PENEGAKAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA PENGHINAAN MELALUI MEDIA SIBER DI INDONESIA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENEGAKAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA PENGHINAAN MELALUI MEDIA SIBER DI INDONESIA"

Transkripsi

1 PENEGAKAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA PENGHINAAN MELALUI MEDIA SIBER DI INDONESIA 1. PENDAHULUAN Oleh: Anton Hendrik S., S.H., M.H. Perkembangan teknologi telah mengubah tatanan kehidupan manusia di dunia. Dalam melakukan berbagai aktifitas, manusia saat ini telah bergantung pada pemanfaatan teknologi. Sebelum ada , surat menyurat membutuhkan waktu yang relatif lama. Sekarang sudah ada banyak smartphone yang menawarkan fitur real time push mail, jadi berkirim langsung diterima kepada penerima seketika itu juga. Fitur yang lain adalah software jejaring sosial (social network) yang terintegrasi di dalam telepon seluler, dan lain semacamnya. Teknologi tidak hanya memberikan nilai yang positif terhadap peningkatan kesejahteraan manusia, melainkan juga bisa dijadikan sebagai sarana untuk melakukan berbagai perbuatan yang melanggar hukum (onrechtmatig) atau bahkan melawan hukum (wederechttelijk). Didasarkan pada pemikiran tersebut, berbagai upaya dalam hal pengaturan dalam peraturan perundang-undangan yang bisa mencegah berbagai dampak negatif akibat dari perbuatan hukum harus segera dilakukan. KUHP sebagai lex generali bagi aturan hukum pidana materiil pada akhirnya tidak dapat lagi digunakan untuk menjerat pelaku kejahatan mutakhir. Inilah latar belakang munculnya peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang tindak pidana di luar KUHP. Salah satu tindak pidana mutakhir sekarang

2 adalah tindakan yang merugikan kepentingan hukum yang dilakukan di media TIK. Oleh karena itu terbentuklah Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (Lembaran Negara Tahun 2008 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4843) yang untuk selanjutnya disebut UU ITE. Sebelum lahirnya UU ITE, peraturan tentang pencemaran nama baik diatur dalam Bab XVI Buku Kedua KUHP tentang Penghinaan. Salah satu contoh kasus menarik bagaimana UU ITE digunakan oleh penegak hukum untuk memberantas tindak pidana yang dilakukan menggunakan TIK adalah kasus Prita Mulyasari. Prita Mulyasari didakwa oleh Jaksa Penuntut Umum dengan alasan pencemaran nama baik. Prita Mulyasari didakwa karena menyebarkan dan menulis surat suara pembaca online di situs yang berisi muatan pencemaran nama baik. Ada beberapa peristilahan dalam peraturan perundang-undangan yang digunakan untuk menyebutkan tindak pidana Pencemaran Nama Baik, ada yang menggunakan istilah tindak pidana Kehormatan, tindak pidana Penghinaan. Untuk keseragaman penyebutan, pemakalah menggunakan istilah Pencemaran Nama Baik. Pencemaran nama baik menggunakan media TIK diatur tersendiri dalam UU ITE karena dampak yang diakibatkan lebih mengglobal dibandingkan pencemaran nama baik konvensional. Surat elektronik dapat dikirim ke berbagai penjuru dunia hanya dalam hitungan detik dan dampak yang diakibatkannya bisa demikian kompleks dan rumit.

3 2. UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIKA 1. Tindak Pidana Pencemaran Nama Baik Menggunakan Media TIK Pencemaran nama baik menggunakan Teknologi Informasi Komunikasi (TIK) diatur dalam Pasal 27 ayat 3 UU ITE yang menyebutkan: Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik. Untuk dapat mengetahui perbuatan yang dilarang dalam pasal tersebut, perlu dijelaskan mengenai setiap unsur-unsurnya. 1. Setiap orang Dalam Pasal 1 angka 21 disebutkan bahwa orang yang dimaksudkan dalam UU ITE melingkupi orang perseorangan baik WNI maupun WNA, dan badan hukum. Jadi orang perseorangan baik WNI maupun WNA dan badan hukum yang melanggar Pasal 27 ayat 3 UU ITE diancam dengan pidana jika memenuhi unsur delik. 2. Sengaja Dalam UU ITE tidak dijelaskan mengenai pengertian sengaja. Dalam KUHP sebagai lex generali dari peraturan perundang-undangan pidana pun tidak dijelaskan. 1 Dalam, teori tentang kesengajaan, terdapat dua aliran:! 1 Moeljatno, Asas-asas Hukum Pidana, Rineka Cipta, Jakarta, 1993, hal. 171

4 a. Teori kehendak Menurut Moeljatno, untuk menentukan bahwa suatu perbuatan dikehendaki oleh terdakwa harus memenuhi 2: - Harus dibuktikan bahwa perbuatan itu sesuai dengan motifnya untuk berbuat dan tujuannya yang hendak dicapai. - Antara motif, perbuatan dan tujuan harus ada hubungan kausal dalam batin terdakwa. b. Teori pengetahuan Teori ini lebih praktis dari teori kehendak 3, karena untuk membuktikan adanya kesengajaan dengan teori ini terdapat dua alternatif: - Membuktikan adanya hubungan kausal dalam batin terdakwa antara motif dan tujuan; atau - Pembuktian adanya keinsyafan atau pengertian terhadap apa yang dilakukan beserta akibat-akibat dan keadaan-keadaan yang menyertainya. Perbedaan teori kehendak dan teori pengetahuan, yaitu pada teori kehendak mengharuskan memenuhi kesesuaian antara perbuatan, motif dan tujuan yang hendak dicapai. Sedangkan pada teori pengetahuan mengharuskan terbukti adanya keinsyafan atau pengertian terhadap perbuatan yang dilakukan, akibat perbuatan, dan keadaan-keadaan yang menyertainya. Lawan dari sengaja adalah kealpaan. Kealpaan untuk melakukan penghinaan atau pencemaran nama baik tidak mungkin terjadi. Namun! 2 Ibid, hal. 173! 3 Ibid, hal. 174

5 mungkinkah kealpaan itu terjadi dalam perbuatan mendistribusi dan atau mentransmisikannya ke dalam media TIK? Misalnya apabila A meminta tolong B untuk mengunggah (upload) sebuah dokumen ke dalam suatu situs yang dapat diakses secara bebas untuk diunduh (download), dan karena A diminta tolong, maka A langsung mengunggah dokumen tanpa dibuka dan dibaca terlebih dahulu. Konsekuensi dari adanya unsur sengaja dalam pasal ini adalah perbuatan yang dilakukan dengan kealpaan tidak dapat dijerat atau diancamkan sanksi. 3. Tanpa hak Istilah ini dipakai untuk menyinggung anasir melawan hukum yang biasa disebut wederrechtelijk 4. Hazewinkel-Suringa dengan gigih berpendapat bahwa perkataan wederrechtelijk ditinjau dari penempatannya dalam suatu rumusan delik menunjukkan bahwa perkataan tersebut haruslah ditafsirkan sebagai zonder eigen recht atau tanpa adanya suatu hak yang ada pada diri seseorang 5. Menurut Memori Penjelasan dari rencana Kitab Undang-undang Hukum Pidana Negeri Belanda, istilah melawan hukum itu setiap kali digunakan, apabila dikhawatirkan, bahwa orang yang didalam melakukan sesuatu perbuatan yang pada dasarnya bertentangan dengan undang-undang, padahal didalam hal itu ia menggunakan haknya, nanti akan terkena juga oleh larangan dari! 4 E.Utrecht, Hukum Pidana 1, Pustaka Tinta Mas, Bandung, 1986, hal. 269! Hazewingkel-Suringa, Inleiding, hal. 124 dalam Lamintang, Dasar-dasar Hukum Pidana 5 Indonesia, hal. 353.

6 pasal undang-undang yang bersangkutan. 6 Jika ia menggunakan haknya maka ia tidak melawan hukum dan untuk ketegasan bahwa yang diancam hukuman itu hanya orang yang betul-betul melawan hukum saja, maka di dalam pasal yang bersangkutan perlu dimuat ketegasan melawan hukum sebagai unsur perbuatan terlarang itu. 7 Misalnya Seorang Polisi karena perintah atasan mengunggah (upload) daftar pencarian orang atau DPO ke website agar diketahui oleh publik, tidak dipidana karena Polisi tersebut tidak melawan hukum. 4. Mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik. Mengenai unsur ini sudah cukup jelas mengatur tindakan konkrit yang dilakukan. 5. Memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik. Konsep penghinaan dan pencemaran nama baik dalam Pasal ini masih belum jelas. Jika kita melihat dalam penjelasan pasal ini hanya dikatakan cukup jelas. Sehingga perlu ada penafsiran dalam mengartikan konsep pencemaran nama baik. Dari unsur-unsur Pasal 27 ayat 3 UU ITE masih ada beberapa proposisi yang belum jelas. Misalnya adalah apa yang dimaksud dengan proposisi tanpa hak, kemudian adalah apakah yang dimaksud dengan penghinaan dan pencemaran! 6 R. Tresna, Azas-azas Hukum Pidana, Pustaka Tinta Mas, 1994, hal. 71! 7 Ibid.

