BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA, PENCURIAN DAN PRATIMA. terjemahan delict atau strafbaarfeit, yang oleh Moeljatno menyebutkan dalam
|
|
- Fanny Sasmita
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA, PENCURIAN DAN PRATIMA 2.1 Pengertian Tindak Pidana Istilah tindak pidana atau perbuatan pidana yang juga berasal dari terjemahan delict atau strafbaarfeit, yang oleh Moeljatno menyebutkan dalam bukunya Mahrus Ali, lebih cenderung menggunakan istilah perbuatan pidana yang selanjutnya mendefinisikan perbuatan pidana sebagai perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum larangan mana disertai ancaman ( sanksi ) yang berupa pidana tertentu, bagi barang siapa yang melanggar larangan tersebut. 1 Pada kesempatan yang lain, juga mengatakan dengan substansi yang sama bahwa perbuatan pidana adalah perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana, barangsiapa melanggar larangan tersebut. Roeslan Saleh mengemukakan pendapatnya mengenai pengertian perbuatan pidana, yaitu sebagai perbuatan yang oleh aturan hukum pidana dinyatakan sebagai perbuatan yang dilarang. 2 Marshall di dalam bukunya Andi Amzah, mengatakan bahwa perbuatan pidana adalah perbuatan atau omisi yang dilarang oleh hukum untuk melindungi masyarakat, dan dapat di pidana berdasarkan hukum yang berlaku. 3 1 Mahrus Ali, 2011, Dasar-Dasar Hukum Pidana, Sinar Grafika, Jakarta,Hal Roeslan Saleh, 1981, Perbuatan Pidana Dan Pertanggungjawaban Pidana: Dua Pengertian Dasar Dalam Hukum Pidana, Aksara Baru, Jakarta, hal Andi Amzah, 1994, Asas-Asas Hukum Pidana, Rineka Cipta, Jakarta, hal
2 29 Berdasarkan beberapa pengertian tersebut, bahwa perbuatan pidana adalah perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana barangsiapa yang melakukannya. 2.2 Tujuan Pemidanaan Salah satu cara untuk mencapai tujuan dari hukum pidana itu sendiri adalah dengan menjatuhkan pidana terhadap seseorang yang telah melakukan suatu tindak pidana, dan pidana itu sendiri pada dasarnya adalah merupakan suatu penderitaan atau nestapa yang sengaja dijatuhkan Negara kepada mereka atau seseorang yang telah melakukan suatu tindak pidana. Oleh karena itu di dalam ilmu hukum pidana dikenal beberapa teori hukum pidana (teori penjatuhan pidana) (strafrechts theorien) yang pada umumnya di bagi dalam tiga golongan (teori) yaitu : 1. Teori absolut atau teori pembalasan, dimana tujuan dari teori ini adalah untuk memuaskan pihak yang dendam baik masyarakat sendiri maupun pihak yang dirugikan atau menjadi korban. Jadi dasar utama dari pendekatan absolut ini adalah balas dendam terhadap pelaku, atau dengan kata lain, dasar pembenaran dari pidana terletak pada adanya atau terjadinya kejahatan itu sendiri. 2. Teori relatif atau teori tujuan, secara prinsip teori ini mengajarkan bahwa penjatuhan pidana dan pelaksanaannya setidaknya harus berorientasi pada upaya mencegah terpidana ( special prevention ) dari kemungkinan mengulangi kejahatan lagi di masa mendatang, serta mencegah masyarakat luas pada umumnya ( general prevention ) dari kemungkinan melakukan kejahatan baik seperti kejahatan yang telah dilakukan terpidana maupun lainnya. Dimana teori ini menekankan pada kemampuan pemidanaan sebagai suatu upaya mencegah terjadinya kejahatan ( prevention of crime ) khususnya bagi terpidana. 3. Teori gabungan, secara teoritis dimana teori gabungan berusaha untuk menggabungkan pemikiran yang terdapat di dalam teori absolut dan teori relatif, disamping penjatuhan sanksi pidana diadakan untuk membalas perbuatan pelaku, juga dimaksudkan agar pelaku dapat diperbaiki sehingga bisa kembali ke masyarakat. 4
3 Pengertian Pencurian Kata pencurian sudah tidak asing lagi terdengar, namun kata pencurian kalau dilihat dari kamus hukum mengandung pengertian bahwa mengambil milik orang lain tanpa izin atau dengan cara yang tidak sah dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum. 5 Sedangkan pencurian yang ditinjau menurut hukum beserta unsur unsurnya yang dirumuskan dalam Pasal 362 KUHP, adalah Barangsiapa mengambil suatu benda yang seluruhnya atau sebagian milik orang lain, dengan maksud untuk memiliki secara melawan hukum, diancam karena pencurian, dengan pidana penjara paling lama 5 ( lima ) tahun atau denda paling banyak Rp. 900,00. Apabila dirinci rumusan pengertian pencurian yang tercantum pada Pasal 362 KUHP diatas maka terdiri atas unsur unsur yaitu : a. Unsur Obyektif 1. Perbuatan mengambil. 2. Barang. 3. Sebagian atau seluruhnya milik orang lain. b. Unsur Subyektif 1. Adanya maksud. 2. Untuk memiliki. 3. Dengan melawan hukum. 6 4 Tolib Setiady, 2010, Pokok-Pokok Hukum Penitensier Indonesia, Alfabeta, Bandung, hal Dzulkifli Umar, Dan Utsman Handoyo, 2014, Kamus Hukum Dictionary Of Law Complete Edition, Mahirsindo Utama, Jakarta, hal 312. Jakarta, hal S.R. Sianturi, 1983, Tindak Pidana Di KUHP Berikut Uraiannya, Gunung Mulia,
4 31 Unsur kesalahan yang berbentuk sengaja tersirat pada kata kata mengambil yang dipertegas lagi oleh kata kata dengan maksud untuk memiliki, kata dengan maksud befungsi ganda, yaitu di satu pihak menguatkan unsur sengaja pada delik ini dan di lain pihak berperan untuk menonjolkan peran sebagai tujuan dari pelaku. Seseorang yang bermaksud untuk melakukan sesuatu, tidak ayal lagi bahwa sesungguhnya dalam dirinya pun mempunyai kehendak untuk melakukan sesuatu itu. Mempunyai kehendak berarti ada kesengajaan. Adapun yang dimaksud dengan barang pada delik ini pada dasarnya adalah setiap benda bergerak yang mempunyai nilai ekonomi, karena jika tidak ada nilai ekonominya sukar dapat diterima akal bahwa seseorang akan membentuk kehendak mengambil sesuatu itu sedang diketahuinya bahwa yang akan diambil itu tiada nilai ekonominya. Untuk itu dapat di ketahui pula bahwa tindakan itu adalah bersifat melawan hukum. Jadi adapun barang yang menjadi obyek dari delik ini adalah seluruh atau sebagian kepunyaan orang lain, Ini berarti bahwa sebagian adalah kepunyaan si pelaku itu sendiri, jika si pemilik mengambil kepunyaan sendiri tentunya tidak ada persoalan pencurian, yang menjadi masalah disini ialah bagian lain yang merupakan kepunyaan orang lain itu. Jadi betapa besar peranan tindakan mengambil itu, yang tanpa itu tidak mungkin terjadi pencurian. Jadi suatu perbuatan atau peristiwa, baru dapat dikualifisir sebagai pencurian apabila terdapat semua unsur unsur tersebut diatas. 7 7 Ibid, hal. 593.
