Bab II Tinjauan Pustaka

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Bab II Tinjauan Pustaka"

Transkripsi

1 Bab II Tinjauan Pustaka II.1 Sumber Pencemaran Udara Sumber pencemaran udara secara umum dapat dikelompokkan menjadi dua sumber utama yaitu (Depkes, 1994): a. Sumber alamiah Pencemaran udara yang berasal dari sumber alamiah ini berasal dari kejadiankejadian atau aktivitas alam yang tidak dapat diduga sebelumnya, seperti letusan gunung berapi, keluarnya gas beracun akibat gempa bumi, dan lain-lain. b. Sumber antropogenik Kegiatan manusia dapat mengubah lingkungan hidup yang antara lain disebabkan oleh perkembangan budaya, penggunaan ilmu dan teknologi, serta diiringi oleh pola konsumsi yang berlebihan. Beberapa aktifitas manusia yang dapat menimbulkan pencemaran udara antara lain aktifitas transportasi, pembangikit listrik, proses pembakaran tidak sempurna, pembakaran bahan bakar baik kegiatan industri maupun domestik, serta kegiatan industri dan pertambangan (Seinfield, 1986; Depkes, 1994). II.2 Parameter Pencemaran Udara Baku mutu udara ambien berdasarkan Keputusan Menteri Negara KLH No. KEP.02/1988, menetapkan sembilan parameter pencemaran udara, yaitu SO 2, CO, NOx, O 3, debu, Pb, H 2 S, dan HC (Depkes, 1994). a. Sulfur dioksida (SO 2 ) SO 2 dihasilkan dari pembakaran bahan bakar fosil seperti batubara atau minyak bumi. SO 2 di udara sebagian besar dapat mengalami oksidasi lanjut dalam proses pembakaran, membentuk sulfur trioksida (SO 3 ) dan akhirnya dapat bereaksi dengan uap air di udara membentuk sulfat aerosol (Depkes, 1994). b. Karbonmonoksida (CO)

2 Sumber utama gas CO adalah kendaraan bermotor yang menggunakan bensin sebagai bahan bakar. Gas CO juga dihasilkan dari pembakaran tidak sempurna yang berasal dari berbagai proses industri. Sumber lain yang cukup berarti adalah asap rokok dan pembakaran bahan bakar fosil (minyak tanah) di dalam rumah tangga. c. Nitrogen Oksida(NO) Selain terdapat di alam, NO dan NO 2 terutama berasal dari gas-gas yang dihasilkan dari gas buangan kendaraan bermotor dan pusat-pusat tenaga listrik. Berbeda dengan karbon dan sulfur, nitrogen oksida tidak terdapat dalam bahan bakar minyak, akan tetapi berasal dari udara di mana terjadi proses pembakaran dari senyawa ini. Pengaruh nitrogen yang utama terhadap lingkungan adalah pembentukan `smog`. d. Ozon (O 3 ) Ozon (O 3 ) adalah substansi yang lazim disebut oksidan karena biasanya merupakan bagian terbanyak dari oksidan yang terukur dan merupakan hasil awal dan reaksi smog fotokimia. Ozon tidak berwarna tetapi berbau tajam. e. Debu (Suspended Particulate matter) Secara alamiah partikel debu dapat dihasilkan dari debu tanah kering yang terbawa oleh angin atau berasal dari muntahan letusan gunung berapi. Pembakaran yang tidak sempurna dari bahan bakar yang mengandung senyawa karbon akan menimbulkan asap yang hampir seluruhnya terdiri dari partikel karbon murni atau bercampur dengan berbagai gas-gas organik (Depkes, 1994). Partikel-partikel debu dapat juga dihasilkan dari destilasi destruktif akibat proses pembakaran batu bara yang tidak sempurna sehingga terbentuk aerosol kompleks. Proses-proses industri seperti penggilingan dan penyemprotan dapat menyebabkan abu beterbangan di udara. Partikel udara juga dihasilkan dari kendaraan bermotor (Depkes, 1994). f. Timah hitam (Pb)

3 Logam Pb merupakan salah satu logam beracun yang dapat masuk ke dalam sistem biologis dan sangat membahayakan kesehatan manusia. Sumber utama Pb di udara berasal dari pembakaran bahan bakar minyak (bensin). Tetramethyl lead yang ditambahkan pada bensin merupakan upaya ekonomis dalam meningkatkan angka oktana. Senyawa tersebut sebagian besar diemisikan sebagai oksida dalam gas buangan. g. Hidrogen sulfida (H 2 S) Senyawa H 2 S bersifat tidak berwarna dan menimbulkan bau yang merangsang (busuk). Gas H 2 S mempunyai konsentrasi alamiah 0,002-0,02 ppm. Gas ini ditemukan pada gas vulkanik dan gas alam. Golongan industri yang menghasilkan gas H 2 S antara lain: pengilangan minyak, rayon, penyamakan kulit, pabrik kertas, destilator, dan penambangan biji besi. h. Ammonia (NH 3 ) Ammonia (NH 3 ) menimbulkan bau yang merangsang dan tidak berwarna. Konsentrasi alamiah dari gas ini berkisar antara 6-20 ppm. Gas ini dihasilkan dari aktivitas bakteri pembusuk dan kegiatan industri kimia pupuk. i. Hidrokarbon (HC) Secara alamiah, alam menghasilkan sekitar 85% dari seluruh hidrokarbon yang ada di udara. Berbagai jenis hidrokarbon dihasilkan dari proses-proses biologis yang terjadi pada tumbuhan baik di hutan maupun di tempat-tempat lain. Sampah organik yang terurai secara biologis pada umumnya menghasilkan gas metan. Namun demikian, sumber hidrokarbon yang berasal dari aktifitas manusia merupakan jumlah terbesar, terutama pada daerah perkotaan (Depkes, 1994). II.3 Partikulat di Udara Salah satu parameter pencemar udara adalah debu (suspended particulate matter). Saat ini pembahasan tentang partikulat sebagai pencemar udara menjadi perhatian di berbagai negara, mengingat terdapat bukti kuat mengenai korelasi antara polusi

4 udara dan dampaknya pada kesehatan manusia terutama yang disebabkan oleh partikulat (World Bank, 2003). II.3.1 Definisi Partikulat Materi partikulat (particulate matter) didefinisikan sebagai material dalam bentuk solid maupun liquid di udara dengan ukuran diameter partikel sekitar 0,005 μm hingga 100 μm, meskipun yang dalam bentuk suspensi secara umum kurang dari 40μm (CEPA, 1999 dalam Health Canada, 2005). Partikel mikroskopis yang melayang di udara terdiri atas bermacam-macam jenis baik berdasarkan sumber, maupun berdasarkan wujudnya. Efek dari partikel itu tidak hanya berpengaruh terhadap iklim dan visibility, namun juga terhadap kesehatan dan kualitas hidup. Partikel di udara bebas berbentuk aerosol, yang didefinisikan sebagai bentuk sederhana dari partikel padat ataupun cairan yang tersuspensi dalam gas (Hinds, 1982). Tipe suspensi partikulat dan mediumnya diperlihatkan pada Tabel II.1. Medium Tabel II.1 Tipe suspensi partikulat Tipe partikel yang tersuspensi Gas Cairan Padatan Gas - Fog, mist, Fume, Dust spray Cairan Buih/ foam Emulsi Suspensi Padatan Sponge Gel Campuran/alloy (Sumber: Hinds, 1982) II.3.2 Ukuran Partikulat Ukuran partikel partikulat adalah parameter yang penting dalam karakterisasi perilaku fisik partikulat di atmosfer. Beberapa ukuran partikel menurut CEPA (1999), yaitu:

5 1. Ultrafine particle (Extremely small/nuclei mode), yaitu partikel yang berukuran kurang dari 0,1 μm ( 0,1 μm) Proses utama pembentukan partikel ini biasanya melalui kondensasi uap panas selama proses combustion dengan temperatur tinggi dan proses nukleasi material atmosferik yang membentuk partikel baru. Ukuran ultrafine particle yang sangat kecil dan pergerakannya yang acak menyebabkan partikel-partikel ini bertabrakan satu dengan yang lain dan membentuk partikel baru yang lebih besar. 2. Fine particle (Accumulation mode), yaitu partikel dengan ukuran 0,1 2,0 μm. Merupakan hasil koagulasi partikel-partikel nuclei mode, atau juga berasal dari proses kondensasi. Partikel dengan ukuran ini dapat berada di atmosfer dalam beberapa hari bahkan beberapa minggu. Proses deposisi dan presipitasi adalah proses utama yang dapat membuat partikel ini meninggalkan atmosfer. 3. Coarse particle (sedimentation atau coarse mode), yaitu partikel yang berukuran lebih besar dari 2 μm. Ukuran partikel ini umumnya berhubungan dengan proses mekanis seperti erosi yang terbawa angin, pecahan gelombang laut, dan grinding (proses penghalusan). Grinding merupakan pemecahan partikel besar menjadi lebih kecil seperti yang terjadi pada windblown soil, penyebaran partikel garam laut, dan debudebu dari proses pertambangan. Pada umumnya partikel dengan ukuran tersebut akan mudah tertarik oleh gravitasi bumi dan berada di atmosfer relatif lebih cepat, yaitu sekitar beberapa jam atau beberapa hari. Selain beberapa ukuran partikel di atas, ada pula yang menggolongkan ukuran partikulat berdasarkan sifat aerodinamik, yaitu yang kurang atau sama dengan 10 μm (PM 10 ). PM 10 dibagi kembali ke dalam dua kelompok yaitu partikulat yang ukuran partikelnya 2,5 μm (PM 2,5 ) yang disebut fine particles dan coarse particles yang berukuran lebih dari 2,5 μm (PM 10-2,5 ) (Health Canada, 2005). Materi partikulat pada ukuran diameter PM 10 dan PM 2,5 bersifat aerodinamik dan dapat masuk ke dalam sistem respirasi manusia kemudian dapat terdeposit di dalam paru-paru dan merusak alveoli sehingga menyebabkan gangguan pada

6 kesehatan. Partikulat dengan sifat demikian dikatakan sebagai respirable particulates atau partikulat terespirasi (Chong, 2002). The United States Environmental Protection Agency/ US EPA (1996) telah membandingkan perbedaan antara partikulat halus dan kasar baik berdasarkan wujud, proses pembentukan, komposisi, sumber, sifat kelarutan, durasi waktu di udara, dan daya jangkau. Perbandingan tersebut diperlihatkan pada Tabel II.2. Tabel II.2 Perbandingan antara partikel halus dan partikel kasar Partikel Halus Partikel Kasar Wujud asal Gas Padatan dengan ukuran besar atau droplet Proses pembentukan Reaksi kimia, nucleation, kondensasi, koagulasi, evaporasi dari fog dan cloud droplets dimana telah terjadi reaksi Komposisi Sulfat, nitrat, ammonium, ion hidrogen, elemen karbon, senyawa organik, (PAH, PNA), logam (Pb, Cd,V, Ni, Cu, Zn, Mn, Fe), partikel dalam air Proses mekanikal (crushing, grinding, abrasi), penguapan dari sprays, suspensi debu Fly ash dari batubara, debu tanah, debu jalan, oksida logam, hancuran dari suatu material (Si, Al,Ti, Fe), CaCO 3, NaCl, spora jamur, serbuk sari, serbuk dari hewan atau tumbuhan Sebagian besar tidak mudah larut, non-higroskopis Debu dari industri, debu jalan/tanah, suspensi dari hasil pengolahan tanah (pembajakan, penambangan); sumber biologi; sprays air laut; combustion batubara dan minyak bumi Kelarutan Sebagian besar mudah larut, Higroskopis Sumber Proses combustion batubara, minyak bumi, bensin, diesel, kayu; produk dari proses trasnformasi di atmosfer dari NOx, SO 2, dan senyawa organik; proses yang membutuhkan suhu tinggi (peleburan baja, dsb) Jangka waktu di Beberapa hari hingga beberapa udara minggu Daya jangkau ± km ± 1 hingga 10 km (Sumber:US EPA dalam Fierro, 2000) Beberapa menit hingga beberapa jam II.3.3 Komposisi Kimiawi Partikulat Sumber dan mekanisme aktivitas produksi yang beragam menghasilkan partikulat-partikulat baik kasar maupun halus yang mempunyai komposisi kimia masing-masing. Partikel kasar (coarse particles) terdiri atas partikel yang berasal dari proses pemecahan lapisan dan batuan bumi, sehingga kaya akan oksida besi, kalsium, silikon, dan alumunium alami. Partikel kasar di daerah pantai kaya akan

