DAFTAR ISI. Ilmu Penyakit Dalam BRONKIEKTASIS 1

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "DAFTAR ISI. Ilmu Penyakit Dalam BRONKIEKTASIS 1"

Transkripsi

1 DAFTAR ISI DAFTAR ISI...1 BAB I PENDAHULUAN...2 BAB II DEFINISI...3 BAB III EPIDEMIOLOGI...4 BAB IV ETIOLOGI...6 BAB V PATOFISIOLOGI...12 BAB VII MANIFESTASI KLINIS...13 BAB VIII DIAGNOSIS...16 BAB IX TERAPI...22 BAB XI PROGNOSIS...25 BAB XII PENCEGAHAN...26 DAFTAR PUSTAKA...27 Ilmu Penyakit Dalam BRONKIEKTASIS 1

2 BAB I PENDAHULUAN Bronkiektasis adalah suatu proses kronik, dimana terjadi suatu dilatasi atau pelebaran abnormal dan permanen dari satu atau lebih bronkus atau saluran napas. [1][2][3] Saluran napas yang dimaksud adalah dari trakea hingga alveoli. Bronkiektasis pada umumnya terjadi karena proses infeksi, namun demikian faktor selain infeksi pun dapat berkontribusi dalam proses pembentukan dan perkembangan kondisi ini. [1] Sesungguhnya bronkiektasis telah dijelaskan pertama kalinya oleh Laennec pada tahun 1819, kemudian rinci oleh Sir William Osler pada akhir 1800, dan ditetapkan lebih lanjut oleh Reid pada 1950-an, bronkiektasis telah mengalami perubahan yang signifikan dalam hal yang prevalensi, etiologi, presentasi, dan pengobatan. [4] Namun demikian bronkiektasis ini sendiri merupakan penyakit paru yang jarang dikenali oleh masyarakat. Bronkiektasis dapat dikategorikan sebagai penyakit paru obstruktif kronik dimanifestasikan oleh meradangnya saluran napas, yang membuat saluran napas menjadi rentan sehingga terjadi obstruksi aliran udara dan menimbulkan sesak napas, adanya gangguan sekresi mukus dan kadang-kadang hingga adanya hemoptisis. [4][5] Beberapa kasus yang berat dapat menyebabkan gangguan progresif saluran napas hingga menimbulkan gagal napas. Bronkiektasis paling sering muncul sebagai proses fokal dimana hanya melibatkan lobus, segmen, atau subsegment dari sebelah paru, dan proses difus lebih jarang terjadi dimana melibatkan kedua paru. Bronkiektasis difus merupakan kasus yang paling sering terjadi dalam hubungan dengan penyakit sistemik, seperti cystic fibrosis (CF), penyakit sinopulmonary, atau keduanya. [1][3] Diagnosis biasanya didasarkan pada riwayat klinis dengan adanya gejala pernapasan kronis, seperti batuk setiap hari yang kronis dan produksi dahak kental, selain itu adanya temuan dari hasil pencitraan (misalnya CT scan karena pemeriksaan ini yang paling mudah dan sering digunakan) seperti adanya penebalan dinding bronkus dan dilatasi lumen. [7][8] Dalam penatalaksanaan bronkiektasi, antibiotik dan fisioterapi toraks adalah modalitas andalan. Selain itu, terapi yangdapat dilakukan adalah tergantung dari kondisi yang mendasari, seperti hypogammaglobulinemia atau kekurangan alpha1-antitrypsin, adalah penting untuk perawatan keseluruhan. Bedah merupakan tambahan penting untuk terapi pada beberapa pasien yang memiliki komplikasi dan penyakit yang sudah sangat parah. [7][9][11] Ilmu Penyakit Dalam BRONKIEKTASIS 2

3 BAB II DEFINISI Bronkiektasis berasal dari bahasa Yunani dari kata broncos dan ectasia, dimana broncos berarti saluran napas dan ectasia berarti dilatasi. [1] Sehingga secara morfologi dapat disimpulkan definisi bronkiektasis adalah saluran napas yang berdilatasi. Bronkiektasis adalah suatu proses kronik di paru, berupa dilatasi saluran napas yang irreversible / permanen dan adanya fibrosis di paru sehingga mengurangi kemampuan saluran napas untuk membersihkan hasil sekresi (mukus). [1] [2] [3] Bronkiektasis adalah tahapan terakhir dari berbagai proses patologik yang menyebabkan kerusakan dari dinding bronkial dan jaringan penyokong sekitarnya. [2] Berkurangnya kemampuan tersebut membuat hasil sekresi tersebut menjadi media pertumbuhan mikroba dan berkumpulnya partikel lain sehingga memicu penambahan sekresi mukus. Bronkiektasis merupakan penyakit yang jarang ditemukan di masyakarat dan seringnya disebabkan oleh proses infeksi sekunder. Pada anak-anak apabila terdapat batuk berdahak yang kronik dan tidak responsif terhadap terapi antibiotik mungkin dapat diindikasikan adanya bronkiektasis. [3] Ilmu Penyakit Dalam BRONKIEKTASIS 3

4 BAB III EPIDEMIOLOGI Bronkiektasis merupakan penyakit yang jarang diketahui dan tidak umum dikenal dalam masyarakat. Jumlah prevalensinya pun sulit untuk ditentukan karena gejala klinisnya yang bervariasi dan diagnosis yang jarang dibuat oleh para petugas medis. [1] Di era preantibiotik tingkat kejadian bronkiektasis sama seperti atau lebih sering dibandingkan tuberkulosis dan muncul di 92% kasus bronkitis kronik. Pada era itu bronkiektasis mulai muncul pada usia kanak-kanak, sekitar 25 orang per mengalami bronkiektasis, dan bertambah jumlah penderita pada usia 74 tahun ke atas sekitar 272 orang dari [7] Total prevalensi bronkiektasis di negara United State baik itu anak-anak maupun dewasa berkisar sekitar 520 dari Suatu penelitian yang dilakukan di tahun 2005 memperkirakan setidaknya terdapat pasien dewasa di United State yang menderita bronkiektasis. [8] Tingkat kejadian bronkiektasis yang bukan disebabkan oleh cystic fibrosis sangat sulit untuk ditentukan. Hal ini mungkin disebabkan tidak adanya survei mengenai bronkiektasis, gejala yang tidak terlalu khas dari penyakit bronkiektasis dan penyakit yang ringan sehingga sering tidak terdiagnosis. [8] Walaupun demikian terdapat penelitian yang membuktikan adanya penurunan tingkat kejadian bronkiektasis akibat peningkatan jumlah penggunaan antibiotik dan peningkatan kepedulian terhadap kesehatan anak-anak. Dari datadata yang berhasil dikumpulkan menunjukan bahwa tingkat prevalensi tertinggi pasien yang terdiagnosis bronkiektasis bukan dikarenakan cystic fibrosis rata-rata berjenis kelamin perempuan. Penelitian lain yang dilakukan secara retrospektif terhadap 144 anak di Australia dengan batuk berdahak yang kronik menunjukkan bahwa anak-anak yang mengalami batuk berdahak dan tidak kunjung sembuh setelah empat minggu menjalani terapi antibiotik oral memiliki kemungkinan 20 kali lebih tinggi menderita bronkiektasis. [8] Anak-anak terebut dipasang suatu alat detektor bernama chest multi-detector CT (MDCT) scans yang menunjukan bahwa dari 144 anak tersebut terdapat 106 anak yang mengalami bronkiektasis pada pemeriksaan menggunakan MDCT tersebut. Berdasarkan data antibiotik yang diperoleh dari 129 anak didapatkan data sekitar 105 orang anak yang menderita batuk walaupun telah diberikan terapi antibiotik yang sesuai diantaranya terdapat 88 orang anak (83,8 %) menderita bronkiektasis, sementara dari 24 orang anak yang sembuh dari batuknya diantaranya terdapat 6 orang anak (25,0 %) yang menderita bronkiektasis. [8] Ilmu Penyakit Dalam BRONKIEKTASIS 4

5 Gambar. Jumlah pasien bronkiektasis di Australia tahun yang dirawat berdasarkan etiologi. Sumber: AIHW National Hospital Morbidity Database. [8] Saat ini tidak ada data yang sistematis tersedia pada kejadian atau prevalensi bronkiektasis. Sebuah teori umum adalah bahwa munculnya vaksin dan antibiotik dalam abad ke-20 mengakibatkan penurunan tingkat bronkiektasis di negara-negara maju. [7][8][9] Data terbaik yang tersedia menunjukkan bahwa prevalensi bronkiektasis mencerminkan kondisi sosial ekonomi penduduk yang diteliti, dengan prevalensi secara signifikan lebih rendah di daerah dimana imunisasi dan antibiotik yang tersedia. Bronkiektasis tetap menjadi penyebab utama morbiditas di negara-negara berkembang, terutama di negara-negara dengan akses terbatas ke perawatan medis dan terapi antibiotik. [7] CF adalah penyebab tunggal terbesar dari infeksi paru-paru kronis dan bronkiektasis di negara-negara industri. Dalam era preantibiotik, gejala biasanya mulai pada dekade pertama kehidupan, dan hal ini terus berlaku di negaranegara berkembang. Saat ini, di negara maju, onset terjadinya bronkiektasis telah pindah ke masa dewasa sekitar usia tahun, kecuali pada anak-anak dengan CF. [9] Ilmu Penyakit Dalam BRONKIEKTASIS 5

6 BAB IV ETIOLOGI Penyebab terjadinya bronkiektasis adalah adanya infeksi di bronkial dan inflamasi yang kronik di saluran nafas, yang memiliki progresifitas terhadap kerusakan paru. [3] Penyebab tersering adalah cystic fibrosis, kelainan imun, infeksi berulang dan beberapa kasus dapat penyebabnya idiopatik. [1][2][3] Brokiektasis dapat terjadi pada beberapa area di paru yang disebut sebagai bronkiektasis difus, ataupun dapat terjadi pada satu atau dua area di paru yang disebut sebagai bronkiektasis fokal. [3] Bronkiektasis difus sering terjadi pada pasien dengan kelainan genetik, imunologik dan anatomik yang mengenai saluran napas. [2][3] Di negara berkembang, beberapa kasus muncul sebagai kasus idiopatik, yang mungkin disebabkan karena kasus ini memiliki perjalanan penyakit yang lambat sehingga pencetus penyakit ini sulit untuk diidentifikasi. Namun dengan berkembangnya tes genetik dan imunologik yang semakin canggih, jumlah kasus ini bertambah sehingga memudahkan dalam mengidentifikasi penyebab dari kelainan yang sebelumnya dianggap sebagai kasus idiopatik tersebut. Penyebab yang paling sering adalah cystic fibrosis, imunodefisiensi, nutrisi yang buruk dan HIV dapat meningkatkan resiko terjadinya bronkiektasis, adanya kelainan kongenital pada kemampuan mukosiliar dalam membersihkan saluran napas seperti pada sindrom primary cilliary dyskinesia (PCD) dan penyakit autoimun seperti rheumatoid arthritis dan sindrom Sjogren. Selain itu reaksi alergi seperti alergi bronkopulmonar aspergilosis (ABPA) yaitu reaksi hipersensitif terhadap Aspergilus spp, yang umunya sering terjadi pada pasien asma, namun juga dapat terjadi pada pasien cyctic fibrosis dapat berkontribusi dalam menyebakan bronkiektasis. Di negara berkembang kebanyakan kasus diffuse bronchiectasis terjadi karena tuberculosis. [3] Bronkiektasis fokal biasanya terjadi karena adanya penyakit pneumonia yang tidak diterapi dan adanya penyumbatan seperti contohnya benda asing, tumor, limfadenopati, dan lain sebagainya, seperti yang tercantum dalam tabel 1. [4] Ilmu Penyakit Dalam BRONKIEKTASIS 6

