GAYA HIDUP SHOPPING MALL SEBAGAI BENTUK PERILAKU KONSUMTIF PADA REMAJA DI PERKOTAAN (Kasus: Konsumen Remaja di Tiga One Stop Shopping Mall di Jakarta)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "GAYA HIDUP SHOPPING MALL SEBAGAI BENTUK PERILAKU KONSUMTIF PADA REMAJA DI PERKOTAAN (Kasus: Konsumen Remaja di Tiga One Stop Shopping Mall di Jakarta)"

Transkripsi

1 GAYA HIDUP SHOPPING MALL SEBAGAI BENTUK PERILAKU KONSUMTIF PADA REMAJA DI PERKOTAAN (Kasus: Konsumen Remaja di Tiga One Stop Shopping Mall di Jakarta) Wagner I DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009

2 RINGKASAN GAYA HIDUP SHOPPING MALL SEBAGAI BENTUK PERILAKU KONSUMTIF PADA REMAJA DI PERKOTAAN (Kasus: Konsumen Remaja di Tiga One Stop Shopping Mall di Jakarta) Di bawah bimbingan NURMALA K. PANDJAITAN. kelompok usia remaja adalah salah satu pasar yang potensial bagi produsen. Alasannya antara lain karena pola konsumsi seseorang terbentuk pada usia remaja. Di samping itu, gaya hidup remaja biasanya meniru teman, tidak realistis, dan cenderung boros dalam menggunakan uangnya. Lewat gaya hidup, seorang remaja juga dapat menunjukkan citra diri dan status sosialnya di tengah-tengah masyarakat. Sifat-sifat remaja inilah yang dimanfaatkan oleh sebagian produsen untuk memasuki pasar remaja. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi bagaimanakah karakteristik remaja dengan gaya hidup shopping mall dan gaya hidup shopping mall pada remaja. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif. Pendekatan kuantitatif dilakukan melalui metode survey. Teknik pengambilan responden dilakukan dengan menggunakan teknik purposive sampling dengan jumlah responden sebanyak 40 orang. Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Pengumpulan data primer dilakukan dengan metode survey. Sementara data sekunder diperoleh dari data-data yang telah ada. Teknik pengolahan data kuantitatif dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan tabel frekuensi dan tabulasi silang. Shoppers umumnya berumur tahun dan berpendidikan SMA. Mereka bersekolah di sekolah dengan status sosial menengah dan biasanya menghabiskan waktu dengan hang-out di cafe, jalan-jalan, berolahraga, dan main ke rumah teman. Shoppers biasanya pergi ke sekolah menggunakan mobil pribadi dan pekerjaan ayah mereka kebanyakan adalah berwiraswasta dan ibu mereka tidak bekerja atau ibu rumah tangga. Keluarga shoppers banyak menggunakan uang untuk keperluan rekreasi atau hiburan dan biaya pendidikan. Kebanyakan shoppers menggunakan uang tunai dalam melakukan pembayaran. Shoppers cenderung menggunakan media elektronik sebagai media massa utamanya.

3 Sementara itu majalah merupakan media cetak yang paling sering digunakannya dan internet merupakan media elektronik yang paling sering digunakan. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat diperoleh bahwa shoppers dapat digolongkan menjadi tiga, yaitu real shoppers, socialize shoppers, dan beginner shoppers. Shoppers umumnya adalah remaja yang berpendidikan SMA dan perguruan tinggi.sebagian besar kegiatan yang dilakukan tiga kelompok shoppers adalah sama, yaitu menonton film, makan, dan berbelanja. Mereka cenderung menghabiskan waktu dua sampai tiga jam di dalam mall bersama dengan teman-temannya dengan alasan enak dan nyaman. Shoppers umumnya memperhatikan harga, model, dan merek dalam memilih barang. Banyak pilihan menjadi alasan utama mereka untuk berbelanja di mall. Shoppers perempuan lebih menyukai perlengkapan berpakaian dibanding laki-laki yang lebih menyukai perlengkapan olahraga. Sebagian besar tanggapan mereka mengenai mall adalah positif. Perbedaan antara ketiga tipologi shoppers tersebut adalah umur beginner shoppers dan socialize shoppers berkisar antara tahun, sementara real shoppers berumur tahun. Real shoppers dan beginner shoppers biasanya adalah perempuan dan socialize shoppers adalah laki-laki. Media massa yang sering digunakan real shoppers adalah media cetak, sedangkan beginner shoppers dan socialize shoppers lebih sering menggunakan media elektronik. Uang yang dikeluarkan dalam mall oleh real shoppers adalah lebih dari satu juta rupiah, sementara socialize shoppers menghabiskan lima ratus hingga satu juta rupiah, dan beginner shoppers menghabiskan uang di bawah lima ratus ribu rupiah. Real shoppers pergi ke mall dengan tujuan untuk mengisi waktu luangnya, sementara socialize shoppers untuk bersosialisasi dengan teman-temannya, dan beginner shoppers bertujuan untuk membeli kebutuhan sehari-hari.

4 ABSTRACT Teenager is one of the most potential markets for producers. The consumptive lifestyle is one of the reasons. It s all due to peer pressure among friends, unrealistic lifestyle, and also have a tendency to be wasteful in monetary usage. Through their lifestyle, teenager can show their characteristic and social class among their people. That is why producers are using this type of attribute between teenagers to be their market. The purpose of this research is to identify the characteristic of regular shopping mall lifestyle with teenager shopping mall lifestyle. These research using quantitative approach. This approach was done using a survey method. The technique to obtain a respond was done using purposive sampling with 40 people of responder. The data that I obtained was primary data and secondary data. Primary data were obtained using survey method, where secondary data were obtained from the data that was previously exist. Frequency table and cross tabulation were the technique to obtain the quantitative data. Shoppers are usually around years old and also in high school. They go to average school and they usually spend their time hang-out in café, sightseeing, sports, and visiting their friend s house. This teenager uses their own car to go to school, and their father s job is an entrepreneur and their mother does not go to work or as a house wife. Shoppers family uses their money for recreation and education. This shopper uses cash as a payment. Shopper has a tendency to use electronic media as their primary media. Magazine is used as their written media and internet is used as the electronic media. According to the research, I can conclude there are three types of shoppers, which are real shoppers, socialize shoppers, and beginner shoppers. Shoppers are usually a high school or college student. The majority of these three types of shoppers are usually the same, which are go to cinema, eat and shopping. They commonly used two to three hour at mall with their friends because mall are comfortable and calming. Shoppers main concern are the price, model and the brand of the product. The difference between the three types of shoppers are beginner Socialize shoppers and shoppers ages are between years old, while real shoppers ages between 19 to 22 years. Real shoppers and beginner shoppers usually are women and Socialize shoppers are men. The mass media are often used by real shoppers are print media, while the beginner shoppers and socialize shoppers more likely to use electronic media. Real shoppers spend more than one million rupiah, while socialize shoppers spend five hundred to one million dollars, and beginner shoppers spend their money under five hundred thousand rupiah. Real shoppers go to the mall in order to fill his spare time, while socialize shoppers tend to socialize with friends. Meanwhile beginner shoppers aim to buy their daily needs. Keywords: Teenagers, Mass Media, Shopping Mall

5 GAYA HIDUP SHOPPING MALL SEBAGAI BENTUK PERILAKU KONSUMTIF PADA REMAJA DI PERKOTAAN (Kasus: Konsumen Remaja di Tiga One Stop Shopping Mall di Jakarta) SKRIPSI Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Pada Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor WAGNER I DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009

6 DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh: Nama : Wagner NRP : I Judul : Gaya Hidup Shopping Mall Sebagai Bentuk Perilaku Konsumtif Remaja di Perkotaan (Kasus: Konsumen Remaja di Tiga One Stop Shopping Mall di Jakarta) Dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Menyetujui, Dosen Pembimbing Dr. Nurmala K. Pandjaitan, MS. DEA NIP Mengetahui, Ketua Departemen Dr. Ir. Soeryo Adiwibowo, MS NIP Tanggal Pengesahan:

7 LEMBAR PERNYATAAN DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL GAYA HIDUP SHOPPING MALL SEBAGAI BENTUK PERILAKU KONSUMTIF PADA REMAJA DI PERKOTAAN (KASUS: KONSUMEN REMAJA DI TIGA ONE STOP SHOPPING MALL DI JAKARTA) BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN KECUALI KUTIPAN YANG ADA DALAM TULISAN INI. DEMIKIAN PERNYATAAN INI SAYA BUAT DENGAN SESUNGGUHNYA. Bogor, November 2009 Wagner I

8 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta 31 Juli Penulis adalah anak tunggal dari pasangan Judy Djafar dan Lee Mei Hua. Pada tingkat sekolah dasar penulis bersekolah di SD Don Bosco I, kemudian melanjutkan pendidikannya di SMP Don Bosco I dan SMA Don Bosco I, dan melalui jalur SPMB, penulis melanjutkan perguruan tinggi di Institut Pertanian Bogor, Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat. Selain bidang formal, penulis juga mengikuti pendidikan non-formal dalam bidang musik, bahasa, dan olahraga. Selama menempuh pendidikan di Institut Pertanian Bogor, penulis menjadi anggota Persekutuan Mahasiswa Kristen IPB. Penulis juga turut mewakili fakultas dalam Olimpiade Mahasiswa IPB tahun 2007 dalam bidang voli. Selain itu penulis juga mewakili IPB dalam lomba debat bahasa mandarin pada PIMNAS XX tahun 2007 dan sebagai anggota perlengkapan pada acara COMMNEX 2008.

9 UCAPAN TERIMA KASIH Dalam penulisan skripsi ini penulis telah memperoleh bantuan, dorongan, semangat, dan dukungan dari beberapa pihak baik secara langsung atau secara tidak langsung sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi berjudul Gaya Hidup Shopping Mall Sebagai Bentuk Perilaku Konsumtif Remaja di Perkotaan (Kasus: Konsumen Remaja di Tiga One Stop Shopping Mall di Jakarta) dengan baik, karena tanpa bantuan dan dukungan dari mereka, mungkin penulisan skripsi ini tidak akan terselesaikan. Selanjutnya pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Ibu Nurmala atas kesabarannya membimbing, berdiskusi, dan memotivasi penulis untuk segera menyelesaikan skripsi ini. 2. Kedua orang tua, Mama dan Papa, yang memberikan dukungan agar cepat lulus. 3. Virgin dan Maria yang memberi dorongan dan bantuan dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini. 4. Anak-anak KPM 42 yang memberikan bantuan secara tidak langsung dalam penulisan skripsi ini. 5. Mike yang telah banyak membantu penulis menyelesaikan skripsi. 6. Tamimi dan Uday sebagai teman satu pembimbing skripsi yang telah memberikan bantuan dan dukungan kepada penulis, terutama pada saat kesulitan dalam menemukan literatur. 7. Teman-teman di Jakarta yang memberi masukan dalam skripsi ini. 8. Mba Maria dan Mba Nisa selaku staf administrasi yang telah membantu dalam urusan akademik. 9. Serta semua pihak yang telah membantu terselesaikannya skripsi ini. Penulis mengharapkan semoga skripsi ini bermanfaat bagi pihak-pihak yang terkait.

