BAB III KETENTUAN HUKUM TENTANG PENGAKUAN HUTANG DALAM PERJANJIAN KREDIT. Apakah setiap pengertian utang Pada umumnya undang-undang kepailitan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB III KETENTUAN HUKUM TENTANG PENGAKUAN HUTANG DALAM PERJANJIAN KREDIT. Apakah setiap pengertian utang Pada umumnya undang-undang kepailitan"

Transkripsi

1 BAB III KETENTUAN HUKUM TENTANG PENGAKUAN HUTANG DALAM PERJANJIAN KREDIT A. Pengertian Hutang dalam perjanjian hukum Apakah setiap pengertian utang Pada umumnya undang-undang kepailitan atau bankruptcy law berkaitan dengan "utang" Debitor (debt) atau "piutang" atau "tagihan" Kreditor (claims). 42 Seorang Kreditor mungkin saja memiliki lebih dari satu piutang atau tagihan, dan piutang atau tagihan yang berbeda-beda itu diperlakukan pula secara berbeda-beda di dalam proses kepailitan. Pasal 1 ayat (1) UUK menentukan bahwa "Debitor yang mempunyai dua atau lebih Kreditor dan tidak membayar sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan pengadilan yang berwenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, baik atas permohonannya sendiri, maupun atas permintaan seorang atau lebih Kreditornya". Sehubungan dengan ketentuan Pasal 1 ayat (1) UUK itu, perlu dipahami dengan baik apa yang dimaksud dengan "utang". UUK tidak memberikan definisi atau pengertian mengenai apa yang dimaksudkan dengan "utang". Penjelasannya hanya mengatakan kalo hutang adalah utang yang tidak dibayar dan utang pokok atau bunganya. Utang merupakan kewajiban yang terbit dari adanya hubungan hukum pinjam-meminjam atau perikatan utang-piutang, dimana pihak Debitur 42 Rahman, Hassanudin, Op.Cit. hal 34

2 berkewajiban melakukan pembayaran utangnya kepada Kreditur yang berupa utang pokok ditambah bunga. Dalam pengertian tersebut, pengertian utang yang sempit telah diperluas, sehingga utang tidak hanya mengenai pinjam-meminjam uang, tapi juga segala macam perikatan dalam lapangan hukum harta kekayaan. Dengan demikian, dapatlah kita simpulkan bahwa kewajiban adalah utang. Kewajiban sama dengan utang. Utang adalah suatu prestasi di dalam lapangan hukum harta kekayaan yang berupa kewajiban Debitur untuk melunasinya kepada Kreditur. Utang tersebut dapat berupa utang untuk memberikan sesuatu, melakukan sesuatu, atau tidak melakukan sesuatu, serta berada di lapangan hukum perikatan. 43 Dalam perjanjian telah ditetapkan suatu waktu tertentu tentang kapan Debitur harus melaksanakan kewajibannya melunasi utang, maka dengan lewatnya jangka waktu tersebut dan Debitur tidak melaksanakan kewajiban utangnya, Debitur sudah dapat dianggap lalai. Mulai sejak saat itu Debitur dianggap lalai karena tidak melaksanakan kewajibannya, dan sejak saat itu pula muncul hak Kreditur untuk melakukan penagihan pelunasan utang melalui lembaga kepailitan. B. Perjanjian utang piutang Hukum nasional kita, khusunya hukum perdata, tidak mengenal istilah utang secara definitif. Istilah utang tidak dirumuskan dalam satu pasal pengertian, sehingga untuk mendefinisikannya istilah tersebut dikembangkan dalam doktrin. Istilah utang lahir bersamaan dangan istilah piutang sebagai lawannya, seperti 43 Sjahdeini, Sutan Remi, Hak Tanggungan Asas-Asas Ketentuan-Ketentuan Pokok Dan Masalah yang Dihadapi Oleh Perbankan, Alumni, Bandung, 1999.

3 juga hak dan kewajiban yang berlawanan jika ditinjau dari arah kedua sisinya. Namun, apakah kewajiban sama dengan utang dan hak sama dengan piutang? Sebelumnya, ada baiknya kita menjenguk dulu Pasal 1233 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUH Perdata) : Tiap-tiap perikatan dilahirkan baik karena persetujuan, baik karena undangundang. Dalam pasal diatas jelas tersurat: undang-undang hendak menegaskan bahwa setiap hak dan kewajiban perdata, yang merupakan substansi dari hubungan perikatan, dapat timbul baik karena persetujuan/perjanjian yang dikehendaki oleh para pihak maupun karena undang-undang memang menetukannya demikian. Dalam persetujuan, yang kita sebut saja perjanjian, para pihak yang terlibat memang menghendaki adanya suatu perikatan. Bahkan perikatan tersebut merupakan alat untuk memperoleh seperangkat hak dan kewajiban hukum. Jadi, dalam perjanjian para pihak menegaskan lewat persetujuannya, bahwa ia mengakui hak-hak dan kajiban-kewajiban yang tertuang di dalam perikatan. Misalnya, Pasal 3, Penjual menyetujui bahwa Pembeli akan melakukan pembayaran barang secara mencicil sebanyak tiga kali dalam rentang waktu satu bulan. Pengalihan utang debitur melalui cara Delegasi walaupun secara yuridis dimungkinkan dalam KUH Perdata dan ketentuan internal BANK, namun dalam pelaksanaannya dilapangan mengandung risiko hukum, terlebih lagi apabila jangka waktu kredit yang diberikan adalah untuk jangka panjang (long term). Sebagaimana diketahui bahwa suatu perseroan dari waktu ke waktu akan mengalami perubahan-perubahan, diantaranya terjadinya perubahan terhadap para pengurus perseroan. Walaupun telah diperjanjikan dalam klausula Perjanjian Kredit

4 bahwa untuk setiap rencana perubahan pengurus perseroan harus terlebih dahulu memperoleh izin dari BANK selaku kreditur, namun fakta yang sering terjadi adalah terjadinya pelanggaran atas klausula dimaksud, disamping karena kurangnya pemantauan dari petugas incharge BANK sendiri. Disamping perjanjian, alat untuk menimbulkan hak dan kewajiban lainnya adalah undang-undang. Dalam hal ini para pihak terikat secara hukum bukan karena adanya persetujuan, melainkan karena hukum telah menentukannya demikian. Misalnya, Undang-undang Perseroan Terbatas menentukan bahwa hanya Direktur yang dapat mewakili perbuatan hukum suatu perusahaan. Dengan demikian, undang-undang telah memberikan hak kepada Direktur perusahaan untuk dapat mewakili perusahaannya dalam berhubungan hukum dengan orang atau perusahaan lain. 44 Dalam perjanjian, umumnya disebutkan perihal kapan suatu kewajiban itu harus dilaksanakan. Namun dalam hal tidak disebutkannya suatu waktu pelaksanaan kewajiban, maka hal tersebut bukan berarti tidak dapat ditentukannya suatu waktu tertentu. Pasal 1238 KUHPerdata mengatur sebagai berikut : Debitur dinyatakan lalai dengan surat perintah, atau dengan akta sejenis itu, atau berdasarkan kekuatan dari perikatan sendiri, yaitu bila perikatan ini mengakibatkan debitur harus dianggap lalai dengan lewatnya waktu yang ditentukan. 45 C. Pembayaran hutang dalam perjanjian kredit 44 Rachmadi Usman Aspek-aspek hukum perbankan di Indonesia, PT. Gramedia Pustaka Utama, 2001, Jakarta, hal 18, sebagaimana dikutip oleh Mulyadi, Prinsip Kehati-hati (Prudent Banking Principle 45 Niniek, Hukum Perdata Tentang Perikatan, Penerbit Fakultas Hukum USU, Medan, 1994.

5 Sebagai makhluk sosial manusia selalu berhubungan dengan manusia lainnya. Interaksi yang terjalin dalam komunikasi tersebut tidak hanya berdimensi kemanusiaan dan sosial budaya, namun juga menyangkut aspek hukum, termasuk perdata. Naluri untuk mempertahankan diri, keluarga dan kepentingannya membuat manusia berfikir untuk mengatur hubungan usaha bisnis mereka ke dalam sebuah perjanjian. Dilihat dari pengertian yang terdapat dalam Pasal 1313 KUH Perdata, perjanjian adalah suatu perbuatan di mana satu orang atau lebih mengikatkan diri terhadap satu orang lain atau lebih. Pengertian ini mengundang kritik dari banyak ahli hukum, karena menimbulkan penafsiran bahwa perjanjian tersebut yang bersifat sepihak, padahal dalam perjanjian harus terdapat interaksi aktif yang bersifat timbal balik di kedua belah pihak untuk melaksanakan hak dan kewajiban masing-masing. Untuk itu secara sederhana perjanjian dapat dirumuskan sebagai sebuah perbuatan dimana kedua belah pihak sepakat untuk saling mengikatkan diri satu sama lain. Menurut Pasal 1320 KUH Perdata perjanjian harus memenuhi 4 syarat agar dapat memiliki kekuatan hukum dan mengikat para pihak yang membuatnya. Hal tersebut adalah : 1) Kesepakatan para pihak; 2) Kecakapan untuk membuat perikatan (misal: cukup umur, tidak dibawah pengampuan dll); 3) menyangkut hal tertentu; 4) adanya causa yang halal.

6 Dua hal yang pertama disebut sebagai syarat subyektif dan dua hal yang terakhir disebut syarat obyektif. Suatu perjanjian yang mengandung cacat pada syarat subyektif akan memiliki konsekwensi untuk dapat dibatalkan (vernietigbaar). Dengan demikian selama perjanjian yang mengandung cacat subyektif ini belum dibatalkan, maka ia tetap mengikat para pihak layaknya perjanjian yang sah. Sedangkan perjanjian yang memiliki cacat pada syarat obyektif (hal tertentu dan causa yang halal), maka secara tegas dinyatakan sebagai batal demi hukum. Akibat timbulnya perjanjian tersebut, maka para pihak terikat didalamnya dituntut untuk melaksanakannya dengan baik layaknya undang-undang bagi mereka. Hal ini dinyatakan Pasal 1338 KUH Perdata, yaitu : (1) perjanjian yang dibuat oleh para pihak secara sah berlaku sebagai undangundang bagi mereka yang membuatnya. (2) perjanjian yang telah dibuat tidak dapat ditarik kembali kecuali adanya kesepakatan dari para pihak atau karena adanya alasan yang dibenarkan oleh undang-undang. (3) Perjanjian harus dilaksanakan dengan iktikad baik. Ketentuan yang ada pada Pasal 1320 dan 1338 KUH Perdata memuat asasasas dan prinsip kebebasan untuk membuat kontrak atau perjanjian. Dalam hukum perdata pada dasarnya setiap orang diberi kebebasan untuk membuat perjanjian baik dari segi bentuk maupun muatan, selama tidak melanggar ketentuan perundangundangan, kesusilaan, kepatutan dalam masyarakat (lihat Pasal 1337 KUH Perdata). Setelah perjanjian timbul dan mengikat para pihak, hal yang menjadi perhatian selanjutnya adalah tentang pelaksanaan perjanjian itu sendiri. Selama ini kerap timbul permasalahan, bagaimana jika salah satu pihak tidak melaksanakan