5 Pengertian Pratima Atau Benda Suci Pengertian Pratima sendiri jika ditelusur secara etimologi, berasal dari bahasa Sansekerta yang artinya gambar atau rupa, bentuk, manifestasi dari perwujudan dewa, atau disebut juga dengan Murti dan Vigraha. Melalui Pratima yang menggambarkan dewa dari berbagai bentuk, gambar, maupun rupa dengan beberapa kepala, lengan, mata atau dengan fitur hewan tidak dimaksudkan untuk menjadi perwakilan dari bentuk duniawi, melainkan dimaksudkan untuk menunjuk kepada kemahakuasaan Beliau. Umumnya Pratima berfungsi sebagai wahana Tuhan yang tak terbatas dan mengambil bentuk terbatas serta memanifestasikan wujud dewa ketika dijalankan serta diyakini untuk hadir pada wujud, rupa, ataupun bentuk pada Pratima. 8 Pratima yang merupakan bagian dari suatu bentuk, gambar, maupun rupa dimana menggambarkan dewa untuk menunjukkan kemahakuasaan Beliau Tuhan Yang Maha Esa, dimana Pratima itu sendiri juga dapat dikategorikan sebagai suatu barang, yang kalau ditelusuri ke dalam pengertian suatu benda secara yuridis, jadi yang dimaksud oleh delik ini yaitu Pasal 362 KUHP, yang pada dasarnya adalah menyebutkan setiap benda bergerak yang mempunyai nilai ekonomis. 9 Sudah barang tentu karena jika tidak ada nilai ekonomisnya, sukar dapat diterima akal sehat seseorang akan membentuk kehendak untuk mengambil sesuatu itu sedangkan yang ia ketahui benda tersebut yang ia ambil tidak memiliki nilai ekonomis Bali Post, 2012, Budaya mekemit Diunduh 13 Desember 9 S.R. Sianturi, op. cit. hal 593.
6 33 Sedangkan yang dimaksud dengan benda suci adalah benda benda yang telah disucikan dengan suatu upacara menurut agama Hindu, yang digunakan sebagai stana ( pralingga )Shang Hyang Widhi Wasa atau dipergunakan sebagai alat alat di dalam upacara keagamaan Pengertian Delik Adat Menurut hukum adat segala perbuatan yang bertentangan dengan peraturan hukum adat merupakan perbuatan illegal sehingga hukum adat mengenal ikhtiar ikhtiar untuk memperbaiki hukum ( Rechsherstel ) jika hukum itu dilanggar. Jadi perbuatan yang bertentangan dengan hukum adat ini, sering disebut dengan delik adat. 11 Jadi delik adat adalah suatu perbuatan sepihak dari seseorang atau kumpulan perseorangan, mengancam atau menyinggung atau mengganggu keseimbangan dan kehidupan persekutuan bersifat material dan immaterial, terhadap orang seorang atau terhadap masyarakat berupa kesatuan. Tindakan atau perbuatan yang demikian akan mengakibatkan suatu reaksi adat. 12 Pengertian tindak pidana adat oleh Soepomo mengemukakan bahwa di dalam sistem hukum adat segala perbuatan yang bertentangan dengan peraturan hukum adat merupakan perbuatan illegal dan hukum adat mengenal pula ikhtiar ikhtiar untuk memperbaiki kembali hukum jika hukum itu dilanggar. 13 Sementara itu, Hilman Hadikusuma mengatakan yang dimaksud dengan delik adat adalah 10 I Made Widnyana i, op.cit. hal I Made Widnyana i, op.cit. hal Bushar Muhammad, 1985, Pokok-Pokok Hukum Adat, Pradnya Paramita, Jakarta, hal. 13 Soepomo, 1982, Bab-Bab Tentang Hukum Adat, Pradnya Paramita, Jakarta, hal. 110.
7 34 peristiwa atau perbuatan yang mengganggu keseimbangan masyarakat dan dikarenakan adanya reaksi dari masyarakat maka keseimbangan itu harus dipulihkan kembali. 14 Peristiwa atau perbuatan itu apakah berwujud atau tidak berwujud, apakah ditujukan terhadap manusia atau yang gaib, yang telah menimbulkan kegoncangan dalam masyarakat harus dipulihkan dengan hukuman denda atau upacara adat. Bersamaan dengan itu menurut Ter Haar dalam bukunya I Made Widnyana, bahwa yang dianggap suatu pelanggaran ( delik ) adalah setiap gangguan segi satu ( eenzijdig ) terhadap keseimbangan dan setiap penubrukan segi satu pada barang barang kehidupan materiil dan immaterial orang seorang, atau dari pada orang orang banyak yang merupakan satu kesatuan ( segerombolan ), tindakan demikian itu menimbulkan suatu reaksi yang sifat dan besar kecilnya ditentukan oleh hukum adat ialah reaksi adat ( adat reactive ) karena reaksi mana kesetimbangan dapat dan harus dipulihkan kembali ( kebanyakan dengan cara pembayaran pelanggaran berupa barang-barang atau uang ). 15 a. Jenis-Jenis Delik Adat Seiring dengan berkembangnya jenis kejahatan di masyarakat, proses pembaharuan hukum pidana yang sekarang ini, kiranya perlu diperhatikan beberapa delik adat yang masih berlaku dan hidup dalam masyarakat baik yang tercantum dalam awig awig desa adat maupun dalam Wetboek yang ada, di Bali 14 Hilman Hadikusuma, 1992, Pengantar Hukum Adat Indonesia, Mandar Maju, Bandung, hal I Made Widnyana i, op. cit. hal. 118.
