TEORI VYGOTSKY DAN IMPLIKASINYA DALAM PENDIDIKAN AGAMA ISLAM PADA ANAK

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "TEORI VYGOTSKY DAN IMPLIKASINYA DALAM PENDIDIKAN AGAMA ISLAM PADA ANAK"

Transkripsi

1 TEORI VYGOTSKY DAN IMPLIKASINYA DALAM PENDIDIKAN AGAMA ISLAM PADA ANAK STAIN Kudus dan STAIN Kediri dan Abstract: Vygotsky was born in Orsha, Russia, 1896 and died in Moskow, 1934 due to tuberculosis. He had suffered since the age of 38. In his so short but very productive lifetime, he produced a lot of psychology theories about intellectual development. Vygotsky s main work was in developmental psychology, and he proposed a theory of the development of higher cognitive functions in children that saw the emergence of the reasoning as emerging through practical activity in a social environment. The theories are, among others, concerned with the role of social interaction in cognitive development, the dialectic of mind and language, concept development, and the zone of proximal development. This article discussess those theories namely, the role of socioculture, as well as their implications in Islamic education for children. Key words: sociocultural and Islamic education for children, Vygotsky s theory A. Pengantar Pendidikan merupakan tonggak kehidupan untuk mengembangkan kemampuan serta mutu kehidupan dan martabat manusia. Dengan kata lain, baik buruknya diri manusia tergantung dari pendidikan yang telah dijalaninya. Begitu pula yang terjadi di Indonesia, pendidikan menjadi suatu hal yang penting sebagaimana yang termaktub dalam pembukaan Undang- Undang dasar 1945 yang mencantumkan bahwa tujuan pendidikan nasional adalah mencerdaskan kehidupan bangsa, dengan setiap warga negara berhak mendapat pendidikan (Amandemen UUD 1945 pasal 31 ayat 1). Dilanjutkan dalam ayat 2 bahwa mengikuti pendidikan dasar merupakan kewajiban bagi setiap warga negara dan kewajiban pemerintah membiayainya. Serta lebih

2 62 jelas dalam ayat 3, pemerintah mngusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak yang mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang. Sementara menurut Indriana (2011) mengatakan bahwa, pendidikan adalah aspek universal yang selalu dan harus ada dalam kehidupan manusia. Tanpa pendidikan, ia tidak akan pernah berkembang dan berkebudayaan. Disamping itu, kehidupannya juga akan menjadi statis tanpa ada kemajuan, bahkan bisa jadi akan mengalami kemunduran dan kepunahan. Oleh karena itu, menjadi fakta yang tak terbantahkan bahwa pendidikan adalah sesuatu yang niscaya dalam kehidupannya. Dalam perkembangannya anak didik sebagai individu sedang dalam proses berkembang atau menjadi (become) yaitu berkembang ke arah kematangan atau kemandirian. Untuk mencapai kematangan tersebut, anak didik memerlukan bimbingan karena mereka masih memiliki pemahaman atau wawasan tentang dirinya dan lingkungannya juga pengalaman dalam menentukan arah kehidupannya. Di samping terdapat suatu keniscayaan bahwa proses perkembangan individu tidak berlangsung secara mulus atau steril dari masalah (Yusuf, 2000). Pembinaan agama Islam khususnya pembinaan yang dilakukan pada anak didik adalah untuk mengembangkan sikap, pengetahuan, daya cipta dan keterampilan pada anak didik. Dalam konteks agama Islam dapat dicapai dengan berbagai metode pendidikan yang sangat menyentuh perasaan, mendidik jiwa dan mengembangkan semangat menjalankan agama (keberagamaan) pada anak didik. sehingga menjadi anak yang shaleh, beriman, taat beribadah, berakhlak terpuji (Daradjat, 1995) Selaras dengan tujuan pendidikan agama yaitu membimbing anak didik agar menjadi anak didik yang muslim sejati, berakhlak mulia, beramal shaleh, serta berguna bagi masyarakat, agama, bangsa dan negara. Di dalam pembelajaran agama Islam terlebih dahulu ditanamkan dasar Ketuhanan yang kokoh. Dengan demikian dalam menjalankan kewajiban ibadahnya dapat berjalan dengan baik karena pada dasarnya manusia diciptakan oleh Allah tak lain hanya untuk beribadah, menyembah kepada-nya. Pendidikan Agama Islam sebagai suatu proses, belajar mengajar merupakan proses yang berkesinambungan. Proses belajar mengajar tidak terbatas pada penyampaian materi pelajaran di kelas tetapi yang lebih Teori Vygotsky dan Implikasinya terhadap Pendidikan Agama Islam pada Anak

3 63 penting adalah bagaimana agar materi pelajaran yang diterima anak didik di kelas dapat diterapkan dan diamalkan dalam kehidupan sehari-hari. Pendidikan agama Islam pada anak sangat terkait dengan bagaimana perkembangan kognitif anak. Perkembangan kognitif dan bahasa anak-anak tidak berkembang dalam suatu situasi sosial yang hampa. Lev Vygotsky ( ), seorang psikolog berkebangsaan Rusia, mengenal poin penting tentang pikiran anak ini lebih dari setengah abad yang lalu. Teori Vygotsky mendapat perhatian yang makin besar ketika memasuki akhir abad ke-20. Sezaman dengan Piaget, Vygotsky menulis di Uni Soviet selama an dan 1930-an. Namun, karyanya baru dipublikasikan di dunia Barat pada tahun 1960-an. Sejak saat itulah, tulisan-tulisannya menjadi sangat berpengaruh. Vygotsky adalah pengagum Piaget. Walaupun setuju dengan Piaget bahwa perkembangan kognitif terjadi secara bertahap dan dicirikan dengan gaya berpikir yang berbeda-beda, tetapi Vygotsky tidak setuju dengan pandangan Piaget bahwa anak menjelajahi dunianya sendirian dan membentuk gambaran realitas batinnya sendiri. Dasar teori Vygtsky keterkaitannya dengan pendidikan adalah pengamatan bahwa perkembangan dan pembelajaran terjadi di dalam konteks sosial, yakni di dunia yang penuh dengan orang yang berinteraksi dengan anak sejak anak itu lahir. Orang-orang inilah yang sangat berperan dalam membantu anak belajar dengan menunjukkan benda-benda, dengan berbicara sambil bermain, dengan membacakan ceritera, dengan mengajukan pertanyaan dan sebagainya. Dengan kata lain, orang dewasa menjadi perantara bagi anak dan dunia sekitarnya. Belajar lewat instruksi dan perantara adalah ciri inteligensi manusia. Dengan pertolongan orang dewasa, anak dapat melakukan dan memahami lebih banyak hal dibandingkan dengan jika anak hanya belajar sendiri. Belajar melakukan sesuatu dan belajar berpikir terbantu dengan berinteraksi dengan orang dewasa. Menurut Vygotsky, pertama-tama anak melakukan segala sesuatu dalam konteks sosial dengan orang lain dan bahasa membantu proses ini dalam banyak hal. Lambat laun, anak semakin menjauhkan diri dari ketergantungannya kepada orang dewasa dan menuju kemandirian bertindak dan berpikir. Pergeseran dari berpikir dan berbicara nyaring sambil melakukan sesuatu ke tahap berpikir dalam hati tanpa suara disebut internalisasi. ELEMENTARY Vol. 1 No. 1 Juli - Desember 2013

4 64 Internalisasi bagi Vygotsky bukanya transfer, melainkan sebuah transformasi. Maksudnya, mampu berpikir tentang sesuatu yang secara kualitatif berbeda dengan mampu berbuat sesuatu. Dalam proses internalisasi, kegiatan interpersonal seperti bercakap-cakap atau berkegiatan bersama, kemudian menjadi interpersonal, yaitu kegiatan mental yang dilakukan oleh seorang individu. Banyak gagasan Vygotsky yang dapat membantu dalam membangun kerangka berpikir untuk mengajar pendidikan agama Islam bagi anakanak. Pada tulisan ini akan diuraikan mengenai pemikiran Vygotsky serta implikasinya pada pendidikan agama Islam pada anak. B. Biografi Singkat Vygotsky Nama lengkapnya adalah Lev Semyonovich Vygotsky. Ia dilahirkan di salah satu kota Tsarist, Russia, tepatnya pada pada 17 November 1896, dan berketurunan Yahudi. Dia tumbuh dan besar di Gomel, suatu kota sekitar 400 mil bagian barat Moscow. Sewaktu dia masih muda, dia tertarik pada studi-studi kesusastraan dan analisis sastra, dan menjadi seorang penyair dan Filosof. Memasuki usia 18 tahun, dia menulis suatu ulasan tentang Shakespeare s Hamlet yang kemudian dimasukkan dalam satu dari berbagai tulisannya mengenai psikologi. Dia memasuki sekolah kedokteran di Universitas Moscow dan dalam waktu yang tidak lama kemudian dia pindah ke sekolah hukum sambil mengambil studi kesusastraan pada salah satu universitas swasta. Dia menjadi tertarik pada psikologi pada umur 28 tahun. Vygotsky mengajar kesusatraan di suatu sekolah Propinsi sebelum memberi kuliah psikologi pada suatu sekolah keguruan. Dia dipercaya membawakan kuliah psikologi walaupun secara formal tidak pernah mengambil studi psikologi. Dari sinilah dia semakin tertarik dengan kajian psikologi sehingga menulis disertasi Ph.D. mengenai Psychology of Art di Moscow Institute of Psychology pada tahun Vygotsky bekerja kolaboratif bersama Alexander Luria and Alexei Leontiev dalam membuat dan menyusun proposal penelitian yang sekarang ini dikenal dengan pendekatan Vygotsky. Selama hidupnya Vygotsky mendapat tekanan yang begitu besar dari pemegang kekuasaan dan para penganut idelogi politik di Rusia untuk mengadaptasi dan mengembangkan teorinya. Teori Vygotsky dan Implikasinya terhadap Pendidikan Agama Islam pada Anak

