PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI"

Transkripsi

1 DALAN ARTE NIAN : PERGULATAN SENIMAN ARTE MORIS ATAS IDENTITAS KEBANGSAAN TIMOR LESTE Tesis Untuk memenuhi persyaratan mendapat gelar Magister Humaniora (M.Hum.) di Program Magister Ilmu Religi dan Budaya Universitas Sanata Dharma Yogyakarta Oleh ; ARMANDO SORIANO PROGRAM MAGISTER ILMU RELIGI DAN BUDAYA FAKULTAS PASCA SARJANA UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2014 i

2 ii

3 iii

4 PERNYATAAN KEASLIAN TESIS Yang bertanda tangan di bawah ini, Nama : Armando Soriano NIM : Program : Program Pascasarjana Ilmu Religi dan Budaya Universitas : Sanata Dharma Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tesis Judul : Dalan Arte Nian : Pergulatan Seniman Arte Moris atas Identitas Kebangsaan Timor Leste. Pembimbing : 1. Dr. Gregorius Budi Subanar, S.J. 2. Dr. Dr. Alb. Budi Susanto, S.J. Tanggal diuji : 3 Februari 2014 Adalah benar-benar hasil karya saya. Di dalam skripsi/karya tulis/makalah ini tidak terdapat keseluruhan atau sebagian tulisan atau gagasan orang lain yang saya ambil dengan cara menyalin atau meniru dalam bentuk rangkaian kalimat atau simbol yang saya aku seolah-olah sebagai tulisan saya sendiri tanpa memberikan pengakuan kepada penuli aslinya. Apabila kemudian terbukti bahwa saya melakukan tindakan menyalin atau meniru tulisan orang lain seolah-olah hasil pemikiran saya sendiri, saya bersedia menerima sangsi sesuai dengan peraturan yang berlaku di Program Pascasarjana Ilmu Religi dan Budaya Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, termasuk pencabutan gelar Magister Humaniora (M.Hum.) yang telah saya peroleh. iv

5 PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS Nama : Armando Soriano NIM : Program : Program Magister Ilmu Religi dan Budaya Demi keperluan pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada perpustakaan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta karya ilmiah yang berjudul: DALAN ARTE NIAN : PERGULATAN SENIMAN ARTE MORIS ATAS IDENTITAS KEBANGSAAN TIMOR LESTE Beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di internet atau media lainnya demi kepentingan akademis tanpa perlu meminta izin dari saya atau memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis. Dengan demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya. v

6 MOTTO Maka berseru-serulah mereka kepada TUHAN dalam kesesakan mereka, dan dilepaskan-nya mereka dari kecemasan mereka ( Mazmur 107:6) I Knew that I just need to believe in something in order to keep on going (Jose Alexander Gusmao,1995) vi

7 PERSEMBAHAN Untuk kedua orang tuaku, Liberato Dos Reis Soriano dan Selvince Laikopan Soriano sumber cinta, doa dan berkat. vii

8 KATA PENGANTAR Sebagai seorang Laorai ( Tetum: perantau), tempat asal serta hal-hal yang berkaitan dengannya selalu memiliki kesan khusus. Tesis ini adalah pemaknaan saya atas perasaan dan kesan itu. Pengalaman belajar yang didapatkan di Program Magister Ilmu Religi dan Budaya Universitas Sanata Dharma adalah proses yang mengasah, membentuk cara pandang saya dan memberikan banyak hal untuk mengolah pemaknaan atas kesan tersebut. Menjadi seseorang dengan latar belakang etnis Timor Leste dan memegang paspor Indonesia memberikan suatu rasa dan ruang tersendiri saat berbicara tentang identitas kebangsaan. Pada bagian Kata Pengantar ini saya ingin menyampaikan ucapan yang semoga dapat mewakili rasa terima kasih saya yang sebesar-besarnya kepada pihak-pihak yang secara langsung maupun tidak langsung telah memberikan dukungan dalam berbagai bentuk untuk proses penulisan tesis ini. Terima kasih kepada kedua orang tua saya Liberato Dos Reis Soriano dan Selvince Soriano Laikopan atas limpahan cinta, doa, dan berkatnya, juga kepada adik Almerio Soriano atas doa dan dukungan semangatnya. Juga untuk keluarga besar Soriano dan Laikopan atas perasaan tentram, serta adik Dwi Retnowati yang memberikan banyak pengertian dan cerita. Terima kasih saya sampaikan kepada pembimbing saya Dr. Gregorius Budi Subanar, S.J. dan Dr. Albertus Budi Susanto,S.J. yang dengan sabar telah membimbing dan memberikan banyak pencerahan. Kepada Dr. St. Sunardi yang telah memberikan banyak pemikiran yang berguna, Dr. Katrin Bandel yang telah memberikan dukungan, serta kepada segenap dosen di IRB yang telah menjadi pengajar yang baik, berlimpah viii

9 terima kasih saya ucapkan. Tidak lupa, saya berterima kasih kepada mbak Desy di Sekretariat IRB atas perhatian dan kesabarannya serta mas Mul atas dukungannya. Terima kasih sebesar-besarnya, Obrigado barak, atas kerjasama, dukungan, kesediaan untuk berbagi rasa dan cerita untuk teman-teman di komunitas Arte Moris di Dili, Timor Leste ; Maun Iliwatu Danabere, Tony untuk kata-katanya saida mak ita halo nee buat ida mak diak, Pele, Maun Abe, Zenny, dan para artistas lainnya. Dapat berbagi bersama kalian adalah pengalaman yang selalu saya ingat dan kita akan selalu punya cerita untuk diteruskan. Terima kasih untuk teman-teman yang saya temui selama menempuh masa belajar di Yogyakarta, Antonius Widianto Setiawan yang selalu punya cara sendiri untuk menjadi karib yang baik, bagi teman-teman di Komunitas Media Sastra, koran linguistik dan warung kopi Lidah Ibu yang memberikan tempat untuk saat mengaso, mas Sigit Fotokopi. Juga untuk teman-teman, dan para mentor, Dr. Douglas Kammen, di program Fellowship ARI-NUS angkatan Terima kasih yang teristimewa saya ucapkan untuk para karib, saudara dalam rasa, di IRB angkatan 2010: Alwi, Irfan, pak Mardison, mas Benny, Zuhdi, Nelly, Lisis, Gintani, Pongkot, mas Windarto, mas Amsa, atas kesediaannya untuk saling berbagi. Penulis ix

10 ABSTRAK Tesis ini menganalisa identitas kebangsaan di dalam karya seni yang diciptakan oleh seniman-seniman dari Arte Moris, sebuah sekolah dan komunitas seniman di Dili, Timor Leste. Hal yang dilihat Tesis ini adalah hubungan antara hasil karya tersebut dengan proses kreatifitas berkarya khususnya tentang identitas nasional. Arte Moris mulai diusahakan pendiriannya pada tahun 2000an saat Luca Gansser, seorang seniman Swiss tiba di negara tersebut. Terinspirasi dengan bakat seni para pemuda setempat, ia membangun sebuah sekolah seni, dan sebagai hasilnya,pad bulan februari di tahun 2003 Arte Moris menjadi sekolah seni pertama di negara itu sekaligus sebagai pusat budaya dan asosiasi seniman. Salah satu misi sekolah tersebut adalh menggunakan seni sebagai terapi bagi para pemuda di negara yang dalam keadaan paska konflik tersebut. Latar belakang dari aspek sejarah Timor Leste merupakan sumber dari pembahasan dalam tesis ini. Sehubungan dengan sejarah konflik dan kekerasan dan gerakan resistensi, obyek tesis ini adalah melihat hubungan antara pergulatan artistik seniman dengan proses pembentukan identitas nasional. Timor Leste meraih kemerdekaannya pada 20 Mei Sejarah negara ini sebelum kemerdekaan adalah tentang perjuangan, kisah pengorbanan orang yang memperjuangkan kehormatan sebagai negara merdeka. Tesis ini membahas memori kolektif masyarakat dirujuk sebagai bagian yang membentuk konstruksi identitas. Teori utama yang digunakan di dalam tesis ini adalah Psikoanalisa Lacanian. Pembahasan ini diarahkan untuk melihat kontribusi dari seni visual pada pembentukan identitas kebangsaan. x

11 ABSTRACT This thesis analyzes national identity in the works of art created by Artists of Arte Moris, a school and artistic community in Dili, East Timor, and look at the relation of those works to the concept of art creativity and especially national identity. ArteMoris was started in early 2000s when Luca Gansser, a Swiss artist, arrived in the country. Inspired by the local youth s artistic talent, he built an art school, and as a result, Arte Moris become the country s first Fine Arts School, Cultural Centre and Artists Association in Dili in February One of the school missions is to use art as therapy for the youth of this post-conflict country. The background of East Timor in its historical aspects provides the basis for this thesis. Related to the country history of violence during conflict and resistence movement, the objective is to see the use of art in the artists artistic and creative process in building the national identity. Timor Leste gained independence on May 20, The country s story before the independence is a story of a struggle, a story of a nation and people s sacrifice to win their honour as a free country. This thesis is a study about interpretation the people s memory collective that is reflected in the artwork, which designs the process of the identity construction. The main theory used in this thesis is the Lacanian Psychoanalysis. This study is aimed to bring more knowledge about the contribution of visual art and its creativity process on the process of national identity building. xi

12 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL...i LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING...ii LEMBAR PENGESAHAN TIM PENGUJI...iii SURAT PERNYATAAN KEASLIAN...iv SURAT PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH...v MOTTO...vi PERSEMBAHAN...vii KATA PENGANTAR...viii ABSTRAK...x ABSTRACT...xi DAFTAR ISI...xii BAB I PENDAHULUAN...1 A. Latar Belakang...1 Timor Leste dan Gambar-Gambar Pada Batu...1 Timor Leste dan Cerita Perang...4 Arte Moris, Cerita dan Riaknya...9 B. Rumusan Masalah...12 C. Tujuan Penelitian...12 D. Manfaat Penelitian...13 E. Kajian Pustaka...13 F. Kerangka Teoritis Levine s Lacan Reframed : The Gaze Simptom Empat Wacana Memori Kolektif...30 G. Metode penelitian...32 H. Pengolahan Data...33 I. Sistematika Penulisan...34 xii

13 BAB II ARTE MORIS DAN SENI VISUAL DI TIMOR LESTE Selayang Pandang Seni Rupa di Timor Leste Pra Arte Moris : Situs Lenehara, Timor Bonita, dan Seni Visual dalam Pergerakan a. Gambar di Gua Kapur b. Cita Rasa Eropa : Timor Bonita c. Seni Visual di Masa Integrasi : Keberadaannya Dalam Perjuangan Kemerdekaan d. Tais : Warna dalam Sebuah Kebudayaan Visual Kisah Arte Moris Yahya Lambert : Indonesian Connection Luca dan Gabriela Gansser : Seni Sebagai Terapi Artistas : Para Seniman di Gedung Bekas Museum a. Residence Artists b.Seniman Senior Ragam Karya Adat Tradisional dan Simbol-Simbolnya Politik Trauma Eksplorasi...80 xiii

14 BAB III MEMBACA SEBUAH PERGULATAN : IDENTITAS NASIONAL DALAM KARYA LUKISAN Membingkai Lukisan Seniman Arte Moris dengan Teori Psikoanalisa Lacanian Simptom : Elemen-Elemen Visual di Dalam Lukisan a. Tradisionalitas yang Tervisualkan b. Tokoh di Dalam Lukisan c. Lautan dan Gunung Bendera Identitas Kebangsaan dan Karya Seni Visual : Seniman yang Histeris a. Histeria di Dalam Karya-Karya Tony : Sebuah Gugatan b. Dari Simptom ke Pengetahuan : Tony dan Lukisan-Lukisan Hakarak Livre BAB IV KESIMPULAN Karya Seni Visual dan Muatan Identitas Nasional Arte Moris dan Dalan Arte Nian : Mencari Identitas Timor Leste DAFTAR PUSTAKA Lampiran xiv

15 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Timor Leste dan Gambar-Gambar Pada Batu Di dalam sebuah buku pelajaran, untuk mata pelajaran sejarah, dengan judul Sejarah Perjuangan Rakyat Timor-Timur Untuk SD 1, terdapat sebuah foto yang berisikan gambar garis-garis yang saling memotong, hingga membentuk sosok manusia. Menurut keterangan di dalam buku tersebut, gambar itu ditemukan di dinding batu di dalam gua-gua di daerah Manatuto, sebuah daerah yang pernah menjadi tempat dengan status setingkat kabupaten di masa Integrasi Timor Leste dengan Republik Indonesia. Buku sejarah yang menulis tentang gambar itu, adalah sebuah buku sejarah untuk Sekolah Dasar yang diterbitkan oleh Depdikbud pada tahun Penjelasan tentang gambar tersebut, mengatakan bahwa gambar itu berasal dari masa beberapa puluh abad sebelum masehi. Penjelasan tentang gambar itu adalah uraian tentang bentuk-bentuk kebudayaan, dalam hal ini ekspresi visual yang diartikan sebagai suatu hal yang merupakan bagian dari identitas diri orang atau masyarakat Timor Timur, atau Timor Leste. Gambar di atas batu, di dinding-dinding gua itu pun mengalami sebuah proses pemaknaan lagi ketika ada bentuk-bentuk pembahasan yang bertujuan menjadikannya sebagai salah satu titik acuan untuk bicara tentang Timor Leste dan seni visual di negara tersebut. Sebuah acuan yang disebut sebagai titik awal. 1 Lihat Zuhdi, Sutjianingsih,Sri.1995.Sejarah Perjuangan Rakyat Timor-Timur Untuk SD. Jakarta:Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1

16 Gambar tua tersebut dijelaskan sebagai yang berupa bentuk ekspresi singkat dari sebuah bentuk kebudayaan yang hidup dan pernah ada di masa lampau. Sebuah bentuk espresi yang digambarkan telah meneruskan rambatan gaungnya hingga ke masa sekarang, jika dilihat dalam suatu wadah pengertian, atau sudut pandang sejarah seni visual Timor Leste. Sudut pandang tersebut dapat dilihat dari pembahasan yang dibuat oleh Silva dan Barkmann. The contemporary art movement of Timor-Leste has appered over the past decade, most prolifically as political graffiti and murals on the derelict walls and street facades of Dili, Baucau, Suai, and Lospalos. These recent expressions distantly echo the nation s ancient rock art heritage, which was similiarly painted on walls. 2 Pembahasan mereka memakai bentuk peninggalan sejarah yang sama dengan yang terdapat dalam buku pelajaran untuk SD tersebut, yaitu gambar-gambar tua di dalam gua. Pembahasan ini menguraikan tentang ditemukannya bentuk seni visual yang ada pada dinding gua batu di Distrik Baucau, serta di Region Tutuala dan Bauguia. Daerah ini merupakan daerah di wilayah timur dari Timor leste, Distrik Manatuto pun terletak di wilayah yang sama. Menurut Silva dan Barkmann, gambar yang diperkirakan berusia tahun ini adalah sebuah ekspresi singkat, ephemeral expression yang datang dari masanya yang jauh 3. Ketika masa transisi terjadi di Timor Leste yang pada saat itu akan beralih dari Timor-Timur menjadi Timor Leste di sekitar tahun 2002, seorang warga negara Swiss, beserta istrinya hadir di situ, sebagai bagian dari misi badan PBB. Pada saat itu di Timor Leste terjadi proses peralihan kekuasaan, administrasi, serta pembentukan kerangka-kerangka landasan untuk sebuah pemerintahan yang baru. 2 Silva, Abilio d. C. dan Barkmann,ed A Contemporary Art Movement in Timor Leste : an essay. Museum and Art Gallery Northern Teritory in partnership with the National Directorate of culture,timor Leste. 3 Ibid 2

17 Pasangan warga negara Eropa itu menemukan bahwa terdapat beberapa kenyataan, berdasarkan pengamatan mereka, tentang Timor Leste sebagai sebuah negara muda. Kenyataan-kenyataan seputar keadaan dan situasi sosial yang masih jauh dari kemakmuran. Seperti yang dapat disaksikan dalam sebuah program dokumenter pendek dari ee.com, dalam program itu ditayangkan laporan-laporan tentang peran sebuah organisasi bernama Arte Moris, yang disebut sebagai sebuah lembaga pendidikan seni yang pertama di Timor Leste. Dalam wawancara dengan pendiri lembaga tersebut, disebutkan bahwa yang menjadi salah satu dasar dari lahirnya organisasi itu adalah kenyataan bahwa pemuda-pemuda di tempat tersebut sebagian besar tidak memiliki kegiatan khusus untuk dilakukan ; sebagian besar dari mereka menganggur. Faktor penting lainnya adalah adanya bakat-bakat yang terlihat melalui sejumlah graffiti di jalanan kota tersebut. Semua kenyataan dari tuturan diatas berhubungan dengan gambar-gambar di atas batu. Jalinan yang membentuk ide, baik dalam perbincangan tentang sejarah, maupun masalah-masalah lain yang berhubungan dengan keadaan masyarakat di Timor leste dapat dilihat lewat rangkaian-rangkaian narasi gambargambar tersebut, gambar yang dibuat pada batu-batu di dinding gua, dan yang dibuat di atas tembok-tembok, mungkin rumah atau pagar, mungkin juga reruntuhan yang berdasarkan konteks waktunya berasal dari sisa-sisa peristiwa penghancuran dan pembakaran yang pernah melanda kota Dili, ibu kota Timor Leste. Gaung dari ribuan tahun silam itu, dapat dikatakan telah diberikan saluran untuk meneruskan rambatannya. 3

18 Bicara tentang sejarah pendidikan seni (fine art) di Timor Leste, maka pertama kali diajarkan kepada penduduk pribumi Timor Leste di sekolah elit Portugis di suatu masa di abad 20. Hal ini dapat dilihat dari catatan tentang Cinatti, seorang sarjana Portugis yang menjadi guru untuk pendidikan seni di Sebuah sekolah di Lahane pada tahun Catatan tentang sarjana ini dapat dilihat dalam kutipan berikut, Noting the ability of a young student who was bound by a culture, of which he was not conscious that enabled him to surpass his (Cinatti) Western-style drawing tuition and produce a uniquely Timorese landscape 4. Para murid dari Cinatti ini kemungkinan besar adalah salah satu dari para pelukis yang kemudian menjadi bagian dalam kelompok seniman-seniman Timor Leste di beberapa masa berikutnya. Kelompok yang kemudian berkembang, dan yang di dalamnya termasuk beberapa pelukis seperti Jose Martins Barnco, Daniel Peloi, Sequito Calsona, dan Joao Soriano. Kelompok ini mulai berkarya, dan mengadakan pameran di masa Timor Portugis dari tahun 1950an dan terus aktif di masa-masa setelahnya. Mereka kebanyakan melukis dalam gaya romantik-realis. Hingga akhirnya pada tahun 1990an mereka mendapatkan kedudukan sebagai seniman-seniman senior di Timoe Leste 5. Timor Leste dan Cerita Perang Sejarah panjang yang dimiliki Timor Leste sebagai sebuah bangsa banyak diisi dengan cerita dari kejadian tentang konflik atau perang. Hal ini dapat dimulai dari titik waktu ketika tempat tersebut masih berupa sebuah pulau yang dihuni oleh kerajaan-kerajaan kecil. Hingga sampai di masa datangnya kekuasaan 4 Silva, Abilio d. C. dan Barkmann 2008.op.cit. 5 Ibid 4

19 asing yang juga membawa pengaruh sehubungan dengan kepentingan mereka yang juga menciptakan konflik dan perang-perang tersendiri. Perburuan kepala manusia, yang juga merupakan bagian dari tradisi Timor,baru dihapuskan di abad ini. Menurut Hicks ini adalah sebuah kegiatan popular yang alasan utamanya adalah ritual dan gengsi sosial 6. Uraian dalam buku 500 tahun Timor Loro Sae yang ditulis oleh Geoffrey C. Gunn menunjukkan sebuah gambaran budaya perang yang dimiliki oleh kelompok-kelompok suku di Timor yang di masa sebelum abad ke 18 berada di bawah kekuasaan pangeran-pangeran. Gunn mengarahkan penelitiannya secara khusus kepada konsep peperangan orang Timor yang disebutnya sebagai Funu; Perang (Tetum). Di bawah kolonisasi portugis yang berlangsung sejak tahun 1556, yang dimulai ketika sekelompok misionaris Dominikan tiba dan menetap di desa Lifau dan makin berkembang pada era 1600an ketika Portugal memulai rute perdagangan ke Timor bagian timur, kejadian-kejadian berupa perang mengambil bentuknya sendiri sehubungan dengan kedatangan pihak asing ini. Timor di saat itu digambarkan sebagai sebuah wilayah dengan tingkat pemberontakan yang cukup tinggi dari kaum pribumi terhadap kaum penjajah. Pemberontakan ini seringkali dipadamkan dengan cara kekerasan. Hal yang menjadi perhatian Gunn adalah kemampuan pemberontakan ini untuk bertahan dan menjadi suatu bentuk kebudayaan dengan semangatnya tersendiri. Sebuah perang atau pemberontakan yang diturunkan antar-generasi yang terjadi sampai zaman modern. Sebuah peperangan yang selalu teritualisasi. Gubernur Affonso de Castro menulis pada tahun 1860an : Pemberontakan di Timor terjadi terus-menerus, bisa dikatakan 6 Gunn, Geoffrey C Tahun Timor Loro Sae. Dili : Sa he Institute for Liberation. 5

20 bahwa pemberontakan adalah keadaan yang normal sedangkan ketenangan adalah perkecualian 7. Di bawah pendudukan Jepang, sebagai akibat dari efek Perang Dunia II, Timor Leste juga mendapatkan bagiannya. Sebuah kutipan menyebutkan The Japanese military occupation of Timor in 1942 was disastrous, as drought struck in 1944 and at least 40,000 people died 8 Posisi Timor yang strategis sebagai pintu pertahanan sekaligus batu pijakan terhadap Australia menjadikannya sebagai bagian dari ambisi jepang yang di saat itu punya pengaruh besar di Asia. Setiap era, yang dalam pembahasan ini dikelompokan berdasarkan para penguasa administratifnya, memiliki cerita masing-masing tentang orang Timor dengan cara mereka bertahan yang oleh Gunn disebut sebagai perang teritualisasi. Masa kedatangan dan keberadaan Indonesia sebagai pemegang kekuasaan memberikan cerita yang menjadi rangkaian penting dalam topik dari tulisan ini. Cerita konflik, atau kekerasan dalam bentuk perang, pemberontakan, penganiyaan, teror, dan bentuk-bentuk kekerasan fisik dan non-fisik lainnya menjadi warna tersendiri bagi kehidupan orang Timor Leste di masa Timor- Timur itu. Berbagai kepentingan dan persilangan politik atas Timor Leste di kala itu memberikan banyak pendapat dari pihak-pihak yang terlibat di dalamnya, dalam hal ini tentang data korban dari tindak kekerasan yang terjadi. Gin dalam bukunya menulis, It became known that Indonesian troops had committed atrocities in December 1975 against the civilian population, as well as continued systematic violence with the aim of subduing resistance. The military forced the 7 Ibid 8 Ooi Keat Gin,ed Southeast Asia : a historical encyclopedia from Angkor Wat to East Timor.California : ABC-CLIO inc. 6

21 resettlement of the rural population. The ongoing war and the destruction or abandonment of food crops caused the deaths of possibly 100,000 people 9. Keberadaan Indonesia yang menggunakan beberapa cara untuk mempertahankan kekuasaannya di Timor Leste mendapatkan perhatian dari pihak luar, terutama karena adanya resolusi PBB yang masih menempatkan masalah Timor Leste dalam suatu penangguhan karena ada beberapa masalah yang belum menemui penyelesaian yang jelas. Kedua pihak, baik pihak Indonesia dengan pemerintahan sipil dan militernya maupun para pejuang kemerdekaan Timor Leste yang digerakkan oleh FRETELIN (Frente Revolucionária do Timor- Leste Independente) dengan strategi perang gerilya dan gerakan klandestin (gerakan bawah tanah), saling berjuang untuk mencapai kepentigan masing-masing. Hasil dari semua itu adalah jatuhnya korban jiwa serta kerugian-kerugian lainnya di pihak masing-masing. Bentuk-bentuk strategi yang dipakai oleh Indonesia digerakan sebagian besar oleh kekuatan militer yang tidak jarang bertemu secara langsung dengan para aktifis klandestin yang sebagaian besar adalah masyarakat sipil. In November 1991 new evidence of atrocities emerged with film of Indonesian troops shooting unarmed civilians in Dili. The numbers suggested by human rights NGOs are problematic in this case; Asia Watch, for instance, stated that between 75 and 200 unarmed demonstrators were kill. 10 Kekuasaan militer dengan tujuan penegakan kedaulatan yang berhadapan dengan perjuangan bawah tanah yang bertujuan sama yaitu mendapatkan sebuah kedaulatan, kurang lebih itulah sebentuk wajah konflik yang terjadi di Timor Leste dalam kurun waktu setelah Operasi Seroja Ibid 10 Christie and Roy, Denny.2001.The politics of human rights in East Asia.London:Pluto Press. 7

22 Cerita perang berikutnya terjadi di masa awal setelah kemerdekaan berhasil dicapai. Timor Leste yang secara internasional diakui kedaulatannya pada tahun 2002 masih harus menghadapi konflik-konflik internal. Rentetan peristiwa yang bertemakan keamanan yang terganggu lahir dan tumbuh dengan subur. Kesulitan di berbagai bidang sebagai sebuah negara yang baru merdeka seolah menjadi alasan dan faktor utama dari lahirnya konflik-konflik ini dimulai dari perseteruan geng-geng pemuda dalam perkotaan sampai dengan pemberontakan dan perpecahan dalam militer yang meluas menjadi konflik antara subetnis. Pengalaman tentang konflik yang pernah terjadi di wilayah ini, dilihat dari sudut pandang penduduk Timor Leste yang lahir di era setelah tahun 50an maka akan didapatkan gambaran tentang paling tidak dua pengalaman konflik dalam dua kurun waktu, yaitu di masa kolonial Portugis dan di bawah pendudukan Indonesia. Masing-masing membawa cerita tersendiri. Pengalaman-pengalaman kolektif yang dimiliki sebagai bagian dari suatu komunitas, the impact of the killing was underlined by a schoolteacher who said that 70 per cent of the children in his class had lost one or both of their parents to war or famine 11. Hampir setiap keluarga di kota Dili, memiliki cerita yang disebabkan oleh karena konflik-konflik yang sudah terjadi ini, baik berupa kehilangan salah satu atau lebih anggota keluarganya maupun kenangan-kenangan lainnya akibat konflik. Sebuah gambaran yang oleh J.G. taylor coba diungkapkan dalam kesimpulannya, the luck of the Timorese is to be born in tears, to live in tears and to die in tears Ibid 12 Lihat Taylor, John G Indonesia s Forgotten War: The Hidden History of East Timor. London : Zed Books. 8

23 Arte Moris, Cerita dan Riaknya Pada tahun 2002, di masa restorasi kemerdekaan, pergerakan seni di Timor Leste yang disebut sebagai gerakan seni kontemporer mulai menemukan saat yang tepat untuk perkembangannya. Sebagian besar dari organisasi dengan fokus pada dunia seni dan keterlibatan kaum muda tersebut, dijelaskan hadir karena alasan potensi dari seni sebagai media bagi kebutuhan yang bersifat psikologis. Working in derelict buildings with sporadic supplies of materials, a proliferation of new small art studio art such Becusi, Bulak, Weluru, Naroman, Jovil, Sukaer, and Faloikai appeared. The inherent therapeutic and reflective processes of art production explain attraction for young Timorese as they attempted to repair the psychological and social upheaval in their lives and society 13. Di masa-masa restorasi atau di awal-awal kemerdekaan bermunculan gerakan-gerakan seni kontemporer yang secara mendasar menunjukkan bahwa kegiatan seni yang mengandung sisi pengungkapan dan penyembuhan membuat gerakan-gerakan ini diminati oleh para pemuda. Seorang mantan anggota Sanggar Bulak, Iliwatu Danabere (2007) mengungkapkan pendapatnya tentang bagaimana seni ini punya peran tersendiri bagi dirinya dan diri sesama pemuda Timor Leste lainnya, we learned how to respond to terror in Dili with art. We didn t fight like all the other youth, but expressed our hopes and fellings artistically 14. Di masa restorasi itu pulalah lahir Arte Moris Art School,Sekolah Seni Arte Moris, yang merupakan bagian dari bentuk-bentuk perencanaan paska kemerdekaan dan menjadi sebuah kontributor utama dalam gerakan seni kontemporer di Timor Leste. Nama Arte Moris berasal dari gabungan bahasa Tetum dan bahasa Portugis yang berarti Seni yang hidup, Living Art (Arte, Portugis: seni, Moris, Tetum : hidup). Arte Moris didirikan pada Februari Silva, Abilio d. C. dan Barkmann 2008.op.cit. 14 Ibid 9

24 oleh seorang seniman yang berasal Swiss; Luca Gansser, dan istrinya Gabriela Gansser yang adalah seorang kordinator seni antar budaya. Proses pembentukan ini diikuti juga oleh sekelompok pemuda Timor Leste yang berbakat di bidang ini yang kemudian menjadi siswa pertama pada sekolah seni tersebut. They (Luca and Gabriela Gansser) fostered with a dedicated group of approximately fifteen senior artists who, in association with visiting Australian, German, Italian, and Swiss artists, teach junior students. The school s students originate from the thirteen districts of Timor Leste. Based at the former site of the Provincial Museum of East Timor, which houses a permanent collection of Timor Leste s contemporary art, Arte Moris has shared its premises 15. Visi dan misinya adalah pembinaan pada hal-hal seperti kreativitas, kerjasama, dan komitmen dalam usaha-usaha artistik. Prioritas ini digabungkan dengan kebijakan pintu terbuka yang bertujuan untuk menciptakan suatu lingkungan di mana pemuda Timor Leste atau orang-orang dari semua latar belakang bisa merasa nyaman untuk berpartisipasi dalam kelas dan mengekspresikan diri secara bebas melalui seni rupa. Arte Moris telah mengadakan beberapa pameran di Timor Leste, Australia, dan Swiss. Dengan tanggapan dan kritikan yang beragam, seperti a hopeless mishmash of modes of representation 16 dan juga dynamic symbolism 17. Secara umum dapat dikatakan bahwa para seniman kontemporer Timor Leste tengah mengambil jalan dan menempuh waktu bagi diri mereka dalam menemukan kedewasaan berkarya serta kepercayaan diri dalam berekspresi. Konsep pembentukan nilai kebangsaan juga mendapat perhatian dari proses kreatif para seniman ini,seperti yang dikemukakan oleh Danabere berikut ini. 15 Ibid 16 Ibid 17 Ibid 10

25 A tendency to paint classic portrait has surfaced in the more established artists while,for others, a surreal, mutated style of iconic Timorese symbolism has emerged to provoke interest and attention in their work. Irrespective of style,through their passion and art,young artists contribute to nation-building as they assert a positive impact on our surroundings 18. Informasi awal tentang Arte Moris yang didapatkan oleh penulis sebagian besar berasal dari literatur-literatur yang sudah ada tentang lembaga tersebut. Informasi tersebut diperoleh dari studi pustaka maupun wawancara dengan orangorang yang mempunyai hubungan atau pernah mempunyai pengalaman berhubungan dengan lembaga tersebut. Sebagai contoh, salah satu sumber yang dipakai oleh penulis adalah beberapa mahasiswa Timor Leste yang tengah belajar di beberapa perguruan tinggi di Yogyakarta. Para mahasiswa ini pernah menjadi bagian dari Arte Moris dan turut serta berproses di dalamnya. Pendapat yang mereka berikan sebagian besar tentang bagaimana lembaga tersebut merupakan bagian dari kekuasaan asing dengan kepentingan-kepentingan tertentunya di Timor Leste. Meskipun baru melalui kurun waktu yang relatif singkat, sejak pertama kali berdiri di tahun 2003, Arte Moris dapat diasumsikan sudah melalui sekian banyak proses dan perjalanan dengan lika-likunya tersendiri. Penulis juga melihat pentingnya sebuah titik fokus yaitu bahasan dan tinjauan yang diarahkan pada pelukis-pelukis yang akan dibahas dalam penelitian ini. Penulis mecoba untuk membahas bagaimana orang Timor Leste dalam hal ini para seniman atau orang-orang yangdi Arte Moris menuturkan identitas kebangsaan mereka melalui karya-karya seni visual dengan tema-tema tertentu di dalamnya. 18 Ibid 11

26 Keberadaan dari karya-karya seni di dalam komunitas Arte Moris merupakan sebuah bentuk pemaknaan para seniman di dalam komunitas tersebut atas hal-hal yang bersentuhan dengan mereka. Identitas kebangsaan sebagai orang Timor Leste merupaka salah satu dari hal tersebut. Dari pokok-pokok pikiran yang ada di dalam latar belakang ini, penulis mencoba menunjukkan adanya hubungan antara seni visual, dan sejarah dari Timor Leste khususnya sejarah perjuangannya yang meliputi masa-masa kekelaman dan konflik. Hubungan kedua hal tersebut dilihat sebagai dasar di mana gejolak untuk berbicara tentang identitas nasional kebangsaan menemukan tempatnya untuk bergerak. Hal-hal tersebut juga terangkai dalam sebuah bentuk jaringan ingatan kolektif yang dimiliki oleh para seniman sebagai individu di dalam masyarakat. B. Rumusan Masalah 1. Bentuk-bentuk visual apa saja dari karya-karya itu yang dianggap bisa menjadi simptom memori kolektif tentang Identitas kebangsaan Timor Leste? 2. Apa sumbangan proses identifikasi atas simbol-simbol dalam karya-karya tersebut pada pembentukan identitas kebangsaan Timor leste? C. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menjawab beberapa permasalahan sebagai berikut: 1. Membahas karya-karya visual, dalam hal ini lukisan para seniman di Arte Moris, Timor Leste, dengan secara lebih khusus mengamati bentuk-bentuk visual di dalamnya yang berkaitan dengan tema identitas kebangsaan. 12

27 2. Bentuk-bentuk visual tersebut dianalisa dengan sudut pandang Psikonanalisa Lacanian, di mana mereka kemudian dikategorikan sebagai simptom. Salah satu tujuan penelitian ini adalah membahas simptom-simptom tersebut, pada keberadaan dan proses identifikasinya. Serta melihat hubungan serta peranananya dalam diskusi, pembahasan, dan pembentukan identitas kebangsaan, dalam hal ini identitas kebangsaan Timor Leste. D. Manfaat Penelitian Penelitian ini dimaksudkan untuk melihat pembentukan wacana identitas nasional kebangsaan yang ada tengah dihadapi Timor Leste sebagai sebuah negara yang berusia relatif muda. Bentuk identitas kebangsaan yang dibahas di dalam tesis ini adalah identitas kebangsaan Timor Leste yang dapat terlihat di dalam karya seni lukis para seniman-seniman muda di negara tersebut. Manfaat penelitian ini, secara umum, adalah memberikan perluasan dan ruang-ruang baru pada diskusi yang membahas hubungan antara karya seni dan identitas nasional dalam perspektif psikoanalisa Lacanian. Tulisan ini juga dapat bermanfaat untuk secara khusus menambah khazanah diskusi dan penelitian tentang Timor Leste dan perkembangannya di bidang seni visual serta wacana identitas nasionalnya. E. Kajian Pustaka Tema identitas kebangsaan dan hubungannya dengan seni, dalam hal ini seni rupa telah menjadi bahan kajian yang banyak dibahas dalam penelitian maupun tulisan-tulisan. Masalah identitas kebangsaan Timor Leste dapat ditemui dalam beberapa tulisan seperti pada sebuah buku yang ditulis oleh Martinho da Silva Gusmao yang berjudul, Timor Lorosae: Perjalanan menuju Dekolonisasi Hati- 13

