Konsekuensi dari Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden secara Langsung?

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Konsekuensi dari Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden secara Langsung?"

Transkripsi

1 Konsekuensi dari Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden secara Langsung? Perubahan Konstitusi dan Pengaruhnya terhadap Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Walikota dan Wakil Walikota, dan Bupati dan Wakil Bupati secara Langsung Sebuah komentar terhadap Ketentuan mengenai Pemilihan Kepala Daerah secara Langsung yang terdapat di dalam Draft Revisi UU 22/1999 tentang Pemerintahan Daerah usulan DPR Etsi Yudhini Senior Program Officer NDI Indonesia 30 Januari 2004

2 Angin perubahan terhadap peraturan perundangan mengenai pemerintahan daerah yang ditetapkan pada tahun 1999 telah membawa suatu pengaruh dramatis terhadap jalannya pemerintahan di Indonesia selama lima tahun terakhir ini, dan tidak diragukan lagi pengaruh ini akan berlanjut untuk membawa pengaruh, baik yang dapat diantisipasi maupun yang tidak terduga di tahun-tahun yang akan datang. Perubahan tersebut tampaknya dimaksudkan untuk mencairkan kekuasaan pemerintah pusat melalui desentralisasi kewenangan kepada pemerintahan daerah, agaknya didasari tujuan untuk menghindari munculnya pemerintahan yang otoriter dan untuk mempertahankan kesatuan negara dengan menawarkan suatu bentuk otonomi daerah, sehingga dapat membebaskan tekanan-tekanan yang tidak terelakkan untuk muncul dalam sebuah bangsa yang berkarakteristik beragam seperti Indonesia. Perubahan peraturan tentang pemerintahan daerah saat itu didasari adanya pemikiran bahwa melakukan desentralisasi di pemerintahan daerah tingkat kabupaten/kota akan relatif lebih aman dibandingkan mengkonsentrasikan kewenangan otonom kepada provinsi yang kemungkinan akan dapat menciptakan pemerintahan provinsi yang terlalu kuat yang mungkin dapat mendorong munculnya gerakan-gerakan separatis. Pada saat undang-undang tentang pemerintahan daerah diubah tahun 1999, sistem pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah secara tidak langsung, yang dapat dikatakan serupa dengan sistem pemilihan yang digunakan di tingkat pusat untuk pemilihan presiden dan wakil presiden, tetap dipertahankan. Perkembangan cepat yang terjadi dalam periode pasca 1998, mengarah kepada proses perubahan UUD 1945 yang pada tahun 2001 dan 2002 melalui Perubahan Ketiga dan Keempat dari UUD 1945, telah ditetapkan sistem pemilihan Presiden dan Wakil Presiden secara langsung oleh rakyat. Dengan didelegasikannya wewenang yang baru kepada pemerintahan daerah, pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah secara langsung mungkin dapat dikatakan sebagai salah satu pilihan perubahan yang tampak logis, namun kerangka aturan perundang-undangan tentang pemilihan Kepala Daerah secara langsung tersebut akan juga mempengaruhi efektifitas perubahan itu sendiri. Saat ini telah beredar dua usulan perubahan atau revisi terhadap undang-undang tentang pemerintahan daerah tersebut, yaitu usulan yang diajukan oleh Departemen Dalam Negeri (Depdagri) dan RUU Inisiatif DPR. Tulisan ini akan difokuskan pada draft usulan dari DPR. Ketentuan Perundang-undangan yang Berlaku UU 22/1999 tentang Pemerintahan Daerah disahkan pada tanggal 7 Mei 1999 pada masa pemerintahan transisi Presiden Habibie sebelum diselenggarakannya Pemilihan Umum tahun Undang-undang tentang pemerintahan daerah ini disahkan untuk menggantikan UU 5/1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah dan UU 5/1979 tentang Pemerintahan Desa. Sampai saat ini, UU 22/1999 adalah peraturan perundang-undangan tertinggi mengenai isu yang berhubungan dengan pemerintahan daerah di daerah-daerah otonom untuk melaksanakan UUD 1945 pasal 18 tentang 1

3 Pemerintahan Daerah sebelum perubahan, kecuali untuk daerah-daerah yang memiliki suatu pengaturan otonomi khusus. Pengecualian tersebut diperuntukkan bagi Jakarta melalui UU 34/1999 tentang Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Aceh melalui UU 18/2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Daerah Istimewa Aceh Sebagai Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, dan Papua melalui UU 21/2001 tentang Otonomi Khusus Provinsi Papua. Yogyakarta, meskipun merupakan daerah istimewa di bawah UU 5/1974 dan ditegaskan kembali melalui UU 22/1999, belum mempunyai UU otonomi khusus. Terdapat ketentuan-ketentuan yang bersifat umum di dalam setiap undang-undang otonomi, namun untuk ketentuan-ketentuan yang tidak diatur khusus dalam setiap undang-undang otonomi khusus ini, maka hal-hal tersebut diatur sesuai dengan peraturan perundang-undang yang berlaku. UU 22/1999 berisi ketentuan-ketentuan terperinci tentang daerah otonom dan daerah administratif; pembagian kewenangan dan otonomi antara pemerintahan daerah tingkat provinsi dan tingkat kabupaten/kota; desentralisasi dan dekonsentrasi kewenangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah; bentuk susunan pemerintahan daerah yang terdiri dari badan legislatif (DPRD) dan eksekutif (pemerintah) di tiap daerah otonom; kekuasaan, kewenangan, tugas dan hak DPRD dan Pemerintah Daerah; mekanisme pemilihan Gubernur, Walikota dan Bupati sebagai pimpinan eksekutif di daerah; kekuasaan, kewenangan, tanggung jawab, mekanisme laporan pertanggungjawaban kepala daerah; mekanisme pemberhentian Kepala Daerah ; instansi daerah dan perangkat daerah; peraturan daerah dan keputusan kepala daerah; ketentuan tentang kepegawaian daerah; ketentuan mengenai keuangan daerah, kewenangan daerah dalam hal keuangan dan APBD; mekanisme kerjasama dan penyelesaian perselisihan antar daerah; ketentuan mengenai kawasan perkotaan; ketentuan mengenai wilayah, kewenangan, keuangan dan administrasi desa; pembinaan dan pengawasan otonomi daerah; Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah; ketentuan mengenai daerah-daerah otonomi khusus, pengecualian, undang-undang dan peraturan lain yang berlaku, serta ketentuan peralihan. Usulan Revisi UU 22/1999 yang diajukan oleh DPR Draft DPR mengenai revisi UU 22/1999 terdiri dari usulan perubahan dan penambahan ketentuan baru untuk hal-hal hanya yang terkait dengan ketentuan mengenai susunan, kedudukan dan kewenangan DPRD; pemilihan Gubernur/Wakil Gubernur, Walikota/Wakil Walikota dan Bupati/Wakil Bupati secara langsung, pelanggaran pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah secara langsung, dan ketentuan pidana terhadap pelanggaran pemilihan pilkada langsung; kewajiban, larangan, pemberhentian dan tindakan penyidikan terhadap Gubernur/Wakil Gubernur, Walikota/Wakil Walikota dan Bupati/Wakil Bupati yang dipilih secara langsung; dan ketentuan peralihan yang terkait dengan pemilihan Gubernur/Wakil Gubernur, Walikota/Wakil Walikota dan Bupati/Wakil Bupati di daerah secara langsung. Draft revisi UU 22/1999 usulan DPR nampaknya merefleksikan perubahanperubahan mendasar di dalam UUD 1945, ketentuan-ketentuan yang telah 2

4 diubah dalam UU 22/2003 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, DPD dan DPRD (UU Susduk), ketentuan-ketentuan yang telah diubah dalam UU 12/2003 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD dan DPRD, dan sebuah undang-undang baru yaitu UU 23/2003 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden yang telah disahkan pada bulan Juli tahun 2003 lalu. Tulisan ini hanya akan membahas isu-isu yang terkait dengan ketentuan mengenai pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah secara langsung yaitu Gubernur/Wakil Gubernur, Walikota/Wakil Walikota dan Bupati/Wakil Bupati, yang terdapat di dalam draft revisi UU 22/1999 tentang Pemerintahan Daerah usulan DPR yang telah disahkan sebagai Rancangan Undang-Undang (RUU) Inisiatif DPR pada tanggal 10 November 2003, dan telah disetujui untuk dibahas di dalam Panitia Khusus (Pansus) RUU tentang Perubahan UU 22/1999 tentang Pemerintahan Daerah dan RUU tentang Perubahan UU 25/1999 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah, yang pembentukannya telah disahkan pada tanggal 19 Desember Isuisu lain yang berkaitan dengan pemerintahan daerah yang ada di dalam draft DPR ini akan didiskusikan tersendiri di dalam tulisan atau makalah terpisah. Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah secara langsung: Gubernur/Wakil Gubernur, Walikota/Wakil Walikota dan Bupati/Wakil Bupati Perubahan Ketiga dan Keempat dari UUD 1945 menetapkan bahwa Presiden dan Wakil Presiden dipilih secara langsung, dan perubahan ini membawa dampak terhadap perubahan wewenang MPR, mekanisme pemberhentian (impeachment) Presiden dan Wakil Presiden, dan pengaruhnya terhadap mekanisme pertanggungjawaban Presiden dan Wakil Presiden yang dipilih secara langsung. Pasal 6A tentang pemilihan Presiden dan Wakil Presiden secara langsung menetapkan bahwa Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat melalui sebuah Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden. Jika dalam pemilihan Presiden dan Wakil Presiden putaran pertama tidak dapat menghasilkan satu pasangan calon yang memperoleh suara lebih dari 50 persen dari seluruh jumlah suara sah dengan sedikitnya 20 persen suara di setiap provinsi yang tersebar di lebih dari setengah dari seluruh jumlah provinsi di Indonesia, maka pemilihan Presiden dan Wakil Presiden putaran kedua akan diselenggarakan untuk memilih satu dari dua pasangan calon yang memperoleh suara terbanyak pertama dan kedua pada pemilihan putaran pertama. Pasangan calon yang memperoleh jumlah suara terbanyak di dalam pemilihan putaran kedua akan dilantik sebagai Presiden dan Wakil Presiden. Pasal 7 menetapkan bahwa Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama hanya untuk satu kali masa jabatan. Pasal 7A dan 7B mengatur tentang mekanisme pemberhentian (impeachment) terhadap Presiden dan Wakil Presiden. Ketentuan pemberhentian Presiden dan Wakil Presiden yang terpilih secara langsung menurut UUD 1945 setelah perubahan Ketiga menetapkan bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diberhentikan dalam masa 3