7 nama baik, dalam Penjelasan Pasal hanya dinyatakan cukup jelas. Oleh karena itu norma dalam Pasal ini dapat dikatakan sebagai norma kabur (vague norm) yang hanya mengatur perbuatan pencemaran nama baik dan/atau penghinaan secara tanpa hak yang dilakukan menggunakan media TIK, namun tidak menjelaskan perbuatan yang dimaksud untuk disiarkan dalam TIK yang dilarang itu apa. Menurut pemakalah dua hal ini perlu diperjelas karena pengaturan mengenai pencemaran nama baik seringkali bersinggungan dengan kebebasan berpendapat yang dilindungi oleh Undang-undang Dasar RI 1945 teramandemen. Kekhasan Pasal 27 ayat 3 UU ITE dibandingkan dengan Pasal-pasal dalam KUHP yang mengatur Pencemaran Nama Baik, yaitu dalam KUHP tidak diatur mengenai pencemaran nama baik yang didistribusikan dan/atau ditransmisikan dalam Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik, sedangkan dalam Pasal 27 ayat 3 UU ITE hal itu telah diatur. Namun sayangnya apa yang dimaksud penghinaan dan/atau pencemaran nama baik sama sekali tidak dijelaskan dalam UU ITE. 2. Kaitan Pengaturan Tindak Pidana Pencemaran Nama Baik dalam UU ITE dengan KUHP Karakteristik UU ITE adalah UU bersanksi pidana, bukan murni UU pidana. KUHP merupakan lex generali semua peraturan perundang-undangan berdimensi pidana.

8 Dalam Pasal 103 KUHP dinyatakan bahwa Bab I sampai dengan Bab VIII Buku Kesatu KUHP juga diberlakukan untuk undang-undang yang bersanksi pidana, kecuali oleh undang-undang tersebut diatur lain atau menyimpangi KUHP. Lalu bagaimana dengan konsep pencemaran nama baik? Konsep pencemaran diatur oleh KUHP dalam buku Kedua, bukan Buku Kesatu. Dan dalam UU ITE sama sekali tidak disebutkan bahwa pengertian pencemaran nama baik mengacu pada KUHP. Pengertian penghinaan dan/atau pencemaran nama baik dalam Pasal 27 ayat 3 UU ITE haruslah diketahui terlebih dahulu sebelum menerapkan pasal ini. Aturan hukum dalam rumus yang membingungkan hanya dapat diterapkan apabila kebingungan itu sudah teratasi. 8 Menurut van Hamel, tujuan suatu penafsiran adalah selalu untuk memastikan arti keputusan kehendak atau wilsbesluit pembentuk undang-undang. 9 Dikatakan lebih lanjut oleh van Hattum, bahwa perkataan-perkataan yang terdapat dalam undang-undang seringkali tidak cukup jelas, hingga setiap kali orang merasa perlu mengetahui maksud atau artinya dengan cara menyelidiki maksud yang sebenarnya dari pembentuk undang-undang, dengan cara menghubunghubungkan secara sistematis suatu peraturan tertentu dengan peraturan-peraturan! 8 Neil MacCormick, Legal Reasoning and Legal Theory, Clarendon Press, Oxford, dalam P. M. Hadjon dan Tatiek S. Djatmiati, Argumentasi Hukum, Gajah Mada University Press, Jogjakarta, 2005, hal. 24! 9 P.A.F. Lamintang, Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1997, hal 53

9 pidana selebihnya atau dengan cara menyelidiki sejarah pertumbuhan suatu lembaga yang terdapat dalam hukum pidana. 10 Oleh karena itu untuk membaca pengertian dari proposisi penghinaan dan/atau pencemaran nama baik dalam Pasal 27 ayat 3 UU ITE, kita harus mengaitkannya dengan Pasal-pasal dalam KUHP yang mengatur tentang penghinaan dan/atau pencemaran nama baik. Dalam KUHP pengaturan tersebut ada di Bab XVI tentang Penghinaan. Dalam Bab Penghinaan ini mengatur tentang tindak pidana: 1. Pencemaran (Pasal 310 ayat 1 KUHP) 2. Pencemaran tertulis (Pasal 310 ayat 2 KUHP) 3. Fitnah (Pasal 311 KUHP) 4. Penghinaan ringan (Pasal 315 KUHP) 5. Penghinaan terhadap pejabat negara (Pasal 316 KUHP) 6. Pengaduan fitnah kepada penguasa (Pasal 317 KUHP) 7. Menimbulkan Persangkaan palsu (Pasal 318 KUHP) 8. Pencemaran terhadap orang yang sudah mati (Pasal 320 KUHP) Dengan adanya unsur penghinaan dalam Pasal 27 ayat 3 UU ITE, dapat diartikan bahwa proposisi tersebut mengacu kepada Bab tentang Penghinaan dalam KUHP, yang meliputi beberapa tindak pidana yang tersebut di atas. Secara singkat dijelaskan di bawah ini. Ad. 1. Pencemaran! 10 Ibid, hal 51

10 Dalam Pasal 310 ayat 1 KUHP disebutkan: Barangsiapa sengaja menyerang kehormatan atau nama baik seorang, dengan menuduhkan sesuatu hal, yang maksudnya terang supaya hal itu diketahui umum, diancam, karena pencemaran, dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah. Berdasarkan rumusan di atas, maka unsur-unsur pasal tersebut adalah: 1. Sengaja Menurut doktrin (ilmu pengetahuan), sengaja termasuk unsur subyektif, yang ditujukan terhadap perbuatan. Artinya pelaku mengetahui perbuatannya ini, pelaku menyadari mengucapkan kata-katanya yang mengandung pelanggaran terhadap kehormatan atau nama baik orang lain Menyerang kehormatan atau nama baik orang lain Kata menyerang ini bukan berarti menyerbu, melainkan maksudnya dalam artian melanggar. Kata nama baik dimaksudkan sebagai kehormatan yang diberikan oleh masyarakat umum kepada seseorang baik karena perbuatannya atau kedudukannya. 12 Kata orang berarti natuurlijk persoon, hal ini dikarenakan KUHP masih belum mengenal Badan Hukum (recht persoon). 3. Menuduhkan sesuatu hal! 11 Leden Marpaung, Tindak Pidana Terhadap Kehormatan: Pengertian dan Penerapannya, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1997, hal 13! 12 Ibid, hal 15

11 Menurut Leden Marpaung, sesuatu hal lebih tepat jika diartikan suatu perbuatan tertentu. Demikian halnya dengan R. Soesilo. Menuduhkan sesuatu hal berarti hal tersebut masih belum tentu benar dan terbukti. Mengenai pembuktian kebenaran hal yang dituduhkan terbatas terhadap hal-hal yang diatur dalam Pasal 312 KUHP, yaitu: - Berkaitan dengan kepentingan umum - Karena membela diri. - Berkaitan dengan pejabat yang dituduh sesuatu hal dalam menjalankan tugasnya. 4. Yang maksudnya terang supaya hal itu diketahui umum Kejahatan pencemaran ini tidak perlu dilakukan di muka umum, sudah cukup bila dibuktikan bahwa terdakwa ada maksud untuk menyiarkan tuduhan itu. 13 Ad. 2. Pencemaran tertulis Perumusan Pasal 310 ayat 2 KUHP, yaitu: Jika hal itu dilakukan dengan tulisan atau gambaran yang disiarkan, dipertunjukkan atau ditempelkan di muka umum, maka yang bersalah, karena pencemaran tertulis, diancam pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah. Berdasarkan rumusan pasal di atas, maka pencemaran dan pencemaran tertulis bedanya adalah bahwa pencemaran tertulis dilakukan dengan tulisan atau! 13 R. Soesilo, Kitab Undang-undang Hukum Pidana Serta Komentar-komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal, Politeia, Bogor,1996, hal 226

12 gambaran yang disiarkan, dipertunjukkan atau ditempelkan. Sedangkan unsurunur lainnya tidak berbeda. Kata disiarkan merupakan terjemahan dari bahasa Belanda atas kata verspreid yang juga dapat diterjemahkan dengan disebarkan. 14 Disebarkan atau disiarkan mengandung arti bahwa tulisan atau gambar tersebut lebih dari satu helai atau satu eksemplar. 15 Kata dipertunjukkan maksudnya bahwa tulisan atau gambar tidak perlu berjumlah banyak tetapi dapat dibaca atau dilihat orang lain. Kata-kata disiarkan, dipertunjukkan atau ditempelkan di muka umum semua bermakna agar dapat dibaca atau dilihat oleh orang lain. 16 Ad. 3. Fitnah Tentang fitnah dalam KUHP diatur dalam Pasal 311, yang menyebutkan: Jika yang melakukan kejahatan pencemaran atau pencemaran tertulis, dalam hal dibolehkan untuk membuktikan bahwa apa yang dituduhkan itu benar, tidak membuktikannya dan tuduhan dilakukan bertentangan dengan apa yang diketahui, maka dia diancam karena melakukan fitnah, dengan pidana penjara paling lama empat tahun. Fitnah terjadi bilamana yang melakukan tindak pidana pencemaran atau pencemaran tertulis diberi kesempatan untuk membuktikan bahwa tuduhannya itu! 14 Leden Marpaung, Opcit, hal 18! 15 Ibid, hal 19! 16 Ibid.

