Bab II Tinjauan Pustaka

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Bab II Tinjauan Pustaka"

Transkripsi

1 Bab II Tinjauan Pustaka II.1 Ionosfer Beberapa laporan yang menjelaskan proses-proses fisika dan kimia yang terjadi di ionosfer secara rinci dapat ditemukan di antaranya dalam McNamara (1994) dan Davies (1990). Secara umum, ketinggian terendah ionosfer adalah sekitar 50 km sampai mencapai ketinggian sekitar 1000 km (Gambar II.1 ). Dalam kenyatannya, batas atas ionosfer tidak dapat ditentukan dengan tepat karena diduga bahwa kerapatan elektron semakin menipis atau mengecil menuju plasmafer atau protonosfer dan sesudah itu adalah lapisan plasma antar planet (Langley, 1996). Plasmafer merupakan suatu lapisan di atas ketinggian sekitar 1000 km dimana kerapatan atmosfer netral sangat kecil dan ion positif berupa proton sangat besar jumlahnya, sehingga disebut juga sebagai lapisan protonosfer (Gambar II.). Berdasarkan terdapatnya perbedaan molekul-molekul dan atom-atom di dalam atmosfer dan tingkat perbedaan mereka dalam kemampuan menyerap, maka lapisan ionosfer dapat dibagi ke dalam suatu deretan wilayah atau lapisan secara tegas. Lapisan itu diberi tanda dengan huruf-huruf D, E, F 1 dan F. Secara kasar, lapisan D berada lebih rendah dari 90 km, lapisan E memiliki puncak sekitar 105 km, F 1 berpuncak antara km, dan lapisan F berpuncak antara km. Pada waktu malam hari, lapisan D dan E menghilang, sedangkan lapisan F 1 dan F bergabung membentuk lapisan F. Kerapatan elektron maksimum terjadi pada lapisan F. Secara umum seluruh lapisan tersebut secara kelompok disebut sebagai bagian bawah ionosfer (bottomside). Bagian dari ionosfer antara lapisan F dengan batas atas ionosfer disebut sebagai bagian atas ionosfer (topside). Di dalam lapisan F dimana umumnya kerapatan elektron maksimum terjadi sebagai konsekuensi dari penyerapan sinar ultra violet ekstrim (extreme ultraviolet, EUV) dan meningkatnya kerapatan atmosfer netral seiring menurunnya ketinggian (Gambar II.3). 4

2 Gambar II.1 Profil vertikal lapisan D,E,F1 dan F (Davies, 1990). Gambar II. Profil lapisan D,E,F1,F pada siang dan malam hari (Davies, 1990). 5

3 Gambar II.3 Gambaran umum profil kerapatan elektron dan atom netral sebagai fungsi ketinggian (Davies, 1990). II. GPS Publikasi yang membahas masalah GPS dan aplikasinya telah banyak tersedia. Prinsip-prinsip dasar tentang GPS dijelaskan secara rinci, misalnya oleh Kleusberg dan Teunissen (1996), Parkinson et. al. (1996), Leick (1995), dan Hoffmann-Wellenhoff et. al. (1997). Teori dan informasi praktis tentang GPS dapat diakses melalui Langley (1997). Satelit-satelit GPS memancarkan sinyal gelombang radio dengan frekuensi-ganda, yakni f1=1575,4 MHz dan f=17,60 MHz. Sinyal pembawa (carrier signals) kemudian dimodulasikan fasanya ke dalam bentuk coarse/acquisition code (C/A-code) dan precise code (P-code) dengan siklus perulangan code adalah masing-masing sebesar 1,03 MHz (sekitar 1 msec=300 km) dan 10,3 MHz (sekitar 0,1 msec=30 km). C/A-code dimodulasikan hanya terhadap sinyal L1-carrier dan P-code dimodulasikan terhadap sinyal L1 dan L. Informasi navigasi dengan tingkat cuplikan rendah, yakni 50 Hz, juga dimodulasikan terhadap L1 dan L yang dapat dilihat pada Gambar II.4. 6

4 Gambar II.4 Modulasi sinyal satelit GPS ke dalam C/A-code dan P-code (Widarto, 005). Kedua sinyal, yakni pseudorange dan carrier phase, merupakan dua data dasar yang diamati oleh stasiun penerima GPS. Stasiun penerima GPS membuat replika dari kedua frekuensi L-band yang dipancarkan oleh satelit-satelit dan kemudian membedakan keduanya dengan sinyal tergeser Doppler (Doppler shifted signals) yang datang untuk menghasilkan sebuah frekuensi denyut (a beat frequency). II.3 Penentuan TEC Lebih dari dua dekade terakhir ini, noise ionosfer (ionospheric noise) pada pengamatan GPS frekuensi-ganda telah digunakan untuk mendapatkan informasi tentang ionosfer dan sebagai bahan dalam penelitian lanjutan untuk mempelajari ionosfer. Dari perbedaan antara hasil pengukuran dalam dua frekuensi tersebut, nilai TEC sepanjang jalur sinyal antara satelit GPS dan stasiun penerima GPS di permukaan bumi dapat dihitung. TEC didefiniskan sebagai jumlah total elektron di dalam plasma terionisasi dalam bentuk tabung imajiner (dalam bentuk sayatan 1 m ) antara satelit dan penerima GPS. Kerapatan plasma di ionosfer selalu berubah terhadap waktu dalam bentuk variasi harian, musim dan adanya aktivitas matahari. Karena itu, variasi TEC terhadap waktu mencerminkan dinamika antariksa dekat Bumi. 7

5 II.4 Indek Bias Fasa dan TEC Perambatan sinyal GPS sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan di ionosfer dan jenis peralatan yang digunakan. Liu (1996) menjelaskan konsep kelambatan ionosferik (ionospheric delay), dimana jarak pseudorange GPS Pi dan jarak fasa pembawa (carrier phase) Li untuk frekuensi i=1 atau, masing-masing dinyatakan sebagai berikut: sat res sat res ( τ ) + dq + dq ot Pi = s0 + dion + dtrop + c + i τ d (II.1) dan s i sat res c( τ τ ) λi bi Li = λiφ i = 0 ion + i dtrop + (II.) d i i i dimana superskrip sat dan res masing-masing menyatakan sebagai satelit pemancar dan stasiun penerima, s 0 adalah jarak sebenarnya antara satelit dan penerima, d ion dan d trop masing-masing adalah efek ionosfer dan troposfer, c adalah kecepatan cahaya, τ adalah clock offset antara satelit dan stasiun penerima, d q bias instrumen dari satelit atau stasiun penerima, d ot adalah bias lainnya, λ adalah panjang gelombang pembawa (carrier wave length), φ adalah carrier phase total antara satelit dan stasiun penerima, dan b adalah slip siklus dari phase carrier. Namun demikian, efek ionosfer terhadap gelombang elektromagnetik (EM) tidak dapat dijelaskan menggunakan konsep dispersi sederhana. Untuk menjelaskan secara tepat perilaku lengkap gelombang radio di ionosfer, kita harus memahami bahwa ionosfer merupakan plasma berlapis secara sferis dan terionisasi sebagian, dengan ketidakberaturan dan ketidakseragaman antariksa, bahkan ketidakseragaman medan magnetik akibat gangguan dari angin matahari (Hunsucker, 1991). Formulasi indek bias fasa komplek pada ionosfer sebagai suatu medium magnetoionik dijelaskan oleh beberapa peneliti. Tetapi yang paling sering dihubungkan dengan teori tersebut adalah Sir Edward Appleton (Hunsucker, 1991). Pada 1931, Hartree memasukkan istilah polarisasi Lorentz ke dalam formulasi indek bias komplek tersebut, sehingga formulasi itu dikenal sebagai formula Appleton-Hartree. 8

6 Penurunan formula Appleton-Hartree secara rinci dapat ditemukan terutama dalam Davies (1990), Langley (1996), dan Hunsucker (1991). Indek bias komplek n diberikan oleh persamaan dispersi magnetoionik Appleton-Hartree sebagai berikut: X n = 1 (II.3) 4 Y T Y T 1 ± + Y L (1 X ) 4(1 X ) dimana ω ( P ) X =, ω ω H Y =, ω Y T = Y sinθ, Y L = Y cosθ, dan bila Y 0, maka n =1-X (II.4) Sementara itu, kecepatan fasa gelombang (phase carrier) diberikan sebagai, c υ p = ω = (II.5) k n dan kecepatan gelombang terhadap Bumi (group delay/pseudorange) diberikan sebagai, ω 1 υ g = = = k k ω c ω ( nω) c = n + ω ω (II.6) dimana c adalah kecepatan cahaya dan k adalah bilangan gelombang pada plasma. Persamaan (II.5) dan (II.6) dapat disederhanakan menjadi, υ p υ g = c, dan (II.7) υ g = cn (II.8) Untuk ruang heterogen, waktu tempuh gelombang t g dengan jarak perjalanan s dinyatakan sebagai, t g ds 1 = = υ g c S S ds n (II.9) 9

7 Sementara itu waktu tempuh untuk ruang hampa dinyatakan sebagai, t ds 1 = = c c S S ds (II.10) Selanjutnya, untuk frekuensi tinggi, hubungan indek bias n, konsentrasi elektron N (dalam jumlah elektron/m 3 ), dan frekuensi sudut ω dinyatakan oleh fungsi, N e n = 1 (II.11) mε oω Bila pengisian elektron e=1.6 x C, massa elektron m=9,1095 x kg, permitivitas pada ruang hampa ε o =8,854 x 10-1 F/m, maka indek bias dapat dinyatakan pula sebagai, 1 N 1+ 40,8 (II.1) n f Dengan memasukkan persamaan (II.7) dan (II.8) ke dalam persamaan (II.9), maka diperoleh nilai waktu pelambatan ionosfer (ionospheric delay time) T ion (f) (dalam detik) sebagai berikut, 40,8 40,8 T ion ( f ) = t g t = Nds TEC * = (II.13) f S f dimana TEC * (elektron/m ) adalah efek ionosfer dalam bentuk kandungan elektron total sepanjang garis penglihatan antara stasiun penerima dan satelit GPS. Persamaan (II.13) tersebut dikenal juga sebagai waktu pelambatan ionosfer hasil pendekatan orde pertama dari persamaan Appleton-Hartree. Dengan demikian, selisih waktu pelambatan untuk frekuensi L1 dan L dapat ditentukan berdasarkan persamaan berikut, ΔT ion = T ion ( f ) ( f ) L = 40,8 T ion TEC * atau disederhanakan menjadi, L1 f 1 L f 1 L1 (II.14) f L f L STEC * 1 1 = ΔT (II.15) ion 40,8 f f L1 L dimana f L1 =1575,4 MHz, f L =17,6 MHz. 10