5 jabatannya hanya jika Presiden dan/atau Wakil Presiden terbukti telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela, dan/atau apabila terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden. Ketentuan pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden dalam pasal 7A ini diikuti dengan mekanisme pemberhentian di pasal 7B, dimana mekanisme untuk memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut UUD 1945 setelah perubahan mengharuskan adanya sebuah usul pemberhentian tertulis yang diajukan oleh DPR kepada MPR, bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden telah melakukan pelanggaran hukum seperti yang tercantum dalam pasal 7A. Usul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden hanya dapat diajukan DPR kepada MPR apabila Mahkamah Konstitusi telah memeriksa, mengadili dan memberikan putusan terhadap pendapat DPR bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden telah melakukan pelanggaran hukum seperti yang ditentukan dalam UUD 1945 pasal 7A. Hanya jika Mahkamah Konstitusi memutuskan bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden terbukti telah melakukan pelanggaran hukum sebagaimana tercantum dalam pasal 7A, maka DPR dapat mengajukan usul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden untuk kemudian diteruskan kepada MPR untuk diputuskan. Perubahan-perubahan tersebut di atas merefleksikan implikasi dari Presiden dan Wakil Presiden yang dipilih secara langsung, yang dipilih oleh rakyat secara langsung melalui sebuah Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, memegang jabatan dalam masa jabatan yang tetap, dan tidak dapat diberhentikan dari jabatannya berdasarkan kebijakan yang diambilnya dalam melaksanakan tugasnya sebagai Presiden dan Wakil Presiden. Presiden dan Wakil Presiden yang dipilih secara langsung hanya dapat diberhentikan melalui sebuah mekanisme pemberhentian seperti yang ditetapkan dalam UUD 1945 yang melibatkan lembaga DPR, Mahkamah Konstitusi, dan MPR, masing-masing dengan peran dan kewenangannya sehubungan dengan mekanisme pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden, yang telah ditentukan dalam UUD Checks and balances antara Presiden dan DPR juga dibangun melalui pemisahan kekuasaan antara kedua lembaga tersebut. Kekuasaan eksekutif dipegang oleh Presiden, kekuasaan legislatif dipegang oleh DPR dan kekuasaan yudisial berada di tangan lembaga kekuasaan kehakiman yang independen. DPR tidak mempunyai kekuasaan untuk memberhentikan Presiden dan Wakil Presiden dalam masa jabatannya berdasarkan pilihan kebijakan yang diambil Presiden dan Wakil Presiden dalam melaksanakan tugas dan kewenangannya sebagai Presiden dan Wakil Presiden, dan sebaliknya Presiden juga tidak dapat membubarkan atau membekukan DPR berdasarkan ketetapan pasal 7C dari UUD 1945 setelah perubahan. Meskipun kekuasaan legislatif berada di tangan DPR, namun proses pembuatan undang-undang apapun mengharuskan adanya persetujuan bersama antara DPR dengan Presiden, seperti ketentuan yang ditetapkan dalam pasal 20. Meskipun pasal 22 UUD 1945 menetapkan bahwa dalam hal ikhwal kegentingan yang memaksa, Presiden berhak menetapkan peraturan pemerintah sebagai pengganti undang-undang (Perpu), namun Perpu 4

6 tersebut harus mendapatkan persetujuan DPR dalam persidangan berikutnya, dan jika DPR tidak memberikan persetujuannya maka perpu tersebut harus dicabut. Dalam pasal 13 UUD 1945 menetapkan bahwa Presiden mengangkat duta dan konsul dan menerima penempatan duta dari negara lain. Dalam hal mengangkat duta, dan dalam hal menerima penempatan duta negara lain, Presiden memperhatikan pertimbangan DPR. Seperti ditetapkan dalam pasal 11, Presiden dengan persetujuan DPR menyatakan perang, membuat perdamaian, dan perjanjian dengan negara lain. Prinsip-prinsip yang kurang lebih sama dalam hal pemisahan kekuasaan, checks and balances, dan mekanisme pertanggungjawaban yang diterapkan dalam pemerintahan pusat antara lembaga eksekutif dan legislatif, dapat diterapkan juga dalam pemerintahan daerah. Jika memang dikehendaki, maka pendekatan yang konsisten dalam ketentuan-ketentuan mengenai pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah secara langsung mungkin juga diinginkan. Ketentuan yang berkaitan dengan Pemilihan Gubernur/Wakil Gubernur, Walikota/Wakil Walikota dan Bupati/Wakil Bupati secara Langsung di dalam draft RUU DPR mengenai Revisi UU 22/1999 tentang Pemerintahan Daerah 1. Waktu Pemilihan: Pemilihan yang diselenggarakan secara bersamaan atau pemilihan yang terpisah? (pasal 38 ayat (1), pasal 45, dan pasal 123G) Dalam pasal 38 draft DPR, tidak jelas apakah pemilihan Gubernur/Wakil Gubernur, Walikota/Wakil Walikota dan/atau Bupati/Wakil Bupati akan diselenggarakan dalam suatu pemilihan yang bersamaan secara serentak dalam satu hari pemungutan suara, atau dengan pemilihan yang terpisah di setiap tingkatan daerah di dalam sebuah provinsi. Ketentuan dalam pasal 38 (1) hanya menyatakan bahwa Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah dipilih secara langsung oleh rakyat di daerah bersangkutan. Dalam pasal 45 tentang pemilihan, dinyatakan bahwa pemungutan suara untuk Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah untuk satu daerah diselenggarakan secara serentak. Namun tidak jelas apa yang dimaksud dengan daerah di dalam pasal 45 tersebut. Apakah daerah yang dimaksud adalah Provinsi dan semua Kabupaten/Kota di dalam provinsi tersebut akan memilih kepala daerahnya masing-masing dalam satu hari pemungutan suara yang sama, atau yang dimaksud adalah bahwa semua daerah otonom dalam setiap tingkatan di seluruh Indonesia akan memilih Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerahnya dalam satu hari pemungutan suara yang sama? Apakah pemilihan putaran pertama, dan jika pemilihan putaran kedua diperlukan menurut pasal 47, akan juga diselenggarakan dalam satu hari pemungutan suara yang sama atau akan dilakukan dalam dua hari pemungutan suara yang terpisah? Apakah pemilihan Gubernur/Wakil Gubernur, Walikota/Wakil walikota, dan Bupati/Wakil Bupati di dalam satu provinsi 5

7 akan diselenggarakan secara serentak dalam satu hari pemungutan suara yang sama, atau apakah setiap pemilihan Kepala Daerah akan diselenggarakan secara terpisah dalam hari pemungutan yang berbeda-beda sesuai dengan keputusan KPUD setiap daerah? Apakah pemilihan putaran kedua akan diselenggarakan pada hari pemungutan suara yang sama setelah waktu pemungutan suara pemilihan putaran pertama berakhir dan dihitung, atau akan dilakukan pada hari pemungutan suara pemilihan putaran kedua yang berbeda sesuai dengan keputusan KPUD? Apapun maksud dari ketentuan mengenai waktu dan hari pemungutan suara dalam pemilihan Kepala Daerah secara langsung ini, klarifikasi agaknya diperlukan dalam ketentuan tersebut. Apabila pemilihan putaran kedua diperlukan, dan akan diselengarakan dalam jangka waktu tertentu setelah pemilihan putaran pertama, apakah akan ketentuan mengenai, misalnya, kegiatan kampanye untuk pemilihan putaran kedua? Jika kampanye untuk pemilihan putaran kedua akan dilakukan, berapa lama waktu yang akan dialokasikan untuk kegiatan kampanye tersebut? Ketentuanketentuan lain yang berkaitan dengan waktu dan pengorganisasian pemilihan putaran kedua juga akan diperlukan. Apapun keputusan yang akan diambil mengenai pemilihan putaran pertama dan kedua ini akan membawa implikasi politik dan administratif terhadap jalannya pemilihan Kepala Daerah secara langsung yang diusulkan dalam draft RUU ini. Apabila tidak ada pasangan calon yang memenangkan pemilihan pada putaran pertama, maka pemilihan putaran kedua akan diselenggarakan sesuai dengan ketentuan pasal 47. Dalam hal ini maka perludipertimbangkan perlu tidaknya waktu tambahan bagi dua pasangan calon yang mendapatkan suara terbanyak pertama dan kedua dalam pemilihan putaran pertama untuk melakukan kampanye untuk pemilihan putaran kedua. Waktu tambahan juga diperlukan bagi KPUD untuk memproduksi dan mendistribusikan surat suara pemilihan putaran kedua ke seluruh tempat pemungutan suara (TPS), untuk menyiapkan penghitungan suara dan kebutuhan administratif lain yang diperlukan untuk menyelenggarakan pemilihan putaran kedua. Implikasi lain dari diselenggarakannya pemilihan putaran kedua adalah dalam hal pendaftaran pemilih untuk pemilih yang belum memenuhi syarat atau tidak terdaftar sebagai pemilih pada pemilihan putaran pertama, namun kemudian pemilih tersebut telah memenuhi syarat sebagai pemilih untuk pemilihan putaran kedua. Sebagaimana tercantum dalam draft RUU usulan DPR, tidak jelas apakah pemilihan putaran pertama maupun putaran kedua akan dilakukan secara bersamaan atau terpisah, dan akan diselenggarakan dalam hari pemungutan suara yang sama atau hari pemungutan suara yang berbeda. Di dalam pasal 123G tentang Ketentuan Peralihan draft DPR ini, nampaknya dimungkinkan untuk menyelenggarakan pemilihan secara bersamaan maupun terpisah. Pasal 123G ayat (1) menyatakan bahwa Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah yang masa jabatannya 6

