SAMBUTAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
|
|
- Yenny Dharmawijaya
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1
2 MENTERIKESEHATAN REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA Indonesia terletak di wilayah yang rawan bencana, baik bencana alam, non alam maupun bencana sosial Berbagai jenis bencana ini dapat menimbulkan krisis kesehatan. Seperti timbulnya korban massal, masalah pengungsi, masalah pangan dan gizi, masalah ketersediaan air bersih, masalah sanitasi lingkungan, penyebaran vektor penyakit, penyebaran penyakit menular, lumpuhnya pelayanan kesehatan, munculnya kasus stress pasca trauma dan kelangkaan tenaga kesehatan. Hal ini tentu akan mengganggu jalannya pelayanan publik, termasuk pelayanan kesehatan. Salah satu peran Kementerian Kesehatan adalah mempersiapkan standar dan pedoman agar tugas dan tanggung jawab penanggulangan krisis kesehatan akibat bencana dapat dilaksanakan dengan baik, terpadu dan sinergis dengan pengelola program sektor kesehatan maupun sektor diluar kesehatan. Pada tahun 2007, Kementerian Kesehatan telah menerbitkan Buku Pedoman Teknis Penanggulangan Krisis Kesehatan Akibat 8encana yang mengacu pada standar intemasional Namun dengan adanya perkembangan di bidang penanggulangan krisis kesehatan akibat bencana dan adanya masukan dari daerah, dari lintas program dan dari lintas sektor, maka Kementerian Kesehatan melakukan revisi terhadap buku pedoman tersebut. Saya menyambut baik terbitnya revisi buku pedoman ini dan saya berharap agar buku pedoman ini dapat disebarluaskan untuk digunakan sebagai acuan oleh seluruh institusi kesehatan dalam penanggulangan krisis kesehatan akibat bencana di Indonesia, Kepada semua phak yang telah berperan dalam penyusunan dan penerbitan buku ini, saya sampaikan terima kasih dan apresiasi. Pedoman Teknis PenongguJongon Krisis Kesehatan Akibot 8encana
3 Semoga buku ini bermanfaat bagi penanggulangan krisis akibat bencana di Indonesia dan bagi peningkatan kesejahteraan Rakyat Indonesia. Jakarta,S Desember 2011 MENTERI KESEHATAN Rl ~. dr. Endang Rahayu Sedyaningsih, MPH, Dr.PH KATA PENGANTAR Negara Republik Indonesia terletak di daerah rawan bencana. Berbagai jenis kejadian bencana telah terjadi di Indonesia, baik bencana alam (natural disasfet'), bencana karena kegagalan teknologi maupun bencana karena ulah manusia (manmade disastel). Kejadian bencana biasanya menimbulkan jatuhnya korban manusia (meninggal, luka -Iuka dan pengungsian) maupun kerugian harta benda. Adanya korban manusia dapat menimbulkan krisis kesehatan pada masyarakat yang terkena bencana dan masyarakat yang berada di sekitar daerah bencana. Permasalahan yang sering terjadi di lapangan adalah masalah kurangnya koordinasi serta keterlambatan respon tanggap darurat dalam pemenuhan sumber daya dalam penanggulangan krisis kesehatan. Oleh karena itu, dalam rangka pengurangan dampak risiko bencana perlu adanya peningkatan kapasitas dalam penanggulangan krisis kesehatan akibat bencana. Keberhasilan penanggulangan krisis kesehatan akibat bencana ditentukan oleh kesiapan masing-masing unit kesehatan yang terlibat, manajemen penanganan bencana serta kegiatan pokok seperti penanganan korban massal, pelayanan kesehatan dasar di pengungsian, penanggulangan dan pengendalian penyakit, penyediaan air bersih dan sanitasi, penanganan gizi darurat, penanganan kesehatan jiwa, serta pengelolaan lagistik dan perbekalan kesehatan. Mengingat permasalahan akibat bencana sangat kompleks maka perlu dilakukan revisi pedoman yang sudah ada. Revisi ini dilakukan untuk melengkapi dan menyesuaikan dengan kondisi yang ada saat ini. Pedoman sebelumnya belum ditetapkan dalam keputusan Menteri Kesehatan, oleh karena itu revisi ini sekaligus untuk menetapkan pedoman ini dalam suatu keputusan Menteri Kesehatan. Dengan dilakukannya revisi Pedoman Teknis Penanggulangan Krisis Kesehatan akibat Bencana ini diharapkan petugas di jajaran kesehatan, lembaga donor, LSM/NGO nasional dan internasional serta pihak lain yang ii Pedaman Teknis Penanggulongon Krisis Kesehatan Akibat Bencono Pedomon Teknis Penonggulongan Krisis Kesehoton Akibot Bencono iii
4 bekerja/berkaitan dalam penanganan krisis kesehatan akibat bencana di Indonesia menjadi lebih jelas perannya masing*masing secara terintegrasi sehingga dapat melakukan upaya penanggulangan krisis kesehatan akibat bencana dengan lebih optimal. Akhirnya kepada semua pihak dan instansi yang terkait baik pemerintah maupun non pemerintah, kami sampa jkan penghargaan dan terima kasih yang sebesar-besarnya atas peran sertanya sehingga revisi buku pedoman ini dapat terwujud. Oemikian, semoga buku ini dapat bermanfaat bag; kita semua. Jakarta, 5 Oesember 2011 Sekretaris lenderal ~..- dr. Ratna Rosita, MPHM UCAPAN TERIMA KASIH Puj; syukur kehadirat Allah SWT karena atas perkenan-nya, Buku Pedoman Teknis Penanggulangan Krisis Kesehatan akibat Bencana dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Revisi pedoman yang melibatkan lintas program maupun lintas seldor telah melewati beberapa tahapan proses. Kegiatan penanggulangan bencana, dimulai dari kegiatan pencegahan mitigasi dan kesiapsiagaan yang dilakukan pada fase pra-bencana; kegiatan tanggap darurat pada saat bencana; dan fase pemulihan sebagai masa transisi menuju ke keadaan normal yang didukung oleh kegiatan pemantauan dan pengumpulan informasi sehingga menuntut sebuah pedoman teknis yang praktis, komprehensif dan mudah digunakan oleh para pelaku yang berperan di dalamnya. OJ sisi lain, bencana dengan segala karakteristiknya merupakan peristiwa yang juga selalu menuntut pembelajaran dari hari ke hari, tidak terkecuali untuk Indonesia yang telah sejak lama menyandang predikat sebagai negara supermarket bencana. Selain itu dengan adanya UU No. 24 tahun 2007 yang menempatkan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) sebagai koordinator penanggulangan bencana di Indonesia, turut mengubah mekanisme penanggulangan bencana menjadi lebih terintegrasi dan terkoordinasi. Oleh karena itu, dengan mempertimbangkan berbagai perkembangan yang terjadi saat ini, baik dari segi peraturan maupun mekanisme penanggulangan bencana, maka buku Pedoman Teknis Penanggulangan Krisis Kesehatan akibat Bencana yang ada saat ini dipandang perlu untuk di revisi dalam rangka meningkatkan upaya penanggulangan krisis kesehatan akibat bencana. Kami mengucapkan terima kasih kepada unit-unit terkait di lingkungan Kementerian Kesehatan, Unit Pelaksana Teknis, kalangan profesional, WHO EHA (Emergency and Humanitarian Action) dan semua pihak yang telah membantu memberik.an masukan dan saran dalam penyempurnaan buku pedoman ini. ;v Pedomon Teknis Penanggulangan Krisis Kesehatan Akibat Bencana Pedoman Teknis Penanggu/angan Krisis Kesehatan Akibat Bencana v
5 Semoga buku pedoman ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang bekerja dalam penanganan krisis kesehatan, khususnya bagi para pelaksana di jajaran kesehatan, lembaga donor, LSM/NGO nasional dan internasional. Jakarta, 5 Desember 2011 Kepala Pusat Penanggulangan Krisis ~ Mudjiharto, SKM, MM Remark WHO Representative to Indonesia The first edition of Technical guideline of Health Action in Crisis has served as the platform for governments, donor agencies, national and international humanitarian agencies to work. more effectively and efficiently based on standards for the people affected. During the implementation, we faced dynamic changes in disaster management based on lesson learnt on the recent disasters occurred in Indonesia such as the type and severity of disaster; recent policies of Government of Indonesia (GoI) and revision on health policy, law and regulations based on the updated version of Standard Operating Procedure (SOP) in each sector related to disaster management. In 2007, Gol released law no.24 on Disaster Management and established National Disaster Management Agency (NDMA) based on the Presidential Regulation no.s Year 200S on 26 January 200S. This agency provides one line command during disaster phase, coordinative function in pre and post disaster phase. The task and function of NOMA is supported by line ministries/departments including Ministry of Health (MOH) and related organizations based on their tasks and functions. This guideline has been modified based on the updated SOP from each unit in MOH and UN agencies. It is expected to strengthen the Disaster Risk. Reduction Programme in Health Sector (DRR-PHS) and disaster emergency management as a whole in various sectors, enabling self sustainability in reducing risk. by having good preparations and effective response to emergencies and disasters according to updated Standard Operating Procedures in 446 districts, Indonesia by WHO will always provide necessary supports for MOH in addressing Disaster Management. I would like to thank everyone involved in making this work. possible. Dr. Khanchit Limpakarnjanarat WHO Representative to Indonesia v; Pedomon Teknis Penanggulongon Krisis Kesehaton Akibot Bencano Pedoman Teknis Penanggulangan Krisis Kesehatan Akibot Bencona vii