8 II.5 Slant TEC dan Vertical TEC Penentuan nilai kandungan elektron total atau TEC di ionosfer terbagi ke dalam dua jenis, yakni slant TEC dan vertical TEC. Menurut Abidin (000) slant TEC (STEC) adalah jumlah kandungan elektron di ionospheric pierce point yang diamati dari stasiun penerima GPS dengan posisi membentuk sudut inklinasi E terhadap satelit GPS (Gambar II.6). Sementara itu, vertical TEC (VTEC) adalah jumlah kandungan total elektron yang diamati secara vertikal dari titik subionosferik (sub-ionospheric point) terhadap ionospheric Pierce point. Gambar II.6 menunjukkan konstelasi antara satelit, stasiun penerima GPS dan lapisan ionosfer yang dianggap sebagai lapisan tunggal, serta titik-titik pengamatan. Gambar II.5 Konstelasi titik-titik imajiner yang menjelaskan tentang hubungan antara satelit dan stasiun penerima GPS, lapisan ionosfer yang dianggap sebagai lapisan tunggal, dan titik pengamatan (Rothacher dan Mervart, 1996). Beberapa simbol alfabet yang digunakan dalam Gambar II.5 tersebut yakni, O adalah titik pusat Bumi, R adalah jejari Bumi, r adalah titik penerima GPS, h adalah ketinggian ionosfer, E adalah sudut inklinasi yang dibentuk antara stasiun penerima dan satelit, dan i adalah titik pertemuan antara sinyal dari satelit dengan lapisan ionosfer. Dari Gambar II.6 tersebut Rothacher dan Mervart (1996) 11

9 menurunkan beberapa persamaan penting yang berkaitan dengan penentuan STEC dan VTEC sebagai berikut : Z Oir, sehingga didapatkan Z=90 (A+E) (II.16) Untuk sinyal tegak, maka komponen Z harus dikalikan dengan cos z. Karena A roi dan A adalah sudut yang dibentuk oleh jejari Bumi terhadap titik subionosferik, maka dari segitiga Oir dapat diperoleh persamaan berikut, sin( 90 E ) sin 90 ( A + E) = R + h R (II.17) cos E cos( A + E) = R + h R (II.18) R cos( A + E) = cos E (II.19) R + h Jika cos z = sin( A + E), maka: sin( A + E) = = { 1 cos( A+ E) } { } 1 cos E R ( ) R+ h 1/ 1/ (II.0) Dari persamaan (II.0) itu, nilai VTEC dapat ditentukan dari nilai STEC melalui persamaan berikut : VTEC = STEC = STEC { } 1 cos E R ( ) 1 R+ h cos E R ( 1+ h ) 1/ (II.1) 1

10 Nilai STEC pada persamaan (0) ditentukan berdasarkan perkalian antara nilai TEC * pada persamaan (14) dengan fungsi slant S(e) yang diberikan oleh Sover dan Fanselow (1987): 1 S( e) = ( ) ( ) R sin ( e) R + R+ h R e R 1 sin ( ) + R+ h h h (II.) 1 sehingga STEC = TEC * S( e). Jika jejari rerata Bumi R=6378 km dan ketinggian ionosfer Indonesia h=350 km, maka nilai VTEC dapat diperoleh berdasarkan persamaan berikut: VTEC = STEC 1 0,89cos E (II.3) Satuan VTEC dinyatakan dalam TECU (atau TEC Unit) dimana 1 TECU=1 x elektron/m. II.6 Mekanisme Fisis Anomali TEC Sejauh ini belum ada teori yang pasti penyebab terjadinya anomali TEC sebelum terjadi gempabumi. Namun ada beberapa pendapat yang dapat menjelaskan gambaran tentang mekanisme fisis anomali TEC yang dapat dilihat pada gambar II.6. Menurut Kamogawa (004) ada empat pendapat pada saat sebelum kejadian gempabumi (pre-earthquake) di area yang akan terjadi gempabumi (area preparation earthquake). Pendapat pertama diduga karena adanya emisi gas radon yang umumnya muncul di wilayah yang banyak mengandung air bawah tanah yang reservoirnya berupa batuan beku asam, seperti batuan granit. Emisi gas radon yang mengandung ion-ion positip ke ionosfer menyebabkan berkurangnya kandungan elektron. Pendapat kedua menduga ada fenomena Positive Hole Diffusion yang mengeluarkan ion-ion positip sebagai penyebab berkurangnya jumlah elektron di lapisan ionosfer. Pendapat pertama dan kedua ini digolongkan sebagai electric field effect. Pendapat ketiga diduga karena adanya proses panas (heating) saat terjadi stress pada batuan sebelum gempabumi terjadi. Pendapat keempat menduga karena adanya pergerakan tanah (ground motion) yang menghasilkan ion-ion positif. Pendapat ketiga dan keempat ini digolongkan sebagai mechanical effect. 13

11 e Chemical Channel: Radon? Mechanical Channel: AGW? Gambar II.6 Mekanisme fisis anomali TEC yang berhubungan dengan Gempabumi (Puspito, N.T., Barus, P.A., dan Widarto, D.S., 007) TEC adalah jumlah elektron dalam kolom vertikal (silinder) berpenampang seluas 1 meter sepanjang lintasan sinyal dalam lapisan ionosfer, seperti yang ditunjukan pada gambar II.7. Definisi TEC ini secara spesifik dinamakan STEC (Slant TEC). Selain STEC dikenal juag istilah VTEC (Vertical TEC) yang mempresentasikan TEC dalam arah vertical. Nilai TEC biasanya dinyatakan dalam TECu (TEC unit) dimana 1 TECu sama dengan elektron/m.nilai TEC di ionosfer umumnya berkisar 1 sampai 00 TECu. GP S n e (h) χ TECs = N e ds Raypath S GPS P ε h I Mapping function TECv=TECs / sec χ Centre of Earth Gambar II.7 Definisi Total Electron Content (Puspito, N.T., Barus, P.A., dan Widarto, D.S., 007) 14

12 Gambar II.8 merupakan aplikasi metode pemetaan distribusi nilai mutlak GPS- TEC global. Peta tersebut disusun berdasarkan data seluruh GPS dalam jaringan global dengan tingkat cuplikan 30 detik. Pemetaan dilakukan untuk data yang diambil pada tanggal 3 Agustus 005 pukul UT yang merupakan periode musim panas. Keadaan ini merupakan suatu fenomena umum, dimana anomali tinggi umumnya selalu muncul berpasangan di wilayah ekuator magnetik. Gambar II.8 Peta distribusi TEC pada ionosfer global yang diambil pada tanggal 3 Agustus 005 (diambil dari II.7 Indeks Dst Sudah diketauhi sejak lama bahwa komponen horizontal, H, dari medan geomagnetik menurun sewaktu terjadi gangguan magnetik besar dan bahwa proses kembalinya kepada tingkat rata ratanya terjadi secara bertahap. (Broun, 1861 ; Adam, 189 ; Moos, 1910). Analisa secara menyeluruh terhadap morfologi badai magnetik telah dilakukan oleh Chapman (1935,195), Vestine et.al (1947), Sugiura and Chapman (1960). 15

13 Kajian kajian tersebut telah menujukkan bahwa pada ekuator dan lintang menengah, penurunan H sewaktu terjadi badai magnetik diperkirakan dapat direpresentasikan oleh medan magnetik yang seragam yang parallel terhadap sumbu dari kutub geomagnetik dan mengarah ke selatan. Kekuatan dari medan gangguan yang simetris terhadap sumbu bervariasi seiring dengan waktu badai, dan didefinisikan sebagai waktu yang diukur sejak badai mulai terjadi. Permulaan dari badai magnetik seringkali ditandai oleh kenaikan global H secara tiba tiba, yang direferensikan sebagai permulaan mendadak badai atau storm sudden commencement dan disebut sebagai SSC. Komponen H biasanya tetap berada di atas level rata-ratanya untuk beberapa jam, fase ini disebut sebagai fase awal badai (initial phase). Kemudian penurunan besar-besaran secara global pada H dimulai, dan mengindikasikan pembentukan fase utama dari badai.kekuatan dari penurunan H melambangkan tingkat keparahan gangguan. Meskipun deskripsi di atas memberikan gambaran rata rata statistik dari badai magnetik, dalam kasus kasus individual terlihat variasi yang sangat jauh berbeda antara badai satu dengan badai yang lain. Kita menyebut Dst sebagai medan gangguan (disturbance field), yang simetris secara axial terhadap sumbu axis kutub, dan dilihat sebagai fungsi dari waktu badai. Jika index monitoring Dst dalam H diturunkan secara kontinyu sebagai fungsi dari UT, variasi akan sangat jelas mengindikasikan terjadinya badai magnetik dan tingkat keparahannya saat badai itu terjadi. Kemudian, meski dalam ketiadaan badai magnetik yang berbeda, indeks tersebut akan memonitor secara kintinyu gangguan gangguan yang lebih kecil daripada gangguan yang biasa disebut sebagai badai magnetik, atau gangguan yang mulai secara bertahap tanpa permulaan yang jelas. Oleh karena itu, variasi Dst yang diturunkan akan memberikan pengukuran kuantitatif dari gangguan geomagnetik yang dapat berhubungan dengan parameter parameter matahari dan geofisika lainnya. Penurunan indeks Dst dipilih empat observatorium magnetik, yaitu Hermanus( 34,40 0 LU - 19, 0 BT), Kaioka (36,3 0 LS- 140,18 0 BT), Honolulu (1,30 0 LS- 01,90 0 BT), dan San Juan (18,38 0 LS- 93,88 0 BT),. Observatorium observatorium tersebut dipilih atas dasar kualitas observasinya juga dengan 16

