PENGANGKATAN ANAK TERHADAP CUCU LAKI-LAKI DARI ANAK PEREMPUANNYA YANG KAWIN KELUAR ADOPTION OF GRANDSON FROM THEIR MARRIED DAUGHTER

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGANGKATAN ANAK TERHADAP CUCU LAKI-LAKI DARI ANAK PEREMPUANNYA YANG KAWIN KELUAR ADOPTION OF GRANDSON FROM THEIR MARRIED DAUGHTER"

Transkripsi

1 PENGANGKATAN ANAK TERHADAP CUCU LAKI-LAKI DARI ANAK PEREMPUANNYA YANG KAWIN KELUAR ADOPTION OF GRANDSON FROM THEIR MARRIED DAUGHTER I Putu Ekawana Putra, Aminuddin Salle, I Made Suwitra Program Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin Alamat Koresponden: Magister Manajemen Universitas Hasanuddin Hp ekawana_putra@yahoo.com

2 Abstrak Peristiwa pengangkatan anak yang telah diangkat sebagai anak oleh orang tua angkatnya dengan harapan si anak mendapat perlindungan, pertanggung jawaban serta yang terpenting adalah dapat melanjutkan keturunan, memelihara orang tua angkatnya di masa tua nanti dan dapat melanjutkan darma orang tua angkatnya. Penelitian ini bertujuan mengetahui (1) pengangkatan anak baik menurut hukum adat Bali dan hukum Nasional (2) hak mewaris anak angkat terhadap harta warisan orang tua angkatnya dan harta pusaka keluarga orang tua angkatnya. Penelitian ini dilakukan di Desa Ungasan. Metode yang digunakan dalam penelitian adalah penelitian hukum normatif dan penelitian hukum empiris. Dikumpulkan dengan teknik dokumentasi dan pencatatan serta wawancara. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan ciri atau karakter tertentu. Data analisis dengan menggunakan analisi penafsiran dan sistematisasi. Hasil penelitian menunjukkan pengangkatan anak menurut hukum adat Bali 1) adanya upacara pemerasan, 2) adanya siar dibanjar, 3) dicatat oleh bendesa adat. Menurut hukum Nasional anak yang telah memenuhi persyaratan dimohonkan untuk mendapatkan penetapan pengadilan Negeri setempat. Hak mewaris anak angkat terhadap harta warisan orang tua angkatnya anak angkat berhak mewarisi harta orang tua angkatnya. Untuk harta pusaka pengangkatan anak dari anak perempuannya berhak mewarisi harta pusaka keluarga orang tua angkatnya karena anak yang diangkat masih mempunyai hubungan darah dengan orang tua angkatnya. Kata Kunci: Anak Angkat dan Hak Waris. Abstract Event of lifting child which have been adopted its foster parent on the chance the child get protection, account all important answer and also is can continue clan, looking after its foster parent in a period of/to old wait and can continue its foster parent duty. This research aim to know ( 1) lifting good child according to Bali customary law and National law ( 2) foster child heir rights to its foster parent heritage and its foster parent family inheritance. This research is conducted by in Countryside of Ungasan. Method which is used in research is research law of normatif and research empirical law. Collected with documentation technique and record-keeping and also interview. Intake of sample conducted using certain character or characteristic. Data analyzer using interpretation analyzer and systematization. Result of research show lifting child according to Bali customary law 1) existence of extortion ceremony 2) existence broadcasting of banjar 3) noted custom bendesa. According to National child law which have fulfilled conditions requested to get stipulating local district court. Heir foster child rights to its foster parent heritage of foster child is entitled to inherit its foster parent estae. For the inheritance lifting child its daughter is entitled inherit its foster parent family inheritance because lifted to child still has cognation with its foster parent Keyword: Foster Child and Rights Heir.

3 PENDAHULUAN Setiap manusia pada dasarnya ingin mempunyai anak sebab hal itu sangat besar artinya dalam membina keluarga, masyarakat dan umat manusia. Di samping itu anak juga merupakan penghibur yang sangat dekat dengan ibu bapaknya dan dapat membangkitkan rasa tanggung jawab dan kasih sayang. Dari perkawinan suami istri diharapkan akan mendapatkan keturunan yang baik dan diharapkan dapat menyambung cita-cita orang tuanya. Suatu perkawinan dapat dikatakan belum sempurna, jika pasangan suami istri belum dikaruniai anak, karena mempunyai kedudukan penting dan merupakan salah satu tujuan perkawinan. Pendapat Zaini, M (1992) menyatakan, bahwa keinginan untuk mempunyai anak adalah naluri manusia, hal tersebut sejalan dengan pembawaan watak kodrati manusia yang merasakan bahwa anak bagian dari darah daging orang tua, yang juga akan mewarisi pula sifat-sifat istimewa dari kedua orang tuanya. Menurut Soepomo (2007) mengatakan perbuatan mengangkat anak adalah perbuatan hukum yang melepaskan anak dari pertalian kekeluargaan dengan orang tua kandung kemudian memasukkan anak tersebut ke dalam keluarga orang tua angkatnya sehingga anak tersebut seperti anak kandung. Sistem kekeluargaan masyarakat adat di Bali, adalah bersifat patrilineal atau menurut garis kepurusa (garis keturunan laki-laki). Dengan dianutnya sistem keluarga yang patrilineal itu akan membawa akibat bahwa yang berhak mewaris hanyalah anak laki-laki, karena hanya anak laki-laki saja yang dianggap sebagai penerus keturunan atau keluarga, ( Kaler, K 1983). Pengangkatan anak di Bali, adalah perbuatan hukum yang melepaskan anak dari pertalian keluarga orang tuanya sendiri dan memasukkan anak itu ke dalam keluarga angkat, sehingga anak tersebut berkedudukan menjadi anak kandung untuk meneruskan keturunan bapak angkatnya, (Martosedono, A 1997). Dalam pengangkatan anak sesungguhnya kepentingan immaterial (keagamaan) lebih diutamakan, (Martosedono, A 1997). Oleh karena itu anak yang diangkat harus memenuhi syarat yang ada hubungannya dengan kewajiban immaterial (keagamaan). Sehingga anak angkat diutamakan berasal dari keluarga purusa (laki-laki), karena mempunyai ikatan yang erat terhadap kewajiban meteriil dan immaterial. Syarat lain dalam pengangkatan anak harus mendapatkan persetujuan dari keluarga purusa (laki-laki). Hal ini bermakna untuk mengawasi pengangkatan anak tersebut agar tidak terjadi kesalahan yang fatal terhadap harta pusaka dan benda-benda immaterial (keagamaan) lainnya,( Sutha, G 1987). Selain itu mengikuti prosedur pengangkatan anak baik menurut hukum

4 adat Bali maupun hukum nasional. Dalam hukum adat Bali lebih mengedepankan aspek upacara pemerasan dan siar sebagi asas publisitas kemudian dilanjutkan dengan (ilikita) pencatatan oleh Bendesa adat sebagai sahnya pengangkatan anak dalam desa adat di Bali, (Pandika, R 2012). Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak mengatur 2 (dua) jenis pengangkatan anak, hal ini sesuai dengan Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 6 Tahun 1983, yaitu; (1). Pengangkatan anak antar Warga Negara Indonesia (WNI) (domestic adoption). (2). Pengangkatan anak antar Warga Negara Indonesia (WNI) dengan Warga Negara Asing (WNA) (inter-country adoption), termasuk kategori ini adalah pengangkatan anak Warga Negara Indonesia oleh Warga Negara Asing atau sebaliknya anak Warga Negara asing diangkat anak oleh warga Negara Indonesia. Dalam perkembangannya pengangkatan anak menurut hukum adat suatu tempat diakui keberadaannya. Untuk menjamin kepastian hukum pengangkatan anak seharusnya dilanjutkan dengan memohon penetapan dari Pengadilan Negari setempat. Hal ini dilakukan untuk memberikan perlindungan hukum terhadap anak angkat dari hal yang tidak diinginkan dikemudian hari yang dapat mengakibatkan kurang terjaminnya masa depan anak angkat. Perbuatan pengangkatan anak berimplikasi terhadap hubungan pewarisan dari anak yang diangkat. Unsur terpenting terjadinya pewarisan adalah adanya harta warisan. Menurut hukum adat Bali, harta warisan tidak hanya berupa barang berwujud seperti harta benda, melainkan juga berupa hak-hak kemasyarakatan, misalnya hak untuk memanfaatkan setra (kuburan milik desa), (Wignjodipoero, S 1985). Dengan kata lain harta warisan adalah semua harta benda yang memiliki nilai ekonomi maupun yang tidak memilki nilai ekonomi (mengandung nilai religius magis). Tujuan penelitian ini adalah Mendeskripsi dan menganalisis pengangkatan anak menurut hukum Adat Bali dan Hukum Nasional. Serta mengetahui hak mewaris anak angkat terhadap harta warisan orang tua angkatnya dan harta pusaka keluarga orang tua angkatnya. METODE PENELITIAN Jenis Dan Pendekatan Penelitian Jenis penelitian yang dipilih disesuaikan dengan masalah yang akan dikaji. Artinya untuk mengkaji pengangkatan anak dalam Hukum Adat Bali dan Hukum Nasional dipergunakan penelitian hukum normatif yaitu hanya menggunakan bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Untuk melengkapi kajian tersebut terutama yang berkaitan dengan aspek nilai yang