7 Tabel 1. Faktor-Faktor Pemicu Bronkiektasis Kategori Contoh Infeksi Bakteri Bordetella pertussis Haemophilus influenzae Klebsiella spp. Moraxella catarrhalis Mycoplasma pneumoniae Pseudomonas aeruginosa Staphylococcus aureus Fungal Aspergillus spp. Histoplasma capsulatum Mycobacterial Mycobacterium tuberculosis Nontuberculous mycobacteria Virus Adenovirus Kelainan Kongenital Kekurangan α 1 - Antitrypsin Kelainan siliar Herpes simplex virus Influenza Measles Respiratory syncytial virus Jika sudah parah dapat menyebabkan bronkiektasis Dpat menyebabkan bronkiectasis, sinusitis, otitis media dan infertiliti pada pria 50% pasien dengan primary ciliary dyskinesia memiliki situs inversus Ilmu Penyakit Dalam BRONKIEKTASIS 7

8 Kartagener syndrome (trias : dextrocardia, penyakit sinus, situs inversus) Cystic fibrosis Adanya sekresi mukus berlebih karena adanya kelainan pada transport Na + dan Cl - Sering terjadi komplikasi karena adanya kolonisasi P. aeruginosa atau S. aureus. Imunodefisiensi Primer Penyakit granuloma kronik Kekurangan komplemen Hypogammaglobulinemia Sekunder HIV Obstruksi jalan napas Kelainan jaringan penyokong dan sistemik Kanker Kompresi ekstrinsik Benda asing Impaksi mukoid Postoperatif RA Sjögren syndrome SLE Inflammatory bowel disease Imunosupresan Lesi endobronkial Massa tumor atau limfadenopati Teraspirasi atu intrinsik (co: bronkolit) Allergic bronchopulmonary aspergillosis Reseksi lobar Paling sering menyebabkan bronkiektasis, lebih sering pada laki-laki dan pasien yang telah lama menderita RA Peningkatan produksi mukus yang memicu terjadinya penyumbatan, sulit dalam membersihkan saluran napas dan infeksi kronik. Bronkiectasis terjadi pada 20% pasien dengan mekanisme yang masih belum jelas. Komplikasi bronkopulmonari terjadi setelah onset inflammatory bowel disease sebesar 85% kasus dan sebelum onset sekitar 10-15% kasus Bronkiektasis lebih sering terjadi pada pasien ulcerative colitis dan Crohn disease Ilmu Penyakit Dalam BRONKIEKTASIS 8

9 Kelainan struktural kongenital Inhalasi toksin Relapsing polychondritis Limfatik Trakeobronkial Vaskuler Amonia Klorin Nitrogen dioksida Yellow nail syndrome Williams-Campbell syndrome (kekurangan kartilago) Trakeobronkomegali (co: Mounier-Kuhn syndrome) Pulmonary sequestration Secara langsung merusak struktur dan fungsi saluran Lain-lain Transplantasi Sekunder pada infeksi yang berulang pada pasien imunosupresan Dikutip dari : Barker, AF: Bronchiectasis. The New England Journal of Medicine 346: , Infeksi Bronkiektasis adalah hasil akhir dari infeksi yang tidak diobati dengan tepat atau tidak diobati sama sekali. Infeksi adalah penyebab yang paling umum dari bronkiektasis di negara berkembang sebelum meluasnya penggunaan antibiotik dan dimana antibiotik digunakan secara tidak konsisten. [3] Infeksi virus syncytial pernafasan pada masa kanakkanak dapat juga menyebabkan bronkiektasis. Mycobacterium avium complex (MAC) merupakan infeksi yang memiliki kecenderungan terjadi pada penderita human immunodeficiency virus (HIV) atau pada orang-orang yang imunokompeten. Setelah bronkiektasis terjadi, banyak dari organisme yang sama berkoloni di bronkus yang rusak tersebut dan dapat menyebabkan kekambuhan dan infeksi episodik. Organisme yang ditemukan paling sering adalah spesies Haemophilus (47-55% pasien) dan spesies Pseudomonas (18-26% pasien). Meskipun bukan penyebab utama dari bronkiektasis, P. aeruginosa sering menyebabkan infeksi bronkial kronis pada pasien dengan non-cf bronkiektasis melalui mekanisme yang melibatkan pembentukan biofilm dan pelepasan faktor virulensi. Hal ini menunjukkan bahwa spesies Pseudomonas dapat mendukung Ilmu Penyakit Dalam BRONKIEKTASIS 9

10 proses perkembangan penyakit dan infeksi dari spesies ini dapat menyebabkan perburukan pada fungsi paru-paru dan meningkatkan morbiditas dan mortalitas. [2][3] Obstruksi bronkus Bronkiektasis postobstruktif fokal dapat terjadi karena beberapa hal seperti tumor endobronkial, broncholithiasis, stenosis bronkial akibat infeksi, aspirasi benda asing dan lain sebagainya. Pada orang dewasa, aspirasi benda asing sering terjadi pada pasien dengan perubahan status mental, aspirasi makanan yang tidak terkunyah dengan benar atau sesuatu yang berasal dari perut, termasuk makanan, asam lambung, dan mikroorganisme. [4] Cystic fibrosis CF adalah gangguan multisistem yang mempengaruhi sistem transportasi klorida dalam jaringan eksokrin. CF dan variannya adalah penyebab paling umum dari bronkiektasis di Amerika Serikat dan negara-negara industri lainnya. CF adalah penyakit resesif autosomal yang mempengaruhi sekitar 1 dari di Amerika Serikat. Bronkiektasis yang terkait dengan CF diyakini terjadi akibat penyumbatan lendir di saluran napas proksimal dan infeksi paru kronis, terutama infeksi P aeruginosa. [4] Ciliary primer dyskinesia Ciliary dyskinesia primer adalah sekelompok kelainan bawaan yang memiliki manifestasi immotile atau diskinesia silia. Hal ini dapat menyebabkan kurangnya pembersihan mukosiliar, infeksi paru berulang dan akhirnya bronkiektasis.sebuah varian dari kondisi ini, awalnya dijelaskan oleh Kartagener, mencakup trias klinis situs inversus, polip hidung atau sinusitis, dan bronkiektasis dalam pengaturan silia immotile dari saluran pernapasan. [3][4] Alergi aspergillosis bronkopulmonalis Alergi bronchopulmonary aspergillosis (ABPA) adalah reaksi hipersensitivitas terhadap antigen Aspergillus dihirup yang ditandai dengan bronkospasme, bronkiektasis, dan bukti imunologi dari reaksi terhadap spesies Aspergillus. ABPA harus dicurigai pada pasien dengan batuk produktif yang juga memiliki riwayat gejala asma yang tidak berespon terhadap terapi konvensional. Bronkiektasis yang dihasilkan berdinding tipis dan mempengaruhi paru daerah pusat/ tengah. CT scan thoraks menunjukkan bronkiektasis napas pusat, membedakan kondisi ini dari penyebab lain dari bronkiektasis. Fitur lain dari ABPA termasuk eosinofilia, peningkatan imunoglobulin E (IgE) tingkat, dan respon terhadap kortikosteroid terapeutik. [4] Cacat bawaan anatomi Bronkiektasis dapat hasil dari berbagai cacat anatomi bawaan. Penyerapan bronkopulmonalis adalah kelainan kongenital diklasifikasikan sebagai intralobar atau Ilmu Penyakit Dalam BRONKIEKTASIS 10

11 extralobar dan menghasilkan infeksi saluran pernapasan kronis yang lebih rendah dalam menyebabkan bronkiektasis. Sindrom Williams-Campbell (defisiensi kartilago kongenital) adalah tidak adanya tulang rawan dari segmen lobar generasi pertama sampai kedua sehingga menghasilkan bronkiektasis perifer yang luas. Sindrom Mounier-Kuhn (tracheobronchomegaly) adalah gangguan langka yang ditandai dengan pelebaran trakea dan bronkus segmental (bronkiektasis sentral). Swyer-James sindrom (unilateral hiperlusen paru) adalah gangguan perkembangan yang mengarah ke bronchiolitis unilateral, hiperinflasi dan bronkiektasis. [2][3][4] Alpha1-antitrypsin (AAT) defisiensi Patogenesis bronkiektasis dalam akibat rendahnya alpha1-antitrypsin masih belum jelas, namun diyakini bahwa kelainan AAT membuat pasien lebih rentan terhadap infeksi saluran pernapasan dan kerusakan bronkus berikutnya. [3] Penyakit autoimun Penyakit autoimun, gangguan jaringan ikat, dan gangguan inflamasi idiopatik. Rheumatoid arthritis dikaitkan dengan bronkiektasis dalam dilaporkan 3,2-35% pasien dan patologi bronkiektasis dapat meningkatkan kerentanan terhadap infeksi pada pasien. Penyakit paru dapat terjadi sebelum terjadinya proses rheumatik.bronkiektasis pada pasien dengan sindrom Sjögren menunjukan adanya peningkatan viskositas lendir. Systematic lupus erythematosus dapat hadir dengan berbagai patologi paru, termasuk bronkiektasis, yang dilaporkan pada 21% pasien dalam satu seri. Sindrom Marfan adalah gangguan jaringan ikat, kelemahan jaringan ikat dinding bronkus merupakan predisposisi terjadinya bronkiektasis. [3] Traksi dari proses lainnya Traksi bronkiektasis adalah distorsi dari saluran napas/ bronkus akibat dari adanya fibrosis parenkim paru sekitarnya. Traksi bronkiektasis cenderung memiliki distribusi lobus atas dalam kasus fibrosis radiasi dan sarcoidosis, sedangkan lobus bawah didominasi terlibat dalam kasus penyakit paru interstitial / fibrosis paru idiopatik (ILD / IPF). [3] Paparan gas beracun Paparan gas beracun mungkin sering menyebabkan kerusakan permanen pada saluran napas bronkus dan bronkiektasis kistik. Agen umum terlibat mencakup gas klorin dan amonia. [3] Ilmu Penyakit Dalam BRONKIEKTASIS 11

