BAB I MANAJEMEN KURIKULUM PENDIDIKAN ISLAM

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I MANAJEMEN KURIKULUM PENDIDIKAN ISLAM"

Transkripsi

1 BAB I MANAJEMEN KURIKULUM PENDIDIKAN ISLAM A. Pengertian Manajemen Kurikulum Pendidikan Islam Manajemen kurikulum pendidikan Islam pada dasarnya gabungan tiga suku kata yaitu: manajemen, kurikulum dan pendidikan Islam. Manajemen merupakan suatu ilmu/seni yang berisi aktivitas perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), pelaksanaan (actuating), dan pengendalian (controlling)dalam menyelesaikan segala urusan dengan memanfaatkan semua sumberdaya yang ada melalui orang lain agar mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Kurikulum secara etimologi berasal dari bahasa Latin Curriculum, semula berarti a running course, specially a chariot race course, dan terdapat pula dalam bahasa Perancis Courier artinya to run (berlari).untuk mendapatkan rumusan tentang pengertian kurikulum, para ahli mengemukakan pandangan yang beragam. Dalam pandangan klasik, lebih menekankan kurikulum sebagai rencana pelajaran di suatu sekolah. Pelajaran-pelajaran dan materi apa yang harus ditempuh di sekolah, itulah kurikulum. Dalam pandangan modern, pengertian kurikulum lebih dianggap sebagai suatu pengalaman atau sesuatu yang nyata terjadi dalam proses pendidikan, seperti dikemukakan oleh Caswel dan Campbell (1935), bahwa kurikulum: to be composed of all the experiences children have under the guidance of teachers. Dipertegas lagi oleh pemikiran Ronald C. Doll (1974), yang mengatakan bahwa: the curriculum has changed from content of courses study and list of subject and Dari Normatif Filosofis ke Praktis 1

2 courses to all experiences which are offered to learners under the auspices or direction of school. Sedangkan George A. Beauchamp (1986), mengemukakan bahwa: A Curriculum is a written document which may contain many ingredients, but basically it is a plan for the education of pupils during their enrollment in given school. 1 Beauchamp mengatakan bahwa kurikulum adalah suatu rencana pendidikan atau pengajaran, pelaksanaan rencana itu sudah masuk pengajaran. Pendidikan Islam secara etimologi diwakili oleh istilah ta lim dan tarbiyah yang berasal dari kata dasar allama dan rabba sebagaimana dalam Al-Qur an, sekalipun konotasi kata tarbiyah lebih luas karena mengandung arti memelihara, membesarkan, dan mendidik, serta sekaligus mengandung makna mengajar ( allama).sedangkan menurut terminologi adalah usaha mengubah tingkah laku individu dalam kehidupan kepribadian dan kemasyarakatan yang dilandasi dengan nilai-nilai Islam. Menurut Mulyasa manajemen kurikulum merupakan suatu kegiatan yang mencakup perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian kurikulum. 2Pandangan Mulyasa hanya menekankan pada tiga aspek saja, sedangkan aspek pengorganisasian kurikulum secara eksplisit tidak dijelaskan dalam definisinya. Menurut Nasution organisasi kurikulum adalah pola atau bentuk bahan pelajaran yang akan disampaikan kepada murid. 3 Sedangkan Suharsimi Arikunto mendefinisikan manajemen kurikulum adalah segenap proses usaha bersama untuk memperlancar pencapaian tujuan pengajaran dengan titik berat pada usaha meningkatkan kualitas interaksi belajar mengajar. Berdasarkan definisi di atas, dapat dijelaskan bahwa manajemen kurikulum pendidikan Islam adalah usaha sistematis yang dilakukan seseorang melalui aktivitas perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan evaluasi kurikulum yang dilandasi nilai-nilai Islam agar peserta didik dapat mencapai tujuan pembelajaran secara efektif dan efisien. 1 Nana Syaodih Sukmadinata, (1996). Pengembangan Kurikulum. Remaja Rosdakarya: Bandung, hlm.5 2 Mulyasa, (2006).Manajemen Berbasis Sekolah;Konsep, Strategi, dan Implementasi. Remaja Rosdakarya. Bandung. Hal S. Nasution, (1995).Kurikulum dan Pengajaran. Bumi Aksara: Jakarta. Hal Manajemen Kurikulum Pendidikan Islam

3 B. Perencanaan Kurikulum Pendidikan Islam Perencanaan kurikulum merupakan proses yang melibatkan kegiatan pengumpulan, penyortiran, sintesis dan seleksi informasi yang relevan dari berbagai sumber. Informasi ini kemudian digunakan untuk merancang dan mendesain pengalaman-pengalaman belajar yang memungkinkan peserta didik dapat mencapai tujuan pembelajaran. Beane James mendefinisikan perencanaan kurikulum sebagai suatu proses yang melibatkan berbagai unsur peserta dalam banyak tingkatan membuat keputusan tentang tujuan belajar, cara mencapai tujuan, situasi belajar-mengajar, serta penelaahan keefektifan dan kebermaknaan metode tersebut. Sehingga Tanpa perencanaan kurikulum, sistematika berbagai pengalaman belajar tidak akan saling berhubungan dan tidak mengarah pada tujuan yang diharapkan. Berikut pernyataanya: Curriculum planning is a process in which participants at many levels make decisions about what the purposes of learning ought to be, how those purposes might be carried out through teaching-learning situations, and whether the purposes and means are both appropriate and effective. 4 Parkey et al., menegaskan bahwa tujuan yang direncanakan dari kurikulum dikembangkan dari beragam perspektif, teori dan penelitian yang didasarkan pada kekuatan sosial (social force), pengembangan manusia (human development) dan pembelajaran serta model pembelajaran (learning and learning style). 5 Perencanaan kurikulum itu penting karena akan menjadi arah bagi usaha mempermudah pekerjaan pendidikan yang akan dilakukan. Menurut Zenger and Zenger perencanaan kurikulum dibuat untuk menjadi petunjuk kerja. 6 Curriculum Planning is intended as a how-to-do-it guide for curriculum planners in the school system or as a textbook for collegelevel courses in curriculum planning and development. Dalam tulisannya yang berjudul Curriculum Planning: A Ten-Step Process (1982), terdapat langkah-langkah penting perencanaan kurikulum: 4 Beane, James A.,et all. (1986). Curriculum Planning and Development, Boston, Allyn and Bacon.Hal Parkay, F. W. (2006). Curriculum Planning a Contemporary Approach, Edisi 8, Pearson, New York- London-Sanfransisco. Hal: 4 6 Zenger, W. F. and. Zenger, S. K. (1982).Curriculum Planning: A Ten-Step Process di unduh dari 23 n 0 2. Fall. Dari Normatif Filosofis ke Praktis 3

4 1. State the curriculum problem or need. 2. Identify, revise, or develop curriculum /program goals and objectives. 3. Plan and organize the resources and constraints of curriculum development. 4. State the functions of and select curriculum committees used for curriculum planning and development. 5. Plan and state the roles and responsibilities of personnel involved. 6. Identify and analyze possible new curricula, programs, or other curricular innovations to meet the stated curriculum need. 7. Assess and select one of the new curricula, programs, or other curricular innovations to meet the stated curriculum need. 8. Design or redesign the new curriculum or program. 9. Implement the new curriculum or program. 10. Evaluate the new curriculum or program. Perencanaan kurikulum terjadi di semua level baik guru, supervisor, administrator dan lainnya, dilibatkan dalam usaha kurikulum. Semua guru dilibatkan dalam perencanaan kurikulum tingkat kelas. Bahkan pada tingkat (wilayah/daerah/distrik), ditingkat nasional harus ada representasi guru. Level perencanaan kurikulum menurut Oliva dimulai dari level kelas, kemudian individual school, school district, state, region, nation dan world. Representasi guru harus dominan dalam level kelas dan departemen. 7 Perencanaan kurikulum pendidikan Islam mensyaratkan adanya muatan materi kurikulum yang memiliki jangkauan yang lebih jauh yaitu tidak hanya membekali siswa dengan seperangkat kompetensi keduniawiaan (artinya siap kerja) saja dengan skill, kecakapan hidup dan kompetensi lainnya, tetapi juga muatan mata pelajaran yang membekali siswa untuk siap dalam menghadapi kehidupan yang lebih abadi/ kekal yaitu menghadap kehadirat Allah Swt. Sehingga jangkauan perencanaan kurikulumnya tidak hanya berbunyi dunia-kerja, tetapi dunia-akhirat. Perencanaan di dalam Islam merupakan salah satu aspek harus ditekankan sebagai firman Allah dalam surat Al-Hayr: 18: 7 Oliva, P. F. (1992). Developing the Curriculum, Harpers Collin Publisher, Amerika. Hal Manajemen Kurikulum Pendidikan Islam

5 Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang Telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS. Al Haysr: 18). Kandungan ayat di atas menunjukkan perlunya memperhatikan sesuatu yang akan dilaksanakan untuk ke depan (hari esok). Dalam konteks manajemen pendidikan dipahami sebagai suatu perintah untuk membuat perencanaan yang baik, agar nantinya tidak gagal dalam mencapai tujuan yang diharapkan. Prinsip manajemen yang mengatakan bahwa If you fail to plan, you plan to fail, (jika anda gagal merencanakan, maka anda merencanakan kegagalan). Perencanaan Kurikulum menyangkut banyak demensi. Dalam The Educational Imagination on The Design and Evaluation of School Programs, Eisner menjelaskan bahwa ada beberapa unsur penting dari dimensi perencanaan kurikulum. Unsur tersebut yang akan menentukan logika dan karakteristik alur dari sebuah perencanaan kurikulum. 8 Unsur tersebut dapat disebutkan sebagai berikut: (1) Tujuan dan prioritas (goals and priorities); (2) Isi kurikulum (content of the curriculum); (3) Jenis pembelajaran (types of learning opportunities); (4)Organisasi pembelajaran (learning organization); (5)Organisasi isi (organization of content areas); (6)Model presentasi dan respon (mode of presentation and response); dan (7)Jenis evaluasi (types of evaluation). Dari pernyataan Eisner di atas, dapat dijelaskan lebih lanjut, bahwa semua jenis perencanaan kurikulum dengan demikian terjadi pada semua tingkat pendidikan dan disesuaikan dengan tingkatan kelas. Ini terlihat dengan adanya organisasi isi dan organisasi siswa. Ini selanjutnya juga dapat menjadi catatan bahwa sebuah perencanaan kurikulum yang realistis disusun berdasarkan prinsip-prinsip penting yang harus diperhatikan. 8 Eisner, E. W. (2002). The Educational Imagination on the Design and Evaluation of School Programs, Third Edition, Ohio, Meril Prentice Hall.Hal Dari Normatif Filosofis ke Praktis 5

