Daftar isi... i. Pendahuluan Kali Porong Karakteristik Lumpur Debit Air Di Kali Porong... 6

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Daftar isi... i. Pendahuluan... 1. Kali Porong... 2. Karakteristik Lumpur... 4. Debit Air Di Kali Porong... 6"

Transkripsi

1

2 DAFTAR ISI Daftar isi... i Pendahuluan... 1 Kali Porong... 2 Karakteristik Lumpur... 4 Debit Air Di Kali Porong... 6 Perubahan Hidraulis Sungai Kali Porong... 8 Penanganan Endapan Lumpur di Muara Lokasi Pembuangan Akhir Lumpur (Palung Laut sebagai Habitat Lumpur) Kesimpulan Curriculum Vitae Ringkas

3 PERANAN KALI PORONG DALAM MENGALIRKAN LUMPUR SIDOARJO KE LAUT Pendahuluan Semburan dan luapan lumpur panas di Kecamatan Porong, Kabupaten Sidoarjo yang terjadi sejak 29 Mei 2006 hingga saat ini masih terus berlanjut, dan sampai saat ini belum ada tanda-tanda bahwa fenomena alam ini akan berhenti dalam waktu dekat. Sesuai dengan Prepres 14/2007 beserta perubahannya, luapan lumpur Sidoarjo harus dialirkan ke laut melalui Kali Porong. Besarnya volume lumpur yang keluar dari pusat semburan sangat besar, pada tahun diperkirakan sebesar m 3 / hari bahkan pernah mencapai m 3 / hari pada Desember 2006, dan cenderung berkurang menjadi sekitar m 3 / hari pada Juli Saat ini, pada September 2011, volume semburan diperkirakan sebesar m 3 / hari. Pada tahun 2006, dengan volume lumpur yang keluar terus menerus tiada henti menyebabkan kepanikan yang juga tak kunjung usai sehingga dengan rapid assesment ditentukan bahwa lumpur harus dibuang ke laut melalui Kali Porong mulai November Pada akhir tahun 2007 dan tahun 2008 terjadi pro-kontra penggunaan Kali Porong sebagai media pengaliran lumpur ke laut. Ada pihak yang setuju karena mempertimbangkan alur Kali Porong telah tersedia, daya air Kali Porong yang sangat besar di musim hujan dan biaya operasi dan pemeliharaan yang tidak besar. Masyarakat yang tidak setuju sangat khawatir terhadap kemungkinan endapan lumpur yang mengeras akan menyebabkan kapasitas Kali Porong menurun dan mengganggu aliran banjir Daerah Aliran Sungai (DAS) Brantas sehingga dapat mengakibatkan banjir di Sidoarjo, Mojokerto dan bahkan Surabaya. Pada tanggal 1 November 2007, masyarakat Desa Carat, Gempol, Japanan dan Legok melakukan blokade jembatan dan jalan raya Porong sebagai bentuk penolakan pembuangan lumpur ke Kali Porong dan meminta agar pembuangan lumpur di Kali Porong dihentikan. Warga menutup jalan dengan mendirikan tenda dan memarkir kendaraan di tengah jalan. Di tengah jalan mereka ber-orasi sehingga ratusan kendaraan dari arah Surabaya menuju Malang, Pasuruan, Jember dan wilayah Jawa Timur bagian selatan dan sebaliknya terjebak kemacetan. Mereka meminta agar Pemerintah Kabupaten Sidoarjo dan BPLS menghentikan pembuangan lumpur ke Kali Porong karena mereka menganggap pembuangan lumpur ke Kali Porong sama saja dengan mengancam keselamatan dan nasib warga yang tinggal di sekitar Kali Porong. Sampai dengan awal tahun 2010-pun, walaupun kadarnya tidak setinggi tahun tahun sebelumnya, masih ada pro dan kontra penggunaan Kali Porong sebagai media pengaliran lumpur ke laut tersebut. Terkait dengan pengaliran lumpur Sidoarjo ke laut melalui Kali Porong, ada tiga prinsip pengelolaan lumpur yang berhubungan dengan Kali Porong, yakni Pembuangan lumpur ke Kali Porong didistribusikan di palung sungai melalui beberapa lokasi di hilir spillway, semakin ke hilir semakin baik; Memanfaatkan potensi daya air Kali Porong pada saat musim hujan, yang melimpah dan murah, untuk menghanyutkan lumpur ke laut; dan Pengamanan fungsi Kali Porong untuk menjaga kinerja Kali Porong sebagai kanal banjir (floodway) Daerah Aliran Sungai (DAS) Brantas. Dalam artikel ini akan disampaikan beberapa hal yang menunjang prinsip tersebut, antara lain Kali Porong, karakteristik lumpur, debit di Kali Porong, perubahan hidraulis alur sungai Kali Porong, penanganan endapan di muara, dan lokasi pembuangan akhir lumpur.

4 Kali Porong Kali Porong merupakan anak sungai Kali Brantas yang berhulu di Kota Mojokerto (Bendung Lengkong Baru), mengalir ke arah timur dan bermuara di Selat Madura. Nama Porong diambil dari nama sebuah kecamatan yang terletak di ujung selatan Kabupaten Sidoarjo. Kali Porong mempunyai dua anak sungai yaitu Kali Sadar dengan daerah aliran sungai (DAS) seluas 406,70 km 2 yang bermuara di lokasi KP 100 di Desa Krembung, dan Kali Kambing dengan daerah aliran sungai (DAS) seluas 196,60 km 2 yang bermuara di lokasi KP 148 di Desa Carat. Secara geografis, Kali Porong terletak antara 112,5 o BT- 112,9 o BT dan 7,3 o LS-7,5 o LS. Sungai ini juga merupakan batas Kabupaten Sidoarjo dan Kabupaten Pasuruan. Kondisi geologi lembah Kali Porong berisi piedmonte batu karang vulkanis seperti grumosol, latosol, mediteran dan alluvial. Perbaikan sungai Kali Porong telah dilakukan sejak abad ke-19 dengan dibangunnya Bendung Lengkong pada tahun Pembangunan Bendung Lengkong dilakukan dalam rangka meningkatkan pelayanan jaringan-jaringan irigasi rakyat yang telah ada di Delta Brantas. Bendung tersebut merupakan bangunan utama dari jaringan irigasi Delta Brantas. Bendung Lengkong berfungsi ganda, karena di samping berfungsi sebagai bendung irigasi, juga berfungsi sebagai bangunan pengatur dan pembagi debit air Kali Brantas ke Kali Surabaya, irigasi Delta Brantas dan Kali Porong. Selain itu, guna mengurangi aliran banjir menuju Kota Surabaya, juga dibangun beberapa bangunan pintu pengendali banjir, diantaranya Pintu Air Mlirip yang letaknya berdekatan dengan Bendung Lengkong. Di beberapa lokasi, dasar sungai Kali Brantas mengalami degradasi yang disebabkan karena sedimen yang dibawa dari hulu lebih kecil dari besarnya kapasitas gerusan yang dimiliki oleh arus air Kali Porong. Kondisi yang terjadi di Kali Brantas juga terjadi di sungai Kali Porong sebelum dibuangnya Lumpur Sidoarjo ke Kali Porong. Dasar sungai Kali Porong secara umum mengalami degradasi kecuali ruas muara sungai yang elevasi dasar sungainya masih berada di atas dasar sungai rencana Kali Porong. Dari data yang ada, diketahui bahwa elevasi dasar sungai Kali Porong sampai dengan tahun 2001 di ruas hulu hingga tengah (KP0 KP220) mengalami penurunan rata-rata hingga 4 meter, sedangkan di ruas muara sungai (KP250 KP265) elevasi dasar sungai terendah rata-rata masih 2 meter di atas dasar sungai rencana. Kecepatan aliran banjir mendekati muara akan melambat

5 karena terhambat oleh pasang dan surut permukaan air laut. Kondisi demikian ini menyebabkan sedimen akan mengendap, khususnya di lokasi KP250 KP260 yang dikenal sebagai sumbatan atau tonjolan dasar sungai Kali Porong. Pada waktu Bendung Lengkong dibangun, kapasitas Kali Porong masih terbatas sehingga pada tahun 1886 dilaksanakan pekerjaan Perbaikan Sungai dan Pengamanan Banjir Kali Brantas Hilir atau dahulu dikenal Porong Werken, dimana salah satu kegiatan pekerjaan tersebut berupa peningkatan kapasitas Kali Porong sesuai dengan debit banjir rencana Kali Brantas saat itu, yakni sebesar m 3 / det. Kegiatan perbaikan Kali Porong dilaksanakan kembali pada tahun 1971 hingga 1977 melalui Porong River Improvement Project dan 1989 hingga 1992 melalui Porong River Rehabilitation Project. Salah satu kegiatannya berupa rehabilitasi Bendung Lengkong Baru dan normalisasi sungai. Debit banjir maksimum tahunan yang tercatat di Stasiun pencatat debit otomatis (automatic water level recorder, AWLR) Porong mulai Tahun 1975 sampai dengan Tahun 2007 mempunyai besaran yang bervariasi. Debit terkecil terjadi pada tahun 1977 sebesar 615 m 3 / det dan terbesar terjadi pada tahun 2007 sebesar m 3 / det. Berdasarkan hasil studi Widas Flood Control and Drainage Project (July 1985), besarnya masing-masing debit banjir rencana untuk kala ulang 2, 25, 50 dan 100 tahun adalah 900, 1.400, dan m 3 / det. Berdasarkan hasil studi Porong River Rehabilitation Project (Maret 1994), besarnya masingmasing debit banjir rencana untuk kala ulang 2, 25, 50 dan 100 tahun adalah 1.200, 1.490, dan m 3 / det. Pada Tahun 2007 dilakukan perhitungan ulang dengan analisis debit banjir yang dihitung berdasarkan data debit banjir maksimum tahunan yang diperoleh dari pencatatan AWLR Porong yang berada di Jembatan Jalan Raya Malang Surabaya mulai tahun 1975 sampai dengan Perhitungan ulang dilakukan dengan menggunakan metode Log Pearson Type III. Hasil perhitungan besarnya masing-masing debit banjir rencana untuk kala ulang 2, 25, 50 dan 100 tahun adalah 1.051, 1.580, dan m 3 / det. Besaran ini belum dikonfirmasikan lagi kepada pihak yang terkait. Kali Porong berfungsi sebagai kanal banjir (floodway) DAS Brantas untuk melindungi Kota Surabaya dari banjir. Seluruh aliran banjir dari Sungai Kali Brantas dialirkan ke Kali Porong dengan mengoperasikan pintu yang ada di Bendung Lengkong Baru.

