SIKAP MASYARAKAT KABUPATEN PATI DALAM POLITIK UANG DAN IMPLIKASINYA TERHADAP KEPUTUSAN UNTUK BERPARTISIPASI DAN MENENTUKAN PREFERENSI POLITIK

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "SIKAP MASYARAKAT KABUPATEN PATI DALAM POLITIK UANG DAN IMPLIKASINYA TERHADAP KEPUTUSAN UNTUK BERPARTISIPASI DAN MENENTUKAN PREFERENSI POLITIK"

Transkripsi

1 SIKAP MASYARAKAT KABUPATEN PATI DALAM POLITIK UANG DAN IMPLIKASINYA TERHADAP KEPUTUSAN UNTUK BERPARTISIPASI DAN MENENTUKAN PREFERENSI POLITIK Politik uang biasa diartikan sebagai upaya untuk mempengaruhi pilihan politik pemilih dengan menggunakan imbalan tertentu, atau secara sederhana dapat dikatakan sebagai tindakan jual beli suara. Sekalipun merusak proses demokrasi, namun bagi masyarakat Kabupaten Pati praktek politik uang justru menjadi sebuah kewajaran dan bahkan kehadirannya dinantikan. Untuk itu, tujuan penelitian ini adalah untuk memetakan persepsi masyarakat di Kabupaten Pati terhadap politik uang, dan mengetahui implikasinya terhadap sikap (kognitif, afektif dan konatif) pemilih untuk mengikuti pemilihan maupun untuk memilih pilihan politiknya. Subjek penelitian ini sebanyak 1288 masyarakat Kabupaten Pati dengan menggunakan uji korelasi Kendall Tau. Hasilnya ditemukan bahwa sikap masyarakat Pati terhadap politik uang lebih didominasi oleh faktor konatif atau niat dan tindakan nyata dari responden ketika dihadapkan pada suap untuk menentukan berpartisipasi dan menentukan pilihan. Melalui temuan ini untuk mengurangi praktek suap terhadap voter bisa dilakukan dengan memperkuat faktor-faktor yang bisa menekan tindakan nyata dari voter seperti membuat faktor situsional dari lingkungan yang secara bersama-sama menyatakan menolak adanya suap. Kata kunci: Sikap, politik uang, pengambilan keputusan, preferensi politik. Keterlibatan rakyat menjadi salah satu indikator perwujudan penerapan demokrasi yang diwujudkan melalui pemilihan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil (Shofiyandhi, 2015). Sistem pemilihan secara langsung mulai dari Pileg, Pilpres sampai Pilkada tentunya membuat persaingan antar kandidat politik semakin ketat. Bermacam-macam bentuk kampanye politik dilakukan parpol dan para calon kepala daerah untuk meraup suara pemilih, mulai dari cara konvensional seperti dialog interaktif, kampanye terbuka, pemasangan alat peraga sampai cara-cara transaksional seperti politik uang. Tidak bisa dipungkiri, tantangan besar demokratisasi di Indonesia adalah merebaknya politik uang (money politics) dalam setiap even pemilu. Di beberapa daerah fenomena demikian tampak terang benderang. Baik itu dilakukan oleh kandidatnya maupun tim suksesnya, bahkan disinyalir terdapat juga keterlibatan pihak lain semisal investor yang berusaha ikut mempengaruhi hasil pemilihan dengan berbagai cara melalui lobi tingkat tinggi. Larry Diamond (2003: 16-17) memberikan sinyalemen yang tidak jauh berbeda. Ada fenomena yang dia sebut sebagai demokrasi semu (pseudo-democracy). Indikatornya dalam demokrasi yang belum matang seperti di Indonesia, politik uang dijadikan alat untuk memobilisasi dukungan. Lalu apa itu politik uang itu? Politik uang secara bahasa disebut suap, arti suap mengacu pada uang sogok. Dalam konteks politik, politik uang biasa diartikan sebagai upaya untuk mempengaruhi perilaku orang dengan menggunakan imbalan tertentu. Ada yang mengartikan politik uang sebagai tindakan jual beli suara pada sebuah proses politik dan kekuasaan. Namun publik memahaminya sebagi praktik pemberian uang atau barang atau iming-iming sesuatu kepada masa (voters) secara berkelompok atau individual, untuk mendapatkan keuntungan politis (political again). Artinya tindakan politik uang itu dilakukan secara sadar oleh pelakunya (Ismawan, 1999). Meskipun sanksi pidana sudah mengancam, justru banyak kalangan yang menilai bahwa hampir semua pemilihan politik di semua wilayah dan tingkatan sudah teracuni virus praktik politik uang, termasuk penyelenggaraan pemilihan umum di Kabupaten Pati. Praktik politik uang di Kabupaten Pati diduga sudah mencengkeram berbagai pemilihan umum baik pemilihan presiden, pemilihan legislatif maupun pemilihan kepala daerah, dan sampai pemilihan kepala desa yang baru saja dilaksanakan serempak pada tanggal 28 Maret 2015 lalu. Berbagai penelitian dan tulisan telah menemukan bahwa telah terjadi praktik politik uang pada pemilihan umum di Kabupaten Pati yang berdampak pada buruknya partisipasi maupun mencoreng pelaksanaan pemilihan umum di Kabupaten Pati (Huda, 2014., Suyanto,2014., Rahayu, 2014., Fitriyah, 2013).

2 Lemahnya penegakan hukum terhadap pelaku politik uang membuat politik uang seolah sudah menjadi bagian dalam kehidupan politik di Kabupaten Pati. Kehadirannya dalam proses politik bahkan ditunggu-tunggu masyarakat. Tragisnya, sejumlah kasus politik uang yang ditemukan oleh panwaslu baik dalam pemilu legislatif maupun pemilu presiden nyaris tidak terdengar adanya sanksi yang tegas. Penegakan hukum menjadi kritik yang terus bergulir karena pelaku praktik politik uang tampaknya sulit disentuh oleh hukum karena selain sulit dibuktikan (Winarto, 2005). Terdapat beberapa faktor yang menjadikan politik uang tetap tumbuh dan berkembang di tengah-tengah masyarakat, di antaranya sikap permisif masyakarat terhadap politik uang. Permisivitas publik atas permainan uang dalam pemilu sangat mengakar, sehingga sebagian besar masyarakat tidak mempersoalkan bahwa politik uang sebagai faktor negatif yang mendestruksi tatanan prosedur demokrasi. Masyarakat juga tidak peduli terhadap dampak dari politik uang yang akan berimplikasi pada kualitas produk politik dalam proses demokrasi. Hal ini terjadi karena selama ini masyarakat menjadi korban pendidikan politik yang tidak bermutu. Sumber dana yang dimiliki oleh calon politik bisa berasal dari calon sendiri, dan dapat juga berasal dari perusahaan atau pemilik modal lain yang meminjamkan sejumlah uang untuk membeli suara warga dengan imbalan komitmen dari calon politik untuk nantinya bila terpilih dapat melindungi kepentingan-kepentingan bisnis dan kepentingan lainnya dari para sponsor. Aktor lain yang menempatkan uang sebagai dorongan untuk menentukan pilihan pemilih dalam pemilu adalah bandar atau pemain judi. Mereka berani menggelontorkan dana besar untuk pemenangan salah satu calon politik yang dipilihnya sebagai bagian dari aktivitas perjudian. Mereka berani mengeluarkan uang untuk memastikan kemenangan kandidat yang dipilih selama berpeluang besar mendapatkan keuntungan yang besar. Pada konteks masyarakat Kabupaten Pati yang dianggap sebagai daerah yang rawan terhadap politik uang, maka sikap masyarakat Pati dalam hal ini pemilih terhadap politik uang perlu dipetakan. Apspek apa yang paling dominan mempengaruhi sikap masyarakat terhadap politik uang, apakah aspek kognitif (pengetahuan), afektif (emosional) atau konatif (kecenderungan berperilaku). Teori sikap dapat digunakan dalam membedah perilaku pemilih karena dengan teori sikap bisa mengetahui instrumen apa yang mempengaruhi pemilih dalam memilih pilihannya. Mengingat, selama ini sering didengung-dengungkan bahwa politik uang menjadi salah satu pendorong para pemilih di Pati mau menggunakan hak pilihnya. Sebagaimana yang sering dibicarakan banyak orang dan juga diberitakan oleh media bahwa adigium masyarakat Pati adalah ora duit ora nyoblos (tidak ada uang tidak mencoblos). Sikap (attitude) adalah istilah yang mencerminkan rasa tertarik, tidak tertarik atau perasaan biasa-biasa saja (netral) dari seseorang terhadap sesuatu. Sesuatu itu dapat berupa benda, kejadian, situasi, orang-orang serta kelompok, kejadian dan lain sebagainya (Sarwono, 2012). Sikap yang timbul tidak saja ditentukan oleh keadaan objek yang sedang dihadapi tetapi juga dengan kaitannya dengan pengalamanpengalaman masa lalu, oleh situasi di saat sekarang, dan oleh harapan-harapan untuk masa yang akan datang (Azwar, 2007). Sikap disebut juga sebagai suatu pola perilaku, tendensi, atau kesiapan antisipatif, predisposisi untuk menyesuaikan diri dalam situasi sosial, atau secara sederhana respon terhadap stimuli sosial yang telah terkondisikan. Azwar (2007) menyimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap adalah pengalaman pribadi, kebudayaan, orang lain yang dianggap penting, media massa, institusi atau lembaga pendidikan dan lembaga agama, serta faktor emosi dalam diri individu. 1. Pengalaman pribadi, bahwa tidak adanya pengalaman yang dimiliki oleh seseorang dengan suatu objek psikologis, cenderung akan membentuk sikap negatif terhadap objek tersebut. Sikap akan lebih mudah terbentuk jika yang dialami seseorang terjadi dalam situasi yang melibatkan faktor emosional. Situasi yang melibatkan emosi akan menghasilkan pengalaman yang lebih mendalam