8 35 ada empat Wetboek yang dinamakan Catur Agama yaitu Wetboek Adi Agama, Wetboek Kutara Agama, wetboek Purwa Agama dan wetboek Agama. 16 Oleh sebab itu di Bali masih dikenal empat jenis delik adat, yaitu : 1. Delik Adat Yang Menyangkut Kesusilaan Delik adat yang menyangkut Kesusilaan ini terdiri dari beraneka ragam bentuknya sehingga dalam pertumbuhannya jenis delik ini masih banyak diatur dalam awig awig desa adat seperti : - Lokika Sanggraha sebanyak 50,9%. - Gamia Gemana sebanyak 36,9%. - Drati Krama sebanyak 50,0%. - Memitra Ngalang sebanyak 50,0%. - Delik Adat Salah Krama sebanyak 25,5%. - Kumpul Kebo sebanyak 50,0%. - Berzina sebanyak 15,4%. 2. Delik Adat Yang Menyangkut Harta Benda Delik adat yang menyangkut harta benda yang diatur dalam awig awig desa adat, secara garis besarnya dapat dikelompokkan dalam tiga kelompok, yaitu : - Delik pencurian diatur dalam 24% dari awig awig desa adat yang ada. - Delik adat pencurian benda suci diatur dalam 41% awig awig desa adat. - Delik adat merusak benda suci terdapat dalam 18% awig awig desa adat. 17 Terkait dengan pembahasan pencurian Pratima atau benda suci, maka benda suci menurut besar kecil nilai kesuciannya dapat dibagi menjadi ke dalam tiga tingkatan, yaitu : a. Pralingga Pralingga yang dibuat khusus untuk melambangkan Shang Hyang Widhi yang wujudnya seperti Pawayangan yang sesuai dengan manifestasinya. b. Tapakan Tapakan seperti misalnya Barong, Rangda dan lain sebagainya yang dibuat dengan tujuan supaya dijiwai oleh ista dewata yang mempunyai kekuatan gaib supaya jangan mengganggu di alam semesta. 16 I Made Widnyana, 1993, Kapita Selekta Hukum Pidana Adat, (selanjutnya disebut I Made Widnyana ii) PT Eresco, Bandung, hal Ibid, hal. 17.
9 36 c. Alat Alat Upacara yaitu semua alat yang Khusus dipakai dalam upacara keagamaan saja, misalnya kain lelancingan, umbul umbul dan lain lain. 18 Terhadap benda benda suci yang disebutkan dalam butir a dan b terdapat larangan yang harus ditaati dan apabila dilanggar maka kesuciannya akan hilang dan untuk mengembalikan kesucian itu harus diadakan upacara kembali yang disebut dengan upacara panyapuhang. 3. Delik Adat Yang Melanggar Kepentingan Pribadi Jenis pelanggaran ini antara lain meliputi mengucapkan kata kata kotor atau mencaci seseorang ( Mamisuh ), memfitnah ( Mapisuna ) orang lain, menipu atau berbohong ( memauk / mogbog ) yang menimbulkan kerugian pada orang lain tanpa bukti yang jelas ( menuduh bisa ngleak / menyakiti orang lain ), dan sebagainya. 4. Pelanggaran Adat Karena Kelalaian Atau Tidak Menjalankan Kewajiban Pelanggaran adat ini seperti misalnya lalai atau tidak melakukan kewajiban sebagai warga / karma desa adat, seperti tidak melaksanakan ayahan desa, tidak hadir dalam rapat ( paruman ) desa, tidak memenuhi kewajiban membayar iuran ( papeson ) untuk kepentingan upacara tau pembangunan, dan lain lain. 19 b. Jenis-Jenis Sanksi Adat Menurut Awig-Awig Di Bali Hukum adat adalah hukum yang selalu berubah sesuai dengan perubahan masyarakat, begitu pula halnya dengan sanksi adatnya yang timbul, berkembang 18 Ibid, hal Ibid. hal. 19.
10 37 dan lenyap sesuai dengan perubahan mayarakat. Berdasarkan kenyataan itu, maka jenis jenis sanksi adat tersebut dapat dikelompokkan menjadi 2 (dua) kelompok, yaitu : 1. Sanksi adat yang sama sekali telah ditinggalkan oleh masyarakat. Hal ini terjadi karena pertama sudah tidak dianggap sesuai lagi dengan keadaan masyarakat ; kedua karena dilarang dengan tegas oleh pihak yang berwenang dengan peraturan perundangan. Contoh sanksi adat diselong, mapulang kapasih, katundung dianggap tidak sesuai lagi dengan perkembangan zaman. 2. Sanksi adat yang masih berlaku sepenuhnya, walaupun terhadap pelaku pelanggaran telah dijatuhi hukuman oleh pengadilan berdasarkan undang undang yang berlaku. Sanksi adat termaksud yaitu sanksi adat yang mengadakan upacara pembersihan ( pamarisuddhan, maprayascitta ). 20 Mengenai sanksi adat yang masih hidup atau masih berlaku guna menyelesaikan masalah yang berhubungan dengan hal hal yang berkaitan dengan pencurian Pratima atau benda suci. Maka terhadap perbuatan pencurian yang terjadi di desa lazimnya kepada pencuri dikenakan denda jumlah tertentu ditambah dengan pengembalian sejumlah uang yang besarnya dua kali dari harga benda yang dicuri, di samping itu kalau yang dicuri itu benda benda suci maka diwajibkan pula untuk mengadakan prayascitta jagat / desa. 21 Oleh karena itu Hakim dapat menentukan kewajiban adat setempat yang harus dilakukan oleh terpidana untuk mengembalikan keseimbangan dalam masyarakat dan menghilangkan noda setelah timbul kegoncangan karena tindak pidana menurut hukum adat setempat. 20 Ibid, hal Tjokorda Raka Dherana, 1995, Desa Adat Dan Awig-Awig Dalam Struktur Pemerintahan Bali, PT Upasada Sastra, Denpasar, hal. 139.
11 38 Adapun sanksi sanksi adat yang masih berlaku dan terdapat di dalam awig awig desa adalah sebagai berikut : 1. Denda. 2. Membuat upacara agama / pembersihan ( maprayascitta ). 3. Diberhentikan sebagai warga desa ( karma desa / banjar ). 4. Dirampas ( karampag ). 5. Nyanguin banjar ( menjamu banjar ) 6. Mengawinkan. 22 Jadi dengan adanya jenis sanksi yang terdapat di dalam awig awig desa, menumbuhkan keyakinan masyarakat bahwa, pelaku pencurian Pratima atau benda suci dapat diputus berdasarkan sanksi yang diharapkan oleh sebagian besar masyarakat Kabupaten Gianyar adalah berupa sanksi keagamaan antara lain membuat upacara upacara tertentu seperti maprayascitta atau pembersihan alam, karena telah dianggap mengganggu keseimbangan kosmos dalam kehidupan masyarakat ( dianggap mengotori desa ), yang hanya dapat dikembalikan melalui pemenuhan kewajiban kewajiban adat. 2.6 Pertanggungjawaban Pidana Berbicara tentang pertanggungjawaban pidana, maka tidak dapat dilepaskan dengan tindak pidana. Walaupun di dalam pengertian tindak pidana tidak termasuk pengertian pertanggungjawaban pidana. Tindak pidana hanya menunjuk kepada dilarangnya suatu perbuatan dan diancamnya perbuatan dengan suatu ancaman pidana. Sebab seseorang tidak bisa dimintai pertanggungjawaban pidana tanpa terlebih dahulu melakukan perbuatan pidana. Adalah dirasakan tidak 22 I Made Widnyana ii, Loc.cit.
