MENTERIPERHUBUNGAN REPUBUK INDONESIA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "MENTERIPERHUBUNGAN REPUBUK INDONESIA"

Transkripsi

1 MENTERIPERHUBUNGAN REPUBUK INDONESIA PERATURAN KESELAMATAN PENERBANGAN SIPIL BAG IAN 142 (CIVIL A VIA TlON SAFETY REGULA TlONS PART 142) TENTANG PERSYARATAN SERTIFIKASI DAN OPERASI PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN (CERTIFICATION AND OPERA TlNG REQUIREMENTS FOR TRAINING CENTERS) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA a. bahwa ketentuan persyarata:1 sertifikasi dan operasi pusat pendidikan dan pelatihan telah diatur dalam Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 52 Tahun 2002; b. bahwa dengan meningkatnya perkembangan teknologi di bidang penerbangan serta kebutuhan lintuk meningkatkan keamanan dan keselamata:1 penerbangan perlu mencabut Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 52 Tahun 2002 tentang Persyaratan Sertifikasi can Operasi Pusat Pendidikan dan Latihan; c. bahwa berdasarkan pdrtimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b perlu rnenetapkan Peraturan Menteri Perhubungan tentang Peraturan Keselarnatan Penerbangan Sipil Bagian 142 (Civil A viation Safety Regulations Part 142) tentang Persyaratan Sertifikasi dan Operasi Pusat Pendidikan dan Pelatihan (Certification and Operating r~equirements for Training Centers): 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Repub!rk Indonesia Nomor 4956);

2 2. Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2001 tentang Keamanan dan Keselamatan Penerbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 9, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4075); 3. Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara; 4. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara serta Susunan Organisasi, Tugas, dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara; 5. Keputusan Menteri Perhubungan Udara Nomor T.11/2/4-U Tahun 1960 tentang Peraturan-Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM 56 Tahun 2010; 6. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM 43 Tahun 2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Perhubungan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM 20 Tahun 2008; Menetapkan: PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN TENTANG PERATURAN KESELAMATAN PENERBANGAN SIPIL BAGIAN 142 (CIVIL AVIATION SAFETY REGULATIONS PART 142) TENTANG PERSYARATAN SERTIFIKASI DAN OPERASI PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN (CERTIFICATION AND OPERA TING REQUIREMENTS FOR TRAINING CENTERS). (1) Memberlakukan Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil Bagian 142 (Civil Aviation Safety Regulations Part 142) tentang Persyaratan Sertifikasi dan Operasi Pusat Pendidikan dan Pelatihan (Certification and Operating Requirements for Training Centers). (2) Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil Bagian 142 (Civil Aviation Safety Regulations (CASR), Part 142) tentang Persyaratan sertifikasi dan operasi pusat pendidikan dan Pelatihan (Certification and Operating Requirements for Training Centers), sebagaimana tercantum dalam Lampiran dan merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan ini.

3 Ketentuan lebih lanjut mengenai Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil Bagian 142 (Civil Aviation Safety Regulations Part 142) tentang Persyaratan Sertifikasi dan Operasi Pusat Pendidikan dan Pelatihan (Certification and Operating Requirements for Training Centers) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1, diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara. Direktur Jenderal Perhubungan Udara melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan Peraturan ini. Pada saat Peraturan ini mulai ber/aku, Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 52 Tahun 2002 tentang Persyaratan Sertifikasi dan Operasi Pusat Pendidikan dan Latihan dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Peraturan ini mulai berlaku pada tang gal ditetapkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri Perhubungan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 2 November 2010 MENTERIPERHUBUNGAN FREDDY NUMBERI SALINAN Peraturan ini disampaikan kepada : 1. Sekretaris Jenderal Kementerian Perhubungan; 2. Inspektur Jenderal Kementerian Perhubungan; 3. Direktur Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan; 4. Para Kepala Badan di lingkungan Kementerian Perhubungan. ttd UMAR IS SH MM MH Pembina Utama Muda (IV/c) NIP

4 REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERHUBUNGAN PERA TURAN PERA TURAN KESELAMATAN PENERBANGAN SIPIL (PKPS) PERSYARATAN SERTIFIKASI DAN OPERASI PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN

5 LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR KM 58 TAHUN 2010 TANGGAL : 2 NOVEMBER 2010 PERATURAN PERATURAN KESELAMATAN PENERBANGAN SIPIL (PKPS) BAGIAN 142 PERSYARATAN SERTIFIKASI DAN OPERASI PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN REPUBLIK INDONESIA KEMENTE~ANPERHUBUNGAN

6 Nomor Tanggal Tanggal Disisipkan oleh Perubahan Penerbitan Penyisipan Penerbitan pertama 08 Desember 2001 KM 44 Tahun 2001 Perubahan

7 Nomor Sumber-sumber Tentang Disetujui Perubahan Penerbitan ICAO Annex 1, pertama Amdt.162, 25 February 1998 FAR 142 Amd. 4,27 April 2001 Perubahan 1 ICAO Annex 1, Amdt.168, 22 November 2007 FAR 142 Amdt.5 17 September 2003

8 PKPS Bagian 142 PERSYARATAN SERTIFIKASI DAN OPERASI PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN Ruang lingkup Definisi Sertifikat dan spesifikasi-spesifikasi pelatihan yang diperlukan a. Buku Panduan Prosedur Pelatihan Jangka waktu berlaku sertifikat Penyimpangan-penyimpangan atau keringanan-keringanan Permohonan untuk penerbitan atau perubahan Persyaratan manajemen dan personil Fasilitas Pusat pelatihan satelit Pusat pelatihan asing: Aturan khusus [Dicadangkan] Pemajangan sertifikat Pemeriksaan Pembatasan-pembatasan pengiklanan.., Perjanjian-perjanjian pelatihan 10 SUB BAGIAN B-PERSYARATAN-PERSYARATAN KURIKULUM DAN SILABUS AWAK PESAWAT Ruang lingkup Persetujuan program pelatihan penerbang Persyaratan-persyaratan kurikulum program pelatihan 12 SUB BAG IAN C-PERSYARATAN-PERSYARATAN PERSONALIA DAN PERALA TAN PELATIHAN TERBANG Ruang lingkup Persyaratan-persyaratan instruktur pusat pelatihan Hak-hak dan batasan-batasan instruktur pusat pelatihan [Dicadangkan] Persyaratan-persyaratan pelatihan dan pengujian instruktur pusat pelatihan Persyaratan-persyaratan evaluator pusat pelatihan Persyaratan-persyaratan pesawat udara Simulator terbang dan peralatan-peralatan pelatihan terbang 18

9 SUB BAGIAN D - ATURAN PENGOPERASIAN Ruang lingkup Hak-hak Batasan-batasan a. Mutu pelatihan, sistem pengendalian mutu, sistem jaminan mutu, dan sistem manajemen keselamatan 21 SUB BAGIAN E - PEMELIHARAAN DOKUMENTASI Ruang lingkup Persyaratan-persyaratan pemeliharaan dokumentasi. 23 SUB BAGIAN F - KURSUS-KURSUS DISETUJUI LAINNYA Pelaksanaan kursus-kursus disetujui lainnya 24 Lampiran AA Bagian Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM 20 Tahun 2009 tentang Sistem Manajemen Keselamatan (Safety Management System)

10 (a) Sub bagian ini menetapkan persyaratan yang mengatur sertifikasi dan operasi pusat-pusat pelatihan penerbangan. Kecuali sebagaimana dimaksud pada butir (b) pasal ini, Bagian ini memberikan cara alternatif dalam memenuhi kewajiban pelatihan yang dipersyaratkan oleh PKPS Bagian-bagian 61, 63, 91, 121, 125, 127,135, atau 137. (b) Sertifikasi sesuai Bagian ini tidak diperlukan untuk pelatihan yang: (1) Disetujui sesuai dengan persyaratan PKPS Bagian-bagian 63,91, 121, 127, J 135, atau 137; 'J V (2) [Dicadangkan]; J ~ (3) Dilakukan sesuai Bagian 61 kecuali bahwa bagian tersebut memerlukan sertifikasi sesuai Bagian ini; (4) Dilakukan oleh pemegang sertifikat Bagian 121 untuk pemegang sertifikat Bagian 121 lain; (5) Dilakukan oleh pemegang sertifikat Bagian 135 untuk pemegang sertifikat Bagian 135 lain; atau (6) Dilakukan oleh manajer program kepemilikan fraksional Bagian 91 untuk manajer program kepemilikan fraksional Bagian 91 lain. (c) Kecuali sebagaimana ditentukan dalam butir (b) pasal ini, seseorang tidak dapat melakukan pelatihan, pengujian, atau pengecekan alat-alat pelatihan terbang atau simulator terbang lanjutan tanpa, atau dengan melanggar, sertifikat dan spesifikasispesifikasi pelatihan yang dipersyaratkan oleh Bagian ini. Alat Pelatihan Terbang Lanjutan adalah alat pelatihan terbang sebagaimana didefinisikan dalam PKPS Bagian 61 yang memiliki ruang kemudi yang secara akurat meniru buatan, model dan tipe ruang kemudi pesawat udara tertentu, serta memiliki karakteristik penanganan yang secara akurat mewakili karakteristik penanganan suatu unit pesawat udara. Kurikulum Inti adalah seperangkat bahan pelatihan yang disetujui oleh Direktur Jenderal, untuk digunakan oleh pusat pelatihan dan satelit pusat pelatihan tersebut. Kurikulum inti terdiri dari pelatihan yang dipersyaratkan untuk sertifikasi. Didalam kurikulum inti tersebut tidak termasuk pelatihan untuk tugas-tugas dan situasi yang unik untuk pengguna tertentu. (1) Program pelatihan untuk memperoleh sertifikasi penerbang, kualifikasi, otorisasi, atau kekinian;