5 hidup dalam masyarakat dan dalam mengkaji hak mewaris anak angkat terhadap harta warisan orang tua angkatnya dipergunakan penelitian hukum empiris. Pendekatan yang dipergunakan untuk menganalisis masalah pertama yaitu pengangkatan anak dalam Hukum Adat Bali dan Hukum Nasional yaitu pendekatan perundang-undangan (statute approach) yaitu dengan memahami dan mendalami kaidah atau norma pengangkatan anak baik yang ada dalam hukum adat dan hukum nasional sebagai acuan dalam membuat penulisan tesis, serta dengan pendekatan analitis (analytical approach) yaitu menganalisa bahan hukum untuk mengetahui makna yang terkandung dalam perundang-undangan secara konsepsional (Amiruddin, 2012). Untuk masalah kedua yaitu hak mewaris anak angkat terhadap harta warisan orang tua angkatnya akan digunakan jenis penelitian hukum empiris dengan menggunakan pendekatan sosiologi hukum yaitu ilmu yang mempelajari hubungan timbal balik antara hukum dengan gejala-gejala sosial lainnya secara empiris analistis, (Ibrahim, J 2011). Karena dalam pengangkatan anak masih adanya ketidak seragaman dalam tata cara pengangkatan anak dan pembagian harta warisan didalam hukum adat dengan hukum nasional. Populasi dan Sampel Populasi adalah keseluruhan unit atau manusia yang mempunyai ciri-ciri yang sama, dapat berupa himpunan orang, gejala, atau peristiwa. Di dalam penelitian ini sebagai populasi yaitu masyarakat yang pernah melakukan pengangkatan anak di seluruh Desa adat di wilayah Kecamatan Kuta Selatan yang terdiri dari Desa Jimbaran, Desa Ungasan, Desa Pecatu, Desa Kutuh, Desa Bualu, Desa Kampial, Desa Peminge, Desa Tengkulung dan Desa Tanjung Benoa. Sampel adalah himpunan sebagian dari populasi yang merupakan obyek penelitian. Di dalam penelitian ini sebagai sampel adalah masyarakat yang pernah melakukan pengangkatan anak di Desa Ungasan, Kecamatan Kuta Selatan, Kabupaten Badung, Provinsi Bali. Di Desa Ungasan pengangkatan anak dilakukan berdasarkan hukum adat Bali yaitu dengan cara dilakukan upacara pemerasan sentana disaksikan oleh prajuru adat, kemudian dilakukan siar dalam paruman Banjar. Sumber Data Data dalam penelitian ini akan diperoleh baik dari sumber pertama atau langsung dari masyarakat maupun dari sumber kedua. Jenis data yang berasal dari sumber pertama disebut data primer yang bersumber dari informan atau responden. Sedangkan jenis data yang diperoleh dari

6 sumber kedua disebut data sekunder yang dalam penelitian ini dikatagorikan sebagai bahan hukum baik bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Teknik Pengumpulan Data Data sekunder dalam bentuk bahan hukum, baik primer, dan sekunder akan dikumpulkan dengan teknik dokumentasi dan pencatatan melalui sistem file dan Studi Dokumen yaitu dengan mengadakan penelitian di perpustakaan terhadap bahan pustaka atau dokumen-dokumen sebagai data sekunder seperti peraturan perundang-undangan, buku-buku, makalah, jurnal atau tulisan yang berkaitan dengan pengangkatan anak, (J. Supranto, 1997). Analisis Data Analisa yang dilakukan menggunakan metode analisis deskriptif, yaitu sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Pendekatan ini diarahkan pada latar belakang individu atau institusi kedalam variabel atau hipotesis tetapi perlu memandangnya sebagai bagian dari suatu keutuhan, (Mooleong, L 1990). HASIL Dalam praktik kehidupan masyarakat adat di Bali (desa pakraman), pengangkatan anak juga perlu mendapat persetujuan seluruh warga desa pakraman melalui rapat (paruman) desa, dan baru dikatakan sah menurut hukum adat Bali setelah melaksanakan upacara pamerasan. Memperhatikan ketentuan di atas, tampak ada beberapa poin penting yang patut diperhatikan apabila pasangan suami-istri ingin mengangkat anak, yaitu: (1). Anak yang diangkat berasal dari anggota keluarga sedarah terdekat, dalam garis keturunan laki-laki. (2). Perlu mendapat persetujuan keluarga dan desa pakraman. (3). Anak yang diangkat beragama Hindu. Adanya persyaratan yang relatif ketat dalam pengangkatan anak menurut hukum adat Bali dibandingkan dangan ketentuan serupa berdasarkan hukum yang lainnya, terkait dengan swadharma (tanggung jawab). Seorang anak angkat yang diangkat anak sesuai dengan hukum adat Bali, memiliki kedudukan yang sama persis dengan anak kandung. Hal ini berarti, anak angkat berkewajiban melaksanakan tanggung jawab (swadharma) terhadap keluarga dan masyarakat, dan mendapatkan hak (swadikara) yang sama dengan anak kandung. Kewajiban terhadap keluarga dan masyarakat (desa adat) yang harus dilaksanakan, dapat dikelompokkan menjadi tiga: (1). Kewajiban yang berkaitan dengan aktivitas keagamaan sesuai

7 dengan ajaran agama Hindu (parhayangan), (2). kewajiban yang berhubungan dengan aktivitas kemanusiaan (pawongan) dan (3). Kewajiban memelihara lingkungan (palemahan) baik itu untuk kepentingan keluarga maupun masyarakat. Kewajiban sosial-spiritual ini pada dasarnya adalah untuk meneruskan penauran (membayar utang), yang dikenal dengan tri rna (tiga utang), yang terdiri atas: (1). Dewa rna atau utang jiwa kepada Tuhan. (2). Pitra rna atau utang kehidupan kepada leluhur (orangtua). (3). Rsi rna atau utang ilmu pengetahuan kepada orang-orang suci (termasuk guru). Utang yang nyata (sekala), dibayar secara nyata dalam bentuk materi, sementara utang gaib (niskala), ''dibayar'' dengan melaksanakan upacara agama sesuai dengan ajaran agama Hindu. Kasta dapat diartikan sebagai struktur masyarakat yang bertingkat berdasarkan keturunan (wangsa) seperti di Bali (sudra, wesya, kesatria dan brahmana), atau bisa juga diartikan sebagai profesi atau jabatan (buruh, pengusaha, prajurit, presiden). Idealnya pasangan suami-istri mengangkat anak yang berasal dari kasta yang sama. Berdasarkan penelitian di lapangan yaitu wawancara dengan Bendesa Adat Desa Ungasan, syarat-syarat anak yang diangkat menurut hukum adat Desa Ungasan adalah: pertamatama anak yang diangkat atau yang mau diangkat dari lingkungan keluarga purusa, dan apabila tidak ada yang pantas diangkat dari keluarga purusa, barulah dicari anak dari keluarga predana / perempuan. Apabila tidak ada yang mau / sama sekali tidak ada anak, barulah boleh mencari anak angkat dari luar keluarga atau masyarakat luas. Pada umumnya anak yang akan diangkat itu diutamakan anak laki-laki dan apabila tidak ada anak laki-laki barulah bisa terhadap anak perempuan. Oleh karena hal ini sesuai dengan sistem kekeluargaan yang ada atau dianut di Bali yaitu patrilineal / kebapaan dan menyangkut status dari pada anak yang bersangkutan. Oleh karena anak angkat yang bersangkutan diharapkan sekali dapat sebagai penerus keturunan dari keluarga yang mengangkat. Perbuatan pengangkatan anak yang ingin dilakukan ini pun harus sesuai dengan syaratsyarat yang ditentukan. Hal ini untuk membuktikan kebenaran suatu perbuatan hukum yang dilakukan dan demi adanya kepastian hukum. Adapun persyaratan yang dipenuhi dalam hal pengangkatan anak menurut Hukum adat Bali yaitu : (1). Orang yang melakukan pengangkatan anak itu harus berhak untuk melakukan perbuatan tersebut. (2). Anak yang diangkat itu harus memenuhi syarat. (3). Harus dipenuhi syarat upacara pengangkatan anak sesuai dengan adat

8 istiadat setempat. (4). Orang yang melakukan pengangkatan anak harus berhak untuk melakukan perbuatan tersebut Pada umumnya pengangkatan anak dilakukan oleh pasangan suami isteri yang dalam perkawinannya tidak dikaruniai seorang anak. Pengangkatan anak tujuannya sebagai pelanjut keturunan pihak keluarga laki-laki (suami), sehingga kewenangan ini ada pada pihak laki-laki. Didalam pengangkatan anak di Bali keluarga purusa akan menunjuk keluarga-keluarga terdekat untuk bisa diangkat. Hal ini disebabkan keturunan terdekat masih mempunyai ikatan yang kuat terhadap kewajiban-kewajiban kepada leluhur yang sama. Kemudian dari segi kewajiban kepada masyarakat, seorang laki-laki yang sudah kawin dalam suatu keluarga Hindu Bali diwajibkan turun ngayah, yaitu masuk menjadi anggota banjar dan melaksanakan kewajiban adat di desa adatnya. Persyaratan turun ngayah ini hanya boleh dilakukan oleh seorang laki-laki yang sudah kawin, karena kewajiban adat ini banyak memerlukan tenaga dan biaya. Anak yang diangkat harus memenuhi syarat, Usianya lebih muda dari yang mengangkat dan Diutamakan laki-laki. Apabila yang diangkat anak perempuan maka status hukum dari anak perempuan itu diubah menjadi status hukum laki-laki (purusa). Dengan jalan menetapkan sebagai sentana rajeg, sehingga apabila ia akan melangsungkan perkawinan suaminya kemudian akan berstatus perempuan (predana). PEMBAHASAN Pada penelitian ini menujukkan bahwa Pada umumnya pengangkatan anak dilakukan oleh pasangan suami isteri yang dalam perkawinannya tidak dikaruniai seorang anak. Di Bali pengangkatan anak harus dilakukan melalui upacara adat, bentuk upacara yang dilakukan dalam pengangkatan anak di Bali berupa upacara keagamaan yang disebut upacara pemerasan. kemudian disiarkan dalam sangkep (rapat) banjar, agar seluruh krama banjar/desa menjadi tahu akan adanya perbuatan pengangkatan anak tersebut, dan Bendesa Adat mencatat pengangkatan anak tersebut (ilikita) sebagai administrasi dalam desa adat bahwa telah terjadi pengangkatan anak yang dilakukan oleh kramenya (warganya). Umumnya tata cara pengangkatan anak yang dilakukan oleh golongan penduduk Indonesia asli adalah secara terang benderang, yaitu dengan upacara adat. Di Bali pengangkatan anak harus dilakukan dengan terang melalui upacara adat dan dengan tunai, yaitu membayar sejumlah uang sebesar seribu kepeng disertai pakaian