12 39 adil jika tiba tiba seseorang harus bertanggung jawab atas suatu tindakan, sedang ia sendiri tidak melakukan tindakan tersebut. 23 Pertanggungjawaban pidana itu sendiri adalah diteruskannya celaan yang obyektif yang ada pada tindak pidana dan secara subyektif kepada seseorang yang memenuhi syarat untuk dapat dijatuhi pidana karena perbuatan itu. Dasar adanya tindak pidana adalah asas legalitas sedangkan dasar dapat dipidananya perbuatan adalah asas kesalahan. Ini berarti bahwa pembuat tindak pidana hanya akan di pidana jika ia mempunyai kesalahan dalam melakukan tindak pidana tersebut. Kapan seseorang dikatakan mempunyai kesalahan menyangkut masalah pertanggungjawaban pidana. Oleh karena itu pertanggungjawaban pidana adalah pertanggungjawaban orang terhadap tindak pidana yang dilakukannya. Terjadinya pertanggungjawaban pidana karena telah ada tindak pidana yang telah dilakukan oleh seseorang, yang pada hakekatnya merupakan suatu mekanisme yang dibangun hukum pidana untuk bereaksi terhadap pelanggaran atas kesepakatan menolak suatu perbuatan tertentu. Berdasarkan dari beberapa pengertian tersebut Sudarto juga mengatakan hal yang sama bahwa : Dipidananya seseorang tidaklah cukup apabila orang itu telah melakukan perbuatan yang bertentangan dengan hukum atau bersifat melawan hukum. Jadi meskipun perbuatan tersebut memenuhi unsur rumusan delik dalam undang undang dan tidak dibenarkan, namun hal tersebut belum memenuhi syarat penjatuhan pidana. Untuk pemidanan masih perlu adanya syarat untuk penjatuhan pidana, yaitu orang yang melakukan perbuatan itu mempunyai kesalahan atau bersalah. Orang tersebut harus 23 RoeslanSaleh, op.cit. hal. 20.
13 40 dipertanggungjawabkan atas perbuatannya atau jika dilihat dari sudut perbuatannya, perbuatannya baru dapat dipertanggungjawabkan kepada orang tersebut. 24 Jadi oleh karena itu, kesalahan merupakan suatu hal yang sangat penting untuk memidana seseorang. Tanpa itu, pertanggungjawaban pidana tidak akan pernah ada. Makanya tidak heran jika dalam hukum pidana dikenal asas tiada pidana tanpa kesalahan ( geen straf zonder schuld ). Asas kesalahan ini merupakan asas fundamental dalam hukum pidana, demikian fundamentalnya asas tersebut, sehingga meresap dan menggema dalam hampir semua ajaran penting dalam hukum pidana. 24 Sudarto, 1988, Hukum Pidana 1, Badan Penyedia Bahan-Bahan Kuliah, FH UNDIP, Semarang, hal. 85.
PENCURIAN PRATIMA DI BALI DALAM PERSPEKTIF HUKUM PIDANA ADAT
PENCURIAN PRATIMA DI BALI DALAM PERSPEKTIF HUKUM PIDANA ADAT Oleh Ida Bagus Gede Angga Juniarta Anak Agung Sri Utari Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT The pratima thievery
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DAN PENADAHAN. dasar dari dapat dipidananya seseorang adalah kesalahan, yang berarti seseorang
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DAN PENADAHAN 2.1. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana Dasar dari adanya perbuatan pidana adalah asas legalitas, sedangkan dasar dari dapat dipidananya
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. peraturan perundangan undangan yang berlaku dan pelakunya dapat dikenai
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tindak Pidana Tindak pidana merupakan suatu perbuatan yang bertentangan dengan peraturan perundangan undangan yang berlaku dan pelakunya dapat dikenai dengan hukuman pidana.
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. tindak pidana atau melawan hukum, sebagaimana dirumuskan dalam Undang-
13 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana Pertanggungjawaban pidana memiliki makna bahwa setiap orang yang melakukan tindak pidana atau melawan hukum, sebagaimana dirumuskan dalam
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian dan Unsur-Unsur Tindak Pidana. Belanda yaitu strafbaar feit yang terdiri dari tiga kata, yakni straf
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian dan Unsur-Unsur Tindak Pidana 1. Pengertian Tindak Pidana Istilah tindak pidana berasal dari istilah yang dikenal dalam hukum pidana Belanda yaitu strafbaar feit yang
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. umur harus dipertanggungjawabkan. Dalam hukum pidana konsep responsibility
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana Perbuatan cabul yang dilakukan orang dewasa kepada anak yang masih dibawah umur harus dipertanggungjawabkan. Dalam hukum pidana konsep responsibility
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. 1. Pertanggungjawaban Pidana Korporasi
13 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pertanggungjawaban Pidana 1. Pertanggungjawaban Pidana Korporasi a. Peranan korporasi menjadi penting dalam tindak pidana karena sebagai akibat dari perubahan yang terjadi dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Hukum yang diciptakan manusia mempunyai tujuan untuk. menciptakan keadaan yang teratur, aman, dan tertib, demikian pula dengan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum yang diciptakan manusia mempunyai tujuan untuk menciptakan keadaan yang teratur, aman, dan tertib, demikian pula dengan hukum adat. Menurut Van Vollenhoven
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Pertanggungjawaban adalah keadaan wajib menanggung segala sesuatu, fungsi
14 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pertanggungjawaban Pidana Pertanggungjawaban adalah keadaan wajib menanggung segala sesuatu, fungsi dalam menerima pembebanan sebagai akibat dari sikap atas tindakan sendiri
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tata Cara Pelaksanaan Putusan Pengadilan Terhadap Barang Bukti
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tata Cara Pelaksanaan Putusan Pengadilan Terhadap Barang Bukti Mengenai pengembalian barang bukti juga diatur dalam Pasal 46 KUHAP. Hal ini mengandung arti bahwa barang bukti selain
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pembunuhan berencana dalam KUHP diatur dalam pasal 340 adalah Barang
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembunuhan berencana dalam KUHP diatur dalam pasal 340 adalah Barang siapa sengaja dan dengan rencana lebih dahulu merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. dimana keturunan tersebut secara biologis berasal dari sel telur laki-laki yang kemudian
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Anak dibawah Umur Pengertian anak menurut Kamus Bahasa Indonesia yang dapat disimpulkan ialah keturunan yang kedua yang berarti dari seorang pria dan seorang wanita yang
Lebih terperinciUNSUR MELAWAN HUKUM DALAM PASAL 362 KUHP TENTANG TINDAK PIDANA PENCURIAN
UNSUR MELAWAN HUKUM DALAM PASAL 362 KUHP TENTANG TINDAK PIDANA PENCURIAN Oleh I Gusti Ayu Jatiana Manik Wedanti A.A. Ketut Sukranatha Program Kekhususan Hukum Pidana Fakultas Hukum, Universitas Udayana
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. arti yang luas dan berubah-ubah, karena istilah tersebut dapat berkonotasi dengan bidang-bidang
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pertanggungjawaban pidana 1. Pengertian Pidana Istilah pidana atau hukuman yang merupakan istilah umum dan konvensional dapat mempunyai arti yang luas dan berubah-ubah, karena istilah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dengan tindak pidana, Moeljatno merumuskan istilah perbuatan pidana, yaitu
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hukum adalah himpunan peraturan-peraturan, yang berupa perintah atau larangan yang mengharuskan untuk ditaati oleh masyarakat itu. Berkaitan dengan tindak pidana,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. masing-masing wilayah negara, contohnya di Indonesia. Indonesia memiliki Hukum
I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pidana denda merupakan salah satu jenis pidana yang telah lama diterima dan diterapkan dalam sistem hukum di berbagai negara dan bangsa di dunia. Akan tetapi, pengaturan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana (kepada barangsiapa yang melanggar larangan tersebut), untuk singkatnya dinamakan
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Pertanggungjawaban pidana ( criminal liability) atau ( straafbaarheid),
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pertanggungjawaban Pidana Pertanggungjawaban pidana ( criminal liability) atau ( straafbaarheid), sesungguhnya tidak hanya menyangkut soal hukum semata-mata, melainkan juga menyangkut
Lebih terperinciDAFTAR PUSTAKA. Andi Hamzah, Sistem Pidana dan Pemidanaan, Pradnya Paramita, Jakarta, Andre Ata Ujan, Filsafat Hukum, Kasinius, Jakarta, 2009.