10 KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala karunia-nya yang telah memberikan kesehatan dan kesempatan sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul Gaya Hidup Shopping Mall Sebagai Bentuk Perilaku Konsumtif Remaja di Perkotaan (Kasus: Konsumen Remaja di Tiga One Stop Shopping Mall di Jakarta). Skripsi ini merupakan syarat kelulusan KPM 499 pada Departemen Sains dan Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi gaya hidup shopping mall pada remaja dan karakteristik remaja dengan gaya hidup shopping mall. Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dosen Pembimbing, serta pihak-pihak yang membantu Penulis, baik langsung maupun tidak langsung dalam pelaksanaan penulisan skripsi. Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi yang membaca dan memerlukannya. Bogor, November 2009 Wagner i

11 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI... ii DAFTAR TABEL... iv DAFTAR GAMBAR... vi DAFTAR LAMPIRAN... vii BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penulisan... 5 BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1 Pengertian Remaja Gaya Hidup Remaja Shopping Mall Gaya Hidup Remaja dengan Keterlibatan Tinggi Terhadap Shopping Mall Perilaku Konsumtif dan Bentuk-bentuk Perilaku Konsumtif Kerangka Pemikiran Defenisi Operasional BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Lokasi dan Waktu Penelitian Teknik Pengumpulan Responden Teknik Pengumpulan Data Teknik Pengolahan dan Analisis Data BAB IV GAMBARAN UMUM 4.1 Mall Kelapa Gading Pluit Village Senayan City BAB V KARAKTERISTIK SHOPPERS 5.1 Faktor Demografi Faktor Lingkungan Faktor Sosial Gaya Hidup Keluarga Keterdedahan Terhadap Media Massa BAB VI GAYA HIDUP SHOPPING MALL 6.1 Kegiatan Minat Opini ii

12 BAB VII TIPOLOGI SHOPPERS 7.1 Tipologi Shoppers Real Shoppers Socialize shoppers Beginner shoppers Perbandingan Tipologi Shoppers BAB VIII KESIMPULAN DAN SARAN 8.1 Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN iii

13 DAFTAR TABEL No Halaman 1. Pembagian Segmentasi Shopping mall Indikator Tipologi Shoppers Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Faktor Demografi Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Faktor Lingkungan Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Status Sosial Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Gaya Hidup Keluarga Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Keterdedahan Terhadap Media Massa Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Jenis Kelamin dan Jumlah Kegiatan yang Dilakukan Di Mall Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Jenis Kelamin dan Jenis Kegiatan Shoppers Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Jenis Kelamin dan Frekuensi Mengunjungi Mall per Bulan Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Jenis Kelamin dan Jumlah Waktu yang Dihabiskan di Mall Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Jenis Kelamin dan Jumlah Uang yang Dibelanjakan Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Jenis Kelamin dan Tempat yang Dikunjungi di Mall Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Jenis Kelamin dan Tujuan ke Mall Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Jenis Kelamin dan Orang yang Diajak ke Mall Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Jenis Kelamin dan Alasan Membeli barang Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Jenis Kelamin dan Alasan Memilih Mall yang Sering Dikunjungi Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Jenis Kelamin dan Alasan Belanja di Mall iv

14 19. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Jenis Kelamin dan Barang yang Diminati di Mall Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Jenis Kelamin dan Tempat yang Disukai Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Opini Mengenai Harga Barang di Mall Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Opini Mengenai Kualitas Barang di Mall Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Opini Mengenai Mall Sebagai Gaya Hidup Remaja Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Opini Mengenai Fungsi Mall Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Opini Responden Mengenai Mall Penentuan Tipologi Shoppers Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Tipologinya Membandingkan Tipologi Shoppers Berdasarkan Indikator Shoppers Membandingkan Tipologi Shoppers berdasarkan Karakteristik Individu v

15 DAFTAR GAMBAR No Halaman 1. Kerangka Pemikiran Mall Kelapa Gading Pluit Village Senayan City vi

16 DAFTAR LAMPIRAN No Halaman 1. Karakteristik Tipologi Real Shoppers (n = 14) Karakteristik Tipologi Socialize shoppers (n = 20) Karakteristik Tipologi Beginner Shoppers (n = 6) vii

17 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa remaja adalah yang merupakan periode peralihan antara masa kanakkanak dan dewasa adalah fase pencarian identitas diri bagi remaja. Pada fase ini, remaja mengalami banyak perubahan dalam berbagai aspek kehidupan, diantaranya biologis, kognitif, dan psikososial. Seiring dengan perubahan tersebut, pada usia remaja terbentuk pola konsumsi (Rosandi, 2004) yang kemudian dapat berkembang menjadi perilaku konsumtif. Menurut para sosiolog dan psikolog sosial, remaja adalah konformis, terutama dalam hal pakaian dan penampilan dalam kelompok mereka (Rosandi 2004) sehingga remaja cenderung untuk berperilaku konsumtif agar mereka dapat berpenampilan seperti kelompoknya. Agustina (2005) menyatakan bahwa gaya hidup mempengaruhi perilaku seseorang, dan akhirnya menentukan pilihan-pilihan konsumsi seseorang. Orang akan cenderung memilih produk, jasa, atau aktivitas tertentu karena produk, jasa, dan aktivitas tersebut diasosiasikan dengan gaya hidup tertentu. Misalnya orangorang yang berorientasi pada karir akan memilih pakaian, buku, majalah, komputer, dan barang-barang lainnya yang berbeda dengan mereka yang berorientasi pada keluarga. Rosandi (2004) membagi masa remaja menjadi beberapa tahap yaitu: a. Remaja awal (early adolescent) pada usia tahun. Remaja awal biasanya berada pada tingkat SMP, perubahan yang terjadi pada masa ini sangat cepat, baik pertumbuhan fisik dan kapasitas intelektual. Pada masa ini 1

18 tugas perkembangannya lebih dipengaruhi oleh perubahan fisik dan mental yang cepat, yaitu adaptasi dan penerimaan keadaan tubuh yang berubah. b. Remaja pertengahan (middle adolescent) pada usia tahun, biasanya duduk di bangku SMU. Pada masa ini remaja secara fisik menjadi percaya diri dan mendapatkan kebebasan secara psikologi dari orang tua, memperluas pergaulan dengan teman sebaya dan mulai mengembangkan persahabatan dan keterkaitan dengan lawan jenis. c. Remaja akhir (late adolescent) pada usia tahun. Umumnya terjadi pada akhir SMU sampai individu mencapai kematangan fisik, emosi dan kesadaran akan keadaan sosialnya, memiliki identitas personal dalam relasinya dengan orang lain, mengetahui peran sosial, sistem nilai dan tujuan dalam hidupnya. Perilaku konsumtif adalah suatu perilaku dimana tidak ada lagi pertimbangan rasional dalam menggunakan konsumsi untuk kebutuhan semata, bukan kebutuhan (Prawono, 2005). Menurut Rosandi (2004) perilaku konsumtif adalah suatu perilaku membeli yang tidak didasarkan pada pertimbangan yang rasional, melainkan karena adanya keinginan yang sudah mencapai taraf yang sudah tidak rasional lagi. Dalam hal ini, manusia lebih mementingkan faktor keinginan daripada kebutuhan, dan cenderung dikuasai oleh hasrat keduniawian dan kesenangan material semata. Bagi remaja, perilaku seperti itu merupakan ekspresi perasaan ingin diakui atau diterima oleh lingkungan sosialnya atau merupakan pantulan gengsi agar tidak disepelekan oleh pihak lain terutama oleh teman sebaya. Perilaku konsumtif 2

19 yang akhir-akhir ini populer antara lain menggunakan pakaian bermerek dan menggunakan handphone dengan model terbaru (Yuanita, 2003). Faktor lingkungan memberikan peranan sangat besar terhadap pembentukan perilaku konsumtif remaja. Masyarakat lebih senang belanja barang bermerek meskipun kualitasnya terkadang tidak lebih baik daripada barang dengan merek yang tidak begitu terkenal. Kecenderungan demikian terbangun karena terkait citra diri, bahwa dengan mengenakan pakaian bermerek maka statusnya akan terangkat (Rosandi, 2004). Remaja ingin diakui keberadaannya oleh lingkungan sekitarnya dengan menjadi bagian dari lingkungan sosialnya. Usaha untuk menjadi bagian dari lingkungan tersebut menjadi kebutuhan untuk diterima dan menjadi sebaya dengan orang lain yang sebaya. Remaja berperilaku konsumtif dengan berusaha mengikuti trend yang sedang in. Kondisi seperti ini tidak menandakan kemampuan daya beli remaja perkotaan yang tinggi, akan tetapi lebih didasarkan pada dorongan untuk memenuhi kebutuhan sesaat remaja sehingga dapat mengangkat prestige dirinya. Istilah metroseksual yaitu pria yang menjaga penampilan, senang berdandan, melakukan perawatan rambut, wajah, dan tubuh banyak diberikan pada pria masa sekarang. Kecenderungan ini juga telah merambah pada sebagian remaja pria dimana mereka sering menjaga penampilan, membeli produk-produk perawatan wajah dan tubuh. Menurut Rosandi (2004) remaja wanita membelanjakan uangnya lebih banyak untuk keperluan penampilan seperti pakaian, kosmetik, aksesoris, dan sepatu. Kondisi pasar yang lebih banyak ditujukan untuk wanita dan 3

20 kecenderungan wanita lebih mudah dipengaruhi mendorong wanita lebih konsumtif daripada pria. Semakin tingginya perilaku konsumtif kalangan remaja di wilayah perkotaan juga disebabkan oleh semakin banyaknya mall. Perilaku konsumtif remaja tersebut sering dikaitkan dengan dengan mall. Bagi remaja, mall telah menjadi sebuah tempat dimana remaja dapat memenuhi berbagai kebutuhan mereka dengan bersosialisasi, menikmati berbagai hiburan, atau hanya menikmati pemandangan dalam mall. 1.2 Perumusan Masalah Remaja yang suka berada di mall seringkali diberi berbagai label negatif. Mereka dianggap konsumtif, kurang peduli pada masalah-masalah sosial, hanya mementingkan masalah penampilan bukan prestasi, dan hedonis. Karena label negatif tersebut hanya membangun citra buruk mengenai remaja di mata masyarakat dan belum terbukti kebenarannya, maka penelitian mengenai gaya hidup remaja perlu dilakukan. Penelitian ini akan memfokuskan gaya hidup remaja, yang melihat bagaimana mereka menghabiskan waktunya, minat mereka terhadap sekelilingnya, dan opini mereka terhadap diri dan lingkungan. Secara lebih spesifik, peneliti akan meneliti gaya hidup remaja yang memiliki keterlibatan tinggi terhadap Shopping Mall karena mereka menganggap Shopping Mall sebagai sesuatu yang penting, relevan, berarti, dan sesuai dengan nilai-nilai, minat, dan kebutuhan diri mereka. Berdasarkan latar belakang tersebut maka terdapat beberapa perumusan masalah yaitu: 4

21 1. Bagaimanakah karakteristik remaja dengan gaya hidup shopping mall? 2. Bagaimanakah gaya hidup shopping mall pada remaja? 1.3 Tujuan Penulisan Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas, tujuan penulisan ini adalah sebagai berikut: 1. Mengidentifikasi karakteristik remaja dengan gaya hidup shopping mall. 2. Mengidentifikasi gaya hidup shopping mall pada remaja. 5