12 BAB V PATOFISIOLOGI Bronkiektasis adalah dilatasi saluran napas yang abnormal dan permanen yang disebabkan adanya kerusakan pada otot dan jaringan ikat elastis. [2] Kelainan ini diawali dengan adanya penyempitan di cabang bronkial yang dipicu oleh suatu infeksi, dimana mikroorganisme berkolonisasi di permukaan mukosa saluran napas membentu suatu lapisan yang disebut biofilm untuk melindungi diri dari sistem imun manusia dan menjadi media untuk pertumbuhan mikroorganisme tersebut atau mikroorganisme lain. [3] Kolonisasi mikroorganisme tersebut kemudian menyebabkan rusaknya epitelium pada kondisi kronik. [2] Jaringan parenkim sekitar terinfiltrasi oleh sel inflamatori. Rusaknya jaringan sekitar menyebabkan dilatasi dalam bentuk silindrikal, varikosa atau distensi sistik dengan hancurnya struktur jaringan sekitar. [2] Hal ini akan memicu terjadinya gangguan dari fungsi mukosiliar dalam membersihkan mukus dari saluran napas menyebabkan mukus tertahan di saluran napas dan dapat menjadi tempat untuk infeksi saluran napas lainnya. [2] Kemudian penebalan mukosa bronkial akan terjadi, dan pada pemeriksaan histologi akan tampak gambaran metaplasia dari epitelium sel skuamosa. [2] Ilmu Penyakit Dalam BRONKIEKTASIS 12

13 Ilmu Penyakit Dalam BRONKIEKTASIS 13

14 Gambar. Patofisologi Bronkiektasis Ilmu Penyakit Dalam BRONKIEKTASIS 14

15 BAB VII MANIFESTASI KLINIS Manifestasi klinis bronkiektasis sangat bervariasi, namun gejala yang paling klasik adalah adanya batuk kronik dan adanya produksi dari dahak (mukus,mukopurulen atau purulen sputum) yang terjadi setiap hari dan berlangsung berbulan-bulan hingga bertahuntahun, pada sekitar 70% pasien bronkiektasis. [3] Zaman dahulu jumlah total sputum harian digunakan untuk kriteria tingkat keparahan bronkiektasis, dengan total sputum harian kurang dari 10 ml didefinisikan sebagai bronkiektasis ringan, ml didefinisikan sebagai bronkiektasis moderat, dan lebih besar dari 150 ml didefinisikan sebagai bronkiektasis berat. Namun sekarang ini yang paling sering digunakan sebagai alat klasifikasi bronkiektasis adalah hasil radiografi. Batuk adalah gejala yang sangat sering dikeluhkan dan mungkin adalah satu satunya gejala yang dikeluhkan pasien yang terjadi selama bertahun tahun, sekitar 98% pasien bronkiektasis memiliki gejala batuk produktif kronik. Gejala yang kurang spesifik meliputi dyspnea (72%), nyeri dada pleuritik intermitten (19%-46%) apabila pleura visceral terkena infeksi, mengi, demam, kelemahan (73%), dan penurunan berat badan hingga adanya hemoptisis yang terjadi akibat kerusakan jalan napas berhubungan dengan infeksi akut. Hemoptisis biasanya timbul pada bronkiektasis tipe kering (tidak ada produksi sputum berlebih). Bronkiektasis kering biasanya merupakan sekuele (gejala sisa) dari tuberkulosis yang sering ditemukan di lobus atas. Hemoptisis terjadi pada 56-92% pasien dengan bronkiektasis. Hemoptisis umumnya ringan dan berupa bintik-bintik darah di dahak pasien. Hal ini sering menjadi faktor yang menyebabkan pasien untuk berkonsultasi dengan dokter. [7] Perdarahan biasanya berasal dari arteri bronkial dilatasi, yang mengandung darah pada tekanan sistemik. Gejala lainnya yang dapat munul seperti sinusitis terutama pada pasien cystic fibrosis, diskinesia siliar primer,defisiensi imun primer, sindrom Young atau pada pan bronkiolitis difus. [3] Pada pemeriksaan fisik, terutama pemeriksaan auskultasi paru dapat ditemukan keadaan paru dalam keadaan normal, namun dapat juga ditemukan adanya crackles, ronki atau mengi, dan pada kasus yang sangat parah dapat ditemukan adanya clubbing finger, cachexia, tanda-tanda kegagalan napas atau cor polmunale. [3] Manifestasi klinis eksaserbasi bronkiektasis akut yang disebabkan oleh infeksi bakteri ditandai adanya perubahan karakteristik sputum berupa timbulnya peningkatan produksi Ilmu Penyakit Dalam BRONKIEKTASIS 15

16 sputum, peningkatan kekentalan sputum, lebih purulen, kadang-kadang sputum berbau busuk dan adanya hemoptisis. [3] Selain itu juga adanya peningkatan keparahan gejala-gejala penyerta lainnya seperti bertambah parahnya sesak, batuk, demam,asthenia,anorexia, penurunan berat badan dan sakit dada pleuritik. Eksaserbasi akut ini dapat terjadi dikarenakan adanya penambahan jumlah kolonisasi bakteri yang menginfeksi atau adanya bakteri baru sehingga memicu terjadinya gejala-gejala eksaserbasi tersebut. Eksaserbasi yang sangat parah dapat ditandai dengan adanya takipneu, penurunan saturasi oksigen dan fungsi paru,hiperkapni, demam lebih dari 38 o C, ketidakstabilan hemodinamik dan gagal napas. [6] Ilmu Penyakit Dalam BRONKIEKTASIS 16

17 BAB VIII DIAGNOSIS Dalam mendiagnosis bronkiektasis hal yang diperlukan adalah memperhatikan gejala klinis seperti produksi sputum yang banyak setiap harinya disertai batuk yang kronik (lebih mendukung apabila pasien mempunyai penyakit paru yang kronis), melakukan pemeriksaan penunjang pencitraan seperti x-ray atau CT scan ( sebagai pemeriksaan penunjang yang paling dianjurkan/ standard kriteria diagnostik bronkiektasis), lalu dapat dilanjutkan dengan analisis sputum untuk memperkuat kecurigaan klinis. [9][10] Distribusi anatomi bronkiektasis juga dapat membantu proses pembuatan diagnosa berdasarkan kondisi atau penyebab bronkiektasis, sebagai berikut: Bronkiektasis akibat infeksi umumnya (nontuberkulosis mycobacteria) melibatkan lobus lebih rendah, lobus kanan tengah, dan lingula. Keterlibatan lobus kanan tengah saja menunjukkan disfungsi anatomi, atau penyebab neoplastik dengan obstruksi mekanik sekunder. [3] Bronkiektasis yang disebabkan oleh cystic fibrosis (CF), infeksi Mycobacterium tuberculosis, atau infeksi jamur kronis cenderung mempengaruhi lobus atas, meskipun hal ini tidak universal di CF. [3] Bronkiektasis akibat aspergillosis bronkopulmonalis alergi (ABPA) juga mempengaruhi lobus atas tetapi biasanya melibatkan bronkus pusat, sedangkan sebagian besar bentuk lain dari bronkiektasis melibatkan segmen bronkial distal. [3] Analisis sputum dapat memperkuat diagnosis bronkiektasis dan menambahkan informasi yang signifikan tentang etiologi potensial. Hasil dari pewarnaan gram stain dan kultur sputum dapat membantu dalam membuktikan mikroorganisme penyebab bronkiektasis, termasuk spesies Pseudomonas dan Escherichia coli. Kehadiran eosinofil dan bercak keemasan mengandung hifa menunjukkan spesies Aspergillus. [4] Pemeriksaan darah komplit juga dapat dilakukan pada pasien dengan bronkiektasis. Temuan khas dan spesifik adalah adanya anemia dan jumlah sel darah putih dengan peningkatan persentase neutrofil. Peningkatan eosinofil merupakan salah satu kriteria untuk ABPA. [4] Ilmu Penyakit Dalam BRONKIEKTASIS 17

18 Kadar imunoglobulin kuantitatif, termasuk IgG, IgM dan IgA berguna dalam menyingkirkan hipogamaglobulinemia. Namun, perlu diketahui bahwa pada kesempatan langka, bronkiektasis dapat dilihat pada pasien defisiensi antibodi tapi memiliki nilai IgG normal hingga rendah. Kadar total serum IgE yang lebih besar dari 1000 IU / ml atau meningkat 2 kali lipat atau lebih dari semula merupakan kriteria diagnosis ABPA. [4] Pemeriksaan tingkat kuantitatif serum alpha1-antitrypsin (AAT) dapat digunakan untuk menyingkirkan defisiensi AAT. Selain itu juga perlu diperhatikan riwayat keluarga, gambaran klinis emfisema yang dapt terjadi pada pasien defisiensi AAT, pemeriksaan serum dan onset pada usia dini (< 45 tahun) dan tidak adanya faktor risiko seperti merokok, terpapar polusi kerja. [3][4] Tes skrining untuk autoimun seperti faktor reumatoid dan antibodi antinuclear assay (ANA) juga dapat dipertimbangkan. [4] CT scan terutama resolusi tinggi CT (HRCT) scanning dada, telah menggantikan bronchography sebagai modalitas mendefinisikan bronkiektasis. CT scan memiliki sensitivitas 84-97% dan spesifisitas 82-99%. Keuntungan dari HRCT scanning termasuk tidak invasif, menghindari reaksi alergi dan informasi mengenai proses paru lainnya. HRCT dapat memvisualisasikan 3 bentuk bronkiektasis dalam klasifikasi Reid yaitu gambaran bronkiektasis silinder, kistik dan varikos. [3] Berikut ini adalah aspek penting yang dapat kita lihat pada hasil pemeriksaan CT scan: Bronkiektasis silinder memiliki jalur paralel trem trek, memiliki gambaran dilatasi bronkial / tanda signet-ring (bronkoarterial rasio) terdiri dari bronkus dipotong melebar di bagian horisontal dengan arteri pulmonalis yang berdekatan dengan lumen bronkus biasanya 1-1,5 kali lebih besar dari saluran yang berdekatan; jika diameter lebih besar 1,5 kali dari saluran yang terdekat maka dapat diartikan bahwa telah terjadi bronkiektasis, tidak adanya gambaran tapering pada bronkial [3] Bronkiektasis varikos memiliki gambaran bronkus yang tidak teratur, tampak daerah dilatasi dan daerah konstriksi. [3] Bronkiektasis sistik memiliki gambaran ruang kistik besar dan adanya tampakan seperti sarang lebah (honeycomb); hal ini kontras dengan emfisema, yang memiliki dinding tipis dan tidak disertai kelainan saluran napas proksimal. [3] Ilmu Penyakit Dalam BRONKIEKTASIS 18

