Melanjutkan Dialog Menuju Reformasi Konstitusi di Indonesia

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Melanjutkan Dialog Menuju Reformasi Konstitusi di Indonesia"

Transkripsi

1 Melanjutkan Dialog Menuju Reformasi Konstitusi di Indonesia Laporan hasil konferensi yang diadakan di Jakarta, Indonesia pada bulan Oktober 2001 International IDEA

2 International Institute for Democracy and Electoral Assistance (International IDEA) Hak cipta dilindungi Undang-Undang. Permohonan izin memperbanyak atau menerjemahkan seluruh atau bagian dari terbitan ini harus ditujukan kepada: Bagian Informasi, International IDEA, S Stockholm, Sweden. International IDEA mendukung penyebaran hasil-hasil kerjanya dan akan segera memberi tanggapan pada permintaan yang masuk. Laporan ini terbitan International IDEA. Terbitan International IDEA bukanlah cermin dari kepentingan suatu kelompok politik atau suatu negara tertentu. Pandangan-pandangan yang diungkapkan dalam terbitan ini belum tentu mewakili pandangan Dewan Pengurus maupun Dewan Direksi International IDEA.

3 Prakata International IDEA (Institute for Democracy and Electoral Assistance) didirikan pada tahun 1995 untuk mengembangkan dan memajukan demokrasi yang berkelanjutan di seluruh dunia. Tujuan utama lembaga ini adalah mengembangkan dan memfasilitasi dialog-dialog nasional maupun internasional demi meningkatkan dan menguatkan pembangunan yang demokratis. Internasional IDEA telah aktif di Indonesia sejak 1999 dengan memfasilitasi Penilaian Demokratisasi di Indonesia dan menindaklanjuti rekomendasi-rekomendasi yang digariskan dalam laporan tersebut untuk memperkuat lebih lanjut institusi-institusi inti pemerintahan di Indonesia dan menyokong konsolidasi demokratis. Reformasi konstitusi ditunjukkan sebagai prioritas nasional pada saat penilaian ini berlangsung dan terus berlanjut untuk mengembangkan pembahasan yang hidup dan tersebar tentang sifat dan cakupan reformasi tersebut. Dalam konteks ini Internasional IDEA memfasilitasi konferensi mengenai tinjauan konstitusi pada tanggal Oktober 2001 di Jakarta. Laporan konferensi ini menyaring banyak hal dari pembahasan tersebut dan juga menyoroti persoalan-persoalan yang mungkin muncul. Tinjauan konstitusi tidak dapat dilakukan sebagai kegiatan tersendiri dan ada kemungkinan untuk mengikutsertakan rakyat Indonesia selama periode waktu tertentu. Mengakui bahwa demokrasi adalah suatu usaha jangka panjang dan menegaskan komitmennya untuk mendukung demokrasi berkelanjuatan, Internasional IDEA ikut serta sepenuh hati terhadap proses ini. Internasional IDEA telah menjalin kerjasama yang dekat dengan mitra-mitra internasional dan para pemegang kedaulatan bangsa dalam mendukung proses reformasi ini. Kami berterimakasih terhadap mereka atas kerjasamanya dalam proyek ini. Internasional IDEA menghargai dukungan yang diberikan atas kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh negara-negara anggota, khususnya terhadap SIDA (Swedish International Development Agency) yang telah memberikan bantuan finansial atas terselenggaranya konferensi ini dan juga terhadap Pemerintah Belanda yang telah memberikan dukungan terus-menerus untuk program di Indonesia. Kami juga berterima kasih kepada para panelis internasional yang telah mempresentasikan makalah dan bersedia hadir dalam konferensi tersebut. Kontribusi mereka begitu besar dan dukungannya bagi proyek demokratisasi begitu dalam. Para pemegang kedaulatan (national stakeholders) yang turut serta menyumbangkan gagasan dalam diskusi ini sebagai panelis dan peserta telah memperkaya konferensi ini dan ini semua tercermin dalam diskusi-diskusi dan rekomendasi yang tercantum dalam laporan ini.

4 Penghargaan khusus bagi team IDEA - Dr. Sakuntala Kadirgamar-Rajasingham, Senior Executive; Indraneel Datta, Programme Officer; Dr. Sarah Maxim, Programme Consultant; Cecilia Bylesjö, Programme Associate; dan Jocevine Faralita, Administrative Officer - atas usaha mereka dalam mengkoordinasi konferensi ini dan mengembangkan program tersebut di Indonesia. Terima kasih khusus dipersembahkan bagi Prof. Edward Schneier atas penulisan laporan ini. Dewan dan staf Internasional IDEA tidak perlu mengesahkan isi laporan dan rekomendasinya. Apa yang ditegaskan adalah peran institut ini untuk menyediakan sebuah forum diskusi mengenai masalah-masalah nasional yang penting. Konferensi tentang tinjauan konstitusi yang dilakukan ini adalah salah satu jenisnya. Bengt Säve-Söderbergh Sekretaris Jenderal International IDEA

5 Daftar isi Bagian I: Laporan Konferensi Oleh Prof. Edward Schneier 1 Bab 1 Bab 2 Bab 3 Bab 4 Bab 5 Bab 6 Landasan Konstitusi Untuk Demokrasi Berkelanjutan di Indonesia Menetapkan Peranan Badan Legislatif dan Eksekutif Beberapa Institusi Untuk Mendukung dan Melindungi Prinsip-prinsip Demokrasi Jaminan Konstitusi Terhadap Hak Asasi Manusia dan Kebebasan Desentralisasi dan Otonomi Daerah Implementasi, Pelaksanaan, dan Perubahan Bagian II: Makalah Konferensi Pleno 1: Konseptualisasi Dasar-dasar Konstitusi bagi Demokrasi yang Berkelanjutan Konseptualisasi Dasar-dasar Konstitusi bagi Demokrasi yang Berkelanjutan Slamet Effendy Yusuf Konseptualisasi Dasar-dasar Konstitusi bagi Demokrasi yang Berkelanjutan Prof. Dr. HR Sri Soemantri M. Konseptualisasi Dasar-dasar Konstitusi bagi Demokrasi yang Berkelanjutan Satya Arinanto Landasan-landasan Konstitusi untuk Demokrasi yang Berkelanjutan N.R.L. Haysom Pleno II: Mendefinisikan Peran Legislatif dan Eksekutif: Sistim Parlementer vs. Presidensial Pembagian Kekuasaan antara Badan Eksekutif dan Parlemen: Perspektif Perbandingan Gary F. Bell Paradigma Checks and Balances dalam Hubungan Eksekutif-Legislatif T.A. Legowo Bagaimana Hubungan Legislatif dengan Eksekutif? Ali Maskyur Musa Menetapkan Lembaga-Lembaga Konstitutional: Peran Badan Legislatif dan Eksekutif Dr. Sakuntala Kadirgamar-Rajasingham Presidensialisme vs. Parlementarisme Prof. Dr. Jimly Asshiddiqqie Pleno III: Jaminan Transparansi Melalui Badan Konstitusi Khusus Badan-Badan Konstitutional di Thailand Gothom Arya

6 Ombudsman di Filipina: Penilaian Kinerjanya dan Pelajaran yang Mungkin Bermanfaat bagi Indonesia Teresa Melgar Menjamin Hak Masyarakat untuk Tahu Teten Masduki Pleno IV: Jaminan Konstitusi atas HAM & Kebebasan Jaminan Konstitusi atas Hak Asasi Manusia dan Kebebasan Todung Mulya Lubis Eksploitasi SDA vs. Perlindungan terhadap Masyarakat Adat, Pelajaran Berharga untuk Perbaikan Konstitusi Indonesia Abdul Haris Semendawai Pleno V: Memperkuat Otonomi Daerah Mendorong Demokrasi Melalui Konstitusi Dukungan Konstitusi terhadap Otonomi Daerah di Indonesia Pratikno, Ph.D. Proyek Otonomi Daerah di Filipina Selatan: Evolusi, Keterbatasan dan Pelajaran Dr. Mario Aguja Memperkuat Otonomi Daerah, Mendorong Demokrasi M. Ryaas Rasyid, Ph.D. Federalisme di India: Kerangka Institutional dan Konteks Politik Dr. Suhas Palshikar Otonomi Daerah dan Lokal dalam Masyarakat yang Sedang Proses Transisi Prof. Scott Bollens Lokakarya 1: Peran Peradilan dalam Keputusan Peradilan Konstitusional Kronologi: Perkembangan Konsep Judicial Review dan Mahkahmah Konstitusi Ibrahim Assegaf Lokakarya 3: Mendefinisikan Peran Legislatif & Eksekutif, serta Peran Sistem Pemilu Reformasi Pemilihan Umum di Indonesia Dr. Benjamin Reilly Apakah Sistem Distrik Sesuai untuk Indonesia? Andrew Ellis Bagian III: Biodata Para Kontributor

7 Bagian I: Laporan Konferensi 1

8 Bagian I: Laporan Konferensi 2

9 Bab 1:Landasan Konstitusi Untuk Demokrasi Berkelanjutan di Indonesia Bab 1 Landasan Konstitusi Untuk Demokrasi Berkelanjutan di Indonesia Meskipun transisi Indonesia menuju demokrasi sedang terjadi dibawah keadaan yang sulit, kemajuannya dalam membangun dan menopang institusi yang berjalan, prosedur demokratis, dan budaya kebebasan begitu menakjubkan. Namun keadaan ini tetap dalam kondisi rawan. Ekonomi yang masih terpuruk, konflik agama dan etnis yang belum terpecahkan, ketidakpercayaan publik terhadap pemerintah dan korupsi yang merajalela terus menggerogoti akar sistem yang sedang timbul. Bahkan pada saat mereka bergelut dengan begitu banyak masalah pemerintahan sehari-hari, pemimpin-pemimpin bangsa ini dipaksa secara simultan mendefinisikan kembali peran mereka sendiri, bukan hanya memutuskan persoalan-persoalan pemerintahan tetapi juga meneliti sifat pemerintahan itu sendiri. Amandemen atau pembaharuan menyeluruh? Pada saat pengkonsepan, Undang Undang Dasar (UUD) 1945 Republik Indonesia adalah sebagai manifesto revolusioner karena ini merupakan kerangka pemerintahan. UUD 1945 adalah salah satu konstitusi terpendek di dunia. Konstitusi ini juga tidak jelas dan tanpa amandemen yang signifikan. Perubahan telah mengakomodir spektrum kekuasaan politik (political regimes) yang sangat luas. Sekarang adalah saat yang tepat untuk perubahan serius. Seperti yang disampaikan oleh Slamet Effendy Yusuf dalam sidang paripurna pertama konferensi tersebut, Kesenjangan antara penegasan para pendiri bangsa ini tentang kemerdekaan dari kolonial dengan penegasan yang disampaikan generasi sekarang tentang demokratisasi dan desentralisasi harus diperhatikan. Dapat dilihat bahwa seluruh peserta dalam konferensi tentang tinjauan konstitusi tersebut setuju dengan pandangan tersebut. Tetapi meskipun terdapat kesepakatan yang luas dan menyeluruh tentang perlunya perubahan substansial dalam konstitusi Indonesia, terdapat juga jauh lebih sedikit kesepakatan mengenai siapa yang harus bertindak pertama dan bagaimana mereka harus memprosesnya. Ruang lingkup terbatas tentang reformasi yang diterima tahun 1950 dan kegagalan Dewan Konstituante yang dipilih secara demokratis yang bersidang pada 1955 untuk mencapai kesepakatan dan kemudian dibubarkan pada 1959, telah membuat bangsa Indonesia waspada terhadap perubahan yang menyeluruh. Bahaya dengan magnitude yang lebih luas bagaimanapun bersembunyi dibalik proses tiap langkahnya. Momen perubahan konstitusi seharusnya lebih penting dari politik normal. Politik normal adalah suatu hal yang dapat dilakukan seperti biasa pada pinggiran perubahan. Momen konstitusional adalah momen yang menuntut kesadaran tinggi, partisipasi lebih luas, dan diatas itu semua adalah keinginan untuk mengesampingkan persaingan partai dan fraksi sejenak demi mengembangkan rasa kepemilikan publik. Bambang Widjojanto 3

10 Bagian I: Laporan Konferensi sebagai moderator konferensi menyatakan bahwa sebuah konstitusi harus menampung aspirasi rakyat bukan aspirasi para politisi di parlemen. Meskipun ada proses untuk amandemen konstitusi, badan yang ditugaskan melaksanakannya, MPR, kurang mendapatkan kepercayaan rakyat yang sebenarnya diharapkan mampu memberikan aura legitimasi terhadap proses restrukturisasi. Sementara beberapa peserta menyarankan bahwa anggota-anggota legislatif yang sekarang seluruhnya dilarang untuk berpartisipasi, terdapat pula kesepakatan yang berkembang tentang perlunya kebersamaan daripada larangan-larangan, demi suatu proses yang meluas dan diharapkan dapat meningkatkan wacana. Sesaat setelah konferensi resmi tutup, MPR bertemu untuk melaksanakan sidang tahunannya dengan pertanyaan yang begitu banyak pada agendanya mengenai revisi konstitusi, dan dengan tiga partai besar yang mendukung beberapa agenda reformasi. Partai terbesar yang menguasai sepertiga kursi di MPR, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), mengusulkan suatu konvensi untuk membantu MPR dalam menyusun amandemen. Pendekatan kedua melalui jalur amandemen, yaitu membuat komisi yang beranggotakan 50 orang yang didasarkan atas daerah untuk melakukan fungsi yang sama. Usulan ketiga membentuk komisi-komisi konstitusi tanpa memperhatikan asal-usulnya untuk menyusun dokumen baru secara menyeluruh yang kemudian diratifikasi baik oleh MPR ataupun oleh referendum rakyat. Namun tak satupun usulan sampai pada pengambilan suara pada sidang MPR di bulan November Sebagai gantinya, Panitia Ad Hoc I MPR atau PAH I yang terdiri dari 45 anggota MPR pilihan ketua partainya mengerjakan seperangkat amandemen untuk melengkapi amandemen sebelumnya yang disahkan pada sidang tahunan MPR 1999 dan Dibantu oleh satu panel berangotakan 30 ahli dalam bidang hukum, ilmu ekonomi, dan ilmu politik yang ditambahkan pada komisi tersebut dalam kapasitasnya sebagai penasehat pada tahun 2000, komisi tersebut mengirimkan sejumlah usulan, besar dan kecil, kepada MPR. Proposal tersebut, yang dikenal sebagai Amendemen III, tidak pernah sampai pada pengambilan suara dan menerima sedikit liputan dari pers meskipun terdapat beberapa hal yang sangat penting dari aturan-aturan baru yang dibuat. Amendemen tersebut dapat dikatakan sebagai produk dari ketua-ketua partai yang membuat keputusan dengan kesepakatan atau bisa juga dikatakan sebagai kesepakatan-kesepakatan dibelakang kamar antar ketua partai, tergantung pada perspektif masing-masing. Tentunya itu bukanlah hasil dari pedebatan publik yang berkembang luas. 4

11 Bab 1:Landasan Konstitusi Untuk Demokrasi Berkelanjutan di Indonesia Institusi reformasi MPR masih memiliki kekuasaan legal untuk membuka proses reformasi bagi rakyat Indonesia. Terlepas apakah MPR mempertahankan kekuasaan untuk pengesahan akhir tersebut atau mendelegasikannya kepada publik melalui referendum, badan tersebut yang bertugas melaksanakan reformasi menyeluruh seharusnya secara ideal harus memenuhi tiga persyaratan. Pertama, badan tersebut yang bertugas membangun satu konstitusi baru haruslah didasarkan secara luas pada tataran nasional dan propinsi serta memasukkan hal-hal yang berkaitan dengan pengalaman politik. Namun badan tersebut seharusnya tidak dibatasi hanya dengan memasukkan para politisi saja, tapi juga harus memasukkan cendekiawan, aktifis, dan juga delegasi lainnya yang mewakili keberagaman kelompok agama, gender, etnis, dan daerah di Indonesia. Metode amendemen yang sekarang sangat berkaitan dengan kegagalan pemerintahan yang sekarang dan sebelumnya dalam membangkitkan kepercayaan publik. Bagaimanapun baiknya badan itu melaksanakan tugasnya, jika hanya memainkan peranannya sendiri dalam melaksanakan daftar prioritas reformasi, MPR juga akan dicurigai publik dalam memberikan legitimasi terhadap konstitusi baru yang dibutuhkannya untuk bekerja. Sementara transisi menuju demokrasi dapat dipengaruhi hanya melalui serangkaian amendemen konstitusi yang dibuat melalui proses yang ada sekarang, metode tersebut kuranglah efektif. Revisi konstitusi Thailand oleh legislatif tahun 1995, seperti ditegaskan oleh Gothom Arya dalam makalahnya, sangatlah gagal karena dipahami secara luas bahwa konstitusi tersebut tidak akan mampu mempengaruhi perilaku politik yang sudah berakar. Sejarah terbaru di Spanyol pada tahun 1970an, Filipina ditahun 1987, Argentina, Afrika Selatan dan Eritrea tahun 1994, dan Thailand tahun 1997 menyiratkan suatu saran bahwa proses yang lebih komprehensif dan menyeluruh akan lebih berhasil. Dibawah kondisi normal, hanya badan luarbiasa yang dapat menciptakan apa yang Arya sebut sebagai segitiga kekuatan (triangle of forces) yaitu, pengetahuan, tuntutan masyarakat, dan kemauan politik untuk menghasilkan perubahan yang bermakna. Kedua, institusi yang mengajukan pembaharuan konstitusi seharusnya badan yang ditugaskan melaksanakan evaluasi dan menuliskan kembali keseluruhan konstitusi. Perubahan sedikit demi sedikit hanya berada di atas kertas bukan memperbaiki kekurangan sistem yang lebih dalam. Amandemen yang berdiri sendiri tidak dapat memenuhi kebutuhan alat pemerintahan dalam menciptakan pemerintah Indonesia yang mampu menghadapi tantangan abad 21. Indonesia akan tertinggal sendiri sebagai satu-satunya negara yang sedang menuju demokrasi di Asia Tenggara yang belum memilih pendekatan komprehensif untuk pembaharuan. 5

12 Bagian I: Laporan Konferensi Revisi undang-undang mengenai pemilihan presiden putaran pertama yang dilakukan MPR pada bulan November 2001 adalah satu-satunya contoh terbaru yang berkutat hanya pada pinggiran perubahan. Di suatu negara dimana satu partai terbesar memperoleh dukungan kurang dari sepertiga rakyat, sistem untuk pemilihan presiden secara langsung dengan suara terbanyak tanpa menetapkan mekanisme untuk penentuan pemenang tidak mengakibatkan perubahan sama sekali. Jika MPR secara diam-diam memasukkan dirinya sebagai badan yang memilih presiden dimana tidak satupun memperoleh mayoritas rakyat, tentunya badan ini akan tetap memegang peran utamanya sebagai penentu presiden (president-maker). Jika badan ini melepaskan diri dari peran tersebut dengan membolehkan rakyat melakukan pemilihan untuk menentukan pemenang dengan kegagalan memperhitungkan perannya yang tersisa pada saat fungsinya sebagai penentu presiden ditarik, maka dapat dianalogikan dengan bagian badan yang sudah dipotong tetapi tetap merasakan seolah-olah bagian badan tersebut masih ada. Kurangnya perhatian terhadap masalah reformasi sistem tatacara pemilihan, sementara komisi pemilihan diberikan status konstitusional tanpa wewenang menentukan anggaran sebenarnya akan menimbulkan masalah dimasa depan apapun sistem pemilihan yang digunakan. Yang terakhir, apapun komposisi badan yang betul-betul menuliskan konstitusi baru, badan tersebut haruslah disiplin dan diperiksa oleh kekuasaan yang memiliki wewenang memberikan pengesahan akhir dimanapun kekuasaan itu berada. Konferensi IDEA ini tidak menjelaskan apakah pengesahan akhir harus dilakukan dengan pemungutan suara di MPR, oleh referendum publik, atau oleh kombinasi keduanya. 1 Namun ada sedikit keraguan apakah kesuksesan atau kegagalan proses konstitusi akan dinilai pada akhirnya secara luas mampu merefleksikan semangat demokrasi dan membangkitkan kepercayaan publik. Namun ada beberapa resiko terhadap proses ini. Hal yang mungkin timbul adalah adanya isu yang bisa memecah belah yang dapat menghalangi persetujuan akhir, misalnya persoalan Piagam Jakarta, yang mengajukan pelaksanaan hukum syariah wajib bagi seluruh Muslim Indonesia. Adapula kemungkinan bahwa koalisi minoritas yang tidak puas menggagalkan kesepakatan yang telah dibuat dengan dukungan luas. Kemungkinan yang lain adalah tekanan untuk berkompromi akan menghasilkan suatu sistem konstitusi yang terlalu banyak beban dengan check and balance, sehingga menciptakan suatu negara yang benar-benar tidak mampu mengatur. Namun resikoresiko sangat perlu diperhitungkan. 1 Lukman Hakim, contohnya, memberikan usulan menarik bahwa hasil komisi konstitusi harus disetujui oleh MPR tetapi beberapa keberatan atau modifikasi harus diserahkan kepada rakyat untuk diputuskan melalui referendum. Nampaknya prosedur yang tidak praktis ini telah berhasil digunakan di beberapa negara bagian di Amerika. 6

13 Bab 1:Landasan Konstitusi Untuk Demokrasi Berkelanjutan di Indonesia Pada konferensi IDEA sebelumnya, seorang ahli hukum Afrika Selatan menjelaskan bahwa konstitusi adalah sebagai otobigrafi suatu bangsa. Seperti yang telah dikatakan Walter Murphy, konstitusi adalah suatu perjanjian yang merumuskan atau menguatkan suatu entitas daripada menciptakannya. Konstitusi menyatukan kelompok-kelompok sebelumnya menjadi suatu kesatuan yang lebih sempurna. 2 Simbol-simbol memainkan peranan penting dalam melegitimasi peranan konstitusi. Di beberapa negara, sejarah, budaya, kesukuan, dan agama adalah beberapa kekuatan beragam diluar konsepkonsep kebangsaan yang telah dibentuk sekian lama. Di Indonesia, kenangan tentang perjuangan kemerdekaan dalam beberapa hal disimbolikkan dengan UUD Konsep Pancasila yang pertama kali dicetuskan oleh Soekarno pada Juni 1945 sebagai lima prinsip dasar negara telah ditafsirkan kembali untuk mempertahankan segala sesuatu dari demokratisasi sampai kediktatoran. Lima prinsip dasar tersebut juga telah menjadi agenda simbolik yang penting untuk mengikat bermacam-macam kelompok masyarakat yang pluralistik. Lima prinsip Pancasila tersebut tidaklah cukup untuk menjamin perlindungan terhadap seluruh hak-hak yang modern seperti sekarang ini. Namun, kelima prinsip tersebut merupakan titik awal untuk penyampaian apapun aspirasi yang muncul demi terbentuknya teks konstitusi baru. Apa jenis konstitusinya? Diluar keberadaan Pancasila, peserta konferensi secara umum setuju bahwa konstitusi baru harus dipelajari lebih detail daripada yang lama. Ada suatu bahaya dalam proses pembuatan konstitusi sekarang ini, yaitu kepentingan-kepentingan tertentu akan berhasil membentengi diri mereka terhadap tindakan-tindakan pemerintah dimasa depan dengan menuliskan jaminan hak istimewa dan kekebalan mereka dalam konstitusi. Beberapa konstitusi negara bagian di Amerika mencapai ratusan halaman berisikan pembatasan rinci tentang pemerintah hanya dari sumber-sumber ini. Sebaliknya, Konstitusi Amerika Serikat sendiri - sama seperti Indonesia sebagai konstitusi terpendek di dunia - sering dipuji karena ketidakrinciannya sehingga membuatnya mudah untuk disesuaikan terhadap perubahan jaman. Konstitusi Amerika Serikat telah bertahan lama karena kerangka pemerintahannya, tidak seperti Indonesia, menyediakan sistem yang dirumuskan dengan baik mengenai hubungan eksekutif - legislatif, pemilihan yang demokratis, perlindungan khusus terhadap hak asasi manusia, dan mekanisme untuk pengaturan dan perubahan hubungan antara pemerintah pusat dan negara- 2 Walter E. Murphy, Constitutions, Constitutionalism and Democracy, di dalam Douglas Greenberg, Stanley N. Katz, Melanie Beth Oliviero dan Steven C. Wheatley, eds. Constitutionalism and Democracy: Transitions in the Contemporary World (New York: Oxford University Press, 1993), hal. 9. 7

