Block Book. Penyusun: MKK : MI007. ADIWATI. SH.MH AA. SRI INDRAWATI. SH.MH.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Block Book. Penyusun: MKK : MI007. ADIWATI. SH.MH AA. SRI INDRAWATI. SH.MH."

Transkripsi

1 Block Book HUKUM PERDATA MKK : MI007. Penyusun: ADIWATI. SH.MH AA. SRI INDRAWATI. SH.MH. FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS UDAYANA 2008

2 PENGANTAR KULIAH Burgelijk Wet Book ( BW ) merupakan salah satu kodifikasi hukum peninggalan kolonial Belanda yang sampai sekarang maih tetap berlaku di Indonesia, sebagai hukum perdata bagi sebagian penduduk Indonesia. Tetap dipertahankannya BW berlaku di Indonesia adalah untuk menghindari kevakuman hukum yang dapat menimbulkan ketidak pastian hukum dalam masyarakat, yakni sementara belum ada Hukum Perdata Nasional yang menggantikan seluruh ketentuan yang terkandung di dalamnya, walaupun sudah ada unifikasi mengenai Hukum Perkawinan yaitu dengan UU No.1 Tahun 1974, dan UU No. 5 Tahun 1960, Tentang UU Pokok Agraria. Hukum perdata di Indonesia sekarang ini masih pluralistis/beraneka ragam, dan sangat luas cakupan materi yang diaturnya terkait dengan siklus kehidupan manusia, sebagai subjek hukum yang diakui semenjak dalam kandungan asalkan ia dilahirkan hidup, sampai ia meninggal dunia. Dalam pergaulan hidup bermasyarakat, manusia adalah sentral, karena manusia adalah sebagai penggerak kehidupan bermasyarakat, sebagai pendukung hak dan kewajiban, dengan demikian Hukum perdata menentukan dan mengatur siapa yang dimaksud dengan orang sebagai subjek hukum. Sesuai dengan kodratnya manusia hidup berpasang pasangan antara pria dan wanita yang terikat dalam tali perkawinan yang kemudian melahirkan anak, sehingga timbul hukum keluarga. Sebagai mahluk sosial, manusia memenuhi kebutuhannya yang didapat karena berusaha/bekerja, sehingga keberhasilan tersebut mendapatkan harta kekayaan yang mereka miliki, dengan demikian hukum perdata mengatur tentang hukum tentang harta kekayaan/hukum benda. Manusia hidup tidaklah abadi, suatu saat ia akan meninggal dunia, bagaimana dengan keluarga yang ditinggalkan dan harta kekayaan yang telah diperoleh, untuk itu hukum perdata mengatur tentang pewarisan. Atas dasar siklus kehidupan manusia ini maka hukum memuat dan mengatur segala persoalan tersebut. 1

3 IDENTIFIKASI MATA KULIAH Nama Mata Kuliah : Hukum Perdata Kode Mata Kuliah : MK.M1007. Semester : II (dua) Hari Pertemuan : Senin Tempat Perkuliahan : Ruang HF 4, Kampus Bukit Jimbaran. PENGAMPU MATA KULIAH Kuliah Hukum Perdata ini akan diberikan oleh 2 (dua ) orang Dosen yaitu: Nama : Adiwati. SH.MH. Alamat : Jln. Merpati, Gg Ayodyapura 5, Perumnas Monang Maning, Denpasar Telephone : (0361) Nama : A.A Sri Indrawati. SH.MH. Alama : Jln. Pulau Adi. VIII, No.1, Denpasar. Telephone : (0361) DESKRIPSI MATA KULIAH Hukum perdata merupakan mata kuliah wajib di fakultas Hukum Universitas Udayana, dan merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari mengenai seluk beluk serta asas asas hukum perdata, karena itu bahasan dalam mata kuliah ini meliputi berbagai aspek yang cukup luas, seperti : Pengertian dan lingkup Hukum Perdata, Hukum Perorangan/Badan Pribadi, Hukum Keluarga, Hukum Benda dan Hukum Waris, khususnya Hukum Waris menurut Hukum Perdata Barat, Hukum Adat dan Hukum Islam. Perkuliahan ini berupaya membantu memberikan pemahaman tentang konsep konsep dasar Hukum Perdata Barat, yang sebagian telah disesuaikan dengan sistem nilai budaya Pancasila, yakni konsepsi konsepsi tentang nilai yang 2

4 hidup dalam alam pikiran sebagian besar anggota masyarakat. dapat dan bahkan telah diresapi oleh bangsa Indonesia, sehingga Hukum Perdata Barat dapat diambil alih dan dijadikan bahan untuk Hukum Perdata yang bersifat nasional. MATERI PERKULIAHAN 1. Pengertian dan Ruang lingkup Hukum Perdata 1.1. Pengertian dan materi Hukum Perdata Sejarah Hukum Perdata, dan Sistematika KUHPerdata 1.3. Sistem dan asas asas Hukum Perdata di Indonesia. 2. Hukum Badan Pribadi 2.2. Orang sebagai subjek hukum Badan Hukum sebagai subjek Hukum Klasifikasi dan syarat pendirian Badan Hukum Tempat Tinggal/Domisili Catatan sipil 2.6. Kewenangan Berhak dan bertindak dalam hukum 2.7. Kedewasaan dan Pendewasaan 2.8. Keadaan tak hadir. 3. Hukum Keluarga 3.1. Pengertian Keluarga dan Hubungan Darah 3.2. Hubungan darah dilihat dari garis keturunan Pengertian Perkawinan, baik menurut KUHPerdata, dan menurut UU No.1/ Perwalian Harta benda perkawinan Putusnya perkawinan dan akibat hukumnya. 4. Hukum Benda 4.1. Pengertian dan Pengaturan hukum benda Pembedaan macam macam benda 4.3. Pengaruh berlakunya UUPA terhadap Buku II KUHPerdata Hak Kebendaan dan asas asas Hak Kebendaan. 3

5 5. Hak Kebendaan yang bersifat memberi kenikmatan 5.1. Hak Milik/Eigendom Pengertian dan ciri ciri hak milik. Pembatasan dan cara memperoleh hak milik. Hapusnya hak milik. 5.2 Bezit/Kedudukan berkuasa, Pengertian dan fungsi Bezit. Pembedaan dan cara memperoleh Bezit 6. Hak kebendaan yang bersifat memberi Jaminan Hak Gadai/Pandrecht. Pengertian. Sifat dan hapusnya gadai 6.2. Hipotik Pengertian. Sifat, Fungsi, dan janji hipotik. Hapusnya hipotik 7. Hukum Waris Pengaturan hukum waris di Indonesia Hukum Waris Perdata Barat Hukum Waris Islam Hukum Waris Adat. METODA DAN STRATEGI PERKULIAHAN. Metoda perkuliahan yang dipakai adalah dengan menggunakan Problem Based Learning (PBL), yakni adalah suatu strategi pembelajaran yang berupa tanya jawab, tugas terstruktur dan yang diikuti dengan diskusi, baik berkelompok maupun mandiri. Pada tahap awal perkuliahan diberikan ilustrasi materi pokok pembahasan secara garis besarnya yang dilanjutkan dengan Tanya jawab untuk mengetahui pengetahuan awal mahasiswa terhadap substansi materi perkuliahan, agar dapat mengidentifikasi permasalahan yang ada dalam pembahasan materi perkuliahan. 4

6 Bentuk diskusi ataupun Tanya jawab ini dapat dilakukan baik pada saat pemberian materi berlangsung maupun di akhir perkuliahan. Mengenai tugas yang akan diberikan adalah terhadap materi materi tertentu, yang harus dikerjakan mahasiswa di luar kelas. TUGAS TUGAS Mahasiswa diwajibkan untuk mempersiapkan dan membahas tugas tugas yang ada dalam Block Book. Yang mana tugas tugas ini terdiri dari tugas tugas yang bersifat mandiri dan yang harus dikerjakan oleh mahasiswa di luar kelas, baik tugas yang akan dipresentasikan maupun yang harus dikumpulkan. UJIAN UJIAN. Adapun ujian yang akan dilakukan adalah berbentuk tertulis yang berlangsung 2 (dua) kali dalam satu semester, yaitu : Ujian Tengah Semester (UTS), dan Ujian Akhir Semester (UAS), yang terjadwal. SISTEM PENILAIAN. Pada akhir semester akan diadakan penilaian terhadap aspek hard skills, yang dilaksanakan melalui Tugas Tugas (TT), Ujian Tengah Semester, maupun Ujian Akhir Semester, dengan sistem penilaian yang diperhitungkan dengan menggunakan rumus sebagai yang telah ditentukan dalam Buku Pedoman Fakultas Hukum Universitas Udayana yaitu : (TT + UTS ) + 2 x (UAS) NA = 2 3 Terhadap penilaian soft skills dapat dilakukan didasarkan pada pengamatan terhadap mahasiswa dalam setiap kali tatap muka, keaktifan di kelas dalam diskusi, pengumpulan tugas tugas, serta prosentase kehadiran mahasiswa, 5

7 sehingga menghasilkan Nilai Hasil studi Mahasiswa yang ditentukan dengan kriteria sebagai berikut : Nilai Range A B C D E 0 39 DAFTAR BACAAN. Abdulkadir Muhammad, Hukum Perdata Indonesia, Cetakan II, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, Afandi Ali, Hukum Waris, 1984, Hukum Keluarga dan Hukum Pembuktian, PT Bina Aksara, Jakarta. Komariah, Hukum Perdata, Penerbit Universitas Muhammadiyah, Malang, Riduan Syahrani, Seluk Beluk dan Asas Asas Hukum Perdata, Penerbit PT Alumni, Bandung, Suhardana FX. Hukum Perdata I, Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama, Soetojo, dan Aziz Safioedin, Hukum Orang dan Keluarga, Penerbit Alumni, Bandung, Subekti, Pokok Pokok Hukum Perdata, Penerbit Inter masa, Sri Sudewi Masjchoen Sofwan, Hukum Benda, Penerbit Liberty, Jogyakarta, Simanjuntak, PNH, Pokok Pokok Hukum Perdata Indonesia, Penerbit Jambatan, Kitab Undang undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek) diterjemahkan oleh R. Subekti dan R. Tjitrosudibio. Undang undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. 6