14 alasan bahwa lokasinya cukup jauh dari elektrojet aurora dan elektrojet equatorial serta distibusi longitudinal dari lokasi lokasi tersebut merata.. Nilai dasar untuk H didefinisikan untuk setiap observatorium dengan tujuan untuk mendapatkan variasi yang menyeluruh. Untuk setiap observatorium, nilai rata rata dari H, yang dihitung dari lima hari paling tenang dalam setiap bulannya, digunakan untuk mengumpulkan data nilai dasar (baseline). Penting untuk diingat bahwa nilai akhir Dst ditentukan setelah setiap tahun kalender dan oleh karena itu dalam penentuan ini nilai rata rata tahunan hanya tersedia sampai dengan dan termasuk tahun tersebut (mengacu ke bawah sebagai tahun sekarang) dimana Dst kemudian diasumsikan. Nilai dasar digambarkan pada deret pangkat dalam waktu dan koefisien untuk persamaan kuadrat ditentukan oleh metode akar terkecil, menggunakan nilai rata rata untuk tahun berjalan dan empat tahun sebelumnya. Oleh karena itu, nilai dasar dinyatakan sebagai : H base ( τ ) + τ = A + Bτ C ( II.4) Dimana τ adalah waktu dalam satuan tahun yang diukur dari periode acuan. Dinyatakan disini bahwa jika ekspansi polinomial dari rata rata tahunan dibuat secara garis lurus seperti dijelaskan di atas, sebuah diskontinuitas buatan, meskipun kadang kadang tidak cukup besar untuk dapat diamati, dapat dilihat antara nilai dasar dari jam terakhir dalam sebuah tahun dan nilai dasar untuk jam pertama dari tahun setelahnya, karena nilai dasar ini dihitung dari dua persamaan polinomial yang berbeda. Untuk meminimalisir diskontinuitas semacam itu, penentuan polinomial sebenarnya dibuat dalam dua tahap. Dari ekspansi polinomial yang ditentukan pada tahap pertama, dihitung nilai dasar pada akhir tahun yang berjalan. Pada tahap kedua, nilai ini dimasukkan sebagai titik data dalam penentuan persamaan polinomial. Prosedur ini telah dinilai memuaskan. Nilai dasar H (T) yang dihitung dari (1) untuk setiap jam UT dari tahun yang berjalan, dikurangi oleh nilai H H obs(t) ( II.5) Selisihnya, H(T), membentuk database dalam turunan berikutnya untuk setiap observatorium. Solar quiet daily variation, atau variasi harian masa tenang matahari, Sq, diturunkan untuk setiap observatorium sebagai berikut. Nilai rata rata variasi Sq 17

15 untuk setiap bulan, ditentukan dari nilai H(T) untuk lima hari paling tenang dalam setiap bulan yang dipilih secara internasional. Hari hari tenang tersebut ditentukan dalam UT. Untuk mendefinisikan nilai rata rata variasi Sq untuk jam jam lokal pada setiap observatorium, pembentukan nilai rata rata untuk jam jam lokal menggunakan lima hari lokal yang memiliki nilai tumpang tindih (overlap) maksimum terhadap lima hari paling tenang internasional. Juga, menggunakan nilai per jam sesaat sebelum dan sesaat sesudah hari lokal yang dipilih, dievaluasi perubahan linear dan mengurangi perubahan linear itu terhadap variasi Sq. Dengan cara ini, dapat menghilangkan perubahan non-siklik Sq, yang mana adalah bagian dari variasi Dst, dan juga mengevaluasi Sq dari tingkatan tengah malam. Keduabelas set dari rata rata bulanan Sq yang ditentukan untuk tahun tersebut diperluas dalam persamaan Fourier ganda (Double Fourier series )dengan waktu local, t dan nomor bulan, s sebagai dua variable: ( II.6) Persamaan ini memungkinkan kita untuk menghitung Sq(T) pada setiap jam UT, T, pada tahun tersebut. Prosedur ini diaplikasikan di tiap tiap observatorium. Untuk setiap observatorium, variasi gangguan, D(T), didefinisikan sebagai: ( II.7) Kemudian, D(T) keempat observatorium dirata-ratakan dan dinormalkan terhadap kutub equator sebagai: ( II.8) Dimana nilai pembagi adalah rata-rata dari nilai cosinus dari ketinggian kutub,, ( = 1,4), dari observatorium observatorium yang memberikan kontribusi terhadap nilai rata rata. Prosedur normalisasi ini dibuat untuk meminimalisir efek efek yang tidak diinginkan dari nilai nilai jam yang hilang. Tingkat referensi untuk Dst ditetapkan sehingga pada lima hari paling tenang internasional yang telah ditentukan, nilai Indeks Dst adalah nol pada rata-ratanya. Namun demikian, meskipun hari hari paling tenang, tetap saja ada medan magnetik yang mengarah ke selatan yang diproduksi oleh sistem arus equatorial di 18

16 dalam magnetosfer, yang mana sering dijadikan acuan sebagai waktu lingkaran arus (the quiet time ring current). Penurunan medan magnetik tenang di dalam magnetosfer telah disurvey secara mendalam oleh satelit OGO 3 dan 5 (e.g Suguira and Poros, 1973). Menurut pengamatan satelit OGO 5, penurunan medan magnetik di sekitar kutub equator pada jarak geosentris.3 sampai 3.6 radian secara statistik bernilai sekitar 45 nt ketika nilai Dst adalah Nol (Sugiura,1973). Penurunan medan magnetik ini memiliki kecenderungan untuk menuju ke arah selatan Bumi, tetapi tidak ada observasi termutakhir yang sempurna untuk memberikan distribusi medan magnetik pada jarak geosentris kurang dari radian. Kajian pendahuluan dengan data Magsat yang diambil pada ketinggian 350 Km sampai 560 Km menunjukkan bahwa pada permukaan Bumi, medan eksternal yang simetris terhadap sumbu diperkirakan adalah -5nT ketika nilai Dst adalah Nol (Langel et al,1980). Meskipun angka ini terlihat masuk akal, tingkat referensi absolut untuk variasi Dst akan dikaji di masa yang akan datang. Sebagai contoh, nilai off-set Dst dapat saja bervasiasi terhadap siklus matahari. Indeks Dst merepresentasikan gangguan medan magnetik yang simetris terhadap sumbu kutub equator pada permukaan bumi. Gangguan gangguan utama dalam Dst adalah negatif, dan disebut sebagai penurunan pada medan geomagnetik. Medan medan tersebut terutama dibentuk oleh sistem arus equatorial pada magnetosfer, dan biasanya disebut sebagai lingkaran arus. Lembaran netral yang mengalir sepanjang ekor magnetosfer menimbulkan kontribusi yang kecil terhadap penurunan medan di dekat Bumi. Variasi positif dalam Dst, utamanya disebabkan oleh pemampatan magnetosfer dari kenaikan tekanan angin matahari. Telah diketahui bahwa medan gangguan pada umumnya tidak simetris terhadap sumbu. Secara spesifik, dalam pengembangan fase badai magentik medan gangguan asimetris dapat saja lebih besar dari bagian yang simetris (e.g Sugiura and Chapman, 1960; Akasofu and Chapman, 1964). Dalam medan gangguan asimetris, medan penurunan medan paling besar biasanya terjadi pada sektor senja. Untuk memonitor medan gangguan asimetris, kami memperluas setiap jam UT, T, medan gangguan D(T) dalam deret Fourier di waktu lokal dan menentukan amplitude dan fasa dari komponen diurnal. Selama operasi Magsat, 19

17 Dst dan komponen diurnal dan komponen semi diurnal dari D diturunkan dan disediakan pada pita data Magsat (Langel et al., 1981). Untuk periode ini, data dari empat observatorium Dst ditambahkan oleh data dari Alibag untuk memperbaiki cakupan longitudinal. Medan gangguan asimetris biasanya dilambangkan sebagai lingkaran arus parsial (Akasofu and Chapman, 1964; Cahill, 1966; Frank, 1970; Fukushima and Kamide, 1974). Namun demikian, telah disarankan pula bahwa medan gangguan asimetris dapat diproduksi oleh arus jaring Birkeland yang mengalir ke dalam ionosfer pada waktu menjelang siang hari, dan mengalir keluar pada waktu menjelang tengah malam (Crooker and Siscoe, 1981). Oleh karena itu sumber dari gangguan medan magnetik masih akan ditentukan di masa yang akan datang. Untuk beberapa tahun, telah diasumsikan secara implisit bahwa lingkaran arus dibawa oleh ion hidrogen. Namun demikian, observasi satelit terbaru telah menunjukkan bahwa oksigen dan helium membentuk komponen penting dari partikel lingkaran arus dalam kisaran energi dibawah 17 Kev, memperlihatkan bahwa ionosfer adalah sumber utama dari waktu badai lingkaran arus (Shelley,1979). Observasi satelit terhadap kerusakan lingkaran arus juga cenderung mengindikasikan keberadaan oksigen dan helium (Smith et al., 1981). Ion ion lingkaran arus dengan energi lebih besar dari 600 Kev memiliki komposisi yang mirip dengan sumber angin matahari (Williams, 1980). Namun demikian, komposisi dari ion-ion yang membentuk bagian terbesar dari densitas energi lingkaran arus, seperti ion ion yang nilai energinya kira kira berada dalam rentang 0 dan 600 Kev, belum pernah diukur secara langsung (Williams, 1981). Untuk pembentukan badai waktu lingkaran arus, proses proses seperti konveksi lembaran ekor plasma yang menuju ke bumi dan gerakan ke dalam secara adiabatik dari sabuk radiasi ion yang berada di zona luar, keduanya diakibatkan oleh penambahan medan listrik subuh-senja, percepatan ion ion ionosfer oleh medan magnetik, dan percepatan in-situ dari plasma pada perbatasan plasmafer - lapisan plasma. 0

