TINJAUAN YURIDIS KEWENANGAN BIDAN BERDASARKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR 1464/MENKES/KES/PER/2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PRAKTEK BIDAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "TINJAUAN YURIDIS KEWENANGAN BIDAN BERDASARKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR 1464/MENKES/KES/PER/2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PRAKTEK BIDAN"

Transkripsi

1 TINJAUAN YURIDIS KEWENANGAN BIDAN BERDASARKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR 1464/MENKES/KES/PER/2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PRAKTEK BIDAN Oleh: Naimah 1 Dosen Universitas Lumajang Jl. Musi No.12 Lumajang Salsabila_ima@yahoo.co.id ABSTRACT Section 1 sentence ( 6) UU Number 36 Year 2009 About Health, mentioning such with Energy health [is] each and everyone which devoted x'self in the field of health and also have skill and/or knowledge [pass/through] education [in] health area which is for certain type need kewenangan to strive health. Midwife authority mean midwife rights or ability to give pelayaan of health of[is which midwife also have certain obligation, midwife kewenangan have been arranged in Permenkes Number 1464/MENKES/KES/PER/2010, but in running its practice [of] midwife which there [is] still [do] not run regulation going into effect, with reason [do] not know new regulation, though in Indonesia everybody assumed [by] law soybean cake [do] not aside from midwife. Therefore writer interest to analyse midwife authority pursuant to Permenkes Number 1464/MENKES/KES/ PER/2010. base of authority midwife very coherent and strong because have been arranged by [Code/Law] Number 36 Year 2009 Section 23, and for technical execution [of] him have been delegated to [pass/through] section 23 sentence ( 5) the [code/law] to regulation of minister and [is] in this case arranged in Regulation Of Minister for Public Health ( Permenkes) Number 1464/Menkes/Per/X/2010 about Permit and of Penyelenggaran Praktik Midwife. authority Midwife pursuant to Regulation Of Minister for Public Health ( Permenkes) Number 1464/Menkes/Per/X/2010 that is is First, authority Midwife in general, Both. Kewenangan In Running Governmental Program, Third, authority Midwife running praktik [in] area which [do] not have doctor. Keyword: Authority, Care, Midwives 1 Dosen Program studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Lumajang (UNILU)-Lumajang.

2 PENDAHULUAN Kesehatan merupakan modal utama manusia dalam menjalankan aktifitas seharihari. 2 Keberhasilan upaya kesehatan salah satunya tergantung pada ketersediaan sumber daya kesehatan yang berupa tenaga kesehatan 3. Pada awalnya profesi di dunia kesehatan yang diakui oleh masyarakat adalah profesi kedokteran. Namun belakangan pekerjaan keperawatan dan kebidanan mulai dikembangkan secara sungguh-sungguh sebagai profesi sendiri dengan body of know ledge dan bentuk pelayanan tersendiri pula. 4 Pasal 1 ayat (6) UU Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan, menyebutkan yang dimaksud dengan Tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan. Ketersediaan tenaga kesehatan harus diikuti dengan profesionalitas kerja agar pelayanan kesehatan mempunyai mutu 2 Safitri Hariyani Sengketa Medik : Alternatif Penyelesaian Perselisihan Antara Dokter dengan Pasien. Jakarta: Diadit Media. Hal 1. 3 Sri Praptianingsih Kedudukan Hukum Perawat dalam Upaya Kesehatan di Rumah Sakit. Jakarta: RajaGrafindo Persada. Hal Sofyawan Dahlan Hukum Kesehatan Rambu-rambu Profesi Dokter. Semarang: Universitas Diponegoro. Hal-21. yang bagus dan sesuai dengan standar. Adapun yang dimaksud Standar adalah pedoman yang harus dipergunakan sebagai petunjuk dalam menjalankan profesi yang meliputi standar pelayanan, standar profesi, dan standar operasional prosedur (Pasal 1 ayat (6) Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1464/ MENKES/ KES/PER/2010). Ditinjau dari sudut pandang hukum kesehatan, standar pelayanan medis mempunyai dua tujuan yaitu Pertama, untuk melindungi masyarakat dari praktik-praktik yang tidak sesuai standar profesi. Kedua, melindungi anggota profesi dari tuntutan masyarakat yang tidak wajar 5. Penentuan dari indikasi dan pelaksanaan dari tindakan medis itu haruslah dilakukan sesuai dengan standar medis yang berlaku. 6 Oleh karena itu setiap tenaga kesehatan harus memperhatikan standar yang berlaku di profesinya termasuk bidan, selain itu bidan juga harus patuh pada Kode Etik Kebidanan. Kode etik Kebidanan merupakan suatu pernyataan komprehensif profesi yang memberikan tuntunan bagi bidan untuk melaksanakan praktek kebidanan baik yang berhubungan dengan 5 Bahder Johan Nasution Hukum Kesehatan Pertanggungjawaban. Jakarta: Rineka Cipta. Hal H. J. J. Lenan dan P. A. F. Lamintang Pelayanan Kesehatan dan Hukum : suatu studi Tentang Hukum Kesehatan. Bandung: Rineka Cipta. Hal 34.

3 kesejahteraan keluarga, masyarakat, teman sejawat, profesi dan dirinya. 7 Supaya sesuai standar dan kode etik, seorang bidan dalam menjalankan profesinya harus memperhatikan norma dan aturan yang berlaku. Norma adalah suatu ukuran atau patokan bagi seseorang dalam bertindak atau bertingka laku dalam masyarakat, intinya norma adalah segala aturan yang harus dipatuhi 8. Norma merupakan aturan atau kaidah yang dipakai sebagai tolok ukur untuk menilai sesuatu. Ada tiga macam norma yang dapat dijadikan pedoman bagi manusia untuk berperilaku dalam masyarakat, yaitu: 1. Etika atau Norma kesopanan 2. Norma Hukum 3. Norma moral atau etika. 9 Norma hukum merupakan peraturan yang dibuat secara resmi oleh negara yang mengikat semua orang dan berlakunya dapat dipaksakan oleh aparat negara sehingga kaidah hukum dapat selalu dipertahankan berlakunya. 10 Bidan sebagai salah satu Profesi yang berhubungan dengan pelayanan kesehatan bagi masyarakat. Dalam 7 Sofyan, Mustika,dkk Bidan Menyongsong Masa Depan. Jakarta: PP IBI. Hal-76 8 Maria Farida Indrati Soeprapto Ilmu Perundang-undangan dasar-dasar dan pembentukannya. Yogyakarta: Kanisius. Hal-6. 9 Anny.Isfandyarie Malpraktek dan Resiko Medik dalam Kajian Hukum Pidana. Jakarta: Prestasi Pustaka. Hal Anny Isfandyarie. Ibid. hal- 3 menjalankan profesinya harus mematuhi norma hukum yang berlaku bagi tenaga kesehatan pada umumnya dan khususnya bagi bidan. Norma hukum yang dimaksud dalam hal ini salah satunya adalah peraturan perundang-undangan yang ada di Indonesia, yang mengatur penyelenggaraan praktek bidan. Penyelenggaraan praktek Bidan diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1464/MENKES/KES/PER/2010. Adanya peraturan ini menjadikan dua peraturan sebelumnya tidak berlaku, Sebagaimana yang tercantum dalam Ketentuan Penutup Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1464/ MENKES/ KES/ PER/2010 yaitu pasal 29, peraturan ini sejak ditetapkannya mencabut dua aturan yang berlaku sebelumnya yaitu: a. Menteri Kesehatan Nomor 900/MENKES/SK/VII/2002 dan b. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor HK /Menkes/149/I/2010 Tugas dan Kewenangan bidan dalam peraturan ini diatur dengan jelas, namun ada pro dan kontra terhadap peraturan ini karena banyak perbedaan dari peraturan semula yaitu Keputusa menteri Kesehatan Nomor 900/ MENKES/ SK/VII/2002 dan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor HK / Menkes/ 149/I/2010. Peraturan menteri Kesehatan Nomor 1464/ MENKES/ KES/ PER/2010 banyak yang menganggap

4 mempersempit ruang gerak bidan dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Ada juga yang berpendapat hal tersebut wajar saja karena disamping bidan ada dokter dan dokter specialis Kandungan yang juga mempunyai tugas memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat sesuai dengan wewenangnya. Hasil penelitian tahun 2012 yang dilakukan oleh Fitriani Nur Damayanti 11 Semarang, menyebutkan ada beberapa Bidan yang melakukan Praktek Mandiri Masih menggunakan atau menerapkan Kepmenkes Nomor 900/ MENKES/ SK/ VII/2002, meski sudah ada Permenkes 1464 alasan mereka sebagian karena tidak mengetahui Permenkes Nomor 1464/MENKES/KES/PER/2010 di sehingga tidak mengetahui perbedaan kewenangan bidan setelah keluarnya permenkes nomor 1464 tahun Permasalahan ketidaktahuan bidan akan peraturan yang baru (permenkes nomor 1464 tahun 2010) mengenai kewenangan bidan adalah fakta dilapangan, dan hal itu dimungkinkan bukan hanya di 11 Fitriani Nur Damayanti. Perbandingan antara Kepemilikan Kompetensi Bidan Dengan Pelaksanaan Kewenangan bidan dalam Pelayanan Kebidanan pada Bidan Praktik Mandiri menurut kepmenkes no. 900/menkes/sk/vii/2002, permenkes no. Hk.02.02/menkes/149/2010 dan permenkes no. 1464/menkes/per/x/2010 di Kota Semarang. Semarang saja bahkan di daerah-daerah lain apalagi di daerah terpencil yang minim akses informasi. Selain itu banyak bidan yang pro dan kontra terhadap adanya peraturan bidan yang baru tersebut. Berdasarkan hal tersebut penulis tertarik untuk membahas Tinjauan Yuridis kewenangan bidan berdasarkan Permenkes Nomor 1464/MENKES/KES/ PER/2010. Pembahasan ini menjadi penting karena semua orang yang ada di Indonesia dianggap tahu hukum tidak terkecuali bidan, sehingga alasan ketidaktahuan mereka akan peraturan baru tidak berlaku di depan hukum, selain itu pembahasan ini diharapkan memudahkan bidan dalam memahami kewenangannya sesuai peraturan yang berlaku saat ini, sehingga mereka dapat menjalankan tugas dan wewenangnya sesuai standart dan ketentuan yang berlaku. (asas) Dari latar belakang di atas tulisan ini akan menjawab beberapa persoalan sebagai berikut: 1. Bagaimanakah dasar hukum kewenangan Bidan dalam memberikan pelayanan kesehatan? 2. Apa sajakah wewenang bidan berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 1464/Menkes/Per/X/2010?

