Koreksi Hukum Kewarisan Bilateral menurut Hazairin terhadap Ajaran Hukum Kewarisan Patrilineal Ahlussunnah Waljamaah. Andi Nuzul *

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Koreksi Hukum Kewarisan Bilateral menurut Hazairin terhadap Ajaran Hukum Kewarisan Patrilineal Ahlussunnah Waljamaah. Andi Nuzul *"

Transkripsi

1 Koreksi Hukum Kewarisan Bilateral menurut Hazairin terhadap Ajaran Hukum Kewarisan Patrilineal Ahlussunnah Waljamaah Abstrak Andi Nuzul * Hukum kewarisan Islam lahir dan berkembang di Timur Tengah menurut Hazairin dipengaruhi oleh sistem kekeluargaan patrilineal. Implikasi dari sistem kekeluargaan patrilineal adalah hasil interaksi ahli hukum (ulama) Arab terhadap lingkungan sosial menghasilkan produk hukum Islam Islam yang diwarnai oleh budaya masyarakat Arab, atau tampilan hukumnya bercorak patriachat. Dalam perkembangannya, produk hukum kewarisan Islam yang demikian itu akan berbenturan jika diterapkan dalam struktur dan susunan masyarakat yang berbeda (non patriachat). Benturan terjadi karena tidak dijadikannya sistem kekerabatan yang bersifat netral yaitu sistem kekerabatan parental sebagai landasan hukum kewarisan Islam yang kemudian melahirkan sistem hukum kewarisan bilateral. Padahal menurut Hazairin, al-qur an pada Surat an-nisa' ayat 7, 11 dan 12 telah menunjukan bahwa sistem hukum kewarisan yang dituju dalam Islam adalah sistem hukum kewarisan bilateral. Teori Hazairin ini relevan untuk menengahi sistem hukum kewarisan unilateral bagi masyarakat patrilineal dan masyarakat matrilineal yang dianggapnya berat sebelah. Kata kunci: hukum, kewarisan, bilateral, Hazairin, ahlussunnah waljamaah. A. Pendahuluan Tidak dapat dipungkiri, masalah kewarisan merupakan salah satu masalah penting dalam kehidupan manusia. Pewarisan timbul karena adanya tiga hal, 1 pertama adanya orang yang meninggal dunia, yang disebut dengan pewaris (eflater); kedua, adanya harta peninggalan (erfenis), yang merupakan harta kekayaan si pewaris; dan yang ketiga, adanya orang yang menerima harta warisan tadi, yang disebut dengan ahli waris (erfgenaam). Pewarisan berarti adanya perpindahan saham, berupa harta benda dari pewaris kepada ahli waris. Indonesia, negeri yang mayoritas penduduknya muslim, namun memiliki tiga sistem hukum kewarisan yang merupakan hukum positif * Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Watampone, Sulawesi Selatan. 1 Wirjono Prodjodikoro, Hukum Warisan Di Indonesia, Cet. VII, (Bandung: Sumur Bandung, 1983), p. 14.

2 722 Andi Nuzul: Hukum Kewarisan Bilateral Menurut Hazairin dalam masyarakatnya. 2 Sistem kewarisan menurut hukum adat juga berbeda-beda antara daerah yang satu dengan daerah lainnya, yakni ada sistem kewarisan individual dan ada sistem kewarisan yang kolektif. 3 Pada sistem kewarisan kolektif terbagi dua yaitu sistem kewarisan kolektif murni dan sistem kewarisan mayorat. Sistim kewarisan individual dapat ditemui pada masyarakat yang tidak ber-klan seperti masyarakat Jawa, masyarakat Sulawesi, dan masyarakat Kalimantan, sedangkan sistem kewarisan kolektif dapat ditemukan pada masyarakat ber-klan misalnya pada masyarakat Minangkabau, masyarakat Batak, masyarakat Lampung., dan masyarakat Ambon. Sistem hukum kewarisan kedua yang berlaku adalah sistem hukum kewarisan Islam, dan sistem hukum kewarisan ini muncul seiring masuknya agama Islam di Indonesia. Sistem hukum kewarisan Islam merupakan salah satu elemen penting dari syariat Islam, mulai berkembang dan diterima di Indonesia dengan perantaraan para mubaligh dan ulama (da i) yang senantiasa menyebarkan agama Islam. Sistem hukum kewarisan Islam pun memiliki banyak aliran, yakni ajaran kewarisan Islam menurut Ahlus Sunnah Waljamaah dan ajaran kewarisan Islam menurut Syi ah. Ajaran kewarisan menurut Ahlus Sunnah Waljamaah terdapat empat mazhab atau aliran yaitu, mazhab Syafi'i, mazhab Hanafi, mazhab Hanbali, dan mazhab Maliki 4. Untuk di Indonesia, hukum kewarisan Islam yang paling dominan dianut masyarakat muslim adalah ajaran hukum kewarisan menurut Ahlus Sunnah Waljama ah, terutama ajaran hukum kewarisan dari mazhab Syafi'i. Bentuk kekerabatan dalam hukum Islam menentukan asas yang berlaku dalam hukum kewarisan. al-qur an maupun Sunnah memang tidak menjelaskan struktur atau susunan kekerabatan yang dikehendaki dalam hukum Islam. Namun di satu sisi, dalam realitasnya kita dihadapkan berbagai macam bentuk susunan kekerabatan, meliputi: patrilineal, matrilineal, dan bilateral, yang masing-masing memiliki implikasi terhadap hukum waris Islam. Beragamnya bentuk kekerabatan yang berlaku dalam masyarakat, maka bentuk kekerabatan bagaimana yang sesuai dengan hukum 2 Pertama, Sistem hukum kewarisan Islam; kedua sistem hukum kewarisan adat; dan ketiga sistem hukum KUHPerdata; Idris Ramulyo, Perbandingan Hukum Kewarisan Islam,(Edisi Revisi), Cet. I, (Jakarta: Sinar Grafika, 2004), pp. 1-2; lihat R. Wirjono Prodjodikoro, Ibid., p Hilman Hadikusuma, Pengantar Hukum Adat Indonesia, Cet. I, (Bandung: Mandar Maju. 1992), pp Idris Ramulyo, Perbandingan, p. 1.

3 Andi Nuzul: Hukum Kewarisan Bilateral Menurut Hazairin 723 kewarisan Islam?. Bagi masyarakat Indonesia sistem bilateral dipandang lebih cocok, selain lebih mencerminkan keadilan, juga lebih sesuai dengan semangat al-qur an. Hukum kewarisan yang berlaku selama ini adalah patrilineal, berasal dari kalangan Sunni yang banyak dipengaruhi oleh kultur Arab, sehingga banyak ditemukan kendala ketika menerapkan pada kultur yang berbeda, seperti dalam masyarakat Indonesia. Sistem kewarisan yang ketiga adalah sistem kewarisan menurut Hukum Perdata Barat, pada sistem hukum kewarisan ini berpedoman pada Burgerlijk Wetboek (BW) atau Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPerdata). Hukum Kewarisan menurut KUHPerdata semula hanya berlaku bagi golongan masyarakat Eropa yang bertempat tinggal di Indonesia dan yang dipersamakan dengan mereka melalui asas konkordansi (Concordantie Beginsel) yang dinyatakan dalam Pasal 131 Indische Staatsregeling (IS) ayat (2) Sub a. 5 Pada ketentuan pasal tersebut disebutkan bahwa terhadap orang Eropa yang berada di Indonesia dan yang dipersamakan dengan mereka diberlakukan hukum perdata Eropa. Namun, pada perkembangan berikutnya dengan melalui ketentuan Pasal 131 IS jo S No.129 jo S No.556, jo S No. 556, dan jo S No. 92, maka Hukum Kewarisan menurut KUHPerdata tersebut berlaku juga bagi golongan: 1) Orang-orang Timur asing Tionghoa. 2) Orang-orang Timur asing bukan Tionghoa, namun hanya untuk pewarisan berdasarkan testamen, sedangkan pewarisan berdasarkan Undang-undang (ab-intestato) tidak berlaku 6. 3) Bahkan berdasarkan perkembangan lebih lanjut sistem hukum kewarisan KUHPerdata juga berlaku pada orang-orang pribumi berdasarkan dengan cara penundukan diri secara sukarela, melalui peraturan yang dinamakan Regeling op de vrijwillige onderwerping aan het Europesch privaatrecht sebagaimana yang diatur dalam Staatblad 1917 no.12, kemudian Staatblad ini drubah dengan Staatblad 1926 no Dalam sejarah pertumbuhan hukum kewarisan di Indonesia, sejak tahun 1950an telah berkembang satu aliran atau ajaran hukum kewarisan hasil ijtihad Hazairin yang popular dengan sebutan ajaran hukum kewarisan bilateral 8. Ajaran hukum kewarisan bilateral Hazairin yang 5 Suriani Ahlan Syarif, Intisari Hukum Waris Menurut Burgerlijk Wetboek, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1993), p Ibid. 7 Soepomo, Sistem Hukum Di Indonesia Sebelum Perang Dunia II, (Jakarta: PT. Pradnya Paramita, 1997), p. 124 ; lihat Juga Asis Safioedin, Beberapa Hal Tentang Burgerlijk Boek, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1990), p Idris Ramulyo, Perbandingan, p. 2.

4 724 Andi Nuzul: Hukum Kewarisan Bilateral Menurut Hazairin menjadi fokus kajian pada penelitian ini, membawa pengaruh dalam perjalanan pembaruan hukum kewarisan di Indonesia, bahkan turut mempengaruhi perkembangan jurisprudensi Mahkamah Agung dan rancangan perundang-undangan di bidang hukum kewarisan nasional sejak dari tahun 1960, terutama dalm menuju upaya pembentukan hukum kewarisan nasional. B. Sifat Sistem Hukum Kewarisan Bilateral Menurut Hazairin Hazairin yang memiliki gelar kebangsawanan Datuk Pangeran, lahir di Bukit Tinggi pada 28 November 1906 dan meninggal pada 11 Desember tahun 1975, 9 sebagai pencetus bentuk hukum kewarisan bilateral. Pengetahuan Hazairin dalam hukum adat, dan hukum Islam begitu mendalam, maka dari itu melalui keahliannya dalam bidang hukum adat dan hukum Islam inilah, senat guru besar Universitas Indonesia mengukuhkan dirinya sebagai guru besar hukum adat dan hukum Islam pada fakultas hukum pada tahun Menurut Hazairin, teori Receptie yang dicetuskan oleh Snouck Hurgronje pada akhir abad XIX telah menjadikan hukum Islam tersingkir oleh hukum adat. Oleh karena itu, Hazairin tidak segan-segan untuk menyebut teori ini sebagai Teori Iblis, dan sebagai sanggahan atas teori Hurgronje, ia kemudian mengemukakan satu teori bantahan yang ia namakan teori Receptie Exit, yang kemudian ditindaklanjuti oleh muridnya, Sajuti Thalib, dengan teori Receptie a Contrario. 11 Pemikirannya tentang hukum kewarisan yang terkenal dengan teori hukum kewarisan bilateral menurut al-qur an telah dipresentasikan pada tahun Dalam teorinya, Hazairin mempertanyakan kebenaran hukum kewarisan yang dianut kalangan Sunni yang bercorak patrilineal bila dihadapkan dengan al-qur an dan Hadis. Dengan keahliannya dalam bidang hukum adat dan antropologi sosial, Hazairin mengkaji ayat-ayat tentang perkawinan dan kewarisan. Menurutnya, al-qur an dan Hadis Nabi hanya menghendaki sistem sosial atau sistem kekerabatan yang parental, dan hukum kewarisan yang digariskan di dalamnya adalah bercorak bilateral, bukan patrilineal seperti yang dikenal selama ini Hassan Shadily dan John M. Echols, Ensiklopedia Indonesia, (Jakarta: PT Gramedia, 1982), p Nurul Huda, "Keberadaan Mawali Hukum Kewarisan Bilateral", SUHUF, Jurnal Fakultas Agama Islam, Vol. XVIII No.2, 2006, pp Abdul Ghofur Anshori, Filsafat Hukum Kewarisan Islam, Konsep Hukum Kewarisan Bilateral Hazairin, Cet. I (Yogyakarta: UII Press, 2005), p Hazairin, Hukum Kewarisan Bilateral Menurut al-qur an dan Hadis, (Jakarta: Tintamas, 1982), p. 2.