13 benar namun dia gagal. Kesempatan untuk membuktikan kebenaran tuduhan dibatasi oleh Pasal 312 KUHP. Penerapan Pasal 311 KUHP ini juga hendaknya memperhatikan Pasal 314 KUHP, yang mengatur mengenai kebenaran tuduhan dikaitkan dengan proses peradilan hal yang dituduhkan. Misalnya: Susno Duadji menuduh Rekanannya melakukan tindak pidana korupsi, kemudian Susno Duadji dilaporkan oleh Rekanannya atas tuduhan melakukan tindak pidana pencemaran nama baik, maka demi kepentingan umum/negara, kebenaran dari tuduhan Susno harus dilakukan yaitu dengan memulai proses pemeriksaan tentang adanya tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh Rekanan Susno Duadji. Jika hakim memutuskan bahwa Rekanan Susno bersalah melakukan tindak pidana korupsi, maka Susno tidak dapat dihukum karena fitnah. Namun jika yang terjadi sebaliknya maka putusan hakim sudah menjadi bukti yang cukup untuk membuktikan Susno melakukan tindak pidana fitnah. Ad. 4. Penghinaan ringan Diatur dalam Pasal 315 KUHP yang menyebutkan: Tiap-tiap penghinaan dengan sengaja yang tidak bersifat pencemaran atau pencemaran tertulis, yang dilakukan terhadap seseorang, baik di muka umum dengan lisan atau tulisan, maupun di muka orang itu sendiri dengan lisan atau perbuatan, atau dengan surat yang dikirimkan atau diterimakan kepadanya, diancam karena penghinaan ringan, dengan pidana penjara paling lama empat bulan dua minggu atau denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.

14 Bila penghinaan itu dilakukan dengan jalan menuduhkan sesuatu hal (perbuatan) terhadap seseorang maka masuk ranah Pasal 310 atau 311 KUHP. Apabila dengan jalan lain, misalnya dengan mengatakan: anjing, sundal, bajingan, dan lain sejenisnya masuk ranah Pasal 315 KUHP dan dinamakan penghinaan ringan. 17 Ad. 5. Penghinaan terhadap Pejabat (Negara) Diatur dalam Pasal 316 KUHP, yang menyebutkan: Pidana yang ditentukan dalam pasal-pasal sebelumnya dalam bab ini, dapat ditambah dengan sepertiga, jika yang dihina adalah seorang pejabat pada waktu atau karena menjalankan tugas yang sah. Penghinaan terhadap pejabat (negara) dikecualikan dari delik aduan. Ruang lingkup pejabat (negara) dapat dilihat dalam Pasal 92 KUHP, yang melingkupi: - Orang yang dipilih dalam pemilihan yang diadakan berdasarkan aturan-aturan umum; - Orang yang bukan karena pemilihan menjadi anggota badan pembentuk undang-undang badan pemerintahan atau badan perwakilan rakyat, badan yang dibentuk oleh Pemerintah atau atas nama Pemerintah; - Orang yang menjadi anggota Dewan-dewan daerah;! 17 R. Soesilo, Opcit, hal 228

15 - Semua kepala bangsa Indonesia asli dan kepala golongan Timur asing yang menjalankan kekuasaan yang sah (yang terakhir ini sudah tidak relevan lagi) Ancaman pidana penghinaan terhadap pejabat (negara) ini lebih berat dibanding dengan Pasal-pasal sebelumnya dalam Bab XVI KUHP. Ad. 6. Pengaduan fitnah kepada Penguasa Diatur dalam Pasal 317 KUHP, yang menyebutkan: Barangsiapa dengan sengaja mengajukan pengaduan atau pemberitahuan palsu kepada penguasa, baik secara tertulis maupun untuk dituliskan tentang seseorang, sehingga kehormatan atau nama baiknya terserang, diancam, karena melakukan pengaduan fitnah, dengan ancaman pidana penjara paling lama empat tahun. Perbuatan ini dinamakan pengaduan fitnah kepada penguasa. Pengaduan atau pemberitahuan yang diajukan itu, baik secara tertulis maupun lisan dengan permintaan supaya ditulis, harus sengaja palsu. Orang itu harus mengetahui benarbenar bahwa apa yang ia adukan kepada Penguasa itu tidak benar, sedangkan pengaduan itu akan menyerang kehormatan atau nama baik pihak yang diadukan. 18 Ad. 7. Menimbulkan Persangkaan Palsu Diatur dalam Pasal 318 KUHP, yang menyebutkan:! 18 Ibid, hal 229

16 Barangsiapa dengan sesuatu perbuatan sengaja menimbulkan secara palsu persangkaan terhadap seseorang bahwa dia melakukan suatu perbuatan pidana, diancam, karena menimbulkan persangkaan palsu, dengan pidana penjara paling lama empat tahun. Dengan kata lain dapat dikatakan sebagai fitnah dengan perbuatan. Misalnya jika A melakukan penghinaan secara online dan anonim kepada B menggunakan komputer milik C, kemudian dilacak IP Address komputer yang digunakan untuk mengunggah (upload) materi penghinaan dan C dipersangkakan melakukan tindak pidana penghinaan menggunakan media TIK akibat tindakan A. Dengan demikian jika dapat dibuktikan, A dapat dikenai Pasal ini sebagai rujukan (juncto) dari Pasal 27 ayat 3 UU ITE. Ad. 8. Pencemaran terhadap orang yang sudah mati Diatur dalam Pasal 320 dan 321 KUHP. Pada prinsipnya sama dengan pencemaran atau pencemaran tertulis, tetapi korban atau pihak yang dicemarkan adalah orang yang sudah meninggal dunia. Pasal ini bermaksud melindungi ahli waris yang berkepentingan melindungi kehormatan dan nama baik keluarganya Fungsi keberadaan ketentuan pidana Ketentuan pidana dalam UU ITE berfungsi sebagai sarana mencegah terjadinya perbuatan tindak pidana dengan menimbulkan ketakutan dengan ancaman sanksi, dan pemberi efek jera kepada pelanggar UU.! 19 Leden Marpaung, Opcit, hal 56

17 Selain itu dalam hukum pidana, secara umum menganut asas legalitas yang dirumuskan oleh von Feuerbach dengan adagium: nullum delictum sine praevia lege poenali. 20 Perumusan dan UU ITE sangat penting, perumusan sanksi pidana membuat klasifikasi perbuatan yang dilarang dalam UU ITE sebagai tindak pidana. 3. PIDANA SEBAGAI ULTIMUM REMEDIUM, EKSPLORASI PREVENTIVE LAW ENFORCEMENT Sanksi pidana dalam UU ITE tergolong sebagai ultimum remedium. Hal ini dapat dilihat dari sistematika UU ITE yang meletakkan penyelesaian menggunakan hukum pidana sebagai hal yang terakhir. UU ITE masih mengedepankan cara penyelesaian yang lain. Penegakan hukum pidana merupakan cara represif untuk menanggulangi tindak pidana pencemaran nama baik. Cara yang lain yang dapat digunakan untuk menanggulangi hal ini adalah dengan cara preventif. Pendidikan merupakan salah satu sarana strategis yang dapat digunakan sebagai alat penegakan hukum preventif, dengan penanaman nilai-nilai akhlak dan pengetahuan tentang ITE sejak dini dalam masa pendidikan dapat mengurangi terjadinya tindak pidana pencemaran nama baik.! 20 Moeljatno, Op.cit, h. 23

18 4. KESIMPULAN Dari paparan-paparan di atas, dapat disimpulkan bahwa: a. Pengaturan mengenai pencemaran nama baik melalui media TIK yang diatur dalam Pasal 27 ayat 3 UU ITE normanya masih belum jelas, khususnya pada unsur penghinaan dan/atau pencemaran nama baik. b. Agar pasal dapat diterapkan, kejelasan tentang unsur tersebut harus dicari terlebih dahulu menggunakan metode penafsiran. c. Penafsiran yang dapat digunakan adalah penafsiran sistematis, dengan mengaitkan UU ITE sebagai lex specialis dengan KUHP sebagai lex generali. d. Pengaturan dalam Bab XVI tentang Penghinaan berlaku dalam ruang lingkup unsur penghinaan dan/atau pencemaran nama baik dalam Pasal 27 ayat 3 UU ITE. Sehingga apabila Pasal 27 ayat 3 UU ITE diterapkan pada kasus konkret, hendaknya juga merujuk kepada Pasal yang sesuai tentang penghinaan terkait dalam KUHP. e. Yang dicemarkan nama baiknya adalah natuurlijk persoon saja, recht persoon tidak termasuk subyek hukum yang mendapatkan perlindungan dari tindak pidana pencemaran nama baik. f. Upaya penegakan hukum preventif dapat dilakukan melalui kurikulum pendidikan yang mengajarkan mengenai penggunaan media TIK secara bijaksana dan penanaman nilai akhlak pada peserta didik.