22 BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1 Remaja Masa remaja merupakan periode peralihan antara masa kanak-kanak dan dewasa. Pada masa ini remaja di antaranya mulai mencari identitas diri, sehingga seseorang yang sedang berada dalam masa remaja akan sangat mudah terpengaruh oleh berbagai hal di sekelilingnya, baik itu yang positif maupun yang negatif. Hal itu cenderung terjadi karena kondisi emosi remaja yang tidak stabil dan cenderung sensitif terhadap semua hal yang berkaitan dengan pribadinya dan permasalahanpermasalahan dirinya. Seiring dengan perubahan tersebut, pada usia remaja terbentuk pola konsumsi yang dapat berkembang menjadi pola konsumtif. Sedangkan dalam Santrock (2003) menjelaskan defenisi tentang remaja yang memerlukan pertimbangan tentang usia dan pengaruh faktor sosial-sejarah sehingga remaja (adolescence) dapat diartikan sebagai masa perkembangan transisi antara masa anak dan masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif, dan sosial-emosional. Walaupun situasi budaya dan sejarah membatasi kemampuan kita untuk menentukan rentang usia remaja, akan tetapi dapat disimpulkan bahwa usia remaja dimulai dari tahun dan berakhir antara usia tahun. Perubahan biologis, kognitif, dan sosial-emosional yang terjadi berkisar dari perkembangan fungsi seksual, proses berpikir abstrak sampai pada kemandirian. Tingkah laku remaja pada umumnya digambarkan sebagai berikut: 1. Memiliki perasaan malu dan sensitif tapi bersamaan dengan itu mereka juga 6

23 seringkali berlaku agresif. 2. Remaja mengalami ketegangan atau tekanan emosional karena mengalami konflik-konflik mengenai sikap, nilai-nilai, ideologi, dan gaya hidup yang bermacam-macam. Sebab, walaupun mereka beranjak memasuki dunia orang dewasa, mereka sebenarnya tidak dapat dikatakan sudah dewasa maupun masih anak-anak. 3. Adanya kesiapan dalam diri remaja untuk bertindak ekstrim dan mengubah perilaku secara drastis. Itulah sebabnya kita sering menemui remaja yang bersikap dan berperilaku radikal dan memberontak Tahapan Remaja Masa remaja dibagi menjadi beberapa tahap yaitu: a. Remaja awal (early adolescent) pada usia tahun. Remaja awal biasanya berada pada tingkat SMP, perubahan yang terjadi pada masa ini sangat cepat, baik pertumbuhan fisik dan kapasitas intelektual. Pada masa ini tugas perkembangannya lebih dipengaruhi oleh perubahan fisik dan mental yang cepat, yaitu adaptasi dan penerimaan keadaan tubuh yang berubah. b. Remaja pertengahan (middle adolescent) pada usia tahun, biasanya duduk di bangku SMU. Pada masa ini remaja secara fisik menjadi percaya diri dan mendapatkan kebebasan secara psikologi dari orang tua, memperluas pergaulan dengan teman sebaya dan mulai mengembangkan persahabatan dan keterkaitan dengan lawan jenis. c. Remaja akhir (late adolescent) pada usia tahun. Umumnya terjadi 7

24 pada akhir SMU dan universitas sampai individu mencapai kematangan fisik, emosi dan kesadaran akan keadaan sosialnya, memiliki identitas personal dalam relasinya dengan orang lain, mengetahui peran sosial, sistem nilai, dan tujuan dalam hidupnya Remaja Sebagai Konsumen Kelompok usia remaja adalah salah satu pasar yang potensial bagi produsen. Alasannya antara lain karena pola konsumsi seseorang terbentuk pada usia remaja. Di samping itu, remaja biasanya mudah terbujuk rayuan iklan, meniru teman, tidak realistis, dan cenderung boros dalam menggunakan uangnya. Sifat-sifat remaja inilah yang dimanfaatkan oleh sebagian produsen untuk memasuki pasar remaja. Mall sudah menjadi rumah kedua bagi remaja yang memiliki orangtua dengan kelas ekonomi yang cukup berada dan tinggal di kota-kota besar. Mereka ingin menunjukkan bahwa mereka juga dapat mengikuti mode yang sedang beredar. Padahal mode itu sendiri selalu berubah sehingga para remaja tidak pernah puas dengan apa yang dimilikinya. Alhasil, muncullah perilaku yang konsumtif. Kaum remaja merupakan pembeli potensial untuk produk-produk seperti kaset, kosmetik, pakaian, sepatu, dan aksesoris. Hal ini disebabkan oleh sifatsifat remaja yang mudah terbujuk iklan, suka ikut-ikutan teman atau alasan konformitas tidak realistis serta cenderung boros dalam menggunakan uangnya untuk keperluan rekreasi dan hobi. Remaja lebih banyak berada di luar rumah bersama dengan teman-teman sebaya sebagai kelompok, maka dapatlah 8

25 dimengerti bahwa pengaruh teman-teman sebaya pada sikap, pembicaraan, minat, penampilan, dan perilaku lebih besar daripada pengaruh keluarga. 2.2 Gaya Hidup Remaja Menurut Engel, Blackwell, dan Miniard (1995) dan Mowen (1995) gaya hidup adalah suatu pola hidup yang menyangkut bagaimana orang menggunakan waktu dan uangnya. Gaya hidup juga dapat didefinisikan sebagai suatu frame of reference atau kerangka acuan yang dipakai seseorang dalam bertingkah laku, dimana individu tersebut berusaha membuat seluruh aspek kehidupannya berhubungan dalam suatu pola tertentu, dan mengatur strategi begaimana ia ingin dipersepsikan oleh orang lain. Gaya hidup adalah istilah menyeluruh yang meliputi citra rasa seseorang di dalam fashion, mobil, hiburan, dan lain-lain. Gaya hidup mempengaruhi perilaku seseorang yang akhirnya menentukan pilihan-pilihan konsumsi seseorang. Remaja zaman sekarang berbeda dengan remaja zaman dahulu, terutama dalam gaya hidupnya. Gaya hidup remaja zaman sekarang ikut berkembang sesuai dengan kemajuan zaman dan didukung oleh fasilitas-fasilitas yang ada. Remaja zaman sekarang lebih membutuhkan uang untuk membeli sejumlah pakaian baru dan barang baru yang disesuaikan dengan kebutuhannya. Gaya hidup shopping mall adalah suatu pola hidup yang menyangkut bagaimana orang menggunakan waktu dan uangnya terutama dalam kegiatan berbelanja. Menurut Engel, Blackwell, dan Miniard (1995) gaya hidup terdiri dari kegiatan, minat, dan opini. Kegiatan adalah tindakan nyata seperti menonton suatu media, berbelanja di toko, atau menceritakan kepada orang lain 9

26 mengenai hal baru (perilaku konsumtif). Minat akan semacam objek, peristiwa, atau topik adalah tingkat kegairahan yang menyertai perhatian khusus maupun terus menerus kepadanya. Oponi adalah jawaban lisan atau tertulis yang orang berikan sebagai respon terhadap situasi stimulus dimana semacam pertanyaan diajukan. Kasali (2000) menyatakan bahwa gaya hidup mempengaruhi perilaku seseorang, dan akhirnya menentukan pilihan-pilihan konsumsi seseorang. Orang akan cenderung memilih produk, jasa, atau aktivitas tertentu karena produk, jasa, dan aktivitas tersebut diasosiasikan dengan gaya hidup tertentu. Misalnya orangorang yang berorientasi pada karir akan memilih pakaian, buku, majalah, komputer, dan barang-barang lainnya yang berbeda dengan mereka yang berorientasi pada keluarga. Hawkins, Best, dan Coney (1995) memandang gaya hidup sebagai pusat dari proses konsumsi. Gaya hidup yang ditentukan oleh faktor-faktor seperti emosi, kepribadian, motivasi, persepsi, pembelajaran, aktivitas pemasaran, budaya, nilai, demografi, status sosial, dan kelompok referensi berhubungan dengan kebutuhan atau sikap yang akan menentukan proses-proses konsumsi dalam situasi-situasi yang dihadapi konsumen (pengenalan masalah, pencarian informasi, evaluasi dan seleksi, pemilihan toko dan pembelajaran, serta proses-proses setelah pembelian terjadi). Setiap individu memiliki gaya hidup yang bersifat unik dan khas, dimana ia akan mengatur seluruh aspek hidupnya berhubungan dalam suatu pola tertentu sesuai dengan gaya hidupnya tersebut (Agustina, 2005). Pembentukan gaya hidup seseorang terjadi sejak kecil dan dipengaruhi oleh banyak hal, yaitu kebudayaan, nilai-nilai yang dianut, tempat tinggalnya, temanteman sekelompok, keluarga, 10

27 cara belajar, kepribadian, sikap, dan lain-lain (Hawkins, Best, dan Coney, 1995). Misalnya, seorang anak yang tumbuh ditengah-tengah keluarga dan lingkungan yang mengutamakan nilai-nilai keagamaan yang kuat, akan tumbuh dengan pola hidup yang sesuai dengan nilainilai yang dianutnya. Dari cara berpikir dan bersikap sampai pemilihan pakaian dan barang-barang kebutuhan akan disesuaikan dengan pola/gaya hidupnya tersebut. Lewat gaya hidup, seorang individu juga dapat menunjukkan citra diri dan status sosialnya di tengah-tengah masyarakat (Salomon dalam Agustina, 2005). 2.3 Shopping Mall Merriam-Webster (2009) menjelaskan Shopping mall adalah sebuah tempat dimana di dalamnya terdapat toko-toko yang berhubungan sehingga pengunjung dapat dengan mudah berpindah dari satu toko ke toko yang lain. 1 Konsep awal dari pusat perbelanjaan adalah sebagai tempat yang hanya menyediakan barang-barang dagangan, namun seiring dengan berjalannya waktu konsep tersebut berubah. Dengan memperluas konsep penyewa toko dan aktivitasnya, mall telah mengubah perannya sebagai wadah bisnis perdagangan menjadi pusat hiburan dan even-even budaya (Agustina, 2005). Secara umum, pusat perbelanjaan atau shopping mall dapat diartikan sebagai kumpulan dari berbagai macam barang dan jasa, yang diatur secara strategis untuk menarik perhatian konsumen (Agustina, 2005). Strategi pemasaran itu terus berubah selama beberapa dekade dalam masa perkembangannya. Mall telah mengalami transformasi menjadi pusat perbelanjaan sekaligus sebagai pusat hiburan. 1 Merriam-Webster.com (tanggal akses: 16 April 2009) 11

28 Sebelumnya para pelaku bisnis mall berkompetisi untuk memenuhi kebutuhan konsumen akan pusat perbelanjaan yang mengutamakan efektivitas dan efisiensi waktu, hanya untuk berbelanja barang-barang kebutuhan. Namun seiring berjalannya waktu, kebutuhan konsumen berubah menjadi mementingkan elemen hiburan dalam pusat perbelanjaan (Agustina, 2005). Sebuah penelitian menemukan bahwa elemen hiburan merupakan sumber motivasi terkuat dalam pilihan konsumen mall, dan juga berhubungan dengan produktivitas mall (Christiansen dalam Agustina, 2005). Shopping mall adalah sebuah tempat dimana di dalamnya terdapat berbagai macam toko yang dapat memenuhi seluruh kebutuhan masyarakat, mulai dari kebutuhan primer, sekunder, dan tersier. Mall atau pusat perbelanjaan di Jabotabek muncul pada tahun 1980-an, namun mulai berkembang pada tahun 1990-an, saat mall-mall besar seperti Lippo Super Mall dan Mall Pondok Indah yang beroperasi pada tahun 1994, Plaza Senayan, Megamal Pluit, dan Mall Taman Anggrek yang beroperasi pada tahun 1997, mulai dibangun. Pada tahun 1997 sudah ada 100 mall besar di Jabotabek yang sudah dibangun atau dalam proses pembangunan. (Agustina, 2005). Walaupun pembangunan mall sempat terhambat karena krisis moneter dan kerusuhan besar, namun sejak tahun 2001 bisnis properti pusat perbelanjaan mulai kembali dibangun dan berkembang pesat. Sejak akhir tahun 2003 hingga 2005, di Jakarta saja sudah ada dan akan dibangun 21 Mall, WTC (World Trade Center), International Trade Center, dan square. Misalnya, Plaza Semanggi ( meter persegi), WTC Mangga Dua, Thamrin Square, dan Roxy Square (Agustina, 2005). Menjamurnya mall-mall di Jakarta dan 12

