Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Keselamatan dan Kesehatan Kerja"

Transkripsi

1 Hal ini disebabkan beberapa hal, yaitu: BAB 5 Keselamatan dan Kesehatan Kerja 1. Ruang Lingkup Kecelakaan Kerja Kecelakaan adalah kejadian yang tak terduga dan tidak diharapkan menimpa manusia. Sedangkan kecelakaan kerja adalah kecelakaan yang terjadi dan berhubungan dengan hubungan kerja pada perusahaan, yang berarti bahwa kecelakaan terjadi dikarenakan oleh suatu pekerjaan atau pada waktu melaksanakan pekerjaan, termasuk penyakit akibat kerja. Ruang lingkup kecelakaan kerja: a. Selama bekerja di tempat kerja, b. Perjalanan dari rumah menuju tempat kerja dan kembali lagi ke rumah melalui jalan yang wajar; c. Semua kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan pekerjaan atau tugas dari kantor. Dalam pelaksanaan pekerjaan bangunan, pekerja/tukang/ buruh sering mengalami kecelakaan seperti terjatuh, tertimpa, terpeleset, terpotong, tertusuk oleh material bangunan, dan sebagainya. a. Kurangnya pelatihan dan pengetahuan pekerja/tukang/ buruh tentang bangunan, sehingga dalam melaksanakan pekerjaannya sering mengalami kendala, b. Sistem penerimaan pekerja/tukang/buruh, kurang baik, lebih mengutamakan jumlah daripada kualitas pekerja/ tukang/buruh; c. Perlakuan pengelola proyek terhadap pekerja/tukang/ buruh, yang sewenang-wenang; d. Status pekerja/tukang/buruh dalam organisasi proyek; e. Durasi/jam kerja yang terlampau lama; f. Minimnya pengadaan alat keselamatan dan kesehatan kerja bangunan; g. Peralatan penunjang kerja yang kurang baik/terpelihara. Bagi pekerja ahli yang melakukan aktifitas di dalam ruangan seperti perencana, estimator, dan sebagainya; kecelakaan dan keselamatan kerja tidak merupakan sesuatu yang memperoleh perhatian serius. Hal ini disebabkan karena para pekerja ahli tidak berhubungan/berhadapan dengan situasi yang riil, yaitu bahan-bahan bangunan ( batuan, besi, kayu, mesin-mesin dan sebagainya). Meskipun demikian, pekerja ahli perlu dibekali pengetahuan hal keselamatan dan kesehatan kerja, dengan tujuan agar ikut memikirkan dan menjaga agar pelaksanaan pekerjaan di lapangan menjadi lancar. 2. Perlindungan Bagi Keselamatan Tenaga Kerja Ketentuan Pasal 86 UU.13/2003, mengamanatkan bahwa setiap pekerja/buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas: [85] [86]

2 a. keselamatan dan kesehatan kerja; b. moral dan kesusilaan; dan c. perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai agama. Perusahaan jasa konstruksi bangunan gedung berupaya menyelesaikan kontrak kerjanya berdasarkan bestek yang telah disepakati, dengan melibatkan selain modal, peralatan-mesin juga tenaga kerja bangunan. Pekerja/tukang/buruh yang sedang melakukan kegiatan pembangunan tidak terlepas dari berbagai rintangan (risiko) seperti tidak dibayarnya upah, penundaan pembayaran, dan kecelakaan kerja. Banyak pekerja/tukang/ buruh yang mengalami kecelakaan yang diakibatkan kelalaian kerja, dan beberapa di antaranya diakibatkan kurangnya pengetahuan serta tidak dilengkapinya alat pelindung diri dalam bekerja. Perkembangan yang pesat dalam proyek konstruksi menyebabkan aspek keselamatan dan kesehatan kerja menjadi penting. Hal ini disebabkan semakin kompleksnya pekerjaan sehingga semakin tinggi resiko kecelakaan kerja. 41 Data kecelakaan menunjukkan bahwa untuk tahun 2010 terdapat 1525 korban kecelakaan kerja pada sektor jasa konstruksi di Indonesia. 42 Pemerintah sebagai penyelenggara negara telah menetapkan kebijakan agar kontraktor sebagai 41 Beberapa contoh kejadian kecelakaan kerja yang dialami pekerja bangunan antara lain: seorang pekerja bangunan tewas terjatuh saat bekerja membangun Kantor Pemerintah Kabupaten Simalungun Provinsi Sumatera Utara ( Sinar Indonesia Baru, 2008 ), seorang buruh bangunan di Jawa Barat tewas terjatuh dari dari lantai 8 Hotel JW Marriot Medan, diduga di lokasi tersebut tidak tersedia sistem keamanan dan keselamatan kerja yang baik. Kecelakaan lainnya adalah dua orang pekerja bangunan tewas karena tersengat arus listrik, diduga kecelakaan tersebut akibat kelalaian keduanya saat bekerja, karena tidak memakai alat penunjang kerja yang baik saat memasang canopy di lantai dua yang dilintasi oleh kabel listrik bertegangan tinggi (Suara Merdeka, 2011). 42 PT.Jamsostek, pelaksana konstruksi melaksanakan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3). 43 Masih tingginya angka kecelakaan kerja yang menimpa pekerja bangunan serta adanya tuntutan global dalam perlindungan tenaga kerja, diperlukan upaya-upaya ke depan untuk mewujudkan tercapainya zero accident. Pengguna jasa dalam hal ini adalah para kepala satuan kerja/pemimpin pelaksana/pemilik bangunan, selaku penanggung jawab langsung pelaksanaan pekerjaan konstruksi di lapangan, menempati posisi kunci dalam penerapan sistem manajemen kesehatan dan kecelakaan kerja (K3) pada setiap kegiatan konstruksi. Departemen Pekerjaan Umum sebagai salah satu unsur pemerintah yang mempunyai tugas dan tanggung jawab dalam pembinaan bidang konstruksi, telah melakukan berbagai upaya di dalam mengimplementasikan kebijakan pemerintah, baik dalam bentuk kebijakan-kebijakan maupun kegiatan-kegiatan pembinaan lainnya. Upaya tersebut antara lain melalui penerbitan petunjuk teknis seperti Surat Edaran Menteri Pekerjaan Umum Nomor 08/SE/M/2006 perihal Pengadaan Jasa Konstruksi untuk Instansi Pemerintah Tahun Anggaran 2006 dan penyelenggaraan Sosialisasi Sistem Manajemen K3 Konstruksi. Selain itu, beberapa kebijakan umum pemerintah yang dituangkan di dalam peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan keselamatan dan kesehatan. Menurut Soemaryanto dalam Angkat, ditinjau dari aspek yuridis, K3 adalah upaya perlindungan bagi keselamatan tenaga kerja dalam melakukan pekerjaan di tempat kerja dan 43 K3 adalah ilmu pengetahuan dan penerapan untuk mencegah kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja. Penerapan K3 dijabarkan ke dalam sistem manajemen yang disebut SMK3. [87] [88]

3 melindungi keselamatan setiap orang yang memasuki tempat kerja, serta agar sumber produksi dapat dipergunakan secara aman dan efisien. 44 Menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor: PER.05/ MEN/1996, SMK3 adalah bagian dari sistem manajemen secara keseluruhan yang meliputi struktur organisasi, perencanaan, tanggung jawab, pelaksanaan, prosedur, proses dan sumberdaya yang dibutuhkan bagi pengembangan, penerapan, pencapaian, pengkajian dan pemeliharaan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja dalam rangka pengendalian resiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja guna terciptanya tempat kerja yang aman, efisien dan produktif. Sistem manajemen wajib diterapkan pada kontraktor dengan tenaga kerja sebanyak seratus orang atau lebih dan/atau mengandung potensi bahaya. UU. 13/2003 telah menjelaskan tentang pelaksanaan SMK3 yang berupa paksaan diatur dalam pasal 87 ayat (1) yang berbunyi setiap perusahaan wajib menerapkan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja yang terintegrasi dengan sistem manajemen perusahaan. Tahapan SMK3 menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor: PER.05/MEN/1996 tentang Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (1996:7) adalah sebagai berikut: a. Tahapan komitmen dan kebijakan K3. b. Tahapan perencanaan; c. Tahapan penerapan; d. Tahapan pengukuran dan evaluasi; e. Tahapan tinjauan ulang dan peningkatan oleh pihak manajemen. Implementasi SMK3 dalam organisasi bertujuan untuk meningkatkan kinerja K3 dengan melaksanakan upaya K3 secara efisien dan efektif sehingga risiko kecelakaan dan penyakit kerja dapat dicegah atau dikurangi. 45 Ramli, 46 menyatakan bahwa penilaian tingkat implementasi program K3 diperoleh dengan membandingkan setiap pertanyaan dalam kuisioner dengan standar implementasi yang digunakan sebagai acuan oleh pihak manajemen untuk menerapkan program K3. Pencapaian implementasi SMK3 dinayatakan dalam 3 kategori yaitu hijau, merah dan kuning, merujuk pada konsep Traffic Light System Peraturan Menteri Tenaga Kerja tentang Sistem Manajemen Keselamatan Kerja Nomor PER.05/MEN/ Pembagian batasan untuk setiap kategori sebagai berikut: a. Warna hijau Indikator ini menyatakan bahwa implementasi yang dilakukan sudah baik. Kisaran nilai untuk indikator ini adalah 85% - 100%. b. Warna kuning Indikator ini menyatakan bahwa implementasi yang dilakukan belum tercapai, meskipun nilainya sudah mendekati target. Kisaran nilai indikator kinerja untuk indikator ini adalah 60 % - 84 %. c. Warna merah Indikator ini menyatakan bahwa implementasi yang dilakukan berada di bawah target sehingga harus dilakukan perbaikan secepatnya. Kisaran nilai untuk indikator ini adalah 0 % - 59 %. Penilaian terhadap pelaksanaan SMK3 didasarkan pada skala yang diperlihatkan dalam Tabel Angkat, Analisa Upaya Pencegahan Kecelakaan Kerja pada Pekerja Bangunan Perusahaan X, Jurnal Teknik Sipil, volume.1 Nomor 4, September Ramli, Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja, Jakarta: Dian Rakyat, hal Ibid.,hal.60. [89] [90]