5 PEMBAHASAN Tinjauan Yuridis Kewenanan Bidan berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 1464/Menkes/Per/X/2010 Penyelenggaraan dan Praktek Bidan tentang A. Dasar Kewenangan Bidan dalam 12 memberikan pelayanan kesehatan Menurut Wila Chandrawila Supriadi seorang tenaga kesehatan yang melakukan pekerjaan tanpa kewenangan, dapat dianggap melanggar salah satu standar profesi tenaga kesehatan 12. Wewenang menurut S.F. Marbun ialah kemampuan untuk melakukan suatu tindakan hukum publik, atau secara yuridis adalah kemampuan bertindak yang diberikan oleh undangundang yang berlaku untuk melakukan hubungan-hubungan hukum. 13 Kata dasar kewenangan adalah wenang atau wewenang. Menurut Kamus Bahasa Indonesia, wewenang adalah hak dan kekuasaan untuk bertindak atau menentukan sesuatu. Menurut kamus hukum, wenang adalah Wila Chandrawila Supriadi Hukum Kedokteran. Bandung: Mandar Maju. Hal Sadjijono Memahami Beberapa Bab Pokok Hukum Administrasi. Yogyakarta: LaksBang PRESSindo. Hal-50. hak untuk melaksanakan sesuatu, berarti secara harafiah kewenangan adalah dasar hak atau dasar kekuasaan. 14 Hak ialah Kewenangan yang melekat pada diri untuk melakukan atau tidak melakukan, memperoleh atau tidak memperolah sesuatu. 15 Kewenangan menurut P.Nicolai adalah kemampuan untuk melakukan tindakan hukum tertentu (yaitu tindakantindakan yang dimaksudkan untuk menimbulkan akibat hukum, dan mencakup mengenai timbulnya dan lenyapnya akibat tertentu. Kewenangan berisi hak dan kewajiban tertentu, hak berisi kebebasan untuk melakukan atau tidak melakukan tindakan tertentu atau menuntut pihak lain melakukan tindakan tertentu, sedangkan kewajiban memuat keharusan untuk melakukan atau tidak melakukan tindakan tertentu. 16 Senada dengan pendapat P. Nicolai, Bagir Manan juga berpendapat bahwa wewenang dalam bahasa hukum berarti hak dan kewajiban (rechten en plichten), berbeda dengan kekuasaan 14 Soerjono Soekanto & R. Otje Salman Disiplin Hukum dan Disiplin Sosial Jakarta: Rajawali Pers. Hal Mariana Amiruddin Kesehatan dan Hak Reproduksi Perempuan Panduan untuk Jurnalis, Jakarta: Yayasan Jurnal Perempuan (YJP) dan the Japan Foundation. hal Ridwan HR Hukum Administrasi Negara. Yogyakarta: UII Press. Hal

6 (macht) yang hanya menggambarkan hak untuk berbuat dan tidak berbuat. 17 Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa kewenangan ialah kemampuan atau hak untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu yang disertai dengan kewajiban untuk melakukan atau tidak melakukan tindakan tertentu. Kewenangan bidan berarti kemampuan atau hak bidan untuk memberikan pelayaan kesehatan yang mana bidan juga mempunyai kewajiban tertentu. Sesuai dengan dengan Undang- Undang Nomor 36 Tahun 2009 Pasal 23 ayat (1 dan 2) Tenaga kesehatan berwenang untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan, adapun pelayanan kesehatan yang dimaksud harus sesuai dengan bidang keahlian yang dimiliki. Selain itu dalam ayat (3) juga disebutkan bahwa dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan, tenaga kesehatan wajib memiliki izin dari pemerintah. Tenaga kesehatan yang dimaksud meliputi : 1. Tenaga medis; 2. Tenaga keperawatan dan bidan; 3. Tenaga kefarmasian; 17 Ridwan HR. Ibid. Hal tenaga kesehatan masyarakat; 5. tenaga gizi; 6. tenaga keterapian fisik; dan 7. tenaga keteknisian medis. Dari penjelasan di atas bidan masuk dalam salah satu tenaga kesehatan, yang mana untuk memperoleh kewenangan bidan juga harus mematuhi ketentuan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Pasal 23 ayat (3) yaitu memiliki izin. Bidan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan baik secara mandiri maupun di fasilitas pelayanan kesehatan wajib memiliki izin dari pemerintah. Dalam hal ini pemerintah diwakili oleh Departemen Kesehatan, Pemberian kewenangan kepada bidan yang sudah memenuhi syarat tertentu diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 1464/Menkes/Per/X/2010 tentang Izin dan Penyelenggaran Praktik Bidan. Syarat-syarat bidan agar mendapat kewenangan memberikan pelayanan kesehatan sesuai Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 1464/Menkes/Per/X/2010 ialah: 1. Sudah memiliki STR (Surat Tanda Regristrasi ) 18 ; Apabila belum terbentuk Majelis Tenaga Kesehatan Indonesia (MTKI) Majelis Tenaga Kesehatan Provinsi (MTKP) dan/atau proses STR belum dapat dilaksanakan, maka surat

7 2. Minimal Lulusan D III bagi bidan yang Praktek Mandiri; 3. Memiliki SIPB bagi bidan yang praktek mandiri; 4. Memiliki SIKB bagi bidan yang praktek di fasilitas pelayanan kesehatan. 5. SIKB atau SIPB berlaku hanya untu satu tempat. (pasal 3) Bagi bidan yang sudah di berikan izin oleh pemerintah harus menjalankan kewenangannya untuk melaksanakan pekerjaannya secara professional, sebab seorang tenaga kesehatan dalam melakukan pekerjaannya, selalu dituntut untuk sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur tindakan medik 19 Oleh karena itu bagi profesi kesehatan khususnya Bidan harus memahami norma dan aturan yang berlaku di profesinya. Dasar kewenangan bidan sangat tegas dan kuat karena telah diatur oleh Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 Pasal 23, dan untuk pelaksanaan teknisnya telah didelegasikan melalui pasal 23 ayat (5) undang-undang tersebut kepada peraturan menteri dan dalam hal ini diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 1464/Menkes/Per/X/2010 tentang Izin dan Penyelenggaran Praktik Bidan. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1464/MENKES/KES/PER/2010, ini mempunyai kekuatan hukum yang mengikat profesi bidan karena peraturan ini melaksanakan ketentuan undangundang yaitu pasal 23 ayat (5) Undangundang Nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan yang ber bunyi : Ketentuan mengenai perizinan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) 20 diatur dalam Peraturan Menteri. Oleh karena itu agar tidak melanggar atau melampaui kewenangannya bidan harus mematuhi peraturan ini, karena mempunyai kekuatan hukum mengikat profesi bidan, sebagaimana yang disebutkan dalam pasal 7 Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004 Tentang Pembentukan peraturan peraturan perundangundangan yang menyebutkan bahwa Jenis dan hierarkhi peraturan perundang-undangan yang mempunyai kekuatan hukum mengikat sebagai berikut : 1. Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; izin Bidan ditetapkan berlaku sebagai STR (pasal 4 ayat (3) Permenkes Nomor 1464/Menkes/Per/X/2010). 19 Wila Chandrawila Supriadi Hukum Kedokteran. Bandung: Mandar Maju Dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan, tenaga kesehatan wajib memiliki izin dari pemerintah.