3 dan lebih lama membekas. 2. Pengaruh orang lain yang dianggap penting. Pada umumnya, individu cenderung untuk memiliki sikap yang konformis atau searah dengan sikap orang yang dianggapnya penting. Kecenderungan ini antara lain dimotivasi oleh keinginan untuk berafiliasi dan keinginan untuk menghindari konflik dengan orang yang dianggap penting tersebut. 3. Pengaruh Kebudayaan. Hal ini mengacu pada pengaruh lingkungan (termasuk kebudayaan) dalam membentuk pribadi seseorang. Kepribadian merupakan pola perilaku yang konsisten yang menggambarkan sejarah penguat (reinforcement) yang dialami. Kebudayaan memberikan corak pengalaman bagi individu dalam suatu masyarakat. Kebudayaan telah menanamkan garis pengarah sikap individu terhadap berbagai masalah. 4. Media Massa. Berbagai bentuk media massa seperti televisi, radio, surat kabar, majalah dan lain-lain mempunyai pengaruh yang besar dalam pembentukan opini dan kepercayaan individu. Media massa memberikan pesan-pesan yang sugestif yang mengarahkan opini seseorang. Adanya informasi baru mengenai sesuatu hal memberikan landasan kognitif baru bagi terbentuknya sikap terhadap hal tersebut. 5. Lembaga Pendidikan dan Lembaga Agama. Lembaga pendidikan serta lembaga agama sebagai sesuatu sistem mempunyai pengaruh dalam pembentukan sikap dikarenakan keduanya meletakkan dasar pengertian dan konsep moral dalam diri individu. Pemahaman akan baik dan buruk, garis pemisah antara sesuatu yang boleh dan tidak boleh dilakukan, diperoleh dari pendidikan dan dari pusat keagamaan serta ajaran-ajarannya. Konsep moral dan ajaran agama sangat menetukan sistem kepercayaan sehingga tidaklah mengherankan kalau pada gilirannya kemudian konsep tersebut ikut berperanan dalam menentukan sikap individu terhadap sesuatu hal. Beberapa peneliti seperti Brackler (1983), Harding, Kutner, Proshansky dan Chein (1954), Huskinson dan Haddock (2006) dan Azwar (2007), menyatakan bahwa sikap memiliki 3 komponen. Komponen pertama yaitu komponen kognitif yang berisi kepercayaan seseorang mengenai apa yang berlaku atau apa yang benar bagi objek sikap. Pengetahuan ini kemudian akan terbentuk suatu keyakinan tertentu tentang obyek sikap tertentu. Adapun komponen kognitif mencakup dua aspek yaitu pengetahuan masyarakat terhadap politik uang dan Informasi tentang politik uang. Kedua, komponen afektif. Komponen afektif merupakan komponen yang menyangkut masalah emosional subjektif seseorang terhadap suatu objek sikap, kaitannya adalah rasa senang atau tidak senang. Sifat afektif berhubungan erat dengan nilai-nilai sosial atau sistem nilai yang dimilikinya. Adapun komponen afektif mencakup dua aspek yakni ketertarikan masyarakat terhadap politik uang dan nilai pendidikan politik yang didapatkan masyarakat. Ketiga, komponen konatif. Komponen perilaku atau komponen konatif dalam struktur sikap menunjukkan bagaimana perilaku atau kecenderungan berperilaku yang ada dalam diri seseorang berkaitan dengan objek sikap yang dihadapinya. Adapun komponennya yaitu dorongan yang melandasi partisipasi masyarakat dalam pemilihan umum dan kesadaran untuk menghilangkan budaya politik uang. Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat dirumuskan menjadi dua pertanyaan penelitian, yakni bagaimana sikap masyarakat Pati terhadap politik uang? Dan faktor apa yang mempengaruhi sikap pemilih dalam menerima praktek politik uang? Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: H Faktor Kognitif berpengaruh signifikan terhadap keputusan pemilih 1 untuk ikut memilih dan menentukan pilihan H Faktor Afektif berpengaruh signifikan terhadap keputusan pemilih 2 untuk ikut memilih dan menentukan pilihan H Faktor Konatif berpengaruh signifikan terhadap keputusan pemilih 3 untuk ikut memilih dan menentukan pilihan

4 Kognitif Afektif Konatif Metode Penelitian Berdasarkan DPT (Daftar Pemilih Tetap) Kabupaten Pati tahun 2014 terdapat pemilih. Sampel menurut Sugiyono (1999) adalah sebagian dari populasi yang karakteristiknya akan diselidiki dan dianggap bisa mewakili keseluruhan populasi. Populasi responden berdasarkan pada DPT (Daftar Pemilih Tetap) Kabupaten Pati tahun 2014 yang mana berjumlah Perhitungan sampel menggunakan rumus Slovin dan Umar (1999). Berdasarkan rumus tersebut diketahui populasi DPT 2014 adalah , sehingga jumlah sampel minimal yang harus diambil datanya sebagai berikut: Keputusan Pemilih 1. Datang 2. Memilih 3. Menentukan pilihan Melihat perhitungan yang telah dilakukan, jumlah sampel minimal yang harus diambil adalah 399,9995 dibulatkan menjadi 400. Meskipun demikian, jumlah cetak kuesioner yang disebarkan sebanyak buah, di 406 desa dari 21 kecamatan yang berada Kabupaten Pati. Kuesioner dibagikan secara random kepada responden dengan mempertimbangkan faktor demografi seperti gender, pekerjaan, jenjang pendidikan dan status pernikahan. Pada penelitian ini data diperoleh dengan kuesioner yang disebarkan kepada responden, dari teori tentang komponen sikap. Kuesioner terdiri dari 39 pernyataan dan pertanyaan yang terdiri dari 1 pertanyaan identitas responden, 5 pertanyaan faktor demografi, 3 pernyataan variabel Y dan 30 pernyataan variabel X yang menggambarkan sikap dan perilaku responden. Kuesioner yang tersebar sebanyak buah dan kuesioner yang kembali ada buah, sedangkan kuesioner yang bisa di olah ada buah. Berikut Tabel 4.1 yang merangkum data perolehan kuesioner: Tabel 4.1 Kuesioner yang Disebar, Kembali dan Bisa Diolah Kuesioner Jumlah Kuesioner yang disebar Kuesioneryang kembali Kuesioner yang tidak kembali 20 Kuesioner yang tidak bisa diolah 7 Jumlah total kuesioner yang diolah Penyebaran kuesioner menargetkan seluruh desa yang ada di Kabupaten Pati sebanyak 406 desa. Namun hambatan waktu dan geografis hanya 386 desa yang berhasil didatangi dan diambil data respondennya. Berikut Tabel 4.2 yang menggambarkan penyebaran kuesioner tiap kecamatan dan desa;