9 perempuan kepada ibu kandung si anak. Bentuk upacara yang dilakukan dalam pengangkatan anak di Bali berupa upacara keagamaan yang disebut upacara pemerasan. Upacara pemerasan ini dilaksanakan dengan membuat sajen (banten) pemerasan, dimana saat upacara benang tridatu pada sajen dibakar dan ditarik oleh anak angkat sampai putus. Adapun tujuannya sebagai pemutus hubungan si anak angkat dengan orang tua kandungnya, dan membawa suatu makna memasukkan anak itu ke dalam lingkungan keluarga yang mengangkat. Akibatnya hak dan kewajiban orang tua angkat dalam bidang agama (immateriil) beralih kepada anak angkat, seperti si anak angkat mempunyai kewajiban harus mengabenkan orang tua angkat jika meninggal dunia nanti serta melakukan upacara peribadatan di sanggah milik orang tua pengangkat. Upacara pemerasan tersebut untuk terangnya akan dihadiri oleh anggota kerabat, para prajuru desa/banjar kemudian disiarkan dalam sangkep (rapat) banjar, agar seluruh krama banjar/desa menjadi tahu akan adanya perbuatan pengangkatan anak tersebut. Kemudian Bendesa Adat mencatat pengangkatan anak tersebut (ilikita). Pada umumnya, definisi pengangkatan anak adalah pengakuan seorang anak yang tidak ada hubungan secara biologis dengan orang tua yang mengangkatnya sebagai anak sendiri atau setara sebagai anak kandungnya dan bertanggung jawab atas kehidupan anak tersebut. Hal yang sedemikian rupa sering kita lihat di Indonesia, terutama kasus-kasus pengangkatan anak yang tidak ada hubungan dengan kerabat keluarga orang tua yang mengangkatnya. Bagi orang tua angkat syarat utamanya adalah mampu dari sisi ekonomi, yang dapat menghidupi kebutuhan anak angkat tersebut, di samping syarat-syarat lainnya, karena pengangkatan anak merupakan perbuatan hukum, seperti harus berakal sehat, dewasa, tidak dipaksa, bermotif positif bagi anak dan orang tua angkat. Sedangkan bagi orang tua asal (kandung) anak syaratnya adalah bahwa anak yang dilepaskan kepada orang lain adalah benar-benar anaknya yang sah dan dalam melepaskannya harus dengan suka rela, bukan atas paksaan. Syarat bagi anak yang diangkat (SEMA No. 6/1983): (1). Dalam hal calon anak angkat tersebut berada dalam asuhan suatu Yayasan Sosial harus dilampirkan surat izin tertulis Menteri Sosial bahwa Yayasan yang bersangkutan telah diizinkan bergerak di bidang kegiatan pengangkatan anak. Ini berarti bagi pengangkatan anak yang tidak diasuh dalam Yayasan Sosial tidak memerlukan surat izin dimaksud. (2). Calon anak angkat yang berada dalam asuhan Yayasan Sosial yang dimaksud di atas harus pula mempunyai izin tertulis dari Menteri Sosial

10 atau Pejabat yang ditunjuk bahwa anak tersebut diizinkan untuk diserahkan sebagai anak angkat. (3). Bagi pengangkatan anak WNA oleh orang tua angkat WNI dan anak WNI oleh orang tua angkat WNA, usia anak yang diangkat harus belum mencapai umur 5 tahun; dan ada penjelasan dari Menteri Sosial/pejabat yang ditunjuk bahwa anak WNA/WNI tersebut diizinkan untuk diangkat sebagai anak angkat oleh orang tua angkat WNI/WNA yang bersangkutan. (4). Pengangkatan anak antar WNI yang langsung dilakukan antara orang tua kandung dengan orang tua angkat (private adoption) diperbolehkan. Begitu pula pengangkatan anak antar WNI yang dilakukan oleh seorang yang tidak terikat dalam perkawinan sah/belum menikah (single parent adoption) diperbolehkan. (5). Sedang pengangkatan anak WNA/WNI oleh orang tua angkat WNI/WNA harus dilakukan melalui Yayasan Sosial yang memiliki izin dari Menteri Sosial, sehingga pengangkatan anak yang langsung dilakukan antara orang tua kandung dengan calon orang tua angkat (private adoption) tidak diperbolehkan. Demikian juga pengangkatan anak oleh orang yang tidak terikat dalam perkawinan yang sah/belum menikah (single parent adoption) tidak diperbolehkan. (6). Di samping itu bagi orang tua angkat WNA harus telah berdomisili dan bekerja tetap di Indonesia sekurang-kuranya 3 tahun dan harus disertai izin tertulis Menteri Sosial atau pejabat yang ditunjuk, bahwa calon orang tua angkat WNA memperoleh izin untuk mengajukan permohonan pengangkatan anak seorang warga negera Indonesia; Pengangkatan anak menurut hukum Nasional juga diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak mengatur pengangkatan anak antar warga Negara Indonesia (WNI) dan pengangkatan anak antar warga Negara Indonesia (WNI) dengan warga Negara Asing (WNA). Hubungan anak angkat dengan orang tua angkatnya merupakan suatu proses hubungan yang didasari oleh kekuatan hukum adat Bali yang dilandasi oleh keterikatan kekeluargaan yang dapat dilihat melalui garis laki-laki (patrilineal). Berdasarkan hukum adat Bali dalam hal pengangkatan anak secara sah, maka kedudukan anak angkat akan sama seperti anak kandung sendiri, (Wayan P, 1990). Dengan adanya sistem kekeluargaan yang patrilineal, maka akan melahirkan suatu hak dan kewajiban bagi orang tua angkat maupun anak angkat sama seperti kedudukan orang tua kandung terhadap anaknya. Dengan lahirnya hak dan kewajiban yang baru tersebut, maka mengakibatkan terputusnya hubungan keluarga orang tua kandungnya. Sehubungan dengan adanya hak dan kewajiban dari anak angkat, I ketut Artadi berpendapat bahwa :anak angkat

11 melaksanakan kewajiban-kewajiban sama seperti anak kandung sendiri dan ia memikul kewajiban-kewajiban di banjar atau desa sebagai pelanjut dari kewajiban-kewajiban orang tua angkatnya di banjar atau desa, (Artadi, K 1987). KESIMPULAN DAN SARAN Pada umumnya pengangkatan anak dilakukan oleh pasangan suami isteri yang dalam perkawinannya tidak dikaruniai seorang anak. Di Bali pengangkatan anak harus dilakukan melalui upacara adat, bentuk upacara yang dilakukan dalam pengangkatan anak di Bali berupa upacara keagamaan yang disebut upacara pemerasan. kemudian disiarkan dalam sangkep (rapat) banjar, agar seluruh krama banjar/desa menjadi tahu akan adanya perbuatan pengangkatan anak tersebut, dan Bendesa Adat mencatat pengangkatan anak tersebut (ilikita) sebagai administrasi dalam desa adat bahwa telah terjadi pengangkatan anak yang dilakukan oleh kramenya (warganya). Pengangkatan anak menurut hukum Nasional mengatur pengangkatan anak antar Warga Negara Indonesia (WNI) dan pengangkatan anak antar Warga Negara Indonesia (WNI) dengan Warga Negara Asing (WNA), kemudian permohonan pengangkatan anak yang telah memenuhi persyaratan diajukan ke pengadilan untuk mendapatkan penetapan pengadilan. Dalam pengangkatan anak harus diperhatikan syarat-syarat menurut hukum adat setempat dan demi kepastian dan perlindungan hukum agar di mohonkan penetapan pada Pengadilan Negeri setempat sehingga tidak menimbulkan hal-hal yang tidak diinginkan di kemudian hari yang pada akhirnya dapat mengakibatkan kurang terjaminnya nasib dan masa depan si anak angkat.

12 DAFTAR PUSTAKA Amir Martosedono, (1997). Tanya Jawab Pengangkatan Anak dan Masalahnya, Dahara Prize, Semarang. Amiruddin, (2012). Pengantar Metode Penelitian Hukum. PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta. Artadi Ketut, (1987). Hukum Adat Bali dengan Aneka Masalahnya dilengkapi Yurisprudensi, Setia Kawan, Denpasar. Johnny Ibrahim, (2011). Teori dan Metode Penelitian Hukum Normatif, Bayumedia Publishing, Surabaya Kaler, Gusti, Ketut, (1983). Butir-Butir Tercecer tentang Adat Bali, Bali Agung. Lexy Mooleong, (1990). Metode Penelitian Kualitatif, Remaja Rosdakarya, Bandung Mudaris Zaini, (1992). Adopsi Suatu Tinjauan Dari Tiga Sistem Hukum, Sinar Grafika, Jakarta Pangkat, Gede, Wayan, (1990). Hukum Adat Waris di Bali, Putra Persada, Denpasar. Rusli Pandika, (2012). Hukum Pengangkatan Anak, Sinar Grafika, Jakarta. Soepomo, (2007). Bab-Bab Tentang Hukum Adat, Pradnya Paramita, Jakarta. Soerojo Wignjodipoero, (1985). Pengantar dan Asas-Asas Hukum Adat, Guna Agung, Jakarta. Supranto J, (1997). Metode Riset,. Rineka Cipta, Jakarta. Sutha, Gusti, Ketut, (1987), Bunga Rampai Beberapa Aspekta Hukum Adat, Liberty, Yogyakarta.