7 unsur natrium klorida dari garam laut. Partikel halus (fine particles) terdiri dari sulfat, nitrat, ammonium, inorganik dan organik karbon, logam-logam berat seperti timbal dan kadmium sebagai komposisi utama. Kandungan yang terdapat dalam partikulat halus tersebut sebagian besar sebagai indikator proses yang bersifat antropogenik (hasil aktifitas manusia) (Seinfield, 1986 dalam Health Canada, 2005). Studi mengenai komposisi kimia dari partikulat yang dilakukan di Mexico City pada tahun 1997, menunjukkan bahwa sekitar 50% komposisi massa dari PM 2,5 terdiri dari carbonaceous aerosol. Komposisi ini diperkirakan berasal dari proses combustion. Sekitar 30% komposisi ini terdiri atas aerosol sekunder, dan 15% terdiri atas materi geologi atau unsur tanah dan bebatuan. Sekitar 50% komposisi PM 10 terdiri atas materi geologi, 30% terdiri atas carbonaceous aerosol, dan kurang dari 20 % terdiri atas aerosol sekunder (World Bank, 2003). Komposisi kimia dari sebagian besar partikulat PM 10 dan PM 2,5 dapat diklasifikasikan sebagai berikut (Chong, 2002): 1. Oksida logam Oksida logam berasal dari batuan dan mineral yang terkandung dalam bumi yang kemudian tersuspensi menjadi debu dan terbawa angin di udara. Oksida logam yang paling banyak ditemukan adalah oksida alumunium, silikon, kalsium, titanium, besi, dan logam lain dalam bentuk oksida. 2. Sulfat dan nitrat Sulfur/ belerang tersedia dalam bentuk ammonium sulfat, ammonium bisulfat, dan asam sulfat. Senyawa ini mudah larut dalam air dan umumnya termasuk ke dalam PM 2,5, sedangkan nitrogen terutama berada dalam bentuk senyawa ammonium nitrat. 3. Natrium klorida Natrium klorida ditemukan sebagai partikulat terutama di daerah pantai dan umumnya berupa partikel kasar (coarse particulate) 4. Natrium nitrat

8 Natrium nitrat lebih banyak ditemukan dalam ukuran PM 10, dan terdistribusi terutama di daerah pantai. Natrium nitrat terjadi akibat adanya reaksi antara asam nitrat dengan garam laut (natrium klorida). 5. Partikulat karbon organik Karbon organik terdiri dari ratusan bahkan ribuan senyawa yang berbeda. Masing-masing senyawa tersebut tersusun atas lebih dari duapuluh atom karbon. Salah satu dari senyawa karbon organik ini adalah senyawa PAHs (Polycyclic aromatic hydrocrbons). 6. Polycyclic aromatic hydrocrbons (PAHs) Kehadiran senyawa PAH di lingkungan berasal dari proses pirolisis senyawa organik. Proses pengasapan dan pemanggangan pada makanan dapat memicu pembentukan PAH dalam jumlah besar. Bahan bakar bensin dan diesel pada kendaraan telah diketahui mempunyai kontribusi yang cukup besar dalam meningkatkan konsentrasi PAH dalam partikulat halus. Penelitian mengenai PAH dalam senyawa-senyawa organik terutama berkaitan dengan sifat karsinogenik dan mutagenik PAH tersebut (Chong, 2002). II.3.4 Sumber Partikulat Kehadiran partikulat sebagai polutan di udara dapat berasal dari berbagai sumber. Sumber itu secara garis besar dapat dibagi menjadi dua yaitu sumber alami dan sumber antropogenik. Sumber alami yaitu partikulat yang berasal dari prosesproses kejadian alam seperti tanah dan mineral-mineralnya, debu vulkanik, partikel garam laut, material biologi seperti serbuk sari, spora, dan bakteri, juga serpihan-serpihan akibat kebakaran hutan. Partikulat yang berasal dari kejadian alam ini biasanya lebih banyak menghasilkan partikel kasar namun ada juga yang menghasilkan partikel halus akibat adanya proses combustion seperti yang terjadi akibat kebakaran hutan (Health Canada, 2005). Sumber partikulat yang menghasilkan partikulat dari sumber-sumber alamiah tanpa ada proses reaksi yang melibatkan unsur-unsur di dalamnya disebut sumber

9 alami primer. Sumber alami sekunder yaitu sumber yang membebaskan partikulat ke udara dengan melibatkan reaksi-reaksi kimiawi dari sumber alami primer. Contohnya adalah nitrogen oksida (NOx) yang dibebaskan dari tanah, VOCs (Volatile Organic Compounds), ammonia, dan sulfur dioksida (SO 2 ) yang dibebaskan oleh tumbuhan (Health Canada, 2005). Sumber partikulat lain adalah sumber yang berasal dari kegiatan antropogenik atau yang melibatkan aktifitas manusia. Sumber antropogenik ini juga dapat menghasilkan partikulat primer dan sekunder, serta coarse maupun fine particulates, misalnya gas-gas serta partikulat yang dihasilkan dari proses pembakaran industri dan bahan bakar kendaraan bermotor (Health Canada, 2005). Penjelasan mengenai sumber partikulat di udara dapat dilihat pada Tabel II.3. Tabel II.3 Pengelompokan partikulat berdasarkan sumber Natural/ Alami Antropogenik Primer Sekunder Primer Sekunder PM2.5 Kebakaran hutan (karbon dan elemen karbon) karbon dari proses biogenic VOCs Nitrat dari NOx alami Pembakaran bahan bakar fosil dari industri, pemukiman, kendaraan (elemen karbon dan karbon organik) karbon organik yang berasal dari VOCs sumber antropogenik (kendaraan, industri, pelarut) Sulfat dan nitrat dari sumber antropogenik SOx dan NOx (kendaraan, pabrik, PLN dll.) PM10 windblown dust sea salt spray Serbuk sari, spora Debu mineral dari proses penambangan windblown soil dari lahan pertanian debu jalanan dust/ debu dari proses konstruksi (Sumber: Health Canada, 2005) Partikulat dengan karakteristik komposisi kimia tertentu akan menunjukkan sumber yang mengimisikan partikulat tersebut. Dalam proses identifikasi sumber pencemar, perlu diketahui tentang unsur penanda dari sumber untuk mengetahui pentingnya profil sumber dan kontribusi sumber. Senyawa-senyawa yang dapat membedakan emisi-emisi sumber, baik karena jumlahnya yang berlimpah

10 ataupun karena proporsionalitasnya, sangat penting untuk diketahui sebagai unsur penanda. Disamping itu perlu dipertimbangkan sumber-sumber apa yang ada di wilayah yang diteliti, serta melihat faktor korelasi antar elemen (Mauliadi, 2005). Elemen-elemen yang konsisten berkorelasi kuat cenderung berasal dari sumber yang sama. Tabel II.4 menunjukkan beberapa unsur yang digunakan untuk memperkirakan sumber pencemar pada studi tentang partikulat (Koistinen, 2002). Unsur-unsur penanda sumber polutan tersebut dapat dikorelasikan sehingga dapat merujuk kepada sumber polutan tertentu. Tabel II.4 Unsur-Unsur Kimia Penanda Sumber Polutan Kategori Sumber Elemen/senyawa Tanah Al, Ce, Fe, Mn, Sc, Si, Sm Transportasi jarak jauh, partikel sekunder S Asap rokok Cd Kendaraan Br, C, Cu, Pb, Sb, Zn Katalis mobil Al Kendaraan petroleum Al, Ca, Cd, Cu, Fe, Mn, Ni Kendaraan diesel Al, Ba, Cu, Mg, Mn, Na, Pb, Sb, Zn Kendaraan non katalis Br, Pb Debu/ Brake dust Ba, Fe 2 O 3, Mg 2+, SiO 2, Serpihan ban Zn Jalan raya Mn Garam laut Cl, Na Industri baja/peleburan Ca, Cd, Cr, Cu, Fe, ln, Mn, Pb, Sn, Zn Peleburan seng Cd, Pb, Zn, Sn Peleburan tembaga Cu, P, Se Peleburan pyrite As, Cu Insinerator Ag, Cl, Cu, ln, K, Pb, Sb, Zn Pembakaran batubara Ag, as, Cr, K, Mo, Pb, Sb, Se, S, Zn Pembakaran minyak/ refinery Cr, La, Ni, Sm, S, V Pembakaran biomassa/ kayu K, C volatil, elemental C Kapur Ca, Mg (Sumber: Koistinen, 2002) Beberapa penelitian telah dilakukan untuk mengaitkan unsur-unsur penanda sumber dengan prediksi sumber. Hasil yang diperoleh, terdapat suatu korelasi

11 yang kuat antara sumber asal pencemar dan elemen utama yang terkandung di dalamnya. Korelasi tersebut dapat diperlihatkan oleh besarnya konsentrasi unsur tertentu yang seharusnya ada atau dari kemunculan unsur-unsur tertentu sebagai unsur utama kandungan partikulat dibandingkan dengan unsur lainnya. Proses pengambilan keputusan terhadap masalah yang dikaitkan dengan adanya korelasi antar variabel tersebut dapat dilakukan dengan berbagai metode. Salah satu metode yang banyak digunakan adalah metode analisis faktor. Analisis faktor merupakan suatu teknik reduksi data (Garson, 2007). Teknik ini merupakan sekelompok prosedur untuk menyisihkan data yang melimpah dari suatu set variabel-variabel yang berkorelasi dan merepresentasikan variabel-variabel tersebut dengan variabel baru yang lebih kecil, yang disebut faktor (Mauliadi, 2005). Prinsip dasar analisis faktor didasarkan pada pengertian tentang variabel dan faktor. Variabel adalah data atau kumpulan data yang bersifat independen dan dapat memiliki korelasi baik antara data-data itu sendiri maupun antara kumpulan data dengan faktor yang telah ditetapkan. Faktor adalah suatu kondisi ataupun kesimpulan yang berisi beberapa variabel yang saling berhubungan dan muncul secara bersamaan, untuk kemudian mendasari penetapannya (Mauliadi, 2005). Penjelasan tentang analisis faktor ini dapat dilihat dalam Gambar II.1. 7 variabel Faktor1 x 1 x 2 x 3 Faktor2 x 4 x 5 x 6 x 7 Gambar II.1 Ilustrasi analisis faktor (Kachigan (1986) dalam Mauliadi, 2005) Gambar II.1 tersebut menunjukkan tujuh variabel x 1,x 2,,x 7 yang kemudian dikelompokkan ke dalam dua kelompok terpisah. Variabel x 1, x 2, dan x 3

12 tergabung dalam kelompok yang sama. Hal tersebut menunjukkan bahwa variabel-variabel tersebut saling berhubungan erat dan merepresentasikan suatu faktor. Begitu juga dengan variabel x 4, x 5, x 6, dan x 7 yang membentuk faktor kedua. Sehingga analisis terhadap tujuh variabel tersebut menjadi lebih mudah dan terarah. II.3.5 Analisis Partikulat Metode yang digunakan dalam proses identifikasi dan karakterisasi partikulat udara cukup beragam. Penelitian ini menggunakan metode analisis elemental dengan INAA (Instrumental Neutron Activation Analysis), metode analisis Pb dan Hg dengan AAS (Atomic Absorption Spectrophotometry), dan metode analisis black carbon dengan Reflektometer. INAA (Instrumental Neutron Activation Analysis) Teknik INAA yang disebut juga APN (Analisis Pengaktifan Neutron) ditemukan oleh George Hevesy pada tahun 1936 (Susetyo, 1984). Prinsip dasar APN yaitu cuplikan (sampel) yang akan dianalisis, diiradiasi dengan menggunakan suatu sumber neutron. Inti atom unsur-unsur dalam cuplikan tersebut akan menagkap neutron dan menjadi radioaktif. Setelah paparan radiasi neutron dianggap cukup, cuplikan tersebut dikeluarkan dari sumber neutron. Cuplikan yang telah diiradiasi mengandung unsur-unsur dengan sifat radioaktif dan memancarkan sinar γ. Sinar γ yang dipancarkan oleh berbagai unsur dalam cuplikan dapat dianalisis dengan spektrometri γ. Analisis kualitatif dilakukan berdasarkan penentuan tenaga sinar γ, sedang analisis kuantitatif dilakukan dengan menentukan intensitasnya (Susetyo, 1984). Apabila unsur-unsur stabil dalam cuplikan diiradiasi dengan neutron ada bermacam-macam reaksi inti yang dapat terjadi. Reaksi yang digunakan dalam metode APN adalah reaksi neutron-gamma (n,γ), seperti yang dicontohkan pada persamaan reaksi di bawah ini: 127 I + 1 n 128 I + γ