BAB I PENDAHULUAN. Matahari adalah sebuah objek yang dinamik, banyak aktivitas yang terjadi

BAB I PENDAHULUAN. Matahari adalah sebuah objek yang dinamik, banyak aktivitas yang terjadi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Matahari adalah sebuah objek yang dinamik, banyak aktivitas yang terjadi didalamnya. Beragam aktivitas di permukaannya telah dipelajari secara mendalam dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Yoana Nurul Asri, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Yoana Nurul Asri, 2013 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bumi setiap saat selalu dihujani oleh atom-atom yang terionisasi dan partikel subatomik lainnya yang disebut sinar kosmik. Sinar kosmik ini terdiri dari partikel yang

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan IV.1 Anomali TEC saat gempabumi tanggal 26 Desember 2004 bumi tanggal 26 Desember dengan kekuatan 9,0 SR, kedalaman 30 km, episenter pada 3,29 LU 95,98 BT merupakan gempabumi

Lebih terperinci

BAB II PROPAGASI GELOMBANG MENENGAH

BAB II PROPAGASI GELOMBANG MENENGAH BAB II PROPAGASI GELOMBANG MENENGAH. GELOMBANG MENENGAH Berdasarkan spektrum frekuensi radio, pita frekuensi menengah adalah gelombang dengan rentang frekuensi yang terletak antara 300 khz sampai 3 MHz

Lebih terperinci

TUGAS PRESENTASI ILMU PENGETAHUAN BUMI & ANTARIKSA ATMOSFER BUMI

TUGAS PRESENTASI ILMU PENGETAHUAN BUMI & ANTARIKSA ATMOSFER BUMI TUGAS PRESENTASI ILMU PENGETAHUAN BUMI & ANTARIKSA ATMOSFER BUMI ATMOSFER BUMI 6.1. Awal Evolusi Atmosfer Menurut ahli geologi, pada mulanya atmosfer bumi mengandung CO 2 (karbon dioksida) berkadar tinggi

Lebih terperinci

PERBANDINGAN ANTARA MODEL TEC REGIONAL INDONESIA NEAR-REAL TIME DAN MODEL TEC GIM (GLOBAL IONOSPHERIC MAP) BERDASARKAN VARIASI HARIAN (DIURNAL)

PERBANDINGAN ANTARA MODEL TEC REGIONAL INDONESIA NEAR-REAL TIME DAN MODEL TEC GIM (GLOBAL IONOSPHERIC MAP) BERDASARKAN VARIASI HARIAN (DIURNAL) Majalah Sains dan Teknologi Dirgantara Vol. 5 No. 1 Maret 2010 : 40-53 PERBANDINGAN ANTARA MODEL TEC REGIONAL INDONESIA NEAR-REAL TIME DAN MODEL TEC GIM (GLOBAL IONOSPHERIC MAP) BERDASARKAN VARIASI HARIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Matahari merupakan sumber energi terbesar di Bumi. Tanpa Matahari

BAB I PENDAHULUAN. Matahari merupakan sumber energi terbesar di Bumi. Tanpa Matahari 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Matahari merupakan sumber energi terbesar di Bumi. Tanpa Matahari mungkin tidak pernah ada kehidupan di muka Bumi ini. Matahari adalah sebuah bintang yang merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kondisi Matahari mengalami perubahan secara periodik dalam skala waktu

BAB I PENDAHULUAN. Kondisi Matahari mengalami perubahan secara periodik dalam skala waktu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kondisi Matahari mengalami perubahan secara periodik dalam skala waktu pendek dan skala waktu panjang (misalnya siklus Matahari 11 tahunan). Aktivitas dari Matahari

Lebih terperinci

Latihan Soal UAS Fisika Panas dan Gelombang

Latihan Soal UAS Fisika Panas dan Gelombang Latihan Soal UAS Fisika Panas dan Gelombang 1. Grafik antara tekanan gas y yang massanya tertentu pada volume tetap sebagai fungsi dari suhu mutlak x adalah... a. d. b. e. c. Menurut Hukum Gay Lussac menyatakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tidak hanya di Bumi, cuaca juga terjadi di Antariksa. Namun, cuaca di

BAB I PENDAHULUAN. Tidak hanya di Bumi, cuaca juga terjadi di Antariksa. Namun, cuaca di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tidak hanya di Bumi, cuaca juga terjadi di Antariksa. Namun, cuaca di Antariksa bukan berupa hujan air atau salju es seperti di Bumi, melainkan cuaca di Antariksa terjadi

Lebih terperinci

CUACA ANTARIKSA. Clara Y. Yatini Peneliti Pusat Pemanfaatan Sains Antariksa, LAPAN RINGKASAN

CUACA ANTARIKSA. Clara Y. Yatini Peneliti Pusat Pemanfaatan Sains Antariksa, LAPAN   RINGKASAN CUACA ANTARIKSA Clara Y. Yatini Peneliti Pusat Pemanfaatan Sains Antariksa, LAPAN email: clara@bdg.lapan.go.id RINGKASAN Cuaca antariksa meliputi kopling antara berbagai daerah yang terletak antara matahari

Lebih terperinci

ATMOSFER BUMI A BAB. Komposisi Atmosfer Bumi

ATMOSFER BUMI A BAB. Komposisi Atmosfer Bumi BAB 1 ATMOSFER BUMI A tmosfer Bumi berperan dalam menjaga bumi agar tetap layak huni. Dengan keberadaan atmosfer, suhu Bumi tidak turun secara drastis di malam hari dan tidak memanas dengan cepat di siang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN II. TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN II. TINJAUAN PUSTAKA I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sinar matahari yang sampai di bumi merupakan sumber utama energi yang menimbulkan segala macam kegiatan atmosfer seperti hujan, angin, siklon tropis, musim panas, musim

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1.

BAB I PENDAHULUAN I.1. 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Ionosfer merupakan salah satu lapisan di atmosfer bumi yang memiliki beragam manfaat bagi kehidupan makhluk hidup. Banyak penelitian yang telah dilakukan terhadap

Lebih terperinci

DAMPAK AKTIVITAS MATAHARI TERHADAP CUACA ANTARIKSA

DAMPAK AKTIVITAS MATAHARI TERHADAP CUACA ANTARIKSA DAMPAK AKTIVITAS MATAHARI TERHADAP CUACA ANTARIKSA Clara Y. Yatini Peneliti Pusat Pemanfaatan Sains Antariksa, LAPAN email: clara@bdg.lapan.go.id RINGKASAN Perubahan cuaca antariksa dapat menimbulkan dampak

Lebih terperinci

Atmosfer Bumi. Meteorologi. Peran Atmosfer Bumi dalam Kehidupan Kita. Atmosfer Bumi berperan dalam menjaga bumi agar tetap layak huni.

Atmosfer Bumi. Meteorologi. Peran Atmosfer Bumi dalam Kehidupan Kita. Atmosfer Bumi berperan dalam menjaga bumi agar tetap layak huni. Atmosfer Bumi Meteorologi Pendahuluan Peran Atmosfer Bumi dalam Kehidupan Kita Atmosfer Bumi berperan dalam menjaga bumi agar tetap layak huni. Dengan keberadaan atmosfer, suhu Bumi tidak turun secara

Lebih terperinci

ANALISA KEJADIAN LUBANG KORONA (CORONAL HOLE) TERHADAP NILAI KOMPONEN MEDAN MAGNET DI STASIUN PENGAMATAN MEDAN MAGNET BUMI BAUMATA KUPANG

ANALISA KEJADIAN LUBANG KORONA (CORONAL HOLE) TERHADAP NILAI KOMPONEN MEDAN MAGNET DI STASIUN PENGAMATAN MEDAN MAGNET BUMI BAUMATA KUPANG ANALISA KEJADIAN LUBANG KORONA (CORONAL HOLE) TERHADAP NILAI KOMPONEN MEDAN MAGNET DI STASIUN PENGAMATAN MEDAN MAGNET BUMI BAUMATA KUPANG 1. Burchardus Vilarius Pape Man (PMG Pelaksana Lanjutan Stasiun

Lebih terperinci

Pengolahan awal metode magnetik

Pengolahan awal metode magnetik Modul 10 Pengolahan awal metode magnetik 1. Dasar Teori Tujuan praktikum kali ini adalah untuk melakukan pengolahan data magnetik, dengan menggunakan data lapangan sampai mendapatkan anomali medan magnet

Lebih terperinci

KAJIAN AWAL ABSORPSI IONOSFER DENGAN MENGGUNAKAN DATA FMIN (FREKUENSI MINIMUM) DI TANJUNGSARI

KAJIAN AWAL ABSORPSI IONOSFER DENGAN MENGGUNAKAN DATA FMIN (FREKUENSI MINIMUM) DI TANJUNGSARI Berita Dirgantara Vol. 10 No. 3 September 2009:86-91 KAJIAN AWAL ABSORPSI IONOSFER DENGAN MENGGUNAKAN DATA FMIN (FREKUENSI MINIMUM) DI TANJUNGSARI Prayitno Abadi Peneliti Bidang Ionosfer dan Telekomunikasi,

Lebih terperinci

Komputasi TEC Ionosfer Mendekati Real Time Dari Data GPS

Komputasi TEC Ionosfer Mendekati Real Time Dari Data GPS Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan, dan Penerapan MIPA Fakultas MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta, 16 Mei 2009 Komputasi TEC Ionosfer Mendekati Real Time Dari Data GPS Buldan Muslim dan

Lebih terperinci

ANCAMAN BADAI MATAHARI

ANCAMAN BADAI MATAHARI ANCAMAN BADAI MATAHARI 1. Gambaran Singkat Badai Matahari (Solar Storm) adalah gejala terlemparnya proton dan elektron matahari, dan memiliki kecepatan yang setara dengan kecepatan cahaya. Badai Matahari

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS KUAT MEDAN PADA PENERIMAAN RADIO AM

BAB IV ANALISIS KUAT MEDAN PADA PENERIMAAN RADIO AM BAB IV ANALISIS KUAT MEDAN PADA PENERIMAAN RADIO AM 4.1 ANALISIS PERHITUNGAN KUAT MEDAN PADA PROPAGASI GROUND WAVE Langkah yang pertama kali dilakukan dalam analisis ini ialah mencari nilai s 1 dan s 2