KEDUDUKAN ANAK ANGKAT MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA DAN HUKUM ADAT BALI JURNAL ILMIAH

KEDUDUKAN ANAK ANGKAT MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA DAN HUKUM ADAT BALI JURNAL ILMIAH KEDUDUKAN ANAK ANGKAT MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA DAN HUKUM ADAT BALI JURNAL ILMIAH Oleh: I GDE NALA WIBISANA D1A 109 093 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MATARAM MATARAM 2013 ii HALAMAN PENGESAHAN

Lebih terperinci

DIPONEGORO LAW JOURNAL Volume 6, Nomor 2, Tahun 2017 Website :

DIPONEGORO LAW JOURNAL Volume 6, Nomor 2, Tahun 2017 Website : PELAKSANAAN PENGANGKATAN ANAK DAN DAMPAKNYA DALAM HARTA WARISAN PADA MASYARAKAT ADAT BALI PERANTAUAN DI DKI JAKARTA Nada Farhana Bakri*, Sukirno, Sri Sudaryatmi Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Hukum,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia didalam perjalanannya di dunia mengalami tiga peristiwa

BAB I PENDAHULUAN. Manusia didalam perjalanannya di dunia mengalami tiga peristiwa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia didalam perjalanannya di dunia mengalami tiga peristiwa penting, yaitu lahir, menikah dan meninggal dunia yang kemudian akan menimbulkan akibat hukum tertentu.

Lebih terperinci

HAK MEWARIS ANAK ANGKAT TERHADAP HARTA ORANG TUA ANGKAT MENURUT HUKUM PERDATA

HAK MEWARIS ANAK ANGKAT TERHADAP HARTA ORANG TUA ANGKAT MENURUT HUKUM PERDATA HAK MEWARIS ANAK ANGKAT TERHADAP HARTA ORANG TUA ANGKAT MENURUT HUKUM PERDATA Oleh : Ni Wayan Manik Prayustini I Ketut Rai Setiabudhi Bagian Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT Adopted

Lebih terperinci

PENGATURAN MENGENAI PENGANGKATAN ANAK YANG DILAKUKAN OLEH SESEORANG YANG TIDAK KAWIN

PENGATURAN MENGENAI PENGANGKATAN ANAK YANG DILAKUKAN OLEH SESEORANG YANG TIDAK KAWIN PENGATURAN MENGENAI PENGANGKATAN ANAK YANG DILAKUKAN OLEH SESEORANG YANG TIDAK KAWIN Oleh: Ida Bagus Putu Pramarta Wibawa I Gusti Agung Ayu Dike Widhiyaastuti Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mana masyarakat itu berada serta pergaulan masyarakatnya. 2 Kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. mana masyarakat itu berada serta pergaulan masyarakatnya. 2 Kehidupan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan adalah salah satu tahap penting dalam kehidupan manusia. Perkawinan dapat merubah status kehidupan manusia dari belum dewasa menjadi dewasa atau anak muda

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I. Latar Belakang Penelitian. Pada dasarnya setiap manusia ingin melangsungkan pernikahan

BAB I PENDAHULUAN. I. Latar Belakang Penelitian. Pada dasarnya setiap manusia ingin melangsungkan pernikahan BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Penelitian Pada dasarnya setiap manusia ingin melangsungkan pernikahan serta memiliki keturunan, dimana keturunan merupakan salah satu tujuan seseorang melangsungkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Anak merupakan dambaan setiap orang, yang kehadirannya sangat dinanti-natikan

BAB 1 PENDAHULUAN. Anak merupakan dambaan setiap orang, yang kehadirannya sangat dinanti-natikan 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak merupakan dambaan setiap orang, yang kehadirannya sangat dinanti-natikan dan tumbuh kembangnya sangat diperhatikan. Tak heran banyak sekali orang yang menunggu-nunggu

Lebih terperinci

BAGIAN HUKUM DAN MASYARAKAT FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS UDAYANA

BAGIAN HUKUM DAN MASYARAKAT FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS UDAYANA PERKAWINAN NYEBURIN BERBEDA AGAMA DITINJAU DARI HUKUM ADAT BALI (Studi Kasus Di Banjar Dakdakan, Desa Pakraman Kelaci Kelod, Kabupaten Tabanan) oleh I WAYAN PUTRO ADNYANA I WAYAN WINDIA I KETUT SUDANTRA

Lebih terperinci

KEDUDUKAN AHLI WARIS PEREMPUAN BALI DALAM PERSPEKTIF HUKUM WARIS DI INDONESIA

KEDUDUKAN AHLI WARIS PEREMPUAN BALI DALAM PERSPEKTIF HUKUM WARIS DI INDONESIA KEDUDUKAN AHLI WARIS PEREMPUAN BALI DALAM PERSPEKTIF HUKUM WARIS DI INDONESIA Oleh I Gede Putra Manu Harum A.A. Gede Agung Dharma Kusuma Bagian Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRAC

Lebih terperinci

Lex Privatum, Vol. IV/No. 3/Mar/2016. KAJIAN TENTANG PENGANGKATAN ANAK MENURUT PP NOMOR 54 TAHUN Oleh: Sarwenda Kaunang 2

Lex Privatum, Vol. IV/No. 3/Mar/2016. KAJIAN TENTANG PENGANGKATAN ANAK MENURUT PP NOMOR 54 TAHUN Oleh: Sarwenda Kaunang 2 KAJIAN TENTANG PENGANGKATAN ANAK MENURUT PP NOMOR 54 TAHUN 2007 1 Oleh: Sarwenda Kaunang 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan pengangkatan anak antar

Lebih terperinci

KEDUDUKAN ANAK YANG PINDAH AGAMA UNTUK MEWARIS DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM. Oleh : Dessy Gea Herrayani Made Suksma Prijandhini Devi Salain

KEDUDUKAN ANAK YANG PINDAH AGAMA UNTUK MEWARIS DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM. Oleh : Dessy Gea Herrayani Made Suksma Prijandhini Devi Salain KEDUDUKAN ANAK YANG PINDAH AGAMA UNTUK MEWARIS DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM Oleh : Dessy Gea Herrayani Made Suksma Prijandhini Devi Salain Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTARCT This

Lebih terperinci

HAK AHLI WARIS BERKEWARGANEGARAAN ASING TERHADAP HARTA WARISAN BERUPA TANAH

HAK AHLI WARIS BERKEWARGANEGARAAN ASING TERHADAP HARTA WARISAN BERUPA TANAH HAK AHLI WARIS BERKEWARGANEGARAAN ASING TERHADAP HARTA WARISAN BERUPA TANAH Oleh: Ida Ayu Ide Dinda Paramita I Gede Yusa I Wayan Wiryawan Bagian Hukum Bisnis, Fakultas Hukum, Universitas Udayana ABSTRACT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bentuk-bentuk adat istiadat dan tradisi ini meliputi upacara perkawinan, upacara

BAB I PENDAHULUAN. Bentuk-bentuk adat istiadat dan tradisi ini meliputi upacara perkawinan, upacara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang. Bali memiliki bentuk-bentuk kebudayaan yang cukup beraneka ragam, kebiasaan masyarakat daerah tertentu yang unik, yang kesemuanya itu memiliki daya tarik tersendiri

Lebih terperinci

HAK ANAK ANGKAT TERHADAP HARTA PENINGGALAN ORANG TUA ANGKAT MENURUT HUKUM ISLAM

HAK ANAK ANGKAT TERHADAP HARTA PENINGGALAN ORANG TUA ANGKAT MENURUT HUKUM ISLAM Hak Anak Angkat terhadap Peninggalan Orang Tua Angkat Menurut Hukum Islam Kanun Jurnal Ilmu Hukum Susiana No. 55, Th. XIII (Desember, 2011), pp. 139-148. HAK ANAK ANGKAT TERHADAP HARTA PENINGGALAN ORANG

Lebih terperinci

HAK ANAK TIRI TERHADAP WARIS DAN HIBAH ORANG TUA DITINJAU DARI HUKUM WARIS ISLAM

HAK ANAK TIRI TERHADAP WARIS DAN HIBAH ORANG TUA DITINJAU DARI HUKUM WARIS ISLAM HAK ANAK TIRI TERHADAP WARIS DAN HIBAH ORANG TUA DITINJAU DARI HUKUM WARIS ISLAM Oleh : Putu Ari Sara Deviyanti Made Suksma Prijandhini Devi Salain Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KONSEKUENSI HUKUM PENETAPAN PENGADILAN TERKAIT PENGANGKATAN ANAK YANG DILAKUKAN OLEH ORANG TUA TUNGGAL

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KONSEKUENSI HUKUM PENETAPAN PENGADILAN TERKAIT PENGANGKATAN ANAK YANG DILAKUKAN OLEH ORANG TUA TUNGGAL 22 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KONSEKUENSI HUKUM PENETAPAN PENGADILAN TERKAIT PENGANGKATAN ANAK YANG DILAKUKAN OLEH ORANG TUA TUNGGAL 2.1 Pengertian Pengangkatan anak Dalam proses pengangkatan anak maka