7 ketentuan yang dinyatakan dalam perjanjian dan apa yang seharusnya dilakukan jika hal tersebut terjadi? Menurut KUH Perdata, bila salah satu pihak tidak menjalankan, tidak memenuhi kewajiban sebagaimana yang tertuang dalam perjanjian atau pun telah memenuhi kewajibannya namun tidak sebagaimana yang ditentukan, maka perbuatannya tersebut dikategorikan sebagai wanprestasi. Dalam prakteknya untuk menyatakan seseorang telah melanggar perjanjian dan dianggap melakukan wanprestasi, ia harus diberi surat peringatan terlebih dahulu (somasi). Surat somasi tersebut harus menyatakan dengan jelas bahwa satu pihak telah melanggar ketentuan perjanjian (cantumkan pasal dan ayat yang dilanggar). Disebutkan pula dalam somasi tersebut tentang upaya hukum yang akan diambil jika pihak pelanggar tetap tidak mematuhi somasi yang dilayangkan. Bentuk suatu perjanjian adalah bebas (vormvrij), dapat lisan atau tertulis. Dengan bentuk tertulis, pembuktian perjanjian lebih mudah daripada dengan lisan. Untuk perjanjian tertentu Undang-undang menghendaki agar bentuknya tertentu dan bentuk itu merupakan syarat mutlak untuk adanya perjanjian (eksistensi, bestaanwaarde), misalnya pendirian Perseroan Terbatas harus dengan akta notaris. Dengan asas bentuk yang bebas ini maka dapat diterima oleh hukum perjanjian kita, bentuk kontrak elektronik, internet, , fax dan lain-lain. Perjanjian yang dituangkan dalam bentuk perjanjian kredit wajib disertai dengan suatu jaminan yang merupakan pasangan dari perjanjian kredit. Dasar dari pemberian kredit adalah unsur kepercayaan dari pihak pemberi kepada penerima kredit, bahwa kredit akan dapat dikembalikan pada jangka waktu yang telah ditetapkan dan dengan jumlah yang telah diperjanjikan. Dengan adanya jaminan

8 kredit maka semakin kuatlah kepercayaan yang diberikan bank akan kemampuan membayar kembali debiturnya. Selain memuat tentang jaminan kredit, perjanjian kredit memuat pula ketentuan mengenai bunga, sanksi bagi kredit tertunggak, dan lain-lain. Dalam prakteknya, kreditur sering kali melengkapi perjanjian kredit dengan grosse akta pengakuan hutang guna memperkuat kedudukannya dalam meminta kembali pinjaman yang diberikannya kepada debitur. Selain itu eksekusi pembayaran hutang dapat lebih cepat karena dengan adanya grosse akta pengakuan hutang, maka kreditur dapat langsung mengeksekusi jaminan debitur tanpa perlu menunggu putusan hakim. Bagi kreditur hal ini lebih menguntungkan, karena semakin lama jaminan tidak dieksekusi, kerugian yang akan diderita kreditur akibat wanprestasi debitur akan semakin besar. D. Prosedur Perjanjian hutang bank Sebagai makhluk sosial manusia selalu berhubungan dengan manusia lainnya. Interaksi yang terjalin dalam komunikasi tersebut tidak hanya berdimensi kemanusiaan dan sosial budaya, namun juga menyangkut aspek hukum, termasuk perdata. Naluri untuk mempertahankan diri, keluarga dan kepentingannya membuat manusia berfikir untuk mengatur hubungan usaha bisnis mereka ke dalam sebuah perjanjian. Dilihat dari pengertian yang terdapat dalam Pasal 1313 KUH Perdata, perjanjian adalah suatu perbuatan di mana satu orang atau lebih mengikatkan diri terhadap satu orang lain atau lebih. Pengertian ini mengundang kritik dari banyak ahli hukum, karena menimbulkan penafsiran bahwa perjanjian tersebut yang

9 bersifat sepihak, padahal dalam perjanjian harus terdapat interaksi aktif yang bersifat timbal balik di kedua belah pihak untuk melaksanakan hak dan kewajiban masing-masing. Untuk itu secara sederhana perjanjian dapat dirumuskan sebagai sebuah perbuatan dimana kedua belah pihak sepakat untuk saling mengikatkan diri satu sama lain. Menurut Pasal 1320 KUH Perdata perjanjian harus memenuhi 4 syarat agar dapat memiliki kekuatan hukum dan mengikat para pihak yang membuatnya. Hal tersebut adalah : 1) Kesepakatan para pihak; 2) Kecakapan untuk membuat perikatan (misal: cukup umur, tidak dibawah pengampuan dll); 3) menyangkut hal tertentu; 4) adanya causa yang halal. Dua hal yang pertama disebut sebagai syarat subyektif dan dua hal yang terakhir disebut syarat obyektif. Suatu perjanjian yang mengandung cacat pada syarat subyektif akan memiliki konsekwensi untuk dapat dibatalkan (vernietigbaar). Dengan demikian selama perjanjian yang mengandung cacat subyektif ini belum dibatalkan, maka ia tetap mengikat para pihak layaknya perjanjian yang sah. Sedangkan perjanjian yang memiliki cacat pada syarat obyektif (hal tertentu dan causa yang halal), maka secara tegas dinyatakan sebagai batal demi hukum. Akibat timbulnya perjanjian tersebut, maka para pihak terikat didalamnya dituntut untuk melaksanakannya dengan baik layaknya undang-undang bagi mereka. Hal ini dinyatakan Pasal 1338 KUH Perdata, yaitu :

10 (1) perjanjian yang dibuat oleh para pihak secara sah berlaku sebagai undangundang bagi mereka yang membuatnya. (2) perjanjian yang telah dibuat tidak dapat ditarik kembali kecuali adanya kesepakatan dari para pihak atau karena adanya alasan yang dibenarkan oleh undang-undang. (3) Perjanjian harus dilaksanakan dengan iktikad baik. Ketentuan yang ada pada Pasal 1320 dan 1338 KUH Perdata memuat asasasas dan prinsip kebebasan untuk membuat kontrak atau perjanjian. Dalam hukum perdata pada dasarnya setiap orang diberi kebebasan untuk membuat perjanjian baik dari segi bentuk maupun muatan, selama tidak melanggar ketentuan perundangundangan, kesusilaan, kepatutan dalam masyarakat (lihat Pasal 1337 KUH Perdata). Masalah hutang-piutang adalah masalah klasik yang seringkali timbul tanpa disadari oleh para pihak khususnya yang memberi hutang/pinjaman, karena mungkin saja dengan alasan masih ada hubungan keluarga, hubungan persahabatan, maka pemberian pinjaman atau hutang tersebut secara mudah dikucurkan, tanpa adanya suatu jaminan yang cukup atas pinjaman tersebut. Di dalam praktek, Prosedur Perjanjian hutang bank telah menyediakan blangko (formulir, model) perjanjian kredit, yang isinya telah disiapkan terlebih dahulu. Formulir ini disodorkan kepada setiap pemohon kredit. Isinya tidak diperbincangkan dengan pemohon. Kepada pemohon hanya dimintakan pendapat apakah dapat menerima syarat-syarat yang tersebut di dalam formulir itu tidak ada. Hal-hal yang kosong (belum) di isi di dalam blangko itu adalah hal-hal yang tidak

11 mungkin diisi sebelumnya, yaitu antara lain jumlah pinjaman, bunga, tujuan dan jangka waktu kredit. 46 Kalau perjanjian standard kredit dipelajari lebih mendalam lagi, maka perjanjian kredit dibedakan ke dalam dua bagian, yaitu perjanjian induk dan dan perjanjian tambahan. Pada umumnya Prosedur Perjanjian hutang bank telah menyediakan formulir kredit tertentu, yang disodorkan kepada pemohon. Setelah formulir itu diisi syaratsyaratnya dipenuhi, maka langkah kedua ialah bank melakukan analisa. Seorang analis bank, menilai permohonan itu dapat dipertimbangkan lebih lanjut oleh direksi. 47 Kepada pemohon lalu diberikan suatu ketentuan dalam bentuk surat (specimen), dimana pemohon membubuhkan tanda tangannya. Hanya tanda tangan yang tertulis di atas itu sajalah yang berhak menarik atau menerima uang dari bank. Langkah yang berikutnya adalah penyerahan uang oleh bank kepada pemohon. Pada umumnya penyerahan uang tidak dengan sendirinya mengiringi perjanjian kredit. Dalam kenyataannya, pemohon kredit baru dapat menerima penyerahan setelah ada penegasan dari pihak bank bahwa pemohon boleh menerima dan mempergunakan kredit itu. Ada kemungkinan pinjaman itu tidak diserahkan, oleh karena bank mendapat informasi baru yang tidak menguntungkan mengenai pemohon. Ada juga kemungkinan bahwa besarnya jumlah yang diserahkan berlainan dengan jumlah 46 Indra darmawan, Op.Cit. hal O.P. simorangkir, seluk-seluk Bank Komersil, Aksara Press, Jakarta, 1984, hal 103

12 yang semula disetujui di dalam perjanjian kredit. Penyerahan uang kepada penerima kredit tergantung pula dari sifat atau jenis kredit yang diperjanjikan. E. Perjanjian Pelunasan hutang Pengertian "utang yang telah jatuh waktu" dan "utang yang telah dapat ditagih" berbeda. "Utang yang telah jatuh waktu", atau utang yang telah expired, dengan sendirinya menjadi "utang yang telah dapat ditagih", namun utang yang telah dapat ditagih belum tentu merupakan utang yang telah jatuh waktu. Utang hanyalah jatuh waktu apabila menurut perjanjian kredit atau perjanjian utangpiutang telah sampai jadwal waktunya untuk dilunasi oleh Debitor sebagaimana ditentukan di dalam perjanjian itu. Misalnya saja telah sampai jadwal cicilan bagi pelunasan kredit investasi yang ditentukan bertahap, misalnya setiap 6 (enam) bulan sekali setelah masa tenggang (grace period) lampau, dan harus telah dilunasi seluruhnya pada akhir perjanjian yang bersangkutan. Namun, suatu utang sekalipun jatuh waktunya belum tiba, mungkin saja utang itu telah dapat ditagih, yaitu karena telah terjadi salah satu peristiwa yang disebut events of default sebagaimana ditentukan ai dalam perjanjian itu. Maka seyogianya kata-kata di dalam Pasal 1 ayat (1) UUK yang berbunyi "utang yang telah jatuh waktu dan telah dapat ditagih" diubah menjadi cukup berbunyi "utang yang telah dapat ditagih" baik utang tersebut telah jatuh waktu atau belum". Dikalangan kita kebanyakan tidak mempunyai hutang, terutama dibank. Pusing katanya mikirin hutang, malas katanya dikejar perasaan harus membayar. Kalangan yang mempunyai paham ini biasanya adalah kalangan biasa atau kalangan

13 pegawai utamanya. Untuk pengusaha jarang rasanya suka mempercepat melunasi hutangnya, mereka bila mempunyai dana lebih biasanya lebih suka menginvestasikan ke usaha lain. Bagi yang mempunyai paham tidak mau mempunyai hutang ada beberapa hal yang perlu dilakukan bila ingin melakukan pelunasan hutangnya sebelum jatuh tempo (pelunasan dipercepat). Hal yang perlu dilakukan adalah sebagai berikut : 1. Minta print out kepada petugas bank untuk mengetahui outstanding kewajiban kita di bank masih ada berapa. Cermati, jumlah pokok yang perlu dilunasi masih ada berapa dan berapa rupiah bunga terakhir yang kudu dibayar pada bulan tersebut. Sebesar itulah yang harus anda lunasi. Bunga sisanya tidak perlu anda lunasi karena anda tidak menggunakan dana bank lagi setelahnya. Biasanya pada beberapa bank ada yang menerapkan penalti atas pelunasan dipercepat. 2. Buatlah surat pemberitahuan kepada Kepala Cabang Bank tersebut, bahwasanya kredit anda akan anda selesaikan atau istilahnya pelunasan dipercepat. Sampaikan saja bahwa sesuai dengan print out bank, anda akan membayar total pokok bank Rp.(yang belum terbayar) dan bunga pada bulan tersebut sekian untuk melunasi kewajiban anda. 3. Dalam surat pemberitahuan pelunasan dipercepat, sampaikan juga bahwasanya Surat jaminan yang ada dibank akan anda ambil pada hari tersebut. Bila surat tanah yang anda jaminkan, jangan lupa mohon dibuatkan surat Roya Bank untuk mengurus di Kantor BPN bahwa tanah anda tidak sedang dijaminkan Bank.