28 Diri 19. Buku yang ditulis dalam bahasa Indonesia ini merupakan kumpulan esai yang ditulis oleh seorang pastor. Sebagian besar bercerita tentang pertentangan pendapatnya dengan beberapa politisi tentang keadaan di Timor Leste pasca rencana diadakannya referendum. Dalam beberapa argumentasinya dia menawarkan beberapa konsep yang dapat dipakai untuk dekolonisasi diri. Melalui sebuah esainya, di dalam buku itu, Gusmao memaparkan beberapa ide tentang usaha dekolonisasi bagi masyarakat Timor Leste 20. Ada sebuah modal dasar, menurut Gusmao, yang telah dimiliki oleh masyarakat Timor Leste yaitu dasar kebudayaan yang kuat. kekuatan perjuangan kita terletak dalam resistensi kebudayaan. Kebudayaan kita memiliki karakter yang unik, sehingga sulit dicari sebuah titik paling lemah atau paling kuat untuk dikalahkan 21. Sisi keunikan dari kebudayaan ini tak dijelaskan secara lebih luas kecuali lewat pembahasan tentang bahasa Tetum dan kehadiran budaya campuran atau Mestico. Gusmao lebih banyak mengkritik cara pandang budaya lain, dalam hal ini dari sisi historis kedatangan Portugis dan Indonesia ke Timor, yang telah menghasilkan suatu definisi tentang budaya Timor tersendiri yang cenderung bias. Modal dasar kebudayaan yang kuat tersebut adalah sebuah dasar untuk melaksanakan dekolonisasi diri. Proses ini akan didukung dengan keberadaan bahasa Tetum,khususnya Tetum Dili, yang lahir sebagai hasil negosiasi dari masyarakat asli Timor dengan kebudayaan-kebudayaan lain yang datang dari luar. Menurut Gusmao, bahasa Tetum adalah sebuah karakter khas. 19 Gusmao,Martinho G. da Silva Timor Lorosae: Perjalanan menuju Dekolonisasi Hati-Diri. Malang:Dioma. 20 Ibid 21 Ibid 14

29 Tetum Dili ialah sebuah Tetum yang tidak pribumi, tidak Portugis, dan tidak Indonesia. Tetum Dili adalah sebuah Tetum prokem yang tanpa struktur, tanpa bentuk dan bergaya popularistik. Ia berbeda dengan Tetum Soibada, Viqueque dan Suai (Atambua) yang relatif terstruktur secara gramatikal, sintaktik,dan semantik 22. Posisi bahasa ini juga berhubungan, atau bisa dikatakan hadir secara bersamaan, dengan keberadaan budaya campuran, atau mestico cultural yang hadir karena proses penjajahan. Kebudayaan campuran ini mewarnai identitas masyarakat Timor dan Gusmao mengkritisi bagian-bagian dari kebudayaan campuran seperti adanya rasa setengah menjadi orang Timor, atau sikap apatisme dan oportunistik yang dinilainya dapat membawa kerugian. Secara umum pandangan Gusmao merupakan sebuah pembacaannya atas masalah identitas masyarakat Timor Leste, khususnya tentang wacana dekolonisasi, di masa awal kemerdekaan (tulisan dibuat tahun 1999) dan salah satu aspek yang ditekankannya adalah peranan Gereja Katholik dalam proses tersebut. Dekolonisasi kognisi, atau yang juga disebut Gusmao sebagai aspek emosional adalah masalah yang belum selesai atau paling terbelakang prosesnya dibanding dekolonisasi politik dan ekonomi 23. Menurut Gusmao Gereja punya solusi berupa solidaritas pastoral dan rekonsiliasi, akan tetapi faktanya adalah di sisi lain ada pihak Negara dengan cara dan kepentingan tersendiri. Gesekan dari dua pihak inilah yang akan menciptakan tertimbunnya banyak pergolakan emosional di arus bawah sadar kognisi yang berpotensi untuk meletus. 24 Dengan demikian, dari pemaparan Gusmao kita melihat adanya sisi-sisi identitas yang dipandang sebagai dasar yang berpotensi kuat, dengan sisi sejarah kolonialitas dan 22 Ibid 23 Ibid 24 Ibid 15

30 resistensinya, untuk membahas pembentukan identitas kebangsaan Timor Leste, yaitu bahasa Tetum. Douglas Kammen dalam esainya yang berjudul Subordinating Timor: Central Authority and the Origins of Communal Identities in East Timor 25, membahas tentang identifikasi orang Timor berdasarkan konsep Timor-Barat dan Timor-Timur atau yang lebih dikenal dengan istilah Kaladi dan Firaku sebagai fokus bahasannya. Wacana Kaladi dan Firaku telah berkembang sejak masa kolonial dan menjadi salah satu bentuk identifikasi yang membentuk corak identitas dan kedirian masyarakat Timor Leste. Kammen memaparkan dalam penjelasan historis yang cukup detail tentang perkembangan wacana ini dari masa kolonial hingga pada pengaruhnya pada konstelasi politik Timor Leste, bahkan salah satu faktor dasar konflik di tahun Pada dasarnya, konsep ini bersifat geografis, Firaku merujuk pada kelompok suku-suku yang mendiami daerah bagian timur dari negara tersebut yang dikarakterkan keras kepala dan pemberontak, sedangkan Kaladi berarti suku-suku yang mendiami daerah bagian barat yang cenderung dikarakterkan lebih tenang dan dapat bekerja sama. Akan tetapi bila dilihat lebih dalam, konsep ini dibentuk oleh sisi lain yang cukup kuat yaitu bahasa, dan juga kebudayaan makanan yang dimiliki oleh suku-suku dalam kategori pembagian tersebut. Tulisan Kammen menunjukkan variasi yang cukup banyak tentang pemahaman yang pernah dibuat konsep pembedaan suku ini. Konsep-konsep tersebut menurut Kammen, merujuk 25 Lihat Kammen.D. Subordinating Timor: Central Authority and the Origins Of Communal Identities In East Timor. Bijdragen tot de Taal-, Land- en Volkenkunde (BKI) 166-2/3 (2010): Koninklijk Instituut voor Taal-, Land- en Volkenkunde

31 pada satu kesimpulan tentang sebuah ide dasar yang menjadi landasan pembedaan ini. Sebuah dasat yang bersifat alami, yaitu kebudayaan makanan. Adalah jelas bahwa kata caladas/callades merupakan bentuk jamak dari bahasa Portugis untuk kata keladi dari bahasa Melayu/Tetum, dan tidak seperti kepercayaan umum bahwa adalah kata itu merupakan perkembangan dari bahasa Portugis calado yang berarti tenang. Peran makanan dalam kemunculan sebuah identitas kolektif adalah salah satu fitur penting pada bagian awal dari Timor yang modern. 26 Pembahasan yang disusun oleh Kammen memberikan sebuah gambaran bahwa pada dasarnya identitas kolektif yang ada pada suatu kelompok berasal dari hal-hal yang merupakan sisi-sisi natural dari komunitas tersebut. Pada perkembangannya konsep-konsep tersebut mengalami perluasan atau penyempitan sesuai dengan kepentingan dari pihak-pihak yang menggunakan bentuk identifikasi tersebut. Hal tersebut seperti tulisan dari Mendes Corrêa, seorang antropolog, yang dibuat pada tahun 1944 yang dikutip oleh Kammen, Firacos dan Caladi, Belos dan Atoni, semua kerajaan, lebih dari empat puluh bahasa dan dialek, aneka ras, pusat-pusat kekuatan,telah diatur untuk bermusuhan satu dengan yang lainnya 27. Kolonialisme Portugis telah memakai konsep Kaladi dan Firaku sebagai bagian dari politik penjajahan mereka, dan pada masa Timor Leste modern, konsep identifikasi ini mungkin untuk dipakai menjadi dasar atau bagian dari pergerakan-pergerakan politik di negara tersebut. Kammen menyimpulkan bahwa identifikasi ini secara jelas mencerminkan sebuah gambaran sosial-ekologi yang dalam dan yang membentuk hubungan kekuasaan di negara tersebut yaitu 26 Ibid 27 Ibid 17

32 perbedaan antara mereka yang makan nasi dan mereka yang bergantung pada keladi, jagung, atau menahan lapar pada masa paceklik tahunan. Hal ini merangkum sebuah bentuk cara bertahan hidup dan sehubungan dengan kebudayaan makanan dari orang Timor Leste sekaligus bagaimana hal tersebut telah menjadi sebuah identitas yang di dalamnya terdapat perbedaan seperti posisi geografis, ras, bahasa, ideologi politik, dan tentu saja yang paling penting kemampuan ekonomi. Perihal konsep kebangsaan Timor Leste dan pembahasan-pembahasan tentang konstruksinya, terutama masih berkaitan dengan konsep timur dan barat, dapat kita lihat pada esai berikut ini. Damien Kingsbury dalam esainya yang berjudul National Identity in Timor-Leste: Challenges and Opportunities 28, memberikan sebuah argumen dasar bahwa konsep timur dan barat ini had serious implications for the fledgling country s attempts at building a cohesive national identity to serve as the basis for its future development. 29 Di dalam analisanya, Kingsbury melakukan pengamatan atas dua distrik di Timor Leste yaitu Bobonaro dan Viqueque. Bobonaro dilihat sebagai perwakilan dari daerah barat, sedangkan Viqueque perwakilan bagian timur, dan dasar dari klasifikasi ini adalah peran dua distrik tersebut pada pemilihan umum tahun Pada tahun 2007, penduduk Viqueque dengan luar biasa bersuara untuk partai yang kemudian menjadi partai yang memegang pemerintahan, Fretelin, dengan memberikan dukungan berupa enam puluh persen suara dalam pemilu di wilayah tersebut. Terpisah jauh dari Ibu Kota, Dili, Bobonaro adalah distrik yang dapat dikatakan kurang perhatian, dan terhitung di antara wilayah-wilayah yang berhubungan dengan barat. Bobonaro bersuara melawan Fretelin, dengan hanya memberikan enam 28 Lihat, Kingsburry, D National identity in Timor-Leste: challenges and opportunities.south East Asia Research. 29 Ibidl

33 belas persen suara. Dari studi kasus inilah, tulisan ini bermaksud untuk mengukur tantangan dan kesempatan dari penyatuan nasional di Timor Leste. 30 Kingsbury memberikan uraian yang panjang tentang proses pemerintahan di Timor Leste sebelum dan sesudah Pemilu Dari situ dia menganalisa bagaimana perbedaan yang bersumber dari konsep timur dan barat mempengaruhi orang Timor Leste dalam melihat dirinya maupun orang-orang lain, khususnya dari suku-suku yang lain di negara tersebut. Sejarah pergerakan atau resistensi mempengaruhi wacana ini dan konflik tahun 2006 dapat disebut bahwa terjadi sebagai puncak dari pemakaian wacana identifikasi ini. Identitas timur dan dan barat berakar dari unsur bahasa yang menjadi pemersatu sekaligus pembeda dalam komunitas suku-suku di Timor Leste. 31 Dari pembahasannya Kingsbury memberikan sebuah pendapat bahwa dalam konteks konflik tahun 2006 yang terjadi di Timor Leste, kelompok masyarakat di Dili, Ibu Kota negara, berdasarkan survey 32 merasa keadaan mereka jauh lebih aman dengan posisi yang lebih netral dalam konflik timur-barat tersebut, dan dengan bahasa Tetum sebagai bahasa kelompok masyarakat di Dili, yang merupakan Lingua Franca sehingga secara langsung terhindar dari konflik yang juga punya latar belakang linguistik tersebut. Berdasarkan data ini, Kingsbury mengajukan sebuah ide tentang civic identity atau identitas kekotaan yang dapat menggantikan etnisitas dan kemudian menjadi basis untuk menjadi identitas 30 Ibid hal Ibid 32 Ibid 19

34 kebangsaan, 33 In that civic identity can replace ethnicity as the basis for national identity, unity can cohere around common core civic themes, which can in turn reflect a sense of civic nationalism. Ide ini diakuinya bukan sebagai ide yang dominan di dalam tulisannya dengan alasan sehubungan dengan realita di Timor Leste, hal ini akan membutuhkan waktu dalam perkembangannya. Persamaan yang paling terlihat dari ketiga penulis di atas adalah adanya fokus atau penekanan yang cukup kuat diberikan pada aspek bahasa. Gusmao melihat posisi bahasa Tetum sebagai sebuah modal yang dapat dipakai untuk apa yang dia sebut dengan dekolonisasi hati-diri 34. Bagi Kammen dan Kingsbury bahasa merupakan salah satu akar yang membentuk identifikasi timur-barat yang hadir di Timor Leste. Kammen menunjukkan bahwa identifikasi tersebut merupakan jalan masuk untuk membahas relasi kekuasaan di Timor Leste. Sedangkan secara lebih khusus, Kingsbury melihat bahwa ada sebuah dasar yang dapat dipakai untuk membentuk identitas kebangsaan, yaitu identitas kekotaan, civic identity 35 dengan bahasa Tetum sebagai bagian penting dari bentuk identifikasinya. F. Kerangka Teoritis Untuk menjawab rumusan masalah dalam tesis ini, penulis akan menggunakan teori psikoanalisa dari Jacques Lacan ( ) dan teori tentang memori kolektif. Teori-teori Lacan yang dipakai adalah antara lain teori simptom, yang akan menjawab salah satu masalah utama dalam tesis ini, teori 33 Ibid. 34 Gusmao (1997)op.cit.Hal Kingsbury,D. National identity in Timor-Leste: challenges and opportunities. 20

35 Gaze,dan teori Empat Wacana. Sehubungan dengan penggunaan teori Lacan dalam penelitian seni visual, maka salah satu referensi yang dipakai adalah buku Lacan Reframed, yang ditulis oleh Steven L. Levine 36. Buku tersebut memberikan pembahasan yang cukup padat dan terperinci tentang penerapan konsep-konsep psikoanalisa Lacanian dalam seni, khususnya seni visual. 1. Lacan Reframed Karya Levine : Lacan di dalam Seni Visual Seperti yang seringkali diungkapkan tentang Lacan, others could be Lacanian if they wished, but he (Lacan) always affirmed his allegiance to Freud 37, maka pembahasan tentang pemikirannya akan selalu membuka ruang rujukan menuju pada pemikiran-pemikiran dari Freud. Seperti yang diangkat oleh Levine di dalam Lacan Reframed, dalam pengamatan Freud terhadap karya lukisan Da Vinci, yaitu Mona Lisa, penekanan pendapatnya terdapat pada bentuk dari karya visual sebagai suatu sublimasi dan cara desire atau hasrat berperan dalam penciptaan karya seni. Dalam karya Mona Lisa, dapat disebut bahwa hasrat yang dimiliki oleh pelukis yaitu Leonardo Da Vinci, adalah hasrat dari seorang anak akan ibunya. Si pelukis menyampaikan desire ini dalam sebuah keadaan di mana dia melihat atau dilihat ibunya. Anak merupakan subyek yang berhasrat dan ibu merupakan obyek yang hilang, demikian pendapat Freud tentang sublimasi, yang mana dalam kasus ini seni visual yang mengambil perananannya, yaitu sebuah proses yang, renewed linkage of desiring subject and lost object 38. Dalam pembahasan tentang karya Leonardo Da Vinci, Lacan lebih mengacu kepada karya itu sendiri dari pada kepada seniman penciptanya. Dalam 36 Lihat, S. L. Levine 2008, Lacan Reframed,London:I.B. Tauris and Co.Ltd,. 37 Ibid 38 Ibid.p.4. 21

36 melihat karya Mona Lisa, Lacan mempertanyakan tentang konsep sublimasi yang diajukan oleh Freud. Bila Freud melihat sublimasi itu sebagai bentuk pengganti kepuasan untuk menyembuhkan rasa kehilangan, maka Lacan melihat sublimasi itu, dalam kaitannya dengan tiga tatanan dasar pembentukan subyek dalam psikoanalisanya yaitu tatanan Imajiner, Simbolik, dan Real. Pada lukisan Da Vinci yang dianalisa Lacan, fokus penjelasannya ada pada identifikasi yang dilakukan subyek atau seorang anak. Identifikasi ini berdasarkan teorinya yaitu fase cermin, di mana anak mendapatkan gambaran dirinya lewat sosok sang ibu. Ini adalah tahap yang disebut tahap Imajiner. Pada tatanan Simbolik terjadi perubahan pada anak atau subyek, yaitu ketika anak mengalami goresan yang merupakan bagian dari proses ini. Pada bagian ini terjadi perpisahan antara mata yang lebih bersifat biologis dan indrawi dengan sebuah mata dari kedirian yang bergerak karena hasrat atau desire yang oleh Lacan disebut Gaze atau tatapan. 39 Sebagai sebuah kesimpulan atas pembacaan Lacan dapat dikatakan bahwa, Lacan melihat seni sebagai sublimasi itu sebagai, struktur umum dalam masyarakat di mana dunia Imajiner dari persepsi pengalaman kesekarangan dilindungi oleh jaringan penanda Simbolik yang merujuk pada Real permulaan di masa lalu, serta jalan setapak masa depan menuju pada kematian manusia yang penuh makna. 40. Teori tentang Gaze atau tatapan menjadi salah satu dasar dari pendapat Lacan dalam mengamati lukisan-lukisan karya Leonardo Da Vinci. Di dalam 39,S. L. Levine 2008.op.cit Ibid 22

37 Lacan Reframed, penjelasan tentang Gaze dihubungkan dengan sebuah kunci untuk masuk ke dalam pembahasannya tentang seni visual, yaitu ide tentang keterbelahan, split. Levine menjelaskan tentang ide kunci ini, yaitu, the split between the imaginary eye and the symbolic gaze. 41. Pembahasan tentang Gaze secara khusus dimulai dari argumen Lacan yang menggunakan ide Merleau Ponty tentang pra eksistensi dari wilayah penglihatan. Lacan percaya bahwa pada ide-ide pra eksistensi dari seluruh wilayah penglihatan sampai pada tiap-tiap mata individu yang melihat ke arah bumi. Di mana ketika individu melihat dari titik-titik tertentu pada ruang, maka individu tersebut terbuka untuk dilihat dari sisi mana saja.[...] dalam keadaannya yang terlihat oleh tatapan tak kelihatan (invisible gaze) dari orang lain, subyek menemukan dirinya sebagai sasaran untuk dipermalukan atau dijelaskan melalui penggambaran yang oleh Lacan dilihat sebagai hal yang sama dengan ketakutan akan pengebirian, atau castartion anxiety dalam bidang visual. 42 Ketakutan akan pengebirian atau castartion anxiety ini muncul ketika subyek merasa dirinya ditatap oleh Liyan. Proses identifikasi subyek yang berkaitan dengan Gaze, adalah ketika subyek melihat sebuah titik pada bidang lihat maka pada saat itu juga dirinya terbuka untuk dilihat dari semua sisi. Hal yang mendasar dari pemikiran tentang Gaze adalah bahwa subyek merupakan bagian dari objek hilang yang tak kelihatan dari tatapan/ gaze ibu atau liyan (m/other) yang oleh dorongan scopic dipaksa untuk ditemukan tetapi hanya berhasil berputar-putar di tempat tak adanya objek tersebut.[...] subyek berperan sebagai objek yang hilang dari ibu atau liyan yang merupakan bentuk dasar dari objek a. 43 Gaze berkaitan erat dengan object a, yang dalam bahasan Levine adalah penyebab hasrat untuk menemukan tatatpan yang hilang dari sang ibu dan juga penyebab dorongan untuk membingkai ulang gambaran visual dari 41 Ibid.p S. L. Levine 2008.op.cit.Hal Ibid

38 tatapan yang hilang itu ke dalam karya seni. 44 Apa yang dilakukan seniman sehubungan dengan karya mereka adalah mencoba menggambarkan tatapan yang hilang dari sang ibu tersebut, namun apa yang mereka dapatkan bukan sebuah tatapan utuh tetapi jejak-jejak atau objek a yang membawa mereka mendekati hal yang bagi mereka adalah sebuah kehilangan. 2. Simptom Makna dari simptom secara umum lebih dikenal di bidang medis dan kedokteran yaitu sebagai gejala yang dialami oleh atau terdapat pada diri seseorang. Dalam psikoanalisa, simptom dilihat sebagai sebuah jalan untuk menanganai permasalahan, seperti yang dikatakan Lacan to know how to handle, to take care of, to manipulate to know what to do with the symptom, that is the end of the analysis 45. Simptom dapat menjadi pintu pertama dalam langkahlangkah analisa, dan menjadi bagian yang menghubungkan antara peneliti dan objek yang dikajinya. 46 Penanganan masalah simptom bukan dengan cara menghilangkannya karena pada dasarnya simptom tak bisa dihilangkan. Simptom memiliki kecenderungan untuk muncul kembali dalam bentuk yang baru 47. Simptom merupakan bentuk kemunculan dari ketidaksadaran ke permukaan atau dalam bentuk bahasa. Dalam sebuah analisa, simptom akan dipergunakan sebagai cara untuk menghadirkan subyek melalui bentuk-bentuk 44 Ibi J. Lacan, Le Séminaire XXIV, L'insu que sait de l'une bévue, s'aile a mourre, Ornicar?, 12/13, 1977, pp. 6-7 (diterjemahkan dan diadaptasikan ke dalam Bahasa Inggris oleh Paul Verhaeghe and Frédéric Declercq dalam Verhaeghe, P. & Declercq, F. (2002). Lacan's analytical goal: "Le Sinthome" or the feminine way. In: L.Thurston (ed.), Essays on the final Lacan. Re-inventing the symptom. New York: The Other Press, Lihat St. Sunardi.Yogya City of Desire. Jogja Art Files.Edisi Perdana. ERUPSI Akademia Psikoanalisa, Seni, dan Politik Ibid 24

39 yang berbeda. 48 Bentuk-bentuk baru yang akan hadir tersebut membuat subyek dapat mencapai apa yang disebut dengan kenikmatan. Maka hal yang akan dilakukan dalam analisa adalah mengamati dan menulis kembali ketidaksadaran berdasarkan kumpulan-kumpulan simptom yang ditemukan, dengan cara ini maka subyek akan mengalami perubahan, sebuah analisa dapat mempertemukan kembali subyek dengan dengan hasratnya atau desire 49. Dalam hubungannya kesenian dan proses berkarya simptom dapat dilihat dari cara berbahasa yang dipakai oleh para seniman dalam hasil karya mereka. Tim Dean dalam tulisannya Art As Symptom: Zizek and The Ethics of Psychoanalytic Criticism mengemukakan bahwa, dalam penjeleasan awal tentang makna simptom, Lacan mengungkapkan bahwa simptom tersusun seperti bahasa, dengan melihat aspek semiotika dari simptom maka simptom merupakan sebuah metafora yang berfungsi sebagai elemen pemakanaan 50. Simptom dapat memberikan kepuasan tertentu juga kesakitan, maka inilah alasannya kita tak dapat menyingkirkan begitu saja simptom yang ada, Tim Dean mengemukakan, our symptoms are what keep us going, and therefore they can not be removed without the risk of subjective dissolution. Simptom provide a cetain kind of satisfaction, as well as a measure of discomfort and pain 51. Simptom-simptom yang dibaca dari subyek hadir dalam bentuk bahasa metafora tertentu, dan memberikan rasa puas juga rasa sakit bagi subyek yang mengalaminya. 48 Ibid 49 Ibid 50 Tim Dean Ibid.28 25

40 3. Empat Wacana Teori Empat Wacana adalah sebuah teori yang dikembangkan oleh Lacan yang terdiri dari empat bentuk. Keseluruhan empat bentuk tersebut menggambarkan variasi hubungan antara elemen-elemen dengan simbolsimbolnya sebagai berikut Subyek ($), Penanda Utama / Master Signifier (S1), Pengetahuan / Knowledge (S2), dan Surplus Joissance (a). Bentuk hubungan antara elemen-elemen tersebut berubah pada suatu mekanisme dasar dengan posisi-posisi sebagai berikut: Agent Truth Other Product Elemen-elemen yang telah disebutkan tadi akan mengisi empat posisi yang masing-masing telah memiliki fungsinya yang tetap seperti Agent,pada posisi kiri atas, yang bertugas sebagai pembicara, seperti yang dijelaskan Paul Verhaeghe 52 bahwa The first position is very logical : each discourse starts by somebody talking, called by Lacan the agent. 53 dan posisi berikutnya, di bagian kanan atas tempat yang dituju oleh tanda panah adalah apa atau siapa yang menjadi lawan bicara dari agen tersebut yaitu Other atau Liyan. Sedangkan pada posisi kanan bawah ditempati oleh Product, yang merupakan hasil dari pembicaraan agen pada liyan. Semua proses itu sebenarnya didalangi oleh posisi kiri bawah yang ditempati oleh truth. Peran dari posisi truth ini adalah sebagai as motor and 52 Lihat, Verhaeghe,Paul. Lacan Theory on Four Disucourses.4. Merupakan tulisan yang d iterbitkan di The Letter. Lacanian Perspectives on Psychoanalysis, 3, Spring Ibid 26

41 starting point of each discourse 54. Empat wacana itu masing-masing adalah Wacana Tuan, Wacana Universitas, Wacana Histeris, dan Wacana Analis. Wacana Tuan merupakan sebuah wacana yang dalam konteks sosialmasyarakat, dapat dipakai untuk menyusun sebuah tatanan di dalam masyarakat berdasarkan aturan-aturan simbolik yang ada 55. Sehingga sifat dari wacana ini adalah dominasi. Berikut adalah gambar rumusan wacana tuan. S1 > S2 $ a Pada wacana tuan, yang menjadi motor penggerak adalah subyek ($). Subyek mendorong agen, yang ditempati oleh S1, penanda utama, atau dapat disebut juga hukum sang Ayah. Pada bagian ini, agen menempati posisi sebagai pihak yang bicara dengan aturan dan bahasa-bahasa kebenaran. Hal yang penting untuk diperhatikan di dalam wacana ini adalah hubungan antara S1 dan S2 yang bersifat Hegelian. This implies that knowledge is also situated at the position of the other, which means that the other has to sustain the master in his illusion that he is at one with this knowledge. The pupils make the master or, in the Hegelian sense: it is the slave who confirms by his knowledge the position of the master. 56 S2 sebagai liyan berada pada posisi yang mengakui bahwa sang agen bahwa dia berada di dalam posisi yang berkuasa. Sedangkan pada posisi product yang ditempati oleh obyek a, kita menemukan bahwa $ tidak dapat atau tidak memiliki akses langsung menuju objek a, sebagai cause of desire, this object a, cause of 54 Ibid Catatan dan diskusi Perkuliahan, Psikoanalisa dalam Kritik Ideologi Magister Ilmu Religi dan Budaya USD Verhaeghe,Paul. (1995).Op.cit.,9. 27

42 desire, can never be brought into relation with the divided being of the $ 57 Maka subyek perlu memakai wacana yang lain bila ingin bertemu dengan hasratnya. Pada wacana histeris, posisi agent ditempati oleh subyek ($). Pada bagian ini subyek berbicara dengan cara yang khas, karena subyek dapat dikatakan juga sebagai tubuh (yang tidak berbahasa) maka yang menjadi bahasanya adalah energi libidinal 58. Hubungan antara wacana tuan dan wacana histeris adalah perpindahan subyek ke posisi agen. Subyek yang di dalam wacana tuan diwakili oleh S1untuk berbicara, merasa tidak puas lalu berpindah untuk dapat berbicara atas namanya sendiri. $ > S1 a S2 Wacana histeris adalah wacana orang yang sedang melakukan demonstrasi atau perombakan tatanan dalam masyarakat Hal ini akan semakin jelas terlihat apabila ada aksi kebertubuhan di dalam demonstrasi tersebut, seperti misalnya aksi menjahit mulut. Subyek berbicara kepada posisi liyan yang ditempati oleh S1, bentuk pembicaraannya ini adalah berupa protes dan gugatan. Wacana histeris harus dinilai bukan dari makna tetapi dari cara tubuh menunjukkan apa yang selama ini direpresi 59. Apa yang dilakukan oleh subyek merupakan dorongan yang datang dari posisi truth, yaitu obyek a. Pada akhirnya hasil dari wacana ini, di posisi product, adalah S2 yang merupakan pengetahuan yang baru. 57 Ibid 58 Catatan dan Diskusi Perkuliahan Psikonanalisa dan Kritik Ideologi MagisterIRB-USD Ibid 28

43 Wacana universitas, bila kita dibahas dalam konteks penatanan masyarakat, adalah wacana yang dipakai oleh masyarakat yang memilih pengetahuan, S2, untuk menempati posisi agen yang berbicara kepada obyek a di posisi liyan. Dalam wacana ini tujuan yang hendak dicapai adalah obyektifitas 60. S2 > a S1 $ Penanda penanda yang berada di dalam S2 selalu bersifat biner, sedangkan penanda yang berada di S1 bersifat tunggal. Maka kebenaran yang terletak pada wacana ini, yaitu S1, merupakan sesuatu yang perlu dipertanyakan obyektifitasnya 61, karena wacana ini memberikan kesempatan kepada S1 untuk melanggengkan kekuasaannya. Setiap obyektifitas membutuhkan sebuah jaminan untuk kebenarannya, dan jaminan itu seringkali datang dari penanda utama, seperti misalnya yang terjadi pada Descartes yang masih membutuhkan Tuhan (S1) untuk menjamin kebenaran ilmu pengetahuan ciptaannya (S2) 62. Produk dari wacana ini adalah subyek ($),subyek di sini adalah subyek yang terbelah karena, menurut Verhaeghe, the more knowledge one uses to reach for the object, the more one becomes divide between signifiers, and the further one gets away from home, that is from the true cause of desire. 63 Semakin banyak orang menggunakan pengetahuan untuk mencapai sesuatu semakin mereka terbelah sehingga terpisah makin jauh dari hasrat mereka. 60 Ibid 61 Ibid 62 Verhaeghe,Paul. (1995).Op.cit., Ibid

44 Puncak dari semua wacana tersebut adalah wacana analisis. Pada wacana ini yang duduk di posisi agen adalah seorang analis 64, atau obyek a. Obyek a dikenal juga dengan nama surpluss joissance, reminder, dan residu. a > $ S2 S1 Efek yang terjadi bila posisi agen ini diduduki oleh obyek a dan posisi liyan ditempati oleh subyek adalah, adanya keadaan dari $ untuk bertemu langsung dengan apa yang selama ini di lack olehnya. Bila $ menangkap obyek a maka akan terjadi transferensi yang tak terhindarkan dan harus ada. 65 Produk dari wacana ini adalah sebuah penanda utama, S1, yang baru, atau hukum yang baru. Dalam konteks penataan masyarakat, dapat dikatakan Saat masyarakat berhubungan dengan hal-hal yang menggiurkan dari masa lalu yang bukan untuk dihadirkan kembali tetapi untuk menciptakan sebuah hukum yang baru Memori Kolektif Teori tentang memori kolektif dipilih untuk dipakai dalam tesis ini karena para seniman dan karya mereka merupakan bagian dari sebuah masyarakat, dalam hal ini masyarakat Timor Leste dengan Dili, ibu kota negara, sebagai kekhususannya. Aspek keruangan kota merupakan sumber dari penanda-penanda yang menjadi acuan ingatan kolektif masyarakatnya. Para seniman adalah bagian dari masyarakat dan konstruksi memori kolektif yang mereka miliki tersusun dari sebuah narasi waktu dan tempat yang sama. Dalam membahas teori ini penulis 64 Catatan perkuliahan psikoanalisa Ibid 66 Ibid 30

45 akan mencoba memakai sebuah karya yang bertemakan hubungan dari sebuah kota dan memori masyarakat di dalamnya. Kota merupakan saksi dari sejarah yang dilewati oleh masyarakat yang tinggal di dalamnya. Identitas masyarakat dapat dibentuk dari hal-hal yang ada di dalam sebuah kota. Pergulatan antara kekusaan dan kepentingan memberi warna dan bentuk pada sebuah kota. Memorimemori kolektif pun ikut mengambil bagian dalam pembentukan ini dan tentu saja akan mendapat bentuk sendiri dari pergulatan-pergulatan ini. Ide tentang ini dapat ditemui di dalam buku karya Abidin Kusno, Ruang Publik,Identitas dan memori kolektif : Jakarta Pasca-Suharto. Ruang publik merupakan bagian dari sebuah kota di mana kontak antara pemerintah dan masyarakat terjadi. Pemerintah dengan daya kuasanya dan masyarakat dengan daya juangnya untuk kelangsungan hidupnya. Ruang publik sendiri bukanlah sebuah ruang yang terbatas hanya dalam artian fisik semata. Dalam hubungannnya dengan memori masyarakat, ruang ini memiliki peranan penting. Salah satu peranan penting ini adalah sebagai tepat untuk proses pemaknaan oleh berbagai hal yang terdapat di dalamnya. Proses ini melingkupi tindakan yang melibatkan wacana pengingatan,pengabaian, dan pelupaan. Memori kolektif terbentuk dari mekanisme wacanawacana ini. 67 Memori kolektif yang terbentuk di dalam ruang publik, tidak pernah tetap. Pada dasarnya sifat dari memori kolektif adalah tidak seragam,tidak utuh dan tidak pernah lengkap dalam dunia sosial. Peragaman dari memori kolektif ini bergantung pada penggunaannya, oleh siapa, untuk apa, dan dengan akibat apa. Hal ini menjadikan memori kolktif menjadi suatu medan yang sarat sekaligus terbuka bagi aliran-aliran kekuasaan yang dapat menempatinya. 67 Kusno, A. dan Maneke Budiman Ruang Publik,Identitas dan Memori Kolektif : Jakarta Pasca-Suharto.Tr.Lilawati Kurnia.Yogyakarta :Ombak. 31

46 Seorang individu berbagi sebuah ingatan yang sama dengan anggota lain dalam kelompoknya. Ingatan ini dapat dibentuk atau direalisasikan atau dapat juga menuntut sang individu sendiri secara sadar maupun tak sadar untuk dinyatakan dalam bentuk-bentuk pemaknaan akan ingatan tersebut. Salah satu bentuknya adalah melalui karya seni. Dari dasar pemahaman ini penulis memulai untuk memakai teori memori kolektif dalam penelitan ini, khususnya hubungan antara memori kolektif dalam konteks masyarakat Timor Leste, yaitu sejarah konflik dan pembentukan identitas nasional kebangsaan dengan pemaknaannnya lewat karya seni. G. Metode Penelitian Sumber data yang akan dipakai dalam penelitian ini adalah pelukis atau beberapa pelukis dari Arte Moris dan lukisan yang mereka hasilkan. Sampai sejauh ini, penulis telah melakukan penelitian langsung di tempat tersebut yang beralamatkan di Rua dos Martires de Patria, Comoro, Dili, Timor Leste. Penelitian berlangsung dalam waktu 2 minggu di pertengahan bulan Januari tahun Penulis mengumpulkan data-data penelitian dalam bentuk foto ; baik foto-foto hasil karya maupun para penciptanya, adapula dokumentasi wawancara dalam bentuk video dan audio, serta hal-hal yang bisa ditangkap dan dicatat dalam masamasa yang penulis lewatkan bersama para seniman dan anggota dari lembaga yang menamai diri mereka sebagai Free Art School dan Cultural Center tersebut. Pengumpulan data dari para pelukis yang berupa wawancara, analisa atas karya yang dibuat pelukis akan dipakai untuk penggambaran pemetaan tentang Seni Rupa di Timor Leste, Hal ini akan dibantu dengan pembahasan tentang 32