19 CT scan juga dapat mengidentifikasi etiologi seperti kelainan kongenital, situs inversus, trakeobronkomegali, obstruksi bronkial dan empisema et causa rendahnya konsentrasi α- antitripsin. [3] Gambar A. Bronkiektasis Silindris, B Bronkiektasis Varikosa Ilmu Penyakit Dalam BRONKIEKTASIS 19

20 Pemeriksaan radiografi foto thoraks posterior-anterior dan lateral akan tampak gambaran umum seperti peningkatan corak bronkovaskular, sarang lebah, atelektasis, dan perubahan pleura. Gambarab spesifik yang dapat dilihat adalah adanya garis linear lusen dan corakan paralel memancar dari hilus (trem line) pada bronkiektasis silindris, bronkus tampak melebar pada bronkiektasis varikos, dan kista berkerumun pada bronkiektasis kistik. Gabungan antara gejala klinis yang digali secara tepat dan hasil radiografi dada sudah cukup untuk mengkonfirmasikan diagnosis bronkiektasis. [10] Gambar. Bronkiektasis Sistik Tes fungsi paru (spirometri) berguna dalam penilaian fungsional pasien adakah penurunan fungsi paru pada pasien. Kelainan yang paling umum adalah cacat saluran napas obstruktif, yang bahkan mungkin ditemukan pada pasien tanpa riwayat merokok sebelumnya. Selain itu, pasien dengan bronkiektasis memiliki rasio lebih tinggi dibandingkan pasien tanpa bronkiektasis dalam penurunan tahunan volume ekspirasi paksa dalam 1 detik (FEV1). [8] Ilmu Penyakit Dalam BRONKIEKTASIS 20

21 Gambar. Tingkat Keparahan Bronkiektasis Berdasarkan Hasil Spirometri Bronkografi merupakan suatu pemeriksaan untuk melihat keadaan bronkus. Bronkografi dilakukan dengan cara menanamkan bahan kontras melalui kateter atau bronkoskop dan melakukan pencitraan radiografi polos. Ini harus dilakukan hanya dengan fasilitas dan oleh operator terampil dalam penggunaannya. Dalam praktek saat ini, bronkografi hanya digunkan dalam mengkonfirmasikan lokasi bronkiektasis fokus dan tidak termasuk penyakit di tempat lain, prosedur ini membawa risiko bronkokonstriksi akut. [9] Gambar Bronkografi Bronkoskopi umumnya tidak membantu dalam mendiagnosis bronkiektasis, tetapi mungkin berguna dalam mengidentifikasi kelainan yang mendasari, seperti tumor, benda Ilmu Penyakit Dalam BRONKIEKTASIS 21

22 asing, atau lesi lainnya. Bronkoskopi dengan lavage bronchoalveolar dapat digunakan untuk mendapatkan spesimen untuk pewarnaan dan kultur ketika etiologi infeksi primer atau infeksi sekunder dicurigai. [10] Gambar. Algoritma Diagnosis Bronkiektasis Ilmu Penyakit Dalam BRONKIEKTASIS 22

23 BAB IX TERAPI Tujuan utama dari terapi brokiektasis adalah untuk memperbaiki atau mengurangi gejala, mengurangi komplikasi, mengontrol eksaserbasi, mencegah hilangnya fungsi paru, mengurangi morbiditas dan mortalitas dan membantu penderita untuk memperoleh kualitas hidup yang baik. [1] Pengenalan dini sangat penting dalam bronkiektasis dan kondisi terkait. Selain itu, manajemen kondisi yang mendasari, yang mungkin termasuk penggunaan imunoglobulin intravena atau terapi intravena alpha1-antitrypsin (AAT), sangat penting untuk pengobatan secara keseluruhan. Antibiotik dan fisioterapi dada adalah modalitas utama. Modalitas lain yangdapat dilakukan termasuk bronkodilator, terapi kortikosteroid, suplemen makanan, dan oksigen atau terapi bedah. [11] Pasien eksaserbasi parah bronkiektasis dapat diterapi dengan antibiotik intravena, bronkodilator dan fisioterapi agresif. Berikut adalah angkah-langkah umum yang disarankan kepada penderita bronkiektasis seperti: berhenti merokok, asupan gizi yang memadai dengan suplemen, jika perlu imunisasi untuk influenza dan pneumonia pneumokokus, campak, rubeola, dan pertusis, dan terapi oksigen disediakan untuk pasien yang hipoksemia dengan penyakit dan stadium akhir komplikasi berat, seperti kor pulmonal. Pasien dengan cystic fibrosis (CF) harus dirawat di pusat pengobatan CF khusus yang menangani semua aspek dari penyakit, termasuk aspek gizi dan psikologis. Antibiotik telah menjadi andalan pengobatan selama lebih dari 40 tahun. [7][8] Antibiotik oral, parenteral, dan aerosol yang digunakan, tergantung pada keadaan klinis. Dalam eksaserbasi akut, agen antibakteri spektrum luas umumnya lebih disukai. Namun, jika waktu dan situasi klinis memungkinkan, pengambilan sampel sekresi pernapasan selama eksaserbasi akut memungkinkan pengobatan dengan antibiotik berdasarkan identifikasi spesies tertentu. Pilihan antibiotik untuk rawat jalan yang ringan sampai sedang diantaranya: amoksisilin, tetrasiklin, trimethoprim-sulfamethoxazole, macrolide baru (misalnya, azitromisin atau klaritromisin), sefalosporin generasi kedua atau fluorokuinolon. Secara umum, durasi terapi antibiotik untuk penyakit ringan moderat 7-10 hari. [9] Untuk pasien dengan gejala sedang sampai berat, antibiotik parenteral, seperti aminoglikosida (gentamisin, tobramisin) dan penisilin sintetik antipseudomonal, sefalosporin generasi ketiga, atau fluorokuinolon, dapat diindikasikan. Pasien dengan bronkiektasis dari CF sering terinfeksi dengan spesies Pseudomonas berlendir tobramisin sering obat pilihan untuk eksaserbasi akut. Untuk Ilmu Penyakit Dalam BRONKIEKTASIS 23

24 pengobatan MAC dalam pengaturan bronkiektasis, American Thoracic Society merekomendasikan rejimen pengobatan 3 sampai 4-obat dengan klaritromisin, rifampisin, etambutol, streptomisin dan dilanjutkan sampai hasil kultur pasien negatif selama 1 tahun. Durasi terapi sekitar bulan. Dalam beberapa tahun terakhir, penggunaan nebulasi antibiotik memperoleh lebih banyak perhatian karena mampu memberikan konsentrasi yang relatif tinggi obat lokal dengan relatif sedikit efek samping sistemiknya. [6] Hal ini terutama bermanfaat dalam mengobati pasien dengan infeksi kronis dari P aeruginosa. Saat ini, antibiotik yang paling banyak digunakan untuk nebulasi adalah tobramycin, untuk pasien dengan bronkiektasis CF atau non-cf penyebab bronkiektasis. Selain itu juga gentamisin dan colistin juga telah digunakan. Tidak ada studi yang signifikan telah meneliti penggunaan jangka panjang antibiotik inhalasi pada pasien dengan non-cf bronkiektasis Pembersihan saluran bronkial adalah yang terpenting dalam pengobatan bronkiektasi. Drainase postural dengan perkusi dan getaran digunakan untuk melonggarkan dan memobilisasi sekresi. Perangkat yang tersedia untuk membantu dalam pengeluaran sputum termasuk perangkat bergetar, perangkat ventilasi perkusi intrapulmonic, dan spirometri insentif. [8] Nebulization yang memiliki konsentrasi solusi natrium klorida dapat membantu pasien dengan bronkiektasis CF. Mukolitik seperti acetylcysteine, juga sering dicoba walaupun tidak memperbaiki kondisi pasien terlalu banyak. Namun, mempertahankan hidrasi umum yang memadai dapat meningkatkan viscidity sekresi. Aerosol DNase rekombinan telah terbukti bermanfaat bagi pasien dengan CF. Enzim ini memecah DNA dirilis oleh neutrofil, yang menumpuk di saluran udara sebagai respon terhadap infeksi bakteri kronis. Namun, perbaikan belum definitif ditunjukkan pada pasien dengan bronkiektasis dari penyebab lain. [8] Bronkodilator, termasuk beta-agonis dan antikolinergik, dapat membantu beberapa pasien dengan bronkiektasis, memperbaiki bronkospasme pada saluran napas yang hiperreaktivitas dan meningkatkan pembersihan mukosiliar. Alasan terapi anti-inflamasi untuk memodifikasi respon inflamasi yang disebabkan oleh mikroorganisme dan mengurangi jumlah kerusakan jaringan. Kortikosteroid inhalasi, kortikosteroid oral, leukotrien inhibitor dan agen anti-inflamasi nonsteroid mampu menurunkan volume sputum, meningkatkan volume ekspirasi paksa dalam 1 detik (FEV1), menurunan kepadatan sputum dan menurunkan tingkat mediator inflamasi Azitromisin telah dikenal memiliki sifat antiinflamasi dan penggunaan jangka panjang telah dipelajari pada pasien dengan CF maupun Ilmu Penyakit Dalam BRONKIEKTASIS 24

25 non-cf bronkiektasis. Pada pasien non-cf, azitromisin telah terbukti menurunkan eksaserbasi dan meningkatkan spirometri dan mikrobiologis profil. Pada pasien CF metaanalisis menunjukkan bahwa hal itu meningkatkan fungsi paru-paru, terutama pada pasien dengan koloni Pseudomonas. [3][8][9] Ilmu Penyakit Dalam BRONKIEKTASIS 25