6 DAFTAR TABEL Tabel 2.1 Karakteristik Bencana 10 Tabel 2.2 Klaster yang ada di Indonesia beserta organisasi ketua dan anggotanya 17 Tabel 2.3 Koordinasi serta pembagian wewenang dan tanggung jawab dalam pengelolaan obat dan perbekalan kesehatan pada penanggulangan bencana 25 Tabel 2.4 Jenis obat dan jenis penyakit sesuai dengan jenis bencana 28 Tabel 3.1 Tabel 3.2 Jenis penyakit, obat, dan perbekalan kesehatan pada tahap tanggap darurat berdasarkan bencana Contoh Obat untuk Pos Kesehatan dan Pustu dengan tenaga medis dan paramedis ix
7 DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Siklus Penanganan Bencana 7 Gambar 2.2 Struktur Organisasi dalam Kementerian Kesehatan pada Penanggulangan Bencana 13 Gambar 2.3 Hubungan antara BNPB dan Kementerian Kesehatan 14 Gambar 2.4 Peta Lokasi PPK Regional 15 Gambar 2.5 Alur penyampaian informasi pra bencana 30 Gambar 2.6 Alur penyampaian dan konfirmasi informasi awal kejadian bencana 31 Gambar 2.7 Alur penyampaian informasi penilaian cepat kesehatan 34 Gambar 2.8 Alur penyampaian dan konfirmasi informasi perkembangan kejadian bencana 37 Gambar 3.1 Pembagian area kerja 47 Gambar 3.2 Pos pelayanan medis depan 51 Gambar 3.3 Pos pelayanan medis lanjutan standar 52 Gambar 3.4 Alur evakuasi korban dengan sistem noria 53 Gambar 3.5 Permintaan dan pendistribusian obat dan perbekalan kesehatan 123 Gambar 3.6 Alur pelaporan tahap tanggap darurat 126 x
8 DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Siklus Penanganan Bencana 7 Gambar 2.2 Struktur Organisasi dalam Kementerian Kesehatan pada Penanggulangan Bencana 13 Gambar 2.3 Hubungan antara BNPB dan Kementerian Kesehatan 14 Gambar 2.4 Peta Lokasi PPK Regional 15 Gambar 2.5 Alur penyampaian informasi pra bencana 30 Gambar 2.6 Alur penyampaian dan konfirmasi informasi awal kejadian bencana 31 Gambar 2.7 Alur penyampaian informasi penilaian cepat kesehatan 34 Gambar 2.8 Alur penyampaian dan konfirmasi informasi perkembangan kejadian bencana 37 Gambar 3.1 Pembagian area kerja 47 Gambar 3.2 Pos pelayanan medis depan 51 Gambar 3.3 Pos pelayanan medis lanjutan standar 52 Gambar 3.4 Alur evakuasi korban dengan sistem noria 53 Gambar 3.5 Permintaan dan pendistribusian obat dan perbekalan kesehatan 123 Gambar 3.6 Alur pelaporan tahap tanggap darurat 126
9 DAFTAR ISTILAH Angka Kematian Ibu (AKI): kematian perempuan pada saat hamil atau selama 42 hari sejak terminasi kehamilan tanpa memandang lama dan tempat persalinan, yang disebabkan karena kehamilannya atau pengelolaannya, dan bukan karena sebabsebab lain, per kelahiran hidup. Antihistamin : obat yang digunakan untuk mengurangi atau mencegah reaksi histamin (misal alergi). Antipiretik : obat penurun demam. Antropometri gizi: cara pengukuran status gizi berdasarkan umur, berat badan, tinggi badan, lingkar lengan atas, lingkar kepala, lingkar dada dan tebal jaringan lunak. Apotek: Tempat tertentu, tempat dilakukan pekerjaan kefarmasian dan penyaluran sediaan farmasi, perbekalan kesehatan lainnya kepada masyarakat. Apoteker: Sarjana farmasi yang telah lulus pendidikan profesi dan telah mengucapkan sumpah berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku dan berhak melakukan pekerjaan kefarmasian di Indonesia sebagai Apoteker. Bahaya: Faktor faktor yang dapat mengganggu dan mengancam kehidupan manusia. Buffer stock: Persediaan obat obatan dan perbekal an kesehatan di setiap gudang farmasi provinsi dan kabupaten/kota yang ditujukan untuk menunjang pelayanan kesehatan selama bencana. Bencana: Suatu kejadian peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda dan dampak psikologis. Bencana Alam : Bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan dan tanah longsor. Bencana Non Alam : Bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau rangkaian peristiwa non alam yang antara lain berupa gagal teknologi, gagal modernisasi, epidemi dan wabah penyakit. Bencana Sosial: bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang diakibatkan oleh manusia yang meliputi konflik sosial antar Pedoman Teknis Penanggulangan Krisis Kesehatan Akibat Bencana xi xii Pedoman Teknis Penanggulangan Krisis Kesehatan Akibat Bencana
10 kelompok atau antar komunitas masyarakat, dan teror. Brigade siaga bencana (BSB): Suatu satuan tugas kesehatan yang terdiri dari petugas medis (dokter dan perawat), paramedis, dan awam khusus yang memberikan pelayanan kesehatan berupa pencegahan, penyiagaan, maupun pertolongan bagi korban bencana. Bronkodilator : alat yang dapat memperlebar lubang saluran napas yang menyempit ketika seseorang mendapat serangan asma. Campak (measles): Ruam kulit (skin rash) yang sifatnya maculo papular dengan demam, disertai conjungtivitis dan/atau batuk pilek. Daerah rawan bencana: Suatu daerah yang memiliki risiko tinggi terhadap suatu bencana akibat kondisi geografis, geologis, dan demografis serta akibat ulah manusia. Dekongestan : penyembuh pengembangan pembuluh darah. Diare: Buang air lembek atau encer bahkan berupa air saja lebih sering dari biasanya dan merupakan penyakit yang sangat berbahaya terutama bagi balita. Diare disertai darah (bloody diarrhea): Buang air besar lebih dari tiga kali selama 24 jam dengan konsistensi tinja lembek atau cair, disertai lendir dan/atau darah yang terlihat pada tinja. Endemis: suatu keadaan dimana suatu penyakit atau agen infeksi tertentu secara terus menerus ditemukan disuatu wilayah tertentu, bisa juga dikatakan sebagai suatu penyakit yang umum ditemukan disuatu wilayah. Evakuasi: Upaya untuk memindahkan korban dari lokasi yang tertimpa bencana ke wilayah yang lebih aman untuk mendapatkan pertolongan. HIV: Human Immunodeficiency Virus yang dapat menyebabkan AIDS dengan cara menyerang sel darah putih yang bernama sel CD4 sehingga dapat merusak sistem kekebalan tubuh manusia yang pada akhirnya tidak dapat bertahan dari gangguan penyakit walaupun yang sangat ringan sekalipun. Infeksi Menular Seksual (IMS): penyakit yang menyerang manusia melalui transmisi hubungan seksual, seks oral dan seks anal. Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA): Penyakit infeksi akut yang menyerang salah satu bagian atau lebih dari saluran napas mulai dari hidung (saluran atas) sampai alveoli (saluran bawah) termasuk jaringan adneksanya, seperti sinus, rongga telinga bawah, dan pleura. Pedoman Teknis Penanggulangan Krisis Kesehatan Akibat Bencana xiii xiv Pedoman Teknis Penanggulangan Krisis Kesehatan Akibat Bencana
11 ISPA non pneumonia: Batuk atau pilek disertai demam <2 minggu. Gizi buruk: Pengukuran status gizi buruk menggunakan antropometri dengan indeks BB/TB atau BB/PB. Disebut gizi buruk apabila hasil perhitungan BB/TB atau BB/PB < 3SD. Keadaan gawat gizi (serious situation): Keadaan yang ditandai dengan prevalensi gizi kurang balita pengungsi lebih besar atau sama dengan 15%, atau 10 14,9% dan disertai faktor pemburuk. Keadaan kritis gizi (risky situation): Keadaan yang ditandai dengan prevalensi gizi kurang balita pengungsi lebih besar atau sama dengan 10 14,9%, atau 5 9,9% dan disertai faktor pemburuk. Kedaruratan: Kejadian tiba tiba yang memerlukan tindakan segera karena dapat menyebabkan epidemi, bencana alam, atau teknologi, kerusuhan atau karena ulah manusia lainnya. (WHO) Kejadian Luar Biasa (KLB): meningkatnya kejadian kesakitan atau kematian yang bermakna secara epidemiologis pada suatu daerah dalam kurun waktu tertentu. Rawan Bencana : kondisi atau karakteristik geologis, biologis, hidrologis, klimatologis, geografis, sosial, budaya, politik, ekonomi, dan teknologi pada suatu wilayah untuk jangka waktu tertentu yang mengurangi kemampuan mencegah, meredam, mencapai kesiapan, dan mengurangi kemampuan untuk menanggapi dampak buruk bahaya tertentu. Kesehatan reproduksi: suatu keadaan fisik, mental dan sosial yang utuh, bukan hanya bebas dari penyakit atau kecacatan dalam segala aspek yang berhubungan dengan sistem reproduksi, fungsi serta prosesnya. Atau Suatu keadaan dimana manusia dapat menikmati kehidupan seksualnya serta mampu menjalankan fungsi dan proses reproduksinya secara sehat dan aman. Kesiapsiagaan: Serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian serta melalui langkah yang tepat guna dan berdaya guna. Kewaspadaan Universal atau Kewaspadaan Umum (KU) atau Universal Precautions (UP): adalah suatu cara untuk mencegah penularan penyakit dari cairan tubuh, baik dari pasien ke petugas kesehatan dan sebaliknya juga dari pasien ke pasien lainnya (Dr. Akhmad Wiryawan, 2007). Menurut Prof. Dr. Sulianti Saroso (2006) Kewaspadaan Universal adalah suatu cara penanganan baru untuk meminimalkan pajanan darah dan cairan tubuh dari semua pasien, tanpa memperdulikan status infeksi. Kit Kesehatan Reproduksi: bahan yang dibutuhkan untuk melaksanakan pelayanan kesehatan reproduksi Pedoman Teknis Penanggulangan Krisis Kesehatan Akibat Bencana xv xvi Pedoman Teknis Penanggulangan Krisis Kesehatan Akibat Bencana