5 65 Vygotsky pun sering dihubungkan dengan psikolog Swiss bernama Piaget. Lahir pada masa yang sama dengan Piaget, seorang psikolog yang juga mempunyai keyakinan bahwa keaktifan anak yang membangun pengetahuan mereka. Vygotsky meninggal dalam usia yang cukup muda, yaitu ketika masih berusia tiga puluh tujuh tahun, pada tahun 1934 akibat menderita penyakit tuberculosis (TBC), barulah seluruh ide dan teorinya diterima oleh pemerintah dan tetap dianut dan dipelajari oleh mahasiswanya. Kepeloporannya dalam meletakkan dasar tentang psikologi perkembangan telah banyak mempengaruhi sekolah pendidikan di Rusia yang kemudian teorinya berkembang dan dikenal luas di seluruh dunia hingga saat ini. C. Pendekatan Sosiokultural Vygotsky dalam Pendidikan Lev Vygotsky merupakan salah satu tokoh yang menyumbangkan ide brilian mengenai cara-cara belajar individu khususnya anak-anak. Vygotsky (1978) menekankan pentingnya konteks sosial untuk belajar dan pengembangan. Ia beralasan bahwa seseorang dari lahir sampai mati telah berhubungan secara sosial, secara budaya, dan menurut sejarah mengorganisir praktek-praktek, dan bahwa tidak ada satupun dapat terpisah dari konteks sosial. Vygotsky berpendapat bahwa budaya dan lingkungan sosial seorang anak adalah hal terpenting yang mempengaruhi pembentukan pengetahuan mereka. Anak-anak belajar melalui lagu, bahasa, kesenian dan permainan. Ia juga menyatakan bahwa budaya mempengaruhi proses belajar, anak-anak belajar melalui interaksi dan kerjasama dengan orang lain dan lingkungannya. Vygotsky dalam Komalasari (2010:20) meyakini bahwa jalan pikiran seseorang harus dimengerti dari latar sosial budaya dan sejarahnya. Perolehan pengetahuan dan perkembangan kognitif seseorang sesuai dengan teori sosiogenesis. Dimensi kesadaran sosial bersifat primer, sedangkan dimensi individualnya bersifat derivative atau merupakan turunan dan bersifat sekunder. Artinya pengetahuan dan perkembangan kognitif individu berasal dari sumber-sumber sosial di luar dirinya. Hal ini tidak berarti bahwa individu bersikap pasif dalam perkembangan kognitifnya, tetapi Vygotsky juga menekankan pentingnya peran aktif seseorang dalam mengkonstruksi pengetahuannya. ELEMENTARY Vol. 1 No. 1 Juli - Desember 2013

6 66 Pentingnya pengaruh sosial (khususnya instruksi yang diberikan) pada perkembangan kognitif anak-anak direfleksikan dalam Vygotsky konsep zone of proximal development (ZPD). Yuliani (2005) mengartikan Zone of Proximal Development (ZPD) atau Zona Perkembangan Proksimal sebagai fungsi-fungsi atau kemampuan yang belum matang yang masih berada pada proses pematangan. Karena fungsi-fungsi yang belum matang ini maka anak membutuhkan orang lain untuk membantu proses pematangannya. Dengan demikian dapat pula dikatakan bahwa, Vygotsky (1978), ZPD merupakan jarak antara tingkat perkembangan sesungguhnya yang didefinisikan sebagai kemampuan pemecahan masalah secara mandiri dan tingkat perkembangan potensial yang didefinisikan sebagai kemampuan pemecahan masalah di bawah bimbingan orang dewasa atau melalui kerjasama dengan teman sejawat yang lebih mampu. Zona Perkembangan Proksimal mendefinisikan fungsi-fungsi tersebut yang belum pernah matang, tetapi dalam proses pematangan. Fungsi-fungsi tersebut akan matang dalam situasi embrionil pada waktu itu. Fungsi-fungsi tersebut dapat diistilahkan sebagai kuncup atau bunga perkembangan yang dibandingkan dengan buah perkembangan. Zona Perkembangan Proksimal terdekat adalah ide bahwa siswa belajar konsep paling baik apabila konsep itu berada pada zona perkembangan terdekat mereka. ZPD merupakan level perkembangan yang dicapai ketika anak-anak ikut serta dalam tingkah laku sosial. Hal ini dapat diartikan bahwa perkembangan ZPD tergantung pada interaksi sosial yang penuh, di mana keahlian dapat diperoleh dengan bimbingan oraang dewasa atau kolaborasi antar kawan sebaya ataupun orang yang lebih faham melampaui apa yang difahaminya. ZPD merupakan suatu kondisi ketika anak-anak menerima tugas yang cukup sulit bagi mereka untuk memahaminya atau menguasainya sendiri tetapi dapat dipelajari dengan tuntunan dan bantuan orang dewasa atau teman sebaya yang terlatih. Oleh karena itu, batasan terbawah dari ZPD adalah tingkat ketrampilan yang dapat dicapai oleh anak dengan belajar sendiri, dan batasan tertinggi dari ZPD adalah tingkat ketrampilan yang dapat dicapai anak dengan bantuan instruktur. Anak-anak yang berada dalam ZPD merupakan anak-anak yang siap untuk memasuki proses kematangan dan siap ditingkatkan hanya dengan bantuan orang-orang yang terampil. Salah satu teknik untuk meningkatkan kemampuan anak-anak menuju Teori Vygotsky dan Implikasinya terhadap Pendidikan Agama Islam pada Anak

7 67 ZPD tertinggi adalah scaffolding. Scaffolding merupakan teknik yang dapat membantu terjadinya peningkatan tingkat yang mendukung pembelajaran. Scaffolding dapat diberikan dalam bentuk dialog. Menurut pandangan Vygotsky (Santrock, 2006), anak-anak memiliki kekayaan pengetahuan namun tidak sistematis, tidak terorganisasi, tidak logis dan bersifat spontan. Melalui dialog antara anak-anak dengan orang-orang yang terampil dapat membantu anak-anak mengatur pengetahuan mereka sehingga menjadi lebih sistematis, terorganisasi, logis dan terencana. Sebagai contoh, para siswa yang belajar di sekolah dikelilingi di dalamnya satu konteks sosial yang boleh berisi berbagai artefak sejarah dan peradaban kuno sebagai warisan, sebagai alat belajar, bahasa untuk berkomunikasi, subjek studi, bangunan untuk tempat tinggal, pakaian untuk dipakai, dan sebagainya. Nilai-nilai sejarah dan kebudayaan masa lalu meliputi produk-produk buatan tangan manusia yang telah diteruskan dari generasi-generasi masa lampau. Seorang anak mengembangkan prosesproses mental lebih tinggi melalui interaksi dengan konteks sosial yang berisi sosial, budaya, dan pengetahuan historis dari masa lampau. Ada satu pandangan mengenai hubungan antara konteks sosial anak-anak dan proses-proses psikologis mereka, dan dengan begitu, Vygotsky memandang pengembangan kognitif sebagai perubahan bentuk aktivitas secara sosial yang membagi berbagai aktivitas pada proses-proses internalisasi (John- Steiner& Mahn, 1996). Vygotsky juga percaya bahwa internalisasi terjadi secara sosial dan secara kultural di organisir melalui interaksi saling berhadapan atau faceto-face. Atas dasar inilah seorang anak mengetahui. Pengetahuan baru kemudian diperkenalkan oleh orang yang lain yang lebih mampu. Orang lain yang lebih mampu mengacu pada para guru, orang tua, teman, atau seseorang yang mempunyai kemampuan teori lebih tinggi dibanding yang dikerjakan oleh anak. orang lain yang lebih mampu saling berinteraksi, anak kemudian mencoba melakukan internalisasi satu konsep baru melalui menghubungkan dengan pengetahuan atau pengalaman masa lalunya. Demikian, Vygotsky percaya bahwa memberdayakan seorang anak untuk mengembangkan kemampuannya melalui bantuan orang yang lain yang lebih mampu, berinteraksi sosial antara individu dengan individu lain memainkan satu peran penting di dalam pengembangan kognitif (Tasaki, 2001). Yuliani (2005) mengemukakan ada empat tahapan ZPD Vygotsky yang ELEMENTARY Vol. 1 No. 1 Juli - Desember 2013

8 68 terjadi dalam perkembangan dan pembelajaran yang menyangkut ZPD, yaitu: Tahap 1: Tindakan anak masih dipengaruhi atau dibantu orang lain. Seorang anak yang masih dibantu memakai baju, sepatu dan kaos kakinya ketika akan berangkat ke sekolah ketergantungan anak pada orang tua dan pengasuhnya begitu besar, tetapi ia suka memperhatikan cara kerja yang ditunjukkan orang dewasa Tahap 2: Tindakan anak yang didasarkan atas inisiatif sendiri. Anak mulai berkeinginan untuk mencoba memakai baju, sepatu dan kaos kakinya sendiri tetapi masih sering keliru memakai sepatu antara kiri dan kanan. Memakai bajupun masih membutuhkan waktu yang lama karena keliru memasangkan kancing. Tahap 3: Tindakan anak berkembang spontan dan terinternalisasi. Anak mulai melakukan sesuatu tanpa adanya perintah dari orang dewasa. Setiap pagi sebelum berangkat ia sudah mulai faham tentang apa saja yang harus dilakukannya, misalnya memakai baju kemudian kaos kaki dan sepatu. Tahap 4: Tindakan anak spontan akan terus diulang-ulang hingga anak siap untuk berfikir abstrak. Terwujudnya perilaku yang otomatisasi, anak akan segera dapat melakukan sesuatu tanpa contoh tetapi didasarkan pada pengetahuannya dalam mengingat urutan suatu kegiatan. Bahkan ia dapat menceritakan kembali apa yang dilakukannya saat ia hendak berangkat ke sekolah. Pada empat tahapan ini dapat disimpulkan bahwa. Seseorang akan dapat melakukan sesuatu yang sebelumnya tidak bisa dia lakukan dengan bantuan yang diberikan oleh orang dewasa maupun teman sebayanya yang lebih berkompeten terhadap hal tersebut. Vygotsky (1978) berpendapat bahwa pendekatan sosiokultural pada pengembangan kognitif juga menekankan pentingnya peran yang menengahi faktor-faktor seperti bahasa dalam proses belajar dan pengembangan. Vygotsky percaya bahwa interaksi-interaksi antara seorang anak dan konteks sosialnya dimediasi oleh bahasa. Menurut Vygotsky(1978), bahasa mempunyai dua fungsi penting: (a) bahasa adalah alat untuk komunikasi antar personal, dan (b) bahasa adalah satu alat untuk mengorganisir pemikiran. Dengan begitu, pengembangan awal bahasa adalah satu alat untuk memberitahukan orang lain siapa yang akan menyediakan seorang anak dengan artefak peradaban kuno Teori Vygotsky dan Implikasinya terhadap Pendidikan Agama Islam pada Anak