13 Persamaan reaksi di atas menunjukkan unsur stabil yang diiradiasi dengan sumber neutron menghasilkan unsur radioaktif dan membebaskan sinar gamma (Susetyo, 1984). Fasilitas iradiasi yang digunakan dalam metode INAA dalam penelitian ini adalah reaktor atom. Bahan bakar suatu reaktor atom umumnya adalah uranium. Dalam uranium terdapat dua isotop uatama yaitu 235 U dan 238 U. Inti 235 U apabila menyerap neutron akan mengalami pembelahan menjadi dua inti baru dan melepaskan 2 atau 3 neutron, reaksi inti yang terjadi adalah sebagai berikut (Susetyo, 1984): 1 A1 A2 92U + 0n Z1X + Z 2Y + 2atau3 235 Persamaan reaksi tersebut di atas menunjukkan bahwa reaktor atom dapat menjadi sumber neutron yang dapat digunakan untuk proses iradiasi. 1 0 n Teknik analisis unsur dengan INAA atau APN ini dapat digunakan untuk menganalisis unsur-unsur dalam cuplikan tanpa merusak cuplikan tersebut. Cuplikan ditimbang dalam jumlah tertentu yang kemudian dimasukkan ke dalam botol polietilen. Cuplikan yang mempunyai kadar unsur-unsur yang sangat rendah perlu dipekatkan terlebih dahulu. Misalnya unsur-unsur dalam air perlu ditangkap dahulu oleh resin penukar ion, kemudian resin tersebut yang diiradiasi. Setelah cuplikan diiradiasi dalam waktu tertentu, proses iradiasi dihentikan dan cuplikan dikeluarkan dari tempat radiasi. Setelah itu dilakukan proses pencacahan atau pembacaan unsur-unsur yang telah bersifat radioaktif dalam cuplikan tersebut. Proses pencacahan dilakukan dengan memanfaatkan energi spektrometri-γ dengan menggunakan perangkat khusus. Radionuklida hasil pengaktifan yang berumur (mempunyai waktu paruh) pendek harus segera dicacah, dan untuk radionuklida dengan umur panjang sebaiknya dilakukan cooling beberapa saat. Hal tersebut dilakukan agar nuklida dengan umur pendek yang tidak diperlukan telah meluruh sehingga tidak mengganggu analisis data. (Susetyo, 1984). Proses analisis data dengan metode APN dapat dilakukan secara kuantitatif dan kualitatif. Analisis kualitatif adalah analisis untuk mengetahui unsur-unsur yang terkandung dalam cuplikan, sedangkan analisis kuantitatif dapat mengetahui

14 kadar/ berat unsur-unsur tersebut. Analisis kualitatif yang digunakan adalah dengan cara melihat karakteristik puncak-puncak dari energi sinar gamma yang dipancarkan. Puncak-puncak energi tersebut kemudian diidentifikasi dengan menggunakan daftar tenaga sinar gamma yang merujuk kepada unsur-unsur tertentu. Penentuan puncak-puncak tersebut didasarkan atas tiga kriteria, yaitu (Susetyo, 1984): 1. Puncak yang dipilih adalah puncak dengan intensitas mutlak atau laju cacah (cps) yang paling besar. 2. Puncak yang dipilih adalah puncak dengan tenaga sinar γ paling tinggi. 3. Puncak yang dipilih adalah puncak yang tidak terkena pengaruh puncak nuklida lain yang tidak dapat dipisahkan oleh detektor. Analisis kuantitatif dalam APN yang umum digunakan adalah penentuan secara nisbi. Analisis kuantitatif secara nisbi menggunakan suatu zat standar dengan matrix yang diperkirakan sama dengan matrix cuplikan. Kadar unsur-unsur tertentu dalam standar itu telah diketahui dan kadar unsur yang ditentukan dalam cuplikan kurang lebih sama dengan kadar unsur tersebut dalam standar. Standar kemudian dipersiapkan dan diiradiasi bersama cuplikan. Dengan membandingkan laju cacah cuplikan dan standar, maka dapat diperoleh kadar unsur dalam cuplikan. Hal tersebut dapat ditunjukkan dalam persamaan reaksi sederhana sebagai berikut (Susetyo, 1984): ( Cps) cuplikan Wcuplikan =. Wstd (2.1) ( Cps) std Keterangan : W : Kadar unsur yang ingin diketahui (μg) Cps : Laju cacah std : standar Seperti halnya metode pada umumnya, teknik INAA/ APN juga mempunyai keunggulan dan kekurangan. Keunggulan dan kekurangan teknik INAA/ APN dijabarkan sebagai berikut:

15 Keunggulan INAA: 1. Sensitif, analisis ini mempunyai kepekaan yang tinggi dan batas deteksi yang rendah hingga mencapai nanogram. 2. Spesifik, dapat menganalisis unsur satu per satu. 3. Simultan, dapat menganalisis banyak unsur secara bersamaan. 4. Bebas kontaminasi laboratorium bila sudah diiradiasi Kekurangan INAA: 1. Kontaminasi laboratorium sebelum proses iradiasi sangat berpengaruh walaupun dalam jumlah kecil, sehingga harus dicegah seminimal mungkin. 2. Memerlukan fasilitas reaktor nuklir. 3. Biaya yang mahal karena menggunakan teknologi tinggi. 4. Unsur dengan penampang lintang reaksi tinggi dapat menimbulkan efek perisaian sendiri (self shilding) (Susetyo, 1984). AAS (Atomic Absorption Spectrophotometry) Atomic Absorption Spectrophotometry (AAS) dikenal juga dengan Spektrofotometri Serapan Atom (SSA), adalah suatu teknik analisis untuk penentuan unsur-unsur logam dan metaloid yang didasarkan pada penyerapan (absorbsi) radiasi oleh atom-atom bebas unsur tersebut (LIPI, 2007). Analisis yang dapat dilakukan dengan metode AAS adalah mulai dari analisis unsur-unsur yang memiliki kadar kecil/ unsur runutan (trace analysis) juga analisis komponen-komponen utama/ unsur dengan kadar tinggi (major elements). Teknik AAS pertama kali dikembangkan oleh Sir Alan Walsh pada pertengahan 1950-an. Prinsip-prinsip dalam AAS ini terkait dengan atom-atom bebas yang terbentuk. Atom bebas akan berinteraksi dengan berbagai bentuk energi seperti energi panas, elektromagnetik, kimia, dan energi listrik. Interaksi ini menimbulkan proses-proses yang menghasilkan absorbsi dan emisi (pancaran) radiasi dan panas. Radiasi yang dipancarkan ini mempunyai panjang gelombang dengan karakteristik tertentu untuk masing-masing atom bebas (LIPI, 2007).

16 Pembentukan atom bebas dalam metode AAS dapat menggunakan tiga cara, yaitu dengan menggunakan nyala campuran gas (flame-aas); pemanasan oleh listrik (electrothermal-aas atau graphite furnace-aas); dan pembentukan senyawa hidrida yang diikuti pemanasan. a. Flame-AAS Atom yang terbentuk berasal dari proses pemanasan senyawa logam pada suhu sekitar C atau lebih. Campuran gas yang umum digunakan adalah udara-asetilen (suhu nyala C, optimum untuk unsurunsur transisi seperti Cu, Pb, Cd, Zn, Fe, Mn, dan lain-lain), nitrousoksida-asetilen (suhu nyala C, optimum untuk logam refractory), atau udara-propan (suhu nyala C, optimum untuk atom-atom alkali ). b. Elektrothermal-AAS Larutan sampel diinjeksikan ke dalam tabung grafit yang dipasang diantara dua elektrode. Arus listrik kemudian dialirkan sehingga terjadi peningkatan suhu dalam tabung grafit. Arus listrik diatur hingga suhu mencapai C. Pemanasan larutan sampel dilakukan dalam tiga tahap yaitu tahap pengeringan, pengabuan, dan pengatoman. c. Pembentukan senyawa hidrida Sejauh ini pembentukan atom dengan senyawa hidrida berlaku untuk unsur-unsur As, Se, dan Sb yang mudah membentuk senyawa hidrida dalam bentuk gas bila dipanaskan pada suhu C. Merkuri (Hg), proses pembentukan atom dapat dengan menggunakan cara ini melalui reduksi NaBH 4 atau SnCl 2 (LIPI, 2007). Pembentukan atom bebas yang menggunakan flame-aas dapat dicontohkan pada pembentukan atom bebas unsur Pb dengan persamaan reaksi sebagai berikut (LIPI, 2007): Pb( NO O PbO 3 ) 2 ( PbO ) ( s) NOx aq panas 2 ( s ) PbO l Pb panas panas g + + ( ) + ( ) Pb ( g ) + Pb panas ( o) Ox

17 Reaksi pengatoman dengan pembentukan senyawa hidrid dapat dicontohkan pada pembentukan atom bebas pada unsur Hg. Reaksi pengatoman ditunjukkan dengan persamaan reaksi sebagai berikut (LIPI, 2007): NaBH BH 4 HgH HCl BH + Hg( Cl) 4 HgH + NaCl + HCl dipanaskan 20 C Hg( o) + H 2 EEL Smokestain Reflectometer Analisa black carbon menggunakan EEL smokestain reflectometer. Prinsip dasar dari pengukuran black carbon dengan EEL smokestain reflectometer adalah absorpsi, dan refleksi cahaya (Cohen, 2000). Konsentrasi massa partikulat dalam suatu filter dapat dihubungkan dengan tingkat kerapatan partikulat tersebut. Rumus dasar kerapatan massa black carbon (D (μg/cm 2 )) adalah sebagai berikut (Cohen, 2002): V D = M. (2.2) A M adalah konsentrasi massa (μg/m 3 ), V adalah volume udara (m 3 ), dan A adalah luas area (cm 2 ). Jika konsentrasi black carbon belum diketahui maka untuk mengetahui kerapatan sampel dalam filter dapat dilihat dari transmisi cahaya yang melewati filter. Edward (1983) dalam Cohen (2000), mengemukakan bahwa transmisi cahaya yang melewati filter dapat dihitung dengan persamaan berikut: [ ε /100] I = I 0 exp D (2.3) Transmisi cahaya yang melewati filter kosong dilambangkan dengan I 0, I adalah transmisi cahaya pada filter yang mengandung black carbon, ε adalah koefisien absorpsi dari panjang gelombang cahaya (m 2 /g). Black Carbon atau disebut juga Elemental Carbon (EC) merupakan hasil terbanyak dari proses refraksi dan polimerasi aerosol. Menurut Horvarth (1993) dalam Cohen (2000) black carbon adalah komponen yang mempunyai kemampuan mengabsorbsi cahaya yang tinggi di atmosfer. Jika diasumsikan bahwa semua cahaya diserap oleh black carbon, maka persamaan (2.3) dapat di inversi sehingga diperoleh persamaan kerapatan transimisi cahaya (T) pada elemental carbon (EC T ) atau black carbon dalam filter sebagai berikut (Cohen, 2000):

18 2 100 I ( μ g / cm ) = ) ln (2.4) Fε I EC T 0 Faktor koreksi F biasa diasumsikan sebesar 1,00, dan ε adalah koefisien absorpsi massa dari EC (m 2 /g). Refleksi (R) cahaya adalah dua kali transmisi cahaya, sehingga dapat diperoleh persamaan kerapatan refleksi cahaya pada elemental carbon (EC R ) sebagai berikut (Cohen, 2000): Ro EC R ( μ g / cm ) = ln 2Fε R (2.5) Refleksi cahaya pada filter kosong dilambangkan sebagai R 0 dan pada filter yang mengandung sampel adalah R. Dengan demikian untuk mencari M (konsentrasi black carbon) persamaan EC r dapat dimasukkan ke dalam persamaan dasar (2.2) sehingga diperoleh persamaan konsentrasi black carbon sebagai berikut (Cohen, 2000): 3 A 100 Ro EC( μ g / m ) = ln V 2ε R (2.6) Pengukuran black carbon yang dilakukan di Australia oleh Cohen dari tahun 1995 hingga 1999 dan Ayers et al 1998 dalam Cohen (2000) menunjukkan bahwa massa black carbon adalah sekitar 10-40% massa dari fine particles (PM 2,5). II.4 Sistem Pernafasan Manusia Sistem respirasi/pernafasan manusia tersusun atas beberapa organ, yaitu hidung, mulut, tenggorokan, laring, trakea, bronki, dan paru-paru. Bagian hidung hingga bronchi merupakan bagian saluran yang terlewati oleh udara, sedangkan bagian paru-paru merupakan tempat pertukaran O 2 yang terkandung dalam udara bersih dengan CO 2 hasil metabolisme tubuh untuk dikeluarkan bersama udara yang dihembuskan. Paru-paru dapat dikatakan sebagai jalur tercepat yang digunakan sebagai pintu masuk material toksik ke dalam tubuh mengingat eratnya hubungan paru-paru dengan sistem sirkulasi. Dalam menjalankan fungsinya sistem respirasi didukung oleh diafragma dan otot dada. Secara fisiologis, ketika bernafas dalam keadaan normal volume udara yang diinspirasi atau diekspirasi oleh rata-rata orang dewasa muda adalah 500 ml udara. Volume tersebut disebut sebagai

19 volume alun nafas (tidal) (Guyton et. al, 1997). Frekuensi pernafasan normal kirakira sebanyak 12 kali per menit, sehingga rata-rata volume udara yang masuk ke dalam paru-paru dalam keadaan normal adalah sekitar 6 liter/menit (Guyton et.al, 1997). Gambar II.2 memperlihatkan sistem pernafasan manusia. Gambar II.2. Sistem pernafasan manusia (Hall et al., 1997) Hidung hidung terdiri atas bagian internal dan eksternal. Bagian eksternal terdiri atas bagian atas dan bagian bawah. Bagian atas berfungsi untuk membentuk hidung secara keseluruhan karena bagian ini tersusun atas tulang hidung., sedangkan bagian bawah tersusun atas tulang rawan. Bagian dalam terletak pada tulang wajah meliputi bagian dasar tulang tengkorak hingga langit-langit mulut.