6 Dengan terjadinya bencana Lumpur Sidoarjo pada 29 Mei 2006 dan kemudian pada November 2006 Pemerintah menetapkan Kali Porong sebagai tempat pembuangan Lumpur Sidorajo menuju ke laut, maka fungsi Kali Porong selain sebagai floodway DAS Brantas, juga berfungsi sebagai saluran untuk mengalirkan endapan lumpur. Agar air banjir dan lumpur dapat mengalir lancar ke palung laut dalam di Selat Madura, maka dilakukan pengerukan di ruas muara Kali Porong di KP250 KP260. Pekerjaan pengerukan dimulai pada bulan November 2008 dan mulai tanggal 10 Pebruari 2009, satu kapal keruk dioperasikan untuk memotong sumbatan atau tonjolan dasar sungai Kali Porong. Karakteristik Lumpur Beberapa pengujian laboratorium untuk mengetahui sifat fisika dan kimia lumpur dilakukan, antara lain berupa pengujian sifat fisik lumpur, pengujian sifat kimia lumpur, dan pengujian perilaku lumpur dalam kolam penampungan. Dari penelitian sifat fisik lumpur, antara lain diketahui bahwa berat jenis lumpur berkisar 1,24 1,37 gr/cm 3 yang menunjukkan bahwa partikel lumpur sangat berat. Pengujian sifat fisika lumpur lainnya adalah pengujian untuk melihat gambaran susunan partikel lumpur secara mikro. Pengujian ini dilakukan dengan menggunakan Mikroskop Pemindai Elektron (MPE) atau SEM (Scanning Electron Microscope). Hasil perbesaran penampang partikel sampai kali menunjukkan bahwa ketebalan lempeng partikel berkisar antara 0,01 0,05 µm dan lebar lempeng dapat mencapai 5 µm. Hal ini menunjukkan bahwa gaya tarik antar partikel sangat besar. Ada dua hal yang menyebabkan lumpur sulit dipindahkan, yaitu besarnya densitas dan lebarnya lempeng partikel. Tetapi ada hal lain yang perlu diketahui, yakni bahwa porositas lumpur dapat mencapai lebih dari 30%, berarti paling kurang ada ruang sebesar 30% volume material yang dapat disusupi air. Dengan perbesaran partikel lumpur sampai kali dapat diperoleh gambaran bahwa partikel lumpur tidak saling melekat, atau masih ada rongga yang memungkinkan dilewati cairan. Bentuk kristal yang pipih dan luas menyulitkan terjadinya pergeseran posisi antar lempeng kristal karena adanya gaya tarik menarik antar lempeng partikel. Bentuk lempeng yang tipis dan luas membutuhkan energi yang besar untuk memisahkan antar lempengnya

7 dan apabila tidak ada energi maka antar lempeng akan merapat. Jadi secara makro, lumpur tidak akan mengendap menjadi seperti semen (cementing), tetapi karena lempeng kristalnya tipis dan permukaannya luas, maka diperlukan energi yang lebih besar untuk memisahkannya dibanding dengan bentuk kristal kubus. Adanya rongga paling kurang 30% memungkinkan air menyusup ke dalam rongga. Atas dasar ini, untuk menghanyutkan lumpur dengan air adalah upaya yang masuk akal. Hal yang perlu diperhatikan adalah bahwa jumlah air harus melebihi rongga yang ada atau jumlah air untuk menghanyutkan lumpur minimal harus lebih dari 30% dari jumlah lumpur ditambah dengan faktor densitas sekitar 1,35 kali berat lumpur. Di samping itu, berdasarkan komposisi kimia (kandungan oksida dan logam), dapat dijelaskan bahwa lumpur: Mempunyai kecenderungan, apabila kadar SiO 2 semakin tinggi, maka kandungan aluminanya akan semakin rendah. Mengandung alumina yang tinggi (sekitar 19% Al 2 O 3 ), yang dapat ditafsirkan sebagai lumpur yang kaya akan mineral felspar Mempunyai kadar besi oksida berkisar antara ,02% Fe 2 O 3 yang menunjukkan adanya jenis serpih merah (red shales) atau batulempung besi/kamosit (rata-rata dalam batuan serpih/lempung merah sekitar 5%). Apabila kandungan besinya melebihi 12% merupakan sesuatu yang tidak normal. Kandungan pirit Fe 2 O 3 yang tinggi, terbentuk pada lingkungan reduksi, kondisi anaerobis, genangan air tenang yang mungkin terdapat di tempat yang dalam dan terputus hubungannya dengan atmosfer oleh stratifikasi yang disebabkan oleh perbedaan densitas air yaitu perlapisan air tawar yang terdapat di atas air asin. Menunjukkan adanya kandungan unsur logam lain (Cu dan Zn) yang ekstrim. Adanya kadar Cu yang ekstrim ini, kemungkinan diakibatkan adanya mineralisasi Cu dalam closed environment, sedangkan adanya Zn yang ekstrim disebabkan karena mungkin lumpur berasal dari batuan yang kaya akan kandungan logam, yang berupa serpih bituminous. Untuk menerangkan perubahan sifat kimiawi lumpur karena berkurangnya kandungan air akibat mengeringnya lumpur dapat dibandingkan dengan susunan kandungan semen. Secara garis besar komposisi kimia berbagai jenis semen digambarkan sebagai berikut: Semen portland Ciment Fondu Semen High-alumina Lumpur Sidoarjo CaO (%) ,78 2,67 Al 2 O 3 (%) ,96 19,96 SiO 2 (%) < 1 44,49 49,72 Fe 2 O 3 (%) < 1 4,95 6,02 Mencermati perbandingan komposisi kimiawi lumpur Sidoarjo yang diamati dengan komposisi kimiawi semen dapat dijelaskan bahwa kandungan CaO lumpur sangat kecil dibandingkan dengan kebutuhan kandungan CaO semen, dan kandungan SiO 2 lumpur relatif besar. Berdasar kenyataan ini dapat disimpulkan bahwa kemungkinan lumpur menjadi kaku (cementing) sewaktu lumpur kehilangan kandungan air tidaklah mudah, apalagi untuk mencapai sifat semen, karena dibutuhkan panas yang tinggi untuk proses kalsinasi. Reaksi kimia yang terjadi pada proses kalsinasi adalah: Kalsinasi : CaSO 4.2H 2 O CaSO 4.½H 2 O + 1½H 2 O

8 Dalam keadaan kering seperti inilah bahan dapat berfungsi sebagai semen, dimana akan terbentuk trikalsium silikat dan dikalsium silikat. Pada saat digunakan semen akan mengalami reaksi rehidrasi sebagai berikut: Rehidrasi : CaSO 4.½H 2 O + 1½H 2 O CaSO 4.2H 2 O Pada kasus lumpur Sidoarjo, setelah lumpurnya mengering akibat penumpukan yang agak lama, tidak akan terjadi pengikatan antar partikel secara kimia, atau tidak terjadi reaksi kimia. Antar partikel yang halus hanya terjadi gaya antar partikel secara fisika dan dapat dipisahkan secara fisika pula. Debit Air di Kali Porong Besarnya debit rerata bulanan Kali Porong yang tercatat di Jembatan Jalan Raya Porong sangat bervariasi. Berdasarkan data yang diperoleh dari tahun 1977 hingga tahun 2007, besarnya debit rerata bulanan pada musim hujan (Desember sampai dengan Mei) lebih dari 100 m 3 / det. Sedangkan pada musim kemarau (Juni sampai dengan November) relatif kecil, bahkan mendekati nol. Berdasarkan analisa debit dan angkutan sedimen pada musim penghujan 2006/2007 dan awal musim penghujan 2007/2008, agar sedimen/lumpur dapat tergelontor ke muara, maka di lokasi KP160 dan KP165, masing masing diperlukan debit minimum sebesar 270 m 3 / det dan 200 m 3 / det. Dengan demikian, secara umum dapat disimpulkan, bahwa debit yang diperlukan untuk dapat menggelontor sedimen/lumpur harus > 200 m 3 / det. Debit dengan peluang lebih dari 200 m 3 / det hanya terjadi pada bulan Desember Mei. Dari Tabel Perhitungan dan Lengkung Durasi Debit Rerata Bulanan yang dibuat berdasarkan data mulai tahun 1977 sampai dengan tahun 2007, dapat diperoleh gambaran besarnya debit dengan peluang lebih besar dari 200 m 3 / det sebagai berikut: No Peluang/ Probabilitas (%) Lama waktu (Bulan) Waktu Kejadian 1 < 10 7 Desember Juni Desember Mei Januari April Januari Maret 5 > 90 2 Pebruari Maret Lumpur Sidoarjo dibuang ke Kali Porong sejak bulan November 2006 melalui outlet pembuangan lumpur di KP 160, atau 20 km hulu muara sungai. Semenjak digunakan sebagai pembuangan lumpur Sidoarjo, kapasitas Kali Porong untuk menyalurkan debit banjir selalu menunjukkan dinamika. Besarnya debit yang dapat disalurkan sangat tergantung dari volume lumpur yang ada di alur Kali Porong. Besarnya debit air di Kali Porong sangat berpengaruh terhadap kemampuan Kali Porong untuk mengalirkan lumpur ke laut, oleh karena itu dilakukan monitoring dan evaluasi debit sungai Kali Porong secara bulanan. Berikut disajikan hasil monitoring debit dan elevasi muka air Kali Porong di lokasi KP154 (jembatan jalan raya Porong) pada bulan Oktober 2007 Desember 2010.

