PENDAHULUAN. memperhatikan pemenuhan kebutuhan nutrien pakan yang tidak sesuai dengan

Transkripsi

1 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Usaha Peternakan sapi perah di Indonesia baik skala besar ataupun skala kecil mulai banyak dikembangkan. Kelemahan sistem produksi peternakan umumnya terletak pada tatalaksana pemberian pakan. Tatalaksana pemberian pakan tanpa memperhatikan pemenuhan kebutuhan nutrien pakan yang tidak sesuai dengan kebutuhan hidup pokok dan produksi dapat menyebabkan produktivitas ternak rendah. Pemenuhan nutrien pakan yang sesuai dengan kebutuhan hidup pokok dan produksi sapi perah dapat meningkatkan produktivitas ternak. Lemak merupakan salah satu nutrien di dalam suatu bahan pakan yang perlu diperhatikan selain protein dan karbohidrat untuk menunjang produktivitas ternak. Salah satu nutrien terkandung di dalam lemak yang dibutuhkan adalah asam lemak esensial yang tidak bisa disintesa di dalam tubuh, sehingga pemenuhan kebutuhannya harus disuplai dari luar tubuh. Salah satunya dengan memberikan pakan suplemen sumber asam lemak tidak jenuh dalam ransum sapi perah. Pengadaan sumber pakan tersebut diantaranya berasal dari bahan pakan minyak nabati. Salah satu minyak nabati yang dapat digunakan untuk pemenuhan kebutuhan asam lemak tidak jenuh adalah minyak kedelai. Minyak kedelai merupakan sumber bahan pakan yang mengandung asam lemak miristat 0,1%, asam palmitat 10,6%, asam stearat 4,0%, asam oleat 23,3%, asam linoleat 53,7%, dan asam linolenat 7,6% (O Brien, 2009). Pemberian lemak untuk ternak ruminansia

2 2 seperti sapi perah perlu diperhatikan karena pemberian lemak di dalam ransum diketahui dapat menghambat kerja rumen dimana mikroorganisme rumen seperti kapang, protozoa, dan bakteri terganggu sehingga akan mempengaruhi kecernaan serat dan pakan tidak dapat dicerna optimal. Asam lemak tidak jenuh mengalami proses hidrolisis dan hidrogenasi di dalam rumen sapi perah. Hal tersebut mengakibatkan pakan yang diberikan pada sapi perah tidak dapat dicerna baik oleh mikroba rumen dan akan menurunkan kecernaan bahan kering dan bahan organik karena akan cenderung berasosiasi dengan partikel pakan dan mikroba rumen yaitu berupa penutupan permukaan secara fisik oleh lemak. Teknologi proteksi minyak oleh mineral kalsium disebut juga kompleks Caminyak secara kimiawi melalui proses saponifikasi diketahui dapat menghindari proses biohidrogenasi di rumen pada ternak ruminansia. Pemanfaatan asam lemak tidak jenuh dapat langsung di serap di usus halus atau pascarumen dan menghindari penurunan kecernaan serat serta aktivitas mikroba. Hal tersebut disebabkan kompleks Ca-minyak stabil pada ph netral di rumen dan bersifat riversibel (dapat lepas kembali) pada kondisi asam di pascarumen. Suplementasi kompleks Ca-minyak kedelai di dalam ransum lengkap sapi perah perlu dilakukan guna mengetahui kualitas kompleks Ca-minyak kedelai terhadap kecernaannya di dalam rumen sebagai evaluasi penggunaan kompleks Ca-minyak dalam ransum. Berdasarkan beberapa hal tersebut, maka perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh suplementasi kompleks Caminyak kedelai di dalam ransum lengkap sapi perah yang diukur melalui kecernaan bahan kering (KcBK) dan kecernaan bahan organik (KcBO) secara in vitro.

3 3 1.2 Identifikasi Masalah 1. Bagaimana pengaruh suplementasi kompleks Ca-minyak kedelai di dalam ransum lengkap sapi perah terhadap KcBK dan KcBO ransum in vitro. 2. Pada level berapa kompleks Ca-minyak kedelai yang ditambahkan ke dalam ransum lengkap sapi perah tidak berpengaruh negatif terhadap nilai KcBK dan KcBO ransum. 1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian 1. Mengetahui pengaruh suplementasi kompleks Ca-minyak kedelai di dalam ransum lengkap sapi perah terhadap KcBK dan KcBO ransum in vitro. 2. Mengetahui level pemberian kompleks Ca-minyak kedelai di dalam ransum lengkap sapi perah yang tidak berpengaruh negatif terhadap nilai KcBK dan KcBO ransum. 1.4 Kegunaan Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah dan penambah ilmu pengetahuan tentang penggunaan kompleks Ca-minyak kedelai sebagai pakan suplemen dalam ransum ternak sapi perah. 1.5 Kerangka Pemikiran Asam lemak esensial merupakan asam-asam lemak yang dibutuhkan oleh tubuh tetapi tidak dapat disintesa di dalam tubuh ternak (Winarno, 1991). Asam lemak esensial merupakan asam lemak tidak jenuh (linoleat, linolenat, dan oleat) yang harus dipenuhi kebutuhannya dari luar tubuh seperti dari pemberiannya di dalam ransum ternak. Bahan pakan sumber asam lemak tidak jenuh tinggi berasal dari minyak nabati dan minyak hewani.