5 Andi Nuzul: Hukum Kewarisan Bilateral Menurut Hazairin 725 Hazairin telah memberikan pemahaman yang baru terhadap hukum kewarisan dalam Islam secara total dan komprehensif dengan asumsi dasar sistem bilateral yang dikehendaki al-qur an. Tentu saja sistem ini mempunyai dampak sosial yang luas bila dapat diterapkan dalam kehidupan. Menariknya, teori ini agaknya lebih dekat dengan rasa keadilan dalam masyarakat kita, bila dibandingkan dengan sistem kewarisan bercorak patrilineal. Sistem hukum kewarisan patrilineal yang dianut kalangan Sunni sebenarnya terbentuk dari struktur budaya Arab yang bersendikan sistem kekeluargaan yang bercorak patriachat. Pada masa awal terbentuknya fiqh, ilmu pengetahuan mengenai bentuk-bentuk masyarakat belumlah berkembang, sehingga para fuqaha dalam berbagai mazhab fiqh belum memperoleh perbandingan mengenai berbagai sistem kewarisan dalam berbagai bentuk masyarakat. 13 Oleh karena itu, tidaklah mengherankan bila hukum kewarisan yang kemudian disusun bercorak patrilineal. Penelitian Hazairin terhadap sistem hukum kewarisan menurut al-qur an tiba pada kesimpulan bahwa al-qur an hanya meridhai masyarakat yang bilateral, dan al-qur an menuju kepada pembentukan dan penyempurnaan masyarakat yang bilateral, sehingga dengan demikian sistem hukum kewarisan yang dikehendaki pula hanyalah sistem kewarisan bilateral. Hazairin mengkritik pendirian mazhab Ahlussunnah Waljama ah dengan mengatakan bahwa fiqh mawaris Ahlussunnah Waljama ah yang terbentuk dalam masyarakat kebudayaan Arab yang bersendikan sistem kekeluargaan yang patrilineal yang difatwakan para mujtahid di masa itu adalah fatwa yang lahir ketika belum memperoleh bahan-bahan perbandingan mengenai berbagai sistem hukum kewarisan yang dijumpai dalam kelompok masyarakat, sehingga menurutnya dengan fatwa tersebut ada kesan telah terjadi konflik antara fiqh mawaris Ahlussunnah Waljama ah dengan hukum adat. 14 Hukum kewarisan Islam lahir dan berkembang di Timur Tengah, di mata Hazairin struktur masyarakat Timur Tengah (Arab) penganut sistem kekeluargaan patrilineal. 15 Implikasi dari sistem kekeluargaan patrilineal adalah hasil interaksi ahli hukum (ulama) Arab terhadap lingkungan sosial akan menghasilkan produk hukum Islam yang diwarnai oleh budaya masyarakat Arab, dan tampilan hukumnya bercorak patriachat. Dalam perkembangannya, produk hukum Islam yang demikian itu akan berbenturan jika diterapkan dalam struktur dan susunan masyarakat yang berbeda (non patriachat). Dampak benturan tersebut adalah tidak 13 Ibid. 14 Ibid., pp Abdul Ghofur Anshori, Filsafat Hukum, p. 196.

6 726 Andi Nuzul: Hukum Kewarisan Bilateral Menurut Hazairin dijadikannya sistem kekerabatan yang bersifat netral yaitu antara patrilineal dan matrilineal sebagai landasan hukum kewarisan Islam, pada hal menurur Hazairin, al-qur an telah mengisyaratkan bahwa sistem kekerabatan yang tepat menjadi landasan hukum kewarisan Islam adalah bilateral 16. Atas dasar analisis di atas, maka teori hukum kewarisan bilateral Hazairin, sebagaimana dijelaskan oleh Abdul Ghofur Anshori, 17 sangat memperhatikan adanya kekuatan Maha di luar kekuatan manusia dan seluruh dunia ciptaan-nya. Aturan yang berasal dari kekuatan Maha tersebut tertuang dalam al-qur an dan Hadis yang mengikat setiap muslim dalam menjalankan, termasuk dalam menentukan hukum. Namun demikian, al-qur an dan Hadis sendiri memerlukan penafsiran untuk dapat diopersionalkan dalam tindakan nyata. Penafsiran itu kemudian menimbulkan silang pendapat sebagai akibat dari perbedaan cara pandang dan latar belakang sosial mufasir di kala itu. Misalnya antara Hazairin dan Syafi'i terjadi perbedaan frame of reference dalam menyelami al- Qur'an dan Hadis untuk menemukan hukum kewarisan. Perbedaan yang lahir itu berimplikasi pada perbedaan penampilan masing-masing hukum kewarisan yang dihasilkan. Sebagai sebuah contoh yang dihasilkan dari perbedaan dalam menyelami al-qur an dan Hadis antara Hazairin dan Syafi'i, adalah perbedaan yang signifikan yang terlihat antara hukum kewarisan bilateral hasil ijtihad Hazairin di satu sisi, dengan hukum kewarisan patrilineal yang ditampilkan Syafi'i, 18 yaitu: a. Sistem hukum kewarisan bilateral menyamakan kedudukan leluhur dan keturunan, sedangkan sistem hukum kewarisan patrilineal membedakan kedudukan antara ahli waris laki-laki dengan ahli waris perempuan. b. Sistem hukum kewarisan bilateral memandang saudara secara mutlak tanpa membedakan antara saudara kandung, seayah, atau seibu saja, sedangkan sistem hukum kewarisan patrilineal memberikan garis tegas perbedaan di antara ketiga saudara tersebut. c. Kalalah dalam sistem hukum kewarisan bilateral diartikan sebagai mati punah tidak meninggalkan keturunan ke bawah, implikasinya keturunan secara mutlak meng-hijab saudara. Sementara sistem hukum kewarisan patrilineal memahami kalalah sebagai mati tidak meninggalkan keturuan laki-laki atau ayah, maka saudara dapat mewaris bersama anak perempuan. Konsep sistem hukum kewarisan bilateral ajaran Hazairin adalah sebuah konsep hukum kewarisan Islam yang membicarakan persoalan 16 Ibid. 17 Ibid. 18 Ibid.

7 Andi Nuzul: Hukum Kewarisan Bilateral Menurut Hazairin 727 pembagian harta warisan, karena hukum kewarisan termasuk dalam kategori hukum, maka tujuan akhir yang akan dicapai adalah keadilan. Keadilan menurut konsep Hazairin adalah idealisme, sedangkan idealisime memerlukan rangkaian proses untuk menjadi aktual, dan hukum walaupun bukan satu-satunya, tetapi merupakan sarana berprosesnya idealisme keadilan tersebut. 19 C. Tiga Prinsip Dasar Hukum Kewarisan Bilateral Hazaririn Ajaran hukum kewarisan bilateral Hazairin mengandung tiga prinsip pokok sebagai inti ajarannya, yaitu: Ahli Waris laki-laki sama kedudukannya dengan ahli waris perempuan. Ahli waris perempuan sama dengan laki-laki dapat menutup ahli waris kelompok keutamaan yang lebih rendah. Selama masih ada anak, baik laki-laki maupun perempuan, maka datuk ataupun saudara baik lakilaki maupun perempuan sama-sama ter-hijab. Implikasi dari penetapan kedudukan yang sama antara keturunan atau anak laki-laki sama dengan anak perempuan adalah istilah kalalah menurut konsep Hazairin berarti mati punah ke bawah, artinya mati tanpa meninggalkan keturunan (lakilaki dan perempuan). Sepanjang masih ada keturunan (laki-laki maupun perempuan) maka secara mutkak meng-hijab saudara. Berbeda pengertian kalalah menurut sistem hukum patrilineal seperti pandangan mazhab Ahlussunnah waljamaah, memahami kalalah sebagai mati tidak meninggalkan keturunan laki-laki atau ayah, dan akibatnya saudara dapat mewaris bersama anak perempuan. Sistem hukum kewarisan bilateral hasil ijtihad Hazairin tidak membedakam garis keturunan laki-laki dan perempuan, kedua-duanya memiliki kekuatan yang sama, mereka sama hak untuk mendaptkan harta warisan dari ke dua orang tuanya dan kerabatnya. Untuk prinsip yang pertama ini, Hazairin menyandarkan pendapatnya pada al-qur an Surat an-nisa ayat Garis Kerabat Laki-Laki Sama Kuatnya Dengan Garis Kerabat Perempuan Dalam Pewarisan Hubungan kewarisan melalui garis kerabat laki-laki sama kuatnya dengan garis kerabat perempuan, dengan kata lain hubungan garis bapak dan garis ibu dalam pewarisan sama kuatnya. Karenanya penggolongan ahli waris menjadi ashabah dan zawu al-arham dalam konsep mazhab Ahlussunnah tidak diakui dalam teori Hazairin. Dengan demikian, 19 Hazairin, Tujuh Serangkai Tentang Hukum, (Jakarta: Bina Aksara, 1981), p Nurul Huda, "Keberadaan Mawali, p. 2; Abdul Ghofur Anshori, Filsafat Hukum, pp