8 PERTEMUAN PERTAMA : Pengertian dan Ruang Lingkup Hukum Perdata Sejarah Hukum Perdata dan Sistematika KUH Perdata Sistem Hukum Perdata di Indonesia dan Asasasas Hukum Perdata Bacaan : Abdulkadir Muhammad, Hukum Perdata Indonesia, Penerbit PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1993, halaman 1 8. Fx Suardana, Hukum Perdata I, Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1992, halaman Subekti, Pokok pokok Hukum Perdata, Penerbit PT. Intermasa, Jakarta, 1985, halaman TUGAS : Hukum perdata dalam arti materiil adalah segala hukum pokok yang mengatur kepentingan kepentingan perorangan, baik yang terdapat pengaturannya dalam KUH Perdata (BW), Kitab Undang undang Hukum Dagang (KUHD), termasuk dalam hukum kepailitan. KUH Perdata (BW) yang berlaku di Indonesia sampai sekarang berasal dari KUH Perdata / Bugerlijk Wetboek (BW) Belanda, yang susunan dan isinya serupa dengan BW Belanda tersebut. Sistimatika BW tersebut terdiri dari 4 buku, yaitu : 1. Buku I mengenai Orang (Van Personen) 2. Buku II mengenai Benda (Van Zaken) 3. Buku III mengenai Perikatan (Van Verbintenissen) 4. Buku IV mengenai Pembuktian dan Daluarsa (Van Bewijis en Veryaring) Sistem Hukum perdata di Indonesia sampai saat ini beraneka ragam (pluralistis), yang berlangsung sejak tahun 1900 an pada waktu pemerintah Hindia Belanda membagi 3 golongan penduduk berdasarkan pasal 163 IS (Indische Staatsregeling) dan pembagian kuasa hukum yang berlaku bagi masing masing golongan tersebut berdasarkan pasal 131 IS. 7

9 Berikan jawaban atas pertanyaan di bawah ini : 1. Jelaskan ruang lingkup hukum perdata dengan membandingkan bidang hukum lainnya. 2. Jelaskan sejarah berlakunya BW di Indonesia dan bandingkan sistematika KUH Perdata menurut Ilmu Pengetahuan dan menurut undang undang. 3. Jelaskan politik hukum dalam lapangan hukum perdata di Indonesia pada masa penjajahan Belanda, dan bagaimana berlakunya hukum keperdataan khususnya BW serta asas asasnya di Indonesia pada saat ini. PERTEMUAN KEDUA : Hukum Badan Pribadi (tentang orang dan badan hukum sebagai subyek hukum, tempat tinggal (domisili) Bacaan : Abdulkadir Muhammad, Hukum Perdata Indonesia, 1993, Penerbit PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, halaman Fx Suardana, Hukum Perdata I, Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1992, halaman Komariah, Hukum Perdata, Penerbit Universitas Muhammadiyah, Malang, 2005, halaman Riduan Syahrani, Seluk Beluk dan Asas asas Hukum Perdata, Penerbit PT. Alumni, Bandung, 2006, halaman 63. Subekti, Pokok pokok Hukum Perdata, Penerbit PT. Intermasa, Jakarta, 1985, halaman TUGAS : Di dalam hukum perdata manusia pribadi sebagai subyek hukum diakui mulai dari ia dilahirkan dan berakhir pada saat ia meninggal. Bahkan menurut pasal 2 BW, manusia sebagai subyek hukum diakui sejak ia masih di dalam kandungan ibunya, asal ia dilahirkan hidup. 8

10 Selain manusia pribadi badan hukum adalah subyek hukum ciptaan manusia pribadi berdasarkan hukum yang diberi hak dan kewajiban seperti manusia pribadi. Pasal 1653 BW membagi 3 macam kwalifikasi badan hukum. 1. Badan hukum yang dibentuk oleh pemerintah (seperti : perusahaanperusahaan negara). 2. Badan hukum yang diakui oleh pemerintah (penguasa), seperti : Perseroan Terbatas, Koperasi. 3. Badan hukum yang diperbolehkan atau untuk suatu tujuan tertentu yang bersifat ideal, seperti : yayasan (pendidikan sosial, keagamaan dan lain lain). Menurut doktrin ilmu hukum syarat materiil pembentukan badan hukum, adalah ada harta kekayaan sendiri, ada tujuan tertentu, ada kepentingan sendiri, ada organisasi yang teratur. Dan syarat formal pembentukannya harus dengan akta notaris. Tempat tinggal (domisili) mempunyai arti tempat dimana seseorang dianggap selalu hadir dalam hal melakukan hak haknya dan memenuhi kewajibannya, meskipun kenyataannya dia tidak ada disitu. Dalam KUH Perdata, tempat tinggal dapat berupa rumah / kediaman / kantor yang berada dalam wilayah / daerah tertentu. Tempat tinggal manusia pribadi biasa disebut tempat kediaman. Sedangkan tempat tinggal badan hukum disebut tempat kedudukan. Berikan jawaban atas pertanyaan di bawah ini : 1. Jelaskan secara singkat apa yang dimaksud dengan subyek hukum, dan jelaskan perbedaan prinsipiil antara manusia pribadi dan badan hukum sebagai subyek hukum selaku pendukung hak dan kewajiban. 2. Sebutkan badan hukum yang dibentuk berdasarkan undang undang dan yang dibentuk dengan perjanjian. 3. Bagaimana syarat dan prosedur untuk memperoleh status badan hukum bagi perseroan terbatas, koperasi dan yayasan? 4. Sejauhmanakah badan hukum dapat ikut serta dipertanggung jawabkan atas kerugian yang terjadi disebabkan oleh perbuatan organnya yang melanggar batas wewenangnya? 5. Jelaskan arti pentingnya tempat tinggal bagi suatu subyek hukum. 9

11 PERTEMUAN KETIGA : Catatan Sipil, Kewenangan Berhak dan bertindak dalam hukum Bacaan : Abdulkadir Muhammad, Hukum Perdata Indonesia, Penerbit PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1993, halaman Fx Suardana, Hukum Perdata I, Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1992, halaman Komariah, Hukum Perdata, Penerbit Universitas Muhammadiyah, Malang, 2005, halaman Subekti, Pokok pokok Hukum Perdata, Penerbit PT. Intermasa, Jakarta, 1985, halaman 20. TUGAS : Sejarah catatan sipil di Indonesia sama dengan sejarah berlakunya BW di Indonesia. Tentang catatan sipil ketentuannya diatur dalam dalam Buku I, Bab Kedua, Bagian Kesatu, pasal 4 sampai dengan pasal 16 BW. Dari ketentuanketentuan tersebut tidak ada satu pasal pun yang memberikan difinisi pengertian tentang catatan sipil, difinisi diperoleh dari pendapat ahli hukum (Ilmu Pengetahuan). Penyelenggaraan catatan sipil di Indonesia semula untuk masing masing golongan rakyat berlainan satu sama lain dengan pengaturan yang berbeda pula dan diatur di luar BW dengan Reglemen reglemen. Dengan adanya Instruksi Presiden Kabinet tanggal 27 Desember 1966, No. 31/UJ/IN/12/1966 membawa pengaruh terhadap catatan sipil. Dalam Instruksi ditegaskan, bahwa catatan sipil terbuka bagi seluruh penduduk Indonesia, dan hanya boleh membedakan antara warga negara Indonesia dan orang asing. Masalah kewenangan berhak setiap manusia pribadi tidak dapat dihilangkan oleh suatu hukum apapun. Kewenangan berhak ada sejak manusia lahir dan terus berlangsung serta berakhir setelah meninggal dunia (pasal 2 dan 3 BW). Akan tetapi tidak setiap manusia pribadi wenang berbuat, karena pada hakekatnya kewenangan berbuat adalah melaksanakan kewajiban. Pasal 1330 BW menunjuk manusia pribadi yang tidak mempunyai kewenangan berhak atau 10

12 menurut istilah hukum tidak cakap melakukan perbuatan hukum. Kewenangan berhak ini dimaksudkan dalam pengertian hukum Perdata yang berbeda dengan pengertian hukum publik. Akibat hukum ketidak cakapan berbuat dari subyek hukum, ia tidak dapat melakukan perbuatan hukum. Untuk dapat melakukan itu dibutuhkan bantuan orang lain (pengampu atau wali). Berikan jawaban atas pertanyaan di bawah ini : 1. Peristiwa peristiwa apa sajakah yang harus dicatat dalam register catatan sipil, dan apa makna akta catatan sipil? 2. Apakah perbedaan antara kewenangan berhak menurut hukum perdata dan hukum publik? Sebutkan dengan contoh dari masing masing kewenangan berhak tersebut. 3. Apa rationya undang undang menentukan, semua manusia pribadi mempunyai kewenangan berhak, tetapi tidak semuanya mempunyai kewenangan berbuat? 4. Jelaskan siapa yang dinyatakan tidak wenang berbuat menurut undangundang. 5. Bilamana seseorang itu berada di bawah pengampuan dan perwalian dan siapakah yang bertindak sebagai pengampu atau sebagai wali? PERTEMUAN KEEMPAT : Kedewasaan dan Pendewasaan, Keadaan tak hadir Bacaan : Abdulkadir Muhammad, Hukum Perdata Indonesia, Penerbit PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1993, halaman Fx Suardana, Hukum Perdata I, Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1992, halaman Komariah, Hukum Perdata, Penerbit Universitas Muhammadiyah, Malang, 2005, halaman

13 TUGAS : Dari bunyi pasal 330 KUH Perdata, dapat diketahui bahwa KUH Perdata memakai kriteria umur untuk menentukan dewasa atau belum dewasa. Berbeda dengan konsep hukum adat yang menentukan secara insidental saja, apakah seorang sudah dewasa atau belum (Djojodiguno). Pengertian istilah pendewasaan (handlichting) menunjuk kepada keadaan belum dewasa yang oleh hukum dinyatakan sebagai dewasa. Pendewasaan menurut pasal BW dibedakan menjadi 2 macam : 1. Pendewasaan penuh (sempurna) 2. Pendewasaan terbatas Persoalan keadaan tidak hadir atau ketidak hadiran dikaitkan dengan lembaga tempat kediaman. Untuk dapat dinyatakan dalam keadaan tidak hadir, harus memenuhi unsur unsur yang ditetapkan dalam pasal 463 KUH Perdata. Berikan jawaban atas pertanyaan di bawah ini : 1. Bagaimana kriteria dewasa dan kriteria untuk dapat dilakukan pendewasaan menurut BW. 2. Bagaimana pandangan menurut konsep hukum adat dari Djojodiguno tentang batasan untuk menentukan seseorang itu dewasa atau belum dewasa? 3. Bagaimana ketentuan kedewasaan dan pendewasaan ini dengan adanya Undang Undang No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan? 4. Unsur unsur apa yang harus dipenuhi untuk menetapkan ketidak hadiran, dan siapa yang dapat menunjuk serta yang dapat ditunjuk sebagai wakil dalam melaksanakan kewajiban dari ketidak hadiran yang bersangkutan? 12