DAFTAR PUSTAKA A. Buku-buku Andi Hamzah, Sistem Pidana dan Pemidanaan, Pradnya Paramita, Jakarta, 1993. Andre Ata Ujan, Filsafat Hukum, Kasinius, Jakarta, 2009. Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. A. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Pidana. Bagaimanapun baiknya segala peraturan perundang-undangan yang siciptakan
18 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Pidana Kekuasaan kehakiman merupakan badan yang menentukan dan kekuatan kaidahkaidah hukum positif dalam konkretisasi oleh hakim melalui
Lebih terperinciTINJAUAN YURIDIS PEMBUKTIAN TURUT SERTA DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN (Studi Kasus Putusan No. 51/Pid.B/2009 /PN.PL) MOH. HARYONO / D
TINJAUAN YURIDIS PEMBUKTIAN TURUT SERTA DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN (Studi Kasus Putusan No. 51/Pid.B/2009 /PN.PL) MOH. HARYONO / D 101 08 100 ABSTRAK Tindak pidana pembunuhan yang dilakukan oleh beberapa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kekuasaan tertinggi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Konsep Negara
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia adalah negara yang meletakkan hukum sebagai supremasi kekuasaan tertinggi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Konsep Negara hukum dalam berbangsa
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. wajib untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Pertanggungjawaban
18 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Setiap tindak pidana yang dilakukan oleh seseorang pada dasarnya orang tersebut wajib untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Pertanggungjawaban pidana
Lebih terperinciII TINJAUAN PUSTAKA. mencari untung. Sedangkan penipuan sendiri berdasarkan Kamus Besar Bahasa
II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Penipuan Penipuan berasal dari kata tipu, yang berarti perbuatan atau perkataan yang tidak jujur, bohong, atau palsu dengan maksud untuk menyesatkan, mengakali,atau
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. dalam rangka menjamin pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental, dan sosial
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak merupakan bagian dari generasi muda yang memiliki peranan strategis yang mempunyai ciri dan sifat khusus yang memerlukan pembinaan dan perlindungan dalam rangka
Lebih terperinciBAB III PENUTUP. penelitian ini, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan analisis terhadap data yang berhasil dikumpulkan dalam penelitian ini, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Majelis Hakim menggunakan putusan peradilan
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Sistem pertanggungjawaban pidana dalam hukum pidana positif saat ini
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana Sistem pertanggungjawaban pidana dalam hukum pidana positif saat ini menganut asas kesalahan sebagai salah satu asas disamping asas legalitas.
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. terpuruknya sistem kesejahteraan material yang mengabaikan nilai-nilai
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindak pidana penggelapan di Indonesia saat ini menjadi salah satu penyebab terpuruknya sistem kesejahteraan material yang mengabaikan nilai-nilai kehidupan dalam
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 Perubahan ke-4 Undang-Undang Dasar Hal ini. tindakan yang dilakukan oleh warga negara Indonesia.
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah Negara sebagaimana diatur dalam Penjelasan Umum Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 Perubahan ke-4 Undang-Undang Dasar 1945. Hal ini menunjukkan bahwa
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. pembangunan pada keseluruhan bidang tersebut. Pelaksanaan kegiatan
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan masyarakat terlihat pada lembaga yang ada pada masyarakat tersebut, baik itu lembaga di bidang ekonomi, sosial, budaya, teknologi maupun hukum. Untuk meningkatkan
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Uraian Teori 2.1.1. Pengertian Tindak Pidana Penggelapan Dalam suatu tindak pidana, mengetahui secara jelas tindak pidana yang terjadi adalah suatu keharusan. Beberapa tindak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Adanya hukum dan di buat tumbuh dan berkembang dalam masyarakat
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Adanya hukum dan di buat tumbuh dan berkembang dalam masyarakat dengan tujuan untuk mengatur kehidupan masyarakat baik masyarakat modren maupun masyarakat
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Tindak Pidana Pembunuhan Berencana 2.1.1. Pengertian Tindak Pidana Pembunuhan Berencana Pembunuhan berencana sesuai Pasal 340 KUHP adalah suatu pembunuhan biasa seperti Pasal
Lebih terperinciASAS TIADA PIDANA TANPA KESALAHAN (ASAS KESALAHAN) DALAM HUBUNGANNYA DENGAN PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA KORPORASI
ASAS TIADA PIDANA TANPA KESALAHAN (ASAS KESALAHAN) DALAM HUBUNGANNYA DENGAN PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA KORPORASI Oleh : A.A. Ngurah Wirajaya Nyoman A. Martana Program Kekhususan Hukum Pidana, Universitas
Lebih terperinciNASKAH PUBLIKASI SKRIPSI PERBANDINGAN PENJATUHAN SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PERTAMA DAN RESIDIVIS.
NASKAH PUBLIKASI SKRIPSI PERBANDINGAN PENJATUHAN SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PERTAMA DAN RESIDIVIS. Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat Guna Mencapai Derajat
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana Menurut Roeslan Saleh (1983:75) pengertian pertanggungjawaban pidana adalah suatu yang dipertanggungjawabkan secara pidana terhadap seseorang
Lebih terperinciI. TINJAUAN PUSTAKA. suatu pengertian yuridis, lain halnya dengan istilah perbuatan jahat atau kejahatan. Secara yuridis
I. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian dan Unsur-Unsur Tindak Pidana Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana. Tindak pidana merupakan suatu pengertian yuridis, lain halnya dengan istilah
Lebih terperinciKAJIAN YURIDIS TERHADAP PUTUSAN HAKIM PENGADILAN NEGERI SURAKARTA DALAM TINDAK PIDANA PENIPUAN SECARA BERLANJUT
KAJIAN YURIDIS TERHADAP PUTUSAN HAKIM PENGADILAN NEGERI SURAKARTA DALAM TINDAK PIDANA PENIPUAN SECARA BERLANJUT (Studi Kasus Putusan Nomor: 198 /Pid.B/2015/PN.Skt. & Putusan Nomor 145/Pid.B/2016/PN.Skt.)