8 728 Andi Nuzul: Hukum Kewarisan Bilateral Menurut Hazairin Hazairin menolak ashabah dan zawu al-arham karena adanya hak anak perempuan sama dengan anak laki-laki untuk meng-hijab kerabat garis ke samping. 3. Kedudukan Mawali Konsep Mawali dalam al-qur an menurut Hazairin diartikan sebabagi ahli waris pengganti. Menurut Hazairin Mawali selalu mewaris, tidak pernah tertutup oleh ahli waris lain (ahli waris utama). Cucu dapat mewaris bersama dengan anak manakala orang tuanya meninggal lebih dulu daripada kakeknya dan bagian yang diterimanya sama besarnya dengan yang diterima oleh orang tuanya (seandainya masih hidup). Keberadaan Mawali ini merupakan konsep yang benar-benar baru dalam ilmu faraid (waris) dan lebih mencerminkan keadilan. Kehadiran Mawali menyebabkan peng-hijab-an hanya akan terjadi antarkelompok keutamaan, namun tidak terjadi antarderajat sebagaimana yang dikenal dalam sistem hukum kewarisan patrilineal yang dikembangkan para imam mazhab Ahlussunnah Waljamaah. Peng-hijab-an tidak akan terjadi karena adanya ahli waris pengganti, dan sandarannya pada al-qur an Surat an-nisa ayat 33. Ketentuan bagian Mawali adalah mengikuti pada jumlah yang ditetapkan bagi orang yang digantikan kedudukannya. Dengan kata lain, bagian yang diterima ahli waris pengganti adalah sebanyak bagian yang seharusnya diterima ahli waris yang digantikan kedudukannya. Menurut sistem hukum kewarisan bilateral, posisi dari garis ayah dan garis ibu sama kuatnya sebagai jalur yang menghubungkan dengan ahli waris. Begitu pula sama kuatnya posisi anak laki-laki dan anak perempuan sebagai ahli waris, juga mengenai ahli waris pengganti, tidak pernah tertutup karena keberadaan ahli waris utama yang lain, karena cucu yang orang tuanya meninggal lebih dulu daripada kakeknya, akan mewaris bersama dengan anak-anak pewaris (paman) yang masih hidup, dan memperoleh bagian sama besarnya dengan bagian yang diterima oleh orang tuanya seandainya orag tuanya tersebut masih hidup. Hazairin melalui ajaran hukum kewarisan bilateralnya tersebut, membagi ahli waris menjadi dua cara, yaitu: a) Berdasarkan hubungan darah. Kelompok ini dibagi menjadi empat kelompok keutamaan secara berurutan sebagai berikut: (1) Orang tua, anak dan ahli waris pengganti anak, (2) Orang tua, saudara dan ahli waris pengganti saudara, (3) Orang tua, dan (4) Ahli waris pengganti orang tua. b) Berdasar pada perolehan saham dibedakan kepada orang yang mendapatkan bagian pasti yaitu dzawil al-furudi, dan ahli waris yang mendapat bagian sisa (bagian terbuka) yang disebut dzawil al-qarabat,

9 Andi Nuzul: Hukum Kewarisan Bilateral Menurut Hazairin 729 dan Mawali. Berbeda mazhab Ahlussunnah yang membedakan ahli waris yang berdasar pada pasti tidaknya jumlah saham yang mereka terima menjadi tiga yaitu, dzawil al-furud, ashabah, dan dzawil al-arham. 21 Zawu al-faraid adalah ahli waris yang telah ditetapkan bagiannya dalam al-qur an. Dalam hal ini hampir seluruh mazhab fiqh menyepakatinya, baik Sunni maupun Syiah. Bagian mereka dikeluarkan dari sisa harta setelah harta peninggalan dibayarkan untuk wasiat, hutang, dan biaya kematian dan lain-lain. Zawu al-qarabat adalah ahli waris yang tidak termasuk zawu al-faraid menurut sistem bilateral. Bagian mereka dikeluarkan dari sisa harta peninggalan setelah dibayar wasiat, hutang, onkos kematian, dan bagian untuk zawu al-faraid. Mawali merupakan ahli waris yang menggantikan seseorang untuk memperoleh bagian warisan yang tadinya akan diperoleh orang yang akan digantikan tersebut. Hal ini terjadi karena orang yang digantikan tersebut telah meninggal lebih dulu daripada si pewaris. Orang yang digantikan ini merupakan penghubung antara yang menggantikan dengan pewaris (yang meninggalkan harta warisan). Adapun yang dapat menjadi Mawali yaitu keturunan anak pewaris, keturunan saudara pewaris. Kelompok Mawali, kelompok ahli waris ini merupakan konsep yang benar-benar baru dalam ilmu faraid (waris). Akibat pengelompokan ahli waris menurut konsep Hazairin di atas, melahirkan kelompok keutamaan secara hirarkhis, 22 seperti berikut ini: 1) Keutamaan pertama: anak, Mawali anak, orang tua, dan duda atau janda. 2) Keutamaan kedua: saudara, Mawali saudara, orang tua, dan duda atau janda. 3) Keutamaan ketiga: orang tua, dan duda atau janda. 4) Keutamaan keempat: janda atau duda, Mawali untuk ibu dan Mawali untuk ayah. Berdasarkan dengan kelompok keutamaan di atas, ditemukan bahwa masing-masing ahli waris dalam keutamaan berbeda-beda statusnya, ada yang sebagai zawu al faraid dan ada pula yang sebagai zawu al qarabat. Degan pengertian lain bahwa setiap kelompok keutamaan di atas dirumuskan secara komplit, artinya kelompok keutamaan yang lebih rendah tidak dapat mewaris bersama-sama dengan kelompok keutamaan yang lebih tinggi. Karena kelompok keutamaan yang lebih rendah tertutup oleh kelompok keutamaan yang lebih tinggi. Inti dari kelompok keutamaan pertama adalah adanya anak dan atau Mawali-nya. Dengan 21 Ibid. 22 Ibid., p. 6.

10 730 Andi Nuzul: Hukum Kewarisan Bilateral Menurut Hazairin demikian, jika tidak ada anak dan atau Mawali-nya berarti bukan kelompok keutamaan pertama. Inti kelompok keutamaan kedua adalah adanya saudara dan atau Mawali-nya, sedangkan inti dari kelompok keutamaan ketiga adalah adanya ibu dan bapak. Adapun janda atau duda meskipun selalu ada dalam setiap kelompok keutamaan, namun ia menjadi penentu bagi kelompok keutamaan keempat. Demikianlah cara hukum kewarisan bilateral dalam menyelesaikan persoalan waris jika terdapat ahli waris yang cukup banyak dan lengkap. Saudara pewaris dapat mewaris bersama dengan orang tua (bapak ataupun ibu), suatu hal yang tidak mungkin terjadi pada hukum kewarisan Sunni yang bercorak patrilineal. Di samping itu, ayah dari ayah atau ibu dari ayah tidak mungkin menjadi sebagai zawu al-faraid, demikian pula terhadap cucu perempuan, seperti dalam sistem hukum kewarisan kalangan Sunni. Masalah kasus hukum kewarisan yang dianggap rumit, seperti ahli waris kakek bersama saudara yang banyak memunculkan variasi pendapat dalam sistem Sunni tidak akan pernah terjadi dalam sistem hukum kewarisan bilateral. 23 Ketiga prinsip pokok ajaran hukum kewarisan bilateral Hazairin sebagaimana yang telah disebutkan di atas, sekaligus menunjukkan perbedaannya dengan hukum kewarisan menurut fiqh Sunni, sebab ketiga prinsip tersebut tidak ditemukan dalam hukum kewarisan menurut fiqh Sunni, malahan dalam sistem hukum kewarisan menurut faham sunni berlaku ketentuan, 24 yaitu: 1. Ahli waris perempuan tidak dapat meng-hijab (menghalangi) ahli waris laki-laki yang lebih jauh. Contohnya, ahli waris anak perempuan tidak dapat menghalangi saudara laki-laki. 2. Hubungan kewarisan melalui garis laki-laki lebih diutamakan daripada garis perempuan. Adanya penggolongan ahli waris menjadi ashabah dan zawu al-arham merupakan contoh yang jelas. Ashabah merupakan ahli waris menurut sistem patrilineal murni, sedangkan zawu al-arham adalah perempuan-perempuan yang bukan zawu al-faraid dan bukan pula ashabah. 3. Tidak mengenal ahli waris pengganti, semua mewaris karena dirinya sendiri. Cucu yang orang tuanya meninggal lebih dulu daripada kakeknya, tidak akan mendapat warisan ketika kakeknya meninggal. Sementara saudara-saudara dari orang tua sang cucu tetap menerima warisan. 23 Hazairin, Hukum Kewarisan, pp Nurul Huda, "Keberadaan Mawali, p. 6.

11 Andi Nuzul: Hukum Kewarisan Bilateral Menurut Hazairin 731 Menurut pengamatan Hazairin, sistem hukum kewarisan sunni yang bercorak patrilineal dengan prinsip seperti di atas, kurang sesuai dengan rasa keadilan masyarakat di Indonesia yang umumnya bercorak bilateral. Bagi masyarakat patrilineal pun seperti dalam masyarakat Batak, dan masyarakat Bali bukan berarti tidak ada konflik dengan sistem kewarisan kalangan sunni apalagi bagi masyarakat matrilineal seperti Minangkabau, tentu lebih berat lagi untuk menerima sistem kewarisan ini. Hal inilah yang menggugah Hazairin untuk memikirkan sistem bagaimanakah yang dikehendaki oleh al-qur an. Menurutnya, tidak mungkin al-qur an memberikan ketentuan yang tidak adil. Berdasarkan pengamatannya terhadap beberapa ayat tentang perkawinan dan kewarisan akhirnya dia mempunyai keyakinan bahwa al-qur an menghendaki sistem kekeluargaan yang bilateral. D. Sumber Acuan Hukum Kewarisan Bilateral Ajaran Hazairin Sumber acuan hukum kewarisan bilateral ajaran Hazairin serta pengelompokannya adalah berdasarkan ayat-ayat hukum kewarisan (Q.S. an-nisa' ayat 11,12, 22, 23, 24 33, dan al-qur an Surat an-nisa ayat memberi petunjuk bahwa semua bentuk perkawinan sepupu tidaklah dilarang, baik cross-cousins maupun parallel cousins. pembolehkan perkawinan sepupu ini berarti tanggallah syarat exogami yang menjadi benteng bagi sistem klan dalam masyarakat yang patrilineal dan matrilineal. Jika klan telah tumbang, maka timbullah masyarakat yang bercorak bilateral. 2. al-qur an Surat an-nisa ayat 11 memberi petunjuk bahwa semua anak, baik laki-laki maupun perempuan sebagai ahli waris bagi ayah dan ibu. Hal ini merupakan bentuk sistem bilateral, karena dalam masyarakat patrilineal ketentuan hukumnya hanya anak laki-laki yang berhak mewaris, begitu halnya dalam sistem masyarakat matrilineal anak-anak hanya mewaris dari ibunya, tidak dari bapaknya. 3. al-qur an Surat an-nisa ayat 12 dan 176 juga mendukung sistem bilateral, yaitu dengan menjadikan saudaranya ahli waris bagi saudaranya yang mati punah (tidak berketurunan), tidak dibedakan apakah saudara itu laki-laki atau perempuan. 4. al-qur an Surat an-nisa ayat 7, 8, 11, 12, dan 176 menyatakan bahwa sistem kewarisan yang dikehendaki oleh al-qur an di samping bilateral adalah individual. Maksudnya, masing-masing ahli waris berhak atas bagian yang pasti dan bagian-bagian tersebut wajib diberikan kepada mereka dengan istilah nasiban mafrudan, fa atuhum nasibuhum, al-qismah, di samping terdapat bagian-bagian tertentu (furud al-muqaddarah). Sistem kewarisan yang dikehendaki dalam al-qur an adalah individual bilateral.