47 kondisi kota Dili secara historis dan Geografis sebagai tempat berlangsungnya proses kebersenimanan ini. Dengan demikin metode life history dapat diterapkan dalam penelitian ini. Dengan salah satu fokus yang dimiliki dari penelitian ini adalah pada lukisan-lukisan yang dihasilkan oleh para seniman tersebut maka penulis akan menggunakan konsep penafsiran karya seni dalam penelitian ini. Penafsiran seni ini khususnnya tentang seni rupa. H. Pengolahan Data Data-data yang menjadi sumber utama dalam penelitian dapat dibedakan menjadi dua bagian besar, yaitu data karya, berupa lukisan-lukisan yang dihasilkan oleh para seniman di Arte Moris dan data narasi yaitu berupa narasinarasi yang melingkupi informasi tentang para pelukis atau pencipta karya tersebut, proses berkarya, tempat atau komunitas dalam berkarya dan cerita-cerita lain yang dapat memberikan konteks-konteks tertentu pada karya. Data narasi dapat berupa dokumentasi cetak-tulisan, audio, fotografis maupun video. Data karya dalam penelitian ini akan dibahas, atau dianalisa menggunakan kerangka teori yang telah disiapkan. Pembahasan akan melihat karya-karya tersebut sebagai sebuah karya seni lukis dengan fokus pada elemen-elemen visual di dalamnya yang telah diasumsikan bermuatkan ide-ide tertentu. Data narasi akan mendukung pembahasan ini dengan memberikan ruang dan jaringan pemaknaan yang lebih luas serta kaya dan untuk selanjutnya dapat menambah kemungkinankemungkinan bentuk pembahasan yang baru. 33

48 I. Sistematika Penulisan Bentuk dari hasil penulisan penelitian ini terdiri dari empat bagian besar atau empat bab. Masing-masing dari bab tersebut terdapat bagian dengan fungsinya yang berbeda-beda. Pada bab pertama, merupakan bagian pengantar, terdapat latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, kerangka teoritis, kajian pustaka, manfaat penelitian, metode penelitian, pengolahan data, dan sistematika penulisan. Berkaitan dengan inti penelitian, pada bagian ini akan ditunjukkan obyek-obyek yang akan dikaji dalam penelitian, batasan pembahasannya,serta kerangka teori yang akan dipakai. Pada bab kedua, terdapat pembahasan tentang seni rupa, khususnya seni lukis, di Timor Leste, uraian tentang sejarah Arte Moris dan ragam karya lukis yang akan dibahas dalam penelitian ini. Bagian ketiga, yaitu bab tiga merupakan bagian di mana analisa akan dijalankan. Pada bagian ini kerangka teori akan dikembangkan ke dalam poin-poin yang lebih terarah pada obyek kajian. Bab keempat merupakan bab terakhir yang akan bermuatkan kesimpulan dan juga sebuah bentuk refleksi dari proses penelitian yang telah dilakukan. 34

49 BAB II ARTE MORIS DAN SENI VISUAL DI TIMOR LESTE 2.1. Selayang Pandang Seni Rupa di Timor Leste Pra Arte Moris : Situs Lenehara, Timor Bonita, dan Seni Visual dalam Pergerakan a. Gambar di Gua Kapur Pengetahuan, tulisan, dan data tentang senirupa di Timor Leste yang ditemukan penulis dalam penelitian ini, dalam penyusunannya secara umum, memberikan perhatian yang mendasar dan cukup besar pada sisi kesejarahannya, baik sejarah kebudayaan Timor Leste secara umum maupun sejarah senirupanya sendiri. Dalam hal kesejarahan itu, ada beberapa titik yang dijadikan sebagai bagian yang penting bila bebicara tentang senirupa di Timor Leste. Salah satu sumber dari penelitian ini yang membahas tentang senirupa di Timor Leste adalah A Contemporary Art Movement in Timor-Leste, yang ditulis oleh Silva dan Barkmann 68. Tulisan ini merupakan sebuah pengantar pameran seni yang diikuti oleh pihak Arte Moris dan diadakan oleh kerjasama Museum and Art Gallery Northern Teritory dan National Directorate of Culture Timor-Leste pada tahun Pengantar pameran ini memberikan sebuah gambaran umum yang singkat namun menghasilkan wacana senirupa kontemporer Timor Leste yang cukup lengkap. Kedua penulis pengantar pameran tersebut adalah, Abilio da Conceciao Silva, yang merupakan direktur dari Heritage and Museum Departmen National Directorate of Culture Timor-Leste, dan Joanna Barkmann, seorang kurator dari 68 Lihat, Silva, Abilio d. C.dan Barkmann.2008 :A Contemporary Art Movement in Timor Leste,an essay.museum and Art Gallery Northern Teritory in partnership with the Timor Leste National Directorate of culture. 35

50 Southeast Asian Art and Material Culture, MAGNT. Di dalam tulisan tersebut ada beberapa pokok penting yang dijadikan sebagai landasan tentang seni kontemporer, khususnya senirupa, di Timor-Leste. Pokok-pokok itu membentuk bentangan sejarah senirupa secara umum di Timor Leste yang mencakup bagianbagian seperti bentuk-bentuk senirupa di jaman prasejarah, kolonialisme Portugis, masa Integrasi, dan masa awal kemerdekaan Timor-Leste. Pada pokok bahasan yang membicarakan tentang seni Timor-Leste di jaman pra-sejarah, situs Lene Hara dapat dikatakan sebagai salah satu bagian yang menjadi pusat pembicaraan. Di dalam pembahasaannya tentang senirupa Timor- Leste di zaman pra-sejarah, Silva dan Barkmann tidak secara langsung menyebutkan nama situs Lene Hara. Para penulis itu memberikan gambaran bahwa bentuk-bentuk senirupa berupa graffiti yang ditemui di jalanan di kota-kota di Timor-Leste ( Dili (Ibu kota Negara), Baucau, Suai, dan Lospalos) merupakan sebuah gema dari zaman purba, di mana kesamaan teknik penciptaan, yaitu dengan menggunakan media tembok atau batu seperti yang di temukan inside limestone shelters and caves in the region of Tutuala, Baucau, and Baugia 69. Dapat dipastikan bahwa limestone shelters and caves yang dimaksud adalah Lene Hara dengan adanya fakta bahwa Tutuala merupakan bagian dari Distrik Lautem 70, dan tulisan itu menggunakan referensi dari O Connor, seorang peneliti yang menulis tentang Lene Hara 71. Situs Lene Hara merupakan sebuah situs peninggalan sejarah berupa gua kapur dan terletak di Distrik Lautem, Timor-Leste bagian timur. Situs ini 69 Ibid 70 Distrik Lautem, ibukotanya: Lospalos ( diakses pada 11 April Silva, Abilio d. C. dan Barkmann,

51 beberapa kali menjadi acuan daalam penelitian tentang Timor-Leste di bidang arkeologi dan palaenthologi. Lene Hara juga memberikan sumbangannya pada penelitian di bidang kebudayaan, dan seni visual dengan adanya gambar-gambar di dinding-dinding gua kapurnya yang diciptakan dengan pewarna maupun melalui teknik mengukir. Gua Lene Hara telah dikunjungi oleh para aerkeolog dan para spesialis di bidang seni bebatuan sejak awal tahun Kunjungan-kunjungan ini bertujuan mempelajari lukisan-lukisan di dinding bebatuan yang meliputi gambar stensil tangan, perahu, binatang, figure manusia, dan garis- garis motif dekoratif. Usia dari gambar-gambar dengan bahan pewarna tersebut tidak diketahui, kecuali sebuah potongan dari batu kapur yang memiliki kandungan pewarna berwarna merah. Menurut Profesor Sue O Connor dari The Australian National University usia potongan batu tersebut adalah lebih dari tahun 73. Gambar-gambar pada Lene Hara atau petroglyphs mempunyai ciri khusus karena satu-satunya yang berasal dari era Pleistocene, bila dibandingkan dengan tipe-tipe ukiran wajah pada gua yang ditemukan di kawasan Melanesia, Australia, dan Pasifik. Menurut O Connor Lene Hara merupakan satu-satunya tempat di pulau Timor dengan petroglyph berbentuk wajah. Menurut CSIRO Media 74, pada februari 2011, beberapa ilmuwan pencari fosil menemukan gambar gambar berbentuk wajah yang terukir pada tembok gua bebatuan kapur di Lene Hara. Penentuan usia pada situs Lene Hara dengan system Uranium Isotope Dating yang dilakukan oleh University of Queensland menunjukkan bahwa usia sebuah gambar atau ukiran di tempat tersebut, 72 Ibid Ibid 37

52 khususnya sebuah gambar matahari bersinar, sun ray, sekitar atau tahun. Sedangkan gambar-gambar wajah tak dapat dihitung usianya, tetapi diperkirakan berasal dari kurun waktu yang sama. Usia belasan hingga puluhan ribu tahun yang dimiliki oleh situs tersebut menjadikannya sebagai bagian pada halaman-halaman awal dalam pembahasan tentang dua hal yaitu sejarah identitas Timor-Leste, secara etnis dan nasional, dan sejarah kebudayaan Timor Leste. Pembahasan tentang identitas Timor-Leste secara etnis dengan menghadirkan situs purba sebagai salah satu titik awal pembahasan dapat dilihat di dalam buku Sejarah Perjuangan Rakyat Timor-Timur Untuk Sekolah Dasar 75.Buku yang diterbitkan di tahun 1995 ini, di masa Integrasi, menulis bahwa pada sebuah gua di Kabupaten Lautem ditemukan lukisan-lukisan dinding gua berupa gambar telapak tangan, kendaraan, dan tubuh manusia. Gua tersebut terletak di daerah Tutuala dan bernama Ili Kere Kere 76. Silva dan Barkmann mengemukakan bahwa gambar-gambar di situs di daerah Tutuala itu merupakan the nation s ancient rock art heritage 77.Sedangkan buku sejarah untuk SD yang ditulis oleh Susanto Zuhdi, SS. MA. dan Dra. Sri Sutjianingsih menggambarkan peninggalan tersebut dengan penjelasan Lukisan seperti ini juga ditemukan di Jawa dan Sulawesi 78. Kedua tulisan itu memiliki tujuan yang sama yaitu penggambaran identitas nasional atau etnis yang dibentuk dengan elemen sejarah. Silva dan Barkmann memakai situs di Tutuala sebagai pembentuk wacana identitas nasional Timor-Leste di bidang seni rupa. Zuhdi dan Sutjianingsih 75 Zuhdi, Sutjianingsih,Sri. Sejarah Perjuangan Rakyat Timor-Timur Untuk SD Ibid 77 Ibid 78 Ibid 38

53 memakai situs di Tutuala, bernama Ili Kere Kere, untuk membentuk wacana sejarah identitas daerah Timor-Timur sebagai bagian dari negara kesatuan Republik Indonesia seperti halnya wilayah lainnya (Jawa dan Sulawesi). Tidak satupun dari kedua tulisan menggunakan atau menyebutkan nama Lene Hara b. Cita Rasa Eropa : Timor Bonita Pembahasan di bagian ini sebagian besar didasarkan pada pokok-pokok yang ditemukan dalam tulisan Silva dan Barkmannn. Setelah pokok tentang masa pra sejarah, Silva dan Barkmann mengemukakan keadaan senirupa di Timor-Leste pada masa kolonialime Portugis. Pada bagian ini ditunjukkan adanya kegiatan pendidikan seni yang dilaksanakan di Timor-Portugis. Buku Motivos Artisticos Timorenses e a Sua Integracao yang terbit tahun 1987 dan ditulis oleh R. Cinatti menjadi rujukan untuk adanya kegiatan pendidikan ini 79. Cinatti adalah seorang pengajar seni yang pada tahun 1947 bertugas di Dili High School di Lahane, Dili. Cinatti dalam masa tugasnya menemukan seorang murid yang berbakat dan dapat mewarisi kurikulum menggambar Western-Style yang diberikan Cinatti dan memakainya dalam menciptakan gambar landscape Timor yang unik 80. Murid tersebut tidak diketahui identitasnya, Silva dan Barkmann menyimpulkan bahwa murid berbakat itu merupakan salah satu dari kelompok kecil seniman Timor- Leste yang terdiri dari pelukis-pelukis seperti Jose Martins Branco, Daniel Peloi, Sequito Calsona, dan Joao Soriano. Kelompok ini aktif berkarya di era Timor Portugis dengan gaya melukis romatis-realis, mereka mengadakan pameran di 79 Silva, Abilio d. C dan Barkmann, Ibid 39

54 tahun 1950 dan di waktu-waktu setelahnya. Sampai di tahun 1990an kelompok ini telah menjadi senima-seniman senior yang mapan. 81 Dari segi tema karya dan gaya penciptaan yang digunakan, para pelukis di masa ini membawakan gaya realism-romantik dengan objek pemandangan alam. Sebagai perbandingan, dapat dilihat perkembangan senirupa di Indonesia yang ketika berada dibawah kolonialisme Belanda memiliki tema dan gaya yang sama yang kemudian diklasifikasikan sebagai aliran Mooi Indie. Menurut Sudjojono, salah satu pelukis besar Indonesia, Mooi Indie atau Hindia Molek adalah lukisan yang serba bagus, dan romantic bagai di surga, serba enak, tenang, dan damai 82. Lukisan Mooi Indie identik dengan gambar pemandangan alam Indonesia (dengan kecenderungan gaya naturalis-romantis) yang digemari para turis asing. Jenis lukisan ini marak di era antara Raden Saleh ( ) dan Sudjojono ( ) 83. Dapat disimpulkan bahwa tema-tema lukisan yang diciptakan oleh pelukis di Timor Leste pada era ketika Cinatti bertugas sebagai guru seni di Timor Leste, pada tahun 1940an, adalah keindahan alam dan obyek-obyek lain yang digambarkan dengan gaya naturalis dan romantis. Dapat diasumsikan bahwa, tema Timor Bonita ( Tetum : Timor cantik) ini dikembangkan dan digunakan pada masa-masa beberapa tahun sebelum tahun 1940 dan juga pada beberapa tahun sesudahnya. 81 Ibid 82 Stanislaus Yangni Dari Khaos ke Khaosmos :Estetika Seni Rupa.Yogyakarta:Erupsi Akademia & Institut Seni Indonesia, Ibid 40

55 2.1.1.c. Seni Visual di Masa Integrasi : Keberadaannya Dalam Perjuangan Kemerdekaan Selanjutnya pada bagian ini salah satu poin yang dibahas mengenai selayang pandang seni rupa atau seni lukis di Timor Leste adalah tentang sebuah titik momentum sejarah Timor Leste yaitu keadaan di masa integrasi. Pada masa ini sebuah ciri yang berhubungan dengan usaha pembentukan wacana tentang nasionalisme Timor Leste datang dari proses identifikasi diri dengan menempatkannya pada posisi yang berlawanan dengan wacana integrasi. Dari sudut para pejuang kemerdekaan Timor Leste, Integrasi dilihat sebagai sebuah okupasi yang bersifat sipil dan militer. Masa Integrasi atau okupasi ini memiliki banyak gambaran dan sebagian besar adalah kesuraman yang terjadi di Timor Leste ketika itu. James Traub dalam tulisannya, Inventing East Timor, menggambarkan bahwa pergerakan perjuangan kemerdekaan mengalami tekanan yang brutal dari pemerintah integrasi. Traub mengatakan, An independence movement was brutally suppressed between 1975 and 1983, and the region was effectively sealed off from the outside world until During this period about 200,000 people died from violence, hunger, and disease out of a population of fewer than a million. 84 Tekanan yang datang dari pemerintah integrasi ini berujung pada jatuhnya korban jiwa dan situasi keamanan yang tidak stabil pada wilayah tersebut secara umum. Sumber data yang lain memberikan gambaran tentang pembantaian secara massal yang terjadi selama masa pendudukan. John G. Taylor dalam tulisannya 84 Traub,James Inventing East Timor. Foreign Affairs, Vol. 79, No. 4 (Jul. - Aug., 2000), pp P. Council on Foreign Relations

56 memberikan gambaran tentang kekerasan militer yang terjadi dalam rentang waktu antara tahun 1978 sampai dengan tahun Taylor reports that on November 23, 1978, Indonesian troops shot five hundred people who surrendered to them the day after the fall of Mt. Matebian; soon afterward there was a similar massacre of three hundred in Taipo, and in two further incidents in the east in April May 1979, Indonesian forces murdered 97 and 118 people. Also in the east, Indonesians massacred Joao Branco and forty others at the end of 1979.In a September 1981 massacre southeast of Dili, four hundred people died, mostly women and children. In August 1983, sixty men, women, and children were tied up and bulldozed to death at Malim Luro near the south coast. On August 21 22, troops burned alive at least eighty people in the southern village of Kraras, and then made a clean-sweep of the neighboring area, in which another five hundred died. Of East Timor s twentythousand-strong ethnic Chinese minority, survivors numbered only a few thousand by Situasi di masa Integrasi yang digambarkan penuh dengan bentuk-bentuk tindakan kekerasan ini memberikan kesan yang tepat tentang keadaan umum yang terjadi di Timor Leste di saat itu. Tekanan yang dilakukan oleh pemerintah baik dari pihak sipil maupun militer terhadap para pejuang kemerdekaan membuat pergerakan tersebut mengembangkan rupa-rupa strategi dalam menjalankan usaha mereka. Salah satu bentuk perjuangan kemerdekaan Timor Leste adalah melalui gerakan bawah tanah atau gerakan clandestine front. Menurut data dari Ben Kiernan dalam tulisan Traub, gerakan perjuangan kemerdekaan yang oleh TNI disebut sebagai bagian dari gerakan GPK (Gerakan Pengacau Keamanan) memiliki jumlah yang cukup besar dan juga jaringan yang tersebar di dalam kota, In 1997, Korem 164 intelligence estimated that the GPK clandestine front had about fifteen hundred members in the capital, and in 1999 they were estimated to have six thousand members throughout the territory John G. Taylor East Timor: The Price of Freedom London: Pluto. 86 Ibid 42

57 Di dalam berbagai bentuk dan cara untuk berjuang yang antara lain dapat berupa perjuangan bersenjata, dan pergerakan bawah tanah, seni visual turut digunakan. Pada bidang ini, peran yang diambil oleh seni visual adalah dengan menjadi media penyalur aspirasi para pejuang kemerdekaan dan gerakan tersebut. Dalam foto-foto, atau rekaman kejadian demonstrasi baik di Timor Leste, pada masa penyatuan dengan Indonesia, maupun di kota-kota besar lain di Indonesia 87 terlihat bagaimana spanduk-spanduk yang dibentangkan pada kesempatan itu memuat gambar-gambar atau figur tertentu. Selain membentang gambar bendera CNRM, Fretelin, para pemuda yang sebagian beberapa di antaranya adalah mahasiswa tersebut juga membawa gambar sosok yang dianggap sebagai simbol perlawanan mereka, seperti Xanana Gusmao. Gambar 1. Mahasiwa Timor Leste dalam demonstrasi menuntut referendum dengan membawa gambar Xanana Gusmao.(Foto diambil dari buku: Gunn, Geoffrey C. (2005),500 Tahun Timor Loro Sae, Sa he Institute for Liberation, Dili.) Dalam bukunya Peace of Wall: Street Art From East Timor, Chris Parkinson mengemukakan bahwa gambar - gambar pada tembok yang terdapat di kota Dili, merupakan sebuah bentuk pernyataan yang dapat berfungsi sebagai 87 Lihat (Situs resmi AMRT( Arkivu e Muzeu da Rezisténsia Timorense. Portugis: Arsip dan Museum Resistensi Timor Leste ) diakses pada Desember

58 sejarah masa lalu dan ancang-ancang untuk masa depan, boldly proclaimed assertion toward political allegiance are offset with colors moulded into messages of development and of harmony. Ghost, graphic, and historical reveal the past and revel the present. 88 Sebagai bentuk karya yang terdapat di tempat umum atau terbuka, graffiti memiliki potensi besar. Bila dilihat dari posisinya sebagai sebuah seni, bentuk visual tersebut mempunyai daya yang dapat melewati batas-batas yang bersifat emosi dan fisik, seperti yang dikemukakan Parkinson bahwa, The street art is the powerful annunciation of emotion in what common place exist for population restricted by physical emotional borders. It is the media of the marginalized and its message restructure the past, the mundance and the forgotten and the present. 89 Di dalam buku yang oleh penulisnya disebut sebagai sebuah documentation of photographing East Timor s Grafitti 90, tema besar yang diangkat adalah tentang kumpulan grafitti yang ada di Timor Leste pasca masa krisis di tahun 2000an. Di dalam buku itu juga terdapat bagian yang membahas tentang sebuah proses rekonsiliasi dengan menggunakan seni visual khususnya grafitti pada ruang publik, yang dalam hal ini adalah penjara- penjara di kota Dili seperti penjara Balide atau Comarca Balide Prison dan penjara Becora. Menurut Parkinson, penjara Balide adalah sebuah tempat dengan nilai sejarah yang cukup penting sehubungan dengan era integrasi. Di masa okupasi atau integrasi, penjara Balide menjadi tempat di mana ribuan pejuang kemerdekaan dan rakyat sipil 88 Parkinson, Chris Peace of Wall: Street Art From East Timor. 89 Ibid 90 Ibid 44

59 Timor Leste mengalami penyiksaan, kelaparan, interogasi yang brutal, dan eksekusi 91. Tembok-tembok penjara yang merupakan penghalang kebebasan akhirnya menjadi media yang digunakan untuk menyalurkan ekspresi para tahanan. Kini bentuk-bentuk ekspresi itu menjadi sebuah relics yang mengandung nilai sejarah. Bentuk rekonsiliasi yang dilakukan adalah dengan menggunakan tempat tersebut sebagai markas nasional East Timor s Comission for Reception, Truth,and Reconciliation ( Commissao de Acolhimento,Verdade e Reconciliacao de Timor Leste atau CAVR). Selanjutnya beberapa grafitti dipertahankan keberadaannya dalam proses pemugaran gedung tersebut 92. Bentuk-bentuk grafitti itu berupa kata-kata curahan hati atau kutipan puisi yang menunjukkan semangat anti kolonialisme (Gambar 2). Gambar 2. Graffiti di penjara Balide, gambar yang terletak di tengah merupakan kutipan puisi dalam bahasa portugis karangan penyair Francisco Borja da Costa(seorang anggota Fretelin), yang berbunyi, Kau siksa tubuhku dengan rantai imperialsmeimu (Judul puisi The Trail of Your Journey ).(Foto dan keterangan diambil dari buku:parkinson, C.(Peace of Wall : Street Art from East Timor,Dili). Di dalam tulisan yang dibuat oleh Silva dan Barkmann juga terdapat bagian yang membahas tentang seni visual berbentuk Graffiti. Pembahasan 91 Ibid 92 Ibid 45

60 tersebut menjelaskan tentang graffiti yang terdapat di penjara Becora, Graffiti was also engraved in Comarca Balide Prison from 1975 until 1999-declaration remaining as testimony to the personal endurance and aspiration held by political prisoners under torturous condition 93. Silva dan Barkmann menambahkan bahwa ekspresi artistik pada pengalaman yang menyakitkan ini, dipadukan dengan seni kuno Timor di gua batu merupakan pembuka jalan utama untuk gerakan seni kontemporer Timor Leste pasca kemerdekaan 94. Silva dan Barkmann menekankan pentingnya dua titik historis tersebut sebagai peletak dasar seni kontemporer Timor Leste pasca kemerdekaan dan sebagai sumber pengolahan daya kreatifitas seni bagi para pelaku seninya d. Tais : Warna dalam Sebuah Kebudayaan Visual Kebudayaan tenun ikat merupakan salah satu kebudayaan yang dari masyarakat Timor Leste yang juga dimiliki oleh daerah - daerah di gugusan kepulauan yang ada di Nusa Tenggara Timur seperti Flores, Sabu, Rote, Sumba, Alor, dan beberapa pulau lain di sekitarnya. Di Timor Leste hasil dari kebudayaan tenun ikat ini dikenal dengan nama Tais. Secara umum, Tais adalah kain tenunan yang diproduksi oleh kaum perempuan di Timor Leste ( dan juga di kawasan lain di gugusan pulau Nusa Tenggara Timur), dan memiliki peran penting dalam kegiatan adat. Untuk membahas tentang kegunaan Tais, pada bagian ini kita akan melihat kegunaan-kegunaan tenun ikat yang lebih luas dan umum, yaitu kegunaannya pada wilayah Nusa Tenggara Timur yang mencakup juga seluruh 93 Silva, Abilio d.c. dan Barkmann, Ibid 46

61 pulau Timor (Timor Indonesia dan Timor Leste ). Kegunaan tenun ikat di wilayah tersebut adalah sebagai busana sehari-hari untuk melindungi dan menutupi tubuh, sebagai busana yang dipakai dalam tari-tarian pada pesta/upacara adat, sebagai alat penghargaan dan pemberian dalam proses perkawinan (mas kawin),sebagai alat penghargaan dan pemberian dalam acara kematian, sebagai denda adat untuk mengembalikan keseimbangan sosial yang terganggu, alat tukar, sebagai simbol prestise dalam strata sosial masyarakat, sebagai mitos, lambang suku yang diagungkan karena menurut corak/ desain tertentu akan melindungi mereka dari gangguan alam, bencana, roh jahat, sebagai alat penghargaan kepada tamu yang datang (natoni) 95. Dalam tesisnya, Weaving the Country Together: Identitied and Traditions in East Timor, Natalie Pride membahas tentang bias dan ketakseimbangan yang ditemui dalam pendekatan pada sejarah Timor Leste lewat medium tekstil, tesis ini mencoba memberikan perspektif alternatif yang dapat dipakai untuk membahas wacana sejarah Timor Leste 96. Dalam Tesis tersebut Pride membahas hal-hal seperti sejarah Tais dan hubungannya dengan budaya identitas masyarakat Timor Leste. Pride membahas bentuk-bentuk ritual tradisional seperti perburuan kepala / head hunting, sehubungan dengan Tais dengan warna dan pola yang dipakai untuk ritual-ritual tersebut Lihat,situs Pemda NTT, diakses pada Desember Lihat Pride, Natalie. Weaving the Countru Together: Identitied and Traditions in East Timor ( Thesis). University of New South Wales ( asttimor_natali_pride2002.html. Diakses pada Desember 2013) 97 Ibid. 47

62 Tentang warna, Pride mengutip beberapa penelitian sebelumnya yang membahas warna yang dipakai dalam Tais, yaitu penelitian dari sejarawan Schulte Nordholt, yang menulis bahwa proposes: Every political community or important more or less independent sub-section of a community has its own pattern often alternately red and indigo. 98 Merah dan indigo merupakan salah satu warna yang paling sering digunakan karena salah satu faktor pendukungnya adalah sumbersumber alami, dan penguasaan teknik untuk menciptakan warna tersebut. Dilihat dari bentuknya, produk tenunan di Nusa Tenggara Timur terdiri dari tiga jenis yaitu : sarung, selimut dan selendang dengan warna dasar tenunan pada umumnya warna-warna dasar gelap, seperti warna hitam, coklat, merah hati dan biru tua. Hal ini disebabkan karena masyarakat / pengrajin dahulu selalu memakai zat warna nabati seperti tauk, mengkudu, kunyit dan tanaman lainnya dalam proses pewarnaan benang, dan warna-warna motif dominan warna putih, kuning langsat, merah marun. 99 Sedangkan dilihat dari tempatnya, khususnya untuk yang berlokasi di Timor Leste, maka jenis-jenis warnanya adalah sebagai berikut. Pada tiga belas distrik yang ada di Timor Leste, masing-masing memiliki warna Tais yang berbeda-beda, di daerah enclave,oecussi pengaruh Portugis pada Tais terlihat cukup kuat dengan adanya dominasi figur tanaman dan simbol religius dengan pemakaian waran hitam, oranye, dan kuning. Di daerah Ibukota, Dili warna-warna cerah dan pola garis yang penuh mendominasi warna-warna Tais, khususnya yang dijual di Pasar Tais. Di distrik Ermera warna hitam dan putih paling banyak 98 Ibid Lihat,situs Pemda NTT, diakses pada Desember

63 dipakai karena mencerminkan kebangsawanan dan sekaligus seabagai tanda banyaknya pemimpin tradisional yang tinggal di daerah itu Kisah Arte Moris Pada bagian ini, pembahasan akan difokuskan pada sejarah Arte Moris sebagai sebuah sekolah fine art di Timor Leste dan perkembangan keadaannya sampai di saat penelitian ini dilakukan. Kisah historis tersebut akan meliputi tahap-tahap awal di mana ditemukan adanya pribadi - pribadi yang memiliki peranan dalam pendirian sekolah tersebut. Pada bagian selanjutnya akan diteruskan dengan pemaparan tentang para seniman yang hidup di dalam Arte Moris sebagai sebuah komunitas, serta sistem kebersamaan yang dibangun di dalamnya. Karya para seniman berupa lukisan, dan karya lain-lainnya serta gambaran keterlibatan Arte Moris dalam bidang aktivisme seni rupa di Timor Leste akan menjadi bagian akhir dalam pembahasan ini Yahya Lambert : Indonesian Connection Arte Moris : East Timor s non-for-profit Free Art School & Cultural Center, adalah nama yang tercetak pada bagian atas kartu nama para seniman di Arte Moris. Jenis huruf yang digunakan untuk menulis nama Arte Moris pada kartu nama tersebut (Gambar.), sekaigus menjadi logo dari sekolah, organisasi, dan komunitas ini, yang juga terdapat pada tempat-tempat seperti papan nama di 100 Sacchetti, Maria José. "Tais: The Textiles of Timor-Leste". Timor-Leste Government Tourism Office Retrieved on 7 February

64 depan gedung sekolah, situs resmi, dan juga produk-produk yang dihasilkan seperti baju kaos, kartu pos dan hasil kerjainan lainnya. Gambar 3. Kartu nama para seniman di Arte Moris.Kartu nama pada gambar adalah milik Eugenio Pereira atau Zeny, yang berposisi sebagai Visitor Resepeionist di dalam manajemen Arte Moris. Foto: dok. Penulis, Arte Moris merupakan salah satu dari beberapa komunitas yang bergerak di bidang seni-kebudayaan yang hadir di masa ketika Timor Leste baru meraih kemerdekaannya. Masa awal kemerdekaan atau masa restorasi ini disambut oleh kaum muda, yang berdasarkan sejarah turut berada di garis depan perjuangan kemerdekaan, dengan berbagai bentuk pengungkapan ekspresi kebebasan. Sebuah ekspresi keterlepasaan dari masa-masa kelam dan mencekam, dari masa-masa krisis dan konflik. Kunjungan pertama penulis ke Arte Moris dilakukan pada tanggal 11 januari Lembaga tersebut terletak di Comoro, daerah di bagian barat kota Dili, yang merupakan ibu kota negara Timor Leste. Gedung yang dipakai oleh sekolah tersebut adalah sebuah gedung peninggalan dari masa integrasi. Gedung tersebut dahulunya adalah Museum Nasional Propinsi Timor-Timur. Sejak digunakan dari tahun 2003, gedung tersebut berfungsi sebagai kantor, sekolah, tempat pusat kegiatan Arte Moris dan juga sebagai asrama bagi para seniman senior. Para pelukis, pematung, musisi dengan predikat senior, sebagian besar adalah siswa angkatan awal dari lembaga tersebut, tinggal dalam ruang-ruang 50

65 yang dengan daya kreatif mereka diciptakan menjadi kamar, tempat mereka tinggal. Para seniman senior ini menjadi pengajar sekaligus pengurus harian kegiatan organisasi di komunitas tersebut. Secara etimologi, nama Arte Moris berasal dari gabungan bahasa Tetum dan bahasa Portugis yang berarti Seni yang hidup, Living Art ( Arte. Portugis : seni, Moris. Tetum : hidup ). Arte Moris didirikan pada Februari 2003 oleh seorang seniman yang berkewarganegaraan Swiss; Luca Gansser,dan istrinya Gabriela Gansser, atau Gaby, yang adalah seorang kordinator seni antar budaya. 101 Proses pembentukan ini dimulai dengan bergabungnya sekelompok pemuda Timot Leste, di bawah kordinasi Luca dan Gaby, yang berbakat di bidang seni rupa. Kelompok ini adalah pertama pada sekolah seni tersebut. They (Luca and Gabriela Gansser) fostered with a dedicated group of approximately fifteen senior artists who, in association with visiting Australian, German, Italian, and Swiss artists, teach junior students Sebelum kedatangan Luca dan Gabriela Gansser, pemuda-pemuda di Timor Leste yang tertarik pada seni rupa telah menyalurkan hasrat seni mereka dengan membentuk kelompok-kelompok yang melaksanakan kegiatan berkarya. Yahya Lambert, seorang seniman berdarah Maluku, adalah tokoh yang beberapa kali menjadi acuan dalam cerita perkembangan seni rupa di Timor Leste pada pertengahan tahun 1990an 103. Sebuah laporan jurnalistik berbahasa Inggris dari Inter Press Service, yang ditulis oleh Matt Crook mengemukakan catatan biografis yang cukup lengkap tentang Yahya Lambert dan kisahnya dalam 101 Ibid 102 Ibid 103 Kisah tentang Yahya sebagian besar diambil dari laporan jurnalistik ini. Crook, M Inter Press Service-Noticias Financieras /Groupo de Diarios America. 51

66 berkegiatan seni. 104 Saat wawancara dalam artikel itu dilakukan, April 2009 di Timor Leste, Yahya telah menghabiskan dua puluh delapan tahun di Timor Leste dan usianya di saat itu adalah tiga puluh tujuh tahun. 105 Alasan dari Yahya berada di Timor Leste adalah impiannya, My life is first for the art and for my dream of the academy. Once I set up the academy, then I will go back to Indonesia 106. Inti kegiatan seni yang dilakukan Yahya adalah dengan mendirikan kelompok seni yang disebutnya dengan nama Sanggar, "In all of East Timor I have 346 students. I have four Sanggars active here. I set up the Sanggars because with art you can move your character. 107 " Sanggar sanggar ini bergerak sejak pertengahan tahun 1990an. Di Kabupaten atau distrito Manatuto, pada tahun 1996 Ia mendirikan Sanggar Matan (Tetum : es) yang berfokus pada karya seni tanah liat. Di Becora, Dili, Ia mendirikan Sanggar Cultura ( Portugis: Budaya) yang berkarya dengan batik, sedangkan di distrito Oecussi terdapat Sanggar Cusin ( Tetum: Porselen), yang berkonsentrasi pada kegiatan melukis dengan cat minyak. Di antara semua sanggar itu, yang menjadi pusat dari semua sanggar-sanggar yang tersebar di seluruh distrik adalah Sanggar Masin (Tetum : garam), yang berlokasi di Dili. Dalam kegiatan keseniannya, Yahya dan Sanggar Masin tercatat sebagai salah satu seniman yang mencoba bentuk kreatifitas yang baru di Timor Leste 108. Yahya melakukan eksplorasi-eksplorasi baru dalam wacana penciptaan seni di 104 Ibid 105 Ibid 106 Ibid 107 Ibid 108 Ibid 52

