB I PENDAHULUAN Dalam bab ini diuraikan latar belakang masalah, masalah penelitian yang meliputi pengidentifikasian masalahah, pembatasan masalah, dan perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia lahir, hidup dan berinteraksi secara sosial-bekerja, berkarya,

BAB I PENDAHULUAN. Manusia lahir, hidup dan berinteraksi secara sosial-bekerja, berkarya, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia lahir, hidup dan berinteraksi secara sosial-bekerja, berkarya, beribadah, dan dilatarbelakangi oleh lingkungan budaya di mana ia hidup. Budaya memiliki norma-norma

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikaruniai berbagai kelebihan dibandingkan dengan ciptaan lainnya. Karunia itu

BAB I PENDAHULUAN. dikaruniai berbagai kelebihan dibandingkan dengan ciptaan lainnya. Karunia itu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia adalah makhluk hidup ciptaan Tuhan Yang Maha Esa dan dikaruniai berbagai kelebihan dibandingkan dengan ciptaan lainnya. Karunia itu berupa akal, cipta, rasa,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Suatu wacana dituntut untuk memiliki keutuhan struktur. Keutuhan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Suatu wacana dituntut untuk memiliki keutuhan struktur. Keutuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Suatu wacana dituntut untuk memiliki keutuhan struktur. Keutuhan tersebut dibangun oleh komponen-komponen yang terjalin di dalam suatu organisasi kewacanaan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kepentingan bersama (Suwito dalam Aslinda dkk, 2010: 06). Bahasa sebagai

BAB I PENDAHULUAN. kepentingan bersama (Suwito dalam Aslinda dkk, 2010: 06). Bahasa sebagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada hakikatnya manusia merupakan suatu makhluk sosial. Sebagai makhluk sosial manusia membutuhkan bahasa baik lisan maupun tulisan guna bergaul dengan manusia lain,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sasaran (selanjutnya disingkat Bsa) se-alami mungkin baik secara arti dan secara

BAB I PENDAHULUAN. sasaran (selanjutnya disingkat Bsa) se-alami mungkin baik secara arti dan secara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini, perbedaan bahasa sudah tidak lagi menjadi hambatan untuk mendapatkan informasi dari berbagai belahan dunia. Tuntutan mendapatkan informasi inilah yang memunculkan

Lebih terperinci

PENGANTAR. 1. Pengertian Sosiolinguistik 2. Masalah Yang Dikaji Sosiolinguistik

PENGANTAR. 1. Pengertian Sosiolinguistik 2. Masalah Yang Dikaji Sosiolinguistik PENGANTAR 1. Pengertian Sosiolinguistik 2. Masalah Yang Dikaji Sosiolinguistik Pengantar مقدمة Bahasa sebagai alat komunikasi dan interaksi dapat dikaji secara internal dan eksternal. Kajian internal mikrolinguistik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan objek dari linguistik, karena linguistik merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan objek dari linguistik, karena linguistik merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan objek dari linguistik, karena linguistik merupakan cabang ilmu yang mempelajari tentang bahasa. Bahasa adalah suatu sistem simbol bunyi yang

Lebih terperinci

Apa yang Dipelajari oleh Ilmu Bahasa (linguistik)? (Bahan Kuliah Sosiolinguistik)

Apa yang Dipelajari oleh Ilmu Bahasa (linguistik)? (Bahan Kuliah Sosiolinguistik) Bahasa dipelajari atau dikaji oleh disiplin ilmu yang disebut linguistik atau ilmu bahasa. Seperti halnya disiplin-displin yang lain, linguistik juga memiliki tiga pilar penyangga, yakni ontologi, epistemologi,

Lebih terperinci

ANALISIS LIRIK LAGU LIR-ILIR (SEBUAH KAJIAN LINGUISTIK ANTROPOLOGI)

ANALISIS LIRIK LAGU LIR-ILIR (SEBUAH KAJIAN LINGUISTIK ANTROPOLOGI) ANALISIS LIRIK LAGU LIR-ILIR (SEBUAH KAJIAN LINGUISTIK ANTROPOLOGI) Eka Susylowati, SS, M.Hum Staf Pengajar Bahasa dan Sastra Inggris Universitas Surakarta Abstrak Metafora merupakan penggunaan bahasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk berinteraksi antar sesama. Kridalaksana (dalam Chaer, 2003: 32)

BAB I PENDAHULUAN. untuk berinteraksi antar sesama. Kridalaksana (dalam Chaer, 2003: 32) 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan hal penting yang perlu dipelajari karena bahasa mempunyai fungsi dan peranan yang besar dalam kehidupan manusia. Pada umumnya seluruh kegiatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa memegang peranan penting dalam kehidupan kita. Bahasa sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa memegang peranan penting dalam kehidupan kita. Bahasa sebagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa memegang peranan penting dalam kehidupan kita. Bahasa sebagai alat berinteraksi dan berkomunikasi dengan orang lain. Adalah suatu kenyataan bahwa manusia

Lebih terperinci

12Ilmu. semiotika. Sri Wahyuning Astuti, S.Psi. M,Ikom. Sejarah semiotika, tanda dan penanda, macam-macam semiotika, dan bahasa sebagai penanda.

12Ilmu. semiotika. Sri Wahyuning Astuti, S.Psi. M,Ikom. Sejarah semiotika, tanda dan penanda, macam-macam semiotika, dan bahasa sebagai penanda. semiotika Modul ke: Sejarah semiotika, tanda dan penanda, macam-macam semiotika, dan bahasa sebagai penanda. Fakultas 12Ilmu Komunikasi Sri Wahyuning Astuti, S.Psi. M,Ikom Program Studi S1 Brodcasting

Lebih terperinci

Pengertian Morfologi dan Ruang Lingkupnya

Pengertian Morfologi dan Ruang Lingkupnya Modul 1 Pengertian Morfologi dan Ruang Lingkupnya B PENDAHULUAN Drs. Joko Santoso, M.Hum. agi Anda, modul ini sangat bermanfaat karena akan memberikan pengetahuan yang memadai mengenai bentuk, pembentukan

Lebih terperinci

FILSAFAT BAHASA DAN BAHASA MENURUT LUDWIG WITTGENSTEIN

FILSAFAT BAHASA DAN BAHASA MENURUT LUDWIG WITTGENSTEIN FILSAFAT BAHASA DAN BAHASA MENURUT LUDWIG WITTGENSTEIN > Pengertian Filsafat Bahasa Filsafat bahasa adalah ilmu gabungan antara linguistik dan filsafat.ilmu ini menyelidiki kodrat dan kedudukan bahasa

Lebih terperinci

ANALISIS TINDAK TUTUR PADA WACANA STIKER PLESETAN

ANALISIS TINDAK TUTUR PADA WACANA STIKER PLESETAN ANALISIS TINDAK TUTUR PADA WACANA STIKER PLESETAN SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Program Studi Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia, dan Daerah Diajukan oleh:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa berkembang terus sesuai dengan perkembangan pemikiran

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa berkembang terus sesuai dengan perkembangan pemikiran BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa berkembang terus sesuai dengan perkembangan pemikiran pemakai bahasa. Manusia menggunakan kata-kata dan kalimat, dan sejalan dengan itu kata dan kalimat

Lebih terperinci