11 (2) Program pelatihan untuk memenuhi sejumlah persyaratan tertentu dari sebuah program untuk pelatihan penerbang, sertifikasi, kualifikasi, otorisasi, atau kekinian; atau (3) Kurikulum, atau segmen kurikulum, sebagaimana didefinisikan dalam SFAR aaft PKPS Bagian 121. Perangkat kursus adalah materi pelatihan yang dikembangkan untuk setiap program kursus atau kurikulum, termasuk rencana pelajaran, deskripsi peristiwa penerbangan, perangkat lunak program komputer, program audiovisual, buku kerja, dan handout. Evaluator adalah orang yang dipekerjakan oleh pemegang sertifikat pusat pelatihan yang melakukan tes untuk sertifikasi, penambahan rating, kewenangan, dan cek kecakapan yang diberi kewenangan resmi oleh pemegang sertifikat spesifikasi pelatihan, dan yang diberi kewenangan oleh Direktur Jenderal untuk melaksanakan pengelolaan pemeriksaan dan tes tersebut. Peralatan pelatihan terbang adalah simulator terbang, sebagaimana yang didefinisikan dalam PKPS butir 61.1 (b) (5), alat-alat pelatihan terbang, sebagaimana yang didefinisikan dalam PKPS butir 61,1 (b) (7), dan pesawat udara. Instruktur adalah orang yang dipekerjakan oleh pusat pelatihan dan ditunjuk untuk memberikan pelatihan sesuai dengan Sub Bagian C dari Bagian ini. Simulasi Operational-Line adalah simulasi dilakukan dengan menggunakan skenario penerbangan berorientasi-operasional yang secara akurat meniru interaksi antara anggota-anggota awak pesawat dan antara anggota-anggota awak pesawat dengan fasilitas pemberangkatan, awak pesawat lainnya, pengatur lalu lintas udara, dan operasi darat. Simulasi operational-line dilakukan untuk tujuan pelatihan dan evaluasi serta mencakup kejadian-kejadian acak, abnormal, dan darurat. Secara spesifik, simulasi operational-line mencakup pelatihan terbang line-oriented, pelatihan operasional keperluan khusus, dan evaluasi operational-line. Kurikulum khusus adalah satu set program yang dirancang untuk memenuhi persyaratan dari Peraturan-peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil dan yang disetujui oleh Direktur Jenderal untuk digunakan oleh pusat pelatihan atau satelit pusat pelatihan tertentu. Kurikulum pelatihan khusus mencakup persyaratan yang unik yang disiapkan bagi satu atau lebih klien pusat pelatihan terse but. Pusat pelatihan adalah suatu organisasi yang diatur oleh persyaratan yang berlaku dari Bagian ini yang memberikan pelatihan, pengetesan, dan pemeriksaan di bawah kontrak atau pengaturan lain untuk penerbang sesuai dengan persyaratan PKPS. Program pelatihan terdiri dari kursus, perangkat kursus, fasilitas, peralatan pelatihan terbang, dan personel yang diperlukan untuk mencapai tujuan pelatihan tertentu. Program pelatihan mencakup kurikulum inti dan kurikulum khusus. Spesifikasi pelatihan adalah suatu dokumen yang dikeluarkan untuk pemegang sertifikat pusat pelatihan oleh Direktur Jenderal yang menetapkan pengecekan, otorisasi dan batasan pengujian, serta menentukan persyaratan program pelatihan pusat pelatihan tersebut.

12 (a) (b) Tidak ada orang yang dapat mengoperasikan pusat pelatihan bersertifikat tanpa, atau dengan melanggar, sertifikat dan spesifikasi pelatihan pusat pelatihan yang diterbitkan berdasarkan Bagian ini. Pemohon akan diberi sertifikat pusat pelatihan dan spesifikasi pelatihan dengan batasan yang sesuai jika pemohon menunjukkan bahwa ia memiliki fasilitas yang memadai, peralatan, personel, dan perangkat kursus yang dipersyaratkan oleh butir untuk melakukan pelatihan yang disetujui sesuai butir a. Buku Panduan Prosedur Pelatihan Pemohon persetujuan pusat pelatihan wajib menyiapkan Buku Panduan Prosedur Pelatihan. Setiap buku panduan harus diidentifikasi secara khusus dan harus mencakup sekurang-kurangnya: (a) Sistem untuk perubahan; (b) Nama pemegang buku panduan dan nomor salinan; (c) Bagan organisasi, yang menunjukkan tanggung jawab dan tingkat pelaporan setiap anggota organisasi; (d) Penjelasan tugas dan tanggung jawab tingkat pelaporan terdaftar di bagan organisasi; (e) Bagan lantai sederhana fasilitas tersebut, menggambarkan lokasi ruang kelas dan kantor-kantor, serta deskripsi umum fasilitas-fasilitas tersedia; (f) Kualifikasi instruktur; (g) Penjelasan dan sistem pengendalian mutu yang dapat menjamin bahwa kebijakan dan prosedur diterapkan secara efektif; (h) Salinan dari kurikulum kursus; (i) Contoh salinan pertanyaan ujian, yang mencerminkan semua mata pelajaran yang diajarkan; (j) Penjelasan tentang cara-cara yang dapat memverifikasi kehadiran dan nilai yang diperoleh peserta pelatihan; (k) Penjelasan tentang setiap pengecualian terhadap keharusan kehadiran; (I) Prosedur untuk pembuatan bahan-bahan ujian-ujian; (m) Salinan sertifikat kelulusan; (n) Daftar nama dan tanda tangan dari semua personel yang diberi kewenangan untuk menandatangani sertifikat-sertifikat, formulir-formulir dan surat-surat; (0) Penjelasan mengenai prasyarat kursus untuk pelatihan dasar; (p) Untuk program pelatihan tipe, penjelasan rinci tentang bagaimana perubahan terhadap kursus dikendalikan; (q) Daftar referensi bahan-bahan kursus; (r) Penjelasan alat bantu pelatihan yang tersedia untuk pelatihan dasar. (a) (b) [Dicadangkan] Kecuali jika lebih awal dikembalikan, dibekukan, atau dibatalkan, sertifikat yang diterbitkan sesuai persyaratan Bagian ini untuk pusat pelatihan yang terletak di dalam maupun di luar Republik Indonesia berakhir pada akhir bulan kedua belas setelah bulan penerbitan atau pembaruan.

13 (c) Jika Direktur Jenderal membekukan, mencabut kembali, atau mengakhiri sertifikat pusat pelatihan, pemegang sertifikat tersebut wajib mengembalikan sertifikat ke Direktur Jenderal dalam waktu 5 hari kerja setelah diberitahu bahwa sertifikat tersebut akan dibekukan, dicabut atau dihentikan. (a) Direktur Jenderal dapat mengeluarkan ijin penyimpangan atau keringanan dari salah satu persyaratan dari Bagian ini. (b) Pemohon sertifikat pusat pelatihan yang meminta ijin penyimpangan atau keringanan sesuai pasal ini harus melengkapi informasi yang dapat diterima Direktur Jenderal yang memuat: (1) Pertimbangan atas penyimpangan dan keringanan tersebut; dan (2) Bahwa penyimpangan atau keringanan tersebut tidak akan berpengaruh buruk terhadap mutu pelatihan atau pengevaluasian. (a) (b) Permohonan sertifikat pusat pelatihan dan spesifikasi pelatihan harus: (1) Dibuat dalam bentuk dan dengan cara yang ditentukan oleh Direktur Jenderal; (2) Diajukan ke kantor Direktorat Jenderal Perhubungan Udara terkait; dan (3) Dibuat setidaknya 120 (seratus dua puluh) hari kalender sebelum dimulainya setiap pelatihan yang diusulkan atau 60 (enam puluh) hari kalender sebelum berlakunya perubahan untuk setiap pelatihan telah disetujui, kecuali jika Direktur Jenderal menyetujui jangka waktu pengajuan yang lebih pendek. Setiap permohonan untuk sertifikat pelatihan dan spesifikasi pusat pelatihan harus dilengkapi dengan: (1) Pernyataan bahwa persyaratan kualifikasi minimum untuk setiap posisi manajemen terpenuhi atau terlampaui; (2) Pemberitahuan: (i) Pernyataan bahwa pemohon harus memberitahukan Direktur Jenderal dalam waktu 30 (tiga puluh) hari kerja sebelum setiap perubahan personel-personel pada posisi manajemen yang diwajibkan; (ii) Jika salah satu dari personel manajemen yang disetujui perlu diganti karena alasan diluar control pemilik sertifikat, maka pemilik sertifikat tersebut dapat mengusulkan seseorang untuk ditunjuk sementara pada posisi yang kosong tersebut. Namun demikian, personel yang ditunjuk tersebut harus memenuhi persyaratan-persyaratan posisi manajement Sub Bagian ini yang berlaku, dan dalam waktu 7 (tujuh) hari pemilik sertifikat harus memberitahu dan memohon Direktorat Jenderal Perhubungan Udara untuk dilakukan evaluasi persetujuan calon tersebut. (3) Usulan otorisasi pelatihan dan spesifikasi pelatihan yang diminta pemohon; (4) Usulan otorisasi pengujian; (5) Penjelasan mengenai peralatan pelatihan terbang yang diusulkan untuk digunakan pemohon;

14 (6) Penjelasan mengenai fasilitas pelatihan, peralatan, kualifikasi personel yang akan digunakan, dan usulan rencana-rencana pengujian; (7) Kurikulum program pelatihan, termasuk silabus, kerangka, perangkat kursus, prosedur, dan dokumentasi untuk mendukung butir-butir yang dibutuhkan pada Sub Bagian B, apabila diminta oleh Direktur Jenderal; (8) Uraian tentang sistem pencatatan yang akan mengidentifikasi dan mendokumentasikan rincian pelatihan, kualifikasi, dan sertifikasi peserta pelatihan, instruktur, dan evaluator; (9) Penjelasan mengenai usulan langkah-iangkah pengendalian mutu; dan (10) Metode untuk menunjukkan kualifikasi dan kemampuan pemohon dalam memberikan pelatihan untuk memperoleh sertifikat atau rating dalam waktu kurang dari waktu minimum yang ditentukan dalam PKPS Bagian 61, jika pemohon mengajukan untuk melakukannya. (1) Tersedia untuk diinspeksi dan dievaluasi sebelum penerbitan persetujuan; dan (2) Ada di tempat dan operasional di lokasi pusat pelatihan yang diusulkan sebelum penerbitan sertifikat sesuai persyaratan-persyaratan Bagian ini. (d) Pemohon yang memenuhi persyaratan dari Bagian ini dan disetujui oleh Direktur Jenderal berhak atas: (1) Sertifikat pusat pelatihan yang mencantumkan semua nama bisnis yang disertakan pada permohonan di mana pemilik sertifikat dapat melakukan operasi dengan menggunakan nama-nama tersebut, dan alamat-alamat setiap kantor bisnis yang digunakan oleh pemilik sertifikat; dan (2) Spesifikasi pelatihan, yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal kepada pemegang sertifikat, yang berisi: (i) Jenis pelatihan yang disetujui, termasuk kursus-kursus yang disetujui; (ii) Kategori, kelas, dan tipe pesawat udara yang boleh digunakan untuk pelatihan, pengetesan, dan pengecekan; (iii) Untuk setiap simulator terbang atau alat pelatihan terbang, pembuat, model, dan seri pesawat terbang atau sekumpulan pesawat terbang yang disimulasikan dan tingkat kualifikasi yang ditetapkan, atau pembuat, model, dan seri helikopter, atau sekumpulan helikopter yang disimulasikan serta tingkat kualifikasi yang ditetapkan; (iv) Untuk setiap simulator terbang dan alat pelatihan terbang yang dikenakan keharusan untuk dievaluasi kualifikasinya oleh Direktur Jenderal, nomor identifikasi yang diberikan oleh Direktorat Jenderal Perhubungan Udara; (v) Nama dan ala mat dari semua pusat pelatihan satelit, dan kursus-kursus yang disetujui yang ditawarkan pada setiap pusat pelatihan satelit; (vi) Penyimpangan atau keringanan yang disetujui dari Bagian ini; dan (vii) Setiap hal lainnya yang diwajibkan atau diperkenenkan oleh Direktur Jenderal. (e) Direktur Jenderal dapat menolak, membekukan, membatalkan, atau mengakhiri sertifikat yang diterbitkan sesuai persyaratan Bagian ini jika Direktur Jenderal menemukan bahwa pemohon atau pemegang sertifikat:

15 (1) Memegang sertifikat pusat pelatihan yang dicabut, dibekukan, atau diakhiri dalam 5 tahun terakhir; atau (2) Mempekerjakan atau mengusulkan untuk mempekerjakan seseorang yang: (i) Sebelumnya bekerja dalam posisi manajemen atau penyelia pada pemegang sertifikat pusat pelatihan yang dicabut, dibekukan, atau diakhiri dalam 5 tahun terakhir; (ii) Pelaksanaan pengawasan atas pemilik sertifikat dimana sertifikat tersebut telah dibatalkan, dibekukan, atau diakhiri dalam 5 tahun terakhir; dan (iii) Secara material memberikan kontribusi terhadap pencabutan, pembekuan, atau penghentian sertifikat bagi yang akan bekerja dalam posisi manajemen atau penyelia, atau bagi yang akan mengendalikan atau mempunyai kepemilikan yang cukup besar di pusat pelatihan. (3) Telah memberikan informasi yang tidak lengkap, tidak akurat, palsu, atau salah untuk sertifikat pusat pelatihan; (4) Sertifikat tidak harus diberikan jika hal tersebut tidak akan mendorong peningkatan keselamatan penerbangan. (f) Pada setiap saat, Direktur Jenderal dapat mengubah sertifikat pusat pelatihan: (1) Atas prakarsa Direktur Jenderal sendiri, berdasarkan Undang-undang Penerbangan Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan dan PKPS; atau (2) Atas permohonan pemegang sertifikat yang diajukan pada waktu yang tepat. (g) Pemegang sertifikat harus mengajukan permohonan untuk mengubah sertifikat pusat pelatihan paling sedikit 60 (enam puluh) hari kalender sebelum tanggal efektif perubahan yang diusulkan pemohon, kecuali jangka waktu pengajuan yang berbeda disetujui oleh Direktur Jenderal. (r) Setiap pemohon sertifikat pusat pelatihan pertama yang bermaksud untuk melakukan pelatihan sesuai persyaratan Bagian ini harus menyerahkan informasi keuangan berikut : (1) Neraca yang menunjukkan aset, utang, dan kekayaan bersih, bertanggal tidak lebih dari 60 (enam puluh) hari sebelum tanggal permohonan. (2) Rincian utang yang jatuh tempo lebih dari 60 (enam puluh) hari dari tanggal neraca, jika ada, memuat setiap nama dan alamat kreditur, utang, dan jumlah serta tanggal jatuh tempo utang terse but. (3) Rincian tuntutan dalam proses pengadilan, jika ada, terhadap pemohon pada tanggal permohonan serta memuat nama dan alamat masing-masing penuntut dan uraian serta besamya tuntutan tersebut. (4) Rincian proyeksi tentang operasi yang diusulkan mencakup 6 (enam) bulan lengkap sejak bulan di mana sertifikat tersebut diharapkan akan dikeluarkan termasuk: (i) Perkiraan jumlah dan sumber pendapatan operasional maupun non operasional, termasuk identifikasi kontrak yang telah menghasilkan maupun yang diantisipasi akan menghasilkan pendapatan dan perkiraan pendapatan atau jam dari alat pelatihan; (ii) Perkiraan jumlah pengeluaran biaya operasi dan non-operasi, sesuai klasifikasi sasaran pengeluaran biaya; dan (iii) Estimasi laba bersih atau rugi untuk periode yang bersangkutan.

16 (5) Perkiraan uang tunai yang akan dibutuhkan untuk operasi yang diusulkan selama 6 (enam) bulan pertama setelah bulan di mana sertifikat tersebut diharapkan akan diterbitkan, termasuk penjelasan lengkap hal-hal sebagai berikut: (i) Perolehan aktiva tetap; (ii) Pelunasan utang; (Hi) Modal kerja tambahan; (iv) Kerugian operasi selain penyusutan dan amortisasi, dan (v) Subyek-subyek lainnya yang dianggap penting oleh Direktur Jenderal. (6) Perkiraan uang yang akan tersedia pada 6 (enam) bulan pertama setelah bulan di mana sertifikat tersebut diharapkan akan diterbitkan, memberikan penjelasan penuh tentang: (i) Penjualan properti atau peralatan pelatihan terbang; (ii) Utang baru; (iii) Modal sendiri baru; (iv) Pengurangan modal kerja; (v) Operasi (keuntungan); (vi) Penyusutan dan amortisasi, dan (vii) Lainnya. (7) Rincian pertanggungan asuransi yang berlaku pada tanggal neraca menunjukkan perusahaan asuransi; nomor polis; tipe, jumlah, dan jangka waktu pertanggungan; dan kondisi-kondisi khusus, pengecualianpengecualian, dan batasan-batasan. (8) Setiap informasi keuangan lainnya yang diharuskan Direktorat Jenderal Perhubungan Udara untuk memungkinkannya untuk menentukan bahwa pemohon memiliki sumber keuangan yang cukup untuk melakukan operasi dengan tingkat keselamatan yang diwajibkan untuk kepentingan umum. (m) Setiap pemegang sertifikat pusat pelatihan wajib menyampaikan laporan keuangan untuk 6 (enam) bulan pertama setiap tahun fiskal dan laporan keuangan lainnya untuk setiap tahun fiskal. (n) Setiap laporan keuangan yang berisi informasi keuangan yang diwajibkan oleh butir (s) pasal ini harus didasarkan pada rekening yang disusun dan dipelihara pada dasar akrual sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum diterapkan secara konsisten, dan harus berisi nama dan alamat perusahaan akuntansi publik pemohon, jika ada. Informasi yang disampaikan harus ditandatangani oleh petugas, pemilik, atau mitra dari pemohon atau pemegang sertifikat. (a) Untuk setiap kurikulum yang diusulkan, pusat pelatihan memiliki, dan harus mempertahankan, dalam jumlah yang memadai instruktur yang memenuhi persyaratan kualifikasi sesuai dengan Sub Bagian C dari Bagian ini untuk melakukan tugas yang diberikan;

17 (b) Pusat pelatihan telah mendelegasikan, dan harus mempertahankan, dalam jumlah yang memadai evaluator yang disetujui untuk melakukan pengecekan dan pengetesan yang diperlukan untuk calon lulusan dalam waktu 7 (tujuh) hari kalender setelah selesai pelatihan untuk setiap kurikulum yang mengarah ke penerbitan sertifikat atau rating personel pesawat udara, atau keduanya; (c) Pusat pelatihan memiliki, dan harus mempertahankan, dalam jumlah yang memadai personel manajemen yang memenuhi persyaratan kualifikasi dan kompeten untuk melaksanakan tugas yang diwajibkan; dan (d) Seorang wakil manajemen, dan semua personel yang ditunjuk oleh pusat pelatihan untuk melakukan pelatihan peserta pelatihan langsung, mampu memahami, membaca, menulis, dan berbicara lancar bahasa Inggris. (1) Setiap ruang, bilik pelatihan, atau ruang lain yang digunakan untuk tujuan pembelajaran berpengatur udara, berventilasi, dilengkapi dengan lampu berpengatur pencahayaan untuk memungkinkan penggunaan yang memuaskan dari semua peralatan pelatihan yang diusulkan, dan selain itu memberikan kenyamanan dan kebutuhan fisiologis peserta pelatihan, dan agar sesuai dengan peraturan setempat bagi bangunan, sanitasi, dan kesehatan; dan (2) Fasilitas yang digunakan untuk pelatihan tidak secara rutin mendapat gangguan signifikan yang disebabkan oleh operasi penerbangan dan operasi pemeliharaan di bandar udara. (b) Pemohon atau pemegang sertifikat pusat pelatihan harus menetapkan dan memelihara kantor usaha utama yang secara fisik terletak di alamat yang ditunjukkan pada sertifikat pusat pelatihannya. (c) Rekaman yang oleh Bagian ini diharuskan dijaga, harus berada di fasilitas yang memadai untuk keperluan itu. (d) Pemohon atau pemegang sertifikat pusat pelatihan yang melaksanaan kursus untuk penerbang harus memiliki secara eksklusif, untuk periode waktu yang memadai dan pada lokasi yang telah disetujui oleh Direktur Jenderal, alat pelatihan terbang yang memadai dan perangkat kursus, termasuk setidaknya satu simulator terbang atau alat pelatihan terbang lanjutan. (e) Sertifikat pusat pelatihan dapat diberikan kepada pemohon yang memiliki kantor bisnis atau pusat pelatihan yang terletak di luar Republik Indonesia. (a) Pemegang sertifikat pusat pelatihan dapat melakukan pelatihan sesuai dengan program pelatihan yang disetujui di pusat pelatihan satelit jika;

18 (1) Fasilitas, peralatan, personel, dan isi kursus satelit pusat pelatihan memenuhi persyaratan yang berlaku dari Bagian ini; (2) Para instruktur dan evaluator di satelit pusat pelatihan berada di bawah pengawasan langsung personel manajemen dari kantor induk pusat pelatihan; (3) Direktur Jenderal diberitahukan secara tertulis bahwa satelit tertentu akan memulai operasi setidaknya 60 (enam puluh) hari sebelum dimulainya operasi yang diusulkan di satelit pusat pelatihan tersebut; dan (4) Spesifikasi pelatihan pemegang sertifikat mencantumkan nama dan alamat satelit pusat pelatihan dan program yang disetujui yang ditawarkan di satelit pusat pelatihan. (b) Spesifikasi pelatihan pemegang sertifikat harus menetapkan tentang operasi yang diwajibkan dan kewenangan yang diberikan di setiap satelit pusat pelatihan. (a) Atas kebijaksanaan Direktur Jenderal, pusat pelatihan yang terletak di luar Republik Indonesia dapat disertifikasi sesuai dengan Bagian ini, asalkan pusat pelatihan memegang sertifikat yang sah yang dikeluarkan oleh otorita penerbangan sipil setempat dimana negaranya adalah negara anggota ICAO, berdasarkan peraturan yang sama dengan ini Bagian atau ICAO Lampiran 1. (b) (c) Pusat pelatihan yang terletak di luar Republik Indonesia dapat mempersiapkan dan merekomendasikan pemohon-pemohon lisensi/sertifikat personel pesawat udara Republik Indonesia dan dapat mempersiapkan dan merekomendasikan pemohon-pemohon untuk otorisasi, pengesahan, dan penambahan rating terhadap lisensi/sertifikat yang dikeluarkan Direktorat Jenderal Perhubungan Udara. Selain kewenangan yang diberikan dalam butir (b) pasal ini, pusat pelatihan yang terletak di luar Republik Indonesia, jika diberi kewenangan oleh Direktur Jenderal, dapat melksanakan pelatihan, pengujian, atau pemeriksaan yang diperlukan untuk memenuhi persyaratan PKPS.? (a) Setiap pemegang sertifikat pusat pelatihan harus memajang sertifikat yang dimilikinya ditempat yang menarik perhatian di lokasi yang dapat diakses oleh publik di kantor pusat usaha pusat pelatihan tersebut. (b) Sertifikat pusat pelatihan dan spesifikasi pelatihan harus tersedia untuk inspeksi atas permintaan ; (1) Direktur Jenderal; (2) Seorang wakil resmi dari Komite Nasional Keselamatan Transportasi; atau (3) Petugas penegak hukum.