14 Bagian I: Laporan Konferensi negara bagian. Konstitusi Amerika sebenarnya adalah kumpulan preseden formal dan tradisi informal seperti layaknya dokumen yang berisikan kira-kira kata. Konstitusi seperti itu tidaklah bisa dibawa ke Indonesia, seperti pengalaman yang telah ditunjukkan. Namun Indonesia dapat menjadikan Amerika sebagai contoh dan beberapa hal terbaru mengenai transisi menuju demokrasi yang dapat dijadikan model. Konferensi IDEA di Jakarta menarik kesimpulan dari pengalaman-pengalaman para peserta sebagai sumber pertama dan beberapa karya ilmiah yang disajikan tentang transisi terbaru di Thailand dan Filipina yang menonjol dan secara khusus berkaitan. Sementara beberapa negara harus merancang institusi-institusinya agar sesuai dengan tradisi dan pengalamannya, makalah dan laporan yang disampaikan dalam konferensi mengidentifikasi hal-hal berikut sebagai sesuatu yang penting dan perlu jaminan serta perluasan dalam konstitusi: Menegaskan peranan legislatif dan eksekutif Menegaskan peran dan fungsi partai-partai politik dan institusi-institusi lain dalam menjamin adanya transparansi dan pemilihan yang bebas Mengefektifkan jaminan konstitusi tentang hak asasi manusia dan kebebasan, serta menyediakan institusi dan mekanisme untuk pengawasan dan pelaksanaannya Menghasilkan mekanisme untuk menguatkan otonomi daerah, demokrasi dan pertanggungjawaban Tiap topik tersebut mendapatkan perhatian pada konferensi IDEA. Persoalan-persoalan yang terdapat diseluruh laporan ini berkaitan dengan agenda reformasi yang dapat dilihat secara jelas, seperti peranan struktur kehakiman, hubungan sipil-militer, peranan wanita, penguatan masyarakat madani (civil society), dan isu-isu pemerataan sosial/ekonomi yang meliputi seluruh aspek-aspek demokrasi konstitusional. Konstitusi secara mendasar adalah suatu dokumen yang membatasi pemerintah, bahkan pemerintah yang telah dipilih secara demokratis. Dalam demokrasi yang konstitusional, fungsi konstitusi adalah untuk menjelaskan bidang-bidang kebijakan yang seharusnya diubah oleh mayoritas luarbiasa dalam waktu yang luarbiasa. Tidak diragukan bahwa UUD 1945 sangatlah bercendawan karena konstitusi ini dapat dan telah diubah sesuka hati. Apa yang konstitusi baru harus melakukan paling tidak adalah mendefinisikan batasan-batasan antara aspek-aspek kekuasaan legislatif dan eksekutif, peranan partai, hak-hak asasi dan otonomi daerah yang hanya dapat diubah dengan cara luarbiasa. Konstitusi harus dibangun atas dasar kepercayaan publik yang murni dan harus dibangun dengan perhatian khusus. 8

15 Bab 1:Landasan Konstitusi Untuk Demokrasi Berkelanjutan di Indonesia Bagaimana bentuk kelembagaan yang demikian dapat dibangun dalam bentuk yang berkelanjutan? Tempat kebebasan terakhir terletak pada rakyat. Sebuah konstitusi tidaklah berarti daripada sekedar kata-kata diatas kertas jika dipengaruhi oleh satu pemerintahan yang tidak menerima nilai-nilai dasar. Konstitusi juga menyusun dan membentuk arah dialog politis. Sartori menggambarkan membangun konstitusi sebagai sebuah struktur yang didasarkan atas dorongan yang dengan menetapkan struktur-struktur institusional juga menyusun cara-cara dimana politisi dan rakyat berhubungan satu sama lain. 3 Merekapun memiliki makna simbolik yang penting. Murphy mengatakan, Sebuah teks konstitusi yang mengharuskan pejabat bersumpah untuk mendukugnya dapat membentuk ikatan moral yang kuat Mungkin nampaknya hal yang menggelikan menganggap bahwa kata-kata dapat membatasi kekuasaan, namun kimiawi politik dapat mengubah lembaran-lembaran kertas menjadi lingkaran besi. 4 3 Giovanni Sartori, Comparative Constitutional Engineering: An Inquiry into Structures, Incentives and Outcomes, edisi kedua (New York: New York University Press, 1997), hal. ix. 4 Murphy, hal. 7. 9

16 Bagian I: Laporan Konferensi Bab 2 Menetapkan Peranan Badan Legislatif dan Eksekutif Merupakan fungsi yang paling mendasar dari konstitusi tertulis untuk menyusun dan menetapkan hubungan antar institusi-institusi utama pemerintahan, yaitu kekuasaan legislatif, eksekutif dan yudikatif. Keseimbangan yang tepat atas kekuasaan antar institusi politik memang tidak dapat diukir pada batu konstitusi. Demokrasi sejati adalah suatu fungsi tradisi politik dan budaya, namun jalan kecil bagi jalannya kekuasaan - khususnya legislatif dan eksekutif - harus ditandai secara jelas. Konstitusi Indonesia tidak menegaskan hal ini secara jelas. Dibawah kekuasaan Presiden Soeharto, peran legislatif tidak lebih daripada sekedar stempel bagi eksekutif. Memang ini terjadi lebih dari 20 tahun tanpa sekalipun suara parlemen dipertentangkan, karena lebih dari setengah anggotanya ditunjuk bukannya dipilih. Tetapi semenjak pengunduran diri Soeharto pada tahun 1998, parlemen yang hampir tidak berfungsi dan masih berjalan dalam kerangka konstitusi yang sama telah mampu memecat presiden, menata hubungan pemerintah daerah dan pusat, dan menegaskan dirinya sebagai forum perdebatan dan rival bagi kepala eksekutif dalam pembuatan kebijakan. Sementara itu Ali Masykur Musa menuliskan dalam makalahnya bahwa amandemen UUD 1945 belum memenuhi aspirasi masyarakat secara ideal, namun paling tidak telah ada usaha-usaha untuk menegaskan hubungan antara legislatif dan eksekutif. Ia menulis enam cara tertentu dalam makalahnya tentang penegasan hubungan eksekutif dan legislatif, yaitu: Mengurangi kekuasaan presiden, Membentuk DPR sebagai pemegang kekuasaan legislatif, Menerapkan sistem check and balance, Mengusulkan penggunaan formal sistem pemilihan presiden langsung, Mengusahakan penggunaan bentuk bikameral untuk legislatif, dan Menggunakan protokol yang jelas untuk impeachment dan pemberhentian pada kekuasan legislatif dan eksekutif. Akan tetapi proses ini jauh dari sempurna dan kegagalan sidang MPR 2001 untuk menyetujui metode penerapan prosedur dalam pemilihan presiden langsung membuktikan begitu banyaknya pekerjaan yang tertinggal untuk dilakukan. 10

17 Bab 2: Menetapkan Peranan Badan Legislatif dan Eksekutif Masalah-masalah bikameral Masalahnya mulai dari legislatif sendiri. Sistem bikameral di Indonesia, dimana MPR terdiri dari anggota-anggota DPR ditambah berbagai utusan daerah dan yang ditunjuk memiliki beberapa pelindung. Harga sebuah bikameral mungkin tinggi, bukan hanya dalam masalah keuangan tetapi juga karena kecenderungannya untuk memperlambat proses pembuatan keputusan dan ini membingungkan garis tanggung jawab politik. Selain itu ini juga tidak efektif, sebagai contoh ketika menteri-menteri harus mempertahankan kebijakan yang sama dua kali didepan tiap komite di masing-masing dewan. Ada suatu persetujuan substansial bahwa apa yang harus dilakukan ini tidak dapat dibenarkan kecuali dewan kedua memiliki peran yang khusus dan jelas. Dewan kedua dalam legislatif secara khusus berbeda dalam komposisi, ketentuan tentang tugas yang harus dijalankan, peranan, atau kombinasi dari ketiganya. Dewan kedua ditunjuk untuk mewakili kelompok elit tertentu, seperti House of Lords di Inggris, jarang diberi kekuasaan yang sesungguhnya dalam demokrasi modern. Demikian pula halnya dengan perwakilan fungsional dan penunjukkan militer sudah lama tidak digunakan lagi. Keberadaan sebagian besar mayoritas majelis kedua di parlemen-parlemen dunia adalah untuk memberikan representasi yang kuat terhadap kepentingan daerah, dan ini dapat ditemukan di sebagian besar negara seperti Indonesia dengan kepentingan geografis yang berbeda dan dimana satu atau lebih kelompok regional tidak percaya terhadap sistem yang dibangun pada skala nasional. Seperti pada Senat di Amerika atau Dewan Menteri (Council of Ministers) di Masyarakat Eropa (European Union), perwakilan dalam majelis tinggi (upper house) hanya didasarkan pada letak geografi bukan pada prinsip demokrasi yang didasarkan pada keseimbangan dari jumlah penduduk suatu wilayah seperti yang belaku pada majelis rendah (lower house). Sementara konferensi IDEA sangat menyetujui bahwa seharusnya ada dewan kedua (second chamber) yang terdiri dari perwakilan-perwakilan pilihan daerah yang dibentuk atas dasar pertimbangan regional daripada didasarkan atas persamaan jumlah penduduk, konferensi ini malah tidak mempelajari pertanyaan yang sangat penting tentang bagaimana batas daerah seharusnya ditentukan. Namun, apakah perwakilan tersebut terdiri dari propinsi, kabupaten, dan kotamadya atau apakah mereka anggota tunggal atau banyak (single or multi-member) adalah kurang penting daripada jika mereka ditetapkannya dalam konstitusi dan sulit diubah. Lebih dari satu sistem federal telah menghadapi perang sipil atau konflik yang lebih serius terhadap pertanyaan tentang kapan, bagaimana, dan apakah unit perwakilan baru dapat diciptakan. Dalam sejarah singkat desentralisasi di Indonesia, telah terdapat paling tidak 12 usulan penting tentang pembentukan entitas regional baru dengan 4 diantaranya sedang dalam beberapa tahap pelaksanaan. Yang penting disini adalah bahwa dengan badan legislatif yang mewakili daerah-daerah, setiap daerah yang baru dibentuk 11

18 Bagian I: Laporan Konferensi menjadi baik sebuah entitas politik maupun sebuah ancaman terhadap keseimbangan kekuasaan yang ada dalam legislatif nasional. Dalam dewan bikameral dimana satu dewan didasarkan secara jelas atas aturan-aturan kedaerahan yang tidak sama, maka sangatlah penting bahwa badan legislatif lainnya harus dapat mempraktekkannya secara teliti berdasarkan daerah dengan jumlah penduduk yang merata. Oleh karena itu konstitusi memerlukan sensus tiap 10 tahun yang dilaksanakan oleh komisi yang diberi mandat secara konstitusional dan independen. Barangkali juga diinginkan untuk memberikan kekuasaan bagian baru dan penarikan periodik batas-batas distrik dalam suatu komisi independen (lihat Bab 3). Pada beberapa sistem bikameral, kedua dewan sangat identik dengan kekuasaan formal. Beberapa diantaranya membatasi majelis tinggi terhadap peran seremonial, perdebatan, atau pemvetoan. Sementara yang lainnya memberikan kekuasaan khusus terhadap majelis tinggi seperti yang terjadi di Amerika dimana hanya Senat yang diberi kuasa untuk meratifikasi perjanjian-perjanjian dan menyetujui pengangkatan eksekutif. Kekuasaan untuk meratifikasi perjanjian-perjanjian secara umum lebih baik diajukan pada kedua majelis daripada 2/3 suara yang digunakan dalam Senat yang telah begitu sering menghalangi langkah internasional di Amerika Serikat. Meskipun demikian, sistem Amerika yang memberikan kekuasaan pada Senat tentang persetujuan pengangkatan perlu dicoba untuk dilakukan. Mewajibkan seluruh orang-orang yang diangkat untuk menyerahkan surat mandat kepada dua majelis yang terpisah benar-benar hal yang sulit untuk dilakukan; namun penelitian kualifikasi dan catatan masa lalu para pejabat kabinet, diplomat, hakim dan pemimpin tinggi niliter oleh beberapa bagian dewan adalah salah satu cara check and balance dalam sistem demokrasi. Pemberian kekuasaan seperti ini pada badan yang dipilih atas dasar teritorial akan menjamin keseimbangan regional dalam posisi-posisi kunci yang ditetapkan. Dalam konferensi IDEA tersebut, para peserta sering membicarakan tentang pengembangan sistem yang menggabungkan sistem presidensiil dan parlementer. Ada konsensus yang kuat tentang perlunya (a) pemilihan presiden langsung oleh rakyat, dan (b) suatu sistem check and balance antara kekuasaan eksekutif dan legislatif yang mengarah secara jelas pada sistem yang lebih presidensiil daripada parlementer. Pemerintahan parlementer tidaklah sesuai dengan sistem bikameral dan ini bisa berjalan dengan baik jika terdapat sistem partai yang stabil. Tujuan Indonesia yang sukar dipahami tentang penggabungan kesatuan dan keberagaman lebih lanjut memerlukan keberadaan simbol manusia untuk persatuan bangsa. Karena ketiadaan monarki yang turun temurun, maka kekuasan tersebut berada ditangan eksekutif yang dipilih secara demokratis. Namun pertanyaaannya adalah seberapa besar tingkat kekuasaan yang harus berada ditangannya? 12

