PROFIL INDUSTRI PETROKIMIA HULU

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PROFIL INDUSTRI PETROKIMIA HULU"

Transkripsi

1 PROFIL INDUSTRI PETROKIMIA HULU

2 Profil Industri Petrokimia I. Pendahuluan Sesuai dengan amanah Undang-Undang No. 3 Tahun 214 tentang Perindustrian, peran pemerintah dalam mendorong kemajuan sektor industri ke depan dilakukan secara terencana serta disusun secara sistematis dalam suatu dokumen perencanaan. Dokumen perencanaan tersebut harus menjadi pedoman dalam menentukan arah kebijakan pemerintah dalam mendorong pembangunan sektor industri dan menjadi panduan bagi seluruh pemangku kepentingan yang terlibat dalam pembangunan industri nasional. Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional (RIPIN) disusun sebagai pelaksanaan amanat pasal 8 ayat 1, Undang-Undang No. 3 tahun 214, dan menjadi pedoman bagi pemerintah dan pelaku Industri dalam perencanaan dan pembangunan Industri sehingga tercapai tujuan penyelenggaraan Perindustrian. RIPIN memiliki masa berlaku untuk jangka waktu 2 tahun, dan bila diperlukan dapat ditinjau kembali setiap 5 (lima) tahun. Di dalam RIPIN telah ditentukan ditentukan 1 industri prioritas yang dikelompokkan kedalam industri andalan, industri pendukung dan industri hulu sebagai berikut : Industri Andalan Industri Pendukung 1.Industri Pangan 7.Industri Barang Modal, Komponen, Bahan Penolong dan Jasa 2.Industri Farmasi, Kosmetik dan Alat Kesehatan Industri 3.Industri Tekstil, Kulit, Alas Kaki dan Aneka Industri Hulu 4.Industri Alat Transportasi 5.Industri Elektronika dan Telematika (ICT) 6.Industri Pembangkit Energi 8.Industri Hulu Agro 9.Industri Logam Dasar dan Bahan Galian Bukan Logam 1.Industri Kimia Dasar Berbasis Minyak bumi dan gas dan Batubara 1

3 Kesepuluh Industri prioritas tersebut merupakan bagian dari Bangun Industri Nasional. Bangun industri nasional berisikan industri andalan masa depan, industri pendukung, dan industri hulu, dimana ketiga kelompok industri tersebut memerlukan modal dasar berupa sumber daya alam, sumber daya manusia, serta teknologi, inovasi dan kreativitas. Pembangunan industri di masa depan tersebut juga memerlukan prasyarat berupa ketersediaan infrastruktur dan pembiayaan yang memadai, serta didukung oleh kebijakan dan regulasi yang efektif. Adapun bagan Bangun Industri Nasional bisa dilihat seperti Gambar 1 berikut. Gambar 1 Bangun Industri Nasional 2

4 Sebagai salah satu bagian dari industri hulu, yaitu kelompok Industri Kimia Dasar Berbasis Minyak bumi dan gas dan Batubara, Industri Petrokimia Hulu diharapkan menjadi pendukung industri andalan. Industri petrokimia menjadi salah satu industri strategis baik ditinjau dari posisinya dalam struktur Produk Domestik Bruto (PDB) industri manufaktur maupun dalam konteks keterkaitan dengan industri hilir lain seperti, plastik, serat sintetik, karet sintetik, kosmetik, pupuk, tekstil, dan lain-lain. Gambar 2 Produk Akhir Industri Petrokimia Hulu dan Hilir Industri petrokimia di Indonesia sangat diuntungkan oleh kondisi potensi sumber bahan baku (minyak bumi, gas alam, batubara dan biomassa) dan potensi pasar di dalam negeri yang cukup besar. Adapun Industri Petrokimia Hulu yang dikembangkan di Indonesia sesuai RIPIN (Rencana Induk Pengembangan Industri Nasional) adalah: Etilena; Propilena; Butadiene; Benzena; Toluena; p-xylena; oxylena; Metanol; Ammonia; dan Asam Formiat. Industri petrokimia hulu dapat dikategorikan sebagai jenis industri yang padat modal (capital intensive), padat teknologi (technology intensive) dan lahap energi (energy intensive). Industri petrokimia hulu merupakan industri strategis yang mempunyai keterkaitan luas dengan industri petrokimia antara dan petrokimia hilir, sehingga untuk peningkatan efisiensi dan daya saing pembangunannya dapat dilakukan secara terintegrasi. 3

5 Gambar 3 Industri Petrokimia Hulu dan Hilir II. Bahan Baku Industri Petrokimia Hulu Sumber bahan baku (feedstock) Industri petrokimia hulu berasal dari sumber minyak bumi (naphta, kondensat), gas alam, batu bara, serta biomassa yang dapat menghasilkan senyawa-senyawa olefin, aromatik, gas sintesa, dan senyawa-senyawa organik lainnya yang dapat diturunkan dari bahan-bahan tersebut, yang memiliki nilai tambah lebih tinggi daripada bahan bakunya. Ketersediaan bahan baku dan utilitas merupakan pendukung penting bagi keberlangsungan industri petrokimia hulu di Indonesia. Keduanya merupakan dua pertiga komponen biaya produksi dalam industri ini. Suplai bahan baku yang berkesinambungan serta harga yang kompetitif adalah faktor penting. Feedstock tersebut disamping untuk bahan baku industri petrokimia dasar juga digunakan sebagai bahan energi. 4

6 II.1. Sumberdaya dan Cadangan Minyak Bumi Indonesia Meskipun jumlahnya tidak besar namun Indonesia memiliki potensi cadangan minyak bumi terbukti sebesar 4 miliar barrel dengan tingkat produksi sekitar 95 ribu barel per hari. Berdasarkan data Kementerian Energi Sumber dan Daya Mineral (ESDM), potensi sumber daya berbasis minyak bumi terbesar terdapat pada wilayah pulau Sumatera bagian tengah, Kalimantan Timur, dan pulau Jawa bagian barat timur. Gambar 4. Cadangan Minyak Bumi Indonesia (Sumber: Kementerian ESDM) 5

7 Selama sepuluh tahun terakhir, laju penurunan cadangan terbukti minyak bumi sebesar 92,5 juta barel per tahun, atau dengan kata lain selama sepuluh tahun cadangan minyak dan kondensat nasional hilang sebesar 1 miliar barel. Gambar 5. Cadangan Minyak Bumi Indonesia (Miliar Barel) Sumber: Handbook of Energy and Economic Statistic of Indonesia 214, Kementerian ESDM Dibandingkan tahun 21, ketersediaan cadangan minyak bumi Indonesia pada tahun 211 mengalami penurunan hingga,3 miliar barel menjadi 7,73 miliar barel termasuk di dalamnya cadangan blok Cepu. Dengan rata-rata tingkat produksi,329 miliar barel, ketersediaan cadangan minyak bumi di Indonesia saat ini hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan minyak bumi Indonesia hingga 23 tahun ke depan. Hingga akhir tahun 211, produksi minyak Indonesia mencapai 92 ribu barel per hari, terdiri dari minyak 794 ribu barel per hari dan kondensat 18 ribu barel per hari. Nilai ini lebih rendah 4,5% dibandingkan produksi minyak Indonesia tahun sebelumnya dan target produksi/lifting minyak bumi di dalam APBN-P 211 sebesar 945 ribu barel per hari. 6

8 Produksi naphtha Indonesia sebagai salah satu bahan baku utama dalam industri petrokimia hulu selama sepuluh tahun terakhir cenderung fluktuatif. Sejak tahun 24, produksi naphtha tertinggi tercapai pada tahun 211 sebanyak 26,8 juta barel namun terus menurun pada tahun-tahun berikutnya. Hingga Januari 213, produksi naphtha Indonesia tercatat sebanyak 23, 8 juta barel. Gambar 6. Produksi Naphtha Indonesia (Ribu Barel) Sumber: Handbook of Energy and Economic Statistic of Indonesia 214, Kementerian ESDM II.2. Sumberdaya dan Cadangan Gas Alam Indonesia Pada 213 potensi cadangan gas Indonesia cukup besar yaitu mencapai 15,39 triliun cubic feet (TSCF) dengan cadangan terbukti 11,54 TSCF dan cadangan potensial 48,85 TSCF. Sementara tingkat produksi gas alam Indonesia mencapai 2,97 TSCF pada tahun 213. Berdasarkan data Kementerian Energi Sumber dan Daya Mineral (ESDM), cadangan gas bumi terbesar terdapat pada wilayah perairan Natuna, Kalimantan Timur, Sumatera Selatan dan Papua. 7

9 Gambar 7. Sebaran Cadangan Gas Alam di Indonesia Tahun 212 (Sumber: Kementerian ESDM) 8

10 TSCF Gambar 8. Cadangan Gas Alam Indonesia Tahun (TSCF) (Sumber: Handbook of Energy and Economic Statistic of Indonesia 214, Kementerian ESDM Gambar 9. Produksi Gas Alam Indonesia (MMSCF) Sumber: Handbook of Energy and Economic Statistic of Indonesia 214, Kementerian ESDM 9

11 II.3. Sumberdaya dan Cadangan Batubara Indonesia Batubara yang dapat digunakan sebagai bahan baku industri petrokimia adalah batubara biasa dan batubara yang berbentuk coal bed methane. Kedua jenis batubara ini sangat besar jumlahnya dan belum tergarap secara optimal. Berikut adalah peta persebaran potensi sumberdaya batubara ,73 JT ,32 JT 2,13 JT 233,1 JT 128,57 JT 99,7 JT Gambar 1. Peta Persebaran Sumber Daya dan Cadangan Batubara Indonesia (Sumber: Kementerian ESDM) 1