19 Setiap pemegang sertifikat harus mengijinkan Direktur Jenderal untuk memeriksa fasilitas, peralatan, dan catatan pusat pelatihan pada setiap waktu yang wajar dan di tempat yang wajar dalam rangka untuk menentukan pemenuhan dengan atau untuk menentukan kelayakan awal atau keberlanjutan kelayakan sesuai Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan, dan sertifikat serta spesifikasi pelatihan pusat pelatihan. (a) Pemegang sertifikat tidak boleh melakukan, dan tidak boleh mengiklankan untuk melakukan pelatihan, pengetesan, dan pengecekan yang tidak disetujui oleh Direktur Jenderal jika pelatihan tersebut dirancang untuk memenuhi persyaratan PKPS. (b) Pemegang sertifikat dimana sertifikat yang dimilikinya telah dikembalikan, dibekukan, dicabut atau diakhiri harus: (1) Segera menghapus semua indikasi-indikasi dimanapun berada, termasuk tanda-tanda, bahwa pusat pelatihan tersebut pernah disertifikasi oleh Direktur Jenderal; dan (2) Segera memberitahukan semua agen periklanan, atau media iklan, atau keduanya, yang digunakan oleh pemegang sertifikat, untuk menghentikan semua kegiatan pengiklanan yang mengindikasikan bahwa pusat pelatihan tersebut disertifikasi oleh Direktur Jenderal. Sekolah penerbang yang disertifikasi sesuai persyaratan-persyaratan PKPS Bagian 141 dapat memberikan pelatihan, pengetesan, dan pengecekan pusat pelatihan yang disertifikasi sesuai persyaratan-persyaratan Bagian ini jika: (a) Ada perjanjian pelatihan, pengetesan, dan pengecekan antara pusat pelatihan yang bersertifikat dengan sekolah penerbang tersebut; (b) Pelatihan, pengetesan, dan pengecekan disediakan oleh sekolah penerbang yang bersertifikat tersebut disetujui dan dilakukan sesuai dengan Bagian ini; (c) Sekolah penerbang yang disertifikasi sesuai persyaratan Bagian 141 memperoleh persetujuan Direktur Jenderal untuk garis besar kursus pelatihan yang mencakup bagian dari pelatihan, pengetesan, dan pengecekan yang harus dilakukan sesuai persyaratan Bagian 141; dan (d) Setelah pelatihan, pengetesan, dan pengecekan selesai dilakukan sesuai persyaratan Bagian 141, salinan catatan pelatihan setiap peserta pelatihan diserahkan ke pusat pelatihan Bagian 142 tersebut dan menjadi bagian dari dokumen permanen pelatihan peserta pelatihan.

20 Sub bagian ini menetapkan persyaratan kurikulum dan silabus untuk penerbitan sertifikat pusat pelatihan dan spesifikasi pelatihan untuk pelatihan, pengetesan, dan pengecekan yang dilakukan untuk memenuhi persyaratan-persyaratan PKPS Bagian 61 dan 63. (a) (b) (c) Kecuali sebagaimana dimaksud pada butir (b) pasal ini, masing-masing pemohon, atau pemegang, sertifikat pusat pelatihan harus mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal untuk persetujuan program pelatihan. Kurikulum yang telah disetujui sesuai persyaratan PKPS Bagian 121 atau Bagian 135 disetujui pula sesuai persyaratan Bagian ini asalkan tidak ada modifikasi pada fasilitas peralatan atau personel sebagaimana ditetapkan dalam kurikulum yang telah disetujui. Permohonan untuk persetujuan program pelatihan harus dibuat dalam bentuk dan dengan cara yang dapat diterima oleh Direktur Jenderal. (1) Kursus mana yang merupakan bagian dari kurikulum inti dan kursus mana yang merupakan bagian dari kurikulum khusus; (2) Bagian persyaratan PKPS 61 atau 63 mana yang akan dipenuhi dengan kurikulum atau kurikulum-kurikulum; dan (3) Bagian persyaratan PKPS 61 atau 63 mana yang tidak akan dipenuhi dengan kurikulum atau kurikulum-kurikulum. (4) Apabila program tersebut adalah memenuhi persyaratan-persyaratan pelatihan CASR Bagian 121 atau Bagian 135, program pelatihan pada butir (1) sampai (3) dari bagian ini juga berlaku. (e) Jika setelah pemilik sertifikat mulai beroperasi sesuai program pelatihan yang disetujui dan Direktur Jenderal menemukan bahwa pemegang sertifikat tidak memenuhi ketentuan program pelatihan yang disetuju tersebut, Direktur Jenderal dapat mewajibkan pemegang sertifikat untuk melakukan revisi program pelatihan tersebut. (f) Jika Direktur Jenderal mewajibkan pemegang sertifikat untuk melakukan revisi terhadap program pelatihan yang disetujui dan pemegang sertifikat tidak melakukannya, maka dalam waktu 30 (tiga puluh) hari kalender, Direktur Jenderal dapat membekukan, mencabut, atau mengakhiri sertifikat pusat pelatihan sesuai ketentuan butir (e).

21 Setiap kurikulum program pelatihan yang disampaikan kepada Direktur Jenderal untuk memperoleh persetujuan harus memenuhi persyaratan-persyaratan yang berlaku dari Bagian ini dan harus berisi: (a) Silabus untuk setiap kurikulum yang diusulkan; (b) Persyaratan pesawat udara dan peralatan pelatihan terbang minimum untuk setiap kurikulum yang diusulkan; (c) Kualifikasi minimum instruktur dan evaluator untuk setiap kurikulum yang diusulkan; (d) Kurikulum untuk pelatihan awal dan pelatihan lanjutan dari setiap instruktur atau evaluator yang dipekerjakan untuk melatih dalam kurikulum yang diusulkan; dan (e) Untuk setiap kurikulum yang dimaksudkan untuk penerbitan lisensi atau rating dalam waktu yang kurang dari persyaratan minimum jam yang ditentukan oleh PKPS Bagian 61 : (1) Cara mendemonstrasikan kemampuan untuk menyelesaikan pelatihan tersebut dalam jumlah jam yang dikurangi; dan (2) Cara untuk melacak kinerja murid.

22 Sub Bagian C - Persyaratan-persyaratan Personalia dan Peralatan Pelatihan Terbang Sub Bagian ini menetapkan persyaratan personel dan peralatan pelatihan terbang untuk pemegang sertifikat yang melakukan pelatihan untuk memenuhi persyaratan PKPS Bagian 61 atau 63. (a) Pemegang sertifikat tidak dapat mempekerjakan seseorang sebagai instruktur dalam kursus pelatihan terbang yang harus mendapat persetujuan Direktur Jenderal kecuali orang tersebut: (1) Sekurang-kurangnya berusia 18 tahun; (2) Bisa membaca, menulis, berbicara dan memahami bahasa Inggris; (3) Jika memberikan pelatihan dalam pesawat saat penerbangan, memenuhi persyaratan kualifikasi sesuai PKPS Bagian 61 Sub Bagian H; (4) Memenuhi persyaratan butir (c) pasal ini; dan (5) Memenuhi setidaknya salah satu syarat berikut: (i) Kecuali diizinkan oleh butir (a) (5) (ii) pasal ini, memenuhi persyaratan pengalaman aeronautika PKPS butir (a), (b), (c), atau (e), yang berlaku, tidak termasuk waktu yang dibutuhkan dari pelatihan dalam persiapan untuk pengetesan praktek penerbang komersial; (ii) Jika memberikan pelatihan dalam simulator terbang atau alat pelatihan terbang yang merepresentasikan pesawat terbang yang memerlukan type rating atau jika memberikan pelatihan dalam kurikulum yang menuju ke penerbitan Iisensi penerbang transportasi maskapai penerbangan atau tambahan rating ke lisensi penerbang transportasi maskapai penerbangan, memenuhi persyaratan pengalaman aeronautika yang berlaku dari PKPS pasal , pasal , atau pasal ; atau (iii) Bekerja sebagai instruktur simulator terbang atau instruktur alat pelatihan terbang pada pusat pelatihan yang menyediakan pelatihan dan pengetesan untuk memenuhi persyaratan-persyaratan PKPS Bagian 61. (b) (c) Pusat pelatihan harus menunjuk masing-masing instruktur secara tertulis untuk melatih di setiap kursus yang disetujui, sebelum orang itu berfungsi sebagai instruktur dalam kursus tersebut. Sebelum penunjukan awal, setiap instruktur harus: (1) Menyelesaikan minimal 8 (delapan) jam pelatihan darat pada subyek berikut: (i) Metode dan teknik Instruksi. (ii) Kebijakan dan prosedur pelatihan. (iii) Prinsip-prinsip dasar dari proses belajar. (iv) Tugas instruktur, hak-hak, tanggung jawab, dan batasan-batasan. (v) Pengoperasian yang benar dari sistem dan kontrol simulasi.

23 (vi) Pengoperasian yang benar dari panel-panel pengatur Iingkungan dan tanda-tanda peringatan atau tanda-tanda untuk berhati-hati. (vii) Batasan-batasan simulasi. (viii) Persyaratan peralatan minimum untuk kurikulum masing-masing. (ix) Revisi kursus-kursus pelatihan. (x) Manajemen dan koordinasi sumber daya awak ruang kemudi. (2) Menyelesaikan tes tertulis secara memuaskan; (i) Pada mata pelajaran yang ditentukan pada butir (c) (1) pasal ini; dan (ii) Tes tersebut diterima oleh Direktur Jenderal sebagai tes yang memiliki kesulitan, kompleksitas, dan cakupan setara sebagaimana halnya tes yang diberikan oleh Direktur Jenderal untuk tes pengetahuan bagi instruktur terbang pesawat terbang dan instruktur terbang instrumen. (1) Pelatihan untuk setiap kurikulum yang sesuai dengan kualifikasinya. (2) Pengetesan dan pengecekan materi-materi yang sesuai kualifikasinya. (3) Pelatihan, pengetesan dan pengecekan yang dimaksudkan untuk memenuhi persyaratan-persyaratan bagian mana saja dari PKPS. (b) Pusat pelatihan dimana instruktur atau evaluatornya ditetapkan sesuai dengan persyaratan Sub Bagian ini untuk melakukan pelatihan, pengetesan, atau pengecekan pada peralatan pelatihan terbang yang memenuhi syarat dan disetujui, dapat mengijinkan instruktur atau evaluatornya untuk memberikan persetujuan yang dipersyaratkan oleh PKPS Bagian 61 jika instruktur atau evaluator tersebut diberi kewengan oleh Direktur Jenderal untuk memberikan pelatihan atau mengevaluasi dalam kurikulum Bagian 142 yang membutuhkan persetujuan tersebut. (1) Tidak termasuk briefing dan debriefing, melakukan lebih dari 8 (delapan) jam pelatihan dalam periode 24 (dua puluh empat) jam bertu rut-tu rut; 2) Memberikan pelatihan peralatan pelatihan terbang kecuali jika instruktur tersebut memenuhi persyaratan-persyaratan yang berlaku dari butir (a)(1) sampai dengan (a)(4), dan butir (b); atau (3) Memberikan pelatihan terbang pada pesawat udara kecuali jika instruktur tersebut; (i) Memenuhi persyaratan butir (a)(1), (a)(2), dan (a)(5); (ii) Memenuhi persyaratan kualifikasi dan diberikan kewenngan sesuai dengan PKPS 61 Sub Bagian H; (iii) Memiliki Iisensi dan rating yang ditentukan oleh PKPS Bagian 61 yang sesuai dengan kategori, kelas, dan tipe pesawat dimana ia sedang memberikan pelatihan; (iv) Jika melakukan pelatihan atau melakukan evaluasi pada pesawat udara yang sedang terbang dan duduk pada kursi awak ruang kemudi yang dipersyaratkan, memiliki setidaknya sertifikat medis kelas kedua yang masih berlaku; dan (v) Memenuhi persyaratan kebaruan pengalaman dari PKPS Bagian 61.

24 Persyaratan-persyaratan pelatihan dan pengujian instruktur pusat pelatihan (a) Kecuali sebagaimana diatur dalam butir (c) pasal ini, sebelum penunjukkan dan setiap 12 (dua belas) bulan kalender mulai hari pertama bulan berikutnya setelah penunjukkan awal seorang instruktur, pemilik sertifikat harus memastikan bahwa setiap instruktur memenuhi persyaratan berikut: (1) Setiap instruktur harus mendemontrasikan secara memuaskan kepada evaluator yang diberi wewenang, tentang pengetahuan dan kecakapan dalam memberikan pelatihan di segmen yang merepresentasikan setiap kurikulum dimana instruktur tersebut ditunjuk untuk memberikan pelatihan sesuai persyaratan-persyaratan Bagian ini. (2) Setiap instruktur harus secara memuaskan menyelesaikan kursus pemberian pelatihan darat yang disetujui setidaknya pada: (i) Prinsip-prinsip dasar dari proses pembelajaran; (ii) Unsur-unsur pengajaran yang efektif, metode dan teknik pelatihan; (iii) Tugas, hak-hak, tanggung jawab, dan keterbatasan instruktur; (iv) Kebijakan dan prosedur pelatihan; (v) Manajemen sumber daya ruang kemudi dan koordinasi awak; dan (vi) Evaluasi. (3) Setiap instruktur yang memberikan pelatihan pada simulator terbang atau alat pelatihan terbang yang memenuhi syarat dan disetujui, harus menyelesaikan pemberian kursus yang disetujui dari pelatihan dalam pengoperasian simulator terbang dan pelatihan kursus darat yang disetujui, sesuai dengan pelatihan kursus dimana instruktur tersebut ditunjuk. (4) Pelatihan kursus simulator terbang yang disyaratkan butir (a}(3) pasal ini yang harus meliputi: (i) Pengoperasian yang benar dari sistem dan kontrol simulator terbang dan peralatan pelatihan terbang. (ii) Pengoperasian yang benar dari panel lingkungan dan panel kesalahan; (iii) Batasan-batasan simulasi; dan (iv) Persyaratan peralatan minimal untuk masing-masing kurikulum. (5) Setiap instruktur terbang yang memberikan pelatihan di dalam pesawat udara harus menyelesaikan secara memuaskan kursus yang disetujui dari pelatihan darat dan pelatihan terbang di pesawat udara, simulator terbang, atau alat pelatihan terbang. (6) Kursus yang disetujui tentang pelatihan darat dan pelatihan terbang yang disyaratkan oleh butir (a)(5) dari pasal ini yang harus meliputi pelatihan dalam: (i) Kinerja dan analisis prosedur pelatihan terbang dan manuver yang berlaku untuk kursus pelatihan dimana instruktur terse but ditunjuk untuk memberikan pelatihan; (ii) Subyek teknik yang mencakup subsistem pesawat udara dan aturanaturan pengoperasian yang berlaku untuk pelatihan kursus dimana instruktur tersebut ditunjuk untuk memberikan pelatihan; (iii) Pengoperasian darurat; (iv) Situasi darurat yang mungkin terjadi pada saat pelatihan; dan (v) Tindakan pengamanan yang tepat.

25 (7) Setiap instruktur yang memberikan pelatihan pada alat pelatihan terbang yang memenuhi syarat dan disetujui, harus lulus tes tertulis dan pengecekan kecakapantahunan; (i) Oalam peralatan pelatihan terbang di mana instruktur tersebut akan memberikan pelatihan; dan (ii) Pada subyek dan manuver dari segmen yang merepresentasikan setiap kurikulum dimana instruktur tersebut akan memberikan pelatihan. (b) Oi samping persyaratan butir (a){1) sampai (a)(7) pasal ini, setiap pemilik sertifikat harus memastikan bahwa setiap instruktur yang memberikan pelatihan dalam simulator terbang yang telah disetujui Oirektur Jenderal untuk semua pelatihan dan semua pengetesan untuk pengetesan sertifikasi penerbang maskapai penerbangan angkutan, pengetesan rating tipe pesawat udara, atau keduanya, telah memenuhi setidaknya satu dari tiga persyaratan berikut: (1) Setiap instruktur harus telah melakukan 2 (dua) jam terbang, termasuk tiga kali lepas landas dan tiga kali pendaratan sebagai kapten penerbang pesawat udara dari kategori dan kelas yang sarna, dan jika diperlukan rating tipe, dari tipe yang sarna yang direplikasi oleh simulator terbang yang disetujui, di mana instruktur tersebut ditunjuk untuk memberikan pelatihan; (2) Setiap instruktur harus telah ikut serta dalam program line-observation yang disetujui sesuai PKPS Bagian 121 atau Bagian 135, dan bahwa: (i) Telah dilakukan pada tipe pesawat terbang yang sarna dengan pesawat terbang yang direpresentasikan oleh simulator terbang di mana instruktur tersebut ditunjuk untuk memberikan pelatihan; dan (ii) Termasuk latihan terbang line-oriented paling sedikit 1 (satu) jam terbang dimana instruktur tersebut bertindak sebagai kapten penerbang dalam simulator terbang yang mereplikasi tipe pesawat udara yang sarna di mana instruktur tersebut ditunjuk untuk memberikan pelatihan; atau (3) Setiap instruktur harus telah ikut serta dalam pelatihan kursus pengamatan dalam penerbangan yang disetujui yang; (i) Terdiri dari minimal 2 jam waktu terbang dengan pesawat terbang dari tipe yang sarna dengan pesawat terbang yang direplikasi oleh simulator terbang di mana instruktur tersebut ditunjuk untuk memberikan pelatihan; dan (ii) Termasuk latihan terbang line-oriented paling sedikit 1 jam terbang dimana instruktur tersebut bertindak sebagai kapten penerbang dalam simulator terbang yang mereplikasi tipe pesawat udara yang sarna di mana instruktur tersebut ditunjuk untuk memberikan pelatihan. (c) Instruktur yang telah menyelesaikan secara memuaskan kurikulum yang dipersyaratkan oleh butir (a) atau (b) pasal ini dalam bulan kalender sebelum atau setelah bulan di mana pelatihan jatuh tempo, dianggap telah mengambilnya di bulan dimana pelatihan tersebut jatuh tempo untuk tujuan penghitungan kapan saat pelatihan berikutnya jatuh tempo. (d) Oirektur Jenderal dapat memberikan kredit untuk persyaratan butir (a) atau (b) dari pasal ini untuk seorang instruktur yang telah menyelesaikan secara memuaskan kursus pelatihan instruktur untuk pemegang sertifikat Bagian 121 atau Bagian 135 jika Oirektur Jenderal mendapati bahwa kursus tersebut setara dengan persyaratan-persyaratan butir (a) atau (b) dari pasal ini.

26 (a) Kecuali sebagaimana diatur pada butir (d) pasal ini, pusat pelatihan harus memastikan bahwa setiap orang yang diberi kewenangan sebagai evaluator: (1) Disetujui oleh Direktur Jenderal; (2) Memenuhi PKPS Bagian , , dan ; dan (3) Sebelum penunjukkan, dan kecuali sebagaimana ditentukan dalam butir (b) pasal ini, setiap periode 12 (dua belas) bulan kalender setelah penunjukkan awal, pemegang sertifikat harus memastikan bahwa evaluator tersebut menyelesaikan kurikulum secara memuaskan yang mencakup hal-hal berikut; (i) Tugas, fungsi, dan tanggung jawab evaluator; (ii) Metode, prosedur, dan teknik untuk melakukan pengetesan-pengetesan dan pengecekan-pengecekan yang dibutuhkan; (iii) Evaluasi kinerja penerbang, dan (iv) Manajemen pengetesan-pengetesan yang tidak memuaskan dan tindakan korektifnya. (4) Jika mengevaluasi pada peralatan pelatihan terbang yang memenuhi syarat dan disetujui, harus lulus secara memuaskan pada pengetesan tertulis dan pengecekan kecakapan tahunan dalam simulator terbang atau pesawat udara di mana evaluator akan melakukan evaluasi. (b) Evaluator yang telah menyelesaikan secara memuaskan kurikulum yang dipersyaratkan oleh butir (a) pasal ini dalam bulan kalender sebelum atau bulan kalender setelah bulan di mana pelatihan jatuh tempo, dianggap telah mengambilnya di bulan dimana pelatihan tersebut jatuh tempo untuk tujuan penghitungan kapan saat pelatihan berikutnya jatuh tempo. (c) Direktur Jenderal dapat memberikan kredit untuk persyaratan butir (a)(3) dari pasal ini untuk seorang evaluator yang telah menyelesaikan secara memuaskan kursus pelatihan evaluator untuk pemegang sertifikat Bagian 121 atau Bagian 135 jika Direktur Jenderal mendapati bahwa kursus tersebut setara dengan persyaratan-persyaratan butir (a)(3) dari pasal ini. (a) Seorang pemohon atau pemegang sertifikat pusat pelatihan harus memastikan bahwa setiap pesawat udara yang digunakan untuk pelatihan terbang dan terbang solo memenuhi persyaratan-persyaratan sebagai berikut: (1) Kecuali untuk pelatihan terbang dan terbang solo dalam kurikulum untuk pengoperasian pesawat udara pertanian, pengoperasian beban eksternal, dan pengoperasian yang sejenis dalam rangka melaksanakan pekerjaan dengan menggunakan pesawat udara, pesawat udara tersebut harus memiliki sertifikat kelaikan udara standar Direktorat Jenderal Perhubungan Udara atau sertifikat kelaikan udara asing yang dapat diterima Direktur Jenderal yang setara dengan sertifikat kelaikan udara standar Direktorat Jenderal Perhubungan Udara.

27 (2) Pesawat udara tersebut harus dirawat dan diinspeksi sesuai dengan ; (i) Persyaratan PKPS Bagian 91, Sub BagianE; dan (ii) Program perawatan dan inspeksi yang disetujui. (3) Pesawat udara tersebut harus dilengkapi peralatan sebagaimana diatur dalam spesifikasi pelatihan untuk kursus yang telah disetujui dimana pesawat udara tersebut digunakan. (b) Kecuali sebagaimana ditentukan dalam butir (c) pasal ini, pemohon, atau pemegang sertifikat training center harus memastikan bahwa setiap pesawat udara yang digunakan untuk pelatihan terbang setidaknya pesawat udara yang memiliki dua tempat duduk dengan pengontrol tenaga mesin dan kemudi penerbangan yang mudah dicapai dan yang beroperasi secara konvensional dari kedua tempat duduk penerbang. (c) Pesawat terbang dengan pengontrol seperti kemudi roda depan, saklar, selektor bahan bakar, dan pengontrol aliran udara untuk mesin yang tidak mudah dijangkau dan dioperasikan dengan cara konvensional oleh kedua penerbang, dapat digunakan untuk pelatihan terbang, jika pemilik sertifikat menentukan bahwa pelatihan terbang dapat dilakukan dengan aman dengan mempertimbangkan lokasi kontrol dan pengoperasian non-konvensional tersebut, atau keduanya. (a) Seorang pemohon, atau pemegang sertifikat pusat pelatihan harus menunjukkan bahwa setiap simulator terbang dan alat pelatihan terbang yang digunakan untuk pelatihan, pengetesan, dan pengecekan akan, atau secara spesifik masingmasing memenuhi syarat dan disetujui oleh Direktur Jenderal untuk: (1) Setiap manuver dan prosedur untuk pabrik, model, dan seri dari pesawat udara, set dari pesawat, atau tipe pesawat udara yang disimulasikan, mana yang berlaku; dan (2) Setiap kurikulum atau kursus pelatihan di mana simulator terbang atau alat pelatihan terbang tersebut digunakan, jika kurikulum atau kursus tersebut digunakan untuk memenuhi persyaratan PKPS Bagian 61, 121, 135 atau 141. (1) Set pesawat udara, atau tipe pesawat udara; (2) Jika berlaku, variasi tertentu dalam tipe, dimana pelatihan, pengetesan, atau pengecekan sedang dilakukan; dan (3) Manuver tertentu, prosedur, atau fungsi anggota awak yang dilakukan. (c) Setiap simulator terbang atau peralatan pelatihan terbang yang memenuhi syarat dan disetujui yang digunakan oleh pusat pelatihan harus: (1) Dirawat untuk menjamin keandalan kinerja-kinerja, fungsi-fungsi, dan semua karakteristik lain yang diperlukan untuk kualifikasi;

MENTERIPERHUBUNGAN REPUBUK INDONESIA

MENTERIPERHUBUNGAN REPUBUK INDONESIA MENTERIPERHUBUNGAN REPUBUK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR: KM 57 TAHUN 2ul0 PERATURAN KESELAMATAN PENERBANGAN SIPIL BAGIAN 141 (CIVIL AVIATION SAFETY REGULATIONS PART 141) TENTANG PERSYARATAN

Lebih terperinci

REPUBLIK INDONESIA MENTERI PERHUBUNGAN

REPUBLIK INDONESIA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA MENTERI PERHUBUNGAN PERATURAN KESELAMATAN PENERBANGAN SIPIL (P.K.P.S.) BAGIAN 143 SERTIFIKASI DAN PERSYARATAN PENGOPERASIAN BAGI PENYELENGGARA PELATIHAN PELAYANAN LALU LINTAS PENERBANGAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA, MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 51 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR KM 57 TAHUN 2010 TENTANG

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA, MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 43 TAHUN 2016 TENTANG PERATURAN KESELAMATAN PENERBANGAN SIPIL BAGIAN 143 (CIVIL AVIATION SAFETY REGULATIONS

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP. 271 TAHUN 2012

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP. 271 TAHUN 2012 KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP. 271 TAHUN 2012 PETUNJUK DAN TATA CARA PERATURAN KESELAMATAN PENERBANGAN SIPIL BAGIAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA, MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 187 Tahun 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR PM 56 TAHUN 2015 TENTANG KEGIATAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 82 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 82 TAHUN 2015 TENTANG MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 82 TAHUN 2015 TENTANG PENGECUALIAN (EXEMPTIONS} DARI KEWAJIBAN PEMENUHAN STANDAR KESELAMATAN, KEAMANAN DAN

Lebih terperinci

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 1, Tambahan

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 1, Tambahan No.1155, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENHUB. Prosedur Investigasi Kecelakaan dan Kejadian Serius Pesawat Udara Sipil. Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil Bagian 830. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR PM 20 TAHUN 2011

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR PM 20 TAHUN 2011 PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR PM 20 TAHUN 2011 TENTANG AKREDITASI BADAN HUKUM ATAU LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN SUMBER DAYA MANUSIA PERKERETAPIAN MENTERIPERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA AKREDITASI

Lebih terperinci

PART 69-01) PENGUJIAN LISENSI DAN RATING PERSONEL PEMANDU

PART 69-01) PENGUJIAN LISENSI DAN RATING PERSONEL PEMANDU KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR: KP 180 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA

Lebih terperinci

2017, No personel ahli perawatan harus memiliki sertifikat kelulusan pelatihan pesawat udara tingkat dasar (basic aircraft training graduation

2017, No personel ahli perawatan harus memiliki sertifikat kelulusan pelatihan pesawat udara tingkat dasar (basic aircraft training graduation BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1384, 2017 KEMENHUB. Organisasi Pusat Pelatihan Perawatan Pesawat Udara. Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil Bagian 147. Pencabutan. MENTERI PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA. Nomor : KP 247 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN DAN STANDAR BAGIAN (MANUAL OF STANDARD

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA. Nomor : KP 247 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN DAN STANDAR BAGIAN (MANUAL OF STANDARD KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA Nomor : KP 247 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN DAN STANDAR BAGIAN 175-04 (MANUAL OF STANDARD PART

Lebih terperinci

PENINGKATAN FUNGSI PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN

PENINGKATAN FUNGSI PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: PM 22 TAHUN 2015 TENTANG PENINGKATAN FUNGSI PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN OLEH KANTOR OTORITAS BANDAR UDARA

Lebih terperinci

-9- keliru. Personel AOC melakukan landing yang menyimpang dari prosedur

-9- keliru. Personel AOC melakukan landing yang menyimpang dari prosedur -9-4.35. 4.36. 4.37. 4.38. 4.39. 4.40. 4.41 4.42. 4.43. 4.44. 4.45. 4.46. 4.47. 4.48. 4.49. 4.50. 4.51. 4.52. 4.53. 4.54. 4.55. 4.56. 4.57. 4.58. 4.59. Personel AOC melakukan approach to landing yang bertentangan

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP 596 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP 596 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP 596 TAHUN 2015 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PERATURAN KESELAMATAN PENERBANGAN SIPIL BAGIAN

Lebih terperinci

2015, No Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 292, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5601); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahu

2015, No Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 292, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5601); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahu BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.687, 2015 KEMENHUB. Penerbangan Sipil. Kewajiban. Standar. Keselamatan, Keamanan dan Pelanan. Pengecualian. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

(b) lisensi juru mesin (dengan suatu tambahan amandemen) yang dikeluarkan. dibawah PKPS bagian berakhir pada setelah 24 bulan kalender di mana

(b) lisensi juru mesin (dengan suatu tambahan amandemen) yang dikeluarkan. dibawah PKPS bagian berakhir pada setelah 24 bulan kalender di mana Kecuali sebagaimana ditentukan dalam Bagian 63,23 dan ayat (b) dari Bagian, Iisensi atau rating yang dikeluarkan d i bawah bagian ini berlaku sampai dengan Iisensi tersebut diserahkan kembali, ditangguhkan,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2007 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG SISTEM RESI GUDANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2007 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG SISTEM RESI GUDANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2007 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG SISTEM RESI GUDANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

2017, No Indonesia Nomor 58 Tahun 2008, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4843); 2. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang

2017, No Indonesia Nomor 58 Tahun 2008, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4843); 2. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1293, 2017 KEMENHUB. Perizinan Lisensi dan Rating Personel Operasi Pesawat Udara dan Personel Penunjang Operasi Pesawat Udara. Sistem Online. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN

Lebih terperinci

(2) Isi pedoman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

(2) Isi pedoman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: ^jfssprv- (2) Isi pedoman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. Bab I - Pendahuluan, terdiri dari: 1) persetujuan manual; 2) maksud dan tujuan; 3) administrasi dan pengontrolan buku pedoman;

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 36 TAHUN 2007 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG SISTEM RESI GUDANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

2017, No Negara Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2001, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4075); 3. Peraturan Pemerintah Nomor

2017, No Negara Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2001, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4075); 3. Peraturan Pemerintah Nomor No.1212, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENHUB. Pelanggaran Bidang Penerbangan. Pengenaan Sanksi Administratif. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 78 TAHUN 2017 TENTANG

Lebih terperinci

PERUBAHANATAS PERATURANMENTERI PERHUBUNGAN NOMOR PM 63 TAHUN 2011 TENTANGKRITERIA,TUGAS DAN WEWENANGINSPEKTUR PENERBANGAN

PERUBAHANATAS PERATURANMENTERI PERHUBUNGAN NOMOR PM 63 TAHUN 2011 TENTANGKRITERIA,TUGAS DAN WEWENANGINSPEKTUR PENERBANGAN MENTERIPERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA PERUBAHANATAS PERATURANMENTERI PERHUBUNGAN NOMOR PM 63 TAHUN 2011 TENTANGKRITERIA,TUGAS DAN WEWENANGINSPEKTUR PENERBANGAN a. bahwa dalam rangka mewujudkan keselamatan,

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERl PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : PM 44 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN MENTERl PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : PM 44 TAHUN 2015 TENTANG MENTERl PERHUBUNGAN «REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERl PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : PM 44 TAHUN 2015 TENTANG PERATURAN KESELAMATAN PENERBANGAN SIPIL BAGIAN 173 (CIVIL AVIATION SAFETYREGULATION

Lebih terperinci

3. Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara;

3. Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara; KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR :SKEP/69/11/2011 TENTANG PETUNJUK DAN TATA CARA PENGAWASAN KEAMANAN PENERBANGAN DENGAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 77 TAHUN 2017 TENTANG PERIZINAN LISENSI DAN RATING PERSONEL OPERASI PESAWAT UDARA DAN PERSONEL PENUNJANG

Lebih terperinci

TENTANG PETUNJUK DAN TATA CARA PENGAWASAN KEAMANAN PENERBANGAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA,

TENTANG PETUNJUK DAN TATA CARA PENGAWASAN KEAMANAN PENERBANGAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA, KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : SKEP/ 69/11 /2011 TENTANG PETUNJUK DAN TATA CARA PENGAWASAN KEAMANAN PENERBANGAN DENGAN

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN KEPUTUSAN KETUA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN NOMOR: KEP- 412/BL/2010 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN

Lebih terperinci

2017, No Safety Regulations Part 65) Sertifikasi Ahli Perawatan Pesawat Udara (Licensing of Aircraft Maintenance Engineer) Edisi 1 Amandemen

2017, No Safety Regulations Part 65) Sertifikasi Ahli Perawatan Pesawat Udara (Licensing of Aircraft Maintenance Engineer) Edisi 1 Amandemen BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1211, 2017 KEMENHUB. Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil Bagian 65. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 75 TAHUN 2017 TENTANG PERATURAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2007 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG SISTEM RESI GUDANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2007 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG SISTEM RESI GUDANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2007 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG SISTEM RESI GUDANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1306, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENHUB. Pesawat Udara. Rusak. Bandar Udara. Pemindahan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM.128 TAHUN 2015 TENTANG PEMINDAHAN PESAWAT

Lebih terperinci

MENTERIPERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA

MENTERIPERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA MENTERIPERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA a. bahwa Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2009 tentang Penyelenggaraan Perkeretaapian telah mengatur mengenai Tenaga Perawatan Prasarana Perkeretaapian; b. bahwa

Lebih terperinci

2017, No Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Kereta Api, sebagaimana telah diubah terakhir dengan Per

2017, No Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Kereta Api, sebagaimana telah diubah terakhir dengan Per BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.208, 2017 KEMENHUB. Kecakapan Awak Sarana Perkeretaapian. Sertifikasi. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 4 TAHUN 2017 TENTANG SERTIFIKASI

Lebih terperinci

WALI KOTA BALIKPAPAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 10 TAHUN 2015

WALI KOTA BALIKPAPAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 10 TAHUN 2015 WALI KOTA BALIKPAPAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALI KOTA BALIKPAPAN,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN KOMODITI BERJANGKA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN KOMODITI BERJANGKA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN KOMODITI BERJANGKA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa dalam rangka pelaksanaan Undang-undang Nomor

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERHUBUNGAN. Inspektur Penerbangan. Kewenangan. Perubahan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERHUBUNGAN. Inspektur Penerbangan. Kewenangan. Perubahan. No.777, 2011 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERHUBUNGAN. Inspektur Penerbangan. Kewenangan. Perubahan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : PM 98 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERIPERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 47 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR PM 180 TAHUN 2015 TENTANG PENGENDALIAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.118, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERHUBUNGAN. Penyelenggaraan. Pengusahaan. Angkutan Multimoda. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM. 8 TAHUN 2012 TENTANG

Lebih terperinci

2017, No Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2015 tentang Organisasi Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor

2017, No Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2015 tentang Organisasi Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor No.1098, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENHUB. Sistem Manajemen Keselamatan. Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil Bagian 19. Pencabutan. MENTERI PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP 578 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP 578 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP 578 TAHUN 2015 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PERATURAN KESELAMATAN PENERBANGAN SIPIL BAGIAN

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : SKEP / 136 / VII / 2010 TENTANG TANDA PENGENAL INSPEKTUR PENERBANGAN

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : SKEP / 136 / VII / 2010 TENTANG TANDA PENGENAL INSPEKTUR PENERBANGAN KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : SKEP / 136 / VII / 2010 TENTANG TANDA PENGENAL INSPEKTUR PENERBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

C. Klasifikasi Ruang Udara dan Struktur Rute. D. Perencanaan Terbang/Flight Plans.

C. Klasifikasi Ruang Udara dan Struktur Rute. D. Perencanaan Terbang/Flight Plans. C. Klasifikasi Ruang Udara dan Struktur Rute. D. Perencanaan Terbang/Flight Plans. (1) Domestik. (2) International. E. Pemisahan minimum/separation Minimums. F. Prioritas Penanganan/Priority Handling.

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.40/Menhut-II/2014

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.40/Menhut-II/2014 PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.40/Menhut-II/2014 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN SEWA BARANG MILIK NEGARA LINGKUP KEMENTERIAN KEHUTANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

Menimbang : a. bahwa ketentuan persyaratan sertifikasi dan operasi

Menimbang : a. bahwa ketentuan persyaratan sertifikasi dan operasi MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 60 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR KM 58 TAHUN 2010 TENTANG PERATURAN

Lebih terperinci

2017, No Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 129, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5048); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Ta

2017, No Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 129, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5048); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Ta BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.209, 2017 KEMENHUB. Kecakapan Pengatur Perjalanan Kereta Api dan Pengendali Perjalanan Kereta Api. Sertifikasi. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : PM 41 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : PM 41 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : PM 41 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR KM 25 TAHUN 2008 TENTANG

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 16, 1999 BURSA BERJANGKA. PERDAGANGAN. KOMODITI. Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi. BAPPEBTI. (Penjelasan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN M E M U T U S K A N : NOMOR : KM 81 TAHUN 2004

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN M E M U T U S K A N : NOMOR : KM 81 TAHUN 2004 KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 81 TAHUN 2004 TENTANG PENYELENGGARAAN ANGKUTAN UDARA MENTERI PERHUBUNGAN, Menimbang : a. bahwa dengan Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 11 Tahun 2001 telah

Lebih terperinci

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lemba

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lemba No.774, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENHUT. Pelaksanaan. Sewa barang. Milik Negara. Tata Cara. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.40/Menhut-II/2014 TENTANG TATA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dalam rangka pelaksanaan Undang-undang Nomor

Lebih terperinci

MENTERIPERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: PM. 94 TAHUN 2010

MENTERIPERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: PM. 94 TAHUN 2010 MENTERIPERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: PM. 94 TAHUN 2010 TENTANG TENAGA PERAWATAN SARANA PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA a. bahwa Peraturan Pemerintah Nomor 56 tahun 2009 tentang

Lebih terperinci

BUPATI SIDOARJO PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 54 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI SIDOARJO PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 54 TAHUN 2012 TENTANG BUPATI SIDOARJO PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 54 TAHUN 2012 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIDOARJO NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR DENGAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : Bahwa dalam rangka pelaksanaan Undang-undang Nomor

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA, v MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 38 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN KESEMBILAN ATAS PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR KM 25 TAHUN 2008 TENTANG

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : PM 36 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : PM 36 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR **ft'«mbp MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : PM 36 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR PM 28 TAHUN 2013 TENTANG

Lebih terperinci

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 1, Tambahan

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 1, Tambahan No.1105, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENHUB. Standar Kesehatan dan Sertifikasi Personel Penerbangan. Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil Bagian 67. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2013 TENTANG PENDIRIAN, PERUBAHAN, DAN PENCABUTAN IZIN AKADEMI KOMUNITAS

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2013 TENTANG PENDIRIAN, PERUBAHAN, DAN PENCABUTAN IZIN AKADEMI KOMUNITAS SALINAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2013 TENTANG PENDIRIAN, PERUBAHAN, DAN PENCABUTAN IZIN AKADEMI KOMUNITAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

-1- OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.05/2013 TENTANG

-1- OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.05/2013 TENTANG -1- OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.05/2013 TENTANG PERSYARATAN DAN TATA CARA PEMBUBARAN DAN PENYELESAIAN LIKUIDASI DANA PENSIUN DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN SAR NASIONAL NOMOR PK 7 TAHUN 2015 TENTANG INSPEKTUR PENCARIAN DAN PERTOLONGAN PADA KECELAKAAN PESAWAT UDARA BADAN SAR NASIONAL

PERATURAN KEPALA BADAN SAR NASIONAL NOMOR PK 7 TAHUN 2015 TENTANG INSPEKTUR PENCARIAN DAN PERTOLONGAN PADA KECELAKAAN PESAWAT UDARA BADAN SAR NASIONAL KEPALA BADAN SAR NASIONAL PERATURAN KEPALA BADAN SAR NASIONAL NOMOR PK 7 TAHUN 2015 TENTANG INSPEKTUR PENCARIAN DAN PERTOLONGAN PADA KECELAKAAN PESAWAT UDARA BADAN SAR NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

63.42 Lisensl Juru mesin yang dlberlkan berdasarkan Lisensl Juru mesln Asing

63.42 Lisensl Juru mesin yang dlberlkan berdasarkan Lisensl Juru mesln Asing (b) Setelah yang bersangkutan menerima latihan atau instruksi tambahan (terbang, pelatihan sintetik, atau pelatihan darat/dalam kelas, atau kombinasinya) yang dianggap per/u, dalam opini/pendapat Direktur

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa peraturan tentang Perseroan Terbatas sebagaimana

Lebih terperinci

2017, No Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Kereta Api (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009

2017, No Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Kereta Api (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.315, 2017 KEMENHUB. Tenaga Perawatan Prasarana Perkeretaapian. Sertifikasi. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 17 TAHUN 2017 TENTANG

Lebih terperinci

MENTERIPERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA

MENTERIPERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA MENTERIPERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA a. bahwa Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2009 tentang Penyelenggaraan Perkeretaapian telah mengatur mengenai Tenaga Pemeriksa Sarana Perkeretaapian; b. bahwa berdasarkan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa peraturan tentang Perseroan Terbatas sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-undang

Lebih terperinci

2 pengenaan sanksi administratif; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri

2 pengenaan sanksi administratif; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.289,2015 KEMENHUB. Sertifikasi. Operasi. Perusahaan Angkutan Udara. Komuter. Charter. Persyarata. Perubahan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM

Lebih terperinci

Persyaratan Umum Lembaga Sertifikasi Ekolabel

Persyaratan Umum Lembaga Sertifikasi Ekolabel Pedoman KAN 801-2004 Persyaratan Umum Lembaga Sertifikasi Ekolabel Komite Akreditasi Nasional Kata Pengantar Pedoman ini diperuntukkan bagi lembaga yang ingin mendapat akreditasi sebagai Lembaga Sertifikasi

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace dicabut: UU 40-2007 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 13, 1995 ( Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3587) UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN BUPATI TENTANG TATA CARA PENYELENGGARAAN PENGUJIAN BERKALA KENDARAAN BERMOTOR DI KABUPATEN BULUNGAN.

MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN BUPATI TENTANG TATA CARA PENYELENGGARAAN PENGUJIAN BERKALA KENDARAAN BERMOTOR DI KABUPATEN BULUNGAN. BUPATI BULUNGAN SALINAN PERATURAN BUPATI BULUNGAN NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENYELENGGARAAN PENGUJIAN BERKALA KENDARAAN BERMOTOR DI KABUPATEN BULUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

2016, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Perhubungan tent

2016, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Perhubungan tent No.689, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENHUB. Sistem Tanpa Awak. Pesawat Udara. Pengendalian. Perubahan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 47 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP 473 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP 473 TAHUN 2012 TENTANG nphhnmp KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP 473 TAHUN 2012 TENTANG PETUNJUK DAN TATA CARA PERATURAN KESELAMATAN PENERBANGAN

Lebih terperinci

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.498, 2015 KEMENHUB. Angkutan Udara. Penyelenggaraan. Perubahan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 68 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS

Lebih terperinci

2017, No Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Kereta Api, sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pe

2017, No Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Kereta Api, sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pe BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 211, 2017 KEMENHUB. Tenaga Pemeriksa Prasarana Perkeretaapian. Sertifikasi. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 9 TAHUN 2017 TENTANG

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN KOMODITI BERJANGKA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN KOMODITI BERJANGKA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN KOMODITI BERJANGKA PRESIDEN, Menimbang : bahwa dalam rangka pelaksanaan Undang-undang Nomor 32 Tahun 1997 tentang Perdagangan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /PERMEN-KP/2016 TENTANG PERSYARATAN DAN MEKANISME SERTIFIKASI HAK ASASI MANUSIA PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR: 1/POJK.07/2013 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN SEKTOR JASA KEUANGAN

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR: 1/POJK.07/2013 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN SEKTOR JASA KEUANGAN OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR: 1/POJK.07/2013 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN SEKTOR JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa peraturan tentang Perseroan Terbatas sebagaimana diatur dalam Kitab Undangundang

Lebih terperinci

2017, No Indonesia Nomor 4433) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 T

2017, No Indonesia Nomor 4433) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 T BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.153, 2017 KEMEN-KP. Sertifikasi HAM Perikanan. Persyaratan dan Mekanisme. PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2/PERMEN-KP/2017 TENTANG

Lebih terperinci

2017, No Udara; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 1, Tam

2017, No Udara; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 1, Tam No.732, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENHUB. Penyelenggaraan Angkutan Udara. Perubahan Kesembilan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 38 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN KESEMBILAN

Lebih terperinci

Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia

Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP. 002 TAHUN 2012 TENTANG PETUNJUK DAN TATA CARA PERATURAN KESELAMATAN PENERBANGAN SIPIL

Lebih terperinci

2015, No Peraturan Presiden Nomor 40 Tahun 2015 tentang Kementerian Perhubungan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 75); 4

2015, No Peraturan Presiden Nomor 40 Tahun 2015 tentang Kementerian Perhubungan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 75); 4 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1593 2015 KEMENHUB. Perawat Udara. Niaga. Armada. Peremajaan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 160 TAHUN 2015 TENTANG PEREMAJAAN ARMADA PESAWAT

Lebih terperinci

Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 313 ayat 3

Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 313 ayat 3 MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA ^ PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : PM 30 TAHUN 2015 TENTANG PENGENAAN SANKSI ADMINISTRATIF TERHADAP PELANGGARAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA nomor 1 tahun 1995 tentang PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA nomor 1 tahun 1995 tentang PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA nomor 1 tahun 1995 tentang PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa peraturan tentang Perseroan Terbatas sebagaimana

Lebih terperinci

MENTERIPERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA

MENTERIPERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA MENTERIPERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA MENTERIPERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA bahwa dalam rangka melaksanakan kegiatan opel asi.:,r.al guna mewujudkan keselamatan, kearnana/l dan pelay'3!1an penerbangan,

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : PM 55 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : PM 55 TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : PM 55 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN DAN STANDAR DOKUMEN PENGADAAN PEKERJAAN KONSTRUKSI DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR.../SEOJK.04/20... tentang. Asosiasi atau Perkumpulan Wakil Manajer Investasi

SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR.../SEOJK.04/20... tentang. Asosiasi atau Perkumpulan Wakil Manajer Investasi 1 Yth. Wakil Manajer Investasi di tempat. SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR.../SEOJK.04/20... tentang Asosiasi atau Perkumpulan Wakil Manajer Investasi Dalam rangka pelaksanaan Peraturan

Lebih terperinci

MENTERIPERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA

MENTERIPERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA MENTERIPERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA a. bahwa Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2009 tentang Penyelenggaraan Perkeretaapian telah mengatur mengenai Tenaga Pemeriksa Prasarana Perkeretaapian; b. bahwa

Lebih terperinci

BUPATI MAGELANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN DI KABUPATEN MAGELANG

BUPATI MAGELANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN DI KABUPATEN MAGELANG BUPATI MAGELANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN DI KABUPATEN MAGELANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MAGELANG, Menimbang

Lebih terperinci

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 1, Tambahan L

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 1, Tambahan L No.817, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENHUB. Penyelenggaraan Angkutan Udara. Perubahan Kesepuluh. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 45 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN KESEPULUH

Lebih terperinci

2017, No Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Kereta Api, sebagaimana telah diubah terakhir dengan Pera

2017, No Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Kereta Api, sebagaimana telah diubah terakhir dengan Pera BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.314, 2017 KEMENHUB. Tenaga Perawatan Sarana Perkeretaapian. Sertifikasi. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM. 16 TAHUN 2017 TENTANG

Lebih terperinci

kegiatan angkutan udara bukan niaga dan lampirannya beserta bukti

kegiatan angkutan udara bukan niaga dan lampirannya beserta bukti -3-1.26. 1.27. 1.28. 1.29. 1.30. 1.31. 1.32. 1.33. 1.34. 1.35. 1.36. 1.37. 1.38. Perusahaan angkutan udara asing dan badan usaha angkutan udara yang melaksanakan kerjasama penerbangan pada rute luar negeri

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1204, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEUANGAN. Penjualan. Daeler Utama. Pelaksanaan. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 134/PMK.08/2013 TENTANG DEALER UTAMA DENGAN

Lebih terperinci

TENTANG JASA PENILAI PUBLIK MENTERI KEUANGAN,

TENTANG JASA PENILAI PUBLIK MENTERI KEUANGAN, SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 125/PMK.01/2008 TENTANG JASA PENILAI PUBLIK MENTERI KEUANGAN, Menimbang : a. bahwa sejalan dengan tujuan Pemerintah dalam rangka mendukung perekonomian yang sehat

Lebih terperinci

PERSYARATAN SERTIFIKASI F-LSSM

PERSYARATAN SERTIFIKASI F-LSSM PERSYARATAN SERTIFIKASI LEMBAGA SERTIFIKASI SISTIM MUTU () KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN R.I BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN INDUSTRI BALAI RISET DAN STANDARDISASI INDUSTRI PALEMBANG JL. PERINDUSTRIAN II

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 56 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1879, 2014 KEMENHUB. Pelabuhan. Terminal. Khusus. Kepentingan Sendiri. Perubahan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 73 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN

Lebih terperinci

PP 9/1999, PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN KOMODITI BERJANGKA

PP 9/1999, PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN KOMODITI BERJANGKA Copyright (C) 2000 BPHN PP 9/1999, PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN KOMODITI BERJANGKA *36161 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 9 TAHUN 1999 (9/1999) TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN KOMODITI

Lebih terperinci

Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2005 TENTANG PENDIRIAN, PENGURUSAN, PENGAWASAN, DAN PEMBUBARAN BADAN USAHA MILIK NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2002 NOMOR 4 SERI C

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2002 NOMOR 4 SERI C BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2002 NOMOR 4 SERI C PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 4 TAHUN 2002 TENTANG RETRIBUSI IJIN TRAYEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANJARNEGARA,

Lebih terperinci

mengenai kewenangan Inspektur Navigasi Penerbangan dalam melaksanakan pengawasan; bahwa dalam melaksanaan pengawasan sebagaimana

mengenai kewenangan Inspektur Navigasi Penerbangan dalam melaksanakan pengawasan; bahwa dalam melaksanaan pengawasan sebagaimana KEMENTERIAN PERHUBUNGAN nirf.ktorat JF.NUERAL PERHUBUNGAN UDARA PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP 429 TAHUN 2015 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN PENGAWASAN INSPEKTUR NAVIGASI

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 23 /POJK.04/2016 TENTANG REKSA DANA BERBENTUK KONTRAK INVESTASI KOLEKTIF

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 23 /POJK.04/2016 TENTANG REKSA DANA BERBENTUK KONTRAK INVESTASI KOLEKTIF - 1 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 23 /POJK.04/2016 TENTANG REKSA DANA BERBENTUK KONTRAK INVESTASI KOLEKTIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci