BAB III GAMBARAN UMUM GEREJA PROTESTAN MALUKU (GPM) sejarah panjang yang sejak GPM zaman Hindia-Belanda sebagai gambaran GPM

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB III GAMBARAN UMUM GEREJA PROTESTAN MALUKU (GPM) sejarah panjang yang sejak GPM zaman Hindia-Belanda sebagai gambaran GPM"

Transkripsi

1 BAB III GAMBARAN UMUM GEREJA PROTESTAN MALUKU (GPM) Bagian ini akan memberi gambaran tentang GPM secara umum, dari sisi medan pelayanan GPM, dinamika sosial dan kultur jemaat, struktur GPM, dan sejarah panjang yang sejak GPM zaman Hindia-Belanda sebagai gambaran GPM masa kini dan masa depan. Dengan gambar ini akan memberikan penjelasan dinamika sosial jemaatjemaat dan dukungan struktur GPM. Secara khusus, sejarah GPM akan memberi eksplanasi tekait dengan tahapan-tahpan pentung dalam sejarahnya, untuk memperlihatakan hubungan-hubungan eksternal yang mempengaruhi GPM, kemunculan aktor dan dinamika GPM secara internal. 3.1 Gambaran Keadaan Wilayah Pelayanan Kondisi Geografis Secara gergrafis, wilayah pelayanan GPM berada pada dua propinsi besar, yaitu: Maluku dan Maluku utara. 70 Itu berarti, kondisi atau medan pelayanan GPM 70 Telah terjadi pemekaran wilayah setalah masa konflik. Hal ini terjadi sebagai upaya otonomisasi berdasarkan keputusan pemerintah. Sebagian besar, jemaat-jemaat GPM lebih banyak menghuni wilayah Propinsi Maluku, sebagian kecil di Propinsi Maluku Utara. 39

2 berada dalam konteks bentangan laut-pulau. Secara teritorial, 71 perbatasan wilayah pelayanan GPM dibagi sebagai berikut: Sebelah Utara : Berbatasan dengan Laut Seram. 2. Sebelah Timur : Berbatasan dengan Pulau Irian. 3. Sebelah Barat : Berbatasan dengan Pulau Sulawesi. 4. Sebelah Selatan : Berbatasan dengan Lautan Indonesia dan Laut Arafuru. 73 GPM dalam tugas pelayanannya memiliki tantangan berdasarkan konteks geografis, sehingga tidak dapat dihindari musim-musim berdasarkan perubahan cuaca yang berada di daerah Propinsi Muluku dan Maluku utara. Hal ini sangat penting diperhitungan sebagai prediksi untuk merumuskan dan mengadaptasi perencanaan dan rencana pelayanan, sehingga keberlangsungan program dan agendaagenda pelayanan gereja, baik di tingkat sinode, klasis, dan jemaat bisa bejalan baik. Daerah Maluku mengenal 2 musim yakni: musim barat atau utara dan tenggara atau timur yang di selingi oleh dua macam pancaroba yang merupakan transisi kedua musim tersebut. Musim barat di Maluku berlangsung dari bulan Desember sampai bulan Maret, sedangkan bulan April adalah masa transisi ke musim tenggara. Musim tenggara berlaku rata-rata 6 bulan berawal dari bulan Mei dan berakhir pada bulan Oktober. Masa transisi ke musim barat adalah pada bulan November. Keadaan 71 Kata teritori merujuk pada definisi berdasarkan peraturan pokok GPM, (ketetapan sinode GPM nomor: 11/sdn/37/ Dalam BAB I ketentuan umum, pasal 1, ayat 1 dan 2, menjelaskan tentang; 1). jemaat adalah persekutuan orang-orang percaya kepada Yesus Kristus, pada suatu tempat dan lingkungan secara teritorial dan transteritorial tertentu dalam wilayah pelayanan gereja protestan maluku. 2). Jemaat teritorial adalah persekutuan orang-orang percaya kepada Yesus Kristus pada suatu lingkungan pelayanan jemaat tertentu di dalam wilayah Gereja Protestan Maluku. 72 Adaptasi berdasarkan data geografis Pemerintahan Propinsi Maluku. 73 Adaptasi peta Maluku dan Maluku Utara. diakses pada 31 oktober

3 musim tidak homogen dalam arti setiap musim berlaku di daerah ini memberikan pengaruh yang berbeda-beda pada daratan maupun lautannya. Berikut adalah peta pelayanan GPM berdasarkan gambar 2, untuk memberi gambaran luas pelayanan gereja di Maluku, baik dari sisi teritori, batas wilayah, jangkauan pelayanan dan tantangan laut-pulau menjadi informasi mendasar untuk mengenal GPM dalam konteks. Gambar 2. Peta Wilayah Pelayanan GPM Pemetaan wilayah Pelayanan: Keadaan Jemaat dan Klasis dalam satuan Pulau-pulau Wilayah pelayanan GPM merupakan wilayah kepulauan yang membentang dari Tifure di Maluku Utara sampai Liswatu di Wetar; meliputi gugusan pulau-pulau dari Kepulauan Sula, Bacan, Obi, Pulau Seram, Pulau Buru, Pulau Ambon dan Lease (Saparua, Nusalaut dan Haruku), Kepulauan Kei Besar dan Kei Kecil, Kepulauan Aru, Kepulauan Tanimbar, Kepulauan Leti-Moa-Lakor, Kepulauan Babar, Damer, Kisar dan Wetar PIP/RIP GPM , BAB I. 41

4 No. Klasis Jumlah Jemaat 1. Ternate 3 2. Bacan Pulau-pulau Sula Pulau-pulau Obi Buru Utara Buru Selatan Seram Utara Seram Utara Barat Taniwel Seram Barat Kairatu Masohi Teluti Seram Timur Pulau-pulau Lease Kota Ambon Pulau Ambon Pulau Ambon Timur Pulau Ambon Utara Banda Kei Kecil Kei Besar Pulau-pulau Aru Aru Tenagah Aru Selatan Tanimbar Utara Tanimbar Selatan Babar Barat Babar Timur Damer Palau-pulau Kisar Wetar Lemola (Leti, Moa, Lakor) Klasis Jemaat 736 Tabel.1 Jumlah Klasis dan Jemaat 75 Masing-masing gugus pulau merupakan wilayah teritorial dalam wilayah pelayanan GPM di dalam sinode, yang mencakup kecamatan dan kota kabupaten. 76 Klasis dibagi dalam gugus pulau dengan pertimbangan efektifitas pelayanan untuk menjangkau jemaat-jemaat, mengingat selain pemekaran wilayah-wilayah administratif pemerintahan, tetapi lebih berfokus pada kualitas pelayanan gereja. 75 Diadaptasi berdasarkan data dan kode sinfo GPM. Diakses pada 10 November PERATURAN POKOK GEREJA PROTESTAN MALUKU (KETETAPAN SINODE GPM NOMOR:10/SND/37/2016) tentang Klasis. Bab II Pembentukan, Syarat Dan Batas Wilayah, pasal 2 ayat 1, pasal 4 ayat 1. 42

5 Dinamika Sosial Jemaat GPM Jemaat GPM merupakan jemaat-jemaat yang tumbuh di pedesaan dan perkotaan dengan corak homogen maupun heterogen, dengan beberapa corak khusus, sebagai beriku: 77 1) Jemaat homogen di pedesaan dan pegunungan, yang terbentuk di dalam satuansatuan negeri adat. Beberapa di antaranya pernah hidup bersama komunitas muslim (suku Buton), namun karena konflik sosial tahun 1999 telah menjadi negeri dan jemaat yang homogen dari sisi pemeluk agama. 78 2) Jemaat heterogen di pusat perkotaan dan pusat-pusat pertumbuhan baru (kota orde kedua) yang dikembangkan sebagai akibat kepadatan di pusat perkotaan lama. Contoh jemaat-jemaat dimaksud misalnya Passo, Poka-Rumahtiga- Wayame, Pandan Kasturi, Tual, Ternate, Sanana, Bacan, Laiwui. Konflik sosial 1999 pun telah menciptakan permukiman yang segregatif di perkotaan, menghilangkan permukiman berbaur yang pernah ada dalam jangka waktu sangat lama. 79 3) Jemaat besar dan jemaat kecil menurut satuan jumlah kepala keluarga dan jumlah jiwa. Pada jemaat-jemaat besar ada yang dilayani oleh 2-5 (dua sampai 77 PIP/RIP GPM , BAB I. 78 PIP/RIP GPM , BAB I. 79 Heterogenitas di perkotaan terbangun dalam segregasi permukiman. Khusus di beberapa jemaat pada Klasis Pulau Ambon Utara, terbangun kembali pemukiman berbaur (Nania, Negeri Lama, Waiheru, Hunut-Durian Patah, Poka, Rumahtiga, Wayame, Tawiri, Laha). Fenomena yang sama tampak pula di Maluku Utara dan pada pusat-pusat Klasis (Ternate, Bacan, Obi dan Sula). Sementara beberapa jemaat yang sama sekali tidak mengalami imbas konflik sosial (banyak di Klasis Pulaupulau Sula) tetap hidup dalam konteks pembauran sosial. PIP/RIPP GPM. 43

6 lima) pendeta organik, sedangkan jemaat-jemaat kecil sampai saat ini ada yang masih kosong dalam arti belum ada pendeta organik yang melayani di sana. 80 4) Jemaat-jemaat di kawasan industri dan perkebunan inti rakyat (PIR) dan Hak Pengelolaan Hutan (HPH). Fenomena ini telah menjadi fenomena lama yang muncul kembali. Klasis Pulau Obi dan Pulau Sula adalah salah satu klasis di kawasan HPH yang sudah lama ditinggalkan oleh pihak perusahaan (PT. Djati Group Timbre). Ironisnya ialah sejak perusahaan beroperasi, jalan hubung antardesa pun tidak terbangun sebagai jalan permanen/beton. 80 Selain itu ada beberapa jemaat di pedalaman pulau Seram dan Buru yang terbangun dalam dua atau lebih kawasan atau Sektor Pelayanan dan dilayani oleh satu tenaga pendeta. Klasis pulaupulau merupakan fenomena yang unik sekaligus menantang pada aspek koordinatif pelayanan. Ternate sebagai klasis pulau-pulau malah kini tersisa 3 (tiga) Jemaat yakni Kota Ternate dan dua jemaat di pulau-pulau terkecil yakni Tifure dan Mayau (Pulau Batang Dua). Jemaat Kota Ternate dapat disebut sebagai jemaat transisi dalam arti lebih banyak tidak menetap dalam waktu yang panjang. Mereka adalah para pegawai atau personil TNI/Polri yang sewaktu-waktu dapat dimutasikan ke tempat lain. Bacan, Obi dan Sula juga merupakan kawasan Klasis pulau-pulau yang unik. Jemaat di pusat-pusat klasis ini kini kembali hidup membaur dengan basudara Muslim, kecuali pusat Klasis Obi dan Sula yang karena konflik masih ada di luar pusat klasis lama. 80 Pada klasis-klasis ini, di mana tidak terdapat sarana perhubungan darat (jalan raya), pada keadaan cuaca ekstrim akan sulit untuk perhubungan antarjemaat. Seram Barat dan Seram Timur adalah dua klasis di dataran pulau Seram dengan tipikal klasis pulau-pulau. Uniknya ialah jemaat-jemaat di pulau-pulau kecil yang terpisah dari dataran pulau Seram adalah jemaat-jemaat yang terbangun dalam riwayat konflik sosial Maluku 1999 dan kini kembali serta hidup dalam pembauran dengan basudara Muslim. Pada Klasis Pulau-pulau Lease, keberadaan tiap jemaat pun terbilang unik di semua pulaunya. Pulau Saparua lebih banyak merupakan jemaat homogen dalam satuan negeri adat yang memiliki hubungan genealogis dengan negeri-negeri Salam, misalnya Sirisori, Iha dan Ihamahu. Di Pulau Haruku keunikannya ada pada jemaat-jemaat yang juga memiliki pertalian genealogis dan kultural dengan negeri-negeri Muslim. Kariuw sebagai jemaat yang mengalami konflik sosial pun telah kembali dan membangun hidupnya di negerinya. Relasi dengan basudara Salam terus dibangun dalam kesadaran kultural. Pulau Nusalaut memiliki keunikan yang telah terbangun sejak zaman dahulu sampai saat ini, yakni di ketujuh negeri yang ada semuanya merupakan Jemaat GPM. Klasis pulau-pulau di Kepulauan Aru Tenagah dan Aru Selatan, Tanimbar Selatan, Tanimbar Utara, Pulau Babar, Babar Timur, Damer, Kisar, Wetar, Leti-Moa-Lakor adalah pulau-pulau dengan tingkat tantangan transportasi yang sangat tinggi selain oleh faktor cuaca tetapi lebih banyak pada terbatasnya sarana perhubungan laut. Hal mana sangat berdampak pada koordinasi pelayanan. Klasisklasis ini dan juga Klasis Kei Besar, Buru dan Buru Selatan, di mana tidak terbangun sarana perhubungan darat (dalam hal ini jalan raya) maka dalam keadaan cuaca ekstrim, perhubungan antar jemaat yang harus menempuh laut pun akan sulit dilakukan. 44

7 5) Jemaat khusus dan jemaat kategorial. Kedua ciri jemaat yang terakhir itu bersifat transteritorial. Khusus yakni jemaat khusus Hok Im Tong dan jemaat kategorial yang berbasis dalam Kesatuan TNI/Polri. 81 6) Jemaat teritorial dalam lokasi transmigrasi lokal (translok) dan nasional erat terkait dengan etos kerja (aspek ekonomi). Jemaat-jemaat tersebut ada di Klasis GPM Seram Utara, Masohi, Seram Barat Piru, Kairatu, Tanimbar Selatan dan Buru. 7) Jemaat baru yang terlembaga akibat Pemekaran Wilayah. Pemekaran Beberapa Kabupaten baru di Maluku seperti Kabupaten Buru Selatan serta Kabupaten Maluku Barat Daya ternyata berimplikasi terhadap pelembagaan jemaat baru di pusat kabupaten tersebut (Namrole, Tiakur). Jemaat-jemaat ini malah belakangan bertumbuh menjadi yang besar seiiring dengan hadirnya Pegawai Negeri dan keluarga, Pelaku usaha, Pelajar dan lain-lain Dinamika Kultural Jemaat GPM Corak budaya merupakan ciri tersendiri pada jemaat-jemaat GPM, dan penting diperhatikan dalam perencanaan pelayanan mengingat pendekatan kultural merupakan salah satu cara gereja melakukan kontekstualisasi teologi dan pelayanan. Selain itu dalam konteks masyarakat multikultural di Maluku dan Maluku Utara, paradigma kebudayaan menjadi aspek yang tidak bisa diabaikan. Gereja 81 Hok IM Tong, pada dasarnya merupakan gereja Etnis tionghoa, namun tidak tertup kemungkinan bagi anggota jemaat-jemaat GPM di luar etnis tionghoa menjadi bagian dari jemaat dan pelayanannya. 45

8 bertanggungjawab membentuk kesadaran persaudaraan dan koinonia transformatif dalam konteks beragama, bermasyarakat dan berbangsa. 82 Dalam wilayah pelayanan GPM terdapat beragam kebudayaan masyarakat antara lain masyarakat Halmahera, Lease, Ambon, Pulau Seram, Maluku Tenggara (Kei Besar dan Kei Kecil), Lemola, Babar, Kisar, Aru, Banda, Ternate, Sula, Tobelo, Bacan, Obi, Buru. Selain itu terdapat pula etnis Tionghoa, Jawa, Batak, Menado, Toraja, dan lainnya. Keragaman budaya (multikulturalisme) menjadi ciri kebudayaan masyarakat di GPM hingga tentunya terdapat cara pandang kebudayaan yang berbeda antara satu jemaat dengan lainnya. 83 Selain itu, satuan suku dan sub suku di Maluku dan Maluku Utara merupakan komunitas yang memiliki lebih dari 1000-an unit bahasa etnik (bahasa tanah, native language). Berbagai pranata sosial-budaya, ritus, simbol budaya masing-masing. Ide persaudaraan seperti pela-gandong, kaka-wait, larvul-ngabal, atau pranata kebudayaan yang berkaitan dengan fungsi pemeliharaan lingkungan dan keutuhan ciptaan seperti sasi, masohi, maren, babalu, sosoki, dapat menjadi kekuatan bagi gereja dalam mendorong pelayanan dalam perspektif keluarga Allah dan keutuhan ciptaan. Kearifan lokal seperti persekutuan soa, mata rumah, tiga batu tungku, mengandung nilai bersama yang penting PIP/RIP GPM , BAB I. 83 PIP/RIP GPM , BAB I. 84 PIP/RIP GPM , BAB I. 46

9 Hubungan pela dan gandong antarnegeri Sarane (Jemaat GPM) dan Salam juga menjadi salah satu ciri kultural jemaat-jemaat GPM, selain adanya hubungan genealogis antar marga dari komunitas negeri yang satu dengan negeri lainnya. 85 Selain itu, jemaat-jemaat yang adalah Suku Asli 86 di Buru dan Seram Utara masih memiliki hubungan dengan saudara-saudara mereka yang masih tetap dalam sistem suku/agama suku dan masih hidup dalam pola nomaden. Saudara-saudara yang masih dalam ikatan agama suku itu sering menjadi salah satu subjek pekabaran Injil Dinamika Pembangunan Daerah Pemekaran wilayah dan otonomi daerah telah memacu pertumbuhan pembangunan daerah dan kawasan di Maluku dan Maluku Utara. Jemaat-jemaat GPM di pusat pemerintahan Propinsi dan kabupaten merupakan jemaat dalam kawasan tumbuh cepat pada seluruh aspek kehidupan masyarakat. Pada kawasan tumbuh cepat ini, corak masyarakat kota menjadi dominan dan karena itu memerlukan manajemen perencanaan gereja yang cermat dalam menanggapi dinamika pembangunan dengan segala eksesnya. 87 Pada pusat pertumbuhan di luar ibu kota propinsi dan kabupaten yang lebih berorientasi pada pertanian, perkebunan, perikanan dan pertambangan, perlu pula manajemen perencanaan yang relevan dengan kemampuan masyarakat mengakses perkembangan pembangunan. 85 Misalnya persekutuan anak cucu marlou atau persaudaraan empat marga, masing-masing Bakarbessy (Waai) dengan marga Tawainella, Ohorela dan Umarella di Tulehu. 86 Dalam nomenklatur Pemerintah pada Kementrian Sosial, disebut sebagai Suku Terasing. 87 PIP/RIP GPM , BAB I. 47

10 Dalam rangka itu, peran klasis sangat vital untuk mengkoordinasi irama pertumbuhan pelayanan untuk merangsang pertumbuhan jemaat melalui mekanisme kemitraan antarjemaat dalam klasis atau dengan klasis di kawasan tumbuh cepat. Itulah sebabnya dokumen perencanaan gereja harus juga menjadi dokumen konsensus dengan stakeholders lain dalam masyarakat. Di samping kawasan tumbuh cepat dan tumbuh lambat dalam konteks wilayah pelayanan GPM, muncul pula konsep baru tentang kawasan terluar/perbatasan. Banyak jemaat-jemaat GPM berada pada kawasan terluar/perbatasan NKRI seperti jemaat-jemaat di Klasis Pulau-pulau Aru, MTB, MBD, Ternate yang kini diberi perhatian khusus oleh pemerintah dalam bentuk intervensi program pengembangan kawasan perbatasan Pemetaan Oraganisasi Struktur/Pola Organisasi GPM Pada bagian ini akan dijelaskan realitas struktur organisasi dan wilayah pelayanan sebagai pemahaman umum dalam menentukan prioritas pelayanan GPM Sesuai Tata Gereja GPM Bab VI Pasal 16, maka perangkat kepengurusan gereja adalah: a. Perangkat Kepengurusan Jemaat b. Perangkat Kepengurusan Klasis c. Perangkat Kepengurusan Sinode Dalam sistem perencanaan, setiap perangkat kepengurusan adalah unsur kelembagaan yang di dalamnya terdapat Badan Pembantu Pelayanan Gereja dan 88 PIP/RIP GPM

11 secara teknis bertugas untuk menjalankan program pelayanan gereja sebagai implementasi amanat panggilan dan pelayanan GPM. Secara garis besar berdasarkan pola organisasi GPM, struktur sinode diatur di dalam peraturana organiasi, BAB I ketentuan umum, pasal 1, sebagai berikut: GEREJA adalah Gereja Protestan Maluku, yang disingkat GPM. 2. SINODE adalah badan pengambilan keputusan tertinggi dalam jenjang kepemimpinan Gereja Protestan Maluku. 3. MAJELIS PEKERJA LENGKAP SINODE, selanjutnya disebut MPL Sinode adalah badan pengambilan keputusan di bawah Sinode. 4. MAJELIS PEKERJA HARIAN SINODE, selanjutnya disebut MPH Sinode adalah majelis pelaksana harian pelayanan dalam Gereja Protestan Maluku. 5. MAJELIS PERTIMBANGAN MPH SINODE, selanjutnya disingkat MP MPH Sinode adalah penasehat Majelis Pekerja Harian Sinode GPM. 6. PIP/RIPP adalah ketetapan gereja yang memuat pola pengembangan pelayanan dan seksi-seksi pelayanan Gereja. 7. SEKRETARIAT UMUM, adalah unsur staf perangkat pelaksana dari Majelis Pekerja Harian Sinode yang dipimpin oleh Sekretaris Umum. 8. DEPARTEMEN, adalah unsur pelaksana program-program MPH Sinode yang berada di bawah koordinasi Sekretaris Umum. 9. BADAN NON DEPARTEMEN, adalah unsur pembantu dari Majelis Pekerja Harian Sinode yang setingkat dengan Departemen, dibentuk oleh Majelis Pekerja Harian Sinode untuk menangani seksi-seksi tertentu yang 89 Peraturan Organik, GEREJA PROTESTAN MALUKU, Tentang Pola Organisasi Dan Tugas Kelembagaan GPM, Ketentuan Umum, pasal 1. 49

12 kedudukannya dapat bersifat sementara atau permanen di bawah koordinasi Sekretaris Umum. 10. BAGIAN berkedudukan sebagai pelaksana teknis di lingkungan sekretariatan Sinode. 11. SUB BAGIAN adalah sebagai pelaksana teknis yang berkedudukan di bawah bagian. 12. BIRO adalah bagian dari Departemen dan merupakan unsur staf untuk pelaksanaan pekerjaan-pekerjaan tertentu. Gambar 3. Struktur Sinode Secara garis besar berdasarkan pola organisasi GPM, struktur klasis diatur di dalam peraturana organiasi, BAB I ketentuan umum, pasal 1, sebagai berikut: KLASIS adalah kesatuan wilayah pelayanan GPM yang meliputi sejumlah jemaat yang terbentuk sebagai respons gereja terhadap tantangan geografis demi memperlancar penyelenggaraan pelayanan gereja. 90 Peraturan Organik, GEREJA PROTESTAN MALUKU, Tentang Pola Organisasi Dan Tugas Kelembagaan GPM, Ketentuan Umum, pasal 1. 50

13 2. PERSIDANGAN KLASIS adalah badan pengambilan keputusan tertinggi dalam jenjang kepemimpinan gereja di tingkat Klasis. 3. MAJELIS PEKERJA KLASIS selanjutnya disingkat MPK adalah majelis gerejawi yang berkedudukan di bawah Persidangan Klasis. Gambar 4. Struktur Klasis Secara garis besar berdasarkan pola organisasi GPM, struktur Klasis diatur di dalam peraturana organiasi, BAB I ketentuan umum, pasal 1, sebagai berikut: JEMAAT adalah persekutuan orang-orang percaya kepada Yesus Kristus, pada suatu tempat dan lingkungan secara territorial dan transteritorial tertentu dalam wilayah pelayanan GPM. 2. PERSIDANGAN JEMAAT adalah badan pengambilan keputusan tertinggi dalam jenjang kepemimpinan gereja di tingkat Jemaat. 91 Peraturan Organik, GEREJA PROTESTAN MALUKU, Tentang Pola Organisasi Dan Tugas Kelembagaan GPM, Ketentuan Umum, pasal 1. 51

14 3. JEMAAT TERITORIAL adalah persektuan orang-orang percaya kepada Yesus Kristus ada suatu lingkungan pelayanan jemaat tertentu di dalam wilayah pelayanan GPM. 4. JEMAAT KATEGORIAL adalah persekutuan orang-orang percaya kepada Yesus Kristus yang didasarkan pada kategori tertentu di dalam wilayah pelayanan GPM. 5. JEMAAT KHUSUS adalah persekutuan orang-orang percaya kepada Yesus Kristus yang sejarah kelahirannya adalah sebagai hasil pekabaran Injil dari dan kepada etnis Tionghoa di wilayah pelayanan GPM. 6. MAJELIS JEMAAT adalah adalah Badan Gerejawi yang berfungsi memimpin, mengarahkan pelayanan gereja, memperlengkapi warga jemaat, dan yang mewakili Jemaat berdasarkan Tata Gereja, Peraturan-peraturan dan Keputusankeputusan Gereja Protestan Maluku. Gambar 4. Struktur Jemaat 52

15 Dalam Struktur Organisasi Badan Pembantu Pelayanan GPM terdapat unsur pelaksana program Gereja seperti yang diperlihatkan pada gambar berikut ini. Gambar 5. Struktur organisasi Badan Pembantu Pelayanan GPM. Sumber: Salinan Ketetapan Hasil Persidangan XXXV Sinode GPM, Badan Pembantu Pelayanan ini melakukan tugas pelayanan gereja yang diterjemahkan dalam bentuk program pelayanan pada Departemen, Bidang dan Komisi Pelayanan. Sesuai dengan Tata Gereja dan Peraturan Pokok tentang Sinode, Klasis dan Jemaat, maka setiap badan pembantu pelayanan terkoordinasi di bawahh Sekretaris Umum, Sekretaris Klasis dan PHMJ. Karena itu Badan Pembantu Pelayanan melakukan secara teknis seluruh program gereja sebagai penjabaran PIP- RIPP GPM. Dalam logika perencanaan, setiap Departemen, Bidang dan Komisi Pelayanan harus memiliki dokumen operasional program yang sama sebagai implementasi PIP- RIPP. Karena PIP-RIPP memberi roh ke dalam perencanaan secara bersama walau pada level organisasi yang berbeda. 53

16 Pada logika itulah perlu didefinisikan secara tegas karakteristik program strategis pada aras sinode, program koordinatif pada aras klasis dan program implementatif pada aras jemaat Pola Induk Pelayanan dan Rencana Induk Penyelenggaran Pelayanan (PIP/RIPP) Pola Induk Pelayanan dan Rencana Induk Penyelenggaraan Pelayanan (PIP- RIPP), diatur dalam peraturan organisasi, tentang sinode, sebagai berikut: Pola Induk Pelayanan dan Rencana Induk Pengembangan Pelayanan selanjutnya disebut PIP-RIPP adalah garis-garis besar kebijakan pelayanan 10 (sepuluh) tahunan. 93 Pola Induk Pelayanan dan Rencana Induk Pengembangan Pelayanan (PIP- RIPP) Gereja Protestan Maluku (GPM) mulai dipolakan pada tahun 1983 sebagai respons GPM terhadap kehidupan bergereja yang makin dinamis di kepulauan Maluku, di mana gereja merasa perlu ada sebuah perencanaan strategis. 94 Muncul dalam waktu itu apa yang dikenal dengan Sentralisasi Visi 95 dan Desentralisasi Prakarsa. Konsep itu merupakan cara pandang GPM tentang perencanaan pelayanan gereja, di mana perencanaan umum dalam hal ini PIP-RIPP, merupakan kaidah penuntun atau visi sentral, yang selanjutnya dijabarkan dalam bentuk program pelayanan di tiap Badan Pembantu Pelayanan Gereja pada aras sinode, klasis dan jemaat (desentralisasi prakarsa). 92 Hal ini akan dijelaskan dalam Bab III PIP/RIP GPM Peraturan Pokok, GEREJA PROTESTAN MALUKU, Tentang Sinode, Ketentuan Umum, pasal 1, point k. 94 PIP/RIP GPM , BAB I. 95 Sentralisasi Visi dan Desentralisasi Prakarsa gagasan menjebatani orientasi pelayanan berbasis Visi besar GPM dalam 10 tahun rencana yang berbasis pada permasalahan jemaat, sekaligus jemaat memiliki ruang untuk menentukan arah dan kebijakan pelayanan berdasarkan kebutuhan jemaat sebagai prakarsa jemaat bersarkan pemasalah jemaat. 54

17 Sejalan dengan pemberlakuan rencana strategis terjadi perubahan siklus persidangan gereja sejak tahun 2012, di mana rangkaian persidangan dilakukan mulai dari Sidang Jemaat, Sidang Klasis, Sidang MPL dan Sidang Sinode GPM seperti yang digambarkan pada gambar 6 di bawah ini: Gambar 6. Rotasi Sidang Gerejawi GPM Perubahan seperti yang digambarkan pada gambar. 6 berimplikasi pada penetapan dokumen perencanaan yang lebih simultan dan dapat dijadikan acuan bersama secara merata pada semua Badan Pembantu Pelayanan di semua jenjang pelayanan GPM. 55

18 3.3 GPM Dalam Lintasan Sejarah: Era Kolonial dan Kemandirian, dalam konteks Maluku dan Indonesia Pengaruh Calvin dalam Gereja Protestan Hindia Belanda: Gereja Negara Agama Kristen yang masuk dan diterima merupakan agama yang datang dari daratan Eropa. Sebagai agama import, di bawa oleh orang Portugis dan Belanda pada abad 16 dan 17. van den End menyebutkan, agama Katolik yang dianut oleh Portugis dalam abad pertenagahan bersifat hirarkis. Kaum awam tidak memiliki suara dalam gereja. Mereka berada di bawahh imam-imam, dan imam di bawah paus. 96 Dengan begitu gereja mempunyai struktur organisasi yang rapih. Hal ini memungkinkan sebuah penyelenggaraan misi berjalan baik, bahkan untuk membangun keseragaman dalam ibadah-ibadah. 97 Kedatangan Potugis dan Belanda memiliki tujuan yang sama, yaitu untuk melakukan monopoli dagang di daerah Asia, termasuk Indonesia. Perjalanan dan proses yang panjang dilakukan oleh Portugis dan Spanyol, kemudian hari, di usir oleh Ternate sebagai basis Islam. Hal ini bukan kebetulan, tetapi sesungguhnya dipengaruhi paham tempat asal mereka. Orang-orang Portugis dan Spanyol pada abad pertenagahan hanya mengenal dua agama, yaitu agama suku dan agama Islam. Pengetahuan semacam itu diperkuat dengan pengalaman sejarah yang panjang, setelah berabad-abad lamanya dijajah oleh Islam. 98 Katolik dalam pandangan dan pengalaman di Barat, memiliki hubungan yang erat dengan gereja. Mereka merasa 96 Bagian ini menjadi penting untuk melihat perbandingan Katolik dan Protestan ketika memutuskan untuk otonom dari negara. Paham yang sangat erat dipisahkan oleh Protestan sebagai gereja mandiri, sehingga lebih bersifat teritori, sedangkan Katolik tetap mempertahankan pengaruh hirarki sebagai gereja bermental negara, dalam komando tepusat. 97 Th. van den End, Ragi Carita Sejarah Gereja di Indonesia 1, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1985), Ibid,

19 terpanggil untuk mepertahankan agam Kristen Katolik. Yang harus dihadapi adalah Islam dan juga agama suku sebagai agama kafir. Secara bersamaan dengan kehadiran Portugis dan Spayol, orang-orang Belanda (VOC) pun membawah Protestan, walapun sama-sama Kristen, tetap terjadi perlawan dari Portugis. Alasan dibalik itu, adalah reformasi yang telah terjadi menghapus ordo-ordo kebiaraan, yang turut melemahkan hubungan gereja dan negara pada saat itu. 99 Walupun begitu, Protestan pun sama, dalam pengertian ajaran gereja Calvin yang mewajibkan negara untuk mempertahankan iman dan melakukan pekabaran Injil. 100 Tahapan ini penting untuk dilihat. Pengaruh besar yang terjadi atas gereja bukan semata-mata persoalan politik dagang (ekonomi), imprealisme, imprealisme, tetapi agama, politik dan ekonomi saling berkelindang dalam satu dinamika global. Pengaruh terhadap pewarisan gereja setelah VOC bukan hal baru, tetapi merupakan sebuah pewarisan yang disebabkan oleh paham agama yang di bawa dari daerah Eropa. Secara historis, keberadaan GPM sangat dipengaruhi kolonialisme atas Indonesia, Maluku pada khususnya. Sebagai daerah rempah-rempah, terutama cengkeh pada zamannya, Maluku memiliki daya pikat untuk diperebutkan oleh bangsa-bangsa besar Eropa Portugis dan Belanda sejak abad ke Ibid, Ibid, Elizabeth Marantika, dkk. Delapan Dekade GPM Menanam, Menyiram, Bertumbuh dan Bebuah: Teologi GPM dalam Praksis Bangsa dan Bermasyarakat (Salatiga: Universitas Satya Wacana Pres, 2015), Ibid,

20 Embiro perkembangan GPM tidak bisa ditelusuri semata-mata dari latar belakang Gereja Protestan di Indonesia pada zaman Hindia-Belanda saja. Awal pekembangannya harus ditarik ke abad ke-19, sampai reorganisasi tahun 1935 sebagai era kemandirian GPM dalam perjalananya. 102 Namun demikian, tidak hanya GPM satu-satunya gereja dari hasil pekabaran Injil gereja protestan, ada Minahasa dan Timor yang menjadi bagian dari perjalanan gereja protestan pada massa itu. 103 Sejak tahun 1814, Josep Kam dan dua rekannya datang dari Belanda ke Indonesia, dianggap berhasil dalam pekerjaan penginjilan. Sebagai perutusan Lembaga Pekabar Injil (NZG), 104 setibanya di Indonesia, ia bekerja sejak zaman VOC sebagai lembaga negara, yang telah lebih dahulu melakukan pekabaran Injil, kemudian hari dinamakan sebagai Gereja Protestan di Indonesia pada zaman Hindia- Belanda. 105 Selain lembaga-lembaga PI yang melakukan Zendeling di sejumlah daerah, perlu bagi kita melihat struktur dan cara kerja GPI, meninjau kembali kebijakan pemerintah Hindia-Belanda dalam hal agama. Di bawah pengakuan Portugis dan VOC sebagai pemerintahan Kristen, mulai mengalami perubahan sejak tahun Sesudah VOC bubar pada tahun 1799, pemerintah Belanda mulai menerapkan kebijakan baru dengan azas pencerahan sesuai dengan fenomena perubahan di Eropa 102 Th. van den End dan J Weitjens, Ragi Carita Sejarah Gereja di Indonesia 2, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2011), Jumlah Anggota GPI sekitar tahun 1815, kurang lebih orang, di antaranya lebih orang Indonesia (Maluku Tenagah, Minahasa, Sangir dan NTT. Jumlah ini kemudian meningkat menjadi lebih pada tahun Ibid, Lembaga penginjilan yang di maksudkan adalah Zendeling, merupakan istilah yang digunakan untuk Nederlandsch Zendeling Genootschap (NZG), sebagai lembaga misionris dari Belanda. 105 Th. van den End, Ragi Carita Sejarah Gereja di Indonesia 1, Ibid,

21 saat itu. 106 Negara tidak akan campur tangan lagi dalam soal-soal agama. Namun demikian, cita-cita pencerahan tidak cocok dengan kepentingan penjajah (politikekonomi). 107 Akan tetapi, ada kenyataan yang tidak bisa ditinggalkan sebagai pewaris dari kekuasaan VOC sebelumnya. Dalam situasi tertentu yang alami oleh jemaat dan perlawanan Islam terhadap Hindia-Belada sebagai penjajah, maka lahirlah kebijakan untuk menata jemaat-jemaat. 108 Pada tahun , setelah Inggris mengembalikan derah jajahan Indomesia kepada Hindia Belanda, 109 terjadi penggabungan semua jemaat Protestan di Indonesia menjadi satu badan, yang diberi nama sebagai GPI dengan ketetapan aturan yang berlaku. 110 Secara garis besar, peraturan-peraturan tersebut sebagi berikut: Anggota GPI ialah semua orang Protestan. GPI dipimpin oleh suatu pengurus yang diangkat oleh Gubernur-Jenderal, berkedudukan di Batavia. Ketua harus seorang yang menjabat pangkat tinggi dalam 106 Ada penekanan untuk melakukan pembedaan anatara dua istilah yang digunakan untuk menjelaskan fenomena perubahan Barat, yaitu pencerahan dan reformasi. Istilah pencerahan digunakan oleh para sejarawan untuk menjelaskan zaman-zaman sejarah umat manusia pada masa renaisance. Penggunaan istilah reformasi umum dimaksudkan sebagai kesan terhadap sesuatu yang terjadi dengan Kekristenan di Eropa Barat. Kedua istilah tersebut memang berbeda, akan tetapi sama-sama digunakan sebagai penanda atas peristiwa penting yang terjadi. Kalau demikian, maka rujukan tahun terjadi pembubaran VOC pada tahun 1799, masuk pada abad ke-18. Artinya, pencerahan yang dimaksudkan adalah berkaitan dengan reformasi gereja di Eropa Barat. Alister E McGrath, Sejarah Pemikiran Reformasi, terj, Liem Sien Kie (BPK.Gunung Mulia: Jakarta, 1999), Th. van den End, Ragi Carita Sejarah Gereja di Indonesia 1, Ibid, Tahapan perubahan kebijakan Pemerintah Hindia-Belanda terkait dengan kondisi, tidak sesuai dengan azas reformasi yang dibawa dari Eropa dengan keadaan jemaat-jemaat yang telah diasuh oleh VOC sebelumnya. Hal ini membuat pemerintah Hindia-Belanda tidak konsiten sesuai dengan semangatnya. Yang perlu dilihat adalah dampak perubahan dari kebijakan selanjutnya. 109 Dikatakan oleh Lockher, pada tahun 1816 Belanda menerima kembali kekuasaan atas Indonesia dari tangan Inggiris, menurut UU Dasar Belanda tahun 1815, Raja berdaulat penuh atas jajahan-jajahan negaranya. Raja berkeinginan untuk menyatuhkan gereja-gereja menjadi satu sebagai cita-cita yang tidak bisa dilaksanakan di Belanda. Ini sebagai wujud pengabdian di bidang gerejawi, tetapi sayangnya tidak begitu membuakan hasil. Dr. G.P.H Locher, Tata Gereja Protestan Di Indonesia, (Bpk. Gunung Mulia: Jakarta, 1995), Th. van den End, Ragi Carita Sejarah Gereja di Indonesia 1, Ibid,

22 apartur negara. Pengurus lainnya ialah pendetapendeta jemaat protestan. 111 Selain jabatan struktural, ada juga aturan tugas pokok gereja: Tugas gereja ialah memelihara kepentingan agama Kristen pada umumnya dan Gereja Protestan seca khusus, menambahkan pengetahuan religius dan memajukan kesusilaan Kristen, dan memupuk cintah kasih kepada pemerintah dan tanah air. 112 Hirarki kepengurusan terdiri atas; ketua (president) dan khusus pendeta di Batavia, satu wakil ketua (vice precident), satu sekretaris (secretaris), dan tiga orang anggota (leden) dari Gereja Protestan di pusat (Batavia). 113 Kepengurusan gereja bekerja dengan keputusan raja sebagai legitimasi dengan surat keputusan (Koninklijk Besluit) tertanggal 28 Oktober 1840 No. 57). Keputusan raja antara lain: 114 hubungan pengurus Gereja Protestan dengan komisi untuk urusan gereja-gereja protestan di Hindia Belanda Timur dan Barat (Haagsche Commisie), berpusat di Den Haag, harus dilakukan di bawah pengawasan Gubernur Jenderal. 115 Kepengurusan gereja mulai melaksanakan tugasnya dengan menerapkan sistem pelayanan gereja berdasarkan hirarki pemerintahan gereja yang berlaku. Dalam melakukan tugas, pengurus gereja negara merupakan pelaksana dari instruksi pemerintah. Tugas wajib harus dilakukan, yaitu berhubungan dengan pemerintah Belanda melalui surat menyurat menyangkut perkembangan gereja yang berlangsung di Hindia Belanda Ibid,. 112 Ibid,. 113 Elizabeth Marantika, dkk. Delapan Dekade GPM Menanam, Menyiram, Bertumbuh dan Bebuah: Teologi GPM dalam Praksis Bangsa dan Bermasyarakat...Ibid, Raja yang dimaksudkan adalah Raja Willem I. 115 Ibid,. 116 Ibid,. 60

23 Wewenang Gubernur Jenderal mengangkat anggota-anggota Kollegie (Dewan) pengurus Gereja Protestan di Hindia Belanda sesuai dengan peraturan raja. Pengurus gereja pengurus gereja (Kerbestuur), mengangkat Majelis Gereja yang akan dipilih oleh warga jemaat, tetapi tidak terlepas dari pengawasan kepengurusan gereja. 117 Suasana gereja dalam kendali pemerintah sangat terasa dalam kehidupan bergereja di Maluku. Dengan pusatnya di Ambon, gereja di Maluku menerapkan pola bergereja dalam model sentralisasi sebagai satu kesatuan dalam Indische Kerk. Semua aktivitas gereja berpusat pada Majelis Gereja di kota Ambon yang bertangung jawab kepada Pengurus Gereja di Batavia. 118 Bukti yang menunjukkan sentralisasi dan pengawasan ini, yaitu pada tahun 1891 Residen Amboina mengeluarkan keputusan kepada pendeta pribumi, 119 C Habibu, di Soya untuk mengarahkan atau memperhatikan kesusilaan orang-orang Kristen setempat. 120 GPI yang bekerja bekerja sama dengan NZG memutuskan hubungan kerja sama pada tahun Namun demikian, tenaga Zendeling masih tetap dipakai. Mereka diberi status resmi sebagai tenaga pekerja GPI untuk tugas pendeta pembantu. Perubahan ini membawah dampak yang cukup besar, selain para misionaris yang tertampu, tetapi juga gagasan tentang perhatian tehadap orangorang Indonesia secara tersendiri, sehingga secara resmi pada tahun 1867 penyedian 117 Ibid, Ibid,. 119 Pendeta Pribumi merupakan terjemahan inlands leraar. Terjemahan harafihanya ialah: guru pribumi, namun kami pendeta pribumi untuk mencegah salah paham seakan-akan inlands learaar itu seorang guru sekolah (kendati ada yang memang menjadi guru sekolah). Terjemahan guru Injil tidak akan salah, karena merupakan istilah GPI, sedangkan Guru Injil merupakan tokoh serupa dalam lembaga-lembaga Zending. Th. van den End dan J Weitjens, Ragi Carita Sejarah Gereja di Indonesia 2. Ibid, Elizabeth Marantika, dkk. Delapan Dekade GPM Menanam, Menyiram, Bertumbuh dan Bebuah: Teologi GPM dalam Praksis Bangsa dan Bermasyarakat...Ibid, 4. 61

24 tenaga khusus orang-orang Indonesia termasuk di Maluku. Kebijakan ini yang menjadi peluang berdirinya Gereja Protestan Maluku (GPM) pada tahun Van den End menyebutkan istilah Maluku berkaitan dengan sejarah GPM harus mengingat beberapa hal, sebagai berikut: 122 1) Gereja Protestan di Maluku sampai 1935 merupakan gereja negara. Karena itulah, batas wilayah gereja bertindih dengan batas-batas administratif pemerintah. Daerah sebelum tahun 1866 dan sesudah 1926 disebut Gubernemen Maluku, lebih luas dari propinsi yang sekarang. Lebih luas, mencakup daerah Papua Barat dan Papua Barat, juga daerah Minahasa. 2) Tidak semua juga daerah batas resort pendeta Ambon bertindih dengan batas wilayah administrasi negara. Dalam abad ke-20, daerah Ternate termasuk resort Manado, dan pulau-pulau Barat daya dari Wetar sampai Sermata digabungkan dengan Resort Kupang. 3) Di bidang ekonomi, Maluku telah kehilagan kedudukan yang ditempati daerah itu dalam abad-abad sebelumnya. Pada Zaman Hindia Belanda, daerah pusat ialah pulau Jawa dan Sumatera; Maluku telah menjadi daerah pinggiran. Hanya Banda, Ambon, dan pulau-pulau Lease (khusus Saparua) tetap merupakan pusat penting. Setelah perkembangan organisasi gereja di Maluku, ada beberapa faktor yang turut menentukan perkembangannya: 123 1). GPI makin banyak mencurahkan perhatian pada pemerliharaan anggotanya yang berkebangsaan Indonesia. 2). Sekolah dipisahkan dari gereja, sehingga guru-guru sekolah tidak bisa lagi 121 Th. van den End dan J Weitjens, Ragi Carita Sejarah Gereja di Indonesia 2, Ibid, Ibid,

25 merangkap guru jemaat. 3). Sejak tahun 1890-an, wilayah GPI di Maluku bertambah luas dan jumlah anggota jemaatnya di daerah mulai semakin besar. Hubungan antara gereja dan negara sebagaimana Portugis dan Belanda sejak awal tidak dapat dipisahkan dengan alasan ekonomi dan politik, bahkan secara mentalitas. Selain itu sangat dipengaruhi ajaran gereja sendiri. Pewarisan terjadi sampai pada zaman Hindia-Belanda. Kondisi ini disebabkan oleh adanya pengaruh global menyentuh secara langsung. Artinya, perubahan paham hubungan gereja dan negara di Barat belum benar-benar berdampak perubahan sampai pada zaman Hindia-Belanda, gereja tetap sangat bersifat hirarki dan terpusat. 124 Gejolak besar sebelum terjadinya keinginan menjadi gereja mandiri, pengaruh global dari revolusi Prancis telah terjadi di Nederland. 125 Pengaruh ini disebutkan dipengaruhi oleh pemikiran Free-mason. 126 Tidak ada penjelasan tentang seperti apa 124 Tantangan itu datang dari keinginan Raja Willem ingin mempersatukan semua gereja Protestan. Awalnya gereja di Hindia-Belanda merupakan cabang dari gereja di Nederland. Pada masa VOC pemisahan sudah dilakukan dengan mendirikan Deputat (kalsis dan sinode) Gereja Hervormd Nederland untuk urusan masalah di wilayah VOC, pemerintah mendirikan komisi untuk urusan gereja-gereja protestan di Hindia-Belanda Timur dan Barat. Komisi diangkat oleh raja, jadi komisi ini bukan komisi gerejawi. Hanya saja yang menjabat komisi tersebut adalah Sekretaris sinode am Gereja Hervormd. Untuk lebih jelasnya tugas gereja, sinode am Gereja Hervormd meminta raja memberikan status gerejawi, agar permasalahan gereja di Hindia-Belanda Timur dan Barat diurus oleh gereja induk masing-masing. Namun demikian, raja tidak menyetujuinya. Seandainya raja menyetujui, maka upaya menyatukan Gereja Protestan menjadi satu tidak akan terjadi. Upaya menjadikan gereja menjadi satu ketika tahun 1853, Gereja Hervorm dan Lutheran dijadikan satu merupakan gagasan raja kemudian gagal, karena di luar gereja telah terbentuk jemaat-jemaat baru sebagai hasil karya Zendeling. G.P.H Locher, Tata gereja Protestan di Indonesia, terj. Jonthans dan Evie Item, (Bpk Gunung Mulia: Jakarta, 1995), Pengalihan pemerintahan Hindia-Belanda di masa pemerintahan Herman Willem Daendels, tahun Hal ini terkait dengan kemerosotan sosial berkepanjangan, sehingga Inggris berhasil merebut pulau jawa di bawahh kekuasaan Letnan Gubernur Thomas Raffles, Pada tahun 1811 Raffles diangkat sebagai Letnan Gubernur Jawa, ketika Kerajaan Inggris mengambil alih jajahan-jajahan ketika Kerajaan Belanda diduduki oleh Napoleon Bonaparte dari Prancis. Kemudian pada tahun 1815 dikembalikan kepada Belanda, setalah terjadi perdamaian di Eropa pada akhir perang Napoleon. Th. Stevens, Tarekat Mason Bebas di Hinida Belanda dan Indonesia , (Pustaka Sinar Harapan: Jakarta, 2004), Secara harafiah istilah free mason berasal dari dua suku kata, Free artinya bebas, Mason berasal dari bahasa Prancis yaitu Macon, artinya tukang batu. Nama ini merupakan nama kelompok asosiasi (organisasi rahasia). Tujuannya adalah berpihak kepada sesama manusia (philanthropic) dan 63

26 pengaruhnya, tetapi bahwa ide gereja harus mandiri telah tejadi seiring dengan perubahan pemerintahan di Belanda sejak raja Willem I. 127 Hal ini dilakukan dengan upaya pemisahan secara administratif dalam upaya reorganisasi. 128 Terjadi proses tarik menarik yang panjang dan tidak mudah dalam waktu singkat untuk mandiri dengan alasan hubungan gereja dan negara telah membudaya dan pertimbangan jemaat-jemaat belum proaktif untuk memelihara pelayanan Perjuangan Awam dan Gereja, Menuju Kemandirian Gereja Protestan Di Maluku, 6 September 1935 Dalam catatan penelitian F. Ukur dan F. L Cooley perlu dipaparkan tentang perkembangan gerakan oikumenis dan nasionalisme. Dua tahapan ini penting untuk melihat gereja di Indonesia lebih khusus juga gereja di Maluku dalam konteks nasional menuju kemandirian gereja dan kemerdekaan Perkembangan Hindia-Belanda pada abad ke-19 sampai abad awal abad ke-20 mengakibatkan jemaat-jemaat Protestan di Indonesia bermunculan secarah terpisahpisah dalam konteks suku-suku di daerah. Tidak aneh bahwa GPM pun menjadi bagian dari gereja suku atau teritorial. progresif. Kelompok ini sering disebut sebagai kelompok persaudaraan. Berdiri di Inggris sekitar abad 16-17, tepatnya pada tahun Vicomte Leon De Poncins, Freemasonry and Judaism: Secret Power Behaind Revolution, (Omni/Christian Book Club: France, 1996), Dikatakan, Mason Bebas di Hindia Timur (Indonesia) sudah ada sejak tahun Th. Stevens, Tarekat Mason Bebas di Hinida Belanda dan Indonesia Ibid, G.P.H Locher, Tata gereja Protestan di Indonesia, terj. Jonthans dan Evie Item...Ibid, Aksentuasi lain dari kemandirian telah terjadi sejak tahun Pemerintah Belanda yang memiliki pengaruh langsung terhadap negera jajahanya, melalui sidang parlemennya menyatakan keinginan tidak berkuasa atas Gereja Hervormd atau gereja lain mana pun yang terdapat di Hindia- Belanda. Sejak saat itu pihak Nederland maupun Indonesia berulang kali melakukan kemandirian lebih besar kepada Gereja Protestan. Gereja Protestan di Indonesia sendiri rupanya belum benar-benar siap. Hal ini didukung oleh ketetapan Regeeringsreflement vor Nederlandsch-Indie (Peraturan Pemerintah untuk Hindia Belanda). Dalam pasal 122, menyatakan bahwa tidak ada perubahan terhadap kepengurusan Gereja Kristen yang ada, kecuali dengan persetujuan pihak, yakni Raja dan Pengurus Gereja...Ibid,

27 Dasawarsa ketiga dalam abad ke-20, jemaat-jemaat masih berserakan sebagai sebagai hasil penyebaran Injil, sebelum menjadi gereja yang berdiri sendiri. Baru di tahun tiga puluhan terjadi penyatuan jemaat-jemaat menjadi gereja-gereja mandiri dengan tata gereja dan liturginya dan nyanyiannya. Faktor-faktor yang menyebabkan dan telah mempengaruhi serta mendorong percepatan proses kemandirian, yaitu: 130 1) Pengaruh pergerakan oikumene Sejak permualaan abad ke-20 telah lahir suatu pergerakan oikumene yang modern, sebagai hakekat melaksanakan pembaharuan dan kesatuan dalam dukungan gereja-gereja di seluruh dunia. Selain itu, perkembangan pemikiran oikumenis telah merubah pemahaman dan pandangan pekabaran Injil, sehingga badan-badan pekabaran Injil berubah menjadi daerah-daerah pekabaran Injil yang membentuk gereja sendiri ) Pengaruh pergerakan kebangsaan Penggalangan pergerakan nasional yang tercetusnya Budi Utomo di tahun Inti pergerakan ini adalah kemerdekaan dan persatuan Indonesia F. Ukur dan F. L Cooley, Jerih dan Juang: Laporan Nasional, (Lembaga Penelitian dan Studi DGI: Jakarta, 1979), Gerakan Oikumene ini sendirinya masuk dari kalangan Zendelingsconsulaat Batavia. Salah satu kegiatannya adalah melakukan penginjilan di kalangan mahasiswa. Terutama pada tokoh-tokoh bekas Nederlandsche Christien Studenten Vereniging (NSCV). Oikumene sering diartikan sebagai avision that commits atau suatu kesadaran yang bertangungjawab. Oikumen secara latin diartikan sebagai dunia yang dihuni manusia, tetapi kemudian mendapat arti teologis. Organisasi ini terbentuk pada tanggal 29 Agustus 1926 di Jakarta. Lihat..Kewarganegaraan yang bertangungjawab: Mengenang Dr. Johannes Leimena, Tentang pergerakan Budi Utomo, sebagian besar adalah parah kaum bangsawan yang memiliki latarbelakang pendidikan Belanda, dan bergabung bersama kelompok free mason pada Zaman Hindia-Belanda. Tokoh pendiri sekaligus pemimpin organisasinya, yaitu: Dr. Radjiman Wedyodiningrat, Mas Boediardjo, Raden Adipati Tirtokoesoemo, Pangeran Ario Notodirodjo dan Dr. Soetomoigus. Merekalah yang membawahkan ide-ide nasionalisme di dalam pidato-pidato dalam momen pertemuan organisasi dan aktif membangun lembaga-lembaga studi untuk kepentingan pribumi. Lihat: Artiwijaya, Gerakan Theosofi di Indoensiea: Menelusuri Jejak Aliran Kebatinan 65

28 Sejak penjajahan Portugis, kemudian sampai pada masa peralihan kekuasaan dari Inggris kembali ke Belanda, orang-orang pribumi (di Jawa dan Maluku) sebenarnya sudah memiliki keterlibatan dalam militer. Orang pribumi juga diizinkan menikmati pendidikan dari bangsa barat (kolonial), khusus kristen untuk memperkuat gereja Calvinis. Unjung tombak gerakan oikumenis dan pergerakan nasionalisme sebenarnya terletak pada tokoh-tokoh yang telah menikmati pendidikan Belanda. Tidak disadari, bahwa pemerintah Belanda memberi izin kepada warga pribumi menikmati pendidikan merupakan kesalahan yang dilakukan oleh mereka. Ini terlihat dari gencarnya perlawanan para tokoh intektual Indonesia, yang sudah memahami konsep Barat tentang demokarsi dan persamaan sebagai senjata perlawanan. 133 Peralihan abad ke-20, para intelektual Maluku di Jawa merasa sehati-sepikir dengan gerakan nasionlis yang baru muncul dalam iklim politik yang berubah. Orang Ambon yang terdidik ini termasuk yang pertama menyadari bahaya yang ditimbulkan karena terlalu dekat dengan hubunganya dengan Belanda. 134 Di Ambon, perlawanan aktif terjadi sejak an. Awal pergerakan ini tidak bersifat anti terhadap Belanda atau juga sebagai nasionalis Indonesia atau Ambon yang berjuang untuk kemerdekaan. Gerakan ini tidak loyal kepada pemerintah Hindia-Belanda, tetapi bercita-cita memperjuangkan persamaan hak dan ras sebagai manusia secara damai, sebagai kelompok non-politik. 135 Yahaudi sejak Zaman Hindia Belanda hing era Reformasi, (Pustaka AL-KAUTSAR: Jakarta, 2010), Dieter Bartels, Di bawahh Naungan Gunung Nunu Saku: Muslim Kristen Bedampingan di Maluku Tenagah Jilid II, terj. Frans Rijoly, (Kepustaan Populer Gramedia: Jakarta, 2017), Ibid,. 135 Ibid,

29 Organisasi-organisasi pergerakan sebenarnya telah mucul di Ambon pada tahun 1909, yaitu: Ambonsch Studiefonds (Dana Beasiswa Ambon), yang didirikan oleh Dr. W.K. Tehupeiory. Tujuannya adalah untuk menggalang dukungan finansial bagi para pemuda Ambon Kristen yang akan melanjutkan studi di Hindia-Belanda atau Eropa. 136 Kemudian muncullah sejumlah generasi kedua yang berpandangan Nasionalis, seperti Dr. J.B Sitanala 137, ahli penyakit lepra, dan Johanis Latuharhary, seorang ahli hukum yang kemudian menjadi gubernur pertama Propinsi Maluku. Keduanya belajar di Leiden-Belanda, dan aktif terlibat dalam organisasi Mahasiwa Nasionalis yaitu Perhimpunan Indonesia. 138 Dari embiro perjuangan para kaum intelektual ini, munculah tokoh-tokoh nasional Maluku lainnya, seperti A.J Patty yang mendirikan Sarekat Ambon, sebagai partai politik Ambon. Tujuannya untuk memperjuangkan kepentingan moral dan matreial rakyat Ambon dan ekonomi. Kelanjutan sarekat ini di pimpin oleh Johanis Latuharhary, Dominggus Ajawaila dan E.U. Pupella. Muncul Dr. G. A Siwabessy, yang aktif membangun asosiasi budaya, dan produktif memproduksi drama Maluku, asosiasi ini di bangun di Pulau Jawa. 139 Pergerakan mereka, sampai pada pendudukan jepang, dan kemerdekaan Indonesia. Dalam catatan Leirissa, ada juga organisasi Yong Ambon (biasa disebut Jong Ambon), yang terbentuk pada tahun 1917, oleh pelajar Stovia. Ketua pertamanya adalah Stoviaan J. Kayadu, yang juga menjadi anggota Sarekat Ambon. Tahun 1924, 136 Ibid,. 137 Dr. J.B Sitanala menjadi tokoh pendidikan di Maluku, berjasa mendirikan Univesita Pattimura (UNPATI) dan Pendidikan YPPK, Gereja Protestan Maluku. Kini nama Sitanala menjadi abadi di dalam dunia pendidikan milik pemerintah dan swasta di Maluku. 138 Ibid, Ibid,

30 muncul juga Vereninging Amboneshe Studenten (VAS), Toule Salehuwey menjadi ketuanya. Tokoh kedua kedua yang muncul adalah, Rechts Hogeschool (RHS), yang meneruskan tradisi lama, yaitu persepakbolaan. 140 Organisasi lainyang disebut juga, yaitu: Moluks Politiek Verbond, yang diketuai oleh Dr. Tehupeiory, dan Dr. Apituley adalah wakilnya. Berikutnya muncul tokoh-tokoh sepeti Dr. Johannes Leimena pendiri GMKI, berkaitan dengan kehadiran Mahasiswa Kristen di Indonesia, sebagai akibat dari masuknya gereja Protestan. Johannes Leimena sangat menjiwai kedua pemikiran antara oikumene dan nasionalisme, yaitu agama Kristen gerakan oikumene dan nasionalisme yang disadarinya sejak mahasiswa. 141 Di kalangan orang Maluku, keinginan untuk berdiri sendiri setelah gereja sudah timbul berbarengan dengan gerakan nasional. Ada keinginan untuk berdiri sendiri terlepas dari perwalian Pengurus di Batavia. Pada sidang raya I, dilakukan dalam rangka berkumpulnya wakil-wakil dari berbagai jemaat pada pertama kalinya. Prakondisi dan tahapan penting kemandirian GPM, berbarengan juga dengan kesiapan sumber daya manusia (SDM), yang disiapkan sendiri sejak zaman VOC. Dengan perubahan di Prancis, kebijakan ini terhenti di masa kepemimpinan Dandels sebagai gubernur jenderal. Kehadiran Zending sejak 1864, ini adalah tahapan penting sebagaimana cerita tentang keberhasilan Josep Kam. Dalam tuntutan kebutuhan pelayanan jemaat-jemaat di Maluku, pada tahun 1870 pemeritntah mengeluarkan keputusan untuk mengangkat 140 Kewarganegaraan Yang Yertangungjawab, biografi Dr. Johannes Leimena yang ditulis Oleh Drs. R.Z. Leirisaa, MA Ibid,

BAB III METODE PENELITIAN. Untuk memperoleh data lapangan guna. penelitian ini, penulis menggunakan pendekatan

BAB III METODE PENELITIAN. Untuk memperoleh data lapangan guna. penelitian ini, penulis menggunakan pendekatan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Untuk memperoleh data lapangan guna penelitian ini, penulis menggunakan pendekatan penelitian kualitatif. Pendekatan kualitatif sangat mengandalkan manusia

Lebih terperinci

Perkembangan Gereja Protestan di Indonesia berjalan seiring. dengan berbagai gejolak politik yang terjadi sejak pertama kali

Perkembangan Gereja Protestan di Indonesia berjalan seiring. dengan berbagai gejolak politik yang terjadi sejak pertama kali BAB V Kesimpulan Perkembangan Gereja Protestan di Indonesia berjalan seiring dengan berbagai gejolak politik yang terjadi sejak pertama kali Gereja Protestan berdiri di Ambon pada abad ke-17 hingga lahirnya

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENULISAN

UKDW BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENULISAN BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENULISAN Masyarakat Karo terkenal dengan sikap persaudaraan dan sikap solidaritas yang sangat tinggi. Namun ironisnya sikap persaudaraan dan kekerabatan yang mewarnai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gereja adalah persekutuan orang percaya yang dipanggil oleh Allah dan diutus untuk menghadirkan Kerajaan Allah di dunia, ini merupakan hakikat gereja. Gereja juga dikenal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masehi Injili di Timor). Gereja Protestan Indonesia Barat (GPIB) pada waktu

BAB I PENDAHULUAN. Masehi Injili di Timor). Gereja Protestan Indonesia Barat (GPIB) pada waktu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat (GPIB) merupakan gereja yang dibentuk berdasarkan Keputusan Sidang Sinode Am ketiga Gereja Protestan di Indonesia (GPI) tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Tana Toraja merupakan salah satu daerah yang memiliki penduduk mayoritas beragama Kristen. Oleh karena itu bukan hal yang mengherankan lagi jikalau kita menjumpai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. agama-agama asli (agama suku) dengan pemisahan negeri, pulau, adat yang

I. PENDAHULUAN. agama-agama asli (agama suku) dengan pemisahan negeri, pulau, adat yang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keberagamaan orang Maluku, dapat dipahami melalui penelusuran sejarah yang memberi arti penting bagi kehidupan bersama di Maluku. Interaksiinteraksi keagamaan

Lebih terperinci

Pada tahun 30 Hijri atau 651 Masehi, hanya berselang sekitar 20 tahun dari wafatnya Rasulullah SAW, Khalifah Utsman ibn Affan RA mengirim delegasi ke

Pada tahun 30 Hijri atau 651 Masehi, hanya berselang sekitar 20 tahun dari wafatnya Rasulullah SAW, Khalifah Utsman ibn Affan RA mengirim delegasi ke Pada tahun 30 Hijri atau 651 Masehi, hanya berselang sekitar 20 tahun dari wafatnya Rasulullah SAW, Khalifah Utsman ibn Affan RA mengirim delegasi ke Cina untuk memperkenalkan Daulah Islam yang belum lama

Lebih terperinci

Pilihlah jawaban yang paling benar dengan memberi tanda silang (X) pada lembar jawaban yang telah tersedia!

Pilihlah jawaban yang paling benar dengan memberi tanda silang (X) pada lembar jawaban yang telah tersedia! I Pilihlah jawaban yang paling benar dengan memberi tanda silang (X) pada lembar jawaban yang telah tersedia! 1 Persekutuan orang-orang yang percaya kepada Yesus Kristus di sebut... A Persekutuan D. Ibadah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN MALUKU BARAT DAYA DI PROVINSI MALUKU

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN MALUKU BARAT DAYA DI PROVINSI MALUKU UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN MALUKU BARAT DAYA DI PROVINSI MALUKU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN MALUKU BARAT DAYA DI PROVINSI MALUKU

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN MALUKU BARAT DAYA DI PROVINSI MALUKU UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN MALUKU BARAT DAYA DI PROVINSI MALUKU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN MALUKU BARAT DAYA DI PROVINSI MALUKU

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN MALUKU BARAT DAYA DI PROVINSI MALUKU UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN MALUKU BARAT DAYA DI PROVINSI MALUKU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. beberapa tahap ketika kekristenan mulai berkembang tanah air Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. beberapa tahap ketika kekristenan mulai berkembang tanah air Indonesia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perjalanan agama Kristen masuk ke Indonesia memang panjang. Ada beberapa tahap ketika kekristenan mulai berkembang tanah air Indonesia. Agama Kristen memang bukan agama

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 1999 TENTANG PEMBENTUKAN PROPINSI MALUKU UTARA, KABUPATEN BURU, DAN KABUPATEN MALUKU TENGGARA BARAT

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 1999 TENTANG PEMBENTUKAN PROPINSI MALUKU UTARA, KABUPATEN BURU, DAN KABUPATEN MALUKU TENGGARA BARAT UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 1999 TENTANG PEMBENTUKAN PROPINSI MALUKU UTARA, KABUPATEN BURU, DAN KABUPATEN MALUKU TENGGARA BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

Pendidikan Agama Kristen Protestan

Pendidikan Agama Kristen Protestan Modul ke: 07Fakultas PSIKOLOGI Program Studi PSIKOLOGI Pendidikan Agama Kristen Protestan PEKABARAN INJIL DI INDONESIA Oleh : Drs. Sugeng Baskoro, M.M. Istilah "Injil" berasal dari bahasa Arab Inǧīl, yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menaklukkan Jayakarta dan memberinya nama Batavia 1. Batavia dijadikan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. menaklukkan Jayakarta dan memberinya nama Batavia 1. Batavia dijadikan sebagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Belanda datang ke Indonesia pertama kali pada tahun 1569 dan melabuhkan kapalnya di pelabuhan Banten. Pada tahun 1610 mereka membangun benteng sebagai tempat pertahanan

Lebih terperinci

Bab Satu Pendahuluan. Ciptaan: NN.

Bab Satu Pendahuluan. Ciptaan: NN. Bab Satu Pendahuluan Hela Rotan 1 Hela hela rotan e rotan e tifa jawa, jawa e babunyi Reff, rotan, rotan sudah putus sudah putus ujung dua, dua bakudapa e. Ciptaan: NN. Syair lagu di atas mengingatkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Perjamuan kudus merupakan perintah Tuhan sendiri, seperti terdapat dalam Matius 26:26-29, Mar

BAB 1 PENDAHULUAN. Perjamuan kudus merupakan perintah Tuhan sendiri, seperti terdapat dalam Matius 26:26-29, Mar BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dalam pengajaran gereja sakramen disebut sebagai salah satu alat pemelihara keselamatan bagi umat Kristiani. Menurut gereja-gereja reformasi hanya ada dua sakramen,

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN 1.1 PERMASALAHAN Latar Belakang Masalah

UKDW BAB I PENDAHULUAN 1.1 PERMASALAHAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 PERMASALAHAN 1.1.1 Latar Belakang Masalah Gereja Masehi Injili di Timor (GMIT) adalah Gereja mandiri bagian dari Gereja Protestan Indonesia (GPI) sekaligus anggota Persekutuan Gereja-Gereja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Dengan sengaja ditulis Calvinis, bukan Kalvinis, karena istilah ini berasal dari nama Johannes Calvin.

BAB I PENDAHULUAN. 1 Dengan sengaja ditulis Calvinis, bukan Kalvinis, karena istilah ini berasal dari nama Johannes Calvin. BAB I PENDAHULUAN 1. PERMASALAHAN 1.1. Latar Belakang Masalah Di lingkungan gereja-gereja Protestan sedunia, aliran atau denominasi Calvinis 1 (lebih sering disebut Reformed ataupun Presbyterian) hampir

Lebih terperinci

PERJUANGAN MELAWAN PENJAJAHAN

PERJUANGAN MELAWAN PENJAJAHAN PERJUANGAN MELAWAN PENJAJAHAN Saya siswa kelas 5A Siap Belajar dengan Tenang dan Tertib dan Antusias Pada abad ke-16 berlayarlah bangsa-bangsa Eropa ke wilayah Timur. Diantaranya adalah Portugis, Spanyol,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan taraf hidup masyarakatnya agar menjadi manusia seutuhnya yang

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan taraf hidup masyarakatnya agar menjadi manusia seutuhnya yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sejak masa orde lama, orde baru hingga era reformasi sekarang ini, pemerintah selalu melaksanakan pembangunan di segala bidang kehidupan guna meningkatkan taraf hidup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap organisasi baik itu organisasi profit. maupun non profit memiliki kebijakan mutasi.

BAB I PENDAHULUAN. Setiap organisasi baik itu organisasi profit. maupun non profit memiliki kebijakan mutasi. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap organisasi baik itu organisasi profit maupun non profit memiliki kebijakan mutasi. Kebijakan mutasi ini dalam organisasi profit berkaitan erat dengan pengembangan

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan 1.1 Latar belakang

Bab I Pendahuluan 1.1 Latar belakang 1 Bab I Pendahuluan 1.1 Latar belakang Bagi orang Asia, adat merupakan hal yang tidak terpisahkan dengan melekatnya identitas sebagai masyarakat suku. Hampir setiap suku mengenal adat sebagai bagian integral

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN

UKDW BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Permasalahan Pekabaran Injil (PI) atau penginjilan sering disebut juga dengan evangelisasi atau evangelisme, 1 merupakan salah satu bentuk misi Gereja. Kata Injil yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam era globalisasi saat ini, banyak orang. yang menulis dan meneliti tentang sumber daya

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam era globalisasi saat ini, banyak orang. yang menulis dan meneliti tentang sumber daya BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Masalah Dalam era globalisasi saat ini, banyak orang yang menulis dan meneliti tentang sumber daya manusia. Cardoso (2003) mengatakan salah satu sumber daya yang terdapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersebut mengantarkan orang untuk terbuka terhadap kebutuhan-kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. tersebut mengantarkan orang untuk terbuka terhadap kebutuhan-kebutuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah usaha sadar yang dilakukan oleh manusia untuk meningkatkan kesejahteraan hidupnya. Pendidikan akan membawa perubahan sikap, perilaku, nilai-nilai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang mempunyai beragam suku, agama dan budaya, ada

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang mempunyai beragam suku, agama dan budaya, ada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang mempunyai beragam suku, agama dan budaya, ada sekitar 1.340 suku bangsa di Indonesia. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) pada

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 1999 TENTANG PEMBENTUKAN PROPINSI MALUKU UTARA, KABUPATEN BURU, DAN KABUPATEN MALUKU TENGGARA BARAT

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 1999 TENTANG PEMBENTUKAN PROPINSI MALUKU UTARA, KABUPATEN BURU, DAN KABUPATEN MALUKU TENGGARA BARAT UNDANG-UNDANG NOMOR 46 TAHUN 1999 TENTANG PEMBENTUKAN PROPINSI MALUKU UTARA, KABUPATEN BURU, DAN KABUPATEN MALUKU TENGGARA BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa berhubung

Lebih terperinci

lambang dan Citra citra Rakyat (PERSETIA. 1992), hlm.27 6 Scn 3, hlm

lambang dan Citra citra Rakyat (PERSETIA. 1992), hlm.27 6 Scn 3, hlm BAB I PENDAHULUAN 1. Permasalahan 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia pada hakekatnya adalah makhluk berbudaya, karena itu manusia tidak dapat lepas dari budaya yang dianutnya. Suatu budaya memiliki nilai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Yogyakarta sebagai Runggun dan termasuk di dalam lingkup Klasis Jakarta-Bandung.

BAB I PENDAHULUAN. Yogyakarta sebagai Runggun dan termasuk di dalam lingkup Klasis Jakarta-Bandung. BAB I PENDAHULUAN A. Permasalahan 1. Latar Belakang Masalah Gereja 1 dipahami terdiri dari orang-orang yang memiliki kepercayaan yang sama, yakni kepada Yesus Kristus dan melakukan pertemuan ibadah secara

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN. Kristen sejauh ini hanya berdasarkan wacana teologi atau lebih dari itu terfokus

BAB VI KESIMPULAN. Kristen sejauh ini hanya berdasarkan wacana teologi atau lebih dari itu terfokus BAB VI KESIMPULAN Berbagai penelitian yang pernah dilakukan berkaitan dengan wacana agama Kristen sejauh ini hanya berdasarkan wacana teologi atau lebih dari itu terfokus tema etika, dan moralitas agama

Lebih terperinci

3. Sistem Rekrutmen Pengerja Gereja (vikaris) Gereja Kristen Sumba

3. Sistem Rekrutmen Pengerja Gereja (vikaris) Gereja Kristen Sumba 3. Sistem Rekrutmen Pengerja Gereja (vikaris) Gereja Kristen Sumba 3.1 Selayang Pandang Gereja Kristen Sumba Gereja Kristen Sumba adalah gereja yang berada di pulau Sumba Provinsi Nusa Tenggara Timur.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang tertuang dalam pasal 29 ayat (2) UUD NRI 1945, yaitu : kolonialisme ketika kedatangan Portugis pada awal abad ke-16 1.

BAB I PENDAHULUAN. yang tertuang dalam pasal 29 ayat (2) UUD NRI 1945, yaitu : kolonialisme ketika kedatangan Portugis pada awal abad ke-16 1. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang menghargai setiap hak asasi warga negaranya, termasuk hak asasi untuk beribadat dan memeluk agamanya seperti yang tertuang dalam

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Bab ini menyajikan kesimpulan dari hasil. penelitian yang telah dilakukan. Kesimpulan yang. diambil kemudian menjadi dasar penyusunan

BAB V PENUTUP. Bab ini menyajikan kesimpulan dari hasil. penelitian yang telah dilakukan. Kesimpulan yang. diambil kemudian menjadi dasar penyusunan BAB V PENUTUP Bab ini menyajikan kesimpulan dari hasil penelitian yang telah dilakukan. Kesimpulan yang diambil kemudian menjadi dasar penyusunan implikasi baik dari aspek teoritis maupun praktis. 5.1

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN KEISTIMEWAAN PROPINSI DAERAH ISTIMEWA ACEH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN KEISTIMEWAAN PROPINSI DAERAH ISTIMEWA ACEH UNDANG-UNDANG NOMOR 44 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN KEISTIMEWAAN PROPINSI DAERAH ISTIMEWA ACEH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa sejarah panjang perjuangan rakyat Aceh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab I ini, penulis menjelaskan latar belakang terjadinya penulisan Disiplin

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab I ini, penulis menjelaskan latar belakang terjadinya penulisan Disiplin BAB I PENDAHULUAN Dalam bab I ini, penulis menjelaskan latar belakang terjadinya penulisan Disiplin Gereja dengan Suatu Kajian Pastoral terhadap dampak Psikologis bagi orang-orang yang dikenakan Disiplin

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG MASALAH

UKDW BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG MASALAH Ibadah etnik merupakan salah satu bentuk ibadah yang memberi ruang bagi kehadiran unsurunsur budaya. Kehadiran unsur-unsur budaya yang dikemas sedemikian rupa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Suku Karo itu suku bangsa Haru kemudian di sebut Haru dan akhirnya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Suku Karo itu suku bangsa Haru kemudian di sebut Haru dan akhirnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Suku Karo itu suku bangsa Haru kemudian di sebut Haru dan akhirnya dinamai suku Karo sekarang ini (P. Sinuraya,2000: 1). Setelah hancurnya Kerajaan Haru Wampu, Kerajaan

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan UKDW

Bab I Pendahuluan UKDW Bab I Pendahuluan A. Latar Belakang Gereja Kristen Jawa (GKJ) Immanuel Ungaran merupakan salah satu gereja yang terletak di Kecamatan Ungaran Barat Kabupaten Semarang dengan jemaat berjumlah 417 jiwa.

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Dasar Pemikiran : Hipotesis Pengarah Konflik menyebabkan keterpurukan dan cenderung mengarahkan masyarakat korban konflik kembali ke negeri asal sebagai bentuk jaminan keamanan

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN

UKDW BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A. PERMASALAHAN 1. Latar Belakang Masalah a) Gambaran GKP Dan Konteksnya Secara Umum Gereja Kristen Pasundan atau disingkat GKP melaksanakan panggilan dan pelayanannya di wilayah Jawa

Lebih terperinci

BAB I Pendahuluan UKDW

BAB I Pendahuluan UKDW BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang Masalah Indonesia memiliki latar belakang budaya yang kaya karena berbagai macam suku hidup di negeri ini. Salah satu sukunya adalah suku Minahasa. Minahasa sendiri

Lebih terperinci

BAB IV BUDAYA DAN ALAM PIKIR MASA PENGARUH KEBUDAYAAN ISLAM DAN BARAT

BAB IV BUDAYA DAN ALAM PIKIR MASA PENGARUH KEBUDAYAAN ISLAM DAN BARAT BAB IV BUDAYA DAN ALAM PIKIR MASA PENGARUH KEBUDAYAAN ISLAM DAN BARAT A. Pengaruh Kebudayaan Islam Koentjaraningrat (1997) menguraikan, bahwa pengaruh kebudayaan Islam pada awalnya masuk melalui negara-negara

Lebih terperinci

TATA GEREJA PEMBUKAAN

TATA GEREJA PEMBUKAAN TATA GEREJA PEMBUKAAN Bahwa sesungguhnya gereja adalah penyataan Tubuh Kristus di dunia, yang terbentuk dan hidup dari dan oleh Firman Tuhan, sebagai persekutuan orang-orang percaya dan dibaptiskan ke

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sejarah gereja di Indonesia tidak bisa dipisahkan dari kolonialisme yang dilakukan oleh bangsabangsa Eropa. Karena kekristenan datang ke Indonesia bersama

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM KANTOR RESOR IMIGRASI POLONIA. Indonesia dan kota terbesar di Pulau Sumatera. Kota Medan pada awalnya merupakan

BAB II GAMBARAN UMUM KANTOR RESOR IMIGRASI POLONIA. Indonesia dan kota terbesar di Pulau Sumatera. Kota Medan pada awalnya merupakan BAB II GAMBARAN UMUM KANTOR RESOR IMIGRASI POLONIA Medan sebagai ibu kota Propinsi Sumatera Utara adalah kota kelima terbesar di Indonesia dan kota terbesar di Pulau Sumatera. Kota Medan pada awalnya merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sejak masuknya bangsa Belanda dan tata-hukumnya di nusantara tahun 1596

I. PENDAHULUAN. Sejak masuknya bangsa Belanda dan tata-hukumnya di nusantara tahun 1596 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sejak masuknya bangsa Belanda dan tata-hukumnya di nusantara tahun 1596 berlakulah dualisme hukum di Indonesia, yaitu di samping berlakunya hukum Belanda kuno

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Permasalahan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Permasalahan BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Permasalahan Pendidikan iman anak tentunya bukanlah hal yang dapat dianggap sepele. Banyak pihak bertanggung jawab dalam pelaksanaan pendidikan iman bagi anak-anak kecil

Lebih terperinci

BAB III. Deskripsi Proses Perumusan Tema-Tema Tahunan GPIB. 1. Sejarah Singkat GPIB. GPIB (Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat) adalah bagian

BAB III. Deskripsi Proses Perumusan Tema-Tema Tahunan GPIB. 1. Sejarah Singkat GPIB. GPIB (Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat) adalah bagian BAB III Deskripsi Proses Perumusan Tema-Tema Tahunan GPIB 1. Sejarah Singkat GPIB GPIB (Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat) adalah bagian dari GPI (Gereja Protestan Indonesia) yang dulunya bernama

Lebih terperinci

UJIAN AKHIR SEMESTER 1 SEKOLAH MENENGAH TAHUN AJARAN 2014/2015 Nama : Mata Pelajaran : Sejarah

UJIAN AKHIR SEMESTER 1 SEKOLAH MENENGAH TAHUN AJARAN 2014/2015 Nama : Mata Pelajaran : Sejarah UJIAN AKHIR SEMESTER 1 SEKOLAH MENENGAH TAHUN AJARAN 2014/2015 Nama : Mata Pelajaran : Sejarah Kelas : 8 Waktu : 10.00-11.30 No.Induk : Hari/Tanggal : Senin, 08 Desember 2014 Petunjuk Umum: Nilai : 1.

Lebih terperinci

ANGGARAN DASAR PERSEKUTUAN PEMUDA KRISTIYASA GKPB BAB I NAMA, WAKTU DAN KEDUDUKAN

ANGGARAN DASAR PERSEKUTUAN PEMUDA KRISTIYASA GKPB BAB I NAMA, WAKTU DAN KEDUDUKAN ANGGARAN DASAR PERSEKUTUAN PEMUDA KRISTIYASA GKPB PEMBUKAAN Sesungguhnya Allah didalam Yesus Kristus adalah Tuhan dan Juruselamat dunia. Ia adalah sumber kasih, kebenaran, dan hidup, yang dengan kuat kuasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gereja di Papua yang dikenal sebagai Gereja Kristen Injili di Tanah Papua (GKI TP)

BAB I PENDAHULUAN. Gereja di Papua yang dikenal sebagai Gereja Kristen Injili di Tanah Papua (GKI TP) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gereja di Papua yang dikenal sebagai Gereja Kristen Injili di Tanah Papua (GKI TP) mulai disebut sebagai suatu gereja mandiri yaitu melalui sidang sinode umum yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dewasa ini, pertumbuhan ekonomi yang semakin pesat tidak dapat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dewasa ini, pertumbuhan ekonomi yang semakin pesat tidak dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dewasa ini, pertumbuhan ekonomi yang semakin pesat tidak dapat dihindari. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), Rabu (10/2), mencatat ekonomi Indonesia tumbuh

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN

UKDW BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Pembangunan Jemaat merupakan bidang yang baru dalam kekristenan, baik Protestan maupun Katolik dan masuk ke dalam ranah teologi praktis, di mana terjadi adanya perpindahan

Lebih terperinci

Kerajaan Ternate dan Tidore. Oleh Kelompok 08 : Faiqoh Izzati Salwa (08) Muhammad Anwar R (21) Shela Zahidah Wandadi (27)

Kerajaan Ternate dan Tidore. Oleh Kelompok 08 : Faiqoh Izzati Salwa (08) Muhammad Anwar R (21) Shela Zahidah Wandadi (27) Kerajaan Ternate dan Tidore Oleh Kelompok 08 : Faiqoh Izzati Salwa (08) Muhammad Anwar R (21) Shela Zahidah Wandadi (27) 1 Letak Kerajaan Sejarah Berdirinya Keadaan Kerajaan Kerajaan Ternate dan Tidore

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN

UKDW BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berbicara akan persoalan Perjamuan Kudus maka ada banyak sekali pemahaman antar jemaat, bahkan antar pendeta pun kadang memiliki dasar pemahaman berbeda walau serupa.

Lebih terperinci

Bab I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah

Bab I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah Bab I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Gereja Kristen Protestan Indonesia atau yang sering disingkat dengan nama GKPI adalah salah satu dari sekian banyak gereja yang ada di dunia ini. Sebagai bagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kompleksnya persoalan yang dihadapi Negara, maka terjadi pula. perkembangan di dalam penyelenggaraan pemerintahan yang ditandai

BAB I PENDAHULUAN. kompleksnya persoalan yang dihadapi Negara, maka terjadi pula. perkembangan di dalam penyelenggaraan pemerintahan yang ditandai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejalan dengan pesatnya perkembangan zaman dan semakin kompleksnya persoalan yang dihadapi Negara, maka terjadi pula perkembangan di dalam penyelenggaraan pemerintahan

Lebih terperinci

UKDW BAB I. Pendahuluan. 1.1 Latar belakang permasalahan. 1) Gambaran umum tentang orang Tionghoa yang ada di Indonesia.

UKDW BAB I. Pendahuluan. 1.1 Latar belakang permasalahan. 1) Gambaran umum tentang orang Tionghoa yang ada di Indonesia. BAB I Pendahuluan 1.1 Latar belakang permasalahan 1) Gambaran umum tentang orang Tionghoa yang ada di Indonesia. Orang-orang Tionghoa asli sudah datang ke pulau Jawa jauh sebelum kedatangan orang Barat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara eropa yang paling lama menjajah Indonesia adalah Negara Belanda

BAB I PENDAHULUAN. Negara eropa yang paling lama menjajah Indonesia adalah Negara Belanda BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia di jajah oleh bangsa Eropa kurang lebih 350 tahun atau 3.5 abad, hal ini di hitung dari awal masuk sampai berakhir kekuasaannya pada tahun 1942. Negara eropa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Gereja adalah sebuah persekutuan orang-orang percaya, sebagai umat yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Gereja adalah sebuah persekutuan orang-orang percaya, sebagai umat yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gereja adalah sebuah persekutuan orang-orang percaya, sebagai umat yang terpanggil dan dihimpun oleh Allah Bapa, keluar dari kegelapan menuju kepada Yesus Kristus

Lebih terperinci

BAB :1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB :1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB :1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Anggota gereja adalah juga anggota masyarakat di mana gereja itu berada, dan masyarakat adalah merupakan lingkungan sosial bergereja. Hubungan gereja dengan lingkungan

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN

UKDW BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Indonesia merupakan negara di wilayah Asia secara geografis yang diwarnai oleh dua kenyataan, yaitu kemajemukan agama dan kebudayaan, serta situasi kemiskinan

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN... TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN... TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN... TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 228

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Dalam bab ini dikemukakan data-data penelitian dan analisis dari

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Dalam bab ini dikemukakan data-data penelitian dan analisis dari BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN Dalam bab ini dikemukakan data-data penelitian dan analisis dari data penelitian berdasarkan kerangka teori, berdasarkan persoalan penelitian yaitu apa faktor penyebab terjadinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. asia, tepatnya di bagian asia tenggara. Karena letaknya di antara dua samudra,

BAB I PENDAHULUAN. asia, tepatnya di bagian asia tenggara. Karena letaknya di antara dua samudra, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar yang terletak di benua asia, tepatnya di bagian asia tenggara. Karena letaknya di antara dua samudra, yaitu samudra

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan Satu Pemerintahan (Depag RI, 1980 :5). agama. Dalam skripsi ini akan membahas tentang kerukunan antar umat

BAB I PENDAHULUAN. dan Satu Pemerintahan (Depag RI, 1980 :5). agama. Dalam skripsi ini akan membahas tentang kerukunan antar umat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia ditakdirkan menghuni kepulauan Nusantara ini serta terdiri dari berbagai suku dan keturunan, dengan bahasa dan adat istiadat yang beraneka ragam,

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Permasalahan

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Permasalahan Papua terkenal dengan pulau yang memiliki banyak suku, baik suku asli Papua maupun suku-suku yang datang dan hidup di Papua. Beberapa suku-suku asli Papua

Lebih terperinci

Disusun Oleh : Kelompok 5. 1.Alma Choirunnisa (02) 2.Anjar Kumala Rani (03) 3.Sesario Agung Bagaskara (31) 4.Umi Milati Chanifa (35) XI MIPA 5

Disusun Oleh : Kelompok 5. 1.Alma Choirunnisa (02) 2.Anjar Kumala Rani (03) 3.Sesario Agung Bagaskara (31) 4.Umi Milati Chanifa (35) XI MIPA 5 Disusun Oleh : Kelompok 5 1.Alma Choirunnisa (02) 2.Anjar Kumala Rani (03) 3.Sesario Agung Bagaskara (31) 4.Umi Milati Chanifa (35) XI MIPA 5 LATAR BELAKANG TOKOH PEMIMPIN KRONOLOGIS PETA KONSEP PERLAWANAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dikenal dengan keanekaragaman Suku, Agama, Ras dan Antar

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dikenal dengan keanekaragaman Suku, Agama, Ras dan Antar 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia dikenal dengan keanekaragaman Suku, Agama, Ras dan Antar Golongan (SARA). Luasnya wilayah Indonesia yang terdiri atas beribu pulau tersebar dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gereja Masehi Injili di Timor (GMIT) memiliki 44 wilayah klasis, 2.504 jemaat, dengan jumlah warga mencapai 1.050.411 jiwa yang dilayani oleh 1.072 pendeta, (Lap. MS-

Lebih terperinci

: SARJANA/DIPLOMA. PETUNJUK KHUSUS Pilihlah salah satu jawaban yang saudara anggap paling tepat diantara 5 pilihan yang tersedia

: SARJANA/DIPLOMA. PETUNJUK KHUSUS Pilihlah salah satu jawaban yang saudara anggap paling tepat diantara 5 pilihan yang tersedia MATA UJIAN BIDANG TINGKAT : P.ENGETAHUAN UMUM : SEJARAH : SARJANA/DIPLOMA PETUNJUK UMUM 1) Dahulukan menulis nama dan nomor peserta pada lembar jawaban 2) Semua jawaban dikerjakan di lembar jawaban yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. GPIB, 1995 p. 154 dst 4 Tata Gereja GPIB merupakan peraturan gereja, susunan (struktur) gereja atau sistem gereja yang ditetapkan

BAB I PENDAHULUAN. GPIB, 1995 p. 154 dst 4 Tata Gereja GPIB merupakan peraturan gereja, susunan (struktur) gereja atau sistem gereja yang ditetapkan 10 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Secara umum gereja berada di tengah dunia yang sedang berkembang dan penuh dengan perubahan secara cepat setiap waktunya yang diakibatkan oleh kemajuan

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI OBYEK DAN WILAYAH PENELITIAN

BAB II DESKRIPSI OBYEK DAN WILAYAH PENELITIAN BAB II DESKRIPSI OBYEK DAN WILAYAH PENELITIAN A. INPEX Masela Ltd. 1. Sejarah INPEX Corporation adalah perusahaan multinasional yang bergerak dalam industri hulu minyak dan gas bumi (migas). Industri ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang begitu unik. Keunikan negara ini tercermin pada setiap dimensi kehidupan masyarakatnya. Negara kepulauan yang terbentang dari

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 1999 TENTANG PEMBENTUKAN PROPINSI MALUKU UTARA, KABUPATEN BURU, DAN KABUPATEN MALUKU TENGGARA BARAT

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 1999 TENTANG PEMBENTUKAN PROPINSI MALUKU UTARA, KABUPATEN BURU, DAN KABUPATEN MALUKU TENGGARA BARAT UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 1999 TENTANG PEMBENTUKAN PROPINSI MALUKU UTARA, KABUPATEN BURU, DAN KABUPATEN MALUKU TENGGARA BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

Bab 7 PENUTUP A. Kesimpulan 1. Praktik Makan Patita

Bab 7 PENUTUP A. Kesimpulan 1. Praktik Makan Patita Bab 7 PENUTUP A. Kesimpulan 1. Praktik Makan Patita Suatu praktik dalam masyarakat tidak mungkin terpisah sepenuhnya dari kondisi riel masyarakat itu sendiri. Kondisi yang terkait dengan intensitas pelaksanaan

Lebih terperinci

Dalam rangka mewujudkan kehidupan bergereja yang lebih baik, GKJ Krapyak mempunyai strategi pelayanan kemajelisan sebagai berikut :

Dalam rangka mewujudkan kehidupan bergereja yang lebih baik, GKJ Krapyak mempunyai strategi pelayanan kemajelisan sebagai berikut : BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Jika melihat sekilas tentang bagaimana Gereja menjalankan karyanya -khususnya Gereja Kristen Jawa (GKJ)-, memang sangat tampak bahwa Gereja merupakan sebuah organisasi

Lebih terperinci

Wawasan Kebangsaan. Dewi Fortuna Anwar

Wawasan Kebangsaan. Dewi Fortuna Anwar Wawasan Kebangsaan Dewi Fortuna Anwar Munculnya konsep Westphalian State Perjanjian Westphalia 1648 yang mengakhiri perang 30 tahun antar agama Katholik Roma dan Protestan di Eropa melahirkan konsep Westphalian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dituturkan di sejumlah wilayah di Indonesia, dan ada pula bahasa-bahasa etnik

BAB I PENDAHULUAN. dituturkan di sejumlah wilayah di Indonesia, dan ada pula bahasa-bahasa etnik 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara multibahasa. Ada bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional dan bahasa resmi kenegaraan, ada bahasa Melayu lokal yang dituturkan di

Lebih terperinci

Sambutan Presiden RI pada ASIAN PARLIAMENTARY ASSEMBLY, Bandung-Jabar, Selasa, 08 Desember 2009

Sambutan Presiden RI pada ASIAN PARLIAMENTARY ASSEMBLY, Bandung-Jabar, Selasa, 08 Desember 2009 Sambutan Presiden RI pada ASIAN PARLIAMENTARY ASSEMBLY, Bandung-Jabar, 8-12-09 Selasa, 08 Desember 2009 Â SAMBUTAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PADA ACARA ASIAN PARLIAMENTARY ASSEMBLY DI GEDUNG MERDEKA,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sejarah Indonesia penuh dengan perjuangan menentang penjajahan.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sejarah Indonesia penuh dengan perjuangan menentang penjajahan. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sejarah Indonesia penuh dengan perjuangan menentang penjajahan. Perjuangan untuk memperoleh kemerdekaan Indonesia merupakan rangkaiaan peristiwa panjang yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Dalam kehidupan di Indonesia pluralitas agama merupakan realitas hidup yang tidak mungkin dipungkiri oleh siapapun. Di negeri ini semua orang memiliki kebebasan

Lebih terperinci

Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 45 TAHUN (45/1999) Tanggal: 4 OKTOBER 1999 (JAKARTA)

Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 45 TAHUN (45/1999) Tanggal: 4 OKTOBER 1999 (JAKARTA) UU 45/1999, PEMBENTUKAN PROPINSI IRIAN JAYA TENGAH, PROPINSI IRIAN JAYA BARAT, KABUPATEN PANIAI, KABUPATEN MIMIKA, KABUPATEN PUNCAK JAYA, DAN KOTA SORONG Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 45 TAHUN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Jubelando O Tambunan, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Jubelando O Tambunan, 2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Indonesia merupakan negara kepulauan yang mempunyai ciri keanekaragaman budaya yang berbeda tetapi tetap satu. Indonesia juga memiliki keanekaragaman agama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bertemunya masyarakat yang beragama, yang disebut juga sebagai jemaat Allah. 1

BAB I PENDAHULUAN. bertemunya masyarakat yang beragama, yang disebut juga sebagai jemaat Allah. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Persekutuan di dalam Yesus Kristus dipahami berada di tengah-tengah dunia untuk dapat memberikan kekuatan sendiri kepada orang-orang percaya untuk dapat lebih kuat

Lebih terperinci

BAB I Pendahuluan UKDW

BAB I Pendahuluan UKDW BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang. 1.1. Katekiasi di Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat (GPIB). Katekisasi adalah salah satu bagian dari pelaksanaan Pendidikan Kristiani. Menurut Pdt Lazrus H.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. PERMASALAHAN

BAB I PENDAHULUAN A. PERMASALAHAN BAB I PENDAHULUAN A. PERMASALAHAN A.1. Latar Belakang Masalah Memberitakan Injil dalam wacana kekristenanan dipandang sebagai tugas dan tanggung jawab melanjutkan misi Kristus di tengah dunia. Pemahaman

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI PAPUA

PEMERINTAH PROVINSI PAPUA PEMERINTAH PROVINSI PAPUA PERATURAN DAERAH PROVINSI PAPUA NOMOR 9 TAHUN 2008 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA SEKRETARIAT DAERAH DAN SEKRETARIAT DEWAN PERWAKILAN RAKYAT PAPUA PROVINSI PAPUA DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

KOLONIALISME DAN IMPERIALISME

KOLONIALISME DAN IMPERIALISME KOLONIALISME DAN IMPERIALISME Kolonialisme adalah pengembangan kekuasaan sebuah negara atas wilayah dan manusia di luar batas negaranya, seringkali untuk mencari dominasi ekonomi dari sumber daya, tenaga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara dan Gereja dalam hal subjeknya mempunyai kesamaan yakni warganegara (Sulasmono, 2010:17). Hal ini sejalan dengan pendapat Darmaputera (1994:16) yang menyatakan

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 45 TAHUN 1999 TENTANG PEMBENTUKAN PROPINSI IRIAN JAYA TENGAH, PROPINSI IRIAN JAYA BARAT, KABUPATEN PANIAI, KABUPATEN MIMIKA, KABUPATEN PUNCAK JAYA, DAN KOTA SORONG DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keyakinan dan kepercayaannya. Hal tersebut ditegaskan dalam UUD 1945

BAB I PENDAHULUAN. keyakinan dan kepercayaannya. Hal tersebut ditegaskan dalam UUD 1945 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk Republik dan memiliki wilayah kepulauan yang terbentang dari Sabang sampai Merauke. Oleh karena itu, Indonesia

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN

UKDW BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gereja hidup di tengah masyarakat. Gereja kita kenal sebagai persekutuan orangorang percaya kepada anugerah keselamatan dari Allah melalui Yesus Kristus. Yesus Kristus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ajarannya akan berbeda dengan mainstream, bahkan memiliki kemungkinan terjadi

BAB I PENDAHULUAN. ajarannya akan berbeda dengan mainstream, bahkan memiliki kemungkinan terjadi BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Masalah Dalam suatu masyarakat terdapat sebuah sistem dan komponen yang mendukung eksistensi komunitas. Komponen itu antara lain agama, kewarganegaraan, identitas suku,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Pada bab ini akan dibahas secara terperinci mengenai metode dan teknik penelitian yang digunakan oleh penulis dalam mengumpulkan sumber berupa data dan fakta berkaitan dengan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 173, 1999 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3894)

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 173, 1999 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3894) LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 173, 1999 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3894) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 1999 TENTANG PEMBENTUKAN PROPINSI

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN. kemasyarakatan yang bercorak Islam Modernis. Meskipun bukan merupakan

BAB VI KESIMPULAN. kemasyarakatan yang bercorak Islam Modernis. Meskipun bukan merupakan BAB VI KESIMPULAN 6.1. Kesimpulan Muhammadiyah adalah Gerakan Islam dan merupakan organisasi sosial kemasyarakatan yang bercorak Islam Modernis. Meskipun bukan merupakan organisasi politik namun sepanjang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemandirian dalam bidang daya dan kemandirian dalam bidang dana. 1 Kemandirian dalam

BAB I PENDAHULUAN. kemandirian dalam bidang daya dan kemandirian dalam bidang dana. 1 Kemandirian dalam 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Penatalayanan merupakan tanggung jawab gereja, ketika berada di tengah tengah dunia ini. Penatalayanan bukan merupakan tujuan yang hendak dicapai oleh gereja.

Lebih terperinci