12 dalam situasi darurat sesuai dengan tujuan dari PPAM. Lembaga swadaya masyarakat (LSM, nongovern mental organization/ngo): Suatu lembaga nonpemerintah yang dibiayai sendiri oleh masyarakat dan bergerak yang dalam bidang tertentu. Leptospirosis: Penderitaan dengan demam mendadak tinggi disertai sakit kepala, nyeri otot, hiperaestesia pada kulit, mual, muntah, diare. Bradikardi relatif, ikterus, infeksi silier mata. LILA: Lingkar Lengan Atas, merupakan salah satu metode pengukuran status gizi. Lumpuh layuh akut (acute flaccid paralysis, AFP): Kelumpuhan mendadak (progresif) yang sifatnya layuh (flaccid, floppy) pada satu atau lebih anggota gerak termasuk Guillain Barre Syndrome, pada anak usia <15 tahun atau Kelumpuhan mendadak (progresif) yang sifatnya layuh (flaccid, floppy) pada penduduk usia >15 tahun dan diduga kuat sebagai polio. Manajemen SDM kesehatan: Serangkaian kegiatan perencanaan dan pendayagunaan tenaga yang bekerja secara aktif di bidang kesehatan dalam melakukan upaya kesehatan. Malaria klinis (clinical malaria): Demam atau ada riwayat demam disertai gejala menggigil, mual, muntah dan diare, nyeri kepala, nyeri punggung, dan penyakit infeksi lainnya dapat dikesampingkan. Masalah gizi darurat: Keadaan gizi dimana jumlah kurang gizi pada sekelompok masyarakat pengungsi meningkat dan mengancam memburuknya kehidupan Masa inkubasi: waktu berlalu antara paparan suatu patogen organisme, suatu bahan kimia atau radiasi, dan ketika gejala dan tanda tanda yang pertama jelas. Mitigasi: Serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi bencana. Mobilisasi: Penggerakan bantuan, tenaga, dan sumber daya lain ke lokasi bencana. Neonatal: bayi yang berumur 0 28 hari Obat: Sediaan atau paduan bahan bahan yang siap untuk digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka menetapkan diagnosa, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan, dan kontrasepsi. Obat bantuan: Obat obat yang berasal dari sumber dana selain dari kabupaten/kota yang bersangkutan, baik dari pemerintah (pusat dan provinsi) maupun pihak swasta dan bantuan luar negeri. Pedoman Teknis Penanggulangan Krisis Kesehatan Akibat Bencana xvii xviii Pedoman Teknis Penanggulangan Krisis Kesehatan Akibat Bencana
13 Obat esensial: Obat yang diperlukan dan sering digunakan. Obat rusak: Obat yang tidak memenuhi standar yang ditetapkan. Paket Layanan Awal Minimum (Minimum Initial Service Package/MISP) untuk Kesehatan Reproduksi: seperangkat kegiatan prioritas terkoordinasi yang dirancang untuk: mencegah dan menangani akibat dari kekerasan seksual; mengurangi penyebaran HIV; mencegah kelebihan angka mortalitas dan morbiditas ibu dan bayi; dan me rencana kan layanan Kesehatan Reproduksi lengkap pada hari hari dan mingguminggu awal dari situasi darurat dan bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan para pelaku kemanusiaan mengenai layanan Kesehatan Reproduksi prioritas ini agar dapat dimulai di awal situasi krisis. Penghapusan/pemusnahan obat: Serangkaian kegiatan dalam rangka pembebasan obat obatan milik atau kekayaan Negara dari tanggung jawab berdasarkan peraturan perundang undangan yang berlaku. Kegiatan Pencegahan Bencana : Serangkaian kegiatan yang dilakukan sebagai upaya untuk menghilangkan dan/atau mengurangi ancaman bencana. PONED : Pelayanan Obsterik dan Neonatal Emergensi Dasar, meliputi kemampuan untuk menangani dan merujuk : a) Hipertensi dalam kehamilan (preeklampsia, eklampsia), b) Tindakan pertolongan Distosia Bahu dan Ekstraksi Vakum pada Pertolongan Persalinan, c) Perdarahan post partum, d) infeksi nifas, e) BBLR dan Hipotermi, Hipoglekimia, Ikterus, Hiperbilirubinemia, masalah pemberian minum pada bayi, f) Asfiksia pada bayi, g) Gangguan nafas pada bayi, h) Kejang pada bayi baru lahir, i) Infeksi neonatal, j) Persiapan umum sebelum tindakan kedaruratan Obstetri Neonatal antara lain Kewaspadaan Universal Standar. PONEK: Pelayan Obstetrik dan Neonatal Emergensi Komprehensif di Rumah Sakit, meliputi kemampuan untuk melakukan tindakan a) seksia sesaria, b) Histerektomi, c) Reparasi Ruptura Uteri, cedera kandung/saluran kemih, d) Perawatan Intensif ibu dan Neonatal, e) Tranfusi darah. Pusat Penanggulangan Krisis (PPK) Regional: Unit fungsional di daerah yang ditunjuk untuk mempercepat dan mendekatkan fungsi bantuan pelayanan kesehatan dalam penanggulangan kesehatan pada kejadian bencana. Penilaian risiko: Suatu evaluasi terhadap semua unsur yang berhubungan dengan pengenalan bahaya serta dampaknya terhadap lingkungan tertentu. Pencegahan: segala upaya yang dilakukan untuk mencegah terjadinya bencana dan/atau bila memungkinkan meniadakan sebagian atau seluruh bencana yang mungkin terjadi Pedoman Teknis Penanggulangan Krisis Kesehatan Akibat Bencana xix xx Pedoman Teknis Penanggulangan Krisis Kesehatan Akibat Bencana
14 Penanggulangan Bencana : Serangkaian upaya yang meliputi penetapan kebijakan pembangunan yang berisiko timbulnya bencana, kegiatan pencegahan bencana, tanggap darurat dan rehabilitasi. Penanggulangan krisis kesehatan akibat bencana: Serangkaian kegiatan bidang kesehatan untuk mencegah, menjinakkan (mitigasi) ancaman/bahaya yang berdampak pada aspek kesehatan masyarakat, mensiapsiagakan sumber daya kesehatan, menanggapi kedaruratan kesehatan, dan memulihkan (rehabilitasi), serta membangun kembali (rekonstruksi) infrastruktur kesehatan yang rusak akibat bencana secara lintas program dan lintassektor. Pengungsi: Orang atau kelompok orang yang terpaksa atau dipaksa keluar dari tempat tinggalnya untuk jangka waktu yang belum pasti sebagai akibat dampak buruk bencana. Penilaian cepat masalah kesehatan (Rapid Health Assessment, RHA): Serangkaian kegiatan yang meliputi pengumpulan informasi subjektif dan objektif guna mengukur kerusakan dan meng identifikasi kebutuhan dasar penduduk yang menjadi korban dan memerlukan ketanggapdarurat an segera. Kegiatan ini dilakukan secara cepat karena harus dilaksanakan dalam waktu yang terbatas selama atau segera setelah suatu kedaruratan. Peringatan dini: Serangkaian kegiatan pemberian peringatan sesegera mungkin kepada masyarakat tentang kemungkinan terjadinya bencana pada suatu tempat oleh lembaga yang berwenang. Perbekalan kesehatan: Semua bahan selain obat dan peralatan yang diperlukan untuk menyelenggarakan upaya kesehatan. PMT darurat (blanket supplementary feeding programme): Pemberian makanan tambahan kepada seluruh kelompok rentan: anak balita, wanita hamil, dan ibu meneteki (khususnya sampai 6 bulan setelah melahirkan) yang bertujuan mencegah memburuknya keadaan gizi pengungsi. PMT darurat terbatas (targeted supplementary feeding programme): Pemberian makanan tambahan kepada kelompok rentan yang menderita gizi kurang. PMT terapi (therapeutic feeding programme): Pemberian makanan tambahan dengan terapi diet dan medis pada anak yang menderita gizi buruk (sangat kurus) yang bertujuan menurunkan angka kematian. Pneumonia: Proses infeksi akut yang mengenai jaringan paru paru (alveoli). Profilasis: langkah langkah yang dirancang untuk menjaga kesehatan dan mencegah penyebaran penyakit atau pencegahan penyakit ke derajat sakit yang lebih berat atau mengendalikan penyakit. Pedoman Teknis Penanggulangan Krisis Kesehatan Akibat Bencana xxi xxii Pedoman Teknis Penanggulangan Krisis Kesehatan Akibat Bencana
15 Psikoedukasi: Sebuah sub disiplin ilmu piskologi yang berkaitan dengan teori dan masalah kependidikan Psikopatologi: Bagian Psikologi yang menjadikan gejala kejiwaan sebagai objeknya Psikososial: sebuah cabang ilmu psikologi yang mempelajari atribu2 sosial dalam perilaku manusia sehari hari dalam kaitan interaksi di dalam lingkungan kesehariannya Psikotropika: Suatu zat atau obat baik alamiah maupun sintesis bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh efektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku Public Safety Center (PSC): Pusat pelayanan yang menjamin kebutuhan masyarakat dalam hal hal yang berhubungan dengan kegawat daruratan, termasuk pelayanan medis yang dapat dihubungi dalam waktu singkat di manapun berada, dan merupakan ujung tombak pelayanan yang bertujuan untuk mendapatkan respons cepat (quick response) terutama pelayanan pra rumah sakit. Rehabilitasi: Perbaikan dan pemulihan semua aspek pelayanan publik atau masyarakat sampai tingkat yang memadai pada wilayah pasca bencana dengan sasaran utama untuk normalisasi atau berjalannya secara wajar semua aspek pemerintahan dan kehidupan masyarakat pada wilayah pasca bencana. Rekonstruksi: Pembangunan kembali semua prasarana dan sarana, kelembagaan pada wilayah pasca bencana, baik pada tingkat pemerintahan maupun masyarakat dengan sasaran utama tumbuh dan berkembangnya kegiatan perekonomian, sosial dan budaya, tegaknya hukum dan ketertiban, dan bangkitnya peran serta masyarakat dalam segala aspek kehidupan bermasyarakat pada wilayah pasca bencana. Rencana kontinjensi: Suatu proses perencanaan ke depan, dalam keadaan yang tidak menentu, di mana skenario dan tujuan disepakati, tindakan teknis dan manajerial ditetapkan, dan sistem tanggapan dan pengerahan potensi disetujui bersama untuk mencegah, atau menanggulangi secara lebih baik dalam situasi darurat atau kritis. Resusitasi: Upaya pertolongan pada korban dengan memberikan bantuan hidup dasar untuk menyelamatkan jiwa korban. Risiko Bencana : Potensi kerugian akibat yang ditimbulkan akibat bencana pada suatu wilayah dan kurun waktu tertentu yang dapat berupa kematian, luka, sakit, jiwa terancam, hilangnya rasa aman, mengungsi, kerusakan atau kehilangan harta, dan gangguan kegiatan masyarakat. Pedoman Teknis Penanggulangan Krisis Kesehatan Akibat Bencana xxiii xxiv Pedoman Teknis Penanggulangan Krisis Kesehatan Akibat Bencana
