BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. didefinisikan sebagai suatu kontrak yang terjadi pada saat prinsipal mulai

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. didefinisikan sebagai suatu kontrak yang terjadi pada saat prinsipal mulai"

Transkripsi

1 BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1. Landasan Teori dan Konsep Teori Keagenan Teori keagenan merupakan sebuah teori yang membahas mengenai hubungan antara atasan (prinsipal) dan bawahan (agen).hubungan keagenan didefinisikan sebagai suatu kontrak yang terjadi pada saat prinsipal mulai memperkerjakan agen dan kemudian prinsipal mendelegasikan wewenangnya untuk mengambil keputusan kepada agen (Jensen dan Meckling, 1979).Prinsipal dan agen diasumsikan mempunyai kepentingan sendiri dan perbedaan kepentingan yang dimiliki oleh prinsipal dan agen dapat memicu terjadinya konflik. Menurut pandangan teori agensi, kinerja dari organisasi ditentukan berdasarkan usaha dan pengaruh dari kondisi lingkungan (Ikhsan dan Ishak, 2005:56). Teori agensi menyatakan bahwa terdapat perbedaan sikap dari prinsipal dan agen dimana prinsipal bersikap netral terhadap risiko, sebaliknya agen beriskap menolak usaha dan resiko. Menurut pandangan prinsipal kompensasi yang diberikan kepada agen tersebut didasarkan pada hasil, sedangkan agen berpandangan bahwa pemberian konpensasi tidak hanya diukur berdasarkan hasil tetapi juga berdasarkan tingkat usahanya (Suartana, 2010:183). Pada instansi pemerintah daerah hubungan antara prinsipal dan agen adalah prinsipal berperan melakukan pengawasan dan agen melakukan perencanan, pelaksanaan, dan pelaporan terkait anggaran daerah. 1

2 Pengertian Anggaran Anggaran adalah suatu rencana kuantitatif (satuan jumlah) periodik yangdisusun berdasarkan program yang telah disahkan. Anggaranmerupakanrencana tertulis mengenai kegiatan suatu organisasi yang dinyatakan secarakuantitatif untuk jangka waktu tertentu dan umumnya dinyatakan dalam satuanuang, tetapi dapat juga dinyatakan dalam satuan barang atau jasa. Anggaranmerupakan alat manajemen dalam mencapai tujuan. Jadi, anggaran bukan tujuandan tidak dapat menggantikan manajemen (Ester, 2009) Penganggaran Sektor Publik Menurut Mardiasmo (2002:62) anggaran publik berisi rencana kegiatan yang direpresentasikan dalam bentuk rencana perolehan pendapatan dan belanja dalam sataun moneter. Dalam bentuk yang paling sederhana, anggaran publik merupakan suatu dokumen yang menggambarkan kondisi keuangan dari suatu organisasi yang meliputi informasi mengenai pendapatan, belanja, dan pembiayaan. Anggaran berisi estimasi mengenai apa yang akan dilakukan organisasi dimasa yang akan datang. Setiap anggaran memberikan informasi mengenai apa yang hendak dilakukan dalam beberapa periode yang akan datang. Secara singkat dapat dinyatakan bahwa anggaran publik merupakan suatu rencana finansial yang menyatakan berapa biaya atas rencana-rencana yang dibuat (pengeluaran/belanja) dan berapa banyak dan bagaimana caranya memperoleh uang untuk mendanai rencana tersebut (pendapatan). Mardiasmo (2002:66) mengatakan anggaran sektor publik dibagi menjadi dua, yaitu anggaran operasional dan anggaran modal. 2

3 1. Anggaran operasional Anggaran operasional digunakan untuk merencanakan kebutuhan sehari-hari dalam menjalankan pemerintahan. Pengeluaran pemerintah yang dapat dikategorikan dalam anggaran operasional adalah Belanja Rutin. Belanja Rutin (recurrent expenditure) adalah pengeluaran yang manfaatnya hanya untuk satu tahun anggaran dan tidak dapat menambah aset atau kekayaan bagi pemerintah. 2. Anggaran modal Anggaran modal menunjukkan rencana jangka panjang dan pembelanjaan atas aktiva tetap seperti gedung, peralatan, kendaraan, perabot, dan sebagainya. Pengeluaran modal yang besar biasanya dilakukan dengan menggunakan pinjaman. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 59 Tahun 2007 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, mencantumkan tahapan penyusunan APBD sebagai berikut: Untuk menyusun APBD, pemerintah daerah menyusun RKPD yang merupakan penjabaran dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD). RKPD memuat rancangan kerangka ekonomi daerah yaitu, prioritas pembangunan dan kewajiban daerah. Berdasarkan RKPD, pemerintah daerah kemudian menyusun KUA (Kebijakan Umum Anggaran). KUA memuat target pencapaian kinerja pemerintahan daerah yang disertai dengan proyeksi pendapatan, alokasi belanja daerah, sumber dan penggunaan pembiayaan yang disertai dengan asumsi yang mendasari. Berdasarkan KUA yang telah disepakati, Pemda dan DPRD menyusun PPA (Prioritas Plafon Anggaran). KUA dan PPA yang telah disepakati kemudian 3

4 dituangkan kedalam nota kesepakatan yang ditandatangani bersama oleh pihak Kepala Daerah dan pimpinan DPRD. Berdasarkan nota kesepakatan tersebut pemerintah daerah menerbitkan surat edaran tentang pedoman penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah (RKA-SKPD). RKA-SKPD memuat pernyataan mengenai Tugas Pokok dan Fungsi (Tupoksi). Rencana kerja dan anggaran masing-masing SKPD yang telah dievaluasi oleh tim anggaran pemerintah daerah selanjutnya dirangkum menjadi Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD).RAPBD ditetapkan menjadi APBD setelah mendapatkan persetujuan bersama dari pemerintah daerah dan DPRD paling lambat satu bulan sebelum tahun anggaran dimulai Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Pemerintah telah mengeluarkan berbagai instrumen hukum untuk mendukung reformasi penganggaran daerah.kementerian Dalam Negeri telah mengeluarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah. Permendagri Nomor 13 Tahun 2006; Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005; dan Permendagri Nomor 37 Tahun 2012 sebagai pedoman penyusunan anggaran pendapatan dan belanja daerah. Lembaga-lembaga yang berperan penting dalam perencanaan dan penganggaran daerah berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN) adalah Badan Perencanaan Daerah (Bappeda), Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), Badan Pengelola 4