12 732 Andi Nuzul: Hukum Kewarisan Bilateral Menurut Hazairin Hazairin ingin mengajak umat Islam untuk memperbarui pemahaman terhadap ayat-ayat tentang kewarisan. Lebih jauh dengan ajaran hukum kewarisan bilateral Hazairin dikatakan sebagai sarana pembaruan hukum masyarakat, sesuai teori hukum Roscoe Pound yang mengatakan law as a tool of social engineering. 25 Berdasarkan pada teorinya tersebut, Roscoe Pound mengatakan: Melihat hukum sebagai suatu lembaga sosial yang dapat disempurnakan melalui usaha manusia yang dilakukan secara cendekia, dan menganggap sebagai kewajiban mereka untuk menemukan cara-cara yang paling baik bagi memajukan serta mengarahkan usaha itu. 26 Sistem hukum kewarisan bilateral yang dicetuskan Hazairin memang pada awalnya, bahkan sampai saat ini masih mendapat tanggapan pro dan kontra di kalangan umat Islam Indonesia. Fenomena ini merupakan hal yang wajar apabila ada yang masih belum dapat menerima ide pembaruan, apalagi dengan mengkaji ulang sesuatu yang telah lama mapan, akan sulit diterima meskipun hal yang baru ini cukup rasional dan argumentatif. Namun, bukan berarti mereka yang menolak termasuk tidak rasional. Mereka yang menolak di samping didasarkan pada pengetahuan tentang sistem hukum kewarisan yang selama ini mereka ketahui, juga tidak sedikit pula yang mensikapi dengan penuh curiga terhadap sesuatu yang dianggap baru. Meskipun pada awalnya banyak terjadi penolakan, namun tidak sedikit pula yang bersimpati dan mendukung ide kewarisan bilateral ini. Bahkan dewasa ini hampir setiap kali membahas tentang hukum kewarisan hampir tidak melepaskan pemikiran Hazairin. Barangkali penolakan yang terjadi terhadap sistem kewarisan bilateral lambat laun berkurang seiring dengan semakin berkembangnya ilmu pengetahuan dan terbukanya masyarakat untuk menerima perubahan. Dukungan terhadap pendapat Hazairin telah banyak dikemukakan dalam berbagai kajian ilmiah. Keberatan terhadap teori ini agaknya lebih disebabkan ketidakberanian mereka mengoreksi cara tafsir mazhab Sunni yang lebih condong kepada sistem patrilineal dan terlanjur disakralkan. Untuk itu, agar pemikiran Hazairin dapat diterima di kalangan Sunni yang konservatif ini manakala dia mampu memahami bahwa sistem kewarisan 25 Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam, cet. I, (Jakarta: Akademika Pressindo, 1992), p. 19; lihat pula Soerjono Soekanto dan Mustafa Abdullah, Sosiologi Hukum Dalam Masyarakat, cet. I, (Jakarta: Rajawali, 1980), p Satjipto Rahardjo, Hukum dan Perubahan Sosial, (Bandung: Alumni, 1979), p. 150

13 Andi Nuzul: Hukum Kewarisan Bilateral Menurut Hazairin 733 Sunni merupakan salah satu hasil penalaran intelektual sebagaimana halnya yang dilakukan Hazairin. Terlepas adanya sikap pro dan kontra di atas, perlu diketahui bahwa pemikiran Hazairin ini telah turut memperkaya khasanah perkembangan hukum Islam di Indonesia pada umumnya, dan hukum kewarisan pada khususnya. Kompilasi Hukum Islam (KHI) tahun 1991 sebagai bentuk kodifikasi hukum Islam di Indonesia salah satu wujud nyata pengaruh ajaran hukum kewarisan Hazairin, seperti telah diaturnya ketentuan tentang ahli waris pengganti pada Pasal 185 KHI. Bahkan, pemikiran Hazairin dalam lapangan hukum perkawinan cukup memiliki titik taut dengan sistem hukum perkawinan berdasarkan Undang-undang nomor 1 tahun 1974, terutama ketentuan mengenai kedudukan suami isteri dalam rumah tangga dan dalam masyarakat, serta ketentuan mengenai harta benda dalam perkawinan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 35 s/d Pasal 37 UU no C. Penutup Ajaran hukum kewarisan bilateral Hazairin membawa perubahan dalam bidang hukum kewarisan bagi masyarakat Indonesia pada umumnya, dan masyarakat muslim pada khususnya, sehingga tidak sedikit dari ahli hukum Indonesia di bidang ini mengikuti pandangan dan pemikiran Hazairin, seperti Sajuti Thalib, termasuk mengikuti dan menganut teorinya mengenai eksistensi hukum Islam di Indonesia. Hukum kewarisan yang terdapat dalam KHI berdasarkan INPRES No. 1 tahun 1991 yang berlaku internal bagi umat Islam Indonesia saat ini, selain dengan kompromistis beberapa ketentuan dalam hukum waris adat dan KUHPerdata serta dengan hukum kewarisan Islam sendiri hasil pemikiran para imam mazhab, terdapat kecenderungan kuat terdapat pengaruh dari ajaran hukum kewarisan bilateral Hazairin. Misalnya, KHI juga mengatur mengenai penggantian tempat (Plaatsvervulling) yaitu Pasal 185 KHI. Penggantian tempat dikenal baik dalam KUHPerdata juga dalam Hukum Adat, dan penggantian tempat menurut Hazairin disebut dengan Mawali. Hazairin mengkaji hukum kewarisan Islam dengan mengaitkan sistem kekerabatan yang berlaku dalam masyarakat, karena menurutnya dari seluruh hukum, maka hukum perkawinan dan kewarisan yang menentukan dan mencerminkan sistem kekeluargaan yang berlaku dalam masyarakat. Hazairin mengemukakan teori yang berbeda dengan yang dipunyai mazhab hukum kewarisan Islam sebelumnya seperti dalam ajaran atau Mazhab Ahlus Sunnah Waljamaah, sehingga dapat dikatakan hukum kewarsan bilateral Hazairin merupakan suatu mazhab baru dalam lapangan

14 734 Andi Nuzul: Hukum Kewarisan Bilateral Menurut Hazairin hukum kewarisan di Indonesia. Dengan demikian, kehadiran hukum kewarisan bilateral yang dibangun atas ijtihad Hazairin, disatu sisi diyakini Hazairin sebagai sistem hukum kewarisan yang sesuai dengan al-qur an dan hadis, dan sekaligus merupakan pembaruan hukum kewarisan di Indonesia. Daftar Pustaka Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam, cet. I, Jakarta: Akademika Pressindo, Anshori, Abdul Ghofur, Filsafat Hukum Kewarisan Islam, Cet. I, Yogyakarta: UII Press, Hadikusuma, Hilman, Pengantar Hukum Adat Indonesia. Cet. I. Bandung: Mandar Maju, Hazairin, Hukum Kewarisan Bilateral Menurut Qur an dan Hadith, Cet. VI, Jakarta: Tintamas, 1982., Tujuh Serangkai Tentang Hukum, Jakarta: Bina Aksara, Huda, Nurul, "Keberadaan Mawali Hukum Kewarisan Bilateral", SUHUF, Jurnal Fakultas Agama Islam, Vol.XVIII (No.2). pp ISSN X, hlm: Abstract, Diakses pada Senin, 1 April Instruksi Presiden, Kompilasi Hukum Islam Di Indonesia, Jakarta: Akademika Presindo, Prodjodikoro, Wirjono, Hukum Waris Di Indonesia, Cet. II, Bandung: Sumur Bandung, Rahardjo, Satjipto, Hukum Dan Perubahan Sosial, Bandung: Alumni, Ramulyo, Idris, Perbandingan Pelaksanaan Hukum Kewarisan Islam Dengan Kewarisan Menurut KUH Perdata (BW). Cet. I (ed. Revisi), Jakarta: Sinar Grafika, Safioedin, Asis, Beberapa Hal Tentang Burgerlijk Boek, Bandung: Citra Aditya Bakti, Soepomo, Sistem Hukum Di Indonesia Sebelum Perang Dunia II, Jakarta: PT. Pradnya Paramita, 1997.

15 Andi Nuzul: Hukum Kewarisan Bilateral Menurut Hazairin 735 Subekti dan Tjitrosoedibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Cet. XXVIII, Jakarta: Pradnya Paramita, Syarif, Ahlan Suriani, Intisari Hukum Waris Menurut Burgerlijk Wetboek, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1993.

KEBERADAAN MAWALI HUKUM KEWARISAN BILATERAL

KEBERADAAN MAWALI HUKUM KEWARISAN BILATERAL KEBERADAAN MAWALI HUKUM KEWARISAN BILATERAL Nurul Huda Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Surakarta ABSTRAK Menurut hukum kewarisan bilateral terdapat tiga prinsip kewarisan, yaitu: pertama,

Lebih terperinci

Lex et Societatis, Vol. II/No. 8/Sep-Nov/2014. KEDUDUKAN DAN BAGIAN AHLI WARIS PENGGANTI DALAM HUKUM ISLAM 1 Oleh : Alhafiz Limbanadi 2

Lex et Societatis, Vol. II/No. 8/Sep-Nov/2014. KEDUDUKAN DAN BAGIAN AHLI WARIS PENGGANTI DALAM HUKUM ISLAM 1 Oleh : Alhafiz Limbanadi 2 KEDUDUKAN DAN BAGIAN AHLI WARIS PENGGANTI DALAM HUKUM ISLAM 1 Oleh : Alhafiz Limbanadi 2 A B S T R A K Seiring dengan perkembangan zaman juga pola pikir masyarakat, hal ini menghasilkan adanya berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. benua dan lautan yang sangat luas, maka penyebaran agama-agama yang dibawa. melaksanakan kemurnian dari peraturan-peraturannya.