19 Bab 2: Menetapkan Peranan Badan Legislatif dan Eksekutif Kekuasaan eksekutif vs. kekuasaan legislatif Kekuasaan legislatif seharusnya diberikan pada dewan. Kewenangan dalam pembuatan kebijakan yang berada ditangan kepala eksekutif di Indonesia seharusnya ditegaskan lebih jelas khususnya yang berkaitan dengan wewenang pembuatan undang-undang dan perubahannya, kewenangan fiskal, dan pertanggungjawaban umum. Pada masa yang sangat sulit, tidak ada jalan lain selain menyerahkan kewenangan legislatif kepada para ahli pemerintahan untuk mengisi rincian perundang-undangan. Kewenangan presiden Indonesia untuk membuat apa yang disebut undangundang lebih rendah (subordinate laws) terlalu mudah disalahgunakan. Hanya dewan yang seharusnya dibolehkan mengamandemen undang-undang yang dibuatnya dan revisi pihak eksekutif seharusnya hanya dibolehkan dalam ruang lingkup kewenangan ketika dewan melihatnya cocok untuk diserahkan. Dewan seharusnya memiliki kekuasaan untuk mendelegasikan beberapa kewenangan legislatif terhadap lembaga-lembaga yang tidak melapor secara langsung kepada presiden seperti Ombudsman, Inspektorat Jenderal, dan Komisi Pemilihan Umum. Jelas nampaknya bahwa kondisi minimal atas keberhasilan sistem check and balance memerlukan dasar yang esensial dari kewenangan legislatif dalam dewan, dan memberikan dewan hak veto terhadap penunjukkan eksekutif dan dalam menandatangani persetujuan yang sangat penting dengan negara-negara lain. Pada saat yang sama, merupakan hal yang penting untuk menetapkan secara formal metode kontrol tersebut dalam teks konstitusi dan tidak menyerahkannya kepada politisi. Pasal 13 ayat 2 amandemen UUD 1945 yang dilakukan pada tahun 1999 tentang wewenang eksekutif dinyatakan, dalam hal pengangkatan duta besar, presiden harus memperhatikan pendapat DPR. Tanpa menjelaskan tentang bagaimana, kapan dan dengan kekuatan apa pendapat tersebut harus diminta, ketetapan seperti ini akan menimbulkan kontroversi dikemudian hari. Eksekutif yang independen berbeda dengan eksekutif yang dipilih oleh dewan dalam perspektifnya tentang politik. Dalam sistem pemilihan langsung, calon presiden memiliki dorongan yang tumbuh untuk mengidentifikasi pemilih pada tingkat menengah dan untuk mengembangkan program nasional yang lebih moderat yang kadangkala bertentangan dengan kepentingan partai dan fraksi. Presiden yang dipilih secara langsung, pada saat yang sama, lebih mungkin menjadi otoriter dan memiliki kecenderungan untuk menarik perhatian rakyat daripada para pimpinan dewan atau menggunakan kontrol rakyat terhadap militer dan birokrasi untuk melangkahi dewan secara menyeluruh. Rakyat Indonesia memahami dinamika ini dengan baik. Dr. Sakuntala Kadirgamar- Rajasingham mengatakan pada konferensi IDEA bahwa meskipun perkembangan politik dan amandemen konstitusi yang sekarang telah mencoba untuk menjawab apa ditinggalkan oleh presiden Indonesia dalam sejarahnya tentang keotoriteran dengan cara membatasi kekuasaan 13

20 Bagian I: Laporan Konferensi presiden... [mereka] belum menyediakan mekanisme dalam menghadapi kebuntuan dan kemacetan yang dapat menuju pada kemelut dan kediktatoran dengan keberpihakan legislatif. Dengan dipilih oleh koalisi pemilihan yang terdiri dari unsur beragam, presiden dan dewan akan selalu berada dalam konflik. Tugas yang sulit dari para pembuat konstitusi adalah memberikan sumber-sumber yang memadai untuk menjaga keseimbangan seluruh sistem. Melalui kemampuannya dalam memperoleh mandat, presiden yang dipilih secara langsung datang ke arena kompetisi dengan keuntungan yang besar. Tetapi dengan mengingat pengalaman masa lalu, ada suatu bahaya bahwa konvensi konstitusi di Indonesia mungkin terlalu jauh membatasi kekuasaan eksekutif dengan maksud menimbulkan kevakuman dan kebuntuan pemerintahan sehingga bukan tidak mungkin akan menuju pada permintaan kembalinya kekuasaan otoriter. Walaupun konferensi IDEA tidak berkaitan langsung dengan persoalan-persoalan tersebut secara khusus, jelaslah bahwa keseimbangan yang tepat dapat dicapai hanya dengan menyeimbangkan ketentuan-ketentuan konstitusi yang beragam. Elemen utama dalam sistem check and balance adalah kejelasan peranan langsung presiden dalam proses legislatif. Wewenang kepala eksekutif untuk memprakarsai akan selalu kuat. Ada sedikit ketertarikan peserta konferensi dalam membahas pembatasan kekuasaan formal presiden untuk menyusun anggaran, melaporkan dan merekomendasikannya kepada parlemen, serta memprakarsai negosiasi dengan pemerintah asing dan badan-badan internasional. Namun tidak ada kesepakatan tentang apa wewenang yang harus diberikan kepada presiden pada bagian akhir proses legislatif, yaitu kekuasaan seperti apa untuk memveto atau kapasitas yang sebaliknya melanggar kerja badan legislatifr. Tommi Legowo berkomentar tentang hubungan legislatif-eksekutif bahwa menurutnya rakyat Indonesi agak trauma dengan kekuasaan yang terlampau banyak berada ditangan badan eksekutif. Dalam sistem check and balance, presiden biasanya memiliki beberapa kewenangan veto. Amandemen mandat MPR secara efektif telah menghapuskan wewenang veto presiden. Masalahnya jelas bahwa jika presiden dilucuti kekuasaannya untuk memperjuangkan suatu kebijakan dengan dewan namun hanya memposisikan sebagai pejabat yang dipilih secara nasional dan sebagai kepala pemerintahan, godaan untuk menentang dewan dengan cara yang tidak transparan akan kuat. Hal ini dapat dilakukan misalnya dengan menahan atau menolak mengeluarkan dana yang tersedia, atau dengan menggagalkan pelaksanaan undang-undang yang tidak ia sukai. Hal ini dimana kemelut konstitusi dibangun. Pada sisi lain, jika konstitusi meniadakan beberapa atau seluruh alat yang dapat digunakan presiden untuk menghadapi atau berkonfrontasi dengan dewan, maka presiden sebenarnya hanya menjadi boneka (figurehead). Masalahnya disini adalah tidak adanya pengawasan (check) yang ditentukan oleh pihak yang 14

21 Bab 2: Menetapkan Peranan Badan Legislatif dan Eksekutif bertanggung jawab dan kabinet dalam sistem parlementer. Pendeknya tidak ada pengawasan sama sekali di Indonesia. Kekuasaan veto presiden tidak perlu begitu kuat dan dapat dibatasi terhadap seluruh rancangan undang-undang dan bukan bagian-bagian tersendiri yang ada dalam rancangan undang-undang. Kekuasaan untuk memveto dalam skenario ini menjadi bagian proses lebih besar dalam meningkatan transparansi, sorotan pers, dan perdebatan politik mengenai bidang utama publik. Untuk memajukan partisipasi publik dan kesadaran rakyat mengenai proses politik dan kebijakan publik, maka hal yang penting adalah seluruh aspek dalam proses legislatif haruslah makin terbuka dan memasyarakat. Atas tujuan ini, seharusnya tidak ada alasan membatasi laporan pers tentang pembahasan dan prosesi dalam DPR atau komite lainnya. Sebagaimana eksekutif, ia seharusnya mampu menyoroti dan menyampaikan kepada publik mengenai isu-isu penting dengan menggunakan wewenang vetonya, juga seharusnya dewan memiliki kemampuan melakukan penyelidikan, mencari kesaksian dengan panggilan tertulis untuk tampil dalam sidang jika perlu dari badan-badan eksekutif dan perusahaan swasta atau pribadi demi mendapatkan legislatif yang legitimate dan kealpaan yang terjadi. Walaupun MPR menarik wewenang veto presiden, lembaga ini dituntut untuk menyeimbangkan kembali hubungan dengan meningkatkan standar impeachment; seperti yang ditunjukkan dalam pengalaman Presiden Clinton di Amerika Serikat, bahasa formal konstitusi memiliki sedikit hubungan dengan riil politik impeachment. Ketakukan di Indonesia untuk memberikan terlalu banyak kekuasaan kepada eksekutif sangatlah beralasan. Konstitusi baru seharusnya secara jelas memberikan dewan alat yang dibutuhkan untuk bertindak sebagai pengontrol yang efektif. Pengendalian terakhir atas kekuasaan eksekutif mungkin berupa impeachment, namun ini merupakan instrumen sederhana yang sebaiknya tidak sering diberlakukan. Gabungan bentuk parlementer dan presidensil yang unik di Indonesia mungkin dapat mengkompromikan hal ini, yaitu dengan menggabungkan impeachment dengan gagasan mosi tidak percaya dimana dewan memberikan suara memecat presiden sebelum akhir masa jabatannya dan diminta melakukan pemilihan baru. Hal-hal yang berkaitan dengan pemecatan dan batas waktu kepemipinan hendaknya ditetapkan secara jelas dalam konstitusi. Kewenangan dewan untuk menyetujui pengangkatan eksekutif dan perjanjian-perjanjian seharusnya secara ekspilist ditetapkan. Dewan seharusnya memiliki stafstaf yang dapat membantu dewan, pemerikasa anggaran misalnya, yuntuk dapat bersaing secara cerdas dengan birokrasi. Dewan seharusnya memiliki kemampuan dan sumber-sumber informasi 15

22 Bagian I: Laporan Konferensi untuk menjaga implementasi dan amandemen anggaran dasarnya. Dewan seharusnya juga memiliki kontrol terhadap jabatan auditing dan pengawasan terhadap kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan keuangan yang dilakukan oleh badan-badan eksekutif, pemerintah daerah dan lokal, dan polisi. Lebih lanjut, tugas seorang wakil rakyat seharusnya menjadi tugas yang full-time dengan konflik kepentingan yang kuat tentang undang-undang yang harus dibuat dan ditegakkan. Gary Bell menyimpulkan dalam presentasi konferensi tersebut bahwa Indonesia menghadapi begitu banyak masalah sekarang ini sehingga rakyat berpikir bahwa reformasi konstitusi seharusnya menjadi prioritas... Sayangnya, ketidakjelasan konstitusi turut andil dalam ketidakpastian politik dan perselisihan antara parlemen dan presiden. Pembagian wewenang seharusnya menjadi persoalan yang harus dibahas. Persoalan ini seharusnya tidak dibahas diluar konteks beberapa persoalan lainnya. Seperti yang disampaikan oleh Dr. Kadirgamar-Rajasingham dalam makalahnya, Ada bahaya dalam semata-mata hanya membahas tentang kekuasaan, peranan, dan tanggung jawab dari institusi yang ada sekarang tanpa membahas implikasinya terhadap perubahan-perubahan yang mungkin terjadi pada keutuhan dan integritas konstitusi secara menyeluruh. Juga harus ada pengertian yang lebih jelas tentang jenis sistem pemerintahan yang ingin diterapkan rakyat Indonesia. 16