26 BAB XI PROGNOSIS Di era preantibiotic, mortalitas tinggi, dan pasien paling sering meninggal dalam waktu 5 tahun setelah timbulnya gejala. Sebuah studi dari 400 pasien pada tahun 1940 mengungkapkan angka kematian lebih dari 30%, sebagian besar pasien meninggal dalam waktu 2 tahun dan lebih muda dari 40 tahun. Sebagai perbandingan, sebuah penelitian retrospektif pada tahun 1981, setelah meluasnya penggunaan antibiotik, melaporkan tingkat kematian akibat bronkiektasis 13% setelah diagnosis.pada akhir 1990-an, para peneliti di Finlandia melaporkan tidak ada kematian meningkat pada pasien dengan bronkiektasis dibandingkan pasien dengan asma atau penyakit paru obstruktif kronik (PPOK). Tingkat kematian untuk bronkiektasis, asma, dan PPOK adalah 28%, 20%, dan 38%. [3][8] Tingkat kematian saat ini sulit untuk diperkirakan, mengingat kesulitan dalam mengidentifikasi prevalensi dan kurangnya studi definitif. Secara keseluruhan, prognosis untuk pasien dengan bronkiektasis yang baik, tetapi bervariasi dengan kondisi yang mendasari atau predisposisi. Bronkiektasis yang terkait dengan CF membawa prognosis yang lebih buruk. Secara umum, pasien dapat bertahan dan mampu memliki kondisi yang baik jika mereka mematuhi semua rejimen pengobatan dan praktek rutin strategi pengobatan pencegahan. Komplikasi umum yang sering terjadi diantaranya pneumonia berulang yang membutuhkan rawat inap, empiema, abses paru, gagal napas progresif, kor pulmonal, infeksi bronkial kronis dan pneumotoraks, hemoptisis pun jarang terjadi. [9] Amiloidosis dan abses metastasis terjadi pada era preantibiotic tapi jarang ditemukan di era sekarang. Saat ini, angka kematian lebih sering berhubungan dengan gagal napas progresif dan kor pulmonal daripada infeksi yang tidak terkendali. Satu studi menemukan bahwa usia yang lebih tua dari 65 tahun dan tidak memperoleh terapi oksigen menjadi faktor risiko untuk hasil yang buruk pada pasien dengan bronkiektasis yang dirawat di unit perawatan intensif untuk kegagalan pernafasan. Sebuah studi di tahun 2007 pada pasien dengan non-cf bronkiektasis menemukan bahwa angka kematian yang lebih tinggi dikaitkan dengan usia lanjut, status fungsional, perawatan pencegahan (yaitu, vaksinasi) penyakit, hasil radiografi, dan bukti hipoksemia atau hiperkapnia., kunjungan dokter secara teratur dan indeks massa tubuh (apabila memiliki berat badan lebih tinggi dibandingkan awal, memiliki prognosis lebih baik dan dapat menurunkan mortalitas). [10] Ilmu Penyakit Dalam BRONKIEKTASIS 26

27 BAB XII PENCEGAHAN Tindakan pencegahan untuk bronkiektasis termasuk sulit untuk dilakukan karena faktor resiko terjadinya bronkiektasis sendiri tidak dapat diketahui, dan bronkiektasis baru dapat diketahui apabila sudah dilakukan pemeriksaan diagnostik. Akan tetapi apabila penyebabnya dapat diketahui dan dapat diperbaiki, maka hal ini adalah salah satu tindakan yang baik dalam mencegah terjadinya bronkiektasis. [3][4] Bronkiektasis dapat diobati namun tidak dapat disembuhkan. [1] Penatalaksanaan bronkiektasis hanya dapat memberikan efek berupa mengurangi tingkat keparahan dari gejala atau progresifitas penyakit yang diderita oleh pasien sehingga pasien merasa lebih nyaman dan dapat melakukan aktivitasnya sehari-hari tanpa gangguan dari fungsi pernapasan, tanpa memperbaiki keadaan saluran napas yang telah berubah kondisinya. Terdapat dua cara atau strategi yang dapat dilakukan dalam mencegah atau memperlambat progresifitas dari bronkiektasis yaitu upaya pembersihan sekresi saluran napas dan terapi yang tepat untuk infeksi paru-paru. [3] Teknik perawatan secara pribadi merupakan hal yang penting untuk diaplikasikan setiap harinya dalam pencegahan terjangkitnya suatu infeksi saluran napas atau infeksi berulang. Teknik-teknik perawatan tersebut seperti mencuci tangan dengan cara tepat, menutup mulut ketika sedang batuk dan vaksinasi. Selain itu juga dapat diterapkan aktivitasaktivitas seperti olahraga aerobik yang teratur, pola makan yang seimbang, banyak minum air putih ( untuk menjaga hidrasi tubuh sehingga sputum tidak semakin kental) dan menghindari berbagai macam produk tembakau (terkhusus rokok). [1] Ilmu Penyakit Dalam BRONKIEKTASIS 27

28 DAFTAR PUSTAKA 1. AL-Shirawi N, AL-Jahdali HH, Al Shimemeri A. Pathogenesis, etiology and treatment of bronchiectasis. Ann Thorac Med [serial online] 2006 [cited 2014 Aug 3];1: Available from: 2. Ratjen F. Cystic Fibrosis : Pathogenesis and Future Treatment Strategies. Respiratory care, May 2009 vol 54 No Vendrell M, et al. Diagnosis and Treatment of Bronchiectasis.Arch Bronconeumol, 2008 ;44(11) : Rademacher J, Welte T. Bronchiectasis- Diagnosis and Treatment. Dtsch Arztebl Int, 2011;108 (48):809(15) 5. Gracia M, Suriano J. Physiotherapy in Bronchiectasis. Eur Respir J, 2009; 34: Edward E. Bronchiectasis-Acute Respiratory Exacerbation. Starship s Children Health Clinical Guideline. Available from: %20Acute%20Respiratory%20Exacerbation.pdf 7. Basak C, MD; Brian P, MD; Alexander S., MD. Bronkiektasis [cited 2014 Aug 4]. Available from : _atelectasis/bronchiectasis.html 8. Australian. Bronchiectasis Available from : 9. Canadian Lung Association.Bronchiectasis. June Available from: Elsevier. Bronchiectasis Available from : 11.Respiratory tract. Bronchiectasis : A Guide For Primary Care Vol 41 no 11. Ilmu Penyakit Dalam BRONKIEKTASIS 28

Bronkiektasis kelainan anatomik dilatasi bronkus yang kronik dan menetap. Bronkus yang terkena biasanya berukuran sedang (generasi 4-9).

Bronkiektasis kelainan anatomik dilatasi bronkus yang kronik dan menetap. Bronkus yang terkena biasanya berukuran sedang (generasi 4-9). Bronkiektasis kelainan anatomik dilatasi bronkus yang kronik dan menetap. Bronkus yang terkena biasanya berukuran sedang (generasi 4-9). Karakteristik bronkiektasis yaitu kerusakan dari dinding bronkus,

Lebih terperinci

Dr. Dedy Zairus, Sp.P RSUD ABDUL MOELOEK

Dr. Dedy Zairus, Sp.P RSUD ABDUL MOELOEK Dr. Dedy Zairus, Sp.P SMF PARU dan PERNAPASAN RSUD ABDUL MOELOEK PENDAHULUAN Bronkiektasis (BE) merupakan penyakit paru kronik ditandai dengan dilatasi bronkus yang bersifat menetap disebabkan karena kerusakan

Lebih terperinci

JOURNAL READING Imaging of pneumonia: trends and algorithms. Levi Aulia Rachman

JOURNAL READING Imaging of pneumonia: trends and algorithms. Levi Aulia Rachman JOURNAL READING Imaging of pneumonia: trends and algorithms Levi Aulia Rachman 1410.2210.27.115 Abstrak Pneumonia merupakan salah satu penyakit menular utama yang menyebabkan angka morbiditas dan mortalitas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bronchitis adalah suatu peradangan yang terjadi pada bronkus. Bronchitis

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bronchitis adalah suatu peradangan yang terjadi pada bronkus. Bronchitis 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bronchitis adalah suatu peradangan yang terjadi pada bronkus. Bronchitis dapat bersifat acute maupun chronic ( Manurung, 2008). Bronchitis adalah suatu peradangan

Lebih terperinci

DEFINISI BRONKITIS. suatu proses inflamasi pada pipa. bronkus

DEFINISI BRONKITIS. suatu proses inflamasi pada pipa. bronkus PENDAHULUAN Survei Kesehatan Rumah Tangga Dep.Kes RI (SKRT 1986,1992 dan 1995) secara konsisten memperlihatkan kelompok penyakit pernapasan yaitu pneumonia, tuberkulosis dan bronkitis, asma dan emfisema

Lebih terperinci

ASPERGILLUS FUMIGATUS

ASPERGILLUS FUMIGATUS ASPERGILLUS FUMIGATUS Taxonomy Superkingdom : Eukaryota Kingdom : Fungi Phylum : Ascomycota Subphylum : Pezizomycotina Class : Eurotiomycetes Order : Eurotiales Family : Trichocomaceae Genus : Aspergillus

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. patofisiologi, imunologi, dan genetik asma. Akan tetapi mekanisme yang mendasari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. patofisiologi, imunologi, dan genetik asma. Akan tetapi mekanisme yang mendasari BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Asma Dari waktu ke waktu, definisi asma mengalami perubahan beberapa kali karena perkembangan dari ilmu pengetahuan beserta pemahaman mengenai patologi, patofisiologi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. progressif nonreversibel atau reversibel parsial. PPOK terdiri dari

BAB I PENDAHULUAN. progressif nonreversibel atau reversibel parsial. PPOK terdiri dari 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit paru obstruksi kronis (PPOK) merupakan penyakit yang perlu diwaspadai karena penyakit ini merupakan penyebab kematian dengan nomor urut lima di Indonesia.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. memulihkan fungsi fisik secara optimal(journal The American Physical

BAB 1 PENDAHULUAN. memulihkan fungsi fisik secara optimal(journal The American Physical BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Fisioterapi merupakan sebuah profesi yang dinamis dengan dasar teori dan aplikasi klinik yang luas untuk memelihara, mengembangkan, dan memulihkan fungsi fisik secara

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN. SISTEM IMUNITAS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN. SISTEM IMUNITAS ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN. SISTEM IMUNITAS Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Gangguan Sistem Immunitas Niken Andalasari Sistem Imunitas Sistem imun atau sistem kekebalan tubuh

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Pneumonia Pneumonia adalah infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru (alveoli). Terjadinya pneumonia pada anak seringkali bersamaan dengan terjadinya proses infeksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akhir tahun 2011 sebanyak lima kasus diantara balita. 1