BAB I PENDAHULUAN. benua dan lautan yang sangat luas, maka penyebaran agama-agama yang dibawa. melaksanakan kemurnian dari peraturan-peraturannya. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Di lihat dari letak geografis kepulauan Indonesia yang strategis antara dua benua dan lautan yang sangat luas, maka penyebaran agama-agama yang dibawa oleh pendatang

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PERSAMAAN DAN PERBEDAAN KETENTUAN PASAL 182 KHI DAN PERSPEKTIF HAZAIRIN TENTANG BAGIAN WARIS SAUDARA PEREMPUAN KANDUNG

BAB IV ANALISIS PERSAMAAN DAN PERBEDAAN KETENTUAN PASAL 182 KHI DAN PERSPEKTIF HAZAIRIN TENTANG BAGIAN WARIS SAUDARA PEREMPUAN KANDUNG BAB IV ANALISIS PERSAMAAN DAN PERBEDAAN KETENTUAN PASAL 182 KHI DAN PERSPEKTIF HAZAIRIN TENTANG BAGIAN WARIS SAUDARA PEREMPUAN KANDUNG A. Analisis Terhadap Ketentuan Pasal 182 Kompilasi Hukum Islam Tentang

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PENDAPAT IMAM AL-SYAFI I TENTANG KEWARISAN KAKEK BERSAMA SAUDARA. A. Analisis Pendapat Imam al-syafi i Tentang Kewarisan Kakek Bersama

BAB IV ANALISIS PENDAPAT IMAM AL-SYAFI I TENTANG KEWARISAN KAKEK BERSAMA SAUDARA. A. Analisis Pendapat Imam al-syafi i Tentang Kewarisan Kakek Bersama 58 BAB IV ANALISIS PENDAPAT IMAM AL-SYAFI I TENTANG KEWARISAN KAKEK BERSAMA SAUDARA A. Analisis Pendapat Imam al-syafi i Tentang Kewarisan Kakek Bersama Saudara Dan Relevansinya Dengan Sistem Kewarisan

Lebih terperinci

KEDUDUKAN PEREMPUAN DALAM KEWARISAN

KEDUDUKAN PEREMPUAN DALAM KEWARISAN KEDUDUKAN PEREMPUAN DALAM KEWARISAN Oleh Drs. Bakti Ritonga, SH.,MH. 1 Assalmu alaikum wr.wb. Salam sejahtera untuk kita semua Yang Terhormat; Bapak dan Ibu Pembina, jajaran pengurus, dan seluruh pesrta

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAGIAN WARIS AHLI WARIS PENGGANTI. A. Pembagian waris Ahli Waris Pengganti Menurut Kompilasi Hukum Islam

BAB IV PEMBAGIAN WARIS AHLI WARIS PENGGANTI. A. Pembagian waris Ahli Waris Pengganti Menurut Kompilasi Hukum Islam BAB IV PEMBAGIAN WARIS AHLI WARIS PENGGANTI A. Pembagian waris Ahli Waris Pengganti Menurut Kompilasi Hukum Islam Dalam Kompilasi Hukum Islam adanya asas-asas kewarisan islam yaitu asas ijbari (pemaksaan),

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS. A. Ahli Waris Pengganti menurut Imam Syafi i dan Hazairin. pengganti menurut Hazairin dan ahli waris menurut Imam Syafi i, yaitu:

BAB IV ANALISIS. A. Ahli Waris Pengganti menurut Imam Syafi i dan Hazairin. pengganti menurut Hazairin dan ahli waris menurut Imam Syafi i, yaitu: BAB IV ANALISIS A. Ahli Waris Pengganti menurut Imam Syafi i dan Hazairin Dari penjelasan terdahulu dapat dikelompokkan ahli waris yang menjadi ahli waris pengganti menurut Hazairin dan ahli waris menurut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai makhluk sosial dan merupakan kelompok masyarakat terkecil yang

BAB I PENDAHULUAN. sebagai makhluk sosial dan merupakan kelompok masyarakat terkecil yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga mempunyai peranan yang penting dalam kehidupan manusia sebagai makhluk sosial dan merupakan kelompok masyarakat terkecil yang terdiri dari seorang ayah,

Lebih terperinci

Andi Nuzul * Kata kunci: kodifikasi hukum kewarisan, diferensiasi, masyarakat pluralis.

Andi Nuzul * Kata kunci: kodifikasi hukum kewarisan, diferensiasi, masyarakat pluralis. upaya kodifikasi hukum kewarisan secara bilateral dengan pola diferensiasi dalam masyarakat pluralis Andi Nuzul * Abstract The currently applicable inheritance law in Indonesia is pluralistic in nature

Lebih terperinci

Lex Privatum, Vol.I/No.5/November/2013

Lex Privatum, Vol.I/No.5/November/2013 HAK MEWARIS DARI ORANG YANG HILANG MENURUT HUKUM WARIS ISLAM 1 Oleh : Gerry Hard Bachtiar 2 A B S T R A K Hasil penelitian menunjukkan bagaimana asas-asas kewarisan menurut hukum waris Islam serta Hak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang dan Rumusan Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang dan Rumusan Masalah BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang dan Rumusan Masalah Hukum waris yang berlaku di Indonesia hingga saat ini masih bersifat pluralistik, artinya beraneka ragam sistem hukum waris di Indonesia berlaku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat senantiasa mengalami perubahan dan yang menjadi pembeda

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat senantiasa mengalami perubahan dan yang menjadi pembeda BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masyarakat senantiasa mengalami perubahan dan yang menjadi pembeda hanyalah sifat atau tingkat perubahannya. Perubahan pada masyarakat ada yang terlihat dan ada yang

Lebih terperinci

BAB IV PENUTUP. 1) Penafsiran QS. Al-Nisa :12 Imam Syafi i menafsirkan kata walad dalam

BAB IV PENUTUP. 1) Penafsiran QS. Al-Nisa :12 Imam Syafi i menafsirkan kata walad dalam 115 BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan pembahasan dari rumusan masalah ini, maka penyusun dapat menarik beberapa kesimpulan: 1) Penafsiran QS. Al-Nisa :12 Imam Syafi i menafsirkan kata walad dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. setiap manusia akan mengalami peristiwa hukum yang dinamakan kematian.

BAB I PENDAHULUAN. setiap manusia akan mengalami peristiwa hukum yang dinamakan kematian. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum waris merupakan salah satu dari bagian dari hukum perdata secara keseluruhan dan merupakan bagian terkecil dari hukum kekeluargaan. Hukum waris sangat erat kaitannya

Lebih terperinci

A. LATAR BELAKANG. Dari seluruh hukum yang ada dan berlaku dewasa ini di samping hukum

A. LATAR BELAKANG. Dari seluruh hukum yang ada dan berlaku dewasa ini di samping hukum BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dari seluruh hukum yang ada dan berlaku dewasa ini di samping hukum perkawinan, maka hukum kewarisan merupakan bagian dari hukum kekeluargaan yang memegang peranan yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WARISAN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WARISAN BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WARISAN A. Pengertian Hukum Waris Pengertian secara umum tentang Hukum waris adalah hukum yang mengatur mengenai apa yang harus terjadi dengan harta kekayaan seseorang yang

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS AHLI AHLI WARIS AB INTESTATO MENURUT HUKUM PERDATA

TINJAUAN YURIDIS AHLI AHLI WARIS AB INTESTATO MENURUT HUKUM PERDATA TINJAUAN YURIDIS AHLI AHLI WARIS AB INTESTATO MENURUT HUKUM PERDATA USWATUN HASANAH / D 101 10 062 Pembimbing: I. ABRAHAM KEKKA, S.H, M.H., II. MARINI CITRA DEWI, S.H, M.H., ABSTRAK Menurut pasal 832 KUH

Lebih terperinci

HUKUM WARIS ISLAM DAN PERMASALAHANNYA

HUKUM WARIS ISLAM DAN PERMASALAHANNYA HUKUM WARIS ISLAM DAN PERMASALAHANNYA Dalam peradilan atau dalam hukum Indonesia juga terdapat hukum waris adat. Selama ini, khususnya sebelum munculnya UU No.7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama memang

Lebih terperinci

Tanah, dan Kepemilikan Harta Benda lainnya

Tanah, dan Kepemilikan Harta Benda lainnya Pemahaman Progresif tentang Hak Perempuan atas Waris, Kepemilikan Tanah, dan Kepemilikan Harta Benda lainnya Beberapa Istilah Penting terkait dengan Hak Perempuan atas Waris dan Kepemilikan Tanah: Ahli

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Segi kehidupan manusia yang telah diatur Allah dapat dikelompokkan

BAB I PENDAHULUAN. Segi kehidupan manusia yang telah diatur Allah dapat dikelompokkan BAB I PENDAHULUAN Segi kehidupan manusia yang telah diatur Allah dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok. Pertama, hal-hal yang berkaitan dengan hubungan manusia dengan Allah sebagai penciptanya. Aturan

Lebih terperinci

HUKUM KEWARISAN ISLAM HUKUM WARIS PROGRAM MAGISTER KENOTARIATAN FHUI

HUKUM KEWARISAN ISLAM HUKUM WARIS PROGRAM MAGISTER KENOTARIATAN FHUI HUKUM KEWARISAN ISLAM HUKUM WARIS PROGRAM MAGISTER KENOTARIATAN FHUI DOSEN Dr. Yeni Salma Barlinti, SH, MH Neng Djubaedah, SH, MH, Ph.D Milly Karmila Sareal, SH, MKn. Winanto Wiryomartani, SH, MHum. POKOK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan yang ada di negara kita menganut asas monogami. Seorang pria

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan yang ada di negara kita menganut asas monogami. Seorang pria 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang merupakan ketentuan yang mengatur pelaksanaan perkawinan yang ada di Indonesia telah memberikan landasan

Lebih terperinci

BAB III ANALISA TERHADAP AHLI WARIS PENGGANTI (PLAATSVERVULLING) PASAL 841 KUH PERDATA DENGAN 185 KHI

BAB III ANALISA TERHADAP AHLI WARIS PENGGANTI (PLAATSVERVULLING) PASAL 841 KUH PERDATA DENGAN 185 KHI BAB III ANALISA TERHADAP AHLI WARIS PENGGANTI (PLAATSVERVULLING) PASAL 841 KUH PERDATA DENGAN 185 KHI A. Kedudukan Ahli Waris Pengganti (Plaatsvervulling) Pasal 841 KUH Perdata Dengan Pasal 185 KHI Hukum

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA HUKUM TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN AGAMA. BANGIL NOMOR 538/Pdt.G/2004/PA.Bgl PERSPEKTIF FIQH INDONESIA

BAB IV ANALISA HUKUM TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN AGAMA. BANGIL NOMOR 538/Pdt.G/2004/PA.Bgl PERSPEKTIF FIQH INDONESIA BAB IV ANALISA HUKUM TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN AGAMA BANGIL NOMOR 538/Pdt.G/2004/PA.Bgl PERSPEKTIF FIQH INDONESIA A. Analisa Terhadap Pertimbangan Putusan Hakim Pengadilan Agama Bangil Kewenangan Pengadilan

Lebih terperinci

Unisba.Repository.ac.id BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Indonesia sebagai suatu negara yang berdaulat dengan mayoritas penduduk

Unisba.Repository.ac.id BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Indonesia sebagai suatu negara yang berdaulat dengan mayoritas penduduk BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah. Indonesia sebagai suatu negara yang berdaulat dengan mayoritas penduduk beragama Islam telah menganut adanya sistem hukum nasional. Dalam upaya menjamin adanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhannya telah mampu merombak tatanan atau sistem kewarisan yang

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhannya telah mampu merombak tatanan atau sistem kewarisan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum kewarisan, termasuk salah satu aspek yang diatur secara jelas dalam Al-Qur an dan Sunnah Rasul. Hal ini membuktikan bahwa masalah kewarisan cukup penting