4 Tabel 5.1 Kategori Keparahan Kecelakaan KATEGORI PARAMETER KEPARAHAN KETERANGAN HIJAU KUNING MERAH Terjadi kecelakaan ringan ( injuries ) Terjadi kecelakaan sedang ( illnesses ) Terjadi kecelakaan berat ( fatalities ) Hasil evaluasi atas kejadian-kejadian kecelakaan kerja dapat disimpulkan beberapa faktor penyebab terjadinya kecelakaan baik yang telah menimbulkan korban jiwa maupun luka-luka di antaranya adalah terjadinya kegagalan konstruksi, yang antara lain disebabkan tidak dilibatkannya ahli teknik konstruksi (biasanya terjadi pada masyarakat yang melakukan pembangunan secara mandiri); penggunaan metoda pelaksanaan pekerjaan yang tidak tepat; lemahnya pengawasan pelaksanaan konstruksi di lapangan; dan belum sepenuhnya melaksanakan ketentuan-ketentuan yang menyangkut K3; lemahnya pengawasan penyelenggaraan K3; kurang memadainya baik secara kualitas dan kuantitas ketersediaan alat pelindung diri (APD); faktor lingkungan sosial ekonomi dan budaya pekerja dan kurang disiplinnya para pekerja di dalam mematuhi ketentuan mengenai K3, dan sebagainya Pencegahan Kecelakaan Luka ringan/sakit ringan tidak kehilangan hari kerja Luka berat/parah atau sakit dengan perawatan intensif (kehilangan hari kerja) Meninggal atau cacat seumur hidup (tidak mampu bekerja) Penyebab-penyebab terjadinya kecelakaan pada perusahaan konstruksi dapat dibagi dalam faktor manusia dan upayaupaya pencegahan kecelakaan kerja yang telah dilaksanakan oleh pemilik perusahaan melalui kontraktor/pelaksana utama dan konsultan pengawas. Upaya-upaya pencegahan tersebut dilaksanakan melalui pemakaian alat pelindung diri (APD) seperti helm proyek, kaca mata untuk pekerjaan las, sarung tangan rambu-rambu kecelakaan kerja, peralatan pencegahan dan pemadam kebakaran, peralatan pertolongan pertama pada kecelakaan P3K. Peralatan pelindung diri tersebut, wajib digunakan oleh setiap pekerja apabila akan bekerja. Terdapat peraturan proyek yang akan memberikan sanksi kepada para pekerja/tukang/buruh yang tidak mentaatinya, berupa denda. 4. Alat Pelindung Diri Menurut Dipohusodo, alat pelindung diri merupakan cara terakhir yang harus dilakukan untuk mencegah kecelakaan apabila program pengendalian lain tidak mungkin dilaksanakan, artinya untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja hendaknya dianalisis sedemikian rupa sehingga sistem kerja tidak mendatangkan akibat negatif terhadap para pekerja. 48 Peraturan pada beberapa proyek pembangunan gedung, mewajibkan penggunaan alat pelindung diri, berupa helm pelindung kepala, bagi para pekerja/tukang/buruh dan seluruh petugas lapangan, termasuk petugas keamanan proyek dan para tamu. Berdasarkan kuesioner yang dibagikan di 5 proyek pembangunan gedung di kota Semarang, diperoleh hasil bahwa sebanyak 67% responden selalu menggunaan alat pelindung diri dengan kategori sangat lengkap, atas kesadaran bahwa perlindungan diri sangat diperlukan untuk mencegah hal-hal yang mungkin terjadi dalam proses pekerjaan. Namun, dijumpai sebanyak 33% yang menyatakan bahwa mereka tidak memakai alat pelindung diri dalam bekerja, dengan alasan alat 47 Badan Pembinaan Konstruksi dan Sumber Daya Manusia, Dipohusodo, Manajemen Proyek dan Konstruksi, Jakarta: Penerbit Kanisius, 1969, hal.65. [91] [92]

5 pelindung diri membuat gerakan mereka kurang leluasa, panas, sesak nafas, tidak nyaman, berat, dan kurang terbiasa. Selain alat-alat pelindung diri, pemasangan rambu-rambu pencegahan kecelakaan kerja, yang terdiri dari papan peringatan. Pemasangan rambu-rambu kecelakaan sangat dibutuhkan, khususnya bagi para supervisor, konsultan pengawas, pekerja/ tukang/buruh yang telah selesai mengerjakan pekerjaan tertentu dan berpindah ke lokasi pekerjaan yang baru yang belum diketahui kondisinya. 5. Pendekatan Keselamatan Secara umum, aturan yang berkaitan dengan keselamatan kerja di proyek konstruksi ditujukan agar para pekerja/tukang/buruh memiliki kesadaran menjaga diri sendiri dan orang lain yang bekerja bersama-sama, di antaranya dengan melakukan hal-hal yang bisa meminimalkan terjadinya kecelakaan kerja. Di samping upaya-upaya pencegahan terhadap kecelakaan kerja, terdapat upaya lain yang bersifat preventif untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja, yaitu melalui pendekatan keselamatan. 49 a. Perencanaan dimaksudkan agar kecelakaan bisa dihindari dengan meminimalkan penyebab kecelakaan, seperti: pekerjaan yang mempergunakan bahan baku berbahaya penyimpanannya dilakukan secara terpisah, mengisolasi tempat-tempat yang berbahaya; menyediakan area untuk berjalan yang aman di antara lorong, dan tangga; 49 Sahrial, Analisis Upaya Pencegahan Kecelakaan Kerja Pada Pekerjaan Bangunan, Jakarta: Penerbit Harapan, 2012,hal.31. menyediakan area yang luas dan terlindung, untuk penyimpanan mesin-mesin dan peralatan; tempat para pekerja/tukang/buruh, dikondisikan aman; kewajiban bagi pekerja/tukang/buruh untuk menggunakan peralatan keselamatan; terdapat jalan evakuasi apabila terjadi kebakaran; menyediakan area untuk pengembangan; pemilihan operator ahli untuk mengoperasikan peralatan/mesin; memperhitungkan sistem ventilasi udara; memperhitungkan kebisingan suara di area kerja. b. Keteraturan dimaksudkan agar tercipta efektivitas dan meminimalkan penghalang terhadap kelancaran kerja, seperti: menyediakan area untuk membuang benda-benda yang menghalangi kelancaran dan tidak terpakai, menempatkan peralatan sesuai dengan fungsinya; menyediakan peralatan yang diperlukan; memeriksa peralatan kerja secara teratur. c. Pakaian Kerja dimaksudkan agar tercipta kenyamanan kerja, seperti: pakaian pekerja/tukang/buruh harus sesuai dengan ukuran dan tidak menghalangi gerakan, pakaian yang longgar/berdasi, dilarang dipakai saat mendekati mesin yang sedang hidup; pakaian pekerja/tukang/buruh, berlengan pendek; menyediakan pakaian/rompi khusus yang berwarna mencolok dan mudah terlihat. d. Peralatan perlindungan diri dimaksudkan agar terhindar dari kecelakaan kerja, seperti: [93] [94]