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Istilah hukuman berasal dari kata straf dan istilah di hukum yang berasal dari
21 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Pidana dan Hukum Pidana Istilah hukuman berasal dari kata straf dan istilah di hukum yang berasal dari perkataan wordt gestraf menurut Mulyanto merupakan istilah-istilah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. melanggarnya, sedangkan kejahatan adalah perbuatan dengan proses yang sama dan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perbuatan pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum larangan yang disertai ancaman (sanksi) berupa pidana tertentu bagi siapa saja yang melanggarnya,
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. bentuk kejahatan terhadap nyawa manusia, diatur dalam Pasal 340 yang
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Pembunuhan Berencana Pembunuhan dengan rencana terlebih dahulu atau disingkat pembunuhan berencana adalah pembunuhan yang paling berat ancaman pidananya dari seluruh
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. dengan alat kelamin atau bagian tubuh lainnya yang dapat merangsang nafsu
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tindak pidana pencabulan adalah suatu tindak pidana yang bertentangan dan melanggar kesopanan dan kesusilaan seseorang mengenai dan yang berhubungan dengan alat kelamin
Lebih terperinciBAB II UNSUR-UNSUR TINDAK PIDANA PENGGELAPAN. Tindak pidana penggelapan (verduistering) diatur dalam Bab XXIV Pasal
24 BAB II UNSUR-UNSUR TINDAK PIDANA PENGGELAPAN 2.1. Tindak Pidana Penggelapan Tindak pidana penggelapan (verduistering) diatur dalam Bab XXIV Pasal 372 sampai dengan Pasal 377 KUHP. Tindak pidana penggelapan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. alat transportasi yang diperlukan untuk pemenuhan kebutuhan, dari berbagai
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Transportasi merupakan sarana yang digunakan masyarakat untuk melakukan aktifitasnya. Seiring dengan berkembangnya zaman, maka semakin banyak pula alat transportasi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. didasarkan atas surat putusan hakim, atau kutipan putusan hakim, atau surat
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jaksa pada setiap kejaksaan mempunyai tugas pelaksanaan eksekusi putusan hakim yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dan untuk kepentingan itu didasarkan
Lebih terperinciPENYELESAIAN PERKARA PIDANA DI LUAR PENGADILAN TERHADAP DUGAAN KEJAHATAN PASAL 359 KUHP DALAM PERKARA LALU LINTAS
PENYELESAIAN PERKARA PIDANA DI LUAR PENGADILAN TERHADAP DUGAAN KEJAHATAN PASAL 359 KUHP DALAM PERKARA LALU LINTAS Setio Agus Samapto STMIK AMIKOM Yogyakarta Abstraksi Didalam kecelakaan lalu - lintas yang
Lebih terperinciPENYELESAIAN PERKARA PIDANA DI LUAR PENGADILAN TERHADAP DUGAAN KEJAHATAN PASAL 359 KUHP DALAM PERKARA LALU LINTAS
PENYELESAIAN PERKARA PIDANA DI LUAR PENGADILAN TERHADAP DUGAAN KEJAHATAN PASAL 359 KUHP DALAM PERKARA LALU LINTAS Setio Agus Samapto STMIK AMIKOM Yogyakarta Abstraksi Didalam kecelakaan lalu - lintas yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sebagai Negara hukum, Pasal 28 Ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai Negara hukum, Pasal 28 Ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan
Lebih terperinciTINJAUAN YURIDIS TENTANG PUTUSAN PENGADILAN MENGENAI BESARNYA UANG PENGGANTI DALAM PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI SUPRIYADI / D
TINJAUAN YURIDIS TENTANG PUTUSAN PENGADILAN MENGENAI BESARNYA UANG PENGGANTI DALAM PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI SUPRIYADI / D 101 07 638 ABSTRAK Proses pembangunan dapat menimbulkan kemajuan dalam kehidupan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERTANGGUNG JAWABAN PIDANA. Pertanggung Jawaban pidana dalam istilah asing tersebut juga dengan
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERTANGGUNG JAWABAN PIDANA A. Pengertian Pertanggung Jawaban Pidana Pertanggung Jawaban pidana dalam istilah asing tersebut juga dengan teorekenbaardheid atau criminal responsibility
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Manusia didalam pergaulan sehari-hari tidak dapat terlepas dari interaksi dengan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Suatu pergaulan hidup di dalam masyarakat yang teratur dan maju tidak dapat berlangsung tanpa adanya jaminan akan kepastian hukum serta penegakan hukum yang baik demi terwujudnya
Lebih terperinciBAB II PENERAPAN KONSEP NOODWEER DALAM TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN SEBAGAI AKIBAT ADANYA TINDAK PIDANA KEHORMATAN KESUSILAAN
BAB II PENERAPAN KONSEP NOODWEER DALAM TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN SEBAGAI AKIBAT ADANYA TINDAK PIDANA KEHORMATAN KESUSILAAN A. Tindak Pidana Penganiayaan Pengertian tindak pidana dalam Kitab Undang-undang
Lebih terperinciDASAR KUALIFIKASI CURI PATOLOGIS (KLEPTOMANIA) DI DALAM PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA
DASAR KUALIFIKASI CURI PATOLOGIS (KLEPTOMANIA) DI DALAM PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA oleh Anak Agung Ayu Sinta Paramita Sari I Dewa Gede Atmadja Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT
Lebih terperinciKESAKSIAN PALSU DI DEPAN PENGADILAN DAN PROSES PENANGANANNYA 1 Oleh: Gerald Majampoh 2
Lex Crimen, Vol.II/No.1/Jan-Mrt/2013 KESAKSIAN PALSU DI DEPAN PENGADILAN DAN PROSES PENANGANANNYA 1 Oleh: Gerald Majampoh 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. tindak pidana. Ada yang menyebutkan istilah tindak pidana tersebut sebagai
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tindak Pidana 1. Pengertian Tindak Pidana Konsep hukum indonesia terdapat beberapa perbedaan dalam menyebutkan istilah tindak pidana. Ada yang menyebutkan istilah tindak pidana
Lebih terperinciBAB III PENUTUP. pratima di Bali, dan hasil wawancara yang diperoleh penulis dari para
BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan uraian-uraian mengenai tindak pidana pencurian pratima di Bali, dan hasil wawancara yang diperoleh penulis dari para narasumber maka dapat disimpulkan bahwa permasalahan
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. pidana. Dalam hal penulisan penelitian tentang penerapan pidana rehabilitasi
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Hukum Pidana Sebagaimana yang telah diuraikan oleh banyak pakar hukum mengenai hukum pidana. Dalam hal penulisan penelitian tentang penerapan pidana rehabilitasi terhadap
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pulau Bali dengan adat istiadat dan budayanya yang begitu kental yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang Masalah Pulau Bali dengan adat istiadat dan budayanya yang begitu kental yang menjadikan Bali begitu terkenal di seluruh dunia sehingga Pulau Bali menjadi daerah tujuan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. adanya kehendak untuk memenuhi kebutuhan hidup dengan cara yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Umumnya tindak pidana atau pelanggaran hukum pidana didasari adanya kehendak untuk memenuhi kebutuhan hidup dengan cara yang mudah, jalan pintas serta mendapatkan