8 berakhir sebelum pemilu DPRD 2004 diadakan sampai dengan pelantikan anggota DPRD hasil pemilihan umum tahun 2004, ditangguhkan pemilihannya dan Pemerintah menunjuk seorang pejabat sementara, selanjutnya diadakan pemilihan Kepala Daerah selambatlambatnya 3 (tiga) bulan setelah pelantikan anggota DPRD. Sedangkan pasal 123G ayat (2) menyatakan bahwa Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah yang telah menjabat selama 30 (tiga puluh) bulan masa jabatannya atau lebih, dinyatakan berakhir masa jabatan dan segera dilakukan pemilihan Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah berdasarkan Undang-Undang ini paling lambat 3 (tiga) bulan terhitung sejak Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah tersebut dinyatakan berakhir masa jabatannya. Pelaksanaan dari dua ketentuan peralihan tersebut di atas tidak berarti bahwa pemilihan semua Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah di sebuah provinsi akan bisa diselenggarakan secara serentak pada satu hari pemungutan suara yang sama. Bagaimana dengan sebuah provinsi yang gubernur atau walikota atau bupatinya dipilih misalnya, di akhir tahun 2003? Menurut ketentuan peralihan ini, Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah yang dipilih pada tahun 2003 masih dapat menjabat sampai dengan tahun Kepala Daerah yang dipilih pada tahun 2003 tidak masuk kriteria dalam Pasal 123G ayat (1) karena masa jabatan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah tersebut belum berakhir sebelum Pemilihan Umum anggota DPRD tahun 2004 atau pelantikan anggota DPRD pada tahun 2004, dan juga tidak masuk kriteria dalam ketentuan pasal 123G ayat (2), karena Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah tersebut belum akan menjabat selama 30 bulan, setidaknya sampai dengan akhir tahun 2005 atau pertengahan tahun Bagaimana dengan pemilihan langsung para Kepala Daerah yang tidak masuk kriteria pasal 123G ayat (1) dan (2) tersebut? Jika pemilihan seluruh Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah di dalam satu provinsi, atau di seluruh Indonesia hendak diselenggarakan pada satu hari pemungutan suara yang sama, maka ketentuan peralihan dari draft DPR ini membuat hal tersebut tidak mungkin dilakukan di beberapa provinsi dan Kabupaten/Kota. Klarifikasi sangat diperlukan terhadap pasal-pasal dalam ketentuan peralihan RUU usulan DPR ini. Berdasarkan UU 22/1999, akhir dari lima tahun masa jabatan Gubernur/Wakil Gubernur, Walikota/Wakil Walikota dan Bupati/Wakil Bupati di sebuah provinsi bisa berbeda-beda tergantung dari waktu pemilihan Kepala Daerah tersebut oleh DPRD di daerahnya masingmasing: DPRD Provinsi memilih Gubernur dan DPRD Kabupaten/Kota memilih Bupati dan Walikota. Dalam UU 22/1999 tidak ditegaskan bahwa pemilihan Kepala dan Kepala Daerah dilakukan secara bersamaan atau terpisah, hanya dijelaskan dalam Penjelasan pasal 34 ayat (1) bahwa yang dimaksud dengan pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah secara bersamaan adalah calon Kepala Daerah dan calon Wakil Kepala Daerah dipilih sebagai satu pasangan calon Kepala dan Wakil Kepala Daerah. Dalam prakteknya, berdasarkan UU 7

9 22/1999 Gubernur dan Wakil Gubernur, Walikota dan Wakil Walikota, serta Bupati dan Wakil Bupati di setiap provinsi dipilih secara terpisah oleh DPRD nya masing-masing. Beberapa provinsi, kabupaten, dan kota yang baru terbentuk, memilih Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerahnya segera setelah DPRD daerah yang bersangkutan terbentuk. Daerah-daerah lain memilih Kepala Daerah dan Wakil kepala daerahnya satu bulan sebelum akhir masa jabatan Kepala Daerah sebelumnya. Ketentuan UU 22/1999 mengenai waktu pemilihan tercantum di dalam pasal 53 ayat (3) yang menyatakan bahwa selambat-lambatnya satu bulan sebelum masa jabatan Kepala Daerah berakhir, DPRD mulai memproses pemilihan Kepala Daerah yang baru. Karena waktu pemilihan dikaitkan dengan akhir masa jabatan Kepala Daerah yang sedang berjalan, dan awal masa jabatan yang berbeda-beda antara Gubernur, Walikota dan Bupati di setiap daerah, maka pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah dalam prakteknya dilakukan secara terpisah, meskipun tidak ditegaskan dalam pasal-pasal dalam undang-undang ini. Pasal 41 ayat (2) dari draft DPR menyatakan bahwa tahapan pemilihan sebagaimana dimaksud pada pasal 41 ayat (1) dilaksanakan paling lambat 1 (satu) tahun sebelum masa jabatan Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah yang sedang berjalan berakhir. Pasal 41 ayat (3) menyatakan bahwa penetapan pasangan calon terpilih dilaksanakan paling lambat 1 (satu) bulan sebelum masa jabatan Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah yang sedang berjalan berakhir. Seperti yang dinyatakan dalam pasal-pasal tersebut di atas, dalam prakteknya pemilihan Gubernur/Wakil Gubernur, Walikota/Wakil Walikota dan Bupati/Wakil Bupati secara langsung menurut draft revisi dari DPR kemungkinan juga akan dilakukan secara terpisah untuk setiap provinsi dan setiap kabupaten/kota. Jika dikehendaki bahwa pemilihan Gubernur/Wakil Gubernur, Walikota/Wakil Walikota dan Bupati/Wakil Bupati menurut UU 22/1999 yang telah direvisi nantinya akan dilaksanakan secara bersamaan di setiap provinsi, atau apabila dikehendaki untuk menyelenggarakan pemilihan Kepala Daerah secara bersamaan di setiap daerah di Indonesia, maka diperlukan ketentuan peralihan, yang misalnya menetapkan bahwa pada saat pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah secara langsung untuk yang pertama kalinya diselenggarakan, maka semua Kepala Daerah yang sedang menjabat di setiap provinsi dinyatakan tetap menjabat dalam masa jabatan transisi yang akan berakhir pada saat Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah yang baru terpilih sebagai hasil dari pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah secara langsung dilantik. Laporan pertanggungjawaban Kepala Daerah pada akhir masa jabatannya kepada DPRD, jika memang tetap diinginkan, dapat dilakukan melalui perubahan peraturan tata tertib DPRD menyangkut mekanisme laporan pertanggungjawaban Kepala Daerah di akhir masa jabatan dalam masa transisi. 8