9 Pada bulan Oktober Desember 2007 dan Juli November 2008, nampak terjadi gejala anomali karena adanya efek pembendungan muka air yang disebabkan adanya lumpur di alur sungai Kali Porong yang ditunjukkan dengan tidak selarasnya grafik debit dan tinggi muka air (periksa lingkaran elips pada grafik di atas). Namun mulai bulan Desember 2008, sudah tidak nampak lagi adanya gangguan (pembendungan) pada aliran debit di Kali Porong, hal ini ditunjukkan dengan sudah selarasnya grafik debit dan tinggi muka air di kali Porong di stasiun KP154. Lancarnya debit di Kali Porong ini bukan disebabkan karena tidak adanya lumpur di Kali Porong. Lumpur masih tetap mengalir, namun karena adanya debit musim penghujan yang cukup besar dan pekerjaan pengerukan alur sungai Kali Porong di muara telah dimulai. Pada musim kemarau tahun sudah tidak ada endapan lumpur di alur sungai Kali Porong dan pada musim banjir tahun 2006/ /2011, fungsi Kali Porong sebagai kanal banjir (floodway) DAS Brantas tidak terganggu oleh lumpur yang dialirkan ke laut dalam di Selat Madura melalui Kali Porong. Kondisi Kali Porong pada 15 Juni 2009 dan 19 Agustus 2010 yang menunjukkan kondisi pada musim kemarau dapat dilihat pada foto dokumentasi berikut:

10 Perubahan Hidraulis Sungai Kali Porong Pengaliran luapan lumpur ke Kali Porong sebagai upaya mencegah meluasnya Peta Area Terdampak (PAT) merupakan bagian dari pengaliran luapan lumpur dari sekitar pusat semburan lumpur ke laut di Selat Madura. Pengaliran luapan lumpur ke Kali Porong, langsung dari pusat semburan maupun dari kolam penampung lumpur, dilakukan dalam bentuk lumpur cair. Pada musim kemarau, debit Kali Porong akan semakin mengecil bahkan tidak ada aliran. Pada kondisi demikian, endapan lumpur akan mudah mengering sehingga menjadi padat dan mengeras. Dalam rangka mencegah terjadinya bencana banjir, apabila ditemui cukup banyak lumpur di Kali Porong, maka menjelang musim hujan, penanganan endapan di Kali Porong dilakukan melalui kegiatan agitasi. Kegiatan ini merupakan proses untuk menangani endapan lumpur yang padat menjadi lumpur cair kembali, sehingga penghanyutan lumpur ke laut akan semakin efektif. Kegiatan agitasi dilakukan dengan menggunakan peralatan mekanikal, berupa excaponton dan/atau dredger (kapal keruk). Aktivitas agitasi akan semakin intensif saat Bendung Lengkong Baru telah memiliki kelebihan air, sehingga dapat mengirim air secara terus-menerus, walaupun masih dengan debit yang sangat kecil. Seiring dengan meningkatnya intensitas curah hujan yang jatuh di DAS Brantas pada musim hujan, dan mengingat fungsi Kali Porong sebagai banjir kanal atau floodway, maka kiriman air dari Bendung Lengkong Baru ke Kali Porong akan meningkat. Semakin besar debit Kali Porong, akan semakin besar pula lumpur dapat dihanyutkan ke laut, sehingga kapasitas sungai akan kembali normal seperti sebelum terjadi tambahan beban lumpur Sidoarjo. Kegiatan agitasi merupakan tindakan intervensi dengan cara mekanisasi terhadap endapan lumpur sehingga lumpur yang telah mengeras akan kembali menjadi lumpur cair. Tindakan atau upaya ini dilakukan melalui proses membentuk pola aliran, pola gerusan dan pola hanyutan. Agitasi endapan lumpur pada bulan November dan Desember Tahun 2007 dan Tahun 2008 telah menunjukkan hasil yang cukup signifikan sehingga Kali Porong dapat menyalurkan debit banjir yang meningkat dari waktu ke waktu. Pada bulan Januari 2009 pekerjaan agitasi telah dihentikan dan selama tahun tidak dilakukan pekerjaan agitasi, karena lumpur telah lancar mengalir ke laut setelah sumbatan atau tonjolan dasar sungai Kali Porong dipotong. Sebagai ilustrasi, disampaikan rekaman kegiatan agitasi pada bulan Oktober - November 2007 dan bulan Oktober November 2008 sebagaimana foto berikut:

11 Dengan adanya debit yang cukup besar bersamaan dengan pemotongan sumbatan di Kali Porong hilir, maka pada bulan Pebruari 2009 alur sungai Kali Porong telah telah pulih kembali pulih, padahal pada bulan Oktober 2008 masih dipenuhi lumpur, sebagaimana ditunjukkan pada gambar penampang memanjang berikut: Kondisi alur sungai Kali Porong pada 19 Oktober 2008 dibandingkan dengan kondisi pada 26 Pebruari 2009 dapat dilihat pada foto berikut:

12 Pengamatan rutin juga dilakukan pada alur sungai Kali Porong dengan melakukan pengukuran tampang memanjang dan tampang melintang Kali Porong. Hasil pengukuran dasar alur sungai Kali Porong bulanan menunjukkan dinamika perubahan dasar sungai Kali Porong karena adanya lumpur. Hasil pengukuran mulai tahun 2007 sampai dengan 2010 adalah sebagai berikut:

13

14 Untuk memperjelas dinamika perubahan dasar sungai Kali Porong, berikut ini disajikan data perubahan elevasi dasar sungai Kali Porong di lokasi KP165, KP185 dan KP230. Berdasar hasil monitoring elevasi dasar sungai Kali Porong, dapat disimpulkan bahwa setelah berakhirnya musim penghujan, pada pemantauan mulai bulan Juni sampai dengan bulan November dapat diketahui adanya peningkatan elevasi dasar sungai karena bertambahnya endapan lumpur. Pada bulan November sampai dengan bulan April tahun berikutnya, dasar sungai Kali Porong menunjukkan adanya penurunan elevasi seiring dengan bertambah besarnya debit di Kali Porong (ditandai dengan lingkaran elips yang menunjukkan trend penurunan dasar sungai pada gambar di atas). Hal lain yang dapat dijelaskan berikutnya berdasar hasil monitoring adalah bahwa elevasi dasar sungai Kali Porong pada bulan Oktober 2007 dan 2008 hampir seluruhnya berada di atas elevasi pada bulan Oktober 2009 dan 2010 sebagaimana ditunjukkan pada grafik berikut:

15 Kondisi ini jauh lebih baik dibanding dengan kondisi pada tahun 2007 dan 2008 yang memicu adanya unjuk rasa besar-besaran menentang pembuangan lumpur ke laut melalui Kali Porong. Pada tahun 2009 dan 2010, mulai bulan Juni sampai dengan bulan November, elevasi dasar alur sungai Kali Porong menunjukkan adanya peningkatan karena bertambahnya endapan lumpur. Pada bulan Desember sampai dengan bulan Maret, elevasi terendah dasar sungai Kali Porong mulai menunjukkan penurunan seiring dengan mengalirnya debit besar di Kali Porong. Dinamika elevasi tertinggi dan terendah setiap tahun di alur sungai Kali Porong di KP165, KP185 dan KP230 dapat ditunjukkan melalui grafik sebagai berikut:

16 Dari grafik tersebut dapat diperoleh informasi bahwa trend (kecenderungan) dasar sungai tertinggi maupun terendah mulai Tahun 2008 sampai dengan Tahun 2011 adalah menurun (trend A-B-C-D-E dan F-G-H-I-J). Catatan : Elevasi J pada tahun 2011 (bulan Desember) diprediksi akan sama dengan elevasi I Hal ini menunjukkan bahwa upaya pengerukan dasar sungai Kali Porong di bagian hilir (sumbatan/tonjolan) dapat berhasil dengan baik sehingga Kali Porong dapat mengalirkan debit banjir rencana dengan tambahan beban lumpur. Sampai dengan September 2011, sudah lima kali musim banjir mulai 2006/2007 sampai dengan 2010/2011, fungsi Kali Porong sebagai kanal banjir (floodway) DAS Brantas tidak terganggu oleh adanya lumpur yang dialirkan ke laut melalui Kali Porong. Kondisi demikian juga dapat memberikan informasi bahwa pengerukan alur sungai Kali Porong di bagian hilir dapat berfungsi dengan baik. Penanganan Endapan Lumpur di Muara Penanganan endapan lumpur di muara Kali Porong dilakukan dengan melaksanakan pengerukan alur di muara sungai agar lumpur yang terbawa aliran dapat masuk ke palung laut dalam. Kapal keruk (dredger) yang beroperasi dalam penanganan endapan lumpur untuk membuat alur ini semuanya mempunyai tipe cutter suction. Hasil pengerukan yang tercampur dengan sebagian lumpur dimanfaatkan untuk mereklamasikan daerah pantai. Selama ini garis pantai delta Kali Porong selalu mengalami penambahan ke arah laut. Hal ini terjadi karena adanya pola aliran arus laut menyusur pantai dari arah Surabaya menuju Pasuruan dengan membawa sedimen. Untuk mencegah alur sungai tertutup kembali oleh aliran endapan yang datang dari utara, maka dibangun jetty untuk mengendalikan aliran lumpur dan melindungi alur yang sudah dibuat. Konstruksi jetty berupa tumpukan karung geotextile yang dibentuk seperti guling dan diisi pasir.