16 RS PONEK 24 Jam: RS yang memiliki kemampuan serta fasilitas PONEK siap 24 jam untuk meberikan pelayanan terhadap ibu hamil, bersalin, nifas dan bayi baru lahir dengan nkomplikasi baik yang datang sendiri atau atas rujukan kader/masyarakat, bidan di desa, Puskesmas dan Puskesmas PONED. Sediaan farmasi: Obat, bahan obat, obat tradisional dan kosmetika Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu (SPGDT): Suatu sistem penanggulangan pasien gawat darurat yang terdiri dari unsur pelayanan pra rumah sakit, pelayanan di rumah sakit, dan pelayanan antarrumah sakit. Pelayanan berpedo man pada respons cepat yang menekankan pada Time Saving is Life and Limb Saving, yang melibatkan masyarakat awam umum, awam khusus, petugas medis, ambulans gawat darurat, dan sistem komunikasi. Sistem Peringatan Dini: Sistem (rangkaian proses) pengumpulan dan analisis data serta diseminasi informasi tentang keadaan darurat atau kedaruratan. Sistem rujukan upaya kesehatan: suatu tatanan kesehatan yang memungkinkan terjadinya penyerahan tanggung jawab secara timbal balik atas timbulnya masalah dari suatu kasus atau masalah kesehatan masyarakat, baik secara vertikal maupun horizontal, kepada yang berwenang dan dilakukan secara rasional. Sumber Daya Manusia (SDM) Kesehatan: Seseorang yang bekerja secara aktif di bidang kesehatan baik yang memiliki pendidikan formal kesehatan maupun tidak yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan dalam melakukan upaya kesehatan. Surveilans epidemiologi: kegiatan analisis secara sistematis dan terus menerus terhadap penyakit atau masalahmasalah kesehatan dan kondisi yang mempengaruhi terjadinya peningkatan dan penularan penyakit atau masalah masalah kesehatan tersebut, agar dapat melakukan tindakan penanggulangan secara efektif dan efisien melalui proses pengumpulan data, pengolahan dan penyebaran informasi epidemiologi kepada penyelenggara program kesehatan. Surveilans Gizi Pengungsi: Proses pengamatan keadaan gizi pengungsi secara terus menerus untuk pengambilan keputusan dalam menentukan tindakan intervensi. Surveilans penyakit: proses pengumpulan, pengolahan, analisis, dan interpretasi data secara sistematik dan terus menerus serta penyebaran informasi suatu jenis penyakit kepada unit yang membutuhkan untuk dapat mengambil tindakan. (WHO) Suspek demam berdarah dengue/dbd (dengue hemorrhagic fever): Demam tinggi mendadak, berlangsung terus menerus selama >2 hari, disertai salah satu atau lebih gejala antara lain, uji torniquet positif; petekia, ekimosis purpura; perdarahan mukosa, epitaksis, perdarahan gusi; hematemesis; dan melena. Pedoman Teknis Penanggulangan Krisis Kesehatan Akibat Bencana xxv xxvi Pedoman Teknis Penanggulangan Krisis Kesehatan Akibat Bencana
17 Tanggap darurat bencana: Serangkaian kegiatan yang dilakukan dengan segera pada saat kejadian bencana untuk menangani dampak buruk yang ditimbulkan, yang meliputi kegiatan penyelamatan dan evakuasi korban, harta benda, pemenuhan kebutuhan dasar, perlindungan, perlindungan, pengurusan pengungsi, penyelamatan, serta pemulihan sarana dan prasarana. Tenaga Disaster Victim Identification (DVI): Tenaga yang bertugas melakukan pengenalan kembali jati diri korban yang meninggal akibat bencana. Triase: Pengelompokan korban yang didasarkan atas beratringan trauma/penyakit serta kecepatan penanganan/pemindahannya. Tersangka hepatitis (suspected hepatitis): Penderita dengan warna kuning pada sklera matanya. Tim Reaksi Cepat (TRC): Tim yang sesegera mungkin bergerak ke lokasi bencana setelah ada informasi bencana untuk memberikan pelayanan kesehatan bagi korban. Tim Penilaian Cepat Kesehatan (Rapid Health assessment/rha team): Tim yang dapat diberangkatkan bersamaan dengan Tim Reaksi Cepat atau menyusul untuk menilai kondisi dan kebutuhan pelayanan kesehatan. Tim Bantuan Kesehatan: Tim yang diberangkatkan untuk menangani masalah kesehatan berdasarkan laporan Tim RHA. Tim rescue: Tim yang dibentuk khusus untuk menyelamatkan korban di lokasi bencana yang terdiri dari tenaga medis, petugas pemadam kebakaran, dan SAR. Pedoman Teknis Penanggulangan Krisis Kesehatan Akibat Bencana xxvii xxviii Pedoman Teknis Penanggulangan Krisis Kesehatan Akibat Bencana
18 DAFTAR ISI Sambutan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Kata Pengantar Ucapan Terima kasih Sambutan Perwakilan WHO Indonesia Daftar Tabel Daftar Gambar Daftar Istilah Daftar Isi i iii v vii ix x xi xxix I PENDAHULUAN 1 1. Latar Belakang 1 2. Tujuan 4 3. Sasaran 4 4. Dasar Hukum 4 II MANAJEMEN PENANGGULANGAN KRISIS KESEHATAN 6 1. Konsep Dasar dan Karakteristik Bencana Konsep dasar manajemen penanggulangan bencana Karakteristik bencana 9 2. Kebijakan Penanganan Krisis Kesehatan Pengorganisasian 11 a. Tingkat pusat 12 b. Tingkat daerah Mekanisme pengelolaan bantuan 20 a. Sumber daya manusia 20 b. Obat dan perbekalan kesehatan 23 c. Pengelolaan bantuan SDM internasional 24 d. Pengelolaan donasi obat dari donor internasional Pengelolaan Data dan Informasi Penanggulangan Krisis 29 a. Informasi pra bencana 29 b. Informasi saat dan pasca bencana 30 III PELAYANAN KESEHATAN SAAT BENCANA Pelayanan Kesehatan Korban Pusat pengendali operasi kesehatan Tahap penyiagaan Tahap upaya awal (initial action) Tahap rencana operasi 43 a. Menyusun rencana operasi 43 b. Keselamatan Tahap operasi tanggap darurat dan pemulihan darurat 45 xxix
19 a. Pencarian dan penyelamatan 45 b. Triase 47 c. Pertolongan pertama 49 d. Proses pemindahan korban 52 e. Perawatan di rumah sakit 54 f. Evakuasi pos medis sekunder Pelayanan Kesehatan Pengungsi Pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan 60 a. Surveilans penyakit dan faktor resiko 61 b. Proses kegiatan surveilans 63 c. Imunisasi 67 d. Pengendalian vektor 68 e. Pencegahan dan pengendalian penyakit Air bersih dan sanitasi 97 a. Air bersih 97 b. Pembuangan kotoran 103 c. Sanitasi pengelolaan sampah 104 d. Pengawasan dan pengamanan makanan dan minuman Pelayanan kesehatan gizi 107 a. Surveilans gizi darurat 107 b. Penanganan gizi darurat 108 c. Pemberian Makanan Bayi dan Anak (PMBA) usia 0 24 bulan Pengelolaan obat bencana 120 a. Tahap kesiapsiagaan 120 b. Tahap tanggap darurat 121 c. Tahap rehabilitasi dan rekonstruksi 130 d. Evaluasi Kesehatan reproduksi dalam situasi darurat bencana Penanganan kesehatan jiwa 140 a. Fase kedaruratan akut 140 b. Fase rekonsiliasi 143 c. Fase rekonsolidasi 146 IV PENATALAKSANAAN KORBAN MATI Proses Disaster Victim Identification Fase 1 : fase TKP Fase 2 : fase post mortem Fase 3 : fase ante mortem Fase 4 : fase rekonsiliasi Fase 5 : fase debriefing Metode dan Teknik Identifikasi 156 xxx
20 3. Prinsip Identifikasi Setelah Korban Teridentifikasi Jika Korban Tak Teridentifikasi Beberapa Hal Penting Berkaitan dengan Tata Laksana 160 V MONITORING DAN EVALUASI 162 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN xxxi
21 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Indonesia memiliki kondisi geografis, geologis, hidrologis, dan demografis yang memungkinkan terjadinya bencana, baik yang disebabkan oleh faktor alam, faktor nonalam maupun faktor manusia yang menyebabkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis yang dalam keadaan tertentu dapat menghambat pembangunan nasional. Wilayah Indonesia secara geografis dan geologis dapat digambarkan sebagai berikut: a. merupakan negara kepulauan yang terletak pada pertemuan empat lempeng tektonik, yaitu: lempeng Euroasia, Australia, Pasifik, dan Filipina. b. terdapat 130 gunung api aktif di Indonesia yang terbagi dalam Tipe A, Tipe B, dan Tipe C. Gunung api yang pernah meletus sekurang kurangnya satu kali sesudah tahun 1600 dan masih aktif digolongkan sebagai gunung api tipe A, tipe B adalah gunung api yang masih aktif tetapi belum pernah meletus sedangkan tipe C adalah gunung api yang masih di indikasikan sebagai gunung api aktif. c. terdapat lebih dari sungai besar dan kecil yang 30% di antaranya melewati kawasan padat penduduk dan berpotensi terjadinya banjir, banjir bandang dan tanah longsor pada saat musim penghujan. Beberapa kejadian bencana besar di Indonesia antara lain: a. Gempa bumi dan tsunami. Gempa bumi dan tsunami terbesar terjadi pada tanggal 26 Desember 2004, melanda Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan sebagian wilayah Provinsi Sumatera Utara dengan jumlah korban yang sangat besar, yaitu orang meninggal, orang hilang dan orang lukaluka. Kemudian pada tanggal 17 Juli 2006, peristiwa yang sama kembali melanda pantai Selatan Jawa (Pangandaran, Ciamis, Tasikmalaya, Garut, Banjar, Cilacap, Kebumen, Gunung Kidul dan Tulung Agung) yang menelan korban 684 orang meninggal dunia, 82 orang orang hilang dan korban dirawat inap sebanyak 477 orang dari orang yang luka luka. Empat tahun kemudian, tepatnya pada 1