14 PERTEMUAN KELIMA : Pengertian Keluarga dan Hubungan Darah, Hubungan Darah dilihat dari garis keturunan dan Pengertian Perkawinan menurut KUH Perdata serta menurut UU No. Tahun 1974 Bacaan : Abdulkadir Muhammad, Hukum Perdata Indonesia, Penerbit PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2000, halaman FX Suardana, Hukum Perdata I, Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1992, halaman K. Wantik Saleh, Hukum Perkawinan Indonesia, Ghalia Indonesia, 1976, Jakarta, halaman 14. Subekti, Pokok pokok Hukum Perdata, Penerbit PT. Intermasa, Jakarta, 1985, halaman 23. TUGAS : Hubungan keluarga dan hubungan darah adalah dua pengertian yang berbeda. Hubungan keluarga adalah hubungan dalam kehidupan keluarga, yang terjadi karena hubungan perkawinan dan karena hubungan darah. Hubungan darah mempunyai arti penting dalam hal perkawinan, pewarisan, dan perwalian. Hubungan darah dilihat dari garis keturunan, terdiri dari tiga macam, yaitu: 1. Patrilineal 2. Matrilineal 3. Parental, bilateral Hubungan perkawinan termasuk dalam lingkup hukum keluarga, di Indonesia diatur dalam UU No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan yo PP No. 9/1975. Rumusan perkawinan dalam UU No. 1 Tahun 1974, mengandung arti dan tujuan perkawinan. Suatu perkawinan dinyatakan sah, apabila dilakukan menurut hukum masing masing agama dan kepercayaan (pasal 2 ayat 1). Pencatatan perkawinan yang disebutkan dalam pasal 2 ayat 2 menurut penjelasan umum adalah sama dengan pencatatan peristiwa peristiwa penting dalam kehidupan seorang. Pengertian, asas, syarat materiil maupun formil yang berkaitan dengan syarat sahnya perkawinan yang ditentukan dalam UU No. 1 tahun 1974 berbeda 13

15 dengan pengertian perkawinan dalam BW yang bersifat hubungan keperdataan seperti yang ditentukan dalam pasal 27 dan 28 BW. Berikan jawaban atas pertanyaan di bawah ini : 1. Sebutkan materi yang menjadi lingkup hukum keluarga dan jelaskan letak pentingnya hubungan darah dengan contoh. 2. Bagaimana kedudukan Buku I BW yang mengatur tentang perkawinan dengan berlakunya UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. 3. Ada berapa macam hubungan darah dilihat dari garis keturunan, dan garis keturunan mana yang diutamakan dalam UU No. 1 tahun Jelaskan dari pengertian bahwa perkawinan yang dianut dalam BW bersifat hubungan keperdataan, dan bagaimana perbedaan antara UU No. 1 tahun 1974 dengan BW mengenai asas, syarat materiil dan formil dalam pelaksanaan perkawinan. PERTEMUAN KE ENAM : Pencegahan, pembatalan perkawinan, perjanjian perkawinan dan akibat suatu perkawinan Bacaan : Abdulkadir Muhammad, Hukum Perdata Indonesia, Penerbit PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2000, halaman FX Suardana, Hukum Perdata I, Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1992, halaman K. Wantjik Saleh, Hukum Perkawinan Indonesia, Ghalia Indonesia, 1976, Jakarta, halaman TUGAS : Pencegahan dan pembatalan perkawinan diatur dalam pasal 20 dan pasal 22 sampai dengan pasal 28 UU No. 1 tahun 1974, P.P. No. 9 Tahun 1975 hanya mengatur cara mengajukan pembatalan perkawinan. Pencegahan dan pembatalan perkawinan dapat dilakukan apabila para pihak tidak memenuhi syarat syarat untuk melangsungkan perkawinan. 14

16 Pasal 29 UU Perkawinan mengatur tentang Perjanjian Perkawinan, yang mensyaratkan perjanjian kawin itu tidak boleh melanggar batas batas hukum, agama dan kesusilaan. Akibat adanya suatu perkawinan akan menimbulkan masalah dalam hubungan suami istri, hubungan orang tua dengan anak, dan masalah harta benda. Masalah hubungan suami istri diatur dalam pasal 30 sampai dengan pasal 34 UU Perkawinan. Masalah orang tua dan anak diatur dalam pasal 42 sampai dengan pasal 49. Dan masalah harta benda diatur dalam pasal 35 sampai dengan pasal 37. Berikan jawaban atas pertanyaan di bawah ini : 1. Bilamanakah suatu perkawinan itu dapat dicegah dan bagaimana cara mengajukan pencegahan perkawinan. 2. UU No. 1 tahun 1974 mengatur mengenai pembatalan perkawinan. Pembatalan perkawinan yang bagaimanakah yang dimaksud dalam UU tersebut? 3. Perkawinan yang dilangsungkan dengan disertai adanya perjanjian perkawinan, ternyata membawa akibat hukum terhadap harta kekayaan suami istri. Jelaskan mengenai akibat hukum tersebut menurut UU No. 1 tahun Dalam hal yang bagaimanakah seorang suami dapat melakukan penyangkalan atas sahnya anak yang dilahirkan istrinya menurut UU No.1/1974? PERTEMUAN KE TUJUH : Perkawinan Campuran, perkawinan di Luar Negeri, Putusnya Perkawinan dan akibat hukumnya Bacaan : Abdulkadir Muhammad, Hukum Perdata Indonesia, Penerbit PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2000, halaman FX Suardana, Hukum Perdata I, Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1992, halaman K. Wantjik Saleh, Hukum Perkawinan Indonesia, Ghalia Indonesia, 1976, Jakarta, halaman

17 TUGAS : Pasal 57 sampai dengan pasal 63 UU No. 1/1974 mengatur mengenai perkawinan campuran tetapi pengertian perkawinan campuran menurut UU No.1/1974 berbeda dengan yang tercantum dalam pasal 1 Stb / S 1898 No. 158 yang dikenal dengan sebutan Regeling op de Gemengde Huwelijken (GHR). Dari 2 pasal di atas nyatalah, bahwa pengertian undang undang perkawinan lebih sempit daripada G.H.R., karena undang undang perkawinan membatasi pada perbedaan kewarganegaraan dan salah satu pihak berkewarganegaraan Indonesia sedangkan menurut G.H.R. antara orang orang yang Indonesia tunduk kepada hukum hukum yang berlainan dengan tidak ada pembatasan. Yang dimaksud dengan hukum yang berlainan adalah disebabkan karena perbedaan kewarganegaraan, tempat, golongan dan agama. Tata cara perkawinan campuran menurut UU No. 1/1974 tercantum dalam pasal 59 ayat 2 dengan menunjuk dimana perbuatan hukum tersebut dilangsungkan (Lex loci actus). Dengan demikian, mengenai syarat syarat perkawinan campuran tunduk pada ketentuan pasal 6 sampai 12 UU No. 1/1974. Akibat perkawinan campuran membawa akibat terhadap status kewarganegaraan suami istri serta keturunannya dan terhadap harta kekayaannya. Bagian kedua pasal 56 UU No.1/1974 mengatur mengenai perkawinan di luar negeri, baik yang dilakukan oleh sesama warga negara Indonesia di luar negeri atau salah satu pihaknya adalah warga negara Indonesia sedang yang lain adalah warga negara asing. Masalah perceraian diatur dalam pasal 39 sampai dengan pasal 41 UU No.1/1974, dan tentang tata cara perceraian diatur dalam PP No. 9/1975 (pasal 14 sampai dengan pasal 36). Dari pasal pasal tersebut dapat ditarik kesimpulan ada dua macam perceraian, yaitu : a. Cerai Talak b. Cerai Gugat Untuk kedua macam perceraian tersebut hanya dapat dilakukan di depan sidang pengadilan setelah pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak. Dan untuk melakukan perceraian harus 16

18 ada cukup alasan alasan sebagaimana tercantum dalam pasal 39 ayat 2 yo pasal 19 PP No. 9/1975. Akibat hukum perceraian ditentukan dalam pasal 41 UU No.1/1974. Berikan jawaban atau penjelasan atas pertanyaan di bawah ini : 1. Ani seorang warga negara Indonesia melangsungkan perkawinan dengan Boby seorang warga negara Inggris di London. Agar perkawinan itu diakui sah menurut UU No. 1/1974, ketentuan ketentuan apa yang harus dipenuhi oleh pasangan tersebut? 2. Minah beragama Islam, ingin mengajukan perceraian dengan suaminya. Setelah bercerai ia ingin melangsungkan perkawinan lagi dengan laki laki lain. Bagaimana tata cara yang harus diikuti Minah agar perceraiannya dapat mempunyai kekuatan hukum yang tetap, dan ia bisa melakukan perkawinan baru. PERTEMUAN KE DELAPAN : Ujian Tengah Semester PERTEMUAN KE SEMBILAN : Pengertian Hukum Benda. Bacaan : Abdulkadir Muhammad, 1993, Hukum Perdata Indonesia, Penerbit PT Citra Aditya Bakti, Bandung, Halaman Riduwan Syahrani, 2006, Seluk beluk dan Asas Asas Hukum Perdata, Alumni Bandung, Halaman 107. Sri Sudewi Maschoen Sofwan, 1974, Hukum Benda, Penerbit Liberty, halaman TUGAS. Dalam bahasa Belanda, benda itu adalah Zaak. Menurut pasal 499 KUHPerdata, yang diartikan dengan Zaak adalah : semua Barang dan Hak. Hak disebut juga dengan bagian dari harta kekayaan. Sehingga dalam sistem hukum perdata barat, benda adalah sebagai objek hukum yang tidak hanya 17

19 meliputi benda yang berujud/ yang dapat dilihat dengan panca indra, tetapi juga benda yang tak berujud yakni beberapa hak atas benda yang berujud. Lebih lanjut istilah zaak tidak selalu berarti benda saja, tetapi juga dipakai dalam arti yang lainnya. Adapun sistem pengaturan hukum benda adalah menganut sistem tertutup, sehingga hukum benda dikatakan bersifat memaksa (Dwingend recht). Ada beberapa pembedaan benda menurut arti pentingnya sehubungan dengan perbuatan terhadap benda tersebut. Jelaskan arti Zaak dalam pengertian yang lainnya lagi beserta dasar hukumnya, serta sebut dan jelaskan pembedaan macam macam benda tersebut! PERTEMUAN KE SEPULUH : Pengaruh berlakunya UUPA terhadap Buku II Bacaan: KUHPerdata Sri Sudewi Maschoen Sofwan, 1974, Hukum Benda, Penerbit Liberty Jogyakarta, halaman Abdulkadir Muhammad, Hukum Perdata Indonesia, 1993, Penerbit PT Citra Aditya Bakti Bandung. Halaman FX Suhardana, 1992, Hukum Perdata I, Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama Jakarta, halaman, TUGAS Dengan berlakunya UUPA, Undang Undang Pokok Agraria yaitu UU No.5/1960, telah mencabut berlakunya beberapa ketentuan dalam Buku II KUHPerdata, sepanjang mengenai bumi, air, dan segala kekayaan alam yang terkandung di dalamnya, kecuali mengenai Hipotik, tetap berlaku seperti biasa. Untuk memahami tentang hak kebendaan menurut sistem KUHPerdata, terlebih dahulu perlu dikaji tentang hak perdata, yaitu suatu macam hak yang diberikan oleh hukum perdata, sedangkan hak kebendaan adalah hak yang memberikan kekuasaan langsung atas suatu benda dan dapat dipertahankan terhadap siapapun juga, sehingga setiap orang harus menghormati hak tersebut. Dalam hukum benda diatur juga beberapa asas yang berlaku bagi hak hak kebendaan tersebut. 18