17 Kegiatan reklamasi pantai muara Kali Porong telah sesuai dengan karakteristik perairan setempat yang cenderung menjadi daratan, karena pengendapan sedimen secara alami. Upaya yang dilakukan hanyalah mempercepat proses sedimentasi melalui mekanisasi. Hasil pengerukan dibuang di lokasi spoil bank sebagai lokasi reklamasi dan menjadi tanah timbul seluas ± 90 ha. Setelah sebagian proses reklamasi terealisasi, dilakukan pembuatan percontohan Wanamina bekerjasama dengan Balai Riset dan Observasi Kelautan (BROK) Perancak, Bali. Wanamina (sylvofishery) adalah perpaduan antara keiatan budidaya perikanan dengan kegiatan kehutanan (mangrove) dalam suatu wilayah dan waktu yang sama. Wanamina merupakan pola pendekatan teknis yang berusaha mengatasi permasalahan kelestarian hutan mangrove dan kesejahteraan masyarakat. Dalam pengembangan wanamina, direncanakan 20% untuk empang/lahan berair dan 80% untuk mangrove. Lokasi Pembuangan Akhir Lumpur (Palung Laut sebagai Habitat Lumpur) Pergerakan arus permukaan Selat Madura berasal dari bagian tengah ke arah barat dan selatan hingga menjangkau pantai selatan Selat Madura terutama pada saat pasang maksimal. Sedimen dasar laut di bagian tengah Selat Madura adalah lempung, sehingga bila lumpur diendapkan di daerah lempung, maka lumpur tersebut akan segera menyatu dengan lempung yang sudah terlebih dahulu mengendap. Hasil penelitian geologi kelautan yang dilakukan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan (PPGL), Badan Penelitian dan Pengembangan Energi dan Sumber Daya Mineral, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) di perairan Selat Madura, menunjukkan bahwa daerah yang relatif aman untuk penempatan lumpur adalah pada kedalaman meter dimana sedimen yang telah ada dan mengendap sebelumnya berupa lempung. Topografi daerah Porong dan sekitarnya merupakan daerah rawa yang berair sepanjang tahun. Daerah ini termasuk dalam kawasan dataran rendah Jawa Timur bagian utara. Tinggi permukaan tanah hampir sama dengan tinggi permukaan air laut rata-rata dengan beda elevasi 1,0 1,5 meter, sehingga pada saat air pasang datang, permukaan air sungai dan air tambak ikut bertambah tinggi. Kondisi topografi yang landai dan bahkan bibir pantai yang lebih rendah dari permukaan air pasang, menyebabkan pergerakan air sungai pada saat pasang lebih lambat bahkan cenderung bergerak ke darat mengisi daerah tambak, persawahan dan pertanian. Apabila lumpur mengalir dengan sendirinya, pergerakan ke laut akan memakan waktu yang lama, demikian pula dengan penempatan lumpur menggunakan pipa akan memerlukan tekanan yang lebih besar agar lumpur dapat bergerak lebih cepat. Morfologi dasar laut Selat Madura dapat menggambarkan kondisi lembah bawah permukaan yang terletak pada kedalaman meter. Lembah tersebut memanjang dari barat ke timur, dan makin dalam ke arah timur hingga ke Cekungan Bali (Bali Basin). Lembah tersebut seolah-olah menggambarkan arah pengendapan bawah permukaan dan aliran

18 cairan di bawah permukaan dengan arah barat timur. Secara alamiah (natural), lumpur akan mengendap di daerah lembah dengan energi yang kecil, bahkan tanpa arus. Untuk mengetahui daerah cekungan di laut dipergunakan peta bathimetri, yang diolah menjadi blok morfologi 3D (tiga dimensi) seperti terlihat pada gambar berikut: Sumber : Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan, Badan Penelitian dan Pengembangan Energi dan Sumber Daya Mineral, Kem. Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Dengan melihat pola kontur yang renggang, arus pasang surut kecil dan sebaran sedimen di daerah tersebut yang berupa lempung, maka daerah Selat Madura yang relatif aman untuk penempatan lumpur adalah pada kedalaman meter. Lumpur dan air lumpur sebagai bagian dari benda padat dan benda cair secara alamiah suatu waktu akan meluncur dan bergerak ke daerah paling rendah, yaitu di cekungan atau palung di laut. Di laut (offshore), lumpur akan mengendap di daerah dengan gelombang dan arus yang lemah (low energy). Bila lumpur Sidoarjo ditempatkan di daerah sedimen clay, maka berarti terjadi proses resedimentation hystory, artinya mengulang kembali proses pengendapan lumpur sebelumnya. Proses ini juga dapat terjadi di daerah nearshore, endapan lumpur akan terjadi di daerah low energy, kecuali di bibir pantai pengaruh gempuran gelombang dan longshore current cukup kuat dan lumpur akan terdistribusi di sepanjang garis pantai pada jarak yang cukup jauh. Apabila lumpur terlanjur memasuki daerah dengan gelombang dan arus yang kuat, maka secara alamiah lumpur tersebut akan bergerak mencari daerah dengan kondisi gelombang dan arus yang lemah, namun dapat saja setelah melalui daerah yang luas, bergerak mengambang tidak beraturan, artinya tersebar ke berbagai arah secara mengambang, sebelum mengendap. Warna air laut yang semula biru akan berubah mengikuti warna lumpur.

19 Sumber: Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan, Badan Penelitian dan Pengembangan Energi dan Sumber Daya Mineral, Kem. Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Kesimpulan Di musim kemarau, elevasi dasar sungai Kali Porong cenderung naik karena adanya pasokan lumpur yang dialirkan dari kolam penampungan lumpur, namun setelah turun hujan dan seiring dengan meningkatnya debit di Kali Porong serta perubahan hidrolis Kali Porong, maka elevasi dasar sungai Kali Porong terus cenderung turun. Sumber daya air yang berada di Kali Porong pada musim penghujan sangat besar sehingga dapat dimanfaatkan untuk mengalirkan lumpur menuju ke laut di Selat Madura. Sampai dengan September 2011, sudah lima kali musim banjir mulai 2006/2007 sampai dengan 2010/2011, fungsi Kali Porong sebagai kanal banjir (floodway) DAS Brantas tidak terganggu oleh adanya lumpur yang dialirkan ke laut melalui Kali Porong. Dengan demikian, Kali Porong dapat mengalirkan debit banjir rencana dengan tambahan beban lumpur. Lancarnya debit banjir dan lumpur memberikan indikasi bahwa pemotongan sumbatan/tonjolan di KP250 KP260 dan pengerukan alur sungai Kali Porong di bagian hilir dapat berfungsi dengan baik untuk meningkatkan kapasitas pengangkutan sedimen di Kali Porong.

20 CURRICULUM VITAE RINGKAS 01. NAMA : Ir. ARIS HARNANTO, Dipl. HE. 02. TANGGAL LAHIR : 19 April PENDIDIKAN : (1) Sarjana Teknik Sipil, Universitas Gadjah Mada, 1981 (2) Land and Water Development Specialist, Institute Hydraulic of Engineering, Delft, The Netherlands, KEANGGOTAAN PROFESI: (1) Anggota Persatuan Insinyur Indonesia, PII 05. PENGALAMAN KERJA (2) Anggota Himpunan Ahli Teknik Hidraulik Indonesia, HATHI (3) Anggota, Komite Nasional Indonesia untuk Bendungan Besar, KNIBB (4) Anggota, International Water Association (IWA) (1) Mei 2007 sekarang: Kepala Sub Kelompok Kerja Evaluasi dan Pelaporan Infrastruktur pada Badan Pelaksana Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo. (2) Peb 2002 April 2007: Kepala Biro Penelitian dan Pengembangan pada Perusahaan Umum Jasa Tirta I. (3) Sep 1992 Jan 2002: Koordinator Peneliti di Biro Penelitian dan Pengembangan pada Perusahaan Umum Jasa Tirta I. (4) Mar 1981 Agu 1992: Proyek Pengembangan Wilayah Sungai Bengawan Solo (Staf Teknik, Kepala Bagian Perencanaan, Pemimpin Sub Poyek Bengawan Solo Hulu I, Asisten Perencanaan Umum). PENGALAMAN KERJA LAINNYA: (1) Dosen pada Fakultas Teknik Universitas 11 Maret Surakarta dari Juli 1987 Desember 1989 pada mata kuliah (a) Hidrologi dan (b) Sedimentasi. (2) Dosen pada Universitas Kristen Cipta Wacana Malang dari Juli 1994 Desember 1997 pada mata kuliah (a) Hidrolika dan (b) Teknik Sungai. 06. SEMINAR AND WORKSHOP Mengikuti beberapa Seminar dan Workshop lingkup Nasional maupun Internasional. Surabaya, 1 September 2011 CV:Ir.Aris Harnanto, Dipl. HE

KARAKTERISTIK LUMPUR SIDOARJO

KARAKTERISTIK LUMPUR SIDOARJO KARAKTERISTIK LUMPUR SIDOARJO Sifat Umum Lumpur Sidoarjo merupakan lumpur yang keluar dari perut bumi, berasal dari bagian sedimentasi formasi Kujung, formasi Kalibeng dan formasi Pucangan. Sedimen formasi

Lebih terperinci

STUDI PERUBAHAN DASAR KALI PORONG AKIBAT SEDIMEN LUMPUR DI KABUPATEN SIDOARJO TUGAS AKHIR

STUDI PERUBAHAN DASAR KALI PORONG AKIBAT SEDIMEN LUMPUR DI KABUPATEN SIDOARJO TUGAS AKHIR STUDI PERUBAHAN DASAR KALI PORONG AKIBAT SEDIMEN LUMPUR DI KABUPATEN SIDOARJO TUGAS AKHIR Diajukan Oleh : RISANG RUKMANTORO 0753010039 PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN KONSERVASI LAHAN TERHADAP EROSI PARIT/JURANG (GULLY EROSION) PADA SUB DAS LESTI DI KABUPATEN MALANG