22 25 Oktober 2010, peristiwa gempa bumi dan tsunami kembali terjadi di Kab. Mentawai Provinsi Sumatera Barat dengan jumlah korban sebanyak 509 orang; b. Gempa bumi. Gempa bumi Nias, Sumatera Utara terjadi pada 28 Maret 2005 dengan jumlah korban meninggal 1745 orang, korban hilang 25 orang dan korban luka luka sebanyak orang. Setahun kemudian, tepatnya pada 27 Mei 1976 gempa bumi kembali mengguncang DI Yogyakarta dan Jawa Tengah yang menelan korban sebanyak orang meninggal, orang rawat inap dan orang rawat jalan. Kemudian pada 30 September 2009, gempa bumi Sumatera Barat dengan kekuatan 7,6 Skala Richter kembali lagi terjadi di lepas pantai Sumatera Barat pada pukul 17:16:10 WIB mengakibatkan korban meninggal dunia sebanyak orang, korban luka berat sebanyak 788 orang, korban luka ringan sebanyak orang dan pengungsi sebanyak orang. Selain itu, sebanyak unit rumah mengalami kerusakan. Sarana kesehatan yang rusak sebanyak 292 unit, terdiri dari 10 rumah sakit, 53 puskesmas, 137 pustu, 6 kantor dinas, 15 polindes/poskesdes, 2 gudang farmasi dan 69 rumah dinas; c. Ledakan bom. Ledakan bom Bali I 12 Oktober 2002, ledakan bom Bali II 1 Oktober 2005 dan ledakan bom di wilayah Jakarta (bom Gereja Santa Anna dan HKBP 22 Juli 2001, bom Plaza Atrium Senen 23 September 2001, bom sekolah Australia 6 November 2001, bom tahun baru Bulungan 1 Januari 2002, bom kompleks Mabes Polri Jakarta 3 Februari 2003, bom bandara Soekarno Hatta Jakarta 27 April 2003, bom JW Marriott 5 Agustus 2003, bom Pamulang Tangerang 8 Juni 2005, bom di Hotel JW Marriott dan Ritz Carlton Jakarta 17 Juli 2009) mengakibatkan permasalahan kesehatan yang juga berdampak kepada aspek sosial, politik, ekonomi, hukum dan budaya di Indonesia; d. Letusan gunung berapi. Letusan Gunung Merapi di Jawa Tengah 15 Mei 2006 mengakibatkan 4 orang meninggal, orang pengungsian dengan permasalahan kesehatannya. Meletusnya Gunung Merapi di Provinsi Jawa Tengah dan DI Yogyakarta 25 Oktober 2010, mengakibatkan korban meningggal dunia sebanyak 347 orang yang terdiri dari 249 orang di Provinsi DI Yogyakarta dan 98 orang di Provinsi Jateng, korban rawat inap sebanyak 258 orang, korban rawat jalan sebanyak orang dan jumlah pengungsi sebanyak jiwa 2
23 yang tersebar di 550 titik. Adapun fasilitas kesehatan yang rusak sebanyak 65 unit; e. Kegagalan teknologi. Kasus kegagalan teknologi yang pernah terjadi adalah ledakan pabrik pupuk Petro Widada Gresik pada tanggal 20 Januari 2004 dengan jumlah korban meninggal 2 orang dan 70 orang luka bakar; f. Banjir lumpur panas. Banjir lumpur panas yang sampai kini masih menjadi permasalahan di Indonesia sejak 29 Mei 2006 adalah lumpur lapindo di Sidoarjo di lokasi pengeboran Lapindo Brantas Inc, Dusun Balongnongo, Desa Renokenongo, Kecamatan Porong, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur yang mengakibatkan pengungsian sebanyak jiwa; g. Banjir bandang. Banjir bandang di Kabupaten Teluk Wondama Provinsi Papua Barat 4 Oktober 2010, mengakibatkan korban meninggal dunia sebanyak 161 orang, korban rawat inap 36 orang, pulang sembuh 129 orang, korban rawat jalan orang, dan pengungsi sebanyak jiwa yang tersebar di empat kabupaten/kota di Prov. Papua Barat dan satu kabupaten di Provinsi Papua. Adapun fasilitas kesehatan yang rusak tercatat sebanyak 42 unit; h. Konflik. Sejak awal tahun 1999 telah terjadi konflik vertikal dan konflik horizontal di Indonesia, ditandai dengan timbullnya kerusuhan sosial, misalnya di Sampit Sambas, Kalimantan Barat, Maluku, Aceh, Poso, Sulawesi, Nusa Tenggara Timur, Papua, Tarakan dan berbagai daerah lainnya yang berdampak pada terjadinya pengungsian penduduk secara besar besaran. Semua kejadian tersebut menimbulkan krisis kesehatan, antara lain: lumpuhnya pelayanan kesehatan, korban mati, korban luka, pengungsi, masalah gizi, masalah ketersediaan air bersih, masalah sanitasi lingkungan, penyakit menular, gangguan kejiwaan dan gangguan pelayanan kesehatan reproduksi. Secara umum, upaya penanggulangan krisis kesehatan masih menghadapi berbagai macam kendala, antara lain: a. sistem informasi yang belum berjalan dengan baik; b. mekanisme koordinasi belum berfungsi dengan baik; c. mobilisasi bantuan ke lokasi bencana masih terhambat; d. sistem pembiayaan belum mendukung; 3
24 e. keterbatasan sumber daya yang akan dikirim maupun yang tersedia di daerah bencana; f. pengelolaan bantuan lokal maupun internasional yang belum baik. Oleh karena itu perlu adanya standar bagi petugas kesehatan, LSM/NGO nasional maupun internasional, lembaga donor dan masyarakat yang bekerja atau berkaitan dalam penanganan krisis kesehatan. 2. Tujuan Tujuan umum: Memberikan acuan bagi petugas kesehatan dalam penanganan krisis kesehatan. Tujuan khusus: 1. tersedianya standar teknis pelayanan kesehatan dalam penanganan krisis kesehatan; 2. tersedianya standar pengelolaan bantuan kesehatan, data dan informasi penanganan krisis kesehatan. 3. Sasaran Seluruh petugas di jajaran kesehatan, lembaga donor, LSM/NGO nasional dan internasional serta pihak lain yang bekerja/berkaitan dalam penanganan krisis kesehatan. 4. Dasar Hukum a. Undang undang Nomor 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana (Lembaran Negara Tahun 2007 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4723); b. Undang undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063); c. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan (Lembaran Negara Tahun 1996 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3637); 4
25 d. Peraturan Pemerintah nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi Sebagai Daerah Otonom (Lembar Negara Tahun 2000 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3952); e. Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara; f. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas Dan Fungsi kementerian Negara Serta Susunan Organisasi, Tugas Dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara; g. Peraturan Menteri Kesehaan Nomor 949/Menkes/SK/VIII/2004 tentang Pedoman Penyelenggaraan Sistem Kewaspadaan Dini Kejadian Luar Biasa (KLB) h. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1144/Menkes/Per/VIII/2010 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1575/Menkes/PER/XI/2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Kesehatan; i. Keputusan Bersama Menteri Kesehatan dan Kapolri Nomor 1087/Menkes/SKB/IX/2004 dan nomor Pol. : Kep/40/IX/2004 tentang Pedoman Penatalaksanaan Identifikasi Korban Mati pada Bencana Massal j. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 448 /Menkes/SK/VII/1993 tentang Pembentukan tim Kesehatan Penanggulangan Bencana di setiap Rumah Sakit k. Keputusan Menteri Kesehaan Nomor 28/Menkes/SK/I/1995 tentang Petunjuk Pelaksanaan Umum Penanggulangan Medik Korban Bencana l. Keputusan Menteri Kesehaan Nomor 205/Menkes/SK/III/1999 tentang Prosedur Permintaan Bantuan dan Pengiriman Bantuan m. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor. 066/MENKES/SK/II/2006 tentang Pedoman Manajemen Sumber Daya Manusia Kesehatan Dalam Penanggulangan Bencana n. Keputusan Menteri Kesehatan nomor 145/MENKES/SK/I/2007 tentang Pedoman Penanggulangan Bencana Bidang Kesehatan 5
26 BAB II MANAJEMEN PENANGGULANGAN KRISIS KESEHATAN 1. Konsep Dasar dan Karakteristik Bencana 1.1. Konsep dasar manajemen penanggulangan bencana Manajemen penanggulangan bencana memiliki kemiripan dengan sifat sifat manajemen lainnya secara umum. Meski demikian terdapat beberapa perbedaan, yaitu: a. nyawa dan kesehatan masyarakat merupakan masalah utama; b. waktu untuk bereaksi yang sangat singkat; c. risiko dan konsekuensi kesalahan atau penundaan keputusan dapat berakibat fatal; d. situasi dan kondisi yang tidak pasti; e. petugas mengalami stres yang tinggi; f. informasi yang selalu berubah. Manajemen penanggulangan bencana adalah pengelolaan penggunaan sumber daya yang ada untuk menghadapi ancaman bencana dengan melakukan perencanaan, penyiapan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi di setiap tahap penanggulangan bencana yaitu pra, saat dan pasca bencana. Pada dasarnya, upaya penanggulangan bencana meliputi: a. Tahap prabencana, terdiri atas: 1) Situasi tidak terjadi bencana, kegiatannya adalah pencegahan dan mitigasi 2) Situasi potensi terjadi bencana, kegiatannya berupa kesiapsiagaan b. Tahap saat bencana, kegiatan adalah tanggap darurat dan pemulihan darurat c. Tahap pasca bencana, kegiatannya adalah rehabilitasi dan rekonstruksi Setiap tahapan bencana tersebut dapat digambarkan dalam suatu siklus seperti dibawah. 6
27 Setiap tahap penanggulangan tersebut tidak dapat dibatasi secara tegas. Dalam pengertian bahwa upaya prabencana harus terlebih dahulu diselesaikan sebelum melangkah pada tahap tanggap darurat dan dilanjutkan ke tahap berikutnya, yakni pemulihan. Siklus ini harus dipahami bahwa pada setiap waktu, semua tahapan dapat dilaksanakan secara bersama sama pada satu tahapan tertentu dengan porsi yang berbeda. Misalnya, tahap pemulihan kegiatan utamanya adalah pemulihan tetapi kegiatan pencegahan dan mitigasi dapat juga dilakukan untuk mengantisipasi bencana yang akan datang. Gambar 2.1. Siklus Penanggulangan Bencana Kesiapsiagaan Tanggap Darurat Mitigasi Pra Bencana Saat Bencana Pencegahan Rekonstruksi Pasca Bencana Pemulihan Berbagai upaya penanggulangan bencana yang dapat dilakukan pada setiap tahap dalam siklus bencana antara lain: a. pencegahan dan mitigasi; Upaya ini bertujuan menghindari terjadinya bencana dan mengurangi risiko dampak bencana. Upaya upaya yang dilakukan antara lain: 1) penyusunan kebijakan, peraturan perundangan, pedoman dan standar; 2) pembuatan peta rawan bencana dan pemetaan masalah kesehatan 3) pembuatan brosur/leaflet/poster 4) analisis risiko bencana 7
