PANDUAN SKILL LAB / KETERAMPILAN KLINIS DASAR MODUL 5.2 INDRA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PANDUAN SKILL LAB / KETERAMPILAN KLINIS DASAR MODUL 5.2 INDRA"

Transkripsi

1 PANDUAN SKILL LAB / KETERAMPILAN KLINIS DASAR MODUL 5.2 INDRA Penyusun: Prof. DR. dr.suprihati, MSc, Sp.THT-KL (K) dr. Yanuar Iman Santosa Sp. THT-KL DR. dr. Fifin Luthfia Rahmi, MS, SpM(K) dr. Riski Prihatningtias, Sp.M FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO

2 DAFTAR ISI Judul...1 Tim Penyusun...1 Daftar Isi...2 Daftar topik KKD Indra...3 Deskripsi singkat...4 Materi KKD Mata...5 A. Anatomi mata...5 B. Lintasan visual...9 C. Reflek pupil...10 D. Gerakan mata...10 E. Cara pemeriksaan mata Pemeriksaan visus Pemeriksaan otot ekstra okuler Pemeriksaan lapang pandang Pemeriksaan segmen anterior...15 Checklist pemeriksaan visus...18 Checklist pemeriksaan segmen anterior...20 Checklist pemeriksaan lapang pandang...21 Materi KKD THT Pemakaian lampu kepala Posisi duduk Pemeriksaan telinga Pemeriksaan hidung Pemeriksaan fungsi pendengaran... a. Tes bisik... b. Tes garpu tala... i. Tes Weber... ii. Tes Rine... iii. Tes Schwabach... Checklist pemeriksaan rinoskopi anterior... Checklist pemeriksaan telinga... Checklist pemeriksaan tenggorok... Checklist pemeriksaan garpu tala... 2

3 DAFTAR TOPIK KETRAMPILAN KLINIS No Tema Waktu 1. Keterampilan Klinis Dasar Mata I Minggu I Pemeriksaan visus dasar dan koreksi sederhana Pemeriksaan segmen anterior bola mata (reflek pupil) Tonometry 2. Keterampilan Klinis Dasar diagnostik THT (I) Minggu II Pemeriksaan Telinga Rhinoskopi Anterior Pemeriksaan Tenggorok Manuver Valsalva + Toyn Be (4A) Tes pendengaran Tes garpu tala (Weber, Rinne, Schwabach) (4A) Tes pendengaran, tes bisik (4A) 3. Keterampilan Klinis Dasar Mata II Minggu III Pemeriksaan segmen posterior (funduskopi) Pemeriksaan lapang pandang Pemeriksaan buta warna 4. Keterampilan Klinis Dasar diagnostik THT (II) + Terapetik Tes pendengaran Pemeriksaan pendengaran pada anak-anak (4A) Intepretasi hasil Audiometri tone (3) Pembersihan liang telinga luar dengan usapan (4A) Pengambilan serumen menggunakan kait atau kuret (4A) Pengambilan benda asing di telinga (4A) Minggu IV 3

4 DESKRIPSI SINGKAT Pelatihan pemeriksaan Indra dalam kondisi fisiologis merupakan bagian dari pelatihan ketrampilan klinik dasar, sebagai bekal untuk proses pembelajaran selanjutnya. Sedangkan pelatihan pemeriksaan Indra dalam kondisi patologis dilakukan dengan cara simulasi menggunakan kasus. Pelatihan dilakukan menggunakan model pemeriksaan antar teman (role play) dengan dibantu alat-alat pemeriksaan yang sederhana dan disesuaikan dengan kompetensi dokter untuk pelayanan primer. Kompetensi yang diharapkan: Mahasiswa diharapkan mampu untuk melakukan pemeriksaan Indra dalam kondisi fisiologis dan patologis (simulasi) dengan menerapkan komunikasi efektif serta prosedur yang benar dan legeartis. Kebutuhan peralatan (untuk 1 kelompok): 1. 4 set meja dokter-pasien (1 meja, 2 kursi berhadapan) 2. 1 tempat tidur, 1 bantal, 1 selimut Otoskop 4. 4 Head Lamp 5. 2 Snellen Chart (1 Huruf, 1 simbol) 6. 1 Ishihara Book 7. 4 set Spekulum hidung berbagai ukuran 8. 4 set Garpu Tala berbagai frekuensi 9. 4 Senter Spatula lidah Kaca laring Corong telinga 4

5 MATERI KKD MATA A. ANATOMI MATA Perhatikan bahwa kelopak mata atas biasanya menutupi sebagian (kurang lebih 2mm) dari iris, tetapi tidak menutupi pupil. Daerah yang terbuka di antara kelopak atas dan kelopak bawah sebut fisura palpebra. Sklera di daerah perifer kadang-kadang berwarna agak kekuningan, yang harus dibedakan dengan warna kuning pada ikterus. Pada orang kulit berwarna kadang terdapat beberapa bercak coklat. Selain kornea, bagian dari bola mata yang tampak dari depan dilapisi konjungtiva. Pada tepi kornea (limbus), konjungtiva menyatu dengan epitel kornea. Sebagian dari konjungtiva beserta pembuluh darahnya melapisi sclera dengan longgar dan disebut konjungtiva bulbi. Ke atas dan ke bawah konjungtiva bulbi membentuk cekungan yang kemudian melipat ke depan menyatu dengan jaringan pada kelopak mata (konjungtiva palpebra). Kelopak mata diberi bentuk oleh suatu pita jaringan pengikat yang tipis dan disebut tarsus. Di dalam tiap tarsus terdapat barisan kelenjar Meibom yang bermuara di dekat tepi posterior kelopak mata. Kelenjar ini mensekresikan material sebaceous yang membatasi kelopak mata. Otot levator palpebra yang bertugas mengangkat kelopak mata atas inervasi oleh dua macam syaraf, yaitu n. oculomotorius dan system saraf simpatis. 5

6 Kornea dan konjungtiva dibasahi oleh sekresi kelenjar air mata dan dari konjungtiva sendiri. Kelenjar air mata terletak di dalam tulang orbita, di sebelah atas dan lateral bola mata. Air mata akan disebarkan ke seluruh permukaan bola mata dan keluar melalui dua buah lubang kecil disebut puncta lakrimalis, kemudian masuk ke suatu kantong (sacus lakrimalis), dan mengalir ke hidung melalui kanalis sakrolakrimalis. 6

7 Pada polus posterior mata, permukaan retina mengalami suatu cekungan kecil, yaitu fovea sentralis yang merupakan titik pusat penglihatan. Retina di sekitar titik disebut macula. Nervus opticus bersama dengan pembuluh darah retina masuk bola mata di sebelah medial titik tersebut. Suatu cairan jernih yang disebut humour akuos mengisi kamera oculi anterior dan kamera oculi posterior. Humor akuos diproduksi korpus siliaris, mengalir dari 7

8 kamera oculi posterior ke kamera oculi anterior melalui pupil dan kemudian keluar melalui kanalis Schlemm. Tekanan bola mata sebagian besar dipengaruhi oleh aliran humor akuos ini. B. LINTASAN VISUAL Agar terjadi bayangan yang jelas, sinar yang dipantulkan oleh suatu objek harus melewati kornea, humos akuos, lensa dan vitreus, lalu difokuskan pada retina. Bayangan yang terbentuk adalah terbalik. Sebagai respon atas ransangan ini, impuls saraf akan berjalan lewat retina, nervus optikus ke midbrain dan kemudian ke korteks visualis di lobus oksipitalis. Pada chiasma serabut nasal atau medial akan saling bersilangan. 8

9 C. REFLEK PUPIL pandangan. Ukuran diameter pupil akan berubah sebagai reaksi atas sinar dan jarak fokus 1. Reflek Cahaya : Seberkas sinar yang datang pada retina akan menyebabkan konstriksi pupil baik pada mata yang disinari (refleks langsung), maupun mata sebelahnya (refleks tidak langsung). 2. Reflek Dekat : Apabila seseorang mengubah fokus penglihatan kepada objek yang letaknya jauh ke objek yang dekat, maka mata akan mengadakan 3 macam reaksi: (1) pupil akan konstriksio (refleks dekat), (2) mata akan konvergesi, dan (3) lensa mata akan akan menjadi lebih cembung (akomodasi). D. GERAKAN MATA Gerakan tiap bola mata diatur oleh koordinasi dari enam macam otot, yaitu empat buah otot rektus dan dua otot oblikus. Fungsi tiap otot beserta saraf yang mensyarafinya dapat dites dengan meminta pasien menggerakkan mata ke arah aksi pokok otot tersebut. 9

10 E. CARA PEMERIKSAAN MATA Secara sistematis urutan pemeriksaan adalah sebagai berikut : (1) Tajam penglihatan (visus), (2) Pemeriksaan otot ekstraokuler, (3) Pemeriksaan lapang pandang, (4) Pemeriksaan segmen anterior, (5) Pemeriksaan segmen posterior. E.1.PEMERIKSAAN TAJAM PENGLIHATAN (VISUS) Visus seseorang ditentukan dengan cara membandingkan ketajaman orang tersebut dengan orang normal. Alat yang dipakai untuk memeriksa visus adalah kartu Snellen. Kartu ini digunakan pada jarak 5 atau 6 meter dari penderita. Pada pinggir tiap baris ada kode angka yang menunjukkan berapa meter huruf sebesar itu oleh mata normal masih bisa dibaca. Sebagai contoh : huruf terkecil yang masih bisa terbaca jelas adalah pada 10 meter, maka visus penderita itu adalah 6/10 (artinya penderita tersebut membaca huruf dengan jelas pada jarak 6 meter sedangkan mata normal mampu membaca sejauh 10 meter). Untuk penderita yang visusnya sangat buruk, digunakan objek hitungan jari tangan, goyangan tangan dan berkas cahaya. Masing-masing tanda tersebut dapat dilihat mata normal pada jarak 60m, 300m dan tidak terhingga jauhnya. 10

11 CARA PEMERIKSAAN : Penderita diminta duduk pada jarak 5-6 meter menghadap kartu Snellen. Apabila berkacamata, mintalah untuk melepas kaca matanya. Biasakan memeriksa mata kanan terlebih dahulu baru mata kiri. Mintalah penderita menutup mata kirinya dengan telapak tangan, tanpa tekanan. Penderita diminta melihat ke depan dengan santai, tanpa melirik atau mengkerutkan kelopak mata. Mintalah penderita mengidentifikasi angka atau huruf atau simbol yang tertera pada optotip Snellen, mulai dari atas sampai ke bawah. Bilamana penderita hanya mampu mengenali sampai pada baris 20m sementara jarak penderita adalah 5m, maka visusnya 5/20 (jangan disingkat menjadi ¼). Kalau dari baris itu ada yang salah tambahlah huruf F (false =salah). Bila tulisan terbesar tidak dapat terbaca, mintalah penderita menghitung jari yang anda acungkan mulai dari 1m, kemudian semakin mundur hingga jarak terjauh yang bisa dilihat penderita.bila penderita menghitung benar jumlah jari pada jarak 1 m, visusnya 1/60 bila pada 2 m visusnya 2/60 dst sampai maksimal 5/60. 11

12 Bila penderita tidak dapat melihat jari anda dari jarak 1m, lakukan pemeriksaan goyangan tangan. Goyangkan tangan di depan penderita dan mintalah penderita mengatakan arah goyangannya ke atas/vertical/ horizontal.bila dapat mengenal, visusnya 1/300. Bila penderita tidak dapat melihat goyangan tangan anda, lakukan pemeriksaan dengan lampu senter. Nyalakan lampu senter di depan penderita dan mintalah penderita menyebutkan apakah senter menyala dan dari arah mana. Bila penderita bisa menyebutkan dengan benar maka visusnya 1/tak terhingga. Bila arah cahaya bisa dikenal dengan benar maka visusnya ditambahkan proyeksi sinar baik. Menghitung jari, goyangan tangan dan berkas cahaya, masing-masing dapat dilihat mata normal pada jarak 60m, 300m dan tidak terhingga jauhnya, maka tajam penglihan dituliskan 1/60, 1/300, dan 1/ Bila cahaya tidak dikenal, maka tajam penglihatannya adalah 0 atau tidak ada persepsi cahaya. Lakukan hal yang sama pada mata kiri. E.2.PEMERIKSAAN OTOT EKSTRA OKULER CARA PEMERIKSAAN : Periksalah adanya kelemahan atau kelumpuhan otot ekstraokuler. Nyalakan senter dari jarak 60 cm tepat di depan penderita dan amatilah pantulan sinar senter pada kornea. Apabila pasangan bola mata sejajar akan tampak pantulan pada tengah pupil atau sedikit di sebelah medialnya. Periksa gerakan bola mata dengan meminta penderita untuk mengikuti gerakan ujung jari atau pensil yang anda gerakkan ke 6 arah. Arahkan pandangan pasien anda ke: 1. Kanan lurus 2. Kanan atas 3. Kanan bawah 4. Kiri lurus 12