6 Pertama, Perencanaan kurikulum berkenaan dengan pengalamanpengalaman para siswa. Kedua, Perencanaan kurikulum dibuat berdasarkan berbagai keputusan tentang konten dan proses. Ketiga, Perencanaan kurikulum mengandung keputusan-keputusan tentang berbagai isu dan topik. Keempat, Perencanaan kurikulum melibatkan banyak kelompok. Kelima, Perencanaan kurikulum dilaksanakan pada berbagai tingkatan. Keenam, Perencanaan kurikulum adalah sebuah proses yang berkelanjutan. Ada beberapa aspek yang harus diperhatikan dalam perencanaan kurikulum. Oemar Hamalik menyebut aspek-aspek yang menjadi karakteristik perencanaan kurikulum yaitu berdasar konsep yang jelas, dibuat dalam kerangka kerja yang komprehensif, bersifat reaktif, tujuan berkait minat anak, dan ada partisipasi kooperatif. 9 Apa yang disampaikan Hamalik di atas penting untuk dikomentari lebih lanjut. Pertama, perencanaan kurikulum harus berdasarkan konsep yang jelas tentang berbagai hal yang menjadikan kehidupan menjadi lebih baik, karakteristik masyarakat sekarang dan masa depan, serta kebutuhan dasar manusia. Kedua, perencanaan kurikulum harus dibuat dalam kerangka kerja yang komprehensif, yang mempertimbangkan dan mengoordinasi unsur esensial belajar-mengajar efektif. Ketiga, perencanaan kurikulum harus bersifat reaktif dan antisipasif. Pendidikan harus responsif terhadap kebutuhan individual siswa, untuk membantu siswa tersebut menuju kehidupan yang kondusif. Keempat, tujuan-tujuan pendidikan harus meliputi rentang yang luas akan kebutuhan dan minat yang berkenaan dengan individu dan masyarakat, rumusan berbagai tujuan pendekatan harus diperjelas dengan ilustrasi konkrit, agar dapat digunakan dalam pengembangan rencana kurikulum yang spesifik. Jika tidak, maka persepsi yang muncul kurang jelas dan kontradiktif. Masyarakat luas mempunyai hak dan tanggung jawab untuk mengetahui berbagai hal yang ditujukan bagi anak-anak mereka melalui perumusan tujuan pendidikan. Berkaitan dengan hal ini para pendidiklah yang berkewajiban untuk memberitahukannya. Dengan keahlian profesional mereka, pendidik berhak dan bertanggung jawab 9 Oemar Hamalik, (2006). Pengembangan Kurikulum.PT. Remaja Rosda Karya. Hal Manajemen Kurikulum Pendidikan Islam

7 mengidentifikasikan program sekolah yang akan membimbing siswa ke arah pencapaian tujuan pendidikan. Masyarakat boleh saja memberikan saran, namun keputusan akhir ada pada pendidik. Perencanaan dan pengembangan kurikulum paling efektif jika dikerjakan secara bersamasama. Hal ini dikarenakan beragamnya unsur-unsur kurikulum, yang menuntut tentang keahlian secara luas. Perencanaan kurikulum baru memuat artikulasi program sekolah dan siswa pada setiap jenjang dan tingkatan sekolah. Berkaitan dengan hal ini, kurikulum harus terdiri atas integrasi berbagai pengalaman yang relevan. Karenanya program sekolah harus dirancang untuk mengoordinasikan semua unsur dalam kurikulum kerangka kerja pendidikan. Meski masing-masing sekolah dapat mengembangkan dan memperhalus suatu struktur organisasi yang memfasilitasi studi masalahmasalah kurikulum dan mensponsori kegiatan perbaikan kurikulum. Tetapi partisipasi kooperatif harus dilaksanakan dalam kegiatankegiatan perencanaan kurikulum, terutama keterlibatan masyarakat dan para siswa dalam perencanaan situasi belajar-mengajar yang spesifik. Maka dalam perencanaan kurikulum, harus diadakan evaluasi secara kontinyu terhadap semua aspek pembuatan keputusan kurikulum, yang juga meliputi analisis terhadap proses dan konten kegiatan kurikulum. Berbagai jenjang sekolah, mulai dari pendidikan dasar sampai perguruan tinggi, hendaknya merespon dan mengakomodasi perubahan, pertumbuhan, dan perkembangan siswa. Untuk itu, perlu direfleksikan organisasi dan prosedur secara bervariasi. Ada empat pertanyaan mendasar untuk menganalisis dan mengembangkan kurikulum. Empat pertanyaan dasar ini sering disebut Tyler Rationale, karena pertanyaan ini memang diadaptasi dari buku Tyler yang berjudul Basic Principles of Curriculum and Instruction. 1. What educational purposes should the school seek to attain? 2. What educational experiences can be provided that are likely to attain these purposes? 3. How can these educational experiences be effectively organized? 4. How can we determine whether these purposes are being attained? Tanner, D and Tanner,L. N. (1980). Curriculum Development: Ttheory into Ppractice, 2nd Ed. New York, Macmillan Co. hal. 84 Dari Normatif Filosofis ke Praktis 7

8 Pertanyaan Tyler ini kemudian banyak dikutip penulis karena dianggap mewakili dari empat tahap berurutan dari pengembangan kurikulum. Tanner dan Tanner menyebut empat esensi dari pertanyaan di atas. Pertama, mengidentifikasi tujuan. Kedua, memilih makna-makna bagi pencapaian tujuan ini. Ketiga, mengorganisasi makna-makna ini. Empat, mengevaluasi hasil. Secara sederhana hubungan interaksi antar faktor-faktor determinan dalam perencanaan kurikulum dapat digambarkan sebagai berikut. 11 Objectives Subject Matter Methods and Organization Evaluation Gambar 1.1: Hubungan Interelasi Faktor-faktor Determinan Perencanaan Kurikulum Tanner dan Tanner Berdasarkan faktor-faktor determinan di atas, kemudian muncul sebagai elemen, unsur, demensi, kerangka kerja dari perencanaan kurikulum dengan beragam variasi dan istilah yang berbeda-beda, meski secara fundamental empat faktor determinan tersebut selalu ada. Dalam perencanaan kurikulum faktor determinan tersebut menjadi elemen sekaligus kerangka kerja umum, membantu perencanaan kurikulum tersebut tersusun secara sistematis dan terorganisasi. 11 Ibid. hal Manajemen Kurikulum Pendidikan Islam

9 Menurut Henson, 12 perencanaan kurikulum sebagai kata kunci rekayasa kurikulum terkait dengan beberapa variabel yang saling menunjang; memiliki judul yang jelas, mencerminkan pondasi kuat berdasar pernyataan filosofis, pernyataan tujuan yang akan dicapai, mengorganisasi isi, merumuskan aktivitas guru dan murid, dan yang penting juga adanya evaluasi (philosophy, purposes, content, activities, evaluation). Perhatian serupa juga diberikan Blenkin dan Kelly dalam melihat perencanaan sebagai faktor penting pengembangan kurikulum. 13 Secara sistematis dihubungkan dengan beberapa urutan berikut; penilaian (assessment), tujuan (goal), isi (content), metode pembelajaran (teaching method), alokasi waktu (time allocation), organisasi materi (isi) dan kelas (organization of materials and classroom), dan organisasi anak berdasar umur dan kemampuan (organization of student). Dari kontribusi di atas, secara umum mencakup model, ide, dan harapan sebuah perencanaan kurikulum. Pentingnya perencanaan dalam menerapkan kurikulum yang aplikatif merangsang banyak penulis yang memberikan konsen serius pada masalah ini. Penulis secara khusus memberikan kerangka kerja dari perencanaan kurikulum diantaranya Amstrong (1989), Beauchamp (1975), Brady (1990), Oliva (1992), Henson (1995), Tanner dan Tanner (1980) dan Eisner (2002). 1. Landasan Perencanaan Kurikulum Pendidikan berdasarkan tiga landasan utama, yaitu filsafat, sosiologi dan psikologi, yang berhubungan dengan kebutuhan individu maupun masyarakat. Perencanaan kurikulum berhubungan dengan fokus spesifik dan subjek daerah Pondasi tersebut. Menurut Brady klaim umum untuk membawa disiplin ini dalam pengembangan kurikulum adalah untuk membantu mereka memberikan guru tujuan spesifik dan perencanaan pengalaman belajar. 14 Filsafat, Psikologi dan Sosiologi 12 Henson, K.T. (1995). Curriculum Development for Educational Reform, Eastern Kentucky University, Longman.Hal Blenkin, G M dan Kelly, AV. (1981).Primary Curriculum, London,Harper dan Row Publisher. Hal: Brady, L. (1990). Curriculum Development, Third Edition, New York, London, Prentice Hall. Hal. 36 Dari Normatif Filosofis ke Praktis 9

10 menyediakan pengetahuan yang membantu guru dalam menentukan tujuan yang spesifik pada tiga area utama. Pertama, pertumbuhan, kebutuhan-kebutuhan, keinginan dan kesiapan anak (psikologi).kedua, kondisi sosial yang telah dialami atau memungkinkan untuk menjadi pengalaman anak (sosiologi), dan Ketiga, karakteristik pengetahuan dan pengajaran (filsafat). Ketiga disiplin ini digambarkan Brady sebagai terikat, bersentuhan sebagai informasi pengembangan kurikulum di semua tingkat perencanaan. Pengetahuan fundamental yang menjadi dasar perencanaan kurikulum dapat dijelaskan dari gambar berikut. 1 Landasan Filosofis Tujuan Keutamaan Struktur Pengetahuan 3 Pilihan dari Budaya 5 Kurikulum terorganisir dalam urutan dan tingkatan tertentu 2 Landasan Sosial Perubahan Sosial Perubahan Teknologi Perubahan Ideologi 4 Landasan Psikologi Pengembangan Pembelajaran Instruksi Motivasi Gambar 1.2: Landasan Perencanaan Kurikulum Apa yang dikemukakan Brady di atas, memiliki beberapa alasan. Pertama, Filsafat memberikan sumbangan berharga dalam meneguhkan karakteristik pengetahuan, basis epistemologi, etika dan karakteristik pengetahuan. Apakah pengetahuan itu? Apa pengajaran? Mana pendidikan atau materi yang lebih utama? Apakah nilai? semua membutuhkan sumbangan filsafat sebagai dasar atau pondasinya. Kedua, Psikologi menyiapkan informasi dan konsep untuk melakukan metode investigasi yang dapat digunakan secara umum pendidikan. Perilaku, 10 Manajemen Kurikulum Pendidikan Islam

11 karakter, keinginan, kebutuhan, motivasi berfikir adalah konsep yang diklasifikasikan dalam studi psikologi. Ketiga, sosiologi juga memberikan gambaran memadai tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kurikulum. Karakter keluarga, karakter masyarakat, komunitas. kelompok akan menentukan bangunan kurikulum yang direncanakan. Berbeda dengan Brady, Amstrong, 15 berpijak dari Tyler (1949) mengidentifikasi tiga sumber utama kurikulum; masyarakat, pelajar dan pengetahuan. Pengembang kurikulum menganggap informasi dari setiap sumber di atas sebagai poin permulaan untuk kerja mereka. Sedang Psikologi dan Filsafat itu sebagai Major Mediator, disiplin perantara, sumber perspektif dalam melihat dari harapan-harapan masyarakat, watak pelajar yang harus dilayani dan pengetahuan yang akan ditransmisikan. 2. Tujuan Menurut Brady pernyataan dari tujuan pendidikan mencakup tujuan umum, tujuan khusus, tujuan kelas dan tujuan behavioral (goals, aims, objectives and behavioral objectives). 16 Tujuan dari kelas (objectives) menggambarkan keluaran yang dikehendaki dari proses belajar mengajar dalam terma-terma dari beberapa perubahan dari anak. Tujuan behavioral mengkomunikasikan maksud dengan pernyataan tindakan atau perbuatan yang akan dicapai. Gambar 1.3: Hirarki Tujuan Amstrong, D. G. (1989).Developing and Documenting the Curriculum, Allyn and Bacon, Boston, London, Sydney. Hal Brady, (1990).Curriculum, Hal: Ibid, Hal: 89 Dari Normatif Filosofis ke Praktis 11

12 Hal berbeda dengan yang kemukakan Kennet T. Henson dalam bukunya The Curriculum Development for Education Reform, kata aim, goal dan objective memiliki perbedaan dalam stratifikasi dan ruang lingkup tujuan.gambar 1.4 berikut menjelaskan tentang perbedaan dan contoh penggunaannya masing-masing tingkatan. Gambar 1.4: Tingkatan Tujuan Pendidikan. 18 Ada istilah aim (tujuan pendidikan nasional), yaitu sesuai dengan amanat undang-undang dasar 1945 dalam pembukaannya alinea empat, dijelaskan bahwa tujuan pendidikan nasional kita adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Kemudian pada goal (tujuan institusional atau kelembagaan) misalnya, membentuk pribadi manusia yang beriman dan berakhlak mulia serta mampu menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi. Sedangkan objective (tujuan pembelajaran) disesuaikan dengan Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD). Proses pembelajaran tanpa tujuan bagaikan hidup tanpa arah. Oleh sebab itu, tujuan pendidikan dan pembelajaran secara keseluruhan harus dikuasai oleh guru. Tujuan disusun berdasarkan ciri karakteristik anak dan arah yang ingin dicapai. Tujuan belajar adalah sejumlah hasil belajar yang menunjukkan bahwa siswa telah melakukan perbuatan belajar, yang 18 Agus Zaenul Fitri, (2012). Reinventing Human Character: Pendidikan Karakter Berbasis Nilai dan Etika di Sekolah.Hal Manajemen Kurikulum Pendidikan Islam