5 Keuangan Daerah (BPKD), Kepala daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Pelaksanaan otonomi daerah menimbulkan praktek-praktek penyimpangan pengelolaan keuangan Negara. Salah satu penanggulangan yang dilakukan pemerintah pusat adalah memperbaiki sistem keuangan Negara dengan menerapkan sistem penganggaran yang disebut dengan Anggaran Berbasis Kinerja (ABK). Anggaran Berbasis Kinerja (ABK) merupakan proses penyusunan APBD di organisasi sektor publik untuk tatakelola pemerintahan, yakni proses pembangunan yang efisien dan partisipatif, serta terjadi reformasi anggaran, yaitu penggunaan sistem anggaran berbasis kinerja (performance budget system) untuk menggantikan sistem anggaran tradisional (traditional budget system). Proses pembangunan ini melibatkan pengambilan kebijakan pemerintahan, pelaksanaan kegiatan pemerintahan, dan dalam tahap tertentu melibatkan masyarakat sebagai penerima manfaat dari kegiatan pelayanan publik. Salah satu kunci utama penyusunan anggaran berbasis kinerja adalah penentuan kinerja, adanya ukuran kinerja yang jelas dan dapat diverifikasi terhadap outcome, output maupun kewajaran dana yang dikeluarkan dengan output yang dicapai (Novia, 2015) Prinsip Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) berdasarkan Permendagri Nomor 37 Tahun 2012 adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah daerah dan DPRD, dan ditetapkan dengan peraturan daerah. Tahun anggaran daerah meliputi masa satu tahun terhitung mulai tanggal 1 Januari sampai dengan tanggal 5

6 31 Desember. Struktur APBD merupakan satu kesatuan yang terdiri dari: pendapatan daerah, belanja daerah, dan pembiayaan daerah. Prinsip penyusunan APBD berdasarkan pada Permendagri Nomor 37 Tahun 2012 adalah 1) APBD disusun sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan pemerintah daerah; 2) APBD harus disusun secara tepat waktu sesuai dengan tahapan dan jadwal; 3) Penyusunan APBD dilakukan secara transparan, yaitu memudahkan masyarakat untuk mengetahui dan mendapatkan akses informasi yang seluas-luasnya tentang APBD; 4) Penyusunan APBD harus melibatkan partisipasi masyarakat; 5) APBD harus memperhatikan rasa keadilan dan kepatuhan; 6) Substansi APBD dilarang bertentangan dengan kepentingan umum, peraturan yang lebih tinggi dan peraturan daerah lainnya Senjangan Anggaran Senjangan anggaran merupakan perbedaan antara realisasi anggaran dengan estimasi dari anggaran yang telah diprediksikan (Suartana, 2010:183).Senjangan anggaran terjadi ketika agen sengaja memasukan biaya yang lebih besar dari yang seharusnya dan pendapatan lebih kecil agar anggaran lebih mudah dicapai (Harvey, 2015).Menurut Ikhsan dan Ishak (2005:176), menyatakan slack adalah penggelembungan anggaran. Slack merupakan selisih antara sumber daya yang sebenarnya diperlukan untuk secara efisien menyelesaikan suatu tugas dan jumlah sumber daya yang lebih besar yang diperlukan bagi tugas tersebut. Pegawai yang 6

7 terlibat dalam penyusunan anggaran menciptakan slack agar lebih mudah dalam pencapaian targetnya. Pegawai yang terlibat dalam penyusunan anggaran menciptakan slack dengan mengestimasikan pendapatan lebih rendah dan mengestimasikan biaya lebih tinggi, atau menyatakan terlalu tinggi input yang diperlukan untuk mendapatkan suatu unit output. Anthony dan Govindarajan (2005: 84) mendefinisikan senjangan anggaran sebagai perbedaan antara anggaran yang dilaporkan dengan anggaran yang sesuai dengan estimasi yang sesungguhnya.tujuannya agar target dapat lebih mudah dicapai oleh bawahan. Karena itu dapat disimpulkan senjangan anggaran yaitu suatu tindakan bagian dalam menyusun anggaran cenderung menurunkan tingkat penjualan dari biaya yang seharusnya dicapai, sehingga anggaran lebih mudah dicapai. Senjangan anggaran dapat menimbulkan dilema moral karena memungkinkan bawahan untuk mengekstrak sumber daya berlebih melalui caracara menipu, dan perilaku seperti melanggar norma-norma sosial umum. Menurut Belkaoui at el. (1989) dengan adanya senjangan anggaran manajer menjadi lebih kreatif, lebih bebas melakukan aktivitas operasionalnya, mampu mengantisipasi adanya ketidakpastian, sehingga secara moral dinilai senjangan anggaran sebagai sesuatu yang positif.terjadinya senjangan anggaran dalam suatu organisasi karena anggaran digunakan sebagai tolak ukur kinerja dari pegawai. Keberhasilan pencapaian anggaran akan menjadi indikator bahwa pegawai telah bekerja dengan baik. Hal ini menyebabkan timbulnya perilaku dari pelaksana anggaran untuk mencipatakan suatu senjangan dengan tujuan meningkatkan prospek kompensasi kedepannya (Suartana, 2010:138). 7

8 Partisipasi Penganggaran Menurut Ikhsan dan Ishak (2005:173) partisipasi merupakan suatu proses pengambilan keputusan bersama oleh dua bagian atau lebih pihak dimana keputusan tersebut akan memiliki dampak masa depan terhadap anggaran yang disusun. Manajer yang memiliki tingkat keterlibatan kerja (partisipasi) yang tinggi mendefinisikan pekerjaan dan memelihara pekerjaan, hal ini akan memiliki kecenderungan yang lebih tinggi pula bagi manajer untuk menciptakan senjangan anggaran, yaitu untuk melindungi nama baik dalam jangka pendek. Pertisipasi adalah suatu proses pengambilan keputusan bersama oleh dua bagian atau lebih pihak di mana keputusan tersebut akan memiliki dampak masa depan terhadap anggaran yang disusun. Anggaran merupakan rencana yang ditulis berisi kegiatan dalam organisai dimana dinyatakan dengan cara kuantitatif serta digunakan satuan uang atau moneter dalam periode tertentu (Purmita, 2014). Partisipasi penganggaran merupakan keterlibatan individu dalam pelaksanaan proses penyusunan anggaran, tugas kerja yang harus diaksanakan untuk periode tertentu. Partisipasi penganggaran adalah proses yang menggambarkan individu-individu terlibat dalam penyusunan anggaran dan mempunyai pengaruh terhadap target anggaran dan perlunya penghargaan atas pencapaian target anggaran tersebut (Brownell, 1982). Partisipasi anggaran adalah keterlibatan para pelaksana anggaran dalam proses penyusunan anggaran. Partisipasi dapat mempengaruhi tingkat senjangan anggaran, hal ini dapat terjadi jika komunikasi positif yang dilakukan manajer sehingga bawahannya terdorong untuk tidak meciptakan senjangan anggaran.manajemen harus ikut berpartisipasi dalam meninjau dan menyetujui 8