67 Timor Leste melalui bentuk karyanya yang menggunakan kain tenun ikat tradisional Timor, tais, sebagai media pengganti kanvas. Artist Yahya Lambert recalls one of his earliest experiments of painting on tais was displayed at the Becora Culture Centre in Dili in This innovation achieved recognition within the wider Indonesian educational jurisdiction at the time as an alternative and distincly East Timorese medium of art. 109 Bentuk eksplorasi yang dilakukan Yahya ini, menurut Silva dan Barkmann, selain menarik perhatian pemerintah Integrasi khususnya bagian kebudayaan dan pendidikan pada waktu itu, juga merupakan sebuah bentuk perubahan yang membebaskan para seniman muda Timor Leste dari gaya dan isi karya yang konservatif, The development of contemporary arts in this period signalled a break by young artists with the tradisional, conservative styles and content 110. Yahya Lambert melakukan banyak kegiatan dan proyek seni dengan kelompok-kelompok lembaga swadaya masyarakat dan aktif bekerja sebagai pengajar fotografi dan desain grafis pada sanggarnya 111. Hasil karya seni dari kegiatan ini dijual dengan maksud untuk mengumpulkan dana bagi rencananya untuk mengirimkan para siswanya belajar ke Indonesia. Indonesia menjadi pilihan, karena alasan finansial dan kemudahan dalam hal berkomunikasi, "People in East Timor can speak Indonesian, and in Indonesia it's cheaper for the school. I'd like to send them to Australia or another place, but I don't have the money. We don't have support from the government. The support comes from the 109 Silva, Abilio d. C. dan Barkmann.2009, Crook,M Ibid 53

68 students in here -- we work together," 112 Yahya, di tahun 2009 itu, telah mengirimkan 12 anggota sanggarnya ke Yogyakarta, untuk belajar di Institut Seni Indonesia, dan dia sedang mengusahakan untuk mengirimkan 7 anggota sanggarnya lagi 113. Gambar 4. Sebuah karya fotografi dari Yahya Lambert. Foto : dok. Penulis, Impian utama dari Yahya adalah sebuah akademi seni yang tidak terikat pada pemerintah. Ia mengharapkan adanya suatu bentuk akademi seni yang bebas sehingga kerjasama dalam bidang ini, terutama dengan negara-negara lain, tidak akan menemui kesulitan dan masalah birokrasi, I think art should be free and independent and then the other countries can come and work with us. 114 " Harapan ini menemui kendala, pemerintah Integrasi pada waktu itu, tahun 1998, menolak untuk memberikan dukungan bagi Yahya dan sangar-sanggarnya. "I tried in 1998 to go to the government and talk. They told me they had no plans to support my students with money. The government said no because their priority is not art. 115 " 112 Ibid 113 Ibid 114 Ibid 115 Ibid 54

69 Yahya Lambert merupakan seorang seniman yang dikenal dalam perkembangan dunia komunitas senirupa di Timor Leste, terutama pada masa pertengahan tahun 1990an. Beberapa seniman senior di Arte Moris pernah berproses atau melewati masa-masa berkarya bersamanya. Jose de Jesus Amaral atau Tony, seorang pelukis dan pengukir senior di Arte Moris, menuturkan bahwa di tahun 2001 dirinya dengan bergabung kelompok pemuda seniman yang dibetuk oleh Yahya. Menurut Tony, Yahya memiliki hubungan dengan seniman Indonesia dari kelompok Taring Padi yang berpusat di Yogyakarta. 116 Beberapa kali, seniman-seniman Taring Padi berkunjung ke Dili.Tony dan beberapa seniman yang tergabung dalam kelompok Yahya tersebut, merasa terinspirasi dengan jalan seni yang dianut Taring Padi. Selanjutnya, Tony dan beberapa seniman dalam kelompok itu bertemu dengan Luca Gansser yang sedang mulai membangun Arte Moris dan bergabung dengan kelompok tersebut. Sama halnya dengan Tony, Avelino Cancio Silva atau Abe salah satu pelukis senior di Arte Moris pernah bergabung dengan Yahya Lambert. Di tahun 2002, Abe dan sekitar 20 orang pemuda bergabung dengan kelompok yang dibentuk Yahya 117. Salah satu bentuk kegiatan kelompok ini adalah berkeliling, berjalan-jalan di seputar kota untuk menggambar. Sampai pada suatu masa Yahya membawa kelompok ini untuk bertemu Luca dan Gaby dalam rangka kerja sama atau kolaborasi dalam kegiatan seni. Abe menceritakan bahwa kerjasama antara kelompok Yahya dan Luca ini berujung pada perbedaan pendapat, sehingga terjadi perpecahan. Beberapa seniman termasuk Abe memilih untuk bergabung 116 Wawancara penulis dengan Tony.Dili,13Januari Wawancara penulis dengan Abe. Dili, 12 Januari

70 dengan Luca di Arte Moris, sedangkan yang lain memilih untuk bergabung dengan Yahya. Beberapa sanggar yang didirikan oleh Yahya masih berdiri sampai saat terakhir kali penulis mengunjungi Timor Leste. Sebagian besar seniman di Arte Moris pernah bergabung dengan salah satu dari sanggar-sanggar tersebut. Eugenio Pereira atau Zeny, menuturkan bahwa sanggar-sanggar tersebut masih aktif mengadakan kegiatan yang kesenian. 118 Menurut Douglas Kammen, seorang peneliti yang banyak melakukan kajian tentang Timor Leste, dan juga memiliki sebuah lukisan karya Yahya lambert, Yahya telah meninggalkan Timor Leste dan menetap di Indonesia dan masih aktif melakukan kegiatan kesenian Luca dan Gabriela Gansser : Seni Sebagai Terapi Luca Gansser adalah seorang pelukis berkebangsaan Swiss yang belajar melukis secara self-taught. Ia lahir Bogota, Kolombia pada 27 Agustus Sebelum menjadi penduduk Lugana, Swiss, pada tahun 1982, Luca menghabiskan masa hidupnya di Meksiko dan Italia. Di Lugana Ia bekerja sebagai pelukis dan film set designer. 120 Menurut keterangan dalam salah satu katalog pameran tunggalnya, Luca disebut sebagai, modern nomad and his painting are reservoir of his global exploration 121 Dalam sebagian besar masa hidupnya Luca telah berkeliling dunia dan memiliki pengalaman berkarya dengan seniman-seniman lokal di negara-negara seperti Rusia, Afrika Selatan, dan Australia. Perjalanannya ini membuka wawasan 118 Wawancara penulis dengan Zeny.Dili,13Januari Diskusi penulis dengan Douglas Kammen.Singapura,Mei Informasi biografis tentang Luca Gansser bersumber dari Katalog Pameran; Luca Gansser: Angkor Mio and Works in Kuk-Kuk 96/97, Carpe Diem Galleries, Bangkok Ibid 56

71 Luca, dan sebagian besar karyanya terinspirasi dari masyarakat lokal dan tradisional yang dikunjunginya. 122 Setelah mengadakan pameran di berbagai tempat, from mexico to Zurich, from Mapotu to Moscow 123, pada tahun 1997 Luca berkesempatan untuk pertama kalinya mengadakan pameran di Asia Tenggara yaitu di Bangkok, di mana Ia menampilkan karya berupa lukisan dan patung yang bertemakan konflik di Angkor Wat. 124 Kedua pasangan suami istri, Luca dan Gabriela Gansser tiba di Timor Leste pada tahun Kedatangan mereka ke Timor Leste berdasarkan ketertarikan untuk melihat negara muda yang baru lahir pada waktu itu. Setelah melakukan perjalanan mengunjungi seluruh bagian dari negara itu selama satu bulan, mereka menemukan kenyataan bahwa pemuda di negara itu sebagian besar adalah pengangguran dan menemukan adanya tanda-tanda bakat di bidang seni visual melalui graffiti-graffiti yang ada. Kedua pasangan itu kemudian mencoba meneruskan niat mereka untuk membantu mengatasi keadaan itu. after all this suffer, we think its important for this young people to express themselves, because it is also not the culture, really, to talk about it a lot. But if you can paint or illustrate them...so we decide to contact or find young people and to interest them to join a kind of art community. 126 Pada video wawancara dengan jurnalis dari www. Jockcheetham.com, di tahun 2005, Luca Gansser menyebutkan bahwa setelah Ia membentuk komunitas Arte Moris, dengan memulainya dari nol, dan biaya yang diiusahakannya sendiri akhirnya datang bantuan dari pemerintah Timor Leste berupa pemberian 122 Ibid 123 Ibid 124 Ibid 125 Video wawancara dengan Gabriela Gansser di TV.com Ibid 57

72 bangunan untuk keperluan sekolah, kantor, dan tempat tinggal, yaitu gedung bekas Museum Propinsi Timor-Timur, di Comoro. But its already almost three years we are together. I was started up in a small rented house then slowly I moved. And finally we recieve from the gouvernment, this building, because in the begining I funded with my own money. 127 Gambar 5.a. Luca Gansser (sebelah kiri,berkaca mata)dalam workshop self-potrait di Arte Moris tahun Foto: Diambil dari video Arte Moris Presentation. dok. Arte Moris, Gambar 5.b. Gabriella dan Luca Gansser. Foto: dok. Arte Moris, Apa yang dilakukan Luca menjadi perhatian bagi tokoh-tokoh di pemerintahan Timor Leste. Jose Ramos Horta, yang saat itu menjabat sebagai presiden Timor Leste bersedia unuk diangkat oleh Arte Moris sebagai Honorary 127 Video wawancara Luca Gansser di Juli

73 Patron. Mengenai Arte Moris, Jose Ramos Horta berpendapat bahwa dirinya punya harapan bahwa suatu saat Arte Moris dapat menjadi sebuah akdemi seni yang formal. It (Arte Moris) is started by Mr. Luca and his wife Gabbie, building up from zero an outstanding art school that engages hundreds of young East Timorese... I would hope or my dream that Arte Moris turns into, become, a formal fine art school that is recognized and supported by the gouvernment 128. Dasar dari pembentukan Arte Moris sebagai fine art school, cultural center, and artists association 129, adalah pemahaman para pendirinya terhadap konflik di masa lalu yang baru saja dilewati oleh masyarakat Timor Leste. Ingatan akan masa lalu ini dilihat sebagai memori kolektif yang telah memberikan penderitaan mental bagi masyarakat Timor Leste, lebih khususnya para pemudanya. Luca Gansser menyebutkan bahwa semua siswanya di Arte Moris memiliki pengalaman konflik yang traumatik ini, all of the students were, and some are still traumatized by the Indonesian brutality. But through art, art is a therapy which can heal this problem Luca percaya bahwa masalah trauma yang dihadapi oleh para pemuda ini bisa diselesaikan dengan menggunakan seni sebagai terapi. Menurut Luca, seni dapat menjadi media yang memberikan kesempatan untuk berekspresi dan mengembangkan harga diri, suatu hal yang menurutnya menjadi kekurangan dasar pada masyarakat Timor. Because you gave the means to be able to express themselves and to develope self-esteem which is the biggest lacking thing of Timorese Video wawancara Jose Ramos Horta di TV.com Situs resmi Arte Moris: 130 Video wawancara Luca Gansser di Ibid 59

74 Arte Moris, di masa-masa awal berdirinya, telah melalui masa di mana banyak karya dengan tema ingatan kelam, atau dark memory dihasilkan. Gabriela Gansser menyatakan bahwa, at the beginning they had many pictures that were very grim and dark, that had a lot to do with rape; many were full of violence, because in every East Timorese family there are victims of those times 132. Pada kunjungan penulis di awal tahun 2012, jumlah lukisan dengan tema tersebut sudah sangat minim. Keterangan dari pihak Arte Moris menyebutkan bahwa lukisanlukisan tersebut telah terjual, atau dipindahkan dari ruang Collection, yang menjadi semacam galeri untuk umum. Sebagian dari lukisan bertema ingatan kelam itu masih dapat dilihat dalam dokumentasi video yang menunjukkan keadaan Arte Moris di masa-masa awal Artistas :Para Seniman di Gedung Bekas Museum Kesan yang paling dirasakan, oleh penulis, saat mengunjungi Arte Moris adalah suasanaannya yang sangat kontemplatif. Para seniman di dalam komunitas ini bekerja, entah di dalam kamar masing-masing yang merangkap studio, atau di pekarangan sekitar gedung utama, dalam suasana yang hening dan seolah terbawa dalam ritme dari kegiatan yang sedang dikerjakan. Pada saat kunjungan dilakukan,di bulan Januari 2012, sekolah sedang libur, dan para seniman sedang mengurus persiapan untuk acara ulang tahun sekolah yang akan jatuh pada bulan februari. Beberapa batang kayu ditebang dari pohon-pohon yang ada di pekarangan sekitar, dan dipotong serta dicat berbentuk pensil dengan ukuran 132 Hein,2009. von Hein, M. Timorese Artists Seek Reconciliation. dw.de. diakses 21 Jun. 2012< 133 Video wawancara Luca Gansser di

75 tinggi lebih dari satu meter, dan berdiameter antara 20 sampai 30 centi meter. Sebuah mobil bermerek TATA, buatan India dihias dengan grafiti dengan teknik pengecatan airbrushing a. Residence Artists Dalam penelitian ini, penulis mewawancarai beberapa pelukis yang tinggal di Arte Moris. Pada Januari 2012, terdapat kira-kira lebih dari 21 orang seniman yang tinggal di sekolah tersebut 134. Mereka yang tinggal di asrama ini menempati berbagai ruang yang tersebar di tiga gedung utama yang ada di pekarangan tersebut. Para seniman yang tinggal di Arte Moris terdiri dari dua kelompok besar yaitu para seniman residen dan seniman senior. Tugas utama dari seniman residen adalah menjadi tenaga pengajar dan menduduki posisi-posisi atas dalam susunan manajerial di Arte Moris. Sedangkan para senior bertugas sebagai asisten bagi kelompok residen. 135 Di bagian ini, penulis akan memberikan gambaran tentang para pelukis residen di Arte Moris, mereka antara lain; Jose de Jesus Amaral atau Tony (29), Avelino Cancio Silva atau Abe (31), dan Moises Daibela Pereira atau Pelle (26). Usia para seniman di Arte Moris secara umum, dari penampilan fisik dapat dikatakan rata-rata berada di atas 25 tahun. Jose de Jesus Amaral atau Tony (29) mulai berkegiatan kesenian saat Ia dengan aktif mengikuti kegiatan seni jalanan atau street art yang dilakukannya bersama beberapa teman yang memiliki ketertarikan yang sama. Bentuk kegiatan 134 Data pengajar aktif di Arte Moris. 21 orang guru yang mengajari mata pelajaran seperti :Sketches, Instalasi, Foto, Filme, Collage/Multimedia, Pintura, Eskultura, Papier Mache, Mangrove, Handicraft, Performance Pinta, Graffiti, Etching. Sumber data: dok. Arte Moris, Ibid 61

76 mereka adalah membuat grafiti di jalan-jalan di kota Dili 136. Dalam rentang waktu tahun , Tony bertemu dengan seorang seniman yang dianggap sebagai guru baginya, Tony memakai istilah mestre (tetum: guru), seniman itu adalah Yahya Lambert. 137 Bersama kelompok Yahya, Tony mendapatkan banyak pelajaran seni rupa, yang sebagian besar adalah tentang seni grafiti. Proses yang dilewati dengan Yahya membawa Tony untuk mengenali kelompok seniman Taring Padi dari Indonesia. Tony terinspirasi dengan cara-cara aktifis Taring Padi membawa isu sosial-politik dalam karya-karya mereka. Kelompok seniman ini kemudian bertemu dengan Luca Gansser yang sedang pada masa-masa awal membangun Arte Moris. Tony dan beberapa seniman kemudian memilih untuk bergabung dengan Arte Moris. 138 Pada tahun 2008, Tony mendapat beasiswa untuk tingkat Bachelor di The National Art School, di Sydney Australia. Tahun 2010, Ia kembali ke Arte Moris dan mendapatkan posisi sebagai salah satu pengajar senior. Dalam berkarya, Ia banyak menggunakan tema-tema budaya, khususnya budaya tradisional Timor Leste dan memiliki minat utama pada aliran surealisme. Tema kehidupan masyarakat sehari-hari di Timor Leste menjadi hal utama dalam karya-karyanya di rentang waktu tahun 2001 sampai Dua hal menjadi fokus Tony, kebudayaan Timor, dan kekerasan dalam yang melibatkan pemuda ( hau nia arte halai ba kultura ho violensia.tetum : seni saya merujuk pada kebudayaan dan kekerasan) Wawancara penulis dengan Tony. Dili, Ibid 138 Ibid 139 Ibid 62

77 Gambar 6. Tony, Avo Illiomar,2010. Cat minyak pada kanvas. Foto : dok. Penulis Salah satu karya Tony yang berbicara tentang kebudayaan dan kekerasan adalah lukisannya yang berjudul Avo Illiomar (Tetum: Nenek Illiomar (Illiomar:nama daerah di Timor Leste) (Gambar 6). Dalam Lukisan ini, Tony menggambarkan seorang perempuan berusia tua, yang mengenakan tais, kain tradisional Timor, dan perhiasan tradisional, kabauk,di kepalanya. Lukisan ini dibuat berdasarkan kisah pribadi pelukisanya. Avo Illiomar adalah nenek dari salah seorang sahabat Tony, yang selalu memberikan tais (tenun ikat Timor) untuk keperluan karya-karyanya. Lukisan ini adalah bentuk ucapan terimakasih Tony kepada avo Illiomar. Menurut Tony, lukisan ini mengandung makna sifat kelembutan dari kebudayaan Timor. Kelembutan ini dipakainya untuk menjawab pendapat umum tentang masyarakat Timor yang ulun toos (Tetum:kepala batu) dan suka kekerasan. 140 Avelino Cancio Silva atau Abe (31) adalah seorang pelukis senior di Arte Moris yang berasal dari Ossu, Viqueque. Sebelum bergabung dengan Arte Moris, Abe merupakan mahasiswa di UNTL (Universitas Nasional Timor Leste). 141 Perkuliahan ini hanya ditempuh selama empat semester, kemudian 140 Ibid 141 Wawancara penulis dengan Abe. Dili, Januari

78 ditinggalkannya, setelah Ia menemukan bahwa jalan hidupnya ada pada seni lukis, atau yang disebutnya dengan dalan arte nian (jalan seni). 142 Di tahun 2002, Abe mulai mengikuti jalan seninya. Ia bergabung dengan kelompok seniman yang dibentuk oleh Yahya Lambert dan mendapat pengalaman serta pendidikan di bidang seni. 143 Ssama seperti Tony,pada kemudian hari, Abe juga termasuk dalam kelompok yang memilih untuk bergabung dengan Luca dan Arte Morisnya. Sebagai seorang pelukis senior di Arte Moris, Abe berpendapat bahwa gaya lukisannya masih berada pada level belajar. Ia menuturkan bahwa surealisme adalah aliran lukisan yang diminatinya 144. Tema alam dan politik merupakan sumber inspirasi utamanya. Sebagian besar karyanya dapat dirangkum dalam tiga tema besar ; manusia, alam, dan kebudayaan. 145 Lukisan Study Potrait (Gambar 7), adalah hasil karya Abe yang merupakan sebuah refleksi yang cukup jelas dari jalan seni yang dipilihnya. 146 Lukisan itu merupakan sebuah bentuk gambaran dari tingkatan pencapaian dirinya yang oleh Abe sendiri dinilai masih berada pada posisi belajar. Sesuai dengan tema-tema yang menjadi perhatiannya. Lukisan ini mengandung dua tema yang selalu menjadi bahan inspirasi Abe dalam berkarya, yaitu manusia dan budaya. 147 Pada lukisan tersebut, Abe menunjukkan kemauannya untuk belajar berekspresi dengan aliran realisme. Lukisan itu menggambarkan figur seorang lelaki tua, kemungkinan besar adalah seorang lelaki Timor yang mengenakan pakaian barat, kemeja putih, dengan aksesoris tradisional seperti ikat kepala dari 142 Ibid 143 Ibid 144 Ibid 145 Ibid 146 Ibid 147 Ibid 64

79 kain batik, dan Ia digambarkan sedang memegang sebuah pedang portugis (Gambar 7). Gambar 7. Abe, Study Portrait.2003 Cat minyak pada kanvas.foto :dok. Penulis 2012 Sebagai seorang pelukis di komunitas Arte Moris, Moses Daibela Pereira atau Pelle (26), dikenal dengan gaya lukisannya yang menunjukkan tingkat kedetailan yang kuat dengan menggunakan bentuk-bentuk garis yang tipis. 148 Pelle juga cukup banyak berkarya dengan menggunakan tais. Metode menggunakan tais ini telah dilakukan oleh seniman-seniman Timor Leste sejak pertengahan 1990an. 149 Selain melukis dengan media tais, para pelukisi juga melakukan percobaan pada media alternatif, seperti menggunakan batang pohon bakau. 150 Pelle bergabung dengan Arte Moris pada tahun Kesukaannya pada seni lukis sudah mulai dirasakannya sejak usianya masih kecil. Perkenalan dengan seni ini dimulai dengan keinginannya untuk belajar menggunakan media-media 148 Pengamatan penulis pada lukisan-lukisan karya Pelle.Dili,januari Wawancara penulis dengan Pelle.Dili,12 Januari Ibid 65

80 untuk berkarya dari yang paling sederhana hingga yang membutuhkan kemampuan khusus 151. Sebelum menjadi anggota di Arte Moris, Pelle sama sekali tidak memiliki pengalaman apa-apa dalam menggunakan alat melukis seperti kuas, dan Ia pun tidak memiliki pengalaman bergabung dengan kelompok seni lain selain Arte Moris. Semua kemampuan melukis dengan menggunakan media selain pensil dipelajarinya di Arte Moris. 152 Lukisan Pelle, Lakoi Timor Hanesan Nee (Tetum :tidak ingin Timor menjadi begini),(gambar 8) merupakan sebuah karya yang menunjukan salah satu cirinya, yaitu memakai dan mengolah corak dan motif tais. Pelle menceritakan bahwa, lukisan itu diciptakan berdasarkan foto yang dilihatnya dari sebuah media cetak yang menampilkan berita tentang kondisi kekeringan yang terjadi di sebuah negara di Afrika. Keadaan yang buruk itu olah Pelle diolah sebagai sebuah harapan dan juga peringatan bahwa, sesuai dengan judulnya, Ia memiliki keinginan agar Timor Leste tidak mengalami masalah yang sama seperti yang disaksikannya dalam berita itu Ibid 152 Ibid 153 Ibid 66

81 Gambar 8.Pelle, Lakoi Timor Hanesan Nee,2006.Cat minyak pada kanvas. Foto:dok.penulis 2012 Dalam hal identitas nasional, Pelle berpendapat bahwa sebuah identitas nasional merupakan kombinasi dari elemen sejarah dan budaya dalam sebuah masyarakat. Dengan demikian, dalam konteks masyarakat deperti di Timor Leste, menurut Pelle, elemen yang paling dasar dalam pembentukan identitas nasional adalah nilai-nilai yang didapatkan dari kolonialisme sebagai sebuah aspek sejarah, dan kesadaran kolektif masyarakat Timor Leste sebagai bagian dari masyarakat internasional b.Seniman Senior Seniman senior yang ditemui penulis di Arte Moris adalah, August Godinho atau Agus (28). Dari segi fisik Agus terlihat lebih muda dibandingkan para seniman senior lainnya mungkin karena sifatnya yang murah senyum. Wawancara dilakukan di kamar nara sumber yang merangkap studionya. Beberapa karya yang sedang dalam proses pembuatan terlihat di dalam studio tersebut. Agus berasal dari distrik Aileu, dan bergabung dengan Arte Moris pada 154 Ibid 67

82 tahun Jumlah angkatannya waktu itu adalah 55 orang 155. Saat pertama kali bergabung para siswa ini akan disebut seniman Junior. Dari angkatan tersebut, yang memilih untuk menjadi anggota komunitas dan menetap di Arte Moris ada 2 orang. Sedangkan siswa yang lain memilih untuk tidak bergabung dalam komunitas setelah mereka menyelesaikan program dari kursus-kursus yang ada di Arte Moris. Perkenalan Agus dengan dunia seni dan kegiatan-kegiatannya dimulai dari saat Ia bergabung dengan salah satu sanggar yang dibentuk oleh seniman-seniman seperti Abe dan Tony. Nama sanggar tersebut adalah Sanggar Bulak (Tetum: Gila) dan berlokasi di Kintal Kiik, Dili. 156 Sanggar tersebut adalah salah satu dari sejumlah sanggar di Dili yang sebagian besar dibentuk oleh para seniman muda, baik yang bergerak sendiri maupun yang berada di bawah naungan Yahya Lambert, dan sanggar-sanggar ini lahir sebelum Arte Moris dibentuk. 157 Di Arte Moris, salah satu pencerahan yang dialami oleh Agus adalah ketika Ia belajar tentang teknik penempatan cahaya dalam menciptakan lukisan. Bagi Agus, pengetahuan tentang nakukun (Tetum: gelap), dan naroman (Tetum: terang) sebagai suatu teknik dalam melukis merupakan sebuah titik awal yang semakin membuatnya masuk lebih dalam ke dunia seni lukis. 158 Di Arte Moris Agus belajar tentang pentingnya presentasi dari sebuah karya. Hal ini dipelajarinya langsung dari para seniman residen yang memiliki kebiasaan untuk memberikan presentasi sebagai pengantar atas karya yang mereka ciptakan. Sosok 155 Wawancara penulis dengan Agus.Dili,16 Januari Ibid 157 Ibid 158 Ibid 68

83 para reisden ini pulalah yang menjadi salah satu alasannya untuk bergabung dalam Arte Moris. 159 Gambar 9. Agus, Contenti.2011.cat minyak pada kanvas. Foto: dok.penulis Contenti (Tetum: bahagia) (Gambar 9) adalah salah satu hasil karya lukisan Agus yang diselesaikannya pada tahun Lukisan ini merupakan hasil perenungan Agus terhadap bentuk dan simbol-simbol kebudayaan tradisional Timor Leste dan hubungannya dengan persaannya.. Dalam lukisan dapat dilihat figur seorang wanita yang sedang tertawa, contenti, dan Ia tampak mengenakan tais, dan mortein (kalung tradisional Timor). Menurut, Agus lukisan ini mewakili pendapat dan perasaan pribadinya bahwa segala sesuatu yang berhugungan dengan adat tradsional Timor selalu membuatnya merasa senang Ibid 160 Ibid 69

84 2.3. Ragam Karya Salah satu sumber data dari penelitian ini adalah karya seni yang dihasilkan oleh para seniman di Arte Moris. Menurut Illiwatu Danabere, Director dari sekolah tersebut, jumlah lukisan yang dihasilkan sejak berdirinya Arte Moris di tahun 2003, telah berjumlah ratusan lebih 161. Lukisan yang telah tercipta, hadir dengan beragam tema, dan beragam media yang merupakan hasil dari proses kreatif para senimannya. Pihak Arte Moris memiliki sebuah ruangan yang digunakan sebagai ruang, Arte Moris Collection Room, atau seringkali disebut juga Galeri Arte Moris, untuk memamerkan hasil karya-karya lukisan maupun karya lainnya. Proses pemilihan karya yang akan dipasang ditentukan oleh para seniman yang mengurus ruang galeri tersebut. Dalam kunjungan ke Arte Moris, penulis berkesempatan untuk mengamati dan memotret lukisan-lukisan, baik yang ada di ruang koleksi, studio pribadi para seniman, maupun yang tersebar di ruang-ruang lain di Arte Moris. Beberapa lukisan yang akan dibahas pada bagian ini adalah lukisan-lukisan yang telah dipilih, dan diinterpreatasi, dan sikelompokan berdasarkan tema-tema tertentu. Proses ini di dasarkan pada slah satu metode kritik seni,yaitu interpretasi. Menurut Nooryan Bahari, metode interpretasi adalah suatu cara menafsirkan halhal yang terdapat dibalik sebuah karya, dan menafsirkan makna, pesan atau nilai yang dikandungnya. Setipa penafsiran dapat mengungkap hal-hal yang berhubungan denga pernyataan di balik struktur bentuk, misalnya unsur psikologis 161 Wawancara penulis dengan Iliwatu 13 Januari

85 pencipta karya, latar belakang sosial budaya, gagasan, abstraksi, pendirian, pertimbangan, hasrat, kepercayaan, serta pengalaman tertentu senimannya 162 Lukisan lukisan ini oleh penulis dikelompokkan dalam empat kelompok besar yang meliputi bagian-bagian ; Adat Tradisional dan Simbol-Simbolnya, Politik, Trauma, dan Eksplorasi. Dasar dari pengelompokkan ini adalah pengamatan yang dilakukan oleh penulis terhadapa kandungan-kandungan makna yang terdapat unsur-unsur visual yang terdapat di dalam lukisan. Lukisan yang memiliki kesamaan dalam unsur-unsur visual tertentu kemudian dimasukan ke dalam satu kelompok Adat Tradisional dan Simbol-Simbolnya Lukisan-lukisan yang berada di dalam kelompok ini disatukan berdasarkan persamaan yang dimiliki mereka dalam hal unsur-unsur adat tradisional Timor Leste, lebih khususnya simbol-simbol dari unsur-unsur itu. Beberapa unsur adat tersebut sebagian besar berbentuk material seperti pakaian dan perlengkapannya ( tais, martein (kalung), kaibauk (hiasan kepala berbentuk tanduk kebau)), alat musik (babadok (ketipung)), dan rumah adat. Unsur lain juga terdapat dalam bentuk mitos atau cerita rakyat tentang simbol-simbol tertentu, dan juga kegiatan adat seperti tarian tradisional. 162 Lihat Bahari, N.2008 Kritik Seni: Wacana, Apresiasi, dan Kreasi. Yogyakarta

86 Gambar 10. Tony and Cesario, Liurai,2003. Cat minyak pada kulit kerbau. Dok. Penulis 2012 Gambar 11.Gibrael, Be Nain Timor, Cat minyak pada peralatan dari anyaman bambu. Dok. Penulis

87 Gambar 12. Pele, Untitled,2012. Cat minyak pada Tais. Foto: Dok. Penulis Gambar 13. Anas, Hadomi Cultura, Cat minyak pada papan. Dok. Penulis

88 Gambar 14. Abe, Performance,2005,Cat minyak pada kanvas. Foto dok. Penulis, Gambar 15. Ajanu, Tak berjudul, Cat minyak pada papan. Foto:dok.penulis,2012. Gambar 16. Grinaldo, Arte No Cultura,2003. Cat minyak pada kanvas. Foto:dok. Penulis,

89 Politik Kategori Politik berisi lukisan-lukisan yang memiliki kandungan wacana politik. Wacana politik meliputi konsep bernegara dengan simbol-simbolnya seperti bendera, dan tokoh-tokoh kenegeraan serta pengetahuan sejarah. Di dalam lukisan-lukisan ini, terdapat pula unsur-unsur adat tradisional yang dipadukan dengan unsur-unsur konsep politik. Penggambaran ini dapat terlihat pada cara seniman memadukan kedua unsur tersebut berdasarkan daya kreasinya. Gambar 17. Apepy, The Babadok, Cat minyak pada dua papan yang digabungkan. Foto : dok. Arte Moris, Gambar 18. Emeldea, Timor, cat minyak pada kanvas. Foto :dok. Arte Moris,

90 Gambar 19.Cesario, Bidu, cat minyak pada kanvas. Foto :dok.arte Moris, Gambar 20. Cesario, Xanana, Cat minyak pada kanvas. Foto:dok. Penulis,

91 Gambar 21.Grinaldo, Proklamasaun RDTL 1975, Cat minyak pada kanvas. Foto: dok. Penulis, Gambar 22. Ino,Foho Banderia,2004.Cat minyakk pada kanvas. Foto: dok. Penulis, Gambar 23.Pelle, Lakoi Timor Hanesan Nee, Cat minyak kanvas. Foto: dok. Penulis,

92 Trauma Jumlah lukisan dalam kelompok ini merupakan yang paling sedikit dibandingkan dengan kelompok lain. Lukisan Violasaun Sexual (Gambar) karya Corrie, merupakan lukisan yang diciptakan dari era-era awal Arte Moris yang seperti telah dijelaskan sebelumnya merupakan sebuah masa di mana banyak lukisan yang dibuat dengan tema dark memory. Lukisan-lukisan ini merefleksikan dialog-dialog dari para seniman dengan kekerasan sebagai bagian dari pengalaman mereka. Gambar 24. Corry, Violasaun Sexual, 2003.cat minyak pada kanvas. Foto : dok. Penulis,

93 Gambar 25. Tito, Tragedy, Cat minyak pada kanvas. Foto : dok. Penulis,2012. Gambar 26. Zeny, 1999, Cat minyak pad kanvas. Foto : dok. Penulis,

94 Eksplorasi Kategori ini disusun berdasarkan pengamatan yang dilakukan penulis terhadap beberapa lukisan yang dinilai mengandung tema-tema yang bersifat eksploratif. Letak perbedaan kelompok ini dengan kelompok lainnya adalah adanya kecenderungan karya-karyanya untuk mengolah tema-tema yang secara umum berbeda dengan kategori-kategori sebelumnya. Kecenderungan ini terlihat pada sisi-sisi seperti pemilihan objek, perpaduan unsur-unsur warna, garis, bentuk dan unsur visual lainnya. Bentuk-bentuk eskplorasi lain dari karya-karya di dalam satuan klasifikasi ini adalah pada media yang digunakan. Contohnya penggunaan tanah liat (Gambar 33 ), tikar (Gambar 32), serta batang pohon bakau (Gambar 34). Gambar 27. Pelle, Taiscape,2007. Cat minyak pada kanvas. Foto :dok. Penulis,

95 Gambar 28. Mong, Fishes, 2012.Acrylik pada kanvas. Foto: dok. Penulis, Gambar 29. Mong, Untitled, 2011, mixed media pada kanvas. Foto:dok. Penulis

96 Gambar 30. Zeny, What s Happened Next In The World, 2011.cat minyak pada kanvas. Foto: dok. Penulis Gambar 31. Pelle, Monkey,2010.cat minyak pada and temprung kelapa dan papan. Foto:dok.penulis,

97 Gambar 32. Hasil latihan melukis pada tikar oleh pelukis senior dan yunior.foto : dok. Penulis, Gambar 33. Hasil karya seniman yunior dengan menggunakan media tanah liat. Foto: dok.penulis,

98 Gambar 34. Penggunaan batang bakau untuk meciptakan karya seni.foto : dok.penulis,

99 BAB III MEMBACA SEBUAH PERGULATAN : IDENTITAS NASIONAL DALAM KARYA LUKISAN 3.1. Membingkai Lukisan Seniman Arte Moris dengan Teori Psikoanalisa Lacanian Seni visual telah mendapatkan tempat yang penting dan cerita yang panjang sehubungannya dengan sudut pandang psikoanalisa. Sigmund Freud telah melakukan pembahasan tentang Leonardo da Vinci dan Michelangelo Buonarroti pada dua dekade awal abad dua puluh. Sedangkan Jacques Lacan dikenal dengan tulisan-tulisannya yang memabahas persoalan seni visual seperti arsitektur, patung, dan lukisan-lukisan dengan tema yang membentang dari gua-gua palaeiolithic sampai katedral medieval, serta dari seni renaissance sampai pada yang kontemporer 163. Dalam pembahasan tentang seni visual di dalam tesis ini, sudut pandang psikoanalisa akan digunakan dalam membahas elemen-elemen visual yang ada di dalam lukisan-lukisan yang menjadi objek penelitian tesis ini. Metode yang digunakan adalah konsep pembahasan seni visual yang djalankan dengan sudut pandang Lacan. Steven Z. Levine dalam bukunya Lacan Reframed memberikan 163 Lihat, Steven Z. Levine,2008. Lacan Reframed. London : I.B. Tauris and Co.Ltd.Hal.xi 85

100 pembahasan yang bersifat mendasar sekaligus cukup lengkap mengenai penerapan psikoanalisa Lacanian ke bidang seni visual 164. Seperti yang sering diungkapkan tentang Lacan, orang-orang lain dapat menyebut diri mereka sebagai Lacanian bila mereka mau, tetapi Lacan selalu mengakui kesetiannya pada Freud 165. Maka pembahasan tentang teori Lacan akan selalu mengandung rujukan langsung pada konsep-konsep dan pemikiranpemikiran dari Freud. Dalam pemikiran-pemikirannya, Lacan mengembangkan konsep-konsep dari Freud secara luas. Sebagai contoh, dalam pengamatan Freud terhadap karya lukisan Da Vinci, yaitu Mona Lisa, Freud menekankan pada ide bahwa karya seni visual adalah sebuah bentuk sublimasi, dan juga ide tentang peran desire atau hasrat dalam penciptaan karya seni. Menurut Freud, sublimasi merupakan sebuah proses, renewed linkage of desiring subject and lost object 166. Di dalam karya lukisan Mona Lisa, hasrat yang dimiliki oleh sang pelukis, Leonardo Da Vinci, adalah hasrat dari seorang anak kepada ibunya. Lukisan itu menjadi sebuah bentuk sublimasi yang akan membentuk sebuah hubungan yang diperbaharui dan digerakkan oleh hasrat tersebut. Hasrat ini dinyatakan dalam sebuah keadaan untuk melihat sekaligus dilihat. Hasrat ini adalah apa yang disebut oleh Freud sebagai infantile lust, the wish of the artist was to see once again the lost smile of his mother in his painting of the elegant lady s smile, but just as importantly it was to be seenby this stand in 164 Ibid 165 Ibid 166 Ibid.Hal.4. 86

101 for his mother as if in a bitterseweet moment of his mother s lost loving gaze 167. Hasrat dari pelukis adalah kerinduannya untuk dilihat dan oleh obyek lain, dalam hal ini ibunya, dengan perasaan penuh cinta dan juga melihat senyum tersebut. Oleh karena itu, lukisan Mona Lisa bagi Freud, bekerja dengan baik untuk menempatkan kembali sang seniman dalam keadaan dihasrati, yaitu ketika ia dipandang dan sekaligus memandang. Gaze adalah salah satu dasar dari pendapat Lacan tentang lukisan-lukisan karya Leonardo Da Vinci. Lebih lanjut lagi, pendapat Lacan diperkuat dengan sebuah asumsi dasar, sebuah kunci untuk masuk ke dalam pembahasannya tentang seni visual, yaitu konsep keterbelahan, split. Levine menjelaskan tentang konsep kunci ini, yaitu, the split between the imaginary eye and the symbolic gaze. 168 konsep keterbelahan dari mata imajiner dan tatapan simbolik ini disusun dari tiga dasar utama dalam psikoanalisa Lacan, yaitu Real, Imaginary dan Symbolic. Dalam pembahasannya tentang karya Leonardo Da Vinci, Lacan lebih mengacu kepada karya itu sendiri dibandingkan kepada seniman pencipta karya tersebut. Lacan melihat sublimasi itu sebagai sebuah struktur sosial dan tersusun atas jaringan penanda dan merujuk pada yang Real 169. Kembalinya seseorang atau subyek pada yang Real merupakan sebuah bentuk dari pegerakan energi besar yang bersumber dari apa yang disebut desire. Subyek dipengaruhi atau 167 Ibid.Hal Steven Z. Levine,2008.op.cit.Hal Ibid 87

102 digerakkan oleh desire ke arah apa yang oleh Lacan disebut dengan Fantasi 170. Dengan demikian karya seni sebagai sublimasi yang dapat mempertemukan subyek dengan hasratnya. Bagi Lacan, kunci bagi manusia untuk menjelaskan tentang dirinya adalah dengan mengetahui kepada siapa pertanyaan perihal makna kehidupannya itu ditujukan dan dari siapa jawaban atas pertanyaan itu dia dapatkan. Pertanyaan ini selalu dilontarkan kepada liyan yang diharapkan dapat memberi jawaban. Liyan di sini dapat berupa subyek atau manusia lain yang ada di sekitar manusia seperti orang tua, teman, guru, bahkan musuh. Setelah sederet jawaban diterima, orang harus mengajukan pertanyaan kepada sistem-sistem atau tatanan yang ada di sekitar hidupnya. Tatanan yang membuat seseorang untuk dapat hidup di dalam masyarakat. Sebuah pertanyaan yang bersifat histeris, tentang apa yang dikehendaki tatanan itu dari seseorang, atau seseorang harus menjadi seperti bagaimana menurut tatanan tersebut. Sebuah pertanyaan yang ditujukan kepada Liyan atau kepada yang Simbolik. 171 Pertanyaan tentang apa yang liyan mau dariku ini dalam psikoanalisa Lacanian disebut Che vuoi. Subyek memerlukan hasrat untuk menjawab pertanyaan ini. Sebelum seseorang secara total menggunakan apa yang diberikan dari yang Simbolik, maka dia belum bisa menemukan hasratnya. Hal ini dapat dijelaskan dengan menggunakan Graph of Desire. Seperti yang dapat diperhatikan di dalam bagan graf berikut ini ( Gambar 35), posisi subyek berada pada bagian 170 Steven Z. Levine,2008.op.cit 171 Ibid 88

103 kiri bawah atau S (A). Subyek berhadapan dengan sang Liyan atau yang Simbolik (A) yang merupakan pusat dari penanda, Treasure of Signifiers. Gambar 35.Graf Hasrat. Dalam pertemuan dengan Liyan atau yang Simbolik ini, subyek harus menggunakan semua bahasa, atau penanda-penanda, yang diberikan oleh liyan Simbolik kepadanya bila ia ingin menemukan hasratnya. Bila semua bahasa itu telah digunakan atau dipatuhinya, ia akan masuk ke dalam fase ketidakpuasan, karena selama menggunakan bahasa, subyek akan selalu menemui dari rasa frustasi atau anxiety yang getir. Subyek terpisah dari apa yang sebenarnya dia inginkan dan mengalami alienasi. Dari ketidakpuasan inilah hadir pertanyaan Che vuoi yang menggelisahkan itu dan yang dapat melahirkan hasrat yang akan membawa seseorang menuju fantasi. Berdasarkan pembahasan Levine tentang lost object dari Lacan, dan tanpa bermaksud mereduksi konsep ini dalam bentuk yang terlalu sederhana, dapat dikatakan bahwa Subyek yang telah terbelah oleh Simbolik, dan akan bergerak (menurut pola susunan yang ada di dalam Graf 89

104 (Gambar 35)) ke bagian atas dan mencari lost object. Gerakan ke atas ini,secara garis besar, merupakan penggambaran terjadinya peristiwa fantasi. Jejak dari lost object terdapat pada penanda-penanda yang bisa ditemui di dalam Liyan (A), yang pada dasarnya bercampur dengan penanda-penanda lain. Untuk membedakannya dengan penanda lain,jejak-jejak ini memiliki kadar atau bobot yang lebih banyak dari pada penanda-penanda yang lain tersebut 172. Kadar atau bobot lebih dari penanda yang merupakan jejak menuju kepada lost object, hadir dalam bentuk keberadaan mereka yang simptomik. Simptom-simptom ini menjadi jalan untuk memahami apa sebenarnya yang diinginkan oleh subyek. Pada bagian selanjutnya dari pembahasan ini kita akan melihat hubungan antara penanda-penanda yang bersifat simptomik tersebut dengan subyek-subyek yang menggunakannya. Dalam hal ini pelukis dan simptom-simptom yang dapat ditemukan di dalam lukisan-lukisannya Simptom : Elemen-Elemen Visual di Dalam Lukisan Salah satu jalan menuju pembahasan tentang seni dengan menggunakan psikoanalisa adalah dengan melalui membahas simptom-simptom yang dapat ditemukan dalam karya seni. Simptom dapat menjadi pintu pertama dalam langkah-langkah analisa, dan menjadi bagian yang menghubungkan antara 172 Catatan Kuliah Psikoanalisa dalam Kritik Ideologi. Yogyakarta : Magister Ilmu Religi dan Budaya. USD

105 peneliti dan objek yang dikajinya. 173 Simptom memiliki peran penting dalam melihat sebuah masalah dengan menggunakan sudut pandang psikoanalisa. Tanpa simptom, subjek dipaksa untuk melakukan represi terus-menerus, maka melalui simptom inilah titik awal dari sebuah fantasi dibangun yang akan membawa manusia kepada suatu gairah hidup, hasrat, atau desire 174. Pada dasarnya simptom yang muncul dari pelukis-pelukis Arte Moris di Timor Leste ini lahir dari pengalaman dan pergumulan mereka tentang identitas kebangsaan yang secara kolektif telah hadir dan berkembang dalam rentang waktu yang meliputi masa integrasi dengan Indonesia, dan masa awal kemerdekaan yang masing-masing membawa cerita konfliknya sendiri-sendiri. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa simptom-simptom tersebut dalam bagian analisa ini akan dikaitkan dengan pengalaman dari para seniman atau pelukis yang berhubungan dengan masalah identitas. Penanda-penanda tentang identitas kebangsaan Timor Leste merupakan sesuatu yang ditekan dan tak boleh dihadirkan pada masa Integrasi. Penanda - penanda ini menunjukkan suatu bentuk identifikasi yang dilakukan oleh orang Timor Lete. Subyek, dalam hal ini orang-orang Timor Leste menginginkan sesuatu berupa identitas kebangsaan dengan konsekuensi berupa kemerdekaan yang harus diperjuangkan. Dengan paduan skema L dari Lacan, dapat dijelaskan bahwa ada sebuah Liyan atau Other yang menginginkan supaya hasrat untuk merdeka itu tidak terwujudkan. Other atau sang Ayah di sini adalah pemerintah 173 Lihat St. Sunardi.Yogya City of Desire. Jogja Art Files.Edisi Perdana. ERUPSI Akademia Psikoanalisa, Seni, dan Politik Hal Ibid 91

106 Integrasi atau Indonesia. Pada Skema L, Liyan ini menempati posisi kanan bawah, (A) Other ( Gambar 36). Gambar 36.Skema L. Hasrat terlarang dari Subyek ini dikastarsi oleh sang Ayah dengan cara yang sangat keras, dalam hal ini adalah pelarangan-pelarangan terhadap semua jenis gerakan yang bermuatan isu-isu kemerdekaan Timor Leste. Kastarsi dengan tingkat kekerasan yang seperti ini dilakukan dan dijalankan selama masa 27 tahun masa integrasi. Represi dilakukan oleh para pemegang kekuasaan (yang berada pada posisi Other). Pihak-pihak yang berada pada posisi ini adalah mereka yang pernah hadir di Timor Leste sebagai penjajah, yaitu Portugal dan Indonesia. Di dalam kekuasaan Liyan ini, keinginan orang Timor Leste untuk merdeka, untuk melihat diri mereka dalam identitas tersebut, ditekan dan mereka harus menggunakan bahasa yang diberikan oleh sang Ayah bila ingin berbicara tentang identitas mereka. Sang Ayah menyediakan bahasa untuk bicara tentang identitas. Sebuah identitas simbolik yang membuat mereka menekan identitas sesungguhnya yang mereka harapkan atau hasratkan. Di dalam Masa Integrasi, orang Timor Leste harus mengganti bendera merah berbintang putih dengan bendera merah putih, dan mengganti bahasa Tetum atau Portugis dengan bahasa Indonesia. 92

107 Salah hal yang paling jelas dan yang dapat kita amati dari subyek yang mengalami represi adalah lahirnya simptom. Represi atas dorongan tertentu membentuk ketidaksadaran, dan ketidaksadaran selalu muncul ke permukaan dalam bentuk simptom yang tak dapat dikuasai oleh subyek 175. Saat subyek mengalami represi, simptom-simptom akan datang dari bawah sadar para subyek. Bagi para seniman di Arte Moris, di masa kemerdekaan seperti yang mereka alami sekarang berbicara tentang identitas nasional masih merupakan salah satu tema penting dalam berkarya. Setelah Arte Moris melewati tahap melukis trauma 176 di masa-masa awal komunitas itu berdiri, para seniman seperti menemukan dan mulai menggeluti sebuah tema baru dalam berkarya, yaitu identitas nasionalkebangsaan. Tema tersebut diolah dan dimaknai menurut referensi pribadi yang dimiliki masing-masing seniman. Seniman melihat diri mereka dalam sebuah bentuk pemaknaan tentang masyarakat yang berbangsa dan bernegara. Negara tersebut adalah Timor Leste. Bila dilihat dengan skema L, seniman sebagai subyek akan dibentuk oleh liyan imajiner dan liyan simbolik. Siapa sajakah yang berada pada posisi-posisi tersebut? Posisi liyan imajiner atau sang Ibu merupakan sebuah posisi yang membuat subyek dapat mengendalikan dirinya dan merasa utuh. Liyan simbolik atau sang ayah adalah liyan yang akan menyapa subyek secara 175 St. Sunardi.op.cit. Hal Lihat, von Hein, M. Timorese Artists Seek Reconciliation. dw.de. < Diakses pada Juni Pada wawancara itu, Gabriela Gansser menyebut tentang masa karya-karya bertema dark era di Arte Moris, ketika sebagian besar lukisan di Arte Moris berisi tema tentang kekerasan yang pada masa konflik. 93

108 langsung 177. Pada masa kemerdekaan, posisi liyan simbolik ditempati oleh pihakpihak yang memiliki daya untuk berbicara tentang identitas nasional, seperti pemerintah dan aparat-aparatnya. Dengan demikian, simptom yang diteliti akan terlihat dari hasil-hasil pergulatan para seniman tentang identitas nasional yang dituangkan dalam karya seni berupa karya lukis. Simptom-simptom tersebut hadir dalam bentuk kecenderungan - kecenderungan tertentu yang mewarnai secara keseluruhan proses berkarya para seniman. Lukisan sebagai hasil akhir dan juga puncak dari proses berkarya tersebut, menjadi salah satu media untuk melihat simptomsimptom yang dapat hadir. Pada bagian selajutnya dari pembahasan ini, akan dilakukan penjelasan dan uraian tentang simptom-simptom tersebut. Pada bagian ini, penulis akan membahas lukisan-lukisan yang berdasarkan bagian-bagian, atau elemen yang bersifat visual yang terdapat di dalam lukisanlukisan itu. Dari lukisan-lukisan yang penulis dapatkan selama penelitian, dalam bentuk data foto, diambil beberapa lukisan yang kemudian akan diamati dengan sudut pandang psikoanalisa Lacan. Lukisan dengan kategori-kategori teoritis tertentu dari aspek visualnya ini, akan dikaji berdasarkan hubungan mereka dengan suatu proses pencarian dan pergulatan para seniman di Arte Moris, yaitu sebuah ide atau tema yang disebut identitas nasional. Lukisan yang akan dibahas akan diambil dari kumpulan lukisan yang ada di Bab Dua tesis ini, yang sebagian besar termasuk dalam kategori Politik dalam pembahasan di Bab tersebut. Oleh karena itu, bagian ini merupakan sebuah lanjutan pembahasan atas karya-karya 177 Catatan Kuliah Psikoanalisa dalam Kritik Ideologi. Yogyakarta : Magister Ilmu Religi dan Budaya. USD

109 tersebut berdasarkan cara pandang yang khusus. Dengan demikian menghasilkan tema-tema yang lebih khusus pula, yang dalam hal ini adalah pembacaan elemenelemen visual dalam lukisan tersebut sebagai simptom. Para seniman di komunitas Arte Moris, dapat dikatakan merupakan bagian dari generasi yang merasakan pergolakan yang berujung pada perpindahan pemerintahan dari Indonesia, PBB, dan akhirnya Timor Leste. Pergulatan mereka tentang identitas nasional, seturut dengan posisi mereka sebagai seniman tak lepas dari ingatan sejarah yang sudah secara kolektif terbentuk. Bentuk-bentuk kegiatan yang memperjuangkan identitas nasional, seperti demonstrasi di masa-masa integrasi menunjukkan suatu hal yang menarik : penggunaan media visual. Bentuk-bentuk visual ini adalah referensi untuk penanda-penanda tentang identitas nasional. Pada masa integrasi hal-hal tersebut mengalami represi, dan di masa kemerdekaan hal-hal tersebut di tangan para seniman visual mendapatkan pemaknaan-pemaknaan lagi. Hal yang menjadi fokus penelitian ini adalah apa sebenarnya yang ada dalam pikiran para seniman Arte Moris ketika mereka berbicara tentang identitas nasional, lewat karya mereka. Berdasarkan wawancara yang dilakukan penulis pada seniman-seniman di Arte Moris, ada kecenderungan untuk merujuk pada identitas kultural ketika bersentuhan dengan identitas nasional. Tokoh-tokoh nasional, dan bendera nasional juga menjadi salah satu rujukan yang banyak dipakai ketika berbicara tentang identitas ini. Identitas adat dan aspek-aspeknya seperti pakaian, bahasa daerah, perhiasan dan cara hidup selalu mendapat penekanan dan perhatian yang khusus. 95

110 Dari tema-tema yang terbentuk dan akhirnya terlihat dalam karya-karya yang ditemukan di dalam penelitian maka disusunlah sebuah bentuk klasifikasi. Bentuk klasifikasi ini secara umum adalah perpanjangan dari diskusi atas elemenelemen visual dengan tema tertentu yang ditemukan di dalam karya-karya lukisan. Klasifikasi tersebut terdiri dari tiga bagian besar yaitu tradisionalitas, tokoh, dan bendera. Pada bagian selanjutnya akan dibahas tentang rujukan-rujukan atau elemen-elemen visual dalam lukisan-lukisan terpilih yang dalam penjelasannya akan dilihat melalui pandangan psikoanalisa Lacanian a. Tradisionalitas yang Tervisualkan Kesan utama yang memenuhi penglihatan saat memasuki Galeri Arte Moris di Comoro, Dili, Timor Leste adalah maraknya lukisan dengan tema-tema adat atau aspek tradisional Timor Leste. Lukisan-lukisan adat ini hampir selalu dapat ditemui di tiap sisi gedung galeri tersebut 178. Pada kategori pembahasan ini, lukisan-lukisan dengan tipe seperti itulah yang akan dianalisa. Tradisionalitas yang dimaksudkan di sini sebagian besar hampir berkaitan erat dengan aspek visual yang ada di dalam hal-hal bersifat tradisional. Seperti, pakaian adat, aksesoris adat, aktifitas-aktifitas adat, simbol-simbol adat, cerita rakyat, tarian, dan bangunan atau secara khusus ; rumah adat. 178 Kesan umum yang penulis rasakan saat pertama kali berkunjung ke Galeri Arte Moris, di Comoro, Dili, Timor Leste.Januari,

111 Gambar 37.Tony and Cesario, Liurai,2003. Cat minyak pada kulit sapi. Dok. Penulis 2012 Gambar 38.Gibrael, Be Nain Timor, Cat minyak pada peralatan dapur yang terbuat dari anyaman bambu. Dok. Arte Moris Pada dua lukisan dalam kategori ini yaitu Liurai (2003) ( Tetum: Raja) (Gambar 37) dan Be Nain Timor (2003) ( Tetum : Penunggu Air Timor) (Gambar 38), penggunaan aspek tradisional tidak hanya tampak dalam objek yang ada di 97

112 dalam lukisan, hal ini juga dalam pemilihan media yang dipakai untuk membuat lukisan tersebut. Liurai dilukis di atas kulit sapi dan pemasangannya pada bingkai dilakukan dengan menggunakaan tali. Lukisan yang lain, Be Nain Timor dilukis di atas perkakas atau alat dapur yang dapat dikatakan bersifat tradisional, sejenis wadah yang terbuat dari anyaman bambu. Beberapa seniman secara langsung menggambarkan dengan bagian-bagian dari tradisionalitas Timor Leste, seperti karya Ajanu (Gambar 39), yang menampilkan beberapa benda tradisional, dalam lukisannya. Ajanu melukiskan benda-benda berupa Mortem (perhiasan tradisional berupa kalung), Belak (perhiasan tradisional berbentuk bundar),kaibauk (perhiasan tradisional berbentuk tanduk kerbau), Babadok (alat musik tradisional berupa tetabuhan), dan patung tradisional Timor berbentuk sosok manusia. Karya Grinaldo (Gambar 40), Arte No Cultura (2003) (Tetum: Seni dan Budaya) menghadirkan gambar Uma Lulik atau rumah adat, sedangkan karya dari Abe (Gambar 41), Performance (2005), menunjukkan aktifitas tradisional Timor Leste, berupa tarian adat. Gambar 39. Ajanu, Judul tak diketahui, Cat minyak pada papan. Foto:dok.penulis,

113 Gambar 40. Grinaldo, Arte No Cultura,2003. Cat minyak pada kanvas. Foto:dok. Penulis, Gambar 41. Abe, Performance,2005,Cat minyak pada Kanvas. Foto dok. Penulis, Tradisionalitas yang dikejar oleh para seniman dalam berkarya tidak hanya meliputi objek yang mereka angkat ke dalam lukisannya, hal ini juga tentang 99

114 media yang dapat dipakai sebagai bidang untuk lukisannya. Salah satu media yang seringkali mendapat fungsi sebagai kanvas adalah tais, kain tenun tradisional Timor Leste. Kecenderungan menggunakan tais sebagai media untuk melukis ini menarik untuk diamati karena hubungannya dengan pembangunan identitas sebagai orang Timor Leste. Silva dan Barkmann dalam tulisannya, menyebutkan bahwa beberapa pelukis Timor Leste, seperi Maria Madeira (Pelukis Timor Leste yang menetap di Australia) telah memakai teknik melukis di atas tais, pada tahun 1990an, sebagai salah satu upaya untuk mencari bentuk seni lukis yang asli Timor Leste. 179 Yahya Lambert, seniman Indonesia yang membangun banyak sanggar seni di Dili, berdasarkan catatan Silva dan Barkmann, mulai melukis dengan tais pada tahun 1996, dan di tahun 1997, Sanggar Masin, salah satu sanggar melukis di Dili, mulai menggunakan tais sebagai ganti kanvas karena kelangkaan kanvas di tempat tersebut. 180 Foto- foto berikut ini, memperlihatkan sejumlah karya yang menggunakan media tais sebagai kanvas. Foto pada Gambar 42, yang merupakan karya lukisan dari Pele menunjukkan secara jelas bagaimana tais dipakai sebagai kanvas. Pele menyertakan pula sebuah unsur tradisional yang cukup kuat pula lukisannya. Ia menggambar Surik, senjata tradisional Timor. Posisi surik tersebut di dalam lukisannya terlihat mendominasi dari segi ukuran dan juga posisinya. 179 Silva,Abilio d.c. dan Barkmann,ed A Contemporary Art Movement in Timor Leste, an essay.museum and Art Gallery Northern Teritory in partnership with the Timor Leste National Directorate of Culture.Hal Ibid 100

115 Gambar 42. Pele, Tak berjudul, Cat minyak pada Tais. Foto: Dok. Penulis Gambar 43. Anas, Hadomi Cultura, Cat minyak pada papan. Dok. Penulis 2012 Pada Gambar 43, Anas dengan lukisannya Hadomi Cultura (2009) (Tetum : cinta budaya) tidak menggunakan tais sebagai media kanvasnya. Di sisi lain, Anas menggunakan motif tais yang dilukisnya sebagai latar dari gambar yang ia 101

116 ciptakan. Motif tais di dalam lukisan Anas berfungsi sama seperti tais yang dipakai Pele di dalam lukisannya (Gambar 42), yaitu sebagai latar. Unsur tradisionalitas lain yang terlihat kuat dalam lukisan Anas adalah penggambaran beberapa buah Kabauk, perhiasan tradisional Timor Leste yang bebentuk tanduk kerbau. Salah satu lukisan yang juga mengolah tais atau motif dari tais adalah Taiscape (2007) (Gambar 44), karya Moses Daibela Pereira atau Pele. Sang pelukis, Pele, memakai sebuah teknik berupa penggabungan dua pemandangan yang berbeda. Pemandangan pertama adalah pemandangan alam, berupa pantai. Pemandangan yang kedua adalah bentangan tais. Penggabungan ini dilakukan dengan cara membuat pemandangan pantai tersusun dalam sebuah pola yang sama seperti pola yang ditemui di dalam tais. Pola ini terlihat paling jelas hadir dalam bentuk garis-garis berjejer pada bagian langit, yang menegaskan kehadiran tais dalam pemandangan tersebut. Gambar 44. Pelle, Taiscape,2007. Cat minyak pada kanvas. Foto :dok. Penulis,

117 Dalam pengamatan atas warna yang dipakai dalam lukisan-lukisan tersebut, dapat dilihat bahwa aspek ini cukup berperan dalam karya seni dengan tema pencarian identitas Timor Leste ini. Para pelukis dapat dikatakan tengah membentuk, mengeksplorasi atau mencari warna asli Timor Leste. Salah satu acuan untuk membahas tentang warna adalah dengan melihat penggunaan warna pada tais. Sebagaimana telah dibahas di Bab sebelumnya, warna-warna di dalam tais yang merupakan warna dominan dan sering digunakan adalah warna-warna yang terang dan mencolok. Dua warna yang paling sering dipakai adalah warna merah dan indigo, di samping warna-warna lain seperti hitam, putih, oranye, dan kuning. Warna-warna dari tais dipakai di dalam lukisan-lukisan tersebut baik dalam bentuk aslinya sebagai sebuah tais, atau penggambaran ulangnya. Melihat lukisan-lukisan yang telah dibahas dan pemilihan warna yang ada di dalamnya, dapat ditarik sebuah hubungan dengan warna-warna yang diapakai di dalam tais. Warna-warna dalam tais dapat dikatakan punya karakter yang cukup kuat untuk disebut sebagai ragam warna khas Timor Leste. Pembahasan tentang pencarian warna serta hubungannya dengan identitas kebangsaan ini dapat dibandingkan dengan apa yang dilakukan oleh Sudjojono ( ), salah seorang tokoh dalam dunia seni lukis Indonesia. Sudjojono mengkritik seni lukis Indonesia yang kebarat-baratan dan mengupayakan pencarian warna-warna yang benar-benar Indonesia Lihat, Sudjojono. Seni-Loekis di Indonesia Sekarang dan Jang Akan Datang. Kumpulan Materi Kuliah Psikoanalisa dalam Kritik Ideologi. Yogyakarta : Magister Ilmu Religi dan Budaya.2013.Tulisan ini berisi kritikan Sudjojono atas Mooi Indie dan pendapatnya soal warna yang khas Indonesia. Dari sini dapat ditarik kesimpulan bahwa warna di dalam lukisan adalah elemen visual yang memiliki hubungan dengan identitas nasional. 103

118 Dengan maraknya tema tradisionalitas dalam lukisan ini, maka dapat dikatakan bahwa tradisionalitas merupakan simptom terkuat bagi orang Timor Leste sehubungan dengan identitas kebangsaan, khususnya para seniman Arte Moris yang dibahas dalam tesis ini. Ini adalah simptom yang terlihat ketika mereka bersentuhan dengan upaya untuk membangun identitas nasional kebangsaan sebagai orang Timor Leste. Hal pertama yang dipakai sebagai acuan untuk ke arah tersebut adalah aspek-aspek tradisionalitas yang ada dalam kehidupan mereka. Dari pengamatan tentang objek lukisan, dan media yang diolah dalam proses berkarya, ditemukan kecenderungan bahwa, bagi para seniman Arte Moris pengolahan unsur-unsur tradisionalitas yang mendalam sepertinya dapat membawa mereka semakin dekat dengan sebuah pencarian yang mereka geluti tentang sebuah identitas, yaitu identitas kebangsaan mereka, identitas kebangsaan Timor Leste b. Tokoh di Dalam Lukisan Pada bagian ini akan dibahas tentang lukisan-lukisan yang dikategorikan sebagai lukisan yang menggambarkan sosok tokoh nasional di Timor Leste. Jumlah lukisan dalam kategori ini ada dua buah, yaitu Bidu (2003) ( Tetum: tarian) (Gambar 45) dan Xanana (2003) (Gambar 46), dan dihasilkan oleh seorang pelukis yaitu Cesario. Pengertian istilah Tokoh dalam kategori ini adalah sosok atau figur yang memiliki peranan penting dalam perjuangan kemerdekaan Timor Leste. Figur ini, berdasarkan data yang ada, memiliki hubungan dengan sejarah visual dalam pergerakan kemerdekaan Timor Leste. Figur ini pernah dihadirkan 104

119 dalam bentuk-bentuk visual tertentu dan menjadi sebentuk simbol yang punya makna tersendiri tentang gerakan kemerdekaan. Gambar 45. Cesario, Bidu Cat minyak pada Kanvas.Foto:Arte Moris,2012. Dua lukisan di dalam kategori Tokoh di Dalam Lukisan ini merupakan lukisan dari seorang pelukis yang sama, Cesario. Dari sejumlah lukisan yang ditemui di Arte Moris, yang menggunakan obyek berupa figur manusia sebagai inti lukisannya, Cesario adalah salah satu pelukis yang memfokuskan karyanya pada tokoh nasional di Timor Leste, yakni Jose Alexander Gusmao atau Xanana Gusmao. Xanana, bagi Timor Leste adalah seorang tokoh penting, ia adalah pejuang kemerdekaan Timor Leste dan salah satu founding father negara tersebut. Cesario melukiskan Xanana dalam dua bentuk yang berbeda. 105

120 Pada kedua lukisan tersebut, terdapat dua perbedaan mendasar. Di dalam lukisan Bidu (2003) ( Gambar 45), Xanana ditampilkan sebagai seorang penari tarian tradisional yang dilengkapi dengan pakaian dan perlengkapan-perlengkapan tradisional. Warna yang terdapat pada pakaian, tais, yang dikenakan oleh Xanana dalam lukisan tersebut menggunakan warna merah, kuning, dan hitam yang dapat dikatakan sebagai referensi warna dari warna bendera nasional. Pada bagian jemari tangan kiri dari sosok penari di dalam lukisan itu terlihat bendera nasional dalam ukuran kecil yang tergenggam. Gambar 46.Cesario, Xanana,2003.Cat minyak pada Kanvas. Foto :dok.arte Moris, Lukisan berjudul Xanana (2003) ( Gambar 46), adalah karya dengan penekanan yang cukup kuat pada wajah tokoh. Ada dua bagian utama di dalam lukisan tersebut, yaitu wajah tokoh yang mendapat porsi ruang yang paling besar, dan yang kedua adalah bendera nasional yang menjadi latar dan mendapat bagian yang lebih kecil. Di dalam sejarah perjuangan kemerdekaan Timor Leste, khususnya dalam gerakan resistensi, gambar Xanana Gusmao memiliki posisi tersendiri. Gambar wajah dari Xanana telah digunakan dalam media-media visual 106

121 untuk tujuan perjuangan tersebut. Salah satu contoh dapat seperti dilihat pada gambar di bawah ini (Gambar 47). Gambar sosok Xanana cukup banyak ditemui di dalam kegiatan-kegiatan dan aksi-aksi pergerakan resistensi Timor Leste, seperti unjuk rasa baik di Dili maupun di tempat lain Gambar 47. Xanana Gusmao. Sumber : Video Dokumentasi Gerakan Resistensi Timor Leste Gambar 48. Guerrillero Heroico atau Heroic Guerrilla Fighter, sebuah foto dengan tingkat kepopuleran yang cukup tinggi. Foto dari Ernesto Guevara atau lebih dikenal dengan Che Guevara, seorang pejuang Marxist dari Amerika Selatan, diambil oleh Alberto Korda. Keberadaan gambar sosok Xanana ini dan hubungannya dengan gerakan resistensi, dapat dibandingkan dengan gambar Che Guevara 182 (Gambar 48) yang 182 Lihat Diakses pada Desember

122 menjadi salah satu ikon terkenal dalam budaya populer. Gambar dari Xanana Gusmao dapat disebut sebagai apropriasi dari gambar Che Guevara. Keberadaan kedua gambar tersebut hadir karena beberapa hal yang memiliki kesamaan. Salah satu dari persamaan itu adalah sebuah latar belakang yang sama yaitu gerakan atau perjuangan resistensi. Daya tarik dari popularitas yang telah dimiliki oleh gambar Che Guevara, membuat gambar Xanana dengan, persamaan-persamaan yang ada di dalamnya, ikut memiliki daya tarik dan daya komunikasi yang kuat pula. Hal ini memperkuat tujuan diciptakannya gambar itu, yaitu untuk kepentingan propaganda perjuangan resistensi Timor Leste. Tokoh nasional, atau pahlawan kemerdekaan yang diangkat sebagai figur utama di dalam lukisan ini, menunjukkan bahwa bagi seniman Arte Moris identitas nasional dapat disampaikan melalui keberadaan para tokoh nasional ini. Salah satu bentuk keberadaan tokoh nasional ini adalah hubungan bentuk-bentuk visual dari sosok mereka dan kaitannya dengan narasi gerakan resistensi Timor Leste. Penggunaan tokoh tersebut adalah sebuah simptom yang dihadirkan oleh sang pelukis ketika bergulat dengan ide identitas nasional. Xanana Gusmao menjadi salah satu tokoh yang menduduki posisi sebagai tokoh nasional tersebut. 108

123 3.1.1.c. Lautan dan Gunung Bendera Salah satu bentuk identitas kebangsaan yang paling kuat adalah bendera. Bendera nasional Timor Leste, dan juga bendera-bendera lain seperti bendera partai FRETILIN, dan CNRT merupakan simbol-simbol terlarang yang bisa membawa akibat buruk bagi orang yang memilikinya di masa Integrasi. Bendera tersebut, di masa perjuangan, menjadi simbol yang memiliki makna perlawanan yang tertekan, tersembunyi, namun tetap hadir 183. Unjuk rasa yang dilakukan para pejuang resistensi tak pernah lepas dari penggunaan bendera ini. Kemunculannya yang secara sembunyi-sembunyi menunjukkan bahwa bendera tersebut merupakan sebuah petunjuk tentang sesuatu yang diam-diam diinginkan oleh masyarakat Timor Leste yang hidup dalam pendudukan Indonesia. Berikut ini disajikan sejumlah lukisan yang menghadirkan bendera sebagai obyek utamanya atau sebagai bagian tertentu dari keseluruhan penampakan lukisan tersebut. Dalam melukiskan bendera di dalam karya mereka, para seniman tengah bersentuhan langsung dengan salah satu dasar dalam proses identifikasi sebagai bangsa Timor Leste. Pemaknaan tentang identitas ini dihubungkan dengan hal-hal selain bendera yang juga diangkat sebagai obyek dalam lukisan mereka. Obyek-obyek lain ini membentuk kisah atau cerita tentang identitas Timor Leste yang mereka ciptakan di dalam karya lukis mereka. Karya Emelda berjudul Timor (Gambar 49), merupakan karya yang menggunakan bendera nasional atau memainkan warna dari bendera tersebut. Masing-masing seniman memiliki variasi sendiri dalam menciptakan karya 183 Kesan ini berdasarkan pengalaman pribadi penulis selama masa tinggal di Timor Leste dalam kurun waktu , Ketika Timor Leste masih menjadi bagian dari Republik Indonesia. 109