20 Berikan jawaban atas pertanyaan dibawah ini : 1. Jelaskan pengaruh dari berlakunya UUPA terhadap beberapa pasal dari Buku II KUHPerdata. 2. Hak kebendaan termasuk hak perdata yang bagaimana, serta sebutkan ciri ciri dari hak kebendaan tersebut. 3. Dalam salah satu asas hak kebendaan, pengaturan terhadap benda bergerak dan benda tak bergerak adalah berbeda, jelaskan mengapa demikian. PERTEMUAN KE SEBELAS: Hak Kebendaan yang bersifat memberi kenikmatan yaitu Hak milik Bacaan : PNH. Simanjuntak, 1999, Pokok Pokok Hukum Perdata Indonesia, Penerbit Jambatan, Jakarta, Halaman Riduwan Syahrani, 2006, Seluk Beluk dan Asas Asas Hukum Perdata, Penerbit Alumni, Bandung, Halaman Sri Sudewi Maschoen Sofwan, 1974, Hukum Benda, Penerbit Liberty, Yogyakarta, Halaman TUGAS. Menurut Sri Sudewi Maschoen Sofwan, dengan mengacu pada Pasal 570 KUHPerdata bahwa hak milik adalah hak untuk menikmati suatu benda dengan sepuas puasnya untuk menguasai benda itu benda itu dengan sebebas bebasnya asal tak dipergunakan bertentangan dengan UU, Ketertiban umum dan kesusilaan. Melihat perumusan tersebut bahwa hak milik adalah hak yang paling utama dengan tidak mengurangi kemungkinan adanya pencabutan hak untuk kepentingan umum dengan pembayaran ganti kerugian, sehingga dengan demikian ada pembatasan pembatasan terhadap penggunaan hak milik tersebut, misalnya terhadap penggunaan hak milik harus tidak menyalah gunakan hak/ misbruik van recht. Yang menjadi masalah adalah apakah penyalah gunaan hak termasuk katagori perbuatan melawan hukum dan tidak menimbulkan gangguan. 19

21 Salah satu cara untuk memperoleh hak kebendaan yang paling sering terjadi dalam masyarakat adalah melalui penyerahan/levering yang hanya dikenal di Indonesia saja. Adapun jenis penyerahan tersebut adalah tergantung pada benda yang akan diserahkan. Pada syarat syarat penyerahan terkait dengan atas hak yang menjadi dasar dari penyerahan tersebut. TUGAS: 1. Apakah penyalah gunaan hak milik atas tanah dapat dikatagorikan sebagai Perbuatan melawan hukum? 2. Hak milik berfungsi sosial, apa artinya, bagaimana dalam prakteknya? 3. Bagaimana tentang kepemilikan tanah oleh orang asing? PERTEMUAN KEDUA BELAS : Kedudukan Berkuasa / Bezit. Bacaan: FX Suhardana, 1992, Hukum Perdata I, Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, Halaman Abdulkadir Muhammad, Hukum Perdata Indonesia, Penerbit PT Citra Aditya Bakti Bandung. Halaman Riduan Syahrani, 2006, Seluk Beluk dan Asas Asas Hukum, Penerbit PT Alumni Bandung, Halaman Subekti, 1980, Pokok Pokok Hukum Perdata, Penerbit Intermasa, Halaman 63. Sri Sudewi Maschoen Sofwan, 1974, Hukum Benda, Penerbit Liberty Jogyakarta, H TUGAS. Menurut Subekti, Bezit adalah suatu keadaan lahir dimana seseorang menguasai suatu benda seolah kepunyaan sendiri yang oleh hukum dilindungi, dengan tidak mempersoalkan hak milik atas benda itu sebenarnya ada pada siapa.. Ada hal penting yang harus diperhatikan yaitu dasar untuk adanya hak di sini tidak hanya pada adanya penguasaan memegang atau menikmati, sesuatu barang, tetapi ia juga harus bersikap seolah olah benda itu kepunyaan sendiri, untuk itu harus dipenuhi syarat syarat tertentu, karena tidak setiap penguasaan 20

22 nyata itu disebut bezit, dimana terhadap bezit itu harus dibedakan dengan Detentie. Undang Undang memberikan perlindungan baik terhadap bezitter yang beritikad baik maupun bezitter yang beritikad buruk. Khusus untuk penguasaan terhadap benda bergerak, berlaku ketentuan Pasal 1977 ayat 1 KUHPerdata. Terhadap perumusan pasal tersebut diatas terdapat beberapa pendapat yang memberikan penafsiran terhadap kedudukan bezit tersebut. Tugas : Kasus. A meminjamkan bukunya pada B, kemudian B menjual buku tersebut pada C. Siapakah yang diberikan perlindungan oleh undang undang? PERTEMUAN KETIGABELAS: Hak Kebendaan yang bersifat memberikan Jaminan, gadai sebagai jaminan adalah benda bergerak dan Hipotik sebagai jaminan adalah benda tetap. Bacaan: Sri Sudewi Maschoen Sofwan, 1974, Hukum Benda, Penerbit Liberty, Jogyakarta, Halaman Riduwan Syahrani, 2006, Seluk Beluk dan Asas Asas Hukum Perdata, Penerbit PT Alumni Bandung, Halaman dan PNH. Simanjuntak, 1999, Pokok Pokok Hukum Perdata, Penerbit Jambatan, Jakarta, halaman TUGAS. Gadai diatur dalam Pasal 1150 KUHPerdata. Dari pengertian yang tersirat dalam pasal tersebut ternyata gadai adalah bersifat accesoir artinya merupakan tambahan dari perjanjian pokok. Unsur terpenting dari gadai adalah bahwa benda yang dijaminkan itu harus berada dalam kekuasaan pemegang gadai/inbezit stelling. Syarat ini ternyata dalam praktek mengalami kesulitan, sehingga dibentuklah figur hukum yang disebut dengan Fiduciare Eigendom Overdracht (FEO). Objek gadai adalah meliputi tidak hanya benda bergerak yang berujud, tetapi juga benda bergerak yang tak berujud yang berupa Hak. 21

23 Sedangkan hak kebendaan yang bersifat memberi jaminan yang objeknya barang barang tetap adalah Hipotik yang diatur dalam pasal 1162 KUHPerdata. Suatu benda tetap yang telah dipakai sebagai jaminan utang (dihipotikkan), masih dapat pula dipakai sebagai jaminan/tanggungan lagi, untuk lebih dari satu utang. Walaupun gadai dan hipotik sama sama sebagai hak kebendaan yang bersifat memberi jaminan, tetapi ada bedanya juga. Berikan jawaban atas pertanyaan dibawah ini. 1. Apakah ada bedanya cara mengadakan gadai, baik berupa surat piutang atas bawa, surat piutang atas tunjuk maupun terhadap hutang atas nama? 2. Apakah mengenai piutang yang masih akan ada itu dapat digadaikan? 3. Bagaimanakah tingkatan hipotik atas sebuah kapal yang dibebani hipotik? 4. Meskipun undang undang memberikan hak untuk mengadakan janji baik pada pemegang hipotik pertama kedua dan ketiga, yang menjadi persoalan apakah janji tersebut dilaksanakan, apakah ia bertindak sebagai kuasa saja dari pemberi hipotik, ataukah ia harus dianggap melakukan haknya sendiri? 5. Bandingkan gadai dan hipotik PERTEMUAN KE EMPAT BELAS : Hukum Waris Bacaan : PNH. Simanjuntak, Pokok Pokok Hukum Perdata Indonesia, Penerbit Djambatan, Jakarta. Halaman Ali Afandi, Hukum Waris, Hukum Keluarga, Hukum Pembuktian, 1984, Penerbit PT Bina Aksara, Jakarta. Halaman Abdulkadir Muhammad, Hukum Perdata Indonesia, Penerbit PT Citra Aditya Bakti Bandung, Halaman TUGAS : Hukum waris merupakan salah satu bagian dari hukum perdata di Indonesia dan belum dikodifikasikan. Hal ini berarti bahwa bagi berbagai golongan 22

24 penduduk di Indonesia masih berlaku hukum waris yang berbeda beda, seperti : hukum waris perdata barat, Hukum waris adat dan hukum waris Islam. Pada dasarnya prinsip prinsip kewarisan dalam KUHPerdata berlaku prinsip bahwa yang berpindah di dalam pewarisan adalah kekayaan si pewaris, yakni adalah hak dan kewajiban yang dapat dinilai dengan uang, kecuali dalam hal hal tertentu. Sedangkan ada 2 cara mewaris yaitu : Mewaris berdasarkan undang undang (Ab instentato) Mewaris berdasarkan surat wasiat (Testament). Menurut Pasal 832 KUHPerdata, yang berhak untuk menjadi ahli waris adalah para keluarga sedarah, baik sah maupun luar kawin, suami, istri yang hidup terlama, sedangkan bagian ahliwaris disusun dalam kelompok yang disebut dengan golongan ahli waris yang terdiri dari 4 kelompok. Mengenai hak atas legitime portie barulah timbul bila seseorang dalam suatu keadaan sungguhsungguh tampil ke muka sebagai ahli waris menurut undang undang. Pada pembagian warisan, para ahli waris dapat menerima warisan menurut bagiannya masing masing setelah harta warisan itu dikurangi dengan jumlah utang utang pewaris. Mengenai pewarisan menurut surat wasiat harus berbentuk surat tulisan yang dapat dibuat dengan akte dibawah tangan maupun akta otentik yang berisikan pernyataan kehendak yang dapat diartikan sebagai tindakan hukum sepihak dan memuat beberapa hal tertentu. Jawablah pertanyaan dibawah ini. 1. Apakah ahli waris mempunyai hak hak khusus?, serta jelaskan pula ahli waris menurut undang undang beserta bagian masing masing. 2. Jelaskan mengenai bentuk bentuk surat wasiat, dan pada dasarnya surat wasiat itu berisi tentang apa sajakah? 3. Apakah anak luar kawin mendapat bagian dari harta warisan? 4. Mengapa Hukum Waris dimuat/diatur dalam Buku II KUHPerdata? Jelaskan 23

25 PERTEMUAN KE LIMA BELAS : Hukum Waris Adat dan Hukum Waris Islam Bacaan. PNH. Simanjuntak, 1999, Pokok pokok Hukum Perdata Indonesia, Penerbit Jambatan, Jakarta. Halaman Ali Afandi, Hukum Waris, Hukum Keluarga Hukum Pembuktian, Penerbit PT Bina Aksara Jakarta, Halaman TUGAS. Pada dasarnya, hukum waris adat di Indonesia sangat dipengaruhi oleh prinsip prinsip garis keturunan yang berlaku pada masyarakat yang bersangkutan, disamping itu juga dikenal adanya 3 sistem kewarisan. Terkait dengan harta peninggalan ada yang dapat dibagi bagi dan yang tidak dapat dibagi. Pada sistem kewarisan adat ini dikenal hibah dan wasiat, serta diatur juga tentang hak dan kewajiban anak sebagai ahli waris dan hak kedudukan janda/duda sebagai ahli waris. Pada Hukum waris Islam, wujud warisan/harta peninggalan sangat berbeda dengan wujud warisan sebagai yang diatur dalam BW maupun menurut hukum waris adat. Dalam kewarisan Islam dikenal kelompok keutamaan ahli waris. Yaitu kelompok ahli waris yang didahulukan untuk mewaris dari kelompok ahli waris lainnya. Secara garis besar golongan ahli waris dalam hukum Islam dapat dibagi menjadi 3 golongan. Sedangkan mengenai bagian tetap ahli waris diatur dalam Pasal 176 KHI (Kompilasi Hukum Islam). Hibah dan Wasiat diatur secara tegas dalam Al Quran. Temukan jawaban atas pertanyaan dibawah ini. 1. Disamping prinsip prinsip keturunan, hukum adat juga mengenal sistem kewarisan. Sebut dan jelaskan 3 sistem kewarisan adat itu. 2. Bagaimana pendapat Hazairin apabila sistem kewarisan ini dihubungkan dengan prinsip garis keturunan. 24