8 2. Undang-undang atau Peraturan pengganti Undang-undang; 3. Peraturan pemerintah; 4. Peraturan Presiden; 5. Peraturan Daerah; 6. Peraturan perundang-undangan lain yang diperintahkan oleh peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Permenkes Nomor 1464/ Menkes/Per/X/2010 tentang Izin dan Penyelenggaran Praktik Bidan termasuk Peraturan perundang-undangan lain yang diperintahkan oleh peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Dalam hal ini diperintahkan pasal 3 ayat (5) Undang-undang Nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan. Oleh karena itu semua bidan di Indonesia baik yang menyelenggarakan praktek mandiri maupun yang di fasilitas pelayanan kesehatan harus melaksanakan kewenangannya sesuai Peraturan Menteri Kesehatan tersebut. B. Kewenangan Bidan Dalam Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 1464/Menkes/Per/X/2010 Kewenangan bidan baik di fasilitas pelayanan kesehatan maupun yang praktek mandiri berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 1464/Menkes/Per/X/2010 tentang Izin dan Penyelenggaran Praktik Bidan, sebagai berikut: 1) Kewenangan Bidan secara umum 2) Kewenangan Dalam Menjalankan Program Pemerintah 3) Kewenangan bidan yang menjalankan praktik di daerah yang tidak memiliki dokter. Adapun Rincian Tiga (3) kewenangan Bidan di atas sebagai berikut: 1. Kewenangan Bidan Secara Umum Kewenangan bidan secara umum maksudnya berlaku untuk semua bidan baik di fasilitas kesehatan maupun yang praktek mandiri meliputi: A. Pelayanan kesehatan ibu Pelayanan kesehatan ibu diberikan pada masa pra hamil, kehamilan, masa persalinan, masa nifas, masa menyusui dan masa antara dua kehamilan.(pasal 10 ayat 1) Adapun ruang lingkup pelayanan kesehatan ibu meluputi: a. Pelayanan konseling pada masa pra hamil b. Pelayanan antenatal pada kehamilan normal c. Pelayanan persalinan normal d. Pelayanan ibu nifas normal e. Pelayanan ibu menyusui dan

9 f. Pelayanan konseling pada masa antara dua kehamilan. (pasal 10 ayat 1) Pelayanan-pelayanan sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 10 ayat 2 di atas, bidan berwenang memberikan pelayanan untuk: a. Episiotomi; b. Penjahitan luka jalan lahir tingkat I dan II; c. Penanganan kegawatdaruratan, dilanjutkan dengan perujukan; d. Pemberian tablet Fe pada ibu hamil; e. Pemberian vitamin A dosis tinggi pada ibu nifas; f. Fasilitasi/bimbingan inisiasi menyusu dini (IMD) dan promosi air susu ibu (ASI) eksklusif; g. Pemberian uterotonika pada manajemen aktif kala tiga dan postpartum; h. Penyuluhan dan konseling; i. Bimbingan pada kelompok ibu hamil; j. Pemberian surat keterangan kematian; k. Pemberian surat keterangan cuti bersalin. Ruang lingkup pelayan kebidanan kepada ibu dalam permenkes Nomor 1464/Menkes/Per/X/2010, ada perbedaan dengan Keputusan Menteri Kesehatan nomor 900/MENKES/SK/VII/2002 dimana perbedaan itu terletak pada dihapuskannya beberapa kewenangan bidan yang semula ada dalam Keputusan Menteri Kesehatan nomor 900/MENKES/SK/VII/2002 yaitu: 1. Pemeriksaan fisik 2. Pertolongan pada kehamilan abnormal yang mencakup ibu hamil dengan abortus iminens, hiperemesis gravidarum tingkat I, preeklamasi ringan dan anemi ringan; 3. Pertolongan pada kehamilan abnormal yang mencakup letak sungsang, partus macet kepala di dasar panggul, ketuban pecah dini (KPD) tanpa infeksi, perdarahan post partum, laserasi jalan lahir, distosia karena inersia uteri primer, post term dan pre term; 4. Pelayanan ibu nifas abnormal yang mencakup retensio plasenta, renjatan dan infeksi ringan; 5. Pelayanan dan pengobatan pada kelainan ginekologi yang

10 meliputi keputihan, perdarahan tidak teratur dan penundaan Haid. B. Pelayanan kesehatan anak Diberikan kepada bayi baru lahir, bayi, anak balita, dan anak pra sekolah. Kewenangan bidan dalam pelayanan kesehatan kepada anak meliputi: 1. Melakukan asuhan bayi baru lahir normal termasuk resusitasi, pencegahan hipotermi, inisiasi menyusu dini (IMD), injeksi vitamin K 1, perawatan bayi baru lahir pada masa neonatal (0-28 hari), dan perawatan tali pusat 2. Penanganan hipotermi pada bayi baru lahir dan segera merujuk 3. Penanganan kegawatdaruratan, dilanjutkan dengan perujukan 4. Pemberian imunisasi rutin sesuai program Pemerintah 5. Pemantauan tumbuh kembang bayi, anak balita dan anak pra sekolah 6. Pemberian konseling dan penyuluhan 7. Pemberian surat keterangan kelahiran 8. Pemberian surat keterangan kematian. (Pasal 10 ayat 3) C. Pelayanan kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga berencana Pelayanan kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga berencana, dengan kewenangan: 1. Memberikan penyuluhan dan konseling kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga berencana 2. Memberikan alat kontrasepsi oral dan kondom Kewenangan bidan secara umum atau yang berlaku untuk semua bidan baik yang di fasilitas kesehatan maupun yang praktek mandiri, dibatasi hanya untuk kesehatan ibu dan anak sementara pelayanan kesehatan masyarakat yang dulu tercantum dalam kepmenkes nomor 900 tahun 2002 ditiadakan. 2. Kewenangan Dalam Menjalankan Program Pemerintah Selain kewenangan umum di atas, khusus bagi bidan yang menjalankan program Pemerintah sebagaimana yang tercantum dalam pasal pasal 13 ayat 1, bidan mendapat kewenangan tambahan untuk melakukan pelayanan kesehatan yang meliputi:

11 a. Pemberian alat kontrasepsi suntikan, alat kontrasepsi dalam rahim, dan memberikan pelayanan alat kontrasepsi bawah kulit; b. Asuhan antenatal terintegrasi dengan intervensi khusus penyakit kronis tertentu (dilakukan di bawah supervisi dokter); c. Penanganan bayi dan anak balita sakit sesuai pedoman yang ditetapkan; d. Melakukan pembinaan peran serta masyarakat di bidang kesehatan ibu dan anak, anak usia sekolah dan remaja, dan penyehatan lingkungan; e. Pemantauan tumbuh kembang bayi, anak balita, anak pra sekolah dan anak sekolah; f. Melaksanakan pelayanan kebidanan komunitas; g. Melaksanakan deteksi dini, merujuk dan memberikan penyuluhan terhadap Infeksi Menular Seksual (IMS) termasuk pemberian kondom, dan penyakit lainnya; h. Pencegahan penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya (NAPZA) melalui informasi dan edukasi; i. Pelayanan kesehatan lain yang merupakan program Pemerintah. Dalam pasal 13 ayat 2 disebutkan Khusus untuk pelayanan alat kontrasepsi bawah kulit, asuhan antenatal terintegrasi, penanganan bayi dan anak balita sakit, dan pelaksanaan deteksi dini, merujuk, dan memberikan penyuluhan terhadap Infeksi Menular Seksual (IMS) dan penyakit lainnya, serta pencegahan penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya (NAPZA), hanya dapat dilakukan oleh bidan yang telah mendapat pelatihan untuk pelayanan tersebut. 3. Kewenangan bidan yang menjalankan praktik di daerah yang tidak memiliki dokter Khusus di daerah (kecamatan atau kelurahan/desa) yang belum ada dokter, bidan juga diberikan kewenangan sementara untuk memberikan pelayanan kesehatan di luar kewenangannya dalam pasal 9 (kewenangan secara umum), dengan syarat telah ditetapkan oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Kewenangan bidan untuk memberikan pelayanan kesehatan di luar kewenangan Umum tersebut berakhir dan tidak berlaku lagi jika di daerah tersebut sudah terdapat tenaga dokter (pasal 14).

12 21 Dalam menjalankan praktik, bidan berkewajiban untuk: 1) Menghormati hak pasien 2) Merujuk kasus yang tidak dapat ditangani dengan tepat waktu. 3) Menyimpan rahasia kedokteran 21 sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; 4) Memberikan informasi tentang masalah kesehatan pasien dan pelayanan yang dibutuhkan; 5) Meminta persetujuan tindakan kebidanan yang akan dilakukan; 6) Melakukan pencatatan asuhan kebidanan secara sistematis; 7) Mematuhi standar; dan 8) Melakukan pelaporan penyelenggaraan praktik kebidanan termasuk pelaporan kelahirana dan kematian. 9) Senantiasa meningkatkan mutu pelayanan profesinya, dengan mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi melalui pendidikan dan pelatihan sesuai dengan bidang tugasnya. 10) Membantu program pemerintah dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. (Pasal 18) Kewajiban menyimpan rahasia kedokteran merupakan kesejajaran dengan hak pasien untuk disimpan rahasianya oleh dokter (tenaga medis). (Crisdiono, 2007: 11). Jurnal Kesehatan dan Budaya HIKMAH Hak dan kewajiban selalu beriringan oleh karena itu selain mempunyai kewajiban di atas bidan mempunyai hak 22 : 1. Memperoleh perlindngan hukum 23 dalam melaksanakan praktik/kerja sepanjang sesuai dengan standar; 2. Memperoleh informasi yang lengkap dan benar dari pasien dan/atau keluarga; 3. Melaksanakan tugas sesuai dengan kewenangan dan standar; dan 4. Menerima imbalan jasa profesi. (pasal 19) SIMPULAN DAN SARAN Kewenangan Bidan berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 1464/ Menkes/ Per/ X/2010 dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa: 22 Hak adalah kepentingan yang dilindungi hukum (Sudikno, 2005:43). 23 Menurut Koerniatmanto soetoprawiro perlindungan hukum itu pada hakekatnya adalah suatu upaya dari pihak yang berwenang untuk memberikan jaminan dan kemudahan yang sedemikian rupa sehingga setiap warga negara ataupun segenap warga negara dapat mengaktualisasikan hak dan kewajiban mereka secara optimal dengan tenang dan tertib.