19 DAFTAR BACAAN Hadjon, P.M. dan Tatiek S. Djatmiati, Argumentasi Hukum, Gajah Mada University Press, Jogjakarta, 2005 Kitab Undang-undang Hukum Pidana, Terjemahan Moeljatno Lamintang, P.A.F., Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, , Hukum Pidana Indonesia, Sinar Baru, Bandung, 1990 Marpaung, Leden, Tindak Pidana Terhadap Kehormatan: Pengertian dan Penerapannya, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1997 Marpaung, Leden, Asas Teori Praktik Hukum Pidana, Sinar Grafika, Jakarta, 2005 Moeljatno, Asas-asas Hukum Pidana, Rineka Cipta, Jakarta, 1993 Purwoleksono, Didik Endro, Kapita Selekta Hukum Pidana, Surabaya, 2010 Soesilo, R., Kitab Undang-undang Hukum Pidana Serta Komentar-komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal, Politeia, Bogor,1996 Tresna, R, Azas-azas Hukum Pidana, Pustaka Tinta Mas, 1994 Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (Lembaran Negara Tahun 2008 Nomor 58) Utrecht, E., Hukum Pidana 1, Pustaka Tinta Mas, Bandung, 1986 Van Bemmelen, J. M., Hukum Pidana 3: Bagian khusus delik-delik khusus, Binacipta, Bandung, 1986

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peraturan perundangan undangan yang berlaku dan pelakunya dapat dikenai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peraturan perundangan undangan yang berlaku dan pelakunya dapat dikenai BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tindak Pidana Tindak pidana merupakan suatu perbuatan yang bertentangan dengan peraturan perundangan undangan yang berlaku dan pelakunya dapat dikenai dengan hukuman pidana.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan teknologi yang ditandai dengan munculnya internet yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan teknologi yang ditandai dengan munculnya internet yang dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di negara demokrasi tuntutan masyarakat terhadap keterbukaan informasi semakin besar. Pada masa sekarang kemajuan teknologi informasi, media elektronika dan globalisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh berbagai pihak. Penyebabnya beragam, mulai dari menulis di mailing list

BAB I PENDAHULUAN. oleh berbagai pihak. Penyebabnya beragam, mulai dari menulis di mailing list BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Belakangan marak diberitakan tentang tuduhan pencemaran nama baik oleh berbagai pihak. Penyebabnya beragam, mulai dari menulis di mailing list (milis), meneruskan

Lebih terperinci

Lex Crimen Vol. V/No. 1/Jan/2016. Pangemanan, SH, MH; M.G. Nainggolan, SH, MH, DEA. 2. Mahasiswa pada Fakultas Hukum Unsrat, NIM,

Lex Crimen Vol. V/No. 1/Jan/2016. Pangemanan, SH, MH; M.G. Nainggolan, SH, MH, DEA. 2. Mahasiswa pada Fakultas Hukum Unsrat, NIM, DELIK PENGADUAN FITNAH PASAL 317 AYAT (1) KUH PIDANA DARI SUDUT PANDANG PASAL 108 AYAT (1) KUHAP TENTANG HAK MELAPOR/MENGADU 1 Oleh: Andrew A. R. Dully 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DAN PENADAHAN. dasar dari dapat dipidananya seseorang adalah kesalahan, yang berarti seseorang

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DAN PENADAHAN. dasar dari dapat dipidananya seseorang adalah kesalahan, yang berarti seseorang BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DAN PENADAHAN 2.1. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana Dasar dari adanya perbuatan pidana adalah asas legalitas, sedangkan dasar dari dapat dipidananya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. umur harus dipertanggungjawabkan. Dalam hukum pidana konsep responsibility

II. TINJAUAN PUSTAKA. umur harus dipertanggungjawabkan. Dalam hukum pidana konsep responsibility II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana Perbuatan cabul yang dilakukan orang dewasa kepada anak yang masih dibawah umur harus dipertanggungjawabkan. Dalam hukum pidana konsep responsibility

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM PENGATURAN, PERTANGGUNG JAWABAN PERS, PENCEMARAN NAMA BAIK

BAB II TINJAUAN UMUM PENGATURAN, PERTANGGUNG JAWABAN PERS, PENCEMARAN NAMA BAIK BAB II TINJAUAN UMUM PENGATURAN, PERTANGGUNG JAWABAN PERS, PENCEMARAN NAMA BAIK 2.1. Pertanggung jawaban pers terhadap Pencemaran Nama Baik dalam Hukum Pidana Perbuatan pidana adalah suatu perbuatan yang

Lebih terperinci

PENEGAKAN HUKUM DALAM TINDAK PIDANA PEMALSUAN MATA UANG DOLLAR. Suwarjo, SH., M.Hum.

PENEGAKAN HUKUM DALAM TINDAK PIDANA PEMALSUAN MATA UANG DOLLAR. Suwarjo, SH., M.Hum. PENEGAKAN HUKUM DALAM TINDAK PIDANA PEMALSUAN MATA UANG DOLLAR Suwarjo, SH., M.Hum. Abstrak Pemberantasan dollar AS palsu di Indonesia terbilang cukup sulit karena tidak terjangkau oleh hukum di Indonesia.

Lebih terperinci

KETENTUAN-KETENTUAN HUKUM PIDANA YANG ADA KAITANNYA DENGAN MEDIA MASSA. I. Pembocoran Rahasia Negara. Pasal 112. II. Pembocoran Rahasia Hankam Negara

KETENTUAN-KETENTUAN HUKUM PIDANA YANG ADA KAITANNYA DENGAN MEDIA MASSA. I. Pembocoran Rahasia Negara. Pasal 112. II. Pembocoran Rahasia Hankam Negara Pasal-pasal Delik Pers KETENTUAN-KETENTUAN HUKUM PIDANA YANG ADA KAITANNYA DENGAN MEDIA MASSA I. Pembocoran Rahasia Negara Pasal 112 Barang siapa dengan sengaja mengumumkan surat-surat, berita-berita atau

Lebih terperinci

Berdasarkan keterangan saya sebagai saksi ahli di bidang Hukum Telematika dalam sidang Mahkamah Konstitusi tanggal 19 Maret 2009, perihal Pengujian

Berdasarkan keterangan saya sebagai saksi ahli di bidang Hukum Telematika dalam sidang Mahkamah Konstitusi tanggal 19 Maret 2009, perihal Pengujian Berdasarkan keterangan saya sebagai saksi ahli di bidang Hukum Telematika dalam sidang Mahkamah Konstitusi tanggal 19 Maret 2009, perihal Pengujian Undang- Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi

Lebih terperinci

Lex Privatum Vol. V/No. 1/Jan-Feb/2017. PENERAPAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA PENCEMARAN NAMA BAIK 1 Oleh: Deisi A. Bawekes 2

Lex Privatum Vol. V/No. 1/Jan-Feb/2017. PENERAPAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA PENCEMARAN NAMA BAIK 1 Oleh: Deisi A. Bawekes 2 PENERAPAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA PENCEMARAN NAMA BAIK 1 Oleh: Deisi A. Bawekes 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana bentuk-bentuk pencemaran nama baik menurut

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. sebagaimana diuraikan dalam bab sebelumnya dapat dikemukakan kesimpulan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. sebagaimana diuraikan dalam bab sebelumnya dapat dikemukakan kesimpulan BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan rumusan permasalahan serta hasil penelitian dan pembahasan sebagaimana diuraikan dalam bab sebelumnya dapat dikemukakan kesimpulan sebagai berikut:

Lebih terperinci

BAB III PIDANA DAN PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Sanksi Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Korupsi yang Dimuat

BAB III PIDANA DAN PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Sanksi Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Korupsi yang Dimuat BAB III PIDANA DAN PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA KORUPSI A. Sanksi Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Korupsi yang Dimuat dalam Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi 1. Sanksi

Lebih terperinci

HAKIKAT DAN PROSEDUR PEMERIKSAAN TINDAK PIDANA RINGAN 1 Oleh: Alvian Solar 2

HAKIKAT DAN PROSEDUR PEMERIKSAAN TINDAK PIDANA RINGAN 1 Oleh: Alvian Solar 2 HAKIKAT DAN PROSEDUR PEMERIKSAAN TINDAK PIDANA RINGAN 1 Oleh: Alvian Solar 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana hakikat dari tindak pidana ringan dan bagaimana prosedur pemeriksaan

Lebih terperinci

tulisan, gambaran atau benda yang telah diketahui isinya melanggar kesusilaan muatan yang melanggar kesusilaan

tulisan, gambaran atau benda yang telah diketahui isinya melanggar kesusilaan muatan yang melanggar kesusilaan Selain masalah HAM, hal janggal yang saya amati adalah ancaman hukumannya. Anggara sudah menulis mengenai kekhawatiran dia yang lain di dalam UU ini. Di bawah adalah perbandingan ancaman hukuman pada pasal

Lebih terperinci

KESAKSIAN PALSU DI DEPAN PENGADILAN DAN PROSES PENANGANANNYA 1 Oleh: Gerald Majampoh 2

KESAKSIAN PALSU DI DEPAN PENGADILAN DAN PROSES PENANGANANNYA 1 Oleh: Gerald Majampoh 2 Lex Crimen, Vol.II/No.1/Jan-Mrt/2013 KESAKSIAN PALSU DI DEPAN PENGADILAN DAN PROSES PENANGANANNYA 1 Oleh: Gerald Majampoh 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan tindak pidana, Moeljatno merumuskan istilah perbuatan pidana, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. dengan tindak pidana, Moeljatno merumuskan istilah perbuatan pidana, yaitu BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hukum adalah himpunan peraturan-peraturan, yang berupa perintah atau larangan yang mengharuskan untuk ditaati oleh masyarakat itu. Berkaitan dengan tindak pidana,

Lebih terperinci

teknologi informasi adalah munculnya tindak pidana mayantara (cyber crime). Cyber

teknologi informasi adalah munculnya tindak pidana mayantara (cyber crime). Cyber 2 internet yang memudahkan masyarakat untuk mengakses setiap peristiwa yang terjadi di belahan dunia yang lain. Perkembangan teknologi informasi selain menimbulkan dampak positif juga menimbulkan dampak

Lebih terperinci

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN RANCANGAN LAPORAN SINGKAT RAPAT PANJA KOMISI III DPR-RI DENGAN KEPALA BADAN PEMBINAAN HUKUM NASIONAL (BPHN) DALAM RANGKA PEMBAHASAN DIM RUU TENTANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA ---------------------------------------------------

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana (kepada barangsiapa yang melanggar larangan tersebut), untuk singkatnya dinamakan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. tindak pidana atau melawan hukum, sebagaimana dirumuskan dalam Undang-

II. TINJAUAN PUSTAKA. tindak pidana atau melawan hukum, sebagaimana dirumuskan dalam Undang- 13 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana Pertanggungjawaban pidana memiliki makna bahwa setiap orang yang melakukan tindak pidana atau melawan hukum, sebagaimana dirumuskan dalam

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Kebebasan berekspresi telah diatur dalam UUD Negara Republik Indonesia Tahun

TINJAUAN PUSTAKA. Kebebasan berekspresi telah diatur dalam UUD Negara Republik Indonesia Tahun II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Penghinaan Kebebasan berekspresi telah diatur dalam UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, khususnya dalam Pasal 28 E dan 28 F, namun pembatasan terhadap

Lebih terperinci

Muatan yang melanggar kesusilaan

Muatan yang melanggar kesusilaan SKRIPSI HUKUM PIDANA Pasal 27 Jo Pasal 45 ayat (1) UU ITE: Distribusi, membuat dapat diaksesnya konten tertentu yg Ilegal - Author: Swante Adi Pasal 27 Jo Pasal 45 ayat (1) UU ITE: Distribusi, membuat

Lebih terperinci

BAB III SANKSI PIDANA ATAS PENGEDARAN MAKANAN TIDAK LAYAK KONSUMSI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

BAB III SANKSI PIDANA ATAS PENGEDARAN MAKANAN TIDAK LAYAK KONSUMSI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN BAB III SANKSI PIDANA ATAS PENGEDARAN MAKANAN TIDAK LAYAK KONSUMSI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN A. Pengedaran Makanan Berbahaya yang Dilarang oleh Undang-Undang

Lebih terperinci

Pengantar Hukum Indonesia Materi Hukum Pidana. Disampaikan oleh : Fully Handayani R.

Pengantar Hukum Indonesia Materi Hukum Pidana. Disampaikan oleh : Fully Handayani R. Pengantar Hukum Indonesia Materi Hukum Pidana Disampaikan oleh : Fully Handayani R. Pendahuluan Istilah Hukum Pidana menurut Prof. Satochid mengandung beberapa arti atau dapat dipandang dari beberapa sudut,

Lebih terperinci

Kapita Selekta Ilmu Sosial

Kapita Selekta Ilmu Sosial Modul ke: Kapita Selekta Ilmu Sosial Hukum Pidana Fakultas ILMU KOMUNIKASI Finy F. Basarah, M.Si Program Studi Penyiaran Hukum Pidana Kapita Selekta Ilmu Sosial Ruang lingkup: Mengenai Hukum Pidana secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sekali terjadi, bahkan berjumlah terbesar diantara jenis-jenis kejahatan terhadap

BAB I PENDAHULUAN. sekali terjadi, bahkan berjumlah terbesar diantara jenis-jenis kejahatan terhadap 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan masyarakat kejahatan terhadap harta benda orang banyak sekali terjadi, bahkan berjumlah terbesar diantara jenis-jenis kejahatan terhadap kepentingan

Lebih terperinci

TINDAK PIDANA DI BIDANG MEDIA SOSIAL Oleh : Prof. Dr. H. Didik Endro Purwoleksono, S.H., M.H.

TINDAK PIDANA DI BIDANG MEDIA SOSIAL Oleh : Prof. Dr. H. Didik Endro Purwoleksono, S.H., M.H. TINDAK PIDANA DI BIDANG MEDIA SOSIAL Oleh : Prof. Dr. H. Didik Endro Purwoleksono, S.H., M.H. 5 KEPENTINGAN HUKUM YANG HARUS DILINDUNGI (PARAMETER SUATU UU MENGATUR SANKSI PIDANA) : 1. NYAWA MANUSIA. 2.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian dan Unsur-Unsur Tindak Pidana. Belanda yaitu strafbaar feit yang terdiri dari tiga kata, yakni straf

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian dan Unsur-Unsur Tindak Pidana. Belanda yaitu strafbaar feit yang terdiri dari tiga kata, yakni straf II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian dan Unsur-Unsur Tindak Pidana 1. Pengertian Tindak Pidana Istilah tindak pidana berasal dari istilah yang dikenal dalam hukum pidana Belanda yaitu strafbaar feit yang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Adapun yang menjadi tujuan upaya diversi adalah : 6. a. untuk menghindari anak dari penahanan;

BAB II LANDASAN TEORI. Adapun yang menjadi tujuan upaya diversi adalah : 6. a. untuk menghindari anak dari penahanan; BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Uraian Teori 2.1.1.Diversi Diversi adalah pengalihan penanganan kasus-kasus anak yang diduga telah melakukan tindak pidana dari proses formal dengan atau tanpa syarat. Pendekatan

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS MENGENAI SANKSI PIDANA TERHADAP TINDAK PIDANA PENCEMARAN NAMA BAIK MELALUI MEDIA SOSIAL

TINJAUAN YURIDIS MENGENAI SANKSI PIDANA TERHADAP TINDAK PIDANA PENCEMARAN NAMA BAIK MELALUI MEDIA SOSIAL TINJAUAN YURIDIS MENGENAI SANKSI PIDANA TERHADAP TINDAK PIDANA PENCEMARAN NAMA BAIK MELALUI MEDIA SOSIAL Oleh : Shah Rangga Wiraprastya Made Nurmawati Bagian Hukum Pidana, Fakultas Hukum,Universitas Udayana

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KORUPSI

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KORUPSI 20 BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KORUPSI A. Undang-Undang Dasar 1945 Adapun terkait hal keuangan, diatur di dalam Pasal 23 Undang-Undang Dasar 1945, sebagaimana

Lebih terperinci

Lex Crimen Vol. VI/No. 9/Nov/2017

Lex Crimen Vol. VI/No. 9/Nov/2017 KAJIAN YURIDIS TENTANG SYARAT UNTUK DAPAT DIPIDANANYA DELIK PERCOBAAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA MILITER 1 Oleh: Stewart Eliezer Singal 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk

Lebih terperinci

Lex Crimen Vol. VI/No. 7/Sep/2017

Lex Crimen Vol. VI/No. 7/Sep/2017 ALASAN PENGHAPUS PIDANA KHUSUS TERHADAP TINDAK PIDANA ENYEMBUNYIKAN PELAKU KEJAHATAN DAN BARANG BUKTI BERDASARKAN PASAL 221 KUH PIDANA 1 Oleh: Suanly A. Sumual 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan

Lebih terperinci

BAB II PENERAPAN KONSEP NOODWEER DALAM TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN SEBAGAI AKIBAT ADANYA TINDAK PIDANA KEHORMATAN KESUSILAAN

BAB II PENERAPAN KONSEP NOODWEER DALAM TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN SEBAGAI AKIBAT ADANYA TINDAK PIDANA KEHORMATAN KESUSILAAN BAB II PENERAPAN KONSEP NOODWEER DALAM TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN SEBAGAI AKIBAT ADANYA TINDAK PIDANA KEHORMATAN KESUSILAAN A. Tindak Pidana Penganiayaan Pengertian tindak pidana dalam Kitab Undang-undang

Lebih terperinci

SOAL DAN JAWABAN TENTIR UTS ASAS-ASAS HUKUM PIDANA 2016 BY PERSEKUTUAN OIKUMENE (PO)

SOAL DAN JAWABAN TENTIR UTS ASAS-ASAS HUKUM PIDANA 2016 BY PERSEKUTUAN OIKUMENE (PO) SOAL DAN JAWABAN TENTIR UTS ASAS-ASAS HUKUM PIDANA 2016 BY PERSEKUTUAN OIKUMENE (PO) 1. Jelaskan pengertian hukum pidana menurut Moeljatno, Pompe, dan Van Hamel Jawaban: Menurut Moeljatno: Hukum Pidana

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN TINDAK PIDANA PELAKU PEMBAKARAN LAHAN

BAB II PENGATURAN TINDAK PIDANA PELAKU PEMBAKARAN LAHAN BAB II PENGATURAN TINDAK PIDANA PELAKU PEMBAKARAN LAHAN Hukum merupakan sebuah instrumen yang dibentuk oleh pemerintah yang berwenang, yang berisikan aturan, larangan, dan sanksi yang bertujuan untuk mengatur

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Uraian Teori 2.1.1. Pengertian Tindak Pidana Penggelapan Dalam suatu tindak pidana, mengetahui secara jelas tindak pidana yang terjadi adalah suatu keharusan. Beberapa tindak

Lebih terperinci

Lex Privatum Vol. V/No. 8/Okt/2017

Lex Privatum Vol. V/No. 8/Okt/2017 KAJIAN YURIDIS TINDAK PIDANA DI BIDANG PAJAK BERDASARKAN KETENTUAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN PERPAJAKAN 1 Oleh: Seshylia Howan 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana

Lebih terperinci

TINDAK PIDANA PENGHINAAN DAN PENCEMARAN NAMA BAIK

TINDAK PIDANA PENGHINAAN DAN PENCEMARAN NAMA BAIK TINDAK PIDANA PENGHINAAN DAN PENCEMARAN NAMA BAIK (Paper ini untuk melengkapi kriteria penilaian mata kuliah Hukum Pidana) NAMA DOSEN : HOLLYONE, S.H. NAMA MAHASISWA : DINI MERDEKANI NPM : 09411733000134

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. khususnya Pasal 378, orang awam menyamaratakan Penipuan atau lebih. (Pasal 372 KUHPidana) hanya ada perbedaan yang sangat tipis.

BAB I PENDAHULUAN. khususnya Pasal 378, orang awam menyamaratakan Penipuan atau lebih. (Pasal 372 KUHPidana) hanya ada perbedaan yang sangat tipis. BAB I PENDAHULUAN A. Alasan Pemilihan Judul Banyak orang, terutama orang awam tidak paham apa arti Penipuan yang sesungguhnya, yang diatur oleh Kitab Undang-undang Hukum Pidana, khususnya Pasal 378, orang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kemajuan dalam kehidupan masyarakat, selain itu dapat mengakibatkan perubahan kondisi sosial

I. PENDAHULUAN. kemajuan dalam kehidupan masyarakat, selain itu dapat mengakibatkan perubahan kondisi sosial I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia adalah salah satu negara berkembang yang sedang mengalami proses pembangunan. Proses pembangunan tersebut dapat menimbulkan dampak sosial positif yaitu

Lebih terperinci

BAB II BATASAN PENGATURAN KEKERASAN FISIK TERHADAP ISTRI JIKA DIKAITKAN DENGAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN MENURUT KETENTUAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA

BAB II BATASAN PENGATURAN KEKERASAN FISIK TERHADAP ISTRI JIKA DIKAITKAN DENGAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN MENURUT KETENTUAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA BAB II BATASAN PENGATURAN KEKERASAN FISIK TERHADAP ISTRI JIKA DIKAITKAN DENGAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN MENURUT KETENTUAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA A. Batasan Pengaturan Tindak Pidana Kekekerasan Fisik

Lebih terperinci

BAB III PENGANIAYAAN YANG BERAKIBAT LUKA BERAT DALAM KUHP

BAB III PENGANIAYAAN YANG BERAKIBAT LUKA BERAT DALAM KUHP 40 BAB III PENGANIAYAAN YANG BERAKIBAT LUKA BERAT DALAM KUHP 1. Pengertian Penganiayaan yang berakibat luka berat Dalam Undang-Undang tidak memberikan perumusan apa yang dinamakan penganiayaan. Namun menurut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mendukung pelaksanaan dan penerapan ketentuan hukum pidana materiil,

BAB I PENDAHULUAN. mendukung pelaksanaan dan penerapan ketentuan hukum pidana materiil, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kedudukannya sebagai instrumen hukum publik yang mendukung pelaksanaan dan penerapan ketentuan hukum pidana materiil, maka Undang-Undang Nomor 8 Tahun

Lebih terperinci

BAB III SANKSI TINDAK PIDANA PENCURIAN RINGAN DALAM PASAL 364 KUHP DAN PERMA NOMOR 2 TAHUN 2012

BAB III SANKSI TINDAK PIDANA PENCURIAN RINGAN DALAM PASAL 364 KUHP DAN PERMA NOMOR 2 TAHUN 2012 BAB III SANKSI TINDAK PIDANA PENCURIAN RINGAN DALAM PASAL 364 KUHP DAN PERMA NOMOR 2 TAHUN 2012 A. Tindak Pidana Pencurian ringan Dalam Pasal 364 KUHP Dalam hukum positif pengertian pencurian telah diatur

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Pengertian Tindak Pidana Korupsi dan Subjek Hukum Tindak Pidana

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Pengertian Tindak Pidana Korupsi dan Subjek Hukum Tindak Pidana BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA KORUPSI A. Pengertian Tindak Pidana Korupsi dan Subjek Hukum Tindak Pidana Korupsi 1. Pengertian Tindak Pidana Korupsi Tindak pidana korupsi meskipun telah diatur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia sebagai negara hukum berdasarkan Pancasila dan UUD

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia sebagai negara hukum berdasarkan Pancasila dan UUD BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai negara hukum berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 mengakui bahwa kemerdekaan pers merupakan salah satu wujud kedaulatan rakyat dan menjadi unsur

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Pidana. Bagaimanapun baiknya segala peraturan perundang-undangan yang siciptakan

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Pidana. Bagaimanapun baiknya segala peraturan perundang-undangan yang siciptakan 18 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Pidana Kekuasaan kehakiman merupakan badan yang menentukan dan kekuatan kaidahkaidah hukum positif dalam konkretisasi oleh hakim melalui

Lebih terperinci

PERTANGGUNG JAWABAN PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PENCEMARAN NAMA BAIK (SUATU KAJIAN TERDAPAT PASAL 310 KUHP)

PERTANGGUNG JAWABAN PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PENCEMARAN NAMA BAIK (SUATU KAJIAN TERDAPAT PASAL 310 KUHP) PERTANGGUNG JAWABAN PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PENCEMARAN NAMA BAIK (SUATU KAJIAN TERDAPAT PASAL 310 KUHP) Oleh : Ketut Yoga Maradana Adinatha A.A. Ngurah Yusa Darmadi I Gusti Ngurah Parwata

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

Masih Dicari Hukum Yang Pro Kemerdekaan Berpendapat Friday, 21 October :50 - Last Updated Tuesday, 04 September :19

Masih Dicari Hukum Yang Pro Kemerdekaan Berpendapat Friday, 21 October :50 - Last Updated Tuesday, 04 September :19 Kemerdekaan Berekspresi terutamanya kemerdekaan berpendapat memiliki sejumlah alasan menjadi kenapa salah satu hak yang penting dan menjadi indikator terpenting dalam menentukan seberapa jauh iklim demokrasi

Lebih terperinci

Lex Crimen Vol. III/No. 4/Ags-Nov/2014

Lex Crimen Vol. III/No. 4/Ags-Nov/2014 PENCEMARAN NAMA BAIK DALAM KUHP DAN MENURUT UU NO. 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK 1 Oleh: Reydi Vridell Awawangi 2 A B S T R A K Setiap orang memiliki rasa harga diri mengenai

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Perbuatan yang Termasuk dalam Tindak Pidana. Hukum pidana dalam arti objektif atau ius poenale yaitu sejumlah peraturan yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Perbuatan yang Termasuk dalam Tindak Pidana. Hukum pidana dalam arti objektif atau ius poenale yaitu sejumlah peraturan yang II. TINJAUAN PUSTAKA A. Perbuatan yang Termasuk dalam Tindak Pidana Hukum pidana dalam arti objektif atau ius poenale yaitu sejumlah peraturan yang mengandung larangan larangan atau keharusan keharusan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tugas dan Wewenang Hakim dalam Proses Peradilan Pidana. Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tugas dan Wewenang Hakim dalam Proses Peradilan Pidana. Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tugas dan Wewenang Hakim dalam Proses Peradilan Pidana 1. Kekuasaan Kehakiman Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan norma serta