12 Gambar 11. Peta Persebaran Sumber Daya dan Cadangan Batubara dan CBM Indonesia (Sumber: Kementerian ESDM) Ketersediaan sumberdaya dan cadangan batubara Indonesia relatif lebih besar dibandingkan dengan sumberdaya fosil lainnya walaupun jumlahnya hanya sebesar 3,3% cadangan dunia. Pada tahun 213, sumberdaya batubara Indonesia sebanyak juta ton dengan cadangan sebesar juta ton. Jumlah ini tersebar di beberapa provinsi di Indonesia. Berdasarkan Tabel 1, sumberdaya dan cadangan batubara terbesar berada di wilayah provinsi Sumatera Selatan dan Kalimantan Timur dengan total masing-masing provinsi tersebut sebesar juta ton dan juta ton (Kajian Supply Demand Energi 214, Kementerian ESDM). 11

13 Tabel 1. Sumber Daya dan Cadangan Batubara Indonesia Per 1 Januari 213 (Juta Ton) Sumber: Handbook of Energy and Economic Statistic of Indonesia 214, Kementerian ESDM II.4. Kilang minyak dan gas bumi serta batubara Kapasitas kilang minyak Indonesia pada 214 mencapai 1,1157 juta barel per hari. Sedangkan produksi minyak Indonesia yang dapat diolah di kilang dalam negeri hanya sekitar 649. barel per hari. Untuk tahun 215, kapasitas kilang Indonesia diperkirakan sebesar 1,167 juta barel per hari sedangkan produksi minyak yang bisa diolah Indonesia hanya sebesar 719. barel per hari. Kilang minyak 12

14 milik PT Pertamina terletak di Dumai, Sungai Pakning, Plaju, Cepu, Balikpapan, Kasim, Cilacap dan Balongan. Sementara kilang milik swasta yaitu TPPI (Trans Pacific Petrochemical Indotama) dan TWU (Tri Wahana Universal). Ada satu kilang swasta dalam proses pembangunan yaitu TWU II dan direncanakan akan dibangun Residual Fluid Catalytic Cracking (RFCC) Cilacap. Gambar 12. Peta Infrastruktur Minyak bumi dan gas Nasional per Januari 211 (Sumber: Kementerian ESDM) 13

15 III. Rantai Nilai (pohon industri) Industri Petrokimia III.1. Ruang Lingkup Industri Petrokimia Industri petrokimia secara umum dapat didefinisikan sebagai industri yang berbahan baku utama produk minyak bumi dan gas (naphta, kondensat, gas alam), batubara, serta biomassa; yang mengandung senyawa-senyawa olefin, aromatik, gas sintesa, dan organik lainnya yang dapat diturunkan dari bahan-bahan tersebut, untuk menghasilkan produk-produk yang memiliki nilai tambah lebih tinggi daripada bahan bakunya. Industri petrokimia dasar termasuk dalam Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI ) 2117: Industri Kimia Dasar Organik yang Bersumber dari Minyak Bumi, Gas Alam, dan Batubara. Kelompok ini mencakup usaha industri kimia dasar organik yang menghasilkan bahan kimia, yang bahan bakunya berasal dari minyak bumi dan gas bumi maupun batu bara, seperti ethylene, propilene, benzena, toluena, caprolactam termasuk pengolahan coal tar. Industri petrokimia dapat dikelompokkan ke dalam 3 (tiga) golongan, yaitu: 1. Industri petrokimia hulu (dasar) Industri petrokimia dasar merupakan industri paling hulu dalam rangkaian industri petrokimia, memproses bahan baku berupa naphta dan/atau kondensat menjadi olefin, aromatik, dan parafin. Contoh : industri olefin (ethylene, propiline, butadiane, dll), industri aromatik (benzene, toluene, xylene, dll), industri berbasis C-1 (ammonia, methanol). 2. Industri petrokimia antara Industri petrokimia antara adalah industri yang memproses bahan baku olefin, aromatik (produk industri petrokimia hulu) menjadi produkproduk turunannya seperti vinyl chloride, styrene, ethylene glycol, dll. 3. Industri petrokimia hilir Industri petrokimia hilir adalah industri yang mengolah bahan yang dihasilkan oleh industri petrokimia antara menjadi berbagai produk akhir yang digunakan oleh industri atau konsumen akhir (industrial dan consumer goods). Contoh: Polietilena (HDPE, LDPE, LLDPE); Polipropilena (PP); Polistirena (PS); Polivinilkhlorida (PVC); PET, karet sintetis (ABS), serat sintetis (polyester, nilon), dll. 14

16 III.2. Rantai Nilai Industri Petrokimia Industri petrokimia pada dasarnya berbahan baku dari minyak mentah dan gas bumi. Indonesia sebagai negara yang kaya akan sumber daya minyak bumi dan gas alam seharusnya bisa mengembangkan industri petrokimia agar menjadi lebih maju. Turunan industri petrokimia yang berasal dari minyak bumi saat ini yang industrinya sudah ada sebagian besar masih berada di sektor hulu antara lain industri olefin, aromatic, ethylene, propylene, butadiene, benzene, toluene, dan xylene. Turunan dari produk ethylene dan propylene sebagian sudah dapat diproduksi di Indonesia dan sebagian masih belum dikembangkan. Selanjutnya turunan dari produk ethylene dan propylene ini pada sektor hilirnya digunakan untuk pembuatan plastik. Sementara itu, untuk turunan dari produk butadiene, benzene, toluene, dan xylene sebagian masih dalam pembangunan di Indonesia. Turunan dari produk tersebut pada sektor hilirnya dibutuhkan untuk pembuatan karet sintetis dan serat sintetis, pelarut, bahan pelembut/plasticizer, dan bahan pembersih. Di Indonesia, industri petrokimia turunan gas alam masih sangat terbatas. Di sektor hulu, industri yang sudah ada adalah industri ammonia dan methanol. Turunan ammonia hanya urea beserta produksi lanjutannya, sedangkan turunan methanol adalah industri formaldehyde, potensi produk turunan lainnya adalah acrylonitrile, caprolactam, methionine, nylon 6, methyl tertier butyl ether (MTBE), dimethyl ether (DME), acetic acid (dry process), polyvinyl alcohol (Poval) dan sebagainya. Namun demikian, selama penyediaan gas sering menjadi sentral penyebab terganggunya aktifitas industri petrokimia (terutama pupuk). Karenanya dalam beberapa tahun terakhir ini muncul gagasan untuk menggunakan gas dari batu bara baik gas hasil gasifikasi batubara maupun gas dari coal bed methane sebagai bahan baku industri kimia di masa-masa mendatang. 15

17 Gambar 13. Pohon Industri Petrokimia 16

18 IV. Kondisi saat ini Industri Petrokimia Industri Petrokimia termasuk dalam kelompok industri Pupuk, Kimia dan barang dari karet. Pertumbuhan industri petrokimia tahunan ratarata adalah sebesar 4,6 persen. Nilai Produk Domestik Bruto sektor ini. Seperti terlihat pada tabel 2, pada tahun 21 mencapai 176,21 triliun, tahun 213 meningkat lagi menjadi 23,24 triliun, sedangkan sampai triwulan 3 tahun 214 telah mencapai 18,66 triliun. Tabel 2. PDB Sektor Industri Pupuk, Kimia dan Barang dari Karet Industri Pupuk, Kimia dan barang dari karet Nilai PDB (Miliar Rupiah) Pertumbuhan (Persen) Kontribusi Terhadap PDB Industri Non Migas (Persen) , , , , ,1 1,64 4,7 3,95 1,5 2,21 12,85 12,73 12,21 12,62 12,21 Sumber: Badan Pusat Statistik Bila dilihat dari kontribusinya terhadap PDB sektor industri non migas, sub sektor industri Pupuk, Kimia dan barang dari karet ini cukup memberikan kontribusi yang besar. Pada tahun 29, sub sektor ini memberikan kontribusi sebesar 12,85 persen dari total PDB sektor industri non migas, kemudian pada tahun 21 menjadi 12,73 persen, tahun 211 mencapai 12,21 persen, tahun 212 menjadi 12,62 persen dan tahun 213 menjadi 12,21 persen. Dilihat Dari data investasi, industri petrokimia termasuk dalam sub sektor industri kimia dan farmasi, pertumbuhan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) selama rata-rata tahunan adalah 25,27 persen, sedangkan untuk Penanaman Modal Asing (PMA) sebesar 38,56 persen. Pada tahun 29, nilai proyek baru yang berasal dari penanaman modal dalam negeri mencapai Rp. 5,86 trilliun, sedangkan yang berasal dari penanaman modal asing mencapai US$ 1,18 Miliar seperti telihat pada Tabel 3. Tabel 3. Nilai Investasi Sektor Industri Kimia dan Farmasi Ind. Kimia dan Farmasi PMDN (dalam Miliar Rupiah) PMA (dalam Juta US$) 29 5,85. 1, , , , ,69.5 8,886 2, ,142.3 Sumber: Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) 17