28 5) pembentukan tim penanggulangan bencana 6) pelatihan dasar kebencanaan 7) membangun sistem penanggulangan krisis kesehatan berbasis masyarakat. b. kesiapsiagaan; Upaya kesiapsiagaan dilaksanakan untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya bencana. Upaya kesiapsiagaan dilakukan pada saat bencana mulai teridentifikasi akan terjadi. Upaya upaya yang dapat dilakukan antara lain: 1) penyusunan rencana kontinjensi; 2) simulasi/gladi/pelatihan siaga; 3) penyiapan dukungan sumber daya; 4) penyiapan sistem informasi dan komunikasi. c. tanggap darurat; Upaya tanggap darurat bidang kesehatan dilakukan untuk menyelamatkan nyawa dan mencegah kecacatan. Upaya yang dilakukan antara lain: 1) penilaian cepat kesehatan (rapid health assessment); 2) pertolongan pertama korban bencana dan evakuasi ke sarana kesehatan; 3) pemenuhan kebutuhan dasar kesehatan; 4) perlindungan terhadap kelompok risiko tinggi kesehatan. d. pemulihan. Upaya pemulihan meliputi rehabilitasi dan rekonstruksi. Upaya rehabilitasi bertujuan mengembalikan kondisi daerah yang terkena bencana yang serba tidak menentu ke kondisi normal yang lebih baik. Upaya rekonstruksi bertujuan membangun kembali sarana dan prasarana yang rusak akibat bencana secara lebih baik dan sempurna. Upaya upaya yang dilakukan antara lain: 8
29 1) perbaikan lingkungan dan sanitasi; 2) perbaikan fasilitas pelayanan kesehatan; 3) pemulihan psiko sosial; 4) peningkatan fungsi pelayanan kesehatan; 1.2. Karakteristik bencana Setiap jenis bencana memiliki karakteristik dan sangat berkaitan erat dengan masalah yang dapat diakibatkannya. Dengan mengenal karakteristik setiap ancaman, kita dapat mengetahui perilaku ancaman tersebut dan menyusun langkah langkah pencegahan, mitigasi dan kesiapsiagaan termasuk dalam penyusunan rencana operasional saat terjadi bencana. Berikut beberapa karakteristik jenis bencana: 9
30 10 ~ f ; '; n., '- ' ~ ~,, 0 " 3~, ',.,,,, o ~~;'; ~:- l~~ ~ ~ -.,~!t~~i1-... :':. "'-~"'-"~"l31-;;:!~ _S-~3"l3 "'''!. ~.. g ~1:;-~ "i ii'!i~~3~ ;;"1, "l1--~1( :-,..- ~ f: ;io~~ ;-~L'i :0. O~_"3"'-g. ~ ~,"lo1(~"l <II ~ ",.,- 3 " "' ;::;.!fi:1-3 ~ 0;: ~ ~ ;,.~~:: ~.; 3"'~"l - -<!I! ~ II- ~ "-,, "' ''l!j- - c. - ",-,",..-~.. SII- or ~ ~~- ;-i~"!.,.-.:! ~, _.~,,~ o,,: " III ~ "' COO!-"'''''.,.- III II- - ~ ~ '" o ~;';:'o""3:;: ~",,,.,.-It~~!II'-~ "le-3 ",'- '!:;:~ ~.. ~.. E,.- = -~,....",, 0 " "--, ;;- ';l. -@I" < "l l!- ~ ", ~ ~ ",, o ~ - "- o, ~, ~ o, 1-'''''' "'''-0''-3''''''''11-0,g"l,g;II-;lI~!I!~:;:,giii ~~II- ~'!"l"'!l~:':. iii-!l ~ " 3sC.ii"I-~"l:- 3-:i ~"l~"l",'!13_"' - ~". 3",-.>: _ "l'--~~.:':!. <',g ~"ll- ;"!I","'-.~'i,-, " - - "-"'-!l~ - o e 0 : ~ ~.@I,!: -.< I-;.ii: 1l:;"'-<Il~";:"11- ~» "l.. "'. "111- ~ - " ",-~"3.,.- ;-~~~"l~~.,.~, " " " '".. IIl ;o i- -.;: "l" "".>: <II, ~ii ~~, [ o." g ;- i- II-.., f e..,.,.. "'- '!! -. ~, E ~ ~, 0 ~ ~ -@I, 0 ~ II- 3 3 If :; j! ]I!- -, - ~!II ~! t 'l.' > o ',,. ~e..,,-[ 1 ~ 0,, -. e, < -- ", c < ~, g,,, _ ~ ": ~ t ~ [ [~!!-! III ~ ~i~; -,,"".,.-" 11.. III <II -, ~ ~ e, "'- " ",-.fl "'- III! II- "l ;- ~ ~ i ", ;;i. k ~~.:;-~!!- _!1. ~ ~ ~ ~ ~ " SI " " o "' '' 3''''' ~ :;: ~ :E '-[' ~.. ::''3'';:'3:;: ~j!;!~ _:;: " ~ -< " "12 "~ "-"-~"1I~"' -. j!'l" :;: '"- ~~;r ~ "'-" < _.. 'l" c 3~ C " "..-~!II:;: ~ ; ~,,-!II- ~.,,-::II-::-~,, '" 3~"'-"l~ ;;; "l " ~~-@I"..-;;~~. "-, ' ~!II-;;; ~; !II- c ",,- "l -@I >;: < "" :: - ll!ll3-@ ~~ > --"... --< ",.-",- ~~ t ~.., "It" -@I "l -< = "'-- "..: ~, " ", II- 0 it....., '"... <:> 'I 'I ;. ",g,, "'C"l~,.~'l!fJl.. ~ " -.,.- "'- :; q., ~ IIC. l+ o, 0 <II ~ ~ i ;i! -, o ~ ' -... ~ ~. II- L~, 0 0, 0 ~ _, " 2 0,.. ~ - ~. ~ ;~ :;: ~, o,!,, ~ ~ <II 'l.. o " '"' ;!: ~ ~ _ 0~ ~ 0 o, ' ;'[~ ~ ~, 1-':.. " o f~,. o " o o ', o, ", E,"",,. o 0 ;: ii: '0, <II I-, 0 "'- "l i i.:," -,. o 0"" :!, - ~t ~ ~... ;;.!(~~3 "'- " -< :: ~!I- ~ "l g. 'l o ~ 'l ':::' "'''',, ;;'..!t -@I If.1Il - Ill...,.,... o ~ ~.' i~ ~,. ;',..<, " ~ Tabel 2.1. Karakteristik Bencana
BAB I PENDAHULUAN. kerusakan lingkungan, kerugian harta benda dan dampak psikologis. Bencana
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bencana merupakan suatu peristiwa yang tidak dapat diprediksi kapan terjadinya dan dapat menimbulkan korban luka maupun jiwa, serta mengakibatkan kerusakan dan
Lebih terperinciSAMBUTAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
MENTERIKESEHATAN REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA Indonesia terletak di wilayah yang rawan bencana, baik bencana alam, non alam maupun bencana sosial Berbagai jenis bencana
Lebih terperinciKATA PENGANTAR. Jakarta, Desember 2009 Kepala Pusat Penanggulangan Krisis, Dr. Rustam S. Pakaya, MPH NIP
KATA PENGANTAR Berkat rahmat Tuhan Yang Maha Esa, buku Buku Profil Penanggulangan Krisis Kesehatan Akibat Bencana Tahun 2008 ini dapat diselesaikan sebagaimana yang telah direncanakan. Buku ini menggambarkan
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2016 SERI D.4 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2016 SERI D.4 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DAN
Lebih terperinciRANCANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI,
1 RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN, SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DAN PEDOMAN PELAKSANAAN PENANGGULANGAN BENCANA DENGAN
Lebih terperinciPENANGGULANGAN BENCANA (PB) Disusun : IdaYustinA
PENANGGULANGAN BENCANA (PB) Disusun : IdaYustinA 1 BEncANA O Dasar Hukum : Undang-Undang RI No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana 2 Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia dengan keadaan geografis dan kondisi sosialnya berpotensi rawan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia dengan keadaan geografis dan kondisi sosialnya berpotensi rawan bencana, baik yang disebabkan kejadian alam seperi gempa bumi, tsunami, tanah longsor, letusan
Lebih terperinciPEMERINTAH KOTA BATU PERATURAN DAERAH KOTA BATU NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BATU
PEMERINTAH KOTA BATU PERATURAN DAERAH KOTA BATU NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BATU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BATU, Menimbang
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTUL
1 2015 No.22,2015 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTUL Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Bantul. Perubahan, Peraturan Daerah Kabupaten Bantul, Penanggulangan, bencana. BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
No.1389, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Penanggulangan. Krisis Kesehatan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 64 TAHUN 2013 TENTANG PENANGGULANGAN
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN, ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BANJARBARU
PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN, ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BANJARBARU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJARBARU,
Lebih terperinciBUPATI NGANJUK PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 03 TAHUN 2012 TENTANG
BUPATI NGANJUK PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 03 TAHUN 2012 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN NGANJUK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI NGANJUK,
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG
PERATURAN DAERAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI
Lebih terperinciPowered by TCPDF (www.tcpdf.org)
Powered by TCPDF (www.tcpdf.org) 2 4. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah dan Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG,
SALINAN NOMOR 19/2014 PERATURAN DAERAH KOTA MALANG NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG, Menimbang
Lebih terperinciBUPATI BLITAR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 6 TAHUN 2011
BUPATI BLITAR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PENJABARAN TUGAS DAN FUNSI PELAKSANA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN BLITAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BLITAR
Lebih terperinciBUPATI PURBALINGGA PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR 26 TAHUN 2011 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH
BUPATI PURBALINGGA PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR 26 TAHUN 2011 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA Menimbang
Lebih terperinciBUPATI ACEH TIMUR PERATURAN BUPATI ACEH TIMUR NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG
BUPATI ACEH TIMUR PERATURAN BUPATI ACEH TIMUR NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG RINCIAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI PEMANGKU JABATAN STRUKTURAL DAN NONSTRUKTURAL PADA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN
Lebih terperinciDengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI dan BUPATI BANYUWANGI MEMUTUSKAN:
1 BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG
Lebih terperinciRANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 11 TAHUN 2009
RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN
Lebih terperinciPEMERINTAH PROVINSI PAPUA
PEMERINTAH PROVINSI PAPUA PERATURAN DAERAH PROVINSI PAPUA NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH PROVINSI PAPUA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR
Lebih terperinciBERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2011 NOMOR 32 SERI E
BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2011 NOMOR 32 SERI E PERATURAN BUPATI BANJARNEGARA NOMOR 893 TAHUN 2011 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK, FUNGSI DAN TATA KERJA PADA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA
Lebih terperinciDEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BANJAR dan BUPATI BANJAR
PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJAR NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN, ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN BANJAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANJAR,
Lebih terperinciBAB 1 : PENDAHULUAN. mencapai 50 derajat celcius yang menewaskan orang akibat dehidrasi. (3) Badai
BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bencana merupakan rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik faktor alam dan/ atau faktor non alam
Lebih terperinciQANUN KOTA BANDA ACEH NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BANDA ACEH
QANUN KOTA BANDA ACEH NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BANDA ACEH DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA ESA WALIKOTA BANDA ACEH, Menimbang :
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 3 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN, ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN LEBAK
Lebih terperinciPEMERINTAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU
PEMERINTAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN LANGKAT NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN LANGKAT
PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANGKAT NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN LANGKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LANGKAT, Menimbang
Lebih terperinciPERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK
PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK, Menimbang
Lebih terperinciPERATURAN BUPATI LANDAK NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG
PERATURAN BUPATI LANDAK NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG TUGAS POKOK, FUNGSI, STRUKTUR ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN LANDAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI
Lebih terperinciQANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH
QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA BUPATI ACEH TIMUR, Menimbang Mengingat :
Lebih terperinciBAB I LATAR BELAKANG. negara yang paling rawan bencana alam di dunia (United Nations International Stategy
BAB I LATAR BELAKANG 1.1 Latar Belakang Negara Indonesia yang berada di salah satu belahan Asia ini ternyata merupakan negara yang paling rawan bencana alam di dunia (United Nations International Stategy
Lebih terperinci- 2 - MEMUTUSKAN : PERATURAN GUBERNUR TENTANG PERBAIKAN DARURAT PADA SAAT TRANSISI DARURAT BENCANA DI ACEH. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1
PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 39 TAHUN 2016 TENTANG PERBAIKAN DARURAT PADA SAAT TRANSISI DARURAT BENCANA DI ACEH DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR ACEH, Menimbang : a. bahwa untuk meminimalisasi
Lebih terperinci11. Peraturan Presiden Nomor 8 Tahun 2008 tentang Badan Nasional Penanggulangan Bencana;
Menimbang Mengingat QANUN KABUPATEN ACEH JAYA NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PEMBENTUKAN SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN ACEH JAYA BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN
Lebih terperinciBAB 1 : PENDAHULUAN. Berdasarkan data dunia yang dihimpun oleh WHO, pada 10 dekade terakhir ini,
BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bencana dan keadaan gawat darurat telah mempengaruhi aspek kehidupan masyarakat secara signifikan, terutama yang berhubungan dengan kesehatan. Berdasarkan data dunia
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG,
SALINAN NOMOR 1/2017 WALIKOTA MALANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA MALANG NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG,
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN PANGKAJENE DAN KEPULAUAN NOMOR 2 TAHUN 2011
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PANGKAJENE DAN KEPULAUAN NOMOR 2 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANGKAJENE DAN KEPULAUAN NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN
Lebih terperinciBUPATI JAYAPURA PERATURAN DAERAH KABUPATEN JAYAPURA NOMOR 4 TAHUN 2011
BUPATI JAYAPURA PERATURAN DAERAH KABUPATEN JAYAPURA NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN, SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN JAYAPURA DENGAN RAHMAT TUHAN
Lebih terperinciDIREKTORAT BINA UPAYA KESEHATAN DASAR PERAN FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN DASAR DALAM PENANGGULANGAN BENCANA
1 DIREKTORAT BINA UPAYA KESEHATAN DASAR PERAN FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN DASAR DALAM PENANGGULANGAN BENCANA 2 1. PENDAHULUAN 2. PERAN FASYANKES PRIMER /DASAR DALAM PENANGGULANGAN BENCANA 3. DUKUNGAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menyebabkan Indonesia menjadi negara yang rawan bencana. maupun buatan manusia bahkan terorisme pernah dialami Indonesia.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kondisi geografis Indonesia yang berada di atas sabuk vulkanis yang memanjang dari Sumatra hingga Maluku disertai pengaruh global warming menyebabkan Indonesia
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN TANA TORAJA NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG
PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANA TORAJA NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN TANA TORAJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI
Lebih terperinciPERATURAN BUPATI BANDUNG BARAT NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG TUGAS POKOK, FUNGSI, DAN RINCIAN TUGAS BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN
1 PERATURAN BUPATI BANDUNG BARAT NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG TUGAS POKOK, FUNGSI, DAN RINCIAN TUGAS BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT,
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1117, 2014 KEMENHAN. Dukungan Kesehatan. Penanggulangan Bencana. Standardisasi. PERATURAN MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2014 TENTANG STANDARDISASI
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN NUNUKAN
PEMERINTAH KABUPATEN NUNUKAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN NUNUKAN NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN, SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN NUNUKAN DENGAN RAHMAT
Lebih terperinciPEMERINTAH KOTA SINGKAWANG
PEMERINTAH KOTA SINGKAWANG PERATURAN DAERAH KOTA SINGKAWANG NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA SINGKAWANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SINGKAWANG,
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN SIGI NOMOR 4 TAHUN
BUPATI SIGI PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIGI NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN SIGI PEMERINTAH KABUPATEN SIGI TAHUN 2012 1 BUPATI SIGI PERATURAN
Lebih terperinciBUPATI CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CILACAP, Menimbang : a. bahwa secara geografis,
Lebih terperinciPONED sebagai Strategi untuk Persalinan yang Aman
PONED sebagai Strategi untuk Persalinan yang Aman Oleh: Dewiyana* Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Dasar (PONED) adalah pelayanan untuk menanggulangi kasus kegawatdaruratan obstetri dan neonatal yang
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN PAKPAK BHARAT NOMOR 5 TAHUN 2010 T E N T A N G ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH
PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAKPAK BHARAT NOMOR 5 TAHUN 2010 T E N T A N G ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PAKPAK BHARAT, Menimbang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN... 3 1.1 Latar Belakang... 3 1.2 Tujuan... 6 1.3 Sasaran... 6 1.4 Dasar Hukum... 6 BAB II MANAJEMEN PENANGGULANGAN KRISIS KESEHATAN... 8 2.1 Konsep Dasar dan Karakteristik
Lebih terperinciKEPALA PELAKSANA BADAN PENANGGULANGAN BECANA DAERAH KABUPATEN LAMONGAN. SUPRAPTO, SH Pembina Tingkat I NIP
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT bahwa dengan limpahan rahmat dan karunia-nya, sehingga kami dapat menyelesaikan Rencana Strategis (Renstra) Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 9 TAHUN 2009 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH PROVINSI JAWA BARAT
PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NO. 9 2009 SERI. E PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 9 TAHUN 2009 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH PROVINSI JAWA BARAT
Lebih terperinciBUPATI KETAPANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN KETAPANG NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG
BUPATI KETAPANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN KETAPANG NOMOR 2 TAHUN 2011 Direncanakan oleh : Kasubbag Kelembagaan, IBRAHIM, S. Sos NIP. 520 010 396 Disetujui oleh : Kepala Bagian Organisasi, TENTANG PEMBENTUKAN
Lebih terperinciBUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH
BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG, Menimbang : a.