14 4. Saat pelunasan sudah anda lakukan, jangan lupa mintalah surat keterangan lunas dari Bank. Surat ini merupakan ijazah bagi anda, yang dapat anda gunakan sebagai lampiran bila anda ingin berhubungan dengan Bank lagi. Setidaknya record dapat dipercaya dan record amanah dapat anda ditunjukkan sebagai pertimbangan bank nantinya. BAB IV TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENGAKUAN HUTANG DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK A. Pelaksanaan pemberian kredit Bank Adapun Pelaksanaan pemberian kredit Bank yakni : 1. Permohonan Kredit a. Permohonan fasilitas kredit b. Permohonan baru untuk mendapat suatu jenis fasilitas. c. Permohonan tambahan suatu kredit yang sedang berjalan. d. Permohonan perpanjangan/pembaharuan masa berlaku kredit yang telah berakhir jangka waktunya.

15 e. Permohonan lainnya untuk perubahan syarat-syarat fasilitas kredit yang sedang berjalan, antara lain penukaran jaminan, perubahan/ pengunduran jadwal angsuran dan lain sebagainya. 2. Berkas Setiap berkas permohonan kredit dari nasabah terdiri dari : a. Surat permohonan nasabah yang ditandatangani secara lengkap dan sah. b. Daftar isian yang disediakan oleh Bank yang secara sebenarnya dan lengkap diisi oleh nasabah. c. Daftar lampiran lainnya yang diperluakn menurut jenis fasilitas kredit. 3. Pencatatan Setiap surat permohonan kredit yang diterima harus dicatat dalam register khusus yang disediakan. 4. Kelengkapan dan Berkas Permohonan. Permohonan dinyatakan lengkap bila telah memenuhi persyaratan yang ditentukan untuk pengajuan permohonan menurut jenis kreditnya. Selama permohonan kredit sedang diproses, maka berkas permohonan harus dipelihara dalam berkas permohonan. 5. Formulir daftar isian permohonan kredit Untuk memudahkan bank memperoleh data yang diperlukan, bank mempergunakan daftar isian permohonan kredit yang harus diisi oleh nasabah, formulir neraca, daftar rugi/laba. 6. Penyidikan dan Analisa Kredit Penyidikan (Investigasi) kredit adalah pekerjaan yang meliputi :

16 a. Wawancara dengan pemohon kredit atau debitur. b. Pengumpulan data yang berhubungan dengan permohonan kredit yang diajukan, baik data ekstren/intern. Termasuk informasi antar bank dan pemeriksaan pada daftar hitam dan daftar kredit macet. c. Pemeriksaan/ penyidikan atas kebenaran dan kewajiban mengenai hal-hal yang dikemukakan nasabah dan informasi lainnya yang diperoleh. d. Penyusunan laporan seperlunya mengenai hasil penyidikan yang telah dilaksanakan. 7. Keputusan atas permohonan kredit Setiap keputusan permohonan kredit harus memperhatikan penilaian syarta-syarat umum yang pada dasarnya tercantum dalam laporan pemeriksaan kredit dan analis kredit, bahan pertimbangan atau informasi lainnya yang diperoleh pejabat pengambil keputusan, harus dibubuhkan secara tertulis (disposisi). 8. Persetujuan permohonan kredit Adalah keputusan bank untuk mengabulkan sebagian atau seluruh permohonan kredit dari calon debitur. Untuk melindungi kepentingan bank dalam pelaksanaan persetujuan tersebut, biasanya ditegaskan syarat-syarat fasilitas kredit atau prosedur yang harus ditempuh oleh nasabah. Pada lokasi penulis melakukan riset yaitu BRI Cabang Putri Hijau, Persetujuan Kredit dilakukan dengan penanda tanganan formulir Persetujuan Pemberian Kredit, dan ditindaklanjuti lagi dengan pembuatan Akta kesepakatan bersana dihadapan Notaris yang bersisikan :

17 Pasal 1 : Jumlah, Bentuk dan penggunaan Kredit Pasal 2 : Besarnya Provisi Kredit Pasal 3 : Besarnya Bunga dan Denda Bunga Kredit Pasal 4 : Jangka Waktu Kredit Pasal 5 : Pengakuan Hutang Pasal 6 : Syarat-syarat Kredit Pasal 7 : Perjumpaan Hutang Pasal 8 : Pelanggaran Atas Ketentuan Pemberian Kredit (event Of Default) Pasal 9 : Ketentuan Pelunasan Sebelum Berakhirnya Jangka Waktu Pasal 10 : Jaminan Pasal 11 : Asuransi Terhadap Barang Jaminan Pasal 12 : Asuransi Terhadap Kredit atau Jiwa Pengambil Kredit Pasal 13 : Pemeriksaan dan Pengawasan Pasal 14 : Pernyataan Pasal 15 : Biaya biaya lainnya Pasal 16 : Domisili Pasal 17 : Ketentuan ketentuan Lain Pasal 18 : Kuasa Pemindah bukuan Secara otomatis Dari pasal-pasal tersebut di atas, terdapat beberapa pasal yang menjadi aspek yuridis yang akan berkaitan dengan wanprestasi yaitu : Pasal 5 : yang berbunyi : Pengambil Kredit dengan ini menerangkan dengan sebenar-benarnya dan secara sah mengaku berhutang kepada Bank sejumlah uang yang ditariknya menurut rekening korannya, rekening-rekening yang berkenaan dengan bunga,

18 denda bunga serta biaya-biaya lain maunpun catatan lainnya kepada Bank sehubungan dengan perjanjian ini Pasal 14 point 4 : yang antara lain berbunyi : Bilamana Kredit tidak dibayar lunas pada waktu yang ditetapkan, maka Bank berhak untuk menjual seluruh jaminan sehubungan dengan kredit ini, baik secara dibawah tangan maupun dimuka umum, untuk mana atas permintaan tertulis yang pertama kalinya dari bank dan atas kerelaan sendiri tanpa paksaan, Pengambil Kredit dengan ini menyatakan dengan sesungguhnya akan menyerahkan/mengosongkan rumah/bangunan yang dijadikan sebagai jaminan berdasarkan akta ini. Setelah persetujuan kredit dilaksanakan, maka dalam proses berikutnya pihak bank tidak akan berlepas diri mengawasi pelaksanaan penggunaan dana yang dikucurkannya kepada Debitur tersebut. Maka dalam tindakan ini selanjutnay akan diberikan pengawasan dan pembinaan kredit oleh pihak bank kepada Penerima Kredit. B. Penyelesaian pengakuan hutang dalam perjanjian kredit bank bermasalah Dalam prakteknya, BRI Cabang Putri Hijau Medan menyelesaikan kredit yang bermasalah dengan 2 (dua) alternatif, yaitu negosiasi dan litigasi : Cara penyelesaian kredit bermasalah di BRI Cabang Putri Hijau Medan yaitu: 1. Penyelesaian dengan negosiasi

19 BRI Cabang Putri Hijau Medan menyelesaikan kredit bermasalah dengan negosiasi ini dilakukan terhadap debitur yang usahanya masih berjalan meskipun tersendat-sendat, dan tidak dapat membayar angsurannya. Bahkan, terhadap debitur yang usahanya sudah tidak berjalanpun dapat dilakukan penyelesaian dengan negosiasi. Apabila ratio agunan/jaminan kredit masih mencukupi dan ada usaha yang dianggap lebih layak dan dapat menghasilkan, maka debitur yang bersangkutan dimungkinkan untuk diberikan suntikan baru yang hasilnya dapat dipergunakan untuk membayar seluruh kewajibannya. Semua upaya tersebut dengan kredit yang diselamatkan, yaitu kredit yang semula tergolong bermasalah kemudian terjadi kesepakatan antara debitur dan BRI Cabang Putri Hijau Medan untuk diperbaiki, yang tentunya diikuti dengan suatu perjanjian kredit yang baru, baik berupa novasi, subrogasi, kompensasi atau hanya berupa addendum atas perjanjian kredit yang telah ada. Adapun bentuk penyelamatan kredit di BRI Cabang Putri Hijau Medan adalah antara lain: a. Rescheduling (Penjadwalan kembali) Yaitu perubahan syarat-syarat kredit yang menyangkut jadwal pembayaran dan atau jangka waktu termasuk masa tenggang. Termasuk apabila terjadi atau tidak terjadi perubahan besarnya angsuran. b. Reconditioning (Persyaratan Kembali) Yaitu perubahan sebagian atau seluruh syarat-syarat kredit yang tidak terbatas pada perubahan jadwal pembayaran, jangka waktu dan atau

20 persyaratan lainnya sepanjang tidak menyangkut perubahan maksimum saldo kredit. c. Restructuring (Penataan kembali). Yaitu perubahan syarat-syarat kredit yang menyangkut penambahan dana, dan atau konveksi seluruh dan sebagian dari kredit menjadi penyertaan dalam perusahaan. Pada dasarnya tujuan dilakukannya rescheduling, restructuring dan reconditioning adalah dalam rangka upaya BRI Cabang Putri Hijau Medan untuk membantu nasabahnya yang beritikad baik, pada saat mengalami kesulitan dalam mengelola usahanya yang menyebabkan berkurangnya/melemahnya kemampuan untuk memenihi kewajibannya kepada BRI Cabang Putri Hijau Medan. Dengan demikian tindakan ini bank memberikan kesempatan kepada debiturnya untuk berusaha lagi. 48 Pada sisi lain, penyelesaian kredit bermasalah dengan negosiasi ini tidak selalu berakhir dengan keadaan-keadaan di atas, melainkan dapat saja terjadi dengan pelaksanaan penjualan agunan/jaminan kredit. Penjualan agunan/jaminan kredit tersebut dilakukan secara bersama-sama atau bank sendiri tanpa adanya perselisihan. Hal ini dapat saja terjadi, utamanya apabila debitur yang bersangkutan mempunyai itikad yang baik dan masih dapat bekerjasama, dan telah didukung oleh isi pasal-pasal akta tersebut di atas. Penyelesaian kredit dengan cara penjualan jaminan ini yang sering terjadi bagi nasabah-nasabah yang tidak dapat lagi mengenbangkan usahanya karena bangkrut. 2. Penyelesaian dengan litigasi 48 Hasil wawancara dengan bapak Iwan, yaitu staf bagian kredit BRI Cab. Putri Hijau

21 Penyelesaian kredit bermasalah dengan litigasi ini dilakukan apabila cara negosiasi mengalami jalan buntu atau jaminan yang diagunkan mengalami masalah, baik terhadap debitur yang usahanya masih berjalan maupun terhadap debitur yang usahanya tidak lagi berjalan, terhadap debitur yang usahanya masih berjalan dilakukan apabila yang bersangkutan tidak mau melaksanakan kewajibannya untuk membayar hutangnya, baik pokok maupun bunganya. Sedangkan terhadap debitur yang usahanya sudah tidak berjalan lagi dilakukan apabila yang bersangkutan tidak dapat bekerjasama. Adapun pihak yang dapat menentukan apakah usaha yang dijalankan oleh ketentuan dewan Pengawas BRI Cabang Putri Hijau Medan. Oleh karena itu sebagai jalan agar pihak BRI berhak untuk dapat memasuki tempat usaha dan tempat-tempat lainnya untuk mengadakan pemeriksaan terhadap pembukuan, catatan-catatan, transaksi yang berhubungan dengan dijalankannya usaha tersebut oleh BRI Cabang Putri Hijau Medan. Pada prakteknya, BRI Cabang Putri Hijau Medan belum pernah menyelesaikan kredit dengan litigasi ini, namun apabila suatu saat harus dilakukan maka akan dilakukan dengan pengajuan gugatan/eksekusi kepada kantor Penyelesaian Piutang dan Lelang Negara (KPPLN) karena Bank adalah milik Pemerintah. Penyelesaian/penagihan dapat diajukan sejak piutang Negara telah jatuh tempo dan penanggung hutang wanprestasi, sesuai dengan ketentuan yang berlaku di instansi-instansi dan badan-badan yang bersangkutan dan setelah dilaksanakan penagihan tetapi tidak membawa hasil karena tidak ada kesediaan penanggung hutang untuk menyelesaikan hutangnya.