PENGEMBANGAN KONSERVASI LAHAN TERHADAP EROSI PARIT/JURANG (GULLY EROSION) PADA SUB DAS LESTI DI KABUPATEN MALANG Konservasi Lahan Sub DAS Lesti Erni Yulianti PENGEMBANGAN KONSERVASI LAHAN TERHADAP EROSI PARIT/JURANG (GULLY EROSION) PADA SUB DAS LESTI DI KABUPATEN MALANG Erni Yulianti Dosen Teknik Pengairan FTSP ITN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I-1

BAB I PENDAHULUAN I-1 I-1 BAB I 1.1 Latar Belakang Daerah Aliran Sungai (DAS) Pemali merupakan bagian dari Satuan Wilayah Sungai (SWS) Pemali-Comal yang secara administratif berada di wilayah Kabupaten Brebes Provinsi Jawa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Proses pengangkutan dan pengendapan sedimen tidak hanya tergantung pada

BAB 1 PENDAHULUAN. Proses pengangkutan dan pengendapan sedimen tidak hanya tergantung pada BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Proses pengangkutan dan pengendapan sedimen tidak hanya tergantung pada sifat-sifat arus tetapi juga pada sifat-sifat sedimen itu sendiri. Sifat-sifat di dalam proses

Lebih terperinci

BAB II KONDISI WILAYAH STUDI

BAB II KONDISI WILAYAH STUDI II-1 BAB II 2.1 Kondisi Alam 2.1.1 Topografi Morfologi Daerah Aliran Sungai (DAS) Pemali secara umum di bagian hulu adalah daerah pegunungan dengan topografi bergelombang dan membentuk cekungan dibeberapa

Lebih terperinci

DAMPAK PERUBAHAN KARAKTERISTIK HUJAN TERHADAP FENOMENA BANJIR DI AMBON

DAMPAK PERUBAHAN KARAKTERISTIK HUJAN TERHADAP FENOMENA BANJIR DI AMBON DAMPAK PERUBAHAN KARAKTERISTIK HUJAN TERHADAP FENOMENA BANJIR DI AMBON Happy Mulya Balai Wilayah Sungai Maluku dan Maluku Utara Dinas PU Propinsi Maluku Maggi_iwm@yahoo.com Tiny Mananoma Fakultas Teknik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perencanaan adalah suatu proses menentukan apa yang ingin dicapai di masa yang akan datang serta menetapkan tahapan-tahapan yang dibutuhkan untuk mencapainya. Perencanaan

Lebih terperinci

ABSTRAK Faris Afif.O,

ABSTRAK Faris Afif.O, ABSTRAK Faris Afif.O, Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Universitas Brawijaya, November 2014, Studi Perencanaan Bangunan Utama Embung Guworejo Kabupaten Kediri, Jawa Timur, Dosen Pembimbing : Ir. Pudyono,

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI 3.1 TINJAUAN UMUM

BAB 3 METODOLOGI 3.1 TINJAUAN UMUM BAB 3 METODOLOGI 3.1 TINJAUAN UMUM Untuk dapat memenuhi tujuan penyusunan Tugas Akhir tentang Perencanaan Polder Sawah Besar dalam Sistem Drainase Kali Tenggang, maka terlebih dahulu disusun metodologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Umum. Bendung adalah suatu bangunan yang dibangun melintang sungai

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Umum. Bendung adalah suatu bangunan yang dibangun melintang sungai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Umum Bendung adalah suatu bangunan yang dibangun melintang sungai untuk meninggikan taraf muka air sungai dan membendung aliran sungai sehingga aliran sungai bisa bisa disadap dan

Lebih terperinci

KONDISI UMUM BANJARMASIN

KONDISI UMUM BANJARMASIN KONDISI UMUM BANJARMASIN Fisik Geografis Kota Banjarmasin merupakan salah satu kota dari 11 kota dan kabupaten yang berada dalam wilayah propinsi Kalimantan Selatan. Kota Banjarmasin secara astronomis

Lebih terperinci

MENGUBAH BENCANA MENJADI BERKAH (Studi Kasus Pengendalian dan Pemanfaatan Banjir di Ambon)

MENGUBAH BENCANA MENJADI BERKAH (Studi Kasus Pengendalian dan Pemanfaatan Banjir di Ambon) MENGUBAH BENCANA MENJADI BERKAH (Studi Kasus Pengendalian dan Pemanfaatan Banjir di Ambon) Happy Mulya Balai Wilayah Sungai Maluku dan Maluku Utara Dinas PU Propinsi Maluku Maggi_iwm@yahoo.com Tiny Mananoma

Lebih terperinci

ANALISIS VOLUME TAMPUNGAN KOLAM RETENSI DAS DELI SEBAGAI SALAH SATU UPAYA PENGENDALIAN BANJIR KOTA MEDAN

ANALISIS VOLUME TAMPUNGAN KOLAM RETENSI DAS DELI SEBAGAI SALAH SATU UPAYA PENGENDALIAN BANJIR KOTA MEDAN JURNAL REKAYASA SIPIL (JRS-UNAND) Vol. 13 No. 2, Oktober 2017 Diterbitkan oleh: Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Andalas (Unand) ISSN (Print) : 1858-2133 ISSN (Online) : 2477-3484 http://jrs.ft.unand.ac.id

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air permukaan (water surface) sangat potensial untuk kepentingan kehidupan. Potensi sumber daya air sangat tergantung/berhubungan erat dengan kebutuhan, misalnya untuk

Lebih terperinci

4. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

4. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1. Kondisi Geografis Kota Makassar secara geografi terletak pada koordinat 119 o 24 17,38 BT dan 5 o 8 6,19 LS dengan ketinggian yang bervariasi antara 1-25 meter dari

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kata kunci : Air Baku, Spillway, Embung.

I. PENDAHULUAN. Kata kunci : Air Baku, Spillway, Embung. Perencanaan Embung Tambak Pocok Kabupaten Bangkalan PERENCANAAN EMBUNG TAMBAK POCOK KABUPATEN BANGKALAN Abdus Salam, Umboro Lasminto, dan Nastasia Festy Margini Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Sipil

Lebih terperinci

BAB III METODA ANALISIS. desa. Jumlah desa di setiap kecamatan berkisar antara 6 hingga 13 desa.

BAB III METODA ANALISIS. desa. Jumlah desa di setiap kecamatan berkisar antara 6 hingga 13 desa. BAB III METODA ANALISIS 3.1 Lokasi Penelitian Kabupaten Bekasi dengan luas 127.388 Ha terbagi menjadi 23 kecamatan dengan 187 desa. Jumlah desa di setiap kecamatan berkisar antara 6 hingga 13 desa. Sungai

Lebih terperinci

BAB 2 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. 2.1 Geografi dan Demografi Kabupaten Sidoarjo

BAB 2 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. 2.1 Geografi dan Demografi Kabupaten Sidoarjo BAB 2 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Semburan lumpur Lapindo terjadi di area pengeboran sumur Banjar Panji 1 yang dioperasikan oleh Lapindo Brantas Incorporation (LBI), yang berlokasi di desa Renokenongo,

Lebih terperinci

PETA SUNGAI PADA DAS BEKASI HULU

PETA SUNGAI PADA DAS BEKASI HULU KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN Sub DAS pada DAS Bekasi Hulu Berdasarkan pola aliran sungai, DAS Bekasi Hulu terdiri dari dua Sub-DAS yaitu DAS Cikeas dan DAS Cileungsi. Penentuan batas hilir dari DAS Bekasi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Berdasarkan data Bappenas 2007, kota Jakarta dilanda banjir sejak tahun

PENDAHULUAN. Berdasarkan data Bappenas 2007, kota Jakarta dilanda banjir sejak tahun PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan data Bappenas 2007, kota Jakarta dilanda banjir sejak tahun 1621, 1654 dan 1918, kemudian pada tahun 1976, 1997, 2002 dan 2007. Banjir di Jakarta yang terjadi

Lebih terperinci

PENGERTIAN HIDROLOGI

PENGERTIAN HIDROLOGI PENGERTIAN HIDROLOGI Handout Hidrologi - Dr. Ir. Dede Rohmat, M.T., 2009 1 Pengertian Hidrologi (Wikipedia Indonesia) Hidrologi (berasal dari Bahasa Yunani: Yδρoλoγια, Yδωρ+Λoγos, Hydrologia, "ilmu air")

Lebih terperinci

TINJAUAN HIDROLOGI DAN SEDIMENTASI DAS KALI BRANTAS HULU 1

TINJAUAN HIDROLOGI DAN SEDIMENTASI DAS KALI BRANTAS HULU 1 TINJAUAN HIDROLOGI DAN SEDIMENTASI DAS KALI BRANTAS HULU 1 Perusahaan Umum (Perum) Jasa Tirta I Jl. Surabaya 2 A, Malang Indonesia 65115 Telp. 62-341-551976, Fax. 62-341-551976 http://www.jasatirta1.go.id

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Erosi Erosi adalah lepasnya material dasar dari tebing sungai, erosi yang dilakukan oleh air dapat dilakukan dengan berbagai cara, yaitu : a. Quarrying, yaitu pendongkelan batuan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi Penelitian Lokasi dari objek penelitian ini berada pada Kecamatan Rancaekek, tepatnya di Desa Sukamanah dan Kecamatan Rancaekek sendiri berada di Kabupaten Bandung.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pekalongan dibagi menjadi dua wilayah administratif yaitu wilayah Kabupaten Pekalongan dan wilayah Kotamadya Pekalongan. Di Kabupaten Pekalongan mengalir beberapa sungai