20 Udara masuk melalui lubang hidung, kemudian melewati rambut-rambut hidung, lalu mengalir ke bagian posterior menuju nasofaring. Pada bagian ini udara diatur suhu dan kelembabannya dan sebagian partikel yang terbawa oleh udara dijatuhkan. Mekanisme pengurangan jumlah partikel yang masuk melalui udara inspirasi telah dimulai dari penyaringan oleh rambut-rambut hidung, adanya tumbukan dengan tikungan-tikungan dalam saluran respirasi, dan proses sedimentasi. Permukaan dinding bagian dalam hidung dilapisi oleh membaran mukosa. Membran tersebut mensekresi cairan yang disebut mukus. Mukus berfungsi sebagai perangkap bakteri dan debu yang terkandung dalam udara. Selain mukus, membran tersebut juga dilapisi oleh silia atau jaringan yang berbentuk filamen. Silia seperti halnya mukus juga berperan dalam membersihkan udara yang dihirup. Jika bernafas melalui mulut maka tidak ada mekanisme perlindungan dari mukus maupun silia (Hall et al., 1997). Faring Setelah melewati hidung dan rongga hidung, udara bergerak melewati faring. Faring merupakan suatu rongga berbentuk pipa yang terletak pada bagian belakang tulang tengkorak wajah, merupakan saluran menurun di belakang rongga hidung, mulut, dan laring yang kemudian berhubungan dengan esofagus. Faring tersusun atas tulang rangka dan dilapisi oleh membran mukosa. Fungsi membran mukosa pada faring adalah melanjutkan proses pembersihan udara yang telah dilakukan di rongga hidung (Hall et al., 1997). Pada bagian bawah tenggorokan terdapat dua percabangan yaitu esofagus (kerongkongan) di bagian belakang dan trakea di bagian depan. Makanan dari mulut akan masuk ke dalam faring dan diteruskan ke esofagus, sedangkan udara dan gas akan masuk ke dalam faring dari rongga hidung dan diteruskan menuju trakea dan paru-paru. Pada bagian pangkal trakea terdapat katup epiglotis yang berfungsi untuk mengatur agar makanan tidak masuk ke dalam trakea (Hall et al., 1997).

21 Laring Laring berfungsi untuk melanjutkan aliran udara dari faring menuju trakea. Laring diliputi oleh membran mukosa dan silia yang dapat mengembalikan partikel kembali ke faring. Fungsi lain dari laring dapat diibaratkan sebagai penjaga trakea, yaitu mengontrol aliran udara dan mencegah material dan bahan-bahan lain masuk ke dalam trakea kecuali udara (Hall et al., 1997). Trakea Trakea terletak pada bagian bawah laring, tepatnya pada bagian leher hingga rongga dada. Bagian ujung bawah trakea terbagi menjadi dua cabang, yang disebut bagian kiri dan kanan bronki.trakea tersusun atas tulang-tulang rawan yang berbentuk cincin. Dinding trakea dilapisi oleh membran mukosa dan silia mencegah partikel yang dapat melewati mekanisme penyaringan dari bagian rongga hidung hingga laring masuk ke dalam paru-paru (Hall et al., 1997). Bronki Bronki merupakan percabangan dari trakea ke arah kiri dan kanan. Masingmasing bronki disebut bronkus, yang merupakan pintu masuk menuju paru-paru bagian kiri atau bagian kanan. Bronkus kanan lebih lebar dan pendek dibandingkan bronkus kiri. Hal inilah yang menyebabkan material yang masuk bersama udara lebih banyak ditemukan di paru-paru kanan. Masing-masing bronkus dibagi menjadi bagian-bagian yang lebih kecil hingga membentuk cabang-cabang halus. Pada bagian yang lebih besar dari cabang-cabang bronkus tersusun atas tulang rawan dan semakin menghilang pada ukuran cabang yang paling kecil (Hall et al., 1997). Paru-paru Paru-paru manusia berjumlah dua buah, yaitu satu bagian kiri dan satu bagian kanan rongga dada. Paru-paru kanan sedikit lebih besar dan tersusun atas tiga lobus dibandingkan dengan paru-paru kiri yang tersusun atas dua lobus. Di dalam paru-paru, bronkeolus bercabang-cabang membentuk saluran-saluran halus yang

22 disebut bronkiolus. Bronkiolus ini bercabang-cabang lagi membentuk cabang yang paling halus yang disebut alveoli (Hall et al., 1997). Zona pernafasan Zona pernafasan bukan merupakan bagian dari organ sistem pernafasan. Zona pernafasan atau breathing zone dapat didefinisikan sebagai lokasi terjadinya interaksi antara udara inspirasi, udara ekspirasi, serta udara ambien pada arah horizontal maupun vertikal (Marr, 2004). Ilustrasi mengenai zona pernafasan ditampilkan pada Gambar II.3.. Gambar II.3 Zona Pernafasan ( Gambar II.3 menunjukkan bahwa pada zona pernafasan, terjadi interaksi antara udara ambien dengan udara yang dihirup, serta udara yang dilepaskan dengan udara ambien. Udara pada zona pernafasan adalah udara ambien yang dihirup dan dapat mengandung berbagai macam material baik organik maupun anorganik, atau mikroorganisme. II.5 Dampak Pencemaran Udara Terhadap Kesehatan Manusia Efek suatu polutan terhadap fungsi organ terkadang tidak dapat langsung dilihat, tergantung pada konsentrasi, lamanya paparan, dan frekuensi paparan. Faktorfaktor lain dapat menjadi pendukung terjadinya efek, namun dapat juga menjadi faktor yang memperlambat terjadinya efek. Faktor-faktor tersebut dapat berupa

23 kondisi kesehatan seseorang, pola hidup, keadaan lingkungan dan lain sebagainya (Soemirat, 2003). Paparan pencemaran udara terhadap manusia akan mempengaruhi sistem pernafasan dan selanjutnya dapat mempengaruhi fungsi fisiologis tubuh. Hal ini terjadi karena manusia menghirup dan menghembuskan udara dari paru-paru sekitar 10-20m 3 setiap hari (Hinds, 1982). Ketika manusia bernafas maka akan terjadi translokasi bahan pencemar yang berada dalam udara ke dalam pembuluh darah alveoli. Darah membawa bahan pencemar kembali ke jantung dan dari jantung beredar ke seluruh tubuh melalui aorta. Bahan pencemar yang paling mempengaruhi kesehatan manusia adalah SO 2, NO x, ozon, CO, dan debu. Kelembaban relatif dalam saluran pernafasan biasanya sekitar 100%. Sifat kelarutan SO 2 dan H 2 SO 4 dalam air tinggi, maka bahan ini dapat meresap hampir ke seluruh dinding saluran pernafasan bagian atas, yaitu rongga hidung, tenggorokan, dan laring. Sehingga efek paling sering terjadi pada saluran pernafasan bagian atas. NO x dan O 3 larut dalam air dengan kecepatan lebih rendah, karena itu akan meresap pada saluran pernafasan bagian bawah yaitu broncheoli dan alveoli (Depkes, 1994). Penyakit pada sistem saluran pernafasan yang umum dikenal adalah Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA). ISPA adalah penyakit yang menyerang saluran pernafasan, mulai dari hidung sampai paru-paru. Penyebaran penyakit ini melalui sistem inhalasi dan tidak bersifat genetis (Sudarwati, 2006). ISPA dikelompokkan menjadi dua macam, yaitu ISPA atas dan ISPA bawah. Saluran pernafasan atas dan saluran pernafasan bawah dipisahkan oleh epiglotis. Penyakit yang termasuk ke dalam ISPA atas antara lain rhinitis, tonsilitis, faringitis, tonsilofaringitis, dan difteri. Pneumonia dan broncopneumonia termasuk ke dalam golongan ISPA bawah. Gejala yang ditimbulkan ISPA atas antara lain batuk, pilek, demam, sakit menelan, dan lain sebagainya, sedangkan ISPA bawah umumnya ditandai dengan sesak nafas (Sudarwati, 2006).

24 ISPA umumnya disebabkan oleh mikroorganisme seperti bakteri, virus, dan jamur. Polusi udara dapat berkontribusi menyebabkan ISPA karena dapat memperburuk mekanisme pertahanan tubuh sehingga dapat mempermudah mikroorganisme mengiritasi saluran pernafasan atas maupun bawah. ISPA bawah terjadi setelah didahului oleh ISPA atas (Sudarwati, 2006). Beberapa gangguan kesehatan sebagai akibat dari pencemaran udara menurut klasifikasi Departemen Kesehatan adalah sebagai berikut: 1. Keracunan oleh sulfur dioksida (SO 2 ) SO 2 ini dapat menganggu pernafasan sehingga mengakibatkan penderita bronchitis, emphysema, dan lain-lain penderita penyakit saluran pernafasan menjadi lebih parah keadaannya. Eratnya hubungan antara kadar SO 2 di udara dengan gejala-gejala penyakit pernafasan inilah maka WHO menyatakan SO 2 sebagai salah satu pencemar udara yang paling berbahaya. Hal yang perlu mendapat perhatian mengenai SO 2 adalah terjadinya perubahan kimia di udara. SO 2 membentuk asam sulfat aerosol dan dapat membentuk partikel ammonium sulfat sebagai hasil reaksi dengan amoniak. Partikel ini dapat terbawa jauh masuk ke dalam paru-paru. Keadaan ini mengakibatkan masalah kesehatan yang lebih parah bagi penderita. Sifat ini disebut efek sinergis yaitu pengaruh total dari dua komponen pencemar (dalam hal ini SO 2 dan partikel) menjadi lebih besar dibandingkan dengan pengaruh dari masing-masing komponen apabila berdiri sendiri (Depkes, 1994). Gangguan kesehatan yang ditimbulkan adalah iritasi mukosa yang dapat menyebabkan faringitis, bronchitis, asma, dan gangguan nafas lain, serta gangguan bau. Gejala keracunan akut dapat dilihat dari adanya sesak nafas dan iritasi mata (Depkes, 1994). 2. Keracunan oleh karbonmonoksida Karbonmonoksida mempunyai sifat berbeda dengan gas pencemar udara lain. Umumnya gas pencemar lain akan mengganggu saluran pernafasan dan masuk ke dalam aliran darah setelah melewati paru-paru dan bereaksi dengan haemoglobin dalam darah membentuk Carboksihaemoglobin (CoHb) sehingga akan