10 2. Pendaftaran Pemilih (pasal 40B, pasal 40C, dan pasal 41) Dalam draft DPR dinyatakan bahwa pendaftaran pemilih dilaksanakan paling lambat satu tahun sebelum masa jabatan Kepala Daerah yang sedang berjalan berakhir, dan bahwa pendaftaran pemilih dan tata cara pendaftaran pemilih ditetapkan oleh KPUD. Dalam pasal 40B salah satu persyaratan agar dapat terdaftar sebagai pemilih untuk pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah adalah harus berdomisili di daerah pemilihan yang bersangkutan. Persyaratan ini berbeda dengan persyaratan pemilih dalam Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD dan DPRD, dan Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, yang tidak memasukkan persyaratan domisili. Ketentuan domisili untuk pendaftaran pemilih ini mempunyai implikasi akan adanya pendaftaran pemilih terpisah yang kemungkinan harus dilakukan berulang kali untuk setiap pemilihan, penyebab utamanya adalah karena setiap pemilihan memiliki daftar pemilih yang berbeda-beda. Karena setiap pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah memiliki daerah pemilihan yang berbeda-beda, maka kemungkinan besar pendaftaran pemilih untuk pemilihan Gubernur/Wakil Gubernur di dalam setiap provinsi akan terpisah dengan pendaftaran pemilih untuk pemilihan Walikota/Wakil Walikota atau Bupati/Wakil Bupati di setiap kabupaten/kota di dalam provinsi tersebut. Jika pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah diputuskan untuk diselenggarakan secara terpisah untuk setiap pemilihan di setiap kabupaten/kota dan di setiap provinsi, maka sangat mungkin pemilihan akan berlangsung secara terus menerus setiap tahunnya, dan hal ini akan membuat beban kerja KPUD dalam menyelenggarakan pemilihan dan pendaftaran pemilih menjadi besar sekali, terlebih lagi jika pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah berlangsung bertepatan pada waktu yang bersamaan dengan pemilihan umum nasional untuk memilih anggota DPR, DPD dan DPRD, atau pemilihan umum Presiden dan Wakil presiden. KPUD tingkat provinsi dan KPUD tingkat kabupaten/kota hanya memiliki lima anggota yang dibantu oleh sekretariat KPUD. Dengan tugas-tugas dan tanggung jawab yang diberikan kepada setiap KPUD seperti di atas, apakah sumber daya tersebut cukup untuk menyelenggarakan pemilihan umum anggota DPR, DPD dan DPRD, pemilihan umum Presiden dan Wakil presiden, pemilihan Kepala Daerah di tingkat provinsi dan pemilihan Kepala Daerah di tingkat kabupaten/kota? Jika semua jenis pemilihan tersebut benar-benar terjadi secara bersamaan, maka pemilih akan harus mencoblos sebanyak 4 surat suara untuk pemilihan anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota, 2 surat suara untuk pemilihan Presiden dan Wakil Presiden untuk dua putaran, dan 4 surat suara untuk pemilihan gubernur dan bupati/walikota untuk dua putaran, sehingga jumlah surat suara yang harus dicoblos sebanyak 10 buah untuk setiap daur pemilihan lima tahun sekali itu. Di dalam Penjelasan pasal 41 RUU DPR ini dinyatakan bahwa pendaftaran pemilih dalam pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah dapat didasarkan pada daftar penduduk dan daftar pemilih dalam Pemilihan Umum dengan kemungkinan terdapatnya mutasi 9

11 karena perpindahan tempat tinggal, pertambahan umur atau status perkawinan, dan hal-hal lain yang berkaitan dengan perubahan jumlah pemilih. Namun tidak dijelaskan, misalnya lembaga mana yang akan bertanggung jawab melakukan pembaruan (updating) data pemilih terdaftar. Apakah lembaga yang dimaksud adalah Badan Pusat Statistik (BPS) atau KPUD? Jika tanggung jawab untuk memperbarui data pemilih diberikan kepada KPUD, tidak dijelaskan bagaimana KPUD akan memperoleh data pemilih yang baru saja menikah, atau meninggal dunia, atau telah mencapai usia minimal sebagai pemilih. Jika data pendaftaran pemilihan untuk Pemilihan Umum digunakan sebagai dasar bagi pendaftaran pemilih untuk pemilihan Kepala Daerah dan Wakil kepala daerah, bagaimana KPUD akan melakukan verifikasi terhadap status tempat tinggal (domisili) dari tiap pemilih yang telah memenuhi syarat sebagai pemilih di sebuah daerah pemilihan, untuk menghindari misalnya penduduk dari kabupaten/kota yang berbeda untuk memilih atau memberikan suara di kabupaten/kota tetangganya? Apakah persyaratan domisili di suatu daerah pemilihan untuk dapat memenuhi syarat sebagai pemilih di setiap pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah akan melibatkan kegiatan pendaftaran pemilih yang benar-benar terpisah dari proses pendaftaran pemilih yang telah dilakukan untuk pemilihan umum di tingkat nasional? Tantangan untuk memperbarui data pendaftaran pemilih yang ada akan semakin meningkat jika pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah dilakukan secara terpisah, karena waktu pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah bagi tiap kabupaten/kota berbeda-beda, sehingga misalnya, jika pemilih yang terdaftar di Kabupaten A menikah dengan pemilih yang terdaftar di Kabupaten B dan kemudian pindah untuk bertempat tinggal di Kabupaten C dimana pendaftaran pemilih untuk pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah di Kabupaten C baru saja dimulai, maka mereka berdua dapat terdaftar sebagai pemilih untuk 3 pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah yang berbeda. Untuk pemilihan Gubernur/Wakil Gubernur, pemilih yang telah terdaftar yang kemudian pindah dari satu provinsi ke provinsi lain yang memiliki waktu pemilihan gubernur yang tidak sama, apakah mungkin terdaftar sebagai pemilih di kedua provinsi tersebut? Penduduk yang telah berusia 17 tahun atau telah menikah setelah proses pendaftaran untuk Pemilihan Umum selesai, kecuali jika pendaftaran pemilih yang berkelanjutan akan dilakukan, bisa tidak terdaftar dalam daftar pemilih, meskipun telah memenuhi syarat untuk dapat memilih. Ketentuan-ketentuan mengenai pendaftaran pemilih ini perlu klarifikasi lebih lanjut. 10

12 3. Persyaratan calon : mengenal daerahnya dan dikenal oleh masyarakat di daerahnya(pasal 39 butir (f)) Dalam pasal 39 butir (f) dari draft revisi UU 22/1999 usulan DPR, salah satu syarat seorang calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah dalam pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah adalah calon tersebut mengenal daerahnya dan dikenal oleh masyarakat di daerahnya. Tidak dijelaskan bagaimana mengukur persyaratan ini, tidak dijelaskan pula sejauh mana pengenalan akan daerahnya yang harus dimiliki oleh seorang calon untuk dapat memenuhi syarat, seberapa dikenalnya calon oleh masyarakat agar memenuhi syarat, dan bagaimana pula pengenalan masyarakat terhadap seorang calon dapat diverifikasi. Jika verifikasi tersebut akan dilakukan melalui survei atau jajak pendapat, tidak ada ketentuan yang diusulkan DPR mengenai mekanisme yang dimaksud. Juga tidak diusulkan mekanisme apa yang akan digunakan untuk melakukan verifikasi terhadap pengenalan calon atas isu-isu spesifik daerahnya, konteks, dan kondisi daerahnya. Apakah calon tersebut diharuskan untuk melalui sebuah proses wawancara atau fit and proper test untuk menilai pemenuhan syarat yang terdapat dalam pasal 39 butir (f) ini? Jika memang harus melalui mekanisme wawancara atau fit and proper test, ketentuan tentang hal ini tidak dijelaskan di pasal manapun di dalam draft usulan DPR. Persyaratan mengenal daerah dan dikenal oleh masyarakat di daerahnya bukanlah syarat yang benar-benar baru, ketentuan ini diambil dari ketentuan yang sama di dalam UU 22/1999 pasal 33 butir (j). Perbedaannya adalah bahwa dalam mekanisme pemilihan Gubernur/Wakil Gubernur, Walikota/Wakil Walikota dan Bupati/Wakil Bupati secara tidak langsung menurut UU 22/1999, syarat calon untuk mengenal daerahnya dan dikenal oleh masyarakat di daerahnya diuji melalui presentasi visi, misi dan rencana kebijakan pasangan calon di dalam Sidang Paripurna DPRD yang kemudian dilanjutkan dengan proses wawancara, dan hasil dari mekanisme tersebut adalah sejumlah pasangan calon yang memenuhi syarat yang telah diseleksi oleh Pimpinan DPRD dan Pimpinan fraksi-fraksi, untuk dipilih oleh anggota DPRD. Menurut draft revisi UU 22/1999 versi DPR ini, mekanisme pemilihan Gubernur/Wakil Gubernur, Walikota/Wakil Walikota dan Bupati/Wakil Bupati benar-benar berbeda, karena pasangan calon diajukan oleh partai politik atau gabungan partai politik, atau mencalonkan dirinya sendiri sebagai pasangan calon independen, dan akan dipilih secara langsung oleh rakyat. Karena itu usulan DPR ini menghapus ketentuan mengenai mekanisme pencalonan dan pemilihan secara tidak langsung oleh DPRD, dan sebagai konsekuensinya ketentuan wawancara, keputusan pasangan calon yang dapat dipilih, dan pemilihan pasangan calon oleh DPRD juga dihapuskan. Nampaknya semua fungsi-fungsi DPRD tersebut oleh draft revisi dari DPR ini diberikan kepada KPUD. Sebagai tambahan terdapat ketentuan di dalam pasal 44 ayat (4) yang menyatakan bahwa pasangan calon wajib untuk menyampaikan visi, 11