6 memakai kacamata pelidung, bagi pekerjaan yang dapat membahayakan mata, memakai sepatu pengaman, yang berfungsi sebagai pelindung dari arus listrik, untuk pekerjaan instalasi listrik dan sepatu pelindung untuk mencampur adonan beton; memakai topi pengaman/helm pelindung kepala; memakai pelindung telinga, bagi pekerja/tukang yang bekerja di lokasi yang mempunyai nilai kebisingan di atas ambang batas; memakai masker pelindung paru, bagi pekerja/tukang yang berada pada lokasi dengan nilai pencemaran udara yang tinggi, atau bahan-bahan kimia. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor PER.13/MEN/X/2011, mengatur tentang Nilai Ambang Batas, di antaranya sebagai berikut: Nilai ambang batas kebisingan, Nilai ambang batas getaran alat kerja yg kontak langsung maupun tidak langsung pada lengan dan tangan tenaga kerja; Nilai ambang batas getaran yang kontak langsung maupun tidak langsung dengan seluruh tubuh; Nilai ambang batas radiasi frekuensi radio dan gelombang mikro; Nilai ambang batas radiasi sinar ultra ungu; Nilai ambang batas medan magnet statis untuk seluruh tubuh; Nilai ambang batas medan magnet statis untuk bagian anggota tubuh kaki dan tangan. Kriteria umum yang dimaksud dalam ketentuan tersebut di atas adalah sebagai berikut: Tempat Kerja adalah tiap ruangan atau lapangan, tertutup atau terbuka, bergerak atau tetap dimana tenaga kerja bekerja, atau yang sering dimasuki tenaga kerja untuk keperluan suatu usaha dan dimana terdapat sumber atau sumber-sumber bahaya. Faktor lingkungan kerja adalah potensi-potensi bahaya yang kemungkinan terjadi di lingkungan kerja akibat adanya suatu proses kerja. Nilai Ambang Batas yang selanjutnya disingkat NAB adalah standar faktor bahaya di tempat kerja sebagai kadar/intensitas rata-rata tertimbang waktu (time weighted average) yang dapat diterima tenaga kerja tanpa mengakibatkan penyakit atau gangguan kesehatan, dalam pekerjaan sehari-hari untuk waktu tidak melebihi 8 jam sehari atau 40 jam seminggu. Kadar Tertinggi Diperkenankan yang selanjutnya disingkat KTD adalah kadar bahan kimia di udara tempat kerja yang tidak boleh dilampaui meskipun dalam waktu sekejap selama tenaga kerja melakukan pekerjaan. Faktor fisika adalah faktor di dalam tempat kerja yang bersifat fisika yang dalam keputusan ini terdiri dari iklim kerja, kebisingan, getaran, gelombang mikro, sinar ultra ungu, dan medan magnet. Faktor kimia adalah faktor di dalam tempat kerja yang bersifat kimia yang dalam keputusan ini meliputi bentuk padatan (partikel), cair, gas, kabut, aerosol dan uap yang berasal dari bahan-bahan kimia. Faktor kimia mencakup wujud yang bersifat partikel adalah debu, awan, kabut, uap logam, dan asap; serta wujud yang tidak bersifat partikel adalah gas dan uap. [95] [96]

7 Iklim kerja adalah hasil perpaduan antara suhu, kelembaban, kecepatan gerakan udara dan panas radiasi dengan tingkat pengeluaran panas dari tubuh tenaga kerja sebagai akibat pekerjaannya, yang dimaksudkan dalam peraturan ini adalah iklim kerja panas. Suhu kering (Dry Bulb Temperature) adalah suhu yang ditunjukkan oleh termometer suhu kering, suhu basah alami (Natural Wet Bulb Thermometer) adalah suhu yang ditunjukkan oleh oleh termometer bola basah alami (Natural Wet Bulb Thermometer); suhu bola (Globe Temperature) adalah suhu yang ditunjukkan oleh termometer bola (Globe Thermometer). Indeks Suhu Basah dan Bola (Wet Bulb Globe Temperature Index) yang selanjutnya disingkat ISBB adalah parameter untuk menilai tingkat iklim kerja yang merupakan hasil perhitungan antara suhu udara kering, suhu basah alami dan suhu bola. Kebisingan adalah semua suara yang tidak dikehendaki yang bersumber dari alat-alat proses produksi dan/atau alat-alat kerja yang pada tingkat tertentu dapat menimbulkan gangguan pendengaran. 50 Getaran adalah gerakan yang teratur dari benda atau media dengan arah bolak-balik dari kedudukan keseimbangannya. 51 Radiasi frekuensi radio dan gelombang mikro (Microwave) adalah radiasi elektromagnetik dengan frekuensi 30 Kilo Hertz sampai 300 Giga Herzt. 50 NAB kebisingan ditetapkan sebesar 85 decibel A (dba). 51 NAB getaran alat kerja yang kontak langsung maupun tidak langsung pada lengan dan tangan tenaga kerja ditetapkan sebesar 4 meter per detik kuadrat (m/det2), NAB getaran yang kontak langsung maupun tidak langsung pada seluruh tubuh ditetapkan sebesar 0,5 meter per detik kuadrat (m/det2). Radiasi ultra ungu (ultraviolet) adalah radiasi elektromagnetik dengan panjang gelombang 180 nano meter sampai 400 nano meter (nm). 52 Medan magnet statis adalah suatu medan atau area yang ditimbulkan oleh pergerakan arus listrik. 53 Terpapar adalah peristiwa seseorang terkena atau kontak dengan faktor bahaya di tempat kerja. Paparan Singkat Diperkenankan yang selanjutnya disingkat PSD adalah kadar zat kimia di udara di tempat kerja yang tidak boleh dilampaui agar tenaga kerja yang terpapar pada periode singkat yaitu tidak lebih dari 15 menit masih dapat menerimanya tanpa mengakibatkan iritasi, kerusakan jaringan tubuh maupun terbius yang tidak boleh dilakukan lebih dari 4 kali dalam satu hari kerja. Berdasarkan Peraturan Menteri PER.13/MEN/X/2011, maka pengusaha dan/ atau pengurus, yaitu orang yang mempunyai tugas memimpin langsung sesuatu tempat kerja; wajib melakukan pengendalian faktor fisika dan faktor kimia di tempat kerja sampai dengan di bawah NAB. Pengurus dan/atau pengusaha harus melaksanakan ketentuan-ketentuan dalam Peraturan Menteri ini dan menyampaikan hasil pengukuran pada kantor yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan. NAB faktor fisika dan faktor kimia di tempat kerja dalam Peraturan Menteri ini dapat ditinjau kembali sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun sekali sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. 52 NAB radiasi sinar ultra ungu ditetapkan sebesar 0,0001 milliwatt per sentimeter persegi (mw/cm2). 53 NAB medan magnit statis untuk seluruh tubuh ditetapkan sebesar 2 Tesla. [97] [98]

8 Dengan ditetapkannya Per-aturan Menteri ini, maka Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor 51/MEN/1999 tentang Nilai Ambang Batas (NAB) Faktor Fisika di Tempat Kerja dan Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja Nomor: SE- 01/MEN/1997 tentang Nilai Ambang Batas Faktor Kimia di Udara Tempat Kerja, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. 6. Program Jaminan Bagi Pekerja Konstruksi a. JAMSOSTEK bahwa tugas dan fungsi PT. Jamsostek (Persero) sebagaimana tersebut dalam pasal 25 ayat 3 Undang-Undang Nomor 3 tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja adalah mengutamakan pelayanan kepada peserta dalam rangka peningkatan perlindungan dan kesejahteraan tenaga kerja beserta keluarganya; bahwa sesuai Anggaran Dasar PT Jamsostek (Persero), Dana Pengembangan yang bersumber dari distribusi laba digunakan untuk peningkatan manfaat tambahan kepada peserta dan keluarganya. Keputusan Direksi PT. JAMSOSTEK (Persero) Nomor : KEP/310/ tentang Pemberian Manfaat Tambahan Bagi Peserta Program JAMSOSTEK, mengatur tentang jenis manfaat tambahan bagi tenaga kerja dan keluarga peserta program Jamsostek sebagai berikut : a. Pemberian pelatihan (K3) bagi tenaga kerja dan perusahaan. b. Pemberian peralatan K3 kepada perusahaan Jasa Konstruksi. c. Pemberian bantuan uang pemakaman untuk keluarga yang meninggal dunia dari tenaga kerja yang masih aktif. d. Pemberian bantuan pemeriksaan kesehatan / Medical Check Up (MCU) bagi tenaga kerja berusia diatas 40 tahun e. Pemberian bantuan bagi tenaga kerja dan keluarga yangmembutuhkan tindakan hemodialisa (cuci darah), operasi jantung, pengobatan kanker dan pengobatan HIV/AIDS. Program-program jaminan di PT.JAMSOSTEK meliputi: 1. Jaminan Kecelakaan Kerja ( JKK ), 2. Jaminan Hari Tua ( JHT ); 3. Jaminan Kematian ( JK ); 4. Jaminan Pemeliharaan Kesehatan ( JPK ). Sanksi bagi pengusaha jasa konstruksi berbentuk Perseroan Terbatas yang tidak menjadi anggota adalah kurungan 6 (enam) bulan penjara atau denda maksimal Rp.50 juta. b. BPJS Program pemerintah lainnya dalam perlindungan tenaga kerja adalah melalui Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan, maka seorang pekerja yang bekerja pada sebuah perusahaan yang berbadan hukum diwajibkan untuk diikutsertakan dalam BPJS. Merupakan salah satu bentuk perlindungan sosial bagi tenaga kerja/karyawan, dalam bentuk santunan berupa uang sebagai pengganti berkurang atau hilangnya penghasilan dan berupa pelayanan sebagai akibat peristiwa atau keadaan yang dialami oleh tenaga kerja, berupa: 1. Jamian Kecelakaan Kerja ( JKK ), 2. Jaminan Hari Tua ( JHT ); 3. Jaminan Kematian ( JK ); 4. Jaminan Pensiun ( JP ). [99] [100]