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan norma serta BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum sebagai konfigurasi peradaban manusia berjalan seiring dengan pertumbuhan dan perkembangan masyarakat sebagai komunitas dimana manusia tumbuh dan berkembang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembunuhan berencana dalam KUHP diatur dalam pasal 340 adalah Barang

I. PENDAHULUAN. Pembunuhan berencana dalam KUHP diatur dalam pasal 340 adalah Barang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembunuhan berencana dalam KUHP diatur dalam pasal 340 adalah Barang siapa sengaja dan dengan rencana lebih dahulu merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan

Lebih terperinci

Lex Crimen Vol. V/No. 2/Feb/2016. PENJATUHAN PIDANA TERHADAP PERBUATAN PERCOBAAN MELAKUKAN TINDAK PIDANA 1 Oleh: Magelhaen Madile 2

Lex Crimen Vol. V/No. 2/Feb/2016. PENJATUHAN PIDANA TERHADAP PERBUATAN PERCOBAAN MELAKUKAN TINDAK PIDANA 1 Oleh: Magelhaen Madile 2 PENJATUHAN PIDANA TERHADAP PERBUATAN PERCOBAAN MELAKUKAN TINDAK PIDANA 1 Oleh: Magelhaen Madile 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana penerapan hukum Pidana Materil

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun (selanjutnya disebut UUD 1945) menyatakan bahwa Negara Indonesia adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun (selanjutnya disebut UUD 1945) menyatakan bahwa Negara Indonesia adalah BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya disebut UUD 1945) menyatakan bahwa Negara Indonesia adalah Negara Hukum. Hal ini didasarkan

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG TINDAK PIDANA PELAYARAN DI INDONESIA. A. Pengaturan Tindak Pidana Pelayaran Di Dalam KUHP

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG TINDAK PIDANA PELAYARAN DI INDONESIA. A. Pengaturan Tindak Pidana Pelayaran Di Dalam KUHP 29 BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG TINDAK PIDANA PELAYARAN DI INDONESIA A. Pengaturan Tindak Pidana Pelayaran Di Dalam KUHP Indonesia merupakan negara maritim terbesar di dunia, yang mana hal tersebut

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan media elektronik yang berfungsi merancang, memproses, menganalisis,

I. PENDAHULUAN. dan media elektronik yang berfungsi merancang, memproses, menganalisis, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sistem eletronik adalah system computer yang mencakup perangkat keras lunak komputer, juga mencakup jaringan telekomunikasi dan system komunikasi elektronik, digunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk dipenuhi. Manusia dalam hidupnya dikelilingi berbagai macam bahaya. kepentingannya atau keinginannya tidak tercapai.

BAB I PENDAHULUAN. untuk dipenuhi. Manusia dalam hidupnya dikelilingi berbagai macam bahaya. kepentingannya atau keinginannya tidak tercapai. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap manusia adalah mendukung atau penyandang kepentingan, kepentingan adalah suatu tuntutan perorangan atau kelompok yang diharapkan untuk dipenuhi. Manusia dalam

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. arti yang luas dan berubah-ubah, karena istilah tersebut dapat berkonotasi dengan bidang-bidang

II. TINJAUAN PUSTAKA. arti yang luas dan berubah-ubah, karena istilah tersebut dapat berkonotasi dengan bidang-bidang II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pertanggungjawaban pidana 1. Pengertian Pidana Istilah pidana atau hukuman yang merupakan istilah umum dan konvensional dapat mempunyai arti yang luas dan berubah-ubah, karena istilah

Lebih terperinci

BAB III PENCURIAN DENGAN KEKERASAN MENURUT HUKUM POSITIF. Menyimpang itu sendiri menurut Robert M.Z. Lawang penyimpangan perilaku

BAB III PENCURIAN DENGAN KEKERASAN MENURUT HUKUM POSITIF. Menyimpang itu sendiri menurut Robert M.Z. Lawang penyimpangan perilaku BAB III PENCURIAN DENGAN KEKERASAN MENURUT HUKUM POSITIF A. Pencurian Dengan Kekerasan Dalam KUHP 1. Pengertian Pencurian Dengan Kekerasan Pencurian dengan kekerasan adalah suatu tindakan yang menyimpang.

Lebih terperinci

Lex et Societatis, Vol. V/No. 3/Mei/2017

Lex et Societatis, Vol. V/No. 3/Mei/2017 LANDASAN HUKUM TERHADAP KEJAHATAN DI BIDANG PERPAJAKAN YANG DILAKUKAN OLEH PEJABAT PAJAK 1 Oleh: Grace Yurico Bawole 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana landasan

Lebih terperinci

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PELAKU TINDAK PIDANA PENCEMARAN NAMA BAIK MELALUI MEDIA SOSIAL DALAM HUKUM PIDANA INDONESIA

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PELAKU TINDAK PIDANA PENCEMARAN NAMA BAIK MELALUI MEDIA SOSIAL DALAM HUKUM PIDANA INDONESIA PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PELAKU TINDAK PIDANA PENCEMARAN NAMA BAIK MELALUI MEDIA SOSIAL DALAM HUKUM PIDANA INDONESIA Oleh Alexander Imanuel Korassa Sonbai I Ketut Keneng Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. wajib untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Pertanggungjawaban

II. TINJAUAN PUSTAKA. wajib untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Pertanggungjawaban 18 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Setiap tindak pidana yang dilakukan oleh seseorang pada dasarnya orang tersebut wajib untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Pertanggungjawaban pidana

Lebih terperinci

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP TINDAK PIDANA PENCEMARAN NAMA BAIK MELALUI MEDIA INTERNET DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 19 TAHUN 2016

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP TINDAK PIDANA PENCEMARAN NAMA BAIK MELALUI MEDIA INTERNET DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 19 TAHUN 2016 PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP TINDAK PIDANA PENCEMARAN NAMA BAIK MELALUI MEDIA INTERNET DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 19 TAHUN 2016 Oleh Suhartanto ABSTRAK Pengaruh globalisasi dengan penggunaan sarana

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. hukum serta Undang-Undang Pidana. Sebagai suatu kenyataan sosial, masalah

I. PENDAHULUAN. hukum serta Undang-Undang Pidana. Sebagai suatu kenyataan sosial, masalah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kejahatan adalah bentuk tingkah laku yang bertentangan dengan moral kemanusiaan (immoril), merugikan masyarakat, asosial sifatnya dan melanggar hukum serta Undang-Undang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. diyakini merupakan agenda penting masyarakat dunia saat ini, antara lain ditandai

I. PENDAHULUAN. diyakini merupakan agenda penting masyarakat dunia saat ini, antara lain ditandai I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan Nasional yang berkelanjutan harus senantiasa tanggap terhadap berbagai dinamika yang terjadi di masyarakat. Kehadiran masyarakat informasi juga diyakini merupakan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sistem pertanggungjawaban pidana dalam hukum pidana positif saat ini

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sistem pertanggungjawaban pidana dalam hukum pidana positif saat ini II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana Sistem pertanggungjawaban pidana dalam hukum pidana positif saat ini menganut asas kesalahan sebagai salah satu asas disamping asas legalitas.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERTANGGUNG JAWABAN PIDANA DAN PENCEMARAN NAMA BAIK, MELALUI INTERNET

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERTANGGUNG JAWABAN PIDANA DAN PENCEMARAN NAMA BAIK, MELALUI INTERNET BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERTANGGUNG JAWABAN PIDANA DAN PENCEMARAN NAMA BAIK, MELALUI INTERNET 1.1 Pengertian Tindak Pidana Wirjono Projodikoro menterjemahkan istilah strabaarfeit sama dengan tindak

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I No.5952 KOMUNIKASI. INFORMASI. Transaksi. Elektronik. Perubahan. (Penjelasan atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 251) PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Upaya penanggulangan tindak pidana dikenal dengan istilah kebijakan kriminal

TINJAUAN PUSTAKA. Upaya penanggulangan tindak pidana dikenal dengan istilah kebijakan kriminal II. TINJAUAN PUSTAKA A. Upaya Penanggulangan Tindak Pidana Upaya penanggulangan tindak pidana dikenal dengan istilah kebijakan kriminal yang dalam kepustakaan asing sering dikenal dengan berbagai istilah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat di mana pers berada. 1. kemasyarakatan yang berfungsi sebagai media kontrol sosial, pembentukan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat di mana pers berada. 1. kemasyarakatan yang berfungsi sebagai media kontrol sosial, pembentukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pers, baik cetak maupun elektronik merupakan instrumen dalam tatanan hidup bermasyarakat yang sangat vital bagi peningkatan kualitas kehidupan warganya. Pers juga merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hukum, tidak ada suatu tindak pidana tanpa sifat melanggar hukum. 1

BAB I PENDAHULUAN. hukum, tidak ada suatu tindak pidana tanpa sifat melanggar hukum. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindak pidana adalah suatu pelanggaran norma-norma yang oleh pembentuk undang-undang ditanggapi dengan suatu hukuman pidana. Maka, sifat-sifat yang ada di dalam

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang terdiri dari kesengajaan (dolus atau opzet) dan kelalaian (culpa). Seperti

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang terdiri dari kesengajaan (dolus atau opzet) dan kelalaian (culpa). Seperti II. TINJAUAN PUSTAKA A. Bukti Permulaan yang Cukup Istilah kesalahan ( schuld) adalah pengertian hukum yang tidak sama dengan pengertian harfiah:fout. Kesalahan dalam hukum pidana berhubungan dengan pertanggungjawaban,

Lebih terperinci

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. mempunyai tiga arti, antara lain : 102. keadilanuntuk melakukan sesuatu. tindakansegera atau di masa depan.

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. mempunyai tiga arti, antara lain : 102. keadilanuntuk melakukan sesuatu. tindakansegera atau di masa depan. BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Menurut Black's Law Dictionary, tanggung jawab (liability) mempunyai tiga arti, antara lain : 102 a. Merupakan satu kewajiban terikat dalam hukum atau keadilanuntuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kejahatan di dalam masyarakat berkembang seiring dengan. tidak akan dapat hilang dengan sendirinya, sebaliknya kasus pidana semakin

BAB I PENDAHULUAN. Kejahatan di dalam masyarakat berkembang seiring dengan. tidak akan dapat hilang dengan sendirinya, sebaliknya kasus pidana semakin BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kejahatan di dalam masyarakat berkembang seiring dengan perkembangan masyarakat itu sendiri karena kejahatan merupakan produk dari masyarakat dan ini perlu ditanggulangi

Lebih terperinci

ANALISIS TERHADAP VOORGEZETTE HANDELING

ANALISIS TERHADAP VOORGEZETTE HANDELING ANALISIS TERHADAP VOORGEZETTE HANDELING DALAM PERKARA PIDANA (SUATU TINJAUAN TERHADAP TINDAK PIDANA PENCURIAN DENGAN PERKARA No. 184/Pid.B/2010/PN.Bgr) Oleh Fadli Indra Kusuma 010104084 (Mahasiswa Hukum

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 74/PUU-XIV/2016 Frasa mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya dalam UU ITE

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 74/PUU-XIV/2016 Frasa mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya dalam UU ITE RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 74/PUU-XIV/2016 Frasa mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya dalam UU ITE I. PEMOHON Muhammad Habibi, S.H., M.H., Kuasa Hukum Denny

Lebih terperinci

UNSUR MELAWAN HUKUM DALAM PASAL 362 KUHP TENTANG TINDAK PIDANA PENCURIAN

UNSUR MELAWAN HUKUM DALAM PASAL 362 KUHP TENTANG TINDAK PIDANA PENCURIAN UNSUR MELAWAN HUKUM DALAM PASAL 362 KUHP TENTANG TINDAK PIDANA PENCURIAN Oleh I Gusti Ayu Jatiana Manik Wedanti A.A. Ketut Sukranatha Program Kekhususan Hukum Pidana Fakultas Hukum, Universitas Udayana

Lebih terperinci

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2008

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2008 1 PENYANTUNAN BAGI KELUARGA MENINGGAL ATAU LUKA BERAT KECELAKAAN LALU LINTAS DALAM HUBUNGANNYA DENGAN PENGAMBILAN PUTUSAN HAKIM Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Syarat-Syarat Guna

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang dilarang atau diharuskan dan diancam dengan pidana oleh undang-undang,

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang dilarang atau diharuskan dan diancam dengan pidana oleh undang-undang, II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Tindak pidana adalah suatu tindakan pada tempat, waktu dan keadaan tertentu yang dilarang atau diharuskan dan diancam dengan pidana oleh undang-undang,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. terpuruknya sistem kesejahteraan material yang mengabaikan nilai-nilai

I. PENDAHULUAN. terpuruknya sistem kesejahteraan material yang mengabaikan nilai-nilai 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindak pidana penggelapan di Indonesia saat ini menjadi salah satu penyebab terpuruknya sistem kesejahteraan material yang mengabaikan nilai-nilai kehidupan dalam

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN (yang telah disahkan dalam Rapat Paripurna DPR tanggal 18 Juli 2006) RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian dan Ruang Lingkup Hukum Pidana. hukum yang berlaku disuatu negara yang mengadakan dasar-dasar dan aturanaturan

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian dan Ruang Lingkup Hukum Pidana. hukum yang berlaku disuatu negara yang mengadakan dasar-dasar dan aturanaturan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian dan Ruang Lingkup Hukum Pidana Menurut Moeljatno (2000: 1), hukum pidana adalah bagian dari pada keseluruhan hukum yang berlaku disuatu negara yang mengadakan dasar-dasar

Lebih terperinci

PELAKSANAAN SANKSI PIDANA DENDA PADA TINDAK PIDANA PSIKOTROPIKA

PELAKSANAAN SANKSI PIDANA DENDA PADA TINDAK PIDANA PSIKOTROPIKA PELAKSANAAN SANKSI PIDANA DENDA PADA TINDAK PIDANA PSIKOTROPIKA ABTRAKSI SKRIPSI Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Syarat-Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pertanggungjawaban Pidana Korporasi

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pertanggungjawaban Pidana Korporasi 13 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pertanggungjawaban Pidana 1. Pertanggungjawaban Pidana Korporasi a. Peranan korporasi menjadi penting dalam tindak pidana karena sebagai akibat dari perubahan yang terjadi dalam

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. suatu pengertian yuridis, lain halnya dengan istilah perbuatan jahat atau kejahatan. Secara yuridis

I. TINJAUAN PUSTAKA. suatu pengertian yuridis, lain halnya dengan istilah perbuatan jahat atau kejahatan. Secara yuridis I. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian dan Unsur-Unsur Tindak Pidana Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana. Tindak pidana merupakan suatu pengertian yuridis, lain halnya dengan istilah

Lebih terperinci

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS ATMAJAYA YOGYAKARTA

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS ATMAJAYA YOGYAKARTA NASKAH PUBLIKASI PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENJATUHKAN PUTUSAN PIDANA PENJARA TERHADAP ANAK YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA PENCURIAN Diajukan Oleh : Nama : Yohanes Pandu Asa Nugraha NPM : 8813 Prodi : Ilmu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyelesaian perkara pidana, keterangan yang diberikan oleh seorang saksi. pidana atau tidak yang dilakukan terdakwa.

BAB I PENDAHULUAN. penyelesaian perkara pidana, keterangan yang diberikan oleh seorang saksi. pidana atau tidak yang dilakukan terdakwa. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Alat bukti berupa keterangan saksi sangatlah lazim digunakan dalam penyelesaian perkara pidana, keterangan yang diberikan oleh seorang saksi dimaksudkan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pencemaran nama baik, maupun serangan seperti halnya pencurian identitas, dan

BAB I PENDAHULUAN. pencemaran nama baik, maupun serangan seperti halnya pencurian identitas, dan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Cybercrime saat ini menjadi salah satu tempat berkembangnya suatu tindak kejahatan. Dimana semakin banyak kejahatan yang memanfaatkan kecepatan dari teknologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. macam informasi melalui dunia cyber sehingga terjadinya fenomena kejahatan di

BAB I PENDAHULUAN. macam informasi melalui dunia cyber sehingga terjadinya fenomena kejahatan di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia adalah negara hukum dimana salah satu ciri negara hukum adalah adanya pengakuan hak-hak warga negara oleh negara serta mengatur kewajiban-kewajiban

Lebih terperinci

Lex et Societatis, Vol. V/No. 2/Mar-Apr/2017

Lex et Societatis, Vol. V/No. 2/Mar-Apr/2017 PROSES PENANGANAN TINDAK PIDANA RINGAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM ACARA PIDANA 1 Oleh: Raymond Lontokan 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui apa bentuk-bentuk perbuatan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 SALINAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

PENGGUNAAN KEKERASAN SECARA BERSAMA DALAM PASAL 170 DAN PASAL 358 KUHP 1 Oleh : Soterio E. M. Maudoma 2

PENGGUNAAN KEKERASAN SECARA BERSAMA DALAM PASAL 170 DAN PASAL 358 KUHP 1 Oleh : Soterio E. M. Maudoma 2 PENGGUNAAN KEKERASAN SECARA BERSAMA DALAM PASAL 170 DAN PASAL 358 KUHP 1 Oleh : Soterio E. M. Maudoma 2 ABSTRAK Penggunaan kekerasan oleh seseorang terhadap orang lain, merupakan hal yang dilarang dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sadar bahwa mereka selalu mengandalkan komputer disetiap pekerjaan serta tugastugas

BAB I PENDAHULUAN. sadar bahwa mereka selalu mengandalkan komputer disetiap pekerjaan serta tugastugas BAB I PENDAHULUAN A. Latar-Belakang Keunggulan komputer berupa kecepatan dan ketelitiannya dalam menyelesaikan pekerjaan sehingga dapat menekan jumlah tenaga kerja, biaya serta memperkecil kemungkinan

Lebih terperinci