Lebih terperinci

HAK ANAK ANGKAT TERHADAP PEMBAGIAN WARISAN

HAK ANAK ANGKAT TERHADAP PEMBAGIAN WARISAN HAK ANAK ANGKAT TERHADAP PEMBAGIAN WARISAN Oleh : Putu Novita Darmayanti I Made Dedy Priyanto Hukum Pemerintahan, Fakultas Hukum, Universitas Udayana ABSTRACT The presence of a child can be the glue husband-wife

Lebih terperinci

TINJAUAN TENTANG PENYELESAIAN WARISAN MENURUT HUKUM ADAT UNTUK SUAMI ATAU ISTRI YANG HIDUP TERLAMA

TINJAUAN TENTANG PENYELESAIAN WARISAN MENURUT HUKUM ADAT UNTUK SUAMI ATAU ISTRI YANG HIDUP TERLAMA TINJAUAN TENTANG PENYELESAIAN WARISAN MENURUT HUKUM ADAT UNTUK SUAMI ATAU ISTRI YANG HIDUP TERLAMA (Study Kasus Masyarakat Desa Sruwen Kec. Tengaran Kab. Semarang) Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkawinan merupakan hal yang sakral dilakukan oleh setiap manusia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkawinan merupakan hal yang sakral dilakukan oleh setiap manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan merupakan hal yang sakral dilakukan oleh setiap manusia di dunia ini, termasuk di Indonesia. Sejak dilahirkan di dunia manusia sudah mempunyai kecenderungan

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENGANGKATAN ANAK ANTAR WARGA NEGARA INDONESIA DAN AKIBAT HUKUMNYA DI KOTA SEMARANG

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENGANGKATAN ANAK ANTAR WARGA NEGARA INDONESIA DAN AKIBAT HUKUMNYA DI KOTA SEMARANG TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENGANGKATAN ANAK ANTAR WARGA NEGARA INDONESIA DAN AKIBAT HUKUMNYA DI KOTA SEMARANG TESISI Disusun Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Derjat S-2 Program Studi Magister Kenotariatan

Lebih terperinci

SANKSI TINDAK PIDANA BAGI PELAKU PERJUDIAN ADU JANGKRIK. : Wayan Memo Arsana NPM : Pembimbing II : I Ketut Sukadana, SH., MH.

SANKSI TINDAK PIDANA BAGI PELAKU PERJUDIAN ADU JANGKRIK. : Wayan Memo Arsana NPM : Pembimbing II : I Ketut Sukadana, SH., MH. SANKSI TINDAK PIDANA BAGI PELAKU PERJUDIAN ADU JANGKRIK Oleh : Wayan Memo Arsana NPM : 1310120126 Pembimbing I : Diyah Gayatri Sudibya, SH., MH. Pembimbing II : I Ketut Sukadana, SH., MH. ABSTRAK In the

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keluarga mempunyai peranan yang penting dalam kehidupan manusia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keluarga mempunyai peranan yang penting dalam kehidupan manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga mempunyai peranan yang penting dalam kehidupan manusia sebagai makhluk sosial dan merupakan kelompok masyarakat terkecil, yang terdiri dari seorang

Lebih terperinci

DIPONEGORO LAW JOURNAL Volume 6, Nomor 2, Tahun 2017 Website :

DIPONEGORO LAW JOURNAL Volume 6, Nomor 2, Tahun 2017 Website : PERKEMBANGAN KEDUDUKAN SUAMI MENJADI AHLI WARIS DALAM PERKAWINAN NYEBURIN MENURUT HUKUM WARIS ADAT BALI SETELAH KEPUTUSAN PESAMUHAN AGUNG III MAJELIS UTAMA DESA PAKRAMAN (MUDP) BALI NOMOR 01/KEP/PSM-3/MDP

Lebih terperinci

PENYELESAIAN PERKARA OLEH LEMBAGA ADAT MENGENAI PERKELAHIAN ANTAR SESAMA KRAMA DESA YANG TERJADI DI DESA PAKRAMAN SARASEDA

PENYELESAIAN PERKARA OLEH LEMBAGA ADAT MENGENAI PERKELAHIAN ANTAR SESAMA KRAMA DESA YANG TERJADI DI DESA PAKRAMAN SARASEDA PENYELESAIAN PERKARA OLEH LEMBAGA ADAT MENGENAI PERKELAHIAN ANTAR SESAMA KRAMA DESA YANG TERJADI DI DESA PAKRAMAN SARASEDA oleh : Ida Bagus Miswadanta Pradaksa Sagung Putri M.E Purwani Bagian Hukum dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Manusia merupakan makhluk sosial yang tidak dapat hidup terpisah dari kelompok manusia lainnya. Dalam menjalankan kehidupannya setiap manusia membutuhkan

Lebih terperinci

BAB II PENGANGKATAN ANAK MENURUT PP NOMOR 54 TAHUN

BAB II PENGANGKATAN ANAK MENURUT PP NOMOR 54 TAHUN BAB II PENGANGKATAN ANAK MENURUT PP NOMOR 54 TAHUN 2007 A. Pengertian dan Dasar Hukum Pengangkatan anak. Pengangkatan anak disebut juga dengan adopsi, kata adopsi berasal dari bahasa latin adoptio yang

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS KEDUDUKAN ANAK ANGKAT TERHADAP HARTA WARISAN ORANG TUA ANGKAT PERSPEKRIF HUKUM ADAT (STUDI KASUS DI PENGADILAN NEGERI KLATEN)

TINJAUAN YURIDIS KEDUDUKAN ANAK ANGKAT TERHADAP HARTA WARISAN ORANG TUA ANGKAT PERSPEKRIF HUKUM ADAT (STUDI KASUS DI PENGADILAN NEGERI KLATEN) TINJAUAN YURIDIS KEDUDUKAN ANAK ANGKAT TERHADAP HARTA WARISAN ORANG TUA ANGKAT PERSPEKRIF HUKUM ADAT (STUDI KASUS DI PENGADILAN NEGERI KLATEN) NASKAH PUBLIKASI Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas

Lebih terperinci

AKIBAT HUKUM PEMBERIAN WARISAN SAAT PEWARIS MASIH HIDUP BERDASARKAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA

AKIBAT HUKUM PEMBERIAN WARISAN SAAT PEWARIS MASIH HIDUP BERDASARKAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA AKIBAT HUKUM PEMBERIAN WARISAN SAAT PEWARIS MASIH HIDUP BERDASARKAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA Oleh: I Putu Budi Arta Yama Gde Made Swardhana Bagian Hukum Perdata, Fakultas Hukum, Universitas Udayana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia sebagai makhluk Tuhan adalah makhluk pribadi sekaligus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia sebagai makhluk Tuhan adalah makhluk pribadi sekaligus 11 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia sebagai makhluk Tuhan adalah makhluk pribadi sekaligus makhluk sosial, susila, dan religius. Sifat kodrati manusia sebagai makhluk pribadi, sosial, susila,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kelangsungan hidup Bangsa Indonesia. Penjelasan umum Undang-undang Nomor

BAB I PENDAHULUAN. kelangsungan hidup Bangsa Indonesia. Penjelasan umum Undang-undang Nomor BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan 1. Latar Belakang Anak merupakan generasi penerus keluarga. Anak juga merupakan aset bangsa yang sangat berharga; sumber daya manusia yang berperan penting

Lebih terperinci

KEDUDUKAN AHLI WARIS BERPINDAH AGAMA TERHADAP HAK ATAS TANAH WARIS DI DESA KESIMAN

KEDUDUKAN AHLI WARIS BERPINDAH AGAMA TERHADAP HAK ATAS TANAH WARIS DI DESA KESIMAN KEDUDUKAN AHLI WARIS BERPINDAH AGAMA TERHADAP HAK ATAS TANAH WARIS DI DESA KESIMAN Oleh : I Made Risky Putra Jaya Ardhana Anak Agung Sagung Wiratni Darmadi Marwanto Hukum Perdata, Fakultas Hukum, Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan sarana teknologi menjadikan interaksi antar negara dan antara

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan sarana teknologi menjadikan interaksi antar negara dan antara BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Era globalisasi menjadikan batas-batas antar negara semakin dekat. Penggunaan sarana teknologi menjadikan interaksi antar negara dan antara warga negara semakin

Lebih terperinci

Kedudukan Anak Angkat Yang Berasal Dari Anak Saudara Kandung Menurut Hukum Adat di Kecamatan Gianyar Kabupaten Gianyar Propinsi Bali

Kedudukan Anak Angkat Yang Berasal Dari Anak Saudara Kandung Menurut Hukum Adat di Kecamatan Gianyar Kabupaten Gianyar Propinsi Bali Kedudukan Anak Angkat Yang Berasal Dari Anak Saudara Kandung Menurut Hukum Adat di Kecamatan Gianyar Kabupaten Gianyar Propinsi Bali TESIS Magister Kenotariatan Disusun Untuk Memenuhi Persyaratan Guna

Lebih terperinci

IMPLIKASI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 46/PUU-VIII/2010 TENTANG KEDUDUKAN ANAK LUAR KAWIN TERHADAP KOMPILASI HUKUM ISLAM

IMPLIKASI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 46/PUU-VIII/2010 TENTANG KEDUDUKAN ANAK LUAR KAWIN TERHADAP KOMPILASI HUKUM ISLAM IMPLIKASI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 46/PUU-VIII/2010 TENTANG KEDUDUKAN ANAK LUAR KAWIN TERHADAP KOMPILASI HUKUM ISLAM Oleh Candraditya Indrabajra Aziiz A.A Gede Ngurah Dirksen Ida Bagus Putra Atmadja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 perkawinan adalah ikatan

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 perkawinan adalah ikatan BAB I PENDAHULUAN Berdasarkan Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 perkawinan adalah ikatan lahir dan bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan untuk membentuk keluarga

Lebih terperinci

PEREMPUAN BALI DALAM PERWALIAN ANAK : SUATU STUDI GENDER DALAM HUKUM

PEREMPUAN BALI DALAM PERWALIAN ANAK : SUATU STUDI GENDER DALAM HUKUM PEREMPUAN BALI DALAM PERWALIAN ANAK : SUATU STUDI GENDER DALAM HUKUM Oleh : Anak Agung Bayu Krisna Yudistira Made Suksma Prijandhini Devi Salain Bagian Hukum dan Masyarakat Fakultas Hukum Universitas Udayana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyangkut kepentingan orang-perorang dalam keluarga. Khususnya di Bali

BAB I PENDAHULUAN. menyangkut kepentingan orang-perorang dalam keluarga. Khususnya di Bali 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dewasa ini di Indonesia kebutuhan masyarakat terhadap pengangkatan anak merupakan salah satu bagian dari sistem hukum kekeluargaan, karena menyangkut kepentingan

Lebih terperinci

Artikel Penulisan Ilmiah. Dianna Kartikasari Jurusan Ilmu Hukum : Fakultas Hukum Universitas Surabaya.