13 1. Dasar kewenangan bidan sangat tegas dan kuat karena telah diatur oleh Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 Pasal 23, dan untuk pelaksanaan teknisnya telah didelegasikan melalui pasal 23 ayat (5) undang-undang tersebut kepada peraturan menteri dan dalam hal ini diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 1464/ Menkes/Per/X/2010 tentang Izin dan Penyelenggaran Praktik Bidan. 2. Ruang lingkup kewenangan bidan yaitu: a. Kewenangan Bidan secara umum Kewenangan bidan secara umum atau yang berlaku untuk semua bidan baik yang di fasilitas kesehatan maupun yang praktek mandiri, dibatasi hanya untuk kesehatan ibu dan anak sementara pelayanan kesehatan masyarakat yang dulu tercantum dalam kepmenkes nomor 900 tahun 2002 ditiadakan. b. Kewenangan Dalam Menjalankan Program Pemerintah c. Kewenangan bidan yang menjalankan praktik di daerah yang tidak memiliki dokter. DAFTAR PUSTAKA 1. Anny.Isfandyarie Malpraktek dan Resiko Medik dalam Kajian Hukum Pidana. Jakarta: Prestasi Pustaka. 2. Bahder Johan Nasution Hukum Kesehatan Pertanggungjawaban. Jakarta: Rineka Cipta. 3. Chrisdiono M. Achadiat Dinamika Etika dan Hukum kedokteran. Jakarta: Penerbit Buku Kedoktera EGC. Hal H. J. J. Lenan dan P. A. F. Lamintang Pelayanan Kesehatan dan Hukum : suatu studi Tentang Hukum Kesehatan. Bandung: Rineka Cipta. 5. Maria Farida Indrati Soeprapto Ilmu Perundang-undangan dasardasar dan pembentukannya. Yogyakarta: Kanisius. 6. Sadjijono Memahami Beberapa Bab Pokok Hukum Administrasi. Yogyakarta: LaksBang PRESSindo. 7. Safitri Hariyani Sengketa Medik : Alternatif Penyelesaian Perselisihan Antara Dokter dengan Pasien. Jakarta: Diadit Media. 8. Soerjono Soekanto & R. Otje Salman Disiplin Hukum dan Disiplin Sosial Jakarta: Rajawali Pers. 9. Sofyawan Dahlan Hukum Kesehatan Rambu-rambu Profesi Dokter. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro. 10. Sofyan, Mustika,dkk Bidan Menyongsong Masa Depan. Jakarta: PP IBI. 11. Sri Praptianingsih Kedudukan Hukum Perawat dalam Upaya Kesehatan di Rumah Sakit. Jakarta: RajaGrafindo Persada. 12. Wila Chandrawila Supriadi Hukum Kedokteran. Bandung: Mandar Maju. Fitriani Nur Damayanti. Perbandingan

14 antara Kepemilikan Kompetensi Bidan Dengan Pelaksanaan Kewenangan bidan dalam Pelayanan Kebidanan pada Bidan Praktik Mandiri menurut kepmenkes no. 900/menkes/sk/vii/2002, permenkes no. Hk.02.02/menkes/149/2010 dan permenkes no. 1464/menkes/per/x/2010 di Kota Semarang. 13. Undang-Undang No.36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan. 14. Peraturan Pemerintah No. 32 Tahun 1996 Tentang Tenaga Kesehatan. 15. Kepmenkes RI No.900/ Menkes/ SK/VII/2002 Tentang Registrasi dan Praktik Bidan. 16. Kepmenkes RI No. 369/MENKES/SK/III/2007 Tentang Standar Profesi Bidan. 17. Permenkes RI No. HK.02.02/Menkes/149/I/2010 Tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Bidan. 18. Permenkes No. 1464/ Menkes/ Per/X/2010 Tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Bidan.

NOMOR 900/MENKES/SK/VII/2002 TENTANG

NOMOR 900/MENKES/SK/VII/2002 TENTANG KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 900/MENKES/SK/VII/2002 TENTANG REGISTRASI DAN PRAKTIK BIDAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : bahwa dalam rangka pelaksanaan otonomi

Lebih terperinci

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG IZIN DAN PENYELENGGARAAN PRAKTIK BIDAN

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG IZIN DAN PENYELENGGARAAN PRAKTIK BIDAN BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG IZIN DAN PENYELENGGARAAN PRAKTIK BIDAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN, Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

PEDOMAN PENGANGKATAN DAN PENEMPATAN DOKTER SPESIALIS/DOKTER GIGI SPESIALIS/DOKTER /DOKTER GIGI DAN BIDAN SEBAGAIPEGAWAI TIDAK TETAP

PEDOMAN PENGANGKATAN DAN PENEMPATAN DOKTER SPESIALIS/DOKTER GIGI SPESIALIS/DOKTER /DOKTER GIGI DAN BIDAN SEBAGAIPEGAWAI TIDAK TETAP PEDOMAN PENGANGKATAN DAN PENEMPATAN DOKTER SPESIALIS/DOKTER GIGI SPESIALIS/DOKTER /DOKTER GIGI DAN BIDAN SEBAGAIPEGAWAI TIDAK TETAP RIATI ANGGRIANI,SH,MARS,MHum KEPALA BAGIAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Lebih terperinci

Kewenangan bidan dalam pemberian obat pada kehamilan dan proses kelahiran dan aspek hukumnya

Kewenangan bidan dalam pemberian obat pada kehamilan dan proses kelahiran dan aspek hukumnya Kewenangan bidan dalam pemberian obat pada kehamilan dan proses kelahiran dan aspek hukumnya A. Wewenang bidan Sesuai Keputusan Menteri Kesehatan RI No.900/ Menkes/SK/VII/2002. Bidan dalam menjalankan

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENYELENGGARAAN PRAKTEK BIDAN. Oleh: Soesilo, S.H, M.H (Dekan Fakultas Hukum Universitas Lumajang)

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENYELENGGARAAN PRAKTEK BIDAN. Oleh: Soesilo, S.H, M.H (Dekan Fakultas Hukum Universitas Lumajang) PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENYELENGGARAAN PRAKTEK BIDAN Oleh: Soesilo, S.H, M.H (Dekan Fakultas Hukum Universitas Lumajang) Requirement of protection of law to midwife represent very important matter

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PONDOK KESEHATAN DESA DI JAWA TIMUR

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PONDOK KESEHATAN DESA DI JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PONDOK KESEHATAN DESA DI JAWA TIMUR Menimbang GUBERNUR JAWA TIMUR, : a. bahwa guna meningkatkan derajat kesehatan masyarakat

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Obat Menurut Undang-Undang Kesehatan No. 36 tahun 2009, obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi yang digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem

Lebih terperinci

Kata Kunci : Kewenangan Bidan, Pelayanan Kebidanan, Bidan Praktik Mandiri, ABSTRAK. *Fitriani Nur Damayanti

Kata Kunci : Kewenangan Bidan, Pelayanan Kebidanan, Bidan Praktik Mandiri, ABSTRAK. *Fitriani Nur Damayanti PERBANDINGAN ANTARA KEPEMILIKAN KOMPETENSI BIDAN DENGAN PELAKSANAAN KEWENANGAN BIDAN DALAM PELAYANAN KEBIDANAN PADA BIDAN PRAKTIK MANDIRI MENURUT KEPMENKES NO. 900/MENKES/SK/VII/2002, PERMENKES NO. HK.02.02/MENKES/149/2010

Lebih terperinci

Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 17 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah Kota Kecil dalam lingkungan Propinsi Jawa Timur/Jawa Tengah/ Jawa Barat ;

Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 17 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah Kota Kecil dalam lingkungan Propinsi Jawa Timur/Jawa Tengah/ Jawa Barat ; PERATURAN DAERAH KOTA MOJOKERTO NOMOR 10 TAHUN 2003 TENTANG IZIN PRAKTEK TENAGA MEDIS, BIDAN DAN PERAWAT SERTA IZIN KERJA ASISTEN APOTEKER DAN REFRAKSIONIS OPTISIEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SELATAN IZIN PRAKTIK BIDAN DAN BIDAN MADYA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SELATAN IZIN PRAKTIK BIDAN DAN BIDAN MADYA LEMBARAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SELATAN TAHUN 2008 NOMOR 17 PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SELATAN NOMOR 17 TAHUN 2008 TENTANG IZIN PRAKTIK BIDAN DAN BIDAN MADYA DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

UU N0 36 TAHUN 2009 TENTANG KESEHATAN

UU N0 36 TAHUN 2009 TENTANG KESEHATAN UU N0 36 TAHUN 2009 TENTANG KESEHATAN UU N0 36 TAHUN 2009 TENTANG KESEHATAN PASAL 4-8 N0 36/2009 HAK SETIAP ORANG : Kesehatan Akses atas sumber daya Pelayanan kesehatan yang aman, bermutu dan terjangkau

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KEBIDANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KEBIDANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG KEBIDANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pemenuhan pelayanan kesehatan merupakan hak setiap