22 Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN) bertugas dengan dasar UU No. 49 Prp Tahun Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN) bertugas menyelesaikan piutang negara yang telah diserahkan kepadanya oleh instansi Pemerintah atau badan-badan negara. Dengan demikian bagi bank milik Negara termasuk bank penyelesaian kredit macetnya harus dilakukan melalui Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN), dimana dengan adanya penyerahan piutang kepada badan tersebut secara hukum wewenang penguasaan atas hak tagih dialihkan kepadanya. Penyerahan piutang macet ini di dalam Keputusan Menteri keuangan No. 293/KMK/09/1993 tanggal 27 Pebruari 1993 tentang Pengurusan Piutang Negara disebut Pengalihan Pengurusan Piutang Negara. Piutang Negara yang penagihannya wajib diserahkan kepada Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN) adalah piutang negara macet, yang ada dan besarnya telah pasti menurut hukum, jadi sebelumnya harus diteliti terlebih dahulu secara seksama berapa jumlah tagihan, termasuk bagaimana keadaan fisik barang jaminan dan atau harta kekayaan lainnya milik penanggung hutang/penjamin hutang. Sebelum menyerahkan penagihannya kepada Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN), instansi atau badan Negara tersebut, harus terlebih dahulu berusaha dan berupaya secara intern untuk menagih, namun ternyata tidak berhasil, maka diwajibkan/diharuskan untuk menyerahkan pengurusannya kepada Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN). Dengan diterbitkannya Surat Pengalihan Pengurusan Piutang Negara (SP3N) pengurusan piutang negara beralih kepada Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN) dan penyelenggaran pelaksanaan piutang negara dimaksud dilakukan oleh KPPLN.

23 Penyerahan piutang wajib menyerahkan semua dokumen asli kepemilikan barang jaminan dan pengikatannya kepada KPPLN. Untuk penetapan piutang negara perbankan, hal-hal yang perlu diketahui yang diatur dalam Surat Keputusan Menteri keuangan tersebut adalah : a. Bank wajib memberikan data dan informasi secara lengkap mengenai piutang yang diserahkan, yang meliputi hal-hal sebagai berikut : - hutang pokok, bunga denda dan beban lainnya. - Cara penyelesaian kredit dengan angsuran atau tanpa angsuran. - Jumlah angsuran hutang pokok, bunga, denda dan beban lainnya yang telah dibayar. - Rincian penyelesaian kredit. b. Penetapan besarnya piutang negara perbankan didasarkan atas peraturan kolektibilitas kredit perbankan yang berlaku, dengan ketentuan bahwa jangka waktu yang dapat diperhitungkan untuk pembebanan bunga, denda dan beban lainnya paling lama 21 bulan sejak piutang tersebut dikategorikan diragukan. c. Perhitungan penetapan besarnya piutang negara perbankan dilakukan sebagai berikut : - Angsuran yang dilakukan oleh penanggung hutang setelah piutang dinyatakan macet diperhitungkan sebagai pengurangan. - Biaya pengamanan barang jaminan berupa polis asuransi, pemasangan Hak tanggungan, perpanjangan hak atas tanah yang masa berlakunya telah habis, pengukuhan hak atas tanah dan biaya pemeliharaan barang jaminan berupa sewa gudang diperhitungkan sebagai penambahan.

24 Selain beberapa cara penyelesaian kredit tersebut di atas, dengan berlakunya UU No. 5 Tahun 1991 dan Keputusan presiden No. 55 tahun 1991 Tentang penyelesaian Piutang Negara, pihak bank (bank milik negara) dapat meminta bantuan (dengan kuasa) pihak kejaksaan guna penyelesaian kredit bermasalah tersebut. Berdasarkan UU No. 5 Tahun 1991 dan keputusan presiden No. 55 Tahun 1991 tersebut, Kejaksaan dengan kuasa dapat bertindak di dalam maupun di luar pengadilan untuk dan atas nama negara atau pemerintah. Oleh karena itu peranan Kejaksaan dalam bidang hukum perdata tersebut dapat disejajarkan dengan Government s Law Office atau advokat/pengacara negara. Dengan demikian kejaksaan dapat mewakili bank-bank milik negara dalam penyelesaian kredit bermasalah, termasuk masalah hukum yang timbul dari hubungan pemberian kredit antara bank dengandebitur, bilamana debitur tidak memenuhi kewajibannya (wanprestasi) kepada bank. Perjanjian kredit perbankan di Indonesia mempunyai arti yang khusus dalam rangka pembangunan, tidak merupakan perjanjian pinjam meminjam uang biasa. Perjanjian kredit menyangkut kepentingan nasional. Hal ini dapat dibaca dari penjelasan Undang-undang Perbankan No. 10 tahun 1998 yang antara lain menyatakan sebagai berikut : Perbankan memiliki peranan yang strategis di dalam trilogi pembangunan, karena perbankan adalah suatu wahana yang dapat menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat secara efektif dan efisien, yang dengan berasaskan demokrasi ekonomi mendukung pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan pembangunan nasional dan hasil-hasilnya, pertumbuhan ekonomi dan stabilitas nasional kea rah peningkatan taraf hidup rakyat banyak Munir Fuady, Hukum Tentang Pembiayaan (Dalam Teori dan Praktek), Penerbit PT. Citra Aditya Bakti, Bandung,1999, hal 72

25 Fungsi menghimpun dan menyalurkan dana itu berkaitan erat dengan kepentingan umum, sehingga perbankan wajib menjaga dengan baik dana yang dititipkan masyarakat tersebut. Perbankan harus dapat menyalurkan dana tersebut ke bidang-bidang yang produktif bagi pencapaian sasaran pembangunan. Menghimpun dan menyalurkan dana tersebut merupakan salah satu usaha dari perbankan. Untuk melaksanakan peran tersebut, perbankan harus memiliki perangkat hukum yang ampuh (solid) baik yang menjadi dasar hukumnya maupun perangkat hukum operasionalnya. Jika kita meninjau dari perjanjian kredit perbankan dalam kaitannya dalam ingkar janji, acuannya adalah ketentuan pinjam meminjam uang. Pendekatan demikian belum dapat memecahkan seluruh masalah yang terkait dengan kredit macet, karena pengertian kredit tidak hanya terbatas dalam perjanjian kredit yang terdapat di dalam Pasal 1 angka 12 UU Perbankan saja. Perjanjian kredit mempunyai arti yang luas, karena ada sejumlah perjanjian yang diatur di dalam perbankan yang namanya bukan perjanjian kredit, akan tetapi karakternya menunjukkan perjanjian kredit. Misalnya perjanjian anjak piutang, perjanjian sewa guna usaha, perjanjian kartu kredit (perjanjian kuasi kredit). Di dalam perjanjian tersebut terdapat juga kemacetan, hanya belum diangkat ke permukaan. Dilihat dari perangkat aturan yang sudah ada mengenai kredit perbankan hingga saat ini seyogianya kemacetan itu tidak akan terjadi karena UU Perbankan telah memberikan pengawasan yang ketat terhadap perjanjian kredit dan juga melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap perbankan yang jika pengawasan ini tidak

26 diperhatikan. Bank Indonesia dan menteri keuangan berwenang memberikan sanksi administratif. Namun kenyataan yang menunjukkan keadaan kredit itu sedemikian rupa, sehingga dapat mengakibatkan hal yang fatal bagi pembangunan, maka harus dicarikan penyelesaian yang bersifat menyeluruh. Berdasarkan pada KUH Perdata Pasal 1750 menyatakan bahwa pemberi penjaman tidak dapat meminta kembali barang yang dipinjamkannya kecuali bila sudah lewat waktu yang ditentukan, atau dalam hal tidak ada ketentuan tentang waktu peminjaman usaha kecil menengah itu, bila barang yang dipinjamkan itu telah atau dianggap selesai digunakan untuk tujuan yang dimaksudkan. C. Cara penanganan hutang dalam perjanjian kredit bermasalah Penanganan hutang dalam perjanjian kredit bermasalah sebelum diselesaikan secara yudisial dilakukan melalui penjadwalan (rescheduling), persyaratan (reconditioning), dan penataan kembali (restructuring). Penanganan dapat melalui salah satu cara ataupun gabungan dari ketiga cara tersebut. Setelah ditempuh dengan cara tersebut dan tetap tidak ada kemajuan penanganan, selanjutnya diselesaikan secara yudisial melalui jalur pengadilan, pengadilan Niaga, melalui PUPN, dan melalui Lembaga Paksa Badan. Upaya mencegah kredit bermasalah sealu banyak dibicarakan, bahkan menjadi momok pembicaraan para bankir khususnya pejabat kredit. Mencegah selalu lebih baik dari pada mengobati. Mencegah kredit bermasalah adalah mudah dan sukar. Mudah untuk mengatakan dan sukar melaksanakan. Malaksanakan adalah mudah berdasarkan pengetahuan.

27 Dan untuk mencegah kredit bermasalah kita memerlukan pengetahuan gaya kredit, kebijakan, proses kredit, dan orang yang terlibat. 1. Gaya kredit. Besar kecilnya jumlah kredit bermasalah dipengaruhi sistem dan proses pemberian kredit. Sistem dan proses tersebut, hadir sesuai dengan gaya kredit yang dianut manajemen bank terkait. Bila bergaya profit tinggi maka ekspansi dan pencarian nasabah pun gencar yang seringkali kualitas kredit terabaikan. Bila bergaya likuid maka profit tidak optimal. Manajemen bank mencari jalan tengah konflik profit likuid yang lantas merumuskannya dalam target kredit yang diinginkan, batas-batas kerugian atas penghapusan pinjaman yang ditolerir. Tidak ada titik tengah sempurna antara profit dengan likuid, yang ada adalah situasi dasar penggunaannya. Dalam hal gaya profit ditetapkan maka menjaga kualitas kredit dipertahankan sebagai upaya mencegah kredit bermasalah. 2. Kebijakan. Kebijakan kredit merupakan sarana utama mengkomunikasikan gaya kredit. Dalam kebijakan kredit memuat petunjuk yang dirancang sebagai panduan pemberian kredit. Agar kredit tidak bermasalah maka kebijakan tersebut disosialisasikan secara lengkap dan jelas pada semua karyawan yang terlibat. Kegagalan implementasi kebijakan seringkali karena rendahnya komitmen manajemen, kurang disosialisasikan, bertentangan dengan kebiasaan formal yang dianut manajemen. 3. Proses. Proses kredit tidak lain the second line of defence dalam mencegah kredit bermasalah. Proses ini menuntut kejelasan penyajian, bila tidak jelas maka kredit akan terus mengalami penurunan kualitas yang terkadang luput dari perhatian manajemen. Proses mencakup proses pemberian kredit, proses pembinaan kredit, proses review kredit, dan proses informasi manajemen untuk portfolio kredit. 4. Orang. Orang merupakan the first line of defence dalam mencegah kredit bermasalah. Bila setiap kredit didasari kebijakan yang baik, proses yang baik maka kesempatan kredit bermasalah dapat diminimalisasi. Pejabat kredit yang menjadi contact person utama bagi nasabah seharusnya menjadi yang pertama mengetahui gejala kredit bermasalah dan juga yang pertama memulai langkahlangkah penyelamatan. Untuk memastikan bahwa account officer memiliki kemampuan mencegah dan mendeteksi kredit bermasalah, maka perekrutan tidak ada jalan pintu belakang serta selalu membekali account officer dengan pendidikan latihan secara berkala. 50 Untuk mengatasi hutang dalam perjanjian kredit pihak bank perlu melakukan penyelamatan, sehingga tidak akan menimbulkan kerugian. Penyelamatan dapat 50 Adi Warman Karim, Op.Cit, hal. 85

28 dilakukan dengan memberikan keringanan berupa jangka waktu pembayaran atau jumlah angsuran terutama bagi kredit terkena musibah atau dengan melakukan penyitaan bagi kredit yang sengaja lalai untuk membayar. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan 1. Proses pelaksanaan pemberian kredit menurut sistem BRI Cabang Putri Hijau Medan telah tertata dengan baik yakni diawali dengan mengisi formulir daftar isian permohonan kredit yaitu untuk memudahkan Bank memperoleh data yang diperlukan maka Bank mempergunakan daftar isian permohonan kredit yang harus diisi oleh nasabah, setelah itu BRI Cabang Putri Hijau Medan mengadakan pemeriksaan terhadap kelengkapan dan berkas permohonan, permohonan dinyatakan lengkap apabila telah memenuhi persyaratan yang ditentukan untuk pengajuan permohonan, menurut jenis kreditnya. Kemudian setelah pihak Bank melakukan pemeriksaan terhadap kelengkapan dan berkas permohonan, dipastikan pula adanya barang jaminan yang mencukupi untuk mengcover jumlah kredit yang diberikan. pihak BRI Cabang Putri Hijau Medan juga melakukan penyelidikan investigasi dan analisa kredit. Persetujuan permohonan kredit setelah pihak BRI Cabang Putri Hijau Medan mengabulkan sebagian atau seluruh permohonan kredit maka dalam proses berikutnya dibuatkan Akta Perjanjian Kredit yang didalamnya telah mencakup pengikatan jaminan dan

29 pemberian kuasa kepada pihak Bank untuk menjual Jaminan apabila debitur tidak dapat memenuhi kewajibannya pada saat yang ditentukan bank. Selama kredit berjalan pihak bank tetap melakukan pengawasan dan pembinaan kredit dalam pelaksanaan penggunaan dana yang diberikan penerima kredit. 2. BRI Cabang Putri Hijau Medan melakukan sistem/pola penanganan hutang dalam perjanjian kredit bermasalah dengan 2 (dua) alternatif, yaitu negosiasi dan litigasi. Penyelesaian kredit bermasalah dengan negosiasi ini dilakukan kesepakatan antara debitur dan BRI Cabang Putri Hijau Medan. untuk usaha-usaha yang masih bisa diperbaiki/diselamatkan, diberikan alternative untuk melakukan rescheduling, reconditioning, restructuring yang tentunya diikuti dengan suatu perjanjian kredit yang baru, baik berupa novasi, subrogasi, kompensasi atau hanya berupa addendum atas perjanjian kredit yang telah ada. Dan bagi usaha yang tidak lagi dapat diperbaiki atau sudah berhenti usahanya, dilakukan megosiasi untuk menjual barang jaminan yang diagunkan, baik secara bersama-sama maupun sendiri-sendiri antara bank dan debitur. Pada prakteknya, penyelesaian kredit dengan cara negosiasi inilah yang selama ini dilakukan oleh BRI Cabang Putri Hijau, sedangkan dengan litigasi, yang dilakukan dengan pengajuan gugatan/eksekusi kepada Lembaga Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN) karena Bank adalah milik Pemerintah, belum pernah dilakukan. 3. Cara-cara penanganan hutang yang dilakukan oleh BRI Cabang Putri Hijau dapat dikatakan telah baik, terbukti dalam penanganan kredit bermasalah, Bank tidak secara semena-mena mengambil keputusan secara sepihak untuk menjual agunan yang sebenarnya dapat dilakukan oleh Bank sendiri secara

30 sepihak, tetapi masih melakukan alternatif-alternatif penyelamatan terlebih dahulu sebelum benar-benar menempuh jalur hukum yang resmi. B. Saran Dari hasil penelitian maka penulis menyarankan sebagai berikut : 1. Dalam hal pelaksanaan pemberian kredit hendaknya bank memberikan keringanan dalam hal jaminan yang harus disediakan terutama untuk debitur pengusaha kecil agar dapat menambah modalnya, karena pengusaha kecil tidak akan mampu menyediakan jaminan. 2. Jika tidak ditangani secara baik, maka kredit bermasalah merupakan sumber kerugian yang sangat potensi bagi bank. kredit bermasalah menimbulkan biaya yang menjadi beban dan kerugian bagi bank, karena peranan sektor perbankan adalah menjembatani dua kelompok kepentingan masyarakat, yaitu antara kepentingan masyarakat pemilik dana (surplus spending units) dengan masyarakat yang membutuhkan dana (defecit spending units). Oleh karena itu, BRI Cabang Putri Hijau hendaknya lebih berhati-hati dalam menentukan usaha yang akan dibiayai dengan kredit, adalah usaha-usaha yang benar-benar dapat berkembang secara baik dan dibutuhkan oleh masyarakat banyak. 3. Disarankan dalam hal ini para pihak termasuk kreditur (bank) dan debitur dalam menyelesaikan masalah kredit yang bermasalah yang dilakukan dengan cara negosiasi, hendaknya benar-benar dilakukan dengan cara bermusyawarah dan mufakat yang baik, sehingga tidak terjadi suatu keadaan yang sangat merugikan pihak penerima kredit misalnya dengan jalan penyitaan dan

31 penjualan secara lelang barang-barang jaminan debitur yang dibawah standar harga yang normal. Demikian kesimpulan dan saran yang dapat disampaikan, semoga bermanfaat.

g. Permohonan baru untuk mendapat suatu jenis fasilitas. h. Permohonan tambahan suatu kredit yang sedang berjalan.

g. Permohonan baru untuk mendapat suatu jenis fasilitas. h. Permohonan tambahan suatu kredit yang sedang berjalan. WAWANCARA 1) Bagaimana pelaksanaan pemberian kredit? Pelaksanaan pemberian kredit yakni : 7. Permohonan Kredit. f. Permohonan fasilitas kredit g. Permohonan baru untuk mendapat suatu jenis fasilitas. h.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan sehari-hari manusia tak lepas dari kebutuhan yang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan sehari-hari manusia tak lepas dari kebutuhan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan sehari-hari manusia tak lepas dari kebutuhan yang bermacam-macam. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut manusia harus berusaha dengan cara bekerja.

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN YURIDIS MENGENAI KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KARTU KREDIT BANK MANDIRI, CITIBANK DAN STANDARD CHARTERED BANK

BAB III TINJAUAN YURIDIS MENGENAI KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KARTU KREDIT BANK MANDIRI, CITIBANK DAN STANDARD CHARTERED BANK 44 BAB III TINJAUAN YURIDIS MENGENAI KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KARTU KREDIT BANK MANDIRI, CITIBANK DAN STANDARD CHARTERED BANK 3.1 Hubungan Hukum Antara Para Pihak Dalam Perjanjian Kartu Kredit 3.1.1

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Pasal 1313 KUH Perdata menyatakan Suatu perjanjian

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS PENCANTUMAN KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KREDIT YANG DIBAKUKAN OLEH PT. BANK X

BAB 4 ANALISIS PENCANTUMAN KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KREDIT YANG DIBAKUKAN OLEH PT. BANK X 44 BAB 4 ANALISIS PENCANTUMAN KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KREDIT YANG DIBAKUKAN OLEH PT. BANK X 4.1 Kedudukan Para Pihak dalam Perjanjian Kredit Perjanjian yang akan dianalisis di dalam penulisan skripsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perbankan mempunyai peranan penting dalam menjalankan. Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan diatur bahwa:

BAB I PENDAHULUAN. Perbankan mempunyai peranan penting dalam menjalankan. Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan diatur bahwa: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam menghadapi perkembangan perekonomian nasional yang bergerak cepat, kompetitif, dan terintegrasi dengan tantangan yang semakin kompleks serta sistem keuangan

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN DAN WANPRESTASI SECARA UMUM

BAB II PERJANJIAN DAN WANPRESTASI SECARA UMUM BAB II PERJANJIAN DAN WANPRESTASI SECARA UMUM A. Segi-segi Hukum Perjanjian Mengenai ketentuan-ketentuan yang mengatur perjanjian pada umumnya terdapat dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata pada Buku

Lebih terperinci

AKIBAT HUKUM TERHADAP PERJANJIAN HUTANG MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA. Istiana Heriani*

AKIBAT HUKUM TERHADAP PERJANJIAN HUTANG MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA. Istiana Heriani* Al Ulum Vol.61 No.3 Juli 2014 halaman 17-23 17 AKIBAT HUKUM TERHADAP PERJANJIAN HUTANG MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA Istiana Heriani* ABSTRAK Masalah-masalah hukum yang timbul dalam perjanjian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT. Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling,

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT. Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling, BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT A. Pengertian Hukum Jaminan Kredit Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling, zekerheidsrechten atau security of law. Dalam Keputusan

Lebih terperinci

Berdasarkan Pasal 1 ayat (2) Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tersebut, maka salah satu cara dari pihak bank untuk menyalurkan dana adalah dengan mem

Berdasarkan Pasal 1 ayat (2) Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tersebut, maka salah satu cara dari pihak bank untuk menyalurkan dana adalah dengan mem BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan di bidang ekonomi yang semakin meningkat mengakibatkan keterkaitan yang erat antara sektor riil dan sektor moneter, di mana kebijakan-kebijakan khususnya

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 301/KMK.01/2002 TENTANG PENGURUSAN PIUTANG NEGARA KREDIT PERUMAHAN BANK TABUNGAN NEGARA

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 301/KMK.01/2002 TENTANG PENGURUSAN PIUTANG NEGARA KREDIT PERUMAHAN BANK TABUNGAN NEGARA KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 301/KMK.01/2002 TENTANG PENGURUSAN PIUTANG NEGARA KREDIT PERUMAHAN BANK TABUNGAN NEGARA Menimbang : MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa Piutang

Lebih terperinci

SYARAT DAN KETENTUAN FASILITAS DANA BANTUAN SAHABAT

SYARAT DAN KETENTUAN FASILITAS DANA BANTUAN SAHABAT SYARAT DAN KETENTUAN FASILITAS DANA BANTUAN SAHABAT Syarat dan Ketentuan Fasilitas Dana Bantuan Sahabat ( Syarat dan Ketentuan Umum ) ini berlaku bagi Nasabah yang permohonan Fasilitas Dana Bantuan Sahabat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengaturan yang segera dari hukum itu sendiri. Tidak dapat dipungkiri, perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. pengaturan yang segera dari hukum itu sendiri. Tidak dapat dipungkiri, perkembangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Salah satu tantangan terbesar bagi hukum di Indonesia adalah terus berkembangnya perubahan di dalam masyarakat yang membutuhkan perhatian dan pengaturan

Lebih terperinci

BAB III KLAUSULA BAKU PADA PERJANJIAN KREDIT BANK. A. Klausula baku yang memberatkan nasabah pada perjanjian kredit