25 menghambat fungsi normal Hb dalam membawa oksigen dari paru-paru ke seluruh tubuh. Hal tersebut diakibatkan afinitas pembentukan CoHb adalah 240 kali lebih cepat dibandingkan dengan afinitas oksigen. Gejala keracunan CO adalah sesak nafas karena kekurangan oksigen. Gejala awal penderita akan terlihat pucat yang kemudian dapat berakibat kematian jika tidak segera mendapatkan oksigen. Hb dalam darah akan segera melepaskan CO apabila penderita telah mendapatkan udara yang kaya akan oksigen. Kehadiran CO dalam tubuh akan mengganggu proses oksigenasi (Depkes, 1994). Gejala keracunan akut akibat karbonmonoksida ini seperti sakit kepala, mual dan pusing, serta sesak nafas/ nafas tidak teratur, suhu badan turun, shock, peredaran darah tepi tidak lancar dan bisa terjadi oedema paru-paru. Keracunan CO ini sifatnya reversibel akan tetapi jika tidak segera ditangani dapat berakibat fatal. Jantung dan otak adalah organ-organ yang paling peka terhadap kurangnya oksigen di dalam tubuh, sehingga organ-organ tersebut paling parah ketika keracunan gas CO. Kadar COHb dalam darah akan bergantung dari CO di udara yang dihirup melalui pernafasan, lama terpapar, dan kapasitas paru-paru untuk menampung udara. Gejala pembentukan CoHb akan lebih cepat terjadi pada perokok dibandingkan dengan yang tidak merokok (Depkes, 1994). 3. Keracunan oleh nitrogen oksida (NO x ) Pengaruh langsung dari NO 2 terhadap kesehatan tidak diketahui dengan jelas, namun nitrogen monoksida (NO) dalam kadar yang cukup tinggi dapat bereaksi dengan haemoglobin dan mempunyai sifat yang serupa dengan CO serta dapat menghalangi fungsi normal Hb dalam darah. NO 2 dapat menyebabkan iritasi mata dan saluran pernafasan. Gangguan kesehatan yang dapat ditimbulkan oleh nitrogen oksida ini diantaranya pada kadar 13 ppm dapat menimbulkan iritasi selaput lendir saluran pernafasan. Keracunan nitrogen oksida pada kadar ppm dalam 60 menit dapat menimbulkan kematian. Gejala akut yang diperlihatkan dari keracunan nitrogen oksida diantaranya sakit kepala, tenggorokan kering, batuk-batuk, nafas pendek, suhu badan naik, dan

26 nyeri dada kanan hingga terjadinya oedema paru-paru. Gejala klinis yang diperlihatkan dapat berupa iritasi ringan, rasa terbakar dan nyeri pada tenggorokan dan dada, batuk, dan nafas pendek (Depkes, 1994). 4. Oksidan (Ozon) Gangguan kesehatan yang dapat ditimbulkan oleh keracunan ozon diantaranya gangguan keseimbangan otot mata, gangguan penglihatan, gangguan adaptasi ruang gelap, mulut kering, perubahan pada alat pengecap, gangguan konsentrasi/ berfikir, nyeri dada, lemah kaki dan tangan, susah tidur, dan batuk. Gangguan kronis dapat menyebabkan penyakit paru-paru dan tumor paru. 5. Keracunan oleh debu Pengaruh partikel padat maupun cair yang berada di udara sangat bergantung kepada ukuran, konsentrasi, dan komposisi/ komponen kimiawi. Partikulat yang terhirup bersama udara inspirasi ke dalam sistem pernafasan akan terdeposisi dalam tiga bagian sistem respirasi berdasarkan anatominya. Bagian pertama yaitu bagian extrathoracic (hidung dan mulut). Partikel yang berukuran >10μm akan terdeposit di rongga hidung karena tersaring oleh rambut-rambut halus di dalam rongga hidung ini. Partikel, pada bagian ini dapat dikeluarkan kembali melalui hembusan udara ekspirasi atau ketika bersin. Jika bernafas melalui mulut maka kemungkinan partikulat akan terbawa hingga 65% dan masuk ke dalam sistem gastrointestinal. Bagian kedua adalah bagian tracheobronchial. Partikulat yang dapat masuk ke dalam bagian ini adalah yang berukuran 10μm. Proses pengeluaran partikulat di bagian ini dapat dilakukan oleh mekanisme tubuh melalui pengeluaran dahak. Makin kecil diameter partikel maka makin jauh masuk ke dalam saluran pernafasan. Partikel yang tertangkap oleh saluran yang memiliki silia akan dilempar kembali ke tenggorokan dan akan dikeluarkan bersama dahak (Depkes, 1994., Health Canada, 2005). Partikel berukuran 2,5 μm dapat terdeposit hingga paru-paru dan merusak jaringan di dalamnya. Partikulat yang mudah terlarut akan menembus alveoli dan

27 ikut tersirkulasi ke seluruh tubuh bersama aliran darah. Alveoli tidak memiliki silia, sehingga partikel yang mengendap pada alveoli akan menyerang jaringan paru-paru. Partikel padatan seperti silika akan menyebabkan luka dan akhirnya mengakibatkan fibrosis pada alveolar sehingga mengganggu pertukaran gas dan elastisitas jaringan. (Hinds, 1982; Health Canada, 2005). Partikel debu yang melayang dan terbawa angin akan menyebabkan iritasi pada mata dan dapat menghalangi pandangan mata. Adanya serpihan logam beracun yang terdapat dalam partikel di udara merupakan bahaya terbesar bagi kesehatan. Umumnya udara yang tercemar hanya mengandung logam berbahaya sekitar 0.01% sampai 3% dari seluruh partikel di udara, namun logam tersebut bersifat akumulatif dan kemungkinan dapat terjadi reaksi sinergistik pada jaringan tubuh. Logam yang terkandung di udara dan masuk ke dalam tubuh lewat udara inspirasi mempunyai pengaruh lebih besar dibandingkan dengan dosis yang sama jika berasal dari makanan atau air minum (Depkes, 1994). Selain gangguan pada fungsi penglihatan, gangguan lainnya adalah dapat menimbulkan peradangan pada saluran pernafasan, iritasi kulit, radang paru-paru, bahkan hingga kanker paru-paru. Salah satu kerusakan paru-paru akibat menghirup udara yang mengandung respirable partikulat dapat mengakibatkan penyakit pneumoconiosis (paru-paru berdebu) yaitu kerusakan pada sel-sel alveoli dan bronkus yang kemudian diikuti oleh pembentukan jaringan ikat (fibrosis) (Soemirat, 2003). Pengerasan pada jaringan paru-paru mengakibatkan paru-paru tidak lagi dapat menjalankan fungsinya dalam pertukaran oksigen dan karbondioksida yang seterusnya akan disalurkan ke seluruh tubuh untuk memenuhi kebutuhan metabolisme agar tubuh dapat berfungsi dengan baik. Jika pasokan oksigen yang cukup tidak terpenuhi maka akan menimbulkan kerusakankerusakan jaringan dan organ-organ yang lain dan berujung pada kematian (Soemirat, 2003).

28 6. Keracunan oleh timah hitam (Pb) Timah hitam (Pb) dapat bereaksi dengan grup sulfihidril dari protein dan menyebabkan presipitasi protein sehingga menghambat pembuatan haemoglobin. Paparan timah hitam yang melampaui nilai ambang dapat menimbulkan gangguan seperti anemia, keracunan pada susunan saraf, kerusakan otak, kelemahan mental dan encephalopathy. Menurut WHO kandungan normal timah hitam dalam darah sebesar mg/dl. Gejala keracunan akut yang diperlihatkan dari keracunan Pb diantaranya hilang nafsu makan, konstipasi, lelah, sakit kepala, anemia arthralgia, kelumpuhan anggota badan, kejang, serta gangguan penglihatan (Depkes, 1994). 7. Keracunan oleh hidrogen sulfida (H 2 S) Gangguan kesehatan yang dapat ditimbulkan oleh keracunan hidrogen sulfida antara lain asphixia, merusak sistem saraf penciuman, merusak ginjal dan hati, iritasi mata, kerongkongan, dan mabuk (Depkes, 1994). 8. Keracunan oleh amoniak (NH 3 ) Gangguan kesehatan yang dapat ditimbulkan dari keracunan amoniak antara lain radang saluran pernafasan bagian atas. Konsentrasi NH 3 sebesar mg/m 3 menyebabkan iritasi mata, tenggorokan, dan nasal. Konsentrasi sebesar mg/m 3 dapat menyebabkan oedema paru-paru. Efek lain gas ammonia adalah menimbulkan bau yang merangsang sehingga mengganggu kenyamanan dan konsentrasi (Depkes, 1994). 9. Keracunan hidrokarbon (HC) Gangguan kesehatan yang dapat ditimbulkan akibat keracunan hidrokarbon antara lain efek kelelahan, leucopenia, anemia, serta menimbulkan efek karsinogenik. Adanya berbagai jenis hidrokarbon yang dihasilkan di udara mengakibatkan sukar dicari pengaruh spesifiknya terhadap lingkungan. Hidrokarbon yang reaktif memegang peranan penting dalam pembentukan `smog` yang dapat menyebabkan kematian seperti yang pernah terjadi di London pada tahun 1952.

29 Beberapa jenis hidrokarbon dinyatakan mempunyai implikasi terhadap masalah kesehatan seperti adanya hubungan antara benzene-(a)-pyerene dengan pertumbuhan kanker. Jenis hidrokarbon aromatik juga dicurigai mempunyai sifat yang serupa (Depkes, 1994). Tabel II.5 menunjukkan contoh beberapa toksikan yang berbahaya bagi paru-paru beserta sumber dan efeknya. Tabel II.5 Beberapa toksikan paru-paru, sumber, serta efeknya Toksikan Sumber Industri Efek Debu Alumunium Keramik, cat, elektrik, api Fibrosis Asbestos Tambang, konstruksi, perkapalan Asbestosis, kanker paru-paru Debu Senyawa kromium, pigmen cat Kanker paru-paru Silika Tambang, quarry, pertanian, Silicosis konstruksi Sulfur-oksida Pembakaran, bleaching, fumigasi, Iritasi refrifgerasi Talcum Kosmetika, pabrik karet Fibrosis Ammonia Pupuk ammonia, peledak Iritasi (Sumber: Hodgson dan Levi, 1997 dalam Soemirat, 2003) II.6 Baku Mutu Kualitas Udara Tahun 1971 US EPA menetapkan standar pertama untuk materi partikulat dalam National Ambient Air Quality Standard (NAAQS) dalam bentuk Total Suspended Particulate (TSP). Tahun 1987 standar tersebut diganti dengan PM 10 mengingat sifat aerodinamiknya, yaitu sebesar 50 μg/m 3 untuk rata-rata tahunan dan sebesar 150 μg/m 3 untuk rata-rata 24 jam. Tahun 1997, setelah banyak penelitian mengenai sifat aerodinamik PM 2,5 yang berkaitan erat dengan angka mortalitas dan morbiditas, maka ditetapkan standar untuk PM 2,5 adalah sebesar 15 μg/m 3 untuk rata-rata tahunan, dan 65 μg/m 3 untuk rata-rata 24 jam (Fierro (2000), PPRI No 41 Tahun 1999). OSHA (The Occupational Safety and Health Administration) menetapkan baku mutu yang berlaku di lingkungan kerja. Batas aman untuk total partikulat yang bersifat umum (tidak diidentifikasikan khusus) selama 8 jam TWA (Time

PENCEMARAN UDARA LELY RIAWATI, ST., MT.

PENCEMARAN UDARA LELY RIAWATI, ST., MT. 1 PENCEMARAN UDARA LELY RIAWATI, ST., MT. Pencemaran Udara 2 3 Regulasi Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Pengendalian Pencemaran Udara 4 Pencemaran Udara Masuknya atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hubungan antara..., Dian Eka Sutra, FKM UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Hubungan antara..., Dian Eka Sutra, FKM UI, Universitas Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Polusi udara merupakan masalah lingkungan global yang terjadi di seluruh dunia. Berdasarkan data dari World Health Organization (WHO), polusi udara menyebabkan kematian

Lebih terperinci

Bab IV Metodologi Penelitian

Bab IV Metodologi Penelitian Bab IV Metodologi Penelitian Alur penelitian yang dilakukan terdiri atas survei lapangan, pengumpulan data primer dan sekunder, analisis partikulat, serta analisis paparan unsur-unsur kimia. Metodologi

Lebih terperinci

SMP JENJANG KELAS MATA PELAJARAN TOPIK BAHASAN IX (SEMBILAN) ILMU PENGETAHUAN ALAM (IPA) SISTEM PERNAPASAN MANUSIA. A. Organ-Organ Pernapasan

SMP JENJANG KELAS MATA PELAJARAN TOPIK BAHASAN IX (SEMBILAN) ILMU PENGETAHUAN ALAM (IPA) SISTEM PERNAPASAN MANUSIA. A. Organ-Organ Pernapasan JENJANG KELAS MATA PELAJARAN TOPIK BAHASAN SMP IX (SEMBILAN) ILMU PENGETAHUAN ALAM (IPA) SISTEM PERNAPASAN MANUSIA A. Organ-Organ Pernapasan Bernapas merupakan proses yang sangat penting bagi manusia.