23 Bab 3: Beberapa Institusi Untuk Mendukung dan Melindungi Prinsip-prinsip Demokrasi Bab 3 Beberapa Institusi Untuk Mendukung dan Melindungi Prinsip-prinsip Demokrasi Jika hak memberikan suara adalah nilai demokrasi yang paling mendasar, maka hak agar suara tersebut dicatat secara akurat adalah nilai paling penting kedua dalam demokrasi. Pergantian dan perubahan penduduk dalam teknologi dan sikap sosial sering menuntut penyesuaian dalam aturanaturan permainan politik, sehingga membuatya penting untuk proses kajian dan revisi terperinci selanjutnya. Sementara itu, hak memberikan suara yang tidak terlindungi secara konstitusional sangat mudah dimanipulasi oleh para politisi terpilih. Politisi mungkin tidak hanya sangat berpengetahuan tentang nuansa aturan pemberian suara tetapi juga seorang yang sangat dipengaruhi oleh perubahan. Apa yang disebut dengan komisi independen jarang sekali bersikap netral baik dalam komposisinya maupun dalam tindakannya, walaupun mereka sering menerima kritikan dan senantiasa menghadapi godaan untuk berbuat hanya atas dasar kepentingan pribadi sesaat. Praktek yang sehat menuntut kombinasi yang hatihati dari landasan konstitusi yang kokoh, peraturan yang tidak memihak, dan politik yang normal. Konstitusi harus menjamin hak pilih yang universal dengan cara yang memungkinkan dewan memberi pengecualian yang beralasan (misalnya, bagi narapidana dan penduduk yang tinggal di luar negeri) sementara tetap melarang pencabutan hak memilih yang didasarkan pada etnis, gender, pekerjaan, agama atau kekayaan. Ini artinya bahwa tidak seorangpun, termasuk anggota militer, harus menerima perwakilan khusus atau menerima penolakan atas hak-hak sipil mereka secara penuh. Sistem pemilihan Konstitusi juga harus menegaskan kantor-kantor mana yang akan dipilih dan ditunjuk, oleh jenis sistem voting yang mana dalam kasus pejabat-pejabat terpilih, batasan masa bakti jika ada, dari jenis distrik yang mana, dan dengan jenis kemajemukan macam apa. (Lihat Bab 5) Pada tingkat nasional tampaknya ada konsensus yang agak jelas bahwa presiden dan wakil presiden seharusnya dipilih secara langsung sebagai tiket untuk masa bakti empat tahun yang ditetapkan dan dibatasi hanya untuk dua periode. Kontroversi yang tak terpecahkan dalam sidang MPR pada bulan November 2001 terpusat pada persoalan tentang apa yang harus dilakukan jika terjadi kemungkinan dimana tidak seorangpun calon mendapat mayoritas suara mutlak. Sistem pluralitas first-past-the-post (FPTP), dimana orang dengan paling banyak suara memenangkan pemilihan, dapat dipilih menjadi presiden seperti yang terjadi di Filipina pada 1992 dengan 24 persen dari total suara atau bahkan lebih sedikit dari itu. Di beberapa propinsi di Indonesia, dimana sebanyak 40 atau 50 calon kadang-kadang mencalonkan diri untuk satu 17

24 Bagian I: Laporan Konferensi kursi di dewan, ini bahkan bisa berarti kemenangan bagi seorang calon hanya dengan sedikitnya 10 persen suara. Sistem ini, seperti yang dikatakan oleh Dr. Benjamin Reilly dalam konferensi tersebut, dapat secara mudah memilih seorang calon yang sangat kurang populer secara menyeluruh. Sistem ini memiliki sedikit pendukung di Indonesia. Alternatifnya adalah baik dengan memberdayakan beberapa badan lain (misalnya MPR) untuk memilih pemenang akhir, atau dengan mengajukan prosedur yang mendorong kemenangan mayoritas. Sistem dua putaran, dimana putaran kedua pengambilan suara mengadu dua orang yang memperoleh suara terbesar dari putaran pertama, telah menjadi alternatif yang paling sering dibahas, meskipun sebagaimana yang dijelaskan Reilly dalam makalahnya, bahwa ada sejumlah alternatif lainnya yang dapat dilakukan. Sistem di Australia contohnya, dengan penghitungan pilihan-pilihan kedua yang disampaikan oleh pemberi suara pada kartu suara, membolehkan pemberi suara mengurutkan pilihan mereka tanpa harus melalui dua putaran pengambilan suara. Walaupun konferensi tersebut tidak mengesahkan prosedur tertentu untuk mempersyaratkan seorang calon memenangkan mayoritas suara rakyat, gagasan untuk memberikan wewenang ini kepada MPR mendapat sedikit pendukung. Aturan pemilihan dewan lebih controversial lagi, namun seharusnya tidak dianggap sebagai sesuatu yang terpisah dari aturan-aturan yang mengatur tentang pemilihan presiden. Sebagai contoh, jika majelis sebagian dipilih oleh perwakilan distrik yang beranggota tunggal, kemudian majelis harus memecahkan masalah plurality vs majority dimana kekurangan sistem FPTP sama seperti untuk kepresidenan. Salah satu argumen yang sering diangkat untuk menentang pemungutan suara putaran kedua untuk memilih presiden, yaitu alasan bahwa sistem ini terlalu mahal, kehilangan banyak daya jika putaran kedua dalam pemilihan legislatif harus dilakukan. Dalam parameter yang ditentukan oleh konstitusi, regulasi sistem pemilihan berkembang menuju bidang-bidang yang bersinggungan seperti alokasi aktual kursi legislatif dan penarikan garis distrik, undang-undang tentang pembiayaan kampanye dan larangan terhadap korupsi, undang-undang yang menetapkan dan mengatur partai-partai politik, aturan praktek kampanye yang fair, prosedur tabulasi dan pelaporan suara, aturan dan mekanisme dalam pemecahan sengketa pemilihan, dan sebagainya. Tatkala beberapa aturan dan regulasi ini dapat diberlakukan dengan undang-undang sederhana, konstitusi yang baru-baru ini diterapkan di negara-negara lain yang telah mengkonsolidasikan transisi menuju demokrasi biasanya telah menciptakan satu atau lebih badan independen yang bertugas terhadap pengawasan dan pelaksanaan beberapa tanggungjawab tersebut. Amandemen III, yang diterima oleh MPR dalam sidang tahunan 2001, secara konstitusional menjamin keberadaan dan fungsi dasar Komisi Pemilihan Umum (KPU). Ini merupakan langkah besar menuju transparansi dan reformasi, namun karena pengelolaan dan kontrol anggaran 18

25 Bab 3: Beberapa Institusi Untuk Mendukung dan Melindungi Prinsip-prinsip Demokrasi pemilihan masih berada dibawah Departemen Dalam Negeri maka tidak jelas apakah peran ini murni hanya akan menjadi penasehat, dan jika tidak, maka seberapa luas wewenangnya. Sebelum memutuskan fungsi apa yang harus diberikan pada KPU, pertama-tama harus diputuskan jenis sistem apa yang akan diciptakan oleh konstitusi hasil revisi. Makalah Andrew Ellis yang disampaikan dalam konferensi mengemukakan suatu hal yang meyakinkan bahwa pengenalan sistem pemilihan yang menggunakan single-member district sendirian mungkin akan menimbulkan pengaruh bagi Indonesia yang tentunya akan berdampak negatif dan sangat mungkin merusak. Salah satu pendapatanya adalah bahwa hampir setiap jenis rencana single-member district akan mencipatkan mayoritas artifisial. Dalam pemilihan umum 1999 contohnya, secara esensil DPR terbagi dalam satu partai mayoritas yang berbasis hampir diseluruh Jawa dan Bali, dan koalisi partai-partai minoritas yang didominasi Golkar menguasai hampir setiap daerah. Ellis mengatakan, tidak perlu imajinasi untuk memahami sistem politik yang pemilihannya membagi Jawa dan Bali pada satu sisi dan bagian Indonesia lainnya pada sisi lain sebagai ancaman terhadap stabilitas Republik Indonesia sebagai sebuah negara kesatuan. Ellis juga berargumentasi bahwa single-member districts bisa menciptakan mayoritas artifisial dan membedakan minoritas yang tersebar ditiap daerah. Pada tahun 1999, hampir semua ragam sistem single-member district telah memberi PDI-P mayoritas kursi mutlak, walaupun dukungannya kurang dari setengah dari jumlah total suara. Dalam pandangannya juga single-member district cenderung berlaku diskriminasi terhadap wanita dan etnis minoritas, sementara sistem dengan wilayah pemilihan yang kecil cenderung membuat kebanyakan kursi di parlemen relatif aman bagi satu partai atau lainnya. Keadaan tersebut melemahkan dialog politik yang bermakna dan memindahkan kekuatan efektif dari para pemilih kepada perlengkapan nominasi partai yang menduduki kursi. Ellis juga menyebutkan kekacauan dan masalah-masalah penghitungan yang fair dimana wilayah-wilayah kecil tersebar diseluruh daerah geografis yang luas membuat pengawasan terhadap suara lebih sulit. Dan akhirnya, jenis ikatan representasi yang berhubungan dengan konstituen yang mendasari pertimbangan pokok penggunaan single-member district tidak memiliki akar tradisi di Indonesia: mekanisme dalam undang-undang pemilihan sekarang yang berusaha menghubungkan anggota-anggota DPR dengan wilayah tertentu sudah tidak efektif. Perwakilan dan pemilihan Ditengah peringatan penting, peserta simposium tentang reformasi pemilihan menunjukkan kemauan yang sungguh-sungguh dan bahkan rasa antusiasme atas mekanisme yang didesain untuk mengikat wakil-wakil rakyat lebih dekat pada urusan teritorial, dan untuk melepaskan dugaan yang dipahami secara luas bahwa sebagian besar anggota dewan secara fisik dan psikologis berbasis di Jakarta. Sistem distrik, sebagaimana ditegaskan Reilly dalam makalahnya, cenderung 19

BAB III PEMBANGUNAN BIDANG POLITIK

BAB III PEMBANGUNAN BIDANG POLITIK BAB III PEMBANGUNAN BIDANG POLITIK A. KONDISI UMUM Setelah melalui lima tahun masa kerja parlemen dan pemerintahan demokratis hasil Pemilu 1999, secara umum dapat dikatakan bahwa proses demokratisasi telah

Lebih terperinci

Sistem Rekrutmen Anggota Legislatif dan Pemilihan di Indonesia 1

Sistem Rekrutmen Anggota Legislatif dan Pemilihan di Indonesia 1 S T U D I K A S U S Sistem Rekrutmen Anggota Legislatif dan Pemilihan di Indonesia 1 F R A N C I S I A S S E S E D A TIDAK ADA RINTANGAN HUKUM FORMAL YANG MENGHALANGI PEREMPUAN untuk ambil bagian dalam

Lebih terperinci

Diadopsi oleh resolusi Majelis Umum 53/144 pada 9 Desember 1998 MUKADIMAH

Diadopsi oleh resolusi Majelis Umum 53/144 pada 9 Desember 1998 MUKADIMAH Deklarasi Hak dan Kewajiban Individu, Kelompok dan Badan-badan Masyarakat untuk Pemajuan dan Perlindungan Hak Asasi Manusia dan Kebebasan Dasar yang Diakui secara Universal Diadopsi oleh resolusi Majelis

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2009 TENTANG MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

MENGANALISIS SISTEM PEMERINTAHAN DI BERBAGAI NEGARA

MENGANALISIS SISTEM PEMERINTAHAN DI BERBAGAI NEGARA MENGANALISIS SISTEM PEMERINTAHAN DI BERBAGAI NEGARA A. SISTEM PEMERINTAHAN PARLEMENTER Sistem pemerintahan di mana kepala pemerintahan dipegang oleh presiden dan pemerintah tidak bertanggung jawab kepada

Lebih terperinci

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA MATERI AUDIENSI DAN DIALOG DENGAN FINALIS CERDAS CERMAT PANCASILA, UUD NEGARA RI TAHUN 1945, NKRI, BHINNEKA TUNGGAL IKA, DAN KETETAPAN MPR Dr. H. Marzuki Alie