13 umumnya meliputi pengetahuan, keterampilan dan sikap-sikap yang baru yang diharapkan tercapai oleh siswa Hamalik menjelaskan bahwa komponen tujuan pembelajaran, meliputi: (1) tingkah laku, (2) kondisi-kondisi tes, (3) standar (ukuran) perilaku. 19 Dalam model pengembangan kurikulum seperti Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) tujuan pembelajaran disesuaikan dengan Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) yang diukur melalui indikator-indikator pencapaian keberhasilan pembelajaran. Perilaku belajar dalam KTSP diukur dengan indikator yang jelas. Misalnya, mampu menjelaskan, mengungkapkan, menganalisis dan mengaplikasikan suatu konsep atau teori tertentu. Karenanya, area yang paling luas dan kerangka kerja kurikulum adalah definisi tujuan pendidikan secara menyeluruh. Berdasarkan tiga daerah fondasi tadi, tujuan umum menyajikan tujuan khusus kewilayahan yang dikembangkan pada berbagai jenjang wilayah (nasional, provinsi, kabupaten atau kotamadya, dan masyarakat luas).rumusan tujuan tersebut merefleksikan tingkat atau daerah satu dengan yang lainnya. Tingkat nasional memberikan petunjuk bagi pengembangan lokal, dan sebaliknya. Masalah yang sering timbul dalam perencanaan kurikulum yang spesifik tidak mempertimbangkan rumusan tujuan yang luas atau rumusan tujuan umum berkelanjutan. Karenanya rumusan tujuan akan membatasi dari ruang mana ia menjadi sasaran. Perumusan tujuan belajar diperlukan untuk meningkatkan kemampuan siswa sebagai anggota masyarakat, dalam mengadakan hubungan timbal balik dengan lingkungan sosial, budaya dan alam sekitarnya. Di Indonesia secara umum untuk mencapai tujuan, penyelenggara sekolah berpedoman pada tujuan pendidikan nasional. Sumber dan tujuan ini adalah sumber empiris, sumber filosofis, sumber mata pelajaran, konsep kurikulum, analisis situasional, dan tekanan pendidikan yang sudah dirumuskan dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Tujuan pembelajaran (objective) memberikan arah positif yang berimplikasi pada; Pertama, suatu pengertian tentang arah (sasaran) bagi 19 Oemar Hamalik, (2003). Proses Belajar Mengajar.Bumi Aksara. Hal. 24 Dari Normatif Filosofis ke Praktis 13

14 setiap orang yang tertarik dengan proses pendidikan, seperti siswa, guru, administrator, orang tua, penilik, pengawas dan sebagainya; Kedua, basis perencanaan kurikulum yang rasional dan logis; dan Ketiga, memberikan suatu basis untuk penilaian siswa. Tujuan umum menyajikan berbagai tujuan yang mengalihkan kegiatan belajar mengajar sejalan dengan tingkat perkembangan siswa (anak-anak sampai dewasa) sehingga program pendidikan pun sejalan dengan tingkat perkembangan siswa tersebut. Dalam kerangka ini, maka tujuan yang efektif menuntut Brady harus dapat mempertemukan beberapa persyaratan; (1) cakupan (scope), memasukkan semua rangsangan hasil belajar:(2) relevansi (suitability), terkait situasi kelas dan konteks sosial:(3) validitas (validity), merefleksikan nilai yang mereka tuju untuk dihadirkan;(4) fisibilitas (feasibility), dapat dicapai dalam terma kemampuan anak dan ketersediaan sumber;(5) kompatibel (compatibility), memiliki konsistensi dengan pernyataan tujuan lainnya;(6) spesifik (specificity), cukup tepat untuk menghilangkan ambiguitas; dan (5) interpretatif (interpretability), mudah difahami bagi mereka yang mungkin membantu untuk mengimplementasikannya.19f20 3. Organisasi Isi Isi atau materi dalam bahasa Arab disebut dengan (Al-maddah) yang berarti materi (isi).materi (isi) dari pada kurikulum pendidikan Islam meliputi: (1) Al-Qur an dan Hadits; (2) Akidah dan Akhlak; (3) Fiqh (Muamalah); (4) Sejarah Peradaban dan Kebudayaan Islam; dan (5) Sejarah Pendidikan Islam. Isi kurikulum atau core curriculum atau struktur bahan pelajaran adalah kumpulan dari mata pelajaran yang menjadi bahan diskursus dalam proses belajar mengajar. Brady menegaskan isi didefinisikan sebagai mata pelajaran dari belajar mengajar (content is defined as the subject matter of teaching-learning).20f21ia melibatkan banyak hal. Bukan saja pengetahuan, tetapi juga keterampilan, konsep, sikap dan nilai; isi di sampaikan dengan berbagai cara; cara yang digunakan disebut metode 20 Brady, (1990).Curriculum, hal: Ibid, hal: Manajemen Kurikulum Pendidikan Islam

15 belajar; konten atau isi kurikulum merupakan susunan bahan kajian dan pelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan. Penggunaan desain kurikulum umum untuk mengorganisir pengalaman belajar yang mencakup semua program disebut aktivitas makro kurikulum. 22 Kegiatan itu mencakup kegiatan luas, perencanaan dan merefleksikan keputusan yang dibuat secara nasional, regional dan lokal. Hasil kerja ini biasanya berupa garis-garis besar yang berisi informasi terkait bahan pelajaran yang ditawarkan, persyaratan, urutan dan waktu yang dibutuhkan. Bahan ajar yang meliputi bahan kajian dan mata pelajaran. Isi kurikulum adalah mata pelajaran pada proses belajarmengajar, seperti pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai yang diasosiasikan dengan mata pelajaran. Pemilihan organisasi isi menekankan pada pendekatan mata pelajaran (pemahaman) atau pendekatan proses (keterampilan) dapat dilakukan melalui beberapa cara. Pertama, pendekatan kronologis, dimana isi diurutkan berdasar tema-tema dari waktu berdasar kalender baik dari masa lampau ke masa sekarang atau sebaliknya dari masa sekarang ke masa lampau. Ini dimungkinkan jika materi memiliki hubungan logis dari sisi urutan waktu (the chronological approach). Kedua, pendekatan tematik, dimana elemen materi pertama diorganisir di bawah satu tema besar, kemudian diputuskan mana yang diajarkan pertama, kedua, ketiga, dan seterusnya (the thematic approach). Ketiga, pendekatan dari bagian kecil ke bagian besar, dimana topik-topik atau unit-unit isi diurutkan dari basic elemen ke elemen yang lebih kompleks (the part to whole approach), dan Keempat, kebalikan dari pendekatan bagian kecil ke bagian besar. Pada pendekatan ini informasi umum secara tipikal disampaikan dahulu, dengan menyiapkan anggota kelas memiliki pandangan umum yang bersifat luas dari apa yang mereka pelajari. Baru kemudian setelah mereka memiliki rangkuman dari overview, informasi spesifik mulai diperkenalkan dan memperkenankan mereka mempelajari bagian terkecil dari bagian besar (The whole to part approach) yang tunjukkan pada gambar 1.5 berikut. 22 Amstrong, (1988).Developing., Hal. 73 Dari Normatif Filosofis ke Praktis 15

16 Gambar 1.5: Pendekatan Organisasi Isi Apapun pilihan pendekatan dari organisasi isi perencanaan kurikulum terdapat kriteria yang perlu diperhatikan dalam pemilihan organisasi isi kurikulum ini, yaitu: (a) signifikansi, yaitu seberapa penting isi kurikulum pada suatu disiplin atau tema studi; (b) validitas, yang berkaitan dengan keotentikan dan keakuratan isi kurikulum tersebut; (c) relevansi sosial, yaitu keterkaitan isi kurikulum dengan nilai moral, cita-cita, permasalahan sosial, isu kontroversial, dan sebagainya, untuk membantu siswa menjadi anggota efektif dalam masyarakat; (d) utility atau kegunaan (daya guna), berkaitan dengan kegunaan isi kurikulum dalam mempersiapkan siswa menuju kehidupan dewasa; (e) learnability atau kemampuan untuk dipelajari, yang berkaitan dengan kemampuan siswa dalam memahami isi kurikulum tersebut; dan(f) minat, yang berkaitan dengan minat siswa terhadap isi kurikulum tersebut. 4. Organisasi Siswa (Peserta Didik) Aspek penting yang perlu diperhatikan dari perencanaan kurikulum adalah aspek perkembangan manusia. Aspek ini akan memberi arah bagi perencanaan kurikulum yang tepat. Pemahaman yang memadai tentang tahap perkembangan manusia berguna sebagai alat memahami kebutuhan anak dari beragam tingkat pendidikan. Meski secara tak langsung dapat mendefinisikan perkembangan anak secara khusus pada usianya. Karena anak secara lahir memiliki keunikan. Dalam konteks pendidikan muncul berbagai klasifikasi anak berdasar umur, level dan juga tingkat perkembangannya. Anak dikelompokkan berdasar perkembangannya yang disesuaikan dengan tingkat pertumbuhan jasmani, mental dan motorik. Klasifikasi umum yang sering ditemui adalah infant (usia 1-2 tahun), Todler (usia 2-3 tahun), Nursery (usia 3-4 tahun), dan Kindergarten (usia 4-5) tahun (K1) dan Manajemen Kurikulum Pendidikan Islam

17 tahun (K2). Istilah yang sama dengan Taman Pengasuhan Bersama, Bermain Bersama, Kelompok Bermain (Play Group), Taman Kanak- Kanak. Pengelompokan anak berdasar level, klasifikasi Early Childhood, Pre School, Primary, Secondary, Elementary, Junior, Senior sampai High School atau University adalah argument yang menggunakan dasar perkembangan manusia. Beberapa aspek perkembangan anak yang penting untuk petunjuk perencanaan kurikulum adalah basis biologis dan perbedaan individu, kematangan fisik, perkembangan intelektual, pertumbuhan emosi, dan perkembangan sosial dan budaya. Gambar 1.6. Lima Aspek Perkembangan sebagai Petunjuk Perencanaan Kurikulum. 23 Organisasi siswa selain memperhatikan lima aspek sebagaimana digambarkan di atas, juga perlu memperhatikan aspek waktu. Disini guru atau pihak perencanaan kurikulum perlu mempertimbangkan lima daerah yang akan mempengaruhi keputusan mereka, yaitu: Pertama, karakteristik siswa yang menggunakan kurikulum tersebut; Kedua, refleksi prinsip-prinsip belajar; Ketiga, sumber-sumber umum penunjang; Keempat, jenis pendekatan kurikulum (terpisah, terkorelasi, 23 Parkay, (2006).Curriculum., Hal. 123 Dari Normatif Filosofis ke Praktis 17