13 5. Kiri atas 6. Kiri bawah Berhentilah sebentar pada posisi tangan anda berada di sebelah atas dan lateral untuk melihat ada tidaknya nistagmus. Perhatikan : 1. Apakah kedua mata selalu dalam keadaan sejajar atau ada deviasi? 2. Apakah ada nistagmus? 3. Hubungan antara kelopak mata dengan bola mata waktu penderita menggerakkan bola mata ke atas dan ke bawah. Dalam keadaan normal, kelopak mata sedikit menutupi iris selama gerakan ini. Mintalah penderita mengikuti gerakan pensil anda ke hidungnya, untuk memeriksa konvergensinya. Dalam keadaan normal, konvergensi dapat dipertahankan pada jarak 5 sampai 8 cm dari hidung. E.3.PEMERIKSAAN LAPANG PANDANG SECARA KONFRONTASI CARA PEMERIKSAAN : Cara ini merupakan cara pemeriksaan kasar untuk lapang pandang. Mintalah penderita untuk menutup satu mata tanpa menekannya, duduklah tepat di depan penderita dan sama tinggi dengan penderita. Tutuplah mata anda yang tepat berada di depan mata penderita yang ditutup (bila penderita menutup mata kanannya, anda menutup mata kiri anda) Dengan perlahan, gerakkan pensil atau objek kecil lainnya dari perifer ke arah tengah dari ke delapan arah dan mintalah penderita memberi tanda tepat ketika ia mulai melihat objek tersebut. 13

14 Selama pemeriksaan, jagalah agar objek selalu berjarak sama dari mata anda dan mata penderita, agar anda dapat membandingkan lapang pandang anda dengan lapang pandang pasien anda. E.4. PEMERIKSAAN SEGMEN ANTERIOR Segmen anterior adalah daerah sekitar mata, kelopak mata ke dalam kecuali vitreus dan retina. CARA PEMERIKSAAN : Penderita duduk di depan penderita pada jarak jangkauan tangan. Ruangan dibuat agak gelap. Lakukan pemeriksaan secara sistematis dari luar ke dalam. Gunakan lampu senter yang cukup terang dengan sinar yang terfokus baik. Biasakan memeriksa mata kanan dahulu baru mata kiri. Mulailah dengan memeriksa kelopak mata, bagaimana keadaan kulitnya, apakah terdapat tanda peradangan seperti hyperemia atau pembengkakan, tonjolan, dll Periksa lebar rima palpebrae, apakah sama kanan kiri. Dilihat daerah pupil, tertutup kelopak mata atau tidak dalam keadaan ptosis. Secara normal kelopak mata harus sama tinggi, selain itu bila kelopak mata diangkat maka harus simetris pula. Amati silia dan margo palpebra. Apakah ada silia yang tumbuh ke dalam ( entropion). Lihatlah dengan Lup (kaca pembesar) pada daerh akar bulu mata, 14

15 adakah keropeng, skuama atau kutu yang menempel. Perhatikan kontinuitas margo palpebra, warnanya, muara kelenjar meibom. Tekanan bola mata dapat diperiksa dengan kasar, yaitu dengan palpasi sclera bagian atas dari arah palpebra, bandingkan dengan mata normal. Pemeriksaan bola mata dapat dilakukan secara teliti dengan menggunakan tonometer Schiotz atau aplanasi Goldman Periksa konjungtiva bulbi apakah normal warnanya, corakan pembuluh darahnya, adakah penonjolan atau pembengkakan. Kalau perlu tariklah kelopak mata ke atas atau ke bawah agar daerah yang diperiksa dapat diamati. Amati warna sclera, adakah penipisan atau kelainan lainnya. Periksa konjungtiva palpebra inferior dengan meminta penderita melirik ke atas. Tangan kiri menarik palpebra inferior ke bawah sedangkan tangan kanan memegang senter. Amati warna permukaan dan adanya tonjolan atau kelainan lainnya. Konjungtiva palpebra superior diperiksa dengan meminta penderita melirik ke bawah dengan ibu jari dan telunjuk tangan kiri balikkan kelopak mata sehingga konjungtiva palpebra superior berada di luar. Kembalikan ke posisi semula setelah pemeriksaan. Periksa kornea, perhatikan kejernihan, bentuknya, ukuran, kecembungan dan adanya kelainan lain seperti pembuluh darah pterigium, dll. Periksalah bilik mata depan dengan sinar yang diarahkan dari depan maupun samping untuk mendapatkan kesan ukurannya (kedalaman), kejernihannya, dll. Periksalah reflek pupil secara langsung (direct) maupun tidak langsung (indirect). Pada refleks langsung jatuhkan sinar pada mata kanan dan amati pupil mata kanan. Sedangkan untuk refleks tidak langsung mata kanan, jatuhkan sinar pada mata kiri penderita dan amati refleks pupil mata kanan. 15

16 (reflek pupil direk) Perhatikan iris penderita. Nilai warna dan corakannya. Perhatikan apakah pupil bulat atau berbentuk lain. Perhatikan adakah kelainan iris seperti koloboma, sinekia anterior/ posterior,dll Lensa diperiksa dengan penyinaran terfokus tajam dengan arah lebih mendekati sumbu mata, kemudian periksa letak dan kejernihannya. 16

17 Checklist Keterampilan Pemeriksaan Visus No Aspek yang dinilai Skor Melakukan Persiapan : Memberikan penjelasan kepada pasien tentang pemeriksaan yang akan dilakukan 2 Meminta pasien duduk dengan jarak 20 feet (6 meter) dari chart Snellen dengan pencahayaan yang cukup. 3 Meminta pasien menutup 1 matanya tanpa menekan bola mata 4 Melakukan Pemeriksaan : Melakukan pemeriksaan pada mata kanan dulu, mata kiri ditutup dengan okluder atau dengan telapak tangan. 5 Meminta pasien membaca huruf yang ada di chart, dimulai dari yang paling atas (besar) sampai huruf terkecil pada chart yang bisa terbaca (minimal separuh jumlah huruf dalam satu baris) 6 Mencatat hasilnya dengan notasi (contoh: 6/6) 7 Jika pasien tidak dapat membaca huruf yang paling besar. Meminta pasien menghitung jari, catat jarak dimana pasien dapat menghitung jari dengan benar. (contoh: 2 meter; maka notasinya 2/60 atau CF 2 m) 8 Jika pasien tidak dapat menghitung jari.meminta pasien mengenali arah gerakan tangan. catat jarak dimana pasien dapat mengenali arah gerakan tangan dengan benar. (contoh : 1 meter; maka notasinya 1/300 atau HM 1 m) 9 Jika pasien tidak dapat mengenali arah gerakan tangan. Meminta pasien mengenali adanya sinar dan dapat mengenali arah datangnya sinar. Jika dapat mengenali adanya sinar maka notasinya LP (light perception) atau 1/tak terhingga. Jika dapat menetukan arah datangnya sinar maka notasinya LP with projection (1/~ LP baik). Jika tidak dapat mengenali adanya sinar visus NLP (no light perception atau visus=0) 10 Menjelaskan interpretasi hasil pemeriksaan kepada pasien dan mencatat dalam rekam medis Total Keterangan : 1 = Tidak melakukan 17

18 2 = Melakukan dengan tidak sempurna 3 = Melakukan dengan sempurna SCORE = x 100 % = % 20 Observer, ( ) 18

19 Checklist Pemeriksaan Segmen Anterior No Aspek yang dinilai Skor Melakukan Persiapan : Memberikan penjelasan kepada pasien tentang pemeriksaan yang akan dilakukan 2 Meminta pasien duduk tepat didepan pemeriksa pada jarak jangkauan tangan 3 Melakukan Pemeriksaan : Melakukan pemeriksaan pada mata kanan dulu, pasien melihat ke depan (Nilai : Apakah ada tanda inflamasi seperti eritema atau edema? Apakah ada lesi? 4 Memeriksa palpebra superior kanan dan kiri (simetris atau tidak? Jika tidak apakah karena ptosis atau retraksi) 5 Memeriksa palpebra inferior kanan dan kiri(apakah palpebra inferior terdapat entropion, ektropion) 6 Memeriksa bulu mata atas dan bawah (ada trikiasis atau tidak) 7 Membalik palpebra untuk memeriksa bagian conjungtiva palpebra 8 Melakukan pemeriksaan pada Konjungtiva 1. Apakah ada injeksi conjungtiva atau injeksi silier 2. Apakah ada area iskemia (trauma kimia), putih dikelilingi oleh daerah kongesti 3. Apakah terdapat folikel atau papil 4. Apakah terdapat kemosis 9 Melakukan pemeriksaan pada Kornea 1. Apakah kornea jernih atau ada kekeruhan 2. Jika ada kekeruhan periksa dg menggunakan flurescein 2%(Jika terdapat defek epitel maka akan tampak berwarna kehijauan pada pemeriksaan menggunakan sinar berwarna biru.) 3. Apakah ada pebuluha darah abnormal (neovaskularisasi) 10 Melakukan pemeriksaan pada Kamera okuli anterior 1. Menggunakan slit lamp / loup dan senter 2. Apakah kedalamannya cukup atau dangkal 3. Apakah jernih atau terdapat cell / flare 4. Apakah terdapat darah atau pus 11 Melakukan pemeriksaan pada Iris 1. Menggunakan slit lamp / loup dan senter 2. Apakah ada perbedaan warna 19

20 3. Apakah ada lesi, lisch nodule, rubiosis 4. Apakah ada iridoreksis / iatrogenic iridotomi 12 Melakukan pemeriksaan pada Pupil 1. Menggunakan senter 2. Melakukan pemeriksaan reflek pupil direk 3. Melakukan pemeriksaan reflek pupil indirek 13 Melakukan pemeriksaan pada Lensa 1. Menggunakan slit lamp / loup dan senter 2. Apakah ada kekeruhan pada lensa 3. Meminta pasien melirik ke kanan & kiri untuk melihat letak kekeruhan lensa 4. Apakah ada dislokasi / subluksasi lensa 14 Melaporkan hasil pemeriksaan kepada pasien dan mencatat dalam rekam medis Total Keterangan : 1 = Tidak melakukan 2 = Melakukan dengan tidak sempurna 3 = Melakukan dengan sempurna SCORE = x 100 % = % 28 Observer, ( ) 20

21 Checklist Pemeriksaan Lapang Pandang No Aspek yang dinilai Skor Melakukan Persiapan : Memberikan penjelasan kepada pasien tentang pemeriksaan yang akan dilakukan 2 Set ruangan dalam keadaan terang 3 Mahasiswa duduk berhadapan dengan pasien pada jarak 1 meter 4 Pasien harus dapat melihat jari pemeriksa 5 Melakukan Pemeriksaan : Melakukan pemeriksaan pada mata kanan dulu 6 Saat memeriksa mata kanan, mahasiswa meminta pasien menutup mata kiri dengan telapak tangan kiri, mahasiswa menutup mata kanannya dan meminta pasien untuk melihat mata kiri pemeriksa 7 Dengan perlahan, gerakkan pensil atau objek kecil lainnya dari perifer ke arah tengah dari ke delapan arah dan mintalah penderita memberi tanda tepat ketika ia mulai melihat objek tersebut. 8 Selama pemeriksaan, jagalah agar objek selalu berjarak sama dari mata anda dan mata penderita, agar anda dapat membandingkan lapang pandang anda dengan lapang pandang pasien anda. 9 Melakukan pemeriksaan pada sisi mata yang belum diperiksa 10 Melaporkan hasil pemeriksaan kepada pasien dan mencatat dalam rekam medis Total Keterangan : 1 = Tidak melakukan 2 = Melakukan dengan tidak sempurna 3 = Melakukan dengan sempurna Observer, SCORE = x 100 % = % 20 ( ) 21

22 MATERI KETERAMPILAN KLINIS THT Sebelum melakukan pemeriksaan THT ada beberapa yang harus dikenali dan dipersiapkan antara lain : 22

23 1. Pemakaian lampu kepala Sebelum dikenakan di kepala, ikatan lampu kepala dilonggarkan dengan memutar pengunci kearah kiri. Posisi lampu diletakkan tepat pada daerah glabella atau sedikit miring kearah mata yang lebih dominan. Bila lampu kepala sudah berada pada posisi yang benar, ikatan lampu dieratkan dengan memutar kunci kearah kanan. Pengunci ikatan lampu kepala harus berada disebelah kanan kepala. Fokus cahaya lampu diatur dengan memfokuskan cahaya kearah telapak tangan yang diletakkan kurang lebih 30 cm dari lampu kepala. Besar kecilnya focus cahaya diatur dengan memutar penutup lampu kepala kearah luar sampai diperoleh focus cahaya lampu yang kecil, bulat dengan tingkat pencahayaan yang maksimal. Diusahakan agar sudut yang dibentuk oleh jatuhnya sumber cahaya kearah obyek yang berjarak kurang lebih 30 cm dengan aksis bola mata, sebesar 15 derajat. Cahaya lampu harus sedemikian kecil sehingga dapat masuk ke dalam ronga hidung dan liang telinga sehingga dapat untuk melihat dengan jelas struktur didalam rongga rongga tersebut. 23