9 69 mengenai budaya, termasuk bahasa yang telah diteruskan dari generasigenerasi sebelumnya. Bahasa menjadi satu alat untuk mengorganisir dan pengintegrasian pikiran dan perilaku. Bahasa bertindak sebagai satu alat psikologis yang tangguh dalam proses internalisasi. Fungsi bahasa ini dicerminkan di dalam pembicaraan diri anak-anak bila mulai mengerjakan tugas-tugas pemecahan masalah. Vygotsky (1978) menemukan bahwa anak-anak menggunakan suara egosentris ketika sering mempunyai aktivitas yang sulit. Ketika anak berbicara sendiri, anak-anak memerlukan bantuan sendiri untuk memenuhi tugas sulit tanpa bimbingan dari orang lain yang lebih mampu. Ini adalah bertentangan dengan penjelasan Piaget mengenai suara egosentris anakanak (Tasaki, 2001). Piaget melihat bahwa bersuara atau berbicara sendiri sebagai suatu indikasi anak seperti tidak mempunyai kemampuan untuk melakukan kegiatan sosial secara sungguh-sungguh. Suara egosentris akan menghilang lenyap ketika anak pindah dari fase pra-operational. Vygotsky, pada kesempatan yang lain percaya bahwa suara egosentris mencerminkan penampilan dari bimbingan diri. Itu tidak akan menghilang lenyap akan tetapi menjadi terinternalisasi. Berdasarkan teori Vygotsky Yuliani (2005) menyimpulkan beberapa hal yang perlu untuk diperhatikan dalam proses pembelajaran, yaitu: (a) dalam kegiatan pembelajaran hendaknya anak memperoleh kesempatan yang luas untuk mengembangkan zona perkembangan proksimalnya atau potensinya melalui belajar dan berkembang, (b) pembelajaran perlu dikaitkan dengan tingkat perkembangan potensialnya dari pada perkembangan aktualnya, (c) pembelajaran lebih diarahkan pada penggunaan strategi untuk mengembangkan kemampuan intermentalnya daripada kemampuan intramentalnya, (d) anak diberikan kesempatan yang luas untuk mengintegrasikan pengetahuan deklaratif yang telah dipelajarinya dengan pengetahuan prosedural untuk melakukan tugas-tugas dan memecahkan masalah, (e) proses Belajar dan pembelajaran tidak sekedar bersifat transferal tetapi lebih merupakan ko-konstruksi. Dalam teori belajar sosiokultural ini, pengetahuan yang dimiliki seseorang berasal dari sumber-sumber sosial yang terdapat di luar dirinya. Untuk mengkonstruksi pengetahuan, diperlukan peranan aktif dari orang tersebut. Karena pengetahuan dan kemampuan tidak datang dengan sendirinya, namun harus diusahakan dan dipengaruhi oleh orang lain. ELEMENTARY Vol. 1 No. 1 Juli - Desember 2013

10 70 Prinsip-prinsip utama teori belajar sosiokultural yang banyak digunakan dalam pendidikan menurut Guruvalah adalah: (a) pengetahuan dibangun oleh siswa secara aktif, (b) tekanan proses belajar mengajar terletak pada Siswa, (c) mengajar adalah membantu siswa belajar, (d) tekanan dalam proses belajar lebih pada proses dan bukan pada hasil belajar, (e) kurikulum menekankan pada partisipasi siswa dan (f) guru adalah fasilitator. Sementara Ormrod (2004) menegaskan bahwa belajar melalui pendekatan sosiokultural mempunyai beberapa prinsip utama di antaranya yaitu: (a) seseorang dapat belajar melalui pengamatan terhadap perilaku orang lain, khususnya pengamatan terhadap hasil perilaku orang tersebut. Seseorang belajar dari perilaku orang lain dengan cara modelling, (b) belajar dapat muncul tanpa ada perubahan dalam perilaku. Pembelajar dapat belajar sendiri dengan atau tanpa perubahan perilaku, (c) konsekuensi berperan penting dalam pembelajar. Seseorang dapat belajar dari kesalahan dan kesuksesan yang pernah mereka alami dan (d) kognisi berperan penting dalam pembelajaran. Kognisi berkaitan erat dengan proses atensi dan retensi sehingga belajar dapat dipicu secara optimal dengan memperhatikan aspek kogntif. Berdasarkan penjelasan dapat disimpulkan bahwa belajar pada masa anak menurut Vygotsky, dipengaruhi oleh bentuk model lewat simbol yang ada pada lingkungan sekitar. Vygotsky, menunjukkan bagaimana kognisi anak berkembang melalui interaksi dengan lingkungan. Vygotsky mempunyai tiga hal utama di dalam teori nya: (1) pentingnya peran budaya, (2) peran bahasa dan, (3) konsep zone of proximal development. D. Implikasi Teori Vygotsky dalam Pendidikan Agama Islam pada Anak Banyak gagasan Vygotsky yang dapat membantu dalam membangun kerangka berpikir untuk mengajar pendidikan agama Islam bagi anak-anak. Di antaranya adalah tentang peran lingkungan social dan Zona Perkembangan Proksimal (ZPD) yang sangat penting bagi pedidikan agama Islam pada anak. Menurut Slavin (2000), Vygotsky sangat menekankan pentingnya peranan lingkungan kebudayaan dan interaksi sosial dalam perkembangan sifat-sifat dan tipe-tipe manusia. Sementara Vygotsky (dalam Ormrod, 1995) menyatakan bahwa, children s cognitive development is promoted and enchanced through their interaction with more advanced and capable Teori Vygotsky dan Implikasinya terhadap Pendidikan Agama Islam pada Anak

11 71 individuals. Menurut Vygotsky siswa sebaiknya belajar melalui interaksi dengan orang dewasa dan teman sebaya yang lebih mampu. Interaksi sosial ini memacu terbentuknya ide baru dan memperkaya perkembangan intelektual siswa. Bahwa budaya dan lingkungan sosial seorang anak adalah hal terpenting yang mempengaruhi pembentukan pengetahuan mereka. Anak-anak belajar melalui lagu, bahasa, kesenian dan permainan. Vygotsky juga menyatakan bahwa budaya mempengaruhi proses belajar, anak-anak belajar melalui interaksi dan kerjasama dengan orang lain dan lingkungannya. Sementara ZPD adalah sebagai fungsi-fungsi atau kemampuan yang belum matang yang masih berada pada proses pematangan. Karena fungsifungsi yang belum matang ini maka anak membutuhkan orang lain untuk membantu proses pematangannya. Lingkungan social anak mencakup semua jalur pendidikan, baik pendidikan sekolah maupun pendidikan luar sekolah. Khusus untuk jalur pendidikan luar sekolah, seperti pendidikan keluarga adalah sangat penting, karena keluarga merupakan lembaga sosial yang pertama bagi setiap manusia. Proses sosialisasi akan dimulai dari keluarga, di mana anak mulai mengembangkan diri. Dalam UU RI No. 2 Tahun 1989 Pasal 10 Ayat 4 dinyatakan bahwa Pendidikan keluarga merupakan bagian dari jalur pendidikan luar sekolah yang diselenggarakan dalam keluarga dan yang memberikan keyakinan agama, nilai budaya, nilai moral, dan ketrampilan. Perlu pula ditegaskan bahwa pemerintah mengakui kemandirian keluarga untuk melaksanakan upaya pendidikan dalam lingkungannya sendiri. Meskipun pendidikan formal telah mengambil sebagian tugas keluarga dalam mendidik anak, tetapi pengaruh keluarga tetap penting sebab keluarga merupakan lembaga sosial pertama yang dikenal oleh anak. Dalam keluarga dapat ditanamkan nilai dan sikap yang dapat mempengaruhi perkembangan anak selanjutnya. Perubahan fungsi keluarga, pola hubungan orang tua dan anak di dalam keluarga, tingkat keberagamaan keluarga, kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan oleh keluarga, komposisi keanggotaan dalam keluarga, dan perbedaan kelas sosial keluarga diperkirakan tetap berpengaruh terhadap perkembangan anak. Keluarga adalah inti masyarakat. Di sini anak mulai mengenal kehidupan dan pendidikannya. Keadaan anak sebelum lahir ditentukan oleh faktor keturunan, baik jasmani maupun rokhani. Setelah lahir pengaruh luar akan akan menghambat atau menyuburkan benih-benih bakatnya. ELEMENTARY Vol. 1 No. 1 Juli - Desember 2013