Lebih terperinci

KEDUDUKAN AHLI WARIS PENGGANTI DI TINJAU DARI KOMPILASI HUKUM ISLAM DAN FIQH WARIS. Keywords: substite heir, compilation of Islamic law, zawil arham

KEDUDUKAN AHLI WARIS PENGGANTI DI TINJAU DARI KOMPILASI HUKUM ISLAM DAN FIQH WARIS. Keywords: substite heir, compilation of Islamic law, zawil arham 1 KEDUDUKAN AHLI WARIS PENGGANTI DI TINJAU DARI KOMPILASI HUKUM ISLAM DAN FIQH WARIS Sarpika Datumula* Abstract Substitute heir is the development and progress of Islamic law that is intended to get mashlahah

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 48 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Pengaturan masalah waris di Indonesia bersifat pluralisme. Sehingga praturan hukum waris yang masih berlaku saat ini di Indonesia adalah menurut Hukum Adat,

Lebih terperinci

BAB III KEWARISAN DALAM HUKUM PERDATA. Hukum waris Eropa yang dimuat dalam Burgerlijk Wetboek

BAB III KEWARISAN DALAM HUKUM PERDATA. Hukum waris Eropa yang dimuat dalam Burgerlijk Wetboek BAB III KEWARISAN DALAM HUKUM PERDATA A. Hukum kewarisan perdata Hukum waris Eropa yang dimuat dalam Burgerlijk Wetboek yang sering disebut BW adalah kumpulan peraturan yang mengatur mengenai kekayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perebutan harta warisan. Islam sebagai agama rahmatan li al- a>lami>n sudah

BAB I PENDAHULUAN. perebutan harta warisan. Islam sebagai agama rahmatan li al- a>lami>n sudah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum kewarisan merupakan salah satu tatanan hukum yang sangat penting dalam kehidupan manusia agar pasca meninggalnya seseorang tidak terjadi perselisihan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN PARADIGMA. lainnya dalam satu kesatuan yang utuh (Abdulsyani, 1994:123).

TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN PARADIGMA. lainnya dalam satu kesatuan yang utuh (Abdulsyani, 1994:123). II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN PARADIGMA 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Pengertian SistemWaris Sistem mengandung pengertian sebagai kumpulan dari berbagai unsur (komponen)yang saling bergantungan

Lebih terperinci

KEDUDUKAN ANAK DAN HARTA DALAM PERKAWINAN SIRI DITINJAU DARI UU NOMOR 1 TAHUN 1974

KEDUDUKAN ANAK DAN HARTA DALAM PERKAWINAN SIRI DITINJAU DARI UU NOMOR 1 TAHUN 1974 KEDUDUKAN ANAK DAN HARTA DALAM PERKAWINAN SIRI DITINJAU DARI UU NOMOR 1 TAHUN 1974 SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Tugas dan Syarat-syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum dalam Ilmu Hukum Fakultas

Lebih terperinci

PERBANDINGANN ANTARA HUKUM WARIS BARAT DENGAN HUKUM WARIS ISLAM

PERBANDINGANN ANTARA HUKUM WARIS BARAT DENGAN HUKUM WARIS ISLAM PERBANDINGANN ANTARA HUKUM WARIS PERDATA BARAT DENGAN HUKUM WARIS ISLAM Penulis : Agil Jaelani, Andri Milka, Muhammad Iqbal Kraus, ABSTRAK Hukum waris adalah hukum yang mengatur mengenai apa yang harus

Lebih terperinci

BAB III IMPLIKASI HAK KEWARISAN ATAS PENGAKUAN ANAK LUAR

BAB III IMPLIKASI HAK KEWARISAN ATAS PENGAKUAN ANAK LUAR BAB III IMPLIKASI HAK KEWARISAN ATAS PENGAKUAN ANAK LUAR KAWIN DALAM HUKUM PERDATA (BURGERLIJK WETBOEK) A. Pengertian Anak Luar Kawin Menurut Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek) Anak menurut bahasa adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. antaranya, waris menurut hukum BW (Burgerlijk Wetboek), hukum Islam, dan. Ika ini tidak mati, melainkan selalu berkembang.

BAB I PENDAHULUAN. antaranya, waris menurut hukum BW (Burgerlijk Wetboek), hukum Islam, dan. Ika ini tidak mati, melainkan selalu berkembang. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang kaya akan budaya dan adat, termasuk dalam hal pewarisan. Indonesia memiliki berbagai macam bentuk waris di antaranya, waris menurut

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS TERHADAP PRAKTEK PEMBAGIAN WARISAN KEPADA AHLI WARIS PENGGANTI

BAB IV ANALISIS TERHADAP PRAKTEK PEMBAGIAN WARISAN KEPADA AHLI WARIS PENGGANTI BAB IV ANALISIS TERHADAP PRAKTEK PEMBAGIAN WARISAN KEPADA AHLI WARIS PENGGANTI A. Analisis Terhadap Deskripsi Pembagian Warisan Oleh Ibu Senen dan Bapak Kasiran Kepada Ahli Waris Pengganti Di Desa Kasiyan

Lebih terperinci

PEMBAHASAN KOMPILASI HUKUM ISLAM

PEMBAHASAN KOMPILASI HUKUM ISLAM PEMBAHASAN KOMPILASI HUKUM ISLAM Materi : HUKUM KEWARISAN Oleh : Drs. H.A. Mukti Arto, SH, M.Hum. PENDAHULUAN Hukum Kewarisan Hukum Kewarisan ialah Hukum yang mengatur tentang pemindahan hak pemilikan

Lebih terperinci

ANALISIS TENTANG STUDI KOMPARATIF ANTARA HUKUM KEWARISAN ISLAM DAN HUKUM KEWARISAN ADAT. Akhmad Haries STAIN Samarinda

ANALISIS TENTANG STUDI KOMPARATIF ANTARA HUKUM KEWARISAN ISLAM DAN HUKUM KEWARISAN ADAT. Akhmad Haries STAIN Samarinda ANALISIS TENTANG STUDI KOMPARATIF ANTARA HUKUM KEWARISAN ISLAM DAN HUKUM KEWARISAN ADAT Akhmad Haries STAIN Samarinda Abstract The conflicts of legacy claim are always found in the society. The causes

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH. Hukum adat merupakan salah satu sumber penting untuk memperoleh bahan-bahan bagi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH. Hukum adat merupakan salah satu sumber penting untuk memperoleh bahan-bahan bagi BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Hukum adat merupakan salah satu sumber penting untuk memperoleh bahan-bahan bagi pembangunan hukum nasional. Unsur kejiwaan hukum adat yang berintikan kepribadian

Lebih terperinci

TINJAUAN HUKUM TERHADAP HAK DAN KEWAJIBAN ANAK DAN ORANG TUA DILIHAT DARI UNDANG UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 DAN HUKUM ISLAM

TINJAUAN HUKUM TERHADAP HAK DAN KEWAJIBAN ANAK DAN ORANG TUA DILIHAT DARI UNDANG UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 DAN HUKUM ISLAM TINJAUAN HUKUM TERHADAP HAK DAN KEWAJIBAN ANAK DAN ORANG TUA DILIHAT DARI UNDANG UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 DAN HUKUM ISLAM Oleh : Abdul Hariss ABSTRAK Keturunan atau Seorang anak yang masih di bawah umur

Lebih terperinci

HUKUM KEWARISAN ISLAM: PENGGOLONGAN AHLI WARIS & KELOMPOK KEUTAMAAN AHLI WARIS

HUKUM KEWARISAN ISLAM: PENGGOLONGAN AHLI WARIS & KELOMPOK KEUTAMAAN AHLI WARIS HUKUM KEWARISAN ISLAM: PENGGOLONGAN AHLI WARIS & KELOMPOK KEUTAMAAN AHLI WARIS HUKUM PERDATA ISLAM NENG DJUBAEDAH & YENI SALMA BARLINTI 15 OKTOBER 2014 MATERI A. Penggolongan Ahli Waris: 1. Menurut Hazairin

Lebih terperinci

HUKUM KEKERABATAN A. PENDAHULUAN

HUKUM KEKERABATAN A. PENDAHULUAN HUKUM KEKERABATAN A. PENDAHULUAN Hukum adat kekerabatan adalah hukum adat yang mengatur tentang bagaimana kedudukan pribadi seseorang sebagai anggota kerabat, kedudukan anak terhadap orangtua dan sebaliknya

Lebih terperinci

S I L A B U S A. IDENTITAS MATA KULIAH NAMA MATA KULIAH : HUKUM WARIS ISLAM STATUS MATA KULIAH : WAJIB KODE MATA KULIAH : JUMLAH SKS : 2

S I L A B U S A. IDENTITAS MATA KULIAH NAMA MATA KULIAH : HUKUM WARIS ISLAM STATUS MATA KULIAH : WAJIB KODE MATA KULIAH : JUMLAH SKS : 2 1 S I L A B U S A. IDENTITAS MATA KULIAH NAMA MATA KULIAH : HUKUM WARIS ISLAM STATUS MATA KULIAH : WAJIB KODE MATA KULIAH : JUMLAH SKS : 2 B. DESKRIPSI MATA KULIAH Mata kuliah ini mempelajari hukum waris

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seluruh aspek kehidupan masyarakat diatur oleh hukum termasuk mengenai

BAB I PENDAHULUAN. seluruh aspek kehidupan masyarakat diatur oleh hukum termasuk mengenai 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia sebagai negara yang berdasarkan hukum maka seluruh aspek kehidupan masyarakat diatur oleh hukum termasuk mengenai perkawinan, perceraian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seorang manusia yang lahir di dunia ini, memiliki hak dan kewajiban yang diberikan hukum kepadanya maupun kepada manusia-manusia lain disekitarnya dimulai kepadanya

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Lili Rasyidi, Hukum sebagai Suatu Sistem, Remaja Rosdakarya, Bandung, 1988, hlm

PENDAHULUAN. Lili Rasyidi, Hukum sebagai Suatu Sistem, Remaja Rosdakarya, Bandung, 1988, hlm PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Realitas hukum di Indonesia, termasuk hukum waris berada dalam kutub pluralitas hukum 1. Pluralitas hukum tidak dimaknai dalam arti sempit, dimana sistem hukum yang

Lebih terperinci

Lex et Societatis, Vol. III/No. 9/Okt/2015

Lex et Societatis, Vol. III/No. 9/Okt/2015 AHLI WARIS PENGGANTI MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA 1 Oleh : Patricia Diana Pangow 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana kedudukan seseorang sebagai

Lebih terperinci

WARIS ISLAM DI INDONESIA

WARIS ISLAM DI INDONESIA ISSN 2302-0180 8 Pages pp. 19-26 WARIS ISLAM DI INDONESIA Azharuddin 1, A. Hamid Sarong. 2 Iman Jauhari, 3 1) Magister Ilmu Hukum Program Banda Aceh e-mail : Budiandoyo83@yahoo.com 2,3) Staff Pengajar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Barat, sistem Hukum Adat dan sistem Hukum Islam. 1 Sebagai sistem hukum,

