PELAKSANAAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR KP 152 TAHUN 2012 TENTANG PENGAMANAN KARGO DAN POS YANG DIANGKUT DENGAN PESAWAT UDARA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PELAKSANAAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR KP 152 TAHUN 2012 TENTANG PENGAMANAN KARGO DAN POS YANG DIANGKUT DENGAN PESAWAT UDARA"

Transkripsi

1 PELAKSANAAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR KP 152 TAHUN 2012 TENTANG PENGAMANAN KARGO DAN POS YANG DIANGKUT DENGAN PESAWAT UDARA (STUDI DI BANDARA SOEKARNO-HATTA) JURNAL ILMIAH Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat-Syarat Memperoleh Gelar Kesarjanaan Dalam Ilmu Hukum Oleh : FAZA FAUZTA NIM KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA FAKULTAS HUKUM MALANG 2013

2 LEMBAR PERSETUJUAN Judul Jurnal Ilmiah : PELAKSANAAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR KP 152 TAHUN 2012 TENTANG PENGAMANAN KARGO DAN POS YANG DIANGKUT DENGAN PESAWAT UDARA (STUDI DI BANDARA SOEKARNO-HATTA) Identitas Penulis : a. Nama : Faza Fauzta b. NIM : Konsentrasi : Hukum Perdata Bisnis Jangka waktu penelitian : 6 bulan Disetujui pada tanggal : Pembimbing Utama, Pembimbing Pendamping, Imam Ismanu, S.H., S.U. Dr. Bambang Winarno, S.H., S.U. NIP NIP Mengetahui Ketua Bagian Hukum Perdata, Siti Hamidah, S.H., M.M. NIP

3 PELAKSANAAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR KP 152 TAHUN 2012 TENTANG PENGAMANAN KARGO DAN POS YANG DIANGKUT DENGAN PESAWAT UDARA (Studi di Bandara Soekarno-Hatta) Faza Fauzta Fakultas Hukum, Universitas Brawijaya ABSTRAK Penulis membahas mengenai Pelaksanaan Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara Nomor Kp 152 Tahun 2012 Tentang Pengamanan Kargo Dan Pos Yang Diangkut Dengan Pesawat Udara (Studi Di Bandara Soekarno-Hatta). Penulis hendak meneliti apa saja yang menjadi hambatan dan solusi dalam pelaksanaan peraturan tersebut sehingga nantinya ada solusi yang dapat dilakukan untuk mencapai tujuan peningkatan jaminan keamanan dan keselamatan penerbangan. Jurnal ilmiah ini membahas apa saja yang menjadi hambatan pelaksanaan dalam peraturan tersebut dan bagaimana solusi dalam menghadapi hambatan tersebut. Terjadi beberapa pelanggaran yang dilakukan oleh regulated agent sebagai agen jasa pemeriksa kargo dan pos. Standar keamanan yang ditetapkan dalam peraturan tersebut berbeda dengan standar dari perusahaan penerbangan dan banyak penyimpangan, sehingga perusahaan penerbangan harus melakukan kontrol dan inspeksi tiba-tiba di tiap regulated agent. Standar Operasi Prosedur tidak diterapkan secara tegas oleh regulated agent. SDM harus diseleksi dengan ketat. Pemerintah harus segera menetapkan tarif atas dan tarif bawah. Kata Kunci: Hukum Pengangkutan Udara, Pengamanan Kargo Dan Pos. ABSTRACT Writer discussed the implementation of the regulation director general of the air transportation number KP 152 year 2012 about pengamanan cargo and post that are transported by aircraft ( the study at the airport soekarno-hatta ). An author will examines anything which being a hindrance and a solution in the implementation of the regulation so that it will there is a solution that can be done to achieve the purpose of an increase in security guarantees and the safety of flights. This scientific journal discuss whatever being a hindrance of execution in the ordinance and how a solution in the face of obstacles. The happening of some breach of a duty performed by regulated agent as an agent of the examiner the 1

4 cargo and post. Security standards set out in the regulation is different from the standards of the airline and many irregularities, so that the airline should do control and inspection suddenly in every regulated agent. Standard operating procedure not applied in a resolute manner by regulated agent. SDM must be selected by strict. The government should to immediately establish the top rate and rates are down. Key Words: Law of Air Freight, Cargo Security and Post. A. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Keadaan geografis Indonesia berupa daratan yang terdiri dari beriburibu pulau besar dan kecil, dan berupa perairan yang terdiri dari sebagian besar laut membutuhkan pengangkutan yang dilakukan melalui udara guna menjangkau seluruh wilayah negara. Kemajuan dan kelancaran pengangkutan akan menunjang pelaksanaan pembangunan berupa penyebaran kebutuhan pembangunan, pemerataan pembangunan, dan distribusi hasil pembangunan berbagai sektor ke seluruh pelosok tanah air, misalnya sektor industri, perdagangan, pariwisata dan pendidikan. 1 Pengangkutan udara sangat berperan penting dalam pertumbuhan perekonomian dan meningkatkan kesejahteraan rakyat Indonesia. Hal tersebut sesuai dengan tujuan negara yang tercantum dalam Pembukaan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 alinea keempat, yaitu memajukan kesejahteraan umum. 2 Pengangkutan udara dapat mengangkut penumpang dan barang. Barang yang diangkut dapat berasal dari sektor industri, perdagangan, pariwisata, dan pendidikan. Pengangkutan udara, terutama barang, berperan penting dalam sektor impor dan ekspor. World Air Transport Statistic mencatat rata-rata pertumbuhan kargo tahunan dalam dekade terakhir sebesar 7,9 % untuk kargo Internasional dan 1 Abdulkadir Muhammad Hukum Pengangkutan Niaga. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti. Hal. 8 2 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

5 2,1 % untuk kargo domestik. Disamping itu, berdasarkan data The International Air Cargo Association pengangkutan kargo udara menyumbang nilai 40% dari total nilai perdagangan dunia. 3 Pertumbuhan kargo di Indonesia tidak terlepas dari peranan perusahaan penerbangan sebagai penyedia sarana pengangkutan dan pengelola bandar udara sebagai penyedia fasilitas pintu gerbang pengangkutan kargo. Hal tersebut harus ditunjang dengan peraturan perundang-undangan, tindakan, prosedur dan perlindungan yang dapat menjamin keamanan dan keselamatan penerbangan. Direktorat Jenderal Perhubungan Udara menetapkan Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara Nomor SKEP 255/IV/2011 tentang Pemeriksaan Keamanan Kargo Dan Pos Yang Diangkut Dengan Pesawat Udara untuk meningkatkan keamanan jasa angkutan kargo melalui lalu lintas udara pada 21 April Peraturan tersebut mengatur tentang pemeriksaan keamanan kargo dan pos dilakukan oleh regulated agent di luar bandar udara. Regulated agent adalah Badan Hukum Indonesia yang melakukan kegiatan usaha dengan badan usaha angkutan udara yang memperoleh izin dari Direktur Jenderal untuk melaksanakan pemeriksaan keamanan terhadap kargo dan pos. 4 Pemeriksaan kargo dan pos oleh regulated agent dinilai perlu agar pengirim barang dapat memperoleh jaminan keamanan. Di samping itu, untuk barang kargo dan pos yang telah diperiksa oleh perusahaan regulated agent yang fasilitas pemeriksaannya berada di luar bandar udara dapat langsung diterima oleh perusahaan penerbangan tanpa pemenksaan keamanan lebih lanjut di terminal kargo. Setelah adanya peraturan tersebut, di terminal kargo tidak terdapat x- ray yang berfungsi untuk memeriksa kargo dan pos. Kargo dan pos harus diperiksa oleh regulated agent di luar bandar udara. Daerah tempat penerimaan kargo dan pos yang telah dilakukan pemeriksaan oleh regulated 3 Yon Sugiono Perencanaan Bisnis Pengelolaan Kargo Untuk PT Angkasa Pura II (Studi Kasus: di Bandara Soekarno-Hatta). Tesis. Institut Teknologi Bandung. Hal Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara Nomor SKEP 255/IV/2011 tentang Pemeriksaan Keamanan Kargo Dan Pos Yang Diangkut Dengan Pesawat Udara 3

6 agent adalah di acceptance area. Pada saat kargo dan pos masuk terminal kargo tidak dilakukan pemeriksaan keamanan. Berdasarkan rekomendasi Ombudsman Republik Indonesia Nomor 0014/REK/ /PD-02/VI/2012, kebijakan regulated agent melalui SKEP/255/IV/2011 belum mampu mendorong peningkatan jaminan keamanan. Berbagai permasalahan yang timbul disampaikan oleh seluruh stakeholders yang berkaitan dengan kargo dan pos. Para pengusaha selaku pengguna jasa cargo melalui Kamar Dagang Indonesia (KADIN), Asperindo, ALFI, Euro Charm, Gapeksi, PT. Pos Indonesia, Serikat Penerbit Surat Kabar dan investor asing lainnya. 5 Kementerian Perhubungan telah mencabut Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara Nomor SKEP 255/IV/2011 tentang Pemeriksaan Keamanan Kargo Dan Pos Yang Diangkut Dengan Pesawat Udara dan menggantinya dengan Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara Nomor KP 152 Tahun 2012 tentang Pengamanan Kargo dan Pos yang Diangkut Dengan Pesawat Udara. Peraturan tersebut sudah ditetapkan sejak April 2012, namun baru disosialisasikan kepada seluruh pemangku kepentingan pada awal Juli Perubahan dari peraturan sebelumnya adalah mengatur bahwa pemeriksa kargo udara bukan lagi hanya perusahaan regulated agent, tetapi perusahaan penerbangan dan pengirim pabrikan (known shipper) juga berwenang. Pengirim Pabrikan (Known Shipper/Known Consignor) adalah Badan Hukum Indonesia yang disertifikasi Direktur Jenderal untuk melakukan pemeriksaan keamanan terhadap barang produksinya secara reguler dan sejenis untuk dikirim melalui badan usaha angkutan udara. Perubahan yang dibuat dalam Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara Nomor KP 152 Tahun 2012 tidak banyak dari peraturan sebelumnya. 6 Setelah ada perubahan peraturan, penulis hendak meneliti apa saja yang menjadi hambatan dan solusi dalam pelaksanaan peraturan tersebut sehingga nantinya ada solusi yang dapat dilakukan untuk mencapai tujuan 5 Rekomendasi Ombudsman Republik Indonesia Nomor 0014/REK/ /PD-02/VI/ (20 Agustus 2012) 6 Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara Nomor KP 152 Tahun 2012 tentang Pengamanan Kargo dan Pos yang Diangkut Dengan Pesawat Udara 4

7 peningkatan jaminan keamanan dan keselamatan penerbangan. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk melakukan penelitian terhadap pelaksanaan Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara Nomor KP 152 Tahun 2012 tentang Pengamanan Kargo Dan Pos Yang Diangkut Dengan Pesawat Udara agar pelaksanaan pengamanan kargo dan pos dapat berjalan lebih baik dari sebelumnya sehingga tujuan peningkatan keamanan kargo dan pos akan terjamin. Penelitian ini menjadi sangat penting agar menghasilkan solusi dan dapat dilakukan usaha perbaikan peraturan serta pelaksanaan demi terciptanya keamanan dan keselamatan penerbangan. 2. Rumusan Masalah a. Apakah hambatan pelaksanaan Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara Nomor KP 152 Tahun 2012 tentang Pengamanan Kargo Dan Pos Yang Diangkut Dengan Pesawat Udara kargo di Bandara Soekarno-Hatta? b. Bagaimana solusi pengelola bandara dan pihak terkait dalam menghadapi hambatan pelaksanaan Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara Nomor KP 152 Tahun 2012 tentang Pengamanan Kargo Dan Pos Yang Diangkut Dengan Pesawat Udara di Bandara Soekarno-Hatta? 3. Tujuan Penelitian a. Untuk mengetahui, mendeskripsikan dan menganalisis hambatan dalam pelaksanaan Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara Nomor KP 152 Tahun 2012 tentang Pengamanan Kargo Dan Pos Yang Diangkut Dengan Pesawat Udara di Bandara Soekarno-Hatta. b. Untuk mengetahui, mendeskripsikan, dan menganalisis solusi dalam menghadapi hambatan pelaksanaan Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara Nomor KP 152 Tahun 2012 tentang Pengamanan Kargo Dan Pos Yang Diangkut Dengan Pesawat Udara di Bandara Soekarno-Hatta. 5

8 B. METODE PENELITIAN 1. Jenis dan Pendekatan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian empiris dengan pendekatan yuridis sosiologis. Secara yuridis hendak menganalisis dan mengkaji permasalahan dalam Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara Nomor KP 152 Tahun 2012 tentang Pengamanan Kargo Dan Pos Yang Diangkut Dengan Pesawat Udara. Secara sosiologis hendak melihat hambatan dan solusi dalam pelaksanaan Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara Nomor KP 152 Tahun 2012 tentang Pengamanan Kargo Dan Pos Yang Diangkut Dengan Pesawat Udara. 2. Lokasi Penelitian Penelitian ini berlokasi di Bandara Soekarno-Hatta. Alasannya adalah karena Bandara Soekarno-Hatta adalah bandara terbesar dan terpadat di Indonesia. Selain itu, Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara Nomor KP 152 Tahun 2012 tentang Pengamanan Kargo Dan Pos Yang Diangkut Dengan Pesawat Udara pertama kali diterapkan di Bandara Soekarno-Hatta. 3. Jenis dan Sumber Data 3.1) Data Primer Data primer didapat berdasarkan: a. Pengalaman pengelola Bandara Soekarno-Hatta dalam melaksanakan tanggung jawab terhadap keamanan pengangkutan kargo dan pos. b. Pengalaman perusahaan penerbangan dalam melaksanakan pengangkutan kargo dan pos. c. Pengalaman regulated agent dalam melaksanakan pengamanan kargo dan pos yang diangkut dengan pesawat udara. d. Pengalaman perusahaan jasa pengirim barang dalam melaksanakan pengiriman kargo dan pos di Bandara Soekarno-Hatta. 3.2) Data Sekunder 6

9 Data sekunder diperoleh dari peraturan perundang-undangan, dokumen, hasil penelitian, buku, majalah, jurnal, dan artikel yang terkait dengan judul penelitian. 4. Populasi, Sampel dan Responden a. Populasi : pengelola bandara Soekarno-Hatta, perusahaan penerbangan, regulated agent, dan perusahaan jasa pengirim barang di Bandara Soekarno Hatta b. Sampel : 1) PT. Angkasa Pura II selaku pengelola Bandara Soekarno-Hatta. 2) PT. Garuda Indonesia selaku perusahaan penerbangan 3) PT. Angkasa Pura Solusi selaku regulated agent di Bandara Soekarno-Hatta. 4) PT. Caraka dan PT. MAK Kargo selaku perusahaan jasa pengirim barang. c. Responden : 1) Cargo General Manager PT. Angkasa Pura II 2) Manager Operation Facility Garuda Indonesia 3) General Manager Logistics PT. Angkasa Pura Solusi 4) Legal, Network and Government Relation Director PT. Caraka 5) General Manager PT. MAK Kargo 5. Teknik Pengambilan Data Dalam melakukan penelitian, untuk memperoleh data-data peneliti menggunakan teknik pengambilan data: a. Teknik Pengambilan Data Primer Pengambilan data primer dilakukan dengan wawancara dengan terlebih dahulu membuat daftar pertanyaan yang nantinya akan digunakan sebagai pedoman dalam wawancara dengan pengelola Bandara, regulated 7

10 agent dan perusahaan jasa pengirim barang di Bandara Soekarno-Hatta terkait hambatan dan solusi dalam pelaksanaan Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara Nomor KP 152 Tahun 2012 tentang Pengamanan Kargo Dan Pos Yang Diangkut Dengan Pesawat Udara terhadap pelayanan kargo di bandara Soekarno-Hatta. b. Teknik Pengambilan Data Sekunder Pengambilan data sekunder dilakukan dengan mengutip dan menganalisa peraturan perundang-undangan, artikel, buku atau jurnal yang berkaitan pengamanan kargo dan pos yang diangkut dengan pesawat udara. 6. Teknik Analisis Data Peneliti menggunakan dua metode yang digunakan untuk mempermudah pembahasan serta mendapatkan kesimpulan dari hasil penelitian di lapangan, yaitu : a. Data-data primer yang diperoleh dari hasil wawancara, peneliti akan menghilangkan kalimat-kalimat hasil wawancara yang tidak relevan, melakukan kategorisasi, sistematisasi, selanjutnya hasil tersebut digunakan untuk menganalisis dan mendeskripsikan hambatan dan solusi dalam pelaksanaan Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara Nomor KP 152 Tahun 2012 tentang Pengamanan Kargo Dan Pos Yang Diangkut Dengan Pesawat Udara di Bandara Soekarno-Hatta. b. Data-data sekunder yang diperoleh dari diperoleh dari studi kepustakaan atau literatur, penelusuran internet, klipping koran dan/atau studi dokumentasi berkas-berkas penting dari institusi yang diteliti serta penelusuran peraturan perundang-undangan dari berbagai sumber akan dianalisis dengan menggunakan metode analisis isi yaitu dengan menganalisis isi pustaka yang dapat dijadikan pedoman guna menguatkan isi penelitian. 8

11 C. PEMBAHASAN 1. Hambatan Pelaksanaan Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara Nomor KP 152 Tahun 2012 tentang Pengamanan Kargo Dan Pos Yang Diangkut Dengan Pesawat Udara Kargo di Bandara Soekarno-Hatta Pemeriksaan keamanan kargo dan pos yang diangkut dengan pesawat udara dapat dilakukan oleh Badan Hukum Indonesia selain Badan Usaha Angkutan Udara, setelah memiliki: a) izin regulated agent untuk badan hukum yang bergerak di bidang bandar udara atau pengirim barang dan pos dengan pesawat udara, b) sertifikat sebagai pengirim pabrikan (known shipper/known consignor) untuk badan hukum yang bergerak di bidang produksi barang yang bersifat reguler. 7 Badan Usaha Angkutan Udara bertanggungjawab terhadap keamanan pengangkutan kargo dan pos. Berdasarkan pasal 33 Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara Nomor KP 152 Tahun 2012, Badan Hukum Indonesia pemegang izin regulated agent atau pemegang sertifikat pengirim pabrikan merupakan perwakilan/bertindak untuk dan atas nama Badan Usaha Angkutan Udara. 8 Oleh karena itu, perusahaan penerbangan dapat menunjuk regulated agent untuk memeriksa kargo dan pos yang akan diangkut. Badan Usaha Angkutan udara wajib membuat, melaksanakan, mengevaluasi, dan mengembangkan program keamanan kargo dan pos yang akan diangkut dengan pesawat udara dan bagian dari program keamanan angkutan udara. Program keamanan kargo dan pos yang akan diangkut dengan pesawat udara berpedoman pada program keamanan penerbangan nasional. Program keamanan kargo dan pos yang akan diangkut dengan pesawat udara sekurang-kurangnya memuat personil, fasilitas/peralatan, prosedur untuk kegiatan dan peta daerah kemananan terbatas dan daerah terbatas. 9 7 Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara Nomor KP 152 Tahun 2012 tentang Pengamanan Kargo Dan Pos Yang Diangkut Dengan Pesawat Udara 8 Ibid. 9 Ibid. 9

12 Badan Usaha Angkutan Udara yang menerima kargo dan pos dari luar bandar udara yang telah dilakukan pemeriksaan keamanan harus melakukan pemeriksaan terhadap sertifikat kemananan kiriman, keutuhan segel keamanan kendaraan pengangkut, surat muatan udara, dan dokumen lain yang diperlukan dalam pengangkutan kargo dan pos tertentu. Dokumen lain yang diperlukan antara lain penyataan pengiriman (shipper declaration) dan lembar data keselamatan barang (material safety data sheet/msds) untuk barang berbahaya, surat kepemilikan/penggunaan bahan peledak dari instansi berwenang, surat karantina untuk hewan dan tumbuhan dari instansi berwenang, surat izin kepemilikan/penggunaan barang dan benda purbakala dari instansi berwenang, dan surat izin kepemilikan/penggunaan nuklir, biologi, kimia, dan radio aktif dari instansi berwenang. Salah satu latar belakang lahirnya Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara Nomor KP 152 Tahun 2012 adalah karena di terminal kargo Bandara Soekarno Hatta sering terjadi penumpukan kargo dan pos dan ramai dengan orang. Maka dari itu salah satu tujuan dibentuknya peraturan tersebut antara lain untuk menghindari adanya penumpukan barang. Namun, penumpukan kargo dan pos tersebut masih ada walaupun sudah berkurang. 10 Dalam pelaksanaan pemeriksaan kargo dan pos sudah sesuai dengan Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara Nomor KP 152 Tahun Kargo dan pos yang akan dikirim harus diperiksa terlebih dahulu oleh regulated agent. Pemeriksaan dan penimbangan dilakukan di gudang regulated agent. Setelah kargo dan pos diperiksa dan ditempel label pemeriksa keamanan (security check lable) lalu dimasukkan ke dalam kendaraan. Kendaraan tersebut ditempel label pemeriksa keamanan (security check lable) dan kunci plastik solid. Di terminal kargo tidak lagi dilakukan pemeriksaan keamanan, tetapi dilakukan penimbangan kembali oleh pengelola terminal kargo untuk memastikan kembali penimbangan 10 Hasil Wawancara dengan Siswanto, Cargo General Manager PT. Angkasa Pura II, 12 November

13 yang aktual. Apabila terjadi ketidaksesuaian dengan data yang sebelumnya, maka data yang diambil adalah data yang aktual. 11 Setelah adanya peraturan tersebut sampai sekarang masih terjadi penumpukan kargo dan pos karena proses loading-unloading (pembongkaran) dan pemeriksaan dilakukan pada lokasi yang berbeda dengan yang sebelumnya. Kargo dan pos yang akan dikirim dengan pesawat udara harus dilakukan pemeriksaan melalui x-ray terlebih dahulu di gudang regulated agent yang telah ditunjuk oleh perusahaan penerbangan sebagai pengangkut dan telah mendapatkan sertifikat operasi sebagai regulated agent dari Direktur Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan RI, dengan ketentuan sebagai berikut: Setiap kargo dan pos yang diperiksa X-Ray di gudang regulated agent dikenakan biaya setiap kilogramnya. 2. Kargo dan pos yang akan diperiksa oleh regulated agent harus sudah dilengkapi dengan dokumen penerbangan seperti; surat muatan udara yang sudah confirmed, pemberitahuan isi barang, standard kemasan barang juga surat dari instansi terkait jika barang tersebut barang khusus, seperti tanaman, hewan, makanan dan barang-barang berbahaya (dangerous goods). 3. Kargo dan pos bisa dikirim dari gudang regulated agent ke terminal kargo maksimal 4 jam sebelum jadwal keberangkatan pesawat yang akan mengangkut. Selanjutnya penulis akan membahas mengenai barang berbahaya. Menurut Pasal 136 ayat (3) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan, Barang Berbahaya dapat berbentuk bahan cair, bahan padat, atau bahan gas yang dapat membahayakan kesehatan, keselamatan jiwa, dan harta benda, serta keselamatan dan keamanan penerbangan Hasil Wawancara dengan Heru Dibyo, General Manager Logistics PT. Angkasa Pura Solusi tanggal 12 November Opcit. 13 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan 11

14 Berdasarkan pasal 136 ayat (4) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan, barang berbahaya diklasifikasikan sebagai berikut: 14 a. bahan peledak (explosives); b. gas yang dimampatkan, dicairkan, atau dilarutkan dengan tekanan (compressed gases, liquified or dissolved under pressure); c. cairan mudah menyala atau terbakar (flammable liquids); d. bahan atau barang padat mudah menyala atau terbakar (flammable solids); e. bahan atau barang pengoksidasi (oxidizing substances); f. bahan atau barang beracun dan mudah menular (toxic and infectious substances); g. bahan atau barang radioaktif (radioactive material); h. bahan atau barang perusak (corrosive substances); i. cairan, aerosol, dan jelly (liquids, aerosols, and gels) dalam jumlah tertentu; atau j. bahan atau zat berbahaya lainnya (miscellaneous dangerous substances). Barang berbahaya dapat diangkut dengan pesawat udara dengan syarat-syarat yang harus dipenuhi menurut peraturan perundang-undangan. Pasal 4 Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Udara Nomor SKEP/275/XII/1998 tentang Pengangkutan Bahan dan/atau Barang Berbahaya dengan Pesawat Udara menyebutkan bahwa pengangkut yang akan melaksanakan pengangkutan dan/atau barang berbahaya wajib melengkapi dokumen sebagai persyaratan pengangkutan, antara lain adalah Pemberitahuan Tentang Isi; Surat Muatan Udara; Surat Persetujuan Pengangkutan Bahan dan/atau Barang Berbahaya yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Perhubungan Udara; dan Mematuhi ketentuan yang terdapat dalam Annex 18 ICAO dan Doc AN/905 antara lain klasifikasi; jenis bahan dan/atau barang yang diangkut; pembatasan jumlah 14 Ibid. 12

15 bahan dan/atau barang yang diangkut; kemasan yang digunakan; label dan marka. 15 Ada beberapa hambatan yang ditemui dalam pelaksanaan Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara Nomor KP 152 Tahun Berikut ini adalah penjelasan mengenai hambatan-hambatan yang ada: 1. Perusahaan penerbangan masih menemukan banyak temuan-temuan barang berbahaya, seperti senjata dan peluru, yang lolos dari pemeriksaan regulated agent. Hal tersebut menyebabkan pihak perusahaan penerbangan meragukan pemeriksaan yang dilakukan oleh regulated agent, sehingga perusahaan penerbangan seringkali melakukan pemeriksaan kembali terhadap kargo dan pos yang dicurigai. 16 Berdasarkan pasal 28 angka c Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara Nomor KP 152 Tahun 2012, regulated agent wajib bertanggungjawab atas pelaksanaan pemeriksaan keamanan kargo dan pos. Namun, masih banyaknya barang berbahaya yang lolos oleh pemeriksaan regulated agent membuktikan bahwa terjadi pelanggaran yang telah dilakukan oleh regulated agent. 2. Standar dalam Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara Nomor KP 152 Tahun 2012 berbeda dengan standar yang diterapkan oleh perusahaan penerbangan. Misalnya, dalam peraturan tersebut 1 (satu) regulated agent terdapat 1 senior aviation security (AVSEC). Namun, dalam standar PT. Garuda Indonesia setiap x-ray terdapat 1 senior AVSEC Standar Operasi Prosedur (SOP) yang telah dibuat oleh regulated agent belum dilaksanakan dengan tegas. Hal-hal yang tertuang dalam SOP masih sering terjadi upaya negosiasi kebijakan untuk 15 Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Udara Nomor SKEP/275/XII/1998 tentang Pengangkutan Bahan dan/atau Barang Berbahaya dengan Pesawat Udara 16 Hasil Wawancara dengan Moch. Aminudin, Manager Operation Facility PT. Garuda Indonesia tanggal 12 November Ibid. 13

16 mempermudah peraturan. Bahkan cenderung untuk melanggar peraturan yang ada. Misalnya, ada barang yang akan di kirim belum memenuhi standar kemasan barang-barang kategori berbahaya (dangerous goods), seperti bahan cairan, petasan, gas, dan lain-lain, tetapi dengan alasan biaya dan kecepatan waktu yang mendadak para pengirim melakukan negosiasi dengan petugas AVSEC untuk meloloskan barang tersebut, sehingga dapat berisiko tinggi terhadap keselamatan dan keamanan penerbangan. 18 Adanya pelanggaran terhadap kewajiban yang telah dilakukan oleh petugas AVSEC di regulated agent. Berdasarkan pasal 28 angka d Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara Nomor KP 152 Tahun 2012, regulated agent wajib melaksanakan, memelihara dan mempertahankan program keamanan kargo dan pos dan standar prosedur pelaksanaan pemeriksaan keamanan. 4. Sumber Daya Manusia (SDM) pada regulated agent yang tidak sesuai bidangnya, sehingga selalu ada kesalahan yang sama. Misalnya dalam menghitung jumlah koli yang selalu ada kesalahan. Hari ini terjadi kesalahan dan besok bisa terulang kesalahan yang sama. Hal tersebut kemungkinan karena faktor kesengajaan atau kekhilafan yang dilakukan oleh personil. Terdapat 2 (dua) kali loading dan unloading barang, yaitu pada saat di regulated agent dan di terminal kargo. Maka dari itu dibutuhkan SDM yang berkompeten untuk menangani kargo dan pos, terutama barang berbahaya (dangerous goods). 19 Pasal 26 (1) huruf d Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara Nomor KP 152 Tahun 2012 menyebutkan bahwa personil regulated agent harus berlisensi Keamanan Penerbangan dan berlisensi penanganan pengangkutan barang berbahaya (dangerous goods). Personil yang dimiliki oleh regulated agent harus mempunyai kecakapan penganganan pengangkutan barang berbahaya (dangerous 18 Wawan Setiawan, (wansetiawan71@yahoo.co.id) wawancara melalui , 2 November 2012, Pelaksanaan Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara Nomor KP 152 Tahun 2012, kepada Faza Fauzta (faza.fauzta@yahoo.com). 19 Hasil Wawancara dengan Heru Dibyo, General Manager Logistics PT. Angkasa Pura Solusi tanggal 12 November

17 goods). Peraturan tentang kecakapan petugas telah dituangkan dalam Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Udara Nomor SKEP/293/XI/99 tentang Sertifikasi Kecakapan Petugas Penanganan Pengangkutan Bahan Dan/Atau Barang Berbahaya Dengan Pesawat Udara. Selain itu, untuk program pelatihannya telah diatur dalam Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Udara Nomor SKEP/252/XII/2005 tentang Program Nasional Pendidikan Dan Pelatihan Pengamanan Penerbangan Sipil. 5. Perusahaan penerbangan dapat menunjuk regulated agent tertentu untuk memeriksa kargo dan pos yang akan diangkut. Dalam pelaksanaannya, ada beberapa regulated agent yang belum memiliki kerjasama langsung dengan perusahaan penerbangan sebagai pengangkut barang kargo dan pos, sehingga ketika barang akan dikirim ke terminal kargo, barang tersebut ditolak oleh perusahaan penerbangan untuk diangkut dengan alasan belum di periksa oleh regulated agent yang telah ditunjuk oleh perusahaan penerbangan, hal ini membuat para pengirim barang bingung atas ketidakjelasan aturan dari pengangkut. 20 Berdasarkan pasal 33 Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara Nomor KP 152 Tahun 2012, Badan Hukum Indonesia pemegang izin regulated agent atau pemegang sertifikat pengirim pabrikan merupakan perwakilan/bertindak untuk dan atas nama Badan Usaha Angkutan Udara. Oleh karena itu, perusahaan penerbangan dapat menunjuk regulated agent untuk memeriksa kargo dan pos yang akan diangkut. 6. Kecepatan pelayanan terhadap masyarakat tidak tercapai. Penambahan waktu yang dibutuhkan dalam pemeriksaan kargo dan pos di regulated agent, sehingga percepatannya menjadi berkurang. Waktu yang dijanjikan kepada customer tidak tercapai. Hingga saat ini masih 20 Opcit. 15

18 terjadi penumpukkan kargo dan pos karena proses loading-unloading dan checking dilakukan pada lokasi yang berbeda Peningkatan tarif yang sangat tajam dari Rp.60/Kg menjadi Rp /kg tanpa peningkatan kualitas keamanan dan pelayanan sangat membebani eksportir dari kalangan pengusaha karena volume ekspor mereka yang sangat tinggi melalui udara. Sedangkan perusahaan jasa pengiriman memberikan beban kepada pelanggan atas biaya tambahan ini dan menjadikan biaya logistik menjadi naik. Tarif belum diatur oleh pemerintah sehingga pengusaha regulated agent bebas menetapkan tarif. 22 Hambatan-hambatan diatas membuktikan bahwa regulated agent sebagai pemeriksa kargo dan pos belum mampu untuk mendorong peningkatan keamanan dan keselamatan. Pemerintah harus melakukan perubahan peraturan tentang pengamanan kargo dan pos yang akan diangkut dengan pesawat udara. Otoritas Bandar Udara selaku lembaga pemerintah harus menjalankan tugasnya dengan baik untuk melakukan pengawasan yang ketat terhadap dipenuhinya ketentuan peraturan perundang-undangan untuk menjamin keselamatan dan keamanan, dan pelayanan penerbangan, terutama dalam pelaksanaan pemeriksaan kargo dan pos. Apabila peraturan ini belum mampu untuk mendorong peningkatan jaminan keamanan dan keselamatan penerbangan, maka sebaiknya pemerintah melakukan pencabutan peraturan ini dan pemeriksaan keamanan kargo dan pos kembali dilakukan di terminal kargo. Penumpukan kargo dan pos di terminal kargo bisa dihindari dengan memperbanyak x-ray dan memperluas terminal kargo. 21 Dino Tribrata, wawancara melalui , 2 November 2012, Pelaksanaan Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara Nomor KP 152 Tahun 2012, kepada Faza Fauzta (faza.fauzta@yahoo.com). 22 Ibid. 16

19 2. Solusi dari Hambatan Pelaksanaan Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara Nomor KP 152 Tahun 2012 tentang Pengamanan Kargo Dan Pos Yang Diangkut Dengan Pesawat Udara di Bandara Soekarno-Hatta Berikut ini adalah analisa tentang solusi yang dapat dilaksanakan untuk mengatasi hambatan-hambatan yang timbul dari pelaksanaan Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara Nomor KP 152 Tahun 2012: 1. Perusahaan penerbangan tidak yakin dengan pemeriksaan regulated agent, sehingga PT. Garuda Indonesia menyediakan x-ray di terminal kargo agar bisa melakukan random check terhadap kargo dan pos yang dicurigai. X-ray perlu dimiliki oleh perusahaan penerbangan lain agar apabila ada kargo dan pos yang dicurigai, maka perusahaan penerbangan dapat melakukan pemeriksaan. Selain itu, perusahaan penerbangan harus sering melakukan kontrol dan inspeksi secara tiba-tiba kepada setiap regulated agent agar tidak terjadi penyimpangan dalam pemeriksaan kargo dan pos Perusahaan penerbangan melakukan harmonisasi atau penyesuaian standar yang ditetapkan oleh perusahaan penerbangan dengan Standar Operasi Prosedur (SOP) yang dimiliki regulated agent Regulated agent harus menerapkan Standar Operasi Prosedur (SOP) secara tegas karena demi keamanan dan keselamatan penerbangan. SOP yang telah di buat oleh regulated agent harus disetujui oleh perusahaan penerbangan sebagai pengangkut karena regulated agent merupakan kepanjangtanganan dari perusahaan penerbangan. Selain itu, pengawasan harus dilakukan secara internal dan eksternal, baik dari regulated agent sendiri dan dari Otoritas Bandara. 4. Seleksi ketat atas SDM yang berkualitas menjadi hal yang utama karena menyangkut keamanan dan keselamatan penerbangan. Personil regulated agent ditempatkan sesuai dengan bidangnya 23 Hasil Wawancara dengan Moch. Aminudin, Manager Operation Facility Garuda Indonesia tanggal 12 November Ibid. 17

20 masing-masing. Maka dari itu harus ada seleksi yang ketat dan diadakan pelatihan terhadap SDM yang akan dipekerjakan oleh regulated agent. 5. Perusahaan penerbangan sebagai pengangkut wajib mempublikasi regulated agent yang telah ditunjuk sebagai agen jasa pemeriksa kargo dan pos, sehingga perusahaan jasa pengiriman memeriksakan kargo dan pos kepada regulated agent yang telah ditunjuk oleh perusahaan penerbangan sebagai pengangkut. 6. Pengirim harus mengatur ulang jadwalnya secara internal sehingga pengiriman kargo dari pengirim lebih dipercepat. Kargo dan pos dapat dikirim dari gudang regulated agent ke terminal kargo bandara maksimal 4 jam sebelum jadwal keberangkatan pesawat yang akan mengangkut. Oleh karena itu, estimasi waktu yang harus diperhitungkan juga adalah pengiriman kargo dari pengirim ke lokasi regulated agent dan alokasi waktu untuk proses pemeriksaan di regulated agent. Setiap regulated agent dapat melakukan penambahan jumlah x-ray agar mempercepat proses pemeriksaan dan proses loading-unloading kargo dan pos. Solusi yang utama untuk perbaikan peraturan ini di masa yang akan datang adalah perusahaan jasa pengiriman kargo dan pos juga dapat menjadi perusahaan regulated agent, sehingga memudahkan proses pemeriksaan keamanan kargo dan pos. Hal ini juga dapat memperkecil biaya dan mengefektifkan waktu. 7. Pemerintah sebaiknya segera menetapkan tarif atas dan tarif bawah agar tidak menimbulkan potensi monopoli dan persaingan usaha tidak sehat. Apabila ada penetapan tarif atas dan tarif bawah, maka regulated agent tidak bisa sebebas-bebasnya dalam menentukan tarif. Pemerintah juga dapat menetapkan penyeragaman tarif agar memudahkan perusahaan jasa pengiriman untuk menetapkan biaya secara pasti. 18

21 D. PENUTUP 1. Kesimpulan a. Hambatan yang timbul dalam pelaksanaan peraturan ini antara lain adalah perusahaan penerbangan masih menemukan barang berbahaya yang lolos dari pemeriksaan regulated agent; perbedaan standar perusahaan penerbangan dengan standar dalam peraturan ini; regulated agent tidak menerapkan Standar Operasi Prosedur (SOP) secara tegas, sehingga masih banyak terjadi penyimpangan; ketidakjelasan peraturan dari perusahaan penerbangan; dan personil regulated agent sering melakukan kesalahan. Hambatan lainnya adalah peningkatan tarif dan penambahan waktu yang menjadi hambatan bagi perusahaan jasa pengirim barang. b. Solusi dari hambatan pelaksanaan peraturan ini antara lain adalah perusahaan penerbangan harus sering melakukan kontrol dan inspeksi tiba-tiba ke setiap regulated agent; melakukan harmonisasi atau penyesuaian standar antara perusahaan penerbangan dengan regulated agent; Perusahaan penerbangan harus mempublikasikan regulated agent mana saja yang telah ditunjuk untuk memeriksakan kargo dan pos yang akan mereka angkut; SDM harus diseleksi dengan ketat; melakukan harmonisasi atau penyesuaian standar yang ditetapkan oleh perusahaan penerbangan dengan yang diterapkan oleh regulated agent; penambahan x-ray di setiap regulated agent untuk mempercepat pemeriksaan kargo dan pos; dan Pemerintah sebaiknya segera menetapkan tarif atas dan tarif bawah. 2. Saran a. Saran untuk Perusahaan Penerbangan 1) Perusahaan penerbangan harus melakukan pengawasan secara reguler terhadap kinerja dari regulated agent karena regulated agent merupakan kepanjangtanganan dari perusahaan penerbangan. 19

22 2) Perusahaan penerbangan harus mempublikasikan regulated agent mana saja yang ditunjuk kepada pengirim. b. Saran untuk Regulated Agent 1) Regulated agent harus mengedepankan standar pelayanan, keamanan dan keselamatan penerbangan. Hal ini menjadi sulit ketika bisnis digabungkan dengan keamanan. Keamanan harus diutamakan akan tetapi bisnis adalah mengambil keuntungan sebanyak-banyaknya. Sehingga kedua hal tersebut harus dipisahkan dan tetap mengutamakan keamanan dan keselamatan penerbangan. 2) Regulated agent harus menerapkan Standar Operasional Prosedur secara tegas dan konsisten. c. Saran bagi Pemerintah 1) Pemerintah sebaiknya melakukan pengawasan lebih ketat terhadap pelaksanaan pemeriksaan keamanan kargo dan pos serta memberikan sanksi yang tegas apabila terjadi pelanggaran. 2) Pemerintah dalam membuat suatu regulasi mengenai pemeriksaan keamanan kargo dan pos terlebih dahulu pembahasan lebih matang yang melibatkan semua pelaku terkait dengan pengiriman kargo seperti pengirim barang, perusahaan jasa pengiriman, perusahaan penerbangan, dan pengelola bandara. 3) Pemerintah perlu melakukan sosialisasi yang matang tentang peraturan tersebut dan mengedepankan pelayanan terhadap masyarakat dalam hal ini pemilik barang, pengirim barang, agen pengiriman barang sebagai pengusaha, sehingga pemilik atau pengirim barang merasakan kecepatan pelayanan, aman, nyaman dan mendapatkan jaminan keamanan. 20

23 DAFTAR PUSTAKA Muhammad, Abdulkadir. Hukum Pengangkutan Niaga. PT. Citra Aditya Bakti. Bandung UNDANG-UNDANG Undang-Undang Negara Republik Indonesia tahun 1945 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2001 tentang Keamanan dan Keselamatan Penerbangan. Peraturan Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Nomor KP 152 Tahun 2012 tentang Pengamanan Kargo dan Pos yang Diangkut dengan Pesawat Udara. Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Udara Nomor SKEP/275/XII/1998 tentang Pengangkutan Bahan dan/atau Barang Berbahaya dengan Pesawat Udara TESIS Yon Sugiono Perencanaan Bisnis Pengelolaan Kargo Untuk PT Angkasa Pura II (Studi Kasus: di Bandara Soekarno-Hatta). Tesis. Institut Teknologi Bandung. INTERNET Setiawan, Wawan (wansetiawan71@yahoo.co.id) wawancara melalui , 2 November 2012, Pelaksanaan Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara Nomor KP 152 Tahun 2012, kepada Faza Fauzta (faza.fauzta@yahoo.com). Tribrata, Dino (dino.tribrata@carakagroup.com) wawancara melalui , 2 November 2012, Pelaksanaan Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara Nomor KP 152 Tahun 2012, kepada Faza Fauzta (faza.fauzta@yahoo.com). Rekomendasi Ombudsman Republik Indonesia Nomor 0014/REK/ /PD- 02/VI/ (20 Agustus 2012) 21

P E N J E L A S A N ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG ANGKUTAN MULTIMODA

P E N J E L A S A N ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG ANGKUTAN MULTIMODA P E N J E L A S A N ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG I. UMUM ANGKUTAN MULTIMODA Angkutan multimoda (Multimodal Transport) adalah angkutan barang dengan menggunakan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG ANGKUTAN MULTIMODA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG ANGKUTAN MULTIMODA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG ANGKUTAN MULTIMODA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG ANGKUTAN MULTIMODA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG ANGKUTAN MULTIMODA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG ANGKUTAN MULTIMODA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG ANGKUTAN MULTIMODA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG ANGKUTAN MULTIMODA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG ANGKUTAN MULTIMODA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

2 3. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara serta Susunan Organisasi, Tugas, dan Fungsi Eselon

2 3. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara serta Susunan Organisasi, Tugas, dan Fungsi Eselon BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.287, 2015 KEMENHUB. Kargo. Pos. Rantai Pasok. Pesawat Udara. Pengamanan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 32 TAHUN 2015 TENTANG

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG ANGKUTAN MULTIMODA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG ANGKUTAN MULTIMODA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG ANGKUTAN MULTIMODA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

2013, No LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 90 Tahun 2013 TANGGAL 19 November 2013

2013, No LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 90 Tahun 2013 TANGGAL 19 November 2013 2013, No.1368 4 LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 90 Tahun 2013 TANGGAL 19 November 2013 BAB I DEFINISI Dalam Peraturan Menteri ini, yang dimaksud dengan: 1. Barang Berbahaya

Lebih terperinci

Advisory Circular 92-01

Advisory Circular 92-01 LAMPIRAN KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : SKEP/27/ II / 2009 TANGGAL : 13 FEBRUARY 2009 Advisory Circular 92-01 THE HANDLING AND CARRIAGE OF DANGEROUS GOODS ON THE OPERATOR S AIRCRAFT.

Lebih terperinci

2015, No Peraturan Presiden Nomor 40 Tahun 2015 tentang Kementerian Perhubungan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 75); 4

2015, No Peraturan Presiden Nomor 40 Tahun 2015 tentang Kementerian Perhubungan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 75); 4 No.1591, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENHUB. Kargo. Pos. Pesaawat Udara. Rantai Pasok. Pengamanan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 153 TAHUN 2015 TENTANG PENGAMANAN

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN & SARAN

BAB V KESIMPULAN & SARAN BAB V KESIMPULAN & SARAN A. Kesimpulan e. Hasil penelitian hukum menemukan bahwa peran Agen Inspeksi (Regulated Agent) dalam menjamin keamanan kargo udara di Indonesia selama ini melanggar ketentuan Undang-Undang

Lebih terperinci

TENTANG PETUNJUK DAN TATA CARA PENGAWASAN KEAMANAN PENERBANGAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA,

TENTANG PETUNJUK DAN TATA CARA PENGAWASAN KEAMANAN PENERBANGAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA, KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : SKEP/ 69/11 /2011 TENTANG PETUNJUK DAN TATA CARA PENGAWASAN KEAMANAN PENERBANGAN DENGAN

Lebih terperinci

2017, No , Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5884); 3. Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2015 tentang Organisasi Kementerian

2017, No , Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5884); 3. Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2015 tentang Organisasi Kementerian No.981 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENHUB. Kargo dan Pos Serta Rantai Pasok (Supply Chain) Kargo dan Pos. Pengamanan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 53

Lebih terperinci

3. Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara;

3. Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara; KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR :SKEP/69/11/2011 TENTANG PETUNJUK DAN TATA CARA PENGAWASAN KEAMANAN PENERBANGAN DENGAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 45 TAHUN 2015 TENTANG PERSYARATAN KEPEMILIKAN MODAL BADAN USAHA DI BIDANG TRANSPORTASI

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 45 TAHUN 2015 TENTANG PERSYARATAN KEPEMILIKAN MODAL BADAN USAHA DI BIDANG TRANSPORTASI MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 45 TAHUN 2015 TENTANG PERSYARATAN KEPEMILIKAN MODAL BADAN USAHA DI BIDANG TRANSPORTASI DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memperlancar perekonomian sebagai pendorong, penggerak kemajuan suatu wilayah.

BAB I PENDAHULUAN. memperlancar perekonomian sebagai pendorong, penggerak kemajuan suatu wilayah. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Transportasi sangat diperlukan bagi kehidupan manusia untuk memenuhi kebutuhannya, transportasi juga merupakan sarana yang sangat penting dalam memperlancar

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA, MENTER1 PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 53 TAHUN 2017 TENTANG PENGAMANAN KARGO DAN POS SERTA RANTAI PASOK (SUPPLY CHAIN) KARGO DAN POS YANG DIANGKUT

Lebih terperinci

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2016

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2016 TANGGUNG JAWAB PELAYANAN DAN PENGAMANAN KARGO DI BANDAR UDARA YANG AKAN DIANGKUT DENGAN MENGGUNAKAN PESAWAT UDARA (STUDI PADA KUALA NAMU INTERNASIONAL AIRPORT) SKRIPSI Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Akhir

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.118, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERHUBUNGAN. Penyelenggaraan. Pengusahaan. Angkutan Multimoda. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM. 8 TAHUN 2012 TENTANG

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA, MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 153 TAHUN 2015 TENTANG PENGAMANAN KARGO DAN POS SERTA RANTAI PASOK (SUPPLY CHAIN) KARGO DAN POS YANG DIANGKUT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keselamatan dan keamanan dalam industri penerbangan nasional dan. melakukan pemeriksaan kargo. Pemerintah Indonesia berupaya untuk

BAB I PENDAHULUAN. keselamatan dan keamanan dalam industri penerbangan nasional dan. melakukan pemeriksaan kargo. Pemerintah Indonesia berupaya untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keamanan kargo merupakan salah satu dari sekian banyak elemen keselamatan dan keamanan dalam industri penerbangan nasional dan internasional. Idealnya, pemeriksaan keamanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. banyak orang yang melakukan mobilitas dari satu tempat ke tempat yang lain

BAB I PENDAHULUAN. banyak orang yang melakukan mobilitas dari satu tempat ke tempat yang lain BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan zaman yang disebut era globalisasi membuat semakin banyak orang yang melakukan mobilitas dari satu tempat ke tempat yang lain dengan menggunakan sarana

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG PENERBANGAN [LN 2009/1, TLN 4956] Pasal 402

UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG PENERBANGAN [LN 2009/1, TLN 4956] Pasal 402 UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG PENERBANGAN [LN 2009/1, TLN 4956] BAB XXII KETENTUAN PIDANA Pasal 401 Setiap orang yang mengoperasikan pesawat udara Indonesia atau pesawat udara asing yang memasuki

Lebih terperinci

Menimbang: a. bahwa dalam rangka mendukung kegiatan Layanan Tunggal

Menimbang: a. bahwa dalam rangka mendukung kegiatan Layanan Tunggal KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA Jalan Merdeka Barat No. 8 Jakarta 10110 KotakPosNo. 1389 Jakarta 10013 Telepon : 3505550-3505006 (Sentral) Fax:3505136-3505139 3507144 PERATURAN

Lebih terperinci

Standar dan Regulasi terkait Perencanaan, Perancangan, Pembangunan, dan Pengoperasian Bandar Udara Juli 28, 2011

Standar dan Regulasi terkait Perencanaan, Perancangan, Pembangunan, dan Pengoperasian Bandar Udara Juli 28, 2011 Standar dan Regulasi terkait Perencanaan, Perancangan, Pembangunan, dan Pengoperasian Bandar Udara Juli 28, 2011 Posted by jjwidiasta in Airport Planning and Engineering. Standar dan regulasi terkait dengan

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA Nomor: KP 4 TAHUN 2016 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA Nomor: KP 4 TAHUN 2016 TENTANG KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA Nomor: KP 4 TAHUN 2016 TENTANG AGEN PENGURUS PERSETUJUAN TERBANG {FLIGHT APPROVAL) UNTUK KEGIATAN

Lebih terperinci

KANTOR OTORITAS BANDARA WILAYAH IV BALI, AGUSTUS 2017 KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA

KANTOR OTORITAS BANDARA WILAYAH IV BALI, AGUSTUS 2017 KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA KANTOR OTORITAS BANDARA WILAYAH IV BALI, 28-29 AGUSTUS 2017 KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA DASAR PELAKSANAAN Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM NO 61 TAHUN 2015 Tentang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG ANGKUTAN MULTIMODA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG ANGKUTAN MULTIMODA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG ANGKUTAN MULTIMODA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terdiri atas perairan laut, sungai, dan danau.diatas teritorial daratan dan perairan

BAB I PENDAHULUAN. terdiri atas perairan laut, sungai, dan danau.diatas teritorial daratan dan perairan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keadaan geografis Indonesia yang merupakan negara kepulauan, dengan beribu-ribu pulau besar dan kecil berupa daratan dan sebagian besar perairan yang terdiri atas perairan

Lebih terperinci

Personel fasilitas keamanan penerbangan yang telah memiliki lisensi

Personel fasilitas keamanan penerbangan yang telah memiliki lisensi -15-5.30. Personel fasilitas keamanan penerbangan yang telah memiliki lisensi dan rating tidak memakai atau dilengkapi pelindung radiasi dalam melakukan kegiatan pemeliharaan peraiatan fasilitas keamanan

Lebih terperinci

2 Ke Dan Dari Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan (Lembaran Negara Republi

2 Ke Dan Dari Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan (Lembaran Negara Republi BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.496, 2015 KEMENHUB. Angkutan Udara. Tidak Berjadwal. Pesawat Udara. Sipil Asing. NKRI. Kegiatan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 66 TAHUN 2015

Lebih terperinci

KESELAMATANPENGANGKUTANBARANGBERBAHAYA DENGANPESAWATUDARA

KESELAMATANPENGANGKUTANBARANGBERBAHAYA DENGANPESAWATUDARA MENTERIPERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA KESELAMATANPENGANGKUTANBARANGBERBAHAYA DENGANPESAWATUDARA a. bahwa dalam Pasal 139 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan, te1ah diatur mengenai Pengangkutan

Lebih terperinci

KANTOR OTORITAS BANDAR UDARA WILAYAH II KEMENTERIAN PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA YOGYAKARTA, 21 S.D 22 APRIL 2016

KANTOR OTORITAS BANDAR UDARA WILAYAH II KEMENTERIAN PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA YOGYAKARTA, 21 S.D 22 APRIL 2016 KANTOR OTORITAS BANDAR UDARA WILAYAH II KEMENTERIAN PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA YOGYAKARTA, 21 S.D 22 APRIL 2016 DASAR HUKUM! Undang-Undang No. 1 tahun 2009 tentang Penerbangan;! Peraturan Menteri Perhubungan,

Lebih terperinci

Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 313 ayat 3

Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 313 ayat 3 MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA ^ PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : PM 30 TAHUN 2015 TENTANG PENGENAAN SANKSI ADMINISTRATIF TERHADAP PELANGGARAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Lebih terperinci

PENGIRIMAN KARGO DANGEROUS GOODS DI WAREHOUSE PT JASA ANGKASA SEMESTA HALIM PERDANAKUSUMA

PENGIRIMAN KARGO DANGEROUS GOODS DI WAREHOUSE PT JASA ANGKASA SEMESTA HALIM PERDANAKUSUMA PENGIRIMAN KARGO DANGEROUS GOODS DI WAREHOUSE PT JASA ANGKASA SEMESTA HALIM PERDANAKUSUMA Rini Setiawati Ralind Rickson Dollys P. Noor Syamsu Hidayat STMT Trisakti STMT Trisakti STMT Trisakti rinikimi@yahoo.com

Lebih terperinci

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG - 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN BANDAR UDARA ABDULRACHMAN SALEH MALANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 14 TAHUN 1989 TENTANG PENERTIBAN PENUMPANG, BARANG DAN KARGO YANG DIANGKUT PESAWAT UDARA SIPIL

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 14 TAHUN 1989 TENTANG PENERTIBAN PENUMPANG, BARANG DAN KARGO YANG DIANGKUT PESAWAT UDARA SIPIL KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 14 TAHUN 1989 TENTANG PENERTIBAN PENUMPANG, BARANG DAN KARGO YANG DIANGKUT PESAWAT UDARA SIPIL MENTERI PERHUBUNGAN, Menimbang: a. bahwa untuk lebih menjamin keamanan

Lebih terperinci

2017, No Negara Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2001, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4075); 3. Peraturan Pemerintah Nomor

2017, No Negara Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2001, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4075); 3. Peraturan Pemerintah Nomor No.1212, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENHUB. Pelanggaran Bidang Penerbangan. Pengenaan Sanksi Administratif. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 78 TAHUN 2017 TENTANG

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1297, 2013 KEMENTERIAN PERHUBUNGAN. Jaringan. Rute. Penerbangan. Angkutan Udara. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 88 TAHUN 2013 TENTANG JARINGAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 697, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENHUB. Bandar Udara. Ketersediaan Waktu Terbang. Alokasi. Penyelenggaraan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 57 TAHUN 2016 TENTANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan teknologi yang semakin maju dari masa ke

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan teknologi yang semakin maju dari masa ke BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan perkembangan teknologi yang semakin maju dari masa ke masa membuat persaingan dalam dunia pekerjaan meningkat. Hal ini dikarenakan adanya globalisasi

Lebih terperinci

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 70/PMK.04/2007 TENTANG KAWASAN PABEAN DAN TEMPAT PENIMBUNAN SEMENTARA

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 70/PMK.04/2007 TENTANG KAWASAN PABEAN DAN TEMPAT PENIMBUNAN SEMENTARA PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 70/PMK.04/2007 TENTANG KAWASAN PABEAN DAN TEMPAT PENIMBUNAN SEMENTARA MENTERI KEUANGAN, Menimbang : bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 5 ayat (4), Pasal 10A

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA, MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PH 190 TAHUN 2015 TENTANG MANAJEMEN PENANGANAN OPERASI IREGULER BANDAR UDARA (AIRPORT JRREGULAR OPERATION)

Lebih terperinci

2 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 13 Tahun 2014; 3. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, dan Fung

2 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 13 Tahun 2014; 3. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, dan Fung BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.89, 2015 KEMENHUB. Alokasi. Ketersediaan Waktu Terbang. Bandar Udara. Penyelenggaraan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 13 TAHUN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Bandar Udara dan Sistem Lapangan Terbang. Menurut Annex 14 dari ICAO (International Civil Aviation Organization):

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Bandar Udara dan Sistem Lapangan Terbang. Menurut Annex 14 dari ICAO (International Civil Aviation Organization): BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bandar Udara dan Sistem Lapangan Terbang 2.1.1. Bandar udara Menurut Annex 14 dari ICAO (International Civil Aviation Organization): Bandar udara adalah area tertentu di daratan

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No. 3610 (Penjelasan Atas Lembaran Negara Tahun 1995 Nomor 68) UMUM PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PRESIDEN bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 148 Undang- Undang Nomor 23 Tahun 2007 ten tang Perkeretaapian, Pasal 55 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, Pasal 191 Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENETAPAN TARIF ANGKUTAN PENUMPANG. Adapun dasar hukum penetapan tarif angkutan penumpang yaitu:

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENETAPAN TARIF ANGKUTAN PENUMPANG. Adapun dasar hukum penetapan tarif angkutan penumpang yaitu: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENETAPAN TARIF ANGKUTAN PENUMPANG A. Dasar Hukum Penetapan Tarif Angkutan Penumpang Undang-undang pengangkutan Indonesia menggunakan istilah orang untuk pengangkutan penumpang.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan tentu saja akan meningkatkan kebutuhan akan transportasi.

BAB I PENDAHULUAN. dan tentu saja akan meningkatkan kebutuhan akan transportasi. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkotaan dicirikan dengan adanya akses transportasi yang cukup baik. Perbaikan akses transportasi ke suatu tempat akan menjadikan lahan tersebut semakin menarik. Berkembangnya

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 2001 TENTANG KEBANDARUDARAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 2001 TENTANG KEBANDARUDARAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 2001 TENTANG KEBANDARUDARAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah, Pemerintah Daerah diberikan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 2001 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 2001 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 2001 TENTANG KEBANDARUDARAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah, Pemerintah Daerah diberikan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1306, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENHUB. Pesawat Udara. Rusak. Bandar Udara. Pemindahan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM.128 TAHUN 2015 TENTANG PEMINDAHAN PESAWAT

Lebih terperinci

TENTANG PROGRAM KEAMANAN PENERBANGAN NASIONAL

TENTANG PROGRAM KEAMANAN PENERBANGAN NASIONAL 2013, No.631 4 LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR PM 31 TAHUN 2013 TENTANG PROGRAM KEAMANAN PENERBANGAN NASIONAL BAB I TUJUAN PROGRAM. 1.1 Tujuan Program Keamanan Penerbangan Nasional adalah

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT Nomor : SK.2257/AJ.003/DRJD/2006. Tentang

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT Nomor : SK.2257/AJ.003/DRJD/2006. Tentang PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT Nomor : SK.2257/AJ.003/DRJD/2006 Tentang UJICOBA PENERAPAN PEMBERIAN IZIN TRAYEK ANGKUTAN PEMADU MODA DENGAN PENDEKATAN IZIN BERDASARKAN KUALITAS (QUALITY

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1995 TENTANG ANGKUTAN UDARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1995 TENTANG ANGKUTAN UDARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1995 TENTANG ANGKUTAN UDARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa undang-undang Nomor 15 Tahun 1992 tentang Penerbangan telah mengatur

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1995 TENTANG ANGKUTAN UDARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1995 TENTANG ANGKUTAN UDARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1995 TENTANG ANGKUTAN UDARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa undang-undang Nomor 15 Tahun 1992 tentang Penerbangan telah mengatur

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA. Nomor : SKEP / 195 / IX / 2008 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERSETUJUAN TERBANG (FLIGHT APPROVAL)

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA. Nomor : SKEP / 195 / IX / 2008 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERSETUJUAN TERBANG (FLIGHT APPROVAL) DEPARTEMEN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA Nomor : SKEP / 195 / IX / 2008 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERSETUJUAN TERBANG (FLIGHT APPROVAL)

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA PERHUBUNGAN NOMOR: PK.14/BPSDMP-2017 TENTANG

PERATURAN KEPALA BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA PERHUBUNGAN NOMOR: PK.14/BPSDMP-2017 TENTANG PERATURAN KEPALA BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA PERHUBUNGAN NOMOR: PK.14/BPSDMP-2017 TENTANG KURIKULUM PROGRAM PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PEMBENTUKAN DI BIDANG MANAJEMEN PENERBANGAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PENGERTIAN KAPAL SEBAGAI BARANG DALAM PENEGAKAN HUKUM OLEH PEJABAT DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI

PENGERTIAN KAPAL SEBAGAI BARANG DALAM PENEGAKAN HUKUM OLEH PEJABAT DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PENGERTIAN KAPAL SEBAGAI BARANG DALAM PENEGAKAN HUKUM OLEH PEJABAT DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI Oleh : Bambang Semedi (Widyaiswara Pusdiklat Bea dan Cukai) Pendahuluan Dengan semakin majunya dunia

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1865, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENHUB. Bandar Udara. Operasi Iraguler. Penaganan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 190 TAHUN 2015 TENTANG MANAJEMEN PENANGANAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA, MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 167 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR PM 33 TAHUN 2015 TENTANG PENGENDALIAN

Lebih terperinci

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 1, Tambahan

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 1, Tambahan No.1155, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENHUB. Prosedur Investigasi Kecelakaan dan Kejadian Serius Pesawat Udara Sipil. Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil Bagian 830. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN

Lebih terperinci

2015, No Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1997 tentang

2015, No Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1997 tentang No.185, 2015 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LINGKUNGAN HIDUP. Keselamatan. Keamanan. Zat Radio Aktif. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5728). PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

Terminal kargo bandar udara

Terminal kargo bandar udara Standar Nasional Indonesia Terminal kargo bandar udara ICS 93.120 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif... 1 3 Istilah dan definisi...

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82 TAHUN 1999 TENTANG ANGKUTAN DI PERAIRAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82 TAHUN 1999 TENTANG ANGKUTAN DI PERAIRAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82 TAHUN 1999 TENTANG ANGKUTAN DI PERAIRAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa angkutan di perairan selain mempunyai peranan yang strategis dalam

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP-447 TAHUN 2014 TENTANG PEMBAYARAN PASSENGER SERVICE CHARGE (PSC) DISATUKAN DENGAN

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP-447 TAHUN 2014 TENTANG PEMBAYARAN PASSENGER SERVICE CHARGE (PSC) DISATUKAN DENGAN KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP-447 TAHUN 2014 TENTANG PEMBAYARAN PASSENGER SERVICE CHARGE (PSC) DISATUKAN DENGAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Bandar Udara Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2012 Tentang Pembangunan dan Pelestarian Lingkungan Hidup Bandar Udara, 1. Kebandarudaraan

Lebih terperinci

2013, No.825

2013, No.825 5 2013, No.825 LAMPIRAN PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2013 TENTANG SYARAT DAN KETENTUAN MINIMUM JASA LAYANAN DI BIDANG ANGKUTAN MULTIMODA BAB I PENDAHULUAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau aktivitas kehidupan manusia sehari-hari. Mulai dari zaman kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. atau aktivitas kehidupan manusia sehari-hari. Mulai dari zaman kehidupan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberadaan kegiatan pengangkutan tidak dapat dipisahkan dari kegiatan atau aktivitas kehidupan manusia sehari-hari. Mulai dari zaman kehidupan manusia yang paling sederhana

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR :KP 12 TAHUN 2015 TENTANG PEMBAYARAN PASSENGER SERVICE CHARGE (PSC) DISATUKAN DENGAN

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR :KP 12 TAHUN 2015 TENTANG PEMBAYARAN PASSENGER SERVICE CHARGE (PSC) DISATUKAN DENGAN KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERA1. PKRHUBUNGAN UDARA PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR :KP 12 TAHUN 2015 TENTANG PEMBAYARAN PASSENGER SERVICE CHARGE (PSC) DISATUKAN DENGAN TIKET

Lebih terperinci

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1Tahun 2009 tentang Penerbangan

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1Tahun 2009 tentang Penerbangan KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP 624 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN TEKNIS PENILAIAN RESIKO (RISK ASSESSMENT) DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. digunakan manusia dalam membantu kegiatannya sehari-hari.

BAB I PENDAHULUAN. digunakan manusia dalam membantu kegiatannya sehari-hari. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan sehari-hari manusia tidak dapat dilepaskan dengan arus lalu lintas transportasi. Semua kebutuhan dan kegiatan yang dilakukan dalam pekerjaan sehari-hari

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP 546 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP 546 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP 546 TAHUN 2015 TENTANG PROGRAM PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PERSONEL PENANGANAN PENGANGKUTAN

Lebih terperinci

KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA. Telp PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA. NOMOR : KP 260 Tahun 2012

KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA. Telp PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA. NOMOR : KP 260 Tahun 2012 ^ KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA Jl. Medan Merdeka Barat No. 8 Jakarta 10110 Telp. 350 5006 350 7972 Fax.: 34832663 PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR :

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2015 TENTANG PENYEDIAAN TRANSPORTASI UDARA BAGI JEMAAH HAJI REGULER

PERATURAN MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2015 TENTANG PENYEDIAAN TRANSPORTASI UDARA BAGI JEMAAH HAJI REGULER PERATURAN MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2015 TENTANG PENYEDIAAN TRANSPORTASI UDARA BAGI JEMAAH HAJI REGULER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

2017, No Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2009 tentang Kepelabuhanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 151, Tambahan L

2017, No Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2009 tentang Kepelabuhanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 151, Tambahan L No.394, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENHUB. Terminal Khusus. Terminal untuk Kepentingan Sendiri. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 20 TAHUN 2017 TENTANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejak lima tahun terakhir angkutan udara di Indonesia mengalami perkembangan yang signifikan. Data angkutan udara Direktorat Jenderal Perhubungan Udara, Kementrian Perhubungan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 2001 TENTANG KEBANDARUDARAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 2001 TENTANG KEBANDARUDARAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 2001 TENTANG KEBANDARUDARAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah, Pemerintah Daerah diberikan

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP 593 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP 593 TAHUN 2014 TENTANG PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP 593 TAHUN 2014 TENTANG PETUNJUK DAN TATA CARA PEMBERIAN SERTIFIKASI LEMBAGA PENYELENGGARA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PERSONEL PENANGANAN PENGANGKUTAN

Lebih terperinci

BAHAN PAPARAN. Disampaikan pada : BIMBINGAN TEKNIS AUDIT

BAHAN PAPARAN. Disampaikan pada : BIMBINGAN TEKNIS AUDIT BAHAN PAPARAN Disampaikan pada : BIMBINGAN TEKNIS AUDIT PENGERTIAN ISTILAH 1. Bandar Udara adalah lapangan terbang yang dipergunakan untuk mendarat dan lepas landas pesawat udara, naik turun penumpang

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA. Nomor : KP 247 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN DAN STANDAR BAGIAN (MANUAL OF STANDARD

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA. Nomor : KP 247 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN DAN STANDAR BAGIAN (MANUAL OF STANDARD KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA Nomor : KP 247 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN DAN STANDAR BAGIAN 175-04 (MANUAL OF STANDARD PART

Lebih terperinci

BAB II PROSES BISNIS. Sebuah korporat dalam perjalanan usahanya tentunya terkait atau didukung oleh

BAB II PROSES BISNIS. Sebuah korporat dalam perjalanan usahanya tentunya terkait atau didukung oleh BAB II PROSES BISNIS 2.1 Proses bisnis utama Sebuah korporat dalam perjalanan usahanya tentunya terkait atau didukung oleh stakeholdernya, begitu juga dengan PT AP II. Dalam menjalankan proses bisnis,

Lebih terperinci

KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA. Telepon : (Sentral) INSTRUKSI DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA

KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA. Telepon : (Sentral) INSTRUKSI DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA Jalan Merdeka Barat No. 8 Jakarta 10110 KotakPosNo. 1389 Jakarta 10013 Telepon : 3505550-3505006 (Sentral) Fax:3505136-3505139 3507144 INSTRUKSI

Lebih terperinci

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 1, Tambahan

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 1, Tambahan No.1213, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENHUB. Kegiatan Angkutan Udara Perintis dan Subsidi Angkutan Udara Kargo. Kriteria. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 79 TAHUN

Lebih terperinci

ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mengacu pada regulasi penerbangan yang terdiri atas Annex dan Dokumen

ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mengacu pada regulasi penerbangan yang terdiri atas Annex dan Dokumen BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sesuai dengan UU No 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan, Penerbangan adalah satu kesatuan sistem yang terdiri atas pemanfaatan wilayah udara, pesawat udara, bandar

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA 1 of 23 08/07/2009 22:34 Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan Departemen Hukum Dan HAM Teks tidak dalam format asli. Kembali mencabut: PP 71-1996 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 128,

Lebih terperinci

Pesawat Polonia

Pesawat Polonia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai negara maritim sekaligus negara kepulauan terbesar di dunia, tidak bisa dibantah bahwa pelabuhan menjadi cukup penting dalam membantu peningkatan

Lebih terperinci

2015, No Tahun 2009 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4956); 2. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2012 tentang Pembangunan dan Pelestar

2015, No Tahun 2009 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4956); 2. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2012 tentang Pembangunan dan Pelestar BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1289, 2015 KEMENHUB. Perjanjian Tingkat Layanan. Jasa Bandar Udara. Penyusunan Pedoman. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 129 TAHUN 2015 TENTANG

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.665, 2013 KEMENTERIAN KESEHATAN. Hapus Tikus. Hapus Serangga. Alat Angkut. Penyelenggaraan. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2013 TENTANG

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG PERLAKUAN KEPABEANAN, PERPAJAKAN, DAN CUKAI SERTA PENGAWASAN ATAS PEMASUKAN DAN PENGELUARAN BARANG KE DAN DARI SERTA BERADA

Lebih terperinci

Menimbang : a. bahwa berdasarkan Bab IV huruf A angka 2 huruf a dan b

Menimbang : a. bahwa berdasarkan Bab IV huruf A angka 2 huruf a dan b KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA KEPUTUSAN NOMOR: KP 048 Tahun 2017 TENTANG KOMITE FASILITASI (FAL) BANDAR UDARA INTERNASIONAL LOMBOK TAHUN 2017-2020 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peranan yang sangat penting dan strategis dalam cakupan upaya pencapaian

BAB I PENDAHULUAN. peranan yang sangat penting dan strategis dalam cakupan upaya pencapaian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sistem Transportasi Nasional yang keberadaannya memiliki posisi dan peranan yang sangat penting dan strategis dalam cakupan upaya pencapaian tujuan pembangunan nasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam kehidupan manusia.peranan itu makin menentukan sehubungan

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam kehidupan manusia.peranan itu makin menentukan sehubungan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada zaman sekarang ini pengangkutan memegang peranan yang sangat penting dalam kehidupan manusia.peranan itu makin menentukan sehubungan dengan makin berkembangnya

Lebih terperinci

2 3. Peraturan Pemerintah Nomor 77 Tahun 2012 tentang Perusahaan Umum (PERUM) Lembaga Penyelenggaraan Navigasi Penerbangan Indonesia (Lembaran Negara

2 3. Peraturan Pemerintah Nomor 77 Tahun 2012 tentang Perusahaan Umum (PERUM) Lembaga Penyelenggaraan Navigasi Penerbangan Indonesia (Lembaran Negara No.1288, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENHUB. Penerbangan Nasional. Keamanan. Program. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 127 TAHUN 2015 TENTANG PROGRAM KEAMANAN

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.183, 2014 EKONOMI. Kawasan. Badan Pengusahaan Batam. Bandar Udara. Penyelenggaraan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5575). PERATURAN

Lebih terperinci

Udara yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal;

Udara yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal; KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP 007 TAHUN 2018 TENTANG KOMITE FASILITASI (FAL) BANDAR UDARA INTERNASIONAL SILANGIT-SIBORONG

Lebih terperinci

2 2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Republik In

2 2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Republik In BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 292, 2015 KEMENHUB. Penumpang. Angkutan Udara. Dalam Negeri. Standar Pelayanan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 38 TAHUN 2015

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 2001 TENTANG KEBANDARUDARAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 2001 TENTANG KEBANDARUDARAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 2001 TENTANG KEBANDARUDARAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelaksanakan otonomi daerah, Pemerintah Daerah diberikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Secara geografis Indonesia adalah negara kepulauan yang terdiri atas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Secara geografis Indonesia adalah negara kepulauan yang terdiri atas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara geografis Indonesia adalah negara kepulauan yang terdiri atas beribu ribu pulau besar dan kecil berupa daratan dan sebagian besar perairan terdiri atas

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Presiden Republik Indonesia,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Presiden Republik Indonesia, 1 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA Nomor 15 TAHUN 1992 TENTANG PENERBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Presiden Republik Indonesia, Menimbang : a. bahwa transportasi mempunyai peranan penting dan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA, MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 187 Tahun 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR PM 56 TAHUN 2015 TENTANG KEGIATAN

Lebih terperinci