5 Tabel 4.2 Penyebaran Kuesioner pada Kecamatan dan Desa No Kecamatan Jumlah Responden Jumlah Desa % 1 Cluwak , Trangkil , Gabus , Gembong , Tlogowungu , Juwana , Batangan , Kayen , Sukolilo , Margorejo , Margoyoso , Tambakromo , Pati , Wedarijaksa , Tayu , Winong , Pucak Wangi , Dukuhseti , Gunung Wungkal , Jaken , Jakenan , JUMLAH Sumber:Lampiran 2 Hasil Perhitungan statistik deskriptif dilakukan dengan menggunakan IBM SPSS Statistic v.20 for Windows. Hasil olah data dengan menggunakan program tersebut menghasilkan deskripsi variabel yang terdiri dari nilai minimum, nilai maksimum, jangkauan, rata-rata, variansi dan standar deviasi Tabel 4.13 Statistik Deskriptif Jangkauan Minimal Maksimal Rata-rata Standar Deviasi Varian Afektif 18,00 9,00 27,00 19,1808 2, ,261 Kognitif 20,00 10,00 30,00 15,1023 3, ,192 Konatif 17,00 9,00 26,00 17,2704 3, ,863 Sumber: Lampiran 3 Hasil perhitungan pada Tabel 4.12 menggambarkan bahwa komponen sikap yang mempunyai jangkauan (range) paling tinggi adalah komponen Kognitif dibanding dengan komponen lainnya. Afektif kurang bisa membentuk komponen sikap, sama pada hasil uji reliabilitas di mana Afektif adalah komponen yang paling tidak konsisten. Standar deviasi yang tertinggi terdapat pada komponen Konatif dengan nilai 3,58 yang berarti bahwa sikap seseorang sekecil apapun terhadap politik uang, ada komponen Konatif yang berperan walaupun nilai rata-rata tertinggi ada pada Afektif. Nilai Konatif ini sama dnegan hasil uji reliabilitas yang mana Konatif merupakan nilai yang paling konsisten. Uji korelasi variabel bebas (Afektif, Kognitif dan Konatif) terhadap variabel terikat (Partisipasi dan Preferensi Politik) dilakukan dengan menggunakan bantuan software IBM SPSS ver.20. Adapun keluaran dari perhitungannya adalah sebagaimana pada Tabel 4.18 dibawah ini.

6 Tabel 4.15 Hasil Uji Korelasi Kendall Tau dengan Signifikansi <0,05 Skor Keterangan Afektif Koefisien Korelasi -0,099 Korelasi dua arah Signifikansi 0,000 Tidak ada korelasi Kognitif Koefisien Korelasi 0,031 Korelasi searah Signifikansi 0,184 Korelasi tidak signifikan Konatif Koefisien Korelasi -0,072 Korelasi dua arah Signifikansi 0,002 Korelasi signifikan Total_X Koefisien Korelasi -0,082 Korelasi dua arah Signifikansi 0,000 Tidak ada korelasi Sumber: Lampiran 3 Data pada Tabel 4.18 tentang hasil Uji Korelasi Kendall Tau dipergunakan untuk menjawab hipotesis yang telah dikemukakan diawal. Adapun jawaban dari hipotesis adalah sebagai berikut: 1. Ho= ada hubungan signifikan antara Afektif dengan Partisipasi dan Preferensi = ditolak Ha=tidak ada hubungan signifikan antara Afektif dengan Partisipasi dan Preferensi=diterima 2. Ho= ada hubungan signifikan antara Kognitif dengan Partisipasi dan Preferensi=ditolak Ha= tidak ada hubungan signifikan antara Kognitif dengan Partisipasi dan Preferensi=diterima 3. Ho= ada hubungan signifikan antara Konatif dengan Partisipasi dan Preferensi=diterima Ha= tidak ada hubungan signifikan antara Konatif dengan Partisipasi dan Preferensi=ditolak. Hipotesis pertama dan kedua yang menyatakan bahwa komponen Afektif dan komponen Kognitif dalam politik uang berpengaruh signifikan, ternyata dalam analisa data empiris tidak berpengaruh signifikan terhadap Partisipasi dan Preferensi politik responden. Hipotesis ketiga menyatakan bahwa komponen Konatif dalam politik uang berpengaruh signifikan terhadap Partisipasi dan Preferensi Politik didukung oleh data empiris dengan koefisien korelasi yang negatif, artinya korelasi tersebut berbentuk dua arah. Korelasi dua arah ini berarti jika nilai komponen Konatif naik, maka nilai Partisipasi dan Preferensi cenderung menurun. Penelitian tentang sikap masyarakat Pati terhadap politik uang dan impilkasinya terhadap keputusan mengikuti pemilihan dan memilih, mempunyai implikasi teoritis dan implikasi praktis. Implikasi teoritis merupakan sumbangan penelitian bagi kajian-kajian empiris sebelumnya dan pijakan untuk penelitan selanjutnya. Implikasi praktis merupakan sumbangan hasil penelitian untuk dijadikan rujukan dalam pembuatan kebijakan bagi stakeholder terkait. Implikasi teoritis dalam penelitian mengenai sikap masyarakat Pati terhadap politik uang dan implikasinya terhadap keputusan mengikuti pemilihan dan memilih adalah, bahwa komponen sikap dalam politik uang yang berkorelasi signifikan terhadap keputusan responden untuk berpartisipasi dalam pemilihan dan menentukan preferensi politiknya adalah komponen Konatif. Sedangkan komponen Kognitif dan Afektif tidak berkorelasi signifikan. Implikasi praktis dalam penenlitian ini adalah berupa referensi bagi stakeholder, terutama dalam hal strategi desiminasi pengetahuan mengenai politik uang terhadap masyarakat.

7 Kesimpulan dan Saran Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian ini, muncul beberapa temuan yang bila disimpulkan sebagai berikut : Pertama, sikap masyarakat Pati terhadap politik uang bukanlah masalah pengetahuan, nilai-nilai pendidikan, nilai-nilai agama dan kepercayaan dalam bentuk suap pada masa pemilihan untuk mempengaruhi voter dalam memilih. Strategi untuk mengurangi penggunaan suap dalam pemilihan dengan sosialisasi tidaklah berpengaruh, karena berdasarkan data empiris, faktor kognitif tidak berkorelasi signifikan terhadap keputusan pemilih untuk berpartisipasi atau menentukan pemilihannya. Kedua, sikap masyarakat Pati terhadap politik uang bukanlah masalah faktor psikologis dan faktor yang terkait dengan feeling pemilih. Faktor seperti sosok pribadi calon yang akan dipilih, tidak berkorelasi dalam keputusan voter untuk berpartisipasi atau menentukan preferensi politik, yang berkorelasi adalah keberadaan uang itu sendiri. Ketiga, faktor konatif, atau niat dan tindakan nyata dari responden ketika dihadapkan pada suap untuk menentukan berpartisipasi dan menentukan pilihan merupakan faktor berkorelasi signifikan. Untuk mengurangi praktek suap terhadap voter bisa dilakukan dengan memperkuat faktor-faktor yang bisa menekan tindakan nyata dari voter untuk menerima suap, seperti membuat faktor situsional dari lingkungan yang secara bersama-sama menyatakan dalam verbal dan tulisan yang dipasang di publik bahwa lingkungan yang bersangkutan menolak adanya suap seperti serangan fajar. Keempat, hasil perhitungan pada faktor demografi gender menunjukkan bahwa ada perbedaan sikap antara laki-laki dan perempuan, yang mana sikap laki-laki dalam politik uang tidak berkorelasi signifikan dalam keputusan voter untuk berpartisipasi dan memilih. Kebalikannya adalah sikap pada perempuan yang mana, sikap perempuan tidak berkorelasi signifikan dalam keputusan voter untuk berpartisipadi dan memilih. Oleh karena itu, untuk meningkatkan nilai sikap penolakan perempuan dalam politik uang seperti suap perlu di tingkatkan nilainilai afektif, kognitif dan konatif terhadap perempuan yang ada di Kabupaten Pati. Kelima, berdasarkan pemetaan pada Pati Utara dan Pati selatan pada analisa, dapat dinyatakan bahwa sikap masyarakat Pati Utara berkorelasi signifikan terhadap keputusan voter untuk berpartisipasi dan memilih, sedangkan Pati Selatan adalah sebaliknya. Oleh karena itu strategi untuk peningkatan kesadaran akan larangan suap dan implikasinya dalam proses demokrasi, mestinya masyarakat Pati selatan diberi porsi yang lebih banyak daripada masyarakat di Pati utara. Jargon khas dari masyarakat Kabupaten Pati yang selama ini sudah mengakar di setiap hajatan pemilihan umum adalah ora uwek ora obos (tidak ada uang tidak mencoblos atau memilih). Jargon tersebut seolah menjadi cerminan bagaimana tradisi pemilu di Kabupaten Pati selalu identik dengan keberadaan politik uang. Akibatnya pola tersebut sudah dianggap sebagai sebuah kewajaran, dan akan menjadi aneh manakala dalam kegiatan politik tidak ada politik uang, sehingga siapapun harus menyiapkan dana melimpah jika ingin maju menjadi kontestan politik. Keadaan demikian pada akhirnya memaksa para kandidat politik berusaha mendapatkan sumber dana dari berbagai pihak, yang tentunya tidak gratis karena akan menuntut imbalan komitmen untuk memuluskan dan melindungi kepentingan-kepentingan pihak sponsor. Tidak berhenti sampai di situ saja, keberadaan politik uang akan sangat membahayakan bagi proses dan cita-cita demokrasi. Karena dapat melahirkan berbagai macam implikasi, seperti korupsi, kolusi dan nepotisme. Dampaknya akan membuat masyarakat semakin jauh dari kesejahteraan, lantaran pemimpin terpilih