13 misi dan program-programnya secara tertulis kepada masyarakat melalui media massa cetak ataupun elektronik. Namun tidak jelas bagaimana menguji pengenalan calon terhadap daerah yang ingin dipimpinnya seandainya terpilih sebagai Kepala Daerah, juga tidak dijelaskan di dalam draft revisi UU 22/1999 usulan DPR ini bagaimana melakukan verifikasi popularitas calon di daerah yang bersangkutan, apakah akan dilakukan melalui presentasi visi, misi dan program tersebut, atau melalui mekanisme lain. Tidak dijelaskan pula apa yang akan terjadi kepada calon-calon yang tidak dikenal oleh masyarakat di daerah yang bersangkutan tapi memenuhi persyaratan lain sebagai calon. Dapatkan KPUD mendiskualifikasi seorang calon berdasarkan persyaratan ini? Proses yang akan dilakukan KPUD ini mungkin akan memunculkan kontroversi-kontroversi politik dan mungkin juga akan mengarah kepada terjadinya konflik sosial-keamanan di daerah yang bersangkutan, misalnya konflik antara pendukung calon yang memenuhi syarat dan pendukung calon yang tidak memenuhi syarat. Klarifikasi mengenai ketentuan ini sangat diperlukan. 4. Persyaratan calon : perlukah syarat untuk terdaftar sebagai pemilih? Tidak dicantumkan di dalam draft RUU DPR bahwa calon-calon untuk pemilihan Gubernur/Wakil Gubernur, Walikota/Wakil Walikota dan Bupati/Wakil Bupati secara langsung diharuskan untuk terdaftar sebagai pemilih di daerah pemilihannya. Menurut UU 12/2003 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dab DPRD pasal 6 butir (k), semua calon untuk semua pemilihan tersebut diharuskan untuk terdaftar sebagai pemilih agar memenuhi syarat sebagai calon legislatif untuk pemilihan-pemilihan tersebut. Persyaratan yang sama dapat juga dipandang relevan untuk pemilihan Gubernur/Wakil Gubernur, Walikota/Wakil Walikota dan Bupati/Wakil Bupati secara langsung di daerah. Salah satu prinsip dasar pemilihan secara langsung adalah bahwa calon manapun yang memenuhi syarat untuk dapat dipilih, dia juga harus memiliki paling tidak syarat untuk terdaftar sebagai pemilih di pemilihan yang sama. Di tingkat nasional, prinsip dasar ini secara konsisten telah diterapkan di dalam dua pemilihan umum, yaitu pemilihan umum Anggota Legislatif dan Pemilihan umum Presiden dan Wakil Presiden. Untuk pemilihan di tingkat daerah seperti pemilihan Gubernur/Wakil Gubernur, Walikota/Wakil Walikota dan Bupati/Wakil Bupati secara langsung di daerah, konsistensi dengan undang-undang tingkat nasional mengenai hal ini mungkin diperlukan. 5. Larangan pencalonan bagi Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah yang telah menjabat selama dua kali masa jabatan (pasal 47C dan pasal 39) Di dalam pasal 47C draft RUU DPR, dinyatakan bahwa Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah mempunyai masa jabatan lima tahun dan dapat dipilih kembali hanya untuk satu kali masa jabatan. Pembatasan 12

14 masa jabatan menurut pasal 47C ini tidak tercerminkan dalam pasal 39 tentang persyaratan calon kepala daerah, dengan tidak adanya syarat bahwa calon belum pernah menjabat untuk jabatan yang sama selama dua kali masa jabatan. Apakah tidak dimasukkannya persyaratan ini memang dimaksudkan dengan sengaja? Meskipun secara implisit calon yang pernah menjabat dalam jabatan yang sama selama dua kali masa jabatan tidak dapat dipilih kembali untuk ketiga kalinya terdapat dalam pasal 47C, namun apakah tidak lebih baik syarat ini secara eksplisit dimasukkan di dalam pasal 39 tentang persyaratan calon? 6. Persyaratan pengajuan calon (pasal 38 ayat (2), pasal 40 ayat (1), pasal 40 ayat (2), dan pasal 40A) Pasal 38 ayat (2) draft DPR menyatakan bahwa pasangan calon diajukan oleh partai politik, gabungan partai politik, atau perseorangan. Pasal 40 ayat (1) mendefinisikan partai politik atau gabungan partai politik yang dimaksudkan oleh pasal 38 ayat (2) sebagai partai politik atau gabungan partai politik yang memiliki wakil di DPRD. Pasal 40 ayat (2) menyebutkan bahwa setiap partai politik atau gabungan partai politik tersebut hanya dapat mengajukan satu pasangan calon. Pasal 40A butir (a) menyatakan bahwa pasangan calon yang berasal dari perseorangan sebagaimana dimaksud dalam pasal 38 ayat (2) harus memperoleh dukungan pemilih sekurang-kurangnya sama dengan jumlah Bilangan Pembagi Pemilihan/BPP untuk satu kursi DPRD atau untuk daerah yang dibagi lebih dari satu daerah pemilihan paling tidak sama dengan BPP yang terendah untuk satu kursi DPRD, sesuai dengan daerah dimana pencalonan diajukan. Dalam pasal 40A butir (b) disebutkan bahwa pasangan calon dari perseorangan tidak menjadi pengurus partai politik sekurang-kurangnya 4 tahun dihitung sampai dengan tanggal pengajuan pasangan calon. Tidak dijelaskan dalam pasal 40A butir (a) apakah bukti dukungan yang dapat diverifikasi untuk membuktikan jumlah pemilih yang mendukung pencalonan pasangan calon yang berasal dari perseorangan tersebut. Juga tidak dijelaskan apakah pemilih yang dimaksudkan oleh pasal 40A butir (b) adalah warga yang memenuhi syarat untuk memilih atau pemilih yang telah terdaftar dalam daftar pemilih. 7. Proses Seleksi Calon Nampaknya ketentuan mengenai proses seleksi calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah tidak dijelaskan di pasal manapun di draft RUU usulan DPR ini, kecuali untuk calon perseorangan yang mengajukan pencalonannya sendiri. Bagaimana partai-partai politik atau gabungan partai-partai politik melakukan seleksi terhadap caloncalonnya tidak diatur dalam draft RUU ini. Apakah kewenangan untuk menseleksi pasangan calon Gubernur/Wakil Gubernur, Walikota/Wakil Walikota dan Bupati/Wakil Bupati diserahkan sepenuhnya kepada mekanisme internal partai? Apakah diinginkan bahwa mekanisme 13

15 seleksi pasangan calon di dalam mekanisme internal partai politik atau gabungan partai politik dihasilkan dari proses seleksi yang demokratis dan partisipatif? Pengurus partai politik tingkat manakah yang memiliki wewenang untuk melakukan seleksi dan memutuskan pasangan calon yang akan diajukan sebagai pasangan calon dari partai politik tersebut, apakah pengurus partai politik di tingkat nasional, provinsi atau kabupaten/kota? Apakah gabungan partai politik diharuskan untuk menyepakati sebuah mekanisme bersama untuk melakukan seleksi calon dan memutuskan pasangan calon yang akan diajukan oleh gabungan partai politik tersebut, atau untuk menyepakati untuk menggunakan mekanisme salah satu partai politik sebagai mekanisme seleksi calon dari gabungan partai politik tersebut? 8. Definisi dari Gabungan Partai Politik (Pasal 1 butir (t), pasal 38 ayat (2),pasal 40, dan pasal 42A) Pasal 1 butir (t) draft DPR mendefinisikan gabungan partai politik adalah 2 (dua) atau lebih partai politik yang mempunyai wakil di DPRD yang bersama-sama bersepakat mencalonkan 1 (satu) pasangan calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah. Di dalam draft usulan DPR ini tidak diatur apakah perjanjian untuk membentuk suatu gabungan partai politik untuk mencalonkan satu pasangan calon di antara partaipartai politik tersebut perlu diformalkan dalam satu bentuk dokumen tertulis. Apakah KPUD tidak perlu untuk diberitahukan mengenai pembentukan gabungan partai politik sebelum pendaftaran pasangan calon? Tidak diatur juga di dalam draft RUU ini bagaimana pasangan calon yang akan diajukan oleh suatu gabungan partai politik akan diseleksi dan diputuskan pengajuannya sebagai pasangan calon. Sebuah ketentuan tentang pencalonan oleh gabungan partai politik mungkin sangat diperlukan untuk dicantumkan di dalam draft revisi UU 22/1999 ini. Perjanjian antar partai politik untuk bergabung dan mengajukan satu pasangan calon di dalam pemilihan Kepala Daerah penting untuk dapat dipahami dan diterima, tidak hanya oleh pucuk pimpinan partai politik, tetapi juga perlu untuk dipahami dan diterima oleh anggota partai politik di semua tingkatan, dan juga oleh pendukung partai dari tiap partai politik yang telah bersepakat untuk menjadi satu dalam gabungan partai politik dalam pemilihan Kepala Daerah secara langsung ini. 9. Kelengkapan Persyaratan Pencalonan (pasal 42A) Di dalam pasal 42A ayat (3) butir (a) disebutkan bahwa pasangan calon yang diajukan oleh partai politik atau gabungan partai politik wajib untuk menyerahkan surat pencalonan yang ditandatangani oleh pimpinan partai politik yang mencalonkannya sebagai pasangan calon dalam pemilihan Kepala Daerah dan Wakil kepala daerah. Tidak dijelaskan dalam pasal ini pimpinan partai tingkat mana yang harus menandatangani surat pencalonan tersebut, apakah pimpinan partai politik di tingkat nasional, provinsi atau kabupaten/kota? Dan untuk pasangan calon yang diajukan oleh gabungan partai politik, apakah 14

