Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "http://www.judiciary.senate.gov/hearings/hearing.cfm?id=8bbe59e76fc0b6747b22c32c9e014187"

Transkripsi

1 Negara Hukum dan Peran Hakim dalam Masyarakat Modern Pertama-tama saya ingin mengucapkan terima kasih kepada semua hadirin atas kedatangannya pada acara ini, serta atas undangan yang diberikan kepada saya untuk berbicara di sini. Saya sudah 6 hari ini berada di Indonesia. Merupakan sebuah kehormatan bagi saya untuk dapat mengunjungi negeri yang mengagumkan ini. Hari ini saya hendak membahas tentang negara hukum dan peran hakim dalam masyarakat modern. Peran hakim itu sangatlah penting. Kata-kata yang tertulis dalam konstitusi manapun, hanya akan dapat mencapai makna nyatanya dan secara hukum berlaku efektif, ketika terdapat suatu struktur pemerintahan yang baik, termasuk di dalamnya kekuasaan kehakiman yang independen. 1 Untuk menjaga berdirinya negara hukum, bagaimanapun juga, disyaratkan pula adanya suatu usaha bersama para pemegang otoritas dan warga negara dalam kehidupan bermasyarakat. 1. Negara hukum: apa arti istilah itu? Dalam pidatonya di hadapan parlemen pada tahun 1766, William Pitt mengucapkan kata-kata berikut ini: Setiap rumah seseorang adalah istananya [sendiri]. Walaupun angin dari keempat penjuru boleh saja berhembus melewatinya, namun Raja Inggris tak boleh memasukinya. Dalam negara demokrasi yang berlandaskan hukum, bahkan pemerintah sekalipun terikat pada hukum yang memuat jaminan perlindungan kebebasan bagi setiap individu, termasuk perlindungan bagi kelompok minoritas. Di dalam negara hukum, pemerintah mendorong rasa hormat terhadap hukum di antara semua warga negara, serta menghambat berkembangnya praktek main hakim sendiri di antara mereka. Di dalam negara hukum, hukum diberlakukan setara kepada siapapun juga. Sebagaimana diutarakan oleh Lord Bingham, mantan Ketua Mahkamah Agung Inggris dan Wales: Jika anda aniaya seekor penguin di dalam kebun binatang London, anda tak akan dapat lepas dari tuntutan hukum hanya karena anda adalah Presiden Republik. Negara hukum setidak-tidaknya meliputi tiga gagasan berikut: pemisahan kekuasaan, perlindungan hak-hak asasi manusia, serta akses yang terjangkau ke pengadilan yang independen. Secara umum: supremasi hukum, bukan [kekuasaan] orang. Benarkah di negara anda warga negara dapat menggugat pemerintah di pengadilan? tanya seorang delegasi dari negara demokrasi muda dalam kunjungannya ke Senat Amerika Serikat. Tentu saja, begitu jawabannya. Dan apakah pemerintah pernah kalah? Tentu pernah. Oh, lalu apakah kemudian hakimnya dipecat? Tidak. Delegasi tersebut heran dan seperti tak percaya. 1 Lihat S. Rabiner, Justice Scalia tells Senate Every Banana Republic has a Bill of Rights, Video persidangannya dapat didapatkan di sini: 1

2 Tema-tema mendasar ini sepertinya memang abstrak. Namun, coba anda renungkan sejenak, apa yang mungkin terjadi sebagai kebalikan dari negara hukum ini. Baru-baru ini, saya melihat situasi di Republik Demokratik Kongo yang di dalam sebuah koran di Belanda digambarkan sebagai berikut. Para politisi mencuri dari Negara tanpa terkena hukuman. Pemerintah tidak membayarkan gaji atau gaji tersebut terselip, sehingga guru-guru meminta uang sogokan dari para orang tua. Tak ada aparat kepolisian yang akan menangani pengaduan tindak pidana tanpa pelicin dalam bentuk uang tunai. Wartawan-wartawan membayar aparat keamanan untuk menghindari penangkapan. Tentara yang tak dibayar melindungi penjarahan dan para anggota paramiliter melakukan pemerkosaan. Korupsi melemahkan negara hukum. Apa yang dimaksud dengan pemisahan kekuasaan dan mengapa gagasan ini begitu penting, celakanya justru terlihat jelas dalam situasi-situasi di mana gagasan tersebut tak terwujud. Konkretnya, dalam situasi seperti itu berarti tak ada kebebasan berekspresi, tak ada hak atas peradilan yang jujur dan adil, serta tak ada hak atas perlindungan diri pribadi (privasi) di rumah anda sendiri. Atau, setidak-tidaknya, rakyat hanya dapat menikmati hak-hak semacam itu sebatas apa yang diperbolehkan oleh para penguasanya. Bukan hanya salah secara moral saja, namun situasi tersebut sepertinya juga tak mungkin dapat bertahan dalam waktu yang lama. Sejarah Eropa telah menunjukkan hal itu dan musim semi Arab tampaknya akan mengukuhkannya. Juga di negara-negara Arab, rakyat menuntut hengkangnya rezim penindas, serta menuntut jaminan yang lebih baik untuk kebebasan politik, demokrasi, dan hak-hak asasi manusia. Mereka menyerukan diambilnya tindakan-tindakan untuk memberantas korupsi, mengatasi pengangguran, serta menanggulangi kekurangan pangan. Kita tahu bahwa tak ada sistem yang lebih baik dari negara demokrasi berlandaskan hukum untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut. Sebuah demokrasi kokoh yang berlandaskan hukum menyediakan iklim terbaik bagi perkembangan ekonomi. Siapa yang akan mau berbisnis dengan sebuah negara di mana perjanjian-perjanjian tak dapat dilaksanakan dan satu-satunya yang pada akhirnya menentukan hanya apa yang dipikirkan oleh penguasanya, tanpa adanya pengawasan dan keseimbangan sama sekali? Dibutuhkan waktu, integritas, dan komitmen tanpa henti, untuk membangun sebuah negara demokrasi yang berlandaskan hukum di mana hukum lebih dari sekedar kata-kata di atas kertas, di mana tindakan-tindakan pemerintah benar-benar terikat pada aturan-aturan hukum, dan di mana akses ke pengadilan terjangkau oleh warga negaranya. Dan kualitas-kualitas itu harus ditunjukkan, bukan hanya oleh pengadilan-pengadilan yang dalam hal ini memegang peranan penting, namun juga oleh dua cabang kekuasaan pemerintahan yang lain. Perwakilan-perwakilan dari lembaga-lembaga tersebut memikul sebuah tanggung jawab bersama. Pemegang kekuasaan di dalam setiap cabang kekuasaan pemerintahan itu bertanggungjawab untuk menjelaskan, secara terus menurus, satu dari pelajaran-pelajaran sejarah terpenting: bahwa kekuasaan kehakiman yang independen merupakan prasyarat mutlak untuk berdirinya sebuah negara demokrasi berlandaskan hukum. Dan bahwa itulah wujud perlindungan yang ditawarkan oleh pengadilan bagi kepentingan-kepentingan dan hak-hak kelompok minoritas. 2. Pengadilan tak punya program (politik) Dalam menjalankan tugasnya, pengadilan-pengadilan tak punya agenda politik tertentu yang harus diikuti. Dalam hal ini, mereka berbeda dari politisi atau pemerintah. Para politisi biasanya bekerja 2