12 72 Banyak dasar perilaku tertanam sejak dalam keluarga, juga sikap hidup dan kebiasaan. Faktor luar dari orang tuanya seperti ekonomi, adat-istiadat, keadaan orang tuanya, kesempatan dan cara memuaskan dirinya, banyak berpengaruh. Bagaimanapun pengaruh luar keluarga berkesan pada anak, sayangnya setiap kali ia kembali keluarganya, dan sebagian besar waktunya ada di situ; sehingga dasar kehidupan keluargalah yang meninggalkan dasar yang paling dalam bagi pendidikannya. Kemajuan dan perkembangan pribadi lebih menguntungkan pada anak yang hidup dalam keluarga yang baik, religius dan lingkungan yang baik serta religius pula. Sementara sekolah mempunyai tugas dalam masyarakat sebagai pemelihara kebutuhan masyarakat, dan mewariskannya kepada generasi penerusnya. Segala warisan budaya diberikan oleh sekolah kepada subyeksubyeknya. Tugas lain dari sekolah adalah menumbuhkan dan meneguhkan pendidikan agama agar masyarakat menjadi baik dan menjadi masyarakat yang berbudaya Islami. Selanjutnya, di samping sekolah dan keluarga, proses pendidikan juga sangat dipengaruhi oleh berbagai kelompok sosial dalam masyarakat, seperti kelompok keagamaan seperti Taman pendidikan al-qur an, kelompok bermain dan lain-lain. Terdapat satu kelompok khusus yang datangnya bukan dari orang dewasa, tetapi dari anak-anak lain yang hampir seusia, yang disebut kelompok sebaya. Kelompok sebaya ini juga merupakan agen sosialisasi yang mempunyai pengaruh kuat searah dengan bertambahnya usia anak. Kelompok sebaya terdiri dari sejumlah individu yang rata-rata usianya hampir sama yang mempunyai kepentingan tertentu yang bersifat sangat sementara. Kelompok sebaya bukanlah merupakan lembaga yang bersifat tetap sebagaimana keluarga. Pada beberapa kelompok sebaya, bahkan tidak jelas siapa sebenarnya yang menjadi anggota dan siapa yang bukan anggota. Anakanak selalu pindah dari suatu kelompok ke kelompok sebaya lainnya sejalan dengan bertambahnya usia anak yang bersangkutan. Banyak anak menjadi anggota lebih dari satu kelompok dalam waktu yang bersamaan. Pada suatu saat seorang anak menjadi anggota kelompok sebaya di kampungnya dan di sekolah misalnya pada saat anak mengikuti kegiatan Taman Pendidikan Al-Qur an dan sebagainya. Di dalam masing-masing kelompok seorang anak mempunyai status tertentu dan dituntut dari kelompok sebaya dan adanya kecenderungan setiap anggota kelompok untuk memenuhi ekspektasi itu, Teori Vygotsky dan Implikasinya terhadap Pendidikan Agama Islam pada Anak

13 73 maka dirasakan pengaruh kelompok sebaya menjadi semakin penting. Sebagai lembaga sosial, kelompok sebaya tidak mempunyai struktur yang jelas dan tidak mempunyai tujuan yang bersifat permanen. Tetapi kelompok sebaya dapat menciptakan solidaritas yang sangat kuat di antara anggota kelompoknya. Terdapat beberapa hal yang dapat disumbangkan oleh kelompok sebaya dalam proses sosialisasi anak, antara lain bahwa kelompok sebaya memberikan model mengenai pendidikan agama yang dimiliki, memberikan identitas, serta memberikan dukungan (support). Di samping itu, kelompok sebaya memberikan jalan pada anak untuk lebih independen dan menumbuhkan sikap kerja sama dan membuka horison anak lebih luas. Paparan tersebut menyoroti terutama pengaruh lingkungan sosial budaya terhadap keberhasilan Pendidikan Agama Islam (PAI) bagi anak yang mulai dari keluarga, sekolah serta kelompok sebaya, dan sebagainya. Sementara teori ZPD (DPT) Vygotsky sifatnya sangat khas untuk setiap individu. Kekhasan ini timbul karena variasi jarak antara taraf kemampuan aktual dan taraf kemampuan potensial. Hal ini semakin menegaskan perlunya perhatian guru PAI terhadap para siswa secara individual. Di lain pihak, ZPD (DPT) juga memperlihatkan peranan teman sebaya yang lebih mampu bagi proses belajar anak. Segi ini memberikan dukungan bagi keberhasilan pembelajaran PAI secara kolaboratif. Dengan demikian, kelas dengan siswa yang bervariasi kemampuan PAInya masih perlu dipertahankan, tetapi seiring dengan itu perhatian individual tetap diperlukan. Menurut teori Vygotsky (1978), scaffolding adalah bantuan atau support kepada seseorang anak dari seseorang yang lebih dewasa atau lebih kompeten dengan maksud agar si anak mampu untuk mengerjakan tugastugas atau soal-soal yang lebih tinggi tingkat kerumitannya daripada tingkat perkembangan kognitif yang aktual dari anak yang bersangkutan. Dengan demikian, Pendidikan agama Islam pada anak juga dipengaruhi oleh orangorang dewasa sekitar anak dalam membimbing dan mendidik anak. Pada lingkungan pendidikan non formal keluarga merupakan tempat pertama menyemai materi dan kegiatan agama Islam. Sementara pada pendidikan formal, guru menempati posisi penting karena mereka adalah figure teladan yang akan dicontoh oleh anak-anak. Oleh sebab itu, guru adalah mendidik, mengajar dan melatih, menyampaikan ilmu pengetahuan, memahamkan dan menjadikan peserta didiknya untuk lebih pandai serta berakhlak. Untuk itu yang terpenting bagi seorang guru adalah hendaknya memegang teguh ELEMENTARY Vol. 1 No. 1 Juli - Desember 2013

14 74 komitmen ing ngarsa sung tulada, ing madya mangun karsa, dan tut wuri handayani. Ing ngarsa sung tulada, beraksentuasi pada makna bahwa guru harus di depan menjadi panutan, dapat digugu dan ditiru atas semua perkataan dan perbuatannya. Ing madya mangun karsa, yaitu mampu menjadi mediator untuk menjadikan siswanya berkarya dan berkehendak atas kemampuan masing-masing. Tut wuri handayani, dengan maksud guru harus mampu mendorong dari belakang terhadap anak didiknya untuk senantiasa berbuat yang lebih bermanfaat bagi dirinya sendiri, bangsa dan negara. Implikasi teori Vygotaky pada pendidikan agama Islam pada anak yang lain adalah perlu disediakannya waktu yang memadai untuk muatan materi pendidikan agama Islam; yakni menuntut pemantapan pengetahuan hingga terbentuk watak dan kepribadian. Materi yang diajarkan di sekolah diharuskan sesuai permasalahan riil di masyarakat. Materi suatu pelajaran berada di langit yang sulit untuk diterapkan di muka bumi. Seharusnya, semua mata pelajaran tidak mengabaikan permasalahan riil yang terjadi di masyarakat, bahkan murid -murid harus senantiasa dilatih untuk memecahkan permasalahan riil di masyarakat sesuai dengan jenjang pendidikannya. Namun demikian materi pendidikan agama Islam juga harus sesuai dengan tahap perkembangan anak. Pembelajaran agama Islama haruslah yang memungkinkan anak memperkuat, memperluas dan menerapkan pengetahuan dan keterampilan akademisnya dalam berbagai lingkungan, baik lingkungan sekolah maupun lingkungan luar sekolah untuk memecahkan persoalan-persoalan yang terjadi di masyarakat atau persoalan riil yang disimulasikan di dalam kelas. Pembelajaran terjadi ketika anak mampu memerankan dirinya sebagai anggota masyarakat --baik sebagai warga negara, warga masyarakat, pekerja, maupun mahasiswa-- untuk memecahkan masalah-masalah yang terjadi di masyarakat sesuai dengan peranan dan tanggung jawab mereka. Selain itu, guru perlu mengupayakan supaya anak berusaha agar bisa mengembangkan diri masing-masing secara maksimal, yaitu mengembangkan kemampuan berpikir dan bekerja secara independen (sesuai dengan teori Piaget), di lain pihak, guru perlu juga mengupayakan supaya tiap-tiap anak juga aktif berinteraksi dengan anak-anak lain dan orang-orang lain di lingkungan masing-masing (sesuai dengan teori Vygotsky). Jika kedua hal itu dilakukan, perkembangan kognitif tiap-tiap anak akan bisa terjadi secara optimal. Teori Vygotsky dan Implikasinya terhadap Pendidikan Agama Islam pada Anak

15 75 E. Kesimpulan Teori belajar Vygotsky merupakan salah satu teori belajar sosial yang menarik apalagi bila di aplikasikan pada pendidikan agama pada anak. Teori ini juga sangat sesuai kareana menekankan pentingnya peranan lingkungan kebudayaan dan interaksi sosial dalam perkembangan sifat-sifat dan tipetipe manusia. Proses interaksi sangat penting, karena selama proses interaksi ini terjadi pemagangan kognitif (cognitive apprenticeship), yaitu proses di mana seseorang yang sedang belajar tahap demi tahap memperoleh keahlian melalui interaksinya dengan orang-orang di sekitar yang telah mempunyai religiusitas yang baik. Isi kurikulum dan metodologi PAI yang digunakan mengajar harus didasarkan pada kondisi sosial, budaya, emosi dan pengembangan intelektual anak, membentuk kelompok belajar yang saling tergantung di mana anak saling belajar dari sesamanya di dalam kelompok-kelompok kecil, menyediakan lingkungan yang mendukung pembelajaran mandiri, mempertimbangkan keragaman anak. Bahwa proses belajar tidak dapat dipisahkan dari aksi (aktivitas) dan interaksi, karena persepsi dan aktivitas berjalan seiring secara dialogis. Belajar merupakan proses penciptaan makna sebagai hasil dari pemikiran individu melalui interaksi dalam suatu konteks sosial. Selain itu, implikasi teori Vigotsky terhadap pendidikan Agama Islam menuntut guru dalam pembelajaran di kelas untuk memadukan berbagai strategi pembelajaran kontekstual sehingga pengajaran akan efektif bagi siswa dengan berbagai inteligensi dan merencanakan pembelajaran sesuai dengan kewajaran perkembangan mental anak. ELEMENTARY Vol. 1 No. 1 Juli - Desember 2013