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan. Gambar I.1 Bagan alir sederhana sistem pencemaran udara (Seinfield, 1986)

Bab I Pendahuluan. Gambar I.1 Bagan alir sederhana sistem pencemaran udara (Seinfield, 1986) Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Pencemaran udara didefinisikan sebagai hadirnya satu atau lebih substansi/ polutan di atmosfer (ambien) dalam jumlah tertentu yang dapat membahayakan atau mengganggu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan unsur lingkungan hidup lainnya (SNI ).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan unsur lingkungan hidup lainnya (SNI ). 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Udara Ambient Udara dapat di kelompokkan menjadi dua jenis, yaitu udara ambient dan udara emisi. Udara ambient adalah udara bebas di permukaan bumi pada lapisan troposfir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan

BAB I PENDAHULUAN. orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28 ayat (1) menyebutkan bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pencemaran udara merupakan satu atau lebih substansi fisik, kimia,

BAB I PENDAHULUAN. Pencemaran udara merupakan satu atau lebih substansi fisik, kimia, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pencemaran udara merupakan satu atau lebih substansi fisik, kimia, atau biologi di atmosfer dalam jumlah yang dapat membahayakan kesehatan manusia, hewan, dan tumbuhan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Udara merupakan faktor yang penting dalam kehidupan, namun dengan

BAB I PENDAHULUAN. Udara merupakan faktor yang penting dalam kehidupan, namun dengan 1 BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Udara merupakan faktor yang penting dalam kehidupan, namun dengan meningkatnya pembangunan fisik kota dan pusat-pusat industri, kualitas udara telah mengalami perubahan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peningkatan jumlah kendaraan di kota besar menyebabkan polusi udara yang meningkat akibat pengeluaran emisi gas kendaraan. Banyak faktor seperti tuntutan pekerjaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Komposisi dan Perilaku Gas Buang Kendaraan Bermotor Emisi kendaraan bermotor mengandung berbagai senyawa kimia. Komposisi dari kandungan senyawa kimianya tergantung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hubungan parameter..., Duniantri Wenang Sari, FKM 2 UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Hubungan parameter..., Duniantri Wenang Sari, FKM 2 UI, Universitas Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Jakarta sebagai kota metropolitan di Indonesia memiliki berbagai masalah, salah satu isu yang sedang hangat diperbincangkan adalah masalah pencemaran udara. Menurut

Lebih terperinci

Minggu VIII PENCEMARAN UDARA

Minggu VIII PENCEMARAN UDARA Minggu VIII PENCEMARAN UDARA Setelah mengikuti tatap muka ini, mahasiswa dapat menjelaskan 1. Jenis dan tipe pencemar udara 2. Perilaku partikel di udaia 3. Proses pembentukan partikel udara 4. Komposisi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Hujan merupakan unsur iklim yang paling penting di Indonesia karena

II. TINJAUAN PUSTAKA. Hujan merupakan unsur iklim yang paling penting di Indonesia karena II. TINJAUAN PUSTAKA A. Defenisi Hujan Asam Hujan merupakan unsur iklim yang paling penting di Indonesia karena keragamannya sangat tinggi baik menurut waktu dan tempat. Hujan adalah salah satu bentuk

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Udara sebagai salah satu komponen lingkungan merupakan kebutuhan yang paling utama untuk mempertahankan kehidupan. Metabolisme dalam tubuh makhluk hidup tidak mungkin dapat

Lebih terperinci

Polusi. Suatu zat dapat disebut polutan apabila: 1. jumlahnya melebihi jumlah normal 2. berada pada waktu yang tidak tepat

Polusi. Suatu zat dapat disebut polutan apabila: 1. jumlahnya melebihi jumlah normal 2. berada pada waktu yang tidak tepat Polusi Polusi atau pencemaran lingkungan adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat energi, dan atau komponen lain ke dalam lingkungan, atau berubahnya tatanan lingkungan oleh kegiatan manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Perubahan lingkungan udara pada umumnya disebabkan oleh pencemaran,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Perubahan lingkungan udara pada umumnya disebabkan oleh pencemaran, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perubahan lingkungan udara pada umumnya disebabkan oleh pencemaran, yaitu masuknya zat pencemar yang berbentuk gas, partikel kecil atau aerosol ke dalam udara (Soedomo,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup terutama manusia. Di dalam udara terdapat gas oksigen (O 2 ) untuk

BAB I PENDAHULUAN. hidup terutama manusia. Di dalam udara terdapat gas oksigen (O 2 ) untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Udara adalah suatu campuran gas yang terdapat pada lapisan yang mengelilingi bumi. Udara mempunyai fungsi yang sangat penting bagi makhluk hidup terutama manusia. Di

Lebih terperinci

LIMBAH. Pengertian Baku Mutu Lingkungan Contoh Baku Mutu Pengelompokkan Limbah Berdasarkan: 1. Jenis Senyawa 2. Wujud 3. Sumber 4.

LIMBAH. Pengertian Baku Mutu Lingkungan Contoh Baku Mutu Pengelompokkan Limbah Berdasarkan: 1. Jenis Senyawa 2. Wujud 3. Sumber 4. LIMBAH Pengertian Baku Mutu Lingkungan Contoh Baku Mutu Pengelompokkan Limbah Berdasarkan: 1. Jenis Senyawa 2. Wujud 3. Sumber 4.B3 PENGERTIAN Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 18/1999 Jo.PP 85/1999

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bensin diperoleh dari penyulingan minyak bumi. Produk minyak bumi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bensin diperoleh dari penyulingan minyak bumi. Produk minyak bumi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bensin diperoleh dari penyulingan minyak bumi. Produk minyak bumi mengandung ratusan komponen organik rantai pendek, senyawa rantai pendek volatile dan rantai panjang

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. POLUSI UDARA

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. POLUSI UDARA 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. POLUSI UDARA Udara adalah suatu campuran gas yang terdapat pada lapisan yang mengelilingi bumi. Komposisi campuran gas tersebut tidak selalu konstan. Komponen yang konsentrasinya

Lebih terperinci

Organ yang Berperan dalam Sistem Pernapasan Manusia. Hidung. Faring. Laring. Trakea. Bronkus. Bronkiolus. Alveolus. Paru-paru

Organ yang Berperan dalam Sistem Pernapasan Manusia. Hidung. Faring. Laring. Trakea. Bronkus. Bronkiolus. Alveolus. Paru-paru Exit Hidung Faring Organ yang Berperan dalam Sistem Pernapasan Manusia Laring Trakea Bronkus Bronkiolus Alveolus Paru-paru Hidung Hidung berfungsi sebagai alat pernapasan dan indra pembau. Pada hidung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sehat, baik fisik, biologi, maupun sosial yang memungkinkan setiap orang

BAB I PENDAHULUAN. yang sehat, baik fisik, biologi, maupun sosial yang memungkinkan setiap orang BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Upaya kesehatan lingkungan ditujukan untuk mewujudkan kualitas lingkungan yang sehat, baik fisik, biologi, maupun sosial yang memungkinkan setiap orang mencapai derajat

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. Udara tersebut berbentuk gas dan terdapat dimana-mana, sehingga akibatnya

BAB 1 : PENDAHULUAN. Udara tersebut berbentuk gas dan terdapat dimana-mana, sehingga akibatnya BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia setiap detik selama hidupnya akan membutuhkan udara. Secara ratarata manusia tidak dapat mempertahankan hidup tanpa udara lebih dari tiga menit. Udara tersebut

Lebih terperinci

DAMPAK PEMANFAATAN BATUBARA TERHADAP KESEHATAN. Dit. Penyehatan Lingkungan Ditjen PP & PL DEPKES

DAMPAK PEMANFAATAN BATUBARA TERHADAP KESEHATAN. Dit. Penyehatan Lingkungan Ditjen PP & PL DEPKES DAMPAK PEMANFAATAN BATUBARA TERHADAP KESEHATAN Dit. Penyehatan Lingkungan Ditjen PP & PL DEPKES Jenis batubara BATUBARA? C (%) H (%) O (%) N (%) C/O Wood 50,0 6,0 43,0 1,0 1,2 Peat 59,0 6,0 33,0 2,0 1,8

Lebih terperinci

ATMOSFER & PENCEMARAN UDARA

ATMOSFER & PENCEMARAN UDARA ATMOSFER & PENCEMARAN UDARA Pengelolaan lingkungan diperlukan agar lingkungan dapat terus menyediakan kondisi dan sumber daya yang dibutuhkan oleh makhluk hidup. Lingkungan abiotis terdiri dari atmosfer,

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. kendaraan bermotor. Kendaraan bermotor mengeluarkan zat-zat berbahaya yang

BAB 1 : PENDAHULUAN. kendaraan bermotor. Kendaraan bermotor mengeluarkan zat-zat berbahaya yang BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peningkatan pembangunan di berbagai bidang yang semakin meningkat apabila tidak disertai oleh upaya pengelolaan lingkungan yang baik, maka dapat mengakibatkan terjadinya

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. lingkungan yang utama di dunia, khususnya di negara berkembang. Pencemaran udara dapat

BAB 1 : PENDAHULUAN. lingkungan yang utama di dunia, khususnya di negara berkembang. Pencemaran udara dapat BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada saat sekarang ini pencemaran udara telah menjadi masalah kesehatan lingkungan yang utama di dunia, khususnya di negara berkembang. Pencemaran udara dapat terjadi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. bumi dan komponen campuran gas tersebut tidak selalu konstan. Udara juga

I. PENDAHULUAN. bumi dan komponen campuran gas tersebut tidak selalu konstan. Udara juga 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Udara adalah suatu campuran gas yang terdapat pada lapisan yang mengelilingi bumi dan komponen campuran gas tersebut tidak selalu konstan. Udara juga merupakan atmosfir

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring perkembangan zaman, jumlah penduduk dunia semakin meningkat. Beragam aktifitas manusia seperti kegiatan industri, transportasi, rumah tangga dan kegiatan-kegiatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini pencemaran udara telah menjadi masalah kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini pencemaran udara telah menjadi masalah kesehatan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dewasa ini pencemaran udara telah menjadi masalah kesehatan lingkungan utama di dunia, khususnya di negara berkembang, baik pencemaran udara dalam ruangan maupun udara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara penghasil batubara yang cukup banyak. Sumber daya alam yang melimpah dapat dijadikan alternatif sebagai pemanfaatan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Semburan lumpur panas yang terletak di Desa Renokenongo, Kecamatan Porong, Kabupaten Sidoarjo, Propinsi Jawa Timur adalah salah satu dari akibat ekplorasi di bidang perminyakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Logam Berat Istilah "logam berat" didefinisikan secara umum bagi logam yang memiliki berat spesifik lebih dari 5g/cm 3. Logam berat dimasukkan dalam kategori pencemar lingkungan

Lebih terperinci

I.1.1 Latar Belakang Pencemaran lingkungan merupakan salah satu faktor rusaknya lingkungan yang akan berdampak pada makhluk hidup di sekitarnya.