9 Dasar hukum BPJS Ketenagakerjaan adalah: Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004; Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011; Peraturan Pemerintah Noor 84 Tahun 2013; Peraturan Pemerintah Nomor 86 Tahun 2013; Peraturan Presiden Nomor 109 Tahun 2013; Peraturan Presiden Nomor 109 Tahun 2013; Keputusan Presiden Nomor 22 Tahun 1993; Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 12/Men/ 2007; Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 20 Tahun Sanksi bagi pengusaha jasa konstruksi berbentuk Perseroan Terbatas yang tidak menjadi anggota adalah kurungan 8 (delapan) tahun penjara atau denda maksimal Rp.1 milyar. [101] [102]

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONSIA

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA NOMOR : KEP.51/MEN/1999 T E N T A N G NILAI AMBANG BATAS FAKTOR FISIKA DI TEMPAT KERJA

KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA NOMOR : KEP.51/MEN/1999 T E N T A N G NILAI AMBANG BATAS FAKTOR FISIKA DI TEMPAT KERJA KEPUTUSAN T E N T A N G NILAI AMBANG BATAS FAKTOR FISIKA DI TEMPAT KERJA Menimbang: a. bahwa sebagai pelaksanaan Pasal 3 ayat (1) huruf g Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja, perlu

Lebih terperinci

MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONSIA KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA NOMOR : KEP 51/MEN/I999 TENTANG NILAI AMBANG BATAS FAKTOR FISIKA DI TEMPAT KERJA

MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONSIA KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA NOMOR : KEP 51/MEN/I999 TENTANG NILAI AMBANG BATAS FAKTOR FISIKA DI TEMPAT KERJA MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONSIA KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA NOMOR : KEP 51/MEN/I999 TENTANG NILAI AMBANG BATAS FAKTOR FISIKA DI TEMPAT KERJA MENTERI TENAGA KERJA Menimbang : a. Bahwa sebagai

Lebih terperinci

Nilai Ambang Batas iklim kerja (panas), kebisingan, getaran tangan-lengan dan radiasi sinar ultra ungu di tempat kerja

Nilai Ambang Batas iklim kerja (panas), kebisingan, getaran tangan-lengan dan radiasi sinar ultra ungu di tempat kerja Standar Nasional Indonesia Nilai Ambang Batas iklim kerja (panas), kebisingan, getaran tangan-lengan dan radiasi sinar ultra ungu di tempat kerja ICS 13.100 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar

Lebih terperinci

BAB IITINJAUAN PUSTAKA TINJAUAN PUSTAKA. A. Manajemen Sumberdaya Manusia Manajemen Sumberdaya Manusia adalah penarikan seleksi,

BAB IITINJAUAN PUSTAKA TINJAUAN PUSTAKA. A. Manajemen Sumberdaya Manusia Manajemen Sumberdaya Manusia adalah penarikan seleksi, BAB IITINJAUAN PUSTAKA TINJAUAN PUSTAKA A. Manajemen Sumberdaya Manusia Manajemen Sumberdaya Manusia adalah penarikan seleksi, pengembangan, pemeliharaan, dan penggunaan sumberdaya manusia untuk mencapai

Lebih terperinci

o. Informasi peraturan perundang-undangan yang berlaku

o. Informasi peraturan perundang-undangan yang berlaku n. Pengangkutan bahan 156 o. Informasi peraturan perundang-undangan yang berlaku p. Informasi lain yang di perlukan Pasal 5 Label sebagaimana di maksud dalam pasal 3 huruf a meliputi keterangan mengenai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Kesadaran Menurut Hasibuan (2012:193), kesadaran adalah sikap seseorang yang secara sukarela menaati semua peraturan dan sadar akan tugas dan tanggung jawabnya. Menurut

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. TM PT. PLN (Persero) Distribusi Jawa Timur Area Madiun telah diperoleh

BAB V PEMBAHASAN. TM PT. PLN (Persero) Distribusi Jawa Timur Area Madiun telah diperoleh BAB V PEMBAHASAN A. Identifikasi Potensi Bahaya Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan oleh penulis di PDKB TM PT. PLN (Persero) Distribusi Jawa Timur Area Madiun telah diperoleh gambaran mengenai

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN ANALISA

BAB IV HASIL DAN ANALISA BAB IV HASIL DAN ANALISA 4.1. Penerapan Program Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Di Proyek Penerapan Program K3 di proyek ini di anggap penting karena pada dasarnya keselamatan dan kesehatan kerja

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. landasan kerja dan lingkungan kerja serta cara-cara melakukan pekerjaan dan proses

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. landasan kerja dan lingkungan kerja serta cara-cara melakukan pekerjaan dan proses BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Keselamatan Kerja Tarwaka (2008: 4) mengatakan bahwa keselamatan kerja adalah keselamatan yang berkaitan dengan mesin, pesawat, alat kerja, bahan dan proses pengolahan,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Keselamatan dan Kesehatan Kerja. subkontraktor, serta safety professionals.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Keselamatan dan Kesehatan Kerja. subkontraktor, serta safety professionals. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keselamatan dan Kesehatan Kerja Area dari keselamatan kerja dalam dunia rekayasa mencakup keterlibatan manusia baik para pekerja, klien, maupun pemilik perusahaan. Menurut Goetsch

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. dan proses produksi (Tarwaka, 2008: 4). 1. Mencegah dan Mengurangi kecelakaan.

BAB II LANDASAN TEORI. dan proses produksi (Tarwaka, 2008: 4). 1. Mencegah dan Mengurangi kecelakaan. BAB II LANDASAN TEORI A. Keselamatan Kerja Menurut Tarwaka keselamatan kerja adalah keselamatan yang berkaitan dengan mesin, pesawat, alat kerja, bahan dan proses pengolahan, landasan kerja dan lingkungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pada bidang konstruksi bangunan merupakan salah satu yang berpengaruh besar dalam mendukung perkembangan pembangunan di Indonesia. Dengan banyaknya perusahaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Manajemen Proyek Konstruksi Suatu proyek konstruksi biasanya merupakan suatu rangkaian kegiatan yang hanya satu kali dilaksanakan dan umumnya berjangka waktu pendek.selain itu,

Lebih terperinci

BAB 1 LATAR BELAKANG. signifikan bagi perekonomian Indonesia. Pada tahun 2006, luas lahan areal kelapa

BAB 1 LATAR BELAKANG. signifikan bagi perekonomian Indonesia. Pada tahun 2006, luas lahan areal kelapa 1 BAB 1 LATAR BELAKANG 1.1. Latar Belakang Industri yang mengalami pertumbuhan yang pesat dalam beberapa tahun terakhir ialah minyak kelapa sawit. Komoditas kelapa sawit menunjukkan peran yang signifikan

Lebih terperinci

PELATIHAN INSPEKTOR LAPANGAN PEKERJAAN JALAN (SITE INSPECTOR OF ROADS)

PELATIHAN INSPEKTOR LAPANGAN PEKERJAAN JALAN (SITE INSPECTOR OF ROADS) SIR 01 = KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA PELATIHAN INSPEKTOR LAPANGAN PEKERJAAN JALAN (SITE INSPECTOR OF ROADS) 2007 DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM BADAN PEMBINAAN KONSTRUKSI DAN SUMBER DAYA MANUSIA PUSAT PEMBINAAN