3 berdasar sebuah manifesto yang dibuat oleh partai mereka, yaitu sebuah kumpulan gagasan tentang berbagai permasalahan, seperti penyelenggaraan negara, tingkat intervensi pemerintah yang diperbolehkan, keamanan umum, sistem keuangan, energi yang berkelanjutan, masyarakat multikultural, dan sebagainya. Gagasan-gagasan tersebut berbeda dari satu partai ke partai yang lain. Program-program politik juga menyatakan tujuan-tujuan yang hendak diperjuangkan oleh partai jika partai tersebut berkuasa, berikut cara-cara yang akan digunakan untuk mencapai tujuan-tujuan itu. Gagasan-gagasan ini dikembangkan lebih lanjut dalam pernyataan-pernyataan sikap yang kemudian dibuat, baik di dalam, maupun di luar parlemen. Politisi yang terpilih menjadi anggota parlemen atau menduduki jabatan politik akan menjabarkan lagi tujuan dan cara mereka masing-masing. Pengadilan-pengadilan bekerja dengan cara yang sama sekali berbeda. Hakim-hakim tidak mempunyai manifesto. Ini bahkan merupakan hal yang mendasar bagi pelaksanaan fungsi mereka. Mereka terus waspada akan adanya bias, prasangka, serta pendapat-pendapat yang sepertinya mutlak. Mereka mencoba untuk memahami dan membuka ruang untuk mempertimbangkan argumen-argumen baru dan tak terduga yang diajukan kepada mereka. Pendeknya, mereka selalu bersedia dan wajib mengadopsi sikap yang segar dan obyektif setiap harinya. Hakim yang mengaku menjalankan tugas-tugasnya berdasar keyakinan politik sosial demokrat, liberal, atau keyakinan agama-agama tertentu, akan gagal untuk memahami dan justru melemahkan posisinya sendiri. Seorang politikus adalah seseorang yang berharap membantu masyarakat untuk maju. Sementara seorang hakim, dalam hal ini perhatikan juga konteksnya, karena hanya terkait pelaksanaan profesinya saja tidak mengharapkan apapun. Dia mengizinkan diajukannya suatu perkara kepadanya untuk direnungkan. Dia mendengar, membaca, mencoba untuk mengapresiasi dampak utuh dari argumen-argumen yang diutarakan, serta mempertanyakan apakah mungkin terdapat argumen-argumen lain. Lalu dia sampai pada sebuah putusan, dengan segala rasa hormat atas apa yang sebelumnya telah disampaikan kepadanya. Dalam hal ini, karenanya, hakim tidak berpegang pada suatu program politik tertentu, meskipun dalam menangani suatu perkara dia tentu harus memperhitungkan keamanan umum, masyarakat multikultural, serta sistem keuangan. Dia harus memutus, karena dia tak boleh menolak untuk memberikan putusan. Bukan hanya perbedaan-perbedaan institusional dan fungsional saja yang membedakan politisi dan hakim. Terdapat juga sebuah perbedaan praktis yang dapat dilihat dalam pekerjaan mereka sehari-hari. Tugas hakim adalah memberikan putusan yang obyektif dan independen dalam kasuskasus tertentu. Anda dapat menggambarkan pekerjaan ini sebagai sebuah kerajinan/keterampilan: dia mencoba untuk mendalami fakta-fakta yang diajukan kepadanya, sebagaimana seorang tukang kayu yang mengukur, menggergaji, mencocokkan ukuran-ukuran kayunya, serta mengencangkan sekrup. Kemudian (meskipun beragam proses seringkali berjalan bersamaan), hakim harus menetapkan aturan hukum mana yang dapat diterapkan pada fakta-fakta tersebut. Inipun berkaitan dengan soal keterampilan. Bagaimanapun, hakim-hakim bukanlah kepunyaan partai manapun di parlemen yang dapat mengendalikannya dengan tali kekang. Begitu juga sebaliknya, mereka mempunyai gagasangagasan mereka sendiri. Jika hakim-hakim dihadapkan pada sebuah perkara yang telah disediakan jawabannya oleh pembuat undang-undang, mereka akan menggunakan solusi yang telah ditentukan sebelumnya. Namun, seperti kita ketahui, masalahnya tidak selalu sesederhana itu. 3

4 3. Keadilan sebagai sebuah misi Apakah para hakim agung mempunyai kepentingan-kepentingan tertentu yang dituju, tanpa adanya program politik? Ya. Keadilan adalah sebuah misi dan pedoman bagi seorang hakim tak kurang dari keadilan. Namun, keadilan tak akan mungkin berupa suatu program yang menyediakan petunjuk-petunjuk yang merinci tentang bagaimana harus bertindak dalam kasuskasus spesifik. Sebagai sebuah misi, pertama-tama para hakim diwajibkan untuk adil dalam menangani perkara (pelaksanaan prosedur). Ini bukan berarti sekedar pemenuhan suatu prasyarat formal saja: para hakim dituntut untuk menyeimbangkan kepentingan-kepentingan yang saling bertentangan. Namun, bukan berarti ini dengan sendirinya akan menghasilkan suatu keluaran yang menuju pada satu arah tertentu atau sebaliknya. Seringkali, terdapat ruang diskresi. Dalam hal ini, hakim harus menyerap semua informasi dan baru kemudian sampai pada sebuah putusan. Bisa jadi dia harus mempertimbangkan pentingnya penggalakan penggunaan energi berkelanjutan melawan harapan yang sah (atas peraturan yang berlaku), atau pentingnya hubungan-hubungan baik antara berbagai kelompok etnis melawan pentingnya intervensi pemerintah yang tak boleh terlampau jauh. Di samping itu, seorang hakim bukanlah sebuah pulau yang berdiri sendiri, tapi dia juga harus memperhatikan kepastian hukum, karena warga negara mempunyai suatu harapan yang sah atas diterapkannya hukum secara konsisten. Terkait hal ini, sebuah pengadilan tertinggi akan memainkan peranan yang penting dan tak ada duanya. 4. Keberanian, ketepatan dan pikiran yang independen Hakim kita bisa saja menghasilkan suatu putusan yang tidak disukai oleh salah satu pihak, atau tidak secara langsung dapat diterima oleh kelompok-kelompok etnis terkait, atau oleh politisi atau pemerintah. Mungkin dia sudah menjajagi kemungkinan-kemungkinan ini sebaik-baiknya sebelumnya, sehingga memberikannya dasar-dasar alasan yang kuat dan jelas bagi putusannya itu. Namun, fakta bahwa sebuah putusan tidak disukai, bukan berarti dengan sendirinya bahwa pengadilan-pengadilan karenanya kehilangan legitimasinya. Justru inilah peran kekuasaan kehakiman sesungguhnya: untuk mewujudkan keadilan dalam perkara-perkara spesifik, terlepas dari apakah hasilnya kemudian memuaskan sebagian orang atau tidak. Dan justru dalam situasisituasi seperti inilah para aparat peradilan dapat menunjukkan bahwa mereka adalah hakim-hakim yang bagus, serta memperlihatkan keberanian dan ketepatan mereka. Apa yang ingin saya jadikan sebagai pusat perhatian saya di sini, tugas hakim bertujuan untuk menegakkan keadilan dalam perkara-perkara tertentu, bahkan jika putusannya ternyata membentur kuatnya pandangan-pandangan umum yang berkembang di masyarakat. Para hakim gagal memahami tugas mereka, jika mereka hanya sekedar mengikuti pandangan-pandangan itu saja. Jangan salah pahami dulu pendapat saya, karena di sini saya tidak sedang mengkritisi penyelesaian sengketa di luar pengadilan atau mediasi. Justru sebaliknya. Dalam banyak kasus, metode-metode tersebut dapat lebih bermanfaat daripada penggunaan proses peradilan, atau dapat juga mengikutinya. Namun, apabila para pihak ingin atau perlu mendengar pendapat pengadilan, maka terserah pengadilan untuk memutus seperti ini atau seperti itu, atau memerintahkan dijalankannya suatu putusan yang memberikan keadilan terkait hal-hal tertentu dalam perkara itu dan kepada orang-orang yang terlibat di dalamnya. 4