29 sekitarnya menandakan para pelaku bisnis mencermati adanya antusiasme dan kebutuhan masyarakat yang sangat besar akan pusat perbelanjaan, dan dengan cepat mengakomodasikan kebutuhan tersebut. Shopping mall yang dahulu hanya menjadi tempat perdagangan, terus mengalami perubahan dalam hal konsep pemasaran selama beberapa dekade dalam masa perkembangannya. Seiring dengan kemajuan jaman dimana masyarakat semakin membutuhkan sesuatu yang efisien, munculah Shopping Mall dengan konsep dapat memenuhi semua kebutuhan masyarakat dalam satu tempat. Dalam Shopping Mall, masyarakat dapat berbelanja, berjalan-jalan, menikmati hiburan, ke bank, makan, dan berbagai macam kegiatan lain. Shopping Mall menjadi tempat rekreasi dan tempat menghabiskan waktu luang yang penting bagi masyarakat sekarang ini, terutama yang tinggal di kota-kota besar. Mall menjadi sarana rekreasi dan hiburan yang memenuhi hampir semua kebutuhan masyarakat, mulai dari supermarket, toko-toko retail asing maupun domestik yang menjual berbagai macam produk fashion, pusat jajanan, arena bermain anak, bioskop, dan berbagai acara hiburan lainnya. Mall seperti ini dikenal dengan istilah one stop shopping mall, yaitu mall yang menyediakan segalanya sehingga pengunjung tidak perlu pergi ke tempat lain. Dengan demikian, mall bukan hanya menjadi tempat berbelanja, namun juga menjadi tempat rekreasi, menghabiskan waktu luang dan pusat hiburan. Oleh karena itu mall menjadi elemen penting dalam gaya hidup masyarakat perkotaan modern sehingga diberi label sebagai sebuah fenomena kebudayaan (Agustina, 2005). Jadi shopping mall adalah sebuah tempat yang di dalamnya terdapat pusat 13

30 perbelanjaan dan juga dilengkapi dengan berbagai macam hiburan serta dapat memenuhi seluruh kebutuhan masyarakat hanya dari satu tempat Pembagian Shopping Mall Shopping Mall atau pusat perbelanjaan mempunyai kelas dan segmentasinya masing-masing. Pembagian tersebut dapat berdasarkan beberapa hal, namun yang umum adalah berdasarkan jangkauan pelayanannya yang diambil dari negara asal pusat perbelanjaan, Amerika Serikat. Pembagian tersebut yaitu: Tabel 1. Pembagian Segmentasi Shopping mall Segmentasi Jangkauan Pelayanan (orang) Luas Bangunan (m 2 ) Penyewa Tempat Jarak Tempuh (Menit) contoh Neighborhood Center Pasar swalayan, restoran Fastfood, dan toko-toko jasa 5-10 Hero dan Supermarket Community Center Department store, pasar swalayan, dan toko pakaian kasual Bintaro Plaza Regional Center Department store, pasar swalayan, berbagai jenis toko dan restoran 30 Mall Ciputra Super Regional Center > > Department store, pasar swalayan, beberapa toko besar (subanchor) seperti toko buku, furniture, segala jenis toko eceran, dan restoran > 30 Plaza Senayan dan Mall Taman Anggrek Sumber: Pilars, November 2003, h. 48 Penelitian ini mempergunakan kelas segmentasi Super Regional Center dengan pertimbangan bahwa untuk kota Jakarta kelas segmentasi ini 14

31 yang paling tepat berdasarkan jangkauan pelayanannya. Selain itu, dengan melihat faktor penyewa tempat yang berarti fasilitas yang disediakan, kelas ini paling memenuhi syarat untuk sebutan one stop shopping mall sehingga mall seperti inilah yang paling banyak menarik minat pengunjung. 2.4 Gaya Hidup Remaja dengan Keterlibatan Tinggi Terhadap Shopping Mall Teori sosial post-modern cenderung mendefenisikan masyarakat postmodern sebagai masyarakat konsumen, dengan akibat bahwa konsumsi memainkan peran penting dalam teori tersebut. Ritzer & Goodman dalam Aprianti (2005) mengatakan mall muncul sebagai salah satu alat konsumsi baru dari masyarakat post-industri atau post-modern. Selain mall, beberapa alat konsumsi baru lainnya adalah industri fast-food, cybermall, superstore, dan saluran hiburan. Dikatakan alat konsumsi baru karena terjadinya pergeseran dari masyarakat modern (masa revolusi industri dan kapitalisme) yang mementingkan produksi di bidang industri (menggunakan banyak orang yang bekerja di pabrik untuk memproduksi suatu barang) menjadi masyarakat postmodern yang lebih mementingkan konsumsi. Maksudnya adalah lebih banyak orang yang bekerja di bidang pelayanan yang berhubungan dengan konsumsi, dan lebih banyak lagi yang menghabiskan waktu senggang mereka dengan kegiatan konsumsi, sedangkan untuk produksi lebih banyak menggunakan alatalat non manusia atau mesin. Mall dapat dilihat sebagai sesuatu yang sangat dikontrol secara teknologis di semua aspek dari operasinya. Kontrol ketat mencakup suhu, lampu, acara, dan 15

32 barang dagangan. Tujuannya adalah untuk mengontrol konsumen. Ruang dan waktu dikontrol dengan mendesain mall tanpa jendela; hanya ada sedikit tanda pintu keluar; keseragaman mall berarti mereka dapat berada dimana saja; dalam banyak kasus tidak ada jam di mall; pemeliharaan dan penyusunan ulang periodik membuat mall seperti tidak pernah tua; ada ilusi kesempurnaan mall. Konsumen dapat berkeliaran berjam-jam tanpa menyadari berlalunya waktu. Dengan menciptakan keadaan ini, mall memungkinkan konsumen bertemu dengan banyak toko dan melihat lebih banyak barang dan jasa dan membeli lebih banyak. Mall mengatur emosi konsumen dengan memberi cahaya, keceriaan, dan lingkungan menarik. Ternyata dalam hal-hal tertentu, gaya hidup bersifat kontemporer karena dapat berubah sesuai dengan karakteristik demografi dan trend yang terjadi di sekitarnya (Engel, Blackwell, dan Miniard, 1995). Trend tersebut selalu berubah mengikuti perkembangan jaman, misalnya perkembangan teknologi komunikasi menyebabkan handphone menjadi kebutuhan yang sangat penting bagi masyarakat sekarang, padahal dahulu orang harus mencari telepon umum untukmenghubungi orang lain. Shopping mall merupakan salah satu trend yang terjadi di masyarakat sekarang, terutama di perkotaan. Shopping mall yang dahulu hanya menjadi tempat perdagangan, terus mengalami perubahan dalam hal konsep pemasaran selama beberapa dekade dalam masa perkembangannya (Hardjana, 1993). Seiring dengan kemajuan jaman dimana masyarakat semakin membutuhkan sesuatu yang efisien, munculah Shopping Mall dengan konsep dapat memenuhi semua kebutuhan masyarakat dalam satu tempat. Dalam Shopping Mall, masyarakat dapat berbelanja, 16

33 berjalan-jalan, menikmati hiburan, ke bank, makan, dan berbagai macam kegiatan lain. Shopping Mall menjadi tempat rekreasi dan tempat menghabiskan waktu luang yang penting bagi masyarakat sekarang ini, terutama yang tinggal di kota-kota besar. Remaja yang mengganggap Shopping Mall penting dan relevan dengan nilai-nilai, minat, dan kebutuhan dirinya maupun kelompok teman sebayanya berarti memiliki keterlibatan tinggi terhadap Shopping Mall. Keterlibatan yang tinggi terhadap sesuatu akan menyebabkan individu memberikan perhatian tinggi terhadap segala hal yang menyangkut objek tersebut (Loudon & Della Bitta, 1993). Berarti remaja yang memiliki keterlibatan tinggi terhadap Shopping Mall akan suka menghabiskan waktu dan melakukan berbagai kegiatan di sana, serta mencari segala informasi mengenai Shopping Mall misalnya informasi acaraacara hiburan yang dilakukan di sana. Remaja yang memiliki keterlibatan tinggi terhadap Shopping Mall akan menjadikan aktivitas dalam Shopping Mall merupakan bagian dari gaya hidupnya. 2.5 Perilaku Konsumtif dan Bentuk-bentuk Perilaku Konsumtif Konsumtif adalah suatu gaya hidup atau pola hidup yang dikendalikan oleh keinginan membeli barang-barang yang tidak atau kurang dibutuhkan, selalu merasa tidak puas, bergaya hidup boros dan berlebihan dalam membeli sesuatu untuk memenuhi hasrat kesenangan duniawi semata (Yuanita, 2003). Sedangkan perilaku konsumtif adalah perilaku mengkonsumsi barang-barang yang sebenarnya kurang atau tidak diperlukan (khususnya yang berkaitan dengan respon terhadap konsumsi barang-barang sekunder, yaitu barang-barang yang 17

34 tidak terlalu dibutuhkan). Perilaku konsumtif terjadi karena masyarakat mempunyai kecenderungan materialistik, hasrat yang besar untuk memiliki bendabenda tanpa memperhatikan kebutuhannya dan sebagian besar pembelian yang dilakukan didorong keinginan untuk memenuhi hasrat kesenangan semata (Prawono, 2005). Menurut Rosandi (2004), pasar Indonesia telah diramaikan oleh berbagai macam produk impor maupun lokal. Masuknya produk-produk bermerek dari luar negeri, seperti soft drink, fast food, pakaian, handphone, dan aneka aksesoris, ikut mendukung perilaku konsumtif. Promosi-promosi yang demikian gencar oleh para produsen melalui iklan telah merubah pola hidup orang. Oleh karena itu bentuk-bentuk perilaku konsumtif pada remaja perkotaan dapat dibagi menjadi: 1. Ketertarikan berlebih pada idola. Banyak remaja yang berusaha meniru gaya bintang idolanya, mulai dari model rambut sampai ke model pakaian. Selain itu, kaum remaja yang mempunyai tokoh idola biasanya suka mengoleksi barang-barang yang berkaitan dengan tokoh idolanya, seperti foto, poster, video, kaset/cd lagu, buku/majalah, aksesoris, stiker, atau pakaian yang bergambar tokoh idolanya. Remaja tersebut bersedia mengeluarkan banyak uang untuk membeli semua barang-barang yang berkaitan dengan tokoh idolanya dalam jumlah yang banyak dan berlebihan, bahkan mereka rela menghabiskan uang dalam jumlah yang sangat banyak hanya untuk membeli satu barang yang berkaitan dengan tokoh idolanya. 18