Lebih terperinci

DINAS PENGAIRAN Kabupaten Malang Latar Belakang

DINAS PENGAIRAN Kabupaten Malang Latar Belakang 1.1. Latar Belakang yang terletak sekitar 120 km sebelah selatan Kota Surabaya merupakan dataran alluvial Kali Brantas. Penduduk di Kabupaten ini berjumlah sekitar 1.101.853 juta jiwa pada tahun 2001 yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Sungai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Sungai BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sungai Sungai merupakan torehan di permukaan bumi yang merupakan penampung dan penyalur alamiah aliran air, material yang dibawanya dari bagian Hulu ke bagian Hilir suatu daerah

Lebih terperinci

STUDI PERENCANAAN BANGUNAN UTAMA EMBUNG GUWOREJO DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN AIR BAKU DI KABUPATEN KEDIRI

STUDI PERENCANAAN BANGUNAN UTAMA EMBUNG GUWOREJO DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN AIR BAKU DI KABUPATEN KEDIRI STUDI PERENCANAAN BANGUNAN UTAMA EMBUNG GUWOREJO DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN AIR BAKU DI KABUPATEN KEDIRI Alwafi Pujiraharjo, Suroso, Agus Suharyanto, Faris Afif Octavio Jurusan Sipil Fakultas Teknik Universitas

Lebih terperinci

MITIGASI BENCANA ALAM II. Tujuan Pembelajaran

MITIGASI BENCANA ALAM II. Tujuan Pembelajaran K-13 Kelas X Geografi MITIGASI BENCANA ALAM II Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan mempunyai kemampuan sebagai berikut. 1. Memahami banjir. 2. Memahami gelombang pasang.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sungai adalah aliran air di permukaan tanah yang mengalir ke laut. Sungai merupakan torehan di permukaan bumi yang merupakan penampung dan penyalur alamiah aliran air,

Lebih terperinci

BAB V RENCANA PENANGANAN

BAB V RENCANA PENANGANAN BAB V RENCANA PENANGANAN 5.. UMUM Strategi pengelolaan muara sungai ditentukan berdasarkan beberapa pertimbangan, diantaranya adalah pemanfaatan muara sungai, biaya pekerjaan, dampak bangunan terhadap

Lebih terperinci

Bencana Baru di Kali Porong

Bencana Baru di Kali Porong Bencana Baru di Kali Porong Pembuangan air dan Lumpur ke Kali Porong menebarkan bencana baru, air dengan salinitas 38/mil - 40/mil akan mengancam kualitas perikanan di Pesisir Porong. Lapindo Brantas Inc

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI KERUSAKAN AKIBAT BANJIR BANDANG DI BAGIAN HULU SUB DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) LIMAU MANIS ABSTRAK

IDENTIFIKASI KERUSAKAN AKIBAT BANJIR BANDANG DI BAGIAN HULU SUB DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) LIMAU MANIS ABSTRAK VOLUME 9 NO.2, OKTOBER 2013 IDENTIFIKASI KERUSAKAN AKIBAT BANJIR BANDANG DI BAGIAN HULU SUB DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) LIMAU MANIS Farah Sahara 1, Bambang Istijono 2, dan Sunaryo 3 ABSTRAK Banjir bandang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Banjir merupakan bencana alam yang paling sering terjadi di dunia. Hal ini juga terjadi di Indonesia, dimana banjir sudah menjadi bencana rutin yang terjadi setiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I - 1

BAB I PENDAHULUAN I - 1 I - 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bencana banjir yang terjadi di beberapa wilayah Brebes dirasakan semakin meningkat. Salah satu penyebab terjadinya banjir adalah karena tidak lancarnya aliran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Tinjauan Umum 1.2 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Tinjauan Umum 1.2 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Tinjauan Umum Sungai Sragi terletak pada perbatasan antara Kabupaten Pekalongan dan Kabupaten Pemalang. Di bagian hulu sungai, terdapat percabangan membentuk dua alur sungai yaitu

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI DAERAH STUDI

BAB II DESKRIPSI DAERAH STUDI BAB II 2.1. Tinjauan Umum Sungai Beringin merupakan salah satu sungai yang mengalir di wilayah Semarang Barat, mulai dari Kecamatan Mijen dan Kecamatan Ngaliyan dan bermuara di Kecamatan Tugu (mengalir

Lebih terperinci

Aninda Nurry M.F., Ira Mutiara Anjasmara Jurusan Teknik Geomatika FTSP-ITS, Kampus ITS Sukolilo, Surabaya,

Aninda Nurry M.F., Ira Mutiara Anjasmara Jurusan Teknik Geomatika FTSP-ITS, Kampus ITS Sukolilo, Surabaya, KAJIAN PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN DAERAH ALIRAN SUNGAI BRANTAS BAGIAN HILIR MENGGUNAKAN CITRA SATELIT MULTI TEMPORAL (STUDI KASUS: KALI PORONG, KABUPATEN SIDOARJO) Aninda Nurry M.F., Ira Mutiara Anjasmara

Lebih terperinci

Longsoran translasi adalah ber-geraknya massa tanah dan batuan pada bidang gelincir berbentuk rata atau menggelombang landai.

Longsoran translasi adalah ber-geraknya massa tanah dan batuan pada bidang gelincir berbentuk rata atau menggelombang landai. Tipe-Tipe Tanah Longsor 1. Longsoran Translasi Longsoran translasi adalah ber-geraknya massa tanah dan batuan pada bidang gelincir berbentuk rata atau menggelombang landai. 2. Longsoran Rotasi Longsoran

Lebih terperinci

Contents BAB I... 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pokok Permasalahan Lingkup Pembahasan Maksud Dan Tujuan...

Contents BAB I... 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pokok Permasalahan Lingkup Pembahasan Maksud Dan Tujuan... Contents BAB I... 1 PENDAHULUAN... 1 1.1. Latar Belakang... 1 1.2 Pokok Permasalahan... 2 1.3 Lingkup Pembahasan... 3 1.4 Maksud Dan Tujuan... 3 1.5 Lokasi... 4 1.6 Sistematika Penulisan... 4 BAB I PENDAHULUAN

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. Gambar 3.1 Diagram Alir Penyusunan Tugas Akhir

BAB III METODOLOGI. Gambar 3.1 Diagram Alir Penyusunan Tugas Akhir III-1 BAB III METODOLOGI 3.1. Tinjauan Umum Metodologi yang digunakan dalam penyusunan Tugas Akhir dapat dilihat pada Gambar 3.1. Gambar 3.1 Diagram Alir Penyusunan Tugas Akhir III-2 Metodologi dalam perencanaan

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2013) ISSN: Perencanaan Embung Bulung Kabupaten Bangkalan

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2013) ISSN: Perencanaan Embung Bulung Kabupaten Bangkalan Perencanaan Embung Bulung Kabupaten Bangkalan Dicky Rahmadiar Aulial Ardi, Mahendra Andiek Maulana, dan Bambang Winarta Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut Teknologi Sepuluh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Dalam rangka memenuhi kebutuhan pangan nasional dan meminimalkan perbedaan distribusi pengembangan sumber daya air di daerahdaerah, maka Pemerintah Indonesia telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. DKI Jakarta terletak di daerah dataran rendah di tepi pantai utara Pulau

BAB I PENDAHULUAN. DKI Jakarta terletak di daerah dataran rendah di tepi pantai utara Pulau 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang DKI Jakarta terletak di daerah dataran rendah di tepi pantai utara Pulau Jawa, dilintasi oleh 13 sungai, sekitar 40% wilayah DKI berada di dataran banjir dan sebagian

Lebih terperinci

Gambar 2.1.Komponen Drainase Sistem Polder yang Ideal

Gambar 2.1.Komponen Drainase Sistem Polder yang Ideal DRAINASE POLDER Drainase sistem polder berfungsi untuk mengatasi banjir yang diakibatkan genangan yang ditimbulkan oleh besarnya kapasitas air yang masuk ke suatu daerah melebihi kapasitas keluar dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan yang rentan terhadap dampak perubahan iklim. Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang termasuk rawan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Legono (2013), banjir adalah suatu peristiwa genangan air (baik secara alami ataupun karena aktivitas manusia), yang pada taraf tertentu mengakibatkan hilangnya

Lebih terperinci

3.1 Metode Pengumpulan Data

3.1 Metode Pengumpulan Data BAB III METODOLOGI 3.1 Metode Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data pada perencanaan drainase sistim Kali Tenggang dilakukan sebagai berikut : Untuk data-data yang berkaitan dengan perencanaan non teknis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keberadaan suatu waduk merupakan salah satu upaya manusia untuk mencukupi kebutuhan dan menjaga ketersediaan air sepanjang tahun sesuai dengan fungsi

Lebih terperinci

PERENCANAAN PENGENDALIAN BANJIR KALI BANGILTAK DAN KALI WRATI DI KABUPATEN PASURUAN DENGAN NORMALISASI TUGAS AKHIR

PERENCANAAN PENGENDALIAN BANJIR KALI BANGILTAK DAN KALI WRATI DI KABUPATEN PASURUAN DENGAN NORMALISASI TUGAS AKHIR PERENCANAAN PENGENDALIAN BANJIR KALI BANGILTAK DAN KALI WRATI DI KABUPATEN PASURUAN DENGAN NORMALISASI TUGAS AKHIR PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL Oleh : MIRAWATI SEPTYANINGSIH 0753010037 PROGRAM STUDI TEKNIK

Lebih terperinci

PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP PENGGUNAAN DAN PELESTARIAN AIR DI LINGKUNGANNYA (Studi kasus di Daerah Aliran Sungai Garang, Semarang) Purwadi Suhandini

PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP PENGGUNAAN DAN PELESTARIAN AIR DI LINGKUNGANNYA (Studi kasus di Daerah Aliran Sungai Garang, Semarang) Purwadi Suhandini PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP PENGGUNAAN DAN PELESTARIAN AIR DI LINGKUNGANNYA (Studi kasus di Daerah Aliran Sungai Garang, Semarang) Purwadi Suhandini Abstract Key words PENDAHULUAN Air merupakan sumberdaya