Lebih terperinci

PENENTUAN POLA HARI TENANG UNTUK MENDAPATKAN TINGKAT GANGGUAN GEOMAGNET DI TANGERANG

PENENTUAN POLA HARI TENANG UNTUK MENDAPATKAN TINGKAT GANGGUAN GEOMAGNET DI TANGERANG PENENTUAN POLA HARI TENANG UNTUK MENDAPATKAN TINGKAT GANGGUAN GEOMAGNET DI TANGERANG Hablrun, Sity Rachyany, Anwar Santoso, Visca Wellyanita Peneliti Pusat Pemanfaatan Sains Antariksa, LAPAN ABSTRACT Geomagnetic

Lebih terperinci

6massa udara yg terdapat pd seluas 1 cm 2 : 1,02 kg6. Massa total atmosfer : 1,02 kg x ( luas permukaan bumi) : kg

6massa udara yg terdapat pd seluas 1 cm 2 : 1,02 kg6. Massa total atmosfer : 1,02 kg x ( luas permukaan bumi) : kg Massa Atmosfer Tekanan di permukaan laut seluas 1 cm 2, dihasilkan oleh berat udara 1,02 kg 6massa udara yg terdapat pd seluas 1 cm 2 : 1,02 kg6 Massa total atmosfer : 1,02 kg x ( luas permukaan bumi)

Lebih terperinci

Materi Pendalaman 03 GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK =================================================

Materi Pendalaman 03 GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK ================================================= Materi Pendalaman 03 GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK ================================================= Bila dalam kawat PQ terjadi perubahan-perubahan tegangan baik besar maupun arahnya, maka dalam kawat PQ

Lebih terperinci

BAB II TEORI DASAR. Propagasi gelombang adalah suatu proses perambatan gelombang. elektromagnetik dengan media ruang hampa. Antenna pemancar memang

BAB II TEORI DASAR. Propagasi gelombang adalah suatu proses perambatan gelombang. elektromagnetik dengan media ruang hampa. Antenna pemancar memang BAB II TEORI DASAR 2.1. PROPAGASI GELOMBANG Propagasi gelombang adalah suatu proses perambatan gelombang elektromagnetik dengan media ruang hampa. Antenna pemancar memang didesain untuk memancarkan sinyal

Lebih terperinci

1.2 Tujuan Makalah Makalah ini dibuat untuk membantu para taruna-taruni dalam hal memahami tentang hal-hal yang berkaitan dengan medan magnet Bumi.

1.2 Tujuan Makalah Makalah ini dibuat untuk membantu para taruna-taruni dalam hal memahami tentang hal-hal yang berkaitan dengan medan magnet Bumi. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Magnet adalah suatu obyek yang mempunyai medan magnet. Pada saat ini, suatu magnet adalah suatu materi yang mempunyai suatu medan magnet. Materi tersebut bisa dalam

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Metode dan Desain Penelitian Data geomagnet yang dihasilkan dari proses akusisi data di lapangan merupakan data magnetik bumi yang dipengaruhi oleh banyak hal. Setidaknya

Lebih terperinci

PENENTUAN INDEKS IONOSFER T REGIONAL (DETERMINATION OF REGIONAL IONOSPHERE INDEX T )

PENENTUAN INDEKS IONOSFER T REGIONAL (DETERMINATION OF REGIONAL IONOSPHERE INDEX T ) Majalah Sains dan Teknologi Dirgantara Vol. 7 No. 1 Maret 2012 :38-46 38 PENENTUAN INDEKS IONOSFER T REGIONAL (DETERMINATION OF REGIONAL IONOSPHERE INDEX T ) Sri Suhartini, Septi Perwitasari, Dadang Nurmali

Lebih terperinci

HIDROMETEOROLOGI TATAP MUKA KEEMPAT (RADIASI SURYA)

HIDROMETEOROLOGI TATAP MUKA KEEMPAT (RADIASI SURYA) HIDROMETEOROLOGI TATAP MUKA KEEMPAT (RADIASI SURYA) Dosen : DR. ERY SUHARTANTO, ST. MT. JADFAN SIDQI FIDARI, ST., MT 1.PANCARAN RADIASI SURYA Meskipun hanya sebagian kecil dari radiasi yang dipancarkan

Lebih terperinci

ARSIP SOAL UJIAN NASIONAL FISIKA (BESERA PEMBAHASANNYA) TAHUN 1996

ARSIP SOAL UJIAN NASIONAL FISIKA (BESERA PEMBAHASANNYA) TAHUN 1996 ARSIP SOAL UJIAN NASIONAL FISIKA (BESERA PEMBAHASANNYA) TAHUN 1996 BAGIAN KEARSIPAN SMA DWIJA PRAJA PEKALONGAN JALAN SRIWIJAYA NO. 7 TELP (0285) 426185) 1. Kelompok besaran berikut yang merupakan besaran

Lebih terperinci

BAB II GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK. walaupun tidak ada medium dan terdiri dari medan listrik dan medan magnetik

BAB II GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK. walaupun tidak ada medium dan terdiri dari medan listrik dan medan magnetik BAB II GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK 2.1 Umum elektromagnetik adalah gelombang yang dapat merambat walaupun tidak ada medium dan terdiri dari medan listrik dan medan magnetik seperti yang diilustrasikan pada

Lebih terperinci

RESPON IONOSFER TERHADAP GERHANA MATAHARI 26 JANUARI 2009 DARI PENGAMATAN IONOSONDA

RESPON IONOSFER TERHADAP GERHANA MATAHARI 26 JANUARI 2009 DARI PENGAMATAN IONOSONDA Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan, dan Penerapan MIPA Fakultas MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta, 16 Mei 2009 RESPON IONOSFER TERHADAP GERHANA MATAHARI 26 JANUARI 2009 DARI PENGAMATAN

Lebih terperinci

STUDI TENTANG BADAI MAGNET MENGGUNAKAN DATA MAGNETOMETER DI INDONESIA

STUDI TENTANG BADAI MAGNET MENGGUNAKAN DATA MAGNETOMETER DI INDONESIA 284 Prosiding Pertemuan Ilmiah XXIV HFI Jateng & DIY, Semarang 10 April 2010 hal. 284-288 STUDI TENTANG BADAI MAGNET MENGGUNAKAN DATA MAGNETOMETER DI INDONESIA Setyanto Cahyo Pranoto Pusat Pemanfaatan

Lebih terperinci

PENGARUH BADAI MATAHARI OKTOBER 2003 PADA IONOSFER DARI TEC GIM

PENGARUH BADAI MATAHARI OKTOBER 2003 PADA IONOSFER DARI TEC GIM Jurnal Fisika Vol. 3 No. 1, Mei 2013 63 PENGARUH BADAI MATAHARI OKTOBER 2003 PADA IONOSFER DARI TEC GIM Buldan Muslim 1,* Pusat Sains Antariksa Deputi Bidang Pengakajian, Sains dan Informasi Kedirgantaraan,

Lebih terperinci

ANALISA PERUBAHAN KARAKTERISTIK TEC AKIBAT LETUSAN GUNUNG MERAPI TAHUN 2010

ANALISA PERUBAHAN KARAKTERISTIK TEC AKIBAT LETUSAN GUNUNG MERAPI TAHUN 2010 ANALISA PERUBAHAN KARAKTERISTIK TEC AKIBAT LETUSAN GUNUNG MERAPI TAHUN Oleh : Widi Hastono dan Mokhamad Nur Cahyadi Program Studi Teknik Geomatika ITS, Kampus ITS Sukolilo, Surabaya 6111 Email : gm729@geodesy.its.ac.id

Lebih terperinci

Buldan Muslim Peneliti Bidang Ionosfer dan Telekomunikasi, Pusat Sains Antariksa, Lapan ABSTRACT

Buldan Muslim Peneliti Bidang Ionosfer dan Telekomunikasi, Pusat Sains Antariksa, Lapan   ABSTRACT DETEKSI EFEK FLARE SINAR-X PADA IONOSFER DARI DATA TOTAL ELECTRON CONTENT YANG DITURUNKAN DARI PENGAMATAN GPS (DETECTION X-RAY FLARE EFFECT ON IONOSPHERE FROM TOTAL ELECTRON CONTENT DATA DERIVED FROM GPS

Lebih terperinci

Analisa Perubahan Ionosfer Akibat Gempa Bumi Sumatra Barat Tanggal 2 Maret 2016

Analisa Perubahan Ionosfer Akibat Gempa Bumi Sumatra Barat Tanggal 2 Maret 2016 F318 Analisa Perubahan Ionosfer Akibat Gempa Bumi Sumatra Barat Tanggal 2 Maret 2016 Febrian Adi Saputra dan Mokhamad Nur Cahyadi Departemen Teknik Geomatika, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut

Lebih terperinci

BAB III GLOBAL POSITIONING SYSTEM (GPS)

BAB III GLOBAL POSITIONING SYSTEM (GPS) BAB III GLOBAL POSITIONING SYSTEM (GPS) III. 1 GLOBAL POSITIONING SYSTEM (GPS) Global Positioning System atau GPS adalah sistem radio navigasi dan penentuan posisi menggunakan satelit [Abidin, 2007]. Nama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Indonesia termasuk daerah yang rawan terjadi gempabumi karena berada pada pertemuan tiga lempeng, yaitu lempeng Indo-Australia, Eurasia, dan Pasifik. Aktivitas kegempaan

Lebih terperinci

GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK. Oleh: DHELLA MARDHELA NIM: 15B08052

GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK. Oleh: DHELLA MARDHELA NIM: 15B08052 GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK Oleh: DHELLA MARDHELA NIM: 15B08052 Apa itu Gelombang? Gelombang adalah getaran yang merambat Apakah dalam perambatannya perlu medium/zat perantara? Tidak harus! Berdasarkan ada/tidak