24 2. Posisi duduk antara pemeriksa dengan pasien Pemeriksa dan pasien masing-masing duduk berhadapan dengan sedikit menyerong, kedua lutut pemeriksa dirapatkan dan ditempatkan berdampingan dengan kaki penderita. Bila diperlukan posisi-posisi tertentu penderita dapat diarahkan ke kiri atau kanan. Kepala penderita difiksasi dengan bantuan seorang perawat. Pada anak kecil yang belum kooperatif selain diperlukan fiksasi kepala, sebaiknya anak dipangku oleh orang tuanya pada saat dilakukan pemeriksaan. Kedua tangan dipeluk oleh orang tua sementara itu, kaki anak difiksasi diantara kedua kaki orang tua. 3. PEMERIKSAAN TELINGA Lakukan inspeksi telinga luar, perhatikan apakah ada kelainan bentuk telinga, tanda-tanda peradangan, tumor dan secret yang keluar dari liang telinga. Pengamatan 24

25 dilakukan pada telinga bagian depan dan belakang. Setelah mengamati bagian-bagian telinga, lakukan palpasi pada telinga, apakah ada nyeri tekan pada anak telinga / tragus, nyeri tarik aurikula/daun telinga atau tanda-tanda pembesaran kelenjar pre dan post aurikuler. Pemeriksaan auskultasi pada telinga dengan menggunakan stetoskop dapat dilakukan pada kasus-kasus tertentu misalnya pada penderita dengan keluhan tinitus. Pemeriksaan liang telinga dan membran timpani/ gendang telinga dilakukan dengan memposisikan liang telinga sedemikian rupa agar diperoleh aksis liang telinga yang sejajar dengan arah pandang mata sehingga keseluruhan liang telinga sampai permukaan membrane timpani dapat terlihat. Posisi ini dapat diperoleh dengan menjepit daun telinga dengan menggunakan ibu jari dan jari tengah dan menariknya kearah superior-dorso-lateral dan mendorong tragus ke anterior dengan menggunakan jari telunjuk. Cara ini dilakukan dengan tangan kanan bila akan memeriksa telinga kiri dan sebaliknya digunakan tangan kiri bila akan memeriksa telinga kanan. 25

26 Pada kasus-kasus dimana kartilago daun telinga agak kaku atau kemiringan liang telinga terlalu ekstrim dapat digunakan bantuan speculum telinga yang disesuaikan dengan besarnya diameter liang telinga. Spekulum telinga dipegang dengan menggunakan tangan yang bebas. Amati liang telinga dengan seksama apakah ada stenosis atau atresia meatal, obstruksi yang disebabkan oleh secret, jaringan ikat, benda asing, serumen obsturan, polip, jaringan granulasi, edema atau furunkel. Semua sumbatan ini sebaiknya disingkirkan/ dibersihkan jika mungkin agar membran timpani dapat terlihat jelas. Amati pula dinding liang telinga ada atau tidak laserasi. Liang telinga dibersihkan dari secret dari sekret dengan menggunakan aplikator kapas, bilas telinga atau dengan mesin penghisap/suction pump. 26

27 Pengamatan terhadap membrane timpani dilakukan dengan memperhatikan permukaan membrane timpani, posisi membrane, warna, ada tidaknya perforasi, refleks cahaya, struktur telinga tengah yang terlihat pada permukaan membrane seperti manubrium mallei, prosesus brevis, plika maleolaris anterior dan posterior, bila tersedia dapat menggunakan otoskop. Cara yang benar Cara yang salah Cara memegang otoskop yang benar adalah seperti memegang pensil seperti gambar diatas, hal tersebut dimaksudkan agar jari tengah, jari manis dan jari kelingking dapat menumpu pada daerah pipi di dekat telinga pasien, sementara ibu jari dan jari telunjuk memegang otoskop tanpa tekanan yang kuat sehingga tidak meyakiti telinga pasien. 27

28 Untuk mengetahui mobilitas membrane timpani digunakan oto-pneumoskop. Oto-pneumoskopi 4. PEMERIKSAAN HIDUNG DAN SINUS PARANASALIS Pemeriksaan hidung diawali dengan melakukan inspeksi dan palpasi hidung bagian luar dan daerah sekitarnya. Inspeksi dilakukan dengan mengamati ada tidaknya kelainan bentuk hidung, tanda-tanda infeksi dan sekret yang keluar dari rongga hidung. Palpasi dilakukan dengan penekanan jari-jari telunjuk mulai dari pangkal hidung sampai apeks untuk mengetahui ada tidaknya nyeri, massa tumor atau tandatanda krepitasi. Pemeriksaan rongga hidung dilakukan melalui lubang hidung yang disebut dengan Rhinoskopi anterior dan yang melalui rongga mulut dengan menggunakan cermin nasofaring yang disebut dengan Rhinoskopi posterior. 28

29 Rhinoskopi anterior Pemeriksaan dilakukan dengan menggunakan speculum hidung yang disesuaikan dengan besarnya lubang hidung. Spekulum hidung dipegang dengan tangan yang dominan. Spekulum digenggam sedemikian rupa sehingga tangkai bawah dapat digerakkan bebas dengan menggunakan jari tengah, jari manis dan jarikelingking. Jari telunjuk digunakan sebagai fiksasi disekitar hidung. Ujung spekulum dimasukkan dengan hati-hati dan dalam keadaan tertutup ke dalam rongga hidung. Di dalam rongga hidung ujung spekulum dibuka. Jangan memasukkan ujung spekulum terlalu dalam atau membuka ujung speculum terlalu lebar. Pada saat mengeluarkan speculum dari rongga hidung, ujung spekulum dirapatkan tetapi tidak terlalu rapat untuk menghindari terjepitnya bulu-bulu hidung. Amati struktur yang terdapat di dalam rongga hidung mulai dari dasar rongga hidung, konka-konka, meatus dan septum nasi. Perhatikan warna dan permukaan mukosa rongga hidung, ada tidaknya massa, benda asing dan secret. Struktur yang terlihat pertama kali adalah konka inferior. Bila ingin melihat konka medius dan superior pasien diminta untuk tengadahkan kepala. Pada pemeriksaan RA dapat pula dinilai Fenomena Palatum Molle yaitu pergerakan palatum molle pada saat pasien 29

30 diminta untuk mengucapkan huruf i. Pada waktu melakukan penilaian fenomena palatum molle usahakan agar arah pandang mata sejajar dengan dasar rongga hidung bagian belakang. Pandangan mata tertuju pada daerah nasofaring sambil mengamati turun naiknya palatum molle pada saat pasien mengucapkan huruf i panjang berulang. Dalam keadaan normal akan tampak gerakan palatum Molle ke atas ke bawah. Keadaan ini disebur Fenomena palatum positif. Gerakan Palatum Molle akan negatif bila terdapat massa di dalam rongga nasofaring yang menghalangi pergerakan palatum molle, atau terdapat kelumpuhan otot-otot levator dan tensor velli palatini. 5. PEMERIKSAAN FUNGSI PENDENGARAN Ada beberapa tes yang dapat digunakan dalam menilai fungsi pendengaran. Salah satu tes yang biasa digunakan di Klinik adalah Tes Bisik dan Tes Garpu Tala. Tes ini selain mudah dilakukan, tidak rumit, cepat, alat yang dibutuhkan sederhana juga memberikan informasi yang cukup mengenai jenis dan derajat kurang pendengaran. 5.a Tes Suara Bisik 30

31 Tes ini amat penting bagi dokter umum terutama yang bertugas di puskesmas, karena peralatan untuk keperluan tes pendengaran masih sangat terbatas. Persyaratan yang perlu diingat dalam melakukan tes ini ialah : a. Ruangan untuk Tes. Salah satu sisi atau sudut menyudut ruangan harus ada jarak sebesar 6 meter. Ruangan harus bebas dari kebisingan. Untuk menghindari gema diruangan dapat ditaruh kayu di dalamnya. b. Pemeriksa. Sebagai sumber bunyi harus diucapkan kata-kata dengan menggunakan ucapan kata-kata sesudah expirasi normal. Kata-kata yang dibisikkan terdiri dari 2 suku kata (bisyllabic) yang terdiri dari kata-kata sehari-hari yang mudah dikenal seperti nama benda dan nama kota. Setiap suku kata diucapkan dengan tekanan yang sama. Untuk memeriksa nada rendah dipakai kata yang mengandung vocal, sedangkan untuk nada tinggi digunakan konsonan suara berdesis. Di pusat pendidikan sudah tersedia daftar kata untuk pemeriksaan fungsi pendengaran. c. Penderita. Telinga yang akan di tes dihadapkan kepada pemeriksa dan telinga yang tidak sedang dites harus ditutup rapat dengan kapas yabg dipadatkan atau oleh jari tangan si penderita sendiri. Penderita tidak boleh melihat gerakan mulut pemeriksa. Cara pemeriksaan. Sebelum melakukan pemeriksaan penderita harus diberi instruksi yang jelas misalnya anda akan dibisiki kata-kata dan setiap kata yang didengar harus diulangi dengan suara yang jalas dan cukup keras. Kemudian dilakukan tes sebagai berikut : Mula-mula penderita pada jarak 6 meter dibisiki beberapa kata bisyllabic. Bila tidak menyahut pemeriksa maju 1 meter (5 meter dari penderita) dan tes ini dimulai lagi. Bila masih belum menyahut pemeriksa maju 1 meter, dan 31

32 demikian seterusnya sampai penderita dapat mengulangi 8 kata-kata dari 10 kata-kata yang dibisikkan. Jarak dimana penderita dapat menyahut 8 dari 10 kata diucapkan di sebut jarak pendengaran. d. Cara pemeriksaan yang sama dilakukan untuk telinga yang lain sampai ditemukan satu jarak pendengaran. Evaluasi tes. a. 6 meter - normal b. 5 meter - dalam batas normal c. 4 meter - tuli ringan d. 3 2 meter - tuli sedang e. 1 meter atau kurang - tuli berat Dengan tes suara bisik ini dapat dipergunakan untuk memeriksa secara kasar derajat kurang pendengaran (kuantitas). Bila sudah berpengalaman tes suara bisik dapat pula secara kasar memeriksa tipe ketulian misalnya : a. Tuli konduktif sukar mendengar huruf lunak seperti n, m, w (meja dikatakan becak, gajah dikatakan kaca dan lain-lain). b.tuli sensori neural sukar mendengar huruf tajam yang umumnya berfrekwensi tinggi seperti s, sy, c dan lain-lain (cicak dikatakan tidak, kaca dikatakan gajah dan lain-lain). 5.b Tes Garpu Tala Tes ini menggunakan seperangkat garpu tala yang terdiri dari 5 garpu tala dari nada c dengan frekwensi 2048 Hz,1024 Hz, 512Hz,256 Hz dan 128 Hz. Keuntungan tes garpu tala ialah dapat diperoleh dengan cepat gambaran fungsi pendengaran penderita. Kekurangannya ialah tidak dapat ditentukan besarnya intensitas bunyi karena tergantung cara menggetarkan garpu tala yaitu makin keras tempat untuk menggetarkan garpu tala makin keras pula intensitas suara yang didengar. Getaran garpu tala dapat lakukan dengan cara memukulkan ujung garpu tala pada telapak 32

33 tangan kita atau dengan cara menekan kedua ujung garpu tala ke arah dalam kemudian dilepaskan. Terdapat empat macam tes garpu tala yaitu: a. Tes garis pendengaran b. Tes Weber c. Tes Rinne d. Tes Schwabach 5.b.i Tes Weber. Prinsip tes ini adalah membandingkan hantaran tulang telinga kiri dan kanan. Telinga normal hantaran tulang kiri dan kanan akan sama. Cara pemeriksaan. Garpu tala 256 Hz atau 512 Hz yang telah digetarkan diletakkan pangkalnya pada dahi atau vertex. Penderita ditanya apakah mendengar suara dengung garpu tala atau tidak. Bila mendengar langsung ditanyakan di telinga mana suara didengar lebih keras. Bila terdengar lebih keras di telinga kanan disebut lateralisasi ke kanan. Interpretasi hasil Tes Weber. Bila terjadi lateralisasi ke kanan maka ada beberapa kemungkinan: 1. Telinga kanan tuli konduktif, kiri normal 2. Telinga kanan tuli konduktif, kiri tuli sensory neural 3. Telinga kanan normal, kiri tuli sensory neural 4. Kedua telinga tuli konduktif, kanan lebih berat 5. Kedua telinga tuli sensory neural, kiri lebih berat Dengan kata lain tes Weber tidak dapat berdiri sendiri oleh karena tidak dapat menegakkan diagnosis secara pasti. 33

34 (TES WEBER) 5.b.ii Tes Rinne. Prinsip tes ini adalah membandingkan hantaran tulang dengan hantaran udara pada satu telinga. Pada telinga normal hantaran udara lebih panjang dari hantaran tulang. Juga pada tuli sensorneural hantaran udara lebih panjang daripada hantaran tulang. Dilain pihak pada tuli konduktif hantaran tulang lebih panjang daripada hantaran udara. Cara pemeriksaan. 34

35 Ujung garpu tala 256 Hz atau 512 Hz digetarkan pada telapak tangan kemudian pangkalnya diletakkan pada planum mastoideum telinga yang akan diperiksa. Kepada penderita ditanyakan apakah mendengar suara garpu tala, dan diinstruksikan agar mengangkat tangan bila suara sudah tidak terdengar. Segera setelah penderita mengangkat tangan garpu tala dipindahkan hingga ujung bergetar berada kira-kira 3 cm di depan meatus akustikus eksternus dari telinga yang diperiksa. Bila penderita masih mendengar dikatakan Rinne (+). Bila tidak mendengar dikatakan Rinne (-) Interpretasi hasil tes rinne. Rinne positif berarti normal atau tuli sensorineural. Rinne negatif berarti tuli konduktif. Rinne (-) Palsu. Dalam melakukan tes rinne harus selalu hati-hati dengan apa yang dikatakan Rinne negatif palsu. Hal ini terjadi pada tuli sensorineural yang unilateral dan berat. Pada waktu meletakkan garpu tala di Planum mastoideum getarannya di tangkap oleh telinga yang baik dari sisi yang tidak di tes (cross hearing). Kemudian setelah garpu tala diletakkan di depan meatus acusticus externus getaran tidak terdengar lagi sehingga dikatakan Rinne negative. 35 (TES RINNE)

36 5.b.iii Tes Schwabach. Prinsip tes ini adalah membandingkan hantaran tulang dari penderita dengan hantaran tulang pemeriksa dengan catatan bahwa telinga pemeriksa harus normal. Cara pemeriksaan. Garpu tala 256 Hz atau 512 Hz yang telah digetarkan pada telapak tangan, kemudian pangkalnya diletakkan pada planum mastoiedum penderita. Kemudian kepada penderita ditanyakan apakah mendengar dengan garpu tala, sesudah itu diinstruksikan agar mengangkat tangannya bila sudah tidak mendengar dengungan. Bila penderita mengangkat tangan garpu tala segera dipindahkan ke planum mastoideum pemeriksa. Ada 2 kemungkinan, jika pemeriksa masih mendengar dikatakan Schwabach memendek atau pemeriksa sudah tidak mendengar lagi. Bila pemeriksa tidak mendengar harus dilakukan cross check, yaitu garpu tala digetarkan lagi, mula-mula diletakkan pada planum mastoideum pemeriksa kemudian bila sudah tidak mendengar, garpu tala segera dipindahkan ke planum mastoideum penderita dan ditanyakan apakah penderita mendengar dengungan. Bila penderita tidak mendengar lagi dikatakan schwabach normal dan bila masih mendengar dikatakan schwabach memanjang. 36

37 Interpretasi hasil tes schwabach 1. Schwabach memendek berarti pemeriksa masih mendengar dengungan dan keadaan ini ditemukan pada tuli sensory neural. 2. Schwabach memanjang berarti penderita masih mendengar dengungan dan keadaan ini ditemukan pada tuli konduktif. 3. Schwabach normal berarti pemeriksa dan penderita sama-sama tidak mendengar dengungan. Karena telinga pemeriksa normal berarti telinga penderita normal juga. Tes garpu tala yang lain 37

38 Audiometri Audiometri adalah pengukuran pendengaran yang meliputi besar gangguan pendengaran (derajat gangguan dengar) dan lokalisasi gangguan dengar yaitu membedakan antara kelainan di telinga tengah, kohlea atau retrokohlear. Audiometer nada murni adalah suatu alat elektronik yang menghasilkan bunyi yang relatif bebas bising ataupun energi suara pada kelebihan nada, karenanya disebut nada "murni". Dengan audiometri kita dapat membandingkan ambang pendengaran antara hantaran udara dengan menggunakan headphone (air conduction /ac) dan hantaran tulang dengan menempelkan alat vibrator pada tulang mastoid (bone conduction /bc). Hasil pemeriksaaan ini berupa audiogram. Pada hantaran tulang (ac) langsung menggetarkan tulang-tulang tengkorak dan cairan didalamnya, sehingga langsung menggetarkan perilimf, endolimf dan membrana basalis sehingga terjadi perangsangan sel rambut organon Corti. Hal ini membutuhkan keutuhan fungsi telinga dalam dan syaraf VIII. Sedangkan hantaran udara (bc) getaran bunyi masuk melalui liang telinga, menggetarkan m.timpani, tulang tulang pendengaran dan seterusnya membutuhkan keutuhan fungsi telinga bagian luar, tengah, dalam dan syaraf VIII. Terdapat beberapa pilihan nada terutama dari oktaf skala C: 125, 250, 500, 1000, 2000, 4000 dan 8000 Hz. Tersedia pula nada-nada dengan interval setengah oktaf (750, 1500, 3000 dan 6000 Hz). Audiometer memiliki tiga bagian penting: suatu osilator dengan berbagai frekuensi untuk menghasilkan bunyi, suatu peredam yang memungkinkan berbagai intensitas bunyi (umumnya dengan meningkatan 5dB), dan suatu transduser (earphone atau penggetar tulang dan kadang-kadang pengeras suara) untuk mengubah energi listrik menjadi energi akustik. 38

39 Terdapat beberapa istilah yang sering ditemukan seperti berikut: Nada murni (pure tone) Merupakan bunyi yang hanya mempunyai satu frekuensi, dinyatakan dalam jumlah getaran per detik. Bising Merupakan bunyi yang mempunyai banyak frekuensi, terdiri dari (narrow band), spektrum terbatas dan (white noise) spektrum luas. Frekuensi Ialah nada murni yang dihasilkan oleh getaran suatu benda yang sifatnya harmonis sederhana (simple harmonic motion). Jumlah getaran per detik dinyatakan dalam Hertz. Bunyi (suara) yang dapat didengar oleh telinga manusia mempunyai frekuensi antara Hertz. Bunyi yang mempunyai frekuensi di bawah 20 Hertz disebut infrasonik, sedangkan bunyi yang frekuensinya di atas Hertz disebut suprasonik (ultra sonik). Intesitas bunyi Dinyatakan dalam db (decibell). Dikenal : db HL (hearing level), db SL (sensation level), db SPL (sound pressure level). db HL dan db SL dasarnya adalah subyektif, dan inilah yang biasanya digunakan pada audiometer, sedangkan db SPL digunakan apabila ingin mengetahui intensitas bunyi yang sesungguhnya secara fisika (ilmu alam). Contoh : pada 0 db HL atau 0 db SL ada bunyi, sedangkan pada 0 db SPL tidak ada bunyi, sehingga untuk nilai db yang sama intensitas dalam HL/SL lebih besar daripada SPL. Intensitas audiometer berkisar antara -I0dB hingga 110 db. Jika seorang pasien memerlukan intensitas sebesar 45 db di atas intensitas normal untuk menangkap bunyi tertentu, maka tingkat ambang pendengarannya adalah 45 db, jika kepekaan pasien lebih dekat ke normal dan hanya memerlukan 39

40 peningkatan sebesar 20 db di atas normal, maka ambang tingkat pendengarannya adalah 20 db. Jika pendengaran pasien 10 db lebih peka dari pendengaran rata-rata, maka tingkat ambang pendengarannya ditulis dalam dalam negatif atau I0dB. Nilai nol audiometrik (audiometric zero) Dalam db HL dan db SL, yaitu intensitas nada murni yang terkecil pada suatu frekuensi tertentu yang masih dapat didengar oleh telinga rata-rata orang dewasa muda yang normal (18-30 tahun). Pada tiap frekuensi intensitas nol audiometrik tidak sama. Telinga manusia paling sensitif terhadap bunyi dengan frekuensi 1000 Hz yang besar nilai nol audiometriknya kira-kira 0,0002 dyne/cm 2. Jadi pada frekuensi 2000 Hz lebih besar dari 0,0002 dyne/cm 2. Ditambah 2 standar yang dipakai yaitu Standar ISO dan ASA. ISO = International Standard Organization dan ASA = American Standard Association. 0 db ISO = 10 db ASA atau 10 db ISO = 0 db ASA Pada audiogram angka-angka intensitas dalam db bukan menyatakan kenaikan tinier, tetapi merupakan kenaikan logaritmik secara perbandingan. Contoh 20 db bukan 2 kali lebih keras dari pada 10 db. tetapi : 20/10 = 2, jadi 10 kuadrat 100 kali lebih keras. Notasi pada Audiogram Untuk pemeriksaan audiogram, dipakai grafik AC, yaitu dibuat dengan garis lurus penuh (intensitas yang diperiksa antara Hz) dan grafik BC yaitu dibuat dengan garis terputus-putus (intensitas yang diperiksa : Hz). Untuk telinga kiri dipakai warna biru, sedangkan untuk telinga kanan dipakai warna merah. 40

41 Ambang Dengar lalah bunyi nada murni yang terlemah pada frekuensi tertentu yang masih dapat didengar oleh telinga seseorang. Terdapat ambang dengar menurut konduksi udara (AC) dan menurut konduksi tulang (BC). Bila ambang dengan ini dihubunghubungkan dengan garis, baik AC maupun BC, maka akan didapatkan audiogram. Dari audiogram dapat diketahui jenis dan derajat ketulian. penilaian: AMBANG GANGGUAN DENGAR 0-20 Dalam batas normal >20-40 Ringan >40-60 Sedang >60-90 Berat >110 Berat Sekali Tes hantaran udara Dari seluruh audiometri Subjektif, tes yang paling dasar dan terpenting adalah audiometri nada murni, yang membandingkan kepekaan sensitivitas pendengaran subjek terhadap orang dengan pendengaran normal pada berbagai frekuensi. Sebuah audiometer menyediakan rangsang suara terkalibrasi dengan frekuensi tetap maupun terpulsasi (pulsed) dalam rentang 125 hingga 8000 Hz. Intensitas suara dinyatakan dalam decibel hearing level (db HI,), dimana 0 db HL adalah intensitas di mana orang dengan pendengaran normal menangkap suara. 50% setiap kalinya. Tingkat pendengaran minimum dimana didapatkan respons berulang dari subjek disebut ambang dengar. Subjek dikatakan mengalami gangguan pendengaran jika ambang dengarnya di bawah 20 dbhl. 41

42 Subjek ditempatkan di dalam ruangan kedap suara dengan menggunakan ea rpho n e d engan b antalan sirku m aural d an m enekan seb ua h to mbo l yang niengaktllkan nyala lampu pada audiometer setiap kali mendengar suara. Seperti yang telah dijelaskan jelaskan diatas, tujuan tes ini adalah untuk menentukan tingkat nada terendah dengan tinggi nada berbeda beda yang dapat didengar subjek. Tes Hantaran Tulang Ketika sinyal suara dihantarkan pada tulang di belakang telinga, atau pada dahi dengan menggunakan penggetar tulang, gelombang suara mencapai koklea setelah melintasi sistem konduksi telinga tengah. Karena itu, pendengaran melalui hantaran tulang mencenninkan fungsi dari koklea dan saluran pendengaran luhur yang menghantarkan suara ke otak. Ambang dengar hantaran tulang dibandingkan dengan ambang hantaran udara untuk menentukan apakah subjek mengalami lesi telinga luar dan/atau tengah, maupun lesi koklear dan atau lesi retrokoklear. Pengukuran kuantitatif dari perbedaan antara ambang hantaran udara dan hantaran tulang (gap) memungkinkan penilaian besaran gangguan pendengaran konduktif, yang berkontribusi pada diagnosis akurat akan penyakit yang menyebabkan gangguan pendengaran. Getaran dari tulang tengkorak akan mencapai koklea kedua sisi dan menimbulkan sensasi suara pada kedua telinga. Bagaimanapun, umumnya kita hendak mengevaluasi hantaran tulang setiap telinga secara terpisah. Ambang terdengarnya sebuah suara akan meningkat ketika suara lain terdengar, yang disebut masking sound. Karenanya, ketika kita memeriksa pendengaran hantaran tulang pada satu telinga, masking sound diperdengarkan pada telinga lainnya sehingga membuat suara tes tidak terdengar oleh telinga ini. Prosedur masking ini diperlukan 42

43 bahkan ketika kita memeriksa ambang hantaran udara, tergantung dari derajat dan asal dari gangguan pendengaran yang terdapat pada masing masing telinga. Subjek yang menjalani audiometri harus diberikan penjelasan bahwa mereka diharuskan untuk memberikan respons terhadap nada tes, dan bukan pada suara masking. Audiometer memiliki tiga bagian penting: suatu osilator dengan berbagai frekuensi untuk menghasilkan bunyi, suatu peredam yang memungkinkan berbagai intensitas bunyi (umumnya dengan meningkatan 5dB), dan suatu transduser (earphone atau penggetar tulang dan kadang-kadang pengeras suara) untuk mengubah energi listrik menjadi energi akustik. Ambang pendengaran biasanya direkam, kedalam suatu grafik yang disebut audiogram, walaupun kadang-kadang ada yang menggunakan tabel. Serangkaian hasil audiotes yang direkam kedalam, sebuah progress audiogram dapat pula digunakan. Simbol-simbol internasional untuk audiometer telah digunakan sejak Tetapi simbol ini tidak berlaku di Amerika yang menggunakan simbol masking yang berlainan untuk air dan bone conduction. Simbol hantaran udara non masking yang umum digunakan adalah X untuk kiri dan 0 untuk kanan. Sedangkan simbol masking adalah X+ untuk kiri dan 0 untuk kanan. Data dari telinga kiri ditulis dengan warna biru dan untuk kanan dengan warna merah, tetapi tidak mutlak. Apabila tidak diperoleh respons, pada batas output pada audiometer, maka tuliskan simbol yang sesuai dengan tambahan tanda panah kebawah. Derajat ketulian dihitung dengan menggunakan indeks Fletcher yaitu : Ambang dengar (AD) = AD 500 Hz + AD 1000 Hz + AD 2000 Hz 3 Menurut kepustakaan terbaru frekuensi 4000 Hz berperan penting untuk 43

44 pendengaran, sehingga perlu turut diperhitungkan, sehingga derajat ketulian dihitung dengan menambahkan ambang dengar 4000 Hz dengan ketiga ambang dengar diatas, kemudian dibagi 4. Ambang dengan (AD) = AD 500 Hz + AD 1000 Hz + AD 2000 Hz + AD 4000 Hz 4 dapat dihitung ambang dengan hantaran udara (AC) atau hantaran tulang (13). Pada interprestasi audiogram hares ditulis (a) telinga yang mana, (b) apa jenis ketuliannya, misalnya : telinga kiri tuli camper sedang. Dalam menentukan derajat ketulian, yang dihitung hanya ambang dengar hantaran udaranya (AC) saja. Derajat ketulian (PERHATI) Normal : 0-25 db Gangguan dengar ringan : db Gangguan dengar sedang : db Gangguan dengar sedang berat : db Gangguan dengar sangat berat : > 90 db 44

45 Berikut adalah contoh hasil audiogram 1. Normal Ambang AB dan BC sama atau kurang dari 25 db AC dan BC berimpit tidak ada gap Audiogram Normal 2. Gangguan dengar konduktif ( Conductive hearing loss = CHL ) Ambang BC dalam batas normal ( 0-20dB) Ambang AC meningkat, Jarak antara BC-AC > 10 db Audiogram pada tuli konduktif 45

46 3. Gangguan dengar sensorineural Ambang BC meningkat,ambang AC meningkat, Jarak BC-AC < atau = 10 Audiogram pada tuli sensorineural 4. Gangguan dengar campuran Ambang BC meningkat lebih dari 25 db,ac > BC dan terdapat gap Audiogram pd tuli campur 46

47 4. Presbikusis Audiogram pada presbikusis Peredaman antar telinga dan pendengaran silang Peredam antar telinga adalah berkurangnya intensitas suatu sinyal saat ditransmisi dari satu telinga ke telinga lainnya. Misalnya, nada Hz dengan intensitas 65 db yang diperdengarkan pada satu telinga (re audiometrik nol) akan mengalami peredaman antar telinga sebesar 55 db sebelum akhirnya mencapai telinga satunya sebagai sinyal 10 db, yang hanya akan ditangkap bila koklea telinga tersebut peka terhadap sinyal 10 db. Istilah pendengaran silang (cross hearing) atau lengkung bayangan (shadow curve) seringkali dipakai bila pendengar berespons terhadap uji sinyal melalui telinga yang tidak diuji. p endengaran silang seringkali terjadi lewat tulang tengkorak melalui hantaran tulang sekalipun sinyal diberikan melalui penerima hantaran udara. Tampaknya 45 db merupakan perkiraan yang logis sebagai peredaman minimal antar telinga, sebelum terjadinya pendengaran silang untuk rentang frekuensi 250 sampai 8000 Hz. Oleh sebab itu bilamana ada perbedaan 47

48 ambang hantaran udara, antar telinga sebesar 45 db atau lebih, hares dipertanyakan validitas dari hasil-hasil pemeriksaan telinga yang lebih buruk. p eredaman antar telinga untuk sinyal yang diberikan melalui hantaran tulang dapat diabaikan. Menempatkan vibrator tulang pada mastoid atau pada dahi akan menimbulkan getaran seluruh tulang tengkorak. Keadaan ini menghasilkan stimulasi yang sama pada kedua koklear. Tidak adanya peredaman antar telinga yang cukup bermakna pada sinyal hantaran tulang seringkali menimbulkan masalah dalam mengenali hubungan hantaran tulang dan udara yang benar pada telinga yang diuji. Misalnya, bila terdapat perbedaan ambang hantaran udara antar telinga, maka secara teoretik ambang hantaran tulang setidaknya sama baiknya dengan ambang hantaran udara dari telinga yang lebih baik. Apakah beda udara-tulang pada telinga yang diperiksa merupakan beda sejati atau apakah perbedaan itu disebabkan pendengaran silang oleh telinga yang tidak diuji? Untuk mensahihkan hasil-hasil pengukuran, maka telinga yang tidak diuji perlu disingkirkan dengan menggunakan penyamar yang efektif sehingga jawaban yang didapat dari pasien dapat dihubungkan dengan telinga yang diuji. Data peredaman antar telinga dapat digunakan untuk membuat "aturan" kapan harus melakukan penyamaran (masking). p ada pengujian hantaran udara bilamana tingkat sinyal pengujian melampaui ambang hantaran tulang telinga yang tidak diuji sebesar 45 db atau lebih, maka harus dilakukan penyamaran. Pada, pengujian hantaran tulang, telinga yang tidak diuji harus disamarkan bilamana terdapat beda udara-tulang pada telinga yang diuji. Hal hal yang mempengaruhi pengukuran nada murni hantaran udara dan hantaran tulang. Ada 3 hal yang mempengaruhi yaitu pemeriksa, yang diperiksa (pasien) dan faktor alat. 48

49 Pengaruh dari pemeriksa 1. Saat pemasangan earphone. Pemeriksa harus yakin bahwa diafragma earphone dipasang berlawanan dengan CAE. Ukuran earphone harus disesuaikan dengan telinga subjek untuk mencegah terjadinya kebocoran frekuensi rendah disekitar earphone. 2. Pemasangan penggetar tulang harus dipasang pada prosessus mastoideus tidak lebih dari selebar ibujari untuk mencegah radiasi suara 3. Petunjuk visual, missalnya melihat kebawah atau membuat gerakan tubuh tertentu setiap nada diperdengarkan tidak diperkenankan 4. Hubungan dengan pasien yang bersahabat dapat meningkatkan motivasi dari pasien 5. Instruksi yang diberikan harus jelas dan bias dimengerti oleh pasien Pengaruh dari pasien 1. Terjadinya false respon dimana ada 2 tipe false respon yaitu false positif dan false negative. False positif terjadi ketika pasien menyatakan mendengar nada padahal sebenarnya tidak ada bunyi yang diperdengaarkan. False negative terjadi ketika pasien mengindikasikan tidak mendengar bunyi padahal sebenarnya ada bunyi yang diperdengarkan pada level yang audible bagi pasien. Bila false positif muncul hal berikut dapat dilakukan untuk menurunkan angka dari false positif: - Pemeriksa harus menginstruksikan ulang kepada pasien dan membertahukan kepada mereka bahwa mereka bereaksi ketika tidak ada bunyi - Interval antara stimulus harus bervariasi secara lebih signifikan Bila terjadi false negative, pasien harus diberikan instruksi ulang dan diperingatkan akan tanda tersebut. Pasien seringkali perlu diperingatkan untuk meningkatkan perhatian terhadap tugas tersebut. 2. Kolaps dari CAE Pada pasien orang tua ketika earphone diletakkan dikepala 49

BAB III CARA PEMERIKSAAN

BAB III CARA PEMERIKSAAN BAB III CARA PEMERIKSAAN A. Daftar keterampilan yang harus dikuasai 1. Pemeriksaan ketajaman penglihatan/visus 2. Pemeriksaan posisi dan gerakan bola mata 3. Pemeriksaan lapang pandangan secara konfrontasi

Lebih terperinci

THT CHECKLIST PX.TELINGA

THT CHECKLIST PX.TELINGA THT CHECKLIST PX.TELINGA 2 Menyiapkan alat: lampu kepala, spekulum telinga, otoskop 3 Mencuci tangan dengan benar 4 Memakai lampu kepala dengan benar, menyesuaikan besar lingkaran lampu dengan kepala,

Lebih terperinci

Tujuan Praktikum Menentukan ketajaman penglihatan dan bitnik buta, serta memeriksa buta warna

Tujuan Praktikum Menentukan ketajaman penglihatan dan bitnik buta, serta memeriksa buta warna BAB IV SISTEM INDERA A. PEMERIKSAAN PENGLIHATAN Tujuan Praktikum Menentukan ketajaman penglihatan dan bitnik buta, serta memeriksa buta warna Dasar teori Mata merupakan organ sensorik yang kompleks, yang

Lebih terperinci

Audiometri. dr. H. Yuswandi Affandi, Sp. THT-KL

Audiometri. dr. H. Yuswandi Affandi, Sp. THT-KL Audiometri dr. H. Yuswandi Affandi, Sp. THT-KL Definisi Audiogram adalah suatu catatan grafis yang diambil dari hasil tes pendengaran dengan menggunakan alat berupa audiometer, yang berisi grafik batas

Lebih terperinci

Pemeriksaan Pendengaran

Pemeriksaan Pendengaran Komang Shary K., NPM 1206238633 Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia LTM Pemicu 4 Modul Penginderaan Pemeriksaan Pendengaran Pendahuluan Etiologi penurunan pendengaran dapat ditentukan melalui pemeriksaan

Lebih terperinci

1. TES BATAS ATAS BATAS BAWAH

1. TES BATAS ATAS BATAS BAWAH TES GARPU TALA Tes garpu tala adalah suatu tes untuk mengevaluasi fungsi pendengaran individu secara kualitatif dengan menggunakan alat berupa seperangkat garpu tala frekuensi rendah sampai tinggi 128

Lebih terperinci

Tes pendengaran rutin untuk diagnosis gangguan pendengaran Rinne, Weber, Schwabah test. Test penala nada tinggi dan nada rendah

Tes pendengaran rutin untuk diagnosis gangguan pendengaran Rinne, Weber, Schwabah test. Test penala nada tinggi dan nada rendah TEST PENALA & AUDIOMETRI NADA MURNI Yusa Herwanto Departemen THT-KL FK USU/ Rs.Adam Malik Medan GARPU PENALA (Turning Fork) Tes pendengaran rutin untuk diagnosis gangguan pendengaran Rinne, Weber, Schwabah

Lebih terperinci

11/29/2013 PENGINDERAAN ADALAH ORGAN- ORGAN AKHIR YANG DIKHUSUSKAN UNTUK MENERIMA JENIS RANGSANGAN TERTENTU

11/29/2013 PENGINDERAAN ADALAH ORGAN- ORGAN AKHIR YANG DIKHUSUSKAN UNTUK MENERIMA JENIS RANGSANGAN TERTENTU ANATOMI FISIOLOGI SISTEM PENGINDERAAN PENGINDERAAN ADALAH ORGAN- ORGAN AKHIR YANG DIKHUSUSKAN UNTUK MENERIMA JENIS RANGSANGAN TERTENTU BEBERAPA KESAN TIMBUL DARI LUAR YANG MENCAKUP PENGLIHATAN, PENDENGARAN,

Lebih terperinci

PEMERIKSAAN MATA I. Tujuan Pembelajaran

PEMERIKSAAN MATA I. Tujuan Pembelajaran PEMERIKSAAN MATA Senyum Indrakila *, Raharjo Kuntoyo *, Djoko Susianto *, Kurnia Rosyida *, Retno Widiati *, Naziya *, Dian Ariningrum **. I. Tujuan Pembelajaran : Setelah mempelajari keterampilan Pemeriksaan

Lebih terperinci

AUDIOLOGI. dr. Harry A. Asroel, Sp.THT-KL BAGIAN THT KL FK USU MEDAN 2009

AUDIOLOGI. dr. Harry A. Asroel, Sp.THT-KL BAGIAN THT KL FK USU MEDAN 2009 AUDIOLOGI dr. Harry A. Asroel, Sp.THT-KL BAGIAN THT KL FK USU MEDAN 2009 Definisi : Ilmu yang mempelajari pendengaran MENDENGAR diperlukan 1.Rangsang yg Adekuat bunyi 2.Alat penerima rangsang telinga BUNYI

Lebih terperinci

BUKU PENUNTUN KERJA KETERAMPILAN KLINIK

BUKU PENUNTUN KERJA KETERAMPILAN KLINIK BUKU PENUNTUN KERJA KETERAMPILAN KLINIK PEMERIKSAAN FISIS TELINGA HIDUNG DAN TENGGOROK Diberikan pada mahasiswa semester V Fakultas Kedokteran Unhas SISTEM INDERA KHUSUS FAKULTAS KEDOKTERAN UNHAS 2015

Lebih terperinci

1. Sklera Berfungsi untuk mempertahankan mata agar tetap lembab. 2. Kornea (selaput bening) Pada bagian depan sklera terdapat selaput yang transparan

1. Sklera Berfungsi untuk mempertahankan mata agar tetap lembab. 2. Kornea (selaput bening) Pada bagian depan sklera terdapat selaput yang transparan PANCA INDERA Pengelihatan 1. Sklera Berfungsi untuk mempertahankan mata agar tetap lembab. 2. Kornea (selaput bening) Pada bagian depan sklera terdapat selaput yang transparan (tembus cahaya) yang disebut

Lebih terperinci

Vertigo. DR. Dr. Wiratno, Sp.THT-KL (K)

Vertigo. DR. Dr. Wiratno, Sp.THT-KL (K) Vertigo DR. Dr. Wiratno, Sp.THT-KL (K) Pendahuluan Vertigo merupakan masalah yang menyebabkan kesulitan bagi dokter maupun pasien Pasien sulit menjelaskan keluhannya (simptom), dokter juga sulit menangkap

Lebih terperinci

AUDIOMETRI NADA MURNI

AUDIOMETRI NADA MURNI AUDIOMETRI NADA MURNI I. Definisi Audiometri Audiometri berasal dari kata audire dan metrios yang berarti mendengar dan mengukur (uji pendengaran). Audiometri tidak saja dipergunakan untuk mengukur ketajaman

Lebih terperinci

12/3/2010 YUSA HERWANTO DEPARTEMEN THT-KL FK USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN FISIOLOGI PENDENGARAN

12/3/2010 YUSA HERWANTO DEPARTEMEN THT-KL FK USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN FISIOLOGI PENDENGARAN YUSA HERWANTO DEPARTEMEN THT-KL FK USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN FISIOLOGI PENDENGARAN 1 Skala vestibuli, berisi perilimf Helikotrema Skala tympani, berisi perilimf Foramen rotundum bergetar Menggerakkan

Lebih terperinci

(Assessment of The Ear)

(Assessment of The Ear) Pengkajian Pada Telinga (Assessment of The Ear) RIWAYAT KESEHATAN Keluhan Utama Riwayat Kesehatan Masa Lalu Pola Hidup dan Psikososial Review System 1. Keluhan Utama Kehilangan Pendengaran Nyeri Drainase

Lebih terperinci

FISIK DIAGNOSTIK THT Dody Novrial

FISIK DIAGNOSTIK THT Dody Novrial FISIK DIAGNOSTIK THT Dody Novrial A. TUJUAN PEMBELAJARAN Setelah menjalani praktikum fisik diagnostik kepala leher, mahasiswa diharapkan mampu : 1. Melakukan pemeriksaan fisik telinga dengan benar 2. Melakukan

Lebih terperinci

1. Berikut ini yang bukan merupakan fungsi rangka adalah. a. membentuk tubuh c. tempat melekatnya otot b. membentuk daging d.

1. Berikut ini yang bukan merupakan fungsi rangka adalah. a. membentuk tubuh c. tempat melekatnya otot b. membentuk daging d. 1. Berikut ini yang bukan merupakan fungsi rangka adalah. a. membentuk tubuh c. tempat melekatnya otot b. membentuk daging d. menegakkan tubuh 2. Tulang anggota gerak tubuh bagian atas dan bawah disebut.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1. Apa Itu Mata? 2. Jelaskan Bagian-Bagian dari Mata beserta fungsinya! 3. Bagaimana Mata Bisa Bekerja?

BAB I PENDAHULUAN. 1. Apa Itu Mata? 2. Jelaskan Bagian-Bagian dari Mata beserta fungsinya! 3. Bagaimana Mata Bisa Bekerja? BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Alat Optik merupakan salah satu alat yang memanfaatkan sifat cahaya, hukum pemantulan, dan hukum pembiasan cahaya untuk membuat suatu bayangan suatu benda.

Lebih terperinci

7.4 Alat-Alat Optik. A. Mata. Latihan 7.3

7.4 Alat-Alat Optik. A. Mata. Latihan 7.3 Latihan 7.3 1. Bagaimanakah bunyi hukum pemantulan cahaya? 2. Bagaimanakah bunyi hukum pembiasan cahaya? 3. Apa hubungan pembiasan dengan peristiwa terebntuknya pelangi setelah hujan? Jelaskan! 4. Suatu

Lebih terperinci

Jari-jari yang lain bersandar pada dahi dan pipi pasien. Kedua jari telunjuk menekan bola mata pada bagian belakang kornea bergantian

Jari-jari yang lain bersandar pada dahi dan pipi pasien. Kedua jari telunjuk menekan bola mata pada bagian belakang kornea bergantian Tonometri digital palpasi Merupakan pengukuran tekanan bola mata dengan jari pemeriksa Alat : jari telunjuk kedua tangan pemeriksa Teknik : Mata ditutup Pandangan kedua mata menghadap kebawah Jari-jari

Lebih terperinci

KESEHATAN MATA DAN TELINGA

KESEHATAN MATA DAN TELINGA KESEHATAN MATA DAN TELINGA Oleh Erwin Setyo Kriswanto PENDIDIKAN OLAHRAGA FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA MATA DAN TELINGA INDERA PENGLIHAT ( MATA ) Mata adalah indera penglihatan,

Lebih terperinci

maka dilakukan dengan carafinger counting yaitu menghitung jari pemeriksa pada jarak 1 meter sampai 6 meter dengan visus 1/60 sampai 6/60.

maka dilakukan dengan carafinger counting yaitu menghitung jari pemeriksa pada jarak 1 meter sampai 6 meter dengan visus 1/60 sampai 6/60. Pemeriksaan Refraksi Subjektif dan Objektif 1. Pemeriksaan Visus Pemeriksaan tajam penglihatan dilakukan dengan memakai Snellen Chart atau dengan chart jenis lainnya. Jarak antara kartu Snellen dengan

Lebih terperinci

Pemeriksaan Mata Dasar. Dr. Elvioza SpM Departemen Ilmu kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Jakarta

Pemeriksaan Mata Dasar. Dr. Elvioza SpM Departemen Ilmu kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Jakarta Pemeriksaan Mata Dasar Dr. Elvioza SpM Departemen Ilmu kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Jakarta I. PERSYARATAN PEMERIKSAAN MATA 1. 2. 3. 4. Intensitas cahaya adekwat. Tersedia alat

Lebih terperinci

ASKEP GANGGUAN PENDENGARAN PADA LANSIA

ASKEP GANGGUAN PENDENGARAN PADA LANSIA ASKEP GANGGUAN PENDENGARAN PADA LANSIA I. PENGERTIAN Berkurangnya Pendengaran adalah penurunan fungsi pendengaran pada salah satu ataupun kedua telinga. Tuli adalah penurunan fungsi pendengaran yang sangat

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anatomi Telinga 2.1.1 Anatomi telinga luar Telinga luar terdiri dari daun telinga (aurikula), liang telinga (meatus acusticus eksterna) sampai membran timpani bagian lateral.

Lebih terperinci

REFRAKSI ENAM PRINSIP REFRAKSI 3/28/2017. Status refraksi yang ideal : EMETROPIA. Jika tdk fokus pada satu titik disebut AMETROPIA ~ kelainan refraksi

REFRAKSI ENAM PRINSIP REFRAKSI 3/28/2017. Status refraksi yang ideal : EMETROPIA. Jika tdk fokus pada satu titik disebut AMETROPIA ~ kelainan refraksi REFRAKSI RIA SANDY DENESKA Status refraksi yang ideal : EMETROPIA Jika tdk fokus pada satu titik disebut AMETROPIA ~ kelainan refraksi Pada mata EMMETROPIA : kekuatan kornea +lensa digabungkan untuk memfokuskan

Lebih terperinci

BUKU PENUNTUN KERJA KETERAMPILAN KLINIK

BUKU PENUNTUN KERJA KETERAMPILAN KLINIK BUKU PENUNTUN KERJA KETERAMPILAN KLINIK PEMERIKSAAN FISIS TELINGA HIDUNG DAN TENGGOROK Diberikan pada mahasiswa semester V Fakultas Kedokteran Unhas SISTEM INDERA KHUSUS FAKULTAS KEDOKTERAN UNHAS 2016

Lebih terperinci

MANUAL KETERAMPILAN KLINIK SISTEM INDRA KHUSUS - MATA. Diberikan Pada Mahasiswa Semester V Fakultas Kedokteran Unhas

MANUAL KETERAMPILAN KLINIK SISTEM INDRA KHUSUS - MATA. Diberikan Pada Mahasiswa Semester V Fakultas Kedokteran Unhas MANUAL KETERAMPILAN KLINIK SISTEM INDRA KHUSUS - MATA Diberikan Pada Mahasiswa Semester V Fakultas Kedokteran Unhas Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin 2016 DAFTAR KETERAMPILAN KLINIS SESUAI SKDI

Lebih terperinci

Visus adalah ketajaman penglihatan. Pemeriksaan visus merupakan pemeriksaan untuk melihat ketajaman penglihatan.

Visus adalah ketajaman penglihatan. Pemeriksaan visus merupakan pemeriksaan untuk melihat ketajaman penglihatan. Visus adalah ketajaman penglihatan. Pemeriksaan visus merupakan pemeriksaan untuk melihat ketajaman penglihatan. Cara memeriksa visus ada beberapa tahap: Menggunakan 'chart' => yaitu membaca 'chart' dari

Lebih terperinci

Pengkajian Sistem Penglihatan. Maryunis, S.Kep, Ns., M.Kes.

Pengkajian Sistem Penglihatan. Maryunis, S.Kep, Ns., M.Kes. Pengkajian Sistem Penglihatan Maryunis, S.Kep, Ns., M.Kes. Data Demografi Umur Umur klien merupakan factor penting dalam mengkaji proses visual dan struktur mata. Pada lansia, insiden beberapa kondisi

Lebih terperinci

ALAT ALAT INDERA, ALAT PERNAPASAN MANUSIA, DAN JARINGAN TUMBUHAN

ALAT ALAT INDERA, ALAT PERNAPASAN MANUSIA, DAN JARINGAN TUMBUHAN ALAT ALAT INDERA, ALAT PERNAPASAN MANUSIA, DAN JARINGAN TUMBUHAN Kompetensi yang hendak dicapai: Siswa dapat memahami bagian tubuh manusia dan hewan, menjelaskan fungsinya, serta mampu mengidentifikasi

Lebih terperinci

*cermin datar terpendek yang diperlukan untuk dapat melihat seluruh bayangan adalah: SETENGAH dari TINGGI benda itu.

*cermin datar terpendek yang diperlukan untuk dapat melihat seluruh bayangan adalah: SETENGAH dari TINGGI benda itu. OPTIK A. OPTIKA GEOMETRI Optika geometri adalah ilmu yang mempelajari tentang fenomena perambatan cahaya seperti pemantulan dan pembiasan. 1. Pemantulan Cahaya Cahaya adalah kelompok sinar yang kita lihat.

Lebih terperinci

PEMERIKSAAN VISUS MATA

PEMERIKSAAN VISUS MATA PEMERIKSAAN VISUS MATA Tidak semua orang mempunyai visus yang sama. Visus dipergunakan untuk menentukan penggunaan kacamata. Visus penderita bukan saja memberi pengertian tentang optiknya (kaca mata) tetapi

Lebih terperinci

Sistem Saraf Tepi (perifer)

Sistem Saraf Tepi (perifer) SISTIM SYARAF TEPI Sistem Saraf Tepi (perifer) Sistem saraf tepi berfungsi menghubungkan sistem saraf pusat dengan organ-organ tubuh Berdasarkan arah impuls, saraf tepi terbagi menjadi: - Sistem saraf

Lebih terperinci

SENSASI PENDENGARAN Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Psikologi Umum I yang dibina oleh Ibu Dyah Sulistyorini, M, Psi. Oleh

SENSASI PENDENGARAN Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Psikologi Umum I yang dibina oleh Ibu Dyah Sulistyorini, M, Psi. Oleh SENSASI PENDENGARAN Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Psikologi Umum I yang dibina oleh Ibu Dyah Sulistyorini, M, Psi Oleh Diar Arsyianti ( 406112402734) Universitas Negeri Malang Fakultas Ilmu

Lebih terperinci

Standar Operasional Prosedur Untuk Kader Katarak

Standar Operasional Prosedur Untuk Kader Katarak Standar Operasional Prosedur Untuk Kader Katarak Struktur Proses Hasil Petugas : 1. Dokter Puskesmas 2. Pramedis 3. Kader Katarak Anamnesis Gejala dan tanda : 1. Penurunan tajam penglihatan secara perlahan

Lebih terperinci

ORGAN PENYUSUN SISTEM SARAF MANUSIA

ORGAN PENYUSUN SISTEM SARAF MANUSIA ORGAN PENYUSUN SISTEM SARAF MANUSIA SEL SARAF, terdiri dari 1. Dendrit 2. Badan Sel 3. Neurit (Akson) Menerima dan mengantarkan impuls dari dan ke sumsum tulang belakang atau otak ORGAN PENYUSUN SISTEM

Lebih terperinci

BAB IV BIOOPTIK FISIKA KESEHATAN

BAB IV BIOOPTIK FISIKA KESEHATAN BAB IV BIOOPTIK Setelah mempelajari bab ini, mahasiswa akan dapat: a. Menentukan posisi dan pembesaran bayangan dari cermin dan lensa b. Menjelaskan proses pembentukan bayangan pada mata c. Menjelaskan

Lebih terperinci

BIOFISIKA 3 FISIKA INDERA

BIOFISIKA 3 FISIKA INDERA FISIKA OPTIK Sistem lensa Index bias Refraksi mata Tajam penglihatan (visus) Akomodasi Kelainan refraksi FISIKA BUNYI Bunyi dan faktor yang mempengaruhinya Frequensi Intensitas bunyi Karakteristik bunyi

Lebih terperinci

biasanya dialami benda yang tidak tembus cahaya, sedangkan pembiasan terjadi pada benda yang transparan atau tembus cahaya. garis normal sinar bias

biasanya dialami benda yang tidak tembus cahaya, sedangkan pembiasan terjadi pada benda yang transparan atau tembus cahaya. garis normal sinar bias 7.3 Cahaya Cahaya, apakah kamu tahu apa itu cahaya? Mengapa dengan adanya cahaya kita dapat melihat lingkungan sekitar kita? Cahaya Matahari yang begitu terang dapat membentuk pelangi setelah hujan berlalu?

Lebih terperinci

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. dilahirkan (perinatal) dan sesudah lahir (postnatal) (Suhardiyana, 2010).

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. dilahirkan (perinatal) dan sesudah lahir (postnatal) (Suhardiyana, 2010). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Telinga adalah organ pengindraan dengan fungsi ganda dan kompleks yaitu fungsi pendengaran dan fungsi keseimbangan (Hermanto, 2010). Rentang frekuensi

Lebih terperinci

Telinga. Telinga tersusun atas tiga bagian yaitu telinga luar, telinga tengah, dan telinga dalam.

Telinga. Telinga tersusun atas tiga bagian yaitu telinga luar, telinga tengah, dan telinga dalam. Telinga Telinga adalah alat indra yang memiliki fungsi untuk mendengar suara yang ada di sekitar kita sehingga kita dapat mengetahui / mengidentifikasi apa yang terjadi di sekitar kita tanpa harus melihatnya

Lebih terperinci

PEMERIKSAAN PERGERAKAN MATA VISUS & TES BUTA WARNA

PEMERIKSAAN PERGERAKAN MATA VISUS & TES BUTA WARNA PEMERIKSAAN PERGERAKAN MATA VISUS & TES BUTA WARNA PEMERIKSAAN PERGERAKAN MATA VISUS & TES BUTA WARNA PEMERIKSAAN PERGERAKAN MATA Tujuan Instruksional Khusus: - Mahasiswa mampu menjelaskan maksud dan tujuan

Lebih terperinci

Fisika Umum (MA-301) Getaran dan Gelombang Bunyi

Fisika Umum (MA-301) Getaran dan Gelombang Bunyi Fisika Umum (MA-301) Topik hari ini: Getaran dan Gelombang Bunyi Getaran dan Gelombang Hukum Hooke F s = - k x F s adalah gaya pegas k adalah konstanta pegas Konstanta pegas adalah ukuran kekakuan dari

Lebih terperinci

PEMERIKSAAN PERGERAKAN MATA VISUS & TES BUTA WARNA

PEMERIKSAAN PERGERAKAN MATA VISUS & TES BUTA WARNA PEMERIKSAAN PERGERAKAN MATA VISUS & TES BUTA WARNA PEMERIKSAAN PERGERAKAN MATA Tujuan Instruksional Khusus: - Mahasiswa mampu menjelaskan maksud dan tujuan pemeriksaan pergerakan mata. - Mahasiswa mampu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. industrialisasi di Indonesia maka sejak awal disadari tentang kemungkinan

BAB I PENDAHULUAN. industrialisasi di Indonesia maka sejak awal disadari tentang kemungkinan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan serta keselamatan kerja merupakan masalah penting dalam setiap proses operasional di tempat kerja. Dengan berkembangnya industrialisasi di Indonesia maka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Otitis media supuratif kronis (OMSK) merupakan peradangan dan infeksi kronis pada telinga tengah dan rongga mastoid yang ditandai dengan adanya sekret yang keluar terus

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Anatomi Organ Pendengaran Telinga adalah organ yang berfungsi dalam pendengaran dan juga keseimbangan tubuh. Telinga dapat dibagi menjadi

Lebih terperinci

Telinga Luar. Dalam kulit kanal auditorius eksterna. Glandula seminurosa. Sekresi substansi lilin. serumen. tertimbun. Kanalis eksternus.

Telinga Luar. Dalam kulit kanal auditorius eksterna. Glandula seminurosa. Sekresi substansi lilin. serumen. tertimbun. Kanalis eksternus. Gangguan pendengaran Kelainan telinga dapat menyebabkan tuli konduktif, tuli sensorineural/saraf/perseptif, atau tuli campur. 1. Tuli konduktif disebabkan kelainan di telinga luar atau telinga tengah.

Lebih terperinci

Definisi Bell s palsy

Definisi Bell s palsy Definisi Bell s palsy Bell s palsy adalah penyakit yang menyerang syaraf otak yg ketujuh (nervus fasialis) sehingga penderita tidak dapat mengontrol otot-otot wajah di sisi yg terkena. Penderita yang terkena

Lebih terperinci

BIOAKUSTIK. Akustik membahas segala hal yang berhubungan dengan bunyi,

BIOAKUSTIK. Akustik membahas segala hal yang berhubungan dengan bunyi, BIOAKUSTIK Akustik membahas segala hal yang berhubungan dengan bunyi, Bioakustik membahas bunyi yang berhubungan dengan makhluk hidup, terutama manusia. Bahasan bioakustik: proses pendengaran dan instrumen

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. anak yang kedua orang tuanya menderita miopia. 11,12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. anak yang kedua orang tuanya menderita miopia. 11,12 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 DEFINISI MIOPIA Miopia merupakan gangguan tajam penglihatan, dimana sinar-sinar sejajar dengan garis pandang tanpa akomodasi akan dibiaskan di depan retina. Miopia terjadi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Perut terisi makanan lambung diperintah untuk mencerna

PENDAHULUAN. Perut terisi makanan lambung diperintah untuk mencerna SISTEM SENSORIK PENDAHULUAN Sistem sensorik memungkinkan kita merasakan dunia Bertindak sebagai sistem peringatan Nyeri indikasi menghindari rangsangan yang membahayakan Mengetahui apa yang terjadi dalam

Lebih terperinci

INDERA PENGLIHATAN (MATA)

INDERA PENGLIHATAN (MATA) M INDERA PENGLIHATAN (MATA) ata manusia secara keseluruhan berbentuk seperti bola sehingga sering disebut bola mata. Media penglihatan terdiri dari kornea, aquous humor (terletak antara kornea dan lensa),

Lebih terperinci

Proses pendengaran terjadi mengikuti alur sebagai berikut: gelombang suara

Proses pendengaran terjadi mengikuti alur sebagai berikut: gelombang suara Fisiologi pendengaran Proses pendengaran terjadi mengikuti alur sebagai berikut: gelombang suara mencapai membran tympani, membran tympani bergetar menyebabkan tulang-tulang pendengaran bergetar. Tulang

Lebih terperinci

asuhan keperawatan Tinnitus

asuhan keperawatan Tinnitus asuhan keperawatan Tinnitus TINNITUS A. KONSEP DASAR PENYAKIT 1. DEFINISI Tinnitus adalah suatu gangguan pendengaran dengan keluhan perasaan mendengar bunyi tanpa rangsangan bunyi dari luar. Keluhannya

Lebih terperinci

Bagian-bagian yang melindungi mata: 1. Alis mata, berguna untuk menghindarkan masuknya keringat ke mata kita.

Bagian-bagian yang melindungi mata: 1. Alis mata, berguna untuk menghindarkan masuknya keringat ke mata kita. MATA Indra pertama yang dapat penting yaitu indra penglihatan yaitu mata. Mata adalah indera yang digunakan untuk melihat lingkungan sekitarnya dalam bentuk gambar sehingga mampu dengan mengenali benda-benda

Lebih terperinci

PEMERIKSAAN KESEHATAN MATA

PEMERIKSAAN KESEHATAN MATA KABUPATEN LAMPUNG SELATAN SO P PEMERIKSAAN KESEHATAN MATA No. Dokumen : 03-08020503-07.P-019 No. Revisi : Tanggal Terbit : 04 Januari 2016 Halaman : KEPALA PUSKESMAS MERBAU MATARAM SUCIPTO, SKM, MKes 1.

Lebih terperinci

ENTROPION PADA KUCING

ENTROPION PADA KUCING ENTROPION PADA KUCING (16 Nov 2017) ENTROPION PADA KUCING Apa yang Dimaksud Dengan Entropion Entropion adalah kondisi dimana kelopak mata (palpebra) bagian bawah berbalik ke dalam. Entropion juga dapat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Gaya Hidup a. Definisi Gaya Hidup atau lifestyle adalah pola hidup seseorang di dunia yang diekspresikan dalam aktivitas, minat, dan opininya. Gaya hidup menggambarkan

Lebih terperinci

Sensasi dan Persepsi

Sensasi dan Persepsi SENSASI Sensasi dan Persepsi Sensasi: Deteksi energi fisik yg dihasilkan /dipantulkan oleh benda-benda fisik Persepsi Sekumpulan tindakan mental yg mengatur impulsimpuls sensorik mjd 1 pola bermakna Proses

Lebih terperinci

Pengkajian Sistem Penglihatan Mula Tarigan, SKp. Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

Pengkajian Sistem Penglihatan Mula Tarigan, SKp. Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Pengkajian Sistem Penglihatan Mula Tarigan, SKp. Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Apa yang dikaji? RIWAYAT KESEHATAN PEMERIKSAAN FISIK PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

Lebih terperinci

PEMERIKSAAN FISIK (PHYSICAL ASSESMENT) Ulfatul Latifah, SKM

PEMERIKSAAN FISIK (PHYSICAL ASSESMENT) Ulfatul Latifah, SKM PEMERIKSAAN FISIK (PHYSICAL ASSESMENT) Ulfatul Latifah, SKM Pemeriksaan Fisik Merupakan pemeriksaan tubuh pasien secara keseluruhan/hanya bagian tertentu yang dianggap penting oleh tenaga kesehatan Tujuan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anatomi Telinga Dan Mekanisme Mendengar Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energi bunyi oleh daun telinga dalam bentuk gelombang yang dialirkan melalui udara atau

Lebih terperinci

BAGIAN-BAGIAN MATA DAN SISTEM VISUAL KELENJAR LACRIMAL, AIR MATA, SISTEM PENGERINGAN LACRIMAL DENGAN PEMBULUH NASOLACRIMAL

BAGIAN-BAGIAN MATA DAN SISTEM VISUAL KELENJAR LACRIMAL, AIR MATA, SISTEM PENGERINGAN LACRIMAL DENGAN PEMBULUH NASOLACRIMAL BAGIAN-BAGIAN MATA DAN SISTEM VISUAL GLOBE DIMENSI MATA OTOT MATA KELENJAR LACRIMAL, AIR MATA, SISTEM PENGERINGAN LACRIMAL DENGAN PEMBULUH NASOLACRIMAL KELOPAK MATA BULU MATA CONJUCTIVA SCLERA KORNEA BILIK/RONGGA

Lebih terperinci

Membahas bio-akustik berarti berusaha mengurai keterkaitan antara bunyi. gelombang bunyi, getaran dan sumber bunyi dengan kesehatan.

Membahas bio-akustik berarti berusaha mengurai keterkaitan antara bunyi. gelombang bunyi, getaran dan sumber bunyi dengan kesehatan. _Bio Akustik_01 Membahas bio-akustik berarti berusaha mengurai keterkaitan antara bunyi gelombang bunyi, getaran dan sumber bunyi dengan kesehatan. Apa sih yang dimaksud gelombang itu? dan apa hubungannya

Lebih terperinci

BAB 3 PENURUNAN KESADARAN

BAB 3 PENURUNAN KESADARAN BAB 3 PENURUNAN KESADARAN A. Tujuan pembelajaran 1. Melaksanakan anamnesis atau aloanamnesis pada pasien penurunan kesadaran. 2. Menerangkan mekanisme terjadinya penurunan kesadaran. 3. Membedakan klasifikasi

Lebih terperinci

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SWADAYA GUNUNG JATI CIREBON 2013 ANATOMI MATA. dr. H. SUTARA

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SWADAYA GUNUNG JATI CIREBON 2013 ANATOMI MATA. dr. H. SUTARA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SWADAYA GUNUNG JATI CIREBON 2013 ANATOMI MATA dr. H. SUTARA ANATOMI BOLA MATA KORNEA Jaringan bening, avascular, membentuk 1/6 bagian depan bola mata, diameter 11 mm Merupakan

Lebih terperinci

O P T I K dan REFRAKSI. SMF Ilmu Kesehatan Mata RSD Dr.Soebandi FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS JEMBER

O P T I K dan REFRAKSI. SMF Ilmu Kesehatan Mata RSD Dr.Soebandi FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS JEMBER O P T I K dan REFRAKSI SMF Ilmu Kesehatan Mata RSD Dr.Soebandi FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS JEMBER SINAR MATA (Organ Penglihatan) KORNEA + 43 D B M D Media optik PUPIL LENSA + 20 D MEDIA REFRAKSI BADAN

Lebih terperinci

PEMERIKSAAN FISIK MATA. Dody Novrial

PEMERIKSAAN FISIK MATA. Dody Novrial PEMERIKSAAN FISIK MATA Dody Novrial A. TUJUAN PEMBELAJARAN Setelah menyelesaikan modul pemeriksaan fisik mata, mahasiswa diharapkan mampu : 1. Melakukan pemeriksaan tajam penglihatan (visus) 2. Melakukan