Lebih terperinci

PENDAHULUAN BAB Latar Belakang Masalah

PENDAHULUAN BAB Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bencana ekologis nasional lumpur panas yang terjadi di Kabupaten Sidoarjo Propinsi Jawa Timur dimulai pada tanggal 28 Mei 2006, saat gas beracun dan lumpur

Lebih terperinci

NORMALISASI SUNGAI RANTAUAN SEBAGAI ALTERNATIF PENANGGULANGAN BANJIR DI KECAMATAN JELIMPO KABUPATEN LANDAK

NORMALISASI SUNGAI RANTAUAN SEBAGAI ALTERNATIF PENANGGULANGAN BANJIR DI KECAMATAN JELIMPO KABUPATEN LANDAK NORMALISASI SUNGAI RANTAUAN SEBAGAI ALTERNATIF PENANGGULANGAN BANJIR DI KECAMATAN JELIMPO KABUPATEN LANDAK Martin 1) Fransiskus Higang 2)., Stefanus Barlian Soeryamassoeka 2) Abstrak Banjir yang terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bengawan Solo merupakan sungai terbesar di pulau Jawa. Menampung air dari

BAB I PENDAHULUAN. Bengawan Solo merupakan sungai terbesar di pulau Jawa. Menampung air dari BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bengawan Solo merupakan sungai terbesar di pulau Jawa. Menampung air dari area seluas 16,000 km 2 dan mengalirkannya ke laut Jawa (Jawa Timur) setelah mengalir sepanjang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mojokerto, Gresik dan Kodya Surabaya, Propinsi Jawa Timur. DAS Lamong

BAB I PENDAHULUAN. Mojokerto, Gresik dan Kodya Surabaya, Propinsi Jawa Timur. DAS Lamong BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Cakupan batas DAS Lamong berada di wilayah Kabupaten Lamongan, Mojokerto, Gresik dan Kodya Surabaya, Propinsi Jawa Timur. DAS Lamong yang membentang dari Lamongan sampai

Lebih terperinci

Berfungsi mengendalikan limpasan air di permukaan jalan dan dari daerah. - Membawa air dari permukaan ke pembuangan air.

Berfungsi mengendalikan limpasan air di permukaan jalan dan dari daerah. - Membawa air dari permukaan ke pembuangan air. 4.4 Perhitungan Saluran Samping Jalan Fungsi Saluran Jalan Berfungsi mengendalikan limpasan air di permukaan jalan dan dari daerah sekitarnya agar tidak merusak konstruksi jalan. Fungsi utama : - Membawa

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi Umum Daerah aliran sungai (DAS) Cilamaya secara geografis terletak pada 107 0 31 107 0 41 BT dan 06 0 12-06 0 44 LS. Sub DAS Cilamaya mempunyai luas sebesar ± 33591.29

Lebih terperinci

TANAH LONGSOR; merupakan salah satu bentuk gerakan tanah, suatu produk dari proses gangguan keseimbangan lereng yang menyebabkan bergeraknya massa

TANAH LONGSOR; merupakan salah satu bentuk gerakan tanah, suatu produk dari proses gangguan keseimbangan lereng yang menyebabkan bergeraknya massa AY 12 TANAH LONGSOR; merupakan salah satu bentuk gerakan tanah, suatu produk dari proses gangguan keseimbangan lereng yang menyebabkan bergeraknya massa tanah ke tempat yang relatif lebih rendah. Longsoran

Lebih terperinci

III - 1 BAB III METODOLOGI BAB III METODOLOGI

III - 1 BAB III METODOLOGI BAB III METODOLOGI III - 1 BAB III 3.1 Tinjauan Umum Dalam penulisan laporan Tugas Akhir memerlukan metode atau tahapan/tata cara penulisan untuk mendapatkan hasil yang baik dan optimal mengenai pengendalian banjir sungai

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI KONDISI LOKASI

BAB II DESKRIPSI KONDISI LOKASI BAB II DESKRIPSI KONDISI LOKASI 2.. Tinjauan Umum Untuk dapat merencanakan penanganan kelongsoran tebing pada suatu lokasi terlebih dahulu harus diketahui kondisi sebenarnya dari lokasi tersebut. Beberapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan satu kesatuan ekosistem yang unsur-unsur

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan satu kesatuan ekosistem yang unsur-unsur BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan satu kesatuan ekosistem yang unsur-unsur utamanya terdiri atas sumberdaya alam tanah, air dan vegetasi serta sumberdaya

Lebih terperinci

EVALUASI PERENCANAAN BENDUNG PADA SUNGAI ULAR KABUPATEN DELI SERDANG PROPINSI SUMATERA UTARA (STUDI KASUS)

EVALUASI PERENCANAAN BENDUNG PADA SUNGAI ULAR KABUPATEN DELI SERDANG PROPINSI SUMATERA UTARA (STUDI KASUS) EVALUASI PERENCANAAN BENDUNG PADA SUNGAI ULAR KABUPATEN DELI SERDANG PROPINSI SUMATERA UTARA (STUDI KASUS) Diajukan untuk Melengkapi Tugas- tugas Dan Memenuhi Syarat untuk Menempuh Ujian Sarjana Teknik

Lebih terperinci

TATA PENGELOLAAN BANJIR PADA DAERAH REKLAMASI RAWA (STUDI KASUS: KAWASAN JAKABARING KOTA PALEMBANG)

TATA PENGELOLAAN BANJIR PADA DAERAH REKLAMASI RAWA (STUDI KASUS: KAWASAN JAKABARING KOTA PALEMBANG) TATA PENGELOLAAN BANJIR PADA DAERAH REKLAMASI RAWA (STUDI KASUS: KAWASAN JAKABARING KOTA PALEMBANG) Ishak Yunus Dosen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Bina Darma Palembang Pengurus Himpunan Ahli

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN 1

BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN 1 BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Bendung Kaligending terletak melintang di Sungai Luk Ulo, dimana sungai ini merupakan salah satu sungai yang cukup besar potensinya dan perlu dikembangkan untuk dimanfaatkan

Lebih terperinci

Pengendalian Banjir Sungai

Pengendalian Banjir Sungai Pengendalian Banjir Sungai Bahan Kuliah Teknik Sungai Dr. Ir. Istiarto, M.Eng. Jurusan Teknik Sipil dan Lingkungan FT UGM Sungai Saluran drainasi alam tempat penampung dan penyalur alamiah air dari mata

Lebih terperinci

BAB VI. POLA KECENDERUNGAN DAN WATAK DEBIT SUNGAI

BAB VI. POLA KECENDERUNGAN DAN WATAK DEBIT SUNGAI BAB VI. POLA KECENDERUNGAN DAN WATAK DEBIT SUNGAI Metode Mann-Kendall merupakan salah satu model statistik yang banyak digunakan dalam analisis perhitungan pola kecenderungan (trend) dari parameter alam

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ABSTRAK UCAPAN TERIMA KASIH

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ABSTRAK UCAPAN TERIMA KASIH DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ABSTRAK i UCAPAN TERIMA KASIH ii DAFTAR ISI iii DAFTAR GAMBAR vi DAFTAR TABEL viii BAB I PENDAHULUAN 1 1.1 Latar Belakang 1 1.2 Rumusan Masalah 2 1.3 Tujuan Penelitian 3 1.4 Manfaat

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. Dalam pengumpulan data untuk mengevaluasi bendungan Ketro, dilakukan wawancara dengan pihak-pihak yang terkait, antara lain :

BAB III METODOLOGI. Dalam pengumpulan data untuk mengevaluasi bendungan Ketro, dilakukan wawancara dengan pihak-pihak yang terkait, antara lain : BAB III METODOLOGI 45 3.1. URAIAN UMUM Di dalam melaksanakan suatu penyelidikan maka, diperlukan data-data lapangan yang cukup lengkap. Data tersebut diperoleh dari hasil survey dan investigasi dari daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Provinsi DKI Jakarta terletak pada posisi Lintang Selatan dan Bujur

BAB I PENDAHULUAN. Provinsi DKI Jakarta terletak pada posisi Lintang Selatan dan Bujur BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Provinsi DKI Jakarta terletak pada posisi 6 0 12 Lintang Selatan dan 106 0 48 Bujur Timur. Sebelah Utara Propinsi DKI Jakarta terbentang pantai dari Barat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bab Pendahuluan I 1

BAB I PENDAHULUAN. Bab Pendahuluan I 1 I 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. TINJAUAN UMUM Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 menyatakan bahwa Sumber Daya Air dengan luas areal irigasi lebih dari 3.000 Ha atau yang mempunyai wilayah lintas propinsi menjadi

Lebih terperinci

DRAINASE PERKOTAAN BAB I PENDAHULUAN. Sub Kompetensi

DRAINASE PERKOTAAN BAB I PENDAHULUAN. Sub Kompetensi DRAINASE PERKOTAAN BAB I PENDAHULUAN Sub Kompetensi Mengerti komponen-komponen dasar drainase, meliputi : Pengantar drainase perkotaan Konsep dasar drainase Klasifikasi sistem drainase Sistem drainase

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Tinjauan Umum

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Tinjauan Umum BAB I PENDAHULUAN 1.1. Tinjauan Umum Kali Tuntang mempuyai peran yang penting sebagai saluran drainase yang terbentuk secara alamiah dan berfungsi sebagai saluran penampung hujan di empat Kabupaten yaitu

Lebih terperinci

Analisa Perubahan Kualitas Air Akibat Pembuangan Lumpur Sidoarjo Pada Muara Kali Porong

Analisa Perubahan Kualitas Air Akibat Pembuangan Lumpur Sidoarjo Pada Muara Kali Porong JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2014) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) 1 Analisa Perubahan Kualitas Air Akibat Pembuangan Lumpur Sidoarjo Pada Muara Kali Porong Gita Angraeni (1), Suntoyo (2), dan

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak dan Luas DAS/ Sub DAS Stasiun Pengamatan Arus Sungai (SPAS) yang dijadikan objek penelitian adalah Stasiun Pengamatan Jedong yang terletak di titik 7 59

Lebih terperinci

STUDI EKSPERIMEN AGRADASI DASAR SUNGAI PADA HULU BANGUNAN AIR

STUDI EKSPERIMEN AGRADASI DASAR SUNGAI PADA HULU BANGUNAN AIR JURNAL TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS HASANUDDIN STUDI EKSPERIMEN AGRADASI DASAR SUNGAI PADA HULU BANGUNAN AIR M.S. Pallu 1, M.P.Hatta 1, D.P.Randanan 2 ABSTRAK Agradasi adalah penumpukan bahan-bahan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Daerah Aliran Sungai (DAS) didefinisikan sebagai suatu wilayah yang

TINJAUAN PUSTAKA. Daerah Aliran Sungai (DAS) didefinisikan sebagai suatu wilayah yang TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daerah Aliran Sungai Daerah Aliran Sungai (DAS) didefinisikan sebagai suatu wilayah yang dibatasi oleh batas batas topografi secara alami sehingga setiap air hujan yang jatuh dalam

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM. Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung.