BAB III KLAUSULA BAKU PADA PERJANJIAN KREDIT BANK. A. Klausula baku yang memberatkan nasabah pada perjanjian kredit BAB III KLAUSULA BAKU PADA PERJANJIAN KREDIT BANK A. Klausula baku yang memberatkan nasabah pada perjanjian kredit Kehadiran bank dirasakan semakin penting di tengah masyarakat. Masyarakat selalu membutuhkan

Lebih terperinci

Syarat dan Ketentuan Umum Fasilitas Commonwealth KTA PT Bank Commonwealth

Syarat dan Ketentuan Umum Fasilitas Commonwealth KTA PT Bank Commonwealth Syarat dan Ketentuan Umum Fasilitas Commonwealth KTA PT Bank Commonwealth Syarat dan Ketentuan Umum untuk Commonwealth KTA PT Bank Commonwealth 1. Definisi Syarat dan Ketentuan Umum ANGSURAN adalah suatu

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. sebelumnya, maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut: 1. Pelaksanaan The Five C s of Credit dalam perjanjian kredit UMKM

BAB V PENUTUP. sebelumnya, maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut: 1. Pelaksanaan The Five C s of Credit dalam perjanjian kredit UMKM BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Dari hasil penelitian yang telah dipaparkan pada bab-bab sebelumnya, maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut: 1. Pelaksanaan The Five C s of Credit dalam perjanjian kredit

Lebih terperinci

seperti yang dimaksud dalam ketentuan Undang-Undang tentang definisi dari kredit ini sendiri

seperti yang dimaksud dalam ketentuan Undang-Undang tentang definisi dari kredit ini sendiri seperti yang dimaksud dalam ketentuan Undang-Undang tentang definisi dari kredit ini sendiri dapat dilihat dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang perubahan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang

Lebih terperinci

TANGGUNG JAWAB PENANGGUNG DALAM PERJANJIAN KREDIT NURMAN HIDAYAT / D

TANGGUNG JAWAB PENANGGUNG DALAM PERJANJIAN KREDIT NURMAN HIDAYAT / D TANGGUNG JAWAB PENANGGUNG DALAM PERJANJIAN KREDIT NURMAN HIDAYAT / D101 07 022 ABSTRAK Perjanjian kredit merupakan salah satu aspek yang sangat penting dalam pemberian kredit. Tanpa perjanjian kredit yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang saat ini tengah. melakukan pembangunan di segala bidang. Salah satu bidang pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang saat ini tengah. melakukan pembangunan di segala bidang. Salah satu bidang pembangunan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara berkembang yang saat ini tengah melakukan pembangunan di segala bidang. Salah satu bidang pembangunan yang sangat penting dan mendesak

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PERJANJIAN ANTARA AGEN DENGAN PEMILIK PRODUK UNTUK DI PASARKAN KEPADA MASYARAKAT. Deny Slamet Pribadi

PELAKSANAAN PERJANJIAN ANTARA AGEN DENGAN PEMILIK PRODUK UNTUK DI PASARKAN KEPADA MASYARAKAT. Deny Slamet Pribadi 142 PELAKSANAAN PERJANJIAN ANTARA AGEN DENGAN PEMILIK PRODUK UNTUK DI PASARKAN KEPADA MASYARAKAT Deny Slamet Pribadi Dosen Fakultas Hukum Universitas Mulawarman Samarinda ABSTRAK Dalam perjanjian keagenan

Lebih terperinci

II. Tinjauan Pustaka. Kata Bank dalam kehidupan sehari-hari bukanlah merupakan hal yang asing lagi. Beberapa

II. Tinjauan Pustaka. Kata Bank dalam kehidupan sehari-hari bukanlah merupakan hal yang asing lagi. Beberapa II. Tinjauan Pustaka A. Bank Kata Bank dalam kehidupan sehari-hari bukanlah merupakan hal yang asing lagi. Beberapa pengertian bank telah dikemukakan baik oleh para ahli maupun menurut ketentuan undangundang,

Lebih terperinci

BAB II LAHIRNYA HAK KEBENDAAN PADA HAK TANGGUNGAN SEBAGAI OBYEK JAMINAN DALAM PERJANJIAN KREDIT

BAB II LAHIRNYA HAK KEBENDAAN PADA HAK TANGGUNGAN SEBAGAI OBYEK JAMINAN DALAM PERJANJIAN KREDIT 56 BAB II LAHIRNYA HAK KEBENDAAN PADA HAK TANGGUNGAN SEBAGAI OBYEK JAMINAN DALAM PERJANJIAN KREDIT 1. Hak Tanggungan sebagai Jaminan atas Pelunasan Suatu Utang Tertentu Suatu perjanjian utang-piutang umumnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. piutang ini dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata (yang selanjutnya disebut

BAB I PENDAHULUAN. piutang ini dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata (yang selanjutnya disebut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan di masyarakat sering kita mendapati perbuatan hukum peminjaman uang antara dua orang atau lebih. Perjanjian yang terjalin antara dua orang atau

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. kewajiban untuk memenuhi tuntutan tersebut. Pendapat lain menyatakan bahwa

II. TINJAUAN PUSTAKA. kewajiban untuk memenuhi tuntutan tersebut. Pendapat lain menyatakan bahwa II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Tentang Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Perjanjian adalah suatu hubungan hukum antara dua pihak, yang isinya adalah hak dan kewajiban, suatu hak untuk menuntut sesuatu

Lebih terperinci

SYARAT DAN KETENTUAN DANA BANTUAN SAHABAT

SYARAT DAN KETENTUAN DANA BANTUAN SAHABAT SYARAT DAN KETENTUAN DANA BANTUAN SAHABAT Syarat dan Ketentuan Dana Bantuan Sahabat ini berlaku bagi Nasabah Dana Bantuan Sahabat yang sebelumnya adalah Nasabah aktif ANZ Personal Loan pada saat produk

Lebih terperinci

SYARAT DAN KETENTUAN DANA BANTUAN SAHABAT

SYARAT DAN KETENTUAN DANA BANTUAN SAHABAT Living, Breathing Asia SYARAT DAN KETENTUAN DANA BANTUAN SAHABAT Syarat dan Ketentuan Dana Bantuan Sahabat ini berlaku bagi Nasabah yang permohonan Dana Bantuan Sahabat telah disetujui. Harap membaca Syarat

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 8 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kredit Macet 1. Pengertian Kredit Istilah kredit berasal dari bahasa Yunani Credere yang berarti kepercayaan, oleh karena itu dasar dari kredit adalah kepercayaan. Seseorang

Lebih terperinci

BAB IV PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN SEWA BELI KENDARAAN BERMOTOR. A. Pelaksanaan Perjanjian Sewa Beli Kendaraan Bermotor

BAB IV PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN SEWA BELI KENDARAAN BERMOTOR. A. Pelaksanaan Perjanjian Sewa Beli Kendaraan Bermotor BAB IV PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN SEWA BELI KENDARAAN BERMOTOR A. Pelaksanaan Perjanjian Sewa Beli Kendaraan Bermotor Menurut sistem terbuka yang mengenal adanya asas kebebasan berkontrak

Lebih terperinci

serta mengembangkan perangkat peraturan pendukung, serta pengembangan sistem pendanaan perumahan. Salah satu alternatif dalam pendanaan perumahan yang

serta mengembangkan perangkat peraturan pendukung, serta pengembangan sistem pendanaan perumahan. Salah satu alternatif dalam pendanaan perumahan yang BAB I Dalam perkembangan saat ini kehidupan masyarakat sehari-hari tidak dapat dihindari bahwa tingkat kebutuhan manusia semakin lama akan semakin meningkat. Upaya meningkatkan taraf dan standar hidupnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bertahap, pada hakikatnya merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. bertahap, pada hakikatnya merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan yang sedang giat dilaksanakan melalui rencana bertahap, pada hakikatnya merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, baik materiil

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM. mempunyai sifat riil. Hal ini disimpulkan dari kata-kata Pasal 1754 KUH Perdata

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM. mempunyai sifat riil. Hal ini disimpulkan dari kata-kata Pasal 1754 KUH Perdata 23 BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM A. Pengertian Pinjam Meminjam Perjanjian Pinjam Meminjam menurut Bab XIII Buku III KUH Pedata mempunyai sifat riil. Hal ini disimpulkan dari kata-kata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. macam kegiatan untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Untuk dapat memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. macam kegiatan untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Untuk dapat memenuhi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia selalu berusaha untuk mencapai kesejahteraan dalam hidupnya. Hal ini menyebabkan setiap manusia di dalam kehidupannya senantiasa melakukan berbagai

Lebih terperinci

BAB II KEDUDUKAN CORPORATE GUARANTOR YANG TELAH MELEPASKAN HAK ISTIMEWA. A. Aspek Hukum Jaminan Perorangan Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

BAB II KEDUDUKAN CORPORATE GUARANTOR YANG TELAH MELEPASKAN HAK ISTIMEWA. A. Aspek Hukum Jaminan Perorangan Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata 29 BAB II KEDUDUKAN CORPORATE GUARANTOR YANG TELAH MELEPASKAN HAK ISTIMEWA A. Aspek Hukum Jaminan Perorangan Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Istilah jaminan merupakan terjemahan dari bahasa Belanda,

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Abdul Muis, Metode Penulisan Skripsi dan Metode Penelitian Hukum, Fakultas Hukum USU, Medan, 1990.

DAFTAR PUSTAKA. Abdul Muis, Metode Penulisan Skripsi dan Metode Penelitian Hukum, Fakultas Hukum USU, Medan, 1990. 75 DAFTAR PUSTAKA A. Buku: Abdul Muis, Metode Penulisan Skripsi dan Metode Penelitian Hukum, Fakultas Hukum USU, Medan, 1990. Dinas Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta,

Lebih terperinci

PENGIKATAN PERJANJIAN DAN AGUNAN KREDIT

PENGIKATAN PERJANJIAN DAN AGUNAN KREDIT PENGIKATAN PERJANJIAN DAN AGUNAN KREDIT Rochadi Santoso rochadi.santoso@yahoo.com STIE Ekuitas Bandung Abstrak Perjanjian dan agunan kredit merupakan suatu hal yang lumrah dan sudah biasa dilakukan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan segala macam kebutuhan. Dalam menghadapi kebutuhan ini, sifat

BAB I PENDAHULUAN. dengan segala macam kebutuhan. Dalam menghadapi kebutuhan ini, sifat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia kodratnya adalah zoon politicon, yang merupakan makhluk sosial. Artinya bahwa manusia dikodratkan untuk hidup bermasyarakat dan saling berinteraksi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hukum membutuhkan modal untuk memulai usahanya. Modal yang diperlukan

BAB I PENDAHULUAN. hukum membutuhkan modal untuk memulai usahanya. Modal yang diperlukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dunia modern seperti sekarang ini, banyak orang atau badan hukum yang memerlukan dana untuk mengembangkan usaha, bisnis, atau memenuhi kebutuhan keluarga (sandang,pangan,dan

Lebih terperinci

SYARAT DAN KETENTUAN

SYARAT DAN KETENTUAN SYARAT DAN KETENTUAN 1. DEFINISI (1) Bank adalah PT Bank Nusantara Parahyangan Tbk., yang berkantor pusat di Bandung, dan dalam hal ini bertindak melalui kantor-kantor cabangnya, meliputi kantor cabang,

Lebih terperinci

CONTOH SURAT PERJANJIAN KREDIT

CONTOH SURAT PERJANJIAN KREDIT CONTOH SURAT PERJANJIAN KREDIT PERJANJIAN KREDIT Yang bertanda tangan di bawah ini : I. ------------------------------------- dalam hal ini bertindak dalam kedudukan selaku ( ------ jabatan ------- ) dari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG DEPOSITO SEBAGAI JAMINAN KREDIT. pengertian hukum jaminan. Menurut J. Satrio, hukum jaminan itu diartikan peraturan hukum

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG DEPOSITO SEBAGAI JAMINAN KREDIT. pengertian hukum jaminan. Menurut J. Satrio, hukum jaminan itu diartikan peraturan hukum BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG DEPOSITO SEBAGAI JAMINAN KREDIT A. Pengertian dan Dasar Hukum Tentang Jaminan Kredit Sehubungan dengan pengertian hukum jaminan, tidak banyak literatur yang merumuskan pengertian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Namun demikian perjanjian kredit ini perlu mendapat perhatian khusus dari

BAB 1 PENDAHULUAN. Namun demikian perjanjian kredit ini perlu mendapat perhatian khusus dari BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pemberian Kredit kepada masyarakat dilakukan melalui suatu perjanjian kredit antara pemberi dengan penerima kredit sehingga terjadi hubungan hukum antara keduanya. Seringkali

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit

BAB II LANDASAN TEORI. bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Bank Menurut Undang-undang No 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan,yang dimaksud dengan Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur berdasarkan BAB I PENDAHULUAN Dalam mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, maka masyarakat dan pemerintah sangat penting perannya. Perkembangan perekonomian nasional

Lebih terperinci

HUKUM PERJANJIAN & PERIKATAN HUBUNGAN BISNIS ANDRI HELMI M, SE., MM.