19 IV.1. Pelaku Utama Industri Petrokimia Dasar (Hulu) Perusahaan di industri petrokimia hulu di Indonesia adalah PT Chandra Asri Petrochemical (industri petrokimia hulu dengan basis olefin), PT Trans Pacific Petrochemical Indotama (industri petrokimia hulu dengan basis aromatik), serta PT Kaltim Methanol Industri dan PT.Kaltim Pacific Amoniak (industri petrokimia hulu dengan basis C1 (Metana). Kapasitas produksi pelaku industri petrokimia hulu tersebut diatas dapat dilihat pada Tabel 4 berikut. Tabel 4. Pelaku Utama Industri Petrokimia Hulu di Indonesia Produsen Lokasi PT. Chandra Asri Petrochemical Cilegon, Banten PT. Trans Pacific Petrochemical Indotama Tuban, Jawa Timur PT Kaltim Methanol Industri PT.Kaltim Pasifik Amoniak Bontang, Kalimantan Timur Bontang, Kalimantan Timur Metanol Kapasitas Produksi (Ton) (p-xylene) 1. (o-xylene) 66. Amoniak 692. Produk Ethylen Propylene C4 (Butadiene) Benzene Toluene Xylene IV.2. Lokasi Industri Petrokimia Untuk mencapai industri petrokimia yang kompetitif dalam persaingan internasional dengan mendapatkan pasokan yang stabil dan kompetitif, maka diperlukan suatu kerjasama menyeluruh yang melibatkan semua pemangku kepentingan dan keterkaitan harmonis terutama antara industri primer (refinery/minyak bumi dan gas ) dengan industri petrokimia hulu dan industri petrokimia hulu dengan industri petrokimia antara maupun hilir. Untuk mendukung hal tersebut, Kementerian Perindustrian telah mencanangkan pengembangan klaster industri petrokimia. Pendekatan klaster ini digunakan mengingat industri petrokimia memiliki keterkaitan yang kuat secara horizontal dan vertikal dengan industri hilirnya dan sub-sektor industri/sektor ekonomi lainnya. 18

20 Berdasarkan Roadmap petrokimia, terdiri dari: Industri Petrokimia, klaster industri 1. Klaster industri petrokimia hulu berbasis olefin di Cilegon, Banten. 2. Klaster industri petrokimia hulu berbasis aromatic di Tuban, Jawa Timur. 3. Klaster industri petrokimia hulu berbasis metana di Bontang, Kalimantan Timur. Bontang, Kalimantan Timur PT Kaltim Methanol Industri PT.Kaltim Pasifik Amoniak Cilegon, Banten PT Chandra Asri Petrochemical Tuban, Jawa Timur PT Trans Pasific Petrochemical Indotama Gambar 15. Peta Sebaran Industri Petrokimia Hulu Gambar 14 PT. CHANDRA ASRI PETROCHEMICAL, Tbk 19

21 IV.3. Penawaran dan Permintaan Industri Petrokimia Hulu Penawaran Selama produksi ethylene sangat ftuktuatif dengan trend cenderung menurun -1,66% rata-rata per tahun. Pada tahun 27 produksi ethylene tercatat mencapai ton, kemudian di tahun berikutnya menurun menjadi ton, lalu susut lagi menjadi ton di tahun 29. Pada tahun 21, produksi ethylene melonjak menjadi 58.4 ton, lalu di tahun 211 merosot kembali menjadi ton dan pada tahun 212 meningkat menjadi ton. Sementara itu, dalam 2 tahun terakhir ini produksi propylene cenderung menyusut, sehingga secara keseluruhan selama pertumbuhannya terkesan negatif Pada tahun 27 produksi propylene diketahui mencapai ton, kemudian di tahun berikutnya turun menjadi ton, lalu meningkat menjadi ton di tahun 29. Pada tahun 21, produksi propylene naik menjadi ton, tetapi di tahun 211 susut menjadi ton, tetapi pada tahun 212 hanya 38.4 ton. Permintaan olefin di dalam negeri cenderung terus meningkat, sementara kapasitas industrinya relatif terbatas, maka untuk memenuhi permintaan tersebut terpaksa dilakukan impor. Selama impor ethylene mengalami pertumbuhan yang sangat pesat, mencapai 25,82% rata-rata per tahun, kemudian propylene mengalami pertumbuhan 13,22% rata-rata per tahun, sedangkan butadiene dalam periode yang sama impornya cenderung menurunan dengan penyusutan -1,67% rata-rata per tahun. Sementara itu, kegiatan ekspor olefin Indonesia baru dimulai di tahun 29, volume ekspor propylene sebanyak ton dengan nilai sekitar US$ ribu. Di tahun berikutnya, selain propylene Indonesia juga mengekspor ethylene dengan jumlah sekitar ton senilai US$ 2.25 ribu. Supply olefin untuk pasar di dalam negeri ditentukan berdasarkan jumlah produksi ditambah impor kemudian dikurangi dengan volume ekspornya. Dengan asumsi ini maka pada tahun 27 supply ethylene di Indonesia tercatat mencapai ton kemudian di tahun berikutnya naik menjadi ton lalu pada tahun 29 meningkat lagi menjadi ton, dan pada tahun 212 mencapai ton. Dengan demikian selama periode , pertumbuhan supply ethylene mencapai 8,22% rata-rata per tahun, seperti terlihat pada Tabel 5 berikut. 2

22 Tabel 5. Penawaran Industri Petrokimia Hulu (dalam Ton) Komoditi Uraian Ethylene Produksi Impor Ekspor Supply Propylene Produksi Impor Ekspor Supply Butadiene Produksi Impor Ekspor Supply Benzene Produksi Impor Ekspor Supply Toluene Produksi Impor Ekspor Supply Xylene Produksi Impor Ekspor Supply Ammonia Produksi Impor Ekspor Supply Methanol Produksi Impor Ekspor Supply ( ) * (5.698) (744.38) ( ) Keterangan: *) Data tahun 213 merupakan data proyeksi. Sumber: Dit. Industri Kimia Dasar Kementerian Perindustrian, diolah Pusdatin. 21

23 Dalam periode yang sama trend supply propylene mengalami pertumbuhan yang cenderung menurun sebesar,16% per tahun. Jika pada tahun 27 supply propylene mencapai ton, maka di tahun berikutnya mengalami kenaikan menjadi ton, kemudian pada tahun 29 turun menjadi ton. Pada tahun 21, supply propylene kembali mengalami penurunan, yakni menjadi ton, lalu turun lagi menjadi ton di tahun 211 tetapi pada tahun 212 meningkat menjadi ton. Fluktuasi selama menyebabkan angka pertumbuhan supply butadiene cenderung menurun (1,24%) rata-rata per tahun. Pada tahun 27 supply butadiene tecatat mencapai ton, kemudian di tahun berikutnya berikutnya susut menjadi ton, lalu turun lagi menjadi ton dan pada tahun 212 mencapai ton. Permintaan Di Indonesia, ethylene dikonsumsi oleh industri ethylene glycol, industri ethyl benzene, ethylene dichloride serta industri polyethylene dan dalam jumlah relatif kecil dikonsumsi oleh sektor industri lain. Industri pengguna ethylene yang terbesar selama ini adalah industri polyethylene, disusul oleh industri ethylene dichloride, kemudian industri ethylene glycol dan yang paling sedikit adalah industri ethyl benzene. Propylene di Indonesia saat ini dikonsumsi antara lain oleh industri acrylic acid, industri oxo alcohol dan industri polyproylene. Di Indonesia, propylene sebagian besar digunakan di sektor industri polypropylene. Kemudian industri oxo alcohol (2-Ethyl Hexanol) dan paling sedikit digunakan di sektor industri acrylic acid. Di lndonesia butadiene dikonsumsi secara tetap oleh industri styrene butadiene rubber (SBR), industri styrene butadiene latex (SBL) dan industri acrylonitrile butadiene styrene (ABS). Selama kurun waktu Konsumsi butadiene oleh industri ABS terus meningkat, sedangkan konsumsi oleh industri SBR dan SBI. Sangat fluktuatif dengan trend-nya cenderung menyusut, seperti terlihat pada Tabel 6 berikut. 22

24 Tabel 6. Permintaan Industri Petrokimia Hulu (dalam Ton) Uraian Konsumsi Ethylene Impor Demand Konsumsi Propylene Impor Demand Konsumsi Butadiene Impor Demand Konsumsi Benzene Impor Demand Konsumsi Toluene Impor Demand Konsumsi Xylene Impor Demand Konsumsi Ammonia Impor Demand Konsumsi Methanol Impor Demand Keterangan: *) Data konsumsi tahun 213 merupakan data proyeksi. Sumber: Dit. Industri Kimia Dasar Kementerian Perindustrian, diolah Pusdatin. Komoditi *

25 V. Penutup Peluang pasar olefin Sepanjang kurun waktu diperkirakan Indonesia akan mengalami kekurangan supply ethylene dalam jumlah yang cukup besar. Berdasarkan data Direktorat Industri Kimia Dasar Kementerian Perindustrian, pada tahun 213 kekurangan supply (shortage) ethylene sudah lebih dari maksimum kapasitas industri didalam negeri saat ini dan tahun 219 shortage tersebut diperkirkan akan mencapai 1,5 kali kapasitas maksimum industri ethylene yang sebesar 6. ton per tahun. Industri dalam negeri diperkirakan akan mengalami kekurangan pasokan (shortage) propylene, tetapi dalam jumlah yang relatif kecil. Kekurangan pasokan propylene merupakan peluang investasi dan diperkirakan akan terjadi mulai tahun 219, yang jumlahnya mendekati 2. ton. Pembangunan pabrik butadiene yang dilakukan oleh PT Chandra Asri Petrochemical dengan kapasitas 1. ton per tahun dan telah beroperasi sejak kuartal IV 213 dengan utilisasi sebesar 75% telah membangkitkan industri antara dan hilir dari produk butadiene, yaitu karet sintetis. Diharapkan, dengan dibangunnya pabrik ini dapat memenuhi permintaan akan produk butadiene terutama untuk industri dalam negeri yang diperkirakan akan terus meningkat hingga 219. Peluang pasar Aromatik Peluang pasar ditentukan berdasarkan kemampuan industri dalam memenuhi permintaan pasar atau industri pemakainya. Jika industri tidak mampu memenuhi permintaan tersebut, berarti terjadi peluang bagl investor baru atau peluang bagi existing investor untuk melakukan perluasan. Diperkirakan hingga 219, Indonesia akan mengalami surplus benzene. Penyediaan (supply) paraxylene oleh produsen dalam negeri saat ini sudah tidak mencukupi, terlebih untuk tahun-tahun mendatang. Pada tahun 219, kekurangan pasok paraxylene sudah menyamai kapasitas industri yang ada saat ini. Meski tidak ada penambahan kapasitas produksi ortho-xylene, namun karena industri pemakai produk petrokimia ini masih terbatas, maka di tahun-tahun mendatang diperkirakan akan terjadi kelebihan pasok orthoxylene bilamana produsen yang ada beroperasi pada kapasitas penuh. 24

26 Setelah PT. TPPI memutuskan untuk tidak memproduksi toluene di tahun 27, maka kebutuhan toluene di Indonesia tiap tahun harus dipasok dan impor. Hal ini sebetulnya merupakan peluang bagi investor terjun di sektor industri toluene. Peluang pasar Ammonia Saat ini beberapa produsen pupuk urea tengah merencanakan untuk melakukan optimasi dan juga pembangunan unit baru. Perluasan kapasitas urea tersebut sudah pasti diikuti dengan perluasan kapasitas industri ammonia. Diperkirakan tanpa penambahan kapasitas saat ini, maka di tahun-tahun mendatang tetap saja Indonesia akan mengalami over supply ammonia, jika produsen ammonia beroperasi pada kapasitas penuh. Peluang pasar Methanol Selanjutnya dapat diperkirakan bahwa di tahun-tahun mendatang hingga 219, Indonesia masih akan mengalami surplus methanol, mana kala perusahaan yang ada beroperasi pada kapasitas penuh. 25

Katalog BPS : BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI BANTEN

Katalog BPS : BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI BANTEN Katalog BPS : 6101006.36 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI BANTEN ANALISIS KETERKAITAN INDUSTRI KIMIA HULU HILIR DI PROVINSI BANTEN ANALISIS KETERKAITAN INDUSTRI KIMIA HULU HILIR DI PROVINSI BANTEN ISBN

Lebih terperinci

Menteri Perindustrian Republik Indonesia PENGARAHAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI PADA ACARA FORUM DIALOG DENGAN PIMPINAN REDAKSI JAKARTA, 30 JUNI 2015

Menteri Perindustrian Republik Indonesia PENGARAHAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI PADA ACARA FORUM DIALOG DENGAN PIMPINAN REDAKSI JAKARTA, 30 JUNI 2015 Menteri Perindustrian Republik Indonesia PENGARAHAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI PADA ACARA FORUM DIALOG DENGAN PIMPINAN REDAKSI JAKARTA, 30 JUNI 2015 Yth. : Para Pimpinan Redaksi dan hadirin yang hormati;

Lebih terperinci

SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN Pada Acara SEMINAR DAMPAK PENURUNAN HARGA MINYAK BUMI TERHADAP INDUSTRI PETROKIMIA 2015 Jakarta, 5 Maret 2014

SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN Pada Acara SEMINAR DAMPAK PENURUNAN HARGA MINYAK BUMI TERHADAP INDUSTRI PETROKIMIA 2015 Jakarta, 5 Maret 2014 SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN Pada Acara SEMINAR DAMPAK PENURUNAN HARGA MINYAK BUMI TERHADAP INDUSTRI PETROKIMIA 2015 Jakarta, 5 Maret 2014 Bismillahirrohmanirrahim Yth. Ketua Umum INAplas Yth. Para pembicara

Lebih terperinci

Hilirisasi Pembangunan Industri Berbasis Migas dan Batubara. Direktorat Industri Kimia Hulu Ditjen Industri Kimia, Tekstil dan Aneka 17 Februari 2016

Hilirisasi Pembangunan Industri Berbasis Migas dan Batubara. Direktorat Industri Kimia Hulu Ditjen Industri Kimia, Tekstil dan Aneka 17 Februari 2016 Hilirisasi Pembangunan Industri Berbasis Migas dan Batubara Direktorat Industri Kimia Hulu Ditjen Industri Kimia, Tekstil dan Aneka 17 Februari 2016 LATAR BELAKANG Dasar Hukum Undang-undang Nomor 3 Tahun

Lebih terperinci

Rencana Strategis Perindustrian di Bidang Energi

Rencana Strategis Perindustrian di Bidang Energi Rencana Strategis Perindustrian di Bidang Energi disampaikan pada Forum Sinkronisasi Perencanaan Strategis 2015-2019 Dalam Rangka Pencapaian Sasaran Kebijakan Energi Nasional Yogyakarta, 13 Agustus 2015

Lebih terperinci

Menteri Perindustrian Republik Indonesia. Menghidupkan Kembali Sektor Industri Sebagai Penggerak Ekonomi Nasional

Menteri Perindustrian Republik Indonesia. Menghidupkan Kembali Sektor Industri Sebagai Penggerak Ekonomi Nasional Menteri Perindustrian Republik Indonesia Menghidupkan Kembali Sektor Industri Sebagai Penggerak Ekonomi Nasional Surabaya, 8 Oktober 2015 DAFTAR ISI Hal I Kinerja Makro Sektor Industri 3 II Visi, Misi,

Lebih terperinci

Energy Conservation in the Industry by Utilizing Renewable Energy or Energy Efficiency and Technology Development. Jakarta, 19 Agustus 2015

Energy Conservation in the Industry by Utilizing Renewable Energy or Energy Efficiency and Technology Development. Jakarta, 19 Agustus 2015 MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA Energy Conservation in the Industry by Utilizing Renewable Energy or Energy Efficiency and Technology Development Jakarta, 19 Agustus 2015 PERTUMBUHAN EKONOMI DAN

Lebih terperinci

DAFTAR ISI 1. PROSPEK INDUSTRI DAN PEMASARAN BAHAN KIMIA PULP & KERTAS DI INDONESIA 1. - i- DAFTAR ISI PROFIL INDUSTRI KIMIA DI INDONESIA, 2017

DAFTAR ISI 1. PROSPEK INDUSTRI DAN PEMASARAN BAHAN KIMIA PULP & KERTAS DI INDONESIA 1. - i- DAFTAR ISI PROFIL INDUSTRI KIMIA DI INDONESIA, 2017 KOMPILASI PROFIL INDUSTRI KIMIA 1. PROSPEK INDUSTRI DAN PEMASARAN BAHAN KIMIA PULP & KERTAS DI INDONESIA 1 PENDAHULUAN 1 BAHAN KIMIA YANG DIGUNAKAN 2 DISKRIPSI PRODUK & PERKEMBANGAN SUPLAI 2 Bahan Kimia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. alam. Meskipun minyak bumi dan gas alam merupakan sumber daya alam

I. PENDAHULUAN. alam. Meskipun minyak bumi dan gas alam merupakan sumber daya alam I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang kaya akan minyak bumi dan gas alam. Meskipun minyak bumi dan gas alam merupakan sumber daya alam strategis tidak terbarukan,

Lebih terperinci

Menteri Perindustrian Republik Indonesia PAPARAN MENTERI PERINDUSTRIAN PADA ACARA RAKER KEMENTERIAN PERDAGANGAN JAKARTA, 27 JANUARI 2016

Menteri Perindustrian Republik Indonesia PAPARAN MENTERI PERINDUSTRIAN PADA ACARA RAKER KEMENTERIAN PERDAGANGAN JAKARTA, 27 JANUARI 2016 Menteri Perindustrian Republik Indonesia PAPARAN MENTERI PERINDUSTRIAN PADA ACARA RAKER KEMENTERIAN PERDAGANGAN JAKARTA, 27 JANUARI 2016 Yth. : 1. Menteri Perdagangan; 2. Menteri Pertanian; 3. Kepala BKPM;

Lebih terperinci

PROGRAM KERJA DIREKTORAT INDUSTRI KIMIA HULU TAHUN ANGGARAN 2018

PROGRAM KERJA DIREKTORAT INDUSTRI KIMIA HULU TAHUN ANGGARAN 2018 PROGRAM KERJA DIREKTORAT INDUSTRI KIMIA HULU TAHUN ANGGARAN 2018 oleh : Muhammad Khayam Direktur Industri Kimia HUlu. Hotel Rancamaya Bogor, 10-11 Januari 2018 INDUSTRI PRIORITAS TAHUN 2015-2035 Industri

Lebih terperinci

KEBIJAKAN INDUSTRI NASIONAL TAHUN Disampaikan pada acara: Rapat Kerja Kementerian Perindustrian Di Hotel Bidakara

KEBIJAKAN INDUSTRI NASIONAL TAHUN Disampaikan pada acara: Rapat Kerja Kementerian Perindustrian Di Hotel Bidakara KEBIJAKAN INDUSTRI NASIONAL TAHUN 2015-2019 Disampaikan pada acara: Rapat Kerja Kementerian Perindustrian Di Hotel Bidakara Jakarta, 16 Februari 2016 I. TUJUAN KEBIJAKAN INDUSTRI NASIONAL 2 I. TUJUAN KEBIJAKAN

Lebih terperinci

Menteri Perindustrian Republik Indonesia SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI PADA ACARA RAPAT KERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2016

Menteri Perindustrian Republik Indonesia SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI PADA ACARA RAPAT KERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2016 Menteri Perindustrian Republik Indonesia SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI PADA ACARA RAPAT KERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2016 JAKARTA, 16 FEBRUARI 2016 Kepada Yang Terhormat: 1. Pimpinan Komisi

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM. Badak, dan kilang Tangguh. Ketiga kilang tersebut tersebar di berbagai pulau

IV. GAMBARAN UMUM. Badak, dan kilang Tangguh. Ketiga kilang tersebut tersebar di berbagai pulau IV. GAMBARAN UMUM 4.1. Perkembangan Produksi Liquefied Natural Gas (LNG) LNG Indonesia diproduksi dari tiga kilang utama, yaitu kilang Arun, kilang Badak, dan kilang Tangguh. Ketiga kilang tersebut tersebar

Lebih terperinci

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN 2012-2014 Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian Jakarta, 1 Februari 2012 Daftar Isi I. LATAR BELAKANG II. ISU STRATEGIS DI SEKTOR INDUSTRI III.

Lebih terperinci

Menteri Perindustrian Republik Indonesia

Menteri Perindustrian Republik Indonesia Menteri Perindustrian Republik Indonesia BUTIR-BUTIR BICARA MENTERI PERINDUSTRIAN PADA ACARA RAPAT KOORDINASI PEMERINTAH PUSAT, PEMERINTAH DAERAH, DAN BANK INDONESIA MEMPERCEPAT DAYA SAING INDUSTRI UNTUK

Lebih terperinci

OPTIMASI NILAI GAS ALAM INDONESIA

OPTIMASI NILAI GAS ALAM INDONESIA OPTIMASI NILAI GAS ALAM INDONESIA Prof. Indra Bastian, MBA, Ph.D, CA, CMA, Mediator PSE-UGM Yogyakarta,25 Agustus 2014 PRODUK GAS 1. Gas alam kondensat 2. Sulfur 3. Etana 4. Gas alam cair (NGL): propana,

Lebih terperinci

TUGAS ESSAY EKONOMI ENERGI TM-4021 POTENSI INDUSTRI CBM DI INDONESIA OLEH : PUTRI MERIYEN BUDI S

TUGAS ESSAY EKONOMI ENERGI TM-4021 POTENSI INDUSTRI CBM DI INDONESIA OLEH : PUTRI MERIYEN BUDI S TUGAS ESSAY EKONOMI ENERGI TM-4021 POTENSI INDUSTRI CBM DI INDONESIA OLEH NAMA : PUTRI MERIYEN BUDI S NIM : 12013048 JURUSAN : TEKNIK GEOLOGI INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG 2015 POTENSI INDUSTRI CBM DI INDONESIA

Lebih terperinci

Industrialisasi Sektor Agro dan Peran Koperasi dalam Mendukung Ketahanan Pangan Nasional. Kementerian Perindustrian 2015

Industrialisasi Sektor Agro dan Peran Koperasi dalam Mendukung Ketahanan Pangan Nasional. Kementerian Perindustrian 2015 Industrialisasi Sektor Agro dan Peran Koperasi dalam Mendukung Ketahanan Pangan Nasional Kementerian Perindustrian 2015 I. LATAR BELAKANG 2 INDUSTRI AGRO Industri Agro dikelompokkan dalam 4 kelompok, yaitu

Lebih terperinci

BAB 3 PEMODELAN, ASUMSI DAN KASUS

BAB 3 PEMODELAN, ASUMSI DAN KASUS BAB 3 PEMODELAN, ASUMSI DAN KASUS 3.1 Kerangka Pemodelan Kajian Outlook Energi Indonesia meliputi proyeksi kebutuhan energi dan penyediaan energi. Proyeksi kebutuhan energi jangka panjang dalam kajian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan

I. PENDAHULUAN. dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan proses transformasi yang dilakukan secara sistematis dan berkelanjutan. Pembangunan ekonomi dilakukan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat

Lebih terperinci

Menteri Perindustrian Republik Indonesia

Menteri Perindustrian Republik Indonesia Menteri Perindustrian Republik Indonesia NARASI MENTERI PERINDUSTRIAN DALAM KULIAH UMUM UNIVERSITAS INDO GLOBAL MANDIRI (UIGM) DI PALEMBANG MENGENAI GERAKAN NASIONAL DALAM RANGKA MEMASUKI ERA MASYARAKAT

Lebih terperinci

BIRO ANALISA ANGGARAN DAN PELAKSANAAN APBN SETJEN DPR RI INEFISIENSI BBM

BIRO ANALISA ANGGARAN DAN PELAKSANAAN APBN SETJEN DPR RI INEFISIENSI BBM INEFISIENSI BBM Kenaikan harga minyak yang mencapai lebih dari US$100 per barel telah memberikan dampak besaran alokasi dalam APBN TA 2012. Kondisi ini merupakan salah satu faktor yang mendorong pemerintah

Lebih terperinci

KINERJA. Industri Kimia, Tekstil, dan Aneka Triwulan III DIREKTORAT JENDERAL INDUSTRI KIMIA, TEKSTIL, DAN ANEKA.

KINERJA. Industri Kimia, Tekstil, dan Aneka Triwulan III DIREKTORAT JENDERAL INDUSTRI KIMIA, TEKSTIL, DAN ANEKA. KINERJA Industri Kimia, Tekstil, dan Aneka Triwulan III - 2017 triwulan III DIREKTORAT JENDERAL INDUSTRI KIMIA, TEKSTIL, DAN ANEKA KINERJA Pagu Anggaran SEKTOR Ditjen IKTA S.D IKTATRIWULAN Tahun 2017III

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pembangunan jangka panjang, sektor industri merupakan tulang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pembangunan jangka panjang, sektor industri merupakan tulang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dalam pembangunan jangka panjang, sektor industri merupakan tulang punggung perekonomian. Tumpuan harapan yang diletakkan pada sektor industri dimaksudkan

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENGEMBANGAN INDUSTRI AGRO DAN KIMIA

KEBIJAKAN PENGEMBANGAN INDUSTRI AGRO DAN KIMIA KELOMPOK I KEBIJAKAN PENGEMBANGAN INDUSTRI AGRO DAN KIMIA TOPIK : PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI AGRO DAN KIMIA MELALUI PENDEKATAN KLASTER KELOMPOK INDUSTRI HASIL HUTAN DAN PERKEBUNAN, KIMIA HULU DAN

Lebih terperinci

SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN PADA KUNJUNGAN KERJA KE BONTANG, KALIMANTAN TIMUR 12 JUNI 2015

SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN PADA KUNJUNGAN KERJA KE BONTANG, KALIMANTAN TIMUR 12 JUNI 2015 SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN PADA KUNJUNGAN KERJA KE BONTANG, KALIMANTAN TIMUR 12 JUNI 2015 Yang terhormat : Direksi PT. Pupuk Kalimantan Timur; Direksi PT. Kaltim Methanol Industri; Para hadirin sekalian,

Lebih terperinci

Panduan Pengguna Untuk Sektor Produksi Energi Fosil Minyak, Gas dan Batubara. Indonesia 2050 Pathway Calculator

Panduan Pengguna Untuk Sektor Produksi Energi Fosil Minyak, Gas dan Batubara. Indonesia 2050 Pathway Calculator Panduan Pengguna Untuk Sektor Produksi Energi Fosil Minyak, Gas dan Batubara Indonesia 2050 Pathway Calculator Daftar Isi 1. Ikhtisar Sektor Produksi Energi Fosil... 3 2. Asumsi... 4 3. Metodologi... 13

Lebih terperinci

DAMPAK RESTRUKTURISASI INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN JAWA BARAT (ANALISIS INPUT-OUTPUT)

DAMPAK RESTRUKTURISASI INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN JAWA BARAT (ANALISIS INPUT-OUTPUT) DAMPAK RESTRUKTURISASI INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN JAWA BARAT (ANALISIS INPUT-OUTPUT) OLEH SRI MULYANI H14103087 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN

Lebih terperinci

Menteri Perindustrian Republik Indonesia SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI PADA ACARA KUNJUNGAN DI UNIVERSITAS NUSA CENDANA KUPANG, 14 APRIL 2016

Menteri Perindustrian Republik Indonesia SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI PADA ACARA KUNJUNGAN DI UNIVERSITAS NUSA CENDANA KUPANG, 14 APRIL 2016 Menteri Perindustrian Republik Indonesia SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI PADA ACARA KUNJUNGAN DI UNIVERSITAS NUSA CENDANA KUPANG, 14 APRIL 2016 Kepada Yang Terhormat: 1. Saudara Rektor Universitas Nusa

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan pertanian memiliki peran strategis dalam menunjang perekonomian Indonesia. Sektor pertanian berperan sebagai penyedia bahan pangan, pakan ternak, sumber bahan baku

Lebih terperinci

LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI BAB I PENDAHULUAN 1.1. Ruang Lingkup Industri Petrokimia Industri petrokimia secara umum dapat didefinisikan sebagai industri yang berbahan baku utama produk

Lebih terperinci

2016, No Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (Lembaran Negara Republik lndonesia Tahu

2016, No Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (Lembaran Negara Republik lndonesia Tahu BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 1130, 2016 KEMEN-ESDM. Kilang Minyak. Skala Kecil. Pembangunan. Pelaksanaan. PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2016

Lebih terperinci

Analisis Perkembangan Industri

Analisis Perkembangan Industri MARET 2017 Analisis Perkembangan Industri Pusat Data dan Informasi Maret 2017 Pertumbuhan Ekonomi Nasional Pertumbuhan ekonomi nasional, yang diukur berdasarkan PDB harga konstan 2010, pada triwulan IV

Lebih terperinci

PERAN KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN DALAM MENDORONG INOVASI PRODUK DI INDUSTRI PULP DAN KERTAS

PERAN KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN DALAM MENDORONG INOVASI PRODUK DI INDUSTRI PULP DAN KERTAS PERAN KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN DALAM MENDORONG INOVASI PRODUK DI INDUSTRI PULP DAN KERTAS Jakarta, 27 Mei 2015 Pendahuluan Tujuan Kebijakan Industri Nasional : 1 2 Meningkatkan produksi nasional. Meningkatkan