5 Bahwa terkadang pengadilan harus mengambil sikap yang bertentangan dengan pendapat umum atau mengutarakan pandangan yang dianggap negatif dalam suatu perkara tertentu, seharusnya itu tak membuatnya malu untuk mengutuk tindakan-tindakan penguasa jika memang itu diperlukan, memutus bebas terdakwa meskipun publik menuntutnya dihukum, serta menghukum terdakwa sekalipun dukungan untuk pembebasannya terdengar dari setiap sudut. Hal ini, tentu saja, menuntut putusan yang disertai pertimbangan mendalam dan menyeluruh. Putusan yang dapat menjelaskan mengapa hakim mengambil putusan yang bertentangan dengan pendapat umum yang berlaku itu. Terkadang sikap ini membutuhkan segumpal kepercayaan pada diri sendiri. Di sisi lain, para hakim juga kadang-kadang perlu memiliki rasa patuh pada aturan yang berlaku, apabila mereka tahu bahwa putusan mereka tidak akan dikuatkan pada tingkat banding atau tingkat kasasi. Jika itu terjadi, seharusnya mereka mewajibkan para pihak untuk mencari upaya hukum lebih lanjut. Namun, terkadang juga mereka harus berani untuk menuju ke suatu arah baru, untuk menunjukkan sikap kreatif dari ketidakpatuhan. Sebagaimana saya sampaikan sebelumnya, menjadi seorang hakim menuntut keberanian dan juga ketepatan. 5. Legitimasi fungsional dan institusional Dengan bertindak seperti itu, pengadilan-pengadilan memberikan legitimasi pada putusan-putusan mereka dan berharap dapat menumbuhkan kepercayaan. Akan tetapi, legitimasi itu tidak didasarkan penundukan pada harapan-harapan kelas penceloteh [pengamat politik, red.]. Mengutip sebuah artikel yang ditulis oleh Gibson dan Caldeira beberapa tahun yang lalu: Berdasarkan teori legitimasi, dalam situasi-situasi tertentu pengadilan mendapatkan otoritas moral yang menempatkannya di atas politik dan memberikannya kebebasan untuk membuat putusan-putusan yang tidak populer. Otoritas (atau legitimasi) moral ini berarti bahwa orang-orang menerima putusan-putusan pengadilan, meskipun mereka sesungguhnya tak sependapat, karena mereka memandang pengadilan sebagai institusi yang pantas untuk membuat putusan-putusan semacam itu. 2 Saya rasa penalaran [Gibson dan Caldeira] itu didasarkan pada gagasan tentang pengadilan yang jujur dan adil, yaitu meliputi diperhatikannya semua kepentingan terkait suatu perkara, dipertimbangkannya kepentingan-kepentingan tersebut, ditentukannya relevansi kepentingankepentingan itu, serta pada akhirnya diambilnya sebuah putusan yang sebaiknya dilakukan dalam batas waktu yang wajar. Untuk melaksanakannya, pengadilan didukung oleh sebuah sistem hukum yang memuat seperangkat aturan-aturan tertentu yang seringkali disuling dari gagasan-gagasan dan asas-asas yang telah ada berabad-abad lamanya. Aturan-aturan tersebut mencerminkan nilainilai utama, serta tak jarang mempunyai sebuah makna intrinsik, mengungkapkan perasaanperasaan yang berurat dan berakar tentang apa yang dimaksud dengan keadilan. Bayangkan saja, misalnya, asas kepemilikan, perlindungan atas nyawa manusia, atau perlindungan kehidupan bermasyarakat dari intervensi pemerintah yang terlampau jauh. 2 James L. Gibson dan Gregory A. Caldeira, Defenders of Democracy? Popular acceptance and the South African Constitutional Court, Journal of Politics, Vol. 65, No. 1, February 2003 (hlm. 1-30), hlm. 2. 5

6 6. Tata bahasa masyarakat Melalui putusan-putusan yang didasarkan pada keadilan dan diputuskan secara jujur dan adil, pengadilan memberikan sebuah kontribusi penting bagi sistem hukum yang akan saya sebut sebagai tata bahasa masyarakat, meminjam ungkapan yang pernah digunakan beberapa tahun yang lalu oleh mantan Perdana Menteri Perancis Dominique de Villepin. Tanpa adanya tata bahasa semacam itu, suatu masyarakat tak dapat berfungsi, kalau tidak bisa dibilang tak akan ada. Dengan melengkapi tata bahasa tersebut, serta menggunakannya dengan tepat, pengadilan dapat melahirkan suatu gagasan akan adanya stabilitas dan keterandalan. Ia tak rentan terhadap munculnya mode-mode sesaat yang mudah berubah. Apa yang harus ia hindari adalah berenang mengikuti arus atau meliuk-liuk seperti alang-alang tertiup angin. Ia harus tetap kokoh berdiri tegak. Hanya dengan begitu, pengadilan dapat berkontribusi pada stabilitas masyarakat. 7. Pentingnya informasi dan pendidikan Hakim hanya dapat memainkan peranannya secara efektif, jika gagasan kekuasaan kehakiman yang independen dan tidak berpihak telah cukup diterima di dalam masyarakat. Ini membawa saya pada topik terakhir saya, yaitu topik yang sangat penting untuk melindungi hubungan-hubungan konstitusional yang sehat di dalam negara demokrasi yang berlandaskan hukum. Dan itu adalah kebutuhan untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat luas mengenai hubungan-hubungan itu. Saya menggarisbawahi hal tersebut, karena ini menunjukkan betapa kuat ketergantungan kualitas negara hukum pada penduduk suatu negara. Negara hukum tersandang di bahu mereka dan melalui mekanisme demokrasi nasib negara hukum ini selanjutnya akan ditentukan. 8. Jelaskan dan tunjukkan Terdapat empat unsur yang sangat penting terkait diterimanya negara hukum oleh masyarakat. Pertama, syarat adanya putusan-putusan yang konsisten. Kedua, mendidik masyarakat tentang negara hukum. Ketiga, pelaksanaan kesadaran diri dan ketepatan bertindak dari mereka yang berkuasa, ketika mereka berkomentar tentang bagaimana pengadilan bekerja, serta keempat, memberikan informasi kepada masyarakat tentang kerja-kerja kita, serta peran kita sebagai hakim. Konsistensi Jika masyarakat mempunyai pengalaman bahwa hasil dari intervensi para hakim lebih tergantung pada kehendak (pribadi) para hakim yang memutus ketimbang didasarkan pada subtansi hukum, maka kekuasaan kehakiman tidak akan mendapatkan kewibawaan. Pendidikan Pengetahuan tentang tata pemerintahan kita tidaklah diwariskan (secara genetik) melalui lungkang gen, namun itu harus dipelajari, ujar Sandra Day O Connor, perempuan pertama yang berdinas pada Mahkamah Agung Amerika Serikat. Penelitian telah menunjukkan bahwa sementara dua pertiga warga negara Amerika dapat menyebutkan nama anggota dewan juri American Idols, hanya 15%-nya saja yang tahu nama Ketua Mahkamah Agung Amerika Serikat. Lebih memprihatinkan lagi, tak lebih dari sepertiga penduduk Amerika dapat menyebutkan tiga cabang kekuasaan pemerintahan. Sejak pensiun, O Connor telah berperan sebagai pelopor dalam mendidik masyarakat tentang negara hukum. Di Belanda, Prodemos, Rumah untuk Demokrasi dan Negara Hukum, merupakan sebuah bentuk inisiatif yang layak dipuji dalam memainkan peranan penting dan produktif terkait pendidikan masyarakat ini. Mungkin ada bagusnya juga jika para advokat, hakim, serta jaksa, mengunjungi sekolah-sekolah untuk berbicara mengenai pekerjaan mereka dan negara hukum. Para pensiunan 6