26 3. Apa yang menjadi dasar untuk mendapatkan harta peninggalan menurut Al Quran?, serta jelaskan mereka yang didahulukan untuk mewaris menurut Al Quran. 4. Mengenai hibah dan wasiat diatur secara tegas dan jelas dimana? Serta bagaimana ketentuan lain yang berkaitan dengan hibah wasiat tersebut PERTEMUAN KE ENAM BELAS : Ujian Akhir Semester 25

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WARISAN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WARISAN BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WARISAN A. Pengertian Hukum Waris Pengertian secara umum tentang Hukum waris adalah hukum yang mengatur mengenai apa yang harus terjadi dengan harta kekayaan seseorang yang

Lebih terperinci

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 1 TAHUN 1974 (1/1974) Tanggal: 2 JANUARI 1974 (JAKARTA)

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 1 TAHUN 1974 (1/1974) Tanggal: 2 JANUARI 1974 (JAKARTA) Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 1 TAHUN 1974 (1/1974) Tanggal: 2 JANUARI 1974 (JAKARTA) Sumber: LN 1974/1; TLN NO. 3019 Tentang: PERKAWINAN Indeks: PERDATA. Perkawinan.

Lebih terperinci

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM SATUAN ACARA PERKULIAHAN (SAP) HUKUM PERDATA

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM SATUAN ACARA PERKULIAHAN (SAP) HUKUM PERDATA Mata Kuliah : Hukum Perdata Kode/Bobot : 3 sks Waktu Pertemuan : 3 x 50 Menit Pertemuan : 1 (Satu) A. Tujuan Instruksional Khusus Pada akhir perkuliahan mahasiswa dapat menjelaskan konsep, lingkup, sejarah,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERKAWINAN DAN PERJANJIAN KAWIN. Perkawinan merupakan institusi yang sangat penting dalam masyarakat.

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERKAWINAN DAN PERJANJIAN KAWIN. Perkawinan merupakan institusi yang sangat penting dalam masyarakat. BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERKAWINAN DAN PERJANJIAN KAWIN 2.1 Tinjauan Umum Tentang Perkawinan a. Pengertian perkawinan Perkawinan merupakan institusi yang sangat penting dalam masyarakat. Eksistensi

Lebih terperinci

BAB III ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK DALAM JUAL BELI PASAL 1493 KUH PERDATA

BAB III ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK DALAM JUAL BELI PASAL 1493 KUH PERDATA 40 BAB III ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK DALAM JUAL BELI PASAL 1493 KUH PERDATA A. Gambaran Umum Tentang KUH Perdata. 1. Sejarah KUH Perdata Sejarah terbentuknya KUH Perdata di Indonesia tidak terlepas dari

Lebih terperinci

BAB III AKIBAT HUKUM TERHADAP STATUS ANAK DAN HARTA BENDA PERKAWINAN DALAM PERKAWINAN YANG DIBATALKAN

BAB III AKIBAT HUKUM TERHADAP STATUS ANAK DAN HARTA BENDA PERKAWINAN DALAM PERKAWINAN YANG DIBATALKAN BAB III AKIBAT HUKUM TERHADAP STATUS ANAK DAN HARTA BENDA PERKAWINAN DALAM PERKAWINAN YANG DIBATALKAN 1. Akibat Hukum Terhadap Kedudukan, Hak dan Kewajiban Anak dalam Perkawinan yang Dibatalkan a. Kedudukan,

Lebih terperinci

UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK PROGRAM STUDI ILMU HUKUM RENCANA KEGIATAN PROGRAM PEMBELAJARAN (RKPP) Mata Kuliah Kode SKS Semester Nama Dosen MKK 2205 3 II (dua) Marnia Rani, S.H., M.H. Deskripsi Mata Kuliah Standar Matakuliah merupakan matakuliah mempelajari

Lebih terperinci

HUKUM WARIS. Hukum Keluarga dan Waris ISTILAH

HUKUM WARIS. Hukum Keluarga dan Waris ISTILAH Hukum Keluarga dan Waris HUKUM WARIS ISTILAH Didalam hukum waris dikenal istilah-istilah seperti pewaris, ahli waris, harta waris, boedel, testament, legaat, dan legitieme portie[1]. Yang dimaksud Pewaris

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN. Universitas. Indonesia

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN. Universitas. Indonesia 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN. Semakin meningkatnya kebutuhan atau kepentingan setiap orang, ada kalanya seseorang yang memiliki hak dan kekuasaan penuh atas harta miliknya tidak

Lebih terperinci

ALTERNATIF HUKUM PERKAWINAN HOMOSEKSUAL

ALTERNATIF HUKUM PERKAWINAN HOMOSEKSUAL ALTERNATIF HUKUM PERKAWINAN HOMOSEKSUAL Muchamad Arif Agung Nugroho Fakultas Hukum Universitas Wahid Hasyim Semarang agungprogresif@gmail.com ABSTRAK Perkawinan heteroseksual merupakan suatu perikatan

Lebih terperinci

BAB III IMPLIKASI HAK KEWARISAN ATAS PENGAKUAN ANAK LUAR

BAB III IMPLIKASI HAK KEWARISAN ATAS PENGAKUAN ANAK LUAR BAB III IMPLIKASI HAK KEWARISAN ATAS PENGAKUAN ANAK LUAR KAWIN DALAM HUKUM PERDATA (BURGERLIJK WETBOEK) A. Pengertian Anak Luar Kawin Menurut Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek) Anak menurut bahasa adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Setiap manusia di muka bumi ini diciptakan saling berpasang-pasangan. Seorang pria dan seorang wanita yang ingin hidup bersama dan mereka telah memenuhi persyaratan-persyaratan

Lebih terperinci

BAB III HUTANG PIUTANG SUAMI ATAU ISTRI TANPA SEPENGETAHUAN PASANGANNYA MENURUT HUKUM POSITIF DI INDONESIA

BAB III HUTANG PIUTANG SUAMI ATAU ISTRI TANPA SEPENGETAHUAN PASANGANNYA MENURUT HUKUM POSITIF DI INDONESIA 53 BAB III HUTANG PIUTANG SUAMI ATAU ISTRI TANPA SEPENGETAHUAN PASANGANNYA MENURUT HUKUM POSITIF DI INDONESIA A. Pengertian Hutang Piutang Pengertian hutang menurut etimologi ialah uang yang dipinjam dari

Lebih terperinci

B A B I P E N D A H U L U A N. Sebagaimana prinsip hukum perdata barat di dalam KUH Perdata tersebut, telah

B A B I P E N D A H U L U A N. Sebagaimana prinsip hukum perdata barat di dalam KUH Perdata tersebut, telah B A B I P E N D A H U L U A N A. Latar Belakang Konsepsi harta kekayaan di dalam perkawinan menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) 1 adalah sebagai suatu persekutuan harta bulat, meliputi

Lebih terperinci

SISTEMATIKAN HUKUM PERDATA. Andri Budi Santosa, Drh, MBA

SISTEMATIKAN HUKUM PERDATA. Andri Budi Santosa, Drh, MBA SISTEMATIKAN HUKUM PERDATA Andri Budi Santosa, Drh, MBA 1 Sistematika Hukum Perdata Menurut BW 1. Hk Orang (Van Personen ) 2. Hk Benda (Van Zaken ) 3. Hk Perikatan( Van Verbinsissen ) 4. Pembuktian dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG GADAI

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG GADAI 25 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG GADAI 2.1 Pengertian Gadai Salah satu lembaga jaminan yang obyeknya benda bergerak adalah lembaga gadai yang diatur dalam Pasal 1150 sampai dengan Pasal 1160 KUHPerdata.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dalam hidupnya akan mengalami berbagai peristiwa hukum.

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dalam hidupnya akan mengalami berbagai peristiwa hukum. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia dalam hidupnya akan mengalami berbagai peristiwa hukum. Peristiwa hukum yang pasti dialami oleh manusia adalah kelahiran dan kematian. Sedangkan peristiwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu perbuatan hukum yang hampir setiap hari dilakukan oleh manusia adalah jual beli. Jual beli merupakan kegiatan yang dilakukan manusia untuk memenuhi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Pasal 1313 KUH Perdata menyatakan Suatu perjanjian

Lebih terperinci

www.pa-wonosari.net admin@pa-wonosari.net UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHAESA Presiden Republik Indonesia, Menimbang : bahwa sesuai dengan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA A. Persamaan dan Perbedaan Hukum Islam dan Hukum Perdata Indonesia Tentang Hibah dalam Keluarga

BAB IV ANALISIS DATA A. Persamaan dan Perbedaan Hukum Islam dan Hukum Perdata Indonesia Tentang Hibah dalam Keluarga BAB IV ANALISIS DATA A. Persamaan dan Perbedaan Hukum Islam dan Hukum Perdata Indonesia Tentang Hibah dalam Keluarga Masyarakat di Indonesia telah menganut tiga hukum mengenai hibah, yaitu Hukum Adat,

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS DAMPAK PERKAWINAN BAWAH TANGAN BAGI PEREMPUAN OLEH RIKA LESTARI, SH., M.HUM 1. Abstrak

TINJAUAN YURIDIS DAMPAK PERKAWINAN BAWAH TANGAN BAGI PEREMPUAN OLEH RIKA LESTARI, SH., M.HUM 1. Abstrak TINJAUAN YURIDIS DAMPAK PERKAWINAN BAWAH TANGAN BAGI PEREMPUAN OLEH RIKA LESTARI, SH., M.HUM 1 Abstrak Dalam kehidupan masyarakat di Indonesia perkawinan di bawah tangan masih sering dilakukan, meskipun

Lebih terperinci

HUKUM PERDATA TENTANG ORANG DAN BENDA. Kernel for Word to PDF Demo. Kernel for Word to PDF Demo. Kernel for Word to PDF Demo

HUKUM PERDATA TENTANG ORANG DAN BENDA. Kernel for Word to PDF Demo. Kernel for Word to PDF Demo. Kernel for Word to PDF Demo PROF. DR. I KETUT OKA Kernel SETIAWAN, for Word SH. MH. to PDF CN. Demo HUKUM PERDATA TENTANG ORANG DAN BENDA Edisi Revisi HUKUM PERDATA TENTANG ORANG DAN BENDA PROF. DR. I KETUT OKA SETIAWAN, SH. MH.