35 2. Berbelanja tidak sesuai dengan kebutuhan. Kondisi lain yang semakin mendukung timbulnya perilaku konsumtif di kalangan remaja adalah semakin banyaknya mall atau pusat perbelanjaan modern dengan berbagai penawaran yang sangat menarik. Orang yang tadinya hanya berniat untuk sekedar window shopping, akhirnya membelanjakan uangnya untuk membeli barang-barang yang sebenarnya bukan merupakan kebutuhannya. 3. Kebiasaan pergi ke café. Perilaku konsumtif masih diperkaya lagi oleh keberadaan café yang semakin menjamur kota besar khususnya Jakarta yang sedikit banyak mendorong semakin berkembangnya perilaku konsumtif. Biaya masuk atau cover chargenya saja sudah mahal, belum lagi harga minuman dan makanannya yang harganya jauh dari harga pasar. Para remaja seringkali pergi ke café untuk berkumpul bersama kelompoknya. Dengan pergi ke café, mereka merasa statusnya terangkat. 4. Membelanjakan uang berlebih pada keperluan penampilan. Remaja wanita dapat membelanjakan uangnya lebih banyak untuk keperluan penampilan seperti pakaian, kosmetik, aksesoris, dan sepatu. Kondisi pasar yang lebih banyak ditujukan untuk wanita dan kecenderungan wanita lebih mudah dipengaruhi mendorong wanita lebih konsumtif daripada pria. Namun, saat ini remaja pria juga berperilaku konsumtif dengan menjaga penampilannya karena dianggap dapat menarik lawan jenisnya. 19

36 Karakteristik Individu yang Berperilaku Konsumtif Menurut Rosandi (2004), faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku konsumtif adalah sebagai berikut: a. Karakteristik demografik Demografi adalah data yang menggambarkan suatu populasi dalam hal ukurannya (jumlah individu dalam suatu populasi), distribusinya (berdasarkan lokasi geografis dan lokasi tinggal di perkotaan, pedesaan, atau pinggiran kota), serta strukturnya (umur, pendapatan, pendidikan). Faktor demografi mempengaruhi gaya hidup seseorang, dalam caranya memanfaatkan waktu, barang atau jasa yang dibutuhkannya maupun barang atau jasa yang dipilih untuk dikonsumsinya. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1990), jenis kelamin adalah sifat jasmani atau rohani yang membedakan dua makhluk sebagai pria atau wanita. Peran jenis kelamin merupakan peran determinan yang paling penting dari perilaku manusia. Selain itu pendidikan juga termasuk dalam karakteristik demografik dimana semakin tinggi pendidikan maka semakin luas wawasan mereka akan produk yang digunakan. Berdasarkan penelitian Rosandi (2004) mahasiswa pria lebih banyak menggunakan uangnya untuk membeli rokok dan memenuhi hobi-hobinya, sedangkan mahasiswa wanita lebih banyak menggunakan uangnya untuk keperluan penampilan seperti pakaian, kosmetik, aksesoris, dan sepatu. b. Status Sosial Masyarakat terbagi atas beberapa strata sosial. Strata tersebut kadangkadang berbentuk sistem kasta dimana anggota kasta yang berbeda dibesarkan 20

37 dengan peran tertentu dan tidak dapat mengubah keanggotaan kasta merek. Stratifikasi lebih sering ditemukan dalam bentuk status sosial. Status sosial didefinisikan sebagai suatu kelompok yang terdiri atas sejumlah orang yang mempunyai kedudukan yang seimbang dalam masyarakat, memegang nilai-nilai, mempunyai minat dan menampilkan perilaku yang mirip. Penggolongan anggota masyarakat ke dalam status sosial tertentu menimbulkan ciri-ciri khusus atau suatu tindakan, sehingga status sosial merupakan bagian yang relatif homogen dalam memiliki nilai-nilai perilaku membeli karena adanya perbedaan kemampuan membeli sesuatu. Pada umumnya status sosial dibagi menjadi kelas atas, kelas menengah dan kelas bawah. Ukuran atau kriteria yang biasanya dipakai untuk menggolongkan anggota masyarakat ke dalam kelas-kelas tertentu diantaranya adalah kekayaan dan ilmu pengetahuan sehingga dalam pergaulan sehari-hari individu cenderung mengidentifikasi diri dengan golongan status sosial tertentu. Status sosial sangat berpengaruh besar terhadap lingkungan sosial tempat individu tinggal dan bersosialisasi. Setiap tingkat sosial biasanya ditandai oleh atribut-atribut tertentu, antara lain cara bicara, berpakaian dan gaya hidup. Agar dapat diterima dalam golongan sosial tertentu individu harus memperlihatkan atribut-atribut yang sesuai, keadaan seperti ini akan mendorong seseorang untuk membeli pakaian dengan mode tertentu, mengikuti gaya hidup khusus dan mengkonsumsi barang tertentu sesuai dengan keinginannya. Perilaku konsumtif juga dipengaruhi faktor situasional seperti kondisi keuangan, waktu dan juga tempat pembelian dapat mempengaruhi perilaku membeli seseorang. Seseorang yang memiliki keuangan yang lebih cenderung akan lebih konsumtif, demikian juga dengan seseorang yang memiliki lebih 21

38 banyak waktu luang akan membeli lebih banyak dibandingkan yang tidak. Kenyamanan tempat pembelian juga dapat membuat seseorang betah berlamalama untuk tinggal dan membeli lebih banyak barang disana. Seorang remaja dapat menjadi konsumtif apabila keuangan orangtuanya atau keluarganya menengah ke atas maka hal tersebut dapat menjadi faktor penyebab perilaku konsumtif. Perilaku konsumtif ini dapat terus mengakar di dalam gaya hidup sekelompok remaja. Dalam perkembangannya, mereka akan menjadi orang-orang dewasa dengan gaya hidup konsumtif. Gaya hidup konsumtif ini harus didukung oleh kekuatan finansial yang memadai. c. Gaya hidup keluarga Keluarga merupakan suatu unit masyarakat terkecil yang perilakunya sangat mempengaruhi dan menentukan dalam pengambilan keputusan untuk membeli suatu barang atau produk. Keluarga dapat berbentuk keluarga inti yaitu terdiri dari ayah, ibu, dan anak-anak yang hidup bersama, dan keluarga besar meliputi, ayah, ibu, anak-anak, kakek, nenek serta orang-orang yang mempunyai ikatan saudara dengan keluarga tersebut. Dalam pasar konsumen, keluarga menjadi bagian yang paling banyak melakukan pembelian. Peranan setiap anggota dalam membeli berbeda-beda menurut barang yang akan dibeli. Peran yang dilakukan oleh anggota keluarga dapat berubah-ubah, suatu saat berperan sebagai pengambil keputusan tetapi pada saat yang lain berperan sebagai perilaku pembelian. Keluarga mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam pembentukan sikap dan perilaku anggotanya, termasuk dalam pembentukan keyakinan dan berfungsi langsung dalam menetapkan keputusan konsumen. Gaya hidup seorang remaja 22

39 dapat dicerminkan dari kegiatan suatu keluarga dalam kehidupan sehari-hari. Seorang ibu yang sering mengajak anaknya untuk makan di luar akan mempengaruhi kebiasaan seorang anak dalam bersikap. d. Kelompok referensi/acuan Istilah kelompok acuan (reference group) didefinisikan sebagai kelompok orang yang mempengaruhi secara bermakna perilaku individu. Kelompok acuan memberikan standar (norma) dan nilai yang dapat menjadi perspektif penentu mengenai bagaimana seseorang berpikir atau berperilaku. Kelompok referensi merupakan kelompok sosial yang menjadi ukuran seseorang (bukan anggota kelompok tersebut) untuk membentuk kepribadian dan perilakunya. Dengan kata lain merupakan kelompok dalam mana orang ingin menjadi anggota, atau dengan mana orang lain ingin mengidentifikasikan dirinya. Kelompok referensi juga mempengaruhi perilaku seseorang dalam pembeliannya dan sering dijadikan pedoman oleh konsumen dalam bertingkah laku. Anggota-anggota kelompok referensi diantaranya adalah teman sebaya dan tokoh yang diidolakan, sering menjadi penyebar pengaruh dalam hal selera dan hobi, sehingga konsumen akan selalu mengawasi kelompok tersebut baik perilaku fisik maupun mental. Shopping Mall merupakan tempat menghabiskan waktu luang yang paling disukai oleh remaja pada konteks waktu luang (Agustina, 2005). Mereka biasanya datang dengan kelompok teman sebayanya dan melakukan berbagai aktivitasnya di sana. Hal ini sesuai dengan yang dikatakan oleh Santrock (2003) dimana remaja dalam tahap perkembangan sosialnya akan lebih banyak 23

GAYA HIDUP SHOPPING MALL SEBAGAI BENTUK PERILAKU KONSUMTIF PADA REMAJA DI PERKOTAAN (Kasus: Konsumen Remaja di Tiga One Stop Shopping Mall di Jakarta)

GAYA HIDUP SHOPPING MALL SEBAGAI BENTUK PERILAKU KONSUMTIF PADA REMAJA DI PERKOTAAN (Kasus: Konsumen Remaja di Tiga One Stop Shopping Mall di Jakarta) GAYA HIDUP SHOPPING MALL SEBAGAI BENTUK PERILAKU KONSUMTIF PADA REMAJA DI PERKOTAAN (Kasus: Konsumen Remaja di Tiga One Stop Shopping Mall di Jakarta) Wagner I34050423 DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah yang merupakan periode peralihan antara masa kanakkanak

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah yang merupakan periode peralihan antara masa kanakkanak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa remaja adalah yang merupakan periode peralihan antara masa kanakkanak dan dewasa adalah fase pencarian identitas diri bagi remaja. Pada fase ini, remaja mengalami

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS. dewasa. Pada masa ini remaja di antaranya mulai mencari identitas diri, sehingga

BAB II TINJAUAN TEORITIS. dewasa. Pada masa ini remaja di antaranya mulai mencari identitas diri, sehingga BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1 Remaja Masa remaja merupakan periode peralihan antara masa kanak-kanak dan dewasa. Pada masa ini remaja di antaranya mulai mencari identitas diri, sehingga seseorang yang sedang

Lebih terperinci

1.1 Latar Belakang Masalah

1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Rosandi (2004) membagi masa remaja menjadi beberapa tahap yaitu: a. Remaja awal (early adolescent) pada usia 11-14 tahun. Remaja awal biasanya berada pada tingkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersebut tentu saja membawa dampak dalam kehidupan manusia, baik dampak

BAB I PENDAHULUAN. tersebut tentu saja membawa dampak dalam kehidupan manusia, baik dampak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Semakin berkembangnya zaman telah menunjukkan kemajuan yang tinggi dalam berbagai aspek kehidupan. Selain menunjukkan kemajuan juga memunculkan gaya hidup baru

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. elektronik, seperti televisi, internet dan alat-alat komunikasi yang

BAB I PENDAHULUAN. elektronik, seperti televisi, internet dan alat-alat komunikasi yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Globalisasi saat ini telah merambah cepat ke seluruh pelosok dunia, tak terkecuali Indonesia yang merupakan negara berkembang. Perkembangan teknologi yang semakin

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pola hidup mengacu pada cara-cara bagaimana menjalani hidup dengan cara yang baik dan

I. PENDAHULUAN. Pola hidup mengacu pada cara-cara bagaimana menjalani hidup dengan cara yang baik dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pola hidup mengacu pada cara-cara bagaimana menjalani hidup dengan cara yang baik dan wajar. Di era globalisasi ini banyak orang yang kurang memperdulikan bagaimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. masa peralihan perkembangan dari masa anak-anak menuju masa dewasa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. masa peralihan perkembangan dari masa anak-anak menuju masa dewasa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa transisi pada saat individu beranjak dari masa anak-anak menuju perkembangan ke masa dewasa, sehingga remaja merupakan masa peralihan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merasa dibawah tingkat orang-orang yang lebih tua melainkan berada dalam tingkat

BAB I PENDAHULUAN. merasa dibawah tingkat orang-orang yang lebih tua melainkan berada dalam tingkat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam perkembangan kepribadian seseorang maka remaja mempunyai arti yang khusus. Secara psikologis masa remaja adalah usia dimana anak tidak lagi merasa dibawah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengubah pola perilaku konsumsi masyarakat. Globalisasi merupakan

BAB I PENDAHULUAN. mengubah pola perilaku konsumsi masyarakat. Globalisasi merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Era globalisasi merupakan perubahan global yang melanda seluruh dunia. Dampak yang terjadi sangatlah besar terhadap berbagai aspek kehidupan manusia di semua lapisan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Permasalahan. dilakukan oleh masyarakat. Belanja yang awalnya merupakan real need atau

BAB I PENDAHULUAN. A. Permasalahan. dilakukan oleh masyarakat. Belanja yang awalnya merupakan real need atau 1 BAB I PENDAHULUAN A. Permasalahan 1. Latar Belakang Masalah Aktivitas berbelanja merupakan suatu aktivitas yang awam atau umum dilakukan oleh masyarakat. Belanja yang awalnya merupakan real need atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan zaman saat ini telah banyak mempengaruhi seseorang dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan zaman saat ini telah banyak mempengaruhi seseorang dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan zaman saat ini telah banyak mempengaruhi seseorang dalam berperilaku, khususnya dalam perilaku membeli. Perilaku konsumtif merupakan suatu fenomena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah kebutuhan primer, sekunder dan tersier, kebutuhan yang pertama yang harus dipenuhi

BAB I PENDAHULUAN. adalah kebutuhan primer, sekunder dan tersier, kebutuhan yang pertama yang harus dipenuhi BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Pada dasarnya semua orang yang hidup di dunia ini memiliki kebutuhan untuk membuatnya bertahan hidup. Kebutuhan tersebut dibagi menjadi tiga bagian, diantaranya adalah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. adil atau tidak adil, mengungkap perasaan dan sentimen-sentimen kolektif

I. PENDAHULUAN. adil atau tidak adil, mengungkap perasaan dan sentimen-sentimen kolektif I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia baik sebagai individu maupun makhluk sosial, selalu berupaya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Kebutuhan tersebut berupa: 1) Kebutuhan utama, menyangkut

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM. Mall Kelapa Gading adalah salah satu mall terbesar di Jakarta dengan luas

BAB IV GAMBARAN UMUM. Mall Kelapa Gading adalah salah satu mall terbesar di Jakarta dengan luas BAB IV GAMBARAN UMUM 4.1 Mall Kelapa Gading Mall Kelapa Gading adalah salah satu mall terbesar di Jakarta dengan luas sekitar 130.000 meter persegi yang berada di daerah Kelapa Gading, tepatnya di daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan zaman yang modern memberi pengaruh terhadap perilaku membeli

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan zaman yang modern memberi pengaruh terhadap perilaku membeli BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan zaman yang modern memberi pengaruh terhadap perilaku membeli seseorang termasuk remaja usia sekolah. Setiap hari remaja baik laki-laki maupun perempuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ini. Globalisasi adalah ketergantungan dan keterkaitan antar manusia dan antar bangsa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ini. Globalisasi adalah ketergantungan dan keterkaitan antar manusia dan antar bangsa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Era globalisasi merupakan era yang tengah berkembang dengan pesat pada zaman ini. Globalisasi adalah ketergantungan dan keterkaitan antar manusia dan antar bangsa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut Sarlito (2013) batasan umum usia remaja adalah tahun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut Sarlito (2013) batasan umum usia remaja adalah tahun 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut Sarlito (2013) batasan umum usia remaja adalah 11 24 tahun dan belum menikah untuk remaja Indonesia dengan pertimbangan usia 11 tahun adalah usia ketika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN Manusia merupakan individu yang berdiri sendiri, mempunyai unsur fisik dan psikis yang dikuasai penuh oleh dirinya sendiri. Masing-masing individu tentunya

Lebih terperinci

LAPORAN KEMAJUAN PENELITIAN HIBAH UNGGULAN PROGRAM STUDI

LAPORAN KEMAJUAN PENELITIAN HIBAH UNGGULAN PROGRAM STUDI LAPORAN KEMAJUAN PENELITIAN HIBAH UNGGULAN PROGRAM STUDI ASESMEN DAN MODIFIKASI PERILAKU PADA KELOMPOK REMAJA KONSUMTIF DI SEKOLAH MENENGAH ATAS DENPASAR OLEH: Ni Made Ari Wilani, S.Psi, M.Psi. PROGRAM

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. proses interaksi sosial. Soekanto (2009:55) menyatakan bahwa, Interaksi sosial

I. PENDAHULUAN. proses interaksi sosial. Soekanto (2009:55) menyatakan bahwa, Interaksi sosial 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia dalam hidup bermasyarakat, akan saling berhubungan dan saling membutuhkan satu sama lain. Kebutuhan itulah yang dapat menimbulkan suatu proses interaksi sosial.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. yang dilakukan, baik itu belanja barang maupun jasa. Recreational Shopper

BAB 1 PENDAHULUAN. yang dilakukan, baik itu belanja barang maupun jasa. Recreational Shopper BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Recreational Shopper Identity dapat didefinisikan sebagai kegiatan berbelanja yang dicirikan dengan perasaan senang dalam diri pelakunya (Guiry, Magi, Lutz,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perilaku membeli pada masyarakat termasuk remaja putri. Saat ini,

BAB I PENDAHULUAN. perilaku membeli pada masyarakat termasuk remaja putri. Saat ini, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Arus globalisasi yang terus berkembang memberikan perubahan pada perilaku membeli pada masyarakat termasuk remaja putri. Saat ini, masyarakat seringkali

Lebih terperinci

Jurnal SPIRITS, Vol.5, No.2, Mei ISSN:

Jurnal SPIRITS, Vol.5, No.2, Mei ISSN: HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN KECENDERUNGAN GAYA HIDUP HEDONISME PADA MAHASISWI PSIKOLOGI UST YOGYAKARTA Ayentia Brilliandita Flora Grace Putrianti ABSTRACT This study aims to determine the relationship

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Gaya Hidup Hedonis. Gaya hidup adalah pola tingkah laku sehari-hari segolongan manusia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Gaya Hidup Hedonis. Gaya hidup adalah pola tingkah laku sehari-hari segolongan manusia 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Gaya Hidup Hedonis 1. Pengertian Gaya Hidup Hedonis Gaya hidup adalah pola tingkah laku sehari-hari segolongan manusia dalam masyarakat (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2008).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Dalam era yang serba modern seperti saat ini, tingkat persaingan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Dalam era yang serba modern seperti saat ini, tingkat persaingan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam era yang serba modern seperti saat ini, tingkat persaingan bisnis yang tinggi membuat perusahaan berlomba-lomba untuk mempertahankan dan memenangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. permintaan orang-orang akan hiburan semakin tinggi. Orang-orang

BAB I PENDAHULUAN. permintaan orang-orang akan hiburan semakin tinggi. Orang-orang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Seiring dengan majunya teknologi dan jaman yang semakin modern, permintaan orang-orang akan hiburan semakin tinggi. Orang-orang menginginkan tempat dimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun elektronik, maka telah menciptakan suatu gaya hidup bagi masyarakat. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. maupun elektronik, maka telah menciptakan suatu gaya hidup bagi masyarakat. Menurut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tidak dapat dipungkiri bahwa sebuah realita kehidupan pada era globalisasi seperti sekarang ini masih terbilang cukup unik. Karena dengan menawarkan begitu banyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. up, dan lainnya. Selain model dan warna yang menarik, harga produk fashion

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. up, dan lainnya. Selain model dan warna yang menarik, harga produk fashion BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Produk produk fashion pada masa sekarang ini memiliki banyak model dan menarik perhatian para pembeli. Mulai dari jenis pakaian, tas, sepatu, alat make up, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. lingkungan keluarga. Peran ibu rumah tangga dalam mengurus kebutuhankebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. lingkungan keluarga. Peran ibu rumah tangga dalam mengurus kebutuhankebutuhan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Wanita sebagai ibu rumah tangga bertanggung jawab atas terpenuhinya segala keperluan rumah tangga dan keluarga, baik berupa jasa maupun barang di lingkungan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pemasaran Pengertian pemasaran mengandung pengertian yang lebih luas dari sekedar penjualan dan periklanan. Tjiptono (2002) memberikan definisi

Lebih terperinci

BAB II URAIAN TEORITIS. Rianawati (2005) judul Analisis Pengaruh Faktor Dari Perilaku Konsumen

BAB II URAIAN TEORITIS. Rianawati (2005) judul Analisis Pengaruh Faktor Dari Perilaku Konsumen BAB II URAIAN TEORITIS A. Penelitian Terdahulu Rianawati (2005) judul Analisis Pengaruh Faktor Dari Perilaku Konsumen Terhadap Pembelian Produk Aqua (Studi pada Masyarakat Desa Slimbung Kecamatan Ngadiluwih

Lebih terperinci

ABSTRAK Pengaruh Merek (House Brand) Terhadap Minat Beli konsumen di Toserba X

ABSTRAK  Pengaruh Merek (House Brand) Terhadap Minat Beli konsumen di Toserba X ABSTRACT These days, store retailers development in Indonesia is very fast. Store retailers are the last distribution position before goods are used by consumers. Store reatailers are the place where consumers

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seiring dengan berkembangnya era globalisasi saat ini, negara-negara di dunia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seiring dengan berkembangnya era globalisasi saat ini, negara-negara di dunia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan berkembangnya era globalisasi saat ini, negara-negara di dunia termasuk Indonesia. Globalisasi tersebut membuat berbagai perubahan-perubahan yang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. (1994) sebagai orang yang memiliki uang untuk dibelanjakan dan tinggal di kota

BAB II LANDASAN TEORI. (1994) sebagai orang yang memiliki uang untuk dibelanjakan dan tinggal di kota BAB II LANDASAN TEORI II. A. Pria Metroseksual II. A. 1. Pengertian Pria Metroseksual Definisi metroseksual pertama kalinya dikemukakan oleh Mark Simpson (1994) sebagai orang yang memiliki uang untuk dibelanjakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai macam alat teknologi seperti televisi, koran, majalah, dan telepon.

BAB I PENDAHULUAN. berbagai macam alat teknologi seperti televisi, koran, majalah, dan telepon. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai makhluk sosial, manusia membutuhkan interaksi dengan sesamanya. Dalam interaksi, dibutuhkan komunikasi yang baik antara kedua belah pihak. Pada kenyataannya,

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Sebelum membahas lebih lanjut mengenai Hubungan Interaksi Kelompok Teman

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Sebelum membahas lebih lanjut mengenai Hubungan Interaksi Kelompok Teman V. HASIL DAN PEMBAHASAN Sebelum membahas lebih lanjut mengenai Hubungan Interaksi Kelompok Teman Sebaya Terhadap Perilaku Konsumtif Remaja pada siswa kelas XI SMA Al-Kautsar Bandar Lampung yang menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. inovasi desainer muda yang semakin potensial, tingkat perekonomian yang

BAB I PENDAHULUAN. inovasi desainer muda yang semakin potensial, tingkat perekonomian yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dunia fashion di Indonesia bisa dikatakan berkembang sangat pesat dalam beberapa dekade terakhir. Hal ini didukung berbagai segi baik kreativitas dan inovasi

Lebih terperinci

BAB I. A. Latar Belakang Masalah. akademis dengan belajar, yang berguna bagi nusa dan bangsa di masa depan

BAB I. A. Latar Belakang Masalah. akademis dengan belajar, yang berguna bagi nusa dan bangsa di masa depan 1 BAB I A. Latar Belakang Masalah Mahasiswa sebagai generasi penerus bangsa di masa depan yang diharapkan dapat memenuhi kewajiban dalam menyelesaikan pendidikan akademis dengan belajar, yang berguna bagi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Persaingan yang semakin ketat, perubahan lingkungan yang cepat, dan kemajuan teknologi yang pesat mendorong pelaku usaha untuk selalu melakukan perubahan

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA HARGA DIRI DAN KONFORMITAS DENGAN PERILAKU KONSUMTIF PADA REMAJA PUTRI DI SMAN 2 NGAWI BAB I PENDAHULUAN

HUBUNGAN ANTARA HARGA DIRI DAN KONFORMITAS DENGAN PERILAKU KONSUMTIF PADA REMAJA PUTRI DI SMAN 2 NGAWI BAB I PENDAHULUAN HUBUNGAN ANTARA HARGA DIRI DAN KONFORMITAS DENGAN PERILAKU KONSUMTIF PADA REMAJA PUTRI DI SMAN 2 NGAWI BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam era moderen seperti ini seseorang sangatlah mudah untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berlomba untuk merebut dan mempertahankan pangsa pasarnya. Berbagai jenis

BAB I PENDAHULUAN. berlomba untuk merebut dan mempertahankan pangsa pasarnya. Berbagai jenis 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Persaingan bisnis di era globalisasi ini telah membuat berbagai perusahaan berlomba untuk merebut dan mempertahankan pangsa pasarnya. Berbagai jenis barang

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN BAB III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Pengertian Perilaku Konsumen Perilaku konsumen adalah tindakan langsung yang terlibat untuk mendapatkan, mengkonsumsi dan menghabiskan produk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. artinya ia akan tergantung pada orang tua dan orang-orang yang berada di

BAB I PENDAHULUAN. artinya ia akan tergantung pada orang tua dan orang-orang yang berada di BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia terlahir dalam keadaan yang lemah, untuk memenuhi kebutuhannya tentu saja manusia membutuhkan orang lain untuk membantunya, artinya ia akan tergantung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tahun 2005 merupakan tahun saat penulis memasuki masa remaja awal, yakni 15 tahun dan duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama (SMP). Pada saat itu, masa remaja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat diabaikan dalam kehidupan manusia. Namun demikian, orang tua masih

BAB I PENDAHULUAN. dapat diabaikan dalam kehidupan manusia. Namun demikian, orang tua masih BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah perilaku seksual pada remaja saat ini menjadi masalah yang tidak dapat diabaikan dalam kehidupan manusia. Namun demikian, orang tua masih menganggap tabu untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan strategi masing-masing dalam mendapatkan konsumen yang diharapkan akan

BAB I PENDAHULUAN. dengan strategi masing-masing dalam mendapatkan konsumen yang diharapkan akan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Era globalisasi saat ini telah mengakibatkan banyak dunia usaha baru bermunculan yang menyebabkan tingginya tingkat persaingan. Perusahaan bersaing dengan strategi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. perubahan dalam gaya hidup. Kehidupan yang semakin modern menjadikan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. perubahan dalam gaya hidup. Kehidupan yang semakin modern menjadikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan zaman dan teknologi membuat individu selalu mengalami perubahan dalam gaya hidup. Kehidupan yang semakin modern menjadikan individu berada dalam

Lebih terperinci

PENDAHULUAN STUDI KASUS

PENDAHULUAN STUDI KASUS PENDAHULUAN STUDI KASUS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERILAKU KONSUMTIF PADA REMAJA DI DENPASAR OLEH: Ni Made Ari Wilani, S.Psi, M.Psi. PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mendapatkan barang yang menjadi keperluan untuk sehari-hari dengan jalan

BAB I PENDAHULUAN. mendapatkan barang yang menjadi keperluan untuk sehari-hari dengan jalan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada mulanya belanja merupakan suatu konsep yang menunjukan suatu sikap untuk mendapatkan barang yang menjadi keperluan untuk sehari-hari dengan jalan menukarkan sejumlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berusaha mencapai tujuan untuk menciptakan dan mempertahankan. kelangsungan hidup perusahaan sangat tergantung pada perilaku

BAB I PENDAHULUAN. berusaha mencapai tujuan untuk menciptakan dan mempertahankan. kelangsungan hidup perusahaan sangat tergantung pada perilaku 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan jaman, dewasa ini banyak bermunculan perusahaan perusahaan baru yang membuat produk produk dari berbagai macam jenis barang kebutuhan

Lebih terperinci

kategori Department store, Service Quality Award Excellence 2009 dan Indonesia's Most Admired Companies 2009, semakin memperkokoh PT. X Dept.

kategori Department store, Service Quality Award Excellence 2009 dan Indonesia's Most Admired Companies 2009, semakin memperkokoh PT. X Dept. I. PENDAHULUAN Saat ini banyak strategi yang digunakan oleh perusahaan di tengah-tengah persaingan yang begitu ketat, salah satunya adalah promosi. Strategi promosi sangat dibutuhkan karena konsumen sudah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan, dimana negara-negara di seluruh dunia menjadi satu kekuatan pasar

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan, dimana negara-negara di seluruh dunia menjadi satu kekuatan pasar BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Globalisasi perekonomian merupakan suatu proses kegiatan ekonomi dan perdagangan, dimana negara-negara di seluruh dunia menjadi satu kekuatan pasar yang

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tersebut tidak lepas dari kelebihan dan kekurangan. Masyarakat dituntut untuk

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tersebut tidak lepas dari kelebihan dan kekurangan. Masyarakat dituntut untuk BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan teknologi komunikasi yang semakin maju dan canggih menumbuhkan berbagai pengaruh bagi penggunanya. Adapun kemajuan teknologi tersebut tidak lepas

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Perilaku Konsumtif 1. Pengertian Perilaku Konsumtif Menurut Schiffman & Kanuk (2004), konsumen yang melakukan pembelian dipengaruhi motif emosional seperti hal-hal yang bersifat

Lebih terperinci

FENOMENA TAWURAN SEBAGAI BENTUK AGRESIVITAS REMAJA

FENOMENA TAWURAN SEBAGAI BENTUK AGRESIVITAS REMAJA FENOMENA TAWURAN SEBAGAI BENTUK AGRESIVITAS REMAJA (Kasus Dua SMA Negeri di Kawasan Jakarta Selatan) ANGGA TAMIMI OESMAN DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan zaman yang semakin modern menyebabkan

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan zaman yang semakin modern menyebabkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan perkembangan zaman yang semakin modern menyebabkan banyaknya pembangunan mall atau shopping centre semakin pesat. Hal ini terjadi dikarenakan, pada saat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan berkembangnya jaman, semakin banyak remaja yang mengalami perubahan khususnya dalam segi penampilan dan hal ini mendorong remaja untuk terus memenuhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masa remaja pun kehidupan untuk berkumpul bersama teman-teman tidak lepas

BAB I PENDAHULUAN. masa remaja pun kehidupan untuk berkumpul bersama teman-teman tidak lepas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejak dilahirkan, individu sudah memiliki naluri bawaan untuk hidup berkelompok dengan orang lain. Gejala yang wajar apabila individu selalu mencari kawan baik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk terbanyak di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk terbanyak di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk terbanyak di dunia setelah china, India, dan Amerika Serikat. Saat ini Indonesia menempati posisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sebagai calon-calon intelektual yang bersemangat, penuh dedikasi, enerjik, kritis,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sebagai calon-calon intelektual yang bersemangat, penuh dedikasi, enerjik, kritis, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mahasiswa adalah sekelompok kecil dari masyarakat yang berkesempatan mengembangkan kemampuan intelektualnya dalam mendalami bidang yang diminatinya di perguruan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pada mulanya belanja merupakan suatu konsep yang menunjukan sikap untuk mendapatkan barang yang menjadi keperluan sehari-hari dengan cara menukarkan sejumlah uang untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Adanya kebutuhan hidup inilah yang mendorong manusia untuk melakukan

BAB I PENDAHULUAN. Adanya kebutuhan hidup inilah yang mendorong manusia untuk melakukan BAB I PENDAHULUAN I.A. Latar Belakang Manusia dalam kehidupannya mempunyai kebutuhan yang banyak sekali. Adanya kebutuhan hidup inilah yang mendorong manusia untuk melakukan berbagai tindakan dalam rangka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat menjadi semakin penting. Hal ini disebabkan karena

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat menjadi semakin penting. Hal ini disebabkan karena BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring perkembangan zaman keberadaan bisnis eceran ditengahtengah masyarakat menjadi semakin penting. Hal ini disebabkan karena adanya perubahan dalam pola

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diakses dalam hitungan detik, tidak terkecuali dengan perkembangan dunia fashion yang

BAB I PENDAHULUAN. diakses dalam hitungan detik, tidak terkecuali dengan perkembangan dunia fashion yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan zaman yang semakin cepat ini, mempercepat pula perkembangan informasi di era global ini. Segala sesuatu yang terjadi di dunia ini dapat begitu mudahnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesejahteraan suatu kelompok masyarakat dapat diketahui dari tingkat

BAB I PENDAHULUAN. Kesejahteraan suatu kelompok masyarakat dapat diketahui dari tingkat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kesejahteraan suatu kelompok masyarakat dapat diketahui dari tingkat pendapatan masyarakatnya. Namun, data pendapatan yang akurat sulit diperoleh, sehingga

Lebih terperinci

STUDI POLA APRESIASI MASYARAKAT TERHADAP PASAR MODERN DI KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR

STUDI POLA APRESIASI MASYARAKAT TERHADAP PASAR MODERN DI KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR STUDI POLA APRESIASI MASYARAKAT TERHADAP PASAR MODERN DI KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR Oleh: RONY RUDIYANTO L2D 306 022 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Masyarakat adalah sekumpulan manusia yang saling bergaul, atau dengan

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Masyarakat adalah sekumpulan manusia yang saling bergaul, atau dengan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Masyarakat adalah sekumpulan manusia yang saling bergaul, atau dengan istilah ilmiah, saling berinteraksi. Suatu kesatuan manusia dapat mempunyai prasarana

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penentuan Pokok Bahasan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penentuan Pokok Bahasan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penentuan Pokok Bahasan Seiring dengan perkembangan jaman yang semakin modern menyebabkan banyaknya pembangunan mall atau shopping centre. Hal ini menjadikan satu

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Pengambilan keputusan membeli merupakan suatu proses pemecahan masalah

BAB II LANDASAN TEORI. Pengambilan keputusan membeli merupakan suatu proses pemecahan masalah BAB II LANDASAN TEORI A. TIPE PENGAMBILAN KEPUTUSAN MEMBELI 1. Pengertian Pengambilan Keputusan Membeli Pengambilan keputusan membeli merupakan suatu proses pemecahan masalah (John Dewey dalam Engel, Blackwell

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup mereka. Masa remaja merupakan masa untuk mencari identitas/ jati diri.

BAB I PENDAHULUAN. hidup mereka. Masa remaja merupakan masa untuk mencari identitas/ jati diri. BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG Bagi sebagian besar individu yang baru beranjak dewasa bahkan yang sudah melewati usia dewasa, remaja adalah waktu yang paling berkesan dalam hidup mereka. Masa remaja

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pusat perbelanjaan moderen merupakan tempat berkumpulnya. pedagang yang menawarkan produknya kepada konsumen.

I. PENDAHULUAN. Pusat perbelanjaan moderen merupakan tempat berkumpulnya. pedagang yang menawarkan produknya kepada konsumen. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pusat perbelanjaan moderen merupakan tempat berkumpulnya pedagang yang menawarkan produknya kepada konsumen. Pasar ini terdiri dari sekelompok lokasi usaha ritel dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. orang dengan orang lain, yang berfungsi dalam interaksi dengan cara-cara yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. orang dengan orang lain, yang berfungsi dalam interaksi dengan cara-cara yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gaya hidup merupakan pola-pola tindakan yang membedakan antara satu orang dengan orang lain, yang berfungsi dalam interaksi dengan cara-cara yang mungkin tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan sosial merupakan bagian dari perubahan kebudayaan, perubahan dalam

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan sosial merupakan bagian dari perubahan kebudayaan, perubahan dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemikiran Perubahan sosial merupakan bagian dari perubahan kebudayaan, perubahan dalam kebudayaan mencakup semua bagiannya yaitu : kesenian, ilmu pengetahuan, teknologi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan zaman dewasa ini telah membawa pengaruh yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan zaman dewasa ini telah membawa pengaruh yang sangat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan zaman dewasa ini telah membawa pengaruh yang sangat besar pada kehidupan setiap orang. Kebutuhan masyarakat yang mengikuti zaman mengakibatkan perusahaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang menginginkan lokasi belanja yang lebih bersih tertata dan rapi. Utami

BAB I PENDAHULUAN. yang menginginkan lokasi belanja yang lebih bersih tertata dan rapi. Utami BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini tidak dapat dipungkiri jika masyarakat Indonesia terutama yang tinggal di daerah perkotaan semakin dimanjakan dengan menjamurnya pertumbuhan ritel. Keberadaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di era globalisasi saat ini yang diiringi dengan pertumbuhan ekonomi, memaksa

BAB I PENDAHULUAN. Di era globalisasi saat ini yang diiringi dengan pertumbuhan ekonomi, memaksa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di era globalisasi saat ini yang diiringi dengan pertumbuhan ekonomi, memaksa banyak pengusaha membuka bisnis ritel di berbagai pusat perbelanjaan. Tak dapat dipungkiri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan cara pandang dan persepsi konsumen Indonesia tentang

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan cara pandang dan persepsi konsumen Indonesia tentang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan cara pandang dan persepsi konsumen Indonesia tentang mode dan cara berpakaian mendukung perkembangan pasar produk fashion menjadi cukup pesat. Adanya kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melewati tiga tahap yang berbeda namun berhubungan yang harus dilalui, tahap

BAB I PENDAHULUAN. melewati tiga tahap yang berbeda namun berhubungan yang harus dilalui, tahap BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proses pengambilan keputusan konsumen untuk membeli suatu barang melewati tiga tahap yang berbeda namun berhubungan yang harus dilalui, tahap yang pertama berupa input

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kegiatan pemasaran tidak bisa terlepas dari aktifitas bisnis yang bertujuan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kegiatan pemasaran tidak bisa terlepas dari aktifitas bisnis yang bertujuan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kegiatan pemasaran tidak bisa terlepas dari aktifitas bisnis yang bertujuan pada pencapaian profit. Fokus utama kegiatan pemasaran adalah mengidentifikasikan peluang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi ini dapat memicu bisnis di Indonesia maupun global.

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi ini dapat memicu bisnis di Indonesia maupun global. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini perkembangan globalisasi di negara Indonesia bertumbuh sangat pesat. Salah satu pendorong perkembangan globalisasi yang terjadi di Indonesia adalah adanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan sehari-hari, yang bisa disebut dengan kegiatan konsumtif. Konsumtif

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan sehari-hari, yang bisa disebut dengan kegiatan konsumtif. Konsumtif BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia merupakan makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri. Setiap manusia melakukan interaksi dengan manusia lainnya untuk dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Siswa SMA Negeri 5 Bogor Tabel 1. Karakteristik Siswa SMA Negeri 5 Bogor Jenis kelamin - Tempat tinggal -

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Siswa SMA Negeri 5 Bogor Tabel 1. Karakteristik Siswa SMA Negeri 5 Bogor Jenis kelamin  - Tempat tinggal  - HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Siswa SMA Negeri 5 Bogor Karakteristik siswa adalah ciri-ciri yang melekat pada diri siswa, yang terdiri dari jenis kelamin, tempat tinggal, pekerjaan orang tua, pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. informasi dan gaya hidup. Globalisasi ditandai dengan pesatnya perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. informasi dan gaya hidup. Globalisasi ditandai dengan pesatnya perkembangan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan teknologi yang begitu pesat, maka dengan sendirinya akan menimbulkan adanya perubahan di segala bidang seperti mode, informasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dengan rencana. Pembelanja sekarang lebih impulsif dengan 21% mengatakan, mereka tidak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dengan rencana. Pembelanja sekarang lebih impulsif dengan 21% mengatakan, mereka tidak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perilaku konsumen saat ini cenderung berbelanja barang tidak sesuai dengan rencana. Pembelanja sekarang lebih impulsif dengan 21% mengatakan, mereka tidak pernah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Perkembangan pendidikan tanpa

I. PENDAHULUAN. kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Perkembangan pendidikan tanpa I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Peranan bimbingan dan konseling dalam dunia pendidikan merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Perkembangan pendidikan tanpa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. jenis seperti kios, pasar modern/tradisional, department store, butik dan lain-lainnya

BAB 1 PENDAHULUAN. jenis seperti kios, pasar modern/tradisional, department store, butik dan lain-lainnya BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bisnis ritel adalah penjualan barang secara langsung dalam berbagai macam jenis seperti kios, pasar modern/tradisional, department store, butik dan lain-lainnya termasuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Beberapa contoh bentuk pusat perbelanjaan modern seperti minimarket,

BAB I PENDAHULUAN. Beberapa contoh bentuk pusat perbelanjaan modern seperti minimarket, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dewasa ini perkembangan bisnis ritel di Indonesia sudah semakin pesat. Hal ini ditandai dengan keberadaan pasar tradisional yang mulai tergeser oleh munculnya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada jaman modern ini pusat perbelanjaan atau yang biasa kita kenal dengan sebutan Mall, terus berkembang dengan pesat. Mall sendiri merupakan jenis pusat perbelanjaan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS DAN HIPOTESIS. penjualan dan periklanan. Tjiptono (2007 : 37) memberikan definisi pemasaran

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS DAN HIPOTESIS. penjualan dan periklanan. Tjiptono (2007 : 37) memberikan definisi pemasaran BAB 2 TINJAUAN TEORITIS DAN HIPOTESIS 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Pengertian Pemasaran Pengertian pemasaran mengandung pengertian yang lebih luas dari sekedar penjualan dan periklanan. Tjiptono (2007 :

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perilaku konsumen merupakan sebuah fenomena yang unik untuk dipelajari dan diamati. Perilaku Konsumen disini lebih mengacu pada proses yang dilalui oleh seseorang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bisnis eceran yang kini populer disebut bisnis ritel, merupakan bisnis yang menghidupi banyak orang dan memberi banyak keuntungan bagi sebagian orang. Pada saat

Lebih terperinci

Hubungan Terpaan Iklan Produk Rokok di Media Massa dan Interaksi Peer Group dengan Minat Merokok pada Remaja

Hubungan Terpaan Iklan Produk Rokok di Media Massa dan Interaksi Peer Group dengan Minat Merokok pada Remaja Hubungan Terpaan Iklan Produk Rokok di Media Massa dan Interaksi Peer Group dengan Minat Merokok pada Remaja Skripsi Disusun untuk memenuhi persyaratan menyelesaikan Pendidikan Strata S1 Jurusan Ilmu Komunikasi

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor industri sepatu di era globalisasi seperti sekarang ini berada dalam persaingan yang semakin ketat. Terlebih lagi sejak tahun 2010 implementasi zona perdagangan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Berikut adalah perkembangan mall yang ada di Surabaya berdasarkan kanalsatu.com: Tabel 1.1 Perkembangan Mall di Surabaya

BAB 1 PENDAHULUAN. Berikut adalah perkembangan mall yang ada di Surabaya berdasarkan kanalsatu.com: Tabel 1.1 Perkembangan Mall di Surabaya BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan zaman yang semakin modern diikuti adanya globalisasi dan kondisi ekonomi dalam beberapa tahun terakhir di kota-kota besar di Indonesia, menyebabkan bisnis

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. yang membedakan individu satu dengan individu lain dalam persoalan gaya hidup.

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. yang membedakan individu satu dengan individu lain dalam persoalan gaya hidup. BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gaya hidup selalu mengalami perubahan seiring perkembangan zaman. Kehidupan yang semakin modern membawa manusia pada pola perilaku yang unik, yang membedakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dunia mode pakaian di Indonesia beberapa dekade ini mengalami

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dunia mode pakaian di Indonesia beberapa dekade ini mengalami BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan dunia mode pakaian di Indonesia beberapa dekade ini mengalami peningkatan yang sangat pesat, bahkan menjadi sorotan publik karena dianggap sebagai ladang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan teknologi dewasa ini pada akhirnya menuntut semakin

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan teknologi dewasa ini pada akhirnya menuntut semakin BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan teknologi dewasa ini pada akhirnya menuntut semakin besarnya kebutuhan akan tenaga kerja profesional di bidangnya. Hal ini dapat dilihat dari berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jasa sampai - sampai ada istilah Pelanggan adalah raja. Inilah yang

BAB I PENDAHULUAN. jasa sampai - sampai ada istilah Pelanggan adalah raja. Inilah yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Konsumen adalah bagian terpenting dalam proses jual beli barang maupun jasa sampai - sampai ada istilah Pelanggan adalah raja. Inilah yang menyebabkan hampir seluruh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. asing lagi bagi masyarakat di seluruh Indonesia. Perusahaan rokok yang makin

BAB I PENDAHULUAN. asing lagi bagi masyarakat di seluruh Indonesia. Perusahaan rokok yang makin BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di zaman yang makin maju seperti saat ini, rokok adalah suatu barang yang tidak asing lagi bagi masyarakat di seluruh Indonesia. Perusahaan rokok yang makin

Lebih terperinci