Lebih terperinci

Lampiran III Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor : 900/MENKES/SK/VII/2002 Tanggal : 25 Juli 2002

Lampiran III Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor : 900/MENKES/SK/VII/2002 Tanggal : 25 Juli 2002 Lampiran III Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor : 900/MENKES/SK/VII/2002 Tanggal : 25 Juli 2002 PETUNJUK PELAKSANAAN PRAKTIK BIDAN I. PENDAHULUAN A. UMUM 1. Bidan sebagai salah satu tenaga kesehatan

Lebih terperinci

ASPEK PERLINDUNGAN HUKUM BAGI BIDAN DI KOMUNITAS

ASPEK PERLINDUNGAN HUKUM BAGI BIDAN DI KOMUNITAS ASPEK PERLINDUNGAN HUKUM BAGI BIDAN DI KOMUNITAS 1. Standar pelayanan kebidanan 2. Kode etik kebidanan 3. Standar asuhan kebidanan 4. Registrasi praktik bidan 5. Kewenangan bidan di komunitas RUANG LINGKUP

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN MENGENAI MALPRAKTEK YANG DILAKUKAN OLEH BIDAN. 1. Peraturan Non Hukum (kumpulan kaidah atau norma non hukum)

BAB II PENGATURAN MENGENAI MALPRAKTEK YANG DILAKUKAN OLEH BIDAN. 1. Peraturan Non Hukum (kumpulan kaidah atau norma non hukum) BAB II PENGATURAN MENGENAI MALPRAKTEK YANG DILAKUKAN OLEH BIDAN Peraturan tertulis maupun tidak tertulis, dilihat dari bidang pengaturannya, dibagi menjadi dua bentuk, yaitu: 25 1. Peraturan Non Hukum

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Praktik Bidan. Penyelenggaraan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Praktik Bidan. Penyelenggaraan. No.50, 00 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Praktik Bidan. Penyelenggaraan. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 464/MENKES/PER/X/00 TENTANG IZIN DAN PENYELENGGARAAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Angka Kematian Ibu (AKI) di dunia saat ini masih tinggi. World. Healthy Organization (WHO) mencatat tiap tahunnya lebih dari 500

BAB I PENDAHULUAN. Angka Kematian Ibu (AKI) di dunia saat ini masih tinggi. World. Healthy Organization (WHO) mencatat tiap tahunnya lebih dari 500 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Angka Kematian Ibu (AKI) di dunia saat ini masih tinggi. World Healthy Organization (WHO) mencatat tiap tahunnya lebih dari 500 ribu perempuan meninggal karena hamil,melahirkan

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KEBIDANAN (MIDWIFERY) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KEBIDANAN (MIDWIFERY) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG KEBIDANAN (MIDWIFERY) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pemenuhan pelayanan kesehatan merupakan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR : 17 TAHUN 2002 TENTANG PERIZIN BAGI TENAGA KEPERAWATAN DI KABUPATEN BANTUL

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR : 17 TAHUN 2002 TENTANG PERIZIN BAGI TENAGA KEPERAWATAN DI KABUPATEN BANTUL PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR : 17 TAHUN 2002 TENTANG PERIZIN BAGI TENAGA KEPERAWATAN DI KABUPATEN BANTUL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL, Menimbang : a. Bahwa upaya pemerataan

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KEBIDANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KEBIDANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG KEBIDANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa setiap orang berhak memperoleh pelayanan kesehatan

Lebih terperinci

BUPATI MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT

BUPATI MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT BUPATI MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAJENE NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG KESEHATAN IBU, BAYI BARU LAHIR, BAYI DAN ANAK BALITA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MAJENE,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan sumber dayanya harus dilakukan secara terpadu dan berkesinambungan guna mencapai hasil

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan sumber dayanya harus dilakukan secara terpadu dan berkesinambungan guna mencapai hasil BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pembangunan Kesehatan dalam Kerangka Otonomi Daerah Pembangunan kesehatan sebagai salah satu upaya dalam pembangunan nasional yang telah diserahkan kepada pemerintah pesat ke

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. suatu komplikasi atau penyulit yang perlu mendapatkan penanganan lebih

BAB 1 PENDAHULUAN. suatu komplikasi atau penyulit yang perlu mendapatkan penanganan lebih 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Asuhan kebidanan meliputi Kehamilan dan persalinan adalah peristiwa yang alamiah atau natural bagi perempuan. Meskipun alamiah, kehamilan, persalinan dan masa setelah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahwa tujuan nasional bangsa Indonesia adalah untuk melindungi segenap bangsa

BAB I PENDAHULUAN. bahwa tujuan nasional bangsa Indonesia adalah untuk melindungi segenap bangsa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan kesehatan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pembangunan nasional. Dalam alinea ke IV pembukaan UUD 1945 disebutkan bahwa tujuan nasional bangsa

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 3 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG

BERITA DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 3 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG BERITA DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 3 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG KESEHATAN IBU, BAYI BARU LAHIR, BAYI DAN ANAK BALITA (KIBBLA) DI KABUPATEN SUMEDANG DENGAN

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA NOMOR : 3 TAHUN 2009 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG KESEHATAN IBU, BAYI BARU LAHIR, BAYI DAN ANAK BALITA (KIBBLA) DI KABUPATEN

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI NOMOR 27 TAHUN 2008

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI NOMOR 27 TAHUN 2008 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI NOMOR 27 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI NOMOR 272 TAHUN 2008 TENTANG KESEHATAN IBU, BAYI BARU LAHIR, BAYI DAN ANAK BALITA DI KABUPATEN SERDANG

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG KESEHATAN IBU, BAYI BARU LAHIR, BAYI DAN ANAK BALITA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG KESEHATAN IBU, BAYI BARU LAHIR, BAYI DAN ANAK BALITA PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG KESEHATAN IBU, BAYI BARU LAHIR, BAYI DAN ANAK BALITA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI HULU SUNGAI SELATAN, Menimbang :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kematian ibu maupun perinatal (Manuaba 2010:109). Perlunya asuhan

BAB I PENDAHULUAN. kematian ibu maupun perinatal (Manuaba 2010:109). Perlunya asuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kehamilan, persalinan dan nifas merupakan suatu keadaan yang alamiah. Dimulai dari kehamilan, persalinan, bayi baru lahir dan nifas yang secara berurutan berlangsung

Lebih terperinci

SIKAP BIDAN TRKAIT DENGAN PERUBAHAN KEWENANGAN BIDAN DALAM KEPMENKES 1464 /MENKES/PER/X/2010 TENTANG IJIN DAN PENYELENGGARAAN PRAKTIK BIDAN

SIKAP BIDAN TRKAIT DENGAN PERUBAHAN KEWENANGAN BIDAN DALAM KEPMENKES 1464 /MENKES/PER/X/2010 TENTANG IJIN DAN PENYELENGGARAAN PRAKTIK BIDAN SIKAP BIDAN TRKAIT DENGAN PERUBAHAN KEWENANGAN BIDAN DALAM KEPMENKES 1464 /MENKES/PER/X/2010 TENTANG IJIN DAN PENYELENGGARAAN PRAKTIK BIDAN Ambar Dwi Erawati 1), Rinayati 2) Swi Wahyuning 3) 1 Program

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Profesi perawat adalah salah satu tenaga kesehatan yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan. Perawat adalah tenaga profesional yang memiliki body of

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 99 TAHUN : 2009 SERI : D PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 4 TAHUN 2009

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 99 TAHUN : 2009 SERI : D PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 4 TAHUN 2009 LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 99 TAHUN : 2009 SERI : D PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG KESEHATAN IBU, BAYI BARU LAHIR, BAYI DAN ANAK BALITA (KIBBLA) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BADAN PENGEMBANGAN DAN PEMBERDAYAAN SUMBER DAYA MANUSIA KESEHATAN. Disajikan Pada : RAPAT 23 SEPTEMBER 2014

BADAN PENGEMBANGAN DAN PEMBERDAYAAN SUMBER DAYA MANUSIA KESEHATAN. Disajikan Pada : RAPAT 23 SEPTEMBER 2014 BADAN PENGEMBANGAN DAN PEMBERDAYAAN SUMBER DAYA MANUSIA KESEHATAN Disajikan Pada : RAPAT 23 SEPTEMBER 2014 Pemetaan Tenaga Kesehatan Mutu Tenaga Kesehatan Untuk Memenuhi: 1.Hak dan Kebutuhan Kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Kebidanan atau Obstetri ialah bagian Ilmu Kedokteran yang

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Kebidanan atau Obstetri ialah bagian Ilmu Kedokteran yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ilmu Kebidanan atau Obstetri ialah bagian Ilmu Kedokteran yang khusus mempelajari segala soal yang bersangkutan dengan lahirnya bayi. Dengan demikian, yang menjadi objek

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. tidak kalah penting dalam memberikan bantuan dan dukungan pada ibu. bagi ibu maupun bayi yang dilahirkan (Sumarah, dkk. 2008:1).