BAB I PENDAHULUAN. akhir tahun 2011 sebanyak lima kasus diantara balita. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah infeksi akut yang menyerang salah satu bagian atau lebih dari saluran napas mulai hidung sampai alveoli termasuk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit paru obstruktif kronik atau yang biasa disebut PPOK merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit paru obstruktif kronik atau yang biasa disebut PPOK merupakan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit paru obstruktif kronik atau yang biasa disebut PPOK merupakan salah satu jenis dari penyakit tidak menular yang paling banyak ditemukan di masyarakat dan

Lebih terperinci

Bab I. Pendahuluan. yang ditandai oleh progresivitas obstruksi jalan nafas yang tidak sepenuhnya

Bab I. Pendahuluan. yang ditandai oleh progresivitas obstruksi jalan nafas yang tidak sepenuhnya Bab I Pendahuluan Latar Belakang Penelitian Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) didefinisikan sebagai penyakit yang ditandai oleh progresivitas obstruksi jalan nafas yang tidak sepenuhnya reversibel,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pneumonia dijuluki oleh William Osler pada abad ke-19 sebagai The

BAB I PENDAHULUAN. pneumonia dijuluki oleh William Osler pada abad ke-19 sebagai The BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berbagai macam masalah penyakit pernafasan yang sering ditemui adalah ISPA, tuberculosis, kanker paru, penyakit paru obstruktif kronik (PPOK), asma, dan pnemonia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penderita Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) akan mengalami peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. Penderita Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) akan mengalami peningkatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penderita Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) akan mengalami peningkatan beban kerja pernafasan, yang menimbulkan sesak nafas, sehingga pasien mengalami penurunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) atau Chronic Obstructive

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) atau Chronic Obstructive BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) atau Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD) merupakan suatu istilah yang digunakan untuk sekelompok penyakit paru

Lebih terperinci

Kanker Paru-Paru. (Terima kasih kepada Dr SH LO, Konsultan, Departemen Onkologi Klinis, Rumah Sakit Tuen Mun, Cluster Barat New Territories) 26/9

Kanker Paru-Paru. (Terima kasih kepada Dr SH LO, Konsultan, Departemen Onkologi Klinis, Rumah Sakit Tuen Mun, Cluster Barat New Territories) 26/9 Kanker Paru-Paru Kanker paru-paru merupakan kanker pembunuh nomor satu di Hong Kong. Ada lebih dari 4.000 kasus baru kanker paru-paru dan sekitar 3.600 kematian yang diakibatkan oleh penyakit ini setiap

Lebih terperinci

Task Reading: ASBES TOSIS

Task Reading: ASBES TOSIS Task Reading: ASBES TOSIS Pendahuluan Asbestosis merupakan menghirup serat asbes. gangguan pernapasan disebabkan oleh Asbes atau Asbestos adalah bentuk serat mineral silika tahan terhadap asam kuat, serta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terisi dengan cairan radang, dengan atau tanpa disertai infiltrasi dari sel

BAB I PENDAHULUAN. terisi dengan cairan radang, dengan atau tanpa disertai infiltrasi dari sel 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pneumonia adalah peradangan dari parenkim paru, dimana asinus terisi dengan cairan radang, dengan atau tanpa disertai infiltrasi dari sel radang ke dalam dinding

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Laennec di tahun 1819, kemudian diperinci oleh Sir William Osler pada

BAB I PENDAHULUAN. Laennec di tahun 1819, kemudian diperinci oleh Sir William Osler pada 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Riwayat penyakit bronkiektasis pertama kali dikemukakan oleh Laennec di tahun 1819, kemudian diperinci oleh Sir William Osler pada akhir 1800, dan ditetapkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. negara di seluruh dunia (Mangunugoro, 2004 dalam Ibnu Firdaus, 2011).

BAB 1 PENDAHULUAN. negara di seluruh dunia (Mangunugoro, 2004 dalam Ibnu Firdaus, 2011). BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Asma merupakan masalah kesehatan masyarakat yang serius di berbagai negara di seluruh dunia (Mangunugoro, 2004 dalam Ibnu Firdaus, 2011). Asma merupakan penyakit inflamasi

Lebih terperinci

Bronkitis pada Anak Pengertian Review Anatomi Fisiologi Sistem Pernapasan

Bronkitis pada Anak Pengertian Review Anatomi Fisiologi Sistem Pernapasan Bronkitis pada Anak 1. Pengertian Secara harfiah bronkitis adalah suatu penyakit yang ditanda oleh inflamasi bronkus. Secara klinis pada ahli mengartikan bronkitis sebagai suatu penyakit atau gangguan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bronkitis menurut American Academic of Pediatric (2005) merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Bronkitis menurut American Academic of Pediatric (2005) merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bronkitis menurut American Academic of Pediatric (2005) merupakan penyakit umum pada masyarakat yang di tandai dengan adanya peradangan pada saluran bronchial.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keterbatasan aliran udara yang menetap pada saluran napas dan bersifat progresif.

BAB I PENDAHULUAN. keterbatasan aliran udara yang menetap pada saluran napas dan bersifat progresif. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah suatu keadaan terdapatnya keterbatasan aliran udara yang menetap pada saluran napas dan bersifat progresif. Penyakit ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. SK/XI/2008 tentang pedoman pengendalian Penyakit Paru Obstruktif Kronik,

BAB I PENDAHULUAN. SK/XI/2008 tentang pedoman pengendalian Penyakit Paru Obstruktif Kronik, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Permasalahan penyakit paru obstruktif kronik telah di bahas dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1022/MENKES/ SK/XI/2008 tentang pedoman

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronik yang ditandai oleh hambatan aliran udara di saluran napas yang bersifat progressif nonreversibel

Lebih terperinci

Asma sering diartikan sebagai alergi, idiopatik, nonalergi atau gabungan.

Asma sering diartikan sebagai alergi, idiopatik, nonalergi atau gabungan. A S M A DEFINISI Asma adalah penyakit jalan napas obstruktif intermitten, reversibel dimana trakea dan bronki berespons dalam secara hiperaktif terhadap stimulun tertentu. Asma dimanifestasikan dengan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menyerang lebih dari 25% populasi dewasa. (Smeltzer & Bare, 2001)

BAB 1 PENDAHULUAN. menyerang lebih dari 25% populasi dewasa. (Smeltzer & Bare, 2001) BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) adalah klasifikasi luas dari gangguan, yang mencakup bronkitis kronis, bronkiektasis, emfisema, dan asma. Penyakit Paru Obstruksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyakit saluran napas dan paru seperti infeksi saluran napas akut,

BAB I PENDAHULUAN. penyakit saluran napas dan paru seperti infeksi saluran napas akut, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit dan gangguan saluran napas masih merupakan masalah terbesar di Indonesia pada saat ini. Angka kesakitan dan kematian akibat penyakit saluran napas dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. napas, batuk kronik, dahak, wheezing, atau kombinasi dari tanda tersebut.

BAB 1 PENDAHULUAN. napas, batuk kronik, dahak, wheezing, atau kombinasi dari tanda tersebut. 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah inflamasi saluran napas kecil. Pada bronkitis kronik terdapat infiltrat dan sekresi mukus di saluran pernapasan. Sedangkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. LANDASAN TEORI Tuberkulosis A.1 Definisi Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini ditemukan pertama kali oleh Robert

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronis ditandai dengan hambatan

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronis ditandai dengan hambatan BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronis ditandai dengan hambatan aliran udara yang tidak sepenuhnya reversibel. Hambatan aliran udara ini

Lebih terperinci

Gambar 3.1. Kerangka Konsep Karakteristik Pasien PPOK Eksaserbasi Akut

Gambar 3.1. Kerangka Konsep Karakteristik Pasien PPOK Eksaserbasi Akut BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL 3.1. Kerangka Konsep Pada penelitian ini kerangka konsep mengenai karakteristik pasien PPOK eksaserbasi akut akan diuraikan berdasarkan variabel katagorik

Lebih terperinci

Suradi, Dian Utami W, Jatu Aviani

Suradi, Dian Utami W, Jatu Aviani KEDARURATAN ASMA DAN PPOK Suradi, Dian Utami W, Jatu Aviani Bagian Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi FK UNS / RSUD Dr. Moewardi Surakarta WORKSHOP PIR 2017 PENDAHULUAN PPOK --> penyebab utama mortalitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pada era modern saat ini, gaya hidup manusia masa kini tentu sudah

BAB I PENDAHULUAN BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pada era modern saat ini, gaya hidup manusia masa kini tentu sudah BAB I PENDAHULUAN BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada era modern saat ini, gaya hidup manusia masa kini tentu sudah mengalami perubahan yang sangat besar. Saat ini orang cenderung memiliki gaya hidup

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pneumonia merupakan salah satu penyakit infeksi saluran napas yang terbanyak didapatkan dan sering menyebabkan kematian hampir di seluruh dunia. Penyakit ini menyebabkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) menurut Global Initiative of

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) menurut Global Initiative of BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) menurut Global Initiative of Chronic Obstructive Lung Diseases (GOLD) merupakan penyakit yang dapat cegah dan diobati, ditandai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) adalah penyakit yang mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) adalah penyakit yang mempunyai 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) adalah penyakit yang mempunyai karakteristik keterbatasan aliran nafas yang persisten, bersifat progresif dan berkaitan

Lebih terperinci

INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT

INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT Pendahuluan Sejarah; Thn 1984 ISPA Ringan ISPA Sedang ISPA Berat Thn 1990 Titik berat PNEUMONIA BALITA Pneumonia Pneumonia Berat Bukan Pneumonia Di Indonesia Kematian bayi

Lebih terperinci

D. Patofisiologi Ketika kita hirup masuk dan keluar, udara masuk ke dalam hidung dan mulut, melalui kotak suara (laring) ke dalam tenggorokan

D. Patofisiologi Ketika kita hirup masuk dan keluar, udara masuk ke dalam hidung dan mulut, melalui kotak suara (laring) ke dalam tenggorokan BAB II PEMBAHASAN A. Definisi Malacia napas kongenital adalah salah satu dari beberapa penyebab obstruksi saluran udara ireversibel pada anak-anak, tetapi kejadian pada populasi umum tidak diketahui. Malacia

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. jamur, dan parasit (Kemenkes RI, 2012; PDPI, 2014). Sedangkan infeksi yang

BAB 1 PENDAHULUAN. jamur, dan parasit (Kemenkes RI, 2012; PDPI, 2014). Sedangkan infeksi yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pneumonia merupakan penyakit infeksi saluran napas bawah akut pada parenkim paru. Pneumonia disebabkan oleh mikroorganisme seperti bakteri, virus, jamur, dan parasit

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tuberkulosis (TB) masih menjadi masalah kesehatan utama di dunia terutama negara berkembang. Munculnya epidemik Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan Acquired Immunodeficiency

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Gangguan pada sistem pernafasan merupakan penyebab utama

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Gangguan pada sistem pernafasan merupakan penyebab utama BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gangguan pada sistem pernafasan merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas. Infeksi pada saluran pernafasan jauh lebih sering terjadi dibandingkan dengan infeksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan akibat buruk merokok, baik secara langsung maupun tidak langsung.