8 lebih disibukkan untuk membayar hutang politik daripada mengurus rakyatnya. Oleh karena itu, kualitas pemilu dan kualitas pemimpin juga sangat ditentukan oleh kualitas para pemilih. Apabila pemilihnya berkualitas maka akan lahir pemilu serta pemimpin yang berkualitas, dan sebaliknya. Berangkat dari realitas politik uang di kalangan masyarakat Kabupaten Pati, untuk mengukur dan mengetahui apa yang terjadi pada sikap pemilih di Kabupaten Pati mengenai politik uang serta implikasinya terhadap keputusan memilih mendapatkan dua poin penting. Adapun teori sikap yang dipakai untuk membedah permasalahan tersebut dengan menggunakan tiga komponen yaitu kognitif, afektif dan konatif. Komponen kognitif berisi tentang kepercayaan seseorang mengenai apa yang berlaku atau apa yang benar bagi objek sikap. Pengetahuan ini kemudian akan terbentuk suatu keyakinan tertentu tentang obyek sikap tertentu. Komponen afektif menyangkut masalah emosional subjektif seseorang terhadap suatu objek sikap, kaitannya adalah rasa senang atau tidak senang. Komponen konatif dalam struktur sikap menunjukkan bagaimana perilaku atau kecenderungan berperilaku yang ada dalam diri seseorang berkaitan dengan objek sikap yang dihadapinya. Dua poin penting dalam penelitian adalah pertama sikap masyarakat Kabupaten Pati secara simultan dengan ketiga komponennya (Afektif, Kognitif dan Konatif) dalam politik uang tidak mempunyai korelasi yang signifikan dalam pembuatan keputusan pemilih untuk mengikuti pemilihan dan memilih. Kedua, secara parsial komponen sikap dalam politik uang yang mempunyai korelasi signifikan dengan partisipasi dan preferensi politik pemilih adalah komponen konatif. Artinya, berdasarkan penelitian yang dilaksanakan ini bahwa komponen sikap dalam politik uang yang berkorelasi signifikan dalam partisipasi dan preferensi politik hanya komponen konatif. Penelitian ini memberikan kontribusi temuan yang selanjutnya bisa dijadikan sebagai landasan untuk memberikan saran kepada beberapa pihak, yaitu saran bagi masyarakat Kabupaten Pati. Masyarakat merupakan salah satu instrumen penting dalam kontrol sosial dan membentuk budaya serta karakter seseorang. Apabila masyarakatnya lebih mengagungkan politik uang sebagai cara menentukan pilihan, maka besar kemungkinan orang-orang yang ada di dalamnya akan terbawa atau tertuntut untuk mengikutinya, sehingga akhirnya akan membuat seseorang menunggu atau bahkan mencari politik uang dalam setiap pemilihan. Akhirnya, keberadaan politik uang semakin diminati dan ujung-ujungnya masyarakat akan semakin permissif. Saran Saran bagi tokoh agama, karena tokoh agama sering menjadi rujukan bagi masyarakat dalam menyelesaikan berbagai persoalan-persoalan, tempat mengadu masyarakat, tempat menentukan hukum-hukum fiqih, dan lain sebagainya. Keadaan itu memungkinkan adanya transfer informasi yang berlandaskan ketawadlu an untuk mengikuti petuah dan fatwa dari para tokoh agama. Potensi demikian seharusnya dapat dimanfaatkan untuk mendorong bagi para tokoh agama untuk mensosialisasikan bahayanya politik uang kepada masyarakat, melalui majelis-majelisnya. Saran bagi Pemerintah Kabupaten Pati, pemerintah diharapkan memberikan perhatian dalam mengedukasi masyarakat dengan melibatkan dinas-dinas dan institusi terkait untuk bersatu menangani praktek politik uang. Pemerintah dapat mendorong pula institusi Polri dan TNI untuk terlibat aktif dalam penanggulangan politik uang. Cara yang ditempuh dapat berupa upaya preventif maupun upaya kuratif, cara kuratif ini dengan memberikan efek jera kepada para pelaku. Mengingat selama ini para pelaku politik uang dapat dengan leluasa melakukan praktek politik uang tanpa ada tindakan tegas dari para aparat. Saran bagi penyelenggara pemilu, KPU membuat jargon positif untuk menandingi jargon ora uit ora obos untuk kemudian disosialisasikan secara massif kepada masyarakat. Berikutnya strategi KPU dengan menggandeng perguruan tinggi sebagai mitra riset dalam mendapatkan data yang akurat mengenai segala

9 problematika politik uang merupakan langkah maju. Karena, intervensi berbasis riset akan lebih memungkinkan lebih tepat sasaran, sehingga diharapkan hasilnya akan lebih bisa dirasakan. Badan penting lain yang memiliki posisi strategis untuk memberantas politik uang adalah Bawaslu (Badan Pengasuh Pemilu). Bawaslu menjadi strategis karena memiliki peran untuk mengawasi jalannya pemilihan umum. Berbagai usaha yang telah dilakukan Bawaslu sebenarnya sudah cukup baik, namun dengan melihat fakta di lapangan yang masih marak politik uang maka kiranya strategi pengawasan yang bersifat konvensional yang dipakai selama ini perlu ditinjau ulang agar hasilnya lebih signifikan. Saran bagi peneliti lain nantinya dapat melanjutkan riset ini dengan lebih mengeksplor lagi berbagai masalah politik uang yang belum disentuh seperti langkahlangkah pencegahan dan penanganan praktek politik uang, tentunya dengan waktu penelitian yang lebih lama dalam rangka menggali data lebih kaya.

BADAN PUSAT STATISTIK Kabupaten Pati

BADAN PUSAT STATISTIK Kabupaten Pati BADAN PUSAT STATISTIK Kabupaten Pati IPDS BPS PATI IPDS BPS PATI IPDS BPS PATI IPDS BPS PATI IPDS BPS PATI IPDS BPS PATI IPDS BPS PATI IPDS BPS PATI Sekapur Sirih Sebagai pengemban amanat Undang-undang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Penelitian ini mengkaji tentang Badan Pengawas Pemilu (BAWASLU), proses. pengawasan dan hambatan-hambatan yang dialami dalam mengawasi

I. PENDAHULUAN. Penelitian ini mengkaji tentang Badan Pengawas Pemilu (BAWASLU), proses. pengawasan dan hambatan-hambatan yang dialami dalam mengawasi 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian ini mengkaji tentang Badan Pengawas Pemilu (BAWASLU), proses pengawasan dan hambatan-hambatan yang dialami dalam mengawasi pelanggaran Pemilihan Gubernur Lampung

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. demokrasi, Sekaligus merupakan ciri khas adanya modernisasi politik. Dalam

I. PENDAHULUAN. demokrasi, Sekaligus merupakan ciri khas adanya modernisasi politik. Dalam 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Partisipasi politik merupakan aspek penting dalam sebuah tatanan negara demokrasi, Sekaligus merupakan ciri khas adanya modernisasi politik. Dalam hubungannya

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian dengan metode kombinasi ( mixed

METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian dengan metode kombinasi ( mixed III. METODE PENELITIAN A. Tipe Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian dengan metode kombinasi ( mixed methods). Metode penelitian kombinasi adalah metode penelitian yang menggabungkan antara metode

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. demokrasi pada negara yang menganut paham demokrasi seperti Indonesia.