Lebih terperinci

STATUTA INSTITUT INTERNASIONAL UNTUK DEMOKRASI DAN PERBANTUAN PEMILIHAN UMUM*

STATUTA INSTITUT INTERNASIONAL UNTUK DEMOKRASI DAN PERBANTUAN PEMILIHAN UMUM* STATUTA INSTITUT INTERNASIONAL UNTUK DEMOKRASI DAN PERBANTUAN PEMILIHAN UMUM* Institut Internasional untuk Demokrasi dan Perbantuan Pemilihan Umum didirikan sebagai organisasi internasional antar pemerintah

Lebih terperinci

SMP. 1. Jaminan terhadap hak-hak asasi manusia dan warga negara 2. Susunan ketatanegaraan suatu negara 3. Pembagian & pembatasan tugas ketatanegaraan

SMP. 1. Jaminan terhadap hak-hak asasi manusia dan warga negara 2. Susunan ketatanegaraan suatu negara 3. Pembagian & pembatasan tugas ketatanegaraan JENJANG KELAS MATA PELAJARAN TOPIK BAHASAN SMP VIII (DELAPAN) PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN (PKN) KONSTITUSI YANG PERNAH BERLAKU A. Konstitusi yang pernah berlaku di Indonesia Konstitusi (Constitution) diartikan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. praktik ketatanegaraan Indonesia. Setiap gagasan akan perubahan tersebut

I. PENDAHULUAN. praktik ketatanegaraan Indonesia. Setiap gagasan akan perubahan tersebut I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Bergulirnya reformasi yang terjadi di Indonesia pada tahun 1998 membawa dampak banyak perubahan di negeri ini, tidak terkecuali terhadap sistem dan praktik ketatanegaraan

Lebih terperinci

MPR Pasca Perubahan UUD NRI Tahun 1945 (Kedudukan MPR dalam Sistem Ketatanegaraan)

MPR Pasca Perubahan UUD NRI Tahun 1945 (Kedudukan MPR dalam Sistem Ketatanegaraan) JURNAL MAJELIS MPR Pasca Perubahan UUD NRI Tahun 1945 (Kedudukan MPR dalam Sistem Ketatanegaraan) Oleh: Dr. BRA. Mooryati Sudibyo Wakil Ketua MPR RI n Vol. 1 No.1. Agustus 2009 Pengantar Tepat pada ulang

Lebih terperinci

EKSEKUTIF, LEGISLATIF, DAN YUDIKATIF

EKSEKUTIF, LEGISLATIF, DAN YUDIKATIF EKSEKUTIF, LEGISLATIF, DAN YUDIKATIF HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA - B Adriana Grahani Firdausy, S.H., M.H. BADAN EKSEKUTIF PENGERTIAN Badan pelaksana UU yang dibuat oleh badan legislatif bersama dengan Pemerintah

Lebih terperinci

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN Modul ke: DEMOKRASI ANTARA TEORI DAN PELAKSANAANNYA Fakultas TEKNIK Martolis, MT Program Studi Teknik Mesin TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS 1. MENYEBUTKAN PENGERTIAN, MAKNA DAN MANFAAT

Lebih terperinci

BADAN YUDIKATIF, BADAN LEGISLATIF DAN BADAN EKSEKUTIF

BADAN YUDIKATIF, BADAN LEGISLATIF DAN BADAN EKSEKUTIF BADAN YUDIKATIF, BADAN LEGISLATIF DAN BADAN EKSEKUTIF Oleh Kelompok 3 : Tondy Nugroho 153112350750001 Umayah Arindah 153112350750002 Mario Risdantino M. 153112350750005 Ketua Kelompok Tri Nadyagatari 153112350750006

Lebih terperinci

PENGUATAN SISTEM DEMOKRASI PANCASILA MELALUI INSTITUSIONALISASI PARTAI POLITIK Oleh: Muchamad Ali Safa at (Dosen Fakultas Hukum Universitas Brawijaya)

PENGUATAN SISTEM DEMOKRASI PANCASILA MELALUI INSTITUSIONALISASI PARTAI POLITIK Oleh: Muchamad Ali Safa at (Dosen Fakultas Hukum Universitas Brawijaya) PENGUATAN SISTEM DEMOKRASI PANCASILA MELALUI INSTITUSIONALISASI PARTAI POLITIK Oleh: Muchamad Ali Safa at (Dosen Fakultas Hukum Universitas Brawijaya) Apakah Sistem Demokrasi Pancasila Itu? Tatkala konsep

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL Menimbang: DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2009 TENTANG MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

DEKLARASI PEMBELA HAK ASASI MANUSIA

DEKLARASI PEMBELA HAK ASASI MANUSIA DEKLARASI PEMBELA HAK ASASI MANUSIA Disahkan oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa tanggal 9 Desember 1998 M U K A D I M A H MAJELIS Umum, Menegaskan kembalimakna penting dari ketaatan terhadap

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.182, 2014 LEGISLATIF. MPR. DPR. DPD. DPRD. Kedudukan. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5568) UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 selanjutnya

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 selanjutnya BAB I PENDAHULUAN Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 selanjutnya disingkat UUD 1945 1 telah mengalami perubahan sebanyak empat kali, yakni Perubahan Pertama pada tahun 1999, Perubahan

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PENGESAHAN UNITED NATIONS CONVENTION AGAINST CORRUPTION, 2003 (KONVENSI PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA ANTI KORUPSI, 2003) DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS TENTANG KONSEP SYURA DALAM ISLAM ATAS PELAKSANAAN DEMOKRASI KONSTITUSIONAL DI INDONESIA MENURUT MAHFUD MD

BAB IV ANALISIS TENTANG KONSEP SYURA DALAM ISLAM ATAS PELAKSANAAN DEMOKRASI KONSTITUSIONAL DI INDONESIA MENURUT MAHFUD MD 68 BAB IV ANALISIS TENTANG KONSEP SYURA DALAM ISLAM ATAS PELAKSANAAN DEMOKRASI KONSTITUSIONAL DI INDONESIA MENURUT MAHFUD MD A. Analisis tentang Konsep Syura dalam Islam atas Pelaksanaan Demokrasi Konstitusional

Lebih terperinci

LEMBAGA NASIONAL UNTUK MEMAJUKAN DAN MELINDUNGI HAK ASASI MANUSIA. Lembar Fakta No. 19. Kampanye Dunia untuk Hak Asasi Manusia

LEMBAGA NASIONAL UNTUK MEMAJUKAN DAN MELINDUNGI HAK ASASI MANUSIA. Lembar Fakta No. 19. Kampanye Dunia untuk Hak Asasi Manusia LEMBAGA NASIONAL UNTUK MEMAJUKAN DAN MELINDUNGI HAK ASASI MANUSIA Lembar Fakta No. 19 Kampanye Dunia untuk Hak Asasi Manusia PENDAHULUAN PBB terlibat dalam berbagai kegiatan yang bertujuan mencapai salah

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2004 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN PERATURAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2004 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN PERATURAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2004 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN PERATURAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa sebagai pelaksanaan

Lebih terperinci

CONTOH SOAL DAN JAWABAN UKG PKN SMP Berikut ini contoh soal beserta jawaban Uji Kompetensi Guru PKn SMP

CONTOH SOAL DAN JAWABAN UKG PKN SMP Berikut ini contoh soal beserta jawaban Uji Kompetensi Guru PKn SMP CONTOH SOAL DAN JAWABAN UKG PKN SMP 2013 Berikut ini contoh soal beserta jawaban Uji Kompetensi Guru PKn SMP Perhatian : Jawaban tertera pada kalimat yang ditulis tebal. 1. Di bawah ini merupakan harapan-harapan

Lebih terperinci

Konsekuensi dari Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden secara Langsung?

Konsekuensi dari Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden secara Langsung? Konsekuensi dari Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden secara Langsung? Perubahan Konstitusi dan Pengaruhnya terhadap Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Walikota dan Wakil Walikota, dan Bupati dan

Lebih terperinci

AD/ART KM UGM PEMBUKAAN

AD/ART KM UGM PEMBUKAAN AD/ART KM UGM PEMBUKAAN Bahwa sesungguhnya kemerdekaan Republik Indonesia harus diisi dengan kegiatan pembangunan yang bervisi kerakyatan sebagai perwujudan rasa syukur bangsa Indonesia atas rahmat Tuhan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2001 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2001 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2001 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka penyelenggaraan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2001 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2001 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2001 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka penyelenggaraan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA (Kuliah ke 13) suranto@uny.ac.id 1 A. UUD adalah Hukum Dasar Tertulis Hukum dasar dapat dibedakan menjadi dua, yaitu (a) Hukum dasar tertulis yaitu UUD, dan

Lebih terperinci

Presiden dan Wakil Presiden dalam Sistem Hukum Ketatanegaraan Indonesia. Herlambang P. Wiratraman 2017

Presiden dan Wakil Presiden dalam Sistem Hukum Ketatanegaraan Indonesia. Herlambang P. Wiratraman 2017 Presiden dan Wakil Presiden dalam Sistem Hukum Ketatanegaraan Indonesia Herlambang P. Wiratraman 2017 Pokok Bahasan Pengisian Jabatan Presiden dan Wakil Presiden Wewenang Presiden dan Wakil Presiden Kedudukan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2004 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN PERATURAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2004 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN PERATURAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2004 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN PERATURAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa sebagai pelaksanaan

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN

BAB III GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN BAB III GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN A. Pembentukan Mahkamah Konstitusi Ketatanegaraan dan penyelenggaraan pemerintahan Indonesia mengalami perubahan cepat di era reformasi. Proses demokratisasi dilakukan

Lebih terperinci

Penyelenggara Pemilu Harus Independen

Penyelenggara Pemilu Harus Independen Penyelenggara Pemilu Harus Independen SALAH satu hasil studi banding Pansus RUU Penyelenggaraan Pemilu DPR ke Meksiko dan Jerman ialah keinginan sejumlah anggota untuk menempatkan anggota partai sebagai

Lebih terperinci

USULAN ASOSIASI ILMU POLITIK INDONESIA (AIPI) TERHADAP RUU PEMILIHAN PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN 1

USULAN ASOSIASI ILMU POLITIK INDONESIA (AIPI) TERHADAP RUU PEMILIHAN PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN 1 USULAN ASOSIASI ILMU POLITIK INDONESIA (AIPI) TERHADAP RUU PEMILIHAN PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN 1 USULAN UMUM: MEMPERKUAT SISTEM PRESIDENSIAL 1. Pilihan politik untuk kembali pada sistem pemerintahan

Lebih terperinci

PENINGKATAN NILAI PARTISIPASI PEMILIH

PENINGKATAN NILAI PARTISIPASI PEMILIH Policy Brief [05] Kodifikasi Undang-undang Pemilu Oleh Sekretariat Bersama Kodifikasi Undang-undang Pemilu MASALAH Demokrasi bukanlah bentuk pemerintahan yang terbaik, namun demokrasi adalah bentuk pemerintahan

Lebih terperinci

BAB 14 PERWUJUDAN LEMBAGA DEMOKRASI YANG MAKIN KUKUH

BAB 14 PERWUJUDAN LEMBAGA DEMOKRASI YANG MAKIN KUKUH BAB 14 PERWUJUDAN LEMBAGA DEMOKRASI YANG MAKIN KUKUH A. KONDISI UMUM Keberhasilan menempatkan proses pembangunan kelembagaan politik demokrasi pada jalur dan arah yang benar selama tahun 2004 dan 2005

Lebih terperinci

MENEGAKKAN TANGGUNG JAWAB MELINDUNGI: PERAN ANGGOTA PARLEMEN DALAM PENGAMANAN HIDUP WARGA SIPIL

MENEGAKKAN TANGGUNG JAWAB MELINDUNGI: PERAN ANGGOTA PARLEMEN DALAM PENGAMANAN HIDUP WARGA SIPIL MENEGAKKAN TANGGUNG JAWAB MELINDUNGI: PERAN ANGGOTA PARLEMEN DALAM PENGAMANAN HIDUP WARGA SIPIL Resolusi disahkan oleh konsensus* dalam Sidang IPU ke-128 (Quito, 27 Maret 2013) Sidang ke-128 Inter-Parliamentary

Lebih terperinci

Tugas dan Fungsi MPR Serta Hubungan Antar Lembaga Negara Dalam Sistem Ketatanegaraan