4 4 Minyak kedelai merupakan salah satu sumber minyak nabati yang banyak mengandung asam lemak tidak jenuh tinggi. Asam lemak minyak kedelai terdiri atas asam miristat 0,1%, asam palmitat 10,6%, asam stearat 4,0%, asam oleat 23,3%, asam linoleat 53,7%, dan asam linolenat 7,6% (O Brien, 2009). Pemberian asam lemak tidak jenuh pada sapi perah dapat meningkatkan kinerja reproduksi dikarenakan: (1) asam lemak merupakan prekursor hormon-hormon steroid, (2) asam lemak sebagai prekursor hormon prostaglandin, (3) konsumsi asam lemak tidak jenuh dapat mempengaruhi fungsi jaringan reproduksi dengan kemampuannya mengubah komposisi membran sel yang kemudian akan mengubah fluiditas (sifat cair) membran yang dapat mempengaruhi transformasi nutrien di dalam sel sehingga dapat mempengaruhi fungsi biologis jaringan organorgan reproduksi seperti meningkatkan jumlah folikel dalam ovarium, meningkatkan ukuran folikel dominan dan kadar luteinizing hormone serta terbukti dapat meningkatkan fertilitas ternak (Santos, dkk., 2008; Zachut, dkk., 2010). Hal yang harus diperhatikan pada pemberian lemak pakan yang tinggi kadar asam lemak tidak jenuh seperti minyak kedelai adalah pada lambung pemberian minyak kedelai yang tinggi dapat menghambat aktivitas mikroba rumen dan menyebabkan terjadinya penurunan kecernaan serat. Pengaruh ini disebabkan oleh poly unsaturated fatty acid (Jenkins dan Palmquits, 1980; Sutton, dkk.,1983). Penurunan kecernaan serat disebabkan oleh terhambatnya pertumbuhan dan metabolisme mikroba rumen karena asam lemak rantai panjang (Henderson, 1973). Hal tersebut disebabkan karena minyak yang mengandung asam lemak tidak jenuh tinggi akan lebih mudah terhidrogenasi. Hidrogenasi suatu lemak

5 5 bersifat selektif, yaitu lemak dengan derajat ketidakjenuhan lebih tinggi akan lebih mudah terhidrogenasi (Winarno, 1991). Pemberian lemak pada ransum ruminansia seperti sapi perah maksimum adalah 7%. Persyaratan mutu konsentrat sapi perah berdasarkan bahan kering, kadar lemak kasar maksimum pada konsentrat adalah 12% pemula-1, 7% pemula- 2, 7% dara, 7% laktasi, 7% laktasi produksi tinggi, 7% kering bunting, 6% pejantan (SNI, 2009). Total lemak pakan akan memberikan efek negatif pada kadar 6 sampai 7 % bahan kering pakan (NRC, 2001). Penambahan 10% lemak menurunkan kecernaan sampai 50% (Jenkins dan Palmquist, 1984). Penggunaan lemak pakan di dalam pakan ruminansia seperti sapi perah sangat dibatasi. Umumnya hanya 3 sampai 5% lemak ditambahkan dalam pakan yang dapat ditoleransi oleh mikroorganisme rumen (Jenkins dan Palmquits, 1980). Pemberian lemak pakan berlebih yang berpengaruh negatif terjadinya penurunan kecernaan serat. Lemak akan menyelubungi serat pakan sehingga mikroba rumen tidak mampu mendegradasi serat serta PUFA (poly unsaturated fatty acid) bersifat negatif terhadap bakteri rumen tertentu sehingga terjadi perubahan populasi mikroba di dalam rumen, bahwa pengaruh lemak tidak jenuh (unsaturated fatty acids) dapat bersifat racun bagi mikroba rumen dan melapisi partikel serat sehingga mencegah bakteri fibrolitik untuk menempel yang selanjutnya menurunkan kecernaan serat (Eastridge dan Firkins, 1991). Penambahan minyak kedelai yang mengandung asam lemak tidak jenuh tinggi dalam ransum menurunkan populasi protozoa. Protozoa tidak memiliki daya lipolisis, akibatnya pada kondisi rumen banyak lemak aktivitas metabolisme protozoa terganggu dan akhirnya protozoa kurang mampu bertahan hidup. Lemak lain yang kaya PUFA (poly unsaturated fatty acid) seperti minyak kedelai