I. PENDAHULUAN. demokrasi pada negara yang menganut paham demokrasi seperti Indonesia. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemilihan umum (pemilu) menjadi bagian terpenting dalam penyelenggaraan demokrasi pada negara yang menganut paham demokrasi seperti Indonesia. Pemilu sering diartikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemilihan umum (Pemilu) adalah proses pemilihan orang-orang untuk mengisi

I. PENDAHULUAN. Pemilihan umum (Pemilu) adalah proses pemilihan orang-orang untuk mengisi 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemilihan umum (Pemilu) adalah proses pemilihan orang-orang untuk mengisi jabatan-jabatan politik baik di pemerintah maupun di legislatif. Pelaksanaan pemilihan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menghasilkan pemerintahan negara yang demokratis berdasarkan Pancasila dan

BAB I PENDAHULUAN. menghasilkan pemerintahan negara yang demokratis berdasarkan Pancasila dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemilihan Umum (Pemilu) merupakan sarana perwujudan kedaulatan rakyat yang diselenggarkan secara langsung, bebas, rahasia, jujur dan adil guna menghasilkan

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM TENTANG

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM TENTANG BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2014 TENTANG PENGAWASAN TAHAPAN KAMPANYE PEMILIHAN UMUM PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN

Lebih terperinci

BAB III HASIL PENELITIAN TERPAAN PROGRAM PENDIDIKAN DEMOKRASI PEMILOS TVKU, INTENSITAS KETERLIBATAN PEMILIH DAN SOSIALISASI KPU KOTA SEMARANG TERHADAP

BAB III HASIL PENELITIAN TERPAAN PROGRAM PENDIDIKAN DEMOKRASI PEMILOS TVKU, INTENSITAS KETERLIBATAN PEMILIH DAN SOSIALISASI KPU KOTA SEMARANG TERHADAP BAB III HASIL PENELITIAN TERPAAN PROGRAM PENDIDIKAN DEMOKRASI PEMILOS TVKU, INTENSITAS KETERLIBATAN PEMILIH DAN SOSIALISASI KPU KOTA SEMARANG TERHADAP PARTISIPASI PEMILIH PEMULA 3.1 Validitas dan Reliabilitas

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN DAN DISKUSI HASIL PENELITIAN

BAB V PEMBAHASAN DAN DISKUSI HASIL PENELITIAN BAB V PEMBAHASAN DAN DISKUSI HASIL PENELITIAN A. Tingkat Partisipasi Mahasiswa Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya Pada Pemilu Presiden 2014 Partisipasi merupakan salah satu aspek penting dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Media massa merupakan sarana bagi manusia untuk memenuhi kebutuhan

I. PENDAHULUAN. Media massa merupakan sarana bagi manusia untuk memenuhi kebutuhan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Media massa merupakan sarana bagi manusia untuk memenuhi kebutuhan akan informasi dan hiburan. Saat ini begitu banyak media massa yang ada di tengah-tengah masyarakat

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA INDEKS KERAWANAN PILKADA 2015

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA INDEKS KERAWANAN PILKADA 2015 BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA INDEKS KERAWANAN PILKADA 2015 Jakarta, 1 September 2015 PENGANTAR Pemilu merupakan sarana pelaksanaan demokrasi prosedural yang diatur oleh UU. Pasca pengesahan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Reformasi politik yang sudah berlangsung sejak berakhirnya pemerintahan Orde Baru di bawah kepemimpinan Presiden Soeharto pada bulan Mei 1998, telah melahirkan perubahan besar

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Penelitian hubungan antara karakteristik pemilih, konsumsi media, interaksi peergroup dan

BAB V PENUTUP. Penelitian hubungan antara karakteristik pemilih, konsumsi media, interaksi peergroup dan BAB V PENUTUP 5.1 Simpulan Penelitian hubungan antara karakteristik pemilih, konsumsi media, interaksi peergroup dan perilaku pemilih memiliki signifikansi yang kuat. Terdapat hubungan positif antara konsumsi

Lebih terperinci

No.849, 2014 BAWASLU. Kampanye. Pemilihan Umum. Presiden dan Wakil Presiden. Pengawasan.

No.849, 2014 BAWASLU. Kampanye. Pemilihan Umum. Presiden dan Wakil Presiden. Pengawasan. No.849, 2014 BAWASLU. Kampanye. Pemilihan Umum. Presiden dan Wakil Presiden. Pengawasan. PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2014 TENTANG PENGAWASAN TAHAPAN KAMPANYE

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sosialisasi yang dilaksanakan di Madrasah Aliyah Sukasari Desa Cibeureum Kecamatan Kertasari Kabupaten Bandung,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sosialisasi yang dilaksanakan di Madrasah Aliyah Sukasari Desa Cibeureum Kecamatan Kertasari Kabupaten Bandung, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sosialisasi yang dilaksanakan di Madrasah Aliyah Sukasari Desa Cibeureum Kecamatan Kertasari Kabupaten Bandung, merupakan sosialisasi disekolah mengenai pemilihan umum

Lebih terperinci

BAB III METODA PENELITIAN. Subjek penelitian ini adalah masyarakat baik pria maupun wanita di sekitar

BAB III METODA PENELITIAN. Subjek penelitian ini adalah masyarakat baik pria maupun wanita di sekitar 27 BAB III METODA PENELITIAN 3.1 Lingkup Penelitian Subjek penelitian ini adalah masyarakat baik pria maupun wanita di sekitar daerah operasi perusahaan yakni di daerah kampung Sakarum, Nasef, Malabam,

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Responden dalam penelitian ini adalah masyarakat Pekon Way Petai yang

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Responden dalam penelitian ini adalah masyarakat Pekon Way Petai yang V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Identitas Responden Responden dalam penelitian ini adalah masyarakat Pekon Way Petai yang telah memiliki hak pilih (17 tahun keatas atau telah menikah) dan telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fenomena pemilih pemula selalu menarik untuk didiskusikan pada setiap momen pemilihan umum baik nasional maupun di daerah. Jumlah mereka yang sangat besar bagaikan

Lebih terperinci

LAPORAN HASIL PENELITIAN

LAPORAN HASIL PENELITIAN LAPORAN HASIL PENELITIAN PEMETAAN PERSEPSI ATAS PENYELENGGARAAN SOSIALISASI KEPEMILUAN, PARTISIPASI DAN PERILAKU PEMILIH DI KABUPATEN BANGLI Kerjasama Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Bangli dan Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada tahun 2014 ini diselenggarakan Pemilihan Umum (Pemilu) Legislatif (DPR,

BAB I PENDAHULUAN. Pada tahun 2014 ini diselenggarakan Pemilihan Umum (Pemilu) Legislatif (DPR, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada tahun 2014 ini diselenggarakan Pemilihan Umum (Pemilu) Legislatif (DPR, DPRD, dan DPD) dan Gubernur Provinsi Lampung. Sedangkan di bulan Juli 2014, masyarakat

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG 1 BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PENGAWASAN KAMPANYE PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pilkada beberapa daerah telah berlangsung. Hasilnya menunjukkan bahwa angka Golput semakin meningkat, bahkan pemenang pemiluhan umum adalah golput. Di Medan, angka golput

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jumlah suara yang sebanyak-banyaknya, memikat hati kalangan pemilih maupun

BAB I PENDAHULUAN. jumlah suara yang sebanyak-banyaknya, memikat hati kalangan pemilih maupun BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalah Pemilu merupakan salah satu arena ekspresi demokrasi yang dapat berfungsi sebagai medium untuk meraih kekuasaan politik. Karenanya, berbagai partai politik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan pabrik baru. Tanggal 16 Juni 2014, PT Semen Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan pabrik baru. Tanggal 16 Juni 2014, PT Semen Indonesia BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah PT Semen Indonesia melakukan ekspansi, dengan melakukan pembangunan pabrik baru. Tanggal 16 Juni 2014, PT Semen Indonesia (Persero) Tbk menggelar kegiatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara demokratis merupakan negara yang memberi peluang dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara demokratis merupakan negara yang memberi peluang dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara demokratis merupakan negara yang memberi peluang dan kesempatan yang seluas-luasnya dalam mengikutsertakan warga negaranya dalam proses politik, termasuk

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Responden dalam penelitian ini adalah masyarakat Kabupaten Way Kanan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Responden dalam penelitian ini adalah masyarakat Kabupaten Way Kanan 56 V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Identitas Responden Responden dalam penelitian ini adalah masyarakat Kabupaten Way Kanan yang berjumlah 100 responden. Identitas responden selanjutnya didistribusikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemilu merupakan proses pemilihan orang-orang untuk mengisi jabatan-jabatan

I. PENDAHULUAN. Pemilu merupakan proses pemilihan orang-orang untuk mengisi jabatan-jabatan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemilu merupakan proses pemilihan orang-orang untuk mengisi jabatan-jabatan politik tertentu. Jabatan-jabatan tersebut beraneka-ragam, mulai dari presiden, kepala daerah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada Juni 2005, rakyat Indonesia melakukan sebuah proses politik yang

BAB I PENDAHULUAN. Pada Juni 2005, rakyat Indonesia melakukan sebuah proses politik yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada Juni 2005, rakyat Indonesia melakukan sebuah proses politik yang baru pertama kali dilakukan di dalam perpolitikan di Indonesia, proses politik itu adalah Pemilihan

Lebih terperinci

PEDOMAN RISET TENTANG PARTISIPASI DALAM PEMILU KOMISI PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA 2015

PEDOMAN RISET TENTANG PARTISIPASI DALAM PEMILU KOMISI PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA 2015 PEDOMAN RISET TENTANG PARTISIPASI DALAM PEMILU KOMISI PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA 2015 PENDAHULUAN Riset pemilu merupakan salah satu elemen strategis dalam manajemen pemilu. Riset tidak hanya memberikan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. lokasi, pendekatan, bidang ilmu dan sebagainya. Agar suatu penelitian dapat. digunakan harus ditentukan terlebih dahulu.