Lebih terperinci

Tujuan K3. Mencegah terjadinya kecelakaan kerja. Menjamin tempat kerja yang sehat, bersih, nyaman dan aman

Tujuan K3. Mencegah terjadinya kecelakaan kerja. Menjamin tempat kerja yang sehat, bersih, nyaman dan aman KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (K3) Tujuan Pembelajaran Setelah melalui penjelasan dan diskusi 1. Mahasiswa dapat menyebutkan tujuan Penerapan K3 sekurang-kurangnya 3 buah 2. Mahasiswa dapat memahami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tentang ketenaga kerjaan yakni penyegelan asset perusahaan jika melanggar

BAB I PENDAHULUAN. tentang ketenaga kerjaan yakni penyegelan asset perusahaan jika melanggar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada umumnya tingginya tingkat kecelakaan kerja dan rendahnya tingkat derajat kesehatan kerja di indonesia disebabkan minimnya kesadaran pengusaha untuk menerapkan Kesehatan

Lebih terperinci

adalah 70-80% angkatan kerja bergerak disektor informal. Sektor informal memiliki

adalah 70-80% angkatan kerja bergerak disektor informal. Sektor informal memiliki BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri dan produknya baik formal maupun informal mempunyai dampak positif dan negatif kepada manusia, di satu pihak akan memberikan keuntungan, tetapi di pihak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seluruh dunia, dan belum banyak menjadi perhatian bagi peneliti ergonomis di

BAB I PENDAHULUAN. seluruh dunia, dan belum banyak menjadi perhatian bagi peneliti ergonomis di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Panas adalah faktor pekerjaan yang dihadapi oleh banyak pekerja hutan di seluruh dunia, dan belum banyak menjadi perhatian bagi peneliti ergonomis di bidang kehutanan

Lebih terperinci

PERATURAN PERUNDANGAN TERKAIT K3

PERATURAN PERUNDANGAN TERKAIT K3 PERATURAN PERUNDANGAN TERKAIT K3 BIMBINGAN TEKNIS SMK3 KONSTRUKSI KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM BADAN PEMBINAAN 1 KONSTRUKSI PUSAT PEMBINAAN PENYELENGGARAAN KONSTRUKSI BALAI PENINGKATAN

Lebih terperinci

PELATIHAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA SEBAGAI UPAYA PENCEGAHAN KECELAKAAN KERJA Oleh : Agus Yulianto

PELATIHAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA SEBAGAI UPAYA PENCEGAHAN KECELAKAAN KERJA Oleh : Agus Yulianto PELATIHAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA SEBAGAI UPAYA PENCEGAHAN KECELAKAAN KERJA Oleh : Agus Yulianto Latar Belakang Keselamatan dan kesehatan kerja difilosofikan sebagai suatu pemikiran dan upaya untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ketenagakerjaan, merupakan kewajiban pengusaha untuk melindungi tenaga

BAB I PENDAHULUAN. ketenagakerjaan, merupakan kewajiban pengusaha untuk melindungi tenaga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keselamatan di setiap tempat kerja sebagaimana yang diamanatkan Undang-Undang No. 1 Tahun 1970 dan UU No. 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, merupakan kewajiban

Lebih terperinci

MANAJEMEN RISIKO KECELAKAAN KERJA PADA PROYEK PEMBANGUNAN PERLUASAN HOTEL MERCURE 8 LANTAI PONTIANAK

MANAJEMEN RISIKO KECELAKAAN KERJA PADA PROYEK PEMBANGUNAN PERLUASAN HOTEL MERCURE 8 LANTAI PONTIANAK MANAJEMEN RISIKO KECELAKAAN KERJA PADA PROYEK PEMBANGUNAN PERLUASAN HOTEL MERCURE 8 LANTAI PONTIANAK Samsuri 1), Lusiana 2), Endang Mulyani 2) Abstrak Risiko Kecelakaan kerja adalah salah satu risiko yang

Lebih terperinci

Indeks Suhu Bola Basah (ISBB)/WBGT (Wet Bulb Globe Temperature Index)

Indeks Suhu Bola Basah (ISBB)/WBGT (Wet Bulb Globe Temperature Index) Indeks Suhu Bola Basah (ISBB)/WBGT (Wet Bulb Globe Temperature Index) KEPMENAKER NO.51 TAHUN 1999 TENTANG NAB FAKTOR FISIKA DI TEMPAT KERJA 1. Iklim kerja : hasil perpaduan antara suhu, kelembaban, kecepatan

Lebih terperinci

MODUL SIB 01 : KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA

MODUL SIB 01 : KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA PELATIHAN SITE INSPECTOR OF BRIDGE (INSPEKTUR PEKERJAAN LAPANGAN PEKERJAAN JEMBATAN) MODUL SIB 01 : KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA 2006 DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM BADAN PEMBINAAN KONSTRUKSI DAN SUMBER

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.08/MEN/VII/2010 TAHUN 2010 TENTANG ALAT PELINDUNG DIRI

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.08/MEN/VII/2010 TAHUN 2010 TENTANG ALAT PELINDUNG DIRI PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.08/MEN/VII/2010 TAHUN 2010 TENTANG ALAT PELINDUNG DIRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI,

Lebih terperinci

PERATURAN PERUNDANGAN TERKAIT K3 KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT DIREKTORAT JENDERAL BINA KONSTRUKSI

PERATURAN PERUNDANGAN TERKAIT K3 KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT DIREKTORAT JENDERAL BINA KONSTRUKSI PERATURAN PERUNDANGAN TERKAIT K3 1 KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT DIREKTORAT JENDERAL BINA KONSTRUKSI TUJUAN PENGAJARAN Tujuan Umum: peserta mengetahui peraturan perundangan dan persyaratan

Lebih terperinci

Definisi dan Tujuan keselamatan kerja

Definisi dan Tujuan keselamatan kerja Definisi dan Tujuan keselamatan kerja Keselamatan kerja adalah keselamatan yang bertalian dengan mesin, pesawat, alat kerja, bahan & proses pengolahannya, landasan tempat kerja & lingkungannya serta cara-cara

Lebih terperinci

UU NOMOR 14 TAHUN 1992 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1

UU NOMOR 14 TAHUN 1992 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1 Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan: UU NOMOR 14 TAHUN 1992 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 1. Lalu lintas adalah gerak kendaraan, orang, dan hewan di jalan;

Lebih terperinci

MODUL PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR SIPIL EDISI 2012 PELAKSANA LAPANGAN PEKERJAAN JALAN

MODUL PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR SIPIL EDISI 2012 PELAKSANA LAPANGAN PEKERJAAN JALAN MODUL PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR SIPIL EDISI 2012 PELAKSANA LAPANGAN PEKERJAAN JALAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA DAN LINGKUNGAN (K3L) NO. KODE :.P BUKU PENILAIAN DAFTAR

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Keselamatan Kesehatan Kerja (K3)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Keselamatan Kesehatan Kerja (K3) 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Keselamatan Kesehatan Kerja (K3) Pengertian keselamatan dan kesehatan kerja menurut Edwin B. Flippo (1995), adalah pendekatan yang menentukan standar yang menyeluruh

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. identifikasi kebutuhan dan syarat APD didapatkan bahwa instalasi laundry

BAB V PEMBAHASAN. identifikasi kebutuhan dan syarat APD didapatkan bahwa instalasi laundry BAB V PEMBAHASAN A. Identifikasi Kebutuhan dan Syarat APD Dari hasil pengamatan dan observasi yang telah dilakukan penulis di Instalasi Laundry Rumah Sakit Ortopedi Prof. Dr. Soeharso Surakarta, dalam

Lebih terperinci

BAB IV IDENTIFIKASI PERMASALAHAN

BAB IV IDENTIFIKASI PERMASALAHAN BAB IV IDENTIFIKASI PERMASALAHAN 4.1 Upaya Pencegahan Kecelakaan Kerja Terjadinya kecelakaan kerja merupakan suatu kerugian baik itu bagi korban kecelakaan kerja maupun terhadap perusahaan (Organisasi),

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kecelakaan kerja yang sangat tinggi sehingga mengakibatkan banyaknya korban

BAB I PENDAHULUAN. kecelakaan kerja yang sangat tinggi sehingga mengakibatkan banyaknya korban BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Banyaknya kecelakaan yang terjadi pada pekerja khususnya pada pekerja bangunan sering diakibatkan karena pihak pelaksana jasa kurang memprioritaskan keselamatan dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Proyek Konstruksi Suatu proyek konstruksi merupakan suatu rangkaian yang hanya satu kali yang hanya satu kali dilaksanakan dan umumnya berjangka waktu pendek. Selain itu, proyek

Lebih terperinci

BAB III IMPLEMENTASI KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA DI PT. AGANSA PRIMATAMA SOLO

BAB III IMPLEMENTASI KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA DI PT. AGANSA PRIMATAMA SOLO BAB III IMPLEMENTASI KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA DI PT. AGANSA PRIMATAMA SOLO 4. Implementasi Keselamatan dan Kesehatan Kerja di PT. Agansa Primatama 1. Profil PT. Agansa Primatama PT. Agansa Primatama

Lebih terperinci

MATERI PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONTRUKSI SUB SEKTOR SIPIL JABATAN KERJA ESTIMATOR BIAYA JALAN (COST ESTIMATOR FOR ROAD PROJECT)

MATERI PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONTRUKSI SUB SEKTOR SIPIL JABATAN KERJA ESTIMATOR BIAYA JALAN (COST ESTIMATOR FOR ROAD PROJECT) MATERI PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONTRUKSI SUB SEKTOR SIPIL JABATAN KERJA ESTIMATOR BIAYA JALAN (COST ESTIMATOR FOR ROAD PROJECT) PENERAPAN SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA DAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I-1

BAB I PENDAHULUAN I-1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dengan makin meningkatnya perkembangan industri di indonesia, kemajuan dari industri tersebut antara lain ditandai pemakaian mesin-mesin yang dapat mengolah dan memproduksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. regional, nasional maupun internasional, dilakukan oleh setiap perusahaan secara

BAB I PENDAHULUAN. regional, nasional maupun internasional, dilakukan oleh setiap perusahaan secara 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Memasuki perkembangan era industrialisasi yang bersifat global seperti sekarang ini, persaingan industri untuk memperebutkan pasar baik pasar tingkat regional,

Lebih terperinci

KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA

KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA HUKUM PERBURUHAN (PERTEMUAN VIII) KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA copyright by Elok Hikmawati 1 Pasal 86 UU No.13 Th.2003 1) Setiap pekerja/buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas : a. keselamatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memakai peralatan yang safety sebanyak 32,12% (Jamsostek, 2014).

BAB I PENDAHULUAN. memakai peralatan yang safety sebanyak 32,12% (Jamsostek, 2014). 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keselamatan kerja merupakan faktor penting yang harus diperhatikan dan dikondisikan oleh pihak perusahaan. Dengan kondisi keselamatan kerja yang baik pekerja dapat

Lebih terperinci

MATERI PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR BANGUNAN GEDUNG EDISI 2011 JURU UKUR BANGUNAN GEDUNG

MATERI PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR BANGUNAN GEDUNG EDISI 2011 JURU UKUR BANGUNAN GEDUNG MATERI PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR BANGUNAN GEDUNG EDISI 2011 JURU UKUR BANGUNAN GEDUNG PENERAPAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (K3) DENGAN BENAR NO. KODE : INA.5230.223.23.01.07

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN

BAB IV HASIL PENELITIAN BAB IV HASIL PENELITIAN A. Identifikasi Potensi Bahaya Identifikasi bahaya yang dilakukan mengenai jenis potensi bahaya, risiko bahaya, dan pengendalian yang dilakukan. Setelah identifikasi bahaya dilakukan,

Lebih terperinci

MODUL 10 SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA. (Prinsip Keselamatan Kerja)

MODUL 10 SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA. (Prinsip Keselamatan Kerja) MODUL 10 SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (Prinsip Keselamatan Kerja) TINGKAT : XI PROGRAM KEAHLI AN TEKNI K PEMANFAATAN TENAGA LI STRI K DISUSUN OLEH : Drs. SOEBANDONO SISTEM MANAJEMEN

Lebih terperinci

SL : Selalu KD : Kadang-kadang SR : Sering TP : Tidak Pernah

SL : Selalu KD : Kadang-kadang SR : Sering TP : Tidak Pernah No. Responden : KUESIONER PENELITIAN KEPATUHAN PENGGUNAAN APD, PENGETAHUAN TENTANG RISIKO PEKERJAAN KONSTRUKSI PEKERJA KONSTRUKSI DAN SIKAP TERHADAP PENGGUNAAN APD DI PROYEK PEMBANGUNAN APARTEMEN U-RESIDENCE

Lebih terperinci

MENERAPKAN PROSEDUR KEAMANAN, KESELAMATAN DAN KESEHATAN DI TEMPAT KERJA

MENERAPKAN PROSEDUR KEAMANAN, KESELAMATAN DAN KESEHATAN DI TEMPAT KERJA MENERAPKAN PROSEDUR KEAMANAN, KESELAMATAN DAN KESEHATAN DI TEMPAT KERJA Oleh : Dr. Azwar Djauhari MSc Disampaikan pada : Kuliah Blok 22 Kesehatan Kerja Tahun Ajaran 2013 / 2014 Fakulyas Kedokteran dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tepat akan dapat merugikan manusia itu sendiri. Penggunaan Teknologi

BAB I PENDAHULUAN. tepat akan dapat merugikan manusia itu sendiri. Penggunaan Teknologi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penggunaan teknologi maju sangat diperlukan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia, namun tanpa disertai dengan pengendalian yang tepat akan dapat merugikan manusia

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. masalah-masalah baru yang harus bisa segera diatasi apabila perusahaan tersebut

BAB 1 : PENDAHULUAN. masalah-masalah baru yang harus bisa segera diatasi apabila perusahaan tersebut BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Semakin berkembangnya dunia industri, mengakibatkan munculnya masalah-masalah baru yang harus bisa segera diatasi apabila perusahaan tersebut ingin tetap eksis. Masalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Proyek Konstruksi Suatu proyek konstruksi merupakan suatu rangkaian kegiatan yang hanya satu kali dilaksanakan dan umumnya berjangka waktu pendek. Selain itu, proyek konstruksi

Lebih terperinci

' b. bahwa untuk itu perlu ditetapkan dengan Keputusan Menteri.

' b. bahwa untuk itu perlu ditetapkan dengan Keputusan Menteri. KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA NOMOR : KEP - 5l/tIEN/1999 TENTANG NILAI AMBANG BATAS FAKTOR FISIKA DI TEMPAT KERJA MENTERI TENAGA KERJA Menimbang: a. bahwa sebagai pelaksanaan Pasal 3 ayat (l) huruf g

Lebih terperinci

Evaluasi Pelaksanaan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Pada Perusahaan Konstruksi Pemeliharaan Jalan di Dinas Kimpraswil Kota Yogyakarta

Evaluasi Pelaksanaan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Pada Perusahaan Konstruksi Pemeliharaan Jalan di Dinas Kimpraswil Kota Yogyakarta Evaluasi Pelaksanaan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Pada Perusahaan Konstruksi Pemeliharaan Jalan di Dinas Kimpraswil Kota Yogyakarta Prisca Andarini 1, Widodo Hariyono 1,2 Prodi Ilmu Kesehatan Masyarakat,

Lebih terperinci

Pengukuran iklim kerja (panas) dengan parameter indeks suhu basah dan bola

Pengukuran iklim kerja (panas) dengan parameter indeks suhu basah dan bola Standar Nasional Indonesia Pengukuran iklim kerja (panas) dengan parameter indeks suhu basah dan bola ICS 17.200.10 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii Pendahuluan...

Lebih terperinci

ORIENTASI K3 UNTUK PEKERJA BARU

ORIENTASI K3 UNTUK PEKERJA BARU ORIENTASI K3 UNTUK PEKERJA BARU 1 a. Tujuan Pelatihan Keselamatan dan kesehatan di tempat kerja Kesadaran tentang keselamatan dan kesehatan di tempat kerja Pemahaman tentang kesehatan dan keselamatan di

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1992 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN [LN 1992/49, TLN 3480]

UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1992 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN [LN 1992/49, TLN 3480] UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1992 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN [LN 1992/49, TLN 3480] BAB XIII KETENTUAN PIDANA Pasal 54 Barangsiapa mengemudikan kendaraan bermotor di jalan yang tidak sesuai

Lebih terperinci

PEMBELAJARAN V ALAT PELINDUNG DIRI

PEMBELAJARAN V ALAT PELINDUNG DIRI PEMBELAJARAN V ALAT PELINDUNG DIRI A) KOMPETENSI KOMPETENSI DASAR: 1. Menguasai berbagai macam alat pelindung diri (APD) terutama dalam bidang busana 2. Memahami pentingnya penggunaan APD dalam pekerjaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikehendaki, yang mengacaukan proses yang telah diatur dari suatu aktivitas dan

BAB I PENDAHULUAN. dikehendaki, yang mengacaukan proses yang telah diatur dari suatu aktivitas dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kecelakaan kerja adalah suatu kejadian yang tidak diduga semula dan tidak dikehendaki, yang mengacaukan proses yang telah diatur dari suatu aktivitas dan dapat menimbulkan

Lebih terperinci

PEMBELAJARAN IV PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA

PEMBELAJARAN IV PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA PEMBELAJARAN IV PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA A) KOMPETENSI KOMPETENSI DASAR: 1. Menguasai peraturan perundang-undangan yang mengatur Keselamatan dan Kesehatan Kerja 2. Menguasai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kepuasan memiliki bermacam-macam arti, masing-masing bidang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kepuasan memiliki bermacam-macam arti, masing-masing bidang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Kepuasan Kepuasan memiliki bermacam-macam arti, masing-masing bidang pengetahuan memiliki pengertian yang berlainan tentang kepuasan, adapun berbagai macam pengertian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Peran Menurut kamus Bahasa Indonesia (1988:667) peranan mempunyai dua arti, pertama menyangkut pelaksanaan tugas, kedua diartikan sebagian dari tugas utama yang harus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. cara mengurangi biaya yang dianggap kurang penting dikeluarkan

BAB I PENDAHULUAN. cara mengurangi biaya yang dianggap kurang penting dikeluarkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sumber daya manusia adalah salah satu aset perusahaan yang utama, oleh karena itu dibutuhkan sdm yang berkualitas, keberhasilan tujuan perusahaan juga didukung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan teknologi maju tidak dapat dielakkan, banyak perusahaan yang

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan teknologi maju tidak dapat dielakkan, banyak perusahaan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan teknologi yang semakin maju mendorong Indonesia mencapai tahap industrialisasi. Hal ini ditandai dengan adanya proses mekanisasi, elektrifikasi dan modernisasi

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA, MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.08/MEN/VII/2010 TENTANG ALAT PELINDUNG DIRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

Keselamatan & Kesehatan Kerja PERUNDANG-UNDANGAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA

Keselamatan & Kesehatan Kerja PERUNDANG-UNDANGAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA K3 Keselamatan & Kesehatan Kerja PERUNDANG-UNDANGAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN BIDANG HIPERKES DAN KK TUJUAN M A N F A A T a Melindungi Tenaga

Lebih terperinci

Keputusan Menteri Kesehatan No. 261/MENKES/SK/II/1998 Tentang : Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja

Keputusan Menteri Kesehatan No. 261/MENKES/SK/II/1998 Tentang : Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja Keputusan Menteri Kesehatan No. 261/MENKES/SK/II/1998 Tentang : Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja Menimbang : MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, bahwa untuk mencegah timbulnya gangguan kesehatan

Lebih terperinci

PERALATAN PERLINDUNGAN DIRI

PERALATAN PERLINDUNGAN DIRI PAKAIAN KERJA 1. Pemilihan pakaian harus diperhitungkan kerja kemungkinan bahaya yang akan dialami pekerja. 2. Pakaian harus sesuai dengan ukuran dan tidak menghalangi kerja 3. Pakaian yang longgar/dasi

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1970 TENTANG KESELAMATAN KERJA BAB I TENTANG ISTILAH-ISTILAH. Pasal 1

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1970 TENTANG KESELAMATAN KERJA BAB I TENTANG ISTILAH-ISTILAH. Pasal 1 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1970 TENTANG KESELAMATAN KERJA BAB I TENTANG ISTILAH-ISTILAH Pasal 1 Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan : 1. "tempat kerja" ialah tiap ruangan atau

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1-1 Universitas Kristen Maranatha

BAB 1 PENDAHULUAN. 1-1 Universitas Kristen Maranatha BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang yang memiliki sumber daya alam yang melimpah dan potensi di bidang industri. Salah satu bidang industri itu adalah industri manufaktur.

Lebih terperinci

MODUL PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR SIPIL EDISI 2012 PELAKSANA LAPANGAN PEKERJAAN JALAN

MODUL PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR SIPIL EDISI 2012 PELAKSANA LAPANGAN PEKERJAAN JALAN MODUL PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR SIPIL EDISI 2012 PELAKSANA LAPANGAN PEKERJAAN JALAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA DAN LINGKUNGAN (K3L) NO. KODE :.K BUKU KERJA DAFTAR

Lebih terperinci

MODUL 3 KESELAMATAN KERJA (Kebijakan dan Prosedur K3)

MODUL 3 KESELAMATAN KERJA (Kebijakan dan Prosedur K3) MODUL 3 KESELAMATAN KERJA (Kebijakan dan Prosedur K3) TINGKAT : XI PROGRAM KEAHLI AN TEKNI K PEMANFAATAN TENAGA LI STRI K DISUSUN OLEH : Drs. SOEBANDONO LEMBAR KERJA SISWA 3 A. PERSPEKTIF Pekerjaan jasa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. konstruksi juga memiliki karakteristik yang bersifat unik, membutuhkan sumber

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. konstruksi juga memiliki karakteristik yang bersifat unik, membutuhkan sumber BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Proyek Konstruksi Suatu proyek konstruksi merupakan suatu rangkian yang hanya satu kali dilaksanakan dan umumnya berjangka waktu pendek. Selain itu, proyek konstruksi juga memiliki

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. upaya perlindungan terhadap tenaga kerja sangat diperlukan. Salah satunya dengan cara

BAB 1 : PENDAHULUAN. upaya perlindungan terhadap tenaga kerja sangat diperlukan. Salah satunya dengan cara 1 BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peranan tenaga kerja sebagai sumber daya manusia sangat penting. Oleh karena itu, upaya perlindungan terhadap tenaga kerja sangat diperlukan. Salah satunya dengan

Lebih terperinci

PROSEDUR TENTANG ALAT PELINDUNG DIRI (APD)

PROSEDUR TENTANG ALAT PELINDUNG DIRI (APD) PROSEDUR TENTANG ALAT PELINDUNG DIRI (APD) 1. TUJUAN & PENDAHULUAN 1.1 Pedoman ini antara lain menguraikan tanggung jawab, evaluasi bahaya, jenis alat pelindung diri dan pemilihannya, kualifikasi fisik,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sumatera Utara menyatakan bahwa luas perkebunan karet Sumatera Utara pada tahun

BAB I PENDAHULUAN. Sumatera Utara menyatakan bahwa luas perkebunan karet Sumatera Utara pada tahun 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sumatera Utara merupakan salah satu penghasil karet yang ada di Indonesia yang memiliki areal perkebunan yang cukup luas. Badan Pusat Statistik propinsi Sumatera

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengimpor dari luar negeri. Hal ini berujung pada upaya-upaya peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. mengimpor dari luar negeri. Hal ini berujung pada upaya-upaya peningkatan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era industrialisasi di Indonesia kini telah memasuki masa dimana upaya swasembada bahan pokok sangat diupayakan agar tidak melulu mengimpor dari luar negeri. Hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan nasional dilaksanakan dalam rangka pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan nasional dilaksanakan dalam rangka pembangunan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional dilaksanakan dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya untuk mewujudkan masyarakat

Lebih terperinci

MODUL PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR SIPIL EDISI 2012 MANDOR PERKERASAN JALAN

MODUL PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR SIPIL EDISI 2012 MANDOR PERKERASAN JALAN MODUL PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR SIPIL EDISI 2012 MANDOR PERKERASAN JALAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA DAN LINGKUNGAN (K3L) NO. KODE : -P BUKU PENILAIAN DAFTAR ISI DAFTAR

Lebih terperinci

LAMPIRAN LAMPIRAN Universitas Kristen Maranatha

LAMPIRAN LAMPIRAN Universitas Kristen Maranatha LAMPIRAN LAMPIRAN 1 84 Universitas Kristen Maranatha 85 Universitas Kristen Maranatha 86 Universitas Kristen Maranatha 87 Universitas Kristen Maranatha LAMPIRAN 2 DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

MODUL 1 ALAT KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (ALAT PELI NDUNG DI RI / APD) TINGKAT X PROGRAM KEAHLI AN TEKNI K PEMANFAATAN TENAGA LI STRI K

MODUL 1 ALAT KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (ALAT PELI NDUNG DI RI / APD) TINGKAT X PROGRAM KEAHLI AN TEKNI K PEMANFAATAN TENAGA LI STRI K MODUL 1 ALAT KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (ALAT PELI NDUNG DI RI / APD) TINGKAT X PROGRAM KEAHLI AN TEKNI K PEMANFAATAN TENAGA LI STRI K DISUSUN OLEH : Drs. SOEBANDONO LEMBAR KERJA SISWA 1 A. Badan

Lebih terperinci

PENERAPAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (K3) DI PT X LAMPUNG TENGAH

PENERAPAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (K3) DI PT X LAMPUNG TENGAH PENERAPAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (K3) DI PT X LAMPUNG TENGAH Mutiara Dwi Putri, Sutarni, Marlinda Apriyani 1 Mahasiswa, 2 Dosen Politeknik Negeri Lampung 1, 3 Dosen Politeknik Negeri Lampung 2

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI JENIS BAHAYA & RESIKO K3

IDENTIFIKASI JENIS BAHAYA & RESIKO K3 CV. KARYA BHAKTI USAHA Jampirejo Timur No 351 Temanggung PRA RENCANA KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA KONTRAK (PRARK3K) Disiapkan untuk pekerjaan: Rehabilitasi Jaringan Irigasi Kali Pacar 1. KEBIJAKAN K3

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. manusia berusaha mengambil manfaat materi yang tersedia. depan dan perubahan dalam arti pembaharuan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. manusia berusaha mengambil manfaat materi yang tersedia. depan dan perubahan dalam arti pembaharuan. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi Sumber Daya Manusia Manusia sebagai sumber daya pada mulanya diartikan tenaga kerja manusia ditinjau secara fisiknya saja. Dengan kemampuan fisiknya manusia berusaha

Lebih terperinci

BAB IX PERMASALAHAN DI LAPANGAN

BAB IX PERMASALAHAN DI LAPANGAN 9-1 BAB IX PERMASALAHAN DI LAPANGAN Pada bab ini akan dibahas permasalahan permasalahan yang terjadi selama Pembangunan Gedung Kantor PEMDA Kabupaten Bandung Barat berlangsung. Pada bab ini Praktikan akan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. yang memiliki peran penting dalam kegiatan perusahaan. dari potensi bahaya yang dihadapinya (Shiddiq, dkk, 2013).

PENDAHULUAN. yang memiliki peran penting dalam kegiatan perusahaan. dari potensi bahaya yang dihadapinya (Shiddiq, dkk, 2013). PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) merupakan suatu upaya perlindungan kerja agar tenaga kerja selalu dalam keadaan selamat dan sehat selama melakukan pekerjaan ditempat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menciptakan tempat kerja yang aman, sehat dan bebas dari pencemaran

BAB I PENDAHULUAN. menciptakan tempat kerja yang aman, sehat dan bebas dari pencemaran BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) merupakan upaya untuk menciptakan tempat kerja yang aman, sehat dan bebas dari pencemaran lingkungan sehingga dapat melindungi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Proyek merupakan gabungan dari sumber daya manusia, material, peralatan, dan modal dalam suatu wadah organisasi sementara untuk mencapai sasaran dan tujuan (Husen,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Manajemen Proyek Konstruksi dan Peran Manajer. satu kali dilaksanakan dan umumnya berjangka waktu pendek.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Manajemen Proyek Konstruksi dan Peran Manajer. satu kali dilaksanakan dan umumnya berjangka waktu pendek. BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. Manajemen Proyek Konstruksi dan Peran Manajer Suatu proyek konstruksi merupakan suatu rangkaian kegiatan yang hanya satu kali dilaksanakan dan umumnya berjangka waktu pendek.

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. perhatian dan kerja keras dari pemerintah maupun masyarakat.

BAB 1 : PENDAHULUAN. perhatian dan kerja keras dari pemerintah maupun masyarakat. 1 BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan kesehatan pada hakekatnya adalah pembangunan manusia Indonesia seutuhnya yang diarahkan guna mencapai kesadaran, kemauan dan kemampuan untuk hidup sehat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan tuntutan berbagai kebutuhan bermacam produk bagi kehidupan.

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan tuntutan berbagai kebutuhan bermacam produk bagi kehidupan. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan industri di Indonesia dewasa ini maju sangat pesat, seiring dengan tuntutan berbagai kebutuhan bermacam produk bagi kehidupan. Perkembangan industri memberikan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. suatu bangunan yang membutuhkan sumber daya, baik biaya, tenaga kerja,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. suatu bangunan yang membutuhkan sumber daya, baik biaya, tenaga kerja, BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Proyek Konstruksi Proyek konstruksi adalah suatu kegiatan yang bertujuan untuk mendirikan suatu bangunan yang membutuhkan sumber daya, baik biaya, tenaga kerja, material, dan

Lebih terperinci

Undang-undang Nomor I Tahun 1970

Undang-undang Nomor I Tahun 1970 KESELAMATAN KERJA Undang-undang Nomor I Tahun 1970 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa setiap tenaga kerja berhak mendapat perlindungan atas keselamatannya dalam melakukan pekerjaan untuk

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI PURWAKARTA NOMOR 72 TAHUN 2014 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN JAMINAN SOSIAL KETENAGAKERJAAN DI KABUPATEN PURWAKARTA

PERATURAN BUPATI PURWAKARTA NOMOR 72 TAHUN 2014 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN JAMINAN SOSIAL KETENAGAKERJAAN DI KABUPATEN PURWAKARTA BUPATI PURWAKARTA PERATURAN BUPATI PURWAKARTA NOMOR 72 TAHUN 2014 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN JAMINAN SOSIAL KETENAGAKERJAAN DI KABUPATEN PURWAKARTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWAKARTA,

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. faktor yaitu, unsafe action dan unsafe condition. OHSAS menyebutkan risiko

BAB 1 : PENDAHULUAN. faktor yaitu, unsafe action dan unsafe condition. OHSAS menyebutkan risiko BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap tempat kerja memiliki risiko terjadinya kecelakaan. Besarnya risiko yang terjadi tergantung pada jenis industri, teknologi yang digunakan serta pengendalian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dari masa ke masa. Dengan demikian, setiap tenaga kerja harus dilindungi

BAB 1 PENDAHULUAN. dari masa ke masa. Dengan demikian, setiap tenaga kerja harus dilindungi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tenaga kerja merupakan tulang punggung suksesnya pembangunan bangsa dari masa ke masa. Dengan demikian, setiap tenaga kerja harus dilindungi keselamatan dan kesehatannya

Lebih terperinci

DASAR HUKUM - 1. Peraturan Pelaksanaan. Pasal 5, 20 dan 27 ayat (2) UUD Pasal 86, 87 Paragraf 5 UU Ketenagakerjaan. UU No.

DASAR HUKUM - 1. Peraturan Pelaksanaan. Pasal 5, 20 dan 27 ayat (2) UUD Pasal 86, 87 Paragraf 5 UU Ketenagakerjaan. UU No. DASAR HUKUM - 1 Pasal 5, 20 dan 27 ayat (2) UUD 1945 Pasal 86, 87 Paragraf 5 UU Ketenagakerjaan UU No.1 Tahun 1970 Peraturan Pelaksanaan Peraturan Khusus PP; Per.Men ; SE; UNDANG-UNDANG KESELAMATAN KERJA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN KECELAKAAN KERJA DAN JAMINAN KEMATIAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN KECELAKAAN KERJA DAN JAMINAN KEMATIAN SALINAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN KECELAKAAN KERJA DAN JAMINAN KEMATIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT JANTUNG HASNA MEDIKA NOMOR TENTANG PENANGGULANGAN KEBAKARAN DAN KEWASPADAAN BENCANA

PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT JANTUNG HASNA MEDIKA NOMOR TENTANG PENANGGULANGAN KEBAKARAN DAN KEWASPADAAN BENCANA PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT JANTUNG HASNA MEDIKA NOMOR TENTANG PENANGGULANGAN KEBAKARAN DAN KEWASPADAAN BENCANA Menimbang : DIREKTUR RUMAH SAKIT JANTUNG HASNA MEDIKA 1. Bahwa penanggulangan kebakaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah meningkatnya jumlah tenaga kerja di kawasan industri yang. membawa dampak terhadap keadaan sosial masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. adalah meningkatnya jumlah tenaga kerja di kawasan industri yang. membawa dampak terhadap keadaan sosial masyarakat. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Semenjak terjadinya revolusi industri di Inggris pada akhir abad ke - 18 dan awal abad ke-19, industri mulai berkembang ke seluruh Eropa Barat dan Amerika Utara kemudian

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Adapun dari hasil analisis dan pembahasan pada penelitian ini dapat disimpulkan : 1. Dari data perbandingan lima proyek konstruksi gedung yang terbaik dalam melakukan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. penting seperti derasnya arus mobilisasi penduduk dari desa ke kota maupun

BAB 1 PENDAHULUAN. penting seperti derasnya arus mobilisasi penduduk dari desa ke kota maupun BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan suatu wilayah perkotaan telah membawa sejumlah persoalan penting seperti derasnya arus mobilisasi penduduk dari desa ke kota maupun berkembangnya berbagai

Lebih terperinci