16 surat pencalonannya harus ditandatangani oleh pimpinan semua partai politik yang ada dalam gabungan partai poltik tersebut, ataukah cukup hanya ditandatangani oleh pimpinan salah satu partai politik yang tergabung dalam gabungan partai politik tersebut? Dalam pasal 42A ayat (3) butir (d) disebutkan bahwa pasangan calon yang diajukan oleh partai politik atau gabungan partai politik dan juga pasangan calon perseorangan seperti yang diatur dalam pasal 42A ayat (4) butir (c), diwajibkan untuk menyerahkan surat pernyataan bertempat tinggal yang ditandatangani oleh calon yang bersangkutan, sedangkan syarat domisili atau syarat bertempat tinggal tidak termasuk dalam syarat pencalonan yang diatur dalam pasal 39. Hal ini jelas menunjukkan adanya inkonsistensi dalam draft RUU DPR ini. 10. Partai Politik atau Gabungan Partai Politik yang Mendaftarkan Calon atau Pasangan Calon yang Sama (Pasal 42A ayat (2) dan ayat (5)) Di dalam draft usulan DPR di dalam pasal 42A ayat (2), dinyatakan bahwa calon yang telah didaftarkan kepada KPUD tidak boleh dicalonkan lagi oleh partai politik atau gabungan partai politik lainnya yang mendaftarkan kemudian. Di dalam pasal 42A ayat (5) disebutkan bahwa dalam hal terdapat pasangan calon yang sama atau salah seorang di antara pasangan calon tersebut sama sebagaimana dimaksud pada ayat (2), KPUD menolak pendaftarannya dengan memperhatikan pasangan calon yang memenuhi persyaratan undangundang. Di dalam Penjelasan pasal tersebut dijelaskan bahwa dalam hal terdapat pasangan Kepala Daerah atau Wakil Kepala Daerah yang sama, yaitu nama pasangan Kepala Daerah dengan Wakil Kepala Daerah atau salah satu nama pada pasangan calon lainnya yang diajukan oleh lebih dari satu partai politik atau gabungan partai politik, KPUD berhak menolak pendaftaran calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah yang mendaftarkan pasangan calonnya kemudian. Apabila pasangan calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah yang mendaftar kemudian yang lebih memenuhi syarat menurut ketentuan undangundang ini, maka yang dinyatakan sah adalah pasangan yang memenuhi persyaratan dimaksud. Ketentuan pasal ini membingungkan dan mungkin akan dapat menimbulkan keraguan mengenai legitimasi pasangan calon yang berhasil didaftarkan dan dinyatakan sah oleh KPUD. Mungkin akan lebih tidak membingungkan, misalnya, jika KPUD diberikan wewenang untuk menolak pendaftaran pasangan calon atau salah satu calon dari satu pasangan calon yang sama yang diajukan oleh partai politik atau gabungan partai politik yang mendaftarkannya kemudian. Di dalam hal ini, partai politik atau gabungan partai politik yang pendaftaran pasangan calonnya atau salah satu calonnya ditolak oleh KPUD dapat mengajukan lagi calon atau pasangan calon yang lain untuk menggantikan calon/pasangan calon yang telah ditolak oleh KPUD, dalam batasan waktu yang dapat ditoleransi sehingga 15

17 mencukupi untuk proses verifikasi calon/pasangan calon oleh KPUD, pengumuman nama pasangan calon kepada pemilih, dan pembuatan serta pendistribusian surat suara ke seluruh TPS. 11. Perbaikan terhadap Kelengkapan Persyaratan Calon (pasal 43) Pasal 43 ayat (4) draft RUU DPR menyatakan bahwa dalam hal pasangan calon ditolak karena tidak memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam pasal 39, maka partai politik atau gabungan partai politik atau perseorangan yang mencalonkan diberi kesempatan untuk melengkapi dan/atau memperbaiki kelengkapan persyaratan tersebut, atau mengajukan calon baru paling lambat 7 hari setelah saat pemberitahuan dari KPUD mengenai hal ini. Waktu yang diberikan kepada calon untuk melengkapi atau memperbaiki kelengkapan persyaratannya masing-masing memang diperlukan dan penting untuk mengurangi kontroversi-kontroversi politik yang mungkin akan terjadi pada saat proses penelitian calon dan penetapan calon oleh KPUD. Jangka waktu ini juga penting untuk menyediakan pemilih sebanyak mungkin pasangan calon yang dapat dipilih dalam pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah, dengan meningkatkan kesempatan bagi calon-calon yang memenuhi syarat untuk berkompetisi dalam pemilihan ini. Ketentuan pasal ini juga sejalan dengan dengan mekanisme pencalonan dalam pemilihan umum anggota DPR, DPD dan DPRD, dan pemilihan umum Presiden dan Wakil Presiden sesuai dengan UU 12/2003 dan UU 23/2003. Namun, walau bagaimanapun juga, ketentuan untuk memberikan kesempatan kepada partai politik, gabungan partai politik, atau perseorangan yang mencalonkan untuk mengganti calon yang telah didaftarkan sebelumnya memiliki potensi untuk menimbulkan konflik dan kontroversi politik. Jika partai politik, gabungan partai politik, atau perseorangan dapat secara sepihak mengubah dan mengganti calonnya yang telah didaftarkan kepada KPUD tanpa alasan yang jelas, maka hal ini mungkin akan dapat menciptakan konflik internal di dalam partai politik sendiri dan juga dengan konstituen partainya. Ketentuan pasal ini tidak konsisten dengan syarat pendaftaran calon dalam pasal 42A ayat (3) butir (a) yang mewajibkan pasangan calon untuk menyerahkan surat pencalonan yang ditandatangani oleh pimpinan partai politik atau gabungan partai politik. Ketentuan pasal 43 ayat (4) membolehkan partai politik atau gabungan partai politik untuk mengubah keputusan mereka sendiri. Jika ketentuan ini dimaksudkan untuk memberikan kesempatan kepada calon untuk menarik diri dari pencalonannya, di sisi lain diasumsikan bahwa penarikan pencalonan tidak diperbolehkan menurut pasal 42A ayat (3), yang mengharuskan pasangan calon untuk menyerahkan surat pernyataan kesediaan menjadi Gubernur/Wakil Gubernur, Walikota/Wakil Walikota dan Bupati/Wakil Bupati jika terpilih, yang diserahkan pada saat pendaftaran pasangan calon ke KPUD. 16

18 Nampaknya ketentuan dalam draft RUU DPR ini mengharuskan partai politik atau gabungan partai politik yang mencalonkan dan pasangan calon yang dicalonkannya untuk bersama-sama menyetujui pencalonan ini sebelum mendaftarkan pasangan calonnya kepada KPUD, dan bukan setelah proses pendaftaran dimulai. Mungkin bisa dilakukan upaya untuk membatasi penggantian calon hanya jika calon atau pasangan calon meninggal dunia, atau berhalangan tetap, atau apabila terbukti tidak lagi memenuhi syarat-syarat pencalonan dalam pasal 39 dalam hal, misalnya jika calon dengan sengaja mengubah kewarganegaraannya menjadi warga negara asing (pasal 39 butir (c)), atau calon dijatuhi hukuman pidana penjara oleh sebuah keputusan pengadilan yang bersifat final dan telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena terbukti melakukan perbuatan pengkhianatan terhadap negara (pasal 39 butir (d)), atau dijatuhi pidana penjara oleh sebuah keputusan pengadilan yang bersifat final dan telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena terbukti melakukan tindak pidana yang ancaman hukumannya berupa pidana penjara selama 5 tahun atau lebih (pasal 39 butir (o)), atau terbukti melakukan perbuatan tercela (pasal 39 butir (l)), atau tidak dapat berpartisipasi dalam masa pemilihan secara permanen. Ketentuan mengenai penggantian calon atau pasangan calon yang telah didaftarkan dalam undang-undang ini perlu disusun untuk mencegah partai politik atau gabungan partai politik untuk secara sepihak mengubah atau mengganti pasangan calon yang telah mereka daftarkan, dan juga untuk mencegah calon untuk secara sepihak menarik diri dari pemilihan. Ketentuan pasal 43 ayat (7) dari draft DPR ini juga perlu dipertimbangkan lebih jauh. Pasal 43 ayat (7) menyatakan bahwa pasangan calon atau salah satu calon meninggal dunia, partai politik atau gabungan partai politik, atau perseorangan yang mendaftarkan calon tersebut dapat mengusulkan penggantinya. Ketentuan mengenai penggantian calon sangat diperlukan apabila calon meninggal dunia, namun batasan waktu untuk mengusulkan pengganti perlu mempertimbangkan dan memperhitungkan kecukupan waktu yang diperlukan untuk melakukan verifikasi terhadap kelengkapan syarat-syarat dari calon pengganti, dan juga waktu yang cukup untuk menempatkan calon pengganti dalam proses pengorganisasian pemilihan, seperti pencetakan dan pendistribusian surat suara ke seluruh tempat pemungutan suara. Apa yang akan terjadi jika seorang calon dari satu pasangan calon meninggal dunia tiga hari sebelum hari pemungutan suara? Sepertinya tidak mungkin KPUD mempunyai cukup waktu untuk melakukan verifikasi terhadap persyaratan calon pengganti, mencetak dan mendistribusikan surat suara yang baru untuk pemilihan hanya dalam waktu 3 hari. Ketentuan tentang pembatasan waktu untuk mengganti calon yang meninggal dunia perlu diputuskan secara hati-hati. Penggantian calon juga dimungkinkan dalam hal partai politik atau gabungan partai politik atau perseorangan mendaftarkan calon atau pasangan calon yang sama, dapat dirumuskan ketentuan bahwa partai politik atau gabungan partai politik yang mendaftarkan calon atau pasangan calon yang sama untuk 17

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di KETERANGAN PENGUSUL ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 1999 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2008 TENTANG 1 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 6 TAHUN 2005 TENTANG PEMILIHAN, PENGESAHAN PENGANGKATAN, DAN PEMBERHENTIAN KEPALA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 6 TAHUN 2005 TENTANG PEMILIHAN, PENGESAHAN PENGANGKATAN, DAN PEMBERHENTIAN KEPALA DAERAH

Lebih terperinci

2008, No.59 2 c. bahwa dalam penyelenggaraan pemilihan kepala pemerintah daerah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pem

2008, No.59 2 c. bahwa dalam penyelenggaraan pemilihan kepala pemerintah daerah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pem LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.59, 2008 OTONOMI. Pemerintah. Pemilihan. Kepala Daerah. Perubahan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844) UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

QANUN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR 3 TAHUN 2005 TENTANG

QANUN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR 3 TAHUN 2005 TENTANG QANUN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR 3 TAHUN 2005 TENTANG PERUBAHAN ATAS QANUN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR/WAKIL GUBERNUR, BUPATI/WAKIL BUPATI

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG- UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN TENTANG

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN TENTANG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2008. TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH I. UMUM Sebagaimana

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2003 TENTANG SUSUNAN DAN KEDUDUKAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH DENGAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2003 TENTANG SUSUNAN DAN KEDUDUKAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH DENGAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2003 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2003 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2003 TENTANG SUSUNAN DAN KEDUDUKAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH DENGAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA DRAFT 24 SEPT 2014 - DPRD UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA PEMILIHAN GUBERNUR DAN WAKIL GUBERNUR, BUPATI DAN WAKIL BUPATI, SERTA WALIKOTA DAN

Lebih terperinci

UU 22/2003, SUSUNAN DAN KEDUDUKAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

UU 22/2003, SUSUNAN DAN KEDUDUKAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH Copyright (C) 2000 BPHN UU 22/2003, SUSUNAN DAN KEDUDUKAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH *14124 UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

PILPRES & PILKADA (Pemilihan Presiden dan Pemilihan Kepala Daerah)

PILPRES & PILKADA (Pemilihan Presiden dan Pemilihan Kepala Daerah) PILPRES & PILKADA (Pemilihan Presiden dan Pemilihan Kepala Daerah) R. Herlambang Perdana Wiratraman, SH., MA. Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya, 21 Mei 2008 Pokok

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2005 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2005 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2005 TENTANG PEMILIHAN, PENGESAHAN PENGANGKATAN, DAN PEMBERHENTIAN KEPALA DAERAH DAN WAKIL KEPALA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 151 TAHUN 2000 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 151 TAHUN 2000 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 151 TAHUN 2000 TENTANG TATACARA PEMILIHAN, PENGESAHAN, DAN PEMBERHENTIAN KEPALA DAERAH DAN WAKIL KEPALA DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2009 TENTANG MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2004 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN PERATURAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2004 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN PERATURAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2004 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN PERATURAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa sebagai pelaksanaan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2005 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2005 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2005 TENTANG PEMILIHAN, PENGESAHAN PENGANGKATAN, DAN PEMBERHENTIAN KEPALA DAERAH DAN WAKIL KEPALA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR DAN WAKIL GUBERNUR, BUPATI DAN WAKIL BUPATI, SERTA WALIKOTA DAN WAKIL WALIKOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2001 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2001 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2001 TENTANG OTONOMI KHUSUS BAGI PROVINSI DAERAH ISTIMEWA ACEH SEBAGAI PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2003 TENTANG PEMILIHAN UMUM PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2003 TENTANG PEMILIHAN UMUM PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2003 TENTANG PEMILIHAN UMUM PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN I. UMUM 1. Dasar Pemikiran Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2001 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2001 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2001 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka penyelenggaraan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2001 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2001 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2001 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka penyelenggaraan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA SALINAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

DAFTAR PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI TENTANG PENGUJIAN UU PEMILU DAN PILKADA

DAFTAR PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI TENTANG PENGUJIAN UU PEMILU DAN PILKADA DAFTAR PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI TENTANG PENGUJIAN UU PEMILU DAN PILKADA NO NO. PUTUSAN TANGGAL ISI PUTUSAN 1 011-017/PUU-I/2003 LARANGAN MENJADI ANGGOTA DPR, DPD, DPRD PROVINSI, DAN DPRD KABUPATEN/KOTA

Lebih terperinci

PEMILIHAN UMUM. R. Herlambang Perdana Wiratraman, SH., MA. Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya, 6 Juni 2008

PEMILIHAN UMUM. R. Herlambang Perdana Wiratraman, SH., MA. Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya, 6 Juni 2008 PEMILIHAN UMUM R. Herlambang Perdana Wiratraman, SH., MA. Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya, 6 Juni 2008 Sub Pokok Bahasan Memahami Sistem Pemilu dalam Ketatanegaraan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2009 TENTANG MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 51/PUU-XIII/2015 Pembentukan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015, Pengusungan Pasangan Calon oleh Partai Politik, Sanksi Pidana Penyalahgunaan Jabatan dalam Penyelenggaraan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.245, 2014 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PEMERINTAH DAERAH. Pemilihan. Gubernur. Bupati. Walikota. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5588) PERATURAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 151 TAHUN 2000 (151/2000) TENTANG TATACARA PEMILIHAN, PENGESAHAN, DAN PEMBERHENTIAN KEPALA DAERAH DAN WAKIL KEPALA DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2015 TENTANG

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2015 TENTANG RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN

Lebih terperinci

PERUBAHAN KETIGA UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN

PERUBAHAN KETIGA UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PERUBAHAN KETIGA UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945-77 - - 78 - MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PERUBAHAN KETIGA

Lebih terperinci

MEKANISME DAN MASALAH-MASALAH KRUSIAL YANG DIHADAPI DALAM PEMILIHAN KEPALA DAERAH SECARA LANGSUNG. Oleh : Nurul Huda, SH Mhum

MEKANISME DAN MASALAH-MASALAH KRUSIAL YANG DIHADAPI DALAM PEMILIHAN KEPALA DAERAH SECARA LANGSUNG. Oleh : Nurul Huda, SH Mhum MEKANISME DAN MASALAH-MASALAH KRUSIAL YANG DIHADAPI DALAM PEMILIHAN KEPALA DAERAH SECARA LANGSUNG Oleh : Nurul Huda, SH Mhum Abstrak Pemilihan Kepala Daerah secara langsung, yang tidak lagi menjadi kewenangan

Lebih terperinci

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 72/PUU-X/2012 Tentang Keberadaan Fraksi Dalam MPR, DPR, DPD dan DPRD

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 72/PUU-X/2012 Tentang Keberadaan Fraksi Dalam MPR, DPR, DPD dan DPRD RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 72/PUU-X/2012 Tentang Keberadaan Fraksi Dalam MPR, DPR, DPD dan DPRD I. PEMOHON Gerakan Nasional Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (GN-PK), dalam

Lebih terperinci

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA MATERI AUDIENSI DAN DIALOG DENGAN FINALIS CERDAS CERMAT PANCASILA, UUD NEGARA RI TAHUN 1945, NKRI, BHINNEKA TUNGGAL IKA, DAN KETETAPAN MPR Dr. H. Marzuki Alie

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH [LN 2008/59, TLN 4844]

UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH [LN 2008/59, TLN 4844] UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH [LN 2008/59, TLN 4844] 14. Ketentuan Pasal 115 ditambah 3 (tiga) ayat, yakni

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.23, 2015 PEMERINTAHAN DAERAH. Pemilihan. Gubernur. Bupati. Walikota. Penetapan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5656) UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM NOMOR 07 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN TATA CARA PENCALONAN PEMILIHAN UMUM KEPALA DAERAH DAN WAKIL KEPALA DAERAH

PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM NOMOR 07 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN TATA CARA PENCALONAN PEMILIHAN UMUM KEPALA DAERAH DAN WAKIL KEPALA DAERAH PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM NOMOR 07 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN TATA CARA PENCALONAN PEMILIHAN UMUM KEPALA DAERAH DAN WAKIL KEPALA DAERAH KOMISI PEMILIHAN UMUM, Menimbang : a. bahwa ketentuan Pasal

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

QANUN ACEH NOMOR 7 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM DI ACEH BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM GUBERNUR NANGGROE ACEH DARUSSALAM,

QANUN ACEH NOMOR 7 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM DI ACEH BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM GUBERNUR NANGGROE ACEH DARUSSALAM, QANUN ACEH NOMOR 7 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM DI ACEH BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM GUBERNUR NANGGROE ACEH DARUSSALAM, Menimbang : a. bahwa pemilihan umum secara langsung, umum, bebas,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.182, 2014 LEGISLATIF. MPR. DPR. DPD. DPRD. Kedudukan. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5568) UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

PP 33/1999, PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 1999 TENTANG PEMILIHAN UMUM. Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PP 33/1999, PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 1999 TENTANG PEMILIHAN UMUM. Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PP 33/1999, PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 1999 TENTANG PEMILIHAN UMUM Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 33 TAHUN 1999 (33/1999) Tanggal: 19 MEI 1999 (JAKARTA) Tentang: PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2004 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN PERATURAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2004 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN PERATURAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2004 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN PERATURAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa sebagai pelaksanaan