BAB 1 PENDAHULUAN. tidak kalah penting dalam memberikan bantuan dan dukungan pada ibu. bagi ibu maupun bayi yang dilahirkan (Sumarah, dkk. 2008:1). 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Persalinan dan kelahiran merupakan kejadian fisiologi yang normal dalam kehidupan. Kelahiran seorang bayi juga merupakan peristiwa sosial bagi ibu dan keluarga. Peranan

Lebih terperinci

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Pada bab ini, penulis akan menguraikan tentang hasil

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Pada bab ini, penulis akan menguraikan tentang hasil BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENELITIAN Pada bab ini, penulis akan menguraikan tentang hasil penelitian yang dilaksanakan di Organisasi Profesi Bidan (Ikatan Bidan Indonesia) Cabang

Lebih terperinci

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Kesehatan terhadap bayi dan Anak Balita di wilayah Kerja UPTD

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Kesehatan terhadap bayi dan Anak Balita di wilayah Kerja UPTD BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Dalam rangka menjawab tujuan penelitian yang ditetapkan, peneliti telah mengumpulkan beberapa data primer dari narasumber dan responden mengenai Peran Bidan dalam

Lebih terperinci

ASPEK LEGAL DAN ETIK DALAM DOKUMENTASI KEPERAWATAN

ASPEK LEGAL DAN ETIK DALAM DOKUMENTASI KEPERAWATAN ASPEK LEGAL DAN ETIK DALAM DOKUMENTASI KEPERAWATAN By. A h m a d H a s a n B a s r i, S. K e p. NS L/O/G/O MOTIVASI HARI INI ANDA BISA SUKSES SEKALIPUN TIDAK ADA ORANG YANG PERCAYA ANDA BISA. TAPI ANDA

Lebih terperinci

standar profesi medis

standar profesi medis standar profesi medis BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Semua profesional dalam melaksanakan pekerjaannya harus sesuai dengan apa yang disebut standar (ukuran) profesi. standar profesi adalah pedoman

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. hamil perlu dilakukan pelayanan antenatal secara berkesinambungan, seperti

BAB 1 PENDAHULUAN. hamil perlu dilakukan pelayanan antenatal secara berkesinambungan, seperti BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada dasarnya proses kehamilan, persalinan, bayi baru lahir, nifas dan Keluarga Berencana (KB) merupakan suatu kejadian yang fisiologis/alamiah, namun dalam prosesnya

Lebih terperinci

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 10 TAHUN 2016 TENTANG IZIN PRAKTIK PERAWAT

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 10 TAHUN 2016 TENTANG IZIN PRAKTIK PERAWAT BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 10 TAHUN 2016 TENTANG IZIN PRAKTIK PERAWAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN, Menimbang : Mengingat : a. bahwa

Lebih terperinci

MOTIVASI BIDAN DESA DALAM PELAKSANAAN PROGRAM ASI EKSKLUSIF DI PUSKESMAS BERGAS, KABUPATEN SEMARANG. Natalia Desty Kartika Sari

MOTIVASI BIDAN DESA DALAM PELAKSANAAN PROGRAM ASI EKSKLUSIF DI PUSKESMAS BERGAS, KABUPATEN SEMARANG. Natalia Desty Kartika Sari MOTIVASI BIDAN DESA DALAM PELAKSANAAN PROGRAM ASI EKSKLUSIF DI PUSKESMAS BERGAS, KABUPATEN SEMARANG Natalia Desty Kartika Sari ABSTRAK Keunggulan ASI adalah adanya kolostrum yang akan memberikan antibodi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Asuhan Kebidanan merupakan penerapan fungsi dan kegiatan yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Asuhan Kebidanan merupakan penerapan fungsi dan kegiatan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Asuhan Kebidanan merupakan penerapan fungsi dan kegiatan yang menjadi tanggung jawab dalam memberikan pelayanan kepada klien yang mempunyai kebutuhan atau masalah dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adaptasi psikologi. Bayi memerlukan pemantauan ketat untuk menentukan

BAB I PENDAHULUAN. adaptasi psikologi. Bayi memerlukan pemantauan ketat untuk menentukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada waktu kelahiran, tubuh bayi baru lahir mengalami sejumlah adaptasi psikologi. Bayi memerlukan pemantauan ketat untuk menentukan masa transisi kehidupannya ke kehidupan

Lebih terperinci

Oleh: Sulistio Adiwinarto

Oleh: Sulistio Adiwinarto PENYELENGGARAAN PELAYANAN KESEHATAN OLEH BIDAN BERDASARKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR 1464/MENKES/PER/X/2010 TENTANG IZIN DAN PENYELENGGARAAN PRAKTIK BIDAN Oleh: Sulistio Adiwinarto Abstrak Bidan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagai mana dimaksud dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagai mana dimaksud dalam BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagai mana dimaksud dalam Pancasila

Lebih terperinci

DUKUNGAN PEMERINTAH DALAM PENINGKATAN MUTU PELAYANAN KEFARMASIAN

DUKUNGAN PEMERINTAH DALAM PENINGKATAN MUTU PELAYANAN KEFARMASIAN DUKUNGAN PEMERINTAH DALAM PENINGKATAN MUTU PELAYANAN KEFARMASIAN Andrie Fitriansyah D I S A M PA I K A N PA D A : P E RT E M U A N P E N I N G K ATA N MUTU P E L AYA N A N K E FA R M A S I A N G O R O

Lebih terperinci

PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA

PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA WALIKOTA TASIKMALAYA PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA NOMOR : 24 TAHUN 2006 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG KESEHATAN DI KOTA TASIKMALAYA WALIKOTA TASIKMALAYA Menimbang : a. bahwa berdasarkan ketentuan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. yang berlaku, jika melakukan praktik yang bersangkutan harus mendaftar untuk

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. yang berlaku, jika melakukan praktik yang bersangkutan harus mendaftar untuk BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bidan Bidan adalah seorang yang telah mengikuti dan menyelesaikan pendidikan bidan yang telah diakui oleh pemerintah dan lulus ujian sesuai dengan persyaratan yang berlaku, jika

Lebih terperinci

Kode Etik Promosi, Pelayanan Kebidanan dan Mal Praktik Yang Sering Terjadi Dalam Pelayanan Kebidanan

Kode Etik Promosi, Pelayanan Kebidanan dan Mal Praktik Yang Sering Terjadi Dalam Pelayanan Kebidanan Kode Etik Promosi, Pelayanan Kebidanan dan Mal Praktik Yang Sering Terjadi Dalam Pelayanan Kebidanan OLEH : NUNIK ENDANG SUNARSIH, SST., S.H., M.Sc Definisi Bidan Seorang perempuan yang lulus dari pendidikan

Lebih terperinci

ASPEK LEGAL PELAYANAN KEBIDANAN. IRMA NURIANTI, SKM. M.Kes

ASPEK LEGAL PELAYANAN KEBIDANAN. IRMA NURIANTI, SKM. M.Kes ASPEK LEGAL PELAYANAN KEBIDANAN IRMA NURIANTI, SKM. M.Kes Aspek Legal UUD 1945 upaya pembangunan nasional yaitu pembangunan disegala bidang guna kepentingan, keselamatan, kebahagiaan dan kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. bayi yang di kandung (Saifuddin, 2009:284). (Hani, 2011:12). Berdasarkan pengalaman praktek di polindes Kradenan

BAB 1 PENDAHULUAN. bayi yang di kandung (Saifuddin, 2009:284). (Hani, 2011:12). Berdasarkan pengalaman praktek di polindes Kradenan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Proses kehamilan, persalinan, nifas, neonatus dan pemilihan metode keluarga berencana merupakan suatu mata rantai yang berkesinambungan dan berhubungan dengan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Lamanya hamil normal adalah 280 hari (40 minggu atau 9 bulan 7 hari)

BAB 1 PENDAHULUAN. Lamanya hamil normal adalah 280 hari (40 minggu atau 9 bulan 7 hari) BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kehamilan merupakan suatu momen istimewa yang dinanti oleh pasangan suami istri. Kehamilan merupakan serangkaian proses alamiah yang dialami seorang wanita yaitu mulai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sehat (Pantikawati dan Saryono,2010:1). Namun, dalam prosesnya terdapat

BAB 1 PENDAHULUAN. sehat (Pantikawati dan Saryono,2010:1). Namun, dalam prosesnya terdapat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kehamilan dan kelahiran adalah suatu proses yang normal, alami dan sehat (Pantikawati dan Saryono,2010:1). Namun, dalam prosesnya terdapat kemungkinan suatu keadaan

Lebih terperinci

BUPATI HULU SUNGAI TENGAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

BUPATI HULU SUNGAI TENGAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN BUPATI HULU SUNGAI TENGAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG KESEHATAN IBU, BAYI BARU LAHIR, BAYI DAN ANAK BALITA (KIBBLA) DI KABUPATEN

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KARAWANG DINAS KESEHATAN UPTD PUSKESMAS KARAWANG Alamat Jalan Ahmad Yani No. 67 Karawang Tlp. ( 0267 ) Kode Pos 41312

PEMERINTAH KABUPATEN KARAWANG DINAS KESEHATAN UPTD PUSKESMAS KARAWANG Alamat Jalan Ahmad Yani No. 67 Karawang Tlp. ( 0267 ) Kode Pos 41312 PEMERINTAH KABUPATEN KARAWANG DINAS KESEHATAN UPTD PUSKESMAS KARAWANG Alamat Jalan Ahmad Yani No. 67 Karawang Tlp. ( 0267 ) 402 444 Kode Pos 41312 KEPUTUSAN UPTD PUSAT KESEHATAN MASYARAKAT KARAWANG NOMOR

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sehingga mampu untuk menekan AKI dan AKB. Angka Kematian Ibu (AKI)

BAB 1 PENDAHULUAN. sehingga mampu untuk menekan AKI dan AKB. Angka Kematian Ibu (AKI) 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Asuhan kebidanan secara berkesinambungan merupakan asuhan yang diberikan kepada masa kehamilan, persalinan, nifas, bayi baru lahir atau neonates, serta pemilihan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam masa kehamilan perlu dilakukan pemeriksaan secara teratur dan

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam masa kehamilan perlu dilakukan pemeriksaan secara teratur dan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa kehamilan merupakan masa yang rawan kesehatan, baik kesehatan ibu yang mengandung maupun janin yang dikandungnya sehingga dalam masa kehamilan perlu dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. minggu, trimester kedua 15 minggu (minggu ke-13 hingga ke-27), dan dan

BAB I PENDAHULUAN. minggu, trimester kedua 15 minggu (minggu ke-13 hingga ke-27), dan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut federasi obstetri internasional, Kehamilan didefinisikan sebagai fertilisasi atau penyatuan dari spermatpozoa dan ovum dan dilanjutkan dengan nidasi atau impalntasi.