III. METODE PENELITIAN. lokasi, pendekatan, bidang ilmu dan sebagainya. Agar suatu penelitian dapat. digunakan harus ditentukan terlebih dahulu. 35 III. METODE PENELITIAN A. Tipe Penelitian Pada suatu penelitian terdapat banyak ragamnya tergantung dari pada tujuan, lokasi, pendekatan, bidang ilmu dan sebagainya. Agar suatu penelitian dapat mencapai

Lebih terperinci

Muhamad Ramli Program Studi Magister Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lambung Mangkurat

Muhamad Ramli Program Studi Magister Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lambung Mangkurat 320 Jurnal Ilmu Politik dan Pemerintahan Lokal, Volume II Edisi 2, Juli-Desember 2013 PARTISIPASI POLITIK MASYARAKAT DESA KADUNDUNG KECAMATAN LABUAN AMAS UTARA DALAM PEMILIHAN KEPALA DAERAH SECARA LANGSUNG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia setiap 5 tahun sekali mempunyai agenda besar dalam pesta demokrasinya dan agenda besar tersebut tak lain adalah Pemilu. Terhitung sejak tahun 2004

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pilgub Jabar telah dilaksanakan pada tanggal 24 Pebruari 2013, yang

BAB I PENDAHULUAN. Pilgub Jabar telah dilaksanakan pada tanggal 24 Pebruari 2013, yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pilgub Jabar telah dilaksanakan pada tanggal 24 Pebruari 2013, yang dilaksanakan secara langsung, yang merupakan salah satu bentuk Demokrasi. Bagi sebuah bangsa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. antara lain karena Indonesia melaksanakan sejumlah kegiatan politik yang

BAB I PENDAHULUAN. antara lain karena Indonesia melaksanakan sejumlah kegiatan politik yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tahun 2014 merupakan tahun politik bagi Indonesia. Disebut tahun politik antara lain karena Indonesia melaksanakan sejumlah kegiatan politik yang melibatkan setidaknya

Lebih terperinci

BAB 5 PENUTUP Kesimpulan. Berdasarkan hasil analisis pada bab sebelumnya, dapat diambil beberapa kesimpulan, yaitu sebagai berikut:

BAB 5 PENUTUP Kesimpulan. Berdasarkan hasil analisis pada bab sebelumnya, dapat diambil beberapa kesimpulan, yaitu sebagai berikut: BAB 5 PENUTUP Dengan menggunakan Data Envelopment Analysis (DEA), dapat diketahui nilai efisiensi relatif 29 puskesmas di Kabupaten Pati. Nilai efisiensi tersebut akan menunjukkan puskesmas mana yang beroperasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mencerminkan dengan agak akurat partisipasi serta aspirasi masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. mencerminkan dengan agak akurat partisipasi serta aspirasi masyarakat. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gerakan Reformasi tidak hanya memasang target rezim orde baru berakhir, tetapi juga bertujuan membangun Indonesia yang demokratis dan berkeadilan. Pemilu tidak saja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang bersifat terang-terangan maupun secara sembunyi-sembunyi. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. yang bersifat terang-terangan maupun secara sembunyi-sembunyi. Dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada hakekatnya perjudian merupakan perbuatan yang bertentangan dengan norma agama, moral, kesusilaan maupun hukum, serta membahayakan bagi penghidupan dan kehidupan

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN BAB IV GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Geografi 1. Letak dan Batas Wilayah Kabupaten Pati merupakan salah satu bagian dari 35 Kabupaten yang ada di Provinsi Jawa Tengah. Kabupaten Pati merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pemilihan umum sebagai sarana demokrasi telah digunakan di sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. Pemilihan umum sebagai sarana demokrasi telah digunakan di sebagian besar 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemilihan umum sebagai sarana demokrasi telah digunakan di sebagian besar negara di dunia termasuk Indonesia. Negara Kesatuan Republik Indonesia sejak reformasi telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengungkapkan kebenaran secara fairness. Yaitu salah satu syarat objektivitas

BAB I PENDAHULUAN. mengungkapkan kebenaran secara fairness. Yaitu salah satu syarat objektivitas BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Media massa merupakan sarana manusia untuk memahami realitas. Oleh sebab itu, media massa senantiasa dituntut mempunyai kesesuaian dengan realitas dunia yang benar-benar

Lebih terperinci

STRUKTUR SIKAP Komponen Kognitif Komponen Afektif Komponen Konatif

STRUKTUR SIKAP Komponen Kognitif Komponen Afektif Komponen Konatif STRUKTUR DAN PEMBENTUKAN SIKAP STRUKTUR SIKAP Komponen Kognitif Komponen Afektif Komponen Konatif Komponen Kognitif Merupakan representasi apa yang dipercayai oleh individu pemilik sikap. Berisi persepsi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1945 disebutkan bahwa negara Indonesia adalah Negara Kesatuan yang

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1945 disebutkan bahwa negara Indonesia adalah Negara Kesatuan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pasal 1 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 disebutkan bahwa negara Indonesia adalah Negara Kesatuan yang berbentuk Republik,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara tersebut (http://www.wikipedia.org). Dalam prakteknya secara teknis yang

BAB I PENDAHULUAN. negara tersebut (http://www.wikipedia.org). Dalam prakteknya secara teknis yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara demokrasi, dimana rakyat sebagai pemegang kekuasaan tertinggi pada suatu negara tersebut. Demokrasi adalah bentuk atau mekanisme sistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara yang dianggap demokratis selalu mencantumkan kata kedaulatan

BAB I PENDAHULUAN. Negara yang dianggap demokratis selalu mencantumkan kata kedaulatan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Negara yang dianggap demokratis selalu mencantumkan kata kedaulatan rakyat didalam konstitusinya. Hal ini menunjukkan bahwa kedaulatan rakyat merupakan suatu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. melalui lembaga legislatif atau Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).

I. PENDAHULUAN. melalui lembaga legislatif atau Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) merupakan proses perekrutan pejabat politik di daerah yang berkedudukan sebagai pemimpin daerah yang bersangkutan yang dipilih langsung

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2014 TENTANG PENGAWASAN DANA KAMPANYE PESERTA PEMILIHAN UMUM PRESIDEN DAN WAKIL

Lebih terperinci

Good Party Governance Solusi Tuntas Menuju Indonesia Baru

Good Party Governance Solusi Tuntas Menuju Indonesia Baru Good Party Governance Solusi Tuntas Menuju Indonesia Baru Mas Achmad Daniri Ketua Komite Nasional Kebijakan Governance Kekuasaan diperoleh dari kegiatan berpolitik dengan menggunakan kendaraan partai politik

Lebih terperinci

Penanganan Politik Uang oleh Bawaslu Melalui Sentra Gakkumdu

Penanganan Politik Uang oleh Bawaslu Melalui Sentra Gakkumdu Pusat Penelitian Badan Keahlian DPR RI Gd. Nusantara I Lt. 2 Jl. Jend. Gatot Subroto Jakarta Pusat - 10270 c 5715409 d 5715245 m infosingkat@gmail.com BIDANG HUKUM KAJIAN SINGKAT TERHADAP ISU AKTUAL DAN

Lebih terperinci

PENDIDIKAN POLITIK BAGI PEMILIH PEMULA. Oleh RANGGA Kamis, 19 Juni :56

PENDIDIKAN POLITIK BAGI PEMILIH PEMULA. Oleh RANGGA Kamis, 19 Juni :56 Generasi muda merupakan asset terpenting bagi masa depan suatu bangsa. Disadari atau tidak bahwa peran pemuda sangat berpengaruh dalamp roses pembangunan bangsa serta proses kehidupan berbangsa dan bernegara.