Lebih terperinci

HUKUM KEBENDAAN PERDATA

HUKUM KEBENDAAN PERDATA HUKUM KEBENDAAN PERDATA Hukum Kebendaan Perdata Barat (HPE 20103) I. Posisi Hukum Kebendaan dlm KUHPerdata Pembidangan hukum perdata: 1. KUHPerdata Buku I : Tentang Orang Buku II : Tentang Benda Buku III

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berdasarkan Pasal 1 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berdasarkan Pasal 1 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berdasarkan Pasal 1 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, yang dimaksud dengan perkawinan adalah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan

Lebih terperinci

BAB II PERKAWINAN DAN PUTUSNYA PERKAWINAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

BAB II PERKAWINAN DAN PUTUSNYA PERKAWINAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN BAB II PERKAWINAN DAN PUTUSNYA PERKAWINAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN 2.1 Pengertian Perkawinan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sedangkan menurut Pendapat Umum, yang dimaksud dengan Hukum adalah:

BAB I PENDAHULUAN. Sedangkan menurut Pendapat Umum, yang dimaksud dengan Hukum adalah: BAB I PENDAHULUAN A. HUKUM PERDATA 1. Pengertian Hukum Perdata Para ahli banyak memberikan pengertian-pengertian maupun penggunaan istilah Hukum Perdata. Adapun pengertian-pengertian tersebut tergantung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1974, TLN No.3019, Pasal.1.

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1974, TLN No.3019, Pasal.1. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERKAWINAN DI INDONESIA. Perkawinan di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Perkawinan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERKAWINAN DI INDONESIA. Perkawinan di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Perkawinan BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERKAWINAN DI INDONESIA A. Pengertian Perkawinan Perkawinan di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Perkawinan nomor 1 Tahun 1974. Pengertian perkawinan menurut Pasal

Lebih terperinci

istilah perjanjian dalam hukum perjanjian merupakan kesepadanan Overeenkomst dari bahasa belanda atau Agreement dari bahasa inggris.

istilah perjanjian dalam hukum perjanjian merupakan kesepadanan Overeenkomst dari bahasa belanda atau Agreement dari bahasa inggris. BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN A.Pengertian perjanjian pada umumnya a.1 Pengertian pada umumnya istilah perjanjian dalam hukum perjanjian merupakan kesepadanan dari istilah Overeenkomst

Lebih terperinci

BAB III HAK WARIS ANAK SUMBANG. A. Kedudukan Anak Menurut KUH Perdata. Perdata, penulis akan membagi status anak ke dalam beberapa golongan

BAB III HAK WARIS ANAK SUMBANG. A. Kedudukan Anak Menurut KUH Perdata. Perdata, penulis akan membagi status anak ke dalam beberapa golongan 46 BAB III HAK WARIS ANAK SUMBANG A. Kedudukan Anak Menurut KUH Perdata Sebelum penulis membahas waris anak sumbang dalam KUH Perdata, penulis akan membagi status anak ke dalam beberapa golongan yang mana

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHAESA. Presiden Republik Indonesia

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHAESA. Presiden Republik Indonesia UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHAESA Presiden Republik Indonesia Menimbang : bahwa sesuai dengan falsafah Pancasila serta cita-cita untuk

Lebih terperinci

Lex Privatum Vol. V/No. 5/Jul/2017

Lex Privatum Vol. V/No. 5/Jul/2017 EKSISTENSI SURAT KUASA TERHADAP PERALIHAN HAK ATAS TANAH DITINJAU DARI KUHPERDATA 1 Oleh : Steviyanti Veronica Mongdong 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana proses

Lebih terperinci

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 1 tahun 1974 Tentang perkawinan BAB I DASAR PERKAWINAN. Pasal 1. Pasal 2

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 1 tahun 1974 Tentang perkawinan BAB I DASAR PERKAWINAN. Pasal 1. Pasal 2 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 1 tahun 1974 Tentang perkawinan BAB I DASAR PERKAWINAN Pasal 1 Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri

Lebih terperinci

BAB II PENGERTIAN PERJANJIAN PADA UMUMNYA. Manusia dalam hidupnya selalu mempunyai kebutuhan-kebutuhan atau

BAB II PENGERTIAN PERJANJIAN PADA UMUMNYA. Manusia dalam hidupnya selalu mempunyai kebutuhan-kebutuhan atau BAB II PENGERTIAN PERJANJIAN PADA UMUMNYA Manusia dalam hidupnya selalu mempunyai kebutuhan-kebutuhan atau kepentingan-kepentingan untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Manusia di dalam memenuhi

Lebih terperinci

TINJAUAN HUKUM SURAT WASIAT MENURUT HUKUM PERDATA M. WIJAYA. S / D

TINJAUAN HUKUM SURAT WASIAT MENURUT HUKUM PERDATA M. WIJAYA. S / D TINJAUAN HUKUM SURAT WASIAT MENURUT HUKUM PERDATA M. WIJAYA. S / D 101 08 063 ABSTRAK Membuat wasiat (testament) adalah perbuatan hukum, seseorang menentukan tentang apa yang terjadi dengan harta kekayaannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. haknya atas tanah yang bersangkutan kepada pihak lain (pembeli). Pihak

BAB I PENDAHULUAN. haknya atas tanah yang bersangkutan kepada pihak lain (pembeli). Pihak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jual beli tanah merupakan suatu perjanjian dalam mana pihak yang mempunyai tanah (penjual) berjanji dan mengikatkan diri untuk menyerahkan haknya atas tanah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan yang ada di negara kita menganut asas monogami. Seorang pria

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan yang ada di negara kita menganut asas monogami. Seorang pria 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang merupakan ketentuan yang mengatur pelaksanaan perkawinan yang ada di Indonesia telah memberikan landasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu kejadian penting dalam suatu masyarakat tertentu, ketika seorang anggota dari

BAB I PENDAHULUAN. suatu kejadian penting dalam suatu masyarakat tertentu, ketika seorang anggota dari BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Warisan dapat diartikan menyalurkan pikiran dan perhatian orang ke arah suatu kejadian penting dalam suatu masyarakat tertentu, ketika seorang anggota dari masyarakat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN. dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis dan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN. dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis dan BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN A. Pengertian Perjanjian Di dalam Buku III KUH Perdata mengenai hukum perjanjian terdapat dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA. tentang Pembuktian dan Kadaluwarsa/Bewijs en Verjaring.

BAB II PERJANJIAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA. tentang Pembuktian dan Kadaluwarsa/Bewijs en Verjaring. 28 BAB II PERJANJIAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA A. Pengertian Perjanjian Hukum perjanjian diatur dalam Buku III KUH Perdata sebagai bagian dari KUH Perdata yang terdiri dari IV buku. Buku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lain sebagai tempat tinggal, tempat untuk melakukan berbagai aktifitas

BAB I PENDAHULUAN. lain sebagai tempat tinggal, tempat untuk melakukan berbagai aktifitas 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanah memiliki peranan yang sangat penting bagi manusia, antara lain sebagai tempat tinggal, tempat untuk melakukan berbagai aktifitas kehidupan manusia dan tempat

Lebih terperinci

Lex Crimen Vol. VI/No. 10/Des/201. HAK-HAK KEBENDAAN YANG BERSIFAT JAMINAN DITINJAU DARI ASPEK HUKUM PERDATA 1 Oleh: Andhika Mopeng 2

Lex Crimen Vol. VI/No. 10/Des/201. HAK-HAK KEBENDAAN YANG BERSIFAT JAMINAN DITINJAU DARI ASPEK HUKUM PERDATA 1 Oleh: Andhika Mopeng 2 HAK-HAK KEBENDAAN YANG BERSIFAT JAMINAN DITINJAU DARI ASPEK HUKUM PERDATA 1 Oleh: Andhika Mopeng 2 ABSTRAK Tujuan dilakukan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana hak-hak kebendaan ditinjau dari

Lebih terperinci

Lex Crimen Vol. VI/No. 5/Jul/2017

Lex Crimen Vol. VI/No. 5/Jul/2017 IMPLEMENTASI HUKUM BENDA/KEBENDAAN TERHADAP ANAK MENURUT HUKUM PERDATA 1 Oleh : Mohamad Govinda Khan 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana hak kebendaan terhadap anak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam fase kehidupan manusia terdapat tiga peristiwa penting yaitu, kelahiran,

BAB I PENDAHULUAN. Dalam fase kehidupan manusia terdapat tiga peristiwa penting yaitu, kelahiran, BAB I PENDAHULUAN Dalam fase kehidupan manusia terdapat tiga peristiwa penting yaitu, kelahiran, perkawinan, dan kematian. Dengan adanya kelahiran maka berakibat pada timbulnya hak dan kewajban baik dari

Lebih terperinci

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Pembukaan Bab I Dasar perkawinan Bab II Syarat-syarat perkawinan Bab III Pencegahan perkawinan Bab IV Batalnya perkawinan Bab V Perjanjian

Lebih terperinci

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X Prosiding Ilmu Hukum ISSN: 2460-643X Analisis Putusan Mahkamah Agung Nomor 3277 K/ Pdt/ 2000 Mengenai Tidak Dipenuhinya Janji Kawin Dihubungkan dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

Lebih terperinci

HUKUM PERDATA ASPEK HUKUM DALAM EKONOMI, ANISAH SE.,MM.

HUKUM PERDATA ASPEK HUKUM DALAM EKONOMI, ANISAH SE.,MM. HUKUM PERDATA ASPEK HUKUM DALAM EKONOMI, ANISAH SE.,MM. 1 HUKUM PERDATA Hukum Perdata adalah ketentuan yang mengatur hak-hak dan kepentingan antara individu-individu dalam masyarakat. Dalam tradisi hukum

Lebih terperinci

PENERAPAN LEGITIME FORTIE (BAGIAN MUTLAK) DALAM PEMBAGIAN WARISAN MENURUT KUH PERDATA. SULIH RUDITO / D

PENERAPAN LEGITIME FORTIE (BAGIAN MUTLAK) DALAM PEMBAGIAN WARISAN MENURUT KUH PERDATA. SULIH RUDITO / D PENERAPAN LEGITIME FORTIE (BAGIAN MUTLAK) DALAM PEMBAGIAN WARISAN MENURUT KUH PERDATA. SULIH RUDITO / D 101 09 645 ABSTRAK Hukum waris dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata termasuk dalam bidang hukum

Lebih terperinci

Undang-undang Republik Indonesia. Nomor 1 Tahun Tentang. Perkawinan

Undang-undang Republik Indonesia. Nomor 1 Tahun Tentang. Perkawinan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan DENGAN RAKHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : bahwa sesuai dengan falsafah Pancasila serta cita-cita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tangga dan keluarga sejahtera bahagia di mana kedua suami istri memikul

BAB I PENDAHULUAN. tangga dan keluarga sejahtera bahagia di mana kedua suami istri memikul BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan suatu ikatan yang sah untuk membina rumah tangga dan keluarga sejahtera bahagia di mana kedua suami istri memikul amanah dan tanggung jawab.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sejarah perkembangan kehidupan, manusia pada zaman apapun

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sejarah perkembangan kehidupan, manusia pada zaman apapun BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Dalam sejarah perkembangan kehidupan, manusia pada zaman apapun selalu hidup bersama serta berkelompok. Sejak dahulu kala pada diri manusia terdapat hasrat untuk berkumpul

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (hidup berkelompok) yang biasa kita kenal dengan istilah zoon politicon. 1

BAB I PENDAHULUAN. (hidup berkelompok) yang biasa kita kenal dengan istilah zoon politicon. 1 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seperti yang kita ketahui, manusia merupakan mahluk sosial. Hal ini memiliki arti bahwa manusia dalam menjalani kehidupannya, tentu akan membutuhkan bantuan dari manusia

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN YURIDIS TERHADAP HIPOTIK DAN HAK TANGGUNGAN. Hipotik berasal dari kata hypotheek dari Hukum Romawi yaitu hypotheca yaitu suatu jaminan

BAB II TINJAUAN YURIDIS TERHADAP HIPOTIK DAN HAK TANGGUNGAN. Hipotik berasal dari kata hypotheek dari Hukum Romawi yaitu hypotheca yaitu suatu jaminan BAB II TINJAUAN YURIDIS TERHADAP HIPOTIK DAN HAK TANGGUNGAN A. Tinjauan Terhadap Hipotik 1. Jaminan Hipotik pada Umumnya Hipotik berasal dari kata hypotheek dari Hukum Romawi yaitu hypotheca yaitu suatu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk sosial. Artinya setiap manusia tidak dapat hidup sendiri tanpa membutuhkan bantuan orang lain, bahkan sejak manusia lahir, hidup dan

Lebih terperinci

BAB5 PERKAWINAN MENURUT UNDANG-UNDANG PERKAWINAN NOMOR 1 TAHUN 1974.