Lebih terperinci

PROPOSAL PENELITIAN HIBAH DOSEN JUNIOR PENGATURAN KETENTUAN HUKUM PERDATA ATAS KEWAJIBAN PEMBERIAN INFORMED CONSENT OLEH TENAGA KEBIDANAN

PROPOSAL PENELITIAN HIBAH DOSEN JUNIOR PENGATURAN KETENTUAN HUKUM PERDATA ATAS KEWAJIBAN PEMBERIAN INFORMED CONSENT OLEH TENAGA KEBIDANAN DIPA BLU UNILA PROPOSAL PENELITIAN HIBAH DOSEN JUNIOR PENGATURAN KETENTUAN HUKUM PERDATA ATAS KEWAJIBAN PEMBERIAN INFORMED CONSENT OLEH TENAGA KEBIDANAN Dibiayai Oleh Dana DIPA Lembaga Penelitian Universitas

Lebih terperinci

IKATAN BIDAN INDONESIA (IBI)

IKATAN BIDAN INDONESIA (IBI) PENDAHULUAN Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No 1464/Menkes/PER/X/2010 Setiap bidan yang bekerja di fasilitas pelayanan kes. Wajib memiliki SIKB Setiap bidan yang menjalankan praktek mandiri

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2011 NOMOR 7 SERI E PERATURAN DAERAH KOTA BOGOR NOMOR 19 TAHUN 2011 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2011 NOMOR 7 SERI E PERATURAN DAERAH KOTA BOGOR NOMOR 19 TAHUN 2011 TENTANG LEMBARAN DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2011 NOMOR 7 SERI E PERATURAN DAERAH KOTA BOGOR NOMOR 19 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA BOGOR NOMOR 3 TAHUN 2005 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEHATAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.603, 2013 KEMENTERIAN KESEHATAN. Praktik. Pekerjaan. Tenaga Gizi. Penyelenggaraan. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. proses fisiologis dan berksinambungan. Kehamilan dimulai dari konsepsi

BAB 1 PENDAHULUAN. proses fisiologis dan berksinambungan. Kehamilan dimulai dari konsepsi 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kehamilan, persalinan dan nifas merupakan proses yang fisiologis, artinya setiap perubahan yang terjadi pada wanita selama kehamilan, persalinan dan nifas normal

Lebih terperinci

INDONESIA. UU No.23 Tahun 1992 tentang Kesehatan

INDONESIA. UU No.23 Tahun 1992 tentang Kesehatan UU No.23 Tahun 1992 tentang Kesehatan Jakarta, 24 Februari 2006 Akan dipaparkan : UU Nomor 23 Tahun 1992 RUU Amandemen Nomor 23 Tahun 1992 Sistematika Presentasi UU Nomor 23 Tahun 1992 RUU Amandemen Nomor

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULAN. Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia berdasarkan hasil Survei

BAB 1 PENDAHULAN. Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia berdasarkan hasil Survei BAB 1 PENDAHULAN 1.1 Latar Belakang Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia berdasarkan hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012 adalah 359 per 100.000 kelahiran hidup. AKI pada hasil

Lebih terperinci

2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Pelayanan Kesehatan adalah suatu kegiatan dan/atau serangkaian

2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Pelayanan Kesehatan adalah suatu kegiatan dan/atau serangkaian No.169, 2014 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KESEHATAN. Reproduksi. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5559) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2014

Lebih terperinci

PENGECUALIAN LARANGAN ABORSI BAGI KORBAN PERKOSAAN SEBAGAI JAMINAN HAK-HAK REPRODUKSI

PENGECUALIAN LARANGAN ABORSI BAGI KORBAN PERKOSAAN SEBAGAI JAMINAN HAK-HAK REPRODUKSI PENGECUALIAN LARANGAN ABORSI BAGI KORBAN PERKOSAAN SEBAGAI JAMINAN HAK-HAK REPRODUKSI Oleh : Putu Mas Ayu Cendana Wangi Sagung Putri M.E. Purwani Program Kekhususan Hukum Pidana, Fakultas Hukum Universitas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. yang baru dilahirkan (Saifuddin, 2010:1). Keberhasilan penyelenggaraan. gerakan keluarga berencana (Manuaba, 2010:10).

BAB 1 PENDAHULUAN. yang baru dilahirkan (Saifuddin, 2010:1). Keberhasilan penyelenggaraan. gerakan keluarga berencana (Manuaba, 2010:10). BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ilmu Kebidanan atau Obstetri ialah bagian Ilmu Kedokteran yang khusus mempelajari segala soal yang bersangkutan dengan lahirnya bayi. Dengan demikian, yang menjadi

Lebih terperinci

QANUN KOTA BANDA ACEH NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG KESEHATAN IBU, BAYI BARU LAHIR DAN ANAK BALITA

QANUN KOTA BANDA ACEH NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG KESEHATAN IBU, BAYI BARU LAHIR DAN ANAK BALITA QANUN KOTA BANDA ACEH NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG KESEHATAN IBU, BAYI BARU LAHIR DAN ANAK BALITA BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA WALIKOTA BANDA ACEH, Menimbang : a. bahwa kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. anak. Setiap prosesnya tidak dapat dipisahkan satu sama lain dan kondisi

BAB I PENDAHULUAN. anak. Setiap prosesnya tidak dapat dipisahkan satu sama lain dan kondisi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kehamilan dan persalinan adalah suatu proses yang normal, alami dan sehat. Gangguan kesehatan dalam masa kehamilan dan persalinan mengakibatkan ancaman, baik bagi jiwa

Lebih terperinci

Bab 5. Dasar Pelaksanaan Inisiasi Menyusu Dini dan ASI Eksklusif

Bab 5. Dasar Pelaksanaan Inisiasi Menyusu Dini dan ASI Eksklusif Bab 5 Dasar Pelaksanaan Inisiasi Menyusu Dini dan ASI Eksklusif Inisiasi Menyusu Dini dan Pemberian ASI secara Eksklusif Ditinjau dari Aspek Hukum dan Kebijakan Kesehatan merupakan modal penting dalam

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. masih cukup tinggi jika dibandingkan dengan negara negara tetangga.

BAB 1 PENDAHULUAN. masih cukup tinggi jika dibandingkan dengan negara negara tetangga. BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012, Angka Kematian Ibu (AKI) (yang berkaitan dengan kehamilan, persalinan, dan nifas) sebesar

Lebih terperinci

keselamatan ibu dan bayi. Upaya menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI) perlu didukung upaya untuk mencapai universal coverage pelayanan

keselamatan ibu dan bayi. Upaya menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI) perlu didukung upaya untuk mencapai universal coverage pelayanan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kehamilan, persalinan, nifas dan bayi baru lahir merupakan suatu keadaaan yang fisiologis namun dalam prosesnya terdapat kemungkinan suatu keadaan yang dapat mengancam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ibu, dalam melalui proses tersebut wanita akan mengalami masa masa

BAB I PENDAHULUAN. ibu, dalam melalui proses tersebut wanita akan mengalami masa masa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Wanita pada dasarnya harus menjalankan kodrat sebagai seorang ibu, dalam melalui proses tersebut wanita akan mengalami masa masa mulai dari kehamilan, persalinan, nifas,

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. Pada bab ini berisi pembahasan asuhan kebidanan pada Ny.S di

BAB IV PEMBAHASAN. Pada bab ini berisi pembahasan asuhan kebidanan pada Ny.S di BAB IV PEMBAHASAN Pada bab ini berisi pembahasan asuhan kebidanan pada Ny.S di Wilayah Kerja Puskesmas Karangdadap Kabupaten Pekalongan, ada beberapa hal yang ingin penulis uraikan, dan membahas asuhan

Lebih terperinci

2 Mengingat e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d, perlu membentuk Undang-Undang tentang

2 Mengingat e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d, perlu membentuk Undang-Undang tentang No.307, 2014 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KESEHATAN. Keperawatan. Pelayanan. Praktik. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5612) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang. Kesehatan ibu dan anak (KIA) merupakan salah satu upaya pelayanan

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang. Kesehatan ibu dan anak (KIA) merupakan salah satu upaya pelayanan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Kesehatan ibu dan anak (KIA) merupakan salah satu upaya pelayanan dasar yang ada di puskesmas. Tujuan umum program KIA ini adalah meningkatkan derajat kesehatan ibu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengembangan karir merupakan kondisi yang menunjukkan adanya peningkatan jenjang jabatan dan jenjang pangkat bagi seseorang pada suatu organisasi dalam jalur karir yang