Lebih terperinci

PERAN BAWASLU Oleh: Nasrullah

PERAN BAWASLU Oleh: Nasrullah PERAN BAWASLU Oleh: Nasrullah Seminar Nasional: Pendidikan Politik Bagi Pemilih Pemula Sukseskan Pemilu 2014. Pusat Study Gender dan Anak (PSGA) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. BAWASLU Menurut UU No.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah negara yang menganut sistem demokrasi.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah negara yang menganut sistem demokrasi. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang menganut sistem demokrasi. Demokrasi adalah bentuk pemerintahan yang melibatkan rakyat dalam pengambilan keputusan. Rakyat dilibatkan

Lebih terperinci

Pengantar Presiden RI pada Sidang Kabinet Paripurna, di Jakarta, Tgl. 17 April 2014 Kamis, 17 April 2014

Pengantar Presiden RI pada Sidang Kabinet Paripurna, di Jakarta, Tgl. 17 April 2014 Kamis, 17 April 2014 Pengantar Presiden RI pada Sidang Kabinet Paripurna, di Jakarta, Tgl. 17 April 2014 Kamis, 17 April 2014 PENGANTAR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PADA SIDANG KABINET PARIPURNA DI KANTOR PRESIDEN, JAKARTA

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.97,2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PENGAWASAN KAMPANYE PESERTA PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Faktor Penyabab Masyarakat Yang Tidak Menggunakan Hak Pilihnya

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Faktor Penyabab Masyarakat Yang Tidak Menggunakan Hak Pilihnya V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Faktor Penyabab Masyarakat Yang Tidak Menggunakan Hak Pilihnya Untuk menganalisis mengapa masyarakat memilih tidak menggunakan hak pilihnya dalam pilkades (golput) diuraikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilu

I. PENDAHULUAN. diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilu 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pemilihan Umum (Pemilu) merupakan salah satu pilar demokrasi sebagai wahana perwujudan kedaulatan rakyat guna menghasilkan pemerintahan yang demokratis. Pemerintahan

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. A. Simpulan

BAB VI PENUTUP. A. Simpulan 167 BAB VI PENUTUP A. Simpulan Pemberitaan politik di media cetak nasional, yaitu Kompas, Jawa Pos, Republika dan Media Indonesia, memiliki peran yang cukup penting bagi proses demokratisasi. Tidak dipungkiri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Pemilih Pemula di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Pemilih Pemula di Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian 1.1.1 Pemilih Pemula di Indonesia Pada tahun 2014 ini, Indonesia mengadakan pemilu yang ke- 11. Dimana pemilu pertama kali diadakan pada tahun 1955.

Lebih terperinci

2015 HUBUNGAN ANTARA SIKAP TERHADAP KAMPANYE DI MEDIA MASSA DENGAN PARTISIPASI POLITIK PADA MAHASISWA DI UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

2015 HUBUNGAN ANTARA SIKAP TERHADAP KAMPANYE DI MEDIA MASSA DENGAN PARTISIPASI POLITIK PADA MAHASISWA DI UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Demokrasi merupakan suatu sistem yang mengatur pemerintahan berlandaskan pada semboyan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Untuk mewujudkan sistem demokrasi

Lebih terperinci

Penegakan Hukum Pemilu

Penegakan Hukum Pemilu Penegakan Hukum Pemilu Ketika Komisi Pemilihan Umum menetapkan dan mengumumkan hasil pemilu, kalangan masyarakat umum menilai legitimasi suatu proses penyelenggaraan pemilu dari dua segi. Pertama, apakah

Lebih terperinci

Outlook Dana Desa 2018 Potensi Penyalahgunaan Anggaran Desa di Tahun Politik

Outlook Dana Desa 2018 Potensi Penyalahgunaan Anggaran Desa di Tahun Politik Outlook Dana Desa 2018 Potensi Penyalahgunaan Anggaran Desa di Tahun Politik Pengantar Sejak 2015, pemerintah melalui amanat UU No. 6 tahun 2014 tentang Desa mengalokasikan anggaran nasional untuk desa

Lebih terperinci

MASYARAKAT MUSI BANYUASIN : KECENDERUNGAN SIKAP DAN PERILAKU PEMILIH PADA PEMILU PRESIDEN SERTA PEMILU LEGISLATIF TAHUN 2014.

MASYARAKAT MUSI BANYUASIN : KECENDERUNGAN SIKAP DAN PERILAKU PEMILIH PADA PEMILU PRESIDEN SERTA PEMILU LEGISLATIF TAHUN 2014. MASYARAKAT MUSI BANYUASIN : KECENDERUNGAN SIKAP DAN PERILAKU PEMILIH PADA PEMILU PRESIDEN SERTA PEMILU LEGISLATIF TAHUN 2014. HASIL RISET PARTISIPASI MASYARAKAT OLEH KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN MUSI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bab I Berisi: 1.1 Pemerintahan 1.2 Kepegawaian 1.3 Kondisi Geografis Daerah 1.4 Gambaran Umum Demografi 1.

BAB I PENDAHULUAN. Bab I Berisi: 1.1 Pemerintahan 1.2 Kepegawaian 1.3 Kondisi Geografis Daerah 1.4 Gambaran Umum Demografi 1. BAB I PENDAHULUAN Bab I Berisi: 1.1 Pemerintahan 1.2 Kepegawaian 1.3 Kondisi Geografis Daerah 1.4 Gambaran Umum Demografi 1.5 Sistematika Penyusunan Laporan Kinerja Instansi Pemerintah (LKjIP) Kabupaten

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Obyek/ Subyek Penelitian Menurut Sugiyono (2015) obyek penelitian adalah suatu atribut atau penilaian orang, obyek atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA 1 BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 23 TAHUN 2009 TENTANG PENGAWASAN KAMPANYE PEMILIHAN UMUM KEPALA DAERAH DAN WAKIL KEPALA DAERAH DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN DAN DISKUSI HASIL PENELITIAN

BAB V PEMBAHASAN DAN DISKUSI HASIL PENELITIAN BAB V PEMBAHASAN DAN DISKUSI HASIL PENELITIAN A. Persepsi Masyarakat Pada Caleg Secara teoritis, pemilihan umum baik itu legislatif maupun eksekutif yang diselenggarakan secara langsung dapat berperan

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENGAWASAN PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kualitas kepribadian serta kesadaran sebagai warga negara yang baik.

BAB I PENDAHULUAN. kualitas kepribadian serta kesadaran sebagai warga negara yang baik. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Permasalahan di bidang pendidikan yang dialami bangsa Indonesia pada saat ini adalah berlangsungnya pendidikan yang kurang bermakna bagi pembentukan watak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. efektifnya orang-orang bekerja sama dan mengkoordinasikan usaha-usaha mereka

BAB I PENDAHULUAN. efektifnya orang-orang bekerja sama dan mengkoordinasikan usaha-usaha mereka BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Komunikasi mempunyai peranan yang penting dalam menentukan betapa efektifnya orang-orang bekerja sama dan mengkoordinasikan usaha-usaha mereka untuk mencapai

Lebih terperinci

BAB 11 PENGHORMATAN, PENGAKUAN, DAN PENEGAKAN

BAB 11 PENGHORMATAN, PENGAKUAN, DAN PENEGAKAN BAB 11 PENGHORMATAN, PENGAKUAN, DAN PENEGAKAN ATAS HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA Hak asasi merupakan hak yang bersifat dasar dan pokok. Pemenuhan hak asasi manusia merupakan suatu keharusan agar warga negara

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Penelitian ini menghasilkan beberapa kesimpulan terkait dengan fokus

BAB V PENUTUP. Penelitian ini menghasilkan beberapa kesimpulan terkait dengan fokus BAB V PENUTUP 1. Kesimpulan Penelitian ini menghasilkan beberapa kesimpulan terkait dengan fokus kajian tentang praktik marginalisasi politik pengawasan pemilu di Kabupaten Banyumas. Berdasarkan hasil

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Politik merupakan proses pembentukan dan pembagian kekuasaan dalam masyarakat

I. PENDAHULUAN. Politik merupakan proses pembentukan dan pembagian kekuasaan dalam masyarakat 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Politik merupakan proses pembentukan dan pembagian kekuasaan dalam masyarakat yang antara lain berwujud proses pembuatan keputusan khususnya dalam negara. Sistem politik

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pelayanan kepada masyarakat. Di samping itu, Kampung juga. demokrasi dalam suatu masyarakat negara. (Jurnal Humaniora Volume 14,

I. PENDAHULUAN. pelayanan kepada masyarakat. Di samping itu, Kampung juga. demokrasi dalam suatu masyarakat negara. (Jurnal Humaniora Volume 14, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kampung merupakan satuan pemerintahan terkecil yang melaksanakan fungsifungsi pelayanan kepada masyarakat. Di samping itu, Kampung juga merupakan wadah partisipasi

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1. Pendekatan Penelitian Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini bersifat kuantitatif yaitu penelitian yang lebih kepada keakuratan deskripsi setiap variabel dalan keakuratan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Responden penelitian ini adalah masyarakat adat Lampung Abung Siwo Mego

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Responden penelitian ini adalah masyarakat adat Lampung Abung Siwo Mego V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Identitas Responden Responden penelitian ini adalah masyarakat adat Lampung Abung Siwo Mego Buay Subing di Desa Labuhan Ratu Kecamatan Labuhan Ratu Kabupaten Lampung Timur yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. diperuntukkan untuk rakyat. Pemilihan umum merupakan bagian dari

I. PENDAHULUAN. diperuntukkan untuk rakyat. Pemilihan umum merupakan bagian dari 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Demokrasi merupakan sebuah wacana yang dikembangkan dengan tujuan untuk menampung aspirasi yang terdapat dalam masyarakat. Secara sederhana demokrasi dapat diartikan

Lebih terperinci

KPU KOTA ADM. JAKARTA BARAT HASIL RISET TENTANG

KPU KOTA ADM. JAKARTA BARAT HASIL RISET TENTANG KPU KOTA ADM. JAKARTA BARAT HASIL RISET TENTANG 1. DASAR HUKUM Surat Ketua KPU RI No. 155/KPU/IV/2015 Tentang Pedoman Riset tentang Partisipasi dalam Pemilu 2.LATAR BELAKANG A. Kesukarelaan Warga dalam

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. khususnya di Kabupaten Kebumen ketika menjelang Pemilihan Kepala Desa.