124 mereka. Karya Emelda menampilkan aspek kuantitas yang kuat dari penggunaan bendera. Karya ini menggambarkan lautan bendera yang menjadi latar bagi gambar seekor buaya. Buaya sendiri merupakan sebuah simbol yang memiliki referensi kuat dengan kebudayaan Timor Leste. Buaya memiliki posisi yang penting di dalam cerita rakyat dan mitos di Timor Leste, yaitu sebagai asal-muasal terbentuknya pulau tersebut. Di dalam Timor, Emelda menggabungkan mitos tradisional dengan simbol kebangsaan. Gambar 49. Emeldea, Timor. Cat minyak pada kanvas. Foto :dok. Arte Moris, Karya lukisan tentang bendera yang juga mengandung referensi geografis adalah Foho Bandeira ( 2004) (Tetum : Gunung bendera) (Gambar 50). Ino sang pelukis, menggambarkan pemandangan pegunungan di Timor Leste yang dengan warna, pola garis dan bentuk seperti yang ada pada bendera nasional Timor Leste. Bila dalam Timor (Gambar 49), Emelda mengganti laut dengan bendera sebagai tempat bagi buaya keramat, di dalam Foho Banderia Ino membenderakan pegunungan di Timor Leste. Pegunungan ini juga memiliki makna penting bagi orang Timor Leste, dan dalam sejarah resistensi, gerilyawan pejuang kemerdekaan 110

125 bersembunyi di daerah-daerah pegunungan tersebut 184. Dalam kedua lukisan ini ditemui pertemuan antara dua bagian besar dari identifikasi kebangsaan, yaitu simbol tradisional dan simbol nasionalisme. Dapat dikatakan bahwa cerita dari dua lukisan tersebut adalah, gunung dan laut yang ternasionalisasikan. Gambar 50. Ino,Foho Banderia,2004.Cat minyak pada kanvas. Foto: dok. Arte Moris, Penggabungan dua unsur, berupa simbol tradisional dan simbol kenegaraan juga dapat ditemukan pada dua karya berikut ini. Karya dari Apepy, The Babadok (2003) (Tetum: alat musik tabuh) (Gambar 51) menggambarkan unsur tradisional dalam bentuk figur dua orang perempuan dengan pakaian tradisional yang sedang menabuh babadok. Dibelakang dua perempuan terdapat Kaibauk berukuran raksasa yang diselimuti oleh dua lapis kain. Lapisan pertama adalah tais, dan lapisan kedua yang juga lapisan terluar adalah bendera. Tais juga hadir sebagai pakaian dari dua perempuan penabuh bababdok. Warna tais tersebut adalah hitam dan putih yang menunjukkan bahwa pemakainya memiliki status kebangsawanan. Bendera pada lukisan ini hadir dalam bentuk yang tidak 184 Lihat Gusmao, K.R. X Otobiografi Kay Rala Xanana Gusmao. The East Solidarity. Hal.32. Otobiografi ini berisi cerita Xanana tentang perjuangan gerilya yang dilakukannya. Ia menggambarkan perjalanan dirinya dan pasukan gerilyanya di pegunungan Matebian. 111

126 dominan, bahkan berkesan seolah adalah pelengkap dari aspek-aspek tradisional yang cukup banyak digambarkan. Gambar 51. Apepy, The Babadok, Cat minyak pada dua papan yang digabung. Foto : dok. Arte Moris, Pele, di dalam lukisannya, Lakohi Timor Hanesan Nee (2006) ( Tetum: Tak ingin Timor seperti ini) (Gambar 52) menempatkan bendera dalam posisi yang sangat minim. Bagian yang utama dari lukisan ini adalah sosok perempuan yang berpakaian tais. Tentang karya ini, Pele menceritakan 185 bahwa, sosok perempuan dan tempat di dalam lukisan tersebut ia ambil dari foto yang dilihatnya di dalam koran. Foto itu bercerita tentang kelaparan yang terjadi pada sebuah negara di benua Afrika. Pele memakai gambar tersebut untuk menyampaikan idenya yaitu keinginannya agar Timor Leste tidak mengalami nasib seperti negara yang dilihatnya dalam koran itu. Gambar bendera di dalam lukisan ini, dibuat dalam ukuran kecil, hampir tak terlihat, dan dilapisi dengan lukisan goresan terjahit. Pele seolah melihat adanya goresan yang hadir antara sosok orang di 185 Wawancara penulis dengan Pele, Dili, Januari

127 dalam lukisannya dengan bendera. Goresan yang seperti sebuah luka, yang kemudian harus dijahit supaya menyatu kembali. Gambar 52.Pelle, Lakoi Timor Hanesan Nee,2006.Cat minyak pada kanvas.. Foto :dok. Penulis, Penggunaan bendera juga terlihat di dalam lukisan Grinaldo, Proklamasaun RDTL 1975,(2005) (Tetum :Proklamasi RDTL 1975) (Gambar 53). Bendera nasional digambarkan dengan bentuk yang utuh, dan dibentuk untuk menghadirkan dimensi kedalaman. Pada lukisan terdapat gambar Kaibauk, sebuah simbol kebudayaan Timor Leste. Grinaldo pun menggunakan teks dalam karyanya dengan menempatkan rangkaian inisial T.L. (Timor Leste) yang menjadi bingkai dari lukisannya. Di antara dua bendera yang dilukis membentuk dua dinding saling berhadapan itu, Grinaldo menempatkan sebuah bendera lain sebagai alas, bendera partai FRETELIN (Gambar 55). Warna dari bendera partai ini, dan polapola bentuk di dalamnya memiliki persamaan dengan warna dan pola bentuk pada bendera nasional. 113

128 Gambar 53.Grinaldo, Proklamasaun RDTL 1975, Foto: dok. Penulis, Gambar 54. Bendera Nasional Republik Demokratik Timor-Leste. Gambar 55. Bendera partai FRETILIN Lukisan-lukisan yang ada pada kategori Politik pada Bab sebelumnya dari tesis ini diamati dan dipilih berdasarkan adanya unsur atau elemen visual tertentu. Dalam sebuah sistem bernegara, bendera adalah salah satu bentuk yang digunakan 114

129 sebagai simbol nasional. Dalam lukisan-lukisannya, para seniman Arte Moris menempatkan bendera nasional sebagai salah satu bagian penting dalam berkarya. Penggunaan bendera di dalam karya lukis ini terletak pengeksplorasian di segi warna dan pola pembentukannya. Warna dari bendera nasional Timor Leste, yaitu merah, kuning,dan hitam serta sebuah bintang berwarna putih. Warna-warna tersebut tersusun dengan pola tertentu (Gambar 54). Keberadaan bendera di dalam karya-karya lukisan ini dikembangkan dengan pemaknaan dan proses kreatifitas yang dimiliki oleh seniman. Hal ini dapat dilihat sebagai sebuah bentuk ekspresi diri dengan aspek sentimental yang kuat pada simbol-simbol nasional. Schatz dan Lavine dalam menganalisa simbol nasional dan ekspresi emosional, menjelaskan bahwa simbol-simbol nasional dan kegiatan ritual-seremonial memiliki daya yang kuat untuk membangkitkan, perasaan sentimental pada ide kebangsaan nasional, terutama karena mereka secara unik menonjolkan identifikasi warga negara sebagai anggota dari sebuah bangsa 186 Dari tiga pokok bahasan mengenai simptom dan uraian serta pembahasan tersebut, dapat dikatakan bahwa ada tiga bentuk simptom di dalam lukisan-lukisan seniman Arte Moris berkenaan dengan tema identitas nasional. Tiga kategori simptom itu adalah 1.) Tradisionalitas berupa penggambaran aneka bentuk aspekaspek adat-tradisional Timor Leste, 2.) Tokoh nasional yang dihadirkan lewat 186 Lihat Schatz, Robert T., Howard Lavine Waving the Flag: National Symbolism, Social Identity, and Political Engagement. Reviewed work(s). Political Psychology.Hal

130 lukisan, dan 3.) Bendera nasional. Ketiga simptom ini terlihat dari elemen-elemen visual yang dapat dilihat secara langsung di dalam lukisan. Dalam hubungannya kesenian dan proses berkarya simptom dapat dilihat dari cara berbahasa yang dipakai oleh para seniman dalam hasil karya mereka. Simptom-simptom yang dibaca dari subyek hadir dalam bentuk bahasa metafora tertentu, dan memberikan rasa puas juga rasa sakit bagi subyek yang mengalaminya 187. Beberapa lukisan menggambarkan keinginan para pelukisnya untuk menunjukkan atau menjejerkan elemen-elemen yang bagi mereka merupakan simbol dari identitas kebangsaan, seperti yang terlihat pada karya Ajanu (Gambar 39) dan karya dari Apepy, The Babadok (2003) (Gambar 51). Lukisan yang lain menggambarkan kekhawatiran, ketakutan atas sebuah identitas sebagai negara. Lukisan Pele, Lakohi Timor Hanesan Nee (2006) ( Tetum: Tak ingin Timor seperti ini) (Gambar 52) menunjukkan ketakutan ini. Sebagai sebuah negara, Timor Leste berusia relatif muda, yaitu dua belas tahun. Identitas nasional menjadi salah satu bagian yang penting untuk dibentuk. Kesadaran kolektif yang lahir dari masa-masa perjuangan yang penuh trauma akan konflik berdarah dengan pengorbanan rohani maupun materi, kini menuju pada sebuah masa baru. Masa di mana lahir sebuah kesadaran bersama untuk membentuk sebuah identitas kebangsaan. Sebuah kesadaran kolektif dalam keadaan yang berbeda dari sebelumnya. Pada masa ini usaha untuk mencari, membentuk, dan menunjukkan jati diri atau identitas bersama yang merupakan identitas nasional berjalan tanpa adanya tekanan dari liyan simbolik atau penjajah. 187 Lihat Dean,T Art As Symptom : Zizek And The Ethics of Psychoanalytic Criticism. Diacritics Summer 2002.Hal

131 Seniman sebagai subyek, berhadapan dengan liyan simbolik yang baru. Salah satu pihak yang dapat menempati posisi sebagai yang Simbolik ini adalah pemeintah resmi. Seniman sebagai subyek menerima penanda-penanda dari yang Simbolik ini. Permasalahannya terletak pada kesanggupan subyek untuk mencapai kepuasan dengan menggunakan bahasa dari Treasure of Signifiers yang dimiliki oleh yang Simbolik Identitas Kebangsaan dan Karya Seni Visual : Seniman yang Histeris Dalam pembicaraan tentang posisi dan keberadaan seni visual di dalam suatu negara dan hubungannya dengan pembentukan identitas nasional, sebuah rujukan dapat diambil dengan melihat pada peran dan perkembangan seni visual dan hubungannya dengan identitas nasional yang terjadi di Indonesia. Tema tentang identitas nasional dalam penciptaan karya seni merupakan salah satu poin diskusi utama bagi beberapa era seni rupa di Indonesia. Claire Holt dalam penelitiannya tentang seni rupa kontemporer Indonesia, melakukan sebentuk pengamatan eksploratif pada apa yang disebutnya sebagai nilai kebudayaan Indonesia kuno yang dilihat dari simbol-simbol di dalam lukisan dan sisi-sisi kosmologi Jawa yang dikandungnya. Menurut Holt, di era sebelum tahun 1965, bagi seniman, penekanan untuk berkarya erat terkait dengan pemakaian tema identitas nasional. Identitas nasional Indonesia menjadi ciri utama beberapa pelukis, yang mengungkapkannya melalui penggunaan gaya realisme. Selama 117

132 periode tersebut, presiden Sukarno turut berperan dalam memberi masukan untuk perkembangan seni lukis 188. The national identity of Indonesia was stressed by some painters through the use of a realistic, documentary style. During the Sukarno period this sociallyengaged art was officially promoted, but after 1965 it lost popularity due to its presumed communist tendencies. Para pelukis indonesia tersebut sebagian besar adalah seniman LEKRA. Pada tahun 1950-an,organisasi LEKRA atau Lembaga Kebudayaan Rakyat dikenal karena peran mereka dalam memberikan kesadaran politik melalui dasardasar ideologis mereka. Organisasi ini juga membuka dan membangun koneksi secara internasional, dan perhatian global datang dari beberapa negara sosialis 189. Djoko Pekik, salah satu pelukis LEKRA, menyatakan bahwa bagi mereka penting untuk mengangkat ideologi dalam lukisan, seturut dengan paham dengan politik sebagai pemimpin penciptaan seni ( Politik adalah panglima ). Mereka mencoba untuk menggambarkan identitas nasional Indonesia dengan metode berpartisipasi secara aktif dalam masyarakat akar rumput, dengan turun ke kehidupan sehari-hari atau Turba ( Turun ke bawah ) 190. Banyak karya seni mereka yang merupakan gambaran realis dari perjuangan keras masyarakat kelas bawah setiap hari. Setelah Gerakan 30 September pada tahun 1965, keberadaan LEKRA dilarang, sama halnya dengan Partai Komunis Indonesia. Sehubungan dengan diskusi tentang pemerintah yang represif dan peran seniman dalam menggambarkan situasi tersebut dalam sebuah upaya yang 188 Lihat, Spanjaard, H. Contemporary Indonesian Art. iias.nl. < pada Juni Lihat Antariksa Tuan Tanah Kawin Muda: Hubungan Seni Rupa-LEKRA Yogyakarta:Yayasan Seni Cemeti. 190 Ibid 118

133 sekaligus adalah bentuk kritikan. Kita dapat melihat peran pelukis Djoko Pekik dan aktifitas berkaryanya yang mengkritik Orde Baru dibawah kepemimpinan Soeharto. Dalam tulisannya, A Time of Were-Pigs: Specters of Monstrosity in Reformation Indonesia. Nancy K. Florida mengemukakan bahwa, bagi Djoko Pekik, lukisan merupakan sebuah hubungan antara documentation of the past in visual art dan the animation of historical memory in the present 191. Di dalam tulisannya, Florida meneliti secara mendalam lukisan Triologi Celeng dari Djoko Pekik, dan melihat konstelasi narasi sejarah yang dibentuk dari sudut pandang dan proses kreatif seniman. Pada bagian berikut ini, akan diuraikan pembahasan tentang kritik seniman atas narasi-narasi identitas kebangsaan yang datang dari pemerintah. Kritik tersebut hadir dalam bentuk seni visual a. Histeria di Dalam Karya-Karya Tony : Sebuah Gugatan Dalam penerapan konsep Lacan pada pembahasan karya seni visual sehubungannya dengan ide tentang identitas nasional ini, digunakan salah satu konsep dari psikoanalisa yaitu wacana Histeris. Wacana ini merupakan bagian dari konsep empat wacana yang ada di dalam Psikoanalisa Lacanian. Setiap elemen dalam rumusan wacana tersebut, seperti terlihat pada Gambar 56, memiliki peran berdasarkan posisinya masing-masing. Dalam rumusan wacana Histeris, posisi kiri atas (Agent) ditempati oleh $ yang merupakan subyek yang terbelah, terkastarsi, atau teralienasi. Pada posisi kiri bawah (Truth) diisi oleh obyek a kecil yang adalah residu, atau jejak-jejak dari primary process yang 191 Florida, Nancy K. A Time of Were-Pigs : Specters of Monstrosity in Reformation Indonesia. University of Michigan. 119

134 mengingatkan subyek pada Jouisancce. Master signifier atau S1, menempati posisi kanan atas (Liyan), sedangkan S2 yang merupakan kumpulan penanda yang bersifat mendasar ditempakan di bagian kanan bawah (Product) 192. Gambar 56. Rumusan Wacana Histeris Wacana Histeris menggambarkan sebuah subyek terbelah yang mengalami represi yang kuat dari master signifier. Hal ini tampak bila dilihat dari posisi $ pada rumusan wacana Tuan, di mana $ terletak di posisi Truth. Pemahaman ini diambil dari hubungan antara dua wacana tersebut, wacana Histeris dan wacana Tuan. Saat berada di Wacana Tuan subyek terus menerus, atau dapat dikatakan dipaksa, untuk memakai Bahasa Sang Ayah, dalam hal ini S1 atau master signifier demi mencapai Joissance. Di dalam wacana Histeris, Subyek $ mengambil posisi agent. Posisi ini adalah sebuah tempat di mana elemen yang mengisinya akan mulai bicara 193. Penanda yang digunakan dalam proses bicara ini diarahkan kepada posisi di kanan atas yaitu Other, yang ditempati oleh master signifier atau S Lihat, Verhaeghe,Paul. Lacan Theory on Four Disucourses.4. The Letter. Lacanian Perspectives on Psychoanalysis, Penjelasan dan uraian dari teori empat wacana ini juga didasarkna pada catatan penulis dari diskusi-diskusi di dalam perkuliahan pada mata kuliah Psikoanalisa dan Kritik Ideologi. Magister Ilmu Religi dan Budaya Univeristas Sanata Dharma Ibid 120

135 Subyek terbelah $ yang berada di posisi agent, adalah subyek yang tidak berbahasa. $ di sini adalah Id, atau Es yang berbicara dengan tubuhnya. Bila di wacana Tuan $ menjadi penyebab S1 yang pada posisi agen untuk berbicara, maka di wacana Histeris, $ mencoba untuk berbicara sendiri. Histeria yang terjadi pada $ merupakan akibat dari penggunaan penanda utama atau S1 yang terlalu lama di dalam wacana Tuan. Bentuk histeria hadir dalam dua jenis yaitu Anestesia (mati rasa, bisu) atau Hipersensitif (terlalu peka dan banyak bicara) 194. Di dalam analisa ini para seniman, pelukis-pelukis, di Arte Moris akan ditempatkan di dalam posisi subyek yang terbelah dan menjadi agen ini. Histeria yang ada pada diri mereka digambarkan melaui tenaga pendorong yang membuat mereka berbicara. Dalam wacana Histeris posisi truth yang berfungsi untuk membuat agen bicara ditempati oleh obyek a kecil, jejak-jejak dari Joissance. obyek a kecil merupakan simptom-simptom yang membuat subyek atau $ bicara demi pencapaian yang dihasratkannya menuju penyatuan dengan Ibu. Jejak-jejak ini berupa simptom-simptom, atau kecenderungan dalam berkarya seperti yang sudah dipaparkan pada pembahasan tentang simptom di bagian sebelumnya. Secara garis besar simptom-simptom itu hadir dalam penanda-penanda seperti tradisionalitas, tokoh nasional, dan bendera. Penandapenanda ini menjadi bahasa yang digunakan oleh $ dalam amukan histerisnya pada master signifier yang menempati posisi Liyan. S1 di dalam pembahasan ini, ditempati oleh penanda utama tentang Identitas nasional Timor Leste. Hal-hal 194 Ibid 121

136 apa sajakah atau seperti apa sajakah yang dapat disebut sebagai penanda utama pembicaraan tentang identitas kebangsaan Timor Leste? Penanda utama tesebut merupakan hal-hal yang berada dalam rangkaian atau deretan panjang dari sebuah narasi sejarah. Narasi sejarah yang dimaksudkan di sini adalah narasi sejarah Timor Leste. Di dalam narasi sejarah tersesbut, terdapat bagian-bagian seperti sejarah masa pendudukan Portugis yang cukup panjang, dan juga masa pendudukan Indonesia yang diwarnai dengan penindasan dan represi rezim militer. Objek a kecil yang bersifat simptomik, merupakan bagian dari sejarah panjang Timor Leste yang dapat ditemui di dalam penanda-penanda utama yang ada tentang identitas Timor Leste. Bentuk-bentuk penanda utama ini dapat ditemui di dalam museum AMRT ( Arkivu e Muzeu da Rezisténsia Timorense. Portugis: Arsip dan Museum Resistensi Timor Leste) 195, yang memiliki banyak dokumen tentang bagaimana seni visual telah berperan di dalam perjuangan resistensi. Dalam dokumentasi tentang unjuk rasa-rasa, seperti yang dapat dilihat pada gambar di bawah ini, terlihat bahwa identitas nasional disuarakan lewat elemen-elemen visual seperti spanduk bergambar tokoh-tokoh nasional ( Gambar 58), bendera, serta pakaian atau atribut-atribut yang dapat dikenakan seperti topi atau baju (Gambar 57). 195 Lihat (Situs resmi AMRT, diakses pada Desember 2013). AMRT didirikan pada tahun 2005, bertempat pusat di kota Dili dekat dengan Gedung Parlemen dan Gedung pemerintahan. Museum ini memiliki koleksi data visual yang cukup banyak dan bervariasi tentang sejarah gerakan resistensi di Timor Leste, 122

137 Gambar 57. Foto Unjuk Rasa di Santa Cruz,Dili Foto: Dokumentasi AMRT Gambar 58. Foto salah satu spanduk dalam unjuk rasa Santa Crus Foto: Dokumentasi AMRT Ketika penanda-penanda ini digunakan dan berfungsi sebagai bagian dari memori kolektif di dalam museum, mereka kemudian menjadi Master Signifier yang akan berdiri sebagai representasi ide identitas nasional Timor Leste. Dalam hal ini pemerintah yang berperan sebagai pihak yang menyuplai penanda tentang identitas nasional. Pada bagian ini kita dapat menerapkan teori wacana Tuan. Pada wacana ini pemerintah sebagai agen melihat Liyan, S2, berupa pengetahuan tentang narasi sejarah sebagai bagian yang harus dikuasai, mastering, untuk membentuk identitas nasional. Truth yang mendorong 123

138 pemerintah untuk bergerak seperti itu tidak lain adalah subyek, atau masyarakat Timor Leste secara umum yang tengah mengalami lack dan terpisah dari obyek a yang merupakan jejak menuju apa yang sebenarnya mereka hasratkan. S1 > S2 $ a Dalam esai pendek nya yang berjudul The Archives of East-Timorese Resistance and the issue of National Identity 196, dan berfungsi sebagai catatan pengantar dalam museum AMRT, José Mattoso menuliskan bahwa identitas nasional Timor Leste berkaitan erat dengan gerakan resistensi negara tersebut. Mattoso melihat bahwa sejarah kolektif merupakan salah satu komponen yang penting dalam membentuk kesadaran beridentitas. Sejarah kolektif yang dimaksudkan di sini adalah sejarah resistensi. Among many components of such identity awareness, the people s collective history is, undoubtedly the most important. In the case of East-Timor, the Resistance obviously constitutes the key historical factor of the country s short history. Moreover, it is this component that best represents collective consciousnes. 197 Apa yang disebut oleh Mattoso dapat menjadi dasar yang kuat bagi pemerintah Timor Leste lewat AMRTnya untuk menyusun sebuah tatanan identitas nasional kebangsaan. People s collective history yang berkaitan dengan sejarah resistensi, merupakan pengetahuan yang tentu saja akan dipilih-pilih berdasarkan nilai obyektifitasnya agar dapat berdaya menjadi penanda-penanda tentang sebuah kedirian yang berlandaskan kebangasaan. 196 Lihat (diakses pada Desember 2013) 197 Ibid 124

139 Dalam sejarah resistensi, hasrat para pejuang kemerdekan Timor Leste untuk menyatakan diri mereka, menjadi orang Timor Leste dengan segala kedaulatannya kenegaraannya, ditekan dan dibasmi secara brutal oleh kekuatan militer pemerintahan Integrasi Indonesia. Para seniman Arte Moris melakukan napak tilas ini dengan mengikuti jejak-jejak yang ada. Jejak-jejak berupa obyek a yang bersifat simptomatik. Jauh sebelum penanda-penanda itu menjadi Master Signifier yang sebagai subyek yang histeris akan mereka bongkar lagi. Saat para seniman Arte Moris menggunakan penanda-penanda dari narasi resistensi dan sejarahnya ini (atau dapat dikatakan penggunaan penanda-penanda yang diperluas dengan adanya tema seperti tradisionalitas yang tidak terlalu banyak digunakan dalam sejarah gerakan resistensi) maka mereka sedang melakukan sebuah napak tilas, atau perjalanan kembali. Perjalanan yang diarahkan menuju penyatuan dengan Ibu. Dengan adanya posisi dari pemerintah yang membangun pasokan pasokan bagi penanda tersebut, dan bila para seniman menggunakan penanda-penanda tersebut maka mereka akan memasuki proses simbolisasi, dan dengan demikiaan maka wacana tuan akan berlangsung, seniman sebagai subyek akan bicara dengan bahasa sang Ayah, dalam hal ini pemerintah, dan terpisah dari hasratnya. Pada kenyataannya, ditemukan bahwa tidak semua seniman di Arte Moris, menerima begitu saja apa yang telah pemerintah usahakan atau bangun tentang identitas nasional. Ada seniman yang secara kritis menanggapi wacana-wacana yang dibentuk oleh pemerintah tersebut. Seniman dengan tipe seperti ini dapat dikatakan tengah mengamuk pada konsep identitas nasional yang sedang dibangun oleh pemerintah resmi. Seniman ini tentu telah memasuki masa 125

140 simbolik di mana dia telah bersentuhan dengan master signifier atau sang Ayah yang mengkastarsinya. Tugas dari fase simbolik adalah membuat subyek sampai dapat merasakan bahwa hal yang selama ini dia lakukan, dianutnya, adalah bukan hal sebenarnya yang dia maui (desired). Bila subyek telah sampai pada tahap seperti ini maka ia akan bertemu dengan hasratnya. 198 Secara lebih khusus, para seniman ini melakukan pembacaan-pembacaan atas bentuk-bentuk-bentuk pemahaman tentang identitas nasional yang hadir dalam masyarakat tempat mereka berada. Bentuk dan pemahaman yang merupakan penanda. Gugatan dan amukan tentang Identitas nasional kemudian hadir dalam bentuk karya yang bertanya dan membongkar ide-ide tentang identitas tersebut datang dengan mengatas namakan pemerintah resmi. Hal ini seperti dilihat dalam karya pameran tunggal oleh salah satu dari seniman perintis Arte Moris, Jose de Jesus Amaral atau lebih dikenal sebagai Tony. Pada pameran dengan tajuk Dame Ba Rai Ne be e Maka Iha Problema ( Tetum : Damai bagi tanah yang bermasalah) dan berlangsung pada tanggal dua puluh empat September sampai delapan Oktober 2011 di Galeri Arte Moris,Comoro, Dili, Timor Leste, 199 tersebut Tony membuat lukisan-lukisan yang memakai koran lokal sebagai ganti kanvas atau media utama dalam melukis. Pameran ini merupakan pameran tunggal yang pertama bagi Tony. Korankoran yang dipakai sebagai kanvas tersebut memberitakan permasalahan yang 198 Catatan Kuliah Psikoanalisa dalam Kritik Ideologi. Yogyakarta : Magister Ilmu Religi dan Budaya. USD Lihat situs Diakses pada Desember Semua lukisan dari pameran tunggal Tony Dame Ba Rai Ne be e Maka Iha Problema yang dibahas di dalam Tesis ini bersumber dari situs ini. 126

141 terjadi di dalam negara kecil itu. Tony mengamuk dengan membuat pola-pola lukisan dan garis di atasnya. Pada komentarnya atas karya-karya tersebut,tony menyebutkan tentang pemikiran-pemikirannya yang meliputi kritik atas ide kebangsaan dan bernegara dan menjadi orang Timor Leste yang ditangkapnya di dalam masyarakat. Hau sinti hanesan ba haunia partikulare, hau bain hira lee journal hau sinti hau tauk fali, tanba atu hare informasaun barak iha ita nia laran iha hau laos seintauk tanba lakohi atu lee no hau mos lakoi atu sinti hanesan buat ida mak hakerek iha journal, entaun hau koko uja journal para halo pintura fali, buat nebe mak iha laran sai hanesan idea ida ba hau. Dala barak media hatudu deit identidade sira maka akontese iha governo. Sei media servisu tuir media, media laos hatudu deit..., tanba ita hare identidade Timor laos governo. Identidade Timor barak. Dala rumak iha journal ita hare media hatudu fali musik husi rai seluk nian, maka hatama iha journal. Agora oin sa maka kona ba ita nia musisi maka ema barak iha Timor? 200 (Tetum: saya merasa secara pribadi, ketika saya membaca koran saya malah merasa takut. Karena ketika melihat informasi yang banyak itu saya meras tidak ingin menjadi seperti apa yang diberitakan oleh koran-koran itu. Oleh karena itu saya memakai koran itu untuk mebuat lukisan. Hal-hal yang di dalam koran menjadi ide bagi saya. Banyak kali media hanya menunjukkan identitas-identitas (Timor Leste) yang diambil dari pemerintah. Bila media bekerja dengan baik, maka media tidak akan hanya menunjukkan hal ini..., karena identitas Timor tidak dilihat dari pemerintah. Identitas Timor itu banyak.beberapa kali di dalam koran kita melihat media menunjukkan musik dari tempat yang lain. Sekarang bagaimana dengan musisi Timor sendiri yang jumlahnya banyak ini?) 200 Wawancara Tony dalam video dokumentasi Arte Moris untuk pameran tunggalnya

142 Gambar 59. Jose de Jesus Amaral atau Tony. Foto :Dokumentasi Arte Moris Dalam pameran tunggal tersebut, tema yang diangkat Tony adalah kritik atas media yang menurutnya adalah perpanjangan tangan dari pemerintah. Keresahan yang dialami Tony adalah tentang posisi media yang tengah mencoba memberikan sebuah bentuk dari identitas Timor. Sasaran kritiknya berkaitan dengan tiadanya kinerja yang baik dari pemerintah melalui sarana-sarana pendukungnya. Hal yang paling ditekankannya adalah : media mengikuti apa yang diarahkan pemerintah. Dala barak media hatudu deit identidade sira maka akontese iha governo. Sei media servisu tuir media, media laos hatudu deit..., tanba ita hare identidade Timor laos governo. Identidade Timor barak. ( Tetum: Banyak kali media hanya menunjukkan identitas-identitas (Timor Leste) yang diambil dari pemerintah. Bila media bekerja dengan baik, maka media tidak akan hanya menunjukkan hal ini..., karena identitas Timor tidak dilihat dari pemerintah. Identitas Timor itu banyak. ) Menurut Tony identitas Timor bukan identitas yang 128

143 sebagaimana dibentuk oleh governo atau pemerintah. Dalam pengamatannya identitas Timor itu banyak. Dari pendapat Tony itu kita dapat melihat sebentuk amukan atas wacana-wacana media yang tengah membentuk realitas tentang Timor Leste, termasuk identitas nasional dan kebangsaan Timor di dalamnya. Tony menyerang Master Signifier yang ada, yaitu pemerintah yang bahasanya atau penandapenandanya terlihat jelas lewat media. Teknik penggambaran di dalam karyakarya ini meliputi ; penimpaan warna dan pola-pola visual, dan penggunaan teks, yang merupakan sebuah penciptaan teks baru. Penciptaan teks ini juga hadir dengan memanfaatkan teks yang sudah ada pada kertas koran tersebut. Seperti yang terlihat dalam lukisannya yang terdapat tulisan Peace to this troubled land (2011) ( Gambar 60) dan juga berjudul sama. Pada lukisan itu, Tony menekankan permainan bentuk yang cenderung bebas, Tony sedang berbicara atau menyampaikan pendapat tentang identitas Timor yang banyak itu. Apa yang tengah di lakukan dengan amukannya itu adalah menolak atau tidak mengakui penanda-penanda yang ada di dalam koran tersebut. Penolakan ini berdasarkan apa yang dirasakannya, yaitu kegagalan dari bahasa-bahasa itu untuk membawa dirinya pada apa yang sebenarnya dihasratinya. 129

144 Gambar 60. Dame ba Rai Nebee Maka Iha Problema (Tetum: Damai bagi tanah yang bermasalah). Salah satu Lukisan Tony di atas Koran, yang juga menjadi judul dari pameran tunggalnya. Foto :Dok. Tekeemedia.com Lukisan Halo Sira Kontenti Dala Ida Taan.(Tetum: Bikin mereka senang, sekali lagi) (Gambar 61) adalah karya Tony yang memainkan teks yang sudah ada dalam koran yang dijadikan kanvas itu. Lukisan ini juga menyuarakan bahwa subyek harus memenuhi tuntutan dari liyan Simbolik. Teks yang berbunyi Halo Servisu Diak (Tetum : Bekerjalah dengan baik), dan juga judul yang berbunyi Bikin Mereka Senang Sekali Lagi menunjukan sebuah reaksi dari subyek atas Liyan. Subyek harus memenuhi tuntutan liyan Simbolik, dalam hal ini pemerintah, dengan cara bekerja dengan baik. Gambar 61. Halo Sira Kontenti Dala Ida Taan.(Tetum: Bikin mereka senang, sekali lagi) Teks : Halo Servisu Diak (Tetum :Bekerjalah dengan baik). Lukisan pada Gambar 62, La Hanesan Ita Hanoin (Tetum: Tak seperti yang kita bayangkan),lewat judulnya, menggambarkan apa yang menjadi kekhawatiran mendasar dari Tony. Kekhawatiran itu adalah mengenai hal-hal yang sebenarnya tidak pernah dapat memuaskan apa yang diinginkan oleh subyek. 130

145 Apa yang disampaikan pemerintah lewat bahasa media, merupakan sesuatu yang diharapkan diterima oleh masyarakat sebagai sebuah kebenaran. Hal ini ditentang Tony, kebenaran umum ini baginya adalah sesuatu yang jauh berbeda dengan apa yang sebenarnya. Apa yang dibayangkan orang lewat bahasa pemerintah jauh dari apa yang sebenarnya mereka hasratkan. Gambar 62. La Hanesan Ita Hanoin (Tetum: Tak Seperti Yang Kita Bayangkan) Arah yang hendak dituju Tony melalui lukisan-lukisannya ini adalah sebuah perubahan atau bentuk baru dari apa yang dikritiknya. Dasar dari kritikan Tony adalah ketidakpuasan terhadap hal-hal yang ada. Kehadiran sebuah perubahan atau sebuah pembaharuan akan menjadi sebuah permulaan yang baru. Hal ini terlihat dalam lukisannya yang berjudul, Principio ( Portugis: Permulaan) (Gambar 63). Pada lukisan ini sebagian besar pembacaan dan pembahasan datang dari judulnya yang berbicara cukup jelas. Pada aspek warna, di dalam lukisan ini masih terdapat warna-warna seperti kuning, merah, dan hitam yang dapat dilihat sebagai bentuk yang merujuk pada warna-warna bendera nasional atau warna tais. 131

146 Di dalam teori wacana histeris, S2 menempati posisi product. S2 merupakan pengetahuan yang hadir sebagai hasil dari mekanisme wacana ini. Lukisan Principio dapat menunjukkan indikasi ke arah ini. Sebuah permulaan untuk memulai perjalanan menuju penanda-penanda yang baru. Gambar 63. Principio ( Portugis: Permulaan ) Sebagai seniman yang histeris, Tony adalah subyek berada pada posisi agen. Media dan pemerintah yang tengah dikritiknya berada pada posisi Liyan. Hal yang menggerakkan Tony adalah obyek a kecil yang berada di posisi truth. Hasil-hasil karyanya hadir dalam bentuk amukan, gugatan dan mempertanyakan tentang identitas nasional. Tony menggugat penanda-penanda tentang identitas nasional yang dibangun oleh pemerintah melaui media. Hasil dari wacana histeris adalah sebuah product berupa pengetahuan, S2, dan diskusi tentang wacana identitas kebangsaan tersebut. 132

147 $ > S1 a S2 Ketika subyek berada dalam kondisi histeris salah satu hal yang menjadi tanda utama adalah adanya pengalaman kebertubuhan yang selalu gagal diwacanakan 201. Ketiadaan tanda ini dapat berarti bahwa usaha yang dilakukan oleh para seniman bersifat propaganda semata. Pada bagian selanjutnya akan dibahas salah satu karya Tony yang berhubungan dengan pergulatannya tentang kebebasan. Karya yang terdiri dari tiga buah lukisan ini memakai tubuh khususnya wajah sebagai obyeknya yang utama b. Dari Simptom ke Pengetahuan : Tony dan Lukisan-Lukisan Hakarak Livre Tony dapat dikatakan membongkar kembali apa yang disebut dengan identitas kebangsaan Timor Leste yang mereka terima dari pemerintah resmi. Penyalur-penyalur penanda tentang identitas kebangsaan ini adalah media di negara tersebut. Seperti pendapat yang diungkapkan Tony, menurutnya media merupakan salah satu alat dari pemerintah untuk berkomunikasi dengan masyarakatnya dan salah satu alat untuk menunjukkan dan membentuk identitas negara tersebut. Tony, melalui karya serta proses kreatifnya, mengamuk dan mengkritik pembentukan identitas Timor Leste yang menurutnya gagal atau paling tidak salah arah. Ia mengkritik penanda-penanda tentang identitas nasional yang datang dari 201 Catatan dan diskusi penulis dengan pembimbing dalam proses penulisan tesis. 133

148 pemerintah. Ini dapat ditemui di dalam lukisan-lukisan di dalam pameran tunggal perdananya. Sebagian besar lukisan yang dihasilkan oleh Tony menerabas bentukbentuk visual yang lazim dipakai pelukis Arte Moris lain saat mereka melukis tentang identitas nasional. Setelah subyek menggugat dan mengamuk terhadap penanda-penanda indentitas nasional yang datang dari posisi Liyan, mekanisme yang bergerak dalam teori empat wacana tersebut akan menghasilkan sebuah produk. Posisi produk tersebut diisi oleh S2, yaitu pengetahuan yang baru. Pengetahuan baru tentang identitas nasional seperti apa yang dapat terbentuk? S2 merupakan penanda yang bersifat biner dan tak tunggal seperti penanda utama, maka pengetahuan baru ini dapat dikatakan bersifat lebih cair dan dalam konteks seni visual dapat dikatakan lebih eksploratif. Dalam pembahasan tentang bentuk-bentuk S2 atau pengetahuan yang dapat dihasilkan ini, penulis akan membahas beberapa karya yang dinilai memiliki aspek-aspek untuk dibahas sebagai bentuk pengetahuan tersebut. Karya ini tidak secara langsung menggambarkan bentuk pengetahuan yang dihasilkan oleh wacana histeris. Karya-karya lukisan ini dibahas masih dalam sebuah rangkaian pembahasan tentang histeria yang ditunjukkan oleh seniman dalam karyanya. Pada bagian berikut ini, kita akan melihat karya-karya Tony yang berupa tiga buah lukisan dengan judul yang sama. Judul-judul lukisan tersebut adalah Hakarak Livre I ( Gambar 64) Hakarak Livre II (Gambar 65), dan Hakarak Livre III (Gambar 66) (Tetum : Mau Bebas). Karya-karya ini diciptakan pada 134

149 tahun 2012, satu tahun setelah pameran tunggalnya, dan tema dari seri Hakarak Livre ini adalah tentang bagaimana seseorang memaknai kebebasan. Pada tiga lukisan ini hal yang diangkat oleh pelukisnya adalah pemahaman tentang livre atau kebebasan. Menurut Tony inti dari kebebasan berarti sebuah semangat untuk bebas 202. Dapat dikatakan bahwa semangat kebebasan ini adalah tentang kebebasan dari penjajahan, karena saat menguraikan tentang semangat livre ini, Tony merujuk pada para funu nain sira para pejuang perang kemerdekaan 203. Menurut Tony hanya para pejuang yang mengerti sebenarbenarnya arti kebebasan itu, dan di masa sekarang masyarakat Timor Leste pada umumnya tidak memahami makna kebebasan tersebut. Masyarakat cenderung memaknai kebebasan dalam bentuk yang terlalu luas dan membuat mereka menjadi salah arah. Bagi Tony, hanya sedikit orang yang dapat memahami arti sebenarnya dari livre atau kebebasan. Dalam tiga karya Hakarak Livre ini Tony melukis figur dengan potongan close-up. Fokus lukisan adalah pada kepala para obyeknya. Sosok-sosok yang pada gambar ini, dihiasi dengan warna pada wajah dan akseoris yang dikenakan pada bagian tubuh disekitar wajah. Pada Hakarak Livre I (Gambar 64) figur yang dilukis mengenakan aksesoris pada hidung, mulut, dan leher. Referensi aksesoris ini tidak merujuk pada aspek tradisional Timor Leste. Perhiasan di leher sosok tersebut mengingatkan pada bentuk Kaibauk, perhiasan tradisional Timor Leste. 202 Wawancara penulis dengan Tony, Dili, Januari Ibid 135

150 Gambar 64.Tony, Hakarak Livre I, Foto.dok. Arte Moris.2012 Sosok siapakah yang sebenarnya dilukis oleh Tony? Ia tidak menghiasi sosok-sosoknya itu dengan perhiasan tradisional Timor Leste seperti yang kerap dilakukan oleh seniman Arte Moris yang lain. Pada bagian hidung dari tiga sosok dalam lukisan-lukisan itu, terdapat perhiasan yang terpakai dengan cara menembus salah satu bagian kulit pada hidung. Apakah melalui penggambaran ini Tony hendak menunjukkan simbol pengekangan, atau pengendalian. Seperti yang diketahui secara umum, bahwa binatang seperti sapi, kerbau, atau kuda dikendalikan dengan cara memasang sejenis rangkaian tali-temali pada bagian hidungnya. 136

151 Gambar 65.Tony,Hakarak Livre II, Foto dok. Penulis Gambar 66. Tony, Hakarak Livre III. Foto.dok. Penulis S2 dalam wacana histeris berarti produk yang berupa pengetahuan baru. Apa yang hendak disampaikan Tony tentang identitas nasional Timor Leste? Dapat dikatakan sang seniman tengah mengguncang pemahaman yang sudah- 137

152 sudah tentang bendera, tradisionalitas, dan penokohan para pejuang. Hal- hal ini merupakan penanda-penanda diterima oleh mereka dari Liyan. Mereka mencoba menggugat semua itu demi bertemu dengan sebuah hasrat yang baru yang akan menjadi dasar libidinal mereka dalam menjadi orang Timor Leste. Tony memilih untuk memakai wajah dalam lukisannya, wajah siapakah itu? Dan tubuh siapakah itu? Tubuh sang pelukis yang histeriskah? Subyek terbelah atau $ merupakan gambaran dari subyek yang tidak bicara dengan bahasa melainkan dengan tubuh. Pada Hakarak Livre III (Gambar 66) terlihat adanya warna bendera nasional dan pola-pola bentuknya yang oleh Tony dalam gambar ini ditata ulang dengan cara tertentu. Masing-masing warna kecuali warna kuning dan putih (untuk bintang) tidak ditempatkan pada posisinya sesuai dengan bentuk pada bendera nasional. Apakah Tony tidak puas dengan pengeksplorasian bendera dan warna serta bentuknya yang menjadi seperti sebuah parade besar? Sebuah cara yang diusung oleh beberapa pelukis lain di Arte Moris. Tony memainkan warna bendera dan bentuk-bentuknya lewat cara yang tidak biasa. Hal ini terlihat pada Hakarak Livre III, di mana posisi yang ditempati warna hitam diganti dengan warna merah. Inti dari lukisan-lukisan di seri Hakarak adalah pertanyaan Tony tentang kebebasan. Apakah Tony ingin bebas dari kekangan simbol-simbol tradisional, gambar tokoh nasional, dan juga bendera saat bicara tentang identitas kebangsaan Timor Leste? Menurut Tony, subyek yang betul- betul berhasrat tentang kebebasan susah untuk ditemui dalam kehidupan Timor Leste modern, ada tapi sedikit, dan hanya 138

153 para pejuang di masa lalu yang secara pasti paham tentang kebebasan itu. Tony merindukan sebuah hal dari masa lalunya, di mana menurutnya hanya mereka di masa lalu yang dapat bicara secara pasti tentang kebebasan atau secara khusus, bicara tentang menjadi orang bebas, orang Timor Leste yang bebas. Gambar 67. Topeng Tradisional Timor 204 Apa yang dilakukan oleh para seniman Arte Moris adalah sebuah usaha untuk memaknai hal yang disebut dengan identitas kebangsaan. Pergulatan para seniman ini memberikan sebuah gambaran yang di dalamnya terdapat bagianbagian yang membentuk pembahasan atau diskusi tentang identitas nasional. Apa yang dicari atau dibentuk oleh para seniman Arte Moris, mungkin sama dengan seniman tak dikenal yang menciptakan topeng tradisional Timor (Gambar 67). Pembuat topeng tersebut ingin memaknai keberadaannya. Pertanyaan tentang apakah topeng itu mewakili wajah sesungguhnya yang ada di balik topeng tersebut sama dengan pertanyaan apakah lukisan-lukisan para seniman Arte Moris yang ingin menggambarkan identitas kebangsaan Timor Leste. 204 Sumber Foto, Diakses pada Juni

154 BAB IV KESIMPULAN 4.1. Karya Seni Visual dan Muatan Identitas Nasional Dalam sejarah yang membentuk gambaran perjalanan panjang Timor Leste sebagai sebuah negara, seni visual telah memainkan peranan yang cukup penting di dalamnya. Dimulai dari gambar-gambar yang bercerita tentang orang Timor di dalam karya-karya visual di masa kolonial Portugis, berlanjut ke masa gerakan resistensi pada era pendudukan Indonesia, hingga pada masa kemerdekaan negara tersebut. Di masa kemerdekaan, para seniman dan pelukis di Timor Leste memiliki kesempatan untuk bicara tentang sebuah identitas baru, atau paling tidak, sebuah identitas yang merupakan hasil narasi sejarah yang bersentuhan dengan mereka. Sebuah identitas yang berdasarkan atas sebuah kenyataan baru yaitu kenyataan tentang hidup dalam sebuah bangsa atau negara yang merdeka dan berdaulat. Para seniman, khususnya pelukis yang dibahas dalam tesis ini, merupakan seniman - seniman yang memiliki memori kolektif tentang identitas kebangsaan. Dalam proses kreatifnya, para seniman tersebut berbicara lewat karya seni dan menggunakan memori kolektif yang dimilikinya sebagai sumber untuk mengatakan atau mengekspresikan tema identitas kebangsaan. Tema tersebut lahir dari sebuah perjalanan tersendiri. Seniman-seniman dalam komunitas Arte Moris, yang secara khusus merupakan inti dari kajian di dalam tesis ini, memiliki tema karya yang beragam sehubungan dengan waktu persentuhan mereka dengan dunia 140

155 seni. Selain tema identitas nasional, tema-tema lain yang pernah mereka geluti terkait dengan trauma atas konflik. Berdasarkan pemaparan Gabriella Ganser tentang Arte Moris, di masamasa awal ketika sekolah seni itu mulai berdiri, tema lukisan yang paling banyak dikerjakan menggambarkan trauma dari konflik yang baru saja dilewati oleh hampir seluruh bagian masyarakat di negara tersebut 205. Tema-tema ingatan kelabu ini oleh Gansser disebut sebagai tema dark memory. Lukisan-lukisan dengan tema memori konflik ini banyak menggambarkan perkosaan, dan kekerasan fisik yang menurut Gabriella memakan korban hampir pada tiap keluarga di Timor Leste. Kehadiran tema ini sebagian besar didukung dan direncanakan oleh para pendiri Arte Moris sendiri, pasangan suami istri Luca dan Gabriella Gansser. Mereka menggunakan seni sebagai terapi untuk para pemuda di daerah konflik. Penggunaan seni sebagai terapi ini sebagaimana dapat terlihat dalam pernyataan yang tercantum di dalam situs resmi Arte Moris. Berdasarkan penelitian lapangan penulis di Arte Moris, pada tahun 2012, seni sebagai terapi tidak diterapkan di Arte Moris dalam bentuk metode atau kurikulum khusus. Seni sebagai terapi lebih dilihat dan dijalankan sebagai sebuah semangat yang sifatnya mendasar. Sebuah semangat di mana para seniman menggantungkan harapan untuk bisa melanjutkan hidup mereka di tengah-tengah keadaan paska konflik. Semangat dari seni sebagai terapi ini kemudian memberikan kesempatan bagi para seniman untuk lebih bebas dan sadar akan kemungkinan-kemungkinan berkarya yang tak terbatas dalam dunia seni visual. 205 Lihat wawancara dengan Gabriella Gansser.Von Hein, M. Timorese Artists Seek Reconciliation. dw.de. < Diakses pada 21 Juni

156 Tema identitas kebangsaan menjadi sebuah tema yang cukup kuat di dalam komunitas seniman Arte Moris. Semua pelukis yang tergabung di dalam komunitas ini memaknai tema identitas kebangsaan atau nasional sebagai salah satu bagian dari perjalanan atau proses kreatif mereka. Proses kreatif para seniman dalam memakai tema ini memiliki beberapa kecenderungan yang dalam sudut pandang psikoanalisa Lacanian dapat dikelompokkan sebagai simptom. Kecenderungan atau simptom berupa penggunaan dengan kuantitas yang tinggi dari elemen-elemen visual tertentu yang tampak di dalam lukisan-lukisan tersebut. Simptom-simptom yang ditemukan di dalam penelitian ini meliputi tiga hal pokok yaitu, yang pertama, penggunaan simbol-simbol atau aspek-aspek tradisional dalam lukisan,yang kedua, penggambaran tokoh-tokoh nasional, dan yang ketiga, penggambaran bendera serta penggunaan aspek-aspek visualnya seperti bentuk dan warna. Tradisionalitas yang dipakai atau diolah di dalam lukisan-lukisan tersebut merupakan bentuk pijakan identifikasi paling awal bagi para subyek dalam melihat diri mereka sebagai orang Timor Leste. Sedangkan bendera dan tokoh nasional merupakan penanda-penanda yang merujuk pada identifikasi yang bersifat simbolik. Identifikasi ke arah subyek sebagai warga dari sebuah negara. Tradisionalitas merupakan bagian dari fase cermin yang dilewati oleh subyek dalam proses identifikasi. Di bagian ini, subyek berhadapan dengan sang ibu sebagai liyan yang memberikan kesadaran bahwa dirinya sebuah bentuk kesatuan yang berdiri sendiri, dan bukanlah sebentuk keberadaan yang terpecahbelah seperti yang dirasakan sebelumnya. Fungsi dari fase ini adalah kelahiran 142

157 ego. Sedangkan tokoh nasional dan bendera dan merupakan liyan simbolik atau sang ayah yang berperan sebagai ego ideal. Elemen visual berupa aspek-aspek tradisionalitas, serta penggunaan bendera nasional dengan penekanan yang cukup kuat di dalam lukisan-lukisan seniman Arte Moris, menunjukan rangkaian proses identifikasi subyek. Subyek mengalami sebuah kastrasi ketika penanda-penanda dari liyan simbolik datang sebagai sebuah bahasa yang harus mereka gunakan saat berbicara tentang identitas kebangsaan. Hasil dari interupsi oleh penanda-penanda simbolik ini adalah karyakarya yang menggabungkan tradisionalitas dan simbol-simbol kenegaraan. Terlihat pada lukisan Timor (Gambar 49) karya Emelde, buaya sakral yang berenang di lautan bendera. Juga karya lukisan yang menggambarkan pegunungan keramat yang berselimutkan bendera seperti pada karya Ino Foho Bandeira (Gambar 50). Lukisan karya Ino, mendapat perhatian khusus dari pihak manajemen Arte Moris. Karya tersebut dihadirkan ulang dalam bentuk kartu pos yang dijual sebagai cindera mata di bagian penjualan di sekolah tersebut. Lukisan-lukisan yang dihasilkan oleh para seniman di Arte Moris, dapat diamati berdasarkan hubungan karya-karya tersebut dengan tema atau diskusi tentang pembentukan identitas kebangsaan Timor Leste. Bentuk identifikasi ini tidak hanya menggambarkan pergulatan-pergulatan para seniman dalam melihat diri mereka ataupun masyarakat Timor Leste lain secara umum sebagai satu kesatuan di dalam identitas kebangsaan Timor Leste. Lukisan-lukisan ini juga menunjukkan pergulatan yang lain, yaitu pergulatan subyek dalam mencari hasratnya yang sebenarnya. 143

158 4.2. Arte Moris dan Dalan Arte Nian : Mencari Identitas Timor Leste Pada masa integrasi, pemerintah Indonesia membangun sebuah monumen yang dinamai dengan nama Monumen Integrasi. Monumen ini dibangun di beberapa distrik 206 di negara tersebut. Bentuk dari monumen tersebut berupa sosok lelaki dengan pakaian adat Timor Leste dalam posisi terbebas dari rantai besi yang mengikat kedua lengannya. Makna yang diberikan oleh pemerintah Indonesia atas monumen tersebut adalah perjuangan rakyat Timor Leste yang berhasil melepaskan diri dari cengkraman penjajahan Portugis. Pemerintah Indonesia memberikan sebuah pemaknaan tentang orang Timor Leste dengan penekanan pada sisi-sisi identitas tradisional yang kuat. Hal yang sama yang dilakukan seniman Arte Moris saat membicarakan tentang identitas kebangsaan Timor Leste. Di sisi lain, bentuk pemaknaan ini juga beragam, dan salah satunya hadir dalam bentuk pertanyaan, amukan, atau histeria. Dalan arte nian, atau jalan seni merupakan sebuah pegangan hidup para seniman di Arte Moris atau sebuah cara bagi mereka untuk memandang diri mereka sebagai orang Timor yang juga sebagai seniman. Mereka percaya bahwa jalan seni ini merupakan sebuah harapan bagi mereka. Tony, salah satu pelukis perintis di Arte Moris, percaya bahwa seni dapat menjadi jalan keluar dalam keadaan sehari-hari yang sulit. Tony mengungkapkan, Arte ne diak, kuando ita osan la iha, aihan la iha, mais husi arte ita bele hetan kontenti 207 ( Tetum : seni itu baik, saat kita tak ada uang, tak ada makanan, lewat seni kita bisa mendapatkan kebahagiaan). Suara Tony merupakan suara yang mewakili 206 Lihat, Wawancara dan perbincangan penulis dengan Tony,Dili, Januari

159 seniman yang memilih untuk tinggal dan berkarya di sekolah dan komunitas Arte Moris. Hal ini dalam sudut pandang psikologi Lacanian menunjukkan bagaiman seni berfungsi sebagai sublimasi gairah hidup. 208 Tony merupakan salah satu seniman yang menggunakan karya seninya untuk bertanya, menggugat, bahkan mengamuk. Hal yang digugat adalah identitas kebangsaan Timor Leste. Lewat karya-karya Tony di dalam pameran tunggal Dame Ba Rai Ne Be e Maka Iha Problema (Tetum : Damai bagi tanah yang bermasalah) pada tahun 2011 di Dili, dapat ditemukan karya-karya yang bermuatkan histeria dari Tony. Si seniman berusaha mengguncang identitas kebangsaan yang selama ini datang dari pemerintah. Permukaan kertas koran yang telah dipenuhi dengan teks dan gambar dipakai oleh Tony sebagai kanvasnya. Di atas kanvas itu Tony menampilkan karya-karyanya, baik dengan memanfaatkan bentuk visual yang sudah ada di dalam koran-koran tersebut atau menghadirkan bentuk-bentuk yang benar-benar baru. Lewat karya-karya di dalam pameran ini, Tony menggugat mitos yang telah terbentuk di dalam teks-teks yang ada di dalam koran tersebut. Penggugatan ini dihadirkan dalam bentuk pertanyaan, dan permainan teks (dengan memanfaatkan teks yang sudah ada di dala koran atau menciptakan teks yang baru). Apa yang dihasilkan oleh karya Tony bisa saja menjadi sebuah mitos baru, intinya sang pelukis membalas mitos dengan mitos. Karya-karya tersebut juga bicara tentang sebuah keinginan untuk perubahan. Sebuah perubahan yang dihadirkan lewat sebuah permulaan yang baru. 208 Lihat St. Sunardi.Yogya City of Desire. Jogja Art Files.Edisi Perdana. ERUPSI Akademia Psikoanalisa, Seni, dan Politik p

160 Permulaan yang diharapkan Tony adalah jalan menuju pembebasan. Sebagaimana Tony, dalam pergulatan dengan tema identitas nasional, melukiskan pemikirannya tentang kebebasan dalam karyanya Hakarak Livre (2012), (Tetum: Mau Bebas), yang terdiri dari tiga buah lukisan. Tiga karya tersebut menunjukkan eksplorasi bentuk wajah dengan elemen-elemen warna dan bentuk tertentu. Wajah dari sosok yang sedang dan mungkin akan selalu dicari oleh mereka yang bertanya-tanya tentang siapa orang Timor Leste itu. Penelitian ini masih terbatas pada komunitas Arte Moris sebagai salah satu komunitas seni di Timor Leste. Pembahasan tentang identitas nasional sebuah negara tentunya akan semakin baik dan kuat bila dilengkapi dengan diskusidiskusi silang yang memberikan konteks-konteks lain dari keadaan sosial dalam masyrakat. Hal tersebut masih belum bisa dicapai oleh penelitian ini. Sebagai saran, penulis berpendapat bahwa penelitian dan kajian yang lebih dalam tentang komunitas-komunitas seniman dan pergulatan mereka dalam berkarya memiliki banyak sisi yang terbuka untuk dikaji. Dalam kasus Arte Moris, penggunaan seni sebagai terapi, sebagai sebuah sistem tersendiri dapat dikaji lagi lebih dalam untuk melihat hubungannya dengan pembentukan identitas baik sebagai seniman maupun rakyat dari sebuah negara. Sebagai sebuah negara baru, Timor Leste masih memerlukan banyak kajian-kajian yang harus terus didayakan untuk menggambarkan keadaan dan geliat seni rupa di negara tersebut. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa dalan arte itu terdiri dari banyak sisi. Terutama dalam hubungan antara para seniman dengan pemaknaan identitas nasional. Ada yang menggambarkan kastrasi, dan interupsi dari liyan simbolik yang kuat. Ada pula yang menggambarkan histeria ; kemarahan dan 146

161 amukan karena yang simbolik tidak mempertemukan dirinya sebagai subyek dengan hasratnya yang sebenarnya. Semua usaha yang dilakukan oleh para seniman ini adalah rangkaian panjang dari pergulatan mereka tentang identitas kebangsaan. Masing-masing bentuk pemaknaan membawa hasil tersendiri. 147

162 DAFTAR PUSTAKA Referensi Buku Bahari, N.2008 Kritik Seni: Wacana, Apresiasi, dan Kreasi. Yogyakarta Christie and Roy,Denny.2001.The Politics of Human Rights in East Asia.London:Pluto Press. Gunn, Geoffrey C Tahun Timor Loro Sae. Dili : Sa he Institute for Liberation Gusmao, Jose A Otobiografi Kay Rala Xanana Gusmao. Jakarta : The East Solidarity. Gusmao, Martinho G. da Silva Timor Lorosae: Perjalanan menuju Dekolonisasi Hati-Diri. Malang:Dioma. Kusno, A. dan Maneke Budiman Ruang Publik,Identitas dan Memori Kolektif : Jakarta Pasca-Suharto.Tr.Lilawati Kurnia.Yogyakarta :Ombak. Levine, Steven Z Lacan Reframed.London :I,B. Tauris &Co. Ltd. Homer, Sean Jacques Lacan. Oxon : Routledge. Eidelsztein, Alfredo The Graph of Desire : Using the Work of Jacques Lacan. London : Karnac Books Ltd. Fink, Bruce A Clinical Introduction to Lacanian Psychoanalysis : Theory and Technique. London : Harvard Univeristi Press. Taylor, John G East Timor: The Price of Freedom. London: Pluto. Taylor, John G Indonesia s Forgotten War: The Hidden History of East Timor. London : Zed Books. Ooi Keat Gin.ed Southeast Asia : a Historical Encyclopedia from Angkor Wat to East Timor.California : ABC-CLIO inc. Parkinson, Chris Peace of Wall: Street Art From East Timor. Yangni, S Dari Khaos ke Khaosmos :Estetika Seni Rupa.Yogyakarta:Erupsi Akademia & Institut Seni Indonesia. 148

163 Zuhdi, Sutjianingsih, Sri Sejarah Perjuangan Rakyat Timor-Timur Untuk SD. Jakarta:Depdikbud. Referensi Artikel, Katalog, dan Jurnal Akademik Crook, M Inter Press Service-Noticias Financieras /Groupo de Diarios America. Silva,Abilio d. C dan Barkmann, ed.2008 A Contemporary Art Movement in Timor Leste, an essay.museum and Art Gallery Northern Teritory in partnership with the National Directorate of culture,timor Leste Luca Gansser: Angkor Mio and Works in Kuk-Kuk 96/97, Carpe Diem Galleries, Bangkok. Kingsburry, D National identity in Timor-Leste: challenges and opportunities.south East Asia Research. Traub,James Inventing East Timor. Foreign Affairs, Vol. 79, No. 4 (Jul. - Aug., 2000), pp P. Council on Foreign Relations. St. Sunardi Yogya City of Desire. Jogja Art Files.Edisi Perdana. ERUPSI Akademia Psikoanalisa, Seni, dan Politik. Kammen,Douglas Subordinating Timor: Central authority and the origins of communal identities in East Timor. Bijdragen tot de Taal-, Land- en Volkenkunde (BKI) 166-2/3 (2010): Koninklijk Instituut voor Taal-, Land- en Volkenkunde. Verhaeghe,Paul Lacan Theory on Four Disucourses.The Letter. Lacanian Perspectives on Psychoanalysis, 3, Spring Referensi Internet ( Diakses pada Agustus 2011) (Diakses pad Juni 2012) 149

164 (Diakses pada Agustus 2011) Hein, M. Timorese Artists Seek Reconciliation. dw.de. (Diakses pada 21 Juni 2012) (Diakses pada Desembe 2013) (Diakses pada 11 April 2013) Referensi Data Wawancara Abe (Avelino Cancio Silva ), Wawancara dengan penulis. Dili,12 January 2012 Agus (August Godinho ), Wawancara dengan penulis. Dili, 16 January 2012 Pelle (Moises Daibela Pereira ), Wawancara dengan penulis. Dili, 16 January Tony (Jose de Jesus Amaral ), Wawancara dengan penulis. Dili, 13 January Zeny (Eugenio Pereira),2012. Wawancara penulis dengan.dili,13januari Douglas Kammen,2012. Wawancara dengan Penulis. Singapura, Mei

165 Lampiran Foto Berwarna dari Lukisan-Lukisan yang dibahas di BAB III Gambar 37.Tony and Cesario, Liurai,2003. Cat minyak pada kulit sapi. Dok. Penulis 2012 Gambar 38.Gibrael, Be Nain Timor, Cat minyak pada peralatan dapur yang terbuat dari anyaman bambu. Dok. Arte Moris

166 Gambar 39. Ajanu, Judul tak diketahui, Cat minyak pada papan. Foto:dok.penulis,2012. Gambar 40. Grinaldo, Arte No Cultura,2003. Cat minyak pada kanvas. Foto:dok. Penulis,

167 Gambar 41. Abe, Performance,2005,Cat minyak pada Kanvas. Foto dok. Penulis, Gambar 42. Pele, Tak berjudul, Cat minyak pada Tais. Foto: Dok. Penulis

168 Gambar 43. Anas, Hadomi Cultura, Cat minyak pada papan. Dok. Penulis

169 Gambar 44. Pelle, Taiscape,2007. Cat minyak pada kanvas. Foto :dok. Penulis,2012. Gambar 45. Cesario, Bidu Cat minyak pada Kanvas.Foto:Arte Moris,

170 Gambar 46.Cesario, Xanana,2003.Cat minyak pada Kanvas. Foto :dok.arte Moris, Gambar 47. Xanana Gusmao. Sumber : Video Dokumentasi Gerakan Resistensi Timor Leste Gambar 49. Emeldea, Timor. Cat minyak pada kanvas. Foto :dok. Arte Moris,

171 Gambar 50. Ino,Foho Banderia,2004.Cat minyak pada kanvas. Foto: dok. Arte Moris, Gambar 51. Apepy, The Babadok, Cat minyak pada dua papan yang digabung. Foto : dok. Arte Moris,

172 Gambar 52.Pelle, Lakoi Timor Hanesan Nee,2006.Cat minyak pada kanvas.. Foto :dok. Penulis, Gambar 53.Grinaldo, Proklamasaun RDTL 1975, Foto: dok. Penulis, Gambar 54. Bendera Nasional Republik Demokratik Timor-Leste. 158

173 Gambar 55. Bendera partai FRETILIN Gambar 57. Foto Unjuk Rasa di Santa Cruz,Dili Foto: Dokumentasi AMRT Gambar 58. Foto salah satu spanduk dalam unjuk rasa Santa Crus Foto: Dokumentasi AMRT 159

SEJARAH SEHARUSNYA MENJADI INSPIRASI MEMANFAATKAN PELUANG

SEJARAH SEHARUSNYA MENJADI INSPIRASI MEMANFAATKAN PELUANG Jurnal Sejarah. Vol. 1(1), 2017: 151 156 Pengurus Pusat Masyarakat Sejarawan Indonesia DOI: 10.17510/js.v1i1. 59 SEJARAH SEHARUSNYA MENJADI INSPIRASI MEMANFAATKAN PELUANG Sumber Gambar: Tempo.co Professor

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN TELAAH KONSEPTUAL. Penelitian tentang perempuan etnis Tionghoa muslim belum

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN TELAAH KONSEPTUAL. Penelitian tentang perempuan etnis Tionghoa muslim belum BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN TELAAH KONSEPTUAL 2.1. Tinjauan Pustaka Penelitian tentang perempuan etnis Tionghoa muslim belum pernah ditulis di penelitian-penelitian di Kajian Wanita Universitas Indonesia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Citra Antika, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Citra Antika, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada masa ini, demokrasi merupakan salah satu pandangan dan landasan kehidupan dalam berbangsa yang memiliki banyak negara pengikutnya. Demokrasi merupakan paham

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI PADA PAMERAN SENI RUPA MODERN INDONESIA BERNAFASKAN ISLAM FESTIVAL ISTIQLAL I 1991 & II 1995 TESIS SM 70Z6

IDENTIFIKASI PADA PAMERAN SENI RUPA MODERN INDONESIA BERNAFASKAN ISLAM FESTIVAL ISTIQLAL I 1991 & II 1995 TESIS SM 70Z6 IDENTIFIKASI PADA PAMERAN SENI RUPA MODERN INDONESIA BERNAFASKAN ISLAM FESTIVAL ISTIQLAL I 1991 & II 1995 TESIS SM 70Z6 Oleh: ZAENUDIN RAMLI 27005018 PROGRAM MAGISTER SENI RUPA FAKULTAS SENI RUPA DAN DESAIN

Lebih terperinci

KAJIAN DEKONSTRUKSI BAHASA GAUL DALAM JEJARING SOSIAL (Bahasa Gaul pada Halaman facebook Mario Teguh Versi Halogan) Oleh :

KAJIAN DEKONSTRUKSI BAHASA GAUL DALAM JEJARING SOSIAL (Bahasa Gaul pada Halaman facebook Mario Teguh Versi Halogan) Oleh : KAJIAN DEKONSTRUKSI BAHASA GAUL DALAM JEJARING SOSIAL (Bahasa Gaul pada Halaman facebook Mario Teguh Versi Halogan) Oleh : Dadang Priyasmoro Sapoetra 362008079 SKRIPSI Diajukan kepada Progam Studi Ilmu

Lebih terperinci

PENGELOLAAN PEMBELAJARAN KETERAMPILAN SOSIAL SISWA PADA MATA PELAJARAN SOSIOLOGI. (Studi Situs SMAN 2 Karanganyar) TESIS

PENGELOLAAN PEMBELAJARAN KETERAMPILAN SOSIAL SISWA PADA MATA PELAJARAN SOSIOLOGI. (Studi Situs SMAN 2 Karanganyar) TESIS PENGELOLAAN PEMBELAJARAN KETERAMPILAN SOSIAL SISWA PADA MATA PELAJARAN SOSIOLOGI (Studi Situs SMAN 2 Karanganyar) TESIS Diajukan Kepada Program Studi Magister Manajemen Pendidikan Universitas Muhammadiyah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab pendahuluan ini akan diberikan gambaran mengenai latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab pendahuluan ini akan diberikan gambaran mengenai latar belakang 1 BAB I PENDAHULUAN Dalam bab pendahuluan ini akan diberikan gambaran mengenai latar belakang penelitian. Ruang lingkup penelitian dibatasi pada unsur intrinsik novel, khususnya latar dan objek penelitian

Lebih terperinci

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN. Modul ke: Identitas Nasional. Fakultas Ilmu Komunikasi. Program Studi Hubungan Masyarakat. Ramdhan Muhaimin, M.Soc.

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN. Modul ke: Identitas Nasional. Fakultas Ilmu Komunikasi. Program Studi Hubungan Masyarakat. Ramdhan Muhaimin, M.Soc. Modul ke: 03 PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN Identitas Nasional Fakultas Ilmu Komunikasi Program Studi Hubungan Masyarakat Ramdhan Muhaimin, M.Soc.Sc Sub Bahasan 1. Pengertian Identitas Nasional 2. Parameter

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. komputer dalam suatu pekerjaan. Teknologi komputer sangat membantu user dalam

BAB I PENDAHULUAN. komputer dalam suatu pekerjaan. Teknologi komputer sangat membantu user dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada jaman moderen ini dunia teknologi berperan sangat penting di bidang komputer dalam suatu pekerjaan. Teknologi komputer sangat membantu user dalam melakukan pekerjaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dian Ahmad Wibowo, 2014

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dian Ahmad Wibowo, 2014 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada bulan Pebruari merupakan titik permulaan perundingan yang menuju kearah berakhirnya apartheid dan administrasi minoritas kulit putih di Afrika Selatan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penciptaan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penciptaan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penciptaan Indonesia memiliki begitu banyak budaya, dari tiap-tiap provinsi memiliki kebudayaan yang berbeda-beda dengan ciri khas yang dimiliki. Masyarakat di Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu persamaan-persamaan dan berbeda dari bangsa-bangsa lainnya. Menurut Hayes

BAB I PENDAHULUAN. suatu persamaan-persamaan dan berbeda dari bangsa-bangsa lainnya. Menurut Hayes 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Nasionalisme adalah suatu konsep dimana suatu bangsa merasa memiliki suatu persamaan-persamaan dan berbeda dari bangsa-bangsa lainnya. Menurut Hayes (Chavan,

Lebih terperinci

Pendahuluan. Utama, Jakarta, 2000, p Hadi, dkk., pp

Pendahuluan. Utama, Jakarta, 2000, p Hadi, dkk., pp Pendahuluan Timor Timur berada di bawah penjajahan Portugal selama lebih dari empat abad sebelum akhirnya Revolusi Anyelir di tahun 1974 membuka jalan bagi kemerdekaan negaranegara koloninya. Setelah keluarnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perasaan, yaitu perasaan estetis. Aspek estetis inilah yang mendorong budi

BAB I PENDAHULUAN. perasaan, yaitu perasaan estetis. Aspek estetis inilah yang mendorong budi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesenian adalah unsur kebudayaan yang bersumber pada aspek perasaan, yaitu perasaan estetis. Aspek estetis inilah yang mendorong budi daya manusia untuk menciptakan

Lebih terperinci

commit to user BAB I PENDAHULUAN

commit to user BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra berfungsi sebagai penuangan ide penulis berdasarkan realita kehidupan atau imajinasi. Selain itu, karya sastra juga dapat diposisikan sebagai dokumentasi

Lebih terperinci

Sejarah Umum Seni Lukis

Sejarah Umum Seni Lukis Sejarah Umum Seni Lukis Zaman prasejarah Secara historis, seni lukis sangat terkait dengan gambar. Peninggalan-peninggalan prasejarah memperlihatkan bahwa sejak ribuan tahun yang lalu, nenek moyang manusia

Lebih terperinci

M U S L I K H NIM: S

M U S L I K H NIM: S HUBUNGAN LAYANAN BIMBINGAN KARIR DAN DUKUNGAN KELUARGA DENGAN KEMATANGAN VOKASIONAL SISWA SMP TESIS Diajukan Kepada Program Studi Magister Sains Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta untuk Memenuhi

Lebih terperinci

Sumardjo & Saini (1994: 3) mengungkapkan bahwa sastra adalah ungkapan pribadi

Sumardjo & Saini (1994: 3) mengungkapkan bahwa sastra adalah ungkapan pribadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1. Relasi antara Sastra, Kebudayaan, dan Peradaban Sumardjo & Saini (1994: 3) mengungkapkan bahwa sastra adalah ungkapan pribadi manusia yang berupa pengalaman,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang heterogen atau majemuk, terdiri dari

I. PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang heterogen atau majemuk, terdiri dari 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang heterogen atau majemuk, terdiri dari berbagai etnik dan berada dalam keberagaman budaya. Belajar dari sejarah bahwa kemajemukan

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB V SIMPULAN DAN SARAN BAB V SIMPULAN DAN SARAN Pada bab terakhir dalam penulisan skripsi yang berjudul Peristiwa Mangkok Merah (Konflik Dayak Dengan Etnis Tionghoa Di Kalimantan Barat Pada Tahun 1967), berisi mengenai simpulan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Gambaran Umum Objek Observasi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Gambaran Umum Objek Observasi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Observasi 1.1.1 Sejarah Cafe Lawangwangi Cafe Lawangwangi Creative Space merupakan salah satu tempat dimana para seniman dapat memamerkan sekaligus menjual hasil

Lebih terperinci

Wawasan Kebangsaan. Dewi Fortuna Anwar

Wawasan Kebangsaan. Dewi Fortuna Anwar Wawasan Kebangsaan Dewi Fortuna Anwar Munculnya konsep Westphalian State Perjanjian Westphalia 1648 yang mengakhiri perang 30 tahun antar agama Katholik Roma dan Protestan di Eropa melahirkan konsep Westphalian

Lebih terperinci

Fungsi Apresiasi dan Kritik dalam Pendidikan Seni Rupa

Fungsi Apresiasi dan Kritik dalam Pendidikan Seni Rupa Kegiatan Pembelajaran 3 Fungsi Apresiasi dan Kritik dalam Pendidikan Seni Rupa A. Apresiasi dalam Pendidikan Seni Rupa Salah satu aspek pembelajaran yang cukup penting dalam pendidikan seni rupa adalah

Lebih terperinci

POTRET RELASI DOSEN DAN MAHASISWA DALAM TUMBLR YEAHMAHASISWA (SEBUAH ANALISISS WACANA KRITIS NORMAN FAIRCLOUGH)

POTRET RELASI DOSEN DAN MAHASISWA DALAM TUMBLR YEAHMAHASISWA (SEBUAH ANALISISS WACANA KRITIS NORMAN FAIRCLOUGH) POTRET RELASI DOSEN DAN MAHASISWA DALAM TUMBLR YEAHMAHASISWA (SEBUAH ANALISISS WACANA KRITIS NORMAN FAIRCLOUGH) Oleh MAYA SARI 36 2009 065 SKRIPSI Diajukan Kepada Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas

Lebih terperinci

EKSPLORASI PERILAKU PEMILIH MUDA PADA PEMILIHAN WALIKOTA DAN WAKIL WALIKOTA SURAKARTA TAHUN 2015 MELALUI PENDEKATAN KONSEP TRUST AND DISTRUST

EKSPLORASI PERILAKU PEMILIH MUDA PADA PEMILIHAN WALIKOTA DAN WAKIL WALIKOTA SURAKARTA TAHUN 2015 MELALUI PENDEKATAN KONSEP TRUST AND DISTRUST EKSPLORASI PERILAKU PEMILIH MUDA PADA PEMILIHAN WALIKOTA DAN WAKIL WALIKOTA SURAKARTA TAHUN 2015 MELALUI PENDEKATAN KONSEP TRUST AND DISTRUST TESIS Diajukan Kepada Program Studi Magister Manajemen Sekolah

Lebih terperinci

JURNAL HAK MENENTUKAN NASIB SENDIRI (THE RIGHT OF SELF- DETERMINATION) RAKYAT TIMOR LESTE DITINJAU DARI HUKUM INTERNASIONAL

JURNAL HAK MENENTUKAN NASIB SENDIRI (THE RIGHT OF SELF- DETERMINATION) RAKYAT TIMOR LESTE DITINJAU DARI HUKUM INTERNASIONAL JURNAL HAK MENENTUKAN NASIB SENDIRI (THE RIGHT OF SELF- DETERMINATION) RAKYAT TIMOR LESTE DITINJAU DARI HUKUM INTERNASIONAL NPM : 100510366 Diajukan Oleh: ARCANJO JUVIANO SAVIO Program Studi Program Kekhususan

Lebih terperinci

TESIS. Amgasussari Anugrahni Sangalang. No. Mhs. : 105201435/PS/MIH

TESIS. Amgasussari Anugrahni Sangalang. No. Mhs. : 105201435/PS/MIH TESIS KAJIAN TERHADAP GANTI RUGI ATAS TANAH DALAM PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM GUNA MEWUJUDKAN KEPASTIAN HUKUM, PERLINDUNGAN HUKUM, DAN KEADILAN BERDASARKAN PERATURAN PRESIDEN

Lebih terperinci

2015 PERANAN SOUTH WEST AFRICA PEOPLE ORGANIZATION (SWAPO) DALAM PERJUANGAN KEMERDEKAAN NAMIBIA

2015 PERANAN SOUTH WEST AFRICA PEOPLE ORGANIZATION (SWAPO) DALAM PERJUANGAN KEMERDEKAAN NAMIBIA BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Namibia merupakan negara mandat dari Afrika Selatan setelah Perang Dunia I. Sebelumnya, Namibia merupakan negara jajahan Jerman. Menurut Soeratman (2012,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Secara historis, seni lukis sangat terkait dengan gambar sebagai media seni rupa. Peninggalan manusia sejak masa prasejarah memperlihatkan bahwa sejak ribuan tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penciptaan Adi Khadafi, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penciptaan Adi Khadafi, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penciptaan Perkembangan dunia kesenirupaan saat ini sudah sangat pesat sekali dengan inovasi bahan dan media dari karya seni rupa yang sudah beragam dan kadang tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Comunidade dos Países de Língua Portuguesa (CPLP) adalah sebuah

BAB I PENDAHULUAN. Comunidade dos Países de Língua Portuguesa (CPLP) adalah sebuah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Comunidade dos Países de Língua Portuguesa (CPLP) adalah sebuah organisasi internasional yang berkomunitas negara-negara berbahasa resmi portugis yang didirikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sastra sebagai cabang dari seni, yang keduanya unsur integral dari

BAB I PENDAHULUAN. Sastra sebagai cabang dari seni, yang keduanya unsur integral dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sastra sebagai cabang dari seni, yang keduanya unsur integral dari kebudayaan. Usianya sudah cukup tua. Kehadiran hampir bersamaan dengan adanya manusia. Karena ia diciptakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa Indonesia dahulu dikenal dengan bahasa melayu yang merupakan bahasa penghubung antar etnis yang mendiami kepulauan nusantara. Selain menjadi bahasa penghubung

Lebih terperinci

PROSES PENCIPTAAN VISUAL CORPORATE IDENTITY SEBAGAI PEMBENTUK CITRA (Kasus pada Lomba untuk Logo Baru PT Kereta Api Indonesia (Persero))

PROSES PENCIPTAAN VISUAL CORPORATE IDENTITY SEBAGAI PEMBENTUK CITRA (Kasus pada Lomba untuk Logo Baru PT Kereta Api Indonesia (Persero)) PROSES PENCIPTAAN VISUAL CORPORATE IDENTITY SEBAGAI PEMBENTUK CITRA (Kasus pada Lomba untuk Logo Baru PT Kereta Api Indonesia (Persero)) SKRIPSI Diajukan Sebagai Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Komunikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Dari jaman dahulu komunikasi merupakan salah satu aktifitas yang terpenting dalam kehidupan manusia. Dengan adanya komunikasi dapat memberikan suatu informasi

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. Ilmu Hubungan Internasional mempelajari dinamika kasus negara

BAB V KESIMPULAN. Ilmu Hubungan Internasional mempelajari dinamika kasus negara BAB V KESIMPULAN Ilmu Hubungan Internasional mempelajari dinamika kasus negara berkembang. Salah satu kawasan yang sangat dinamis dalam perkembangan politik dan ekonomi adalah kawasan Asia Tenggara. Asia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan suatu bentuk seni kreatif yang di dalamnya mengandung nilainilai

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan suatu bentuk seni kreatif yang di dalamnya mengandung nilainilai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra merupakan suatu bentuk seni kreatif yang di dalamnya mengandung nilainilai keindahan. Sebuah karya sastra bukan ada begitu saja atau seperti agak dibuat-buat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Bandung adalah salah satu kota besar di Indonesia dan merupakan Ibukota Provinsi Jawa Barat yang banyak menyimpan berbagai sejarah serta memiliki kekayaan

Lebih terperinci

PEMBUATAN MOTION COMIC CERITA SEJARAH AWAL BERDIRINYA KERAJAAN MAJAPAHIT

PEMBUATAN MOTION COMIC CERITA SEJARAH AWAL BERDIRINYA KERAJAAN MAJAPAHIT PEMBUATAN MOTION COMIC CERITA SEJARAH AWAL BERDIRINYA KERAJAAN MAJAPAHIT Djojo Sugiarto Tandyono Fakultas Teknik / Jurusan Teknik Informatika Program Multimedia Sugiarto.Djojo@gmail.com Indonesia mempunyai

Lebih terperinci

PANDANGAN POLITIK TAN MALAKA TENTANG KONSEP NEGARA REPUBLIK

PANDANGAN POLITIK TAN MALAKA TENTANG KONSEP NEGARA REPUBLIK PANDANGAN POLITIK TAN MALAKA TENTANG KONSEP NEGARA REPUBLIK ARTIKEL SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagai Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd) Program Studi Pendidikan Sejarah Pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak pernah dijajah. Meskipun demikian, negara ini tidak luput dari

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak pernah dijajah. Meskipun demikian, negara ini tidak luput dari BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Thailand merupakan satu-satunya negara di kawasan Asia Tenggara yang tidak pernah dijajah. Meskipun demikian, negara ini tidak luput dari permasalahan konflik dalam

Lebih terperinci

BAHAN TAYANG MODUL 11 SEMESTER GASAL TAHUN AKADEMIK 2016/2017 RANI PURWANTI KEMALASARI SH.MH.

BAHAN TAYANG MODUL 11 SEMESTER GASAL TAHUN AKADEMIK 2016/2017 RANI PURWANTI KEMALASARI SH.MH. Modul ke: 11 Fakultas TEKNIK PANCASILA DAN IMPLEMENTASINYA SILA KETIGA PANCASILA KEPENTINGAN NASIONAL YANG HARUS DIDAHULUKAN SERTA AKTUALISASI SILA KETIGA DALAM KEHIDUPAN BERNEGARA ( DALAM BIDANG POLITIK,

Lebih terperinci

NAFAS TRADISI DALAM LUKISAN POPO ISKANDAR

NAFAS TRADISI DALAM LUKISAN POPO ISKANDAR NAFAS TRADISI DALAM LUKISAN POPO ISKANDAR Hery Santosa dipublikasikan pada Jurnal Seni Rupa & Desain Vol.2 No.4 Mei 2002 Abstrak Rentetan bukti sejarah seni rupa tradisi Indonesia yang membentang dari

Lebih terperinci

PERAN SAKSI VERBALISANT DALAM PEMBUKTIAN PERKARA PIDANA PERKOSAAN (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Klas IA Surakarta)

PERAN SAKSI VERBALISANT DALAM PEMBUKTIAN PERKARA PIDANA PERKOSAAN (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Klas IA Surakarta) PERAN SAKSI VERBALISANT DALAM PEMBUKTIAN PERKARA PIDANA PERKOSAAN (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Klas IA Surakarta) TESIS Diajukan Kepada Program Studi Magister Ilmu Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Semua bangsa di dunia memiliki cerita rakyat. Cerita rakyat adalah jenis

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Semua bangsa di dunia memiliki cerita rakyat. Cerita rakyat adalah jenis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Semua bangsa di dunia memiliki cerita rakyat. Cerita rakyat adalah jenis sastra oral, berbentuk kisah-kisah yang mengandalkan kerja ingatan, dan diwariskan.

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, REKOMENDASI

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, REKOMENDASI 189 BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, REKOMENDASI A. Simpulan Umum Kampung Kuta yang berada di wilayah Kabupaten Ciamis, merupakan komunitas masyarakat adat yang masih teguh memegang dan menjalankan tradisi nenek

Lebih terperinci

Kuratorial Pameran; On Material(ity) pasir dan semen yang dijual di toko material. Material disini bermaksud on material ; diatas-material.

Kuratorial Pameran; On Material(ity) pasir dan semen yang dijual di toko material. Material disini bermaksud on material ; diatas-material. Kuratorial Pameran; On Material(ity) pasir dan semen yang dijual di toko material. Material disini bermaksud on material ; diatas-material. Pameran yang dilangsungkan di Galeri Hidayat kali ini menitik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lingua france bukan saja di kepulauan Nusantara, melainkan juga hampir seluruh

BAB I PENDAHULUAN. lingua france bukan saja di kepulauan Nusantara, melainkan juga hampir seluruh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahasa Indonesia merupakan salah satu dialek Bahasa Melayu. Sudah berabad-abad lamanya Bahasa Melayu digunakan sebagai alat komunikasi atau lingua france bukan saja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. keanekaragaman kulinernya yang sangat khas. Setiap suku bangsa di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. keanekaragaman kulinernya yang sangat khas. Setiap suku bangsa di Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Surakarta selain dikenal sebagai kota batik, juga populer dengan keanekaragaman kulinernya yang sangat khas. Setiap suku bangsa di Indonesia memiliki kekhasan

Lebih terperinci

JURNAL. ( Studi Kasus Eks Pengungsi Timor Timur) Diajukan Oleh : MARIANUS WATUNGADHA

JURNAL. ( Studi Kasus Eks Pengungsi Timor Timur) Diajukan Oleh : MARIANUS WATUNGADHA JURNAL STATUS KEWARGANEGARAAN MASYARAKAT YANG BERDOMISILI DI KAWASAN PERBATASAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN REPUBLIK DEMOKRATIK TIMOR LESTE KHUSUSNYA YANG BERDOMISILI DI WILAYAH KABUPATEN BELU ( Studi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. merupakan bentuk kelompok sedangkan budaya berararti nilai yang berlaku dalam kelompok tersebut.

PENDAHULUAN. merupakan bentuk kelompok sedangkan budaya berararti nilai yang berlaku dalam kelompok tersebut. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah saat ini merupakan ruang otonom 1 dimana terdapat tarik-menarik antara berbagai kepentingan yang ada. Undang-Undang Otonomi Daerah yang dikeluarkan oleh pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sebelum Timor Timur berintegarasi dengan Indonesia, Timor Timur

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sebelum Timor Timur berintegarasi dengan Indonesia, Timor Timur BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebelum Timor Timur berintegarasi dengan Indonesia, Timor Timur telah terpecah belah akibat politik devide at impera. Pada 1910 terjadi pemberontakan yang dilakukan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1 Kesimpulan Kesimpulan ini merupakan inti pembahasan yang disesuaikan dengan permasalahan penelitian yang dikaji. Adapun kesimpulan yang dapat ditarik dari hasil penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kesatuan yang memiliki keanekaragaman

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kesatuan yang memiliki keanekaragaman 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Indonesia merupakan negara kesatuan yang memiliki keanekaragaman agama, adat, tradisi dan sejarah serta budaya berkesenian yang dalam kehidupan sehari-harinya

Lebih terperinci

TEKS DESKRIPSI BUDAYA INDONESIA

TEKS DESKRIPSI BUDAYA INDONESIA Budaya Indonesia adalah seluruh kebudayaan nasional, kebudayaan lokal, maupun kebudayaan asal asing yang telah ada di Indonesia sebelum Indonesia merdeka pada tahun 1945. Kebudayaan nasional dalam pandangan

Lebih terperinci

KECENDERUNGAN KECURANGAN: DALAM PERSPEKTIF FRAUD TRIANGLE

KECENDERUNGAN KECURANGAN: DALAM PERSPEKTIF FRAUD TRIANGLE KECENDERUNGAN KECURANGAN: DALAM PERSPEKTIF FRAUD TRIANGLE (STUDI PADA MINISTÉRIO DOS TRANSPORTES E COMUNICAÇÕES-RDTL) TESIS Diajukan Kepada Program Studi Magister Akuntansi Untuk Memperoleh Gelar Magister

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. 1 Drs. Atar Semi. Kritik Sastra, 1984: Ibid. Hal. 52.

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. 1 Drs. Atar Semi. Kritik Sastra, 1984: Ibid. Hal. 52. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesusastraan merupakan sebuah bentuk ekspresi atau pernyataan kebudayaan dalam suatu masyarakat. Sebagai ekspresi kebudayaan, kesusastraan mencerminkan sistem sosial,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang bebas mengungkapkan semua ide dan ktreatifitasnya agar pembaca dapat menangkap

BAB I PENDAHULUAN. yang bebas mengungkapkan semua ide dan ktreatifitasnya agar pembaca dapat menangkap BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Sastra adalah sebuah media bagi pengarang untuk menuangkan ide kreatif dan imajinasinya. Dalam menciptakan sebuah karya kreatif, seorang pengarang menjadi

Lebih terperinci

Berbagai Catatan atas Tesis S-2 Grace Samboh PEMETAAN RUANG SENI RUPA YANG MENYATAKAN-DIRI KONTEMPORER DI BALI

Berbagai Catatan atas Tesis S-2 Grace Samboh PEMETAAN RUANG SENI RUPA YANG MENYATAKAN-DIRI KONTEMPORER DI BALI Berbagai Catatan atas Tesis S-2 Grace Samboh PEMETAAN RUANG SENI RUPA YANG MENYATAKAN-DIRI KONTEMPORER DI BALI Oleh Mikke Susanto Tesis ini merupakan sebuah penelitian yang mengungkapkan wacana dan isu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Amerika Serikat merupakan salah satu negara yang penduduknya memiliki

BAB I PENDAHULUAN. Amerika Serikat merupakan salah satu negara yang penduduknya memiliki BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Amerika Serikat merupakan salah satu negara yang penduduknya memiliki tingkat heterogenitas yang tinggi. Hal ini bisa dibuktikan dengan hidup dan berkembangnya

Lebih terperinci

Penggolongan Tahapan Perkembangan Normal Bicara dan Bahasa Pada Anak. Oleh: Ubaii Achmad

Penggolongan Tahapan Perkembangan Normal Bicara dan Bahasa Pada Anak. Oleh: Ubaii Achmad Penggolongan Tahapan Perkembangan Normal Bicara dan Bahasa Pada Anak. Oleh: Ubaii Achmad Manusia berinteraksi satu dengan yang lain melalui komunikasi dalam bentuk bahasa. Komunikasi tersebut terjadi baik

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. deskriptif dan dengan pendekatan analisis wacana. Dalam melakukan

METODE PENELITIAN. deskriptif dan dengan pendekatan analisis wacana. Dalam melakukan 25 III. METODE PENELITIAN A. Tipe Penelitian Tipe penelitian yang digunakan untuk menjawab permasalahan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan metode kualitatif yang bersifat deskriptif dan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bukan hanya cerita khayal atau angan-angan dari pengarangnya, melainkan wujud

BAB I PENDAHULUAN. bukan hanya cerita khayal atau angan-angan dari pengarangnya, melainkan wujud BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra merupakan wujud gagasan pengarang dalam memandang lingkungan sosial yang berada di sekelilingnya dengan menggunakan bahasa yang indah. Sastra hadir sebagai hasil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karya dihasilkan dari imajinasi dan temporer seniman. Batasan dari cetak tradisional,

BAB I PENDAHULUAN. karya dihasilkan dari imajinasi dan temporer seniman. Batasan dari cetak tradisional, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seni grafis tradisional ditengah arus kemajuan dibidang percetakan. Cetak tradisional mampu mempertahankan eksistensinya di masyarakat, karena sebuah karya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Yofa Fadillah Hikmah, 2016

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Yofa Fadillah Hikmah, 2016 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perang merupakan suatu konflik dua pihak atau lebih dan dapat melalui kontak langsung maupun secara tidak langsung, biasanya perang merupakan suatu hal yang

Lebih terperinci

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN BAB VI SIMPULAN DAN SARAN 6.1. Simpulan Sentralisme pemerintahan yang telah lama berlangsung di negeri ini, cenderung dianggap sebagai penghambat pembangunan daerah. Dari sekian banyak tuntutan yang diperhadapkan

Lebih terperinci

PENGENALAN POLA WAYANG MENGGUNAKAN DETEKSI TEPI DAN JARINGAN SARAF TIRUAN PADA APLIKASI MOBILE

PENGENALAN POLA WAYANG MENGGUNAKAN DETEKSI TEPI DAN JARINGAN SARAF TIRUAN PADA APLIKASI MOBILE TESIS PENGENALAN POLA WAYANG MENGGUNAKAN DETEKSI TEPI DAN JARINGAN SARAF TIRUAN PADA APLIKASI MOBILE KRISTIAN ADI NUGRAHA No. Mhs. : 125301833/PS/MTF PROGRAM STUDI MAGISTER TEKNIK INFORMATIKA PROGRAM PASCASARJANA

Lebih terperinci

Gereja dan Toleransi Beragama (Usaha GBKP Semarang dalam mewujudkan Toleransi antar umat beragama) FAKULTAS TEOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA

Gereja dan Toleransi Beragama (Usaha GBKP Semarang dalam mewujudkan Toleransi antar umat beragama) FAKULTAS TEOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA FAKULTAS TEOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA _ Gereja dan Toleransi Beragama (Usaha GBKP Semarang dalam mewujudkan Toleransi antar umat beragama) Oleh : Ruth Dwi Rimina br Ginting 712007058

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. 5.1 Kesimpulan

BAB V PENUTUP. 5.1 Kesimpulan 116 BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Dari hasil analisis semiotika dengan unsur tanda, objek, dan interpretasi terhadap video iklan pariwisata Wonderful Indonesia episode East Java, serta analisis pada tiga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Yunita, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Yunita, 2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kesenian merupakan hasil dari kebudayaan manusia yang dapat didokumentasikan atau dilestarikan, dipublikasikan dan dikembangkan sebagai salah salah satu upaya

Lebih terperinci

Kaprodi DKV. Drs. Hartono Karnadi, M.Sn NIP UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta

Kaprodi DKV. Drs. Hartono Karnadi, M.Sn NIP UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta Jurnal Tugas Akhir Karya Disain berjudul: PERANCANGAN MOTION COMIC EDUKASI PENCEGAHAN BULLYING UNTUK ANAK SEKOLAH DASAR diajukan oleh Muhammad Setiawan, NIM 0911925024,Program Studi Disain Komunikasi Visual,

Lebih terperinci

PERANAN AUSTRALIA DALAM PROSES LEPASNYA TIMOR TIMUR DARI NKRI PADA TAHUN 1999 SKRIPSI

PERANAN AUSTRALIA DALAM PROSES LEPASNYA TIMOR TIMUR DARI NKRI PADA TAHUN 1999 SKRIPSI PERANAN AUSTRALIA DALAM PROSES LEPASNYA TIMOR TIMUR DARI NKRI PADA TAHUN 1999 SKRIPSI NOVI HARIANI 090906026 DOSEN PEMBIMBING : Drs. Heri Kusmanto, M.A, Ph.D DEPARTEMEN ILMU POLITIK FAKULTAS ILMU SOSIAL

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai fakta sosial, manusia sebagai makhluk kultural (Ratna, 2005:14). Dalam

BAB I PENDAHULUAN. sebagai fakta sosial, manusia sebagai makhluk kultural (Ratna, 2005:14). Dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan salah satu hasil karya seni yang sekaligus menjadi bagian dari kebudayaan. Sebagai salah satu hasil kesenian, karya sastra mengandung

Lebih terperinci

BAB VIII KESIMPULAN. kesengsaraan, sekaligus kemarahan bangsa Palestina terhadap Israel.

BAB VIII KESIMPULAN. kesengsaraan, sekaligus kemarahan bangsa Palestina terhadap Israel. BAB VIII KESIMPULAN Puisi Maḥmūd Darwīsy merupakan sejarah perlawanan sosial bangsa Palestina terhadap penjajahan Israel yang menduduki tanah Palestina melalui aneksasi. Puisi perlawanan ini dianggap unik

Lebih terperinci

SKRIPSI. Oleh : TYAS UNINGASRI K FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA commit 2015 to user

SKRIPSI. Oleh : TYAS UNINGASRI K FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA commit 2015 to user ANALISIS PERANAN SEMANGAT BUSHIDO DALAM PEMBANGUNAN PENDIDIKAN JEPANG PASCA PERANG DUNIA II DAN RELEVANSINYA DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH SMA KELAS XI SKRIPSI Oleh : TYAS UNINGASRI K4410061 FAKULTAS KEGURUAN

Lebih terperinci

SENI RUPA MODERN INDONESIA : ANAGLYPH 3D

SENI RUPA MODERN INDONESIA : ANAGLYPH 3D Jurnal Tingkat Sarjana Bidang Seni Rupa SENI RUPA MODERN INDONESIA : ANAGLYPH 3D Nama Mahasiswa : Wingki Adhi Pratama Nama Pembimbing : Drs. Tisna Sanjaya, M.Sch. Program Studi Sarjana Bidang Seni Rupa,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Hari-hari di Rainnesthood..., Adhe Mila Herdiyanti, FIB UI, Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Hari-hari di Rainnesthood..., Adhe Mila Herdiyanti, FIB UI, Universitas Indonesia 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra adalah bentuk tiruan kehidupan yang menggambarkan dan membahas kehidupan dan segala macam pikiran manusia. Lingkup sastra adalah masalah manusia, kehidupan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Berkarya.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Berkarya. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berkarya. Jika diperhatikan spiritualitas,agama,dan kepercayaan pada saat sekarang ini kembali menjadi hal yang penting dan menarik untuk diangkat kedalam dunia seni

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG 1 I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG 1. Batasan Masalah Karya seni mempunyai pengertian sangat luas sehingga setiap individu dapat mengartikannya secara berbeda. Menurut kamus besar bahasa Indonesia, karya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sebagai manusia kita telah dibekali dengan potensi untuk saling

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sebagai manusia kita telah dibekali dengan potensi untuk saling BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai manusia kita telah dibekali dengan potensi untuk saling berkomunikasi. Manusia juga pada dasarnya memiliki dua kedudukan dalam hidup, yaitu sebagai makhluk

Lebih terperinci

KAJIAN VISUAL BATIK LUKIS UNTUK PAKAIAN DI SURAKARTA

KAJIAN VISUAL BATIK LUKIS UNTUK PAKAIAN DI SURAKARTA KAJIAN VISUAL BATIK LUKIS UNTUK PAKAIAN DI SURAKARTA SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Melengkapi Gelar Sarjana Seni Rupa Program Studi Kriya Seni Tekstil Fakultas Seni Rupa Dan

Lebih terperinci

ABSTRAK. Saat ini di Indonesia sudah banyak merk-merk kopi yang muncul di pasaran.

ABSTRAK. Saat ini di Indonesia sudah banyak merk-merk kopi yang muncul di pasaran. ABSTRAK Budi Gunawan : Rancangan Karya Desain Re-branding Koffie Fabriek Aroma Saat ini di Indonesia sudah banyak merk-merk kopi yang muncul di pasaran. Penyebabnya adalah karena besarnya minat masyarakat

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Setiap penelitian tentu memiliki tujuan. Guna mencapai tujuan tersebut maka diperlukan metode penelitian yang tepat. Karena pada dasarnya metode merupakan

Lebih terperinci

KEHADIRAN BACK CHANNEL NEGOTIATION PADA PROSES NEGOSIASI OSLO AGREEMENT ANTARA ISRAEL DAN PALESTINA TESIS

KEHADIRAN BACK CHANNEL NEGOTIATION PADA PROSES NEGOSIASI OSLO AGREEMENT ANTARA ISRAEL DAN PALESTINA TESIS UNIVERSITAS INDONESIA KEHADIRAN BACK CHANNEL NEGOTIATION PADA PROSES NEGOSIASI OSLO AGREEMENT ANTARA ISRAEL DAN PALESTINA TESIS Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 14 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Benedict Anderson (2000) seorang Indonesianis yang diakui secara luas sebagai pakar sejarah Indonesia abad ke-20, mengungkapkan bahwa sejarah Indonesia adalah sejarah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. beragam konteks. Cultural Studies, istilah ini diciptakan oleh Richard

I. PENDAHULUAN. beragam konteks. Cultural Studies, istilah ini diciptakan oleh Richard I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Cultural Studies atau kajian budaya adalah studi kebudayaan atas praktek signifikasi representasi, dengan mengeksplorasi pembentukan makna pada beragam konteks. Cultural

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lainnya. Hal ini disebabkan masing-masing pengarang mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. lainnya. Hal ini disebabkan masing-masing pengarang mempunyai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra lahir karena adanya daya imajinasi yang di dalamnya terdapat ide, pikiran, dan perasaan seorang pengarang. Daya imajinasi inilah yang mampu membedakan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Sejak awal integrasi ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) tahun 1976, Timor Timur selalu berhadapan dengan konflik, baik vertikal maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rasisme dan diskriminasi rasial merupakan salah satu masalah besar yang sedang dihadapi oleh masyarakat dunia pada saat ini dalam skala yang begitu besar. Isu yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki banyak suku, etnis dan budaya. Salah satunya adalah suku

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki banyak suku, etnis dan budaya. Salah satunya adalah suku BAB I PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Masalah Indonesia memiliki banyak suku, etnis dan budaya. Salah satunya adalah suku X di Kabupaten Papua yang menganut tradisi potong jari ketika salah seorang anggota

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan gambaran umum lokasi penelitian, deskripsi dan pembahasan

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan gambaran umum lokasi penelitian, deskripsi dan pembahasan 338 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Berdasarkan gambaran umum lokasi penelitian, deskripsi dan pembahasan hasil penelitian, pada akhir penulisan ini akan dijabarkan beberapa kesimpulan dan diajukan beberapa

Lebih terperinci

26 DESEMBER 2004 SEBUAH KOMPOSISI FANTASIA UNTUK SOLO PIANO

26 DESEMBER 2004 SEBUAH KOMPOSISI FANTASIA UNTUK SOLO PIANO 26 DESEMBER 2004 SEBUAH KOMPOSISI FANTASIA UNTUK SOLO PIANO SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Seni Disusun oleh : Vinca Christina Hadi 852005011 PROGRAM STUDI SENI MUSIK

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Pengantar Pembahasan pada bab ini tentang sejarah singkat pemerintahan Timor Leste dan pra kondisi penyelenggaraan desentralisasi di Timor Leste. Hal ini diperlukan

Lebih terperinci

PELAJAR, POLITIK, DAN PEMILU Oleh: Pan Mohamad Faiz

PELAJAR, POLITIK, DAN PEMILU Oleh: Pan Mohamad Faiz PELAJAR, POLITIK, DAN PEMILU 2014 Oleh: Pan Mohamad Faiz Tahun 2014 di Indonesia dianggap oleh sebagian besar kalangan sebagai Tahun Politik. Di tahun ini akan digelar hajatan politik terbesar setiap lima

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sekarang ini kata modern merupakan kata yang tidak asing lagi didengar, terutama dalam dunia arsitektur. Hal ini yang kemudian memunculkan sebuah arsitektur yang disebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejak beribu-ribu tahun yang lalu hingga sekarang ini, baik yang dicatat dalam

BAB I PENDAHULUAN. Sejak beribu-ribu tahun yang lalu hingga sekarang ini, baik yang dicatat dalam BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Sejak beribu-ribu tahun yang lalu hingga sekarang ini, baik yang dicatat dalam catatan sejarah maupun tidak, baik yang diberitakan oleh media masa maupun yang

Lebih terperinci

maupun kemampuan mengadaptasi gagasan baru dengan gagasan yang

maupun kemampuan mengadaptasi gagasan baru dengan gagasan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan pada dasarnya adalah usaha sadar untuk menumbuh kembangkan potensi sumber daya manusia peserta didik dengan cara mendorong dan memfasilitasi kegiatan

Lebih terperinci

USIA, TINGKAT PENDIDIKAN DAN PENGETAHUAN ANTENATAL CARE IBU PRIMIGRAVIDA DALAM KECEMASAN MENGHADAPI PERSALINAN

USIA, TINGKAT PENDIDIKAN DAN PENGETAHUAN ANTENATAL CARE IBU PRIMIGRAVIDA DALAM KECEMASAN MENGHADAPI PERSALINAN USIA, TINGKAT PENDIDIKAN DAN PENGETAHUAN ANTENATAL CARE IBU PRIMIGRAVIDA DALAM KECEMASAN MENGHADAPI PERSALINAN TESIS Yainanik S300140026 PROGRAM MAGISTER PSIKOLOGI SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH

Lebih terperinci

PENERAPAN BAHASA JAWA PADA PENGASUHAN DALAM KELUARGA

PENERAPAN BAHASA JAWA PADA PENGASUHAN DALAM KELUARGA PENERAPAN BAHASA JAWA PADA PENGASUHAN DALAM KELUARGA TESIS Diajukan Kepada Program Studi Magister Psikologi Sekolah Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Surakarta untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang berkaitan erat dengan berbagai aspek kehidupan. Menurut Undang-Undang No. 33 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang berkaitan erat dengan berbagai aspek kehidupan. Menurut Undang-Undang No. 33 Tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia adalah homo pluralis yang memiliki cipta, rasa, karsa, dan karya sehingga dengan jelas membedakan eksistensinya terhadap makhluk lain. Karena memiliki

Lebih terperinci