9 anggaran. Tanpa partisipasi aktif dalam proses persetujuan maka kesempatan besar bagi pembuat anggaran untuk membuat senjangan anggaran. Anggaran yang telah disusun secara pastisipatif perlu diperiksa oleh manajer level yang lebih tinggi untuk menghindari terjadinya estimasi anggaran yang mengandung kelonggaran anggaran (budgetary slack) oleh manajer lebih rendah. Jika anggaran yang telah disusun dianggap memerlukan perubahan, maka perubahan tersebut harus didiskusikan dan dimodifikasi berdasarkan kesepakatan bersama (Rukmana, 2013). Keterlibatan (partisipasi) berbagai pihak dalam membuatan keputusan dapat terjadi dalam penyusunan anggaran. Dengan menyusun anggaran secara partisipatif diharapkan kinerja para manajer di bawahnya akan meningkat. Hal ini didasarkan pada pemikiran bahwa ketika suatu tujuan atau standar yang dirancang secara partisipatif disetujui, maka karyawan akan bersungguh-sungguh dalam tujuan atau standar yang ditetapkan, dan karyawan juga memiliki rasa tanggung jawab pribadi untuk mencapainya karena ikut serta terlibat dalam penyusunannya (Milani, 1975) Penekanan Anggaran Penekanan anggaran diartikan sebagai pemberian rewards atau penilaian kinerja bagi para manajer menengah ke bawah berdasarkan pada pencapaian target anggaran (Dunk,1993). Bilamana dalam perusahan terdapat keadaan, yaitu anggaran merupakan satu faktor yang paling dominan dalam mengukur kinerja bawahan, inilah yang dinamakan penekanan anggaran. Bila kinerja bawahan sangat ditentukan oleh anggaran yang telah disusun, maka bawahan akan berusaha 9

10 memperoleh variance yang menguntungkan. Variance yang menguntungkan ini diperoleh dengan cara menciptakan slack (Amelia, 2013). Penekanan anggaran merupakan desakan dari atasan pada bawahan untuk melaksanakan anggaran yang telah dibuat dengan baik, yang berupa sangsi jika kurang dari target anggaran dan kompensasi jika mampu melebihi target anggaran. Para manajer yang tidak mampu mencapai target anggaran akan menghadapi kemungkinan intervensi dari manajemen yang lebih tinggi, kehilangan sumber daya organisasi, kehilangan bonus tahunan atau pada titik yang paling ekstrim akan kehilangan pekerjaan (Amelia,2013) Kapasitas Individu Kapasitas individu terbentuk dari proses pendidikan secara umum baik melalui pendidikan, pelatihan, dan pengalaman seseorang. Pendidikan dan pelatihan merupakan investasi sumberdaya manusia yang dapat meningkatkan kemampuan dan ketrampilan kerja, sehingga dapat meningkatkan kinerja seseorang.pendidikan dimulai dari pendidikan formal yang ditempuh seseorang dibangku sekolah atau perguruan tinggi. Kurikulum pendidikan yangbakudengan waktu yang relatif lama biasanya dapat membekali seorang dengan dasar-dasar pengetahuan umum. Pelatihan adalah pendidikan yang diperoleh seorang karyawan di instansi terkait dengan kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan jabatan atau sesuai dengan bidang pekerjaan. Pelatihan dilakukan dalam waktu yang singkat yang bertujuan untuk membekali seorang dengan ketrampilan kerja. Pengalaman adalah pendidikan yang didapat selama proses bekerja di instansi.kapasitas individu pada 10

11 hakekatnya terbentuk dari proses pendidikan secara umum. Kapasitas individu ini dapat diukur melalui pengetahuan, pelatihan, jenis kelamin, dan pengalaman yang dimiliki oleh pembuat anggaran (Hapsari, 2011). 1) Pengetahuan yang dimiliki oleh pembuat anggaran sangat berpengaruh terhadap keputusan-keputusan yang akan diambil, bagaimana memanfaatkan sumber daya yang ada secara efektif. 2) Pelatihan merupakan berbagai pendidikan non formal yang diperoleh pembuat anggaran dalam meningkatkan kapasitasnya sebagai pembuat anggaran. 3) Pengalaman terkait dengan peran serta individu dalam penyusunan anggaran. Pengalaman menentukan pengambilan keputusan untuk penyusunan anggaran yang lebih baik dengan banyaknya memiliki pengalaman kerja penyusunan anggaran. 4) Gender atau jenis kelamin karyawan yang menjabat dalam perencanaan anggaran Kejelasan Sasaran Anggaran Kejelasan sasaran anggaran merupakan sejauh mana tujuan anggaran ditetapkan secara jelas dan spesifik dengan tujuan agar anggaran tersebut dapat dimengerti oleh orang yang bertanggungjawab atas pencapaian anggaran tersebut. Kejelasan sasaran anggaran memberikan kepastian kepada pelaksana anggaran untuk mempertanggungjawabkan keberhasilan maupun kegagalan selama melaksanakan tugasnya untuk mencapai tujuan-tujuan dan sasaran-sasaran yang telah ditetapkan sebelumnya. Sedangkan ketidakjelasan sasaran anggaran akan 11

12 menyebabkan kebingungan, tekanan dan ketidakpuasan dalam bekerja. Adanya sasaran anggaran yang jelas, penyusun anggaran maupun pelaksana anggaran akan memilki informasi yang cukup mengenai sasaran-sasaran anggaran yang akan dicapai daripada tidak adanya kejelasan sasaran anggaran (Kridawan dan Amir, 2014) 2.2. Hipotesis Penelitian Hipotesis dari penelitian yang akan dilakukan ini berdasarkan permasalahan dan tujuannya adalah sebagai berikut Pengaruh Partisipasi Anggaran Pada Senjangan Anggaran Partisipasi anggaran merupakan keterlibatan pelaksanaan pada proses penyusunan suatu anggaran. Partispasi penganggaran melibatkan semua tingkat manajemen untuk ikut serta dalam mengembangkan rencana anggaran. Partispasi yang tinggi dalam proses pembuatan anggaran akan memberikan kesempatan lebih besar kepada bawahan untuk melakukan senjangan dan sebaliknya ketika partispasi rendah harapan melakukan senjangan anggaran semakin rendah (Erni, 2014). Menurut Young (1985) bahwa partisipasi penganggaran memiliki pengaruh positif dan dapat meningkatkan terjadinya senjangan anggaran, karena individu-individu berpartisipasi dalam penyusunan anggaran dan mempunyai pengaruh terhadap target anggaran mencari kemudahan dalam pencapaian anggaran tersebut.dari penjelasan di atas maka hipotesis dalam penelitian ini yaitu: H1: Partisipasi anggaran berpengaruh positif terhadap senjangan anggaran. 12

13 Pengaruh Penekanan Anggaran Terhadap Senjangan Anggaran Menurut Amelia (2013) penekanan anggaran yaitu perusahaan menjadikan anggaran menjadi salah satu faktor yang paling dominan dalam pengukuran kinerja bawahan.bilamana dalam perusahaan terdapat keadaan, yaitu anggaran merupakan satu faktor yang paling dominan dalam mengukur kinerja bawahan, inilah yang dinamakan penekanan anggaran. Bila kinerja bawahan sangat ditentukan oleh anggaran yang telah disusun, maka bawahan akan berusaha memperoleh variance yang menguntungkan. Variance yang menguntungkan ini diperoleh dengan cara menciptakan slack.penekanan anggaran adalah kondisi bilamana anggaran dijadikan faktor yang paling dominan dalam pengukuran kinerja bawahan pada organisasi (Erni, 2014).Jika bawahan meyakini bahwa keberhasilan pencapaian target anggaran akan mendapatkan penghargaan (reward), maka bawahan akan berusaha untuk mencoba membuat senjangan dalam anggarannya.maka hipotesis dalam penelitian ini, yaitu: H2 :Penekanan anggaran mempunyai pengaruh yang positif terhadap senjangan anggaran Pengaruh Kapasitas Individu Terhadap Senjangan Anggaran Individu yang berkualitas adalah individu yang memilik cukup pengetahuan akan mampu mengelola sumber daya secara optimal, dengan demikian dapat memperkecil senjangan anggaran. Hasil penelitian yang dilakukan Shinta (2006) kapasitas individu berpengaruh positif terhadap senjangan anggaran. Berbeda 13

