PERENCANAAN PENGELOLAAN HUTAN DI INDONESIA
|
|
- Farida Rachman
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 KARYA TULIS PERENCANAAN PENGELOLAAN HUTAN DI INDONESIA Oleh: Rahmawaty, S.Hut, M.Si DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2006
2 KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan segala rahmat dan karunia-nya sehingga KARYA TULIS ini berhasil diselesaikan. Judul yang dipilih adalah PERENCANAAN PENGELOLAAN HUTAN Diharapkan tulisan ini bermanfaat untuk menambah informasi mengenai perencanaan pengelolaan hutan yang merupakan salah satu aspek yang sangat penting dipertimbangkan dalam penyusunan strategi pengelolaan hutan di Indonesia. Kami menyadari bahwa karya tulis ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kami mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun untuk lebih menyempurnakan karya tulis ini. Akhir kata kami ucapkan semoga karya tulis ini dapat bermanfaat. Medan, Mei 2006 Penulis
3 DAFTAR ISI Hal KATA PENGANTAR... ii DAFTAR ISI... iii DAFTAR LAMPIRAN... iv PENDAHULUAN... 1 PENGERTIAN PERENCANAAN HUTAN... 1 KOMPONEN-KOMPONEN PERENCANAAN HUTAN Inventarisasi Hutan Pengukuran Hutan Penataan Hutan Pemetaan Hutan Pengaturan Produksi Tabel Volume Kriteria dan Indikator Sistem Sertifikasi Pengelolaan Hutan Secara Lestari... 9 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 11
4 DAFTAR LAMPIRAN 1. Tally Sheet Pengukuran Pohon untuk Cruising Contoh Tabel LHC 12
5 PERENCANAAN PENGELOLAAN HUTAN DI INDONESIA Oleh Rahmawaty, S.Hut, M.Si Pendahuluan Salah satu sumberdaya alam yang sangat besar manfaatnya bagi kesejahteraan manusia adalah hutan. Hutan juga merupakan modal dasar pembangunan nasional. Sebagai modal dasar pembangunan nasional, maka hutan tersebut harus kita jaga kelestariannya agar kelak manfaat hutan ini tidak hanya kita nikmati sekarang, tetapi juga untuk generasi yang akan datang. Oleh sebab itu, sumberdaya hutan ini perlu dikelola dengan baik dan tepat agar manfaat dan hasilnya dapat diperoleh secara maksimal dan lestari. Perencanaan yang tepat dan baik sangat diperlukan agar pelaksanaan pengelolaan hutan dapat berjalan lancar, sesuai yang kita harapkan, yaitu berdasarkan prinsip-prinsip kelestarian, dimana hutan selalu ada, produksi selalu ada, dan kondisinya selalu baik. Diharapkan dengan adanya suatu perencanaan, maka hutan dapat diurus dan diusahakan dengan baik agar kelestarian hutan dapat terwujud. Pengertian Perencanaan Hutan Perencanaan hutan adalah suatu upaya dalam bentuk rencana, dasar acuan dan pegangan bagi pelaksanaan berbagai kegiatan dalam rangka mencapai tujuan pengusahaan hutan yang bertolak dari kenyataan saat ini dan memperhitungkan pengaruh masalah dan kendala yang memungkinkan terjadi selama proses mencapai tujuan tersebut (Soeranggadjiwa, 1991). Zaitunah ( 2004) mengemukakan bahwa perencanaan merupakan tahapan penting dalam mewujudkan tujuan dari pengelolaan hutan lestari. Perencanaan yang baik menjadikan pengelolaan hutan terarah dan terkendali, baik dalam awal pengelolaan hutan maupun kegiatan monitoring dan evaluasi kegiatan. Perencanaan hutan tersebut dimaksudkan untuk memberikan landasan dan pengarahan yang rasional bagi kegiatan-kegiatan pelaksanaan selanjutnya. Oleh sebab itu dalam pencapaian tujuan prinsip kelestarian, maka segala kegiatan di bidang pengusahaan hutan harus dilaksanakan dengan prinsip kelestarian (Rahmawaty, 1997). Departemen Kehutanan RI (1999) lebih lanjut menguraikan bahwa perencanaan hutan dimaksudkan untuk memberikan landasan kerja dan landasan hukum dalam pemanfaatan hutan sehingga menjamin diperolehnya manfaat yang sebesar-besarnya dari hutan yang berfungsi serbaguna dan didayagunakan secara lestari. Samsuri (2003) mengemukakan bahwa perencanaan hutan merupakan proses menyusun arahan dan pedoman dalam kegiatan pengelolaan hutan dengan tujuan agar : 1. Pengelolaan hutan dapat terarah dan terkendali sehingga tujuan yang telah ditetapkan dapat dicapai. 2. Dapat dilakukan monitoring dan evaluasi terhadap pelaksanaan kegiatan pengelolaan hutan.
6 Komponen-Komponen Perencanaan Hutan 1. Inventarisasi Hutan Inventarisasi hutan adalah kegiatan dalam sistem pengelolaan hutan untuk mengetahui kekayaan yang terkandung di dalam suatu hutan pada saat tertentu (Simon, 1996). Istilah inventarisasi hutan ini biasa juga disebut perisalahan hutan/timber cruising/cruising/timber estimation. Secara umum inventarisasi hutan didefinisikan sebagai pengumpulan dan poenyusunan data dan fakta mengenai sumberdaya hutan untuk perencanaan pengelolaan sumberdaya tersebut bagi kesejhteraan masyarakat secara lestari dan serbaguna (Departemen Kehutanan dan Perkebunanan, 1999). Berdasarkan tujuan penggunaan serta kedalaman dan cakupan data yang akan digunakan inventariosasi hutan dibagi menjadi empat tinhgkatan, aitu: 1. Inventarisasi hutan nasional (IHN) 2. Inventarisasi hutan untuk rencana pengelolaan (IHRP) 3. Inventraisasdi hutan untuk rencana operasional (IHRO) 4. Inventarisasai hasil huan non-kayu (IHHNK) Tujuan inventarisasi hutan adalah: 1. Mendapatkan data untuk diolah menjadi informasi yang dipergunakan sebagai bahan perencanaan dan perumusan kebijaksanaan strategis jangka panjang, jangla menengah dan operasional jangka pendek sesuai dengan tingkatan dan kedalaman inventarisasi yang dilaksanakan. 