BAB I PENDAHULUAN. merupakan akibat buruk merokok, baik secara langsung maupun tidak langsung. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Merokok mengganggu kesehatan barangkali merupakan istilah yang tepat, namun tidak populer dan tidak menarik bagi perokok. Banyak orang sakit akibat merokok, tetapi orang

Lebih terperinci

Dika Fernanda Satya Wira W Ayu Wulandari Aisyah Rahmawati Hanny Dwi Andini Isti Hidayah Tri Amalia Nungki Kusumawati

Dika Fernanda Satya Wira W Ayu Wulandari Aisyah Rahmawati Hanny Dwi Andini Isti Hidayah Tri Amalia Nungki Kusumawati Dika Fernanda Satya Wira W Ayu Wulandari Aisyah Rahmawati Hanny Dwi Andini Isti Hidayah Tri Amalia Nungki Kusumawati Siti Sarifah Sonia Mahdalena Ranny Dwi H Novita Sari CANTIK Wardah Afipah Mitha Nur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan berbagai spektrum penyakit dari tanpa gejala atau infeksi ringan

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan berbagai spektrum penyakit dari tanpa gejala atau infeksi ringan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah penyakit saluran pernapasan atas atau bawah, yang disebabkan oleh agen infeksius yang dapat menimbulkan berbagai

Lebih terperinci

Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Gangguan. Sistem Imunitas

Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Gangguan. Sistem Imunitas Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Gangguan Sistem Immunitas Niken Andalasari Sistem Imunitas Sistem imun atau sistem kekebalan tubuh adalah suatu sistem dalam tubuh yang terdiri dari sel-sel serta

Lebih terperinci

KARYA TULIS ILMIAH PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA BRONKIEKTASIS DI RSUD. DR. MOEWARDI SURAKARTA

KARYA TULIS ILMIAH PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA BRONKIEKTASIS DI RSUD. DR. MOEWARDI SURAKARTA KARYA TULIS ILMIAH PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA BRONKIEKTASIS DI RSUD. DR. MOEWARDI SURAKARTA Disusun oleh : ATIK NUR ANAWATI KRISNATA NIM : J100 070 030 Diajukan guna melengkapi tugas tugas dan memenuhi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. didominasi oleh penyakit menular bergeser ke penyakit tidak menular (noncommunicable

BAB 1 PENDAHULUAN. didominasi oleh penyakit menular bergeser ke penyakit tidak menular (noncommunicable BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dengan berubahnya tingkat kesejahteraan, pola penyakit saat ini telah mengalami transisi epidemiologi yang ditandai dengan beralihnya penyebab kematian yang semula

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. udara ekspirasi yang bervariasi (GINA, 2016). Proses inflamasi kronis yang

BAB 1 PENDAHULUAN. udara ekspirasi yang bervariasi (GINA, 2016). Proses inflamasi kronis yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Asma merupakan penyakit heterogen dengan karakteristik adanya inflamasi saluran napas kronis. Penyakit ini ditandai dengan riwayat gejala saluran napas berupa wheezing,

Lebih terperinci

Organ yang Berperan dalam Sistem Pernapasan Manusia. Hidung. Faring. Laring. Trakea. Bronkus. Bronkiolus. Alveolus. Paru-paru

Organ yang Berperan dalam Sistem Pernapasan Manusia. Hidung. Faring. Laring. Trakea. Bronkus. Bronkiolus. Alveolus. Paru-paru Exit Hidung Faring Organ yang Berperan dalam Sistem Pernapasan Manusia Laring Trakea Bronkus Bronkiolus Alveolus Paru-paru Hidung Hidung berfungsi sebagai alat pernapasan dan indra pembau. Pada hidung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi dua yaitu, infeksi saluran napas atas dan infeksi saluran napas bawah.

BAB I PENDAHULUAN. menjadi dua yaitu, infeksi saluran napas atas dan infeksi saluran napas bawah. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi pada saluran pernapasan merupakan penyakit yang umum terjadi pada masyarakat. Infeksi saluran napas berdasarkan pada lokasi infeksinya terbagi menjadi dua yaitu,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) termasuk ke dalam penyakit

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) termasuk ke dalam penyakit BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) termasuk ke dalam penyakit pernapasan kronis yang merupakan bagian dari noncommunicable disease (NCD). Kematian akibat

Lebih terperinci

ABSTRAK PROFIL PENDERITA HEMOPTISIS PADA PASIEN RAWAT INAP RSUP SANGLAH PERIODE JUNI 2013 JULI 2014

ABSTRAK PROFIL PENDERITA HEMOPTISIS PADA PASIEN RAWAT INAP RSUP SANGLAH PERIODE JUNI 2013 JULI 2014 ABSTRAK PROFIL PENDERITA HEMOPTISIS PADA PASIEN RAWAT INAP RSUP SANGLAH PERIODE JUNI 2013 JULI 2014 Hemoptisis atau batuk darah merupakan darah atau dahak yang bercampur darah dan di batukkan dari saluran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. umumnya. Seseorang bisa kehilangan nyawanya hanya karena serangan

BAB I PENDAHULUAN. umumnya. Seseorang bisa kehilangan nyawanya hanya karena serangan 1 A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Saat ini asma semakin berkembang menjadi penyakit pembunuh bagi masyarakat di dunia, selain penyakit jantung. Serangan yang terjadi akibat asma menjadi momok

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengisian alveoli oleh eksudat, sel radang dan fibrin. Pneumonia masih

BAB I PENDAHULUAN. pengisian alveoli oleh eksudat, sel radang dan fibrin. Pneumonia masih BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pneumonia adalah peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius. Pneumonia ditandai dengan konsolidasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Asma adalah suatu inflamasi kronik dari saluran nafas yang menyebabkan. aktivitas respirasi terbatas dan serangan tiba- tiba

BAB 1 PENDAHULUAN. Asma adalah suatu inflamasi kronik dari saluran nafas yang menyebabkan. aktivitas respirasi terbatas dan serangan tiba- tiba BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Asma adalah suatu inflamasi kronik dari saluran nafas yang menyebabkan aktivitas respirasi terbatas dan serangan tiba- tiba memerlukan tatalaksana segera dan kemungkinan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dibutuhkan manusia dan tempat pengeluaran karbon dioksida sebagai hasil sekresi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dibutuhkan manusia dan tempat pengeluaran karbon dioksida sebagai hasil sekresi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Paru-paru merupakan salah satu organ vital pada manusia yang berfungsi pada sistem pernapasan manusia. Bertugas sebagai tempat pertukaran oksigen yang dibutuhkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. American Thoracic Society (ATS) dan European Respiratory Society (ERS)

BAB I PENDAHULUAN. American Thoracic Society (ATS) dan European Respiratory Society (ERS) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang American Thoracic Society (ATS) dan European Respiratory Society (ERS) mengartikan Penyakit Paru Obstruktif Kronik disingkat PPOK sebagai penyakit yang ditandai dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Paru Obstruksi Kronik ( PPOK ) adalah penyakit paru kronik

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Paru Obstruksi Kronik ( PPOK ) adalah penyakit paru kronik BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Paru Obstruksi Kronik ( PPOK ) adalah penyakit paru kronik yang ditandai dengan hambatan aliran udara saluran nafas, dimana hambatan aliran udara saluran nafas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting di Indonesia. ISPA dapat diklasifikasikan menjadi infeksi saluran

Lebih terperinci

Materi Penyuluhan Konsep Tuberkulosis Paru

Materi Penyuluhan Konsep Tuberkulosis Paru 1.1 Pengertian Materi Penyuluhan Konsep Tuberkulosis Paru Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksi kronis

Lebih terperinci

Saat. penyakit paling. atau. COPD/ Indonesia 1

Saat. penyakit paling. atau. COPD/ Indonesia 1 Penyakit Paru Obstruktif Kronik Saat ini belum ada obat untuk mengobati Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK/COPD Chronic Obstructive Pulmonary Disease) dann penyakit ini akan memburuk secara berkalaa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker atau karsinoma merupakan istilah untuk pertumbuhan sel abnormal dengan kecepatan pertumbuhan melebihi normal dan tidak terkontrol. (World Health Organization,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan kisaran usia 5-14 tahun (Gerald dkk, 2004). Prevalens asma di Indonesia belum

BAB I PENDAHULUAN. dengan kisaran usia 5-14 tahun (Gerald dkk, 2004). Prevalens asma di Indonesia belum 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Asma merupakan penyakit kronik yang paling umum di dunia, terdapat sekitar 300 juta penduduk dunia yang menderita penyakit ini. Asma dapat terjadi pada anak-anak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah telinga, hidung, dan tenggorokan merupakan masalah yang sering terjadi pada anak anak, misal otitis media akut (OMA) merupakan penyakit kedua tersering pada

Lebih terperinci

Kanker Usus Besar. Bowel Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved

Kanker Usus Besar. Bowel Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved Kanker Usus Besar Kanker usus besar merupakan kanker yang paling umum terjadi di Hong Kong. Menurut statistik dari Hong Kong Cancer Registry pada tahun 2013, ada 66 orang penderita kanker usus besar dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ISK merupakan keadaan tumbuh dan berkembang biaknya kuman dalam saluran kemih meliputi infeksi di parenkim ginjal sampai infeksi di kandung kemih dengan jumlah bakteriuria

Lebih terperinci

PENDAHULUAN ETIOLOGI EPIDEMIOLOGI

PENDAHULUAN ETIOLOGI EPIDEMIOLOGI PENDAHULUAN Hemotoraks adalah kondisi adanya darah di dalam rongga pleura. Asal darah tersebut dapat dari dinding dada, parenkim paru, jantung, atau pembuluh darah besar. Normalnya, rongga pleura hanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berfokus dalam menangani masalah penyakit menular. Hal ini, berkembangnya kehidupan, terjadi perubahan pola struktur

BAB I PENDAHULUAN. berfokus dalam menangani masalah penyakit menular. Hal ini, berkembangnya kehidupan, terjadi perubahan pola struktur BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan epidemiologi kesehatan pada umumnya berfokus dalam menangani masalah penyakit menular. Hal ini, dapat dilihat dari sejarah ilmu epidemiologi itu sendiri,

Lebih terperinci

INSUFISIENSI PERNAFASAN. Ikbal Gentar Alam ( )