14 dengan hasil Budi (2009) menunjukkan kapasitas individu berpengaruh negatif terhadap senjangan anggaran. Hipotesis antara kapasitas individu dengan senjangan sebagai berikut: H3: Kapasitas individu berpengaruh negatif terhadap senjangan anggaran Pengaruh Kejelasan Sasaran Anggran Terhadap Senjangan Anggaran Kejelasan sasaran anggaran berpengaruh negatif signifikan terhadap senjangan anggaran pada instansi pemerintah daerah (Kridawan dan Amir, 2014). Sasaran anggaran yang jelas, penyusun anggaran maupun pelaksana anggaran akan memiliki informasi yang cukup mengenai sasaran-sasaran anggaran yang akan dicapai daripada tidak adanya kejelasan sasaran anggaran. Hal tersebut sejalan dengan penelitian yang dilakukan Pitasari (2014) yang menunjukkan kejelasan sasaran anggaran berpengaruh negatif pada senjangan anggaran yang berarti semakin tinggi tingkat kejelasan sasaran dari anggaran tersebut, maka risiko terjadinya senjangan anggaran akan semakin rendah. Sehingga kejelasan sasaran anggaran akan berpengaruh terhadap penurunan senjangan anggaran. Hubungan antara kejelasan sasaran anggaran dengan senjangan anggaran dapat dihipotesiskan sebagai berikut: H4:Kejelasan sasaran anggaran berpengaruh negatif terhadap senjangan anggaran. 14

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Teori agensi merupakan kondisi dimana prinsipal (pemilik atau manajemen

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Teori agensi merupakan kondisi dimana prinsipal (pemilik atau manajemen BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1. Landasan Teori dan Konsep 2.1.1. Teori Keagenan Teori agensi merupakan kondisi dimana prinsipal (pemilik atau manajemen puncak) membawahi agen (karyawan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Teori Keagenan (Agency Theory) Teori keagenan (agency theory) merupakan landasan teori dalam penelitian ini. Menurut Jensen dan Meckling

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yaitu fungsi perencanaan (planning), fungsi pelaksanaan (actuating), dan fungsi

BAB I PENDAHULUAN. yaitu fungsi perencanaan (planning), fungsi pelaksanaan (actuating), dan fungsi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Anggaran adalah salah satu komponen penting dalam perencanaan organisasi. Anggaran merupakan rencana pendanaan kegiatan di masa depan dan dinyatakan secara

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Teori Keagenan merupakan sebuah teori yang membahas mengenai hubungan

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Teori Keagenan merupakan sebuah teori yang membahas mengenai hubungan BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Teori Keagenan Teori Keagenan merupakan sebuah teori yang membahas mengenai hubungan antara atasan (prinsipal) dan bawahan (agen).

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Penelitian ini menggunakan teori keagenan ( agency theory) sebagai teori

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Penelitian ini menggunakan teori keagenan ( agency theory) sebagai teori BAB II KAJIAN PUSTAKA Penelitian ini menggunakan teori keagenan ( agency theory) sebagai teori pemayung (grand theory) dan teori kontijensi ( contingency theory) sebagai teori pendukung (supporting theory).

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Pemerintah Daerah Dan Fungsi Pemerintah Daerah 1. Pengertian Pemerintah Daerah Menurut Undang-Undang Dasar 1945 pasal 18 ayat (5), pengertian pemerintahan daerah adalah sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang, rumusan masalah,

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang, rumusan masalah, BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian. Pada latar belakang akan dijelaskan mengenai fenomena yang melatarbelakangi dilakukannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Organisasi pemerintah daerah merupakan lembaga yang menjalankan roda

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Organisasi pemerintah daerah merupakan lembaga yang menjalankan roda BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Organisasi pemerintah daerah merupakan lembaga yang menjalankan roda pemerintah yang sumber legitimasinya berasal dari masyarakat. Oleh karena itu, kepercayaan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Landasan Teori dan Konsep 2.1.1 Teori keagenan (agency theory) Teori keagenan menjelaskan hubungan antara atasan (prinsipal) dan bawahan (agen). Hubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. digerakkan oleh sektor bisnis (Privat) dan sektor publik (entitas publik).

BAB I PENDAHULUAN. digerakkan oleh sektor bisnis (Privat) dan sektor publik (entitas publik). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perekonomian dan pembangunan di era globalisasi saat ini secara umum digerakkan oleh sektor bisnis (Privat) dan sektor publik (entitas publik). Pemerintah sebagai

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS. Hubungan agensi muncul ketika salah satu pihak (prinsipal) menyewa pihak

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS. Hubungan agensi muncul ketika salah satu pihak (prinsipal) menyewa pihak BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Teori Keagenan (Agency Theory) Hubungan agensi muncul ketika salah satu pihak (prinsipal) menyewa pihak lain (agen) untuk melaksanakan suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1977; Nori, 1996) dalam (Putu Novia, dkk: 2015). Mardiasmo (2002) dalam (Putu

BAB I PENDAHULUAN. 1977; Nori, 1996) dalam (Putu Novia, dkk: 2015). Mardiasmo (2002) dalam (Putu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Anggaran adalah unsur yang sangat penting dalam perencanaan, koordinasi dan pengendalian perusahaan untuk mencapai tujuan perusahaan (Hansen dan Mowen, 1977;

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Konsep tentang mekanisme penyusunan program kerja pemerintah daerah,

BAB I PENDAHULUAN. Konsep tentang mekanisme penyusunan program kerja pemerintah daerah, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Konsep tentang mekanisme penyusunan program kerja pemerintah daerah, termasuk dalam ranah konsep kebijakan keuangan negara. Fungsi pemerintahan dalam berbagai bidang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Teori keagenan mendeskripsikan hubungan antara pemegang saham

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Teori keagenan mendeskripsikan hubungan antara pemegang saham BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Teori Keagenan Teori keagenan mendeskripsikan hubungan antara pemegang saham sebagai prinsipal dan manajemen sebagai agen. Manajemen merupakan pihak yang dikontrak oleh pemegang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Menurut Stoner (1992), Organisasi adalah suatu pola hubungan-hubungan yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Menurut Stoner (1992), Organisasi adalah suatu pola hubungan-hubungan yang 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1 Teori Organisasi Menurut Stoner (1992), Organisasi adalah suatu pola hubungan-hubungan yang melalui mana orang-orang di

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. Tinjauan pustaka yang digunakan dalam penelitian ini berkaitan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. Tinjauan pustaka yang digunakan dalam penelitian ini berkaitan BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN HIPOTESIS 2.1Tinjauan Pustaka Tinjauan pustaka yang digunakan dalam penelitian ini berkaitan dengan tata kelola pemerintahan dalam penganggaran sektor publik, yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Teori Keagenan (Agency Theory) Menurut Jensen dan Mecking dalam Amertadewi dan Dwirandra (2013) menjelaskan teori keagenan merupakan kontrak antara satu orang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. digunakan sebagai acuan dalam pemecahan masalah yang sedang diteliti.