2. Pemantauan atas perubahan kuantitatif sumberdaya hutan, baik yang bersifat pertumbuhan maupun pengurangan karena terjadinya gangguan alami maupoun gangguan manusia. Inventarisasi hutan untuk rencana pengelolaan (IHRP) adalah kegiatan inventarisasi pada tingkat unit atau sub-unit pengelolaan hutan seperti bagian hutan, hak pengusahaan hutan (HPH), hak pengusahaan hutan tanaman industri (HPHTI), areal rencana karya lima tahunan (RKL) dan lainnya. Kegiatan IHRP meliputi kegiatan persiapan dan pelaksanaan, serta persiapan rencana kerja dan peta kerja Persiapan pelaksanaan IHRP meliputi penyiapan peta dasar (peta interpretasi sitra satelit bumi, peta tematik, peta tanah dan peta iklim), rescoring dan evaluasi areal, persiapan alat dan bahan (GPS, kompas, hagameter, clinometer, pita ukur, hypsometer, christenmeter, tabel konversi jarak lapang ke jarak datar, alat pembuat herbarium, alat tulis, alat hitung, kanera, alat camping dan obat-obatan), persiapan tenaga regu kerja, stratifikasi dan bagan penarikan contoh. Pelaksanaan IHRP di lapangan dimulai dengan pencarian titik awal, pembuatan unit contoh/jalur, pengumpulan data pohon maupun data penunjang, pengolahan data serta pembuatan laporan. Kegiatan pencarian titik awal terdiri dari pembuatan unit contoh, pengumpulan data pohon, pencacahan jenis pohon, pengukuran diameter pohon, pengukuran tinggi pohon dan pencacahan/ pengukuran permudaan. Kegiatan pengumpulan data penunjang terdiri dari data luas dan letak, topografi, bentang alam spesifik, geologi dan tanah, iklim, fungsi hutan, tipe hutan, flora dan fauna yang dilindungi, pengusahaan hutan serta penduduk, kelembagaan dan sarana-prasarana. Kegiatan pengolahan data terdiri dari penyususnan daftar nama jenis pohon dan dominasi, perhitungan masa tegakan,
7 perhitungan luas bidang dasar pohon dan perhitungan volume pohon. Laporan yang dibuat dalam pelaksanaan IHRP adalah lapaoran hasil evaluasi dan laporan hasil inventarisasi. Inventarisasi hasil hutan non-kayu (IHHNK) dilakukan untuk mengumpulkan data potensi dan penyebaran hasil-hasil hutan non kayu yang pada saat ini mempunyai nilai ekonomi tinggi, seperti rotan, bambu, sagu dan nipah. IHHNK dikakukan pada areal yang berisi hasil-hasil hutan tersebut baik secara murni maupun bagian dari ekosistem hutan. Beberapa jenis hasil hutan non-kayu yang biasa diinventarisasi adalah rotan dan bambu. Metode inventarisasai rotan terdiri dari stratifikasi, pola inventarisasi, persiapan, pelaksanaan di lapangan dan pengolahan data. Pola inventarisasi terdiri dari pengenalan jenis rotan dan pengumpulan data mengenai jenis rotan, potensi per jenis, potensi seluruh jenis dan potensi permudaan. Kegiatan persiapan terdiri dari persiapan peta 9peta topografi, peta tata guna hutan kesepakatan dan peta vegetasi), persiapan bahan dan alat (alat tulis, kompas, tali ukur, golk, alat ukur lereng, alat ukur berat, alat ukur diameter, tally sheet, obat-obatan dan personal use), dan persiapan bagan sampling. Pelaksanaan di lapangan terdiri dari penentuan titik awal, pembuatan jalur ukur, pengumpulan rotan contoh, pengukuran dan pencatatan data. Pengolahan data terdiri dari identifikasi jenis rotan, penaksiran panjang dan berat basah rotan, penaksiran panjang rotan dan penaksiran potensi rotan tiap hektar. Metode inventarisasi bambu terdiri dari pola inventarisasi bambu, persiapan, pengumpulan data dan pengolahan data. Dalam inventarisasi bambu, data yang dikumpulkan adalah data primer dan skunder. Data primer seperti pengambilan jenis contoh bambu untuk mengetahui jenis, jumlah rumpun, jumlah batang dalam rumpun dan permudan. Data skunder antara lain seperti kedaan hutan (massa tegakan bambu, jenis, penyebaran, tringkat permudaan, jenis flora dan fauna), keadaan fisik (luas dan letak hutan, hidrologi, bentang alam spesifik, geologi dan tanah serta iklim) dan data penduduk dan perhubungan (jumlah dan kepadatan penduduk, mata pencaharian, kesehatan, interaksi penduduk dengan hutan abambu dan sarana prasarana perhubungan darat, laut dan udara). Kegiatan persiapan terdiri dari persiapan peta (peta pencadangan area, peta topografi, peta dasar sesuai SK Menhut No 3 tahun 1989, peta penafsiran potret udara, peta tanah dan geologi, peta ilkim dan peta kerja), persiapan bahan dan alat (plainimeter, timbangan, tally sheet, kuisioner, alat tulis, perlengkapan kemah dan personal use) dan pembuatan bagan pengambilan contoh. Kegiatan pengambilan data terdiri dari penentuan titik awal, pembuatan jalur ukur, perhitungan rumpun bambu dan potensi biomassa. Kegiatan pengolahan data terdiri dari perhitungan masa tegakan, perhitungan tegakan bambu pada areal dengan keragaman rendah, perhitungan tegakan bambu pada areal dengan keragaman tinggi dan analisis permudaan. 2. Pengukuhan Hutan Dalam rangka perencanaan hutan, pemerintah menyusun rencana umum yang memuat peruntukan, penyediaan, pengadaan dan penggunaan hutan di seluruh Indonesia. Berdasarkan rencana umum tersebut disusun rencana pengukuhan hutan dan rencana penatagunaann hutan.
8 Pengukuhan hutan adalah kegiatan yang berhubungan dengan penataan batas suatu wilayah yang telah ditunjuk sebagai wilayah hutan, guna memperolah kepastian hukum mengenai status dan batas kawasan hutan. Penatagunaan hutan adalah kegiatan perencanaan tata guna hutan, pemanfaatan hutan dan pengendalian pemanfaatan hutan sesuai dengan fungsinya kawasan hutan suaka alam (cagar alam dan suaka margasatwa), kawasan hutan pelstarian alam (taman nasional, taman hutan raya dan taman wisata alam), kawasan hutan taman buru, kawasan hutan lindung, kawasan hutan produksi (hutan produksi terbatas, hutan produksi tetap dan hutan produksi yang dapat dikonversi). Perencanaan hutan dimaksudkan untuk memberikan landasan kerja dan hukum guna terwujudnya ketertiban dan kepastian hukum dalam pemanfaatan hutan sehingga menjamin diperolehnya manfaat yang sebesar-besarnya dari hutan yang berfungsi serbaguna dan didayagunakan secra lestari. Pengukuhan hutan bertujuan untuk terwujudnya kepastian hukum mengenai status, batas dan luas wilayah hutan. Penatagunaan hutan bertujuan: 1. Terselenggaranya perencanaan, pemanfaatan, pengendalian pemanfaatan hutan sesuai fungsinya secara serbaguna dan berkelanjutan bagi berbagai kegiatan pembangunan yang diselenggarakan baik oleh pemerintah maupun masyarakat sesuai rencana tata guna hutan yang telah ditetapkan. 2. Terselenggaranya pemanfaatan hutan yang berwawasan lingkungan di kawasan lindung dan kawasan budidaya. 3. Terwujudnya tertib pemanfaatan hutan yang meliputi peruntukan, penyediaan, pengadaan, penggunaan dan pemeliharaan hutan. 4. Terwujudnya kepastian hukum untuk menggunakan hutan bagi masyarakat yang mempunyai hubungan hukum dengan hutan. 3. Penataan Hutan Penataan hutan adalah kegiatan penataan ruang hutan sebagaimana dipersyaratkan oleh prinsip pengelolaan hutan lestari didasarkan atas identifikasi areal dan kualitas lahan dari suatu areal kerja pengusahaan hutan agar terselenggara kegiatan pengelolaan hutan yang lestari, efisien dan berwawasan lingkungan. Berdasarkan kegiatan penataan hutan dapat disusun rencana karya yang meliputi penanaman hutan, pemeliharaan hutan, pemungutan hasil hutan dan pemasaran hasil hutan. Tujuan penataan hutan adalah untuk mendapatkan gambaran yang jelas tentang potensi dan keadaan hutan serta menentukan cara pengaturan pemanfaatan dan pembinaannya untuk menjamin azas kelestarian dan hasil optimum. Penataan hutan dilaksanakan oleh pengelola kesatuan pengusahaan hutan produksi (KPHP), dengan dapat menggunakan jasa konsultan dan disahkan oleh Departemen Kehutanan. Kegiatan penataan hutan terdiri dari invetarisasi hutan, penataan batas, pembagian hutan, pengukuran dan pemetaan, serta kompartemenisasi. Hasil dari pemetaan hutan adalah dibuatanya rencana karya pengusahaan, yaitu suatu dokumen yangg memuat rencana pengelolaan areal hutan secara lengkap yang meliputi rencana jangka panjang, jangka mengenah, dan jangka pendek (tahunan). Menurut Peraturan Pemerintah
9 no. 21 tahun 1970 bab II pasal 3 ayat 3, pemegang pengusahaan hutan (HPH) wajib membuat rencana karya yang terdiri dari: 1. Rencana karya pengusahaan hutan (RKPH) 2. Rencana karya pengusahaan hutan tanaman industri (RKP-HTI) 3. Rencana karya lima tahun pengusahaan hutan (RKT-PH) 4. Rencana karya tahunan pengusahaan hutan (RKT-PH) 4. Pemetaan Hutan Peta adalah gambaran dari permukaan bumi pada suatu bidang datar yang dibuat secara kartografis menurut proyeksi dan skala tertentu dengan menyajikan unsur-unsur alam dan buatan serta informasi lain yang diinginkan. Jenis-jenis peta terdiri dari peta dasar, peta tematik dan peta kehutanan. Pemetaan adalah proses penggambaran informasi yang ada di permukaan bumi mulai dari pengambilan data secara terestris maupun penginderaan jauh, pengolahan data dengan metode dan acuan tertentu serta penyajian data berupa peta secara manual ataupun digital. Tujuan pemetaan hutan adalah untuk membuta atau mengadakan peta dasar maupun peta tematik sebagai salah satu dasar dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian kegiatan khususnya di bidang kehutanan. Salah satu teknologi untuk mendukung pemetaan adalah Sistem Informasi Geografis (SIG). SIG digunakan untuk membentuk basis data kehutanan yang mantap sebagai bahan pengambilan keputusan kebijakan yang berkaitan dengan areal atau kawasan hutan. Dengan adanya SIG maka data daan informasi kehutanan baik yang bersifat deskriptif maupun numerik/angka akan tertata dengan baik dan terpetakan secara rapi menggunakan teknologi digital, serta mempergunakannya secara akurat dan cepat untuk keperluan analisis. Prosedur input data secara digital dala SIG adalah: 1. Persiapan, yang meliputi pengecekan peta, pengecekan antar lembar peta, mempersiapkan titik ikat beserta koordinat, pemilahan layer, menyiapkan kodifikasi pada setiap layer, dan penyiapan sistematika penyimpanan coverage. 2. Digitasi, dengan metode streamline atau metode point. 3. Edgematching atau penyambungan sisi peta yang satu dengan sisi peta lainnya. 4. Editing, untuk mengkoreksi poligon dan garis, penyusunan topologi, dan pengecekan label error. 5. Atributing, yaitu memasukkan data non-spasial yang berkaitan dengan kodifikasi penampakan (legenda) 5. Pengaturan Produksi Inti dari pengaturan produksi adalah penentuan etat. Etat adalah besarnya porsi luas atau massa kayu atau jumlah batang yang boleh dipungut setiap tahun selama jangka pengusahaan yang menjamin kelestarian produksi dan sumber daya. Prinsip-pronsip yang harud diperhatikan dalam etat penebangan adalah: 1. Etat volume tidak diperkenankan melebihi pertumbuhan tegakan (riap) 2. Pemanfaatan semua jenis kayu komersil secara optimal
10 3. Menjamin kelestarian produksi dan kelstarian hutan 4. Memperhatikan kebijaksanaan pemerintah di bidang pengusahaan hutan 5. Menjamin fungsi perlindungan hutan. Faktor-faktor yang mempengaruhi etat tebangan adalah: 1. Sistem silvikultur yang digunakan 2. Rotasi tebangan yang digunakan 3. Diameter minimum yang diijinkan untuk ditebang 4. Luas areal berhutan yang dapat dilakukan penebangan 5. Massa tegakan 6. Jenis pohon 7. Kriteria pohon inti 8. Kriteria pohon induk 9. Faktor pengaman (fp) dan faktor eksploitasi (fe). Perhitungan etat dalam sistem silvikultur TPTI untuk HPH baru: (Luas areal berhutan Luas kawasan lindung dlm areal berhutan etat) Etat Luas = Rotasi tebang Etat Jumlah Batang = Etat luas x Jumlah batang tiap ha x fp x fe Etat Volume = Etat luas x Volume kayu tiap ha x fp x fe Perhitungan etat dalam sistem silvikultur TPTI untuk SK HPH Addendum penambahan/pengurangan: (Luas VF yang kompak Luas kawasan lindung dlm VF yang kompak) Etat Luas = Rotasi tebang Umur perusahaan Etat Jumlah Batang = Etat luas x Jumlah batang tiap ha x fp x fe Etat Volume = Etat luas x Volume kayu tiap ha x fp x fe Keterangan: fp = faktor pengaman fe = faktor eksploitasi VF = virgin forest Perhitungan etat dalam sistem silvikultur TPTI untuk HPH perpanjangan sama dengan perhitungan etat dalam sistem silvikultur TPTI untuk SK HPH Addendum penambahan/pengurangan. Perhitungan etat dalam sistem silvikultur hutan payau (mangrove) HPH baru sama dengan perhitungan etat dalam sistem silvikultur TPTI untuk HPH baru. Perhitungan etat dalam sistem silvikultur hutan payau (mangrove) untuk SK HPH Addendum penambahan/pengurangan sama dengan perhitungan etat dalam sistem silvikultur TPTI untuk SK HPH Addendum penambahan/pengurangan.