IV. GAMBARAN UMUM. Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung. IV. GAMBARAN UMUM A. Kondisi Umum Kabupaten Lampung Tengah Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung. Luas wilayah Kabupaten Lampung Tengah sebesar 13,57 % dari Total Luas

Lebih terperinci

Perencanaan Penanggulangan Banjir Akibat Luapan Sungai Petung, Kota Pasuruan, Jawa Timur

Perencanaan Penanggulangan Banjir Akibat Luapan Sungai Petung, Kota Pasuruan, Jawa Timur JURNAL TEKNIK ITS Vol. 6, No. 2 (2017), 2720 (201928X Print) C82 Perencanaan Penanggulangan Banjir Akibat Luapan Sungai Petung, Kota Pasuruan, Jawa Timur Aninda Rahmaningtyas, Umboro Lasminto, Bambang

Lebih terperinci

POLA DISTRIBUSI SUHU DAN SALINITAS DI PERAIRAN TELUK AMBON DALAM

POLA DISTRIBUSI SUHU DAN SALINITAS DI PERAIRAN TELUK AMBON DALAM POLA DISTRIBSI SH DAN SALINITAS DI PERAIRAN TELK AMBON DALAM PENDAHLAN Suhu suatu badan air dipengaruhi oleh musim, lintang, ketinggian dari permukaan laut, waktu dalam hari, sirkulasi udara, penutupan

Lebih terperinci

BAB IV OLAHAN DATA DAN PEMBAHASAN

BAB IV OLAHAN DATA DAN PEMBAHASAN BAB IV OLAHAN DATA DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisa Sungai Cisadane 4.1.1 Letak Geografis Sungai Cisadane yang berada di provinsi Banten secara geografis terletak antara 106 0 5 dan 106 0 9 Bujur Timur serta

Lebih terperinci

AIR Banjir dan Permasalahannya Di kota medan

AIR Banjir dan Permasalahannya Di kota medan AIR Banjir dan Permasalahannya Di kota medan DIPRESENTASIKAN OLEH : 1. MAGDALENA ERMIYANTI SINAGA (10600125) 2. MARSAHALA R SITUMORANG (10600248) 3. SANTI LESTARI HASIBUAN (10600145) 4. SUSI MARIA TAMPUBOLON

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN Uraian Umum

BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN Uraian Umum BAB I PENDAHULUAN 1.1. Uraian Umum Banjir besar yang terjadi hampir bersamaan di beberapa wilayah di Indonesia telah menelan korban jiwa dan harta benda. Kerugian mencapai trilyunan rupiah berupa rumah,

Lebih terperinci

Cetakan I, Agustus 2014 Diterbitkan oleh: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Pattimura

Cetakan I, Agustus 2014 Diterbitkan oleh: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Pattimura Hak cipta dilindungi Undang-Undang Cetakan I, Agustus 2014 Diterbitkan oleh: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Pattimura ISBN: 978-602-97552-1-2 Deskripsi halaman sampul : Gambar

Lebih terperinci

PERSYARATAN JARINGAN DRAINASE

PERSYARATAN JARINGAN DRAINASE PERSYARATAN JARINGAN DRAINASE Untuk merancang suatu sistem drainase, yang harus diketahui adalah jumlah air yang harus dibuang dari lahan dalam jangka waktu tertentu, hal ini dilakukan untuk menghindari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara geografis Indonesia terletak di daerah khatulistiwa dengan morfologi yang beragam, dari daratan sampai pegunungan serta lautan. Keragaman ini dipengaruhi

Lebih terperinci

KRITERIA PERENCANAAN BENDUNG KARET

KRITERIA PERENCANAAN BENDUNG KARET KRITERIA PERENCANAAN BENDUNG KARET Bendung karet adalah bendung gerak yang terbuat dari tabung karet yang mengembang sebagai sarana operasi pembendungan air. Berdasarkan media pengisi tabung karet, ada

Lebih terperinci

BAB II KONDISI UMUM LOKASI

BAB II KONDISI UMUM LOKASI 6 BAB II KONDISI UMUM LOKASI 2.1 GAMBARAN UMUM Lokasi wilayah studi terletak di wilayah Semarang Barat antara 06 57 18-07 00 54 Lintang Selatan dan 110 20 42-110 23 06 Bujur Timur. Wilayah kajian merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Air merupakan kebutuhan vital setiap makhluk hidup. Dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Air merupakan kebutuhan vital setiap makhluk hidup. Dalam kehidupan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Air merupakan kebutuhan vital setiap makhluk hidup. Dalam kehidupan manusia, air tidak hanya digunakan untuk memenuhi kebutuhan domestik saja, yaitu digunakan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 TINJAUAN UMUM 1.2 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 TINJAUAN UMUM 1.2 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 TINJAUAN UMUM Kota Semarang adalah ibukota Provinsi Jawa Tengah, yang terletak di dataran pantai Utara Jawa. Secara topografi mempunyai keunikan yaitu bagian Selatan berupa pegunungan

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR Perencanaan Pengendalian Banjir Kali Kemuning Kota Sampang

TUGAS AKHIR Perencanaan Pengendalian Banjir Kali Kemuning Kota Sampang TUGAS AKHIR Perencanaan Pengendalian Banjir Kali Kemuning Kota Sampang Disusun oleh : Agung Tri Cahyono NRP. 3107100014 Dosen Pembimbing : Ir. Bambang Sarwono, M.Sc JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM BAB II TINJAUAN UMUM Kegiatan penelitian dilakukan di Laboratorium BALAI BESAR KERAMIK Jalan Jendral A. Yani 392 Bandung. Conto yang digunakan adalah tanah liat (lempung) yang berasal dari Desa Siluman

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 15 BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak Sub DAS Model DAS Mikro (MDM) Barek Kisi berada di wilayah Kabupaten Blitar dan termasuk ke dalam Sub DAS Lahar. Lokasi ini terletak antara 7 59 46 LS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah drainase kota sudah menjadi permasalahan utama pada daerah perkotaan. Masalah tersebut sering terjadi terutama pada kota-kota yang sudah dan sedang berkembang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Berikut ini beberapa pengertian yang berkaitan dengan judul yang diangkat oleh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Berikut ini beberapa pengertian yang berkaitan dengan judul yang diangkat oleh BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian pengertian Berikut ini beberapa pengertian yang berkaitan dengan judul yang diangkat oleh penulis, adalah sebagai berikut :. Hujan adalah butiran yang jatuh dari gumpalan

Lebih terperinci

PERANCANGAN SISTEM DRAINASE

PERANCANGAN SISTEM DRAINASE PERANCANGAN SISTEM DRAINASE Perencanaan saluran pembuang harus memberikan pemecahan dengan biaya pelak-sanaan dan pemeliharaan yang minimum. Ruas-ruas saluran harus stabil terhadap erosi dan sedimentasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang, Bendung Krapyak berada di Dusun Krapyak, Desa Seloboro, Kecamatan Salam, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Secara geografis terletak pada posisi 7 36 33 Lintang Selatan

Lebih terperinci

KAJIAN PENGEMBANGAN SUMUR RESAPAN AIR HUJAN

KAJIAN PENGEMBANGAN SUMUR RESAPAN AIR HUJAN Spectra Nomor 11 Volume VI Januari 008: 8-1 KAJIAN PENGEMBANGAN SUMUR RESAPAN AIR HUJAN Ibnu Hidayat P.J. Dosen Teknik Pengairan FTSP ITN Malang ABSTRAKSI Air hujan yang jatuh ke permukaan tanah sebagian

Lebih terperinci

14/06/2013. Tujuan Penelitian Menganalisis pengaruh faktor utama penyebab banjir Membuat Model Pengendalian Banjir Terpadu

14/06/2013. Tujuan Penelitian Menganalisis pengaruh faktor utama penyebab banjir Membuat Model Pengendalian Banjir Terpadu Penyebab Banjir Indonesia: Iklim/curah hujan Gelobang pasang/rob Limpasan sungai OLEH: Alif Noor Anna Suharjo Yuli Priyana Rudiyanto Penyebab Utama Banjir di Surakarta: Iklim dengan curah hujan tinggi

Lebih terperinci

REKLAMASI TEKNIK PENGAIRAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA

REKLAMASI TEKNIK PENGAIRAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA 1 & 2 REKLAMASI TEKNIK PENGAIRAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA JADFAN SIDQI FIDARI Rencana Pembelajaran Semester (RPS) Rencana Pembelajaran Semester (RPS) Reklamasi Pengertian reklamasi : Istilah reklamasi adalah

Lebih terperinci