16 76 DAFTAR PUSTAKA Daradjat, Z. (1995). Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Sekolah, PT. Remaja Rosdakarya Offset, Bandung, Cet. II. Indriana, D. (2011). Mengenal Ragam Gaya Pembelajaran Efektif, Diva Press, Jogjakarta. John-Steiner, V., & Mahn, H. (1996). Sosiocultural approaches to learning and development: A Vygotskian framework. Educational Psychologist, 31, Komalasari, K. (2010). Pembelajaran Kontekstual: Konsep dan Aplikasi. Bandung: Refika Aditama. Ormrod, J.E. (2004). Human Learning (4th Edition). Ohio : Pearson. Rogoff, B. (1993). Children s guided participation and participatory appropriation in sociocultural activity. In R. H. Wozniak & K.W. Fischer (Eds.), Development in context: Acting and thinking in specific environments (pp ). Hillsdale, NJ: Lawrence Erlbaum. Santrock, J.W. (2006). Educational Psychology (3th Edition). New York : McGraw-Hill. Slavin, R.E., (2000), Educational Psychology: Theory and Practice, Edisi 6, Boston: Allyn and Bacon. Tasaki, K. (2001). Culture And Epistemology: An Investigation of Different Patterns in Epistemological Beliefs Across Culture. Unpublished doctoral dissertation. University of Hawaii. Vygotsky, L. S. (1978). Mind in society: The development of higher psychological processes. Cambridge, MA: Harvard University Press. Yuliani N. S., dkk. III. (2005). Metode Pengembangan Kognitif. Jakarta : Pusat Penerbitan Universitas Terbuka Yusuf, S., LN. (2000). Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, Rosdakarya, Bandung. Teori Vygotsky dan Implikasinya terhadap Pendidikan Agama Islam pada Anak

PEMBELAJARAN MATEMATIKA BERDASARKAN TEORI KONSTRUKTIVISME SOSIAL (VYGOTSKY)

PEMBELAJARAN MATEMATIKA BERDASARKAN TEORI KONSTRUKTIVISME SOSIAL (VYGOTSKY) PEMBELAJARAN MATEMATIKA BERDASARKAN TEORI KONSTRUKTIVISME SOSIAL (VYGOTSKY) A. Profil Singkat Vygotsky Nama lengkapnya adalah Lev Semyonovich Vygotsky. Ia dilahirkan di salah satu kota Tsarist, Russia,

Lebih terperinci

TEORI KULTUR (Sosiokultur, Lev Vygotsky)

TEORI KULTUR (Sosiokultur, Lev Vygotsky) TEORI KULTUR (Sosiokultur, Lev Vygotsky) A. PENDAHULUAN Teori belajar sosiokultur berangkat dari penyadaran tentang betapa pentingnya sebuah pendidikan yang melihat proses kebudayaan dan pendidikan yang

Lebih terperinci

PENERAPAN TEORI BELAJAR VYGOTSKY DALAM INTERAKSI BELAJAR MENGAJAR

PENERAPAN TEORI BELAJAR VYGOTSKY DALAM INTERAKSI BELAJAR MENGAJAR PENERAPAN TEORI BELAJAR VYGOTSKY DALAM INTERAKSI BELAJAR MENGAJAR Pendahuluan Perkembangan manusia adalah sesuatu yang tidak terpisahkan dari kegiatankegiatan sosial dan budaya, yang merupakan suatu proses-proses

Lebih terperinci

Teori Lev Vygotsky. Sejarah Hidup, Konsep Sosio Kultural, Perkembangan Bahasa, ZPD, Scaffolding dan Aplikasi Teori. Fitriani, S. Psi., MA.

Teori Lev Vygotsky. Sejarah Hidup, Konsep Sosio Kultural, Perkembangan Bahasa, ZPD, Scaffolding dan Aplikasi Teori. Fitriani, S. Psi., MA. Teori Lev Vygotsky Modul ke: 09 Wahidah Fakultas PSIKOLOGI Sejarah Hidup, Konsep Sosio Kultural, Perkembangan Bahasa, ZPD, Scaffolding dan Aplikasi Teori Fitriani, S. Psi., MA. Program Studi PSIKOLOGI

Lebih terperinci

TEORI VYGOTSKY DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PEMBELAJARAN MATEMATIKA

TEORI VYGOTSKY DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PEMBELAJARAN MATEMATIKA 127 TEORI VYGOTSKY DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PEMBELAJARAN MATEMATIKA Rudi Santoso Yohanes Program Studi Pendidikan Matematika FKIP Universitas Katolik Widya Mandala Madiun ABSTRACT Vygotsky was born in

Lebih terperinci

TEORI VYGOTSKY DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PEMBELAJARAN MATEMATIKA

TEORI VYGOTSKY DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PEMBELAJARAN MATEMATIKA TEORI VYGOTSKY DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PEMBELAJARAN MATEMATIKA Rudi Santoso Yohanes Program Studi Pendidikan Matematika FKIP Universitas Katolik Widya Mandala Madiun ABSTRACT Vygotsky was born in Orsha,

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI SCAFFOLDING UNTUK MENGATASI KESALAHAN SISWA DALAM MEMECAHKAN MASALAH LINGKARAN

IMPLEMENTASI SCAFFOLDING UNTUK MENGATASI KESALAHAN SISWA DALAM MEMECAHKAN MASALAH LINGKARAN IMPLEMENTASI SCAFFOLDING UNTUK MENGATASI KESALAHAN SISWA DALAM MEMECAHKAN MASALAH LINGKARAN Abstrak: Kemampuan pemecahan masalah merupakan hal penting yang harus dilatihkan kepada siswa. Lev Semyonovich

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Konstruktivisme a. Sejarah Konstruktivisme Menurut Von Glaserfield (1988), pengertian konstruktif kognitif

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Konstruktivisme a. Sejarah Konstruktivisme Menurut Von Glaserfield (1988), pengertian konstruktif kognitif BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Konstruktivisme a. Sejarah Konstruktivisme Menurut Von Glaserfield (1988), pengertian konstruktif kognitif muncul pada abad 20 dalam tulisan Mark Baldwin yang secara

Lebih terperinci

TEORI BELAJAR SOSIAL. Bahan Bacaan: Teori Belajar Sosial. A. Teori Belajar Sosial

TEORI BELAJAR SOSIAL. Bahan Bacaan: Teori Belajar Sosial. A. Teori Belajar Sosial TEORI BELAJAR SOSIAL A. Teori Belajar Sosial Teori belajar sosial (sosial learning theory) adalah sebuah teori belajar yang relatif masih baru dibandingkan dengan teori-teori belajar lainnya. Teori Pembelajaran

Lebih terperinci

Vygotskian Perspective: Proses Scaffolding untuk mencapai Zone of Proximal Development (ZPD) Peserta Didik dalam Pembelajaran Matematika

Vygotskian Perspective: Proses Scaffolding untuk mencapai Zone of Proximal Development (ZPD) Peserta Didik dalam Pembelajaran Matematika Vygotskian Perspective: Proses Scaffolding untuk mencapai Zone of Proximal Development (ZPD) Peserta Didik dalam Pembelajaran Matematika Oleh : Jurusan Matematika FMIPA Universitas Negeri Semarang e-mail

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kesejahteraan rakyat. Pada kehidupan sekarang ini, semua

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kesejahteraan rakyat. Pada kehidupan sekarang ini, semua BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu sasaran pokok pemerintah dalam rangka meningkatkan kesejahteraan rakyat. Pada kehidupan sekarang ini, semua orang berkepentingan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. serta ketrampilan yang diperlukan oleh setiap orang. Dirumuskan dalam

BAB I PENDAHULUAN. serta ketrampilan yang diperlukan oleh setiap orang. Dirumuskan dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan manusia seutuhnya bertujuan agar individu dapat mengekspresikan dan mengaktualisasi diri dengan mengembangkan secara optimal dimensi-dimensi kepribadian

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 1 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pendidikan di Sekolah Dasar Sebelum membahas pendidikan di sekolah dasar penulis akan memaparkan pengertian pendidikan terlebih dahulu, dalam dunia pendidikan sebagaimana dinyatakan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas

II. TINJAUAN PUSTAKA. pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Konstruktivisme Konstruktivisme merupakan landasan berpikir pendekatan kontekstual, bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui

Lebih terperinci

TUGAS-TUGAS PERKEMBANGAN SISWA SMP

TUGAS-TUGAS PERKEMBANGAN SISWA SMP TUGAS-TUGAS PERKEMBANGAN SISWA SMP Dra. Aas Saomah, M.Si JURUSAN PSIKOLOGI PENDIDIKAN DAN BIMBINGAN FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA TUGAS-TUGAS PERKEMBANGAN SISWA SMP A. Pengertian

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kemampuan Representasi Matematis Menurut NCTM (2000) kemampuan representasi matematis yaitu kemampuan menyatakan ide-ide matematis dalam bentuk gambar, grafik, tulisan atau simbol-simbol

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan memegang peranan penting dalam kehidupan manusia.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan memegang peranan penting dalam kehidupan manusia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan memegang peranan penting dalam kehidupan manusia. Pendidikan dapat mewujudkan semua potensi diri manusia dalam mengembangkan kemampuan dan membentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada saat ini pembelajaran di sekolah harus bervariasi agar bisa menarik perhatian siswa untuk mengikuti proses pembelajaran dimana siswa dapat tertarik pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sampai mencapai kedewasaan masing-masing adalah pendidikan. Pengalaman

BAB I PENDAHULUAN. sampai mencapai kedewasaan masing-masing adalah pendidikan. Pengalaman BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Aspek kehidupan yang harus dan pasti dijalani oleh semua manusia di muka bumi sejak kelahiran, selama masa pertumbuhan dan perkembangannya sampai mencapai kedewasaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. potensi intelektual dan sikap yang dimilikinya, sehingga tujuan utama