Artikel Penulisan Ilmiah. Dianna Kartikasari Jurusan Ilmu Hukum : Fakultas Hukum Universitas Surabaya. Artikel Penulisan Ilmiah Judul Penelitian : Hak Mewaris Adoptandus yang Tidak Memperoleh Penetapan dari Pengadilan Dianna Kartikasari 2080083 Jurusan Ilmu Hukum : Fakultas Hukum Universitas Surabaya diannakartikasari@yahoo.com

Lebih terperinci

KEDUDUKAN ANAK ANGKAT DALAM PEWARISAN MENURUT HUKUM ADAT BALI

KEDUDUKAN ANAK ANGKAT DALAM PEWARISAN MENURUT HUKUM ADAT BALI KEDUDUKAN ANAK ANGKAT DALAM PEWARISAN MENURUT HUKUM ADAT BALI ( Studi di Kecamatan Karambitan Kabupaten Tabanan ) SKRIPSI Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat Guna Mencapai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGANGKATAN ANAK. A. Pengertian Anak Angkat dan Pengangkatan Anak

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGANGKATAN ANAK. A. Pengertian Anak Angkat dan Pengangkatan Anak BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGANGKATAN ANAK A. Pengertian Anak Angkat dan Pengangkatan Anak Dalam kamus umum bahasa Indonesia mengartikan anak angkat adalah anak orang lain yang diambil (dipelihara)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan kebutuhan kodrat manusia, setiap manusia

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan kebutuhan kodrat manusia, setiap manusia BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkawinan merupakan kebutuhan kodrat manusia, setiap manusia diciptakan oleh sang kholiq untuk memiliki hasrat dan keinginan untuk melangsungkan perkawinan. Sebagaimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rohani. Dalam kehidupannya manusia itu di berikan akal serta pikiran oleh Allah

BAB I PENDAHULUAN. rohani. Dalam kehidupannya manusia itu di berikan akal serta pikiran oleh Allah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia pada umumnya tidak lepas dari kebutuhan baik jasmani maupun rohani. Dalam kehidupannya manusia itu di berikan akal serta pikiran oleh Allah SWT untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kekurangan gizi tetapi juga masalah perlakuan seksual terhadap anak (sexual abuse),

BAB I PENDAHULUAN. kekurangan gizi tetapi juga masalah perlakuan seksual terhadap anak (sexual abuse), 13 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seorang anak adalah mahkluk ciptaan Tuhan yang paling mulia, anak merupakan bagian dari generasi muda, penerus cita-cita perjuangan dan sumber daya manusia

Lebih terperinci

KONSEKUENSI HUKUM PENETAPAN PENGADILAN SEHUBUNGAN DENGAN PENGANGKATAN ANAK OLEH ORANG TUA TUNGGAL ( Single Parent Adoption)

KONSEKUENSI HUKUM PENETAPAN PENGADILAN SEHUBUNGAN DENGAN PENGANGKATAN ANAK OLEH ORANG TUA TUNGGAL ( Single Parent Adoption) SKRIPSI KONSEKUENSI HUKUM PENETAPAN PENGADILAN SEHUBUNGAN DENGAN PENGANGKATAN ANAK OLEH ORANG TUA TUNGGAL ( Single Parent Adoption) (Studi Kasus Pengadilan Negeri Denpasar) NI LUH PUTU WIDIASTUTI NIM.

Lebih terperinci

BAB I. Tuhan telah menciptakan manusia yang terdiri dari dua jenis yang berbedabeda

BAB I. Tuhan telah menciptakan manusia yang terdiri dari dua jenis yang berbedabeda BAB I A. Latar Belakang Masalah Tuhan telah menciptakan manusia yang terdiri dari dua jenis yang berbedabeda yaitu laki-laki dan perempuan yang telah menjadi kodrat bahwa antara dua jenis itu saling berpasangan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan perilaku hidup serta perwujudannya yang khas pada suatu masyarakat. Hal itu

BAB I PENDAHULUAN. dan perilaku hidup serta perwujudannya yang khas pada suatu masyarakat. Hal itu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebudayaan merupakan totalitas latar belakang dari sistem nilai, lembaga dan perilaku hidup serta perwujudannya yang khas pada suatu masyarakat. Hal itu merupakan

Lebih terperinci

JURNAL PELAKSANAAN PEMBAGIAN WARISAN PADA PERKAWINAN PADA GELAHANG MENURUT HUKUM ADAT BALI (STUDI DI KABUPATEN TABANAN) ARTIKEL ILMIAH

JURNAL PELAKSANAAN PEMBAGIAN WARISAN PADA PERKAWINAN PADA GELAHANG MENURUT HUKUM ADAT BALI (STUDI DI KABUPATEN TABANAN) ARTIKEL ILMIAH JURNAL PELAKSANAAN PEMBAGIAN WARISAN PADA PERKAWINAN PADA GELAHANG MENURUT HUKUM ADAT BALI (STUDI DI KABUPATEN TABANAN) ARTIKEL ILMIAH Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat-Syarat Memperoleh Gelar Kesarjanaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhan Yang Maha Esa. 5 Dalam perspektif

BAB I PENDAHULUAN. yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhan Yang Maha Esa. 5 Dalam perspektif BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Perkawinan ialah ikatan lahir dan batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk saling ketergantungan antara manusia yang satu dengan manusia yang

BAB I PENDAHULUAN. untuk saling ketergantungan antara manusia yang satu dengan manusia yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia dalam menjalani kehidupan bermasyarakat ternyata tidak lepas untuk saling ketergantungan antara manusia yang satu dengan manusia yang lainnya, hal

Lebih terperinci

KEDUDUKAN WARIS ANAK ANGKAT MENURUT HUKUM WARIS ADAT BALI

KEDUDUKAN WARIS ANAK ANGKAT MENURUT HUKUM WARIS ADAT BALI Jurnal Cakrawala Hukum, Vol.19, No.1 Juni 2014, hlm. 39 48 E-mail: fhukum@yahoo.com Website: www.jchunmer.wordpress.com KEDUDUKAN WARIS ANAK ANGKAT MENURUT HUKUM WARIS ADAT BALI Ketut Meta Fakultas Hukum

Lebih terperinci

HALAMAN PENGESAHAN JURNAL ILMIAH KEDUDUKAN ANAK PEREMPUAN DALAM SISTEM WARIS ADAT BALI

HALAMAN PENGESAHAN JURNAL ILMIAH KEDUDUKAN ANAK PEREMPUAN DALAM SISTEM WARIS ADAT BALI HALAMAN PENGESAHAN JURNAL ILMIAH KEDUDUKAN ANAK PEREMPUAN DALAM SISTEM WARIS ADAT BALI (STUDI DI LINGKUNGAN GRIYA ABIANTUBUH, KELURAHAN CAKRA SELATAN BARU, KECAMATAN CAKRA, KOTA MATARAM-NTB) OLEH : IDA

Lebih terperinci

beragam adat budaya dan hukum adatnya. Suku-suku tersebut memiliki corak tersendiri

beragam adat budaya dan hukum adatnya. Suku-suku tersebut memiliki corak tersendiri I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah suatu negara majemuk yang dikenal dengan keanekaragaman suku dan budayanya, dimana penduduk yang berdiam dan merupakan suku asli negara memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sistem hukum waris Adat diperuntukan bagi warga Indonesia asli yang pembagiannya

BAB I PENDAHULUAN. Sistem hukum waris Adat diperuntukan bagi warga Indonesia asli yang pembagiannya BAB I PENDAHULUAN Saat ini di Indonesia masih terdapat sistem hukum waris yang beraneka ragam, yaitu sistem hukum waris Adat, hukum waris Islam, dan hukum waris Barat (KUHPerdata). Sistem hukum waris Adat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara yang memiliki beragam adat dan budaya daerah yang masih terjaga kelestariannya. Bali adalah salah satu provinsi yang kental adat dan budayanya.