BAB5 PERKAWINAN MENURUT UNDANG-UNDANG PERKAWINAN NOMOR 1 TAHUN 1974. BAB5 PERKAWINAN MENURUT UNDANG-UNDANG PERKAWINAN NOMOR 1 TAHUN 1974. A. Pendahuluan Perkawinan merupakan sebuah institusi yang keberadaannya diatur dan dilindungi oleh hukum baik agama maupun negara. Ha

Lebih terperinci

BAB II KARAKTERISTIK PINJAM PAKAI PADA PERJANJIAN JUAL BELI TENAGA LISTRIK

BAB II KARAKTERISTIK PINJAM PAKAI PADA PERJANJIAN JUAL BELI TENAGA LISTRIK BAB II KARAKTERISTIK PINJAM PAKAI PADA PERJANJIAN JUAL BELI TENAGA LISTRIK 1. Karakteristik Klausul Pinjam Pakai dalam Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik Perjanjian pinjam pakai merupakan salah satu perjanjian

Lebih terperinci

KLASIFIKASI PERJANJIAN KELOMPOK I DWI AYU RACHMAWATI (01) ( )

KLASIFIKASI PERJANJIAN KELOMPOK I DWI AYU RACHMAWATI (01) ( ) PENGERTIAN PERJANJIAN KLASIFIKASI PERJANJIAN KELOMPOK I DWI AYU RACHMAWATI (01) (166010200111038) FANNY LANDRIANI ROSSA (02) (166010200111039) ARLITA SHINTA LARASATI (12) (166010200111050) ARUM DEWI AZIZAH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan sarana dan prasarana lainnya. akan lahan/tanah juga menjadi semakin tinggi. Untuk mendapatkan tanah

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan sarana dan prasarana lainnya. akan lahan/tanah juga menjadi semakin tinggi. Untuk mendapatkan tanah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah merupakan sumber daya alam yang sangat diperlukan manusia untuk mencukupi kebutuhan, baik langsung untuk kehidupan seperti bercocok tanam atau tempat tinggal,

Lebih terperinci

ASPEK HUKUM PERSONAL GUARANTY. Atik Indriyani*) Abstrak

ASPEK HUKUM PERSONAL GUARANTY. Atik Indriyani*) Abstrak ASPEK HUKUM PERSONAL GUARANTY Atik Indriyani*) Abstrak Personal Guaranty (Jaminan Perorangan) diatur dalam buku III, bab XVII mulai pasal 1820 sampai dengan pasal 1850 KUHPerdata tentang penanggungan utang.

Lebih terperinci

Lex Crimen Vol. V/No. 5/Jul/2016

Lex Crimen Vol. V/No. 5/Jul/2016 KAJIAN YURIDIS TENTANG PERKAWINAN YANG BELUM MEMENUHI SYARAT PERKAWINAN MENURUT UNDANG-UNDANG NO. 1 TAHUN 1974 1 Oleh: Billy Bidara 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui

Lebih terperinci

SILABUS. I. Mata Kuliah : SILABUS HUKUM PERDATA Kode : SYA 004. Program Studi : HKI, PM, HES dan HTN

SILABUS. I. Mata Kuliah : SILABUS HUKUM PERDATA Kode : SYA 004. Program Studi : HKI, PM, HES dan HTN SILABUS I. Mata Kuliah : SILABUS HUKUM PERDATA Kode : SYA 004 Fakultas : Syari ah Program Studi : HKI, PM, HES dan HTN Program : S.1. Bobot SKS : 2 sks Sifat : Wajib II. Deskripsi Mata Kuliah Mata Kuliah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Manusia dalam kehidupannya sehari-hari memiliki kebutuhankebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Manusia dalam kehidupannya sehari-hari memiliki kebutuhankebutuhan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Manusia dalam kehidupannya sehari-hari memiliki kebutuhankebutuhan yang harus dipenuhi, seperti kebutuhan akan sandang, pangan, dan papan.dalam usaha untuk memenuhi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERKAWINAN, PERJANJIAN PERKAWINAN DAN PEGAWAI PENCATAT PERKAWINAN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERKAWINAN, PERJANJIAN PERKAWINAN DAN PEGAWAI PENCATAT PERKAWINAN BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERKAWINAN, PERJANJIAN PERKAWINAN DAN PEGAWAI PENCATAT PERKAWINAN 2.1 Perkawinan 2.1.1 Pengertian perkawinan. Perkawinan merupakan suatu peristiwa sakral dalam kehidupan manusia.

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN DALAM PERKAWINAN

BAB II PERJANJIAN DALAM PERKAWINAN 23 BAB II PERJANJIAN DALAM PERKAWINAN A. Perjanjian Dalam Perkawinan 1. Pengertian Perjanjian Perkawinan Perjanjian perkawinan yaitu, persetujuan yang dibuat oleh kedua calon mempelai pada waktu atau sebelum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yaitu saat di lahirkan dan meninggal dunia, dimana peristiwa tersebut akan

BAB I PENDAHULUAN. yaitu saat di lahirkan dan meninggal dunia, dimana peristiwa tersebut akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia dalam perjalanan hidupnya mengalami beberapa peristiwa yaitu saat di lahirkan dan meninggal dunia, dimana peristiwa tersebut akan mempunyai akibat hukum.

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS ANAK DILUAR NIKAH DALAM MENDAPATKAN WARISAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

TINJAUAN YURIDIS ANAK DILUAR NIKAH DALAM MENDAPATKAN WARISAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN 1 2 TINJAUAN YURIDIS ANAK DILUAR NIKAH DALAM MENDAPATKAN WARISAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN (Studi Penelitian di Pengadilan Agama Kota Gorontalo) Nurul Afry Djakaria

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA. Dari ketentuan pasal di atas, pembentuk Undang-undang tidak menggunakan

BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA. Dari ketentuan pasal di atas, pembentuk Undang-undang tidak menggunakan BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA A. Pengertian Perjanjian Dalam Pasal 1313 KUH Perdata bahwa perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain

Lebih terperinci

TINJAUAN HUKUM PENYELESAIAN PERKARA PEMBATALAN AKTA HIBAH. (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta)

TINJAUAN HUKUM PENYELESAIAN PERKARA PEMBATALAN AKTA HIBAH. (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta) TINJAUAN HUKUM PENYELESAIAN PERKARA PEMBATALAN AKTA HIBAH (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta) SKRIPSI Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat Guna Mencapai Derajat

Lebih terperinci

BAB II KEDUDUKAN PARA PIHAK DALAM PENGALIHAN HAK ATAS BANGUNAN

BAB II KEDUDUKAN PARA PIHAK DALAM PENGALIHAN HAK ATAS BANGUNAN BAB II KEDUDUKAN PARA PIHAK DALAM PENGALIHAN HAK ATAS BANGUNAN A. Pengalihan Hak Atas Bangunan Pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan adalah: Penjualan, tukarmenukar, perjanjian pemindahan hak, pelepasan

Lebih terperinci

PERKAWINAN CAMPURAN DAN AKIBAT HUKUMNYA. Oleh : Sasmiar 1 ABSTRACT

PERKAWINAN CAMPURAN DAN AKIBAT HUKUMNYA. Oleh : Sasmiar 1 ABSTRACT PERKAWINAN CAMPURAN DAN AKIBAT HUKUMNYA Oleh : Sasmiar 1 ABSTRACT Mixed marriage according to Nomor.1 Act of 1974 on Marriage is a marriage between Indonesian citizens with a foreign citizen (Article 57).

Lebih terperinci

BAB II KEKUATAN MENGIKAT SURAT KUASA DALAM JUAL BELI DI BIDANG PERTANAHAN

BAB II KEKUATAN MENGIKAT SURAT KUASA DALAM JUAL BELI DI BIDANG PERTANAHAN 1 BAB II KEKUATAN MENGIKAT SURAT KUASA DALAM JUAL BELI DI BIDANG PERTANAHAN 2.1. TINJAUAN UMUM SURAT KUASA 2.1.1. Pengertian Perjanjian Prof. Dr. Wiryono Prodjodikoro SH menyatakan bahwa perjanjian adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyerahan tanah hak kepada pihak lain untuk selama-lamanya (hak atas tanah

BAB I PENDAHULUAN. penyerahan tanah hak kepada pihak lain untuk selama-lamanya (hak atas tanah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia diciptakan oleh Allah SWT sebagai makhluk sosial, yaitu makhluk yang hidup dengan saling berdampingan satu dengan yang lainnya, saling membutuhkan dan saling

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN, JAMINAN DAN GADAI. politicon). Manusia dikatakan zoon politicon oleh Aristoteles, sebab

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN, JAMINAN DAN GADAI. politicon). Manusia dikatakan zoon politicon oleh Aristoteles, sebab BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN, JAMINAN DAN GADAI 2.1 Perjanjian 2.1.1 Pengertian Perjanjian Masalah perjanjian itu sebenarnya merupakan adanya ikatan antara dua belah pihak atau antara 2 (dua)

Lebih terperinci

PERSPEKTIF YURIDIS DAN SOSIOLOGIS TENTANG PERKAWINAN ANTAR PEMELUK AGAMA DI KABUPATEN WONOGIRI T A R S I

PERSPEKTIF YURIDIS DAN SOSIOLOGIS TENTANG PERKAWINAN ANTAR PEMELUK AGAMA DI KABUPATEN WONOGIRI T A R S I PERSPEKTIF YURIDIS DAN SOSIOLOGIS TENTANG PERKAWINAN ANTAR PEMELUK AGAMA DI KABUPATEN WONOGIRI TESIS Oleh : T A R S I NIM : R 100030064 Program Studi : Magister Ilmu Hukum Konsentrasi : Hukum Administrasi

Lebih terperinci

BAB IV HUKUM KELUARGA

BAB IV HUKUM KELUARGA BAB IV HUKUM KELUARGA A. PENGERTIAN DAN TUJUAN PERKAWINAN Di Indonesia telah dibentuk Hukum Perkawinan Nasional yang berlaku bagi seluruh rakyat Indonesia, yaitu Undang-undang No. 1 Tahun 1974, dalam Lembaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan lain sebagainya. Hikmahnya ialah supaya manusia itu hidup

BAB I PENDAHULUAN. dan lain sebagainya. Hikmahnya ialah supaya manusia itu hidup BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Allah menjadikan makhluk-nya berpasang-pasangan, menjadikan manusia laki-laki dan perempuan, menjadikan hewan jantan betina begitu pula tumbuhtumbuhan dan lain sebagainya.