BAB I PENDAHULUAN. Barat, sistem Hukum Adat dan sistem Hukum Islam. 1 Sebagai sistem hukum, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan hukum waris di Indonesia, selama ini diwarnai oleh tiga sistem hukum waris. Ketiga sistem hukum waris itu adalah, sistem Hukum Barat, sistem Hukum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pula harta warisan beralih kepada ahli waris/para ahli waris menjadi. Peristiwa pewarisan ini dapat terjadi ketika :

BAB I PENDAHULUAN. pula harta warisan beralih kepada ahli waris/para ahli waris menjadi. Peristiwa pewarisan ini dapat terjadi ketika : 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peristiwa pewarisan adalah perihal klasik dan merupakan salah satu hal penting dalam kehidupan manusia. Apabila ada seseorang meninggal dunia, maka pada saat itulah

Lebih terperinci

Analisis Hukum Islam Terhadap Pembagian Waris Dalam Adat Minang (Studi Kasus Di Desa Biaro Gadang, Sumatera Barat)

Analisis Hukum Islam Terhadap Pembagian Waris Dalam Adat Minang (Studi Kasus Di Desa Biaro Gadang, Sumatera Barat) Prosiding Peradilan Agama ISSN: 2460-6391 Analisis Hukum Islam Terhadap Pembagian Waris Dalam Adat Minang (Studi Kasus Di Desa Biaro Gadang, Sumatera Barat) 1 Utari Suci Ramadhani, 2 Dr. Tamyiez Dery,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan kerukunan dalam keluarga tetap terjaga. Pewarisan merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. dan kerukunan dalam keluarga tetap terjaga. Pewarisan merupakan salah satu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum adat merupakan salah satu aturan hukum yang masih digunakan dalam proses pewarisan. Proses pewarisan yang mengedepankan musyawarah sebagai landasannya merupakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGANGKATAN ANAK. A. Pengertian Anak Angkat dan Pengangkatan Anak

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGANGKATAN ANAK. A. Pengertian Anak Angkat dan Pengangkatan Anak BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGANGKATAN ANAK A. Pengertian Anak Angkat dan Pengangkatan Anak Dalam kamus umum bahasa Indonesia mengartikan anak angkat adalah anak orang lain yang diambil (dipelihara)

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS ATAS AHLI WARIS PENGGANTI DALAM HUKUM WARIS

TINJAUAN YURIDIS ATAS AHLI WARIS PENGGANTI DALAM HUKUM WARIS TINJAUAN YURIDIS ATAS AHLI WARIS PENGGANTI DALAM HUKUM WARIS, SH.MH 1 Abstrak : Sistem Ahli Waris Pengganti menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata terjadi apabila seorang ahli waris terlebih dahulu

Lebih terperinci

TINJAUAN MENGENAI ASPEK HUKUM PEMBAGIAN HARTA WARISAN MENURUT KUHPERDATA (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Jepara)

TINJAUAN MENGENAI ASPEK HUKUM PEMBAGIAN HARTA WARISAN MENURUT KUHPERDATA (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Jepara) 0 TINJAUAN MENGENAI ASPEK HUKUM PEMBAGIAN HARTA WARISAN MENURUT KUHPERDATA (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Jepara) Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Syarat-Syarat Guna Memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (machstaat). Dengan demikian, berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 negara

BAB I PENDAHULUAN. (machstaat). Dengan demikian, berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 negara BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945 dirumuskan bahwa Negara Indonesia berdasarkan atas hukum tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (machstaat). Dengan demikian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Belanda, meskipun saat ini penggolongan penduduk telah dihapus semenjak adanya

BAB I PENDAHULUAN. Belanda, meskipun saat ini penggolongan penduduk telah dihapus semenjak adanya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum waris yang berlaku di Indonesia dikenal sangat beragam, hal ini dikarenakan adanya pengaruh penggolongan penduduk yang pernah dilakukan pada masa Hindia Belanda,

Lebih terperinci

Lex et Societatis, Vol. V/No. 2/Mar-Apr/2017

Lex et Societatis, Vol. V/No. 2/Mar-Apr/2017 HAK WARIS ANAK KANDUNG DAN ANAK ANGKAT MENURUT KOMPILASI HUKUM ISLAM 1 Oleh : Budi Damping 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana asas-asas dalam Hukum Kewarisan menurut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Adat istiadat merupakan salah satu perekat sosial dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Adat istiadat merupakan salah satu perekat sosial dalam kehidupan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Adat istiadat merupakan salah satu perekat sosial dalam kehidupan berbangsa, khususnya dalam kehidupan masyarakat heterogen, seperti Indonesia yang merupakan negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia didalam perjalanannya di dunia mengalami tiga peristiwa

BAB I PENDAHULUAN. Manusia didalam perjalanannya di dunia mengalami tiga peristiwa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia didalam perjalanannya di dunia mengalami tiga peristiwa penting, yaitu lahir, menikah dan meninggal dunia yang kemudian akan menimbulkan akibat hukum tertentu.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hukum kewarisan Islam pada dasarnya berlaku untuk umat Islam dimana

BAB I PENDAHULUAN. Hukum kewarisan Islam pada dasarnya berlaku untuk umat Islam dimana 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum kewarisan Islam pada dasarnya berlaku untuk umat Islam dimana saja di dunia ini. Sesungguhnya yang demikian, corak suatu Negara Islam dan kehidupan masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang berlaku dalam masyarakat. Dapat pula dikatakan hukum merupakan

BAB I PENDAHULUAN. yang berlaku dalam masyarakat. Dapat pula dikatakan hukum merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum sebagai kaidah atau norma sosial yang tidak terlepas dari nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat. Dapat pula dikatakan hukum merupakan pencerminan dari

Lebih terperinci

ASPEK YURIDIS HARTA BERSAMA DALAM PERKAWINAN POLIGAMI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN NURFIANTI / D

ASPEK YURIDIS HARTA BERSAMA DALAM PERKAWINAN POLIGAMI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN NURFIANTI / D ASPEK YURIDIS HARTA BERSAMA DALAM PERKAWINAN POLIGAMI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN NURFIANTI / D 101 09 512 ABSTRAK Penelitian ini berjudul aspek yuridis harta bersama dalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kewenangan Pengadilan Agama Lingkungan Peradilan Agama adalah salah satu lingkungan peradilan khusus, jangkauan fungsi kewenangan peradilan agama diatur dalam Pasal 2, Pasal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pusaka peninggalan mayit kepada ahli warisnya. 1

BAB I PENDAHULUAN. pusaka peninggalan mayit kepada ahli warisnya. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Waris adalah perpindahan harta milik atau perpindahan pusaka.sehingga secara istilah ilmu waris adalah ilmu yang mempelajari tentang perpindahan harta pusaka

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Tentang Perkawinan Adat 1. Pengertian Perkawinan Perkawinan merupakan salah satu peristiwa yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat. Sebab perkawinan itu tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ratus) pulau-pulau yang tersebar di nusantara, masyarakat Indonesia terbagai

BAB I PENDAHULUAN. ratus) pulau-pulau yang tersebar di nusantara, masyarakat Indonesia terbagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Masyarakat Indonesia merupakan sebuah masyarakat yang majemuk yang terdiri dari berbagai sukubangsa dan budaya. Dengan penduduk lebih dari 210 (dua ratus

Lebih terperinci

BAB III HAK WARIS ANAK SUMBANG. A. Kedudukan Anak Menurut KUH Perdata. Perdata, penulis akan membagi status anak ke dalam beberapa golongan

BAB III HAK WARIS ANAK SUMBANG. A. Kedudukan Anak Menurut KUH Perdata. Perdata, penulis akan membagi status anak ke dalam beberapa golongan 46 BAB III HAK WARIS ANAK SUMBANG A. Kedudukan Anak Menurut KUH Perdata Sebelum penulis membahas waris anak sumbang dalam KUH Perdata, penulis akan membagi status anak ke dalam beberapa golongan yang mana

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN YURIDIS TENTANG KEWARISAN DAN PERMOHONAN

BAB II TINJAUAN YURIDIS TENTANG KEWARISAN DAN PERMOHONAN BAB II TINJAUAN YURIDIS TENTANG KEWARISAN DAN PERMOHONAN A. Tinjauan Yuridis Tentang Kewarisan 1. Pengertian Kewarisan Hukum kewarisan ialah himpunan aturan-aturan hukum yang mengatur tentang siapa ahli

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dasar, antara lain bersifat mengatur dan tidak ada unsur paksaan. Namun untuk

BAB I PENDAHULUAN. dasar, antara lain bersifat mengatur dan tidak ada unsur paksaan. Namun untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum waris perdata dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, termasuk dalam lapangan atau bidang hukum perdata. Semua cabang hukum yang termasuk dalam bidang

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. pertolongan sehingga berjaya menyelesaikan disertasi ini. Disertasi ini akan ditutup

BAB V PENUTUP. pertolongan sehingga berjaya menyelesaikan disertasi ini. Disertasi ini akan ditutup BAB V PENUTUP Alhamdulillah, pengkaji bersyukur ke hadrat Allah SWT yang telah memberikan pertolongan sehingga berjaya menyelesaikan disertasi ini. Disertasi ini akan ditutup dengan kesimpulan dan cadangan.

Lebih terperinci

ANALISIS TENTANG STUDI KOMPARATIF ANTARA HUKUM KEWARISAN ISLAM DAN HUKUM KEWARISAN ADAT

ANALISIS TENTANG STUDI KOMPARATIF ANTARA HUKUM KEWARISAN ISLAM DAN HUKUM KEWARISAN ADAT ANALISIS TENTANG STUDI KOMPARATIF ANTARA HUKUM KEWARISAN ISLAM DAN HUKUM KEWARISAN ADAT Akhmad Haries STAIN Samarinda akhmadharies12@gmail.com Abstract The conflicts of legacy claim are always found in

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berbicara tentang warisan menyalurkan pikiran dan perhatian orang ke arah suatu

BAB I PENDAHULUAN. Berbicara tentang warisan menyalurkan pikiran dan perhatian orang ke arah suatu BAB I PENDAHULUAN A Latar Belakang Masalah Berbicara tentang warisan menyalurkan pikiran dan perhatian orang ke arah suatu kejadian penting dalam suatu masyarakat tertentu, yaitu ada seorang anggota dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hukum yang selanjutnya timbul dengan adanya peristiwa kematian

BAB I PENDAHULUAN. hukum yang selanjutnya timbul dengan adanya peristiwa kematian 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap manusia pasti akan mengalami peristiwa kematian. Akibat hukum yang selanjutnya timbul dengan adanya peristiwa kematian seseorang diantaranya ialah masalah bagaimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan kewajiban orang lain untuk mengurus jenazahnya dan dengan

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan kewajiban orang lain untuk mengurus jenazahnya dan dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah Proses perjalanan kehidupan manusia yang membawa pengaruh dan akibat hukum kepada lingkungannya, menimbulkan hak dan kewajiban serta hubungan antara keluarga,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy, Fiqh Mawaris, PT. Pustaka Rizki Putra, Semarang, 2002, hlm. 4.