Lebih terperinci

HILIRISASI PEMBANGUNAN INDUSTRI BERBASIS MINERAL TAMBANG

HILIRISASI PEMBANGUNAN INDUSTRI BERBASIS MINERAL TAMBANG HILIRISASI PEMBANGUNAN INDUSTRI BERBASIS MINERAL TAMBANG Disampaikan oleh : Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi dan Elektronika Jakarta, 16 Februari 2016 1 TOPIK BAHASAN A PENDAHULUAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. termasuk pembangunan dalam bidang industri yang salah satunya adalah

BAB I PENDAHULUAN. termasuk pembangunan dalam bidang industri yang salah satunya adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendirian Pabrik Indonesia pada saat ini sedang dalam mengalami masa pembangunan, termasuk pembangunan dalam bidang industri yang salah satunya adalah industri polyester.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Ruang Lingkup Industri Petrokimia Industri petrokimia secara umum dapat didefinisikan sebagai industri yang berbahan baku utama produk migas (naphta, kondensat yang merupakan produk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor Industri merupakan salah satu sektor yang berperan penting dalam pembangunan nasional. Kontribusi sektor Industri terhadap pembangunan nasional setiap tahunnya

Lebih terperinci

Analisis Perkembangan Industri

Analisis Perkembangan Industri JUNI 2017 Analisis Perkembangan Industri Pusat Data dan Informasi Juni 2017 Pendahuluan Membaiknya perekonomian dunia secara keseluruhan merupakan penyebab utama membaiknya kinerja ekspor Indonesia pada

Lebih terperinci

DISAMPAIKAN OLEH : DIREKTUR JENDERAL INDUSTRI AGRO PADA RAPAT KERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2013 JAKARTA, FEBRUARI 2013 DAFTAR ISI

DISAMPAIKAN OLEH : DIREKTUR JENDERAL INDUSTRI AGRO PADA RAPAT KERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2013 JAKARTA, FEBRUARI 2013 DAFTAR ISI DISAMPAIKAN OLEH : DIREKTUR JENDERAL AGRO PADA RAPAT KERJA KEMENTERIAN PERAN TAHUN 2013 JAKARTA, FEBRUARI 2013 DAFTAR ISI I. KINERJA AGRO TAHUN 2012 II. KEBIJAKAN PENGEMBANGAN AGRO III. ISU-ISU STRATEGIS

Lebih terperinci

SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN PADA ACARA KUNJUNGAN PARLIAMENTARY STATE SECRETARY (DEPUTY MINISTER) JERMAN JAKARTA, RABU 18 MEI 2016

SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN PADA ACARA KUNJUNGAN PARLIAMENTARY STATE SECRETARY (DEPUTY MINISTER) JERMAN JAKARTA, RABU 18 MEI 2016 SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN PADA ACARA KUNJUNGAN PARLIAMENTARY STATE SECRETARY (DEPUTY MINISTER) JERMAN JAKARTA, RABU 18 MEI 2016 Yang Mulia, H.E. Uwe Beckmeyer, Parliamentary State Secretary, Ministry

Lebih terperinci

BAB I PERTUMBUHAN EKONOMI TRIWULAN II (SEMESTER I) TAHUN 2014

BAB I PERTUMBUHAN EKONOMI TRIWULAN II (SEMESTER I) TAHUN 2014 BAB I PERTUMBUHAN EKONOMI TRIWULAN II (SEMESTER I) TAHUN 2014 1.1 LATAR BELAKANG Pertumbuhan ekonomi pada triwulan II-2014 sebesar 5,12 persen melambat dibandingkan dengan triwulan yang sama pada tahun

Lebih terperinci

HILIRISASI PEMBANGUNAN INDUSTRI BERBASIS MINERAL TAMBANG

HILIRISASI PEMBANGUNAN INDUSTRI BERBASIS MINERAL TAMBANG HILIRISASI PEMBANGUNAN INDUSTRI BERBASIS MINERAL TAMBANG Disampaikan oleh : Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi dan Elektronika Jakarta, 16 Februari 2016 1 TOPIK BAHASAN A PENDAHULUAN

Lebih terperinci

Menteri Perindustrian Republik Indonesia

Menteri Perindustrian Republik Indonesia Menteri Perindustrian Republik Indonesia KEYNOTE SPEECH MENTERI PERINDUSTRIAN RI PADA MUSYAWARAH PROPINSI VI TAHUN 2015 KADIN DENGAN TEMA MEMBANGUN PROFESIONALISME DAN KEMANDIRIAN DALAM MENGHADAPI ERA

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI PERUSAHAAN. ada baru mampu memproduksi 4 juta ton per tahun.

BAB II DESKRIPSI PERUSAHAAN. ada baru mampu memproduksi 4 juta ton per tahun. BAB II DESKRIPSI PERUSAHAAN Di dalam negeri, kebutuhan besi baja industri nasional belakangan ini begitu tinggi. Namun, produksi industri besi baja nasional belum mampu menutupi kebutuhan, akibatnya pintu

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM PENYEDIAAN DAN KONSUMSI ENERGI DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA

V. GAMBARAN UMUM PENYEDIAAN DAN KONSUMSI ENERGI DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA V. GAMBARAN UMUM PENYEDIAAN DAN KONSUMSI ENERGI DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA 5.1. Penyediaan Energi Dalam Perekonomian Indonesia Penyediaan energi (Energy Supply) sangat diperlukan dalam menjalankan aktivitas

Lebih terperinci

Ringkasan. Kebijakan Pembangunan Industri Nasional

Ringkasan. Kebijakan Pembangunan Industri Nasional Ringkasan Kebijakan Pembangunan Industri Nasional Era globalisasi ekonomi yang disertai dengan pesatnya perkembangan teknologi, berdampak sangat ketatnya persaingan, dan cepatnya terjadi perubahan lingkungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masih ditopang oleh impor energi, khususnya impor minyak mentah dan bahan

BAB I PENDAHULUAN. masih ditopang oleh impor energi, khususnya impor minyak mentah dan bahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia masih belum dapat mencapai target pembangunan di bidang energi hingga pada tahun 2015, pemenuhan kebutuhan konsumsi dalam negeri masih ditopang oleh impor

Lebih terperinci

RINCIAN KEWENANGAN PEMERINTAH YANG DILIMPAHKAN KEPADA DEWAN KAWASAN SABANG

RINCIAN KEWENANGAN PEMERINTAH YANG DILIMPAHKAN KEPADA DEWAN KAWASAN SABANG RINCIAN KEWENANGAN PEMERINTAH YANG DILIMPAHKAN KEPADA DEWAN KAWASAN SABANG LAMPIRAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 83 TAHUN 2010 TANGGAL : 20 Desember 2010 1. Perdagangan 1) Penerbitan

Lebih terperinci

Sektor Pasokan Energi. Produksi Minyak, Gas dan Batubara. Indonesia 2050 Pathway Calculator

Sektor Pasokan Energi. Produksi Minyak, Gas dan Batubara. Indonesia 2050 Pathway Calculator Sektor Pasokan Energi Produksi Minyak, Gas dan Batubara Indonesia 2050 Pathway Calculator Daftar Isi I. Gambaran Umum Produksi Energi Fosil... 3 II. Asumsi Tetap/Fixed Assumption... 4 2.1. Penemuan Cadangan...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN)

BAB I PENDAHULUAN. Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) mengungkapkan pada 2015 ini diperkirakan jumlah penduduk Indonesia sekitar 250 juta jiwa dengan pertumbuhan

Lebih terperinci

I. BAB I PENDAHULUAN

I. BAB I PENDAHULUAN I. BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Energi merupakan sektor yang sangat penting dalam menunjang berbagai aspek di bidang ekonomi dan sosial. Seringkali energi digunakan sebagai tolok ukur kesejahteraan

Lebih terperinci

50001, BAB I PENDAHULUAN

50001, BAB I PENDAHULUAN Rancangan Penilaian Sistem Manajemen Energi di PT. Semen Padang dengan Menggunakan Pendekatan Integrasi ISO 50001, Sistem Manajemen Semen Padang (SMSP) dan Permen ESDM No. 14 Tahun 2012 BAB I PENDAHULUAN

Lebih terperinci

V. PENGEMBANGAN ENERGI INDONESIA DAN PELUANG

V. PENGEMBANGAN ENERGI INDONESIA DAN PELUANG V. PENGEMBANGAN ENERGI INDONESIA 2015-2019 DAN PELUANG MEMANFAATKAN FORUM G20 Siwi Nugraheni Abstrak Sektor energi Indonesia mengahadapi beberapa tantangan utama, yaitu kebutuhan yang lebih besar daripada

Lebih terperinci

... Hubungi Kami : Studi Prospek dan Peluang Pasar MINYAK DAN GAS BUMI di Indonesia, Mohon Kirimkan. eksemplar. Posisi : Nama (Mr/Mrs/Ms)

... Hubungi Kami : Studi Prospek dan Peluang Pasar MINYAK DAN GAS BUMI di Indonesia, Mohon Kirimkan. eksemplar. Posisi : Nama (Mr/Mrs/Ms) Hubungi Kami 021 31930 108 021 31930 109 021 31930 070 marketing@cdmione.com T ahun 1977-1992 adalah masa kejayaan industri minyak Indonesia dengan produksi rata rata 1,5 juta barrel per hari. Kondisi

Lebih terperinci

SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN PADA KUNJUNGAN MISI EKONOMI FEDERASI EKONOMI KANSAI (KANKEIREN) JAKARTA, 08 MARET 2016

SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN PADA KUNJUNGAN MISI EKONOMI FEDERASI EKONOMI KANSAI (KANKEIREN) JAKARTA, 08 MARET 2016 SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN PADA KUNJUNGAN MISI EKONOMI FEDERASI EKONOMI KANSAI (KANKEIREN) JAKARTA, 08 MARET 2016 Yang terhormat Mr. Shosuke Mori, Chairman Kansai Economic Federation, Jepang; Rekan-rekan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perkembangan industrialisasi modern saat ini. Salah satu yang harus terus tetap

I. PENDAHULUAN. perkembangan industrialisasi modern saat ini. Salah satu yang harus terus tetap I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan akan energi dunia akan semakin besar seiring dengan pesatnya perkembangan industrialisasi modern saat ini. Salah satu yang harus terus tetap terpenuhi agar roda

Lebih terperinci

Menteri Perindustrian Republik Indonesia

Menteri Perindustrian Republik Indonesia Menteri Perindustrian Republik Indonesia KEYNOTE SPEECH MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA PADA ACARA 3rd SUSTAINABLE BUSINESS DIALOGUE IN COOPERATION WITH THE GLOBAL PRACTITIONERS DIALOGUE ON CLIMATE

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.179, 2009 DEPARTEMEN PERINDUSTRIAN. Badan Pengusaha. Pelabuhan Bebas.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.179, 2009 DEPARTEMEN PERINDUSTRIAN. Badan Pengusaha. Pelabuhan Bebas. BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.179, 2009 DEPARTEMEN PERINDUSTRIAN. Badan Pengusaha. Pelabuhan Bebas. PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 72/M-IND/PER/7/2009 TENTANG PELIMPAHAN

Lebih terperinci

Prediksi Lifting Minyak 811 ribu BPH

Prediksi Lifting Minyak 811 ribu BPH Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN SETJEN DPR RI 1 Prediksi Lifting Minyak 811 ribu BPH Lifting minyak tahun 2016 diprediksi sebesar 811 ribu barel per hari (bph). Perhitungan ini menggunakan model

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN SEKTOR INDUSTRI 2010 MELAMPAUI TARGET

PERTUMBUHAN SEKTOR INDUSTRI 2010 MELAMPAUI TARGET Siaran Pers PERTUMBUHAN SEKTOR INDUSTRI 2010 MELAMPAUI TARGET A. Pendahuluan Sektor industri merupakan soko guru dalam perekonomian nasional, karena perannya terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), penyerapan

Lebih terperinci

RUMUSAN HASIL RAPAT KERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN DENGAN PEMERINTAH DAERAH TAH

RUMUSAN HASIL RAPAT KERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN DENGAN PEMERINTAH DAERAH TAH Jakarta, 2 Maret 2012 Rapat Kerja dengan tema Akselerasi Industrialisasi Dalam Rangka Mendukung Percepatan Pembangunan Ekonomi yang dihadiri oleh seluruh Pejabat Eselon I, seluruh Pejabat Eselon II, Pejabat

Lebih terperinci

SOLUSI KEBIJAKAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN GAS DOMESTIK

SOLUSI KEBIJAKAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN GAS DOMESTIK SOLUSI KEBIJAKAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN GAS DOMESTIK OLEH : SATYA W YUDHA Anggota komisi VII DPR RI LANDASAN PEMIKIRAN REVISI UU MIGAS Landasan filosofis: Minyak dan Gas Bumi sebagai sumber daya alam

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jakarta, Januari 2010 Pusat Data dan Informasi

KATA PENGANTAR. Jakarta, Januari 2010 Pusat Data dan Informasi LAPORAN PERKEMBANGAN KOMODITI INDUSTRI TERPILIH Triwulan IV Tahun industrialisasi menuju kehidupan yang lebih baik KATA PENGANTAR Pengembangan sektor industri saat ini diarahkan untuk lebih mampu menunjang

Lebih terperinci

REALISASI INVESTASI PROVINSI KALIMANTAN TIMUR TRIWULAN I TAHUN 2017

REALISASI INVESTASI PROVINSI KALIMANTAN TIMUR TRIWULAN I TAHUN 2017 REALISASI INVESTASI PROVINSI KALIMANTAN TIMUR TRIWULAN I TAHUN 2017 Terget realisasi investasi tahun 2017 ditetapkan pencapaianya sebesar Rp 34,97 triliun. Dengan rincian Rp 12,24 triliun untuk PMDN dan

Lebih terperinci

LAPORAN PERKEMBANGAN KOMODITI INDUSTRI TERPILIH

LAPORAN PERKEMBANGAN KOMODITI INDUSTRI TERPILIH LAPORAN PERKEMBANGAN KOMODITI INDUSTRI TERPILIH Triwulan I Tahun 2010 Industrialisasi menuju kehidupan yang lebih baik KATA PENGANTAR Pengembangan sektor industri saat ini diarahkan untuk lebih mampu

Lebih terperinci

INDONESIAN 2050 PATHWAYS CALCULATOR SEKTOR PASOKAN ENERGI: PRODUKSI BATUBARA, MINYAK DAN GAS BUMI. Sekretariat Badan Litbang ESDM 2

INDONESIAN 2050 PATHWAYS CALCULATOR SEKTOR PASOKAN ENERGI: PRODUKSI BATUBARA, MINYAK DAN GAS BUMI. Sekretariat Badan Litbang ESDM 2 INDONESIAN 2050 PATHWAYS CALCULATOR SEKTOR PASOKAN ENERGI: PRODUKSI BATUBARA, MINYAK DAN GAS BUMI Andriani Rahayu 1 dan Maria Sri Pangestuti 2 1 Sekretariat Badan Litbang ESDM 2 Indonesian Institute for

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tentang Minyak dan Gas Bumi, industri migas terdiri dari usaha inti (core business)

BAB I PENDAHULUAN. Tentang Minyak dan Gas Bumi, industri migas terdiri dari usaha inti (core business) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Undang Undang Republik Indonesia Nomor 22 tahun 2001 Tentang Minyak dan Gas Bumi, industri migas terdiri dari usaha inti (core business) minyak dan gas serta

Lebih terperinci

PENGUATAN STRUKTUR INDUSTRI MANUFAKTUR MENUJU AKSELERASI PEMBANGUNAN INDUSTRI

PENGUATAN STRUKTUR INDUSTRI MANUFAKTUR MENUJU AKSELERASI PEMBANGUNAN INDUSTRI DIREKTUR JENDERAL BASIS INDUSTRI MANUFAKTUR PENGUATAN STRUKTUR INDUSTRI MANUFAKTUR MENUJU AKSELERASI PEMBANGUNAN INDUSTRI PadaAcara: Raker Kemenperin Tahun 2013 Jakarta, 12 Februari 2013 1. PERTUMBUHAN

Lebih terperinci

BAB 4 INDIKATOR EKONOMI ENERGI

BAB 4 INDIKATOR EKONOMI ENERGI BAB 4 INDIKATOR EKONOMI ENERGI Indikator yang lazim digunakan untuk mendapatkan gambaran kondisi pemakaian energi suatu negara adalah intensitas energi terhadap penduduk (intensitas energi per kapita)

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENGEMBANGAN INDUSTRI GULA RAFINASI DIREKTORAT JENDERAL INDUSTRI AGRO KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN JAKARTA, OKTOBER 2013

KEBIJAKAN PENGEMBANGAN INDUSTRI GULA RAFINASI DIREKTORAT JENDERAL INDUSTRI AGRO KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN JAKARTA, OKTOBER 2013 KEBIJAKAN PENGEMBANGAN INDUSTRI GULA RAFINASI DIREKTORAT JENDERAL INDUSTRI AGRO KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN JAKARTA, OKTOBER 2013 OUTLINE V PENUTUP III II I PENDAHULUAN PERKEMBANGAN INDUSTRI MAKANAN DAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan tambang mineral lainnya, menyumbang produk domestik bruto (PDB)

BAB I PENDAHULUAN. dengan tambang mineral lainnya, menyumbang produk domestik bruto (PDB) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Batubara menempati posisi strategis dalam perekonomian nasional. Penambangan batubara memiliki peran yang besar sebagai sumber penerimaan negara, sumber energi

Lebih terperinci

INSTRUMEN KELEMBAGAAN KONDISI SAAT INI POTENSI DAN PEMANFAATAN SUMBER DAYA ENERGI INDIKASI PENYEBAB BELUM OPTIMALNYA PENGELOLAAN ENERGI

INSTRUMEN KELEMBAGAAN KONDISI SAAT INI POTENSI DAN PEMANFAATAN SUMBER DAYA ENERGI INDIKASI PENYEBAB BELUM OPTIMALNYA PENGELOLAAN ENERGI MENUJU KEDAULATAN ENERGI DR. A. SONNY KERAF KOMISI VII DPR RI SEMINAR RENEWABLE ENERGY & SUSTAINABLE DEVELOPMENT IN INDONESIA : PAST EXPERIENCE FUTURE CHALLENGES JAKARTA, 19-20 JANUARI 2009 OUTLINE PRESENTASI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Secara fisik Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Secara fisik Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumberdaya kelautan merupakan salah satu aset yang penting dan memiliki potensi besar untuk dijadikan sebagai sumber pertumbuhan ekonomi Indonesia. Secara fisik Indonesia

Lebih terperinci

DEWAN ENERGI NASIONAL OUTLOOK ENERGI INDONESIA 2014

DEWAN ENERGI NASIONAL OUTLOOK ENERGI INDONESIA 2014 OUTLOOK ENERGI INDONESIA 2014 23 DESEMBER 2014 METODOLOGI 1 ASUMSI DASAR Periode proyeksi 2013 2050 dimana tahun 2013 digunakan sebagai tahun dasar. Target pertumbuhan ekonomi Indonesia rata-rata sebesar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. baku menjadi produk baru yang memiliki nilai jual yang lebih tinggi. Pertumbuhan industri

I. PENDAHULUAN. baku menjadi produk baru yang memiliki nilai jual yang lebih tinggi. Pertumbuhan industri 1 I. PENDAHULUAN Pabrik adalah sarana untuk memproduksi barang kebutuhan manusia. Salah satu tujuan pendirian pabrik adalah untuk bisa mendapatkan keuntungan, yaitu dengan cara mengolah bahan baku menjadi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. optimal. Salah satu sumberdaya yang ada di Indonesia yaitu sumberdaya energi.