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. dipidana jika tidak ada kesalahan ( Green Straf Zonder Schuld) merupakan dasar
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana Pertangggungjawaban pidana hanya dapat terjadi jika sebelumnya seseorang telah melakukan tindak pidana. Asas kesalahan menyatakan dengan tegas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 ditegaskan bahwa Negara
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 ditegaskan bahwa Negara Indonesia berdasarkan atas hukum (Rechtstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (Machstaat). Ini
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mendorong terjadinya krisis moral. Krisis moral ini dipicu oleh ketidakmampuan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berkembangnya teknologi dan masuknya modernisasi membawa dampak yang cukup serius bagi moral masyarakat. Sadar atau tidak, kemajuan zaman telah mendorong terjadinya
Lebih terperinciPERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PELAKU TINDAK PIDANA PENIPUAN (STUDI KASUS PADA PENGADILAN NEGERI DI SURAKARTA)
PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PELAKU TINDAK PIDANA PENIPUAN (STUDI KASUS PADA PENGADILAN NEGERI DI SURAKARTA) NASKAH HASIL PENELITIAN Disusun Untuk Melengkapi Syarat-syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam
Lebih terperinciFAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2008
1 PENYANTUNAN BAGI KELUARGA MENINGGAL ATAU LUKA BERAT KECELAKAAN LALU LINTAS DALAM HUBUNGANNYA DENGAN PENGAMBILAN PUTUSAN HAKIM Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Syarat-Syarat Guna
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Tindak Pidana, Pelaku Tindak Pidana dan Tindak Pidana Pencurian
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana, Pelaku Tindak Pidana dan Tindak Pidana Pencurian Tindak pidana merupakan perbuatan yang dilakukan oleh seseorang dengan melakukan suatu kejahatan atau
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. nyata. Seiring dengan itu pula bentuk-bentuk kejahatan juga senantiasa mengikuti perkembangan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan peradaban dunia semakin berkembang dengan pesat menuju ke arah modernisasi. Perkembangan yang selalu membawa perubahan dalam setiap sendi kehidupan tampak
Lebih terperinci(KUHP), dapat ditemukan strafbaar feit. Tim Penerjemah Badan Pembinaan. Hukum Nasional dalam menerjemahkan Kitab Undang-undang Hukum
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA, TINDAK PIDANA PENCURIAN, PRATIMA, TINDAK PIDANA ADAT BALI, TEORI PEMIDANAAN, TEORI KEADILAN DAN KEBIJAKAN KRIMINAL A. Tinjauan Umum Tindak Pidana 1. Pengertian
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP SANKSI PIDANA PELANGGARAN HAK PEMEGANG PATEN MENURUT UU NO. 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN
BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP SANKSI PIDANA PELANGGARAN HAK PEMEGANG PATEN MENURUT UU NO. 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN A. Analisis Terhadap Sanksi Pidana Pelanggaran Hak Pemegang Paten Menurut UU.
Lebih terperinciPENYELESAIAN PELANGGARAN ADAT DAN RELEVANSINYA DENGAN PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA. Oleh : Iman Hidayat
PENYELESAIAN PELANGGARAN ADAT DAN RELEVANSINYA DENGAN PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA Oleh : Iman Hidayat ABSTRAK Secara yuridis konstitusional, tidak ada hambatan sedikitpun untuk menjadikan hukum adat sebagai
Lebih terperinciPENGGUNAAN KEKERASAN SECARA BERSAMA DALAM PASAL 170 DAN PASAL 358 KUHP 1 Oleh : Soterio E. M. Maudoma 2
PENGGUNAAN KEKERASAN SECARA BERSAMA DALAM PASAL 170 DAN PASAL 358 KUHP 1 Oleh : Soterio E. M. Maudoma 2 ABSTRAK Penggunaan kekerasan oleh seseorang terhadap orang lain, merupakan hal yang dilarang dalam
Lebih terperinciI. TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian pidana yang bersifat khusus ini akan menunjukan ciri-ciri dan sifatnya yang khas
I. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Dan Unsur-Unsur Tindak Pidana Pidana pada umumnya sering diartikan sebagai hukuman, tetapi dalam penulisan skripsi ini perlu dibedakan pengertiannya. Hukuman adalah pengertian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tercipta pula aturan-aturan baru dalam bidang hukum pidana tersebut. Aturanaturan
BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Globalisasi menyebabkan ilmu pengetahuan kian berkembang pesat termasuk bidang ilmu hukum, khususnya dikalangan hukum pidana. Banyak perbuatan-perbuatan baru yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya aktivitas manusia tersebut harus didukung oleh fasilitas pendukung
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan dunia saat ini yang telah memasuki era globalisasi, maka aktivitas manusia di segala bidang juga semakin meningkat. Meningkatnya
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI) adalah warga negara Indonesia yang
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI) adalah warga negara Indonesia yang memenuhi persyaratan yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan dan diangkat oleh pejabat
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Istilah tindak pidana atau strafbaar feit diterjemahkan oleh pakar hukum
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Istilah tindak pidana atau strafbaar feit diterjemahkan oleh pakar hukum pidana Indonesia dengan istilah yang berbeda-beda. Diantaranya ada yang memakai
Lebih terperinciLex Crimen Vol. VI/No. 7/Sep/2017
ALASAN PENGHAPUS PIDANA KHUSUS TERHADAP TINDAK PIDANA ENYEMBUNYIKAN PELAKU KEJAHATAN DAN BARANG BUKTI BERDASARKAN PASAL 221 KUH PIDANA 1 Oleh: Suanly A. Sumual 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan
Lebih terperincikearah yang tidak baik atau buruk. Apabila arah perubahan bukan ke arah yang tidak
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perubahan perilaku manusia dan kondisi lingkungan pada masa kini semakin tidak menentu. Perubahan tersebut bisa menuju ke arah yang baik atau lebih baik, juga kearah
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari sekitar
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari sekitar 17.058 pulau dengan panjang garis pantai sepanjang 81.000 km. Wilayah laut yang berada
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI DISPARITAS PUTUSAN PENGADILAN. lembaga yang berwenang kepada orang atau badan hukum yang telah
BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI DISPARITAS PUTUSAN PENGADILAN A. Pidana dan Pemidanaan 1. Pengertian Pidana Pidana merupakan suatu penderitaan yang sengaja dijatuhkan oleh lembaga yang berwenang kepada orang
Lebih terperinciBAB II TINDAK PIDANA MILITER. tentang apa yang disebut dengan tindak pidana tersebut, yaitu : dilarang dan diancam dengan pidana.