BAB I PENDAHULUAN. Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy, Fiqh Mawaris, PT. Pustaka Rizki Putra, Semarang, 2002, hlm. 4. BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Manusia di dalam perjalanannya di dunia mengalami tiga peristiwa yang penting diantaranya, waktu ia dilahirkan, waktu ia kawin, waktu ia meninggal dunia, semua ini akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Allah SWT telah menjadikan manusia saling berinteraksi antara satu

BAB I PENDAHULUAN. Allah SWT telah menjadikan manusia saling berinteraksi antara satu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Allah SWT telah menjadikan manusia saling berinteraksi antara satu dengan yang lain. Mereka saling tolong-menolong, tukar-menukar keperluan dalam segala urusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang di dalamnya terdapat beraneka ragam kebudayaan yang berbeda-beda tiap daerahnya. Sistem pewarisan yang dipakai di Indonesia juga

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS DAMPAK PERKAWINAN BAWAH TANGAN BAGI PEREMPUAN OLEH RIKA LESTARI, SH., M.HUM 1. Abstrak

TINJAUAN YURIDIS DAMPAK PERKAWINAN BAWAH TANGAN BAGI PEREMPUAN OLEH RIKA LESTARI, SH., M.HUM 1. Abstrak TINJAUAN YURIDIS DAMPAK PERKAWINAN BAWAH TANGAN BAGI PEREMPUAN OLEH RIKA LESTARI, SH., M.HUM 1 Abstrak Dalam kehidupan masyarakat di Indonesia perkawinan di bawah tangan masih sering dilakukan, meskipun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam fase kehidupan manusia terdapat tiga peristiwa penting yaitu, kelahiran,

BAB I PENDAHULUAN. Dalam fase kehidupan manusia terdapat tiga peristiwa penting yaitu, kelahiran, BAB I PENDAHULUAN Dalam fase kehidupan manusia terdapat tiga peristiwa penting yaitu, kelahiran, perkawinan, dan kematian. Dengan adanya kelahiran maka berakibat pada timbulnya hak dan kewajban baik dari

Lebih terperinci

PERBANDINGAN PEMBAGIAN HARTA WARISAN MENURUT HUKUM ADAT DAN MENURUT BW DI INDONESIA

PERBANDINGAN PEMBAGIAN HARTA WARISAN MENURUT HUKUM ADAT DAN MENURUT BW DI INDONESIA PERBANDINGAN PEMBAGIAN HARTA WARISAN MENURUT HUKUM ADAT DAN MENURUT BW DI INDONESIA Makalah Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Perbandingan Hukum Perdata Oleh KELOMPOK I Dosen Pembimbing : AFRILIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. salah satunya hukum waris yang terdapat di Indonesia ini masih bersifat

BAB I PENDAHULUAN. salah satunya hukum waris yang terdapat di Indonesia ini masih bersifat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap penganut agama di dunia mengatur tentang pembagian waris, salah satunya hukum waris yang terdapat di Indonesia ini masih bersifat pluralistis 1, karena saat ini

Lebih terperinci

Lex Privatum, Vol. III/No. 4/Okt/2015

Lex Privatum, Vol. III/No. 4/Okt/2015 ANALISIS YURIDIS KEHILANGAN HAK MEWARIS MENURUT KITAB UNDANG- UNDANG HUKUM PERDATA 1 Oleh : Weidy V. M. Rorong 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk mengetahui bagaimanakah sistem pembagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang paling mulia. Manusia

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang paling mulia. Manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang paling mulia. Manusia mempunyai kehidupan jiwa yang selalu menyendiri. Namun manusia sebagai mahluk sosial tidak dapat dipisahkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mempunyai anak adalah kebanggaan hidup dalam keluarga supaya kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Mempunyai anak adalah kebanggaan hidup dalam keluarga supaya kehidupan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak adalah bagian dari segala tumpuan dan harapan kedua orang tua (ayah dan ibu) sebagai penerus hidup. Mempunyai anak merupakan tujuan dari ikatan perkawinan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang berkaitan dengan masalah kepengurusan dan kelanjutan hak-hak serta

BAB I PENDAHULUAN. yang berkaitan dengan masalah kepengurusan dan kelanjutan hak-hak serta BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perjalanan hidup manusia pada suatu saat pasti akan meninggal dunia. Dengan meninggalnya seseorang, maka akan menimbulkan suatu akibat hukum yang berkaitan dengan

Lebih terperinci

PEMBAGIAN HARTA WARISAN DALAM PERKAWINAN POLIGAMI PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

PEMBAGIAN HARTA WARISAN DALAM PERKAWINAN POLIGAMI PERSPEKTIF HUKUM ISLAM PEMBAGIAN HARTA WARISAN DALAM PERKAWINAN POLIGAMI PERSPEKTIF HUKUM ISLAM Vera Arum Septianingsih 1 Nurul Maghfiroh 2 Abstrak Kewarisan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari sebuah perkawinan. Islam

Lebih terperinci

BAB II KEWENANGAN PENGADILAN AGAMA DALAM HAL KEWARISAN DI INDONESIA. pemberian keadilan disuatu lembaga. 2 Dalam kamus Bahasa Arab disebut

BAB II KEWENANGAN PENGADILAN AGAMA DALAM HAL KEWARISAN DI INDONESIA. pemberian keadilan disuatu lembaga. 2 Dalam kamus Bahasa Arab disebut 17 BAB II KEWENANGAN PENGADILAN AGAMA DALAM HAL KEWARISAN DI INDONESIA A. Pengertian Peradilan Agama Dalam kamus Bahasa Indonesia, peradilan adalah segala sesuatu mengenai perkara peradilan. 1 Peradilan

Lebih terperinci

BAB III KEWARISAN ANAK DALAM KANDUNGAN MENURUT KUH PERDATA 1. A. Hak Waris Anak dalam Kandungan menurut KUH Perdata

BAB III KEWARISAN ANAK DALAM KANDUNGAN MENURUT KUH PERDATA 1. A. Hak Waris Anak dalam Kandungan menurut KUH Perdata BAB III KEWARISAN ANAK DALAM KANDUNGAN MENURUT KUH PERDATA 1 A. Hak Waris Anak dalam Kandungan menurut KUH Perdata Anak dalam kandungan menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lain. Dengan demikian setiap orang tidak mungkin hidup sendiri tanpa

BAB I PENDAHULUAN. lain. Dengan demikian setiap orang tidak mungkin hidup sendiri tanpa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial. Sebagai makhluk sosial, manusia mempunyai kecenderungan untuk selalu berhubungan dengan manusia yang lain. Dengan demikian setiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Dalam kehidupan bermasyarakat manusia sangat membutuhkan adanya suatu aturan-aturan yang dapat mengikat manusia dalam melakukan perbuatan baik untuk diri sendiri dalam

Lebih terperinci

Lex Privatum, Vol.II/No. 3/Ags-Okt/2014

Lex Privatum, Vol.II/No. 3/Ags-Okt/2014 HAK WARIS ANAK YANG LAHIR DARI HASIL INSEMINASI 1 Oleh : Mirna Sulistianingsih Dien 2 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Indonesia perbuatan seperti ini sudah diatur dalam peraturan perundangundangan, yaitu

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS TERHADAP PENDAPAT MAZHAB HANAFI DAN KOMPILASI HUKUM ISLAM TENTANG WALI NIKAH. A. Analisa Terhadap Mazhab Hanafi Tentang Wali Nikah

BAB IV ANALISIS TERHADAP PENDAPAT MAZHAB HANAFI DAN KOMPILASI HUKUM ISLAM TENTANG WALI NIKAH. A. Analisa Terhadap Mazhab Hanafi Tentang Wali Nikah 56 BAB IV ANALISIS TERHADAP PENDAPAT MAZHAB HANAFI DAN KOMPILASI HUKUM ISLAM TENTANG WALI NIKAH A. Analisa Terhadap Mazhab Hanafi Tentang Wali Nikah Menurut mazhab Hanafi wali dalam pernikahan bukanlah

Lebih terperinci

PEMBAGIAN HAK WARIS KEPADA AHLI WARIS AB INTESTATO DAN TESTAMENTAIR MENURUT HUKUM PERDATA BARAT (BW)

PEMBAGIAN HAK WARIS KEPADA AHLI WARIS AB INTESTATO DAN TESTAMENTAIR MENURUT HUKUM PERDATA BARAT (BW) PEMBAGIAN HAK WARIS KEPADA AHLI WARIS AB INTESTATO DAN TESTAMENTAIR MENURUT HUKUM PERDATA BARAT (BW) Oleh : Indah Sari, SH, M.Si 1 (Indah.alrif@gmail.com) ----------------------------------- Abstrak: Hukum

Lebih terperinci

KEDUDUKAN JANDA DALAM HUKUM WARIS ADAT PADA MASYARAKAT PARENTAL

KEDUDUKAN JANDA DALAM HUKUM WARIS ADAT PADA MASYARAKAT PARENTAL KEDUDUKAN JANDA DALAM HUKUM WARIS ADAT PADA MASYARAKAT PARENTAL Eka Susylawati (Dosen Tetap Jurusan Syari ah STAIN Pamekasan dan peserta Program Doktor Ilmu Hukum Untag Surabaya, email: adek.aldy@yahoo.co.id)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupannya. Apabila ada peristiwa meninggalnya seseorang yang

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupannya. Apabila ada peristiwa meninggalnya seseorang yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah kewarisan itu sangat erat kaitannya dengan kehidupan manusia, karena setiap manusia pasti akan mengalami suatu peristiwa meninggal dunia di dalam kehidupannya.

Lebih terperinci

HUKUM WARIS DI INDONESIA PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HUKUM ADAT

HUKUM WARIS DI INDONESIA PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HUKUM ADAT HUKUM WARIS DI INDONESIA PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HUKUM ADAT Rahmat Haniru Universitas Muhammadiyah Buton JL. Muhammad Husni Thamrin, No. 30 Buton E-mail: rahmatelbuthony@icloud.com Abstract: this article

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang dinamakan kematian. Peristiwa hukum tersebut menimbulkan akibat

BAB I PENDAHULUAN. yang dinamakan kematian. Peristiwa hukum tersebut menimbulkan akibat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia sebagai mahkluk hidup pasti akan mengalami peristiwa hukum yang dinamakan kematian. Peristiwa hukum tersebut menimbulkan akibat hukum yang berkaitan dengan pengurusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rasional dan matematis baik kondisi ekonomi, kelayakan pengetahuan

BAB I PENDAHULUAN. rasional dan matematis baik kondisi ekonomi, kelayakan pengetahuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu hikmah perkawinan untuk melahirkan dan menciptakan kesinambungan keturunan. Secara naluriah pasangan suami istri umumnya sangat mendambakan kehadiran anak.

Lebih terperinci