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 51/PUU-XIII/2015 Pembentukan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015, Pengusungan Pasangan Calon oleh Partai Politik, Sanksi Pidana Penyalahgunaan Jabatan dalam Penyelenggaraan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam rangka mewujudkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI MAHKAMAH KONSTITUSI, MAHKAMAH AGUNG, PEMILIHAN KEPALA DAERAH

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI MAHKAMAH KONSTITUSI, MAHKAMAH AGUNG, PEMILIHAN KEPALA DAERAH BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI MAHKAMAH KONSTITUSI, MAHKAMAH AGUNG, PEMILIHAN KEPALA DAERAH 2.1. Tinjauan Umum Mengenai Mahkamah Konstitusi 2.1.1. Pengertian Mahkamah Konstitusi Mahkamah Konstitusi merupakan

Lebih terperinci

Hubungan Antar Lembaga Negara IRFAN SETIAWAN, S.IP, M.SI

Hubungan Antar Lembaga Negara IRFAN SETIAWAN, S.IP, M.SI Hubungan Antar Lembaga Negara IRFAN SETIAWAN, S.IP, M.SI Lembaga negara merupakan lembaga pemerintahan negara yang berkedudukan di pusat yang fungsi, tugas, dan kewenangannya diatur secara tegas dalam

Lebih terperinci

I. UMUM. serasi... serasi antara Pemerintah dan Daerah serta antar Daerah untuk menjaga keutuhan

I. UMUM. serasi... serasi antara Pemerintah dan Daerah serta antar Daerah untuk menjaga keutuhan PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2005 TENTANG TATACARA PEMILIHAN, PENGESAHAN PENGANGKATAN DAN PEMBERHENTIAN KEPALA DAERAH DAN WAKIL KEPALA DAERAH I. UMUM Sejalan dengan

Lebih terperinci

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di BEBERAPA MASUKAN UNTUK PERUBAHAN UU PEMILU LEGISLATIF A. Umum Meski Pemilu 2004 dinilai berlangsung cukup lancar, namun banyak pihak yang merasa kecewa atas penyelenggaraan pemilihan umum tersebut, terutama

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 151 TAHUN 2000 TENTANG TATA CARA PEMILIHAN, PENGESAHAN, DAN PEMBERHENTIAN KEPALA DAERAH DAN WAKIL KEPALA DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a.

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA MENJADI UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2003 TENTANG

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2003 TENTANG top PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2003 TENTANG PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH I. UMUM 1. Dasar

Lebih terperinci

Tugas dan Wewenang serta Dasar Hukum Lembaga Negara

Tugas dan Wewenang serta Dasar Hukum Lembaga Negara Tugas dan Wewenang serta Dasar Hukum Lembaga Negara Bagan Lembaga Negara Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Tugas dan Wewenang MPR Berikut tugas dan wewenang dari Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR).

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 151 TAHUN 2000 TENTANG

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 151 TAHUN 2000 TENTANG PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 151 TAHUN 2000 TENTANG TATACARA PEMILIHAN, PENGESAHAN, DAN PEMBERHENTIAN KEPALA DAERAH DAN WAKIL KEPALA DAERAH I. UMUM Sejalan dengan pelaksanaan

Lebih terperinci

RENCANA PENYUSUNAN RANCANGAN PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM TAHUN 2017 NO JUDUL RANCANGAN PERATURAN UNIT KERJA

RENCANA PENYUSUNAN RANCANGAN PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM TAHUN 2017 NO JUDUL RANCANGAN PERATURAN UNIT KERJA - 2-2. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 101, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5246); 3. Undang-Undang

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No.5586 TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI PEMERINTAH DAERAH. Pemilihan. Gubernur. Bupati. Walikota. Pencabutan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 243) PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, MEMUTUSKAN:

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, MEMUTUSKAN: PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2005 TENTANG PEMILIHAN, PENGESAHAN PENGANGKATAN, DAN PEMBERHENTIAN KEPALA DAERAH DAN WAKIL KEPALA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA MENJADI UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 1999 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 1999 TENTANG PEMILIHAN UMUM

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 1999 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 1999 TENTANG PEMILIHAN UMUM PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 1999 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 1999 TENTANG PEMILIHAN UMUM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 6 TAHUN 2005 TENTANG PEMILIHAN, PENGESAHAN PENGANGKATAN, DAN PEMBERHENTIAN KEPALA DAERAH DAN WAKIL KEPALA

Lebih terperinci

ANOTASI UNDANG-UNDANG BERDASARKAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2014 TENTANG

ANOTASI UNDANG-UNDANG BERDASARKAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2014 TENTANG ANOTASI UNDANG-UNDANG BERDASARKAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2014 TENTANG MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2001 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2001 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2001 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka penyelenggaraan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL Menimbang: DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 1 of 24 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM NOMOR 61 TAHUN 2009 TENTANG KOMISI PEMILIHAN UMUM,

PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM NOMOR 61 TAHUN 2009 TENTANG KOMISI PEMILIHAN UMUM, KOMISI PEMILIHAN UMUM PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM NOMOR 61 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN TEKNIS PENETAPAN JUMLAH DAN TATA CARA PENGISIAN KEANGGOTAAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI ATAU DEWAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG

Lebih terperinci

Pemilihan Gubernur/Wakil Gubernur, Bupati/Wakil/Bupati dan Walikota/Wakil Walikota di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Provinsi Nanggroe Aceh

Pemilihan Gubernur/Wakil Gubernur, Bupati/Wakil/Bupati dan Walikota/Wakil Walikota di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Provinsi Nanggroe Aceh LAMPIRAN I Perbandingan Umum antara Draf Rancangan Qanun usulan CETRO, usulan IRI, usulan Tim Inisiator DPRD Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, dan Qanun Nomor 2 Tahun 2004 No. Perihal Rancangan Qanun

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN PANITIA PENGAWAS PEMILIHAN ACEH, PANITIA PENGAWAS PEMILIHAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2007 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2007 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2007 TENTANG PEMERINTAHAN PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA SEBAGAI IBUKOTA NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

LAMPIRAN PERATURAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA

LAMPIRAN PERATURAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN PERATURAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PERTIMBANGAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG PEMILIHAN ANGGOTA BADAN PEMERIKSA KEUANGAN

Lebih terperinci

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di oleh Pemerintah. 1256. (4) Untuk pelaksanaan urusan wajib sebagaimana dimaksud pada ayat (3) mengacu pada standar pelayanan minimum yang ditetapkan oleh Pemerintah. 1257. (5) Urusan pilihan sebagaimana

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2001 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2001 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2001 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa dalam rangka penyelenggaraan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 108 TAHUN 2000 TENTANG TATACARA PERTANGGUNGJAWABAN KEPALA DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 108 TAHUN 2000 TENTANG TATACARA PERTANGGUNGJAWABAN KEPALA DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 108 TAHUN 2000 TENTANG TATACARA PERTANGGUNGJAWABAN KEPALA DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa berdasarkan Pasal 31 ayat (2) dan Pasal

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2003 TENTANG PEMILIHAN UMUM PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2003 TENTANG PEMILIHAN UMUM PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2003 TENTANG PEMILIHAN UMUM PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

QANUN ACEH NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM DAN PEMILIHAN DI ACEH

QANUN ACEH NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM DAN PEMILIHAN DI ACEH QANUN ACEH NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM DAN PEMILIHAN DI ACEH BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA PENGASIH LAGI MAHA PENYAYANG ATAS RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA

Lebih terperinci

MEMUTUSKAN : BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1

MEMUTUSKAN : BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1 d. bahwa berdasarkan pada ketentuan tersebut pada huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan peraturan Komisi Pemilihan Umum tentang pedoman teknis verifikasi syarat calon pengganti antarwaktu Anggota

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2003 TENTANG PEMILIHAN UMUM PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2003 TENTANG PEMILIHAN UMUM PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2003 TENTANG PEMILIHAN UMUM PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam rangka mewujudkan

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN, PEMBERHENTIAN, DAN PENGGANTIAN ANTAR WAKTU BADAN PENGAWAS

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2007 TENTANG PARTAI POLITIK LOKAL DI ACEH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2007 TENTANG PARTAI POLITIK LOKAL DI ACEH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2007 TENTANG PARTAI POLITIK LOKAL DI ACEH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR.. TAHUN 2009 TENTANG MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2003 TENTANG PEMILIHAN UMUM PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2003 TENTANG PEMILIHAN UMUM PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2003 TENTANG PEMILIHAN UMUM PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

Kata Pengantar. Surabaya, 09 Mei Purnomo S. Pringgodigdo, SH., MH.

Kata Pengantar. Surabaya, 09 Mei Purnomo S. Pringgodigdo, SH., MH. Kata Pengantar Buku ini merupakan e-book kedua yang saya hasilkan. Sebagaimana e-book yang pertama, buku ini juga merupakan hasil dari kegundahan ketika mempelajari pasal pasal yang ada, khususnya terkait

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2007 TENTANG PEMERINTAHAN PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA SEBAGAI IBUKOTA NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 1999 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 1999 TENTANG PEMILIHAN UMUM

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 1999 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 1999 TENTANG PEMILIHAN UMUM PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 33 TAHUN 1999 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 1999 TENTANG PEMILIHAN UMUM PRESIDEN, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 84 Undang-undang Nomor

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. penelitian ini, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

BAB V PENUTUP. penelitian ini, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Setelah melakukan penelitian dan menguraikan tiga permasalahan dalam penelitian ini, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Putusan-putusan Mahkamah Konstitusi dalam

Lebih terperinci