Lebih terperinci

PERBANDINGAN PERUBAHAN TOTAL ELECTRON CONTENT (TEC) IONOSFER AKIBAT GEMPA BUMI DAN LETUSAN GUNUNG API

PERBANDINGAN PERUBAHAN TOTAL ELECTRON CONTENT (TEC) IONOSFER AKIBAT GEMPA BUMI DAN LETUSAN GUNUNG API PERBANDINGAN PERUBAHAN TOTAL ELECTRON CONTENT (TEC) IONOSFER AKIBAT GEMPA BUMI DAN LETUSAN GUNUNG API Mokhamad Nur Cahyadi 1, Febrian Adi Saputra 1 Departemen Teknik Geomatika FTSP-ITS, Kampus ITS Sukolilo,

Lebih terperinci

ANALISIS PERBANDINGAN DEVIASI ANTARA KOMPONEN H STASIUN BIAK SAAT BADAI GEOMAGNET

ANALISIS PERBANDINGAN DEVIASI ANTARA KOMPONEN H STASIUN BIAK SAAT BADAI GEOMAGNET Seminar Nasional Statistika IX Institut Teknologi Sepuluh Nopember, 7 November 29 ANALISIS PERBANDINGAN DEVIASI ANTARA KOMPONEN H STASIUN BIAK SAAT BADAI GEOMAGNET Oleh : Anwar Santoso Staf Peneliti Bidang

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB TINJAUAN PUSTAKA. Definisi Gelombang dan klasifikasinya. Gelombang adalah suatu gangguan menjalar dalam suatu medium ataupun tanpa medium. Dalam klasifikasinya gelombang terbagi menjadi yaitu :. Gelombang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Agro Klimatologi ~ 1

BAB I PENDAHULUAN. Agro Klimatologi ~ 1 BAB I PENDAHULUAN Klimatologi berasal dari bahasa Yunani di mana klima dan logos. Klima berarti kemiringan (slope) yang diarahkan ke lintang tempat, sedangkan logos berarti ilmu. Jadi definisi klimatologi

Lebih terperinci

Angin Meridional. Analisis Spektrum

Angin Meridional. Analisis Spektrum menyebabkan pola dinamika angin seperti itu. Proporsi nilai eigen mempresentasikan seberapa besar pengaruh dinamika angin pada komponen utama angin baik zonal maupun meridional terhadap keseluruhan pergerakan

Lebih terperinci

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 5. DINAMIKA ATMOSFERLATIHAN SOAL 5.1. argon. oksigen. nitrogen. hidrogen

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 5. DINAMIKA ATMOSFERLATIHAN SOAL 5.1. argon. oksigen. nitrogen. hidrogen 1. Komposisi gas terbesar di atmosfer adalah gas. SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 5. DINAMIKA ATMOSFERLATIHAN SOAL 5.1 argon oksigen nitrogen hidrogen karbon dioksida Komposisi gas-gas di udara

Lebih terperinci

Pertanyaan Final (rebutan)

Pertanyaan Final (rebutan) Pertanyaan Final (rebutan) 1. Seseorang menjatuhkan diri dari atas atap sebuah gedung bertingkat yang cukup tinggi sambil menggenggam sebuah pensil. Setelah jatuh selama 2 sekon orang itu terkejut karena

Lebih terperinci

KEMUNCULAN SINTILASI IONOSFER DI ATAS PONTIANAK TERKAIT FLARE SINAR-X MATAHARI DAN BADAI GEOMAGNET

KEMUNCULAN SINTILASI IONOSFER DI ATAS PONTIANAK TERKAIT FLARE SINAR-X MATAHARI DAN BADAI GEOMAGNET KEMUNCULAN SINTILASI IONOSFER DI ATAS PONTIANAK TERKAIT FLARE SINAR-X MATAHARI DAN BADAI GEOMAGNET Sri Ekawati 1), Asnawi 1), Suratno 2) 1) Bidang Ionosfer dan Telekomunikasi, Pusat Sains Antariksa, LAPAN

Lebih terperinci

Medan Magnet Benda Angkasa. Oleh: Chatief Kunjaya KK Astronomi ITB

Medan Magnet Benda Angkasa. Oleh: Chatief Kunjaya KK Astronomi ITB Medan Magnet Benda Angkasa Oleh: Chatief Kunjaya KK Astronomi ITB Kompetensi Dasar XII.3.4 Menganalisis induksi magnet dan gaya magnetik pada berbagai produk teknologi XII.4.4 Melaksanakan pengamatan induksi

Lebih terperinci

Horizontal. Kedalaman. Laut. Lintang. Permukaan. Suhu. Temperatur. Vertikal

Horizontal. Kedalaman. Laut. Lintang. Permukaan. Suhu. Temperatur. Vertikal Temperatur Air Laut Dalam oseanografi dikenal dua istilah untuk menentukan temperatur air laut yaitu temperatur insitu (selanjutnya disebut sebagai temperatur saja) dan temperatur potensial. Temperatur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Angin bintang dapat difahami sebagai aliran materi/partikel-partikel

BAB I PENDAHULUAN. Angin bintang dapat difahami sebagai aliran materi/partikel-partikel BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Angin bintang dapat difahami sebagai aliran materi/partikel-partikel (plasma) dari permukaan atmosfer bintang dengan kecepatan cukup besar sehingga mampu melawan tarikan

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH TOTAL ELECTRON CONTENT (TEC) DI LAPISAN IONOSFER PADA DATA PENGAMATAN GNSS RT-PPP

ANALISIS PENGARUH TOTAL ELECTRON CONTENT (TEC) DI LAPISAN IONOSFER PADA DATA PENGAMATAN GNSS RT-PPP ANALISIS PENGARUH TOTAL ELECTRON CONTENT (TEC) DI LAPISAN IONOSFER PADA DATA PENGAMATAN GNSS RT-PPP Oleh : Syafril Ramadhon ABSTRAK Metode Real Time Point Precise Positioning (RT-PPP) merupakan teknologi

Lebih terperinci

Seputar ATMOSFER Asal katanya dari atmos dan shaira (bahasa Yunani), yang artinya atmos : uap, shaira : bulatan. Jadi, atmosfer adalah lapisan gas

Seputar ATMOSFER Asal katanya dari atmos dan shaira (bahasa Yunani), yang artinya atmos : uap, shaira : bulatan. Jadi, atmosfer adalah lapisan gas ATMOSFER ATMOSFER Seputar ATMOSFER Asal katanya dari atmos dan shaira (bahasa Yunani), yang artinya atmos : uap, shaira : bulatan. Jadi, atmosfer adalah lapisan gas yang menyelimuti bulatan bumi. Atmosfir

Lebih terperinci

Jiyo Peneliti Fisika Magnetosferik dan Ionosferik, Pusat Sains Antariksa, Lapan ABSTRACT

Jiyo Peneliti Fisika Magnetosferik dan Ionosferik, Pusat Sains Antariksa, Lapan   ABSTRACT Kemampuan Pantul Lapisan Ionosfer di atas Manado...(Jiyo) KEMAMPUAN PANTUL LAPISAN IONOSFER DI ATAS MANADO BERDASARKAN RENTANG FREKUENSI MINIMUM-MAKSIMUM (REFLECTIVE ABILITY OF THE IONOSPHERE OVER MANADO

Lebih terperinci

SOAL DAN PEMBAHASAN FINAL SESI I LIGA FISIKA PIF XIX TINGKAT SMA/MA SEDERAJAT PAKET 1

SOAL DAN PEMBAHASAN FINAL SESI I LIGA FISIKA PIF XIX TINGKAT SMA/MA SEDERAJAT PAKET 1 SOAL DAN PEMBAHASAN FINAL SESI I LIGA FISIKA PIF XIX TINGKAT SMA/MA SEDERAJAT PAKET 1 1. Terhadap koordinat x horizontal dan y vertikal, sebuah benda yang bergerak mengikuti gerak peluru mempunyai komponen-komponen

Lebih terperinci

PENENTUAN POLA HARI TENANG UNTUK MENDAPATKAN TINGKAT GANGGUAN GEOMAGNET DI BIAK

PENENTUAN POLA HARI TENANG UNTUK MENDAPATKAN TINGKAT GANGGUAN GEOMAGNET DI BIAK PENENTUAN POLA HARI TENANG UNTUK MENDAPATKAN TINGKAT GANGGUAN GEOMAGNET DI BIAK Mamat Ruhimat, Sity Rachyany, Habirun, Visca Wellyanita Peneliti Bidang Aplikasi Geomagnet dan Magnet Antariksa, LAPAN ruhimat@bdg.lapan.go.id

Lebih terperinci

Propagasi gelombang radio atau gelombang elektromagnetik dipengaruhi oleh banyak faktor dalam bentuk yang sangat kompleks kondisi yang sangat

Propagasi gelombang radio atau gelombang elektromagnetik dipengaruhi oleh banyak faktor dalam bentuk yang sangat kompleks kondisi yang sangat Propagasi gelombang radio atau gelombang elektromagnetik dipengaruhi oleh banyak faktor dalam bentuk yang sangat kompleks kondisi yang sangat bergantung pada keadaan cuaca dan fenomena luar angkasa yang

Lebih terperinci

ANALISA NILAI TEC PADA LAPISAN IONOSFER DENGAN MENGGUNAKAN DATA PENGAMATAN GPS DUA FREKUENSI PEMBIMBING EKO YULI HANDOKO, ST, MT

ANALISA NILAI TEC PADA LAPISAN IONOSFER DENGAN MENGGUNAKAN DATA PENGAMATAN GPS DUA FREKUENSI PEMBIMBING EKO YULI HANDOKO, ST, MT ANALISA NILAI TEC PADA LAPISAN IONOSFER DENGAN MENGGUNAKAN DATA PENGAMATAN GPS DUA FREKUENSI MOCHAMMAD RIZAL 3504 100 045 PEMBIMBING EKO YULI HANDOKO, ST, MT PENDAHULUAN Ionosfer adalah bagian dari lapisan

Lebih terperinci

KEMENTRIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DITJEN MANAJEMEN PENDIDIKAN MENENGAH DIREKTORAT PEMBINAAN SMA

KEMENTRIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DITJEN MANAJEMEN PENDIDIKAN MENENGAH DIREKTORAT PEMBINAAN SMA KEMENTRIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DITJEN MANAJEMEN PENDIDIKAN MENENGAH DIREKTORAT PEMBINAAN SMA Olimpiade Sains Nasional Bidang Astronomi 2012 ESSAY Solusi Teori 1) [IR] Tekanan (P) untuk atmosfer planet

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Halaman Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Halaman Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Satelit GPS beredar mengelilingi bumi pada ketinggian sekitar 20.200 km. Satelit GPS tersebut berada di atas atmosfer bumi yang terdiri dari beberapa lapisan dan ditandai

Lebih terperinci

STUDI PUSTAKA PERUBAHAN KERAPATAN ELEKTRON LAPISAN D IONOSFER MENGGUNAKAN PENGAMATAN AMPLITUDO SINYAL VLF

STUDI PUSTAKA PERUBAHAN KERAPATAN ELEKTRON LAPISAN D IONOSFER MENGGUNAKAN PENGAMATAN AMPLITUDO SINYAL VLF Berita Dirgantara Vol. 11 No. 3 September 2010:80-86 STUDI PUSTAKA PERUBAHAN KERAPATAN ELEKTRON LAPISAN D IONOSFER MENGGUNAKAN PENGAMATAN AMPLITUDO SINYAL VLF Prayitno Abadi Peneliti Bidang Ionosfer dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Aktivitas Matahari merupakan faktor utama yang memicu perubahan cuaca

BAB 1 PENDAHULUAN. Aktivitas Matahari merupakan faktor utama yang memicu perubahan cuaca BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Aktivitas Matahari merupakan faktor utama yang memicu perubahan cuaca antariksa. Aktivitas Matahari sendiri ditandai oleh kemunculan bintik Matahari (Sunspot) yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tari Fitriani, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tari Fitriani, 2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Matahari merupakan sumber energi utama perubahan kondisi lingkungan antariksa. Matahari terus-menerus meradiasikan kalor, radiasi elektromagnetik pada seluruh panjang

Lebih terperinci

PENERAPAN METODE POLARISASI SINYAL ULF DALAM PEMISAHAN PENGARUH AKTIVITAS MATAHARI DARI ANOMALI GEOMAGNET TERKAIT GEMPA BUMI

PENERAPAN METODE POLARISASI SINYAL ULF DALAM PEMISAHAN PENGARUH AKTIVITAS MATAHARI DARI ANOMALI GEOMAGNET TERKAIT GEMPA BUMI Fibusi (JoF) Vol.1 No.3, Desember 2013 PENERAPAN METODE POLARISASI SINYAL ULF DALAM PEMISAHAN PENGARUH AKTIVITAS MATAHARI DARI ANOMALI GEOMAGNET TERKAIT GEMPA BUMI S.F. Purba 1, F. Nuraeni 2,*, J.A. Utama

Lebih terperinci

FENOMENA ASTRONOMI SISTEM BUMI, BULAN & MATAHARI

FENOMENA ASTRONOMI SISTEM BUMI, BULAN & MATAHARI FENOMENA ASTRONOMI SISTEM BUMI, BULAN & MATAHARI Resti Andriyani 4001411044 KONDISI FISIK Bumi Bulan Matahari BUMI Bumi merpakan planet yang KHAS dan ISTIMEWA Terdapat lautan, kegiatan vulkanik dan tektonik,

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 7 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Skema Teori Listrik dan Magnetik Untuk mempelajari tentang ilmu kelistrikan dan ilmu kemagnetikan diperlukan dasar dari kelistrikan dan kemagnetikan yang ditunjukkan oleh gambar

Lebih terperinci

HIDROMETEOROLOGI Tatap Muka Ketiga (ATMOSFER)

HIDROMETEOROLOGI Tatap Muka Ketiga (ATMOSFER) Dosen : DR. ERY SUHARTANTO, ST. MT. JADFAN SIDQI FIDARI, ST., MT HIDROMETEOROLOGI Tatap Muka Ketiga (ATMOSFER) 1. Pengertian Atmosfer Planet bumi dapat dibagi menjadi 4 bagian : (lithosfer) Bagian padat

Lebih terperinci

ANALISA NILAI TEC (TOTAL ELECTRON CONTENT) PADA LAPISAN IONOSFER DENGAN MENGGUNAKAN DATA PENGAMATAN GPS DUA FREKUENSI

ANALISA NILAI TEC (TOTAL ELECTRON CONTENT) PADA LAPISAN IONOSFER DENGAN MENGGUNAKAN DATA PENGAMATAN GPS DUA FREKUENSI ANALISA NILAI TEC (TOTAL ELECTRON CONTENT) PADA LAPISAN IONOSFER DENGAN MENGGUNAKAN DATA PENGAMATAN GPS DUA FREKUENSI Mochammad Rizal 1, Eko Yuli Handoko 1, Buldan Muslim 2 1 Program Studi Teknik Geomatika,

Lebih terperinci

B A B IV HASIL DAN ANALISIS

B A B IV HASIL DAN ANALISIS B A B IV HASIL DAN ANALISIS 4.1 Output Sistem Setelah sistem ini dinyalakan, maka sistem ini akan terus menerus bekerja secara otomatis untuk mendapatkan hasil berupa karakteristik dari lapisan troposfer

Lebih terperinci

1. Pengukuran tebal sebuah logam dengan jangka sorong ditunjukkan 2,79 cm,ditentikan gambar yang benar adalah. A

1. Pengukuran tebal sebuah logam dengan jangka sorong ditunjukkan 2,79 cm,ditentikan gambar yang benar adalah. A PREDIKSI 7 1. Pengukuran tebal sebuah logam dengan jangka sorong ditunjukkan 2,79 cm,ditentikan gambar yang benar adalah. A B C D E 2. Pak Pos mengendarai sepeda motor ke utara dengan jarak 8 km, kemudian

Lebih terperinci

TEORI MAXWELL Maxwell Maxwell Tahun 1864

TEORI MAXWELL Maxwell Maxwell Tahun 1864 TEORI MAXWELL TEORI MAXWELL Maxwell adalah salah seorang ilmuwan fisika yang berjasa dalam kemajuan ilmu pengetahuan serta teknologi yang berhubungan dengan gelombang. Maxwell berhasil mempersatukan penemuanpenumuan

Lebih terperinci

B A B II ATMOSFER DAN GPS

B A B II ATMOSFER DAN GPS B A B II ATMOSFER DAN GPS 2.1 Lapisan Atmosfer Atmosfer adalah campuran gas yang menyelubungi permukaan bumi. Campuran gas ini mengitari bumi karena ditarik oleh gaya gravitasi yang ada pada bumi, campuran

Lebih terperinci

Spektrum Gelombang Elektromagnetik

Spektrum Gelombang Elektromagnetik Spektrum Gelombang Elektromagnetik Gelombang elektromagnetik yang dirumuskan oleh Maxwell ternyata terbentang dalam rentang frekuensi yang luas. Sebagai sebuah gejala gelombang, gelombang elektromagnetik

Lebih terperinci

D. 30 newton E. 70 newton. D. momentum E. percepatan

D. 30 newton E. 70 newton. D. momentum E. percepatan 1. Sebuah benda dengan massa 5 kg yang diikat dengan tali, berputar dalam suatu bidang vertikal. Lintasan dalam bidang itu adalah suatu lingkaran dengan jari-jari 1,5 m Jika kecepatan sudut tetap 2 rad/s,

Lebih terperinci

MODEL VARIASI HARIAN KOMPONEN H JANGKA PENDEK BERDASARKAN DAMPAK GANGGUAN REGULER

MODEL VARIASI HARIAN KOMPONEN H JANGKA PENDEK BERDASARKAN DAMPAK GANGGUAN REGULER MODEL VARIASI HARIAN KOMPONEN H JANGKA PENDEK BERDASARKAN DAMPAK GANGGUAN REGULER Habirun Pusat Pemanfaatan Sains Antariksa Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) email: h a b i r u n @ b d

Lebih terperinci

Copyright all right reserved

Copyright  all right reserved Latihan Soal UN SMA / MA 2011 Program IPA Mata Ujian : Fisika Jumlah Soal : 20 1. Gas helium (A r = gram/mol) sebanyak 20 gram dan bersuhu 27 C berada dalam wadah yang volumenya 1,25 liter. Jika tetapan

Lebih terperinci

Antiremed Kelas 12 Fisika

Antiremed Kelas 12 Fisika Antiremed Kelas 12 Fisika Persiapan UAS 1 Doc. Name: AR12FIS01UAS Version: 2016-09 halaman 1 01. Sebuah bola lampu yang berdaya 120 watt meradiasikan gelombang elektromagnetik ke segala arah dengan sama

Lebih terperinci

PENGARUH GEOMETRI SATELIT DAN IONOSFER DALAM KESALAHAN PENENTUAN POSISI GPS

PENGARUH GEOMETRI SATELIT DAN IONOSFER DALAM KESALAHAN PENENTUAN POSISI GPS PENGARUH GEOMETRI SATELIT DAN IONOSFER DALAM KESALAHAN PENENTUAN POSISI GPS Sri Ekawati Peneliti Bidang Ionosfer dan Telekomunikasi, Pusfatsainsa, LAPAN ekawa_srie@bdg.lapan.go.id, cie_demes@yahoo.com

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI MODEL FLUKTUASI INDEKS K HARIAN MENGGUNAKAN MODEL ARIMA (2.0.1) Habirun Peneliti Pusat Pemanlaatan Sains Antariksa, LAPAN

IDENTIFIKASI MODEL FLUKTUASI INDEKS K HARIAN MENGGUNAKAN MODEL ARIMA (2.0.1) Habirun Peneliti Pusat Pemanlaatan Sains Antariksa, LAPAN IDENTIFIKASI MODEL FLUKTUASI INDEKS K HARIAN MENGGUNAKAN MODEL ARIMA (2.0.1) Habirun Peneliti Pusat Pemanlaatan Sains Antariksa, LAPAN ABSTRACT The geomagnetic disturbance level called geomagnetic index.