11 Perhitungan etat dalam sistem silvikultur hutan payau (mangrove) untuk HPH perpanjangan sama dengan perhitungan etat dalam sistem silvikultur TPTI untuk SK HPH Addendum penambahan/pengurangan. 6. Tabel Volume Pohon Perangkat pendugaan volume pohon (berupa model, rumus/persamaan, maupun tabel) adalah salah satu perangkat penting dalam perencanaan pengelolaan hutan. Salah satu jenis data yang diperlukan dalam pengelolaan hutan adalah dugaan potensi atau massa tegakan. Pengumpulan massa tegakan dilakukan melalui kegiatan inventarisasi yang selalu melibatkan pendugaan volume pohon per pohon. Karena bentuk pohon bervariasi menurut jenis atau kelompok jenis dan dari satu lokasi ke lokasi lain, maka dalam penyusunan perangkat pendugaan volume pohon perlu memperhatikan karakteristik tersebut. Perangkat pendugaan volume pohon yang bersifat umum untuk berbagai jenis pohon dan lokasi hutan dapat menyebabkan hasil dugaan yang kurang teliti, tidak akurat, dan bias sehingga informasi massa tegakan yang dihasilkan menjadi over estimate atau under estimate. Tujuan penyusunan tabel volume pohon adalah untuk menyediakan perangkat pendugaan volume pohon berdiri untuk keperluan inventarisasi massa tegakan. Alat dan bahan yang digunakan untuk penyusunan tabel volume pohon antara lain: tally sheet pengukuran pohon contoh, laporan hasil cruising (LHC), cat atau kapur pohon, pohon contoh, chainsaw, kaliper pohon, pita keliling (meetband), haga hypsometer atau christenmeter, meteran, sigmat (kaliper kecil), parang dan kapak, alat tulis, alat hitung, komputer, kompas, peta kerja, obatobatan (PPPK), dan peralatan kemping. Kegiatan pengambilan data dari lapangan adalah pemilihan pohon contoh dan pengukuran pohon contoh meliputi pengukuran diameter, tinggi pohon total, tinggi batang bebas cabang, diameter proyeksi tajuk, dan tebal kulit pohon. 7. Kriteria dan Indikator Sistem Sertifikasi Pengelolaan Hutan secara Lestari Pengelolaan hutan produksi lestari merupakan sistem pengelolaan hutan produksi yang menjamin keberlanjutan fungsi produksi, fungsi ekologis/lingkungan, dan fungsi sosial dari hutan. Sistem Sertifikasi Pengelolaan Hutan Lestari telah dikembangkan di Indonesia menggunakan pedoman Badan Standardisasi Nasional (BSN) untuk menjamin pelaksanaan sertifikasi yang efisien, efektif, serta didasarkan atas kriteria dan indikator yang menjamin kesetaraan penilaian unsur-unsurnya. Standar acuan pengelolaan hutan produksi lestari didasarkan pada seri Standar Nasional Indonesia (SNI) tentang sistem pengelolaan hutan lestari. Pelaksanaan pengelolaan hutan produksi lestari dapat dinilai dari dua aspek dimensi, yaitu: 1. Dimensi hasil, yang terdiri dari kelestarian produksi, kelestarian ekologis/lingkungan, dan kelestarian sosial. 2. Dimensi manajemen (strategi pencapaian hasil), yang terdiri dari manajemen kawasan, manajemen hutan, dan penataan kawasan.
12 DAFTAR PUSTAKA Departemen Kehutanan dan Perkebunan RI Panduan Kehutanan Indonesia. Departemen Kehutanan dan Perkebunan RI. Jakarta. Rahmawaty. Penataan Hutan di Wilayah Kerja HPH PT. International Timber Corporation Indonesia Provinsi Dati I Kalimantan Timur. Skripsi Jurusan Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan IPB. Bogor. Samsuri Panduan Praktek Umum Kehutanan Program Ilmu Kehutanan USU. Medan. Simon, H., Metode Inventore Hutan. Aditya Media. Yogyakarta. Zaitunah, A., Perencanaan Pengelolaan Hutan dalam Panduan Praktik Umum Kehutanan (PUK) Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian USU. Medan.
13 Lampiran 1. Tally Sheet Pengukuran Pohon untuk Cruising Kelompok Hutan :... Tanggal Pengamatan :... Blok RKL/RKT :... Arah Jalur :... Luas :... Nama Ketua Regu :... No petak :... Pengenal Pohon :... Nomor Jalur :... No. Hm No. Nama Pohon Pohon Lokal Latin Keliling (cm) Tbc (m) Pohon inti/ph dilindungi/ph ditebang Ket.* * Diisi dengan keadaan lapangan (lereng lapangan, tumbuhan bawah, dan kondisi tanah.
14 Lampiran 2. Contoh Tabel Laporan Hasil Cruising No Petak :... Nama Kawasan :... Luas :... Lokasi :... Blok RKL/RKT :... Jenis Pohon Jumlah dan Volume Pohon Menurut Kelas cm 60 cm up 50 cm up N V (m3) N V (m3) N V (m3) V rata2 (m3/ph) Jumlah Rata-rata tiap hektar
ILMU UKUR TANAH DAN PEMETAAN FUNGSI ILMU UKUR TANAH DAN PEMETAAN DALAM BIDANG KEHUTANAN NAMA : MIRANDA VINSENSIA SIAHAAN NIM : G
ILMU UKUR TANAH DAN PEMETAAN FUNGSI ILMU UKUR TANAH DAN PEMETAAN DALAM BIDANG KEHUTANAN NAMA : MIRANDA VINSENSIA SIAHAAN NIM : G1011151061 FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS TANJUNGPURA PONTIANAK 2016 / 2017
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.6/Menhut-II/2010 TENTANG
PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.6/Menhut-II/2010 TENTANG NORMA, STANDAR, PROSEDUR DAN KRITERIA PENGELOLAAN HUTAN PADA KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG (KPHL) DAN KESATUAN PENGELOLAAN
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2004 TENTANG PERENCANAAN KEHUTANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2004 TENTANG PERENCANAAN KEHUTANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan lebih lanjut ketentuan Bab IV Undang-undang Nomor
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan sebagai salah satu sumberdaya alam merupakan kekayaan Negara yang harus dikelola secara bijaksana guna kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Kegiatan penelitian ini dilaksanakan di IUPHHK HA PT. Salaki Summa Sejahtera, Pulau Siberut, Propinsi Sumatera Barat. Penelitian dilakukan pada bulan Nopember
Lebih terperinciINVENTARISASI TEGAKAN TINGGAL WILAYAH HPH PT. INDEXIM UTAMA DI KABUPATEN BARITO UTARA KALIMANTAN TENGAH
INVENTARISASI TEGAKAN TINGGAL WILAYAH HPH PT. INDEXIM UTAMA DI KABUPATEN BARITO UTARA KALIMANTAN TENGAH Oleh/by MUHAMMAD HELMI Program Studi Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan Universitas Lambung Mangkurat
Lebih terperinciFORMAT PROPOSAL TEKNIS PENAWARAN DALAM PELELANGAN IZIN USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU (IUPHHK) PADA HUTAN ALAM
Lampiran : I Keputusan Direktur Jenderal Bina Produksi Kehutanan Nomor : 51/KPTS/VI-PHP/2003 Tanggal : 28 Oktober 2003 BENTUK DAN ISI A. Bentuk FORMAT PROPOSAL TEKNIS PENAWARAN DALAM PELELANGAN IZIN USAHA
Lebih terperinciK E P U T U S A N KEPALA PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEHUTANAN Nomor : SK. 121/Dik-2/2012 KURIKULUM DIKLAT TIMBER CRUISING KEPALA PUSAT,
KEMENTERIAN KEHUTANAN BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SDM KEHUTANAN PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEHUTANAN K E P U T U S A N KEPALA PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEHUTANAN Nomor : SK. 121/Dik-2/2012
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Kegiatan penelitian ini dilakukan di IUPHHK HA (ijin usaha pemamfaatan hasil hutan kayu hutan alam) PT. Salaki Summa Sejahtera, Pulau Siberut,
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN
21 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Kegiatan penelitian ini dilaksanakan di petak tebang Q37 Rencana Kerja Tahunan (RKT) 2011 IUPHHK-HA PT. Ratah Timber, Desa Mamahak Teboq,
Lebih terperinciBAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
37 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Pola Sebaran Pohon Pemetaan sebaran pohon dengan luas petak 100 ha pada petak Q37 blok tebangan RKT 2011 PT. Ratah Timber ini data sebaran di kelompokkan berdasarkan sistem
Lebih terperinciBAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Kondisi Tegakan Sebelum Pemanenan Kegiatan inventarisasi tegakan sebelum penebangan (ITSP) dilakukan untuk mengetahui potensi tegakan berdiameter 20 cm dan pohon layak tebang.
Lebih terperinciPenjelasan PP No. 34 Tahun 2002 PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2002 TENTANG
Page 1 of 19 PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2002 UMUM TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, PEMANFAATAN HUTAN DAN PENGGUNAAN KAWASAN HUTAN
Lebih terperinciPRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2002 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, PEMANFAATAN HUTAN DAN PENGGUNAAN KAWASAN HUTAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang
Lebih terperinciPEDOMAN RETENSI ARSIP SEKTOR PEREKONOMIAN URUSAN KEHUTANAN
LAMPIRAN PERATURAN KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN RETENSI ARSIP SEKTOR PEREKONOMIAN URUSAN KEHUTANAN PEDOMAN RETENSI ARSIP SEKTOR PEREKONOMIAN URUSAN KEHUTANAN
Lebih terperinciIII. METODOLOGI PE ELITIA
10 III. METODOLOGI PE ELITIA 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di areal IUPHHK PT. DRT, Riau. Pelaksanaan penelitian dilakukan dengan dua tahap, yaitu tahap pertama pengambilan
Lebih terperinciII. METODOLOGI. A. Metode survei
II. METODOLOGI A. Metode survei Pelaksanaan kegiatan inventarisasi hutan di KPHP Maria Donggomassa wilayah Donggomasa menggunakan sistem plot, dengan tahapan pelaksaan sebagai berikut : 1. Stratifikasi
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di blok koleksi tumbuhan Taman Hutan Raya Wan Abdul
III. METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di blok koleksi tumbuhan Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman. Pada bulan September 2013 sampai dengan Oktober 2013. B. Alat
Lebih terperincitertuang dalam Rencana Strategis (RENSTRA) Kementerian Kehutanan Tahun , implementasi kebijakan prioritas pembangunan yang
PENDAHULUAN BAB A. Latar Belakang Pemerintah telah menetapkan bahwa pembangunan Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) menjadi salah satu prioritas nasional, hal tersebut tertuang dalam Rencana Strategis (RENSTRA)
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.10/Menhut-II/2006 TENTANG INVENTARISASI HUTAN PRODUKSI TINGKAT UNIT PENGELOLAAN HUTAN MENTERI KEHUTANAN,
MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.10/Menhut-II/2006 TENTANG INVENTARISASI HUTAN PRODUKSI TINGKAT UNIT PENGELOLAAN HUTAN MENTERI KEHUTANAN, Menimbang: a. bahwa untuk
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.67/Menhut-II/2006 TENTANG KRITERIA DAN STANDAR INVENTARISASI HUTAN MENTERI KEHUTANAN,
MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.67/Menhut-II/2006 TENTANG KRITERIA DAN STANDAR INVENTARISASI HUTAN MENTERI KEHUTANAN, Menimbang: a. bahwa untuk terselenggaranya
Lebih terperinciKETENTUAN MENGENAI PELAKSANAAN PENGUSAHAAN HUTAN PT. DAYA SAKTI TIMBER CORPORATION
LAMPIRAN KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : 369/Kpts-IV/1985 TANGGAL : 7 Desember 1985 KETENTUAN MENGENAI PELAKSANAAN PENGUSAHAAN HUTAN PT. DAYA SAKTI TIMBER CORPORATION KETENTUAN I : TUJUAN PENGUSAHAAN
Lebih terperinci2 ekonomi biaya tinggi sebagaimana hasil kajian Komisi Pemberantasan Korupsi Tahun 2013, perlu pengaturan kembali mengenai Inventarisasi Hutan Menyelu
No.690, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENHUT. Hutan Alam. Pemanfaatan. Hutan Kayu. Inventarisasi. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.33/Menhut-II/2014 TENTANG
Lebih terperinciPENGUKURAN TINGGI POHON 1) (Measurement the High of Trees)
PENGUKURAN TINGGI POHON 1) (Measurement the High of Trees) MutiahMarhamah/E34130118 2) 1) Judul Makalah 2) Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi Penelitian 3.2 Objek dan Alat Penelitian
19 BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di IUPHHK-HA PT. Ratah Timber, Kecamatan Long Hubung, Kabupaten Kutai Barat, Provinsi Kalimantan Timur (Lampiran 14). Waktu penelitian
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di IUPHHK-HA PT MAM, Kabupaten Mamberamo Raya, Provinsi Papua pada bulan Mei sampai dengan Juli 2012. 3.2. Bahan dan Alat Penelitian
Lebih terperinciKATA PENGANTAR. Palu, April 2008 KEPALA DINAS KEHUTANAN DAERAH PROVINSI SULAWESI TENGAH. Ir. ANWAR MANNAN Pembina Tingkat I NIP.