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. digunakan sebagai acuan dalam pemecahan masalah yang sedang diteliti. BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Landasan Teori Bagian ini membahas mengenai teori-teori dan pendekatan yang menjelaskan pengertian anggaran, partisipasi penganggaran, ambiguitas peran,

Lebih terperinci

Abstrak. Kata kunci: senjangan anggaran, partisipasi penganggaran, kepercayaan diri, komitmen organisasi

Abstrak. Kata kunci: senjangan anggaran, partisipasi penganggaran, kepercayaan diri, komitmen organisasi Judul : Kepercayaan Diri dan Komitmen Organisasi sebagai Pemoderasi Pengaruh Partisipasi Penganggaran pada Senjangan Anggaran (Studi pada Pemerintah Kabupaten Badung) Nama : Ni Wayan Putri Adnyani NIM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Suatu rencana mengidentifikasi tujuan dan tindakan yang akan dilakukan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Suatu rencana mengidentifikasi tujuan dan tindakan yang akan dilakukan untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penganggaran memegang peranan penting dalam perencanaan dan kontrol. Suatu rencana mengidentifikasi tujuan dan tindakan yang akan dilakukan untuk mencapainya. Anggaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. serta tujuan jangka pendek dan jangka panjang (Hansen dan Mowen, 2001).

BAB I PENDAHULUAN. serta tujuan jangka pendek dan jangka panjang (Hansen dan Mowen, 2001). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anggaran merupakan pernyataan mengenai estimasi kinerja yang hendak dicapai dalam periode waktu tertentu dan dinyatakan dalam ukuran finansial. Anggaran dirancang

Lebih terperinci

pelayanan umum, menumbuhkan daya saing daerah dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Penyusunan Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS)

pelayanan umum, menumbuhkan daya saing daerah dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Penyusunan Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS) BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Penyusunan rencana penganggaran merupakan proses penyusunan rencana progam, kegiatan dan keuangan yang secara sistematis menunjukkan alokasi sumberdaya manusia, material

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Anggaran sektor publik merupakan suatu instrumen perencanaan,

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Anggaran sektor publik merupakan suatu instrumen perencanaan, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Anggaran sektor publik merupakan suatu instrumen perencanaan, pengendalian dan akuntabilitas publik yang ditandai adanya penentuan visi, misi, tujuan, sasaran, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sentralisasi menjadi desentralisasi. Menurut UU Nomor 5 Tahun 1974 yang telah

BAB I PENDAHULUAN. sentralisasi menjadi desentralisasi. Menurut UU Nomor 5 Tahun 1974 yang telah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Otonomi daerah membawa perubahan pada sistem pemerintahan dari sentralisasi menjadi desentralisasi. Menurut UU Nomor 5 Tahun 1974 yang telah mengalami perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perencanaan yang baik karena merupakan proses penentuan kebijakan dalam rangka

BAB I PENDAHULUAN. perencanaan yang baik karena merupakan proses penentuan kebijakan dalam rangka BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Proses perencanaan dan realisasi anggaran memerlukan partisipasi dan perencanaan yang baik karena merupakan proses penentuan kebijakan dalam rangka menyelenggarakan

Lebih terperinci

RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2015 BAB I PENDAHULUAN

RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2015 BAB I PENDAHULUAN LAMPIRAN PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR : 32 Tahun 2014 TANGGAL : 23 Mei 2014 RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2015 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tertentu berwenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat

BAB I PENDAHULUAN. tertentu berwenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sesuai dengan Undang-undang No 34 Tahun 2000 yang sekarang diubah menjadi Undang-undang No 28 Tahun 2009 pasal 1 ayat 1 menyatakan Daerah Otonom adalah kesatuan

Lebih terperinci

LAMPIRAN PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR LAMPIRAN NOMOR : 40 TAHUN 2012 LAMPIRAN TANGGAL : 30 MEI 2012

LAMPIRAN PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR LAMPIRAN NOMOR : 40 TAHUN 2012 LAMPIRAN TANGGAL : 30 MEI 2012 1 LAMPIRAN PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR LAMPIRAN NOMOR : 40 TAHUN 2012 LAMPIRAN TANGGAL : 30 MEI 2012 RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2013 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah Daerah sebagai salah satu organisasi sektor publik setiap tahun

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah Daerah sebagai salah satu organisasi sektor publik setiap tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Pemerintah Daerah sebagai salah satu organisasi sektor publik setiap tahun melakukan penyusunan anggaran. Anggaran dalam organisasi sektor publik merupakan pernyataan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Bab ini akan memaparkan teori-teori yang digunakan dalam penelitian.

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Bab ini akan memaparkan teori-teori yang digunakan dalam penelitian. BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN Bab ini akan memaparkan teori-teori yang digunakan dalam penelitian. Teori-teori ini tentunya telah didasarkan pada informasi faktual sehingga dapat diyakini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyelenggara negara atas kepercayaan yang diamanatkan kepada mereka. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. penyelenggara negara atas kepercayaan yang diamanatkan kepada mereka. Hal ini BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagai organisasi sektor publik, pemerintah daerah dituntut agar memiliki kinerja yang berorientasi pada kepentingan masyarakat, dan mendorong pemerintah untuk senantiasa

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 2.1. PEMERINTAHAN DAERAH Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah menyebutkan bahwa Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Teori Keagenan Penjelasan konsep senjangan anggaran dapat dimulai dari pendekatan teori keagenan. Dalam teori keagengan, hubungan

Lebih terperinci

GUBERNUR SUMATERA UTARA

GUBERNUR SUMATERA UTARA GUBERNUR SUMATERA UTARA PERATURAN GUBERNUR SUMATERA UTARA NOMOR 52 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH PROVINSI SUMATERA UTARA TAHUN 2012 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Seiring dengan peranan Pemerintah Daerah yang mengelola keuangan daerahnya sendiri dalam upaya untuk mengoptimalkan potensi pendapatan setiap daerah guna

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam operasionalnya memiliki tujuan yang hendak dicapai. Untuk mencapai

