RENCANA PENANGGULANGAN BENCANA KABUPATEN ACEH SELATAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "RENCANA PENANGGULANGAN BENCANA KABUPATEN ACEH SELATAN"

Transkripsi

1 RENCANA PENANGGULANGAN BENCANA KABUPATEN ACEH SELATAN BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Indonesia yang terdii dari gugusan kepulauan mempunyai potensi bencana yang sangat tinggi dan juga sangat bervariasi dari aspek jenis bencana. Kondisi alam tersebut serta adanya keanekaragaman penduduk dan budaya di Indonesia menyebabkan timbulnya resiko terjadinya bencana alam, bencana ulah manusia, dan kedaruratan kompleks, meskipun pada sisi lain juga kaya akan sumber daya alam. Pada umumnya resiko bencana alam meliputi bencana akbibat factor geologi (gempa bumi, tsunami dan letusan gunung api), bencana akibat hydrometeorology (banjir, tanah longsor, kekeringan, angin topan), bencana akibat faktor biologi (wabah penyakit manusia, penyakit tanaman/ternak, hama tanaman) serta kegagalan teknologi (kecelelakaan industry, kecelakaan transportasi, radiasi nuklir, pencemaran bahan kimia). Bencana akibat ulah manusia terkait dengan konflik antar manusia akibat perebutan sumberdaya yang terbatas, alasan ideology, religi serta politik. Sedangkan kedaruratan kompleks merupakan kombinasi dari situasi bencana pada suatu daerah konflik. Kompleksitas dari permasalahan bencana tersebut memerlukan suatu penataan atau perencanaan yang matang dalam penanggulangan, sehingga dapat dilaksanakan secara terarah dan terpadu. Penanggulangan yang dilakukan selama ini belum didasarkan pada langkah-langkah yang sistematis dan terencana, sehingga seringkali terjadi tumpang tindih dan bahkan terdapat langkah upaya yang penting tidak tertangani. Undang-undang Nomor 24 tahun 2007 tentang penangulanggan bencana mengamanatkan pada pasal 35 dan 36 agar setiap daerah dalam upaya penanggulangan bencana, mempunyai perencanaan penanggulangan bencana. Secara lebih rinci disebutkan didalam Peraturan Pemerintah Nomor 21 tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana.PP No. 22 tahun 2008 tentang Pendanaan danpengelolaan Bantuan Bencana, dan PP No. 23 tahun 2008 tentang Peran Serta Lembaga Internasional dan Lembaga Asing non Pemerintah Dalam Penanggulangan Bencana. Dimensi baru dari rangkaian peraturan terkait dengan bencana tersebut adalah: 1) Penanggulangan bencana sebagai sebuah upaya menyeluruh dan proaktif dimulai dari pengurangan risiko bencana, tanggap darurat, dan rehabilitasi dan rekonstruksi. 2) Penanggulangan bencana sebagai upaya yang dilakukan bersama oleh para pemangku kepentingan dengan peran dan fungsi yang saling melengkapi. 3) Penanggulangan bencana sebagai bagian dari proses pembangunan sehingga mewujudkan ketahanan (resilience) terhadap bencana. 1

2 1.2 TUJUAN Tujuan kegiatan ini memberikan pedoman atau panduan dalam menyusun Rencana Penaggulangan Bencana (Disaster Management Plan) yang menyeluruh dan terpadu di tingkat provinsi/ kabupaten/ kota. 1.3 RUANG LINGKUP Penyusun rencana penanggulangan bencana ini meliputi: 1) Pengenalan dan pengkajian ancaman bencana 2) Pemahaman tentang kerentanan masyarakat 3) Analisis kemungkinan dampak bencana 4) Pilih tindakan pengurangan bencana 5) Penentuan mekanisme kesiapan dan penanggulangan dampak bencana 6) Alokasi tugas, kewenangan dan sumber daya yang tersedia 2

3 BAB 2 TINJAUAN TEORI 2.1 PEMAHAMAN TENTANG PERENCANAAN TATA RUANG Pengertian Tata Ruang Semakin luasnya pemaknaan, penerapan dan ruang lingkup persoalan yang berkaitan dengan perencanaan telah semakin memperluas pengartian terhadap perencanaan atau planning. Di dalam perkembangannya dari pandangan di negara yang telah sejak lama mengfungsikan perencanaan, bahkan keluasan arti ini menyangkut berbagai hal yang berkaitan dengan perencanaan seperti arti untuk plan planning planner, yang masing masing diartikan sebagai produk dari proses perencanaan ; proses kegiatan penyusunan rencana dan subyek perencana atau penyusun rencana. (Prof. Djoko Sujarto) Tata Ruang: wujud struktural dan pola pemanfaatan ruang, baik direncanakan maupun tidak (UU No 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang). Penataan Ruang: suatu sistem proses perencanaan penataan ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang sebagai suatu proses yang ketiganya tersebut merupakan satu kesatuan sistem yang tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya (UU No 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang). Dalam penyusunan dan penetapan rencana tata ruang, ditempuh langkah-langkah kegiatan: Menentukan arah pengembangan yang akan dicapai dilihat dari segi ekonomi, sosial, budaya, daya dukung dan daya tampung lingkungan, serta fungsi pertahanan keamanan. Mengidentifikasikan berbagai potensi dan masalah pembangunan dalam suatu wilayah perencanaan Perumusan perencanaan tata ruang Penetapan rencana tata ruang Pengertian Perencanaan a. Suatu penentuan pilihan (setting up choices). Perencanaan terkait dengan pengambilan keputusan untuk menetapkan pilihan. Dalam hal ini maka proses pemilihan ini didasari oleh suatu pertimbangan untuk memilih unsure-unsur yang akan dikembangkan dan tindakan mana yang akan dipakai sebagai cara bertindak di dalam pembangunan. b. Suatu penetapan pengagihan sumber daya (resources allocation). Pada dasarnya perencanaan merupakan suatu usaha untuk mempertimbangkan secara rasional pengagihan sumber daya yang potensial dan dimiliki termasuk sumber daya manusuia, sumber daya alam, sumber daya modal untuk mencapai tujuan pembangunan berdasarkan keterbatasan dan kendala sumber daya potensial tersebut berdasarkan strategi yang akan menentuan urutan prioritas pembangunan. c. Suatu penetapan dan usaha pencapaian sasaran dan tujuan pembangunan (setting up goals and objectives) d. yaitu menetapkan sasaran tujuan yang diperhitungkan sesuai dengan kuantitas usaha pencapaian dan apa yang ingin dicapai dalam kurun waktu mendatang tertentu. Seringkali terjadi bahwa sasaran dan tujuan pembangunan yang ditetapkan akan berdeviasi di dalam kurun waktu 3

4 pelaksanaan pembangunan tersebut. e. Suatu mencapai keadaan yang baik masa mendatang dalam usaha merealisasikannnya perlu mempertimbangkan Unsur-Unsur Perencanaan Mengacu pada UU No 26 Tahun 2007, jenis rencana tata ruang dibedakan berdasarkan sistem, fungsi utama kawasan, wilayah administrasi, kegiatan kawasan, dan nilai strategis kawasan. Penataan ruang berdasarkan sistem terdiri atas sistem wilayah dan sistem internal perkotaan. Penataan ruang berdasarkan fungsi utama kawasan terdiri atas kawasan lindung dan kawasan budidaya. Penataan ruang berdasarkan wilayah administratif terdiri atas penataan ruang wilayah nasional, penataan ruang wilayah provinsi, dan penataan ruang wilayah kabupaten/kota. Penataan ruang berdasarkan kegiatan kawasan terdiri atas penataan ruang kawasan perkotaan dan penataan ruang kawasan pedesaan. Penataan ruang berdasarkan nilai strategis kawasan terdiri atas penataan ruang kawasan strategis nasional, penataan ruang kawasan strategis provinsi, dan penataan ruang kawasan strategis kabupaten/kota Lingkup Perencanaan Tata Ruang 1. Wawasan Tata Ruang Menurut Undang-Undang No. 26 tahun 2007 tentang penataan ruang, tidak selalu berkonotasi sesuatu yang sudah berencana. Tata ruang diartikan sebagai wujud struktural dan pola pemanfaatan ruang, baik yang direncanakan maupun tidak. Pengertian wujud struktural dan pemanfaatan ruang ini menunjukan adanya hirarki dan keterkaitan pemanfaatan ruang. Sedangkan rencana tata ruang itu sendiri diartikan sebagai hasil perencanaan tata ruang, berupa strategi dan arahan kebijaksanaan dan memperuntukan (alokasi) pemanfaatan ruang yang secara struktural menggambarkan ikatan fungsi lokasi yang terpadu bagi berbagai kegiatan. Berdasarkan hal-hal di atas, menurut Prof. Djoko Sujarto ruang dalam artian segala sesuatu yang berkaitan dengan wawasan ruang di bumi (jagad raya) ini adalah semua bagian bumi yang dimulai dari pusat titik bumi, yang mengandung berbagai potensi sumber daya alam, air dan lain-lain, permukaan bumi dengan berbagai cara pemanfaatan dan penggunaan lahan, pemanfaatan kemampuan berproduksinya lahan, kemungkinan pemanfaatan nilai strategis lahan dan air serta pemanfaatannya serta bagian di atas bumi yaitu angkasa dengan berbagai potensi cara pemanfaatannya dan masalahnya. Semua ini dalam upaya penataan ruang (spatial planning) perlu diatur demi menjaga agar segala pemanfaatannya dapat efisien dan efektif. 2. Unsur Pokok Tata Ruang Pada masa lalu suatu produk perencanaan wilayah dan kota seakan akan hanya sekedar suatu peta dengan gambaran berbagai peruntukankegiatan fungsional wilayah atau kota yang direncanakan dikembangkan di wilayah atau kota tersebut. Oleh karena itu pada masa tersebut perencanaan pada 4

5 dasarnya lebih dilandaskan kepada pertimbangan pertimbangan aspek fisik saja. Dengan demikian maka peranan kerekayasaan atau engineering sangat dipentingkan. Dapat dilihat misalnya produk perencanaan, terutama perencanaan kota disusun hanya mendasarkan kepada pertimbangan pertimbangan pengagihan lahan (land allocation) dengan prasarana penunjangnya (jalan dan utilitas umum, rancangan kerekayasaan. Gagasan ini digambarkan di atas peta dengan berbagai skala sesuai dengan kedalaman substansinya. Sedikit sekali didasarkan kepada pertimbangan pertimbangan yang hakiki yang menyangkut aspek perilaku kehidupan dan kegiatan usahanya. Jadi kegiatan kehidupan dan kegiatan usaha justru harus merujuk kepada pengagihan yang sudah ditetapkan sebagai rencana induk kota yang telah disusun tersebut. 3. Wawasan Tata Ruang Pertimbangan Utama dalam Perencanaan Fisik Donald Foley mengembangkan suatu pola pikir yang mengkaitkan antara 3 pertimbangan utama di dalam perencanaan fisik yaitu adanya pertimbangan normatif; pertimbangan fungsional dan pertimbangan fisik. Ketiga pertimbangan ini perwujudannya adalah berupa suatu wujud yang bukan keruangan atau a-spasial dan yang bersifat keruangan atau spasial. 5. Beberapa Pandangan tentang Tata Ruang Kalau yang ditata itu penggunaan ruang adalah permukaan bumi berupa lahan maka hasilnya dapat dikatakan sebagai tata guna lahan. Kalau yang ditata itu penggunaan ruang yang menyangkut air maka hasilnya dapat dikatakan sebagai tata guna air. Kalau yang ditata itu penggunaan ruang angkasa maka hasilnya dapat disebut sebagai tata guna udara atau angkasa. Kalau yang ditata itu penggunaan ruang yang berisi daratan, air dan sebagian angkasa maka secara keseluruhan disebut sebagai tata guna ruang atau tata ruang (spatial planning). Seorang geograf I Made Sandy dalam hubungan penataan ruang ini mengemuakkan bahwa penataan ruang baru bisa ada setelah tanah diperuntukan untuk kegiatan atau kegiatan kegiatan kehidupan tertentu dan dikuasai oleh calon yang akan menggunakan untuk kegiatan tersebut. Jadi dalam hal ini ruang berarti tanah. Dengan anggapan bahwa ruang sebagai genus dan tanah sebagai species, yang dapat ditata menurut I Made Sandi bukanlah ruang tetapi tanah di mana menata tanah berarti menata ruang. Pada Undang Undang No.26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang dikatakan Tata ruang merupakan wujud struktural dan pola pemanfaatan ruang, baik direncanakan maupun tidak direncanakan. 6. Batasan Ruang dalam Wawasan Tata Ruang Di dalam wawasan tata ruang ini terkandung pengertian batasan ruang yang tercakup di dalam usaha penataannya yaitu ruang daratan, ruang laut dan ruang udara sebagai suatu kesatuan ruang. Ruang daratan adalah bagian bagian permukaan bumi yang dibatasi oleh garis batas pantai ke arah dalam. Pada daratan ini termasuk batasan ruang permukaan di atas permukaan dan di bawah permukaan. Pada bagian atas permukaan tercakup batasan wilayah untuk pengembangan unsur unsur kebutuhan hidup sampai batas tertentu ke bagian atas dan ke bagian bawah permukaan tercakup bagian wilayah bawah 5

6 tanah yang layak untuk pembangunan. Bagian wilayah bawah tanah ini dapat mencapai kedalaman antara 100 sampai 120 meter Pemahaman Tentang Pengembangan Wilayah Perencanaan pengembangan wilayah tidak sama dengan perencanaan sektoral dan bukan merupakan penggabungan/penjumlahan rencana sektoral. Melalui perencanaan pengembangan wilayah diharapkan dapat menimbulkan sinergis antar sektor dan antar ruang. Terwujudnya sinergis antar sektor dan ruang dapat memberikan hasil yang lebih optimal bagi wilayah tersebut maupun bagi sektor yang bersangkutan. 2.2 PENATAAN RUANG BERBASIS MITIGASI BENCANA Secara menyeluruh upaya mitigasi bencana alam dapat dilakukan dengan upaya struktur (fisik) dan upaya non struktur (non fisik). Untuk lebih jelasnya mengenai upaya mitigasi bencana alam secara menyeluruh untuk mengurangi besarnya kerugian akibat bencana dapat dilihat pada berikut ini. Gambar 1 Konsep Upaya Mengurangi Kerugian Akibat Bencana Pengelolaan kawasan dari bahaya bencana alam pada dasarnya tidak terlepas dari berbagai faktor dan aspek yang mempengaruhinya, baik politik, ekonomi, maupun sosial budaya. Oleh karena itu dalam upaya pemanfaatan ruang kawasan rawan bencana haruslah mempertimbangan aspek-aspek tersebut. Secara rinci mengenai diagram alir konsep mitigasi bencana. 6

7 Gambar 2 Diagram Alir Konsep Mitigasi Bencana 2.3 PENGERTIAN BENCANA Bencana adalah suatu permasalahan-permasalahan yang terjadi dan menimbulkan kerugian yang berupa harta benda bahkan sampai menimbulkan korban jiwa (sumber Dr.Ir.If Peornomosidhi.M.Sc dalam Mitigasi Bencana Alam dalam Perencanaan Wilayah Kota 2005:1). Bencana memang bisa datang kapan saja dan tidak bisa kita hindari, sehingga perlunya antisipasi terhadap bencana yang terjadi untuk kedepan kita harus bisa mengantisipasi permasalahan permasalahan tersebut sehingga dapat meminimalisasi kerugian yang diakibatkan oleh bencana baik berupa fisik maupun jiwa. Proses- proses alam yang terjadi hingga menimbulkan kerugian materil, harta benda nyawa disebut bencana alam (sumber Prof. Dr. Sampurno dalam Mitigasi Bencana Alam Dalam Perencanaan Wilayah dan Kota 2005: 4). Beberapa jenis bencana alam anatara lain: 1.Gempa Bumi dan Tsunami 2.Letusan gunung merapi 3.Erosi, longsor, amblesan 4.Bencana kebakaran kota, hutan 5.Kemarau panjang 6.Bencana teknologi dan lain-lain, Potensi Bencana Indonesia merupakan negara dengan potensi bencana (hazard potency) yang sangat tinggi. Beberapa potensi bencana yang ada antara lain adalah bencana alam seperti gempa bumi, gunung meletus, banjir, tanah longsor, dan lain-lain. Potensi bencana yang ada di Indonesia dapat dikelompokkan menjadi 2 kelompok utama, yaitu potensi bahaya utama (main hazard) dan potensi bahaya ikutan (collateral hazard). Potensi bahaya utama (main hazard potency) ini dapat dilihat antara lain pada peta potensi bencana gempa di Indonesia yang menunjukkan bahwa Indonesia adalah wilayah dengan zona-zona gempa yang rawan, peta potensi bencana tanah longsor, peta potensi bencana letusan gunung api, peta potensi bencana tsunami, peta potensi bencana banjir, dan 7

8 lain-lain. Dari indikator-indikator di atas dapat disimpulkan bahwa Indonesia memiliki potensi bahaya utama (main hazard potency) yang tinggi. Hal ini tentunya sangat tidak menguntungkan bagi negara Indonesia Tingkat Kerentanan Kerentanan fisik (infrastruktur) menggambarkan perkiraan tingkat kerusakan terhadap fisik (infrastruktur) bila ada faktor berbahaya (hazard) tertentu. Melihat dari erbagai indikator sebagai berikut: persentase kawasan terbangun; kepadatan bangunan; persentase bangunan konstruksi darurat; jaringan listrik; rasio panjang jalan; jaringan telekomunikasi; jaringan PDAM; dan jalan KA, maka perkotaan Indonesia dapat dikatakan berada pada kondisi yang sangat rentan karena persentase kawasan terbangun, kepadatan bangunan dan bangunan konstruksi darurat di perkotaan tinggi sementara di lain pihak persentase, jaringan listrik, rasio panjang jalan, jaringan telekomunikasi, jaringan PDAM, jalan KA rendah. Kerentanan sosial menunjukkan perkiraan tingkat kerentanan terhadap keselamatan jiwa/kesehatan penduduk apabila ada bahaya. Dari beberapa indikator antara lain kepadatan penduduk, laju pertumbuhan penduduk, persentase penduduk usia tua-balita dan penduduk wanita, maka kota-kota di Indonesia memiliki kerentanan sosial yang tinggi. Belum lagi jika kita melihat kondisi sosial saat ini yang semakin rentan terhadap bencana non-alam (manmade disaster), seperti rentannya kondisi sosial masyarakat terhadap kerusuhan, tingginya angka pengangguran, instabilitas politik, dan tekanan ekonomi. Kerentanan ekonomi menggambarkan besarnya kerugian atau rusaknya kegiatan ekonomi (proses ekonomi) yang terjadi bila terjadi ancaman bahaya. Indikator yang dapat kita lihat menunjukkan tingginya tingkat kerentanan ini misalnya adalah persentase rumah tangga yang bekerja di sektor rentan (sektor jasa dan distribusi) dan persentase rumah tangga miskin Resiko Bencana Berdasarkan potensi bencana dan tingkat kerentanan yang ada, maka dapat diperkirakan resiko bencana yang akan terjadi di perkotaan Indonesia tergolong tinggi. Resiko bencana pada wilayah perkotaan Indonesia yang tinggi tersebut disebabkan oleh potensi bencana yang dimiliki wilayah-wilayah tersebut yang memang sudah tinggi, ditambah dengan tingkat kerentanan yang sangat tinggi pula. Sementara faktor lain yang mendorong semakin tingginya resiko bencana ini adalah menyangkut pilihan masyarakat (public choice). Banyak penduduk yang memilih atau dengan sengaja tinggal di kawasan yang rawan/rentan terhadap bencana dengan berbagai alasan seperti kesuburan tanah, atau opportunity lainnya yang dijanjikan oleh lokasi tersebut. 2.4 KONSEP PENANGANAN BAHAYA BANJIR Untuk menanggulangi bencana yang disebabkan oleh banjir dapat pula dilakukan dengan cara mengurangi limpasan permukaan sekaligus sebagai konservasi air tanah dan melindungi daerah aliran sungai. Untuk mengurangi limpasan permukaan dapat dilakukan sebagai berikut: 8

9 Membangun sumur resapan di area pemukiman untuk meresapkan air hujan ke tanah. Melindungi dan meningkatkan fungsi hutan sebagai sarana penyimpan air. Menjaga kolam-kolam penampungan dan rawa sebagai penyangga air dan sumber air sungai. Membangun Check Dam di hulu untuk menghambat aliran sedimen ke hilir. Konservasi tumbuhan pada daerah aliran sungai sebagai daerah peresapan air. 2.5 KONSEP PENANGANAN BAHAYA LONGSOR Beberapa konsep untuk mengatasi permasalahan lonsor yang harus dilaksanakan secara terintegrasi, efektif dan efisien, yaitu: Mengurangi tingkat keterjalan lereng. Terasering dengan sistem drainase yang tepat (drainase pada teras-teras dijaga jangan sampai menjadi jalan meresapnya air kedalam tanah). Penghijauan dengan tanaman yang sistem perakarannya dalam dan tanam yang tepat (khusus untuk lereng yang curam dengan kemiringan > 40 ). Khusus untuk runtuhan batu dapat dibuat tanggul penahan baik berupa bangunan konstruksi, tanaman maupun parit. Identifikasi daerah yang aktif bergerak, dapat dikenali dengan adanya rekahan-rekahan berbentuk tapal kuda. Stabilisasi lereng dengan pembuatan terase dan penghijauan. Penutupan rekahan-rekahan di atas lereng untuk mencegah air masuk secara cepat kedalam tanah. Pembuatan bangunan penahan, jangkar dan pilling. 2.6 PEMAHAMAN KEBENCANAAN Bencana Banjir Ada dua pengertian mengenai banjir: a. Aliran air sungai yang tingginya melebihi muka air normal sehingga melimpas dari palung sungai menyebabkan adanya genangan pada lahan rendah disisi sungai. Aliran air limpasan tersebut yang semakin meninggi, mengalir dan melimpasi muka tanah biasanya tidak dilewati aliran air. b. Gelombang banjir berjalan ke arah hilir sistem sungai yang berinteraksi dengan kenaikan muka air di muara akibat badai Bencana Gempa Bumi Tipikal kerusakan non-engineered buildings akibat gempa, yang menjadi pemicu keruntuhan dan lazimnya mengakibatkan korban jiwa karena tertimpa reruntuhan bangunan, umumnya dapat dikategorikan menjadi sebagai berikut: a. Atap cenderung tercabut/terlepas dari perletakannya dan terpental, b. Dinding-dinding cenderung terkoyak, terpisah dari elemen lainnya, retak diagonal dan roboh, c. Kerusakan akibat terjadinya puntiran pada bangunan yang berdenah tidak simetris, 9

10 d. Kerusakan pada sudut-sudut bukaan pada dinding akibat konsentrasi tegangan, e. Benturan antar bangunan-bangunan yang berdekatan, f. Kerusakan akibat perubahan menyolok pada kekakuan atau massa elemen struktur, g. Sambungan yang lemah antara dinding dengan dinding, dinding dengan atap dan dinding dengan fondasinya, h. Lenturan kolom yang berlebihan, i. Kerusakan elemen-elemen struktur yang relatif kaku namun tidak cukup kuat dan sistem sambungan antar elemen struktur yang tidak mencukupi, j. Mutu pengerjaan yang kurang baik dan material yang kurang memenuhi syarat, k. Dinding-dinding tinggi yang tidak diberi bingkai secukupnya Bencana Tsunami Tsunami berasal dari bahasa Jepang yaitu tsu = pelabuhan dan nami = gelombang. Jadi tsunami berarti pasang laut besar di pelabuhan. Dalam ilmu kebumian terminologi ini dikenal dan baku secara umum. Secara singkat tsunami dapat dideskripsikan sebagai gelombang laut dengan periode panjang yang ditimbulkan oleh suatu gangguan impulsif yang terjadi pada medium laut, seperti gempa bumi, erupsi vulkanik atau longsoran (land-slide). Gangguan impulsif pembangkit tsunami biasanya berasal dari tiga sumber utama, yaitu: Gempa di dasar laut, Letusan gunung api di dasar laut, dan Longsoran yang terjadi di dasar laut Bencana Gunung Berapi 1. Bahaya Utama Letusan Gunung Api (Primer) Awan Panas (neuu ardante), merupakan campuran material letusan antara gas dan bebatuan (segala ukuran) terdorong ke bawah lereng akibat densitas yang tinggi dan merupakan adonan yang jenuh menggulung secara turbulensi bagaikan gunung awan yang menyusuri lereng. Selain suhunya sangat tinggi, antara º Celcius, kecepatan lumpurnya pun sangat tinggi, > 70 km/jam (tergantung kemiringan lereng). Lontaran Material (berupa bom, lapili, debu pijar), terjadi ketika letusan berlangsung. Jauh lontarannya sangat tergantung dari besarnya energi letusan, bisa mencapai ratusan meter jauhnya. Selain suhunya tinggi (>200ºC), ukuran materialnya pun besar dengan diameter > 10 cm sehingga mampu membakar sekaligus melukai, bahkan mematikan mahluk hidup. Lazim juga disebut sebagai bom vulkanik Hujan Abu lebat, terjadi ketika letusan gunung api sedang berlangsung. Material yang berukuran halus (abu dan pasir halus) yang diterbangkan angin dan jatuh sebagai hujan abu dan arahnya tergantung dari arah angin. Karena ukurannya yang halus, material ini akan sangat berbahaya bagi pernafasan, mata, mencemari air tanah, merusak tumbuh-tumbuhan 10

11 dan mengandung unsur-unsur kimia yang bersifat asam sehingga mampu mengakibatkan korosi terhadap seng dan mesin pesawat. Lava, merupakan magma yang mencapai permukaan, sifatnya cair/liquid(cairan kental dan bersuhu tinggi, antara ºC. Karena cair, maka lava umumnya mengalir mengikuti lereng dan membakar apa saja yang dilaluinya. Bila lava sudah dingin, maka wujudnya menjadi batu (batuan beku) dan daerah yang dilaluinya akan menjadi ladang batuan beku. Gas Racun, muncul tidak selalu didahului oleh letusan gunung api sebab gas ini dapat keluar melalui rongga-rongga ataupun rekahan-rekahan yang terdapat di daerah gunung api. Gas utama yang biasanya muncul adalah CO2, H2S, HCl, SO2, dan CO. Yang sering menyebabkan kematian adalah gas CO2. Beberapa gunung api yang memiliki karakteristik letusan gas beracun adalah Gunung Api Tangkuban Perahu, Gunung Api Dieng, Gunung Ciremai, dan Gunung Api Papandayan. Tsunami, umumnya dapat terjadi pada gunung api pulau, dimana saat letusan terjadi material-material akan memberikan energi yang besar untuk mendorong air laut ke arah pantai sehingga terjadi gelombang tsunami. Makin besar volume material letusan makin besar gelombang yang terangkat ke darat. Sebagai contoh kasus adalah letusan Gunung Krakatau tahun Bahaya Ikutan Letusan Gunung Api (Sekunder) Bahaya ikutan letusan gunung api adalah bahaya yang terjadi setelah proses peletusan berlangsung. Bila suatu gunung api meletus akan terjadi penumpukan material dalam berbagai ukuran di puncak dan lereng bagian atas. Pada saat musim hujan tiba, sebagian material tersebut akan terbawa oleh air hujan dan tercipta adonan lumpur turun ke lembah sebagai banjir bebatuan, banjir tersebut disebut lahar. 2.7 PENGELOLAAN RESIKO BENCANA Seputar Bencana Bencana 1 (disaster) merupakan fenomena yang terjadi karena komponenkomponen pemicu 2 (trigger), ancaman 3 (hazard), dan kerentanan 4 (vulnerability bekerja bersama secara sistematis, sehingga menyebabkan terjadinya resiko 5 (risk) pada komunitas. Ancaman, pemicu dan kerentanan, masing-masing tidak hanya bersifat tunggal, tetapi dapat hadir secara jamak, baik seri maupun paralel, sehingga disebut bencana kompleks. Aktifitas komunitas maupun unit sosial di atasnya yang memunculkan permasalahan lingkungan akan menjadi ancaman bagi pihak lain apabila aset-aset penghidupannya dan akses penghidupannya terganggu. Bencana dalam kenyataan keseharian menyebabkan Berubahnya pola-pola kehidupan dari kondisi normal, Merugikan harta / benda / jiwa manusia, Merusak struktur sosial komunitas, serta 11

12 Memunculkan lonjakan kebutuhan pribadi / komunitas Seputar Partisipasi Komunitas Bencana Partisipasi komunitas dilakukan mulai dari tahapan kegiatan pembuatan konsep, konstruksi, operasional-pemeliharaan, serta evaluasi dan pengawasan. Tingkat partisipasi komunitas dalam kegiatan penanggulangan bencanaterdiri dari 7 (tujuh) tingkatan yang didasarkan pada mekanisme interaksinya, yaitu: (1) penolakan; (2) berbagi informasi; (3) konsultasi tanpa komentar; (4) konsensus dan pengambilan kesepakatan bersama; (5) kolaborasi; (6) berbagi penguatan dan resiko; dan (7) pemberdayaan dan kemitraan. Lebih lanjut tingkat partisipasi ini dapat diperkuat dari kecenderungan partisipasi yang bermakna untuk komunitas, menjadi bersama komunitas, dan akhirnya oleh komunitas Seputar Proses Penanggulangan Resiko Bencana Berdasarkan pengalaman bekerja bersama komunitas, terdapat kecenderungan dalam proses penanggulangan resiko bencana berbasis komunitas ini. Walaupun tidak secara linier dan berurutan, beberapa tahapan tersebut di bawah ini dapat digunakan sebagai acuan, yaitu: (1) analisis situasi dan kondisi, (2) memobilisasi untuk memahami konteks, (3) pengkajian resiko, (4) perencanaan program dan memformulasikan rencana, (5) pelaksanaan dan pemantauan program, (6) penilaian dan umpan balik, (7) penyebarluasan dan pengintegrasian, serta (8) pelembagaan dan konsultatif Seputar Pemicu Partisipasi Partisipasi masyarakat dalam pengkajian resiko atau dalam berbagai tindakan peredaman resiko tidak dapat terjadi dengan sendirinya.berkenaan dengan hal tersebut maka banyak alat-alat Participatory Rural Appraisalyang digunakan sebagai pemicu (tepatnya pemancing) partisipasi. Peta dan transek menjadi alat yang paling familiar digunakan. Peta merupakan proyeksi dimensi mendatar / horisontal yang mengekpresikan kondisi permukaan bumi. Sesuai temanya, pemetaan bertujuan (1) untuk mengidentifikasi wilayah yang beresiko terhadap ancaman-ancaman tertentu dan anggota komunitas yang rentan, (2) untuk mengidentifikasi sumber daya yang tersedia yang dapat digunakan oleh anggota komunitas dalam pengelolaan resiko bencana, (3) melihat potensi resiko bencana pada aset penghidupan komunitas dan dampak pengurangan resiko yang terjadi akibat berbagai skenario penanganan. 2.8 KONSEPSI MITIGASI BENCANA ALAM Konsep penanggulangan bencana mengalami pergeseran paradigma dari konvensional menuju ke holistik. Pandangan konvensional menganggap bencana itu suatu peristiwa atau kejadian yang tak terelakkan dan korban harus segera mendapatkan pertolongan, sehingga fokus dari penanggulangan bencana lebih bersifat bantuan (relief) dan kedaruratan (emergency). Oleh karena itu pandangan semacam ini disebut dengan paradigma Relief atau Bantuan Darurat yang berorientasi kepada pemenuhan kebutuhan darurat berupa: pangan, penampungan darurat, kesehatan dan pengatasan krisis. Tujuan penanggulangan bencana berdasarkan pandangan ini adalah menekan tingkat kerugian, kerusakan dan cepat memulihkan keadaan. 12

13 Pemerintah bertugas mempersiapkan sarana, prasarana dan sumber daya yang memadai untuk pelaksanaan kegiatan pengurangan resiko bencana. Bencana alam tidak dapat dihilangkan karena ukuran dan kekuatannya sangat besar. Tsunami, banjir, gempa bumi, letusan gunung api dan gerakan tanah/longsor tidak dapat dihentikan oleh manusia. Secara struktural maksudnya dengan melakukan upaya teknis, baik secara alami maupun buatan, yang dapat mencegah atau memperkecil kemungkinan timbulnya bencana dan dampaknya. Sedangkan mitigasi secara non struktural adalah upaya non teknis yang menyangkut penyesuaian dan pengaturan tentang kegiatan manusia agar sejalan dan sesuai dengan upaya mitigasi struktural maupun upaya lainnya. 2.9 ISTILAH ISTILAH MITIGASI BENCANA Bencana (Disaster) Berdasarkan United Nations~International Strategy for Disaster Reduction (UN - ISDR), bahaya ini dibedakan menjadi lima kelompok, yaitu: Bahaya beraspek geologi, antara lain Gempa bumi, Tsunami, gunung api, gerakan tanah (mass movement) sering dikenal sebagai tanah longsor. Bahaya beraspek hidrometeorologi, antara lain: banjir, kekeringan, angin topan, gelombang pasang. Bahaya beraspek biologi, antara lain: wabah penyakit, hama dan penyakit tanaman dan hewan/ternak. Bahaya beraspek teknologi, antara lain: kecelakaan transportasi, kecelakaan industri, kegagalan teknologi. Bahaya beraspek lingkungan, antara lain: kebakaran hutan, kerusakan lingkungan, pencemaran limbah Kerentanan (Vulnerability) Kerentanan (vulnerability) merupakan suatu kondisi dari suatu komunitas atau masyarakat yang mengarah atau menyebabkan ketidakmampuan dalam menghadapi ancaman bahaya. Tingkat kerentanan adalah suatu hal penting untuk diketahui sebagai salah satu faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya bencana, karena bencana baru akan terjadi bila bahaya terjadi pada kondisi yang rentan, seperti yang dikemukakan Awotona (1997:1~2):... Natural disasters are the interaction between natural hazards and vulnerable condition. Tingkat kerentanan dapat ditinjau dari kerentanan fisik (infrastruktur), sosial kependudukan, dan ekonomi Istilah Istilah Lainnya Selain istilah istilah yang telah disebutkan sebelumnya, terdapat beberapa istilah di dalam konsep penanganan bencana alam, istilah istilah tersebut diantaranya adalah: 1. Penanggulangan bencana (disaster management) adalah serangkaian upaya yang meliputi penetapan kebijakan pembangunan yang beresiko timbulnya bencana, kegiatan pencegahan bencana, tanggap darurat, dan rehabilitasi. 2. Bahaya (hazard) adalah suatu keadaan alam yang menimbulkan potensi terjadinya bencana. 13

14 3. Kerentanan (vulnerability) adalah suatu keadaan yang ditimbulkan oleh kegiatan manusia (hasil dari proses~proses fisik, sosial, ekonomi, dan lingkungan) yang mengakibatkan peningkatan kerawanan masyarakat terhadap bahaya. 4. Kemampuan (capacity) adalah penguasaan sumber daya, cara, dan kekuatan yang dimiliki masyarakat, yang memungkinkan mereka untuk mempertahankan dan mempersiapkan diri mencegah, menanggulangi, meredam, serta dengan cepat memulihkan diri dari akibat bencana. 5. Resiko (risk) adalah potensi kerugian yang ditimbulkan akibat bencana pada suatu wilayah dan kurun waktu tertentu yang dapat berupa kematian, luka, sakit, jiwa terancam, hilangnya rasa aman, mengungsi, kerusakan atau kehilangan harta, dan gangguan kegiatan masyarakat. 6. Pencegahan (prevention) adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengurangi atau menghilangkan resiko bencana, baik melalui pengurangan ancaman bencana maupun kerentanan pihak yang terancam bencana. 7. Mitigasi (mitigation) adalah serangkaian upaya untuk mengurangi resiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana. 8. Kesiapsiagaan (preparedness) adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian serta melalui langkah yang tepat guna dan berdaya guna. 9. Peringatan Dini (early warning) adalah serangkaian kegiatan pemberian peringatan sesegera mungkin kepada masyarakat tentang kemungkinan terjadinya bencana pada suatu tempat oleh lembaga yang berwenang. 10. Pemberdayaan Masyarakat (community empowerment) adalah program atau kegiatan yang dilakukan untuk meningkatkan kemampuan masyarakat agar dapat melaksanakan penanggulangan bencana baik pada sebelum, saat maupun sesudah bencana Karakteristik Bencana Alam Salah satu faktor yang memperburuk bencana di Indonesia adalah kurangnya pemahaman terhadap karakteristik ancaman bencana. Pemahaman tentang ancaman bencana meliputi pengetahuan secara menyeluruh tentang hal-hal sebagai berikut: a.bagaimana ancaman bahaya timbul. b.tingkat kemungkinan terjadinya bencana serta seberapa besar skalanya c.mekanisme perusakan secara fisik. d.sektor dan kegiatan kegiatan apa saja yang akan sangat terpengaruh atas kejadian bencana. e.dampak dari kerusakan Bencana Longsor Longsoran merupakan salah satu jenis gerakan massa tanah atau batuan, ataupun percampuran keduanya, menuruni atau keluar lereng akibat dari terganggunya kestabilan tanah atau batuan penyusun lereng tersebut. Ada 6 jenis tanah longsor, yakni: Longsoran translasi Longsoran rotasi 14

15 Pergerakan blok Runtuhan batu Rayapan tanah Dan aliran bahan rombakan 2.10 TIPOLOGI KEBENCANAAN Manajemen Bencana Secara garis besar terdapat empat fase manajemen bencana, yaitu: 1) Fase Mitigasi: upaya memperkecil dampak negatif bencana. Contoh: zonasi dan pengaturan bangunan (building codes), analisis kerentanan; pembelajaran publik. 2) Fase Preparadness: merencanakan bagaimana menanggapi bencana. Contoh: merencanakan kesiagaan; latihan keadaan darurat, sistem peringatan. 3) Fase Respon: upaya memperkecil kerusakan yang disebabkan oleh bencana. Contoh: pencarian dan pertolongan; tindakan darurat. 4) Fase Recovery: mengembalikan masyarakat ke kondisi normal. Contoh: perumahan sementara, bantuan keuangan; perawatan kesehatan Mitigasi Bencana Aktivitas mitigasi bencana sesungguhnya adalah upaya untuk mengeliminasi atau mengurangi kemungkinan terjadinya bencana, atau mengurangi efek dari bencana yang tidak dapat dicegah kejadiannya. Selanjutnya disebutkan bahwa efektifitas tindakan mitigasi bencana tergantung pada ketersediaan informasi tentang bencana, resiko keadaan darurat (emergency risks), dan tindakan tanggapan (counter measures) yang diambil. Agar tindakan mitigasi bencana dapat efektif, berbagai hal yang perlu diketahui dari suatu jenis bencana geologi adalah: 1. Pencetus Utama, adalah proses, kondisi atau kejadian yang menyebabkan terjadinya suatu bencana. Faktor pencetus atau penyebab terjadinya bencana berbeda antara satu jenis bencana geologi dengan jenis bencana geologi lainnya. Faktor ini penting diketahui karena memberikan gambaran tentang berbagai karakter lainnya dari suatu jenis bencana geologi terkait, seperti karakter kedatangan atau kejadian bencana, prediktabilitas kejadian bencana, durasi berlangsungnya bencana, dan luas areal yang terkena bencana. 2. Sifat Kedatangan atau Kejadian, yaitu kondisi waktu yang berkaitan dengan munculnya suatu bencana, seperti cepat dan tiba-tiba, atau perlahan-lahan; terus menerus, periodik atau tidak menentu; musiman atau tidak terkait dengan waktu tertentu. Berbagai sifat atau karakter kedatangan atau kejadian bencana ini berkaitan erat dengan karakter faktor pencetus atau agen yang bekerja (working agents). Misalnya, erosi pantai yang disebabkan oleh gelombang laut sifat kedatangan atau kejadiannya berbeda dengan tsunami, karena meskipun sama-sama gelombang laut tetapi karakternya berbeda. Erosi pantai datang atau terjadi perlahan-lahan, sedang tsunami datang cepat dan tiba-tiba. 15

16 3. Prediktabilitas, yaitu bisa atau tidaknya suatu kejadian bencana diperkirakan kedatangan atau kejadiannya. Hal ini sangat penting karena menentukan keselamatan jiwa dan harta benda. Apabila kedatang atau kejadian suatu bencana dapat diprediksi atau diperkirakan, maka kita dapat menghindar dari bencana itu. Prediktabilitas suatu bencana ini berkaitan erat dengan karakter faktor-faktor pencetus atau agen-agen yang bekerja. Sebagai contoh, kalau erosi pantai terjadi karena gelombang laut, sedang gelombang laut kejadiannya berkaitan dengan tiupan angin dan terjadinya tiupan angin berkaitan dengan musim tertentu, maka kita dapat memperkirakan waktu dan lokasi terjadinya erosi pantai. Apabila kita telah mengetahui daerah-daerah yang akan tererosi, tentu kita dapat menghindari tempat-tempat itu sebagai pemukiman atau aktifitas lainnya yang permanen, atau menentukan langkah antisipasi bila telah terlanjut berada di daerah tersebut. 4. Durasi, yaitu lamanya berlangsung suatu peristiwa bencana. Durasi dapat berlangsung dalam hitungan menit, jam, hari, bulan atau tahun. Contohnya, tsunami berlangsung hanya beberapa menit, banjir pasang-surut berlangsung dalam beberapa jam, erosi pantai berlangsung terus menerus sepanjang waktu atau tahunan. Faktor durasi ini ditentukan oleh faktor pencetus bencana dan karakter agen yang bekerja. 5. Areal Terganggu, yaitu luas areal yang akan terkena bencana bila bencana itu benar-benar terjadi. Faktor ini menentukan besarnya kerugian material yang mungkin ditimbulkan oleh suatu bencana. Makin luas areal yang terganggu maka makin banyak pula harta benda yang mungkin rusak. Dengan mengetahui luas areal yang mungkin terganggu atau terkena bencana, maka kita dapat menentukan batas kawasan atau daerah aman yang tidak terjangkau bencana. Faktor ini ditentukan oleh karakter agen atau proses yang bekerja dan kondisi fisik daerah pesisir. 16

17 BAB 3 TINJAUAN KEBIJAKAN KABUPATEN ACEH SELATAN 3.1 RENCANA STRUKTUR RUANG Rencana Sistem Perkotaan a. PKL Tapaktuan sebagai pusat pelayanan skala kabupaten; b. PKLp Labuhanhaji sebagai pusat pelayanan beberapa kecamatan meliputi: Kecamatan Labuhan Haji Barat; dan Kecamatan Labuhan Haji Timur. c. PKLp Kluet Utara sebagai pusat pelayanan wilayah Tengah koridor Jalan Arteri Primer meliputi: Kecamatan Kluet Tengah; Kecamatan Pasie Raja; Kecamatan Kluet Timur; dan Kecamatan Kluet Selatan d. PKLp Bakongan sebagai pusat pelayanan wilayah selatan koridor Jalan Arteri Primer meliputi: Kecamatan Bakongan Timur; Kecamatan Kota Bahagia; Kecamatan Trumon; Kecamatan Trumon Tengah; dan Kecamatan Trumon Timur. e. PPK sebagai pusat pelayanan kecamatanmeliputi: Kecamatan Samadua; Kecamatan Labuhan Haji Barat; Kecamatan Labuhan Haji Timur; Kecamatan Kluet Tengah; Kecamatan Kluet Selatan; Kecamatan Kluet Timur; Kecamatan Pasieraja; Kecamatan Bakongan Timur; Kecamatan Kota Bahagia; Kecamatan Trumon; Kecamatan Trumon Tengah; Kecamatan Trumon Timur; Kecamatan Meukek; dan Kecamatan Samadua Rencana Sistem Perdesaan: a. Kecamatan Trumon dengan pusat kemukiman: Pusat Kemukiman Kedai Trumon; Pusat Kemukiman Kuta Tuha; dan Pusat Kemukiman Buloh Seuma. b. Kecamatan Trumon Tengahdengan pusat kemukiman Ladang Rimba; 17

18 c. Kecamatan Trumon Timurdengan pusat kemukiman Krueng Luas; d. Kecamatan Bakongan dengan pusat kemukiman: Pusat Kemukiman Kedai Bakongan; dan Pusat Kemukiman Ujung Padang. e. Kecamatan Kota Bahagiadengan pusat kemukiman: Pusat kemukiman Beutong; dan Pusat KemukimanUjung Tanah. f. Kecamatan Bakongan Timur dengan pusat kemukiman Seubadeh; g. Kecamatan Kluet Selatandengan pusat kemukiman: Pusat kemukiman Jaya; Pusat Kemukiman Kandang; dan Pusat Kemukiman Utama. h. Kecamatan Kluet Timur dengan pusat kemukiman: Pusat kemukiman Perdamaian; dan Pusat Kemukiman Makmur. Kecamatan Kluet Utaradengan pusat kemukiman: Pusat kemukiman Asahan; Pusat Kemukiman Sejahtera; dan Pusat Kemukiman Kuala Ba U. i. Kecamatan Pasierajadengan pusat kemukiman: Pusat kemukiman Terbangan; dan Pusat KemukimanRasian. j. Kecamatan Kluet Tengahdengan pusat Kemukiman Manggamat; k. Kecamatan Tapaktuandengan pusat kemukiman: Pusat kemukiman Hilir; dan Pusat Kemukiman Hulu. l. Kecamatan Samaduadengan pusat kemukiman: Pusat kemukiman Panton Luas; Pusat Kemukiman Sedar; Pusat Kemukiman Suak; dan Pusat Kemukiman Kasik Putih. m. Kecamatan Sawangdengan pusat kemukiman: Pusat Kemukiman Alue Paku; Pusat Kemukiman Sikula; dan Pusat Kemukiman Lhok Pawoh. n. Kecamatan Meukekdengan pusat kemukiman: Pusat kemukiman Ateuh; Pusat kemukiman Bahagia; Pusat Kemukiman Teungoh; dan 18

19 Pusat Kemukiman Ujung. o. Kecamatan Labuhan Hajidengan pusat kemukiman: Pusat kemukiman Padang Bakau; Pusat Kemukiman Pawoh Apha; dan Pusat Kemukiman Pisang Baro di. p. Kecamatan Labuhan Haji Timurdengan pusat kemumikan: Pusat Kemukiman Peulumat; dan Pusat Kemukiman Keumumu. q. Kecamatan Labuhan Haji Barat dengan pusat kemukiman: Pusat kemukiman Blang Keujeren; Pusat Kemukiman Blang Baru; dan Pusat Kemukiman Pisang Baro; 3.2 RENCANA SISTEM JARINGAN PRASARANA WILAYAH KABUPATEN Rencana Sistem Prasarana Utama Jaringan Transportasi Darat Berdasarkan kategori fungsi jalan tersebut di atas, maka dapat ditentukan fungsi jalan wilayah perencanaan sebagai berikut. Jalan Kolektor Primer, yaitu jaringan jalan yang menghubungkan Jeuram (Kabupaten Nagan Raya/PKL) Tapaktuan (PKL) wilayah PKL Singkil hingga ke sebagian wilayah Provinsi Sumatera Utara. Jalan Kolektor Sekunder, yaitu jaringan jalan yang menghubungkan antar pusat-pusat kecamatan. Untuk saat sekarang (eksisting) jalan kolektor sekunder ini belum terbentuk karena keterbatasan ruang/peruntukan dengan kawasan lindung. Untuk hubungan antar pusat pelayanan kawasan yang sebagian besar masih memanfaatkan jalur jalan utama (kolektor primer) tersebut. Hal ini sesuai dengan pola ruang permukiman bersifat linier dengan jalur jalan utama yang ada mengikuti jalur pantai Barat Selatan. Jalan Lokal, yaitu jaringan jalan yang menghubungkan pusat - pusat kemukiman dengan pusat-pusat desa atau kelurahan Rencana Jaringan Transportasi Sungai, Danau dan Penyebrangan Jaringan transportasi sungai, danau, dan penyeberangan meliputi: a. optimalisasi pelabuhan penyeberangan Labuhan Haji berada di Kecamatan Labuhan Haji; dan b. Optimalisasi Pelabuhan Barang Tapaktuan berada di Kecamatan Tapaktuan; c. pelabuhan penyeberangan sebagaimana dimaksud pada ayat (9) huruf a untuk tujuan lintas penyeberangan Sungai Krueng Kluet dengan rute Kota Fajar Sarah Baru 19

20 Jaringan Transportasi Perkeretaapian Pengembangan sarana kereta api meliputi:pembangunan stasiun kereta api berada di Kecamatan Tapaktuan. Peningkatan pelayanan kereta api meliputi: a. peningkatan akses terhadap layanan kereta api; dan b. jaminan keselamatan dan kenyamanan penumpang Jaringan Transportasi Laut Ditinjau dari segi geografis wilayah Kabupaten Aceh Selatan memiliki wilayah laut yang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan aksesibilitas serta membuka peluang keterkaitan ekonomi dengan wilayah lain. Kemungkinan menyediakan pelabuhan di Kabupaten Aceh Selatan perlu melihat penataan pelabuhan dalam satu kesatuan tatanan pelabuhan nasional guna mewujudkan penyelenggaraan pelabuhan yang handal, yang berkemampuan tinggi, menjamin efisiensi nasional dan mempunyai daya saing global dalam rangka menunjang pembangunan nasional dan daerah JaringanTransportasi Udara Bandar Udara yang terdapat di wilayah Kabupaten Aceh Selatan yaitu pelabuhan udara Cut T Ali yang mempunyai klasifikasi kelas II (bandara perintis) yang beralokasi di daerah Terbangan Kecamatan Pasie Raja. Landasan Pacu (run way) bandara tersebut sepanjang meter dengan lebar 30 meter. Taxiway untuk landasan keluar masuk (parkir) selebar 50 meter yang diperuntukan jenis pesawat CN-235 (produksi Indonesia). 3.3 RENCANA POLA RUANG KAWASAN LINDUNG Kawasan Perlindungan Setempat Di Kabupaten Aceh Selatan yang termasuk dalam kawasan perlindungan setempat adalah sebagai berikut. Sempadan pantai seluas kurang lebih (tujuh ribu lima ratus) hektar berupa daratan sepanjang tepian yang lebarnya proporsional dengan bentuk dan kondisi fisik pantai. Ditetapkan sepanjang tepian pantai yang lebarnya proporsional dengan bentuk dan kondisi pantai, yaitu minimal 75 m dari titik/garis pasang air laut tertinggi ke arah daratan. Sempadan sungai seluas kurang lebih (empat ribu dua puluh lima) hektar. Diarahkan pada DAS (daerah aliran sungai) dan Sub DAS. Untuk DAS lebar sempadan yang ditetapkan adalah m pada bagian kanan dan kiri sungai. Yang tergolong ke dalam sistem DAS di wilayah Kabupaten Aceh Selatan adalah Sungai (Krueng) Kluet, Krueng Baro, dan Krueng Trumon, sedangkan untuk Sub DAS, lebar yang ditetapkan adalah m pada bagian kanan-kiri sungai-sungai yang bermuara ke sungai-sungai besar tersebut di atas. Untuk sempadan sungai yang berada di kawasan permukiman berupa jalan inspeksi ditetapkan Kawasan sekitar danau,embung dan mata air seluas kurang lebih 64 (enam puluh empat ) hektar. Ditetapkan sekurang-kurangnya radius m dari sumber mata air tersebut harus di konservasikan. Prioritas sumber mata air 20

21 yang perlu dikonservasi adalah mata air yang mengalir sepanjang tahun. Di wilayah Kabupaten Aceh Selatan, sumber mata air tersebar ke setiap kecamatan, dengan rata-rata 2 titik mata air setiap kecamatan Kawasan Suaka Alam, Pelestarian Alam dan Cagar Budaya Berdasarkan Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang mengklasifikasikan Kawasan Suaka Alam dan Cagar Budaya terdiri dari: kawasan suaka alam, kawasan suaka alam laut dan perairan lainnya, kawasan pantai berhutan bakau, taman nasional, taman hutan raya, taman wisata alam, cagar alam, suaka margasatwa, serta kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan. Selanjutnya dengan mengacu pada Rencana Tata Ruang Provinsi NAD disebutkan bahwa ada beberapa kawasan di wilayah Kabupaten Aceh Selatan yang termasuk kawasan suaka alam dan cagar budaya dan dengan persetujuan Pemerintah Daerah Kabupaten Aceh Selatan kawasan-kawasan tersebut. 21

22 No. Jenis Lindung 1. Memberikan Perlindungan pada kawasan bawahannya. Tabel 1 Rencana Pengembangan Kawasan Lindung Sub Jenis Luas (Ha) Lokasi Pengembangan Rekomendasi Hutan ,0 Puncak dan Lindung (KEL dan TNGL) 0 (67,55 %) lereng Gunung Leuser dan bagian Bukit Barisan yang membentang bagian Tengah Provinsi NAD dan Sumatera Utara. Resapan Air ,97 Bagian Timur Kec. Labuhanha ji, Labuhanha ji Timur, dan Labuhanha ji Barat. Bagian Timur Kec. Meukek mulai dari kawasan Jambo Papeun ke arah Timur. Bagian Timur Kec. Sawang, Pasie Raja, Tapaktuan, Kluet Selatan, Bakongan Bergambut (gambut dapat dan Kec. Trumon dari Krueng Blang Dalam. Kurang lebih 78,35 % dari Kec. Trumon Timur dan Trumon merupakan lahan basah ,36 Kec. Trumon dan Trumon Timur dengan Pelestarian Mempertahankan kawasan lindung yang masih asli sesuai dengan ketentuan KEL. Pengembalian fungsi lindung. Penegasan batas kegiatan budidaya yang telah ada di sekitar kawasan lindung. Perencanaan dan mempertimbangkan terhadap kawasan penyangga, pemindahan kegiatan budidaya yang menggangu fungsi lindung, penghutanan kembali kawasan lindung yang telah terkonversi dengan kegiatan ekonomi masyarakat setempat. Pengendalian Kawasan suaka alam dilarang dilakukan kegiatan budidaya, kecuali kegiatan yang menunjang fungsinya. Kegiatan budidaya yang ada di kawasan lindung harus dilakukan andal. Wajib dilakukan pengendalian pemanfaatan ruang di kawasan lindung oleh Pemda/Instansi terkait. Pemanfaatan 1. Bagi kawasan lindung yang telah ada kegiatan pemukiman Penegasan batas perkembangan kegiatan di kawasan lindung. Secara bertahap dibebaskan dari kegiatan penduduk. Pemindahan penduduk tidak mengurangi kesejahteraan penduduk. Permukiman kembali 22

23 No. Jenis Lindung 2. Memberikan perlindungan setempat Sub Jenis Luas (Ha) Lokasi Pengembangan Rekomendasi dibudidayaka n dengan teknologi/ rekayasa sederhana) Sempadan pesisir pantai Selatan, sungai, danau dan sekitar mata air 7.500, , ,70 64,00 bentuk/ karakteristik gambut yang kedalamanny a bervariasi 0.80 m 2 m, terutama ke arah Timur mendekati perbatasan Kabupaten Aceh Tenggara dan Singkil mempunyai kedalaman kurang dari 0.65 m. Sepanjang pesisir pantai Selatan NAD ± 150 Km dan 13 wilayah kecamatan Kabupaten Aceh Selatan. Sungai besar di DAS Kr. Baro, Kr. Meukek, Kr. Kluet, Kr. Bakongan dan Kr. Trumon. Sungai di kawasan permukima n, berupa jalan inspeksi m, kiri kanan Kr. Baro, Kr. Rasian, Kr. Suak Panjang, Kr. Air Aro dan Kr. Meukek. Mata air dengan radius 200 m dari sumber air transmigrasi di Trumon yang ditinggalkan akibat konflik 2. Pemanfaatan kawasan lindung untuk budidaya terbatas. a. Kawasan lindung memberikan perlindungan untuk kawasan di bawahnya. Dapat dimanfaatkan untuk tanaman tahunan/perkebun an yang dikembangkan di luar hutan lindung. Dapat dimanfaatkan untuk tanaman hutan produksi yang dikembangkan di luar hutan lindung. Dapat dimanfaatkan untuk pertambangan di luar kawasan hutan lindung, sesuai dengan pertimbangan kepentingan ekonomi dan kesejahteraan rakyat (memakai studi Amdal). b. Kawasan perlindungan setempat Dapat dimanfaatkan untuk tanaman tahunan perkebunan yang dikembangkan di luar hutan lindung. Dapat dimanfaatkan untuk tanaman hutan produksi yang dikembangkan di luar hutan 23

24 No. Jenis Lindung 3. Kawasan Rawan Bencana Alam 4. Kawasan Suaka Alam 5. Kawasan Pelestarian Alam Sub Jenis Luas (Ha) Lokasi Pengembangan Rekomendasi Rawan gempa Rawan banjir Rawan kekeringa n Rawan longsor Cagar Alam di Rawa Trumon Taman Wisata Alam hampir di seluruh kecamatan ,00 ± 7 kecamatan, 80,25 muali dari Labuhanhaji 102,72 wilayah Utara 25,17 hingga ke Kluet ke arah Timur Hulu Pisang- Pasar Lama, Kuta Palak Kec. Labuhanhaji. Kawasan Kel. Hulu dan Hilir, Ujung Mangki dan Bakongan. ± 2 wilayah kecamatan yaitu Kec. Samadua dan Sawang. Kec. Samadua, Tapaktuan, dan Pasie Raja ,00 Kec. Trumon (13,10 %) dan Trumon Timur ke arah Timur Selatan dan beberapa jenis habitat satwa langka. 13,55 Tapaktuan dan Labuhanhaji pada kawasan permukiman utama. lindung. Dapat dimanfaatkan untuk pertambangan di luar kawasan hutan lindung. c. Kawasan Suaka Dapat dimanfaatkan untuk objek wisata bersyarat. d. Kawasan rawan Dapat dimanfaatkan untuk tanaman tahunan/perkebun an bersyarat. Dapat dimanfaatkan untuk hutan produksi bersyarat. Dapat dimanfaatkan untuk objek wisata bersyarat. Sumber: Olahan Fakta dan Analisi, Hitungan Digitasi Pada Peta Bakostranal Lembar Aceh Selatan Tahun

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1046, 2014 KEMENPERA. Bencana Alam. Mitigasi. Perumahan. Pemukiman. Pedoman. PERATURAN MENTERI PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN

Lebih terperinci

KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI. dengan fasilitas dan infrastruktur perkotaan yang sesuai dengan kegiatan ekonomi yang dilayaninya;

KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI. dengan fasilitas dan infrastruktur perkotaan yang sesuai dengan kegiatan ekonomi yang dilayaninya; Lampiran III : Peraturan Daerah Kabupaten Bulukumba Nomor : 21 Tahun 2012 Tanggal : 20 Desember 2012 Tentang : RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BULUKUMBA TAHUN 2012 2032 KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Provinsi Lampung yang berada dibagian selatan Pulau Sumatera mempunyai alam

I. PENDAHULUAN. Provinsi Lampung yang berada dibagian selatan Pulau Sumatera mempunyai alam 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Provinsi Lampung yang berada dibagian selatan Pulau Sumatera mempunyai alam yang kompleks sehingga menjadikan Provinsi Lampung sebagai salah satu daerah berpotensi tinggi

Lebih terperinci

MITIGASI BENCANA BENCANA :

MITIGASI BENCANA BENCANA : MITIGASI BENCANA BENCANA : suatu gangguan serius terhadap keberfungsian suatu masyarakat sehingga menyebabkan kerugian yang meluas pada kehidupan manusia dari segi materi, ekonomi atau lingkungan dan yang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah negara kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

BAB 5 RTRW KABUPATEN

BAB 5 RTRW KABUPATEN BAB 5 RTRW KABUPATEN Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten terdiri dari: 1. Rencana Struktur dan Pola Pemanfaatan Ruang; 2. Rencana Pengelolaan Kawasan Lindung dan Budidaya; 3. Rencana Pengelolaan

Lebih terperinci

BAPPEDA Kabupaten Probolinggo 1.1 LATAR BELAKANG

BAPPEDA Kabupaten Probolinggo 1.1 LATAR BELAKANG 1.1 LATAR BELAKANG merupakan wilayah dengan karateristik geologi dan geografis yang cukup beragam mulai dari kawasan pantai hingga pegunungan/dataran tinggi. Adanya perbedaan karateristik ini menyebabkan

Lebih terperinci

Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung

Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung Oleh : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor : 32 TAHUN 1990 (32/1990) Tanggal : 25 JULI 1990 (JAKARTA) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

LAMPIRAN I CONTOH PETA RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH KABUPATEN L - 1

LAMPIRAN I CONTOH PETA RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH KABUPATEN L - 1 LAMPIRAN I CONTOH PETA RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH KABUPATEN L - 1 LAMPIRAN II CONTOH PETA RENCANA POLA RUANG WILAYAH KABUPATEN L - 2 LAMPIRAN III CONTOH PETA PENETAPAN KAWASAN STRATEGIS KABUPATEN L

Lebih terperinci

Definisi dan Jenis Bencana

Definisi dan Jenis Bencana Definisi dan Jenis Bencana Definisi Bencana Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana menyebutkan definisi bencana sebagai berikut: Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa

Lebih terperinci

Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang

Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang PENGANTAR MITIGASI BENCANA Definisi Bencana (1) Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa ruang wilayah negara kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. Pengertian Bencana Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, bencana mempunyai arti sesuatu yang menyebabkan atau menimbulkan kesusahan, kerugian atau penderitaan. Sedangkan bencana

Lebih terperinci

Bencana dan Pergeseran Paradigma Penanggulangan Bencana

Bencana dan Pergeseran Paradigma Penanggulangan Bencana Bencana dan Pergeseran Paradigma Penanggulangan Bencana Rahmawati Husein Wakil Ketua Lembaga Penanggulangan Bencana PP Muhammadiyah Workshop Fiqih Kebencanaan Majelis Tarjih & Tajdid PP Muhammadiyah, UMY,

Lebih terperinci

KETENTUAN TEKNIS MUATAN RENCANA DETAIL PEMBANGUNAN DPP, KSPP DAN KPPP

KETENTUAN TEKNIS MUATAN RENCANA DETAIL PEMBANGUNAN DPP, KSPP DAN KPPP LAMPIRAN II PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN PROVINSI

Lebih terperinci

REPUBLIK INDONESIA 47 TAHUN 1997 (47/1997) 30 DESEMBER 1997 (JAKARTA)

REPUBLIK INDONESIA 47 TAHUN 1997 (47/1997) 30 DESEMBER 1997 (JAKARTA) Menimbang : PP 47/1997, RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL Bentuk: PERATURAN PEMERINTAH (PP) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 47 TAHUN 1997 (47/1997) Tanggal: 30 DESEMBER 1997 (JAKARTA) Sumber:

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN

Lebih terperinci

MEMUTUSKAN: Menetapkan: PERATURAN PEMERINTAH TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL.

MEMUTUSKAN: Menetapkan: PERATURAN PEMERINTAH TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL. PP 47/1997, RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL... Bentuk: PERATURAN PEMERINTAH (PP) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 47 TAHUN 1997 (47/1997) Tanggal: 30 DESEMBER 1997 (JAKARTA) Sumber: LN 1997/96;

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN PACITAN

KATA PENGANTAR RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN PACITAN KATA PENGANTAR Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, mengamanatkan bahwa RTRW Kabupaten harus menyesuaikan dengan Undang-undang tersebut paling lambat 3 tahun setelah diberlakukan.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak pada pertemuan 3 (tiga) lempeng tektonik besar yaitu lempeng Indo-Australia, Eurasia dan Pasifik. Pada daerah pertemuan

Lebih terperinci

Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG

Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG Menggantikan UU No. 24 Tahun 1992 Tentang Penataan Ruang Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh faktor alam, faktor non alam, maupun faktor manusia yang

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh faktor alam, faktor non alam, maupun faktor manusia yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia memiliki kondisi geografis, geologis,hidrologis dan demografis yang memungkinkan terjadinya bencana, baik yang disebabkan

Lebih terperinci

BAB I LATAR BELAKANG. negara yang paling rawan bencana alam di dunia (United Nations International Stategy

BAB I LATAR BELAKANG. negara yang paling rawan bencana alam di dunia (United Nations International Stategy BAB I LATAR BELAKANG 1.1 Latar Belakang Negara Indonesia yang berada di salah satu belahan Asia ini ternyata merupakan negara yang paling rawan bencana alam di dunia (United Nations International Stategy

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang selain merupakan sumber alam yang penting artinya bagi

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. RTRW Kabupaten Bondowoso

KATA PENGANTAR. RTRW Kabupaten Bondowoso KATA PENGANTAR Sebagai upaya mewujudkan perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan ruang yang efektif, efisien dan sistematis guna menunjang pembangunan daerah dan mendorong perkembangan wilayah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari 30 gunung api aktif terdapat di Indonesia dengan lereng-lerengnya dipadati

BAB I PENDAHULUAN. dari 30 gunung api aktif terdapat di Indonesia dengan lereng-lerengnya dipadati BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Indonesia adalah negara yang kaya akan gunung api dan merupakan salah satu negara yang terpenting dalam menghadapi masalah gunung api. Tidak kurang dari 30

Lebih terperinci

MITIGASI BENCANA ALAM II. Tujuan Pembelajaran

MITIGASI BENCANA ALAM II. Tujuan Pembelajaran K-13 Kelas X Geografi MITIGASI BENCANA ALAM II Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan mempunyai kemampuan sebagai berikut. 1. Memahami banjir. 2. Memahami gelombang pasang.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia dengan keadaan geografis dan kondisi sosialnya berpotensi rawan

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia dengan keadaan geografis dan kondisi sosialnya berpotensi rawan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia dengan keadaan geografis dan kondisi sosialnya berpotensi rawan bencana, baik yang disebabkan kejadian alam seperi gempa bumi, tsunami, tanah longsor, letusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. banyak dipengaruhi oleh faktor geologi terutama dengan adanya aktivitas

BAB I PENDAHULUAN. banyak dipengaruhi oleh faktor geologi terutama dengan adanya aktivitas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara geografis Indonesia terletak di daerah katulistiwa dengan morfologi yang beragam dari daratan sampai pegunungan tinggi. Keragaman morfologi ini banyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. imbas dari kesalahan teknologi yang memicu respon dari masyarakat, komunitas,

BAB I PENDAHULUAN. imbas dari kesalahan teknologi yang memicu respon dari masyarakat, komunitas, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Parker (1992), bencana ialah sebuah kejadian yang tidak biasa terjadi disebabkan oleh alam maupun ulah manusia, termasuk pula di dalamnya merupakan imbas dari

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan salah satu Negara di dunia yang mempunyai

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan salah satu Negara di dunia yang mempunyai BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu Negara di dunia yang mempunyai karakteristik alam yang beragam. Indonesia memiliki karakteristik geografis sebagai Negara maritim,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kepadatan penduduk di Kabupaten Garut telah mencapai 2,4 juta jiwa

BAB I PENDAHULUAN. Kepadatan penduduk di Kabupaten Garut telah mencapai 2,4 juta jiwa 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kepadatan penduduk di Kabupaten Garut telah mencapai 2,4 juta jiwa pada tahun 2006 memberikan konsekuensi pada perlunya penyediaan perumahan yang layak huni

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. digaris khatulistiwa pada posisi silang antara dua benua dan dua samudra dengan

BAB I PENDAHULUAN. digaris khatulistiwa pada posisi silang antara dua benua dan dua samudra dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia memiliki wilayah yang luas dan terletak digaris khatulistiwa pada posisi silang antara dua benua dan dua samudra dengan kondisi alam

Lebih terperinci

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN BERBASIS MITIGASI BENCANA

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN BERBASIS MITIGASI BENCANA TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN PERTEMUAN 13 PERENCANAAN TATA RUANG BERBASIS MITIGASI BENCANA GEOLOGI 1. Pendahuluan Perencanaan tataguna lahan berbasis mitigasi bencana geologi dimaksudkan untuk mengantisipasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. samudra Hindia, dan Samudra Pasifik. Pada bagian selatan dan timur

BAB I PENDAHULUAN. samudra Hindia, dan Samudra Pasifik. Pada bagian selatan dan timur BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Secara geografis Indonesia merupakan Negara kepulauan yang terletak pada pertemuan tiga lempeng tektonik yaitu lempeng benua Eurasia, lempeng samudra Hindia,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanah longsor adalah suatu produk dari proses gangguan keseimbangan yang menyebabkan bergeraknya massa tanah dan batuan dari tempat yang lebih tinggi ke tempat yang lebih

Lebih terperinci

Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG

Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG Menggantikan UU No. 24 Tahun 1992 gg Tentang Penataan Ruang 1 Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman

Lebih terperinci

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 7. MENGANALISIS MITIGASI DAN ADAPTASI BENCANA ALAMLATIHAN SOAL BAB 7

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 7. MENGANALISIS MITIGASI DAN ADAPTASI BENCANA ALAMLATIHAN SOAL BAB 7 SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 7. MENGANALISIS MITIGASI DAN ADAPTASI BENCANA ALAMLATIHAN SOAL BAB 7 1. Usaha mengurangi resiko bencana, baik pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan

Lebih terperinci

Ketentuan Umum Istilah dan Definisi

Ketentuan Umum Istilah dan Definisi Ketentuan Umum 2.1. Istilah dan Definisi Penyusunan RDTR menggunakan istilah dan definisi yang spesifik digunakan di dalam rencana tata ruang. Berikut adalah daftar istilah dan definisinya: 1) Ruang adalah

Lebih terperinci

PENANGGULANGAN BENCANA (PB) Disusun : IdaYustinA

PENANGGULANGAN BENCANA (PB) Disusun : IdaYustinA PENANGGULANGAN BENCANA (PB) Disusun : IdaYustinA 1 BEncANA O Dasar Hukum : Undang-Undang RI No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana 2 Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. Masyarakat Tangguh Bencana Berdasarkan PERKA BNPB Nomor 1 Tahun 2012 tentang Pedoman Umum Desa/Kelurahan Tangguh Bencana, yang dimaksud dengan Desa/Kelurahan Tangguh Bencana adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. letusan dan leleran ( Eko Teguh Paripurno, 2008 ). Erupsi lelehan menghasilkan

BAB I PENDAHULUAN. letusan dan leleran ( Eko Teguh Paripurno, 2008 ). Erupsi lelehan menghasilkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gunungapi Merapi merupakan gunung yang aktif, memiliki bentuk tipe stripe strato yang erupsinya telah mengalami perbedaan jenis erupsi, yaitu erupsi letusan dan leleran

Lebih terperinci

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN 2.1 Tujuan Penataan Ruang Dengan mengacu kepada Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, khususnya Pasal 3,

Lebih terperinci

Definisi dan Jenis Bencana

Definisi dan Jenis Bencana Definisi dan Jenis Bencana Definisi Bencana Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana menyebutkan definisi bencana sebagai berikut: Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa

Lebih terperinci

MANAJEMEN BENCANA PENGERTIAN - PENGERTIAN. Definisi Bencana (disaster) DEPARTEMEN DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

MANAJEMEN BENCANA PENGERTIAN - PENGERTIAN. Definisi Bencana (disaster) DEPARTEMEN DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PENGERTIAN - PENGERTIAN ( DIREKTUR MANAJEMEN PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN BENCANA ) DIREKTORAT JENDERAL PEMERINTAHAN UMUM Definisi Bencana (disaster) Suatu peristiwa

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

KERENTANAN (VULNERABILITY)

KERENTANAN (VULNERABILITY) DISASTER TERMS BENCANA (DISASTER) BAHAYA (HAZARD) KERENTANAN (VULNERABILITY) KAPASITAS (CAPACITY) RISIKO (RISK) PENGKAJIAN RISIKO (RISK ASSESSMENT) PENGURANGAN RISIKO BENCANA (DISASTER RISK REDUCTION)

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN Latar Belakang

I PENDAHULUAN Latar Belakang 1 I PENDAHULUAN Latar Belakang Kejadian bencana di Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun. Bencana hidro-meteorologi seperti banjir, kekeringan, tanah longsor, puting beliung dan gelombang pasang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 16 ayat (2) Undangundang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang perlu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan letak astronomis, Indonesia terletak diantara 6 LU - 11 LS

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan letak astronomis, Indonesia terletak diantara 6 LU - 11 LS BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, dan memiliki kurang lebih 17.504 buah pulau, 9.634 pulau belum diberi nama dan 6.000 pulau tidak berpenghuni

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia terletak pada pertemuan tiga lempeng dunia yaitu lempeng Eurasia, lempeng Pasifik, dan lempeng Australia yang bergerak saling menumbuk. Akibat tumbukan antara

Lebih terperinci

RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW) KABUPATEN NGAWI

RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW) KABUPATEN NGAWI Rencana Pola ruang adalah rencana distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang untuk fungsi budi daya. Bentukan kawasan yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan berada di jalur cincin api (ring of fire). Indonesia berada di kawasan dengan

I. PENDAHULUAN. dan berada di jalur cincin api (ring of fire). Indonesia berada di kawasan dengan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kawasan kepulauan Indonesia merupakan daerah pertemuan lempeng bumi dan berada di jalur cincin api (ring of fire). Indonesia berada di kawasan dengan curah hujan yang relatif

Lebih terperinci

Imam A. Sadisun Pusat Mitigasi Bencana - Institut Teknologi Bandung (PMB ITB) KK Geologi Terapan - Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian - ITB

Imam A. Sadisun Pusat Mitigasi Bencana - Institut Teknologi Bandung (PMB ITB) KK Geologi Terapan - Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian - ITB Peta Rawan : Suatu Informasi Fundamental dalam Program Pengurangan Risiko Imam A. Sadisun Pusat Mitigasi - Institut Teknologi Bandung (PMB ITB) KK Geologi Terapan - Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian

Lebih terperinci

Jenis Bahaya Geologi

Jenis Bahaya Geologi Jenis Bahaya Geologi Bahaya Geologi atau sering kita sebut bencana alam ada beberapa jenis diantaranya : Gempa Bumi Gempabumi adalah guncangan tiba-tiba yang terjadi akibat proses endogen pada kedalaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gunung Merapi merupakan gunung api tipe strato, dengan ketinggian 2.980 meter dari permukaan laut. Secara geografis terletak pada posisi 7 32 31 Lintang Selatan dan

Lebih terperinci

MITIGASI BENCANA ALAM I. Tujuan Pembelajaran

MITIGASI BENCANA ALAM I. Tujuan Pembelajaran K-13 Kelas X Geografi MITIGASI BENCANA ALAM I Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan mempunyai kemampuan sebagai berikut. 1. Memahami pengertian mitigasi. 2. Memahami adaptasi

Lebih terperinci

19 Oktober Ema Umilia

19 Oktober Ema Umilia 19 Oktober 2011 Oleh Ema Umilia Ketentuan teknis dalam perencanaan kawasan lindung dalam perencanaan wilayah Keputusan Presiden No. 32 Th Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung Kawasan Lindung

Lebih terperinci

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 7. MENGANALISIS MITIGASI DAN ADAPTASI BENCANA ALAMLATIHAN SOAL 7.1

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 7. MENGANALISIS MITIGASI DAN ADAPTASI BENCANA ALAMLATIHAN SOAL 7.1 SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 7. MENGANALISIS MITIGASI DAN ADAPTASI BENCANA ALAMLATIHAN SOAL 7.1 1. Serangkaian peristiwa yang menyebabkan gangguan yang mendatangkan kerugian harta benda sampai

Lebih terperinci

Definisi Bencana (2) (ISDR, 2004)

Definisi Bencana (2) (ISDR, 2004) Definisi Bencana Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau non-alam maupun faktor

Lebih terperinci

BAB VII KAWASAN LINDUNG DAN KAWASAN BUDIDAYA

BAB VII KAWASAN LINDUNG DAN KAWASAN BUDIDAYA PERENCANAAN WILAYAH 1 TPL 314-3 SKS DR. Ir. Ken Martina Kasikoen, MT. Kuliah 10 BAB VII KAWASAN LINDUNG DAN KAWASAN BUDIDAYA Dalam KEPPRES NO. 57 TAHUN 1989 dan Keppres No. 32 Tahun 1990 tentang PEDOMAN

Lebih terperinci

Penataan Ruang. Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian

Penataan Ruang. Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian Penataan Ruang Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian Kawasan peruntukan hutan produksi kawasan yang diperuntukan untuk kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil

Lebih terperinci

BAB II JENIS-JENIS BENCANA

BAB II JENIS-JENIS BENCANA Kuliah ke 2 PERENCANAAN KOTA BERBASIS MITIGASI BENCANA TPL 410-2 SKS DR. Ir. Ken Martina K, MT. BAB II JENIS-JENIS BENCANA Dalam disaster management disebutkan bahwa pada dasarnya bencana terdiri atas

Lebih terperinci

Bab II. Tujuan, Kebijakan, dan Strategi 2.1 TUJUAN PENATAAN RUANG Tinjauan Penataan Ruang Nasional

Bab II. Tujuan, Kebijakan, dan Strategi 2.1 TUJUAN PENATAAN RUANG Tinjauan Penataan Ruang Nasional Bab II Tujuan, Kebijakan, dan Strategi 2.1 TUJUAN PENATAAN RUANG 2.1.1 Tinjauan Penataan Ruang Nasional Tujuan Umum Penataan Ruang; sesuai dengan amanah UU Penataan Ruang No. 26 Tahun 2007 tujuan penataan

Lebih terperinci

Longsoran translasi adalah ber-geraknya massa tanah dan batuan pada bidang gelincir berbentuk rata atau menggelombang landai.

Longsoran translasi adalah ber-geraknya massa tanah dan batuan pada bidang gelincir berbentuk rata atau menggelombang landai. Tipe-Tipe Tanah Longsor 1. Longsoran Translasi Longsoran translasi adalah ber-geraknya massa tanah dan batuan pada bidang gelincir berbentuk rata atau menggelombang landai. 2. Longsoran Rotasi Longsoran

Lebih terperinci

Faktor penyebab banjir oleh Sutopo (1999) dalam Ramdan (2004) dibedakan menjadi persoalan banjir yang ditimbulkan oleh kondisi dan peristiwa alam

Faktor penyebab banjir oleh Sutopo (1999) dalam Ramdan (2004) dibedakan menjadi persoalan banjir yang ditimbulkan oleh kondisi dan peristiwa alam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bencana alam tampak semakin meningkat dari tahun ke tahun yang disebabkan oleh proses alam maupun manusia itu sendiri. Kerugian langsung berupa korban jiwa, harta

Lebih terperinci

P E N J E L A S A N A T A S PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI MALUKU

P E N J E L A S A N A T A S PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI MALUKU P E N J E L A S A N A T A S PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI MALUKU I. UMUM Sesuai dengan amanat Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang

Lebih terperinci

BAB II DISASTER MAP. 2.1 Pengertian bencana

BAB II DISASTER MAP. 2.1 Pengertian bencana BAB II DISASTER MAP 2.1 Pengertian bencana Menurut UU No. 24 Tahun 2007 tentang penanggulangan bencana, yang dimaksud dengan bencana (disaster) adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam

Lebih terperinci

KERAGAMAN BENTUK MUKA BUMI: Proses Pembentukan, dan Dampaknya Terhadap Kehidupan

KERAGAMAN BENTUK MUKA BUMI: Proses Pembentukan, dan Dampaknya Terhadap Kehidupan KERAGAMAN BENTUK MUKA BUMI: Proses Pembentukan, dan Dampaknya Terhadap Kehidupan 1. Proses Alam Endogen Hamparan dataran yang luas, deretan pegunungan yang menjulang tinggi, lembah-lembah dimana sungai

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK

PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2008 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2008 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 26 TAHUN 2008 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 20 ayat (6) Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan oleh faktor alam, maupun faktor

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BONDOWOSO TAHUN

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BONDOWOSO TAHUN PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BONDOWOSO TAHUN 2011-2031 I. UMUM Proses pertumbuhan dan perkembangan wilayah Kabupaten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Di Indonesia banyak sekali terdapat gunung berapi, baik yang masih aktif maupun yang sudah tidak aktif. Gunung berapi teraktif di Indonesia sekarang ini adalah Gunung

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Ringkasan Temuan Penahapan penanggulangan bencana erupsi Gunung Kelud terdapat lima tahap, yaitu tahap perencanaan penanggulangan bencana erupsi Gunung Kelud 2014, tahap

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.113, 2016 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PEMERINTAHAN. WILAYAH. NASIONAL. Pantai. Batas Sempadan. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2016 TENTANG BATAS SEMPADAN PANTAI DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2016 TENTANG BATAS SEMPADAN PANTAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2016 TENTANG BATAS SEMPADAN PANTAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2016 TENTANG BATAS SEMPADAN PANTAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

Rumah Tahan Gempabumi Tradisional Kenali

Rumah Tahan Gempabumi Tradisional Kenali Rumah Tahan Gempabumi Tradisional Kenali Kearifan lokal masyarakat Lampung Barat terhadap bencana khususnya gempabumi yang sering melanda wilayah ini sudah banyak ditinggalkan. Kearifan lokal tersebut

Lebih terperinci

TANAH LONGSOR; merupakan salah satu bentuk gerakan tanah, suatu produk dari proses gangguan keseimbangan lereng yang menyebabkan bergeraknya massa

TANAH LONGSOR; merupakan salah satu bentuk gerakan tanah, suatu produk dari proses gangguan keseimbangan lereng yang menyebabkan bergeraknya massa AY 12 TANAH LONGSOR; merupakan salah satu bentuk gerakan tanah, suatu produk dari proses gangguan keseimbangan lereng yang menyebabkan bergeraknya massa tanah ke tempat yang relatif lebih rendah. Longsoran

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2008 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2008 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2008 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2011 NOMOR 32 SERI E

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2011 NOMOR 32 SERI E BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2011 NOMOR 32 SERI E PERATURAN BUPATI BANJARNEGARA NOMOR 893 TAHUN 2011 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK, FUNGSI DAN TATA KERJA PADA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA

Lebih terperinci

Pengertian lingkungan adalah segala sesuatu yang ada disekitar manusia yang memengaruhi perkembangan kehidupan manusia baik langsung maupun tidak

Pengertian lingkungan adalah segala sesuatu yang ada disekitar manusia yang memengaruhi perkembangan kehidupan manusia baik langsung maupun tidak Geografi Pengertian lingkungan adalah segala sesuatu yang ada disekitar manusia yang memengaruhi perkembangan kehidupan manusia baik langsung maupun tidak langsung. Lingkungan bisa dibedakan menjadi lingkungan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 16 ayat (2) Undang-undang Nomor

Lebih terperinci

KERANGKA RAPERMEN TENTANG TATA CARA PENGHITUNGAN BATAS SEMPADAN PANTAI

KERANGKA RAPERMEN TENTANG TATA CARA PENGHITUNGAN BATAS SEMPADAN PANTAI KERANGKA RAPERMEN TENTANG TATA CARA PENGHITUNGAN BATAS SEMPADAN PANTAI BAB I BAB II BAB III BAB IV BAB V : KETENTUAN UMUM : PENGHITUNGAN BATAS SEMPADAN PANTAI Bagian Kesatu Indeks Ancaman dan Indeks Kerentanan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2008 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2008 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2008 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Rumusan Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Rumusan Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Indonesia banyak sekali daerah yang,mengalami longsoran tanah yang tersebar di daerah-daerah pegunngan di Indonesia. Gerakan tanah atau biasa di sebut tanah longsor

Lebih terperinci

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 7. MENGANALISIS MITIGASI DAN ADAPTASI BENCANA ALAMLATIHAN SOAL 7.2

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 7. MENGANALISIS MITIGASI DAN ADAPTASI BENCANA ALAMLATIHAN SOAL 7.2 SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 7. MENGANALISIS MITIGASI DAN ADAPTASI BENCANA ALAMLATIHAN SOAL 7.2 1. Serangkaian peristiwa yang menyebabkan gangguan yang mendatangkan kerugian harta benda sampai

Lebih terperinci

LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR : 15 TAHUN 2011 TANGGAL : 9 SEPTEMBER 2011 PEDOMAN MITIGASI BENCANA GUNUNGAPI

LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR : 15 TAHUN 2011 TANGGAL : 9 SEPTEMBER 2011 PEDOMAN MITIGASI BENCANA GUNUNGAPI LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR : 15 TAHUN 2011 TANGGAL : 9 SEPTEMBER 2011 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang PEDOMAN MITIGASI BENCANA GUNUNGAPI Indonesia adalah negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gunungapi Merapi merupakan jenis gunungapi tipe strato dengan ketinggian 2.980 mdpal. Gunungapi ini merupakan salah satu gunungapi yang masih aktif di Indonesia. Aktivitas

Lebih terperinci

TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI

TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI 2.1. Tujuan Penataan Ruang Kota Bengkulu Tujuan penataan ruang wilayah kota dirumuskan berdasarkan: 1) visi dan misi pembangunan wilayah kota; 2) karakteristik wilayah kota;

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kerusakan lingkungan, kerugian harta benda dan dampak psikologis. Bencana

BAB I PENDAHULUAN. kerusakan lingkungan, kerugian harta benda dan dampak psikologis. Bencana BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bencana merupakan suatu peristiwa yang tidak dapat diprediksi kapan terjadinya dan dapat menimbulkan korban luka maupun jiwa, serta mengakibatkan kerusakan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Berdasarkan UU No 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, pasal 6 ayat (1), disebutkan bahwa Penataan Ruang di selenggarakan dengan memperhatikan kondisi fisik wilayah

Lebih terperinci

AMDAL. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan By Salmani, ST, MS, MT.

AMDAL. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan By Salmani, ST, MS, MT. AMDAL Analisis Mengenai Dampak Lingkungan By Salmani, ST, MS, MT. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN UULH = Undang-Undang Lingkungan Hidup no 23 Tahun 1997, yang paling baru adalah UU no 3 tahun 2009 tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari beberapa pulau utama dan ribuan pulau kecil disekelilingnya. Dengan 17.508 pulau, Indonesia menjadi negara

Lebih terperinci

menyiratkan secara jelas tentang perubahan paradigma penanggulangan bencana dari

menyiratkan secara jelas tentang perubahan paradigma penanggulangan bencana dari BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Undang-Undang No 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana telah menyiratkan secara jelas tentang perubahan paradigma penanggulangan bencana dari upaya responsif

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Meureudu, 28 Mei 2013 Bupati Pidie Jaya AIYUB ABBAS

KATA PENGANTAR. Meureudu, 28 Mei 2013 Bupati Pidie Jaya AIYUB ABBAS KATA PENGANTAR Sesuai Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, Pasal 11 ayat (2), mengamanatkan pemerintah daerah kabupaten berwenang dalam melaksanakan penataan ruang wilayah kabupaten

Lebih terperinci

LAMPIRAN VII PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SLEMAN TAHUN

LAMPIRAN VII PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SLEMAN TAHUN Lampiran VII PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR TAHUN 2011 LAMPIRAN VII PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SLEMAN TAHUN 2011 2031 MATRIK

Lebih terperinci

BAB 7 Arahan Pengendalian Pemanfaatan Ruang Wilayah Provinsi Sumatera Utara

BAB 7 Arahan Pengendalian Pemanfaatan Ruang Wilayah Provinsi Sumatera Utara BAB 7 Arahan Pengendalian Pemanfaatan Ruang Wilayah Provinsi Sumatera Utara Arahan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah Provinsi Sumatera Utara digunakan sebagai merupakan acuan dalam pelaksanaan pengendalian

Lebih terperinci

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BANJAR dan BUPATI BANJAR

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BANJAR dan BUPATI BANJAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJAR NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN, ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN BANJAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANJAR,

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA SINGKAWANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA SINGKAWANG TAHUN

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA SINGKAWANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA SINGKAWANG TAHUN PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA SINGKAWANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA SINGKAWANG TAHUN 2013-2032 I. UMUM Ruang yang meliputi ruang darat, ruang laut dan ruang udara,

Lebih terperinci