18 dan sebagainya); dan Kelima, pengorganisasian pengelolaan disiplin spesifik yang digunakan dalam perencanaan situasi belajar-mengajar. 5. Metode Metode dalam bahasa Arab disebut (Thoriqah, Wasilah) yang berarti metode, cara, jalan yang digunakan agar dapat mencapai tujuan. Bagian paling penting dan sangat jelas dari elemen kurikulum adalah metode. Menurut Brady seseorang yang datang ke sekolah tidak langsung melihat apa tujuan dan isi di dalam kegiatan. Melainkan metode apa yang digunakan.23f24 Metode tidak berdiri sendiri. Memilih metode sangat berkait dengan model pembelajaran, terkait dengan isi kurikulum dan tujuan. Gambar 1.7: Hubungan Tujuan dan Metode Metode dipilih berdasar tujuan yang dirumuskan. Selanjutnya metode juga terkait dengan model belajar. Brady mengidentifikasi lima model belajar, mendefinisikan sebuah model sebagai blueprint yang dapat digunakan untuk membimbing persiapan mengajar. Model disusun dalam sebuah kontinum dari terpusat guru (teacher centered) berpusat pada anak (student centered). Teacher Centered Student Centered Exposition Behavioral Cognitive Development Interaction Transaction Gambar 1.8: Model Pembelajaran 24 Brady, (1990).Curriculum, Hal Manajemen Kurikulum Pendidikan Islam

19 Model Eksposisi adalah model tradisional yang terpusat pada guru. Sementara transaksi adalah model mutakhir yang terpusat pada anak. Metode juga berkait dengan tujuan yang dirumuskan. Hubungan aktivitas belajar dapat didefinisikan sebagai berbagai aktivitas yang diberikan pada pembelajar dalam situasi belajar-mengajar. Aktivitas belajar ini didesain agar memungkinkan siswa memperoleh muatan yang ditentukan, sehingga berbagai tujuan yang ditetapkan, terutama maksud dan tujuan kurikulum, dapat tercapai. Berkaitan dengan aktivitas belajar, harus diperhatikan pula strategi belajar-mengajar yang efektif, yang dapat dikelompokkan sebagai berikut: Pertama, pengajaran expository. Pengajaran expository atau penjelasan rinci ini melibatkan pengiriman informasi dalam arah tunggal, dan suatu sumber ke pebelajar. Contoh dan pengajaran ini adalah ceramah, demonstrasi, tugas membaca dan presentasi audio visual. Kedua, pengajaran interaktif. Pada hakikatnya, pengajaran ini sama dengan pengajaran expository. Perbedaannya, dalam pengajaran interaktif terdapat dorongan yang disengaja ketika terjadi interaksi antara guru dan pembelajar, yang biasanya berbentuk pemberian pertanyaan. Pada dasarnya, dalam pendekatan ini pembelajar lebih aktif, dan keterampilan berpikir ditingkatkan melalui unsur interaktif. Ketiga, pengajaran atau diskusi kelompok kecil. Karakteristik pokok dan strategi ini melibatkan pembagian kelas ke dalam kelompok-kelompok kecil yang bekerja relatif bebas, untuk mencapai suatu tujuan. Peran guru berubah, dan seorang pemberi pengetahuan menjadi koordinator aktivitas dan pengarah informasi. Keempat, pengajaran inkuiri atau pemecahan masalah. Ciri utama strategi ini adalah aktifnya pembelajar dalam penentuan jawaban dan berbagai pertanyaan serta pemecahan masalah. Pengajaran inkuiri biasanya melibatkan pembelajaran dengan aktivitas yang dilaksanakan secara bebas, berpasangan atau dalam kelompok yang lebih besar. Dan Kelima, strategi belajar-mengajar lainnya. Strategi belajar-mengajar lain yang relatif lebih baru adalah cooperative learning, community service project, mastered learning, dan project approach. Dari Normatif Filosofis ke Praktis 19

20 Dari beragam metode ini yang penting diperhatikan adalah kriteria pemilihan metode. Menurut Brady, 25 didasarkan pada beberapa pertimbangan berikut ini: (1) keragaman (variety). Metode harus bervariasi untuk mempertemukan tujuan yang dirumuskan dan mengakomodasi tingkat perbedaan dan gaya pengajaran; (2) cakupan (scope), metode harus cukup bervariasi untuk mencapai semua tujuan yang dirumuskan; (3) validitas (validity), metode khusus harus terkait dengan tujuan khusus; (4) kesesuaian (appropriate), metode terkait dengan keinginan anak, kemampuan dan kesiapan; dan (5) relevan (relevance), metode yang digunakan di sekolah harus terkait dengan apaapa yang dituntut selesai sekolah. Macam-macam metode pembelajaran yang bisa digunakan dalam pendidikan Islam, yaitu: a. Metode Ceramah Metode ceramah dapat diartikan sebagai cara menyajikan pelajaran melalui penuturan secara lisan. Metode ceramah sampai saat ini sering digunakan oleh setiap guru atau instruktur. Hal ini selain disebabkan oleh beberapa pertimbangan tertentu, juga adanya faktor kebiasaan baik dari siswa maupun guru. Guru biasanya belum puas manakala dalam proses pengelolaan pembelajaran tidak melakukan ceramah. 26 Demikian juga dengan siswa, mereka akan belajar manakala ada guru yang memberikan materi pelajaran melalui ceramah. Sehingga ada guru yang berceramah berarti ada proses belajar dan tidak ada guru berarti tidak ada belajar. Metode ceramah merupakan cara yang digunakan untuk mengimplementasikan strategi pembelajaran ekspositori. Metode ceramah seringkali diterapkan dalam pembelajaran. Tidak hanya pada pembelajaran fiqih namun juga pembelajaran yang lain. Karena metode ini di anggap lebih mudah dan lebih praktis, apalagi apabila diterapkan pada anak usia kelas bawah. 25 Ibid, Wina Sanjaya, (2010). Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, Jakarta: Kencana.Hal Manajemen Kurikulum Pendidikan Islam

21 1) Kelebihan metode ceramah diantaranya: a) Ceramah merupakan metode yang mudah dan murah untuk dilakukan. Murah maksudnya tidak memerlukan peralatan yang lengkap, sedangkan mudah maksudnya memang ceramah hanya mengandalkan suara guru, sehingga tidak butuh persiapan yang rumit. b) Ceramah dapat menyajikan materi pelajaran yang luas, artinya materi yang banyak dapat dirangkum atau dijelaskan pokokpokoknya oleh guru dalam waktu yang singkat. c) Ceramah dapat memberikan pokok materi yang perlu ditonjolkan. Artinya guru dapat mengatur pokok materi mana yang perlu ditekankan sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. d) Melalui ceramah, guru dapat mengontrol keadaan kelas. 2) Kelemahannya diantaranya: 1) Materi yang dikuasai siswa sebagai hasil dari ceramah akan terbatas pada apa yang dikuasai guru. 2) Ceramah yang tidak disertai dengan peragaan dapat mengakibatkan pemahaman yang berbeda antara siswa satu dengan siswa yang lainnya, termasuk dalam ketajaman menangkap materi pembelajaran melalui pendengarannya. 3) Guru yang kurang memiliki kemampuan bertutur yang baik, ceramah sering dianggap metode yang membosankan. 27 4) Guru sukar mengetahui sampai mana murid-murid mengerti pembicaraannya. 28 5) Guru lebih aktif sedangkan murid pasif. 6) Adanya unsur paksaan, karena guru yang bicara, murid diharuskan mendengarkan apa yang dijelaskan guru. 29 b. Metode Demonstrasi Metode demonstrasi adalah metode mengajar yang menggunakan peragaan untuk memperjelas suatu pengertian atau 27 Ibid, hal Suryosubroto, (1997). Proses Belajar Mengajar di Sekolah, Jakarta:Rineka Cipta. Hal Direktorat Pembinaan Perguruan Tinggi Agama Islam, 1981.Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam, Jakarta. Hal 231. Dari Normatif Filosofis ke Praktis 21

22 untuk memperlihatkan bagaimana melakukan sesuatu kepada anak didik. Dengan metode demonstrasi guru atau murid memperlihatkan pada seluruh anggota kelas sesuatu proses, misalnya bagaimana cara shalat yang sesuai dengan ajaran Rasulullah saw. Sebaiknya dalam mendemonstrasikan pelajaran tersebut guru lebih dahulu mendemonstrasikan yang sebaik baiknya, lalu murid ikut mempraktikkan sesuai dengan petunjuk. Contoh: pada materi tentang tata cara pengurusan jenazah didemonstrasikan cara-cara mengurusi jenazah dengan praktik. Beberapa keuntungan metode demonstrasi yaitu: 1) Perhatian siswa dapat dipusatkan, dan titik berat yang dianggap penting oleh guru dapat diamati secara tajam. 2) Perhatian siswa akan lebih terpusat kepada apa yang didemonstrasikan, jadi proses belajar siswa akan lebih teratur dan akan mengurangi perhatian siswa kepada masalah lain. 3) Apabila siswa sendiri ikut aktif dalam sesuatu percobaan yang bersifat demonstrasi, maka mereka akan memperoleh pengalaman yang melekat pada jiwanya dan ini berguna dalam pengembangan percakapan. c. Metode Tutorial/Bimbingan Metode tutorial merupakan proses pembelajaran yang dilakukan guru/tutor dengan cara memberikan bimbingan kepada siswa baik secara perorangan majupun kelompok. Metode ini sangat baik digunakan bagi siswa yang terlibat dalam kerja kelompok. Misalnya tentang cara mengkafani jenazah, maka guru memberikan bimbingan tentang tata cara mengkafani jenazah secara baik dan benar. Posisi dan peran guru sebagai motivator, innovator, motivator dan conselorakan sangat membantu siswa dalam menyelesaikan tugas-tugas yang dikerjakannya. 22 Manajemen Kurikulum Pendidikan Islam

23 d. Metode Diskusi Metode diskusi adalah suatu cara penyajian bahan pelajaran dimana guru memberi kesempatan kepada para siswa secara kelompok untuk mengadakan perbincangan ilmiah guna mengumpulkan pendapat, membuat kesimpulan atau penyusun berbagai alternatif pemecahan atas suatu masalah. Forum diskusi dapat diikuti oleh semua siswa di dalam kelas dapat pula dibentuk kelompokkelompok yang lebih kecil. Secara umum ada 2 (dua) jenis diskusi yang biasa dilakukan dalam proses pembelajaran, yaitu: 1) Diskusi kelompok Diskusi ini dinamakan juga diskusi kelas. Pada diskusi ini permasalahan yang disajikan oleh guru dipecahkan oleh kelas secara keseluruhan. Yang mengatur jalannya diskusi adalah guru itu sendiri. 2) Diskusi kelompok kecil Pada diskusi ini siswa dibagi menjadi beberapa kelompok. Setiap kelompok terdiri dari 3-7 orang. Proses pelaksanaan diskusi ini dimulai dari guru menyajikan masalah dengan beberapa sub masalah. Setiap kelompok memecahkan sub masalah yang disampaikan guru. Proses diskusi ini diakhiri dengan laporan setiap kelompok. Dalam penerapan metode diskusi ini juga tidak luput dari kelebihan dan kelemahan dari metode yang digunakan. Di bawah ini akan ada penjelasan mengenai apa saja yang menjadi kelebihan dan kelemahan dari metode diskusi ini. a) Kelebihan metode diskusi diantaranya: (1) Metode diskusi dapat merangsang siswa untuk lebih kreatif khususnya dalam memberikan gagasan dan ide-ide. (2) Dapat melatih untuk membiasakan diri bertukar fikiran dalam mengatasi setiap permasalahan. (3) Dapat melatih siswa untuk dapat mengemukakan pendapat atau gagasan secara verbal disamping itu, diskusi juga bisa melatih siswa untuk menghargai pendapat orang lain. Dari Normatif Filosofis ke Praktis 23

24 b) Kelemahan metode diskusi. (1) Sering terjadi pembicaraan dalam diskusi dikuasai oleh dua atau tiga orang siswa yang memiliki keterampilan berbicara. (2) Kadang-kadang pembahasan dalam diskusi meluas, sehingga kesimpulan menjadi kabur (3) Memerlukan waktu yang cukup panjang, yang kadangkadang tidak sesuai dengan yang direncanakan (4) Dalam diskusi sering terjadi perbedaan pendapat yang bersifat emosional yang tidak terkontrol. Akibatnya kadangkadang ada pihak yang merasa tersinggung, sehingga dapat mengganggu iklim pembelajaran. 30 e. Metode Tajribat (Eksperimen) Metode Tajribat ini merupakan suatu cara pembelajaran yang melibatkan siswa secara langsung untuk melakukan dan mengalami serta membuktikan sendiri apa yang dipelajari. Maka metode ini siswa didorong untuk melakukan, mengalami, membuktikan, menganalisis dan menarik kesimpulan dari kegiatan yang dilakukannya. Metode ini biasanya dilakukan dalam suatu pelajaran tertentu seperti ilmu alam, ilmu kimia, dan sejenisnya. Biasanya terhadap ilmu-ilmu alam yang di dalam penelitiannya menggunakan metode yang sifatnya obyektif, baik dilakukan di dalam maupun di luar kelas dan laboratorium. 31 Misalnya peserta diminta untuk melakukan eksperimen tentang tata cara memandikan, mensholatkan dan mengkafani jenazah. f. Metode Pemberian Tugas Metode ini adalah suatu cara dalam proses belajar mengajar bilamana guru memberi tugas tertentu dan murid mengerjakannya, kemudian tugas itu dipertanggungjawabkan kepada guru. Dengan cara demikian diharapkan agar murid belajar secara bebas tapi bertanggung jawab dan murid akan berpengalaman mengetahui 30 Wina Sanjaya, (2010).Strategi..., hal Direktorat Pembinaan Perguruan Tinggi Agama Islam, (1981). Metodik..., hal Manajemen Kurikulum Pendidikan Islam

25 berbagai kesulitan kemudian berusaha untuk ikut mengatasi kesulitan-kesulitan itu. Pemberian tugas dapat dilakukan dalam beberapa hal yaitu: 1) Murid diberi tugas mempelajari bagian dari suatu buku teks, baik perorangan ataupun kelompok. 2) Murid diberi tugas untuk melaksanakan sesuatu yang tujuannya melatih mereka dalam hal yang bersifat kecakapan mental dan motorik. 3) Murid diberi tugas melaksanakan eksperimen, misalnya: praktik sholat jenazah, cara memandikan jenazah. 4) Murid diberi tugas untuk mengatasi masalah tertentu atau problem solving dengan cara memecahkannya dengan tujuan agar murid terbiasa berfikir logis dan sistematis. 5) Murid diberi tugas melaksanakan proyek dan bertujuan agar murid-murid membiasakan diri bertanggung jawab terhadap penyelesaian suatu masalah. Misalnya peserta didik diberi tugas membuat kliping tentang makanan dan yang halal. g. Metode Drill (Latihan) Metode drill merupakan suatu cara penyampaian mata pelajaran kepada peserta didik dengan cara mengulang-ulang (berkali-kali) terhadap hal yang sama dengan tujuan memperkuat suatu asosiasi atau penyempurnaan suatu keterampilan agar melekat dan menjadi permanen. Penggunaan istilah latihan sering disamakan artinya dengan istilah ulangan. Padahal maksudnya berbeda. Latihan bermaksud agar pengetahuan dan kecakapan tertentu dapat menjadi milik anak didik dan dikuasai sepenuhnya, sedangkan ulangan hanyalah untuk sekedar mengukur sejauh mana dia telah menyerap pengajaran tersebut. Misalnya, memberikan soal-soal latihan dengan materi yang lebih dikembangkan sesuai materi pembelajaran pendidikan Islam. Menurut para ahli metode ini memiliki beberapa keunggulan dan kelemahan, yaitu: Dari Normatif Filosofis ke Praktis 25

26 1) Keunggulan a) Siswa akan memperoleh ketangkasan dan kemahiran dalam melakukan sesuatu dengan apa yang dipelajarinya. b) Dapat menimbulkan rasa percaya diri, bahwa para siswa berhasil dalam belajarnya telah memiliki sesuatu keterampilan khusus yang berguna kelak di kemudian hari. c) Guru lebih mudah mengontrol dan dapat membedakan mana siswa yang disiplin dalam belajarnya dan mana yang kurang memperhatikan tindakan dalam perbuatan siswa di saat berlangsungnya pengajaran. d) Memungkinkan siswa dapat memperbaiki kesalahannya saat itu juga. e) Melatih daya tangkap dan daya ingat siswa serta daya ekspresi. f) Melatih siswa untuk rajin belajar dan menyesuaikan pertanyaan serta jawabannya secara tepat dan benar. g) Melatih daya konsentrasi siswa. 2) Kelemahan a) Dapat menghambat inisiatif siswa, di mana inisiatif dan minat siswa yang berbeda dengan petunjuk guru dianggap suatu penyimpangan dan pelanggaran dalam pengajaran yang diberikannya. b) Membuat siswa menjadi statis, karena tidak diberikan kebebasan dalam mengembangkan kreativitas siswa dalam menyelesaikan tugas. c) Membentuk kebiasaan yang kaku, artinya seolah-olah siswa melakukan sesuatu secara mekanis, dan dalam memberikan stimulus siswa dibiasakan bertindak secara otomatis. d) Dapat menimbulkan verbalisme, terutama pengajaran yang bersifat menghafal di mana siswa dilatih untuk dapat menguasai bahan pelajaran secara hafalan dan secara otomatis mengingatkan apabila ada pertanyaan-pertanyaan yang berkenaan dengan hafalan tersebut tanpa suatu proses berfikir yang logis. 26 Manajemen Kurikulum Pendidikan Islam

27 h. Metode Kerja Kelompok Apabila guru dalam menghadapi siswa di kelas merasa perlu membagi-bagi siswa dalam kelompok-kelompok untuk memecahkan suatu masalah yang perlu dikerjakan bersama-sama, maka cara mengajar tersebut dapat dinamakan metode kerja kelompok. Pengelompokan dapat dilakukan oleh siswa sendiri yang biasanya dalam pemilihan kelompok seperti ini didasarkan atas pemilihan teman yang menurutnya lebih dekat atau lebih intim. Cara ini menimbulkan keuntungan, yaitu menimbulkan konsentrasi dalam belajar, memudahkan hubungan kepribadian dan dapat menimbulkan kegairahan baru. Namun pengelompokan dapat pula dilakukan oleh guru atas pertimbangan-pertimbangan yang telah dibuat oleh guru. 32 Misalnya membagi siswa ke dalam beberapa kelompok, kemudian masing-masing kelompok diberi tugas untuk mempraktikkan tata cara mengkafani jenazah dengan benar. i. Metode Tanya Jawab Adalah metode mengajar yang memungkinkan terjadinya konsumsi langsung bersifat dua arah. Sebab pada saat yang sama terjadi dialog antara guru dan siswa. Guru bertanya siswa menjawab begitu pula sebaliknya. Dalam komunikasi ini terlihat adanya hubungan timbal balik antara guru dan siswa. 33 Metode ini dapat dipakai oleh guru untuk menetapkan perkiraan secara umum apakah siswa yang mendapat giliran pertanyaan sudah memahami bahan pelajaran yang telah diberikan. 34 Misalnya, guru memberikan pertanyaan kepada peserta didik tentang materi setelah akhir pembelajaran. Metode ini dapat dipakai oleh guru untuk menetapkan perkiraan secara umum apakah siswa yang mendapat giliran pertanyaan sudah memahami bahan pelajaran yang telah diberikan Ibid, Hal R Ibrahim,dkk,(2010). Perencanaan Pengajaran, Jakarta: Rineka Cipta. Hal Direktorat Pembinaan Perguruan Tinggi Agama Islam, (1981). Metodik..., hal Ibid, hal Dari Normatif Filosofis ke Praktis 27

28 Beberapa alternatif dapat terjadi dalam metode tanya jawab yaitu: 1) Segi kecepatan menuangkan bahan pelajaran Dalam hal menerangkan bahan pelajaran pada siswa penggunaan metode tanya jawab lebih lamban daripada metode ceramah akan tetapi metode tanya jawab dari segi kepastian lebih tajam, karena guru memberikan pertanyaan untuk suatu jawaban tertentu dan guru dapat mengetahui dengan segera apakah siswanya mengerti atau tidak. Kalau terjadi yang demikian maka guru dapat segera menjelaskan kembali segi-segi yang belum jelas itu. 2) Dapat terjadi penyimpangan dari pokok persoalan Guru dalam melaksanakan tanya jawab lebih besar kemungkinan menyimpang dari pokok persoalan hal ini dapat terjadi apabila siswa memberikan jawaban, lalu berbalik mengajukan pertanyaan yang menimbulkan masalah baru di luar yang sedang dibicarakan. 3) Dapat terjadi perbedaan pendapat antara murid dan guru Untuk menghindari sesuatu yang dapat terjadi dalam metode tanya jawab terutama yang bersifat negatif maka perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut: a) Pertanyaan harus singkat jelas dan merangsang untuk berfikir. b) Sesuai dengan kecerdasan siswa. c) Memerlukan jawaban dalam bentuk kalimat atau uraian kecuali yang bersifat obyektif tes, dapat menggunakan pilihan jawaban ya/tidak. d) Usahakan pertanyaan dengan jawaban yang pasti. 36 j. Metode Simulasi Simulasi berasal dari kata simulate yang artinya berpura-pura atau berbuat seakan akan. Sebagai metode mengajar, simulasi dapat diartikan cara penyajian pengalaman belajar dengan menggunakan situasi tiruan untuk memahami tentang konsep, prinsip, atau keterampilan tertentu. Simulasi dapat digunakan sebagai metode 36 Ibid, hal Manajemen Kurikulum Pendidikan Islam

Kurikulum Dan Pembelajaran

Kurikulum Dan Pembelajaran Kurikulum Dan Pembelajaran Oleh : Dita Dwi Pamilasari (15105241012) A. Pengertian Kurikulum Menurut para ahli Istilah Kurikulum memiliki berbagai tafsiran. Secara etimologi, kurikulum berasal dari bahasa

Lebih terperinci

KOMPONEN-KOMPONEN KURIKULUM

KOMPONEN-KOMPONEN KURIKULUM KOMPONEN-KOMPONEN KURIKULUM KOMPETENSI YANG DIHARAPKAN 1. Memahami tentang landasan komponen-komponen pengembangan kurikulum 2. Mengidentifikasi komponen-komponen pengembangan kurikulum dalam perencanaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lebih dari sekedar realisasi satu sasaran, atau bahkan beberapa sasaran. Sasaran itu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lebih dari sekedar realisasi satu sasaran, atau bahkan beberapa sasaran. Sasaran itu BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Keberhasilan Keberhasilan adalah hasil serangkaian keputusan kecil yang memuncak dalam sebuah tujuan besar dalam sebuah tujuan besar atau pencapaian. keberhasilan adalah lebih

Lebih terperinci

KOMPONEN DESAIN INSTRUKSIONAL

KOMPONEN DESAIN INSTRUKSIONAL KOMPONEN DESAIN INSTRUKSIONAL Drs. Asep Herry Hernawan, M.Pd. Jurusan Kurikulum dan Teknologi Pendidikan FIP UPI SISTEM INSTRUKSIONAL Pembelajaran pada dasarnya merupakan suatu system, yaitu menekankan

Lebih terperinci

Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum Oleh: Restu Wijayanto (048/TP/B)

Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum Oleh: Restu Wijayanto (048/TP/B) Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum Oleh: Restu Wijayanto (048/TP/B) A. Pengertian Kurikulum 1. Secara harfiah, kurikulum berasal dari bahasa Latin, Curriculum, yang berarti bahan pengajaran. Ada pula yang

Lebih terperinci

C. Macam-Macam Metode Pembelajaran

C. Macam-Macam Metode Pembelajaran A. Pengertian Metode Pembelajaran Metode pembelajaran adalah cara-cara atau teknik penyajian bahan pelajaran yang akan digunakan oleh guru pada saat menyajikan bahan pelajaran, baik secara individual atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berdasarkan UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 1 ayat 1 menyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan

Lebih terperinci

BAB. I PENDAHULUAN. Hilman Latief,2014 PENGARUH PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL TERHADAP HASIL BELAJAR Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.

BAB. I PENDAHULUAN. Hilman Latief,2014 PENGARUH PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL TERHADAP HASIL BELAJAR Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi. 1 BAB. I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan segala usaha yang dilakukan secara sadar dan terencana dan bertujuan mengubah tingkah laku manusia kearah yang lebih baik dan sesuai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu ciri masyarakat modern adalah selalu ingin terjadi adanya perubahan yang lebih baik. Hal ini tentu saja menyangkut berbagai hal tidak terkecuali

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. belajar dan proses pembelajaran untuk peserta didik secara aktif mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN. belajar dan proses pembelajaran untuk peserta didik secara aktif mengembangkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran untuk peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya

Lebih terperinci

Langkah-langkah yang harus diperhatikan dalam mengaplikasikan metode ceramah adalah sebagai berikut:

Langkah-langkah yang harus diperhatikan dalam mengaplikasikan metode ceramah adalah sebagai berikut: Nama : Hana Meidawati NIM : 702011109 1. Metode Ceramah Penerapan metode ceramah merupakan cara mengajar yang paling tradisional dan tidak asing lagi dan telah lama dijalankan dalam sejarah pendidikan.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kata media berasal dari bahasa Latin medius yang seacara harfiah berarti

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kata media berasal dari bahasa Latin medius yang seacara harfiah berarti 9 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Media Audio-Visual Kata media berasal dari bahasa Latin medius yang seacara harfiah berarti tengah, perantara atau pengantar. Dalam bahasa arab, media adalah perantara atau pengantar

Lebih terperinci

UPAYA PENINGKATAN HASIL BELAJAR FISIKA MATERI BESARAN DAN SATUAN MELALUI MODEL PEMBELAJARAN GROUP INVESTIGASI KELAS X-1 SMAN 6 CIREBON TAHUN AJARAN

UPAYA PENINGKATAN HASIL BELAJAR FISIKA MATERI BESARAN DAN SATUAN MELALUI MODEL PEMBELAJARAN GROUP INVESTIGASI KELAS X-1 SMAN 6 CIREBON TAHUN AJARAN UPAYA PENINGKATAN HASIL BELAJAR FISIKA MATERI BESARAN DAN SATUAN MELALUI MODEL PEMBELAJARAN GROUP INVESTIGASI KELAS X-1 SMAN 6 CIREBON TAHUN AJARAN 2015/2016 Oleh: Dwiyani Hegarwati Guru SMAN 6 Cirebon

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Metode discovery adalah suatu prosedur mengajar yang menitikberatkan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Metode discovery adalah suatu prosedur mengajar yang menitikberatkan 9 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Metode Penemuan (Discovery Method) Metode discovery adalah suatu prosedur mengajar yang menitikberatkan studi individual, manipulasi objek-objek dan eksperimentasi oleh siswa.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Suwarto, Pengembangan Tes Diagnosis dalam Pembelajaran, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2013, hal. 3-4.

BAB I PENDAHULUAN. Suwarto, Pengembangan Tes Diagnosis dalam Pembelajaran, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2013, hal. 3-4. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Belajar pada dasarnya merupakan proses usaha aktif seseorang untuk memperoleh sesuatu sehingga terbentuk perilaku baru menuju arah yang lebih baik. Kenyataannya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan kualitas sumber daya manusia. Pasal 31 ayat 2 Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan kualitas sumber daya manusia. Pasal 31 ayat 2 Undang-Undang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan memiliki peranan yang amat penting untuk menjamin kelangsungan hidup Negara, juga merupakan wahana untuk meningkatkan dan mengembangkan kualitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kualitas pendidikan yang baik. Pendidikan menjadi pilar pembangunan bagi

BAB I PENDAHULUAN. kualitas pendidikan yang baik. Pendidikan menjadi pilar pembangunan bagi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam masa globalisasi, suatu negara dianggap maju apabila memiliki kualitas pendidikan yang baik. Pendidikan menjadi pilar pembangunan bagi suatu negara untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang lebih baik. Peserta didik yang mengikuti pendidikan masa kini akan

BAB I PENDAHULUAN. yang lebih baik. Peserta didik yang mengikuti pendidikan masa kini akan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan proses untuk membantu manusia dalam mengembangkan dirinya dan meningkatkan harkat dan martabat manusia, sehingga manusia mampu menghadapi

Lebih terperinci

Komponen dan Prinsip Pengembangan Kurikulum

Komponen dan Prinsip Pengembangan Kurikulum Komponen dan Prinsip Pengembangan Kurikulum Kurikulum memiliki lima komponen utama, yaitu : (1) tujuan; (2) isi/materi; (3) metode atau strategi pencapain tujuan pembelajaran; (4) organisasi kurikulum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. serta ketrampilan yang diperlukan oleh setiap orang. Dirumuskan dalam

BAB I PENDAHULUAN. serta ketrampilan yang diperlukan oleh setiap orang. Dirumuskan dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan manusia seutuhnya bertujuan agar individu dapat mengekspresikan dan mengaktualisasi diri dengan mengembangkan secara optimal dimensi-dimensi kepribadian

Lebih terperinci

E-LEARNING PERENCANAAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA PERT-3. Oleh Nanang Khuzaini, S.Pd.Si

E-LEARNING PERENCANAAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA PERT-3. Oleh Nanang Khuzaini, S.Pd.Si E-LEARNING PERENCANAAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA PERT-3 Oleh Nanang Khuzaini, S.Pd.Si PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU KEPENDIDIKAN UNIVERSITAS MERCU BUANA YOGYAKARTA 2015 KONSEP

Lebih terperinci

KURIKULUM. Saiful Rahman Yuniarto, S.Sos, MAB

KURIKULUM. Saiful Rahman Yuniarto, S.Sos, MAB KURIKULUM Saiful Rahman Yuniarto, S.Sos, MAB Pengertian Kurikulum adalah perangkat mata pelajaran yang diberikan oleh suatu lembaga penyelenggara pendidikan yang berisi rancangan pelajaran yang akan diberikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maka dari itu perlu dilakukan peningkatan mutu pendidikan. Negara Kesatuan

BAB I PENDAHULUAN. maka dari itu perlu dilakukan peningkatan mutu pendidikan. Negara Kesatuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan pada hakekatnya merupakan syarat mutlak bagi pengembangan sumber daya manusia dalam menuju masa depan yang lebih baik. Melalui pendidikan dapat dibentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 1 Ayat (1) yang

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 1 Ayat (1) yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 1 Ayat (1) yang dimaksud dengan pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Metode pembelajaran adalah suatu teknik penyajian yang dipilih dan

BAB II LANDASAN TEORI. Metode pembelajaran adalah suatu teknik penyajian yang dipilih dan BAB II LANDASAN TEORI A. Metode Pembelajaran Metode pembelajaran adalah suatu teknik penyajian yang dipilih dan diterapkan seiring dengan pemanfaatan media dan sumber belajar (Prawiradilaga, 2008). Menurut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada masa ini bangsa Indonesia telah dituntut untuk bersaing disegala bidang, terutama bidang pendidikan. Dalam hal ini kesiapan generasi penerus bangsa baik

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Terjadinya perubahan paradigma dalam metode belajar mengajar yang

PENDAHULUAN. Terjadinya perubahan paradigma dalam metode belajar mengajar yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Terjadinya perubahan paradigma dalam metode belajar mengajar yang tadinya berpusat pada guru (teacher centered), menjadi berpusat pada siswa (student centered),

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN DESAIN PEMBELAJARAN DALAM KEGIATAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN. Oleh : Asep Herry Hernawan

PENGEMBANGAN DESAIN PEMBELAJARAN DALAM KEGIATAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN. Oleh : Asep Herry Hernawan PENGEMBANGAN DESAIN PEMBELAJARAN DALAM KEGIATAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN Oleh : Asep Herry Hernawan A. Pendahuluan Proses pembelajaran merupakan proses yang yang ditata dan diatur sedemikian rupa menurut

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Proyek Kelompok Menurut Thomas (dalam Bell, 1978), pembelajaran metode proyek merupakan model pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada guru untuk mengelola pembelajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia haruslah dilakukan dalam konteks

BAB I PENDAHULUAN. upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia haruslah dilakukan dalam konteks 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan bagian terpenting dalam pembangunan. Proses pendidikan tidak dapat dipisahkan dari proses pembangunan itu sendiri. Pembangunan diarahkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika sebagai salah satu disiplin ilmu yang berhubungan dengan dunia pendidikan yang dapat mengembangkan kemampuan untuk berargumentasi, memberi kontribusi

Lebih terperinci

METODE BERMAIN PERAN (ROLE PLAYING) UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN IPS. Oleh : Ari Yanto )

METODE BERMAIN PERAN (ROLE PLAYING) UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN IPS. Oleh : Ari Yanto ) METODE BERMAIN PERAN (ROLE PLAYING) UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN IPS Oleh : Ari Yanto ) Email : ari.thea86@gmail.com Abstrak Salah satu masalah yang dihadapi oleh tenaga pengajar

Lebih terperinci

PENINGKATAN KUALITAS PEMBELAJARAN MELALUI IMPLEMENTASI STRATEGI DAN METODE PEMBELAJARAN YANG MENGAKTIFKAN SISWA SUNARYO SOENARTO

PENINGKATAN KUALITAS PEMBELAJARAN MELALUI IMPLEMENTASI STRATEGI DAN METODE PEMBELAJARAN YANG MENGAKTIFKAN SISWA SUNARYO SOENARTO PENINGKATAN KUALITAS PEMBELAJARAN MELALUI IMPLEMENTASI STRATEGI DAN METODE PEMBELAJARAN YANG MENGAKTIFKAN SISWA SUNARYO SOENARTO Mengajar, membantu siswa memperoleh informasi, ide, keterampilan, nilai,

Lebih terperinci

BAB I LATAR BELAKANG MASALAH. kerja, mendorong perguruan tinggi untuk membekali lulusannya dengan kemampuan

BAB I LATAR BELAKANG MASALAH. kerja, mendorong perguruan tinggi untuk membekali lulusannya dengan kemampuan BAB I LATAR BELAKANG MASALAH 1.1 Latar Belakang Masalah Perubahan yang sangat cepat di semua sektor kehidupan khususnya dunia kerja, mendorong perguruan tinggi untuk membekali lulusannya dengan kemampuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagaimana tercantum di dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor

BAB I PENDAHULUAN. sebagaimana tercantum di dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan mempunyai peranan yang penting dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang mendukung kemajuan bangsa dan Negara sebagaimana tercantum di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fifi Nurshifa Budiarti, 2016 Studi Implementasi Kurikulum 2013 PAUD di TK Negeri Pembina Se Kota Bandung

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fifi Nurshifa Budiarti, 2016 Studi Implementasi Kurikulum 2013 PAUD di TK Negeri Pembina Se Kota Bandung 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak usia dini merupakan kelompok usia yang berada dalam proses perkembangan unik, karena proses perkembangannya (tumbuh dan kembang) terjadi bersama dengan

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. A. Pembahasan terkait fokus penelitian pertama: Bagaimana implementasi

BAB V PEMBAHASAN. A. Pembahasan terkait fokus penelitian pertama: Bagaimana implementasi BAB V PEMBAHASAN A. Pembahasan terkait fokus penelitian pertama: Bagaimana implementasi kurikulum 2013 pada pembelajaran PAI dan Budi Pekerti tahap perencanaan di SMAN 1 Ngunut? Setiap kegiatan pasti memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dan bangsa yang dicita-citakan, yaitu masyarakat yang berbudaya dan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dan bangsa yang dicita-citakan, yaitu masyarakat yang berbudaya dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan sarana dan alat yang tepat dalam membentuk masyarakat dan bangsa yang dicita-citakan, yaitu masyarakat yang berbudaya dan dapat menyelesaikan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Guna memahami apa itu kemampuan pemecahan masalah matematis dan pembelajaran

II. TINJAUAN PUSTAKA. Guna memahami apa itu kemampuan pemecahan masalah matematis dan pembelajaran II. TINJAUAN PUSTAKA A. Masalah Matematis Guna memahami apa itu kemampuan pemecahan masalah matematis dan pembelajaran berbasis masalah, sebelumnya harus dipahami dahulu kata masalah. Menurut Woolfolk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memungkinkan semua pihak dapat memperoleh informasi dengan cepat dan mudah dari berbagai sumber dan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Gaya belajar adalah cara yang konsisten yang dilakukan oleh seorang murid

TINJAUAN PUSTAKA. Gaya belajar adalah cara yang konsisten yang dilakukan oleh seorang murid 10 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Gaya Belajar (Learning Styles) Gaya belajar adalah cara yang konsisten yang dilakukan oleh seorang murid dalam menangkap stimulus atau informasi, cara mengingat, berfikir dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan di bidang pendidikan sebagai salah satu bagian dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan di bidang pendidikan sebagai salah satu bagian dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan di bidang pendidikan sebagai salah satu bagian dari pembangunan dan juga berperan penting untuk menjamin kelangsungan hidup suatu bangsa dan negara.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tahun dan 9 tahun. Anak-anak yang bersekolah di tingkat Sekolah Dasar (dan

BAB I PENDAHULUAN. tahun dan 9 tahun. Anak-anak yang bersekolah di tingkat Sekolah Dasar (dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemerintah telah lama memprogramkan wajib belajar pendidikan dasar 6 tahun dan 9 tahun. Anak-anak yang bersekolah di tingkat Sekolah Dasar (dan Madrasah Ibtidaiyah)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mutu pendidikan, karena pendidikan merupakan sarana yang sangat penting

BAB I PENDAHULUAN. mutu pendidikan, karena pendidikan merupakan sarana yang sangat penting 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan dan kemajuan suatu bangsa sangat di pengaruhi oleh mutu pendidikan, karena pendidikan merupakan sarana yang sangat penting untuk pembinaan, pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut UU No.20 tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional menyatakan. bahwa:

BAB I PENDAHULUAN. Menurut UU No.20 tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional menyatakan. bahwa: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan memiliki peranan yang amat penting untuk menjamin kelangsungan hidup Negara, juga merupakan wahana untuk meningkatkan dan mengembangkan kualitas sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang SISDIKNAS pasal 1 ayat

BAB I PENDAHULUAN. Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang SISDIKNAS pasal 1 ayat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang SISDIKNAS pasal 1 ayat 1 menjelaskan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana

Lebih terperinci

Noorhafizah dan Rahmiliya Apriyani

Noorhafizah dan Rahmiliya Apriyani MENINGKATKAN HASIL BELAJAR IPS PADA MATERI PERKEMBANGAN TEKNOLOGI MELALUI MODEL STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISIONS (STAD) KOMBINASI MAKE A MATCH PADA SISWA KELAS IV SDN SUNGAI MIAI 5 BANJARMASIN Noorhafizah

Lebih terperinci

TUGAS GURU SEBAGAI PENGEMBANG KURIKULUM

TUGAS GURU SEBAGAI PENGEMBANG KURIKULUM Jurnal Ilmiah DIDAKTIKA Agustus 2011 VOL. XII NO. 1, 59-67 TUGAS GURU SEBAGAI PENGEMBANG KURIKULUM Azhar M. Nur Dosen tetap pada Fakultas Tarbiyah IAIN Ar-Raniry Abstract Teacher as a curriculum developer

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat dirasakan oleh setiap warga negara. Dengan adanya pendidikan terjadi

BAB I PENDAHULUAN. dapat dirasakan oleh setiap warga negara. Dengan adanya pendidikan terjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan diartikan sebagai suatu kegiatan yang sistematis dan sistemik terarah kepada terbentuknya kepribadian peserta didik. Sistematis oleh karena proses

Lebih terperinci

KURIKULUM DAN PENGEMBANGAN BAHAN AJAR

KURIKULUM DAN PENGEMBANGAN BAHAN AJAR KURIKULUM DAN PENGEMBANGAN BAHAN AJAR 1. Model Pengembangan Kurikulum A. Model Tyler Model ini dikembangkan dengan prinsip komprehensif yang mementingkan pada tujuan pendidikan. Tujuan pendidikan itu sendiri

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sejarah suatu bangsa dapat dilihat dari perkembangan pendidikan yang diperoleh

I. PENDAHULUAN. Sejarah suatu bangsa dapat dilihat dari perkembangan pendidikan yang diperoleh I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejarah suatu bangsa dapat dilihat dari perkembangan pendidikan yang diperoleh oleh rakyatnya. Maju atau tidaknya suatu bangsa juga dapat dilihat dari maju atau

Lebih terperinci

Jurnal Sosialisasi Pendidikan Sosiologi-FIS UNM

Jurnal Sosialisasi Pendidikan Sosiologi-FIS UNM STRATEGI MENGAJAR GURU DALAM MENGENALI PERBEDAAN KEMAMPUAN BELAJAR SISWA UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SOSIOLOGI DI SMA NEGERI 1 WOTU KABUPATEN LUWU TIMUR Yosiani Iring Pendidikan Sosiologi FIS-UNM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (pendidik), kurikulum (materi pelajaran), sarana (peralatan dan dana) serta murid

BAB I PENDAHULUAN. (pendidik), kurikulum (materi pelajaran), sarana (peralatan dan dana) serta murid BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang mempengaruhi segenap sendi-sendi kehidupan, menuntut adanya upaya metodis yang terarah dan teroganisir

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara umum, semua aktivitas yang melibatkan psiko-fisik yang menghasilkan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara umum, semua aktivitas yang melibatkan psiko-fisik yang menghasilkan 5 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pengertian Belajar Belajar adalah kegiatan yang berproses dan merupakan unsur yang fundamental dalam penyelenggaraan setiap jenis dan jenjang pendidikan. Secara umum, semua aktivitas

Lebih terperinci

PENGANTAR KULIAH. Mata Kuliah Kajian Kurikulum dan Buku Teks Ekonomi Oleh: Mustofa

PENGANTAR KULIAH. Mata Kuliah Kajian Kurikulum dan Buku Teks Ekonomi Oleh: Mustofa PENGANTAR KULIAH Mata Kuliah Kajian Kurikulum dan Buku Teks Ekonomi Oleh: Mustofa Mata Kuliah Kajian Kurikulum dan Buku Teks Ekonomi Deskripsi Mata Kuliah Mendiskripsikan teori, hakikat dan stategi pengembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. evaluasi. Kesemua unsur-unsur pembelajaran tersebut sangat mempengaruhi

BAB I PENDAHULUAN. evaluasi. Kesemua unsur-unsur pembelajaran tersebut sangat mempengaruhi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pelaksanaan belajar mengajar merupakan suatu proses interaksi antara guru dan siswa atau pembelajar beserta unsur-unsur yang ada di dalamnya. Pembelajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara awal yang telah dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara awal yang telah dilakukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berdasarkan hasil observasi dan wawancara awal yang telah dilakukan oleh penulis di kelas XII-A SMK 45 Lembang, baik wawancara dengan guru maupun siswa, diketahui bahwa

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. berasal dari kata courier yang berarti berlari (to run). Kurikulum berarti suatu

BAB II LANDASAN TEORI. berasal dari kata courier yang berarti berlari (to run). Kurikulum berarti suatu 6 BAB II LANDASAN TEORI A. Pengertian Kurikulum Secara etimologis, istilah kurikulum (curriculum) berasal dari bahasa Yunani, yaitu curir yang artinya pelari dan curere yang artinya tempat berpacu. Istilah

Lebih terperinci

2015 PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN DISCOVERY LEARNING DALAM PEMBELAJARAN PENDIDIKAN JASMANI TERHADAP KREATIVITAS SISWA

2015 PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN DISCOVERY LEARNING DALAM PEMBELAJARAN PENDIDIKAN JASMANI TERHADAP KREATIVITAS SISWA A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Pendidikan nasional adalah suatu proses belajar dan pembelajaran yang terencana sehingga peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Metode Diskusi 1. Pengertian Diskusi Dalam kegiatan pembejaran dengan metode diskusi merupakan cara mengajar dalam pembahasan dan penyajian materinya melalui suatu problema atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Niken Noviasti Rachman, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Niken Noviasti Rachman, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Materi Pertumbuhan dan Perkembangan pada Makhluk Hidup khususnya pada Pertumbuhan dan Perkembangan Tumbuhan termasuk ke dalam materi yang sangat menarik, tetapi

Lebih terperinci

MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR IPA MATERI GAYA MAGNET MELALUI METODE INKUIRI TERBIMBING

MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR IPA MATERI GAYA MAGNET MELALUI METODE INKUIRI TERBIMBING MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR IPA MATERI GAYA MAGNET MELALUI METODE INKUIRI TERBIMBING Fatmawaty Sekolah Dasar Negeri Hikun Tanjung Tabalong Kalimantan Selatan ABSTRAK Penelitian ini bertujuan

Lebih terperinci

RANCANGAN KURIKULUM BERWAWASAN KEMANUSIAAN

RANCANGAN KURIKULUM BERWAWASAN KEMANUSIAAN RANCANGAN KURIKULUM BERWAWASAN KEMANUSIAAN Sumarsih Abstrak Sekolah didirikan untuk mendidik anak-anak, yaitu untuk membantu dan membimbing anak-anak dalam pertumbuhan dan perpkembangannya agar menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia membutuhkan pendidikan dalam kehidupannya. Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia membutuhkan pendidikan dalam kehidupannya. Pendidikan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia membutuhkan pendidikan dalam kehidupannya. Pendidikan merupakan salah satu aspek penting terhadap kemajuan suatu bangsa di dunia. Pendidikan diproses

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Beberapa ahli mendefinisikan tentang pengertian belajar atau lerning, baik

II. TINJAUAN PUSTAKA. Beberapa ahli mendefinisikan tentang pengertian belajar atau lerning, baik II. TINJAUAN PUSTAKA A. Belajar dalam Konteks Pembelajaran Beberapa ahli mendefinisikan tentang pengertian belajar atau lerning, baik secara umum maupun secara khusus. Penafsiran tersebut berbeda satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengaturan Sistem Pendidikan Nasional dalam Undang-Undang merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Pengaturan Sistem Pendidikan Nasional dalam Undang-Undang merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengaturan Sistem Pendidikan Nasional dalam Undang-Undang merupakan bukti pemerintah yang selalu ingin memperbaiki Pendidikan Nasional ke arah yang lebih baik. Sebagai

Lebih terperinci

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE MAKE A MATCH

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE MAKE A MATCH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE MAKE A MATCH UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI DAN HASIL BELAJAR SOSIOLOGI SISWA KELAS XI IPS 3 SMA NEGERI 3 WONOGIRI TAHUN PELAJARAN 2012/2013 Arum Rahma Shofiya

Lebih terperinci

KURIKULUM PERGURUAN TINGGI LEMBAGA PENGEMBANGAN DAN PENJAMINAN MUTU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2015

KURIKULUM PERGURUAN TINGGI LEMBAGA PENGEMBANGAN DAN PENJAMINAN MUTU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2015 KURIKULUM PERGURUAN TINGGI Oleh: Anik Ghufron LEMBAGA PENGEMBANGAN DAN PENJAMINAN MUTU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2015 FOKUS KAJIAN 1. Pengertian kurikulum 2. Posisi kurikulum dalam konteks

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS KOMPETENSI DASAR MATA PELAJARAN IPS SD/MI KURIKULUM 2013 DILIHAT DARI TAKSONOMI BLOOM