Tugas dan Fungsi MPR Serta Hubungan Antar Lembaga Negara Dalam Sistem Ketatanegaraan Tugas dan Fungsi MPR Serta Hubungan Antar Lembaga Negara Dalam Sistem Ketatanegaraan Oleh: Dr. (HC) AM. Fatwa Wakil Ketua MPR RI Kekuasaan Penyelenggaraan Negara Dalam rangka pembahasan tentang organisisasi

Lebih terperinci

b. bahwa Komisi Yudisial mempunyai peranan penting dalam usaha mewujudkan

b. bahwa Komisi Yudisial mempunyai peranan penting dalam usaha mewujudkan UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2003 TENTANG SUSUNAN DAN KEDUDUKAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH DENGAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2003 TENTANG SUSUNAN DAN KEDUDUKAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH DENGAN

Lebih terperinci

REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL

REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL SAMBUTAN MENTERI NEGARA PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/KEPALA BAPPENAS Pada Penandatanganan MoU

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2003 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2003 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2003 TENTANG SUSUNAN DAN KEDUDUKAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH DENGAN

Lebih terperinci

Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Hukuman Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi, dan Merendahkan Martabat Manusia

Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Hukuman Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi, dan Merendahkan Martabat Manusia Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Hukuman Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi, dan Merendahkan Martabat Manusia (Resolusi No. 39/46 disetujui oleh Majelis Umum pada 10 Desember 1984) Majelis

Lebih terperinci

26. Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan untuk Sekolah Dasar (SD)/Madrasah Ibtidaiyah (MI)

26. Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan untuk Sekolah Dasar (SD)/Madrasah Ibtidaiyah (MI) 26. Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan untuk Sekolah Dasar (SD)/Madrasah Ibtidaiyah (MI) A. Latar Belakang Pendidikan di Indonesia diharapkan dapat mempersiapkan peserta didik menjadi warga negara

Lebih terperinci

e. Senat diharuskan ada, sedangkan DPR akan terdiri dari gabungan DPR RIS dan Badan Pekerja KNIP;

e. Senat diharuskan ada, sedangkan DPR akan terdiri dari gabungan DPR RIS dan Badan Pekerja KNIP; UUDS 1950 A. Sejarah Lahirnya Undang-Undang Sementara 1950 (UUDS) Negara Republik Indonesia Serikat yang berdiri pada 27 Desember 1949 dengan adanya Konferensi Meja Bundar, tidak dapat bertahan lama di

Lebih terperinci

STATUTA ASOSISI MAHKAMAH KONSTITUSI DAN INSTITUSI SEJENIS SE-ASIA

STATUTA ASOSISI MAHKAMAH KONSTITUSI DAN INSTITUSI SEJENIS SE-ASIA STATUTA ASOSISI MAHKAMAH KONSTITUSI DAN INSTITUSI SEJENIS SE-ASIA Pembukaan Presiden atau Kepala mahkamah konstitusi dan institusi sejenis yang melaksanakan kewenangan konstitusional di Asia: MENGINGAT

Lebih terperinci

SEJARAH PEMILU DUNIA

SEJARAH PEMILU DUNIA SEJARAH PEMILU DUNIA PENGERTIAN PAKAR Secara etimologis kata Demokrasi terdiri dari dua kata Yunani yaitu damos yang berarti rakyat atau penduduk suatu tempat dan cratein atau cratos yang berarti kedaulatan

Lebih terperinci

BAB III PROFIL PEMERINTAHAN INDONESIA

BAB III PROFIL PEMERINTAHAN INDONESIA 23 BAB III PROFIL PEMERINTAHAN INDONESIA A. Masa Tahun 1945-1949 Masa Tahun 1945-1949 sebagai masa berlakunya UUD 1945 yang ditetapkan pada tanggal 18 Agustus 1945. UUD 1945 menghendaki sistem pemerintahan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

BAB II PERKEMBANGAN DEMOKRASI DI INDONESIA YANG DITUANGKAN DALAM UNJUK RASA (DEMONSTRASI) SEBAGAI HAK DALAM MENGEMUKAKAN PENDAPAT

BAB II PERKEMBANGAN DEMOKRASI DI INDONESIA YANG DITUANGKAN DALAM UNJUK RASA (DEMONSTRASI) SEBAGAI HAK DALAM MENGEMUKAKAN PENDAPAT 37 BAB II PERKEMBANGAN DEMOKRASI DI INDONESIA YANG DITUANGKAN DALAM UNJUK RASA (DEMONSTRASI) SEBAGAI HAK DALAM MENGEMUKAKAN PENDAPAT A. Sejarah Perkembangan Demokrasi di Indonesia Demokrasi adalah bentuk

Lebih terperinci

keberadaan MK pd awalnya adalah untuk menjalankan judicial review itu sendiri dapat dipahami sebagai and balances antar cabang kekuasaan negara

keberadaan MK pd awalnya adalah untuk menjalankan judicial review itu sendiri dapat dipahami sebagai and balances antar cabang kekuasaan negara Gagasan Judicial Review Pembentukan MK tidak dapat dilepaskan dari perkembangan hukum & keratanegaraan tentang pengujian produk hukum oleh lembaga peradilan atau judicial review. keberadaan MK pd awalnya

Lebih terperinci

26. Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan untuk Sekolah Dasar (SD)/Madrasah Ibtidaiyah (MI)

26. Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan untuk Sekolah Dasar (SD)/Madrasah Ibtidaiyah (MI) 26. Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan untuk Sekolah Dasar (SD)/Madrasah Ibtidaiyah (MI) A. Latar Belakang Pendidikan di Indonesia diharapkan dapat mempersiapkan peserta didik menjadi warga negara

Lebih terperinci

Modul ke: Fakultas DESAIN SENI KREATIF. Program Studi DESAIN PRODUK

Modul ke: Fakultas DESAIN SENI KREATIF. Program Studi DESAIN PRODUK Modul ke: Fakultas DESAIN SENI KREATIF Demokrasi: Antara Teori dan Pelaksanaannya Di Indonesia Modul ini akan mempelajari pengertian, manfaat dan jenis-jenis demokrasi. selanjutnya diharapkan diperoleh

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2018 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2014 TENTANG MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH,

Lebih terperinci

SEKILAS UNI EROPA SWEDIA FINLANDIA ESTONIA LATVIA LITHUANIA DENMARK INGGRIS BELANDA IRLANDIA POLANDIA JERMAN BELGIA REPUBLIK CEKO SLOWAKIA HONGARIA

SEKILAS UNI EROPA SWEDIA FINLANDIA ESTONIA LATVIA LITHUANIA DENMARK INGGRIS BELANDA IRLANDIA POLANDIA JERMAN BELGIA REPUBLIK CEKO SLOWAKIA HONGARIA SEKILAS UNI EROPA SWEDIA FINLANDIA PORTUGAL IRLANDIA LUKSEMBURG INGGRIS BELGIA SPANYOL BELANDA PERANCIS DENMARK JERMAN SLOVENIA AUSTRIA ITALIA POLANDIA KROASIA RUMANIA BULGARIA YUNANI ESTONIA LATVIA LITHUANIA

Lebih terperinci

ANGGARAN DASAR KOMNAS PEREMPUAN PENGESAHAN: 11 FEBRUARI 2014

ANGGARAN DASAR KOMNAS PEREMPUAN PENGESAHAN: 11 FEBRUARI 2014 ANGGARAN DASAR KOMNAS PEREMPUAN PENGESAHAN: 11 FEBRUARI 2014 PEMBUKAAN Bahwa sesungguhnya hak-hak asasi dan kebebasan-kebebasan fundamental manusia melekat pada setiap orang tanpa kecuali, tidak dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. The Constitution is made for men, and not men for the Constitution. (Soekarno, dalam pidato tanggal 17 Agustus 1959)

BAB I PENDAHULUAN. The Constitution is made for men, and not men for the Constitution. (Soekarno, dalam pidato tanggal 17 Agustus 1959) BAB I PENDAHULUAN The Constitution is made for men, and not men for the Constitution. (Soekarno, dalam pidato tanggal 17 Agustus 1959) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 selanjutnya

Lebih terperinci

FUNGSI LEGISLASI DPR PASCA AMANDEMEN UUD Sunarto 1

FUNGSI LEGISLASI DPR PASCA AMANDEMEN UUD Sunarto 1 FUNGSI LEGISLASI DPR PASCA AMANDEMEN UUD 1945 Sunarto 1 sunarto@mail.unnes.ac.id Abstrak: Salah satu fungsi yang harus dijalankan oleh DPR adalah fungsi legislasi, di samping fungsi lainnya yaitu fungsi

Lebih terperinci

PEDOMAN TEKNIS VERIFIKASI SYARAT CALON PENGGANTI ANTARWAKTU ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH PEMILIHAN UMUM TAHUN 2009

PEDOMAN TEKNIS VERIFIKASI SYARAT CALON PENGGANTI ANTARWAKTU ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH PEMILIHAN UMUM TAHUN 2009 PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM NOMOR 02 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN TEKNIS VERIFIKASI SYARAT CALON PENGGANTI ANTARWAKTU ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH PEMILIHAN UMUM TAHUN

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2003 TENTANG PEMILIHAN UMUM PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2003 TENTANG PEMILIHAN UMUM PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2003 TENTANG PEMILIHAN UMUM PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN I. UMUM 1. Dasar Pemikiran Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

KEKUASAAN PEMERINTAH NEGARA MENURUT UUD NRI 1945 PERKEMBANGAN DAN DINAMIKANYA

KEKUASAAN PEMERINTAH NEGARA MENURUT UUD NRI 1945 PERKEMBANGAN DAN DINAMIKANYA KEKUASAAN PEMERINTAH NEGARA MENURUT UUD NRI 1945 PERKEMBANGAN DAN DINAMIKANYA HERLAMBANG P. WIRATRAMAN FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS AIRLANGGA SISTEM KETATANEGARAAN 2017 POIN DISKUSI Memahami teori kekuasaan

Lebih terperinci

GBHN = Demokrasi Mayoritas Muchamad Ali Safa at 1

GBHN = Demokrasi Mayoritas Muchamad Ali Safa at 1 GBHN = Demokrasi Mayoritas Muchamad Ali Safa at 1 Dengan menggunakan teori Arend Lijphart (1999) tentang pola negara demokrasi, Tulisan Yudi Latif berjudul Basis Sosial GBHN (Kompas,12/2/2016) memberikan

Lebih terperinci

HAK MANTAN NARAPIDANA SEBAGAI PEJABAT PUBLIK DALAM PERSPEKTIF HAK ASASI MANUSIA

HAK MANTAN NARAPIDANA SEBAGAI PEJABAT PUBLIK DALAM PERSPEKTIF HAK ASASI MANUSIA HAK MANTAN NARAPIDANA SEBAGAI PEJABAT PUBLIK DALAM PERSPEKTIF HAK ASASI MANUSIA Oleh: Yeni Handayani * Naskah diterima : 29 September 2014; disetujui : 13 Oktober 2014 Indonesia adalah negara yang berdasar

Lebih terperinci

UU 22/2003, SUSUNAN DAN KEDUDUKAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

UU 22/2003, SUSUNAN DAN KEDUDUKAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH Copyright (C) 2000 BPHN UU 22/2003, SUSUNAN DAN KEDUDUKAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH *14124 UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perubahan Undang-Undang Dasar tahun 1945 (UUD tahun 1945) tidak hanya

I. PENDAHULUAN. Perubahan Undang-Undang Dasar tahun 1945 (UUD tahun 1945) tidak hanya I. PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Perubahan Undang-Undang Dasar tahun 1945 (UUD tahun 1945) tidak hanya didasari oleh keinginan untuk hidup berbangsa dan bernegara secara demokratis. Terdapat alasan lain

Lebih terperinci

Anggaran Dasar. Konsil Lembaga Swadaya Masyarakat Indonesia [INDONESIAN NGO COUNCIL) MUKADIMAH

Anggaran Dasar. Konsil Lembaga Swadaya Masyarakat Indonesia [INDONESIAN NGO COUNCIL) MUKADIMAH Anggaran Dasar Konsil Lembaga Swadaya Masyarakat Indonesia [INDONESIAN NGO COUNCIL) MUKADIMAH Bahwa kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat adalah salah satu hak asasi manusia yang sangat

Lebih terperinci

KEDUDUKAN KONSTITUTIONAL KEPOLISIAN DALAM TATA-PEMERINTAHAN NEGARA. Oleh Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH.

KEDUDUKAN KONSTITUTIONAL KEPOLISIAN DALAM TATA-PEMERINTAHAN NEGARA. Oleh Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH. KEDUDUKAN KONSTITUTIONAL KEPOLISIAN DALAM TATA-PEMERINTAHAN NEGARA Oleh Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH. Setiap negara selalu mempunyai fungsi kepolisian untuk kepentingan perlindungan dan keamanan internal

Lebih terperinci

DEMOKRASI. Demokrasi berasal dari kata Yunani demos dan kratos. Demos artinya rakyat, Kratos berarti pemerintahan.

DEMOKRASI. Demokrasi berasal dari kata Yunani demos dan kratos. Demos artinya rakyat, Kratos berarti pemerintahan. PERTEMUAN KE 4 DEMOKRASI Demokrasi berasal dari kata Yunani demos dan kratos. Demos artinya rakyat, Kratos berarti pemerintahan. Jadi, demokrasi, artinya pemerintahan rakyat, yaitu pemerintahan yang rakyatnya

Lebih terperinci

PERHIMPUNAN BANTUAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA INDONESIA INDONESIAN LEGAL AID AND HUMAN RIGHTS ASSOCIATION

PERHIMPUNAN BANTUAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA INDONESIA INDONESIAN LEGAL AID AND HUMAN RIGHTS ASSOCIATION PERUBAHAN ANGGARAN RUMAH TANGGA PERHIMPUNAN BANTUAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA INDONESIA BAB I PERHIMPUNAN WILAYAH Syarat dan Tatacara Pendirian Perhimpunan Wilayah Pasal 1 (1) Perhimpunan Wilayah adalah

Lebih terperinci

Kelebihan dan Kelemahan Pelaksanaan Sistem Pemerintahan Negara Republik Indonesia

Kelebihan dan Kelemahan Pelaksanaan Sistem Pemerintahan Negara Republik Indonesia Kelebihan dan Kelemahan Pelaksanaan Sistem Pemerintahan Negara Republik Indonesia Sistem pemerintahan negara Indonesia telah mengalami beberapa perubahan. Semuanya itu tidak terlepas dari sifat dan watak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membuat UU. Sehubungan dengan judicial review, Maruarar Siahaan (2011:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membuat UU. Sehubungan dengan judicial review, Maruarar Siahaan (2011: 34 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Judicial Review Kewenangan Judicial review diberikan kepada lembaga yudikatif sebagai kontrol bagi kekuasaan legislatif dan eksekutif yang berfungsi membuat UU. Sehubungan

Lebih terperinci

Lembaga Kepresidenan dalam Sistem Presidensial

Lembaga Kepresidenan dalam Sistem Presidensial Lembaga Kepresidenan dalam Sistem Presidensial R. Herlambang Perdana Wiratraman Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya, 11 Juni 2008 Sub Pokok Bahasan Wewenang Presiden

Lebih terperinci

DESAIN SISTEM PEMERINTAHAN PRESIDENSIAL YANG EFEKTIF

DESAIN SISTEM PEMERINTAHAN PRESIDENSIAL YANG EFEKTIF DESAIN SISTEM PEMERINTAHAN PRESIDENSIAL YANG EFEKTIF Susilo Imam Santosa I Ketut Suardita Bagian Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Udayana Abstract Constitutionally Indonesia adopted a presidential

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG- UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG

Lebih terperinci

2018, No Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2014 tentang P

2018, No Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2014 tentang P No.29, 2018 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEGISLATIF. MPR. DPR. DPD. DPRD. Kedudukan. Perubahan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6187) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

MAKALAH. Kedudukan dan Fungsi DPD dalam Kerangka Kelembagaan Legislatif Indonesia. Oleh : Dinoroy Marganda Aritonang

MAKALAH. Kedudukan dan Fungsi DPD dalam Kerangka Kelembagaan Legislatif Indonesia. Oleh : Dinoroy Marganda Aritonang MAKALAH Kedudukan dan Fungsi DPD dalam Kerangka Kelembagaan Legislatif Indonesia Oleh : Dinoroy Marganda Aritonang Sebagai persyaratan pendaftaran Program Pascasarjana Fakultas Hukum UGM dengan Konsentrasi

Lebih terperinci

Makalah Mengenai Keberadaan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) Dalam Ketatanegaraan Indonesia BAB I PENDAHULUAN

Makalah Mengenai Keberadaan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) Dalam Ketatanegaraan Indonesia BAB I PENDAHULUAN Makalah Mengenai Keberadaan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) Dalam Ketatanegaraan Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk Republik,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehakiman diatur sangat terbatas dalam UUD Buku dalam pasal-pasal yang

BAB I PENDAHULUAN. kehakiman diatur sangat terbatas dalam UUD Buku dalam pasal-pasal yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Reformasi Nasional tahun 1998 telah membuka peluang perubahan mendasar atas Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang disakralkan oleh pemerintah

Lebih terperinci

RENCANA AKSI GLOBAL MENANG DENGAN PEREMPUAN: MEMPERKUAT PARTAI PARTAI POLITIK

RENCANA AKSI GLOBAL MENANG DENGAN PEREMPUAN: MEMPERKUAT PARTAI PARTAI POLITIK RENCANA AKSI GLOBAL MENANG DENGAN PEREMPUAN: MEMPERKUAT PARTAI PARTAI POLITIK Sebagai para pemimpin partai politik, kami memiliki komitmen atas perkembangan demokratik yang bersemangat dan atas partai

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 1 of 24 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan 1. Ada peluang yuridis perubahan non-formal konstitusi dalam hal bentuk negara

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan 1. Ada peluang yuridis perubahan non-formal konstitusi dalam hal bentuk negara 187 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan 1. Ada peluang yuridis perubahan non-formal konstitusi dalam hal bentuk negara bentuk negara kesatuan Indonesia. Ditemukan 7 peluang yuridis terjadinya perubahan non-formal

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PARTAI POLITIK

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PARTAI POLITIK UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI KEBENARAN DAN REKONSILIASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI KEBENARAN DAN REKONSILIASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI KEBENARAN DAN REKONSILIASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pelanggaran hak asasi

Lebih terperinci

TEMA: PERAN DPR-RI DALAM PERSPEKTIF PENEGAKAN HAK ASASI MANUSIA DAN DEMOKRASI DI INDONESIA. Kamis, 12 November 2009

TEMA: PERAN DPR-RI DALAM PERSPEKTIF PENEGAKAN HAK ASASI MANUSIA DAN DEMOKRASI DI INDONESIA. Kamis, 12 November 2009 KETUA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PIDATO KETUA DPR-RI PADA ACARA ULANG TAHUN FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK (FISIPOL) KE-15 UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA DAN DIES NATALIS KE-56 UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. kata re yang artinya kembali dan call yang artinya panggil atau memanggil,

BAB II KAJIAN PUSTAKA. kata re yang artinya kembali dan call yang artinya panggil atau memanggil, BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Hak Recall Recall merupakan kata yang diambil dari bahasa Inggris, yang terdiri dari kata re yang artinya kembali dan call yang artinya panggil atau memanggil, sehingga jika diartikan

Lebih terperinci

Pimpinan dan anggota pansus serta hadirin yang kami hormati,

Pimpinan dan anggota pansus serta hadirin yang kami hormati, PANDANGAN FRAKSI PARTAI DAMAI SEJAHTERA DPR RI TERHADAP PENJELASAN PEMERINTAH ATAS RUU TENTANG PEMILU ANGGOTA DPR, DPD, DPRD, DAN RUU TENTANG PEMILU PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN Disampaikan Oleh : Pastor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikelola salah satunya dengan mengimplementasikan nilai-nilai demokrasi

BAB I PENDAHULUAN. dikelola salah satunya dengan mengimplementasikan nilai-nilai demokrasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Founding fathers bangsa Indonesia telah memberikan ketegasan di dalam perumusan dasar pembentukan negara dimana Indonesia harus dibangun dan dikelola salah satunya dengan

Lebih terperinci

Demokrasi Sebagai Kerangka Kerja Hak Asasi Manusia

Demokrasi Sebagai Kerangka Kerja Hak Asasi Manusia Demokrasi Sebagai Kerangka Kerja Hak Asasi Manusia Antonio Pradjasto Tanpa hak asasi berbagai lembaga demokrasi kehilangan substansi. Demokrasi menjadi sekedar prosedural. Jika kita melihat dengan sudut

Lebih terperinci

Pancasila sebagai Paradigma Reformasi Politik

Pancasila sebagai Paradigma Reformasi Politik Pancasila sebagai Paradigma Reformasi Politik Kuliah ke-11 suranto@uny.ac.id 1 Latar Belakang Merajalelanya praktik KKN pada hampir semua instansi dan lembaga pemerintahan DPR dan MPR mandul, tidak mampu

Lebih terperinci

KETUA BADAN PEMERIKSA KEUANGAN HADIRI PERTEMUAN PIMPINAN LEMBAGA NEGARA

KETUA BADAN PEMERIKSA KEUANGAN HADIRI PERTEMUAN PIMPINAN LEMBAGA NEGARA KETUA BADAN PEMERIKSA KEUANGAN HADIRI PERTEMUAN PIMPINAN LEMBAGA NEGARA bpk.go.id Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) melakukan pertemuan dengan pimpinan lembaga negara di Majelis Permusyawaratan Rakyat

Lebih terperinci

POLITIK DAN STRATEGI (SISTEM KONSTITUSI)

POLITIK DAN STRATEGI (SISTEM KONSTITUSI) A. Pengertian Politik POLITIK DAN STRATEGI (SISTEM KONSTITUSI) Dalam bahasa Indonesia, politik dalam arti politics mempunyai makna kepentingan umum warga negara suatu bangsa. Politik merupakan rangkaian

Lebih terperinci

PROTOKOL OPSIONAL KONVENSI HAK-HAK ANAK MENGENAI KETERLIBATAN ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA

PROTOKOL OPSIONAL KONVENSI HAK-HAK ANAK MENGENAI KETERLIBATAN ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA PROTOKOL OPSIONAL KONVENSI HAK-HAK ANAK MENGENAI KETERLIBATAN ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA Negara-Negara Pihak pada Protokol ini, Didorong oleh dukungan penuh terhadap Konvensi tentang Hak-Hak Anak, yang

Lebih terperinci

12 Media Bina Ilmiah ISSN No

12 Media Bina Ilmiah ISSN No 12 Media Bina Ilmiah ISSN No. 1978-3787 KEWENANGAN DPD DALAM SISTEM KETATANEGARAAN RI MENURUT UUD 1945 Oleh : Jaini Bidaya Dosen FKIP Universitas Muhammadiyah Mataram Abstrak: Penelitian ini berjudul Kewenangan

Lebih terperinci

PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1/DPR RI/TAHUN 2009 TENTANG TATA TERTIB

PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1/DPR RI/TAHUN 2009 TENTANG TATA TERTIB PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1/DPR RI/TAHUN 2009 TENTANG TATA TERTIB Menimbang : a. bahwa dalam rangka melaksanakan kehidupan kenegaraan yang demokratis konstitusional berdasarkan

Lebih terperinci

PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN Oleh DANIEL ARNOP HUTAPEA, S.Pd Materi Ke-2 Dinamika Penerapan Demokrasi

PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN Oleh DANIEL ARNOP HUTAPEA, S.Pd Materi Ke-2 Dinamika Penerapan Demokrasi PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN Oleh DANIEL ARNOP HUTAPEA, S.Pd Materi Ke-2 Dinamika Penerapan Demokrasi Undang Undang yang berkaitan dengan Demokrasi a. Dalam Pasal 1 ayat (2) UUD 1945 (sebelum

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN TUGAS DAN WEWENANG DEWAN PERWAKILAN DAERAH DI INDONESIA. A. Kewenangan Memberi Pertimbangan dan Fungsi Pengawasan Dewan

BAB II PENGATURAN TUGAS DAN WEWENANG DEWAN PERWAKILAN DAERAH DI INDONESIA. A. Kewenangan Memberi Pertimbangan dan Fungsi Pengawasan Dewan BAB II PENGATURAN TUGAS DAN WEWENANG DEWAN PERWAKILAN DAERAH DI INDONESIA A. Kewenangan Memberi Pertimbangan dan Fungsi Pengawasan Dewan Perwakilan Daerah DPD sebagai Lembaga Negara mengemban fungsi dalam

Lebih terperinci