BAB I PENDAHULUAN. potensi intelektual dan sikap yang dimilikinya, sehingga tujuan utama BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pendidikan merupakan salah satu fondasi yang menentukan ketangguhan dan kemajuan suatu bangsa. Sekolah sebagai lembaga pendidikan formal dituntut untuk melaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. etimologis, remaja berasal dari kata Latin adolensence yang berarti tumbuh atau

BAB I PENDAHULUAN. etimologis, remaja berasal dari kata Latin adolensence yang berarti tumbuh atau BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan suatu masa yang penuh dengan dinamika. Dikatakan demikian karena memang masa remaja adalah masa yang sedang dalam tahap pertumbuhan. Ini

Lebih terperinci

Perkembangan Individu dan Pengaruhnya dalam Proses belajar

Perkembangan Individu dan Pengaruhnya dalam Proses belajar Modul ke: Perkembangan Individu dan Pengaruhnya dalam Proses belajar Faktor-faktor perkembangan, pengaruh perkembangan, perkembangan kognitif individu Fakultas Psikologi Ainul Mardiah, M.Sc. Program Studi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum pendidikan mampu manghasilkan manusia sebagai individu dan

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum pendidikan mampu manghasilkan manusia sebagai individu dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Visi, misi, dan tujuan pendidikan nasional harus mencerminkan kemampuan sistem pendidikan nasional untuk mengakomodasi berbagi tuntutan peran yang multidimensional.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa adalah sistem lambang bunyi ujaran yang digunakan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa adalah sistem lambang bunyi ujaran yang digunakan untuk 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa adalah sistem lambang bunyi ujaran yang digunakan untuk berkomunikasi oleh masyarakat pemakainya. Bahasa yang baik berkembang berdasarkan suatu sistem,

Lebih terperinci

SKRIPSI. Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Jurusan Pendidikan Akuntansi. Disusun Oleh:

SKRIPSI. Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Jurusan Pendidikan Akuntansi. Disusun Oleh: HUBUNGAN ANTARA KEMAMPUAN BERFIKIR KRITIS DAN KREATIVITAS SISWA DENGAN PRESTASI BELAJAR MATA PELAJARAN AKUNTANSI KELAS XI JURUSAN IPS SMK MUHAMMADIYAH DELANGGU TAHUN AJARAN 2009/2010 SKRIPSI Disusun Untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk hidup yang senantiasa berkembang dan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk hidup yang senantiasa berkembang dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk hidup yang senantiasa berkembang dan mengalami perubahan-perubahan bertahap dalam hidupnya. Sepanjang rentang kehidupannya tersebut,

Lebih terperinci

Pendidik. Pengertian. Pendidik. Hakekat PAUD-KBK PAUD-SPN AKD-NON. Oleh: Dra. OCIH SETIASIH, M.Pd

Pendidik. Pengertian. Pendidik. Hakekat PAUD-KBK PAUD-SPN AKD-NON. Oleh: Dra. OCIH SETIASIH, M.Pd Pengertian Pendidik Hakekat PAUD-KBK PAUD-SPN AKD-NON Pendidik Oleh: Dra. OCIH SETIASIH, M.Pd Pengertian PENDIDIKAN Pendidikan adalah suatu upaya yang dilakukan secara sengaja oleh orang dewasa untuk membantu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan pada dasarnya adalah usaha sadar untuk. menumbuhkembangkan potensi sumber daya manusia peserta didik dengan cara

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan pada dasarnya adalah usaha sadar untuk. menumbuhkembangkan potensi sumber daya manusia peserta didik dengan cara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan pada dasarnya adalah usaha sadar untuk menumbuhkembangkan potensi sumber daya manusia peserta didik dengan cara mendorong dan memfasilitasi kegiatan

Lebih terperinci

Tugas Individu. Manajemen strategik pendidikan

Tugas Individu. Manajemen strategik pendidikan Tugas Individu Manajemen strategik pendidikan Nama :Apri Eka Budiyono Nim : 2016081005 1. Ke dua bacaan tersebut membahas tentang apa? Bahas dan Jelaskan Dari bacaan tersebut terdapat teori piaget dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui

BAB I PENDAHULUAN. anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan Anak Usia Dini adalah jenjang pendidikan sebelum jenjang pendidikan dasar yang merupakan suatu upaya pembinaan yang ditujukan bagi anak sejak lahir

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. positif dan negatif pada suatu negara. Orang-orang dari berbagai negara

I. PENDAHULUAN. positif dan negatif pada suatu negara. Orang-orang dari berbagai negara I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Teknologi informasi dan komunikasi berkembang secara cepat seiring dengan globalisasi sehingga interaksi dan penyampaian informasi akan berkembang dengan cepat.

Lebih terperinci

BABH KAJIAN PUSTAKA. A. Pembelajaran Matematika.

BABH KAJIAN PUSTAKA. A. Pembelajaran Matematika. A. Pembelajaran Matematika. BABH KAJIAN PUSTAKA Proses pembelajaran matematika belakang ini telah mengarah kepada pembelajaran yang berpusat pada siswa. Hal sesuai dengan pandangan teori belajar konstruktivis

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Islam adalah agama yang universal dan berlaku untuk semua umat manusia dan semua zaman. Nilai-nilai dan aturan yang terkandung dalam ajaran Islam dijadikan pedoman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang matang akan menciptakan generasi-generasi yang cerdas baik cerdas

BAB I PENDAHULUAN. yang matang akan menciptakan generasi-generasi yang cerdas baik cerdas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan adalah aspek yang sangat penting dalam kehidupan. Pendidikan yang dilaksanakan secara baik dan dikelola dengan perencanaan yang matang akan menciptakan

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PEMBELAJARAN AKTIF DALAM UPAYA MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR PADA MATA PELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA HINDU ` NI NYOMAN SATYA WIDARI

PELAKSANAAN PEMBELAJARAN AKTIF DALAM UPAYA MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR PADA MATA PELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA HINDU ` NI NYOMAN SATYA WIDARI PELAKSANAAN PEMBELAJARAN AKTIF DALAM UPAYA MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR PADA MATA PELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA HINDU ` NI NYOMAN SATYA WIDARI ABSTRAKSI STAH Gde Puja Mataram Oleh karena itu guru dituntut

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. begitu pun keterkaitannya dengan Nabi-Nabi dan Rasul-Rasul-Nya sebagai

PENDAHULUAN. begitu pun keterkaitannya dengan Nabi-Nabi dan Rasul-Rasul-Nya sebagai 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai Manusia, seorang pun tak dapat melepaskan dirinya dari keterkaitannya dengan agama serta ketergantungannya dengan Allah SWT, begitu pun keterkaitannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan pada dasarnya adalah usaha sadar untuk menumbuh kembangkan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan pada dasarnya adalah usaha sadar untuk menumbuh kembangkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan pada dasarnya adalah usaha sadar untuk menumbuh kembangkan potensi sumber daya manusia peserta didik, dengan cara mendorong dan memfasilitasi kegiatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) yang menjelaskan bahwa pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) yang menjelaskan bahwa pendidikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hal penting dalam kehidupan setiap individu. Hal ini dijelaskan dalam Undang-undang No. 20 Tahun 2003 pasal 1.1, tentang Sistem Pendidikan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Corey, ( 1998 : 91 ) adalah suatu proses dimana. dalam tingkah laku tertentu dalam kondisi khusus atau menghasilkan respons

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Corey, ( 1998 : 91 ) adalah suatu proses dimana. dalam tingkah laku tertentu dalam kondisi khusus atau menghasilkan respons 8 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Pembelajaran Pembelajaran adalah sebuah proses perubahan didalam kepribadian manusia dan perubahan tersebut ditampakkan dalam bentuk peningkatan kualitas siswa Pembelajaran

Lebih terperinci

KEGIATAN BELAJAR III TEORI BELAJAR KONSTRUKTIVISTIK DAN PENERAPANNYA DALAM KEGIATAN PEMBELAJARAN

KEGIATAN BELAJAR III TEORI BELAJAR KONSTRUKTIVISTIK DAN PENERAPANNYA DALAM KEGIATAN PEMBELAJARAN KEGIATAN BELAJAR III TEORI BELAJAR KONSTRUKTIVISTIK DAN PENERAPANNYA DALAM KEGIATAN PEMBELAJARAN URAIAN MATERI Sebelum kita mempelajari materi pada bagian ini, cobalah bapak/ibu renungkan sejenak, manusia-manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

BAB I PENDAHULUAN. Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN) Pasal 3 menyatakan bahwa: Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan

Lebih terperinci

Indonesia Nomor 12 Tahun 2010 Tentang Gerakan Pramuka, (Jakarta : Kemenpora, 2010), hlm Kwartir Nasional Gerakan Pramuka, Undang-Undang Republik

Indonesia Nomor 12 Tahun 2010 Tentang Gerakan Pramuka, (Jakarta : Kemenpora, 2010), hlm Kwartir Nasional Gerakan Pramuka, Undang-Undang Republik BAB IV ANALISIS PENDIDIKAN KARAKTER YANG TERKANDUNG DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG GERAKAN PRAMUKA DAN RELEVANSINYA DENGAN PENCAPAIAN KURIKULUM 2013 A. Nilai-Nilai Pendidikan Karakter

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membentuk sumber daya manusia yang berkualitas. Tanpa adanya pendidikan,

BAB I PENDAHULUAN. membentuk sumber daya manusia yang berkualitas. Tanpa adanya pendidikan, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan aspek terpenting dalam kehidupan guna membentuk sumber daya manusia yang berkualitas. Tanpa adanya pendidikan, manusia tidak akan pernah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. semua pihak terhadap pendidikan anak-anak, karena anak adalah amanah yang

BAB I PENDAHULUAN. semua pihak terhadap pendidikan anak-anak, karena anak adalah amanah yang BAB I PENDAHULUAN A. Konteks Penulisan Dalam kehidupan yang modern seperti sekarang ini tanggung jawab semua pihak terhadap pendidikan anak-anak, karena anak adalah amanah yang dititipkan oleh Allah SWT.