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. khususnya di Kabupaten Kebumen ketika menjelang Pemilihan Kepala Desa. BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Ngeyeg termasuk dalam kebiasaan umum masyarakat di Jawa Tengah khususnya di Kabupaten Kebumen ketika menjelang Pemilihan Kepala Desa. Tahapan ngeyeg apabila dihubungkan

Lebih terperinci

PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014

PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PENGAWASAN KAMPANYE PESERTA PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2014 TENTANG PENGAWASAN PERENCANAAN, PENGADAAN, DAN PENDISTRIBUSIAN PERLENGKAPAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pemimpin negara dan secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi

I. PENDAHULUAN. pemimpin negara dan secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Partisipasi politik adalah kegiatan sesorang atau kelompok orang untuk ikut serta secara aktif dalam kehidupan politik, antara lain dengan jalan memilih pemimpin

Lebih terperinci

V. KESIMPULAN DAN SARAN. terhadap partisipasi politik siswa dalam pemilu presiden tahun 2014, maka

V. KESIMPULAN DAN SARAN. terhadap partisipasi politik siswa dalam pemilu presiden tahun 2014, maka V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan analisis data, pembahasan hasil penelitian, khususnya analisis data yang telah diuraikan mengenai pengaruh media massa dan sikap politik terhadap partisipasi

Lebih terperinci

PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENGAWASAN DANA KAMPANYE PEMILIHAN UMUM KEPALA DAERAH DAN WAKIL KEPALA DAERAH

PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENGAWASAN DANA KAMPANYE PEMILIHAN UMUM KEPALA DAERAH DAN WAKIL KEPALA DAERAH 1 PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENGAWASAN DANA KAMPANYE PEMILIHAN UMUM KEPALA DAERAH DAN WAKIL KEPALA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BADAN PENGAWAS PEMILIHAN

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. dalam data pemilih pada pemilihan Peratin Pekon Rawas Kecamatan Pesisir

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. dalam data pemilih pada pemilihan Peratin Pekon Rawas Kecamatan Pesisir 59 V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Responden Responden dalam penelitian ini adalah para pemilih pemula yang tercatat dalam data pemilih pada pemilihan Peratin Pekon Rawas Kecamatan Pesisir Tengah

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP 1. Kesimpulan

BAB VI PENUTUP 1. Kesimpulan BAB VI PENUTUP Setelah menjelaskan berbagai hal pada bab 3, 4, dan 5, pada bab akhir ini saya akan menutup tulisan ini dengan merangkum jawaban atas beberapa pertanyaan penelitian. Untuk tujuan itu, saya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pesat, dibuktikan semenjak paska reformasi terdapat pergeseran yang sangat

BAB 1 PENDAHULUAN. pesat, dibuktikan semenjak paska reformasi terdapat pergeseran yang sangat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan kajian political marketing mix saat ini sudah cukup pesat, dibuktikan semenjak paska reformasi terdapat pergeseran yang sangat signifikan terhadap

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dimana warga negara memiliki hak untuk ikut serta dalam pengawasan

I. PENDAHULUAN. dimana warga negara memiliki hak untuk ikut serta dalam pengawasan 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara dengan sistem pemerintahan demokrasi yang dimana warga negara memiliki hak untuk ikut serta dalam pengawasan jalannya pemerintahan. Warga negara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pedesaan di masa demokrasi saat ini, terutama bagi pihak-pihak yang. motor penggerak bagi kesejahteraan masyarakatnya.

I. PENDAHULUAN. pedesaan di masa demokrasi saat ini, terutama bagi pihak-pihak yang. motor penggerak bagi kesejahteraan masyarakatnya. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemilihan kepala desa atau pilkades adalah sebuah kata yang sudah tidak asing lagi dan diperbincangkan oleh sebagian besar masyarakat khususnya masyarakat pedesaan di masa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Juanda, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Juanda, 2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Para siswa yang masih duduk di bangku Sekolah Menengah Atas (SMA), adalah mereka yang berumur 17 sampai dengan 21 tahun merupakan pemilih pemula yang baru

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. SMK Wira Maritim Surabaya adalah sekolah swasta di Surabaya

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. SMK Wira Maritim Surabaya adalah sekolah swasta di Surabaya BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENELITIAN 1. Deskripsi Subjek SMK Wira Maritim Surabaya adalah sekolah swasta di Surabaya barat, tepatnya di Jalan Manukan Wasono. SMK ini berjumlah dengan

Lebih terperinci

-3- MEMUTUSKAN: Pasal I

-3- MEMUTUSKAN: Pasal I -2-3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran (L embaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 139, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4252); 4. Undang-Undang Nomor 2 Tahun

Lebih terperinci

KAMPANYE TAK BERKUALITAS, POLITIK UANG MENGANCAM

KAMPANYE TAK BERKUALITAS, POLITIK UANG MENGANCAM I. Latar Belakang KAMPANYE TAK BERKUALITAS, POLITIK UANG MENGANCAM Pimilihan kepala daerah (Pilkada) merupakan salah satu bagian penting guna mewujudkan demokrasi yang substantif. Demokrasi yang mengarah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang Masalah BAB I 1.1.Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN Reformasi yang dimulai sejak berakhirnya pemerintahan Orde Baru pada bulan Mei 1998, telah menghantarkan rakyat Indonesia kepada perubahan di segala bidang,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (aspek keterampilan motorik). Hal ini sejalan dengan UU No.20 tahun 2003

BAB I PENDAHULUAN. (aspek keterampilan motorik). Hal ini sejalan dengan UU No.20 tahun 2003 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hak bagi setiap warga negara Indonesia. Pendidikan memiliki peran yang sangat penting dalam menciptakan manusia yang berkualitas dan berkarakter.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian juta 66,9 juta (67 juta) Golput atau suara penduduk

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian juta 66,9 juta (67 juta) Golput atau suara penduduk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Partisipasi politik masyarakat merupakan syarat pokok yang harus dilakukan oleh setiap warga negara terutama pada negara yang menganut paham demokrasi. Tingginya

Lebih terperinci

BAWASLU. Dana Kampanye. Pemilihan Umum. Presiden dan Wakil Presiden. Pengawasan.

BAWASLU. Dana Kampanye. Pemilihan Umum. Presiden dan Wakil Presiden. Pengawasan. No.848, 2014 BAWASLU. Dana Kampanye. Pemilihan Umum. Presiden dan Wakil Presiden. Pengawasan. PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2014 TENTANG PENGAWASAN DANA KAMPANYE

Lebih terperinci

Dasar Pemikiran. Bentuk peran aktif RRI dalam proses demokratisasi RRI => Menginspirasi => Menavigasi

Dasar Pemikiran. Bentuk peran aktif RRI dalam proses demokratisasi RRI => Menginspirasi => Menavigasi PERAN LPP RRI Dasar Pemikiran Bentuk peran aktif RRI dalam proses demokratisasi RRI => Menginspirasi => Menavigasi PENGERTIAN Program Siaran yang diselenggarkan untuk memberikan pemahaman mengenai hak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di kota bandung

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di kota bandung 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sistem Pemilihan Umum Kepala Daerah (pemilukada) dapat dibedakan dalam dua jenis, yakni pemilukada langsung dan pemilukada tidak langsung. Faktor utama yang

Lebih terperinci

PENGARUH FAKTOR SYARIAH, TINGKAT KEUNTUNGAN BAGI HASIL, DAN MOTIVASI TERHADAP KEPUTUSAN NASABAH MENGGUNAKAN PERBANKAN SYARIAH

PENGARUH FAKTOR SYARIAH, TINGKAT KEUNTUNGAN BAGI HASIL, DAN MOTIVASI TERHADAP KEPUTUSAN NASABAH MENGGUNAKAN PERBANKAN SYARIAH Endang Tri Wahyuni A.: Pengaruh Faktor Syariah, Tingkat Keuntungan Bagi 269 PENGARUH FAKTOR SYARIAH, TINGKAT KEUNTUNGAN BAGI HASIL, DAN MOTIVASI TERHADAP KEPUTUSAN NASABAH MENGGUNAKAN PERBANKAN SYARIAH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap organisasi memiliki sumber daya manusia yang saling mendukung satu sama lain untuk mencapai tujuan organisasi. Sumber daya manusia sebagai tenaga penggerak

Lebih terperinci