HUKUM PERJANJIAN & PERIKATAN HUBUNGAN BISNIS ANDRI HELMI M, SE., MM. HUKUM PERJANJIAN & PERIKATAN HUBUNGAN BISNIS ANDRI HELMI M, SE., MM. PERIKATAN & PERJANJIAN Perikatan adalah suatu perhubungan hukum antara dua orang berdasarkan mana yang satu berhak menuntut hal dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perumahan mengakibatkan persaingan, sehingga membangun rumah. memerlukan banyak dana. Padahal tidak semua orang mempunyai dana yang

BAB I PENDAHULUAN. perumahan mengakibatkan persaingan, sehingga membangun rumah. memerlukan banyak dana. Padahal tidak semua orang mempunyai dana yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rumah merupakan salah satu kebutuhan paling pokok dalam kehidupan manusia. Rumah sebagai tempat berlindung dari segala cuaca sekaligus sebagai tempat tumbuh kembang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kehadiran bank sebagai penyedia jasa keuangan berkaitan dengan kepentingan

I. PENDAHULUAN. Kehadiran bank sebagai penyedia jasa keuangan berkaitan dengan kepentingan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehadiran bank sebagai penyedia jasa keuangan berkaitan dengan kepentingan masyarakat yang akan mengajukan pinjaman atau kredit kepada bank. Kredit merupakan suatu istilah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Krisis moneter yang berkembang menjadi krisis ekonomi,

BAB I PENDAHULUAN. Krisis moneter yang berkembang menjadi krisis ekonomi, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Krisis moneter yang berkembang menjadi krisis ekonomi, sosial dan politik, telah mendudukkan masyarakat Indonesia pada posisi yang sulit. Hanya segelintir orang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TENTANG PERJANJIAN KREDIT BANK. kelemahan, kelamahan-kelemahan tersebut adalah : 7. a. Hanya menyangkut perjanjian sepihak saja

BAB II TINJAUAN TENTANG PERJANJIAN KREDIT BANK. kelemahan, kelamahan-kelemahan tersebut adalah : 7. a. Hanya menyangkut perjanjian sepihak saja BAB II TINJAUAN TENTANG PERJANJIAN KREDIT BANK 1. Pengaturan Perjanjian Kredit Pengertian perjanjian secara umum dapat dilihat dalam Pasal 1313 Kitab Undang-undang Hukum Perdata, yaitu suatu perbuatan

Lebih terperinci

BAB III FAKTOR-FAKTOR YANG MENYEBABKAN TERJADINYA TAKE OVER PEMBIAYAAN DI PT. BANK SYARIAH MANDIRI CABANG MEDAN

BAB III FAKTOR-FAKTOR YANG MENYEBABKAN TERJADINYA TAKE OVER PEMBIAYAAN DI PT. BANK SYARIAH MANDIRI CABANG MEDAN 87 BAB III FAKTOR-FAKTOR YANG MENYEBABKAN TERJADINYA TAKE OVER PEMBIAYAAN DI PT. BANK SYARIAH MANDIRI CABANG MEDAN A. Penyebab Terjadinya Take Over Pembiayaan di PT. Bank Syariah Mandiri Cabang Medan Take

Lebih terperinci

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X Prosiding Ilmu Hukum ISSN: 2460-643X Akibat Hukum dari Wanprestasi yang Timbul dari Perjanjian Kredit Nomor 047/PK-UKM/GAR/11 Berdasarkan Buku III KUHPERDATA Dihubungkan dengan Putusan Pengadilan Nomor

Lebih terperinci

SYARAT DAN KETENTUAN UMUM PEMBERIAN FASILITAS KREDIT RUMAH

SYARAT DAN KETENTUAN UMUM PEMBERIAN FASILITAS KREDIT RUMAH SYARAT DAN KETENTUAN UMUM PEMBERIAN FASILITAS KREDIT RUMAH SYARAT DAN KETENTUAN UMUM PEMBERIAN FASILITAS KREDIT RUMAH Syarat dan ketentuan umum pemberian fasilitas kredit rumah ini merupakan syarat-syarat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN. dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis dan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN. dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis dan BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN A. Pengertian Perjanjian Di dalam Buku III KUH Perdata mengenai hukum perjanjian terdapat dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 8/19/PBI/2006 TENTANG KUALITAS AKTIVA PRODUKTIF DAN PEMBENTUKAN PENYISIHAN PENGHAPUSAN AKTIVA PRODUKTIF

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 8/19/PBI/2006 TENTANG KUALITAS AKTIVA PRODUKTIF DAN PEMBENTUKAN PENYISIHAN PENGHAPUSAN AKTIVA PRODUKTIF PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 8/19/PBI/2006 TENTANG KUALITAS AKTIVA PRODUKTIF DAN PEMBENTUKAN PENYISIHAN PENGHAPUSAN AKTIVA PRODUKTIF BANK PERKREDITAN RAKYAT GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

HUTANG DEBITUR DAN EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN

HUTANG DEBITUR DAN EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN Netty Endrawati, Hutang Debitur dan Eksekusi Hak Tanggungan 35 HUTANG DEBITUR DAN EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN Oleh : Netty Endrawati Abstrak Pada umumnya pemberian hutang atau dalam perjanjian kredit yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Guna mewujudkan

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Guna mewujudkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam rangka meningkatkan taraf hidup masyarakat, bangsa Indonesia telah melakukan pembangunan untuk mewujudkan tujuan nasional, yaitu mewujudkan masyarat yang

Lebih terperinci

Sistem Pembukuan Dan, Erida Ayu Asmarani, Fakultas Ekonomi Dan Bisnis UMP, 2017

Sistem Pembukuan Dan, Erida Ayu Asmarani, Fakultas Ekonomi Dan Bisnis UMP, 2017 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori Ketentuan mengenai gadai ini diatur dalam KUHP Buku II Bab XX, Pasal 1150 sampai dengan pasal 1160. Sedangkan pengertian gadai itu sendiri dimuat dalam Pasal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Seiring dengan gencar-gencarnya Pemerintah meningkatkan kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Seiring dengan gencar-gencarnya Pemerintah meningkatkan kegiatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan gencar-gencarnya Pemerintah meningkatkan kegiatan Pembangunan Nasional, peranan pihak swasta dalam kegiatan pembangunan semakin ditingkatkan juga. Sebab

Lebih terperinci

PEDOMAN PENYUSUNAN STANDARD OPERATING PROCEDURE ADMINISTRASI KREDIT PEMILIKAN RUMAH DALAM RANGKA SEKURITISASI

PEDOMAN PENYUSUNAN STANDARD OPERATING PROCEDURE ADMINISTRASI KREDIT PEMILIKAN RUMAH DALAM RANGKA SEKURITISASI Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia No. 12/ 38 /DPNP tanggal 31 Desember 2010 PEDOMAN PENYUSUNAN STANDARD OPERATING PROCEDURE ADMINISTRASI KREDIT PEMILIKAN RUMAH DALAM RANGKA SEKURITISASI Lampiran Surat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan adanya jaminan dalam pemberian kredit merupakan keharusan yang tidak

BAB I PENDAHULUAN. dengan adanya jaminan dalam pemberian kredit merupakan keharusan yang tidak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi yang dilaksanakan pada masa sekarang diarahkan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat dan mengatasi ketimpangan ekonomi guna mencapai kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Lembaga tersebut dimaksudkan sebagai perantara pihak-pihak yang. pembayaran bagi semua sektor perekonomian. 1

BAB I PENDAHULUAN. Lembaga tersebut dimaksudkan sebagai perantara pihak-pihak yang. pembayaran bagi semua sektor perekonomian. 1 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lembaga perbankan sebagai salah satu lembaga keuangan mempunyai nilai strategis dalam kehidupan perekonomian suatu negara. Lembaga tersebut dimaksudkan sebagai perantara

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembangunan nasional bertujuan

Lebih terperinci

BAB III HASIL PEMBAHASAN KERJA PRAKTEK. Lelang (KPKNL) yang dimulai sejak tanggal 4 Juli sampai dengan 5 Agustus

BAB III HASIL PEMBAHASAN KERJA PRAKTEK. Lelang (KPKNL) yang dimulai sejak tanggal 4 Juli sampai dengan 5 Agustus BAB III HASIL PEMBAHASAN KERJA PRAKTEK 3.1 Bidang Pelaksanaan Kerja Praktek Dalam pelaksanaan Kerja Praktek di Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) yang dimulai sejak tanggal 4 Juli sampai dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara Republik Indonesia merupakan negara hukum (rechtstaat) dimana

BAB I PENDAHULUAN. Negara Republik Indonesia merupakan negara hukum (rechtstaat) dimana BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Republik Indonesia merupakan negara hukum (rechtstaat) dimana prinsip negara hukum adalah menjamin kepastian, ketertiban dan perlindungan hukum yang bertujuan

Lebih terperinci

PERJANJIAN PINJAMAN. (Pemberi Pinjaman dan Penerima Pinjaman selanjutnya secara bersama disebut sebagai Para Pihak )

PERJANJIAN PINJAMAN. (Pemberi Pinjaman dan Penerima Pinjaman selanjutnya secara bersama disebut sebagai Para Pihak ) PERJANJIAN PINJAMAN Perjanjian pinjaman ini ( Perjanjian ) dibuat pada hari dan tanggal yang disebutkan dalam Lampiran I Perjanjian ini, oleh dan antara: 1. Koperasi Sahabat Sejahtera Anda, suatu koperasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. salah satu tolak ukur dari keberhasilan pembangunan nasional yang bertujuan

BAB I PENDAHULUAN. salah satu tolak ukur dari keberhasilan pembangunan nasional yang bertujuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Semakin berkembangnya perekonomian di suatu Negara merupakan salah satu tolak ukur dari keberhasilan pembangunan nasional yang bertujuan untuk mewujudkan masyarakat

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. Kantor Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Tulungagung. sebagai barang yang digunakan untuk menjamin jumlah nilai pembiayaan

BAB V PEMBAHASAN. Kantor Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Tulungagung. sebagai barang yang digunakan untuk menjamin jumlah nilai pembiayaan 1 BAB V PEMBAHASAN A. Faktor-faktor yang mendukung dan menghambat BMT Istiqomah Unit II Plosokandang selaku kreditur dalam mencatatkan objek jaminan di Kantor Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Tulungagung.