BAB IV ANALISIS KOMPETENSI DASAR MATA PELAJARAN IPS SD/MI KURIKULUM 2013 DILIHAT DARI TAKSONOMI BLOOM BAB IV ANALISIS KOMPETENSI DASAR MATA PELAJARAN IPS SD/MI KURIKULUM 2013 DILIHAT DARI TAKSONOMI BLOOM A. Analisis Kurikulum 2013 Mata Pelajaran IPS SD/MI Pembicaraan kurikulum tidak bisa terlepas dari

Lebih terperinci

Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum

Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum Resume ke-8 Tgl 17 November 2015 Oleh: Lilik Lestari NIM:15105241037 Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum MODEL-MODEL PENGEMBANGAN KURIKULUM Model pengembangan kurikulum adalah model yang digunakan untuk

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ruggiero (Johnson, 2007:187) mengartikan berfikir sebagai segala aktivitas mental

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ruggiero (Johnson, 2007:187) mengartikan berfikir sebagai segala aktivitas mental II. TINJAUAN PUSTAKA A. Berpikir Kritis Ruggiero (Johnson, 2007:187) mengartikan berfikir sebagai segala aktivitas mental yang membantu merumuskan atau memecahkan masalah, membuat keputusan, atau memenuhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. andil yang cukup besar. Guru memang bukan satu-satunya penentu. itu, guru adalah bapak ruhani ( spiritual father) bagi siswa, yang

BAB I PENDAHULUAN. andil yang cukup besar. Guru memang bukan satu-satunya penentu. itu, guru adalah bapak ruhani ( spiritual father) bagi siswa, yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran pada hakikatnya adalah proses interaksi terhadap semua situasi yag ada di sekitar individu. Pembelajaran dapat dipandang sebagai proses yang diarahkan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Hasil Belajar 2.1.1.1. Pengertian Hasil Belajar BAB II KAJIAN PUSTAKA Leo Sutrisno (2008), mendefinisikan hasil belajar sebagai gambaran tingkat penguasaan siswa terhadap sasaran

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sendiri, masyarakat maupun bangsa. Di dalam Undang-undang nomor 20 tahun. 2003Pasal 1 tentang sistem Pendidikan Nasional bahwa:

BAB 1 PENDAHULUAN. sendiri, masyarakat maupun bangsa. Di dalam Undang-undang nomor 20 tahun. 2003Pasal 1 tentang sistem Pendidikan Nasional bahwa: 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan memegang peran yang sangat penting bagi kehidupan diri sendiri, masyarakat maupun bangsa. Di dalam Undang-undang nomor 20 tahun 2003Pasal 1 tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULAN. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 (2006, h. 1) tentang standar isi

BAB I PENDAHULAN. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 (2006, h. 1) tentang standar isi BAB I PENDAHULAN A. Latar Belakang Masalah Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Tingkat SD / MI dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 (2006, h. 1) tentang standar isi untuk satuan pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Penerapan Model Pembelajaran Active Learning Tipe Quiz Team Dengan Keterampilan Bertanya Probing Question

BAB I PENDAHULUAN Penerapan Model Pembelajaran Active Learning Tipe Quiz Team Dengan Keterampilan Bertanya Probing Question 1 BAB I PENDAHULUAN Penerapan Model Pembelajaran Active Learning Tipe Quiz Team Dengan Keterampilan Bertanya Probing Question untuk Meningkatkan Aktivitas Belajar Siswa pada Pembelajaran PKn (Penelitian

Lebih terperinci

MANAJEMEN KURIKULUM PENGERTIAN KURIKULUM. Interaksi Pendidikan

MANAJEMEN KURIKULUM PENGERTIAN KURIKULUM. Interaksi Pendidikan MANAJEMEN KURIKULUM PENGERTIAN KURIKULUM Berasal dari Bahasa Latin, curere (kata kerja) yang kata bendanya curriculum, mengandung makna: (1) lari cepat, pacuan, balapan kereta, berkuda; (2) satu kali perjalanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan mempunyai peranan penting untuk menjamin perkembangan dan kelangsungan hidup suatu bangsa, karena pendidikan merupakan sarana untuk meningkatkan dan mengembangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada peradaban yang semakin maju dan mengharuskan individu-individu untuk terus

BAB I PENDAHULUAN. pada peradaban yang semakin maju dan mengharuskan individu-individu untuk terus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan IPTEK yang terus menerus berkembang membawa manusia pada peradaban yang semakin maju dan mengharuskan individu-individu untuk terus mengembangkan diri agar

Lebih terperinci

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2005

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2005 IMPLEMENTASI KURIKULUM Oleh: Anik Ghufron FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2005 PEMBELAJARAN 1. Pembelajaran merupakan wujud implementasi i kurikulum. 2. Beuchamp (1975: 164) mengartikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada saat ini pembelajaran di sekolah harus bervariasi agar bisa menarik perhatian siswa untuk mengikuti proses pembelajaran dimana siswa dapat tertarik pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan bersifat sangat penting demi terwujudnya kehidupan pribadi yang mandiri dengan taraf hidup yang lebih baik. Sebagaimana pengertiannya menurut Undang-undang

Lebih terperinci

Kelas Internasional di Universitas

Kelas Internasional di Universitas Pendahuluan Kelas Internasional di Universitas Oleh: Sujarwo Staf Pengajar POR-PJKR, FIK, Universitas Negeri Yogyakarta Pendidikan merupakan hal yang wajib didapatkan dan ditempuh oleh setiap manusia di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan menjadi tuntutan wajib bagi setiap negara, pendidikan memegang

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan menjadi tuntutan wajib bagi setiap negara, pendidikan memegang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai negara yang berkembang pendidikan dipandang sebagai suatu kebutuhan penting dan sarana demi memajukan pembangunan negara. Pendidikan menjadi tuntutan wajib

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 6 BAB II LANDASAN TEORI A. Pembelajaran Matematika Matematika (dari bahasa Yunani: mathēmatiká) adalah studi besaran, struktur, ruang, dan perubahan. Para matematikawan mencari berbagai pola, merumuskan

Lebih terperinci

MODEL PEMBELAJARAN GROUP INVESTIGATION

MODEL PEMBELAJARAN GROUP INVESTIGATION Jurnal Pendidikan Kimia (JPK), Vol. 3 No. 2 Tahun 2014 Program Studi Pendidikan Kimia Universitas Sebelas Maret ISSN 2337-9995 jpk.pkimiauns@ymail.com MODEL PEMBELAJARAN GROUP INVESTIGATION (GI) DILENGKAPI

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Rosenberg (dalam Surjono, 2009: 3), mendefinisikan e-learning sebagai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Rosenberg (dalam Surjono, 2009: 3), mendefinisikan e-learning sebagai II. TINJAUAN PUSTAKA A. E-learning Rosenberg (dalam Surjono, 2009: 3), mendefinisikan e-learning sebagai pemanfaatan teknologi internet untuk mendistribusikan materi pembelajaran, sehingga siswa dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara yang demokratis serta bertanggung jawab (UU No. 20, 2003, h. 4).

BAB I PENDAHULUAN. negara yang demokratis serta bertanggung jawab (UU No. 20, 2003, h. 4). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdasakan kehidupan bangsa,

Lebih terperinci

MENCOCOKKAN ANTARA GAYA BELAJAR DENGAN GAYA MENGAJAR Oleh Anang Nazaruddin, S.Pd.I. ABSTRAK

MENCOCOKKAN ANTARA GAYA BELAJAR DENGAN GAYA MENGAJAR Oleh Anang Nazaruddin, S.Pd.I. ABSTRAK MENCOCOKKAN ANTARA GAYA BELAJAR DENGAN GAYA MENGAJAR Oleh Anang Nazaruddin, S.Pd.I. ABSTRAK Pebelajar, sama seperti pembelajar, memiliki gaya kognitif yang berbedabeda. Variasi gaya pengajaran sebanyak

Lebih terperinci

INKUIRI DAN INVESTIGASI IPA

INKUIRI DAN INVESTIGASI IPA INKUIRI DAN INVESTIGASI IPA A. INVESTIGASI Sains terbentuk dari proses penyelidikan yang terus-menerus. Hal yang menentukan sesuatu dinamakan sebagai sains adalah adanya pengamatan empiris. PPK Jatim (2008:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. formal seperti Taman Kanak-kanak Al-Qur an (TKA), Taman Pendidikan Al-

BAB I PENDAHULUAN. formal seperti Taman Kanak-kanak Al-Qur an (TKA), Taman Pendidikan Al- 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No.20 Tahun 2003 Bab III ayat 3 yaitu: Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terlalu cerdas, seolah memimpikan anak-anak menjadi robot. sempurna. Kurikulum ini tidak menyisakan waktu bagi anak-anak untuk

BAB I PENDAHULUAN. terlalu cerdas, seolah memimpikan anak-anak menjadi robot. sempurna. Kurikulum ini tidak menyisakan waktu bagi anak-anak untuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi menyebabkan arus informasi menjadi cepat dan tanpa batas. Hal ini berdampak langsung pada berbagai bidang kehidupan, termasuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. KKG. Salah satu contoh yaitu rendahnya nilai belajar siswa kelas IV-A tahun

BAB I PENDAHULUAN. KKG. Salah satu contoh yaitu rendahnya nilai belajar siswa kelas IV-A tahun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran yang dikembang di SDN 02 Tiuh Toho Kecamatan Menggala belum memenuhi standar yang ditetapkan oleh pemerintah. Metode pembelajaran yang diterapkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pendidikan adalah usaha sadar dan sistematis yang dilakukan orang-orang

I. PENDAHULUAN. Pendidikan adalah usaha sadar dan sistematis yang dilakukan orang-orang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan adalah usaha sadar dan sistematis yang dilakukan orang-orang yang diserahi tanggung jawab untuk mempengaruhi peserta didik agar mempunyai sifat dan tabiat sesuai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membentuk sumber daya manusia yang berkualitas. Tanpa adanya pendidikan,

BAB I PENDAHULUAN. membentuk sumber daya manusia yang berkualitas. Tanpa adanya pendidikan, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan aspek terpenting dalam kehidupan guna membentuk sumber daya manusia yang berkualitas. Tanpa adanya pendidikan, manusia tidak akan pernah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menghadapi berbagai tantangan dan hambatan. Salah satu tantangan yang cukup

BAB I PENDAHULUAN. menghadapi berbagai tantangan dan hambatan. Salah satu tantangan yang cukup BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sejalan dengan perkembangan masyarakat dewasa ini, pendidikan banyak menghadapi berbagai tantangan dan hambatan. Salah satu tantangan yang cukup menarik adalah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kreatif, terampil, bertanggung jawab, produktif, dan berakhlak. Fungsi lain dari

I. PENDAHULUAN. kreatif, terampil, bertanggung jawab, produktif, dan berakhlak. Fungsi lain dari ` I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu modal untuk memajukan suatu bangsa karena kemajuan bangsa dapat dilihat dari tingkat kesejahteraan dan tingkat pendidikannya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (Suryosubroto, 2009:2).

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (Suryosubroto, 2009:2). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan dapat dikatakan sebagai suatu proses dengan cara-cara tertentu agar seseorang memperoleh pengetahuan, pemahaman dan tingkah laku yang sesuai. Sanjaya

Lebih terperinci

Jurnal Thalaba Pendidikan Indonesia Vol. 1, No. 2, September 2017, 13-18

Jurnal Thalaba Pendidikan Indonesia Vol. 1, No. 2, September 2017, 13-18 Jurnal Thalaba Pendidikan Indonesia Vol. 1, No. 2, September 2017, 13-18 PENERAPAN METODE DEMONSTRASI DAN PEMBERIAN TUGAS BELAJAR UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR SISWA 72 Samsul Hadi, S.Ag samsul_hadi@gmail.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pengetahuan manusia tentang matematika memiliki peran penting dalam

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pengetahuan manusia tentang matematika memiliki peran penting dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pengetahuan manusia tentang matematika memiliki peran penting dalam peradaban manusia, sehingga matematika merupakan bidang studi yang selalu diajarkan di

Lebih terperinci