BAB I PENDAHULUAN. dalam operasionalnya memiliki tujuan yang hendak dicapai. Untuk mencapai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap organisasi baik organisasi publik maupun organisasi non publik dalam operasionalnya memiliki tujuan yang hendak dicapai. Untuk mencapai tujuan organisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan ekonomi untuk daerah maupun kebijakan ekonomi untuk pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan ekonomi untuk daerah maupun kebijakan ekonomi untuk pemerintah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemberdayaan ekonomi daerah sangat penting sekali untuk ditingkatkan guna menunjang peningkatan ekonomi nasional. Dalam konteks ini, peran kebijakan pemerintah yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Purnomo (2015) melakukan penelitian tentang Penilaian Kinerja Berbasis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Purnomo (2015) melakukan penelitian tentang Penilaian Kinerja Berbasis BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Reviu Penelitian Terdahulu Purnomo (2015) melakukan penelitian tentang Penilaian Kinerja Berbasis Value For Money Atas Penerimaan Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Tabanan penelitian

Lebih terperinci

RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2014 BAB I PENDAHULUAN

RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2014 BAB I PENDAHULUAN LAMPIRAN PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR : 39 TANGGAL : 14 Mei 2013 RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2014 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pemerintah Daerah Provinsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Untuk melaksanakan hak dan kewajiban serta untuk melaksanakan tugas yang

BAB I PENDAHULUAN. Untuk melaksanakan hak dan kewajiban serta untuk melaksanakan tugas yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Untuk melaksanakan hak dan kewajiban serta untuk melaksanakan tugas yang dibebankan oleh rakyat, pemerintah daerah harus mempunyai suatu rencana yang matang untuk mencapai

Lebih terperinci

PERUBAHAN APBD PERTEMUAN 6

PERUBAHAN APBD PERTEMUAN 6 PERUBAHAN APBD PERTEMUAN 6 Menurut penjelasan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, Kepala Daerah (Bupati/Walikota) selaku pemegang kekuasaan penyelenggaraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. direvisi menjadi Undang-Undang No. 32 tahun 2004 serta Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. direvisi menjadi Undang-Undang No. 32 tahun 2004 serta Undang-Undang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Undang-undang No. 22 tahun 1999 tentang pemerintah Daerah yang direvisi menjadi Undang-Undang No. 32 tahun 2004 serta Undang-Undang No. 25 tentang Perimbangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang berfungsi sebagai alat perencanaan dan pengendalian agar manajer dapat

BAB I PENDAHULUAN. yang berfungsi sebagai alat perencanaan dan pengendalian agar manajer dapat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anggaran merupakan elemen sistem pengendalian manajemen yang berfungsi sebagai alat perencanaan dan pengendalian agar manajer dapat melaksanakan kegiatan organisasi

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2014 TENTANG

RANCANGAN PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2014 TENTANG RANCANGAN PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN, PENGENDALIAN DAN EVALUASI RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH TAHUN 2015 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

METODE TEKNIK PENYUSUNAN. Lab. Politik dan Tata Pemerintahan, Fakultas Ilmu Administrasi, Universitas Brawijaya

METODE TEKNIK PENYUSUNAN. Lab. Politik dan Tata Pemerintahan, Fakultas Ilmu Administrasi, Universitas Brawijaya METODE TEKNIK PENYUSUNAN PROGRAM KERJA DPRD DR. TJAHJANULIN DOMAI, MS Lab. Politik dan Tata Pemerintahan, Fakultas Ilmu Administrasi, Universitas Brawijaya 1. Pendahuluan - Pengantar - Tujuan - Definisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penganggaran dalam organisasi sektor publik merupakan tahapan yang cukup

BAB I PENDAHULUAN. Penganggaran dalam organisasi sektor publik merupakan tahapan yang cukup BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Anggaran merupakan pernyataan mengenai estimasi kinerja yang hendak dicapai selama periode waktu tertentu yang dinyatakan dalam ukuran finasial, sedangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peraturan organisasi yang berlaku. Pada organisasi pemerintahan di Indonesia,

BAB I PENDAHULUAN. peraturan organisasi yang berlaku. Pada organisasi pemerintahan di Indonesia, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Proses penyusunan anggaran publik umumnya menyesuaikan dengan peraturan organisasi yang berlaku. Pada organisasi pemerintahan di Indonesia, proses penyusunan anggaran

Lebih terperinci

2015 PENGARUH PARTISIPASI PENYUSUNAN ANGGARAN TERHADAP SENJANGAN ANGGARAN DENGAN BUDGET EMPHASIS SEBAGAI VARIABEL MODERASI

2015 PENGARUH PARTISIPASI PENYUSUNAN ANGGARAN TERHADAP SENJANGAN ANGGARAN DENGAN BUDGET EMPHASIS SEBAGAI VARIABEL MODERASI BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di Indonesia, komitmen terhadap perbaikan pelaksanaan transparansi dan akuntabilitas kini masih terus menerus dilakukan guna terwujudnya Good Governance (keperintahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Organisasi sektor publik pada dasarnya membutuhkan sebuah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Organisasi sektor publik pada dasarnya membutuhkan sebuah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Organisasi sektor publik pada dasarnya membutuhkan sebuah manajemen yang baik dalam melaksanakan tugasnya, sebab tanpa adanya manajemen suatu organisasi tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan aspek transparansi dan akuntabilitas menjadi hal penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan aspek transparansi dan akuntabilitas menjadi hal penting dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan demokratisasi menjadi suatu fenomena global termasuk di Indonesia, tuntutan demokratisasi ini menyebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Organisasi sektor publik merupakan organisasi yang menjalankan

BAB I PENDAHULUAN. Organisasi sektor publik merupakan organisasi yang menjalankan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Organisasi sektor publik merupakan organisasi yang menjalankan pemerintahan Daerah dan sumber legitimasinya berasal dari masyarakat. Oleh karena itu, kepercayaan yang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, BUPATI BANDUNG, Menimbang : a. bahwa berdasarkan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BUTON UTARA NOMOR 1 TAHUN 2015 SISTEM PENYUSUNAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BUTON UTARA NOMOR 1 TAHUN 2015 SISTEM PENYUSUNAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BUTON UTARA TAHUN 2015 NOMOR 1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BUTON UTARA NOMOR 1 TAHUN 2015 SISTEM PENYUSUNAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH BAGIAN HUKUM DAN ORGANISASI SEKRETARIAT

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR TAHUN 2014 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2015

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR TAHUN 2014 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2015 RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR TAHUN 2014 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2015 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BALIKPAPAN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negeri, dan obligasi pemerintah, serta sumber dana lain yang sah dan tidak

BAB I PENDAHULUAN. negeri, dan obligasi pemerintah, serta sumber dana lain yang sah dan tidak 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anggaran merupakan elemen sistem pengendalian manajemen yang berfungsi sebagai alat perencanaan dan pengendalian agar manajer dapat melaksanakan kegiatan organisasi

Lebih terperinci

BUPATI TEMANGGUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

BUPATI TEMANGGUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH BUPATI TEMANGGUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TEMANGGUNG, Menimbang : a. bahwa berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Reformasi dalam bidang pengelolaan keuangan Negara khususnya dalam sistem perencanaan dan penganggaran telah banyak membawa perubahan yang sangat mendasar dalam pelaksanaannya.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pembuatan panitia, pengumpulan dan pengklasifikasian data, pengajuan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pembuatan panitia, pengumpulan dan pengklasifikasian data, pengajuan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Pengertian dan Fungsi Anggaran 2.1.1.1 Pengertian Anggaran Penganggaran ialah proses penyusunan anggaran, yang dimulai pembuatan panitia, pengumpulan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) APBD adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan ditetapkan

Lebih terperinci

- 1 - GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 40 TAHUN 2015 TENTANG RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2016

- 1 - GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 40 TAHUN 2015 TENTANG RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2016 - 1 - GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 40 TAHUN 2015 TENTANG RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2016 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Bab ini mengkaji landasan teori, konsep-konsep yang digunakan, dan hasil

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Bab ini mengkaji landasan teori, konsep-konsep yang digunakan, dan hasil BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN Bab ini mengkaji landasan teori, konsep-konsep yang digunakan, dan hasil penelitian sebelumnya yang diperlukan dalam menjawab masalah penelitian yang akah

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG TIMUR NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG TIMUR NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG TIMUR NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BELITUNG TIMUR, Menimbang : a. bahwa berdasarkan ketentuan

Lebih terperinci

PENGANGGARAN SEKTOR PUBLIK

PENGANGGARAN SEKTOR PUBLIK PENGANGGARAN SEKTOR PUBLIK ANGGARAN Rencana operasi keuangan, yang mencakup estimasi pengeluaran yang diusulkan, dan sumber pendapatan yang diharapkan untuk membiayainya dalam periode waktu tertentu Fungsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melakukan perubahan secara holistik terhadap pelaksaaan pemerintahan orde baru.

BAB I PENDAHULUAN. melakukan perubahan secara holistik terhadap pelaksaaan pemerintahan orde baru. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Semangat reformasi telah mendorong para pemimpin bangsa Indonesia untuk melakukan perubahan secara holistik terhadap pelaksaaan pemerintahan orde baru. Keinginan untuk

Lebih terperinci

BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1 Akuntansi Sektor Publik Pengertian Akuntansi Sektor Publik Bastian (2006:15) Mardiasmo (2009:2) Abdul Halim (2012:3)

BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1 Akuntansi Sektor Publik Pengertian Akuntansi Sektor Publik Bastian (2006:15) Mardiasmo (2009:2) Abdul Halim (2012:3) BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1 Akuntansi Sektor Publik 2.1.1 Pengertian Akuntansi Sektor Publik Definisi Akuntansi Sektor Publik menurut Bastian (2006:15) adalah sebagai berikut : Akuntansi Sektor Publik adalah

Lebih terperinci

TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG

TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 4 TAHUN 2014 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG Bagian Hukum Setda Kabupaten Bandung

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. daerah menyebabkan lahirnya otonomi daerah sebagai salah satu tuntutan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. daerah menyebabkan lahirnya otonomi daerah sebagai salah satu tuntutan 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengelolaan keuangan daerah Reformasi di segala bidang yang di dukung oleh masyarakat dalam mensikapi permasalahan yang terjadi, baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah

Lebih terperinci

- 2 - Penanggulangan Bencana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4723);

- 2 - Penanggulangan Bencana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4723); - 2-5. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437), sebagaimana telah

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL.... i LEMBAR PERSETUJUAN.... ii LEMBAR PENGESAHAN.... iii LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS TUGAS AKHIR.... iv ABSTRAK..... v RIWAYAT HIDUP... vi KATA PENGANTAR... vii DAFTAR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. alat untuk melaksanakan strategi organisasi, oleh sebab itu anggaran harus

BAB I PENDAHULUAN. alat untuk melaksanakan strategi organisasi, oleh sebab itu anggaran harus BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Suatu organisasi baik organisasi publik maupun swasta pasti memiliki tujuan yang hendak dicapai. Untuk mencapai tujuan tersebut maka diperlukan suatu strategi yang

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 79 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA PENCAPAIAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 79 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA PENCAPAIAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 79 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA PENCAPAIAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. principal dan agen. Pihak principal adalah pihak yang memberikan mandat

BAB II LANDASAN TEORI. principal dan agen. Pihak principal adalah pihak yang memberikan mandat BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Teori Keagenan Teori keagenan merupakan konsep yang menjelaskan hubungan antara principal dan agen. Pihak principal adalah pihak yang memberikan mandat kepada pihak lain, yaitu

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.470, 2014 KEMENDAGRI. Rencana Kerja Pembangunan Daerah. 2015. Evaluasi. Pengendalian. Penyusunan. Pedoman. PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27

Lebih terperinci

BUPATI MALANG PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG MEKANISME TAHUNAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN KABUPATEN MALANG BUPATI MALANG,

BUPATI MALANG PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG MEKANISME TAHUNAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN KABUPATEN MALANG BUPATI MALANG, 1 BUPATI MALANG PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG MEKANISME TAHUNAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN KABUPATEN MALANG BUPATI MALANG, Menimbang : a. bahwa untuk lebih menjamin ketepatan dan

Lebih terperinci

B U P A T I T A N A H L A U T PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN BUPATI TANAH LAUT NOMOR 76 TAHUN 2014

B U P A T I T A N A H L A U T PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN BUPATI TANAH LAUT NOMOR 76 TAHUN 2014 1 B U P A T I T A N A H L A U T PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN BUPATI TANAH LAUT NOMOR 76 TAHUN 2014 TENTANG TAHAPAN PENYUSUNAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

LEMBAR KUESIONER. Sebelumnya saya mengucapkan terima kasih sebanyak-banyaknya atas kesediaan anda mengisi kuesioner ini.

LEMBAR KUESIONER. Sebelumnya saya mengucapkan terima kasih sebanyak-banyaknya atas kesediaan anda mengisi kuesioner ini. 78 Lampiran I : KUESIONER PENELITIAN LEMBAR KUESIONER Para Respoden yang Terhormat, Sebelumnya saya mengucapkan terima kasih sebanyak-banyaknya atas kesediaan anda mengisi kuesioner ini. Adapun kami sampaikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. birokrasi dalam berbagai sektor demi tercapainya good government. Salah

BAB I PENDAHULUAN. birokrasi dalam berbagai sektor demi tercapainya good government. Salah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam satu dekade terakhir ini, bangsa Indonesia sedang berupaya memperbaiki kinerja pemerintahannya melalui berbagai agenda reformasi birokrasi dalam berbagai sektor

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Akuntansi dan Sistem Pelaporan Terhadap Akuntabilitas Kinerja Instansi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Akuntansi dan Sistem Pelaporan Terhadap Akuntabilitas Kinerja Instansi BAB II TINJAUAN PUSTAKA Penelitian tentang Pengaruh Kejelasan Sasaran Anggaran, Pengendalian Akuntansi dan Sistem Pelaporan Terhadap Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Daerah (Studi pada DPPKAD

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah yang sedang bergulir ini merupakan bagian dari adanya