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN KEPUTUSAN KETUA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN NOMOR: KEP- 412/BL/2010 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN

Lebih terperinci

KEGIATAN BANK DALAM PENGHIMPUNAN DANA MASYARAKAT. Oleh : Fatmah Paparang 1

KEGIATAN BANK DALAM PENGHIMPUNAN DANA MASYARAKAT. Oleh : Fatmah Paparang 1 KEGIATAN BANK DALAM PENGHIMPUNAN DANA MASYARAKAT Oleh : Fatmah Paparang 1 A. PENDAHULUAN Dalam berbagai teksbook yang lama, selalu dikemukakan bahwa kegiatan utama dari suatu Bank adalah menghimpun dana

Lebih terperinci

CONTOH SURAT PERJANJIAN UTANG PIUTANG DENGAN KUASA HIPOTEK

CONTOH SURAT PERJANJIAN UTANG PIUTANG DENGAN KUASA HIPOTEK CONTOH SURAT PERJANJIAN UTANG PIUTANG DENGAN KUASA HIPOTEK SURAT PERJANJIAN UTANG PIUTANG Kami yang bertanda tangan di bawah ini: 1. Nama : Umur : Pekerjaan : No. KTP / SIM : Alamat : Telepon : Bertindak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menerapkan prinsip kehati-hatian. Penerapan prinsip kehati-hatian tersebut ada

BAB I PENDAHULUAN. menerapkan prinsip kehati-hatian. Penerapan prinsip kehati-hatian tersebut ada 1 BAB I PENDAHULUAN Salah satu cara mendapatkan modal bagi kalangan masyarakat termasuk para pengusaha kecil, sedang maupun besar adalah dengan melakukan pengajuan kredit pada pihak bank. Pemberian tambahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi sangat memerlukan tersedianya dana. Oleh karena itu, keberadaan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi sangat memerlukan tersedianya dana. Oleh karena itu, keberadaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Pembangunan nasional suatu bangsa mencakup di dalamnya pembangunan ekonomi. Dalam pembangunan ekonomi diperlukan peran serta lembaga keuangan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. usahanya mengingat modal yang dimiliki perusahaan atau perorangan biasanya tidak

BAB I PENDAHULUAN. usahanya mengingat modal yang dimiliki perusahaan atau perorangan biasanya tidak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada saat ini kredit merupakan salah satu cara yang dilakukan oleh setiap orang atau badan usaha untuk memperoleh pendanaan guna mendukung peningkatan usahanya

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa peraturan tentang Perseroan Terbatas sebagaimana diatur dalam Kitab Undangundang

Lebih terperinci

EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN SEBAGAI ALTERNATIF PENYELESAIAN KREDIT MACET (Studi di Bank ARTA ANUGRAH Lamongan)

EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN SEBAGAI ALTERNATIF PENYELESAIAN KREDIT MACET (Studi di Bank ARTA ANUGRAH Lamongan) EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN SEBAGAI ALTERNATIF PENYELESAIAN KREDIT MACET (Studi di Bank ARTA ANUGRAH Lamongan) Dhevy Nayasari Sastradinata 1 1) Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Lamongan ABSTRAK Salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyaluran kredit pada segmen corporate dan commercial kepada debitur yang

BAB I PENDAHULUAN. penyaluran kredit pada segmen corporate dan commercial kepada debitur yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ketatnya iklim kompetisi perbankan di Indonesia, khususnya dalam penyaluran kredit pada segmen corporate dan commercial kepada debitur yang feasible dan bankable,

Lebih terperinci

PENYELESAIAN KREDIT MACET DENGAN JAMINAN SERTIFIKAT HAK MILIK ATAS TANAH MENURUT UNDANG - UNDANG NOMOR 04 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN

PENYELESAIAN KREDIT MACET DENGAN JAMINAN SERTIFIKAT HAK MILIK ATAS TANAH MENURUT UNDANG - UNDANG NOMOR 04 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN PENYELESAIAN KREDIT MACET DENGAN JAMINAN SERTIFIKAT HAK MILIK ATAS TANAH MENURUT UNDANG - UNDANG NOMOR 04 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN Oleh Jatmiko Winarno Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Lamongan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum PD BPR Bank Purworejo 1. Profil PD BPR Bank Purworejo PD BPR Bank Purworejo adalah Perusahaan Daerah Bank Perkreditan Rakyat yang seluruh modalnya

Lebih terperinci

BAB IV PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP INVESTOR ATAS PAILITNYA PERUSAHAAN PIALANG BERJANGKA DALAM PERJANJIAN KERJASAMA

BAB IV PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP INVESTOR ATAS PAILITNYA PERUSAHAAN PIALANG BERJANGKA DALAM PERJANJIAN KERJASAMA BAB IV PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP INVESTOR ATAS PAILITNYA PERUSAHAAN PIALANG BERJANGKA DALAM PERJANJIAN KERJASAMA INVESTASI DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PEDAGANGAN BERJANGKA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KREDIT. namun semua pendapat tersebut mengarah kepada suatu tujuan yaitu

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KREDIT. namun semua pendapat tersebut mengarah kepada suatu tujuan yaitu 23 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KREDIT A. Pengertian Kredit dan Perjanjian Kredit Di dalam memahami pengertian kredit banyak pendapat dari para ahli, namun semua pendapat tersebut mengarah kepada suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam sistem perekonomian. Menurut Undang Undang Nomor

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam sistem perekonomian. Menurut Undang Undang Nomor BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kegiatan perekonomian suatu negara tidak terlepas dari pembayaran uang. Industri perbankan memegang peranan yang sangat penting dalam sistem perekonomian. Menurut Undang

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace dicabut: UU 40-2007 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 13, 1995 ( Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3587) UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perjanjian hutang piutang ini dalam Kitab Undang-Undang Hukun Perdata

BAB I PENDAHULUAN. perjanjian hutang piutang ini dalam Kitab Undang-Undang Hukun Perdata BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan di masyarakat sering dijumpai perbuatan hukum peminjaman uang antara dua orang atau lebih. Perjanjian yang terjalin antara dua orang atau disebut

Lebih terperinci

1.11. Nasabah adalah orang atau individu selaku peminjam Citibank Ready Credit.

1.11. Nasabah adalah orang atau individu selaku peminjam Citibank Ready Credit. DEFINISI Definisi yang dipergunakan dalam Citibank Ready Credit akan dipergunakan juga pada fasilitas RCIP dan/atau RCC dan/atau Money Transfer. 1.1. ATM adalah Automated Teller Machine atau Anjungan Tunai

Lebih terperinci

pada umumnya dapat mempergunakan bentuk perjanjian baku ( standard contract)

pada umumnya dapat mempergunakan bentuk perjanjian baku ( standard contract) Definisi pinjam-meminjam menurut Pasal 1754 KUHPerdata adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu memberikan kepada pihak yang lain suatu jumlah tertentu barang-barang yang habis karena pemakaian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, kegiatan ini memegang peranan penting bagi kehidupan bank. umum di Indonesia khususnya dan di negara lain pada umumnya.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, kegiatan ini memegang peranan penting bagi kehidupan bank. umum di Indonesia khususnya dan di negara lain pada umumnya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan perekonomian Indonesia, khususnya dunia perbankan saat ini mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang sangat baik, walaupun kegiatan bisnis bank umum sempat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagian besar masyarakat tidak memahami apa itu klausula baku,

BAB I PENDAHULUAN. Sebagian besar masyarakat tidak memahami apa itu klausula baku, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagian besar masyarakat tidak memahami apa itu klausula baku, meskipun di dalam praktek kehidupan sehari-hari masyarakat tersebut telah membubuhkan tanda tangannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional, salah satu usaha untuk mewujudkan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional, salah satu usaha untuk mewujudkan masyarakat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan di bidang ekonomi merupakan bagian dari pembangunan nasional, salah satu usaha untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan pancasila dan Undang-Undang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa peraturan tentang Perseroan Terbatas sebagaimana

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA. A. Proses Penyaluran Dana Bergulir BPLM Di Kabupaten Kulon Progo

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA. A. Proses Penyaluran Dana Bergulir BPLM Di Kabupaten Kulon Progo BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA A. Proses Penyaluran Dana Bergulir BPLM Di Kabupaten Kulon Progo Para calon penerima dana bergulir yang ingin mendapatkan fasilitas kredit dana bergulir dari Dinas

Lebih terperinci

Hukum Perikatan Pengertian hukum perikatan

Hukum Perikatan Pengertian hukum perikatan Hukum Perikatan Pengertian hukum perikatan Perikatan dalam bahasa Belanda disebut ver bintenis. Istilah perikatan ini lebih umum dipakai dalam literatur hukum di Indonesia. Perikatan dalam hal ini berarti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk memperlancar roda pembangunan, dan sebagai dinamisator hukum

BAB I PENDAHULUAN. untuk memperlancar roda pembangunan, dan sebagai dinamisator hukum 9 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum dan pembangunan merupakan dua variabel yang selalu sering mempengaruhi antara satu sama lain. Hukum berfungsi sebagai stabilisator yang mempunyai peranan menciptakan

Lebih terperinci

PELAKSANAAN NOVASI SEBAGAI UPAYA PENYELESAIAN KREDIT MACET OLEH BANK

PELAKSANAAN NOVASI SEBAGAI UPAYA PENYELESAIAN KREDIT MACET OLEH BANK PELAKSANAAN NOVASI SEBAGAI UPAYA PENYELESAIAN KREDIT MACET OLEH BANK (Studi kasus Di PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. Cabang Slamet Riyadi Solo) S K R I P S I Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 1992 TENTANG DANA PENSIUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 1992 TENTANG DANA PENSIUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 1992 TENTANG DANA PENSIUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembangunan nasional dilaksanakan dalam rangka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. efisien. Tujuan kegiatan bank tersebut sesuai dengan Pasal 1 butir 2. UndangUndang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan yang

BAB I PENDAHULUAN. efisien. Tujuan kegiatan bank tersebut sesuai dengan Pasal 1 butir 2. UndangUndang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bank adalah salah satu lembaga keuangan yang memiliki peranan penting dalam pembangunan perekonomian Indonesia. Bank membantu pemerintah dalam menghimpun dana masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sangat besar. Sektor sektor ekonomi yang menopang perekonomian di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. sangat besar. Sektor sektor ekonomi yang menopang perekonomian di Indonesia 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Peranan perbankan dalam memajukan perekonomian suatu negara sangat besar. Sektor sektor ekonomi yang menopang perekonomian di Indonesia seperti sektor perdagangan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jenis dan variasi dari masing-masing jenis barang dan atau jasa yang akan

BAB I PENDAHULUAN. jenis dan variasi dari masing-masing jenis barang dan atau jasa yang akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan perekonomian yang pesat telah menghasilkan berbagai jenis dan variasi dari masing-masing jenis barang dan atau jasa yang akan dikonsumsi. Barang dan atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. individu, manusia juga berperan sebagai makhluk sosial di mana manusia hidup

BAB I PENDAHULUAN. individu, manusia juga berperan sebagai makhluk sosial di mana manusia hidup BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia merupakan makhluk monodualistis artinya selain sebagai makhluk individu, manusia juga berperan sebagai makhluk sosial di mana manusia hidup berdampingan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembiayaan ini, maka banyak lembaga pembiayaan (finance) dan bank (bank

BAB I PENDAHULUAN. pembiayaan ini, maka banyak lembaga pembiayaan (finance) dan bank (bank 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemajuan zaman di bidang teknologi telah memacu perusahaan untuk menghasilkan produk electronic yang semakin canggih dan beragam. Kelebihan-kelebihan atas

Lebih terperinci