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS TENTANG PELAKSANAAN METODE KETELADANAN DALAM PEMBINAAN AKHLAK ANAK DI RA NURUSSIBYAN RANDUGARUT TUGU SEMARANG

BAB IV ANALISIS TENTANG PELAKSANAAN METODE KETELADANAN DALAM PEMBINAAN AKHLAK ANAK DI RA NURUSSIBYAN RANDUGARUT TUGU SEMARANG BAB IV ANALISIS TENTANG PELAKSANAAN METODE KETELADANAN DALAM PEMBINAAN AKHLAK ANAK DI RA NURUSSIBYAN RANDUGARUT TUGU SEMARANG Pendidikan adalah unsur yang tidak dapat dipisahkan dari diri manusia, sejak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditangani, dan tidak akan pernah selesai untuk dikerjakan dari waktu ke

BAB I PENDAHULUAN. ditangani, dan tidak akan pernah selesai untuk dikerjakan dari waktu ke BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah suatu proyek kemanusiaan yang tiada henti-hentinya ditangani, dan tidak akan pernah selesai untuk dikerjakan dari waktu ke waktu. Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikannya. Dengan kata lain, peran pendidikan sangat penting untuk. pendidikan yang adaptif terhadap perubahan zaman.

BAB I PENDAHULUAN. pendidikannya. Dengan kata lain, peran pendidikan sangat penting untuk. pendidikan yang adaptif terhadap perubahan zaman. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemajuan suatu bangsa sangat ditentukan oleh kualitas sumber daya manusia, sedangkan kualitas sumber daya manusia tergantung pada kualitas pendidikannya. Dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana digariskan dalam Pasal 3 Undang-Undang Republik. RI No. 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas).

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana digariskan dalam Pasal 3 Undang-Undang Republik. RI No. 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas). 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan hal pokok yang dapat menunjang kecerdasan serta keterampilan anak dalam mengembangkan kemampuannya. Pendidikan merupakan sarana yang paling tepat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sosial. Interaksi sosial yaitu hubungan antar individu dengan individu lainnya atau

I. PENDAHULUAN. sosial. Interaksi sosial yaitu hubungan antar individu dengan individu lainnya atau 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk sosial yang tidak bisa hidup sendiri tanpa kehadiran orang lain. Manusia akan bersosialisasi dengan orang lain dengan proses interaksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Long life education adalah motto yang digunakan oleh orang yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Long life education adalah motto yang digunakan oleh orang yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Long life education adalah motto yang digunakan oleh orang yang berilmu. Hal ini dapat diartikan bahwa selama kita hidup ilmu itu harus dicari, ilmu tidak datang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. siswa untuk memahami nilai-nilai warga negara yang baik. Sehingga siswa

BAB I PENDAHULUAN. siswa untuk memahami nilai-nilai warga negara yang baik. Sehingga siswa 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan kewarganegaraan sebagai mata pelajaran yang bertujuan untuk membentuk karakter individu yang bertanggung jawab, demokratis, serta berakhlak mulia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan manusia itu sendiri.

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan manusia itu sendiri. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu proses pembentukan sikap, kepribadian dan keterampilan manusia dalam menghasilkan cita cita di masa depan. Dalam pembentukan

Lebih terperinci

Landasan Pengembangan Kurikulum. Farida Nurhasanah, M.Pd Sebelas Maret University Surakarta-2012

Landasan Pengembangan Kurikulum. Farida Nurhasanah, M.Pd Sebelas Maret University Surakarta-2012 Landasan Pengembangan Kurikulum Farida Nurhasanah, M.Pd Sebelas Maret University Surakarta-2012 KURIKULUM: PENGERTIAN DASAR Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu topik yang menarik untuk dibahas, karena

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu topik yang menarik untuk dibahas, karena BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan suatu topik yang menarik untuk dibahas, karena pendidikan adalah upaya manusia untuk memperluas dan mengembangkan pengetahuan dan keterampilan dalam

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil dan pembahasan penelitian, maka dapat dirumuskan

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil dan pembahasan penelitian, maka dapat dirumuskan BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan Berdasarkan hasil dan pembahasan penelitian, maka dapat dirumuskan kesimpulan sebagai berikut: 1. Kondisi pembelajaran PAI saat ini Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sejarah mengungkapkan Pancasila sebagai jiwa seluruh rakyat Indonesia,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sejarah mengungkapkan Pancasila sebagai jiwa seluruh rakyat Indonesia, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejarah mengungkapkan Pancasila sebagai jiwa seluruh rakyat Indonesia, memberi kekuatan hidup serta membimbing dalam mengejar kehidupan lahir batin yang semakin baik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tahun dan 9 tahun. Anak-anak yang bersekolah di tingkat Sekolah Dasar (dan

BAB I PENDAHULUAN. tahun dan 9 tahun. Anak-anak yang bersekolah di tingkat Sekolah Dasar (dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemerintah telah lama memprogramkan wajib belajar pendidikan dasar 6 tahun dan 9 tahun. Anak-anak yang bersekolah di tingkat Sekolah Dasar (dan Madrasah Ibtidaiyah)

Lebih terperinci

SCAFFOLDING DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA 5

SCAFFOLDING DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA 5 ISSN 2442-3041 Math Didactic: Jurnal Pendidikan Matematika Vol. 1, No.1, Januari - April 2015 STKIP PGRI Banjarmasin SCAFFOLDING DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA 5 Zahra Chairani STKIP PGRI Banjarmasin. E-mail:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi yang terjadi saat ini ditandai dengan adanya

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi yang terjadi saat ini ditandai dengan adanya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Memasuki era globalisasi yang terjadi saat ini ditandai dengan adanya perkembangan pada ilmu pengetahuan dan teknologi. Perkembangan yang terjadi tersebut menuntut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu aspek yang penting bagi kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu aspek yang penting bagi kehidupan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu aspek yang penting bagi kehidupan manusia. Pendidikan nasional di Indonesia memiliki tujuan sebagaimana tertulis dalam Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebelum pendidikan dasar yang merupakan upaya pembinaan yang ditujukan

BAB I PENDAHULUAN. sebelum pendidikan dasar yang merupakan upaya pembinaan yang ditujukan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan anak usia dini (PAUD) adalah jenjang pendidikan sebelum pendidikan dasar yang merupakan upaya pembinaan yang ditujukan bagi anak sejak lahir sampai dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan proses esensial untuk mencapai tujuan dan cita-cita pribadi

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan proses esensial untuk mencapai tujuan dan cita-cita pribadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan proses esensial untuk mencapai tujuan dan cita-cita pribadi individu. Secara filosofis dan historis pendidikan menggambarkan suatu proses yang melibatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi majunya sumber daya manusia, agar terbentuk generasi generasi masa depan yang lebih baik. Proses pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai pihak sebagai alat ampuh untuk melakukan perubahan terhadap

BAB I PENDAHULUAN. berbagai pihak sebagai alat ampuh untuk melakukan perubahan terhadap BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan satu istilah yang sering dilontarkan oleh berbagai pihak sebagai alat ampuh untuk melakukan perubahan terhadap kehidupan suatu masyarakat

Lebih terperinci

METODE BERMAIN PERAN (ROLE PLAYING) UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN IPS. Oleh : Ari Yanto )

METODE BERMAIN PERAN (ROLE PLAYING) UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN IPS. Oleh : Ari Yanto ) METODE BERMAIN PERAN (ROLE PLAYING) UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN IPS Oleh : Ari Yanto ) Email : ari.thea86@gmail.com Abstrak Salah satu masalah yang dihadapi oleh tenaga pengajar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai Negara yang berkembang dengan jumlah penduduk besar, wilayah

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai Negara yang berkembang dengan jumlah penduduk besar, wilayah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Sebagai Negara yang berkembang dengan jumlah penduduk besar, wilayah yang luas dan komplek, Indonesia harus bisa menentukan prioritas atau pilihan pembangunan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tercantum dalam UU Sisdiknas No. 20 (2003:4): Bahwa Undang-Undang

I. PENDAHULUAN. tercantum dalam UU Sisdiknas No. 20 (2003:4): Bahwa Undang-Undang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam mensukseskan rencana pemerintah dalam membentuk manusia Indonesia yang bermoral dan berkualitas maka pengembangan dunia pendidikan sangat diperlukan. Hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa sebagai makhluk sosial,

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa sebagai makhluk sosial, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa sebagai makhluk sosial, yaitu makhluk yang saling membutuhkan dan saling berinteraksi. Dalam interaksi antar manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 1 Ayat (1) yang

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 1 Ayat (1) yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 1 Ayat (1) yang dimaksud dengan pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pimpinan yang di dalamnya mengandung unsur-unsur seperti guru, peserta didik,

BAB I PENDAHULUAN. pimpinan yang di dalamnya mengandung unsur-unsur seperti guru, peserta didik, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan salah satu faktor yang dapat meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) di Indonesia. Selain itu, pendidikan merupakan bagian integral dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. interaksi positif antara anak didik dengan nilai-nilai yang akan

BAB I PENDAHULUAN. interaksi positif antara anak didik dengan nilai-nilai yang akan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap orang tua dan guru sudah barang tentu ingin membina anaknya agar menjadi orang yang baik, mempunyai kepribadian yang kuat, mental sehat dan akhlak yang terpuji.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Kebijakan pembangunan pendidikan tahun 2010-2014 memuat enam strategi, yaitu: 1) perluasan dan pemerataan akses pendidikan usia dini bermutu dan berkesetaraan gender, 2) perluasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sumber Daya Manusia (SDM) yang unggul merupakan aset yang paling berharga

BAB I PENDAHULUAN. Sumber Daya Manusia (SDM) yang unggul merupakan aset yang paling berharga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumber Daya Manusia (SDM) yang unggul merupakan aset yang paling berharga bagi setiap Negara. Indonesia yang memiliki jumlah penduduk terbanyak ke-3 di dunia, memiliki

Lebih terperinci

A. Latar Belakang Masalah

A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah culture transition (transisi kebudayaan) yang bersifat dinamis kearah suatu perubahan secara continue (berkelanjutan), maka pendidikan dianggap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbangsa dan bernegara. Hal ini terdapat dalam Undang-Undang Nomor 20

BAB I PENDAHULUAN. berbangsa dan bernegara. Hal ini terdapat dalam Undang-Undang Nomor 20 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan anak usia dini mempunyai peranan penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Hal ini terdapat dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidupnya. Perkembangan anak terjadi melalui beberapa tahapan dan setiap

BAB I PENDAHULUAN. hidupnya. Perkembangan anak terjadi melalui beberapa tahapan dan setiap BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap anak mengalami proses pertumbuhan dan perkembangan dalam hidupnya. Perkembangan anak terjadi melalui beberapa tahapan dan setiap tahapan mempunyai ciri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kemampuan terbatas dalam belajar (limitless caoacity to learn ) yang

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kemampuan terbatas dalam belajar (limitless caoacity to learn ) yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Hakikat pendidikan anak usia dini, secara alamiah, perkembangan anak berbeda-beda, baik intelegensi, bakat, minat, kreativitas, kematang emosi, kepribadian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada dasarnya dari aspek jiwa, manusia memiliki cipta rasa dan karsa sehingga dalam tingkah laku dapat membedakan benar atau salah, baik atau buruk, menerima atau menolak

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Anak adalah makhluk sosial sama seperti dengan orang dewasa. Anak

BAB 1 PENDAHULUAN. Anak adalah makhluk sosial sama seperti dengan orang dewasa. Anak BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Anak adalah makhluk sosial sama seperti dengan orang dewasa. Anak terlahir dalam keadaan tidak mengetahui apa-apa sehingga membutuhkan orang dewasa dalam membantu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi menyebabkan kurikulum

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi menyebabkan kurikulum 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perubahan perubahan yang terjadi kian cepat seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi menyebabkan kurikulum pendidikan harus disusun dengan

Lebih terperinci

EMPATI DAN PERILAKU PROSOSIAL PADA ANAK

EMPATI DAN PERILAKU PROSOSIAL PADA ANAK EMPATI DAN PERILAKU PROSOSIAL PADA ANAK Murhima A. Kau Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Gorontalo INTISARI Proses perkembangan perilaku prososial menurut sudut pandang Social Learning Theory

Lebih terperinci

PENERAPAN KONSEP PEMBELAJARAN HOLISTIK DI SEKOLAH DASAR ISLAM RAUDLATUL JANNAH WARU SIDOARJO PADA MATERI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

PENERAPAN KONSEP PEMBELAJARAN HOLISTIK DI SEKOLAH DASAR ISLAM RAUDLATUL JANNAH WARU SIDOARJO PADA MATERI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM PENERAPAN KONSEP PEMBELAJARAN HOLISTIK DI SEKOLAH DASAR ISLAM RAUDLATUL JANNAH WARU SIDOARJO PADA MATERI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM Oleh Azam Rizqi Muttaqin NIM. FO.5.4.10.135 Persoalan pendidikan hingga kini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diharapkan dalam menjalankan tugasnya dapat mencapai hasil dan tujuan

BAB I PENDAHULUAN. diharapkan dalam menjalankan tugasnya dapat mencapai hasil dan tujuan BAB I PENDAHULUAN A. Konteks Penelitian Keberhasilan pendidikan dapat diukur dengan penguasaan siswa terhadap materi yang telah disampaikan oleh guru di dalam kelas. Namun, operasionalnya keberhasilan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. timbul pada diri manusia. Menurut UU RI No. 20 Tahun 2003 Bab 1 Pasal 1

I. PENDAHULUAN. timbul pada diri manusia. Menurut UU RI No. 20 Tahun 2003 Bab 1 Pasal 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan proses dalam pembangunan manusia untuk mengembangkan dirinya agar dapat menghadapi segala permasalahan yang timbul pada diri manusia. Menurut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Sisdiknas tahun 2003 pasal I mengamanahkan bahwa tujuan

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Sisdiknas tahun 2003 pasal I mengamanahkan bahwa tujuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan upaya mencapai kedewasaan subjek didik yang mencakup segi intelektual, jasmani dan rohani, sosial maupun emosional. Undang-Undang Sisdiknas

Lebih terperinci

PENDIDIKAN KARAKTER SEBAGAI PEMBENTUK KARAKTER BANGSA

PENDIDIKAN KARAKTER SEBAGAI PEMBENTUK KARAKTER BANGSA Pendidikan Karakter Sebagai Pembentuk Karakter Bangsa 15 PENDIDIKAN KARAKTER SEBAGAI PEMBENTUK KARAKTER BANGSA Oleh: Yulianti Siantayani 1 Konflik antar suku dan agama yang terus bergulir dari waktu ke

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu upaya melalui pendidikan. Pendidikan adalah kompleks perbuatan yang

BAB I PENDAHULUAN. suatu upaya melalui pendidikan. Pendidikan adalah kompleks perbuatan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Maju mundurnya suatu bangsa ditandai oleh sumber daya manusia yang bermutu. Untuk menciptakan sumber daya manusia yang bermutu, itu diperlukan suatu upaya melalui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suasana belajar dan proses pembelajaran atau pelatihan agar peserta didik

BAB I PENDAHULUAN. suasana belajar dan proses pembelajaran atau pelatihan agar peserta didik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran atau pelatihan agar peserta didik secara efektif dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dewasa ini, masalah karakter merupakan salah satu masalah utama dalam dunia pendidikan. Pertanyaan dalam dunia pendidikan adalah apakah pendidikan saat ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan. Pada era globalisasi, dituntut suatu mutu lulusan yang disiapkan

BAB I PENDAHULUAN. perubahan. Pada era globalisasi, dituntut suatu mutu lulusan yang disiapkan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan dalam ilmu pengetahuan sebagai penggerak utama perubahan menuntut pendidikan untuk terus maju melakukan adaptasi terhadap perkembangan ilmu pengetahuan

Lebih terperinci

PENINGKATAN HASIL BELAJAR MAHA PESERTA DIDIK MELALUI PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD PADA MATA KULIAH PERAWATAN BADAN

PENINGKATAN HASIL BELAJAR MAHA PESERTA DIDIK MELALUI PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD PADA MATA KULIAH PERAWATAN BADAN PENINGKATAN HASIL BELAJAR MAHA PESERTA DIDIK MELALUI PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD PADA MATA KULIAH PERAWATAN BADAN Vony F.S Hartini Hipij Universitas PGRI Adi Buana Surabaya vony@unipasby.ac.id

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kata media berasal dari bahasa latin yaitu medium yang secara harfiah berarti

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kata media berasal dari bahasa latin yaitu medium yang secara harfiah berarti BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Media Kartu Bergambar 2.1.1 Pengertian Media Kartu Bergambar Kata media berasal dari bahasa latin yaitu medium yang secara harfiah berarti perantara. Dengan demikian media dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bangsa yang bermartabat dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Secara spesifik

BAB I PENDAHULUAN. bangsa yang bermartabat dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Secara spesifik 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan dikembangkan untuk membentuk watak dan peradaban bangsa yang bermartabat dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Secara spesifik termaktub dalam tujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Konteks Penelitian. Bangsa Indonesia sebagai bagian dari dunia, apabila

BAB I PENDAHULUAN. A. Konteks Penelitian. Bangsa Indonesia sebagai bagian dari dunia, apabila 1 BAB I PENDAHULUAN A. Konteks Penelitian Bangsa Indonesia sebagai bagian dari dunia, apabila dikategorikan melalui karakteristik dan tatanan kehidupan masyarakatnya dikenal sebagai bangsa yang memangku

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas

II. TINJAUAN PUSTAKA. pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Konstruktivisme Konstruktivisme merupakan landasan berpikir pendekatan kontekstual, yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya

Lebih terperinci

Perkembangan Kognitif dan Linguistik. Y. Joko Dwi Nugroho,S.Psi,M.Psi,Psikolog

Perkembangan Kognitif dan Linguistik. Y. Joko Dwi Nugroho,S.Psi,M.Psi,Psikolog Perkembangan Kognitif dan Linguistik Y. Joko Dwi Nugroho,S.Psi,M.Psi,Psikolog Prinsip dasar perkembangan manusia Proses perkembangan melibatkan proses pertumbuhan. Proses Perkembangan Anak Melibatkan Beberapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Salah satu tujuan dari pendidikan pada era modern saat ini adalah untuk mengajarkan siswa bagaimana cara untuk mendapatkan informasi dari suatu penelitian, bukan hanya

Lebih terperinci

BAB 2 Tinjauan Pustaka

BAB 2 Tinjauan Pustaka BAB 2 Tinjauan Pustaka 2.1 Perkembangan Anak 2.1.1 Definisi Anak Peneliti mengambil tiga definisi anak menurut para ahli. Definisi anak menurut APA Dictionary of Psychology (2006) adalah laki-laki dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perwujudan diri individu terutama bagi pembangunan bangsa dan negara. Fungsi pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. perwujudan diri individu terutama bagi pembangunan bangsa dan negara. Fungsi pendidikan BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pendidikan mempunyai peran yang amat menentukan bagi perkembangan dan perwujudan diri individu terutama bagi pembangunan bangsa dan negara. Fungsi pendidikan pada umumnya

Lebih terperinci

2015 PEMBINAAN KECERDASAN SOSIAL SISWA MELALUI KEGIATAN PRAMUKA (STUDI KASUS DI SDN DI KOTA SERANG)

2015 PEMBINAAN KECERDASAN SOSIAL SISWA MELALUI KEGIATAN PRAMUKA (STUDI KASUS DI SDN DI KOTA SERANG) 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Undang Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 berisi rumusan tujuan pendidikan yang kaya dengan dimensi moralitas, sebagaimana disebutkan dalam

Lebih terperinci