Lebih terperinci

Resep. Penggunaan obat berlabel dan tidak berlabel Aspek legal. Pengertian Unsur resep Macam-macam resep obat

Resep. Penggunaan obat berlabel dan tidak berlabel Aspek legal. Pengertian Unsur resep Macam-macam resep obat Resep Pengertian Unsur resep Macam-macam resep obat Penggunaan obat berlabel dan tidak berlabel Aspek legal Kewenangan bidan dalam pemberian obat selama memberikan pelayanan kebidanan pada masa kehamilan,

Lebih terperinci

KOMPETENSI BIDAN INDONESIA

KOMPETENSI BIDAN INDONESIA KOMPETENSI BIDAN INDONESIA PP-IBI PENDAHULUAN Bidan membuat kontribusi besar bagi kesehatan ibu dan bayi yang baru lahir di negara mereka. Pelayanan kebidanan merupan aspek penting dalam pelayanan kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Upaya ini dimaksudkan untuk menunjang pencapaian cita-cita bangsa

BAB I PENDAHULUAN. Upaya ini dimaksudkan untuk menunjang pencapaian cita-cita bangsa 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pelayanan kesehatan merupakan salah satu aspek dalam pembangunan nasional yang dikembangkan melalui upaya kesehatan. Upaya ini dimaksudkan untuk menunjang pencapaian

Lebih terperinci

Materi Konsep Kebidanan

Materi Konsep Kebidanan Materi Konsep Kebidanan A. MANAJEMEN KEBIDANAN 1. KONSEP DAN PRINSIP MANAJEMEN SECARA UMUM Manajemen adalah membuat pekerjaan selesai (getting things done). Manajemen adalah mengungkapkan apa yang hendak

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA CIREBON

LEMBARAN DAERAH KOTA CIREBON LEMBARAN DAERAH KOTA CIREBON 2 NOMOR 3 TAHUN 2011 SERI E PERATURAN DAERAH KOTA CIREBON NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN DAERAH NOMOR 17 TAHUN 2002 TENTANG PERIJINAN PENYELENGGARAAN

Lebih terperinci

Daftar Pustaka. Ambarwati, Eny Retna, 2011, Asuhan Kebidanan Komunitas, Yogyakarta : Nuha Medika

Daftar Pustaka. Ambarwati, Eny Retna, 2011, Asuhan Kebidanan Komunitas, Yogyakarta : Nuha Medika Daftar Pustaka Ambarwati, Eny Retna, 2011, Asuhan Kebidanan Komunitas, Yogyakarta : Nuha Medika Ashofa, Burhan, 2010, Metode Penelitian Hukum, Jakarta : Rineka Cipta Azwar, Azrul, 1988, Pengantar Administrasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang kesehatan berkembang sangat pesat

BAB I PENDAHULUAN. ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang kesehatan berkembang sangat pesat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam perkembangan kehidupan masyarakat modern saat ini, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang kesehatan berkembang sangat pesat karena didukung

Lebih terperinci

KEDUDUKAN REKAM MEDIS DALAM

KEDUDUKAN REKAM MEDIS DALAM KEDUDUKAN REKAM MEDIS DALAM PEMBUKTIAN PERKARA MALPRAKTEK DI BIDANG KEDOKTERAN 1 Oleh: Agriane Trenny Sumilat 2 ABSTRAK Kesehatan memiliki arti yang sangat penting bagi setiap orang. Kesehatan menjadi

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI SURAT IZIN PRAKTIK TERHADAP DOKTER DALAM MELAKUKAN PRAKTIK KESEHATAN DI RS. BHAKTI RAHAYU

IMPLEMENTASI SURAT IZIN PRAKTIK TERHADAP DOKTER DALAM MELAKUKAN PRAKTIK KESEHATAN DI RS. BHAKTI RAHAYU IMPLEMENTASI SURAT IZIN PRAKTIK TERHADAP DOKTER DALAM MELAKUKAN PRAKTIK KESEHATAN DI RS. BHAKTI RAHAYU I Gusti Agung Bagus Wahyu Pranata I ketut Sudiarta Cokorde Dalem Dahana Program Kekhususan Hukum Pemerintahan

Lebih terperinci

Komplikasi obstetri yang menyebabkan tingginya kasus kesakitan dan kematian neonatus, yaitu : 1. Hipotermia 2. Asfiksia

Komplikasi obstetri yang menyebabkan tingginya kasus kesakitan dan kematian neonatus, yaitu : 1. Hipotermia 2. Asfiksia Pendahuluan Komplikasi obstetri yang menyebabkan tingginya kasus kesakitan dan kematian ibu di banyak negara berkembang, yaitu : 1. Perdarahan pasca persalinan 2. Eklampsia 3. Sepsis 4. Keguguran 5. Hipotermia

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1239/Menkes/SK/XI/2001 TENTANG REGISTRASI DAN PRAKTIK PERAWAT

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1239/Menkes/SK/XI/2001 TENTANG REGISTRASI DAN PRAKTIK PERAWAT KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1239/Menkes/SK/XI/2001 TENTANG REGISTRASI DAN PRAKTIK PERAWAT MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dalam rangka pelaksanaan otonomi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Melakukan kunjungan antenatal ke petugas kesehatan minimal 4 kali

BAB 1 PENDAHULUAN. Melakukan kunjungan antenatal ke petugas kesehatan minimal 4 kali BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Ibu memegang peranan yang sangat besar dalam proses kehamilan, persalinan dan nifas. Setelah persalinan akan diikuti dengan perawatan bayi baru lahir dan diharapkan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA PERATURAN BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG KODE ETIK BADAN PEMERIKSA KEUANGAN

LEMBARAN NEGARA PERATURAN BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG KODE ETIK BADAN PEMERIKSA KEUANGAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.143, 2016 KEUANGAN BPK. Kode Etik. Pencabutan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 5904) PERATURAN BADAN PEMERIKSA KEUANGAN

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 3 TAHUN 2009 SERI E.3 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 3 TAHUN 2009 T E N T A N G KESEHATAN IBU, BAYI BARU LAHIR, BAYI DAN ANAK BALITA DI KABUPATEN CIREBON

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan bahwa setiap orang berhak. memperoleh pelayanan kesehatan. Hal ini sejalan dengan Pasal 34 ayat

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan bahwa setiap orang berhak. memperoleh pelayanan kesehatan. Hal ini sejalan dengan Pasal 34 ayat BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pasal 28 H ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan bahwa setiap orang berhak memperoleh pelayanan kesehatan. Hal ini sejalan

Lebih terperinci

BAB 1. terutama yaitu perdarahan 28%. Sebab lain yaitu eklamsi 24%, infeksi 11%, pelayanan obstetri belum menyeluruh masyarakat dengan layanan yang

BAB 1. terutama yaitu perdarahan 28%. Sebab lain yaitu eklamsi 24%, infeksi 11%, pelayanan obstetri belum menyeluruh masyarakat dengan layanan yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Tinggi rendahnya kematian ibu dan perinatal menjadi ukuran kemampuan pelayanan obstetri suatu negara. Di Indonesia, pada tahun 2008 penyebab langsung kematian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa

BAB I PENDAHULUAN. ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa nifas (puerperium) dimulai setelah plasenta lahir dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa nifas berlangsung selama kira-kira

Lebih terperinci

PANDANGAN PROFESI BIDAN SERTA REKOMENDASI PERBAIKAN KEBIJAKAN TERKAIT BELANJA STRATEGIS JKN

PANDANGAN PROFESI BIDAN SERTA REKOMENDASI PERBAIKAN KEBIJAKAN TERKAIT BELANJA STRATEGIS JKN PANDANGAN PROFESI BIDAN SERTA REKOMENDASI PERBAIKAN KEBIJAKAN TERKAIT BELANJA STRATEGIS JKN Dr. Emi Nurjasmi, M.Kes Pengurus Pusat Ikatan Bidan Indonesia Jl. Johar Baru V/D13, Johar Baru Jakarta Pusat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Operasi bedah Caesar (Caesarean Section atau Cesarean Section) atau

BAB I PENDAHULUAN. Operasi bedah Caesar (Caesarean Section atau Cesarean Section) atau BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Operasi bedah Caesar (Caesarean Section atau Cesarean Section) atau biasa disebut juga dengan seksio sesarea (disingkat SC) adalah suatu persalinan buatan, di

Lebih terperinci

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Susunan peraturan peran BPM dalam pemberian KIE sebagai., Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Susunan peraturan peran BPM dalam pemberian KIE sebagai., Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan 1. Susunan peraturan peran BPM dalam pemberian KIE sebagai bentuk pelayanan antenatal terpadu secara hirarki adalah sebagai berikut Undang-Undang Dasar Republik

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG IZIN PRAKTEK DOKTER, PRAKTEK PERAWAT, PRAKTEK BIDAN DAN PRAKTEK APOTEKER

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG IZIN PRAKTEK DOKTER, PRAKTEK PERAWAT, PRAKTEK BIDAN DAN PRAKTEK APOTEKER PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG IZIN PRAKTEK DOKTER, PRAKTEK PERAWAT, PRAKTEK BIDAN DAN PRAKTEK APOTEKER DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci