BAB II KAJIAN PUSTAKA. manusia. Setiap hari jumlah udara yang keluar masuk saluran pernapasan sekitar 10 m 3 perorang.
|
|
- Sudomo Tedja
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Debu Kayu dalam Industri Pengolahan Kayu Udara merupakan komponen lingkungan yang dibutuhkan bagi kelangsungan hidup manusia. Setiap hari jumlah udara yang keluar masuk saluran pernapasan sekitar 10 m 3 perorang. Hal ini berarti, organ pernapasan terpapar secara terus-menerus oleh partikel-partikel yang terdapat dalam udara, termasuk partikel berbahaya yang mengganggu kesehatan. Kualitas udara sangat berpengaruh terhadap kesehatan seseorang, terutama terhadap sistem pernapasan (Yunus, 2003). Kemajuan industri memberikan dampak positif seperti terbukanya lapangan kerja dan peningkatan taraf sosial ekonomi masyarakat. Namun kemajuan industri tersebut disertai dengan peningkatan polutan. Perkembangan industri merupakan sumber potensial pencemaran yang merugikan kesehatan dan lingkungan. Salah satu bahan pajanan yang menimbulkan risiko pekerjaan adalah debu. Sifat debu yang disebarkan pada lingkungan kerja sangat berhubungan dengan sifat bahan dasar penghasil debu tersebut. Hasil akhir efek samping debu industri tergantung pada tipe debu yang dihirup dan tempat debu melekat pada saluran napas, hal tersebut bergantung pada ukuran partikel debu tersebut, struktur saluran napas dan proses bernapas itu sendiri (Kouppien, 2006). WHO mendefinisikan debu sebagai aerosol yang terdiri dari partikel yang tidak termasuk benda hidup. Debu berperan sebagai penyebab penyakit paru ditentukan oleh sifat debu itu sendiri yaitu ukuran debu, kadar debu, fibrogenisitas debu dan tingkat pajanan debu (Yunus, 1993).
2 Definisi lain mengatakan debu merupakan salah satu polutan yang dapat mengganggu kenyamanan kerja. Debu juga dapat mengakibatkan gangguan pernafasan bagi pekerja pada industri yang berhubungan dengan debu pada proses produksinya. Debu juga sering disebut sebagai partikel yang melayang di udara (suspended particulate metter/ SPM) dengan ukuran 1 mikron sampai 500 mikron. Polutan merupakan bahan-bahan yang ada di udara yang dapat membahayakan kehidupan manusia (Amin, 1996). Berat ringannya penyakit ditentukan oleh banyaknya partikel yang tertimbun, lamanya waktu pajanan, dan kadar debu rata-rata di udara. Untuk pekerja diperhitungkan masa kerja dan kadar debu rata-rata di lingkungan kerja. Kadar itu haruslah yang benar-benar mewakili kadar debu yang memajani lingkungan kerja selama mereka bekerja sepanjang hari. Pengambilan sampel selama 8 jam kerja atau 1 shift, biasanya dalam bekerja seorang pekerja berpindahpindah tempat yang kadar debunya berbeda (Yunus, 2003) Debu Kayu Debu kayu adalah partikel-partikel zat padat (kayu) yang dihasilkan oleh kekuatan alami atau mekanik seperti pada pengolahan, penghancuran, pelembutan, pengepakan, peledakan dan lain-lain dari bahan organik misalnya kayu (Yunus, 2009). Debu industri yang terdapat dalam udara terbagi 2 yaitu (Yulaekah, 2007) : 1. Deposit particulate matter Partikel debu yang hanya berada sementara di udara. Partikel ini segera mengendap karena daya tarik bumi. 2. Suspended particulate matter Partikel debu yang tetap berada di udara dan tidak mudah mengendap dengan ukuran 1 mikron sampai 100 mikron.
3 Mekanisme pengendapan partikel debu di paru berlangsung dengan cara (Yulaekah, 2007) : a. Gravitation, sedimentasi partikel yang masuk ke saluran pernafasan karena gaya gravitasi. b. Impaction, yaitu terbenturnya partikel debu dipercabangan bronkus dan jatuh pada percabangan yang kecil. c. Brown difusion yaitu mengendapnya partikel debu yang diameter lebih besar dari 2 mikron yang disebabkan oleh terjadinya gerakan memutar dari partikel oleh gerakan kinetik. d. Electrostatic, terjadi karena saluran nafas dilapisi mukus yang merupakan konduktor yang baik secara elektrostatik. e. Interception yaitu pengendapan yang berhubungan dengan sifat fisik partikel berupa ukuran partikel, hal ini penting untuk mengetahui dimana terjadi proses pengendapan Ukuran Partikel Debu Kayu Partikel dalam udara yang terhirup tidak semua mencapai paru, partikel yang berukuran besar pada umumnya tersaring di hidung. Partikel dengan ukuran 0,5 0,1 mikron disebut partikel terhisap dapat mencapai alveoli, partikel ini dapat mengendap di alveoli dan menyebabkan terjadinya pneumolinosis (Yulaekah, 2007). Partikulat adalah zat dengan diameter kurang dari 10 mikron. Berdasarkan ukurannya partikel partikulat dibagi dua yaitu: a). Diameter kurang dari 1 mikron: aerosol dan fume (asap) dan b). Diameter lebih dari 1 mikron: debu dan mists (butir cairan). Perjalanan debu masuk saluran pernafasan dipengaruhi oleh ukuran partikel tersebut. Ukuran partikulat debu yang membahayakan kesehatan umumnya berkisar antara 0,1 mikron sampai 10 mikron. Partikel yang berukuran 5 mikron atau lebih akan mengendap di hidung, nasofaring, trakea dan percabangan
4 bronkus. Partikel yang berukuran kurang dari 2 mikron akan berhenti di bronkiolus dan alveolus. Partikel yang berukuran kurang dari 0,5 mikron biasanya tidak sampai mengendap di saluran pernafasan akan tetapi dikeluarkan lagi. Partikulat bersama polutan lain seperti ozon dan sulfurdioksida akan menimbulkan penurunan faal paru berupa penurunan VEP1 dan rasio VEP2/KVP yaitu gangguan obstruksi saluran nafas (Depkes, 2008). Ukuran debu sangat berpengaruh terhadap terjadinya penyakit pada saluran pernafasan. Hasil penelitian ukuran tersebut dapat mencapai target organ sebagai berikut (Depkes RI,1997): 1. Ukuran 5-10 mikron, akan tertahan oleh saluran pernafasan bagian atas. 2. Ukuran 3-5 mikron, akan tertahan oleh saluran pernafasan bagian tengah. 3. Ukuran 1-3 mikron, sampai di permukaan alveoli. 4. Ukuran 0,5-1 mikron, hinggap di permukaan alveoli/ selaput lendir sehingga dapat menyebabkan fibrosis pada paru-paru. 5. Ukuran 0,1-0,5 mikron, melayang di permukaan alveoli. Partikel - partikel debu diyakini oleh para pakar lingkungan dan kesehatan masyarakat sebagai pemicu timbulnya infeksi saluran pernafasan, karena partikel padat dengan ukuran kurang 10 mikron dapat mengendap pada saluran pernapasan daerah bronkus dan alveoli, sedangkan ukuran debu sekitar 45 mikron tidak dapat terhirup ke dalam paru, tetapi hanya sampai pada saluran pernapasan bagian atas (Wardhana, 2001). Pencemaran udara baik dalam ruangan maupun luar ruangan merupakan campuran dari berbagai bahan dengan ukuran dan bentuk yang berbeda-beda dan sering dijadikan salah satu indikator pencemaran yang digunakan untuk menunjukkan tingkat bahaya baik terhadap lingkungan maupun terhadap kesehatan dan keselamatan kerja (Yulaekah, 2007).
5 Jenis Kayu Pada pekerja industri pengelolaan kayu, pajanan sudah dimulai dari proses penurunan kayu, penggergajian, pengamplasan, penggilingan, pengeboran dan pernis. Kayu terbagi dua yaitu hardwood dan softwood, pada proses pembuatan furniture kadang-kadang kedua jenis kayu ini terpakai. Debu kayu merupakan substansi seperti serbuk berwarna coklat muda yang dihasilkan melalui proses mekanik seperti penggergajian, penyerutan dan penghalusan (pengamplasan). Komposisi debu kayu sangat bervariasi berdasarkan jenis pohon dan utamanya terdiri atas selulosa, polyoses dan lignin. Jumlah dan variasi substansi massa berberat molekul rendah secara signifikan mempengaruhi sifat kayu. Termasuk pula di dalamnya ekstrak organik polar (tannins, flavonoids, quinones dan lignans), ekstrak organik non-polar (asam lemak, resin acids, waxes, alkohol, terpenes, sterol, steryl ester dan gliserol), dan bahan-bahan larut air (karbohidrat, alkaloid, protein dan material anorganik) (Rowell, 2004). Tabel 1. Karakteristik Jenis Kayu (IARC, 1995) Karakteristik Kayu Lunak Kayu Keras Serat Panjang (1,4-4,4 mm) Pendek (0,2-2,4 mm) Tipe sel Sejenis Bervariasi Cellulosa 40-50% 40-50% Polipose 15-30% 25-35% Lignin 25-35% 20-30% Kandungan ekstraktif > 10% 1-10% Non polar Tinggi Rendah Polar Rendah Tinggi Konsentrasi Partikel Debu
6 Semakin tinggi konsentrasi partikel debu dalam udara dan semakin lama pajanan berlangsung, jumlah partikel yang mengendap di paru juga semakin banyak. Setiap inhalasi 500 partikel permilimeter kubik udara, maka setiap alveoli paling sedikit menerima 1 partikel dan apabila konsentrasi mencapai 1000 partikel/mm 3, maka 10% dari jumlah tersebut akan tertimbun di paru. Konsentrasi yang melebihi 5000 partikel /mm3 sering dihubungkan dengan terjadinya pneumokoniosis (Yunus, 2003) Pneumokoniosis akibat debu akan timbul setelah penderita mengalami kontak lama dengan debu. Jarang ditemui kelainan bila paparan kurang dari 10 tahun. Paparan yang lama akan mempengaruhi terjadinya gangguan fungsi paru (Yunus, 2009) Lama Pekerjaan Jenis pekerjaan dalam industri pengolahan kayu mempengaruhi risiko terjadinya pajanan debu kayu, terutama pekerja yang mempunyai risiko tinggi adalah pekerja yang berhubungan dengan proses produksi. Lama kerja diperlukan untuk menilai lamanya pajanan debu, semakin lama seseorang terpajan debu semakin besar risiko terjadinya gangguan fungsi paru. Pada pekerja yang berada di lingkungan dengan kadar debu tinggi dalam waktu lama memiliki risiko tinggi terkena penyakit paru obstrutif menahun. Masa kerja mempunyai kecenderungan sebagai faktor risiko terjadinya obstruksi pada pekerja di yang berdebu lebih dari 5 tahun (Khumaidah, 2009). Pekerja yang terpajan debu kayu secara terus menerus pada usia 15 tahun sampai 25 tahun akan terjadi penurunan kemampuan kerja, usia 25 tahun sampai 35 tahun timbul batuk produktif, usia 45 tahun sampai 55 tahun terjadi sesak dan hipoksemia, usia 55 tahun sampai 65 tahun terjadi cor pulmonal sampai kegagalan nafas dan kematian (Triatmo, 2006) Tempat dan Proses Pengolahan Kayu
7 Perajin pengolahan kayu adalah pekerja yang menggunakan berbagai jenis kayu sebagai bahan baku dalam proses produksinya, terdapat beberapa bagian pada setiap industri pengolahan kayu yang berimplikasi pada kadar debu kayu yang berbeda pada masing-masing bagian. Proses pembuatan meubel dari kayu pada perusahaan X, di kabupaten Badung meliputi 6 bagian : 1. Penggergajian kayu 2. Penyiapan bahan baku 3. Perakitan dan pembentukan 4. Penyiapan komponen 5. Pengamplasan 6. Furniture component yaitu pengecatan dan penyelesaian akhir Bagian 3 dan 4 tidak menghasilkan kadar debu yang berbahaya karena tidak menghasilkan limbah debu. Sedangkan bagian 1,2,5 dan 6 menghasilkan limbah berupa debu yang berasal dari proses penggergajian, pemotongan, pengamplasan kasar dan halus, pengecatan dan penyelesaian akhir. 2.2 Pengukuran Debu kayu dan Nilai Batas Ambang Pengukuran Debu Kayu Kuantitas pajanan terhadap debu didefinisikan menjadi beberapa istilah yaitu kadar debu total (total dust ), kadar debu terhirup (respirable dust) dan kadar debu dosis kumulatif. Debu total dihitung dengan menggunakan pengumpul debu pasif. Debu total ini kurang berpengaruh terhadap kesehatan karena ukuran debu tidak spesifik. Kadar debu terhirup adalah partikel debu dengan diameter aerodinamik rata-rata 4 mikron (0-100 mikron), partikulat yang terhirup adalah partikel yang ditangkap oleh filter nylon cyclone diameter 10 mm dengan kecepatan 1,7
8 liter/menit. Sedangkan kadar debu kumulatif adalah perkalian antar kadar debu terhirup dan lama pajanan (ACGIH, 1997). Pengukuran debu kayu di udara dilakukan dengan 3 cara dengan metode gravimetri yaitu dengan melewatkan udara dalam volume tertentu melalui glass fiber / serat gelas / kertas saring (Lange, 2008) : a. Hight Volume Air sampler (HVAS) Prosedur kerja alat ini adalah udara dihisap dengan pompa hisap berkecepatan 1,1-1,7 lt/menit. Partikel debu dengan diameter 0,1-100 mikron akan masuk bersamaan aliran udara dan terkumpuk pada permukaan saringan serat gelas. Metode ini dapat digunakan untuk mengambil contoh udara selama 24 jam, apabila kandungan partikel debu sangat tinggi maka waktu pengukuran dapat dikurangi menjadi 6 sampai 8 jam. b. Low Volume Air Sampler (LVAS) Prinsip kerja alat ini adalah dengan menangkap debu dengan ukuran yang kita inginkan dengan cara mengatur flow rate. Ukuran rate 20 liter/menit dapat menangkap partikel berukuran sebesar 10 mikron. Dengan mengetahui berat kertas saring sebelum dan sesudah pengukuran maka berat debu dapat dihitung. c. Personal Dust Sampler (PDS) Personal dust sampler adalah alat yang biasa digunakan untuk menentukan banyaknya respirable dust di udara atau debu yang dapat lolos melalui filter bulu hidung manusia selama bernafas. Metodenya adalah gravimetri atau melewatkan udara melalui kertas saring dengan cara mengatur flow rate. Untuk rate 2 liter/menit dapat menangkap partikel debu yang ukurannya kurang 10 mikron. Alat ini berukuran kecil biasanya digunakan pada lingkungan kerja dan dipasangkan pada pinggang tenaga kerja.
9 2.2.2 Nilai Ambang Batas Debu Kayu Parameter yang paling penting dalam menilai pencemaran debu saat bekerja adalah konsentrasi debu kayu di lingkungan kerja tersebut. Hal ini berhubungan dengan peraturan yang mengatur konsentrasi bahan yang membahayakan di udara pada lingkungan kerja. Nilai ambang tersebut harus aman bagi orang yang bekerja pada proses produksi yang menghasilkan debu kayu tersebut (Depkes RI, 1997). Di Indonesia nilai ambang batas (NAB) untuk lingkungan kerja dikeluarkan oleh Menteri Tenaga Kerja RI. NAB adalah faktor-faktor standar pada lingkungan kerja yang dianjurkan di tempat kerja yang masih dapat diterima tanpa mengakibatkan penyakit atau gangguan kesehatan bagi para pekerja, dalam pekerjaan sehari-hari untuk waktu tidak melebihi 8 jam sehari atau 40 jam seminggu. Kegunaan NAB ini sebagai rekomendasi pada praktek higiene perusahaan dalam melakukan penatalaksanaan lingkungan kerja sebagai upaya untuk mencegah dampaknya terhadap kesehatan (SE.01/Men/1997). Untuk debu kayu keras seperti debu kayu mahoni telah ditetapkan oleh Depnaker dalam Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja No:SE 01/Men/1997 tentang nilai ambang batas debu kayu di udara lingkungan kerja adalah sebesar 5 mg/m 3 (Depkes RI, 2008). Sedangkan standar debu kayu di lingkungan kerja menurut The Nasional Institute for Occupational Safty and Health (SNIOSH) adalah 1 mg/m 3 untuk kayu keras dan 5 mg/m 3 untuk kayu lunak untuk pekerja yang bekerja 8 jam sehari. Penelitian menunjukkan bahwa kadar debu di bawah ambang batas, misalnya kurang dari 1 mg/m 3 dapat ditemukan gejala di mata, hidung, tenggorokan, kulit dan paru. Sedangkan gangguan sistem pernafasan yang kronik akan menyebabkan gangguan fungsi paru (Wawomulya, 2001). 2.3 Mekanisme Pertahanan Tubuh terhadap Pajanan Debu
10 2.3.1 Pertahanan Tubuh terhadap Debu Partikel debu yang masuk dalam saluran pernafasan akan mengendap pada 3 daerah yaitu ekstratoraks, trokeobronkial dan alveoli. Di daerah ekstratoraks, partikel yang kurang larut (serbuk kayu) yang diangkut oleh transport mukosiliar. Partikel disimpan di bagian posterior rongga hidung dikeluarkan menuju nasofaring. Laju aliran rata-rata pada orang dewasa yang sehat adalah sekitar 5 mm/menit, sehingga memerlukan waktu transport sekitar 20 menit. Di bagian anterior dari rongga hidung, partikulat dikeluarkan dengan bersin, meniup atau menyeka. Senyawa yang larut akan diendapkan pada epitel hidung akan masuk ke aliran darah atau dimetabolisme di epitel hidung (US EPA, 2004). Di wilayah trakeobronkial, bahan yang sukar larut akan dikeluarkan terutama oleh transpor mukosiliar menuju faring dan kemudian ditelan. Pergerakan mukus bervariasi sepanjang trakeobronkial, pembersihan tercepat terjadi pada trakea dan menjadi semakin lebih lambat pada bronkus distal yang lebih distal. Tingkat rata-rata untuk trakea telah diperkirakan antara 4,3-5,7 mm / menit untuk orang dewasa yang tidak merokok dan sehat, sedangkan pada bronkus menengah tranpor mukosilier rata-rata adalah antara 0,2-1,3 mm / menit. Batuk juga merupakan suatu mekanisme penting pertahanan tubuh dimana mukus dikeluarkan melalui saluran pernapasan. Waktu pembersihan partikel yang tidak larut diperkirakan rata-rata 24 jam. Partikel larut dapat diserap ke dalam aliran darah atau kelenjar getah bening sekitarnya (US EPA, 2004). Di alveoli sistem pembersihan silia tidak ada, sebaliknya partikel harus difagosit oleh makrofag. Pada orang dewasa yang sehat, hal ini terjadi dalam waktu 24 jam setelah deposisi. Partikel debu pada alveoli menghambat makrofag untuk membersihkan debu dari alveoli sehingga terjadi migrasi ke ujung distal selaput lendir dan diikuti oleh transpor mukosiliar. Makrofag juga dapat menyebabkan translokasi ke sistem getah bening atau aliran darah. Dengan
11 rute ini partikel debu dapat beredar ke organ lain. Partikel debu ini dilarutkan dalam cairan pada lapisan sel epitel dan dapat menyebar ke dalam darah atau getah bening. Ketika jumlah partikel yang tinggi, kapasitas makrofag mudah terlampaui, yang menghasilkan sebuah situasi overload. Dalam situasi overload terjadi penumpukan partikel debu pada jaringan interstitial dan terjadi peradangan (Feng dkk., 2002). Pajanan debu yang sama baik jenis, ukuran partikel, konsentrasi maupun lama pajanan berlangsung, tidak selalu menunjukkan akibat yang sama, sebagian akan mengalami gangguan paru berat, sebagian ringan dan ada yang tidak mengalami gangguan. Hal ini berhubungan dengan perbedaan kemampuan sistem pertahanan tubuh terhadap pajanan partikel debu terinhalasi (Yunus, 2003). Sistem pertahanan tubuh dan saluran nafas melalui cara (Yunus, 2003): a. Secara mekanik yaitu pertahanan yang dilakukan dengan menyaring partikel yang terhirup bersama udara dan masuk saluran pernafasan. Penyaringan dilakukan di hidung, nasofaring dan saluran bagian bawah yaitu bronkus dan bronkiolus. Di hidung penyaringan dilakukan oleh bulu-bulu silia yang terdapat di lubang hidung, sedangkan di bronkus dilakukan oleh reseptor yang terdapat pada otot polos yang dapat berkontraksi apabila ada iritan. Rangsangan yang terjadi berlebihan menyebabkan tubuh akan memberi reaksi berupa bersin atau batuk yang dapat mengeluarkan benda asing termasuk partikel debu kayu dari saluran nafas bagian atas atau bronkus. b. Secara kimiawi yaitu adanya mukus dalam saluran nafas secara fisik dapat memindahkan partikel yang melekat di saluran nafas dibantu dengan gerakan silia menuju ke laring. Cairan tersebut bersifat detoksikasi dan bakterisid. Pada paru terjadi ekskresi cairan secara terus menerus dan perlahan-lahan dari bronkus ke alveoli melalui sistem limfatik, selanjutnya makrofag alveolar menfagosit partikel yang ada di permukaan alveoli.
12 c. Secara imunitas yaitu melalui proses biokimiawi yaitu humoral dan seluler. Ketiga sistem ini saling berkait dan berkoordinasi dengan baik sehingga partikel yang terhirup disaring dan dikeluarkan dari saluran nafas Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Perlindungan dari pajanan debu kayu adalah dengan mengurangi kadar debu di udara lingkungan kerja, dengan melakukan tindakan-tindakan yang dapat mengurangi pajanan pekerja terhadap debu kayu. Penetapan jenis alat pelindung diri tergantung bagaimana cara masuk (routers of entry) dari debu kayu tersebut ke dalam tubuh. Debu kayu dapat masuk ke dalam tubuh melalui saluran pernafasan (inhalation or breathing), kontak melalui kulit dan mata. Pilihan yang sering dilakukan adalah melengkapi tenaga kerja dengan alat pelindung diri dan hal ini harus dijadikan suatu kebiasaan serta keharusan pada tiap industri (Chan dan Harrison, 2008). Penggunaan APD yang tepat bagi tenaga kerja yang berada pada lingkungan kerja dengan paparan debu berkonsentrasi tinggi adalah (Budiono, 2002) : 1. Masker Masker untuk melindungi dari debu atau partikel-partikel yang lebih kasar yang masuk ke dalam saluran pernafasan. Masker terbuat dari kain dengan ukuran pori-pori tertentu. Terdiri atas beberapa jenis yaitu : a. Masker penyaring debu Masker ini berguna untuk melindungi pernafasan dari serbuk-serbuk logam, penggerindaan atau serbuk kasar lainya. b. Masker berhidung Masker ini dapat menyaring debu atau benda sampai ukuran 0,5 mikron, bila
13 kita sulit bernafas waktu memakai alat ini maka hidungnya harus diganti karena filternya tersumbat oleh debu. c. Masker bertabung Masker bertabung mempunyai filter yang baik daripada masker berhidung. Masker ini sangat tepat digunakan untuk melindungi pernafasan dari gas tertentu. Bermacam-macam tabungnya tertulis untuk macam-macam gas yang sesuai dengan jenis masker yang digunakan. d. Masker kertas Masker ini digunakan untuk menyerap partikel-pertikel berbahaya dari udara agar tidak masuk ke jalur pernafasan. Pada penggunaan masker kertas, udara disaring permukaan kertas yang berserat sehingga partikel-partikel halus yang terkandung dalam udara tidak masuk ke saluran pernafasan. e. Masker plastik Masker ini digunakan untuk menyerap partikel-partikel berbahaya dari udara agar tidak masuk jalur pernafasan. Ukuran masker ini sama dengan masker kertas. Namun ada lubanglubang kecil dipermukaannya untuk aliran udara, tetapi tidak bisa menyaring udara, fungsi penyaring udara terletak pada sebuah tabung kecil yang diletakkan di dekat rongga hidung. Di dalam tabung ini diisikan semacam obat yang berfungsi sebagai penawar racun. f Masker N95 Masker jenis ini merupakan alternatif bagi orang sehat untuk mengurangi pajanan debu kayu. Masker ini disebut N95 karena dapat menyaring hingga 95% dari keseluruhan partikel yang berbeda di udara. Bentuknya biasanya setengah bulat dan berwarna putih, terbuat dari bahan solid dan tidak mudah rusak, pemakaiannya juga harus benar-benar rapat, sehingga tidak ada celah udara luar masuk.
14 Masker N95 memiliki kekurangan antara lain bagi yang tidak terbiasa menggunakan mungkin merasa gerah dan sesak sehingga hanya bertahan beberapa jam saja pemakaian, untuk mendapatkan masker ini agak sulit dan relatif mahal. 2. Respirator Respirator berguna untuk melindungi pernafasan dari debu, kabut, uap, logam, asap dan gas. Alat ini dibedakan menjadi : a. Respirator pemurni udara Membersihkan udara dengan cara menyaring atau menyerap kontaminan dengan toksisitas rendah sebelum memasuki sistem pernafasan. Alat pembersihnya terdiri dari filter untuk menangkap debu dari udara atau tabung kimia yang menyerap gas, uap dan kabut. b. Respirator penyalur udara Membersihkan aliran udara yang terkontaminasi secara terus menerus. Udara dapat dipompa dari sumber yang jauh (dihubungkan dengan selang tahan tekanan) atau dari persediaan yang portable (seperti tabung yang berisi udara bersih atau oksigen). Jenis ini biasa dikenal dengan SCBA (Self Contained Breathing Apparatus) atau alat pernafasan mandiri. Digunakan untuk tempat kerja yang terdapat gas beracun atau kekurangan oksigen. Alat pelindung diri di sini bukan hanya sekedar masker, namun yang terbaik adalah respirator. Respirator adalah suatu masker yang menggunakan filter sehingga dapat membersihkan udara yang dihisap. Ada 2 macam respirator, yaitu yang half-face respirator, di sini berfungsi hanya sebagai penyaring udara dan full-face respirator, yaitu sekaligus berfungsi sebagai pelindung mata (Seaton, 1995).
15 Pemakaian respirator adalah usaha terakhir, bila usaha lain untuk mengurangi pajanan tidak memberikan efek yang optimal. Untuk menggunakan respirator harus melalui evaluasi secara medis. Hal ini penting karena respirator tidak selalu aman bagi setiap orang. Pemakaian respirator dapat berakibat jantung dan paru bekerja lebih keras sehingga pemakaian respirator dapat menjadi tidak aman bagi penderita asma, gangguan jantung atau orang yang mempunyai masalah dengan saluran napasnya. Pelatihan bagi pekerja yang akan menggunakan respirator sangat penting. Dengan pelatihan tersebut pekerja diberi pemahaman tentang jenis respirator, cara memilih respirator yang cocok, cara pemakaian serta cara perawatan agar tidak mudah rusak (Seaton, 1995). Alat pelindung diri pada perusahaan kayu menggunakan masker yang terbuat dari kain, namun partikel debu yang kecil ( < 10 mikron) bisa menembus masker tersebut dan masuk ke saluran pernafasan. Partikel debu yang menembus APD ( masker), di hidung akan dikeluarkan oleh sistem mukosilier, bila debu sudah berada di alveoli akan memicu terjadinya pengikatan oleh makrofag yang akan mengeluarkan partikel secara fagositosis, adanya jumlah makrofag yang banyak akan menyebabkan peningkatan fagositosis yang akan memicu terjadinya akumulasi partikel di interstisial dan inflamasi. Inflamasi akan merangsang pengeluaran mediator inflamasi seperti sitokin dan makrofag. Partikel yang paling kecil dapat mengalami translokasi ke dalam aliran darah, ukuran partikel debu dan karakteristik permukaan alveoli menjadi penentu terjadinya translokasi. Partikel dapat didapatkan pada kelenjar limfe pada beberapa bulan setelah pajanan (Struard, 1984). Partikel debu yang masuk pada saluran nafas menyebabkan proses inflamasi, proses ini mengeluarkan sitokin pada sel-sel yang mengalami infiltrasi dan pajanan di jaringan. Sitokin yang memegang peranan penting pada jaringan ini adalah interleukin (IL), interferon (IFN),
16 tumor nekrosis factor (TNF), growth factor (GF) dan hemopoietic growth factor (HGF). Proinflamasi sitokin merupakan pilihan untuk marker tersebut, sitokin proinflamasi penting dalam proses inisiasi proses inflamasi adalah IL-1, IL-8, IL-10, IL-12, TNFα dan TGFβ (Janeway dan Travers, 1997). 2.4 Mekanisme Pajanan Debu Kayu dan Efek Pajanan Debu terhadap Paru Mekanisme Pajanan Debu pada Paru Paru merupakan salah satu organ dalam sistem pernafasan yang berfungsi sebagai tempat penampungan udara, sekaligus merupakan tempat berlangsungnya pengikatan oksigen oleh hemoglobin. Interaksi udara dengan paru berlangsung setiap saat oleh karena kualitas yang terinhalasi sangat berpengaruh terhadap faal paru. Udara dalam keadaan tercemar partikel polutan terinhalasi dan sebagian akan masuk ke dalam paru. Selanjutnya sebagian partikel akan mengendap di alveoli, adanya penggendapan partikel dalam alveoli bisa menyebabkan terjadinya statik partikel debu dan dapat menyebabkan kerusakan dinding alveolus, selanjutnya merupakan salah satu faktor predisposisi gangguan fungsi paru baik reversibel maupun irreversibel (Antarudin, 2000) Efek Pajanan Debu Kayu terhadap Kesehatan Debu kayu merupakan bahan partikel yang apabila masuk ke dalam saluran pernafasan manusia dapat menimbulkan penyakit pada sistem pernafasan yang ditandai dengan pengeluaran dahak secara berlebihan yang menimbulkan gejala utama yang sering terjadi adalah batuk, sesak nafas dan kelelahan.
17 Pajanan debu kayu dapat menyebabkan berbagai masalah kesehatan tergantung pada bahan kimia alamiah yang terkandung di dalamnya. Berikut ini beberapa gangguan kesehatan yang ditimbulkan akibat pemajanan debu kayu, yaitu: a. Iritasi kulit (Eucalyptus maculate dan Eucalyptus hemiphloria) b. Gejala dermatitis hampir sama dengan iritasi. Reaksi timbul setelah tersensitisasi dan reaksi alergi yang muncul. c. Alergi terhadap saluran nafas, yang terbanyak adalah asma, bisa juga bersamaan dengan rinitis dan dermatitis bila terpajan western red cedar. Kayu ini penyebab asma paling banyak di British Columbia. Pejanan debu kayu kronik menimbulkan penyakit paru obstruksi kronik sehingga terjadi gangguan fungsi paru. d. Efek terhadap nasal. Partikel berukuran 10 µm akan tersangkut di mukosa nasal menyebabkan kegagalan fungsi mukosiliari nasalis. Kayu hardwood bisa menimbulkan kanker nasalis. e. Dalam debu kayu terdapat biohazard dan mikroorganisme, endotoksin dari bakteri dan alergi dari jamur, akibatnya timbul gangguan kesehatan yang disebut organic dust toxic syndrome (ODTS), asma, bronkitis, extrinsic allergic alveolitis (EAA). Jenis jamurnya adalah aspergilus dan penisilium (Bohadana dkk., 2013) Penyakit Paru Akibat Kerja Penyakit paru kerja adalah penyakit atau kerusakan paru disebabkan oleh debu, uap atau gas berbahaya yang terhirup pekerja di tempat kerja. Berbagai penyakit paru dapat terjadi akibat pajanan zat serat, debu dan gas yang timbul pada proses industrialisasi. Jenis penyakit paru yang timbul tergantung pada jenis zat pajanan, tetapi manifestasi klinis penyakit paru kerja mirip dengan penyakit paru lainnya yang tidak berhubungan dengan kerja. Penyakit paru kerja
18 terutama merupakan penyebab utama ketidakmampuan, kecacatan, kehilangan hari kerja dan kematian pada pekerja (Yunus, 1993). Tabel 2.1 Klasifikasi penyakit paru kerja (Hastuti, 1997). Kelompok penyakit Iritasi saluran nafas atas Gangguan jalan nafas Asma kerja Berat molekul kecil Berat molekul besar Bisinosis Bronkitis kronis (PPOK) Keganasan Kanker sinonasal Kanker paru Mesotelioma Pneumokoniosis Agen penyebab gas iritan, pelarut diisosianat, anhidria, debu kayu alergen asal binatang debu kapas debu, batubara debu kayu asbes, radon asbes asbes, silika, batubara, berilium, kobal Beberapa kriteria yang digunakan untuk menentukan bahwa suatu penyakit disebabkan oleh agen di tempat kerja atau lingkungan, antara lain gejala klinis dan perkembangannya sesuai dengan diagnosis. Hubungan sebab akibat antara pajanan dan kondisi diagnosis telah ditentukan sebelum atau diduga kuat berdasarkan kepustakaan medis, epidemiologi atau toksikologi, terdapat pajanan yang diduga sebagai penyebab serta tidak ditemukan diagnosis lain (Blanc, 2000). 2.5 Peranan Interleukin-8 pada Patogenesis PPOK PPOK adalah penyakit radang kronik yang progresif dari saluran pernafasan terutama saluran nafas kecil dan alveoli. Dua mekanime penting yang mempengaruhi patogenesis dari
19 PPOK adalah adalah adanya inflamasi, ketidakseimbangan oksidan dan antioksidan yang menyebabkan terjadinya stress oksidatif. Proses inflamasi pada PPOK berbeda dengan asma, pada asma terutama melibatkan eosinofil dan mast sel yang responsif dengan steroid, sel inflamasi pada PPOK adalah neutrofil, makrofag dan limfosit. Sel inflamasi ini mengeluarkan mediator seperti sitokin, kemokin dan chemoattractan yang menyebabkan peradangan dan kaskade yang tidak terkontrol. Dengan dilepasnya IL-8 dan LTB4 akan menarik neutrofil. Neutrofil mengeluarkan enzim proteolitik seperti elastase, proteinase-3, catepsin G, cathepsin B dan matrix metealoproteinase (MMP) yang menyebabkan rusaknya elastisitas jaringan paru (Mannino dkk., 2007). Makrofag melepaskan sitokin dan kemokin seperti IL-8, IL-6, IL-10, TNFα, LTB4 dan oksigen reaktif yang menarik dan mengaktifkan berbagai sel inflamasi dan beberapa protease MMPs seperti MMP-2, MMP-9, MMP-12 dan MMP-19. Limfosit CD8 melepaskan enzim yang bersifat destruktif seperti perforin dan granzym B yang mampu menginduksi apoptosis sel epitel alveoli dan CD4 menginduksi terjadinya respon autoimun pada jaringan paru. Beberapa kasus PPOK dihubungkan dengan perubahan patologis dan juga stress oksidatif seperti inaktivasi oksidatif dari anti protease dan surfaktan, hipersekresi mukus, peroksidase membrane lipid, jejas pada epitel alveoli, remodeling dari matrik ektraselluler dan apoptosis. Reduksi sintesis kolagen elastin dan fragmentasi protein tubuh akan menyebabkan pemberian steroid tidak membaik (Mannino dkk., 2006).
20 Gambar 1 : Patogenesis PPOK (Mannino dkk., 2007) Konsekuensi patologis dari inflamasi PPOK menyebabkan beberapa perubahan fisiologis yang seringkali berpengaruh terhadap kualitas hidup dan ketahanan hidup dari perjalanan alamiah PPOK. Perubahan yang terjadi adalah pertama proteolisis elastin yang berakibat menurunnya tekanan recoil elastic paru, keutuhan dan pergerakan udara pada bronkiolus. Tekanan coil elastic diinduksi oleh elastisitas jaringan sekitarnya, rusaknya elastin pada PPOK berakibat penyempitan jalan nafas ditandai dengan berkurangnya aliran udara pada bronkiolus dan adanya udara yang terperangkap di paru. Kedua, remodeling fibrotik pada jalan nafas berakibat penyempitan jalan nafas menetap yang menyebabkan peningkatan resistensi jalan nafas yang tidak kembali sempurna walaupun dengan bronkodilator. Ketiga, pelebaran alveolar sel epitel bronkiolar dan apoptosis kapiler paru (Mannino, dkk., 2006).
21 Gambar 2. Skema mekanisme PPOK (Pauwel dkk., 2004) Proses inflamasi saluran nafas pada PPOK merupakan respon inflamasi normal akibat iritasi kronik. Mekanisme ini belum diketahui, hal ini kemungkinan disebabkan faktor genetik. Sel inflamasi PPOK ditandai dengan pola peradangan tertentu yang melibatkan neutrofil, makrofag dan limfosit. Sel-sel ini melepaskan mediator inflamasi dan berinteraksi dengan selsel dalam saluran nafas dan parenkim paru. Berikut sel inflamasi pada PPOK (PDPI, 2011) : a. Peningkatan neutrofil pada PPOK sesuai dengan beratnya PPOK. b. Makrofag banyak ditemukan pada lumen saluran nafas, parenkim paru dan cairan broncho alveolar lavage (BAL). Makrofag ini berasal dari monosit yang mengalami diferensiasi di jaringan paru. c. Limfosit T, sel CD4 dan CD8 meningkat pada dinding saluran nafas dan parenkim paru. Peningkatan CD8 lebih besar dari CD4. Peningkatan sel T CD8 (Tc1) dan sel Th1 yang mensekresi interferon-γ dan mengekspresikan reseptor kemokin CXCR3, mungkin merupakan sel sitotoksik untuk se-sel alveolar yang berkonstribusi terhadap kerusakan alveolar.
22 d. Limfosit B meningkat dalam saluran nafas perifer dan folikel limfoid sebagai respon terhadap kolonosasi kuman dan infeksi saluran nafas. e. Eosinofil meningkat di dalam sputum dan dinding saluran nafas selama eksaserbasi. Mediator inflamasi dalam PPOK adalah : faktor khemotaktik. lipid mediator misalnya, leukotriene B4 menarik neutrofil dan limfosit T. Kemokin misalnya IL-8 menarik neutrofil dan monosit. Interleukin-8 adalah golongan kemokin berupa polipeptida yang dapat digunakan sebagai penanda proses keradangan dan perbaikan jaringan. Ciri khas IL-8 terdapat pada dua residu sistein dekat N-terminus yang disekat oleh sebuah asam amino. Tidak seperti sitokin umunya, IL-8 bukan merupakan glikoprotein. IL-8 diproduksi oleh berbagai macam sel, termasuk monosit, neutrofil, sel T, fibroblast, sel endothelial dan sel epithelial. Setelah terpapar antigen atau stimulan radang maka terjadi produksi IL-8 yang berlebihan, hal ini dikaitkan dengan penyakit keradangan seperti asma, PPOK, lepra, psoriasis dan lain-lain. Interleukin-8 juga dapat menginduksi perkembangan tumor sebagai salah satu efek angiogenik yang ditimbulkan selain vaskularisasi. Beberapa kemokin yang memicu kemotaksis neutrofil adalah IL-8 yang merupakan chemoattractant yang terkuat. Sesaat setelah pajanan maka neutrofil menjadi aktif dan berubah bentuk oleh karena aktivasi integrin dan sitoskeleton aktin. Basofil, sel T, monosit dan eusinofil juga menunjukkan respon kemotaktik terhadap IL-8 dengan terpicunya aktivasi integrin yang dibutuhkan untuk adhesi dengan sel endhotelial pada saat migrasi (Mannino dan Buist, 2007). Interleukin-8 adalah mitogenic dan chemotactic pada sel endothelial. IL-8 dihasilkan oleh proses inflamasi dan sel neoplastik. IL-8 mengatur angiogenesis pada keganasan, dengan jalan merangsang MMP-9 yang selanjutnya mengatur pertumbuhan dan metastase (Inoue dkk.,
23 2000). Peningkatan kadar IL-8 serum juga didapatkan pada hepatoma dan chronic active hepatitis yang berhubungan dengan infeksi hepatitis B. Pada hepatitis B kronik dengan HBeAg negatif dengan inflamasi hati didapatkan peningkatan kadar IL-8 (Dunn dkk., 2007). Kadar IL-8 berhubungan dengan tingkat keparahan tuberkulosis (Vany dkk, 2009). IL-8 juga meningkat pada pada DM tipe 2 (Herder dkk., 2005). Tabel 2.2 Sitokain pada asma dan PPOK (Jatakanon, 1999) Sitokain Asma PPOK IL ± IL ± Eotaxin IL-8 ± + + TNF-α + + TGF-β + + EGF ± + ± : tidak berarti/ dapat diabaikan, + : sedikit meningkat, + + : meningkat tinggi 2.6 Faktor-faktor yang mempengaruhi IL Umur dan lama pajanan debu terhadap interleukin-8 Penyakit paru akibat kerja merupakan penyakit yang ditimbulkan oleh pajanan berulang terhadap berbagai substansi yang mengiritasi atau toksik yang dapat menimbulkan penyakit pernapasan akut maupun kronik. Penyakit ini merupakan salah satu penyebab utama ketidakmampuan, kecacatan, kehilangan hari kerja, dan kematian pada pekerja. Akibat pajanan debu kayu pada sistem pernapasan dapat terjadi penurunan kapasitas paru-paru dan reaksi alergi di paru-paru. Penurunan kapasitas paru-paru disebabkan oleh iritasi mekanik atau kimia debu terhadap jaringan paru. Iritasi pada saluran napas mengakibatkan berkurangnya volume udara
24 yang dapat masuk ke dalam paru-paru dan sesak napas (breathlessness). Hal ini biasanya memerlukan waktu yang lama untuk melihat terjadinya pengurangan kapasitas paru (Ladou, 1990 ; Friedman dkk., 1998). Menurut teori ekologi, terjadinya penyakit ini dipengaruhi oleh 3 faktor utama (Ladou, 1990 dan Friedman dkk., 1998) yaitu: a. Faktor penyebab penyakit (agent), contohnya debu kayu. b. Faktor penjamu (host), misalnya umur, jenis kelamin, status gizi, pendidikan, kebiasaan merokok, kebiasaan menggunakan alat pelindung diri dan lain-lain. c. Faktor lingkungan, dalam hal ini adalah tingkat pajanan debu kayu, lama masa kerja, jenis pekerjaan dan lain-lain. Umur mempengaruhi produksi IL-8. Pada usia lanjut terjadi penurunan yang signifikan terhadap produksi IL-8 baik pada laki-laki maupun perempuan. Persentase sel T yang menghasilkan IL-8 menunjukkan penurunan sesuai dengan bertambahnya umur, hal ini menimbulkan penurunan fungsi neutrofil dalam kemotaksis (Solona dkk., 2012) Pengaruh status gizi terhadap interleukin-8 Status gizi merupakan keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan zat-zat gizi. Indeks massa tubuh (IMT) standar yang sekarang dipakai untuk menilai status gizi adalah berat badan (kg) dibagi tinggi badan (meter) 2, dimana jika ditinjau dari penggunaannya lebih mudah dan praktis. Gizi kurang IMT : < 18,5 kg/m 2, normal IMT: ,9 kg/m 2, overweight IMT: 25-29,9 kg/m 2, dan obesitas IMT: > 30 kg/m 2 (WHO, 1995). Status gizi yang buruk akan menyebabkan daya tahan tubuh seseorang menurun, sehingga seseorang akan mudah terinfeksi oleh mikroba, mudah terserang infeksi seperti batuk, pilek, diare dan berkurangnya kemampuan tubuh untuk melakukan detoksifikasi terhadap benda
25 asing seperti debu kayu yang masuk ke dalam tubuh. Berkaitan dengan infeksi saluran pernafasan apabila terjadi secara berulang-ulang dan disertai batuk berdahak akan dapat menyebabkan terjadinya bronkitis kronis (Budiono, 2002). Penyebab terjadinya penurunan status gizi pada PPOK disebabkan oleh penurunan asupan makanan dan peningkatan energi yang dikeluarkan yang berhubungan dengan tingkat keparahan PPOK dan juga efek faktor humoral seperti inflamasi, sitokin, adiponektin dan hormon. Pada PPOK terjadi gangguan sistem inflamasi di paru yang ditandai dengan peningkatan produksi sitokin proinflamasi seperti IL-6, IL-8, TNFα dan kemokin (Gan dkk., 2004). Adiponektin berhubungan dengan IMT pada PPOK, pada IMT< 18,5 kg/m 2 terjadi peningkatan adiponektin yang signifikan dalam darah dibandingkan dengan IMT 18,5 kg/m 2, hal ini akibat dari berkurangnya lemah tubuh. Pada PPOK dengan IMT < 18,5 kg/m 2 menunjukkan median IL-6 dan IL-8 lebih tinggi dan nilai CRP lebih rendah dibandingkan dengan IMT 18,5 kg/m 2 (Tomado dkk., 2007) Pengaruh rokok terhadap interleukin-8 Rokok pada waktu dibakar akan menghasilkan reaksi fisikokimiawi. Reaksi ini akan menghasilkan berbagai zat yang sangat berbahaya, seperti karbon monoksida dan karbon dioksida (pada zone pembakaran), serta berbagai senyawa kimia lain, seperti nitrosamine, fitosterol, formaldehid, asetaldehid, benzene, hydrogen sianida serta logam (pada zone distilasi). Sebagian besar senyawa yang dihasilkan dari proses pembakaran tersebut terbukti bersifat karsinogenik. Pada sistem pernafasan mengakibatkan peningkatan morbiditas dan mortalitas yang sangat signifikan. Lebih dari setengah partikel yang terhisap dari asap rokok akan
26 mengendap pada paru dan mengakibatkan perubahan pada struktur dan fungsi paru dan saluran pernafasan (Aditama, 1996). Merokok menimbulkan efek pada bronkus, bronkiolus dan parenkim paru. Pada saluran nafas yang besar seperti bronkus, rokok mempunyai efek pada struktur dan fungsi pengeluaran mukus oleh kelenjar mukus, peningkatan jumlah dan ukuran berperan pada produksi mukus yang berlebihan di saluran nafas. Saluran nafas menjadi tebal karena hipertropi dan hiperplasi kelenjar mukus, sama seperti masuknya sel-sel inflamasi (makrofag, neutrofil dan sitotoksin) pada dinding saluran nafas. Penebalan dinding saluran nafas menyebabkan berkurangnya ukuran lumen saluran nafas dan adanya dahak dalam lumen menyebabkan berkurangnya patensi saluran nafas. Pengeluaran berbagai mediator dari sel-sel inflamasi termasuk leukotrin, interleukin-8 dan TNF-α berperan terhadap kerusakan jaringan dan menambah proses inflamasi pada saluran nafas dan parenkim paru. Stres oksidatif yang terjadi akibat dari adanya bahan oksigen reaktif pada rokok atau pelepasan sel-sel inflamasi berperan pada proses patologis (Kimberly, 2007). Pada saat bersamaan, sebagian besar mukus dihasilkan pada saluran nafas yang besar. Pembersihan mukus tersebut tergantung efek rokok terhadap kerja silia yang terdapat pada lumen bronkus. Penebalan struktur pada silia setelah paparan dalam jangka waktu lama dari rokok menyebabkan penurunan mucociliary clearence. Efek merokok terhadap produksi mukus, mucociliary clearance dan inflamasi jalan nafas menunjukkan hubungan signifikan antara merokok dan gejala bronkitis kronik (Kimberly, 2007).
B A B I PENDAHULUAN. penyakit akibat pajanan debu tersebut antara lain asma, rhinitis alergi dan penyakit paru
B A B I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pajanan debu kayu yang lama dapat menyebabkan berbagai gangguan pada sistem pernafasan, pengaruh pajanan debu ini sering diabaikan sehingga dapat menimbulkan berbagai
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Patofisiologi Kelainan Paru akibat Paparan Uap/Gas BBM Secara fisiologis sebelum masuk ke paru udara inspirasi sudah dibersihkan dari partikel debu dan asap yang memiliki diameter
Lebih terperinciBAB 1 : PENDAHULUAN. Setiap tempat kerja selalu mengandung berbagai potensi bahaya yang dapat
BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap tempat kerja selalu mengandung berbagai potensi bahaya yang dapat mempengaruhi kesehatan tenaga kerja atau dapat menyebabkan timbulnya penyakit akibat kerja.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kerjanya. Potensi bahaya menunjukkan sesuatu yang potensial untuk mengakibatkan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tenaga kerja sebagai sumber daya manusia memegang peranan utama dalam proses pembangunan industri. Sehingga peranan sumber daya manusia perlu mendapatkan perhatian
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. akibat penggunaan sumber daya alam (Wardhani, 2001).
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan di bidang industri merupakan perwujudan dari komitmen politik dan pilihan pembangunan yang tepat oleh pemerintah untuk mewujudkan kesejahteraan bagi segenap
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. merupakan akibat buruk merokok, baik secara langsung maupun tidak langsung.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Merokok mengganggu kesehatan barangkali merupakan istilah yang tepat, namun tidak populer dan tidak menarik bagi perokok. Banyak orang sakit akibat merokok, tetapi orang
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. patofisiologi, imunologi, dan genetik asma. Akan tetapi mekanisme yang mendasari
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Asma Dari waktu ke waktu, definisi asma mengalami perubahan beberapa kali karena perkembangan dari ilmu pengetahuan beserta pemahaman mengenai patologi, patofisiologi,
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronik yang ditandai oleh hambatan aliran udara di saluran napas yang bersifat progressif nonreversibel
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. meningkatnya pendapatan masyarakat. Di sisi lain menimbulkan dampak
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor industri saat ini makin berkembang, dari satu sisi memberi dampak positif berupa bertambah luasnya lapangan kerja yang tersedia dan meningkatnya pendapatan masyarakat.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Penyakit Paru Obstruksi Kronik ( PPOK ) adalah penyakit paru kronik
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Paru Obstruksi Kronik ( PPOK ) adalah penyakit paru kronik yang ditandai dengan hambatan aliran udara saluran nafas, dimana hambatan aliran udara saluran nafas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pungkiri. Banyak penyakit telah terbukti menjadi akibat buruk dari merokok,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Merokok mengganggu kesehatan, kenyataan ini tidak dapat kita pungkiri. Banyak penyakit telah terbukti menjadi akibat buruk dari merokok, baik secara langsung maupun
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dunia sekarang mengalami penderitaan akibat dampak epidemik dari berbagai penyakit penyakit akut dan kronik yang semakin meningkat dari tahun ke tahun. Penyakit penyakit
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Perkembangan teknologi dan industri berdampak pula pada kesehatan.
1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Perkembangan teknologi dan industri berdampak pula pada kesehatan. Industri menimbulkan polusi udara baik di dalam maupun di luar lingkungan kerja sehingga
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ISPA adalah suatu infeksi pada saluran nafas atas yang disebabkan oleh. yang berlangsung selama 14 hari (Depkes RI, 2010).
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi saluran pernafasan atas atau yang selanjutnya disingkat dengan ISPA adalah suatu infeksi pada saluran nafas atas yang disebabkan oleh masuknya mikroorganisme
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Merokok merupakan sebuah kebiasaan yang telah membudaya bagi masyarakat di sekitar kita. Di berbagai wilayah perkotaan sampai pedesaan, dari anak anak sampai orang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28 ayat (1) menyebutkan bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Penurunan jumlah ookista dalam feses merupakan salah satu indikator bahwa zat yang diberikan dapat berfungsi sebagai koksidiostat. Rataan jumlah ookista pada feses ayam berdasarkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. manusia dapat lebih mudah memenuhi kebutuhan hidupnya. Keadaan tersebut
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keadaan lingkungan dapat mempengaruhi kondisi kesehatan masyarakat. Banyak aspek kesejahteraan manusia dipengaruhi oleh lingkungan, dan banyak penyakit dapat dimulai,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Penyakit saluran nafas banyak ditemukan secara luas dan berhubungan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit saluran nafas banyak ditemukan secara luas dan berhubungan erat dengan lamanya pajanan terhadap debu tertentu karena pada dasarnya saluran pernafasan merupakan
Lebih terperinciLAPORAN PRAKTIKUM PENGUKURAN DEBU MENGGUNAKAN PERSONAL DUST SAMPLER (PDS)
LAPORAN PRAKTIKUM PENGUKURAN DEBU MENGGUNAKAN PERSONAL DUST SAMPLER (PDS) Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Laboratorium Kesehatan Kerja Dosen Pengampu : Drs. Herry Koesyanto, MS Nama Kelompok :
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang yang sedang giat-giatnya melaksanakan pembangunan dalam segala bidang kehidupan. Perkembangan perekonomian di Indonesia yang
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. negara di seluruh dunia (Mangunugoro, 2004 dalam Ibnu Firdaus, 2011).
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Asma merupakan masalah kesehatan masyarakat yang serius di berbagai negara di seluruh dunia (Mangunugoro, 2004 dalam Ibnu Firdaus, 2011). Asma merupakan penyakit inflamasi
Lebih terperinciTEORI SISTEM IMUN - SMA KELAS XI SISTEM IMUN PENDAHULUAN
TEORI SISTEM IMUN - SMA KELAS XI SISTEM IMUN PENDAHULUAN Sistem Imun merupakan semua mekanisme pertahanan yang dapat dimobilisasi oleh tubuh untuk memerangi berbagai ancaman invasi asing. Kulit merupakan
Lebih terperinciMekanisme Pertahanan Tubuh. Kelompok 7 Rismauzy Marwan Imas Ajeung P Andreas P Girsang
Mekanisme Pertahanan Tubuh Kelompok 7 Rismauzy Marwan Imas Ajeung P Andreas P Girsang Imunitas atau kekebalan adalah sistem mekanisme pada organisme yang melindungi tubuh terhadap pengaruh biologis luar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gastritis adalah suatu kondisi medis yang ditandai dengan peradangan pada lapisan lambung. Berbeda dengan dispepsia,yang bukan merupakan suatu diagnosis melainkan suatu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 8,7% di tahun 2001, dan menjadi 9,6% di tahun
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Asma merupakan penyakit kronik yang sering ditemukan dan merupakan salah satu penyebab angka kesakitan pada anak di seluruh dunia. Di negara maju dan negara berkembang
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 10 juta jiwa, dan 70% berasal dari negara berkembang, salah satunya Indonesia
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perilaku merokok merupakan salah satu ancaman terbesar kesehatan masyarakat dunia. Menurut laporan status global WHO (2016), perilaku merokok telah membunuh sekitar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menyebabkan terjadinya penyakit paru kronik (Kurniawidjaja,2010).
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Paru-paru merupakan alat ventilasi dalam sistem respirasi bagi tubuh, fungsi kerja paru dapat menurun akibat adanya gangguan pada proses mekanisme faal yang salah satunya
Lebih terperinciSISTEM IMUN (SISTEM PERTAHANAN TUBUH)
SISTEM IMUN (SISTEM PERTAHANAN TUBUH) FUNGSI SISTEM IMUN: Melindungi tubuh dari invasi penyebab penyakit; menghancurkan & menghilangkan mikroorganisme atau substansi asing (bakteri, parasit, jamur, dan
Lebih terperinciINSUFISIENSI PERNAFASAN. Ikbal Gentar Alam ( )
1 INSUFISIENSI PERNAFASAN Ikbal Gentar Alam (131320090001) Pendahuluan 2 Diagnosa dan pengobatan dari penyakit penyakit respirasi tergantung pada prinsip dasar respirasi dan pertukaran gas. Penyakit penyakit
Lebih terperinciBAB 1 : PENDAHULUAN. Udara tersebut berbentuk gas dan terdapat dimana-mana, sehingga akibatnya
BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia setiap detik selama hidupnya akan membutuhkan udara. Secara ratarata manusia tidak dapat mempertahankan hidup tanpa udara lebih dari tiga menit. Udara tersebut
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pencemaran serta polusi. Pada tahun 2013 industri tekstil di Indonesia menduduki
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peningkatan pembangunan dan penggunaan teknologi di sektor industri berdampak positif terhadap peningkatan kualitas hidup dan pendapatan namun juga berdampak negatif
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bahaya tersebut diantaranya bahaya faktor kimia (debu, uap logam, uap),
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tenaga kerja sebagai sumber daya manusia memegang peranan utama dalam proses pembangunan industri. Resiko bahaya yang dihadapi oleh tenaga kerja adalah bahaya kecelakaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini pencemaran udara telah menjadi masalah kesehatan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dewasa ini pencemaran udara telah menjadi masalah kesehatan lingkungan utama di dunia, khususnya di negara berkembang, baik pencemaran udara dalam ruangan maupun udara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. di seluruh dunia telah mendorong lahirnya era industrialisasi. Dalam
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan jumlah penduduk yang semakin meningkat dengan pesat di seluruh dunia telah mendorong lahirnya era industrialisasi. Dalam perkembangan industrialisasi dan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. solusi alternatif penghasil energi ramah lingkungan.
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan industri pengolahan kelapa sawit di Indonesia mengalami peningkatan yang sangat signifikan. Hal ini disebabkan tingginya permintaan atas Crude Palm Oil
Lebih terperinciSMP JENJANG KELAS MATA PELAJARAN TOPIK BAHASAN IX (SEMBILAN) ILMU PENGETAHUAN ALAM (IPA) SISTEM PERNAPASAN MANUSIA. A. Organ-Organ Pernapasan
JENJANG KELAS MATA PELAJARAN TOPIK BAHASAN SMP IX (SEMBILAN) ILMU PENGETAHUAN ALAM (IPA) SISTEM PERNAPASAN MANUSIA A. Organ-Organ Pernapasan Bernapas merupakan proses yang sangat penting bagi manusia.
Lebih terperinciOrgan yang Berperan dalam Sistem Pernapasan Manusia. Hidung. Faring. Laring. Trakea. Bronkus. Bronkiolus. Alveolus. Paru-paru
Exit Hidung Faring Organ yang Berperan dalam Sistem Pernapasan Manusia Laring Trakea Bronkus Bronkiolus Alveolus Paru-paru Hidung Hidung berfungsi sebagai alat pernapasan dan indra pembau. Pada hidung
Lebih terperinciPertukaran gas antara sel dengan lingkungannya
Rahmy Sari S.Pd PERNAPASAN/RESPIRASI Proses pengambilan oksigen, pengeluaran karbondioksida (CO 2 ), dan menghasilkan energi yang dibutuhkan tubuh) Pertukaran gas antara sel dengan lingkungannya Pernapasan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perdagangan bebas sehingga jumlah tenaga kerja yang berkiprah disektor
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada era globalisasi ini, Seluruh Negara dituntut untuk memasuki perdagangan bebas sehingga jumlah tenaga kerja yang berkiprah disektor industri akan bertambah sejalan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Merokok telah menjadi kebiasaan masyarakat dunia sejak ratusan tahun
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Merokok telah menjadi kebiasaan masyarakat dunia sejak ratusan tahun lalu. Sekitar satu milyar penduduk dunia merupakan perokok aktif dan hampir 80% dari total tersebut
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berbahaya bagi kesehatan pekerja (Damanik, 2015). cacat permanen. Jumlah kasus penyakit akibat kerja tahun
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia memiliki banyak tenaga kerja yang bekerja di sektor industri informal dan formal. Banyak industri kecil dan menengah harus bersaing dengan industri besar,
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. diperantarai oleh lg E. Rinitis alergi dapat terjadi karena sistem
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Definisi Rinitis Alergi (RA) menurut ARIA (Allergic Rhinitis and its Impact on Asthma) merupakan reaksi inflamasi pada mukosa hidung akibat reaksi hipersensitivitas
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
18 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil uji tantang virus AI H5N1 pada dosis 10 4.0 EID 50 /0,1 ml per ekor secara intranasal menunjukkan bahwa virus ini menyebabkan mortalitas pada ayam sebagai hewan coba
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ini. Udara berfungsi juga sebagai pendingin benda-benda yang panas, penghantar bunyi-bunyian,
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Udara merupakan salah satu unsur atau zat yang sangat penting setelah air. Seluruh makhluk hidup membutuhkan udara sebagai oksigen demi kelangsungan hidupnya di muka
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ATP (Adenosin Tri Phospat) dan karbon dioksida (CO 2 ) sebagai zat sisa hasil
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Paru merupakan salah satu organ vital yang berfungsi sebagai tempat pertukaran gas oksigen (O 2 ) yang digunakan sebagai bahan dasar metabolisme dalam tubuh.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bensin diperoleh dari penyulingan minyak bumi. Produk minyak bumi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bensin diperoleh dari penyulingan minyak bumi. Produk minyak bumi mengandung ratusan komponen organik rantai pendek, senyawa rantai pendek volatile dan rantai panjang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Bronkitis menurut American Academic of Pediatric (2005) merupakan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bronkitis menurut American Academic of Pediatric (2005) merupakan penyakit umum pada masyarakat yang di tandai dengan adanya peradangan pada saluran bronchial.
Lebih terperinciJenis Rokok Kandungan Rokok
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Rokok 2.1.1. Defenisi Rokok Merokok adalah membakar tembakau yang kemudian dihisap asapnya baik menggunakan rokok maupun menggunakan pipa. Rokok adalah silinder dari kertas
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Angka kejadian penyakit asma akhir-akhir ini mengalami peningkatan dan relatif sangat tinggi dengan banyaknya morbiditas dan mortalitas. WHO memperkirakan 100-150 juta
Lebih terperinciSISTEM PERNAPASAN PADA MANUSIA
SISTEM PERNAPASAN PADA MANUSIA Pernapasan manusia meliputi proses inspirasi dan ekspirasi Inspirasi : pemasukan udara luar ke dalam tubuh melalui alat pernapasan Ekspirasi :pengeluaran udara pernapasan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Silika adalah senyawa kimia silikon dioksida (SiO2) yang merupakan salah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Silika adalah senyawa kimia silikon dioksida (SiO2) yang merupakan salah satu mineral dengan jumlah terbanyak di bumi. Sebagian besar silika terdapat dalam bentuk kristalin,
Lebih terperinciASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN. SISTEM IMUNITAS
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN. SISTEM IMUNITAS Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Gangguan Sistem Immunitas Niken Andalasari Sistem Imunitas Sistem imun atau sistem kekebalan tubuh
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dermatitis alergika adalah suatu peradangan pada kulit yang didasari oleh reaksi alergi/reaksi hipersensitivitas tipe I. Penyakit yang berkaitan dengan reaksi hipersensitivitas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. saluran nafas yang menyebabkan gangguan kesehatan saat partikel tersebut
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Debu adalah salah satu pajanan yang utama dari lingkungan pekerjaan. Bekerja di lingkungan yang berdebu menyebabkan terhirupnya partikel debu oleh saluran nafas yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. membahayakan terhadap keselamatan dan kesehatan para pekerja di tempat
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan industri di Indonesia dewasa ini maju sangat pesat, seiring dengan tuntutan berbagai kebutuhan bermacam produk. Penerapan teknologi berbagai bidang tersebut
Lebih terperinciMENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS
MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS KD 3.8. Menjelaskan mekanisme pertahanan tubuh terhadap benda
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kesehatan pekerja di suatu perusahaan penting karena menjadi salah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan pekerja di suatu perusahaan penting karena menjadi salah satu investasi perusahaan dengan kata lain ketika pekerja sehat akan menghasilkan produksi perusahaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. keselamatan kerja ditempat kerja. Dalam pekerjaan sehari - hari pekerjaan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era globalisasi sekarang ini menuntut pelaksanaan kesehatan dan keselamatan kerja ditempat kerja. Dalam pekerjaan sehari - hari pekerjaan akan terpajan dengan berbagai
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. dapat menyebabkan penyakit paru (Suma mur, 2011). Penurunan fungsi paru
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lingkungan kerja yang penuh oleh debu, uap dan gas dapat mengganggu produktivitas dan sering menyebabkan gangguan pernapasan serta dapat menyebabkan penyakit paru (Suma
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sektor kehidupan seperti gangguan sosioekonomi, dampak politik dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebakaran hutan telah menjadi masalah bukan hanya di Indonesia tetapi juga berdampak regional di Asia Tenggara yang berpengaruh terhadap berbagai sektor kehidupan seperti
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mengimpor dari luar negeri. Hal ini berujung pada upaya-upaya peningkatan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era industrialisasi di Indonesia kini telah memasuki masa dimana upaya swasembada bahan pokok sangat diupayakan agar tidak melulu mengimpor dari luar negeri. Hal
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. lagi dengan diberlakukannya perdagangan bebas yang berarti semua produkproduk
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam era globalisasi dengan kemajuan di bidang teknologi telekomunikasi dan transportasi, dunia seakan tanpa batas dan jarak. Dengan demikian pembangunan sumber
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. napas, batuk kronik, dahak, wheezing, atau kombinasi dari tanda tersebut.
1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah inflamasi saluran napas kecil. Pada bronkitis kronik terdapat infiltrat dan sekresi mukus di saluran pernapasan. Sedangkan
Lebih terperinciDi seluruh dunia dan Amerika, dihasilkan per kapita peningkatan konsumsi fruktosa bersamaan dengan kenaikan dramatis dalam prevalensi obesitas.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Saat ini studi tentang hubungan antara makanan dan kesehatan memerlukan metode yang mampu memperkirakan asupan makanan biasa. Pada penelitian terdahulu, berbagai upaya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Makanan adalah sumber kehidupan. Di era modern ini, sangat banyak berkembang berbagai macam bentuk makanan untuk menunjang kelangsungan hidup setiap individu. Kebanyakan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Penyakit tidak menular (PTM), merupakan penyakit kronis, tidak ditularkan dari orang ke orang, mempunyai durasi yang panjang dan umumnya berkembang lambat. Empat jenis
Lebih terperinciFaktor Risiko Terdapat beberapa faktor-faktor yang dapat memicu terjadi PPOK ini, yaitu: a. Kebiasaan merokok
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) 2.1.1. Definisi PPOK adalah penyakit paru kronik yang ditandai oleh hambatan aliran udara di saluran napas yang bersifat progresif nonreversibel
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Asma merupakan penyakit kronis saluran pernapasan yang sering dijumpai
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Asma Asma merupakan penyakit kronis saluran pernapasan yang sering dijumpai pada masa kanak-kanak. Merupakan salah satu reaksi hipersentivitas saluran napas, baik saluran
Lebih terperinciBAB V PEMBAHASAN. Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil penelitian yang telah dianalisis
BAB V PEMBAHASAN Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil penelitian yang telah dianalisis dengan uji one way ANOVA kemudian dilanjutkan dengan uji Post Hoc Test membuktikan bahwa adanya perbedaan pengaruh
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Faktor lingkungan kerja merupakan salah satu penyebab timbulnya penyakit
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Faktor lingkungan kerja merupakan salah satu penyebab timbulnya penyakit akibat kerja. Potensi bahaya dapat ditimbulkan dari aktivitas kegiatan di tempat kerja setiap
Lebih terperinciDAMPAK PEMANFAATAN BATUBARA TERHADAP KESEHATAN. Dit. Penyehatan Lingkungan Ditjen PP & PL DEPKES
DAMPAK PEMANFAATAN BATUBARA TERHADAP KESEHATAN Dit. Penyehatan Lingkungan Ditjen PP & PL DEPKES Jenis batubara BATUBARA? C (%) H (%) O (%) N (%) C/O Wood 50,0 6,0 43,0 1,0 1,2 Peat 59,0 6,0 33,0 2,0 1,8
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Hubungan antara..., Dian Eka Sutra, FKM UI, Universitas Indonesia
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Polusi udara merupakan masalah lingkungan global yang terjadi di seluruh dunia. Berdasarkan data dari World Health Organization (WHO), polusi udara menyebabkan kematian
Lebih terperinciIDENTIFIKASI KADAR DEBU DI LINGKUNGAN KERJA DAN KELUHAN SUBYEKTIF PERNAFASAN TENAGA KERJA BAGIAN FINISH MILL
Aditya S.A., dan Denny A., Identifikasi Kadar Debu di Lingkungan Kerja IDENTIFIKASI KADAR DEBU DI LINGKUNGAN KERJA DAN KELUHAN SUBYEKTIF PERNAFASAN TENAGA KERJA BAGIAN FINISH MILL Identification of Dust
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. oleh reaksi alergi pada pasien atopi yang sebelumnya sudah. mediator kimia ketika terjadi paparan ulangan pada mukosa hidung
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Rhinitis alergi adalah penyakit inflamasi yang disebabkan oleh reaksi alergi pada pasien atopi yang sebelumnya sudah tersensitisasi dengan alergen yang sama
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pencemaran udara merupakan satu atau lebih substansi fisik, kimia,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pencemaran udara merupakan satu atau lebih substansi fisik, kimia, atau biologi di atmosfer dalam jumlah yang dapat membahayakan kesehatan manusia, hewan, dan tumbuhan,
Lebih terperinciPengertian Bahan Kimia Berbahaya dan Beracun Bahan kimia berbahaya adalah bahan kimia yang memiliki sifat reaktif dan atau sensitif terhadap
Pengertian Bahan Kimia Berbahaya dan Beracun Bahan kimia berbahaya adalah bahan kimia yang memiliki sifat reaktif dan atau sensitif terhadap perubahan/kondisi lingkungan yang dengan sifatnya tersebut dapat
Lebih terperinciDampak Kabut Asap Kebakaran Hutan Terhadap Kesehatan
Dampak Kabut Asap Kebakaran Hutan Terhadap Kesehatan Pekanbaru, 29 Maret, 2013 1 Tujuan Setelah mengikuti presentasi ini, peserta mampu : Mengetahui kondisi terkini hotspot kebakaran hutan di Sumatra Mengetahui
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berkembang dari tahun ke tahun. Peningkatan dan perkembangan ini
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemajuan sektor industri di Indonesia semakin meningkat dan berkembang dari tahun ke tahun. Peningkatan dan perkembangan ini sejalan dengan peningkatan antara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. maupun di luar rumah, baik secara biologis, fisik, maupun kimia. Partikel
1 BAB I PENDAHULUAN A. LatarBelakang Masalah Menurut International Labor Organisasion (ILO) setiap tahun terjadi 1,1 juta kematian yang disebabkan oleh penyakit atau yang disebabkan oleh pekerjaan. Ada
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kesehatan kerjanya. Resiko yang dihadapi oleh tenaga kerja adalah bahaya
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Tenaga kerja sebagai sumber daya manusia memegang peranan utama dalam proses pembangunan industri. Oleh karena itu peranan sumber daya manusia perlu mendapat perhatian
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflamasi merupakan reaksi lokal jaringan terhadap infeksi atau cedera dan melibatkan lebih banyak mediator
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflamasi merupakan reaksi lokal jaringan terhadap infeksi atau cedera dan melibatkan lebih banyak mediator dibanding respons imun yang didapat. Inflamasi dapat diartikan
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Jumlah Total Leukosit Pada Tikus Putih Leukosit atau disebut dengan sel darah putih merupakan sel darah yang berperan dalam sistem pertahanan tubuh dan merespon kekebalan tubuh
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. jenis kanker yang mempunyai tingkat insidensi yang tinggi di dunia, dan kanker kolorektal) (Ancuceanu and Victoria, 2004).
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Insiden penyakit kanker di dunia mencapai 12 juta penduduk dengan PMR 13%. Diperkirakan angka kematian akibat kanker adalah sekitar 7,6 juta pada tahun 2008. Di negara
Lebih terperinciPENGANTAR TOKSIKOLOGI INDUSTRI Pengertian Toksikologi merupakan ilmu yang mempelajari pengaruh merugikan suatu zat/bahan kimia pada organisme hidup atau ilmu tentang racun. Bahan toksik atau racun adalah
Lebih terperinciMaterial Safety Data Sheet
0 1 0 Health 1 Fire 0 Reactivity 0 Nama: Calcium sulfate Rumus Kimia: BaSO4 Material Safety Data Sheet Calcium Sulfate MSDS Bagian 1: Identifikasi Produk Personal Protection E Bagian 2: Identifikasi Bahaya
Lebih terperinciBAB 1 : PENDAHULUAN. udara, dan paling banyak terjadi pada negara berkembang. (1) Udara merupakan salah
BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah kesehatan lingkungan di dunia yang utama adalah pencemaran udara, dan paling banyak terjadi pada negara berkembang. (1) Udara merupakan salah satu komponen
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Rokok merupakan gulungan tembakau yang dirajang dan diberi cengkeh
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Rokok 1. Pengertian Rokok Rokok merupakan gulungan tembakau yang dirajang dan diberi cengkeh kemudian dibungkus dengan kertas rokok berukuran panjang 70 120 mm dengan diameter
Lebih terperinciPENGARUH KEBIASAAN MEROKOK TERHADAP DAYA TAHAN JANTUNG PARU
PENGARUH KEBIASAAN MEROKOK TERHADAP DAYA TAHAN JANTUNG PARU SKRIPSI Disusun Untuk Memenuhi Persyaratan Dalam Mendapatkan Gelar Sarjana Sains Terapan Fisioterapi Disusun Oleh : DIMAS SONDANG IRAWAN J 110050028
Lebih terperinciBronkitis pada Anak Pengertian Review Anatomi Fisiologi Sistem Pernapasan
Bronkitis pada Anak 1. Pengertian Secara harfiah bronkitis adalah suatu penyakit yang ditanda oleh inflamasi bronkus. Secara klinis pada ahli mengartikan bronkitis sebagai suatu penyakit atau gangguan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. progressif nonreversibel atau reversibel parsial. PPOK terdiri dari
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit paru obstruksi kronis (PPOK) merupakan penyakit yang perlu diwaspadai karena penyakit ini merupakan penyebab kematian dengan nomor urut lima di Indonesia.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Konsumsi rokok sudah menjadi gaya hidup baru bagi masyarakat di seluruh dunia. Menurut laporan WHO yang ditulis dalam Tobacco Atlas tahun 2012, konsumsi rokok terus
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Penyakit Tuberkulosis (TB) Paru merupakan penyakit infeksi kronis yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini masih merupakan masalah kesehatan
Lebih terperinciCATATAN SINGKAT IMUNOLOGI
CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI rina_susilowati@ugm.ac.id Apakah imunologi itu? Imunologi adalah ilmu yang mempelajari sistem imun. Sistem imun dipunyai oleh berbagai organisme, namun pada tulisan ini sistem
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kesehatan pekerja dan akhirnya menurunkan produktivitas. tempat kerja harus dikendalikan sehingga memenuhi batas standard aman,
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tempat kerja merupakan tempat dimana setiap orang mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan diri sendiri maupun keluarga yang sebagian besar waktu pekerja dihabiskan
Lebih terperinciPENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Udara sebagai salah satu komponen lingkungan merupakan kebutuhan yang paling utama untuk mempertahankan kehidupan. Metabolisme dalam tubuh makhluk hidup tidak mungkin dapat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Merokok merupakan salah satu gaya hidup masyarakat yang sangat berpengaruh terhadap
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Merokok merupakan salah satu gaya hidup masyarakat yang sangat berpengaruh terhadap kesehatan manusia. Seseorang yang telah lama merokok mempunyai prevalensi tinggi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Hubungan parameter..., Duniantri Wenang Sari, FKM 2 UI, Universitas Indonesia
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Jakarta sebagai kota metropolitan di Indonesia memiliki berbagai masalah, salah satu isu yang sedang hangat diperbincangkan adalah masalah pencemaran udara. Menurut
Lebih terperinciPRAKIRAAN DAMPAK KEGIATAN TERHADAP KESMAS
PRAKIRAAN DAMPAK KEGIATAN TERHADAP KESMAS PENINGKATAN KUALITAS HIDUP MASYARAKAT PEMERINTAH PEMILIK USAHA SEHAT, merupakan suatu keadaan sejahtera (badan, jiwa,dan sosial). Hidup Produktif - Sosial - Ekonomi
Lebih terperinciBAB 1 : PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi suatu negara atau bahkan roda perekonomian dunia. Sektor industri telah
BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kegiatan industri saat ini menjadi sektor yang tidak dapat dipisahkan dalam pembangunan ekonomi suatu negara atau bahkan roda perekonomian dunia. Sektor industri
Lebih terperinci