Lebih terperinci

qwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwerty uiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasd fghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzx cvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmq

qwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwerty uiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasd fghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzx cvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmq qwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwerty uiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasd fghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzx cvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmq ALAT ALAT wertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyui OPTIK Sri Cahyaningsih

Lebih terperinci

ANATOMI DAN FISIOLOGI MATA

ANATOMI DAN FISIOLOGI MATA ANATOMI DAN FISIOLOGI MATA Secara garis besar anatomi mata dapat dikelompokkan menjadi empat bagian, dan untuk ringkasnya fisiologi mata akan diuraikan secara terpadu. Keempat kelompok ini terdiri dari:

Lebih terperinci

ANATOMI FISIOLOGI SISTEM PENGINDERAAN

ANATOMI FISIOLOGI SISTEM PENGINDERAAN ANATOMI FISIOLOGI SISTEM PENGINDERAAN PENGINDERAAN ADALAH ORGANORGAN AKHIR YANG DIKHUSUSKAN UNTUK MENERIMA JENIS RANGSANGAN TERTENTU BEBERAPA KESAN TIMBUL DARI LUAR YANG MENCAKUP PENGLIHATAN, PENDENGARAN,

Lebih terperinci

Struktur dan Mekanisme Pendengaran Pada Manusia

Struktur dan Mekanisme Pendengaran Pada Manusia Struktur dan Mekanisme Pendengaran Pada Manusia Lodowina Eresyen Rumaratu Nim : 102011092 Email : dewirumaratu@yahoo.co.id Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Pendahuluan Manusia

Lebih terperinci

PERAMBATAN BUNYI MELALUI TULANG TENGKORAK

PERAMBATAN BUNYI MELALUI TULANG TENGKORAK LAPORAN RESMI PRAKTIKUM BIOLOGI FUNGSI KEGIATAN 5 PERAMBATAN BUNYI MELALUI TULANG TENGKORAK Disusun oleh: Nama : Atik Kurniawati NIM : 11708251025 Kelompok : 5 PRODI PENDIDIKAN SAINS PROGRAM PASCASARJANA

Lebih terperinci

ANATOMI, FISIOLOGI TELINGA, HIDUNG, TENGGOROKAN

ANATOMI, FISIOLOGI TELINGA, HIDUNG, TENGGOROKAN ANATOMI, FISIOLOGI TELINGA, HIDUNG, TENGGOROKAN gelombang suara mencapai membran tympani. Membran tympani bergetar menyebabkan tulang-tulang pendengaran bergetar. FungsiMT: a. Vibrasi: sensitifitasamauntuk

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Pertumbuhan dan Perkembangan Pada saat lahir mata bayi normal cukup bulan berukuran kira-kira 2/3 ukuran mata orang dewasa. Pertumbuhan

Lebih terperinci

15B08064_Kelas C TRI KURNIAWAN OPTIK GEOMETRI TRI KURNIAWAN STRUKTURISASI MATERI OPTIK GEOMETRI

15B08064_Kelas C TRI KURNIAWAN OPTIK GEOMETRI TRI KURNIAWAN STRUKTURISASI MATERI OPTIK GEOMETRI OPTIK GEOMETRI (Kelas XI SMA) TRI KURNIAWAN 15B08064_Kelas C TRI KURNIAWAN STRUKTURISASI MATERI OPTIK GEOMETRI 1 K o m p u t e r i s a s i P e m b e l a j a r a n F i s i k a OPTIK GEOMETRI A. Kompetensi

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN III.

METODE PENELITIAN III. III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Kawasan Industri Kota Tangerang, khususnya di Kecamatan Jatiuwung (Gambar 4) dan dilaksanakan pada Bulan April sampai dengan Mei

Lebih terperinci

fisika CAHAYA DAN OPTIK

fisika CAHAYA DAN OPTIK Persiapan UN SMP 2017 fisika CAHAYA DAN OPTIK A. Sifat-Sifat Cahaya Cahaya merupakan suatu gelombang elektromagnetik sehingga cahaya dapat merambat di dalam ruang hampa udara. Kecepatan cahaya merambat

Lebih terperinci

BAB 3 GAMBARAN RADIOGRAFI KALSIFIKASI ARTERI KAROTID. Tindakan membaca foto roentgen haruslah didasari dengan kemampuan

BAB 3 GAMBARAN RADIOGRAFI KALSIFIKASI ARTERI KAROTID. Tindakan membaca foto roentgen haruslah didasari dengan kemampuan BAB 3 GAMBARAN RADIOGRAFI KALSIFIKASI ARTERI KAROTID Tindakan membaca foto roentgen haruslah didasari dengan kemampuan seorang dokter gigi untuk mengenali anatomi normal rongga mulut, sehingga jika ditemukan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Mata a. Pengertian Mata adalah salah satu organ tubuh vital manusia. Oleh karena itu, kita harus selalu menjaga dan mencegah hal-hal yang dapat merusak mata

Lebih terperinci

SD kelas 6 - ILMU PENGETAHUAN ALAM BAB 12. RANGKA DAN SISTEM ORGAN PADA MANUSIALatihan soal 12.2

SD kelas 6 - ILMU PENGETAHUAN ALAM BAB 12. RANGKA DAN SISTEM ORGAN PADA MANUSIALatihan soal 12.2 SD kelas 6 - ILMU PENGETAHUAN ALAM BAB 12. RANGKA DAN SISTEM ORGAN PADA MANUSIALatihan soal 12.2 1. Bagian mata yang berfungsi mengatur banyak sedikitnya cahaya yang masuk ke dalam mata adalah... Pupil

Lebih terperinci

PENGUKURAN FISIOLOGI. Mohamad Sugiarmin

PENGUKURAN FISIOLOGI. Mohamad Sugiarmin PENGUKURAN FISIOLOGI Mohamad Sugiarmin PENGATAR PENJELASAN SILABI LINGKUP PERKULIAHAN TUGAS PRAKTEK EVALUASI Indera dan Pengukurannya Pengukuran indera ada dua cara 1. Menurut Bentuk a. Indera khusus terutama

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Fisiologi Pendengaran Manusia Telinga merupakan alat indera yang memiliki fungsi untuk mendengar suara yang berada di sekitar manusia dan sebagai alat keseimbangan (Soetirtio,

Lebih terperinci

Frekuensi suara Frekuensi suara yang dapat didengar adalah antara 20 dan Hz. Orangtua hanya dapat mendengar sampai frekuensi 10 khz. Diatas 20

Frekuensi suara Frekuensi suara yang dapat didengar adalah antara 20 dan Hz. Orangtua hanya dapat mendengar sampai frekuensi 10 khz. Diatas 20 Bunyi,telinga dan pendengaran. Gelombang bunyi adalah suatu getaran mekanis dalam suatu gas,cairan dan benda padat yang merambat/berjalan menjauhi sumber. Kita dapat melihat pada gambar tentang diafragma

Lebih terperinci

Obat Diabetes Melitus Dapat Menghindari Komplikasi Mata Serius

Obat Diabetes Melitus Dapat Menghindari Komplikasi Mata Serius Obat Diabetes Melitus Dapat Menghindari Komplikasi Mata Serius Konsumsi Obat Diabetes Melitus Memperingan Resiko Komplikasi Mata Anda mungkin pernah mendengar bahwa diabetes menyebabkan masalah mata dan

Lebih terperinci

Dian Kemala Putri BAHAN AJAR PERANCANGAN SISTEM KERJA DAN ERGONOMI TEKNIK INDUSTRI UNIVERSITAS GUNADARMA

Dian Kemala Putri BAHAN AJAR PERANCANGAN SISTEM KERJA DAN ERGONOMI TEKNIK INDUSTRI UNIVERSITAS GUNADARMA Dian Kemala Putri BAHAN AJAR PERANCANGAN SISTEM KERJA DAN ERGONOMI TEKNIK INDUSTRI UNIVERSITAS GUNADARMA Panca Indera: Mata, telinga, hidung, mulut dan kulit. Kelima indera tersebut membantu manusia berinteraksi

Lebih terperinci

Gelombang sferis (bola) dan Radiasi suara

Gelombang sferis (bola) dan Radiasi suara Chapter 5 Gelombang sferis (bola) dan Radiasi suara Gelombang dasar lain datang jika jarak dari beberapa titik dari titik tertentu dianggap sebagai koordinat relevan yang bergantung pada variabel akustik.

Lebih terperinci

Carpal tunnel syndrome

Carpal tunnel syndrome Carpal tunnel syndrome I. Definisi Carpal tunnel syndrome adalah keadaan nervus medianus tertekan di daerah pergelangan tangan sehingga menimbulkan rasa nyeri, parestesia, dan kelelahan otot tangan. Tempat

Lebih terperinci

SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 3. Sistem Koordinasi dan Alat InderaLatihan Soal 3.2

SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 3. Sistem Koordinasi dan Alat InderaLatihan Soal 3.2 1. Perhatikan gambar mata berikut! Image not readable or empty assets/js/plugins/kcfinder/upload/image/alat%20indrpng SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 3. Sistem Koordinasi dan Alat InderaLatihan Soal 3.2 Bagian

Lebih terperinci

KUMPULAN SOAL UJIAN NASIONAL DAN SPMB

KUMPULAN SOAL UJIAN NASIONAL DAN SPMB . Cahaya adalah gelombang elektromagnetik yang mempunyai sifatsifat. ) merupakan gelombang medan listrik dan medan magnetik ) merupakan gelombang longitudinal ) dapat dipolarisasikan ) rambatannya memerlukan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Mata 1. Definisi Mata Mata merupakan organ sensorik kompleks yang mempunyai fungsi optikal untuk melihat dan saraf untuk transduksi (mengubah bentuk energi ke bentuk lain) sinar

Lebih terperinci

KONDISI LINGKUNGAN KERJA YANG MEMPENGARUHI KEGIATAN MANUSIA

KONDISI LINGKUNGAN KERJA YANG MEMPENGARUHI KEGIATAN MANUSIA KONDISI LINGKUNGAN KERJA YANG MEMPENGARUHI KEGIATAN MANUSIA 1. Temperatur Tubuh manusia bisa menyesuaikan diri karena kemampuannya utk melakukan proses konveksi, radiasi dan penguapan jika terjadi kekurangan

Lebih terperinci

CAHAYA. CERMIN. A. 5 CM B. 10 CM C. 20 CM D. 30 CM E. 40 CM

CAHAYA. CERMIN. A. 5 CM B. 10 CM C. 20 CM D. 30 CM E. 40 CM CAHAYA. CERMIN. A. 5 CM B. 0 CM C. 20 CM D. 30 CM E. 40 CM Cahaya Cermin 0. EBTANAS-0-2 Bayangan yang terbentuk oleh cermin cekung dari sebuah benda setinggi h yang ditempatkan pada jarak lebih kecil

Lebih terperinci

PENILAIAN KETERAMPILAN KELAINAN PADA LEHER ( ANAMNESIS + PEMERIKSAAAN FISIK)

PENILAIAN KETERAMPILAN KELAINAN PADA LEHER ( ANAMNESIS + PEMERIKSAAAN FISIK) Nama Mahasiswa : Tanggal Pemeriksaan : PENILAIAN KETERAMPILAN KELAINAN PADA LEHER ( ANAMNESIS + PEMERIKSAAAN FISIK) No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. Aspek yang dinilai Membina sambung rasa, bersikap

Lebih terperinci

D. 30 newton E. 70 newton. D. momentum E. percepatan

D. 30 newton E. 70 newton. D. momentum E. percepatan 1. Sebuah benda dengan massa 5 kg yang diikat dengan tali, berputar dalam suatu bidang vertikal. Lintasan dalam bidang itu adalah suatu lingkaran dengan jari-jari 1,5 m Jika kecepatan sudut tetap 2 rad/s,

Lebih terperinci

Alat-Alat Optik. Bab. Peta Konsep. Gambar 18.1 Pengamatan dengan menggunakan mikroskop. Bagian-bagian mata. rusak Mata. Cacat mata dibantu.

Alat-Alat Optik. Bab. Peta Konsep. Gambar 18.1 Pengamatan dengan menggunakan mikroskop. Bagian-bagian mata. rusak Mata. Cacat mata dibantu. Bab 18 Alat-Alat Optik Sumber: www.google.com Gambar 18.1 Pengamatan dengan menggunakan mikroskop Coba kamu perhatikan orang yang sedang melakukan pengamatan dengan menggunakan mikroskop. Orang tersebut

Lebih terperinci

Alat optik adalah suatu alat yang bekerja berdasarkan prinsip cahaya yang. menggunakan cermin, lensa atau gabungan keduanya untuk melihat benda

Alat optik adalah suatu alat yang bekerja berdasarkan prinsip cahaya yang. menggunakan cermin, lensa atau gabungan keduanya untuk melihat benda Alat optik Alat optik adalah suatu alat yang bekerja berdasarkan prinsip cahaya yang menggunakan cermin, lensa atau gabungan keduanya untuk melihat benda lain dengan lebih jelas. Beberapa jenis yang termasuk

Lebih terperinci