Lebih terperinci

PENGARUH PERUBAHAN fmin TERHADAP BESARNYA FREKUENSI KERJA TERENDAH SIRKIT KOMUNIKASI RADIO HF

PENGARUH PERUBAHAN fmin TERHADAP BESARNYA FREKUENSI KERJA TERENDAH SIRKIT KOMUNIKASI RADIO HF PENGARUH PERUBAHAN fmin TERHADAP BESARNYA FREKUENSI KERJA TERENDAH SIRKIT KOMUNIKASI RADIO HF Varuliantor Dear Peneliti Bidang Ionosfer dan Telekomunikasi, LAPAN e-mail : Varuliant@bdg.lapan.go.id RINGKASAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang landas bumi maupun ruang angkasa dan membahayakan kehidupan dan

BAB I PENDAHULUAN. yang landas bumi maupun ruang angkasa dan membahayakan kehidupan dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Cuaca antariksa adalah kondisi di matahari, magnetosfer, ionosfer dan termosfer yang dapat mempengaruhi kondisi dan kemampuan sistem teknologi baik yang landas bumi

Lebih terperinci

Analisa Perubahan Ionosfer Akibat Gempa Bumi Sumatra Barat Tanggal 2 Maret 2016

Analisa Perubahan Ionosfer Akibat Gempa Bumi Sumatra Barat Tanggal 2 Maret 2016 JURNAL TEKNIK ITS Vol. 6, No. 2, (2017) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) F-319 Analisa Perubahan Ionosfer Akibat Gempa Bumi Sumatra Barat Tanggal 2 Maret 2016 Febrian Adi Saputra dan Mokhamad Nur Cahyadi

Lebih terperinci

Modulasi Sudut / Modulasi Eksponensial

Modulasi Sudut / Modulasi Eksponensial Modulasi Sudut / Modulasi Eksponensial Modulasi sudut / Modulasi eksponensial Sudut gelombang pembawa berubah sesuai/ berpadanan dengan gelombang informasi kata lain informasi ditransmisikan dengan perubahan

Lebih terperinci

Dibuat oleh invir.com, dibikin pdf oleh

Dibuat oleh invir.com, dibikin pdf oleh 1. Energi getaran selaras : A. berbanding terbalik dengan kuadrat amplitudonya B. berbanding terbalik dengan periodanya C. berbanding lurus dengan kuadrat amplitudonya. D. berbanding lurus dengan kuadrat

Lebih terperinci

Satuan Besaran dalam Astronomi. Dr. Chatief Kunjaya KK Astronomi ITB

Satuan Besaran dalam Astronomi. Dr. Chatief Kunjaya KK Astronomi ITB Satuan Besaran dalam Astronomi Dr. Chatief Kunjaya KK Astronomi ITB Kompetensi Dasar X.3.1 Memahami hakikat fisika dan prinsipprinsip pengukuran (ketepatan, ketelitian dan aturan angka penting) X.4.1 Menyajikan

Lebih terperinci

SNMPTN 2011 Fisika KODE: 559

SNMPTN 2011 Fisika KODE: 559 SNMPTN 2011 Fisika KODE: 559 SOAL PEMBAHASAN 1. Gerakan sebuah mobil digambarkan oleh grafik kecepatan waktu berikut ini. 1. Jawaban: DDD Percepatan ketika mobil bergerak semakin cepat adalah. (A) 0,5

Lebih terperinci

ANALISIS MORFOLOGI GANGGUAN SINTILASI IONOSFER DI INDONESIA

ANALISIS MORFOLOGI GANGGUAN SINTILASI IONOSFER DI INDONESIA ANALISIS MORFOLOGI GANGGUAN SINTILASI IONOSFER DI INDONESIA 1 Dwi Komala Sari, Erwin 1, Asnawi Husin 2 1 Jurusan Fisika FMIPA Universitas Riau 2 Peneliti Pusat Sains Antariksa LAPAN Bandung dwihigurashi.jm@gmail.com

Lebih terperinci

SOAL PEMBINAAN JARAK JAUH IPhO 2017 Pekan V Dosen Penguji : Dr. Rinto Anugraha

SOAL PEMBINAAN JARAK JAUH IPhO 2017 Pekan V Dosen Penguji : Dr. Rinto Anugraha SOAL PEMBINAAN JARAK JAUH IPhO 2017 Pekan V Dosen Penguji : Dr. Rinto Anugraha 1. Pulsar, Bintang Netron, Bintang dan Keruntuhan Gravitasi 1A. Pulsar Pulsar atau Pulsating Radio Sources pertama kali diamati

Lebih terperinci

Atmosf s e f r e B umi

Atmosf s e f r e B umi Atmosfer Bumi Massa Atmosfer Tekanan di permukaan laut seluas 1 cm 2, dihasilkan oleh berat udara 1,02 kg massa udara yg terdapat pd seluas 1 cm 2 : 1,02 kg6 Massa total atmosfer : 1,02 kg x ( luas permukaan

Lebih terperinci

Xpedia Fisika. Optika Fisis - Soal

Xpedia Fisika. Optika Fisis - Soal Xpedia Fisika Optika Fisis - Soal Doc. Name: XPFIS0802 Version: 2016-05 halaman 1 01. Gelombang elektromagnetik dapat dihasilkan oleh. (1) muatan listrik yang diam (2) muatan listrik yang bergerak lurus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Rumusan Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Rumusan Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permukaan bumi mempunyai beberapa lapisan pada bagian bawahnya, masing masing lapisan memiliki perbedaan densitas antara lapisan yang satu dengan yang lainnya, sehingga

Lebih terperinci

Wardaya College. Tes Simulasi Ujian Nasional SMA Berbasis Komputer. Mata Pelajaran Fisika Tahun Ajaran 2017/2018. Departemen Fisika - Wardaya College

Wardaya College. Tes Simulasi Ujian Nasional SMA Berbasis Komputer. Mata Pelajaran Fisika Tahun Ajaran 2017/2018. Departemen Fisika - Wardaya College Tes Simulasi Ujian Nasional SMA Berbasis Komputer Mata Pelajaran Fisika Tahun Ajaran 2017/2018-1. Hambatan listrik adalah salah satu jenis besaran turunan yang memiliki satuan Ohm. Satuan hambatan jika

Lebih terperinci

LATIHAN UJIAN NASIONAL

LATIHAN UJIAN NASIONAL LATIHAN UJIAN NASIONAL 1. Seorang siswa menghitung luas suatu lempengan logam kecil berbentuk persegi panjang. Siswa tersebut menggunakan mistar untuk mengukur panjang lempengan dan menggunakan jangka

Lebih terperinci

Atmosfer Bumi. Ikhlasul-pgsd-fip-uny/iad. 800 km. 700 km. 600 km. 500 km. 400 km. Aurora bagian. atas Meteor 300 km. Aurora bagian. bawah.

Atmosfer Bumi. Ikhlasul-pgsd-fip-uny/iad. 800 km. 700 km. 600 km. 500 km. 400 km. Aurora bagian. atas Meteor 300 km. Aurora bagian. bawah. Atmosfer Bumi 800 km 700 km 600 km 500 km 400 km Aurora bagian atas Meteor 300 km Aurora bagian bawah 200 km Sinar ultraviolet Gelombang radio menumbuk ionosfer 100 km 80 km Mesopause Stratopause 50 km

Lebih terperinci

ANALISIS MODEL VARIASI HARIAN KOMPONEN GEOMAGNET BERDASARKAN POSISI MATAHARI

ANALISIS MODEL VARIASI HARIAN KOMPONEN GEOMAGNET BERDASARKAN POSISI MATAHARI ANALISIS MOEL VARIASI ARIAN KOMPONEN GEOMAGNET BERASARKAN POSISI MATAARI T-15 abirun Bidang Aplikasi Geomagnet an Magnet Antariksa Pusat Pemanfaatan Sains Antariksa, LAPAN Jl. r. Junjunan No. 133 Bandung

Lebih terperinci

KETERKAITAN AKTIVITAS MATAHARI DENGAN VARIABILITAS IONOSFER DAN DAMPAKNYA PADA KOMUNIKASI RADIO DAN NAVIGASI BERBASIS SATELIT DI INDONESIA.

KETERKAITAN AKTIVITAS MATAHARI DENGAN VARIABILITAS IONOSFER DAN DAMPAKNYA PADA KOMUNIKASI RADIO DAN NAVIGASI BERBASIS SATELIT DI INDONESIA. KETERKAITAN AKTIVITAS MATAHARI DENGAN VARIABILITAS IONOSFER DAN DAMPAKNYA PADA KOMUNIKASI RADIO DAN NAVIGASI BERBASIS SATELIT DI INDONESIA. Wilson Sinambela 1, Tiar Dani 1, Iyus Edy Rustandi 1, Jalu Tejo

Lebih terperinci

GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK

GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK Gelombang Elektromagnetik 187 B A B B A B 9 GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK Sumber : penerbit cv adi perkasa Pernahkan kalian berfikir bagaimana gelombang radio dapat memancar dari pemancar radio menuju ke radio

Lebih terperinci

PEMBAHASAN SOAL PRA UAN SOAL PAKET 2

PEMBAHASAN SOAL PRA UAN SOAL PAKET 2 PEMBAHASAN SOAL PRA UAN SOAL PAKET 2 Soal No 1 Pada jangka sorong, satuan yang digunakan umumnya adalah cm. Perhatikan nilai yang ditunjukkan skala utama dan skala nonius. Nilai yang ditunjukkan oleh skala

Lebih terperinci

SNMPTN 2011 FISIKA. Kode Soal Gerakan sebuah mobil digambarkan oleh grafik kecepatan waktu berikut ini.

SNMPTN 2011 FISIKA. Kode Soal Gerakan sebuah mobil digambarkan oleh grafik kecepatan waktu berikut ini. SNMPTN 2011 FISIKA Kode Soal 999 Doc. Name: SNMPTN2011FIS999 Version: 2012-10 halaman 1 01. Gerakan sebuah mobil digambarkan oleh grafik kecepatan waktu berikut ini. Percepatan ketika mobil bergerak semakin

Lebih terperinci