7 mungkin dapat memainkan peranan yang bermanfaat dalam aktivitas-aktivitas seperti ini bagaimanapun juga, seperti dikatakan sendiri oleh O Connor: Hakim tua itu seperti sepatu tua. Semua telah usang, kecuali lidahnya. Tanggapan yang lebih terukur Komentar-komentar dari perwakilan-perwakilan tiga cabang kekuasaan pemerintahan seharusnya tidak melemahkan kepercayaan publik kepada institusi-institusi negara. Karenanya, mereka memikul tanggung jawab untuk mengutarakan pendapatnya dengan cara yang moderat, sekalipun dalam menanggapi suatu insiden tertentu. Mereka juga seharusnya menahan diri untuk tidak membebani pengadilan dengan suatu instrumen yang sepertinya ditujukan untuk meningkatkan keamanan umum, misalnya, namun kenyataannya tak mungkin dilaksanakan, sehingga praktis hanya menimpakan kesalahan pada pengadilan. Sejalan dengan contoh ini, jika naiknya anggaran kepolisian berakibat pada naiknya perkara-perkara pidana, maka kapasitas kejaksaan dan pengadilan juga harus ditingkatkan. Ini bukan berarti bahwa tak ada kritikan yang boleh diungkapkan terhadap kekuasaan kehakiman: kita terbuka pada komentar kritis. Pada kenyataannya, keseluruhan sistem banding itu bahkan didasarkan pada kesadaran bahwa hakim juga dapat berbuat salah. Kritik membuat kita tetap menginjak bumi. Namun, dalam debat publik kritik-kritik itu semestinya diungkapkan juga dengan penghargaan atas posisi kita. Kritik yang dikeluarkan tidak pada waktunya atau dilakukan dengan sembrono akan merusak kekuasaan kehakiman, serta dapat mengganggu keseimbangan kekuasaan di dalam negara. Apa yang hendak saya coba sampaikan, jika para hakim mengungkapkan keprihatinannya terkait reaksi para politisi atau pembentuk opini atas putusan-putusan mereka yang terlalu menyederhanakan permasalahan, itu bukan soal ketidakmampuan untuk menerima kritik. Tunjukkan kepada orang-orang apa yang anda lakukan Hasil kerja kekuasaan kehakiman menuntut penjelasan. Kita tak dapat hanya sekedar melontarkan putusan-putusan atau gambar-gambar proses persidangan ke wilayah publik. Tindakan itu tidak menguntungkan siapapun juga. Pengetahuan mengenai konteksnya juga sangat dibutuhkan, supaya orang-orang benar-benar memahami apa yang kita lakukan. Selama bertahun-tahun, pengadilan-pengadilan di Belanda semakin baik dalam membangun esensi putusan-putusan mereka dengan bahasa yang dapat dipahami publik. Pengadilan-pengadilan menggunakan Twitter dan menerbitkan siaran-siaran pers, hakim-hakim dan jaksa-jaksa yang ditunjuk berbicara kepada media, serta terdapat berbagai bentuk lain dari penyediaan informasi publik, dari kunjungan-kunjungan masyarakat (open days) hingga pemutaran-pemutaran film rekonstruksi kasus dengan menggunakan Playmobil. Pengadilan-pengadilan bertanggungjawab menjamin ketersediaan dan keterjangkauan informasi yang jelas dan benar tentang penyelenggaraan peradilan, agar dapat diperoleh oleh masyarakat dan wartawan dengan semudah mungkin. 7

8 9. Kesimpulan Negara hukum merupakan sesuatu yang dinamis dan butuh perhatian terus menerus dari kita semua. Negara hukum harus didukung dan dijaga oleh rakyat dan tiga cabang kekuasaan pemerintahan secara bersama-sama. Negara hukum adalah sesuatu yang harus kita capai dengan kerja keras. Menjaga negara hukum, pada akhirnya, merupakan tugas pokok kita. Terima kasih atas perhatian anda. 8

Analisis Kewenangan Mahkamah Konstitusi Dalam Mengeluarkan Putusan Yang Bersifat Ultra Petita Berdasarkan Undang-Undangnomor 24 Tahun 2003

Analisis Kewenangan Mahkamah Konstitusi Dalam Mengeluarkan Putusan Yang Bersifat Ultra Petita Berdasarkan Undang-Undangnomor 24 Tahun 2003 M a j a l a h H u k u m F o r u m A k a d e m i k a 45 Analisis Kewenangan Mahkamah Konstitusi Dalam Mengeluarkan Putusan Yang Bersifat Ultra Petita Berdasarkan Undang-Undangnomor 24 Tahun 2003 Oleh: Ayu

Lebih terperinci

MENEGAKKAN TANGGUNG JAWAB MELINDUNGI: PERAN ANGGOTA PARLEMEN DALAM PENGAMANAN HIDUP WARGA SIPIL

MENEGAKKAN TANGGUNG JAWAB MELINDUNGI: PERAN ANGGOTA PARLEMEN DALAM PENGAMANAN HIDUP WARGA SIPIL MENEGAKKAN TANGGUNG JAWAB MELINDUNGI: PERAN ANGGOTA PARLEMEN DALAM PENGAMANAN HIDUP WARGA SIPIL Resolusi disahkan oleh konsensus* dalam Sidang IPU ke-128 (Quito, 27 Maret 2013) Sidang ke-128 Inter-Parliamentary

Lebih terperinci

PEDOMAN TENTANG PERANAN PARA JAKSA. Disahkan oleh Kongres Perserikatan Bangsa-Bangsa. Kedelapan. Tentang Pencegahan Kejahatan dan Perlakukan terhadap

PEDOMAN TENTANG PERANAN PARA JAKSA. Disahkan oleh Kongres Perserikatan Bangsa-Bangsa. Kedelapan. Tentang Pencegahan Kejahatan dan Perlakukan terhadap PEDOMAN TENTANG PERANAN PARA JAKSA Disahkan oleh Kongres Perserikatan Bangsa-Bangsa Kedelapan Tentang Pencegahan Kejahatan dan Perlakukan terhadap Pelaku Kejahatan Havana, Kuba, 27 Agustus sampai 7 September

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kekuasaan kehakiman menurut Undang-Undang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kekuasaan kehakiman menurut Undang-Undang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL Menimbang: DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

K168. Konvensi Promosi Kesempatan Kerja dan Perlindungan terhadap Pengangguran, 1988 (No. 168)

K168. Konvensi Promosi Kesempatan Kerja dan Perlindungan terhadap Pengangguran, 1988 (No. 168) K168 Konvensi Promosi Kesempatan Kerja dan Perlindungan terhadap Pengangguran, 1988 (No. 168) K168 - Konvensi Promosi Kesempatan Kerja dan Perlindungan terhadap Pengangguran, 1988 (No. 168) 2 K168 Konvensi

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2009 TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2009 TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2009 TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2009 2009 TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

LKjIP PA Watampone Tahun BAB I PENDAHULUAN

LKjIP PA Watampone Tahun BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A. Kondisi Umum Organisasi Penerapan prinsip-prinsip manajemen dalam sebuah organisasi pemerintahan merupakan elemen penting dan prinsip utama untuk mendukung lahirnya sebuah tata kelola

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA I. UMUM Bahwa hak asasi manusia yang tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945, Deklarasi Universal

Lebih terperinci

Kamar Kecil. Merokok. Agenda. Telepon selular

Kamar Kecil. Merokok. Agenda. Telepon selular 1 Kamar Kecil Merokok Agenda Telepon selular 2 Menjelaskan manfaat dari negosiasi yang efektif. Menjelaskan lima tahap negosiasi. Menekankan persiapan dan negosiasi berbasiskepentingan Menjelaskan bagaimana

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2009 2009 TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

13. KESIMPULAN. Majelis Hakim Yang Terhormat

13. KESIMPULAN. Majelis Hakim Yang Terhormat 13. KESIMPULAN Majelis Hakim Yang Terhormat Maksud saya menuliskan Pembelaan saya sendiri adalah untuk menyampaikan kebenaran dengan cara yang mudah dipahami, dengan demikian agar tidak ada lagi keraguan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa kekuasaan kehakiman menurut Undang-Undang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kekuasaan kehakiman menurut Undang-Undang

Lebih terperinci

Diadopsi oleh resolusi Majelis Umum 53/144 pada 9 Desember 1998 MUKADIMAH

Diadopsi oleh resolusi Majelis Umum 53/144 pada 9 Desember 1998 MUKADIMAH Deklarasi Hak dan Kewajiban Individu, Kelompok dan Badan-badan Masyarakat untuk Pemajuan dan Perlindungan Hak Asasi Manusia dan Kebebasan Dasar yang Diakui secara Universal Diadopsi oleh resolusi Majelis

Lebih terperinci

A. Kronologi pengajuan uji materi (judicial review) Untuk mendukung data dalam pembahasan yangtelah dikemukakan,

A. Kronologi pengajuan uji materi (judicial review) Untuk mendukung data dalam pembahasan yangtelah dikemukakan, 49 BAB III WEWENANG MAHKAMAH KOSTITUSI (MK) DAN PROSES UJIMATERI SERTA DASAR PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MEMPERBOLEHKAN PENINJAUAN KEMBALI DILAKUKAN LEBIH DARI SATU KALI. A. Kronologi pengajuan uji materi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Teknologi informasi dipercaya sebagai kunci utama dalam sistem informasi manajemen. Teknologi informasi ialah seperangkat alat yang sangat penting untuk bekerja

Lebih terperinci

b. bahwa Komisi Yudisial mempunyai peranan penting dalam usaha mewujudkan

b. bahwa Komisi Yudisial mempunyai peranan penting dalam usaha mewujudkan UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN

PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN I. UMUM Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menegaskan bahwa Indonesia adalah negara hukum.

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, LAMPIRAN II: Draft VIII Tgl.17-02-2005 Tgl.25-1-2005 RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

Demokrasi Sebagai Kerangka Kerja Hak Asasi Manusia

Demokrasi Sebagai Kerangka Kerja Hak Asasi Manusia Demokrasi Sebagai Kerangka Kerja Hak Asasi Manusia Antonio Pradjasto Tanpa hak asasi berbagai lembaga demokrasi kehilangan substansi. Demokrasi menjadi sekedar prosedural. Jika kita melihat dengan sudut

Lebih terperinci

Keterangan Ahli Tertulis. Dr. Luhut M.P Pangaribuan, SH.,LL. M. Di Mahkamah Konstititusi

Keterangan Ahli Tertulis. Dr. Luhut M.P Pangaribuan, SH.,LL. M. Di Mahkamah Konstititusi Keterangan Ahli Tertulis Dr. Luhut M.P Pangaribuan, SH.,LL. M. Di Mahkamah Konstititusi Perkara Nomor 76/PUU XII/2014 Tentang Pengujian Pasal 245 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 Tentang MPR, DPR, DPD,

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace mencabut: UU 5-1991 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 67, 2004 POLITIK. KEAMANAN. HUKUM. Kekuasaaan Negara. Kejaksaan. Pengadilan. Kepegawaian.

Lebih terperinci

Bab 1. Hak-hak Pasal 1 Setiap orang berhak atas penghidupan, kemerdekaan dan keselamatan pribadinya.

Bab 1. Hak-hak Pasal 1 Setiap orang berhak atas penghidupan, kemerdekaan dan keselamatan pribadinya. 1 Region Amerika Deklarasi Amerika tentang Hak dan Tanggung jawab Manusia (1948) Deklarasi Amerika tentang Hak dan Tanggung jawab Manusia Diadopsi oleh Konferensi Internasional Negara-negara Amerika Ke-9

Lebih terperinci

Impasialitas Hakim. Suparman Marzuki. Komisi Yudisial Republik Indonesia

Impasialitas Hakim. Suparman Marzuki. Komisi Yudisial Republik Indonesia Impasialitas Hakim Suparman Marzuki Komisi Yudisial Republik Indonesia IMPARSIALITAS HAKIM Suparman Marzuki Pendahuluan Menyusul tertangkapnya mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar oleh KPK,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 1 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membuat UU. Sehubungan dengan judicial review, Maruarar Siahaan (2011:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membuat UU. Sehubungan dengan judicial review, Maruarar Siahaan (2011: 34 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Judicial Review Kewenangan Judicial review diberikan kepada lembaga yudikatif sebagai kontrol bagi kekuasaan legislatif dan eksekutif yang berfungsi membuat UU. Sehubungan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1230, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA JAKSA AGUNG. Perilaku. Kode Etik. Jaksa. Pencabutan. PERATURAN JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER 014/A/JA/11/2012 TENTANG KODE PERILAKU JAKSA DENGAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : Mengingat : a. bahwa Negara Kesatuan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, : a. bahwa kekuasaan kehakiman menurut Undang-Undang

Lebih terperinci

PIAGAM DEWAN KOMISARIS PT UNILEVER INDONESIA Tbk ( Piagam )

PIAGAM DEWAN KOMISARIS PT UNILEVER INDONESIA Tbk ( Piagam ) PIAGAM DEWAN KOMISARIS PT UNILEVER INDONESIA Tbk ( Piagam ) DAFTAR ISI I. DASAR HUKUM II. TUGAS, TANGGUNG JAWAB DAN WEWENANG III. ATURAN BISNIS IV. JAM KERJA V. RAPAT VI. LAPORAN DAN TANGGUNG JAWAB VII.

Lebih terperinci

Prinsip Dasar Peran Pengacara

Prinsip Dasar Peran Pengacara Prinsip Dasar Peran Pengacara Telah disahkan oleh Kongres ke Delapan Perserikatan Bangsa-Bangsa ( PBB ) mengenai Pencegahan Kriminal dan Perlakuan Pelaku Pelanggaran, Havana, Kuba, 27 Agustus sampai 7

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULA DA SARA

BAB V KESIMPULA DA SARA 152 BAB V KESIMPULA DA SARA 5.1 Kesimpulan Bertitik tolak dari uraian dalam bab III dan IV yang merupakan analisa terhadap beberapa putusan Mahkamah Konstitusi tentang pengujian UU No. 10 tahun 2008 dan

Lebih terperinci

PERATURAN BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG KODE ETIK BADAN PEMERIKSA KEUANGAN

PERATURAN BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG KODE ETIK BADAN PEMERIKSA KEUANGAN PERATURAN BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG KODE ETIK BADAN PEMERIKSA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

*14671 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 4 TAHUN 2004 (4/2004) TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

*14671 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 4 TAHUN 2004 (4/2004) TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Copyright (C) 2000 BPHN UU 4/2004, KEKUASAAN KEHAKIMAN *14671 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 4 TAHUN 2004 (4/2004) TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG BANTUAN HUKUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG BANTUAN HUKUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG BANTUAN HUKUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa negara menjamin hak konstitusional setiap orang

Lebih terperinci

K100 UPAH YANG SETARA BAGI PEKERJA LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN UNTUK PEKERJAAN YANG SAMA NILAINYA

K100 UPAH YANG SETARA BAGI PEKERJA LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN UNTUK PEKERJAAN YANG SAMA NILAINYA K100 UPAH YANG SETARA BAGI PEKERJA LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN UNTUK PEKERJAAN YANG SAMA NILAINYA 1 K 100 - Upah yang Setara bagi Pekerja Laki-laki dan Perempuan untuk Pekerjaan yang Sama Nilainya 2 Pengantar

Lebih terperinci

Trio Hukum dan Lembaga Peradilan

Trio Hukum dan Lembaga Peradilan Trio Hukum dan Lembaga Peradilan Oleh : Drs. M. Amin, SH., MH Telah diterbitkan di Waspada tgl 20 Desember 2010 Dengan terpilihnya Trio Penegak Hukum Indonesia, yakni Bustro Muqaddas (58), sebagai Ketua

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. manapun (Pasal 3 Undang -Undang Nomor 30 Tahun 2002). Sebagai lembaga independen,

I. PENDAHULUAN. manapun (Pasal 3 Undang -Undang Nomor 30 Tahun 2002). Sebagai lembaga independen, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merupakan suatu lembaga negara yang dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya bersifat independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan manapun

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1999 TENTANG PERS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1999 TENTANG PERS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1999 TENTANG PERS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa kemerdekaan pers merupakan salah satu wujud kedaulatan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2002 TENTANG KOMISI PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2002 TENTANG KOMISI PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2002 TENTANG KOMISI PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kekuasaan kehakiman menurut Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I. Negara Indonesia yang diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus telah menyatakan diri sebagai negara berdasarkan atas hukum.

BAB I. Negara Indonesia yang diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus telah menyatakan diri sebagai negara berdasarkan atas hukum. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia yang diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945 telah menyatakan diri sebagai negara berdasarkan atas hukum. Pernyataan ini dengan jelas terlihat

Lebih terperinci

DEKLARASI PEMBELA HAK ASASI MANUSIA

DEKLARASI PEMBELA HAK ASASI MANUSIA DEKLARASI PEMBELA HAK ASASI MANUSIA Disahkan oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa tanggal 9 Desember 1998 M U K A D I M A H MAJELIS Umum, Menegaskan kembalimakna penting dari ketaatan terhadap

Lebih terperinci

KEPUTUSAN KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 215/KMA/SK/XII/2007 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PEDOMAN PERILAKU HAKIM

KEPUTUSAN KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 215/KMA/SK/XII/2007 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PEDOMAN PERILAKU HAKIM KEPUTUSAN KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 215/KMA/SK/XII/2007 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PEDOMAN PERILAKU HAKIM KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN KETUA MAHKAMAH AGUNG

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN I. UMUM

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN I. UMUM PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN I. UMUM Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menegaskan bahwa Indonesia adalah negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan keadilan, Sehingga secara teoritis masih diandalkan sebagai badan yang

BAB I PENDAHULUAN. dan keadilan, Sehingga secara teoritis masih diandalkan sebagai badan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keadilan merupakan salah satu kebutuhan dalam hidup manusia. kedudukan peradilan dianggap sebagai pelaksanaan kehakiman yang berperan sebagai katup penekan atas segala

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG ADVOKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG ADVOKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG ADVOKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Negara Indonesia sebagai negara hukum berdasarkan

Lebih terperinci

1. PELAPORAN Proses pertama bisa diawali dengan laporan atau pengaduan ke kepolisian.

1. PELAPORAN Proses pertama bisa diawali dengan laporan atau pengaduan ke kepolisian. KASUS PIDANA UMUM CONTOH-CONTOH KASUS PIDANA: Kekerasan akibat perkelahian atau penganiayaan Pelanggaran (senjata tajam, narkotika, lalu lintas) Pencurian Korupsi Pengerusakan Kekerasan dalam rumah tangga

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG BANTUAN HUKUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG BANTUAN HUKUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG BANTUAN HUKUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa negara menjamin hak konstitusional setiap orang

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.155, 2009 (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5074)

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.155, 2009 (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5074) LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.155, 2009 (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5074) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2009 TENTANG PENGADILAN TINDAK

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang Mengingat PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, : a. bahwa Negara Kesatuan Republik

Lebih terperinci

A. Penerapan Bantuan Hukum terhadap Anggota Kepolisian yang. Perkembangan masyarakat, menuntut kebutuhan kepastian akan

A. Penerapan Bantuan Hukum terhadap Anggota Kepolisian yang. Perkembangan masyarakat, menuntut kebutuhan kepastian akan BAB IV ANALISIS HUKUM TERHADAP PENERAPAN BANTUAN HUKUM DAN EFEKTIFITAS BANTUAN HUKUM BAGI ANGGOTA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA A. Penerapan Bantuan Hukum terhadap Anggota

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa kekuasaan kehakiman menurut Undang-Undang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kekuasaan manapun (Pasal 3 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002). Sebagai lembaga

I. PENDAHULUAN. kekuasaan manapun (Pasal 3 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002). Sebagai lembaga I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merupakan suatu lembaga negara yang dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya bersifat independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan manapun

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2002 TENTANG KOMISI PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2002 TENTANG KOMISI PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2002 TENTANG KOMISI PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN I. UMUM PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menegaskan bahwa Indonesia adalah negara

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

REFORMASI TATA KELOLA PERADILAN. Oleh Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH 1.

REFORMASI TATA KELOLA PERADILAN. Oleh Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH 1. REFORMASI TATA KELOLA PERADILAN Oleh Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH 1. MANAJEMEN PERADILAN Salah satu masalah yang sangat penting dalam upaya perbaikan sistem peradilan dan penegakan hukum dan keadilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Amandemen ketiga Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Amandemen ketiga Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Amandemen ketiga Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyebutkan negara Indonesia adalah negara hukum 1, hal tersebut dapat diartikan bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan ketiga Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan ketiga Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perubahan ketiga Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanahkan pembentukan sebuah lembaga negara dibidang yudikatif selain Mahkamah Agung yakninya

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

BAB 11 PENGHORMATAN, PENGAKUAN, DAN PENEGAKAN

BAB 11 PENGHORMATAN, PENGAKUAN, DAN PENEGAKAN BAB 11 PENGHORMATAN, PENGAKUAN, DAN PENEGAKAN ATAS HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA Hak asasi merupakan hak yang bersifat dasar dan pokok. Pemenuhan hak asasi manusia merupakan suatu keharusan agar warga negara

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa kekuasaan kehakiman menurut Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. selanjutnya disebut UUD 1945 secara tegas menyatakan bahwa. berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar

BAB I PENDAHULUAN. selanjutnya disebut UUD 1945 secara tegas menyatakan bahwa. berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 selanjutnya disebut UUD 1945 secara tegas menyatakan bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan

Lebih terperinci

KUASA HUKUM Ir. Tonin Tachta Singarimbun, S.H., dkk berdasarkan surat kuasa khusus tertanggal 28 Februari 2013

KUASA HUKUM Ir. Tonin Tachta Singarimbun, S.H., dkk berdasarkan surat kuasa khusus tertanggal 28 Februari 2013 RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 42/PUU-XI/2013 Tentang Nota Kesepakatan Bersama Tentang Pengurangan Masa Tahanan Bagi Tindak Pidana Umum, Pemeriksaan Cepat dan Restorative Justice I. PEMOHON

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2002 TENTANG KOMISI PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2002 TENTANG KOMISI PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2002 TENTANG KOMISI PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a.bahwa dalam rangka mewujudkan

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 42/PUU-XI/2013 Tentang Nota Kesepakatan Bersama Tentang Pengurangan Masa Tahanan Bagi Tindak Pidana Umum, Pemeriksaan Cepat dan Restorative Justice I. PEMOHON Fahmi Ardiansyah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2002 TENTANG KOMISI PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2002 TENTANG KOMISI PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2002 TENTANG KOMISI PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

dilibatkan, diminta pendapatnya sehingga materi konstitusi benar-benar mewakili masyarakat secara keseluruhan.

dilibatkan, diminta pendapatnya sehingga materi konstitusi benar-benar mewakili masyarakat secara keseluruhan. dilibatkan, diminta pendapatnya sehingga materi konstitusi benar-benar mewakili masyarakat secara keseluruhan. 3. Afrika Selatan Di Afrika Selatan, proses pembuatan konstitusi perlu waktu 3 tahun dan rakyat

Lebih terperinci

K143 KONVENSI PEKERJA MIGRAN (KETENTUAN TAMBAHAN), 1975

K143 KONVENSI PEKERJA MIGRAN (KETENTUAN TAMBAHAN), 1975 K143 KONVENSI PEKERJA MIGRAN (KETENTUAN TAMBAHAN), 1975 1 K-143 Konvensi Pekerja Migran (Ketentuan Tambahan), 1975 2 Pengantar Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) merupakan merupakan badan PBB yang

Lebih terperinci

BAB III PEMBANGUNAN HUKUM

BAB III PEMBANGUNAN HUKUM BAB III PEMBANGUNAN HUKUM A. UMUM Berbagai kebijakan dan program yang diuraikan dalam bab ini adalah dalam rangka mendukung pelaksanaan prioritas pembangunan nasional yang kedua, yaitu mewujudkan supremasi

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG BANTUAN HUKUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG BANTUAN HUKUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG BANTUAN HUKUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara menjamin hak konstitusional

Lebih terperinci

KEWARGANEGARAAN NEGARA HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA. Nurohma, S.IP, M.Si. Modul ke: Fakultas FASILKOM. Program Studi Teknik Informatika

KEWARGANEGARAAN NEGARA HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA. Nurohma, S.IP, M.Si. Modul ke: Fakultas FASILKOM. Program Studi Teknik Informatika KEWARGANEGARAAN Modul ke: NEGARA HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA Fakultas FASILKOM Nurohma, S.IP, M.Si Program Studi Teknik Informatika www.mercubuana.ac.id Pendahuluan Abstract : Menjelaskan Pengertian dan

Lebih terperinci

BAB IV. A. Bantuan Hukum Terhadap Tersangka Penyalahgunaan Narkotika. Dalam Proses Penyidikan Dihubungkan Dengan Undang-Undang

BAB IV. A. Bantuan Hukum Terhadap Tersangka Penyalahgunaan Narkotika. Dalam Proses Penyidikan Dihubungkan Dengan Undang-Undang BAB IV ANALISIS HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN HUKUM UNTUK TERSANGKA PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA DALAM PROSES PENYIDIKAN DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1981 TENTANG HUKUM ACARA PIDANA JUNCTO UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sejak diumumkannya Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia Universal Declaration of

I. PENDAHULUAN. Sejak diumumkannya Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia Universal Declaration of I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Sejak diumumkannya Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia Universal Declaration of Human Rights pada tahun 1948 telah terjadi perubahan arus global di dunia internasional

Lebih terperinci

Info Lengkap di: buku-on-line.com 1 of 14

Info Lengkap di: buku-on-line.com 1 of 14 1 of 14 PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI I. UMUM Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menegaskan bahwa kedaulatan berada

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pembuktian merupakan masalah yang memegang peranan penting dalam proses

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pembuktian merupakan masalah yang memegang peranan penting dalam proses II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Pembuktian Pembuktian merupakan masalah yang memegang peranan penting dalam proses pemeriksaan sidang pengadilan serta hal paling utama untuk dapat menentukan dapat atau

Lebih terperinci

KODE ETIK P O S B A K U M A D I N

KODE ETIK P O S B A K U M A D I N KODE ETIK P O S B A K U M A D I N PEMBUKAAN Bahwa pemberian bantuan hukum kepada warga negara yang tidak mampu merupakan kewajiban negara (state obligation) untuk menjaminnya dan telah dijabarkan dalam

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 2010 TENTANG DISIPLIN PEGAWAI NEGERI SIPIL

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 2010 TENTANG DISIPLIN PEGAWAI NEGERI SIPIL PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 2010 TENTANG DISIPLIN PEGAWAI NEGERI SIPIL I. UMUM Dalam rangka mewujudkan PNS yang handal, profesional, dan bermoral sebagai penyelenggara

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 19 TAHUN 1948 TENTANG SUSUNAN DAN KEKUASAAN BADAN-BADAN KEHAKIMAN DAN KEJAKSAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG NOMOR 19 TAHUN 1948 TENTANG SUSUNAN DAN KEKUASAAN BADAN-BADAN KEHAKIMAN DAN KEJAKSAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 19 TAHUN 1948 TENTANG SUSUNAN DAN KEKUASAAN BADAN-BADAN KEHAKIMAN DAN KEJAKSAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa untuk melaksanakan apa yang dikehendaki oleh pasal 24

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 21/PUU-XII/2014 Penyidikan, Proses Penahanan, dan Pemeriksaan Perkara

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 21/PUU-XII/2014 Penyidikan, Proses Penahanan, dan Pemeriksaan Perkara RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 21/PUU-XII/2014 Penyidikan, Proses Penahanan, dan Pemeriksaan Perkara I. PEMOHON Bachtiar Abdul Fatah. KUASA HUKUM Dr. Maqdir Ismail, S.H., LL.M., dkk berdasarkan surat

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Dinamika Multikulturalisme Kanada ( ). Kesimpulan tersebut

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Dinamika Multikulturalisme Kanada ( ). Kesimpulan tersebut BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Bab ini merupakan kesimpulan dari penulisan skripsi yang berjudul. Kesimpulan tersebut merujuk pada jawaban atas permasalahan penelitian yang telah dikemukakan oleh penulis

Lebih terperinci

REKONSTRUKSI KEDUDUKAN DAN HUBUNGAN ANTARA MAHKAMAH AGUNG, MAHKAMAH KONSTITUSI DAN KOMISI YUDISIAL DI INDONESIA. Oleh: Antikowati, S.H.,M.H.

REKONSTRUKSI KEDUDUKAN DAN HUBUNGAN ANTARA MAHKAMAH AGUNG, MAHKAMAH KONSTITUSI DAN KOMISI YUDISIAL DI INDONESIA. Oleh: Antikowati, S.H.,M.H. 1 REKONSTRUKSI KEDUDUKAN DAN HUBUNGAN ANTARA MAHKAMAH AGUNG, MAHKAMAH KONSTITUSI DAN KOMISI YUDISIAL DI INDONESIA Oleh: Antikowati, S.H.,M.H. 1 ABSTRAK Undang-Undang Dasar 1945 (pasca amandemen) tidak

Lebih terperinci

BAHAN KULIAH SISTEM HUKUM INDONESIA MATCH DAY 13 PENEGAKAN HUKUM (BAGIAN 2)

BAHAN KULIAH SISTEM HUKUM INDONESIA MATCH DAY 13 PENEGAKAN HUKUM (BAGIAN 2) BAHAN KULIAH SISTEM HUKUM INDONESIA MATCH DAY 13 PENEGAKAN HUKUM (BAGIAN 2) B. Lembaga/Pihak Dalam Penegakan Hukum Lembaga atau pihak apa saja yang terkait dengan upaya penegakan hukum? dan apa tugas dan

Lebih terperinci

MAKALAH HAM UNTUK STABILITAS POLITIK DAN KEAMANAN SERTA PEMBANGUNAN SOSIAL DAN EKONOMI

MAKALAH HAM UNTUK STABILITAS POLITIK DAN KEAMANAN SERTA PEMBANGUNAN SOSIAL DAN EKONOMI FOCUS GROUP DISCUSSION DAN WORKSHOP PEMBUATAN MODUL MATERI HAM UNTUK SPN DAN PUSDIK POLRI Hotel Santika Premiere Yogyakarta, 17 18 Maret 2015 MAKALAH HAM UNTUK STABILITAS POLITIK DAN KEAMANAN SERTA PEMBANGUNAN

Lebih terperinci

DALAM PRESPEKTIF HUKUM ACARA PERDATA INDONESIA. Efa Laela Fakhriah. Hukum sebagai sarana pembaruan masyarakat sebagaimana dikemukakan oleh

DALAM PRESPEKTIF HUKUM ACARA PERDATA INDONESIA. Efa Laela Fakhriah. Hukum sebagai sarana pembaruan masyarakat sebagaimana dikemukakan oleh ACTIO POPULARIS (CITIZEN LAWSUIT ) DALAM PRESPEKTIF HUKUM ACARA PERDATA INDONESIA Efa Laela Fakhriah I. Pendahuluan Hukum sebagai sarana pembaruan masyarakat sebagaimana dikemukakan oleh Mochtar Kusumaatmadja

Lebih terperinci

Naskah Rekomendasi mengenai Landasan Nasional untuk Perlindungan Sosial

Naskah Rekomendasi mengenai Landasan Nasional untuk Perlindungan Sosial Naskah Rekomendasi mengenai Landasan Nasional untuk Perlindungan Sosial 2 Naskah Rekomendasi mengenai Landasan Nasional untuk Perlindungan Sosial Naskah Rekomendasi mengenai Landasan Nasional untuk Perlindungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Kebijakan Umum Peradilan

BAB I PENDAHULUAN A. Kebijakan Umum Peradilan BAB I PENDAHULUAN A. Kebijakan Umum Peradilan Peradilan Agama adalah salah satu pelaku kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan yang beragama Islam dalam Pasal 2 Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HAK ASASI MANUSIA TERSANGKA/TERDAKWA

PERLINDUNGAN HAK ASASI MANUSIA TERSANGKA/TERDAKWA PERLINDUNGAN HAK ASASI MANUSIA TERSANGKA/TERDAKWA Didi Sunardi Endra Wijaya Pusat Kajian Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Pancasila (PKIH FHUP) i Judul: Perlindungan Hak Asasi Manusia Tersangka/Terdakwa

Lebih terperinci

SYARAT-SYARAT KEBERHASILAN TATANAN SOSIAL GLOBAL DAN EKONOMI BERORIENTASI PASAR. www.kas.de

SYARAT-SYARAT KEBERHASILAN TATANAN SOSIAL GLOBAL DAN EKONOMI BERORIENTASI PASAR. www.kas.de SYARAT-SYARAT KEBERHASILAN TATANAN SOSIAL GLOBAL DAN EKONOMI BERORIENTASI PASAR www.kas.de DAFTAR ISI 3 MUKADIMAH 3 KAIDAH- KAIDAH POKOK 1. Kerangka hukum...3 2. Kepemilikan properti dan lapangan kerja...3

Lebih terperinci