BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dengan Peraturan dan Pelaksanaannya, cet. 8 (Jakarta: Prima Karsa Utama, 1983), h. 6.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dengan Peraturan dan Pelaksanaannya, cet. 8 (Jakarta: Prima Karsa Utama, 1983), h. 6."

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan titik awal dari mata rantai kehidupan baru. Sejak seorang laki-laki dan seorang perempuan bersepakat untuk menikah, maka kedua individu tersebut sebenarnya telah sepakat untuk menjalani peran baru, bukan lagi sebagai individu yang bebas dan tunggal tetapi sebagai suami dan istri yang terkait dan terikat satu sama lain. Dalam UU No. 1 Tahun 1974 disebutkan bahwa: Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami-istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. 1 Perkawinan atau pernikahan merupakan satu-satunya sarana yang sah untuk membangun sebuah rumah tangga dan melahirkan keturunan, sejalan dengan fitrah manusia. Kehidupan dan peradaban manusia tidak akan berlanjut tanpa 1 Paradnya Paramida, Undang-Undang Perkawinan di Indonesia dengan Peraturan dan Pelaksanaannya, cet. 8 (Jakarta: Prima Karsa Utama, 1983), h. 6. 1

2 2 adanya kesinambungan perkawinan dari generasi umat manusia. Ajaran Islam sangat menganjurkan kepada pemeluknya untuk menikah bagi mereka yang telah sanggup untuk melakukannya. Melalui pernikahan akan terbina suatu kehidupan keluarga yang baik. Ajaran Islam juga sangat menganjurkan kepada laki-laki dan perempuan untuk menikah bila telah tiba saatnya, siapa pun orangnya dan apapun profesinya. 2 Tujuan perkawinan sendiri antara lain adalah untuk melahirkan anak keturunan sebagai generasi penerus dari orang tuanya. 3 Tujuan perkawinan dalam al-quran terdapat dalam surah al-rûm ayat 21, Allah berfirman: 2 Hasbi Indra. dkk, Potret Wanita Shalehah, cet.2 (Jakarta: PENAMADANI, 2004), h Hasbi, Potret Wanita Shalehah, h. 81.

3 3 Dan di antara tanda-tanda kebesaran- Nya adalah Dia menciptakan untuk kamu pasangan-pasangan dari jenis kamu sendiri, supaya kamu tenang kepadanya, dan dijadikan-nya diantara kamu mawaddah dan rahmat. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir. Ayat tersebut menjelaskan bahwa salah satu bukti yang menunjukkan keagungan, kebesaran, dan kelayakan Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang untuk disembah adalah Dia telah menciptakan pria dan wanita dari jenis kalian sendiri untuk menjadi istri-istri bagi kalian, sehingga jiwa-jiwa kalian merasa tenang hidup bersama mereka. Selain itu, Allah menjadikan rasa cinta dan kasih sayang antara suami dan istrinya. Sesungguhnya penciptaan oleh Allah tersebut mengandung bukti terang atas keesaan-nya dalam ketuhanan dan menunjukkan kesempurnaan kekuasaan Allah bagi orang yang berpikir serta merenungi tandatanda dan petunjuk-petunjuk tersebut. 4 Tujuan perkawinan dalam al-quran di atas bersesuaian dengan tujuan perkawinan dalam 4 Aidh al-qarni, Tafsir Muyassar,jilid 4, (Jakarta: Qisthi Press, 2007), h. 349.

4 4 Kompilasi Hukum Islam Bab II tentang Dasar- Dasar Perkawinan. Pada pasal 3 dinyatakan bahwa perkawinan bertujuan untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawaddah, dan rahmah. 5 Tujuan perkawinan seperti ini bersifat psikologis. Di Indonesia, UU No.1 Tahun 1974 tentang perkawinan, pada pasal 3 (1) menyebutkan bahwa: Pada azasnya dalam suatu perkawinan seorang pria hanya boleh mempunyai seorang isteri. seorang isteri hanya boleh mempunyai seorang suami. Pada pasal 3(2) dinyatakan bahwa: pengadilan, dapat memberi izin kepada seorang suami untuk beristeri lebih dari seorang apabila dikehendaki oleh pihak-pihak yang berkepentingan. Pasal 4 (1) berbunyi: dalam hal seorang suami akan beristeri lebih dari seorang, sebagaimana tersebut dalam pasal 3 (2) UU ini, maka ia wajib mengajukan permohonan kepada pengadilan di daerah tempat tinggalnya. Pasal (2) tentang pengadilan dimaksud dalam ayat 1 pasal ini hanya memberikan izin kepada seorang suami yang akan beristeri lebih dari seorang apabila: a. Isteri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai isteri. 5 Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam Departemen Agama, Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta: Direktorat Pembinaan Badan Peradilan Agama, 1991/1992), h. 13.

5 5 b. Isteri mendapat cacat badan atau penyakit yang tak dapat disembuhkan. c. Isteri tidak dapat melahirkan keturunan. 6 Selanjutnya, dalam pasal 5 UU perkawinan dinyatakan bahwa syarat-syarat yang secara komulatif harus dipenuhi seorang laki-laki untuk beristeri lebih dari satu adalah: a. Adanya persetujuan dari isteri/isteri-isteri. b. Adanya kepastian mampu menjamin keperluan hidup isteri-isteri dan anakanaknya. c. Adanya jaminan berlaku adil. 7 Dari segi hukum Islam, seorang suami tidak perlu meminta izin kepada siapapun untuk menikah lagi. Tetapi hal ini bertentangan konsep al-mua syarah bi al-ma ruf (memperlakukan isteri dengan baik) seperti yang dinyatakan Allah dalam QS. al-nisa ayat 19. Maka meminta persetujuan isteri untuk menikah lagi adalah sesuai dengan petunjuk Allah untuk memperlakukan isteri dengan baik. Landasan berpoligini dalam Islam terdapat dalam QS. al-nisa ayat 3: 6 Muhammad Amin Summa, Hukum Keluarga Islam di Dunia Islam, (Jakarta: Rajawali Press, 2004), h Summa, Hukum Keluarga Islam, h. 230.

6 6 Dan jika kamu takut tidak akan mampu berlaku adil terhadap perempuan (yatim), maka kawinilah yang kamu senangi dari wanita-wanita (lain) dua, tiga atau empat. Lalu jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka seorang saja, atau budak-budak wanita yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya. Dalam memasuki lembaga perkawinan, seorang perempuan dapat dihadapkan pada dua pilihan, memasuki perkawinan secara monogami atau poligini. Walaupun secara umum, perempuan selalu berharap menikah dengan

7 7 seorang laki-laki dan menjadi isteri satu-satunya dari laki-laki tersebut sampai maut memisahkan mereka. Namun harapan tersebut terkadang tidak sejalan dengan kenyataan. Di mana suami berkeinginan untuk menghadirkan madu bagi isterinya dan isteri dihadapkan pada keputusan suami untuk menikah lagi atau berpoligini. Dalam keadaan demikian, ada isteri yang meminta atau bahkan menggugat cerai suaminya, namun tidak sedikit dari mereka yang tetap bertahan dengan berbagai pertimbangan. Bercerai karena tidak mampu dimadu atau bertahan dalam perkawinan poligini sama-sama pahit. Banyak pertanyaan besar penulis dalam hal ini, antara lain adalah: adakah isteri yang mencintai dan menyayangi suaminya dengan tulus dan ikhlas bersedia mengizinkan suaminya menikah lagi, bagaimana imbasnya bagi keluarga, bagaimana psikhis isteri dan perkembangan jiwa anak-anaknya? Banyak faktor yang menyebabkan seorang isteri bertahan dalam perkawinan poligini. Apakah pertimbangan masalah anak menjadi utama di samping faktor lainnya. Untuk itulah seorang isteri yang dimadu oleh suaminya harus mengembangkan pertahanan diri yang kokoh

8 8 agar rumah tangganya tetap bertahan, sebab perasaan cemas dan gelisah yang selalu membayangi setiap saat akan selalu menjadi beban yang teramat berat untuk diterima oleh istri. Masalah semakin rumit apabila keluarga bahkan masyarakat mengetahui, akan banyak stigma negatif yang ditujukan kepada isteri. Sehingga membuat kondisi semakin tidak nyaman yang pada akhirnya menimbulkan stres bagi istri. Stres merupakan suatu keadaan tertekan baik secara fisik maupun psikologis. 8 Disadari atau tidak, istri akan berusaha mengurangi atau bahkan menghilangkan sumber konflik yang memicu stres. Oleh karena itu, intervensi untuk mengurangi atau menghilangkan sumber stres bisa datang dari individu itu sendiri antara lain dengan strategi coping. Coping stress merupakan pemikiran atau prilaku adaptif dalam mengurangi atau meringankan stres yang bersumber dari kondisi yang menyakitkan seseorang, berbahaya atau menantang. 9 Poligini, bagaimanapun ia dibenci dan dimusuhi, praktek poligini selalu ada. Pada masyarakat Barat yang melarang poligini secara 8 J.P Chalpin, Kamus Lengkap Psikologi, terj. Kartini Kartono, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2008), h Diane E. Papalia, Human Development (Psikologi Perkembangan), cet. 1 (Jakarta: Kencana, 2008), h. 904.

9 9 hukum, ternyata dalam prakteknya banyak suami yang mempunyai perempuan selingkuhan. Pada perempuan-perempuan yang memiliki seterotip kepada laki-laki yang berpoligini, isteri muda dari laki-laki tersebut adalah perempuan juga. Ini maksudnya adalah bahwa pada sebagian perempuan, isteri kedua merupakan jalan keluar. Dalam hidup tidak semua yang diterima itu sesuai dengan yang diinginkan. Di Indonesia, pemberitaan mengenai poligini banyak menimbulkan kekhawatiran kaum perempuan. Poligini banyak dilakoni oleh masyarakat mulai dari selebritis, masyarakat biasa, pejabat pemerintah hingga pemuka agama dan lain-lain profesi. Di Banjarmasin Kalimantan Selatan keadaan demikian juga terjadi. Bahkan ada ungkapan yang berupa guyunan orang Banjar yang menggelitik tapi mengkhawatirkan bagi perempuan, yaitu: bini satu belajar, bini dua wajar, bini tiga kurang ajar, bini empat orang Banjar. Dalam pengamatan dan wawancara awal penulis dengan beberapa perempuan/isteri yang dipoligini diketahui bahwa tidak semua keluarga berpoligini tidak harmonis, tidak rukun dan tidak bahagia. Dalam pengamatan penulis, beberapa keluarga yang berpoligini justru terlihat

10 10 harmonis, rukun dan bahagia. Ada yang satu rumah dan ada yang berdekatan rumah. Bila suami bepergian, kedua isterinya selalu mendampinginya. Namun ada pula keluarga yang berpoligini yang menampilkan ketidakharmonisan dan pertengkaran. Sementara yang lain ada keluarga yang dipoligini yang menyembunyikan isteri keduanya karena tidak mendapatkan izin dan takut ketahuan isteri pertamanya. Menurut MZ, ketika suaminya melakukan perkawinan poligini pertama dan kedua ia sangat kecewa, sedih, terpukul dan merasa dihianati, akibatnya ia sering sakit, marah-marah dan tidak dapat dapat mengontrol emosi. Hidup terasa tidak berarti dan berbagai perasaan lain yang negative, namun setelah dimadu untuk ketiga kalinya ia sudah mampu untuk bangkit dari keterpurukannya. Ia kembali bersemangat demi melanjutkan kehidupannya dan anak-anak mereka. Ia juga dapat sabar dan ikhlas serta pasrah atas pernikahan poligini suaminya. Hal demikian juga terjadi SL yang juga mengalami tiga kali dipoligini oleh suaminya. Pada kedua subjek di atas mereka baru berhasil melakukan coping stress pada perkawinan poligini ketiga suami mereka.

11 11 Seorang subjek lain yang berinisial RM mengaku tetap harmonis, rukun dan bahagia dalam perkawinan poligini pertama suaminya, Ia bahkan mengaku lebih bahagia sekarang dibandingkan dulu sebelum suaminya berpoligini. Ini berarti ia berhasil dalam coping stress karena dipoligini oleh suaminya. Berdasarkan uraian di atas, maka penelitian ini sangat penting dilakukan, untuk itu penulis ingin mengkaji lebih jauh dan mendalam dengan mengadakan sebuah penelitian ilmiah berkenaan dengan masalah tersebut dengan judul Coping Stres Isteri dalam Perkawinan poligini di Kota Banjarmasin. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan tersebut, maka penulis merumuskan masalah yang diteliti sebagai berikut: 1. Bagaimana strategi coping stress isteri dalam perkawinan poligini? 2. Apa saja faktor-faktor penyebab isteri melakukan coping stress dalam perkawinan poligini?

12 12 C. Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian yang dilakukan penulis adalah untuk mengetahui: 1. Strategi coping stress isteri dalam perkawinan poligini. 2. Faktor-faktor penyebab isteri melakukan coping stress dalam perkawinan poligini. D. Signifikansi Penelitian Signifikansi penelitian terbagi menjadi dua macam, yaitu sebagai berikut: 1. Secara Teoritis a. Sebagai sumbangsih literatur bagi khazanah studi Psikologi Islam mengenai kajian tentang prilaku coping stress. Khususnya coping stress perempuan dalam perkawinan poligini. b. Sebagai bahan informasi awal bagi peneliti selanjutnya yang berminat untuk mengadakan penelitian dari perspektif yang berbeda. 2. Secara Praktis a. Penelitian ini bisa dijadikan bahan masukan yang bermanfaat khususnya

13 13 bagi subjek penelitian yaitu perempuan dalam perkawinan poligini. b. Menjadi masukan bagi masyarakat untuk lebih mengetahui coping stress isteri dalam perkawinan poligini. E. Definisi Operasional Definisi operasional adalah penjelasan mengenai pengertian yang terkandung dalam judul agar orang-orang yang berkepentingan dengan penelitian tersebut memiliki persepsi yang sama dengan peneliti. Selain itu definisi operasional juga berguna untuk para pembaca agar merekapun mengerti apa yang dimaksudkan oleh peneliti. Untuk menghindari kesalahpahaman atau kesalahan penafsiran mengenai judul penelitian di atas, maka penulis merasa perlu menegaskan definisi operasional judul, yaitu : 1. Coping stress Coping stress berasal dari dua kata yaitu coping dan stress. Coping dan stress adalah kata benda yang berasal dari Bahasa Inggeris Coping diartikan dengan kepala

14 14 dinding/tembok, 10 sedang stress adalah satu keadaan tertekan, baik secara fisik maupun psikologis. 11 Menurut Laura A. King, coping adalah salah satu jenis pemecahan masalah. Prosesnya melibatkan pengelolaan situasi yang berlebihan, meningkatkan usaha untuk menyelesaikan permasalahan-permasalahan kehidupan, dan mencari cara untuk mengalahkan stres atau menguranginya. 12 Laura A. King menjelaskan bahwa Richard Lazarus membedakan dua tipe strategi coping, yaitu 13 a. Coping yang berfokus pada Emosi (Emotional-focused coping) b. Coping yang berfokus pada aspek masalah (Problem-focused coping). Yang dimaksud coping stress dalam penelitian ini adalah usaha-usaha untuk mengatasi, mengurangi, atau mengelola stres yang dialami yang disebabkan 10 John M. Echols dan Hassan Shadily, Kamus Inggeris Indonesia, cet. xxi, (Jakarta: PT. Gramedia, 1995), h John M. Echols dan Hassan Shadily, Kamus Inggeris Indonesia, h Laura A. King, Psikologi Umum: Sebuah Aspresiatif, (Jakarta: Salemba Humanika, 2010), h Laura A. King, Psikologi Umum, h. 52.

15 15 masalah yang dihadapi oleh isteri dalam perkawinan poligini. 2. Isteri Isteri adalah wanita (perempuan) yang telah nikah atau yang bersuami. 14 Isteri dalam penelitian ini adalah perempuan yang telah menikah sebagai isteri pertama. Isteri pertama mengalami permasalahan psikologis yang menyangkut bagaimana komitmen awal perkawinan mereka, proses awal permintaan suami untuk mengambil isteri kedua atau ketiga, mengizinkan sampai menghadapi dan mengalami sendiri dipoligini/dimadu. Maka usaha-usaha untuk mengatasi, mengurangi, atau mengelola stres yang dialami yang disebabkan masalah tersebut tentu lebih berat dibandingkan isteri yang kedua, ketiga dan keempat. Lama perkawinan poligini minimal dua tahun. 3. Poligini Kita lebih mengenal istilah poligami dibandingkan dengan poligini karena istilah 14 Tim Penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, cet. ketiga, (Jakarta: Balai Pustaka, 1990), h. 341.

16 16 poligami memang lumrah digunakan di masyarakat, Poligami berasal dari bahasa Inggeris poligymy yang artinya beristeri/bersuami lebih dari seorang. 15 Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia poligami adalah adalah ikatan perkawinan yang salah satu pihak memiliki/mengawini beberapa lawan jenisnya di waktu yang bersamaan. 16 Lawan dari poligami adalah monogami, di mana seorang laki-laki hanya memiliki satu orang isteri atau seorang isteri hanya memiliki satu orang suami Istilah poligami terbagi dua, yaitu poligini dan poliandri. Poligini berasal dari Bahasa Inggeris polygyny yaitu peristerian lebih dari seorang, permaduan. 18 Poligini adalah sistem perkawinan yang membolehkan seorang pria mengawini beberapa wanita dalam waktu yang sama (dimadu). 19 Lawan dari poligini adalah John M. Echols dan Hassan Shadily, Kamus Inggeris Indonesia, h Penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa, h Tim Penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa, h John M. Echols dan Hassan Shadily, Kamus Inggeris Indonesia, h Tim Penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa. h. 693.

17 17 poliandri, poliandri dari kata Inggeri polyandry. Poliandri adalah wanita yang memiliki suami lebih dari satu dalam waktu yang bersamaan. 20 Dilihat dari beberapa istilah di atas, maka istilah poligini adalah istilah yang tepat. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, poligini yaitu sistem perkawinan yang membolehkan seorang pria mengawini lebih dari satu/beberapa wanita dalam waktu yang sama. Sangat disayangkan masyarakat dan literatur yang membicarakan sistem perkawinan yang membolehkan seorang pria mengawini lebih dari satu/beberapa wanita dalam waktu yang sama terlanjur menggunakan istilah poligami. Padahal yang tepat adalah istilah poligini. Dengan demikian yang dimaksud coping stress isteri dalam perkawinan poligini (studi di Kota Banjarmasin) dalam penelitian ini adalah usaha-usaha untuk mengatasi, mengurangi, atau mengelola stres yang dialami oleh isteri pertama dalam perkawinan mereka dengan seorang laki- 20 Tim Penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Kamus Besar Bahasa, h. 693.

18 18 laki yang mengawini lagi satu/beberapa perempuan dalam waktu yang sama (dimadu) minimal dua tahun di Kota Banjarmasin. F. Tinjauan Pustaka Berdasarkan kajian pustaka, penulis menemukan penelitian terdahulu tentang perempuan dan coping stress yang berbeda dengan penelitian yang penulis lakukan antara lain yang dilakukan oleh Fitri Yuliantini, Zainal Abidin dan Retno Setyaningsih dengan judul: Konflik Marital pada Perempuan dalam Pernikahan Poligami yang Dilakukan Karena Alasan Agama pada Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta yang diterbitkan dalam Jurnal Psikologi Program Studi Psikologi Fakultas Ilmu Sosial dan Humaniora Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya konflik marital pada perempuan dalam pernikahan poligami yang dilakukan berdasarkan agama. Hasil temuan 21 Fitri Yuliantini, Zainal Abidin dan Retno Setyaningsih, Konflik Marital pada Perempuan dalam Pernikahan Poligami yang Dilakukan Karena Alasan Agama dalam Jurnal Psikologi, volume I, Nomor 2,(Yogyakarta: Program Studi Psikologi Fakultas Ilmu Sosial dan Humaniora Universitas Sunan Kalijaga, 2008, h. 133.

19 19 menyatakan perempuan yang bersedia dipoligami karena alasan agama berpotensi mengalami konflik marital, baik sebagai isteri pertama atau isteri kedua. Penelitian tentang Stres dan Coping stres pada pecandu narkoba dewasa awal yang sedang menjalani rehabilitasi yang dilakukan oleh Sara Sahrazad Jurusan Psikologi Fakultas Psikologi Universitas Tarumanagara Jakarta. 22 Penelitian tentang Pengaruh Coping stres terhadap Penyesuaian diri Pecandu Narkoba yang sedang Menjalani Proses Rehabilitasi. Yang dilakukan oleh Ratna Sari Wibawanti Fakultas Psikologi Universitas Airlangga Surabaya, Titik permasalahan penelitian Ratna Sari Wibawanti tertuju pada pengaruh coping stres terhadap penyesuaian diri pada proses rahabilitasi. 22 Sara Sahrazad, Stres dan Coping Stres pada Pecandu Narkoba Dewasa Awal yang sedang menjalani Rehabilitasi, (Skripsi, Jurusan Psikologi Fakultas Psikologi Universitas Tarumanagara, Jakarta, 2007). Dipakai (09 Mei 2014). 23 Ratna Sari Wibawanti, Pengaruh Coping Stres terhadap Penyesuaian diri Pecandu narkoba yang sedang menjalani proses Rehabilitas, (Skripsi, Fakultas Psikologi Universitas Airlangga, Surabaya, 2011). (27 Mei 2015).

20 20 Ketiga penelitian di atas berbeda dengan penelitian penulis karena penelitian penulis bertujuan untuk mengetahui coping stress isteri dalam perkawinan poligini dan faktor-faktor yang menyebabkan isteri melakukan coping stress di Kota Banjarmasin. G. Metode Penelitian 1. Pendekatan dan Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian lapangan (field research) dalam arti semua sumber datanya langsung diperoleh di lapangan yaitu mengenai coping stress istri dalam perkawinan poligini. Sedangkan pendekatan yang digunakan ialah pendekatan studi kasus. 2. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian ini di Kota Banjarmasin. Penulis memilih tempat tersebut karena penulis mengenal beberapa istri pertama yang bertahan dalam perkawinan poligini minimal dua tahun. 3. Subjek dan Objek Penelitian Subjek penelitian ini ialah istri pertama yang bertahan dalam perkawinan

21 21 poligini yang berjumlah 3 orang. Sedangkan objeknya ialah coping stress istri yang bertahan dalam perkawinan poligini. 4. Data dan Sumber Data a. Data 1) Data Pokok Data pokok berupa data-data dari observasi dan wawancara dengan subjek dan informan mengenai: a) Strategi coping stres istri yang bertahan dalam perkawinan poligini. Data tersebut mengenai: (1) Strategi coping yang dilakukan istri, terdiri dari: coping yang berfokus pada emosi (emotion-focused coping) yang terdiri atas: distancing, self control, accepting res-ponsibility, escape avoidancedan positive reappraisal. (2) Coping yang berfokus pada aspek masalah (problemfocused coping), terdiri atas: planful problem solving,

22 22 confrontative copin dan seeking social support. b) Faktor penyebab coping stres istri yang bertahan dalam perkawinan poligini terdiri dari: (1) Faktor ekonomi (2) Faktor anak (3) Faktor cinta/kasih sayang (4) Faktor agama 2) Data Pelengkap Adapun sebagai data pelengkap adalah data-data yang diperoleh berupa gambaran lokasi yaitu kota Banjarmasin. b. Sumber Data 1) Subyek, yaitu penjawab atas pertanyaan yang diajukan untuk kepentingan penelitian. Dalam penelitian ini responden adalah istri yang bertahan dalam perkawinan poligini. 2) Informan, yaitu orang yang memberikan data tambahan. Informan dalam penelitian ini adalah keluarga dari istri maupun keluarga dari suami, tetangga, dan pihak-pihak yang dianggap penting dan diperlukan.

23 23 5. Teknik Pengumpulan Data Teknik yang digunakan oleh penulis dalam mengumpulkan data yang diperlukan untuk membantu penyelesaian penelitian ini adalah: a. Observasi Nonpartisipan Peneliti tidak terlibat secara langsung berada dengan kehidupan dan aktivitas orang yang diamati. Peneliti bertindak sebagai pengamat independen dan menjaga jarak dengan objek pengamatan. 24 Adapun observasi dalam penelitian ini mengenai: 1) Kesan umum, gambaran fisik dan penilaian kondisi psikis subjek. 2) Ringkasan subjek selama proses wawancara (kegiatan atau prilaku yang dimunculkan selama wawancara). 3) Ringkasan awal hingga akhir selama proses wawancara (suara, bahasa, tubuh, antusiasme selama proses wawancara). 4) Lingkungan tempat tinggal subjek b. Wawancara Mendalam 24 Rahmadi, Pengantar Metodologi Penelitian, (Banjarmasin: Antasari Press, 2011), h. 73.

24 24 Teknik wawancara merupakan pengumpulan data melalui pengajuan sejumlah pertanyaan secara lisan kepada subjek yang diwawancarai. 25 Wawancara yang dilakukan dalam penelitian ini adalah wawancara mendalam yakni pengumpulan data melalui tanya jawab secara langsung dan mendetail dengan para responden dan informan dalam penelitian. Adapun data yang diperoleh melalui wawancara mendalam dalam penelitian ini adalah: 1) Gambaran Umum Subjek Penelitian 2) Coping Stress yang dilakukan Isteri dalam Perkawinan Poligini yang berfokus pada emosi (Emotionfocused coping) dan coping yang berfokus pada aspek masalah (Problem-focused coping). 3) Faktor penyebab istri melakukan coping stress dalam perkawinan poligini. 6. Teknik Pengolahan Data Ada empat cara yang dilakukan peneliti dalam pengelolaan data yakni: 25 Rahmadi, Pengantar Metodologi Penelitian, h. 67.

25 25 a. Koleksi data, yaitu mengumpulkan data yang diperlukan baik yang berkenaan dengan data pokok maupun data pelengkap. b. Editing data, yaitu menyeleksi data yang sudah didapat. Termasuk memperbaiki sampai penyempurnaan agar sesuai dengan tujuan penelitian. c. Klasifikasi data, yaitu mengelompokkan data sesuai dengan permasalahannya agar mudah menguraikan data dalam laporan hasil penelitian. d. Interpretasi data, yaitu menafsirkan data dan menjelaskan data yang telah diolah agar mudah dipahami. 7. Teknik Analisis Data Teknik analisis data yang digunakan adalah teknik analisis deskriptif kualitatif artinya peneliti berupaya menggambarkan kembali data yang telah terkumpul mengenai coping stress istri dalam perkawinan poligini dan faktor-faktor yang menyebabkan isteri melakukan coping stress dalam perkawinan poligini. Analisis data menggunakan teori coping stress yang berfokus pada emosi dan masalah serta

26 26 faktor-faktor yang mempengaruhi dalam Psikologi Umum dan Psikologi Islam. H. Sistematika Penulisan Sistematika penulisan terdiri dari 5 bab sebagai berikut: Bab I merupakan pendahuluan yang menguraikan latar belakang dari penelitian yang terkait dengan coping stress istri dalam perkawinan poligini. Kemudian dirumuskan permasalahannya dan tujuan penelitian, signifikansi penelitian dan definisi operasional. Selanjutnya dikemukakan tinjauan pustaka yang menjelaskan mengenai keaslian penelitian yang penulis lakukan ini dan menguraikan perbedaannya dengan penelitian yang terdahulu dilanjutkan dengan penjelasan tentang metode penelitian dan sistematika penulisan. Bab II berisi landasan teori terdiri dari pengertian coping stres, strategi coping stress dan cara mengelola stres perspektif Islam. Dilanjutkan dengan pengertian perkawinan, tujuan perkawinan, peran dan fungsi istri, komitmen dalam perkawinan serta uraian tentang monogamy dan poligami.

27 27 Bab III adalah paparan tentang gambaran umum subjek penelitian, coping stress isteri dalam perkawinan poligini dan faktor faktor yang menyebabkan isteri bertahan dalam perkawinan poligini. Bab IV berisi tentang analisis data mengenai coping stress isteri dalam perkawinan poligini. dan faktor faktor yang menyebabkan isteri bertahan dalam perkawinan poligini. Bab V Penutup terdiri dari kesimpulan dari hasil penelitian dan saran.

DAFTAR PUSTAKA. Echols, John M. dan Hassan Shadily, Kamus Inggeris Indonesia, cet. xxi, Jakarta: PT. Gramedia, 1995.

DAFTAR PUSTAKA. Echols, John M. dan Hassan Shadily, Kamus Inggeris Indonesia, cet. xxi, Jakarta: PT. Gramedia, 1995. DAFTAR PUSTAKA Chalpin, J.P., Kamus Lengkap Psikologi, terj. Kartini Kartono, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2008. Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam Departemen Agama, Kompilasi

Lebih terperinci

INSTRUMEN PENGUMPULAN DATA (IPD)

INSTRUMEN PENGUMPULAN DATA (IPD) INSTRUMEN PENGUMPULAN DATA (IPD) A. IDENTITAS RESPONDEN 1. Nama/inisial : 2. Umur : 3. Riwayat Pendidikan : 4. Pekerjaan : 5. Alamat : B. PEDOMAN OBSERVASI 1. Kesan umum, gambaran fisik dan penilaian kondisi

Lebih terperinci

COPING STRESS ISTERI DALAM PERKAWINAN POLIGINI DI KOTA BANJARMASIN

COPING STRESS ISTERI DALAM PERKAWINAN POLIGINI DI KOTA BANJARMASIN 1 COPING STRESS ISTERI DALAM PERKAWINAN POLIGINI DI KOTA BANJARMASIN Hj. Siti Faridah Jurusan Psikologi Islam Fakultas Ushuluddin dan Humaniora IAIN Antasari Jl. A. Yani Km. 4,5 Banjarmasin. HP. 085332529595

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bentuknya yang terkecil, hidup bersama itu dimulai dengan adanya sebuah keluarga.

BAB I PENDAHULUAN. bentuknya yang terkecil, hidup bersama itu dimulai dengan adanya sebuah keluarga. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejak dilahirkan ke dunia manusia sudah mempunyai kecenderungan untuk hidup bersama dengan manusia lainnya dalam suatu pergaulan hidup. Di dalam bentuknya yang terkecil,

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PUTUSAN HAKIM TENTANG IZIN POLIGAMI

BAB IV ANALISIS PUTUSAN HAKIM TENTANG IZIN POLIGAMI BAB IV ANALISIS PUTUSAN HAKIM TENTANG IZIN POLIGAMI A. Analisis Terhadap Putusan Hakim Tentang Alasan-Alasan Izin Poligami Di Pengadilan Agama Pasuruan Fitrah yang diciptakan Allah atas manusia mengharuskan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan suatu hal yang penting dalam kehidupan manusia.

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan suatu hal yang penting dalam kehidupan manusia. BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Perkawinan merupakan suatu hal yang penting dalam kehidupan manusia. Setiap individu memiliki harapan untuk bahagia dalam kehidupan perkawinannya. Karena tujuan perkawinan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia sebagai makhluk Tuhan adalah makhluk pribadi sekaligus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia sebagai makhluk Tuhan adalah makhluk pribadi sekaligus 11 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia sebagai makhluk Tuhan adalah makhluk pribadi sekaligus makhluk sosial, susila, dan religius. Sifat kodrati manusia sebagai makhluk pribadi, sosial, susila,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan sangat penting dalam kehidupan manusia, perseorangan

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan sangat penting dalam kehidupan manusia, perseorangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan sangat penting dalam kehidupan manusia, perseorangan maupun kelompok dengan jalan perkawinan yang sah, pergaulan laki-laki dan perempuan terjadi secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup yang dipilih manusia dengan tujuan agar dapat merasakan ketentraman dan

BAB I PENDAHULUAN. hidup yang dipilih manusia dengan tujuan agar dapat merasakan ketentraman dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Islam adalah agama yang mensyari atkan pernikahan bagi umatnya. Menikah dalam Islam adalah salah satu sarana untuk menggapai separuh kesempurnaan dalam beragama.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Kompilasi Hukum Islam, CV. Nuansa Aulia, 2013, hlm. 2. 2

BAB I PENDAHULUAN. 1 Kompilasi Hukum Islam, CV. Nuansa Aulia, 2013, hlm. 2. 2 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan aspek penting dalam Islam. Suatu pernikahan yang sakinah, mawaddah, dan rahmah, tentunya harus berusaha dipersiapkan segala sesuatu yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perbuatan yang bernilai ibadah adalah perkawinan. Shahihah, dari Anas bin Malik RA, Ia berkata bahwa Rasulullah SAW

BAB I PENDAHULUAN. perbuatan yang bernilai ibadah adalah perkawinan. Shahihah, dari Anas bin Malik RA, Ia berkata bahwa Rasulullah SAW BAB I PENDAHULUAN Allah SWT menciptakan manusia terdiri dari dua jenis, pria dan wanita. dengan kodrat jasmani dan bobot kejiwaan yang relatif berbeda yang ditakdirkan untuk saling berpasangan dan saling

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalammenjadikan dan menciptakan alam ini. Perkawinan bersifat umum,

BAB I PENDAHULUAN. dalammenjadikan dan menciptakan alam ini. Perkawinan bersifat umum, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan suatu ketentuan dari ketentuan-ketentuan Allah di dalammenjadikan dan menciptakan alam ini. Perkawinan bersifat umum, menyeluruh, berlaku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mencapai kebahagiaan seperti misalnya dalam keluarga tersebut terjadi

BAB I PENDAHULUAN. mencapai kebahagiaan seperti misalnya dalam keluarga tersebut terjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga bahagia merupakan dambaan bagi semua keluarga. Untuk menjadi keluarga bahagia salah satu syaratnya adalah keharmonisan keluarga. Keharmonisan keluarga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam membangun hidup berumah tangga perjalanannya pasti akan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam membangun hidup berumah tangga perjalanannya pasti akan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam membangun hidup berumah tangga perjalanannya pasti akan menjumpai berbagai permasalahan kecil ataupun besar sedikit ataupun banyak. Permasalahan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keluarga yang bahagia dan harmonis merupakan dambaan dari setiap