I. PENDAHULUAN. optimal. Salah satu sumberdaya yang ada di Indonesia yaitu sumberdaya energi. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang kaya akan sumberdaya alam. Akan tetapi, sumberdaya alam yang melimpah ini belum termanfaatkan secara optimal. Salah satu sumberdaya

Lebih terperinci

Tabel 3.1. Indikator Sasaran dan Target Kinerja

Tabel 3.1. Indikator Sasaran dan Target Kinerja Selanjutnya indikator-indikator dan target kinerja dari setiap sasaran strategis tahun 2011 adalah sebagai berikut: Tabel 3.1. Indikator Sasaran dan Target Kinerja Sasaran Indikator Target 2011 1. Meningkatnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Industri pertekstilan merupakan industri yang cukup banyak. menghasilkan devisa bagi negara. Tahun 2003 devisa ekspor yang berhasil

BAB I PENDAHULUAN. Industri pertekstilan merupakan industri yang cukup banyak. menghasilkan devisa bagi negara. Tahun 2003 devisa ekspor yang berhasil BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Industri pertekstilan merupakan industri yang cukup banyak menghasilkan devisa bagi negara. Tahun 2003 devisa ekspor yang berhasil dikumpulkan melalui sektor pertekstilan

Lebih terperinci

BAB 18 DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR

BAB 18 DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR BAB 18 DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2004 2009 dinyatakan bahwa daya saing industri manufaktur perlu terus ditingkatkan agar tetap dapat berperan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. semakin banyaknya pabrik-pabrik kimia yang didirikan. Hal ini memacu

I. PENDAHULUAN. semakin banyaknya pabrik-pabrik kimia yang didirikan. Hal ini memacu I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini industri kimia di Indonesia tumbuh dengan pesat. Terbukti dengan semakin banyaknya pabrik-pabrik kimia yang didirikan. Hal ini memacu Indonesia untuk lebih efisien

Lebih terperinci

ANALISIS INDUSTRI GAS NASIONAL

ANALISIS INDUSTRI GAS NASIONAL ANALISIS INDUSTRI GAS NASIONAL Biro Riset BUMN Center LM FEUI Meningkatnya beban subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) belakangan ini membuat pemerintah berupaya menekan subsidi melalui penggunaan energi alternatif,

Lebih terperinci

KEBIJAKAN ALOKASI GAS BUMI UNTUK DALAM NEGERI

KEBIJAKAN ALOKASI GAS BUMI UNTUK DALAM NEGERI KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL DIREKTORAT JENDERAL MINYAK DAN GAS BUMI KEBIJAKAN ALOKASI GAS BUMI UNTUK DALAM NEGERI Jakarta, 6 Februari 2014 I KONDISI HULU MIGAS 2 CADANGAN GAS BUMI (Status

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif INDONESIA ENERGY OUTLOOK 2009

Ringkasan Eksekutif INDONESIA ENERGY OUTLOOK 2009 INDONESIA ENERGY OUTLOOK 2009 Pusat Data dan Informasi Energi dan Sumber Daya Mineral KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL 2009 Indonesia Energy Outlook (IEO) 2009 adalah salah satu publikasi tahunan

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK DAN PEMANFAATAN ENERGI

KEBIJAKAN PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK DAN PEMANFAATAN ENERGI KEBIJAKAN PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK DAN PEMANFAATAN ENERGI J. PURWONO Direktorat Jenderal Listrik dan Pemanfaatan Energi Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral Disampaikan pada: Pertemuan Nasional Forum

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang tangguh dalam perekonomian dan memiliki peran sebagai penyangga pembangunan nasional. Hal ini terbukti pada saat Indonesia

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Peraturan Presiden No 32 Tahun 2011 tentang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia) merupakan sebuah langkah besar permerintah dalam mencapai

Lebih terperinci

BAB 6 P E N U T U P. Secara ringkas capaian kinerja dari masing-masing kategori dapat dilihat dalam uraian berikut ini.

BAB 6 P E N U T U P. Secara ringkas capaian kinerja dari masing-masing kategori dapat dilihat dalam uraian berikut ini. BAB 6 P E N U T U P L sebelumnya. aporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Tahun 2011 merupakan media perwujudan akuntabilitas terhadap keberhasilan

Lebih terperinci

Pokok Bahasan PENDAHULUAN PERANAN DAN PERTUMBUHAN INDUSTRI PROGRAM KERJA DITJEN BIM 2012 PENINGKATAN PENGGUNAAN PRODUK DALAM NEGERI (P3DN)

Pokok Bahasan PENDAHULUAN PERANAN DAN PERTUMBUHAN INDUSTRI PROGRAM KERJA DITJEN BIM 2012 PENINGKATAN PENGGUNAAN PRODUK DALAM NEGERI (P3DN) Pokok Bahasan I II III IV V PENDAHULUAN PERANAN DAN PERTUMBUHAN INDUSTRI PROGRAM KERJA DITJEN BIM 2012 PENINGKATAN PENGGUNAAN PRODUK DALAM NEGERI (P3DN) ISU STRATEGIS DITJEN BIM 2012 2 I PENDAHULUAN PERMENPERIN

Lebih terperinci

RINGKASAN EKSEKUTIF INDONESIA ENERGY OUTLOOK 2008

RINGKASAN EKSEKUTIF INDONESIA ENERGY OUTLOOK 2008 RINGKASAN EKSEKUTIF INDONESIA ENERGY OUTLOOK 2008 Indonesia Energy Outlook (IEO) 2008 disusun untuk menggambarkan kecenderungan situasi permintaan dan penyediaan energi Indonesia hingga 2030 dengan mempertimbangkan

Lebih terperinci

MEMASUKI ERA ENERGI BARU TERBARUKAN UNTUK KEDAULATAN ENERGI NASIONAL

MEMASUKI ERA ENERGI BARU TERBARUKAN UNTUK KEDAULATAN ENERGI NASIONAL KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA MEMASUKI ERA ENERGI BARU TERBARUKAN UNTUK KEDAULATAN ENERGI NASIONAL Oleh: Kardaya Warnika Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi

Lebih terperinci

Potensi dan Prospek Pengembangan Industri Petrokimia di Indonesia Dalam Meningkatkan Daya Saing

Potensi dan Prospek Pengembangan Industri Petrokimia di Indonesia Dalam Meningkatkan Daya Saing Potensi dan Prospek Pengembangan Industri Petrokimia di Indonesia Dalam Meningkatkan Daya Saing Retno Gumilang Dewi 1,2 dan Krisna S. Permana 2 1 Departemen Teknik Kimia Institut Teknologi Bandung 2 Pusat

Lebih terperinci

2 Di samping itu, terdapat pula sejumlah permasalahan yang dihadapi sektor Energi antara lain : 1. penggunaan Energi belum efisien; 2. subsidi Energi

2 Di samping itu, terdapat pula sejumlah permasalahan yang dihadapi sektor Energi antara lain : 1. penggunaan Energi belum efisien; 2. subsidi Energi TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI SUMBER DAYA ENERGI. Nasional. Energi. Kebijakan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 300) PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

RINGKASAN EKSEKUTIF KAJIAN PENGEMBANGAN KILANG INDONESIA KEDEPAN

RINGKASAN EKSEKUTIF KAJIAN PENGEMBANGAN KILANG INDONESIA KEDEPAN RINGKASAN EKSEKUTIF KAJIAN PENGEMBANGAN KILANG INDONESIA KEDEPAN Energi merupakan penggerak utama roda perekonomian nasional. Konsumsi energi terus meningkat mengikuti permintaan berbagai sektor pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai sektor. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. berbagai sektor. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan ekonomi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan perekonomian Indonesia mengalami peningkatan dalam berbagai sektor. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan ekonomi Indonesia sepanjang 2012 sebesar

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Saat ini hidrogen diproyeksikan sebagai unsur penting untuk memenuhi kebutuhan clean energy di masa depan. Salah satunya adalah fuel cell. Sebagai bahan bakar, jika hidrogen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan suatu Negara yang mempunyai kekayaan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan suatu Negara yang mempunyai kekayaan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan suatu Negara yang mempunyai kekayaan yang berlimpah, dimana banyak Negara yang melakukan perdagangan internasional, Sumberdaya yang melimpah tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejak tahun 2001 pasar pelumas di Indonesia telah terbuka dengan

BAB I PENDAHULUAN. Sejak tahun 2001 pasar pelumas di Indonesia telah terbuka dengan BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Sejak tahun 2001 pasar pelumas di Indonesia telah terbuka dengan dikeluarkannya Peraturan Presiden RI No. 21/2001. Mulai saat itu badan usaha selain Pertamina dapat

Lebih terperinci

RINGKASAN EKSEKUTIF PERTEMUAN TAHUNAN PENGELOLAAN ENERGI NASIONAL 2010

RINGKASAN EKSEKUTIF PERTEMUAN TAHUNAN PENGELOLAAN ENERGI NASIONAL 2010 RINGKASAN EKSEKUTIF PERTEMUAN TAHUNAN PENGELOLAAN ENERGI NASIONAL 2010 Pertemuan Tahunan Pengelolaan Energi Nasional merupakan kegiatan rutin yang diselenggarakan oleh Pusat Data dan Informasi Energi dan

Lebih terperinci