I.1.1 Latar Belakang Pencemaran lingkungan merupakan salah satu faktor rusaknya lingkungan yang akan berdampak pada makhluk hidup di sekitarnya. BAB I PENDAHULUAN I.1.1 Latar Belakang Pencemaran lingkungan merupakan salah satu faktor rusaknya lingkungan yang akan berdampak pada makhluk hidup di sekitarnya. Sumber pencemaran lingkungan diantaranya

Lebih terperinci

1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Udara merupakan unsur yang sangat penting untuk mempertahankan kehidupan manusia, hewan dan tumbuhan semuanya membutuhkan udara untuk mempertahankan hidupnya. Udara

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. didalam udara yang menyebabkan perubahan susunan (komposisi) udara dari

BAB II LANDASAN TEORI. didalam udara yang menyebabkan perubahan susunan (komposisi) udara dari BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Polusi udara Polusi udara diartikan sebagai adanya bahan-bahan atau zat-zat asing didalam udara yang menyebabkan perubahan susunan (komposisi) udara dari keadaan normalnya. Udara

Lebih terperinci

Gunung api yang meletus akan mengeluarkan berbagai jenis debu serta gas dari dalam perut. Debu Vulkanik Dan Gangguan Kesehatan

Gunung api yang meletus akan mengeluarkan berbagai jenis debu serta gas dari dalam perut. Debu Vulkanik Dan Gangguan Kesehatan Umumnya gejala yang timbul seolah-olah ada benda asing di mata, mata terasa nyeri, gatal atau merah, mata terasa lengket, kornea mata lecet atau terdapat goresan, mata terasa seperti terbakar dan sensitif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Hal ini disebabkan karena manusia memerlukan daya dukung unsur unsur

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Hal ini disebabkan karena manusia memerlukan daya dukung unsur unsur BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Interaksi manusia dengan lingkungan hidupnya merupakan suatu proses yang wajar dan terlaksana sejak manusia itu dilahirkan sampai ia meninggal dunia. Hal ini disebabkan

Lebih terperinci

4.1 Konsentrasi NO 2 Tahun 2011

4.1 Konsentrasi NO 2 Tahun 2011 4.1 Konsentrasi NO 2 Tahun 2011 Pada pengujian periode I nilai NO 2 lebih tinggi dibandingkan dengan periode II dan III (Gambar 4.1). Tinggi atau rendahnya konsentrasi NO 2 sangat dipengaruhi oleh berbagai

Lebih terperinci

TARIF LINGKUP AKREDITASI

TARIF LINGKUP AKREDITASI TARIF LINGKUP AKREDITASI LABORATORIUM BARISTAND INDUSTRI PALEMBANG BIDANG PENGUJIAN KIMIA/FISIKA TERAKREDITASI TANGGAL 26 MEI 2011 MASA BERLAKU 22 AGUSTUS 2013 S/D 25 MEI 2015 Bahan Atau Produk Pangan

Lebih terperinci

Pertukaran gas antara sel dengan lingkungannya

Pertukaran gas antara sel dengan lingkungannya Rahmy Sari S.Pd PERNAPASAN/RESPIRASI Proses pengambilan oksigen, pengeluaran karbondioksida (CO 2 ), dan menghasilkan energi yang dibutuhkan tubuh) Pertukaran gas antara sel dengan lingkungannya Pernapasan

Lebih terperinci

PENCEMARAN LINGKUNGAN. Purwanti Widhy H, M.Pd

PENCEMARAN LINGKUNGAN. Purwanti Widhy H, M.Pd PENCEMARAN LINGKUNGAN Purwanti Widhy H, M.Pd Pengertian pencemaran lingkungan Proses terjadinya pencemaran lingkungan Jenis-jenis pencemaran lingkungan PENGERTIAN PENCEMARAN LINGKUNGAN Berdasarkan UU Pokok

Lebih terperinci

BAB 5 PENCEMARAN LINGKUNGAN

BAB 5 PENCEMARAN LINGKUNGAN Pencemaran Lingkungan 43 BAB 5 PENCEMARAN LINGKUNGAN Kompetensi Dasar: Menjelaskan pencemaran air, pencemaran udara dan pencemaran tanah A. Pencemaran Air A.1 Air Terpolusi Air alami tidak bebas dari bahan

Lebih terperinci

b. Dampak Pencemaran oleh Nitrogen Oksida Gas Nitrogen Oksida memiliki 2 sifat yang berbeda dan keduanya sangat berbahaya bagi kesehatan.

b. Dampak Pencemaran oleh Nitrogen Oksida Gas Nitrogen Oksida memiliki 2 sifat yang berbeda dan keduanya sangat berbahaya bagi kesehatan. 1. Sejarah Perkembangan Timbulnya Pencemaran Kemajuan industri dan teknologi dimanfaatkan oleh manusia untuk meningkatkan kualitas hidupnya. Sudah terbukti bahwa industri dan teknologi yang maju identik

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. akibat penggunaan sumber daya alam (Wardhani, 2001).

BAB 1 PENDAHULUAN. akibat penggunaan sumber daya alam (Wardhani, 2001). BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan di bidang industri merupakan perwujudan dari komitmen politik dan pilihan pembangunan yang tepat oleh pemerintah untuk mewujudkan kesejahteraan bagi segenap

Lebih terperinci

PEDOMAN TEKNIS PENETAPAN BAKU MUTU UDARA AMBIEN DAERAH

PEDOMAN TEKNIS PENETAPAN BAKU MUTU UDARA AMBIEN DAERAH Lampiran I Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : 12 Tahun 2010 Tanggal : 26 Maret 2010 I. PENDAHULUAN PEDOMAN TEKNIS PENETAPAN BAKU MUTU UDARA AMBIEN DAERAH Dalam Pasal 20 ayat (4) Undang-Undang

Lebih terperinci

No. BAK/TBB/SBG201 Revisi : 00 Tgl. 01 Mei 2008 Hal 1 dari 8 Semester I BAB I Prodi PT Boga BAB I MATERI

No. BAK/TBB/SBG201 Revisi : 00 Tgl. 01 Mei 2008 Hal 1 dari 8 Semester I BAB I Prodi PT Boga BAB I MATERI No. BAK/TBB/SBG201 Revisi : 00 Tgl. 01 Mei 2008 Hal 1 dari 8 BAB I MATERI Materi adalah sesuatu yang menempati ruang dan mempunyai massa. Materi dapat berupa benda padat, cair, maupun gas. A. Penggolongan

Lebih terperinci

Oksidasi dan Reduksi

Oksidasi dan Reduksi Oksidasi dan Reduksi Reaksi kimia dapat diklasifikasikan dengan beberapa cara antara lain reduksi-oksidasi (redoks) Reaksi : selalu terjadi bersama-sama. Zat yang teroksidasi = reduktor Zat yang tereduksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pencemar kendaraan bermotor di kota besar makin terasa. Pembakaran bensin dalam kendaraan bermotor merupakan lebih dari separuh penyebab polusi udara. Disamping

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. suatu alat yang berfungsi untuk merubah energi panas menjadi energi. Namun, tanpa disadari penggunaan mesin yang semakin meningkat

I. PENDAHULUAN. suatu alat yang berfungsi untuk merubah energi panas menjadi energi. Namun, tanpa disadari penggunaan mesin yang semakin meningkat I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kendaraan bermotor merupakan salah satu alat yang memerlukan mesin sebagai penggerak mulanya, mesin ini sendiri pada umumnya merupakan suatu alat yang berfungsi untuk

Lebih terperinci

PRAKIRAAN DAMPAK KEGIATAN TERHADAP KESMAS

PRAKIRAAN DAMPAK KEGIATAN TERHADAP KESMAS PRAKIRAAN DAMPAK KEGIATAN TERHADAP KESMAS PENINGKATAN KUALITAS HIDUP MASYARAKAT PEMERINTAH PEMILIK USAHA SEHAT, merupakan suatu keadaan sejahtera (badan, jiwa,dan sosial). Hidup Produktif - Sosial - Ekonomi

Lebih terperinci

mendeskripsikan sistem pernapasan pada manusia dan hubungannya dengan kesehatan.

mendeskripsikan sistem pernapasan pada manusia dan hubungannya dengan kesehatan. Bab 4 Sumber: www.brighamandwomans.org Sistem Pernapasan pada Manusia Hasil yang harus kamu capai: memahami berbagai sistem dalam kehidupan manusia. Setelah mempelajari bab ini, kamu harus mampu: mendeskripsikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bab I Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN. Bab I Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penurunan kualitas lingkungan hidup dewasa ini salah satunya disebabkan oleh aktifitas kendaran bermotor yang menjadi sumber pencemaran udara. Gas-gas beracun penyebab

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. Akan tetapi udara yang benar-benar bersih saat ini sudah sulit diperoleh, khususnya

BAB 1 : PENDAHULUAN. Akan tetapi udara yang benar-benar bersih saat ini sudah sulit diperoleh, khususnya 1 BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Udara merupakan unsur yang sangat penting untuk mempertahankan kehidupan manusia, hewan, dan tumbuhan semuanya membutuhkan udara untuk mempertahankan hidupnya.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Medan adalah ibu kota provinsi Sumatera Utara, Indonesia. Kota ini merupakan kota terbesar di Pulau Sumatera. Secara geografis Kota Medan terletak pada 3 30'

Lebih terperinci

berbagai cara. Pencemaran udara terutama datang dari kendaraan bermotor, industri,

berbagai cara. Pencemaran udara terutama datang dari kendaraan bermotor, industri, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Udara adalah campuran gas yang merupakan lapisan tipis yang meliputi bumi dan merupakan gas yang tidak kelihatan, tidak berasa dan tidak berbau. Pencemaran udara datang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan salah satu sumber daya alam yang terpenting bagi semua makhluk hidup di bumi. Air digunakan hampir di setiap aktivitas makhluk hidup. Bagi manusia, air

Lebih terperinci

Standart Kompetensi Kompetensi Dasar

Standart Kompetensi Kompetensi Dasar POLUSI Standart Kompetensi : Memahami polusi dan dampaknya pada manusia dan lingkungan Kompetensi Dasar : Mengidentifikasi jenis polusi pada lingkungan kerja 2. Polusi Air Polusi Air Terjadinya polusi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sampah Sampah dapat didefinisikan sebagai semua buangan yang dihasilkan dari aktivitas manusia dan hewan yang berupa padatan, yang dibuang karena sudah tidak berguna atau diperlukan

Lebih terperinci

SUMMARY. ANALISIS KADAR NITROGEN DIOKSIDA (NO₂) dan KARBONMONOKSIDA (CO) DI UDARA AMBIEN KOTA GORONTALO

SUMMARY. ANALISIS KADAR NITROGEN DIOKSIDA (NO₂) dan KARBONMONOKSIDA (CO) DI UDARA AMBIEN KOTA GORONTALO SUMMARY ANALISIS KADAR NITROGEN DIOKSIDA (NO₂) dan KARBONMONOKSIDA (CO) DI UDARA AMBIEN KOTA GORONTALO Oleh : Yuliana Dauhi Jurusan Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan Dan Keolahragaan Universitas

Lebih terperinci

BAB 4 SIKLUS BIOGEOKIMIA

BAB 4 SIKLUS BIOGEOKIMIA Siklus Biogeokimia 33 BAB 4 SIKLUS BIOGEOKIMIA Kompetensi Dasar: Menjelaskan siklus karbon, nitrogen, oksigen, belerang dan fosfor A. Definisi Siklus Biogeokimia Siklus biogeokimia atau yang biasa disebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ini. Udara berfungsi juga sebagai pendingin benda-benda yang panas, penghantar bunyi-bunyian,

BAB I PENDAHULUAN. ini. Udara berfungsi juga sebagai pendingin benda-benda yang panas, penghantar bunyi-bunyian, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Udara merupakan salah satu unsur atau zat yang sangat penting setelah air. Seluruh makhluk hidup membutuhkan udara sebagai oksigen demi kelangsungan hidupnya di muka

Lebih terperinci

TARIF LAYANAN JASA TEKNIS BADAN PENGKAJIAN KEBIJAKAN, IKLIM DAN MUTU INDUSTRI BALAI RISET DAN STANDARDISASI INDUSTRI SAMARINDA

TARIF LAYANAN JASA TEKNIS BADAN PENGKAJIAN KEBIJAKAN, IKLIM DAN MUTU INDUSTRI BALAI RISET DAN STANDARDISASI INDUSTRI SAMARINDA TARIF LAYANAN JASA TEKNIS BALAI RISET DAN STANDARDISASI INDUSTRI SAMARINDA BADAN PENGKAJIAN KEBIJAKAN, IKLIM DAN MUTU INDUSTRI BALAI RISET DAN STANDARDISASI INDUSTRI SAMARINDA Jl. M.T. Haryono / Banggeris

Lebih terperinci

Oleh: ANA KUSUMAWATI

Oleh: ANA KUSUMAWATI Oleh: ANA KUSUMAWATI PETA KONSEP Pencemaran lingkungan Pencemaran air Pencemaran tanah Pencemaran udara Pencemaran suara Polutannya Dampaknya Peran manusia Manusia mempunyai peranan dalam pembentukan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Udara adalah campuran beberapa macam gas yang perbandingannya tidak tetap, tergantung pada keadaan suhu udara, tekanan udara dan lingkungan sekitarnya. Udarajuga merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah lingkungan hidup merupakan masalah yang penting karena memberikan pengaruh bagi kesehatan individu dan masyarakat. Faktor yang menyebabkan penurunan kualitas