Lebih terperinci

The Enactment of Marriage Agreement Post Constitutional Court Verdict

The Enactment of Marriage Agreement Post Constitutional Court Verdict The Enactment of Marriage Agreement Post Constitutional Court Verdict Heniyatun 1 *, Puji Sulistyaningsih 2, Bambang Tjatur Iswanto 3 1,2,3 Hukum/Fakultas Hukum, *Email: heniyatun@ummgl.ac.id Keywords:

Lebih terperinci

BAB I. Persada, 1993), hal Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, cet.17, (Jakarta:Raja Grafindo

BAB I. Persada, 1993), hal Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, cet.17, (Jakarta:Raja Grafindo BAB I 1. LATAR BELAKANG Salah satu kebutuhan hidup manusia selaku makhluk sosial adalah melakukan interaksi dengan lingkungannya. Interaksi sosial akan terjadi apabila terpenuhinya dua syarat, yaitu adanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai makhluk sosial dan merupakan kelompok masyarakat terkecil yang

BAB I PENDAHULUAN. sebagai makhluk sosial dan merupakan kelompok masyarakat terkecil yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga mempunyai peranan yang penting dalam kehidupan manusia sebagai makhluk sosial dan merupakan kelompok masyarakat terkecil yang terdiri dari seorang ayah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lain. Dengan demikian setiap orang tidak mungkin hidup sendiri tanpa

BAB I PENDAHULUAN. lain. Dengan demikian setiap orang tidak mungkin hidup sendiri tanpa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial. Sebagai makhluk sosial, manusia mempunyai kecenderungan untuk selalu berhubungan dengan manusia yang lain. Dengan demikian setiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Aristoteles manusia adalah zoon politicon atau makhluk sosial.

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Aristoteles manusia adalah zoon politicon atau makhluk sosial. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut Aristoteles manusia adalah zoon politicon atau makhluk sosial. Manusia tidak dapat terlepas dari interaksi dengan lingkungan dan manusia disekitarnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Adat istiadat merupakan salah satu perekat sosial dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Adat istiadat merupakan salah satu perekat sosial dalam kehidupan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Adat istiadat merupakan salah satu perekat sosial dalam kehidupan berbangsa, khususnya dalam kehidupan masyarakat heterogen, seperti Indonesia yang merupakan negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seorang manusia yang lahir di dunia ini, memiliki hak dan kewajiban yang diberikan hukum kepadanya maupun kepada manusia-manusia lain disekitarnya dimulai kepadanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kekerabatan patrilinial yang menyebabkan sistem pertalian kewangsaan

BAB I PENDAHULUAN. kekerabatan patrilinial yang menyebabkan sistem pertalian kewangsaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masyarakat Bali memiliki sistem pewarisan yang berakar pada sistem kekerabatan patrilinial yang menyebabkan sistem pertalian kewangsaan lebih dititikberatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahu-membahu untuk mencapai tujuan yang diinginkan dalam hidupnya.

BAB I PENDAHULUAN. bahu-membahu untuk mencapai tujuan yang diinginkan dalam hidupnya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam dan sumber daya manusia. Dalam kehidupannya manusia memanfaatkan sumber daya alam yang ada untuk bertahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. agar kehidupan di alam dunia berkembang biak. Perkawinan merupakan salah. budaya dan lingkungan dimana masyarakat itu berada.

BAB I PENDAHULUAN. agar kehidupan di alam dunia berkembang biak. Perkawinan merupakan salah. budaya dan lingkungan dimana masyarakat itu berada. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan adalah perilaku makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa agar kehidupan di alam dunia berkembang biak. Perkawinan merupakan salah satu budaya yang beraturan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang berlaku dalam masyarakat. Dapat pula dikatakan hukum merupakan

BAB I PENDAHULUAN. yang berlaku dalam masyarakat. Dapat pula dikatakan hukum merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum sebagai kaidah atau norma sosial yang tidak terlepas dari nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat. Dapat pula dikatakan hukum merupakan pencerminan dari

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEREMPUAN YANG DIPEKERJAKAN PADA MALAM HARI Oleh Gede Kurnia Uttara Wungsu I Ketut Wirawan

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEREMPUAN YANG DIPEKERJAKAN PADA MALAM HARI Oleh Gede Kurnia Uttara Wungsu I Ketut Wirawan PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEREMPUAN YANG DIPEKERJAKAN PADA MALAM HARI Oleh Gede Kurnia Uttara Wungsu I Ketut Wirawan Bagian Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRAK Penelitian ini berjudul

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Hukum adat adalah aturan kebiasaan manusia dalam hidup bermasyarakat. Sejak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Hukum adat adalah aturan kebiasaan manusia dalam hidup bermasyarakat. Sejak 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Masyarakat Hukum Adat 1. Pengertian Hukum Adat Hukum adat adalah aturan kebiasaan manusia dalam hidup bermasyarakat. Sejak manusia itu diturunkan Tuhan ke muka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai wilayah perairan yang dikelilingi oleh samudra-samudra yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai wilayah perairan yang dikelilingi oleh samudra-samudra yang sangat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari pulau-pulau dan gugusan pulau, besar dan kecil. Kepulauan Indonesia bertebaran dan mempunyai wilayah perairan

Lebih terperinci

KEDUDUKAN HUKUM SUAMI ISTRI DALAM HAL JUAL BELI DENGAN ADANYA PERJANJIAN KAWIN (KAJIAN UNDANG- UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN)

KEDUDUKAN HUKUM SUAMI ISTRI DALAM HAL JUAL BELI DENGAN ADANYA PERJANJIAN KAWIN (KAJIAN UNDANG- UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN) KEDUDUKAN HUKUM SUAMI ISTRI DALAM HAL JUAL BELI DENGAN ADANYA PERJANJIAN KAWIN (KAJIAN UNDANG- UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN) Oleh I Gusti Ayu Oka Trisnasari I Gusti Ayu Putri Kartika I

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melaksanakan usahanya seperti untuk tempat perdagangan, industri, pendidikan, pembangunan sarana dan perasarana lainnya.

BAB I PENDAHULUAN. melaksanakan usahanya seperti untuk tempat perdagangan, industri, pendidikan, pembangunan sarana dan perasarana lainnya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah adalah karunia dari Tuhan Yang Maha Esa berupa sumber daya alam yang sangat diperlukan manusia untuk mencukupi kebutuhan baik yang langsung untuk kehidupanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Aristoteles, seorang filsuf yunani yang terkemuka pernah berkata bahwa

BAB I PENDAHULUAN. Aristoteles, seorang filsuf yunani yang terkemuka pernah berkata bahwa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia diciptakan untuk berpasang-pasangan, manusia pun tak bisa hidup tanpa manusia lainnya. Seperti yang telah dikemukakan oleh Aristoteles, seorang filsuf

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PENGANGKATAN ANAK ANTAR WARGA NEGARA INDONESIA MENURUT HUKUM ISLAM. Yulies Tiena Masriani * ABSTRACT

PELAKSANAAN PENGANGKATAN ANAK ANTAR WARGA NEGARA INDONESIA MENURUT HUKUM ISLAM. Yulies Tiena Masriani * ABSTRACT ISSN : NO. 0854-2031 PELAKSANAAN PENGANGKATAN ANAK ANTAR WARGA NEGARA INDONESIA MENURUT HUKUM ISLAM Yulies Tiena Masriani * ABSTRACT Kid's adoption is an effort to take someone else's kid's life into our

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (hidup berkelompok) yang biasa kita kenal dengan istilah zoon politicon. 1

BAB I PENDAHULUAN. (hidup berkelompok) yang biasa kita kenal dengan istilah zoon politicon. 1 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seperti yang kita ketahui, manusia merupakan mahluk sosial. Hal ini memiliki arti bahwa manusia dalam menjalani kehidupannya, tentu akan membutuhkan bantuan dari manusia

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan keberadaan anak sebagai anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa.

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan keberadaan anak sebagai anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa. BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Membangun rumah tangga adalah hakikat suci yang ingin dicapai oleh setiap pasangan. Kebahagiaan dalam rumah tangga merupakan impian yang selalu berusaha diwujudkan.

Lebih terperinci

KEKUATAN MENGIKATNYA SURAT PENETAPAN PENGANGKATAN ANAK DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA SKRIPSI

KEKUATAN MENGIKATNYA SURAT PENETAPAN PENGANGKATAN ANAK DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA SKRIPSI KEKUATAN MENGIKATNYA SURAT PENETAPAN PENGANGKATAN ANAK DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata-1 Fakultas Hukum Oleh: MONA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. agar kehidupan dialam dunia berkembang biak. Perkawinan bertujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN. agar kehidupan dialam dunia berkembang biak. Perkawinan bertujuan untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan adalah perilaku makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa agar kehidupan dialam dunia berkembang biak. Perkawinan bertujuan untuk membentuk suatu keluarga

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS ANAK DILUAR NIKAH DALAM MENDAPATKAN WARISAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

TINJAUAN YURIDIS ANAK DILUAR NIKAH DALAM MENDAPATKAN WARISAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN 1 2 TINJAUAN YURIDIS ANAK DILUAR NIKAH DALAM MENDAPATKAN WARISAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN (Studi Penelitian di Pengadilan Agama Kota Gorontalo) Nurul Afry Djakaria

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupannya. Apabila ada peristiwa meninggalnya seseorang yang

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupannya. Apabila ada peristiwa meninggalnya seseorang yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah kewarisan itu sangat erat kaitannya dengan kehidupan manusia, karena setiap manusia pasti akan mengalami suatu peristiwa meninggal dunia di dalam kehidupannya.