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MADIUN,
PEMERINTAH KOTA MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 01 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA MADIUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA
Lebih terperinciNo.1119, 2014 KEMENHAN. Krisis Kesehatan. Penanganan. Penanggulangan Bencana. Pedoman.
No.1119, 2014 KEMENHAN. Krisis Kesehatan. Penanganan. Penanggulangan Bencana. Pedoman. PERATURAN MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PENANGANAN KRISIS KESEHATAN DALAM
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan yang secara geografis, geologis,
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan yang secara geografis, geologis, hidrologis, dan demografis, merupakan wilayah yang tergolong rawan bencana. Badan Nasional Penanggulangan
Lebih terperinciGUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 80 TAHUN 2015 TENTANG
SALINAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 80 TAHUN 2015 TENTANG RINCIAN TUGAS DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG
Lebih terperinciSALINAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
SALINAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN TIMUR, Menimbang : a. bahwa kondisi geografis
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2014 NOMOR 3 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2014 NOMOR 3 Menimbang : a. PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DI KABUPATEN MAGELANG DENGAN RAHMAT
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KOTA PARIAMAN NOMOR: 10 TAHUN 2010
PERATURAN DAERAH KOTA PARIAMAN NOMOR: 10 TAHUN 2010 SABID UAK SADAYU A NG T E N T A N G PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA PARIAMAN KOTA PARIAMAN TAHUN 2010-0
Lebih terperinciRANCANGAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG
RANCANGAN Menimbang : a. PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN
Lebih terperinciPERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA
WALIKOTA TASIKMALAYA PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA NOMOR : 24 TAHUN 2006 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG KESEHATAN DI KOTA TASIKMALAYA WALIKOTA TASIKMALAYA Menimbang : a. bahwa berdasarkan ketentuan
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH
PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEBUMEN, Menimbang : a. bahwa dalam
Lebih terperinciPROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DI KABUPATEN KENDAL
PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DI KABUPATEN KENDAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KENDAL, Menimbang :
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1224, 2013 KEMENTERIAN PERTAHANAN. Penanggulangan. Bencana. Bantuan. Kesehatan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2013 TENTANG
Lebih terperinciPERATURAN WALIKOTA TEGAL
WALIKOTA TEGAL PERATURAN WALIKOTA TEGAL NOMOR 22 TAHUN 2010 TENTANG PEMBENTUKAN, ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA TEGAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TEGAL,
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 6 Tahun : 2013
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 6 Tahun : 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN NGADA NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGADA NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI NGADA, Menimbang : a. bahwa Pemerintah Kabupaten mempunyai
Lebih terperinciW A L I K O T A Y O G Y A K A R T A
W A L I K O T A Y O G Y A K A R T A PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 46 TAHUN 2013 TENTANG PENJABARAN FUNGSI DAN RINCIAN TUGAS BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA YOGYAKARTA DENGAN RAHMAT TUHAN
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN SINTANG
1 PEMERINTAH KABUPATEN SINTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINTANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN SINTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SINTANG, Menimbang:
Lebih terperinciBencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang
PENGANTAR MITIGASI BENCANA Definisi Bencana (1) Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN EMPAT LAWANG
PEMERINTAH KABUPATEN EMPAT LAWANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN EMPAT LAWANG NOMOR 15 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN EMPAT LAWANG DENGAN
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. alam (natural disaster) maupun bencana karena ulah manusia (manmade disaster).
19 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Negara kesatuan Republik Indonesia sering mengalami bencana, baik bencana alam (natural disaster) maupun bencana karena ulah manusia (manmade disaster). Kejadian
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT NOMOR 7 TAHUN 2012 SERI E NOMOR 7 TAHUN 2012 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT NOMOR 7 TAHUN 2012
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT NOMOR 7 TAHUN 2012 SERI E NOMOR 7 TAHUN 2012 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DENGAN RAHMAT
Lebih terperinci- 1 - GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG
- 1 - GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENANGGULANGAN BENCANA DI PROVINSI
Lebih terperinciPEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH
RANCANGAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 09 TAHUN 2011 TENTANG POKOK-POKOK PENYELENGGARAAN TUGAS BANTUAN TENTARA NASIONAL INDONESIA DALAM MENANGGULANGI BENCANA ALAM, PENGUNGSIAN DAN BANTUAN
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Sasaran pembangunan milenium (Millennium Development Goals/MDGs)
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sasaran pembangunan milenium (Millennium Development Goals/MDGs) yang ditetapkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa dan pemerintah Indonesia, berbeda dengan Indonesia
Lebih terperinciPERATURAN WALIKOTA MEDAN NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG RINCIAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA MEDAN
PERATURAN WALIKOTA MEDAN NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG RINCIAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA MEDAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MEDAN, Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BALIKPAPAN
PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BALIKPAPAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : a. WALIKOTA BALIKPAPAN,
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2013 NOMOR 5 SERI E
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2013 NOMOR 5 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN ACEH TAMIANG
- 1 - PEMERINTAH KABUPATEN ACEH TAMIANG QANUN KABUPATEN ACEH TAMIANG NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PEMBENTUKAN BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN ACEH TAMIANG BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT
Lebih terperinciPenger&an dan Ruang Lingkup Penanggulangan Bencana
Penger&an dan Ruang Lingkup Penanggulangan Bencana Miko Kamal, PhD Miko Kamal & Associates Ins&tut untuk Reformasi Badan Usaha Milik Negara (ireformbumn) 1 Struktur bahasan Bencana Penyelenggaraan Penanggulangan
Lebih terperinciMITIGASI BENCANA BENCANA :
MITIGASI BENCANA BENCANA : suatu gangguan serius terhadap keberfungsian suatu masyarakat sehingga menyebabkan kerugian yang meluas pada kehidupan manusia dari segi materi, ekonomi atau lingkungan dan yang
Lebih terperinciBUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 15 TAHUN 2007 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG KESEHATAN DI KABUPATEN SITUBONDO
BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 15 TAHUN 2007 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG KESEHATAN DI KABUPATEN SITUBONDO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SITUBONDO, Menimbang
Lebih terperinciBUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 18 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DI KABUPATEN SITUBONDO
BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 18 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DI KABUPATEN SITUBONDO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SITUBONDO, Menimbang : a.
Lebih terperinciQANUN KABUPATEN ACEH BARAT DAYA NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG
QANUN KABUPATEN ACEH BARAT DAYA NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN ACEH BARAT DAYA BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG
Lebih terperinciGUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 41 TAHUN 2009 TENTANG URAIAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH PROVINSI JAMBI
GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 41 TAHUN 2009 TENTANG URAIAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH PROVINSI JAMBI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAMBI, Menimbang
Lebih terperinciBUPATI BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLITAR NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG BANTUAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
1 BUPATI BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLITAR NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG BANTUAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BLITAR, Menimbang : a. bahwa Pemerintah Daerah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN Pendahuluan berisi latar belakang dilakukannya penelitian tugas akhir, rumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah, serta sistematika dalam penulisan proposal tugas akhir ini.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. hidrologis dan demografis, merupakan wilayah yang tergolong rawan bencana,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan dan dilihat secara geografis, geologis, hidrologis dan demografis, merupakan wilayah yang tergolong rawan bencana, bahkan termasuk
Lebih terperinci2 3. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 61, Tambahan Lembaran
No.1750, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKES Sistem Informasi. Krisis Kesehatan. Penanggulangan Pencabutan. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM
Lebih terperinciQANUN ACEH NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG PENANGGULANGAN BENCANA BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHAKUASA GUBERNUR ACEH,
QANUN ACEH NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG PENANGGULANGAN BENCANA BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHAKUASA GUBERNUR ACEH, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelaksanaan Memorandum of Understanding
Lebih terperinciBUPATI SUKOHARJO PROVINSI JAWA TENGAH
BUPATI SUKOHARJO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO, Menimbang
Lebih terperinciMANAGEMEN OF DECEASED IN DISASTER (PENATALAKSANAAN KORBAN MATI KARENA BENCANA) D R. I. B. G D S U R Y A P U T R A P, S P F
MANAGEMEN OF DECEASED IN DISASTER (PENATALAKSANAAN KORBAN MATI KARENA BENCANA) D R. I. B. G D S U R Y A P U T R A P, S P F D I P R E S E N T A S I K A N P A D A : P E M B E K A L A N F A S I L I T A T
Lebih terperinciGUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 43 TAHUN 2010 TENTANG SISTEM PERINGATAN DINI DAN PENANGANAN DARURAT BENCANA TSUNAMI ACEH
GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 43 TAHUN 2010 TENTANG SISTEM PERINGATAN DINI DAN PENANGANAN DARURAT BENCANA TSUNAMI ACEH DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR ACEH, Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciKEBIJAKAN PENANGGULANGAN KRISIS KESEHATAN
KEBIJAKAN PENANGGULANGAN KRISIS KESEHATAN PUSAT KRISIS KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA achmad yurianto a_yurianto362@yahoo.co.id 081310253107 LATAR BELAKANG TREND KEBENCANAAN MANAJEMEN
Lebih terperinciBUPATI BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG NOMOR 27 TAHUN 2010 TENTANG SATUAN PELAKSANA PENANGGULANGAN BENCANA KABUPATEN BELITUNG
BUPATI BELITUNG Menimbang: a. PERATURAN BUPATI BELITUNG NOMOR 27 TAHUN 2010 TENTANG SATUAN PELAKSANA PENANGGULANGAN BENCANA KABUPATEN BELITUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BELITUNG, bahwa potensi
Lebih terperinciGULANG BENCANA BENCAN DAERAH KABUPATEN KABUPATE MUSI RAWAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MUSI RAWAS,
PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUSI RAWAS NOMOR 11 TAHUN 2013 T E N T A N G PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN MUSI RAWAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
Lebih terperinci