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah yang sedang bergulir ini merupakan bagian dari adanya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Otonomi daerah yang sedang bergulir ini merupakan bagian dari adanya reformasi atas kehidupan bangsa oleh pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Melalui otonomi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Anggaran merupakan rencana yang dinyatakan dalam unit moneter yang meliputi

BAB 1 PENDAHULUAN. Anggaran merupakan rencana yang dinyatakan dalam unit moneter yang meliputi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anggaran merupakan rencana yang dinyatakan dalam unit moneter yang meliputi seluruh kegiatan organisasi dan berlaku untuk jangka waktu tertentu. Pada organisasi

Lebih terperinci

Kelompok 6 Januari Lesawengen Arthur Pontoh Deepika Sari Putri Siti Aisyah Sukarno Febriyani Moha

Kelompok 6 Januari Lesawengen Arthur Pontoh Deepika Sari Putri Siti Aisyah Sukarno Febriyani Moha Kelompok 6 Januari Lesawengen Arthur Pontoh Deepika Sari Putri Siti Aisyah Sukarno Febriyani Moha A. KONSEP ANGGARAN SEKTOR P UBLIK Anggaran merupakan pernyataan mengenai estimasi kinerja yang hendak dicapai

Lebih terperinci

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH -1- BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. partisipatif, kesamaan hak, keseimbangan hak, dan kewajiban. Setiap satuan kerja baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah

BAB I PENDAHULUAN. partisipatif, kesamaan hak, keseimbangan hak, dan kewajiban. Setiap satuan kerja baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia menganut asas desentralisasi yang memberikan kebebasan dan keleluasaan kepada Pemerintah Daerah dalam menyelenggarakan pemerintahan melalui Otonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. publik terkait dengan proses penentuan jumlah alokasi dana untuk tiap-tiap

BAB I PENDAHULUAN. publik terkait dengan proses penentuan jumlah alokasi dana untuk tiap-tiap 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kinerja organisasi yang optimal tergantung dari bagaimana perusahaan memanfaatkan faktor-faktor produksi yang dimiliki secara ekonomis, efektif, dan efisien. Anggaran

Lebih terperinci

SISTEM DAN PROSEDUR PENYUSUNAN KEBIJAKAN UMUM APBD DAN PRIORITAS DAN PLAFON ANGGARAN SEMENTARA

SISTEM DAN PROSEDUR PENYUSUNAN KEBIJAKAN UMUM APBD DAN PRIORITAS DAN PLAFON ANGGARAN SEMENTARA LAMPIRAN II.1 : PERATURAN BUPATI BUNGO NOMOR : 45 TAHUN 2009 TANGGAL : 11 NOVEMBER 2009 TENTANG : SISTEM DAN PROSEDUR PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH KABUPATEN BUNGO. SISTEM DAN PROSEDUR PENYUSUNAN KEBIJAKAN

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR TAHUN 2013 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2014

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR TAHUN 2013 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2014 RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR TAHUN 2013 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2014 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BALIKPAPAN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang menggambarkan kondisi keuangan dari suatu organisasi yang meliputi

BAB I PENDAHULUAN. yang menggambarkan kondisi keuangan dari suatu organisasi yang meliputi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perusahaan, organisasi dan sektor publik memerlukan anggaran sebagai pedoman dalam melaksanakan aktivitasnya. Anggaran merupakan pernyataan mengenai estimasi

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA, SALINAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN, PENGENDALIAN DAN EVALUASI RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2013 TENTANG

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2013 TENTANG SALINAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN, PENGENDALIAN DAN EVALUASI RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Teori Agensi (Agency Theory) Menurut Anthony dan Vijay (2005) teori keagenan mendeskripsikan hubungan antara pemegang saham (shareholders) sebagai principal

Lebih terperinci

NOTA KESEPAKATAN PEMERINTAH KABUPATEN TANAH DATAR DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN TANAH DATAR

NOTA KESEPAKATAN PEMERINTAH KABUPATEN TANAH DATAR DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN TANAH DATAR NOTA KESEPAKATAN ANTARA PEMERINTAH KABUPATEN TANAH DATAR DENGAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN TANAH DATAR Nomor : 03/KB/BTD-2012 02/KSP/DPRD-TD/2012 TANGGAL 31 JULI 2012 TENTANG PRIORITAS DAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perkembangan akuntansi sektor publik, khususnya di Indonesia semakin pesat dengan adanya era reformasi dalam pelaksanaan kebijakan pemerintah otonomi daerah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. penelitian, kontribusi penelitian, dan jadwal penelitian. pembangunan nasional dan daerah. Keberhasilan atau kegagalan program

BAB 1 PENDAHULUAN. penelitian, kontribusi penelitian, dan jadwal penelitian. pembangunan nasional dan daerah. Keberhasilan atau kegagalan program BAB 1 PENDAHULUAN Bab ini berisi mengenai pendahuluan tesis penelitian. Bagian ini terdiri atas latar belakang, rumusan permasalahan studi kasus, pertanyaan riset, tujuan penelitian, kontribusi penelitian,

Lebih terperinci

Department of Business Adminstration Brawijaya University

Department of Business Adminstration Brawijaya University Department of Business Adminstration Brawijaya University PERUBAHAN APBD Jika Selama Tahun Berjalan Perlu Diadakan Perbaikan Atau Penyesuaian Terhadap Alokasi Anggaran 1. Terjadi perkembangan yang tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. efisian sehingga tujuan organisasi dapat tercapai (Mardiasmo, 2002 :45).

BAB I PENDAHULUAN. efisian sehingga tujuan organisasi dapat tercapai (Mardiasmo, 2002 :45). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Istilah anggaran atau penganggaran (budgeting) sangat dipahami dalam setiap organisasi, termasuk organisasi pemerintahan. Sebagai organisasi, aparat pemerintahan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA SOLOK LAPORAN KINERJA TAHUN 2016

PEMERINTAH KOTA SOLOK LAPORAN KINERJA TAHUN 2016 PEMERINTAH KOTA SOLOK LAPORAN KINERJA TAHUN 2016 BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH (BAPPEDA) KOTA SOLOK 2017 KATA PENGANTAR Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan

Lebih terperinci

RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) KABUPATEN NGAWI TAHUN 2012 BAB I PENDAHULUAN

RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) KABUPATEN NGAWI TAHUN 2012 BAB I PENDAHULUAN LAMPIRAN : PERATURAN BUPATI NGAWI NOMOR : 31 TAHUN 2011 TANGGAL : 24 MEI 2011 1.1. Latar Belakang RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) KABUPATEN NGAWI TAHUN 2012 BAB I PENDAHULUAN Undang-undang Nomor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyusunan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) merupakan implementasi dari pelaksanaan Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. sebuah hubungan kontraktual antara dua pihak, yaitu antara pemilik perusahaan

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. sebuah hubungan kontraktual antara dua pihak, yaitu antara pemilik perusahaan BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Landasan Teori dan Konsep 2.1.1 Teori Keagenan (Agency Theory) Jensen dan Meckling (1976) mendefinisikan teori keagenan sebagai sebuah hubungan kontraktual

Lebih terperinci