BAB II TINDAK PIDANA MILITER 1. Tindak Pidana dan Unsur-Unsurnya Ada baiknya dikemukakan terlebih dahuku apa yang dimaksud dengan tindak pidana (strafbaar feit, delict, criminal act). Ada beberapa pandangan
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. Adapun yang menjadi tujuan upaya diversi adalah : 6. a. untuk menghindari anak dari penahanan;
BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Uraian Teori 2.1.1.Diversi Diversi adalah pengalihan penanganan kasus-kasus anak yang diduga telah melakukan tindak pidana dari proses formal dengan atau tanpa syarat. Pendekatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia ingin meningkatkan pencapaian di berbagai sektor. Peningkatan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagaimana halnya dengan negara-negara lain di dunia, negara Indonesia ingin meningkatkan pencapaian di berbagai sektor. Peningkatan pencapaian tersebut harus
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bernegara, sebagaimana yang telah diamanahkan oleh Undang-undang Dasar
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sejarah Negara Indonesia adalah negara yang meletakkan hukum sebagai supremasi kekuasaan tertinggi dalam menata seluruh kehidupan berbangsa dan bernegara, sebagaimana
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menyatakan Negara Indonesia adalah Negara hukum. 1 Adapun tujuan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perlindungan hukum yang diterapkan di Indonesia saat ini kurang memperhatikan kepentingan korban yang sangat membutuhkan perlindungan hukum. Bisa dilihat dari banyaknya
Lebih terperinciSOAL DAN JAWABAN TENTIR UTS ASAS-ASAS HUKUM PIDANA 2016 BY PERSEKUTUAN OIKUMENE (PO)
SOAL DAN JAWABAN TENTIR UTS ASAS-ASAS HUKUM PIDANA 2016 BY PERSEKUTUAN OIKUMENE (PO) 1. Jelaskan pengertian hukum pidana menurut Moeljatno, Pompe, dan Van Hamel Jawaban: Menurut Moeljatno: Hukum Pidana
Lebih terperinciKEBIJAKAN FORMULASI ASAS SIFAT MELAWAN HUKUM MATERIEL DALAM HUKUM PIDANA INDONESIA
KEBIJAKAN FORMULASI ASAS SIFAT MELAWAN HUKUM MATERIEL DALAM HUKUM PIDANA INDONESIA Syarifa Yana Dosen Program Studi Ilmu Hukum Universitas Riau Kepulauan Di dalam KUHP dianut asas legalitas yang dirumuskan
Lebih terperinciProsiding Ilmu Hukum ISSN: X
Prosiding Ilmu Hukum ISSN: 2460-643X Pertanggungjawaban Pidana dalam Tindak Pidana Pencurian Benda Purba Dikaitkan dengan Pasal 362 KUHP JO Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya 1 Tubagus
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Kejahatan yang berlangsung ditengah-tengah masyarakat semakin hari kian. sehingga berakibat semakin melunturnya nilai-nilai kehidupan.
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kejahatan yang berlangsung ditengah-tengah masyarakat semakin hari kian berkembang, salah satu yang mulai tampak menonjol ialah banyaknya kejahatankejahatan yang terjadi
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. pengertian yang sama, sering juga digunakan istilah-istilah yang lain, yaitu hukuman,
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Penjatuhan Pidana Penggunaan istilah pidana itu sendiri diartikan sebagai sanksi pidana. Untuk pengertian yang sama, sering juga digunakan istilah-istilah yang lain,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum, maka
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum, maka kehidupan masyarakat tidak lepas dari aturan hukum. Hal tersebut sesuai dengan Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Hidup tenteram, damai, tertib serta berkeadilan merupakan dambaan setiap
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hidup tenteram, damai, tertib serta berkeadilan merupakan dambaan setiap orang yang hidup di dunia ini. Oleh karena itu untuk mewujudkan tujuan tersebut perlu
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tugas dan Wewenang Hakim dalam Proses Peradilan Pidana. Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tugas dan Wewenang Hakim dalam Proses Peradilan Pidana 1. Kekuasaan Kehakiman Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan
Lebih terperinciBAB III PENCURIAN DENGAN KEKERASAN MENURUT HUKUM POSITIF. Menyimpang itu sendiri menurut Robert M.Z. Lawang penyimpangan perilaku
BAB III PENCURIAN DENGAN KEKERASAN MENURUT HUKUM POSITIF A. Pencurian Dengan Kekerasan Dalam KUHP 1. Pengertian Pencurian Dengan Kekerasan Pencurian dengan kekerasan adalah suatu tindakan yang menyimpang.
Lebih terperinciTINJAUAN HUKUM PIDANA MENGENAI TINDAK PIDANA PENIPUAN
TINJAUAN HUKUM PIDANA MENGENAI TINDAK PIDANA PENIPUAN (Studi Tentang Perbuatan Laki-laki Menghamili Perempuan Di Luar Nikah) SKRIPSI Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Tugas dan Syarat Guna Mencapai
Lebih terperinciPERTIMBANGAN HAKIM DALAM MEMUTUSKAN PERKARA TINDAK PIDANA PENGGELAPAN SECARA BERLANJUT (Studi Kasus No. 55/Pid.B/2010/PN. Palu)
PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MEMUTUSKAN PERKARA TINDAK PIDANA PENGGELAPAN SECARA BERLANJUT (Studi Kasus No. 55/Pid.B/2010/PN. Palu) RISKA YANTI / D 101 07 622 ABSTRAK Penelitian ini berjudul Pertimbangan Hakim
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. yang terdiri dari kesengajaan (dolus atau opzet) dan kelalaian (culpa). Seperti
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Bukti Permulaan yang Cukup Istilah kesalahan ( schuld) adalah pengertian hukum yang tidak sama dengan pengertian harfiah:fout. Kesalahan dalam hukum pidana berhubungan dengan pertanggungjawaban,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pemerintah mempunyai peranan yang sangat penting dalam. dalam kegiatan seperti pemeliharaan pertahanan dan keamanan, keadilan,
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Pemerintah mempunyai peranan yang sangat penting dalam pelaksanaan pembangunan. Setiap sistem perekonomian, baik kapitalis maupun sosialis, pemerintah memegang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penegakan hukum di Indonesia, pembinaan dan pengarahan, perlu
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penegakan hukum di Indonesia, pembinaan dan pengarahan, perlu dilakukan supaya hukum mampu memenuhi kebutuhan sesuai dengan tingkat kemajuan masyarakat Indonesia.
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Ali Dahwir, SH., MH Hukum Pidana
BAB 1 PENDAHULUAN A. Istilah Hukum Pidana Merumuskan hukum pidana ke dalam rangakaian kata untuk dapat memberikan sebuah pengertian yang komprehensif tentang apa yang dimaksud dengan hukum pidana adalah
Lebih terperinciII.TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian tentang Tindak Pidana atau Strafbaar Feit. Pembentuk Undang-undang telah menggunakan kata Strafbaar Feit untuk
II.TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian tentang Tindak Pidana atau Strafbaar Feit Pembentuk Undang-undang telah menggunakan kata Strafbaar Feit untuk menyebutkan kata Tindak Pidana di dalam KUHP. Selain itu
Lebih terperinci