Lebih terperinci

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM GARIS-GARIS BESAR POKOK PENGAJARAN (GBPP) HUKUM PERDATA

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM GARIS-GARIS BESAR POKOK PENGAJARAN (GBPP) HUKUM PERDATA Mata Kuliah : Hukum Perdata Dosen : Marnia Rani, S.H., M.H. Deskripsi Singkat : Matakuliah Hukum Perdata merupakan matakuliah mempelajari tentang hubungan antara warga negara yang satu dengan yang lainnya

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN DAN WANPRESTASI SECARA UMUM

BAB II PERJANJIAN DAN WANPRESTASI SECARA UMUM BAB II PERJANJIAN DAN WANPRESTASI SECARA UMUM A. Segi-segi Hukum Perjanjian Mengenai ketentuan-ketentuan yang mengatur perjanjian pada umumnya terdapat dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata pada Buku

Lebih terperinci

BAB III HIBAH DALAM DALAM PASAL 1688 KUH PERDATA. A. Sekilas tentang Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

BAB III HIBAH DALAM DALAM PASAL 1688 KUH PERDATA. A. Sekilas tentang Kitab Undang-Undang Hukum Perdata BAB III HIBAH DALAM DALAM PASAL 1688 KUH PERDATA A. Sekilas tentang Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Sesuai dengan judul di atas yaitu sekilas tentang Kitab Undang- Undang Hukum Perdata (KUH Perdata),

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap makhluk hidup pasti akan mengalami kematian, demikian juga

BAB I PENDAHULUAN. Setiap makhluk hidup pasti akan mengalami kematian, demikian juga BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Setiap makhluk hidup pasti akan mengalami kematian, demikian juga manusia akan meninggalkan dunia ini tanpa membawa suatu apapun juga. Dia lahir ke dunia dengan

Lebih terperinci

Lex et Societatis, Vol. III/No. 9/Okt/2015

Lex et Societatis, Vol. III/No. 9/Okt/2015 AHLI WARIS PENGGANTI MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA 1 Oleh : Patricia Diana Pangow 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana kedudukan seseorang sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Manusia merupakan makhluk sosial yang tidak dapat hidup terpisah dari kelompok manusia lainnya. Dalam menjalankan kehidupannya setiap manusia membutuhkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM. rakyat bukan dalam pengertian di jalankan oleh rakyat. 1

BAB II TINJAUAN UMUM. rakyat bukan dalam pengertian di jalankan oleh rakyat. 1 BAB II TINJAUAN UMUM A. Pengertian Pengalihan Hak Dalam ketentuan pasal 19 UUPA itu jelas bahwa tujuan pendaftaran tanah di indonesia adalah untuk kepentingan pemerintah dalam rangka memberikan jaminan

Lebih terperinci

TINJAUAN HUKUM TERHADAP HAK DAN KEWAJIBAN ANAK DAN ORANG TUA DILIHAT DARI UNDANG UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 DAN HUKUM ISLAM

TINJAUAN HUKUM TERHADAP HAK DAN KEWAJIBAN ANAK DAN ORANG TUA DILIHAT DARI UNDANG UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 DAN HUKUM ISLAM TINJAUAN HUKUM TERHADAP HAK DAN KEWAJIBAN ANAK DAN ORANG TUA DILIHAT DARI UNDANG UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 DAN HUKUM ISLAM Oleh : Abdul Hariss ABSTRAK Keturunan atau Seorang anak yang masih di bawah umur

Lebih terperinci

RENCANA PROGRAM KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER DAN BAHAN AJAR HUKUM PERDATA. Oleh: SULARTO

RENCANA PROGRAM KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER DAN BAHAN AJAR HUKUM PERDATA. Oleh: SULARTO RENCANA PROGRAM KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER DAN BAHAN AJAR HUKUM PERDATA Oleh: SULARTO FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS GADJAH MADA JOGJAKARTA 2003 PRAKATA Segala puji dan syukur saya panjatkan kehadlirat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT. Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling,

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT. Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling, BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT A. Pengertian Hukum Jaminan Kredit Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling, zekerheidsrechten atau security of law. Dalam Keputusan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TENTENG LEVERING SEBAGAI CARA UNTUK MEMPEROLEH HAK MILIK DALAM JUAL BELI MENURUT HUKUM PERDATA

BAB II TINJAUAN TENTENG LEVERING SEBAGAI CARA UNTUK MEMPEROLEH HAK MILIK DALAM JUAL BELI MENURUT HUKUM PERDATA BAB II TINJAUAN TENTENG LEVERING SEBAGAI CARA UNTUK MEMPEROLEH HAK MILIK DALAM JUAL BELI MENURUT HUKUM PERDATA Dalam memenuhi kebutuhan hidupnya manusia memerlukan usaha-usaha yang dapat menghasilkan barang-barang

Lebih terperinci

2002), hlm Ibid. hlm Komariah, Hukum Perdata (Malang; UPT Penerbitan Universitas Muhammadiyah Malang,

2002), hlm Ibid. hlm Komariah, Hukum Perdata (Malang; UPT Penerbitan Universitas Muhammadiyah Malang, Pendahuluan Perkawinan merupakan institusi yang sangat penting dalam masyarakat. Di dalam agama islam sendiri perkawinan merupakan sunnah Nabi Muhammad Saw, dimana bagi setiap umatnya dituntut untuk mengikutinya.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perjanjian A.1 Pengertian perjanjian Perjanjian merupakan salah satu sumber perikatan, hal ini berdasarkan bahwa perikatan dapat lahir karena perjanjian dan undang undang. Sebagaimana

Lebih terperinci

ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK DALAM PERJANJIAN BAKU 1 Oleh: Dyas Dwi Pratama Potabuga 2

ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK DALAM PERJANJIAN BAKU 1 Oleh: Dyas Dwi Pratama Potabuga 2 ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK DALAM PERJANJIAN BAKU 1 Oleh: Dyas Dwi Pratama Potabuga 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian adalah untuk mengetahui bagaimana ketentuan hukum mengenai pembuatan suatu kontrak

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG BALAI HARTA PENINGGALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG BALAI HARTA PENINGGALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG BALAI HARTA PENINGGALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Balai Harta Peninggalan merupakan

Lebih terperinci

HUKUM KELUARGA ANAK RAHMAD HENDRA FAKULTAS HUKUM UNRI

HUKUM KELUARGA ANAK RAHMAD HENDRA FAKULTAS HUKUM UNRI HUKUM KELUARGA ANAK RAHMAD HENDRA FAKULTAS HUKUM UNRI A N A K Dalam Hukum Keluarga, ada beberapa macam penyebutan anak, yaitu : Anak Sah Anak Luar Kawin Anak Angkat (BW : Anak Adopsi) FH UNRI 2 ANAK SAH

Lebih terperinci

URGENSI PERJANJIAN DALAM HUBUNGAN KEPERDATAAN. Rosdalina Bukido 1. Abstrak

URGENSI PERJANJIAN DALAM HUBUNGAN KEPERDATAAN. Rosdalina Bukido 1. Abstrak URGENSI PERJANJIAN DALAM HUBUNGAN KEPERDATAAN Rosdalina Bukido 1 Abstrak Perjanjian memiliki peran yang sangat penting dalam hubungan keperdataan. Sebab dengan adanya perjanjian tersebut akan menjadi jaminan

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

BAB III TINJAUAN PUSTAKA 28 BAB III TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Hukum Tanah Dalam ruang lingkup agraria, tanah merupakan bagian dari bumi, yang disebut permukaan bumi.tanah yang dimaksud di sini bukan mengatur tanah dalam segala

Lebih terperinci

BAB II KEDUDUKAN CORPORATE GUARANTOR YANG TELAH MELEPASKAN HAK ISTIMEWA. A. Aspek Hukum Jaminan Perorangan Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

BAB II KEDUDUKAN CORPORATE GUARANTOR YANG TELAH MELEPASKAN HAK ISTIMEWA. A. Aspek Hukum Jaminan Perorangan Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata 29 BAB II KEDUDUKAN CORPORATE GUARANTOR YANG TELAH MELEPASKAN HAK ISTIMEWA A. Aspek Hukum Jaminan Perorangan Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Istilah jaminan merupakan terjemahan dari bahasa Belanda,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perjanjian-perjanjian yang bertujuan untuk memperoleh sesuatu barang. Dalam pandangan

BAB I PENDAHULUAN. perjanjian-perjanjian yang bertujuan untuk memperoleh sesuatu barang. Dalam pandangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam memenuhi kebutuhan hidupnya manusia senantiasa mengadakan hubunganhubungan hukum seperti mengadakan transaksi-transaksi ataupun perjanjian-perjanjian yang bertujuan

Lebih terperinci

HAK MILIK ATAS RUMAH SEBAGAI JAMINAN FIDUSIA

HAK MILIK ATAS RUMAH SEBAGAI JAMINAN FIDUSIA HAK MILIK ATAS RUMAH SEBAGAI JAMINAN FIDUSIA Oleh : Dr. Urip Santoso, S.H, MH. 1 Abstrak Rumah bagi pemiliknya di samping berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian, juga berfungsi sebagai aset bagi

Lebih terperinci

Judul buku: Kebatalan dan pembatalan akta notaris. Pengarang: Dr. Habib Adjie, S.H., M.Hum. Editor: Aep Gunarsa

Judul buku: Kebatalan dan pembatalan akta notaris. Pengarang: Dr. Habib Adjie, S.H., M.Hum. Editor: Aep Gunarsa Judul buku: Kebatalan dan pembatalan akta notaris Pengarang: Dr. Habib Adjie, S.H., M.Hum. Editor: Aep Gunarsa Penerbit dan pencetak: PT Refika Aditama (Cetakan kesatu, Juni 2011. Cetakan kedua, April

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Indische Staatsregeling) dan Pasal 131 IS.

BAB I PENDAHULUAN. (Indische Staatsregeling) dan Pasal 131 IS. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sistem Hukum Perdata di Indonesia bersifat pluralisme (beraneka ragam). Keanekaragamannya ini sudah berlangsung sejak jaman penjajahan Belanda. Hal ini disebabkan

Lebih terperinci