INSUFISIENSI PERNAFASAN. Ikbal Gentar Alam ( ) 1 INSUFISIENSI PERNAFASAN Ikbal Gentar Alam (131320090001) Pendahuluan 2 Diagnosa dan pengobatan dari penyakit penyakit respirasi tergantung pada prinsip dasar respirasi dan pertukaran gas. Penyakit penyakit

Lebih terperinci

SMP JENJANG KELAS MATA PELAJARAN TOPIK BAHASAN IX (SEMBILAN) ILMU PENGETAHUAN ALAM (IPA) SISTEM PERNAPASAN MANUSIA. A. Organ-Organ Pernapasan

SMP JENJANG KELAS MATA PELAJARAN TOPIK BAHASAN IX (SEMBILAN) ILMU PENGETAHUAN ALAM (IPA) SISTEM PERNAPASAN MANUSIA. A. Organ-Organ Pernapasan JENJANG KELAS MATA PELAJARAN TOPIK BAHASAN SMP IX (SEMBILAN) ILMU PENGETAHUAN ALAM (IPA) SISTEM PERNAPASAN MANUSIA A. Organ-Organ Pernapasan Bernapas merupakan proses yang sangat penting bagi manusia.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. lebih dini pada usia bayi, atau bahkan saat masa neonatus, sedangkan

BAB 1 PENDAHULUAN. lebih dini pada usia bayi, atau bahkan saat masa neonatus, sedangkan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Jantung Bawaan (PJB) adalah kelainan struktur dan fungsi pada jantung yang muncul pada saat kelahiran. (1) Di berbagai negara maju sebagian besar pasien PJB

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Patofisiologi Kelainan Paru akibat Paparan Uap/Gas BBM Secara fisiologis sebelum masuk ke paru udara inspirasi sudah dibersihkan dari partikel debu dan asap yang memiliki diameter

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari bahasa Yunani (yang berarti terengah-engah) dan pertama kali

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari bahasa Yunani (yang berarti terengah-engah) dan pertama kali BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Penyakit asma telah dikenal sejak dimulainya ilmu kesehatan. Kata asma berasal dari bahasa Yunani (yang berarti terengah-engah) dan pertama kali digunakan oleh Bapak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi saluran napas bawah masih tetap menjadi masalah utama dalam

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi saluran napas bawah masih tetap menjadi masalah utama dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi saluran napas bawah masih tetap menjadi masalah utama dalam bidang kesehatan, baik di negara berkembang maupun negara maju. 1 Infeksi ini merupakan penyebab

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 8,7% di tahun 2001, dan menjadi 9,6% di tahun

BAB I PENDAHULUAN. 8,7% di tahun 2001, dan menjadi 9,6% di tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Asma merupakan penyakit kronik yang sering ditemukan dan merupakan salah satu penyebab angka kesakitan pada anak di seluruh dunia. Di negara maju dan negara berkembang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pasien tersebut. Pasien dengan kondisi semacam ini sering kita jumpai di Intensive

BAB I PENDAHULUAN. pasien tersebut. Pasien dengan kondisi semacam ini sering kita jumpai di Intensive BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Pasien kritis adalah pasien dengan penyakit atau kondisi yang mengancam jiwa pasien tersebut. Pasien dengan kondisi semacam ini sering kita jumpai di Intensive Care

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membutuhkan perhatian di Indonesia. World Health Organisation (2012)

BAB I PENDAHULUAN. membutuhkan perhatian di Indonesia. World Health Organisation (2012) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) telah menjadi suatu keadaan yang membutuhkan perhatian di Indonesia. World Health Organisation (2012) mengatakan bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Rinosinusitis kronis merupakan inflamasi kronis. pada mukosa hidung dan sinus paranasal yang berlangsung

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Rinosinusitis kronis merupakan inflamasi kronis. pada mukosa hidung dan sinus paranasal yang berlangsung BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rinosinusitis kronis merupakan inflamasi kronis pada mukosa hidung dan sinus paranasal yang berlangsung selama minimal 12 minggu berturut-turut. Rinosinusitis kronis

Lebih terperinci

Sesi dengan fasilitasi Pembimbing : 3 X 50 menit (coaching session) Sesi praktik dan pencapaian kompetensi: 4 minggu (facilitation and assessment)

Sesi dengan fasilitasi Pembimbing : 3 X 50 menit (coaching session) Sesi praktik dan pencapaian kompetensi: 4 minggu (facilitation and assessment) 113 Bronkiektasis Waktu Pencapaian kompetensi: Sesi di dalam kelas : 2 X 50 menit (classroom session) Sesi dengan fasilitasi Pembimbing : 3 X 50 menit (coaching session) Sesi praktik dan pencapaian kompetensi:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi saluran pernafasan adalah penyebab utama morbiditas dan mortalitas penyakit menular di dunia. Hampir empat juta orang meninggal akibat infeksi saluran nafas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pernapasan yang membuat pasien datang berobat ke dokter. (Rab, 2010) Batuk

BAB I PENDAHULUAN. pernapasan yang membuat pasien datang berobat ke dokter. (Rab, 2010) Batuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Batuk merupakan salah satu keluhan utama pada kelainan saluran pernapasan yang membuat pasien datang berobat ke dokter. (Rab, 2010) Batuk merupakan mekanisme refleks

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang yakni

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang yakni BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis adalah penyakit infeksi yang terutama disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis, sebagian kecil oleh bakteri Mycobacterium africanum dan Mycobacterium

Lebih terperinci

ABSTRAK PREVALENSI INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT SEBAGAI PENYEBAB ASMA EKSASERBASI AKUT DI POLI PARU RSUP SANGLAH, DENPASAR, BALI TAHUN 2013

ABSTRAK PREVALENSI INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT SEBAGAI PENYEBAB ASMA EKSASERBASI AKUT DI POLI PARU RSUP SANGLAH, DENPASAR, BALI TAHUN 2013 ABSTRAK PREVALENSI INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT SEBAGAI PENYEBAB ASMA EKSASERBASI AKUT DI POLI PARU RSUP SANGLAH, DENPASAR, BALI TAHUN 2013 Data WHO 2013 dan Riskesdas 2007 menunjukkan jumlah penderita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Asma merupakan masalah kesehatan dunia yang tidak hanya terjangkit di negara maju tetapi juga di negara berkembang. Penyakit asma menjadi masalah yang sangat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Mycobacterium tuberculosis dan menular secara langsung. Mycobacterium

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Mycobacterium tuberculosis dan menular secara langsung. Mycobacterium BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Etiologi dan Patogenesis Tuberkulosis Paru Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksi kronis yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis dan menular secara langsung. Mycobacterium

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Asma masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di. dunia dan merupakan penyakit kronis pada sistem

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Asma masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di. dunia dan merupakan penyakit kronis pada sistem BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Asma masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di dunia dan merupakan penyakit kronis pada sistem respirasi tersering pada anak (GINA, 2009). Dalam 20 tahun terakhir,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pneumonia 2.1.1. Definisi Pneumonia Pneumonia adalah inflamasi yang mengenai parenkim paru. Pneumonia adalah penyakit infeksi akut paru yang disebabkan terutama oleh bakteri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang parekim paru. Tuberkulosis dapat juga ditularkan ke bagian tubuh kainnya, termasuk meningitis, ginjal,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dunia, diantaranya adalah COPD (Chonic Obstructive Pulmonary Disease)

BAB I PENDAHULUAN. dunia, diantaranya adalah COPD (Chonic Obstructive Pulmonary Disease) 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit sistem pernapasan merupakan penyebab 17,2% kematian di dunia, diantaranya adalah COPD (Chonic Obstructive Pulmonary Disease) 5,1%, infeksi pernapasan bawah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu penyebab tingginya angka kematian di Indonesia maupun di dunia adalah penyakit infeksi (Priyanto, 2009). Penyakit infeksi dapat disebabkan oleh

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. negara berkembang disebabkan oleh bakteri terutama Streptococcus pneumoniae,

BAB 1 PENDAHULUAN. negara berkembang disebabkan oleh bakteri terutama Streptococcus pneumoniae, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pneumonia merupakan penyakit inflamasi yang mengenai parenkim paru. 1 Penyakit ini sebagian besar disebabkan oleh suatu mikroorganisme (virus/bakteri) dan sebagian

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL. Grafik 4.1. Frekuensi Pasien Berdasarkan Diagnosis. 20 Universitas Indonesia. Karakteristik pasien...,eylin, FK UI.

BAB 4 HASIL. Grafik 4.1. Frekuensi Pasien Berdasarkan Diagnosis. 20 Universitas Indonesia. Karakteristik pasien...,eylin, FK UI. BAB 4 HASIL Dalam penelitian ini digunakan 782 kasus yang diperiksa secara histopatologi dan didiagnosis sebagai apendisitis, baik akut, akut perforasi, dan kronis pada Departemen Patologi Anatomi FKUI

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pneumonia, mendapatkan terapi antibiotik, dan dirawat inap). Data yang. memenuhi kriteria inklusi adalah 32 rekam medik.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pneumonia, mendapatkan terapi antibiotik, dan dirawat inap). Data yang. memenuhi kriteria inklusi adalah 32 rekam medik. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini mengevaluasi tentang penggunaan antibiotik pada pasien pneumonia di RSU PKU Muhammadiyah Bantul. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan terdapat 79 rekam

Lebih terperinci

BAB I LAPORAN PENDAHULUAN

BAB I LAPORAN PENDAHULUAN BAB I LAPORAN PENDAHULUAN A. DEFINISI PENYAKIT Asma adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermitten, reversibel dimana trakea dan bronki berespon secara hiperaktif terhadap stimulasi tertentu. Asma

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Angka morbiditas dan mortalitas pneumonia di seluruh dunia sangat

BAB I PENDAHULUAN. Angka morbiditas dan mortalitas pneumonia di seluruh dunia sangat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Angka morbiditas dan mortalitas pneumonia di seluruh dunia sangat tinggi. Pneumonia merupakan penyakit radang akut paru yang disebabkan oleh mikroorganisme yang mengakibatkan

Lebih terperinci

Mengapa Kita Batuk? Mengapa Kita Batuk ~ 1

Mengapa Kita Batuk? Mengapa Kita Batuk ~ 1 Mengapa Kita Batuk? Batuk adalah refleks fisiologis. Artinya, ini adalah refleks yang normal. Sebenarnya batuk ini berfungsi untuk membersihkan tenggorokan dan saluran napas. Atau dengan kata lain refleks

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Spirometri adalah salah satu uji fungsi paru yang dapat digunakan untuk mendiagnosis penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) (Health Partners, 2011). Uji fungsi paru

Lebih terperinci