Lebih terperinci

Adopsi Menurut Kekerabatan Patrilineal

Adopsi Menurut Kekerabatan Patrilineal Adopsi Menurut Kekerabatan Patrilineal Anggota Kelompok Angga Wiratama 155010100111039(6) Novika Irmawati 155010101111058(15) Nabila Azzahra 155010101111039(13) Andro Devanda Putra 135010107111105(2) Paramitha

Lebih terperinci

Oleh : Sartika Dewi ABSTRAK

Oleh : Sartika Dewi ABSTRAK KEDUDUKAN ANAK ANGKAT DALAM MEWARISI HARTA ORANG TUA ANGKATNYA MENURUT HUKUM ADAT DAYAK TOBAK DI KECAMATAN TAYAN HILIR KABUPATEN SANGGAU PROVINSI KALIMANTAN BARAT Oleh : Sartika Dewi ABSTRAK Pada masyarakat

Lebih terperinci

PENOLAKAN WARIS BERDASARKAN KITAB UNDANG- UNDANG HUKUM PERDATA

PENOLAKAN WARIS BERDASARKAN KITAB UNDANG- UNDANG HUKUM PERDATA PENOLAKAN WARIS BERDASARKAN KITAB UNDANG- UNDANG HUKUM PERDATA Oleh: Arya Bagus Khrisna Budi Santosa Putra I Gusti Agung Ayu Ari Krisnawati Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT The

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PEMBERIAN KREDIT KEPADA ANGGOTA MASYARAKAT PADA LEMBAGA PERKREDITAN DESA DI KOTA DENPASAR

PELAKSANAAN PEMBERIAN KREDIT KEPADA ANGGOTA MASYARAKAT PADA LEMBAGA PERKREDITAN DESA DI KOTA DENPASAR PELAKSANAAN PEMBERIAN KREDIT KEPADA ANGGOTA MASYARAKAT PADA LEMBAGA PERKREDITAN DESA DI KOTA DENPASAR Oleh: Komang Gede Indra Parisuda Ngakan Ketut Dunia Dewa Gede Rudy Hukum Perdata Fakultas Hukum Udayana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Dalam kehidupan bermasyarakat manusia sangat membutuhkan adanya suatu aturan-aturan yang dapat mengikat manusia dalam melakukan perbuatan baik untuk diri sendiri dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Denpasar. Pada zaman dahulu, perempuan wangsa kesatria yang menikah dengan

BAB I PENDAHULUAN. Denpasar. Pada zaman dahulu, perempuan wangsa kesatria yang menikah dengan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejak dahulu masalah kasta atau wangsa merupakan permasalahan yang tak kunjung sirna pada beberapa kelompok masyarakat di Bali, khususnya di Denpasar. Pada zaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang belum mencapai umur genap dua puluh satu tahun dan tidak kawin. maka mereka tidak kembali berstatus belum dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. yang belum mencapai umur genap dua puluh satu tahun dan tidak kawin. maka mereka tidak kembali berstatus belum dewasa. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan merupakan salah satu peristiwa penting dalam siklus kehidupan manusia. Dikatakan penting karena perkawinan dapat mengubah status hukum seseorang, yang semula

Lebih terperinci

HAK DAN KEWAJIBAN ORANG TUA TERHADAP ANAK AKIBAT ADANYA PERCERAIAN (SUATU KASUS DI PN DENPASAR)

HAK DAN KEWAJIBAN ORANG TUA TERHADAP ANAK AKIBAT ADANYA PERCERAIAN (SUATU KASUS DI PN DENPASAR) HAK DAN KEWAJIBAN ORANG TUA TERHADAP ANAK AKIBAT ADANYA PERCERAIAN (SUATU KASUS DI PN DENPASAR) Oleh : I Made Wiyasa I Ketut Artadi I Gusti Ayu Agung Ari Krisnawati Bagian Hukum Acara Fakultas Hukum Universitas

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PENGANGKATAN ANAK MENURUT HUKUM ADAT DI KECAMATAN KALIWUNGU PEMERINTAH KABUPATEN SEMARANG TESIS. Oleh :

PELAKSANAAN PENGANGKATAN ANAK MENURUT HUKUM ADAT DI KECAMATAN KALIWUNGU PEMERINTAH KABUPATEN SEMARANG TESIS. Oleh : PELAKSANAAN PENGANGKATAN ANAK MENURUT HUKUM ADAT DI KECAMATAN KALIWUNGU PEMERINTAH KABUPATEN SEMARANG TESIS Oleh : Nama : TRIYONO, SH Nim : B4B.00.4188 PROGRAM PASCA SARJANA UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG

Lebih terperinci

PENGANGKATAN ANAK SECARA LANGSUNG DALAM PERSPEKTIF PERLINDUNGAN ANAK

PENGANGKATAN ANAK SECARA LANGSUNG DALAM PERSPEKTIF PERLINDUNGAN ANAK PENGANGKATAN ANAK SECARA LANGSUNG DALAM PERSPEKTIF PERLINDUNGAN ANAK Muhammad Heriawan heriyawan67@gmail.com Mahasiswa Program Studi Magister Ilmu Hukum Pascasarjana Universitas Tadulako Abstract Penelitian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Tentang Perkawinan Adat 1. Pengertian Perkawinan Perkawinan merupakan salah satu peristiwa yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat. Sebab perkawinan itu tidak

Lebih terperinci

T E S I S. Disusun Dalam Rangka Memenuhi Persyaratan Program Pasca Sarjana. Magister Kenotariatan. Disusun Oleh :

T E S I S. Disusun Dalam Rangka Memenuhi Persyaratan Program Pasca Sarjana. Magister Kenotariatan. Disusun Oleh : KEDUDUKAN ANAK ANGKAT MENURUT HUKUM WARIS ADAT BALI ( STUDI KASUS DI KELURAHAN SESETAN, KECAMATAN DENPASAR SELATAN, KOTA DENPASAR DAN PENGADILAN NEGERI DENPASAR ) T E S I S Disusun Dalam Rangka Memenuhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Indonesia merupakan negara hukum yang menyadari, mengakui, dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Indonesia merupakan negara hukum yang menyadari, mengakui, dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Indonesia merupakan negara hukum yang menyadari, mengakui, dan menjamin hak asasi manusia dalam proses penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara serta memberikan

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS TENTANG KEDUDUKAN ANAK LUAR KAWIN DALAM PEMBAGIAN WARISAN I WAYAN ADIARTA / D

TINJAUAN YURIDIS TENTANG KEDUDUKAN ANAK LUAR KAWIN DALAM PEMBAGIAN WARISAN I WAYAN ADIARTA / D TINJAUAN YURIDIS TENTANG KEDUDUKAN ANAK LUAR KAWIN DALAM PEMBAGIAN WARISAN I WAYAN ADIARTA / D 101 09 047 ABSTRAK Tulisan ini mengangkat 3 masalah utama, yaitu (a) Bagaimanakah Status Hukum dan Hak Mewaris

Lebih terperinci

KAJIAN YURIDIS TENTANG KEDUDUKAN ANAK ANGKAT DALAM SISTEM PEWARISAN MENURUT HUKUM ADAT WARIS BALI DI DESA CEMAGI KECAMATAN MENGWI

KAJIAN YURIDIS TENTANG KEDUDUKAN ANAK ANGKAT DALAM SISTEM PEWARISAN MENURUT HUKUM ADAT WARIS BALI DI DESA CEMAGI KECAMATAN MENGWI KAJIAN YURIDIS TENTANG KEDUDUKAN ANAK ANGKAT DALAM SISTEM PEWARISAN MENURUT HUKUM ADAT WARIS BALI DI DESA CEMAGI KECAMATAN MENGWI 1 LEGAL STUDY ABOUT ADOPTED CHILD POSITION IN ADAT LAW INHERITANCE OF BALI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rasional dan matematis baik kondisi ekonomi, kelayakan pengetahuan

BAB I PENDAHULUAN. rasional dan matematis baik kondisi ekonomi, kelayakan pengetahuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu hikmah perkawinan untuk melahirkan dan menciptakan kesinambungan keturunan. Secara naluriah pasangan suami istri umumnya sangat mendambakan kehadiran anak.

Lebih terperinci

Program Studi Magister Kenotariatan Universitas Diponegoro Semarang 2010

Program Studi Magister Kenotariatan Universitas Diponegoro Semarang 2010 IMPLEMENTASI UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1960 TENTANG PERJANJIAN BAGI HASIL DI KABUPATEN KAMPAR PROPINSI RIAU TESIS Disusun Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Derajat Sarjana S2 Program Studi Magister

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tiap-tiap hukum merupakan suatu sistem yaitu peraturan-peraturannya

BAB I PENDAHULUAN. Tiap-tiap hukum merupakan suatu sistem yaitu peraturan-peraturannya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan 1. Latar Belakang Tiap-tiap hukum merupakan suatu sistem yaitu peraturan-peraturannya merupakan suatu kebulatan berdasarkan atas kesatuan alam pikiran.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menemani mereka menjalani kehidupan hingga akhir hayatnya. Perkawinan adalah merupakan

BAB I PENDAHULUAN. menemani mereka menjalani kehidupan hingga akhir hayatnya. Perkawinan adalah merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Setiap orang akan tumbuh dan berkembang, lalu seiring perjalanan hidupnya maka mereka akan membentuk keluarga kecilnya sendiri dengan pasangan yang mereka

Lebih terperinci

Lex Privatum, Vol. III/No. 3/Jul-Sep/2015. HAK ANAK ANGKAT ATAS WARISAN MENURUT HUKUM PERDATA 1 Oleh: Legi Riska Ivon 2

Lex Privatum, Vol. III/No. 3/Jul-Sep/2015. HAK ANAK ANGKAT ATAS WARISAN MENURUT HUKUM PERDATA 1 Oleh: Legi Riska Ivon 2 HAK ANAK ANGKAT ATAS WARISAN MENURUT HUKUM PERDATA 1 Oleh: Legi Riska Ivon 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk mengetahui bagaimana anak angkat menurut Peraturan Perundang-undangan dan bagaimana

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. meliputi manusia, hewan, dan tumbuhan. Diantara ciptaan-nya, manusia

BAB 1 PENDAHULUAN. meliputi manusia, hewan, dan tumbuhan. Diantara ciptaan-nya, manusia BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuhan Yang Maha Esa menciptakan alam semesta beserta isinya yang meliputi manusia, hewan, dan tumbuhan. Diantara ciptaan-nya, manusia merupakan makhluk Tuhan yang paling

Lebih terperinci