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------ DAFTAR ISI ----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 1970 TENTANG PERENCANAAN HUTAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 1970 TENTANG PERENCANAAN HUTAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk menjamin diperolehnya manfaat yang sebesarbesarnya dari Hutan
Lebih terperinciKEMENTERIAN KEHUTANAN BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SDM KEHUTANAN PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEHUTANAN
KEMENTERIAN KEHUTANAN BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SDM KEHUTANAN PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEHUTANAN K E P U T U S A N KEPALA PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEHUTANAN Nomor : SK. 74/Dik-2/2012
Lebih terperinciBAB VII TEKNIK INVENTARISASI
SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN TEKNIK INVENTARISASI DAN PEMETAAN HUTAN BAB VII TEKNIK INVENTARISASI DR IR DRS H ISKANDAR MUDA PURWAAMIJAYA, MT KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2002 TENTANG
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2002 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, PEMANFAATAN HUTAN DAN PENGGUNAAN KAWASAN HUTAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang
Lebih terperinciFORMAT PROPOSAL TEKNIS PENAWARAN DALAM PELELANGAN IZIN USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU (IUPHHK) PADA HUTAN TANAMAN
Lampiran : II Keputusan Direktur Jenderal Bina Produksi Kehutanan Nomor : 51/KPTS/VI-PHP/2003 Tanggal : 28 Oktober 2003 FORMAT PROPOSAL TEKNIS PENAWARAN DALAM PELELANGAN IZIN USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN BATANG HARI NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG IZIN PEMUNGUTAN HASIL HUTAN (IPHH) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN DAERAH KABUPATEN BATANG HARI NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG IZIN PEMUNGUTAN HASIL HUTAN (IPHH) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BATANG HARI, Menimbang : a. bahwa dalam melaksanakan Otonomi
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.33/Menhut-II/2014 TENTANG
PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.33/Menhut-II/2014 TENTANG INVENTARISASI HUTAN MENYELURUH BERKALA DAN RENCANA KERJA PADA IZIN USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU DALAM HUTAN ALAM
Lebih terperinciNOMOR 34 TAHUN 2002 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, PEMANFAATAN HUTAN DAN PENGGUNAAN KAWASAN HUTAN
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2002 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, PEMANFAATAN HUTAN DAN PENGGUNAAN KAWASAN HUTAN Menimbang: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Lebih terperinciDEPARTEMEN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL REHABILITASI LAHAN DAN PERHUTANAN SOSIAL PEDOMAN INVENTARISASI DAN IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS MANGROVE
DEPARTEMEN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL REHABILITASI LAHAN DAN PERHUTANAN SOSIAL PEDOMAN INVENTARISASI DAN IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS MANGROVE JAKARTA, MEI 2005 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan mangrove
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 1970 TENTANG PERENCANAAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 1970 TENTANG PERENCANAAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk menjamin diperolehnya manfaat
Lebih terperinciKATA PENGANTAR. Assalamu alaikum wr.wb.
KATA PENGANTAR Assalamu alaikum wr.wb. Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas karunia-nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan buku Penghitungan Deforestasi Indonesia Periode Tahun 2009-2011
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR
PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR NOMOR 51 TAHUN 2001 TENTANG IJIN PEMUNGUTAN HASIL HUTAN (IPHH) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANJUNG JABUNG TIMUR, Menimbang : a. bahwa dalam
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, SERTA PEMANFAATAN HUTAN
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, SERTA PEMANFAATAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sektor sosial budaya dan lingkungan. Salah satu sektor lingkungan yang terkait
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan berkelanjutan yang dilaksanakan oleh pemerintahan daerah di Indonesia sejak adanya otonomi daerah harus terintegrasi antar berbagai sektor. Pembangunan
Lebih terperinciSUMBER DAYA HUTAN* Resume by Opissen Yudisyus , Ilmu Ekonomi
SUMBER DAYA HUTAN* Resume by Opissen Yudisyus 20100430019, Ilmu Ekonomi Hutan adalah asosiasi masyarakat tumbuh-tumbuhan dan hewan yang didominasi oleh pohon-pohonan dengan luasan tertentu sehingga dapat
Lebih terperinciV. HASIL DAN PEMBAHASAN
V. HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaturan hasil saat ini yang berlaku pada pengelolaan hutan alam produksi di Indonesia menggunakan sistem silvikultur yang diterapkan pada IUPHHK Hutan Produksi dalam P.11/Menhut-II/2009.
Lebih terperinciHUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI, DENGAN METODA STRATIFIED SYSTEMATIC SAMPLING WITH RANDOM
PENDUGAAN POTENSI TEGAKAN HUTAN PINUS (Pinus merkusii) DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI, DENGAN METODA STRATIFIED SYSTEMATIC SAMPLING WITH RANDOM START MENGGUNAKAN UNIT CONTOH LINGKARAN KONVENSIONAL
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, SERTA PEMANFAATAN HUTAN
- 1 - PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, SERTA PEMANFAATAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa dalam
Lebih terperinciGUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 79 TAHUN 2002 TENTANG
GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 79 TAHUN 2002 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN INVENTARISASI DAN PERPETAAN HUTAN Dl PROPINSI JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
19 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian Limbah Pemanenan Kayu, Faktor Eksploitasi dan Karbon Tersimpan pada Limbah Pemanenan Kayu ini dilaksanakan di IUPHHK PT. Indexim
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, SERTA PEMANFAATAN HUTAN
www.bpkp.go.id PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, SERTA PEMANFAATAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN
Lebih terperinciPENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR NOMOR 4 TAHUN 2003 TENTANG PENGELOLAAN HUTAN DI PROPINSI JAWA TIMUR
PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR NOMOR 4 TAHUN 2003 TENTANG PENGELOLAAN HUTAN DI PROPINSI JAWA TIMUR I. PENJELASAN UMUM Hutan sebagai karunia dan amanah Tuhan Yang Maha Esa yang dianugrahkan
Lebih terperinciBAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN
BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Sejarah Pemanfaatan Hutan Areal konsesi hutan PT. Salaki Summa Sejahtera merupakan areal bekas tebangan dari PT. Tjirebon Agung yang berdasarkan SK IUPHHK Nomor
Lebih terperinciKATA PENGANTAR. Denpasar, Maret 2016 Kepala Balai, Ir. S y a f r i, MM NIP
KATA PENGANTAR Puji Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan karunianya, sehingga kami dapat menyelesaikan laporan pelaksanaan kegiatan Inventarisasi Biogeofisik di Wilayah
Lebih terperinciKEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DAN HUTAN LINDUNG PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PENGENDALIAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DAN HUTAN LINDUNG NOMOR
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Kelestarian Hasil BAB II TINJAUAN PUSTAKA Salah satu elemen yang paling penting dalam pengelolaan hutan adalah konsep kelestarian hasil hutan (sustained yield forestry). Definisi kelestarian
Lebih terperinciGUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 95 TAHUN 2008
GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 95 TAHUN 2008 TENTANG URAIAN TUGAS SEKRETARIAT, BIDANG, SUB BAGIAN DAN SEKSI DINAS KEHUTANAN PROVINSI JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR MENIMBANG :
Lebih terperinciPUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEHUTANAN
KEMENTERIAN KEHUTANAN SEKRETARIAT JENDERAL PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEHUTANAN B O G O R K E P U T U S A N KEPALA PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEHUTANAN Nomor : SK. 64/Dik-1/2010 T e n t a n g KURIKULUM
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Tanaman Industri Hutan Tanaman Industri adalah hutan yang dibangun dalam rangka meningkatkan potensi dan kualitas
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Tanaman Industri Hutan Tanaman Industri adalah hutan yang dibangun dalam rangka meningkatkan potensi dan kualitas hutan produksi dengan menerapkan silvikultur intensif. Hal
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Bagi manusia, lahan sangat dibutuhkan dalam menjamin kelangsungan hidup
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lahan merupakan salah satu sumberdaya alam yang sangat dibutuhkan. Bagi manusia, lahan sangat dibutuhkan dalam menjamin kelangsungan hidup seperti untuk membangun
Lebih terperinciKESIMPULAN DAN REKOMENDASI SIDANG
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI SIDANG 133 PROSIDING Workshop Nasional 2006 134 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI SIDANG PERTAMA KESIMPULAN 1. Ramin dan ekosistemnya saat ini terancam kelestariannya. Hal ini disebabkan
Lebih terperinciC. BIDANG KEHUTANAN SUB SUB BIDANG SUB BIDANG URAIAN
C. BIDANG KEHUTANAN SUB BIDANG SUB SUB BIDANG URAIAN 1 2 3 1. Inventarisasi Hutan Penyelenggaraan inventarisasi hutan produksi dan hutan lindung dan skala Daerah Aliran Sungai (DAS) dalam wilayah daerah.
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR
PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR NOMOR 50 TAHUN 2001 T E N T A N G IZIN PEMANFAATAN HUTAN (IPH) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANJUNG JABUNG TIMUR, Menimbang : a. bahwa dalam
Lebih terperinciC. BIDANG KEHUTANAN SUB SUB BIDANG SUB BIDANG URAIAN
C. BIDANG KEHUTANAN SUB BIDANG SUB SUB BIDANG URAIAN 1 2 3 1. Inventarisasi Hutan Penyelenggaraan inventarisasi hutan produksi dan hutan lindung dan skala Daerah Aliran Sungai (DAS) dalam wilayah daerah.
Lebih terperinciSTUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR
STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR Oleh: HERIASMAN L2D300363 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK
Lebih terperinciKEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : 08.1/Kpts-II/2000 TENTANG KRITERIA DAN STANDAR PEMANFAATAN HASIL HUTAN DALAM HUTAN PRODUKSI SECARA LESTARI
KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : 08.1/Kpts-II/2000 TENTANG KRITERIA DAN STANDAR PEMANFAATAN HASIL HUTAN DALAM HUTAN PRODUKSI SECARA LESTARI MENTERI KEHUTANAN, Menimbang: a. bahwa berdasarkan Pasal 2
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.22, 2008 DEPARTEMEN KEHUTANAN. KAWASAN. Pelestarian.Suaka Alam. Pengelolaan. Pedoman.
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.22, 2008 DEPARTEMEN KEHUTANAN. KAWASAN. Pelestarian.Suaka Alam. Pengelolaan. Pedoman. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P.41 /Menhut-II/2008 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2004 TENTANG PERENCANAAN KEHUTANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2004 TENTANG PERENCANAAN KEHUTANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan lebih lanjut ketentuan Bab IV Undang- Undang
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR
PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR NOMOR : 53 TAHUN 2001 T E N T A N G IJIN USAHA HUTAN TANAMAN (IHT) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANJUNG JABUNG TIMUR, Menimbang : a. bahwa dalam
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2002 TENTANG
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2002 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, PEMANFAATAN HUTAN DAN PENGGUNAAN KAWASAN HUTAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang:
Lebih terperinciMETODOLOGI PENILAIAN TEGAKAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI
METODOLOGI PENILAIAN TEGAKAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI Onrizal dan Nurdin Sulistiyono Fakultas Pertanian PROGRAM ILMU KEHUTANAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Pendahuluan Pengelolaan hutan selalu ditujukan untuk
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2011 di Laboratorium Pengaruh Hutan, Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, SERTA PEMANFAATAN HUTAN
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, SERTA PEMANFAATAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.30/Menhut-II/2014 TENTANG
1 PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.30/Menhut-II/2014 TENTANG INVENTARISASI HUTAN MENYELURUH BERKALA DAN RENCANA KERJA PADA USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU HUTAN TANAMAN INDUSTRI
Lebih terperinciBAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN
27 BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Sejarah dan Perkembangan Perusahaan PT. Ratah Timber merupakan salah satu perusahaan swasta nasional yang memperoleh kepercayaan dari pemerintah untuk mengelola
Lebih terperinciBIDANG KEHUTANAN. SUB BIDANG SUB SUB BIDANG PEMERINTAHAN KABUPATEN OKU 1. Inventarisasi Hutan
BB. BIDANG KEHUTANAN SUB BIDANG SUB SUB BIDANG PEMERINTAHAN KABUPATEN OKU 1. Inventarisasi Hutan 2. Pengukuhan Produksi, Hutan Lindung, Kawasan Suaka Alam dan Penyelenggaraan inventarisasi hutan produksi
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Hutan kemasyarakatan atau yang juga dikenal dengan community forestry
TINJAUAN PUSTAKA Pengertian hutan kemasyarakatan Hutan kemasyarakatan atau yang juga dikenal dengan community forestry memiliki beberapa pengertian, yaitu : 1. Hutan kemasyarakatan menurut keputusan menteri
Lebih terperinciStatistik Balai Pemantapan Kawasan Hutan Wilayah XII Tanjungpinang Tahun Halaman 34 VI. PERPETAAN HUTAN
VI. PERPETAAN HUTAN Perpetaan Kehutanan adalah pengurusan segala sesuatu yang berkaitan dengan peta kehutanan yang mempunyai tujuan menyediakan data dan informasi kehutanan terutama dalam bentuk peta,
Lebih terperinciTitle : Analisis Polaruang Kalimantan dengan Tutupan Hutan Kalimantan 2009
Contributor : Doni Prihatna Tanggal : April 2012 Posting : Title : Analisis Polaruang Kalimantan dengan Tutupan Hutan Kalimantan 2009 Pada 19 Januari 2012 lalu, Presiden Republik Indonesia mengeluarkan
Lebih terperinciPENDAHULUAN. mengkonversi hutan alam menjadi penggunaan lainnya, seperti hutan tanaman
PENDAHULUAN Latar Belakang Terdegradasinya keadaan hutan menyebabkan usaha kehutanan secara ekonomis kurang menguntungkan dibandingkan usaha komoditi agribisnis lainnya, sehingga memicu kebijakan pemerintah
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Hutan Tanaman Industri. itu sendiri adalah hutan tanaman yang dibudidayakan untuk diambil kayunya
TINJAUAN PUSTAKA Hutan Tanaman Industri Di Indonesia pembangunan Hutan Tanaman Industri (HTI) dimulai pada tahun 1984 (Malik, dkk, 2000). Dimana pengertian Hutan Tanaman Industri (HTI) itu sendiri adalah
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN
III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Blok Koleksi Tanaman Tahura Wan Abdul Rachman. Penelitian ini dilaksanakan pada Februari 2012 sampai dengan Maret 2012.
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian kerusakan tegakan tinggal akibat penebangan pohon dilakukan di PT. MAM, Kabupaten Mamberamo Raya, Provinsi Papua. Penelitian ini dilaksanakan pada
Lebih terperinciPERATURAN KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN RETENSI ARSIP SEKTOR PEREKONOMIAN URUSAN KEHUTANAN
Jalan Ampera Raya No. 7, Jakarta Selatan 12560, Indonesia Telp. 62 21 7805851, Fax. 62 21 7810280 http://www.anri.go.id, e-mail: info@anri.go.id PERATURAN KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Taman nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli
` I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Taman nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli dan dikelola dengan sistem zonasi. Kawasan ini dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu
Lebih terperinciPERENCANAAN PEMANENAN KAYU
PERENCANAAN PEMANENAN KAYU A. PENGERTIAN DAN TUJUAN PERENCANAAN PEMANENAN KAYU Defenisi : Perencanaan pemanenan kayu diartikan sebagai perancangan keterlibatan hutan beserta isinya, manusia/organisasi,
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN KEHUTANAN. Dekonsentrasi. Pemerintah. Provinsi.
13, 2009 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN KEHUTANAN. Dekonsentrasi. Pemerintah. Provinsi. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.5/Menhut-II/2009 TENTANG PELIMPAHAN SEBAGIAN
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN POSO
PEMERINTAH KABUPATEN POSO PERATURAN DAERAH KABUPATEN POSO NOMOR 35 TAHUN 2008 TENTANG PEMANFAATAN HUTAN DAN PEMUNGUTAN HASIL HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI POSO, Menimbang : a. bahwa sumber
Lebih terperinciPP 62/1998, PENYERAHAN SEBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN DI BIDANG KEHUTANAN KEPADA DAERAH *35837 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP)
Copyright (C) 2000 BPHN PP 62/1998, PENYERAHAN SEBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN DI BIDANG KEHUTANAN KEPADA DAERAH *35837 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 62 TAHUN 1998 (62/1998) TENTANG PENYERAHAN
Lebih terperinciLampiran 3. Interpretasi dari Korelasi Peraturan Perundangan dengan Nilai Konservasi Tinggi
I. Keanekaragaman hayati UU No. 5, 1990 Pasal 21 PP No. 68, 1998 UU No. 41, 1999 Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Pengawetan keanekaragaman hayati serta ekosistemnya melalui Cagar Alam
Lebih terperinciANALISIS KOMPOSISI JENIS DAN STRUKTUR TEGAKAN DI HUTAN BEKAS TEBANGAN DAN HUTAN PRIMER DI AREAL IUPHHK PT
ANALISIS KOMPOSISI JENIS DAN STRUKTUR TEGAKAN DI HUTAN BEKAS TEBANGAN DAN HUTAN PRIMER DI AREAL IUPHHK PT. SARMIENTO PARAKANTJA TIMBER KALIMANTAN TENGAH Oleh : SUTJIE DWI UTAMI E 14102057 DEPARTEMEN MANAJEMEN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. klimaks pada daerah dengan curah hujan mm per tahun, rata-rata
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 4 TAHUN 2002 T E N T A N G USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN DAN PEMANFAATAN KAWASAN HUTAN
PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 4 TAHUN 2002 T E N T A N G USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN DAN PEMANFAATAN KAWASAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KOTAWARINGIN BARAT Menimbang
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
22 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Kegiatan penelitian ini dilakukan pada hutan rakyat yang berada di Desa Sumberejo, Kecamatan Batuwarno, Kabupaten Wonogiri, Provinsi Jawa Tengah.
Lebih terperinciMenimbang : Mengingat :
Menimbang : PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1999 TENTANG PENGUSAHAAN HUTAN DAN PEMUNGUTAN HASIL HUTAN PADA HUTAN PRODUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa hutan produksi di Indonesia
Lebih terperinciINDIKASI LOKASI REHABILITASI HUTAN & LAHAN BAB I PENDAHULUAN
INDIKASI LOKASI REHABILITASI HUTAN & LAHAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan merupakan salah satu sumberdaya alam yang memiliki nilai ekonomi, ekologi dan sosial yang tinggi. Hutan alam tropika
Lebih terperinciMETODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian
19 METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan pada remnant forest (hutan sisa) Kawasan Konservasi Hutan Duri PT. Caltex Pacifik Indonesia dengan luas 255 hektar di dalam kawasan
Lebih terperinciBAB II. TINJAUAN PUSTAKA
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemanenan Hutan Pemanenan merupakan kegiatan mengeluarkan hasil hutan berupa kayu maupun non kayu dari dalam hutan. Menurut Suparto (1979) pemanenan hasil hutan adalah serangkaian
Lebih terperinciSUB BIDANG SUB SUB BIDANG PEMERINTAHAN DAERAH
- 140 - AA. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG KEHUTANAN 1. Inventarisasi Hutan 1. Penyelenggaraan inventarisasi hutan produksi dan hutan lindung dan skala DAS dalam daerah. 2. Penunjukan Kawasan Hutan,
Lebih terperinciKERUSAKAN TEGAKAN TINGGAL AKIBAT PEMANENAN KAYU DI HUTAN ALAM RAWA GAMBUT
J. MANUSIA DAN LINGKUNGAN, Vol. 21, No.1, Maret. 2014: 83-89 KERUSAKAN TEGAKAN TINGGAL AKIBAT PEMANENAN KAYU DI HUTAN ALAM RAWA GAMBUT (Residual Stand Damage Caused by Timber Harvesting in Natural Peat
Lebih terperinciPENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2002 TENTANG
PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2002 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, PEMANFAATAN HUTAN DAN PENGGUNAAN KAWASAN HUTAN UMUM Bangsa Indonesia
Lebih terperinciBAB IV METODOLOGI 4.1 Waktu dan Tempat Penelitian 4.2 Bahan dan Alat 4.3 Metode Pengambilan Data Analisis Vegetasi
BAB IV METODOLOGI 4.1 Waktu dan Tempat Penelitian Kegiatan penelitian ini dilaksanakan mulai bulan April sampai bulan Juni tahun 2009, pada areal hutan produksi perusahaan pemegang Izin Usaha Pemanfaatan
Lebih terperinciPEMETAAN POHON PLUS DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT DENGAN TEKNOLOGI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS. Oleh MENDUT NURNINGSIH E
PEMETAAN POHON PLUS DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT DENGAN TEKNOLOGI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS Oleh MENDUT NURNINGSIH E01400022 DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Lebih terperinci