BAB I PENDAHULUAN. Keluarga yang bahagia dan harmonis merupakan dambaan dari setiap 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga yang bahagia dan harmonis merupakan dambaan dari setiap pasangan. Saling setia dan tidak terpisahkan merupakan salah satu syarat agar tercipta keluarga

Lebih terperinci

Secara kodrat manusia sebagai makhluk yang tidak dapat hidup tanpa orang lain, saling

Secara kodrat manusia sebagai makhluk yang tidak dapat hidup tanpa orang lain, saling A. Latar Belakang Masalah Secara kodrat manusia sebagai makhluk yang tidak dapat hidup tanpa orang lain, saling membutuhkan dan cenderung ingin hidup bersama. Berdasarkan sifatnya manusia sebagai makhluk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. makhluk-nya, baik pada manusia, hewan, maupun, tumbuh-tumbuhan. Ia adalah

BAB I PENDAHULUAN. makhluk-nya, baik pada manusia, hewan, maupun, tumbuh-tumbuhan. Ia adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan sunnatullah yang umum dan berlaku pada semua makhluk-nya, baik pada manusia, hewan, maupun, tumbuh-tumbuhan. Ia adalah suatu cara yang dipilih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hukum Islam mengatur hubungan manusia dengan Allah SWT dan hubungan

BAB I PENDAHULUAN. Hukum Islam mengatur hubungan manusia dengan Allah SWT dan hubungan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. Hukum Islam mengatur hubungan manusia dengan Allah SWT dan hubungan sesama manusia. Salah satu hubungan sesama manusia adalah melalui perkawinan, yaitu perjanjian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkawinan dalam agama Islam disebut Nikah yang berarti

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkawinan dalam agama Islam disebut Nikah yang berarti BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan dalam agama Islam disebut Nikah yang berarti melakukan akad atau perjanjian untuk mengikatkan diri antara seorang lakilaki dengan seorang perempuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (laki-laki dan perempuan), secara alamiah mempunyai daya tarik menarik. perkawinan antara manusia yang berlaian jenis itu.

BAB I PENDAHULUAN. (laki-laki dan perempuan), secara alamiah mempunyai daya tarik menarik. perkawinan antara manusia yang berlaian jenis itu. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan manusia di dunia yang berlainan jenis kelaminnya (laki-laki dan perempuan), secara alamiah mempunyai daya tarik menarik antara satu dengan yang lainnya

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS YURIDIS TERHADAP ALASAN-ALASAN MENGAJUKAN IZIN PERCERAIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN KANTOR PEMERINTAHAN KABUPATEN GRESIK

BAB IV ANALISIS YURIDIS TERHADAP ALASAN-ALASAN MENGAJUKAN IZIN PERCERAIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN KANTOR PEMERINTAHAN KABUPATEN GRESIK BAB IV ANALISIS YURIDIS TERHADAP ALASAN-ALASAN MENGAJUKAN IZIN PERCERAIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN KANTOR PEMERINTAHAN KABUPATEN GRESIK A. Alasan-alasan Pengajuan Izin Perceraian Pegawai Negeri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kekuatan seseorang dalam menghadapi kehidupan di dunia ini berawal dari keluarga. Keluarga merupakan masyarakat terkecil yang sangat penting dalam membentuk

Lebih terperinci

b. Salah satu pihak menjadi pemabok, pemadat, atau penjudi yang sukar disembuhkan,

b. Salah satu pihak menjadi pemabok, pemadat, atau penjudi yang sukar disembuhkan, Pernikahan PNS Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1975 dan Peraturan Menteri Agama Nomor 3 dan 4 Tahun 1975 bab II

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1975 dan Peraturan Menteri Agama Nomor 3 dan 4 Tahun 1975 bab II BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pencatatan perkawinan dalam pelaksanaannya diatur dengan PP No. 9 Tahun 1975 dan Peraturan Menteri Agama Nomor 3 dan 4 Tahun 1975 bab II Pasal 2 ayat (1) PP

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sunnatullah yang berlaku pada semua makhluk-nya, baik pada manusia, Allah SWT sebagai jalan bagi makhluk-nya untuk berkembang, dan

BAB I PENDAHULUAN. Sunnatullah yang berlaku pada semua makhluk-nya, baik pada manusia, Allah SWT sebagai jalan bagi makhluk-nya untuk berkembang, dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Islam mensyariatkan perkawinan untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia sebagai ibadah dan untuk memadu kasih sayang serta untuk memelihara kelangsungan hidup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan oleh Allah SWT dari kaum laki-laki dan perempuan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan oleh Allah SWT dari kaum laki-laki dan perempuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia diciptakan oleh Allah SWT dari kaum laki-laki dan perempuan dan kemudian dijadikan berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar supaya saling kenal-mengenal

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. menjadi tidak teratur atau terasa lebih menyakitkan. kebutuhan untuk menjadi orang tua dan menolak gaya hidup childfree dan juga

BAB V PENUTUP. menjadi tidak teratur atau terasa lebih menyakitkan. kebutuhan untuk menjadi orang tua dan menolak gaya hidup childfree dan juga BAB V PENUTUP 5.1. Kesimpulan Dari hasil penelitian maka dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya seluruh subjek mengalami stres. Reaksi stres yang muncul pada subjek penelitian antara lain berupa reaksi

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN

BAB V HASIL PENELITIAN BAB V HASIL PENELITIAN A. Rangkuman Hasil Penelitian Ketiga subjek merupakan pasangan yang menikah remaja. Subjek 1 menikah pada usia 19 tahun dan 18 tahun. Subjek 2 dan 3 menikah di usia 21 tahun dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sebagai makhluk sosial, manusia akan selalu membutuhkan orang lain untuk

I. PENDAHULUAN. Sebagai makhluk sosial, manusia akan selalu membutuhkan orang lain untuk I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai makhluk sosial, manusia akan selalu membutuhkan orang lain untuk menjalankan kehidupannya. Selain membutuhkan orang lain manusia juga membutuhkan pendamping hidup.

Lebih terperinci

POLIGAMI DALAM PERPEKTIF HUKUM ISLAM DALAM KAITANNYA DENGAN UNDANG-UNDANG PERKAWINAN Oleh: Nur Hayati ABSTRAK

POLIGAMI DALAM PERPEKTIF HUKUM ISLAM DALAM KAITANNYA DENGAN UNDANG-UNDANG PERKAWINAN Oleh: Nur Hayati ABSTRAK POLIGAMI DALAM PERPEKTIF HUKUM ISLAM DALAM KAITANNYA DENGAN UNDANG-UNDANG PERKAWINAN Oleh: Nur Hayati Pengajar Fakultas Hukum Universitas Indonusa Esa Unggul ABSTRAK Dalam perkawinan, sudah selayaknya

Lebih terperinci

BAB IV. Setelah mempelajari putusan Pengadilan Agama Sidoarjo No. 2355/Pdt.G/2011/PA.Sda tentang izin poligami, penulis dapat

BAB IV. Setelah mempelajari putusan Pengadilan Agama Sidoarjo No. 2355/Pdt.G/2011/PA.Sda tentang izin poligami, penulis dapat BAB IV ANALISIS YURIDIS TERHADAP PERTIMBANGAN DAN DASAR HUKUM IZIN POLIGAMI DALAM PUTUSAN MAJELIS HAKIM DI PENGADILAN AGAMA SIDOARJO NO. 2355/Pdt.G/2011/PA.Sda A. Analisis Yuridis Pertimbangan Dan Dasar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1989, dan telah diubah dengan Undang-undang No. 3 Tahun 2006,

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1989, dan telah diubah dengan Undang-undang No. 3 Tahun 2006, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keberadaan Pengadilan Agama berdasarkan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989, dan telah diubah dengan Undang-undang No. 3 Tahun 2006, merupakan salah satu badan

Lebih terperinci

2016 FENOMENA CERAI GUGAT PADA PASANGAN KELUARGA SUNDA

2016 FENOMENA CERAI GUGAT PADA PASANGAN KELUARGA SUNDA BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Pernikahan merupakan hal yang dicita-citakan dan didambakan oleh setiap orang, karena dengan pernikahan adalah awal dibangunnya sebuah rumah tangga dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Allah SWT telah menghiasi alam semesta ini dengan rasa cinta dan kasih

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Allah SWT telah menghiasi alam semesta ini dengan rasa cinta dan kasih BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Allah SWT telah menghiasi alam semesta ini dengan rasa cinta dan kasih sayang sebagai sebuah rahmat dari-nya. Dimana semua itu bertujuan agar manusia dapat saling berkasih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seorang pria dan seorang wanita yang dikaruniai sebuah naluri. Naluri

BAB I PENDAHULUAN. seorang pria dan seorang wanita yang dikaruniai sebuah naluri. Naluri BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Tuhan Yang Maha Esa menciptakan manusia berlainan jenis yaitu seorang pria dan seorang wanita yang dikaruniai sebuah naluri. Naluri tersebut diantaranya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sekarang ini kita dihadapkan pada berbagai macam penyakit, salah satunya

BAB I PENDAHULUAN. Sekarang ini kita dihadapkan pada berbagai macam penyakit, salah satunya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sekarang ini kita dihadapkan pada berbagai macam penyakit, salah satunya penyakit Lupus. Penyakit ini merupakan sebutan umum dari suatu kelainan yang disebut sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan Tuhan Yang Maha Esa secara berpasangpasangan. yaitu laki-laki dan perempuan. Sebagai makhluk sosial, manusia

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan Tuhan Yang Maha Esa secara berpasangpasangan. yaitu laki-laki dan perempuan. Sebagai makhluk sosial, manusia 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Manusia diciptakan Tuhan Yang Maha Esa secara berpasangpasangan yaitu laki-laki dan perempuan. Sebagai makhluk sosial, manusia memerlukan orang lain untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk selamanya. Tetapi adakalanya karena sebab-sebab tertentu bisa

BAB I PENDAHULUAN. untuk selamanya. Tetapi adakalanya karena sebab-sebab tertentu bisa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan lembaga yang melahirkan keluarga, tempat seluruh hidup dan kehidupan manusia berputar. Awalnya perkawinan bertujuan untuk selamanya. Tetapi

Lebih terperinci

AKIBAT HUKUM PERCERAIAN TERHADAP HARTA. BERSAMA di PENGADILAN AGAMA BALIKPAPAN SKRIPSI

AKIBAT HUKUM PERCERAIAN TERHADAP HARTA. BERSAMA di PENGADILAN AGAMA BALIKPAPAN SKRIPSI AKIBAT HUKUM PERCERAIAN TERHADAP HARTA BERSAMA di PENGADILAN AGAMA BALIKPAPAN SKRIPSI Oleh : DODI HARTANTO No. Mhs : 04410456 Program studi : Ilmu Hukum FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA YOGYAKARTA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan salah satu sunnatullah yang berlaku untuk semua

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan salah satu sunnatullah yang berlaku untuk semua BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Perkawinan merupakan salah satu sunnatullah yang berlaku untuk semua makhluk Allah SWT yang bernyawa. Adanya pernikahan bertujuan untuk memperoleh kebahagiaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Abad 21 yang sedang berlangsung menjadikan kehidupan berubah dengan

BAB I PENDAHULUAN. Abad 21 yang sedang berlangsung menjadikan kehidupan berubah dengan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Abad 21 yang sedang berlangsung menjadikan kehidupan berubah dengan sangat cepat. Perubahan yang terjadi dalam bidang teknologi, informasi dan juga ledakan populasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang mendukung dimiliki di jalur kehidupan yang sedang dilalui.

BAB I PENDAHULUAN. yang mendukung dimiliki di jalur kehidupan yang sedang dilalui. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehidupan berkeluarga atau menempuh kehidupan dalam perkawinan adalah harapan dan niat yang wajar dan sehat dari setiap anak-anak muda dan remaja dalam masa perkembangan

Lebih terperinci

BAB I. Pendahuluan. melaksanakan tugas dan kewajibannya masing-masing dalam membangun keluarga

BAB I. Pendahuluan. melaksanakan tugas dan kewajibannya masing-masing dalam membangun keluarga BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang Masalah Kebahagiaan dalam keluarga merupakan keinginan yang diharapkan semua orang yang membina rumah tangga. Suami dan isteri berjalan beriringan melaksanakan tugas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang datang dari dirinya maupun dari luar. Pada masa anak-anak proses

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang datang dari dirinya maupun dari luar. Pada masa anak-anak proses BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia dilahirkan ke dunia dengan misi menjalankan kehidupan sesuai dengan kodrat ilahi yakni tumbuh dan berkembang. Untuk tumbuh dan berkembang, setiap orang harus

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 9 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perkawinan 2.1.1 Pengertian perkawinan Terdapat beragam pendapat dari para ahli yang menjelaskan tentang pengertian perkawinan. Duvall & Miller (1985) mendefinisikan perkawinan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mulia dibanding makhluk lainnya. Manusia memiliki fitrah untuk saling

BAB I PENDAHULUAN. mulia dibanding makhluk lainnya. Manusia memiliki fitrah untuk saling BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah makhluk ciptaan Allah SWT yang memiliki kedudukan mulia dibanding makhluk lainnya. Manusia memiliki fitrah untuk saling berhubungan antara satu dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. hakekat itu, manusia selalu berusaha untuk selalu memenuhi kebutuhannya.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. hakekat itu, manusia selalu berusaha untuk selalu memenuhi kebutuhannya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Manusia merupakan makhluk sosial, yang tidak bisa hidup sendiri, saling membutuhkan dan saling tergantung terhadap manusia lainnya, dengan sifat dan hakekat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkawinan amat penting dalam kehidupan manusia, baik bagi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkawinan amat penting dalam kehidupan manusia, baik bagi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan amat penting dalam kehidupan manusia, baik bagi perseorangan maupun kelompok. Dengan jalan perkawinan yang sah, pergaulan laki-laki dan perempuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku (Pasal 2 Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku (Pasal 2 Undang-Undang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan merupakan suatu hal yang terpenting di dalam realita kehidupan umat manusia. Perkawinan dikatakan sah apabila dilaksanakan menurut hukum masingmasing agama

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PERCERAIAN KARENA ISTERI. A. Analisis terhadap Dasar Hukum dan Pertimbangan Hakim karena Isteri

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PERCERAIAN KARENA ISTERI. A. Analisis terhadap Dasar Hukum dan Pertimbangan Hakim karena Isteri BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PERCERAIAN KARENA ISTERI PERKARA PUTUSAN NOMOR 1708/pdt.G/2014/PA.bjn. A. Analisis terhadap Dasar Hukum dan Pertimbangan Hakim karena Isteri M dalam Putusan Nomor:

Lebih terperinci

BAB II PERKAWINAN DAN PUTUSNYA PERKAWINAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

BAB II PERKAWINAN DAN PUTUSNYA PERKAWINAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN BAB II PERKAWINAN DAN PUTUSNYA PERKAWINAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN 2.1 Pengertian Perkawinan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata)

Lebih terperinci

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara No.755, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMSANEG. Pegawai. Perkawinan. Perceraian. PERATURAN KEPALA LEMBAGA SANDI NEGARA NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG PERKAWINAN DAN PERCERAIAN PEGAWAI LEMBAGA SANDI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. agar hubungan laki-laki dan perempuan mampu menyuburkan ketentraman,

BAB I PENDAHULUAN. agar hubungan laki-laki dan perempuan mampu menyuburkan ketentraman, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Allah Yang Maha Indah sengaja menciptakan manusia secara berpasang-pasangan, laki-laki dan perempuan sebagai salah satu bagian dari romantika kehidupan. Supaya

Lebih terperinci

BAB IV. A. Analisis Terhadap Putusan Hakim Tentang Pemberian Izin Poligami Dalam Putusan No. 913/Pdt.P/2003/PA. Mlg

BAB IV. A. Analisis Terhadap Putusan Hakim Tentang Pemberian Izin Poligami Dalam Putusan No. 913/Pdt.P/2003/PA. Mlg BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TENTANG PEMBERIAN IZIN POLIGAMI TANPA ADANYA SYARAT ALTERNATIF PADA PUTUSAN PENGADILAN AGAMA KOTA MALANG NO. 913/Pdt.P/2003/PA.Mlg A. Analisis Terhadap Putusan Hakim Tentang

Lebih terperinci

MEMAHAMI KETENTUAN POLIGAMI DALAM HUKUM ISLAM Oleh: Marzuki

MEMAHAMI KETENTUAN POLIGAMI DALAM HUKUM ISLAM Oleh: Marzuki MEMAHAMI KETENTUAN POLIGAMI DALAM HUKUM ISLAM Oleh: Marzuki Takada seorang perempuan yang dengan rela mau dimadu. Inilah pernyataan yang hampir menjadi aksioma di kalangan kaum perempuan terkait dengan

Lebih terperinci

P U T U S A N Nomor 0485/Pdt.G/2015/PA.Pkp. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N Nomor 0485/Pdt.G/2015/PA.Pkp. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA P U T U S A N Nomor 0485/Pdt.G/2015/PA.Pkp. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Agama Pangkalpinang yang memeriksa dan mengadili perkara tertentu pada tingkat pertama, dalam sidang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang didukung oleh umat beragama mustahil bisa terbentuk rumah tangga tanpa. berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

BAB I PENDAHULUAN. yang didukung oleh umat beragama mustahil bisa terbentuk rumah tangga tanpa. berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rumah tangga merupakan unit yang terkecil dari susunan kelompok masyarakat, rumah tangga juga merupakan sendi dasar dalam membina dan terwujudnya suatu negara.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dinyatakan dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

BAB I PENDAHULUAN. dinyatakan dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan bertujuan untuk membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 1

Lebih terperinci

bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.2

bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.2 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan sangat dibutuhkan dalam kehidupan bermasyarakat guna melangsungkan kehidupan umat manusia serta untuk mempertahankan eksistensi kemanusiaan di muka bumi

Lebih terperinci

MENGENAL PERKAWINAN ISLAM DI INDONESIA Oleh: Marzuki

MENGENAL PERKAWINAN ISLAM DI INDONESIA Oleh: Marzuki MENGENAL PERKAWINAN ISLAM DI INDONESIA Oleh: Marzuki Perkawinan atau pernikahan merupakan institusi yang istimewa dalam Islam. Di samping merupakan bagian dari syariah Islam, perkawinan memiliki hikmah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menginginkan bahagia dan berusaha agar kebahagiaan itu tetap menjadi

BAB I PENDAHULUAN. menginginkan bahagia dan berusaha agar kebahagiaan itu tetap menjadi 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Setiap manusia diatas permukaan bumi ini pada umumnya selalu menginginkan bahagia dan berusaha agar kebahagiaan itu tetap menjadi miliknya. Sesuatu kebahagiaan itu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia yang normal.

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia yang normal. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia yang normal. Perjodohan adalah ikatan yang paling mesra dari segala macam ikatan dan hubungan manusia. Perkawinan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1983 TENTANG IZIN PERKAWINAN DAN PERCERAIAN BAGI PEGAWAI NEGERI SIPIL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1983 TENTANG IZIN PERKAWINAN DAN PERCERAIAN BAGI PEGAWAI NEGERI SIPIL PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1983 TENTANG IZIN PERKAWINAN DAN PERCERAIAN BAGI PEGAWAI NEGERI SIPIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam Undang-undang Nomor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. keluarga yang bahagia dan kekal sesuai dengan Undang-undang Perkawinan. Sudah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. keluarga yang bahagia dan kekal sesuai dengan Undang-undang Perkawinan. Sudah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Perkawinan merupakan suatu lembaga suci yang bertujuan untuk membentuk keluarga yang bahagia dan kekal sesuai dengan Undang-undang Perkawinan. Sudah menjadi

Lebih terperinci

SKRIPSI PROSES PENYELESAIAN PERCERAIAN KARENA FAKTOR KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA (STUDY KASUS DI PENGADILAN AGAMA SURAKARTA)

SKRIPSI PROSES PENYELESAIAN PERCERAIAN KARENA FAKTOR KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA (STUDY KASUS DI PENGADILAN AGAMA SURAKARTA) SKRIPSI PROSES PENYELESAIAN PERCERAIAN KARENA FAKTOR KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA (STUDY KASUS DI PENGADILAN AGAMA SURAKARTA) SKRIPSI Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Syarat-Syarat guna Mencapai Derajat

Lebih terperinci

2002), hlm Ibid. hlm Komariah, Hukum Perdata (Malang; UPT Penerbitan Universitas Muhammadiyah Malang,

2002), hlm Ibid. hlm Komariah, Hukum Perdata (Malang; UPT Penerbitan Universitas Muhammadiyah Malang, Pendahuluan Perkawinan merupakan institusi yang sangat penting dalam masyarakat. Di dalam agama islam sendiri perkawinan merupakan sunnah Nabi Muhammad Saw, dimana bagi setiap umatnya dituntut untuk mengikutinya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Manusia merupakan makhluk yang sempurna yang diciptakan oleh Allah SWT, karena setiap insan manusia yang ada dimuka bumi ini telah ditentukan pasangannya

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA. A. Analisis Terhadap Prosedur Pengajuan Izin Poligami Di Pengadilan Agama

BAB IV ANALISIS DATA. A. Analisis Terhadap Prosedur Pengajuan Izin Poligami Di Pengadilan Agama 54 BAB IV ANALISIS DATA A. Analisis Terhadap Prosedur Pengajuan Izin Poligami Di Pengadilan Agama Pernikahan poligami hanya terbatas empat orang isteri karena telah diatur dalam Kompilasi Hukum Islam pasal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mahluk Allah SWT, tanpa perkawinan manusia tidak akan melanjutkan sejarah

BAB I PENDAHULUAN. mahluk Allah SWT, tanpa perkawinan manusia tidak akan melanjutkan sejarah 1 BAB I PENDAHULUAN Perkawinan merupakan salah satu sunnatullah yang umum berlaku pada mahluk Allah SWT, tanpa perkawinan manusia tidak akan melanjutkan sejarah hidupnya karena keturunan dan perkembangbiakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia merupakan makhluk hidup yang lebih sempurna dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia merupakan makhluk hidup yang lebih sempurna dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk hidup yang lebih sempurna dari makhluk hidup lainnya. Mereka memiliki akal budi untuk berpikir dengan baik dan memiliki kata hati.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia pada hakikatnya adalah mahkluk sosial dan mahkluk pribadi. Manusia sebagai mahluk sosial akan berinteraksi dengan lingkungannya dan tidak dapat hidup sendiri

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dan perempuan dari kedua jenis tersebut Allah menjadikan mereka saling

BAB 1 PENDAHULUAN. dan perempuan dari kedua jenis tersebut Allah menjadikan mereka saling BAB 1 PENDAHULUAN Allah SWT menciptakan manusia dari dua jenis yang berbeda yaitu laki-laki dan perempuan dari kedua jenis tersebut Allah menjadikan mereka saling membutuhkan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya,

Lebih terperinci

IZIN POLIGAMI AKIBAT TERJADI PERZINAAN SETELAH BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 DI PENGADILAN AGAMA YOGYAKARTA

IZIN POLIGAMI AKIBAT TERJADI PERZINAAN SETELAH BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 DI PENGADILAN AGAMA YOGYAKARTA 3 IZIN POLIGAMI AKIBAT TERJADI PERZINAAN SETELAH BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 DI PENGADILAN AGAMA YOGYAKARTA Oleh : Alip No. Mhs : 03410369 Program Studi : Ilmu Hukum UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

Lebih terperinci

PERBEDAAN PENYESUAIAN SOSIAL PASCA PERCERAIAN ANTARA WANITA BEKERJA DAN WANITA TIDAK BEKERJA

PERBEDAAN PENYESUAIAN SOSIAL PASCA PERCERAIAN ANTARA WANITA BEKERJA DAN WANITA TIDAK BEKERJA PERBEDAAN PENYESUAIAN SOSIAL PASCA PERCERAIAN ANTARA WANITA BEKERJA DAN WANITA TIDAK BEKERJA SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Mencapai Derajat Sarjana-S1 Bidang Psikologi dan Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan yang ada di negara kita menganut asas monogami. Seorang pria

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan yang ada di negara kita menganut asas monogami. Seorang pria 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang merupakan ketentuan yang mengatur pelaksanaan perkawinan yang ada di Indonesia telah memberikan landasan

Lebih terperinci

IJIN PERKAWINAN DAN PERCERAIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL

IJIN PERKAWINAN DAN PERCERAIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL PENGERTIAN IJIN PERKAWINAN DAN PERCERAIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL Perkawinan sah ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga/ rumah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. (UU No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan dalam Libertus, 2008). Keputusan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. (UU No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan dalam Libertus, 2008). Keputusan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan dapat diartikan sebagai sebuah ikatan lahir batin seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga)

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Setelah menguraikan tentang pembahasan dan analisis sesuai dengan memperhatikan pokok-pokok permasalahan yang diangkat dalam skripsi ini, yang berjudul Pendapat Hakim Pengadilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dijumpai. Ketidakseimbangan jumlah antara laki-laki dan perempuan banyak

BAB I PENDAHULUAN. dijumpai. Ketidakseimbangan jumlah antara laki-laki dan perempuan banyak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Poligami pada saat ini tampaknya menjadi sebuah fenomena yang sering dijumpai. Ketidakseimbangan jumlah antara laki-laki dan perempuan banyak dijadikan alasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebahagiaan merupakan keadaan psikologis yang ditandai dengan tingginya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebahagiaan merupakan keadaan psikologis yang ditandai dengan tingginya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kunci dari hidup yang baik adalah kebahagiaan. Oleh karena itu, secara disadari maupun tidak, manusia terus berupaya untuk mencapai kebahagiaan. Kebahagiaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sunnatullah yang umumnya berlaku pada semua mahkluk-nya. Hal ini merupakan

BAB I PENDAHULUAN. sunnatullah yang umumnya berlaku pada semua mahkluk-nya. Hal ini merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia secara alamiah mempunyai daya tarik antara satu dengan yang lainnya untuk membina suatu hubungan. Sebagai realisasi manusia dalam membina hubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pernikahan merupakan salah satu tahapan dalam kehidupan manusia. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pernikahan merupakan salah satu tahapan dalam kehidupan manusia. Hal ini 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pernikahan merupakan salah satu tahapan dalam kehidupan manusia. Hal ini sering terjadi di belahan bumi manapun dan terjadi kapanpun. Pernikahan itu sendiri

Lebih terperinci

PUTUSAN. Nomor : 0279/Pdt.G/2009/PA.Pas BISMILLAAHIRRAHMANIRRAHIIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

PUTUSAN. Nomor : 0279/Pdt.G/2009/PA.Pas BISMILLAAHIRRAHMANIRRAHIIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA PUTUSAN Nomor : 0279/Pdt.G/2009/PA.Pas BISMILLAAHIRRAHMANIRRAHIIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Agama Pasuruan yang memeriksa dan mengadili perkara perdata dalam tingkat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. TINJAUAN UMUM TENTANG PERKAWINAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. TINJAUAN UMUM TENTANG PERKAWINAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. TINJAUAN UMUM TENTANG PERKAWINAN 1. Pengertian Perkawinan Dalam ajaran Islam sebuah perkawinan merupakan peristiwa sakral bagi manusia, karena melangsungkan perkawinan merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perjanjian dalam Islam menjadi hal yang harus dipatuhi, hal ini

BAB I PENDAHULUAN. Perjanjian dalam Islam menjadi hal yang harus dipatuhi, hal ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perjanjian dalam Islam menjadi hal yang harus dipatuhi, hal ini dikarenakan pada hakikatnya kehidupan setiap manusia diawali dengan perjanjian dengan-nya untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. telah memiliki biaya menikah, baik mahar, nafkah maupun kesiapan

BAB I PENDAHULUAN. telah memiliki biaya menikah, baik mahar, nafkah maupun kesiapan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menikah adalah bagian dari ibadah, karena itu tidak ada sifat memperberat kepada orang yang akan melaksanakannya. Perkawinan atau pernikahan menurut Reiss (dalam

Lebih terperinci

KEPUASAN PERNIKAHAN DITINJAU DARI KEMATANGAN PRIBADI DAN KUALITAS KOMUNIKASI

KEPUASAN PERNIKAHAN DITINJAU DARI KEMATANGAN PRIBADI DAN KUALITAS KOMUNIKASI KEPUASAN PERNIKAHAN DITINJAU DARI KEMATANGAN PRIBADI DAN KUALITAS KOMUNIKASI SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Mencapai Derajat Sarjana S-1 Diajukan Oleh : Dewi Sumpani F 100 010

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penurunan kondisi fisik, mereka juga harus menghadapi masalah psikologis.

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penurunan kondisi fisik, mereka juga harus menghadapi masalah psikologis. BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lanjut usia merupakan suatu proses berkelanjutan dalam kehidupan yang ditandai dengan berbagai perubahan ke arah penurunan. Problematika yang harus dihadapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kelahiran, perkawinan serta kematian merupakan suatu estafet kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Kelahiran, perkawinan serta kematian merupakan suatu estafet kehidupan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kelahiran, perkawinan serta kematian merupakan suatu estafet kehidupan setiap manusia. Perkawinan ini di samping merupakan sumber kelahiran yang berarti obat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki berbagai macam suku, budaya, bahasa dan agama.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki berbagai macam suku, budaya, bahasa dan agama. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia memiliki berbagai macam suku, budaya, bahasa dan agama. Hindu adalah salah satu agama yang di akui oleh negara. Keanekaan merupakan ciri khas negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Al-Qur'an disebutkan bahwa hidup berpasang-pasangan, hidup. sebagaimana firman-nya dalam surat Az-zariyat ayat 49 :

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Al-Qur'an disebutkan bahwa hidup berpasang-pasangan, hidup. sebagaimana firman-nya dalam surat Az-zariyat ayat 49 : BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam Al-Qur'an disebutkan bahwa hidup berpasang-pasangan, hidup berjodoh-jodoh adalah naluri segala makhluk Allah, termasuk manusia, sebagaimana firman-nya dalam surat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. langgeng hingga akhir hayat mereka. Namun, dalam kenyataannya harapan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. langgeng hingga akhir hayat mereka. Namun, dalam kenyataannya harapan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Setiap pasangan menikah pasti menginginkan agar perkawinannya langgeng hingga akhir hayat mereka. Namun, dalam kenyataannya harapan akan kelanggengan perkawinan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meneruskan kehidupan manusia dalam rangka menuju hidup sejahtera.

BAB I PENDAHULUAN. meneruskan kehidupan manusia dalam rangka menuju hidup sejahtera. BAB I PENDAHULUAN Perkawinan adalah suatu proses penyatuan antara seorang laki-laki dan seorang perempuan dalam membentuk rumah tangga yang bahagia dan sejahtera, karena itu perkawinan dianggap sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. itu, harus lah berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, sebagai azas pertama

BAB I PENDAHULUAN. itu, harus lah berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, sebagai azas pertama 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan suatu ikatan yang sah untuk membina rumah tangga dan keluarga sejahtera bahagia di mana kedua suami istri memikul amanah dan tanggung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembagian tugas kerja di dalam rumah tangga. tua tunggal atau tinggal tanpa anak (Papalia, Olds, & Feldman, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. pembagian tugas kerja di dalam rumah tangga. tua tunggal atau tinggal tanpa anak (Papalia, Olds, & Feldman, 2008). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pernikahan merupakan peristiwa penting dalam siklus kehidupan manusia. Setiap orang berkeinginan untuk membangun sebuah rumah tangga yang bahagia bersama orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Akomodatif artinya mampu menyerap, menampung keinginan masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN. Akomodatif artinya mampu menyerap, menampung keinginan masyarakat yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan Negara hukum, hal ini dijelaskan dalam Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 pada pasal 1 ayat (3) (amandemen ke-3) yang berbunyi Negara

Lebih terperinci

AKIBAT PERKAWINAN DIBAWAH UMUR DALAM KELANGSUNGAN HIDUP. ( Studi Kasus Pengadilan Agama Blora)

AKIBAT PERKAWINAN DIBAWAH UMUR DALAM KELANGSUNGAN HIDUP. ( Studi Kasus Pengadilan Agama Blora) AKIBAT PERKAWINAN DIBAWAH UMUR DALAM KELANGSUNGAN HIDUP ( Studi Kasus Pengadilan Agama Blora) SKRIPSI Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat Guna Mencapai Derajat Sarjana Hukum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kompleks. Semakin maju peradaban manusia, maka masalah-masalah yang

BAB I PENDAHULUAN. kompleks. Semakin maju peradaban manusia, maka masalah-masalah yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini persoalan-persoalan yang dihadapi oleh umat muslim semakin kompleks. Semakin maju peradaban manusia, maka masalah-masalah yang dihadapi ataupun ditanggung

Lebih terperinci

KEBAHAGIAAN DAN KETIDAKBAHAGIAAN PADA WANITA MENIKAH MUDA

KEBAHAGIAAN DAN KETIDAKBAHAGIAAN PADA WANITA MENIKAH MUDA KEBAHAGIAAN DAN KETIDAKBAHAGIAAN PADA WANITA MENIKAH MUDA NASKAH PUBLIKASI Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta Untuk Memenuhi Sebagaian Persyaratan Dalam Mencapai Derajat

Lebih terperinci

KAJIAN YURIDIS TERHADAP PERKAWINAN KEDUA SEORANG ISTRI YANG DITINGGAL SUAMI MENJADI TENAGA KERJA INDONESIA (TKI) KE LUAR NEGERI

KAJIAN YURIDIS TERHADAP PERKAWINAN KEDUA SEORANG ISTRI YANG DITINGGAL SUAMI MENJADI TENAGA KERJA INDONESIA (TKI) KE LUAR NEGERI KAJIAN YURIDIS TERHADAP PERKAWINAN KEDUA SEORANG ISTRI YANG DITINGGAL SUAMI MENJADI TENAGA KERJA INDONESIA (TKI) KE LUAR NEGERI 1) TITIN APRIANI, 2) RAMLI, 3) MUHAMMAD AFZAL 1),2) Fakultas Hukum Universitas

Lebih terperinci