6 6 mengurangi protozoa lebih sedikit (Doreau, dkk., 1997). Peranan protozoa di rumen cukup penting sebagai pengontrol ph rumen. Salah satu upaya menghindari efek negatif terjadinya proses biohidrogenasi asam lemak esensial yaitu dengan proteksi minyak secara kimiawi menggunakan metode saponifikasi melalui pembentukan sabun dan garam kalsium. Proses saponifikasi ini dilaporkan oleh Jenkins dan Palmquist (1984) teknologi tersebut termasuk teknologi yang lebih baru dari teknologi formaldehida dan sudah banyak dimanfaatkan secara komersial. Sabun kalsium merupakan hasil dari proses kimiawi proteksi minyak dilakukan dengan metode saponifikasi menggunakan mineral kalsium yang akan membentuk sabun dan garam kalsium disebut juga kompleks Ca-minyak. Adapun prinsip pembuatan kompleks Ca-Minyak kedelai adalah minyak kedelai terhidrolisis oleh basa menjadi gliserol dan garam asam lemak (gugus COOH asam lemak diikat oleh kation basa). Garam dari campuran kalsium dengan asam lemak dikenal sebagai sabun kalsium, yaitu penggabungan asam lemak jenuh maupun tidak jenuh dengan ion kalsium (Fernandez, 1999). Sabun kalsium dapat dengan mudah dicampur dengan beberapa jenis pakan dan tidak menganggu sistem fermentasi rumen (Jenkins dan Palmquits, 1984). Apabila dibandingkan dengan ransum yang diberikan hijauan dan konsentrat tanpa pemberian kompleks Ca-minyak, produksi susu sapi diberi ransum yang ditambahkan suplemen kompleks Ca-minyak lebih tinggi produksinya. Penambahan sabun kalsium asam lemak (Ca-PUFA) dalam ransum menghasilkan susu 3,5 kg per hari dan 4 kg per hari FCM lebih tinggi dari pada sapi yang diberi ransum kontrol (Moallem, dkk., 1997). Sabun kalsium mampu meniadakan efek asam lemak terhadap bakteri, sehingga kecernaan serat ransum meningkat (Tanuwiria, dkk., 2011).

7 7 Penerapan proteksi lemak oleh mineral kalsium disebut sabun kalsium atau kompleks Ca-minyak baik pada ransum sapi maupun domba yang memiliki kelebihan lemak dalam pakan diketahui dapat menghilangkan efek negatif seperti penurunan kecernaan serat. Hasil penelitian Adawiah dkk. (2006) menunjukkan bahwa penggunaan lemak (minyak ikan) dalam bentuk sabun kalsium pada taraf 3% lebih efektif dibandingkan dengan sabun zink. Bayourthe dkk. (1993) melaporkan bahwa pengaruh lemak yang diproteksi (prolip) terhadap kecernaan total nutrien pada domba, suplementasi prolip 0, 5, 10 dan 20 % menghasilkan KcBK sebesar 59; 59,8; 61; dan 64,2%. Hasil tersebut menunjukkan bahwa suplementasi kompleks Ca-minyak hingga 20% dapat meningkatkan KcBK. Penggunaan lemak tinggi dalam ransum dapat digunakan dan tidak menganggu sistem kecernaan serat di rumen jika lemak tersebut diproteksi. Pembentukan sabun kalsium dan asam lemak dapat memaksimumkan penggunaan ransum tinggi lemak oleh ruminansia (Jenkins dan Palmquits, 1984). Proteksi kompleks Ca-minyak berpengaruh terhadap peningkatan kecernaan serat di rumen dan dapat mengoptimalkan penyerapan asam lemak tidak jenuh di pascarumen (induk semang) tanpa terhidrogenasi karena mekanisme kerja proteksi produk (asam lemak tidak jenuh) oleh mineral organik dalam bentuk sabun kalsium ini stabil pada ph rumen dan akan terpecah pada kondisi asam. Sabun kalsium ini tetap utuh pada suasana keasaman netral, dan terpisah pada tingkat keasaman tinggi ph 3 (Fernandez, 1999). Perlakuan dalam penelitian ini menggunakan kompleks Ca-minyak sampai dengan 6% dalam ransum. Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat ditetapkan hipotesis bahwa suplementasi kompleks Ca-minyak kedelai sebesar 6% di dalam ransum lengkap sapi perah tidak memberikan efek negatif terhadap KcBK dan KcBO in vitro.

8 8 1.6 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret-April 2018 di Laboratorium Nutrisi Ternak Ruminansia dan Kimia Makanan Ternak Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran, Sumedang.