Lebih terperinci

Sistem Pernafasan Manusia

Sistem Pernafasan Manusia Sistem Pernafasan Manusia Udara masuk kedalam sepasang rongga hidung melalui lubang hidung. Rongga hidung dilengkapi oleh rongga-rongga kecil (silia) dan selaput lendir. Dalam rongga hidung, udara dilembabkan,

Lebih terperinci

SMP kelas 9 - FISIKA BAB 4. SISTEM TATA SURYALatihan Soal 4.10

SMP kelas 9 - FISIKA BAB 4. SISTEM TATA SURYALatihan Soal 4.10 SMP kelas 9 - FISIKA BAB 4. SISTEM TATA SURYALatihan Soal 4.10 1. Akhir-akhir ini suhu bumi semakin panas dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya karena efek rumah kaca. Faktor yang mengakibatkan semakin

Lebih terperinci

RUMAH SEHAT DENGAN TANAMAN INDOOR Oleh: Budiwati Jurdik Biologi MIPA UNY

RUMAH SEHAT DENGAN TANAMAN INDOOR Oleh: Budiwati Jurdik Biologi MIPA UNY RUMAH SEHAT DENGAN TANAMAN INDOOR Oleh: Budiwati Jurdik Biologi MIPA UNY Sumber Polutan dalam Rumah Sadar atau tidak selama ini kita hidup dikelilingi oleh sumber pencemaran udara. Pencemaran udara tidak

Lebih terperinci

HIDROMETEOROLOGI Tatap Muka Ketiga (ATMOSFER)

HIDROMETEOROLOGI Tatap Muka Ketiga (ATMOSFER) Dosen : DR. ERY SUHARTANTO, ST. MT. JADFAN SIDQI FIDARI, ST., MT HIDROMETEOROLOGI Tatap Muka Ketiga (ATMOSFER) 1. Pengertian Atmosfer Planet bumi dapat dibagi menjadi 4 bagian : (lithosfer) Bagian padat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan kota lebih banyak mencerminkan adanya perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan kota lebih banyak mencerminkan adanya perkembangan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan kota lebih banyak mencerminkan adanya perkembangan fisik kota yang ditentukan oleh pembangunan sarana dan prasarana. Lahan yang seharusnya untuk penghijauan

Lebih terperinci

MAKALAH AGEN PENYAKIT NITROGEN DIOKSIDA. Oleh : Tutut Adi Dwi Cahyani Gresi Amarita Rahma

MAKALAH AGEN PENYAKIT NITROGEN DIOKSIDA. Oleh : Tutut Adi Dwi Cahyani Gresi Amarita Rahma MAKALAH AGEN PENYAKIT NITROGEN DIOKSIDA Oleh : Tutut Adi Dwi Cahyani 25010113140382 Gresi Amarita Rahma 25010113140400 Indana Aziza Putri 25010113130406 Aprilia Putri Kartikaningsih 25010113130415 FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perwujudan kualitas lingkungan yang sehat merupakan bagian pokok di

BAB I PENDAHULUAN. Perwujudan kualitas lingkungan yang sehat merupakan bagian pokok di 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Perwujudan kualitas lingkungan yang sehat merupakan bagian pokok di bidang kesehatan. Udara sebagai komponen lingkungan yang penting dalam kehidupan perlu dipelihara

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 07 TAHUN 2007 TENTANG BAKU MUTU EMISI SUMBER TIDAK BERGERAK BAGI KETEL UAP

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 07 TAHUN 2007 TENTANG BAKU MUTU EMISI SUMBER TIDAK BERGERAK BAGI KETEL UAP SALINAN PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 07 TAHUN 2007 TENTANG BAKU MUTU EMISI SUMBER TIDAK BERGERAK BAGI KETEL UAP MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelestarian

Lebih terperinci

SELEKSI MASUK UNIVERSITAS INDONESIA (SIMAK-UI) Mata Pelajaran : IPA TERPADU Tanggal : 01 Maret 2009 Kode Soal : 914 PENCEMARAN UDARA Secara umum, terdapat 2 sumber pencermaran udara, yaitu pencemaran akibat

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi suatu negara atau bahkan roda perekonomian dunia. Sektor industri telah

BAB 1 : PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi suatu negara atau bahkan roda perekonomian dunia. Sektor industri telah BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kegiatan industri saat ini menjadi sektor yang tidak dapat dipisahkan dalam pembangunan ekonomi suatu negara atau bahkan roda perekonomian dunia. Sektor industri

Lebih terperinci

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 5. DINAMIKA ATMOSFERLATIHAN SOAL 5.5. La Nina. El Nino. Pancaroba. Badai tropis.

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 5. DINAMIKA ATMOSFERLATIHAN SOAL 5.5. La Nina. El Nino. Pancaroba. Badai tropis. SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 5. DINAMIKA ATMOSFERLATIHAN SOAL 5.5 1. Perubahan iklim global yang terjadi akibat naiknya suhu permukaan air laut di Samudra Pasifik, khususnya sekitar daerah ekuator

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pencemaran udara dewasa ini semakin memprihatinkan. Hal ini terlihat

BAB I PENDAHULUAN. Pencemaran udara dewasa ini semakin memprihatinkan. Hal ini terlihat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pencemaran udara dewasa ini semakin memprihatinkan. Hal ini terlihat dimana terjadi perubahan cuaca dan iklim lingkungan yang mempengaruhi suhu bumi dan berbagai pengaruh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tinggi. Sebagai pusat kota wisata, perindustrian dan perdagangan, kota Bandung

BAB I PENDAHULUAN. tinggi. Sebagai pusat kota wisata, perindustrian dan perdagangan, kota Bandung BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kota Bandung merupakan kota dengan aktivitas masyarakat yang tinggi. Sebagai pusat kota wisata, perindustrian dan perdagangan, kota Bandung dikunjungi banyak masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan akibat buruk merokok, baik secara langsung maupun tidak langsung.

BAB I PENDAHULUAN. merupakan akibat buruk merokok, baik secara langsung maupun tidak langsung. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Merokok mengganggu kesehatan barangkali merupakan istilah yang tepat, namun tidak populer dan tidak menarik bagi perokok. Banyak orang sakit akibat merokok, tetapi orang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. gas seperti sulfur dioksida vulkanik, hidrogen sulfida, dan karbon monoksida selalu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. gas seperti sulfur dioksida vulkanik, hidrogen sulfida, dan karbon monoksida selalu BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Udara Udara adalah suatu campuran gas yang terdapat pada lapisan yang mengelilingi bumi. Udara di alam tidak pernah ditemukan bersih tanpa polutan sama sekali. Beberapa gas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah salah satu negara yang dilewai oleh jalur rangkaian api Indonesia atau disebut juga dengan jalur Cincin Api Pasifik (The Pasific Ring of Fire) dimana

Lebih terperinci

Argon 0,93% Ne, He, CH4, H2 1,04% Karbon Dioksida 0,03% Oksigen 20% Nitrogen 78% Udara

Argon 0,93% Ne, He, CH4, H2 1,04% Karbon Dioksida 0,03% Oksigen 20% Nitrogen 78% Udara Karbon Dioksida 0,03% Argon 0,93% Ne, He, CH4, H2 1,04% Oksigen 20% Nitrogen 78% Udara Apa Itu Pencemaran Udara? Pencemaran udara bebas (Out door air pollution), Sumber Pencemaran udara bebas : Alamiah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Berkaitan dengan

BAB I PENDAHULUAN. mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Berkaitan dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini perkembangan industri di Indonesia cenderung mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Berkaitan dengan berkembangnya kegiatan industri tidak selalu

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan berwawasan lingkungan bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan dan taraf hidup masyarakat dengan sesedikit mungkin memberikan dampak negatif pada lingkungan

Lebih terperinci

Kelompok I. Anggota: Dian Agustin ( ) Diantini ( ) Ika Nurul Sannah ( ) M Weddy Saputra ( )

Kelompok I. Anggota: Dian Agustin ( ) Diantini ( ) Ika Nurul Sannah ( ) M Weddy Saputra ( ) Sn & Pb Kelompok I Anggota: Dian Agustin (1113023010) Diantini (1113023012) Ika Nurul Sannah (1113023030) M Weddy Saputra (1113023036) Sumber dan Kelimpahan Sumber dan Kelimpahan Sn Kelimpahan timah di

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Dalam bab ini diuraikan mengenai hasil dari penelitian yang telah dilakukan,

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Dalam bab ini diuraikan mengenai hasil dari penelitian yang telah dilakukan, BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Dalam bab ini diuraikan mengenai hasil dari penelitian yang telah dilakukan, temuan penelitian, dan pembahasannya. Hasil penelitian yang diperoleh disajikan dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanah merupakan salah satu unsur alam yang sama pentingnya dengan air dan udara. Tanah adalah suatu benda alami, bagian dari permukaan bumi yang dapat ditumbuhi oleh

Lebih terperinci

PENCEMARAN LINGKUNGAN

PENCEMARAN LINGKUNGAN KONSEP PENCEMARAN PENCEMARAN LINGKUNGAN Pencemaran : - Masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan atau komponen lain ke dalam lingkungan, atau berubahnya tatanan lingkungan oleh kegiatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bidang kesehatan. Udara sebagai komponen lingkungan yang penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. bidang kesehatan. Udara sebagai komponen lingkungan yang penting dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perwujudan kualitas lingkungan yang sehat merupakan bagian pokok di bidang kesehatan. Udara sebagai komponen lingkungan yang penting dalam kehidupan perlu dipelihara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pencemaran terhadap lingkungan hidup akhir-akhir ini banyak mendapat perhatian pemerintah, khususnya pihak akademisi, terutama terhadap kehadiran polutan beracun

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian kali ini adalah penetapan kadar air dan protein dengan bahan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian kali ini adalah penetapan kadar air dan protein dengan bahan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengujian kali ini adalah penetapan kadar air dan protein dengan bahan yang digunakan Kerupuk Udang. Pengujian ini adalah bertujuan untuk mengetahui kadar air dan

Lebih terperinci

BAB I BAHAN BAKAR MINYAK

BAB I BAHAN BAKAR MINYAK BAB I BAHAN BAKAR MINYAK A. Kebutuhan dan Penggunaan BBM di Indonesia Kebutuhan bahan bakar semakin meningkat seiring dengan peningkatan jumlah populasi dan aktivitas manusia, jumlah kendaraan bermotor,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN.

BAB I PENDAHULUAN. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pencemaran udara merupakan masalah yang memerlukan perhatian khusus, terutama pada kota-kota besar. Pencemaran udara berasal dari berbagai sumber, antara lain asap

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dilepaskan bebas ke atmosfir akan bercampur dengan udara segar. Dalam gas

I. PENDAHULUAN. dilepaskan bebas ke atmosfir akan bercampur dengan udara segar. Dalam gas I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sarana transportasi saat ini sangat dibutuhkan bagi masyarakat yang melakukan aktivitas perjalanan di luar rumah. Kebutuhan sarana transportasi tersebut memacu laju pertambahan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i. LEMBAR PENGESAHAN... ii. KATA PENGANTAR... iii. ABSTRAK... vi. ABSTRACT... vii. DAFTAR ISI... viii. DAFTAR TABEL...

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i. LEMBAR PENGESAHAN... ii. KATA PENGANTAR... iii. ABSTRAK... vi. ABSTRACT... vii. DAFTAR ISI... viii. DAFTAR TABEL... DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PENGESAHAN... ii KATA PENGANTAR... iii ABSTRAK... vi ABSTRACT... vii DAFTAR ISI... viii DAFTAR TABEL... xv DAFTAR GAMBAR... xviii BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tingkat polusi udara yang semakin meningkat terutama di kota kota besar sangat membahayakan bagi lingkungan dan kesehatan masyarakat. Salah satu penyumbang polusi udara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia mempunyai visi yang sangat ideal, yakni masyarakat Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia mempunyai visi yang sangat ideal, yakni masyarakat Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia Sehat 2010 yang telah dicanangkan oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia mempunyai visi yang sangat ideal, yakni masyarakat Indonesia yang penduduknya

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI KUALITAS GAS SO 2 DI DAERAH INDUSTRI PENGECORAN LOGAM CEPER

IDENTIFIKASI KUALITAS GAS SO 2 DI DAERAH INDUSTRI PENGECORAN LOGAM CEPER IDENTIFIKASI KUALITAS GAS SO 2 DI DAERAH INDUSTRI PENGECORAN LOGAM CEPER Oleh : Wiharja *) Abstrak Di Kecamatan Ceper, Kabupaten Klaten telah lama berkembang industri pengecoran logam. Untuk mengantisipasi

Lebih terperinci